Morbus Hansen

22
LEPRA/ KUSTA/ MORBUS HANSEN

description

morbus hansen

Transcript of Morbus Hansen

Page 1: Morbus Hansen

LEPRA/ KUSTA/MORBUS HANSEN

Page 2: Morbus Hansen

LEPRA / KUSTA

• Penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya

ialah Mycobacterium leprae yang bersifat

intraselular obligat

• Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan

mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian

dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat

Page 3: Morbus Hansen

Etiologi

• Mycobacterium leprae• M.leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 μm

x 0,5 μm, tahan asam dan alkohol serta Gram (+)

Page 4: Morbus Hansen

Klasifikasi

Keterangan :TT Tuberkuloid polar ( stabil )BT Borderline tuberkuloidBB Mid BorderlineBL Borderline lepromatousLL Lepromatosa polar ( stabil )PB TT & BT MB BB, BL, LL

Kontak

Infeksi

SembuhSubklinis

BB

Determinate

Indeterminate (I)

LLLiBLI BTTiTT

95%

70%

Non-infeksi

30%

Page 5: Morbus Hansen

Klasifikasi

Klasifikasi ZONA SPEKTRUM KUSTA

Ridley & Jopling

TT BT BB BL LL

Madrid Tuberkuloid Borderline Lepromatosa

WHO Pausibasiler(PB)

Multibasiler(MB)

Puskesmas PB MB

Keterangan :TT Tuberkuloid polar ( stabil )BT Borderline tuberkuloidBB Mid BorderlineBL Borderline lepromatousLL Lepromatosa polar ( stabil )PB TT & BT MB BB, BL, LL

Page 6: Morbus Hansen

Sifat LEPROMATOSA (Lll)

BORDERLINE LEPROMATOSA (BL)

MID BORDERLINE (BB)

Lesi

Bentuk MakulaInfiltrat difus

PapulNodus

MakulaPlakatPapul

PlakatDome-shaped (kubah)

Punched-out

Jumlah Tidak terhitung, praktis tidak ada

kulit sehat

Sukar dihitung, masih ada kulit sehat

Dapat dihitung, kulit sehat jelas ada*

Distribusi Simetris * Hampir simetris Asimetris *

Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar ,agak berkilat*

Batas Tidak jelas* Agak jelas Agak jelas

anestesia Biasanya tidak jelas

Tak jelas Lebih jelas

BTA

Lesi kulit Banyak (ada globus)

Banyak Agak banyak

Sekret hidung

Banyak (ada globus)

Biasanya negatif Negatif

Tes lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif

GAMBARAN KLINIS, BAKTERIOLOGIK DAN IMUNOLOGIK KUSTA MULTIBASILAR (MB)

Page 7: Morbus Hansen

Sifat TUBERKULOID(TT)

BORDERLINE TUBERKULOID

(BT)

INDETERMINATE(I)

Lesi

Bentuk Makula sajaDibatasi infiltrat

Makula dibatasi infiltratInfiltrat saja

Hanya infiltrat*

Jumlah Satu, dapat beberapa

Beberapa atau satu dengan satelit*

Satu atau beberapa

Distribusi Asimetris Masih simetris Variasi*

Permukaan Kering bersisik Kering bersisik Halus,agak berkilat*

Batas Jelas Jelas Dapat jelas atau tidak jelas*

anestesia Jelas Jelas Tak ada sampai tidak jelas*

BTA

Lesi kulit Hampir selalu negatif

Negatif atau hanya 1+ Biasanya negatif

Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah atau negatif

GAMBARAN KLINIS, BAKTERIOLOGIK DAN IMUNOLOGIK KUSTA PAUSIBASILAR (PB)

Page 8: Morbus Hansen

Diagnosis

BAGAN DIAGNOSIS KLINIS MENURUT WHO (1995)

PB MB

Lesi kulit(makula datar, papul yang meninggi. Nodus )

1-5 lesiHipopigmentasi/eritemaDistribusi tidak simetrisHilangnya sensasi yang jelas

>5 lesiDistribusi lebih simetrisHilangnya sensasi kurang jelas

Kerusakan saraf(menyebabkan hilangnya sensasi/kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena

Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf

Page 9: Morbus Hansen

Adapula yang disebut kusta tipe neural

murni, dengan tanda :

- Tidak ada dan tidak pernah ada lesi kulit

- Ada satu atau lebih pembesaran saraf

- Ada anestesia dan atau paralisis, serta atrofi otot

pada daerah yang dipersarafinya

- Bakterioskopik (-)

- Tes Mitsuda umumnya (+)

– Untuk tipe biasa Tuberkuloid, Borderline atau

nonspesifik histopatologik

Page 10: Morbus Hansen

GEJALA – GEJALA KERUSAKAN SARAF

N. ulnaris -Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis-Clawing kelingking dan jari manis-Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial

N. medianus -anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk & jari tengah-Tidak mampu aduksi ibu jari-Clawing ibu jari, telunjuk & jari tengah-Ibu jari kontraktur-Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

N. radialis -anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk-Tangan gantung (wrist drop)-tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan

N.Poplitea lateralis

-anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis-kaki gantung (foot drop)-kelemahan otot peroneus

N. Tibialis posterior

-anestesia telapak kaki-claw toes-paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis

N. Fasialis -cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus-cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir

N. trigeminus

-anestesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata

Page 11: Morbus Hansen

Penunjang diagnosis

1. Pemeriksaan bakterioskopik

- Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan

kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan

terhadap BTA (ZIEHL-NEELSEN)

- Bakterioskopik (-) pada seorang penderita bukan berarti

orang tersebut tidak mengandung basil M.leprae

Page 12: Morbus Hansen

Penunjang diagnosis

2. Pemeriksaan histopatologik

- Makrofrag dalam jaringan yang berasal monosit didalam

darah ada yang mempunyai nama khusus, antara lain sel

Kupffer (hati), sel alveolar (paru), sel glia (otak), dan

histiosit (kulit)

- Makrofag fagositosis

- SIS(sistem imunitas seluler) tinggi makrofag mampu

memfagositosis Kuman (M.Leprae) yg masuk

- SIS rendah histiosit ≠ menghancurkan M.leprae

dijadikan tempat berkembang biak sel virchow / sel

lepra / sel busa alat pengangkut penyebar luasan

Page 13: Morbus Hansen

Penunjang diagnosis

3. Pemeriksaan serologik- didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang

terinfeksi oleh M.leprae

- Antibodi spesifik terhadap M.leprae, antibodi antiphenolic

glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD,

- antibodi yang non spesifik antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM)

yang juga dihasilkan oleh M. tuberculosis

- Kegunaan tes serologik membantu diagnosis kusta yang

meragukan, karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas

- Contoh :

- Uji MLPA ( Mycobacterium Leprae Particle Aglutination )

- Uji ELISA ( Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay )

- ML dipstick ( Mycobacterium Leprae dipstick )

Page 14: Morbus Hansen

Reaksi kusta

• Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut

pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat

kronik

• Reaksi imun dapat menguntungkan, tetapi dapat

pula merugikan yang disebut reaksi imunologik, dan

reaksi kusta ini tergolong didalamnya. Dalam

klasifikasi yang bermacam-macam itu, tampaknya

yang paling banyak dianut adalah

– E.N.L (eritma nodusum leprosum) dan

– Reaksi reversal atau reaksi upgrading

Page 15: Morbus Hansen

E.N.L timbul pada tipe lepromatosa polar dan dapat juga pada

BL semakin tinggi tingkat multibasilarnya makin besar

kemungkinan timbulnya E.N.L

E.N.L respon imun humoral fenomena kompleks imun akibat

reaksi antara antigen M.leprae + antibodi (IgM, IgG) +

komplemen kompleks imun

Kadar Ig penderita kusta lepromatosa > tinggi daripada kusta

tuberkuloid karena tipe lepromatosa jumlah basil > tipe

tuberkuloid

Karena pada pengobatan banyak basil lepra yang mati dan

hancur >>antigen yang dilepaskan + antibodi + aktifkan

sistem komplemen kompleks imun beredar dalam sirkulasi

darah yang dapat melibatkan berbagai organ

Page 16: Morbus Hansen

Pada E.N.L ≠ terjadi perubahan tipe yang berbeda dengan reaksi

reversal yang hanya dapat terjadi pada tipe Borderline reaksi

Borderline

reaksi reversal yang memegang peranan utama SIS, faktor

pencetusnya belum diketahui pasti, diperkirakan ada hubungannya

dengan hipersensitivitas tipe lambat

Gejala klinis reaksi reversal umumnya sebagian atau seluruh lesi

yang telah ada bertambah aktif dan atau dapat timbul lesi baru

dalam waktu yang relatif singkat lesi hipopigmentasi eritema, lesi

makula infiltrat lesi lama menjadi bertambah luas

Kalau diperhatikan kembali reaksi E.N.L dan reversal secara klinis,

E.N.L dengan lesi eritema nodosum, sedangkan reversal tanpa nodus

reaksi lepra nodular ( E.N.L) , reaksi lepra non nodular ( reversal)

Page 17: Morbus Hansen

Pengobatan

• Obat antikusta yang paling banyak digunakan saat ini DDS (diaminodifenil sulfon), kemudian klofazimin dan rifampisin

• DDS– Resistensi terhadap DDS dapat primer/sekunder, sekunder karena :

• Monoterapi DDS• Dosis terlalu rendah• Minum obat tidak teratur• Pengobatan terlalu lama, setelah 4-24 thn

– Sedangkan primer karena orang ditulari M.leprae yang telah resisten dan manifestasinya dapat dalam berbagai tipe yang tergantung pada SIS penderita

– Efek samping :• Nyeri kepala• Erupsi obat• Anemia hemolitik• Leukopenia• Insomnia• Neuropatia perifer• dll

Page 18: Morbus Hansen

Pengobatan Rifampisin

Obat yang menjadi salah satu kombinasi DDS dengan dosis 10mg/KgBB

Rifampisin tidak boleh diberikan sebagai monoterapi memperbesar kemungkinan terjadi resistensi

Efek samping : Hepatotoksik Nefrotoksik Gejalah GI Flu-like syndrome Erupsi kulit

Klofazimin Juga bersifat antiinflamasi sehingga dapat dipakai pada

penanggulangan E.N.L dengan dosis tinggi Efek samping :

Warna kecoklatan pada kulit Warna kekuningan pada sklera Gangguan GI nyeri abdomen, nausea, diare, anoreksia dan vomitus

(pada dosis tinggi)

Page 19: Morbus Hansen

Pengobatan

• Juga dapat diberikan :

– Protionamid (di indonesia obat ini jarang dipakai karena

sukar ditemukan)

– Ofloksasin (turunan fluorokuinolon yang paling aktif pada

M.leprae in vitro )

– Minosiklin (efek bakterisidal > daripada klaritromisin, <

daripada rifampisin)

– Klaritromisin (merupakan kelompok antibiotik makrolid dan

mempunyai aktifitas bakterisidal terhadap M.leprae)

Page 20: Morbus Hansen

Diagnosis Banding

• Dermatofitosis• Tinea versicolor• Pitiriasis rosea• Pitiriasis alba• Dermatitis seboroika• Psoriasis

• Neurofibromatosis• Granuloma anulare• Xantomatosis• Skleroderma• Leukimia kutis• Tuberkulosis kutis

verukosa• Birth mark

Page 21: Morbus Hansen

Rehabilitasi

• Usaha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh antara lain :– Jalan operasi– Fisioterapi

Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal, tetapi fungsinya dan secara kosmetik dapat diperbaiki

• Cara lain ialah secara kekaryaan, yaitu memberi lapangan pekerjaan yang sesuai cacat tubuhnya, sehingga dapat berprestasi dan dapat meningkatkan rasa percaya dirinya, selain itu dapat dilakukan terapi psikologik (kejiwaan)

Page 22: Morbus Hansen

TABEL KLASIFIKASI CACAT

Cacat pada tangan dan kaki

Tingkat o

≠ gangguan sensibilitas, ≠ kerusakan atau deformitas yang terlihat

Tingkat 1

Ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau deformitas yang terlihat

Tingkat 2

Terdapat kerusakan dan deformitas

Cacat pada mata

Tingkat 0

≠ gangguan pada mata akibat kusta, ≠ gangguan penglihatan

Tingkat 1

Ada gangguan pada mata akibat kusta, ≠ gangguan yang berat pada penglihatan, visus 6/60 atau lebih baik (dapat menghitung jari pada jarak 6 meter)

Tingkat 2

Gangguan penglihatan berat, visus kurang dari 6/60 (tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 meter)

Catatan Kerusakan atau deformitas pada tangan dan kaki termasuk ulserasi, absorbsi, mutilasi, kontraktur, sedangkan pada mata termasuk anestesi kornea, iridosiklitis dan lagoftalmus