NARSISTIK.JADI
-
Upload
dhian-cattleya -
Category
Documents
-
view
72 -
download
7
Transcript of NARSISTIK.JADI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan kepribadian memiliki jumlah terbanyak sekitar 5% dari hitungan secara
kasar tafsiran jumlah penduduk gangguan jiwa. Penelitian gangguan kepribadian pada remaja
dan dewasa awal di Desa Sedeng Pacitan, sampel yang digunakan adalah remaja dan dewasa
awal di desa Sedeng Pacitan yang berusia 18-25 tahun baik itu laki-laki dan perempuan yang
berjumlah 152 orang. Dari hasil penelitian prevalensi gangguan kepribadian, dapat di rinci
menurut delapan aspek yaitu gangguan kepribadian obsesif kompulsif sebanyak 32 orang
(21.05%), gangguan kepribadian shizoid sebanyak 26 orang (17.10%), gangguan kepribadian
paranoid sebanyak 27 orang (17.76%), gangguan kepribadian ambang sebanyak 22 orang
(14.4%), gangguan kepribadian anti sosial sebanyak 29 orang (19.07%) dan gangguan lain
seperti kondisi emosional sebanyak 37 orang (24.34%),depresi sebanyak 35 orang (23.02%)
dan impulsif sebanyak 28 orang (18.42%). Melihat tingginya prevalensi gangguan
kepribadian maka dapat disimpulkan bahwa status kesehatan masyarakat khususnya remaja
dan dewasa awal di desa Sedeng Pacitan menunjukkan pada tingkat rendah.
Kenyataannya, dalam banyak segi, setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya yang
lebih sering terjadi adalah kita mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di
kantor tetangga atau bahkan dengan suami/istri dan anak-anak dirumah. Kita terkejut oleh
tindakan di luar batas yang dilakukan oleh seseorang yang biasa dikenal alim dan saleh, dan
masih banyak lagi.
Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan
menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain.kita harus memahami defenisi dari
kepribadian itu, bagaimana kepribadan itu terbentuk. Selain itu kita membutuhkan teori-teori
tentang tingkah laku, teori tentang kepribadian agar tembentuk suatu kepribadian yang baik.
Sehingga gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat
dihindari.
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kepribadian
Kata “kepribadian” (personality) sesungguhnya berasal dari kata latin: persona.
Pada mulanya kata persona ini menunjuk pada topeng yang biasa digunakan oleh pemain
sandiwara di zaman romawi dalam memainkan perannya. Lambat laun, kata persona
(personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu
yang diterima oleh individu dari kelompok masyarakat, kemudian individu tersebut
diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial yang
diterimanya. 2
Kepribadian (Allport, 1971) adalah organisasi-organisasi dinamis dari sistem-
sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik/khas
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kepribadian dapat didefinisikan
sebagai totalitas sifat emosional dan perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari
hari ke hari dalam kondisi yang biasanya; kepribadian relatif stabil dan dapat diramalkan
(kaplan).2
B. Pembentukan Kepribadian
Mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk kepribadian, kita dapat
membedakannya dalam dua golongan :
1. Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam
kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan
seseorang dalam masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita seseorang
mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Beberapa dari peran itu dipilih sendiri oleh
orang yang bersangkutan tetapi masih tetap terikat pada norma-norma masyarakat,
misalnya jabatan atau pekerjaan. Meskipun demikian, kepribadian seseorang tidak
dapat sepenuhnya diramalkan atau dikenali hanya berdasarkan pengetahuan tentang
struktur kebudayaan dimana orang itu hidup. Hal ini disebabkan karena :
a. Pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah sama karena medianya
(orang tua, saudara, media massa dan lain-lain) tidaklah sama pula pada setiap
orang. Setiap orang tua atau media massa mempunyai pandangan dan
pendapatnya sendiri sehingga orang-orang yang menerima pandangan dan
pendapat yang berbeda-beda itu akan berbeda-beda pula pendiriannya.
b. Tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus, yang terjadi
pada dirinya sendiri.2
2. Pengalaman yang khusus, yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman
ini tidak tergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam
masyarakat.
Pengalaman-pengalaman yang umum maupun yang khusus di atas memberi
pengaruh yang berbeda-beda pada tiap individu-individu itu pun merencanakan
pengalaman-pengalaman tersebut secara berbeda-beda pula sampai akhirnya ia
membentuk dalam dirinya suatu stuktur kepribadian yang tetap (permanen). Proses
integrasi pengalaman-pengalaman ke dalam kepribadian yang makin lama makin
dewasa, disebut proses pembentukan identitas diri. 2
Proses pembentukan identitas diri harus melalui berbagai tingkatan. Salah satu
tingkat yang harus dilalui adalah identifikasi, yaitu dorongan untuk menjadi identik
(sama) dengan orang lain, misalnya dengan ayah, ibu, kakak, saudara, guru, dan
sebagainya. Pada masa remaja, tahap identifikasi ini dapat menyebabkan kebingungan
dan kekaburan akan peran sosial, karena remaja-remaja cenderung mengidentifikasikan
dirinya dengan beberapa tokoh sekaligus, misalnya dengan ayahnya, bintang film
kesayangannya, tokoh politik favoritnya dan sebagainya. Kalau kekaburan akan peranan
sosial ini tidak dapat dihapuskan sampai remaja itu menjadi dewasa, maka besar
kemungkinannya ia akan menderita gangguan-gangguan kejiwaan pada masa dewasanya.
Karena itu penting sekali diusahakan agar remaja dapat menentukan sendiri identitas
dirinya dan berangsur-angsur melepaskan identifikasinya terhadap orang-orang lain
untuk akhirnya menjadi dirinya sendiri.2
C. Teori Kepribadian
Ada empat teori kepribadian utama yang satu sama lain tentu saja berbeda, yakni teori
kepribadian psikoanalisis, teori-teori sifat (trait), teori kepribadian behaviorisme, dan
teori psikoligi kognitif. 2
1. Teori Kepribadian Psikoanalisis
Dalam mencoba mamahami sistem kepribadian manusia, Freud membangun
model kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama
lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis
individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut
pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah id, ego, dan superego. 2
Id bekerja menggunakan prinsip kesenangan, mencari pemuasan segera impuls
biologis; ego mematuhi prinsip realita, menunda pemuasan sampai bisa dicapai
dengan cara yang diterima masyarakat, dan superego (hati nurani;suara hati) memiliki
standar moral pada individu. Jadi jelaslah bahwa dalam teori psikoanalisis Freud, ego
harus menghadapi konflik antara id ( yang berisi naluri seksual dan agresif yang selalu
minta disalurkan) dan super ego (yang berisi larangan yang menghambat naluri-naluri
itu). Selanjutnya ego masih harus mempertimbangkan realitas di dunia luar sebelum
menampilkan perilaku tertentu.2
Namun, dalam psikoanalisis Carl Gustav Jung, ego bukannya menghadapi
konflik antara id dan superego, melainkan harus mengelola dorongan-dorongan yang
datang dari ketidak sadaran kolektif (yang berisi naluri-naluri yang diperoleh dari
pengalaman masa lalu dari masa generasi yang lalu) dan ketidaksadaran pribadi yang
berisi pengalaman pribadi yang diredam dalam ketidaksadaran. Berbeda dengan
Freud, Jung tidak mendasarkan teorinya pada dorongan seks.2
Bagi erikson, misalnya meskipun ia mengakui adanya id, ego, dan superego,
menurutnya, yang terpenting bukannya dorongan seks dan bukan pula koflik antara id
dan superego. Bagi Erikson, manusia adalah makhluk rasional yang pikiran, perasaan,
dan perilakunya dikendalikan oleh ego. Jadi ego itu aktif, bukan pasif seperti pada
teori freud, dan merupakan unsur utama dari kepribadian yang lebih banyak
dipengarihi oleh faktor sosial daripada dorongan seksual. 2
2. Teori-Teori Sifat (Trait Theories)
Teori sifat ini dikenal sebagai teori-teori tipe (type theories) yang menekankan
aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini
menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat-sifat tertentu, yakni pola
kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Sifat-sifat yang stabil ini
menyebabkan manusia bertingkah laku relatif tetap dari situasi ke situasi. 2
Allport membedakan antara sifat umum (general trait) dan kecenderungan
pribadi (personal disposition). Sifat umum adalah dimensi sifat yang dapat
membandingkan individu satu sama lainnya. Kecenderungan pribadi dimaksudkan
sebagai pola atau konfigurasi unik sifat-sifat yang ada dalam diri individu. Dua orang
mungkin sama-sama jujur, namun berbeda dalam hal kejujuran berkaitan dengan sifat
lain. Orang pertama, karena peka terhadap perasaan orang lain, kadang-kadang
menceritakan “kebohongan putih” bagi orang ini, kepekaan sensitivitas adalah lebih
tinggi dari kejujuran. Adapun orang orang kedua menilai kejujuran lebih tinggi, dan
mengatakan apa adanya walaupun hal itu melukai orang lain. Orang mungkin pula
memilki sifat yang sama, tetapi dengan motif berbeda. Seseorang mungkin berhati-
hati karena ia takut terhadap pendapat orang lain, dan orang lain mungkin hati-hati
karena mengekspresikan kebutuhannya untuk mempertahankan keteraturan hidup.2
Termasuk dalam teori-teori sifat berikutnya adalah teori-teori dari Willim
Sheldom. Teori Sheldom sering digolongkan sebagai teori topologi. Meskipun
demikian ia sebenarnya menolak pengotakkan menurut tipe ini. Menurutnya, manusia
tidak dapat digolongkan dalam tipe ini atau tipe itu. Akan tetapi, setidak-tidaknya
seseorang memiliki tiga komponen fisik yang berbeda menurut derajat dan
tingkatannya masing-masing. Kombinasi ketiga komponen ini menimbulkan berbagai
kemungkinan tipe fisik yang isebutnya sebagai somatotipe. Menurut Sheldom ada
tiga komponen atau dimensi temperamental adalah sebagai berikut :2
a. Viscerotonia. Individu yang memiliki nilai viscerotonia yang tinggi, memiliki
sifat-sifat, antara lain suka makan enak, pengejar kenikmatan, tenang toleran,
lamban, santai, pandai bergaul.
b. Somatotonia. Individu dengan sifat somatotonia yang tinggi memiliki sifat-sifat
seperti berpetualang dan berani mengambil resiko yang tinggi, membutuhkan
aktivitas fisik yang menantang, agresif, kurang peka dengan perasaan orang lain,
cenderung menguasai dan membuat gaduh.
c. Cerebretonia. Pribadi yang mempunyai nilai cerebretonia dikatakan bersifat
tertutup dan senang menyendiri, tidak menyukai keramaian dan takut kepada
orang lain, serta memiliki kesadaran diri yang tinggi. Bila sedang di rundung
masalah, Ia memiliki reaksi yang cepat dan sulit tidur.
3. Teori Kepribadian Behaviorisme
Menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan
tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan
tempat kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang
khas secara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada
individu tersebut.2
Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola
yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan berbagai konsekuensi yang
diperkuatnya. 2
Selanjutnya, Skinner telah menguraikan sejumlah teknik yang digunakan untuk
mengontrol perilaku. Tekhnik tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1) Pengekangan fisik (psycal restraints)
Menurut skinner, kita mengntrol perilaku melalui pengekangan fisik.
Misalnya, beberapa dari kita menutup mulut untuk menghindari diri dari
menertawakan kesalahan orang lain. Orang kadang-kadang melakukannya dengan
bentuk lain, seperti berjalan menjauhi seseorang yang tealh menghina ita agar tidak
kehilangan kontrol dan menyerang orang tersebut secara fisik.
2) Bantuan fisik (physical aids)
Kadang-kadang orang menggunakan obat-obatan untuk mengontrol perilaku yang
tidak dinginkan. Misalnya, pengendara truk meminum obat perangsang agar tidak
mengatuk saat menempuh perjalanan jauh. Bantuan fisik bisa juga digunakan untuk
memudahkan perilaku tertentu, yang bisa dilihat pada orang yang memiliki
masalah penglihatan dengan cara memakai kacamata.
3) Mengubah kondisi stimulus (changing the stimulus conditions)
Suatu tekhnik lain adalah mengubah stimulus yang bertanggunggung jawab.
Misalnya, orang yang berkelebihan berat badan menyisihkan sekotak permen dari
hadapannya sehingga dapat mengekang diri sendiri.
4) Memanipulasi kondisi emosional (manipulating emotional conditions)
Skinner menyatakan terkadang kita mengadakan perubahan emosional dalam diri
kita untuk mengontrol diri. Misalnya, beberapa orang menggunakan tekhnik
meditasi untuk mengatasi stess.
5) Melakukan respons-respons lain (performing alternativeresponses)
Menurut Skinner, kita juga sering menahan diri dari melakukan perilaku yang
membawa hukuman dengan melakukan hal lain. Misalnya, untuk menahan diri
agar tidak menyerang orang yang sangat tidak kita sukai, kita mungkin melakukan
tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita tentang mereka.
6) Menguatkan diri secara positif (positif self-reinforcement)
Salah satu teknik yang kita gunakan untuk mengendalikan perilaku menurut
Skinner, adalah positive self-reinforcement. Kita menghadiahi diri sendiri atas
perilaku yang patut dihargai. Misalnya, seorang pelajar menghadiahi diri sendiri
karena telah belajar keras dan dapat mengerjakan ujian dengan baik, dengan
menonton film yang bagus.
7) Menghukum diri sendiri (self punishment)
Akhirnya, seseorang mengkin menghukum diri sendiri karena gagal mencapai
tujuan diri sendiri. Misalnya, seorang mahasiswa menghukum dirinya sendiri
karena gagal melakukan ujian dengan baik dengan cara menyendiri dan belajar
kembali dengan giat.
4. Teori Psikologi Kognitif
Menurut para ahli, teori psikologi kognitif dapat dikatakan berawal dari
pandangan psikologi Gestalt. Mereka berpendapat bahwa dalam memersepsi
lingkungannya, manusia tidak sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari
penginderaannya, tetapi masukan dari pengindraan itu, diatur, saling dihubungkan dan
diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu
perilaku. 2
Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia
tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam
lapangan kesadaran (kognisi). Dalam teori ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan
lagi, karena keduanya termasuk dalam kognisi manusia. Bahkan, dengan teori ini
dimungkinkan juga faktor-faktor diluar diri dimasukkan (diwakili) dalam lapangan
psikologis atau lapangan kesadaran seseorang. 2
D. Gangguan Kepribadian
1. Definisi
Gangguan kepribadian (Aksis II pada DSM-IV) merupakan suatu ciri
kepribadian yang menetap, kronis, dapat terjadi pada hampir semua keadaan,
menyimpang secara jelas dari norma-norma budaya dan maladaptif serta
menyebabkan fungsi kehidupan yang buruk, tidak fleksibel dan biasanya terjadi
pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Hal ini disebabkan pada usia ini
masalah-masalah kepribadian sering bermunculan begitu luas dan komplek.3
Orang yang menderita gangguan kepribadian mempunyai sifat-sifat
kepribadian yang sangat kaku dan sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitarnya. Akibatnya. dia akan mengalami “kerusakan” berat
dalam hubungan sosialnya atau dalam bidang pekerjaannnya atau dirinya
terasa sangat menderita.
Gejala-gejala dari orang dengan gangguan kepribadian biasanya
alloplastik. Artinya, orang dengan gangguan kepribadian akan berusaha
merubah lingkungan untuk disesuaikan dengan keinginannya. Selain itu,
gejala-gejalanya juga egosintonik. Artinya, orang dengan gangguan
kepribadian dapat menerima dengan baik gejala-gejalanya. Umumnya orang
dengarn gangguan kepribadian menolak bantuan secara psikiatrik.
2. Etiologi
2.1 Faktor Genetik
Salah satu buktinya berasal dari penelitian gangguan psikiatrik pada 15.000
pasangan kembar di Amerika Serikat. Diantara kembar monozigotik, angka
kesesuaian untuk gangguan kepribadian adalah beberapa kali lebih tinggi
dibandingkan kembar dizigotik. Selain itu menurut suatu penelitian, tentang
penilaian multiple kepribadian dan temperamen, minat okupasional dan waktu
luang, dan sikap social, kembar monozigotikyang dibesarkan terpisah adalah
kira-kira sama dengan kembar monozigotik yang dibesarkan bersama-sama.4
2.2 Faktor Temperamental
Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-anak mungkin
berhubungan dengan gangguan kepribadian pada masa dewasa. Contohnya,
anak-anak yang secara temperamental ketakutan mungkin mengalami
kepribadian menghindar.4
2.3 Faktor Biologis
Hormon. Orang yang menunjukkan sifat impulsive seringkali juga
menunukkan peningkatan kadar testosterone, 17-estradiol dan estrone.
Neurotransmitter. Penilaian sifat kepribadian dan system dopaminergik dan
serotonergik, menyatakaan suatu fungsi mengaktivasi kesadarandari
neurotransmitter tersebut. Meningkatkan kadaar serotonin dengan obat
seretonergik tertentu seperti fluoxetine dapat menghasilkan perubahan
dramatik pada beberapa karakteristik kepribadian. Serotonin menurunkan
depresi, impulsivitas.
Elektrofisiologi. Perubahan konduktansi elektrik pada elektroensefalogram
telah ditemukaan pada beberaapa pasien dengan gangguan kepribadian, paling
sering pada tipe antisocial dan ambang, dimana ditemukan aktivitas
gelombang lambat.4
2.4 Faktor Psikoanalitik
Sigmund Freud menyatakan bahwa sifat kepribadian berhubungan dengan
fiksasi pada salah satu stadium perkembangan psikoseksual. Fiksasi pada
stadium anal, yaitu anakyang berlebihan atau kurang pada pemuasan anal
dapat menimbulkan sifat keras kepala, kikir dan sangat teliti.4
3. Klasifikasi
Dalam Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders edisi
keempat (DSM-IV), gangguan kepribadian dikelompokkan ke dalam 3 kelompok,
yaitu:5
a. Kelompok A, terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, skizoid dan
skizotipal. Orang dengan gangguan seperti ini seringkali tampak aneh dan
eksentrik.
b. Kelompok B, terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, ambang,
histrionik dan narsistik. Orang dengan gangguan ini sering tampak
dramatik, emosional, dan tidak menentu.
c. Kelompok C, terdiri dari gangguan kepribadian menghindar, dependen
dan obsesif-kompulsif, dan satu kategori yang dinamakan gangguan
kepribadian yang tidak ditentukan (contohnya adalah gangguan kepribadian
pasif-agresif dan gangguan kepribadian depresif). Orang dengan gangguan
ini sering tampak cemas atau ketakutan.
Menurut PPDGJ, klasifikasi gangguan kepribadian sebagai berikut:6
3.1 Gangguan kepribadian khas
3.1.1 gangguan kepribadian paranoid
3.1.2 gangguan kepribadian skizoid
3.1.3 gangguan kepribadian dissosial
3.1.4 gangguan kepribadian emosional tak stabil
3.1.5 gangguan kepribadian histrionik
3.1.6 gangguan kepribadian anankastik
3.1.7 gangguan kepribadian cemas
3.1.8 gangguan kepribadian dependen
3.1.9 gangguan kepribadian khas lainnya
3.1.10 gangguan kepribadian YTT
3.2 Gangguan kepribadian campuran dan lainnya
3.2.1 gangguan kepribadian campuran
3.2.2 gangguan kepribadian yang bermasalah
E. Gangguan Kepribadian Narsistik
1. Asal Mula istilah Narsistik.
Konsep dan istilah narsisisme atau narsisistik berawal dari mitologi Yunani kuno tentang
seorang pemuda tampan yang bernama Narsisus. Narsisus adalah putra dewa sungai,
Cephissus. Pada saat itu Echo, seorang dewi yang tidak bisa berbicara, jatuh cinta kepadanya.
Namun Narcisus bertindak kejam dan menolak cinta Echo. Pada suatu hari, Narsisus
melewati sebuah danau yang sangat bening airnya dan melihat pantulan dirinya sendiri.
Narsisus sangat mengagumi dan jatuh cinta pada pantulan itu. Narsisus sangat ingin
menjamah dan memiliki wajah yang dilihatnya, tapi setiap kali mengulurkan tangannya untuk
meraih pantulan itu, bayangan itu kemudian menghilang. Narsisus tetap menunggu di tepi
danau untuk mendapatkan bayangan yang menjadi obyek kekagumannya sampai mau
menceburkan dirinya sendiri ke dalam danau dan akhirnya mati. Para dewa merasa kasihan
padanya, sehingga Narsisus ditranformasikan menjadi tumbuhan berbunga yang diberi nama
Narsisus berwarna kuning cerah, dan dikenal juga dengan nama Yellow Daffodil.
Mitologi ini digunakan dalam Psikologi pertama kalinya oleh Sigmund Freud (1856-1939)
untuk menggambarkan individu-individu yang menunjukkan cinta diri yang berlebihan.
2. Pengertian Narsistik
Freud menamakan ‘The narsissists’ dan pelakunya disebut individu narsisistik atau seorang
narsisis.
Lebih lanjut Fromm berpendapat, narsisme merupakan kondisi pengalaman seseorang yang
dia rasakan sebagai sesuatu yang benar-benar nyata hanyalah tubuhnya, kebutuhannya,
perasaannya, pikirannya, serta benda atau orang-orang yang masih ada hubungan dengannya.
Sebaliknya, orang atau kelompok lain yang tidak menjadi bagiannya senatiasa dianggap tidak
nyata, inferior, tidak memiliki arti, dan karenanya tidak perlu dihiraukan. Bahkan, ketika
yang lain itu dianggap sebagai ancaman, apa pun bisa dilakukan, melalui agresi sekalipun
(Pikiran Rakyat,14/04/2003).
Menurut Spencer A Rathus dan Jeffrey S Nevid dalam bukunya, Abnormal Psychology
(2000),orang yang narcissistic atau narsistik memandang dirinya dengan cara yang
berlebihan. Mereka senang sekali menyombongkan dirinya dan berharap orang lain
memberikan pujian.
Menurut Rathus dan Nevid (2000) dalam bukunya, Abnormal Psychology orang yang
narsistik memandang dirinya dengan cara yang berlebihan, senang sekali menyombongkan
dirinya dan berharap oranglain memberikan pujian (Kompas, Jumat, 01 April 2005).
Sedangkan menurut Papu (2002) yang mengutip DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders ± Fourth Edition) orang yang narsistik akan mengalami gangguan
kepribadian, gangguan kepribadian yang dimaksud adalah gangguan kepribadian narsisistik
atau narcissistic personality disorder. Gangguan kepribadian ini ditandai dengan ciri-ciri
berupa perasaan superior bahwa dirinya adalah paling penting, paling mampu, paling unik,
sangat eksesif untuk dikagumi dan disanjung, kurang memiliki empathy, angkuh dan selalu
merasa bahwa dirinya layak untukdiperlakukan berbeda dengan orang lain.
Lebih lanjut menurut Menurut Sadarjoen (2003) yang mengutip Mitchell JJ dalam bukunya,
The Natural Limitations of Youth, ada lima penyebab kemunculan narsis pada remaja, yaitu
adanya kecenderungan mengharapkan perlakuan khusus, kurang bisa berempati sama orang
lain, sulitmemberikan kasih sayang, belum punya kontrol moral yang kuat, dan kurang
rasional. Kedua aspek terakhir inilah yang paling kuat memicu narsisme yang berefek gawat.
Orang dengan kepribadian narsistik ditandai oleh meningkatnya rasa kepentingan dan
perasaan kebesaran yang unik. Mereka menganggap dirinya sebagai orang yang khusus dan
penting. Mereka menanggapi kritik secara buruk dan mungkin menjadi marah sekali jika ada
orang yang berani mengkritik mereka, atau merekamungkin tampak sama sekali acuh tak
acuh terhadap kritik. Yang mencolok adalah perasaan akan kebesaran nama mereka.
Persahabatan mereka rapuh dan mereka dapat menyebabkan orang lain marah karena mereka
menolak mematuhi aturan perilaku konvensional. Mereka tidak mampu menunjukkan empati,
dan mereka berpura-pura simpati hanya untuk mencapai kepentingan mereka sendiri. Pasien
memiliki harga diri yang rapuh dan rentan terhadap depresi. Kesulitan interpersonal,
penolakan, kehilangan dan masalah pekerjaan adalah stress-stress yang sering dihasilkan oleh
orang narsistik karena perilakunya. Stress-stress yang tidak mampu dihadapi oleh mereka.
Menurut pandangan psikoanalitik tradisonal, gangguan histrionok dan narsistik merupakan
variensi histeria. Dan bila dilihat dari sudut pandang psikoanalisis yang kognitif, kedua
gangguan ini (gangguan histrionok dan gangguan narsistik) adalah akibat dari
ketidakmampuan memfokuskan diri pada yang detail atau yang khusus, jadi dalam
memahami situasi dan problem dilakukan secara global (Martaniah, 1999 : 76).
3. Faktor Penyebab Sikap Narsistik
Terdapat berbagai faktor penyebab seseorang cenderung menjadi narsistik. Faktor-faktor
tersebut antara lain adalah faktor keturunan dan faktor persekitaran. Narsistik biasanya timbul
akibat daripada pujian dan penghormatan yang diterima berulang kali daripada individu lain.
Sebagai contoh, seseorang akan berasa dirinya cantik karena acapkali menerima pujian
bahwa dirinya cantik meskipun pada awalnya dia tidak merasa dirinya sedemikian. Narsistik
tidak hanya termanifestasi pada perilaku yang gemar memuji dirinya sendiri, kerap
menghadap cermin atau kerap bergaya persis model, tetapi juga terdapat implikasi lain
daripada sikap narsistik itu sendiri.
Menurut Hidayat (2004), Narsisme merupakan gangguan kepribadian dan merupakan
gangguan jiwa yang mempunyai prevalensi cukup tinggi, yaitu 5%-15% dan termasuk yang
tidak mudah diobati. Penyebabnya diduga karena keturunan atau genetik (dijelaskan melalui
penelitian terhadap 15.000 pasangan kembar, satu dan dua telur), temperamental (terkait
dengan genetik atau keturunan, dapat diidentifikasi sejak masa kanak-kanak), biologik
(hormon, neurotransmitter tertentu) dan psikodinamik (berbagai faktor psikologis).
Mitchell JJ dalam bukunya, The Natural Limitations of Youth, terdapat lima penyebab
kemunculan narsistik pada remaja, yaitu adanya kecenderungan mengharapkan perlakuan
khusus, kurang bisa berempati sama orang lain, sulit memberikan kasih sayang, belum punya
kontrol moral yang kuat, dan kurang rasional. Kedua aspek terakhir inilah yang paling kuat
memicu narsisme yang berefek gawat.
4. Epidemiologi
Menurut DSM IV, perkiraan prevalensi gangguan kepribadian narsistik terentang antara 2
sampai 16 persen dalam populasi klinis dan kurang dari 1 persen dalam populasi umum.7
5. Gejala klinis
Orang dengan gangguan kepribadian narsistik mungkin memiliki perasaan kebesaran akan
kepentingan dirinya. Mereka menganggap dirinya sendiri sebagai orang khusus dan
mengharapkan terapi yang khusus. Mereka tidak mampu menunjukkan empati dan mereka
berpura-pura simpati hanya untuk mencapai kepentingan mereka sendiri.pasien sering
memanfaatkan orang lain. Pasien memiliki harga diri yang rapuh dan rentan terhadap depresi.
Sedangkan tanda-tanda narsistik dari Diagnostics and Statistics Manual, Fourth Edition-Text
Revision (2000). Seseorang dengan narsistik merasa dirinya sangat penting dan ingin sekali
dikenal oleh orang lain karena kelebihannya. Pengidap narsistik juga yakin bahwa dirinya
unik dan istimewa.. Sisi sering dianggap teman- temannya suka memuji-muji diri sendiri.
Gejala lain, mereka selalu ingin dipuji dan diperhatikan. Mereka kurang sensitif terhadap
kebutuhan orang lain karena yang ada dalam pikirannya cuma diri sendiri. Ditambah lagi,
adanya rasa percaya orang lain itu berpikiran sama dengan dirinya. Seseorang yang menderita
gangguan jiwa narsisitik juga sensitif terhadap kritikan. Kritikan kecil bisa berarti sangat
besar untuk mereka.
Secara umum ciri-ciri orang-orang narsistik yaitu antara lain :
a. Superior.
Superior atau paling hebat tetapi tanpa upaya yang sepadan dengan cita-cita atau
kepentingannya itu.
b. Tak berempati.
Tidak mampu mengenali atau mengetahui perasaan dan kebutuhan orang lain.
c. Iri
Sering merasa iri dengan orang lain atau yakin bahwa orang lain iri pada dirinya.
d. Fantasi
Dipenuhi dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kepintaran, kecantikan atau
cinta sejati.
e. Istimewa.
Mengganggap diri istimewa dan selalu meminta perlakuan khusus dari orang-orang
yang berada disekitarnya, meskipun itu merugikan orang lain.
f. Sombong dan congkak.
Karena merasa dirinya yang paling hebat maka tidak jarang memperlihatkan perilaku
atau sikap yang congkak dan sombong.
6. Kriteria Diagnostik Gangguan Kepribadian Narsistik (3)
Pola perfsif kebesaran (dalam khayalan atau perilaku), membutuhkan
kebanggaan, dan tidak ada empati, dimulai pada masa dewasa awal dan tampak dalam
berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima (atau lebih) berikut :
1. Memiliki rasa kepentingan diri yang besar (misalnya melebih-lebihkan bakat dan
kemampuannya, mengharap untuk dikenal sebagai seorang yang hebat tapi tidak
sepadan).
2. Preokupasi dengan khayalan akan keberhasilan, kekuatan, kecerdasan, kecantikan,
atau cinta ideal yang tidak terbatas.
3. Yakin bahwa ia adalah khusus dan unik dan dapat dimengerti hanya oleh atau harus
berhubungan dengan orang lain (atau institusi) yang khusus atau memiliki status
tinggi.
4. Membutuhkan kebanggaan yang berlebihan
5. Memiliki perasaan bernama besar, yaitu harapan yang tidak beralasan akan perlakuan
khusus atau kepatuhan otomatis sesuai harapannya.
6. Eksploatif secara interpersonal, yaitu mengambil keuntungan dari orang lain untuk
mencapai tujuannya sendiri.
7. Tidak memiliki tempat, tidak mau mengenali atau mengetahui perasaan dan
kebutuhan orang lain.
8. Sering cemburu terhadap orang lain dan merasa orang lain juga cemburu kepada
dirinya.
9. Mcmperlihatkan kesombongan, sikap congkak dan sombong.7
7. Diagnosis Banding
- Gangguan kepribadian ambang, histrionik dan antisosial sering ditemukan bersama-
sama dengan gangguan kepribadian narsistik, yang berarti bahwa diagnosis banding
adalah sukar. Pasien dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki kecemasan
yang lebih keci daripada pasien dengan gangguan kepribadian ambang dan kehidupan
mereka cenderung kurang kacau.
- Usaha bunuh diri juga lebih mungkin berhubungan dengan pasien gangguan
kepribadian ambang dibandingkan pasien gangguan kepribadian narsistik.
- Pasien gangguan kepribadian antisosial memberikan riwayat perilaku impulsif,
seringkali disertai dengan penyalahgunaan alkohol atau zat lain, hal tersebut
seringkali menyebabkan mereka mendapatkan masalah dengan hukum.
- Dan pasien gangguan kepribadian histrionic menunjukkan ciri-ciri eksibisionisme dap
manipulativitas interpersonal yang mirip dengan pasien gangguan kepribadian narsitik.7
8. Perjalanan penyakit dan prognosis
Gangguan kepribadian narsistik adalah kronis dan sukar untuk diobati. Pasien dengan
gangguan harus secara terus menerus berhadapan dengan aliran narsisme mereka yang
diakibatkan oleh perilaku mereka sendiri atau dari pengalaman hidup.7
9. Terapi :
- Psikoterapi : Mengobati gangguan kepribadian narsistik sukar, karena pasien harus
meninggalkan narsismenya jika ingin mendapatkan kemajuan. Dokter psikiatric seperti
otto kernberg dan Heinz kohut menganjurkan pemakaian pendekatan psikoanalitik
untuk mendapatkan perubahan, tetapi banyak penelitian yang diperlukan untuk
mengabsahkan diagnosis dan untuk menentukan terapi yang terbaik.
- Farmakoterapi : lithium telah digunakan pada pasien yang memiliki pergeseran mood
sebagai bagian dari gambaran klinis. Karena pasien gangguan kepribadian narsistik
mentoleransi penolakan secara buruk dan rentan terhadap depresi, suatu anti depresan
mungkin juga digunakan.
BAB III
KASUS
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwaperilaku narsistik ditandai dengan kecenderungan
untuk memandang dirinya dengan cara yang berlebihan, senang sekali menyombongkan
dirinyadan berharap orang lain memberikan pujian selain itu juga tumbuh perasaan paling
mampu, palingunik.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Evi Kristiyarini. Kecendrungan gangguan kepribadian pada remaja dan dewasa awal
di Desa Sedeng Pacitan. 2009. http://gdl.itb.ac.id/gdl.php?
mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-s1-2003-evikristiy-270&q=Health
2. Psikologi Kepribadian. http://www.slideshare.net/bocahbancar/psikologi-kepribadian
3. David, A Tomb. Buku Saku Psikiatri, Alih bahasa Martina Wiwie S Nasrun. Ed 6.
Jakarta. EGC. 2003
4. Gangguan Kepribadian. 2010. http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-
tentang/gangguan-kepribadian
5. Castillo, Heather.2003. Personality disorder; Temperament or Trauma. Jessica
Kingsley Publisher. London.
6. Maslim, Rusdi, 2001, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III, Jakarta
7. Kaplan & Saddock, 1997, Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis, Edisi ke-7, jilid 2, Binarupa Aksara, Jakarta.
8. Nida UI Hasanat, 2004, Print out Personality Disorder, Yogyakarta.
9. Sri Mulyani Martaniah, MA, Prof. Dr. 1999, Handout Psikologi Abnormal, Yogyakarta.