musik dalam pandangan qoidah fiqhiyah

11

Click here to load reader

description

musik kita pandang dari qoidah fiqh,

Transcript of musik dalam pandangan qoidah fiqhiyah

Page 1: musik dalam pandangan qoidah fiqhiyah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam kehidupan kita sering sekali mengisi telinga kita saat refreshing dari

berbagai kepenatan dan kesibukan dengan alunan music, baik music aliran genre

pop, dangdut,bahkan rock,.

Pagelaran music pun di Negara dimana kita berada lebih di minati oleh

masyarakat, bahkan music menjadi icon yang nomer wahid yang di beri apresiasi

oleh berbagai kalangan melebihi karya-karya anak bangsa yang lain, tak heran

banyak oknum yang memanfaatkan jasa musisi untuk jadi promoter dalam setiap

acara atau agenda yang di selenggarakan.

Sebagai tanggapan pertanyaan “ Bagaimana hukum alat-alat orkes

(mazammirul-lahwi) yang dipergunakan untuk bersenang-senang (hiburan)? Apabila

haram, apakah termasuk juga terompet perang, terompet jamaah haji, seruling

penggembala dan seruling permainan anak-anak (damenan, Jawa)?”1

Dalam makalah ini akan memaparkan pandangan tentang music yang di

sinkronkan dengan qo’idah fiqh yaitu “Al umur bi maqoshidiha”, pada berbagai

pendapat yang bisa di jadikan tonggak ukuran dalam mengambil suatu hukum

dengan menggunakan kaidah fikhiyah.

B. Rumusan masalah

Dalam makalah ini akan membahas tentang pandangan dan pendapat-pendapan

seputar music, dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1 Buku muktamar NU ke-1 ,21 oktober 1926 M

1

Page 2: musik dalam pandangan qoidah fiqhiyah

1. Pandangan-pandangan tentang music.

2. Analisa dengan kaidah “Al umur bi maqoshidiha”.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pandangan-pandangan tentang Musik

Sebagai pandangan antara boleh atau tidak, bukan suatu masalah yang

masih di panjang lebarkan, melainkan kaidah yang mengenai hal ini yang perlu di

ketahui, mulai dengan pendapat-pendapat yang terkumpul yang akan di jadikan

bahan analisa.

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad terdapat lafaz:

“Bagaimana kalau diikuti pengantin itu oleh (orang-orang) wanita untuk bernyanyi

sambil berkata dengan senada: “Kami datang kepadamu. Hormatilah kami dan kami

pun menghormati kamu.Sebab kaum Anshar senang menyanyikan (lagu) tentang

wanita.”

Karena itu, menurut Dr Abdurrahman al Baghdadi:

“Bertolak dari dasar hukum inilah maka mendengar atau memainkan alat-alat musik

atau menyanyi mubah selama tidak terdapat suatu dalil syar’I yang menunjukkan

bahwa pekerjaan tersebut haram atau makruh. Mengenai menyanyi atau

memainkan alat musik dengan atau tanpa nyanyian, tidak terdapat satu pun nash,

baik dari Al Qur’an maupun sunnah Rasul yang mengharamkannya dengan tegas.

Memang ada sebagian dari para sahabat, tabiin dan ulama yang mengharamkan

sebagian atau seluruhnya karena mengartikannya dari beberapa nash tertentu.

Diantara mereka ada yang menyatakan bahwa hal tersebut makruh, sedangkan

yang lain mengatakan hukumnya mubah.

2

Page 3: musik dalam pandangan qoidah fiqhiyah

Adapun nash-nash (dalil-dalil) yang dijadikan alasan oleh mereka yang

mengharamkan seni suara dan musik bukanlah dalil-dalil yang kuat. Sebagaimana

telah disebutkan di atas, tidak ada satu dalil pun yang berbicara secara tegas dalam

hal ini. Dengan demikian tidak ada seorang manusia pun yang wajib diikuti selain

dari pada Rasulullah saw. Beliau sendiri tidak mengharamkannya. ..Oleh karena itu

Imam Abu Bakar Ibnul Arabi (dalam Ahkamul Qur’an jilid III, hal. 1053-1054)

menyatakan: “Tidak terdapat satu dalil pun di dalam Al Qur’an maupun Sunnah

Rasul yang mengharamkan nyanyian. Bahkan hadits shahih (banyak yang)

menunjukkan kebolehan nyanyian itu. Setiap hadits yang diriwayatkan maupun ayat

yang dipergunakan untuk menunjukkan keharamannya maka ia adalah bathil dari

segi sanad, bathil juga dari segi I’tiqad, baik ia bertolak dari nash maupun dari satu

penakwilan.”

Catatan yang perlu di ketahui dari di atas :

1. Melarang setiap nyanyian, rekaman dan tarian yang mengajak orang untuk

minum arak, bergaul bebas, berpacaran, bermain cinta atau bunuh diri karena

putus asa.

2. Melarang setiap nyanyian dan tarian yang disertai dengan omongan kotor dan

cabul yang mengarah kepada perbuatan-perbuatan dosa atau membangkitkan

birahi seksual.

3. Melarang setiap nyanyian dan tarian yang disertai dengan perbuatan-perbuatan

haram, seperti minum khamr, percampuran antara lelaki dan wanita.

4. Lagu-lagu dan kaset-kaset Barat dilarang beredar dan para penyanyinya tidak

diijinkan melakukan pertunjukan (show) di negeri-negeri Islam.

3

Page 4: musik dalam pandangan qoidah fiqhiyah

5. Setiap tempat pertunjukan untuk menyanyi dan menari, seperti klub malam, bar

dan diskotik harus ditutup dan tidak diberi ijin membukanya oleh pemerintah.

Begitu pula halnya dengan panggung-panggung terbuka. Dll.

Yang menarik penulis juga menyajikan sedikit tentang sejarah musik.

Menurut Dr Abdurrahman, khilafah Islam terdahulu tidak pernah melarang

rakyatnya mempelajari seni suara dan musik. Mereka dibiarkan mendirikan sekolah-

sekolah musik dan membangun pabrik alat-alat musik. Mereka diberikan gairah

untuk mengarang buku-buku tentang seni suara, musik dan ‘tari’.

Perhatian kea rah pendidikan musik telah dicurahkan sejak akhir masa Daulah

Umawiyah yang kemudian dilanjutkan pada masa kekhilafahan Abbasiyah. Sehingga

di berbagai kota banyak berdiri sekolah musik dengan berbagai tingkat pendidikan,

mulai dari tingkat menengah sampai ke perguruan tinggi. Pabrik alat-alat musik

dibangun di berbagai negeri Islam. Sejarah telah mencatat bahwa pusat pabrik

pembuatan alat-alat musik yang sangat terkenal ada di kota Sevilla (Andalusia atau

Spanyol).

Catatan tentang kesenian umat Islam begitu banyak disebut orang. Para penemu

dan pencipta alat musik Islam juga cukup banyak jumlahnya, yang muncul sejak

pertengahan abad kedua hijriah, misalnya Yunus al Khatib yang meninggal tahun

135H. Khalil bin Ahmad (170H), Ibnu an Nadiem al Naushilli (235H), Hunain ibnu

Ishak (264H), dan lain-lain.

Bahkan dalam buku ‘Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan’ (Islamic and

Arab Contribution to the European Renaissance) karya Komisi Nasional Mesir untuk

Unesco (Penerbit Pustaka, 1986), disebutkan tentang berbagai pengaruh peradaban

Islam ini ke Eropa. Termasuk bidang seni dan musik.

4

Page 5: musik dalam pandangan qoidah fiqhiyah

Dari hasil muktamar NU ke-1, 21 oktober 1926 M yang juga membahas

tentang hal ini, melihat putusan muktamar sebagai berikut :

Muktamar memutuskan bahwa segala macam alat-alat orkes (malahi) seperti

seruling dengan segala macam jenisnya dan alat-alat orkes lainnya, kesemuanya itu

haram, kecuali terompet perang, terompet jamaah haji, seruling penggembala, dan

seruling permainan anak-anak dan lain-lain sebagainya yang tidak dimaksudkan

dipergunakan hiburan.

Keterangan dari kitab Ihya’ Ulum al-Din juz 2:

�ه�ذ�ه� م�ع�ان�ي ف�ب م� ال �ح ر� م�ار� ي م�ز ق�ي� ال ع�ر� �ار� و� ال و ت� �ه�ا األ �ل ع�و د� ك �ال ح� و� ك "اب� و� الض"ب ب ط� و� الر" �ر�ي ب و� ال

ر�ه�ا �ك� ع�د�ا و�م�ا غ�ي س� ذ�ل �ي �اه�ا ف�ي ف�ل ن0 م�ع ن اه�ي �ش� ع�اة� ك ج� و� الر� ي ح�ج� ن0 و� ال اه�ي ن� ش� �ي �ال الط"ب .

“Dengan pengertian ini maka haramlah seruling Irak dan seluruh peralatan musik

yang menggunakan senar seperti ‘ud (potongan kayu), al-dhabh, rabbab dan barith

(nama-nama peralatan musik Arab). Sedangkan yang selain itu maka tidak termasuk

dalam pengertian yang diharamkan seperti bunyi suara (menyerupai) burung elang

yang dilakukan para penggembala, jama’ah haji, dan suara gendering”.

B. Analisa Dari pandangan Kaidah Al umur Bi Maqoshidiha

Setiap perkara tidak lepas dari maksud dan tujuan atas perkara tersebut, sinergi

dengan kaidah dasar fiqih Al Umur Bi maqoshidiha, dari berbagai permasalahan di

atas bukan tanpa dasar tentunya kami paparkan, akan tetapi jika kembalikan pada

kaidah dasar, dan berbagai motif dan tujuan, kami memandang dari hadits yang di

riwayatkan At-turmudzi maka kami menarik poin :

ثالثة علي وهي, علتها مع يدور وحكمها المضروبة االلة بها يراد. اللهو الة

فحكمه الحرب عند الجنود لتشجيع يضرب آما الفضيلة يجلب قسم : اقسام

)فقط للغو يضرب وقسم, سنة (الرذيلة وال الفضيلة من شيئا اليجلب

5

Page 6: musik dalam pandangan qoidah fiqhiyah

ال ما المرء اسالم حسن من وسلم عليه الله ضلى لقوله مكروه فحكمه

حرام فحكمه المعصية مجلب قسم و و(هريرة ابي عن الترمذى8 رواه )يعنيه .

Alatul Malahi yang di maksud adalah alat bunyi-bunyian (musik) dan hukumnya

berkisar kepada illatnya (sebabnya). Dan ia ada 3 macam :

a. Menarik kepada keutamaan seperti menarik kepada keberanian di medan

peperangan, hukumnya sunat.

b. Untuk main-main belaka (tak mendatangkan apa-apa) hukumnya makruh,

menilik hadits :”Termasuk kesempurnaan seseorang ialah meninggalkan barang

yang tak berarti”. (hadits ini di riwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah).

c. Menarik kepada ma’siyat hukumnya haram

dan shohibul ihya’ menjelaskan dalam ihya’nya, yang di jadikan dasar muktamar NU

ke-1 :

�ه�ذ�ه� م�ع�ان�ي ف�ب م� ال �ح ر� م�ار� ي م�ز ق�ي� ال ع�ر� �ار� و� ال و ت� �ه�ا األ �ل ع�و د� ك �ال ح� و� ك "اب� و� الض"ب ب ط� و� الر" �ر�ي ب و� ال

ر�ه�ا �ك� ع�د�ا و�م�ا غ�ي س� ذ�ل �ي �اه�ا ف�ي ف�ل ن0 م�ع ن اه�ي �ش� ع�اة� ك ج� و� الر� ي ح�ج� ن0 و� ال اه�ي ن� ش� �ي �ال الط"ب .

“Dengan pengertian ini maka haramlah seruling Irak dan seluruh peralatan musik

yang menggunakan senar seperti ‘ud (potongan kayu), al-dhabh, rabbab dan barith

(nama-nama peralatan musik Arab). Sedangkan yang selain itu maka tidak termasuk

dalam pengertian yang diharamkan seperti bunyi suara (menyerupai) burung elang

yang dilakukan para penggembala, jama’ah haji, dan suara gendering”.

Kami memandang tidak bisa semata-mata memutuskan dengan semata-

mata memutuskan dari satu sudut pandang, bahwa tidak bisa di pungkiri kaidah

yang mendasari, taklepas dari tujuan, seperti pentafsilan di atas.

6

Page 7: musik dalam pandangan qoidah fiqhiyah

BAB III

PENUTUP

Penutup

Bila kita memperhatikan semua ini maka insya Allah akan semakin

mantaplah dan pandangan kita. Bertambahnya kiat kita untuk mempelajari suatu

perkara tidak hanya dari satu sudut pandang dan untuk terus membaca, tumbuh

keinginan untuk mengkaji lebih dalam yang merupakan maksud dari diturunkannya

Al-Qur’an serta keinginan untuk menerapkan hukum-hukum yang terkandung

didalamnya, bahwa memang Allah menciptakan manusia berbeda-beda.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa menunjuki kita dengan Al-

Qur’an dan menjadikan kita sebagai ahli Al-Qur’an, diberi kemudahan untuk selalu

membacanya, mengkajinya, mengamamalkannya dan mengajarkannya

7

Page 8: musik dalam pandangan qoidah fiqhiyah

DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar Ibnul Arabi (dalam Ahkamul Qur’an jilid III, hal. 1053-1054)

Ihya’ lumuddin jilid II, al imam ghozali,

Muktamar NU ke-1, 21 oktober 1926 M

‘Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan’ (Islamic and Arab Contribution to

the European Renaissance) karya Komisi Nasional Mesir untuk Unesco (Penerbit

Pustaka, 1986),

8