Naskah Akademik Retribusi Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

366
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, serta di antara dua benua dan dua samudera, mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis untuk mendukung pembangunan ekonomi, pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional, serta menciptakan ketertiban dunia dan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jalan sebagai prasarana transportasi darat meliputi segala bagian jalan, karena semua pusat kegiatan beserta wilayah pengaruhnya membentuk satuan 1

description

perhubungan

Transcript of Naskah Akademik Retribusi Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

BAB I

PAGE 42

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian.

Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, serta di antara dua benua dan dua samudera, mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis untuk mendukung pembangunan ekonomi, pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional, serta menciptakan ketertiban dunia dan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jalan sebagai prasarana transportasi darat meliputi segala bagian jalan, karena semua pusat kegiatan beserta wilayah pengaruhnya membentuk satuan wilayah pengembangan. Pusat pengembangan dimaksud dihubungkan dalam satu hubungan hierarkis dalam bentuk jaringan jalan yang menunjukkan struktur tertentu. Dengan struktur tersebut, bagian jaringan jalan akan memegang peranan masing-masing sesuai dengan hierarkinya.

Dilihat dari aspek sumber daya (resources), jalan sebagai salah satu prasarana transportasi yang merupakan urat nadi kehidupan masyarakat yang mempunyai peranan penting dalam usaha pengembangan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam kerangka tersebut, jalan mempunyai peranan untuk mewujudkan sasaran pembangunan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-udangan di bidang jalan, yaitu UU No. 38 Tahun 2004 Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa : jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

Dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar, dan konsumen akhir. Dari aspek sosial budaya, keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan sekat budaya. Dari aspek politik, keberadaan jalan menghubungkan dan mengikat antar daerah, sedangkan dari aspek pertahanan dan keamanan, keberadaan jalan memberikan akses dan mobilitas dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan.

Dari aspek lingkungan, jalan merupakan bagian unsur dari lingkungan hidup, karena jalan merupakan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Keberadaan jalan diperlukan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, yaitu ramah lingkungan, udara tidak tercemar akibat pembuangan emisi yang melampaui baku mutu udara, penghematan penggunaan bahan bakar.

Dari aspek kewenangan dapat diuraikan bahwa jalan sebagai bagian dari ruang wajib dikelola sesuai dengan peruntukannya. UU No.32 Tahun 2004 pada intinya memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah, sehingga ada peluang dan kebebasan bagi Daerah untuk lebih leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri, sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap Daerah. Kewenangan Pemerintah Daerah dilaksanakan secara luas, utuh dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan.

Pembagian kewenangan ini pada hakikatnya merupakan pembagian tugas, kewajiban, dan tanggung jawab. Hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah juga merupakan hubungan dan pembagian tugas dari Negara kepada penyelenggara negara pada tingkat Pusat secara nasional dan Daerah secara regional dan lokal.Kabupaten Cianjur, adalah sebuah kabupaten di ProvinsiJawa Barat,Indonesia. Ibukotanya adalahCianjur. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta di utara, Kabupaten Bandungdan Kabupaten Garutdi timur, Samudra Hindiadi selatan, sertaKabupaten Sukabumidi barat. Kabupaten Cianjur terdiri atas 32 Kecamatan, 342 Desadan 6 Kelurahan. Pusat pemerintahan di KecamatanCianjur.Ibukota kabupaten Cianjur dilintasi jalan nasional (Jakarta - Bogor-Bandung), serta jalur kereta api Jakarta-Bogor-Sukabumi-Cianjur. Perjalanan ke Cianjur biasanya ditempuh melalui jalan darat, jika dari Jakarta bisa melewati jalur Puncak, jalur Sukabumi atau jalan alternatif melaluiJonggol.Cianjur, yang memiliki ciri tersendiri, berbeda dengan daerah provinsi lainnya yang bersumber dari beban tugas, tanggung jawab, dan tantangan yang lebih kompleks. Kompleksitas permasalahan itu juga berkaitan erat dengan keberadaannya sebagai penyangga pusat pemerintahan negara, faktor luas wilayah yang terbatas, jumlah dan populasi penduduk yang tinggi dengan segala dampak yang ditimbulkannya terhadap aspek-aspek urbanisasi, keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus dan masalah sosial kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui berbagai instrumen.

Untuk menjawab tantangan yang serba kompleks itu maka sangat dirasakan pentingnya pemberian otonomi hanya pada lingkup Provinsi agar dapat membina dan menumbuh kembangkan Cianjur dalam satu kesatuan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Dengan demikian, diharapkan Cianjur akan mampu memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan terpadu kepada masyarakat. Dikaitkan dengan penerapan retribusi lalu lintas dan angkutan jalan jalan, Kabupaten Cianjur sebagai daerah yang otonom memiliki kewenangan untuk mengatur wilayahnya berdasarkan aspek pengelolaan aktivitas (kegiatan) jalannya.

Kompleksitas permasalahan di Cianjur dengan ciri tersendiri membawa dampak terhadap berbagai aspek, salah satu aspeknya yaitu bidang transportasi. Kewenangan Cianjur dalam bidang transportasi dikategorikan dalam urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten yang merupakan urusan dalam skala kabupaten.

Salah satunya termasuk dalam penyediaan sarana dan prasarana umum berdasarkan Pasal 13 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU No.32 Tahun 2004) dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam melaksanakan kewenangannya dalam urusan pemerintahan, Daerah Kabupaten Cianjur berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 bahwa urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Berdasarkan ketentuan tersebut Pemerintah Kabupaten Cainjur pun memiliki kewenangan untuk mengatur sumber pendanaan bagi kelangsungan pelaksanaan urusan pemerintahan. Dalam rangka pendanaan tersebut Pemerintah Kabupaten Cianjur memiliki kewenangan untuk memperoleh sumber pendapatan dengan batasan Pasal 158 ayat (2) UU 32 Tahun 2004, bahwa pemerintahan daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan undang-undang.

Peran strategis Lalu Lintas dan Jalan dalam mendukung pembangunan nasional dan pengaturannya di atur dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan dalam Undang-undang ini Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan peranannya untuk mendorong pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan untuk menciptakan tata kelola hidup yang lebih baik dengan menjamin terwujudnya keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran, berlalu lintas dan angkutan jalan. UU No.22 Tahun 2009 mengatur bahwa Negara bertanggung jawab dalam Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya diserahkan pada pemerintah. Pembinaan tersebut di bagi menjadi empat urusan pemerintahan yaitu : (a) Perencanaan; (b) Pengaturan; (c) Pengendalian; dan (d) Pengawasan.

Dengan semangat otonomi daerah sesuai dengan UU No.32 Tahun 2004 maka dalam pelaksanaan pembinaan tersebut Pemerintah pusat dapat menyerahkan sebagian urusannya kepada Pemerintah Provinsi dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota. UU ini juga mengatur bahwa penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam kegiatan pelayanan langsung pada masyarakat dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah yang meliputi penyusunan rencana program pelaksanaan pengaturan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta penetapan tingkat pelayanan jalan yang diinginkan dengan melakukan pengelolaan kebutuhan lalu lintas. Pengaturan lalu lintas dan angkutan jalan ini, selain memiliki tujuan untuk menciptakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain, juga mempunyai tujuan untuk mendorong perekonomian daerah, mewujudkan kesejahteraan rakyat, persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Aspek keamanan juga mendapatkan perhatian yang ditekankan dalam pengaturan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu, di dalam aturan lalu lintas dan angkutan jalan ini perlu juga ditekankan terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa (just culture) melalui upaya pembinaan, pemberian bimbingan, dan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini serta dilaksanakan melalui program yang berkesinambungan.

Dalam rangka memajukan usaha di bidang angkutan umum, pengaturan lalu lintas dan angkutan jalan ini, perlu didukung oleh pengaturan secara terperinci ketentuan teknis operasional mengenai persyaratan badan usaha angkutan Jalan agar mampu tumbuh sehat, berkembang, dan kompetitif. Kemudian, untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan, perlu pula didukung oleh pengaturan persyaratan teknis dan uji berkala kendaraan bermotor. Setiap jenis Kendaraan Bermotor yang berpotensi menyebabkan Kecelakaan Lalu Lintas dan menimbulkan pencemaran lingkungan wajib dilakukan uji berkala. Serta adanya beberapa masalah yang ada di Kabupaten Cianjur salah satunya masih kurang efektif di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, yaitu adanya terminal liar seperti yang ada di Cikidang (Depan Kantor Dinas Kesehatan), di depan kantor DLLAJ (dekat Ramayana) dan masih banyak lagi tempat yang dijadikan terminal bayangan. Dan masih adanya angkutan kota yang tidak mentaati aturan yang ada, serta para pengguna jalan yang tidak mentaati aturan, dan adanya pasar di pinggir jalan yang dapat mengganggu berlansungnya berlalu lintas (seperti di depan pasar muka/ramayana), pasar cipanas yang selalu macet akan berlalu lintas. Untuk mewujudkan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang memadai perlu didukung oleh sumber pembiayaan yang pembebanannya dikenakan terhadap orang pribadi atau badan yang menggunakan dan / atau menikmati pelayanan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Sesuai penjelasan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditentukan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan Undang-undang. Dengan demikian, pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus didasarkan pada peraturan daerah, yaitu peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi dan/atau daerah kabupaten/kota dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak dan Retribusi diatur dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 34 Tahun 2000, dan terakhir Undang-undang itu pun telah diubah dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2009.

Sesuai dengan Undang-undang tersebut, Daerah diberi kewenangan untuk memungut 11 (sebelas) jenis Pajak, yaitu 4 (empat) jenis Pajak provinsi dan 7 (tujuh) jenis Pajak kabupaten/kota.

Menurut Bab II Pasal 2 Undang-undang No. 28 Tahun 2009 disebutkan bahwa :

(1)Jenis pajak provinsi terdiri atas :

a.Pajak Kendaraan Bermotor;

b.Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

c.Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d.Pajak Air Permukaan; dan

e.Pajak Rokok.

(2)Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas :

a.Pajak Hotel;

b.Pajak Restoran;

c.Pajak Hiburan;

d.Pajak Reklame;

e.Pajak Penerangan Jalan;

f.Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

g.Pajak Parkir;

h. Pajak Air Tanah;

i.Pajak Sarang Burung Walet;

j.Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan

k.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Selain itu, kabupaten/kota juga masih diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Pajak lain sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Undang-undang. Undang-undang tersebut juga mengatur tarif pajak maksimum untuk kesebelas jenis Pajak tersebut. Terkait dengan Retribusi, Undang-undang tersebut hanya mengatur prinsip-prinsip dalam menetapkan jenis Retribusi yang dapat dipungut Daerah. Baik provinsi maupun kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Retribusi selain yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

Menurut Pasal 1 ayat (64) Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah :

Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

Kemudian menurut Bab VI Pasal 108 Undang-undang No. 28 Tahun 2009, disebutkan bahwa :

(1) Objek retribusi adalah :

a. Jasa Umum;

b. Jasa Usaha; dan

c.Perizinan Tertentu.

Salah satu jenis retribusi yang hendak diatur di Kabupaten cianjur adalah lalu lintas dan angkutan jalan. Oleh karena itu, untuk memberikan dasar pijakan dalam pemungutan retribusi lalu lintas dan angkutan jalan tersebut, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur harus membuat Peraturan Daerah tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Perda sebagai jenis Peraturan perundang-undangan nasional memiliki landasan konstitusional dan landasan yuridis dengan diaturnya kedudukan Perda dalam UUD 1945 Pasal 18 ayat (6), Undang-undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah termasuk perundang-undangan tentang daerah otonomi khusus dan daerah istimewa sebagai lex specialisdari Undang-undang No.32 Tahun 2004. Selain itu terkait dengan pelaksanaan wewenang dan tugas DPRD dalam membentuk Perda adalah Undang-undang No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD. Penting pula untuk diperhatikan Undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi sebagai pengganti Undang-undang No.18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.34 Tahun 2004, dalam rangka pengendalian Perda tentang Pajak dan Retribusi.

Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 menyatakan bahwa pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Dalam kaitan ini maka sistem hukum nasional memberikan kewenangan atributif kepada daerah untuk menetapkan Perda dan peraturan daerah lainnya, dan Perda diharapkan dapat mendukung secara sinergis program-program Pemerintah di daerah.

Perda sebagaimana Peraturan perundang-undangan lainnya memiliki fungsi untuk mewujudkan kepastian hukum (rechtszekerheid, legal certainty). Untuk berfungsinya kepastian hukum Peraturan perundang-undangan harus memenuhi syarat-syarat tertentu antara lain konsisten dalam perumusan dimana dalam Peraturan perundang-undangan yang sama harus terpelihara hubungan sistematik antara kaidah-kaidahnya, kebakuan susunan dan bahasa, dan adanya hubungan harmonisasi antara berbagai peraturan perundang-undangan.

Pengharmonisasian Peraturan perundang-undangan memiliki urgensi dalam kaitan dengan asas peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga hal yang mendasar dalam penyusunan rancangan peraturan daerah adalah kesesuaian dan kesinkronannya dengan Peraturan perundang-undangan lainnya.B.Identifikasi Masalah.

1.Bagaimanakah ketentuan hukum nasional mengatur mengenai retribusi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

2.Bagaimanakah peran retribusi lalu lintas dan angkutan jalan dalam meningkatkan penerimaan asli daerah Kabupaten Cianjur.

3.Faktor-faktor apakah yang menyebabkan perlu dibuatnya peraturan daerah Kabupaten Cianjur di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

C.Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik Retribusi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

1.Tujuan.Naskah Akademik ini disusun untuk merumuskan pokok-pokok pikiran yang akan menjadi bahan dan dasar bagi penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur tentang Retribusi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berdasarkan amanat Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan wajib dilakukan secara demokratis, aspiratif, akomodatif, partisipatif, dan kolaboratif.

2.Kegunaan.

Naskah Akademik ini diharapkan : a)Bagi Pemerintah Kabupaten Cianjur :

1)Dapat memberikan pemahaman kepada pengambil kebijakan tentang Retribusi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan tata cara penerapannya.

2)Dapat memberikan kerangka hukum (legal framework) bagi perumusan ketentuan dan pasal-pasal dari Raperda tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

b)Secara umum :

1)Instrumen hukum untuk mengurangi kemacetan lalau lintas pada kawasan tertentu;

2)Menghemat (efisiensi) penggunaan waktu tempuh perjalanan; 3)Dana hasil retribusi lalu lintas dan angkutan jalan diperuntukkan bagi pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana transportasi umum;

c)Bagi Masyarakat.

1)Diharapkan akan mengubah perilaku pengguna kendaraan bermotor dalam berlalu lintas, antara lain dalam hal mengatur waktu perjalanan dan penentuan alternatif jalan yang akan dilalui; 2)Mengurangi stress pengemudi akibat kemacetan lulu lintas yang parah; C.Metode Penelitian.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1.Kajian Yuridis Normatif

Kajian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif disebut juga penelitian doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Oleh karena itu: pertama, sebagai sumber datanya hanyalah data sekunder, yang terdiri dari :

a)Bahan hukum primer, bahan-bahan hukum yang mengikat yaitu Peraturan Perundang-undangan. Adapun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan retribusi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, adalah Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-undang No. 28 Tahun 2009, Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan Undang-undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

2)

Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum, makalah-makalah, jurnal ilmiah, dan hasil-hasil penelitian.

3)Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), eksiklopedia, kamus artikel-artikel pada koran/surat kabar dan majalah-majalah.

Kedua, karena penelitian hukum normatif sepenuhnya menggunakan data sekunder (bahan kepustakaan), penyusunan kerangka teoretis yang bersifat tentatif (skema) dapat ditinggalkan, tetapi penyusunan kerangka konsepsional mutlak diperlukan. Di dalam menyusun kerangka konsepsional, dapat dipergunakan perumusan-perumusan yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penelitian. Ketiga, dalam penelitian hukum normatif tidak diperlukan hipotesis, kalaupun ada, hanya hipotesis kerja. Keempat, konsekuensi dari (hanya) menggunakan data sekunder, maka pada penelitian hukum normatif tidak diperlukan sampling, karena data sekunder (sebagai sumber utamanya) memiliki bobot dan kualitas tersendiri yang tidak bisa diganti dengan data jenis lainnya. Biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisisnya.

2.Kajian Yuridis Sosiologis.

Pada kajian hukum atau penelitian hukum yang sosiologis, hukum dikonsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan variabel-variabel sosial yang lain. Apabila hukum sebagai gejala sosial yang empiris sifatnya, dikaji sebagai variabel bebas/sebab (independent variable) yang menimbulkan pengaruh dan akibat pada berbagai aspek kehidupan sosial, kajian itu merupakan kajian hukum yang sosiologis (socio-legal research).

Namun, jika hukum dikaji sebagai variabel tergantung/akibat (dependent variable) yang timbul sebagai hasil dari berbagai kekuatan dalam proses sosial, kajian itu merupakan kajian sosiologi hukum (sociology of law).

Perbedaan antara penelitian hukum normatif dengan penelitian hukum sosiologis, dapat diuraikan karakteristik yang dimiliki oleh penelitian hukum sosiologis :

a. Seperti halnya pada penelitian hukum normatif yang (hanya) menggunakan bahan kepustakaan sebagai data sekundernya, maka penelitian hukum yang sosiologis, juga menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan. Dengan demikian, penelitian hukum yang sosiologis tetap bertumpu pada premis normatif, berbeda dengan penelitian ilmuilmu sosial yang hendak mengkaji hukum, di mana hukum ditempatkan sebagai dependent variable, oleh karena itu, premis sosiallah yang menjadi tumpuannya. b.Definisi operasionalnya dapat diambil dari peraturan perundang-undangan, khususnya terhadap penelitian yang hendak meneliti efektivitas suatu undang-undang.

c. Hipotesis kadang-kadang diperlukan, misalnya penelitian yang ingin mencari hubungan (korelasi) antara berbagai gejala atau variabel.

d. Akibat dari jenis datanya (data sekunder dan data primer), maka alat pengumpul datanya terdiri dari studi dokumen, pengamatan (observasi), dan wawancara

(interview). Pada penelitian hukum sosiologis selalu diawali dengan studi dokumen, sedangkan pengamatan (observasi) digunakan pada penelitian yang hendak mencatat atau mendeskripsikan perilaku (hukum) masyarakat. Wawancara (interview) digunakan pada penelitian yang mengetahui misalnya, persepsi, kepercayaan, motivasi, informasi yang sangat pribadi sifatnya.e.Penetapan sampling harus dilakukan, terutama jika hendak meneliti perilaku (hukum) warga masyarakat. Dalam penarikan sampel, hendaknya diperhatikan sifat atau ciri-ciri populasi. f. Pengolahan datanya dapat dilakukan baik secara kualitatif dan/atau kuantitatif.

Akhirnya, kegunaan penelitian hukum sosiologis adalah untuk mengetahui bagaimana hukum itu dilaksanakan termasuk proses penegakan hukum (law enforcement). Karena penelitian jenis ini dapat mengungkapkan permasalahan-permasalahan yang ada di balik pelaksanaan dan penegakan hukum. Disamping itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan suatu peraturan perundang-undangan. Dikaitkan dengan kajian hukum penerapan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas maka kajian hukum yang sosiologis sangat berguna dalam rangka penyusunan suatu peraturan perundang-undangan yang akan mengaturnya, bahwa setiap norma hukum yang dituangkan dalam perundangundangan haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan dengan realitas kesadaran hukum masyarakat.

3.Kajian Yuridis Filosofis.

Setiap masyarakat selalu mempunyai rechtsidee yakni apa yang masyarakat harapkan dari hukum, misalnya hukum diharapkan untuk menjamin adanya keadilan, kemanfaatan dan ketertiban maupun kesejahteraan. Cita hukum atau rechtsidee tumbuh dalam sistem nilai masyarakat tentang baik dan buruk, pandangan mereka mengenai hubungan individual dan kemasyarakat dan lain sebagainya termasuk pandangan tentang dunia gaib. Semua ini bersifat filosofis, artinya menyangkut pandangan mengenai inti atau hakikat sesuatu. Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai maupun sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat.

Menurut Rudolf Stammier, cita hukum adalah konstruksi pikiran yang merupakan keharusan untuk mengarahkan hukum pada cita-cita yang diinginkan masyarakat. Selanjutnya Gustav Radbruch seorang ahli filsafat hukum seperti Stammler dari aliran NeoKantian menyatakan bahwa cita hukum berfungsi sebagai tolok ukur yang bersifat regulatif dan konstruktif. Tanpa cita hukum, hukum akan kehilangan maknanya.

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan proses terwujudnya nilai-nilai yang terkandung cita hukum ke dalam norma hukum tergantung pada tingkat kesadaran dan penghayatan akan nilai-nilai tersebut oleh para pembentuk peraturan perundang-undangan. Tiadanya kesadaran akan nilai-nilai tersebut dapat terjadi kesenjangan antara cita hukum dan norma hukum yang dibuat.

4.Kajian Yuridis Komparasi (Penelitian Perbandingan Hukum).

Dalam kajian komparasi atau penelitian perbandingan hukum, acapkali yang diperbandingkan adalah sistem hukum masyarakat yang satu dengan sistem hukum masyarakat yang lain, sistem hukum negara yang satu dengan sistem hukum negara lainnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan masing-masing sistem hukum yang diteliti. Sebagaimana dikemukakan oleh D. Kokkini-latridou yang menyatakan:

No matter how systematically it is carried out, research cannot be described as being comparative if it does not give an explanation of the similarities and differences.

Pendapat D. Kokkini-latridou dapat diartikan bahwa: Bagaimanapun sistematisnya hal itu dilakukan, suatu penelitian tidak dapat dikatakan sebagai perbandingan jika penelitian tersebut tidak memberikan penjelasan tentang persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan.

Jika ditemukan persamaan dari masing-masing sistem hukum tersebut, dapat dijadikan dasar unifikasi sistem hukum. Dalam kaitannya dengan kajian hukum Retribusi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan diperlukan komparasi atau perbandingan dalam kajian atau penelitian ini dari berbagai daerah yang telah terlebih dahulu menerapkan retribusi lalu lintas dan angkutan jalan untuk dijadikan bahan perbandingan. Jika sesuai dengan kondisi khususnya di Kabupaten Cianjur, maka tidak ada salahnya diterapkan di sini.

BAB II

ASAS-ASAS YANG DIGUNAKAN DALAM

PENYUSUNAN NORMAA.Pengertian dan Peranan Asas Hukum.

Dalam ilmu hukum yang dimaksud dengan asas adalah pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim, yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut.

Lebih lanjut, beberapa pakar memberikan pengertian asas hukum, seperti Paul Scholten yang memberikan pengertian asas hukum sebagai berikut :

Asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya dimana ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.

Kemudian Satjipto Rahardjo, mengartikan asas hukum sebagai suatu hal yang dianggap oleh masyarakat hukum yang bersangkutan sebagai basic truth atau kebenaran asasi, sebab melalui asas-asas hukum itulah pertimbangan etis dan sosial masyarakat masuk ke dalam hukum. Dengan demikian, asas hukum menjadi semacam sumber untuk menghidupi tata hukumnya dengan nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakatnya. Asas-asas hukum berfungsi untuk menafsirkan aturan-aturan hukum dan juga memberikan pedoman bagi suatu perilaku. Asas hukum pun menjelaskan dan menjustifikasi norma-norma hukum, dimana di dalamnya terkandung nilai-nilai ideologis tertib hukum.

Smits, memberikan pandangannya bahwa asas hukum memiliki 3 (tiga) fungsi, yaitu : Pertama, asas-asas hukum memberikan keterjalinan dari aturan-aturan hukum yang tersebar; Kedua, asas-asas hukum dapat difungsikan untuk mencari pemecahan atas masalah-masalah baru yang muncul dan membuka bidang-bidang liputan masalah baru. Dari kedua fungsi tersebut, diturunkan fungsi ketiga, bahwa asas-asas dalam hal-hal demikian dapat dipergunakan untuk menulis ulang bahan-bahan ajaran hukum yang ada sedemikian rupa, sehingga dapat dimunculkan solusi terhadap persoalan-persoalan baru yang berkembang.

Merujuk pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa asas-asas hukum bertujuan untuk memberikan arahan yang layak/pantas menurut hukum (rechtmatig) dalam hal menggunakan atau menerapkan aturan-aturan hukum. Asas hukum berfungsi sebagai pedoman atau arahan orientasi berdasarkan mana hukum dapat dijalankan. Asas-asas hukum tersebut tidak saja akan berguna sebagai pedoman ketika menghadapi kasus-kasus sulit, tetapi juga dalam hal menerapkan aturan.

B.Asas-Asas Dalam Peruran Daerah di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Di dalam hukum pembentukan peraturan daerah dimuat sejumlah asas-asas hukum, dimana pilihan asas itu haruslah dilandasi oleh filosofi dan tujuan pengembangan dan penerapan Retribusi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, dan pada gilirannya asas-asas tersebut terjabarkan dalam draf ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah terkait dengan Retribusi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan nantinya.

Secara khusus penerapan Retribusi lalu lintas dan angkutan jalan memuat asas-asas/prinsip-prinsip sebagai berikut :

1.Kelestarian

Yang dimaksud dengan asas kelestarian adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi. Kewajiban dan tanggung jawab itu ditunjukkan melalui upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup, yang diwujud dengan memfasilitasi identifikasi opsi-opsi pembangunan/upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan dengan alternatif rancangan/usulan yang lebih baik.

2.Keberlanjutan

Yang dimaksud dengan keberlanjutan adalah adanya kesinambungan antara kebijakan yang akan diambil dengan kebijakan sebelumnya baik itu dalam aspek perencanaan, penyelenggaraan ataupun pemanfaatan sumber daya sektor transportasi. Terkait dengan penerapan Retribusi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, pendapatan yang diperoleh dari Retribusi dari bidang lalu lintas dan angkutan jalan harus dimanfaatkan kembali untuk peningkatan layanan sektor transportasi secara berkelanjutan, sehingga penerapan Retribusi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan harus merupakan kelanjutan bahkan peningkatan dari kebijakan demand manajemen yang sebelumnya telah diambil dan bukan malah sebaliknya.

3.Keserasian dan keseimbangan

Yang dimaksud dengan asas keserasian dan keseimbangan adalah bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem. Dalam hal ini penyelenggaraan-nya senantiasa dijiwai atau dipandu oleh nilai-nilai keseimbangan, keadilan dan kesetaraan berdasarkan kepentingan sosial.

4.Manfaat

Yang dimaksud dengan asas manfaat adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya.

5.Keterpaduan

Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau mensinergikan berbagai komponen terkait. Dalam hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a.Memastikan bahwa penerapan dan pengembangan Retribusi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan sudah relevan untuk tercapainya pembangunan berkelanjutan. b.Memuat saling keterkaitan antara aspek biofisik, sosial, dan ekonomi untuk setiap pemanfaatan ruang. c.Terkait secara hierarkis dengan kebijakan di sektor tertentu dan wilayah (lintas batas) termasuk dengan sektor keuangan. 6.Kehati-hatian (pencegahan)

Yang dimaksud dengan asas kehati-hatian atau pencegahan adalah bahwa setiap usaha atau kegiatan harus disusun berdasarkan perencanaan yang matang sehingga dapat dilakukan antisipasi atau upaya untuk mencegah dan mengurangi kerusakan lingkungan. Upaya ini dilakukan mulai dari tahap perencanaan yaitu tentang pemilihan lokasi karena terkait dengan penataan ruang, pemilihan egiatan atau usaha, pemilihan teknologi, proses produksi atau pelaksanaannya. 7.Pencemar membayar

Yang dimaksud dengan asas pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan. Dalam konteks transportasi adalah pengguna membayar.

8. Partisipatif

Yang dimaksud dengan asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung. Asas ini dapat diwujudkan sebagai berikut :a.Memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang berkepentingan, masyarakat yang potensial terkena dampak, dan instansi pemerintah disepanjang proses pengambilan keputusan. b.Terdokumentasi secara eksplisit segala masukan dan pertimbangan yang mengemuka di dalam proses penetapan penerapan Retribusi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

c.Memiliki kejelasan informasi yang mudah dipahami, serta menjamin akses yang memadai untuk semua informasi serta fasilitas Retribusi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang dibutuhkan.

9. Tata kelola pemerintahan yang baik

Yang dimaksud dengan asas tata kelola pemerintahan yang baik adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.

10.Otonomi

Yang dimaksud dengan asas otonomi daerah adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu, asas-asas yang harus dimuat dalam penyusunan peraturan daerah termasuk Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu dari sudut pandang :

1.Materi Muatan Peraturan Daerah :

Penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dilihat dari sudut pandang muatan peraturan daerahnya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana digambarkan di bawah ini.

Sesuai dengan Pasal 12 Undang-undang No. 10 Tahun 2004, disebutkan bahwa :

Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggiKemudian, Peraturan Daerah tersebut harus pula sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 Jo Pasal 138 Undang-undang No. 32 Tahun 2004, yang menentukan bahwa Materi Perda harus memperhatikan asas materi muatan peraturan perundang-undangan, antara lain asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, dan yang terpenting ketentuan Pasal 7 ayat (4) dan ayat (5) Undang-undang No.10 Tahun 2004joPasal 136 ayat (4) Undang-undang No. 32 Tahun 2004 bahwa materi Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan / atau peraturan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam penjelasan Pasal 136 ayat (4) Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa bertentangan dengan kepentingan umum adalah kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, terganggunya pelayanan umum, dan terganggunya ketentraman/ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat diskriminatif.

Selanjutnya pengaturan yang bersifat khusus dalam tata cara penyusunan Perda yakni mekanisme evaluasi secara berjenjang terhadap Raperda tentang Pajak Daerah, Raperda tentang Retribusi Daerah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 189 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa :

Proses penetapan rancangan Perda yang berkaitan dengan pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah menjadi Perda, berlaku Pasal 185 dan Pasal 186, dengan ketentuan untuk pajak daerah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, dan untuk tata ruang daerah dikoordinasikan dengan menteri yang membidangi urusan tata ruang.

Lebih lanjut, ketentuan Pasal 185 dan Pasal 186 Peraturan Daerah No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berbunyi sebagai berikut:

Pasal 185, berbunyi sebagai berikut :

(1)Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.

(2)Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.

(3) Apabila Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Gubernur.

(4)Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.

(5)Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD, dan Gubernur tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan Perda dan Peraturan Gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

Pasal 186, berbunyi sebagai berikut :

(1) Rancangan bersama dan rancangan Peraturan Bupati/ Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.

(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/ Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Perda kabupaten/kota dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Apabila APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota.

(4) Apabila APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi.

(5) Apabila DPRD, dan Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD membatalkan Perda dan Peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus

menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

(6) Gubernur menyampaikan hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri.

Evaluasi atas Raperda tersebut ditujukan untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan materi Perda dengan perturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau Perda lainnya. Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa pengharmonisasian Perda dilakukan baik secara vertikal maupun horizontal.

Raperda yang mengatur pajak daerah, dan retribusi daerah, sebelum disahkan oleh kepala daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Raperda provinsi, dan oleh Gubernur terhadap Raperda kabupaten/kota.

Ketentuan mengenai tata cara evaluasi Raperda tentang pajak dan retribusi diatur dalam Pasal 157 dan Pasal 158 Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, khususnya berkaitan dengan Pengawasan dan Pembatalan Peraturan Daerah tentang Pajak dan Retribusi, yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 157 berbunyi sebagai berikut :

(1)Rancangan Peraturan Daerah provinsi tentang Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh gubernur dan DPRD provinsi sebelum ditetapkan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan dimaksud.

(2)Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/kota tentang Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota sebelum ditetapkan disampaikan kepada gubernur dan Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan dimaksud.

(3)Menteri Dalam Negeri melakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menguji kesesuaian Rancangan Peraturan Daerah dengan ketentuan Undang-Undang ini, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi.

(4)Gubernur melakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk menguji kesesuaian Rancangan Peraturan Daerah dengan ketentuan Undang-Undang ini, kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih Tinggi.

(5)Menteri Dalam Negeri dan gubernur dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.

(6)Hasil evaluasi yang telah dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat berupa persetujuan atau penolakan.

(7) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada gubernur untuk Rancangan Peraturan Daerah provinsi dan oleh gubernur kepada bupati/walikota untuk Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/kota dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Daerah dimaksud.

(8)Hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan dengan disertai alasan penolakan.

(9)Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (6), Rancangan Peraturan Daerah dimaksud dapat langsung ditetapkan.

(10) Dalam hal hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Rancangan Peraturan Daerah dimaksud dapat diperbaiki oleh gubernur, bupati/walikota bersama DPRD yang bersangkutan, untuk kemudian disampaikan kembali kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan untuk Rancangan Peraturan Daerah provinsi dan kepada gubernur dan Menteri Keuangan untuk Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/kota.

Kemudian Pasal 158 berbunyi sebagai berikut :

(1)Peraturan Daerah yang telah ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.(2)Dalam hal Peraturan Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Menteri Keuangan merekomendasikan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.(3)Penyampaian rekomendasi pembatalan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).(4) Berdasarkan rekomendasi pembatalan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri mengajukan permohonan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden.

(5)Keputusan pembatalan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(6)Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Daerah harus memberhentikan pelaksanaan Peraturan Daerah dan selanjutnya DPRD bersama Kepala Daerah mencabut Peraturan Daerah dimaksud.

(7)Jika provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan alasan-alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, Kepala Daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.

(8)Jika keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

(9)Jika Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Peraturan Daerah dimaksud dinyatakan berlaku.

Selanjutnya sesuai Pasal 159 Undang-undang No.28 Tahun 2009 daerah yang tidak menyampaikan Perda tentang Pajak dan Retribusi kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri dikenai sanksi berupa penundaan atau pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil atau restitusi.

2.Urgensi Harmonisasi Peraturan Daerah dengan Peraturan Perundang-undangan Lain.Harmonisasi peraturan perundang-undangan adalah proses yang diarahkan untuk menuju keselerasan dan keserasian antara satu peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya sehingga tidak terjadi tumpang tindih, inkonsistensi atau konflik/perselisihan dalam pengaturan. Dalam kaitannya dengan sistem asas hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya maka proses tersebut mencakup harmonisasi semua peraturan perundang-undangan termasuk Perda baik secara vertikal maupun horisontal.

Dalam Undang-undang No.10 Tahun 2004 terdapat rambu-rambu yang mengarahkan pada pentingnya harmonisasi peraturan perundang-undangan untuk semua jenis peraturan perundang-undangan termasuk Perda.

Bab II, Pasal 5 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Asas Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa :

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perudang-undangan yang baik yang meliputi :

a. Kejelasan tujuan;

Yang dimaksud dengan "kejelasan tujuan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

c. Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan

adalah bahwa dalam Pembentakan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya.

d. Asas dapat dilaksanakan

adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang- undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

e.Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan

adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

f.Asas kejelasan rumusan.

adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Asas keterbukaan.

adalah bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan.

Kemudian, Pasal 6 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 berbunyi sebagai berikut :

(1)Materi muatan peraturan perundang-undangan mengandung asas :

(a)Asas pengayoman.

adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.

(b) Asas kemanusiaan.

adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

(c) Asas kebangsaan.

adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.

(d) Asas kekeluargaan.

adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

(e) Asas kenusantaraan.

adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

(f) Asas bhinneka tunggal ika.

adalah bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan. bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(g) Asas keadilan.

adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

(h) Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.

adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

(i) Asas ketertiban dan kepastian hukum.

adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

(j)asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

(2)Yang dimaksud dengan "asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan", antara lain:

(a)Dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;

(b)Dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan iktikad baik.

BAB III

MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

DAN KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF A.Kajian Keterkaitan dengan Hukum Positif yang Terkait.

Beberapa ketentuan hukum positif yang memiliki keterkaitan dengan pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu sebagai berikut :NOMateriRaperda Lalu lintas Dan Angkutan JalanUndang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

UU Undang-undang Nomor 38 tahun 2004 tentang jalan

1Asas dan tujuanRetribusi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan dipungut retribusi atas pelayanan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan:a. asas transparan;b. asas akuntabel;c. asas berkelanjutan;d. asas partisipatif;e. asas bermanfaat;f. asas efisien dan efektif;g. asas seimbang;h. asas terpadu; dani. asas mandiri.

Penyelenggaraan jalan berdasarkan pada asas kemanfaatan, keamanan dan keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan dankemitraan.

2.Ketentuan PidanaDiancam pidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak 4 kali jumlah retribusi terutangKETENTUAN PIDANA Pasal 273

(1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).

(4) Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

KETENTUAN PIDANA Pasal 63(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratusjuta rupiah).(2) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).(3) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).(4) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan penyelenggaraan jalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliarrupiah).(5) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pengusahaan jalan tol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).(6) Setiap orang selain pengguna jalan tol dan petugas jalan tol yang dengan sengaja memasuki jalan tol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 14 (empat belas) hari atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

3.PenyidikanOleh PPNSPENYIDIKAN DAN PENINDAKAN PELANGGARANLALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALANPasal 259

(1) Penyidikan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh:

a. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan

b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus menurut Undang-Undang ini.

(2) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. Penyidik; danb. Penyidik Pembantu.

Tidak ada proses penyelidikan hanya Ada Peran MasyarakatPasal 62 (1) Masyarakat berhak:a. memberi masukan kepada penyelenggara jalan dalam rangka pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan;b. berperan serta dalam penyelengaraan jalan;c. memperoleh manfaat atas penyelenggaraan jalan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;d. memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan jalan;e. memperoleh ganti kerugian yang layak akibat kesalahan dalam pembangunan jalan; danf. mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibatpembangunan jalan.(2) Masyarakat wajib ikut serta menjaga ketertiban dalam pemanfaatan fungsi jalan.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah

Dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar, dan konsumen akhir. Dari aspek sosial budaya, keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan sekat budaya. Dari aspek politik, keberadaan jalan menghubungkan dan mengikat antar daerah, sedangkan dari aspek pertahanan dan keamanan, keberadaan jalan memberikan akses dan mobilitas dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan. B.Materi Muatan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.Bagian ini membahas tentang ketentuan dan pengertian yang bersifat umum dan subtansi peraturan daerah ini.

1. Ketentuan umum Bagian ini membahas tentang ketentuan dan pengertian yang bersifat umum dan subtansi peraturan daerah ini.

2. Materi Pengaturan

Materi pengaturan dengan sistematika sebagai berikut :

Bab 1. Ketentuan umum yang membahas tentang ketentuan dan pengertian yang bersifat umum dari substansi pengaturan daerah ini.Bab II. Membahas tentang Nama, objek dan subjek retribusi

Bab III. Membahas tentang retribusi

Bab IV. Membahas tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan retribusi

Bab V. Membahas tentang tarif retribusi, yang berisi mengenai retribusi jasa umum (parkir di tepi jalan umum, tempat khusus parkir, pengujian kendaraan bermotor). Jasa Usaha (retribusi terminal), retribusi perizinan tertentu.

Bab VI. Membahas tentang pelaksanaan pemungutan.

Bab VII. Tentang Saat Retribusi terutang yaitu pada saat ditertibkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Bab VIII. Penetapan retribusi.Bab IX. Pembayaran retribusi.Bab X. Tentang Penagihan atas pembayaran retribusi yang terlambat.

Bab XI. Pengurangan, kekeringan dan pembebasan retribusi.

Bab XII. Pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.

Bab XIII. Perhitungan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi.

Bab XIV. Sanksi administrasi.

Bab XV. Ketentuan pidana.Bab XVI. Penyidikan.

Bab XVII. Ketentuan Peralihan.Bab XVIII. Ketentuan penutup.BAB IV

P E N U T U P

A.Kesimpulan.1.Ketentuan hukum nasional mengatur mengenai retribusi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, yaitu : undang-undang no. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sesuai dengan doktrin hukum dan Undang-Undang nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka materi muatan Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi tingkatannya.

2.Peran retribusi lalu lintas dan angkutan jalan dalam meningkatkan penerimaan asli daerah Kabupaten Cianjur sangat penting sekali terutama dalam hal pengembangan sarana dan prasarana tranportasi umum di kabupaten Cianjur dan mendukung pembangunan nasional sebagai bagian dari sistem transportasi nasional untuk mendorong pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan untuk menciptakan tata kelola hidup yang lebih baik dengan menjamin terwujudnya keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran berlalu lintas.3. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan perlu dibuatnya peraturan daerah Kabupaten Cianjur di bidang lalu lintas dan angkutan jalan dilihat dari faktor internal dikarenakan adanya kekurangan terhadap pendapatan daerah dalam bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Sedangkan faktor ekternal kekurangan sarana dan prasarana dalam berlalu lintas seperti rambu lalu lintas, zebra cross, dan kurang adanya kesadaran masyarakat dalam pembayaran pajak kendaraan bermotor. Dan kedisiplinan yang kurang dalam berlalu lintas.

B.Saran

Oleh karena tata cara pengembangan dan penerapan Retribusi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sarat dengan persoalan teknis, maka langkah selanjutnya setelah penerbitan Perda ini adalah segera menerbitkan Pedoman Pelaksanaan Retribusi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Adapun tentang substansi Pedoman dapat diacu berbagai Pedoman yang telah ada dalam perda daerah lain yang telah terlebih dahulu menerapkan Retribusi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 133-134.Bagir Manan, 1992, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, JakartaJ.M. Smits, Het vertrouwensbeginsel en de contractuele gebondenheid, diss, RUL 1995, Arnhem, 1995

J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Alih Bahasa oleh Arief Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Jaja Zakaria, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, Serta Penerapannya di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005.

Lothar Gundling, Public Participation in Environmental Decision, lihat Koesnadi

Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press.

Maria Farida Indristi S. Ilmu Perundang-Undangan. Proses dan Teknik Pembentukannya Marihot P. Siahaan, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006

Rachmanto Surahmat, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Sebuah Pengantar, PT. Gramedia Pustaka Utama bekerja sama dengan Prasetio Utomo, 2005.

Satjipto Raharjo, Peranan Dan Kedudukan Asas-asas Hukum Dalam Kerangka Hukum Nasional (Pembahasan Terhadap Makalah Sunaryati Hartono), Seminar dan Lokakarya Ketentuan Umum Peraturan Perundang-undangan, Jakarta, 19-20 Oktober 1988, tanpa halaman

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1996.

Disampaikan oleh Muhammad Sapta Murti, SH, MA, MKn, Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Perundang-undangan dalamRoundtable Discussion dengan Tema Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 29 -30 Maret 2010 di JakartaUndang-UndangUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan DaerahUndang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang JalanUndang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan JalanUndang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan HidupUndang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG

LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

KABUPATEN CIANJURDisusun oleh :Dr. Anita Kamilah, S.H., M.H.

Mia Amalia, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SURYAKANCANA

C I A N J U R

2 0 1 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan karunia dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Naskah Akademik tentang Retribus Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Penyusunan Naskah Akademik ini diharapkan dapat memberikan masukan

dalam rangka pengaturan Retribusi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten Cianjur melalui peraturan daerah dan bertujuan agar peraturan daerah yang dihasilkan nanti akan sesuai dengan sistem hukum nasional dan kehidupan masyarakat serta perundang-undangan yang dihasilkan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Adapun Tim Penyusun Naskah Akademik tentang Retribusi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ini :

1. Dr. Anita Kamilah, S.H., M.H.

2. Mia Amalia, S.H., M.H.

Akhir kata, kami harapkan isi dari Naskah Akademik ini dapat memberikan masukan yang berharga bagi rencana Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam rangka penyusunan Peraturan Daerah tentang Retribusi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Cianjur, Juli 2011

Ketua Tim Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian.......................................................................... 1B. Identifikasi Masalah................................................................................... 9C. Tujuan dan kegunaan Penyusunan Naskah Akademik Retribusi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 1. Tujuan .................................................................................................... 9

2. Kegunaan ............................................................................................... 10D. Metode Penelitian 1. Kajian Yuridis Normatif ....................................................................... 11

2. Kajian Yuridis Sosiologis ..................................................................... 12

3. Kajian Yuridis Filosofis ........................................................................ 14 4. Kajian Yuridis Komparasi ..................................................................... 15BAB II ASAS-ASAS YANG DIGUNAKAN DALAM PENYUSUNAN NORMA

A. Pengertian dan Peranan Asas Hukum ........................................................ 17

B. Asas-Asas Dalam Perda di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ........ 18C. Materi Muatan Perda ................................................................................. 22

D. Urgensi Harmonisasi Perda dengan Peraturan Lainnya ............................ 28

BAB III MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH DAN KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF

A. Kajian Keterkaitan dengan Hukum Positif yang Terkait .......................... 32

B. Materi Muatan Perda Cianjur di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 34

BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................ 36

B. Saran .......................................................................................................... 36Daftar Pustaka .................................................... 38DAFTAR PUSTAKA . 38

LAMPIRAN ..

OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB RETRIBUSI 1. Obyek Retribusi adalah pemberian izin trayek untuk menyediakan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu yang seluruhnya berada dalam daerah; 2. Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang mendapatkan izin trayek; 3. Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud, terdiri dari : - Retribusi Izin Trayek; - Retribusi Izin Operasi; - Retribusi Izin Insidentil. 4. Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah izin yang diberikan dan jenis angkutan umum penumpang; 5. Jumlah izin yang diberikan disesuaikan berdasarkan kebutuhan pada pola jaringan trayek yang ditetapkan oleh Kepala Daerah; 6. Jenis angkutan umum penumpang terdiri dari : a. Angkutan kota/pedesaan yaitu Mobil Bis/Mobil Penumpang Umum dengan menggunakan trayek yang seluruhnya berada dalam satu wilayah daerah; b. Angkutan Taksi yaitu Mobil Penumpang Umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi argometer dengan wilayah operasi terbatas; c. Angkutan dengan cara sewa yaitu Mobil Penumpang Umum yang diberi tanda khusus pada penomoran kendaraan dan merupakan pelayanan dari pintu ke pintu, dengan atau tanpa pengemudi dengan wilayah operasi tidak terbatas; d. Angkutan untuk keperluan pariwisata yaitu Mobil Penumpang Umum yang diberi tanda khusus dan merupakan pelayanan angutan ke dan dari daerah tempat wisata; e. Angkutan untuk keperluan antar jemput karyawan/Siswa sekolah yaitu Mobil Bis Umum dan Mobil Penumpang Umum yang diberi tanda khusus dan merupakan pelayanan angkutan karyawan/ Sekolah; f. Angkutan khusus adalah pelayanan angkutan orang yang penggunaannya bersifat khusus. C. DASAR PENGENAAN, TARIF dan CARA PERHITUNGAN 1. Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin trayek; 2. Biaya sebagaimana dimaksud meliputi komponen biaya survey lapangan dan biaya transportasi dalam rangka pengendalian dan pengawasan; 3. Struktur dan besarnya tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis angkutan penumpang umum daya angkut; 4. Struktur dan besarnya tarif retribusi izin trayek dan izin operasi untuk permohonan baru adalah sebagai berikut : Jenis AngkutanKapasitas Tempat DudukTarif (Rp)

Mobil Penumpang- s/d 8 orang71.500

Mobil Bis- 9 s/d 15 orang- 16 s/d 25 orang- lebih dari 25 orang110.000115.500121.000

Angkutan Khusus55.000

5. Struktur dan besarnya tarif retribusi izin trayek dan izin operasi untuk permohonan daftar ulang adalah sebagai berikutJenis AngkutanKapsaitas Tempat DudukTarif (Rp)

Mobil Penumpang- s/d 8 orang25.000

Mobil Bis- 9 s/d 15 orang- 16 s/d 25 orang- lebih dari 25 orang37.50042.50047.500

Angkutan Khusus25.000

6. Setiap pemberian izin Insidentil untuk satu kali perjalanan PP selama 7 (tujuh) hari tarif retribusi sebesar Rp.15.000,- (lima belas ribu rupiah); 7. Setiap pemberian/pertimbangan/advis untuk sebagai salah satu syarat izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat atau Pemerintah Pusat tarif retribusi sebesar Rp. 25.000,-Pembiayaan.

Suatu negara bisa mengenakan besaran pajak di atas atau di bawah pengeluaran untuk jalannya. Perbandingan antara pajak jalan dan pengeluaran negara untuk sektor jalan di beberapa negara maju diperlihatkan dalam tabel 1. Hal ini bisa dikaitkan dengan tujuan-tujuan negara yang lebih luas. Kebanyakan negara maju justru mengenakan pajak di atas kebutuhan pengeluaran untuk jalannya, kecuali negara negara yang mengutamakan kendaraan pribadi (Amerika), produsen mobil terbesar (Jepang) serta negara wisata (Austria). Hubungan antara pajak kendaraan dengan pengeluaran untuk sektor jalan bisa berbeda di tiap-tiap negara. Pada negara maju dengan alasan transparansi dan akuntabilitas hubungan antara pajak jalan dengan pengeluaran sektor jalan sangat jelas bahkan ada yang sudah dikelola secara terpiah dalam skema yang disebut road fund. Inggris telah menerapkan skema ini pada tahun 1930-an hingga dilakukannya penghapusannya tahun 1937 (Sutomo,2003).

Persyaratan Ijin Trayek Kendaraan :

1. Kendaraan Baru :

a. Surat Permohonan dari pemilik/pemohon;

b. Surat Permohonan dari Show room/Dealer;

c. Kartu Tanda Penduduk Pemilik/Pemohon;

d. Rubah Bentuk (RB) data No Mesin/Chasys Kendaraan;

e. Data Kendaraan yang akan dijadikan Pengganti/diremajakan (Rubah Status/Rubah Bentuk/Mutasi ke luar Daerah);

f. Rekomendasi dari Sub Terminal;

g. Rekomendasi dari Organda dan Jalur.

2. Daftar Ulang/ Heregistrasi :

a. Surat Permohonan daftar Ulang Pemilik/Pemohon

b. Photo Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP)

c. Photo Copy Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK)

d. Photo Copy Surat Ijin Trayek (SK)

e. Photo Copy Buku Ijin/KIr

f. Photo Copy Surat Ijin Pengusaha Angkutan (SIPA)

g. Photo Copy Organda

h. Kartu Pengesahan (KP) Asli

Prosedur Ijin Trayek kendaraan

1. Kendaraan Baru

a. Permohonan

b. Loket Penerimaan

c. Pengajuan kendaraan baru (Peremajaan/Pengganti)

d. Pengajuan kendaraan Angkutan Kota diproses di Kasi Angkutan Kota/Pedesaan

e. Pengajuan Angkutan Pedesaan diproses di Kasi Angkutan pedesaan (bilamana telah memenuhi persyaratan)

f. Kasub Din Angkutan

g. Kepala Dinas

h. Selesai.

2. Daftar Ulang/Heregistrasi

a. Pemohonan

b. Loket Penerimaan

c. Pengajuan daftar ulang/heregistrasi

d. Pengajuan daftar ulang Angkutan Kota dip roses di Kasi Angkutan Kota/Pedesaan

e. Pengajuan daftar ulang Pedesaan diproses di Kasi Angkutan Pedesaan (bilamana telah memenuhi persyaratan)

f. Kasub Din Angkutan

g. Selesai.

Waktu10 Menit selesai Apabila semua persyaratan telah lengkap

Proses Ijin Trayek

BAB III

KAJIAN LEGALITAS

A. Hierarki Perundangan

Jenis dan Hierarki peraturan perundangan menurut Pasal 7 Undang- undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden;

5. Peraturan Daerah.

Sesuai dengan hierarki ini, maka peraturan yang dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan daerah bidang transportasi darat adalah :

1. Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ;

2. Undang-undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan ;

3. Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ;

4. Undang-undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ;

5. Undang-undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ;

6. Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan ;

7. Perda No 10 Tahun 1999 Tentang Retribusi Ijin Trayek di Kabupaten Cianjur

Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 belum dilengkapi dengan peraturan pemerintah sebagai petunjuk pelaksanaanya. Beberapa peraturan pemerintah yang masih diacu dalam penyelenggaraan transportasi darat adalah merupakan petunjuk pelaksanaan undang- undang yang ada sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan yang pada masanya sempat ditangguhkan karena kontroversi besaran sanksi yang dianggap terlalu berat bagi masyarakat, peraturan pemerintah dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan ;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan ;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan pengemudi

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Daerah diatur pada Pasal 136 sebagai berikut :

(1) Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.

(2) Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah

provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan.

(3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.

(4) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi.

(5) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku setelah

diundangkan dalam lembaran daerah.

Pada Pasal 137 dijelaskan bahwa :

Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturanperundang-undangan yang meliputi:

a. Kejelasan tujuan;

b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;

d. Dapat dilaksanakan;

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. Kejelasan rumusan; dan

g. Keterbukaan.

Hak masyarakt dalam penyusunan Peraturan Daerah diatur pada Pasal 139 ayat (1) sebagai berikut : Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulisdalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan

Undang-undang ini adalah rujukan utama dalam penyusunan peraturan daerah tentang penyelenggaraan perhubungan. Undang-undang ini juga merupakan undang-undang pengganti atas undang-undang yang ada sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalulintas dan angkutan Jalan. Pada saat awal proses penyusunannya, undang-undang nomor 22 Tahun 2009 diharapkan member nafas baru dalam penyelenggaraan perhubungan seperti pengembalian tugas pokok dan fungsi masing-masing seperti penyelenggaraan surat ijin mengemudi oleh instansi perhubungan namun dalam kenyataannya hal tersebut tidak dapat dilaksanakan. Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mencolok antara undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 dengan Undang-undang nomor 22 tahun 2009, upaya penyempurnaan undang-undang terlihat pada pembagian kewenangan yang semakin jelas antara kepolisian, perhubungan, perdagangan dan perindustrian serta instansi yang membidangi jalan. Pembagian kewenangan tersebut disesuaikan dengan nafas otonomi daerah dan disempurnakan dengan adanya kewajiban koordinasi antar instansi.

Ruang lingkup pengaturan dalam Undang undang Nomor 22 Tahun

2009 ini dijelaskan pada Pasal 4 sebagai berikut :

Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancer melalui:

a. Kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;

b. Kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan

c. Kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasiKendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pembinaan diatur pada Pasal 5 sebagai berikut :

(1) Negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan olehPemerintah.

(2) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a.Perencanaan;b.Pengaturan;c.Pengendalian; d. Pengawasan.

(3) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh instansi pembina sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang meliputi:a. Urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;

b. Urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

c. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri LaluLintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yangbertanggung jawab di bidang industri;

d. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi LaluLintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yangbertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan

e. Urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pada Pasal 6 disebutkan urusan pemerintah provinsi sebagai berikut : Urusan pemerintah provinsi dalam melakukan pembinaan Lalu Lintasdan Angkutan Jalan meliputi:a. Penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan provinsi dan kabupaten/kota yang jaringannya melampaui batas wilayah kabupaten/kota;

b. Pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada

perusahaan angkutan umum di provinsi; dan

c. Pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi.

Undang undang ini secara tersurat pada pasal 13 mengamanatkan pembentukan forum penanganan transportasi darat yang diketuai oleh gubernur dan beranggotakan dinas terkait seperti dinas perhubungan, dinas perindustrian dan perdagangan, dinas pekerjaan umum, badan perencanaan daerah dan kepolisian.

Tanggung jawab dan Kewajiban Menyediakan Angkutan Umum diatur

pada Pasal 138 sebagai berikut :

(1) Angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau.

(2) Pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan angkutan

umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Angkutan umum orang dan/atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum.

Sedangkan pada Pasal 139 disebutkan sebagai berikut :

(1) Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota antarprovinsi serta lintas batas negara.

(2) Pemerintah Daerah provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam provinsi.

(3)Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota.

(4) Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.

Jenis pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek diatur pada Pasal 142 yaitu terdiri atas:

a. Angkutan lintas batas negara;

b. Angkutan antarkota antarprovinsi;

c. Angkutan antarkota dalam provinsi;

d. Angkutan perkotaan; atau

e. Angkutan perdesaan.

Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek diatur pada Pasal 151 yaitu terdiri atas:

a. Angkutan orang dengan menggunakan taksi;

b. Angkutan orang dengan tujuan tertentu;

c. Angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan

d. Angkutan orang di kawasan tertentu.

Pasal 157

Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Angkutan Massal diatur pada Pasal 158 sebagai berikut :

(1) Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis Jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum di kawasan perkotaan.

(2) Angkutan massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

didukung dengan:

a. Mobil bus yang berkapasitas angkut massal;

b. Lajur khusus;

c. Trayek angkutan umum lain yang tidak berimpitan dengan trayek angkutan massal; dan

d. Angkutan pengumpan

Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor Umum diatur pada pasal 160 sebagai berikut : Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri atas:

a. Angkutan barang umum; dan

b. Angkutan barang khusus.

Kemudian pada Pasal 161 disebutkan persyaratan Pengangkutan barang umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 huruf a sebagai berikut:

a. Prasarana Jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas Jalan;

b.Tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk memuat dan membongkar barang; dan

c. Menggunakan mobil barang.

Perizinan Angkutan diatur pada Pasal 173 sebagai berikut :

(1) Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki:a.Izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek;b. Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek; dan/atau

c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat.

(2) Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak berlaku untuk:

a. Pengangkutan orang sakit dengan menggunakan ambulans; atau

b. Pengangkutan jenazah.

Mekanisme perizinan diatur pada Pasal 174 sebagai berikut :

(1)Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) berupa

dokumen kontrak dan/atau kartu elektronik yang terdiri atas surat keputusan, surat pernyataan, dan kartu pengawasan.

(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilaksanakan melalui seleksi atau pelelangan sesuai denganketentuan peraturan perundangan-undangan.

(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa izin pada 1 (satu) trayek atau pada beberapa trayek dalam satu kawasan.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara angkutanwajib:a. Memberikan jaminan kepada Pengguna Jasa angkutan umum untuk mendapatkan pelayanan;

b. Memberikan perlindungan kepada Perusahaan Angkutan Umumdengan menjaga keseimbangan antara penyediaan danpermintaan angkutan umum; dan

c. Melakukan pemantauan dan pengevaluasian terhadap angkutan

orang dan barang.

Arah pengembangan jasa angkutan umum diatur pada Pasal 198

sebagai berikut :

(1) Jasa angkutan umum harus dikembangkan menjadi industri jasa yang memenuhi standar pelayanan dan mendorong persaingan yang sehat.

(2) Untuk mewujudkan standar pelayanan dan persaingan yangsehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintahdan/atau Pemerintah Daerah harus:a. Menetapkan segmentasi dan klasifikasi pasar;b. Menetapkan standar pelayanan minimal;c. Menetapkan kriteria persaingan yang sehat;d. Mendorong terciptanya pasar; dane. Mengendalikan dan mengawasi pengembangan industri jasa angkutan umum.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan dan persaingan yang sehat diatur dengan peraturan pemerintah.

Penyidikan di bidang lalulintas dan angkutan jalan diatur pada Pasal 259 sebagai berikut:

(1) Penyidikan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalandilakukan oleh:a.Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; danb. Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus menurut Undang-Undang ini.

(2) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang LaluLintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a terdiri atas:

a. Penyidik; dan

b. Penyidik Pembantu.

BAB IV

SUBSTANSI PERATURAN DAERAH

Seperti halnya produk hukum lainnya, peraturan daerah menganut azas kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antara isi dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan (Pasal 5 Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan). Selain itu, peraturan juga selayaknya memperhatikan kewenangan dan aspirasi dari para pihak yang berkepentingan (stake holders).

1. Perencanaan Ijin Trayek Transportasi Darat

2. Manajemen Transportasi

3.Pengendalian

4. Pembiayaan, Peralatan dan Sumberdaya Manusia

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penyelenggaraan ijin trayek transportasi darat sekurang-kurangnya meliputi tiga hal yaitu perencanaan, manajemen operasional dan pengendaliannya. Perencanaan meliputi perencanaan jaringan dan simpul seperti jaringan trayek angkutan umum, jaringan lintas angkutan barang, letak-letak terminal, shelter, rest area dan lain-lain. Manajemen operasional meliputi manajemen atau pengaturan penggunaan kendaraan umum dan kendaraan pribadi dengan prioritas angkutan massal, penyediaan infrastruktur pendukung dan penetapan kebijakan operasionalnya. Pengendalian yang termasuk didalamnya upaya penegakkan hukum melibatkan semua instansi yang berwenang yaitu polisi lalu lintas dan polisi pamong praja.

B. Saran

Peraturan daerah penyelenggaraan ijin trayek kendaraan terhadap perhubungan disarankan tidak hanya mengikat pada tugas pokok dan fungsi dinas perhubungan tapi meliputi semua elemen yang terlibat dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan transportasi darat meliputi kepolisian daerah jawa barat, dinas tata ruang, dinas bina marga, dinas pariwisata, dan lain- lain.

Daftar Pustaka

Button, K J., 1993, Transport Economics, 2nd Edition, Edward Elgar, Cheltenham, UK

Dishub Jabar, 2006, Study Evaluasi dan Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Orang di Jawa Barat.

One, L., Sutomo, H, 2003, Reformasi Sistem Pajak Kendaraan Bermotor

Undang-undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan ;

Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ;

----- Undang