Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

106
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan alasan yang paling umum bagi pasien-pasien untuk memasuki tempat perawatan kesehatan dan merupakan alasan yang paling umum diberikan untuk pengobatan terhadap diri sendiri (Eccleston, 2010). Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP) nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan (Sudoyo dkk, 2009). Nyeri dapat diklasifikasikan sebagai “akut” dan “kronik”. Nyeri akut seringkali adaptif karena mengingatkan individu mengenai kehadiran dan lokasi dari cedera pada lapisan jaringan dan mengoreksi perilaku yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadapnya. Nyeri kronik, di sisi lain merujuk pada nyeri yang berkelanjutan lebih dari tiga bulan walaupun treatment dan usaha-usaha untuk mengatasinya telah dilakukan individu. Nyeri dapat berdampak pada semua area kehidupan seseorang dan seringkali berasosiasi dengan masalah-masalah

description

drff

Transcript of Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

Page 1: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Nyeri merupakan alasan yang paling umum bagi pasien-pasien untuk

memasuki tempat perawatan kesehatan dan merupakan alasan yang paling

umum diberikan untuk pengobatan terhadap diri sendiri (Eccleston, 2010).

Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP) nyeri

dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang

tidak menyenangkan berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial

akan menyebabkan kerusakan jaringan (Sudoyo dkk, 2009).

Nyeri dapat diklasifikasikan sebagai “akut” dan “kronik”. Nyeri akut

seringkali adaptif karena mengingatkan individu mengenai kehadiran dan

lokasi dari cedera pada lapisan jaringan dan mengoreksi perilaku yang dapat

menyebabkan atau berkontribusi terhadapnya. Nyeri kronik, di sisi lain

merujuk pada nyeri yang berkelanjutan lebih dari tiga bulan walaupun

treatment dan usaha-usaha untuk mengatasinya telah dilakukan individu.

Nyeri dapat berdampak pada semua area kehidupan seseorang dan seringkali

berasosiasi dengan masalah-masalah fungsional, psikologis, dan sosial. Lebih

lanjut lagi, nyeri kronik dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap

keluarga dan rekan-rekan penderita (Rospond, 2008). Pasien-pasien dengan

nyeri kronik dan akut yang berulang seringkali merasa ditolak oleh elemen-

elemen masyarakat yang hadir untuk melayani mereka. Mereka kehilangan

keyakinan dan menjadi frustasi serta terganggu dengan sistem pelayanan

kesehatan yang mungkin pada awalnya menciptakan ekspektasi-ekspektasi

Page 2: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

2

bagi kesembuhan tetapi mengecewakan para penderita nyeri ketika treatment

terbukti tidak adekuat (Turk, 2002). Nyeri merupakan situasi yang

menurunkan moral yang mengkonfrontasi penderita tidak hanya dengan stress

yang berasal dari nyeri tetapi jugadengan banyak kesulitan-kesulitan lain

yang menyertai yang mempengaruhi semua aspek kehidupan (Turk &

Monarch, 2002).

Nyeri itu sendiri bisa disebabkan oleh beberapa peristiwa, salah

satunya pada tindakan injeksi. Nyeri adalah komplikasi yang secara umum

terjadi ketika dilakukannya tindakan injeksi. Nyeri pada klien yang

dilakukan tindakan injeksi merupakan kategori nyeri nosiseptor mekanis

yang berespon terhadap kerusakan mekanis berupa tusukan jarum

(Sherwood, 2011). Hasil penelitiian menunjukan bahwa dari 125 laki-laki,

80% melaporkan nyeri setelah tindakan injeksi yang diberikan (Sartorius et

al, 2010).

Injeksi merupakan salah satu tindakan invasif yang biasa dilakukan

dalam pelayanan kesehatan. Rute pemberian injeksi dapat dilakukan melalui

subkutis (subkutan / SC), intramuskular (IM), intravena (IV), dan

intrathekal-intraspinal. Rute pemberian injeksi yang paling sering dilakukan

adalah melalui IM (Potter & Perry, 2005). Injeksi IM dapat dilakukan ke

dalam otot ventrogluteal, otot vastus lateralis, otot dorsogluteal, dan otot

deltoid (Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2009).

3

Injeksi IM umumnya memerlukan jarum berukuran 19 sampai 23,

bergantung pada viskositas obat. Setiap jarum memiliki 3 karakteristik

utama: kemiringan bavel, panjang batang dan ukuran atau diameter jarum.

Panjang jarum yang dipakai disesuaikan berdasarkan ukuran dan berat klien

Page 3: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

3

serta tipe jaringan yang akan diinjeksi obat (Potter & Perry, 2005).

Pertimbangan utama dalam pemberian injeksi IM adalah memilih

lokasi injeksi yang aman dan jauh dari pembuluh darah besar, saraf, dan

tulang (Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2009). Menginjeksi obat dalam

volume dan viskositas yang terlalu besar di tempat yang dipilih dapat

menimbulkan nyeri hebat dan dapat mengakibatkan jaringan setempat rusak.

Selain itu, kenyamanan juga menentukan tingkat nyeri yang dirasakan klien.

Posisi yang nyaman dapat membantu klien untuk mengurangi ketegangan

otot dan nyeri yang ditimbulkan karena prosedur injeksi yang dilakukan

(Potter & Perry, 2005). Posisi klien saat injeksi dapat tengkurap atau lateral

(Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh

Kuhu, Wijayanti & Sukrillah (2003) menunjukan bahwa posisi lateral yang

tidak diatur saat penyuntikan menyebabkan rasa sakit 3,947 kali lebih sakit

dibandingkan dengan posisi lateral diatur saat penyuntikan. Namun,

meskipun posisi sudah diatur senyaman mungkin, rasa nyeri seringkali

masih dirasakan.

Sensasi nyeri juga bervariasi antar individu. Penelitian menunjukan

bahwa wanita dan pria berbeda dalam berespon terhadap nyeri. Wanita

menunjukan sensitivitas yang lebih besar untuk diinduksi nyeri (Fillingim &

Maixner, 2009).

4

Pada tindakan injeksi, khususnya IM, masuknya jarum ke jaringan

yang banyak mengandung reseptor nyeri yaitu otot akan melewati beberapa

lapisan kulit, diiantaranya adalah lapisan subkutan, dimana terdapat

beberapa jaringan lemak. Semakin tebal jaringan lemak bawah kulit maka

jaringan otot yang mengalami kerusakan cenderung lebih sedikit dibanding

Page 4: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

4

orang dengan tebal lemak bawah kulit yang lebih rendah. Hal ini disebabkan

karena jarak antara kulit dengan otot lebih tebal dari normal. Hal tersebut

menyebabkan responden dengan obesitas cenderung mengalami tingkat

nyeri yang berbeda dibanding yang memiliki berat badan rendah ketika

dilakukan injeksi (Widyanto, 2012).

Tindakan injeksi IM sendiri paling banyak dilakukan pada klien

Keluarga Berencana (KB) atau akseptor KB Suntik. Tahun 2005 total

peserta KB baru di Kabupaten Banyumas adalah 71.893 orang dengan

rincian sebagai berikut : suntik (66,9%), pil (13,6%), kondom (8,3%),

implant (4,61%), IUD (4,46%), metode operasi wanita (1,31%), dan metode

operasi pria (0,72%) (BKKBN Kab. Banyumas, 2005). Data lain dari Dinas

Kesehatan Kab. Banyumas pada bulan Agustus 2011 menunjukan bahwa

kecamatan Kebasen memiliki jumlah peserta KB suntik terbanyak. Dari data

Puskesmas Kebasen menunjukan bahwa terdapat 8896 akseptor KB suntik

aktif pada bulan Januari sampai September 2011, 824 diantaranya berada di

Desa Kebasen.

Berdasarkan uraian di atas dan belum adanya penelitian tentang

hubungan antara tebal lipatan lemak bawah kulit dengan tingkat nyeri yang

dirasakan klien saat tindakan injeksi, maka dipandang perlu untuk dilakukan

5

penelitian mengenai hubungan antara tebal lemak bawah kulit (skinfold)

dengan intensitas nyeri.

B. Perumusan Masalah Penelitian

Nyeri lokal merupakan komplikasi yang relatif umum saat

dilakukan tindakan injeksi IM. Injeksi IM dapat dilakukan ke dalam otot

ventrogluteal, otot vastus lateralis, otot dorsogluteal, dan otot deltoid. Tebal

Page 5: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

5

lemak pada kulit juga dapat mempengaruhi tingkat intensitas nyeri yang

dirasakan. Pada tindakan injeksi, khususnya IM, dimana masuknya jarum

kejaringan otot akan melewati beberapa lapisan kulit, diantaranya adalah

lapisan subkutan, dimana terdapat beberapa jaringan lemak sehingga

semakin tebal jaringan lemak bawah kulit maka akan semakin sedikit

jaringan otot yang mengalami kerusakan karena tindakan injeksi yang

berakibat nyeri akan terasa lebih ringan. Berdasarkan latar belakang tersebut

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Adakah hubungan antara

tebal lemak bawah kulit (skinfold) dengan intensitas nyeri?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tebal lemak

bawah kulit (skinfold) dengan intensitas nyeri pada akseptor KB suntik

di bidan praktik swasta Wilayah Kerja Puskesmas Kebasen Banyumas.

6

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik (umur, berat badan, pendidikan, dan

pekerjaan) akseptor KB suntik di bidan praktik swasta Wilayah

Kerja Puskesmas Kebasen Banyumas.

b. Untuk mengetahui tebal lemak bawah kulit (skinfold) akseptor KB

suntik di bidan praktik swasta Wilayah Kerja Puskesmas Kebasen

Banyumas.

c. Mengetahui intensitas nyeri pada saat dilakukan tindakan injeksi IM

pada akseptor KB suntik di bidan praktik swasta Wilayah Kerja

Puskesmas Kebasen Banyumas.

Page 6: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

6

d. Menganalisis hubungan intensitas nyeri dengan tebal lemak bawah

kulit (skinfold) akseptor KB suntik di bidan praktik swasta Wilayah

Kerja Puskesmas Kebasen Banyumas.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki manfaat teoritis dan praktis

sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Menambah ilmu pengetahuan dari hasil penelitian tentang hubungan

antara tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan tingkat

intensitas nyeri akseptor KB suntik.

7

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi informasi terkait

hubungan tebal lemak bawah kulit (skinfold) dengan intensitas nyeri

saat injeksi IM dalam penerapannya dalam proses pendidikan.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi ilmiah

mengenai hubungan antara tebal lemak bawah kulit (skinfold)

dengan intensitas nyeri injeksi IM.

c. Bagi Praktisi

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai media promotif untuk

memeberikan informasi kepada klien mengenai hubungan tebal

lemak bawah kulit dengan intensitas nyeri dan menerapkan

pengelolaan nyeri ketika dilkukan injeksi IM berhubungan dengan

tebal lemak bawah kulit klien.

Page 7: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

7

E. Keaslian Penelitian

Sejauh penulis ketahui, berdasarkan telaah pustaka belum pernah

ada penelitian mengenai hubungan antara tebal lipatan lemak bawah kulit

(skinfold) dengan intensitas nyeri. Penelitian tentang “Hubungan antara

Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Intensitas Nyeri”

memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara tebal lipatan lemak

bawah kulit (skinfold) dengan tingkat intensitas nyeri. Akan tetapi ada

penelitian sejenis yang memiliki kesamaan yakni :

1. Gumilar (2010) yang meneliti hubungan tebal lemak bawah kulit

(skinfold) dengan usia awal andropouse. Penelitian ini menggunakan

studi penelitian observasional analitik dengan pendekatan crossectional

dengan teknik purposive sampling. Besar sampel yang digunakan adalah

30 orang yang bekerja di Fakultas Kedokteran UNS. Berdasarkan hasil

uji korelasi non-parametrik Spearman, diperoleh nilai signifikansi p =

0,027 (p ˂ 0,05) yang menunjukan bahwa korelasi antara tebal lemak

bawah kulit dengan usia awal andropouse adalah bermakna. Hasi uji

korelasi non-parametrik spearman didapatkan nilai r = 0,405

menunjukan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah.

2. Kuhu, Wijayanti & Sukrillah (2003) yang meneliti pengaruh posisi

lateral saat penyuntikan IM terhadap berkurangnya keluhan rasa sakit

pada klien di ruang penyakit dalam RSUD Prof. Margono Soekarjo

Purwokerto. Desain penelitian yang digunakan adalah pre experiment

one group pretest-posttest design dengan teknik stratified random

sampling. Jumlah sampel sebanyak 52 responden. Berdasarkan nilai

hasil uji Pearson Chi-square = 11,219 lebih besar dari nilai tabel = 3,48

Page 8: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

8

dengan tingkat pengaruh kecil yakni a = 0,001 dan dari nilai Odd ratio =

3,947 artinya posisi lateral tidak diatur saat penyuntikan menyebabkan

rasa sakit 3,947 kali lebih sakit dibandingkan dengan posisi lateral diatur

saat penyuntikan.

3. Peristiami (2010) yang meneliti perbedaan respon nyeri anak umur 1-7

tahun pada pemasangan infus dan injeksi di RSUD Purbalingga.

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini

berjumlah 60 anak dengan umur 1-7 tahun. Hasil

penelitian ini didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna secara

statistik antara respon nyeri anak umur 1-7 tahun pada pemasangan infus

dan injeksi di RSUD Purbalingga (nilai p ˃ 0,05).

4. Widyanto (2012) yang meneliti tentang perbedaan injeksi IM gluteal

pada posisi lateral dan tengkurap terhadap tingkat nyeri akseptor KB

suntik di bidan praktik swasta Nastiti wilayah kerja Puskesmas Kebasen

Banyumas. Penelitian ini menggunakan metode quasi experiment

dengan rancangan posttest only with control group design. Metode

pengambilan sampel pada penelitian ini adalah consecutive sampling.

Sampel merupakan akseptor KB suntik berjumlah 92 orang.

Berdasarkan hasil analisa statistik dengan independent samples test

dengan a = 0,05 didapatkan nilai t = 0,717 dan nilai p = 0,475. Artinya

tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat nyeri injeksi IM

gluteal pada posisi lateral dan tengkurap di bidan praktik swasta Nastiti

wilayah kerja Puskesmas Kebasen Banyumas.

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 9: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

9

A. Landasan Teori

1. Obesitas

Obesitas berasal dari bahasa latin yang mempunyai arti makna

berlebihan, tetapi saat ini obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan

atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh

secara berlebihan. Penderita obesitas yaitu orang yang mempunyai berat

badan sangat berlebihan, secar umum dapat didiagnosa dengan hanya

dengan melihat secar fisik. Namun perlu diwaspadai bahwa masalah

obesitas tidak hanya sekedar mempengaruhi penampilan seseorang.

Masalah obesitas biasanya juga disertai masalah kesehatan lain seperti

diabetes mellitus, penyakit jantung koroner dan hipertensi, kanker,

penyakit ginjal, dan penyakit hati yang dapat menyebabkan kematian

(Azwar, 2004).

Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan

adanya keseimbangan energi positif, sebagai akibat ketidakseimbangan

antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan

energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar

gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor eksogen /

nutrisional (obesitas primer) sedang faktor endogen (obesitas skunder) akibat

kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik hanya sekitar 10%

(Hidayati et al, 2010).

Kegemukan atau obesitas terjadi karena mengkonsumsi kalori

lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Bila kelebihan ini terjadi

dalam jangka waktu lama, dan tidak diimbangi dengan aktivitas yang

cukup untuk membakar kelebihan energi, lambat laun kelebihan energi

tersebut akan diubah menjadi lemak dan ditimbun di dalam sel lemak di

Page 10: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

10

bawah kulit. Akibatnya orang tersebut akan menjadi gemuk. Pada

awalnya ditandai dengan peningkatan berat badan, pada wanita

penumpukan jarigan lemak, biasanya berada di sekitar pinggul, paha,

lengan, punggung dan perut, baru meluas ke seluruh tubuh sampai ke

wajah. Sedangkan laki-laki, penumpukan jaringan lemak umumnya

terjadi di bagian perut (Azwar, 2004).

Menurut Wirakusumah (2001), ada dua tipe kegemukan

berdasarkan distribusinya dalam tubuh, yaitu :

a. Tipe Android (Tipe buah Apel)

Kegemukan tipe ini ditandai dengan penumpukan lemak yang

berlebihan di bagian tubuh sebelah atas yaitu sekitar dada, pundak,

leher, dan muka. Umumnya tipe ini terjadi pada pria dan wanita

yang sudah menopause. Lemak yang menumpuk pada tipe android

lebih banyak terdiri atas lemak jenuh yang mengandung sel-sel

lemak yang besar. Menurut Jean Vague (2006), obesitas dengan tipe

android berpotensi dan beresiko lebih tinggi menderita penyakit

yang berhubungan dengan metabolisme lemak dan glukosa seperti

12

diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, stroke, perdarahan otak,

tekanan darah tinggi, dan kemungkinan untuk terserang kanker

payudara 6 kali lebih besar dibandingkan dengan yang mempunyai

berat badan normal.

b. Tipe Ginecoid (Tipe Buah Pear)

Pada tipe ini, lemak tertimbun di bagian tubuh sebelah bawah

yaitu sekitar perut, pinggul, paha, pantat, dan umumnya ditemui

wanita. Lemak tersebut terdiri atas lemak tidak jenuh, sel lemak

Page 11: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

11

kecil dan lembek. Tipe ginecoid lebih aman bila dibandingkan

dengan tipe android karena lebih kecil kemungkinan mengalami

resiko terkena penyakit.

Menurut Hidayati et el (2010), ada beberapa faktor penyebab

obesitas, yaitu :

a. Faktor Genetik

Perenteral faness merupakan faktor genetik yang

berperanan besar. Obesitas dapat menurun dalam keluarga tetapi

mekanismenya sampai saat ini masih belum jelas, walaupun dalam

anggota keluarga secara genetik dapat mengalami kelebihan berat

badan. Hal ini dimungkinkan karena banyak gen yang terlibat dalam

proses pengeluaran dan pemasukan energi. Penelitian yang

dilakukan pada tahun 1994 terhadap gen obesitas pada tikus telah

membuka wawasan mengenai bidang ini. Gen obese ini merupakan

suatu protein yang dikenal dengan nama leptin dan diproduksi oleh

sel-sel lemak (adipositas) yag disekresikan ke dalam darah. Leptin ini berperan

sebagai suatu duta (messenger) dari jaringan adiposa

yang memberikan informasi ke otak mengenai ukuran massa lemak.

Salah satu efek utamanya adalah sebagai penghambat sintesa dan

pelepasan neuropeptida Y, dengan cara meningkatkan asupan

makanan, menurunkan termogenesis dan meningkatkan kadar

insulin. Leptin memberitahukan otak mengenai jumlah lemak yang

tersedia, tetapi pada orang obesitas proses ini tidak berjalan.

b. Faktor Linngkungan

1) Aktifitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan komponen utama dari

Page 12: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

12

energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari total energy

expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan

antara aktivitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas.

Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko

peningkatan berat badan sebesar ≥ 5 jg. Penelitian di Jepang

menunjukan risiko obesitas yang rendah pada kelompok yang

mempunyai kebiasaan olahraga, sedang penelitian di Amerika

menunjukan penurunan berat badan dengan jogging, aerobik,

tetapi untuk olahraga tim dan tenis tidak menunjukan penurunan

berat badan yang signifikan.

2) Faktor Nutrisi

Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukan

bahwa kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko

peningkatan berat badan lebih besar dibanding kelompok dengan asupan rendah

lemak. Penelitian lain menunjukan

peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko

obesitas sebesar 1,46 kali. Keadaan ini disebabkan karena

makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan

lebih tidak mengenyangkan serta memiliki efek termogenesis

yang lebih kecil dibandingakan dengan makanan yang banyak

mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juaga

mempunyai rasa yang lebih lezat sehingga akan meningkatkan

selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan.

Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga

menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas

penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan

Page 13: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

13

metabolisme asam amino diregulasi dengan ketat, sehingga bila

intake protein berlebihan dapat dipastikan akan dioksidasi.

Karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk

glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi

karbohidrat diregulasi sangat ketat dan cepat, sehingga

perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan

asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan

asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari

karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak

tubuh. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan

oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan di

dalam jaringan lemak.

15

3) Faktor Sosial Ekonomi

Perubahn pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidu,

pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi

pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu

data menunjukan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adnya

perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktivitas

fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang

mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.

2. Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold)

Antropometri merupakan ukuran dari berbagai dimensi fisik

dan komposisi tubuh manusia yang dibedakan menurut umur dan tingkat

gizi. Indeks antropometri terdiri dari berbagai macam, baik tunggal

(misalnya berat/umur), maupun kombinasi (berat/tinggi, triceps skinfold

Page 14: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

14

dan mid-upper-arm circumference). Pengukuran antropometri antara

lain dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran indeks massa

tubuh (IMT), skinfold thickness serta rasio lingkar pinggang dan pinggul

(RLPP) (Gibson, 2005).

Keunggulan metode antropometri adalah prosedur sederhana,

aman, non-invasif, tidak butuh tenaga ahli, ekonomis, mudahh

dimengerti awam. Kelemahannya adalah pada alatnya (diatasi dengan

peneraan berkala, pemeriksa (observer error) dalam pendataan dan

pencatatan, dan butuh umur yang tepat (Sudibjo, 2001).

16

Pada orang dewasa kelebihan berat badan ditunjukan dengan

adanya penumpukan lemak tubuh. Sepertiga dan total lemak tubuh dapat

didekati dengan cara pengukuran lemak tubuh (subkutan). Lemak tubuh

dapat diukur dalam bentuk absolut (kg) sebagai berat total lemak tubuh

atau berupa persentase dari berat badan total. Ketebalan dari lemak

tubuh subkutan pada beberapa bagian tubuh dapat diestimasi dengan

menggunakan alat ukur skinfold caliper. Pada orang yang obes terjadi

kesulitan sehingga meningkatkan error, sedangkan pada orang yang

menderita oedema, umumnya terjadi overestimate (Gibson, 2005).

Untuk mengetahui jumlah presentase lemak tubuh dilakukan

dengan mengukur ketebalan lemak pada bagian tubuh tertentu. Cara

yang sering dikerjakan adalah mengukur 4 tempat, yakni : triceps, bicep,

suprailliaca, dan subscapulla menggunakan pecepit (skinfold caliper).

Pengukuran dengan skinfold caliper ini lebih praktis untuk memperoleh

hasil yang sesuai (Sudibjo, 2001).

Pengukuran lemak tubuh pada triceps, biceps, suprailiaca, dan

Page 15: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

15

subscapula diukur dalam satuan milimeter (mm). Untuk mendapatkan

presentasi lemak tubuh, total lemak dalam presentase dikalikan dengan

berat badan probandus (kg) (Sukmaniah, 2009).

Cara pengukuran :

a. Lipatan kulit triceps diukur dari pertengahan lengan atas bagian

belakang. Subjek berdiri dengan lengan rileks dan palmar

menghadap ke bagian lateral paha, palpasi ujung dari acromion dan

olecranon. Tandai titik tepat di tengah antara kedua titik tersebut.

17

Pengukuran tebal kulit dilakukan di daerah yang ditandai pada

bagian posterior otot triceps, dengan menarik kulit pada arah vertikal

sejajar dengan axis panjang (Gibson, 2005).

b. Lipatan kulit biceps diukur dari ketebalan lipatan kulit secara

vertikal pada bagian depan pertengahan lengan atas, tepat di atas

pertengahan fossa cubiti, sejajar dengan lipatan kulit trices (Gibson,

2005).

c. Lipatan kulit subscapular diukur di bawah dan di sebelah lateral dari

sudut puncak bahu, dalam keadaan bahu dan lengan relaksasi.

Meletakan tangan probandus di belakang dapat membantu

mengidentifikasi letak daerah yang diukur. Lipatan kulit harus

bersudut 45º dari posisi horizontal, sejajar dengan perbatasan dari

scapula (Gibson, 2005).

d. Lipatan kulit suprailiaca diukur dari garis pertengahan axilaris,

sedikit lebih tinggi dari puncak iliac. Lipatan kulit diambil secara

oblicue di belakang garis pertengahan axilaris sampai garis belahan

iliaka (Gibson, 2005).

Page 16: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

16

Setelah didapatkan jumlah total lemak tubuh, untuk

mengetahui kelompok persentase lemak tubuh, total lemak dalam

persentase dikalikan dengan berat badan probandus (kg).

18

3. Nyeri

a. Pengertian

Nyeri merupakan mekanisme protektif yang dimaksudkan

untuk menimbulkan kesadaran bahwa telah atau akan terjadi

kerusakan jaringan. Nyeri disertai oleh respon perilaku termotivasi

(penarikan atau pertahanan) serta reaksi emosi (Sherwood, 2011).

Menurut IASP, nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman

sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan

dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan

kerusakan jaringan (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata &

Setiati, 2009).

b. Patofisiologi Nyeri

Nyeri merupakan campuan reaksi fisik, emosi, dan perilaku

(Potter & Perry, 2006). Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor

dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah

nosiseptor yaitu ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki

sedikit mielin yang tersebar pada kulit dan mukosa (Hidayat, 2006).

Sherwood (2011) mengemukakan bahwa terdapat tiga kategori

reseptor nyeri yaitu nosiseptor mekanis, nosiseptor termal, dan

nosiseptor polimodal. Nosiseptor mekanis berespon terhadap

kerusakan mekanis misalnya tusukan. Nosiseptor termal berespon

terhadap suhu yang berlebihan terutama panas dan nosiseptor

Page 17: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

17

polimodal berespon terhadap semua jenis rangsangan yang

merusakan.

19

Proses nyeri dimulai dari stimulasi nosiseptor oleh stimulus

noxious sampai terjadinya pengalaman subjektif nyeri adalah suatu

seri kejadian elektrik dan kimia. Kejadian tersebut dapat

dikelompokan menjadi 4 proses yaitu transduksi, transmisi,

modulasi, dan persepsi (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata &

Setiati, 2009). Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang

mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor

nyeri (Price & Wilson, 2006). Kerusakan jaringan menyebabkan

terlepasnya substansi kimia endogen berupa bradikinin, substansi P,

serotonin, histamin, ion H, ion K, prostaglandin. Zat kimia ini

terlepas ke dalam cairan ekstraseluler yang melingkupi nosiseptor

(Setiabudi, 2005). Substansi kimia ini pada gilirannya akan

merangsang dilepaskannya substansi P dari ujung-ujung saraf ABeta

dan serabut saraf C yang disebut sebagai nosiseptor.

Terlepasnya substansi nyeri pada daerah kerusakan jaringan selain

akan meningkatkan kualitas dan kuantitas nosiseptor, sehingga

proses transduksi semakin meningkat (Suryaniati, 2006).

Transmisi nyeri meliibatkan proses penyaluran impuls nyeri

dari tempat transduksi melalui serabut aferen primer nosispeptif dari

perifer lewat radiks posterior medulla spinalis (Price & Wilson,

2006). Kornu poosterior berfungsi sebagai jalur desendens dari otak

untuk melakukan modulasi impuls dari perifer. Impuls selanjutnya

disalurkan ke daerah somatosensorik di orteks serebri dan

Page 18: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

18

diterjemahkan (Setiabudi, 2005).

20

Modulasi nyeri melibatkan aktivittas saraf melalui jalurjalur

saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi

nyeri setinggi medulla spinalis (Price & Wilson, 2006). Proses

modulasi dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, pendidikan, status

emosional dan kultur dari seseorang. Proses modulasi menyebabkan

persepsi nyeri setiap orang berbeda karena ditentukan oleh makna

atau arti suatu input nyeri (Suryaniati, 2006). Sistem pengendali

modulasi berupa sisitem gerbang kendali spinal atau the gate control

theory of pain. Terdiri dari substansia gelatinosa sebagai

penghambat sel transmisi T, serabut aferen diameter besar akan

menutup gerbang, diameter kecil akan menutup gerbang. Subbstansi

yang bekerja sebagai modulator nyeri di medulla spinalis yaitu

dinorfin, enkefaliin, noradrenalin, dopamin 5 HT2, GABA akan

menghambat nyeri. Substasi yang meningkatkan nyeri yaitu

substansi P, ATP, asam amino eksitatori (Setiabudi, 2005).

Proses terakhir adalah persepsi nyeri yaitu pengalaman

subjektif nyeri yang dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh

saraf (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata & Setiati, 2009). Sel

transmisi T di dalam sistem gerbang spinnal kendali nyeri menerima

impuls sensoris yang datang dari perifer. Apabila impuls melebihi

atau sama dengan ambang T, impuls nosiseptif tersebut dapat

melewati sistem gerbang kendali dan diteruskan ke pusat-pusat

supraspinal yang lebih tinggi di korteks somatosensoris, kortek

transisional dan sebagainya. Semua impuls nyeri sensoris perifer

Page 19: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

19

21

serta sinyal kognitif pada korteks afeksi dan kognisi akan

berintegrasi dan menimbulkan persepsi yang diterima sebagai

pengalaman nyeri (Setiabudi, 2005). Persepsi tentang reaksi terhadap

stimulus nyeri dapat menurun sesuai dengan umur (Smeltzer & Bare,

2002).

Nyeri bersifat subjektif dan merupakan suatu sensasi

sekaligus emosi. Walaupun merupakan pengalaman subjektif dengan

komponen sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, nyeri

melihatkan beberapa bukti objektif. Mengamati ekspresi wajah klien,

mendengarkan tangisan atau erangan, dan mengamati tanda-tanda

vital dapat memberi petunjuk mengenai derajat nyeri yang dialami

klien (Potter & Perry, 2006).

c. Respon Nyeri

Respon fidiologis dan perilaku akan dialami oleh seseorang

yang mengalami nyeri (Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2009).

1) Respon Fisiologis

Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju

ke bidang otak dan talamus, sisitem saraf otonom menjadi

terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Stimulasi pada

cabang simpatis pada sisitem saraf otonom menghasilkan respon

fisiologis (Potter & Perry, 2006). Respon fisiologis bervariasi

sesuai dengan asal dan durasi nyeri. Pada awal awitan nyeri akut,

sistem saraf simpatis terstimulasi mengakibatkan peningkatan

tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas, pucat, diaforesis,

22

Page 20: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

20

dan dilatasi pupil. Respon fisiologis paling mungkin tidak

tampak pada klien dengan nyeri kronis sebab sistem saraf pusat

telah beradaptasi (Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2009).

2) Respon Perilaku

Individu bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang

berbeda-beda, namun tetap memperlihatkan respon objektif yang

sama. Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang

mengindikasikan nyeri meliputi menggerakan gigi, memegang

bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok, dan

ekspresi wajah yang menyeringai. Gerakan tersebut bergantung

pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini seseorang (Potter &

Perry, 2006). Respon perilaku terhadap rasa nyeri menurut

Berman, Snyder, Kozier & Erb, (2009) adalah sebagai berikut :

a) Gigi mengatup

b) Menutup mata dengan rapat

c) Menggigit bibir bawah

d) Wajah meringis

e) Merintih dan mengerang

f) Merengek

g) Menangis

h) Menjerit

i) Imobilisasi tubuh

j) Menjaga bagian tubuh

k) Gelisah, melempar benda, berbalik

23

l) Pergerakan tubuh berirama

Page 21: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

21

m) Menggosok bagian tubuh

n) Menyangga bagian tubuh yang sakit

d. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, sehingga banyak

faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri individu (Potter &

Perry, 2006). Nyeri yang dirasakan individu saat dilakukan injeksi

dapat dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya, umur dan obesitas

(Sartorius, Fennel, Turner, Conway & Handelsman, 2010). Jenis

kelamin juga mempengaruhi nyeri nyeri individu, wanita

menunjukan sensitivitas yang lebih besar untuk diinduksi nyeri

daripada pria (Fillingim & Maixner, 2009). Menurut Potter & Perry

(2006) faktor lain yang mempengaruhi nyeri antara lain kebudayaan,

makna nyeri, perhatian, ansietas, keletihan, gaya koping serta

dukungan keluarga dan sosial.

Faktor internal lain yang mempengaruhi nyeri dapat

diakibatkan karena gangguan neurologis. Individu yang mengalami

gangguan neurologis akan memberikan respon yang berbeda

terhadap rangsangan nyeri yang dibeikan. Gangguan neurologis akan

mempengaruhi kemampuan individu merasa nyeri (Smeltzer & Bare,

2002). Gangguan neurologis dapat berupa paralisis yaitu kehilangan

fungsi saraf yang lengkap atau tidak lengkap pada sebagian tubuh.

Gangguan ini bisa bersifat sensorik atau motorik atau keduannya

(Hinclliff, 1999).

24

Tingkat nyeri yang dirasakan tidak hanya dipengaruhi oleh

faktor internal, namun juga faktor eksternal seperti obat, teknik dan

Page 22: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

22

pemilihan alat injeksi. Perbedaan volume spuit dan panjang jarum

yang digunakan dapat mempengaruhi nyeri yang dirasakan (Potter &

Perry, 2005). Hal tersebut berkaitan dengan pemilihan metode atau

teknik injeksi yang mampu mempengaruhi nyeri individu (Setiadi,

Aulawi & Setyarini, 2003). Penelitian Chung, Ng & Wong (2002)

menunjukan bahwa tekanan saat melakukan injeksi memengaruhi

nyeri individu. Faktor obat seperti volume yang akan diberikan,

karakteristik dan viskositas juga dapat mempengaruhi nyeri (Potter

& Perry, 2005).

e. Penilaian Klinis Nyeri

1) Numeic Rating Scale (NRS)

NRS digunakan untuk menilai intensitas atau keparahan

nyeri dan memberi kebebasan penuh klien untuk

mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry, 2006). NRS

merupakan skala nyeri yang popular dan lebih banyak digunakan

di klinik, khususnya pada kondisi akut, mengukur intensitas

nyeri sebelum dan sesudah intervensi teraupetik, mudah

digunakan dan didokumentasikan (Strong, et. al, 2002 dalam

Datak, 2008).

Gambar 2.1 Numeric rating scale (NRS)

25

2) Verbal Respon Scale (VRS)

Pengkuran nyeri dapat menanyakan respon klien

terhadap nyeri secara vebal dengan memberikan 5 pilihan yaitu

tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri berat, dan nyeri luar biasa (tidak

tertahankan). Skala pendeskripsi verbal merupakan sebuah garis

Page 23: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

23

yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang

tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.

Pendeskripsi ini diurutkan dari tidak terasa nyeri sampai nyeri

yang tidak tertahankan. Perawat menunjukan klien tentang skala

tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri

terbaru yang dirasakannya. Perawat juga menanyakan seberapa

jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri

terasa tidak menyakitkan. Alat VDS memungkinkan klien untuk

memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan rasa nyeri

(Potter & Perry, 2006).

3) Visual Analogue Scale (VAS)

VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili

intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat

pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memeberi

kebebasan klien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS

dapat merupakan pengukur keparahan yang lebih sensitif karena

klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada

dipaksa untuk memilih satu kata atau satu angka (Potter & Perry,

2006). Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk

26

menggambarkan tingkat nyeri. Pengukuran pada nilai di bawah 4

dikatakan sebagai nyeri ringan, nilai antara 4-7 dinyatakan

sebagai nyeri sedang dan di atas 7 dianggap sebagai nyeri hebat

(Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata & Setiati, 2009).

Gambar 2.2 Visual analogue scale (VAS)

4) Face Pain Scale (FPS)

Page 24: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

24

Pengukuran nyeri dengan menggunakan gambar ekspresi

wajah dengan 7 macam ekspresi wajah. Nilai berkisar antara 0

sampai dengan 6. Nilai 0 mengindikasikan tidak nyeri, 6

mengindikasikan nyeri yang buruk. FPS biasa digunakan untuk

mengkaji intensitas nyeri pada anak-anak (Wong, 2011).

Gambar 2.3 Face Pain Scale (FPS)

4. Injeksi

a. Pengertian

Injeksi atau parenteral adalah sediaan farmasetis steril

berupa larutan, emulsi, susupensi atau serbuk yang harus dilarutkan

atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Memberikan

injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan

menggunakan teknik steril. Efek obat yang diberikan secara

0 1 2 3 4 5 6

27

parenteral dapat berkembang dengan cepat, bergantung pada

kecepatan absorbsi obat (Potter & Perry, 2005).

b. Peralatan Injeksi

Ada berbagai spuit dan jarum yang tersedia dan masingmasing

didesain untuk menyalurkan volume obat tertentu ke tipe

jaringan tertentu. Spuit terdiri dari tabung (barrel) berbentuk silinder

dengan bagian ujung (tip) didesain tepat berpasangan dengan jarum

hipodermis dan alat penghisap (plunger) yang tepat menempati

rongga spuit. Spuit terdiri dari berbagai ukuran dari 0,5 sampai 0,6

ml. Volume yang lebih besar menimbulkan rasa tidak nyaman

(Potter & Perry, 2005).

Page 25: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

25

Supaya individu lebih fleksibel dalam memilih jarum yang

tepat, jarum dibungkus secara individual. Jarum memiliki 3 bagian,

hub yang tepat terpasang pada ujung sebuah spuit, batang jarum

(shaft) yang terhubung dengan bagian pusat dan bavel yakni bagian

ujung yang miring. Setiap jarum memiliki 3 karakteristik utama:

kemiringan bavel, panjang batang jarum dan ukuran atau diameter

jarum. Panjang jarum yang dipakai disesuaikan berdasarkan ukuran

dan berat klien serta tipe jaringan yang akan diinjeksi obat (Potter &

Perry, 2005).

c. Pertimbangan Melakukan Injeksi

Pertimbangan utama dalam pemberian injeksi IM adalah

memilih lokasi injeksi yang aman dan jauh dari pembuluh darah

besar, saraf, dan tulang (Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2009).

28

Karakteristik jaringan mempengaruhi absorbsi obat dan awitan kerja

obat. Tenaga kesehatan harus mengetahui volume obat yang akan

diberikan, karakteristik dan viskositas obat dan lokasi struktur

anatomi tubuh yang berada di bawah tempat injeksi sebelum

menyuntikan obat (Potter & Perry, 2005).

Kontraindikasi penggunaan lokasi untuk injeksi antara lain

cedera jaringan dan adanya nodul, bengkak, abses, nyeri tekan, atau

keadaan patologis lainnya (Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2009).

Integritas otot perlu dikaji sebelum memberikan injeksi. Injeksi

berulang di otot yang sama menyebabkan timbulnya rasa tidak

nyaman yang berat (Potter & Perry, 2005).

Konsekuensi yang serius dapat terjadi, jika injeksi tidak

Page 26: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

26

diberikan secara tepat. Kegagalan dalam memilih tempat injeksi

yang tepat, sehubungan dengan penanda anatomis tubuh, dapat

menyebabkan timbulnya kerusakan saraf atau tulang selama insersi

jarum. Menginjeksi obat dalam volume yang terlalu besar di tempat

yang dipilih dapat menimbulkan nyeri hebat dan dapat

mengakibatkan jaringan setempat rusak. (Potter & Perry, 2005).

d. Rute Pemberian Injeksi

Setiap pemberian injeksi unik berdasarkan tipe jaringan

yang akan diinjeksi obat. Rute pemberian injeksi dapat dilakukan

melalui SC, IM, IV, dan intrathekal-intraspinal. Setiap tipe injeksi

membutuhkan keterampilan tertentu untuk menjamin obat mencapai

lokasi yang tepat (Potter & Perry, 2005).

29

Ijeksi IM umumnya memrlukan jarum berukuran 19 sampai

23, bergantung pada viskositas obat. Rute IM memungkinkan

absorbsi obat lebih cepat daripada rute SC karena pembuluh darah

lebih banyak terdapat di otot. Injeksi IM dapat dilakukan Ke dalam

otot ventrogluteal, otot vastuslateralis, otot dorsogluteal, otot

deltoid (Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2009).

1) Otot Vastus Lateralis

Otot Vastus Lateralis yang tebal dan berkembang baik adalah

tempat yang dipilih untuk dewasa, anak-anak dan bayi. Otot

terletak di bagian lateral anterior paha dan pada orang dewasa

membentang sepanjang satu tangan di atas lutut sampai

sepanjang satu tangan di bawah trokanter femur. Sepertiga

tengah otot merupakan tempat terbaik injeksi. Lebar tempat

Page 27: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

27

injeksi membentang dari garis tengah bagian atas paha sampai ke

garis tengah sisi luar paha (Potter & Perry, 2005).

Gambar 2.4 Otot Vastus Lateralis

30

2) Otot Ventrogluteal

Otot ventrogluteal meliputi gluteal medius dan minimus

(Potter & Perry, 2005). Lokasi ventrogluteal adalah lokasi

yang disukai untuk injeksi IM karena lokasi ini tidak

mengandung saraf atau pembuluh darah besar. Memiliki otot

gluteal yang tebal terdiri dari gluteal medius dan minimus.

Mengandung lemak yang lebih sedikit dibandingkan area bokong

secara konsisten sehingga tidak perlu untuk menentukan

kedalaman lemak subkutaneus dan diisolasi oleh tulang

(Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2009).

Klien berbaring di atas salah satu sisi tubuh dengan menekuk

lutut, perawat kemudian mencari otot dengan menempatkan

telapak tangan di atas trokhanter mayor dan jari telunjuk pada

spina iliaka superior anterior panggul paha klien. Tangan

kanan digunakan untuk panggul kiri dan tangan kiri digunakan

untuk panggul kanan (Potter & Perry, 2005). Jari telunjuk

diletakkan pada spina iliaka anterior superior, perawat

merentangkan jari tengah ke dorsal (menuju bokong), palpasi

krista iliaka, kemudian tekan dibawahnya. Segitiga yang

terbentuk antara jari telunjuk, jari tengah, dan krista iliaka adalah

lokasi injeksi (Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2009).

31

Page 28: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

28

Gambar 2.5 Otot ventrogluteal

3) Otot Dorsogluteal

Otot dorsogluteal merupakan tempat biasa digunakan untuk

injeksi IM. Namun, insersi jarum yang tidak disengaja ke

dalam saraf siatik dapat menyebabkan paralisis permanen atau

sebagian pada tungkai yang bersangkutan. Pembuluh darah

utama dan tulang juga dekat tempat injeksi. Pada klien yang

jaringannya kendur, tempat injeksi sulit ditemukan. Daerah

dorsogluteal berada di bagian atas luar kuadran atas luar bokong,

kira-kira 5 sampai 8 cm di bawah krista iliaka (Potter & Perry,

2005).

Gambar 2.6 Otot dorsogluteal

4) Otot Deltoid

Tempat injeksi otot deltoid terletak di bagian tengah segitiga

sekitar 2,5 sampai 5 cm di bawah prosesus akromion. Perawat

juga dapat menentukan lokasi injeksi dengan menempatkan

32

empat jari di atas otot deltoid, dengan jari teratas berada di

sepanjang prosesus akromion. Tempat injeksi terletak tiga jari di

bawah prosesus akromion (Potter & Perry, 2005).

Gambar 2.7 Otot deltoid

e. Cara Melakukan Injeksi

Cara melakukan injeksi IM menurut Saiffudin,

Affandi, Baharudin & Soekir (2006) adalah sebagai berikut :

1) Identifikasi klien

2) Memberitahu klien tentang penyuntikan yang akan dilakukan

Page 29: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

29

3) Cuci tangan sebelum bertugas

4) Mengambil alat (spuit) dan bahan (alkohol dan kapas)

5) Mengeluarkan gelembung udara dalam tabung dan spuit bila

ada

6) Menyiapkan obat yang akan disuntikkan (Depo provera 3

ml/150 mg atau 1 ml/150 mg)

7) Membebaskan spuit dari udara

8) Menentukan lokasi suntik dan titik injeksi

33

9) Bersihkan kulit yang akan diinjeksi dengan kapas alkohol yang

dibasahi alkohol 60-90%

10) Biarkan kulit tersebut kering sebelum dapat diinjeksi

11) Lakukan aspirasi sebelum obat diinjeksikan

12) Injeksi secara IM dalam (90º) di daerah pantat (daerah gluteal)

5. Hubungan Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Intensitas

Nyeri Saat Injeksi IM

Menurut The International Association for the Study of Pain

(IASP) nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan

emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan kerusakan

jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan jaringan (Sudoyo

dkk, 2009).

Nyeri yang timbul dikarenakan adanya peran dari reseptor

nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang

nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung

saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya terhadap stimulus kuat

yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor.

Page 30: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

30

Secara anatomis, reseptor nyeri (nosiseptor) ada yang bermielin dan ada

juga yang tidak bermielin dari saraf aferen. Berdasarkan letaknya,

nosiseptor dapat dikelompokan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada

kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral

(Ganong, 2003).

34

Nosiseptor terletak paling banyak pada lapisan dermis yang

disebut free nerve ending yang berfungsi untuk mendeteksi rasa sakit,

jangkauannya lebih luas dibandingkan reseptor lain karena tersebar di

seluruh permukaan kulit. Nosiseptor juga banyak terdapat pada jaringan

otot (Dewoto, 2006).

Pada orang yang mempunyai ketebalan lemak

bawah kulit yang tinggi, masuknya jarum ketika injeksi IM ke dalam

otot akan lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang mempunyai

ketebalan lemak bawah kulit lebih rendah. Hal ini dikarenakan oleh

jaringan adiposa yang lebih tebal sehingga kerusakan jaringan pada otot

akan lebih sedikit sehingga nosiseptor yang dibangkitkan cenderung

lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang mempunyai tebal lemak

bawah kulit lebih rendah. Hal tersebut menyebabkan responden

cenderung mengalami tingkat nyeri yang berbeda ketika dilakukan

injeksi (Widyanto, 2012).

Gambar 2.9 Gambar injeksi

35

B. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini disusun dari berbagai sumber,

yaitu Gibson (2005), Potter & Perry (2006), Setiadi, Aulawi & Setyarini

Page 31: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

31

(2003), Chung, Ng & Wong (2002), Sartorius, et al (2010), Fillingim &

Maixner (2009), Widyanto (2012).

Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.10 Kerangka teori penelitian

Injeksi IM

Teknik

Spuit

Obat

Nosiseptor mekanis

Transduksi

Transmisi

Modulasi

Persepsi nyeri

Tingkat nyeri, dinyatakan

dengan skor 0-10 pada

skala NRS

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Kebudayaan

4. Makna nyeri

5. Perhatian

6. Ansietas

7. Keletihan

8. Pengalaman

sebelumnya

9. Gaya koping

Page 32: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

32

10. Dukungan keluarga

dan sosial

11. Tebal lemak bawah

kulit (skinfold)

36

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian disusun sebagai kerangka kerja dalam

melakukan penelitian. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Gambar 2.11 Kerangka konsep penelitian

Keterangan :

: diteliti

: tidak diteliti

Variabel bebas

Tebal lemak

bawah kulit

(skinfold)

Tingkat intensitas

nyeri

Variabel terikat

1. Keletihan

2. Gaya koping

3. Dukungan keluarga dan

sosial

Variabel pengganggu

37

Page 33: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

33

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep tersebut, maka

peneliti menggunakan rumusan hipotesis kerja (Ha) dalam penelitian yaitu :

Ada hubungan antara tebal lemak bawah kulit (skinfold) dengan intensitas

nyeri pada akseptor KB suntik di bidan praktik swasta Wilayah Kerja

Puskesmas Kebasen Banyumas.

.

38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat bersifat cross sectional dengan tujuan untuk

mengkorelasikan antara tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) terhadap

intensitas nyeri ketika dilakukan injeksi IM. Pada kelompok sampel akan

diukur tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) kemudian diukur tingkat

intensitas nyeri setelah dilakuakan injeksi IM. Kemudian data akan

dianalisis untuk membuktikan hipotesis penelitiian.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2012 di Bidan Praktisi

Swasta wilayah kerja Puskesmas Kebasen Banyumas.

C. Populasi dan Sampel

Menurut Saryono (2011), populasi merupakan keseluruhan sumber

data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Penentuan sumber data dalam

suatu penelitian sangat penting dan menentukan keakuratan hasil penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah akseptor KB suntik di bidan praktik

swasta Nastiti wilayah kerja Puskesmas Kebasen Banyumas. Jumlah

Page 34: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

34

populasi sebanyak 80 akseptor KB suntik aktif yang dijadwalkan

mendapatkan pelayanan pada bulan Desember 2012.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil dengan

menggunakan teknik sampling. Pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik consecutive sampling. Sampel diambil dari semua

subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan sampai jumlah subjek

terpenuhi (Saryono, 2011).

Keterangan :

n : perkiraan besar sampel

N : total populasi

P : proporsi kejadian, jika belum diketahui, dianggap 50%

Q : proporsi selain kejadian yang diteliti, q = 1 – P

Za : kuadrat nilai Z, bila a = 0,05 (1.96)

d : tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)

n = 80.(1,96)².0,5.0,5

0,05².(80-1)+(1,96)².0,5.0,5

n = 76,832

1,1579

n = 66,35

n = 66

40

Jumlah sampel yang diteliti adalah 66 responden. Sampel diambil

dari semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan sampai

jumlah subjek terpenuhi dalam kurun waktu pelaksanaan penelitian 1 bulan.

Adapun pemilihan sampel didasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi

sebagai berikut :

Page 35: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

35

a. Kriteria Inklusi

1) Bersedia menjadi responden

2) Akseptor KB suntik yang mendapat pelayanan kontrasepsi

penyuntikan KB oleh satu tenaga kesehatan di bidan praktik swasta

wilayah kerja Puskesmas Kebasen Banyumas.

3) Wanita usia subur 15-49 tahun

4) Menggunakan merk obat yang sama

5) Menggunakan merk spuit yang sama

6) KB suntik dilakukan melalui injeksi IM gluteal

b. Kriteria Eksklusi

1) Akseptor KB baru

2) Ada riwayat penyakit perdarahan seperti hemofilia

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain

(Notoadmodjo, 2010). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

41

Variabel bebas : tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold)

Variabel terikat : tingkat intensitas nyeri

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data

dan menghindari perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup

variabel (Saryono, 2011). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Definisi operasional

Page 36: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

36

No. Variabel Definisi

Variabel

Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Data

1. Variabel

terikat :

intensitas

nyeri

Pengalaman

sensoris dan

emosional

yang tidak

menyenangaka

n yang

berhubungan

dengan

kerusakan

jaringan

Diukur dengan

cara responden

melaporkan

nyeri yang

dirasakan

setelah

perlakuan

dengan

Page 37: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

37

menunjuk

rentang skala

NRS (Numeric

Rating Scale)

Nilai nyeri

dinyatkan

dengan skor

0 – 10 pada

skala NRS

Rasio

2. Variabel

bebas :

tebal

lipatan

lemak

bawah

Gambaran

presentase

lemak tubuh

yang diukur

Diukur dengan

menggunakan

alat yang

disebut

skinfold

caliper

Page 38: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

38

Hasil

pengukuran

dinyatakan

dalam satuan

Rasio

42

kulit

(skinfold)

dari ketebalan

lemak triceps,

bicep,

subscapula dan

suprailliaca

milimeter

(mm)

3. Umur Jumlah tahun

dihitung sejak

lahir sampai

dengan tahun

terakhir saat

pengambilan

data

Wawancara Tahun Rasio

4. Berat

badan

Berat badan

Page 39: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

39

seseorang yang

diukur dengan

timbangan saat

pengambilan

data dilakukan

Diukur dengan

timbangan

berat badan

injak merk

mitseda

Nilai satuan

kg

Rasio

5. Pendidik

an

Pendidikan

formal terakhir

yang diikuti

responden saat

penelitian

sampai

mendapat

ijazah

Wawancara Dikelompokk

an :

1. Tidak

Page 40: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

40

sekolah

2. Lulus SD

3. Lulus

SMP

4. Lulus

SMA

Ordin

al

43

5. Lulus

Akademi/

PT

6. Pekerjaa

n

Cara seseorang

memenuhi

kebutuhan

hidup

(biologis,

sosial, dan

psikologis)

Wawancara Dikelompokk

an :

1. Ibu rumah

tangga

2. Petani

Page 41: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

41

3. Buruh

4. Pedagang

5. PNS

6. Pensiunan

Nomi

nal

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoadmodjo, 2010). Instrumen penelitian ini

menggunakan lembar observasi, skinfold caliper, dan NRS (Numeric Rating

Scale). Lembar obsevasi digunakan untuk mencatat data demografi

responden. Skinfold caliper digunakan untuk mengukur ketebalan lemak

bawah kulit (skinfold) responden yang dinyatakan dalam satuan milimeter

(mm). NRS dari National Institute of Health Warren Grant Magnuson

Clinical Center (2003) digunakan untuk mengukur tingkat intensitas nyeri

berupa lapor diri responden dengan menyebutkan rentang skala nyeri 0-10.

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur. Reliabilitas merupakan indeks yang

44

menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat

diandalkan. Bila sudah ada instrumen pengumpul data yang standar, maka

bisa digunakan oleh peneliti (Saryono, 2011). Peneliti tidak melakukan uji

validitas dan reliabilitas karena alat ukur NRS yang telah dilakukan uji

validitas dan reliabilitas sebelumnya. Hal tersebut berdasarkan penelitian

yang dilakukan Li, Liu, & Herr (2007) dengan membandingkan empat skala

Page 42: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

42

nyeri yaitu NRS, Face Pain Scale Revised (FPS-R), VDS, dan VAS pada

klien pasca bedah menunjukan bahwa keempat skala nyeri menunjukan

validitas dan reliabilitas yang baik. Uji reliabilitas menggunakan intraclass

correlation coefficients (ICCs) dan keempat skala nyeri ini menunjukan

konsistensi penilaian pasca bedah setiap harinya (0,673-0,825) dan

mempunyai hubungan kekuatan (r = 0,71-0,99) (Datak, 2009). Hasil studi

Gloth, et al (2001) menyebutkan bahwa skala nyeri NRS menunjukan

reliabilitas lebih dari 0,95 dan juga pada uji validitasnya menunjukan r =

0,90.

H. Jalannya Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui yahap-tahap sebagai berikut :

1. Persiapan materi melalui studi dokumentasi dan studi pustaka yang

mendukung penelitian.

2. Pembuatan proposal penelitian yang dianjurkan dengan pengujian

proposal penelitian.

3. Pengajuan surat rekomendasi dari kampus untuk melakukan penelitian

di Bidan Praktik Swasta wilayah kerja Puskesmas Kebasen Banyumas.

45

4. Koordinasi dan sosialisasi rencana penelitian dengan tenaga kesehatan

yang memberikan pelayanan KB suntik di Bidan Praktik Swasta wilayah

kerja Puskesmas Kebasen Banyumas.

5. Pengumpulan data dengan terlebih dahulu meminta persetujuan akseptor

KB suntik untuk menjadi sampel penelitian.

6. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan lembar skala

pengukuran NRS. Observer penelitian selain mengisi lembar observasi

juga sekaligus melakukan tindakan injeksi IM gluteal pada responden.

Page 43: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

43

7. Apabila pasien memenuhi kriteria inklusi penelitian, data berupa nama,

umur, berat badan, pendidikan, dan pekerjaan dicatat pada lembar

observasi.

8. Responden diberikan injeksi IM setelah diukur tebal lemak bawah kulit

(skinfold) oleh satu tenaga medis (asisten) yang telah diberikan arahan

mengenai cara mengukur tebal lemak bawah kulit pada bagian yang

akan dilakukan injeksi dengan menggunakan alat skinfold caliper.

9. Lakukan injeksi IM sesuai prosedur, yaitu :

a. Identifikasi klien

b. Memberitahu klien tentang penyuntikan yang akan dilakukan

c. Cuci tangan sebelum bertugas

d. Mengambil alat (spuit) dan bahan (alkohol dan kapas)

e. Mengeluarkan gelembung udara dalam tabung dan spuit bila ada

f. Menyiapkan obat yang akan disuntikkan (Depo provera 3

ml/150 mg atau 1 ml/150 mg)

g. Membebaskan spuit dari udara

46

h. Menentukan lokasi suntik dan titik injeksi IM gluteus dengan cara :

1) Klien berbaring di atas salah satu sisi tubuh dengan menekuk

lutut, kemudian perawat mencari otot dengan menempatkan

telapak tangan di atas trokhanter mayor dan jari telunjuk pada

spina iliaka superior anterior panggul paha klien.

2) Tangan kanan digunakan untuk panggul kiri dan tangan kiri

digunakan untuk panggul kanan

3) Jari telunjuk diletakkan pada spina iliaka anterior superior,

perawat merentangkan jari tengah ke dorsal (menuju bokong),

Page 44: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

44

palpasi krista iliaka, kemudian tekan dibawahnya. Maka jari

telunjuk dan tengah akan membentuk huruf V (segitiga), titik di

tengah-tengah huruf V yang terbentuk antara jari telunjuk, jari

tengah, dan krista iliaka adalah lokasi injeksi.

i. Bersihkan kulit yang akan diinjeksi dengan kapas alkohol yang

dibasahi alkohol 60-90%.

j. Biarkan kulit tersebut kering sebelum dapat diinjeksi dan ajak klien

komunikasi.

k. Lakukan injeksi dengan jarum dengan posisi tegak lurus (90º) dan

jarum masuk minimal 2/3 ke dalam titik injeksi.

l. Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit sebelum obat

diinjeksikan, bila tidak ada darah semprotkan obat secara perlahan

hingga habis.

47

m. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik spuit dan tekan daerah

penyuntikan dengan kapas alkohol, kemudian spuit yang telah

digunakan diletakan di bengkok.

n. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

10. Setelah dilakukan tindakan injeksi, tingkan nyeri responden diukur

dengan menggunakan alat ukur NRS.

11. Penelitian selesai setelah target sampel terpenuhi.

12. Semua data direkap, dihitung kemudian dilakukan analisa statistik

dengan menggunakan komputer.

13. Setelah analisa statistik selesai kemudian dibuat pembahasan dan

kesimpulan yang disusun ke dalam laporan hasil penelitian.

I. Analisa Data

Page 45: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

45

Adapun langkah-langkah dalam memproses data adalah sebagai

berikut :

1. Editing, yaitu kegiatan penyusunan data yang telah terkumpul dan

melakukan pengecekan kelengkapan data untuk mengoreksi kesalahan.

Data yang tidak lengkap dan salah tidak dipakai dalam penelitian.

2. Coding, yaitu kegiatan memberikan kode untuk setiap variabel untuk

memudahkan dalam pengolahan data yang masuk dan memudahkan

analisis data. Kode yang digunakan berupa angka yang disesuaikan

dengan jenis variabel.

3. Entry, yaitu kegiatan memasukan data ke dalam program komputer

untuk diolah menggunakan komputer.

48

4. Tabulating, yaitu mengelompokan data sesuai variabel yang akan diteliti

untuk keperluan analisis.

5. Pengolahan data menggunakan komputer dan dianalisis dengan

menggunakan uji statistik yaitu pearson product moment.

Analisis data dilakukan menggunakan komputer yang dilakukan

secara bertahap, yaitu :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan semua variabel yang

diteliti. Variabel yang dianalisis secara univariat adalah usia dan berat

badan yang berupa data numerik dengan menggunakan mean, median,

standar deviasi, nilai minimum dan maksimum dan 95% confidence

interval. Untuk karakteristik pendidikan, pekerjaan, gambaran tingkat

nyeri injeksi IM gluteal akseptor KB suntik berdasarkan tebal lipatan

lemak bawah kulit (skinfold) masing-masing responden dengan

Page 46: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

46

menghitung frekuensi dan prosentase. Penyajian masing-masing variabel

menggunakan tabel dan diinterpretasikan berdasarkan hasil yang

diperoleh.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian

yaitu melihat hubungan antara tebal liatan lemak bawah kulit (skinfold)

dengan intensitas nyeri pada responden akseptor KB suntik. Sebelum

dilakukan analisis

bivariat, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Setelah dilakukan uji

normalitas, maka tahap selanjutnya adalah analisis bivariat variabel

49

terikat dengan variabel bebas. Skala data variabel terikat adalah rasio

dan skala data variabel bebas adalah rasio. Penelitian ini termasuk dalam

jenis hipotesis korelatif sehingga uji statistik yang digunakan adalah

pearson product moment.

Rumus :

Keterangan :

Rxy = koefisien korelasi pearson product moment

N = jumlah responden

X = skor variabel X

Y = skor variabel Y

(Arikunto, 2006).

J. Etika Penelitian

Penelitian ini memperhatikan beberapa hal yang menyangkut etika

penelitian sebagai berikut :

1. Informed consent, yaitu peneliti memberikan lembar permohonan

Page 47: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

47

menjadi responden dan persetujuan menjadi responden pada akseptor

KB suntik yang datang di Bidan Praktik Swasta Nastiti wilayah kerja

Puskesmas Kebasen Banyumas sebelum mendapatkan pelayanan KB

50

suntik. Responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia

atau tidak untuk mengikuti penelitian.

2. Anonymity, yaitu merahasiakan dan tidak mencantumkan nama

responden, tetapi dengan menuliskan kode responden.

3. Confidentiality, yaitu melindungi dan menjaga kerahasiaan semua data

atau informasi yang dikumpulkan selama dilakukannya penelitian.

4. Fair treatment, yaitu memberikan perlakuan yang adil untuk semua

responden tanpa membeda-bedakan.

5. Do not harm, yaitu tidak melakukan hal yang merugikan bagi responden

dengan terlebih dahulu memberikan penjelasan sebelum intervensi

diberikan.

51

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Penelitian

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

tebal lemak bawah kulit dengan intensitas nyeri pada akseptor KB suntik

telah peneliti lakukan pada bulan Februari dan Maret 2013 di bidan

praktik swasta Wilayah Kerja Puskesmas Kebasen Banyumas. Pada

periode tersebut, peneliti memperoleh 66 responden sesuai dengan

kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang telah ditentukan.

Page 48: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

48

2. Karakteristik Responden Akseptor KB Suntik di Bidan Praktik

Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Kebasen Banyumas

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik responden di bidan praktik swasta

wilayah kerja Puskesmas Kebasen Banyumas (n=66).

No. Variabel Median Min-Mak Frekuensi Persentase

(%)

1. Umur (tahun) 29,5 18-47

2. Berat Badan (kg) 51 35-77

3. Tingkat Pendidikan

Tidak Sekolah

0 0

Lulus SD

21 31,8

Lulus SMP

21 31,8

Lulus SMA

20 30,3

Lulus Akademi/PT

4 6,1

4. Jenis Pekerjaan

Ibu rumah tangga

56 84,8

Petani

3 4,5

Buruh

0 0

Page 49: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

49

52

a. Karakteristik Umur dan Berat Badan Responden

Responden merupakan wanita usia subur yang mendapatkan

suntik KB rutin 3 bulan sekali di bidan praktik swasta wilayah kerja

Puskesmas Kebasen Banyumas. Karakteristik umur dan berat badan

responden dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui nilai tengah umur responden

29,5. Usia termuda yaitu 18 tahun dan tertua adalah 47 tahun. Berat

badan responden yang menjadi akseptor KB suntik di bidan praktik

swasta wilayah kerja Puskesmas Kebasen Banyumas berada pada

rentang 35 sampai 77 kg. Berat badan responden memiliki nilai

tengah 51 kg.

b. Karakteristik Pendidikan Responden

Karakteristik pendidikan responden yang menjadi akseptor

KB suntik di bidan praktik swasta wilayah kerja Puskesmas Kebasen

Banyumas dibagi menjadi 5 kategori yaitu tidak sekolah, lulus SD,

lulus SMP, lulus SMA, dan lulus akademi/PT. Karakteristik

pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui karakteristik pendidikan

responden sebagian besar adalah lulus SD dan lulus SMP 21

responden (31,8%).

Pedagang

4 6,1

PNS

3 4,5

Pensiunan

Page 50: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

50

0 0

Total 66 100

53

c. Karakteristik Pekerjaan Responden

Karakteristik pekerjaan responden yang menjadi akseptor KB

suntik di bidan praktik swasta wilayah kerja Puskesmas Kebasen

Banyumas terdiri dari 6 jenis pekerjaan yaitu ibu rumah tangga,

petani, buruh, pedagang, PNS, dan pensiunan. Karakteristik pekerjaan

responden dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui karakteristik pekerjaan

responden yang didapatkan dalam penelitian antara lain ibu rumah

tangga, petani, pedagang, dan PNS. Sebagian besar responden bekerja

sebagai ibu rumah tangga yaitu 56 responden (84,8%).

3. Hubungan Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dan Tingkat Nyeri

Responden Akseptor KB Suntik di Bidan Praktik Swasta Wilayah

Kerja Puskesmas Kebasen Banyumas

Tebal lemak bawah kulit responden diukur dengan

menggunakan alat skinfold caliper pada bagian yang akan diinjeksi yaitu

musculus gluteus. Tingkat nyeri responden diukur dengan menggunakan

alat ukur NRS yang memberikan kebebasan penuh pada responden untuk

mengungkapkan rentang nyeri yang dirasakan antara 0 sampai 10.

Untuk mengkorelasikan tebal lemak bawah kulit (skinfold)

dengan intensitas nyeri dilakukan dengan uji pearson product moment.

Sebelum dilakukan uji pearson product moment data terlebih dahulu

dilakukan uji normalitas. Uji normalitas menggunakan kolmogorovsmirnov

didapatkan nilai p = 0,00. Hal ini berarti data berdistribusi tidak

Page 51: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

51

normal, maka uji yang digunakan untuk uji korelasi adalah uji spearman.

54

Tabel 4.2 Hasil analisa statistik spearman

Variabel Median Min-Mak r P

Skinfold (mm) 60 11-86 -0,340 0,005

Intensitas Nyeri 2 0-8

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui nilai tengah tebal lemak bawah

kulit (skinfold) responden adalah 58,14 mm. Tebal lemak bawah kulit

terendah yaitu 11 mm dan tertinggi yaitu 86 mm. Nilai tengah intensitas

nyeri responden adalah 2. Intensitas nyeri terendah yaitu 0 dan tertinggi

8. Didapatkan nilai p sebesar 0,005 dan nilai r sebesar -0,340 yang berarti

ada hubungan yang signifikan antara tebal lemak bawah kulit (skinfold)

dengan intensitas nyeri pada akseptor KB suntik di bidan praktik swasta

Wilayah Kerja Puskesmas Kebasen Banyumas dengan kekuatan korelasi

lemah.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden Akseptor KB Suntik di Bidan Praktik

Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Kebasen Banyumas

a. Karakteristik Umur Responden

Pada penelitian ini nilai tengah umur responden adalah 29,5

tahun. Usia termuda yaitu 18 tahun dan tertua adalah 47 tahun. Hal itu

terkait dengan umur akseptor KB suntik merupakan wanita usia subur

yang belum mengalami menopause. Berhentinya siklus haid seorang

wanita pada menopause terjadi antara umur 45 dan 55 tahun. Secara

55

tradisional dikaitkan dengan terbatasnya pasokan folikel yang ada

Page 52: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

52

sejak lahir (Sherwood, 2011).

Pengaruh umur pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak

diketahui secara luas. Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah

akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya

(Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Potter & Perry (2006) umur

menjadi variabel penting yang mempenngaruhi nyeri khususnya pada

anak-anak dan lansia. Orang dewasa tua mengalami perubahan

neurofisiologis dan mungkin mengalami penurunan persepsi sensorik

stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Pada penelitian, ditemukan

karakteristik umur responden berada pada kelompok umur dewasa

muda. Penjelasan diatas memberikan gambaran dalam penelitian ini

bahwa persepsi nyeri yang dipenngaruhi umur merupakan akibat dari

perubahan neurofisiologis dan akibat dari banyak kejadian nyeri

selama rentang hidupnya.

b. Karakteristik Berat Badan Responden

Pada penelitian ini nilai tengah berat badan responden yang

menjadi akseptor KB suntik di bidan praktik swasta wilayah kerja

Puskesmas Kebasen Banyumas adalah 51 kg dan berada pada rentang

35 sampai 77 kg. Responden yang didapatkan peneliti adalah wanita

yang mendapatkan suntik KB rutin 3 bulan sekali.

Menurut Devison (2009), rata-rata tinggi badan wanita

Indonesia adalah 153,72 cm ± 6,24 cm. Jika tinggi badan responden

berada pada rentang yang sama dengan data tersebut, maka responden

56

dengan berat badan yang tidak seimbang dengan tinggi badan dapat

dikatakan mengalami obesitas. Prosentase berat badan merupakan

Page 53: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

53

indikator untuk menentukan obesitas (Sherwood, 2011). Obesitas

umumnya adalah kelebihan berat lebih dari 20% berat normal.

Kelebihan kandungan lemak disimpan di jaringan adiposa sehingga

jarak antara kulit dengan otot menjadi lebih tebal dari normal

(Sherwood, 2011).

Injeksi merupakan tindakan invasif menembus kulit yang

dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan. Pada orang

obesitas, masuknya jarum ke dalam otot akan lebih sedikit

dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas. Hal ini dikarenakan

orang obesitas mempunyai jaringan adiposa yang lebih tebal sehingga

kerusakan jaringan pada otot akan lebih sedikit sehingga nosiseptor

yang dibangkitkan cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan

orang yang mempunyai berat badan normal. Menurut Tantra (2002)

dalam Asri (2006), kerusakan jaringan akan menyebabkan

dilepaskannya sejumlah substansi nyeri berupa ion K, ion H,

serotonin, bradikinin, histamin, prostaglandin. Substansi nyeri ini pada

gilirannya akan merangsang dilepaskannya substansi P dari ujungujung

saraf A-Beta dan serabut saraf C yang disebut sebagai

nosiseptor. Antara substansi nyeri dengan nosiseptor terjadi reaksi

umpan balik positif yang artinya makin banyak substansi nyeri yang

dilepaskan makin banyak pula nosiseptor yang dibangkitkan, diikuti

57

dengan peningkatan sensitifitas dari nosiseptor itu sendiri. Nosiseptor

sendiri terletak paling banyak di lapisan dermis dan jaringan otot.

Penjelasan diatas memberikan gambaran dalam penelitian ini

bahwa responden dengan berat badan yang melebihi batas normal

Page 54: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

54

berisiko mengalami kerusakan jaringan otot lebih sedikit saat injeksi

dikarenakan jarak kulit dengan otot lebih tebal dari normal sehingga

nosiseptor yang dibangkitkanpun cenderung lebih sedikit dibandingkat

dengan orang yang mempunyai berat badan normal. Hal tersebut

menyebabkan responden dengan obesitas cenderung mengalami

tingkat nyeri yang lebih rendah ketika dilakukan injeksi.

c. Karakteristik Pendidikan Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini dibagi menjadi 5

kategori yaitu tidak sekolah, lulus SD, lulus SMP, lulus SMA, dan

lulus akademi/PT. Karakteristik pendidikan responden sebagian besar

lulus SD dan lulus SMP yaitu masing-masing 21 responden (31,8%).

Menurut Asri (2006), tingkat pendidikan mempengaruhi

persepsi nyeri pada proses modulasi. Modulasi adalah proses dimana

terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen dengn input nyeri

yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis. Proses modulasi

inilah yag menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif dan

sangat ditentukan oleh makna atau arti suatu input nyeri.

Penelitian ini hanya melihat karakteristik pendidikan

responden tanpa melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan

tingkat nyeri responden. Namun berdasarkan penelitian yang

58

dilakukan oleh Faucett, et al. (1994) untuk melihat intensitas nyeri

pasca bedah pada 543 sampel menunjukan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara intensitas nyeri dan tingkat pendidikan.

Penelitian lain yan dilakukan Harsono (2009) pada 85 pasien bedah

seksio cesar juga menunjukan hasil yang sama yaitu tidak ada

Page 55: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

55

hubungan yang signifikan antara intensitas nyeri dan tingkat

pendidikan.

Menurut Notoatmodjo (2002), tingkat pendidikan merupakan

salah satu faktor yang menentukan terjadinya perubahan perilaku.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, berarti telah mengalami

proses belajar yang lebih sering sehingga tingkat pendidikan

mencerminkann intensitas terjadinya proses belajar. Pada penelitian

ini, peneliti hanya melihat karakteristik tingkat pendidikan responden,

tanpa melihat apakah responden pernah atau tidak mengalami proses

belajar tentang pengelolaan nyeri. Menurut Le Mone & Burke (2008)

kuranngnya pemahaman terhadap sumber, hasil, dan arti nyeri dapat

berkontribusi secara negatif terhadap pengalaman nyeri.

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang

mendukung peningkatan pengetahuan yang berkaitan dengan daya

serap informasi. Orang yang memiliki pendidikan tinggi diasumsikan

lebih mudah menyerap informasi. Pengetahuan tentang pengelolaan

nyeri dapat diperoleh dari pengalaman klien sendiri atau dari sumber

lain. Sehingga tingkat pendidikan bukan merupakan variabel yang

dapat mempengaruhi persepsi nyeri (Harsono, 2009).

59

d. Karakteristik Pekerjaan Responden

Berdasarkan karakteristik pekerjaann (Tabel 4.3), ditemukan

bahwa karakteristik pekerjaan responden yang didapatkan dalam

penelitian adalah ibu rumah tangga, petani, pedagang dan PNS.

Sebagian besar responden bekerja sebagai ibu rumah tangga

yaitu 56 responden (84,8%).

Page 56: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

56

Pekerjaan membersihkan rumah, mencuci baju,

membersihakan jendela, dan menyetrika termasuk dalam aktivitas

fisik. Pekerjaan tersebut sering dilakukan oleh ibu rumah tangga.

Aktivitas fisik memiliki manfaat untuk kekuatan otot dan penambahan

masa otot (Karim, 2002). Menurut Kisner (1996) dalam Wahyudi &

Herawati (2004) sebuah serabut otot tersusun oleh banyak myofibril

dan di dalam myofibril terdapat banyak sarcomer yang terletak

berjajar. Sarcomer adalah unit kontraktil dalam myofibril dan terdiri

atas actin dan myosin yang saling tumpanng tindih (overlapping

crossbrige). Sarcomer berperan dalam kontraksi dan relaksasi otot.

Ketika otot berkontraksi, filamen actin dan myosin saling berimpitan

dan otot memendek. Pemendekan otot dapat terjadi karena

fleksibiliitas otot berkurang. Fleksibilitas otot tersebut dapat dijaga

dengan aktivitas dan mobilitas fisik yang cukup.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar

responden bekerja sebagai ibu rumah tangga yang berarti memiliki

karakteristik aktivitas fisik yang sama. Hal tersebut membuat

60

fleksibilitas yang mempengaruhi kontraksi dan relaksasi otot

cenderung memiliki kesamaan.

2. Hubungan antara Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan

Intensitas Nyeri pada Akseotor KB Suntik

Hasil perhitungan dengan analisa statistik spearman (Tabel 4.2)

pada 66 responden didapatkan nilai p sebesar 0,005 dan r sebesar -0,340.

Dengan demikian nilai p lebih kecil dari nilai a (5%) atau 0,05 sehingga

Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil lain menunjukan nilai r sebesar -0,340

Page 57: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

57

yang menunjukan adanya hubungan dengan kekuatan korelasi lemah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat hubungan

yang signifikan antara tebal lemak bawah kulit (skinfold) dengan

intensitas nyeri akseptor KB suntik di bidan praktik swasta Wilayah

Kerja Puskesmas Kebasen Banyumas.

Menurut Sherwood (2011), nyeri karena tindakan injeksi

termasuk nyeri cepat yang terjadi karena nosiseptor mekanis. Nyeri

menimbulkan sensasi tajam dan menusuk. Nyeri dengan awitan cepat

tersebut merupakan nyeri akut dengan intensitas yang bervariasi dari

ringan sampai berat (Potter & Perry, 2006). Penjelasan tersebut sesuai

dengan penelitian, dibuktikan dengan data tingkat nyeri yang dirasakan

responden saat dilakukan injeksi IM gluteal berada pada rentang nyeri 0-

8. Pertimbangan utama dalam pemberian injeksi IM adalah memilih

lokasi injeksi yang aman dan jauh dari pembuluh darah besar, saraf, dan

tulang (Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2009). Kontraindikasi

penggunaan lokasi untuk injeksi antara lain cedera jaringan dan adanya

61

nodul, bengkak, abses, nyeri tekan, atau keadaan patologis lainnya

(Berman, Snyder, Kozier & Erb, 2009). Integritas otot perlu dikaji

sebelum memberikan injeksi . Konsekuensi yang serius dapat terjadi, jika

injeksi tidak diberikan secara tepat. Kegagalan dalam memilih tempat

injeksi yang tepat, sehubungan dengan penanda anatomis tubuh, dapat

menyebabkan timbulnya kerusakan saraf atau tulang selama insersi

jarum. Menginjeksi obat dalam volume yang terlalu besar di tempat yang

dipilih dapat menimbulkan nyeri hebat dan dapat mengakibatkan jaringan

setempat rusak. (Potter & Perry, 2005). Nyeri juga bersifat subjektif dan

Page 58: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

58

merupakan suatu sensasi sekaligus emosi (Potter & Perry, 2006). Oleh

karena itu rentang nyeri responden dapat memiliki rentang yang cukup

jauh yaitu 0 sampai 8.

Dalam penelitian ini didapatkan nilai r sebesar -0,340 yang

berarti korelasi berkekuatan lemah. Hal ini dapat dikarenakan nyeri

merupakan sesuatu yang kompleks, sehingga banyak faktor yang

mempengaruhi pengalaman nyeri individu (Potter & Perry, 2006). Nyeri

yang dirasakan individu saat dilakukan injeksi dapat dipengaruhi oleh

pengalaman sebelumnya, umur dan obesitas (Sartorius, Fennel, Turner,

Conway & Handelsman, 2010). Jenis kelamin juga mempengaruhi nyeri

nyeri individu, wanita menunjukan sensitivitas yang lebih besar untuk

diinduksi nyeri daripada pria (Fillingim & Maixner, 2009). Menurut

Potter & Perry (2006) faktor lain yang mempengaruhi nyeri antara lain

kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, keletihan, gaya koping

serta dukungan keluarga dan sosial.

62

Injeksi merupakan tindakan invasif menembus kulit yang dapat

mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan. Menurut Tantra (2002)

dalam Asri (2006), kerusakan jarinngan akan mengundang dilepaskannya

sejumlah substansi nyeri berupa ion K, ion H, serotonin, bradikinin,

histamin, prostaglandin. Substansi nyeri ini pada gilirannya akan

merangsang dilepaskannya substansi P dari ujung-ujung saraf A-Beta dan

serabut saraf C yang disebut sebagai nosiseptor. Antara substansi nyeri

dengan nosiseptor terjadi reaksi positif feedback artinya makin banyak

substansi nyeri yang dilepaskan makin banyak pula nosiseptor yang

dibangkitkan, diikuti dengan peningkatan sensitifitas dari nosiseptor itu

Page 59: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

59

sendiri. Terlepasnya substansi nyeri pada daerah kerusakan jaringan akan

meningkatkan proses transduksi. Meningkatnya proses transduksi

menyebabkan terjadinya hiperalgesia primer pada daerah kerusakan

jarinngan. Hiperalgesia merupakan sensitifitas yang berlebihan terhadap

nyeri (Hinchliff, 1999).

Nosiseptor terletak paling banyak pada lapisan dermis yang

disebut free nerve ending yang berfungsi untuk mendeteksi rasa sakit,

jangkauannya lebih luas dibandingkan reseptor lain karena tersebar di

seluruh permukaan kulit. Nosiseptor juga banyak terdapat pada jaringan

otot (Dewoto, 2006). Pada orang obesitas, dengan tebal lemak bawah

kulit lebih tinggi, masuknya jarum ke dalam otot ketika injeksi akan

lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas. Hal ini

dikarenakan orang obesitas mempunyai jaringan adiposa yang lebih tebal

sehingga kerusakan jaringan pada otot akan lebih sedikit sehingga

63

nosiseptor yang dibangkitkan cenderung lebih sedikit dibandingkan

dengan orang yang mempunyai berat badan normal. Oleh karena itu

orang dengan tebal lemak bawah kulit yang semakin tinggi akan

mempunyai intensitas nyeri yang lebih rendah. Begitu juga sebaliknya,

orang yang memiliki tebal lebak bawah kulit semakin rendah akan

memiliki intensitas nyeri yang semakin tinggi saat injeksi IM. Untuk

menghindari rasa nyeri yang berlebihan saat injeksi perlu diterapkannya

standar operasional nyeri. Standar operasional nyeri merupakan metode

efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien yang mengalami nyeri.

Rileks sempurna yang dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh,

kecemasan sehingga mencegah menghebatnya stimulasi nyeri.

Page 60: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

60

saraf

epidermis

dermis dermis

subkutan

jaringan lemak

otot

Gambar 4.1 Perbandingan tindakan injeksi pada tebal

lemak bawah kulit yang berbeda

64

C. Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian

Beberapa kelemahan dan keterbatasan yang ditemui peneliti selama

melakukan penelitian adalah :

1. Variabel konfonding keletihan, gaya koping, dukungan keluarga dan

sosial dalam penelitian tidak dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga

masih ada faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri responden.

2. Karakteristik responden yang diteliti hanya terbatas pada umur, berat

badan, pendidikan, dan pekerjaan, sementara banyak faktor lain yang

mempengaruhi nyeri yang perlu diteliti. Peneliti juga tidak melihat

hubungan antara karakteristik responden dengan tingkat nyeri.

3. Pengukuran tingkat nyeri menggunakan satu alat ukur yaitu NRS yang

terdiri dari rentang angka 1 sampai 10. Hal tersebut menyebabkan

variasi data menjadi sedikit. Penggunaan NRS dalam mengukur tingkat

nyeri menekankan pada pelaporan individu terhadap nyeri yang

dirasakannya sehingga tingkat nyeri memiliki tingkat subjektifitas yang

tinggi. Hal tersebut membuat kebenaran data sangat dipengaruhi oleh

kemampuan responden dalam mengungkapkan perasaan nyerinya. Untuk

Page 61: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

61

mengurangi subjektifitas tersebut, dilakukan validasi dengan memberikan

penjelasan mengenai kriteria tingkat nyeri yang ada pada instrumen

penelitian dan mengamati respon objektif responden.

65

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada analisis hasil dan pembahasan dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan karakteristik demografi responden, dapat disimpulkan

sebagai berikut :

a. Rata-rata umur responden akseptor KB suntik adalah 31,08 tahun.

b. Rata-rata berat badan responden akseptor KB suntik adalah 51,89

tahun.

c. Tingkat pendidikan sebagian besar adalah lulus SD dan lulus SMP

dengan 21 responden (31,8%).

d. Jenis pekerjaan paling banyak adalah ibu rumah tangga dengan

jumlah 56 responden (84,8%).

2. Nilai tengah (median) tebal lemak bawah kulit responden adalah 60,00

mm.

3. Nilai tengah (median) intensitas nyeri responden adalah 2.

4. Ada hubungan yang bermakna antara tebal lemak bawah kulit dengan

intensitas nyeri akseptor KB suntik di bidan praktik swasta Wilayah Kerja

Puskesmas Kebasen Banyumas.

66

B. Saran

Page 62: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

62

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diberikan

saran sebagai berikut :

1. Bagi Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan referensi informasi terkait hubungan

tebal lemak bawah kulit (skinfold) dengan intensitas nyeri dalam

penerapannya pada proses pendidikan.

2. Bagi Praktisi

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai media promotif untuk

memberikan informasi kepada klien mengenai hubungan tebal lemak

bawah kulit dengan intensitas nyeri dan menerapkan pengelolaan nyeri

ketika dilakukan injeksi IM berhubungan dengan tebal lemak bawah kulit

klien.

3. Bagi Penelitian

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor lain

yang berhubungan dengan intensitas nyeri dengan analisis multivariat

disertai pengendalian faktor konfonding sebaik mungkin saat penelitian.

67

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :

Rineka Cipta.

Azwar, A. (2004). Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Jakarta : Yayasan

Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.

Berman. A., Snyder, S., Kozier, B., & Erb, Glenora. (2009). Buku Ajar Praktik

Keperawatan Klinis, Ed. 5. Jakarta : EGC.

BKKBN Kab. Banyumas. (2005). Prevalensi Kontrasepsi di Kab. Banyumas.

Banyumas : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

Page 63: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

63

Chung, J. W. Y., Ng, W. M. Y., & Wong, T. K. S. (2002). An Experimental Study

on The Use of Manual Pressure to Reduce Pain in Intramuscular

Injections. Journal of Clinical Nursing, 11(4), 457-461.

Datak, G. (2008). Perbedaan Rileksasi Benson terhadap Nyeri Pasca Bedah pada

Pasien Transurethal Resection of The Prostate di Rumah Sakit Umum

Pusat Fatmawati. Thesis, Universitas Indonesia.

Devison, R. J. (2009). Penentuan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Lengan

Bawah. Thesis, Universitas Sumatra Utara.

Dewoto, H. R. (2006). Nyeri pada Sistem Muskuloskeletal. Departemen

Farmakologi & Terapeutik FKUI.

Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. (2011). Cakupan Pelayanan Keluarga

Berencana. Banyumas : Dinas Kesehatan Banyumas.

Eccleston, C. (2010). Evidence Based Psychological Interventions for Chronic

Pain. In: Stannard, K. and Kalso, E., eds. Evidence-based pain

management. Oxford: Wiley-Blackwell, pp. 59-67.

Faucett, J., Gordon, N., & Levine, J. (1994). Differences in postoperative pain

severity among four ethnic groups. Journal of pain and Symptom

Management, 9(6), 383-389.

Fillingim, R. B., & Maixner, W. (2009). Gender differences in the responses to

noxious stimuli. 4(4), 209-221. Diunduh tanggal 22 Oktober 2012 dari

http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/.

Ganong W.F. (2003). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: EGC.

68

Gibson RS. (2005). Principles of Nutritional Assessment Edisi ke-2. New York:

Oxford University Press.

Gloth, F., Scheve, A. A., Strober, C. V., Chow, S., Prosser, J. (2001). The

Page 64: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

64

Functional Pain Scale: reliability, validity and responsiveness in an

elderly population. Journal of the American Medical Directors

Association, 2(3): 110-114.

Harsono. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri Pasca

Bedah Abdomen dalam Konteks Asuhan Keperawatan di RSUD Ade

Mohammad Djoen Sintang. Thesis, Universitas Indonesia.

Hidayat, A. (2006). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Dan Kebidanan. Jakarta :

Salemba Medika.

Hidayati.S.N.,dkk. (2010). Obesitas pada anak. Diakses pada 10 Oktober 2012

dari www.pediatrik.com/buletin/06224113652-048qwc.pdf.

Hinclliff, S. (1999). Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC.

Karim, F. (2002). Panduan kesehatan olahraga bagi petugas kesehatan. Jakarta :

Departemen Kesehatan Komunitas.

Kuhu, M. M., Wijayanti, R., & Sukrillah, U. A. (2003). Pengaruh Posisi Lateral

saat Penyuntikan IM Terhadap Berkurangnya Keluhan Rasa Sakit pada

Klien di Ruang Penyakit Dalam RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo

Purwokerto. Politeknik Kesehatan Semarang.

Li, Liu, & Herr.(2007). Post operatif pain intensity assessment: a comparison of

four scales in chinese adult. Diunduh tanggal 22 Oktober 2012 dari

http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/.

National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. (2003). Pain

Intesity Instrumen. http://painconsortium.nih.gov/pain_scales/Numeric

RatingScale.pdf. Diakses Tanggal 20 Oktober 2012.

Notoadmodjo. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Potter, P & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Proses, dan Praktik, E/4, Vol 1. Jakarta : EGC.

Page 65: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

65

Potter, P & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Proses, dan Praktik, E/4, Vol 2. Jakarta : EGC.

Price, S., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.

Rospond, RM. (2008). Penilaian Nyeri. Penerjemah D. Lyrawati (2009).

Saiffudin, A., Affandi B., Baharuddin, M., & Soekir, S. (2006). Buku Panduan

Praktis Pelayanan KB. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Sartorius, G., Fennel, C., Spasevska, S., Turner, L., Conway, A. J., &

Handelsman, D. J. (2010). Factors Influencing Time Course of Pain after

Depot Oil Intramuscular Injection of Testosterone Undecanoate. Asian

Journal of Andrology, 12: 227-233.

Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Purwokerto : UPT.

Percetakan dan Penerbitan Universitas Jenderal Soedirman.

Setiabudi. (2005). Perbandingan Ekspresi Sel T Cd4+ di Jaringan Sekitar Luka

dengan dan Tanpa Infiltrasi Levobupivakain pada Nyeri Pasca Insisi

Studi Imunohistokimia pada Tikus Wistar. Thesis, Universitas

Diponegoro.

Setiadi, S., Aulawi, K., & Setyarini, S. (2006). Perbedaan Penyuntikan

Intramuskuler Metode Z Track dengan Metode Konvensional atau

Standar terhadap Refluk Obat, Keluarnya Darah, dan Tingkat Nyeri. JIK

vol.01/No.01/Januari/2006. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Sherwood, L. (2011). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medkal-Bedah

Brunner & Suddarth. Vol 3. E/8. Jakarta : EGC.

Page 66: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

66

Sudibjo, P. (2001). Penilaian Presentasi Lemak Badan Pada Populasi Indonesia

Dengan Metode Anthropometris. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files

/132172719/Penilaian%20Presentase%20Lemak%20badan%20Metode%

20Anthropometris.pdf. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2012.

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, & Setiati, S. (2009). Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III ed V. Jakarta : Internal Publishing.

Sukmaniah. (2009). Ilmu Gizi Umum. Jakarta : Diklat PS Ilmu Gizi Klinik

Departemen Ilmu Gizi FKUI.

Suryaniati, A. (2006). Perbedaan Pengaruh Pemberian Obat Anestesi Spinal

dengan Anestesi Umum terhadap Kadar Gula Darah. Skripsi, Universitas

Diponegoro.

Turk, D.C. & Monarch, E.S. (2002). Biopsychosocial Perspective on Chronic

Pain. Dalam Turk, D.C. & Gatchel, R.J. (penyunting). Psychological

Approach to Pain Management: A Practicioner’s Handbook 2nd ed, hal 3

- 29. New York : Guilford Press.

70

Turk, D.C. 2002. A Cognitive Behavioral Perspective on Treatment of Chronic

Pain Patients. Dalam Turk, D.C. & Gatchel, R.J. (penyunting).

Psychological Approach to Pain Management: A Practicioner’s

Handbook 2nd ed, hal 138 - 158. New York : Guilford Press.

Wahyudi & Herawati, I. (2004). Latihan Peregangan untuk Meningkatkan

Fleksibilitas Punggung.

Widyanto, F. C., (2012). Perbedaan Injeksi IM Gluteal pada Posisi Lateral dan

Tengkurap Terhadap Tingkat Nyeri Akseptor KB Suntik di Bidan Praktik

Swasta Nastiti wilayah kerja Puskesmas Kebasen Banyumas. Skripsi,

Universitas Jenderal Soedirman.

Page 67: Muh. Aswar Anas- Proposal - Skripsi

67

Wirakusumah. (2001). Konsumsi Karbohidrat, Lemak, Dan Protein Pada

Mahasisiwi Gizi Lebih. Depkes : Jakarta.

Wong, D. L., Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2011). Wong’s nursing care of

infants and children (9th ed.). St. Louis, MO.: Elsevier Mosby.