Naskah Publikasi DHF

18
HUBUNGAN HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DENGAN TERJADINYA SINDROM SYOK DENGUE PADA INFEKSIDEMAM BERDARAH DENGUE ANAK DI RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL PERIODE 1 JANUARI 2011- 31 JULI 2012 KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Oleh : Suci Restu Damalia 09711273 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2013

description

Dengue hemorhagic fever

Transcript of Naskah Publikasi DHF

Page 1: Naskah Publikasi DHF

HUBUNGAN HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

DENGAN TERJADINYA SINDROM SYOK DENGUE PADA INFEKSIDEMAM

BERDARAH DENGUE ANAK DI RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

PERIODE 1 JANUARI 2011- 31 JULI 2012

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran

Oleh :

Suci Restu Damalia

09711273

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Naskah Publikasi DHF

RELATIONSHIP OF LABORATORY RESULTS WITH THE OCCURRENCE

OF DENGUE SHOCK SYNDROME INFECTION IN CHILDREN WITH

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER INFECTION AT PKU MUHAMMADIYAH

HOSPITAL BANTUL

Period 1 January 2011 - 31 July 2012

A Scientific Paper as A Part of Requirements

to Obtain Medical Scholar Degree

By :

Suci Restu Damalia

09711273

MEDICAL FACULTY

ISLAMIC UNIVERSITY OF INDONESIA

YOGYAKARTA

2013

Page 3: Naskah Publikasi DHF
Page 4: Naskah Publikasi DHF

ABSTRACTRelationship of  Laboratory Results With The Occurrence of Dengue Shock

Syndrome Infection In Children With Dengue Hemorrhagic Fever Infection at PKU Muhammadiyah Hospital BantulPeriod 1 January 2011 - 31 July 2012

Suci Restu DamaliaJurusan Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia

Background : Dengue shock syndrome is the level of the worst dengue virus infection, where patients will have most or all of the symptoms that occur in patients with classic dengue fever and dengue hemorrhagic fever with circulation failure. By looking at the result of laboratoris finding include the examination platelet count, leukocyte count, hematocrit, and hemoglobin levels, diagnosis of dengue shock syndrome is expected can instantly enforced and can be urgent action to reduce morbidity and mortality of patients.Objective : To know the correlation of laboratory results that can be used to predict occurrence dengue shock syndrome in dengue fever infection on children who treated at PKU Muhammadiyah Hospital Bantul.Methods : This study is a retrospective observational analytic cross sectional design. Research data taken secondarily from patients medical records. With a diagnosis of DHF and SSD period 1 January 2010-31 July 2012. Data analysis was performed bivariate with the chi-square test.Results : The results from data analysis that has been done it was found that the platelet count ≤50.000/ml3( P=0,000 ; RP=3,55; CI=0,008-0,107), and leukocyte count ≤4.000/mm3 (P=0,034; RP=4,495; CI= 0,202-0,944) and hematocrit count >45% (P=0,000; RP=2,01; CI=2,754-15,094) are factors related with the occurrence of dengue shock syndrome in children dengue fever infection with a significance value <0.05. Whereas hemoglobin count 15% (P = 0,304; RP = 1.227 CI = 0.679 to 3.446) is not a factor that has a correlation with the incidence of dengue shock syndrome with a significance value> 0.05.Conclusions : Platelet count ≤50.000/ml3, leukocyte count ≤4.000/mm3, and hematocrit count >45% are factors related with the occurrence of SSD in DBD chidren infection.

Keywords : dengue shock syndrome, dengue hemorrhagic fever, laboratory finding

1

Page 5: Naskah Publikasi DHF

PENDAHULUANDemam berdarah dengue (DBD)

adalah penyakit demam yang berlangsung akut, menyerang orang dewasa maupun anak-anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak-anak berusia di bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan renjatan (syok) yang dapat mengakibatkan kematian penderita.(1)

Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas. Pertama kali kasus DBD terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit DBD ditemukan di 200 kota di 27 provinsi dan telah terjadi KLB akibat DBD.(2)

Penyakit DBD di Indonesia merupakan salah satu emerging disease dengan insiden yang meningkat dari tahun ke tahun. Adapun jumlah penderita DBD di Indonesia sepanjang tahun 1999 sebanyak 21.134 orang, tahun 2000 sebanyak 33.443 orang, tahun 2001 sebanyak 45.904 orang, tahun 2002 sebanyak 40.377 orang, dan tahun 2003 sebanyak 50.131 orang. Pada tahun 2000 insiden rate sebesar 15,75 per 100.000 penduduk meningkat pada tahun 2001 sebesar 17,2 % per 100.000 penduduk. Jumlah kasus DBD di Indonesia antara Januari sampai Maret 2004 secara kumulatif yang dilaporkan dan ditangani sebanyak 26.015 kasus, dengan kematian mencapai 389 ( CFR = 1,53 % ).(3)

Kasus kejadian DBD di Kabupaten Bantul pada saat ini mengalami fluaktuatif dimana pada

tahun 2007 di dapatkan kasus sebanyak 587 dengan 12 kematian (IR : 69 per 100.000 penduduk, angka kematian : 2 %). Perkembangan penyakit DBD selanjutnya hampir stabil sampai tahun 2009. Namun pada tahun 2010 melonjak menjadi 1557 kasus dengan 8 kematian (IR: 173 per 100.000 penduduk, angka kematian: 0,5%). Pada tahun 2011 terjadi penurunan kasus menjadi 247 dengan 2 kematian (IR: 27 per 100.000 penduduk, angka kematian: 0,8). Jumlah penderita DBD pada tahun 2012 terbanyak di Kecamatan Kasihan dan tujuh kecamatan lainnya yang perlu mendapatkan perhatian adalah Kecamatan Sedayu, Bangun Tapan, Srandakan, Bantul, Bambanglipuro dan Piyungan.(4)

Manifestasi klinis pada DBD sangat bervariasi dari yang ringan sampai dengan berat (syok) yaitu tingkat infeksi virus dengue yang terparah, dimana pasien akan mengalami sebagian besar atau seluruh gejala yang terjadi pada penderita demam berdarah klasik dan demam berdarah dengue disertai dengan kebocoran cairan di luar pembuluh darah, pendarahan parah, dan syok yang mengakibatkan tekanan darah menjadi sangat rendah dan apabila tidak segera ditangani maka dapat berujung pada kematian pasien.(5)

Penegakan diagnosis DBD harus segera dilakukan agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan yang dapat menyebabkan penderita masuk ke stadium yang lebih lanjut yaitu SSD. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui hasil pemeriksaan laborato ris apa saja yang berhubungan dengan

2

Page 6: Naskah Publikasi DHF

terjadinya sindrom syok dengue pada infeksi demam berdarah dengue anak.

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan

penelitian observasional yang bersifat retrospektif analitik dengan rancang bangun cross sectional.

Populasi PenelitianPopulasi terjangkau dalam

penelitian ini adalah pasien anak yang terdiagnosis DBD dan SSD yang dirawat di instalasi rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul.

Sampel PenelitianSampel penelitian adalah anak

dengan diagnosis DBD dan SSD yang ada di instalasi rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Bantul dengan kriteria inklusi subyek meliputi semua pasien anak yang didiagnosis DBD dan SSD yang dirawat di instalasi rawat inap RS PKU Muhammadiyah Bantul dengan rentang usia 1-15 tahun dan kriteria eksklusi subyek meliputi pasien DBD dan SSD dengan penyakit berat seperti sepsis, DIC dan hemofili. Setelah dilakukan perhitungan sampel maka total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 108 sampel. Yang terdiri dari 54 sampel kasus DBD dan 54 sampel kasus SSD.

Variabel PenelitianVaribel pada penelitian ini dibagi

menjadi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari angka trombosit ≤ 50.000 sel/ml3, angka leukosit ≤ 4.000 sel/ mm3, nilai hematokrit >45% dan nilai hemoglobin

>15g/dl. Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian sindrom syok dengue (SSD) pada pasien demam berdarah dengue (DBD) anak.

Instrumen PenelitianPada penelitian ini data yang

diambil berupa data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari subyek penelitian. Data yang diambil berasal dari rekam medis, yaitu data pasien yang didiagnosis DBD dan SSD di instalasi rawat inap RS PKU Muhammadiyah Bantul. Data yang diambil meliputi identitas yang terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, nomor rekam medis dan hasil pemeriksaan laboratorium yang meliputi angka trombosit, angka leukosit, nilai hematokrit dan nilai hemoglobin.

Analisis PenelitianPada penelitian ini dilakukan

analisis bivariat untuk mengetahui besar pengaruh masing-masing variabel terhadap kejadian sindrom syok dengue pada infeksi demam berdarah dengue anak. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi-square untuk variabel kategorikal yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh setiap variabel bebas dengan variabel terikat. Interpretasi besar pengaruh dinyatakan dengan Rasio Prevalence (RP) dengan menggunakan Confidence Interval (CI) sebesar 95%. Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel dengan uji statistik digunakan tabel 2x2.

3

Page 7: Naskah Publikasi DHF

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi PenelitianLokasi penelitian dilakukan di

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul yang dilakukan dengan cara pengambilan data sekunder. Data yang diambil adalah anak dengan infeksi DBD dan SSD yang telah di diagnosis oleh dokter di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul.

Karakteristik Subyek PenelitianSejak 1 Januari 2011 hingga 31

Juli 2012 terdapat 235 pasien yang terdiagnosis DBD dan 63 pasien SSD. Setelah dilakukan penghitungan sampel dan dianalisis berdasarkan kriteria inklusi-eksklusinya diambil 54 pasien anak dengan diagnosis DBD dan 54 pasien anak dengan diagnosis SSD.

Tabel 1. Karakteristik Dasar Subyek

VariabelKategori Subyek Penelitian

SSD DBDn=54 % n=54 %

Jenis Kelamin- Laki-laki 26 48,2 30 55,6- Perempuan 28 51,8 24 44,4Usia- 1-5 tahun 12 22,2 8 14,9- 6-10 tahun 27 50 28 51,8- 11-15 tahun 15 27,8 18 33,3Angka Trombosit- ≤50.000/ ml3 36 66,7 3 5,5- >50.000/ml3 18 33,3 51 94,5Angka Leukosit- ≤4000/mm3 34 63 23 42,5- >4000/mm3 20 37 31 57,5Hematokrit- ≤45% 12 22,2 35 64,8

- >45% 42 77,8 19 35,2

Hemoglobin- ≤15% 34 63 39 72,2- >15% 20 37 15 27,8

Jenis KelaminDistribusi berdasarkan jenis

kelamin pada kelompok pasien DBD didapatkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 30 pasien (55,6%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 24 pasien (44,4%). Subjek penelitian berdasar jenis kelamin pada pasien SSD didapatkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 26 (48,2%) pasien dan 28 (51,8%) pasien berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan distribusi jenis kelamin diatas didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak ditemukan pada kasus DBD dan jenis kelamin perempuan lebih banyak ditemukan pada kasus SSD.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari dimana jumlah penderita SSD lebih banyak didapatkan pada perempuan yaitu sebanyak 36 orang dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 28 orang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Utami dari 12 sampel pasien didapatkan kejadian SSD lebih banyak terjadi pada perempuan yaitu sebanyak 8 orang dibandingkan dengan pasien laki-laki yang didapatkan sebanyak 4 orang.(6,7)

UsiaKarakteristik populasi subjek

penelitian berdasarkan usia pada pasien DBD yang berada pada rentang usia 6-10 tahun sebanyak 28 orang (52%), diikuti persentase kedua pada rentang usia 11-15 tahun terdapat 18 orang (33%) dan rentang usia 1-5 tahun terdapat 8 orang (15%). Pada pasien SSD didapatkan rentang usia 1-5 tahun

4

Page 8: Naskah Publikasi DHF

berjumlah 12 orang (22,2%), usia 6-10 tahun berjumlah 27 orang (50%), dan usia 11-15 tahun berjumlah 15 orang (27,8%).

Dari data di atas didapatkan penderita SSD berdasarkan usia paling banyak pada kelompok usia 6-10 tahun. Penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Andina dimana didapat kan jumlah penderita SSD lebih banyak didapatkan pada usia 6-10 tahun.(8)

Angka TrombositKarakteristik populasi subjek

penelitian berdasarkan jumlah trombosit pada pasien DBD didapatkan sebanyak 51 orang (94,5%) dengan jumlah trombosit >50.000/ml, diikuti dengan jumlah trombosit ≤50.000/ml sebanyak 3 orang (5,5%). Pada pasien SSD didapatkan subyek penelitian yang memiliki jumlah trombosit ≤50.000/ml3

sebanyak 36 orang (66,7%), yang memiliki jumlah trombosit >50.000/ml3

sebanyak 18 orang (33,3%). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah trombosit >50.000/ml banyak terdapat pada kasus DBD dan pada SSD lebih banyak ditemukan pasien dengan angka trombosit ≤50.000/ml3.

Hasil analisis data menggunakan chi-square (p=0,000, x²=43,976, RP=3,55, 95% CI (0,008-0,107)) menunjukkan bahwa angka trombosit ≤50.000 dapat disimpulkan merupakan faktor risiko terhadap kejadian sindrom syok dengue karena nilai rasio prevalensi > 1 dengan interval keperca yaan tidak mencakup angka 1.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Andina didapatkan angka trombosit ≤ 50.000

sel/ml3 merupakan faktor prediktor terjadinya SSD pada pasien DBD (OR 37,0; Crude OR 50; CI Crude OR 16,1-154,8), p 0,00).(8) Penelitian lain yang dilakukan oleh Sari berdasarkan analisis bivariat dengan metode chi-square didapatkan penurunan angka trombosit ≤50.000 mempunyai nilai p=0,023 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan antara penurunan angka angka trombosit ≤50.000 dengan kemungkinan terjadi nya syok pada kasus DBD.(6)

Menurut Theml, trombositopenia yang terjadi disebabkan oleh adanya gangguan produksi yang disebabkan oleh depresi sumsum tulang pada stadium akut, kerusakan di perifer akibat adanya aktivasi komplemen, digunakan pada proses DIC, adanya agregasi di endotel yang rusak dan umur trombosit yang menjadi lebih pendek.(9)

Angka LeukositDari 54 subyek yang diteliti pada

kelompok DBD didapatkan subyek penelitian yang memiliki angka leukosit ≤4000/mm3 sebanyak 23 orang (42,5%), yang memiliki angka leukosit >4000/mm3 sebanyak 31 orang (57,5%). Sedangkan pada kelompok SSD ditemukan sebanyak 34 orang (63%) dengan angka leukosit >4000/mm3

diikuti dengan angka leukosit ≤4000/mm3 sebanyak 20 orang (37%). Berdasarkan data diatas dapat ditarik kesimpulan pada angka leukosit ≤4000/mm3 banyak ditemukan pada kasus SSD dan angka leukosit >4000/mm3 banyak ditemukan pada kasus DBD.

Hasil analisis data menggunakan chi-square (p=0,034, x²=4,495 RP=

5

Page 9: Naskah Publikasi DHF

1,520 dan 95% CI=0,202-0,944). Hasil yang didapat menunjukkan bahwa angka leukosit ≤4.000/mm3 dapat disimpulkan sebagai faktor risiko terhadap kejadian sindrom syok dengue.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p=0,001 yang berarti terdapat hubungan antara angka leukosit dengan SSD.(7) Penelitian serupa yang dilakukan oleh Andina didapatkan bahwa angka leukosit ≤ 4000 memiliki hubungan dengan terjadinya Sindrom Syok Dengue (SSD) pada pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan nilai signifikansi <0,05.(8)

Menurut Risniati penderita DBD anak dengan leukopenia memiliki risiko mengalami SSD 2,9 (95% CI: 1,23-6,62) kali lebih tinggi dibandingkan penderita DBD anak tanpa leukopenia, sehingga leukopenia dapat dijadikan prediktor terjadinya SSD pada anak dengan DBD.(10)

Nilai Hematokrit

Karakteristik populasi subjek penelitian berdasarkan nilai hematokrit pada pasien DBD didapatkan sebanyak 35 orang (64,8%) dengan nilai hematokrit ≤45%, diikuti dengan nilai hematokrit >45% sebanyak 19 orang (35,2%). Sedangkan pada kelompok SSD didapatkan sebanyak 42 orang (77,8%) dengan nilai hematokrit >45%, diikuti dengan angka hematokrit ≤45% sebanyak 12 orang (22,2%). Berdasar kan data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai hematokrit ≤45% banyak terdapat pada kasus DBD dan nilai

hematokrit >45% banyak terdapat pada kasus SSD.

Analisis bivariat menggunakan chi-square (p=0,000, x2=19,92, RP= 2,01 dan 95% CI=2,754-15,094). Hasil yang didapat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara peningkatan nilai hematokrit >45% dengan kemungkinan terjadinya syok pada kasus DBD. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari bahwa didapatkan 56 orang (87,50%) pada kelompok SSD yang mengalami peningkatan hematokrit >45% dan setelah dilakukan analisis bivariat didapatkan nilai p=0,000 yang berarti terdapat hubungan antara peningkatan nilai hematokrit >45% dengan kemungkinan terjadinya syok.(6) Selain itu hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Andina didapatkan nilai hematokrit > 45% memiliki hubungan dengan terjadinya SSD pada pasien DBD dengan nilai signifikansi <0,05 dan nilai OR 1,93.(8)

Nilai hematokrit biasanya mening kat pada hari ketiga dari perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit. Peningkatan nilai hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang ekstravaskular melalui kapiler yang rusak.(11)

Nilai HemoglobinKarakteristik subjek penelitian

berdasarkan nilai hemoglobin pada pasien DBD ditemukan sebanyak 39 orang (72,2%) dengan nilai hemoglobin ≤15%, diikuti dengan nilai hemoglobin >15% sebanyak 15 orang (27,7%).

6

Page 10: Naskah Publikasi DHF

Sedangkan pada kelompok SSD ditemu kan sebanyak 34 orang (63%) dengan nilai hemoglobin ≤15%, diikuti dengan nilai hemoglobin >15% sebanyak 20 orang (37%). Dari hasil analisis menggunakan chi-square didapatkan hasil (p=0,304, x²=1,054, RP=1,227 dan 95% CI (0,679-3,446). Dari hasil tersebut maka Hipotesis nol atau Ho diterima karena nilai p-value lebih dari 0,05 dan nilai x² kurang dari 3,481 sehingga dapat disimpulkan nilai hemoglobin >15% tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian sindrom syok dengue pada subyek penelitian yang diteliti.

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari didapatkan 50 orang (78,1%) pada kelompok SSD yang mengalami peningkatan hemoglobin >15% dan setelah dilakukan analisis bivariat didapatkan nilai p=0,000 yang berarti terdapat hubungan antara peningkatan nilai hemoglobin >15% dengan kemungkinan terjadinya syok pada kasus DBD dengan risiko sebasar 13x (OR 13,321).(6)

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien SSD dan DBD anak

No

Parameter

Pemeriksaan

Laboratorium

pSSD

n=54

DBD

n=54

1 Angka Trombosit

0,000*AT ≤50.000 36 3

AT >50.000 18 51

2 Angka Leukosit

0,034*

AL ≤4.000 34 23

AL >4.000 20 31

3 Hematokrit

0,000*Hmt ≤ 45% 12 35

Hmt >45% 42 19

4 Hemoglobin

Hb ≤ 15% 34 390,304

Hb >15% 20 15

*Nilai p <0,05

Keterbatasan PenelitianDalam penelitian ini, peneliti

masih menemukan keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan. Adapun keterbatasan yang dimiliki adalah sebagai berikut :1. Jumlah sampel dalam penelitian

masih sangat terbatas, sehingga belum menggambarkan populasi yang sebenarnya.

2. Saat pengambilan data kemungkinan kurang teliti, sehingga timbul kesalahan pada saat memasukkan data yang diteliti.

SIMPULAN DAN SARAN

SimpulanAngka trombosit ≤50.000/ml3

(p=0,000), nilai hematokrit >45% (p=0,000) dan angka leukosit ≤4.000/mm3 (p=0,034) merupakan faktor yang berhubungan dengan terjadinya sindrom syok dengue (SSD) pada pasien demam berdarah dengue (DBD) anak dengan nilai signifikansi p<0,05.

Saran1. Peneliti mengharapkan adanya

penelitian selanjutnya dengan jumlah sampel yang lebih besar dan variabel yang diteliti lebih banyak lagi serta dilakukan analisis data dengan multivariat sehingga dapat diketahui faktor lain yang memiliki

7

Page 11: Naskah Publikasi DHF

hubungan paling besar dengan terjadiya sindrom syok dengue.

2. Peneliti mengharapkan adanya penelitian lanjut yang menggunakan data primer sehingga dapat menggambarkan dengan benar keluhan yang dirasakan oleh penderita yang tidak tertulis di rekam medis dan selanjutnya penelitian dapat menjadi lebih valid.

3. Penegakkan diagnosis DBD dan SSD anak di rumah sakit harus dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk semua pasien dan sesuai dengan penegakkan diagnosis WHO yang terbaru. Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium tersebut harus ditulis pada rekam medis dengan rinci, lengkap dan tulisan yang jelas agar tidak memunculkan kerancuan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chandra., 2008. Studi Epidemiologi Kejadian Penyakit DemamBerdarah Dengue Dengan Pendekatan Spasial Sistem Informasi Geografis . EGC : Jakarta.

2. Sukowati., S. 2010. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue dan Pengendaliannya di Indonesia, Buletin Jendela Epidemiologi, Pusat data dan Surveilance Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI: Jakarta.

3. Bombang, Hasniah., 2005. Morbiditas dan Mortalitas Sindrom Syok Dengue di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit DR. Wahidin Sudirohusodo : Makassar.

4. Kementrian Kesehatan., 2001. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. DepKes RI : Jakarta

5. Sumarmo., Soedarmo. 2002. Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed. Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta.

6. Sari., 2012. Gejala Klinis dan Laboratoris sebagai Faktor Prediktor Terjadinya Sindrom Syok Dengue Pada Infeksi Demam Berdarah Dengue Anak di RSUD Wonosari Kabupaten Gunung Kidul, Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.

7. Utami., A. 2011. Hubungan Antara Kadar Trombosit Pada Fase Kritis Dengan Jenis Perdarahan Dan Syok Pada Infeksi Dengue Anak di RSUD Wates, Skripsi, Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia : Yogyakarta.

8. Andina, P., 2012. Faktor Prediktor terjadinya Sindrom Syok Dengue pada pasien DBD anak di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia.

9. Theml A.S. et al., 2007. Dengue Fever National Institute of Allergy andInfectionDisease,http://www.niaid.nih.gov/topics/denguefever/understanding/pages/complications.aspx

10. Risniati, Y., 2011, Lekopenia Sebagai Prediktor Terjadinya Sindrom Syok Dengue Pada Anak

8

Page 12: Naskah Publikasi DHF

Dengan Demam Berdarah Dengue DI RSPI. Prof. dr. Sulianti Saroso, Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat.

11. Rezeki, Sri H., 2004, Pelatihan Bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak Dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Dalam Tatalaksana Kasus Demam Berdarah Dengue, FKUI : Jakarta.

9