Narasi Rencana Aksi Kb Kr 2012

24
1 RENCANA AKSI KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI TAHUN 2012-2014 Oleh: DEPUTI BIDANG KB DAN KR (dr. Julianto Witjaksono AS, MGO, Sp.OG (K-FER)) KONSULTASI KEPALA SEKSI (MISSION CENTER)

Transcript of Narasi Rencana Aksi Kb Kr 2012

  • 1

    RENCANA AKSI

    KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI

    TAHUN 2012-2014

    Oleh:

    DEPUTI BIDANG KB DAN KR

    (dr. Julianto Witjaksono AS, MGO, Sp.OG (K-FER))

    KONSULTASI KEPALA SEKSI (MISSION CENTER)

  • 2

    DAFTAR ISI

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    B. Isu-Isu Strategis

    C. Kerangka Pikir Penggunaan Kontrasepsi

    BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BIDANG KB DAN KR

    A. Visi dan Misi

    B. Tujuan

    C. Sasaran KB dan KR Tahun 2012-2014

    BAB III ANALISIS LINGKUNGAN

    A. Kekuatan

    B. Kelemahan

    C. Peluang

    D. Tantangan

    BAB IV KEBIJAKAN DAN STRATEGI

    A. Kebijakan

    B. Strategi

    BAB V KEGIATAN DAN ROAD MAP KB & KR TAHUN 2012-2014

    A. Kegiatan

    B. Road Map Bidang KB dan KR

    BAB VI PENUTUP

    \

  • 3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Perkembangan program KB Nasional dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi di

    dunia internasional. Pada kurun waktu 1970-an hingga 1990-an, keberhasilan

    program KB di Indonesia sangat ditentukan pada aspek demografis semata yaitu

    pengendalian angka kelahiran. Namun pasca ditandatanganinya International

    Conference on Population and Development (ICPD) di Cairo Tahun 1994, telah

    terjadi pergeseran paradigma yang cukup signifikan dalam pelaksanaan program

    KB yaitu dari pendekatan demografis menjadi mengedepankan aspek hak-hak

    asasi manusia. Disamping itu pula, Indonesia merupakan salah satu dari beberapa

    Negara berkembang yang menyepakati tujuan-tujuan pembangunan global dalam

    Millennium Development Goals (MDGs) yang telah diratifikasi pada tahun 2000.

    Dalam tujuan global kelima (b), seluruh Negara penandatangan sepakat untuk

    membuka akses kesehatan reproduksi secara universal kepada seluruh individu

    yang membutuhkan termasuk di dalamnya adalah peningkatan Contraceptive

    Prevalence Rate (CPR); penurunan unmet need, penurunan angka fertilitas remaja

    dan peningkatan usia kawin pertama perempuan.

    Pada bagian lain, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007

    tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005

    2025, pada bagian lampiran disebutkan bahwa membangun Sumber Daya

    Manusia (SDM) yang berkualitas diarahkan pada peningkatan kualitas SDM

    Indonesia yang ditandai antara lain dengan meningkatnya Indeks Pembangunan

    Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG), serta tercapainya

    penduduk tumbuh seimbang yang ditandai dengan angka reproduksi neto (NRR)

    sama dengan 1, atau angka kelahiran total (TFR) sama dengan 2,1.

    Pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk diarahkan pada

    peningkatan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang

    terjangkau, bermutu dan efektif menuju terbentuknya keluarga kecil yang

    berkualitas.

    Program Keluarga Berencana (KB) memiliki makna yang sangat strategis,

    komprehensif dan fundamental dalam upaya mewujudkan manusia Indonesia

    sejahtera yang tidak terpisahkan dengan program pendidikan dan kesehatan.

    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan

    dan Pembangunan Keluarga Sejahtera yang kemudian direvisi menjadi Undang-

  • 4

    Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan

    Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya

    mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan

    melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk

    mewujudkan keluarga berkualitas.

    Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014

    diarahkan kepada pengendalian kualitas penduduk melalui tiga prioritas utama:

    (1) Revitalisasi Program KB; (2) Penyerasian kebijakan pengendalian penduduk;

    dan (3) Peningkatan ketersediaan dan kualitas data serta informasi kependudukan

    yang memadai, akurat dan tepat waktu. Selain itu dalam Peraturan Presiden

    Nomor 62 Tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

    Nasional menekankan perlunya dilakukan perubahan/ penyerasian terhadap

    Renstra BKKBN tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana

    Tahun 2010-2014 yang meliputi penyesuaian untuk beberapa kegiatan prioritas

    dan indikator kinerjanya.

    Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor

    72/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Kependudukan dan

    Keluarga Berencana Nasional Pasal 159 menyebutkan bahwa Deputi Bidang

    Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR) mempunyai tugas

    merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang keluarga berencana

    dan kesehatan reproduksi. Sedangkan organisasi di tingkat provinsi diatur oleh

    Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor

    82/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Badan

    Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional di Provinsi dan Peraturan Kepala

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 92/PER/B5/2011

    tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pendidikan dan Pelatihan KKB.

    B. ISU-ISU STRATEGIS

    1. Jumlah penduduk di atas proyeksi

    Hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk

    Indonesia sekitar 237,6 juta jiwa, melebihi 3,4 juta dari proyeksi sebesar 234,2

    juta jiwa. Demikian juga untuk angka Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)

    periode tahun 2000-2010 sebesar 1,49 persen meningkat dibandingkan

    dengan LPP periode tahun 1990 2000 yaitu 1,45 persen. LPP pada tahun

    2014 diharapkan menurun menjadi 1,1 persen.

  • 5

    2. Disparitas TFR masih tinggi dan meningkat pada status sosial ekonomi

    menengah ketas.

    Secara nasional angka Total Fertility Rate (TFR) tahun 2002/03 sebesar 2,4 dan

    tahun 2007 sebesar 2,3 atau menurun 0,1. Tahun 2007, TFR tertinggi di

    provinsi Nusa Tenggara Timur 4,2 dan terendah di provinsi Daerah Istimewa

    Yogyakarta 1,8. Pada tahun 2014 diharapkan angka TFR menurun menjadi 2,1.

    Berdasarkan hasil SDKI juga terlihat adanya peningkatan TFR pada kelompok

    status sosial ekonomi menengah ke atas yaitu pada golongan menengah dari

    2,7 (SDKI 2002/03) menjadi 2,8 (SDKI 2007) dan pada golongan teratas dari

    2,2 (SDKI 2002/03) menjadi 2,7 (SDKI 2007)

    3. Kenaikan CPR 1,1 persen dalam 5 tahun

    Menurunnya angka TFR sebesar 0,1 selama kurun waktu 5 tahun (2002/03-

    2007) ditandai dengan hanya meningkatnya angka Contraceptive Prevalence

    Rate (CPR) sebesar 1,1 persen yang dicapai dalam waktu 5 tahun (2002/03-

    2007). CPR diharapkan meningkat menjadi 65 persen dengan tingkat

    persebaran yang merata pada tahun 2014.

    4. Unmet need tinggi

    Saat ini diperkirakan masih ada sekitar tiga setengah juta PUS di Indonesia

    yang ingin menunda, menjarangkan dan membatasi kelahiran untuk masa dua

    tahun berikutnya, namun tidak menggunakan metoda kontrasepsi apapun.

    Hasil SDKI 2007 menunjukkan bahwa unmet need mencapai 9,1 persen dari

    jumlah PUS, dengan rincian untuk menjarangkan kelahiran (spacing) 4,3

    persen dan membatasi kelahiran (limiting) 4,7 persen. Terjadi peningkatan

    dibanding dengan hasil SDKI 2002/03 yang mencatat unmet need sebesar 8,6

    persen, 4,0 persen untuk penjarangan dan 4,6 persen untuk pembatasan

    kelahiran. Unmet need KB ini sangat bervariasi antara provinsi, terendah 3,2

    persen di provinsi Bangka Belitung dan tertinggi 22,4 persen di provinsi

    Maluku. Unmet need KB diharapkan menurun menjadi 5,0 persen pada tahun

    2014.

    Hasil SDKI 2007, alasan PUS tidak menggunakan kontrasepsi sebagian besar

    adalah karena efek samping, yaitu 30 persen untuk mengakhiri dan 27 persen

    untuk menjarangkan. Selain itu alasan lain diantaranya adalah tidak nyaman,

    yaitu 12 persen untuk mengakhiri dan 21 persen untuk menjarangkan dan

    alasan kurang akses yaitu 2 persen untuk mengakhiri dan 1 persen untuk

    menjarangkan.

  • 6

    Berdasarkan status sosial ekonomi, unmet need pada golongan menengah dan

    golongan teratas masih cukup tinggi yaitu 8,5 persen pada golongan

    menengah dan 8,2 persen pada golongan teratas.

    5. Kesertaan MKJP rendah

    Berdasarkan SDKI, peserta KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

    menurun dari 14,6 persen (2002/03) menjadi 10,9 persen (2007). Metode

    kontrasepsi IUD cenderung mengalami penurunan dari 8,1 persen (SDKI 1997)

    menjadi 6,2 persen (SDKI 2002/03) dan turun lagi menjadi hanya 4,9 persen

    (SDKI 2007). Penggunaan kontrasepsi Implant juga cenderung mengalami

    penurunan lebih dari 50 persen, dari 6 persen (SDKI 1997) menjadi 2,8 persen

    (SDKI 2007). Walaupun MOW sempat mengalami peningkatan sebesar 3,7

    persen (SDKI 2002/03), namun kembali turun menjadi 3 persen (SDKI 2007).

    Tren MOP sempat mengalami stagnasi di angka 0,4 persen (SDKI 1997 dan

    2002/03), dan kembali turun menjadi 0,2 persen (SDKI 2007). Pola

    penggunaan kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh metode

    kontrasepsi hormonal dan bersifat jangka pendek. Metode kontrasepsi seperti

    suntikan cenderung mengalami peningkatan dari 21,1 persen (SDKI 1997),

    27,8 persen (SDKI 2002/2003), menjadi 31,8 persen (SDKI 2007).

    Rendahnya penggunaan MKJP dipengaruhi oleh faktor pengguna dan

    penyedia pelayanan KB. Salah satu faktor yang dianggap berkontribusi dengan

    kecenderungan pemilihan metode kontrasepsi jangka pendek adalah faktor

    penerimaan atau image terhadap kontrasepsi tersebut. Selain itu dari sisi

    penyedia pelayanan, MKJP membutuhkan tenaga yang berkompeten, sarana

    dan prasarana penunjang pelayanan yang memadai.

    Kondisi ini merupakan tantangan jika upaya peningkatan kompetensi tenaga

    kesehatan pelayanan KB tidak dilakukan atau dalam kondisi statis. Pembinaan

    peserta KB aktif terutama peserta KB-MKJP di daerah tertinggal, terpencil dan

    perbatasan (Galciltas) juga perlu di lakukan sebagai upaya peningkatan KB

    MKJP. Kesertaan KB aktif MKJP diharapkan meningkat menjadi 27,5 persen

    pada tahun 2014.

  • 7

    Angka prevalensi kontrasepsi

    No. Metode Tahun

    1997 2002/2003 2007

    1. PIL 15,4 13,2 13,2

    2. IUD 8,1 6,2 4,9

    3. Suntik 21,1 27,8 31,8

    4. Kondom 0,7 0,9 1,3

    5. Implant 6 4,3 2,8

    6. MOW 3 3,7 3

    7. MOP 0,4 0,4 0,2

    8. MAL 0,1 0

    Sumber: Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997,2002/03, 2007

    6. Tingkat Ketidaklangsungan Pemakaian (drop out) Kontrasepsi Meningkat

    Tingkat drop out pemakaian kontrasepsi mengalami peningkatan dari 20

    persen (SDKI 2002-2003) menjadi 26 persen (SDKI 2007). Terdapat

    beberapa alasan drop out dan alasan pertama (10 persen) disebabkan

    karena rasa takut akibat efek samping dan masalah kesehatan lainnya.

    Alasan lain drop out ber-KB ini adalah karena ingin hamil (5 persen); alasan

    yang berhubungan dengan metode penggunaan alat KB (5 persen); alasan

    lain (biaya, rasa tidak nyaman, perceraian, frekuensi hubungan seksual

    yang jarang) sebesar (3 persen) dan kegagalan alat KB (2 persen).

    Sedangkan proporsi pemakaian kontrasepsi yang ganti cara ke metode lain

    sebesar 13 persen. Pada tahun 2014 diharapkan terjadi penurunan drop

    out pemakaian kontrasepsi menjadi 20 persen.

    Hal ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan kapasitas penyedia

    layanan (provider) dalam memberikan informed choice kepada calon

    peserta KB baru dan pembinaan bagi peserta KB aktif masih perlu

    ditingkatkan sehingga prinsip penggunaan metoda KB yang rasional, efektif

    dan efisien dapat terlaksana dengan baik.

    7. Pelayanan KB di fasilitas pelayanan kesehatan menurun

    Saat ini pelayanan KB rutin di fasilitas pelayanan KB statis melemah, salah

    satu penyebabnya antara lain karena mekanisme operasional penggerakan

    untuk PUS ketempat pelayanan KB statis belum berjalan secara optimal.

    Hasil SDKI menunjukkan pelayanan KB yang dilakukan di RS mengalami

    penurunan, yaitu RS Pemerintah dari 6,2 persen (2002/03) menjadi 4,9

  • 8

    persen (2007) dan Rumah Sakit Swasta dari 3,4 persen (2002/03) menjadi

    2,2 persen (2007). Begitu pula dengan pelayanan di Puskesmas menurun

    dari 20,3 persen (2002/03) menjadi 16 persen (2007), di klinik pemerintah

    dari 0,4 persen (2002/03) menjadi 0,3 persen (2007) serta di klinik swasta

    dari 1,8 persen (2002/03) menjadi 1,3 persen (2007).

    8. Angka Kematian Ibu tinggi

    Saat ini angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 228 per

    100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007), sedangkan target MDGs 2015, angka

    kematian ibu saat melahirkan harus diturunkan menjadi 102 per 100.000

    kelahiran hidup.

    Angka Kematian Ibu dipengaruhi oleh tingginya persentase ibu melahirkan

    dengan risiko 4 terlalu. Risiko melahirkan seperti melahirkan terlalu muda,

    terlalu dekat dan terlalu banyak menurun dari tahun 1991 2007. Namun,

    risiko melahirkan terlalu tua cenderung meningkat 3,4 persen dari 1,3

    persen (1991) menjadi 4,3 persen (SDKI 2007). Pada tahun 2014

    diharapkan kecenderungan persentase melahirkan dengan risiko 4 terlalu

    menurun 50 persen dari kondisi yang ada. Kecenderungan persentase ibu

    melahirkan dengan risiko 4 terlalu dapat di lihat pada gambar dibawah ini:

    C. KERANGKA PIKIR PENGGUNAAN KONTRASEPSI

    Konteks peningkatan penggunaan kontrasepsi dalam kerangka program KB adalah

    untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Konsep pemikiran

    penggunaan kontrasepsi yang digunakan mengadopsi kerangka pikir dari Bertrand

    dkk (1994) yang telah dimodifikasi.

    Kerangka Pikir Penggunaan Kontrasepsi

  • 9

    Kerangka konsep penggunaan kontrasepsi secara filosofi dibagi ke dalam dua

    kategori, yaitu pada sisi permintaan (demand) dan sisi penyediaan (supply).

    Kedua bagian besar ini tentunya tidak berdiri sendiri, namun saling memiliki

    keterkaitan dan mobilisasi kedua faktor tersebut bergerak dalam sebuah sistem.

    Permintaan KB oleh masyarakat yang diperuntukkan baik untuk penundaan,

    penjarangan ataupun pembatasan merupakan hasil kumulatif dari pertimbangan

    rasional pasangan akan nilai dari anak (child value). Pertimbangan ini sangat

    terkait dengan faktor sosial dan budaya yang secara langsung atau tidak langsung

    terinternalisasi dalam pemikiran individu. Faktor sosial dan budaya yang

    dimaksud dapat berupa tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, status

    pekerjaan, tingkat pembangunan suatu daerah dsb. Sebagai contoh, mereka

    yang memiliki level pendidikan relatif tinggi, berpendapatan di atas rata-rata,

    memiliki status pekerjaan yang menetap dan berada di wilayah perkotaan

    cenderung memiliki jumlah anak yang lebih sedikit dibandingkan dengan mereka

    yang berlatar belakang berlawanan.

    Interaksi faktor-faktor di atas menurut teori, tidak akan dapat berujung pada

    penggunaan kontrasepsi tanpa dibarengi dengan pengembangan program yang

    mengajak pasangan untuk ber-KB. Pengembangan program ini termasuk

    didalamnya adalah penyediaan layanan KB yang terukur dari kemudahan akses

    layanan, kualitas dan image tentang KB itu sendiri. Selain daripada itu, isu

    tentang KB tidak dapat dipisahkan dengan isu kesehatan reproduksi dimana

    menurut kebijakan kesehatan reproduksi di Indonesia (2005), KB adalah salah

    satu bagian integral dari kesehatan reproduksi.

    Faktor-faktor yang telah teridentifikasi pada kompartemen supply dapat

    berdayaguna dan berhasil guna jika dijalankan dalam sebuah sistem yang

    komprehensif. Sistem ini merupakan bentuk dari operasionalisasi program KB

    dan KR yang terdiri dari beberapa unsur essential diantaranya advokasi, KIE dan

    penggerakkan; manajemen; supervisi; ketersediaan komoditi kontrasepsi dan

    kesehatan reproduksi; penelitian terapan (operational research) yang

    bermanfaat bagi pengembangan dan akselerasi pelaksanaan program. Di

    samping itu, isu-isu organisasi pelayanan seperti infrastruktur pelayanan,

    integrasi sektoral, strategi pelayanan, public-private partnership menjadi isu yang

    secara langsung akan menentukan keberhasilan program KB selain pula dinamika

    politik yang mempengaruhi.

  • 10

    BAB II

    VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BIDANG KB DAN KR

    A. VISI

    Visi BKKBN adalah Penduduk Tumbuh Seimbang 2015. Visi tersebut mengacu

    kepada fokus pembangungan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang

    Nasional Tahun 2005-2025 dan Visi misi Presiden yang tertuang dalam Rencana

    Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2010-2014. Berdasarkan Visi

    BKKBN diatas, Bidang KB dan KR menetapkan visi yaitu Mewujudkan keluarga

    kecil dalam mencapai penduduk tumbuh seimbang 2015. Perwujudan keluarga

    kecil menjadi fokus utama Bidang KB-KR yang ditandai dengan menurunnya

    angka rata-rata fertilitas (TFR) menjadi 2,1 dan Net Reproductive Rate (NRR) =1.

    B. MISI

    Dalam rangka mewujudkan visi BKKBN di atas, misi Pembangunan

    Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah mewujudkan pembangunan

    yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia

    sejahtera. Misi tersebut dilakukan melalui : penyerasian kebijakan pengendalian

    penduduk; penetapan parameter penduduk; peningkatan penyediaan dan

    kualitas analisis data dan informasi; pengendalian penduduk dalam

    pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana serta mendorong

    stakeholder dan mitra kerja untuk menyelenggarakan Pembangungan Keluarga

    Berencana dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja,

    pemenuhan hak-hak reproduksi, peningkatan ketahanan dan kesejahteraaan

    keluarga peserta KB. Berdasarkan misi BKKBN tersebut, Bidang KB dan KR

    menetapkan misi yaitu meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB dan KR

    dalam rangka mencapai kesertaan dan kemandirian ber-KB.

    C. TUJUAN

    Tujuan yang harus dicapai oleh Bidang KB dan KR dalam rangka mencapai visi

    dan misi Bidang meliputi:

    a. Tujuan Umum

    Meningkatkan pembinaan, kesertaan dan kemandirian ber-KB serta

    kesehatan reproduksi.

    b. Tujuan Khusus

    1. Meningkatkan pembinaan dan kesertaan KB jalur pemerintah.

    2. Meningkatkan pembinaan, kemandirian dan kesertaan KB jalur swasta.

  • 11

    3. Meningkatkan pembinaan, kesertaan KB jalur wilayah dan sasaran

    khusus.

    4. Meningkatkan promosi dan konseling kesehatan reproduksi.

    D. SASARAN BIDANG KB DAN KR TAHUN 2012 2014

    Dalam rangka pencapaian penurunan laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,1

    persen, Total Fertility Rate (TFR) menjadi 2,1, Net Reproductive Rate (NRR)=1,

    unmet need 5% dan CPR 65%, maka sasaran bidang KB dan KR meliputi:

    1. Meningkatnya jumlah peserta KB baru (PB) sekitar 7,46 juta per tahun.

    2. Meningkatnya jumlah peserta KB aktif (PA) 29,8 juta pada tahun 2014.

    3. Meningkatnya jumlah peserta KB baru mandiri sekitar 3,5 juta per tahun.

    4. Meningkatnya persentase peserta KB Aktif mandiri 51 persen pada tahun

    2014.

    5. Meningkatnya persentase peserta KB baru MKJP sekitar 13,2 persen per

    tahun.

    6. Meningkatnya persentase peserta KB aktif MKJP 27,5 persen pada tahun

    2014.

    7. Meningkatnya persentase peserta KB baru pria menjadi 5 persen pada tahun

    2014.

    8. Meningkatnya jumlah peserta KB baru (PB) Keluarga Prasejahtera dan

    Keluarga Sejahtera I sekitar 3,97 juta per tahun.

    9. Meningkatnya jumlah peserta KB Aktif (PA) Keluarga Prasejahtera dan

    Keluarga Sejahtera I sebanyak 13,1 juta pada tahun 2014.

    10. Meningkatnya jumlah klinik KB pemerintah dan swasta yang melayani KB

    sebanyak 23.500 klinik KB pada tahun 2014.

    11. Meningkatnya jumlah dokter dan bidan praktek swasta sebanyak 70.000

    pada tahun 2014.

    12. Meningkatnya persentase klinik KB yang melayani KB sesuai SOP

    (penggunaan informed consent) (dari 23.500 klinik KB pemerintah dan

    swasta) sebanyak 100 persen pada tahun 2014.

    13. Meningkatnya persentase stakeholder yang mempunyai kebijakan program

    pembinaan kesertaan KB miskin (KPS dan KS I) dan KB mandiri sebanyak 75

    persen pada tahun 2014.

    14. Meningkatnya persentase klinik KB yang memberikan promosi dan

    KIP/Konseling Kesehatan Reproduksi 100 persen pada tahun 2014.

    15. Meningkatnya jumlah mitra kerja yang melaksanakan pendampingan dan

    pembinaan kesertaan KB jalur pemerintah sebanyak 12 mitra kerja pada

    tahun 2014.

  • 12

    16. Meningkatnya persentase stakeholder yang mempunyai kebijakan

    pembinaan kesertaan KB Galciltas dan sasaran khusus yang terintegrasi ke

    dalam kebijakan pembangunan disektornya sebanyak 70 persen pada tahun

    2014.

    17. Meningkatnya jumlah mitra kerja yang melaksanakan pendampingan dan

    pembinaan kesertaan KB Galciltas dan sasaran khusus sebanyak 8 mitra

    kerja pada tahun 2014.

    18. Meningkatnya persentase peserta KB PP dan PK yang menggunakan MKJP

    sebesar 40 persen pada tahun 2014.

    19. Meningkatnya persentase peserta jampersal yang menggunakan KB

    mencapai 75 persen pada tahun 2012.

    20. Meningkatnya pemakaian kondom dual proteksi sekitar 1,5 persen per

    tahun.

    21. Meningkatnya persentase PUS yang melaksanakan papsmear/IVA sebesar 6

    persen pada tahun 2014.

  • 13

    BAB III

    ANALISIS LINGKUNGAN

    Dalam upaya merumuskan kebijakan dan strategi Bidang Keluarga Berencana dan

    Kesehatan Reproduksi yang memiliki daya ungkit yang besar, terlebih dahulu dilakukan

    analisis lingkungan sebagai berikut:

    A. KEKUATAN

    a. UU No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan

    Pembangunan Keluarga

    b. RPJMN 2010 2014 yang merupakan penjabaran visi dan misi pemerintah

    berisikan kebijakan, program dan kegiatan pemerintah termasuk program

    Keluarga Berencana.

    c. RENSTRA 2010 2014, sebagai acuan dalam penyusunan Program Keluarga

    Berencana Nasional.

    d. PP No. 62 tahun 2010 memperkuat kedudukan organisasi

    e. Perka No. 72/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja BKKBN Pasal

    159

    f. Perka No. 82 tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan

    BKKBN di Provinsi

    g. Perka No. 92 tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pendidikan

    dan Pelatihan KKB

    h. Perka No. 78/PER/E3/2011 tentang Penyediaan Alat dan Obat Kontrasepsi

    Gratis dalam Pelayanan Keluarga Berencana bagi Semua Pasangan Usua

    Subur di Daerah Provinsi (7 Provinsi)

    i. Perka No. 165/PER/E1/2011 tentang pelayanan KB Metode Kontrasepsi

    Jangka Panjang

    j. Adanya kebijakan tentang pendistribusian IUD dan kondom untuk semua

    fasilitas pelayanan dan seluruh lapisan masyarakat.

    B. KELEMAHAN

    a. Masih tingginya penggunaan kontrasepsi jangka pendek seperti suntik dan

    pil.

    b. Terbatasnya KIE, promosi dan sosialisasi pelayanan KB metode operatif.

    c. Terbatasnya sarana dan prasarana pendukung pelayanan KB ditempat-

    tempat fasilitas pelayanan kesehatan.

    d. Belum optimalnya sosialisasi / promosi program KB dan KR kepada

    pemerintah Kabupaten dan Kota.

  • 14

    e. Belum optimalnya proses pemberian konseling KB dan KR karena sarana dan

    prasarana konseling belum memadai.

    f. Terbatasnya formulir informed consent untuk pelayanan KB MKJP karena

    keterbatasan pemahaman pengisian, keterbatasan ketersediaan formulir

    dan kurangnya kepatuhan provider.

    g. Belum optimalnya pembinaan mitra kerja dalam pelayanan KB.

    C. PELUANG

    a. Peraturan Pemerintah Nomor 38/tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

    Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan

    Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang menetapkan bahwa Bidang

    Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera menjadi urusan wajib

    Pemerintah Daerah.

    b. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat

    Daerah, sehingga dengan pembentukan kelembagaan program KB di tingkat

    Provinsi dan Kabupaten/Kota diharapkan dapat meningkatkan kelangsungan

    dan perkembangan program KB Nasional.

    c. Inpres Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas

    Pembangunan Nasional tahun 2010 dan Inpres No.3 Tahun 2010 Tentang

    Program Pembangunan Yang Berkeadilan.

    d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    2562/MENKES/PER/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan

    dimana program KB terintegrasi dengan jaminan persalinan.

    e. Banyaknya dokter dan bidan praktek swasta dalam pelayanan KB dan KR.

    f. Tersedianya akses pelayanan KB dan KR di 23.500 klinik.

    g. Adanya kerjasama berupa kesepakatan antara BKKBN dengan beberapa

    sektor dan organisasi terkait dalam pelayanan KB dan KR.

    h. Pemanfaatan Mobil Unit Pelayanan KB (MUYAN) dan Mobil Unit Penerangan

    KB (MUPEN).

    i. Program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) Kemenkes

    20122016.

    D. TANTANGAN

    a. Implementasi PP 38/tahun 2007 belum berjalan dengan optimal.

    b. Kelembagaan BKKBD berdasarkan UU No 52 tahun 2009 belum terbentuk.

    c. Penggarapan pelayanan daerah khusus seperti: galcitas, TFR tinggi, CPR

    rendah dan unmet need tinggi belum optimal.

  • 15

    d. Pemakaian IUD masih rendah/cenderung menurun. Hal ini disebabkan

    karena belum semua provider kompeten dalam pemasangan dan

    pencabutan IUD.

    e. Pemilihan dan penggunaan kontrasepsi untuk klien belum berdasarkan atas

    pilihan yang rasional dan belum mempertimbangkan efektivitas dan

    efisiensi.

    f. Pelayanan KB Gakin PS dan KS I belum sepenuhnya dibiayai oleh program

    Jamkesmas.

    g. Kesadaran provider dan klien KB terhadap pentingnya kualitas pelayanan

    masih rendah.

  • 16

    BAB IV

    KEBIJAKAN DAN STRATEGI

    A. KEBIJAKAN

    Dalam rangka mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga kecil

    bahagia sejahtera, yang ditandai dengan menurunnya angka TFR menjadi 2,1 dan

    NRR = 1, meningkatnya CPR cara modern menjadi 65 persen, meningkatnya

    median Usia Kawin Pertama (UKP) perempuan menjadi 21 tahun, menurunnya

    ASFR (15 19 tahun) menjadi 30 per 1000 perempuan usia 15-19 tahun,

    meningkatnya kesejahteraan peserta KB dan meningkatnya ketahanan keluarga,

    maka arah kebijakan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

    periode 2010 2014 adalah merevitalisasi program KB dan menyerasikan

    kebijakan pembangunan dengan kebijakan Pembangunan Kependudukan dan

    Keluarga Berencana Nasional.

    Sejalan dengan arah kebijakan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana

    Nasional periode 2010-2014 diatas, sasaran RPJMN 2010-2014, perubahan

    kondisi lingkungan strategis dan telah terbitnya Undang-Undang Nomor 52

    Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,

    maka ditetapkan kebijakan bidang KB dan KR Tahun 2011 dalam upaya

    peningkatan pencapaian sasaran bidang KB dan KR sebagai berikut :

    1. Peningkatan akses, kualitas dan kemitraaan dalam pembinaan kesertaan

    KB di 23.500 Klinik KB Pemerintah dan swasta.

    Seluruh sasaran pada berbagai jalur fasilitas pelayanan kesehatan milik

    Pemerintah dan Swasta merupakan primadona dari upaya bidang KB dan KR.

    Jalur ini memiliki potensi yang dapat difasilitasi pemanfaatannya secara

    bersama-sama dalam upaya mencapai sasaran bidang KB dan KR.

    Klinik KB jalur pemerintah adalah fasilitas kesehatan milik Kementerian

    Kesehatan, TNI, POLRI dan Pemerintah Daerah, sedangkan Klinik KB jalur

    swasta adalah fasilitas kesehatan yang dimiliki lembaga dan atau institusi

    swasta, baik organisasi profesi, organisasi keagamaan, organisasi

    kemasyarakatan dan pihak swasta/LSM lainnya.

    Upaya meningkatkan akses, kualitas dan kemitraan dalam pembinaan

    kesertaan KB di 23.500 Klinik KB Pemerintah dan Swasta diharapkan:

    a) Tersedianya data basis dari 23.500 Klinik KB Pemerintah dan Pemerintah

    Daerah, serta TNI, Polri dan Swasta.

    b) Terselenggaranya pelayanan KB yang berkualitas di 23.500 Klinik KB

    Pemerintah, dan Pemerintah Daerah, serta TNI, Polri dan Swasta.

  • 17

    c) Tersedianya sarana penunjang pelayanan KB pada 23.500 Klinik KB

    Pemerintah dan Pemerintah Daerah, TNI, Polri dan Swasta.

    d) Meningkatnya kompetensi Sumber Daya penyelenggara pelayanan KB di

    23.500 Klinik KB Pemerintah dan Pemerintah Daerah, TNI, Polri dan

    Swasta.

    2. Peningkatan kesertaan KB MKJP terutama di daerah tertinggal, terpencil

    dan perbatasan (Galciltas), KB-PUSMU (PUS Muda) atau PUSMUPAR (PUS

    Muda Paritas Rendah), KB-Pria, KB Pasca Persalinan-Pasca Keguguran (KB

    PP-PK), Kelangsungan hidup Ibu, Bayi dan Anak (KHIBA) dan Pencegahan

    Masalah Kesehatan Reproduksi (PMKR)

    Output yang diharapkan tercapai adalah meningkatnya pembinaan dan

    kesertaan KB di 185 Kabupaten daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan

    (Galciltas) yang diprioritaskan pada peningkatan peserta KB Metode

    Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP).

    Output lain yang juga diharapkan tercapai adalah meningkatnya pembinaan

    kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak (KHIBA) dan pencegahan masalah

    kesehatan reproduksi (PMKR).

    B. STRATEGI

    Adapun strategi yang ditetapkan untuk melaksanakan kebijakan Bidang KB dan

    KR adalah sebagai berikut :

    1. Peningkatan pembinaan dan kesertaan KB jalur pemerintah melalui :

    a. Penguatan fasilitas pelayanan KB statis di 20.203 Klinik KB milik

    pemerintah.

    b. Peningkatan kualitas pelayanan KB.

    c. Pemberdayaan mitra kerja dalam, penggerakkan, pelayanan dan

    pembinaan KB.

    d. Penguatan jaminan ketersediaan kontrasepsi.

    e. Peningkatan dukungan pembiayaan pelayanan melalui sinergitas

    sumber daya potensial yang ada.

    2. Peningkatan pembinaan dan kesertaan KB jalur swasta melalui :

    a. Penguatan fasilitas pelayanan KB statis di 3.297 klinik KB swasta serta di

    70.000 Dokter dan Bidan Praktek Swasta (DBS).

    b. Peningkatan demand: Upaya meningkatkan komitmen pemangku

    kepentingan, provider, stakeholder potensial Provinsi dan Kab/Kota

    c. Peningkatan promosi, sosialisasi dan KIE pelayanan KB mandiri

  • 18

    d. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan

    e. Peningkatan monitoring dan evaluasi

    3. Peningkatan pembinaan dan kesertaan KB jalur wilayah dan sasaran

    khusus melalui :

    a. Penggarapan KB Kepulauan

    b. Penggarapan KB Galciltas

    c. Penggarapan KB Miskin Perkotaan

    d. Penggarapan KB Pria

    e. Kerjasama BKKBN dengan mitra kerja

    4. Peningkatan kualitas promosi dan konseling kesehatan reproduksi melalui:

    a. Peningkatan akses dan kualitas KB Pasca Persalinan dan Pasca

    Keguguran

    b. Peningkatan promosi penggunaan kondom dual proteksi dan jarum

    suntik sekali pakai

    c. Peningkatan promosi pemakaian peningkatan promosi deteksi dini

    kanker melalui pap smear, IVA dan SADARI

    d. Peningkatan promosi kembalinya kesuburan pasca penggunaan

    kontrasepsi

    e. Peningkatan konseling pencegahan IMS, HIV dan AIDS, deteksi dini

    kanker alat reproduksi (Pap smear/IVA), kembalinya kesuburan pasca

    penggunaan kontrasepsi yang terintegrasi dengan pelayanan KB.

  • 19

    BAB V

    KEGIATAN DAN ROAD MAP KB DAN KR TAHUN 2012-2014

    A. KEGIATAN

    1. Pembinaan dan kesertaan KB Jalur Pemerintah:

    a. Mengembangkan grand design, kebijakan, strategi operasional dan

    materi tentang akses dan kualitas kesertaan KB Jalur Pemerintah.

    b. Jaminan ketersediaan kontrasepsi.

    c. Meningkatkan kualitas pelayanan kontrasepsi.

    d. Penyediaan sarana dan prasarana klinik KB.

    e. Meningkatkan jejaring kerjasama dengan mitra kerja dalam rangka

    pembinaan kesertaan KB jalur pemerintah.

    f. Mengembangkan pembinaan peningkatan kualitas program bina

    kesertaan KB jalur pemerintah.

    g. Meningkatkan monitoring dan evaluasi program bina kesertaan KB jalur

    pemerintah.

    2. Pembinaan dan kesertaan KB jalur swasta:

    a. Mengembangkan kebijakan, strategi, materi informasi akses dan kualitas

    (NSPK, Pedoman, Juklak/Juknis, SPM, Mekop) dan peta kerja.

    b. Meningkatkan jejaring kerjasama dengan mitra kerja dalam rangka

    pembinaan kesertaan KB jalur swasta.

    c. Mengembangkan kapasitas tenaga pengelola dan pelayanan KB medis

    dan non medis di klinik KB pemerintah dan klinik KB swasta yang

    kompeten.

    d. Meningkatkan sarana dan prasarana pelatihan medis teknis dan

    pelayanan KB swasta.

    e. Meningkatkan jejaring penyediaan alat obat kontrasepsi mandiri.

    f. Peningkatan monitoring evaluasi dan pembinaan peningkatan kualitas

    program bina kesertaan KB jalur swasta.

    3. Pembinaan dan kesertaan KB jalur wilayah dan sasaran khusus:

    a. Mengembangkan grand design, kebijakan, strategi, peta kerja dan materi

    pembinaan kesertaan KB jalur wilayah dan sasaran khusus.

    b. Meningkatkan jejaring penggarapan KB di wilayah dan sasaran khusus

    melalui pertemuan, penjajagan, bhaksos, monev dan pelaporan.

    c. Meningkatkan monitoring dan evaluasi pelaksanaan bina kesertaan KB

    diwilayah dan sasaran khusus.

  • 20

    4. Pembinaan akses dan kualitas kesehatan reproduksi:

    a. Perumusan kebijakan, strategi dan materi informasi pembinaan akses dan

    kualitas kesehatan reproduksi.

    b. Meningkatkan jejaring kerja sama dengan mitra kerja dalam kegiatan

    KHIBA dan PMKR.

    c. Memastikan tersedianya sarana kegiatan KHIBA dan PMKR.

    d. Meningkatkan kompetensi konseling dan pelayanan bagi tenaga

    pengelola dan pelaksana program KB PP/PK, program jampersal dan

    penggunaan kondom dual proteksi, serta pelayanan papsmear/IVA.

    e. Melaksanakan kegiatan KHIBA dan PMKR (penggerakan, sosialisasi,

    promosi dan konseling).

    f. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pembinaan kegiatan KHIBA dan

    PMKR.

    B. ROAD MAP

    Dalam upaya pencapaian sasaran bidang KB dan KR pada tahun 2014, maka

    pelaksanaannya dilakukan secara bertahap sebagai berikut:

    1. Perluasan jangkauan pelayanan KB dan KR (TAHUN 2012):

    a. Advokasi dan sosialisasi perangkat tata laksana.

    b. Peningkatan Komitmen Stakeholder dan mitra kerja.

    c. Penyediaan alat dan obat kontrasepsi.

    d. Peningkatan kapasitas pelayanan KB di klinik KB Pemerintah dan swasta

    melalui penyediaan sarana dan prasarana pelayanan KB.

    e. Peningkatan SDM pelayanan KB dan promosi KR di 23.500 Klinik KB

    melalui pelatihan kompetensi medis dan non medis serta penyiapan

    sarana pendukung pelatihan.

    f. Peningkatan dan pendayagunaan provider pasca pelatihan.

    g. Peningkatan MKJP melalui intensifikasi pelayanan KB di Rumah Sakit

    (PKBRS).

    h. Pengembangan center of excellent MKJP di 18 provinsi.

    i. Pemutakhiran data basis dokter dan bidan praktek swasta (DBS).

    j. Peningkatan Promosi tempat pelayanan KB Mandiri dan kemitraan

    pelayanan KB melalui asuransi.

    k. Pembentukan model klinik KB Swasta di RS Swasta dan perusahaan (One

    stop services).

  • 21

    l. Perluasan jangkauan pelayanan KB di daerah Galciltas dan Kumuh

    Perkotaan.

    m. Peningkatan pelayanan KB Pria.

    n. Peningkatan pelayanan khusus MKJP pada kegiatan Bhaksos.

    o. Peningkatan KB PP dan PK di rumah sakit dan puskesmas rawat inap.

    p. Peningkatan peserta KB Baru melalui program Jampersal.

    q. Peningkatkan Kondom dual proteksi dan penggunaan jarum suntik sekali

    pakai.

    r. Peningkatan Peserta MKJP melalaui pemberian Pelayanan IUD plus pap-

    smear/IVA pada pelayanan KB Statis, pekan kontrasepsi, HARGANAS dan

    momentum strategis lainnya.

    s. Peningkatan promosi dan konseling Kesehatan Reproduksi (KHIBA dan

    PMKR).

    t. Pelatihan Papsmear/IVA dalam pelayanan KB bagi Bidan dan dokter

    umum.

    u. Penyediaan biaya penggerakan bagi seluruh PPM KB MKJP dan biaya

    pengayoman peserta (kegagalan, komplikasi KB dan pencabutan implant)

    bagi KPS dan KS I.

    2. Pembinaan dan akselerasi pelayanan KB dan KR (TAHUN

    2013)

    a. Advokasi dan sosialisasi perangkat tata laksana

    b. Peningkatan dan pembinaan komitmen Stakeholder dan mitra kerja

    c. Penyediaan alat dan obat kontrasepsi

    d. Penguatan kapasitas pelayanan KB di klinik KB Pemerintah dan swasta

    melalui penyediaan sarana dan prasarana pelayanan KB

    e. Penguatan dan pembinaan SDM pelayanan KB dan promosi KR di 23.500

    Klinik KB melalui pelatihan kompetensi medis dan non medis serta

    penyiapan sarana pendukung pelatihan

    f. Peningkatan dan pendayagunaan provider pasca pelatihan

    g. Peningkatan dan pembinaan MKJP melalui intensifikasi pelayanan KB di

    Rumah Sakit (PKBRS)

    h. Pengembangan dan pembinaan center of excellent MKJP di 33 provinsi

    i. Pemutakhiran data basis dokter dan bidan praktek swasta (DBS)

    j. Pelatihan in service bagi 25.000 Bidan termasuk bidan desa

    k. Pelatihan MOW dan MOP bagi 5.000 dokter umum di Puskesmas PONED

    l. Penguatan promosi dan sosialisasi tempat pelayanan KB Mandiri dan

    kemitraan pelayanan KB melalui asuransi

  • 22

    m. Peningkatan kualitas pelayanan KB mandiri

    n. Pengembangan model klinik KB Swasta di RS Swasta dan perusahaan (One

    stop services)

    o. Penguatan pelayanan KB di daerah Galciltas dan Kumuh Perkotaan

    p. Penguatan pelayanan KB Pria

    q. Peningkatan pelayanan khusus MKJP pada kegiatan Bhaksos

    r. Pengembangan KB PP dan PK di rumah sakit dan puskesmas rawat inap

    s. Pengembangan peserta KB Baru melalui program Jampersal.

    t. Peningkatan dan pembinaan Peserta MKJP melalaui pemberian

    Pelayanan IUD plus pap-smear/IVA pada pelayanan KB Statis, pekan

    kontrasepsi, HARGANAS dan momentum setrategis lainnya

    u. Peningkatan dan pembinaan promosi dan konseling Kesehatan

    Reproduksi (KHIBA dan PMKR)

    v. Pelatihan Papsmear/IVA dalam pelayanan KB bagi Bidan dan dokter

    umum

    w. Penyediaan biaya penggerakan bagi seluruh PPM KB MKJP dan biaya

    pengayoman peserta (kegagalan, komplikasi KB dan pencabutan implant)

    bagi KPS dan KS I

    3. Pemantapan Pelayanan KB dan KR (TAHUN 2014 ):

    a. Advokasi dan sosialisasi perangkat tata laksana

    b. Pemantapan komitmen stakeholder dan mitra kerja

    c. Penyediaan alat dan obat kontrasepsi

    d. Pemantapan kapasitas pelayanan KB di klinik KB Pemerintah dan swasta

    melalui penyediaan sarana dan prasarana pelayanan KB

    e. Pemantapan SDM pelayanan KB dan promosi KR di 23.500 Klinik KB

    melalui pelatihan kompetensi medis dan non medis serta penyiapan

    sarana pendukung pelatihan

    f. Peningkatan dan pendayagunaan provider pasca pelatihan

    g. Pemantapan MKJP melalui intensifikasi pelayanan KB di Rumah Sakit

    (PKBRS)

    h. Pemantapan center of excellent MKJP di 33 provinsi

    i. Pemutakhiran data basis dokter dan bidan praktek swasta (DBS)

    j. Pelatihan in service bagi 25.000 Bidan termasuk bidan desa

    k. Pelatihan MOW dan MOP bagi 5.000 dokter umum di Puskesmas PONED

    l. Pemantapan kualitas dan promosi tempat pelayanan KB Mandiri dan

    kemitraan pelayanan KB melalui asuransi

  • 23

    m. Pemantapan model klinik KB Swasta di RS Swasta dan perusahaan (One

    stop services)

    n. Pemantapan pelayanan KB di daerah Galciltas dan Kumuh Perkotaan

    o. Pemantapan pelayanan KB Pria

    p. Peningkatan pelayanan khusus MKJP pada kegiatan Bhaksos

    q. Pemantapan pelayanan KB PP dan PK di rumah sakit dan puskesmas

    rawat inap

    r. Pemantapan pemberian Pelayanan IUD plus pap-smear/IVA pada

    pelayanan KB Statis, pekan kontrasepsi, HARGANAS dan momentum

    strategis lainnya

    s. Pemantapan promosi dan konseling Kesehatan Reproduksi (KHIBA dan

    PMKR)

    t. Pemantapan peserta pelatihan dalam integrasi Papsmear/IVA dengan

    dalam pelayanan KB

    u. Penyediaan biaya penggerakan bagi seluruh PPM KB MKJP dan biaya

    pengayoman peserta (kegagalan, komplikasi KB dan pencabutan implant)

    bagi KPS dan KS I

  • 24

    BAB VI

    PENUTUP

    Dalam rangka mengemban amanah yang telah ditetapkan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 2014 tentang keluarga berencana, Rencana Aksi bidang KB dan KR merupakan salah satu upaya nyata untuk mendaratkan pelaksanaan amanah tersebut.

    Rencana Aksi bidang KB dan KR 2012 2014 disusun dengan berpedoman kepada struktur program Rencana Strategis (RENSTRA) Program Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana 2010 2014 yang diarahkan sebagai pedoman pelaksanaan Program KB dan KR dalam 3 (tiga) tahun ke depan untuk mewujudkan keluarga kecil dalam mencapai penduduk tumbuh seimbang 2015.