Mujaahadah Al Nafs

download Mujaahadah Al Nafs

of 4

Transcript of Mujaahadah Al Nafs

  • 7/31/2019 Mujaahadah Al Nafs

    1/4

    ARI ASTUTI

    2006.031.0020 / 13

    1

    MUJAAHADAH AL-NAFS

    Bertekad Mengendalikan Nafsu

    Assalaamualaikum warohmatullohi wabarokaatuh.

    Terimakasih kepada ustadz dan teman-teman sekalian yang telah meluangkan waktu sedikit saja untuk

    hadir bersama disini, dimana kita akan menyaksikan sedikit uraian saya tentang sebuah mindset yang

    sebaiknya atau bahkan seharusnya dimiliki oleh muslim, muslim sejati yang beriman. Ya, apa yang ingin

    saya uraikan disini adalah tentang Mujahadah Al-Nafs.

    Ada sedikit cerita menarik yang saya ambil untuk mengawali uraian ini sekelumit cerita ini tentang

    Mustafa Mahmud

    Namaku Mustafa Mahmud, usia 26 tahun, aku lulus dari fakultas bisnis Universitas X. Dalam hidupkutidak ada tempat bagi agama kecuali hanya sedikit. Aku sering berpindah-pindah sekolah. Kehidupanku

    seperti layaknya kebanyakan pemuda : keluar rumah, wanita, nyanyian, musik, diskotik

    Suatu hari aku duduk bersama teman-temanku. Kami melakukan satu perbuatan maksiat. Ketika sedang

    bergelora, muncul sesuatu yang membuatku merasa hina. Aku merasa sangat benci kepada maksiat itu.

    Aku pun segera turun dan pulang ke rumah. Aku berdiri di depan pintu. Aku merasakan bekas-bekas

    maksiat tadi pada diriku. Saat itu pula aku bertekad untuk tidak kembali kepada maksiat. Namun,

    ternyata aku kembali melakukan maksiat. Aku telah berusaha menjauhinya lebih dari sekali.

    Suatu saat aku dan teman-teman mendapat kecelakaan. Ketika itu kami bertekad untuk tidak berbuat

    maksiat lagi. Kami memang tidak melakukannya untuk beberapa waktu, namun apa daya, kami kembali

    lagi, sebab faktor yang mendorong kami untuk meninggalkannya bukan agama atau ketaatan.

    Ketika ramadhan tiba, aku mendengar lewat mikrofon masjid, seorang ustadz membaca Al-Quran dan

    berdakwah, sememntara hadirin menangis. Aku melihat banyak orang pergi dan pulang. Ini merupakan

    pemandangan yang sangat istimewa. Aku berpikir, Mengapa aku tidak bersama mereka? Mengapamereka sibuk memperhatikan hal-hal lain serta menjalani kehidupan tidak seperti apa yang akujalani?

    Aku ingat bahwa suatu hari aku bersama salah seorang temanku di kampus menyaksikan sebuah

    kegiatan keagamaan. Kami lalu mengikuti kegiatan itu. Kami tidak memahami samasekali apa yang

    dikatakan, namun aku merasakan kesucian dan kebersihan agama. Yang kuingat saat itu adalah bahwa

    aku banyak menangis. Aku heran mengapa menangis, padahal aku tidak memahami samasekali apa yang

    terjadi. Segala puji bagi Allah, aku mulai merenungkan hal itu. Perhatian dan kehidupanku berubah. Aku

    merasakan sesuatu yang indah yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Aku berharap semua orang

    mengalami hal seperti yang aku alami.

    Nafsu memintanya untuk mencoba narkoba, maksiat, dosa, kekerasan, atau banyak hal lainnya. Namun

    kita tidak mampu menahannya karena tidak tahu cara mengendalikannya. Pengendalian dan penguasaan

    atas nafsu ini mempunyai istilah khusus dalam agama kita, yakni Mujaahadah Al-Nafs. Mujahadah

    berbeda dengan jihad karena mujahadah lebih dalam daripada jihad.

  • 7/31/2019 Mujaahadah Al Nafs

    2/4

    ARI ASTUTI

    2006.031.0020 / 13

    2

    Mujahadah secara bahasa berasal dari kata juhd (usaha sungguh-sungguh). Dengan demikian,

    mujaahadah al-nafs bermakna mengerahkan segenap kemampuan dan upaya untuk memerangi sesuatu.

    Dengan kata lain, engkau menyapih dirimu dari berbagai syahwat dan keinginannya.

    Katakanlah, tidak kepada teman-teman yang menawarkan khamr. Katakanlah, saya akan tetap teguh di

    hadapan mereka dan tidak mau melakukan dosa itu. Jika nafsu terus saja mengajak pergi ke tempat

    maksiat, katakanlah, Tidak.

    Mari kita mengenal ragam jiwa terlebih dahulu.

    Pertama, jiwa yang selalu memerintah keburukan (al-nafs al-ammaarah bi-al-su). Jiwa inilah yangmendorong pemiliknya untuk melakukan segala yang mendatangkan murka Allah SWT. Jenis jiwa ini

    tidak dapat melawan maksiat..

    dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, karena sesungguhnya jiwa ini (nafsu) selalu

    memerintahkan kejahatan. (QS. Yusuf : 53)

    memang banyak jiwa semacam ini. Mari kita semua berlindung dari murka Allah dan jiwa yang

    memerintahkan keburukan

    Kedua, jiwa yang menyesali diri (al-nafs al-lawwaamah). Ketika manusia melakukan maksiat, itu

    membuatnya berpikir bagaimana ia bisa melakukan itu? Dan mengapa? Aku tidak akan mengulanginya

    lagi. Itulah jiwa yang setiap kali jatuh dalam kesalahan, begitu resah, merasa bersalah, dan takut kepada

    Allah SWT.

    aku bersumpah dengan hari kiamat. Aku juga bersumpah dengan jiwa yang selalu menyesali diri. (QS.

    Al-Qiyaamah : 1)

    Jenis jiwa ini selalu mengingat hari kiamat. Diantara cara untuk mengobati jiwa agar ia berubah dari jiwa

    yang selalu memerintahkan keburukan menjadi jiwa yang menyesal adalah mengingat hari kiamat.

    Katakanlah kepada jiwamu sendiri, engkau akan menghadap Tuhan. Engkau akan berdiri di hadapan

    Allah SWT apa yang bisa engkau banggakan dihadapan-Nya?

    Ketiga, jiwa yang tentram (al-nafs al-muthmainnah). Inilah jiwa yang takut dan berharap kepada AllahSWT serta senantiasa ridho kepada-Nya. Meski semua orang disekitarnya merasa bingung, resah, dan

    takut, orang berjiwa tentram tidak resah sedikitpun. Alangkah indahnya jiwa yang tentram

    wahai jiwa yang tentramkembalilah kepada Tuhanmu dengan ridho dan diridhoi-Nya. Masuklah kedalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku(Al-Fajr : 27-30)

    Keempat, jiwa lalai (al-nafs al-ghaafilah). Ini adalah jenis jiwa paling berbahaya. Ia tidak bersungguh-

    sungguh. Pemiliknya bukanlah orang yang rusak, pembangkang, dan pembuat dosa besar. Ia bukan

    pemilik jiwa yang memerintahkan keburukan, namun juga bukan orang yang taat dan bersungguh-

    sungguh menuju Allah SWT. Ia bukan pemilik jiwa yang menyesal ketika melakukan maksiat, tetapi

    selalu melalaikan dirinya dalam kehidupan duniawi dan selalu berbuat semaunya. Misalnya, seorangwanita yang cantik dan santun. Ia terdidik dengan pendidikan yang bagus, tetapi ketika engkau

    melihatnya dari sisi spiritual, posisinya terhadap Allah tidak jelas. Ia bukan wanita pelaku maksiat, namun

    ia juga bukan wanita yang taat. Ia tersesat.

    Percayakah engkau bahwa tobat jiwa yang lalai ini lebih sulit daripada tobat jiwa yang memerintahkan

    keburukan? Itulah mengapa syaiton selalu memperdayainya. Jiwa lalai adalah jenis jiwa paling sulit.

    Banyak orang tidak termasuk pelaku dosa dan ahli maksiat, tetapi pada waktu yang sama juga bukan

    termasuk orang yang taat. Sebagian besar manusia tersesat.

    Jenis apakah jiwamu?

  • 7/31/2019 Mujaahadah Al Nafs

    3/4

    ARI ASTUTI

    2006.031.0020 / 13

    3

    Kita bertanya-tanya, apakah jiwa tetap dalam kondisi tertentu dan tidak berubah? Ataukah keempat jenisdi atas bisa terwujud dalam satu hari?

    Itu mungkin terjadi.

    .

    Umar bin Khattab mengambil pedangnya untuk membunuh Nabi SAW. Ia kemudian bertemu dengan

    seseorang. Orang itu berkata kepadanya, Bunuhlah dulu saudara perempuanmu, sebab ia telah memelukIslam. Umar lalu pergi menemui saudara perempuannya dan menamparnya dengan keras sampai-sampai

    antingnya lepas dari telinga dan bibirnya berdarah. Sungguh jiwa yang keras. Namun, ketika mendengar

    QS. Thahaa (1-4),

    Thahaa. Kami tidak menurunkan Al-Quran kepadamu agar engkau menjadi susah, tetapi ia merupakanperingatan bagi orang yang takut kepada-Nya. Ia diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan

    langit nan tinggi.

    Ia menangis dan berkata, apa yang harus kulakukan untuk masuk ke dalam agama ini? merekamenjawab, pergilah kepada Nabi SAW.. Dalam waktu kurang dari 24 jam, Umar telah berbalik daritadinya mau membunuh Nabi SAW berubah menjadi orang yang takut dan cinta kepada Allah SWT dan

    Rasul-Nya.

    Apakah yang terjadi pada dirinya? Sesuatu yang luar biasa pasti. Mengapa hal itu tidak terjadi pada diri

    kita?

    Jiwa bisa berubah hanya saja ia membutuhkan perjuangan, kejujuran, dan kesungguhan. Ia

    membutuhkan kejujuran yang disertai dengan tekad untuk mengisi seluruh sisa umurnya denganpendekatan diri kepada Allah SWT.

    Bisa jadi kita menemukan seseorang berkata, aku tidak mengetahui bagaimana mengendalikan jiwa. Akutidak tahu apakah syaiton yang memperdayaiku atau jiwaku sendiri?

    Jiwa mengetahui dosa yang berpengaruh terhadap manusia. Kalau ada dosa yang terus-menerus

    membuntuti, ia berasal dari jiwa, bukan dari syaiton, karena syaiton tidak peduli kita menjatuhkan pilihan

    pada dosa yang mana; setan selalu mendorong kita untuk melakukan dosa apapun yang ada di hadapan

    kita. Tentu ini merupakan perbedaan yang sangat penting sehingga engkau tidak mengatakan, syaitonlah

    yang mengelabuiku dan membuatku melakukan hal terkutuk itu. Syaiton tidak mempunyai tujuan

    kepada maksiat tertentu. Yang penting baginya adalah engkau melakukan maksiat. Ia berkata kepadamu,

    lakukan ini! engkau menjawab, Tidak! ia kembali menyuruhmu, namun engkau tetap berkata,

    tidak! maka ia berkata, kalau begitu,lakukanlah yang lain!

    Ia memindahkanmu dari satu maksiat ke maksiat lain. Tujuannya : engkau terjatuh dengan cara apapun.

    Lain halnya dengan jiwa atau nafsu, ia terus-menerus menghadirkan maksiat tertentu. Jika engkaumengatakan padanya Tidak! ia menjawab, aku menginginkan maksiat ini! dan hanya itu yang dituntutoleh jiwamu terus-menerus.

    Ia menjelaskan mengapa, meskipun syaiton dibelenggu saat bulan Romadlon, manusia tetap melakukan

    maksiat. Karena itu, pada bulan Romadlon, engkau bisa mengetahui siapa yang lebih kuat, nafsumu atau

    syaiton dalam dirimu. Perlu diingat bahwa sebagian orang pada bulan romadlon justru menjadi lebih

    buruk daripada sebelum romadlon. Itu karena jiwa mereka sangat buruk.

  • 7/31/2019 Mujaahadah Al Nafs

    4/4

    ARI ASTUTI

    2006.031.0020 / 13

    4

    Mengapa kadang kita tidak mampu mengendalikan jiwa kita? Bisa jadi sebabnya adalah kita tidak

    memiliki keyakinan yang cukup kepada Allah SWT. Dia telah berjanji kepada kita,

    orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk meraih ridho Kami, sungguh akan Kami tunjukkankepada mereka jalan-jalan kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang

    berbuat baik.

    Kita harus mempunyai keyakinan yang kuat bahwa Allah tidak menyia-nyiakan kita. Dengan kata lain,

    kalau engkau bersungguh-sungguh, Allah pasti membantumu. Lalu bagaimana caranyamengendalikan

    nafsu??

    1. Mintalah pertolongan Allah SWT, dengan berdoa, Allah, buatlah aku membenci segala sesuatuyang tidak Kau senangi. Mahasuci Allah, engkau akan melihat dirimu membenci segala yang

    mengundang murka Allah.

    Ini adalah persoalan penting. Demi Allah, banyak orang yang berdoa selama bertahun-tahun

    dengan mengucap, wahai Tuhan, bantulah aku! Keluarkan maksiat ini dari hatiku! ia tidakmeninggalkan semuanya, namun tiba-tiba ia bersumpah bahwa maksiat telah keluar dari kalbunya

    seperti sehelai rambut yang telah putus!

    Demikian kaidahnya. Jika ingin meninggalkan maksiat apapun, engkau harus menghampiri Dzatyang menggenggam kalbumu. Mungkin akan memakan waktu lama, karena Allah ingin menguji

    kejujuran tekadmu. Yang jelas, setelah itu maksiat akan keluar. insyaAllah2. Mendengarkan ceramah agama. Ingatlah bahwa iman kadang bertambah kadang berkurang.

    Ketika manusia mendengarkan ceramah agama dan memperoleh pengetahuan baru serta

    menerapkannya selama dua,tiga, empat hari, pasti ia bertambah taat.

    3. Menetapkan tujuan. Ketika pikiran selalu mengarah untuk meraih ridho Allah SWT dan masuksurga, pasti setiap hari ia akan berupaya untuk mengendalikan jiwa. Ketika ridho Allah mendapat

    porsi lebih besar dihatimu, bertambahlah usaha dan perjuanganmu karena engkau memiliki tujuan

    besar : masuk surga dan meraih ridho Allah.

    4. Yakin pada diri sendiri bahwa engkau bisa meninggalkan maksiat dan tidak akan kembalipadanya.

    5.

    Meninggalkan sahabat-sahabat buruk. Ini adalah cara paling utama.

    Saya akan menutup pembahasan ini dengan sebuah hadist dan kata penutup,

    Seseorang mendatangi Nabi dan berkata, aku ingin menjadi sahabatmu di surga, Nabi bersabda,bantulah aku untuk menolongmu dengan banyak bersujud.

    Dan kalimat penutupnya adalah ucapan Abu Bakar r.a kepada Umar bin Khattab r.a saat menunjuknya

    sebagai khalifah. Abu Bakar r.a menatap Umar r.a seraya berkata, Wahai Umar, yang sangat

    kukhawatirkan dari dirimu adalah nafsu dalam dirimu. Jika engkau bisa mengalahkannya, engkau bisa

    mengalahkan yang lainnya. Namun, jika engkau kalah olehnya, engkau akan lebih kalah lagi dalam

    menghadapi lainnya. Wahai Umar, ingat, nafsumu yang ada di dalam dirimu.

    Demikian sedikit ulasan saya mengenai mujaahadah al-nafs. Semoga hal ini menjadi bahan introspeksi

    besar dalam diri kita untuk menjadi manusia, seorang muslim, dengan kualitas yang lebih baik darisebelumnya.

    Wabillahitaufiq wal hidaayah. Wassalaamualaikum warohmatulloohi wabarokaatuh.