Nama
-
Upload
trikurniati27 -
Category
Documents
-
view
262 -
download
0
description
Transcript of Nama
Nama : Tri Kurniati
NIM : 0401181320065 (PSPD A 2013)
Analisis Masalah
1. Bagaimana tipe nyeri pada kasus ini?
2. Apa penyebab dan mekanisme pengurangan 5 cm tinggi badan?
3. Apa makna klinis adanya kifosis tanpa nyeri saat ditekan?
4. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan tambahan?
5. Bagaimana patofisiologi pada kasus?
Learning Issue
Fraktur Vetebra
Anatomi Vertebrae
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari
leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi
vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan
berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra
dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.
Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di depan
dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi
terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis.
a. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak di sekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price
& Wilson, 2006). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
luasnya (Brunner & Suddart, 2008). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture
tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya.
Tulang belakang atau vertebrae merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh
ligamen di depan dan di belakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai
daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan
elastis. Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton
dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum).
Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat
badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.
Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis
yang diakibatkan oleh trauma, jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, atau
kecelakakan olah raga yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih
tulang vertebra. Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan
faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, terjatuh dari ketinggian , kecelakaan kerja.
Fraktur atau cidera vertebrae menurut kestabilannya terbagi menjadi cedera stabil dan
cedera tidak stabil. Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian
medulla spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal,
ligamen posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi
dan burst fraktur adalah contoh cedera stabil. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat
bergeser dengan gerakan normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur
medulla spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari ligamen posterior.
Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan radiografi.
Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan
kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur yamg harus dipertimbangkan yaitu
kompleks posterior (kolumna posterior), kompleks media dan kompleks anterior (kolumna
anterior). Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :
1. kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga bagian
anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis
2. kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari corpus
vertebralis, diskus dan annulus vertebralis
3. kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus
tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa
b. Etiologi
1. Trauma langsung yang menyebabkan terjadinya fraktur pada titik terjadinya trauma
tersebut. Misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil maka tulang akan patah tepat di
tempat benturan.
2. Trauma tidak langsung yang meyebabkan fraktur di tempat yang jatuh dari tempat
terjadinya trauma.
3. Trauma akibat faktor patologis, misalnya adanya metastase kanker tulang yang dapat
melunakkan struktur tulang dan menyebabkan fraktur, ataupun adanya penyakit
osteoporosis
c. Patofisiologi
Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang
(ligamen dan diskus), tulang belakang dan sumsum tulang belakang. Penyebab trauma
tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri,
kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak,
kejatuhan benda keras. Mekanisme trauma yang terjadi pada trauma tulang belakang
adalah:
1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)
Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher,
pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan tanpa
menyangga oksiput sehingga kepala membentur bagian atas punggung. Ligamen
anterior dan diskus dapat rusak atau arkus sarafmungkin mengalami fraktur.
Cedera ini stabil karena tidak merusak ligamen posterior.
2. Fleksi
Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra. Vetebra akan
mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusak ligament posterior, jika ligament
posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil.,
3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior
Kombinasi fleksi dengan komprsi anterior dan distraksi posterior dapat
mengganggu kompleks vertebra pertengahan di samping kompleks posterior.
Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser ke dalam kanalis spinalis. Fleksi
lateral yang terlalu banyak dapat menyebabkan kompresi pada setengah corpus
vertebra dan distraksi pada unsur lateral dan posterior pada sisi sebaliknya. Jika
permukaan dan pedikulus remuk, lesi bersifat tidak stabil.
4. Pergeseran aksial (kompresi)
Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau lumbal akan
menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkan lempeng
vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra, dengan kekuatan yang
lebih besar, bahan diskus didorong masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan
fraktur remuk (burst fracture), karena unsur posterior utuh, keadaan ini di
definisikan sebagai cedera stabil, fragmen tulang dapat terdorong kebelakang
kedalam kanalis spinalis dan ini yang menjadikan fraktur ini berbahaya, kerusakan
neurologi sering terjadi.
5. Rotasi-fleksi
Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi dan rotasi.
Ligamen dan kapsul sendi teregang teregang sampai batas kekuatannya,
kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau bagian
atas dari satu vertebra dapat terpotong. Akibat dari mekanisme ini adalah pergeseran
atau dislokasi ke depan pada vertebra di atas, dengan atau tanpa kerusakan tulang.
6. Translasi Horizontal
Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser ke
anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi kerusakan
syaraf.
Pada pasien dengan fraktur vertebra datang dengan nyeri tekan akut, pembengkakan,
spasme otot paravertebralis dan perubahan lengkungan normal atau adanya gap antara
prosesus spinosus. Nyeri akan memberat saat bergerak, batuk atau pembebanan berat
badan (Brunner dan Suddarth, 2001) Trauma pada sumsum tulang belakang dapat
terjadi perdarahan pada sumsum tulang belakang yang disebut hematomiela. Trauma
tulang belakang jika mengenai:
a. Vertebra servikalis. Jika terjadi trauma pada vertebra servikalis, maka dapat terjadi
kelumpuhan otot pernapasan karena blok saraf simpatis sehingga klien dapat
mengalami gagal napas. Trauma vertebra servikalis juga dapat menyebabkan
quadiplegik dengan disfungsi kedua lengan, kedua kaki, defekasi dan berkemih.
b. Vertebra torakolumbalis. Dapat terjadi paraplegi dan gangguna dalam menelan.
c. Vertebra sakralis. Jika trauma terjadi pada vertebra ini akan terjadi disfungsi bladder
dan bowel.
D. Tanda dan gejala
1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi
2) Deformitas adalah pergeseran fragmen pada fraktur
3) Terjadi pemendekan tulang akibat kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur
4) Krepitus adalah derik tulang yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainnya
5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perubahan yang mengikuti fraktur (Smeltzer, S, 2001)
E. Kemungkinan Komplikasi yang Muncul
a. Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang
rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
b. Mal union
Pada keadaan ini terjadi penyambungan fraktur yang tidak normal sehingga
menimbulkan deformitas. Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek
menyebabkan mal union, selain itu infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara
fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi
palsu dengan sedikit gerakan (non union) juga dapat menyebabkan mal union.
c. Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan tulang. Non union
dapat di bagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
1) Tipe I (Hypertrophic non union), tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur
dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibros yang masih mempunyai
potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
2) Tipe II (atropic non union), disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat
jaringan synovial sebagai kapsul sendi beserta ronga cairan yang berisi cairan,
proses union tidak akan tercapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas,
hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak
memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis).Non
union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini
diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
d. Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu
lama atau lambat dari waktu proses penyembuhan fraktur secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi tidak terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur.
e. Tromboemboli, infeksi, koagulopati intravaskuler diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat
pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku
pada fraktur.
f. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang
lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit
dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang
memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
g. Sindrom Kompartemen
Terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas maupun tungkai
bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut
ischemi volkmann. Ini dapat terjadi pula pada pemasangan gips yang terlalu ketat
sehingga dapat mengganggu aliran darah dan terjadi edema didalam otot.
Apabila ischemi dalam 6 jam pertama tidak mendapatkan tindakan dapat
mengakibatkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan
fibros yang secara perlahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur
volkmann.
Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness
(denyut nadi hilang) dan Paralisis.
h. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia, dan
gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan penekanan
syaraf karena pemasangan gips, balutan atau pemasangan traksi.
i. Dekubitus
Terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips, oleh karena itu perlu
diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi.
Sebagai penunjang,pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar
Rongent (Sinar-X). Untuk mendapatkan gambaran tiga dimensi dari keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, kita memerlukan dua proyeksi, yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) jika ada
indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan sinar-X harus atas dasar indikasi kegunaan. Selain foto
polos sinar- X (plane X-ray) mungkin diperlukan teknik khusus, seperti hal – hal
berikut:
1) Tomografi, menggambarkan tidak hanya satu struktur saja, tetapi juga struktur
tertutup yang sulit divisualisasikan. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks, tidak hanya pada satu struktur saja, tetapi pada struktur lain yang
juga mengalami kerusakan.
2) Mielografi, menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebra yang mengalami kerusakan akibnat trauma.
3) Artrografi, menggambarkan jaringan ikat yang rusak karena rudapaksa.
4) Computed Tomography-Scanning, menggambarkan potongan secara tranversal
dari tulang tempat terdapatnya struktur tulang yang rusak. pemeriksaan ini
sifatnya membuat gambar vertebra menjadi 2 dimensi. Pemeriksaan vertebra
dilakukan dengan melihat irisan-irisan yang dihasilkan CT scan.
b. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang lazim digunakan untuk mengetahui lebih jauh
kelainan yang terjadi meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2. Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5), aspartat amino
transferase (AST), dan meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan Lain-lain.
Pada pemeriksaan kultur mikroorganisme dan tes sensitivitas didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
1. Biopsi tulang dan otot: pada intinya, pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di
atas, tetapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
2. Elektromiografi: terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.
3. Artroskopi: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
4. Indium imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
5. MRI: menggambarakan semua kerusakan akibat fraktur. Pemeriksaan ini
menggunakan gelombang frekuensiradio untuk memberikan informasi detail
mengenai jaringan lunak di aerah vertebra. Gambaran yang akan dihasilkan adalah
gambaran 3 dimensi . MRIsering digunakan untuk mengetahui kerusakan jaringan
lunak pada ligament dan diskus intervertebralis dan menilai cedera medulla
spinalis.
G. Terapi yang Dilakukan
Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas: penilaian
kesadaran, jalan nafas, sirkulasi, pernafasan, kemungkinan adanya perdarahan dan segera
mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika ada). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
klinik secara teliti meliputi pemeriksaan neurology fungsi motorik, sensorik dan reflek
untuk mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.
Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk
mencegah kerusakan yang lebih parah lagi. semuanya tergantung dengan tipe fraktur :
1. Braces & Orthotics ada tiga hal yang dilakukan yakni:
a. mempertahankan kesejajaran vertebra (aligment)
b. imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan
mengatsi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi pergerakan. Fraktur yang
sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai contoh; brace rigid collar (MiamiJ)
untuk fraktur cervical, cervical-thoracic brace (Minerva) untuk fraktur pada
punggung bagian atas, thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO) untuk fraktur
punggung bagian bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu brace akan terputus,
umumnya fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokas
memerlukan traksi, halo ring dan vest brace untuk mengembalikan kesejajaran
2. Pemasanagan alat dan prosoes penyatuan (fusion). Teknik ini adalah teknik
pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion adalah proses
penggabungan dua vertebra dengan adanya bone graft dibantu dengan alat-alat seperti
plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil dari bone graft adalah penyatuan vertebra
dibagian atas dan bawah dari bagian yang disambung. Penyatuan ini memerlukan
waktu beberapa bulan atau lebih lama lagi untuk menghasilkan penyatuan yang solid.
3. Vertebroplasty & Kyphoplasty , tindakan ini adalah prosedur invasi yang minimal. Pada
prinsipnya teknik ini digunakan pada fraktur kompresi yag disebabkan osteoporosis dan
tumor vertebra. Pada vertebroplasti bone cement diinjeksikan melalui lubang jarung
menuju corpus vertebra sedangkan pada kypoplasti, sebuah balon dimasukkanan
dikembungkan untuk melebarkan vertebra yang terkompresi sebelum celah tersebut
diisi dengan bone cement .
Daftar Pustaka
Price, S.A. & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat. R. 1997. Buku ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.