NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan...

131
1 NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2018

Transcript of NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan...

Page 1: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

1

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN

PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2018

Page 2: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

2

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...

B. Identifikasi Masalah ...

C. Tujuan dan Kegunaan ... D. Metode ...

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS A. Kajian Teoritis ...

B. Praktik Empiris ...

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD 1945) ...

B. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ...

C. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ...

D. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ...

E. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara ...

F. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara ...

G. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ...

H. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah ...

I. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan ...

J. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ...

K. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan ...

L. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik ...

M. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan ...

Page 3: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

3

N. Peraturan MPR tentang Tata Tertib ...

O. Peraturan DPR tentang Tata Tertib ...

P. Peraturan DPD tentang Tata Tertib ...

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, YURIDIS A. Landasan filosofis ...

B. Landasan sosiologis ...

C. Landasan yuridis ...

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG A. Jangkauan dan Arah Pengaturan ...

B. Ruang Lingkup Materi Muatan Undang-Undang ...

1. MPR ...

2. DPR ...

3. DPD ...

BAB VI PENUTUP DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG ...

Page 4: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

4

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena hanya atas karunia dan rahmat-Nya, penyusunan Naskah Akademik

Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (RUU tentang MD2) dapat diselesaikan dengan baik dan

lancar.

RUU tentang MD2 merupakan salah satu RUU yang terdapat di dalam

daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2014-2019.

Pembentukan RUU tentang MD2 diperlukan untuk memberikan kepastian

hukum dalam rangka pelaksanaan hubungan kerja dan koordinasi antara

lembaga legislatif yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

dengan lembaga eksekutif, lembaga yudikatif, maupun lembaga lainnya.

Adapun Naskah Akademik RUU ini disusun berdasarkan pengolahan

hasil pengumpulan data dan informasi yang diperoleh baik melalui bahan-

bahan bacaan (kepustakaan), website maupun diskusi yang dilakukan

secara komprehensif. Kelancaran proses penyusunan Naskah Akademik ini

tentunya tidak terlepas dari peran aktif seluruh Tim Penyusun dari Badan

Keahlian DPR RI, yang telah dengan penuh ketekunan dan tanggung jawab

menyelesaikan apa yang menjadi tugasnya. Untuk itu, terima kasih atas

ketekunan dan kerja samanya.

Semoga Naskah Akademik ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Jakarta, Desember 2017

Ketua Tim

Page 5: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

5

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD NRI 1945) mengamanatkan bahwa Negara Republik

Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat yang dipimpin oleh

hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Untuk

melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan maka

perlu mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga

perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah.

Amandemen terhadap UUD NRI 1945 telah mengakibatkan banyak

perubahan pada desain sistem ketatanegaran Indonesia, termasuk

pengaturan mengenai lembaga permusyawaratan/perwakilan tersebut.

UUD NRI 1945 hasil amandemen telah merubah kedudukan Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga

tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) berdasarkan UUD NRI 1945 memiliki peran besar dengan

tiga fungsi utama. Fungsi tersebut adalah sebagai lembaga pembentuk

undang-undang, pelaksana pengawasan terhadap pemerintah dan fungsi

anggaran. Selain itu, amandemen UUD NRI 1945 juga mengamanatkan

kehadiran lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yaitu

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang diatur dalam Pasal 22C dan Pasal

22D UUD 1945.

Meskipun kedudukan MPR saat ini merupakan lembaga negara,

namun tidak dapat dikesampingkan kewenangan MPR untuk melantik

Presiden dan Wakil Presiden serta memilih dan mengangkat Presiden

dan Wakil Presiden untuk keadaan tertentu sebagaimana dinyatakan

dalam UUD NRI 1945. Hal ini berimplikasi perlu ditegaskannya

kedudukan MPR dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Sehubungan dengan hal itu, untuk mewujudkan lembaga

permusyawaratan sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI 1945,

perlu menata Majelis Permusyawaratan Rakyat. Penataan dimaksud bisa

Page 6: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

6

menyangkut kelembagaannya dan bisa juga menyangkut mekanisme

pelaksanaan fungsi dan kewenangannya. Dengan demikian, MPR

sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI 1945 akan dapat

menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangannya secara efisien, efektif,

transparan, optimal, dan aspiratif.

Adapun terkait dengan kelembagaan DPR, dalam menjalankan

tugasnya DPR mempunyai tiga fungsi sesuai dengan Pasal 20A ayat 1

UUD NRI 1945, yaitu:

1. fungsi legislasi, yaitu DPR mempunyai wewenang untuk membuat

Undang-Undang bersama-sama dengan Presiden. Usulan Rancangan

Undang-Undang dapat diajukan oleh Presiden, dapat pula

berdasarkan hak inisiatif DPR;

2. fungsi anggaran, yaitu kewenangan DPR untuk menetapkan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diajukan oleh

pemerintah (Presiden); dan

3. fungsi pengawasan, yaitu DPR mempunyai fungsi untuk

menjalankan pengawasan terhadap pemerintah dalam menjalankan

pemerintahan. Pengawasan DPR terhadap pemerintah dapat berupa

pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang, APBN, dan

kebijakan pemerintah lainnya berdasarkan UUD NRI 1945.

Saat ini DPR dituntut untuk mampu bertransformasi menjadi

parlemen modern. Membangun DPR RI sebagai parlemen modern pada

dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan publik dan

legitimasi DPR. Dalam konsep parlemen modern, DPR memang harus

dapat memastikan informasi parlemen dapat disebarkan secara proaktif

serta memungkinkannya dibangun sebuah mekanisme yang

meningkatkan partisipasi publik, baik dalam pengawasan maupun

dalam peningkatan partisipasi publik pada kerja parlemen. DPR juga

harus membangun mekanisme transparansi dan partisipasi publik yang

mumpuni sehingga dapat diakses secara mudah dan merata oleh

seluruh rakyat Indonesia. Melalui konsep parlemen modern, DPR

menjadi parlemen yang bukan lagi lembaga negara yang statis. Parlemen

berubah mengikuti perubahan yang terjadi “di dalam dan di luar”

parlemen.1

1Center for Election and Political Party FISIP-UI , Desember 2014.

Page 7: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

7

Untuk membangun DPR sebagai parlemen modern maka DPR

perlu untuk terus-menerus memberikan informasi yang langsung, akurat

dan terpercaya. DPR juga perlu untuk membuka ruang untuk partisipasi

publik baik secara langsung maupun virtual sehingga diharapkan dapat

meningkatkan dukungan terhadap kerja-kerja yang berkaitan dengan

tugas dan fungsi para anggota legislatif di lembaga DPR.

Dalam upaya untuk membangun kelembagaan DPR, saat ini DPR

masih dihadapkan dengan beberapa permasalahan di antaranya:

1. mekanisme dan tata cara pemilihan Pimpinan DPR;

2. kedudukan Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) sebagai Alat

Kelengkapan DPR (AKD), keanggotaan MKD, dan tata cara

persidangan MKD sebagai pengadilan etik;

3. penyederhanaan fraksi-fraksi di DPR;

4. masih belum jelasnya pengaturan mengenai objek hak angket DPR

dan pemanggilan paksa non-pro justitia;

5. syarat dan pembatasan terhadap proses pemberhentian antar waktu

Anggota DPR;

6. pelaksanaan hak-hak Anggota DPR, khususnya hak imunitas dan

hak pengawasan; dan

7. pengelolaan anggaran DPR secara khusus dan akses terhadap data

APBN.

Adapun mengenai kelembagaan DPD, pembentukan DPD

merupakan upaya konstitusional yang bertujuan agar dapat lebih

mengakomodasi suara daerah dengan memberi saluran, sekaligus peran

kepada daerah-daerah. Saluran dan peran tersebut dilakukan dengan

memberikan tempat bagi daerah untuk menempatkan wakilnya dalam

badan perwakilan tingkat nasional untuk memperjuangkan dan

menyuarakan kepentingan-kepentingan daerahnya. Dengan

terbentuknya DPD, diharapkan kepentingan-kepentingan daerah dapat

terakomodasi.2

Namun, dalam upaya mencapai tujuan tersebut DPD masih

menghadapi kendala-kendala yang perlu disempurnakan dalam

2Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia Perspektif Konstitusional, (Jakarta: Total

Media, 2009), h. 157

Page 8: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

8

perubahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, dan DPD. Kendala

tersebut di antaranya:

1. masih belum optimalnya fungsi legislasi DPD sebagaimana amanat

Pasal 22D UUD NRI 1945 dan ketentuan dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 dan Putusan Nomor 79/PUU-

XII/2014;

2. keikutsertaan Anggota DPD yang menjadi anggota partai politik;

3. mekanisme pemilihan dan masa jabatan Pimpinan DPD;

4. rangkap jabatan pimpinan di lembaga perwakilan; dan

5. pengaturan terkait dengan hak Anggota DPD.

Untuk mewujudkan lembaga perwakilan daerah sebagaimana

diamanatkan dalam UUD NRI 1945 maka perlu menata Dewan

Perwakilan Daerah. Penataan dimaksud bisa menyangkut

kelembagaannya (misalnya alat kelengkapan) dan bisa juga menyangkut

mekanisme pelaksanaan fungsi dan kewenangannya. Dengan demikian,

DPD sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI 1945 akan dapat

menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangannya secara efisien, efektif,

transparan, optimal, dan aspiratif.

Sehubungan dengan hal tersebut, DPR RI berencana melakukan

perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3),

dengan menugaskan Badan Keahlian DPR RI untuk menyusun konsep

Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Undang-Undang (RUU). Kegiatan

penyusunan konsep NA dan draf RUU tersebut memerlukan data dan

masukan dari berbagai pemangku kepentingan terkait agar konsep NA

dan draf RUU yang disusun lebih komprehensif.

Oleh karena itu, tim asistensi penyusunan konsep NA dan RUU

tentang Perubahan UU MD3, sesuai tugas dari Badan Keahlian DPR RI

berencana melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) untuk menggali

poin-poin substansi dalam rangka penyusunan konsep NA dan RUU.

B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasikan

masalah pokok Focus Group Discussion (FGD), yaitu:

Page 9: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

9

1. Bagaimana materi muatan RUU yang perlu diatur mengenai

permasalahan MPR terkait kewenangan untuk menyusun Garis

Besar Haluan Negara (GBHN)?

2. Bagaimana materi muatan RUU yang perlu diatur mengenai

permasalahan DPR terkait:

a. mekanisme dan tata cara pemilihan Pimpinan DPR;

b. kedudukan MKD sebagai AKD, keanggotaan MKD, dan tata cara

persidangan MKD sebagai pengadilan etik;

c. penyederhanaan fraksi-fraksi di DPR;

d. pengaturan mengenai objek hak angket DPR dan pemanggilan

paksa non-pro justitia;

e. syarat dan pembatasan terhadap proses pemberhentian antar

waktu Anggota DPR;

f. pelaksanaan hak-hak Anggota DPR, khususnya hak imunitas dan

hak pengawasan; dan

g. pengelolaan anggaran DPR secara khusus dan akses terhadap

data APBN?

3. Bagaimana materi muatan RUU yang perlu diatur mengenai

permasalahan DPR terkait:

a. batasan keikutsertaan DPD dalam proses pembahasan RUU

sebagaimana amanat Pasal 22D UUD NRI 1945 serta Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 dan Putusan

Nomor 79/PUU-XII/2014;

b. status Anggota DPD yang menjadi anggota partai politik;

c. mekanisme pemilihan dan masa jabatan Pimpinan DPD;

d. rangkap jabatan pimpinan di lembaga perwakilan; dan

e. pengaturan mengenai hak Anggota DPD?

4. Materi muatan atau substansi apa saja kiranya yang perlu diatur

dalam RUU MPR, DPR, dan DPD selain pokok permasalahan di atas?

C. Tujuan dan Kegunaan Tujuan Focus Group Discussion (FGD) ini adalah untuk:

1. Mengetahui materi muatan RUU yang perlu diatur mengenai

permasalahan kelembagaan MPR terkait kewenangan untuk

menyusun Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

2. Mengetahui materi muatan RUU yang perlu diatur mengenai

permasalahan kelembagaan DPR terkait:

Page 10: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

10

a. mekanisme dan tata cara pemilihan Pimpinan DPR;

b. kedudukan MKD sebagai AKD, keanggotaan MKD, dan tata cara

persidangan MKD sebagai pengadilan etik;

c. penyederhanaan fraksi-fraksi di DPR;

d. pengaturan mengenai objek hak angket DPR dan pemanggilan

paksa non-pro justitia;

e. syarat dan pembatasan terhadap proses pemberhentian antar

waktu Anggota DPR;

f. pelaksanaan hak-hak Anggota DPR, khususnya hak imunitas dan

hak pengawasan; dan

g. pengelolaan anggaran DPR secara khusus dan akses terhadap

data APBN.

3. Mengetahui materi muatan RUU yang perlu diatur mengenai

permasalahan kelembagaan DPD terkait:

a. batasan keikutsertaan DPD dalam proses pembahasan RUU

sebagaimana amanat Pasal 22D UUD NRI 1945 serta Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 dan Putusan

Nomor 79/PUU-XII/2014;

b. status Anggota DPD yang menjadi anggota partai politik;

c. mekanisme pemilihan dan masa jabatan Pimpinan DPD;

d. rangkap jabatan pimpinan di lembaga perwakilan; dan

e. pengaturan mengenai hak Anggota DPD.

4. Mengetahui materi muatan atau substansi lainnya yang perlu diatur

dalam RUU MPR, DPR, dan DPD.

Hasil kegiatan ini digunakan sebagai bahan acuan dalam

penyempurnaan penyusunan NA dan draf RUU tentang perubahan

terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang nantinya

diharapkan dapat memberikan konstribusi dan rekomendasi bagi

Anggota DPR RI dalam penyusunan RUU tersebut.

Page 11: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

11

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN EMPIRIS

A. Kajian Teoritis Dalam perbendaharaan ilmu politik, khususnya sub kajian

Perbandingan Politik, dikenal tiga bentuk pemerintahan, yaitu parlementer,

presidensial, dan semi presidensial. Perbedaan ketiga bentuk pemerintahan

ini secara formal tampak pada empat aspek, yaitu kepala negara dan kepala

pemerintahan beserta mekanisme penentuan pemegang kedua jabatan ini,

hubungan legislatif dengan eksekutif, masa jabatan dan prosedur

pemberhentian, dan posisi menteri di kabinet.

Rujukan pemerintahan parlementer adalah Westminster Inggris,

sedangkan ikon pemerintahan presidensial adalah Amerika Serikat, dan ikon

pemerintahan semi presidensial adalah Prancis. Penerapan ketiga bentuk

pemerintahan tersebut di negara lainnya adalah tidak serupa seratus persen

dari masing-masing rujukan dimaksud. Khusus pada bentuk pemerintahan

presidensial, baik jabatan kepala negara maupun kepala pemerintahan

dipegang oleh seorang Presiden. Presiden dipilih oleh rakyat secara

langsung. Namun penting dicatat, walaupun presiden dipilih langsung oleh

rakyat melalui pemilu, tetapi formula pemilihan yang digunakan tidaklah

sama. Secara umum formula pemilihan presiden dapat dibedakan menjadi

tiga pola: pola Amerika Serikat yang mungkin dapat disebut semi popular

vote (setiap Negara Bagian mendapat sejumlah electoral colleges sesuai

dengan jumlah penduduk; calon presiden yang memenangkan mayoritas

suara di Negara Bagian tersebut akan mendapatkan seluruh electoral college

di Negara Bagian dimaksud. Pola popular vote digunakan di pemilu

kebanyakan negara Amerika Latin, dan pola popular vote dikombinasi

dukungan daerah sebagaimana yang diterapkan oleh Nigeria dan Indonesia.

Satu-satunya negara yang mengadopsi bentuk pemerintahan presidensial,

tetapi presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang tidak

dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu adalah Afrika Selatan. Walaupun

negara ini mengadopsi bentuk pemerintahan presidensail, presiden tidak

dipilih melalui pemilu, tetapi dipilih oleh parlemen.3

3Ramlan Surbakti, dkk, Naskah Akademik Draft RUU Tentang Kitab Hukum Pemilu: Usulan Masyarakat Sipil, Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, Jakarta, 2015, h. 76-77.

Page 12: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

12

G. Bingham Powell Jr. menyatakan, karakteristik utama sistem

presidensil melalui proses pemilihan secara langsung yang dilakukan

untuk jangka waktu yang pasti. Melalui sistem pemilihan semacam itu,

karakteristik tersebut menunjukkan basis kekuasaan yang berbeda bagi

dirinya dan proses pemilihan yang dilakukan terhadap legislatif ternyata

mempunyai implikasi campuran. Di satu sisi, karakteristik tersebut akan

membantu eksekutif untuk mencegah tindakan “penggulingan” bagi dirinya

dari kekuasaan oleh sistem yang demokratis, ketika eksekutif tidak dapat

mengendalikan parlemen, melalui kekuasaan partai mayoritas. Tetapi, di

pihak lain, pembagian kekuasaan antara eksekutif dan legislatif

menciptakan kesulitan bagi sistem presidensil untuk melakukan koherensi,

program-program positif dalam rangka mengatasi masalah nasional.

Kombinasi jangka waktu yang pasti dari pemilihan secara langsung terhadap

pemisahan kelembagaan eksekutif dan legislatif menghasilkan kemampuan

bertahan yang besar dibandingkan dengan sekedar pengaturannya secara

konstitusional. Meskipun, eksekutif dapat menghadapi kesulitan untuk

bekerjasama, ketidakakomodasian, dan bahkan sikap resisten dari

parlemen.4

Jose Antonio Cheibub mengatakan, disatu pihak: “under presidential

system- a system in which the president and the legislature are

independently elected for fix terms in office- a minority portofolio government

may face hostile legislative democracies will emerge because it is in the

interest of presidents to make portofolio offers to non presidential parties and it

is in the interest of these parties to accept them.“5 Kasus semacam ini

menunjukkan, bahwa sistem presidensial bukan selalu menghadapi

persoalan kurangnya insentif bagi pembentukan koalisi. Meskipun, terdapat

catatan, dari Mainwaring dan Scully (1995:33), terkait koalisi yang terbentuk

untuk memenangkan pemilu presiden, akan menjadi rapuh pada saat

setelah pemilu usai dan pemerintahan yang terbentuk menjalankan berbagai

program kerjanya. Ini akan memiliki konsekuensi berbeda, dibandingkan

dengan sistem parlementer yang mendorong koalisi terbentuk setelah

4G.Bingham Powell, dikutip Charles O Jones, “The American Presidency: A Separationist Perspective”, dalam http://www.amazon.com., dikutip 5 Februari 2010.

5Jose Antonio Cheibub, Presidentialism, Parliamentarism, and Democracy, Cambridge University Press, New York, 2007.

Page 13: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

13

pemilu, dengan dukungan sikap disiplin dari partai-partai yang turut dalam

koalisi.6

Mengingat makna signifikan kurun waktu pemerintahan dalam sistem

presidensil dengan segala konsekuensi dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya, maka masalah proses pemberhentian Presiden/Wakil

Presiden dalam masa jabatannya sangat penting untuk dikaji lebih lanjut.

Denny Indrayana menyebutkan, terdapat dua konsep pemecatan Presiden

atau removal from the office. Pertama, adalah impeachment dan kedua

adalah, pembuktian secara hukum atau forum prevelegiantum. Konsep

impeachment lahir dizaman Mesir Kuno dengan istilah ieasangelia yang pada

abad ke 17 diadopsi pemerintahan Inggris dan dimasukkan ke dalam

Konstitusi Amerika Serikat di akhir abad ke 18. Impeachment tidak berarti

sekedar prosedur pemberhentian Presiden di tengah masa jabatannya, tetapi

juga pemecatan bagi pejabat tinggi negara lainnya, termasuk hakim agung

karena melakukan kejahatan atau pelanggaran hukum.7

Tugas dan Kewenangan MPR: Isu Politik GBHN dan Sidang Tahunan Pemetaan pemilu presiden dan soal impeachment dalam sistem

presidensial penting dilakukan, agar muatan substansinya nanti dapat

dilihat jelas pada saat dikaitkan dengan tugas dan kewenangan MPR pasca

amandemen UUD 1945 di Indonesia.

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,

DPD, dan DPRD (UU MD3), disebutkan bahwa MPR berwenang:

a. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

b. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum;

c. memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau

Wakil Presiden dalam masa jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi

memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti

melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,

korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan

tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden

tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden;

6 Mainwaring dan Scully (1995: 33), lihat kutipan Ibid., hal. 8.

7 Deni Indrayana, “Problematik Konstitusi Pemberhentian Presiden”, Kompas 27 Juli 2001.

Page 14: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

14

d. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat,

berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya

dalam masa jabatannya;

e. memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden

apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa

jabatannya; dan

f. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat,

berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya

dalam masa jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua) pasangan calon

presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik yang pasangan calon presiden dan wakil

presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam

pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

Dalam Pasal 5 UU MD3, disebutkan bahwa, MPR bertugas:

a. memasyarakatkan ketetapan MPR;

b. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

Bhinneka Tunggal Ika;

c. mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, serta pelaksanaannya; dan

d. menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Meskipun MPR dilengkapi dengan sejumlah kewenangan oleh UUD

1945 hasil perubahan, tetapi kewenangannya dapat dinilai bersifat

insidentil. Kewenangan mengubah UUD, memilih Wakil Presiden dalam hal

terjadi kekosongan Wakil Presiden, memilih Presiden dan Wakil Presiden jika

Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak

dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan,

sifatnya insidentil. Dengan demikian, MPR dinilai semacam joint session

DPR dan DPD tidak perlu permanen yang menempatkan pimpinan MPR

hanya bersifat ad hoc.8

Pasal-pasal terkait dengan MPR dalam UUD Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 dapat dicatat sebagai berikut:

8Konsekuensinya, ada pendapat dari itu semua adalah tidak perlu sekretariat dan pimpinan yang terpisah dari DPR dan DPD. Lihat misalnya, Ni’matul Huda, “Mendesain Ulang Kelembagaan MPR dalam UUD 1945”, Jurnal Konstitusi, Vol. 4, No. 3, September 2007, h. 90.

Page 15: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

15

Pasal 1 khususnya Ayat (2), Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 6 A Ayat (3)

dan Ayat (4) terkait Pasal 3 Ayat (2), Pasal 6 A Ayat (3) dan (4) terkait Pasal 3

Ayat (2), Pasal 7B Ayat (1) dan Ayat (5), Ayat (6), dan Ayat (7), Pasal 8 Ayat

(2), Ayat (3), Pasal 9, Pasal 37. Seluruh ketentuan yang berkaitan dengan

pihak lain selain anggota MPR supaya diatur dalam UU tentang MPR, agar

mengikat secara hukum. Tidak hanya diatur dalam Peraturan MPR,

misalnya mengenai hak dan kewajiban partai politik pengusung calon

Presiden Presiden dan Wakil Presiden yang menjadi pemenang pertama dan

kedua (meraih suara terbanyak sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Ayat (3)

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.9

Terkait tugas dan kewenangan MPR tampaknya perlu

mempertimbangkan atas perkembangan yang terjadi dalam ketatanegaraan

saat ini. MPR masa jabatan yang lalu telah memberikan rekomendasi kepada

MPR yang sekarang untuk melakukan penataan sistem ketatanegaraan

melalui perubahan kelima amandemen dan isu yang kuat adalah

menghadirkan kembali GBHN. Perlu GBHN sebagai arah kebijakan politik

karena RPJP yang diputuskan oleh Presiden dan DPR sifatnya teknokratis.

Perlu ada GBHN yang keputusannya adalah keputusan politik.

Mengapa kita perlu GBHN, saat ini tidak dikenal istilah UU payung.

Artinya UU itu sama derajatnya. Ini yang menyebabkan UU yang satu

dengan UU yang lain saling overlap. Sehingga diperlukan Tap MPR yang

memayungi semua UU yang ada. Terlepas dari pro dan kontra dari pakar

hukum tata negara mengenai kemungkinan menghadirkan kembali GBHN,

karena idealnya diatur dalam UUD 1945. Namun ada pendapat yang

menyatakan bahwa apabila menemui kesulitan pengaturan dalam UUD

1945, maka muncul pemikiran bahwa kewenangan membuat GBHN tersebut

diatur dalam UU. Bisa di dalam UU tersendiri, ada UU yang memberikan

penugasan kepada MPR untuk membuat GBHN. Selain langkah tersebut,

bisa juga dengan perubahan UU MD3. Ada penambahan kewenangan dan

tugas MPR terkait dengan membuat GBHN. Jika kewenangan tersebut kita

pahami sebagai turunan dari UUD 1945, karena kewenangan lembaga

negara diberikan oleh UUD 1945. Pertanyaannya adalah mungkin tidak

menambah kewenangan sebuah lembaga negara yang pengaturannya oleh

UU? Hal substansi kewenangan MPR dalam membahas dan memutuskan 9Zain Badjeber, “UUD-MD3 Dengan Perubahannya Menurut UUD NRI Tahun 1945”, makalah disampaikan dalam acara Diskusi Tim penyusunan Naskah Akademik Perubahan UU No. 17 Tahun 2014 Badan Keahlian DPR RI, Jakarta, 21 November 2017.

Page 16: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

16

GBHN adalah analogi MK saat mempunyai kewenangan menyelesaikan

sengketa Pilkada. Kewenangan MK itu diberikan oleh UU dan tidak ada

dalam UUD 1945. Masalahnya tinggal kepada pilihan politik Anggota saja.

MPR yang di masa sebelum reformasi, seperti halnya saat penerapan

sistem politik Orde Baru, MPR merupakan lembaga negara tertinggi. Posisi

demikian dibarengi dengan kewenangannya terkait GBHN yang diserahkan

dan dijalankan oleh Presiden sebagai Mandataris MPR. Tetapi saat itu, posisi

ketatanegaraan MPR demikian, ternyata justru menghasilkan check and

balances antar lembaga negara yang tidak jelas. Bahkan, Soeharto dengan

kekuasaan dan instrumen penggeraknya di perwakilan MPR dan DPR, justru

dominan mengendalikan dinamika politik MPR.10 Dari sisi kaidah hukum

tata negara apakah pas jika UU memberikan kewenangan kepada MPR

untuk membuat GBHN, yang mana produk hukumnya adalah Tap MPR yang

mana lebih tinggi dari UU? Karena sesuai dengan ketentuan UU 12 Tahun

2011, Tap MPR itu ada di atas UU.

Walaupun ada pakar hukum Tata Negara yaitu Prof. Maria Farida

mengatakan sebenarnya Penjelasan Pasal 7 UU 12 Tahun 2011, kalau saja

ada yang Judicial Review pasti gugur. Karena yang membatasi Penjelasan

Pasal 7 UU 12 Tahun 2011 hanya Pasal 2 dan Pasal 4 Tap MPR No. 1 Tahun

2003. Supaya dapat didalami posisi Tap MPR No. 1 Tahun 2003 ini karena

banyak yang belum selesai.

Tap MPR Nomor 3 Tahun 2010 tentang Sumber Hukum dan Tata

Urutan Perundang-Undangan itu mengatur ada UUD 1945, Tap MPR, UU,

Perppu, PP, Perpres. Jadi Perppu ini di bawah UU dan tidak sejajar dengan

UU. Tap ini masuk dalam Pasal 4 Tap MPR No. 1 Tahun 2003 yaitu

kelompok Tap MPR dan Tap MPRS yang tetap berlaku sampai terbentuknya

UU, artinya kalau muncul UU yang menjabarkan Tap No. 3 Tahun 2010

maka Tap ini dianggap telah selesai. Karena amanat Tap ini harus

dijabarkan dalam UU, tidak boleh UU bertentangan dengan Tap yang

mengamanatkan tersebut. Kalau dianggap tidak tepat Perppu di bawah UU,

kan ada sejarahnya mengapa Perppu ditempatkan di bawah UU, ini

merupakan kebiasaan Gus Dur yang pada masanya banyak sekali

mengeluarkan Perppu, ini yang berbahaya.

10Lihat anomali posisi kelembagaan negara demikian,Denny Indrayana, Indonesian Constitutional Reform 1999-2002: An Evaluation of Constitutional Reform 1999-2002, Kompas Publishing, Jakarta, 2008, h. 128.

Page 17: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

17

Gerakan politik untuk melakukan amandemen UUD 1945 semakin

mengemuka pasca pemilu 2014, meskipun sebelumnya sudah muncul

secara sporadis terkait penilaian empat kali amandemen konstitusi yang

sudah dihasilkan. Amandemen UUD 1945 sejak 1998-2001 dianggap masih

belum mampu menghasilkan sistem politik yang kompatibel antara sistem

presidensil yang ingin dibangun dengan proses politik di tingkat

suprastruktur dan infrastruktur. Perwujudan check and balances di antara

kelembagaan yang ada di struktur kenegaraan masih belum secara

maksimal menopang beroperasinya sistem politik yang demokratis ala

pemerintahan presidensil. Lebih jauh dari sekedar penilaian secara general

tatanan kenegaraan, keinginan mewujudkan amandemen UUD 1945 akhir-

akhir ini mengerucut pada dua point spesifik seperti halnya akomodasi

penguatan kewenangan DPD, dan dihidupkannya perencanaan

pembangunan ala GBHN.

Keinginan politik amandemen di atas berjalan dalam konteks yang

dinamis, tidak saja karena posisi kekuatan politik pengusul secara

kelembagaan, tetapi juga kasus yang menimpa elit di lembaga pengusul.

Kasus tertangkapnya Irman Gusman, Ketua DPD, oleh KPK terkait kebijakan

impor gula, menjadi contoh signifikan beberapa waktu lalu, menjadi

kekhawatiran potensi halangan atas unsur penguatan DPD yang dapat

dituangkan secara menyeluruh di dalam agenda amandemen UUD 1945.

Sementara pada posisi lembaga pengusul, kekuatan politik partai melalui

fraksi dengan sejumlah kursi yang ada di DPR, menunjukkan adanya kritik

cukup tajam atas pertarungan ideologis antara kubu konservatif di MPR

dengan kubu progresif masyarakat sipil. Kubu konservatif menilai adanya

ketidaaan orientasi politik yang jelas memandu pembangunan bangsa

Indoensia setelah tidak lagi adanya GBHN, meskipun di saat sekarang

terdapat UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional dan UU No. 17 Tahu 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025. Sedangkan kubu progresif

masyarakat sipil menilai amandemen UUD 1945 perlu dilakukan secara

komprehensif dalam rangka upaya pencapaian kepentingan nasional dan

tidak sekedar berlandaskan pada paham kekuasaan secara partikular

semata.

Pada konteks kubu konservatif, kewenangan DPD dianggap tidak

memadai sebagai lembaga negara untuk melakukan check and balances,

termasuk dalam hal pemberian pertimbangan atas RUU yang menyangkut

Page 18: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

18

kepentingan daerah, dan proses pengangkatan anggota BPK. Keinginan

amandemen kewenangan DPD menjadi sesuatu yang ironis justru ketika

para anggota DPD banyak yang sudah terlanjur merasa dirinya sebagai

“Senator” sebagaimana pada posisi Senator yang memiliki pengaruh kuat di

negara bagian yang diwakilinya. Di samping perkuatan kewenangan DPD,

muatan untuk menghidupkan kembali GBHN juga menjadi sisi berikut dari

keinginan amandemen UUD 1945. PDI P melalui Rakernasnya 10 Januari

2016 misalnya, memunculkan gagasan untuk mendorong pemberlakuan

kembali program Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Megawati

mengatakan PDI P akan berusaha mengembalikan fungsi MPR untuk

mengatur GBHN dan ini merupakan salah satu roh atau spirit dari Pola

Pembangunan Nasional Semesta Berencana dengan keseluruhan proses

yang terjadi di Dewan Perancang Nasional, dapat dihadirkan lagi. Megawati

meyakini, melalui penguatan pembangunan semesta berencana, maka sifat,

tugas, sektor, ruang lingkup dan pembangunan berwatak kesemestaan

dapat disusun secara lebih baik. Termasuk di sini adalah upaya penguatan

kelembagaan perencanaan pembangunan nasional itu sendiri. Sehingga,

melalui GBHN, bangsa Indonesia dinilai akan memiliki konsep dan strategi

pembangunan yang tidak hanya terbatas pada lima tahun usia politik.11

Konstruksi MPR dianggap mencerminkan nilai

permusyawaratan/perwakilan yang tidak hanya mencerminkan pilihan

demokrasi khas Indonesia dalam perspektif prosedural pengambilan

keputusan. Tetapi juga menggambarkan pilihan struktur ketatanegaraan

yang dianut sejak Indonesia merdeka. Dalam Risalah Sidang BPUPKI,

Supomo menjelaskan bahwa “permusyawaratan” dan “perwakilan” adalah

dua konsep yang berbeda dalam UUD 1945. Pertama, musyawarah adalah

pembahasan bersama semua pihak agar tercapai kesepakatan. Kedua,

kedudukan wakil yang dipilih secara langsung atau yang diangkat, untuk

mengambil keputusan. Secara struktural, forum permusyawaratan berbeda

dengan forum perwakilan. Forum permusyawaratan direpresentasikan oleh

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan forum perwakilan oleh Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR).12 Amandemen UUD 1945, di samping

menegaskan kedudukan MPR yang bukan lagi sebagai lembaga negara

11Rakernas PDIP: Megawati Akan Kembalikan Fungsi MPR Atur GBHN”, http://m.tempo. co, diakses 3 Oktober 2016.

12Farouk Muhammad, “Rekonstruksi Makna Permusyawaratan”, Kompa,s 23 Agustus 2016.

Page 19: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

19

tertinggi, juga munculnya DPD, di samping “saudara tua” nya yaitu DPR,

dalam struktur lembaga perwakilan. DPR sebagai lembaga negara diisi oleh

kalangan wakil rakyat yang berasal dari partai politik yang dipilih melalui

pemilu. Demikian halnya, DPD keanggotaannya sebagai wakil rakyat adalah

bersifat perseorangan dengan mewakili kelompok daerah masing-masing. Di

titik proses pemilihannya, DPD dan DPR, keanggotaannya sama-sama dipilih

melalui pemilu.

Adapun kalangan progresif di sebagian publik memandang bahwa

ketika berlangsung tahapan perubahan UUD 1945 (1999-2002) mencatat,

salah satu kesepakatan yang diambil adalah tetap mempertahankan sistem

pemerintahan presidensil. Tidak berhenti sampai disitu, pilihan politik

untuk mempertahankan sistem tersebut diikuti upaya melakukan

pemurnian (purifikasi). Di antara bentuk purifikasi yang dilakukan adalah

mengubah pemilihan secara paket presiden dan wakil presiden dari dipilih

lembaga perwakilan, yaitu melalui MPR, menjadi pemilihan langsung oleh

rakyat.13 Sehingga, kalau kemudian keinginan amandemen nanti di

arahkan pada penggunaan kembali model GBHN, maka ada hal yang perlu

dicermati lebih lanjut. Substansi yang perlu dicermati itu adalah bagaimana

menempatkan GBHN dalam proses pemilihan presiden secara langsung oleh

rakyat? Jika disusun sebelum proses pemilihan, maka hampri dipastikan

semua calon hanya perlu menyampaikan dalam kampanye bhawa jika

terpilih, mereka sekedar melaksanakan yang telah digariskan dalam GBHN.

Sebaliknya, apabila disusun setelah pemilihan presiden, point substansi

GBHN lebih banyak mengakomodasi janji-janji pasangan presiden/wapres

saat kampanye. 14

Alternatif bagi perlunya panduan pembangunan tanpa harus terjebak

pada kalander politik, di antaranya adalah memperbaiki kelemahan pada

sistem perencanaan pembangunan nasional. Sehingga, kalau langkah ini

dilakukan tidak perlu sampai melakukan amandemen UUD 1945. Atau

kalaupun amandemen UUD 1945 dilakukan, maka ini dengan memasukkan

prinsip-prinsip dan arah pembangunan nasional dalam konstitusi. Saldi

Isra mencatat, pilihan model ini diadopsi oleh Pasal 11 Konstitusi Filipina

(1987) yang secara eksplisit memuat “Declaration of Principles and State

13Saldi Isra, “Wacana Menghidupkan GBHN”, Kompas, 12 Januari 2016.

14Ibid.

Page 20: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

20

Politics”.15 Arah amandemen UUD 1945 dilandaskan pada penegakkan

kedaulatan rakyat dengan mengarahkan reposisi kekuatan politik dan

kelembagaan negara dalam konteks yang tidak partikular kelompok semata,

serta benar-benar bertujuan bagi kemaslahatan bersama.

1. Lembaga Perwakilan

Secara teoritis, konteks lembaga perwakilan dimulai dari

perkembangan masyarakat yang semakin maju. Pengelompokan semakin

besar, dengan demikian diperlukan sebuah lembaga untuk melindungi dan

mengatur. Filsuf Ibnu Khaldun menyatakan bahwa adanya organisasi

kemasyarakatan (ijtima’I wa! Insani) adalah sebuah keharusan.16 Sementara

Aristoteles menyebut bahwa perkumpulan masyarakat yang nantinya

menjadi negara itu merupakan suatu persekutuan hidup secara politis, atau

disebut he koinona politika.17

Sejalan dengan pemikiran awal Aristoteles tersebut pada

perkembangan kondisi politik Eropa pada masa itu telah melahirkan

beberapa pemikir terkenal, beberapa di antaranya antara lain Thomas

Hobbes, John Locke, dan J.J. Rousseau.18 Meski sebenarnya terdapat

perbedaan prinsipil dari ketiganya. Utrecht menyatakan bahwa banyak hal

yang membedakan pemikiran awal Aristoteles tersebut dengan pemikiran

tokoh-tokoh lainnya.

Pada masa Aristoteles, konsep negara masih sangat sederhana (polis),

sedangkan perkembangan pemikiran pada masa Eropa pertengahan lebih

didasarkan pada perkembangan masyarakat pada masa itu yang sedang

menggeliat ke arah demokrasi. Locke misalnya menjamin negara kerajaan

konstitusional harus memberikan jaminan mengenai hak-hak dan

kebebasan pada manusia (life, liberty, healthy, and prosperity). Rousseau

menyatakan bahwa negara bersifat perwakilan rakyat, dan selayaknya

dalam sebuah negara demokrasi, rakyatlah yang berdaulat. Konsep

pengakuan hak rakyat ini melahirkan konsep non-derogable right. Agak

berbeda dengan kedua pendapat tersebut, Hobbes menyakini bahwa negara

15Saldi Isra, “GBHN dan Perubahan Konstitusi”, Kompas, 23 Agustus 2016.

16 Ibnu Khaldun, Mukaddimah, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2000, hal. 71.

17 Drs. Teuku May Rudy, SH, MA, MIK, Pengantar Ilmu Politik, Eresco, Bandung, 1993, hal. 30.

18 Dalam Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1999.

Page 21: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

21

harus absolut (tidak terbatas). Perjanjian yang dilakukan berarti penyerahan

secara absolut hak rakyat kepada negara.19

Pemikiran tersebut di atas telah melahirkan pandangan dasar

mengenai demokratisasi negara. Konsep ini sejalan dengan perkembangan

sosial-budaya masyarakat yang pada akhirnya melahirkan teori demokrasi

representatif.20 Perkembangan yang terjadi saat ini tidak memungkinkan

rakyat berkumpul untuk menentukan keinginannya setiap saat. Konsep

direct democracy yang digunakan sebagai bentuk pemerintahan dimana hak

untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung

oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur-prosedur

mayoritas, karena faktor populasi penduduk yang tidak memungkinkan

dilakukan pada satu tempat dan pada suatu saat, sehingga harus dicari

pemecahan masalahnya, yaitu dengan konsep demokrasi pewakilan rakyat

atau disebut juga demokrasi representatif yang hampir dilakukan di setiap

negara modern pada saat ini.

Perkembangan demokrasi representatif ini mengalami perkembangan

yang panjang mulai dari konsep Yunani Kuno hingga ke jaman Romawi

Kuno. Peradaban Romawi-lah yang mengemukakan konsep baru yaitu Senat

sebagai perwakilan yang berfungsi sebagai pengawas dan Caesar sebagai

pemegang kekuasaan eksekutif dan perwakilan rakyat di bidang

pemerintahan. Konsep dan imbas peradaban Romawi ini menjalar ke

seantero Eropa dengan munculnya negara-negara monarki yang menjadikan

1 (satu) orang sebagai raja yang menjadi pusat pemerintahan. Pola

penyerahan kewenangan mengatasnamakan rakyat dari rakyat ke lembaga

negara ini lebih merupakan konsep monarki absolut karena lembaga negara

mempunyai otoritas untuk memerintah rakyat.21

Menurut Robert Paul Wolf, peran lembaga negara yang

mengatasnamakan negara itu, diartikan sebagai “suatu kelompok orang

19 Solly Lubis, Ilmu Negara, Manda Maju, Bandung, 1989, hal. 35.

20 Jimly Asshidiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, hal. 70.

21 Bandingkan pandangan kaum Marxis terhadap Negara. Kaum Marxis menganggap bahwa negara adalah alat penguasa. Lebih lanjut dalam dilihat dalam Arif Budiman, Teori Negara: Negara, Kekuasaan, dan Ideologi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.

Page 22: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

22

yang mempunyai otoritas tertinggi dalam wilayah tertentu terhadap

penduduk tertentu.”22

Kekuasaan yang besar diberikan oleh negara menjadi masalah jika

ternyata tidak digunakan sebagai sarana mensejahterakan masyarakat dan

bagaimana kekuasaan tersebut dapat dikoreksi. Kekuasaan negara sudah

terlanjut besar, sedangkan kekuasaan rakyat sangat kecil. Karena itu, harus

ada kekuatan besar yang merupakan representasi rakyat dalam mengontrol

negara. Pada perkembangannya muncullah teori-teori kedaulatan yang

mencoba merumuskan siapa dan apakah yang berdaulat dalam suatu

negara.23

Menurut Laski, negara modern adalah negara yang mempunyai

kedaulatan. Hal ini dimaksudkan sebagai independensi dalam menghadapi

komunitas lainnya. Hal ini akan mempengaruhi substansi yang diperlukan

dalam kekuasaan internal dan kekuasaan eksternal. Lebih jauh, merupakan

kekuasaan yang tertinggi di wilayahnya…(“the modern state is a sovereign

state. It is, therefore, independent in the face of other communities. It may

infuse its will towards them with a substance which need not be affected by

the will of any external power. It is, moreover, internally supreme over the

territory that it control”).24 Dalam pandangan Laski, kedaulatan merupakan

keharusan yang dimiliki oleh negara yang ingin independen atau merdeka

dalam menjalankan kehendak rakyat yang dipimpinnya. Sehingga,

kedaulatan merupakan hal yang mempengaruhi seluruh kehidupan

bernegara.

Hal senada diungkapkan oleh Jean Bodin yang dikenal sebagai bapak

teori kedaulatan yang merumuskan bahwa: Suatu keharusan tertinggi

dalam suatu negara, dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan

merupakan ciri utama yang membedakan organisasi negara dari organisais

yang lain di dalam negara. Karena kedaulatan adalah wewenang tertinggi

yang tidak dibatasi oleh hukum daripada penguasa atas warga negaranya

dan orang-orang lain dalam wilayahnya.”25

Pada perkembangan berikutnya, prinsip-prinsip kedaulatan tersebut

dirumuskan secara berbeda-beda disesuaikan dengan konsep negara dan

pemerintahan yang berlaku. Setidaknya terdapat 5 (lima) bentuk kedaulatan

22 Carol C. Gould, Demokrasi Ditinjau Kembali, PT Tiara Wacara Yogya, Yogyakarta, 1993, hal. 229.

23 Ibid. hal. 154. 24 Harold J. Laski, A Grammer of Politics, George Allen & Unwin Ltd, London, 1938,

hal. 44. 25 Padmo Wahjono, Imu Negara, In Hill Co, Jakarta, 1996, hal. 153.

Page 23: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

23

yang dapat dijumpai, yaitu Kedaulatan Tuhan; Kedaulatan Raja; Kedaulatan

Rakyat; Kedaulatan Negara; dan Kedaulatan Hukum.

Kedaulatan Tuhan. Menurut teori ini, kekuasaan yang tertinggi ada

pada Tuhan, sehingga titik berat paham kedaulatan didasarkan pada agama.

Teori-teori teokrasi dijumpai bukan hanya di dunia Barat namun juga di

Timur. Dikatakan bahwa kekuasaan tertinggi ada pada Tuhan. Negara

merupakan ciptaan Tuhan dan raja adalah wakil dunia. Apabila pemerintah

negara itu berbentuk kerajaan (monarki) maka dinasti yang memerintah

dianggap turunan dan mendapat kekuasaannya dari Tuhan. Sebagai contoh,

Tenno Heika di Jepang dianggap sebagai turunan dari Dewa Matahari.

Kedaulatan Raja. Teori kedaulatan menyatakan bahwa kekuasaan

yang tertinggi pada pada raja dan kekuasaan mutlak pada raja/penguasa.26

Negara adalah raja. L’etat cest moi, yang diungkap oleh Louis XVI yang

menjadi sumbu pemicu dari Pergerakan Revolusi Perancis.

Kedaulatan Rakyat. Teori ini lahir dari reaksi pada kedaulatan raja.

Bapak ajaran ini adalah JJ. Rousseau yang pada akhirnya menjadi inspirasi

Revolusi Perancis.27 Teori ini menjadi inspirasi banyak negara termasuk

Amerika Serikat dan Indonesia, dan dapat disimpulkan bahwa trend dan

simbol abad 20 adalah tentang kedaulatan rakyat. Menurut teori ini,

rakyatlah yang berdaulat dan mewakilkan atau menyerahkan kekuasaannya

kepada negara. Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan

yang diberikan pada pemerintah, ataupun lembaga perwakilan. Tetapi

karena pada saat dilahirkan teori ini banyak negara yang masih menganut

sistem monarki, maka yang berkuasa adalah raja atau pemerintah.

Bilamana pemerintah ini melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan

kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah itu.

Kedaulatan rakyat ini didasarkan pada kehendak umum yang disebut

Rousseau sebagai “vol onte generale”.28 Apabila Raja memerintah hanya

sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh di tangan rakyat dan tidak

dapat dibagikan kepada pemerintah itu.

Kedaulatan Negara. Teori ini juga sebagai reaksi dari kedaulatan

rakyat, tetapi melangsungkan teori kedaulatan raja dalam suasana

kedaulatan rakyat. Menurut paham ini, negaralah sumber dalam negara. 26 Soetiksno, Filsafat Hukum Bagian 2, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2003, hal. 59.

27 Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1980, hal. 121.

28 Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negeri Barat, Mizan, Jakarta, 1999, hal. 162.

Page 24: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

24

Dari situ negara (dalam arti governement atau pemerintah) dianggap

mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty, dan prosperity dari

warganya. Warga negara bersama-sama hak miliknya tersebut, dapat

dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara. Mereka taat kepada

hukum tidak karena suatu perjanjian tapi karena itu adalah kehendak

negara. Hal ini terutama diajarkan oleh mazhab Deutsche Publizis ten Schule,

yang memberikan konstruksi pada kekuasaan Raja Jerman yang mutlak,

pada suasana teori kedaulatan rakyat. Kuatnya kedudukan raja karena

mendapat dukungan yang besar dari 3 (tiga) golongan, yaitu Armee

(angkatan perang); Junkertum (golongan industrialis); dan Birokrasi (staf

pegawai negara). Dengan demikian rakyat tidak mempunyai kewenangan

apa-apa dan tidak memiliki kedaulatan. Tetapi wewenang tertinggi tersebut

berada pada negara. Sebenarnya negara hanyalah alat, bukan yang memiliki

kedaulatan. Jadi, ajaran kedaulatan negara ini adalah penjelmaan baru dari

kedaulatan raja. Karena pelaksanaan kedaulatan adalah negara, dan negara

adalah abstrak, maka kedaulatan ada pada raja.29

Teori Kedaulatan Hukum. Teori ini timbul sebagai penyangkalan

terhadap teori kedaulatan negara yang dikemukakan oleh Krabbe. Teori ini

menunjukkan kekuasaan yang tertinggi tidak terletak pada raja (teori

kedaulatan raja) juga tidak pada negara (teori kedaulatan negara), tetapi

berada pada hukum yang bersumber pada kesadaran hukum pada setiap

orang.30 Menurut teori ini, hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit

dari kesadaran hukum manusia. Hukum merupakan sumber kedaulatan.

Kesadaran hukum inilah yang membedakan mana yang adil dan mana yang

tidak adil.31 Teori ini dipakai di Indonesia dengan mengubah UUD-nya, dari

konsep kedaulatan rakyat yang diwakilkan menjadi kedaulatan hukum.

Kedaulatan hukum tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Negara RI Tahun

1945 “Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan oleh Undang-

Undang Dasar”.

Pada tingkat implementasi, muncullah berbagai teori tentang

bagaimana seharusnya dalam menjalankan kedaulatan. Paham ini akhirnya

pada jaman modern ini banyak dianut oleh banyak negara. Paham yang

sering dianggap lebih demokratis didasarkan pada pemerintahan yang 29 Padmo Wahjono, op.cit., hal. 156.

30Ibid.

31 M. Solly Lubis, op.cit., hal. 41.

Page 25: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

25

berdasarkan rakyat. Paham demokrasi ini kemudian berkembang menjadi 2

(dua) teori, yaitu Teori Demokrasi Langsung dan Teori Demokrasi Tidak

Langsung.32

Teori Demokrasi Langsung (Direct Democracy) yaitu kedaulatan

rakyat dapat dilakukan secara langsung dalam arti rakyat sendirilah yang

melaksanakan kekuasaan tertinggi yang dimilikinya. Sedangkan Teori Demokrasi Tidak Langsung (Representatives Democracy) memandang

bahwa representasi diperlukan bagi eksistensi otoritas politik di samping

beberapa hal pokok lainnya. Bagi para ahli politik tentang kekuasaan,

paham ini sangat tergantung pada beberapa tuntutan lain dan biasanya

berhubungan dengan konstitusionalisme; pembatasan kekuasaan

pemerintah dan kebebasan politik warga negara.33

Teori Rosseau mengenai Demokrasi Perwakilan menyatakan bahwa

rakyatlah yang berdaulat dan kemudian mewakilkan kedaulatannya kepada

suatu lembaga yaitu pemerintah (siapa yang memerintah untuk

menjalankan kedaulatan tersebut). Konsep demokrasi rakyat seperti ini

menjadi suatu hal yang diminati pada saat Renaissance34 dan menjadi

konsep yang sering dipakai pada saat ini.

Kemudian perkembangan lembaga perwakilan di duniapun menjadi

beragam dan berkembang. Hal ini sesuai dengan tuntutan zaman dan

dilekatkan pada kekuasaan membuat undang-undang.35 Akan tetapi hal ini

membawa kekhawatiran tentang kekuasaan yang diberikan kepada satu

lembaga. Seperti yang dikemukakan Montesquieu:

When the legislative and executive powers are united in the same persons or body, there can be no liberty, because apprehensions may arise lest the same monarch or senate should enact tyrannnical laws, to enforce them in tyrannical manner. Were the power of judging joined with the legislature, the life and liberty of the subject would then be exposed to arbitrary control, for the judge would then be the legislator. Were it joined to the executive power, the judge might behave with all the violence of an opressor.36

32 Jimly Asshiddiqie, op.cit., hal. 70. 33 April Carter, Otoritas dan Demokrasi, CV Rajawali, Jakarta, 1985, hal. 65. 34 Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat kepada

kesusastraaan dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama Abad Pertengahan telah disisihkan. Aliran ini membelokkan perhatian yang tadinya semata-mata diarahkan kepada tulisan-tulisan keagamaan ke arah soal-soal keduniawan dan mengakibatkan timbulnya pandangan-pandangan baru.

35 A.V. Dicey, Introduction To The Study of Law of The Constitution, Mc. Millan Education Ltd., London, 1959, hal. lxi.

36 Harold J Laski, A Grammar Of Politics, George Allen & Unwin LTd, London, 1938. h. 297. secara bebas dapat diterjemahkan: “Ketika kekuasaan legislatif dan eksekutif bersatu dalam satu orang atau lembaga, berarti kemungkinan akan tidak ada kebebasan,

Page 26: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

26

Pada perkembangannya, konsep lembaga perwakilan menjadi beragam

sesuai dengan perkembangan sosial politik yang terjadi di masyarakat.

Namun demikian, tugas dan wewenang dari lembaga perwakilan tersebut

dapat dikelompokkan menjadi: 1. Sebagai lembaga perwakilan rakyat yang

mengawasi jalannya pemerintahan yang dilakukan oleh pemegang

kekuasaan eksekutif agar kekuasaan pemerintah tidak menindas rakyat

sehingga kekuasaan tidak dijalankan secara sewenang-wenang;37 2.

Sebagai pemegang kekuasaan legislatif untuk menjalankan keinginan

rakyat. Dan diinterprestasikan dalam undangundang dan juga sebagai

pembuat Undang-Undang Dasar (supreme legislative body of some nations).38

2. Sistem Perwakilan di Indonesia

Desain lembaga perwakilan Indonesia saat ini diberikan nama yang

berbeda-beda oleh beberapa pihak. Dalam pandangan Jimly Assidiqie,

desain lembaga perwakilan di Indonesia disebut sebagai soft bicameralism.39

Sekalipun gagasan soft bicameralism tersebut juga tidak begitu kentara,

yang dibuktikan dengan beberapa ciri seperti DPD tidak diberi kewenangan

legislatif karena DPD tidak mempunyai hak untuk ikut dalam pengambilan

keputusan; keanggotaan MPR merupakan keanggotaan perorangan bukan

kelembagaan; MPR mempunyai kewenangan-kewenangan sendiri dan

pimpinan sendiri sehingga merupakan institusi tersendiri dan memiliki

pimpinan tersendiri, yang mengakibatkan struktur Parlemen Indonesia

dapat dikatakan tricameralism (tiga kamar).

karena kesanggupan akan muncul dengan membuat perundang-undangan yang tiran dan dilakukan oleh pemerintahan monarki atau senat, dan lembaga tersebut akan berbuat tirani .............................. Dan ketika kekuasaan mengadili bersatu dengan legislatif, maka kehidupan dan kebebasan dari pengadilan tersebut akan kemudian terkena kontrol yang sepihak dimana hakim tersebut menjadi legislatif. Dan ketika kekuasaan mengadili digabung dengan kekuasaan eksekutif, maka hakim mungkin akan bertindak dengan segala kekerasan sebagai penindas”.

37 Lawrence Dood, Coalitions in Parliamentary Government, Princeton University Press, New Jersey, 1976, h.16

38 Bryan A Garner (ed in chief), Black’s Law Dictionary , sevent edition,West Group, St Paul, Minn, 1999

39 Jimly Assidiqie, “Organ Negara dan Pemisahan Kekuasaan” dalam Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, MKRI dan Pusat Studi HTN FH UI, 2004, hal. 150.

Page 27: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

27

Komisi Konstitusi memberikan istilah pola parlemen yang asimetrik.40

Disebut asimetrik karena sistem pemilihan, jumlah anggota, wewenang

masing-masing lembaga, mekanisme pengambilan keputusan dan hubungan

interkameral pada umumnya. Akibatnya, pelembagaan perwakilan daerah

(spatial representation) dilandasi adanya pembentukan DPD yang tidak

setara (asimetrik).

Bagir Manan41 mengemukakan istilah dua kamar (bikameral) untuk

menggambarkan sistem perwakilan Indonesia. Hal ini didasarkan pada

gagasan pembentukan DPD melalui Amandemen UUD 1945. DPR dan DPD

digambarkan serupa dengan sistem perwakilan seperti yang berlaku di

Amerika Serikat42 yang terdiri dari Senate sebagai perwakilan negara bagian

(DPD) dan House of Representatives sebagai perwakilan seluruh rakyat

(DPR). Selain itu, kehadiran DPD dianggap sebagai sebuah lembaga yang

ikut serta dalam jalannya politik dan pengelolaan negara.

Ide dasar penempatan kedua lembaga tersebut sebagai lembaga

perwakilan juga didasarkan pada konteks pemisahan kekuasaan (separation

of power). Pemisahan kekuasaan pada dasarnya merupakan doktrin

pemerintahan yang bertujuan untuk melindungi kebebasan dan

memfasilitasi pemerintahan yang baik (good governance).43 Karena itu,

pemisahan kekuasaan dapat dipahami sebagai doktrin konstitusional atau

doktrin pembatasan pemerintahan dengan membagi kekuasaan menjadi

cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Tugas kekuasaan

legislatif adalah membuat undang-undang (hukum), kekuasaan eksekutif

adalah menjalankan hukum tersebut, dan kekuasaan yudikatif bertugas

menafsirkan hukum tersebut. Masing-masing cabang kekuasaan tersebut

harus saling mengontrol dan mengimbangi satu sama lain (check and

balances).

40 Komisi Konstitusi, Kajian Terhadap Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, sebuah makalah.

41 Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L, DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru, FH UII Press, 2003, hal. 53.

42 Pasal 1 ayat (1) Konstitusi Amerika Serikat (1778) menyatakan “All legislative powers herein granted shall be vested in a Congress of the United States, which shall consist of a Senate and House of Representatives.

43 Agus Wahyudi, “Doktrin Pemisahan Kekuasaan: Akar Filsafat dan Praktek”, dalam Jentera Edisi 8 Tahun III, Maret 2005.

Page 28: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

28

Prinsip pengejawantahan kedaulatan rakyat dan pemisahan

kekuasaan juga terlihat dalam kaitannya dengan lembaga MPR. Jika

sebelumnya MPR ditempatkan sebagai penjelmaan seluruh rakyat dan

sebagai lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan tidak terbatas sehingga

kekuasaan rakyat akhirnya dibagi-bagikan secara vertikal ke dalam

lembaga-lembaga tinggi negara di bawahnya (vertical hierarkie). Pada saat ini

MPR ditempatkan sederajat dengan lembaga-lembaga negara yang lain.

Kekuasaan tertinggi berada di dalam UUD yang diserahkan kepada lembaga-

lembaga negara menurut fungsi-fungsinya (horizontal functional).

Dalam kaitan tersebut, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD 1945) belum menempatkan kekuasaan lembaga-lembaga negara

sebagaimana mestinya. Jalinan konstitusional antarcabang kekuasaan tidak

secara tegas dilaksanakan.44 Sebagai contoh, untuk melaksanakan sistem

presidensiil murni sebagaimana dimuat dalam UUD 1945, tidak diimbangi

dengan mekanisme check and balances dari lembaga legislatif. Sistem

presidensiil murni yang kita anut ditandai dengan adanya pemilihan

presiden secara langsung; kekuasaan presiden fixed term; dan presiden

berkedudukan sebagai kepala negara (head of state) sekaligus sebagai kepala

pemerintahan (chief executive). Sementara itu, penguatan dari sisi legislatif

hanya dalam hal-hal yang berhubungan dengan legislasi (dengan

memberikan kekuasaan membentuk UU kepada DPR), tetapi tidak

menjangkau upaya mengakomodasi kepentingan daerah yang lebih luas

dalam tataran pengambilan kebijakan nasional.

Konsep lembaga perwakilan (representative institution) merupakan

lembaga yang mewakili rakyat dalam melaksanakan fungsi-fungsinya. Hal

ini didasari karena adanya tujuan dari negara untuk menjalankan

ketertiban dan keamanan serta mewujudkan keadilan dan kemakmuran

bagi warga negaranya. Hadirnya DPD seharusnya mampu memperkuat

lembaga perwakilan di Indonesia.

Kekuasaan kehakiman telah ditempatkan secara independen dan

merdeka, seluruh cabang-cabang kehakiman ditempatkan di bawah

Mahkamah Agung dan juga dihadirkan Mahkamah Konstitusi sebagai

pemegang kekuasaan judicial review. Sejalan dengan perubahan dalam UUD

1945, struktur lembaga parlemen di Indonesia juga mengalami perubahan.

44 PSHK, Naskah Akademik RUU MD3, Jakarta, 2012, hal. 14.

Page 29: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

29

Desain sistem perwakilan di Indonesia merupakan kebutuhan untuk

mengakomodasi perkembangan demokrasi di tanah air.

3. Perbandingan Negara Lain Mengenai Badan Legislatif Bikameral Secara teoritik dapat dikatakan bahwa dalam sebuah negara yang

demoratis setiap warga negara dan unit-unit politik harus diwakili dan

terwakili. Badan-badan perwakilan tersebut lazim disebut parlemen. Salah

satu isu yang paling fundamental adalah penentuan berapa jumlah “kamar”

dalam parlemen tersebut dan bagaimana proses pengambilan putusan serta

proses legislasi yang diemban oleh parlemen tersebut.45 “Kamar-kamar”

dalam Parlemen tersebut dapat berjumlah “satu”, “dua”, “tiga”, atau

“empat”.

Desain parlemen, pada dewasa ini cenderung ke arah Badan Legislatif

yang terdiri atas dua majelis, yang biasanya susunannya menjadi majelis

rendah (dengan berbagai nama seperti House of Representatives, House of

Commons, Chamber of Deputies, Federal Assembly, dan sebagainya) dan

Mejelis Tinggi (dengan berbagai nama seperti Senate, House of Lord dan

sebagainya).46

Dari pengamatan menyeluruh, terdapat sejumlah konteks

perkembangan dan kebutuhan politik yang melatari gejala tumbuh

suburnya sistem bikameral tersebut. Secara umum, hal itu terkait dengan

tuntutan perwakilan wilayah (daerah otonom atau negara bagian) di

panggung kekuasaan nasional (model Amerika Serikat) dari pada karena

motif untuk melestarikan privelese politik dari suatu kelas sosial tertentu

(model Inggris) yang semakin terasa kurang relevan dalam konteks

perubahan sosio-politik kontemporer. Dalam arus semacam itu, Forum

Senat Dunia (“Forum of the World ’s Senate”), di dalam pertemuan

internasionalnya di Paris, 14 Maret 2000, mencatat sejumlah alasan seperti

yang diringkas berikut ini.47 Pertama, menguatnya arus devolusi dan

desentralisasi kekuasaan di banyak negara, yang diikuti tuntutan

45 Lihat pada Pendahuluan yang ditulis oleh Samuel C. Patterson dalam ”Senate, Bicameralism in The Comtempory World”, Ohio State University, USA, hal. 1.

46 Mengenai macam-macam bicameralism, lihat “Parliament and Congresses, Concentration Versus Division of Legislative Power” dalam Arend Lijphart, 1999, “Patterns of Democracy”, Chapter 11, Yale University Press.

47 Institute For Local Government, Mengenal DPD-RI Sebuah Gambaran Awal, ILG, Jakarta, 2006, hal 11.

Page 30: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

30

akan akomodasi kepentingan mereka lewat perwakilan independen di level

kekuasaan nasional (pusat); kedua, proses demokratisasi dan konsolidasi

yang menuntut keterlibatan semua komponen kekuatan dalam suatu

negara melahirkan kebutuhan akan sistem parlemen bikameral sebagai

formula akomodasi dan faktor kohesif untuk menjamin suatu stabilitas transisi

yang sedang berlangsung; ketiga, kecenderungan terbentuknya sistem

majority-rule dalam first/lower chamber menuntut kehadiran sistem

bikameral sebagai mekanisme separasi kekuasaan, penyeimbang dan

pemecah oligarki politik yang potensial terbentuk; dan keempat, berbeda dari

anggapan umum, sistem bikameral dihadirkan sebagai penjamin efisiensi

dalam proses legislasi lewat fungsinya dalam menguji setiap proposal

kebijakan dan mereview aturan yang dibuat oleh first/lower chamber.

Perbedaan dalam hal faktor dominan (di antara berbagai faktor di

atas), atau perbedaan dalam perjalanan sejarah dan latar belakang sosial

politik yang lain tentu membuat opsi rancangbangun parlemen bikameral

(khususnya menyangkut second/upper chamber) setiap negara sedikit banyak

juga berbeda. Untuk melihat variasi yang ada, dua contoh utama berikut

bisa dilihat. Pertama dari segi struktur kelembagaan, dengan

melihat metoda nominasi/ sistem pemilihan anggota second/upper chamber,

besaran jumlah dan masa kekuasaan, dan jenis keterwakilan. Kedua, dari

segi isi kewenangannya sendiri, yakni dengan melihat kesetaraan maupun

kesenjangan kuasa legislatif antara kedua kamar parlemen dan

kekuasaan ekstra-lkegislatif yang dimiliki oleh second/upper chamber.48

Secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:

Pertama, Metode nominasi/sistem pemilihan para anggota

second/upper chamber. Terdapat 3 variasi metode pemilihan, yakni (A)

semua anggota dipilih (elected), baik secara langsung oleh raky at/direct

suffrage (21 negara seperti Australia, Bolivia, Brazil dan Amerika Serikat), secara tidak

langsung/indirect suffrage oleh otoritas lokal tertentu (16 negara seperti

Afrika Selatan, Austria dan Ethiopia oleh legislatif provinsi, Federasi Rusia

oleh badan legislatif dan eksekutif Negara Bagian dan Gabon oleh

perwakilan otoritas lokal/komune) atau gabungan antara pemilihan oleh

otoritas lokal dan pemilihan oleh rakyat (Spanyol dan Belgia). (B) metode

gabungan, di mana sebagian dipilih (elected) baik secara langsung oleh 48 Ibid, hal 11-20, atau temukan juga dalam “Parliament and Congresses, Concentration Versus Division of Legislative Power” dalam Arend Lijphart, “Patterns of Democracy”, Chapter 11, Yale University Press, 1999.

Page 31: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

31

rakyat (seperti Chili dan Italia) maupun tidak langsung melalui institusi

politik tertentu (seperti Algeria, Irlandia dan Kazakhstan) dan sebagian

lainnya diangkat (appointed). Pada umumnya jumlah bagian yang dipilih

lebih banyak dibanding yang diangkat seperti 114 anggota dipilih dan 96

anggota diangkat di Algeria , 324 berbanding 315 di Italia, 60 berbanding 49

di Irlandia, dll. (C) semua anggota diangkat (appointed), terdapat di 14

negara, umumnya terjadi pada negara-negara transisi demokrasi seperti

Yordania dan Kamboja.

Kedua, Jumlah anggota dan masa jabatan. (A) Secara umum,

jumlah anggota second/upper chamber terbatas dan terbilang kecil jika

dibanding dengan jumlah anggota first/lower c h a m b e r . D i l u a r

I n g g r i s y a n g j u m l a h a n g g o t a firs t/lowerchamber. Di luar Inggris

yang jumlah anggota House of Lords-nya amat besar sebagai kasus khusus,

Italia, India, Spanyol, Jepang, Thailand, Mesir dan Morocco adalah

sedikit contoh negara yang memiliki anggota second/upper chamber besar,

antara 240 sampai 329 orang. Sementara mayoritas negara lainnya rata-rata

memiliki anggota sekitar 100 atau bahkan lebih kecil lagi. Di 27 negara

yang pada umumnya berpenduduk sedikit atau wilayah kecil, jumlah

anggota senatnya 19 orang atau kurang; sejumlah sedikit negara

memiliki anggota antara 20-50 orang, seperti Filipina (24), Bolivia (27),

Uruguay (30), Paraguay (45), dan Chili (47); 22 negara memiliki jumlah

anggota antara 50-109 seperti Jerman, Belanda, Belgia, Malaysia, Kamboja,

Nepal, dst. (B) Sementara dalam hal masa jabatan, secara umum adalah

sekitar 4 sampai 6 tahun (terdapat 13 negara bagian dengan masa jabatan 4

tahun, 22 negara dengan masa jabatan 5 tahun, dan 17 negara dengan masa

jabatan 6 tahun), namun 3 negara kurang dari 3 tahun (Bosnia 2 tahun,

Burkina Faso dan Malaysia 3 Tahun) dan 3 negara lainnya sekitar 9 tahun

(Perancis, Moroko dan Liberia);

Ketiga, Jenis Keterwakilan. Pada dasarnya, peran yang menjadi

misi keberadaan second/upper chamber adalah perwakilan atas kelompok

kekuatan sosial/unit teritorial yang berbeda dalam masyarakat/negara dan

pencarian keseimbangan politik dalam sistem legislatif secara keseluruhan.

Dalam kerangka itu, sekurang-kurangnya terdapat 3 jenis keterwakilan,

yakni (A) sebagai perwakilan organisasi/ level teritorial pemerintahan, yang

terlihat pada National Council of Provinces di Afrika Selatan, Federation

Council di Rusia, federal Council di Ethiopia yang para anggotanya dipilih

Provincial Council, atau senat di Brazil yang mewakili negara-negara

Page 32: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

32

bagian. (B) sebagai perwakilan organisasi profesi atau kelompok sosial,

seperti para anggota Chamber of Councillors di Moroko yang

sebagiannya dipilih (sebagiannya lagi oleh otoritas lokal) dan dipekerjakan

oleh badan-badan profesional, senat di Irlandia yang para anggotanya

dinominasi oleh dewandewan lokal dan dipilih oleh berbagai universitas

berdasarkan keanggotaan mereka di suatu lembaga profesional, dan anggota

Chamber of Representatives di Burkina Faso yang dipilih oleh serikat

pekerja, federasi perempuan, asosiasi desa dan berbagai kelompok sosial

lainnya. (C) sebagai perwakilan elite tradisional, yang umumnya terdapat di

negara-negara Afrika, di mana para pemimpin suku atau tokoh adat yang

merasa terpinggirkan sejak masa kemerdekaan menuntut hak perwakilan

dalam parlemen. Senat di Mauritania, Council of Chiefs di Botswana

dan negara-negara lain seperti Libanon mengakomodasi tuntutan tersebut,

dengan bahkan menciptakan kamar perwakilan tersendiri bagi mereka.

Semuanya ini menyerupai model House of Lords di Inggris.

Keempat Bobot kekuasaan legislatif kedua kamar. Kalau dibuat

neraca timbang, bobot kekuasaan legislatif (ihwal inisiatif legislatif dan

kewenangan mengamandemen) antara kedua kamar (first/lower chamber dan

second/upper chamber) di kebanyakan negara adalah setara, namun

senjang di sebagian kecil lainnya. (A) bobot kekuasaan setara dalam hal,

pertama, inisiatif legislatif, di mana terdapat 33 negara (seperti Amerika

Serikat, Australia, Brazil, dll) yang memiliki bobot kekuasaan setara secara

penuh; dan kedua, kekuasaan mengamandemen, hampir semua negara

memberikan masing-masing kamar parlemen bobot otoritas penuh

dalam merubah usulan legislasi dari kamar yang lainnya, kecuali di sedikit

negara (Kamboja, Krygstan dan Belanda) sama sekali tidak memberikan

otoritas tersebut bagi second/upper chamber-nya. (B) bobot kekuasaan

senjang, dengan dua jenis: pertama, kekuasaan terbatas dan lebih kecil

bagi second/upper chamber, terdapat negaranegara Anglo-Saxon seperti

Antiqua, Bahamas, Barbados dan negara Karibian lainnya dengan adanya

restriksi kewenangan menyangkut legislasi fiskal. Bahkan pada level

ekstrim, second/upper chamber hanya berperan sebagai lembaga

konsultatif dengan tidak terlibat dalam pembahasan dan pengambilan

keputusan namun hanya memberi pandangan/nasihat atas isi kalau dirasa

perlu (kasus Burkina Faso, Mesir, Slovenia dan Botswana). Kedua,

kekuasaan lebih besar lagi second/upper chamber menyangkut

sejumlah bidang legislasi tertentu, seperti hak persetujuan mutlak dari

Page 33: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

33

Bundesrat Jerman bagi setiap rencana legislasi yang mengatur persoalan

Lander, hak veto National Council Afrika Selatan atas semua aturan yang

mempengaruhi kehidupan propinsi, atau kekuasaan memutuskan pada

tingkat akhir bagi senat Belgia atas legislasi terkait ratifikasi perjanjian

internasional, kerja sama antara negara federal dengan negara bagian dan

organisasi yudisial. Varian lebih lunak dari ini adalah, kewenangan

second/upper chamber sebagai the last resort/last world namun dengan

persetujuan mayoritas para anggotanya (kasus Rusia dan Jepang) atau

bisa dianulir oleh first/lower chamber dengan dukungan persetujuan

mayoritas anggotanya (kasus Algeria dan Paraguay).

Kelima, Kekuasaan ekstra-legislatif bagi second/upper chamber. Di

sejumlah negara, second/upper chamber diberikan kekuasaan khusus (ekstra-

legislatif) menyangkut satu atau lebih dari rrusan berikut. (A) sebagai

penjamin konstitusi berdasarkan ide konstitusionalisme yang

berintikan hakhak dan kepentingan rakyat menjadi rujukan. Untuk

memastikan hal itu, second/upper chamber diberi kewenangan

untuk mengangkat hakim-hakim mahkamah konstitusi untuk menjalankan

fungsi penjagaan konstitusi. Variasi peran ekstra-legislatif semacam ini

menjadi trend di banyak negara, seperti di kawasan Eropa Barat (Perancis,

Jerman, Spanyol, Italia dan Belgia), Amerika Selatan (Kolombia, Chili dan

Paraguay), Afrika (Mauritania, Gabon dan Morocco) dan Asia (Kamboja dan

Kazakhstan). (B) fungsi pengangkatan pejabat negara tertentu, baik secara

langsung maupun tidak langsung melalui pertimbangan/ persetujuan

second/upper chamber. Model pertama biasanya terkait dengan

pengangkatan para pejabat senior birokrasi, diplomat atau hakim agung

(kasus Bolivia, Kolombia, Spanyol, Rusia, dll); sementara model kedua yang

lazim terjadi di banyak negara adalah pemenuhan persyaratan atau

pertimbangan/ persetujuan second/upper chamber seperti yang berlaku

di Amerika Serikat dalam pengangkatan para menteri kabinet, duta besar

dan pejabat senior birokrasi, atau serupa dengan itu di Argentina, Bolivia,

Brazil dan sebagainya. (C) kekuasaan yudisial, baik bersama dengan first/lower

chamber maupun sendirian dalam memeriksa kasus-kasus pelanggaran para

pejabat negara, dengan jalan meminta pertanggungjawaban maupun

prosedur impeachment (kasus Rusia, Brazil, Argentina, Bolivia, Kolombia atau

Amerika Serikat sebagai contoh populer).

Selain hal-hal diatas, wadah kedua kamar tersebut sebagai cerminan

dari badan perwakilan tersebut juga berbeda. Seperti Conggress sebagai

Page 34: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

34

nama badan perwakilan untuk Amerika Serikat yang terdiri atas Senate dan

House of Representatives. Di Belanda dikenal lembaga perwakilan Staten

Generaal yang terdiri atas de Eerste Kamer (perwakilan daerah) dan de

Tweede Kamer (perwakilan seluruh rakyat). Di Inggris dikenal badan

perwakilan Parliament yang terdiri atas House of Lord (perwakilan golongan,

biasanya dari golongan ningrat) dan House of Commons (perwakilan

seluruh rakyat).49

Dari uraian diatas, penggunaan nama yang digagas dalam sistem

bikameral akan memiliki spesifikasi tersendiri. Untuk badan perwakilan

di Indonesia adalah tetap digunakan nama Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR), namun demikian tidak seperti Conggress di Amerika, MPR

memiliki ruang dan wilayah kerja tersendiri hanya asal keanggotaannya

berasal dari anggota DPR dan anggota DPD.50

Idealnya, sebagai konsekuensi penggunaan nama MPR sebagai

sisem dua kamar maka MPR tidak lagi menjadi suatu lingkungan jabatan

sendiri. Wewenang MPR seharusnya melekat pada wewenang DPR dan DPD.

Sehingga seperti praktek ketatangaraan di negara lain, seperti yang terjadi di

Amerika Serikat dan negara lainnya, wewenang yang ditentukan oleh UUD

adalah wewenang Conggress, Parliament, Staten Generaal yang

pelaksanaannya dilakukan oleh kamar-kamar perwakilannya.51

Berbeda dengan konteks Indonesia, dimana kedudukan MPR

sebenarnya? Prof. Jimly Assidiqie, dengan menyitir pendapat dari Rod

Hague dan Martin Harrop menyatakan bahwa kesulitan utama adalah

sisten keparlemenan di Indonesia adalah menentukan perbedaan di

antara kedua kamar parlemen dalam UUD.52 Sebagai contoh, ketentuan Pasal

1 ayat (8) Konstitusi Amerika Serikat mengatur wewenang Conggress

seperti menetapkan undang-undang mengenai pajak, cukai,

peminjaman uang atas nama Amerika Serikat, perdagangan antarnegara

49 Lebih kurang ada 68 negara yang menggunakan sistem bikemeral pada

parelemennya termasuk Indonesia, Formappi. Op.cit, hal. 10. 50 Lihat Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 dan bandingkan dengan ketentuan Pasal 1 ayat

(8) Konstitusi Amerika yang mengatur wewenang Conggress dalam menetapkan undang-undang mengenai pajak, cukai, peminjaman uang atas nama Amerika Serikat, perdagangan antar negara bagian dan luar negeri, kewarganegaraan, menetapkan mata uang, dan lain-lain yang semuanya wewenang tersebut dilaksanakan oleh Senate dan House of Representatives.

51 Bagir Manan, op.cit., hal. 54-55. 52 Prof. Dr. Jimly Assidiqie, S.H., Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi,

Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hal. 21. Rod Hague dan Martin Harrop menyatakan sebagai berikut: ”The main justification for having two (or occasional more) chambers within an assembly are first, to present distict interest within soceity and secondly to provide checks and balances within the legislative branch”.

Page 35: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

35

bagian dan luar negeri, kewarganegaraan, menetapkan mata uang, dan lain-

lain. Semua wewenang tersebut dilaksanakan atau pengelolaannya

dilakukan oleh Senate dan House of Representatives.53

Dalam hal-hal tertentu, konstitusi memberikan wewenang khusus

kepada masing-masing kamar. Misalnya semua rancangan undang-undang

mengenai pendapatan negara harus diusulkan (berasal dari) House of

Representat ives. Sedangkan Senate mempunyai wewenang khusus

memberi pertimbangan dan persetujuan (advise and consent) mengenai

perjanjian luar negeri, pengangkatan duta, konsul, menteri, hakim federal,

dan pejabat-pejabat lain yang ditentukan dalam undang-undang.54

53 Rumusan asli Pasal 1 ayat (8) Konstitusi Amerika, menyebutkan:

1. The Conggress shall have power; To lay and collect taxes, duties, imports, and excises, to pay the depts and provide for the common defense smd general welfare of the United States; but all duties, imports, and excises shall be uniform throughout the United States;

2. To borow money on the credit of the United States; 3. To regulate commerce with foreign nations, and among the several States, and

with Indian tribes; 4. To estabilish a uniform rule of naturalization, and uniform laws on the

subject of bankruptcies through out the Unites States; 5. To coin money, regulate the value thereof, and of foreign coin, and fix the

standard of weights and measures; 6. To provide for the punishment of counterfeiting the securities and current coin

of the United States; 7. To establish Post Office and Post Roads; 8. To promote the progress of science and useful arts, by securing for limited times to

authors and inventors the exclusive right to their respective writing and discoveries;

9. To constitute tribunals inferior to the Supreme Court; 10. To define and punish piracies and felonies committed on the high seas, and

offenses againts the law of nations; 11. To declare war, grant letters of margue and reprisal, and make rules concerning

captures on land and water; 12. To raise and support armies, but no appropriation of money to that use shall be for

a longer term than two years; 13. To provide and maintain a navy; 14. To make rules for the government and regulation of the land and naval force; 15. To provide for calling forth the militia to execute te laws of the Union,

Suppress insurrections and repel invasions; 16. To provide for organizing, arming, and disciplining the militia, and for governing

such part of them as may be employed in the service of the United States, reserving to the States respectively, the appointment of the officers, and the authority of training the militia according to the discipline prescribed by Conggress;

17. To exercise exclusive legislation in all cases whatsoever, over such District 9not exceeding ten miles square) as may, by cession of particular States, and the acceptance of Conggress, become the seat of Government of the United States, and to exercise like authority over all places purchased by the consent of the Legislature of the State in which the same shall be, for the erection of forts, magazines, arsenals, dock-yards, and other needful buildings; and

18. To make all laws which shall be necessary and proper for carrying into execution the foregoing powers, and all powers vested by Constitution in the Government of the United States, or in any departement or officer thereof.

54 Ibid.

Page 36: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

36

Memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945

tersebut, memang tidak tampak perwujudan gagasan sistem dua kamar

seperti pratek yang dilakukan di Amerika Serikat dan negara lain yang

melaksanakan sistem bikameral.

Jika mengkaji lebih lanjut tentang Teori Bikameral, Maurice Duverger

menyatakan ada 2 (dua) model, yaitu simetris dan asimetris. Model yang

saat ini berlaku di Indonesia adalah asimetris. Model simetris, seperti yang

berlaku di negara-negara federal dan yang menganut bikameral,

mengandung pengertian bahwa antar kamar memiliki kedudukan yang

simetris. Sebagai contoh, Jepang. Indonesia dan Jepang memiliki

kesamaan dalam hal bentuk Negara, yakni sama-sama Negara kesatuan,55

menganut sistem bikameral, dan kedua kamar sama-sama

dibentuk berdasarkan pemilu. Ini ditunjukkan dengan ketentuan Pasal 59

Konstitusi Jepang bahwa RUU harus mendapat persetujuan dari kedua

kamar. Teori Rosseau tentang kedaulatan rakyat sangat relevan untuk

menjadi alat analisis dimana disebutkan parlemen merupakan pemegang

voluntee generale sehingga menurut konsepsi ini yang dimaksud dengan the

people souvereignity56 ini adalah parlemen. Artinya, antara kedua kamar mesti

equal karena prinsipnya kedua kamar memiliki legitimasi yang sama yang

diperoleh melalui pemilu.

4. Sejarah Perwakilan Daerah di Indonesia

55 Secara teoritis dikenal adanya dua model dalam formasi negara yaitu negara

kesatuan dan negara federal. Bentuk negara federal adalah suatu bentuk yang lazim dianut oleh berbagai negara di dunia. Persepsi bahwa negara serikat akan menimbulkan perpecahan, disintegrasi bangsa, separatisme, tentu memerlukan analisis yang mendalam. Menurut C.F. Strong ciri-ciri negara kesatuan ialah kedaulatan tidak terbagi atau dengan perkataan lain kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi, karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui adanya lembaga legislatif lain selain lembaga legislatif pusat. Menurutnya ada dua ciri yang mutlak yang melekat pada suatu negara kesatuan : Pertama, adanya supremasi dari pemerintah pusat, kedua, tidak adanya badanbadan lain yang berdaulat. Asumsi dasar model negara kesatuan berbeda dengan negara federal. Bentuk negara kesatuan dideklarasikan saat kemerdekaan oleh para pendiri negara dengan mengklaim seluruh wilayahnya sebagai bagian dari negara tersebut. Tidak ada kesepakatan dari para penguasa daerah apalagi negara-daerah, karena diasumsikan bahwa semua wilayah yang termasuk di dalamnya bukanlah bagian-bagian wilayah yang bersifat independen. Dengan dasar itu, maka negara membentuk daerah-daerah atau wilayah-wilayah yang kemudian diberi kekuasaan atau kewenangan oleh pemerintah pusat untuk mengurus berbagai kepentingan masyarakatnya. Dalam hal ini, negaralah yang menjadi sumber kekuasaan. Kekuasaan daerah pada dasarnya adalah kekuasaan pusat yang didesentralisasikan dan selanjutnya terbentuklah daerahdaerah otonom. Dapat dikatakan bahwa otonomi daerah adalah wujud pemberian kekuasaan oleh pemerintah pusat.

56 Dalam perkembangannya lebih lanjut, mengenai kekuasaan yang tertinggi dalam negara menimbulkan bermacam pandangan atau teori tentang kedaulatan.

Page 37: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

37

Reposisi dan sejarah perwakilan daerah dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 1.

Sejarah Perwakilan Daerah di Indonesia

Periode Bentuk Negara

Nama Badan Jumlah Keterangan

Pasca Republik Badan 25 orang: Anggota dari daerah inilah merupakan

Kemerdekaan (1945—1949)

Pekerja Komite

17 orang dipilih sidang,

cikal bakal terbentuknya unsur daerah dalam lembaga Negara

Nasional 8 orang dipilih dari daerah

RIS Republik Senat Setiap daerah

- Menggunakan konstitusi UUD RIS di

(1949) Indonesia bagian diwakili

mana susunan lembaga-lembaga Serikat 2 orang Negara berubah

(RIS) - Anggota Senat ditunjuk oleh Pemerintah Daerah Bagian - Salah satu syarat telah

berusia 30 tahun ke atas

UUDS (1950) Kesatuan Dihapuskan - - Konsekuensi digunakan

UUDS – yang telah disahkan Presiden Sukarno tahun

1950 – struktur kelembagaan berubah

- Lembaga legislatif hanya DPR

- Senat dihapus karena tidak ada daerah-daerah bagian dalam Negara Kesatuan

Pasca Dekrit Republik Utusan 94 orang - Struktur kelembagaan negara Presiden (1959 -- Daerah (PP No. mengikuti UUD 1945 (Dekrit 5

Juli 1969) 150/1959) 1959) - Dibentuk MPRS (sebelum MPR)

terdiri dari anggota DPR ditambah Utusan Daerah dan Golongan - Setiap 24 daerah diwakili 3 – 5 orang di mana pencalonan dilakukan oleh DPRD dan diputuskan oleh Presiden Sukarno

Orde Baru (1969—1999)

Republik Utusan Daerah

131 orang (27 propinsi)

- Sesusai dengan UU No. 16/1969 - UD di MPR terdiri dari Gubernur dan (Litsus) - Sebagian besar berasal dari Golkar - Setiap Provinsi ditetapkan 4 – 7 orang

Page 38: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

38

- Di MPR perwakilan daerah ditambah Ref ormasi

(1999 – 2004) Republik Utusan

Daerah 135 orang - Berakhirnya Orde Baru

menguatkan keberadaan Utusan Daerah (UU No. 4/1999 tentang Susduk MPR, DPR, DPRD) - Penentuan anggota lewat proses - Setiap Provinsi mengirim 5 anggota (seluruh anggota MPR 700 orang) - SU MPR 1999 menghapuskan F-UD, anggota UD dimasukkan - ST MPR 2001 F-UD kembali diakui MPR

Amandemen UUD 1945 (sejak 2004)

Republik Menuju Dewan Perwakilan Daerah

Diwakili 4 orang (hasil pemekaran wilayah)

- Amandemen UUD 1945 selesai tahun 2002 yang mengubah struktur lembaga Negara - Unsur perwakilan daerah diwadahi (DPD) yang bersama DPR merupakan bagian dari MPR - Proses pemilihan tidak lagi lewat DPRD tapi melalui Pemilu 2004 dan dipilih langsung oleh rakyat - Namun fungsinya tidak sekuat DPR - Jumlah keseluruhan anggota tidak MPR - Calon anggota harus independen dan

5. Hak-Hak DPR Landasan konstitusional mengenai Hak DPR dan Hak Anggota DPR diatur

dalam Pasal 20A UUD NRI 1945, dengan rumusan:

Pasal 20A (1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi

anggaran, dan fungsi pengawasan.** (2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam

pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.**

(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.**

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.**

Pasal 20A ayat (2) UUD 1945 mengatur mengenai Hak DPR sebagai lembaga,

yaitu Hak Interpelasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat. Ketiga

hak tersebut merupakan tools bagi DPR dalam melaksanakan fungsinya

sebagaimana disebut dalam ayat (1), yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran,

dan fungsi pengawasan.

Pasal 20A ayat (3) UUD 1945 mengatur mengenai hak setiap anggota

DPR sebagai individu, yaitu hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan

usul dan pendapat, serta hak imunitas. Di dalam Pasal 20A ayat (2) maupun

Page 39: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

39

ayat (3) UUD NRI 1945 terdapat frasa “Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain”.. hal ini menunjukkan bahwa Hak DPR dan Hak Anggota DPR

tidak hanya dirumuskan dalam pasal ini, melainkan juga terdapat di pasal-

pasal lain.

Apabila ditelusuri lebih lanjut pasal-pasal lain yang mengatur

mengenai hak DPR atau hak anggota DPR, hanya terdapat 1satu pasal yang

menyebutkan secara eksplisit, yaitu hak anggota DPR yang diatur dalam

Pasal 21 yang menyebutkan “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak

mengajukan usul rancangan undang-undang.*)”

Namun demikian, sebelum perubahan UUD 1945, terdapat Penjelasan

Pasal 23 UUD 1945 yang menyebutkan: “Dewan ini mempunyai juga hak

begrooting Pasal 23. Dengan ini, Dewan Perwakilan Rakyat mengontrol

Pemerintah. Harus diperingati pula bahwa semua anggota Dewan ini

merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.”

Berdasarkan penafsiran historis tersebut, DPR juga memiliki hak

begrooting atau hak budget. Selanjutnya, meskipun tidak dieksplisitkan

sebagai hak, Pasal 7B UUD NRI 1945 mengatur mengenai pengajuan usul

pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pengajuan usul

pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden merupakan dapat pula

dikategorikan sebagai hak apabila mendasarkan pada pengertian hak

berdasarkan KBBI sebagai “kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah

ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya)”.

Secara etimologi, “hak” berasal dari bahasa Arab haqq yang

merupakan bentuk tunggal dari kata huquq. Istilah haqq diambil dari akar

kata haqqa, yahiqqu, haqqaan yang berarti “benar”, “nyata”, “pasti”, “tetap”,

dan “wajib”. Namun setelah diserap dalam Bahasa Indonesia, pengertian hak

dapat dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut:

1. n kewenangan: dengan ijazah itu ia mempunyai -- untuk mengajar

2. n kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh

undang-undang, aturan, dan sebagainya): semua warga negara yang

telah berusia 18 tahun ke atas mempunyai -- untuk memilih dan dipilih

dalam pemilihan umum

3. n kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut

sesuatu: menantu tidak ada -- atas harta peninggalan mertuanya

4. n derajat atau martabat: orang Melayu pada waktu itu tidak sama --nya

dengan orang Eropa

5. n Huk wewenang menurut hukum

Page 40: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

40

Berdasarkan KBBI tersebut, maka hak secara gramatikal disamakan dengan

wewenang menurut hukum.

Penafsiran historis

Adanya Hak-Hak DPR dan Hak Anggota DPR di dalam UUD 1945 tidak

dapat lepas dari pengalaman dalam praktik demokrasi keparlemenan yang

telah dilalui bangsa Indonesia. Apabila ditelusuri pada masa Volksraad,

anggota Volksraad yang berasal dari pribumi pernah mengajukan 1 petisi

dan 2 mosi yang menyudutkan pemerintah Belanda, yaitu petisi Soetardjo

Kartohadikoesoemo pada tahun 1936, mosi Moh. Thamrin pada tahun 1939,

dan mosi R. WiwohoHadidjojo pada tahun 1940. Petisi tersebut

menghendaki peningkatan status Hindia Belanda menjadi sejajar dengan

negeri Belanda dan Suriname. Mosi Moh. Thamrin menghendaki

penggantian nama Hindia Belanda dengan Indonesia, dan mosi Wiwoho

menghendaki supaya Hindia Belanda menjadi suatu negara penuh yang

tingkatannya sejajar dengan negeri Belanda, supaya anggota Dewan Rakyat

dipilih dalam pemilihan umum yang langsung, Dewan Rakyat supaya

mempunyai hak-hak dan wewenangnya sebagaimana layaknya suatu

parlemen dan kepala-kepala departemen supaya bertanggung jawab kepada

Dewan Rakyat. Pemerintah Belanda tidak dapat menerima ketiga tuntutan

itu, namun untuk menenangkan situasi yang mulai menghangat,

Pemerintah Belanda pada tanggal 14 September 1940 membentuk suatu

komisi yang diketuai F.H. Visman untuk menyerap lebih lanjut semua

pendapat dan tuntutan dari semua golongan masyarakat mengenai masalah

perubahan konstitusional Hindia Belanda.57

Semenjak Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, badan legislatif

di DPR mengalami perubahan dari masa ke masa. Perubahan-perubahan

tersebut antara lain terjadi akibat perubahan Undang-Undang Dasar,

perubahan sistem demokrasi, Pemilihan Umum dan perubahan-perubahan

politik yang terjadi pada setiap periode.

Pada awal masa kemerdekaan, secara yuridis normatif, belum ada

peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak-hak dan

kewajiban KNP dan BP KNP, kecuali di bidang perundang-undangan, yang

57 A.S.S. Tambunan, Fungsi DPR RI Menurut UUD 1945; Suatu Studi Analisis Mengenai Pengaturannya Tahun 1966-1997, Jakarta, Sekolah Tinggi Hukum Militer, 1998, hal. 34

Page 41: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

41

telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar, yaitu hak anggota untuk

mengajukan rancangan undang-undang.

Sementara hak-hak lain yang telah dipergunakan oleh BP KNP yang

menyangkut pertanggungjawaban Menteri adalah hak interpelasi, meminta

keterangan dari Pemerintah, misalnya:58

1. Tanya jawab/interpelasi dengan Perdana Menteri Syahrir pada tanggal 29 Mei 1946 tentang soal-soal politik ekonomi. a.l. perundingan dengan pihak Belanda yang ketika itu baru akan diadakan.

2. Tanya jawab/interpelasi dengan Menteri Kehakiman Mr. Susanto Tirtoprodjo tentang soal-soal tahanan politik, “3 daerah”, dll pada tanggal 5 Desember 1946.

Pada saat itulah muncul suatu perbedaan pendapat antara

Pemerintah dengan BP KNP mengenai sifat atau isi suatu “hak”. Menteri

Kehakiman menyatakan bahwa interpelasi Badan Pekerja dengan

pemerintah adalah tanya jawab dengan mengajukan fakta-fakta, bukan

penilaian terhadap Pemerintah. Sementara pihak Badan Pekerja

menginginkan lebih jauh lagi, karena pada akhir tanya jawab itu anggota-

anggota Supeno dan Mangunsarkoro mengemukakan gagasan agar Badan

Pekerja mengadakan angket, karena keterangan-keterangan yang diberikan

oleh Pemerintah dianggap kurang memuaskan.59

Baru pada tanggal 10 Juni 1947, berdasarkan Peraturan Tata Tertib

Badan Pekerja terdapat ketentuan mengenai Hak-Hak badan pekerja, di

samping tugas dan kewajibannya membentuk Undang-Undang. Hak-hak

Badan atau yang menurut anggapan Badan Pekerja dipunyainya sebagai

badan legislatif adalah mengajukan usul, interpelasi (minta keterangan),

mengadakan pengusutan (angket), dan mengajukan pertanyaan. Badan

Pekerja menganggap hak-hak tersebut sebagai konsekuensi hak inisiatif

menurut pasal 21 UUD dan sistem pertanggungjawaban Menteri yang

berlaku sejak November 1945. Badan Pekerja mengaturnya dalam Peraturan

Tata Tertib, meskipun UUD tidak menyebut adanya hak-hak tersebut pada

DPR. Karena pihak Pemerintah tidak mengajukan keberatan terhadap

Peraturan Tata tertib yang dibuat sendiri oleh Badan Pekerja, maka

ketentuan tersebut terlaksana dalam praktek kehidupan parlementer Badan 58 Sekretariat DPR GR, Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta; Sekretariat DPR-GR, 1970 hal. 30. 59 Ibid.

Page 42: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

42

Pekerja. Adapun tata cara penggunaan hak-hak tersebut adalah sebagai

berikut:

1. mengajukan usul; sekurang-kurangnya 3 orang Anggota minta

Keputusan Badan Pekerja tentang suatu hal, baik yang bersangkutan

dengan acara rapat ataupun tidak. Usul yang bersangkutan disertai

penjelasannya dibicarakan dalam rapat Pleno Badan Pekerja

selanjutnya.

2. interpelasi: interpelasi untuk minta keterangan dari Pemerintah tentang

soal-soal yang tidak termasuk acara pembicaraan, dapat diajukan oleh 3

orang Anggota. Jika interpelasi diadakan atas nama Badan Pekerja,

perlu pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan dirundingkan terlebih

dahulu. Dan kemudian Ketua Seksi yang bersangkutan mengajukannya

dalam rapat dengan Pemerintah. Setelah Pemerintah memberikan

keterangan, diadakan tanya jawab dengan Pemerintah. Akhirnya Badan

Pekerja mengadakan rapat tertutup untuk merundingkan tindakan

apakah yang perlu diambil lebih lanjut. Kalau keterangan Pemerintah

tidak memuaskan dapat diadakan pengusutan (angket).

3. mengadakan pengusutan (angket): Atas usul 3 orang anggota Badan

Pekerja dapat mengadakan pengusutan. Untuk keperluan itu

Kementerian atau Jawatan yang bersangkutan diberitahu tentang

putusan angket dan anggota-anggota yang ditunjuk untuk mengadakan

angket membawa surat resmi dari Ketua Badan Pekerja. Laporan

anggota-anggota dirundingkan dalam rapat tertutup Badan Pekerja dan

kesimpulannya dijadikan bahan bagi sesuatu usul inisiatif rancangan

undang-undang atau usul lain.

4. mengajukan pertanyaan: Tiap-tiap anggota dapat mengajukan

pertanyaan tertulis kepada Pemerintah dengan perantaraan Ketua.

Pertanyaan anggota dan jawaban Pemerintah dibacakan dalam rapat

Badan Pekerja, mula-mula rapat tertutup, akan tetapi kemudian

menjadi kebiasaan Badan Pekerja untuk mengadakan tanya jawab

dengan para Menteri dalam rapat Pleno terbuka pada “Hari-Hari

Pertanyaan”.

Pada perjalanannya dalam periode 14 November 1945 sampai dengan 17

Agustus 1950, Kabinet-Kabinet yang terbentuk selama adanya KNP dan

Badan Pekerja KNP adalah:

1. Kabinet Syahrir I (14 Nopember 1945-28 Februari 1946)

Page 43: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

43

2. Kabinet Syahrir II (3 Maret 1946-29 Juni 1946)

3. Kabinet Presidensiil yang dipimpin oleh Presiden Soekarno sendiri (29

Juni 1946-2 Oktober 1946) berdasar Maklumat No. 1 Tahun 1946.

4. Kabinet Syahrir III (2 Oktober 1946-26 Juni 1947)

5. Kabinet Amir Syarifudin (3 Juli 1947-23 Januari 1948)

6. Kabinet Presidensiil yang pimpinan sehari-harinya dipegang oleh Wakil

Prssiden Mohammad Hatta. (29 Januari 1949) sampai terbentuknya

RIS pada tanggal 27 Desember 1949, dengan mengalami waktu non-

aktif selama pendudukan Belanda di Yogyakarta dari tanggal 19

Desember 1948 sampai dengan 6 Juli 1949.

7. Kabinet (Pemerintah Darurat) Syafrudin Prawiranegara 19 Desember

1948-6 Juli 1949.

8. Kabinet Halim (Januari 1950 sampai pulihnya Negara Kesatuan pada

17 Agustus 1950).

Meskipun berganti-ganti kabinet, namun pada kenyataannya tidak ada

satupun Kabinet yang jatuh berdasarkan mosi tidak percaya parlemen

sebagaimana pada sistem parlementer pada umumnya. Pergantian Kabinet

tersebut lebih dikarenakan situasi revolusi pada saat itu.

Pada Masa Konstitusi RIS, Kedudukan DPR dan Senat RIS dengan

Pemerintah:

a. Dalam hal Pembuatan Undang-Undang (pasal 127)

b. Dalam Hal Anggaran

c. Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi dan hak

menanya, Anggota Mempunyai hak menanya;

d. DPR mempunyai hak menyelidiki (anquette) menurut aturan-aturan

yang ditetapkan oleh Undang-Undang federal

e. DPR yang ditunjuk menurut pasal 100 dan 110 tidak dapat memaksa

kabinet atau masing-masing menteri meletakkan jabatannya.

Hak-Hak DPR dan Senat RIS, serta Hak Anggota Dari prinsip-prinsip sebagaimana diuraikan di atas, dapat diketahui

bahwa Konstitusi RIS telah mengatur mengenai hak DPR, yaitu interpelasi

dan menanya, serta hak menyelidiki, sementara untuk anggota DPR

memiliki hak menanya. Untuk Senat sebagaimana diatur di dalam

Konstitusi adalah hak untuk meminta keterangan. Namun DPR yang

pertama kali karena belum dipilih melalui Pemilihan umum, ditegaskan di

Page 44: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

44

dalam konstitusi tidak dapat memaksa Kabinet atau para Menterinya untuk

meletakkan jabatan.

Konstitusi RIS telah mengatur mengenai hak DPR, yaitu interpelasi

dan menanya, serta hak menyelidiki, sementara untuk anggota DPR

memiliki hak menanya. Untuk Senat sebagaimana diatur di dalam

Konstitusi adalah hak untuk meminta keterangan. Namun DPR yang

pertama kali karena belum dipilih melalui Pemilihan umum, ditegaskan di

dalam konstitusi tidak dapat memaksa Kabinet atau para Menterinya untuk

meletakkan jabatan.

Sesuai dengan ketentuan konstitusi RIS pula, Senat diberi

kewenangan untuk menetapkan Tata Tertibnya sendiri. Di dalam Peraturan

Tata Tertib Senat RIS, diatur beberapa hak, antara lain pada:

Bab V Tentang Mosi (Peraturan Tata Tertib Senat)

1. Tiga Orang atau lebih anggota dapat mengusulkan pernyataan (mosi)

Senat, baik berhubung dengan pokok yang sedang dibicarakan maupun

yang mempunyai maksud tersendiri.

2. Rancangan pernyataan disampaikan kepada Seretaris dengan dibubuhi

atau tidak dibubuhi keterangan tertulis;

3. Surat-surat ini dengan secepatnya diberitahukan kepada Senat;

4. Senat menentukan bagaimana dan kapan usul tersebut akan

dibicarakan dan diadakan pemungutan suara

5. Keputusan tersebut disampaikan kepada Senat

6. Senat berwenang untuk mengadakan perubahan.

Bab X Hak Interpelasi dan Hak menanyakan

1. Sekurang-kurangnya tiga anggota dapat mengajukan usul kepada senat

untuk meminta keterangan kepada seorang atau lebih Menteri

mengenai suatu soal yang tidak termasuk acara;

2. Sesuatu usul tersebut harus disusun dengan singkat dan tegas dan

harus disampaikan dengan tulisan kepada Ketua serta ditandatangani.

Ada sekitar 25 mosi yang diajukan pada masa ini,

Ada dua interpelasi atau hak bertanya yang digunakan, yaitu tentang

perkembangan politik di NIT dan Daerah Banjar yang diubah menjadi

pertanyaan.

Pada Masa UUDS, Sistem-sistem Pemerintahan menurut UUDS 1950

Page 45: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

45

1. Sistem Kabinet Parlementer

2. Presiden adalah Kepala negara (pasal 45) bukan Kepala Pemerintahan;

3. Pemerintahan ada di tangan Dewan Menteri yang diketuai oleh seorang

Perdana Menteri

4. Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat (pasal 83 ayat

(1)

5. Menteri-menteri baik secara bersama-sama maupun untuk bagiannya

bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan.

6. Apabila ada perbedaan pendapat, Pemerintah dapat meminta kepada

Presiden untuk membubarkan DPR.

7. Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh Pemerintah

bersama-sama dengan DPR {pasal 1 ayat (2)}

Usul Mosi Z. Baharuddin dkk (September 1952) (ditolak)

Usul Mosi I.J. Kasimo dkk (ditarik)

Usul Mosi Manai Sophian dkk. (diterima)

Hasil Pekerjaan DPRS dalam 5 ½ tahun

a. Pembicaraan tentang Keterangan-keterangan Pemerintah termasuk 5 kali

tentang program Kabinet (5 kali penggantian kabinet);

b. usul mosi/resolusi: diajukan 82 buah, diantaranya 21 disetujui, 17

ditolak dan 44 ditarik kembali atau tidak dibicarakan lagi;

c. usul interpelasi: diajukan 24 buah, disetujui 16, ditolak , dan tidak

dibicarakan lebih lanjut 6 buah.

d. usul angket satu kali dibicarakan, disetujui dan dilaksanakan;

e. hak budget: dilaksanakan dua kali, sekalipun terlambat waktunya.

f. perundang-undangan: dari 237 buah, 9 usul inisiatif, telah disetujui 167

buah (termasuk 5 usul inisiatif), sedangkan 64 ditarik kembali dan yang

lain tidak/belum diselesaikan lebih lanjut.

Pada Masa Perubahan UUD 1945

1. DPR Hasil Pemilihan Umum 1999 Terdapat sembilan isu yang diusulkan dengan hak interpelasi dan

angket oleh DPR yang sebagian diterima dan sebagian lainnya ditolak. Pada

masa Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001) diajukan Hak Interpelasi

Pembubaran Departemen Sosial dan Penerangan, Hak Interpelasi Pemecatan

Laksamana Sukardi dan Jusuf Kalla, Hak Angket Kasus Yanatera Bulog dan

Sumbangan Sultan Brunei dan Hak Angket Kasus Bulog II

Page 46: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

46

Masa Presiden Megawati (2001-2004)

Hak Angket Dana Nonbujeter Bulog (kasus Akbar Tandjung)

Hak Angket Divestasi PT Indosat

Hak Interpelasi Bantuan Presiden utk Pembangunan Asrama TNI/Polri

Hak Interpelasi Kunjungan Presiden ke Timor Leste

Hak Interpelasi Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke Malaysia

2. DPR Hasil Pemilihan Umum 2004 Usul hak pengawasan yang pertama diajukan DPR Periode 2004-2009

adalah usulan hak interpelasi atas Penarikan Surat (Mantan) Presiden

Megawati Soekarnoputri tentang Pemberhentian Panglima TNI Jenderal

Endriartono Sutarto dan Pengangkatan Jenderal Ryamizard Ryacudu

sebagai Panglima TNI, oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada

tanggal 25 Oktober 2004. Usul interpelasi tersebut akhirnya ditolak. Usul

interpelasi lain yang juga ditolak menjadi hak institusional DPR, antara lain

usul Interpelasi Impor Beras I, Interpelasi Impor Beras II, dan Interpelasi

Kenaikan Harga BBM.

Sebaliknya, usul hak interpelasi yang diterima sebagai hak interpelasi

DPR di antaranya adalah Interpelasi Busung Lapar dan Wabah Polio;

Persetujuan Pemerintah terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1747

yang berisi perluasan sanksi terhadap Iran terkait dengan pendayagunaan

uranium; Penyelesaian Kasus KLBI/BLBI; dan Kenaikan Harga Kebutuhan

Pokok. Keempat hak interpelasi ini berakhir dengan penyampaian

keterangan pemerintah yang diwakili oleh sejumlah menteri terkait atas

pernyataan DPR dan tidak ada satupun yang berlanjut kepada penggunaan

hak angket maupun hak menyatakan pendapat.

Sisanya, yaitu usul Interpelasi SK Wapres tentang Pembentukan

Timnas Penanganan Bencana di Aceh; Surat Seswapres yang berisi arahan

Wakil Presiden M. Jusuf Kalla agar para menteri tidak terlalu menganggap

penting rapat kerja dengan DPR; MoU Helsinki tentang penyelesaian kasus

Aceh; dan Video Conference Rapat Kabinet Presiden SBY dari Amerika

Serikat kandas di tengah jalan karena berbagai sebab. Sementara itu,

Interpelasi Lumpur Lapindo nasibnya lebih tidak jelas lagi sebab usul ini

tidak pemah ditolak sebagai hak interpelasi DPR, tetapi juga tidak diterima,

melainkan statusnya—meminjam istilah yang digunakan beberapa politisi—

masih on call. Kasus tersebut tidak memiliki kadaluarsa dan kapanpun bisa

Page 47: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

47

dibuka kembali oleh DPR atau dengan kata lain ditunda hingga batas waktu

yang tidak ditentukan.

Dari 12 usulan hak angket yang diajukan, hanya 4 usulan yang

diterima sebagai hak angket DPR, sedangkan 6 usulan ditolak, dan sisanya

2 usulan kandas di tengah jalan atau tidak berlanjut. Usulan hak angket

yang disetujui menjadi hak angket DPR, antara lain usul hak angket atas

Penjualan Tanker Pertamina; Penyelenggaraan Ibadah Haji; Kenaikan Harga

BBM (II); dan Kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam Pemilu Legislatif

2009.

Dari beberapa usul hak angket yang disetujui DPR, ada yang

menghasilkan rekomendasi yang cukup konkret, di antaranya dalam kasus

penjualan tanker Pertamina yang berujung pada dipenjarakannya mantan

Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Demikian halnya dengan Angket

Kenaikan Harga BBM yang berhasil mendesak pemerintah untuk

mengeluarkan kebijakan penurunan harga BBM sebanyak tiga kali dan

mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2008 tentang

Negative Lisi yang mengatur mengenai larangan bagi kontraktor untuk

memperhitungkan tujuh belas jenis biaya operasional sebagai cost recovery.

Sementara itu, Angket DPT dapat dikatakan berakhir antiklimaks.

Panitia angket yang menyatakan bahwa KPU harus bertanggung jawab atas

persoalan ini dengan cara memberhentikan anggota KPU dalam waktu yang

sesingkat-singkatnya. Rekomendasi tersebut kemudian dilimpahkan kepada

DPR periode berikutnya untuk ditindaklanjuti. Namun, persoalan ini tidak

jelas kelanjutannya, bahkan hampir tidak pemah dibahas lagi di DPR.

Sementara itu, usul hak angket yang ditolak di antaranya adalah

Angket Kenaikan Harga BBM (I); Lelang Gula Impor Ilegal; Kredit Macet

Bank Mandiri; Impor Beras; Penunjukan Exxon-Mobil Ltd. sebagai Pimpinan

Operator Lapangan Minyak Blok Cepu; Transfer Pricing PT Adaro Indonesia.

Sisanya, yakni Angket Penyelesaian KLBI/BLBI dan Pilkada Maluku Utara

kandas alias prosesnya berhenti di tengah jalan.

3. DPR Hasil Pemilihan Umum 2009 Sampai dengan akhir tahun 2011, ada dua kasus angket yang

diajukan DPR Periode 2009-2014 ,yaitu tentang penyelamatan (bailout) Bank

Century dan mafia perpajakan.

4. DPR Hasil Pemilihan Umum 2014

Page 48: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

48

Hak Angket Pelindo II dan Hak Angket Pelaksanaan Tugas dan

Wewenang KPK. Pada awalnya banyak perdebatan terkait relevansi hak-hak

yang dimiliki oleh DPR dengan sistem pemerintahan yang digunakan. Pada

masa menggunakan sistem pemerintahan parlementer, beberapa hak yang

dimiliki oleh DPR memang relevan, namun ketika menggunakan sistem

presidensial ada beberapa pendapat yang menyatakan beberapa hak, seperti

hak angket, tidak sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial. Namun

dengan telah disebutkannya hak-hak tersebut dalam Perubahan UUD 1945,

maka semua hak yang tercantum adalah konstitusional meskipun dalam

sistem pemerintahan presidensial. Yang perlu dilakukan kemudian adalah

memberikan definisi masing-masing hak agar sesuai dengan sistem

pemerintahan presidensial.

Ketentuan mengenai hak DPR pada Undang-Undang yang berlaku

pada saat ini (UU No. 17 Tahun 2014) diatur dalam Pasal 79 dengan

rumusan sebagai berikut:

(1) DPR mempunyai hak: a. interpelasi; b. angket; dan c. menyatakan pendapat.

(2) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas: a. kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang

terjadi di tanah air atau di dunia internasional; b. tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau

c. dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Page 49: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

49

Pasal 79 ayat (1) menyebutkan hak-hak yang dimiiliki oleh DPR seperti yang

disebutkan dalam Pasal 20A UUD 1945, yaitu hak interpelasi, hak angket,

dan hak menyatakan pendapat.

Hak Interpelasi

Hak interpelasi didefinisikan sebagai hak DPR untuk meminta

keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang

penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Beberapa kemungkinan permasalahan yang

terkait dengan definisi ini adalah:

a. Siapa yang dimaksud dengan Pemerintah?

b. Apakah Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi

wajib hadir sendiri dan menjawab interpelasi DPR tersebut atau dapat

diwakilkan kepada wakil Presiden maupun menteri?

c. Apa kriteria kebijakan yang penting dan strategis serta berdampak luas

pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara? Apakah

harus kumulatif?

Berdasarkan literatur, di parlemen negara-negara eropa kontinental dan

negara-negara yang mengikutinya, interpelasi secara esensial mempunyai

dua aspek, yaitu:60

1. Pengajuannya menimbulkan perdebatan umum; dan 2. Biasanya suatu interpelasi mempunyai sanksi politis apabila

perdebatan mencapai puncaknya dan bermuara pada mosi yang melukiskan kepuasan atau ketidakpuasan parlemen atas jawaban yang diberikan oleh pemerintah atau menteri yang bersangkutan.

Seorang menteri yang tidak bersedia memberikan jawaban atas

pertanyaan yang ditujukan kepadanya, menurut konvensi hukum tata

negara harus mundur dan meletakkan jabatannya. Hal inilah yang sering

menimbulkan krisis kabinet di Perancis sebelum tahun 1958. Itulah

sebabnya parlemen Perancis dalam Republik ke-V di bawah naungan UUD

1958 tidak lagi mengenal lembaga interpelasi. Di Tweede Kamer Belanda,

hak interpelasi sekarang sekarang jarang digunakan karena sistem komisi

tetap-nya. Dalam rapat-rapat komisi yang sering diadakan, cukup diperoleh

60 ASS Tambunan, op.cit., hal 153

Page 50: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

50

keterangan yang diperlukan.61 Di Indonesia, hak interpelasi ada sejak tahun

1945 hingga sekarang dengan beberapa variasi (kecuali Pengganti DPR 1959

yang dibubarkan pada tahun 1960 karena tidak sesuai dengan Demokrasi

Terpimpin).

Berdasarkan hal tersebut dan sejarah penggunaan hak interpelasi

DPR, maka hak interpelasi pada hakekatnya adalah hak bertanya atau

meminta keterangan kepada pemerintah yang urgensinya lebih tinggi

dibandingkan ketika bertanya atau meminta keterangan di rapat kerja biasa

di komisi dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan. Kemudian, hal

tersebut juga mungkin karena kebijakan pemerintah tersebut berada di luar

kewenangan menteri atau merupakan kewenangan di atasnya, yaitu

Presiden, yang tidak dapat dijelaskan oleh menterinya.

Mengingat penggunaan hak DPR adalah dalam rangka pelaksanaan

fungsinya, maka pihak yang dituju oleh DPR merupakan lembaga yang

diawasi, yang secara lebih konkret lagi adalah pasangan kerja komisi.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan pemerintah adalah Presiden dan

lembaga-lembaga di bawahnya serta lembaga-lembaga lain yang menjadi

pasangan kerja alat kelengkapan DPR.

Idealnya, Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan yang

tertinggi yang menjawab interpelasi tersebut, mengingat apabila hanya

ditujukan kepada Menteri, hal ini dapat dilakukan dalam Rapat Kerja

dengan Komisi. Apabila Presiden hendak mewakilkan, maka setidaknya yang

mewakili adalah Wakil Presiden atau Menteri Koordinator. Kemudian

mengenai kebijakan yang seperti apa? Maka kebijakan yang dikeluarkan

oleh Presiden yang berbentuk hukum Peraturan Pemerintah atau Peraturan

Presiden yang menurut DPR dianggap menuai kontroversi, bukan dalam

level Peraturan Menteri.

Hak Angket

Pengertian Hak Angket dalam Pasal 79 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014

adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan

suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan

dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan.

61 Ibid.

Page 51: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

51

Pengertian ini secara nyata menimbulkan multiinterpretasi

sebagaimana pelaksanaan penggunaan hak angket terhadap KPK pada DPR

periode ini (2014-2019). Salah satu indikasi adanya perbedaan penafsiran

dapat dilihat dari diajukannya beberapa permohonan uji materi terhadap UU

MD3, antara lain pada perkara Nomor 36/PUU-XV/2017, perkara Nomor

37/PUU-XV/2017, perkara Nomor 40/PUU-XV/2017, dan perkara Nomor

47/PUU-XV/2017, yang pada intinya mempersoalkan rumusan Pasal 79

ayat (3) mengenai pengertian hak angket.

Secara gramatikal, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

mendefinisikan angket dalam tiga pengertian yang salah satunya

adalah penyelidikan oleh lembaga perwakilan rakyat terhadap kegiatan

pemerintah.62 Sementara Patrialis Akbar yang pernah menjadi anggota

Panitia Ad Hoc III dan I Badan Pekerja MPR menyebutkan bahwa hak angket

adalah hak untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kasus tertentu

yang dianggap besar dan menyangkut kepentingan rakyat atau nasional oleh

DPR melanggar undang-undang. Dibandingkan dengan hak interpelasi, hak

angket lebih kuat dan lebih tinggi derajatnya mengingat sesuai peraturan

perundang-undangan dampak penggunaan hak ini dapat berkembang ke

arah proses pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden.63 Penerjemahan

angket dengan penyelidikan dikhawatirkan oleh Bagir Manan dapat

menimbulkan salah pengertian. Istilah penyelidikan merupakan proses awal

dalam pengungkapan dugaan telah terjadi perbuatan pidana, sebagai

terjemahan opsporing dalam bahasa Belanda.64

Definisi yang berbeda mengakibatkan perbedaan penafsiran terkait

pengertian hak angket. Pengertian yang terdapat dalam Pasal 79 ayat (3) UU

MD3 tidak menyebutkan kepada siapa hak angket DPR tersebut seharusnya

ditujukan, baik lembaga maupun perseorangan, namun terhadap apa. Pasal

79 ayat (3) UU MD3 menyebutkan bahwa angket ditujukan terhadap sesuatu

hal, yang dalam hal ini adalah pelaksanaan undang-undang dan/atau

kebijakan pemerintah. Adanya frasa “dan/atau” memiliki arti bahwa

penyelidikan tersebut dapat dilakukan terhadap pelaksanaan undang-

undang saja, terhadap kebijakan pemerintah saja, atau sekaligus terhadap

62 “Angket” dalam https://kbbi.web.id/angket, diakses tanggal 2 Oktober 2017. 63 Patrialis Akbar, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2012, hal. 62. 64 Bagir Manan, DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru, Yogyakarta; FH UII Press, 2003, hal. 38.

Page 52: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

52

pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah. Namun tidak

berhenti sampai di situ, masih ada kondisi lain yang harus dipenuhi, yaitu

pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah tersebut

harus berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tambahan berikutnya

adalah adanya dugaan pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan

pemerintah tersebut diduga bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan.

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 79 ayat (3) UU MD3, hak angket

adalah hak DPR untuk melakukan:

1. penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang; 2. penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah; atau 3. penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan kebijakan Pemerintah;

yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, terdapat penjelasan Pasal 79 ayat (3) UU MD3 yang

menyebutkan: “Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan

Pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden,

Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau

pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian.”

Penjelasan ayat ini bukan menjelaskan siapa pemerintah, melainkan

siapa yang melaksanakan undang-undang atau kebijakan pemerintah

tersebut. Terkesan ada kalimat yang tidak selesai, yaitu ketika ada frasa

“dilaksanakan sendiri” maka seharusnya ada kelanjutan “maupun

dilaksanakan oleh…”. Dengan demikian, pelaksanaan suatu undang-undang

dan/atau kebijakan Pemerintah tersebut dapat berupa kebijakan yang

dilaksanakan sendiri oleh pihak-pihak sebagaimana disebutkan secara

eksplisit, dan dapat pula yang dilaksanakan oleh pihak lain, di luar yang

disebut secara eksplisit di dalam penjelasan. Dengan demikian, penjelasan

tersebut bukan merinci siapa yang dimaksud dengan pemerintah.

Pasal 79 ayat (3) maupun penjelasannya tidak mengatur mengenai

terhadap siapa atau lembaga mana hak angket DPR seharusnya ditujukan.

Perkembangan ketatanegaraan sekarang ini telah melahirkan banyak

lembaga negara independen atau lembaga negara sampiran yang seringkali

diperdebatkan kedudukannya dengan ukuran Trias Politika. Ni’matul Huda

Page 53: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

53

menyebutkan bahwa proses kelahiran lembaga-lembaga sampiran negara

merupakan refleksi dari kontestasi dua kecenderungan klasik yang menjadi

salah satu pertanyaan besar yang bersifat permanen dalam studi ilmu

politik, yakni kecenderungan sentripetal (konsentrasi kekuasaan) dan

kecenderungan sentrifugal (pemencaran kekuasaan).65

Lebih lanjut dikemukakan oleh Ni’matul Huda, jika pada awalnya

kekuatan non-negara membatasi perjuangan mereka hanya untuk merebut

ruang bagi mereka sendiri yang telah dipilah-pilah secara ketat –state, civil

society, and economic society – dalam perkembangan sejak reformasi, telah

memperluas hasratnya untuk juga menjangkau kontrol atas ranah negara.

Dalam logika seperti ini, lewat lembaga-lembaga sampiran negara, aktor

non-negara bisa mengkonversi diri secara cepat sebagai aktor yang

bertindak atas nama dan untuk kepentingan publik yang selama ini

dimonopoli oleh negara. Negara bukan lagi sebuah institusi yang tunggal

dan otonom atas masyarakatnya, tetapi bergeser menjadi arena kontestasi

dari kekuatan-kekuatan yang ada dalam negara dan masyarakat.

Indikasinya jelas terlihat lewat dominannya aktor-aktor non-negara –para

aktivis, ilmuwan, dan sebagainya- dalam menguasai struktur pengambilan

keputusan dalam pelbagai lembaga sampiran negara. 66

Namun demikian, Mukhtie Fadjar berpendapat walaupun terhadap

ajaran Montesquieu itu timbul banyak keberatan, tetapi yang penting, yang

perlu diambil adalah jiwa dan tujuan dari ajaran tersebut, yaitu bahwa

kekuasaan negara itu jangan sampai disentralisasi dalam satu tangan

(badan) karena akan menimbulkan kesewenang-wenangan, melainkan harus

dibagi sehingga hak asasi warga negaranya terlindungi. Jadi bukan sistem

atau caranya yang memisahkan secara mutlak yang dipegang oleh tiga

organ. Boleh tidak setuju dengan sistem dan caranya, tetapi jiwa dan

tujuannya yang baik perlu diambil, bahwa adanya pembagian kekuasaan

negara mutlak diperlukan bagi suatu pembagian negara hukum modern.67

Hak angket (dengan nama yang berbeda-beda, enquete, inquiry)

dimiliki oleh banyak parlemen di dunia, baik yang menggunakan sistem

parlementer maupun sistem presidensiil. Berdasarkan pengertian dan

65 Ni’matul Huda, Sengketa Kewenangan Lembaga Negara dalam Teori dan Praktek di Mahkamah Konstitusi, Yogyakarta: FH UII Press, 2016, hal. 76. 66 Ibid.

67 Abdul Mukhtie Fadjar, Sejarah, Elemen, dan Tipe Negara Hukum, Malang: Setara Press, 2016, hal. 53.

Page 54: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

54

sejarah penggunaan hak angket tersebut, kecenderungan atau hal-hal apa

saja yang dapat diselidiki melalui angket tidak terbatas pada lembaga

pemerintah, namun dalam kerangka pelaksanaan fungsi DPR yaitu

pembentukan undang-undang, pengawasan terhadap pelaksanaan undang-

undang atau kebijakan pemerintah, dan pengawasan terhadap

penyelewengan administrasi dan keuangan. Dengan demikian, apabila

hendak dirumuskan terhadap siapa hak angket tersebut ditujukan, ukuran

yang paling jelas adalah pemerintah dan pasangan kerja DPR.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) bukan lembaga pemerintah melainkan

lembaga yang dibentuk oleh konstitusi yang bersifat nasional, tetap, dan

mandiri. KPU merupakan pasangan kerja Komisi II yang pernah juga

menjadi subjek hak angket DPR sebagai pelaksana dari UU Pemilu.

Pembatasan penggunaan hak angket, secara konstitusional hanya dibatasi

dalam ranah kekuasaan kehakiman. Artinya, hak angket DPR tidak dapat

mengambil alih masalah penegakan hukum yang menjadi ranah kekuasaan

kehakiman. Berdasarkan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, kekuasaan

kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Konteks penyelidikan dalam hak angket berbeda dengan penyelidikan

pro-justicia atau penyelidikan aparat penegak hukum (opsporing), yaitu

sebagai proses awal dalam mengungkapkan dugaan telah terjadi perbuatan

pidana. Penyelidikan parlemen terkait dengan fact finding untuk

merumuskan suatu kebijakan atau melakukan fungsi pengawasan.

Hak Menyatakan Pendapat

Rumusan Pasal 79 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2014 mendefinisikan

Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat

atas:

a. kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di

tanah air atau di dunia internasional;

b. tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau

c. dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan

pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara,

korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan

tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi

syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Page 55: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

55

Rumusan ini mempunyai arti bahwa hak menyatakan pendapat dapat

digunakan untuk tiga hal yang berbeda, yaitu kebijakan pemerintah atau

mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau dunia

internasional; tindak lanjut hak interpelasi dan hak angket; atau pintu

masuk pemakzulan terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Pada masa lalu,

hak ini dinamakan hak untuk mengusulkan mosi, resolusi, dan petisi. Baik

mosi, petisi, maupun resolusi merupakan pendapat DPR, oleh karenanya

kemudian disederhanakan dengan hak mengajukan pernyataan pendapat,

yang kemudian dalam perubahan UUD 1945 menjadi hak menyatakan

pendapat. Kemudian, dulu juga dikenal apa yang disebut dengan

memorandum yang terdapat dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/1978 yang

merupakan pintu masuk untuk menurunkan Presiden yang pernah

digunakan untuk menurunkan Presiden Abdurrahman Wahid.

Memorandum dan menyatakan pendapat kemudian disamakan karena

rumusan dalam UUD 1945, adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan

Presiden merupakan pendapat DPR yang diajukan kepada MK.

Sebagaimana diketahui, Perubahan UUD 1945 telah mengatur sistem

baru terkait dengan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada

masa jabatannya. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa Sistem

pemerintahan yang sebenarnya dimaksudkan sebagai sistem Presidential,

namun di dalam praktiknya lebih dominan menjadi sistem parlementer.

Presiden berhenti atau diberhentikan di tengah masa jabatannya karena

tidak lagi mendapat dukungan dari Parlemen. Presiden Soekarno turun

dengan peristiwa yang dikenal dengan Nawaksara dan Presiden

Abdurrahman Wahid yang turun karena skandal Buloggate dan Buneigate.

Untuk mempertegas sistem Presidential dimana seharusnya Presiden

mempunyai masa jabatan yang tetap (fix term) maka diaturlah sistem

pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden di tengah masa

jabatannya atau yang biasa dikenal dengan impeachment atau pemakzulan.

Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa

jabatannya apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum baik berupa

pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat

lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil

Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil

Presiden. Keputusan terkait dengan pemberhentian Presiden di tengah masa

jabatannya bukan hanya ditentukan oleh DPR, melainkan juga melibatkan

Page 56: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

56

lembaga negara lainnya, yaitu Mahkamah Konstitusi dan Majelis

Permusyawaratan Rakyat.

Selanjutnya, berdasarkan pengertian sebagaimana disebutkan di atas,

dapat diketahui bahwa hak DPR untuk menyatakan pendapat dapat berdiri

sendiri dan dapat pula sebagai kelanjutan dari pelaksanaan hak DPR yang

lain, yaitu hak interpelasi dan hak angket. Hak menyatakan pendapat juga

merupakan “pintu masuk” bagi proses pemakzulan Presiden dan/atau Wakil

Presiden. Yang perlu diperhatikan, khusus sebagai “pintu masuk”

pemakzulan, persyaratannya harus sesuai dengan UUD 1945 dan lebih

berat dibandingkan pernyataan pendapat yang pertama dan kedua.

MK berpendapat, menurut sistem ketatanegaraan Indonesia, hak

menyatakan pendapat ada yang bersifat umum (lex generalis) sebagaimana

diatur dalam Pasal 20A UUD 1945; dan ada yang bersifat khusus (lex

specialis) sebagaimana diatur dalam Pasal 7B UUD 1945. Mekanisme

pengambilan keputusan pendapat DPR menurut Pasal 7B UUD 1945

dilakukan dalam sidang paripurna yang dihadiri paling sedikit 2/3 anggota

DPR dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 anggota DPR yang hadir. Undang-

Undang sebelum UU No. 17 Tahun 2014 pernah memperberat persyaratan

tersebut pada Pasal 184 ayat (4). Menurut MK, mengatur semua jenis hak

menyatakan pendapat baik berdasarkan Pasal 20A UUD 1945 (lex generalis)

maupun Pasal 7A dan Pasal 7B UUD 1945 (lex specialis) dengan

menyamakan persyaratannya kurang tepat. Karena itu, MK menilai Pasal

184 ayat (4) UU MD3 bertentangan dengan Pasal 7B ayat (3) UUD 1945,

yang menyatakan usul pemberhentian presiden dan wakil presiden ke MK

harus memperoleh 2/3 dukungan dari jumlah anggota DPR yang hadir. MK

beralasan, Pasal 184 ayat (4) memunculkan penambahan syarat quorum

dari 2/3 menjadi ¾, maupun syarat persetujuan keputusan DPR . Aturan

tersebut tentu akan lebih mempersulit pelaksanaan hak menyatakan

pendapat, khususnya hak usul pemberhentian presiden dan wakil presiden

ke MK. Dengan sendirinya, pasal tersebut akan mempersulit pelaksanaan

hak dan kewenangan konstitusional DPR.

Ketentuan tersebut, menurut MK, juga bisa mengakibatkan DPR tidak

efektif melaksanakan fungsi pengawasan terhadap Presiden, sehingga tidak

sejalan dengan sistem checks and balances yang dianut dalam UUD 1945.

Lebih tegas, MK menyatakan bahwa aturan itu dapat mengakibatkan

terjadinya pelanggaran dalam proses kontrol terhadap Presiden dan Wakil

Presiden yang merupakan pelemahan terhadap demokrasi.

Page 57: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

57

Dengan pertimbangan di atas, MK menyatakan bahwa syarat

pengambilan keputusan DPR untuk usul menggunakan hak menyatakan

pendapat mengenai dugaan Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan

pelanggaran hukum, tidak boleh melebihi batas persyaratan yang

ditentukan oleh Pasal 7B ayat (3) UUD 1945. Bahkan, menurut MK,

persyaratan jenis hak menyatakan pendapat atas kebijakan Pemerintah,

kejadian luar biasa, dan tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak

angket, harus lebih ringan dibanding persyaratan pendapat DPR terkait

Pasal 7B ayat (3) UUD 1945. Karena itu, dengan tidak berlakunya ketentuan

Pasal 184 ayat (4) UU MD3, MK memutuskan ketentuan persyaratan

pengambilan keputusan mengenai “usul” penggunaan hak menyatakan

pendapat berlaku ketentuan mayoritas sederhana.

Hak DPR Menyatakan Pendapat juga berbeda dengan Hak individu

anggota Menyampaikan Usul dan Pendapat. Yang dimaksud dengan hak

anggota DPR menyampaikan usul dan pendapat adalah Anggota DPR berhak

menyampaikan usul dan pendapat mengenai suatu hal, baik yang sedang

dibicarakan maupun yang tidak dibicarakan dalam rapat.

A. Kajian terhadap Asas

B. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, Serta Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

1. MPR MPR kini bukan lagi lembaga tertinggi Negara, pemegang dan

pelaksana kedaulatan rakyat. Ini ditandai dengan diubahnya ketentuan

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan “Kedaulatan

berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Rumusan

baru Pasal 1 ayat (2) ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan dan

meneguhkan paham kedaulatan rakyat; dan bukannya menyangkut

pemasalahan kedudukan dari lembaga-lembaga negara melainkan

soal cara melaksanakan dan mewujudkan kedaulatan rakyat

sebagaimana diatur dalam UUD. Rumusan ini adalah “penjabaran

langsung” paham kedaulatan rakyat. Rumusan ini tidak lagi mengenal

istilah lembaga tertinggi negara maupun lembaga tinggi negara. Hal ini

berlainan dengan maksud dan penjabaran Pasal 1 ayat (2) UUD

1945 sebelum diubah, dimana UUD 1945 membentuk struktur

ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan

Page 58: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

58

MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini

berakibat pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-

institusi ketatanegaraan. Penguasaan terhadap MPR adalah kunci bagi

kekuasaan pemerintahan negara yang seakan-akan tanpa ada

hubungannya lagi dengan rakyat.

Selain itu, gagasan meniadakan kedudukan MPR sebagai

lembaga tertinggi secara konseptual ingin menegaskan kedaulatan

rakyat. Setiap lembaga yang mengemban tugas politik negara dan

pemerintahan (tidak termasuk kekuasaan kehakiman) adalah

pelaksana kedaulatan rakyat dan harus tunduk kepada rakyat.68

Artinya, ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 tidak

meletakan perwujudan MPR dalam gagasan sistem dua kamar, bahkan

ketika MPR mengubah konsep Kedaulatan yang berada di tangan MPR

menjadi, Pasal 1 ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan

rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar” dan

meskipun hal tersebut MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi,

tetapi sama seperti lembaga negara lainnya yang wewenangnya

ditetapkan secara limitatif dalam Pasal 3, Pasal 6A, Pasal 8, dan

Pasal 37 UUD 1945 sekaligus menggeser supremasi MPR ke supremasi

menurut UUD.

Dengan kedudukan MPR yang berubah, UUD 1945 masih

memberikan wewenang kepada MPR untuk mengubah dan

menetapkan UUD; dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil

Presiden dalam masa jabatannya berdasarkan UUD; memilih Wakil

Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden; serta

memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara

bersamaan dalam masa jabatannya.

Keanggotaan MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang

dipilih memalui pemilihan umum yang diresmikan dengan Keputusan

Presiden. Masa Jabatan Anggota MPR adalah lima tahun dan

berakhir bersamaan pada pada saat Anggota MPR yang baru

mengucapkan sumpah/janji.

MPR tidak bisa dikatakan sama dengan sistem dua kamar seperti

“Congress” (Amerika Serikat), “Parliament” (Inggris) atau “Staten

General” (Belanda). Kalau dilihat dari segi kewenangannya,

68 Bagir Manan, op.cit., hal. 74.

Page 59: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

59

wewenang MPR disebutkan secara limitatif dalam Pasal 3, Pasal 6A,

Pasal 7B, Pasal 8 dan Pasal 37 UUD 1945. Wewenang MPR untuk

menetapkan UUD tidak dimiliki oleh “Congress” Amerika Serikat,

“Parliament” Inggris dan “Staten General” Belanda.

Jika mencontoh model bikameral di Jerman, dimana Bundestag

mewakili pemerintahan federal kalau di Indonesia disamakan

dengan DPR, sedangkan Bundesrat mewakili negara bagian atau

disebut Laender di Indonesia disamakan dengan DPD. Kedua lembaga

itu (Bundestag dan Bundesrat) terpisah, berarti sistem bikameral yang

di anut di Indonesia bersifat “quasi federal”, karena Jerman bersifat

negara federal.

Menurut Prof. DR. Bagir Manan, tidak diketahui dasar pemikiran

MPR untuk meletakkan MPR dan DPR sebagi dua badan perwakilan

tingkat pusat yang terpisah.69 Ada yang mengaitkannya dengan Soviet

Tertinggi di Uni Republik Soviet Sosialis (Union of Soviet of Nationalities)70

Tetapi Soviet Uni dan Soviet Kebangsaan merupakan unsur-

unsur dari Soviet Tertinggi tidak terpisah satu sama lain. Soviet

Tertinggi adalah sistem perwakilan dua kamar, bukan badan terpisah

seperti MPR.

Ada juga yang mencoba mengaitkannya dengan Kongres Rakyat

Nasional (National People’s Conggress) di Republik Rakyat Cina.

Pendekatan ini kurang tepat, karena Kongres Rakyat Nasional

memiliki wewenang yang sangat luas, meliputi mengubah UUD,

mengawasi pelaksanaan UUD menetapkan dan mengubah undang-

undang, memilih Presiden dan Wakil Presiden, menyetujui Perdana

Menteri yang dicalonkan oleh Presiden.71 Dari jumlah keanggotaan,

wewenang dan kedudukan yang tidak setara antara DPR dan DPD,

mencerminkan bahwa sistem MPR yang dianut oleh perubahan UUD

1945 lebih bersifat “quasi bikameral” dalam sistem negara federal.

2. DPD

Permasalahan Yuridis yang dihadapi oleh DPD berawal dari

ketentuan mengenai DPD yang dirumuskan dalam UUD Negara

69Ibid. 70 Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Fakultas Hukum Univ. Islam Indonesia,

Jogyakarta, 2003. hal. 51. 71 Pasal 57 UUD RRC. (tahun 1977).

Page 60: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

60

Republik Indonesia Tahun 1945. Aturan-aturan yang ditetapkan dalam

UUD belum menterjemahkan dasar-dasar teoritis sistem parlemen

bikameral yang harus ditetapkan dalam bentuk normatif.

Prinsip check and balances yang menjadi tuntutan

perubahan UUD 1945 tidak tercermin dalam hubungan

kewenangan antara DPR, DPD dan Presiden.

Ketentuan dalam Pasal 22D ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD

1945, tidak dapat memberikan jawaban, apa sebetulnya yang menjadi

kewenangan DPD dalam bidang legislasi, anggaran dan pengawasan.

DPD dalam melaksanakan fungsinya, DPD juga mempunyai tugas dan

wewenang antara lain :

a. dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang

berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan

daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,

serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan

daerah;

b. ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan

dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan,

pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam

dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat

dan daerah; yang diajukan baik oleh DPR maupun oleh pemerintah;

c. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-

undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

d. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK;

e. dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang

mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan

penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber

daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pendidikan, dan agama serta

menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai

bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti;

f. menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk

dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR;

g. tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara.

Page 61: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

61

DPD hingga saat ini masih merasakan pelaksanaan fungsi DPD

sebagai lembaga perwakilan daerah kurang efektif dengan

pengaturan yang ada selama ini.

3. Anggaran DPR Dalam UU no. 17 tahun 2014 tentang MD3, pasal 75 ayat (1)

disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang DPR

(pasal 71 dan 72),

DPR memiliki kemandirian dalam menyusun anggaran yang dituangkan ke dalam program dan kegiatan disampaikan kepada Presiden untuk dibahas bersama DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam menyusun program dan kegiatan tersebut, DPR dapat menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya kepada Presiden untuk dibahas bersama.

Dalam pelaksanaannya sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR No. 1

tahun 2014 tentang Tata Tertib, penyusunan anggaran ini dilakukan oleh

BURT dengan berpedoman pada arah kebijakan umum anggaran DPR dan

berdasarkan pada usulan dari alat kelengkapan DPR dan fraksi dengan

memperhatikan geografis daerah pemilihan anggota.

Merujuk pada Pasal 71 dan Pasal 72 tersebut di atas, konsep

kemandirian dalam menyusun anggaran dapat dilaksanakan melalui 2 opsi,

yaitu menyusun sendiri besaran anggaran yang dibutuhkan atau DPR dapat

mengajukan standar biaya khusus (SBK) untuk kegiatan-kegiatan tertentu

yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan DPR dengan

mengikuti ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Tidak seluruh

kegiatan dapat ditetapkan dalam SBK. Berdasarkan pada petunjuk teknis

penyusunan standar biaya khusus yang diterbitkan Kementerian Keuangan,

ada beberapa kegiatan yang tidak dapat masuk dalam komponen SBK yaitu:

1) Kegiatan-kegiatan kesekretariatan yang sifatnya umum dalam

rangka operasional perkantoran pada Kementerian Negara/Lembaga

seperti: pembayaran gaji, operasional dan pemeliharaan kantor;

2) Kegiatan-kegiatan yang bersifat insidentil seperti: pengadaan barang

antara lain komputer dan kendaraan, pembangunan gedung kantor.

Pengajuan pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak

termasuk dalam SBK dapat diusulkan melalui penelaahan RKAKL,

dilengkapi dengan TOR, RAB, dan data pendukung terkait yang dapat

dipertanggungjawabkan. Namun demikian, DPR dapat mengusulkan

Page 62: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

62

alternatif lain kemandirian anggaran berdasarkan pada praktik-praktik yang

telah dilakukan di dalam maupun luar negeri, mencakup:

a. Penetapan Kemandirian dalam Mengatur Anggaran Sendiri Tingginya dinamika aspirasi masyarakat yang menuntut mobilitas

tinggi dan kurangnya keleluasaan (rigiditas) terhadap peraturan yang

ada terkait dengan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara,

DPR seharusnya diberikan keluasaan dalam mengatur anggarannya

sendiri di luar aturan kebijakan pengelolaan keuangan negara,

sebagaimana yang telah diberlakukan terhadap Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).

Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat

kolektif dan kolegial. Kepala Eksekutif adalah anggota Dewan

Komisioner yang bertugas memimpin pelaksanaan pengawasan

kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya

kepada Dewan Komisioner. Dengan keleluasaan yang dimiliki, DPR dapat

menetapkan standar biaya, kebijakan pengelolaan keuangan negara, dan

pertanggungjawaban keuangan negara yang dituangkan dalam bentuk

peraturan DPR. Untuk itu, DPR dapat membentuk badan pengelola

anggaran dan badan audit profesional dalam rangka menjaga prinsip

transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Terkait

dengan hal tersebut, maka perlu disisipkan pasal baru yang mengatur

kemandirian anggaran DPR dengan melihat penerapan di OJK.

Melihat penerapannya di OJK, tanggung jawab pengelolaan

anggaran di OJK dilimpahkan kepada Dewan Komisoner selaku

pimpinan tinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial. Selain Dewan

Komisioner, OJK juga memiliki Dewan Audit, yaitu organ pendukung

Dewan Komisioner yang bertugas melakukan evaluasi atas

pelaksanaan tugas OJK serta menyusun standar audit dan manajemen

risiko OJK.

Konsekuensi dari ketentuan ini adalah DPR akan bertanggung

jawab secara langsung terhadap pengelolaan keuangan negara, karena

dalam menghitung kegiatan operasional, administratif, pengadaan aset

serta kegiatan pendukung lainnya, DPR memiliki standar sendiri (yang

ditetapkan dalam peraturan DPR) yang dikecualikan dari standar biaya

umum pemerintah. Standar biaya umum ini ditetapkan setiap tahun

oleh pemerintah dan menjadi pedoman bagi seluruh

kementerian/lembaga dalam menyusun rencana kerja anggarannya.

Page 63: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

63

b. Penetapan Persentase Tertentu Anggaran DPR Terhadap APBN72 Penetapan persentase tertentu atas anggaran parlemen terhadap

anggaran negara (APBN) telah dilakukan oleh beberapa parlemen negara-

negara di dunia. Dasar dari otonomi anggaran ini salah satunya adalah

penjabaran prinsip pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif dan

yudikatif sebagaimana diatur dalam konstitusi. Di samping itu, prinsip

non-dependensi dan non-subordinasi juga menjadi prinsip yang

mendasari otonomi anggaran ini.

Karakter otonomi anggaran parlemen tidak berarti berupaya

menghalangi kerja sama dengan pemerintah dalam pengelolaan

anggaran, namun lebih memberikan keleluasaan bagi parlemen dalam

mengikuti peraturan yang ditetapkannya sendiri. Dalam beberapa kasus,

keterlibatan pemerintah terlihat dalam penyiapan usulan anggaran,

sebelum ditetapkan dalam rapat paripurna. Usulan anggaran ini dapat

merupakan bagian dari anggaran negara (UU APBN), atau dapat pula

menjadi terpisah dari APBN (UU terpisah).

Tabel 2. Perbandingan Anggaran Parlemen Negara Lain

No Negara

Penyusunan draf anggaran Parlemen Debat dan voting di parlemen

Penyiapan usulan

anggaran

Keterlibatan eksternal

Penetapan usulan

Presentasi usulan

Masuk dalam

UU APBN

UU terpisah

1 Belanda - Majelis

Pertama Ketua dan Watua

Menteri Dalam Negeri

Paripurna Ya

- Majelis Kedua

Biro – Setjen

Menteri Dalam Negeri

Paripurna Ya

2 Filipina - Senat Departmen

Administrasi dan Anggaran

- Komisi Bikameral

- Biro Ketua Parlemen

Ya

3 Rumania - Majelis

Deputi Departmen Questeurs

Tidak - Biro (berdasarkan laporan Questeurs)

- Komisi Anggaran Parlemen

Pemerintah Ya

- Senat Biro Tidak

72 The administrative and financial autonomy of parliamentary assemblies, Report

prepared by Mr Michel Couderc (France), adopted at the Moscow Session (September 1998)

Page 64: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

64

4 Italy - Majelis

Deputi Dewan Questeurs Tidak

Ya - Senat

Besarnya proporsi anggaran parlemen terhadap anggaran negara bervariasi.

Tabel 3. Perbandingan Porsi Anggaran Parlemen terhadap Anggaran Negara

No. Parlemen Porsi anggaran parlemen

terhadap anggaran negara (%)

1 Australia: - DPR - Senat

0.36 0.05

2 Kanada: - Senat

0.03

3 Cyprus 0.02 4 Republik Ceko

- Dewan Deputi - Senat

0.25 0.16

5 Denmark - Folketinget

0.011

6 Finlandia 0.1 7 Perancis

- DPR - Senat

0.17 0.09

8 Jerman 0.2 9 Hungaria

- DPR 1

10 Irlandia - Majelis Perwakilan

0.29

11 Belanda - Majelis Pertama - Majelis Kedua

0.07 0.15

12 Norwegia - DPR

0.086

13 Filipina - Majelis Perwakilan - Senat

0.03 0.16

14 Rusia - Konsil Federasi

0.04

15 Spanyol - Senat

0.03

16 Swedia - DPR

0.12

17 Thailand - DPR - Senat

0.17 0.02

18 Inggris - Majelis Tinggi

0.001

Page 65: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

65

- Majelis Rendah 0.001 19 Uruguay 2 20 Zambia 6

Berdasarkan survey yang dilakukan, ada beberapa skema untuk pengelolaan

anggaran yang diurutkan berdasarkan frekwensi penerapannya:

- Sekretaris Jenderal atau Kepala Divisi sebagai pengelola anggaran

melakukan pengeluaran. Pejabat ini juga merupakan pejabat akuntansi,

dari divisi keuangan atau akuntansi, mungkin melalui pendelegasian

dari berbagai divisi keuangan. Pengeluaran ini diaudit oleh seorang

auditor, pengawas keuangan atau seorang kepala akuntan.

- Ketua Parlemen bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran dan

mendelegasikan kekuasaannya kepada Sekretaris Jenderal atau

departemen khusus yang membantunya dalam mengelola anggaran.

Pembayaran diaudit oleh departemen akuntansi atau oleh seorang

kepala akuntan.

- Biro atau komisi parlemen yang bertanggung jawab atas pengelolaan

anggaran. Badan ini dibantu oleh Sekretaris Jenderal dan departemen

khusus yang melakukan pengeluaran, dan diaudit oleh kepala akuntan.

- Beberapa negara membentuk “The Questeurs” Parlemen (badan

gabungan dari DPR dan Senat) yang memiliki peranan kunci dalam

pengelolaan anggaran.

Ada beberapa peran yang dimiliki :

a) Di Belgia, Italia dan Perancis, badan ini memainkan peran lebih besar

dalam pengelolaan anggaran, pengeluaran dan pembayaran. Namun

keputusan keuangan yang paling penting selalu melibatkan

Ketua/Sekjen dan Biro. Sekretaris Jenderal memiliki kewenangan

melakukan pengeluaran sampai dengan jumlah tertentu.

b) Pada Parlemen di Afrika: Ketua Parlemen bertanggung jawab untuk

pengelolaan anggaran dan juga sebagai Pejabat Kepala Akuntansi (chief

accounting officer). The Questerurs mengusulkan pengeluaran,

mengaudit pembayaran dan otorisasinya. Badan ini dapat menerima

pendelegasian dari Ketua parlemen.

Pengawasan terhadap pengelolaan anggaran dilakukan dua cara :

a) pemeriksaan internal (oleh badan parlemen) dan/atau pengawas

eksternal (oleh badan independen dari parlemen)

Page 66: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

66

b) pemeriksaan umum (a priori) selama pelaksanaan anggaran atau

pemeriksaan khusus (a posteriori) di akhir pelaksanaan

Berdasarkan pada dua pola pengawasan tersebut, ada negara yang

sangat ketat pengawasannya (melibatkan pengawas eksternal pemerintah)

seperti di Republik Ceko, Hungaria, Namibia, Romania, Thailand, Zambia,

dan ada pula yang tidak terlalu ketat dimana parlemen sepenuhnya

melakukan pengawasan melalui badan independen (Belgia, Kanada,

Perancis).

Publikasi anggaran ini dilakukan di hampir semua Parlemen. Terkait

dengan anggaran yang telah ditetapkan, hampir separuh parlemen

mempublikasikan keseluruhan anggaran baik dalam Lembaran Negara

(official journal) atau dalam dokumen khusus yang diterbitkan oleh

parlemen. Beberapa parlemen langsung mempublikasikan dokumen

anggaran setelah selesai pembahasan, disamping UU Anggaran dalam

Lembaran Negara. Tujuannya adalah memberikan informasi/ pemahaman

tentang anggaran parlemen kepada masyarakat, baik rinciannya atau hanya

dalam beberapa aspek yang terpenting saja. Mayoritas parlemen hanya

mempublikasikan anggaran secara garis besar.

4. Program Pembangunan Daerah Pemilihan Salah satu hak Anggota DPR adalah mengusulkan dan

memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan. Pengaturan

mekanisme program pembangunan daerah pemilihan ini lebih banyak

dimuat dalam Peraturan nomor 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib. Klausul

yang dimuat dalam tatib antara lain:

- Tugas Komisi untuk menindaklanjuti penugasan dari pimpinan DPR

mengenai usulan Anggota berkaitan dengan aspirasi dari daerah

pemilihan dan/atau tugas pengawasan lainnya yang diputuskan dalam

rapat paripurna DPR.

- Tugas Badan Anggaran untuk mengintegrasikan usulan Anggota

berdasarkan aspirasi daerah pemilihan kepada komisi terkait.

- Hak anggota untuk meminta data dan informasi mengenai

pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah,

mengadakan kunjungan lapangan dan menyampaikan hasil pengawasan

kepada publik, dalam rangka memperjuangkan kepentingan masyarakat,

termasuk masyarakat di daerah pemilihan.

Page 67: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

67

- Pengintegrasian program Pembangunan Daerah Pemilihan ke dalam

program pembangunan nasional dalam APBN dan mekanisme

penyampaiaannya dalam rapat paripurna DPR.

Untuk mewujudkan janji, hak dan kewajiban Anggota DPR, maka hal-

hal yang berkaitan dengan program pembangunan daerah pemilihan harus

dituangkan dalam undang-undang untuk menegaskan implementasinya bagi

parlemen dan pemerintah. Penyempurnaan ini mencakup tugas komisi di

bidang anggaran dan memasukkan hak dan memperjuangkan program

pembangunan daerah pemilihan. Untuk menghindari adanya overlapping

antara fungsi pengawasan DPR selaku lembaga dengan hak pengawasan

anggota DPR selaku individu yang memperjuangkan program pembangunan

daerah pemilihan, maka pasal 227 (paragraf 9 yang mengatur Hak

Pengawasan) yang mengatur hak pengawasan individu anggota DPR terkait

pengawasan atas usulan program pembangunan daerah pemilihan perlu

diubah menjadi “paragraph 9: Hak Pengawasan Program Pembangunan

Daerah Pemilihan” tanpa mengubah isi pasal 227. Dengan memindahkan

klausul ini, dari peraturan menjadi undang-undang, diharapkan dapat

memperkuat komitmen parlemen dan pemerintah dalam rangka

mewujudkan program pembangunan daerah pemilihan.

5. Siklus Pembahasan APBN Mekanisme pembahasan siklus APBN dijabarkan secara lebih detail

dalam Peraturan DPR No. 1 tahun 2014 tentang Tatib. Siklus ini diawali

dengan pembahasan tentang Pembicaraan Pendahuluan, Pembahasan dan

Penetapan RUU tentang APBN, penetapan RUU tentang Perubahan atas

APBN, Pembahasan dan Penetapan RUU tentang Pertanggungjawaban

Pelaksanaan APBN, dan pembahasan laporan realisasi semester pertama

APBN dan perkiraan realisasi untuk 6 (enam) bulan berikutnya.

Klausul dana transfer daerah dalam Tatib DPR secara umum

mengatur tugas dari Badan Anggaran untuk membahas dana alokasi umum;

menerima usulan program yang akan didanai oleh dana alokasi khusus

berdasarkan kriteria teknis dari komisi terkait; menerima, membahas, dan

mengintegrasikan usulan Anggota berdasarkan aspirasi daerah pemilihan

kepada komisi terkait; dan sinkronisasi di Badan Anggaran terkait dengan

ketiga hal tersebut.

Pembahasan tentang dana transfer daerah ini perlu dimasukkan ke

dalam bentuk undang-undang. Di samping itu, dengan berubahnya

Page 68: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

68

nomenklatur dana transfer ke daerah menjadi dana transfer ke daerah dan

dana desa, maka perlu diciptakan pula mekanisme pengawasan yang efektif

terhadap transfer dana desa yang sudah dimulai pada tahun 2015.

Pengawasan parlemen terhadap dana tersebut dimaksudkan untuk

menghindari adanya pola ketergantungan baru dari pemerintah desa

terhadap anggaran dari APBN. Dana desa diharapkan dapat mewujudkan

kemandirian ekonomi desa, dan mampu mengatasi kesenjangan antar desa,

sebagaimana tujuan utama pengalokasian dana desa yang bersumber dari

APBN.

6. Mitra Kerja Jumlah mitra kerja setiap komisi saat ini bervariasi antara 5 – 17

mitra kerja. Kondisi ini mengakibatkan setiap mitra kerja kurang waktu

untuk membahas mengenai berbagai persoalan di bidangnya. Anggota DPR

juga terpecah-pecah konsentrasi dalam membahas suatu hal dalam satu

hari. Oleh karena itu, untuk mengefektifkan kerja komisi, dipikirkan untuk

mengecilkan jumlah mitra kerja dengan memperbanyak jumlah komisi.

Seperti halnya Komisi, Badan Anggaran dalam pelaksanaan tugasnya

juga membahas rencana kerja dan anggaran Kementerian Koordinator yaitu

(1) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; (2)

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; (3) Kementerian Koordinator

Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; dan (4) Kementerian

Koordinator Bidang Kemaritiman. Sementara, dalam praktiknya,

Kementerian Koordinator tidak disebutkan sebagai mitra kerja Badan

Anggaran.

7. Supporting System Dalam rangka memberikan dukungan pelayanan administrasi, teknis,

dan keahlian di MPR, DPR, dan DPD dari beberapa riset yang dilakukan

telah merekomendasikan agar dilakukan reformasi di tubuh supporting

system. Status sebagai PNS yang merupakan pegawai pemerintah telah

mengakibatkan tanggung jawab para pegawai tetap yang bekerja di

Sekretariat Jenderal MPR, DPR, dan DPD dua kaki, satu kaki berada di

arena eksekutif dan yang lainnya di area legislatif.

Kondisi demikian selama ini telah menimbulkan pertanyaan dimana

letak profesionalisme para pegawai yang berstatus sebagai PNS? Beberapa

kendala lain yang dihadapi yaitu terkait rekrutmen pegawai yang harus

Page 69: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

69

memperhatikan formasi yang diatur oleh Menteri PAN dan RB. Demikian

pula terkait beberapa ketentuan yang harus dihadapi oleh para pejabat

fungsional dimana pembinanya sebagian besar di luar instansi MPR, DPR,

dan DPD. Seringkali dalam praktiknya ketentuan yang mengatur mereka

kurang memperhatikan cara kerja di parlemen yang sangat berbeda dengan

di instansi pemerintah.

8. Kawasan Parlemen Penataan kawasan parlemen dimaksudkan untuk mempermudah

pengaturan orang/barang tanpa mengganggu aktivitas parlemen. Sebagai

representasi rakyat, Anggota DPR menampung aspirasi masyarakat melalui

berbagai cara antara lain kunjungan kerja ke daerah pemilihannya dan

menerima pengaduan masyarakat yang berkunjung langsung ke parlemen.

Penataan kawasan parlemen juga bertujuan untuk memberikan lingkungan

yang lebih baik bagi anggota DPR dalam menjalankan fungsi representasi

rakyat dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang berkualitas bagi

kepentingan rakyat. Diperlukan beberapa fasilitas pendukung yang

memadai bagi anggota dewan dan masyarakat, antara lain:

1. Pembangunan ruang anggota dan tenaga ahli Salah satu masalah yang mendesak antara lain pembangunan

ruang kerja bagi anggota dan tenaga ahli anggota dewan. Dengan

kondisi saat ini, 5 orang tenaga ahli bagi 1 orang anggota dewan,

maka diperlukan gedung yang mampu menampung 2.800 orang.

Standarisasi luas ruang kerja bagi pejabat negara telah diatur

dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

7/PMK.06/2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 248/Pmk.06/20 1 1 Tentang Standar Barang Dan

Standar Kebutuhan Barang Milik Negara Berupa Tanah Dan/Atau

Bangunan. Berdasarkan ketentuan tersebut, luas ruang kerja bagi

Pejabat Tinggi dan yang setingkat dapat diatur lebih lanjut oleh

Pengelola Barang dengan memperhatikan tugas dan fungsi pejabat

tinggi yang bersangkutan. Namun demikian, sebagai perbandingan,

total luas ruang kerja Menteri dan yang setingkat maksimum 223

m2 (dua ratus dua puluh tiga meter persegi) , dengan contoh

penerapan sebagai berikut:

Tabel 5. Ukuran Standar Ruangan

Page 70: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

70

No. Jenis Ruang Luas Satuan

a. Ruang Kerja 28 m2

b. Ruang Tamu 40 m2

c. Ruang Rapat 40 m2

d. Ruang Tunggu 60 m2

e. Ruang Istirahat 20 m2

f. Ruang

Sekretaris

15 m2

g. Ruang Simpan 14 m2

h. Ruang Toilet 6 m2

Jumlah 223 m2

Sumber: PMK No. 7/PMK.06/2016

Pembangunan gedung baru menjadi kebutuhan mendesak bila

melihat kondisi ruang anggota yang ada saat ini, yang luasnya

tidak sampai 50 m2. Gedung baru ini nantinya akan memberikan

akses khusus bagi masyarakat/tamu yang ingin mengunjungi

parlemen.

2. Pembangunan ruang pusat kajian legislasi Sebagai lembaga yang salah satu fungsinya melahirkan berbagai

produk perundang-undangan, diperlukan adanya dukungan

sarana dan prasarana bagi berjalannya fungsi ini secara efektif dan

efisien. Ruang pusat kajian legislasi merupakan ruang khusus bagi

anggota dan staf bidang legislasi untuk menyimpan segala bentuk

referensi dan produk yang telah dilahirkan oleh parlemen.

3. Pembangunan alun-alun demokrasi, museum dan perpustakaan, dan visitor center Kawasan parlemen memang seharusnya tidak membatasi akses

masyarakat yang ingin berkunjung/menyampaikan aspirasinya

kepada parlemen atau kepada anggota DPR yang diwakilinya.

Namun demikian, perlu dilaksanakan pembenahan/pengaturan

untuk menjamin tetap terselenggarakan persidangan dan aktivitas

parlemen dalam proses penyampaian aspirasi masyarakat di

parlemen. Untuk itu, diperlukan zonasi/pembatasan akses di

kawasan parlemen, tanpa menghilangkan prinsip “kedekatan”

Page 71: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

71

parlemen bagi rakyat/masyarakat. Karenanya diperlukan adanya

tempat khusus bagi masyarakat yang ingin menyuarakan

aspirasinya secara langsung di parlemen (alun-alun demokrasi) dan

visitor center bagi masyarakat yang ingin mengetahui lebih dekat

mekanisme kerja dan hal-hal lain terkait parlemen. Melalui visitor

center ini, masyarakat dapat secara menyaksikan langsung dan

mendengar jalannya persidangan dengan tetap menjaga ketertiban

jalannya persidangan.

4. Integrasi kawasan tempat tinggal dan tempat kerja anggota DPR Intensitas dan mobilitas yang tinggi mengharuskan anggota dewan

untuk secara kontinu menghadiri rapat-rapat dengan pemerintah.

Stamina yang terjaga dengan baik merupakan salah satu faktor

pendukung kinerja anggota dalam menjalankan aktivitasnya.

Integrasi kawasan tempat tinggal anggota dengan gedung parlemen

diharapkan mampu mengatasi padatnya jadwal rapat.

Di beberapa negara, seperti Inggris, pemerintah mengalokasikan

anggaran sewa rumah bagi anggota parlemen. Anggaran ini dikelola

oleh sebuah badan independen yaitu The Independent

Parliamentary Standards Authority (IPSA), yang mengatur ongkos

dan biaya perjalanan, pensiun, dan dukungan keuangan lainnya

bagi anggota parlemen dalam menjalankan fungsinya.

Parlemen Jepang menyediakan akomodasi bagi anggota parlemen

yang lokasinya berdekatan dengan kantor parlemen, sementara

anggota parlemen India menempati bungalow di New Delhi, dan

Myanmar membangun asrama bersama (shared dorms) bagi

anggota parlemennya.

C. Kajian terhadap Aspek Beban Keuangan Negara Beberapa hal baru yang diperkirakan akan berimplikasi kepada

beban keuangan negara dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Penambahan jumlah komisi

Page 72: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

72

Penambahan jumlah komisi akan mengakibatkan kebutuhan

jumlah ruang untuk rapat komisi. Namun demikian, bisa juga

dipikirkan dampak dari penambahan jumlah ruang dapat disiasati

dengan mengatur waktu rapat sehingga penambahan ruang tidak

diperlukan.

2. Penataan Kawasan Parlemen

Penataan kawasan parlemen mengakibatkan kebutuhan anggaran

pembangunan gedung, baik untuk fasilitas kerja anggota DPR dan

pegawai, juga termasuk museum, dan alun-alun.

B. Praktik Empiris

Page 73: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

73

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Substansi analisis dan evaluasi peraturan hukum terkait dimaksudkan

untuk memberikan gambaran mengenai peraturan perundang-undangan

yang menjadi landasan mengenai keberadaan, peranan, dan fungsi MPR,

DPR, DPD, dan DPRD. Analisis terhadap substansi pengaturan badan-badan

tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan berbagai persoalan yang yang

dihadapi. Permasalahan yang mungkin terjadi adalah pertentangan antara

peraturan yang satu dengan yang lainnya, baik secara vertikal maupun

horizontal. Di samping itu, apakah terjadi kekosongan dan tumpang tindih

peraturan. Analisis ini penting untuk menjamin agar RUU tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang

MPR, DPR, DPD, dan DPRD mempunyai kedudukan dan porsi yang jelas di

antara undang-undang yang lain, serta menjamin harmonisasi ketentuan

dalam undang-undang yang lain. Walaupun berjudul Undang-Undang

tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, akan tetapi dengan diundangkannya

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

ketentuan mengenai DPRD dicabut untuk diatur dalam Undang-Undang

tentang Pemerintahan Daerah tersebut, sehingga pengaturan di dalam

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD

tinggal mengatur MPR, DPR, dan DPD.

Dalam sistem hukum di Indonesia, terdapat jenis dan hierarki

peraturan perundang-undangan, yaitu Konstitusi atau UUD 1945 berada

pada urutan paling atas. Selain Konstitusi, berturut-turut secara hierarki

adalah Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.

Peraturan perundang-undangan tersebut tersusun dalam bertingkat, di

mana peraturan yang lebih tinggi lebih kuat dibandingkan dengan peraturan

Page 74: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

74

yang lebih rendah. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan

dengan peraturan yang lebih tinggi. Peraturan yang lebih tinggi merupakan

sumber dari peraturan yang lebih rendah. Apabila terjadi pertentangan

antara peraturan yang lebih rendah dan yang lebih tinggi maka peraturan

yang lebih rendah tidak dapat berlaku lagi. Prinsip ini dimaksudkan agar

tidak terjadi pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang lebih

rendah dengan peraturan yang lebih tinggi sehingga tercapai harmonisasi

dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan secara vertikal. Di

samping harmonisasi secara vertikal, diperlukan pula harmonisasi secara

horizontal, yaitu harmonisasi dan sinkronisasi antara peraturan perundang-

undangan yang berada pada tingkatan yang sama. Harmonisasi dan

sinkronisasi ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih pengaturan atau

kekosongan hukum yang berdampak pada efektivitas pelaksanaan suatu

undang-undang. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan MPR,

DPR, dan DPD pada saat ini tersebar dalam berbagai jenis peraturan

perundang-undangan, oleh karenanya, berikut kajian evaluasi dan analisis

berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan MPR, DPR,

dan DPD.

A. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UU MD3 merupakan ketentuan undang-undang organik dari UUD NRI

Tahun 1945. Oleh karena itu, banyak ketentuan pokok mengenai

pengaturan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang diatur

dalam UUD NRI Tahun 1945. Pasal 2 UUD NRI Tahun 1945 menjelaskan

bahwa MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui

pemilhan umum (pemilu). Sementara Anggota DPR, DPD, dan DPRD dipilih

melalui pemilu, sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD NRI Tahun 1945.

Peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik

(parpol); dan peserta pemilu untuk memilih anggota DPRD adalah

perseorangan.

a. MPR Dalam UUD NRI Tahun 1945, MPR diatur dalam Bab II, yaitu Pasal 2

dan Pasal 3. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibu Kota

Negara. Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan

Page 75: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

75

suara yang terbanyak. MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-

Undang Dasar (UUD). MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden dan

hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam

masa jabatannya menurut UUD.

MPR dapat mengusulkan perubahan UUD, sebagaimana diatur dalam

Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945. Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat

diagendakan dalam sidang MPR, apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya

1/3 dari jumlah anggota MPR. Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang

MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.

Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan

sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh

anggota MPR.

Dalam Pasal I Aturan Tambahan UUD NRI Tahun 1945 dinyatakan

bahwa MPR ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan

status hukum Ketetapan MPR Sementara dan Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang MPR tahun

2003.

b. DPR Dalam UUD NRI Tahun 1945, DPR diatur dalam Bab VII, yaitu Pasal

19 sampai dengan Pasal 22B. Susunan DPR diatur dengan undang-undang,

yaitu UU MD3. DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. Kedudukan

DPR sangat kuat, bahkan Presiden tidak dapat membekukan dan/atau

membubarkan DPR, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7C UUD NRI

Tahun 1945.

DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap

rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat

persetujuan bersama. Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat

persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan

lagi dalam persidangan DPR masa itu. Tidak hanya DPR secara

kelembagaan, UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa Anggota DPR berhak

mengajukan usul rancangan undang-undang. Ketentuan lebih lanjut

tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-

undang, yaitu UU MD3.

Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak

menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang

(perppu). Perppu itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan

Page 76: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

76

yang berikut. Jika tidak mendapat persetujuan, maka perppu itu harus

dicabut.

DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi

pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya, DPR mempunyai hak

interplasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Setiap anggota DPR

mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan

pendapat, serta hak imunitas. Ketentuan lebih lanjut tentang hak DPR dan

hak anggota DPR diatur dalam undang-undang, yaitu diatur dalam UU MD3.

Dalam menjalankan pemerintahan pada beberapa hal tertentu, UUD

NRI Tahun 1945 mengatur bahwa Presiden wajib meminta persetujuan DPR

atau pertimbangan DPR. Persetujuan DPR diatur dalam Pasal 11 UUD NRI

Tahun 1945, sementara pertimbangan DPR diatur dalam Pasal 13 dan 14

UUD NRI Tahun 1945. Presiden meminta persetujuan DPR untuk

menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara

lain. Presiden juga meminta persetujuan DPR dalam membuat perjanjian

internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar

bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara,

dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang.

Sementara itu, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR dalam hal

mengangkat duta, menerima penempatan duta negara, serta memberi

amnesti dan abolisi.

Tidak hanya hubungan DPR dengan Presiden yang diatur dalam UUD

NRI Tahun 1945. UUD NRI Tahun 1945 juga mengatur hubungan DPR

dengan kekuasaan kehakiman, khususnya mengenai pencalonan hakim

agung, hakim konstitusi, dan pengangkatan anggota Komisi Yudisial (KY).

Pasal 24A ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa calon Hakim

Agung diusulkan KY kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan

selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. DPR juga

mengajukan tiga orang hakim konstitusi dari sembilan orang formasi hakim

konstitusi yang tersedia, sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (3) UUD

NRI Tahun 1945. Pasal 24B ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa

anggota KY diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan

DPR.

c. DPD Dalam UUD NRI Tahun 1945, DPR diatur dalam Bab VIIA, yaitu Pasal

22C dan Pasal 22D. Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu.

Page 77: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

77

Anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh

anggota DPD itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. DPD

bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. Susunan dan kedudukan DPD

diatur dengan undang-undang, yaitu UU MD3. Anggota DPD dapat

diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur

dalam undang-undang, yaitu UU MD3.

DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang

berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan

keuangan pusat dan daerah, serta yang berkaitan dengan perimbangan

keuangan pusat dan daerah. DPD ikut membahas rancangan undang-

undang dengan topik-topik tersebut, serta memberikan pertimbangan

kepada DPR atas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak,

pendidikan dan agama. DPD dapat melakukan pengawasan atas

pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan,

pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,

pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan,

dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR

sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

d. DPRD UUD NRI Tahun 1945 tidak mengatur terlalu banyak mengenai DPRD.

Hanya Pasal 18 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang menyebut secara

spesifik mengenai DPRD, yaitu: “Pemerintahan daerah provinsi, daerah

kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang

anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.”Selanjutnya Pasal 18

ayat (7) menyatakan bahwa Susunan dan tata cara penyelenggaraan

pemerintahan daerah (termasuk DPRD) diatur dalam undang-undang, yaitu

UU MD3.

e. Irisan Tugas dan Wewenang DPR dan DPD Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, ada beberapa tugas dan

wewenang DPR dan DPD yang beririsan, yaitu mengenai rancangan undang-

undang anggaran pendapatan dan belanja negara (RUU APBN) yang

diajukan oleh Presiden. RUU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas

Page 78: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

78

bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, sebagaimana

diatur dalam Pasal 23 UUD NRI Tahun 1945. Apabila DPR tidak menyetujui

rancangan APBN yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan

APBN tahun yang lalu. Selain mengenai RUU APBN, Pasal 23F UUD NRI

Tahun 1945 menyatakan bahwa Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan

oleh Presiden.

f. Irisan Tugas dan Wewenang DPR, DPD, dan DPRD Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, ada beberapa tugas dan

wewenang DPR, DPD, dan DPRD yang beririsan, yaitu untuk memeriksa

pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara, sebagaimana

diatur dalam Pasal 23E UUD NRI Tahun 1945. Hasil pemeriksaan keuangan

yang dilakukan oleh BPK diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai

dengan kewenangannya.

g. Irisan Tugas dan Wewenang DPR dan MPR Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, ada beberapa tugas dan

wewenang DPR dan MPR yang beririsan, terutama yang terkait dengan

pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Dalam Pasal 7A UUD NRI

Tahun 1945 dinyatakan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat

diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila

terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan

terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau

perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat

sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Selanjutnya Pasal 7B UUD NRI

Tahun 1945 mengatur bahwa usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil

Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih

dahulu mengajukan permintaan kepada MK untuk memeriksa, mengadili,

dan memutus dugaan DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah

melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi

syarat. Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah

melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi

syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka

pelaksanaan fungsi pengawasan DPR.

Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan

dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang

Page 79: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

79

hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3

dari jumlah anggota DPR. MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus

dengan seadil-adilnya paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan

DPR itu diterima oleh MK. Apabila MK memutuskan bahwa Presiden

dan/atau Wakil Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum

tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat, DPR menyelenggarakan

sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden

dan/atau Wakil Presiden kepada MPR.

MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR

tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak MPR menerima usul tersebut.

Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden

harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-

kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya

2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil

Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat

paripurna MPR.

Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat

melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil

Presiden sampai habis masa jabatannya. Dalam hal terjadi kekosongan

Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, MPR

menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon

yang diusulkan oleh Presiden. Selain itu, jika MPR atau DPR tidak dapat

mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut

agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR

dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.

B. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Page 80: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

80

Tahun 2014 Nomor 383, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5650)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) menindaklanjuti

pengaturan mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang terdapat dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Akan

tetapi, berdasarkan Pasal 409 huruf d Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengaturan mengenai DPRD yang

terdapat dalam UU MD3 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan

demikian, UU MD3 hanya memuat pengaturan mengenai MPR, DPR, dan

DPD.

Pengaturan mengenai MPR yang dimuat dalam UU MD3 antara lain

susunan dan kedudukan MPR, wewenang dan tugas MPR, keanggotaan

MPR, hak dan kewajiban anggota MPR, fraksi dan kelompok anggota MPR,

alat kelengkapan MPR, pelaksanaan wewenang dan tugas MPR, pelaksanaan

hak anggota MPR, persidangan dan pengambilan keputusan di MPR, dan

penggantian antarwaktu anggota MPR. Susunan MPR diatur dalam Pasal 2

UU MD3 yaitu MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih

melalui pemilihan umum. Adapun kedudukan MPR diatur dalam Pasal 3 UU

MD3 yaitu MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang

berkedudukan sebagai lembaga negara.

Wewenang MPR diatur dalam Pasal 4 UU MD3. Wewenang tersebut

terdiri atas:

a. mengubah dan menetapkan UUD NRI Tahun 1945;

b. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum;

c. memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau

Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Mahkamah Konstitusi

memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti

melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,

korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela

dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden;

Page 81: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

81

d. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat,

berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya

dalam masa jabatannya;

e. memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden

apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa

jabatannya; dan

f. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat,

berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya

dalam masa jabatannya secara bersamaan dari 2 (dua) pasangan calon

presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik yang pasangan calon presiden dan wakil

presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam

pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

Adapun tugas MPR diatur dalam Pasal 5 UU MD3. Tugas tersebut terdiri

atas:

a. memasyarakatkan ketetapan MPR;

b. memasyarakatkan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Negara Kesatuan

Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;

c. mengkaji sistem ketatanegaraan, UUD NRI Tahun 1945, serta

pelaksanaannya; dan

d. menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan UUD NRI

Tahun 1945.

Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden, sedangkan masa

jabatan anggota MPR adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota

MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji. Hal tersebut diatur dalam

Pasal 7 UU MD3. Hak anggota MPR diatur dalam Pasal 10 UU MD3. Hak

anggota MPR tersebut terdiri atas mengajukan usul pengubahan pasal UUD

NRI Tahun 1945, menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan

keputusan, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, protokoler, serta

keuangan dan administratif. Adapun, kewajiban anggota MPR diatur dalam

Pasal 11 UU MD3. Kewajiban tersebut terdiri atas memegang teguh dan

mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD NRI Tahun 1945 dan menaati

peraturan perundang-undangan, memasyarakatkan Pancasila, UUD NRI

Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal

Ika, mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mendahulukan kepentingan

Page 82: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

82

negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan, dan

melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.

Fraksi diatur dalam Pasal 12 UU MD3. Fraksi merupakan

pengelompokan anggota MPR yang mencerminkan konfigurasi partai politik.

Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang batas

perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR. Setiap anggota MPR

yang berasal dari anggota DPR harus menjadi anggota salah satu fraksi.

Fraksi dibentuk untuk mengoptimalkan kinerja MPR dan anggota dalam

melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat. Adapun kelompok anggota

diatur dalam Pasal 13 UU MD3. Kelompok anggota MPR merupakan

pengelompokan anggota MPR yang berasal dari seluruh anggota DPD.

Kelompok anggota MPR dibentuk untuk meningkatkan optimalisasi dan

efektivitas kinerja MPR dan anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai

wakil daerah.

Alat kelengkapan MPR menurut Pasal 14 UU MD3 terdiri atas

pimpinan dan panitia ad hoc MPR. Dalam Pasal 15 ayat (1) UU MD3

dinyatakan pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat)

orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR. Pimpinan MPR

tersebut dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat

tetap. Adapun Panitia ad hoc MPR menurut Pasal 20 UU MD3 terdiri atas

pimpinan MPR dan paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah anggota dan

paling banyak 10% (sepuluh persen) dari jumlah anggota yang susunannya

mencerminkan unsur DPR dan unsur DPD secara proporsional dari setiap

fraksi dan kelompok anggota MPR. Anggota Panitia ad hoc diusulkan oleh

DPR dan DPD dari setiap fraksi dan kelompok anggota MPR.

Pelaksanaan wewenang dan tugas MPR meliputi:

a. pengubahan UUD NRI tahun 1945

Usul pengubahan pasal UUD NRI Tahun 1945 diajukan oleh paling

sedikit 1/3 (satu per tiga) dari jumlah anggota MPR. Setiap usul

pengubahan diajukan secara tertulis dengan menunjukkan secara

jelas pasal yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

b. pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum

MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum

dalam sidang paripurna MPR. Jika MPR tidak dapat

menyelenggarakan sidang tersebut maka Presiden dan Wakil Presiden

bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di

hadapan rapat paripurna DPR. Akan tetapi, jika DPR tidak dapat

Page 83: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

83

menyelenggarakan rapat tersebut maka Presiden dan Wakil Presiden

bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di

hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah

Agung.

c. pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam Masa

Jabatannya

MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden

dalam masa jabatannya menurut UUD NRI Tahun 1945.

Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diusulkan oleh DPR.

Usul DPR tersebut harus dilengkapi putusan Mahkamah Konstitusi

bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan

pelanggaran hukum, baik berupa pengkhianatan terhadap negara,

korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya maupun perbuatan

tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden

tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

d. pelantikan Wakil Presiden menjadi Presiden

Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat

melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh

Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya.

e. pemilihan dan pelantikan Wakil Presiden

Jika terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR menyelenggarakan

sidang paripurna untuk memilih Wakil Presiden.

f. pemilihan dan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden

Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan,

atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya

maka MPR menyelenggarakan sidang paripurna.

Pelaksanaan hak anggota MPR meliputi:

a. hak imunitas

Anggota MPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena

pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya

baik secara lisan maupun tertulis di dalam sidang atau rapat MPR

atau di luar sidang atau rapat MPR yang berkaitan dengan wewenang

dan tugas MPR. Anggota MPR tidak dapat diganti antarwaktu karena

pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya

baik di dalam sidang atau rapat MPR maupun di luar sidang atau

rapat MPR yang berkaitan dengan wewenang dan tugas MPR. Akan

tetapi, hal tersebut tidak berlaku dalam hal anggota yang

Page 84: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

84

bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam

rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam

ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

b. hak protokoler

Pimpinan dan anggota MPR mempunyai hak protokoler. Tata cara

pelaksanaan hak protokoler diatur dalam peraturan perundang-

undangan.

c. hak keuangan dan administratif

Pimpinan dan anggota MPR mempunyai hak keuangan dan

administratif. Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota

MPR disusun oleh pimpinan MPR dan diatur sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Persidangan MPR diselenggarakan untuk melaksanakan wewenang dan

tugas MPR. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam 5 (lima) tahun di ibu

kota negara. Adapun pengambilan keputusan dalam sidang MPR terlebih

dahulu diupayakan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Jika

musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan diambil melalui

pemungutan suara.

Penggantian antarwaktu anggota MPR dilakukan apabila terjadi

penggantian antarwaktu anggota DPR atau anggota DPD. Pemberhentian

dan pengangkatan sebagai akibat penggantian antarwaktu anggota MPR

diresmikan dengan keputusan Presiden.

Pengaturan mengenai DPR yang dimuat dalam UU MD3 antara lain

susunan dan kedudukan DPR, Fungsi DPR, wewenang dan tugas DPR, hak

DPR, hak anggota DPR, alat kelengkapan DPR, Susunan DPR diatur dalam

Pasal 67 UU MD3 yaitu terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan

umum yang dipilih melalui pemilihan umum. Adapun kedudukan DPR

diatur dalam Pasal 68 UU MD3 yaitu DPR merupakan lembaga perwakilan

rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.

Fungsi DPR diatur dalam Pasal 69 UU MD3. Fungsi tersebut terdiri

atas fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Ketiga fungsi tersebut

dijalankan dalam kerangka representasi rakyat dan juga untuk mendukung

upaya Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Fungsi legislasi dilaksanakan

sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-

undang. Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan

Page 85: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

85

persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan

undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden. Fungsi

pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-

undang dan APBN.

Wewenang DPR diatur dalam Pasal 71 UU MD3. Wewenang tersebut

terdiri atas:

a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk

mendapat persetujuan bersama;

b. memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan

terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang

diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang;

c. membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden

atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat

dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan

daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi

lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan

mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara

DPR dan Presiden;

d. memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang

tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan

pajak, pendidikan, dan agama;

e. membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan

DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang

tentang APBN yang diajukan oleh Presiden;

f. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan

oleh DPD atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi

daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,

hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan

sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan,

dan agama;

g. memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang

dan membuat perdamaian dengan negara lain;

h. memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang

menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat

yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan

perubahan atau pembentukan undang-undang;

Page 86: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

86

i. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti

dan abolisi;

j. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat

duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain;

k. memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD;

l. memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan

pemberhentian anggota Komisi Yudisial;

m. memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi

Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden; dan

n. memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada

Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden.

Adapun tugas DPR diatur dalam Pasal 72 UU MD3. Tugas tersebut terdiri

atas:

a. menyusun, membahas, menetapkan, dan menyebarluaskan program

legislasi nasional;

b. menyusun, membahas, dan menyebarluaskan rancangan

undangundang;

c. menerima rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD

berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,

serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan

daerah;

d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang,

APBN, dan kebijakan pemerintah;

e. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan

dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK;

f. memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara

yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas

dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban

keuangan negara;

g. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi

masyarakat; dan

h. melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-undang.

Hak DPR diatur dalam Pasal 79 UU MD3. Hak DPR terdiri atas hak

interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. Hak interpelasi adalah hak

Page 87: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

87

DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan

Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hak angket adalah

hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu

undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal

penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan. Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk

menyatakan pendapat atas:

a. kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di

tanah air atau di dunia internasional;

b. tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; atau

c. dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan

pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara,

korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan

tercela dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Hak Anggota DPR diatur dalam Pasal 80 UU MD3. Hak tersebut terdiri

atas mengajukan usul rancangan undang-undang, mengajukan pertanyaan,

menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri,

imunitas, protokoler, keuangan dan administratif, pengawasan,

mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah

pemilihan, dan melakukan sosialiasi undang-undang.

Alat kelengkapan DPR berdasarkan Pasal 83 ayat (1) UU MD3 terdiri

atas pimpinan, Badan Musyawarah, komisi, Badan Legislasi, Badan

Anggaran, Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, Mahkamah Kehormatan

Dewan, Badan Urusan Rumah Tangga, panitia khusus, dan alat

kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.

Pimpinan alat kelengkapan DPR dipilih dari dan oleh anggota DPR dalam

satu paket yang bersifat tetap. Jumlah Pimpinan komisi, Badan Legislasi,

Badan Anggaran, Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, Mahkamah

Kehormatan Dewan, dan Badan Urusan Rumah Tangga ditambah 1 (satu)

berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Page 88: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

88

Pengaturan mengenai DPD yang dimuat dalam UU MD3 antara lain

susunan dan kedudukan DPD, Fungsi DPD, wewenang dan tugas DPD,

keanggotaan DPD, hak DPD, hak anggota DPD, dan alat kelengkapan DPD.

Susunan DPD diatur dalam Pasal 246 UU MD3 yaitu terdiri atas wakil

daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. Adapun kedudukan

DPD diatur dalam Pasal 247 UU MD3 yaitu DPD merupakan lembaga

perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara.

Fungsi DPD diatur dalam Pasal 248 UU MD3. Fungsi tersebut terdiri

atas:

a. pengajuan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran

serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan

sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan

perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR;

b. ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan

dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,

pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam

dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan

pusat dan daerah;

c. pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang

tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

dan

d. pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi

daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,

hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan

sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan,

dan agama.

Wewenang dan tugas DPD diatur dalam Pasal 249 UU MD3. Wewenang

tersebut terdiri atas:

a. mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan

otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan

pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan

perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR;

b. ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal

sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

Page 89: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

89

c. menyusun dan menyampaikan daftar inventaris masalah rancangan

undang-undang yang berasal dari DPR atau Presiden yang berkaitan

dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

d. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan

undangundang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang

berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

e. dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang

mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan

penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan

sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan

APBN, pajak, pendidikan, dan agama;

f. menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undangundang

mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan

penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan

undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR

sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti;

g. menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai

bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan APBN;

h. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota

BPK; dan

i. menyusun program legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran

serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan

sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan

perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Keanggotaan DPD diatur dalam Pasal 252 UU MD3. Anggota DPD dari

setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 (empat) orang. Jumlah anggota

DPD tidak lebih dari 1/3 (satu per tiga) jumlah anggota DPR.

Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan Presiden. Hak DPD

diatur dalam Pasal 256 UU MD3. Hak DPD tersebut terdiri atas:

a. mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan

otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan

pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan

perimbangan keuangan pusat dan daerah;

Page 90: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

90

b. ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan

otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,

pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam

dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat

dan daerah;

c. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pembahasan rancangan

undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan

rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,

dan agama; dan

d. melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai

otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan

daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam

dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,

pendidikan, dan agama.

Hak anggota DPD diatur dalam Pasal 257 UU MD3. Hak anggota DPD

tersebut terdiri atas hak bertanya, menyampaikan usul dan pendapat,

memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, protokoler, serta keuangan

dan administratif.

Alat kelengkapan DPD diatur dalam Pasal 259 UU MD3. Alat

kelengkapan DPD tersebut terdiri atas pimpinan, panitia musyawarah,

panitia kerja, panitia perancang undang-undang, panitia urusan rumah

tangga, badan kehormatan, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan

dan dibentuk oleh rapat paripurna.

C. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

(UU No 5 Tahun 2014 Tentang ASN) merupakan Undang-Undang yang

menggantikan atau mencabut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang

Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 43 Tahun 1999. UU No 5 Tahun 2014 Tentang ASN dibentuk

atas pertimbangan antara lain untuk membangun aparatur sipil negara yang

memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik,

bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu

menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu

menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa

berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

Page 91: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

91

Pegawai ASN terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai

pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Definisi PNS adalah warga

negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai

ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki

jabatan pemerintahan. Adapun definisi PPPK adalah warga negara Indonesia

yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja

untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas

pemerintahan.

Untuk dapat menjalankan tugas pelayanan publik, tugas

pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu, pegawai ASN harus

memiliki profesi dan manajemen ASN yang berdasarkan pada sistem merit

atau perbandingan antara kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang

dibutuhkan oleh jabatan dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang

dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan

promosi pada jabatan yang dilaksanakan secara terbuka dan kompetitif,

sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

Keterkaitan antara UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN dan UU tentang

MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) adalah mengenai sistem pendukung.

Pasal 413 UU MD3 menyatakan bahwa untuk mendukung kelancaran

pelaksanaan wewenang dan tugas MPR, DPR, dan DPD, dibentuk Sekretariat

Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal DPR, dan Sekretariat.Jenderal DPD yang

susunan organisasi dan tata kerjanya diatur dengan peraturan Presiden atas

usul lembaga masing-masing. Selanjutnya dinyatkan bahwa Sekretaris

Jenderal MPR, DPR, dan DPD pada dasarnya berasal dari PNS profesional

yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Hal ini menegaskan bahwa pimpinan organisasi di Sekretariat

Jenderal di ketiga lembaga tinggi negara tersebut harus berasal dari PNS.

Selanjutnya hubungan UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN dan UU

MD3 adalah terkait dengan pegawai MPR DPR dan DPD. Pasal 415 UU MD3

menyatakan bahwa pegawai Sekretariat Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal

DPR dan Badan Keahlian DPR, serta Sekretariat Jenderal DPD terdiri atas

PNS dan pegawai tidak tetap. Ketentuan mengenai manajemen kepegawaian

MPR, DPR, dan DPD diatur dengan peraturan lembaga masing-masing yang

dibahas bersama dengan Pemerintah untuk ditetapkan dalam peraturan

pemerintah. Ketentuan mengenai kepegawain di RUU perubahan atas UU

MD3 kedapan harus disinkronkan dengan nomenklatur yang digunakan

dalam UU No 5 Tahun 2014 Tentang ASN, dimana pegawai ASN terdiri atas

Page 92: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

92

PNS dan PPPK. Hal ini untuk menciptakan keharmonisan nomenklatur

kepegawain MPR, DPR, dan DPD dengan UU No 5 Tahun 2014 Tentang ASN.

Hal penting lain keterkaitan antara UU No 5 Tahun 2014 Tentang

ASN dengan UU MD3 yaitu mengenai larangan rangkap jabatan. Pasal 236

dan 302 UU MD3 menyatakan bahwa anggota DPR dan anggota DPD serta

anggota MPR tentunya, karena MPR terdari atas anggota DPR dan anggota

DPD, dilarang merangkap jabatan sebagi PNS. Hal ini menegaskan bahwa

pegawai PNS yang merupakan bagian dari pegawai ASN harus menjaga

kenetralannya dan tidak menjadi bagian/pengurus partai politik tertentu.

D. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

UU Keuangan Negara dibentuk untuk memenuhi amanat ketentuan

Pasal 23C UUD 1945. UU ini berisi beberapa hal penting terkait dengan

pengaturan Keuangan Negara di antaranya pengertian dan ruang lingkup

keuangan negara, asas-asas umum pengelolaan keuangan negara,

kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan

negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan

Menteri/Pimpinan Lembaga, serta penetapan bentuk dan batas waktu

penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.

Dalam perubahan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD, wacana yang

dibawa adalah kemandirian anggaran yang akan dilakukan oleh lembaga

keparlemenan, yaitu oleh MPR, DPR, maupun DPD, sedangkan untuk DPRD

saat ini sudah menjadi ranah Pemerintahan Daerah dalam UU Pemerintahan

Daerah. Dalam kaitannya dengan UU Keuangan Negara, substansi yang

terkait dengan kemandirian anggaran perlu dilihat dari beberapa aspek.

Pertama, pihak yang melakukan pengelolaan keuangan negara. Kedua,

pihak yang melakukan pertanggungjawaban keuangan negara.

Terkait dengan pengelolaan Keuangan Negara, dalam Pasal 6 UU

Keuangan Negara mengatur bahwa:

1. Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan

pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan

pemerintahan.

2. Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :

a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan

Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang

dipisahkan;

Page 93: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

93

b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna

Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang

dipimpinnya;

c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala

pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan

mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah

yang dipisahkan;

d. tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi

antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur

dengan undang-undang.

Hal ini mengandung pengertian bahwa pada prinsipnya kekuasaan

pengelolaan Keuangan Negara dipegang oleh Presiden RI yang selanjutnya

dapat dikuasakan kepada beberapa pihak di antaranya dikuasakan kepada

pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang lembaga

yang dipimpinnya.

Jika melihat pada penjelasan Pasal 6 ayat (2) huruf b UU Keuangan

Negara, yang dimaksud dengan lembaga adalah lembaga negara dan

lembaga pemerintah nonkementerian negara. Di lingkungan lembaga

negara, yang dimaksud dengan pimpinan lembaga adalah pejabat yang

bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan lembaga yang bersangkutan.

Yang perlu dikaji lebih lanjut apakah pejabat yang bertanggung jawab atas

pengelolaan keuangan lembaga negara adalah Pimpinan Lembaga Negara

yang dalam hal ini Pimpinan DPR, Pimpinan MPR, atau Pimpinan DPD,

ataukah pimpinan suatu badan yang dibentuk khusus yang memiliki

kewenangan dan kemampuan untuk melakukan pengelolaan Keuangan

Negara. Hal ini menjadi penting karena tugas pimpinan lembaga negara

yang diberi kuasa untuk melakukan pengelolaan Keuangan Negara di

lembaga negaranya memiliki tugas yang tidak kalah penting, sebagaimana

diatur dalam Pasal 9 UU Keuangan Negara, yaitu:

1. menyusun rancangan anggaran lembaga yang dipimpinnya;

2. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

3. melaksanakan anggaran lembaga yang dipimpinnya;

4. melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan

menyetorkannya ke Kas Negara;

5. mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab

lembaga yang dipimpinnya;

Page 94: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

94

6. mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

lembaga yang dipimpinnya;

7. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan lembaga yang

dipimpinnya; dan

8. melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya

berdasarkan ketentuan undang-undang.

Selanjutnya, dalam hal pertanggungjawaban Keuangan Negara, setiap

lembaga Negara dalam melaksanakan pertanggungjawaban pelaksanaan

APBN harus membuat laporan keuangan lembaga Negara, hal ini

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 30 ayat (2) UU Keuangan Negara, yang

menyatakan “Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi

Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas

Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan

negara dan badan lainnya.” Hal ini berimplikasi jika DPR, MPR, dan DPD

memiliki kemandirian anggaran maka harus memenuhi ketentuan dalam

Pasal 30 ayat (2) UU Keuangan Negara, yaitu DPR, MPR, DPD harus

membuat laporan keuangan sebagai prasyarat laporan keuangan presiden

kepada DPR.

E. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara

Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan

bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola

dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan

negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23C Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan secara

profesional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD). Bahwa dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban

keuangan negara diperlukan kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan

negara yang mengatur perbendaharaan negara yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Beberapa

ketentuan dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara yang terkait

dengan Undang-Undang MD3 dan perlu disinkronisasikan dalam

pengaturannya yaitu terkait dengan ketentuan kewenangan MPR, DPR, DPD

dalam menyusun anggaran yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-

Page 95: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

95

Undang Perbendaharaan Negara yang menyebutkan bahwa : “Dalam Pasal 4

ayat (2) tersebut dinyatakan bahwa Menteri/pimpinan lembaga selaku

Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang

dipimpinnya, berwenang:

a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

b. menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;

c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan

negara;

d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan

piutang;

e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran

belanja;

f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah

pembayaran;

g. menggunakan barang milik negara;

h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik

negara;

i. mengawasi pelaksanaan anggaran;

j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan; kementerian

negara/lembaga yang dipimpinnya.

Bahwa kewenangan MPR, DPR dan DPD dalam menyusun anggaran diatur

dalam Pasal 6, Pasal 75 dan Pasal 250 UU MD3. Dalam Pasal 6

menyebutkan :

(1) Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 dan Pasal 5 MPR memiliki kemandirian menyusun

anggaran yang dituangkan ke dalam program dan kegiatan disampaikan

kepada Presiden untuk dibahas bersama DPR sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam menyusun program dan kegiatan MPR sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, MPR dapat menyusun

standar biaya khusus dan mengajukannya kepada Pemerintah untuk

dibahas bersama.

(3) Anggaran MPR dikelola oleh Sekretariat Jenderal MPR sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 96: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

96

(4) MPR menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran MPR dalam

peraturan MPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Kewenangan DPR dalam menyusun anggaran diatur dalam Pasal 75 yang

menyebutkan :

(1) Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 71 dan Pasal 72 DPR memiliki kemandirian menyusun

anggaran yang dituangkan ke dalam program dan kegiatan disampaikan

kepada Presiden untuk dibahas bersama DPR sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam menyusun program dan kegiatan DPR sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, DPR dapat menyusun

standar biaya khusus dan mengajukannya kepada Presiden untuk

dibahas bersama.

(3) Anggaran DPR dikelola oleh Sekretariat Jenderal DPR sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) DPR menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran DPR dalam

peraturan DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Kewenangan DPD dalam menyusun anggaran diatur dalam Pasal 250 yang

menyebutkan :

(1) Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 249, DPD menyusun anggaran yang dituangkan dalam

program dan kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(2) Dalam menyusun program dan kegiatan DPD sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, DPD dapat menyusun

standar biaya khusus dan mengajukannya kepada Pemerintah untuk

dibahas bersama.

(3) Pengelolaan anggaran DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPD di bawah pengawasan

Panitia Urusan Rumah Tangga sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Page 97: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

97

(4) DPD menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran DPD dalam

peraturan DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(5) DPD melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) kepada publik dalam laporan kinerja tahunan.

Untuk menjaga kemandirian anggaran suatu Lembaga dalam hal ini

maka perlu dijaga pertanggungjawaban anggaran itu sendiri. Bahwa

pertanggungjawaban tersebut juga harus bersifat transparan dan akuntabel.

MPR, DPR, dan DPD menetapkan pertanggungjawbaan Pengelolaan

anggaran yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan MPR, DPR dan

DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bahwa

Ketentuan Peraturan perundangan tersebut juga perlu melihat Ketentuan

mengenai Pengelolaan pertanggungjawaban anggaran yang diatur dalam

Undang-Undang Perbendaharaan Negara. Dalam Pasal 54 UU

Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa “Pengguna Anggaran

bertanggung jawab secara formal dan material kepada

Presiden/gubernur/bupati/walikota atas pelaksanaan kebijakan anggaran

yang berada dalam penguasaannya.” Bahwa pengguna anggaran

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara

adalah Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/ Pengguna

Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Sedangkan dalam

hal ini MPR, DPR dan DPD dalam Pengelolaan anggaran dilaksanakan oleh

sekretariat jenderal, sehingga perlu dikaji lebih lanjut terkait siapa pimpinan

lembaga yang harus bertanggungjawab dalam Pengelolaan anggaran apakah

pimpinan MPR, DPR dan DPD ataukah Sekretaris Jenderal MPR, DPR dan

DPD.

F. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Koherensi Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah dengan Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara terkait pembahasan atas laporan hasil

pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat yang disampaikan

oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah

Page 98: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

98

menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat. Dalam Undang-Undang

tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan

Dewan Perwakilan Daerah mengatur tentang, diantaranya:

1. Tugas DPR salah satunya yaitu membahas dan menindaklanjuti hasil

pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara

yang disampaikan oleh BPK;

2. Tugas komisi dibidang anggaran untuk mengadakan pembahasan

laporan keuangan negara dan pelaksanaan APBN termasuk hasil

pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;

3. Tugas komisi dibidang pengawasan juga membahasn dan

menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang

lingkup tugasnya;

4. memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan

tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan

berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;

5. Wewenang dan tugas DPD terkait menerima hasil pemeriksaan atas

keuangan negara dari BPK sebagai bahan membuat pertimbangan

kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan

APBN; dan

6. Tugas panitia kerja DPD dibidang pengawasan dalam melakukan

pembahasan hasil pemeriksaan BPK.

kewajiban ketiga lembaga negara tersebut melakukan pertanggungjawaban

keuangan Negara yang dikelolanya. Bukan hanya pemeriksaan terhadap

keuangannya saja, namun juga mencakup pemeriksaan atas kinerja ketiga

lembaga negara tersebut. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab

keuangan negara dalam Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah juga

mengatur mekanisme pembahasan dan penetapan rancangan undang-

undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setelah

disampaikannya bahan hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah

oleh BPK ke DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 183.

Hal ini sesuai dalam pengaturan mengenai pengelolaan dan

pertanggung jawaban keuangan Negara diatur secara lebih detail dan teknis.

Pengelolaan Keuangan Negara dalam UU 15 Tahun 2004 adalah

keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan

kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,

Page 99: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

99

pengawasan, dan pertanggungjawaban. Adapun Pengertian Pemeriksaan

adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan

secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar

pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan

keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

negara. Sedangkan Tanggung Jawab Keuangan Negara diartikan sebagai

kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara

secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,

efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan

kepatutan.

Lingkup pemeriksaan terhadap keuangan Negara meliputi

pemeriksaan atas pengelolaan keuangan Negara dan pemeriksaan atas

tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan oleh BPK, di mana

pemeriksaan tersebut terdiri atas pemeriksaan keuangan (pemeriksaan atas

laporan keuangan) pemeriksaan kinerja (pemeriksaan atas pengelolaan

keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi

serta pemeriksaan aspek efektivitas), dan pemeriksaan dengan tujuan

tertentu (tidak termasuk dalam kedua jenis pemeriksaan sebelumnya).

Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau kinerja, pemeriksa

melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian

intern pemerintah.

Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat:

a. meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain

yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara;

b. mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi,

dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali

dari entitas yang menjadi obyek pemeriksaan atau entitas lain yang

dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya;

c. melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen

pengelolaan keuangan negara;

d. meminta keterangan kepada seseorang (BPK dapat melakukan

pemanggilan kepada seseorang);

e. memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu

pemeriksaan.

Dalam pelaksanaan tugasnya, pemeriksa juga dapat melaksanakan

pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian

Page 100: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

100

negara/daerah dan/atau unsur pidana, di mana apabila dalam pemeriksaan

ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada

instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Atas hasil pelaksanaan tugasnya, kemudian laporan hasil

pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh

BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah

menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat. Sedangkan laporan

hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan

oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima

laporan keuangan dari pemerintah daerah. Selain itu, kedua laporan hasil

pemeriksaan tersebut disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/

bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Sedangkan laporan hasil

pemeriksaan kinerja dan laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu

disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD serta kepada Presiden/gubernur/

bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Penyampaian Ikhtisar hasil

pemeriksaan semester kepada lembaga perwakilan disampaikan selambat-

lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan.

Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga

perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum. Laporan tersebut tidak

termasuk laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan.

Terhadap laporan hasil pemeriksaan, pejabat wajib menindaklanjuti

rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Pejabat wajib memberikan

jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas

rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. dan wajib disampaikan

kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil

pemeriksaan diterima. BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil

pemeriksaan di mana pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban

tindak lanjut atas rekomendasi tersebut dapat dikenai sanksi administratif

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

kepegawaian. Selanjutnya BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak

lanjut kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester.

Terhadap hasil pemeriksaan BPK, kemudian lembaga perwakilan

menindaklanjuti dengan melakukan pembahasan sesuai dengan

kewenangannya, di mana DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK

dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan tersebut. DPR/DPRD juga

Page 101: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

101

dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ataupun dapat

meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan.

Penentuan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan,

penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan

penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh

BPK.

G. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

Penyelenggarakan pemerintahan daerah berdasarkan amanat Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dijalankan melalui

otonomi yang seluas-luasnya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah daerah

yang memiliki hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahannya memiliki hubungan kewenangan dan keuangan

dengan Pemerintah Pusat yang salah satunya diatur dengan sistem

perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah

dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan

pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Hubungan keuangan memiliki peran dan kedudukan yang sangat

penting dalam rangka menjalankan pemerintahan di daerah melalui tugas,

wewenang dan bertanggung jawab pemerintah daerah dalam rangka

memajukan kehidupan bermasyarakat di daerah. Perimbangan keuangan

antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah mencakup pembagian

keuangan secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan

memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Pemerintah Pusat

pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi distribusi,

fungsi stabilisasi, dan fungsi alokasi. Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi

pada umumnya lebih efektif dan tepat dilaksanakan oleh Pemerintah,

sedangkan fungsi alokasi oleh Pemerintahan Daerah yang lebih mengetahui

kebutuhan, kondisi, dan situasi masyarakat setempat. Pembagian ketiga

fungsi dimaksud sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasar-

dasar perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara

optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan

hubungan keuangan yang baik antara pemerintah daerah dengan

Page 102: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

102

Pemerintah Pusat. Hubungan keuangan disesuaikan dan diselaraskan

dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah, sehigga

seluruh sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah,

diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Daerah

diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain

berupa: kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan

urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan

mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan

bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan

dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan

mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-

sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada

dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip uang mengikuti fungsi.

H. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

UUD NRI Tahun 1945 membentuk BPK untuk melaksanakan tugas

menegakkan transparansi fiskal guna membantu lembaga perwakilan rakyat

dalam melaksanakan hak budgetnya. Definisi Badan Pemeriksa Keuangan

diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan

Pemeriksa Keuangan (UU BPK) merupakan lembaga negara yang bertugas

untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara

sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI Tahun 1945.73 Dalam memeriksa

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK berkedudukan

sebagai lembaga negara yang bebas dan mandiri. Hal ini merupakan

penguatan posisi BPK yang diberikan kepada BPK melalui perubahan ketiga

UUD NRI Tahun 1945. Pemeriksaan BPK tidak hanya mencakup

pemeriksaan keuangan, tetapi juga mencakup pemeriksaan kinerja dan

pemeriksaan dengan tujuan tertentu.74

Pasal 23F ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa Anggota

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dipilih oleh DPR dengan memperhatikan

pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Lebih lanjut dalam UU 73 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

74 Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

Page 103: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

103

BPK diatur bahwa anggota BPK yang berjumlah sembilan orang diajukan

oleh DPR kepada Presiden untuk diresmikan dengan Keputusan Presiden.

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, ada beberapa tugas dan

wewenang DPR, DPD, dan DPRD yang beririsan, yaitu untuk memeriksa

pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara, sebagaimana

diatur dalam Pasal 23E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Ketentuan mengenai

penyerahan hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

oleh BPK kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yaitu berdasarkan Pasal 7 UU BPK

dinyatakan bahwa BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan

dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai

dengan kewenangannya, hasil pemeriksaan ini kemudian ditindaklanjuti

oleh DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan peraturan tata tertib masing-

masing lembaga perwakilan. Mengenai tata cara penyerahan hasil

pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama BPK dengan

masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya, dan

hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara

yang telah diserahkan tersebut dinyatakan terbuka untuk umum.75

UU BPK memberikan hubungan koordinasi antara DPR dengan DPD

dengan pengaturan Pasal 14 ayat (1) UU BPK yang mengatur bahwa anggota

BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Selain itu

UU BPK juga membuka kesempatan bagi DPR untuk menerima partisipasi

masyarakat dengan pengaturan Pasal 14 ayat (3) UU BPK yang mengatur

bahwa calon anggota BPK diumumkan oleh DPR kepada publik untuk

memperoleh partisipasi dari masyarakat. Untuk tetap memberi pelayanan

kepada publik secara prima maka untuk pergantian anggota BPK, UU BPK

memberikan peluang waktu yang cukup. Hal ini bisa terlihat dalam

pengaturan Pasal 14 ayat (4) UU BPK yang mengatur bahwa DPR memulai

proses pemilihan anggota BPK terhitung sejak tanggal diterimanya surat

pemberitahuan dari BPK dan harus menyelesaikan pemilihan anggota BPK

yang baru paling lama 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan

anggota BPK yang lama.

75 Pasal 7 ayat (1) sampai dengan ayat (7) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

Page 104: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

104

Sebagai mekanisme check and balance, Pasal 21 ayat (2) UU BPK

mengatur bahwa pemberhentian Ketua, Wakil Ketua, dan/atau anggota BPK

untuk diresmikan dengan Keputusan Presiden atas usul BPK atau DPR.

Sedangkan untuk kewenangan DPR di bidang anggaran dalam kaitannya

dengan kewenangan BPK diatur dalam Pasal 35 ayat (2) UU BPK yang

mengatur bahwa anggaran diajukan oleh BPK kepada DPR untuk dibahas

dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. Walaupun DPD tidak

memiliki hak bujet, posisinya sangat penting. Karena DPD memiliki fungsi

memberikan pertimbangan kepada DPR dalam hal penyusunan Rancangan

APBN Pemerintah Pusat maupun dalam mengawasi pelaksanaannya setelah

menjadi APBN.

Hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada rakyat banyak, utamanya

pembayar pajak, melalui wakil-wakilnya di DPR serta DPRD sebagai

pemegang hak budget. Seperti halnya DPR, DPD juga menerima laporan

hasil pemeriksaan keuangan Pemerintah Pusat. Sementara itu, DPRD

menerima laporan hasil pemeriksaan keuangan pemerintah daerahnya

masing-masing. Semuanya itu diatur dalam Pasal 147 UU No. 22 tentang

Susduk MPR, DPR, DPD dan DPRD yang telah diganti dengan UU No. 17

Tahun 2014 tentang MD3 yang telah diubah terakhir dengan UU No. 42

Tahun 2014 dan Pasal 17 ayat (1) UU BPK.

Dengan menggunakan hak legislasinya, DPR dan DPRD memiliki hak

dan wewenang masing-masing untuk menindak lanjuti temuan-temuan

BPK. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan

dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyebut bahwa BPK memantau

pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaannya itu. BPK pun

dapat memproses secara pidana auditee yang tidak serius melakukan

koreksi terhadap temuannya. Temuan-temuan yang mengandung unsur

pidana seperti ini wajib diserahkan oleh BPK kepada penegak hukum.

Temuan pemeriksaan BPK tersebut merupakan bukti awal yang dapat

diperdalam dan ditindaklanjuti oleh penegak hukum.

I. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sebagaimana telah diubah dengan UU No. 2 Tahun 2015 dan UU No. 9 Tahun 2015)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

(UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemda) merupakan Undang-Undang yang

Page 105: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

105

menggantikan atau mencabut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah. Lahirnya UU No 23 Tahun 2014 tentang

Pemda membawa perubahan penting terhadap fungsi Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD), baik itu DPRD provinsi maupun DPRD

kabupaten/kota. DPRD yang sebelumnya melaksanakan fungsi legislasi,

anggaran, dan pengawasan kini berubah menjalankan fungsi pembentukan

peraturan daerah (perda), anggaran, dan pengawasan.

Keterkaitan antara UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemda dan UU

tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) adalah mengenai dicabutnya

aturan tentang DPRD di dalam UU MD3. Pasal 409 huruf d UU No 23 Tahun

2014 tentang Pemda mencabut Pasal 1 angka 4 mengenai definisi DPRD,

Pasal 314 sampai dengan Pasal 412 mengenai DPRD Provinsi dan DPRD

Kabupaten/Kota, dan Pasal 418 sampai dengan Pasal 421 mengenai sistem

pendukung DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam UU MD3.

Adanya ketentuan dalam Pasal 409 huruf d UU No 23 Tahun 2014 tentang

Pemda pada dasarnya adalah untuk meluruskan kerancuan antara DPR

dengan DPRD. Di dalam Penjelasan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemda

dinyatakan bahwa terdapat perbedaan antara penyelenggaraan

pemerintahan di pusat dan penyelenggaraan pemerintah daerah.

Penyelenggaraan pemerintahan di pusat terdiri atas lembaga eksekutif,

legislatif, dan yudikatif. Sementara itu penyelenggaraan pemerintah daerah

dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah. DPRD dan kepala daerah

berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang

diberi mandat rakyat untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang

diserahkan kepada daerah. Penjelasan umum UU No 23 Tahun 2014 tentang

Pemda menyatakan bahwa sebagai konsekuensi posisi DPRD sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah maka DPRD tidak diatur dalam

beberapa undang-undang namun cukup diatur dalam UU No 23 Tahun

2014 tentang Pemda. Pasal 409 huruf d UU Pemda 2014 yang mengeluarkan

DPRD dari UU MD3 merupakan langkah yang sangat tepat. DPR dan DPRD

adalah lembaga yang berbeda dan sudah seharusnya tidak diatur dalam

satu undang-undang. Konsekuensi dari dicabutnya ketentuan yang

mengatur mengenai DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam UU

MD3 tentu akan mempengaruhi struktur dan sistematika dari UU MD3 serta

mempengaruhi judul dari undang-undang tersebut.

Page 106: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

106

J. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemerintahan Umum (UU tentang Pemilu)

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sebuah keniscayaan bagi

sebuah negara yang mengaku dirinya demokratis. Melalui Pemilu sebuah

pemerintahan ditentukan dan dipilih secara langsung oleh rakyat untuk

mendapatkan mandat mengurus bangsa dan negara ini demi kesejahteraan

bersama. Hal ini pula sejalan dengan kata “demokrasi“ yang menurut asal

kata berarti rakyat berkuasa atau government by the people.76

Pembentukan UU tentang Pemilu yang juga merupakan kodifikasi

undang-undang terkait dengan kepemiluan ini didasari atas Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 (Putusan MK No. 14/PUU-

XI/2013) tentang perkara pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008

tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU tentang Pilpres)

terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD NRI Tahun 1945). Putusan MK No 14/PUU-XI/201377 ini diajukan

oleh Effendi Gazali, Ph.D., M.P.S.I.D, M.Si dan Mahkamah Konstitusi (MK)

telah membatalkan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14

ayat (2), dan Pasal 112 UU tentang Pilpres. Dengan dibatalkan sejumlah

pasal tersebut, maka pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil

Presiden (Pilpres) serta Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD

(Pileg) yang semula terpisah kemudian penyelenggaraannya78. Adapun

pelaksanaan Pemilu dengan metoda yang baru ini pula berlaku mulai sejak

tahun 2019 dan seterusnya.

Bahwa munculnya perintah Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013 pada

akhinya menjadi angin segar dan momentum yang begitu tepat bagi

pembentuk undang-undang untuk mengkodifikasikan berbagai undang-

undang yang terkait dengan kepemiluan kedalam 1 (satu) naskah undang-

undang. Kodifikasi ini pun diperlukan karena sebelum adanya UU tentang

Pemilu ini, pengaturan Pemilu itu masih tersebar dalam sejumlah undang-

undang. Mulai dari undang-undang yang mengatur penyelenggara dari

Pemilu yakni pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang

Penyelenggara Pemilihan Umum (UU tentang Penyelenggara Pemilu),

kemudian undang-undang mengenai Pemilu untuk memilih anggota DPR,

76Miriam budiharjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2008, hal. 105. 77 Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013 ini telah dibacakan pada hari Kamis tanggal 23 Januari 2014. 78 Lihat amar putusan MK No. 14/PUU-XI/2013.

Page 107: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

107

DPD, dan DPRD yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU tentang

Pileg), dan terakhir UU tentang Pilpres. Ketiga undang-undang lahir di tahun

yang berbeda-beda dan tentunya dari ketiganya pasti memiliki sedikit

banyak perbedaan karena hukum selalu berkembang, sebagai contoh UU

tentang Pilpres sudah barang tentu ketinggalan dengan undang-undang

yang terbaru diantara ketiganya yakni UU tentang Pileg, sehingga ketika MK

memerintahkan untuk menyatukan dua jenis Pemilu tersebut (Pileg dan

Pilpres) maka undang-undangnya pun penting untuk diselaraskan

pengaturannya.

Adapun perintah untuk melakukan kodifikasi itu pula secara implisit

dinyatakan dalam Pertimbangan Mahkamah dalam Putusan MK No 14/PUU-

XI/2013 yakni tepatnya dalam pertimbangan mahkamah angka [3.20] huruf

b Putusan MK No 14/PUU-XI/2013 yang menyatakan bahwa:

Selain itu, dengan diputuskannya Pasal 3 ayat (5) UU 42/2008 dan

ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tata cara dan

persyaratan pelaksanaan Pilpres maka diperlukan aturan baru sebagai

dasar hukum untuk melaksanakan Pilpres dan Pemilu Anggota

Lembaga Perwakilan secara serentak. Berdasarkan Pasal 22E ayat (6)

UUD 1945, ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum haruslah

diatur dengan Undang-Undang. Jika aturan baru tersebut dipaksakan

untuk dibuat dan diselesaikan demi menyelenggarakan Pilpres dan

Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan secara serentak pada tahun

2014, maka menurut penalaran yang wajar, jangka waktu yang tersisa

tidak memungkinkan atau sekurang-kurangnya tidak cukup memadai

untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik dan

komprehensif.

Oleh karena itu pula, maka pada akhirnya muncullah usulan dari

Pemerintah mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaan

Pemilu (RUU tentang Penyelenggaan Pemilu) demi pelaksanaan Pemilu 2019.

Sesuai dengan Pasal 50 (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan), rancangan undang-undang dari Presiden

diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR. Adapun dalam

Page 108: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

108

kaitannya dengan RUU tentang Penyelenggaan Pemilu ini, Surat Presiden RI

No. R-66/Pres/10/2016 ini tertanggal 22 Oktober 2016 tentang

Penyampaian Draf RUU tentang Penyelenggaan Pemilu dikirimkan kepada

Ketua DPR RI79.

RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu yang kemudian menjadi UU

Pemilu ini pada akhrnya diselesaikan setelah dilakukan sejumlah 67 kali

rapat selama kurang lebih 9 (sembilan) bulan lamanya.80 Banyak hal diatur

dalam UU tentang Pemilu ini karena untuk pertama kalinya Pileg dan Pilpres

dilaksanakan secara serentak. Pembenahan Pemilu dalam UU tentang

Pemilu ini bukan hanya fokus di pelakasanaan pemilu saja namun juga

pembenahan kepada pihak penyelenggaranya. Penyelenggara

direstrukturisasi sehingga menjadi lebih baik dan diharapkan mampu

mengatasi tantangan besar event Pemilu yang begitu krusial tersebut.

Terkait dengan rencana pembentukan Undang-Undang tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan

Daerah (UU tentang MD2), sejatinya undang-undang mengenai lembaga

legislatif ini saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU tentang MD3)

dan saat ini telah mengalami 1 (satu) kali perubahan yakni diubah dengan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (UU tentang Perubahan Atas UU MD3). Adapun

terkait dengan rencana pembentukan UU tentang MD2 ini pula, terkait

dengan UU tentang Pemilu kiranya ada beberapa hal terkait.

Hal yang sudah jelas dan pasti adanya terkait adalah penambahan

jumlah anggota DPR. Dalam UU tentang MD3 sebagaimana diatur dalam

Pasal 76 ayat (1) diatur bahwa anggota DPR berjumlah 560 (lima ratus enam

puluh) orang. Hal ini adalah jelas perlu diatur berbeda karena UU tentang

Pemilu telah mengatur bahwa anggota DPR hasil nanti Pemilu 2019 adalah

berjumlah 575 (lima ratus tujuh puluh lima) orang. Hal ini dikarenakan

adanya penambahan 15 (lima belas) kursi dari hasil UU tentang Pemilu. 79 Lihat Surat Presiden Republik Indonesia Nomor R-66/Pres/10/2016 tertanggal 22 Oktober 2016 untuk Penyampaian Draf RUU tentang Penyelenggaan Pemilu yang telah dikirimkan kepada Ketua DPR. 80 Sebagaimana tertuang dalam Laporan Ketua Pansus dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 20 Juli 2017 yang juga dibuat oleh Penulis selaku Tim Asistensi Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu.

Page 109: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

109

Penambahan itu berlaku untuk Jambi (1 kursi); Kepulauan Riau (1 kursi);

NTB (1 kursi); Sulawesi Tengah (1 kursi); Sulawesi Barat (1 kursi); Sulawesi

Tenggara (1 kursi); Riau (2 kursi); Lampung (2 kursi), Kalimantan Barat (2

kursi), dan Kalimantan Utara (3 kursi). Alokasi penambahan kursi untuk

Dapil DPR ini menggunakan formula yakni jumlah penduduk yang harga

kursinya diatas 500.000 (lima ratus ribu) pemilih.81 Hal perlu juga dicermati

keterkaitannya misalnya adalah dalam Pasal 76 ayat (2) UU tentang MD3

yanga mana diatur bahwa keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan

Presiden. Hal kiranya ini perlu disesuaikan dengan implikasi keserentakan

Pilpres dan Pileg. mempengaruhi DPR.

Hal yang juga menurut penulis adalah disharmoni dan perlu kiranya

ditemukan jalan keluarnya adalah terkait dengan implikasi Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-XIV/2016 (Putusan MK No. 92/PUU-

XIV/2016) tentang perkara pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun

2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015

tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor

1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi

Undang-Undang (UU tentang Perubahan Kedua atas UU tentang Penetapan

Perppu Pilkada) terhadap UUD NRI Tahun 1945. Dalam Putusan MK No.

92/PUU-XIV/2016 tersebut, MK menyatakan bahwa konsultasi Komisi

Pemilihan Umum (KPU) dalam rangka pembentukan Peraturan KPU adalah

tidak mengikat. Sebagaimana dengan kebaikan-kebaikan di undang-undang

mengenai Pemilihan Kepala Daera dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) yang

diakomodir masuk dalam UU tentang Pemilu, maka hal ini pula diadopsi

masuk dan diatur dalam UU tentang Pemilu.

Namun demikian, disinilah muncul disharmoninya. Disharmoni ini

muncul karena pengaturan konsultasi dalam UU tentang MD3 selama ini

kurang ada penjelasannya baik secara teknis maupun produk konsultasi itu

sendiri. Sehingga aplikasinya selama ini, pasca lahirnya Putusan MK No.

92/PUU-XIV/2016, konsultasi tetaplah mengikat. Hal ini dikarenakan

bahwa dalam UU tentang Perubahan Atas UU MD3 terutama Pasal 98 ayat

(6) diatur bahwa keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi bersifat

mengikat dan wajib dilaksanakan. Karena konsultasi yang selama ini

dilakukan karena pengaturannya pula tidak ada dalam UU tentang MD3,

maka konsultasi dilaksanakan dalam bentuk format rapat kerja komisi dan

keputusannya tetaplah mengikat. Sehingga dengan demikian sejatinya 81 Ibid.

Page 110: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

110

Putusan MK No. 92/PUU-XIV/2016 yang juga diatur dalam UU tentang

Pemilu misalnya di Pasal 75 ayat (4) UU tentang Pemilu untuk KPU adalah

tetap mengikat jika melihat UU tentang Perubahan Atas UU MD3 sedangkan

di UU tentang Pemilu adalah tidak. Sehingga dengan demikian jikalau tidak

diatur dengan baik mengenai konsultasi itu bagaimana baiknya dalam UU

tentang MD2 nantinya, maka sejatinya disharmoni ini akan selamanya

berlanjut.82Dengan demikian, dalam rangka membentuk Naskah Akademik

mengenai UU tentang MD2 ini, maka perlu kiranya memperhatikan

pengaturan yang ada dan telah diatur dalam UU tentang Pemilu ini sebagai

undang-undang yang terbaru dan memiliki dampak bagi UU tentang MD3.

K. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan

Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang

Keprotokolan (UU Keprotokolan) diberlakukan untuk menghormati

kedudukan para pejabat negara, pejabat pemerintahan, perwakilan negara

asing dan/atau organisasi internasional, serta tokoh masyarakat tertentu.

Hal ini tercermin dalam ketentuan Pasal 3 UU Keprotokolan yang

menyebutkan bahwa pengaturan keprotokolan bertujuan untuk:

a. memberikan penghormatan kepada pejabat negara, pejabat

pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi

internasional, serta tokoh masyarakat tertentu, dan/atau tamu negara

sesuai dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan

masyarakat;

b. memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara agar berjalan

tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan

yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional; dan

c. menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan antarbangsa.

Definisi dari keprotokolan berdasarkan Undang-Undang ini adalah

serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara

kenegaraan atau acara resmi yang meliputi tata tempat, tata upacara, dan

tata penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai

dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau

masyarakat. Pengaturan keprotokolan tersebut hanya diberlakukan dalam 82 Achmadudin Rajab, Implikasi Putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016 Di Dalam Pembentukan Peraturan KPU, dimuat dalam http://rechtsvinding.bphn.go.id/view/view_online.php?id=243, diakses tanggal 22 November 2017.

Page 111: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

111

acara kenegaraan atau acara resmi bagi pejabat negara, pejabat

pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional,

dan tokoh masyarakat tertentu. Adapun batasan pengertian dari pejabat

negara yang dimaksud dalam UU Keprotokolan adalah pimpinan dan

anggota lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan pejabat

negara yang secara tegas ditentukan dalam Undang-Undang.

Lembaga perwakilan di Indonesia yang terdiri atas MPR, DPR, dan

DPD merupakan lembaga negara yang secara eksplisit disebutkan dalam

UUD NRI 1945. Dengan demikian, Pimpinan dan anggota MPR, DPR, dan

DPD merupakan pejabat negara yang memiliki hak keprotokolan sesuai

dengan pengaturan dalam UU Keprotokolan. Mengingat pentingnya

pengaturan mengenai keprotokolan, maka dalam perubahan Rancangan

Undang-Undang tentang MPR, DPR, dan DPD dirasa perlu untuk

memasukkan ketentuan bahwa terhadap pimpinan dan anggota MPR, DPR,

dan DPD mempunyai hak protokoler, baik dalam acara kenegaraan, dalam

acara resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya.

L. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik Partai politik mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam

sistem ketatanegaraan di Indonesia, sebab partai politik diberikan wewenang

untuk mengajukan kader-kader terbaiknya untuk dicalonkan mengisi

jabatan-jabatan politik dari pusat sampai daerah.Kewenangan yang cukup

besar dan menentukan yang diberikan oleh UUD NRI 1945 inilah yang

menempatkan partai politik mempunyai posisi sangat strategis.

Salah satu fungsi penting partai politik adalah rekrutmen politik yaitu

proses untuk pengisian jabatan-jabatan politik. Terkait dengan fungsi

rekrutmen politik ini telah diatur dalam UU No. 2 Tahun 2011 tentang

Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, yang

selanjutnya disebut Undang-Undang Partai Politik. Pasal 29 ayat (1)

menentukan bahwa Partai politik melakukan rekrutmen terhadap warga

negara Indonesia untuk menjadi:

a. anggota Partai Politik;

b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah;

Page 112: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

112

c. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; dan

d. bakal calon Presiden dan Wakil Presiden.

Dengan memperhatikan kedudukan partai politik yang diatur baik di

dalam UUD NRI 1945 dan UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol),

jelas bahwa partai politik merupakan pilar demokrasi yang berperan penting

bagi kelangsungan suatu negara. Dapat pula dikatakan bahwa partai politik

merupakan penentu bagi kemajuan atau kemunduran suatu bangsa, sebab

para pemangku kekuasaan dari pusat sampai daerah berasal dari partai

politik. Partai politik di negara kita adalah pemasok utama legislator atau

wakilrakyat.83 Hal ini sebagaimana telah diatur dalam konstitusi kita, bahwa

untuk menjadi wakil rakyat melalui pemilihan umum harus menjadi anggota

partai politik dan melalui pencalonan yang dilakukan oleh partaipolitik.

Bahwa secara garis besar, partai politik bertujuan untuk

meningkatkan partisipasi politik dari masyarakat dalam penyelenggaraan

kegiatan pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara sesuai dengan etika dan budaya politik yang tumbuh dan

berkembang di Negara Republik Indonesia guna mewujudkan cita-cita

nasional bangsa Indonesia, menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selain itu, keberadaan partai politik adalah untuk mewujudkan stabilisasi

politik yang dinamis, karena dengan terbentuknya partai politik yang sehat,

kuat, modern dan akuntabel dapat membentuk Pemerintahan yang kuat dan

efektif serta mampu mencerminkan keterwakilan dari suatu masyarakat

Indonesia yang pluralis/majemuk.

Bahwa perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008

tentang Partai Politik pada prinsipnya adalah sebagai upaya untuk semakin

menyempurnakan pelembagaan Partai Politik yang secara garis besar

bertujuan membentuk sikap dan perilaku Partai Politik yang berpola atau

sistemik hingga terbentuk budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip

dasar sistem demokrasi di Indonesia. Pelembagaan Partai Politik tersebut

sangat penting agar partai politik menjadi organisasi modern yang

mempunyai kelembagaan sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik

yang kuat.

83 Ichlasul Amal & Samsurizal Panggabean, 2012, Reformasi Sistem Multi Partai Dan Peningkatan Peran DPR Dalam Proses Legislatif, dalam Ichlasul Amal, Dkk, Editor, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, Tiara Wacana, Yogyakarta, h. 177.

Page 113: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

113

Partai Politik sebagai pilar demokrasi perlu ditata dan disempurnakan

untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis guna mendukung sistem

presidensiil yang efektif. Penataan dan penyempurnaan Partai Politik

diarahkan pada dua hal utama, yaitu, pertama, membentuk sikap dan

perilaku Partai Politik yang terpola atau sistemik sehingga terbentuk budaya

politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. Hal ini

ditunjukkan dengan sikap dan perilaku Partai Politik yang memiliki sistem

seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta mengembangkan

sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat. Kedua,

memaksimalkan fungsi Partai Politik baik fungsi Partai Politik terhadap

negara maupun fungsi Partai Politik terhadap rakyat melalui pendidikan

politik dan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk

menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang memiliki kemampuan di

bidang politik.

Upaya untuk memperkuat dan mengefektifkan sistem presidensiil,

paling tidak dilakukan pada empat hal yaitu pertama, mengkondisikan

terbentuknya sistem multipartai sederhana, kedua, mendorong terciptanya

pelembagaan partai yang demokratis dan akuntabel, ketiga, mengkondisikan

terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel dan

keempat mendorong penguatan basis dan struktur kepartaian pada tingkat

masyarakat. Adapun hal-hal pokok yang diatur dalam penataan dan

penyempurnaan Partai Politik di Indonesia adalah persyaratan pembentukan

Partai Politik, persyaratan kepengurusan Partai Politik, perubahan AD dan

ART, rekrutmen dan pendidikan politik, pengelolaan keuangan Partai Politik

dan kemandirian Partai Politik.84

Dalam kaitannya dengan penyusunan RUU tentang perubahan Undang-

Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, ada

beberapa pasal dalam UU Partai Parpol yang perlu diperhatikan dan

diharmonisasikan. Pertama, Pasal 16 ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut:

“Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota

lembaga perwakilan rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai

Politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga

perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundangundangan”.

84 Penjelasan Umum Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.

Page 114: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

114

Pasal tersebut menekankan bahwa jika suatu partai politik

memberhentikan anggotanya yang notabene merupakan anggota di lembaga

perwakilan rakyat, maka pemberhentian anggota partai tersebut diikuti

kemudian dengan pemberhentian anggota partai politik tersebut di lembaga

perwakilan rakyat. Namun demikian telah ada Putusan MK terhadap

keberlakuan pasal a quo yakni dalam Putusan MK No. 39/PUU-XI/2013

yang pada intinya memutus bahwa Pasal a quo inkonstitusional secara

bersyarat sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan bagi anggota DPR atau

DPRD” jika:

a. partai politik yang mencalonkan anggota tersebut tidak lagi menjadi

peserta Pemilu atau kepengurusan partai poitik tersebut sudah tidak

ada lagi;

b. anggota DPR atau DPRD tidak diberhentikan atau tidak ditarik oleh

partai politik yang mencalonkannya;

c. tidak lagi terdapat calon pengganti yang terdaftar dalam Daftar Calon

Tetap dari partai yang mencalonkannya”.

Dengan adanya putusan MK diatas maka perlu adanya harmonisasi dan

sinkronisasi pengaturan materi muatan dalam RUU Perubahan UU 17 tahun

2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, khususnya terkait materi

pemberhentian anggota lembaga perwakilan rakyat yang merupakan anggota

partai politik.

M. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan (UU PPP) merupakan pelaksanaan dari perintah Pasal 22A UUD

1945. Ruang lingkup materi muatan Undang-Undang ini diperluas tidak saja

undang-undang tetapi mencakup pula peraturan perundang-undangan

lainnya, selain UUD 1945 dan Ketetapan MPR.

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 7 UU PPP terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

Page 115: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

115

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

UU PPP menambahkan Ketetapan MPR sebagai salah satu jenis

peraturan perundang-undangan dan hierarkinya yang ditempatkan setelah

UUD 1945 dan sebelum UU. Sehubungan dengan adanya hal tersebut,

Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPP menyatakan yang dimaksud

dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud Pasal

2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor

I/MPR/2003 tentang peninjauan terhadap materi dan status hukum

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai

dengan tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.

Jenis Peraturan Perundang-undangan selain di atas mencakup

peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, Komisi

Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang

setingkat yang dibentuk dengan undang-undang atau Pemerintah atas

perintah undang-undang, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD

Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Peraturan perundang-undangan diakui keberadaannya dan

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk

berdasarkan kewenangan. Ketentuan UU PPP yang berkaitan dengan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) adalah mengenai Prolegnas dan

penyusunannya (Pasal 20 dan 21 UU PPP). Ketentuan lain yang sangat

berkaitan dengan Undang-Undang MD3 adalah Bab V mengenai

Penyusunan Peraturan Perundang-undangan yang melibatkan DPR.

Disamping itu melibatkan pula DPD terkait hak DPD yang dapat

mengajukan RUU tertentu. Dalam Pasal 45 ayat (2) UU PPP, RUU yang

diajukan oleh DPD adalah RUU yang berkaitan dengan:

a. otonomi daerah;

b. hubungan pusat dan daerah;

Page 116: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

116

c. pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;

d. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi

lainnya;dan

e. perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Sedangkan dalam Pasal 46 UU PPP menyatakan bahwa RUU dari DPR

diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan

DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau DPD.

Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU yang

berasal dari DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus

menangani bidang legislasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

mempersiapkan RUU diatur dengan Peraturan DPR.

Dalam Pasal 48 UU PPP, RUU dari DPD disampaikan secara tertulis

oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan harus disertai Naskah

Akademik.Usul RUU disampaikan oleh pimpinan DPR kepada alat

kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi untuk dilakukan

pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU. Alat

kelengkapan dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan

pemantapan konsepsi RUU dapat mengundang pimpinan alat kelengkapan

DPD yang mempunyai tugas di bidang perancangan Undang-Undang untuk

membahas usul RUU. Alat kelengkapan menyampaikan laporan tertulis

mengenai hasil pengharmonisasian kepada pimpinan DPR untuk

selanjutnya diumumkan dalam rapat paripurna.

Bab VII UU PPP juga mempunyai kaitan sangat erat dengan MD3,

yaitu mengenai Pembahasan dan Pengesahan Rancangan Undang-Undang.

Disamping DPR sebagai pihak yang mempunyai kewenangan bersama

Presiden untuk membahas RUU dan mendapatkan persetujuan bersama,

DPD juga dapat ikut membahas RUU tertentu yang berkaitan dengan

otonomi daerah. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal

71 UU MD3. Namun berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.

79/PUU-XII/2014, MK menegaskan posisi Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

dalam proses pembahasan RUU bersama DPR dan Presiden. MK

mengabulkan sebagian pasal pengujian UU MD3.

MK memberi tafsir inkonstitusional bersyarat Pasal 71 huruf c, Pasal

166 ayat (2), Pasal 250 ayat (1), Pasal 277 ayat (1) UU MD3 ini. Intinya, MK

mempertegas keterlibatan wewenang DPD ketika mengajukan dan

membahas RUU dengan sebuah naskah akademik terkait otonomi daerah,

Page 117: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

117

pembentukan/pemekaran, pengelolaan sumber daya alam dan kemandirian

anggaran DPD.

Pasal 71 huruf c UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang

tidak dimaknai,“membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh

Presiden, DPR, atau DPD yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan

pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD

sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.”

Sedangkan, Pasal 250 ayat (1) UU MD3 bertentangan dengan UUD

1945 sepanjang tidak dimaknai, “Dalam melaksanakan wewenang dan tugas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249, DPD memiliki kemandirian dalam menyusun anggaran yang dituangkan ke dalam

program dan kegiatan disampaikan kepada Presiden untuk dibahas bersama DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Perubahan UU MD3 ini diharapkan dapat mengakomodir Putusan MK

terkait dengan kewenangan DPD dalam Pasal 71 huruf c dan Pasal 250 ayat

(1) UU MD3.

N. Peraturan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (Tatib MPR)

Untuk memperkuat kinerja, wewenang, dan tugas MPR, serta upaya

untuk menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan hukum dan

ketatanegaraan Republik Indonesia, juga sebagai upaya untuk

memperkukuh kedaulatan rakyat dan supremasi hukum dalam

penyelenggaraan negara, perlu dibuat suatu aturan yang materinya memuat

tata tertib MPR. Di dalamnya diatur mengenai susunan, kedudukan, dan

keanggotaan serta tata cara MPR dalam melaksanakan tugas, wewenang,

hak, dan kewajibannya.

Beberapa substansi di dalam Tatib MPR yang dapat dipertimbangkan

untuk diangkat menjadi materi muatan di dalam perubahan UU No. 17

Tahun 2014, dapat diklasterisasi dalam beberapa pokok substansi, yaitu:

pengaturan mengenai wewenang dan tugas Pimpinan MPR; pembentukan

badan dan lembaga; masa persidangan; dan larangan.

Page 118: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

118

Pasal 16 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2014 hanya mengatur terkait tugas

Pimpinan MPR, disisi lain di dalam Pasal 28 dan Pasal 29 Tatib MPR, diatur

dengan lebih rinci wewenang, tugas, dan hak Pimpinan MPR. Karena

substansi ini sangat penting, seharusnya dapat dipertimbangkan untuk

diangkat menjadi materi muatan di dalam perubahan UU No. 17 Tahun

2014. Adapun substansi tersebut meliputi:

1. Pasal 28 Tatib MPR mengatur wewenang Pimpinan MPR, yang meliputi:

a. mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan Presiden dan/atau

pimpinan lembaga negara lainnya untuk pemasyarakatan dan

pelaksanaan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

Bhinneka Tunggal Ika;

b. mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan Presiden dan/atau

pimpinan lembaga negara lainnya dalam rangka penganggaran MPR;

c. mengundang pimpinan Fraksi dan Pimpinan Kelompok DPD untuk

mengadakan Rapat Gabungan; dan

d. membentuk alat kelengkapan untuk menunjang kelancaran tugas

Pimpinan.

2. Pasal 29 Tatib MPR mengatur tugas Pimpinan MPR, yang meliputi:

a. memimpin Sidang MPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil

keputusan;

b. menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara

ketua dan para wakil ketua;

c. menjadi juru bicara MPR;

d. melaksanakan keputusan MPR;

e. mewakili MPR di pengadilan;

f. memberikan penjelasan atas tafsir kaidah-kaidah konstitusional

dalam perkara pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang

Dasar di Mahkamah Konstitusi;

g. menetapkan arah dan kebijakan umum anggaran MPR;

h. menyampaikan laporan kinerja Pimpinan dalam Sidang Paripurna

MPR pada akhir masa jabatan;

i. membentuk tim kerja sebagai alat kelengkapan Pimpinan MPR dalam

rangka membantu pelaksanaan tugas dan wewenangnya;

Page 119: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

119

j. membentuk tim verifikasi persyaratan calon Presiden dan/atau Wakil

Presiden; dan

k. menjaga ketertiban dalam rapat dengan melaksanakan asas

demokrasi yang berintikan hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan untuk mencapai mufakat.

Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang MPR sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 17 Tahun 2014, Tatib MPR

mengatur pembentukan badan dan lembaga. Hal ini semestinya dapat

dijadikan materi yang dapat diangkat menjadi substansi pengaturan di

dalam RUU, karena substansinya sangat penting dan tidak cukup hanya

hanya menjadi materi muatan Tatib MPR. Adapaun materi pengaturannya

yaitu:

1. Pasal 43 Tatib MPR mengatur:

(1) Untuk melaksanakan wewenang dan tugas, MPR membentuk badan.

(2) Badan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri atas:

1. Badan Sosialisasi;

2. Badan Pengkajian; dan

3. Badan Penganggaran.

(3) Selain badan yang dimaksud pada ayat (2), untuk melaksanakan

tugas lainnya, MPR dalam Sidang Paripurna MPR dapat membentuk

badan lain yang diperlukan.

2. Pasal 60 Tatib MPR, yaitu:

(1) Untuk melaksanakan wewenang dan tugas, MPR membentuk

lembaga.

(2) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Lembaga

Pengkajian.

3. Pasal 152 Tatib MPR juga mengatur substansi pelakasanaan tugas MPR,

yaitu:

(1) MPR bertugas melaksanakan evaluasi atas implementasi Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan

MPR.

Page 120: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

120

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

melakukan kajian terhadap implementasi Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR.

(3) Pelaksanaan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didukung

oleh Badan Pengkajian.

(4) Hasil kajian implementasi Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR dipublikasikan kepada

publik.

Terkait dengan persidangan di MPR, Pasal 61 UU No. 17 Tahun 2014

mengatur bahwa MPR bersidang sedikitnya 1 (satu) kali dalam 5 (lima)

tahun. Disisi lain, saat ini sudah terbentuk konvensi bahwa MPR dapat

melakukan sidang setiap tahunnya. Kegiatan tersebut diatur secara jelas di

dalam Tatib MPR. Mengingat pentingnya substansi tersebut, rasanya perlu

untuk diangkat menjadi materi pengaturan di dalam RUU. Adapun materi

pengaturannya yaitu:

1, Pasal 66 Tatib MPR mengatur:

(1) MPR bersidang sedikitnya sekali dalam 5 (lima) tahun di ibu kota

negara.

(2) MPR menyelenggarakan sidang dalam rangka pelaksanaan wewenang

dan tugas MPR.

(3) MPR menyelenggarakan Sidang Paripurna MPR awal masa jabatan.

(4) MPR dapat menyelenggarakan sidang tahunan dalam rangka

memfasilitasi lembaga-lembaga negara menyampaikan laporan kinerja.

(5) MPR menyelenggarakan Sidang Paripurna MPR akhir masa jabatan

untuk mendengarkan laporan pelaksanaan tugas dan wewenang serta

kinerja Pimpinan MPR.

2. Pasal 155 Tatib MPR mengatur:

(1) Untuk menjaga dan memperkokoh kedaulatan rakyat, MPR dapat

menyelenggarakan sidang tahunan dalam rangka mendengarkan

laporan kinerja lembaga negara kepada publik tentang pelaksanaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 121: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

121

(2) Lembaga negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi MPR,

DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan

Pemeriksa Keuangan, dan Komisi Yudisial.

(3) Sidang tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

setiap tanggal 14 (empat belas) Agustus sampai dengan tanggal 16

(enam belas) Agustus, yang diawali oleh penyampaian laporan kinerja

MPR dan ditutup oleh laporan kinerja Presiden.

(4) Pidato Presiden dalam rangka laporan kinerja pada tanggal 16 (enam

belas) Agustus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekaligus

merupakan pidato kenegaraan Presiden dalam rangka hari ulang

tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

Substansi yang penting yang ada di Tatib MPR dan bisa diangkat

menjadi materi muatan RUU anatar lain mencakup substansi larangan

terhadap anggota MPR. Substansi ini justru tidak diatur di dalam UU No. 17

Tahun 2014. Hal ini diatur didalam Pasal 160 Tatib MPR, yaitu

(1) Anggota MPR dilarang merangkap jabatan sebagai:

a. pejabat negara lainnya;

b. hakim pada badan peradilan; atau

c. pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada badan usaha

milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan lain yang

anggarannya bersumber dari APBN/APBD.

(2) Anggota MPR dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural

pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat,

notaris, dan pekerjaan lain yang berhubungan dengan wewenang, tugas,

dan hak sebagai Anggota MPR.

O. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 4 Tahun 2017 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Sebagai sebuah lembaga negara yang keberadaannya dalam

ketatanegaraan diakui oleh konstitusi, DPD belum memberikan dampak

yang maksimal dalam fungsi legislasi yang dimiliki. Sebagai representasi

rakyat daerah yang idealnya tidak berafiliasi dengan partai politik,

kedudukan DPD seharusnya lebih menonjol dalam perumusan kebijakan,

khususnya yang terkait dengan kepentingan daerah.

Page 122: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

122

Fungsi legislasi yang dimiliki DPD sebagaimana yang tercantum dalam

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD

diterjemahkan ke dalam peraturan pelaksana berupa Peraturan DPD No. 1

Tahun 2014 yang kemudian diganti dengan Peraturan DPD No. 4 Tahun

2017 Tentang Tata Tertib. Fungsi legislasi ini diperkuat dengan adanya

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-XII/2014, yang beberapa

diantaranya menyatakan bahwa DPD dapat ikut serta dalam pembahasan

rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta

penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sebelum

diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden. Dalam Putusan MK

tersebut juga disampaikan bahwa DPD memiliki kemandirian dalam

menyusun anggaran yang dituangkan ke dalam program dan kegiatan

disampaikan kepada Presiden untuk dibahas bersama DPR sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan fungsi legislasi yang dimiliki oleh DPD tertuang dalam

Bab VI Peraturan DPD No. 4 Tahun 2017 Tentang Tata Tertib, sebagaimana

tercantum dalam Pasal 149 sampai dengan Pasal 187. Bahwa pelaksaan

fungsi legislasi DPD tersebut termasuk dalam hal Prolegnas; pengajuan

rancangan undang-undang baik itu berdasarkan daftar kumulatif terbuka

maupun di luar prolegnas; pembahasan rancangan undang-undang yang

berasal dari DPD; pembahasan rancangan undang-undang dari pemerintah

atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan

daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; serta

penyusunan pertimbangan atas rancangan undang-undang dari DPR atau

Presiden. Namun, DPD tidak memegang kekuasaan membentuk undang-

undang, maka rancangan undang-undang yang diajukan DPD kepada DPR

bukan hak inisiatif, melainkan hanya hak mengusulkan rancangan undang-

undang atau dengan kata lain rancangan undang-undang yang diajukan

oleh DPD hanya merupakan usulan atau gagasan. Sebagai sebuah usulan,

tidak ada kewajiban bagi DPR untuk membahas karena tidak ada kekuatan

mengikat terhadap DPR. Kesimpulan lebih lanjut, meskipun DPD dapat

mengajukan rancangan undang-undang dan ikut membahas rancangan

undang-undang, DPD bukan kekuasaan legislatif karena tidak memegang

kekuasaan membentuk undang-undang atau sebagai mita (counterpart)

Page 123: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

123

pembentukan undang-undang. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal

20 ayat (1) UUD Tahun 1945 dimana kekuasaan membentuk undang-

undang hanya dimiliki oleh DPR. Dengan kata lain pembentuk undang-

undang hanya DPR dan Presiden, karena DPD tidak ikut menyetujui atau

tidak menyetujui suatu rancangan undang-undang menjadi undang-

undang.85

Baik ikut membahas maupun memberi pertimbangan menunjukkan

tidak diperlukan persetujuan DPD sebagai persyaratan agar rancangan

undang-undang bersangkutan menjadi undang-undang. Suatu rancangan

undang-undang tetap dapat menjadi undang-undang karena telah

disepakati oleh DPR dan Presiden, walaupun dalam pembahasan atau

pertimbangan DPD menyatakan menolak atau berkeberatan atas rancangan

undang-undang yang bersangkutan.

Selain fungsi legislasi, beberapa pengaturan dalam Peraturan DPD

No.4 Tahun 2017 Tentang Tata Tertib dapat dinaikkan menjadi materi

substansi dalam rencana perubahan UU MPR, DPR, dan DPD, diantaranya

adalah substansi mengenai tata cara pemilihan pimpinan DPD yang di

dalam Tata Tertib DPD diatur dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 58.

Adapun masa jabatan pimpinan DPD adalah sesuai dengan keanggotaan

DPD sebagaimana diatur pada Ayat (3) Pasal 47 Tata Tertib DPD. Hal ini

perlu penegasan langsung dimana masa jabatan pimpinan DPD adalah 5

tahun, sesuai dengan masa keanggotaan DPD. Naiknya substansi Tata

Tertib mengenai tata cara pemilihan dan masa jabatan pimpinan DPD

menjadi materi substansi dalam RUU MD2 ini menjadi penting untuk

menghindari terulangnya konflik dan perbedaan pendapat yang panjang

diantara anggota DPD mengenai pemilihan dan masa jabatan pimpinan DPD

setelah adanya kasus yang menimpa mantan ketua DPD Irman Gusman

beberapa waktu lalu. Selain itu, perlu kesepakatan bersama mengenai perlu

atau tidaknya penegasan pengaturan mengenai rangkap jabatan pimpinan

lembaga negara, sebagaimana fenomena yang terjadi sekarang ini dimana

ketua DPD juga merangkap sebagai wakil ketua MPR, Pengaturan mengenai

rangkap jabatan pemimpin negara terdapat pada ketentuan Pasal 302 ayat

(1) yang menyatakan bahwa:

85 Bagir Manan, 2017, Konstruksi Dewan Perwakilan Daerah Di Dalam UUD 1945, disampaikan dalam diskusi pakar Tim RUU MD2.

Page 124: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

124

(1) Anggota DPD dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya; b. hakim pada badan peradilan; atau c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional

Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggran-nya bersumber dari APBN/APBD.

Di dalam pengaturan Pasal tersebut belum diatur mengenai konsekuensi

yang timbul apabila terjadi pimpinan (ketua) DPD sebagai pejabat negara

merangkap jabatan sebagai pimpinan (wakil ketua) MPR yang juga berstatus

sebagai pejabat negara.

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis

B. Landasan Sosiologis

C. Landasan Yuridis Perubahan hukum dalam dinamika kehidupan berbangsa dan

bernegara telah terjadi di Indonesia, antara lain, sebagai implikasi dari

pertama, adanya Perubahan UUD NRI Tahun 1945 yang membawa

konsekuensi pada perubahan sistem ketatanegaraaan di Indonesia; kedua,

adanya beberapa putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi UU No.

27 Tahun 2009 sebagaimana telah diganti dengan UU No. 17 Tahun 2014

tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD; dan ketiga, pengaturan DPRD sebagai

penyelenggara pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ketiga hal tersebut berpengaruh

terhadap politik hukum bagi pemegang kekuasaan legislatif, baik yang

berada di pusat maupun di daerah.

Page 125: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

125

I. Perubahan Sistem Ketatanegaraan Sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan sejak

Perubahan UUD NRI Tahun 1945. UUD NRI Tahun 1945 secara jelas telah

mengatur sistem ketatanegaraan, membedakan cabang-cabang kekuasaan

negara, dan mengatur lembaga-lembaga negara yang bersifat konstitusional.

Perubahan UUD NRI Tahun 1945 telah melahirkan sejumlah lembaga

negara, baik yang kewenangannya diberikan oleh konstitusi (constitutionally

entrusted power) maupun lembaga negara yang kewenangannya diberikan

oleh undang-undang (legislative entrusted power). Lembaga-lembaga negara

yang memegang kekuasaan negara, bersifat konstitusional, maupun

lembaga negara yang dibentuk dengan undang-undang dan/atau peraturan

perundang-undangan lainnya tersebut diikat satu sama lain oleh prinsip

konstitusionalisme, prinsip checks and balances, prinsip integrasi, dan

prinsip kemanfaatan bagi masyarakat. Perubahan sistem ketatanegaraan

dalam lembaga negara yang bersifat konstitusional termasuk di dalamnya

lembaga perwakilan. Hal ini tercermin dalam Pasal 2 ayat (1) UUD NRI

Tahun 1945 yang menyatakan bahwa MPR terdiri atas anggota DPR dan

anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut

dengan undang-undang.

II. Putusan Mahkamah Konstitusi Putusan MK terhadap uji materi UU No. 17 Tahun 2014, antara lain:

a. 76/PUU-XI/2014 dan 83/PUU-XII/2014

Berkaitan dengan mekanisme pemeriksaan anggota DPR yang terkena kasus

pidana, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No. 76/PUU-XI/2014

dan 83/PUU-XII/2014 atas uji materi Pasal 245 UU MD3. Berdasarkan

putusan tersebut, frasa persetujuan tertulis pada Pasal 245 ayat (1) UU MD3

bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum

sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden. Atas dasar itu, Pasal 245

ayat (1) UU MD3 dimaknai pemanggilan dan permintaan keterangan

terhadap anggota DPR, yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan

dengan pelaksanaan tugas, harus mendapat persetujuan presiden. Pasal

245 UU MD3 ini mengatur tentang perlindungan terhadap anggota DPR

berupa pemberian izin oleh Mahkamah Kehormatan Dewan DPR selama 30

hari apabila penegak hukum hendak memanggil anggota DPR untuk

dimintai keterangan terkait suatu tindak pidana. Putusan MK ini tidak

hanya berlaku bagi anggota DPR, tetapi juga pada anggota MPR dan DPD.

Page 126: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

126

Hal ini dapat menimbulkan permasalahan karena pertama, MK telah

memutuskan lebih dari permohonannya yang hanya meminta agar

persetujuan tertulis MKD dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun

1945 dan kedua, izin tertulis dari Presiden ini akan melibatkan pihak

eksekutif dan legislatif sehingga bisa menghambat proses dan menjadi

bentuk imunitas baru.

b. 79/PUU-XII/2014

MK melalui putusan ini mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal

71 huruf c, Pasal 166 ayat (2), Pasal 250 ayat (1), dan Pasal 277 ayat (1) UU

MD3. Dalam Putusan No. 79/PUU-XII/2014, MK memberi tafsir

inkonstitusional bersyarat Pasal 71 huruf c, Pasal 166 ayat (2), Pasal 250

ayat (1), Pasal 277 ayat (1) UU MD3, yaitu MK mempertegas keterlibatan

wewenang DPD ketika mengajukan dan membahas RUU dengan sebuah

naskah akademik terkait otonomi daerah, pembentukan/pemekaran daerah,

pengelolaan sumber daya alam, dan kemandirian anggaran DPD. Pertama,

Pasal 71 huruf c UU MD3 dimaknai “membahas rancangan undang-undang

yang diajukan oleh Presiden, DPR, atau DPD yang berkaitan dengan otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta

penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan

mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR

dan Presiden.” Selain itu, dalam pembahasan tersebut DPD diikutsertakan

sebelum mengambil persetujuan bersama antara DPR dengan presiden.

Kedua, Pasal 166 ayat (2) UU MD3 dimaknai RUU yang dimaksud

sebagaimana pada ayat (1) beserta naskah akademik disampaikan secara

tertulis oleh pimpinan DPD pada pimpinan DPR dan presiden. Ketiga, Pasal

250 ayat (1) UU MD3 dimaknai dalam melaksanakan tugas dan wewenang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249, DPD memiliki kemandirian dalam

menyusun anggaran yang dituangkan dalam program dan kegiatan

disampaikan pada presiden untuk dibahas bersama DPR sesuai ketentuan

perundang-undangan yang berlaku. Keempat, Pasal 277 ayat (1) UU MD3

dimaknai RUU disampaikan dengan surat pengantar pimpinan DPD pada

pimpinan DPR dan presiden.Putusan ini berkaitan wewenang DPD dalam

Pasal 22D UUD 1945. DPD sebagai lembaga perwakilan daerah memiliki

kedudukan setara dengan DPR dan Presiden ketika mengajukan dan

membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat

Page 127: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

127

dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah. Namun, hal ini kontradiktif

dengan Pasal 20 UUD NRI Tahun 1945. Putusan ini juga memberikan

kemandirian anggaran bagi DPD, agar DPD dapat bekerja maksimal harus

didukung dengan ketersediaan anggaran yang cukup. Kebutuhan anggaran

ini juga tidak dapat dilepaskan adanya perbedaan antara DPR dan DPD.

Oleh karena itu, UU memberi kesempatan sama kepada DPR dan DPD

secara mandiri untuk menyusun dan mengajukan anggaran lembaganya

sesuai rencana kerjanya masing-masing, dengan tetap memperhatikan dan

mempertimbangkan kemampuan keuangan negara sesuai pembahasan oleh

Presiden bersama DPR. Hal ini disebabkan yang memiliki hak anggaran

adalah DPR untuk dibahas bersama Presiden dengan memperhatikan

pertimbangan DPD. Putusan ini diwarnai dissenting opinion antara Hakim

Konstitusi Arief Hidayat dan Maria Farida Indrati. Arief berpendapat proses

pembentukan UU MD3 yang baru terkait kewenangan DPD tidak

mengindahkan Putusan MK No.92/PUU-X/2012. Selain itu, tidak

diakomodirnya syarat keterwakilan hak-hak politik perempuan (affirmative

action) seperti dalam UU MD3 sebelumnya, sehingga mengabaikan Putusan

MK No.22-24/PUU-VI/2008, Putusan MKNo.20/PUU-XI/2013, dan Putusan

MK No.73/PUU-XI/2014. Hal ini menurut Arief Hidayat berarti bahwa UU

MD3 yang sejak kelahirannya mengalami cacat, baik secara formil

pembentukannya maupun secara materiil materi muatannya, sehingga

seharusnya pengujian formil dan materiil UU MD3 dikabulkan. Menurut

Maria, selain bertentangan dengan putusan MK, proses pembentukan UU

MD3 bertentangan dengan asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang

tepat, dan asas keterbukaan yang berdampak terjadinya kerugian

konstitusional anggota dan/atau lembaga-lembaga yang eksistensinya diatur

UUD NRI Tahun 1945, ketika penentuan alat kelengkapan MPR, DPR, dan

DPD. Oleh karena itu, pengujian formil terhadap pembentukan UU MD3,

seharusnya dikabulkan dan UU MD3 dinyatakan tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat.

III. Pengaturan DPRD dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah UUD NRI Tahun 1945 memuat bab khusus tentang pemerintahan

daerah yang terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B

Page 128: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

128

yang menjadi landasan konstitusional bagi peraturan perundang-undangan

tentang pemerintahan daerah termasuk di dalamnya lembaga legislatif

daerah. Lembaga legislatif daerah ini sebelumnya diatur dalam UU MD3

sebagai salah satu unsur lembaga perwakilan. Namun dengan

diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2014, DPRD merupakan Lembaga

perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara

pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 94 sampai dengan Pasal

146 untuk DPRD Provinsi dan Pasal 147 sampai dengan Pasal 200 untuk

DPRD Kabupaten/Kota, Pasal 201 sampai dengan Pasal 206 untuk Sistem

Pendukung DPRD, dan Pasal 207 untuk Hubungan Kerja antara DPRD dan

Kepala Daerah. Adapun implikasi yuridis dari pengaturan DPRD dalam UU

No. 23 Tahun 2014 tersebut berupa segala hal yang mengatur mengenai

DPRD dalam UU No. 17 Tahun 2014 menjadi tidak berlaku. Hal ini

sebagaimana diatur dalam Pasal 409 huruf d UU No. 23 Tahun 2014 yang

menyatakan bahwa Pasal 1 angka 4, Pasal 314 sampai dengan Pasal 412,

Pasal 418 sampai dengan Pasal 421 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5568) dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku.

Page 129: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

129

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP PENGATURAN UNDANG-UNDANG

A. Jangkauan dan Arah Pengaturan B. Ruang Lingkup Pengaturan Undang-Undang

Page 130: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

130

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

B. Rekomendasi

Page 131: NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG … · Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

131

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

UU No. 27 Tahun 2009, LN No. 123 Tahun 2009 TLN No. 5043.

__________, Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU No. 12

Tahun 2011, LN No. 82 Tahun 2011 TLN No. 5234.

C. Internet

D. Lain-lain

LAMPIRAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG