Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-...

102
Metode Tafsir Mawd û’î Muh ammad al-Ghazali (Analisa Terhadap Kitab Nah wa Tafsîr Mawd ûʻî li Suwar al-Qurʻân al-Karîm) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama ( S.Ag) Oleh : UMMU HAFIDZOH 1113034000181 PROGRAM STUDI ILMU QURˋAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439H/2017M

Transcript of Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-...

Page 1: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

Metode Tafsir Mawdû’î Muhammad al-Ghazali

(Analisa Terhadap Kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurʻân

al-Karîm)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Agama ( S.Ag)

Oleh :

UMMU HAFIDZOH

1113034000181

PROGRAM STUDI ILMU QURˋAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439H/2017M

Page 2: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber
Page 3: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber
Page 4: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber
Page 5: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

i

ABSTRAK

Ummu Hafidzoh

Metode Tafsir Mawdûʻî Muhammad al-Ghazali (Analisis Terhadap Kitab

Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm)

Metode Tafsir mawdûʻî ( موضوعي) dalam prakteknya ada dua macam.

Yang pertama, metode tafsir mawdûʻî ( موضوعي) mengelompokkan ayat-ayat yang

berbeda-beda yang masih dalam satu bahasan yang sama dalam al-Qurˋân dan yang

kedua, metode tafsir mawdûʻî ( موضوعي) mengelompokkan ayat-ayat al-Qurˋan dalam

satu surah. Kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm karya

Muhammad al-Ghazali ini cukup representatif dalam penelitian tafsir mawdûʻî

-per surah. Langkah penafsiran dan penerapan yang dilakukan oleh al (موضوعي )

Ghazali dalam tafsirnya sangat penting untuk dibahas untuk melihat lebih dalam

lagi bagaimana metode tafsir mawdûʻî ( موضوعي) per surah.

Tulisan ini bermaksud mengalisis tahapan penafsiran metode tafsir

mawdûʻî per surah dan penerapan tahapan penafsiran yang digunakan Muhammad

al-Ghazali dalam kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm.

Metodologi penelitian ini termasuk ke dalam kategori kualitatif, dengan

melakukan pencarian sumber (referensi) atau studi kepustakaan (library research)

sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber yaitu sumber

primer dan sumber sekunder. Sedangkan jenis metode pembahasannya yaitu

metode Analisis isi (content analysis) yaitu penelitian yang bersifat pembahasan

mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media.

Kesimpulan yang di dapat dalam skripsi ini adalah langkah penafsiran

metode tafsir mawdû’î per surah yang digunakan Muhammad al-Ghazali dalam

kitab tafsir Nahwa Tafsîr Mawdû’î li Suwar al-Qurˋân al-Karîm dapat yaitu;

pembahasan mengenai tema satu surah secara menyeluruh, menjelaskan secara

umum dan khusus sehingga pembahasan terlihat secara utuh dan dikaji dengan

cermat. Muhammad al-Ghazali memilih beberapa ayat (dalam sebuah surat) yang

mendukung tema utama (surat bersangkutan) dan menyerahkan beberapa ayat

lainnya kepada pembaca untuk dikelompokkan sendiri pada konteks (sub-tema)

yang sesuai. Dengan begitu pembahasan tidak panjang dan bertele-tele karena

yang menjadi tujuan penafsirannya adalah penjelasan secara singkat.

Page 6: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

ii

KATA PENGANTAR

Bismillâhirrahmânirrahîm

Assalâmu´alaikum Warahmatulâhi Wabarakâtuh

Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan semesta alam yang telah memberikan

kenikmatan jasmani dan rohani, serta rahmat dan hidayah-Nya, dan kemudahan

serta kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan sehingga saya bisa

menyelesaikan skripsi ini berkat pertolongan-Nya. Sholawat dan salam saya

haturkan kepada pahlawan revolusi Islam sedunia yakni Nabi Muhammad saw,

beliaulah Nabi akhir zaman yang telah memberikan cahaya dan tuntunan petunjuk

jalan yang lurus kepada umat Islam untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan

di akhirat, serta doʻa untuk keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya hingga

akhir zaman.

Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir yang harus saya selesaikan

untuk menamatkan kuliah dan mendapatkan gelar sarjana Strata-1 pada Jurusan

Ilmu al-Qurˋan dan Tafsir/ Tafsir Hadis Fakultas Ushulludin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penulisan skripsi ini tidak akan bisa tuntas tanpa bantuan, bimbingan,

arahan, dukungan dan kontribusi dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini saya ucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Page 7: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

iii

Terlebih dahulu saya sembahkan bakti doa dan rasa terima kasih kepada

mama saya tercinta Hj. Ila Kholilah, S.PdI dan almarhum papa saya tercinta H.

Zaenuddin, S.H. yang selalu saya rindukan, yang telah bersabar dalam mengasuh

dan mendidik, memberikan kasih sayang dan selalu ikhlas mendoakan yang

terbaik untuk anaknya, dan selalu memotivasi saya untuk menjadi manusia yang

lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain. Semoga Allah Swt senantiasa

mengampuni dan memaafkan segala khilaf dan menempatkan derajat keduanya

pada derajat yang tinggi. Âmîn.

Selanjutnya, saya menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. Selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta;

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum M.A. selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qurˋan

dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd.,

selaku sekertaris Jurusan Ilmu Al-Qurˋan dan Tafsir. Serta seluruh dosen

dan staf akademik Fakultas Ushuluddin, khususnya Jurusan Ilmu Al-

Qurˋan dan Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga dan ilmu

pengetahuan juga pengalaman berharga kepada penulis. Semoga amal

kebaikan ibu dosen dibalas dengan pahala dan rahmat dari Allah Swt.

Âmîn

Page 8: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

iv

4. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A. selaku dosen pembimbing penulis

yang telah memberikan arahan, saran dan dukungan kepada penulis,

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Mohon maaf yang sebesar-

besarnya jika selama proses bimbingan penulis banyak merepotkan.

Semoga ibu senantiasa sehat dan diberikan kelancaran dalam segala

urusannya. Âmîn.

5. Keluarga yang senantiasa mendukung penulis. Kepada Hj. Ibu Siti Sanah

(Nenek), Bapak H. Robun Chaerudin (Kakek), tante dan uncle tercinta

yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, teteh tercinta Zuraida yang

selalu kasih sayang, mendoakan dan memberikan dukungan moril maupun

materil sehingga saya bisa seperti sekarang ini, dan Denis (adik) yang

selalu memberikan semangat. Kepada semua sepupu (Ratu Rahmat, Ratu

Nuryani, Haikal Fanzury, Dewita Zahrotul Hayah, dan tidak dapat saya

sebutkan satu persatu) yang selalu menyemangati dalam proses

penyelesaian skripsi ini. Kepada sahabat Muhammad Muʻizzuddin yang

selalu memberikan dukungan semangat hingga saya dapat menyelesaikan

skirpsi ini. Juga kakak-kakak kos tercinta (Helrahmi Yusman, Aina

Rahmah Hayah, dan juga Hervi Nindya) yang selalu mendoakan dan

memberikan semangat. Semoga kasih sayang tulus kalian dibalas oleh

Allah swt. Âmîn.

6. Teman-teman seperjuangan, kepada seluruh teman Jurusan Tafsir-Hadis

2013, khususnya teman-teman TH-E yang tidak bisa saya sebutkan

semuanya. Semoga kita semua tetap dalam ikatan silaturahmi dan jalinan

Page 9: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

v

persahabatan yang indah. Terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya

selama ini;

7. Kepada sahabat yang selalu menjadi sahabat terbaik dari masa-masa awal

masuk perkuliahan hingga saat ini yang tanpa henti memberikan semangat,

serta selalu memberikan warna terindah dalam kehidupanku. Terima

Kasih, semoga Allah Swt, membalas kebaikan kalian semua. Âmîn

8. Teman-teman KKN MUNCUL 236 2016 (Opi, Syifa, Hexa, Fajar,

Saniman, Pongki, Athar, dan Abdur) terima kasih atas kebersamaan dan

warna baru dalam perjalanan kuliah serta pengabdian di masyarakat,

semoga selama kita KKN dapat menjadi jembatan ukhuwah antara kita di

masa yang akan datang;

9. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam

proses penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah Swt senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan

umumnya bagi para pembaca agar selalu berpegang pada ajaran-ajaran Rasulullah

Saw. Âmîn.

Wassalâmuʻalaikum Wr.Wb.

Ciputat, 12 Desember 2017

Ummu Hafidzoh

Page 10: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................ viii

BAB I PENDHALUAN

A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1

B. Batasan Masalah ............................................................................. 10

C. Rumusan Masalah ........................................................................... 10

D. Tujuan Penelitian ............................................................................ 11

E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 11

F. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 12

G. Metodelogi Penelitian ..................................................................... 14

H. Sistematika Penulisan ..................................................................... 16

BAB II KAJIAN UMUM METODE TAFSIR MAWDÛʻÎ

A. Perkembangan Istilah Tafsir Mawdûʻî ............................................ 17

B. Jenis-Jenis Bentuk Kajian Metode Tafsir Mawdûʻî ........................ 30

C. Urgensi Kajian Metode Tafsir Mawdûʻî ......................................... 31

D. Langkah-Langkah Metode Tafsir Mawdûʻî .................................... 36

E. Keistimewaan Metode Tafsir Mawdûʻî ......................................... 38

F. Karya-Karya Tafsir Mawdûʻî .......................................................... 40

BAB III MENGENAL MUHAMMAD AL-GHAZALI DAN KITABNYA

A. Biografi Muhammad al-Ghazali ..................................................... 43

B. Pandangan Muhammad Al-Ghazali tentang al-Qur’ân ................... 47

C. Mengenal Kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân

al-Karîm .......................................................................................... 50

BAB IV KAJIAN METODOLOGIS KITAB NAHWA TAFSÎR

MAWDÛʻÎ LI SUWAR AL-QURˋÂN AL-KARÎM

A. Metode Tafsir Mawdûʻi Per- Surah Pada Kitab Nahwa Tafsîr

Mawdûʻi li Suwar al-Qurˋân al-Karîm ........................................... 56

B. Langkah Penafsiran ......................................................................... 59

Page 11: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

vii

C. Penerapan Metode Tafsir Mawdûʻî Per Surah ................................ 61

D. Kritik Terhadap Kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-

Qur’ân al-Karîm ............................................................................. 85

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 81

B. Saran-Saran ..................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 83

Page 12: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

viii

PEDOMAN TRANSELITASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman

pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013/2014.

1. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts Te dan es ث

J Je ج

H h dengan garis di bawah ح

Kh Ka dan ha خ

D De د

Dz de danzet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy Es dan ye ش

S Es dengan garis di bawah ص

ḏ De dengan garis di bawah ض

Page 13: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

ix

ṯ Te dengan garis di bawah ط

ẕ Zet dengan garis di bawah ظ

Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

Gh Ge dan ha غ

F Ef ف

Q Ki ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof ` ء

Y ye ي

2. Vokal Tunggal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal alih aksaranya adalah sebagai berikut:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

a Fathah

i Kasrah

u ḏammah و

Page 14: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

x

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

ai a dan i ي

au a dan u و

3. Vokal panjang

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ا

I dengan topi di atas ي

u dengan topi di atas و

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf

syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-syamsiyyah bukan asy-

syamsiyyah, al-rijâl bukan ar-rijâl.

5. Tasydîd

Huruf yang ber-tasydîd ditulis dengan dua huruf serupa secara berturut-

turut, seperti السنة = al-sunnah.

Page 15: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

xi

6. Ta marbûṯah

Jika ta marbûṯah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf

tersebut dialih-aksarakan menjadi huruf /h/, seperti أبو هريرة = Abû Hurairah.

7. Huruf Kapital

Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang

Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

atau kata sandangnya, seperti البخاري = al-Bukhâri.

Page 16: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qurˋân diturunkan Allah Swt sebagai petunjuk dan pembimbing bagi

manusia di setiap ruang dan waktu. Al-Qurˋân sebagai sumber hukum tidak semua

syariatnya mesti dijelaskan dengan mendetail. Hal ini karena selain al-Qurˋân

masih ada sumber hukum yang kedua, yaitu al-Hadis yang merupakan penjelasan

al-Qurˋân. Selain itu, manusia diberi kesempatan dan dituntut untuk berijtihad

dengan menggunakan akalnya dalam rangka mengatur hidupnya di dunia ini

sesuai dengan perkembangan zaman.1

Kajian seputar kitab suci al-Qurˋân tiada pernah habisnya. Salah satu kajian

itu melalui pendekatan tafsir. Tafsir itu sendiri memiliki ragam dan metode

pendekatannya. Dari dulu sampai sekarang, kitab suci al-Qurˋân ini tetap dikaji

manusia dan tetap saja menarik. Itu tidak bukan dan tidak lain, karena ia

merupakan kalam Allah atau wahyu Ilahi.2

Para ulama telah menulis dan mempersembahkan karya-karya mereka di

bidang tafsir ini, dan menggunakan metode-metode yang digunakan oleh masing-

masing tokoh penafsir yang dimaksud adalah metode tahlîlî, metode ijmalî,

metode muqarran dan metode mawdûʻî. Pentingnya metode tafsir tahlilî, ijmalî,

muqaran dan mawdûʻî dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qurˋân adalah untuk

membantu dan memudahkan bagi orang yang ingin mempelajari dan memahami

1 Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan al-Qurˋân, (Jakarta: Gema Insani Press,

1994), cet ke-3, hlm. 25. 2 M. al-Ghazali, Tafsir Tematik dalam al-Qurˋân, (Yogyakarta: Gaya Media Pratama,

2004). Terj. M. Qoridun Nur dan Ahmad Musyafiq, Kata Pengantar Penerjemah. ix.

Page 17: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

2

ayat al-Qurˋân itu sendiri. Dan mengingat empat metode tersebut telah menjadi

pilihan banyak mufasir (ahli tafsir) dalam karyanya. Seiring berjalannya waktu

dan semakin kompleks masalah dalam realita kehidupan yang kita hadapi di

zaman sekarang ini, semakin menyadari kita bahwa bahwa al-Qurˋân yang

memuat cakrawala makna di dalamnya, dengan horizon pengetahuan manusia dan

problematika kehidupannya yang terus mengalami perubahan dan dinamika yang

tidak pernah berhenti.3 Oleh karna itu mufasir kontemporer berusaha menyajikan

jawaban atas persoalan-persoalan dalam kehidupan. Dengan mewujudkan metode

penafsiran yang praktis dan memudahkan masyarakat untuk memahami

kandungan makna isi al-Qurˋân dengan, yang dimaksud metode penafsiran yang

praktis di sini adalah metode tafsir mawdûʻî atau metode tafsir tematis, berbeda

dengan metode tafsir tahlilî, ijmalî, dan muqarran karena di dalam metode tafsir

mawdûʻî pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam al-

Qurˋân. Berikut penjelasan tentang metode tafsir yang digunakan oleh penafsir;

Pertama, metode tahlîlî metode tafsir yang “Mufasirnya berusaha

menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qurˋân dari berbagai seginya dengan

memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qurˋân sebagaimana tercantum dalam

mushaf”. Segi yang harus diperhatikan oleh mufasir tahlîlî diuraikan, bermula dari

arti kosakata, asbâb al-nuzûl, munasabah, dan lain-lain yang berkaitan dengan

teks atau kandungan ayat. Metode ini, walaupun dinilai sangat luas, namun tidak

menyelesaikan satu pokok bahasan. Karena seringkali satu pokok bahasan

3 M. Alfatih Suryadilaga, dkk., Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: TERAS, 2005),

hlm. 5.

Page 18: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

3

diuraikan sisinya atau kelanjutannya, pada ayat lain.4

Kelemahan lain yang

dirasakan dalam metode tafsir tahlilî adalah bahasan-bahasannya dirasakan

sebagai “mengikat” generasi berikut. Hal ini mungkin karena sifat penafsirnya

amat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada penafsirannya amat teoritis, tidak

sepenuhnya mengacu kepada penafsiran persoalan-persoalan khusus yang mereka

alami dalam masyarakat mereka, sehingga uraian yang bersifat teoritis dan umum

itu mengesankan bahwa itulah pandangan al-Qurˋân untuk setiap waktu dan

tempat.

Kedua, metode ijmalî (global) adalah menafsirkan ayat demi ayat al-Qurˋân

secara singkat dan global dengan menjelaskan makna yang dimaksud pada setiap

kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami.5

Ketiga, metode muqarran (komparasi) adalah menafsirkan ayat-ayat al-

Qurˋân atau surah tertentu dengan cara membandingkan ayat dengan ayat atau

antara ayat dengan hadis, antara pendapat ulama dengan menonjolkan segi-segi

perbedaan tertentu dengan obyek yang dibandingkan.6

Dan keempat, metode mawdûʻî (tematik) adalah metode tafsir yang

berusaha mencari jawaban al-qurˋân dengan cara mengumpulkan ayat-ayat al-

Qurˋân yang mempunya tujuan tertentu, yang bersama sama membahas topik atau

judul tertentu dan mengurutkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan

sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan

penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya

4 M. Alfatih Suryadilaga, dkk., Metodelogi IlmuTafsir, hlm. 149.

5 M. Alfatih Suryadilaga, dkk., Metodelogi Ilmu Tafsir, hlm. 150.

6 M. Alfatih Suryadilaga, dkk., Metodelogi Ilmu Tafsir, hlm. 151.

Page 19: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

4

dengan ayat-ayat lain, kemudian menyimpulkan kandungannya.7

Awal mula munculnya tafsir mawdûʻî dapat ditelusuri dari beberapa hal:

1. Menurut Dr. ´Abd.´Azhimi al-Ghabbasyi, tafsir ayat dengan ayat dapat

dipandang sebagai pemula (cikal bakal) timbulnya tafsir mawdûʻî (misalnya:

penafsiran al-Zhulum dengan al-Syirk);

2. Menurut Dr. Ahmad Mubhan, penafsiran corak hukum, filsafat, seperti

Tafsir al-Qurtûby, dan Fakhr al-Razy dan corak tafsir lainnya, bisa dipandang

sebagai bibit yang mendorong timbulnya tafsir mawdûʻî;

3. Dr. Muhammad Husein Al-Zahaby: telah menamakan tafsir al-Bayân fi

Aqsam al-Qurˋân (karangan Ibn al-Qayyim), Majaz al-Qurˋân (karangan Abu

ʻUbaidah), asbâb al-Nuzûl (karangan al-Wahidy) dengan tafsir mawdûʻi, karena

metode yang digunakan sangat atau mirip dengan metode dan corak tafsir

mawdûʻî sebagaimana yang kita kenal dan rumuskan saat ini;

4. Al-syatibî adalah yang mula-mula mencanangkan penafsiran surat-demi

surat. Dia memandang surat sebagai suatu totalitas yang keseluruhan ayatnya

saling berhubungan, sedangkan pokok-pokok permasalahan didalamnya saling

berkaitan dan topang menopang. (“inilah perngertian awal dari tafsir mawdûʻî”

kata M. Quraish Shihab);

5. Dr. Ahmad Sayyid al-Kumi dipandang sebagai pencetus/perumus tafsir

mawdûʻî secara jelas dan tegas, sebagai satu metode penafsiran yang berdiri

sendiri.8

Berdasarkan bacaan diawal adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam

7 M. Alfatih Suryadilaga, dkk., Metodelogi Ilmu Tafsir, hlm. 152.

8 Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qurˋân, (Bogor:

Granada Sarana Pustaka,2005), hlm. 223.

Page 20: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

5

penerapan metode tafsir mawdûʻî dalam berdasar kan per surah, yaitu:

Pertama, mengambil satu surah dan menjelasakan masalah-masalah yang

berhubungan dengan surah tersebut, di antaranya sebab-sebab turunnya dan

bagaimana surah itu diturunkan (madaniyyah atau makiyyah dan ḥadits-ḥadits

yang menerangkan keistimewaannya). Kedua, menyampaikan pengertian dari

tujuan mendasar dalam surat dan membahas mengenai terjadinya nama surat itu.

Ketiga, membagi surat (khusus untuk surat yang panjang) kepada bagian-

bagian yang lebih kecil, menerangkan unsur-unsurnya (meliputi ‘am-khas, nasikh,

mansukh, lafalnya dalam bahasa Arab dan lain-lain) dan tujuan masing-masing

bagian serta menetapkan kesimpulan dari bagian tersebut. Dan keempat,

menghubungkan keterangan atau kesimpulan dari masing-masing bagian kecil

tersebut dan menerangkan pokok tujuannya.9

Setiap mufasir yang melakukan penafsiran al-Qurˋân secara mawdûʻî harus

memperhatikan kaidah-kaidah berikut ini:

1. Tugas mufasir adalah menafsirkan ayat dengan ayat (tafsir bi al-ma’tsur),

menjelaskan lafal-lafal atau ayat masing-masing ia harus memfokuskan pada

tujuan yakni menafsirkan secara tematis;

2. Tidak menyimpang dari masalah pokok pembahasan. Segala aspek dan

rahasia sejauh yang ditunjukkan ayat hendaklah dibahas dan digali;

3. Ingat bahwa al-Qurˋân menetapkan hukum secara berangsur-angsur, karena

itu memperhatikan sebab turunnya ayat akan menolong mengindari kekeliruan

pemahaman dibanding dengan hanya memperhatikan lafalnya saja;

9 Mustofa Muslim, Mabahis fi al-Tafsîr al-Mawdûʻî, (Damaskus: Dar al-Qalam, 1989),

hlm. 40.

Page 21: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

6

4. Penafsiran hendaklah mematuhi langkah-langkah seperti yang telah

ditetapkan dan kaidah-kaidah lainnya untuk menghindari kekeliruan yang

mungkin terjadi;

5. Tidak memilih-memilih ayat tertentu atau sebaliknya menolak ayat lainnya

berdasarkan keinginan untuk kepentingan justifikasi teori atau konsep sendiri.

6. Untuk menghindari keterlibatan pemikiran (al-ra’yu) yang terlalu jauh

didalam penafsiran, al-Qurˋân harus dijadikan rujukan atau mengujinya dengan

konsep ilmu yang sudah mapan (al-ʻilm al-sahih).10

Menafsirkan secara mawdûʻî memiliki kelebihan dibanding dengan metode

lainnya, bahkan menurut Mahmûd Syaltût metode ini paling ideal dan sempurna.

Keunggulan metode ini adalah;

1. Metode mawdûʻî adalah jalan terpendek dan termudah dalam menggali

hidayah al-Qurˋân dibandingkan dengan tafsir tahlilî;

2. Hasil tafsir mawdûʻî memberikan pemecah terhadap permasalahan-

permasalahan hidup praktis, sekaligus memberikan jawaban terhadap

tuduhan/dugaan sementara orang bahwa al-Qurˋân hanya mengandung teori-

teori spekulatif tanpa menyentuh kehidupan nyata;

3. Jawaban terhadap tuntutan kehidupan yang selalu berubah dan berkembang,

menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap al-Qurˋân, mengembalikan

mereka yang telah terlanjur memuji-muji dan mempercayai aturan-aturan

produk manusia;

4. Bahwa menafsirkan al-Qurˋân dengan al-Qurˋân seperti yang diutamakan

10

Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan al-Qurˋân, hlm. 225.

Page 22: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

7

oleh tafsir mawdûʻî ini telah disepakati sebagai jalan terbaik;

5. Studi terhadap ayat-ayat terkumpul dalam satu topik tertentu juga

merupakan jalan terbaik dalam merasakan fasahat dan balaghah al-Qurˋân;

6. Dengan tafsir mawdûʻî pertentangan ayat dengan ayat setidaknya keragu-

raguan sementara orang bahwa agama (dhilalat al-Qurˋân) berlawanan

dengan ilmu pengetahuan, dapat diselesaikan dan terjawab;

7. Kemungkinan untuk mengetahui satu permasalahan secara lebih mendalam

lebih terbuka;

8. Peranan al-Qurˋân sebagai kitab suci dan pedoman terpercaya akan lebih

menonjol sekaligus menambah keyakinan terhadap kemu’jizatannya;

9. Tafsir mawdûʻî lebih tuntas dalam membahas masalah.11

Dalam prakteknya ada dua macam. Yang pertama, seperti yang digunakan

oleh Mahmûd Syaltût dalam Tafsîr al-Qurˋân al-Karîm, yaitu pembahasan

mengenai satu surat secara menyeluruh, utuh, dan cermat. Metode ini disebut

Tafsir mawdûʻî karena menganggap bahwa satu surat dalam alquran pada

hakikatnya merupakan satu tema mengarah pada satu tujuan. Sekalipun ia

mengandung banyak makna dan bagian, pada hakikatnya ia merupakan satu

kesatuan yang bagian-bagiannya tidak bisa dipisah-pisahkan.

Kedua, penafsiran dengan cara menghimpun ayat-ayat al-Qurˋân yang

mempunyai maksud yang sama dalam arti membicarakan satu topik masalah dan

menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut.

11

Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan al-Qurˋân, hlm. 226.

Page 23: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

8

Kemudian mufasir mulai memberikan keterangan dan mengambil kesimpulan.

Metode kedua inilah yang sangat banyak dipakai. Bila kita mendengar istilah

tafsir mawdûʻî maka yang kita fahami pada umumnya adalah bentuk kedua ini.12

Tafsir ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara

lain tafsir mawdûʻî merupakan tafsir yang memberi jawaban secara langsung pada

persoalan yang ingin dicari jawabannya. Sedangkan kelemahannya antara lain

pembahasannya cenderung parsial tidak global.13

Menurut M. Quraish Shihab metode tafsir tematik berdasarkan surah

digagas pertama kali oleh seorang guru besar jurusan Tafsir, Fakultas Ushuluddin

Universitas al-Azhar, Syaikh Mahmud Syaltut, pada Januari 1960. Karya ini

termuat dalam kitabnya, Tafsir al-Qur’ân al-Karîm. Sedangkan tafsir mawdûʻî

berdasarkan subjek digagas pertama kali oleh Ahmad Sayyid al-Kumi, seorang

guru besar di institusi yang sama dengan Syaikh Mahmûd Syaltût, jurusan Tafsir,

Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, dan menjadi ketua jurusan Tafsir

sampai tahun 1981.14

Sedangkan tafsir metode mawdûʻî karya Muhammad Syaikh al-Ghazali,

yang berjudul Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm cetakan

pertama dalam bahasa arab pada tahun 1995 Kairo Dar: al-Syuruq dan cetakan

keduanya pada tahun 1996 di Kairo Dâr: al-Syurûq dan diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia Tafsîr al-Azhar yang dicetak oleh Futuh Printika diterbitkan

oleh Pernerbit Islamika pada tahun 2004 dan cetakan kedua diterjemahkan oleh

12

Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’ân, hlm. 222. 13

Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’ân, hlm. 228. 14

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qurˋân: Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam

Kehidupan Masyarakat. (Bandung: Mizan, 1992), hlm. 75-74.

Page 24: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

9

M. Qodirudin Nur dan Ahmad Musyafiq dicetak oleh Radar Jaya Jakarta

diterbitkan oleh Gaya Media Pratama.

Tafsir ini mencoba menggali tema al-Qurˋân sesuai dengan surat yang ada

agar terlihat sistematis. Ia lebih banyak mengkaji pemikiran utama dari sebuah

surat lalu kemudian merajut antara satu ayat dengan ayat yang lainnya dalam satu

ikatan yang menarik. Tafsir ini layaknya sebuah ringkasan yang perlu dibaca

seorang Muslim agar lebih mengetahui isi umum dari kitab Sucinya untuk lebih

mudah meraih tujuan hidup mereka didunia ini, yaitu agar mereka hidup

bahagia.15

Inilah kelebihan yang harus digaris bawahi dari tafsir al-Ghazali ini. Sebab

salah satu kritik yang sering dilontarkan terhadap karya-karya tafsir adalah lebih

menonjolkan pendapat pribadi, bukan bunyi al-Qurˋân itu sendiri. Apabila

penafsir yang bersangkutan merepresentasikan diri sebagai bagian dari aliran atau

mazhab tertentu. Maka umumnya yang terjadi adalah mencari legalitas dari al-

Qurˋân atas pendapat-pendapat mereka. Sehingga tidak heran jika terjadi

perbedaan-perbedaan yang lebih bersifat diametral. Sehingga apa yang ditempuh

oleh al-Ghazali dalam tafsirnya ini merupakan salah satu solusi. Setidaknya dia

berusaha menafsirkan al-Qurˋân dengan niat tanpa bias aliran dan mazhab

tertentu. Tidak berlebihan jika karya ini layak dibaca oleh kalangan manapun

disamping urainnya yang memang bersifat praktis.16

15

Muhammad Al-Ghazali, Tafsir Tematik al-Qurˋân 30 Juz. Terj. Safir al-Azhar.

(Yogyakarta: Islamika, 2004), hlm. xiv. 16

Muhammad al-Ghazali, Tafsir Tematik al-Qurˋân, (Jakarta: Gaya Media Pratama,

2004), hlm.vii.

Page 25: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

10

Tafsir mawdûʻî karya al-Ghazali ini cukup representatif dalam penelitian

terhadap tafsir mawdûʻî per surah, tahapan penafsiran dan penerapan yang

dilakukan oleh al-Ghazali dalam tafsirnya sangat penting untuk dibahas untuk

melihat lebih dalam lagi bagaimana metode tafsir mawdûʻî per surah, inilah yang

melatar belakangi penelitian yang berjudul Metode Tafsir Mawdûʻî Muhammad

al-Ghazali (Analisa Terhadap Kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-

Qurˋân al-Karîm).

B. Pembatasan Masalah

1. Metode tafsir yang di gunakan oleh penafsir ada 4 yaitu metode tafsir tahlilî,

ijmali, muqarran dan mawdûʻî tetapi di sini peneliti hanya membatasi masalah

yang akan di teliti hanya pada metode tafsir mawdûʻî.

2. Metode tafsir mawdûʻî sebagaimana yang kita ketahui ada 3 macam yaitu

metode tafsir mawdûʻî per tema, metode mawdûʻî per surah dan metode mawdûʻî

bi al- lafdzi (bi al-mustolah), di sini penulis hanya melakukan analisis pada

langkah-langkah penafsiran metode tafsir mawdûʻî per surah.

3. Penulis hanya menganalisa metode tafsir mawdûʻî karya Muhammad al-

Ghazali dalam kitab Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm. Dalam

penelitian ini penulis hanya membatasi 3 surah yaitu: surah al-Baqarah, Âli-

ʻImrân dan al-Nisâ.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan

permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana rumusan langkah-langkah

penafsiran metode tafsir mawdûʻî per surah yang dilakukan oleh Muhammad al-

Page 26: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

11

Ghazali pada karyanya yang berjudul Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân

al-Karîm. Kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm sebuah

kitab tafsir yang menafsirkan al-Qurˋân dari surah al-Fatihah sampai surah al-

Nisâ, dalam penelitian ini penulis hanya membatasi 3 sûrah yaitu: surah al-

Baqarah, surah Âli-ʻImrân, dan al-Nisâ. Tiga surah ini cukup representatif karena

tiga surah ini termasuk dalam surah panjang-panjang dalam al-Qurˋân dan surah

panjang seringkali dicap sebagai surah yang tidak beraturan serta tidak

berkesinambungan antara tema-tema dan ayat-ayat di dalamnya.17

D. Tujuan Penelitian

1. Menganalisa secara mendalam langkah-langkah penafsiran al-Qurˋân yang

terdapat pada kitab tafsir mawdûʻî per surah Muhammad al-Ghazali.

2. Menemukan rumusan langkah-langkah metode tafsir mawdûʻî per surah

yang dilakukan oleh Muhammad al-Ghazali pada karyanya yang berjudul Nahwa

Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm. Kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li

Suwar al-Qurˋân al-Karîm.

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk

pengembangan kajian ilmu Tafsir dan al-Qurˋân dan dapat memberikan

kesadaran bahwa setiap surah dalam al-Qurˋân memiliki tema pokok utama

yang saling berkaitan.

17

M. Abdul ´Adzim al-Zarqânî, “Manahil al-ʻUrfan fi ʻUlum al-Qurˋân” (Jakarta: Gaya

Media Pratama, 2001) cet. I, hlm. 212-213. Lihat pula Abdul Majid Khon, (Praktikum Qira’at;

keanehan bacaan al-Qurˋân ...)(Jakarta: Amzah, 2008), hlm. 7-8.

Page 27: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

12

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemahaman

langkah-langkah penafsiran metode mawdû’î per surah dan penerapannya

dalam kitab Nahwa Tafsîr Mawdû’î li Suwar al-Qurˋân al-Karîm.

F. Tinjauan Pustaka

Untuk dapat memecahkan persoalan dan mencapai tujuan sebagaimana

diungkapkan di atas, maka perlu dilakukan tinjauan pustaka, guna untuk

mendapatkan kerangka berfikir yang dapat mewarnai kerangka kerja serta

memperoleh hasil sebagaimana yang diungkapkan. Adapun sumber sekunder

yang dapat mendukung dan memperkuat data premier dalam kajian ini, penulis

menggunakan kitab tafsir yang berkaitan dengan pembahasan seperti kitab Nahwa

Tafsîr Mawdûʻî i li Suwar al-Qurˋân al-Karim18

, Al-Bidayah fi al-Tafsîr al-

Mawdûʻî, Mabahits fi Tafsîr Mawdûʻî .

Selain itu kajian ini terdapat beberapa buku dan tulisan yang terkait dengan

metode tafsir mawdûʻî, antara lain sebagai berikut:

1. Jurnal yang ditulis oleh Wardatun Nadhiroh dengan judul Hermeneutika al-

Quran Muhammad Al-Ghazali (Telaah Metodelogis atas Kitab Nahwa Tafsir

Mawdhuʻi li Suwar al-Qur’an al-Karim) vol. 15 no. 2. Di sini membahas tentang

hermeneutika Muhammad al-Ghazali memiliki kemiripan dengan teori

hemeneutika Ghadamer dalam prakteknya.19

2. Jurnal yang ditulis oleh Fiddian Khairuddin dengan judul Muhammad Al-

18

Kitab tafsir ini juga diterbitkan dalam edisi bahasa Inggris dengan judul A Thematic

Commentary On The Qur’an, oleh penerbit Islamic Book Trust Selangor Malaysia pada tahun

2001. 19

Wardatun Nadhiroh, Hermeneutika al-Quran Muhammad Al-Ghazali (Telaah

Metodelogis atas Kitab Nahwa Tafsir Mawdhuʻi li as-Suwar al-Qur’an al-Karim), (Banjarmasin,

IAIN Antasari, 2014).

Page 28: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

13

Ghazali dan Tafsir Mawdhuʻî vol. 1 no. 2. Di sini ia menjelaskan secara ringkas

metode tafsir mawdûʻî al-Ghazali dalam surat al-Kafirun ayat 1-3 dan dalam surat

Hud ayat 118 pada kitab al-Mahawir al-Khamsah li al-Qurˋân al-Karîm (Lima

Tema Pokok Al-Qurˋân) menjelaskan beberapa ayat dalam tafsir al-Ghazali dalam

menyangkal dan disangkal dalam surat al-Anfal ayat 41 dan ketika dihadapkan

pada surat al-Baqarah ayat 223.20

3. Disertasi Lilik Ummi Kaltsum dengan judul Metode Tafsir Mawdûʻî Baqr

al-Sadr, pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun

2009. Penulis menjelaskan mengenai pandangan metode tafsir tematis karya Baqr

al-Sadr. Bahwasannya metode tafsir tematis karya Baqr al-Sadr yaitu meneliti

problematika realitas yang terjadi, mufasir mengumpulkan data-data yang

sebanyak-banyaknya terkait dengan gagasan dan pengalaman manusia, lalu

mendialogkan permasalahan-permasalahan yang telah diidentifikasi tersebut

kepada al-Qurˋan. Metode tafsir mawdûʻî akan menghasilkan kesimpulan yang

komprehensif tentang pandangan-pandangan al-Qurˋan yang berbasis pada

pengalaman-pengalaman manusia.21

4. Jurnal yang ditulis oleh Miski al-Madury yang berjudul Hermeneutika al-

Qurˋan Kontemporer (Telaah atas Hermeneutika Muhammad al-Ghazali dalam

Nahwa Tafsir Mawdhuʻi li Suwar al-Qurˋan al-karim) vol. 9 tahun 2015. Di sini

Ia bermaksud membahas lebih dalam lagi mengenai kerangka hermeneutika

Muhammad al-Ghazali yang dia manifestasikan dalam karya tersebut sekaligus

20

Fiddian Khairuddin, Muhammad Al-Ghazali dan Tafsir Mawdhuʻi (Riau, Universitas

Islam Indragiri, 2013). 21

Lilik Ummi Kaltsum, Metode Tafsir Maudhu’i Baqr al-Shadr (Jakarta: UIN Syarif

Hidayatullah, 2009).

Page 29: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

14

mempertegas posisinya antar para mufasir lain dalam pembacaan.22

Dari pemaparan kajian pustaka di atas saya membedakan skripsi atau jurnal

yang sudah ada sebelumnya yaitu di sini penulis menjelaskan langkah-langkah

penafsiran yang digunakan al-Ghazali dalam kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li

Suwar al-Qurˋân al-Karîm secara terpinci, kronologis sekitar penamaan kitab

Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li as-Suwar al-Qurˋân al-Karîm, dan beberapa kumpulan

kritik terhadap kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm.

G. Metodologi Penelitian

Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentunya penulis menempuh metode

tertentu yang kemudian dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Jenis Penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian jenis kualitatif yang menggunakan

data-data kepustakaan (library research), dan melakukan deskripsi analisis, yaitu

mendeskripsikan data-data yang ada kemudian menganalisanya secara

proporsional. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan-kesimpulan yang

berhubungan dengan pokok masalah dalam skripsi ini. Dan penulisan metode

penafsiran dalam skripsi ini penulis menggunakan metode tafsir tematik persurah.

2. Sumber Data.

a. Sumber Primer.

Data yang dijadikan sumber primer sebagai berikut: Kitab Nahwa Tafsîr

Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm. Adapun sumber sekunder yang dapat

22

Miski al-Madury, “Hermeneutika al-Qur’an Kontemporer (Telaah atas Hermeneutika

Muhammad al-Ghazali dalam Nahwa Tafsir Mawdhuʻi li as-Suwar al-Qur’an al-

karim”(Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga, 2015).

Page 30: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

15

mendukung dan memperkuat data primer dalam kajian ini penulis merujuk pada

buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini

b. Sumber Sekunder.

Sementara data sekunder yang digunakan adalah skripsi, jurnal, serta

artikel yang berkaitan dengan penafsiran-penafsiran metode tafsir mawdûʻî al-

Ghazali dalam menafsirkan al-Qurˋân, dan metode tafsir mawdûʻî per surah secara

umum. Untuk panduan penulisan skripsi ini berdasarkan pada Pedoman

Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2013/2014 Program Strata 1, yang diterbitkan oleh Biro Administrasi Akademik

dan Kemahasiswaaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dan mengenai transliterasinya dalam penulisan skripsi ini mengacu pada sistem

transliterasi Jurnal Ilmu Ushuluddin yang diterbitkan oleh Himpunan Peminat

Ilmu-ilmu Ushuluddin (HIPIUS).

3. Analisis Data.

Metode pembahasan dalam skripsi ini adalah Analisis isi (content analysis)

yaitu penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi

tertulis atau tercetak dalam media.23

Karena yang menjadi objek utama dalam

penelitian ini adalah kajian metode dalam kitab tafsir Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li

Suwar al-Qurˋân al-Karîm. Adapun metode penelitian penafsiran dalam skripsi

ini penulis menggunakan metode tafsir tematik persurah.

23

Winarno Surakhmad, Pengatar Metodelogi Ilmiah (Bandung: Transito, 1980),

hlm.139.

Page 31: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

16

H. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini, penulis membaginya kedalam bab

dan sub-bab sebagaimana berikut:

Bab pertama, merupakan pendahuluan, yang didalamnya dijelaskan latar

belakang masalah, pembatasan, masalah dan perumusan masalah, tujuan

penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua, memaparkan kerangka teoritis mengenai metode tafsir mawdûʻî.

Pada bab ini penulis membahas seputar pengertian metode tafsir mawdûʻî,

macam-macam bentuk kajian metode tafsir mawdûʻî, dan langkah-langkah

metode tafsir mawdûʻî.

Bab ketiga, memaparkan biografi penulis tafsir tematis Nahwa Tafsir

Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm. Pada bab ini penulis riwayat hidup

Muhammad al-Ghazali, dan membahas seputar kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li

Suwar al-Qurˋân al-Karîm.

Bab keempat, pembahasan mengenai kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar

al-Qurˋân al-Karîm yang merupakan inti dalam skripsi ini. Pada bab ini pertama,

membahas tentang metodelogis penafsiran yang digunakan dalam kitab Nahwa

Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm, langkah penafsiran yang di gunakan

Muhammad al-Ghazali dalam kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân

al-Karîm. Beberapa kumpulan kritik terhadap kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li

Suwar al-Qurˋân al-Karîm.

Bab kelima adalah kesimpulan dan saran. Seluruh pembahasan di atas

dikemas dalam kesimpulan dan saran sebagai penutup dari penulisan skripsi ini.

Page 32: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

17

BAB II

KAJIAN UMUM METODE TAFSIR MAWDÛʻÎ

A. Perkembangan Istilah Metode Tafsir Mawdûʻî

Al-Qurˋân selalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan

diinterpretasikan (ditafsirkan) dengan metode pendekatan untuk menguak isi

sejatinya. Aneka metode pendekatan tafsir diajukan sebagai jalan untuk

membedah makna yang terkuak dari dalam al-Qurˋân itu. Upaya meraih

kebenaran teks dan konteks sebuah ayat, membutuhkan metode pendekatan.

Dengan metode pendekatan, bisa lebih mudah mengaplikasikan makna-makna al-

Qurˋân dalam kehidupan sosial. Apalagi mengenai ayat-ayat al-Qurˋân yang

berkategori mutasyabbih, tentu kian rumit dan pelik. Dengan demikian dalam

menafsirkan al-Qurˋân diperlukan pengetahuan-pengetahuan tertentu yang

berkaitan dengan ayat-ayat al-Qurˋân yang ditafsirkan.

Sebagaimana telah dipertegas di atas bahwa dalam menafsirkan ayat al-

Qurˋân bukanlah pekerjaan yang mudah, karenanya memerlukan persyaratan-

persyaratan yang ketat melalui proses penguasaan ilmu pengetahuan tertentu

sehingga bisa disebut seorang mufasir. Walaupun seseorang telah menguasai

ilmu-ilmu yang disyaratkan tersebut tetapi tidak mengetahui metodeloginya, maka

ia akan kesulitan dalam menafsirkan al-Qurˋân.

Bahkan para mufasir mengakui bahwa setiap metode dan tafsir, setiap cara

dan pendekatan, secanggih apapun ia digunakan, boleh jadi ia selalu dalam posisi:

Page 33: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

18

“lain di teks, lain pula di konteks.” Dilema ini logis adanya. Sebab, subtansi kitab

suci ini memang mempersyaratkan adanya “kedekatan logis” antara otoritas

normatif di satu sisi, dengan realitas objektif masyarakat di sisi lain.1

Mencari titik temu antara teks dan konteks itulah tugas berat yang diemban

para mufasir, sejak zaman dahulu hingga sekarang. Problema itulah melahirkan

metode-metode dan tafsir-tafsir dengan berbagai corak dan ragamnya, dengan

berbagai dinamika dan pergulatannya, sebagaimana kita kenal sekarang ini.

Proses pewahyuan al-Qurˋân tidak diwahyukan sekaligus (30 juz), akan tetapi

secara bertahap, sebagaimana kitab suci lainnya. Kondisi seperti ini membutuhkan

tawaran metode baru yang mampu menghasilkan produk tafsir yang lebih

aplikatif, responsif dalam membedah al-Qurˋân mampu sambil menjawab tuntutan

realitas sosial sambil menjawab tuntutan realitas sosial yang bergerak cepat.2

Karena itu, metode atau sistem penafsiran, apapun namanya menjadi

sangat penting untuk dihadirkan, agar kita dapat mebaca pesan-Nya secara

autentik, antara satu mufasir dengan mufasir lainnya, ternyata tidaklah juga selalu

dalam posisi seragam, masing-masing mufasir membuat hasil kerja sebuah tafsir,

selalu memiliki kemungkinan untuk benar dan dibenarkan, juga berpeluang untuk

salah dan disalahkan.

1 Umar Shihab, Kajian Tematik atas Ayat-Ayat Hukum dalam al-Qurˋan, hlm. 3.

2 Umar Shihab, Kajian Tematik atas Ayat-Ayat Hukum dalam al-Qurˋan, hlm. 4.

Page 34: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

19

. Maka salah satu tafsir yang hendak digunakan untuk membedah noktah-

noktah al-Qurˋân adalah tafsir tematik/ tafsir mawdûʻî, sebuah tafsir yang

mencoba menelaah noktah-noktah al-Qurˋân berdasarkan tema pertema, agar

ditemukan titik konvergensi antara satu ayat dengan ayat lainnya secara logis, agar

bisa ditemukan titik kuantum epistimologis yang ditorehkannya secara relevan.

Penggunaannya dalam kajian ini, diharapkan akan memberikan horizon baru yang

lebih aplikatif dan responsif dalam membedah al-Qurˋân, sambil menjawab

tuntutan realitas sosial yang bergerak cepat.3

Belum muncul istilah ini (tafsir mawdûʻî), kecuali pada abad ke-14 hijriah,

ketika topik ini ditetapkan sebagai topik kajian yang termasuk dalam bagian tafsir

di jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar. Perkembangan tafsir al-Qurˋân

dimulai sejak awal pertumbuhannya di masa hidup Rasulullah Saw. Dapat

dikatakan bahwa tafsir tematik sudah terwujud, walau hanya sederhana.4

Tafsir mawdûʻî tersusun dari kata al-tafsir dan al-mawdûʻî kata al-tafsir

mempunyai makna menyingkap dan menjelaskan. Sedangkan menurut istilah

tafsir adalah ilmu yang menyingkap tentang makna-makna dari ayat-ayat al-

Qurˋân apa yang dikehendaki Allah Swt sesuai kemampuan manusia.5

Kata mawdûʻî berasal dari bahasa arab yaitu mawdûʻî yang merupakan

isim mafʻûl dari fiʻil mâdi wadaʻa yang berarti meletakkan, menjadikan,

3 Umar Shihab, Kajian Tematik atas Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Qurˋân, hlm. 4.

4 Mustafa Muslim, Mabahits fi Tafsîr Mawdûʻî, (Beirut: Darul Qolam, 1989), hlm. 18

5 Mustafa Muslim, Mabahits fi Tafsîr Mawdûʻî, hlm. 15.

Page 35: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

20

mendustakan dan membuat-buat.6 Arti mawdûʻî yang dimaksud di sini ialah yang

dibicarakan atau judul atau topik, sehingga tafsir mawdûʻî berarti penjelasan ayat-

ayat al-Qurˋân yang mengenai satu judul/topik/sektor pembicaraan tertentu. Dan

bukan mawdûʻî yang berarti yang didustakan atau dibuat-buat, seperti arti kata

Hadis mawdûʻî yang berarti hadis yang didustakan/dipalsukan/dibuat-

buat.7 Adapun pengertian langkah metode tafsir mawdûʻî (tematik) menurut para

ulama adalah “Menghimpun seluruh ayat al-Qurˋân yang memiliki tujuan dan

tema yang sama disusun berdasarkan kronologis turunnya dengan memperhatikan

sebab-sebab turunnya. Kemudian menguraikan dengan menjelajahi seluruh aspek

yang dapat digali. Hasilnya diukur dengan teori-teori akurat sehingga mufasir

dapat menyajikan tema secara utuh dan sempurna. Bersamaan dengan itu,

dikemukakan pula tujuannya yang menyeluruh dengan ungkapan yang mudah

dipahami sehingga bagian-bagian yang terdalam sekali pun dapat diselami.”8

Adapun secara istilah setelah menjadi ilmu tersendiri dalam bidang ʻulum

al-Qurˋân tafsir mawdûʻî memiliki beberapa variasi makna, yang diungkapkan

oleh peneliti kontemporer, diantaranya;

1. Menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan hal urusan-urusan kehidupan

bermasyarakat ataupun yang berkaitan dengan makhluk ciptaan-Nya yang

disandingkan dengan melihat ayat-ayat al-Qurˋân.

6 Luis Maluf, Al Munjid fî al-Lughah wa al-A‘lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1987), hlm.

905. 7 ʻAbdul Djalal, Urgensi Tafsir Maudhu’i Pada Masa Kini, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990),

hlm. 83-84. 8 ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhuʻi dan Cara Penerapannya,

(Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, 2002). Terj. Drs. Rosihon Anwar, hlm. 43.

Page 36: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

21

2. Mengumpulkan ayat-ayat yang berbeda-beda dari beberapa surah dalam

al-Qurˋân yang memiliki keterkaitan dalam satu pembahasan baik secara

lafaznya ataupun hukumnya. Juga mengumpulkan penafsiran-

penasfirannya sesuai dengan tujuan al-Qurˋân.

3. Menjelaskan suatu hal apapun yang terkandung dalam beberapa ayat-ayat

al-Qurˋân dalam satu surah maupun beberapa surah yang masih dalam satu

bahasan.

4. Ilmu yang membahas tentang kasus-kasus dalam al-Qurˋân yang memiliki

kesatuan makna ataupun tujuan, dengan cara mengumpulkan ayat-ayat

yang berbeda-beda dan mengkajinya dengan cara khusus serta syarat-

syarat tertentu untuk menjelaskan makna kandungannya dan

menyimpulkannya menjadi tema pokok besar.

5. Ilmu untuk mendapatkan suatu permasalahan sesuai dengan tujuan

diturunkannya al-Qurˋân yang diambil dari satu surah atau lebih.9

Adapun pengelompokkan tentang pertumbuhan dan perkembangan tafsir

yang dilakukan oleh Baidan nampak berpijak kepada periodesasi waktu (zaman,

abad), misal dimulai periode Nabi saw dan sahabat (abad 1 H/ VII M), periode

Tabi’in dan Tabi’in at Tabi’in (abad II H/ VIII M), periode Ulama Muttaqaddimin

(abad III-VIII/ IX-XIII), periode Ulama Muttaakhirin (abad IX-XII H/ XIII-XIX

M), dan periode Ulama Modern (abad XIV H/ XIX M).10

Beda halnya dengan M.

9 Mustafa Muslim, Mabahits fî Tafsîr Mawdûʻî, hlm. 16.

10 Nasaruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Qurˋân di Indonesia, (Solo: PT. Tiga

Serangkai Mandiri, 2013), hlm. 6-22.

Page 37: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

22

Quraish Shihab yang lebih cenderung memaparkan secara umum tentang

perkembangan tafsir tanpa menggunakan periodesasi waktu dan zaman.11

Setelah para sahabat melakukan penafsiran dengan metode tematik walau

hanya sederhana, pada saat itu ilmu fiqih sudah berkembang, para ulama fiqih

menggunakan metode tematik untuk membantu dalam proses mencari ayat al-

Qurˋân dan menggunakannya sebagai dalil. Adapun karya ulama fiqih yang

mengelompokkan ayat berdasarkan susunan tema/bahasan;

1. Muqatil bin Sulaiman (w. 150 H) al-Asbahu wa al-Nazair fi al-Qurˋân al-

Karîm.

2. Yahya bin Salam (w. 200H) al-Thasharif.

3. Al-Raghib al-Ashfihani (w. 502 H) al-Mufradat fi Gharibi al-Qurˋân.

4. Ibnu al-Zauji (w. 597 H) Nuzhatu al-‘Ayun al-Nawadzir fi ‘Ilmi fi Wujuhi

wa al-Nazair.

5. Imam Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam (w. 224 H) Kitabihi fi al-Nasikhi

wa al-Mansukh.

6. Imam ‘Ali ibn al-Madini (w. 234 H) Kitabihi fi Asbâb al-Nudzûl.

7. Imam ibn Qutaibah (w. 276 H) Takwil Musyki al-Qurˋân.

8. Abu Bakar al-Jashash al-Hanafi (w. 370) Ahkami al-Qurˋân.

9. Ibnu al-‘Arabi al-Maliki (w. 543 H) Ahkami al-Qurˋân.

10. Ilkiyya al-Harasi Asy-Syafi’i (w. 504) Ahkami al-Qurˋân.

11

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qurˋan, (Bandung: Mizan Pustaka, 2007) hlm.

71-74.

Page 38: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

23

Setelah itu adapun karya-karya yang lain yang masih dalam satu metode

yaitu dengan cara menentukan tema lalu memasukkan ayat-ayat yang berkaitan

dengan tema tersebut yaitu;

1. Imam al-Mawardi (w. 450 H) Amtsali al-Qurˋân.

2. Imam al-‘Izzi bin ‘Abdu al-Salam (w. 660 H) Majazu al-Qurˋân.

3. Imam Ibn Qayyim (w. 751 H) Aqsami al-Qurˋân dan Amtsali al-Qurˋân.

Kemudian muncul kitab-kitab yang lain yang memiliki kecenderungan

yang berbeda namun masih dalam satu metode yaitu dengan cara menentukan

tema lalu memasukkan ayat-ayat yang berkaitan dengan tema tersebut terkait

dengan akhlak, perekonomian, ataupun tentang kehidupan. Misalnya: al-Insân fî

al-Qurˋân, al-Marˋatu fi al-Qurˋân, al-Akhlâq fî al-Qurˋân, al-sabru fî al-

Qurˋân.12

Upaya mempertemukan beberapa ayat yang semakna atau yang berkaitan

dengan masalah tertentu sudah ada dengan munculnya penafsiran ayat al-Qurˋân

dengan ayat al-Qurˋân yang lain. Hal ini dapat dimaklumi, sebab al-Qurˋân dalam

kapasitasnya sebagai pedoman hidup bagi manusia dan memberi petunjuk tentang

ajarannya diturunkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang membutuhkan,

sehingga kadang-kadang diturunkan ayat yang mujmal, muthlaq, dan umum,

tetapi kadang-kadang diturunkan ayat yang terinci, tertentu, dan khusus.13

Sebagai contoh, ayat-ayat yang menetapkan ketuhanan dan keesaan Allah

banyak terdapat pada surat-surat Makiyyah dan surat-surat Madaniyyah.

12

Mustafa Muslim, Mabahits fî Tafsîr Mawdûʻî, hlm. 21. 13

Mustafa Muslim, Mabahits fî Tafsîr Mawdûʻî, hlm. 17.

Page 39: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

24

Seandainya ada seorang mufasir menghimpun ayat-ayat itu lalu menguraikannya

dengan dalil-dalil yang jelas dan tepat,14

tidak akan ada lagi keraguan di dalam

hati orang-orang kafir. Demikian pula ayat-ayat yang melarang riba, dengan

menggunakan metode ini, si mufasir akan melihat bahwa larangan itu pada

dasarnya merupakan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dalam ayat

al-Qurˋân menjelaskan tentang hikmah ketuhanan dari diciptakan-nya manusia

dan jin dalam firmannya :

نس إل ليعبدون (٦٥)وما خلقت ٱلجن وٱل

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka

menyembahku.(QS. Adz-zariyat: 56)

Ketetapan tuhan ini juga sama menjelaskan tentang kebangkitan mereka setelah

kematian mereka sebagai tolak ukur atas titipan yang mereka bawa: sebagaimana

firman Allah Swt.

كم عبثا وأنكم إلينا ل ترجعون (١١٦)أفحسبتم أنما خلقن

Apakah kalian mengira kami menciptakan kamu main-main (tanpa

maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami? (QS. al-

Muˋminun: 115)

14

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm. 44.

Page 40: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

25

Dan menjelaskan tentang penciptaan, tanggung jawab dan tempat kembali setelah

mati.

Terkadang ada hal-hal yang diterangkan secara mujmal dalam suatu ayat,

lalu dijelaskan secara terperinci dalam ayat yang lain. Demikian pula petunjuk

yang diberikan secara umum dalam suatu ayat, kadangkala dijelaskan secara

khusus dalam ayat yang lain.15

Al-Qurˋân sesungguhnya menghimpun tema-tema yang perlu digali

dengan menggunakan metode mawdûʻî. Seandainya seorang peneliti

menggunakan metode ini dengan penuh keseriusan tampaklah kepada kita

kandungan al-Qurˋân berupa, diantaranya; penetapan syari’at yang cocok untuk

setiap waktu dan tempat. Dari sana kita dapat menetapkan undang-undang

kehidupan yang siap berhadapan dengan perubahan dinamika kehidupan, undang-

undang wad’iyyah, dan unsur-unsur eksternal yang kita hadapi keberagaman

sehari-hari.16

Menurut al-Farmawi bahwa dalam membahas suatu tema,

diharuskan untuk mengumpulkan seluruh ayat yang menyangkut tema itu. Namun

demikian, bila hal itu sulit dilakukan, dipandang memadai dengan menyeleksi

ayat-ayat yang mewakili (representatif).17

Dasar-dasar tafsir mawdûʻî telah dimulai oleh Nabi Saw sendiri ketika

menafsirkan ayat dengan ayat, yang kemudian dikenal dengan nama tafsir bi al-

maˋtsur. Seperti yang dikemukakan oleh al-Farmawi bahwa semua penafsiran

15

Mustafa Muslim, Mabahits fî Tafsîr Mawdûʻî, hlm. 18. 16

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm. 44. 17

ʻAbd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fî al-Tafsîr al-Maudhu’i, (Matba’ah al-Hadarah

al`Arabiyah, Kairo, 1977), hlm. 62.

Page 41: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

26

ayat dengan ayat bisa dipandang sebagai tafsir mawdûʻî dalam bentuk awal.18

Tafsir-tafsir buah karya para ulama yang penulis ketahui sampai sekarang ini

kebanyakan masih menggunakan metode tafsir tahlîlî yaitu menafsirkan ayat-ayat

al-Qurˋân dalam kitab-kitab mereka, ayat demi ayat, surat demi surat secara tertib

sesuai dengan urutan adanya ayat-ayat itu dalam mushaf, tanpa memperhatikan

judul/ tema ayat-ayat yang ditafsirkan. Hal itu umumnya disebabkan (1) karena

dahulu pada awal pertumbuhan tafsir, mereka masih belum mengambil

spesialisasi dalam ilmu-ilmu pengetahuan tertentu, yang memungkinkan mereka

untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qurˋân secara tematik/topikal atau sektoral, (2)

karena mereka belum terdesak untuk mengadakan tafsir mawdûʻi ini, disebabkan

kebanyakan mereka adalah orang-orang yang hafal seluruh ayat al-Qurˋân, dan

sangat menguasai segala segi ajaran lslam sehingga mereka mampu untuk

menghubungkan ayat satu dengan ayat yang lain yang sama-sama membicarakan

judul/ topik yang satu.19

Jika penulis kembali melihat ke dalam sejarah kebudayaan Islam bahwa

pada permulaan Islam yaitu zaman Rasulullah dan masa sahabat, perhatian

mareka terkonsentrasi pada upaya penyiaran agama Islam, menghadapi berbagai

tantangan orang-orang non muslim, menghafal dan pelestarian al-Qurˋân dan al-

Hadis, maka wajarlah kalau tafsir mawdûʻî belum berkembang pada masa itu

seperti sekarang ini. Pada masa sekarang ini para ilmuwan menghadapi

permasalahan yang kompleks, sejalan dengan perkembangan ilmu dan tehnologi,

18

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fî al-Tafsîr al-Maudhu’i, hlm. 54. 19

Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Maudlin ‘i Pada Masa Kini, (Kalam Mulia: Jakarta,

1990), hlm. 101-102.

Page 42: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

27

globalisasi, informasi, maka tafsir mawdûʻî semakin populer dan mutlak

dibutuhkan. Karena al-Qurˋân harus dijadikan sebagi pedoman, petunjuk, rahmat,

tempat berkonsultasi baik bersikap maupun dalam bertingkah laku dalam rangka

menjalankan fungsi seseorang berhubungan dengan Allah, sesama manusia dan

alam.

Maka segala sesuatu yang diperoleh di dunia ini, prosesnya, materinya,

perencanaannya, tujuannya, hasilnya, semuanya itu haruslah menjiwai pesan-

pesan al-Qurˋân. Dari sisi ini, re-interpretasi atau mengkaji ulang terhadap

penafsiran al-Qurˋân yang diberikan para ulama dahulu, dengan metode tafsir

mawdûʻî mutlak diperlukan. Kalau demikian halnya, maka akan lahir mufasir-

mufasir baru yang selalu mengkaji dan menafsir al-Qurˋân sejalan dengan

keadaan dari masa ke masa.

Tampak bagi penulis bahwa pertumbuhan tafsir mawdûʻî sudah dimulai

sebelum penulisan karya tersebut tetapi saat itu tafsir mawdûʻî belum menjadi

sebuah metodelogi kajian yang berdiri sendiri. Namun, setidak-tidaknya dapat

dikatakan bahwa tafsir mawdûʻî bukanlah sesuatu yang baru dalam dunia

penafsiran al-Qurˋân.

Tafsir mawdûʻî lebih kompleks dan lebih tajam dibandingkan dengan tafsir

tahlîlî. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Baqr al-Sadr tentang

perbedaan antara tafsir mawdûʻî dan tahlîlî yaitu peran mufasir yang

mempergunakan tafsir tahlîlî umumnya pasif. Pertama-tama ia mulai dengan

membahas sebuah naskah al-Qurˋân tertentu, dimulai dari sebuah ayat atau

Page 43: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

28

kalimat, tanpa merumuskan dasar-dasar pemikiran atau rencana terlebih dahulu,

kemudian mencoba untuk menetapkan pengertian al-Qurˋân dengan bantuan

perbendaharaan al-Qurˋân dan berbagai indikasi yang ada padanya dalam naskah

khusus tersebut ataupun yang di luar itu. Secara umum usahanya terbatas pada

penjelasan sebuah naskah al-Qurˋân tertentu. Dalam hal ini, peran naskah serupa

dengan si pembicara, dan tugas si mufasir ialah mendengarkan dengan penuh

perhatian dengan pikiran yang cerah dan jernih serta penguasaan atas bahasa arab,

baik yang klasik, halus serta gaya bahasa arab. Dengan pikiran dan semangat yang

demikian mufasir duduk menghadapi a1-Qurˋân dan mendengarkan dengan penuh

perhatian peranannya sementara al-Qurˋân menonjolkan arti harfiahnya, si

mufasir mencatatnya di dalam tafsirnya sampai pada batas pemahamannya.

Kontras dengan hal ini, mufassir yang memakai metode mawdûʻî (tematik) tidak

memulai aktifitasnya dari naskah al-Qurˋân, tetapi dari realitas kehidupan.

Mufasir memusatkan perhatiannya pada sebuah tema tertentu dari berbagai

masalah yang berhubungan dengan aspek-aspek kehidupan sosial, dengan

menggunakan kumpulan hasil pemikiran dan pengalaman manusia tentang subyek

tersebut, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam pemecahan-pemecahan

yang dianjurkan sehubungan dengan masalah tersebut, dengan jurang pemisah di

antara keduanya. Setelah itu, ia kembali kepada naskah al-Qurˋân, namun tidak

dalam posisi sebagai seorang pendengar dan seorang pencatat. Ia menempatkan

sebuah topik dan masalah yang ada dari sejumlah pandangan dan gagasan

Page 44: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

29

manusia dihadapan al-Qurˋân. Dengan begitu ia mulai sebuah dialog dengan al-

Qurˋân, dimana si mufasir bertanya dan al-Qurˋân memberikan jawabannya.20

Menurut Mursyi Ibrahim al-Fayumi dalam Dirâsah fî Tafsîr al-Mawdûʻî

membagi metode tafsir mawdûʻî menjadi dua macam, yaitu tafsir mawdûʻî

berdasarkan tema atau topik (khilal surah). Tafsir mawdûʻî berdasarkan satu topik

pembahasan, yaitu menghimpun sejumlah ayat al-Qurˋân yang mempunyai

kesamaan tema kemudian membahasnya secara mendetail. Sedangkan, tafsir

mawdûʻî berdasarkan suatu surat yaitu dengan cara menjelaskan isi kandungan

surat tersebut, baik yang bersifat umum atau khusus dan menjelaskan keterkaitan

antara tema yang satu dengan yang lainnya. Sehingga surat itu nampak merupakan

suatu pembahasan yang sangat kokoh dan cermat.21

ʻAbd. al-Satar Fatullah Sa’id berpendapat bahwa tafsir mawdûʻî adalah

kumpulan ayat-ayat al-Qurˋân yang memiliki kesatuan makna dan meletakkan

ayat-ayat tersebut dalam satu tema besar kemudian memberikan pandangan

dengan menuliskan kesatuan tema yang diambil dari al-Qurˋân dengan cara-cara

khusus. Metode tawhîdî menurut Sadr ialah metode tafsir yang berusaha mencari

jawaban al-Qurˋân dengan cara mengumpulkan ayat-ayat al-Qurˋân yang

mempunyai tujuan yang satu. Ayat-ayat tersebut bersama-sama membahas topik,

judul tertentu dan menertibkan sesuai dengan masa turunnya, kemudian

memperlihatkan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan keterangan-

20

Muhammad Baqr Sadr, Pendekatan Tematik Terhadap Tafsir al-Qurˋân, dalam

Ulumul Qurˋân, Vol I, No. 4, 1990, hlm. 32-33. 21

Mursyi Ibrahim al-Fayyumi, Dirâsah fî Tafsîr al-Mawdûʻî (Dar al-Taudiwiyah al-

Tabaah: Kairo, 1980), hlm. 25.

Page 45: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

30

keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat yang lain kemudian

mengistinbatkan hukum-hukumnya.22

Al-Farmawi juga memberikan langkah-langkah sistematis dalam

penafsiran mawdûʻî antara lain: penetapan tema, penghimpunan ayat penyusunan

ayat berdasarkan asbâb al-Nuzûl, pemahaman korelasi masing-masing ayat,

penyusunan pembahasan dan pelengkapan data tambahan dari riwayat-riwayat

yang ada, serta analisis keseluruhan ayat.23

B. Jenis-Jenis Bentuk Kajian Metode Tafsir Mawdûʻî

Metode adalah salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Dalam kaitan ini, studi tafsir al-Qurˋân tidak lepas dari

metode yaitu satu cara yang sistematis untuk mencapai tingkat pemahaman yang

benar tentang pesan al-Qurˋân yang disampaikan oleh Allah Swt. Definisi ini

memberikan gambaran bahwa metode tafsir al-Qurˋân berisi seperangkat kaidah

dan aturan yang harus diindahkan ketika menafsirkan al-Qurˋân. Apabila

seseorang menafsirkan al-Qurˋân tanpa menerapkan metode, tidak mustahil

penafsirannya akan keliru. Ilmu tentang metode penafsiran disebut dengan

metodelogi tafsir, sedangkan pembahasan bersifat teoritis dan ilmiah tentang

metode disebut dengan analisis metodelogis.24

Berdasarkan penjelasan

sebelumnya seputar sejarah perkembangan tafsir mawdûʻî kita melihat ada dua

macam tafsir mawdûʻî. Keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu

22

Lilik Ummi Kaltsum, Menelusuri Gagasan Tafsir Tematis Baqr Sadr, Vol. 13, No. 02,

April 2009, hlm. 162. 23

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm. 51. 24

Ahmad Izzan, Metodelogi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, 2007), hlm. 98.

Page 46: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

31

menyingkap hukum-hukum keterikatan dan keterkaitan di dalam al-Qurˋân;

menepis anggapan adanya pengulangan di dalam al-Qurˋân sebagaimana yang

dilontarkan oleh para orientalis, dan menangkap petunjuk al-Qurˋân mengenai

kemaslahatan makhluk, berupa undang-undang syari’at yang adil yang

mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kedua macam tafsir mawdûʻî itu

adalah berikut ini;

1. Menghimpun seluruh ayat al-Qurˋân yang berbicara tentangn tema yang

sama. Semuanya diletakkan dibawah satu judul, lalu ditafsirkan dengan

metode mawdûʻî. Kalau disebut tafsir mawdûʻî konotasi seperti inilah yang

dimaksud. Tafsir tematik semacam inilah yang lazim dikenal dalam tafsir

kontemporer akhir-akhir ini.

2. Mengkaji sebuah surat dengan kajian universal (tidak persial), yang

didalamnya dikemukakan misi awalnya, lalu misi utamanya; serta kaitan

antara satu bagian suratdan bagian lain, sehingga wajah surat itu mirip

seperti bentuk yang sempurna dan saling melengkapi. Bagian kedua ini

menjadi fokus pembicaraan penulis.25

C. Urgensi Kajian Metode Tafsir Mawdûʻî

Sebagaimana telah ditegaskan bahwa, al-Qurˋân dalam memberikan

petunjuk tentang ilmu pengetahuan, ternyata hanya secara global saja. Sedangkan

untuk penjelasan yang lebih rinci dan mendalam, diserahkan sepenuhnya kepada

ikhtiar manusia, untuk mencari dan menulusuri sesuai batas kemampuan dan

25

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm. 42.

Page 47: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

32

keahliannya. Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan sekaligus menjadi

kerangka dasar dalam memahami al-Qurˋân secara mendalam adalah penemuan-

penemuan ilmiah kontemporer yang relevan dan mapan dewasa ini, bisa dijadikan

rujukan. Sebab, dengan bantuan ilmiah tersebut, para mufasir dapat lebih

tertolong dalam memhami isi kandungan al-Qurˋân yang selama ini masih kabur

maknanya, menjadi terkuak dan terungkap secara terang dan gamblang.26

1. Mengingat al-Qurˋân merupakan kitab suci yang ditunjukkan kepada umat

manusia yang bisa berbicara tentang segala macam ilmu pengetahuan secara

rinci, tetapi ia bisa berbicara tentang segala hal ilmu pengetahuan secara

global: mulai dari permasalahan aqidah, ibadah, dan akhlak sampai masalah

politik, ekonomi, hukum, budaya, antropologi, biologi disika, kimia, bahkan

teknologi perang dan dakwahnya terdahulu yang dapat menyucikan jiwa,

melepaskan belenggu rasialisme dan nasionalisme, serta menegakkan

undang-undang konvensional yang dekstruktif, tentunya Allah tidak menutut

apa-apa dari kita, selain memahami dan merenungkan firman-Nya. sebab, al-

Qurˋân diturunkan sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia apapun

bentuknya.

Untuk memahami firman Allah perlunya umat manusia memahami isi

kandungan al-Qurˋân. Untuk mengungkap berbagai misteri terdapat didalamnya,

maka bermunculanlah tafsir-tafsir, dan berbagai macam metode untuk memahami

nya. Metode-metode tersebut pada garis besarnya terbagi atas tahlîlî, ijmalî,

26

Umar Shihab, Kajian Tematik atas Ayat-Ayat Hukum dalam al-Qurˋân, hlm. 31.

Page 48: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

33

muqarran, dan mawdûʻî.27

Disini penulis memfokuskan pada urgensi terhadap

tafsir mawdûʻî.

Orang yang mengamati tafsir mawdûʻî dengan seksama, akan

mengetahui bahwa tafsir itu merupakan satu usaha yang amat berat, tetapi sangat

terpuji, karena dapat memudahkan orang dalam memahami dan menghayati

ajaran-ajaran al-Qurˋân, dapat melayani siapa saja yang menyelesaikan problem-

problem yang dihadapinya, karena pemaparan teks-teks al-Qurˋân diwujudkan

dalam bermacam-macam tema atau masalah.

Menurut pendapat Ahmad Sayyid al-Kumi, hidup di zaman modern

sekarang ini sangat membutuhkan kehadiran corak tafsir tematik. Karena dengan

cara kerja yang sedemikian itu memungkinkan seseorang memahami masalah

yang dibahas dan segera sampai kepada hakikat masalah dengan jalan singkat,

praktis dan mudah. Tafsir tematik mempunyai nilai kualitas tafsir yang paling

tinggi. Karena seleksi penafsiran harus bermuara kepada kehendak firman Ilahi.

Semua gagasan mufasir yang dihasilkan dari pengalaman kehidupan yang

mungkin benar dan salah harus dikonsultasikan kepada wawasan al-Qurˋân.28

Mengingat al-Qurˋân merupakan kitab suci yang ditunjukkan untuk

pertama kalinya kepada Nabi yang paling sempurna dan menghimpun

pengetahuan yang leluhur, merupakan hal yang logis apabila di dalamnya

ditemukan keindahan dan keagungan yang hampir-hampir tidak dapat ditemukan.

27

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fî al-Tafsîr al-Maudhu’i, (Kairo: al-Hadharah

al-Arabiyah, 1977), hlm. 23. 28

ʻAbd. al-Fatah Kholidi, Tafsir Maudhu’i, (‘Amman Jordan: Daarun Nafaiz, 1997), hlm.

48-49.

Page 49: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

34

al-Qurˋân harus dikaji dengan baik dan seksama agar kita dapat menetapkan

hukum yang berkaitan dengan kehidupan dan permasalahan manusia dalam

bermasyarakat, menjelaskan norma-norma al-Qurˋân dalam politik,

perekonomian, keamanan dan perjalanan dalam mendekatkan diri kepada Allah,

sehingga mereka merasakan al-Qurˋân telah membumi dan tidak mengawang-

awang.29

Syari’at dan hukum-hukum yang dikandung di dalam al-Qurˋân yang

keseluruhannya merupakan agama ketuhanan dan petunjuk yang dapat

membimbingan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, tidak mungkin

dapat diamalkan dengan benar, apabila kita belum mempelajari dan memahami

terlebih dahulu isi kandungan al-Qurˋân.30

Para peneliti sekarang baik dari kalanggan muslim ataupun non muslim,

tidak dapat mencapai tujuan-tujuan di atas apabila menggunakan metode tafsir

tahlîlî. Ada beberapa alasan untuk itu.

a. Para penafsir baik muslim ataupun non muslim membutuhkan metode

penafsiran yang lebih praktis untuk mengungkap misteri yang belum

terungkap dalam al-Qurˋân dan menangkap kesatuan tema dalam al-

Qurˋân walaupun terdiri atas ayat yang bunyi dan maknanya berbeda.

Metode itu adalah mawdûʻî (tematik). Dengan menggunakan metode

mawdûʻî penafsir dapat melihat satu kesatuan tema yang saling

29

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm. 49. 30

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm. 48.

Page 50: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

35

melengkapi. Oleh karena itu, mereka tidak membutuhkan metode tahlîlî

untuk dapat mengumpulkan ayat dalam satu tema yang sama.

b. Sebagian dari mereka tidak memiliki konfidensi, kualifikasi, dan

wawasan yanng memadai untuk mengkaji al-Qurˋân sehingga dapat

menghimpun pecahan tema-tema al-Qurˋân menjadi satu kesatuan yang

sempurna.

c. Mereka tidak memiliki wawasan kebudayaan Islam yang mendorong

untuk melakukan kajian-kajian keislaman dalam menggapai tujuan

hidupnya. Oleh karena itu, mereka menjadi bingung tanpa mengetahui

jalan mana yang harus ditempuh.31

2. Pada zaman modern ini kita menemukan beberapa orang baik dari

kalangan muslim ataupun dari kalangan non muslim yang melakukan kajian tema-

tema al-Qurˋân, namun yang mereka hasilkan adalah menimbulkan keraguan dan

paham-paham yang batil32

karena mereka tidak memiliki kapabilitas untuk

melakukannya. Oleh karena itu merupakan satu keharusan bagi para ulama dan

para imam tafsir pada zaman modern ini untuk menelaah tema-tema al-Qurˋân

dengan menyandingkan keahlian keilmuan modern yang mereka miliki, sehingga

misi-misi yang terkandung di dalam al-Qurˋân dapat tersampaikan dengan baik.

Tuduhan-tuduhan palsu tentang Islam yang dilontarkan oleh kalangan

orientalis atau orang Islam yang pernah menimbah ilmu di bagian Barat

31

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm. 48. 32

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm. 48.

Page 51: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

36

sebenarnya merupakan akibat tidak dikajinya al-Qurˋân dengan metode mawdûʻî

atau dikaji dengan metode mawdûʻî yang tidak prosedural.

Melihat pembahasan metode mawdûʻî sangatlah bermanfaat dan urgen,

agar mampu mengantisipasi perkembangan masa kini; memberikan penyelesaian

terhadap kepentingan manusia, dan menjawab berbagai persoalan masa kini,

ketika generasi kita sedang dihadapkan kebimbangan dan kebingungan. Terlebih

Allah telah mengaruniai akal untuk berfikir dan guna mengamati isi alam semesta

ini. Dengan demikian, seharusnya kita menjadi juru pengajak mereka menuju

jalan Allah dan mengajak mereka kepada Islam yang telah diperjuangkan dengan

sungguh-sungguh oleh Rasulullah dan para sahabatnya dalam berperang dan

banyak orang Islam yang memperjuangkan dengan hidupnya. Kita mempunyai

misi untuk menegakkan agama Allah.33

D. Langkah-langkah Metode Tafsir Mawdûʻî

Musthafa Muslim dalam kitab Mabahits fî Tafsîr Mawdûʻî telah

mengelompokkan langkah-langkah metode tafsir mawdûʻi terbagi menjadi dua

bagian yaitu mengelompokkan ayat-ayat yang berbeda-beda yang masih dalam

satu bahasan yang sama dalam al-Qurˋân, dan mengelompokkan ayat-ayat al-

Qurˋân dalam satu surah. Prosedur penafsiran yang harus ditempuh oleh para

mufasir dalam tafsir tematik dalam melompokkan ayat-ayat yang berbeda dalam

satu bahasan dalam al-Qurˋân dapat dirinci sebagai berikut:

33

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm.50.

Page 52: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

37

1. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik).

2. Menghimpun ayat-ayat al-Qurˋân yang masih dalam satu bahasan.

3. Menyusun runtutan ayat-ayat al-Qurˋân yang berkaitan dengan ayat-ayat

sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang belakang turun

ayat atau asbâb al-nuzûl (bila ada).

4. Memahami korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-

masing.

5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna, sistematik dan utuh

(out-line).

6. Melengkapi penjelasan dengan ayat ayat al-Qurˋân dan hadis, riwayat

sahabat dan lain-lain yang relevan bila dipandang perlu sehingga

pembahasan menjadi semakin sempurna dan semakin jelas.

7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan

menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama.

8. Mempunyai tujuan-tujuan dalam pembahasan. Yaitu menyingkap kebenaran

al-Qurˋân dengan menyebutkan hikmah dalam pensyari’atan dalam sebuah

aturan.34

Adapun metode tafsir mawdûʻî kedua yaitu dalam mengelompokkan ayat-

ayat al-Qurˋân dalam satu surah, dapat dilalui dengan metode sebagai berikut;

1. Menyantumkan pendahuluan dengan menyebutkan asbâb al-Nuzûl,

urutan turunnya surah, masuk dalam pembagian surah makiyyah

34

Mustafa Muslim, Mabahits fî Tafsîr Mawdûʻî, (Beirut: Darul Qolam, 1989), hlm. 73.

Page 53: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

38

atau madaniyyah, dan tergolong dalam surah panjang, sedang atau

pendek, fadhilah-fadhilah surah tersebut.

2. Mencoba untuk mengetahui tujuan dasar surah yang akan dikaji.

3. Membagi kedalam beberapa bahasan khususnya surah-surah yang

tergolong panjang dan tiap-tiap kelompok bahasan masing-masing

dijelaskan munasabahnya.35

E. Keistimewaan Metode Tafsir Mawdûʻî

Jika diperhatikan metode tafsir mawdûʻî (tematik) sesuai dengan

pemikiran, kebutuhan, dan kepentingan manusia saat ini, dan sejalan dengan

perkembangan zaman modern, zaman yang generasinya sedang dihadapkan

dengan berbagai kebingungan. Seandainya telaah telaah al-Qurˋân

menggunakan metode modern sejak jaman terdahulu sehingga dapat

memudahkan manusia dalam menjawab persoalan-persoalan dalam

kehidupan saat ini, tentunya manusia dan pikirannnya akan merasa tenang

menghadapi berbagai tantangan dan perkembangan teknologi. Mereka pun

tentunya akan tahu benar akan hal-hal yang dapat menjauhkannya dari

agama.

Diantara keistimewaan metode tafsir mawdûʻî (tematik) adalah sebagai

berikut.

1. Metode ini menghimpun semua ayat yang memiliki kesamaan tema.36

2. Peneliti dapat melihat keterkaitan antar ayat yang memiliki makna,

35

Mustafa Muslim, Mabahits fî Tafsîr Mawdûʻî, hlm. 40. 36

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm. 55.

Page 54: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

39

petunjuk, keindahan, dan kefasihan al-Qurˋân.37

3. Peneliti dapat menangkap ide al-Qurˋân yang sempurna dari ayat-ayat

yang memiliki kesamaan tema.38

4. Metode ini dapat menyelesaikan kesan kontradiksi antar ayat al-Qurˋân

yang selama ini dilontarkan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki

maksut jelek, dan dapat menghilangkan kesan kesenjangan antar agama

dan ilmu pengetahuan.

5. Metode ini sesuai dengan tuntutan zaman modern yang mengharuskan

kita merumuskan hukum-hukum universal yang bersumber dari al-

Qurˋân bagi seluruh negara Islam.

6. Metode ini membantu para pelajar secara umum untuk sampai pada

petunjuk al-Qurˋân tanpa harus merasa lelah menyimak uraian kitab-

kitab tafsir yang beragam.

7. Dengan metode ini para pendakwah baik yang profesional maupun

amateuran, dapat menangkap seluruh tema-tema al-Qurˋân. Metode ini

pun memungkinkan untuk menyampaikan hukum-hukum Allah dengan

jelan dan mendalam.

8. Kondisi saat ini, sebagaimana yang dikatakan al-Sayyid al-Kumi,

membutuhkan sebuah metode tafsir yang lebih cepat menemukan

pesan-pesan al-Qurˋân, khususnya pada zaman sekarang ketika

atmosfir agama banyak dikotori oleh debu-debu penyimpangan, dan

37

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm. 55. 38

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm. 55.

Page 55: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

40

langit kemanusiaan telah ditutupi awan kesesatan dan memusyrikan.39

F. Karya-karya Tafsir Mawdûʻî

Karya-karya yang hanya membahas satu tema juga telah lahir dari ulama-

ulama dulu. Setelah metode tafsir mawdûʻî diperkenalkan dan diperbincangkan,

muncullah karya-karya tafsir yang menggunakan metode ini. Muhammad ʻAbduh

dipandang sebagai pemimpin gerakan penulisan kitab tafsir dengan menggunakan

metode ini. Setelah melihat tafsir al-Manar walaupun secara umum menggunakan

metode tahlîlî, ada kecenderungan kuat untuk mengklasifikasi tema-tema al-

Qurˋân. Lalu muncullah Syaikh Mahmud Syaltût, ia adalah orang yang pertama

kali menulis kitab tafsir dengan menggunakan metode tafsir mawdûʻî secara utuh.

Setelah karyanya, bermunculanlah karya lain seperti:

1. Al-Mar’ah fi al-Qurˋân al-Karîm, karya Abbas al-ʻAqqad;

2. Al-Ribâ fî al-Qurˋân al-Karîm, karya Abu al-A’la al-Maududi;

3. Al-Aqidah min al-Qurˋân al-Karîm, karya Muhammad Abu Zahra;

4. Al-Uluhiyyah wa al-Risâlah fî al-Qurˋân al-Karîm, karya Muhammad al-

Samahi;

5. Al-Insân fî al-Qurˋân al-Karîm, karya Ibrahim Mahnan;

6. Muqawwamat al-Insâniyyah fi al-Qurˋân al-Karîm, karya Ibrahim Mahnan;

7. Ayat al-Qasam fi al-Qurˋân al-Karîm, karya Ahmad Kamal al-Mahdi;

8. Al-Wash aya al-Asyr, karya Iman Akbar Mahmud Syaltût;

9. Al-Wash aya Sûrat al-Isrâ, karya ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi;

39

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm. 56.

Page 56: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

41

Sebagian kitab yang disebutkan di atas, ada yang menerapkan metode mawdûʻî

secara utuh ada pula yang tidak.40

40

ʻAbd. al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, hlm. 60.

Page 57: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

43

BAB III

MENGENAL MUHAMMAD AL-GHAZALI DAN KARYANYA

A. Biografi Muhammad Al-Ghazali

Muhammad al-Ghazali1 lahir di Mesir pada 22 Sepetember 1917 M dan

wafat pada usia 78 tahun di Riyadh, Arab Saudi pada 9 Syawal H bertepatan pada

tanggal 6 Maret 1996. Muhammad al-Ghazali lahir di Nakla al-‘Inab, Ital al-

Barud, Buhairah, sebuah desa yang terkenal di Mesir yang banyak melahirkan

tokoh-tokoh Islam terkemuka pada zamannya. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya

adalah mujahidi dan penyair Mahmud Sami al-Barudi, Syaikh Salim al-Bisri,

Syaikh Ibrahim Hamrusy, Syaikh Muhammad ʻAbduh, Syaikh Muhammad

Syaltût, Syaikh Hassan al-Banna, Dr. Muhammad al-Bahi, Syaikh Muhammad al-

Madani, Syaikh ʻAbdul Aziz Isa, dan Syaikh ʻAbdullah al-Musyidi.2

Muhammad al-Ghazali lahir dalam peradaban jahiliyah modern,

penjajahan idiologi, ekonomi, budaya, dan intelektual. Ide-idenya di dasarkan

pada al-Qurˋân dan al-Hadis. Penuh dengan keobyektifan dan kajian ilmiyah yang

piawai dan profesional. Ia mempunyai kemampuan untuk menggugah hati yang

tertidur lelap. Dapat menghilangkan segala macam kekaburan dalam berbagai

problematika agama. Senantiasa berfikir dan semangat untuk konsekuen dan

1 Konon ayah Muhammad al-Ghazali memberi nama tersebut karena ia bermimpi dan

memperoleh isyarah Hujjatul Islam, Abu Hamid al-Ghazali, agar ayah beliau memberikan anaknya

nama Imam Al Ghazali. Lihat: Muh. Munawir Az Zahidi, “Kata Pengantar” dalam Muhammad

Al-Ghazali, Analisis Polemik Hadis; Transformasi Modernisasi, terj. Muh. Munawir al-Zahidi

(Surabaya: Dunia Ilmu , 1997), cet I, hlm. V. 2 Syaikh Muhammad al-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qurˋân, terj. Masykur Hakim dan

Ubaidillah (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 5.

Page 58: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

44

konsisten pada pendiriannya. Muhammad al-Ghazali sangat menekankan hobinya

dalam membaca. Tidak hanya membaca nahwu shorof, fiqih dan tasawuf saja.

Bahkan harus lebih dari itu agar kita tidak dimarginalkan oleh kelompok-

kelompok yang skeptis dan apriori terhadap kita. Al-Ghazali berkata;

“Membaca buku itu mempunyai banyak peranan penting bagi orang yang sibuk

di lapangan dakwah. Bahkan mempunyai latarbelakang yang kokoh yang harus

dipegang erat-erat oleh seseorang di dalam pemikirannya. Seorang dai yang

mendalami ilmu fiqih yang selalu diliputi dengan berbagai problematika agama

akan mendapat suudzan bila kurang membaca atau kurang mendalami

kebudayaan. Boleh jadi mereka tidak akan mendapat kepercayaan dari

masyarakat. ”3

Muhammad al-Ghazali mendapat pendidikan awal di kampungnya. Sejak

kecil lagi beliau sudah menunjukkan ciri-ciri keilmuan yang unggul dengan

kemampuan menghafal al-Qurˋân ketika berumur 10 tahun. Beliau mendapat

pendidikan dasar dan menengah di Sekolah Agama Iskandariah, Mesir. Semasa

memasuki sekolah peringkat dasar usianya baru sebelas tahun yaitu pada tahun

1928. Beliau meneruskan sekolah kejuruan tinggi ke Universitas al-Azhar pada

tahun 1937 dan lulus dari Fakultas Ushuluddin pada tahun 1941. Di Fakultas

Ushuluddin, beliau telah berguru dengan ulama-ulama besar al-Azhar, di

antaranya ‘Abd ‘Azim al-Zarqani, Mahmud Syaltût, Muhammad Yusuf Musa

(1963M) dan Muhammad Ghallab. Pada tahun 1937, beliau telah berkecimpung

dengan gerakan Ikhwan Muslimun pimpinan Hasan al-Banna, dengan menjadi

ahli gerakan ini. Sejak dari itu, beliau telah bergiat cergas dalam dakwah dan

banyak pemikiran, pengalaman dan didikan yang diambil dari Hasan al-Banna.

3 “Kata Pengantar” dalam Muhammad Al-Ghazali, Analisis Polemik Hadis, terj. Muh.

Munawir al-Zahidi, hlm. vi.

Page 59: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

45

Pada tahun 1943, beliau menerima ijazah Diploma Pendidikan pengkhususan

Bahasa Arab dan Kesusasteraan dan ijazah Pengkhususan Dakwah daripada

Fakultas Ushuluddin, Universiti al-Azhar.

Muhammad al-Ghazali merupakan anak didikan Hasan al-Banna dan

ulama besar al-Azhar. Muhammad al-Ghazali begitu terkesan dengan didikan dari

Hasan al-Banna. Muhammad al-Ghazali menganggap Hasan al-Banna sebagai

pendorong dan pembimbingnya dalam medan dakwah. Muhammad al-Ghazali

menyifatkan Hasan al-Banna seorang pejuang yang ikhlas, mempunyai peribadi

yang mulia dan pentafsir al-Qurˋân yang baik. Beliau mempunyai kelebihan

karena dapat memahami uslub yang susah lalu disampaikan kepada masyarakat

dengan uslub yang begitu menarik dan mudah difahami.4

Menurut Yusuf al-Qardawi bahwa Muhammad al-Ghazali dalam penjara

Tur selalu meniupkan semangat perjuangan dengan mengatakan bahawa kematian

Hasan al-Banna tidak bermakna pertentangan dengan musuh-musuh Allah dan

umat Islam telah berakhir. Panji-panji Hasan al-Banna akan diteruskan oleh

murid-muridnya dan dakwahnya tidak akan lenyap. Muhammad al-Ghazali juga

terkesan dengan didikan ulama-ulama besar al-Azhar. Beliau mengakui

terpengaruh dengan didikan ‘Abd. al-‘Azim al-Zarqani r.h., guru tafsir dalam

Fakultas Ushuluddin. Di Sekolah Agama Iskandariah, beliau terpengaruh dari

gurunya yang bernama Ibrahim al-Gharbawi dan ‘Abd. al-‘Azim Bilal, guru

pendidikan psikologi. Beliau juga terpengaruh dengan Mahmud Syaltût, guru

dalam bidang Tafsir, dan kemudian menjadi Syaikh al-Azhar. Begitulah tokoh-

4 “Kata Pengantar” dalam Muhammad al-Ghazali, Analisis Polemik Hadis, terj. Muh.

Munawir al-Zahidi hlm. viii. Lihat pada Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Berdialog dengan al-

Qurˋân, terj. Masykur Hakim dan Ubaidillah (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 6.

Page 60: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

46

tokoh ulama yang mempengaruhi jiwa Muhammad al-Ghazali sehingga beliau

tidak mengenal arti penat dan lelah, sanggup dipapah di serata dunia semata-mata

untuk menyebarkan dakwah serta meninggikan kalimah Allah yang mulia.5

Muhammad al-Ghazali merupakan seorang penulis sejak beliau menuntut

di Universitas al-Azhar dalam usia yang masih muda. Menurutnya, masa yang

paling baik baginya menulis ialah selepas solat subuh. Muhammad al-Ghazali

menjadi penulis dalam akhbar al-Muslimun, al-Nazir, Liwa’ al-Islami, Mimbar al-

Islam, Majalah al-Azhar, dan lain-lain akhbar di Mesir. Di Arab Saudi, beliau

menulis di akhbar al-Da‘wah, al-Tadaman al-Islami, dan Majalah Rabitah.

Sementara di Qatar dalam majalah Ummah dan di Kuwayt dalam majalah al-

Wa’yu al-Islami dan al-Mujtama. Banyak pemikiran yang diutarakan dalam

tulisan-tulisannya sehingga beliau dikenali sebagai Adib al-Da‘wah. Pada 21 Juli

1981, beliau dilantik menjadi Timbalan Menteri Kementerian Wakaf, Bahagian

Dakwah. Beliau juga pernah menjadi imam dan khatib di Masjid al-Azhar, Masjid

Atabah al-Qadraˋ dan Masjid ʻAmru bin al-ʻAs. Dalam bidang akademik,

Muhammad al-Ghazali pernah bertugas sebagai Profesor di Universitas Qatar dan

mengetuai Lembaga Akademik Fakultas Pengajian Islam, Universiti Amir Abd al-

Qadir di Algeria. Beliau juga pernah menjadi tenaga pengajar di Universiti Umm

al-Quraʻ, Mekkah. Beliau juga pernah mengajar di Fakultas Syariah dan Fakultas

Ushuluddin di Universitas al-Azhar.6

5 Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qurˋân, terj. Masykur Hakim dan

Ubaidillah hlm. 1. 6 Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qurˋân, terj. Masykur Hakim dan

Ubaidillah, hlm. 7

Page 61: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

47

Semasa hayatnya, Muhammad al-Ghazali pernah menerima anugerah

Ijazah al-Malik Faisal dalam bidang Khidmat Islam pada tahun 1989, Anugerah

Penulis pada tahun 1991, Anugerah Penghargaan Negara Mesir pada tahun 1992

dalam bidang Ilmu Kemasyarakatan. Anugerah Presiden bagi kesarjanaan yang

cemerlang Universitas Islam Antarabangsa pada tahun 1995.7

Muhammad al-Ghazali telah meninggalkan khazanah ilmu yang amat

bernilai untuk generasi kini dan seterusnya. Beliau telah menghasilkan lebih dari

60 buah kitab dalam bidang kajian pemikiran Islam dan dakwah Islamiah.

Seorang wartawan pernah bertanya kepada beliau mengenai sumbangannya dalam

medan dakwah melalui buku-bukunya lalu beliau menjawab dengan penuh rendah

diri bahwa tidak berpuas hati apa yang telah beliau sumbangkan kepada dunia

ilmu Islam. Beliau bercita-cita jikalau umur ini boleh kembali semula, beliau akan

berkhidmat untuk Islam lebih dari apa yang ada sekarang.

B. Pandangan Muhammad Al-Ghazali tentang al-Qurˋân.

Pemikiran Muhammad al-Ghazali tentang al-Qurˋân tersebar dalam

bukunya, tetapi pembahasan yang secara khusus pada al-Qurˋân dapat ditemukan

dalam karya tulisnya yang berjudul Nazharat fî al-Qurˋân al-Karîm (1986),

Kayfa Nata’amal ma’a al-Qurˋân al-Karîm (1992), Nahwa Tafsîr Mawduʻî li

Suwar al-Qurˋân al-Karîm (1996).

Muhammad al-Ghazali menyatakan bahwa al-Qurˋân adalah kitab suci

komprehensif, yang tidak mungkin terlepas dari diskursus kehidupan beragama

7 “Kata Pengantar” dalam Muhammad al-Ghazali, Analisis Polemik Hadis, terj. Muh.

Munawir al- Zahidi, hlm. vii.

Page 62: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

48

dan bermasyarakat, karena al-Ghazali sanggup merespon segala bentuk dinamika

yang terjadi pada setiap zaman. Ada beberapa poin yang ingin ditegaskan oleh

Muhammad al-Ghazali ketika berinteraksi dengan al-Qurˋân, yaitu:

1. Al-Qurˋân adalah kitab komprehensif, sumber utama bagi kebudayaan,

pengetahuan dan keilmuan dimana di dalamnya ada suatu kesatuan dan kepaduan

maksud. Menurutnya ketika al-Qurˋân berbicara tentang alam semesta, misalnya,

pada saat yang sama ia membangun pondasi akidah dan membangun akhlak

mulia. Membaca semesta, realitas, dan sejarah membawa pada iman,

mengantarkan kepada tauhid, dan membangun akhlak.8

2. Memahami sunnah Ijtima’iah. Sunnah Ijtima’iah di sini adalah suatu

aturan baku dan konstan yang berlaku pada ranah sosial kemasyarakatan

kemudian diperintahkan oleh al-Qurˋân untuk dicermati, dipelajari dan

dipedomani manusia dalam kehidupan mereka. Untuk mendapatkan pemahaman

tersebut, diperlukan pembacaaan yang teliti dan mendalam atas ayat-ayat al-

Qurˋân serta pengamatan yang jeli terhadap jejak langkah umat terdahulu.

Berbekal pemahaman tersebut, diharapkan mampu memberikan perubahan sosial

dan menciptakan kehidupan yang kondusif.9

3. Memahami teks sejalan ruh kekinian. Ambil contoh, ayat tentang besi

dalam al-Qurˋân (QS al-Hadid: 25). Pemahaman awal tentang ayat ini adalah

bahwa Allah telah menciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat

8 Syaikh Muhammad Al-Ghazali , Nahwa Tafsir Mawdûʻi li Suwar al-Qurˋân al-Karîm, (

Kairo, Dâr: al-Syurûq, 1995), cet- I, hlm, 5. 9

Wardatun Nadhiroh, Hermeneutika al-Qurˋân Muhammad Al-Ghazali (Telaah

Metodelogis atas Kitab Nahwa Tafsir Mawduʻi li as-Suwar al-Qurˋân al-Karim), (Banjarmasin,

IAIN Antasari, 2014), hlm. 285. Vol. 15. No. 2. Lihat Muhammad al-Ghazâli, Kayfa Nata’âmal

ma’a al-Qur`ân, Mansoura: Dâr al-Wafâ` lî al-Thibâ’ah wa al-Nasyr wa al-Tawzî’, cet. III, 1992,

hal. 49.

Page 63: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

49

dan berbagai manfaat bagi manusia, supaya mereka mempergunakannya dalam

membela agama-Nya. Tujuannya jelas yaitu mempergunakannnya besi dengan

menjadikannya pedang atau tombak untuk membela agama Allah. Namu term

”besi” dalam napas kekinian tidak lagi hanya identik dengan pedang atau tombak,

melainkan tank tempur, kapal perang, dan peralatan perang canggih lainnya. Kini,

membela agama Allah bukan lagi dengan tombak atau pedang, melainkan dengan

peralatan perang modern itu.10

4. Menangkap makna al-Qurˋân secara utuh dan menyeluruh.11

5. Berbeda pendapat bukan berarti beda agama.12

Muhammad al-Ghazali meyakini bahwa al-Qurˋân merupakan satu

kesatuan yang saling mengikat. Ayat-ayatnya memuat topik yang spesifik. Ayat-

ayat yang membahas satu tema juga saling melengkapi dan menyempurnakan. Di

sisi lain, laksana tubuh yang anggota-anggotanya saling menyatu, tidak

bertentangan dan tidak tercerai berai.13

Selanjutnya, dengan berkeyakinan bahwa

al-Qurˋân itu suatu kesatuan, Muhammad al-Ghazali menegaskan bahwa susunan

dan urutan ayat dan surah dalam al-Qurˋân juga merupakan suatu kesatuan yang

kokoh, akurat dan serasi mengingat al-Qurˋân sepenuhnya didasarkan atas

petunjuk wahyu.

10

Wardatun Nadhiroh, Hermeneutika al-Qurˋân Muhammad al-Ghazali (Telaah

Metodelogis atas Kitab Nahwa Tafsir Mawdûʻi li as-Suwar al-Qurˋân al-Karim), hlm. 286. Vol.

15. No. 2. Lihat Syaikh Muhammad al-Ghazali , Nahwa Tafsir Mawdûʻi li Suwar al-Qurˋân al-

Karîm, hlm. 441. 11

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Tafsir Tematik dalam al-Qurˋân, (Yogyakarta: Gaya

Media Pratama, 2004), terj. M.Qoridun Nur dan Ahmad Musyafiq, cet I, hlm. Vi. 12

Syaikh Muhammad al-Ghazali , Nahwa Tafsir Mawdûʻi li Suwar al-Qurˋân al-Karîm,

hlm, 70. 13

Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qurˋân, terj: Nasiruddin Abbas (Jakarta: Pustaka

al-Kautsar, 2010) , hlm. 436.

Page 64: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

50

C. Mengenal Kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân Al-Karîm.

Dalam perkembangan tafsir mawdûʻî mempunyai dua macam bentuk

kajian. Tafsir mawdûʻî yang umum diketahui (tafsir tematis) pembahasan

berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam al-Qurˋân. Dengan cara

menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qurˋân yang berbicara tentang satu masalah

tertentu serta mengarah kepada satu tujuan yang sama, sekalipun turunnya

berbeda dan tersebar di pelbagai surah al-Qurˋân.14

Adapun bentuk bentuk kajian

kedua, Tafsir mawdûʻî per surah. Metode ini menekankan pada pembahasan satu

surah yang dilakukan secara menyeluruh dan utuh dengan menjelaskan

maksudnya yang bersifat pribadi maupun khusus, dan menjelaskan keterkaitan

antara tema yang satu dengan tema yang lainnya, sehingga surah itu nampak

merupakan suatu pembahasan yang sangat kokoh dan cermat.15

Al-Ghazali juga ikut serta mengembangkan metode tafsir tematik per-

Surah, faktor yang mendukung al-Ghazali ikut serta mengembangkan metode

kajian tafsir mawdûʻî per Surah yaitu sejak al-Ghazali mulai belajar al-Qurˋân

sejak masih kanak-kanak, dan mengahapalnya pada usia sepuluh tahun. Al-

Ghazali mulai mengkaji secara serius, dan menjadi yakin bahwa ada keperluan

untuk menafsirkannya. Namun, sebagaimana al-Ghazali membaca al-Qurˋân

sampai usia berkepala delapan, al-Ghazali merasakan masih sedikit dapat

memahami pengertiannya. Al-Ghazali merasa satu tekanan kuat untuk terus

14

M. al-Fatih Suryadilaga, dkk., Metodelogi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: TERAS, 2005),

hlm. 47. 15

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Tafsir Tematik dalam al-Qurˋân, terj. M.Qoridun Nur

dan Ahmad Musyafiq, cet I, hlm. Vi.

Page 65: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

51

mengkajinya secara lebih mendalam dan mencoba serta menghubungkan tema-

tema, bagian-bagian yang juga terdapat dalam surah, agar dapat mengidentifikasi

karakter dan keseluruhan tujuannya.

Menurut al-Ghazali membaca al-Qurˋân seharusnya diikuti dengan

pemahaman dan analisis kritis. Hal ini seharusnya diusahakan oleh setiap individu

muslim dalam menyikapi kitabnya. Begitu halnya dengan studi-studi al-Qurˋân,

semestinya dilaksanakan secara berkesinambungan. Mempelajari al-Qurˋân

berarti membaca al-Qurˋân, memahami, menganalisis, dan mengungkap sunah-

sunah (hukum-hukum) Allah, termasuk juga pesan-pesan, ketentuan-ketentuan

beragam ancaman dan kabar gembira, janji dan ancaman serta pelbagai kebutuhan

umat Islam untuk mengisi perannya dalam peradaban dunia.16

Al-Ghazali berpendapat bahwa masalah ini perlu mendapat perhatian lebih

serius serta perlu kajian ulang dan diskusi lebih lanjut. Lebih-lebih lagi untuk

spesialisasi pendidikan dan psikologi anak, dan adanya kaset-kaset rekaman

hafalan yang menginginkan adanya bacaan al-Qurˋân secara berkesinambungan,

karena kebutuhan mendesak di samping daya hafalan yang kuat juga tidak kalah

pentingnya memahami al-Qurˋân secara mendalam.17

Kondisi seperti ini perlunya kajian al-Qurˋân yang lebih mendalam untuk

menghadapi persoalan tersebut telah diupayakan Muhammad al-Ghazali al-

Qurˋân tersebar dalam karyanya yang berjudul; Nazharat fî al-Qurˋân al-Karîm

16

Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Berdialog dengan al-Qurˋân, terj. Masykur Hakim dan

Ubaidillah (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 18. 17

Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Berdialog dengan al-Qurˋân, terj. Masykur Hakim dan

Ubaidillah, hlm. 26.

Page 66: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

52

(1986), Kayfa Nata’amal ma’a al-Qurˋân al-Karîm (1992), Nahwa Tafsîr

Mawdûʻi li Suwar al-Qurˋân al-Karîm (1996). Tetapi pembahasan yang secara

khusus pada kajian tafsir tematik mawdûʻî per Surah dapat ditemukan dalam

karya tulisnya Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm (1996).

Karya tafsir metode mawdûʻî karya Muhammad al-Ghazali, yang berjudul

Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm, di halaman pertama setelah

cover depan dicetak pada tahun 1416 H/ 1995 M, cetakan kedua dicetak pada

tahun 1416 H/ 1996 M, cetakan ketiga pada tahun 1417 H/ 1997 M dan cetakan

keempat dicetak pada tahun 1460 H/ 2000 M di Kairo Dâr: al-Syurûq. Pada

cetakan pertama terdapat 556 halaman dan berbahasa arab dengan urutan cover

depan berikut serta dicantumkan urutan tahun cetakan pertama sampai cetakan

keempat, muqaddimah, dan pembahasan tafsir persurah dengan mengikuti mushaf

al-Qurˋân dimulai dari penafsiran surah al-Fâtihah dan diakhiri dengan surah al-

Nâs.

Adapun karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh

tafsir al-Azhar dengan judul “Tafsir Tematik al-Qurˋân 30 Juz (1-26)” cetakan

pertama dicetak oleh Futuh Printika diterbitkan oleh Pernerbit Islamika pada

tahun 2004 di Yogyakarta. Pada cetakan pertama versi bahasa Indonesia terdapat

583 halaman dan hanya menyajikan 26 surah dengan urutan penulisan mulai dari

cover depan, pedoman transliterasi Arab- Indonesia, pengantar penerbit, kata

pengantar, muqaddimah dan pembahasan tafsir per surah dengan mengikuti urutan

mushaf al-Qurˋân mulai dari surah al-Fâtihah dan penutup surah al-Syuʻara’.

Page 67: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

53

Cetakan kedua diterjemahkan oleh M. Qodirudin Nur dan Ahmad

Musyafiq dengan judul “Tafsir Tematik dalam al-Qurˋân” cetakan kedua dicetak

oleh Radar Jaya Jakarta dan diterbitkan oleh Gaya Media Pratama pada tahun

2005 di Ciputat. Pada cetakan kedua versi bahasa indonesia dengan penerbit dan

dicetak dengan berbeda dengan cetakan pertama dengan jumlah 699 halaman

dengan urutan penulisan mulai dari cover depan, pedoman transliterasi Arab-

Indonesia, pengantar penerbit, kata pengantar, muqaddimah dan pembahasan

tafsir mawdûʻî per surah dengan mengikuti urutan mushaf al- Qurˋân.

Karya ini sesungguhnya adalah sebuah kontribusi kecil untuk memahami

al-Qurˋân secara obyektif, dengan suatu harapan bahwa saya bisa membuka

kawasan tertentu atau membuka pintu tertentu dan bukan sebaliknya. Dalam

menyajikan Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm al-Ghazali

menguraikan dengan detail masalah yang berkaitan dengan surah yang dikaji.

Misalnya tentang jumlah ayat, tempat diturunkannya ayat, tema-tema yang

menjadi pokok kajian dalam surah, nama-nama lain dari surah tersebut, dan

seterusnya. Setelah al-Ghazali memberikan penjelasan tentang hal-hal yang terkait

dengan surah tersebut, al-Ghazali memulai kajiannya dengan masuk pada ayat-

ayat yang menurutnya dapat mewakili topik pembahasan pada surah tersebut.

Sistematika penyajian tafsir yang ditempuh oleh Muhammad al-Ghazali

dalam kitabnya Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm adalah

sitematika penyajian runtut berdasarkan tertib susunan surat yang ada dalam

Mushaf Utsmani atau Tartîb al-Mushaf, bukan berdasarkan atas turunnya wahyu

atau Tartîb al-Nuzuli.

Page 68: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

54

Dalam bentuk penulisan kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- Qurˋân

al-Karîm, Muhammad al-Ghazali mengutip sumber dengan menuliskan

keterangan nama surah dan ayat dalam bentuk catatan kaki. Dengan kata lain

Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm bisa dikatakan mempunyai

bentuk penulisan tafsir yang disebut bentuk penulisan ilmiah.

Page 69: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

56

BAB IV

KAJIAN METODOLOGIS KITAB NAHWA TAFSÎR MAWDÛʻÎ

LI SUWAR Al-QURˋÂN Al-KARÎM

A. Metode Tafsir Tematik per Surah Pada Kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li

Suwar al-Qurˋân al-Karîm

Pendekatan metode tafsir mawdûʻî per surah pada kitab Nahwa Tafsir

Mawdûʻî li Suwar al-Qurʻân al-Karîm telah dijelaskan oleh Muhammad al-

Ghazali dalam muqaddimahnya bahwa masing-masing surah dalam al-Qurˋân

memiliki satu kesatuan yang saling mengikat. Ayat-ayat yang saling berkaitan

pada suatu surah memiliki gambaran ringkas, sehingga dapat diidentifikasi tema

utamanya. Serta dijelaskan pengertian dari tema utama suatu surah dan ide-ide

yang tajam dikaitkan dengan persoalan subyeknya. Al-Ghazali dengan teliti

mencermati yang berhubungan dengan tema utama dari masing-masing surah, dan

menegaskan bahwa bagaimanapun juga sejumlah isu-isu yang berbeda juga

diobservasi dan diperhatikan olehnya.

Muhammad al-Ghazali juga meyakini bahwa al-Qurˋân merupakan satu

kesatuan yang saling mengikat. Ayat-ayatnya memuat topik yang spesifik. Ayat-

ayat yang membahas satu tema juga saling melengkapi dan menyempurnakan. Di

sisi lain, ia juga meyakini bahwa setiap surah menggambarkan adanya kesatuan

Page 70: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

57

tematik yang saling berhubungan dengan yang lain, laksana tubuh yang anggota-

anggotanya saling menyatu, tidak bertentangan dan tidak terrcerai berai.1

Dalam hal ini, al-Ghazali menjelaskan dalam muqaddimah kitab tafsirnya

bahwa ia berusaha menyamai atau melebihi karya Syaikh Muhammad ʻAbdullah

ibn Darraz dalam kajiannya tentang surah al-Baqarah pada kitab al-Naba’ al-

ʻAzhîm. Menurut al-Ghazali kitab al-Naba’ al-ʻAzhîm merupakan kitab tafsir

mawdûʻî pertama dalam menjelaskan suatu surat.2

Syaikh Muhammad ibn Darraz menafsirkan surah al-Baqarah yang

merupakan surah panjang dalam al-Quran dengan metode mawdûʻî berbasis surah

dan berhasil menampilkan surah al-Baqarah sebagai satu kesatuan yang memiliki

corak yang indah.3 Muhammad ibn Darraz adalah salah satu murid Muhammad

ʻAbduh yang mewujudkan gagasan kesatuan tema-tema al-Qurˋân. Gagasan yang

diwujudkan oleh Muhammad ibn Darraz yaitu dengan cara menulusuri pokok-

pokok bahasan yang terdapat dalam tiap surah al-Qurˋân, karena setiap surah

memiliki pembahasan pokok sendiri-sendiri.4

Pendekatan kesatuan tema dapat dilihat dalam penafsiran al-Ghazali pada

surah al-Baqarah. Ia menjelaskan awal penafsiran surah dengan menyatakan tema-

tema pokok utama. Menurut al-Ghazali surah al-Baqarah berbicara tentang tiga

1 Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, terj. Nasiruddin Abbas (Jakarta: Pustaka al-

Kautsar, 2010), hlm. 436. 2 Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm, (

Kairo, Dâr: al-Syurûq, 1995), cet- I, hlm, ix. 3 Syaikh Muhammad al-Ghazali, “Kata Pengantar” Tafsir Tematik dalam al-Qur’an,

(Yogyakarta: Gaya Media Pratama, 2004), terj. M.Qoridun Nur dan Ahmad Musyafiq, cet I, hlm.

ix. 4 M. Quraish Shihab, Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an, “Hukum, Keadilan, dan Hak

Asasi Manusia”, (Jakarta: Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an, 2010), seri 5, hlm. xxvi-xxviii.

Page 71: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

58

tema pokok utama, yaitu; sindiran Allah terhadap kaum Yahudi, klasifikasi

golongan-golongan manusia terhadap risalah dan menjelaskan posisi mereka

antara Mukmin dan kafir atau antara orang-orang yang menepati janji atau

mengingkarinya. Pembentukan masyarakat baru di Madinah dan penjelasan

tentang lima rukun Islam seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.5

Pendekatan kesatuan tema juga dapat ditemukan dalam penafsiran al-

Ghazali pada surah Âli-ʻImrân. Ia menjelaskan awal penafsiran surah dengan

menyatakan tema-tema pokok utama. Menurut al-Ghazali surah Âli-ʻImrân

berbicara tentang dua tema pokok utama yaitu; Dialog dengan Ahli Kitab (Yahudi

dan Nasrani) yang memusuhi Islam di dalam kota Madinah dan Komentar atas

kekalahan Perang Uhud yang menyebabkan banyak kaum Muslim terluka hingga

menimbulkan kesedihan di dalam puluhan rumah.6

Begitupun pendekatan kesatuan tema juga dapat ditemukan dalam

penafsiran al-Ghazali pada surah al-Nisâ. Ia menjelaskan awal penafsiran surah

dengan menyatakan tema-tema pokok utama. Menurut al-Ghazali, sepertiga awal

surah ini berbicara tentang sebuah masyarakat kecil (keluarga) dan

permasalahannya, dan dua pertiga sisanya berbicara tentang umat masyarakat

yang besar dan segala permasalahan yang ada di dalamnya. Maka fokus

5 Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurˋân al-Karîm,

(Kairo: Dâr: al-Syurûq, 1995), cet- I, hlm, 11-25. 6 Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 27.

Page 72: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

59

pembicaraan surat ini secara keseluruhan berkenaan denganhubungan sosial

masyarakat dan urgensi pengaturan dan pengontrolannya.7

Dari penjelasan singkat di atas dapat dilihat dalam penafsirannya bahwa

al-Ghazali berusaha menampilkan tafsir mawdûʻî per surah dalam kitab Nahwa

Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurʻân al-Karîm dengan menggunakan pendekatan

kesatuan tema.

B. Langkah-langkah Penafsiran

Dalam tahapan penafsiran, penulis menemukan langkah-langkah metode

tafsir mawdûʻî per surah yang telah dirumuskan oleh Mustofa Muslim

sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab dua. Dalam kitab Nahwa

Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qurʻân al-Karîm, al-Ghazali tidak menyebutkan

langkah-langkah penafsiran secara langsung, namun penulis berusaha

merumuskan langkah-langkah penafsiran metode tafsir mawdûʻî per surah yang

digunakan Muhammad al-Ghazali dalam kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar

al-Qurʻân al-Karîm. Berdasarkan analisa pribadi, langkah-langkah penafsiran

dapat dirinci sebagai berikut:

1. Membaca dan mencermati isi kandungan surah tersebut.

2. Mengangkat tema utama surah tertentu dan membagi kedalam beberapa

bahasan khususnya surah-surah yang tergolong panjang.

3. Hanya menafsirkan ayat-ayat yang dapat mewakili tema utama surah.

7 Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 72.

Page 73: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

60

4. Menjelaskan keterkaitan ayat-ayat yang mendukung dalam pembahasan

tema utama yang sudah dibagi kedalam beberapa bahasan khususnya pada

surah yang tergolong panjang, sehingga surah itu nampak merupakan suatu

pembahasan yang sangat kokoh dan cermat.

5. Mengkompromikan dengan surah lain jika terdapat ayat-ayat yang

bertentangan maupun berkaitan dengan pokok pembahasan.

6. Menjelaskan ayat terakhir sebagai penutup dan penyempurna dari tema-

tema utama sebelumnya pada surah tersebut.

Langkah-langkah penafsiran metode tafsir mawdûʻî per surah yang

digunakan Muhammad al-Ghazali dalam kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar

al-Qurʻân al-Karîm terlihat ada sedikit perbedaan dengan langkah-langkah

metode tafsir mawdûʻî per surah yang telah dirumuskan oleh Mustofa Muslim.

Perbedaan ini terlihat pada langkah awal dan langkah akhir metode tafsir mawdûʻî

per surah yang digunakan al-Ghazali pada kitab tafsirnya. Langkah pertama,

sebelum al-Ghazali masuk pada pembahasan penafsirannya, al-Ghazali terlebih

dahulu membaca dan mencermati isi kandungan surah tersebut lalu menetapkan

tema pokok utama masing-masing surah. Langkah keenam yaitu langkah terakhir

al-Ghazali menjelaskan ayat terakhir sebagai penutup dan penyempurna dari

tema-tema utama sebelumnya pada surah tersebut. Namun, berbeda halnya dalam

langkah awal dan langkah akhir pada metode tafsir mawdûʻî per surah yang telah

dirumuskan Mustofa Muslim. Dalam langkah-langkah metode tafsir mawdûʻî per

surah yang telah dirumuskan Musthofa Muslim, langkah pertama penafsir

menyantumkan pendahuluan dengan menyebutkan asbâb al-nuzûl, tartib al-nuzûl,

Page 74: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

61

masuk dalam pembagian surah makiyyah atau madaniyyah, dan tergolong dalam

surah panjang, sedang atau pendek, fadhilah-fadhilah surah tersebut. Langkah

ketiga yaitu langkah terakhir penafsir membagi kedalam beberapa bahasan

khususnya surah-surah yang tergolong panjang dan tiap-tiap kelompok bahasan

masing-masing dijelaskan munasabahnya.

C. Penerapan Metode Mawdûʻî per Surah

Muhammad al-Ghazali didalam kitab tafsirnya tidak mengklasifikasikan

secara langsung ayat-ayat yang terkait dalam tema-tema pokok utama pada surah

tertentu. Namun penulis berusaha merumuskan penerapan langkah pada metode

mawdûʻî per surah dalam kitab Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’an al-

Karim. Penerapan ini akan diperkuat dengan penafsiran Muhammad al-Ghazali

dalam menafsirkan surah al-Baqarah, Âli-ʻImrân dan al-Nisâ. Penerapan langkah

metode mawdûʻî per surah dapat dirinci sebagai berikut:

1. Membaca dan mencermati isi surah tersebut.

Langkah yang pertama dapat dilihat pada muqaddimah kitab Nahwa Tafsir

Mawdûʻî li Suwar al-Qur’an al-Karim. Al-Ghazali menyebutkan dalam

muqaddimah kitab tafsirnya, bahwa sebelum Ia mulai menafsirkan ayat-ayat yang

menurutnya dapat mewakili tema utama pada surah, al-Ghazali terlebih dahulu

membaca dan mencermati isi kandungan surah tersebut.8

8 Syaikh Muhammad al-Ghazali, muqaddimah Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-

Qur’ân al-Karîm, hlm, x.

Page 75: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

62

2. Mengangkat tema utama surah tertentu dan membagi kedalam beberapa

bahasan khususnya surah-surah yang tergolong panjang.

Langkah yang kedua dapat kita lihat pada penafsirannya al-Ghazali dalam

mengangkat tema utama pada surah al-Baqarah, Âli-ʻImrân dan al-Nisâ. Dalam

muqaddimah kitab tafsirnya dijelaskan setelah al-Ghazali membaca dan

mencermati isi kandungan surah tersebut, selanjutnya Ia menentukan tema dan

membaginya kedalam beberapa pokok pembahasan.9 Pada surah al-Baqarah yang

berjumlah dua ratus delapan puluh enam ayat, al-Ghazali hanya menentukan

empat puluh tiga ayat yang mendukung tiga tema pokok utama pada surah al-

Baqarah. Tema pertama, sindiran Allah terhadap kaum Yahudi. Tema kedua,

klasifikasi golongan-golongan manusia terhadap risalah dan menjelaskan posisi

mereka antara Mukmin dan kafir atau antara orang-orang yang menepati janji atau

mengingkarinya. Dan tema ketiga, pembentukan masyarakat baru di Madinah dan

penjelasan tentang lima rukun Islam seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.10

Ulasan surat al-Baqarah yang cukup panjang tentang orang-orang Yahudi ini

sesungguhnya berada dalam sebuah tema (konsep) besar yang dibangun al-

Qur`an, yaitu al-wahdah al-dîniyah (kesatuan agama).11

Pada surah Âli-ʻImrân yang berjumlah duaratus ayat, al-Ghazali hanya

menentukan empat puluh lima ayat yang mendukung dua tema pokok utama pada

9 Syaikh Muhammad al-Ghazali, muqaddimah Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-

Qur’ân al-Karîm, hlm, ix. 10

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 11-25. 11

Wardatun Nadhiroh, Hermeneutika al-Qurˋân Muhammad Al-Ghazali (Telaah

Metodelogis atas Kitab Nahwa Tafsir Mawduʻi li as-Suwar al-Qurˋân al-Karim), (Banjarmasin,

IAIN Antasari, 2014), hlm. 250. Vol. 15. No. 2.

Page 76: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

63

surah Âli-ʻImrân. Tema pertama, Dialog dengan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani)

yang memusuhi Islam di dalam kota Madinah. Tema kedua, Komentar atas

kekalahan Perang Uhud yang menyebabkan banyak kaum Muslim terluka hingga

menimbulkan kesedihan di dalam puluhan rumah.12

Pada surah al-Nisâ yang berjumlah seratus tujuh puluh enam al-Ghazali

hanya menentukan enam puluh sembilan ayat yang mendukung dua tema pokok

utama pada surah al-Nisâ. Tema pertama, sepertiga awal surah ini berbicara

tentang sebuah masyarakat kecil (keluarga) dan permasalahannya. Tema kedua,

dua pertiga sisanya berbicara tentang umat masyarakat yang besar dan segala

permasalahan yang ada didalamnya. Maka fokus pembicaraan surat ini secara

keseluruhan berkenaan dengan hubungan sosial masyarakat dan urgensi

pengaturan dan pengontrolannya.13

Tema besar dalam surah ini adalah hubungan

sosial manusia dalam bermasyarakat.14

Dari penjelasan singkat di atas dapat dilihat bahwa al-Ghazali dalam

menafsirkan surah al-Baqarah, Âli-ʻImrân dan al-Nisâ Ia berusaha mengangkat

tema-tema pokok utama dan membaginya kedalam beberapa bahasan dengan

menggunakan pendekatan satu kesatuan tema dalam kitab Nahwa Tafsîr Mawdûʻî

li Suwar al-Qurˋân al-Karîm.

12

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 27. 13

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 47-69. 14

Fiddian Khairuddin, Muhammad Al-Ghazali dan Tafsir Mawdhuʻi (Riau, Universitas

Islam Indragiri, 2013), hlm. 11.

Page 77: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

64

Satu hal yang sangat ditekankan oleh Muhammad al-Ghazali dalam

penafsirannya bahwa al-Qurˋân itu merupakan satu kesatuan yang utuh. al-

Ghazali juga menjadikan prinsip kesatuan tematik al-Qurˋân sebagai dasar

pembaharuan pemikirannya. Menurutnya, ada lima tema pokok yang dikandung

oleh al-Qurˋân, sebagaimana yang dituliskan Muhammad al-Ghazali dalam al-

Mahâwir al-Khamsah li al-Qur’ân al-Karîm, yaitu: Keesaan Allah, Semesta

adalah Dalil Wujud Keberadaan Allah, Kisah-kisah Qurˋani, Kebangkitan dan

Pembalasan, serta Pendidikan dan Pembentukan Hukum. Dan kelima tema ini

sebenarnya ditujukan untuk saling menopang dan menguatkan topik utama al-

Qurˋân yaitu tauhid.15

3. Hanya menafsirkan ayat-ayat yang dapat mewakili tema utama surah.

Langkah yang ketiga dapat kita lihat pada penafsirannya al-Ghazali dalam

mengangkat tema utama pada surah al-Baqarah, Âli-ʻImrân dan al-Nisâ. Al-

Ghazali hanya memilih ayat-ayat dan bagian-bagian tersebut yang dapat mewakili

atau mendukung karakter tema pada surah tersebut.16

Pada surah al-Baqarah yang berjumlah dua ratus delapan puluh enam ayat,

menurut al-Ghazali hanya empat puluh tiga ayat yang mendukung tiga tema

pokok utama pada surah al-Baqarah. Tema pertama, sindiran Allah terhadap

kaum Yahudi, ayat-ayat yang mendukung pokok pembahasan ini yaitu; Q.S. 2: 2,

15

Wardatun Nadhiroh, Hermeneutika al-Qurˋân Muhammad Al-Ghazali (Telaah

Metodelogis atas Kitab Nahwa Tafsir Mawduʻi li as-Suwar al-Qurˋân al-Karim), (Banjarmasin,

IAIN Antasari, 2014), hlm. 243. Vol. 15. No. 2. 16

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, x.

Page 78: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

65

2: 21, 2: 238, 2: 254, 2: 183, 2: 196, 2: 281.17

Tema kedua, klasifikasi golongan-

golongan manusia terhadap risalah dan menjelaskan posisi mereka antara Mukmin

dan kafir atau antara orang-orang yang menepati janji atau mengingkarinya, ayat-

ayat yang mendukung pokok pembahasan ini yaitu; Q.S. 2: 40-41, 2: 49, 2: 111,

2: 112, 2: 135, 2: 136, 2: 133, 2: 137, 2: 285, 2: 62, 2: 114, 2: 91, 2: 93, 2: 152-

153, 2: 177, 2:211.18

Dan tema ketiga, pembentukan masyarakat baru di Madinah

dan penjelasan tentang lima rukun Islam seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya., ayat-ayat yang mendukung pokok pembahasan ini yaitu; Q.S. 2:

216, 2:217, 2:190, 2: 114, 2:251, 2: 231, 2: 230, 2: 228, 2: 233, 2: 241, 2: 242, 2:

163, 2: 164, 2: 255, 2: 258, 2: 143, 2: 285, 2: 286.19

Pada surah Âli-ʻImrân yang berjumlah dua ratus ayat, al-Ghazali hanya

menentukan empat puluh lima ayat yang mendukung dua tema pokok utama pada

surah Âli-ʻImrân. Tema pertama, Dialog dengan Ahli Kitab (Yahudi dan

Nasrani) yang memusuhi Islam di dalam kota Madinah, ayat-ayat yang

mendukung pokok pembahasan ini yaitu; Q.S. 3: 20, 3: 4, 3: 199, 3: 10, 3: 21, 3:

116, 3: 196-197, 3: 26, 3: 23-24, 3: 25, 3: 6, 3: 70-71, 3: 86, 3: 98-99, 3: 72, 3: 73,

3: 74, 3:75, 3: 76, 3: 14, 3: 50, 3:93, 3: 96, 3: 14, 3: 2, 3: 35, 3: 36-37, 3: 38-39, 3:

45-47, 3: 53, 3: 59-60, 3: 61-62.20

Tema kedua, Komentar atas kekalahan Perang

Uhud yang menyebabkan banyak kaum Muslim terluka hingga menimbulkan

17

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 7-9. 18

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 10-20. 19

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 31-34. 20

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 37-57.

Page 79: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

66

kesedihan di dalam puluhan rumah, ayat-ayat yang mendukung pokok

pembahasan ini yaitu; Q.S. 3: 121, 3: 179, 3: 154, 3: 152, 3: 161, 3: 137-139, 3:

139-140, 3: 146-147, 3: 169-170, 3: 172, 3: 186, 3: 181, 3: 187-188, 3: 200.21

Pada surah al-Nisâ yang berjumlah seratus tujuh puluh enam al-Ghazali

hanya menentukan enam puluh sembilan ayat yang mendukung dua tema pokok

utama pada surah al-Nisa. Tema pertama, sepertiga awal surah ini berbicara

tentang sebuah masyarakat kecil (keluarga) dan permasalahannya, ayat-ayat yang

mendukung pokok pembahasan ini yaitu; Q.S. 4: 1, 4: 31, 4: 110, 4: 48, 4: 17, 4:

26-28, 4: 19, 4: 20-21, 4: 15, 4: 16, 4: 36, 4: 39.22

Tema kedua, dua pertiga

sisanya berbicara tentang umat masyarakat yang besar dan segala permasalahan

yang ada didalamnya, ayat-ayat yang mendukung pokok pembahasan ini yaitu;

Q.S. 4: 44-45, 4: 45, 4: 46, 4: 47, 4: 48, 4: 52-53, 4: 54, 4: 60, 4: 76, 4: 62, 4: 63,

4: 65, 4: 72, 4: 73, 4: 77, 4: 74, 4: 78, 4: 79, 4: 83, 4: 59, 4:84, 4: 85, 4: 86, 4: 88,

4: 89, 4: 90, 4: 91, 4: 94, 4: 97-98, 4: 101, 4: 102, 4: 105-106, 4: 113, 4: 112, 4:

110, 4: 14, 4: 115, 4:116, 4: 120, 4: 123, 4: 127, 4: 130, 4: 131, 4: 135, 4: 136,

4:139, 4:140, 4:150-152, 4:163, 4:166, 4:153, 4:155-156, 4:157-158, 4:162,

4:167-168, 4:170, 4:171, 4:172.23

Dari penjelasan singkat di atas dapat dilihat bahwa al-Ghazali dalam

menafsirkan surah al-Baqarah, Âli-ʻImrân dan al-Nisâ, Ia hanya memilih ayat-

21

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 58-71. 22

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 72-80. 23

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 81-90.

Page 80: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

67

ayat yang dapat mewakili dan mendukung tema-tema pokok utama. Selebihnya Ia

menyerahkan kepada para pembaca untuk memahami dan mecocokkan surah

dalam keseluruhan gambaran.

Abd Satar Fathullah Saʻid berpendapat bahwa tafsir mawdûʻî adalah

kumpulan ayat-ayat al-Qurˋân yang memiliki kesatuan makna dan meletakkan

ayat-ayat tersebut dalam satu tema besar kemudian memberikan pandangan

dengan menuliskan kesatuan tema yang diambil dari al-Qurˋân dengan cara-cara

khusus.

4. Menjelaskan keterkaitan-keterkaitan ayat-ayat yang mendukung dalam

pembahasan tema utama yang sudah dibagi kedalam beberapa bahasan

khususnya pada surah yang tergolong panjang, sehingga surah itu nampak

merupakan suatu pembahasan yang sangat kokoh dan cermat.

Langkah yang keempat dapat kita lihat pada penafsirannya pada surah al-

Baqarah, Âli-ʻImrân dan al-Nisâ. Untuk melihat bagaimana al-Ghazali

menjelaskan keterkaitan ayat pada tema pokok utama yang telah ditentukan.24

Penulis hanya menjelaskan salah satu tema pokok utama dari masing-masing

surah yang telah ditentukan. Salah satu tema pokok utama pada surah al-Baqarah

adalah klasifikasi golongan-golongan manusia terhadap risalah dan menjelaskan

posisi mereka antara Mukmin dan kafir atau antara orang-orang yang menepati

janji atau mengingkarinya.

24

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, x.

Page 81: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

68

Al-Ghazali menyebutkan dan menjelaskan keterkaitan ayat-ayat yang

mendukung tema pokok utama. Pada tema klasifikasi golongan-golongan manusia

terhadap risalah dan menjelaskan posisi mereka antara Mukmin dan kafir atau

antara orang-orang yang menepati janji atau mengingkarinya, ayat-ayat yang

mendukung pokok pembahasan ini yaitu; Q.S. 2: 40-41, 2: 49, 2: 111, 2: 112, 2:

135, 2: 136, 2: 133, 2: 137, 2: 285, 2: 62, 2: 114, 2: 91, 2: 93, 2: 152-153, 2: 177,

2:211.25

Al-Ghazali mengawali pembahasan dengan pembahasan tentang

perseteruan antara Adam (berserta keturunannya) dan Iblis (beserta keturunannya)

dan sindiran Allah kepada kaum Bani Israil yang bersikap keliru terhadap al-

Quran, hal ini dimulai dari firman Allah pada Q.S. (2: 40-41) menurut al-Ghazali

pada ayat ini Allah menegaskan kepada kaum Bani Israil untuk beriman dan

takwa kepada perintah Allah, tetapi kaum Bani Israil tidak sepenuhnya beriman

kepada Allah, pembenaran al-Quran terhadap apa yang ada pada Yahudi

merupakan pembenaran secara global, bahwa Ahli Kitab bukanlah terdiri dari

orang-orang yang menyembah berhala dan terjerumus ke dalam kekufuran.

Menurut al-Ghazali al-Quran pun tidak membenarkan adanya perjanjian lama

yang mengatakan bahwa Allah turun dan berjalan-jalan di bumi kemudian

menghampiri Nabi Ibrahim untuk mengadakan makan bersama dengannya. Al-

Quran juga tidak membenarkan ketika berkata Allah bertengkar dengan Yaʻqub

25

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 11-25.

Page 82: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

69

sepanjang malam, kemudian Dia tidak meninggalkannya kecuali setelah

memberikan gelar “Israil” kepadanya.26

Masih dalam ayat-ayat yang memiliki kesatuan tema yang membahas

kaum Yahudi, al-Quran mengingatkan dan bertanya kepada kaum Yahudi apakah

mereka tidak pernah menyadari setelah terjadinya hisab yang panjang atau mereka

akan tetap lebih kufur dari penyembah berhala. Inilah yang di bahas dalam surah

al-Baqarah dari sejarah kaum ini untuk menyadarkan mereka tentang kesatuan

agama.27

Menurut al-Ghazali persoalan ini dijelaskan dalam Q.S. (2: 111) bahwa

para penganut Yahudi dan Nasrani beranggapan bahwa agama hanya

memberatkan mereka dan hanya menindas mereka, tetapi sebenarnya masih

berharap surga.28

Menurut al-Ghazali, Allah menunjukkan keadilannya dalam Q.S. (2: 112)

yang menjelaskan bahwa Allah lebih menghargai usaha mereka yang ikhlas

mendekatkan diri kepada Allah dan percaya dengan kitab Allah. Menurut al-

Ghazali ayat ini adalah jawaban untuk mereka kaum Yahudi dan Nasrani yang

menyatakan hukum yang berpihak pada ayat sebelumnya dan pesan Allah untuk

mereka (kaum Yahudi dan Nasrani) hendaklah mereka beriman kepada Allah dan

seluruh Rasul-Nya dan hendaklah mereka melepas sifat egois yang telah

26

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 10. 27

Kesatuan agama yang dimaksud di sini adalah kesatuan agama yang toleran

berdasarkan fitrah yang lurus dan logika yang sehat agar tidak ada fanatisme keagamaan yang

sempit dan dapat menyebabkan kesenjangan antara umat pada zaman Rasulullah. 28

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 12.

Page 83: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

70

menghiasi setiap kelompok yang menganggap bahwa kebenaran hanya milik

mereka.29

Lalu al-Ghazali menjelaskan lebih terperinci lagi tentang dasar-dasar

kesatuan agama dalam surah al-Baqarah. Menurutnya hal ini dipaparkan kepada

orang Yahudi dan Nasrani agar mereka masuk ke dalamnya dan dapat bersaudara

dengan kaum Muslim di bawah naungan-Nya, maka diturunkannya Q.S. (2: 135),

(2: 136), (2:133), (2: 137), (2: 285) dijelaskan bahwa Allah memperluas keimanan

hingga mencangkup seluruh Nabi yang di utus Allah untuk memberi petunjuk

kepada manusia maka tidak ada pengecualian salah satu dari mereka. Menurut al-

Ghazali sebelum penjelasan yang lebih terperinci, al-Quran telah menjelaskan

bahwa Islam bukanlah agama yang baru, karena ia adalah agama yang sama

dengan agama para Rasul terdahulu.

Lalu al-Ghazali menafsirkan Q.S. (2: 133) menurutnya dalam ayat ini di

ceritakan bahwa bangsa Yahudi merasa bangga bahwa mereka adalah keturunan

Nabi Yaʻqub yang bergelar “Israel” yang saat ini nama tersebut telah menjadi

nama negara yang telah mereka dirikan. Yaʻqub mengajak anak-anaknya untuk

beriman kepada Allah SWT. Sebelum akhir hayatnya ia meminta kepastian

bahwa mereka tidak akan mengurangi keimanan ini, walaupun sebesar biji

sawit.30

29

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 12. 30

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 14.

Page 84: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

71

Islam merupakan satu-satunya agama yang mengandung hubungan logis

antara dan Tuhannya, dan diantara manusia dengan Pencipta mereka. Sudah

menjadi hak Pencipta mereka Yang Maha Tinggi agar seluruh hamba tunduk

kepadan-Nya tanpa pengecualian. Maka diturunkanlah Q.S. (2: 137) menurut al-

Ghazali dalam ayat ini dapat dilihat dua adab yang mulia: pertama; bahwa

keimanan yang dituntut Allah dari mereka hanya “seperti iman kita”. Allah tidak

menyebutnya “seperti keimanan kita” (tanpa seperti) untuk menjaga perasaan

mereka dan sebagai penghormatan terhadap pribadi-pribadi mereka. Kedua,

bahwa pendustaan mereka tidak menjadi alasan untuk menyerang mereka, akan

tetapi mereka dibiarkan dalam keadaan mereka. Sehingga apabila keburukan

berjalan dengan mereka dan mulai melakukan perlawanan, maka Allah akan

melindungi kita. Karena Dia adalah tempat kita bergantung.

Menurut al-Ghazali nilah dasar tujuan dari surah al-Baqarah yaitu

menggambarkan indikasi atas kesatuan yang menyeluruh. Hendaklah kita

menghapuskan kerancuan yang terkadang bercampur dengan beberapa

pemahaman. Lalu apa arti bahwa seluruh rasul adalah beragama Islam, padahal

Islam merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Sebenarnya agama

pada dasarnya adalah satu beriman kepada Allah SWT dan beramal baik. Maka

hendaklah kita memohon ampunan kepada Allah (2: 285).31

Masih dalam kesatuan tema yang sama yang berkaitan dengan kaum

Yahudi dan kaum Nasrani atas perbuatan tercela semasa hidupnya kembali

31

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 15.

Page 85: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

72

dijelaskan pada Q.S. (2: 62), (2: 114) al-Ghazali menjelaskan kandungan dalam

ayat di atas adalah gambaran bangsa Yahudi menerima Islam ketika pertama kali

muncul dengan penuh pengingkaran dan kemarahan, mereka menyangka agama

tidak akan membawa mereka kepada kebaikan bahkan agama akan membawa

mereka kepada keburukan dan akan menindas mereka.32

Lalu turunlah wahyu dalam lembaran-lembaran yang mencela sikap kaum

Yahudi yang menyinggung perbuatan mereka pada masa lalu. Menurut al-Ghazali

hal ini tidak bermanfaat karena menurut pandangan mereka, hanya merekalah ahli

wahyu dan Allah tidak boleh memilih Nabi yang berasal jauh dari mereka. Akan

tetapi al-Quran membantah seluruh sanggahan mereka dengan firman Allah yang

berkenaan dengan hal ini pada Q.S. (2: 91), (2: 93), (2: 152-153), (2: 177), dan (2:

211). Menurut al-Ghazali surah al-Baqarah ini mencangkup lebih dari sepuluh

peringatan terhadap apa yang ada pada mereka (kaum Yahudi) agar sadar, namun

mereka tetap tidak sadar. Meskipun peringatan ini tidak akan memperbaiki

penyimpangan yang telah dilakukan oleh kaum Yahudi.33

Dalam surah Âli-ʻImrân, setelah al-Ghazali menyebutkan tema pokok

utama surah ini, al-Ghazali melanjutkan pembahasan tentang keterkaitan ayat-ayat

yang mendukung pada tema utama. Menurutnya dalam surah Âli-ʻImrân terdapat

dua tema pokok utama. Dari dua tema pokok utama dalam surah Âli-ʻImrân,

penulis hanya menjelaskan salah satu tema pokok utama dari surah Âli-ʻImrân.

32

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm,17. 33

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 20.

Page 86: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

73

Salah satu tema pokok utama di sini adalah Komentar atas kekalahan Perang

Uhud yang menyebabkan banyak kaum Muslim terluka hingga menimbulkan

kesedihan di dalam puluhan rumah. Ayat-ayat yang mendukung pada tema utama

di sini yaitu; Q.S. (3: 121), (3: 179), (3: 154), (3: 152), (3: 161), (3: 137-139), (3:

139-140), (3: 146-147), (3: 169-170), (3: 172), (3: 186), (3: 181), (3: 187-188), (3:

200).34

Bagian ini dimulai dengan al-Ghazali menceritakan tentang permasalahan

kedua yaitu Perang Uhud. Sebuah peperangan di mana kaum Muslim mengalami

kekalahan yang menyakitkan dan mengalami kerugian yang besar. Peperangan ini

dilakukan untuk memerangi para penyembah berhala yang lebih dahului

melancarkan permusuhan kepada Islam dan melakukan pengejaran terhadap

pengikutnya. Menurut al-Ghazali pembicaraan hal ini dimulai dengan firman

Allah kepada Nabinya pada Q.S. (3: 121), hanya saja alur pembicaraan terpotong

dengan pembahasan pengharaman riba, dan dilanjutkan kembali dengan komentar

atas hasil peperangan.35

Allah berfirman dalam Q.S. (3: 179), Q.S. (3: 154), Q.S. (3: 152) menurut

al-Ghazali ayat-ayat ini menjelaskan tentang komentar atas hasil peperangan

dalam Perang Uhud, Allah menjelaskan bahwa kekalahan perang Uhud bukan

disebabkan oleh buruknya strategi seperti yang disangka oleh sebagian orang,

akan tetapi dikarenakan pengabaian dalam melaksanakan perintah yang diberikan.

34

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 38-45. 35

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 38.

Page 87: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

74

Seandainya setiap prajurit melaksanakan tugasnya masing-masing sesuai dengan

apa yang telah ditetapkan, maka tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.

Akan tetapi, sebagian mereka melupakan kewajiban yang dibebankan kepadanya

disebabkan perbuatan yang tidak baik, atau dikarenakan ketamakan yang datang

ketika kaum Muslim telah mendapat kemenangan pada tahap awal peperangan

terlihatnya tumpukkan harta.

Al-Ghazali melanjutkan penafsiran pada Q.S. (3: 152) bahwa kaum

Muslim mengalami kekalahan yang memalukan ini dan merasakan akibatnya

yang buruk maka komentar Allah dijelaskan pada Q.S. (3: 161), jadi kekalahan

yang kalian alami pada Perang Uhud adalah setengah dari kekalahan yang di

alami kaum musyrik pada Perang Badar. Maka lebih baik kalian menerima apa

yang telah terjadi, karena kalian sendirilah yang dapat bertanggung jawab atas

kekalahan tersebut.36

Kemudian dimulailah penghibur atas kejadian yang menyakitkan ini

dengan firman Allah Q.S. (3: 137-139) meskipun kaum Quraisy mendapat

kemenangan dalam peperangan ini, namun kemenangan iini bersifat sementara

dan semu. Kemenangan kaum Mukmin membutuhkan dua hal; niat yang benar

dan pelaksanaan yang baik. Kedua hal ini tidak dapat terpisah satu dengan yang

lain. Kaum muslim sangat membutuhkan pengetahuan tentang hal yang kedua dan

pemantapannya. Keluarkan semua kemampuanmu baik itu berbentuk keimanan

maupun perbuatan, keikhlasan dan keahlian. Kebaikan akan tercapai meskipun

36

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 39.

Page 88: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

75

dengan kekuatan sedikit. Musibah kekalahan perang itu selalu datang dari dalam

diri mereka. Apabila telah dapat memperbaiki kelemahan ini, maka mereka akan

dapat membangun kembali negara mereka. Inilah yang ditegaskan surah ini Q.S.

(3: 139-140).37

Menurut al-Ghazali, Allah telah mengingatkan kenyataan sejarah ini

kepada para pengikut Muhammad, ketika Allah menghibur kaum Mukmin karena

kekalahan yang dialami pada Perang Uhud pada Q.S. (3: 146-147). Surah ini

mengobati lukadan mengaktifkan kembali keteguhan hati serta mengembalikan

kembali kepercayaan diri kaum Mukmin. Peperangan ini banyak menggali

kenangan dalam ingatan kaum Mukmin dan tidak dapat dilupkan selamanya.

Terdapat juga orang yang diberi kesyahidan, yaitu orang yang letih membawa

beban pengorbanan dengan keberanian yang mengagumkan.38

Mengenai kondisi para syuhada Allah berfirman dalam Q.S. (3: 169-170),

Allah memberi tahukan kepada para syuhada bahwa saudara-saudara dan anak-

anak mereka berada pada jalan kebenaran, dan mereka telah melakukan kewajiban

dan menolong Allah dan Rasul-Nya. Dalam waktu dekat mereka akan mengikuti

para syuhada di tempat yang penuh nikmat.39

Setelah mengalami kekalahan yang menyedihkan ini, lalu mereka

mengumpulkan sisa-sisa pasukan dan berusaha mengobati luka-luka, lalu mereka

37

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 40. 38

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 41. 39

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 42.

Page 89: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

76

bergerak ke jalan menuju Makkah untuk mengejar pasukan kafir yang berjalan

perlahan-lahan sambil berbicara pada dirinya agar kembali untuk

menyempurnakan apa yang mereka telah mulai, menurut al-Ghazali kondisi ini

dijelaskan pada Q.S. (3: 172). Kemudian komentar Perang Uhud terputus dan

disambung dengan pembicaraan tentag Yahudi sekali lagi di sini kita perhatikan

bahwa alur cerita menjadi bercampur hingga ke akhir surah.40

Menurut al-Ghazali penjelasan dalam surah Âli-ʻImrân terkadang

berbicara tentang Yahudi, kemudian berbicara tentang penyembah berhala. Hal ini

tidak aneh karena menurut al-Ghazali jihad dakwah mencangkup kedua kelompok

ini sekaligus seperti yang disebutkan Allah dalam Q.S. (3: 186). Pada Q.S. (3:

181) dijelaskan bahwa ini adalah komentar kaum yang di dalam hatinya tidak

terdapat keimanan dan ketakwaan. Bukan suatu hal yang aneh jika dalam

hidupnya mereka hanya menyembah harta, mencari dunia dan melupakan akhirat.

Di dalam surah ini terdapat ringkasan sejarah bangsa Yahudi yang disebutkan

dalam Q.S. (3: 187-188).41

Kini tampak seseorang yang berseru kepada penduduk bumi agar kembali

menggunakan akal sehat dan mengimani Tuhan. Lalu al-Ghazali mengamati

doanya pada Q.S. (3: 200) bahwa ini adalah pengarahan bagi kaum Muslim yang

mengikuti Muhammad agar mereka bersabar atas pengajaran kebenaran yang

40

Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 43. 41

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 43.

Page 90: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

77

dengannya Allah memuliakan mereka. Hendaklah mereka mempererat ikatan

mereka sehingga tidak mudah di masuki oleh kaum Yahudi dan Nasrani.42

Pada surah al-Nisâ, setelah al-Ghazali menyebutkan tema pokok utama

surah ini, lalu al-Ghazali melanjutkan pembahasan tentang keterkaitan ayat-ayat

yang mendukung pada tema utama. Pada surah al-Nisâ terdapat dua tema pokok

utama yang dikemukakan oleh al-Ghazali. Dari dua tema pokok utama dalam

surah al-Nisa, penulis hanya menjelaskan salah satu tema pokok utama dari surah

al-Nisa. Salah satu tema pokok utama di sini adalah tentang sebuah masyarakat

kecil (keluarga) dan segala permasalahan didalamnya. Ayat-ayat yang mendukung

pada tema utama di sini yaitu; Q.S. 4: 1, 4: 31, 4: 110, 4: 48, 4: 17, 4: 26-28, 4:

19, 4: 20-21, 4: 15, 4: 16, 4: 36, 4: 39.43

Menurut al-Ghazali pembahasan sebuah masyarakat kecil (keluarga) dan

segala permasalahan didalamnya dimulai awal surah Q.S. (4: 1) bahwa manusia

walaupun tampak berbeda, pada hakikatnya adalah kerabat. Setiap manusia

hendaklah mengingat kekerabatan ini dan kemudian menyambung tali

silaturrahmi, baik itu yang dekat maupun yang jauh, karena menyambung

silaturrahmi adalah syiar Islam. Jadi, lingkup kemanusiaan hendaklah lebih luas

dan melakukan tolong-menolong antara berbagai ras dan bangsa manusia.

Menurut al-Ghazali ayat pertama nasehatnya adalah bertumpu pada ancaman dari

42

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 45. 43

Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 72-80.

Page 91: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

78

Allah Sang Pencipta Yang Maha Kuasa, dan kekerabatannya yang menyeluruh

dan universal.

Meskipun demikian, dapat kita perhatikan dalam surah ini banyak ayat

yang mengandung pengharapan yang besar kepada Allah dan rahmat-Nya seperti

yang disebutkan pada Q.S. (4: 31), Q.S. (4: 110), Q.S. (4: 48), Q.S. (4: 17), (4: 26-

28). Allah tidak ingin membebani hamba dengan ibadah yang berat. Apa-apa yang

mereka laksanakan berupa perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah,

bagaikan jerih parah pelajar dalam menghasilkan pengetahuan, dan pendidik

dalam mengeluarkan kesempurnaan, semuanya akan menerima hasil jerih payah.

Menurut al-Ghazali bagian yang membicarakan tentang pengajaran

keluarga yang ada pada surat ini dimulai dengan pembicaraan tentang hak anak

yatim, karena kaum Muslim adalah kaum yang berjihad melawan musuh yang

tidak pernah berakhir serangannya, maka banyak pula meninggalkan anak-anak

yatim. Dari sini hendaklah mereka menjaga hak-hak anak yatim. Pada

pertengahan pembicaraaan tentang anak-anak yatim, kemudian muncul

pembicaraan tentang perkawinan yang membolehkan monogami dan poligami.

Islam dalam hal ini tidak menyimpang dari ketentuan agama-agama terdahulu,

karena tidak satu agama pun yang mengharamkan poligami berdasarkan perintah

Allah. seperti dalam firman-Nya Q.S. (4:19) dan Q.S. (4: 20-21).44

Sebelum al-Ghazali melanjutkan pembicaraan penggaulan yang baik,

menurut al-Ghazali surat ini menyebutkan dua kesalahan masyarakat yang buruk:

44

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 49.

Page 92: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

79

pertama, lesbian; kedua, homoseksual. Seperti yang disebutkan pada Q.S. (4: 15),

dan Q.S. (4: 16). Bangsa Barat lupa terhadap Allah dan pertemuan dengan-Nya,

agama dan wasiat-wasiatnya, membuat mereka menganggap remeh kejahatan ini

sebagaimana mereka mereka meremehkan yang lebih buruk dari itu. Menurut al-

Ghazali dalam kondisi seperti ini, Islam memperbolehkan hukuman yang bertahap

mulai dari peringatan, berhenti menggauli, hingga memukul istri kecuali ketika

sang istri menolak untuk berhubungan badan atau mengizinkan seorang laki-laki

asing berada di dalam rumah.45

Lalu al-Ghazali mengalihkan pembicaraan kepadamanusia secara umum

pada Q.S. (4: 36) menurut al-Ghazali pengarahan ini mencangkup seluruh

masyarakat, meskipun yang pertama ditunjukkan kepada keluarga, kemudian

membcicarakan tentang nafkah secara umum dan menasehatkan untuk tidak

bakhil dan berfoya-foya. Akan tetapi menurut al-Ghazali perintah ini menjelaskan

adanya dua kelompok masyarakat yang kontradiktif: pertama, kaum yang bakhil;

kedua, kaum yang berfoya-foya dan berlebih-lebihan. Menurut al-Ghazali

pembicaraan ini mencangkup kelompok yang pelit atau menyuruh orang lain pelit,

orang yang berlebih-lebihan dalam satu bidang untuk berbuat riya, kelompok

yang pertama ini dijelaskan dalam Q.S. (4: 39) pembicaraan ini juga

menyinggung sedikit tentang umat masa kini dan masa depan.46

45

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 50. 46

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 50-51.

Page 93: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

80

Dari penjelasan singkat di atas dapat dilihat bahwa al-Ghazali berusaha

menjelaskan keterkaitan ayat-ayat yang mendukung dalam pembahasan tema-

tema pokok utama yang sudah dibagi kedalam beberapa bahasan dan ide-ide yang

tajam dikaitkan dengan persoalan subyeknya.

5. Mengaitkan dengan surah lain jika terdapat ayat-ayat yang bertentangan

maupun berkaitan pada pokok pembahasan.

Langkah yang kelima dapat dilihat al-Ghazali dalam penafsirannya pada

surah al-Baqarah, Âli-ʻImrân dan al-Nisâ. Pada langkah ini penulis berusaha

menjelaskan secara ringkas dan hanya mengambil beberapa tema pokok bahasan

dari masing-masing surah.

Saat al-Ghazali menafsirkan surah al-Baqarah pada Q.S. (2: 190) yang

berisi tentang anjuran Allah kepada kaum Mukmin untuk memerangi orang-orang

yang mendzalimi mu (kaum Muslim). Tetapi jangan janganlah kamu melampaui

batas karena seseungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui

batas. Setelah penjelasan pada Q.S. (2: 190), al-Ghazali juga menafsirkan Q.S. (9:

9-10) karena menurutnya sebagian manusia berpendapat bahwa isi surah al-

Taubah kontradiksi dengan apa yang terdapat pada Q.S. (2: 190). Menurut al-

Ghazali sebenarnya, perintah untuk berperang dalam surah al-Taubah tidak

ditunjukkan kepada kaum yang insaf dan adil, akan tetapi hanya ditunjukkan

kepada kaum yang dihati mereka terdapat permusuhan, lalu mengulurkan tangan

mereka untuk menyakiti kita. Menurut al-Ghazali kontradiksi ini adalah kesalahan

yang sangat menyedihkan. Berkenaan dengan permasalahan ini, menurut al-

Page 94: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

81

Ghazali al-Quran juga menyebutkan dalam Q.S. (9: 9-10) yang menjelaskan

apabila seorang Mukmin tidak memelihara (hubungan) dengan orang-orang

Mukmin dan tidak pula mengindahkan perjanjian, maka merekalah orang-orang

yang melampaui batas.47

Dan kemudian Allah menganjurkan untuk menghadapi

mereka dengan peperangan adil yang disebutkan pada Q.S. (9: 13) yang

menjelaskan tentang anjuran Allah kepada kaum Mukmin untuk memerangi

orang-orang yang telah melanggar sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras

kemauannya untuk mengusir Rasul. Apabila kalian orang-orang yang beriman

maka seharusnya kalian tidak takut dengan mereka tetapi harusnya takut dengan

Allah.48

Saat al-Ghazali menafsirkan surah Âli-ʻImrân pada Q.S. (3: 53). Ayat ini

berisi tentang doa kaum Hawâriyyûn saat menolong Isa dari fitnah kaum Yahudi.

Saat itu Isa telah menyampaikan dakwah dan melaksanakan risalahnya hingga

Allah mewafatkannya, dan mengistirahatkannya dari makar kaum Yahudi dengan

mengangkat derajatnya ke ´iliyyîn.49

Menurut al-Ghazali meskipun banyak orang

yang berpendapat bahwa Isa diangkat dalam keadaan hidup, tetapi al-Ghazali

lebih cenderung pada pendapat fuqaha Zhâhiriyyah yang mengatakan bahwa Isa

adalah utusan Allah dan sudah ditetapkan oleh Allah kematiannya secara wajar.

Sebagaimana dikatakan oleh Ibn Hazim, maka tidak ada penghalang jika ia

kembali lagi kedunia untuk bergabung dengan kaum Muslim dalam menetapkkan

47

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 22. 48

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 23. 49

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 55.

Page 95: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

82

keesaan Allah dan menguatkan barisan mereka dalam berperang di jalan Allah.

Dalam kasus ini al-Ghazali juga menafsirkan Q.S. (2: 259). Menurutnya ayat ini

sebagai contoh perumpamaan keesaan Allah. Ayat ini adalah perkataan seorang

penduduk desa, Ia berkata: Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri yang

telah hancur? Maka Allah mematikan orang itu selama seratus tahun dan

menghidupkan kembali.50

Begitupun saat al-Ghazali menafsirkan surah al-Nisâ pada Q.S. (4: 74).

Menurut al-Ghazali ayat ini menjelaskan tentang keikhlasan yang harus kaum

Mumin terima atas kekalahan dalam perang Uhud dan Allah tidak membolehkan

mereka untuk berlarut-larut dalam kesedihan. Allah berfirman: Barang siapa yang

menukar kehidupan di dunia dengan kehidupan di akhirat lalu gugur atau

memperoleh kemenangan, maka kelak kami akan berikan yang besar.51

Lalu al-

Ghazali juga menafsirkan ayat (2: 145). Menurutnya ayat ini berkaitan atas

kesedihan yang dirasakan oleh kaum Mukmin atas gugurnya keluarga mereka

pada perang Uhud. Ayat ini menjelaskan bahwa jika ajal seseorang itu sudah

ditetapkan panjang oleh Allah, maka ketika ia terjatuh dari pesawat, ia ditemukan

masih dapat berjalan dengan kedua kakinya. Dan sebaliknya, apabila ajal

seseorang telah ditetapkan pendek oleh Allah, maka ia dapat mati secara tiba-tiba

di dalam rumah, ketika Allah menahan jantungnya berdetak.52

50

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 56. 51

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 93. 52

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 94.

Page 96: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

83

Dari penjelasan singkat di atas dapat dilihat bahwa al-Ghazali dalam

penafsirannya Ia mengaitkan dengan surah lain jika terdapat ayat-ayat yang

bertentangan maupun yang berkaitan pada pokok pembahasan.

6. Dan menjelaskan ayat terakhir sebagai penutup dan penyempurna dari

tema-tema utama sebelumnya pada surah tersebut.

Langkah yang terakhir dapat dilihat dalam penafsirannya pada surah pada

surah al-Baqarah, Âli-ʻImrân dan al-Nisâ. Pada surah pada surah al-Baqarah,

sebagai penutup dalam pembahasan ayat terakhir dalam firman-Nya (2: 286) al-

Ghazali mengkhususkan perhatiannya pada umat yang telah mendapat derajat

yang paling tinggi dan memiliki ciri khas kesombongan dan melihat orang selain

mereka dari atas. Orang kulit putih yang kini menguasai dunia, bertindak

sewenang-wenang dengan sikap angkuh dan sombong atas seluruh ras lain,

sedangkan kaum Muslim pada awal kemunculannya, menjadi istimewa dengan

adanya wahyu yang tinggi merasa rendah diri dihadapan Allah, merasa miskin dan

membutuhkan-Nya. Maka jati diri mereka adalah istighfar, permintaan maaf, dan

pengharapan atas karunia yang tinggi.53

Pada surah Âli-ʻImrâdin, Di dalam surah ini terdapat ringkasan sejarah

bangsa Yahudi yang disebutkan dalam Q.S. (3: 187-188). Lalu al-Ghazali

menutupnya dengan mengamati doanya pada Q.S. (3: 200) bahwa ini adalah

pengarahan bagi kaum Muslim yang mengikuti Muhammad agar mereka bersabar

53

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 25.

Page 97: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

84

atas pengajaran kebenaran yang dengannya Allah memuliakan mereka. Hendaklah

mereka mempererat ikatan mereka sehingga tidak mudah dimasuki oleh kaum

Yahudi dan Nasrani.54

Pada surah al-Nisâ, dipenghujung surah ini dijelaskan tentang

mendekatkan diri merupakan suatu kewajiban dan menyembah-Nya merupakan

fardhu bagi semua makhluk. Oleh sebab itu, Allah berfirman pada Q.S. (4: 172)

dengan ayat yang menjelaskan tentang warisan kalâlah yaitu seseorang yang tidak

memiliki anak dan orang tua. Dengan penutup ini berarti ia telah

menyempurnakan pembicaraan tentang keluarga, pembentukan, penjagaan dan

masalah-masalahnya. “...Allah menerangkan (bukan ini) kepadamu, supaya kamu

tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”55

Dari penjelasan singkat di atas dapat dilihat bahwa al-Ghazali menafsirkan

ayat terakhir sebagai penutup sekaligus sebagai penyempurna dari pembahasan

tema-tema pokok utama sebelumnya pada surah tersebut. Muhammad al-Ghazali

sesuai keyakinannya akan kesatuan tematik al-Qur’an dan surah-surahnya, dalam

kitab tafsirnya Nahwa Tafsîr Maudû’î li Suwar al-Qurˋân al-Karîm.56 Seperti

yang dikatakan dalam muqaddimah tafsirnya tersebut, Muhammad al-Ghazali

mengatakan, “Tujuan yang saya usahakan adalah menghadirkan sebuah tafsir

tematik untuk setiap surah al-Qur’an, tafsir ini membahas semua surat secara

54

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 45. 55

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 69. 56

Wardatun Nadhiroh, Hermeneutika al-Qurˋân Muhammad Al-Ghazali (Telaah

Metodelogis atas Kitab Nahwa Tafsir Mawduʻi li as-Suwar al-Qurˋân al-Karim), (Banjarmasin,

IAIN Antasari, 2014), hlm. 245. Vol. 15. No. 2.

Page 98: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

85

global mulai dari awal hingga akhir, menjelaskan kaitan-kaitan yang secara

implisit ada padanya, membuat awal surah sebagai pendahuluan untuk akhir

surah, dan akhir surah menjadi pembenaran untuk awalnya”.

D. Kritik Terhadap Kitab Nahwa Tafsir Mawdûʻî li Suwar Al-Qurˋân Al-

Karîm

Kekurangan dalam kitab ini adalah memang harus di akui bahwa

Muhammad al-Ghazali terkesan tidak terlalu konsisten dalam menerapkan metode

dan karakteristik paparannya.57

Sebagai contoh, dalam memaparkan penjelasan

Q.S. al-Nûr, al-Ghazali memulainya dengan penjelasan apa yang dimaksud nur

dan seputar mengapa dinamakan surat al-Nûr58

sedangkan untuk surat-surat yang

lain, secara umum tidak demikian.59

Contohnya dalam surat lain adalah saat al-

Ghazali menjelaskan tentang Q.S. al-Hijr, pertama al-Ghazali memulai dengan

menyebutkan ayat pertamanya, sedangkan saat menjelaskan surah-surah yang lain

terkadang tidak demikian, sebagai contoh saat memaparkan ini dalam Q.S. al-

Baqarah, al-Ghazali memulai dengan berbicara tentang kondisi sosial masyarakat

kala itu.60

57

Konsisten yang dimaksud oleh penulis adalah konsisten dalam pola penafsiran bukan

ide pokok yang ingin disampaikah oleh al-Ghazali. 58

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 480. 59

Lihat, misalnya saat al-Ghazali menjelaskan Q.S. al-Fatihah [1] (hlm. 7); Q.S. al-

Baqarah [2] (hlm. 11) dan lain-lain. 60

Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al-Qur’ân al-Karîm,

hlm, 199.

Page 99: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

85

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penelitian ini adalah rumusan langkah penafsiran oleh Muhammad al-

Ghazali dalam kitab Nahwa Tafsir Mawdû’i li al-Suwar al- Qurʻân al-Karîm.

Kitab ini adalah salah satu karya Muhammad al-Ghazali yang secara khusus

menggunakan kajian tafsir mawdû’i per surah dengan menggunakan pendekatan

kesatuan tema, yaitu menelusuri pokok-pokok bahasan yang terdapat dalam tiap

surah al-Qurˋân. Langkah-langkah penafsiran dapat dirinci sebagai berikut:

1. Membaca dan mencermati isi surah tersebut.

2. Mengangkat tema utama surah tertentu dan membagi kedalam beberapa

bahasan khususnya surah-surah yang tergolong panjang .

3. Hanya menafsirkan ayat-ayat yang dapat mewakili tema utama surah.

4. Menjelaskan keterkaitan-keterkaitan ayat-ayat yang mendukung dalam

pembahasan tema utama yang sudah dibagi kedalam beberapa bahasan

khususnya pada surah yang tergolong panjang, sehingga surah itu nampak

merupakan suatu pembahasan yang sangat kokoh dan cermat.

5. Mengkompromikan dengan surah lain jika terdapat ayat-ayat yang

bertentangan maupun berkaitan dengan pokok pembahasan.

6. Menjelaskan ayat terakhir sebagai penutup dan penyempurna dari tema-

tema utama sebelumnya pada surah tersebut.

Page 100: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

86

Namun penulis menemukan ketidak konsistenan al-Ghazali dalam

menerapkan metode dan karakteristik paparannya, terlepas bagaimana cara atau

pola penafsiran Muhammad al-Ghazali dalam menafsirkan surah-surah al-Quran,

yang terpenting dari cara atau pola al-Ghazali dalam menafsirkan surah-surah al-

Quran adalah bagaimana al-Ghazali berusaha menunjukkan kepada para pembaca

bahwa setiap surat dalam al-Quran memiliki tema besar yang berbeda meskipun

pada dasarnya al-Quran merupakan satu kesatuan yang utuh.

B. SARAN-SARAN

1. Penelitian terhadap metode tafsir mawdû’i per surah sampai sejauh ini

dirasakan masih sangat minim dan kurang lengkap. Oleh karena itu perlunya

penelitian metode tafsir mawdû’i per surah agar kajian metode tematik per

surah lebih berkembang.

2. Dalam metode tafsir maudhui per surah, penelitian ini hanya sebatas tiga

surah, diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat meneliti secara

keseluruhan surah agar memberikan pemahaman secara utuh.

3. Dalam kajian metode tafsir mawdû’i per surah diharapkan dapat menyajikan

kajian komparatif lebih lengkap, pada dasarnya pada penelitian ini

perbandingan tersebut sedikit dijelaskan. Sehingga perlunya kajian

komparatif lebih lengkap agar dapat menyampaikan pemahaman yang lebih

baik dalam kajian tafsir mawdû’i per surah.

Page 101: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

75

DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nasaruddin. Perkembangan Tafsir Al-Qur'an di Indonesia. Solo: PT.Tiga

Serangkai Mandiri, 2013.

Buchori, Didin Saefuddin. Pedoman Memahami Kandungan Al-Quran. Bogor:

Granada Sarana Pustaka, 2005.

Djalal, Abdul. Urgensi Tafsir Maudhu'i Pada Masa Ini. Jakarta: Kalam Mulia,

1990.

al-Farmawi, Abdul Hayy. Muqaddimah Fi al-Tafsiral-Maudhu'i. Kairo: al-

Hadharah al-Arabiyah, 1977.

al-Farmawi, dan Abd al-Hayy. Metode Tafsir Mawdhu'i dan Cara Penerapannya.

Bandung: CV.PUSTAKA SETIA, 2002.

Fath, Amir Faishol. “The Unity of Al-Qur'an.” dialihbahasakan oleh Nasiruddin

Abbas. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010.

al-Fayyumi, dan Mursyi Ibrahim. Dirasah fi Tafsir al-Maudhu'i. Kairo: Dar al-

Taudiwiyah al-Tabaah, 1980.

al-Ghazali, Muhammad. “Kata Pengantar.” Dalam Analisis Polemik Hadis,

dialihbahasakan oleh Muh. Munawwir az-Zahidi, vi. Surabaya: Dunia

Ilmu, 1997.

—. Tafsir Tematik al-Qur'an 30 Juz. Dialihbahasakan oleh Safir al-Azhar.

Yogyakarta: Islamika, 2004.

Ghazali, Syeikh Muhammad. Berdialog dengan al-Qur'an. Dialihbahasakan oleh

Masykur Hakim, & Ubaidillah. Bandung: Mizan, 1996.

—. Nahwa Tafsir Mawdu'i li Suwar al-Qur'an al-Karim. Kairo: Dar al-Syuruq,

1995.

Hadiri, Chorudin. Klasifikasi Kandungan al-Qur'an. jakarta: gema insani press,

1994.

Izzan, Ahmad. Metodelogi Ilmu Tafsir. Bandung: Tafakur, 2007.

Kaltsum, Lilik Ummi. Menelusuri Gagasan Tafsir Tematis Baqr Sadr, 2012: 162.

—. Metode Tafsir Maudhu'i Baqir al-Shadr. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,

2012.

Page 102: Nahwa Tafsîr Mawdûʻî li Suwar al- al-Karîmrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38181/2/UMMU... · sebagai metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber

76

Khairuddin, Fiddian. Muhammad Al-Ghazali dan Tafsir Mawdhu'i. Riau:

Universitas Islam Indragiri, 2013.

Kholidi, Abdul Fattah. Tafsir Maudhu'i. 'Amman Jordan: Daarun Nafaiz, 1997.

Khon, Abdul Majid. Praktikum Qira'at;Keanehan bacaan al-Quran... Jakarta:

Amzah, 2008.

Madury, Miski. Hermeneutika al-Qur'an Kontemporer (Telaah atas

Hermeneutika Muhammad al-Ghazali dalam Nahwa Tafsir Mawghu'i li

as-Suwar al-Qur'an al-Karim). Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2015.

Ma'luf, Luia. Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A'lam. Beirut: Dar al-Masyriq, 1987.

Muchlis M. Hanafi, ed. Hukum, Keadilan, dan Hak Asasi Manusia. Jakarta:

Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur'an, 2010.

Muslim, Musthafa. Mabahits fi Tafsir Mawdhu'i. Beirut: Darul Qolam, 1989.

Nadhiroh, Wardatun. Hermeneutika al-Quran Muhammad Al-Ghazali.

Banjarmasin: IAIN Antasari, 2014.

Qoridun, M., dan Ahmad Musyafiq. Tafsir Tematik dalam al-Qur'an. Yogyakarta:

Gaya Media Pratama, 2004.

Shadr, Muhammad Baqir. Pendekatan Tematik Terhadap Tafsir al-Qur'an. 1990.

Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Quran. Bandung: Mizan, 1992.

Shihab, Umar. Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Qur'an.

Penamadani, 2005.

Surakhmad, Winarmo. Pengantar Metodelogi Ilmiah. Bandung: Transito, 1980.

Suryadilaga, M. Alfatih, dan dkk. Metodelogi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: TERAS,

2005.

al-Zarqani, M. Abdul Adzim. Manahil al-'Urfan fi 'Ulum al-Qur'an. Jakatra: Gaya

Media Pratama, 2001.