NA Sumber Pendapatan Desa

109
BAB I PENDAHULUAN A. Judul : Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten Purworejo tentang Sumber Pendapatan Desa B. Latar Belakang Pemberlakuan otonomi daerah telah mengantarkan Indonesia menuju pada era keterbukaa, yang ditandai dengan terbukanya akses partisipasi masyarakat yang lebih luas. Otonomi daerah mengurangi beban Pemerintah pusat maupun propinsi, dengan memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan sasaran-sasaran kebijakan yang lebih strategis, dan berdampak lebih luas terhadap pencapaian tujuan pembangunan. Desentralisasi dan otonomi daerah dapat mendorong terwujudnya proses pemberdayaan masyarakat dalam bentuk kesadaran dan kedewasaan ekonomi, serta politik masyarakat sebagai warga negara. Hal tersebut akan percepatan perwujudan pencapaian sasaran-sasaran pembangunan nasional maupun regional, yang menjadi arahan kebijakan pemerintah pusat maupun propinsi. Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah diharapkan dapat merubah pola kerja yang P a g e 1

Transcript of NA Sumber Pendapatan Desa

Page 1: NA Sumber Pendapatan Desa

BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul : Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)

Kabupaten Purworejo tentang Sumber Pendapatan Desa

B. Latar Belakang

Pemberlakuan otonomi daerah telah mengantarkan Indonesia menuju

pada era keterbukaa, yang ditandai dengan terbukanya akses partisipasi

masyarakat yang lebih luas. Otonomi daerah mengurangi beban Pemerintah

pusat maupun propinsi, dengan memberikan kesempatan kepada daerah untuk

mengembangkan sasaran-sasaran kebijakan yang lebih strategis, dan

berdampak lebih luas terhadap pencapaian tujuan pembangunan.

Desentralisasi dan otonomi daerah dapat mendorong terwujudnya proses

pemberdayaan masyarakat dalam bentuk kesadaran dan kedewasaan ekonomi,

serta politik masyarakat sebagai warga negara. Hal tersebut akan percepatan

perwujudan pencapaian sasaran-sasaran pembangunan nasional maupun

regional, yang menjadi arahan kebijakan pemerintah pusat maupun propinsi.

Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah diharapkan dapat merubah

pola kerja yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah agar dapat berjalan

lebih efektif. Daerah diberikan kewenangan lebih banyak untuk mengelola dan

mengurus wilayahnya. Dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah

serta peran pro-aktif dari masyarakat dalam program peningkatan

kesejahteraan, maka pengurangan tingkat kemiskinan lebih mudah untuk

diwujudkan. Terbukanya akses terhadap kebijakan dan program yang menjadi

kewenangan administrasi daerah, juga merupakan point penting untuk

mengatasi masalah yang ada di Daerah.

Desentralisasi dan kewenangan otonomi yang diberikan ke daerah,

memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk

merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pembangunan daerahnya.

Masyarakat akan terdorong untuk berkomitmen terhadap perubahan sikap dan

P a g e 1

Page 2: NA Sumber Pendapatan Desa

perilaku sosial ekonomi dan politik ke arah yang diharapkan. Untuk

mewujudkan Pemerintahan Daerah yang seperti dikatakan pada uraian diatas

maka daerah harus benar-benar mampu mengoptimalkan sumber daya

manusia dan sumber daya alam yang dimiliki.

Desa sebagai pemerintahan tingkat terendah yang merupakan bagian

dari subsistem pemerintahan di daerah diharapkan dapat menyentuh langsung

dengan masyarakat sehingga mempunyai peranan penting dalam

merealisasikan tujuan otonomi daerah. Desa diharapkan lebih berperan dalam

meningkatkan Pendapatan Asli Desa agar dapat memberikan kontribusi bagi

terlaksananya pembangunan secara nasional.

Berkaitan dengan pemerintahan Desa, pemerintahan juga memberikan

otonomi kepada desa melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang

telah diubah melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008. Dalam peraturan

tersebut diatur bahwa Desa tidak lagi merupakan level administrasi saja,

melainkan menjadi independent community. Masyarakat desa berhak berbicara

atas kepentingan sendiri dan bukan ditentukan dari atas ke bawah. Menurut

paradigm tersebut, desa pada hakikatnya merupakan kesatuan hukum yang

otonom dan memiliki hak dan wewenang untuk mengatur rumah tangga

sendiri. Pemerintahan desa yang merupakan subsistem dari sistem

penyelenggaraan pemerintah daerah, memiliki kewenangan yang luas untuk

mengatur dan mengurus kepentingan daerah dan kepentingan masyarakatnya

sendiri. Sehingga desa yang selama ini diperankan sebagai figuran dan objek,

berubah peran sebagai aktor.

Dalam mengembangkan peran desa, pemerintah mengembangkan

potensi-potensi yang ada pada masyarakat desa. Sehingga dalam menjalankan

pemerintahan, desa memiliki kewenangan yang luas. Desa dapat melakukan

perbuatan hukum, baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki

kekayaan, harta benda dan bangunan, serta dituntut dan menuntut dalam

pengadilan. Oleh karena luasnya wewenang tersebut, maka Kepala Desa dapat

mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan dengan pihak ketiga

melalui persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

P a g e 2

Page 3: NA Sumber Pendapatan Desa

Pada sisi pengelolaan anggaran, dengan adanya dana perimbangan

maka pemerintah desa memiliki keleluasaan untuk mengalokasikan anggaran

penyelenggaraan pemerintahan desa dan pembangunan desa sesuai dengan

kebutuhan. Terlebih lagi saat ini banyak proyek / program pembangunan yang

berasal baik dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten maupun lembaga

donor menjadi energi pendorong tersendiri untuk mengoptinalkan pemenuhan

kebutuhan desa.

Selain itu dalam mencari sumber pembiayaan pemangunannya, desa

memiliki wewenang mengupayakan dan mengelola pendapatan asli desa.

Terbatasnya subsidi dari pemerintah menuntut pemerintah desa untuk

berinovasi menggali pendapatan asli desanya. Untuk itu diperlukan pula

pengelolaan keuangan yang baik serta kemampuan untuk mencari sumber

pendapatan desa secara mandiri.

Sumber pendapatan dijadikan sebagai tumpuan perekonomian Desa,

sebagai Pendapatan Asli Desa yang digunakan untuk pelaksanaan

pembangunan. Tanpa sumber pendapatan yang pasti, pemerintahan desa hanya

akam berfungsi tidak lebih sebagai lembaga administratif. Akibatnya desa

tidak mampu berkembang dan tidak mampu untuk hidup secara mandiri,

sehingga kegiatan pembangunan pun akan berjalan lambat.

Dalam hal hubungannya dengan kegiatan perekonomian, peran yang

sangat penting. Desa menjadi hinterland bagi kota sebagai penyuplai bahan

pokok, bahan mentah dan tenaga kerja yang produktif. Selain itu desa juga

mempunyai potensi fisik dan non fisik, potensi fisik meliputi tanah, air, iklim,

ternak dan manusia. Potensi non fisik meliputi : prinsip hidup gotong-royong

yang menjadi suatu kekuatan berproduksi dan kekuatan membangun atas dasar

kerjasama dan saling pengertian, adanya lembaga-lembaga sosial, serta

aparatur dan pamong desa yang kreatif dan disiplin.

Purworejo sebagai salah satu wilayah kabupaten di Jawa Tengah,

memiliki potensi luas wilayah desa yang sangat luas seperti yang dapat kita

lihat pada data berikut :

P a g e 3

Page 4: NA Sumber Pendapatan Desa

Tabel 1.1

Jumlah Desa dan Luas Wilayah Desa per Kecamatan di Kabupaten Purworejo

No Kecamatan Jumlah Luas Wilayah (ha)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

Grabag

Ngrombol

Purwodadi

Bagelen

Kaligesing

Purworejo

Banyuurip

Nayan

Kutoarjo

Butuh

Pituruh

Kemiri

Bruno

Gebang

Loano

Bener

32

57

40

17

21

25

27

26

27

41

49

40

18

25

21

28

6.493,05

5.526,93

5.395,93

6.376,28

7.472,90

5.272,08

4.508,50

4.321,15

3.759,44

4.607,69

7.742,00

9.204,54

10.843,02

7.186,08

5.365,00

9.408,16

TOTAL 494 103.481,75

Mengingat pentingnya posisi desa dan adanya potensi wilayah desa

yang luas menjadi tantangan bagi pemerintah daerah untuk mewujudkan desa

menjadi lebih berdaya. Pemerintah daerah perlu membuat kebijakan daerah

yang berupa Peraturan Daerah khususnya yang mengatur mengenai sumber

pendapatan desa agar sumber pendapatan desa menjadi semakin jelas dan

terah, untuk membiayai segala keperluan penyelenggaraan pemerintahan di

desa.

Kabupaten Purworejo memiliki visi “Menuju masyarakat Purworejo

yang lebih sejahtera dengan meningkatkan kemandirian serta daya saing,

melalui penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan daerah, dan

kemasyarakatan yang aspiratif bertumpu pada agribisnis, yang didukung

P a g e 4

Page 5: NA Sumber Pendapatan Desa

birokrasi professional dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme serta

peran serta aktif sektor swasta dan masyarakat pada umumnya”.

Visi tersebut kemudian dijabarkan kedalam Misi Kabupaten Purworejo

Sebagai berikut:

1) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengambilan keputusan

politik melalui pemberdayaan m a s y a r a k a t s e r t a penjaringan aspirasi

masyarakat dengan memanfaatkan mekanisme politik yang sehat dan

dinamis.

2) Meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian dalam arti luas.

3) Mewujudkan iklim yang kondusif serta ketersediaan infrastruktur untuk

menarik investasi dalam mewujudkan industri jasa dan perdagangan guna

mendorong kemajuan daerah berbasis agribisnis.

4) Meningkatkan pendapatan daerah untuk mendukung pembangunan

daerah yang semakin luas dan berkualitas.

5) Mewujudkan profesionalisme aparatur dan pemerintahan yang amanah,

bersih, bebas dari KKN dan demokratis, dengan mengutamakan

penegakan hokum jaminan keselamatan dan ketertiban umum didukung

oleh partisipasi masyarakat yang tinggi.

Untuk mengoptimalkan potensi desa dalam rangka merealisasikan visi

dan misi maka Kabupaten Purworejo agar bisa tercapai sesuai dengan

harapan, diperlukan adanya peraturan perundangan yang mendukung. Dalam

proses pembangunan nasional ini, posisi hukum pada lataran ideal normatif

yang wujudnya berupa peraturan perundang-undangan diletakkan sebagai

pendorong pembangunan, baik di bidang politik, ekonomi sosial, budaya,

maupun pertahanan keamanan, serta bidang-bidang lainnya (Ali

Budihardjono,dkk, 2000 : 1). Dengan demikian, maka fungsi pembentukan

peraturan perundang-undangan menjadi semakin penting, baik di tingkat

pusat maupun di tingkat daerah.

Berkaitan dengan kondisi dan permasalahan tersebut Badan Legislasi

Daerah (Balegda) DPRD Kabupaten Purworejo akan melakukan suatu kajian

terkait sumber pendapatan desa dalam bentuk naskah akademik sebagai dasar

P a g e 5

Page 6: NA Sumber Pendapatan Desa

dalam menyusun suatu kebijakan daerah yang berupa peraturan daerah yang

mengatur mengenai sumber pendapatan desa.

C. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:

1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat, yang

berkaitan dengan Sumber Pendapatan Desa serta bagaimana permasalahan

tersebut dapat diatasi?

2. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis

pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Sumber Pendapatan

Desa?

3. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan,

dan arah pengaturan tentang Sumber Pendapatan Desa?

4. Bagaimana merumuskan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah

(Raperda) tentang Sumber Pendapatan Desa yang komprehensif, dengan

memperhatikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi beserta

solusinya?

5. Bagaimana merumuskan draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)

tentang Sumber Pendapatan Desa yang dapat diterima semua pihak,

Pemerintahan kabupaten, unsure Pemerintahan desa serta bermanfaat bagi

peningkatan perekonomian masyarakat di Kabupaten Purworejo Provinsi

Jawa Tengah?

D. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

1. Tujuan Kegiatan

Tujuan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan

Daerah (Raperda) Sumber Pendapatan Desa sebagai berikut:

a. Untuk merumuskan permasalahan-permasalahan yang berkaitan

dengan sumber pendapatan desa yang dihadapi dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta cara-cara yang

diterapkan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

P a g e 6

Page 7: NA Sumber Pendapatan Desa

b. Untuk menyiapkan rumusan konsep Rancangan Peraturan Daerah

(Raperda) tentang sumber pendapatan desa yang komprehensif dan

dapat dipertanggungjawabkan secara filosofis, yuridis dan sosiologis

sehingga peraturan daerah yang akan diberlakukan dapat efektif dan

efisien serta diterima masyarakat.

c. Untuk meningkatkan kualitas perencanaan, serta implementasi dalam

pengelolaan sumber pendapatan desa di Kabupaten Purworejo Provinsi

Jawa Tengah.

d. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup

pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan

Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sumber Pendapatan Desa di

Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah.

e. Menghasilkan dokumen Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)

tentang Sumber Pendapatan Desa yang aspiratif dan partisipatif serta

sesuai dengan kaidah-kaidah pembentukan peraturan daerah.

f. Menyiapkan naskah akademik tentang sumber pendapatan desa yang

diharapkan sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan daerah.

g. Menyiapkan draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang

Sumber Pendapatan Desa.

2. Kegunaan Kegiatan

Adapun kegunaan penyusunan naskah akademik Rancangan

Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sumber Pendapatan Desa adalah:

a. Diharapkan adanya suatu peraturan daerah yang dapat menjamin rasa

keadilan dan kepastian hukum dalam hal pengaturan Sumber

Pendapatan Desa di Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah.

b. Diharapkan dapat memberikan arah bagi terselenggaranya pngelolaan

Sumber Pendapatan Desa yang baik dengan prinsip demokratis,

transparan, akuntabel, efektif dan efisien di Kabupaten Purworejo

Provinsi Jawa Tengah.

P a g e 7

Page 8: NA Sumber Pendapatan Desa

c. Diharapkan dapat memberikan kerangka pemikiran dalam

menuangkan materi-materi muatan dalam penyusunan Rancangan

Peraturan Daerah tentang Sumber Pendapatan Desa.

E. Manfaat Kegiatan

Manfaat kegiatan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan

Daerah (Raperda) tentang Sumber Pendapatan Desa adalah:

1. Diharapkan adanya suatu peraturan daerah yang dapat menjamin rasa

keadilan dan kepastian hukum dalam hal pengaturan Sumber Pendapatan

Desa di Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah.

2. Diharapkan dapat memberikan arah bagi terselenggaranya pengelolaan

Sumber Pendapatan Desa di Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah

yang mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan

Pemerintahan desa.

3. Diharapkan dapat memberikan kerangka pemikiran dalam menuangkan

materi-materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Sumber

Pendapatan Desa..

F. Metode Penyusunan Naskah Akademik

1. Lokasi Kajian

Kegiatan penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah

tentang Sumber Pendapatan Desa dilakukan di Kabupaten Purworejo

Provinsi Jawa Tengah. Data diperoleh dengan melakukan kajian secara

normatif dan didukung Focus Group Discussion (FGD) dengan

Pemerintahan daerah maupun anggota legislatif, khususnya yang berkaitan

langsung dengan Pemerintahanan desa.

2. Ruang Lingkup

Naskah akademik ini digunakan sebagai dasar untuk menyusun

Rancangan Peraturan Daerah tentang Sumber Pendapatan Desa. Adapun

ruang lingkup yang dijadikan sebagai obyek studi meliputi semua

P a g e 8

Page 9: NA Sumber Pendapatan Desa

unsur/elemen yang berkepentingan di Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa

Tengah.

Adapun metode yang dilakukan dalam penyusunan naskah

akademik terdiri dari metode pendekatan yuridis normatif maupun yuridis

empiris dengan menggunkan data sekunder maupun data primer.

Metode pendekatan yuridis normatif dilakukan melalui studi

pustaka, yaitu pengumpulan data-data sekunder dari berbagai dokumen

yang berkaitan dengan pengelolaan sumber pendapatan desa. Data yang

dipergunakan dalam kajian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder

diperoleh melalui studi kepustakaan. Dalam melengkapi data sekunder ini

dari sisi hukum, sosiologis, filsafat, ekonomi dan sosial budaya, maka akan

diambil dasar hukum maupun peraturan-peraturan di Kabupaten Purworejo

Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai keterkaitan dengan sumber

pendapatan desa.

Untuk memperoleh data dilakukan dengan usaha studi dokumen

atau studi pustaka yang meliputi usaha-usaha pengumpulan data dengan

cara mengunjungi perpustakan-perpustakaan, membaca, mengkaji dan

mempelajari bahan pustaka yang mempunyai kaitan erat dengan pokok

permasalahan. Selanjutnya data yang diperoleh, diedit, diidentifikasi

secara khusus objektif dan sistematis diklarifikasikan, disajikan dan

selanjutnya dianalisis lebih lanjut sesuai dengan tujuan dan permasalahan

kajian.

Metode pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan menelaah

data primer sebagai penunjang dan untuk mengkonfirmasi data sekunder

yang diperoleh dengan mengadakan focus group discussion bersama para

pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan Pemerintahanan Desa.

G. Sistematika Penulisan Naskah Akademik

P a g e 9

Page 10: NA Sumber Pendapatan Desa

Penyusunan naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah

(Raperda) tentang Sumber Pendapatan Desa disusun dengan sistematika

sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan memuat latar belakang masalah, identifikasi

masalah, tujuan dan kegunaan kegiatan penyusunan naskah

akademik, metode penyusunan naskah akademik.

BAB II : KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS

Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat

teoretis, asas, praktik, perkembangan pemikiran, serta

implikasi sosial, politik, dan ekonomi dari pengaturan

dalam suatu Peraturan Daerah. Dalam bab ini dapat

diuraikan dalam beberapa sub bab yang berkaitan dengan

Sumber Pendapatan Desa.

BAB III : EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG SUMBER

PENDAPATAN DESA

Bab ini memuat hasil kajian terhadap Peraturan

Perundang-undangan terkait yang memuat kondisi hukum

yang ada, keterkaitan undang-undang dan peraturan daerah

baru dengan peraturan perundang-undangan lain,

harmonisasi secara vertikal dan horizontal, serta status dari

peraturan perundang-undangan yang ada, termasuk

peraturan perundang-undangan yang dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku serta peraturan perundang-

undangan yang masih tetap berlaku karena tidak

bertentangan dengan peraturan daerah yang baru

khususnya berkaitan dengan pengaturan sumber

pendapatan desa.

BAB IV : LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN

P a g e 10

Page 11: NA Sumber Pendapatan Desa

YURIDIS

Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau

alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang

dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran,

dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta

falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila

dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang dikaitkan dengan sumber

pendapatan desa.

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau

alasan yang meng-gambarkan bahwa peraturan yang

dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam

berbagai aspek kehidupan masyarakat. Landasan sosiologis

sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai

perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan

negara yang berkaitan dengan tata cara pelaporan dan

pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa.

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan

yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk

untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi

kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan

yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut

guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan

masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan

hukum yang berkaitan dengan substansi pengaturan tata

cara pelaporan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan

Pemerintahanan desa atau materi yang diatur sehingga

perlu dibentuk peraturan daerah yang baru.

BAB V : JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN RANCANGAN

P a g e 11

Page 12: NA Sumber Pendapatan Desa

PERATURAN DAERAH TENTANG SUMBER

PENDAPATAN DESA

Naskah akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan

ruang lingkup materi muatan rancangan peraturan daerah

yang akan dibentuk. Dalam bab ini, sebelum menguraikan

ruang lingkup materi muatan, dirumuskan sasaran yang

akan diwujudkan, arah dan jangkauan pengaturan yang

dituangkan dalam rancangan peraturan daerah tentang

sumber pendapatan desa. Materi didasarkan pada ulasan

yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab penutup terdiri atas subbab simpulan dan saran.

A. Simpulan

Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang

berkaitan dengan praktik penyelenggaraan, pokok

elaborasi teori, dan asas yang telah diuraikan dalam bab

sebelumnya.

B. Saran

Saran memuat antara lain:

1. Perlunya pemilahan substansi naskah akademik

dalam suatu peraturan perundang-undangan atau

peraturan perundang-undangan di bawahnya yang

berkaitan dengan perencanaan pembangunan

daerah.

2. Kegiatan lain yang diperlukan untuk mendukung

penyempurnaan penyusunan naskah akademik

rancangan peraturan daerah lebih lanjut.

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS

P a g e 12

Page 13: NA Sumber Pendapatan Desa

YANG BERKAITAN DENGAN SUMBER PENDAPATAN DESA

A. KAJIAN TEORITIS

1. Desa

1.1. Pengertian Desa

Pengertian desa akan tergantung pada sudut pandang yang digunakan,

antara lain dari segi pengertian umum, pengertian sosiologis, pengertian

ekonomi, dan pengertian hukum dan politik.

Pengertian lain, dapat dijumpai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(1993: 200) yang menyebutkan bahwa “Desa adalah (1) sekelompok rumah

di luar kota yang merupakan kesatuan; kampung; dusun; (2) adik atau dusun

(dalam arti daerah pedalaman sebagai lawan kota); (3) tempat; tanah; darah”.

Sedangkan Pengertian sosiologis, menurut Maschab (1992) Desa

digambarkan sebagai suatu bentuk kesatuan masyarakat atau komunitas

penduduk yang bertempat tinggal dalam suatu lingkungan dimana mereka

saling mengenal dan corak kehidupan mereka relatif homogen serta banyak

bergantung kepada alam (dalam Suhartono, 2001: 10)

Berdasarkan beberapa definisi di atas, desa digambarkan dengan

memuat segi-segi dan sifat-sifat yang positif, seperti kebersamaan dan

kejujuran, namun dipandang pula mengandung ciri negatif, seperti

kebodohan dan keterbelakangan, seperti sebagian buta huruf, masyarakatnya

bertani, masih belum mengenal teknologi tinggi dan masih menggunakan

bahasa pengantar bukan Bahasa Indonesia, menjadi ciri dari desa.

Homogenitas merupakan salah satu ciri desa tradisional kehidupan

desa. Ciri yang lainnya seperti pertanian dan ekonomi subsistem (Horton dan

Chester L. Hunt, 1999b: 130).

Dari segi pengertian ekonomi, pandangan (sosial) ekonomi yang

lebih menekankan sisi produksi, melihat desa sebagai suatu komunitas

masyarakat yang memiliki model produksi yang khas (Wiradi, 1988). Desa

mengandung arti sebagai tempat orang hidup dalam ikatan keluarga dalam

suatu kelompok perumahan dengan saling ketergantungan yang besar di

P a g e 13

Page 14: NA Sumber Pendapatan Desa

bidang sosial dan ekonomi. Desa biasanya terdiri dari rumah tangga petani

dengan kegiatan produksi, konsumsi dan investasi hasil keputusan keluarga

secara bersama (Hayami-Kikuchi, 1987: 11).

Sedangkan jika dilihat dari pengertian hukum dan politik, desa

diartikan sebagai suatu daerah kesatuan hukum dimana bertempat tinggal

suatu masyarakat, yang berkuasa (memiliki wewenang) mengadakan

pemerintahan sendiri (Kartohadi koesoemo, 1984: 16; Wiradi, 1988).

Menurut Prof. Drs. HAW dalam bukunya yang berjudul “Otonomi

Desa”, desa didefinisikan sebagai:

“Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”. (Widjaja, 2003: 3).

Sedangkan yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo

Kartohadi Kusumah mengemukakan bahwa desa adalah suatu kesatuan

huum dimana bertempat tinggal masyarakat pemerintahan sendiri. Menurut

Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial,

ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam

hubungannya dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.

Pendapat lainnya yaitu menurut Paul H. Landis, desa adalah masyarakat

yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan karakteristiknya sebagai

berikut:

1) Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan

jiwa.

2) Ada pertalianperasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.

3) Cara berusaha (perekonomian) adalah agraris yang paling umum yang

sangat dipengaruhi alam seperti; iklim, keadaan alam, kekayaan alam,

sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

Pengertian ini sangat menekankan adanya otonomi untuk membangun

tata kehidupan desa bagi kepentingan penduduk. Dalam pengertian ini

terdapat kesan yang kuat, bahwa kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa

P a g e 14

Page 15: NA Sumber Pendapatan Desa

hanya bisa diketahui dan disediakan oleh masyarakat desa, dan bukan pihak

lain.

Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, desa diberi pengertian

baru sebagai :

“Desa atau yang disebut nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia”

Apa yang dikembangkan dalam kebijakan pemerintahan desa, yang

kendati memuat konsep hak untuk menyelenggarakan rumah tangganya

sendiri, namun bersamaan dengan itu pula dinyatakan bahwa desa merupakan

organisasi pemerintahan terendah di bawah camat. Dengan sendirinya desa

merupakan representasi (kepanjangan) pemerintah pusat. Artinya bahwa apa

yang dianggap baik oleh pemerintah pusat (organisasi kekuasaan di atasnya)

dipandang baik pula untuk desa. Asumsi ini bukan saja manipulatif, namun

juga mempunyai tendensi yang sangat kuat untuk mengalahkan atau

merendahkan keperluan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat desa.

Jadi, pada hakekatnya pengertian desa itu dapat dilihat dari berbagai

sudut pandang, diantaranya dari segi pengertian umum, dari sudut pandang

sosiologis, dari perspektif ekonomi dan dari sudut pandang hukum dan politik.

1.2. Ciri-ciri Desa

Dari berbagai pengertian diatas, dapat ditarik beberapa ciri umum dari

desa, antara lain :

1) Desa umumnya terletak di, atau sangat dekat dengan, pusat wilayah usaha

tani (sudut pandang ekonomi)

2) Dalam wilayah itu, pertanian merupakan kegiatan ekonomi dominan

3) Faktor penguasaan tanah menentukan corak kehidupan masyarakatnya

P a g e 15

Page 16: NA Sumber Pendapatan Desa

4) Tidak seperti di kota ataupun kota besar yang penduduknya sebagian besar

merupakan pendatang, populasi penduduk desa lebih bersifat “terganti dari

dirinya sendiri”

5) Kontrol sosial lebih bersifat informal, dan interaksi antar warga desa lebih

bersifat personal dalam bentuk tatap muka

6) Mempunyai tingkat homogenitas yang relatif tinggi dan ikatan sosial yang

relatif lebih ketat daripada kota (Wiradi, 1988)

Roucek dan Warren (1962), sebagaimana dikutip Raharjo (1999),

menyebutkan karakteristik desa sebagai berikut :

1) Besarnya peranan kelompok primer

2) Faktor geografik yang menentukan dasar pembentukan kelompok/asosiasi

3) Hubungan lebih bersifat intim dan awet

4) Homogen

5) Mobilitas sosial rendah

6) Keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi

7) Populasi anak dalam proporsi yang lebih besar

Karakteristik yang disebutkan di atas, pada dasarnya merupakan

karakteristik, yang sebagian menjadi ciri dari desa tradisional. Desa masa kini,

pada dasarnya telah mengalami sejumlah perubahan, sejalan dengan

bekerjanya kekuatan eksternal yang mendorong perubahan sosial di desa.

Ikatan sosial yang ketat, sebagai contoh, telah mulai dilihat memudar seiring

dengan munculnya ekonomi uang dan industrialisasi yang memasuki desa.

Hubungan dalam masyarakat desa dapat dikelompokkan ke dalam dua

tipe yaitu gemeinscaft yakni suatu bentuk kehidupan bersama dimana anggota-

anggotanya diikat oleh hubungan batin murni dan bersifat alamiah dan

geisselscaft yakni suatu ikatan lahir yang struktur dan bersifat mekanik

(Soekanto, 1987: 119). Dari dua tipe tersebut ciri masyarakat pedesaan adalah

gemeinscaft yaitu masyarakat paguyuban, persekutuan dan kerukunan

(Suryaningrat, 1980: 19)

P a g e 16

Page 17: NA Sumber Pendapatan Desa

1.3. Kehidupan Sosial Masyarakat Desa

Corak kehidupan masyarakat di desa dapat dikatakan masih homogen

dan pola interaksinya horizontal, banyak dipengaruhi oleh sistem

kekeluargaan. Semua pasangan berinteraksi dianggap sebagai anggota

keluarga. Serta hal yang sangat berperan dalam interaksi dan hubungan

sosialnya adalah motif-motif sosial. Interaksi sosial selalu djusahakan

supaya kesatuan sosial (social unity) tidak terganggu, konflik atau

perte~ntangan sosial sedapat mungkin dihindarkan jangan sampai terajadi.

Prinsip kerukunan inilah yang menjiwai hubungan sosial pada masyarakat

pedesaan. Kekuatan yang mempersatukan masyarakat pedesaan itu timbul

karena adanya kesamaaan-kesamaan kemasyarakatan,-seperti kesamaan adat

kebiasaan, kesamaan tujuan dan kesamaan pengalaman.

Sosial kemasyarakatan desa ditandai dengan pemilikan ikatan batin

yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga / anggota

masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya bahwa seseorang merasa

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimana

ia hidup dan dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk

berkorban setiap waktu demi masyarakat atau anggota-anggota masyarakat.

Karena beranggapan sama-sama sebagai anggota masyarakat yang saling

mencintai, menghormati, mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama

terhadap keselamatan dan kebahagian bersama di dalam masyarakat.

Oleh karena masyarakat pedesaan mempunyai kepentingan pokok

yang hampir sama, maka mereka selalu bekerjasama untuk mencapai

kepentingan- kepentingan mereka. Seperti pada waktu mendirikan rumah,

upacara pesta perkawinan, memperbaiki jalan desa, membuat saluran air dan

sebagainya.. Adapun bentuk-bentuk kerja sama dalam masyarakat sering

diistilahkan dengan gotong-royong dan tolong-menolong. Pekerjaan gotong-

royong sekarang lebih popular dengan istilah kerja bakti. Sedangkan

mengenai macamnya pekerjaan gotong-royong atau kerja bakti itu ada dua

macam, yaitu:

1) Kerja sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif

P a g e 17

Page 18: NA Sumber Pendapatan Desa

warga masyarakat itu sendiri,

2) Kerja sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak

timbul dari masyarakat itu sendiri, berasal dari luar.

Kerja sama jenis pertama biasanyabsungguh-sungguh dirasakan

manfaatnya bagi mereka, sedangkan jenis yang kedua biasanya kurang

difahami kegunaannya. Hal ini memberikan gambaran bahwa masyarakat

pedesaan yang agraris dinilai oleh or'ang-orang kota sebagai masyarakat

yang tentram, damai dan harmonis sehingga dijadikan tempat untuk

meiepaskan lelah dari segafa kesibukan, keramain dan keruwetan pikiran.

Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan terdapat bermacam-macam

gejala sosial yang sering timbul. Gejala-gejala sosial itu sering diistilahkan

sebagai berikut:

1) Konflik

Karena hampir setiap hari dari mereka yang selalu berdekatan

dengan tetangganya secara terus-menerus dan hal ini menyebabkan

kesempatan untuk bertengkar sangat banyak. Pertengkaran-pertengkaran

yang terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan

sering menjalar ke luar rumah tangga, sedangkan sumber banyak

pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan

gengsi, perkawinan dan sebagainya.

2) Kontroversi (pertentangan)

Pertentangan ini biasanya disebabkan oleh perubahan konsep-

konsep kebudayaan (adat -istiadat), psikologis atau dalam

hubungannya dengan guna- guna (black magic), para ahli hukum adat

biasanya meninjau masalah kontroversi (pertentangan) ini dari sudut

kebiasaan masyarakat.

3) Kompetisi (persaingan)

Wujud persaingan bisa positif dan juga bisa negatif. Positif bila

persaingan wujudnya saling meningkatkan, usaha untuk meningkatkan

prestasi dan produksi atau out put (hasil). Sebaliknya yang negatif, bila

persaingan ini hanya berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha

P a g e 18

Page 19: NA Sumber Pendapatan Desa

sehingga kadang-kadang hanya melancarkan fitnah-fitnah saja.

Sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam

proses pertumbuhan masyarakat itu. Tetapi ada pula yang sengaja

disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Yang biasa menjadi

alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya

adalah kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian

keanggotaan kerabat seorang kepala desa dan mungkin juga harta dalam

batas-batas tertentu.

Alasan-alasan yang dipakai berlainan bagi tiap-tiap masyarakat.

Pada masyarakat yang hidupnya dari berburu hewan alasan utama adalah

kepandaian berburu. Sedangkan pada masyarakat yang telah menetap dan

bercocok tanam, maka kerabat pembuka tanah (yang dianggap asli)

dianggap sebagai orang-orang yang menduduki lapisan tinggi. Hal ini

dapat dilihat misalnya pada masyarakat Batak, dimana marga tanah,

yaitu marga yang pertama-tama membuka tanah, dianggap mempunyai

kedudukan yang tinggi karena mereka dianggap sebagai pembuka tanah

dan pendiri desa yang bersangkutan. Lain halnya dehgan masyarakat

yang menganggap bahwa kerabat kepala masyarakatlah yang mempunyai

kedudukan yang tinggi dalam masyarakat.

1.4. Kehidupan Ekonomi Masyarakat Desa

Pada masyarakat pedesaan mata pencaharian bersifat homogen

yang berada di sektor ekonomi primer, yaitu bertumpu pada bidang

pertanian. Kehidupan ekonomi terutama tergantung pada usaha

pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian, petrnakan dan termasuk juga

perikanan darat. Jadi kegiatan di desa adalah mengolah alam untuk

memperoleh bahan-bahan mentah. Baik bahan kebutuhan pangan, sandang

maupun lain-lainnya untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia.

Pada umumnya masyarakat pedesaan menganut sistem ekonomi

tradisional atau" sistem ekonomi tertutup, cukup memenuhi kebutuhan-

kebutuhan ekonomi masyarakat terbatas untuk bertahan hidup dan memenuhi

P a g e 19

Page 20: NA Sumber Pendapatan Desa

kebutuhan - kebutuhan bersama. Pola produksi dalam masyarakat tradisional

terutama mendasarkan pada tenaga keluarga dan tenaga ternak pun

dimanfaatkan. Dalam proses produksi tradisional tadi, umumnya laki-laki

mengerjakan pekerjaan pengolahan tanah yang paling berat baik di

sawah ataupun di ladang. Untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang

lebih ringan seperti menyiang terutama pada sawah anak-anak di atas sepuluh

tahun dan istri juga turut membantu. Selanjutnya pada waktu panen dan

setelah panen banyak tenaga wanita dimanfaatkan.

1.5. Kehidupan Budaya Masyarakat Desa

Kebudayaan adalah cara hidup yang dibina oleh suatu masyarakat

guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok seperti untuk bertahan hidup,

kelangsungan jenis manusia dan penerbitan pengalaman sosial.

Kebudayaan adalah penjumlahan atau akumulasi semua obyek materil, pola

organisasi kemasyarakatan, cara tingkah.taku, pengetahuan, kepercayaan dan

lain-lain yang dikembangkan dalam pergaulan hidup manusia.

Kebudayaan tidaklah diwariskan secara biologis. Setiap angkatan

mempelajari sendiri dan meneruskan pada generasi yang berikutnya dan

ditambah dengan apa yang dirubah atau dikembangkan selama masa

hidupnya dengan transmisi ini maka dimungkinkan adanya kelangsungan

kebudayaan selama beberapa generasi. Kebudayaan yang diturunkan kepada

generasi berikutnya itu dapat dilakukan dengan cara memperkenalkan

1) Kebiasaan, yaitu cara yang sudah menetap dan umum untuk

melakukan sesuatu, dan sudah diakui oleh masyarakat.

2) Adat, yaitu cara tingkah laku dalam masyarakat yang diberi sanksi

dan dianggap sebagai cara yang tetap dan baik.

3) Upacara peribadatan, yaitu suatu rangkaian gerak dan perkataan

yang dilakukan oleh orang-orang tertentu dengan paravar simbolik

perkataan tertentu cara-cara yang mempunyai arti.

P a g e 20

Page 21: NA Sumber Pendapatan Desa

2. Pemerintahan Desa

Menurut Heywood (2002:26), dalam bahasa Inggris, istilah

‘memerintah’ berasal dari kata ‘govern’ yang berarti ‘mengatur atau

mengendalikan orang lain.’ Karena itu, kata ‘pemerintahan’ (government)

dapat diartikan sebagai mekanisme yang digunakan untuk mempertahankan

kekuasaan yang tertib, dengan ciri utama memiliki kemampuan untuk

membuat keputusan kolektif dan kemampuan untuk menjalankannya. Walau

bentuk pemerintahan dapat ditemukan di dalam berbagai bentuk, seperti dalam

keluarga, sekolah, bisnis, serikat kerja, dan lain sebagainya, istilah

‘pemerintahan’ dalam pengertian politis dipahami lebih mengacu pada apa

yang dimaksud sebagai proses-proses formal kelembagaan yang berlangsung

pada tingkat nasional untuk mempertahankan ketertiban umum dan

memfasilitasi aksi kolektif. Dengan demikian, fungsi inti pemerintahan itu

adalah membuat undang-undang, melaksanakan undang-undang, dan

menginterpretasikan undang-undang. Namun demikian, khususnya di dalam

sistem presidensiil, pemerintahan mengacu pada apa yang disebut sebagai

Pemerintahan (Government), dengan makna yang serupa dengan pengertian

Administrasi di ranah eksekutif. Pengertian ini senada dengan pengertian yang

dinyatakan Austin (1996:27) bahwa pemerintahan adalah sekelompok orang

dan lembaga yang membuat dan menjalankan undang-undang.

Berdasarkan pengertian tersebut, sehubungan dengan desa, dapat

diketahui bahwa pemerintahan desa adalah sekelompok orang dan lembaga

yang membuat dan menjalankan undang-undang pada tingkat desa, dengan

tujuan mendekatkan pelayanan publik kepada penerimanya di kalangan

masyarakat lokal. Dalam hal ini, penyelenggaraan pemerintahan desa

merupakan subsistem dari sistem penye-lenggaraan pemerintahan, sehingga

desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakatnya (Widjaja, 2003:3). Oleh karena itu, kepala desa bertanggung

jawab kepada lembaga pemerintahan desa dan menyampaikan laporan

pelaksanaan pada lembaga pemerintahan tingkat di atasnya. Selaku wakil

masyarakat desa, maka dapat dikatakan bahwa kepala desa merupakan wakil

P a g e 21

Page 22: NA Sumber Pendapatan Desa

dari suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki susunan asli

berdasarkan asal-usul yang bersifat istimewa, sehingga landasan utama

pemerintahan desa adalah partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan

pemberdayaan masyarakat.

Dengan demikian, pemerintahan desa pada dasarnya dibentuk untuk

menyelenggarakan pemerintahan demokratis, yaitu pemerintahan yang

menjunjung tinggi hak-hak rakyat, pemerintah yang mengedepankan

kepentingan rakyat, pemerintah yang didukung oleh rakyat. Dengan ungkapan

lain, pemerintahan demokratis, dalam hal ini tingkat desa, adalah pemerintah

dari, oleh, dan untuk rakyat (Udak, 2003:92). Selain itu, pemerintahan yang

demokratis adalah pemerintahan yang dapat dikontrol oleh masyarakat  (Ali,

2007:103 )

3. Sumber Pendapatan Desa

Pendapatan merupakan pos yang penting dari laporan keuangan

dan mempunyai penggunaan yang bermacam-macam untuk berbagai

tujuan. Penggunaan informasi pendapatan yang paling utama adalah untuk

tujuan pengambilan keputusan, dan biasanya sebagai tolok ukur

berhasilnya suatu organisasi atau instansi dalam mengelola sumber daya

yang dimilikinya. Gade (2000:100) mengartikan pendapatan yang berkaitan

dengan bidang pemerintahan sebagai berikut :

“Pendapatan merupakan penambahan kas pemerintah pusat yang berasal dari berbagai sumber antara lain mencakup penerimaan pajak, cukai, penerimaan minyak, pendapatan yang berasal dari investasi, penerimaaan bantuan luar negeri dan pinjaman dalam negeri serta hibah”.

Maka dalam hal ini pendapatan desa yang berasal dari semua

penerimaan kas desa dalam periode anggaran menjadi hak desa. Didalam

hal ini kita dapat melihat bahwa pendapatan desa diakui dan dicatat

berdasarkan asas kas yaitu diakui dan dicatat berdasarkan jumlah uang

yang diterima dan merupakan hak desa.

Sedangkan pendapatan asli desa adalah pendapatan yang

P a g e 22

Page 23: NA Sumber Pendapatan Desa

diperoleh dari sumber sumber pendapatan desa dan dikelola sendiri oleh

pemerintahan desa. Dengan kata lain pendapatan asli desa merupakan

pendapatan yang diterima oleh pemerintah desa atas segala sumber-

sumber atau potensi yang ada pada desa yang harus diolah oleh

pemerintah desa dalam memperoleh pendapatan desa.

B. KAJIAN TERHADAP ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN

PENYUSUNAN NORMA

Di bidang hukum (terutama hukum Perdata atau hukum privat)

sebagaimana dikemukakan Paul Scholten dalam Algemeen Deel-nya,

mengatakan, melalui konstruksi dengan cara membatasi beberapa aturan

tertentu menjadi aturan yang lebih mempunyai ruang lingkup atau tujuan

yang umum, maka dapat dicari apa yang menjadi tujuan umum aturan-aturan

tersebut.

Asas hukum memang bukan merupakan aturan hukum, karena asas

hukum tidak dapat dilaksanakan/ dioperasikan langsung terhadap suatu

peristiwa dengan menganggapnya sebagai bagian dari aturan umum, tetapi

harus dengan penyesuaian substansi, untuk itu diperlukan isi yang lebih

konkrit.

Asas-asas hukum umum bagi penyelenggaran Pemerintahanan yang

patut (algemene beginselen van behoorlijk best Undang-undangr) dimana

asas ini tumbuh dalam rangka mencari cara-cara untuk melakukan

pengawasan atau kontrol yang sesuai hukum (rechtmatigheidscontrole)

terhadap tindakan-tindakan Pemerintahanan, terutama yang dapat dilakukan

oleh hakim yang bebas. Asas-asas tersebut dirasakan akan bertambah penting

apabila dalam memenuhi tuntutan terselenggaranya kesejahteraan rakyat

diperlukan banyak peraturan perundang-undangan yang memberikan

keleluasaan yang besar kepada aparatur Pemerintahanan.

Dengan demikian maka terhadap aspek-aspek kebijakan dari

keputusan-keputusan Pemerintahan yang tidak dibatasi oleh peraturan

P a g e 23

Page 24: NA Sumber Pendapatan Desa

perundang-undangan dapat dilakukan pengujian oleh hakim (rechterlijke

toetsing), tanpa perlu hakim tersebut menguji kebijakan Pemerintahanan yang

diberikan oleh peraturan perundang-undangan itu sendiri.

Dapatlah dimengerti apabila dalam mencari asas-asas yang dapat

digunakan untuk memberikan bimbingan dan pedoman dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan yang patut, perlu ditelusuri asas-asas umum

bagi penyelenggaraan Pemerintahanan yang patut, mengingat pembentukan

peraturan perundang-undangan adalah bagian dari penyelenggaraan

Pemerintahanan. Dalam bidang hukum yang menyangkut pembentukan

peraturan perundang-undangan negara (Burkhardt Krems menyebutkannya

dengan staatsliche Rechtssetzung), maka pembentukan peraturan itu

menyangkut :

1. Isi peraturan (Inhaltder Regelung).

2. Bentuk dan susunan peraturan (Form der Regelung).

3. Metode pembentukan peraturan (Methode der Ausarbeitung der

Regelung).

4. Prosedur dan proses pembentukan peraturan (Verfahren der Ausarbeitung

der Regelung).

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia,

sebagaimana halnya di negara lain, terdapat dua asas hukum yang perlu

diperhatikan, yaitu asas hukum umum yang khusus memberikan pedoman

dan bimbingan bagi pembentukan isi peraturan, dan asas hukum lainnya yang

memberikan pedoman dan bimbingan bagi penuangan peraturan ke dalam

bentuk dan susunannya, bagi metode pembentukannya, dan bagi proses serta

prosedur pembentukannya.

Asas hukum yang terakhir ini dapat disebut asas peraturan perundang-

undanngan yang patut. Kedua asas hukum tersebut berjalan seiring

berdampingan memberikan pedoman dan bimbingan serentak dalam setiap

kali ada kegiatan pembentukan peraturan perundang-undangan masing-

masing sesuai dengan bidangnya.

P a g e 24

Page 25: NA Sumber Pendapatan Desa

Ketika Negara Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, rakyat

Indonesia telah mencapai kesepakatan yang bulat, bahwa dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Pancasila telah ditetapkan sebagai

cita, asas, dan norma tertinggi negara. Hal itu dapat terlihat dalam Undang-

undang 1945 beserta penjelasannya. Kesepakatan Rakyat Indonesia untuk

menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup terdapat dalam pokok-pokok

pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-undang 1945.

Pendapat para ahli tentang pembentukan Peraturan Perundang-

undangan adalah asas-ass hukum dalam pembentukan peraturan perundang-

undangan yaitu asas-asas yang mengandung nilai-nilai hukum, di Negeri

Belanda berkembang melalui lima sumber.

Sumber itu ialah saran-saran dari Raad Var Staate (semacam Dewan

Pertimbangan Agung di Indonesia), bahan-bahan tertulis tentang pembahasan

rancangan Peraturan Perundang-undangan dalam sidang-sidang parlemen

terbuka, putusan-putusan hakim, petunjuk-petunjuk teknik perundang-

undangan, dan hasil-hasil akhir komisi pengurangan dan penyederhanaan

peraturan perundang-undangan.

Sebagai bahan hukum sekunder lainnya berupa kepustakaan di bidang

tersebut adalah sangat penting. Dengan meneliti pendapat para pendahulunya

mengenai asas-asas dibidang pembentukan peraturan perundang-undangan,

para ahli memandang asas-asas tersebut dapat dibagi menjadi asas-asas yang

bersifat formal dan asas-asas yang bersifat material. Asas-asas formal ialah

yang menyangkut tata cara pembentukan dan bentuknya, sedangkan asas-asas

material ialah yang menyangkut isi atau materi.

Montesquieu dalam L'Esprit des Lois mengemukakan hal-hal yang

dapat dijadikan asas-asas, yaitu:

1. Gaya harus padat (concise) dan mudah (simple); kalimat-kalimat bersifat

kebesaran dan retorikal hanya merupakan tambahan yang

membingungkan.

P a g e 25

Page 26: NA Sumber Pendapatan Desa

2. Istilah yang dipilih hendaklah sedapat-dapatnya bersifat mutlak dan tidak

relatif, dengan maksud menghilangkan kesempatan yang minim untuk

perbedaan pendapat yang individual.

3. Hukum hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang riil dan aktual,

menghindarkan sesuatu yang metaforik hipotetik;

4. Hukum hendaknya tidak halus (not be subtle), karena hukum dibentuk

untuk rakyat dengan pengertian yang sedang; bahasa hukum bukan

latihan logika, metainkan untuk pemahaman yang sederhana dari orang

rata-rata;

5. Hukum hendaknya tidak merancukan pokok masalah dengan

pengecualian, pembatasan, atau pengubahan; gunakan semua itu hanya

apabila benar-benar diperlukan;

6. Hukum hendaknya bersifat argumentatis/dapat diperdebatkan; adalah

berbahaya merinci alasan-alasan hukum, karena hal itu akan lebih

menumbuhkan pertentangan-pertentangan;

7. Lebih daripada itu semua, pembentukan hukum hendaknya

dipertimbangkan masak-masak dan mempunyai manfaat praktis, dan

hendaknya tidak menggoyahkan sendi-sendi pertimbangan dasar,

keadilan, dan hakekat permasalahan. Sebab hukum yang lemah, tidak

perlu, dan tidak adil akan membawa seluruh sistem perundang-undangan

kepada nama jelek dan menggoyahkan kewibawaan negara.

Dalam memandang hukum dari sudut pembentuk peraturan

perundang-undangan, Lon Fuller melihat hukum sebagai alat untuk mengatur

masyarakat, berpendapat bahwa tugas pembentuk peraturan perundang-

undangan akan berhasil apabila sampai kepada tingkat tertentu

memperhatikan persyaratan sebagai berikut :

1. Hukum harus dituangkan kedalam aturan-aturan yang berlaku umum dan

tidak dalam penetapan-penetapan yang berbeda satu sama lainnya;

2. Hukum harus diumumkan dan mereka yang berkepentingan dengan

aturan-aturan hukum harus dapat mengetahui isi dari aturan-aturan

tersebut;

P a g e 26

Page 27: NA Sumber Pendapatan Desa

3. Aturan-aturan hukum harus diperuntukan bagi peristiwa-peristiwa yang

akan datang dan bukan untuk kejadian-kejadian yang sudah lalu, karena

perundang-undangan mengenai yang lalu selain tidak dapat mengatur

perilaku, juga dapat merusak kewibawaan hukum yang mengatur masa

depan;

4. Aturan hukum harus dapat dimengerti, sebab jika tidak demikian orang

tidak tahu apa yang harus diperbuatnya;

5. Aturan hukum tidak boleh saling bertentangan, sebab apabila itu terjadi

orang tidak tahu lagi akan berpegang pada aturan yang mana;

6. Aturan hukum tidak boleh meletakkan beban/persyaratan yang tidak

dapat dipenuhi oleh mereka yang bersangkutan;

7. Aturan hukum tidak boleh sering berubah, sebab apabila demikian orang

tidak dapat mengikui aturan mana yang masih berlaku;

8. Penguasa/Pemerintahan sendiri harus juga mentaati aturan-aturan hukum

yang dibentuknya, sebab apabila tidak demikianhukum tidak dapat

dipaksakan berlakunya.

Ahli hukum tata negara Koopmans, mengemukakan perlunya asas-

asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, seperti halnya perlu

adanya asas-asas dalam penyelenggaraan Pemerintahanan yang patut serta

asas-asas dalam penyelenggaraan peradilan yang patut, asas-asas tersebut

sehubungan dengan:

1. Prosedur;

2. Bentuk dan kewenangan;

3. Masalah kelembagaan;

4. Masalah isi peraturan.

Van Angeren membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan menjadi dua, yang pertama adalah yang pokok, yaitu

yang disebutnya her vartrouwens beginsel yang dapatditerjemahkan dengan

asas kepercayaan rakyat terhadap Pemerintahan.

P a g e 27

Page 28: NA Sumber Pendapatan Desa

Van der Vlies membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan yang patut (beginselen van beboorlijke regelgeving) ke

dalam asas-asas yang formal dan yang material.

Asas-asas yang formal meliputi:

1. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling)

2. Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan)

3. Asas pelunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel)

4. Asas dapat dilaksanakan (het beginsei van uitvoerbaarheid)

5. Asas konsensus (het beginsel van de consensus)

Asas-asas yang material meliputi:

1. Asas tentang terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van

duidelijke terminologie en duidelijke systematiek);

2. Asas tentang dapat dikenali (hef beginsel van de kenbaarheid);

3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgelijkheidsbeginsel);

4. Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel);

5. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (het beginsel

vande individuele rechtsbedeling)

Adapun masing-masing asas formal diuraikan sebagai berikut:

1. Asas tujuan yang jelas

Asas tujuan yang jelas mencakup tiga hal, yaitu mengenai

ketepatan letak peraturan perundang-undangan dalam kerangka kebijakan

umum Pemerintahanan, tujuan khusus peraturan perundang-undangan

yang akan dibentuk, dan tujuan dari bagian-bagian peraturan perundang-

undangan yang akan dibentuk tersebut.

Mengenai asas ini, penulis berpendapat dapat diterima oleh

semua sistem Pemerintahanan, termasuk oleh Sistem Pemerintahanan

Negara republik Indonesia berdasar Undang-Undang Dasar 1945,

mengingat asas ini akan mengukur sampai berapajauh suatu peraturan

perundang-undangan diperlukan untuk dibentuk.

P a g e 28

Page 29: NA Sumber Pendapatan Desa

2. Asas organ/lembaga yang tepat

Latar belakang asas ini ialah memberikan penegasan tentang

perlunya kejelasan kewenangan organ-organ/lembaga-lembaga yang

menetapkan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Berbeda

dengan di negeri Belanda, di Negara Republik Indonesia mengenai

organ/lembaga yang tepat itu perlu dikaitkan dengan mated muatan dari

jenis-jenis peraturan perundang-undangan.

Menurut hemat penulis, materi muatan peraturan perundang-

undangan itulah yang menyatu dengan kewenangan masing-masing

organ/lembaga yang membentukjenis peraturan perundang-undangan

bersangkutan. Atau dapat juga sebaliknya, kewenangan masing-masing

organ/lembaga tersebut menentukan materi muatan peraturan perundang-

undangan yang dibentuknya.

3. Asas perlunya pengaturan

Asas ini tumbuh karena selalu terdapat alternatif atau alternatif-

altematif lain yang menyelesaikan suatu masalah Pemerintahanan selain

dengan membentuk peraturan perundang-undangan. Prinsipderegulasi

yang tengah dikembangkan di Negeri Belanda dan prinsip

penyederhanaan serta kehematan (soberheid) dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan, menunjukkan kemungkinan adanya

alternatif lain dalam bidang pengaturan.

4. Asas dapat dilaksanakan

Mengenai asas ini masyarakat melihatnya sebagai usaha untuk

dapat ditegakkannya peraturan perundang-undangan bersangkutan. Sebab

tidaklah ada gunanya suatu peraturan perundang-undangan yang tidak

dapat ditegakkan. Selain pihak Pemerintahan, juga pihak rakyat yang

mengharapkan jaminan (garantie) tercapainya hasil atau akibat yang

ditimbulkan oleh suatu peraturan perundang-undangan, ternyata akan

kecewa karena peraturan tersebut tidak dapat ditegakkan.

P a g e 29

Page 30: NA Sumber Pendapatan Desa

5. Asas konsensus

Adapun yang dimaksud dengan konsensus ialah adanya

kesepakatan rakyat untuk melaksanakan kewajiban dan menanggung

akibat yang ditimbulkan oleh peraturan perundang-undangan

bersangkutan. Hal itu mengingat pembentukan peraturan perundang-

undangan haruslah dianggap sebagai langkah awal untuk mencapai

tujuan-tujuan yang disepakati bersama oleh Pemerintahan dan rakyat.

Hal itu dapat juga dilakukan dengan penyebarluasan rancangan

peraturan perundang-undangan tersebut kepada masyarakat sebelum

pembentukannya. Tentu saja selain itu, apabila peraturan perundang-

undangan dimaksud merupakan Undang-undang, pembahasannya di DPR

dapat dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat sebanyak mungkin

melalui lembaga dengar pendapat yang sudah lama dimiliki.

Adapun masing-masing asas material diuraikan sebagai berikut:

1. Asas tentang terminologi dan sistematika yang benar

Pertimbangan yang dikemukakan oleh Van der Vlies tentang asas

ini ialah agar peraturan perundang-undangan dapat dimengerti oleh

masyarakat dan rakyat, baik mengenai kata-katanya maupun mengenai

struktur atau susunannya.

2. Asas tentang dapat dikenali

Mengenai alasan pentingnya asas ini yang dapat dikemukakan

ialah, apabila suatu peraturan perundang-undangan tidak dikenali dan

diketahui oleh setiap orang, lebih-lebih oleh yang berkepentingan, maka

ia akan kehiiangan tujuan sebagai peraturan. la tidak mengembangkan

asas persamaan dan tidak pula asas kepastian hukum, dan selain itu tidak

menghasilkan pengaturan yang direncanakan.

3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum

Dalam mengemukakan asas ini para ahli menunjuk kepada tidak

boleh adanya peraturan perundang-undangan yang ditujukan hanya

kepada sekelompok orang tertentu, karena hal ini akan mengakibatkan

P a g e 30

Page 31: NA Sumber Pendapatan Desa

adanya ketidaksamaan dan kesewenang-wenangan di depan hukum

terhadap anggota-anggota masyarakat.

4. Asas kepastian hukum

Asas ini mula-mula diberi nama lain, yaitu asas harapan yang ada

dasamya haruslah dipenuhi (Het beginsel dat gerechtvaardigde

verwachtingen gehonoreerd moeten worden), yang merupakan

pengkhususan dari asas umum tentang kepastian hukum.

Asas ini merupakan salah satu sendi asas umum Negara Berdasar

Atas Hukum yang dianut oleh Negara republik Indonesia, oleh karena itu

asas ini perlu diterima.

5. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual.

Asas ini bermaksud memberikan penyelesaian yang khusus bagi

hai-hal atau keadaan-keadaan tertentu, sehingga dengan demikian

peraturan perundang-undangan dapat juga memberikan jalan keluar

selain bagi masalah-masalah umum, juga bagi masalah-masalah khusus.

Sedangkan asas-asas pembentukan hukum menurut Undang-undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang -

undangan yang tertuang dalam Pasal 5 beserta penjelasannya menyatakan

bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus

berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang

baik meliputi:

1. Kejelasan tujuan

Kejelasan tujuan Adalah bahwa setiap pembentukan peraturan

perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak

dicapai.

2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat

Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat adalah bahwa setiap

jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat

Pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan

perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum.

apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

P a g e 31

Page 32: NA Sumber Pendapatan Desa

3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan

Kesesuaian antara jenis dan materi muatan adalah bahwa dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memper-

hatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-

undangannya.

4. Dapat dilaksanakan

Dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan

Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat baik secara fisiologis,

yuridis, maupun sosiologis.

5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan

Kedayagunaan dan kehasilgunaan Adalah bahwa setiap Peraturan

Perundang-undangan dibuat karena memang dibutuhkan dan bermanfaat

dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

6. Kejelasan rumusan

Kejelasan rumusan adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan

harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-

undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa

hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan

berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

7. Keterbukaan

Keterbukaan adalah bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan

pembahasan bersifat transparan dan terbuka.

Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, digunakan asas-asas

yang dipakai sebagai materi muatan Peraturan Perundang-undangan yaitu:

1. Pengayoman

Pengayoman adalah bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-

undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka

menciptakan ketentraman masyarakat.

P a g e 32

Page 33: NA Sumber Pendapatan Desa

2. Kemanusiaan

Kemanusiaan adalah bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-

undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak

asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan

penduduk Indonesia secara proporsional.

3. Kebangsaan

Kebangsaan adalah bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-

undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang

pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

4. Kekeluargaan

Kekeluargaan adalah bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-

Undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat

dalam setiap pengambilan keputusan.

5. Kenusantaraan

Kenusantaraan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-

undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seiuruh wilayah

Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat

di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang

berdasarkan Pancasila.

6. Bhineka Tunggal Ika

Bhineka Tunggal Ika adalah bahwa materi muatan Peraturan Perundang-

undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan

golongan, Kondisi khusus daerah dan budaya khususnya yang

menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bemegara.

7. Keadilan

Keadilan adalah bahwa materi muatan Peraturan Perundang-undangan

harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga

negara tanpa kecuali.

P a g e 33

Page 34: NA Sumber Pendapatan Desa

8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan Pemerintahanan.

Kesamaan kedudukan dalam hukum dan Pemerintahanan adalah bahwa

materi muatan Peraturan Pemndang-undangan tidak boleh berisi hal-hal

yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang antara lain agama,

suku, ras, golongan,. gender, atau status sosial.

9. Ketertiban dan kepastian hukum

Ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa materi muatan Peraturan

Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam

masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

10. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan

Keseimbangan, keserasian dan keselarasan adalah bahwa setiap materi

muatan Peraturan Perundang-Undangan harus mencerminkan

keseimbangan, keserasian, antara kepentingan individu dan masyarakat

dengan kepentingan bangsa dan negara.

Selain asas yang tersebut di atas peraturan perundang-undangan tertentu

dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-

undangan yang bersangkutan, antara lain:

1. Dalam Hukum Pidana, misalnya: asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa

kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah.

2. Dalam Hukum Perdata, misalnya: dalam hukum perjanjian, antara lain

asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.

C. KAJIAN TERHADAP PRAKTEK PENYELENGGARAAN, KONDISI

YANG ADA SERTA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

1. Kondisi Kabupaten Purworejo

Purworejo adalah sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang terletak

pada posisi antara 109 o 47’ 28” - 110 o 8’ 20” Bujur Timur dan 7o 32’ –

7o 54” Lintang Selatan yang memiliki luas wilayah 1 034, 81752 Km2.

Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonosobo dan

Magelang, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kebumen, sebelah

P a g e 34

Page 35: NA Sumber Pendapatan Desa

Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, sedangkan sebelah timur

berbatasan dengan kabupaten Kulonprogo DIY.

Jumlah penduduk Kabupaten Purworejo pada tahun 2009 sebesar

782.662 jiwa, terdiri dari 384.953 jiwa penduduk laki-laki dan 397.953

jiwa penduduk perempuan. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan

dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 yaitu sebesar 774.285 jiwa

yang terdiri dari 381.217 jiwa penduduk laki-laki dan 392.068 jiwa

penduduk perempuan. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Purworejo

tahun 2005-2009 fluktuatif dengan rata- rata pertumbuhan per tahun

sebesar 0,19%, tingkat pertumbuhan ini termasuk kategori rendah.

Jumlah p e n d u d u k t a h u n 2 0 1 5 d i p r e d i k s i sebanyak 791.627

jiwa.

Pengunanan lahan Kabupaten Purworejo dibagi menjadi dua kategori

yaitu lahan kering seluas 72,854.80 Ha atau 70,40 % dan tanah sawah seluas

30,626.97 Ha atau 29,60%. Lahan kering terdiri dari 10,116.50 Ha berupa

tanah bangunan dan halaman sekitarnya, 51,598.14 Ha berupa tegal/kebun

/ladang/huma, 6,857.88 Ha berupa hutan negara, dan sisanya berupa padang

rumput, tambak, tanah lainnya. Luas sawah beririgasi adalah 27,677.14

Ha, sedangkan sawah tadah hujan seluas 2949.83 Ha.

Visi Bupati Purworejo periode tahun 2011 – 2015 adalah: “Menuju

masyarakat Purworejo yang lebih sejahtera dengan meningkatkan

kemandirian serta daya saing, melalui penyelenggaraan pemerintahan,

pembangunan daerah, dan kemasyarakatan yang aspiratif bertumpu pada

agribisnis, yang didukung birokrasi professional dan bersih dari korupsi,

kolusi dan nepotisme serta peran serta aktif sektor swasta dan masyarakat

pada umumnya”.

Visi tersebut dijabarkan dalam Misi Kabupaten Purworejo yaitu :

1) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengambilan keputusan

politik melalui pemberdayaan masyarakat serta penjaringan

aspirasi masyarakat dengan memanfaatkan mekanisme politik yang

sehat dan dinamis.

P a g e 35

Page 36: NA Sumber Pendapatan Desa

2) Meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian dalam arti luas.

3) Mewujudkan iklim yang kondusif serta ketersediaan infrastruktur untuk

menarik investasi dalam mewujudkan industri jasa dan perdagangan

guna mendorong kemajuan daerah berbasis agribisnis.

4) Meningkatkan pendapatan daerah untuk mendukung pembangunan

daerah yang semakin luas dan berkualitas.

5) Mewujudkan profesionalisme aparatur dan pemerintahan yang amanah,

bersih, bebas dari KKN dan demokratis, dengan mengutamakan

penegakan hukum, jaminan keselamatan dan ketertiban umum

didukung oleh partisipasi masyarakat yang tinggi.

2. Arah Kebijakan Sumber Pendapatan Desa

Pengelolaan sumber pendapatan desa dalam hal ini masuk di dalam

misi Kabupaten Purworejo poin ke empat. Untuk mencapai misi tersebut,

maka Pemerintah Kabupaten Purworejo menetapkan arah kebijakan

pembangunan 2011–2015 yang berkaitan dengan upaya meningkatkan

pemdapatan daerah sebagai berikut :

1) Mengoptimalkan Upaya-Upaya Peningkatan Pendapatan Asli

Daerah, dengan arah kebijakan melalui:

a. Peningkatan efektivitas dan efisiensi pengelolaan pungutan

sumber-sumber pendapatan daerah yang telah ada serta penggalian

sumber-sumber pendapatan baru dengan tetap memperhatikan

produktivitas masyarakat.

b. Peningkatan kinerja dan pengembangan BUMD secara berkelanjutan.

c. Pengembangan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah

secara berkelanjutan

2) Mengintegrasikan pengelolaan sumberdaya lokal dan lingkungan hidup

guna mendukung pembangunan berkelanjutan serta optimalisasi

pengembangan pariwisata, dengan arah kebijakan melalui:

a. Peningkatan perdagangan produk unggulan daerah melalui

peningkatan prasarana dan sarana perdagangan.

P a g e 36

Page 37: NA Sumber Pendapatan Desa

b. Peningkatan investasi secara optimal terutama dalam rangka

pengembangan industry dan UMKM bagi peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

c. Pelestarian peninggalan budaya, tradisi, kesenian serta peningkatan

jumlah kunjungan wisata baik asing maupun domestik serta lama

tinggalnya.

d. Terwujudnya pelestarian nilai-nilai budaya tradisional yang mantap

yang mampu menjadi filter bagi masuknya budaya asing dan

modern.

e. Terwujudnya ketertiban administrasi pertanahan daerah.

P a g e 37

Page 38: NA Sumber Pendapatan Desa

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN BERKAITAN DENGAN

SUMBER PENDAPATAN DESA

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sumber Pendapatan Desa

memiliki keterkaitan dengan berbagai peraturan perundang-undangan. Materi

muatan yang akan dituangkan dalam batang tubuh rancangan peraturan daerah

mempunyai landasan terhadap beberapa peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi. Penyusunan rancangan peraturan daerah sudah menggambarkan

adanya sinkronisasi dan harmonisasi dari beberapa peraturan yang relevan

sehingga tidak terjadi tumpang tindih pengaturannya. Hal ini dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan aspek filosofis, sosiologis dan

yuridis.

Adapun beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar/acuan

dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sumber

Pendapatan Desa di Kabupaten Purworejo antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan penyempurnaan dari Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2004.

Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peraturan daerah

itu jelas merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang

kedudukannya berada di bawah undang-undang. Jenis dan hieararki peraturan

perundang-undangan itu ditentukan sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang;

c. Peraturan Pemerintahan;

d. Peraturan Presiden;

P a g e 38

Page 39: NA Sumber Pendapatan Desa

e. Peraturan Daerah.

Bahkan dalam Pasal 7 ayat (2) ditentukan pula bahwa Peraturan Daerah

sebagaimana dimaksud diatas meliputi :

a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi bersama dengan gubernur;

b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten/Kota bersama bupati/walikota.

c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan

desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Peraturan

Desa/peraturan yang setingkat diatur dengan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Sedangkan keberadaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

merupakan penyempurnaan terhadap kelemahan-kelemahan dalam Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2004, yaitu antara lain:

a. materi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 banyak yang

menimbulkan kerancuan atau multitafsir sehingga tidak memberikan

suatu kepastian hukum;

b. teknik penulisan rumusan banyak yang tidak konsisten;

c. terdapat materi baru yang perlu diatur sesuai dengan perkembangan

atau kebutuhan hukum dalam Pembentukan Peraturan

Perundangundangan; dan

d. penguraian materi sesuai dengan yang diatur dalam tiap bab sesuai

dengan sistematika.

Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya,

terdapat materi muatan baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang ini,

yaitu antara lain:

a. Penambahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai salah

satu jenis Peraturan Perundang-undangan dan hierarkinya ditempatkan

setelah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

P a g e 39

Page 40: NA Sumber Pendapatan Desa

b. Perluasan cakupan perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang tidak

hanya untuk Prolegnas dan Prolegda melainkan juga perencanaan

Peraturan Pemerintahan, Peraturan Presiden, dan Peraturan Perundang-

undangan lainnya;

c. Pengaturan mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang

Pencabutan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang;

d. Pengaturan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam

penyusunan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan

Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;

e. Pengaturan mengenai keikutsertaan Perancang Peraturan

Perundangundangan, peneliti, dan tenaga ahli dalam tahapan Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan; dan

f. Penambahan teknik penyusunan Naskah Akademik dalam Lampiran I

Undang-Undang ini.

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 terdapat perubahan tata

urutan Peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 adalah

sebagai berikut:

(1) Undang-undang Dasar 1945

(2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

(3) Undang-undang / Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-undang

(4) Peraturan Pemerintahan

(5) Peraturan Presiden

(6) Peraturan Daerah Provinsi

(7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Selain adanya penambahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

sebagai salah satu jenis Peraturan Perundang-undangan, yaitu adanya

penegasan peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota

sebagai suatu hierarki tata turutan Peraturan perundang-undangan.

P a g e 40

Page 41: NA Sumber Pendapatan Desa

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahanan Daerah

sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahanan Daerah;

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahanan Daerah Pasal 10 ayat (1), pada dasarnya Pemerintahanan

daerah berwenang menyelenggarakan urusan Pemerintahanan yang menjadi

kewenangannya, pada ayat (2) menjelaskan Pemerintahan daerah berhak

menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan Pemerintahanan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintahan Nomor 38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahanan Antara Pemerintahan,

Pemerintahanan Daerah Provinsi dan Pemerintahanan Daerah

Kabupaten/Kota. Urusan Pemerintahanan terdiri atas urusan Pemerintahanan

yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintahan dan urusan

Pemerintahanan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan

Pemerintahanan. Urusan Pemerintahanan yang dibagi bersama antar tingkatan

dan/atau susunan Pemerintahanan terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang

urusan Pemerintahanan meliputi:

a. pendidikan;

b. kesehatan;

c. pekerjaan umum;

d. perumahan;

e. penataan ruang;

f. perencanaan pembangunan;

g. perhubungan;

h. lingkungan hidup;

i. pertanahan;

j. kependudukan dan catatan sipil;

k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan ana

l. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

P a g e 41

Page 42: NA Sumber Pendapatan Desa

m. sosial;

n. sistem perencanaan pembangunan daerah dan ketransmigrasian;

o. koperasi dan usaha kecil dan menengah;

p. penanaman modal;

q. kebudayaan dan pariwisata;

r. kepemudaan dan olah raga;

s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

t. otonomi daerah, Pemerintahanan umum, administrasi keuangan

daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;

u. pemberdayaan masyarakat dan desa;

v. statistik;

w. kearsipan;

x. perpustakaan;

y. komunikasi dan informatika;

z. pertanian dan ketahanan pangan;

aa. kehutanan;

bb. energi dan sumber daya mineral;

cc. kelautan dan perikanan;

dd. perdagangan; dan

ee. perindustrian.

Selain Pasal tersebut diatas ketentuan Desa diatur dalam BAB XI secara

khusus mengatur mengenai ketentuan Desa dengan uraian sebagai berikut :

Pasal 200

a. Dalam Pemerintahanan daerah kabupaten/kota dibentuk Pemerintahanan

desa yang terdiri dari Pemerintahan desa dan badan permusyawaratan

desa.

b. Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa dengan

memperhatikan asal usulnya atas prakarsa masyarakat.

c. Desa di kabupaten/kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan

statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintahan desa

bersama badan permusyawaratan desa yang ditetapkan dengan Perda.

P a g e 42

Page 43: NA Sumber Pendapatan Desa

3. Peraturan Pemerintahan Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

Berkaitan dengan sumber pendapatan desa diatur dengan ketentuan Pasal

68 yang berbunyi:

(1) Sumber pendapatan desa terdiri atas :

a. pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan

desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-

lain pendapatan asli desa yang sah;

b. bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10%

(sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota

sebagian diperuntukkan bagi desa;

c. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang

diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10%

(sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa

secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa;

d. bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan

Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan

pemerintahan;

e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

(2) Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan

Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d

disalurkan melalui kas desa.

(3) Sumber pendapatan desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh desa

tidak dibenarkan diambil alih oleh pemerintah atau pemerintah

daerah.

Beberapa poin yang terdapat dalam pasal 68 yang memuat tentang

sumber pendapatan desa tersebut diberikan penjelasan oleh pasal-pasal

berikutnya, diantaranya yaitu pasal 69 yang berbunyi sebagai berikut:

Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1)

P a g e 43

Page 44: NA Sumber Pendapatan Desa

huruf a terdiri atas :

a. tanah kas desa;

b. pasar desa;

c. pasar hewan;

d. tambatan perahu;

e. bangunan desa;

f. pelelangan ikan yang dikelola oleh desa; dan

g. lain-lain kekayaan milik desa.

P a g e 44

Page 45: NA Sumber Pendapatan Desa

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

RANCANGAN PERATURAN DAERAH (RAPERDA)

TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

A. Landasan Filosofis

Landasan filosofis menguraikan mengenai landasan filsafat atau

pandangan yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan suatu masalah

ke dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan

harus mendapatkan pembenaran yang dapat diterima secara filosofis yaitu

cita-cita kebenaran, keadilan dan kesusilaan. Filsafat atau pandangan hidup

suatu bangsa berisi nilai moral dan etika dari bangsa tersebut. Moral dan etika

pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik. Nilai yang baik

adalah nilai yang wajib dijunjung tinggi didalamnya ada nilai kebenaran,

keadilan dan kesusilaan dari berbagai nilai lainnya yang dianggap baik.

Pengertian baik, benar, adil dan susila tersebut menurut takaran yang

dimiliki bangsa yang bersangkutan, Peraturan perundang-undangan yang

dibentuk tanpa memperhatikan moral bangsa akan sia-sia diterapkan tidak

akan dipatuhi. Semua nilai yang ada dibumi Indonesia hendaknya

tercermin/bersumber dari Pancasila, karena merupakan pandangan hidup,

cita-cita bangsa, falsafah, atau jalan kehidupan bangsa (way of life).

Adapun falsafah hidup berbangsa dan bernegara merupakan suatu

landasan penyusunan peraturan perundang-undangan dengan demikian

perundang-undangan yang dibentuk harus mencerminkan falsafah suatu

bangsa. Tujuan utama pendirian negara Indonesia adalah terwujudnya

kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang didalamnya dinyatakan bahwa tujuan bernegara adalah

“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

P a g e 45

Page 46: NA Sumber Pendapatan Desa

perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Oleh karena itu, perlindungan

segenap bangsa dan peningkatan kesejahteraan umum menjadi tanggung

jawab negara,yang mencakup baik untuk Pemerintahan, Pemerintahan

Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota.

Dalam hal ini yang menjadi dasar cita-cita dari Rencana Peraturan

Daerah tentang Sumber Pendapatan Desa adalah adanya keinginan untuk

menyelenggarakan tata kelola Pemerintahan yang baik dengan prinsip

demokratis, transparan, akuntabel, efektif dan efisien. Dalam rangka

mengembangkan sistem perencanaan pembangunan di daerah perlu

memperhatikan nilai-nilai dan pandangan hidup yang tumbuh, hidup dan

berkembang dalam kehidupan masyarakat serta berdasarkan nilai-nilai

kearifan lokal yang ada sehingga masyarakat benar-benar dapat memiliki rasa

tanggungjawab bersama-sama dengan Pemerintahan dalam melakukan

pembangunan di bidang perencanaan pembangunan, maka Pemerintahan

Daerah Kabupaten Purworejo perlu untuk menyusun Peraturan Daerah yang

berkenaan dengan Sumber Pendapatan Desa.

B. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis menjelaskan peraturan dianggap sebagai suatu

peraturan yang efektif apabila tidak melupakan bagaimana kebutuhan

masyarakat, keinginan masyarakat, interaksi masyarakat terhadap peraturan

tersebut. Sehingga dalam kajian ini realitas masyarakat yang meliputi

kebutuhan hukum masyarakat, kondisi masyarakat dan nilai-nilai yang hidup

dan berkembang (rasa keadilan masyarakat).

Seiring dengan prinsip otonomi daerah yang seluas-luasnya

Pemerintahan daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur

urusan Pemerintahanan diluar yang menjadi urusan Pemerintahan Pusat

Pemerintahan daerah baik Pemerintahan Kabupaten/Kota memiliki

kewenangan membuat suatu kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan

kepada masyarakat.

P a g e 46

Page 47: NA Sumber Pendapatan Desa

Salah satu wujud kewenangan kabupaten/kota yang harus dilakukan

diantaranya dengan membuat suatu kebijakan daerah yang berupa peraturan

daerah khususnya yang mengatur sumber pendapatan desa.

C. Landasan Yuridis

Landasan yuridis merupakan kajian yang memberikan dasar hukum bagi

dibuatnya suatu peraturan perundang-undangan, baik secara yuridis formal

maupun yuridis materiil, mengingat dalam bagian ini dikaji mengenai

landasan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan lain untuk

memberi kewenangan bagi suatu instansi membuat aturan tertentu dan dasar

hukum untuk mengatur permasalahan (objek) yang akan diatur.

Peraturan perundang-undangan di level Pemerintahan kabupaten/kota

harus mempunyai landasan hukum atau dasar hukum yang terdapat dalam

ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Landasan yuridis

merupakan landasan hukum yang meliputi pertama mengenai kewenangan

membuat peraturan perundang-undangan, yang kedua mengenai materi

peraturan perundang-undangan yang harus dibuat.

Selain mengenai kewenangan dan materi muatan dalam menyusun

peraturan daerah harus memperhatikan asas-asas sebagaimana di atur dalam

Pasal 5 Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Undang-

Undang Beserta Penjelasannya. Dalam membentuk Peraturan Perundang-

undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. kejelasan rumusan; dan

g. keterbukaan.

Adapun penjelasannya dapat diuraikan sebagai berikut :

P a g e 47

Page 48: NA Sumber Pendapatan Desa

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang

jelas yang hendak dicapai.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang

tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat

oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan

yang

berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau

batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak

berwenang.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi

muatan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

harus benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan

jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan

efektivitas Peraturan Perundangundangan tersebut di dalam masyarakat, baik

secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah

bahwa setiap Peraturan Perundangundangan dibuat karena memang benar-

benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap

Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis

penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau

P a g e 48

Page 49: NA Sumber Pendapatan Desa

istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak

menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa dalam Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan,

pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat

transparan dan terbuka.

Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan khususnya

di daerah baik yang melibatkan legislatif maupun pihak eksekutif ada juga hak

yang dimiliki para akademisi untuk membuat sebuah naskah akademik.

Menurut Alexander, yang dimaksud naskah akademik adalah naskah awal

yang memuat gagasan-gagasan pengaturan dan materi muatan perundang-

undangan bidang tertentu.

Bentuk dan isi naskah akademik memuat gagasan pengaturan suatu

materi hukum bidang tertentu yang telah ditinjau secara holistis-futuristik dan

dari berbagai aspek ilmu hukum, dilengkapi dengan referensi yang memuat

urgensi, konsepsi, landasan, alas hukum, prinsip-prinsip yang digunakan ke

dalam pemikiran tentang norma-norma yang telah dituangkan ke dalam

bentuk pasal-pasal dengan mengajukan beberapa alternative, yang disajikan

dalam bentuk uraian yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmu hukum dan sesuai dengan politik hukum yang telah digariskan.

Naskah Akademik merupakan bentuk konkrit dan partisipasi

masyarakat dalam rangka pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

termasuk dalam Peraturan Daerah (Perda), yang telah mempunyai ligitimasi

dan dasar hukum yang jelas dan konkrit.

Urgensi keberadaan naskah akademik dalam proses Perancangan

Pembentukan Perundang-Undangan mempunyai peran yang penting dan

strategis. Hal ini dikarenakan Naskah Akademik (NA) merupakan media

konkrit untuk melibatkan peran serta masyarakat dalam setiap proses

pembentukan peraturan Perundang-Undangan, dengan keterlibatan peran serta

P a g e 49

Page 50: NA Sumber Pendapatan Desa

masyarakat maka aspirasi-aspirasinya akan dapat diakomodir dalan Peraturan

Perundang-Undangan yang dibentuk.

Menurut Mahendra P.K., menyatakan bahwa argumentasi yang

menunjukkan bahwa Naskah Akademik (NA) merupakan media konkrit bagi

peran serta masyarakat secara aktif dalam proses pembentukan Peraturan

Daerah adalah :

a. Naskah Akademik memaparkan alasan-alasan, fakta-fakta atau latar

belakang tentang hal-hal yang mendorong disusunnya suatu masalah /

urusan yang sangat penting dan mendesak diatur dalam Peraturan

Daerah (Perda).

b. Naskah Akademik (NA) menjelaskan tinjauan terhadap sebuah

Peraturan Daerah dari aspek filosofis, aspek sosiologis, aspek yuridis

dan aspek politis.

c. Naskah Akademik (NA) merupakan gambaran mengenai subtansi,

materi dan ruang lingkup, dan Peraturan Daerah yang akan dibuat.

d. Naskah Akademik (NA) memberikan pertimbangan dalam rangka

pengambilan keputusan bagi pihak eksekutif dan legislatif mengenai

pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang permasalahan yang

dibahas. Sebuah Naskah Akademik (NA) juga memberikan saran-saran

apakah semua materi yang dibahas dalam Naskah Akademik (NA)

sebaiknya diatur dalam satu bentuk Peraturan Daerah (Perda) atau ada

sebagian yang sebaiknya dituangkan dalam peraturan pelaksana atau

peraturan lainnya (Mahendra P.K., 2007)

Kewenangan menyusun peraturan daerah di kabupaten terletak pada

Bupati bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sedangkan

materi muatan peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam

penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta memuat kondisi

khusus daerah dan penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi.

Dasar utama penyusunan Rencana Peraturan Daerah (Raperda) tentang

Sumber Pendapatan Desa, sebagai berikut :

P a g e 50

Page 51: NA Sumber Pendapatan Desa

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

2. Undangan-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahanan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun

2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor

4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2008(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

59,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintahanan Pusat danDaerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor126, Tambahan

Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4438);

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5049).

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5234);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia 2005 Nomor 137, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005

Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4578);

8. Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005

tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005Nomor

158, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4587);

P a g e 51

Page 52: NA Sumber Pendapatan Desa

9. Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahanan, antara

Pemerintahan,Pemerintahanan Daerah Propinsi dan Pemerintahanan

DaerahKabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2007

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4737);

P a g e 52

Page 53: NA Sumber Pendapatan Desa

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI

MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH (RAPERDA)

TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

A. Umum

Pengaturan Sumber Pendapatan Desa yang akan disusun di

Kabupaten Purworejo perlu dituangkan dalam ketentuan perundang-undangan

khususnya di dalam produk hukum daerah yang berupa peraturan daerah, hal

ini dilakukan dalam rangka untuk memberikan kepastian hukum, mengatur

urusan Sumber Pendapatan Desa dan untuk mengantisipasi mengatasi

berbagai permasalahan-permasalahan di bidang perencanaan pembangunan

daerah sehingga dapat menghindari kemungkinan adanya multitafsir dan

pertentangan antara para pihak-pihak yang langsung atau tidak langsung

mendapatkan manfaat atau dampak dari perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan daerah khususnya di desa.

B. Lingkup Materi

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana disebutkan dalam landasan

pemikiran maka materi yang perlu dituangkan dalam Rancangan Peraturan

Daerah (Raperda) tentang Sumber Pendapatan Desa meliputi:

1. Judul

2. Konsideran

a. Menimbang

b. Mengingat

3. Batang Tubuh yang direncanakan meliputi sebagai berikut:

BAB I : Ketentuan umum

BAB II : Sumber Pendapatan Desa

BAB III : Jenis-Jenis Pendapatan Desa

BAB IV : Kekayaan Desa

BAB V : Pengembangan Sumber Pendapatan Desa

P a g e 53

Page 54: NA Sumber Pendapatan Desa

BAB VI : Pengawasan Pengelolaan Sumber Pendapatan Desa

BAB VII : Ketentuan Lain-Lain

BAB VIII : Ketentuan Peralihan

BAB IX : Ketentuan Penutup

Adapun penjelasan mengenai materi yang akan dituangkan dalam

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sumber Pendapatan Desa

antara lain:

1. Judul

“Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo tentang Sumber

Pendapatan Desa.”

2. Konsideran Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)Kabupaten

Purworejotentang Sumber Pendapatan Desa.

Dalam konsideran menimbang Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten

Purworejo tentang Sumber Pendapatan Desa yaitu :

a. bahwa dalam rangka mendukung penyelenggaraan pemerintahan

Desa perlu adanya sumber-sumber pendapatan Desa;;

b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 72 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Daerah perlu mengatur sumber

pendapatan desa yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 5 Tahun 2010

tentang Sumber Pendapatandan Kekayaan Desa Pengurusan dan

Pengawasannya, sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, sehingga perlu ditinjau kembali

dan disesuaikan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf

a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah

Kabupaten Purworejo tentang Sumber Pendapatan Desa.

Dalam konsideran mengingat Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten

Purworejo Tentang Sumber Pendapatan Desa yaitu :

P a g e 54

Page 55: NA Sumber Pendapatan Desa

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara

RepublikIndonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa

Tengah;

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4389);

4. Undang-Undang Nomor 32 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),

sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan

Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5049).

7. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana

Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia 2005 Nomor

137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4575);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

P a g e 55

Page 56: NA Sumber Pendapatan Desa

Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4578);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor

165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4593);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

12. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,

Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-

undangan;

13. Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 2 Tahun 2006

tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja

Pemerintahan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Purworejo

Tahun 2006 Nomor 2);

14. Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 3 Tahun 2006

tentang Badan Permusyawaratan Desa (Lembaran Daerah

Kabupaten Purworejo Tahun 2006 Nomor 3);

15. Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 4 Tahun 2008

tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Purworejo

(Lembaran Daerah Kabupaten Purworejo Tahun 2008 Nomor 4);

16. Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 8 Tahun 2008

tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan

P a g e 56

Page 57: NA Sumber Pendapatan Desa

Peraturan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Purworejo Tahun

2008 Nomor 8).

3) Diktum

Dalam diktum memuat pernyataan Penetapan Peraturan Daerah tentang

Sumber Pendapatan Desa yang dibuat dan ditetapkan pejabat yang

berwenang.

C. Rancangan Peraturan Daerah

Dalam kerangka penyusunan Peraturan Daerah selain mencakup judul,

pembukaan, juga harus menguraikan mengenai ketentuan batang tubuh.

Adapun ketentuan batang tubuh secara umum memuat substansi yang

dituangkan dan dirumuskan dalam bab-bab, sub bab dan pasal-pasal, sub

bagian dan paragraf. Secara umum di dalam batang tubuh memuat mengenai

ketentuan umum, asas, fungsi, tujuan, materi pokok, ketentuan penyidikan,

ketentuan pidana, ketentuan penutup. Secara umum di dalam rancangan

Peraturan Daerah ini harus menguraikan hal-hal sebagai berikut :

1. KETENTUAN UMUM

Materi muatan yang dituangkan dalam ketentuan umum meliputi :

a. Daerah adalah Kabupaten Purworejo.

b. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai

unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

c. Bupati adalah Bupati Purworejo.

d. Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah

kabupaten.

e. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut

Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-

batas wilayah yang berwenanguntuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Negara

Kesatuan Republik indonesia.

P a g e 57

Page 58: NA Sumber Pendapatan Desa

f. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan

oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan

dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan berada di Kabupaten Purworejo.

g. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai

unsur penyelenggara Pemerintahan Desa .

h. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD,

adalah lembaga yangmerupakan perwujudan demokrasi dalam

penyelenggaraan Pemerintahanan Desa sebagai unsur

penyelenggara Pemerintahanan desa.

i. Kepala Desa adalah pejabat yang memimpin penyelenggaraan

Pemerintahan Desa yang dipilih secara langsung oleh masyarakat

melalui pemilihan Kepala Desa.

j. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat

oleh BPD bersama Kepala Desa.]

k. Keputusan Kepala Desa adalah keputusan yang ditetapkan oleh

Kepala Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka

melaksanakan Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala Desa.

l. Sumber Pendapatan Desa adalah semua sumber penerimaan Desa

yang berupa Pendapatan Asli Desa, bagi hasil pajak daerah, bagian

dari perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang diterima

Daerah, bantuan Keuangan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah

Provinsi, Pemerintah Daerah, hibah dan sumbangan dari pihak

ketiga yang tidak mengikat.

m. Pendapatan Asli Desa adalah pendapatan desa yang terdiri dari

hasil usaha Desa, hasil kekayaan Desa, hasil swadaya dan

partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli Desa

yang sah.

P a g e 58

Page 59: NA Sumber Pendapatan Desa

n. Bantuan Keuangan adalah bantuan dalam bentuk uang dari

Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan/ atau Pemerintah

Daerah kepada Pemerintah Desa dalam rangka pelaksanaan urusan

pemerintahan.

o. Hibah adalah pemberian dalam bentuk uang/ barang atau jas dari

Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan/Pemerintah Daerah

atau pihak ketiga kepada Pemerintah Desa yang secara spesifik

telah ditentukan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak

mengikat serta tidak secara terus-menerus.

p. Sumbangan pihak Ketiga adalah pemberian dalam bentuk uang

dan/ atau barang dari perseorangan atau instansi lain diluar

Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah dan

Pemerintah Desa yang dapat berupa donasi, hadiah, wakaf atau

lain-lain sumbangan.

q. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya

disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan

Pemerintahan Desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh

Pemerintah Desa dan BPD, yang ditetapkan dengan Peraturan

Desa.

r. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya

disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan

Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh

Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan

ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

s. Kekayaan Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari

kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.

t. Tanah Desa adalah tanah milik Desa yang dikelola oleh

Pemerintah Desa berupa Tanah Kas Desa, Tanah Bengkok, dan

Tanah Lain yang dikuasai oleh Desa.

P a g e 59

Page 60: NA Sumber Pendapatan Desa

u. Tanah Kas Desa adalah tanah Desa yang hasilnya menjadi

sumber pendapatan Desa dan digunakan untuk pembiayaan

kegiatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa.

v. Pungutan Desa adalah segala pungutan baik berupa uang maupun

benda dan/ atau barang yang dilakukan oleh Pemerintah Desa

terhadap masyarakat Desa, berdasarkan pertimbangan kemampuan

sosial ekonomi masyarakat di Desa yang ditetapkan dalam melalui

Peraturan Desa dalam rangka peningkatan penyelenggaraan

pemerintahan, dan pembangunan Desa.

w. Sewa adalah pemanfaatan Kekayaan Desa oleh pihak lain dalam

jangka waktu tertentu untuk menerima imbalan uang tunai.

x. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan Kekayaan Desa

antar Pemerintah Desa dalam jangka waktu tertentu tanpa

menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir

harus diserahkan kembali kepada Pemerintah Desa yang

bersangkutan.

y. Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Kekayaan Desa

oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka

peningkatan penerimaan Desa bukan pajak dan sumber

pembiayaan lainnya.

z. Bangun guna serah adalah pemanfaatan Kekayaan Desa berupa

tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/

atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh

pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah

disepakati untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta

bangunan dan/ atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya

jangka waktu.

aa. Bangun serah guna adalah pemanfaatan Kekayaan Desa berupa

tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/

atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai

P a g e 60

Page 61: NA Sumber Pendapatan Desa

pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak

lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.

bb. Pertimbangan tertulis dari BPD adalah saran atau masukan tertulis

dari BPD yang merupakan bahan bagi pemerintah desa dalam

mengambil keputusan, dan harus diterbitkan BPD dalam waktu

paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya surat permohonan dari

Kepala Desa.

2. SUMBER PENDAPATAN DESA

Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sumber

Pendapatan Desa memuat sumber pendapatan desa yang terdiri dari :

(1) Pendapatan Asli Desa;

(2) Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;

(3) Bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan

Daerah yang diterima Daerah untuk Desa;

(4) Bantuan Keuangan dariPemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi

dan Pemerintah Daerah;

(5) Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

3. JENIS PENDAPATAN DESA

1) Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sumber

Pendapatan Desa memuat jenis-jenis pendapatan desa meliputi:

a. hasil usaha Desa;

b. hasil kekayaan Desa;

c. hasil swadaya dan partisipasi;

d. hasil gotong royong;

e. lain-lain Pendapatan Asli Desa yang sah.

Hasil Usaha Desa

Hasil Usaha Desa adalah hasil usaha untuk meningkatkan pendapatan

Desa dalam batas yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan,

P a g e 61

Page 62: NA Sumber Pendapatan Desa

antara lain dari hasil bagian laba Badan Usaha Milik Desa, hasil

lumbung desa, hasil usaha ekonomi Desa, hasil usaha dari kerjasama

Desa.

Hasil Kekayaan Desa

Hasil Kekayaan Desa adalah hasil dari pengelolaan:

a. t anah Desa;

b. pasar Desa;

c. pasar hewan;

d. tambatan perahu;

e. bangunan Desa;

f. jalan desa;

g. kuburan desa;

h. lapangan desa;

i. saluran air milik desa;

j. pelelangan ikan yang dikelola Desa;

k. objek rekreasi yang di kelola desa;

l. lain-lain kekayaan milik Desa.

Hasil Swadaya dan Partisipasi

Hasil swadaya dan partisipasi adalah pendapatan Desa berupa uang dan/

atau barang atas kesadaran dan inisiatif sendiri untuk memenuhi

kebutuhan Desa yang bersifat insidentil maupun yang

berkelangsungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bersama.

Hasil Gotong royong

Hasil Gotong royong adalah pendapatan Desa berupa sumbangan tenaga

warga Desa dalam bentuk kerjasama timbal balik yang bersifat sukarela

dengan Pemerintah Desa untuk memenuhi kebutuhan Desa yang bersifat

insidentil maupun yang berkelangsungan dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan bersama.

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah

Lain-lain Pendapatan Asli Desa yang sah, terdiri dari :

a. jasa giro;

P a g e 62

Page 63: NA Sumber Pendapatan Desa

b. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;

c. penggunaan fasilitas umum aset desa (bukan fasilitas sosial) yang

dimanfaatkan untuk kepentingan komersial secara insidental dan tidak

mengganggu pelayanan umum (public service);

d. hasil kerjasama desa;

e. hasil penyertaan modal desa; dan

f. pungutan desa.

Sedangkan Pungutan Desa baik yang berupa uang dan/ atau barang,

harus diatur dengan Peraturan Desa.

2) Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah :

Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sumber

Pendapatan Desa memuat tentang bagi hasil pajak daerah dan retribusi

daerah sebagai berikut :

3) Bagi Hasil Pajak Daerah :

Bagi hasil pajak daerah yang dimuat dalam Rancangan Peraturan

Daerah (Raperda) tentang Sumber Pendapatan Desa adalah sebagai

berikut :

(1) Desa menerima Bagi Hasil Pajak Daerah paling sedikit 10%

(sepuluh perseratus) dari penerimaan pajak daerah.

(2) Besarnya Prosentase Bagi Hasil Pajak Daerah yang

diperuntukkan bagi Desa, dan alokasi besaran penerimaan

masing-masing desa diatur oleh Bupati.

4) Bagi Hasil Retribusi Daerah

Ketentuan mengenaibagi hasil retribusi daerah diatur sebagai berikut :

(1) Desa menerima Bagi Hasil Retribusi Daerah paling sedikit 10%

(sepuluh perseratus) dari penerimaan Retribusi Daerah yang

dialokasikan secara secara proporsional.

P a g e 63

Page 64: NA Sumber Pendapatan Desa

(2) Ketentuan mengenai jenis, besarnya prosentase dan alokasi

besaran penerimaan bagi hasil atas sebagian retribusi daerah yang

diterima masing-masing Desa

(3) Pungutan Retribusi dan Pajak lainnya yang telah dipungut oleh

Desa tidak dibenarkan dipungut atau diambil alih oleh Pemerintah

Provinsi atau Pemerintah Daerah.

Bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Diterima Daerah Untuk Desa

Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sumber

Pendapatan Desa memuat tentang bagian dari dana perimbangan keuangan

pemerintah pusat dan daerah yang diterima daerah untuk desa.

(1) Bagian Desa dari Dana Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat

danDaerah yang diterima Daerah, paling sedikit 10 % (sepuluh

perseratus);

(2) Dana Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah yang diterima Daerah untuk Desa, terdiri dari

Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam ditambah Dana

Alokasi Umum setelah dikurangi belanja pegawai.

(3) Dana Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah yang diterima Daerah untuk Desa, dibagikan

kepada Desa secara proporsional, yang merupakan Alokasi Dana

Desa.

Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan

Pemerintah Daerah.

Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sumber Pendapatan

Desa memuat tentang bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah

provinsi dan pemerintah daerah untuk desa.

(1) Bantuan Keuangan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi

dan Pemerintah Daerah diberikan dalam rangka pelaksanaan urusan

pemerintahan.

P a g e 64

Page 65: NA Sumber Pendapatan Desa

(2) Bantuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), diutamakan untuk tunjangan penghasilan Kepala Desa dan

Perangkat Desa.

(3) Bantuan dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah, digunakan

untuk percepatan atau akselerasi pembangunan Desa.

Untuk penyaluran bantuan keuangan tersebut diatur dengan ketentuan

sebagai berikut :

(1) Bantuan Keuangan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi

dan Pemerintah Daerah disalurkan melalui Kas Desa.

(2) Bantuan keuangan, ditampung dalam APBDesa.

Hibah dan Sumbangan dari Pihak Ketiga yang Tidak Mengikat

Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sumber Pendapatan

Desa memuat ketentuan mengenai hibah dan sumbangan pihak ketiga yang

tidak mengikat, sebagai berikut :

Hibah

(1) Hibah yang berbentuk uang merupakan sumber pendapatan desa

dan ditampung dalam APBDesa.

(2) Hibah yang berbentuk barang, baik barang bergerak maupun barang

tidak bergerak, dicatat sebagai barang inventaris kekayaan milik Desa

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemberian hibah, tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihak

penyumbang kepada Desa.

Sumbangan dari Pihak Ketiga yang Tidak Mengikat

(1) Sumbangan dari Pihak Ketiga yang tidak mengikat yang berbentuk

uang, merupakan sumber pendapatan desa dan ditampung dalam

APBDesa.

(2) Sumbangan Pihak Ketiga yang berbentuk barang, baik barang

bergerak maupun barang tidak bergerak dicatat sebagai barang

inventaris kekayaan milik Desa sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

(3) Pemberian Sumbangan dari Pihak Ketiga, tidak mengurangi

P a g e 65

Page 66: NA Sumber Pendapatan Desa

kewajiban-kewajiban pihak penyumbang kepada Desa.

4. KEKAYAAN DESA

Kekayaan desa dimuat dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)

tentang Sumber Pendapatan Desa dengan ketentuan sebagai berikut :

Jenis Kekayaan Desa

(1) Jenis-jenis kekayaan desa sebagaimana dimaksud di atas meliputi :

a. t anah Desa;

b. pasar Desa;

c. pasar hewan;

d. tambatan perahu;

e. bangunan Desa;

f. pelelangan ikan yang dikelola Desa;

g. lain-lain kekayaan milik Desa.

(2) Kekayaan Desa, merupakan aset milik Desa yang dibuktikan dengan

dokumen kepemilikan yang sah atas nama Desa

Pengelolaan Kekayaan Desa

Ketentuan mengenai pengolahan kekayaan desa adalah :

(1) Pengelolaan terhadap kekayaan desa dilaksanakan berdasarkanasas

fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas

dan kepastian nilai.

(2) Pengelolaan kekayaan desa harus berdayaguna dan berhasilguna

untuk meningkatkan pendapatan desa.

(3) Pengelolaan kekayaan desa, harus mendapatkan pertimbangan

tertulis BPD.

Perolehan Kekayaan Desa

Kekayaan desa diperoleh melalui :

a. pembelian;

b. sumbangan;

c. bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah maupun pihak lain;

d. bantuan dari pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat

P a g e 66

Page 67: NA Sumber Pendapatan Desa

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pemanfaatan Kekayaan Desa

Pemanfaatan Kekayaan Desa dapat berupa :

a. sewa;

b. pinjam pakai;

c. kerjasama pemanfaatan;

d. bangun serah guna dan bangun guna serah.

5. PENGEMBANGAN SUMBER PENDAPATAN DESA

Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sumber Pendapatan

Desa memuat mengenai pengembangan sumber pendapatan desa sebagai

berikut: Dalam upaya pengembangan sumber pendapatan desa, Pemerintah

Desa dapat melakukan pemberdayaan potensi Desa dengan cara:

a. mendirikan Badan Usaha Milik Desa;

b. mengadakan kerjasama antar Desa;

c. mengadakan kerjasama dengan Pihak Ketiga;

d. melakukan pinjaman Desa.

6. PENGAWASAN PENGELOLAAN SUMBER PENDAPATAN DESA

Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sumber Pendapatan

Desa memuat mengenai pengawasan pengelolaan sumber pendapatan desa

sebagai berikut:

(1) Pengawasan terhadap pengelolaan sumber pendapatan desa dilakukan

oleh Bupati.

(2) Pengawasan terhadap pengelolaan sumber pendapatan desa di masing-

masing Desa dilakukan oleh BPD sesuai kewenangannya.

(3) Hasil pengawasan, disampaikan kepada Pemerintah Desa untuk ditindak

lanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

P a g e 67

Page 68: NA Sumber Pendapatan Desa

7.KETENTUAN LAIN-LAIN

Ketentuan lain-lain yang dituangkan Dalam Rancangan Peraturan Daerah

(Raperda) tentang Sumber Pendapatan Desa adalah :

Pelepasan hak kepemilikan tanah dilaksanakan dengan ketentuan :

(1) Kekayaan Desa yang berupa tanah desa tidak boleh dilepaskan

hak kepemilikannya kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk

kepentingan umum.

(2) Pelepasan hak kepemilikan tanah desa untuk kepentingan umum, dapat

dilaksanakan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang

menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan/ atau

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Ketentuan mengenai uang ganti rugi pelepasan hak kepemilikan tanah desa

dimuat sebagai berikut :

(1) Uang ganti rugi harus digunakan untuk membeli tanah pengganti yang

berlokasi di Desa setempat.

(2) Untuk melaksanakan pembelian tanah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), dibentuk Tim Pembelian Tanah yang ditetapkan oleh Kepala Desa

berdasarkan pertimbangan tertulis dari BPD.

(3) Apabila sampai dengan 2 (dua) tahun sejak pembayaran ganti rugi,

tanah pengganti belum diperoleh, maka uang ganti rugi dapat digunakan

untuk membeli tanah di luar wilayah desa yang bersangkutan yang

diutamakan berlokasi di desa terdekat atau desa tetangga setelah

mendapat pertimbangan tertulis dari BPD dan persetujuan tertulis dari

Bupati.

(4) Pembelian tanah pengganti, harus senilai dengan uang ganti rugi.

(5) Uang ganti rugi untuk pembelian tanah pengganti wajib disimpan dalam

bentuk tabungan di bank Pemerintah atas nama Pemerintah Desa sebelum

digunakan untuk pembelian tanah pengganti dan ditampung

dalam APBDes.

P a g e 68

Page 69: NA Sumber Pendapatan Desa

8.KETENTUAN PERALIHAN

Ketentuan Peralihan yang dituangkan dalam Rancangan Peraturan Daerah

(Raperda) tentang Sumber Pendapatan Desa adalah sebagai berikut:

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, Pemerintah Desa wajib

melakukan pendataan ulang terhadap kekayaan desa yang dimilikinya

dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah

ini diundangkan.

(2) Apabila dari hasil pendataan ulang, terdapat pengelolaan kekayaan desa

yang belum sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini,

maka harus dilakukan penyesuaian dalam jangka waktu paling lama

1 (satu) tahun sejak pelaksanaan pendataan ulang.

8.KETENTUAN PENUTUP

Bahwa pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan

Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 5 Tahun 2010 tentang Sumber

Pendapatan Desa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Hal-hal yang belum

diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan

diatur lebih lanjut oleh Bupati. Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada

tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran

Daerah Kabupaten Purworejo.

P a g e 69

Page 70: NA Sumber Pendapatan Desa

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten

Purworejo tentang Sumber Pendapatan Desa dapat dirumuskan kesimpulan

sebagai berikut, bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo tentang

Sumber Pendapatan Desa perlu segera disusun sebagai dasar dan landasan

dan acuan dalam penyusunan program-program pengelolaan sumber

pendapatan bagi pemerintah desa, serta adanya kepastian hukum bagi

pemerintah desa dan masyarakat sehingga penyelenggaraan kegiatan

pemerintahan desa dapat berjalan optimal, efektif, efisien, terprogram secara

terpadu dan berkelanjutan.

B. Saran

Agar penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo tentang

Sumber Pendapatan Desa dapat diimplementasikan dengan baik maka dalam

penyusunan perlu memperhatikan pertama, berdasarkan peraturan perundang-

undang yang lebih tinggi, kedua, berdasarkan kewenangan pemerintah

daerah, ketiga, berdasarkan aspirasi dan kepentingan masyarakat Kabupaten

Purworejo.

P a g e 70