MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

27
Moralitas Pedagang Loak Etnis Madura di Surabaya MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA Rupiati Ningsih 12040254230 (S1 PPKn, FISH, UNESA) [email protected] Maya Mustika Kartika Sari 0014057403 (PPKn, FISH, UNESA) [email protected] Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan dan mendeskripsikan prinsip moral pedagang loak etnis Madura dalam melakukan usahanya. Moralitas merupakan sikap moral yang berasal dari hati seseorang dan ditunjukkan dalam tindakan. Penelitian ini hanya mencakup dua prinsip moral, yakni prinsip kejujuran dan tanggung jawab. Hal tersebut disebabkan bahwa kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi operasional dalam bertanggung jawab. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan teori tindakan rasional Max Weber. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara. Informan dalam penelitian ini merupakan sepuluh pedagang loak etnis Madura yang memiliki kriteria sebagai pedagang loak yang berasal dari Madura dan memiliki kios di jalan dupak rukun kelurahan Asemrowo Kota Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan pedagang loak etnis Madura di Surabaya yang ditunjukkan melalui kegiatan jual beli meliputi dua aspek sasaran, yakni terhadap pembeli dan sesama pedagang loak. Pada prinsip kejujuran, pedagang loak memiliki setidaknya dua sikap berbeda yakni tidak mengatakan hal sebenarnya kepada para pelanggan baru dan mengatakan hal sebenarnya kepada pelanggan yang telah dikenal. Pada prinsip tanggung jawab, pedagang loak etnis Madura juga memiliki perbedaan sikap dalam melayani. Sikap tersebut dipengaruhi oleh adanya hubungan kekerabatan dan juga kesamaan suku. Kedua sikap tersebut merupakan cara pedagang loak dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian, tindakan pedagang loak etnis Madura di Surabaya merupakan kombinasi antara tindakan rasional instrumental dan tindakan tradisional. Namun, tindakan tersebut hanya didasarkan pada upaya mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dalam usaha. Dengan demikian, pedagang loak etnis Madura di Surabaya tidak mengambil sikap baik dalam berdagang. Kata Kunci: Moralitas, Pedagang Loak, dan Madura Abstract The purpose of this study is to explain and describe the moral principle of Madurese ethnic flea traders in doing their business. Morality is a moral attitude which comes from the heart of person and be showed in action. This study only includes two moral principles, they are the honesty and responsibility. These are caused that honesty as the basic quality of moral personalities becomes operational a responsibility. This study use qualitative approach and rational action teory of Max Weber. The data collecting techniques which be used are observation and interview. The informen of this study are ten 931

description

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : RUPIATI NINGSIH

Transcript of MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Page 1: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Moralitas Pedagang Loak Etnis Madura di Surabaya

MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Rupiati Ningsih12040254230 (S1 PPKn, FISH, UNESA) [email protected]

Maya Mustika Kartika Sari0014057403 (PPKn, FISH, UNESA) [email protected]

Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan dan mendeskripsikan prinsip moral pedagang loak etnis Madura dalam melakukan usahanya. Moralitas merupakan sikap moral yang berasal dari hati seseorang dan ditunjukkan dalam tindakan. Penelitian ini hanya mencakup dua prinsip moral, yakni prinsip kejujuran dan tanggung jawab. Hal tersebut disebabkan bahwa kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi operasional dalam bertanggung jawab. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan teori tindakan rasional Max Weber. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara. Informan dalam penelitian ini merupakan sepuluh pedagang loak etnis Madura yang memiliki kriteria sebagai pedagang loak yang berasal dari Madura dan memiliki kios di jalan dupak rukun kelurahan Asemrowo Kota Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan pedagang loak etnis Madura di Surabaya yang ditunjukkan melalui kegiatan jual beli meliputi dua aspek sasaran, yakni terhadap pembeli dan sesama pedagang loak. Pada prinsip kejujuran, pedagang loak memiliki setidaknya dua sikap berbeda yakni tidak mengatakan hal sebenarnya kepada para pelanggan baru dan mengatakan hal sebenarnya kepada pelanggan yang telah dikenal. Pada prinsip tanggung jawab, pedagang loak etnis Madura juga memiliki perbedaan sikap dalam melayani. Sikap tersebut dipengaruhi oleh adanya hubungan kekerabatan dan juga kesamaan suku. Kedua sikap tersebut merupakan cara pedagang loak dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian, tindakan pedagang loak etnis Madura di Surabaya merupakan kombinasi antara tindakan rasional instrumental dan tindakan tradisional. Namun, tindakan tersebut hanya didasarkan pada upaya mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dalam usaha. Dengan demikian, pedagang loak etnis Madura di Surabaya tidak mengambil sikap baik dalam berdagang. Kata Kunci: Moralitas, Pedagang Loak, dan Madura

AbstractThe purpose of this study is to explain and describe the moral principle of Madurese ethnic flea traders in doing their business. Morality is a moral attitude which comes from the heart of person and be showed in action. This study only includes two moral principles, they are the honesty and responsibility. These are caused that honesty as the basic quality of moral personalities becomes operational a responsibility. This study use qualitative approach and rational action teory of Max Weber. The data collecting techniques which be used are observation and interview. The informen of this study are ten Madurese ethnic flea traders with criteria as the flea traders are from Madura and have stalls on Dupak Rukun street, Asemrowo, Surabaya. The result of the study shows that the madurese ethnic flea traders action in Surabaya which is showed by trading activity includes two target aspects, they are buyer and flea trader peer. On the honesty principle, the flea traders has at least two differences of the attitude, they don’t tell the real case to the new customers and tell the real case to the customers have known. On the responsibility principle, the madureses ethnic flea traders have differences of attitude when giving service too. These attitudes are influenced by the relationship of kinship and etnicity. The both of these attitudes are the way flea traders to reach out the aim. Therefore, the action of Madurese ethnic flea traders in Surabaya is a combination between the instrumental rational action and traditional action. However, the action is only based on the efforts to get maximum profit in the business. Therefore, Madurese ethnic flea traders in Surabaya doesn’t take good attitude in trading. Keyword: Morality, Flea Traders, Madurese

PENDAHULUANMasyarakat etnis Madura merupakan salah satu etnis di Indonesia dikenal sebagai etnis yang suka merantau. Faktor utama pendorong etnis Madura melakukan migrasi ke kota-kota besar adalah kemiskinan.

Kemiskinan bukan hanya sebatas sebagai masalah kemampuan ekonomi, namun juga sebagai kegagalan dalam memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi individu agar dapat menjalani kehidupan secara bermartabat. Di Jawa Timur, jumlah penduduk miskin

931

Page 2: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 931- 947

terbesar berada pada wilayah pulau Madura. Berikut merupakan persentase tingkat kemiskinan yang terdapat pada Kabupaten/ Kota di Jawa Timur per jumlah populasi Kabupaten/ Kota:

Tabel 1Persentase Tingkat Kemiskinan di Jawa

Timur tahun 2009-2014

Sumber : Gambaran Umum Kondisi Daerah dari blh.jatimprov.go.id/. (diakses pada tanggal 19 November 2015)

Tingkat kemiskinan masyarakat Madura yang relatif lebih tinggi daripada masyarakat pada wilayah lain di Jawa Timur dikarenakan kondisi alam pulau Madura yang gersang dan tandus sehingga daya dukung alam terhadap penduduk tidak memadahi. Tekanan kehidupan sosial ekonomi yang berat memaksa orang Madura untuk bermigrasi ke daerah lain dengan tujuan mencari tingkat penghidupan yang lebih baik dari tempat asal mereka. Oleh karena itu, merantau identik dengan etnis Madura (Subaharianto, 2004: 4-29).

Jumlah migrasi yang dilakukan oleh masyarakat etnis Madura lebih banyak dari pada masyarakat yang memilih tetap berada pada wilayah Madura. Berdasarkan data primer yang diperoleh Latief Wiyata (2007, dalam Astutik 2014: 325) membuktikan bahwa hanya terdapat 3 juta jiwa dari 13,5 juta jiwa penduduk Madura yang tinggal di Madura sedangkan yang lainnya pergi untuk merantau, artinya 77,8% penduduk Madura pergi merantau dan hanya 22,2% penduduk Madura saja yang tinggal di Madura. Dengan demikian, penyebaran masyarakat etnis Madura lebih banyak populasinya pada wilayah-wilayah luar Madura.

Penyebaran etnis Madura dapat dengan mudah dijumpai pada sebagian besar provinsi-provinsi di Indonesia. Data sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa dari 7.179.356 populasi Madura menyebar ke seluruh wilayah Indonesia sebanyak

7.118.904 jiwa. Sebaran penduduk etnis Madura pada tahun 2010, yakni:

Tabel 2Jumlah Penyebaran Etnis Madura dengan

Konsentrasi Signifikansi di Indonesia

Kawasan Penyebaran Etnis Madura

Jumlah Populasi

Persentase (%)

Jawa Timur 6.520.403 91,6DKI Jakarta 79.925 1,12Kalimantan Selatan 53.002 0,74Kalimantan Timur 46.823 0,66Jawa Barat 43.001 0,6Kalimantan Tengah 42.668 0,6Bali 29.864 0,42Bangka Belitung 15.429 0,22Jawa tengah 12.920 0,18Jumlah 7.118.904 100

Sumber : Jumlah Populasi dan Kawasan Konsentrasi Signifikansi di Indonesia dari website id.wikipedia.org/wiki/suku_madura. (diakses pada tanggal 19 November 2015 10:48PM)

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa persentase etnis Madura yang menyebar pada provinsi di Indonesia lebih banyak terdapat di provinsi Jawa Timur dengan persentase 91,6%. Persebaran etnis Madura dapat dengan mudah diketahui pada kota-kota besar, termasuk Surabaya. Etnis migran terbesar yang tinggal di Surabaya merupakan etnis Madura. Persebaran etnis Madura di Surabaya terdiri dari migran tetap dan migran musiman. Berikut persentase populasi suku yang tinggal di Surabaya:

Tabel 3Persentase Populasi Suku di Kota Surabaya

Sumber : Persentase Populasi Suku di Kota Surabaya dari website id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surabaya. (diakses pada tanggal 19 November 2015)

Keberadaan etnis Madura tersebar pada seluruh wilayah Surabaya, namun pemukiman mayoritas etnis Madura dapat dengan mudah ditemui pada wilayah Kenjeran, Pabean Cantikan, Semampir, Asemrowo, Benowo, dan Gubeng. Secara umum, lapisan sosial masyarakat Madura disusun menjadi tiga tingkatan. Pada tingkat pertama adalah kaum priyayi atau parjaji, kedua ponggaba, dan ketiga adalah oreng kene. Kaum priyayi atau parjaji menduduki lapisan sosial paling atas, yakni bangsawan atau keturunan para raja. Pejabat pemerintahan seperti Bupati atau Camat merupakan kaum parjaji atau priyayi. Ponggaba adalah para

Kabupaten/ Kota Persentase (%) per Populasi Kabupaten/ Kota

Sampang 46,11Pamekasan 35,73Bangkalan 32,02Sumenep 31,06Tuban 25,23Ngawi 23,86Bojonegoro 22,98Nganjuk 22,63Lamongan 22,01Pacitan 19,19Surabaya 8,65Mojokerto 8,50Batu 7,14Blitar 6,14Madiun 5,07Malang 4,19

Suku Persentase (%)Jawa 83,68

Madura 7,5Tionghoa 7,25Arab 2,04

Page 3: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Moralitas Pedagang Loak Etnis Madura di Surabaya

pegawai yang bekerja pada institusi formal, seperti PNS. Sedangkan oreng kene adalah masyarakat kebanyakan atau orang biasa (Ma’arif, 2015: 44).

Masyarakat etnis Madura di Surabaya ini umumnya merupakan lapisan sosial masyarakat Madura yang ketiga, yakni oreng kene. Etnis Madura ini bekerja pada sektor informal, seperti pedagang, kuli angkut barang, kuli bangunan, tukang becak, penjaja makanan, dan pedagang-pedagang barang bekas (De Jonge, 1989: 26). Jenis pekerjaan di bidang informal dilakukan oleh etnis Madura tanpa memandang pekerjaan yang dilakukan termasuk pada pekerjaan yang rendah. Etnis Madura melihat bahwa segala pekerjaan dapat menjadi peluang dalam mencapai kesuksesan untuk mendapatkan uang, termasuk menjadi pedagang loak. Keberadaan pedagang loak etnis Madura berada pada pasar loak kelurahan Asemrowo Surabaya.

Kesuksesan dalam bekerja sebagai pedagang loak tergantung pada etos kerja yang diyakini oleh etnis Madura. Etos kerja merupakan sikap mendasar yang mendorong individu untuk bertindak dan meraih amal yang optimal. Etos kerja dapat dilihat dalam dua segi, yakni menyangkut kedudukan kerja dalam hirarki nilai. Apakah kerja dianggap sebagai kegiatan yang dilakukan secara terpaksa atau sebagai kegiatan rutin yang harus dijalani manusia. Kedua, apakah di dalam hirarki terdapat perbedaan dasar memilih dari berbagai jenis pekerjaan yang satu lebih penting dari pekerjaan yang lain (Anas Saidi, 1994 dalam Salamun, dkk, 1995: 4).

Sikap dalam bekerja pada etnis Madura berkaitan dengan nilai dan norma yang menjadi pegangan dalam hidup masyarakat etnis Madura. Nilai mengacu pada apa atau sesuatu oleh masyarakat dipandang sebagai hal yang paling berharga. Nilai berasal dari pandangan hidup suatu masyarakat yang berasal dari sikap terhadap Tuhan, alam semesta, dan terhadap sesamanya. Sikap ini dibentuk melalui berbagai pengalaman yang menandai sejarah kehidupan masyarakat Madura. Pengalaman yang membentuk suatu masyarakat berbeda dari kelompok masyarakat satu ke masyarakat lainnya, maka berbeda pula pandangan hidupnya. Perbedaan pandangan inilah pada akhirnya menimbulkan perbedaan nilai diantara masyarakat (Maran, 2000: 40).

Bakker (1984, dalam Maran, 2000: 36) menjelaskan bahwa kebudayaan lebih menekankan aspek rasional dan moral. Moral terkait dengan baik dan buruk yang menyatu pada tindakan. Moral memberi manusia aturan atau petunjuk konkret tentang bagaimana manusia harus hidup, bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik, serta bagaimana menghindari perilaku yang tidak baik (Salam, 1997: 3). Oleh karena itu, etnis Madura tetap berpedoman pada moral yang telah disepakati dan

menjadi landasan bertindak oleh etnisnya agar dapat disebut sebagai etnis Madura yang tunduk pada moral.

Kesuksesan etnis Madura dapat diketahui bahwa ekonomi mereka meningkat dan dapat menjalankan ibadah haji. Berdasarkan studi awal pada bulan November 2015 di Kelurahan Asemrowo Kota Surabaya bahwa pedagang loak di Surabaya mayoritas telah mencapai keberhasilannya. Pedagang loak etnis Madura ini telah memiliki tingkat ekonomi yang lebih baik dari sebelum menjadi pedagang loak di Surabaya. Dibalik kesuksesan etnis Madura sebagai pedagang loak di Surabaya terdapat tindakan mereka yang tidak baik, yakni mendapatkan barang bekas dari hasil curian ataupun membeli dari hasil curian, sehingga banyak masyarakat sekitar pasar loak yang menyebutnya sebagai hasil dari pasar maling.

Fakta bahwa kesuksesan pedagang loak etnis Madura karena mereka memiliki etos kerja yang tinggi, namun terdapat tindakan yang tidak baik dalam hidup bermasyarakat dan menjalankan usahanya. Berdasarkan dari pemikiran tersebut, penelitian dalam rangka memahami masyarakat Madura terutama dalam konteks tindakan moral pedagang loak dalam mencapai kesuksesannya berlandaskan moral yang diyakini oleh etnis Madura pada umumnya dalam bekerja merupakan hal penting. Hal tersebut dapat berguna untuk mengetahui bagaimana moralitas pedagang loak etnis Madura di Surabaya sebagai warga masyarakat yang patuh terhadap pedoman yang disepakati oleh masyarakat.

Salam (2002: 3) menyatakan bahwa moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk nasehat, peraturan, perintah yang diwariskan secara turun temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik dan menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik agar dapat menjadi manusia yang baik. Moralitas memberikan manusia aturan atau petunjuk konkret tentang bagaimana harus hidup dan bertindak, serta menghindari perilaku yang tidak baik. Suseno (1987: 58) mengungkapkan bahwa sikap moral merupakan moralitas. Moralitas adalah sikap hati seseorang yang terungkap dalam tindakan lahiriah (tindakan yang sepenuhnya dari sikap hati). Moralitas terdapat apabila seseorang mengambil sikap yang baik sebab sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena pencarian keuntungan.

Seseorang yang berdagang bertujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam Islam, berdagang bukan sekadar mencari keuntungan melainkan keberkahan. Keberkahan usaha adalah kemantapan dari usaha dengan memperoleh keuntungan yang wajar dan

933

Page 4: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 931- 947

diridhai oleh Allah SWT (Salam, 2002: 22). Menurut Suseno (1987: 141-146) terdapat lima prinsip atau keutamaan yang mendasari kepribadian yang mantap, yakni kejujuran, bertanggung jawab, kemandirian moral, keberanian moral, dan kerendahan hati. Dari kelima keutamaan yang mendasari kepribadian, kejujuran merupakan dasar dari setiap keutamaan nilai moral lainnya. Kejujuran dapat menjadi operasional dalam kesediaan untuk bertanggang jawab.

Masyarakat etnis Madura dalam menjalani dan mengatasi masalah kehidupan umumnya selalu berusaha berdasarkan kemampuan dan modal yang dimilikinya untuk memanfaatkan setiap peluang terbuka. Sikap ini memunculkan sikap tidak mau tergantung dan terikat pada orang luar dalam memperbaiki kehidupannya. Masyarakat etnis Madura lebih memilih untuk bekerja keras secara terampil dan penuh perhitungan, sehingga etnis Madura lebih dikenal memiliki dasar ciri-ciri wirausahawan (Rifai, 2007: 226). Dasar ciri kewirausaan etnis Madura tidak hanya terlihat dalam aktivitasnya pada wilayah Madura, melainkan juga ketika etnis Madura berada pada wilayah perantauan. Hal tersebut menurut Jonge (1989: 26) bahwa pada tempat perantauan etnis Madura ini bekerja pada sektor informal, seperti pedagang, kuli angkut barang, kuli bangunan, tukang becak, penjaja makanan, dan pedagang-pedagang barang bekas. Berdagang merupakan mata pencaharian terpenting terpenting bagi etnis Madura di peramtauan. Sebagai pedagang, etnis maduta dikenal memiliki keuletan dalam berdagang (Ma’arif, 2015: 41-42)

Pembawaan ulet yang dimiliki masyarakat etnis Madura dalam menjalankan usahanya tersaksikan dengan jelas pada kesungguhan berupaya keras dan bersungguh-sungguh dalam menekuni pekerjaannya. Etnis Madura pantang menyerah dalam melakukan upaya yang diyakininya membawa hasil. Oleh karena itu, etnis Madura melakukan usaha apa saja selama diketahuinya secara pasti pekerjaannya akan berkah, meskipun oleh orang lain usaha tersebut dianggap hina (Rifai, 2007: 225). Upaya kesungguhan dalam usaha, etnis Madura akan mencari dan mengerahkan segala daya upaya berupa akal, syarat, alat, dan kegiatan, sekaligus pemerolehan pertimbangan, nasihat, pendapat, dan juga kehendak secara bebas dan leluasa dari berbagai sumber untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu, barang dan jasa yang dihasilkan bukan hanya pada barang yang memiliki kualitas bagus, melainkan juga mengolah barang bekas menjadi barang yang layak digunakan. Kesungguhan dalam usaha juga diimbangi dengan sikap rajin, disiplin, dan tertib, sehingga etnis Madura mampu mandiri dan sintas dalam segala macam bentuk keadaan dalam usahanya (Rifai, 2007: 225-227).

Kepercayaan pada kemapanan dan keteraturan menyebabkan etnis Madura lamban mengadopsi inovasi dalam dunia usaha, meskipun bagi etnis Madura tidak meyakini akan segera membawakan keuntungan. Etnis Madura akan memertaruhkan segala sesuatu dalam mencapai tujuannya, namun etnis Madura tidak mau mengambil resiko yang terlalu besar bagi kegiatan usahanya. Sikap kehati-hatian yang besar memiliki peluang besar untuk mencapai tujuannya, namun umumnya telah menghalangi pengusaha Madura menjadi konglomerat. Sikap berhati-hati dalam ketidak pastian keadaan, pengusaha etnis Madura tidak akan jatuh pailit (Rifai, 2007: 227).

Penelitian ini menggunakan tipe tindakan rasional Weber. Bagi Max Weber, struktur sosial adalah hasil dari tindakan, cara hidup adalah produk dari pilihan yang dimotivasi. Memahami realitas sosial yang dihasilkan oleh tindakan itu berarti menjelaskan alasan manusia menentukan pilihan. Weber menjelaskan tentang manusia paling baik dengan didekati melalui kategori atas empat jenis tindakan manusia, yakni tindakan rasionalitas sarana-tujuan, rasionalitas nilai, tindakan afektif, dan tindakan tradisional. Keempat pengkategorian tindakan manusia tersebut, Weber mengungkapkan bahwa tindakan tertentu biasanya terdiri dari kombinasi dari keempat tipe tindakan ideal tersebut. Namun, Weber berargumen bahwa lebih baik memahami tindakan yang lebih memiliki variasi rasional daripada memahami tindakan yang didominasi oleh perasaan atau tradisi (Ritzer, 2012: 137-138). Tipe dasar tindakan rasional Weber, yakni (1) Zweckrationalitat (tindakan rasional instrumental atau rasionalitas sarana tujuan), yaitu tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Sebuah tindakan yang mencerminkan efektifitas dan efisiensi. (2) Wetrationalitat (tindakan rasional berorientasi nilai atau rasionalitas tujuan), yaitu tindakan yang melihat alat-alat hanya sekedar pertimbangan dan perhitungan yang sadar sebab tujuan yang terkait dengan nilai-nilai perilaku etis, estetis, religious, atau bentuk perilaku lain yang sudah ditentukan (Basrowi, 2004: 173).

Dalam tindakan berwirausaha pada pedagang loak etnis Madura di Surabaya merupakan implementasi adanya tindakan rasionalitas yang diperhitungkan keadaan. Keadaan etnis Madura di Surabaya yang bekerja sebagai pedagang loak merupakan pekerjaan yang tidak menarik etnis lain untuk mengerjakannya sehingga etnis Madura mampu mencapai kesuksesan di Surabaya. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana prinsip moral pedagang

Page 5: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Moralitas Pedagang Loak Etnis Madura di Surabaya

loak etnis Madura dalam melakukan usahanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan mendeskripsikan prinsip moral pedagang loak etnis Madura dalam melakukan usahanya.

METODEDitinjau dari permasalahan yang di angkat dalam rangka memahami etnis Madura di Surabaya yaitu tentang moralitas pedagang loak etnis Madura di Surabaya, bertujuan untuk mengungkap bagaimana prinsip moralitas yang menjadi landasan dalam bertindak etnis Madura di Surabaya dalam melakukan usahanya. Upaya dalam memasuki dunia informan dilakukan dengan melakukan interaksi yang berasal dari observasi partisipan dan wawancara kepada pedagang loak etnis Madura di Surabaya. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian, sehingga menghasilkan data deskriptif yang berasal dari proses analisis dengan menggunakan prinsip moralitas kejujuran dan tanggung jawab serta menganalisisnya dengan teori tindakan rasional Max Weber. Dengan demikian, penelitian ini lebih menekankan pada proses dari peristiwa sosial, sehingga penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif.

Metode pendekatan kualitatif merupakan sebuah proses investigasi. Secara bertahap untuk berusaha memahami fenomena sosial dengan awal proses memasuki dunia informan dan melakukan interaksi terus menerus dengan informan, dan mencari sudut pandang informan. Pendekatan ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati sebagai interpretasi pribadi atas temuan-temuan sosial (Creswell, 1994 dalam Patilima, 2005: 67). Pemahaman moralitas pedagang loak etnis Madura dilakukan dengan awal proses berinteraksi dalam kegiatan jual beli sebagai pembeli. Pada kegiatan jual beli, akan berusaha untuk memasuki dunia pedagang loak etnis Madura sehingga mampu mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Pengamatan secara langsung juga diterapkan dalam penggalian informasi sehingga mampu menghasilkan data deskriptif baik dari informasi secara lisan ataupun perilaku pedagang loak etnis Madura di Surabaya.

Penelitian kualitatif memiliki beragam sumber data (multiple sources of data) bersifat understanding (memahami) terhadap fenomena atau gejala-gejala sosial dan to learn about the people (masyarakat sebagai subyek). Konsekuensi dari sifat penelitian kualitatif adalah ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan menentukan kekayaan data yang diperoleh (Suprayogo, 2001: 162). Data primer didapatkan melalui

proses observasi partisipan kepada pedagang loak di jalan dupak rukun kelurahan Asemrowo Kota Surabaya yang menjadi subyek penelitian. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan data aktual secara langsung dan natural, agar tidak terdapat manipulasi data dalam hasil penelitian. Selain itu, dalam mendapatkan data yang akurat dilakukan melalui proses wawancara.

Pemilihan informan pada penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan penilaian atau kriteria bahwa informan merupakan orang yang tepat dalam memberikan data. Kriteria tersebut yaitu (1) Pedagang Loak etnis Madura yang telah bekerja sebagai pedagang loak. (2) Memiliki kios di jalan dupak rukun kelurahan Asemrowo Kota Surabaya. Dengan demikian, dalam memahami pedagang loak etnis Madura di Surabaya menggunakan sepuluh informan dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Penelitian ini dilaksanakan di jalan dupak rukun Kelurahan Asemrowo Kota Surabaya karena pada lokasi tersebut terdapat mayoritas etnis Madura yang bekerja sebagai pedagang loak. Pada Kelurahan Asemrowo, terutama jalan dupak rukun dihuni oleh etnis Madura baik sebagai migran tetap maupun migran musiman. Etnis Madura yang bekerja sebagai pedagang loak di Kelurahan ini mayoritas telah mencapai kesuksesan sebagai pedagamg loak. Oleh karena itu, lokasi ini sangat tepat dalam memperoleh data tentang moralitas pedagang loak etnis Madura sesuai dengan kriteria informan yang telah ditetapkan.

Instrumen penelitian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu penelitian dan merupakan bagian yang harus ada dalam penelitian. Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebab ketika berada pada lapangan, masalah yang akan dikaji dapat berkembang sehingga peneliti turun langsung ke lapangan hingga pembuatan kesimpulan. Meskipun demikian, dalam melakukan penelitian di lapangan peneliti memerlukan lembar observasi yang berguna untuk mencatat temuan data pengamatan di lapangan. Observasi yang dilakukan meliputi beberapa indikator, yakni berkaitan dengan prinsip kejujuran dan tanggung jawab pada tindakan pedagang loak dalam melakukan jual beli baik dengan pelanggan ataupun dengan pedagang lain.

Selain itu, diperlukan batasan pertanyaan ketika melakukan wawancara mendalam kepada informan, meskipun akan muncul perkembangan dalam kegiatan wawancara. Batasan pertanyaan tersebut berfungsi sebagai batasan pertanyaan sehingga tidak terjadi

935

Page 6: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 931- 947

peluasan. Batasan pertanyaan tercantum pada panduan wawancara (interview guide) agar memudahkan dalam melakukan kegiatan pengumpulan data (wawancara mendalam). Pada penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen kunci (researcher as key instrument), para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi, observasi perilaku, atau wawancara dengan para partisipan. Pada langkah ini bisa saja menggunakan protokol (sejenis instrumen untuk mengumpulkan data), namun diri peneliti yang sebenarnya menjadi satu-satunya instrumen dalam mengumpulkan informasi (Creswell, 2010: 261). Batasan pertanyaan dalam kegiatan penelitian bertujuan untuk memperoleh data tentang bagaimana tindakan pedagang loak etnis Madura ketika berdagang dan pengalaman dalam berdagang.

Beragam sumber data yang digunakan dalam penelitian menuntut cara tertentu dengan tepat dan sesuai guna mendapatkan data. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan dua metode, yakni observasi partisipan dan wawancara mendalam. Miles dan Huberman (1984, dalam Suprayogo, 2001: 192) menyatakan bahwa tahap analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum dimulai sejak pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASANMoralitas merupakan sikap moral yang berasal dari hati seseorang dan terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas terdapat apabila seseorang mengambil sikap baik karena kesadaran akan kewajiban dan tanggung jawab yang dimiliki, serta bukan karena mencari keuntungan dalam hidup bermasyarakat (Suseno, 1987: 58). Menurut Suseno (1987: 141) terdapat lima prinsip atau keutamaan yang mendasari kepribadian yang mantap, yakni kejujuran, Bertanggung Jawab, kemandirian moral, keberanian moral, dan kerendahan hati. Dari kelima keutamaan tersebut, dalam upaya mengetahui moralitas pedagang loak etnis Madura di Surabaya hanya mencakup dua prinsip moral, yakni prinsip kejujuran dan prinsip tanggung jawab. Hal tersebut disebabkan bahwa kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi operasional dalam bertanggung jawab.

Prinsip kejujuran merupakan sikap dimana seseorang harus berani mengatakan hal sebenarnya dengan tujuan tidak merugikan oranglain dalam hidup bermasyarakat. Kejujuran sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada pedagang loak. Hal tersebut disebabkan bahwa pedagang loak selalu berinteraksi dengan orang lain untuk mencari keuntungan dalam jual beli. Prinsip kejujuran pada pedagang loak etnis Madura berdasarkan

penelitian yang dilakukan dapat diketahui melalui beberapa indikator yakni pemberian informasi kondisi Barang secara detail, penentuan harga sesuai mutu barang, Hubungan kerja sama dengan pedagang lain, dan cara penjualan barang. Berikut penerapan prinsip kejujuran yang dilakukan oleh pedagang loak etnis Madura di Surabaya:

Pemberian Informasi Kondisi Barang Secara DetailPemberian informasi mengenai kondisi barang secara detail merupakan hal yang penting dalam kegiatan jual beli. Hal tersebut dilakukan oleh pedagang untuk mendapatkan pelanggan, sehingga pedagang akan mendapatkan keuntungan dalam kegiatan jual belinya. Pedagang loak etnis Madura di Surabaya dalam memberikan informasi mengenai kondisi barang secara detail kepada pelanggannya. Hal tersebut dapat diketahui melalui hasil observasi partisipan yang dilakukan, yakni observasi pada tanggal 2 Maret 2016 pada tempat usaha milik Bu Suryati. Pada kegiatan observasi diketahui bahwa pelayanan yang diberikan oleh Bu Suryati pada nampak berbeda antara calon pembeli, yakni pada calon pembeli (pengepul yang menjadi pelanggan Bu Suryati) dan calon pembeli yang telah dilayani oleh karyawan Bu Suryati.

Pelayanan yang diberikan terhadap pengepul (juga menjadi calon pembeli) yang telah menjadi pelanggan Bu Suryati, beliau memberikan segala macam pilihan penawaran barang yang diperlukan oleh pelanggan secara detail, baik barang yang sudah dicat oleh beliau ataupun yang masih dalam tahap finishing juga boleh dibeli oleh pelanggan ini. Berbeda dengan calon pembeli yang awalnya dilayani oleh karyawan Ibu Suryati, dimana calon pembeli tersebut hanya diberikan penawaran pada besi-besi yang sudah dipoles pada tempat usaha Bu Suryati.

Tindakan yang dilakukan oleh Suryati sama halnya dengan yang dilakukan oleh Arifin, yakni ketika observasi pada tanggal 6 Maret 2016 di tempat usaha Pak Arifin. Pada kegiatan observasi diketahui bahwa Pak Arifin membiarkan pengepul (pelanggan Pak Arifin yang mencari besi dan merupakan migran yang berasal dari Sampang) untuk memilih besi tanpa mendampinginya karena waktu itu datang lagi seorang calon pembeli. Jadi, pada tempat pemolesan pengepul hanya dengan satu karyawan yang sedang mengecat. Saat itu pula Pak Arifin memperlihatkan besi-besi yang sudah dipoles oleh karyawannya kepada Calon pembeli baru. Berbeda dengan pelayanan pada pengepul, Pak Arifin hanya memperlihatkan besi-besi yang berada di luar dan telah diperbaiki (dipoles oleh karyawan Pak Arifin).

Page 7: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Moralitas Pedagang Loak Etnis Madura di Surabaya

Terdapat perbedaan pemberian informasi mengenai kondisi barang secara detail kepada calon pembeli. Observasi yang dilakukan pada tempat usaha Umi pada tanggal 19 Maret 2016. Pada kegiatan observasi di tempat usaha Umi, diketahui bahwa suasana di tempat usaha milik Umi cukup ramai oleh banyaknya pembeli. Pada observasi pula diketahui bahwa terdapat seorang calon pembeli yang ternyata merupakan pelanggan Umi. Pembeli tersebut membeli barang dari Umi untuk dijual kembali. Pelanggan ini mencoba beberapa barang yang menggunakan aliran listrik akan dibelinya pada tempat usaha disamping tempat usaha Umi (Penjual blender, magic com, dan alat elektronik bekas lainnya). Umi mengijinkan pelanggan tersebut untuk menyobanya. Sebelum peneliti meninggalkan tempat usaha milik Umi, ada seorang pelanggan yang komplain akan barang yang dibelinya, dimana solder yang dibelinya tidak dapat berfungsi. Memang diketahui bahwa ketika membeli solder, Umi tidak menyediakan aliran listrik untuk menyobanya.

Berdasarkan observasi tersebut diketahui bahwa pemberian informasi secara lebih detail dilakukan oleh pedagang loak etnis Madura kepada pelanggan yang memiliki daerah asal sama, yakni berasal dari Madura ataupun pada pelanggan yang membeli barang lebih dari satu. Tindakan pedagang loak etnis madura terkait tentang pemberian informasi mengenai kondisi barang yang dijual terdapat perbedaan kepada para calon pelanggan diperkuat dengan pernyataan dari Arifin, yakni:

“iyo beda mbak. Kalo diliatno besi di dalem gara gara udah langganan (pembeli yang mengenal Pak Arifin). Udah paham tentang besi pisan.” (Data Primer: Arifin, 6 Maret 2016)

Pernyataan serupa diungkapkan oleh Suryati, yakni:“kalau sudah langganan pasti tak tawarno yang ini (besi belum dipoles), kalau orang yang gak ngerti kan percuma.” (Data Primer: Suryati, 2 Maret 2016)

Mutu barang yang dijual oleh pedagang merupakan hal yang penting dengan tujuan mampu menarik pelanggan untuk mempercayai barang yang dijual oleh pedagang. Barang yang dijual oleh pedagang dan memiliki mutu baik, maka pelanggan akan merasa puas dengan barang yang dibelinya. Namun, mutu barang yang dijual akan menentukan harga barang tersebut. Oleh sebab itu, penentuan harga sesuai mutu barang menjadi hal yang perlu diperhatikan pada kegiatan jual beli. Pada pedagang loak etnis Madura penentuan harga sesuai mutu

barang dapat diketahui berdasarkan observasi yang telah dilakukan.

Observasi dilakukan pada tanggal 2 Maret 2016 pada tempat usaha milik Bu Suryati. Ketika observasi berlangsung, Bu Suryati tidak melakukan tawar menawar kepada pembeli yang dilayani oleh karyawan Bu Suryati. Harga yang ditetapkan oleh Bu Suryati apabila disetujui oleh calon pembeli tersebut, maka barang yang dipilih olehnya akan diberikan. Begitupun sebaliknya apabila tidak sesuai, maka Bu Suryati membiarkan calon pembeli tersebut pergi untuk mencari pembeli lain. Berdasarkan logat berbicaranya pembeli tersebut bukan orang yang berasal dari Madura. Lain halnya dengan pelanggan Bu Suryati yang juga seorang pengepul barang bekas dan menjualnya kepada Beliau, dalam memilih barang akan melakukan tawar menawar terlebih dahulu, bahkan Bu Suryati akan menurunkan harga yang beliau tetapkan kepada pelanggan tersebut.

Demikian pula pada tindakan yang dilakukan oleh pedagang loak etnis Madura di Surabaya yang lainnya, yakni pada tempat usaha milik Umi. Observasi dilakukan pada tanggal 19 Maret 2016. Setelah beberapa pembeli telah melakukan transaksi sesuai Peneliti berupaya untuk mendekati Umi dengan tujuan mencari informasi kepada beliau dengan diawali menanyakan harga sebuah solder dan obeng, setelah Umi ini sudah mulai dapat diajak berbicara untuk menggali informasi kepada beliau. Ketika beliau mengetahui bahwa peneliti memiliki kerabat dari Sampang, beliau langsung memberikan penawaran harga obeng yang awalnya 15ribu mendapat dua obeng menjadi 20ribu untuk tiga obeng, padahal obeng-obeng yang dijual oleh Umi sama dengan yang dijual oleh Umi’ Na, namun harga yang diberikan oleh Umi terlalu mahal.

Tindakan serupa juga diketahui pada tempat usaha milik Pak Salikin. Observasi dilakukan pada tanggal 12 Maret 2016. Peneliti berupaya untuk membeli spion pada tempat usaha Pak Salikin. Harga barang yang dijual oleh Pak Salikin merupakan harga pas, sehingga peneliti kesulitan dalam menawarnya. Ketika peneliti menggali informasi mengenai asal daerah beliau dan peneliti juga mengatakan bahwa peneliti juga memiliki saudara yang berasal dari sampang, Pak Salikin menurunkan harga spion yang akan dibeli oleh peneliti. Ketika peneliti berusaha untuk menurunkan harga spion lagi, beliau mengatakan bahwa spion ori dengan harga 25ribu per pasang sudah termasuk barang yang murah dengan logat maduranya yang kental. Peneliti pun menyetujui harga yang ditawarkan oleh beliau yakni 25ribu untuk spion ori.

Berdasarkan observasi tersebut diketahui bahwa pedagang loak etnis Madura menetapkan harga pas pada barang yang diperjual belikan. Namun, dalam melayani

937

Page 8: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 931- 947

pelanggan yang memiliki asal usul daerah sama, para pedagang loak akan menurunkan harga yang telah ditetapkannya sehingga terjadi proses tawar menawar pada kegiatan jual beli. Meskipun demikian, mutu barang yang diperjual belikan tidak sesuai dengan harga yang ditawarkan. Hal tersebut diungkapkan oleh pernyataan dari Pak Salikin, yakni:

“barang-barang iki hargae pas yo soale lebih murah dari yang lain mbak. Yo sampeyan mau tak kasih lebih murah, gawe penglaris.” (Data Primer: Salikin, 12 Maret 2016)

Pernyataan tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Ibu Suryati dalam alasannya membiarkan calon pembelinya pergi karena tidak sesuai dengan harga yang ditawarkan, yakni:

“… saya yang rugi kalau kaya gitu. Rejeki iku udah ada yang ngatur. Gak usah dipaksa datang sendiri, yang penting saya ini sesuai harga dan barang saja wis untung, gak nipu-nipu pasti untung mbak.” (Data Primer: Suryati, 2 Maret 2016)

Berdasarkan pernyataan tersebut, membuktikan bahwa pedagang loak etnis Madura memberikan harga pas dengan tujuan tidak mengakibatkan kerugian pada usahanya, namun juga akan memberikan harga lebih murah apabila telah mengenal pembelinya.

Upaya mencapai keuntungan dengan menjual barang bekas, para pedagang loak harus memikirkan bagaimana memasarkan barang dagangannya hingga laku terjual. Pada pedagang loak etnis Madura di Surabaya memiliki cara dalam memasarkan barang dagangannya. Hal tersebut dapat diketahui melalui observasi yang dilakukan, yakni pada observasi yang dilakukan pada tanggal 10 Maret 2016 sekitar pukul 10 pagi. Pada kegiatan observasi berlangsung diketahui bahwa Pak Rofi’i dibantu oleh seorang karyawan. Karyawan tersebut ternyata merupakan paman dari Pak Rofi’i sendiri. Ketika observasi berlangsung diketahui bahwa karyawan tersebut sedang mengamplas knalpot bekas, sebelum pada akhirnya dijual.

Berdasarkan observasi tersebut diketahui bahwa sebelum dijual pedagang loak akan memperbaiki barang dagangannya terlebih dahulu. Hal tersebut bertujuan agar barang yang dijualnya mampu menarik pelanggan, seperti yang diungkapkan oleh pedagang loak etnis Madura di Surabaya yakni:

“iyo nek mari kulakan. Nek ga diamplas ga payu.” (Data Primer: Rofi’i, 10 Maret 2016)

Tindakan yang dilakukan oleh Pak Rofi’i juga didukung oleh tindakan Pak Soleh. Observasi di tempat usaha Pak Soleh pada tanggal 15 Maret 2016, diketahui bahwa sekitar pukul 12 siang beliau sedang mengecat barang-barang dagangannya (yakni skok). Pernyataan tersebut didukung oleh Sulaiman, yakni:

“masalah barang-barang, jenenge rombengan yo ono sing sik apik, ono sing elek. Elek koyo ikiii (menunjukkan barang yang belum di cat), iki dadie. Di cat biar laku.” (Data Primer: Sulaiman, 14 Maret 2016)

Berdasarkan pernyataan dari pedagang loak menunjukkan bahwa mereka tidak akan menjual barang yang belum dipoles untuk mendapatkan keuntungan. Hal tersebut berbeda apabila pelanggan yang berasal dari daerah asal sama yang membeli. Pada observasi di tempat usaha milik Pak Arifin tanggal 6 Maret 2016, diketahui bahwa terhadap pengepul yang merupakan pelanggan sekaligus teman beliau, Pak Arifin membiarkan untuk memilih besi tanpa mendampinginya karena waktu itu datang lagi seorang calon pembeli. Jadi, pada tempat pemolesan pengepul hanya dengan satu karyawan yang sedang mengecat. Saat itu pula Pak Arifin memperlihatkan besi-besi yang sudah dipoles oleh karyawannya kepada Calon pembeli baru.

Berdasarkan observasi tersebut diketahui bahwa pedagang loak etnis Madura juga menjual barang yang belum diperbaiki kepada pelanggan yang memiliki daerah asal sama. Hal tersebut sesuai pernyataan dari Arifin, yakni:

“kalo udah milih yo gapapa dibeli, opo yo mbak ngunuiku. Wis konco soale.” (Data Primer: Arifin, 6 Maret 2016)

Pernyataan serupa diungkapkan oleh Suryati:“ … kan wis dipoles sing apik, walaupun sing apik yo teko iku (menunjuk pada besi aslinya). Yo sangking konco.” (Data Primer: Suryati, 2 Maret 2016)

Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa pedagang loak juga memperjual belikan besi ataupun barang dagangannya yang belum dicat (sesuai dengan aslinya) hanya kepada pelanggan yang sekaligus teman (berasal dari daerah asal sama) pedagang.

Pengembalian barang milik orang lain diperlukan sebagai upaya dalam memberikan kepercayaan pada koleganya yang menjalin hubungan dalam kegiatan jual

Page 9: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Moralitas Pedagang Loak Etnis Madura di Surabaya

beli. Pada pedagang loak etnis Madura pada hal pengembalian barang milik orang lain dapat diketahui berdasarkan observasi, yakni peneliti dengan sengaja meletakkan barang milik peneliti pada tempat usaha milik pedagang loak etnis Madura. hal tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon pedagang loak etnis Madura terhadap barang orang lain yang tertinggal.

Observasi pertama kali pada tempat usaha milik Bu Suryati, pada tanggal 2 Maret 2016. Pada observasi yang dilakukan bahwa Bu Suryati tidak mengambil barang milik peneliti yang sengaja ditinggal di tempat usaha milik bu Suryati. Ketika peneliti kembali ke tempat usaha milik bu Suryati, beliau mengembalikan barang milik orang lain yang tertinggal, meskipun itu hanya sekantong plastik hitam milik peneliti yang sengaja ditinggalkan di tempat usaha milik bu Suryati. Sama halnya dengan H. Dus, saat observasi berlangsung pada tanggal 3 Maret 2016, peneliti secara sengaja meletakkan tas plastik yang berisi barang-barang milik peneliti. Ketika berada diluar dan akan pulang, H. Dus berupaya memberikan tas plastik tersebut sebelum peneliti balik untuk mengambil barang yang telah sengaja ditinggalkan oleh peneliti.

Pada tanggal 6 Maret 2016, observasi dilakukan pada tempat usaha milik Pak Arifin. Selama kegiatan observasi berlangsung, peneliti meninggalkan jam tangan pada meja yang terletak di samping pintu pos pada usaha milik pak Arifin. Namun, setelah beberapa saat meninggalkan tempat usaha milik pak Arifin, peneliti kembali pada tempat usaha milik Pak Arifin dan menanyakan jam tangan yang tertinggal. Ternyata Pak Arifin menyimpan jam tangan tersebut dan bersedia mengembalikan jam tangan kepada peneliti. Pada tanggal 10 Maret 2016 di tempat usaha milik Umi Na. Kegiatan observasi, peneliti meninggalkan tas plastik yang berisi makanan. Beliau memberikan tas plastik tersebut kepada peneliti ketika peneliti kembali lagi pada tempat usaha beliau.

Pada observasi tanggal 14 Maret 2016 pada tempat usaha milik Pak Sulaiman, peneliti meninggalkan tas plastik yang berisi makanan ringan pada kursi yang terletak pada kios Pak Sulaiman. Ketika peneliti akan meninggalkan tempat usaha Pak Sulaiman, saat itu pula Pak Sulaiman memanggil peneliti dan memberikan tas plastik tersebut kepada peneliti. Setelah itu, di hari yang sama peneliti melakukan observasi pada tempat usaha milik H. Alimuddin, sebelum peneliti meninggalkan tempat usaha beliau, peneliti meninggalkan tas plastik. Ketika peneliti kembali pada tempat usaha beliau, beliau langsung memberikan tas plastik tersebut. Pada tenggal 15 Maret 2016, peneliti melakukan observasi pada tempat usaha milik Pak Soleh, peniliti berupaya untuk meletakkan tas plastik pada tempat usaha milik beliau. Setelah itu, peneliti meninggalkan tempat usahanya, dan

kembali lagi untuk mengambil tas plastik yang sengaja ditinggalkan pada tempat usahanya. Pak Soleh pun memberikan tas plastik tersebut pada peneliti. (Data Primer: Soleh, 15 Maret 2016)

Berdasarkan observasi tersebut diketahui bahwa mayoritas para pedagang loak etnis Madura mengembalikan barang milik orang lain, yang bukan merupakan haknya. Begitupun barang yang mereka perjual belikan. Tindakan tersebut sesuai dengan pernyataan H. Alimudin, yakni:

“emboh barange ngunu teko ndi. Nek maling yo sopo ngerti mbak. Roto-roto nek ono sing dodolan murah apik yo iku sing curiga. Tapi jenenge dagang sopo ngerti, yo diterimo nek didol nang kene. Rejeki ga oleh ditolak. Penting bukan saya mbak yang nyuri kan? Hhe…” (Data Primer: H. Alimudin,14 Maret 2016)

Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa para pedagang loak tidak akan mengambil apa yang bukan haknya. Namun, apabila barang yang dijual merupakan barang hasil curian maka mereka tetap menjualnya dengan syarat bukan mereka yang mencuri. Dengan demikian, prinsip kejujuran pedagang loak etnis Madura dapat digambarkan sebagai berikut:

939

Prinsip Kejujuran

Pemberian Informasi

Secara Detail tentang Kondisi Barang

Secara detail hanya kepada Pelanggan dari asal usul sama dan membeli barang lebih dari satu

Tidak secara detail pada pembeli lain yang masih awam akan barang bekas

Menjual barang yang sudah polesan

Cara Penjualan

BarangMenjual barang yang belum dipoles

Penentuan Harga sesuai Mutu Barang

Menerapkan harga pas dengan melakukan obral

Dapat melakukan penawaran pada pelanggan yang berasal dari daerah sama dengan mutu yang sama dengan barang yang diobral

Respon Terhadap

Barang Orang Lain yang Tertinggal/

Hilang

Page 10: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 931- 947

Gambar 1Prinsip Kejujuran Pedagang Loak Etnis Madura di

Surabaya

Prinsip kejujuran merupakan upaya untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada orang lain tanpa pilih-pilih dengan tujuan tidak merugikan. Prinsip kejujuran yang diterapkan oleh pedagang loak etnis Madura di Surabaya ini meliputi empat tindakan, yakni pertama pemberian informasi secara detail tentang kondisi barang kepada. Pemberian informasi secara detail hanya dilakukan kepada pelanggan yang memiliki kesamaan daerah sama dan telah menjadi pelanggan lama pedagang loak etnis Madura, sedangkan pada pelanggan baru pedagang loak tidak mengatakan secara detail tentang kondisi barang.Kedua, Penentuan harga sesuai mutu barang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan dua tindakan yakni menerapkan harga pas dengan cara obral dan melakukan penawaran kepada pelanggan yang berasal dari daerah sama. Upaya untuk mendapatkan keuntungan, pedagang loak etnis Madura memiliki cara obral barang bekas dalam penjualan, sehingga harga pas diterapkan namun ketika pembeli yang merupakan pelanggan lama pedagang loak dapat melakukan penawaran harga barang bekas yang dijual oleh pedagang loak etnis Madura. Ketiga, cara penjualan barang dilakukan dengan cara menjual barang yang masih belum dipoles dan barang yang sudah dipoles. Penjualan barang bekas yang masih belum dipoles hanya dilakukan kepada pelanggan lama pedagang loak. Hal tersebut disebabkan karena pelanggan tersebut telah mengetahui dan paham tentang barang bekas. Berbeda dengan pelanggan baru, pedagang loak akan menawarkan barang bekas yang telah dipoles dengan tujuan agar barang bekas tersebut laku.

Respon terhadap barang milik orang lain yang tertinggal, bahwa mayoritas pedagang loak etnis Madura bersedia mengembalikan barang milik orang lain yang tertinggal pada tempat usahanya ketika pemilik barang kembali untuk mengambil barang yang tertinggal. Namun, dalam barang bekas yang hilang dan telah dijual oleh pedagang loak, maka pemilik barang diharuskan membeli lagi barang tersebut kepada pedagang loak. Hal tersebut bertujuan agar pedagang loak tidak mengalami kerugian.

Prinsip Tanggung Jawab Pada Pedagang Loak Etnis MaduraPada pedagang loak etnis Madura, sikap tanggung jawab dibutuhkan dalam pekerjaan yang dilakukannya. Berikut penerapan prinsip tanggung jawab yang dilakukan oleh pedagang loak etnis Madura di Surabaya:

Terhadap kepuasan pelanggan dalam bertransaksi juga diperhatikan oleh pedagang loak etnis Madura. Hal tersebut dapat terlihat pada observasi yang dilakukan pada tanggal 14 Maret 2016 di tempat usaha milik Pak Sulaiman. Setelah lama berada pada tempat usaha Pak Sulaiman, tiba-tiba seorang pembeli skok yang sebelumnya membeli skok pada Pak Sulaiman mendatangi tempat usaha Pak Sulaiman untuk komplain dengan barang yang dibelinya dan minta dicarikan lagi barang yang sama seperti yang dipilih. Bapak Sulaiman pun melayani pembeli tersebut dengan mencarikan skok yang sama pada setiap kios lain. Namun, skok yang dicari tidak ada sehingga Pak Sulaiman dan Pembeli melakukan perjanjian akan mencarikan lagi besok, dan Pak Sulaiman mengembalikan uang Pembeli.

Kesediaan mengganti barang yang tidak sesuai dengan kepuasan pelanggan ini bertujuan untuk mendapatkan kepercayaan pelanggan. Dengan tindakan tersebut akan mampu menarik pelanggan untuk datang kembali. Hal tersebut diketahui dari pernyataan Sulaiman, yakni:

“yoo … ngeneiki mas mbak susah senenge dodolan. Kaet isuk mau tuku duwe bati limangewu, ehh … ga cocok, yo tak balekno. Yoopo neh duite wong, nek ga ngunu ga duwe pelanggan aku.” (Data Primer: Sulaiman, 14 Maret 2016)

Pernyataan tersebut membuktikan bahwa pedagang loak akan bersedia mengganti barang yang telah dibeli oleh pembeli namun tidak sesuai dengan pembeli tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan pelanggan tetap pada usahanya. Terdapat ketentuan dalam pemberian garansi. Seperti yang dilakukan oleh Umi, yakni diketahui pada kegiatan observasi yang dilakukan di tempat usaha Umi tanggal 19 Maret 2016. Sebelum peneliti meninggalkan tempat usaha milik Umi, ada seorang pelanggan yang komplain akan barang yang dibelinya, dimana solder yang dibelinya tidak dapat berfungsi. Memang diketahui bahwa ketika membeli solder, Umi tidak menyediakan aliran listrik untuk menyobanya. Dalam hal ini, umi tidak memberikan ganti rugi dengan alasan karena sudah beberapa hari yang lalu solder tersebut dibeli, apabila ketika hari H membeli tersebut langsung dikembalikan maka Umi akan bersedia mengganti. Tindakan tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Umi, yakni:

Mengembalikan Barang Milik Orang Lain ketika pemilik kembali

Page 11: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Moralitas Pedagang Loak Etnis Madura di Surabaya

“ada, tapi ya gak lama kaya wong iku mau. Iku wis rongdino. Iya kalo isuk beli, sore balikin aku jek gak papa.” (Data Primer: Umi, 19 Maret 2016)

Selain itu, pernyataan tentang pemberian garansi kepada pelanggan juga diungkapkan oleh pedagang lain, yakni:

“sampeyan nek gak cocok gapopo diijolno meneh. Tapi nek gak meneh yo gak iso diijolno.” (Data Primer: H. Alimudin, 14 Maret 2016)

Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa pedagang loak etnis Madura akan bersedia menggantikan barang milik pelanggan apabila tidak sesuai dengan kondisi saat pertama dibeli. Namun, penggantian barang akan diberi batas waktu yakni hanya satu hari setelah pembelian. Apabila tidak demikian, maka pedagang tidak akan mengganti barang yang dikomplain oleh pembeli. Dengan demikian, dalam kesediaan mengganti barang, pedagang loak akan mengganti barang atas dasar komplain apabila tidak lebih dari satu hari, hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan pelanggan tetap pada tempat usahanya. Namun, apabila lebih dari satu hari maka pedagang loak tidak akan mengganti barang yang dikomplain tersebut.

Pedagang harus mampu mengetahui sikap yang tepat dalam melayani calon pembeli. Penerapan sikap melayani pedagang loak etnis Madura kepada calon pembeli dapat terlihat dalam kegiatan jual beli yang dilakukan setiap hari. Pada tanggal 12 Maret 2106 pada tempat usaha milik Pak Salikin, dalam melayani pembeli beliau nampak tidak melayani dengan sepenuh hati, hal tersebut terlihat dari cara beliau untuk menanyakan lalu balik ke dalam kiosnya untuk memainkan HP. Namun, ketika peneliti menanyakan dari daerah mana beliau berasal, dan peneliti mengatakan bahwa peneliti tinggal di daerah Rembang di Jalan Demak Surabaya dan juga memiliki beberapa kerabat dari Sampang Madura. Sampang merupakan daerah asal Pak Salikin. Dari pengetahuan beliau tentang asal peneliti yang sama-sama dari Sampang, beliau langsung memberikan pelayanan yang lebih ramah dan tidak lagi memainkan HP-nya, serta beliau menurunkan harga spion yang sebelumnya dibandrol untuk spion ori Rp 35.000,00 sedangkan spion biasa Rp 15.000,00 menjadi Rp 25.000,00 untuk spion ori dalam sepasang.

Sama halnya dengan sikap Bu Suryati. Ketika observasi berlangsung pada tanggal 2 Maret 2016, pengepul (Pelanggan Bu Suryati yang merupakan migran berasal dari Sampang) tidak hanya menjual barang yang dikumpulkan, melainkan juga mencari tiang besi sebagai penyangga rumahnya. Beliau langsung melayani pelanggan meskipun karyawannya telah beristirahat. Hal

tersebut berbeda ketika sekitar 30 menitan kemudian ada seorang calon pelanggan yang datang untuk memilih besi tua. Bu Suryati mengatakan kepada calon pelanggan tersebut untuk menunggu karyawannya yang sedang beristirahat. Berdasarkan sikap pedagang loak tersebut diketahui bahwa terdapat perbedaan sikap melayani kepada calon pembeli. Pedagang loak etnis Madura akan bersikap lebih ramah ketika melayani pelanggan yang memiliki daerah asal sama dengannya. Namun, tidak menutup kemungkinan juga bersikap ramah terhadap pembeli lain. Hal tersebut secara langsung diungkapkan oleh Salikin, yakni:

“yo opo yo mbak, ketemu ambek kerabat kan lebih akrab. Dadi yo beda. Haha. Tapi yo kudu ngelayani kabeh lah. Nek ga ngunu opo yo kepingin ga laku?” (Data Primer: Salikin, 12 Maret 2016)

Senada dengan pernyatan yang diungkapkan oleh Arifin, yakni:

“…. kan iki wis kenal akrab yo, dadi lebih nyambung …” (Data Primer: Arifin, 6 Maret 2016)

Dengan demikian, pedagang loak etnis madura memberikan sikap pelayanan yang berbeda dalam sikap ramahnya. Sikap lebih ramah kepada calon pelanggan yang berasal dari daerah yang sama. Hal tersebut disebabkan karena mereka menganggap bahwa mereka harus menjalin keakraban dengan pelanggan yang dianggapnya sebagai kerabat. Meskipun bersikap lebih ramah terhadap pelanggan yang memiliki asal daerah sama, para pedagang loak akan tetap bersikap ramah pula terhadap calon pembeli lain. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.

Upaya mencapai keberkahan dalam kegiatan jual beli tidak hanya dilakukan pedagang kepada pembeli, melainkan juga pada pedagang lain. Hubungan kerja sama antar pedagang ini dapat dilihat dalam kegiatan sehari-hari terutama kegiatan jual beli para pedagang. Pada pedagang loak etnis Madura, hubungan kerja sama antar pedagang dalam menjalankan usahanya dapat terlihat dalam kegiatan jual beli, yakni pada saat observasi pada tempat usaha milik Pak Sulaiman tanggal 14 Maret 2016. Setelah lama berada pada tempat usaha Pak Sulaiman, tiba-tiba seorang pembeli skok yang sebelumnya membeli skok pada Pak Sulaiman mendatangi tempat usaha Pak Sulaiman untuk komplain dengan barang yang dibelinya dan minta dicarikan lagi barang yang sama seperti yang dipilih. Bapak Sulaiman pun melayani pembeli tersebut dengan mencarikan skok yang sama pada setiap kios lain.

941

Page 12: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 931- 947

Tindakan tersebut sama halnya yang dilakukan oleh pedagang loak lainnya, yakni Pak Soleh. Observasi dilakukan pada tanggal 15 Maret 2016. Ketika Observasi, peneliti menanyakan knalpot brong, beliau pun menanyakan kembali berapa jumlah knalpot yang dibutuhkan. Apabila hanya membutuhkan satu knalpot brong harus kembali besok karena beliau tidak menyetok di kiosnya untuk knalpot brong, apabila lebih dari satu beliau akan mencarikannya di temannya untuk mengantarkan knalpot tersebut hari itu juga. Berdasarkan observasi tersebut diketahui bahwa terdapat sikap saling percaya antar pedagang loak untuk membantu dalam memasarkan barang dagangannya.

Tindakan antar pedagang loak yang saling membantu ini akan memudahkan dalam menjual barang. Sikap saling membantu ini disebabkan karena adanya hubungan kekerabatan. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan dari pedagang loak yang lain, yakni:

“enggak ada mbak. Hhe. Saling tolong menolong. Ket cilik wes diajari tolong menolong. Walopun ga sekolah ngene ya ngerti mbak mana yang dilakukan mana yang enggak. Kalo sama kerabat kan ga boleh saingan.” (Data Primer: Arifin, 6 Maret 2016)

Hubungan kekerabatan pada pedagang loak secara jelas diungkapkan oleh Pak Sulaiman, yakni:

“… padahal sakmeneh kebeh kerabat, teko kono sampe kono iki kerabat, podo teko Sampang.” (Data Primer: Sulaiman, 14 Maret 2016)

Dengan demikian bahwa hubungan antar pedagang loak adalah saling membantu dalam memasarkan barang dagangannya. Hal tersebut disebabkan adanya hubungan kekerabatan. Para pedagang loak etnis Madura meyakini bahwa dalam hubungan kerabat tidak diperbolehkan dalam bersaing, sehingga mereka harus saling menolong antar sesama demi mencapai keuntungan.

Prinsip tanggung jawab pedagang loak etnis madura dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2Prinsip Tanggung Jawab Pedagang Loak Etnis Madura

di Surabaya

Pada Prinsip tanggung jawab, pedagang loak etnis Madura dapat diketahui pada tiga tindakan, yakni pertama kesediaan mengganti barang. Kesediaan mengganti barang yang telah dibeli oleh pelanggan dapat ditukarkan apabila terdapat ketidak puasan pelanggan terhadap barang yang dibelinya. Dalam upaya mengganti barang, pedagang loak memberikan batasan waktu hanya satu hari, apabila komplain pelanggan lebih dari satu hari maka pedagang loak tidak bersedia menggantinya. Kedua, sikap melayani pelanggan, sikap lebih ramah dapat terlihat ketika pedagang loak etnis Madura melayani pelanggan yang memiliki daerah asal dengannya. Ketiga, hubungan kerja sama dengan pedagang lain, yakni para pedagang loak etnis Madura saling membantu dalam penjualan barang antar pedagang. Kedua prinsip moral yang diterapkan oleh pedagang loak etnis Madura ini dilakukan dalam kegiatan jual beli, baik terhadap pelanggan atau pedagang lainnya.

PembahasanMoralitas pedagang loak etnis Madura di Surabaya mencakup dua prinsip moral yang digunakan dalam kegiatan jual beli, yakni prinsip kejujuran dan prinsip tanggung jawab. Prinsip kejujuran merupakan upaya untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada orang lain tanpa pilih-pilih dengan tujuan tidak merugikan. Prinsip kejujuran yang diterapkan oleh pedagang loak etnis Madura di Surabaya ini meliputi empat tindakan, yakni pertama pemberian informasi secara detail tentang kondisi barang kepada. Pemberian informasi secara detail hanya dilakukan kepada pelanggan yang memiliki kesamaan daerah sama dan telah menjadi pelanggan lama pedagang loak etnis Madura, sedangkan pada pelanggan baru pedagang loak tidak mengatakan secara detail tentang kondisi barang.

Prinsip Tanggung Jawab

Kesediaan Mengganti

Barang

Mengganti Barang apabila tidak lebih dari satu hari

Tidak Mengganti Barang apabila tidak lebih dari satu hari

Hubungan Kerja Sama dengan

Pedagang LainSaling Membantu

Sikap Melayani Pelanggan

Bersikap lebih Ramah kepada pelanggan dengan

asal usul sama

Tidak Bersikap ramah ketika melayani calon

pembeli

Page 13: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Moralitas Pedagang Loak Etnis Madura di Surabaya

Kedua, Penentuan harga sesuai mutu barang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan dua tindakan yakni menerapkan harga pas dengan cara obral dan melakukan penawaran kepada pelanggan yang berasal dari daerah sama. Upaya untuk mendapatkan keuntungan, pedagang loak etnis Madura memiliki cara obral barang bekas dalam penjualan, sehingga harga pas diterapkan namun ketika pembeli yang merupakan pelanggan lama pedagang loak dapat melakukan penawaran harga barang bekas yang dijual oleh pedagang loak etnis Madura.

Ketiga, cara penjualan barang dilakukan dengan cara menjual barang yang masih belum dipoles dan barang yang sudah dipoles. Penjualan barang bekas yang masih belum dipoles hanya dilakukan kepada pelanggan lama pedagang loak. Hal tersebut disebabkan karena pelanggan tersebut telah mengetahui dan paham tentang barang bekas. Berbeda dengan pelanggan baru, pedagang loak akan menawarkan barang bekas yang telah dipoles dengan tujuan agar barang bekas tersebut laku.

Respon terhadap barang milik orang lain yang tertinggal, bahwa mayoritas pedagang loak etnis Madura bersedia mengembalikan barang milik orang lain yang tertinggal pada tempat usahanya ketika pemilik barang kembali untuk mengambil barang yang tertinggal. Namun, dalam barang bekas yang hilang dan telah dijual oleh pedagang loak, maka pemilik barang diharuskan membeli lagi barang tersebut kepada pedagang loak. Hal tersebut bertujuan agar pedagang loak tidak mengalami kerugian.

Pada Prinsip tanggung jawab yang diteapkan oleh pedagang loak etnis Madura dapat diketahui pada tiga tindakan, yakni pertama kesediaan mengganti barang. Kesediaan mengganti barang yang telah dibeli oleh pelanggan dapat ditukarkan apabila terdapat ketidak puasan pelanggan terhadap barang yang dibelinya. Dalam upaya mengganti barang, pedagang loak memberikan batasan waktu hanya satu hari, apabila komplain pelanggan lebih dari satu hari maka pedagang loak tidak bersedia menggantinya.

Kedua, sikap melayani pelanggan, sikap lebih ramah dapat terlihat ketika pedagang loak etnis Madura melayani pelanggan yang memiliki daerah asal dengannya. Ketiga, hubungan kerja sama dengan pedagang lain, yakni para pedagang loak etnis Madura saling membantu dalam penjualan barang antar pedagang. Kedua prinsip moral yang diterapkan oleh pedagang loak etnis Madura ini dilakukan dalam kegiatan jual beli, baik terhadap pelanggan atau pedagang lainnya.

Tindakan pedagang dalam kegiatan jual beli berkaitan dengan sikap melayani terhadap pembeli ataupun pedagang lainnya. Sikap seseorang dipengaruhi

oleh hubungan sehari-hari pada kelompok masyarakat. Sikap dalam bertindak pada masyarakat terus dikembangkan sehingga mampu mendapatkan kekuatan kepribadian yang mantap dan sanggup bertindak sesuai dengan keyakinan. Hal tersebut berkaitan pada keyakinan dalam kelompoknya yang menuntut komitmen individu dalam masyarakat, sehingga setiap tindakan pedagang loak etnis Madura di Surabaya sesuai dengan standar dalam kelompoknya.

Menurut Suseno (1987: 58) bahwa moralitas merupakan sikap moral yang berasal dari hati seseorang dan terungkap dalam tindakannya. Moralitas terdapat apabila seseorang mengambil sikap baik karena sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan mencari keuntungan. Relativisme kultural beranggapan bahwa kebudayaan yang berbeda akan mempunyai standar moralitas yang berbeda pula. Setiap standar moralitas selalu terikat pada kebudayaan tertentu (Rachels, 2004: 45). Begitu pula pada pedagang loak etnis Madura di Surabaya merupakan migran yang secara otomatis membawa tradisi dari tempat asalnya dalam bertindak di tengah masyarakat Surabaya. Tindakan merupakan hasil budaya dari setiap kelompok masyarakat, sehingga salah atau benar sebuah tindakan merupakan hal yang bersifat subyektif. Dengan demikian, apa yang dikatakan benar oleh sebuah kelompok/ masyarakat maka tindakan tersebut akan dilakukan oleh anggota yang berada pada kelompok tersebut.

Standar moralitas tidak dapat diukur karena bersifat subyektif, namun dalam sebuah masyarakat yang lebih luas terdapat nilai-nilai yang sama dalam kebudayaan (Rachels, 2004: 45). Nilai-nilai yang sama tersebut mampu menciptakan kesatuan dan keselarasan dalam masyarakat yang lebih luas, salah satunya adalah kejujuran. Kejujuran merupakan dasar utama dalam tindakan manusia. Tanpa kejujuran keutamaan moral akan kehilangan nilai-nilainya. Kejujuran pula sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi operasional dalam kesediaan tanggung jawab (Suseno, 1987: 142). Dengan demikian, kejujuran dan tanggung jawab merupakan hal yang penting dalam bertindak di masyarakat luas.

Sikap pedagang loak etnis Madura dalam kegiatan jual beli meliputi dua aspek sasaran, yakni terhadap pembeli dan pedagang (barang bekas). Dalam menghadapi pembeli meliputi beberapa tindakan, yakni pemberian informasi secara detail tentang kondisi barang, penentuan harga sesuai mutu barang, cara penjualan barang, respon terhadap barang milik orang lain yang tertinggal/ hilang, kesediaan mengganti barang, dan sikap melayani pelanggan. Terhadap sesama pedagang barang

943

Page 14: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 931- 947

bekas, yakni meliputi hubungan kerja sama dengan sesama pedagang barang bekas.

Berdasarkan tindakan pedagang loak dalam kegiatan jual beli, diketahui bahwa pedagang loak setidaknya memiliki dua sikap yang berbeda dalam menghadapi pembeli. Pada pemberian informasi secara detail tentang kondisi barang, pedagang loak etnis Madura tercermin pada tindakan memberikan informasi secara detail tentang kondisi barang hanya kepada pelanggan dengan dua kriteria yakni pelanggan yang berasal dari daerah asal sama ataupun pelanggan yang membeli barang bekas pada pedagang loak lebih dari satu. Namun, tindakan demikian tidak dilakukan dalam melayani pembeli yang tidak memiliki dua kriteria yang telah dijelaskan.

Pada penentuan harga sesuai mutu barang, tindakan pedagang loak meliputi pemberian harga pas dan menetapkan harga dengan cara tawar menawar. Pemberian harga pas dilakukan pedagang loak etnis Madura kepada pembeli biasa. Hal tersebut bertujuan untuk mencari keuntungan dalam penerapan harga pas, sebab pembeli tidak akan menawar harga barang hingga turun. Berbeda dengan penetapan harga dengan cara tawar menawar yang dilakukan oleh pedagang loak. Penetapan harga dengan cara tawar menawar dilakukan kepada pelanggan yang berasal dari daerah asal sama dengan pedagang loak etnis Madura dan kepada pelanggan yang telah mengenal secara akrab dengan pedagang loak etnis Madura.

Tindakan ketiga yakni cara penjualan barang bekas. Cara penjualan barang bekas pedagang loak etnis Madura meliputi penjualan barang bekassebelum dipoles dan barang bekas yang telah dipoles. Penjual barang bekas sebelum dipoles, dilakukan kepada pembeli yang telah menjadi pelanggan lama pedagang loak. Hal tersebut disebabkan karena pelanggan tersebut telah mengetahui seluk beluk tentang barang-barang bekas yang dijual. Berbanding terbalik dengan pembeli baru, pedagang loak menawarkan barang-barang bekas yang telah dipoles. Hal tersebut dilakukan untuk menarik pelanggan baru untuk membeli barang bekas, sehingga para pedagang loak akan mendapatkan keuntungan.

Prinsip kejujuran yang diterapkan pedagang loak etnis Madura juga terlihat pada respon terhadap barang milik orang lain yang tertinggal/ hilang, yakni mayoritas para pedagang loak etnis Madura di Surabaya mengembalikan barang milik orang lain yang tertinggal ketika pemilik barang kembali untuk mengambil barang yang tertinggal tersebut. Namun, dalam barang bekas yang hilang dan telah dijual oleh pedagang loak, maka pemilik barang diharuskan membeli lagi barang tersebut kepada pedagang loak. Hal tersebut bertujuan agar pedagang loak tidak mengalami kerugian.

Kesediaan mengganti barang tercermin pada tindakan pedagang loak yang memberikan jaminan untuk menggantikan barang yang tidak sesuai, namun penggantian barang tersebut dibatasi oleh waktu. Apabila komplain barang melebihi batas waktu yang ditentukan, maka pedagang loak etnis Madura tidak akan menggantikan barang tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan kepercayaan dari pelanggan. Pada sikap melayani pelanggan, pedagang loak bersikap ramah terhadap pelanggan. Dalam melayani pelanggan yang berasal dari daerah asal sama, pedagang loak etnis Madura akan bersikap lebih ramah.

Hubungan kerja sama dengan sesama pedagang loak, pedagang loak etnis Madura di Surabaya dalam bekerja sama dengan pedagang loak lainnya memiliki hubungan yang baik. Pedagang loak saling bekerja sama dalam menjual barang bekas. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan bahwa barang bekas yang dijual akan laku sehingga pedagang loak akan mendapatkan keuntungan. Selain itu, tindakan tersebut dilakukan sebab para pedagang loak merupakan satu kerabat dan beranggapan bahwa pedagang loak etnis Madura harus saling membantu antar kerabat.

Tindakan pedagang loak dalam kegiatan jual beli memiliki dua sikap berbeda, yakni sikap kepada pembeli yang dikenal ataupun memiliki daerah asal sama akan berbeda dengan sikap kepada pembeli baru. Sikap berbeda tersebut terlihat dalam pemberian informasi, penentuan harga, cara penjualan barang, kesediaan mengganti barang, dan sikap melayani pelanggan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan pedagang loak masih bersifat kedaerahan dengan dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan atau kesamaan suku. Tindakan yang dimiliki oleh pedagang loak etnis Madura dengan tujuan untuk mencapai keberhasilan di daerah perantauan sebagai pedagang loak.

Pada teori hukum kodrat memiliki pandangan bahwa dunia merupakan tatanan yang rasional dengan nilai dan tujuan di dalam kehidupan masyarakat. Aristoteles memiliki gagasan bahwa dunia merupakan suatu sistem yang tertata dan rasional dengan masing-masing bagian mempunyai tempat yang sesuai untuk mendapatkan tujuan setiap individu. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan yang terjadi mempunyai tujuan untuk kepentingannya. Upaya mencapai tujuan, manusia akan berpikir bagaimana seharusnya yang dilakukan dan bukan lagi melakukan sesuai adanya (Rachels, 2004:107-108). Dengan demikian, setiap manusia dalam mencapai tujuannya akan menemukan cara-cara melalui proses berpikir secara rasional.

Teori hukum kodrat menegaskan gagasan bahwa hal yang benar untuk dilakukan adalah tindakan apapun yang

Page 15: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Moralitas Pedagang Loak Etnis Madura di Surabaya

sesuai dengan pilihan yang paling rasional. Weber mengungkapkan gagasan dalam semangat kapitalisme yang mengarahkan pada kesuksesan individu dalam bekerja ditentukan melalui tindakan yang dipilihnya secara rasional. Upaya mendapatkan keberhasilan dalam pekerjaannya, setiap individu memiliki cara dalam menentukan tindakannya. Tindakan individu dalam mencapai keberhasilan melibatkan campur tangan dari proses pemikiran antara terjadinya stimulus dan respon. Hal tersebut berarti bahwa tindakan mampu menjelaskan alasan manusia dalam menentukan pilihan. Weber memandang bahwa masyarakat tercipta dari adanya tindakan sosial. Tindakan sosial didorong oleh rasionalitas, dimana yang dapat dilihat dari rasionalitas dalam tindakan adalah hubungan dengan individu lain (Ritzer, 2012: 137-138).

Pada kegiatan jual beli dalam menjalankan usahanya, pedagang loak selalu berinteraksi dengan individu lain, yakni pelanggan dan pedagang loak lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, maka tindakan pedagang loak etnis Madura dalam kegiatan jual beli termasuk pada tindakan rasional instrumental (Zweckrationalitat). Tindakan rasional instrumental (Zweckrationalitat) merupakan tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan dan cara yang digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Weber juga mengungkapkan bahwa tindakan tertentu biasanya terdiri dari kombinasi antara keempat tindakan ideal (Wirawan, 2012: 100-101). Pada pedagang loak etnis Madura di Surabaya terdapat dua kombinasi tipe tindakan, yakni tindakan rasional instrumental (Zweckrationalitat) dan juga tindakan tradisional.

Pada pedagang loak etnis Madura memiliki tujuan untuk mendapatkan keberhasilan secara ekonomi dengan berdagang di tempat perantauan dan memiliki tingkat ekonomi lebih baik. Cara yang dilakukan pedagang loak dalam mencapai tujuan tersebut yakni dengan melakukan tindakan dengan menerapkan dua sikap berbeda yang dipengaruhi oleh adanya latar belakang hubungan kekerabatan dan juga kesamaan suku terhadap pembeli dan saling membantu dalam penjualan barang bekas antar sesama pedagang loak.

Kombinasi tipe tindakan pada pedagang loak etnis Madura di Surabaya tersebut dapat diketahui dalam perbedaan dalam bersikap terhadap pembeli. Perbedaan dalam bersikap ini merupakan tindakan tradisional dengan dipengaruhi oleh adanya latar belakang hubungan kekerabatan dan juga kesamaan suku. Tindakan rasional instrumental pada pedagang loak etnis Madura teraktualisasi dalam sikap melayani pembeli dengan dua sikap berbeda namun dalam tujuan yang sama yakni mendapatkan keberhasilan secara ekonomi dengan

berdagang di tempat perantauan dan memiliki tingkat ekonomi lebih baik.

Upaya dalam mencapai tujuannya, pedagang loak di Surabaya hanya mementingkan keuntungan untuk dirinya dan kelompoknya tanpa mempedulikan kebaikan bersama dengan orang lain yang memiliki perbedaan asal-usul. Keuntungan tersebut dianggap sebagai cara untuk mendapatkan keberhasilan dalam usahaya. Dalam pandangan Islam, bahwa pedagang akan mendapatkan ridha dari Allah SWT bukan hanya sekedar mencari keuntungan sebesar-besarnya melainkan keberkahan. Keberkahan usaha merupakan kemantapan usaha untuk memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhai oleh Allah SWT. Keberkahan dalam usaha berarti memperoleh keuntungan di dunia dan di akhirat.

Individu dapat dikatakan bermoral apabila memiliki dan mengambil sikap baik karena sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena mencari keuntungan. Pada pedagang loak etnis Madura dalam kegiatan jual beli lebih didasarkan pada hubungan kekerabatan atau kesamaan suku baik dengan pelanggan ataupun pedagang loak lain. Hal tersebut bertujuan hanya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Dengan demikian, pedagang loak etnis Madura di Surabaya tidak memiliki sikap-sikap baik dalam kegiatan jual beli karena disebabkan tindakan yang hanya mencari keuntungan.

PENUTUPSimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan bahwa Moralitas merupakan sikap moral yang ditunjukkan ketika seseorang bertindak. Moralitas menjadi sangat penting dalam hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Ukuran standar moralitas bersifat subyektif. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebudayaan yang berbeda. Meskipun demikian, dalam sebuah masyarakat yang lebih luas terdapat nilai-nilai yang sama dalam kebudayaan. Nilai-nilai yang sama tersebut mampu menciptakan kesatuan dan keselarasan dalam masyarakat yang lebih luas, salah satunya adalah kejujuran. Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi operasional dalam kesediaan bertanggung jawab.

Moralitas yang diterapkan oleh pedagang loak etnis Madura, yakni meliputi (1) pemberian informasi yang tidak detail kepada pelanggan baru, (2) tidak melakukan penawaran pada pelanggan baru namun melakukan penawaran pada pelanggan lama meskipun mutu barang yang diberikan sama, (3) menjual barang yang telah dipoles untuk menutupi kondisi barang sesungguhnya kepada pelanggan baru yang belum paham akan barang

945

Page 16: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 931- 947

bekas, (4) bersedia mengembalikan barang milik orang lain ketika pemilik mencari, namun ketika barang yang hilang tersebut merupakan barang yang diperjualkan pedagang loak, maka pemilik barang tersebut harus membeli barang tersebut. (5) kesediaan mengganti barang, dimana pedagang loak tidak mengganti barang apabila tidak lebih dari satu hari, sebab pedagang loak akan merasa dirugikan apabila mengganti barang apabila telah lebih dari satu hari. (6) sikap melayani pelanggan, pedagang loak akan lebih bersikap ramah terhadap pelanggan yang memiliki asal usul sama. (7) hubungan kerja sama dengan pedagang lain yakni saling membantu, namun dalam hal ini hanya merupakan cara untuk menjual barang sehingga dapat meraih keuntungan. Dengan demikian, pedagang loak etnis Madura tidak mengatakan sesuai adanya kepada pelanggan tujuan pencarian keuntungan.

Berdasarkan klasifikasi tipe tindakan Weber makan tindakan pedagang loak etnis Madura merupakan kombinasi dua tindakan, yakni tindakan rasional instrumental dan tindakan tradisional. Upaya mencapai tujuannya, pedagang loak etnis Madura di Surabaya dalam kegiatan jual beli didasarkan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dalam usaha yang dijalankan. Namun, pandangan Islam menyatakan bahwa dalam berdagang harus mendapatkan keberkahan usaha. Keberkahan usaha tersebut tidak hanya semata-mata didasarkan pada pencarian keuntungan melainkan ridha Allah SWT. Menurut Suseno bahwa seorang dikatakan memiliki sikap moral apabila mengambil sikap baik karena sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena mencari keuntungan. Dengan demikian, pedagang loak etnis Madura di Surabaya tidak mengambil sikap baik dalam berdagang.

SaranBerdagang merupakan sebuah pekerjaan yang selalu berhubungan dengan individu lain. Tujuan utama dalam berdagang adalah mendapatkan keuntungan. Namun, individu tidak boleh mencari keuntungan sebesar-besarnya dalam hidup bermasyarakat. Hal tersebut akan berakibat pada perpecahan. Dengan demikian, individu yang memantapkan diri menjadi pedagang harus memerhatikan tindakannya. Berdagang bukan hanya sebagai mencari keuntungan duniawi namun juga mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Keberkahan tersebut mampu mendatangkan keuntungan duniawi dan keuntungan akhirat.

DAFTAR PUSTAKA

. Jumlah Populasi dan Kawasan Konsentrasi Signifikansi di Indonesia. (Online).

id.wikipedia.org. (diakses pada tanggal 19 November 2015)

. Populasi Suku Madura. (Online). id.wikipedia.org/wiki/suku_madura. (diakses pada tanggal 19 November 2015)

Anjani, Sarah. 2012. Etos Kerja Pedagang Etnis Madura di Perkotaan (Studi Kasus di Pasar Pucang Surabaya). Unair: Surabaya

Astutik, Kurnia Fahmi dan Sarmini. 2014. Budaya Kerapan Sapi sebagai Modal Sosial Masyarakat Madura di Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan. Ejournal Vol 2 Nomor 2

Badan Lingkungan Hidup Jawa Timur. 2014. Gambaran Umum Kondisi Daerah. (online). blh.jatimprov.go.id. (diakses pada tanggal 19 November 2015 )

Basrowi, Muhammad dan Soenyono. 2004. Teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Yayasan Kompusing Surabaya: Surabaya

Bertens, K. 1994. Etika. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Creswell, John W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Efawati, Rifa. 2013. Fiquratif Bahasa Madura (Kajian Semantik). UGM: Yogyakarta. (diakses melalui etd.repository.ugm.ac.id)

Farihah, Nuer Laely. 2014. Etos Kerja dan Jiwa Enterpreneurship Pedagang Madura di Pasar DTC Wonokromo Surabaya. Skripsi. UIN Surabaya: digilib.uinsby.ac.id

Indarti, Efi. 2011. Intensi Berwirausaha pada Pedagang Besi Tua. Skripsi. UIN Surabaya: digilib.uinsby.ac.id

Jonge, Huub De. 1989. Madura dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan Islam. PT Gramedia: Jakarta

Julian, Royyan. 2012. Pandangan Hidup Etnik Madura dalam Kumpulan Puisi Nemor Kara. Jurnal-online.um.ac.id

Laily, Rifa Atun Nurul. 2012. Etika Bisnis Pedagang Kaki Lima di Kawasan Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi. UNY: eprints.uny.ac.id

Layli, Anis Nur. 2009. Pendampingan Anak-Anak Madura Urban di Kampung Sombo RT 01/ RW 09 Kel. Sidotopo Kec. Semampir Surabaya. SKripsi, UIN Sunan Ampel. (diakses melalui: http: digilib.uinsby.ac.id)

Lubis, Suhrawardi. K. 2006. Etika Profesi Hukum. Sinar Grafika: Jakarta

Ma’arif, Samsul. 2015. The History of Madura. Araska: Yogyakarta

Page 17: MORALITAS PEDAGANG LOAK ETNIS MADURA DI SURABAYA

Moralitas Pedagang Loak Etnis Madura di Surabaya

Maran, Rafael Raga. 2000. Manusia dan Kebudayaan. PT Rineka Cipta: Jakarta

Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. CV Alfabeta: Bandung

Rachel, James. 2004. Filsafat Moral. Kanisius: Yogyakarta

Rifai, Mien A. 2007. Manusia Madura. Pilar Media: Yogyakarta

Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2012. Teori Sosiologi. Nurhadi (Penerjemah). Kreasi Wacana: Bantul

Salam, Burhanuddin. 1997. Etika Sosial. PT Rineka Jaya: Jakarta

Salamun, dkk. 1995. Persepsi Tentang Etos Kerja Kaitannya dengan Nilai Budaya Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. CV Eka Putra: Jakarta

Subaharianto, Andang. 2004. Tantangan Industrialisasi Madura. Banyumedia Publishing: Malang

Suprayogo, Imam. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. PT Remaja Rosdakarya: Bandung

Suseno, Franz Magnis. 1987. Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Kanisius: Yogyakarta

Syamsuddin, Muh. 2007. Agama, Migrasi, dan Orang Madura. Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama. Vol VIII No. 2 Des 2007

Wirawan, I.B. 2012. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Kencana Prenada Group: Jakarta

947