NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG …...NA RUU Guru 14 Maret 2019 2 SUSUNAN TIM KERJA...

150
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG GURU TIM PENYUSUN RUU TENTANG GURU PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2019

Transcript of NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG …...NA RUU Guru 14 Maret 2019 2 SUSUNAN TIM KERJA...

  • NASKAH AKADEMIK

    RANCANGAN UNDANG-UNDANG

    TENTANG

    GURU

    TIM PENYUSUN

    RUU TENTANG GURU

    PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG

    BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

    REPUBLIK INDONESIA

    2019

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    2

    SUSUNAN TIM KERJA PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

    DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG GURU

    TAHUN 2019

    Penanggung Jawab : Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum.

    Ketua : Prof. Dr. Ujianto P. Singgih, S.Sos., M.Si.

    Wakil Ketua : Arrista Trimaya, S.H., M.H.

    Sekretaris : Rachmat Wahyudi Hidayat, S.H., M.H.

    Anggota : 1. Nita Ariyulinda, S.H., M.H.

    2. Ricko Wahyudi, S.H., M.H.

    3. Woro Wulaningrum, S.H., M.H.

    4. Yuwinda Sari Pujianti, S.H.

    5. Ihsan Badruni Nasution, S.Sy., S.H.

    6. Sindy Amelia, S.H.

    7. Aryudhi Permadi, S.H., M.H.

    8. Elga Andina S.Psi., M.Psi.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    3

    KATA SAMBUTAN

    KEPALA PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG

    Assalamualaikum Wr.Wb,

    Salam Sejahtera bagi kita semua,

    Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

    karena hanya atas karunia dan rahmat-Nya, penyusunan Naskah

    Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Guru dapat diselesaikan

    dengan baik dan lancar. Naskah Akademik ini disusun sebagai dasar

    pertanggungjawaban ilmiah terhadap penyusunan Rancangan Undang-

    Undang (RUU) tentang Guru sekaligus guna memenuhi persyaratan dalam

    pengajuan rancangan undang-undang sebagaimana ditentukan dalam

    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

    Perundang-Undangan.

    Sesuai dengan keputusan rapat intern Komisi X DPR RI, Komisi X

    DPR RI akan melakukan penyusunan RUU tentang Guru. Berdasarkan hal

    tersebut Pimpinan Komisi X DPR RI meminta kepada Badan Keahlian DPR

    RI untuk membuat NA dan Draft RUU tentang Guru melalui surat

    No.LG/09434/DPR RI/V/2018 tanggal 21 Mei 2018. Penyusunan RUU

    tentang Guru tidak terlepas dari tujuan bernegara yang tercantum dalam

    pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu

    mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam mewujudkan tujuan bernegara

    tersebut maka Pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan sumber

    daya manusia di bidang pendidikan khususnya guru yang berkompeten,

    berintegritas, dan profesional. Dengan demikian, pengaturan khusus dan

    komprehensif mengenai guru diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan

    tata kelola guru secara terencana, terarah, dan berkesinambungan sesuai

    dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan.

    Akhirnya kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh

    anggota Tim Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang

    tentang Guru yang telah menyelesaikan tugasnya. Terima kasih juga kami

    sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangan saran

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    4

    dan pemikiran hingga tersusunnya Naskah Akademik Rancangan Undang-

    Undang tentang Guru. Harapan kami, Naskah Akademik Rancangan

    Undang-Undang tentang Guru ini bermanfaat bagi bangsa Indonesia.

    Jakarta, 8 Maret 2019

    Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang,

    Dr. Inosentius Samsul, SH., M.Hum

    NIP. 19650710 199003 1 007

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    5

    DAFTAR ISI

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 7

    A. Latar Belakang .......................................................................... 7

    B. Identifikasi Masalah ................................................................ 10

    C. Tujuan dan Kegunaan .............................................................. 11

    D. Metode .................................................................................... 12

    E. Sistematika Penulisan .............................................................. 13

    BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ......................15

    A. Kajian Teoretis.......................................................................... 15

    B. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang Berkaitan dengan

    Penyusunan Norma ................................................................. 36

    C. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang

    Ada, Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat, dan

    Perbandingan dengan Negara Lain ............................................ 38

    D. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang

    akan Diatur dalam Undang-Undang terhadap Aspek

    Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya terhadap Aspek

    Beban Keuangan Negara ......................................................... 90

    BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-

    UNDANGAN TERKAIT ...................................................................93

    BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS ....... 111

    A. Landasan Filosofis.................................................................. 111

    B. Landasan Sosiologis ............................................................... 113

    C. Landasan Yuridis ................................................................... 115

    BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG

    LINGKUPMATERI MUATAN UNDANG-UNDANG ............................ 118

    A. Jangkauan dan Arah Pengatura ............................................. 118

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    6

    B. Ruang Lingkup Materi Muatan .............................................. 119

    1. Ketentuan Umum .............................................................. 119

    2. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Keguruan .................... 122

    3. Kualifikasi dan Kompetensi ................................................. 125

    4. Pengadaan .......................................................................... 126

    5. Pemindahan ....................................................................... 128

    6. Pemberhentian ................................................................... 129

    7. Beban Kerja ........................................................................ 129

    8. Pembinaan dan Pengembangan .......................................... 130

    9. Penghargaam ..................................................................... 132

    10. Guru Warga Negara Asing ................................................. 132

    11. Hak dan Kewajiban ........................................................... 133

    12. Pelindungan ..................................................................... 137

    13. Organisasi Profesi ............................................................. 137

    14. Ketentuan Peralihan ......................................................... 139

    15. Ketentuan Penutup ........................................................... 139

    BAB VI PENUTUP ....................................................................... 141

    A. Simpulan .............................................................................. 141

    B. Saran .................................................................................... 143

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 145

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    7

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pendidikan merupakan tolok ukur keberhasilan bangsa, yang

    memengaruhi kualitas kehidupan masyarakat. Di Indonesia, pendidikan

    merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dilindungi, serta harus

    diselenggarakan negara untuk memajukan kesejahteraan umum dan

    mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut,

    pemerintah telah melakukan berbagai pengaturan, meliputi sistem,

    sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Diprioritaskannya

    pendidikan juga tercermin dari pengalokasian 20% APBN (Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Negara) untuk anggaran pendidikan. Bahkan

    ditegaskan bahwa visi pendidikan nasional kita adalah terwujudnya

    sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa

    untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang

    menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

    menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

    Salah satu variabel penting dalam sistem pendidikan nasional

    adalah Guru. Dalam bahasa Sansekerta, guru berarti seorang yang

    paling dihormati, figur spiritual yang tidak memiliki cela dan tidak boleh

    memiliki kesalahan. Guru bukan sekedar pendidik dan pengajar namun

    juga mengemban misi seorang begawan, selain bijaksana juga

    menguasai ilmu pengetahuan serta sarat akan nilai moral dan agama.

    Guru diharapkan menjadi sosok yang berilmu, sabar, santun, dan patut

    diteladani.

    Sebagai pendidik, guru diharapkan dapat mentransformasikan

    ilmu pengetahuan yang tengah berkembang kepada peserta didik.

    Sedangkan sebagai tenaga pendidik, guru merupakan sosok yang

    berperan dalam membentuk kepribadian peserta didik sesuai dengan

    batasan norma-norma sosial yang menjadi pegangan masyarakat.

    Sampai saat ini masih banyak persoalan pengelolaan guru yang

    masih menjadi kendala pembangunan pendidikan kita. Pertama, dari

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    8

    segi kualitas guru yang dianggap masih belum sesuai dengan tuntutan.

    Rendahnya mutu tenaga pendidik sudah sejak lama menjadi persoalan

    dalam dunia pendidikan kita, namun penanganannya belum optimal

    bahkan dipandang telah menjadi persoalan biasa. Hal ini tentu saja

    sangat mengkhawatirkan bagi masa depan bangsa yang dihadang oleh

    persaingan global.

    Pada tahun ajaran 2016/2017 terdapat 84,21% guru SD layak

    mengajar; 92,11% guru SMP layak mengajar; 96,88% guru SMA layak

    mengajar; dan 93,96% guru SMK layak mengajar.1 Pemaknaan layak

    mengajar di sini adalah guru dengan ijazah D-4/S-1 atau lebih tinggi

    sebagai guru layak mengajar (qualified teacher). Pengertian itu belum

    mengakomodir kualitas yang dibuktikan dengan sertifikasi guru. Jika

    memasukkan jumlah guru yang disertifikasi, maka angka di atas akan

    semakin berkurang. Pada tahun 2007, 2008, dan 2010 telah dilakukan

    uji kompetensi awal untuk menentukan nominator sertifikasi. Pada

    tahun 2015 mulai dilakukan uji kompetensi guru, rata- rata nilai uji

    kompetensi guru nasional adalah 56,69.2 Jika dilihat lebih jauh,

    terdapat perbedaan hasil uji kompetensi antara guru yang sudah S1

    dengan guru yang belum S1. Untuk Taman Kanan-kanak (TK) rata-rata

    nilainya adalah 59,65. Untuk guru SD yang datanya paling banyak

    belum memenuhi S1 mendapatkan rata-rata nilai 54,33, untuk jenjang

    SMP rata- ratanya 58,25. Dan untuk SMA rata-ratanya 61,71.3 Ini

    mengindikasikan bahwa kompetensi guru masih rendah berdasarkan

    tolak ukur yang ditentukan dalam standar pendidik dan tenaga

    kependidikan.

    Kedua, semakin maraknya masalah perlindungan guru yang

    disebabkan konflik dengan peserta didik, orang tua, atau pihak lain.

    Setidaknya ada 6 kasus guru berhadapan dengan hukum sejak tahun

    2015 yang menjadi dampak atas kebijakan guru mendisiplinkan

    1Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Rangkuman Statistik Persekolahan

    2017/2018, (Jakarta,Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017), hlm. 19. 2Temu Ismail, S.Pd.,M.Si., Urgensi Perubahan Undang-Undang Guru dan Dosen,

    disampaikan dalam Seminar Nasional Urgensi Perubahan Undang-Undang Guru dan

    Dosen, 25 September 2018, hlm. 20 3Ibid.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    9

    muridnya. Hal ini menyebabkan guru menjadi tidak memiliki wibawa

    untuk melakukan pendisiplinan terhadap peserta didik. Berkurangnya

    rasa percaya terhadap guru bukan saja mengarah pada kegagalan

    pendidikan, tapi juga penghancuran masa depan anak didik. Padahal,

    dalam Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang

    Guru dan Dosen (UU tentang Guru dan Dosen), telah ditegaskan

    perlindungan hukum bagi guru yang mendapatkan tindak kekerasan,

    ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil.

    Selain itu perlindungan guru juga disebutkan dalam Pasal 39, Pasal 40

    dan Pasal 41 UU tentang Guru dan Dosen.

    Ketiga, jumlah dan rasio guru yang belum memadai. Pada tahun

    2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menganalisa sumber

    daya manusia pendidikan dasar dan menengah bahwa secara

    keseluruhan pendidikan dasar dan menengah (dikdasmen) masih terjadi

    kekurangan guru sebesar 146.987 orang dengan rincian yaitu SD

    kelebihan guru sebesar 90.618, SLB kekurangan guru sebesar 3.596,

    SMP kelebihan guru sebesar 34.901, SMA kekurangan guru sebesar

    160.661 dan SMK kekurangan guru sebesar 108.249. Jika dilihat dari

    rasio siswa per guru, jumlah guru SD dan SMP lebih banyak dari siswa.

    Sebaliknya, jumlah guru lebih sedikit daripada jumlah siswa.4

    Untuk mengatasi permasalahan di atas, pemerintahan berupaya

    memperkuat kebijakan rekrutmen dan distribusi guru yang berkualitas

    dengan sebaran yang merata di seluruh wilayah. Salah satu kebijakan

    tersebut, dilakukan dengan mengirim sarjana lulusan LPTK untuk

    mendidik di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) di seluruh

    Indonesia selama 1 tahun, yang mencakup Aceh, Sumatera Utara, Nusa

    Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua, Papua Barat, Kalimantan

    Barat, Kalimantan Timur, dan Maluku. Peserta program ini telah

    mencapai 13.092 orang hingga tahun 2015.

    Akan tetapi, dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

    2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan penyebaran guru

    4Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Analisis Sumber Daya Manusia

    Pendidikan Dasar dan Menengah 2015/2016. (Jakarta, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016), hlm. iii.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    10

    berada di tangan pemerintah daerah. Daerah yang memiliki banyak

    guru dan berkualitas akan dapat mengimplementasikan pemerataan

    guru, namun sebaliknya daerah yang kurang guru secara kuantitas dan

    kualitas akan mengalami kesulitan.

    Keempat, masalah kesejahteraan guru. Salah satu terobosan yang

    diamanatkan UU tentang Guru dan Dosen adalah peningkatan

    kompensasi bagi guru sehingga meningkatkan pengakuan dan

    penghargaan terhadap profesi guru dan dosen yang selama ini

    kerap menjadi profesi yang kurang dihargai. Hal ini diwujudkan dalam

    bentuk tunjangan profesi, yang akan diperoleh para guru yang telah

    memenuhi syarat dan lulus ujian sertifikasi. Hingga saat ini masih

    terdapat 1 juta guru yang belum memenuhi syarat minimal kualifikasi

    akademik S-1/D-4. Selain itu, baru sekitar 1,9 juta guru yang telah

    tersertifikasi. Proses sertifikasi berjalan terlalu lambat tidak sebanding

    dengan pertumbuhan jumlah guru, hingga target 10 tahun yang

    diamanatkan UU tentang Guru dan Dosen untuk mensertifikasi semua

    guru belum tercapai.

    Kelima, masalah pendidikan guru yang belum diulas secara

    mendalam dalam UU tentang Guru dan Dosen. Program pendidikan

    guru merupakan salah satu prodi yang paling banyak dibuka perguruan

    tinggi, karena banyak peminatnya. Berdasarkan data dari

    Kemenristekdikti RI (2016) pada tahun 2015 terdapat 412 LPTK (tidak

    termasuk LPTK dibawah Kemenag RI), sedangkan tingginya minat calon

    mahasiswa disebabkan ada prospek kesejahteraan yang akan diterima

    guru. Akan tetapi, peminatnya bukan siswa terbaik. LPTK hanya

    dijadikan cadangan ketika mereka tidak diterima di perguruan tinggi

    favorit. Hal ini menyebabkan lulusan LPTK pun tidak memiliki kualitas

    yang diharapkan dan layak menjadi guru.

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, terdapat

    beberapa permasalahan sebagai berikut:

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    11

    1. Bagaimana perkembangan teori tentang guru dan bagaimana

    praktik empiris tentang guru? Apakah terdapat permasalahan dalam

    praktik penyelenggaraan yang terkait dengan substansi yang akan

    diatur dan bagaimana solusi yang perlu dituangkan sebagai materi

    muatan undang-undang dalam RUU tentang Guru?

    2. Bagaimana kondisi hukum dan peraturan perundang-undangan

    yang ada pada saat ini terkait dengan guru? Apakah terjadi

    kekosongan hukum? Apakah terdapat pengaturan dalam peraturan

    yang lebih rendah dari undang-undang yang seharusnya diatur

    dengan undang-undang? Apakah terjadi tumpang tindih antara

    peraturan perundang-undangan? Apakah terjadi disharmonisasi

    sehingga diperlukan solusi dalam bentuk RUU tentang Guru?

    3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,

    dan yuridis dari pembentukan RUU tentang Guru?

    4. Apa yang menjadi sasaran, jangkauan, dan arah pengaturan, ruang

    lingkup serta materi muatan yang perlu diatur dalam RUU tentang

    Guru?

    C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan NA

    Penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Permusikan

    bertujuan untuk:

    1. mengetahui perkembangan teori tentang guru; praktik empiris

    tentang guru dan permasalahan dalam praktik penyelenggaraan

    yang terkait dengan substansi yang akan diatur; serta solusi yang

    perlu dituangkan sebagai materi muatan undang-undang dalam

    RUU tentang Guru;

    2. mengetahui kondisi hukum dan peraturan perundang-undangan

    yang ada pada saat ini terkait dengan guru, meliputi: adanya

    kekosongan hukum; adanya pengaturan dalam peraturan yang lebih

    rendah dari undang-undang yang seharusnya diatur dengan

    undang-undang; adanya tumpang tindih antara peraturan

    perundang-undangan; dan adanya disharmonisasi sehingga

    diperlukan solusi dalam bentuk RUU tentang Guru;

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    12

    3. merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan

    yuridis dari pembentukan RUU tentang Guru yang dapat menjadi

    dasar atau argumentasi dari pembentukan RUU tentang Guru;

    4. merumuskan sasaran, jangkauan, dan arah pengaturan, ruang

    lingkup serta materi muatan yang perlu diatur dalam RUU tentang

    Guru.

    Penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Guru diharapkan

    dapat digunakan sebagai acuan atau dasar bagi penyusunan draf RUU

    tentang Guru.

    D. Metode

    Penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Guru dilakukan

    melalui studi kepustakaan/literatur dengan menelaah berbagai data

    sekunder seperti peraturan perundang-undangan terkait, baik di tingkat

    undang-undang maupun peraturan pelaksanaan dan berbagai dokumen

    hukum terkait. Guna melengkapi studi kepustakaan dan literatur

    dilakukan pula diskusi melalui Focus Group Discussion/FGD dan

    wawancara serta kegiatan uji konsep dengan berbagai pihak

    berkepentingan atau stakeholders terkait guru dan para pakar atau

    akademisi, antara lain:

    1. Organisasi Profesi, yang terdiri atas:

    a. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI);

    b. Ikatan Guru Indonesia (IGI);

    c. Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI);

    d. Forum Guru Honorer; dan

    e. Asosiasi Guru Sejarah Indonesia.

    2. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;

    3. Kementerian Agama;

    4. Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejarah; dan

    5. Pemangku kepentingan di daerah, yang terdiri atas:

    a. Provinsi Jawa Barat:

    1) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat; dan

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    13

    2) Universitas Pendidikan Indonesia.

    b. Provinsi Kalimantan Barat:

    1) FKIP Universitas Tanjungpura;

    2) Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat;

    3) Musyawarah Guru Mata Pelajaran; dan

    4) PGRI Kalimantan Barat.

    c. Provinsi Papua Barat:

    1) Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong;

    2) Dinas Pendidikan Kota Sorong;

    3) Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat;

    4) Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia

    Dini Indonesia (Himpaudi) Kota Sorong; dan

    5) Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia

    Dini Indonesia (Himpaudi) Kabupaten Raja Ampat.

    d. Provinsi Bangka Belitung:

    1) Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung;

    2) SMAN 1 Tanjung Pandan.

    E. Sistematika Penulisan

    Sistematika Naskah Akademik RUU tentang Guru yakni sebagai

    berikut:

    BAB I PENDAHULUAN, memuat latar belakang, identifikasi masalah,

    tujuan dan kegunaan, serta metode.

    BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS, memuat uraian

    mengenai materi yang bersifat teoritis, asas/prinsip yang berkaitan

    dengan penyusunan norma, praktik empiris, dan implikasi penerapan

    sistem baru yang akan diatur dalam Undang-Undang terhadap aspek

    kehidupan bermasyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban

    keuangan negara.

    BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-

    UNDANGAN TERKAIT, memuat kajian terhadap peraturan perundang-

    undangan terkait yang memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan

    undang-undang baru dengan peraturan perundang-undangan lain.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    14

    BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSILOGIS, DAN YURIDIS, memuat

    pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang

    dibentuk mempertimbangkan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.

    BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP

    MATERI UNDANG-UNDANG, memuat jangkauan, arah pengaturan, dan

    ruang lingkup dari undang-undang yang dibentuk.

    BAB VI PENUTUP, memuat simpulan dan saran.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    15

    BAB II

    KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

    A. Kajian Teoretis

    1. Fungsi dan Kedudukan Guru

    Guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang

    yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.

    Pengertian ini memberi kesan bahwa guru adalah orang yang

    melakukan kegiatan dalam bidang mengajar. Istilah guru sinonim

    dengan kata pengajar dan sering dibedakan dengan istilah pendidik.

    Perbedaan ini dalam pandangan Muh. Said dalam Rusn dipengaruhi

    oleh kebiasaan berpikir orang Barat, khususnya orang Belanda yang

    membedakan kata onderwijs (pengajaran) dengan kata opveoding

    (pendidikan).5 Pandangan ini diikuti oleh tokoh-tokoh pendidikan di

    dunia Timur, termasuk tokoh-tokoh pendidikan di kalangan muslim.

    Nata mengemukakan istilah-istilah yang berkaitan dengan

    penamaan atas aktivitas mendidik dan mengajar. Ia lalu

    menyimpulkan bahwa keseluruhan istilah- istilah tersebut

    terhimpun dalam kata pendidik.6 Hal ini disebabkan karena

    keseluruhan istilah itu mengacu kepada seseorang yang

    memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada

    orang lain. Selanjutnya, guru menurut Zahara Idris dan Lisma

    Jamal dalam Idris adalah orang dewasa yang bertanggung jawab

    memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam hal

    perkembangan jasmani dan ruhaniah untuk mencapai tingkat

    kedewasaan, memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk

    individu yang mandiri, dan makhluk sosial.7

    Guru menjadi faktor yang menentukan mutu pendidikan

    karena guru berhadapan langsung dengan para peserta didik dalam

    5 Abidin Ibn. Rusn, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan (Cet. II), (Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar,.2009), hlm. 62–63. 6 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam ( Jilid I. Cet. I), (Jakarta: Logos Wacana

    Ilmu,1997), hlm 61. 7 Muhamad Idris, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008),

    hlm 49.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    16

    proses pembelajaran di kelas. Di tangan guru, mutu dan

    kepribadian peserta didik dibentuk. Karena itu, perlu sosok guru

    kompeten, bertanggung jawab, terampil, dan berdedikasi tinggi.

    Guru adalah kurikulum berjalan. Sebaik apa kurikulum dan sistem

    pendidikan yang ada tanpa didukung oleh kemampuan guru,

    semuanya akan sia-sia. Guru berkompeten dan bertanggung jawab,

    utamanya dalam mengawal perkembangan peserta didik sampai ke

    suatu titik maksimal. Tujuan akhir seluruh proses pendampingan

    guru adalah tumbuhnya pribadi dewasa yang utuh.

    Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang begitu

    pesat, guru tidak lagi sekadar bertindak sebagai penyaji informasi.

    Guru juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator,

    dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan

    kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri

    informasi.8 Dengan demikian, guru juga harus senantiasa

    meningkatkan keahliannya dan senantiasa mengikuti

    perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu

    menghadapi berbagai tantangan.

    Bagi sebagian guru, perubahan dan perkembangan ini bersifat

    menyebabkan kecemasan, karena tidak hanya berupa perubahan

    teknis dan praktis, tapi juga menimbulkan konsekuensi psikologis

    bagi guru. Misalnya, perubahan kurikulum atau perubahan

    kebijakan pendidikan. Perubahan itu tidak sekadar perubahan

    struktur dan isi kurikulum, atau sekadar perubahan isi

    pembelajaran, tetapi perubahan yang menuntut perubahan sikap

    dan perilaku dari para guru. Misalnya, perubahan karakter, mental,

    metode, dan strategi dalam pembelajaran. Guru dalam menjalankan

    tugas profesionalnya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang

    tidak ringan.

    8 M. Shabir Usmani, Kedudukan Guru sebagai Pendidik: Tugas dan Tanggung

    Jawab, Hak dan Kewajiban, dan Kompetensi Guru. Auladuna, Vol. 2 No. 2 Desember 2015, hlm. 222

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    17

    Sanjaya9 menyebutkan ada empat peran guru dalam

    pengembangan kurikulum yaitu sebagai implementers, adapters,

    developers, dan researchers. Sebagai implementers, guru bertugas

    melaksanakan kurikulum yang sudah ada; sebagai adapter, guru

    menyelaraskan kurikulum dengan karakteristik kebutuhan siswa

    dan kebutuhan daerah; sebagai developer menuntut guru untuk

    menyusun kurikulum kemudian menentukan strategi yang tepat

    dalam pembelajaran; dan akhirnya sebagai researcher guru bertugas

    menguji bahan ajar demi menemukan metode yang paling efektif.

    Sementara itu, Mudhofir menyebutkan ada 6 tugas guru,

    yaitu:10

    a. sebagai pengajar, yang merencanakan dan melaksanakan

    pengajaran.

    b. sebagai pembimbing, yang memberikan bantuan kepada siswa

    dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.

    c. sebagai administrator kelas, di mana ia menatalaksanakan

    pengajaran di dalam kelas.

    d. sebagai pengembang kurikulum, menuntut guru untuk mencari

    gagasan-gagasan baru dalam menyempurnakan praktek

    pendidikan dan aktivitas pengajaran.

    e. untuk mengembangkan profesi, pada dasarnya ialah tuntutan

    dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga,

    dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya. Oleh

    karena itu, guru dituntut untuk selalu peka dan meningkatkan

    kualitasnya.

    f. untuk membina hubungan dengan masyarakat, merupakan

    tugas guru untuk berkolaborasi dengan masyarakat dalam

    mencapai tujuan-tujuan pendidikan, karena pendidikan tidak

    saja terjadi di sekolah tapi juga di luar sekolah, terutama di

    9 Faridah Alawiyah, Peran Guru Dalam Kurikulum 2013, Aspirasi, 4(1), Juni 2013,

    hlm. 68. 10 Ali Mudghofir, Pendidik Profesional : Konsep, Strategi, Dan Aplikasinya Dalam

    Peningkatan Mutu Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012), hlm 86.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    18

    rumah.

    Untuk itu, guru harus memiliki dan menguasai

    kompetensinya dan sekaligus mengetahui hak dan kewajibannya

    sehingga ia menjadi sosok guru yang betul-betul profesional.

    2. Guru sebagai Profesi

    Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu

    bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang.

    Sanusi dalam Syaefudin mengatakan bahwa profesi merupakan

    suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise)

    dari para anggotanya.11 Artinya ia tidak dapat dilakukan oleh

    sembarangan orang yang tidak dilatih atau disiapkan secara khusus

    untuk melakukan pekerjaan itu. Webstar dalam Kusnandar juga

    mengatakan bahwa profesi juga diartikan sebagai jabatan atau

    pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan khusus yang

    diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif.12

    Sementara profesional menunjuk pada penampilan seseorang

    yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya. Profesional adalah

    pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang dan menjadi

    sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,

    kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau

    norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.13

    Guru yang profesional akan tercermin dalam penampilan

    pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan

    keahlian, baik dalam materi maupun metode. Di samping

    keahliannya, sosok guru profesional ditunjukkan melalui tanggung

    jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru

    profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan

    tanggung jawabnya sebagai guru kepada peserta didik, orang tua,

    11Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan

    di Indonesia. Cet. IV, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 16–17. 12Udin Syaefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru.(Bandung: Alfabeta, 2009),

    hlm.6. 13Kusnandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

    Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 45.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    19

    masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Sebagai pengajar

    atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu

    keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya setiap

    adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam kurikulum dan

    peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya

    pendidikan, selalu bermuara pada faktor guru.14 Hal ini

    menunjukkan bahwa betapa eksisnya peran guru dalam dunia

    pendidikan.

    Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan

    dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang

    pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan

    seseorang yang menjadi mata pencaharian.15 Sanjaya merinci

    pekerjaan profesional guru, dengan ciri pokok sebagai berikut:

    a. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara

    mendalam yang hanya mungkin didapatkan dari lembaga-

    lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya

    didasarkan pada keilmuan yang dimilikinya yang dapat

    dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

    b. Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang

    tertentu spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara

    profesi yang satu dengan profesi yang lainnya dapat dipisahkan

    secara tegas.

    c. Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan

    kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui

    oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang

    pendidikan akademis sesuai dengan profesinya, semakin tinggi

    pula tingkat penghargaan yang diterimanya.

    Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga

    memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga

    masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap setiap

    14 Abidin Ibn. Rusn, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan (Cet. II), (Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar,.2009), hlm. 63. 15Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Ciputat: PT

    Ciputat Press, 2005), hlm. 13.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    20

    efek yang ditimbulkannya dari pekerjaan profesinya itu.16

    Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi

    yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan

    pengajaran. Secara sederhana, kompetensi adalah kualitas yang

    dimiliki individu untuk dapat melakukan pekerjaan tertentu.

    Kompetensi lebih dari sekadar pengetahuan dan keterampilan.

    Menurut Ali Mudlofir, kompetensi terdiri dari 6 komponen: (1)

    performance component, (2) subject component, (3) professional

    component, (4) process component, (5) adjustment component, dan (6)

    attitudes component.17

    Kompetensi tidak sama dengan pekerjaan. Bahwa kompetensi

    dan pekerjaan memiliki keterkaitan yang sangat erat, memang

    demikian hakikatnya. Kompetensi dalam konteks ini lebih

    cenderung merupakan prasyarat tertentu yang harus dipenuhi oleh

    seseorang sebelum melakukan suatu pekerjaan.18 McClelland

    menjelaskan bahwa kompetensi bersifat spesifik pada tugas dan

    organisasi, sehingga mereka hanya bisa digambarkan dalam konteks

    pekerjaan yang ditugaskan.19

    Suatu kompetensi dapat terdiri dari beberapa pengetahuan

    dan keterampilan. Ia mencakup kemampuan untuk memenuhi

    kebutuhan yang kompleks, dengan menarik atau menggerakkan

    sumber daya psikososial (termasuk keterampilan dan sikap) dalam

    konteks tertentu.20 Misalnya kemampuan berkomunikasi efektif

    membutuhkan keterampilan bahasa, keterampilan IT praktis, dan

    sikap terhadap lawan bicaranya.

    Oleh karena itu, Mudhofir menganggap kompetensi sebagai

    16 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Kencana Prenada Media

    Group, 2008), hlm. 275. 17 Ali Mudlofir, Pendidik Profesional : Konsep, Strategi, Dan Aplikasinya Dalam

    Peningkatan Mutu Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012), hlm. 99.

    18 Hermana Soemantri, Kompetensi Sebagai Landasan Konseptual Kebijakan Kurikulum Sekolah di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 6, November 2010, hlm. 685

    19 Leonardo Evangelista, Competence, competencies and career guidance, Coherence, Co-Operation and Quality in Guidance and Counselling Research, 2009, hlm. 1–6.

    20 ibid

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    21

    pilarnya atau teras kinerja dari suatu profesi.21 Artinya, seorang

    profesional yang kompeten itu harus dapat menunjukkan

    karakteristik utamanya, seperti:

    a. Mampu melakukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional. Ini

    berarti ia memiliki kemampuan analisis kritis dan pertimbangan

    logis untuk membuat pilihan dan memutuskan.

    b. Menguasai perangkat pengetahuan (teori dan konsep, prinsip dan

    kaidah, hipotesis dan generalisasi, data dan informasi, dsb.)

    tentang seluk beluk apa yang menjadi bidang tugas pekerjaannya.

    c. Menguasai perangkat keterampilan (strategi dan taktik, metode

    dan teknik, prosedur dan mekanisme, sarana dan instrumen, dsb)

    tentang cara bagaimana dan dengan apa harus melakukan

    pekerjaannya.

    d. Memahami standar kelayakan normatif minimal kondisi

    keberhasilan pengajaran

    e. Memiliki motivasi dan aspirasi untuk melakukan tugasnya

    f. Memiliki kewenangan untuk mendemonstrasikan dan menguji

    kompetensinya agar memperoleh pengakuan.

    Para ahli mengusulkan banyak konsep mengenai kompetensi

    guru, seperti kemampuan intelektual; manajemen; keterampilan

    interpersonal; menjadi profesional22; mampu melakukan kontak

    secara pantas dengan penonton.23 Dalam pandangan Fathivajargah

    guru yang pantas dipekerjakan adalah yang memiliki kompetensi

    kognitif (kesadaran diri, kesadaran pembelajar, dan kesadaran atas

    proses belajar mengajar), emosional (berdasarkan minat, nilai, dan

    sikap), dan praktikal (berkaitan dengan murid, kelas, sekolah, dan

    masyarakat).24 Spencer & Spencer mengenalkan model gunung es

    (iceberg model) dalam menjelaskan mengenai kompetensi, yang

    21 Ali Mudghofir,Pendidik Profesional : Konsep, Strategi, Dan Aplikasinya Dalam

    Peningkatan Mutu Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012), hlm. 97-98

    22 M Ilanlou & M Zand, Professional competencies Of Teachers And The Qualitative Evaluation, Procedia - Social and Behavioral Sciences, 29, 2011, hlm. 1144

    23 ibid 24 ibid, hlm. 1145

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    22

    mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.25 Jika

    pengetahuan dan keterampilan didapat dari pendidikan dan

    pelatihan, maka sikap merupakan hasil dari dinamika kepribadian

    manusia yang bertumbuh sejalan dengan perkembangan mentalnya.

    Semakin lama daftar kompetensi guru bertambah seiring

    dengan perubahan dan tantangan yang dihadapi guru dalam

    konteks dampak kebijakan pendidikan global.26 Sejauh ini ada 39

    kompetensi guru yang dikumpulkan Kovač, Eafajac & Buchberger.

    Kompetensi tersebut dibagi atas 4 kelompok.27

    a. Kompetensi terkait nilai-nilai dan pengasuhan anak;

    b. Kompetensi yang berkaitan dengan pemahaman sistem

    pendidikan dan kontribusi terhadap pengembangannya;

    c. Kompetensi berkaitan pengetahuan mengenai mata pelajaran,

    pedagogi, dan kurikulum;

    d. Kompetensi terkait evaluasi diri dan pengembangan profesional.

    Kompetensi sosial kemudian ikut dipertimbangkan, misalnya

    kesediaan guru untuk berpartisipasi dalam debat publik tentang

    pendidikan; memantau dan berpartisipasi dalam kegiatan amal yang

    relevan; kemampuan berpartisipasi dalam proyek di bidang

    pendidikan; memahami prioritas nasional dalam pendidikan;

    kesediaan untuk bekerja sama dengan masyarakat setempat dalam

    mengatur kegiatan program (misalnya menyelenggarakan pelatihan

    praktis dalam bisnis lokal); kemampuan untuk mengantisipasi

    kebutuhan pasar tenaga kerja baru yang terkait dengan pendidikan;

    kemampuan melakukan penelitian untuk kemajuan pendidikan;

    pemahaman tentang legislasi dan otoritas dalam pendidikan;

    kesediaan untuk bekerja sama dengan pemangku kepentingan dari

    institusi kesehatan dan sosial; dan kemauan untuk berpartisipasi

    25 Lyle Spencer & Signe M. Spencer, Competence at Work, Models For Superior

    Performance, (Canada : John Wiley & Sons, Inc., 1993), hlm.11 26 Vesna Kovač, Branko Rafajac, & Iva Buchberger, Croatian Teacher Competencies

    Related to the Creation and Implementation of Education Policy, C.E.P.S Journal, 4(4),2014, hlm.54

    27 ibid.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    23

    dalam rencana pengembangan sekolah.28

    Sementara itu, penelitian terhadap efektivitas guru di Inggris

    telah menghasilkan model yang mengaitkan 3 faktor: karakteristik

    profesional, keterampilan mengajar, dan iklim kelas.29 Dalam

    bekerja seseorang membutuhkan kompetensi profesional yang

    terdiri dari pengetahuan dan keterampilan dan kompetensi personal

    yang mencakup motif individu, ciri, dan konsep diri.

    Kalau menurut Aghaie30 para guru perlu memiliki kompetensi

    (1) pengetahuan atas berbagai keterampilan berpikir dan

    mengaplikasikannya; (2) familiar dengan metode pembelajaran dan

    pengajaran baru serta mengaplikasikannya; (3) manajemen kelas

    dan keterampilan khusus untuk berkomunikasi dengan murid; (4)

    familiar dengan teknologi komunikasi dan informasi, serta mampu

    menggunakannya dalam pengajaran; (5) keterampilan meneliti; dan

    (6) terampil dalam mengevaluasi prestasi akademik. Akan tetapi,

    Shabani memiliki teori yang lebih sederhana, yaitu membagi

    kompetensi menjadi 2, yaitu (1) kompetensi karakteristik, yang

    meliputi pengaturan berorientasi murid, berorientasi pada murid

    dan kedekatan murid, dan pengaturan berorientasi subjek; (2)

    saintifik, yang termasuk di dalamnya adalah kesadaran psikologi,

    metode mengajar, metode komunikasi baru, psikologi sosial,

    psikologi pengajaran dan komunikasi.31 Taghi Pour Zahir32 juga

    membagi 2 kompetensi guru menjadi vokasional dan personal, di

    mana vokasional meliputi pengetahuan umum, pengetahuan vokasi

    dan keterampilan komunikasi; sedangkan yang personal antara lain

    kesehatan jiwa dan fisik, ketaatan pada nilai, serta memiliki

    kemampuan mental yang baik.

    Ilandou dan Zan sendiri mengusulkan guru memiliki

    28 Ibid, hlm. 56 29 P Sammons & L Bakkum, Effective Schools, Equity And Teacher Effectiveness: A

    Review To The Literature, Profesorado, 15(3),2011, hlm. 16. 30 Ibid. 31 Ibid. 32 Ibid.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    24

    kompetensi umum dan kompetensi khusus.33 Kompetensi umum

    meliputi pemahaman dengan psikologi perkembangan dan

    pembelajaran, kesadaran akan proses pengajaran-pembelajaran,

    manajemen kelas, metode pengajaran, pengontrolan dan evaluasi.

    Sementara itu, kompetensi khusus antara lain penguasaan konten,

    menyajikan konten dalam urutan yang tepat, mengorganisasi

    konten, menguasai penggunaan alat latihan, mencatat secara

    akurat, memberikan umpan balik kepada murid.34

    Berdasarkan pembagian para ahli di atas, penulis menemukan

    kesamaan yaitu bahwa guru harus memiliki setidaknya 3 dimensi

    kompetensi, yaitu:

    a. Pengetahuan, termasuk di dalamnya penguasaan materi

    pembelajaran, pengetahuan mengenai teori pengajaran, konsep

    pedagogis.

    b. Praktek, yaitu kemampuan untuk menyampaikan materi kepada

    murid dalam cara efektif berdasarkan teori pengajaran.

    c. Afeksi, yaitu passion, semangat, motivasi untuk mengajar.

    Bila dianalisis kembali, guru dalam konteks profesional dari

    pengertian dan ciri profesional tersebut di atas dapat diartikan

    sebagai profesi seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya

    bukan hanya mengajar dan memberikan informasi berupa materi

    pelajaran saja, akan tetapi memiliki tujuan. Dalam melaksanakan

    tugas dan tanggung jawabnya diperlukan kemampuan khusus yang

    didasarkan konsep pengetahuan yang spesifik.

    Sebagai tenaga profesional, maka pengelolaan guru juga harus

    mengikuti prosedur yang terpadu dalam pengelolaan sumber daya

    manusia, yaitu:

    a. Rekrutmen dan Seleksi Guru

    Rekrutmen didahului dengan perencanaan kebutuhan

    sumber daya manusia. Kegiatan ini akan menentukan jumlah

    33 Ibid. 34 Ibid.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    25

    orang yang dibutuhkan, keahlian yang diharapkan, dan proses

    pendidikan yang dibutuhkan untuk memproduksi tenaga guru.

    Rekrutmen guru dilakukan pada saat calon mahasiswa

    mendaftar ke LPTK. LPTK merupakan salah satu kunci berhasil

    atau tidaknya pendidikan di Indonesia. Gaffar menekankan

    bahwa LPTK memiliki tugas pokok untuk mendidik calon-calon

    guru TK hingga perguruan tinggi.35 Pendidikan guru merupakan

    langkah awal untuk mempersiapkan sumber daya guru. Dr

    Huihua He, Associate Professor dan Deputy Director, College of

    Education - Shanghai Normal University, menyatakan bahwa

    pendidikan guru setidaknya berjalan 4 tahun ditambah 1 tahun

    kerja praktek untuk menjadi guru (UNESCO).

    Untuk mengemban tugas tersebut, LPTK harus dinilai

    apakah sudah memenuhi standar kelayakan sebagai sebuah

    LPTK yang bermutu dan memiliki kemampuan untuk

    melaksanakan tugas tersebut. Untuk menghasilkan lulusan yang

    berkualitas perlu dilakukan perbaikan pada saat rekrutmen

    calon mahasiswa. Dengan kata lain, calon mahasiswa harus

    diseleksi secara ketat agar menghasilkan sarjana yang

    berkualitas. Selain itu juga harus melakukan pembenahan

    kurikulum, kualitas dosen, atmosfer akademik, sarana, dan

    budaya akademik juga harus dibangun untuk melahirkan

    sarjana pendidikan yang handal secara intelektual dan memiliki

    kualitas akhlak yang baik.

    Tidak semua orang dapat menjadi dokter untuk

    menyembuhkan penyakit pasien, diperlukan keahlian khusus

    melalui pendidikan khusus untuk menjadi seorang dosen.

    Begitupun guru, tidak semua orang dapat menjadi guru,

    diperlukan keahlian khusus melalui pendidikan khusus untuk

    menjadi seorang guru. Kompetensi guru tidak serta merta dapat

    dimiliki oleh seorang guru, karena kemampuan ini didapat

    35 Mohammad Fakry Gaffar, Standarisasi dan Pengembangan Mutu Pendidikan,

    (Makalah disampaikan pada Pertemuan FIP/JIP Seluruh Indonesia di Bukittinggi, 12-14

    September 2005).

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    26

    melalui proses yang panjang. Kemampuan ini dapat dimiliki oleh

    individu melalui pendidikan dan pelatihan khusus keguruan

    dalam jangka waktu yang tidak singkat dan tidak instan. LPTK

    memiliki peran yang cukup signifikan dalam mencetak dan

    melatih tenaga pendidik. Lembaga Pendidikan Tenaga

    Kependidikan (LPTK) adalah lembaga yang menyelenggarakan

    program akademik dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan

    dan mengembangkan ilmu pendidikan, ilmu keguruan,

    mendidik dan mempersiapkan tenaga profesional dalam bidang

    kependidikan. Keberadaan LPTK menjadi sangat penting karena

    menyangkut keberlangsungan masa depan pendidikan di

    Indonesia dalam mempersiapkan calon- calon guru profesional.

    LPTK menjadi lembaga pendidikan mengembangkan

    kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa yang

    bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

    dengan mewujudkan profesionalisme guru secara sistemik

    terukur dan terarah. Peran LPTK adalah mempersiapkan dan

    meningkatkan kemampuan guru untuk memiliki kompetensi

    kepribadian, kompetensi profesi, serta kompetensi sosial melalui

    pendidikan yang pada akhirnya dapat menghasilkan calon guru

    atau guru yang profesional sehingga mampu melaksanakan

    proses pembelajaran secara baik. LPTK harus terus dibangun,

    kedudukannya pun menjadi penting. Saat ini mulai menjamur

    pendidikan tinggi yang memiliki jurusan atau program studi

    keguruan, namun perannya sangat sedikit karena belum bisa

    mencetak tenaga guru profesional yang siap pakai.

    Menurut ILO dan UNESCO, program persiapan guru harus

    mencakup:36

    1) Pengetahuan umum

    2) Studi dengan elemen utama: filosofi, psikologi, sosiologi yang

    diaplikasikan dalam pendidikan, teori dan sejarah edukasi,

    36 International Labour Organization, The ILO/UNESCO Recommendation concerning

    the Status of Teachers (1966 ), (Geneva: International Labour Organization, 2016), hlm.26.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    27

    dan pendidikan perbandingan, pedagogis eksperimental,

    administrasi sekolah dan metode pengajaran berbagai mata

    pelajaran;

    3) Studi terkait bidang pengajaran yang diinginkan murid;

    4) Praktek pengajaran dalam pelaksanaan aktivitas

    ekstrakurikuler di bawah arahan guru yang memiliki

    kualifikasi penuh.

    Pendidikan berbasis kompetensi menjadi tuntutan dalam

    sistem pendidikan di berbagai negara.37

    b. Penempatan Guru

    Ahmad Yani menemukan 4 faktor yang paling banyak

    berpengaruh terhadap kebijakan distribusi guru, yaitu (1)

    ketiadaan regulasi) ketiadaan regulasi penempatan dan distribusi

    guru dalam bentuk payung hukum yang kuat, (2) lemahnya

    sistem data informasi kependidikan, (3) lemahnya pengawasan

    dan penegakan hukum, dan (4) kekuatan permainan elit politik

    lokal.38

    Sebagaimana pekerjaan lain, ILO dan UNESCO

    menyarankan adanya masa percobaan bagi calon guru. Masa

    percobaan harus dilihat sebagai kesempatan untuk menjaga

    standar profesional yang tepat serta pengembangan kemahiran

    mengajar guru. Durasi normal masa percobaan harus diketahui

    sebelumnya dan kondisi untuk penyelesaiannya yang

    memuaskan harus benar-benar terkait dengan kompetensi

    profesional. Jika guru gagal menyelesaikan masa percobaannya

    dengan memuaskan, dia harus diberitahu alasannya dan harus

    memiliki hak untuk mengulang.39

    37 S. Nissilä, et al, Towards competence-based practices in vocational education -

    what will the process require from teacher education and teacher identities?, CEPS Journal : Center for Educational Policy Studies Journal, 5(2),2015), hlm. 16.

    38 Ahmad Yani, Kebijakan Distribusi Guru Melalui Participatory Management Pada Era Otonomi Daerah. Manajerial, 9(17), 2010, hlm. 47-48.

    39 International Labour Organization, The ILO/UNESCO Recommendation concerning the Status of Teachers (1966 ), (Geneva: International Labour Organization, 2016), hlm.29.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    28

    Dalam konsep karir guru di Indonesia, masa percobaan

    dapat dilakukan ketika calon guru masih mengikuti pendidikan

    di LPTK. Kegiatan ini perlu disatukan dalam rangkaian uji

    kompetensi yang menjadi syarat seseorang dapat menjadi guru

    dan nantinya mendapat pengakuan sebagai guru (misalnya

    dengan sertifikat pendidik). Prosedur yang dilakukan dapat

    berupa:

    Gambar 1.

    Prosedur

    c. Penilaian kinerja

    Keberhasilan atau kegagalan sistem pendidikan di sekolah

    bergantung pada pengetahuan dan keterampilan guru.40

    Pengetahuan guru terus dituntut untuk beradaptasi dengan

    perkembangan jaman, baik berupa perubahan kurikulum

    maupun gaya belajar anak didik. Oleh karena itu perlu

    dilakukan evaluasi atas kinerja guru. Evaluasi berfungsi untuk

    menjaga guru tetap meningkatkan pengetahuan teori dan

    praktiknya sekaligus meningkatkan keterampilan baru yang

    dibutuhkan. Evaluasi dapat digunakan untuk

    40 William B. Jr Weber, L. Somers, & L. Wurzbach, Improving The Teaching And

    Learning Of Mathematics: Performance-based Assessment Of Beginning Mathematics Teachers, School Science and Mathematics, 98(8), 1998, hlm. 430.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    29

    mengidentifikasikan kekurangan guru yang perlu ditutupi

    dengan pelatihan.41

    Berdasarkan Penelitian Efektifitas Guru (Teacher

    Effectiveness Research, TER) pengajaran yang efektif berasal dari

    8 faktor guru, yaitu: (1) orientasi, (2) structuring; (3) pertanyaan;

    (4) pencontohan pengajaran; (5) aplikasi; (6) lingkungan

    pembelajaran di kelas; (7) manajemen waktu; dan (8) penilaian.42

    Kedelapan faktor tersebut dikelompokkan Kyriakides dan

    Archambault menjadi 5 dimensi, yaitu43

    1) Orientasi, yang mengacu pada perilaku guru ketika

    menyampaikan tujuan dari tugas, pelajaran, atau

    serangkaian pelajaran tertentu. Termasuk juga di dalamnya

    perilaku guru ketika menantang anak didik menyatakan

    alasan mengapa suatu kegiatan dilakukan dalam pelajaran.

    Orientasi dimaksudkan untuk menarik partisipasi murid di

    dalam kelas, karena mereka merasa pelajaran yang

    disampaikan memiliki makna.

    2) Structuring menunjukkan pola perilaku guru mengatur awal

    pelajaran, menguraikan konten, menarik ide utama, dan

    mengulas kembali ide utama di akhir pembelajaran.

    3) Teknik bertanya. guru yang efektif melontarkan pertanyaan

    dan berusaha melibatkan murid dalam kegiatan

    pembelajaran.

    4) Teaching modelling. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa

    guru yang efektif diharapkan dapat membantu siswa

    menggunakan strategi dan/atau mengembangkan strategi

    mereka sendiri untuk memecahkan berbagai jenis masalah.44

    41UNESCO. What Makes a Good Teacher?, UNESCO, diakses dari

    https://en.unesco.org/news/what-makes-good-teacher, pada tanggal 19 September 2018 42Leonidas Kyriakides, Isabelle Archambault, & Michel Janosz, Searching for stages

    of effective teaching: A study testing the validity of the dynamic model in canada.The Journal of Classroom Interaction, 48(2), 2013, hlm. 11

    43Ibid. 44Kyriakides, Campbell, & Christofidou, 2002, dalam Leonidas Kyriakides, Isabelle

    Archambault, & Michel Janosz, Searching for stages of effective teaching: A study testing the

    https://en.unesco.org/news/what-makes-good-teacher

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    30

    Dengan begitu, siswa cenderung mengembangkan

    keterampilan yang membantu mereka mengatur

    pembelajaran mereka sendiri (misalnya, pengaturan mandiri,

    pembelajaran aktif).45

    5) Aplikasi, penting bagi guru yang efektif untuk dapat memberi

    kesempatan mempraktekkan dan mengaplikasikan apa yang

    diajarkan.

    Dalam penilaian kinerja, dipertimbangkan kemampuan

    guru menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan beban kerja

    guru. Pengaturan beban kerja guru menjadi penting agar guru

    dapat menjalankan tugasnya secara maksimal. ILO dan UNESCO

    merekomendasikan beberapa poin yang perlu diperhatikan

    terkait beban kerja guru, antara lain:46

    1) Jam kerja guru per hari dan per minggu harus ditetapkan

    dengan berkonsultasi dengan organisasi guru.

    2) Penetapan jam mengajar memperhatikan semua faktor yang

    relevan dengan beban kerja guru, seperti:

    a) jumlah murid yang diajar per hari dan per minggu;

    b) perlunya menyediakan waktu yang memadai untuk

    perencanaan dan persiapan pelajaran, serta untuk

    evaluasi kerja;

    c) jumlah mata pelajaran berbeda yang harus diajarkan

    dalam satu hari;

    d) waktu yang dibutuhkan guru untuk melakukan riset,

    terlibat dalam kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler,

    tugas-tugas pengawasan dan konseling murid;dan

    e) keinginan menyediakan waktu bagi guru untuk

    melaporkan dan berkonsultasi dengan orang tua terkait

    perkembangan murid.

    validity of the dynamic model in canada.The Journal of Classroom Interaction, 48(2), 2013. hlm. 13

    45 loc.cit. 46 International Labour Organization, The ILO/UNESCO Recommendation concerning

    the Status of Teachers (1966 ), (Geneva: International Labour Organization, 2016), hlm. 36-37

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    31

    3) Guru harus diberikan waktu yang cukup untuk

    berpartisipasi dalam program pelatihan.

    4) Partisipasi guru dalam kegiatan ekstrakurikuler tidak boleh

    menjadi beban tambahan dan mengganggu penyelesaian

    tugas utamanya sebagai guru.

    5) Guru yang diberikan tanggung jawab pendidikan khusus di

    samping instruksi kelas harus dikurangi jam mengajar

    normalnya.

    d. Pengembangan

    Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan,

    perlu diadakan pelatihan dan pendidikan bagi guru.

    Pengembangan dapat membantu mereka agar mampu mengatasi

    tanggung jawabnya di masa depan.47 Manfaat pengembangan:48

    Tabel 1

    Manfaat Pengembangan

    Untuk Manfaat

    sekolah/Institusi Memperbaiki pengetahuan dan keterampilan. Memperbaiki moral pekerja.

    Membantu menciptakan citra institusi lebih baik. Membantu perkembangan kebenaran, keterbukaan, dan kepercayaan.

    Membantu pengembangan perusahaan. Institusi dapat membuat keputusan yang lebih efektif dalam memecahkan masalah.

    Menurunkan biaya. Memperbaiki hubungan guru dan manajemen.

    Mengurangi biaya konsultasi dengan pihak luar. Membantu guru menyesuaikan diri dengan perubahan.

    Membantu dalam mengatasi konflik dan mencegah stres.

    Individu Membantu mengambil keputusan yang lebih baik dan pemecahan masalah yang lebih efektif.

    Mendapatkan motivasi dari pengakuan, prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan.

    47 Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira, Manajemen Sumber Daya Manusia

    Strategik (edisi kedua), (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 133 48 ibid

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    32

    Membantu meningkatkan pengembangan dan

    kepercayaan diri. Membantu mengatasi stres, kekecewaan, dan konflik Menyediakan informasi untuk memperbaiki

    pengetahuan dan keterampilan. Meningkatkan kepuasan kerja. Mengembangkan jiwa yang terus mau belajar.

    Membantu mengembangkan keterampilan berbicara, mendengarkan dan menulis.

    Membantu mengurangi rasa takut/khawatir dalam mencoba tugas baru.

    personal, hubungan

    manusia, dan pelaksanaan kebijakan

    Memperbaiki komunikasi antar kelompok dan individual.

    Menyediakan informasi tentang kesempatan yang sama dan kegiatan yang disepakati. Memperbaiki keterampilan hubungan lintas personal

    Memperbaiki moral. Membangun konsolidasi.

    Menyediakan lingkungan yang baik untuk belajar, berkembang, dan koordinasi.

    e. Kompensasi

    Kompensasi merupakan imbalan atas pekerjaan yang

    dilakukan. Kompensasi dapat berbentuk moneter (gaji,

    tunjangan dsb) maupun nonmoneter (karir dan pencapaian

    sosial). Kompensasi menjadi patokan kepuasan pekerja.

    Menurut Schuler & Jackson kompensasi moneter

    mempunyai beberapa tujuan utama:49

    1) Menarik pelamar kerja potensial;

    2) Mempertahankan karyawan yang baik;

    3) Meraih keunggulan kompetitif;

    4) Meningkatkan produktivitas, karena memengaruhi motivasi

    dan kepuasan;

    5) Melakukan pembayaran sesuai aturan hukum, dengan kata

    lain sebagai batas agar pemberi kerja tidak melakukan

    penyimpangan peraturan ketenagakerjaan;dan

    49 Randall Schuler & Susan E Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia:

    Menghadapi Abad ke-21 (Edisi keenam, Jilid 2), (Jakarta: Penerbit Airlangga, 1999), hlm. 87.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    33

    6) Memudahkan sasaran strategis.

    PGRI mencatat ada sekitar satu juta guru yang hidup di

    bawah kata sejahtera. Masih banyak dalam data pokok

    pendidikan (Dapodik) masih banyak masalah. Dari data Dapodik

    guru PNS dan yayasan ada sekitar 53,4 persen, sisanya guru

    honorer.

    Upaya Pemerintah yang akan mengangkat sekitar 250 ribu

    guru honorer menjadi CPNS dan pegawai pemerintah dengan

    perjanjian kerja (P3K), karena kita kekurangan satu juta guru.

    Karena itu, pengangkatan PNS agar mengutamakan para guru

    honorer yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi. Pemerintah

    untuk tidak mengambil data "siluman", yang tiba-tiba muncul.

    Harus terbuka, diberi kesempatan kepada mereka yang sudah

    terdata dengan baik. Dengan begitu, kita kedepankan

    profesionalisme, kompetensi dan di sisi lain kita menghargai

    para guru yang telah lama mengabdi.

    Penelitian Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI

    menemukan bahwa para guru melihat fenomena brain-drain

    merupakan langkah paling logis yang ditempuh para profesional

    (termasuk guru) yang sempat mengenyam pendidikan di luar

    negeri.50 Kerja sebagai pegawai pemerintah ditinggalkan karena

    tidak ada jaminan kehidupan yang lebih baik.

    ILO dan UNESCO menyarankan gaji guru haruslah:51

    1) mencerminkan pentingnya fungsi pengajaran bagi masyarakat

    dan karenanya pentingnya guru serta tanggung jawab dari

    semua jenis yang jatuh pada mereka dari saat mereka masuk

    ke layanan;

    2) dibandingkan dengan gaji pekerjaan lain yang membutuhkan

    kualifikasi serupa atau setara;

    50Yulia Indahri, dkk., Permasalahan Tata Kelola Guru: Implementasi Undang-Undang

    Guru dan Dosen dalam Penyelenggaraan Tata Kelola Guru, (Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2017), hlm. 83.

    51International Labour Organization, The ILO/UNESCO Recommendation Concerning The Status Of Teachers (1966 ), (Geneva: International Labour Organization, 2016), hlm.40

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    34

    3) mencukupi untuk memastikan standar hidup yang layak bagi

    guru dan keluarga mereka serta dapat digunakan untuk

    berinvestasi dalam pendidikan lebih lanjut atau dalam

    mengejar kegiatan budaya, sehingga dapat meningkatkan

    kualifikasi profesional mereka; dan

    4) mempertimbangkan fakta bahwa pekerjaan tertentu

    membutuhkan kualifikasi dan pengalaman yang lebih tinggi,

    serta memiliki tanggung jawab yang lebih besar.

    f. Unionisasi

    Unionisasi merupakan upaya pekerja dan badan-badan di

    luar perusahaan untuk bertindak sebagai satu kesatuan ketika

    berhubungan dengan manajemen mengenai masalah-masalah

    yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.52 Dalam konteks

    profesi guru, organisasi profesi guru merupakan salah satu

    organisasi profesi paling tua di negara kita.

    Salah satu ciri profesi adalah adanya kontrol yang ketat

    atas para anggotanya. Suatu profesi ada dan diakui masyarakat

    karena ada usaha dari para anggotanya untuk menghimpun diri.

    Melalui organisasi tersebut, profesi dilindungi dari kemungkinan

    penyalahgunaan yang dapat membahayakan keutuhan dan

    kewibawaan profesi itu. Kode etik pun disusun dan disepakati

    oleh para anggotanya. Maka suatu organisasi profesi menyerupai

    suatu sistem yang senantiasa mempertahankan keadaan yang

    harmonis. Ia akan menolak keluar komponen sistem yang tidak

    mengikuti arus atau meluruskannya. Dalam praktek

    keorganisasian, anggota yang mencoba melanggar aturan main

    organisasi akan diperingatkan, bahkan dipecat. Jadi dalam

    suatu organisasi profesi, ada aturan yang jelas dan sanksi bagi

    pelanggar aturan.

    52 Randall Schuler & Susan E Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia:

    Menghadapi Abad ke-21 (Edisi keenam, Jilid 2), (Jakarta: Penerbit Airlangga, 1999), hlm 253.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    35

    Beberapa bagian pokok dalam organisasi antara lain:53

    1) Kesatuan sosial, berarti organisasi terdiri dari kelompok

    (himpunan, perserikatan) orang yang saling berinteraksi,

    saling tergantung satu sama lain dalam menjalankan tugas

    pokok dan fungsinya masing-masing dalam suatu kesatuan

    yang bermakna bagi dirinya dan bagi organisasi;

    2) Struktur dan koordinasi, berarti aktivitas orang-orang dalam

    organisasi dirancang dan disusun dalam suatu pola tertentu

    yang menggambarkan tugas pokok dan fungsi, mekanisme

    kerja setiap bagian, dan hubungan kerja antar bagian.

    Pelaksanaan kegiatan setiap bagian tersebut dilakukan

    secara bersama-sama, menyeluruh, seimbang dan terpadu;

    3) Batasan yang dapat diidentifikasi. Setiap organisasi

    mempunyai batasan yang mengidentifikasi anggota

    organisasi dari yang bukan anggota organisasi, siapa dan apa

    yang menjadi bagian dan bukan menjadi bagian organisasi.

    Batasan organisasi dapat diidentifikasi melalui kontrak

    perjanjian yang disepakati oleh anggota dan organisasi; dan

    4) Memiliki tujuan, yang dapat dicapai bersama-sama.

    Beberapa organisasi profesi di dunia pendidikan, antara

    lain:54

    1) Persatuan (Union), antara lain; Persatuan Guru Republik

    Indonesia (PGRI), Australian Education Union, Singapore

    Teacher’s Union, National Union of the Teaching Profession

    Malaysia, Japan Teacher’s Union;

    2) Federasi (Federation), antara lain: All India Federation of

    Teachers Organisations, Bangladesh Teachers’ Federation,

    Federation of Elementary Education Teachers’ Association of

    Thailand;

    53 Ali Mudhofir,Pendidik Profesional : Konsep, Strategi, Dan Aplikasinya Dalam

    Peningkatan Mutu Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada., 2012), hlm. 295-297

    54 Ibid, hlm. 306

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    36

    3) Aliansi (Alliance), antara lain: Alliance of Concered Teachers,

    Philipina; dan

    4) Asosiasi (Association) yang terdapat di kebanyakan Negara.

    Ditinjau dari segi kategorisasi keanggotaannya juga

    ternyata menunjukkan corak keorganisasian yang bervariasi,

    seperti menurut:55

    1) Jenjang pendidikan di mana mereka bertugas (dasar,

    menengah, dan perguruan tinggi);

    2) Status penyelenggara kelembagaan pendidikan (negeri,

    swasta);

    3) Bidang studi/keahlian (guru bahasa Inggris, matematika,

    dsb.);

    4) Gender (wanita, pria); dan

    5) Latar belakang etnis (Cina, Tamil, Melayu, dsb.).

    Struktur dan kedudukan dipandang dari segi jangkauan

    wilayah kerjanya juga ternyata beragam dan bersifat:

    1) Lokal (kedaerahan, kewilayahan);

    2) Nasional (negara); dan

    3) Internasional (WCOTP, WFTU, dsb.).

    B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Berkaitan dengan Guru

    Pengaturan tentang guru berlandaskan pada asas-asas sebagai

    berikut:

    1. Asas Pelindungan

    Pengaturan tentang guru harus mampu memberikan

    pelindungan kepada guru baik berupa pelindungan hukum dan

    pelindungan profesi. Pelindungan hukum diberikan:

    a. terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif,

    intimidasi dan perlakukan tidak adil yang disebabkan oleh

    peserta didik, orang tua, masyarakat, birokrasi, dan pihak lain.

    b. dalam bentuk advokasi non litigasi. Ini merupakan fasilitasi

    penyelesaian perkara di luar pengadilan dalam bentuk konsultasi

    55 Ibid. hlm. 306-307

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    37

    hukum, mediasi dan pemenuhan atau pemulihan hak pendidik.

    Adapun pelindungan profesi berupa PHK yang tidak sesuai

    peraturan, termasuk pemberian imbalan yang tidak wajar,

    pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan

    terhadap profesi dan pembatasan atau pelarangan yang dapat

    menghambat guru dan tenaga kependidikan.

    2. Asas Keadilan

    Pengaturan tentang guru harus mampu memberikan peluang

    dan kesempatan yang sama secara proporsional bagi guru berstatus

    PNS maupun guru berstatus non PNS.

    3. Asas Pemerataan

    Pengaturan tentang guru harus mampu melakukan pemerataan

    distribusi guru ke semua sekolah dalam satu zonasi atau di luar

    zonasi agar tidak terjadi kesenjangan kualitas pendidikan di

    sekolah-sekolah dan mencegah penumpukan sumber daya manusia

    yang berkualitas dalam suatu wilayah tertentu.

    4. Asas Kualitas

    Dalam pengaturan ini harus mampu menciptakan guru sebagai

    tenaga pendidik yang berkualitas baik itu kualitas keterampilan,

    etos kerja, intelektual, emosional, sosial dan spiritual, tanpa

    memiliki kualitas yang baik, bangsa ini akan tertinggal oleh negara-

    negara lain.

    5. Asas Tanggung jawab

    Guru memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi,

    tugas dan perannya sebagai tenaga pendidik.

    6. Asas Afirmasi

    Pemerintah melakukan keberpihakan kepada guru yang berada

    di daerah, terpencil, terdepan, dan terluar dalam hal tata kelola,

    pengembangan kompetensi, dan pemberian kesejahteraan.

    7. Asas Integritas

    Guru dalam melaksanakan kewajibannya harus berpegang

    teguh pada nilai-nilai moral dan tidak berafiliasi pada kepentingan

    kelompok atau golongan tertentu.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    38

    C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada,

    Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat, dan Perbandingan dengan

    Negara Lain

    Bagian ini berisi kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi

    yang ada, dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat yang

    merupakan gambaran fakta empiris mengenai guru yang terjadi di

    masyarakat. Kajian pada bagian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu

    kajian tentang tata kelola guru di Indonesia secara umum dan kajian

    tentang pendidikan guru di Indonesia. Fakta empiris ini diperoleh

    antara lain dari data primer melalui pengumpulan data lapangan dan

    diskusi dengan berbagai stakeholder terkait. Selain itu, dalam bagian ini

    juga diuraikan mengenai praktik empiris mengenai guru di tiga negara,

    yaitu Tiongkok, Jepang, dan Malaysia yang dapat menjadi sumber

    referensi yang dapat diadopsi sesuai dengan aspek sosial dan budaya

    masyarakat Indonesia.

    1. Tata Kelola Guru di Indonesia

    Dari hasil pengumpulan data di lapangan dan diskusi dengan

    para narasumber, beberapa isu yang perlu mendapat perhatian

    dalam tata kelola guru di Indonesia yaitu:

    a. Kuantitas dan Distribusi Guru

    Kesenjangan antara sebaran guru di daerah perkotaan

    dengan di daerah perdesaan sangat lebar perbedaannya. Jika

    dilihat jumlah guru secara kuantitatif maka jumlahnya cukup,

    namun sebaran guru yang tidak merata pada setiap daerah

    menjadi permasalahan dalam pemenuhan jumlah guru.

    Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru

    menyatakan bahwa rasio ideal guru dan murid berkisar antara

    1:15 sampai 1:20, tergantung dengan tingkatan pendidikan.

    Berdasarkan hasil pengumpulan data di daerah Kalimantan

    Barat, jumlah guru di Kalimantan Barat yang tercatat di ikhtisar

    data pendidikan berjumlah 58.566 orang. Pemerintah Pusat

    menilai jumlah guru tersebut sudah cukup, namun menurut

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    39

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat jumlah tersebut belum

    memenuhi kebutuhan di lapangan karena tidak meratanya

    sebaran guru di setiap daerah.

    Sementara itu, jumlah rasio guru PNS dan murid di Kota

    Sorong juga masih sangat kurang dan belum mencapai angka

    ideal kebutuhan guru yang harus dipenuhi. Angka rasio guru

    PNS terhadap siswa di Kota Sorong untuk satuan pendidikan

    Taman Kanak-kanak adalah 1: 49,55; Sekolah Dasar sebesar 1:

    40,13; dan Sekolah Menengah Pertama berjumlah 1:27,28.

    Selain dilihat dari rasio jumlah guru dan murid, jumlah

    kekurangan guru juga perlu dilihat rasio guru dari mata

    pelajarannya, karena menurut Pemerintah Kabupaten Belitung,

    terdapat kekurangan guru hanya pada mata pelajaran tertentu

    saja.

    Untuk memenuhi kekurangan rasio kebutuhan guru

    tersebut, beberapa upaya yang dilakukan sekolah daerah yaitu:

    1) mengangkat guru-guru honor sekolah untuk sekolah negeri

    dan mengangkat guru honor yayasan untuk sekolah swasta;

    2) menyetujui mutasi guru ke daerah atau satuan pendidikan

    yang kekurangan guru;

    3) kepala sekolah masuk ke kelas untuk mengajar;

    4) memanfaatkan guru mata pelajaran untuk mengajar di kelas

    lain, baik guru yang sama mata pelajaran keahliannya

    maupun guru dual keahlian; dan

    5) menerima guru PNS yang kekurangan jam mengajar 24

    jam/seminggu.

    Berdasarkan hasil pengumpulan data di Universitas

    Pendidikan Indonesia, pengaturan terhadap guru harus menjadi

    otorisasi dan dalam kontrol pemerintah pusat (goverment control).

    Pemerintah pusat harus membuat suatu sistem perekrutan,

    pengadaan, dan penyebaran guru yang terintegrasi. Apabila

    berada dalam kontrol pemerintah pusat, akan lebih mudah

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    40

    untuk mengendalikan permasalahan guru, misalnya kekurangan

    guru di daerah terpencil akan lebih mudah untuk diatasi karena

    Pemerintah telah mempunyai peta persebaran guru di tiap

    wilayah, sampai wilayah terpencil sekalipun. Adapun cara yang

    dapat ditempuh untuk mengatasi hal tersebut misalnya dengan

    penempatan guru melalui metode rayonisasi.

    Selain itu, menurut Pemerintah Kabupaten Raja Ampat,

    kebijakan pemerintah untuk mendatangkan guru garis depan ke

    pulau di Provinsi Papua dan Papua Barat juga dinilai tidak akan

    efektif untuk menyelesaikan permasalahan, karena guru yang

    ditempatkan bukan berasal dari putra/putri daerah sehingga

    tidak akan bertahan lama di daerah. Oleh karena itu,

    putra/putri daerah yang lebih diberdayakan menjadi guru garis

    depan.

    b. Kualitas dan Mutu Guru

    Kualitas guru Indonesia saat ini masih sangat rendah. Dari

    hasil uji kompetensi awal yang dilakukan pada 275.768 guru

    tingkat nasional, hasilnya cukup memprihatinkan, dari bobot

    skor 100, ternyata nilai terendah dari hasil uji tersebut adalah 1,

    dan rata-rata skornya adalah 41,5. Ini mengindikasikan bahwa

    kompetensi guru masih rendah berdasarkan tolak ukur yang

    ditentukan dalam standar pendidik dan tenaga kependidikan.56

    Data jumlah guru di Indonesia per Desember 2017 yang

    dipaparkan Kemendikbud RI pada 16 Januari 2018, menyatakan

    bahwa jumlah guru saat ini 3.017.296 orang. Berdasarkan data

    yang dipaparkan, dari jumlah keseluruhan guru tersebut masih

    terdapat 25% guru yang belum memenuhi syarat kualifikasi

    akademik dan 52% guru belum memiliki sertifikat profesi. Selain

    itu, data dari Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan

    Kementerian Agama juga menunjukkan bahwa masih terdapat

    60.682 guru yang belum disertifikasi dan 27.838 guru yang

    56 Buku Saku Statistik Pendidikan 2014/2015

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    41

    belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV. Padahal sesuai

    amanat dari UU tentang Guru dan Dosen dalam Pasal 82

    dinyatakan bahwa dalam 10 Tahun setelah diberlakukannya

    Undang-Undang tersebut, seluruh guru telah memiliki

    kualifikasi S-1/D-IV dan sertifikat pendidik. Selengkapnya data

    tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:

    Gambar 2

    Rincian Guru di bawah Kemendikbud yang sudah Sertifikasi dan

    Belum Sertifikasi

    Sumber: Paparan Mendikbud RI pada Raker dengan Komisi X DPR RI, 16

    Januari 2018.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    42

    Gambar 3

    Kompetensi Guru di bawah Kementerian Agama

    Sumber: Paparan Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian

    Agama di Badan Keahlian DPR RI, 20 Juli 2018

    Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi

    kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana

    seorang guru (khususnya SD), sering mengajar lebih dari satu

    mata pelajaran (guru kelas) yang tidak jarang, bukan merupakan

    inti dari pengetahuan yang dimilikinya, hal seperti ini tentu saja

    dapat mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi tidak

    maksimal.

    Menurut akademisi Universitas Tanjungpura, rendahnya

    kualitas guru diawali dari hulu, yaitu pada proses rekrutmen

    guru. Ujian masuk calon mahasiswa LPTK tidak berbeda dengan

    calon mahasiswa fakultas lain, sehingga tidak bisa menyaring

    calon-calon guru yang memiliki kompetensi khusus. Sampai saat

    ini, belum ada standar rekrutmen calon mahasiswa, baik untuk

    pendidikan akademik maupun pendidikan profesi guru yang

    bersifat terpadu dan khusus untuk calon guru. Kegiatan

    pembinaan guru hingga saat ini juga dinilai masih kurang.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    43

    Pembinaan seharusnya tidak hanya dilakukan oleh LPTK, tetapi

    juga oleh organisasi profesi dan melalui partisipasi masyarakat.

    c. Beban Kerja Guru

    Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan,

    diketahui bahwa aturan beban kerja guru berdasarkan UU

    tentang Guru dan Dosen yaitu mengajar minimal 24 jam tatap

    muka tidak dapat dipenuhi semua guru di Kabupaten Belitung.

    Kekurangan jam mengajar banyak terjadi di sekolah-sekolah

    yang jauh jaraknya. Oleh karena itu, solusi sementara yang

    diberikan adalah diberi jam tambahan sebagai guru piket.

    Selain itu, jumlah siswa juga mempengaruhi besaran

    beban kerja yang dihadapi guru. Guru yang memiliki siswa

    banyak harus meluangkan lebih banyak waktu dalam

    melakukan evaluasi dan penilaian. Saat ini, proporsi jumlah

    siswa tidak diperhitungkan, padahal kegiatan tersebut menjadi

    nilai bagi guru dalam penyusunan angka kredit. Guru yang

    sedikit muridnya akan mudah menyelesaikan tugas-tugas yang

    dinilai angka kredit.

    Guru sebagai bagian inti dari proses pendidikan yang core

    businessnya adalah pembelajaran, sering terlibat dalam

    penyelenggaraan pendidikan yang mengharuskan mereka

    berurusan dengan surat pertanggungjawaban (SPJ)

    penggunanaan dana yang rumit. Para guru pada akhirnya harus

    berkutat dengan permasalahan administrasi yang tidak ada

    hubungannya dengan tugas pokok. Mereka harus mampu secara

    administratif meng-SPJ-kan anggaran untuk kegiatan

    pembelajaran yang tidak mampu mereka pahami komponen-

    komponennya.

    d. Penghargaan dan Pelindungan Guru

    Penghargaan diberikan kepada guru yang mengikuti

    kegiatan ajang guru berprestasi, baik tingkat kota, propinsi

    maupun tingkat nasional. Selain itu juga ada kegiatan-kegiatan

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    44

    di luar yang difasilitasi oleh pemerintah seperti penulisan karya

    ilmiah guru, Forum Ilmiah Guru (FIG) dan lain-lain. Pemerintah

    pusat mencoba mengapresiasi kinerja guru dalam berbagai ajang

    perlombaan yang diharapkan dapat menfasilitasi kreativitas guru

    dalam berkarya. Termasuk di dalamnya simposium penulisan

    jurnal karya tulis ilmiah untuk guru yang berpresetasi.

    Adapun terkait dengan pelindungan terhadap guru dalam

    pelaksanaan tugas, saat ini terdapat pengaturannya dalam

    Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan bagi

    Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Perlindungan tersebut

    meliputi perlindungan hukum, profesi, keselamatan dan

    kesehatan kerja, dan/atau hak atas kekayaan intelektual.

    Dalam peraturan tersebut juga disebutkan secara tegas

    siapa saja yang berkewajiban memberikan perlindungan hukum

    kepada guru apabila ada permasalahan hukum dalam

    pelaksanaan tugasnya. Ketentuan dalam Pasal 3 menyatakan

    bahwa pelindungan terhadap guru merupakan kewajiban bagi:

    1) Pemerintah;

    2) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya;

    3) Satuan Pendidikan;

    4) Organisasi Profesi; dan

    5) dan/atau Masyarakat.

    Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan, Dinas

    Pendidikan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat telah

    memberikan pelindungan kepada guru sesuai dengan Pasal 4

    Permendikbud No. 10 Tahun 2017, upaya perlindungan

    dilakukan bagi guru dalam bentuk nonlitigasi (diluar

    pengadilan), misalnya:

    1) konsultasi hukum;

    2) mediasi;dan

    3) pemenuhan dan/atau pemulihan hak.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    45

    Permasalahan lainnya, guru juga lebih banyak terombang-

    ambing dengan konstelasi politik yang terjadi saat ini. Seperti

    menjelang momen pemilihan kepala daerah, kampanye

    terselubung dilakukan melalui berbagai seminar maupun

    pelatihan. Di sisi ini, guru mudah dimanfaatkan sebagai mesin

    politik calon kepala daerah. Oleh karena itu, guru perlu

    membangun kemandiriannya untuk dapat membatasi politisasi

    yang dilakukan para politisi terhadap guru.

    e. Kesejahteraan Guru

    Tingkat kesejahteraan guru saat ini masih sangat

    memprihatinkan, terutama bagi guru yang masih berstatus

    sebagai guru bantu atau guru honorer. Adapun kesejahteraan

    guru yang diatur dalam UU tentang Guru dan Dosen dapat

    digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 4

    Kesejahteraan Guru

    Program sertifikasi guru yang dilakukan saat ini

    merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

    kesejahteraan guru melalui tunjangan profesional guru. Manfaat

    lainnya dari sertifikasi guru yaitu perlindungan profesi dari

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    46

    praktik-praktik yang tidak kompeten yang dapat merusak citra

    profesi guru, melindungi masyarakat dari praktik-praktik

    pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional,

    menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK, dan kontrol mutu

    serta jumlah guru bagi pengguna layanan pendidikan.

    Permasalahan lainnya terkait kesejahteraan juga ditemui

    untuk guru yang mengajar di sekolah swasta dengan yayasan

    induk (dari dalam atau luar negeri) yang mapan secara keuangan

    dengan yang kurang mapan. Perlu ada standar dan pemerintah

    mempunyai data yang mutakhir agar terlihat kemampuan

    masing-masing sekolah untuk memberikan kesejahteraan

    kepada para gurunya. Jika dimungkinkan, terdapat kewajiban

    bagi pemerintah (baik pusat maupun daerah) untuk memberikan

    subsidi kepada sekolah yang secara ekonomi kurang mampu

    agar ada standar baku untuk kesejahteraan para guru. Selain

    itu, diharapkan pula ada perjanjian kerja yang jelas standarnya

    untuk guru non-PNS dengan melihat pemenuhan upah

    minimum pada masing-masing sekolah sebagai bentuk

    perlindungan dan juga agar tidak ada kesenjangan pendapatan

    dengan profesi lain.

    f. Organisasi Profesi Guru

    Organisasi profesi guru menurut UU tentang Guru dan

    Dosen adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang

    didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan

    profesionalitas guru. Saat ini, peran perlindungan atau

    pengayom guru dalam menjalankan profesinya dirasakan sangat

    kurang dari organisasi profesi yang ada. Organisasi profesi guru

    seharusnya berpartisipasi untuk meningkatkan kualitas guru

    melalui berbagai kegiatan, seperti seminar, pendidikan, dan

    pelatihan.

    Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan,

    ditemukan bahwa organisasi profesi guru, terutama di daerah

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    47

    lebih banyak dipengaruhi oleh unsur politik sehingga perlu

    pengaturan untuk memisahkan unsur politik dalam organisasi

    profesi. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di Pontianak

    juga memandang perlu ada penguatan rumusan mengenai

    organisasi profesi. Untuk menyatukan guru yang ada di seluruh

    Indonesia, perlu ada suatu wadah berhimpun yang dikelola dari,

    oleh, dan untuk kepentingan dan memberikan perlindungan

    kepada guru. Organisasi tersebut juga harus dapat memberikan

    bimbingan dan arahan bagi profesi guru dalam penyelenggaraan

    kegiatan belajar dan mengajar, termasuk penyelenggaraan

    kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk pengembangan

    kapasitas dan kompetensi guru sesuai dengan kemajuan zaman.

    MGMP juga dapat menjadi salah satu unsur dalam organisasi

    profesi yang akan memyatukan guru mata pelajaran tertentu

    menjadi lebih kompeten dan professional.

    Permasalahan lainnya terkait dengan organisasi profesi

    guru adalah masih terdapat pimpinan organisasi guru yang

    bukan berlatar belakang profesi guru sehingga dikhawatirkan

    tidak optimal dalam memberikan pelindungan dan pengayoman

    terhadap profesi guru.

    2. Pendidikan Guru

    Beberapa permasalahan yang masih terjadi dalam pendidikan

    guru di Indonesia saat ini antara lain:

    a. Kualifikasi Pendidikan Guru

    Setelah 13 tahun UU tentang Guru dan Dosen diundangkan

    dan waktu yang dipersyaratkan untuk pemenuhan kualifikasi

    terlewatkan, masih banyak guru yang belum memenuhi kualifikasi

    pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam UU tentang

    Guru dan Dosen57. Artinya masih banyak guru yang memiliki

    57 Pasal 9 UU Guru dan Dosen mensyaratkan kualifikasi akademik minimum guru

    adalah sarjana atau diploma empat. Selanjutnya dalam Pasal 82 ayat (2) memberikan

    batas waktu pemenuhan kualifikasi akademik tersebut yakni 10 (sepuluh) tahun sejak UU

    Guru dan Dosen diundangkan.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    48

    kualifikasi pendidikan diploma tiga atau dibawahnya, atau bahkan

    setara SMA/SMU.

    Adapun yang menjadi penyebab belum terpenuhinya kualifikasi

    pendidikan guru berasal dari 2 (dua) faktor, yakni faktor eksternal

    dan faktor internal. Faktor eksternal berasal dari luar guru, yakni

    minimnya anggaran dan keterbatasan LPTK. Untuk anggaran yang

    bersumber dari APBN dan APBD, Pasal 13 ayat (1) UU tentang

    Guru dan Dosen telah mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah

    Daerah untuk menyediakan anggaran untuk peningkatan

    kualifikasi akademik bagi guru. Namun minimnya anggaran yang

    bersumber dari 20% dana pendidikan tidak mencukupi untuk

    melakukan pembinaan dan pengembangan guru, termasuk

    kualifikasi akademiknya.

    Bahkan di daerah sekalipun, keterbatasan anggaran memaksa

    Pemerintah Daerah mengangkat guru honorer yang kualifikasinya

    justru dibawah kualifikasi minimum. Pemerintah Daerah Kota

    Sorong misalnya, telah memberikan kesempatan bagi guru yang

    akan melanjutkan jenjang kualifikasi pendidikannya baik S1

    maupun S2 pada LPTK. Namun faktor alokasi anggaran APBD

    untuk peningkatan kapasitas guru sangat minim dan belum

    mencukupi.

    Selain keterbatasan anggaran, keberadaan LPTK juga menjadi

    faktor tidak terpenuhinya kualifikasi guru. Untuk di daerah 3T

    (tertinggal, terluar, terdepan) yang notabene merupakan daerah

    terpencil sangat sulit mengakses LPTK yang menyediakan program

    pendidikan tinggi sarjana atau diploma empat. Beberapa wilayah di

    Indonesia yang secara geografis berada di kepulauan seperti

    kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, akses pendidikan bahkan

    harus ditempuh melalui jalur laut dan memerlukan waktu yang

    cukup lama. Faktor internal berasal dari dalam guru itu sendiri.

    Umumnya guru yang sudah lama mengajar dan “nyaman” dalam

    posisinya cenderung enggan untuk meng-upgrade pendidikannya.

  • NA RUU Guru 14 Maret 2019

    49

    Selain dikarenakan faktor usia, kebijakan dan pola rekrutmen

    Pemerintah/Pemerintah Daerah yang kurang jelas dan transparan

    dalam memilih dan menentukan guru yang berhak mengikuti

    program peningkatan kualifkasi pendidikan juga menyebabkan

    guru menjadi enggan untuk meningkatkan kualifikasi

    akademiknya. Padahal sebagai agen pendidikan kualifikasi

    pendidikan sangat penting bagi kompetensi guru dan mutu

    pendidikan.

    b. Pendidikan Profesi Guru

    Pendidikan Profesi Guru (PPG) merupakan prasyarat calon guru

    untuk menjadi guru. Seseorang yang telah memenuhi kualifikasi

    pendidikan minimum baik sarjana atau diploma empat tidak serta

    merta langsung menjadi guru. Orang tersebut harus terlebih

    dahulu mengikuti program PPG. Menurut Unimuda Sorong,

    Program PPG yang dijalankan oleh Pemerintah saat ini sudah baik

    dengan memperhatikan daerah afirmasi yang memperhatikan

    kearifan lokal dengan membuka program PPG 3T. Namun, dalam

    menyelenggarakan PPG, kendala yang dihadapi oleh Unimuda

    Sorong yakni kesulitan dalam menyiapkan kelengkapan dokumen

    penyelenggaraan PPG mela