Morbus Hansen
-
Upload
nuruldiniaputri -
Category
Documents
-
view
13 -
download
0
description
Transcript of Morbus Hansen
1. Pengertian
Morbus Hansen adalah penyakit infeksi yang kronis, disebabkan oleh
Mikrobakterium leprae yang obligat intra seluler yang menyerang syaraf
perifer, kulit, mukosa traktus respiratorik bagian Atas kemudian
menyerang organ-organ kecuali susunan syaraf pusat.
penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium
leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
(Depkes RI, 1998)
2. Etiologi
Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta/
morbus Hansen yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer
Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang
dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama
jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media
buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang
Armadillo.
3. Epidemiologi
Cara penularan yang pasti belum diketahui, berdasarkan anggapan klasik
yaitu melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapa
kedua ialah secara inhalasi, sebab mycobacterium Leprae masih dapat
hidup beberapa hari dalam droplet. Masa tunasnya sangat bervariasi,
antara 40 hari sampai 40 tahun, umumnya beberapa tahun rata-rata 3-5
tahun (Kosasih, 2007). Kusta terdapat dimana-mana, terutama di Asia,
Afrika, Amerika Latin, daerah tropis dan subtropis, serta masyarakat sosial
ekonomi rendah, selain penyakit menyeramkan dan ditakuti oleh karena
dapat terjadi ulserasi,10 mutilasi dan deformitas. Penderita kusta bukan
menderita penyakitnya saja, tetapi juga karena dikucilkan masyarakat
sekitarnya, hal ini diakibatkan kerusakan saraf besar yang irreversible
diwajah dan ekstremitas, motorik dan sensoris, serta dengan adanya
kerusakan yang berulang-ulang pada daerah yang anastetik disertai
paralisis dan atropi otot (Kosasih, 2007).
4. Patogenesis
Setelah Mycobacterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan
penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang, respon tubuh
setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas
seluler (celuler mediated immune) pasien, kalau sistem imunitas seluler
tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan bila rendah
berkembang kearah leprometosa. Mycobacterium leprae berpredileksi
didaerah-daerah yang relatif lebih dingin yaitu daerah akral dengan
vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan
derajat infeksi karena respons imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis
lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi.
Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut penyakit imunologik
(Kosasih, 2007).
5. Manifestasi Klinis
Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis dan
histopologis. Menurut WHO (1995) , diagnosis kusta ditegakkan bila
terdapat satu dari tanda kardinal berikut:
a. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Lesi kulit
dapat tunggal atau multiple, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-
kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi
tetapi umumnya berupa macula, papul atau nodul. Kehilangan
sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf
terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit
atau kelemahan otot. Penebalan saraf tepi saja tanpa disertai
kehilangan sensibilitas dan / atau kelemahan otot juga merupakan
tanda kusta
b. BTA positif Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari
kerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebaga kasus
dicurgai dan diperiksa ulang setiap tiga bulan sampai ditegakkan
diagnosis kusta atau penyakit lain.
6. Patofisiologi
- Mycobakterium Leprae Masa inkubasi 2 – 10 tahun
- Lesi pada kulit dan mukosa
- Syaraf dan perifer/mati rasa
- Respon tulang dan pemendekan jari-jari
- Kerusakan bentuk tubuh karena infiltrasi kulit
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Bakterioskopik
Memiliki lesi yang paling aktif yaitu : yang paling erythematous dan
paling infiltratif. Secara topografik yang paling baik adalah muka dan
telinga. Denngan menggunakan Vaccinosteil dibuat goresan sampai
didermis, diputar 90 derajat dan dicongkelkan, dari bahan tadi dibuat
sediaan apus dan diwarnai Zeihlnielsen. Pada pemeriksaan akan
tampak batang-batang merah yang utuh, terputus-putus atau granuler.
b. Test Mitsuda
Berupa penyuntikan lepromin secara intrakutan pada lengan, yang
hasilnya dapat dibaca setelah 3 – 4 minggu kemudian bila timbul
infiltrat di tempat penyuntikan berarti lepromim test positif
8. Pencegahan
a. Penerangan dengan memberikan sedikit penjelasan tentang seluk beluk
penyakit lepra pada pasien.
b. Pengobatan profilaksis dengan dosis yang lebih rendah dari pada dosis
therapeutic.
c. Vaksinasi dengan BCG yang juga mempunyai daya profilaksis
terhadap lepra
9. Klasifikasi Kusta
a. Klasifikasi yang dipakai pada penelitian terbanyak adalah klasifikasi
Ridley dan Jopling. Klasifikasi ini berdasarkan gambaran klinis,
bakteriologis, histology dan mempunyai korelasi dengan tingkat
imonologi, yaitu membagi penyakit kusta dalam 5 tipe :
1) Tipe Tuberkuloid (TT) TT Adalah tipe tuberkuloid polar, yakni
tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil tidak mungkin
berubah tipe.12
2) Tipe Borderline Tuberkuloid (BT) Tipe campuran antara
tuberkuloid dan leprometosa, dimana lebih banyak tuberkuloidnya.
3) Tipe Borderline (BB) Tipe campuran yang terdiri 50%
tubekuloidnya dan 50 % leprometosanya.
4) Tipe Borderline Lepramatous (BL) Tipe campuran, dimana
leprometosanya lebih banyak disbanding tuberkuloidnya.
5) Tipe Lepramatous (LL) LL adalah tipe lepramatosa polar, yakni
lepramatosa 100% juga merupakan tipe yang stabil yang tidak
mungkin berubah lagi.
b. Menurut Depkes (2006), dalam pemakaian obat kombinasi untuk
pemberantasan penyakit kusta, maka WHO mengelompokkan penyakit
kusta ada 2 kelompok yakni :
1) Tipe Pausi Basiler (PB) berarti sedikit mengandung basil terdiri
atas indeterminate (I), Tuberculoid (TT), Borderline Tuberkuloid
(BT), pemeriksaan Bakteri Tahan Asam BTA (-)
2) Tipe Multi Basiler (MB) berarti banyak mengandung banyak basil
yaitu terdiri dari tipe Bordiline (BB), Borderline Lepramatosa
(BL), Lepramatous (LL), Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam BTA
(+)
10. Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien Morbus
Hansen baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis
sewaktu terjadi reaksi Morbus Hansen.dan mencegah timbulnya cacat serta
memutuskan mata rantai penularan dari pasien Morbur Hansen terutama
tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insidens penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi sifampisin,
klofazimen, dan DDS dimulai tahun 1981. program ini betujuan untuk
mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi
ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat dan mengeliminasi
persstensi kuman Morbus Hansen dalam jaringan.
https://nefyskep.wordpress.com/2012/05/29/askep-morbus-hansen/
http://www.abcmedika.com/2013/08/morbus-hansen-kusta.html