Museum Benteng Vredeburg.docx

download Museum Benteng Vredeburg.docx

of 36

Transcript of Museum Benteng Vredeburg.docx

BENTENG VREDEBURGDANMUSEUM JOGJA KEMBALI

Nama Kelompok : 1. Andri Maulana (04)2. Ilham Sidik Nurcahya (12)3. Nahnu Wibowo (20)4. Nur Aeni (21)5. Roy Fatona (26)6. Tito Sulastio Pamungkas (31)SMK N 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Kata PengantarPuji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami kesempatan untuk melaksanakan kegiatan Wisata Budaya yang telah kami laksanakan pada Tanggal 15 Oktober 2014 dengan lancar. Dengan karunianya sehingga kami juga dapat membuat laporan Wisata Budaya ini dengan hati ikhlas dan senang. Dengan adanya laporan perjalanan Wisata Budaya ini sebagai bukti bahwa kami telah berkunjung dalam berbagai tempat wisata yang telah di tentukan sebelumnya oleh sekolahan, pelajaran yang dapat kita ambil yaitu kita harus senantiasa menghargai jasa para pahlawan bangsa yang telah gugur mendahului kita, semangat nasionalisme yang sangat kuat. Terimakasih atas kesempatan ini.

Temanggung, 21 Oktober 2014

Penulis Laporan

Daftar Isi1. Halaman Judul ............................................................................... 12. Kata Pengantar ............................................................................... 23. Daftar Isi .........................................................................................34. Daftar Gambar ................................................................................ 5. Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang ..........................................................................4 B. Tujuan Wisata Sejarah .............................................................. 66. Bab II PembahasanA. Benteng Vredeburg .................................................................... B. Museum Jogja Kembali ............................................................. 7. Bab III Penutup A. Kesimpulan ................................................................................ B. Saran ........................................................................................... 8. Daftar Pustaka .................................................................................

Daftar Gambar 1. Gambar 1.1 Pintu masuk benteng vredeburg ....................................2. Gambar 1.2 Sudut barat daya benteng vredeburg ..............................3. Gambar 1.3 ...............................................................................4. Gambar 1.4 ................................................................................5. Gambar 1.5 ................................................................................6. Gambar 1.6 .................................................................................7. Gambar 1.7 .................................................................................8. Gambar 1.8 ................................................................................. 9. Gambar 1.9 .................................................................................10. Gambar 2.0 .................................................................................11. Gambar 2.1 .................................................................................12. Gambar 2.2 .................................................................................

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGBenteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berrhasil menyelesaikan perseteruan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I kelak) adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri raja-raja Jawa waktu itu. Melihat kemajuan yang sangat pesat akan kraton yang didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Pihak Belanda mengusulkan kepada sultan agar diijinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Pembangunan tersebut dengan dalih agar Belanda dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut maksud Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade.

B. Tujuan Wisata SejarahTujuan kami melaksanakan wisata sejarah ke tempat-tempat yang telah di tentukan oleh sekolahan yaitu untuk menambah wawasan dalam belajar disekolah.1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang Sejarah Indonesia2. Disusun untuk melengkapi tugas sejarah indonesia3. Menghargai para Pahlawan bangsa Indonesia dalam mamperebutkan Kemerdekaan Indonesia.4. Mensyukuri berbagai nikmat yang telah di limpahkan dari yang Maha Esa setelah Indonesia Merdeka.5. Meneladani Jasa para Pahlawan Bangsa dalam mewujudkan Indonesia Merdeka.

BAB II PEMBAHASNBENTENG VREDEBURG

Gambar 1.1 Pintu masuk utama

Museum Benteng Vredeburg adalah sebuah benteng yang terletak di depan Gedung Agung dan istana Kesultanan Yogyakarta. Sekarang, benteng ini menjadi sebuah museum. Di sejumlah bangunan di dalam benteng ini terdapat diorama mengenai sejarah Indonesia.ArsitekturBenteng ini dibangun sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan residen Belanda kala itu.Benteng ini dikelilingi oleh sebuah parit yang sebagian bekas-bekasnya telah direkonstruksidan dapat dilihat hingga sekarang. Benteng berbentuk persegi ini mempunyai menara pantau (bastion) di keempat sudutnya.

SejarahBenteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berrhasil menyelesaikan perseteruan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I kelak) adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri raja-raja Jawa waktu itu.Melihat kemajuan yang sangat pesat akan kraton yang didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Pihak Belanda mengusulkan kepada sultan agar diijinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Pembangunan tersebut dengan dalih agar Belanda dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut maksud Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade. Dapat dikatakan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memalingkan muka memusuhi Belanda.Besarnya kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh setiap pemimpin pribumi pada masa kolonial Belanda. Dalam hal ini termasuk pula Sri Sultan Hamengku Buwono I. Oleh karena itu permohonan izin Belanda untuk membangun benteng dikabulkan.

Gambar 1.2 Sudut Barat Daya Museum Benteng Vredeburg dengan tiga patok yangberfungsi untuk meletakan meriamTahun 1760 1765Sebelum dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang (Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta), pada tahun 1760 atas permintaan Belanda, Sultan HB I telah membangun sebuah benteng yang sangat sederhana berbentuk bujur sangkar. Di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut seleka atau bastion. Oleh sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayawisesa (sudut barat laut), Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprakosaningprang (sudut barat daya) dan Jayaprayitna (sudut tenggara).Menurut penuturan Nicolas Hartingh, bahwa benteng tersebut keadaannya masih sangat sederhana. Tembok dari tanah yang diperkuat dengan tiang-tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren. Bangunan di dalamnya terdiri atas bambu dan kayu dengan atap ilalang. Sewaktu W.H.Ossenberch menggantikan kedudukan Nicolas Hartingh, pada tahun 1765 diusulkan kepada sultan agar benteng diperkuat menjadi bangunan yang lebih permanen agar lebih menjamin kemanan. Usul tersebut dikabulkan, selanjutnya pembangunan benteng dikerjakan di bawah pengawasan seorang Belanda ahli ilmu bangunan yang bernama Ir. Frans Haak.Tahun 1765 1788Usul Gubernur W.H. Van Ossenberg (pengganti Nicolaas Hartingh) agar bangunan benteng lebih disempurnakan, dilaksanakan tahun 1767. Periode ini merupakan periode penyempurnaan Benteng yang lebih terarah pada satu bentuk benteng pertahanan.Menurut rencana pembangunan tersebut akan diselesaikan tahun itu juga. Akan tetapi dalam kenyataannya proses pembangunan tersebut berjalan sangat lambat dan baru selesai tahun 1787. Hal ini terjadi karena pada masa tersebut Sultan yang bersedia mengadakan bahan dan tenaga dalam pembangunan benteng, sedang disibukkan dengan pembangunan Kraton Yogyakarta. Setelah selesai bangunan benteng yang telah disempurnakan tersebut diberi nama Rustenburg yang berarti 'Benteng Peristirahatan'.Tahun 1788 1799Periode ini merupakan saat digunakannya benteng secara sempurna oleh Belanda (VOC). Bangkrutnya VOC tahun 1799 menyebabkan penguasaan benteng diambil alih oleh Bataafsche Republic (Pemerintah Belanda). Sehingga secara de facto menjadi milik pemerintah kerajaan Belanda.Tahun 1799 1807Status tanah benteng secara yuridis formal tetap milik kasultanan, tetapi penggunaan benteng secara de facto menjadi milik Bataafsche Republik (Pemerintah Belanda) di bawah Gubernur Van Den Burg. Benteng tetap difungsikan sebagai markas pertahanan.Tahun 1807 1811Pada periode ini benteng diambil alih pengelolaannya oleh Koninkrijk Holland (Kerajaan Belanda). Maka secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan, tetapi secara de facto menjadi milik Pemerintah Kerajaan Belanda di bawah Gubernur Herman Willem Daendels.Tahun 1811 1816Ketika Inggris berkuasa di Indonesia 1811 1816, untuk sementara benteng dikuasai Inggris di bawah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles. Namun dalam waktu singkat Belanda dapat mengambil alih. Secara yuridis formal benteng tetap milik kasultanan.Tahun 1816 1942Pada tahun 1867 di Yogyakarta terjadi gempa bumi yang dahsyat sehingga banyak merobohkan beberapa bangunan besar seperti Gedung Residen (yang dibangun tahun 1824), Tugu Pal Putih, dan Benteng Rustenburg serta bangunan-bangunan yang lain. Bangunan-bangunan tersebut segera dibangun kembali. Benteng Rustenburg segera diadakan pembenahan di beberapa bagian bangunan yang rusak. Setelah selesai bangunan benteng yang semula bernama Rustenburg diganti menjadi Vredeburg yang berarti 'Benteng Perdamaian'. Nama ini diambil sebagai manifestasi hubungan antara Kasultanan Yogyakarta dengan pihak Belanda yang tidak saling menyerang waktu itu.Bentuk benteng tetap seperti awal mula dibangun, yaitu bujur sangkar. Pada keempat sudutnya dibangun ruang penjagaan yang disebut seleka atau bastion. Pintu gerbang benteng menghadap ke barat dengan dikelilingi oleh parit. Di dalamnya terdapat bangunan-bangunan rumah perwira, asrama prajurit, gudang logistik, gudang mesiu, rumah sakit prajurit dan rumah residen. Di Benteng Vredeburg ditempati sekitar 500 orang prajurit, termasuk petugas medis dan paramedis. Disamping itu pada masa pemerintahan Hindia Belanda digunakan sebagai tempat perlindungan para residen yang sedang bertugas di Yogyakarta. Hal itu sangat dimungkinkan karena kantor residen yang berada berseberangan dengan letak Benteng Vredeburg. Sejalan dengan perkembangan politik yang berjadi di Indonesia dari waktu ke waktu, maka terjadi pula perubahan atas status kepemilikan dan fungsi bangunan Benteng Vredeburg.Status tanah benteng tetap milik kasultanan, tetapi secara de facto dipegang oleh pemerintah Belanda. Karena kuatnya pengaruh Belanda maka pihak kasultanan tidak dapat berbuat banyak dalam mengatasi masalah penguasaan atas benteng. Sampai akhirnya benteng dikuasai bala Tentara Jepang tahun 1942 setelah Belanda menyerah kepada Jepang dengan ditandai dengan Perjanjian Kalijati bulan Maret 1942 di Jawa Barat.Masa JepangTanggal 7 Maret 1942, pemerintah Jepang memberlakukan UU nomor 1 tahun 1942 bahwa kedudukan pimpinan daerah tetap diakui tetapi berada di bawah pengawasan Kooti Zium Kyoku Tjokan (Gubernur Jepang) yang berkantor di Gedung Tjokan Kantai (Gedung Agung). Pusat kekuatan tentara Jepang disamping ditempatkan di Kotabaru juga di pusatkan di Benteng Vredeburg. Tentara Jepang yang bermarkas di Benteng Vredeburg adalah Kempeitei yaitu tentara pilihan yang terkenal keras dan kejam.Disamping itu benteng Vredeburg juga digunakan sebagai tempat penahanan bagi tawanan orang Belanda maupun Indo Belanda yang ditangkap. Juga kaum politisi Indonesia yang berhasil ditangkap karena mengadakan gerakan menentang Jepang.Guna mencukupi kebutuhan senjata, tentara Jepang mendatangkan persenjataan dari Semarang. Sebelum dibagikan ke pos-pos yang memerlukan terlebih dulu di simpan di Benteng Vredeburg. Gudang mesiu terletak di setiap sudut benteng kecuali di sudut timur laut. Hal itu dengan pertimbangan bahwa di kawasan tersebut keamanan lebih terjamin. Penempatan gudang mesiu di setiap sudut benteng dimaksudkan untuk mempermudah disaat terjadi perang secara mendadak.Penguasaan Jepang atas Benteng Vredeburg berlangsung dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1945, ketika proklamasi telah berkumandang dan nasionalisasi bangunan-bangunan yang dikuasai Jepang mulai dilaksanakan. Selama itu meskipun secara de facto dikuasai oleh Masa Kemerdekaan 1945-1970-anBerita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia disambut dengan perasaan lega oleh seluruh rakyat Yogyakarta. Ditambah dengan keluarnya Pernyataan Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Pernyataan 5 September 1945) yang kemudian diikuti oleh Sri Paku Alam VIII yang berisi dukungan atas berdirinya negara baru, Negara Republik Indonesia, maka semangat rakyat semakin berapi-api.Setelah benteng dikuasai oleh pihak RI untuk selanjutnya penanganannya diserahkan kepada instansi militer yang kemudian dipergunakan sebagai asrama dan markas pasukan yang tergabung dalam pasukan dengan kode Staf Q dibawah Komandan Letnan Muda I Radio, yang bertugas mengurusi perbekalan militer. Oleh karena itu tidak mustahil bila pada periode ini Benteng Vredeburg disamping difungsikan sebagai markas juga sebagai gudang perbekalan termasuk senjata, mesiu, dan sebagainya. Pada tahun 1946 di dalam komplek Benteng Vredeburg didirikan rumah sakit tentara untuk melayani korban pertempuran. Namun dalam perkembangannya rumah sakit tersebut juga melayani tentara beserta keluarganya.Ketika tahun 1946 kondisi politik Indonesia mengalami kerawanan di saat perbedaan persepsi akan arti revolusi yang sedang terjadi. Meletuslah peristiwa yang dikenal dengan Peristiwa 3 Juli 1946, yaitu percobaan kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Mayor Soedarsono. Karena usaha tersebut gagal maka para tokoh yang terlibat dalam peristiwa tersebut seperti Mohammad Yamin, Tan Malaka dan Soedarsono ditangkap. Sebagai tahanan politik mereka pernah ditempatkan di Benteng Vredeburg.Pada masa Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948) Benteng Vredeburg yang waktu itu dijadikan markas militer RI menjadi sasaran pengeboman pesawat-pesawat Belanda. Kantor Tentara Keamanan Rakyat yang berada di dalamnya hancur. Setelah menguasai lapangan terbang Maguwo, tentara Belanda yang tergabung dalam Brigade T pimpinan Kolonel Van Langen berhasil menguasai kota Yogyakarta, termasuk Benteng Vredeburg. Selanjutnya Benteng Vredeburg dipergunakan sebagai markas tentara Belanda yang tergabung dalam IVG (Informatie voor Geheimen), yaitu dinas rahasia tentara Belanda. Di samping itu Benteng Vredeburg juga difungsikan sebagai asrama prajurit Belanda dan juga dipakai untuk menyimpan senjata berat seperti tank, panser dan kendaraan militer lainnya.Ketika terjadi Serangan Umum 1 Maret 1949, sebagai usaha untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa RI bersama dengan TNI masih ada, Benteng Vredeburg menjadi salah satu sasaran di antara bangunan-bangunan lain yang dikuasai Belanda seperti kantor pos, stasiun kereta api, Hotel Toegoe, Gedung Agung, dan tangsi Kotabaru. Kurang lebih 6 enam jam kota Yogyakarta dapat dikuasai oleh TNI beserta rakyat pejuang. Setelah Belanda meninggalkan kota Yogyakarta, Benteng Vredeburg dikuasai oleh APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia). Kemudian pengelolaan benteng diserahkan kepada Militer Akademi Yogyakarta. Pada waktu itu Ki Hadjar Dewantara pernah mengemukakan gagasannya agar Benteng Vredeburg dimanfaatkan sebagai ajang kebudayaan. Akan tetapi gagasan itu terhenti karena terjadi peristiwa Tragedi Nasional Pemberontakan G 30 S tahun 1965. Waktu itu untuk sementara Benteng Vredeburg digunakan sebagai tempat tahanan politik terkait dengan peristiwa G 30 S yang langsung berada di bawah pengawasan Hankam.Tahun 1977 1992 Gambar 1.4 Tiket masuk Museum Gambar 1.5 Prasasti benteng

.Dalam periode ini status penguasaan dan pengelolaan benteng pernah diserahkan dari pihak HANKAM kepada Pemerintah Daerah Yogyakarta. Tanggal 9 Agustus 1980 diadakan penandatanganan piagam perjanjian tentang pemanfaatan bangunan bekas Benteng Vredeburg oleh Sri Sultan HB IX (pihak I) dan Mendibud Dr. Daoed Joesoef (pihak II). Pada periode ini Benteng Vredeburg pernah dipergunakan sebagai ajang Jambore Seni (26 28 Agustus 1978), Pendidikan dan latihan Dodiklat POLRI. Juga pernah dipergunakan sebagai markas Garnisun 072 serta markas TNI AD Batalyon 403. Meski demikian secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan.Dengan pertimbangan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg tersebut merupakan bangunan bersejarah yang sangat besar artinya maka pada tahun 1981 bangunan bekas Benteng Vredeburg ditetapkan sebagai benda cagar budaya berdasarkan Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981.Tentang pemanfaatan bangunan Benteng Vredeburg, dipertegas lagi oleh Prof. Dr. Nugroho Notosusanto (Mendikbud RI) tanggal 5 November 1984 yang mengatakan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg akan difungsikan sebagai museum perjuangan nasional yang pengelolaannya diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.Piagam perjanjian serta surat Sri Sultan Hamengku Buwono IX Nomor 359/HB/85 tanggal 16 April 1985 menyebutkan bahwa perubahan-perubahan tata ruang bagi gedung-gedung di dalam kompleks benteng Vredeburg diijinkan sesuai dengan kebutuhan sebagai sebuah museum. Untuk selanjutnya dilakukan pemugaran bangunan bekas benteng dan kemudian dijadikan museum. Tahun 1987 museum telah dapat dikunjungi oleh umum.

Tahun 1992 sampai sekarangMelalui Surat Keputusan Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan nomor 0475/O/1992 tanggal 23 November 1992 secara resmi Benteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Yogyakarta. Untuk meningkatkan fungsionalisasi museum ini maka mulai tanggal 5 September 1997 mendapat limpahan untuk mengelola Museum Perjuangan Yogyakarta di Brontokusuman Yogyakarta, dari Museum Negeri Propinsi DIY Sonobudoyo. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM 48/OT.001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis yang berkedudukan di lingkungan Kementerian dan Kebudayaan Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala. LAPORAN PERJALANAN BENTENG VREDEBURGBenteng Vredeburg terletak di Benteng Vredeburg terletak di Jalan Ahmad Yani No. 6 kawasan Malioboro, tepat berhadapan dengan Istana Negara Yogyakarta. Benteng Vredeburg merupakan bangunan tertua yang ada di komplek titik Nol Km Yogyakarta. Benteng Vredeburg buka pada hari Selasa Minggu mulai dari pukul 07.00 pagi sampai pukul 17.00. Biaya masuk ke Benteng Vredeburg ini adalah Rp 2000 untuk dewasa dan Rp 1000 untuk anak anak. Apabila dari Sekolah Vokasi menggunakan ojek kita dapat mencapai Benteng Vredeburg selama 15 menit, naik Transjogja selama 30 menit, apabila naik motor sendiri selama 15 menit. Benteng Vredeburg memiliki fasilitas ruangan AC, toilet, taman, ruang theater, dan diorama yang menjelaskan perjuangan melawan penjajah. Disekitar lokasi benteng ini terdapat banyak tempat wisata yang lain seperti ; Malioboro, Taman Pintar, Alun alun utara, Taman Budaya, Kraton, dan Masjid Agung Kraton. Daya tarik wisata di Benteng Vredeburg ini sangat banyak, mulai dari bangunan sampai bagian dalam dari Benteng Vredeburg ini. Bangunan Benteng Vredeburg ini adalah bangunan tertua dikawasan titik Nol Yogyakarta dan didalam benteng ini kita dapat melihat diorama masa penjajahan, lukisan-lukisan karya Raden Saleh, replica meriam yang digunakan dalam peperangan melawan penjajah, relief kepala pahlawan nasional yang berjumlah 10 buah, koleksi relief yang menceritakan peristiwa sejarah dari masa lahirnya Budi Utomo sampai dengan masa bersatunya lagi pemerintahan RI yaitu dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950, dan ada monument untuk mengingat Serangan Oemoem Satu Maret. Ini adalah sejarah singkat tentang Museum Vredeburg. Bangunan yang terletak di ujung Jalan Malioboro ini merupakan satu saksi dari perjalanan sejarah perjuangan Yogyakarta menentang kolonialisme Belanda. Benteng ini dibangun oleh pemerintah Belanda guna melindungi rumah Residen Belanda (sekarang menjadi Gedung Agung) dan pemukiman orang-orang Belanda dari kemungkinan serangan meriam milik Keraton Yogyakarta. Sebelum dibangun menjadi benteng, di tahun 1761 tempat ini merupakan parit perlindungan atau bunker bagi tentara Belanda atau lebih dikenal dengan sebutan Rusten Burg.Benteng Vredeburg didirikan pada tahun 1760 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I (HB I) atas permintaan pemerintah Belanda. Maksud Belanda adalah untuk menjaga keamanan Sultan Yogyakarta. Dan menurut informasi yang penulis dapatkan dari pihak penerangan Museum Benteng Vredeburg mengenai fungsi dan awal kegunaan Benteng Vredeburg ini di bangun adalah, agar Belanda dapat mudah memantau gerak-gerik Sultan. Karena pada waktu itu di dalam Benteng ada meriam yang mengarah ke Kraton Yogyakarta.Meriam tersebut untuk berjaga-jaga kalau Sultan dan ratusan prajuritnya sewaktu-waktu memberontak terhadap pemerintahan kolonial. jarak Keraton Yogyakarta dan Benteng Vredeburg berjarak sepelemparan meriam, yang tentunya akan sangat memudahkan pihak Belanda melakukan. Bentuk awal bangunan Benteng Vrederburg sangat sederhana, berbentuk bujur sangkar dengan tempat penjagaan bastion di setiap sudut. masing-masing bastion bernama Jayawisesa (barat laut), Jayapurusa (timur laut), Jayaprakosaningprang (barat daya), Jayaprayitna(tenggara).Di tahun 1765, Frans Haak mengubahnya menjadi benteng dengan mengambil model benteng di daratan Eropa. Ini bisa dilihat dari ciri parit dalam yang mengelilingi banteng, kemudian ada menara pengawas di setiap sudutnya dan tembok lebar yang memungkinkan para serdadu berpatroli diatasnya dan menembak dari tempat itu. Hingga kini, semua itu masih bisa disaksikan. Karena penguasa Yogyakarta tidak berkenan dengan pembangunan benteng ini maka dibutuhkan waktu 23 tahun untuk menyelesaikannya, hal ini terjadi karena kurangnya suplai tenaga kerja dari penduduk lokal. Dalam perjalanan sejarahnya, benteng ini sering dijadikan tempat penahanan pemimpin-pemimpin Yogya yang membangkang terhadap pemerintah kolonial Belanda sebelum dibuang ke luar Pulau Jawa. Di tempat ini pula kolaborator Belanda yang masih kerabat Sultan, Danurejo IV merancang taktik untuk menangkap Pangeran Diponegoro, putra tertua Sultan Hamengku Buwono III yang menentang Belanda. Pada jaman Gubernur Belanda W.H Ossenberg, bangunan ini diusulkan agar dibuat pemanen, dengan suatu alasan agar keamanan lebih terjamin. Maka dimulailah penyempurnaan benteng yang ternyata memakan wkatu yang tidak sedikit, yakni dari tahun 1769 sampai dengan 1787. Setelah selesai disempurnakan benteng ini diberinama Rustenburg yang berarti "benteng peristirahatan". Lamanya proses pengerjaaan benteng pada waktu itu dikarenakan Sultan sedang disibukkan dengan pembangunan Keraton Yogyakarta pada tahun 1775, dan Sultan HB I sendirilah yang menjadikan arsiteknya. Pembangunan Keraton Yogyakarta tidak lepas dari peristiwa pemisahan Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta yang diperintah Sunan Pakubuwono III dan Kesultanan Ngayogyakarta yang diperintah Pangeran mangkubumi, akibat Perjanjian Giyanti (1755). Setelah Perjanjian Giyanti, pesanggrahan Ayodya dibangun menjadi Keraton Kasultanan Ngayogyakarta. Rustenburg yang sempat dijadikan markas pertahanan VOC ini mengalami kerusakan ketika Yogyakarta dilanda gempa pada tahun 1867. Setelah diadakan peraikan, Rustenburg diberi nama baru, yaitu "Vredeburg" yang berarti "benteng perdamaian". Nama Vredeburg menunjukkan bahwa hubungan Belanda dan Keraton Yogyakarta memang tidak pernah akur, bahkan saling menyerang. Meriam yang diarahkan ke Kraton ini disiagakan lagi pada masa revolusi, tepatnya Desember 1948, ketika Yogyakarta jadi ibu Kota Negara Republik Indonesia. Saat itu, Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX) menyediakan Keraton sebagai tempat gerilyawan Tentara Nasional Indonesia (TNI) berkumpul. Para perwisra banyak yang menyamar menjadi abdi dalem Kerton Yogyakarta pada waktu itu. Strategi itu digunakan oleh Sultan dikarenakan Sultan tahu bahwa Keraton tempat yang aman bagi gerilyawan dan tidak akan diserang Belanda, dan Sultan HB IX tahu karena Ratu Wilhelmina di Belanda sudah berpesan kepada tentara Belanda untuk tidak mengganggu Sultan dan teman-temannya. Maka terbungkamlah meriam yang selama ini dipersiapkan oleh Belanda di Benteng Vredeburg. Dalam catatatan informasi yang penulis dapatkan mengenai Benteng Vredeburg paska kemerdekaan, benteng vredeburg pernah menjadi markas Garnizun 072 serta Tentara Nasional Indonesia Batalion Infanteri 403. Pada tahun 1981, bangunan ini baru ditetapkan sebagai benda cagar budaya, dan mulai pada tahun 1992 secara resmi ditetapkan sebagai Museum Khusus Sejarah Sejarah Perjuangan Nasional Museum Benteng Vrederburg Yogyakarta.

Gambar 1.6 bagian depan gedung diorama IVSeperti bentuk-bentuk bangunan eropa, benteng ini mempunyai banyak gedung didalamnya dengan bentuk simetris kiri dan kanan. Terdapat empat ruangan diorama yang dapat dikunjungi dengan dilengkapi pendingin udara yang membuat pengunjung lebih betah.

Gambar 1.7 salah satu bangunan di dalam bentengDiorama dalam benteng ini dibagi menjadi empat ruangan, seperti yang disebutkan diatas. Diorama di dalam tiap ruangan menggambarkan era-era perjuangan kemerdekaan Indonesia mulai dari saat dibangunnya benteng ini hingga pasca kemerdekaan. Gambar 1.8 gedung diorama II1. Diorama pertama menampilkan adegan peristiwa sejarah sejak Perang Diponegoro (1825-1830) sampai dengan masa penjajahan Jepang (1942-1945).2. Diorama bagian kedua menampilkan adegan peristiwa sejarah sejak Proklamasi Kemerdekan RI tahun 1945 sampai dengan Agresi Militer Belanda I tahun 1947.3. Diorama ketiga menyuguhkan adegan peristiwa sejarah sejak Perjanjian Renville sampai dengan adanya pengakuan Kedaulatan RIS tahun 1949.4. Kemudian pada Diorama ke empat menampilkan adegan peristiwa sejarah terbentuknya NKRI tahun 1950 sampai dengan tahun 1974.MONUMEN JOGJA KEMBALI (MONJALI)

Nama Monumen Yogya Kembali merupakan perlambang berfungsinya kembali Pemerintahan Republik Indonesia dan sebagai tetengger sejarah ditarik mundurnya tentara Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan kembalinya Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan petinggi lainnya pada tanggal 6 Juli 1949. Bunyi sirene tanda istirahat dibunyikan dari pos pertahanan Belanda. Di bawah komando Letkol Soeharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III, mulai menggempur pertahanan Belanda setelah mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku penggagas serangan. Pasukan Belanda yang satu bulan semenjak Agresi Militer Belanda II bulan Desember 1948 disebar pada pos-pos kecil, terpencar dan melemah. Selama enam jam Tentara Nasional Indonesia (TNI) berhasil menduduki Kota Yogyakarta, setelah memaksa mundur pasukan Belanda. Tepat pukul 12.00 siang, sesuai dengan rencana, semua pasukan TNI menarik diri dari pusat kota ketika bantuan Belanda datang. Sebuah kekalahan telak bagi pihak Belanda. Museum Monumen Yogya Kembali, adalah sebuah museum sejarah perjuangan kemerdekaanRepublik Indonesiayang ada di kotaYogyakartadan dikelola olehDepartemen Kebudayaan dan Pariwisata. Museum yang berada di bagian utara kota ini banyak dikunjungi oleh para pelajar dalam acara darmawisata. Gambar 2.1 Monumen Yogya Kembali Gambar 2.2 Rana di pintu masuk museumMuseum Monumen dengan bentuk kerucut ini terdiri dari 3 lantai dan dilengkapi dengan ruang perpustakaan serta ruang serbaguna. Pada rana pintu masuk dituliskan sejumlah 422 nama pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III (RIS) antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan 29 Juni 1949. Dalam 4 ruang museum di lantai 1 terdapat benda-benda koleksi: realia, replika, foto, dokumen, heraldika, berbagai jenis senjata, bentuk evokatif dapur umum dalam suasana perang kemerdekaan 1945-1949. Tandu dan dokar (kereta kuda) yang pernah dipergunakan oleh Panglima Besar JendralSoedirmanjuga disimpan di sini

Gambar 2.3 Relief dari tulisan tangan Bung Karno yang ada di dinding luar museumSalah satu diorama (miniatur/replika) di dalam museum ini yang menggambarkan suasanaGedung Agung(istana Kepresidenan RI di Yogyakarta) pada saat itu (yang duduk dari kanan: M. Hatta, Soekarno, Jendral Soedirman, TB Simatupang?, Soeharto).Monumen Yogya Kembalidibangun pada tanggal 29 Juni 1985 dengan upacara tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri SultanHamengkubuwono IXdan Sri PadukaPaku Alam VIII. Gagasan untuk mendirikan monumen ini dilontarkan oleh kolonel Soegiarto, selaku walikotamadya Yogyakarta pada tahun 1983. Nama Yogya Kembali dipilih dengan maksud sebagai tetenger (peringatan) dari peristiwa sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda dari ibukota RI Yogyakarta pada waktu itu, tanggal 29 Juni 1949. Hal ini merupakan tanda awal bebasnya bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintahanBelanda.

Monumen ini dibangun pada tanggal 29 Juni 1985, dengan Upacara Tradisional Penanaman Kepala Kerbau dan Peletakan Batu Pertama oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.Semula gagasan untuk mendirikan Monumen yang berskala Nasional ini dilontarkan oleh Bapak Kolonel Soegiarto selaku Wali Kotamadya Yogyakarta, dalam peringatan Yogya Kembali yang diselenggarakan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1983.Atas saran/usulan Bapak DR. Ruslan Abdulgani dan Bapak Marsudi.Dipilihnya nama Yogya Kembali dengan pengertian yang luas, berfungsinya pemerintah Republik Indonesia dan sebagai tetenger peristiwa sejarah ditarik mundurnya tentara Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan kembalinya presiden Soekarno , wakil presiden, pimpinan negara yang lain pada 6 Juli 1949 di Yogyakarta. Hal ini dapat dipandang sebagai titik awal Bangsa Indonesia secara nyata bebas dari cengkeraman penjajah khususnya Belanda dan merupakan tonggak sejarah yang menentukan bagi kelangsungan hidup negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Dilihat dari bentuknya monumen ini berbentuk kerucut / gunungan dengan ketinggian 31,80 meter adalah sebuah gambaran Gunung Kecil ditempatkan disebuah lereng Gunung Merapi. Gunung ini sangat berarti bagi Yogyakarta baik secara faktual maupun simbolik. Muntahan lava Gunung Merapi memberikan kesuburan bagi cakrawala Yogyakarta dimanapun seseorang berada, dari Gunung Merapi pula sungai Winongo dan Code yang mengalir melalui kota Yogyakarta.Secara simbolik bersama laut selatan (Istana Ratu Kidul) yang berfungsi sebagai Yoni dan Gunung Merapi sebagai Lingga merupakan suatu kepercayaan yang sangat tua dan berlaku sepanjang masa. Bahkan sementara orang menyebut monumen ini sebagai tumpeng raksasa bertutup warna putih mengkilat dalam tradisi Jawa tumpeng seolah-olah sebagai bentuk gunung yang dapat dihubungkan dengan kakayun atau gunungan dalam wayang kulit, yang melambangkan kebahagiaan/kekayaan kesucian, dan sebagai penutup setiap episode.Monumen ini terletak di Jalan Lingkar Utara, Dusun Jongkang, Desa Sariharja Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Didirikan di atas lahan seluas 49-920m2. Lokasi ini ditetapkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan alternatif diantaranya terletak di garis poros antara Gunung Merapi Monjali Tugu Pal Putih Kraton Panggung Krapak Laut Selatan merupakan Sumbu Imajiner yang pada kenyataannya sampai sekarang masih dihormati oleh masyarakat Yogyakarta, dan menurut kepercayaan bersatunya Lingga dan Yoni akan menimbulkan kemakmuran di tempat ini sebagai batas akhir ditariknya mundur tentara Belanda ke arah utara; usaha kesinambungan tata kota kegiatan dan keserasian Daerah Yogyakarta.Monumen ini diresmikan pembukaannya oleh Presiden Soeharto pada tanggal 06 Juli 1989 dengan penandatanganan prasasti. Adapun tujuan pembangunan monumen ini adalah sebagai berikut :a. Mengabadikan peristiwa kembalinya Ibukota Yogyakarta ke tangan bangsa Indonesia. Perjuangan tersebut tidak melalui jalan yang mudah, tetapi dengan berbagai cara baik bersenjata, diplomasi maupun perang urat saraf dan sebagainyab. Memperingati kembalinya Ibukota RI Yogyakarta ke tangan bangsa Indonesia sekaligus berakhirnya kolonialis Belanda di Indonesia.c. Merupakan ungkapan penghargaan dan rasa terima kasih kepada para pahlawan yang telah mengorbankan jiwanya dalam merebut kembali Yogyakarta sebagai Ibukota RId. Mewariskan dan melestarikan jiwa, semangat nilai-nilai luhur perjuangan bangsa Indonesia kepada generasi penerus, sebagai wahana pendidikan, mempertebal identitas dan watak bangsa Indonesia yang patriotik, luhur, harga diri, ulet dan tahan menderita dalam memperjuangkan cita-cita bangsa.A. TAMAN DAN SEKITARNYABila pengunjung masuk Monjali melalui pintu timur dapat diamati koleksi antara lain:1. Replika Pesawat Cureng terletak di taman bermain sebelah utara portir timur.2. Meriam PSU-S60 kaliber 57 mm dan meriam PSU Bofors L-60 kaliber 40 mm, di sudut Plaza Timur.3. Bila pengunjung masuk melalui pintu Portir Barat dapat diamati koleksi antara lain : Replika Pesawat Guntai yang terletak di taman sebelah area parkir.4. Meriam PSU-S60 Kal 57 mm dan PSU Bofors L-60 kal. 40 mm.5. Logo/lambangDi tengah plaza berdiri tiang bendera merah-putih sebagai tanda bahwa plaza ini berfungsi sebagai tempat upacara. Juga berfungsi untuk menikmati pemandangan Monjali dengan latar belakang Gunung Merapi. Di hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha dimanfaatkan pula oleh masyarakat sekitar untuk melaksanakan ibadah sholat Ied.Sebagai pembatas plaza dan halaman dalam dibangun dinding rana yang memanjang dari timur ke barat, tinggi 3 m dan panjang 60 m di tengah-tengah dinding rana bagian luar dipasang logo. 6. Daftar Nama-Nama PahlawanNama pahlawan yang gugur di Daerah Wehrkreis III pada tanggal 19 Desember 1948 tanggal 28 Juni 1949, sejumlah 422 antara lain : 168 orang AD, 30 orang AL, 42 orang AU, 32 orang Polisi Negara, 8 orang Cadet Militer Akademi, 37 orang TNI Brigade XVII/TP, 10 orang PNS dan Gerilyawan/Rakyat pejuang 122 OrangB. KOLEKSI HALL LANTAI SATUDari halaman dalam ini kita amati bangunan induk MONJALI yang berdiri kokoh, dan terlihat pintu masuk lantai II menghadap ke selatan. Bangunan induk ini dikelilingi dengan kolam yang berfungsi sebagai pengaman dan dalam tradisi Jawa dapat diartikan sebagai penolak balak. Namun sebelum ke lantai II, pengunjung terlebih dahulu menuju lantai I dengan mengelilingi kolam sebelah barat, pintu masuk lantai I berada di sebelah barat.Lantai pertama terdiri dari :-Ruang Pengelaola atau ruang bagian umum yang berfungsi sebagai ruang kerja, yang dilengkapi dengan ruang informasi.-Ruang perpustakaan berada di sebelah kiri pintu keluar lantai satu, perpustakaan MONJALI merupakan perpustakaan khusus yang menyediakan bahan-bahan referensi sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh umum.KOLEKSI MUSEUMMuseum MONJALI merupakan museum khusus dalam kategori museum sejarah perjuangan bangsa Indonesia, kurun waktu perang kemerdekaan tahun 1945 1949. Museum ini berada di lantai pertama dan menggunakan empat ruang masing-masing berukuran 146 m2.A.RUANG MUSEUMMerupakan ruang pamer tetap dengan Thema SEKITAR PROKLAMASI KEMERDEKAAN di ruang museum I disajikan benda-benda koleksi yang mendukung perjuangan bangsa Indonesia dari peristiwa sekitar Proklamasi Kemerdekaan hingga penumpasan PKI di Madiun tahun 1948, sebagaimana penyajian di bawah ini :1. Panil Tegak IPada panil ini disajikan dokumen foto-foto peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta terdiri dari :a.Ibu Fatmawati ketika menjahit Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan saat Proklamasi 17 Agustus 1945.b.Pembacaan Teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno atas nama bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta jam 10.00.c.Upacara pengibaran Bendera Merah Putih oleh Latief Hindraningrat dan Suhud Martakusuma.d.Sebagian dari anggota Kabinet Indonesia Pertama setelah pelantikan tanggal 14 Nopember 1945 (3 bulan).2. Panil Dinding IDisajikan 4 bingkai dokumen foto peristiwa sewaktu rakyat Jakarta dalam menyambut Gema Proklamasi di lapangan Ikada pada tanggal 19 September 1945 Sebagaian rakyat yang hadir di lapangan Ikada, nampak spanduk yang mereka bawa antara lain berbunyi SATU TANAH AIR SATU BANGSA DAN SATU TEKAD TETAP MERDEKA3.Vitrin Sudut IDalam Vitrin ini dilestarikan benda-benda koleksi yang mendukung perjuangan phisik bersenjata rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan yang berupa 4. Panil Dinding 2Disajikan 4 bingkai dokumen foto situasi rakyat Yogyakarta sewaktu menyambut Gema Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, terdiri dari :a.Sri Sultan Hamengku Buwana IX, usai menyatakan bahwa Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan merupakan bagian dari Daerah Istimewa dalam Negara Indonesia, 5 September 1945.5. Panil Dinding 3Disajikan sebuah bagan susunan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dilengkapi peta timbul Wilayah DIY.6. Panil Dinding 4Disajikan 6 bingkai foto perjuangan bangsa Indonesia dalam bidang politik diplomasi, ekonomi, pendidikan dan sosial budaya setelah Ibukota RI berkedudukan di kota Yogyakarta antara lain :a.Berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada di Pagelaran Kraton Yogyakarta.b.Kegiatan APWIc.PERESMIAN DAN PEMBUKAAN Bank Negara Indonesia di bekas Gedung Javasche Bank Yogyakarta.d.Contoh uang ORI, sebagai pengganti mata uang NICA.e.Barisan bambu runcing.f.Gerakan pemberantasan buta huruf di Yogyakarta.7. Panil Dinding 5Disajikan 6 bingkai foto sebagai kelanjutan dari penyajian Panil Dinding 5 terdiri dari : a.Pelantikan BPKNIP, di Gedung Kesenian Pasar Baru, Jakarta.b.Suasana pelantikan laskar-laskar perjuangan rakyat dalam memperkokoh TRI di Yogyakarta.c.Kegiatan para seniman patung Yogyakarta.8. Teras Sudut Ruang MuseumDalam teras sudut ruang museum ini dilestarikan senjata-senjata revolusi phisik hasil rampasan Jepang dan Sekutu selanjutnya digunakan sebagai modal dasar rakyat Indonesia dalam merebut, mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan 9. Vitrin Dinding IDidalam vitrin dilestarikan berbagai jenis senjata tajam milik pejuang yang digunakan selama perang kemerdekaan berupa : 3 buah keris, 2 buah samurai, 2 buah tombak, kudi dan golok serta replika perlengkapan prajurit PETA : Hango dan Syuitho.10. Vitrin Dinding 2Dilestarikan beberapa pucuk senjata api hasil rampasan dari Jepang, Sekutu dan Belanda yang selanjutnya digunakan untuk perang kemerdekaan. Terdiri dari : sepucuk senapan mesin ringan MKI dan mortir 50 serta 2 buah peluru mortir.1. Vitrin Tengah IDisajikan 2 buah miniatur perahu, perahu Jungkung dan perahu Mayang sebagai visualisasi peranan M/TKR AL RI dalam Operasi Lintas Laut Jawa Bali selama perang kemerdekaan. Kedua perahu ini sumbangan dari Bp Laksamana Pertama Haji Abdul Majid tanggal 13 September 1995.12. Vitrin Tengah 2Disajikan 2 buah miniatur kapal, kapal Pinisi sebagai visualisasi peranan ALRI dalam mendukung sejarah kebaharian khususnya di Pangkalan Teluk Palembang. Kapal Gajahmada I yang digunakan ALRI dalam pertempuran melawan kapal Perang Belanda di teluk Cirebon yang menyebabkan gugurnya Kapten Laut Samadikun beserta anak buahnya tanggal 5 Januari 1947. Miniatur kapal ini sumbangan dari Sub Dinas Sejarah dan Tradisi ABRI. Dinas Penerangan AL, Jakarta 16 Februari 1996.13. Panil Tegak 2Disajikan 4 bingkai dokumen foto peristiwa pertempuran rakyat Indonesia melawan Sekutu di Surabaya terdiri dari :a.Suasana pertempuran Surabaya oleh Bung Tomo 10 November 1945.b.Suasana pejuang arek-arek Surabaya waktu menghadapi Tentara Sekutu/NICA.c.Panglima Divisi Mayor Jendral Sungkono saat melapor kepada Panglima Jendral Soedirman tentang peristiwa gencatan senjata di Surabaya.d.Upacara Pemberian Ijasah lulusan Militer Akademi Yogyakarta oleh Presiden Soekarno di Istana Kepresidenan Yogyakarta.14. Panil Dinding 6Disajikan sebuah bagan Struktur Organisasi PETA wilayah Jawa Tengah.15. Panil Dinding 7Disajikan sebuah bagan Struktur Organisasi Badan Keamanan Rakyat (BKR)16. Panil Dinding 8Disajikan sebuah Bagan Struktur Organisasi Tentara Kemanan Rakyat (TKR) Monumen ini sangat tepat menjadi sarana kita untuk memahami sejarah tanpa harus merasa digurui karena peran pemandu dalam menyampaikan setiap cerita dalam diorama sangat menarik dan tidak menjemukan. Tidak salah apabila anda mengunjungi monumen ini bersama keluarga karena selain semua tempat yang telah disebutkan monumen ini juga dilengkapi dengan taman yang terletak di bagian barat dan timur. Beberapa pentas seni seperti keroncong dan campur sari sering diselenggarakan ditaman monumen ini terutama dalam perayaan-perayaan seperti Hari Raya Idul Fitri

BAB III PENUTUPA. KesimpulanKesimpulan dari laporan perjalanan di atas yaitu :1. Kami dapat menghargai jasa para Pahlawan Bangsa dalam memperebutkan kemerdekaan bangsa Indonesia.2. Kami lebih tau banyak hal tentang sejarah indonesia.3. Kami dapat meneladani jasa pahlawan.B. Saran Kami menyarankan agar kegiatan wisata budaya dapat lebih terkoordinir.

DAFTAR PUSTAKA 1. http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/museum-and-monument/monjali/2. http://petitabei.wordpress.com/2010/02/19/monumen-jogja-kembali-monjali/

33 | sejarah