Morbus Hansen

19
BAB I PENDAHULUAN Morbus hansen merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Leprae dan menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit ini terutama menjangkit kulit dan saraf jika tidak diterapi, dan dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen dan progresif pada kulit, saraf, tungkai, dan mata. Terdapat dampak baik secara psikologis, sosial, dan ekonomi penyakit ini bagi penderitanya yang diakibatkan oleh deformitas yang diakibatkan morbus hansen. Kuman Mycobacterium Leprae berbentuk batang, bersifat tahan asam, dan ditemukan oleh Gerald Armauer Hansen dari Norwegia pada tahun 1873. Kuman ini berkembang biak dengan sangat lambat dan masa inkubasinya tidak diketahui dengan pasti. Dua hingga lima tahun merupakan masa inkubasi pada umumnya, tapi ada pula yang melaporkan masa inkubasi dari 3 bulan hingga 40 tahun. Kuman masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan kulit yang tidak utuh. Sumber penularan adalah penderita kusta yang banyak mengandung kuman yang belum diobati. Setelah kuman masuk ke dalam tubuh, kuman menuju tempat predileksinya yaitu saraf tepi. Morbus hansen atau kusta atau lepra bukan merupakan penyakit yang tidak dapat dikendalikan. Morbus hansen menyerang semua umur dan menyebar luas ke seluruh dunia, terutama di Asia, Afrika, Amerika latin, daerah tropis dan sub tropis, serta masyarakat yang sosial ekonomi nya rendah. Makin rendah sosial ekonomi makin berat penyakitnya, sebaliknya 1

Transcript of Morbus Hansen

Page 1: Morbus Hansen

BAB I

PENDAHULUAN

Morbus hansen merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium Leprae dan menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh

lainnya. Penyakit ini terutama menjangkit kulit dan saraf jika tidak diterapi, dan dapat

mengakibatkan kerusakan yang permanen dan progresif pada kulit, saraf, tungkai,

dan mata. Terdapat dampak baik secara psikologis, sosial, dan ekonomi penyakit ini

bagi penderitanya yang diakibatkan oleh deformitas yang diakibatkan morbus

hansen. Kuman Mycobacterium Leprae berbentuk batang, bersifat tahan asam, dan

ditemukan oleh Gerald Armauer Hansen dari Norwegia pada tahun 1873. Kuman ini

berkembang biak dengan sangat lambat dan masa inkubasinya tidak diketahui

dengan pasti. Dua hingga lima tahun merupakan masa inkubasi pada umumnya, tapi

ada pula yang melaporkan masa inkubasi dari 3 bulan hingga 40 tahun. Kuman

masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan kulit yang tidak utuh. Sumber

penularan adalah penderita kusta yang banyak mengandung kuman yang belum

diobati. Setelah kuman masuk ke dalam tubuh, kuman menuju tempat predileksinya

yaitu saraf tepi.

Morbus hansen atau kusta atau lepra bukan merupakan penyakit yang tidak

dapat dikendalikan. Morbus hansen menyerang semua umur dan menyebar luas ke

seluruh dunia, terutama di Asia, Afrika, Amerika latin, daerah tropis dan sub tropis,

serta masyarakat yang sosial ekonomi nya rendah. Makin rendah sosial ekonomi

makin berat penyakitnya, sebaliknya faktor sosial ekonomi tinggi sangat membantu

penyembuhan. Jumlah kasus di seluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini telah

menurun 85%. Kasus kusta yang terdaftar pada permulaan tahun 1997 kurang lebih

890.000 penderita. Di Indonesia jumlah kasus yang tercatat pada akhir Maret 1997

adalah 31.699 orang, distribusi juga tidak merata, yang tertinggi antara lain di Jawa

Timur, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan. Penderita anak-anak dibawah umur 14

tahun lebih kurang sebesar 13%, sedangkan untuk anak umur kurang dari 1 tahun

jarang sekali. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur antara 25-35 tahun.5

Penyakit kusta berhubungan dengan respon imunologi. 95% populasi

manusia mempunyai kekebalan alamiah terhadap Mycobacterium leprae.

Mycobacterium leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah,

1

Page 2: Morbus Hansen

sehingga penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu

memeberikan gejala yang lebih berat, dan sebaliknya. Ketidakseimbangan antara

derajat infeksi dengan derajat penyakit disebabkan oleh perbedaan respon imunologi

pada masing-masing individu dan gejala klinis nya sebanding dengan tingkat reaksi

selular. Kuman masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan kulit yang

tidak intak atau utuh. Sumber penularan adalah penderita kusta yang banyak

mengandung kuman yang belum diobati. Setelah kuman masuk ke dalam tubuh,

kuman menuju tempat predileksinya yaitu syaraf tepi.4,5

Menurut WHO tahun 1997, diagnosis kusta berdasarkan adanya tanda utama

atau Cardinal signs berupa: (1) Terdapat kelainan kulit yang hipopigmentasi atau

eritematosa dengan anastesi, (2) Kelainan syaraf tepi berupa penebalan syaraf

dengan anastesi, (3) Hapusan kulit positif untuk kuman tahan asam. Jika terdapat

satu dari ketiga cardinal signs tersebut ditemukan, dapat menjadi dasar didiagnosa

kusta.2 Selain dari Cardinal signs dapat ditemukan gejala lain kusta yaitu madarosis,

penebalan cuping telinga, facies leonina, dan anestesi simetris pada kedua tangan

dan kaki (gloves & stocking anastesia).4 Untuk memastikan diagnosis kusta, perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang. Yang sering dilakukan adalah pemeriksaan

bakteriologis dengan cara mengambil sediaan dari kedua cuping telinga atau

kerokan jaringan kulit yang kemudian digoreskan pada obyek glass dan diwarnai

dengan pewarnaan tahan asam, yaitu Zielhl Nielsen. WHO mengklasifikasikan kusta

menjadi 2 tipe yaitu PB (Pausibasiler) dan MB (Multibasiler). Pada kusta tipe PB

ditemukan lesi kulit hipopigmentasi yang asimetris berjumlah 1-5, berbatas tegas,

kering, kasar, anastesi jelas, penebalan syaraf tepi terjadi secara dini, dan BTA

negatif. Sedangkan pada tipe MB lesi eritematus, simetris, jumlah lebih dari 5, batas

tidak tegas, permukaan halus mengkilat, anastesi tidak jelas, penebalan syaraf tepi

terjadi kronis, dan BTA positif.4,5 Menurut rekomendasi WHO, pengobatan yang

dipakai untuk penyakit kusta adalah MDT (Multi Drug Therapy). Regimen ini terdiri

dari kombinasi dapson, rifampisin, dan lamprene. Untuk kusta tipe PB diberikan

rifampisin 600 mg/bulan dan dapson 100 mg/hari. Pengobatan diberikan secara

teratur selama 6 bulan dan diselesaikan dalam waktu maksimal 19 bulan.

Sedangkan yang tipe MB hari pertama diberikan rifampisin 600 mg/bulan, lampren

300 mg/bulan, dapson 100mg/bulan kemudian pada dilanjutkan lampren 50 mg/hari

dan dapson 100 mg/hari pada hari ke-2 sampai 28. Pengobatan dilakukan secara

teratur sebanyak 12 bulan dan diselesaikan maksimal 18 bulan.

2

Page 3: Morbus Hansen

BAB II

LAPORAN KASUS

II.1. IDENTITAS

Nama : Tn. R

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Laki laki

Alamat : Kalipare, Malang Selatan

Pekerjaan : Buruh Tani Kelapa Sawit

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin

Pendidikan : SMP

Suku bangsa : Jawa

No. Reg : 108763xx

Tanggal Pemeriksaan : 16 Februari 2010

II.2. ANAMNESIS (Autoanamnesis)

Keluhan utama: bercak merah pada wajah, tubuh, dan tangan.

Pasien datang dengan keluhan ada bercak-bercak merah pada wajah, tubuh,

dan tangan yang timbul sejak 2 tahun yang lalu. Bermula dari bercak merah yang

berukuran +/- 2 cm, dan kemudian lama-lama meluas memenuhi wajah, serta

sebagian tubuh dan tangan. Terasa tebal pada bercak-bercak tersebut.

Geringgingen sejak 6 bulan terakhir pada tangan dan kaki, tangan dan kaki masih

dapat digunakan untuk beraktivitas walaupun kadang terasa lemas dan kaku saat

bangun tidur. Ditemukan juga benjolan merah pada daerah dahi, di dekat alis mata.

Benjolan berwarna merah kenyal dan sudah timbul +/- 6 bulan yang lalu.

3

Page 4: Morbus Hansen

Pasien juga merasa nyeri-nyeri pada persendian tangan dan kaki 6 bulan

terakhir, demam sumer-sumer sejak 4 hari yang lalu, serta keluhan suara sengau

yang hilang timbul. Pasien tidak mengalami mimisan, kerontokan alis, maupung

pembengkakan pelir.

Pasien mempunyai riwayat penyakit kencing manis, dimana pengobatan dan

kontrol dilakukan secara rutin, dengan hasil gula darah yang normal. Pasien pernah

masuk rumah sakit akibat penyakit kencing manis ini +/- 6 bulan yang lalu. Pasien

sudah mengeluh terasa tebal pada kulit, tapi tetap terdiagnosa kencing manis saja

oleh dokter sebelumnya.

Riwayat kontak dengan penderita penyakit sama: (-)

Riwayat keluarga dengan penyakit sama : (-)

Riwayat demografi : Sejak kecil pasien tinggal di Malang, lalu pindah kerja ke

Medan, Sumatera Utara sejak umur 30.

II.3. STATUS PRAESENS (16 Februari 2010)

Kesadaran : compos mentis

Keadaan umum : baik

Higiene : kesan baik

Tanda-tanda vital : Tensi : tidak diperiksa

Nadi : 82 kali / menit

RR : 16 kali / menit

tax : 36,8 oC

Kepala & Leher : plaque eritematous di wajah (+)

madarosis (-), saddle nose (-), penebalan cuping

telinga kanan kiri (+), pembesaran n. Auricularis magnus

(+)

Thoraks : makula eritematous pada dada bagian depan

4

Page 5: Morbus Hansen

Abdomen : tidak didapatkan lesi.

Ekstremitas : Ditemukan makula eritematous pada lengan atas dan lengan

bawah, pembesaran n. Ulnaris ki & ka (+), pembesaran n.

Peroneus lateralis (-).

Tes sensasi dingin, panas, raba: anestesi dan hipoestesi pada lesi.

II.4. STATUS DERMATOLOGIS

Lokasi : wajah

Distribusi : tersebar simetris

Ruam : plaq eritematous, batas tegas, tepi tidak teratur, permukaan halus, tidak

tertutup skuama, ukuran lebar memenuhi wajah, anestesi (+)

5

Page 6: Morbus Hansen

Gambar 1. Ruam di wajah

Lokasi: thorax bagian depan

Distribusi: tersebar simetris

Ruam: makula eritematous, batas tidak jelas, tepi tidak teratur, permukaan rata, tidak

tertutup skuama, ukuran lebar memenuhi dada, hipoestesi pada beberapa titik.

.

Gambar 2. Ruam di thorax

6

Page 7: Morbus Hansen

Lokasi: lengan atas dan lengan bawah

Distribusi: tersebar simetris

Ruam: makula eritema keunguan, tepi datar, batas tidak jelas, permukaan rata, kasar

(kusam), terdapat skuama, ukuran lebar memenuhi lengan, hipoestesi pada

beberapa titik.

7

Page 8: Morbus Hansen

Gambar 3. Ruam di lengan atas dan lengan bawah

8

Page 9: Morbus Hansen

Gambar 4. Penebalan cuping telinga dan Pembesaran N. Aurikularis Magnus

Gambar 5. Sketsa ruam MH Tn. R

9

Page 10: Morbus Hansen

II.5. DIAGNOSIS BANDING

1. Morbus Hansen tipe MB

2. Morbus Hansen tipe PB

II.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

BTA : ditemukan bakteri tahan asam hasil +3 (1-10 BTA dalam 1 LP)

Tes sensibilitas

Tes Wajah kanan Wajah kiri

Panas anestesi anestesi

Dingin anestesi anestesi

Nyeri anestesi anestesi

Raba anestesi anestesi

Tes DadaLengan Atas dan Lengan

Bawah

Panas normal normal

Dingin normal normal

Nyeri hipoestesi beberapa titik hipoestesi beberapa titik

Raba hipoestesi beberapa titik hipoestesi beberapa titik

10

Page 11: Morbus Hansen

II.7. DIAGNOSIS

Morbus Hansen tipe MB

II.8. TERAPI

MDT MB 12 bulan

Hari pertama:

Rifampisin 600 mg

Clofazimin 300 mg

Dapson 100 mg

Hari kedua sampai dua puluh delapan:

Clofazimin 1 x 50 mg/hari

Dapson 1 x 100 mg/hari

II.9. KIE

Selalu memakai alas kaki/perlindungan

Memakai sarung tangan saat bekerja

Minum obat secara teratur.

Kontrol tiap bulan atau bila ada keluhan lain.

Hindari kontak dengan orang lain (stop pekerjaan sebagai pengasuh anak)

Keluarga harus menjaga kekebalan tubuh mereka

BAB III

11

Page 12: Morbus Hansen

PEMBAHASAN

Pasien Ny. I 38 tahun datang ke poliklinik ilmu kesehatan kulit dan kelamin

RSSA pada tanggal 25 November 2009 dengan keluhan utama rasa tebal pada

kedua telapak kaki. Dari anamnesa didapatkan keluhan kaki terasa tebal sejak 6

bulan terakhir. Pasien mengeluh ada bercak merah di telapak kaki sejak 1 bulan

yang mula-mula kecil kemudian melebar. Bercak tidak terasa gatal. Pasien juga

mengeluh geringgingan sejak 2 tahun yang lalu pada tangan dan kaki, tangan terasa

lemas dan setiap bangun tidur kaki terasa kaku dan sulit untuk berjalan. Selain itu

pasien merasa nyeri pada persendian tangan dan kaki 2 tahun yang lalu, nggreges 1

minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh alis sering rontok dan mimisan. Terdapat

riwayat penurunan berat badan 5 kg dalam 1 bulan terakhir, keringat malam positif,

riwayat kontak dengan penderita penyakit sama yaitu tetangga pasien punya bintik

putih yang terasa tebal di tangan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan status praesens dalam batas normal.

Didapatkan madarosis, penebalan cupung hidung, dan tidak didapatkan pembesaran

nervus arikularis magnus, nervus ulnaris, nervus peroneus lateralis humoris, dan

nervus tibialis posterior. Pada pemeriksaan sensibilitas terhadap suhu, nyeri, dan

rasa raba pada lesi di wajah kurang jelas, sedangkan pada lesi yang di telapak kaki

menunjukkan hipoestesi.

Pemeriksaan dermatologi menunjukkan 2 lesi dengan lokasi di wajah dan

telapak kaki kanan dan kiri. Pada lesi yang di wajah, dengan distribusi terlokalisir,

sifat ruam berupa plaq eritematous, berbatas tidak jelas, tepi datar, permukaan

meninggi, kasar, tidak tertutup skuama, ukuran Ø 2 cm. Sedangkan lesi pada telapak

kaki distribusinya terlokalisir, dengan ruam berupa makula anestesi eritema

keunguan, bentuk oval, tepi datar, batas tidak jelas, permukaan rata, kasar (kusam),

tidak tertutup skuama, ukuran Ø 1 cm. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan

bakteriologis, yaitu dengan pewarnaan tahan asam (Ziehl-Nelsen )dan ditemukan

kuman Mycobacterium Leprae sebanyak 1-10 dalam 10 LP.

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosa Morbus Hansen tipe MB karena telah

memenuhi Cardinal signs yaitu (1) Terdapat kelainan kulit yang hipopigmentasi atau

eritematosa dengan anastesi, (2) Hapusan kulit positif untuk kuman tahan asam.

12

Page 13: Morbus Hansen

Pasien ini dapat didiagnosis banding dengan Morbus Hansen tipe PB. Hal

ini dikarenakan morbus Hansen tipe PB hanya didapatkan lesi hipopigmentasi yang

asimetris, jumlah kurang dari 5, anastesi jelas, terdapat penebalan syaraf tepi, dan

BTA negatif.

Pada pasien ini diberikan terapi MDT MB selama 12 bulan. Pada hari

pertama diberikan rifampisin 600 mg, clofazimin 300 mg, dapson 100 mg. Hari

kedua sampai dua puluh delapan diteruskan clofazimin 1 x 50 mg/hari dan dapson 1

x 100 mg/hari. Setelah di berikan terapi, perlu dilakukan KIE pada pasien agar

pasien minum obat secara teratur, menghindari kontak dengan orang lain karena

penyakit nya menular, jangan bekerja sebagai pengasuh anak karena dapat menular

dan kontrol tiap bulan atau bila ada keluhan lain. Selain itu kita juga perlu

menginformasikan mengenai efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian

terapi dan komplikasi jika penyakit ini tidak tertangani dengan baik. Komplikasi nya

berupa infeksi sekunder, reaksi kusta, dan kecacatan.

BAB IV

KESIMPULAN

13

Page 14: Morbus Hansen

Telah dilaporkan kasus Morbus Hansen tipe MB pada Ny. I 38 tahun.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yang khas pada kasus ini yaitu ditemukan Cardinal signs yaitu (1)

Terdapat kelainan kulit yang hipopigmentasi atau eritematosa dengan anastesi, (2)

Hapusan kulit positif untuk kuman tahan asam. Terapi yang diberikan sesuai dengan

WHO yaitu MDT MB selama 12 bulan. Selain itu dilakukan KIE pada pasien

mengenai perjalanan penyakit, pengobatan, efek samping obat, dan komplikasi

penyakit.

14

Page 15: Morbus Hansen

DAFTAR PUSTAKA

1. Gandhi, G and Singh, B. 2004. DNA damage studies in untreated and treated

leprosy patients. Mutagenesis vol.19.No.6.p. 483-488.

2. Barakbah, Jusuf, dkk. 2008. Atlas Penyakit Kulit & Kelamin. Airlangga University

Press. Surabaya. Hal. 41-54.

3. Graham Brown, Robin. 2005. Lecture notes Dermatology. Erlangga. Jakarta. Hal.

23-25.

4. Djuanda, Adhi, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Edisi Keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Hal: 73-88.

5. Barakbah, Jusuf, dkk. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/ SMF Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketiga. Airlangga University Press. Surabaya.

Hal: 41-45.

15