Naskah algorithma ray tracing & sceneline

14
PERBANDINGAN ALGORITMA SCANLINE DAN ALGORITMA RAY TRACING TERHADAP AKURASI PENCAHAYAAN PADA PIRANTI LUNAK 3ds MAX Eva Handriyantini, Sekolah Tinggi Informatika dan Komputer Indonesia (STIKI) Malang, Jl. Raya Tidar 100 Malang, [email protected] Abstrak Proses pembuatan suatu karya animasi dibagi menjadi modeling, animating, dan lighting. Proses lighting (pencahayaan) merupakan proses terakhir dan merupakan bagian proses yang menentukan ke-realistis- an suatu animasi. Tanpa didukung dengan teknik modelling dan animating yang baik pun, suatu karya animasi tetap bisa menjadi terlihat realistis jika disempurnakan dengan teknik pencahayaan yang baik. Scanline rendering adalah metode yang digunakan dalam menghasilkan grafik pada motion pictures dalam komputer grafik, selain juga digunakan untuk video game dan pada kebanyakan sebagai visualisasi model pada berbagai teknik terapan. Raycasting adalah metode dimana gambar dari seluruh permukaan obyek yang terlihat diperoleh dengan cara memancarkan garis sinar dari kamera / viewer menuju scene. Melalui peneliti melakukan perbandingan antara algorthma Scanline dan algorithma raytracing didalam proses rendering pada software 3DS MAX. Kata Kunci : Ray tracing Algorithm, Scanline Algorithm, Rendering 1. Pendahuluan Computer Graphic (CG) atau yang biasa disebut dengan animasi, telah terbukti mampu membawa revolusi baru dalam industri visual entertainment, baik dalam dunia perfilman, computer games, hingga periklanan. Proses pembuatan suatu karya animasi dibagi menjadi designing, modeling, animating, dan lighting. Proses lighting (pencahayaan) merupakan proses terakhir dan merupakan bagian proses yang menentukan ke-realistis-an suatu animasi. Piranti lunak 3ds Max merupakan piranti lunak yang dapat digunakan untuk membuat animasi, yang memiliki kemampuan merata dalam segala aspek desain 3D, baik gambar bergerak (animate image) maupun gambar diam (still life image). Pada Piranti lunak 3ds Max, dimungkinkan untuk menambahkan suatu algoritma tertentu pada proses pencahayaan dan rendering untuk menghasilkan tingkat keakuratan pencahayaan yang lebih baik, khususnya dalam menampikan bayangan terhadap objek sehingga dapat memantulkan cahaya. SMATIKA JURNAL 1

description

 

Transcript of Naskah algorithma ray tracing & sceneline

Page 1: Naskah algorithma ray tracing & sceneline

PERBANDINGAN ALGORITMA SCANLINE DAN ALGO-RITMA RAY TRACING TERHADAP AKURASI PENCA-

HAYAAN PADA PIRANTI LUNAK 3ds MAX

Eva Handriyantini,Sekolah Tinggi Informatika dan Komputer Indonesia (STIKI) Malang,

Jl. Raya Tidar 100 Malang, [email protected]

AbstrakProses pembuatan suatu karya animasi dibagi

menjadi modeling, animating, dan lighting. Proses lighting (pencahayaan) merupakan proses terakhir dan merupakan bagian proses yang menentukan ke-realistis-an suatu animasi. Tanpa didukung dengan teknik modelling dan animating yang baik pun, suatu karya animasi tetap bisa menjadi terlihat realistis jika disempurnakan dengan teknik pencahayaan yang baik. Scanline rendering adalah metode yang digunakan dalam menghasilkan grafik pada motion pictures dalam komputer grafik, selain juga digunakan untuk video game dan pada kebanyakan sebagai visualisasi model pada berbagai teknik terapan. Raycasting adalah metode dimana gambar dari seluruh permukaan obyek yang terlihat diperoleh dengan cara memancarkan garis sinar dari kamera / viewer menuju scene. Melalui peneliti melakukan perbandingan antara algorthma Scanline dan algorithma raytracing didalam proses rendering pada software 3DS MAX.

Kata Kunci : Ray tracing Algorithm, Scanline Algorithm, Ren-dering

1. PendahuluanComputer Graphic (CG) atau yang biasa

disebut dengan animasi, telah terbukti mampu membawa revolusi baru dalam industri visual entertainment, baik dalam dunia perfilman, computer games, hingga periklanan. Proses pembuatan suatu karya animasi dibagi menjadi designing, modeling, animating, dan lighting. Proses lighting (pencahayaan) merupakan proses terakhir dan merupakan bagian proses yang menentukan ke-realistis-an suatu animasi.

Piranti lunak 3ds Max merupakan piranti lunak yang dapat digunakan untuk membuat animasi, yang memiliki kemampuan merata dalam segala aspek desain 3D, baik gambar bergerak (animate image) maupun gambar

diam (still life image). Pada Piranti lunak 3ds Max, dimungkinkan untuk menambahkan suatu algoritma tertentu pada proses pencahay-aan dan rendering untuk menghasilkan tingkat keakuratan pencahayaan yang lebih baik, khususnya dalam menampikan bayangan ter-hadap objek sehingga dapat memantulkan ca-haya.

Algoritma scanline ialah metode yang di-gunakan dalam menghasilkan grafik pada mo-tion pictures dalam komputer grafik, selain juga digunakan untuk video game dan pada ke-banyakan sebagai visualisasi model pada berbagai teknik terapan. bekerja pada sebuah baris-demi-baris dasar bukan poligon -by-poli-gon atau pixel demi pixel-dasar. Semua poli-gon yang akan diberikan pertama-tama diur-utkan berdasarkan koordinat y atas di mana mereka pertama kali muncul, maka setiap baris atau garis scan gambar dihitung dengan meng-gunakan menentukan nilai persimpangan dari garis scan dengan poligon yang memiliki ur-utan terdepan, sedangkan daftar urutan terde-pan akan diperbarui terus supaya polygon yang telah terlihat tidak hilang membentuk garis scan, demikian seterusnya [Wylie, C, Romney, GW, Evans, DC, dan Erdahl, A, 1967, "Gam-bar Perspektif Halftone oleh Komputer," Proc. AFIPS FJCC Vol. 31, 49]. Ray tracing merupakan pengembangan dari algoritma sebelumnya yaitu algoritma scanline. Ray Tracing adalah teknik untuk menghasilkan se-buah gambar dengan menelusuri jalur cahaya melalui pixel dalam suatu obyek gambar kemu-dian membuat simulasi efek dari pertemuan pixel menjadi sebuah obyek yang tampak real-istic. [Watt, Alan, 1992, Advanced Animation and Rendering Techniques. Advanced Animasi dan Teknik Rendering. New York, NY: ACM Press, 1992. New York, NY: ACM Press]

Melakukan perbandingan algoritma scanline dan algoritma ray tracing diharapkan dapat diperoleh perbandingan kualitas suatu

SMATIKA JURNAL 1

Page 2: Naskah algorithma ray tracing & sceneline

obyek yang fotorealistik setelah proses rendering obyek 3D yang dilakukan pada piranti lunak 3ds Max. Dengan demikian diperoleh kesimpulan algorithma apa yang sebaiknya dipergunakan dalam komputer grafik 3D untuk proses render suatu obyek, dengan akurasi pencahayaan paling optimal.

2. KAJIAN PUSTAKA

a) 3 Dimensi (3D)3D ialah dimensi yang menggunakan 3 bil-angan untuk menunjukkan posisi suatu titik (node). 3 bilangan tersebut dikenal dengan sumbu X, sumbu Y, dan sumbu Z. atau pan-jang, lebar dan tinggi. Semua obyek didunia nyata merupakan obyek 3 dimensi, karena obyek tersebut memiliki panjang lebar dan tinggi. Obyek 3 dimensi memiliki sudut perspektif dari segala arah, sehingga bisa dilihat dari sudut pandang mana saja. Gam-bar yang terdiri dari 3 dimensi membantu memperjelas maksud dari rancangan obyek karena bentuk sesungguhnya dari obyek yang akan diciptakan, divisualisasikan se-cara nyata.

Gambar 1. sumbu kordinat 3 Dimensi

b) Scene 3DScene adalah ruang / lembar kerja dari seor-ang designer dalam menciptakan sebuah karya 3D baik image maupun animasi. Scene terdiri dari 3 komponen utama yaitu ; Obyek, sumber cahaya, dan kamera/view-point . [Foley, James D. Grafik Komputer: Prinsip dan Praktek. Reading, Mass.: Ad-dison-Wesley, 1990. Reading, Mass: Ad-dison-Wesley, 1990]

Secara keseluruhan, sebuah obyek ada-lah segala sesuatu, baik itu bersifat solid, cair atau gas yang kesemuanya ditampilkan dalam suatu ruang (scene). Sebuah lampu, segelas air, planet atau awan, semuanya bisa disebut sebagai obyek. Obyek memiliki permukaan yang disebut dengan tekstur, se-buah tampilan dari permukaan yang akan menampilkan detail lebih jauh bentuk dari obyek tersebut. Tekstur memiliki bentuk yang bervariasi, seperti bentuk gelombang pada permukaan kulit kayu, bentuk kasar pada permukaan jalan, maupun halus pada

permukaan obyek gelas. Tekstur juga terdiri dari warna. Sebagai contoh, obyek yang berwarna merah, hanya memantulkan warna merah saja dan menyerap warna biru serta kuning. Tampilan tekstur yang ber-variasi juga mempengaruhi pantulan cahaya yang datang, makin halus permukaan dari suatu obyek, maka makin besar pula intens-itas cahaya yang dipantulkan oleh obyek tersebut.

Faktor pendukung lain dari obyek yaitu intensitas kesolidan. Dimana tingkat kesolidan dari sebuah obyek juga akan mempengaruhi pantulan dari cahaya yang datang. Sebagai contoh, obyek dengan intensitas yang rendah (transparan), seperti gelas ataupun air, akan memantulkan sedikit cahaya yang datang, sementara sebagian besar dari cahaya tersebut akan dibiaskan sesuai dengan kepadatan obyek tersebut.

1. Light sources / cahayaBerbeda dengan obyek, sumber ca-

haya memiliki kemampuan untuk memancarkan cahaya. Sumber cahaya seperti lampu, matahari, lilin, obor dan lain sebagainya. Selain sumber cahaya utama, juga terdapat sumber cahaya tambahan, seperti cahaya yang merupakan hasil pantulan dari sebuah obyek ataupun hasil dari pembiasan. Ca-haya juga merupakan faktor utama dalam pembuatan suatu image, karena cahaya memiliki kemampuan untuk menjadikan image tersebut terkesan hidup dan nyata. [Glassner, Andrew S. An Introduction to Ray-Tracing. San Diego: Academic, 1989. San Diego: Academic, 1989]

Sebuah sumber cahaya meman-carkan garis cahaya yang merupakan aliran Photon yang bergerak secara garis lurus hingga membentur sebuah obyek. Ketika terbentur dengan sebuah sem-barang obyek, sinar tersebut akan mengalami reflection (pemantulan), ab-sorption (penyerapan), dan refraction (Pembiasan). Sebuah permukaan bisa memantulkan sebagian atau keseluruhan dari cahaya yang datang, menuju satu atau lebih arah pantulan, tergantung pada tekstur dan bentuk permukaan dari obyek tersebut.

Obyek juga bisa menyerap (absorp-tion) sebagian cahaya yang datang, yang menyebabkan berkurangnya intensitas

Page 3: Naskah algorithma ray tracing & sceneline

dari cahaya yang dipantulkan ataupun yang dibiaskan. Sebuah cermin yang bening memiliki kemampuan meman-tulkan cahaya yang paling tinggi karena memiliki nilai absorpsi yang paling rendah dibandingkan dengan obyek lain. Jika sebuah obyek memiliki kemam-puan untuk menembuskan cahaya (translucent) atau transparan (transpar-ent), maka obyek tersebut memiliki kemampuan untuk membiaskan seba-gian dari sinar, sementara obyek terse-but menyerap sebagian atau keseluruhan dari spektrum cahaya (seperti contoh kasus pelangi, dimana cahaya yang datang terbiaskan menjadi beberapa spektrum yang terpisah).

Cahaya yang merupakan hasil dari refleksi, absorpsi, maupun bias akan menjadi cahaya baru yang intensitasnya diperoleh dari hasil kalkulasi proses ca-haya sebelumnya, misal obyek memiliki tingkat refleksi sebesar 50% dan refraksi 20%, maka intensitas cahaya yang baru sebesar 30% dari besarnya intensitas ca-haya sebelum membentur obyek terse-but.

Gambar 2. Refleksi, Refraksi, dan Absorbsi

2. KameraKamera dalam scene bisa disebut

juga dengan mata atau viewpoint, dimana kamera merupakan titik dan sudut pandang dari penikmat desain tersebut. Salah satu contoh kamera yang sederhana adalah kamera Pin-hole, dimana kamera tersebut dibuat dengan meletakkan beberapa film dalam kotak yang anti – cahaya. Sebuah lubang kecil yang ditutup, berada didepan kotak yang berfungsi untuk memasukkan cahaya dari luar. Untuk mengambil gambar, kotak diletakkan menghadap obyek, dan lubang kecil tersebut dibuka.

Tidak seperti teknologi kamera yang modern, kamera pin-hole harus tetap dibuka untuk sementara waktu agar cahaya yang masuk cukup untuk membentuk image difilm dalam kotak. Lubang dari kamera pin-hole harus kecil agar hanya sedikit saja cahaya yang masuk, karena cahaya yang terlalu banyak masuk dapat menyebabkan saturate dan bahkan dapat menghasilkan overexposing yang terjadi pada film [A. Gooch, B. Gooch, P. Shirley, E. Cohen. 1998].

Meskipun sederhana, kamera jenis ini efektif, karena bekerja dengan menerima cahaya yang berasal dari obyek hanya datang dari satu arah dan hanya membentur satu sisi dari film. Jika lubang kamera lebih besar, gambar yang dihasilkan pada film akan menjadi kabur karena terlalu banyaknya cahaya yang masuk yang membentur tiap titik dari film.

Gambar 3. Kamera pin-hole (Glassner, 1989)

c) RenderingProses conversi dari sebuah deskripsi

tingkat tinggi berbasis objek kedalam se-buah tampilan gambar grafis [Http:/ /www.webopedia.com/TERM/A/anima-tion.html]. Oleh karena itu proses rendering akan mengubah scene 3D menjadi sebuah image 2D. Sebagai contoh, proses ray tracing mengambil model matematika dari sebuah obyek atau scene 3 dimensi dan merubahnya menjadi sebuah gambar bitmap.Berbeda dengan pemodelan, hasil

pencahayaan hanya bisa dilihat pada hasil rendering. Sehingga user terkadang kesulitan dalam menentukan parameter cahaya ketika berada dalam ruang kerja 3D.

d) Algoritma ScanlineScanline rendering adalah sebuah teknik

rendering dalam komputer grafik 3D yang bekerja berdasarkan baris per baris dari poligon dan pixel. Setiap polygon yang akan dirender pertama akan disusun dari

Page 4: Naskah algorithma ray tracing & sceneline

puncak atas kordinat Y dimana pertama kali muncul, kemudian tiap tiap baris atau scanline dari image dikomputasikan dengan menggunakan perpotongan antara scanline dengan polygon yang terdaftar, dimana scanline bergerak secara berurutan menuju kebawah gambar [Morein S. 2000].

Scanline rendering lebih merupakan metode yang digunakan dalam menghasilkan grafik pada motion pictures dalam komputer grafik, selain juga digunakan untuk video game dan pada kebanyakan sebagai visualisasi model pada berbagai teknik terapan.Dalam scanline rendering, penggambaran dihasilkan dengan melakukan iterasi melalui bagian komponen dari geometri sederhana. Jika jumlah dari pixel yang keluar relatif konstan, maka waktu render cenderung meningkat dalam proporsi liner berdasarkan dari jumlah geometri sederhana tersebut.

e) Algoritma Raycasting(Hearn, 1994) Raycasting adalah metode

dimana gambar dari seluruh permukaan obyek yang terlihat (serta semua bagian dari scene yang terlihat oleh kamera) diperoleh dengan cara memancarkan garis sinar dari kamera / viewer menuju scene. Karena raycasting merupakan metode yang diterap-kan dalam dunia komputasi, maka film dari kamera pinhole adalah layar monitor (screen), dan lubang kecil dari kamera tersebut adalah “viewpoint”, serta proses dilaksanakan dalam tiap pixel dari layar monitor.

Gambar 4. Dasar Raycasting

Pada algoritma raycasting, proses penca-hayaan dilakukan dengan cara menem-bakkan sebuah garis sinar dalam tiap-tiap pixel dari screen tergantung dari banyaknya pixel dalam screen tersebut. Selanjutnya, garis sinar akan bergerak lurus satu arah (garis sinar juga merupakan alur pandang dari viewer) hingga menemukan atau mem-bentur sebuah obyek terdekat yang menghalangi jalur sinar tersebut. Melalui

garis sinar inilah obyek yang menghalanginya dapat dilihat oleh mata.

Dengan menggunakan beberapa material, tekstur dan efek cahaya dalam scene, algoritma dari raycasting dapat menentukan bayangan obyek tersebut. Asumsi yang sederhana seperti jika permukaan obyek menghadap dan menghalangi cahaya, maka permukaan tersebut akan tidak terhalangi atau tidak berada dalam pembayangan (shading). Proses pembayangan dari permukaan obyek dikomputasikan dengan menggunakan metode shading standar dalam komputer grafik 3D. Salah satu kelebihan dari raycasting jika dibandingkan dengan metode lama dari algoritma scanline adalah kemampuan untuk bekerja dengan permukaan non-planar dan solid, seperti kerucut dan bulatan. Jika sebuah permukaan dapat ditembus oleh garis sinar, maka raycasting bisa merender obyek dibelakangnya dengan mudah.

Gambar 5. Proses pencahayaan pada raycasting

f) Algoritma Ray tracingMetode ini memberikan hasil yang

hampir sama dengan raycasting dan scan-line rendering, tetapi mampu memberikan efek optik yang lebih baik, seperti simulasi dari refleksi dan refraksi yang lebih akurat dengan hasil output yang lebih baik. Perbe-daannya yaitu ray tracing mengikuti sinar yang diawali dari titik mata, dan merupakan pengembangan dari raycasting, bukan dari sumber cahaya seperti yang digunakan oleh scanline rendering [Klein, W. Li, M. Kazh-dan, W. Corrka, A. Finkelstein, T. Funk-houser. 2000].

Ray tracing bekerja dengan mencari jejak (Tracing) sebuah garis cahaya yang berpotongan (intersect) dengan lensa kamera. Karena bekerja dengan mengikuti arah garis sinar yang berlawanan, berbagai informasi visual dari seluruh scene

Page 5: Naskah algorithma ray tracing & sceneline

dikumpulkan dan dihasilkan pada titik pandang dari kamera / mata. Tetapi hasil dari refleksi dan refraksi dari absorpsi dikalkulasikan ketika sinar tersebut berinteraksi / berpotongan dengan obyek serta media lainnya dalam scene, dimana scene dalam ray tracing ditampilkan baik oleh para programmer maupun visual artist dengan menggunakan tool – tool perantara. Scene juga bisa mengandung data dari berbagai gambar maupun model yang diperoleh dari peralatan lain seperti digital fotografi.

Gambar 6 Hasil Pencahayaan dengan Algoritma Raycasting & Algoritma Ray tracing

3. METODE PENELITIAN Untuk melakukan pengujian untuk membandingkan antara Algoritma Scanline dan algoritma Ray tracing, metode penelitian yang dipergunakan mengacu kepada teknik pengujian piranti lunak. Metode yang dilakukan adalah sebagai berikut :1. Pembuatan obyek 3D. Pada tahap ini

dilakukan beberapa kegiatan yaitu :a. Scene

Scene atau ruang kerja dalam pem-buatan obyek 3D harus dilakukan pengaturan terlebih dahulu.Yang perlu di tentukan adalah : ukuran dari scene, penentuan koordinat dimana obyek akan diletakkan, bentuk back-ground untuk obyek 3D

b. MaterialPada bagian ini, obyek 3D akan mulai ditentukan materialnya. Material ialah bentuk ”kulit” dari suatu obyek. Pemili-han material untuk suatu obyek akan memberikan berbagai efek baik tekstur, opacity, diffuse dan berbagai efek lainnya pada permukaan obyek, se-hingga obyek bisa lebih realistis.

2. Melakukan rendering dari Obyek 3D dengan Algoritma Ray tracing dan Algoritma Scanline. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan yaitu :

a. Light SourcePada tahap rendering awal ini, yang perlu dilakukan adalah pengaturan pen-cahayaan pada suatu obyek 3D. Cahaya dihasilkan dari sebuah light sources (sumber cahaya) yang ditempatkan se-cara acak pada scene. Perjalanan cahaya dimulai dari sumber cahaya dan ber-gerak secara garis lurus menuju ke-berbagai sudut scene.

b. RenderingRendering berfungsi untuk mengubah scene 3D menjadi sebuah image 2D. Berbeda dengan pemodelan, hasil pencahayaan hanya bisa dilihat pada hasil rendering. Pada tahap ini akan ditambahkan algoritma scanline maupun algoritma ray tracing untuk melihat hasil fotorealistik berdasarkan kemampuan akurasi pencahayaannya.

3. Membanding hasil rendering obyek 3D, dengan melakukan evaluasi serta menarik kesimpulan terhadap hasil rendering dengan algoritma scanline dan algortima ray tracing.a. Membandingkan hasil akhir suatu obyek

berdasarkan kemampuan akurasi pencahayaan untuk menghasilkan fotorealistik pada proses rendering dengan menggunakan algoritma ray tracing dengan algoritma scanline.

b. Identifikasi perbedaan hasil rendering

4. HASIL & PEMBAHASANPada pembahasan pe algoritma scanline dan al-goritma ray tracing, tahapan rendering hanya digunakan algoritma ray tracing. Kegiatan ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pembuatan obyek 3D. Pada tahap ini

dilakukan beberapa kegiatan yaitu :a. Scene

Pada scene, ditambahkan 3 buah obyek bulatan (sphere) sebagai obyek dasar (primitive obyek). Pengaturan scene yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Sphere a, radius r = 8.0,

koordinat XYZ(-21.80, 0.00, 7.45)2) Sphere b, radius r = 6.3,

koordinat XYZ (-8.80, 8.03, 6.37)3) Sphere c, radius r = 5.8,

koordinat XYZ (-1.17, -5.17, 4.61)Selain 3 buah obyek bulatan (sphere) sebagai obyek dasar (primitive obyek), pada scene ditambahkan sebuah penampang (plane) berbentuk bujur sangkar berfungsi sebagai lantai dasar

Page 6: Naskah algorithma ray tracing & sceneline

pada scene. Pengaturan yang dilakukan adalah:1) Ukuran bujursangkar pada koordinat

(-36.44, 379.69, 0.00) dan Posisi : horisontal.

Gambar 7 Penempatan Obyek pada penampang

b. MaterialPada software 3ds Max, pengaturan material seluruhnya dikendalikan pada window Material Editor yang ditampilkan dari panel Rendering > Material Editor atau dengan menekan tombol shortcut- M. Pada Material Editor, dibuat 4 buah material dengan nama; bolaA, bolaB, bolaC dan Penampang yang masing masing memiliki propertis sebagai berikut :1) Bola A, pengaturan yang dilakukan :

a. Shader basic parameters, option 2-sided, tipe Phong

b. Phong basic parameters; ambient dan diffuse dengan nilai : R:0, G:0, B:255.

c. specular highlights; Specular level : 300, Glossines : 60.

d. Maps; reflection,dengan amount 80,

e. map: raytrace, refraction aktif dengan amount 30,

f. map: raytrace, material bola A berada pada sphere a.

2) Bola B, pengaturan yang dilakukan : a) Shader basic parameters; option

2-sided, tipe Phongb) Phong basic parameters; ambi-

ent dan diffuse dengan R:0, G:255, B:0

c) Specular highlights; Specular level : 280, Glossines : 55.

d) Maps; reflection aktif dengan amount 75,

e) Map: raytrace, refractionaktif dengan amount 25,

f) Mmap: raytrace, material bola B berada pada sphere b.

3) Bola C, pengaturan yang dilakukan:

Shader basic parameters; tipe Phonga) Phong basic parameters; Ambi-

ent dan Diffuse dengan R:255, G:255, B:0

b) Specular highlights; Specular level : 300, Glossines : 50

c) Maps; Reflection aktif dengan Amount 70,

d) Map: Raytrace, Refraction aktif dengan Amount 25,

e) Map: Raytrace, material bola C berada pada sphere c.

4) Penampang, pengaturan yang dilakukan : a) Shader basic parameters; tipe

Blinnb) Blinn basic parameters; Ambient

dan Diffuse dengan R:255, G:255, B:255

c) Specular highlights; Specular level : Glossines : 0

d) Maps; Diffuse aktif dengan co-ordinates>Tiling U= 70, V= 70, Reflection aktif dengan Amount 50,

e) Map: Raytrace>Attenuation:Fal-loff Type : Linear, Range : 0 – 17, material Penampang berada pada obyek plane.

Gambar 8. Material Editor pada 3ds MAX

Gambar 9. Diffuse Map pada Penampang (plane)

Page 7: Naskah algorithma ray tracing & sceneline

2. Melakukan rendering dari obyek 3D dengan algoritma ray tracing. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan yaitu :a. Light Source

Sumber cahaya pada 3ds Max diperoleh dari panel Create > Lights, didalamnya terdapat berbagai macam pilihan sumber cahaya yang masing masing mewakili sumber cahaya secara umum didunia nyata. Digunakannya sumber cahaya Omni karena sumber cahaya tersebut memiliki sifat yang lebih mirip dengan cahaya matahari. Sumber cahaya Omni tersebut ditempatkan pada koordinat (-14.07, 19.43, 54.00), seperti dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Light Souces dan penempatannya

Pengatuan parameter yang dilakukan dari Omni light adalah sebagai berikut: a) Pada group shadow aktif ; tipe

raytraced shadow . b) Pada Intensity/ Color/ Attenuation,

Group near attenuation; Use dan Show aktif, start : 0, End : 40. Group Far attenuation; Use dan Show aktif, start : 77, End : 160

c) Pada Shadow parameter; Object Shadow; Dens: 0.8

Gambar 10. Lights Parameters

b. RenderingDalam 3ds Max, setelah window render-ing aktif, pengaturan yang dilakukan pada windows rendering, adalah sebagai berikut :

a) Panel Common. Common parameter adalah :1. Time output; single aktif dengan

Output Size; 640 x 480 pixel2. Option aktif , atmospherics, ef-

fects, displacements3. Advanced lighting : Use advanced

lighting aktif.4. Assign renderer :Production

dengan menggunakan Mental ray renderer.

b) Panel renderer :1. Rendering algorithm: ray tracing

aktif dengan men-checklist enabled2. Pilih viewport : camera01.

Gambar 11. Window Rendering

Gambar 12. Proses Rendering dengan viewport Camera01

3. Membanding hasil rendering obyek 3D, dengan melakukan melakukan evaluasi serta menarik kesimpulan terhadap hasil rendering dengan algoritma scanline dan algortima ray tracing. a. Membandingkan hasil rendering

algoritma ray tracing dengan algoritma

Page 8: Naskah algorithma ray tracing & sceneline

scanline. Dari hasil perbandingan, dida-patkan hasil sebagai berikut:

1. Efek yang disimulasikan oleh metode algoritma scanline seperti refleksi dan bayangan, mampu ditampilkan dengan lebih natural oleh algoritma ray tracing.

2. Kemampuan untuk menghasilkan image yang lebih fotorealistik pada algoritma ray tracing. Hal ini disebabkan kemampuan algoritma ray tracing dalam melepas sinar lebih banyak dari algoritma scanline, sehingga mampu menampilkan image dengan efek optik lebih akurat seperti pemantulan, pembiasan, multiple light, bayangan serta area light

3. Pemodelan geometri yang lebih rumit dan komplek baik secara kuantitas maupun kualitas bisa dilakukan dan ditampilkan dengan baik karena algoritma ray tracing memiliki kemampuan membedakan intensitas cahaya.

4. Berdasarkan pada runtutan cahaya yang berawal dari titik pandang (kamera / mata), sinar yang dilepaskan pada algoritma ray tracing lebih banyak dari algoritma scanline. Selain itu, tidak semua sinar yang dilepaskan bisa digunakan sebagai source untuk mengkalkulasi efek optik. Ketika proses rendering melibatkan semua sinar termasuk yang tidak berguna (sinar yang tidak mengalami interseksi dengan geometri), berakibat kalkulasi dan proses rendering yang dilakukan komputer menjadi lebih lama pada algoritma ray tracing.

5. Algoritma Ray tracing berjalan dengan proses baru setiap kali titik sinar dijalankan secara berbeda. Sedangkan algoritma scanline menggunakan data yang saling berhubungan untuk proses komputasi secara bersamaan antara pixel. Se-hingga kinerja algoritma ray tracing dalam proses rendering berjalan lebih lambat dibandingkan algoritma scan-line.

6. Untuk menghasilkan image yang fotorealistik, dibutuhkan persamaan rendering yang hampir mendekati kenyataan atau penerapan secara keseluruhan. Algoritma Ray tracing

memerlukan resource dari komputer yang sangat besar untuk menghasilkan image yang fotorealistik dibanding algoritma Scanline.

b. Identifikasi perbedaan hasil renderingDengan menggunakan sudut pandang dari camera01 seperti pada gambar 11, scene dirender satu persatu dengan menggunakan algoritma scanline dan algoritma ray tracing. Indentifikasi perbedaan hasil rendering, dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Hasil rendering dengan algoritma scanline.a. Algoritma scanline mampu

menampilkan daerah yang seharusnya terkena cahaya dan daerah yang tidak terkena cahaya berada dalam tampilan shading, seperti yang terlihat pada obyek bulatan.

b. Algoritma scanline tidak mampu melakukan kalkulasi pemantulan dan pembiasan serta pembayangan pada scene tersebut. Sehingga gambar hasil rendering terkesan kurang realistis.

Gambar 13. Hasil Rendering dengan Algoritma Scanline

2. Hasil rendering dengan algoritma ray tracinga. Algoritma Ray tracing mampu

menampilkan daerah yang seharusnya terkena cahaya dan tidak terkena cahaya dengan tampilan shading.

b. Algoritma Ray tracing mampu melakukan kalkulasi sinar yang dipantulkan dan dibiaskan serta pembayangan yang seharusnya terjadi pada scene tersebut.

Page 9: Naskah algorithma ray tracing & sceneline

Gambar 14. Hasil Rendering dengan Algoritma Ray tracing

5. KesimpulanKesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :1. Algoritma Ray tracing memiliki proses

rendering yang berbanding terbalik dibandingkan dengan algoritma scanline. Pada algoritma scanline, proses rendering dilakukan dengan melepaskan garis sinar dari titik sumber cahaya yang menuju ke kamera, sedangkan algoritma ray tracing malah melakukan proses yang berlawanan yaitu dengan melepaskan garis sinar justru dari titik kamera dan bergerak secara garis lurus kearah sumber cahaya.

2. Algoritma ray tracing memiliki kemampuan refleksi, refraksi dan shadow yang membuat image tampak lebih natural dan realistis dibandingkan algoritma scanline.

3. Algoritma ray tracing melakukan proses rendering lebih kompleks dibandingkan algoritma scanline, sehingga algoritma ray tracing membutuhkan waktu bekerja yang jauh lebih lama serta sumber daya yang lebih besar dibandingkan algoritma scanline.

Daftar Pustaka1) A. Klein, W. Li, M. Kazhdan, W. Corrka,

A. Finkelstein, T. Funkhouser.,2000, "Non-photorealistic virtual environ-ments", SIGGRAPH

2) A. Gooch, B. Gooch, P. Shirley, E. Co-hen, 1998, "A Non-Photorealistic Lighting Model for Automatic Technical Illustra-tion", SIGGRAPH..

3) Buck, Jamis, The Recursive Ray tracing Algoritm, 2000,

http://reocities.com/SiliconValley/haven/5114/raytracing.html, (25 April 2000).

4) Glassner, Andrew S. 1989, An Introduc-tion to Ray-Tracing. San Diego: Aca-demic.

5) HALL, D.,2001, The AR350: Today’s ray trace rendering processor, http://graphicshardware.org/previous 2001, Hot3D Daniel Hall.pdf.

6) Hearn, Donald, 1994, Computer Graphics. EngleWood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall.

7) Jubilee Enterprise, 2007, Animasi cahaya dan kamera dengan 3ds Max v.8. PT. Elex Media Computindo.

8) Morein S. ATI Radeon HyperZ, 2000, Technology In Workshop on Graphics Hardware, Hot3D Proceedings, ACM SIG-GRAPH. Eurographics

9) Pixar Animation Studios., 1998, "Pixar’s Renderman.", http://www.pixar.com/products/renderman/prod-info/rm_info.html/movies, (23 Mei 1998)

10) Purcell, J., Timothy, Buck, Ian, Mark, R., William, Hanrahan, Pat, 2002, Ray trac-ing on Programmable Graphic hardware, Stanford University

11) Watt, Alan, 1992, Advanced Animation and Rendering Techniques. New York, N.Y.: ACM Press.

12) Wylie, C, Romney, GW, Evans, DC, dan Erdahl, A, 1967, "Gambar Perspektif Halftone oleh Komputer," Proc. AFIPS FJCC Vol. 31, 49

EVA HANDRIYANTINIStaf pengajar di STIKI untuk matakuliah: Rekayasa Perangkat Lunak, Sistem Informasi Manajemen, Sistem Penunjang Keputusan dan Analisa Sistem Informasi. Latar Belakang Pendidikan: Sarjana Teknik Infor-matika – STIKI (1998), Magister Manajemen Teknologi Informasi – ITS (2008). Penghargaan yang pernah diterima : The Best IT of Entertainment Appli-cation - APICTA Indonesia (2003), Juara II Kontes Game Edukasi (2007). Penelitian yang pernah di-lakukan: Program katalis - Kemenristek, tahun 2004, Program Beasiswa Unggulan - BKLN DIKTI, tahun 2007, Penelitian Dosen Muda - DIKTI, 2009.

.