MOrbus Hansen
-
Upload
nurly-simatupang -
Category
Documents
-
view
49 -
download
2
Transcript of MOrbus Hansen
MINI C-EX
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
Pembimbing : dr. Heryanto, SpKK
Disusun oleh :
Nurliana Simatupang (08-115)
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
PERIODE KEPANITERAAN 03 DESEMBER – 05 JANUARI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA 2012
STATUS PASIEN
IDENTITASNama : Tn. RUsia : 39 tahun Jenis Kelamin : laki-laki Alamat : SerangSuku : JawaAgama : Islam Status : MenikahPekerjaan : KaryawanPendidikan Terakhir : SMPTanggal Pemeriksaan : 19-12-2012
ANAMNESISKeluhan Utama
Benjolan-benjolan kecil pada kedua telinga sejak 2 hari
Keluhan TambahanKaku pada jari manis dan jari kelingking sebalah kiri sejak 4 bulanBercak putih pada pinggang sebelah kanan sejak 8 bulan
Riwayat penyakit sekarangSejak 8 bulan yang lalu sebelum pasien berobat, pasien mengeluh terdapat bercak
putih pada pinggang sebelah kanan. Beracak putih tersebut muncul tiba-tiba dan awalnya hanya berupa bercak kecil kemerahan pada daerah tersebut, yang semakin lama makin membesar dan meluas. Pasien tidak mengeluhkan gatal ataupun nyeri pada bercak putih tersebut, hanya saja pada bercak putih terebut pasien merasakan tebal atau baal tapi tidak terlalu jelas dengan daerah kulit normal yang dirasakan. Karena tidak mengganggu aktivitas sehari-hari pasien, bercak putih tersebut tidak pasien obati hanya dibiarkan begitu saja.
Sejak 4 bulan yang lalu sebelum pasien berobat, pasien merasa jari manis dan jari kelingking tangan kirinya menjadi kaku dan tidak dapat diluruskan. Awalnya pasien hanya merasakan kesemutan dan kadang sampai terasa baal. Keluhan tersebut menyebabkan pasien kesulitan dalam bekerja terutama saat mengangkat beban, walau demikian pasien masih tetap aktif bekerja. Selain itu paseien juga merasakan pada kedua telapak kaki terasa baal, dimana hal ini dirasakan bersamaan dengan rasa baal pada jari manis dan jari kelingking tangan kiri. Untuk mengurangi keluhan pasien berobat ke puskesmas dan diberikan beberapa obat dan oleh dokter pukemas disarankan apabila keluhan tidak berkurang pasien harus segera berobat ke poli kusta RS.Sintanala.
Sejak 2 hari yang lalu sebelum pasien berobat, Muncul beberapa benjolan-benjolan pada ke dua telinga pasien. Benjolan-benjolan kecil tersebut muncul tiba-tiba dan pada
benjolan-benjolan kecil terebut tidak terasa nyeri. Awalnya benjolan tersebut hanya muncul beberapa pada telinga kanan, tanpa disadari pasien benjolan kecil tersebut bertambah banyak dan terdapat juga pada telinga bagian kiri. Karena merasa keluhan tidak berkurang malah bertambah berat pasien langsung berobat ke poli klinik kusta RS Sintanala.
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini, Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita keluhan yang sama seperti pasien. Di lingkulan kerja, teman dekat pasien mempunyai keluhan yang sama seperti pasien, selain itu tetangga pasien juga mempunyai keluhan yang sama. Riwayat Asma, DM dan Hipertensi disangkal. Pasien menyangkal alergi terhadap obat dan makanan.Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Asma, Hipertensi, DM disangkal
Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada yang menderita keluhan seperti pasien.
Riwayat Lingkungan SosialTeman kerja dan Tetangga pasien mempunyai keluhan yang sama seperti pasien.
Pasien mengaku setiap hari pasien bertemu teman dan tetangganya tersebut.
Riwayat Alergi Alergi obat- obatan disangkal Alergi makanan disangkal Alergi udara disangkal Alergi gigitan serangga disangkal
PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum : Tampak sakit ringan Kesadaran : Compos mentisTanda-tanda vital : T.A.K
Status generalisataKepala : T.A.KThorax : T.A.KAbdomen : T.A.KEkstremitas : T.A.K
P emeriksaan saraf :
o N. Ulnaris Dextra dan sinistra mengalami pembesaran, nyeri tekan (+)
o N. Radialis Dextra dan sinistra mengalami pembesaran, nyeri tekan (+)
o Pemeriksaan anastesi terhadap rasa nyeri pada tempat lesi (+) dari pada kulit normal.
o Pemeriksaan anastesi terhadap rasa raba pada tempat lesi (+) dari pada kulit normal
o Pemeriksaan suhu panas dingin pada lesi, tidak bisa membedakan suhu panas dingin pada
tempat lesi.
Status Dermatologis Lokalisasi : Pinggang sebelah kanan, Telinga kanan dan kiri, Eflouresensi : Makula Hipopigmentasi, Nodus Penyebaran : Regional, Simetris Susunan : Sirsinar Ukuran : Plakat Batas : Sirkumskrip, Difus Permukaan : Datar, Halus Berkilat
RESUME Seorang Laki-laki berumur 39 tahun mengeluh sejak 8 bulan, terdapat macula
hipopigmentasi pada pinggang sebelah kanan. Muncul tiba-tiba dan awalnya hanya berupa bercak kecil kemerahan, semakin lama makin membesar dan meluas, tidak gatal ataupun nyeri pada bercak putih tersebut, hanya terasa tebal atau baal tapi tidak terlalu jelas dengan daerah kulit normal yang dirasakan.
Sejak 4 bulan, jari manis dan jari kelingking tangan kiri kaku dan tidak dapat diluruskan. Awalnya hanya merasakan kesemutan dan anastesi. Keluhan tersebut menyebabkan pasien kesulitan dalam bekerja terutama saat mengangkat beban, walau demikian pasien masih tetap aktif bekerja. Untuk mengurangi keluhan pasien berobat ke puskesmas dan diberikan beberapa obat dan oleh dokter pukemas disarankan apabila keluhan tidak berkurang pasien harus segera berobat ke poli kusta RS.Sintanala.
Sejak 2 hari, Muncul beberapa nodus pada ke dua telinga. Nodus tersebut muncul tiba-tiba dan pada Nodus terebut tidak terasa nyeri. Awalnya Nodus tersebut hanya muncul beberapa pada telinga kanan, tanpa disadari Nodus tersebut bertambah banyak dan terdapat juga pada telinga bagian kiri. Karena merasa keluhan tidak berkurang malah bertambah berat pasien langsung berobat ke poli klinik kusta RS Sintanala.
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini, Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita keluhan yang sama seperti pasien. Di lingkulan kerja, teman dekat pasien mempunyai keluhan yang sama seperti pasien, selain itu tetangga pasien juga mempunyai keluhan yang sama. Riwayat Asma, DM dan Hipertensi disangkal. Pasien menyangkal alergi terhadap obat dan makanan.
Status Dermatologis : Eflouresensi berupa makula hipopigmentasi, Nodus, Regional, simetris, pada pinggang kanan, Telinga kanan dan kiri, sirsinar, Plakat, sirkumskrip difus, datar dan halus berkilat.
DIAGNOSA KERJAMorbus Hansen Multi Basiler tipe Lepromatosa
DIAGNOSA BANDINGTinea korporisMorbus Hansen Multi basiler Tipe Mid BoderlineMorbus Hansen Multi Bailer Tipe Borderline Lepromatosa
PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Bakterioskopik
Pemeriksaan HistopatologikPemeriksaan Serologik
PENATALAKSANAAN• Non- Medikamentosa
– Melatih jari-jari tangan yang kaku dan baal setiap hari– Menggunakan alas kaki khusus penderita kusta untuk menghindari terjadinya
luka pada telapak kaki• Medikamentosa
MB dengan lesi > 5.Lama pengobatan 12 dosis ini bisa diselesaikan selama 12-18
bulan. Setelah selesai minum 12 dosis obat ini, dinyatakan RFT/=Realease From
Treatment yaitu berhenti minum obat. Masa pengamatan setelah RFT dilakukan
secara pasif untuk tipe PB selama 2 tahun dan tipe MB selama 5 tahun.
Rifampicin : 600 mg/bulan diminum di depan petugas kesehatan
Dapson : 100 mg/hari diminum di rumah
Lamprene : 300 mg/bulan diminum di depan petugas kesehatan dilanjutkan
dgn 100 mg/hari diminum di rumah
PROGNOSIS Quo ad vitam : ad bonam Quo ad functionam : ad bonam Quo ad sanationam : ad bonam
ANALISA KASUS
Seorang laki-laki berusia 39 tahun di diagnosa Morbus Hansen Tipe Lepromatosa. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisikPada anamnesa didapatkan keluhan utama pasien adalah Benjolan-benjolan kecil pada kedua telinga kanan dan kiri sejak 2 hari. Keluhan tambahan yaitu Kaku dan Baal pada jari ke 4 dan ke 5 dan terdapat bercak putih pada pinggang kanan. Pasien juga mempunyai riwayat kontak dengan penderita kusta
Pada Pemeriksaan fisik ditemukan penebalan saraf Ulnaris dan saraf Radialis dextra dan sinistra. Selain itu didapatkan juga gambaran efloresensi pada kulit berupa makula hipopigmentasi, Nodus, Regional, simetris, pada pinggang kanan, Telinga kanan dan kiri, sirsinar, Plakat, sirkumskrip difus, datar dan halus berkilat.
Hal ini sesuai dengan definisi morbus Hansen yaitu merupakan penyakit infeksi mikrobakterium yang bersifat kronik progresif, dimana mula-mula menyerang saraf tepi, dan kemudian terdapat manifestasi kulit. Keadaan ini dapat disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang ditularkan oleh penderita kusta melalui pernapasan atau kontak kulit yang lama.
Patofisiologi morbus Hansen yaitu Masuknya M.Leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) dan melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua. Signal pertama adalah tergantung pada TCR- terkait antigen (TCR = T cell receptor) yang dipresentasikan oleh molekul MHC pada permukaan APC sedangkan signal kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari molekul kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan sel T melalui CD28. Adanya kedua signal ini akan mengaktivasi To sehingga To akan berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Adanya TNF α dan IL 12 akan membantu differensiasi To menjadi Th1.
Th 1 akan menghasilkan IL 2 dan IFN γ yang akan meningkatkan fagositosis makrofag (fenolat glikolipid I yang merupakan lemak dari M.leprae akan berikatan dengan C3 melalui reseptor CR1,CR3,CR4 pada permukaannya lalu akan difagositosis) dan proliferasi sel B. Selain itu, IL 2 juga akan mengaktifkan CTL lalu CD8+.Di dalam fagosit, fenolat glikolipid I akan melindungi bakteri dari penghancuran oksidatif oleh anion superoksida dan radikal hidroksil yang dapat menghancurkan secara kimiawi. Karena gagal membunuh antigen maka sitokin dan growth factors akan terus dihasilkan dan akan merusak jaringan akibatnya makrofag akan terus diaktifkan dan lama kelamaan sitoplasma dan organella dari makrofag akan membesar, sekarang makrofag seudah disebut dengan sel epiteloid dan penyatuan sel epitelioid ini akan membentuk granuloma (Wahyuni, 6-7:2009).
Th2 akan menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13. IL 5 akan mengaktifasi dari eosinofil. IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag. IL 4akan mengaktifasi sel B untuk menghasilkan IgG4 dan IgE. IL 4 , IL10, dan IL 13 akan mengaktifasi sel mast (Wahyuni, 7:2009).
Signal I tanpa adanya signal II akan menginduksi adanya sel T anergi dan tidak teraktivasinya APC secara lengkap akan menyebabkan respon ke arah Th2. Pada Tuberkoloid Leprosy, kita akan melihat bahwa Th 1 akan lebih tinggi dibandingkan denganTh2 sedangkan pada Lepromatous leprosy, Th2 akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th1.
APC pada kulit adalah sel dendritik dimana sel ini berasal dari sum – sum tulang dan melalui darah didistribusikan ke jaringan non limfoid. Sel dendritik merupakan APC yang paling efektif karena letaknya yang strategis yaitu di tempat – tempat mikroba dan antigen asing masuk tubuh serta organ – organ yang mungkin dikolonisasi mikroba. Sel denritik dalam hal untuk bekerja harus terlebih dulu diaktifkan dari IDC menjadi DC. Idc akan diaktifkan oleh adanya peptida dari MHC pada permukaan sel, selain itu dengan adanya molekul kostimulator CD86/B72, CD80/B7.1, CD38 dan CD40. Setelah DC matang, DC akan pindah dari jaringan yang inflamasi ke sirkulasi limfatik karena adanya ekspresi dari CCR7 ( reseptor kemokin satu – satunya yang diekspresikan oleh DC matang). M. Leprae mengaktivasi DC melalui TLR 2 – TLR 1 heterodimer dan diasumsikan melalui triacylated lipoprotein seperti 19 kda lipoprotein. TLR 2 polimorfisme dikaitkan dengan meningkatnya kerentanan terhadap leprosy.
M.Leprae memiliki bagian G domain of extracellular matriks protein laminin 2 yang akan berikatan dengansel schwaan melalui reseptor dystroglikan lalu akan mengaktifkan MHC kelas II setelah itu mengaktifkan CD4+. CD4+ akan mengaktifkan Th1 dan Th2 dimana Th1 dan Th2 akan mengaktifkan makrofag. Makrofag gagal memakan M. Leprae akibat adanya fenolat glikolipid I yang melindunginya di dalam makrofag. Ketidakmampuan makrofag akan merangsang dia bekerja terus – menerus untuk menghasilkan sitokin dan GF yang lebih banyak lagi. Sitokin dan GF tidak mengenai bagian self atau nonself sehingga akan merusak saraf dan saraf yang rusak akan diganti dengan jaringan fibrous sehingga terjadilah penebalan saraf tepi. Sel schwann merupakan APC non professional
Pengobatan pada pasien ini memiliki tujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya penyakit, untuk mencapai tujuan tersebut, srategi pokok yg dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita.
Dapson, diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu mengahalangi atau menghambat pertumbuhan bakteri. Dapson merupakan antagonis kompetitif dari para-aminobezoic acid (PABA) dan mencegah penggunaan PABA untuk sintesis folat oleh bakteri. Efek samping dari dapson adlah anemia hemolitik, skin rash, anoreksia, nausea, muntah, sakit kepala, dan vertigo.
Lamprene atau Clofazimin, merupakan bakteriostatik dan dapat menekan reaksi kusta. Clofazimin bekerja dengan menghambat siklus sel dan transpor dari NA/K ATPase.Efek sampingnya adalah warna kulit bisa menjadi berwarna ungu kehitaman,warna kulit akan kembali normal bila obat tersebut dihentikan, diare, nyeri lambung.
Rifampicin, bakteriosid yaitu membunuh kuman. Rifampicin bekerja dengan cara menghambat DNA- dependent RNA polymerase pada sel bakteri dengan berikatan pada subunit beta. Efek sampingnya adalah hepatotoksik, dan nefrotoksik.