Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on...

12
Penerbit The Wahid Institute | Penanggung Jawab: Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy | Pemimpin Redaksi: Rumadi | Sidang Redaksi: Ahmad Suaedy, Gamal Ferdhi, Alamsyah M. Dja’far | Staf Redaksi: M. Subhi Azhari, Nurun Nisa’, Alamsyah M. Dja’far, Badrus Samsul Fatah | Lay out: Ulum Zulvaton | Kontributor: Suhendy (Jawa Barat), Nur Kholik Ridwan (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Tedi Kholiludin (Jawa Tengah), Zainul Hamdi (Jawa Timur), Syamsul Rijal Adhan (Makassar), Akhdiansyah (NTB) | Alamat Redaksi: The Wahid Institute , Jln Taman Amir Hamzah 8, Jakarta - 10320 | Telp +62 21 3928 233, 3145 671 I Faks. +62 21 3928 250 Email: [email protected] Website: www.wahidinstitute.org Kenyataan ini menjadi sesuatu yang ironi karena negara yang berkewajiban melindungi dan memfasilitasi warga- nya dalam beribadah justru mengingkari kewajiban tersebut. Walikota Depok Cabut IMB Rumah Ibadah The WAHID Institute Monthly Report on Religious Issues S ebulan terakhir ini jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Cinere De- pok mengalami ujian berat dalam memperoleh hak-hak mereka men- jalankan agama. Sebuah Surat Keputusan dari Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail telah merenggut hak mereka sebagai warga negara khususnya hak mendirikan tempat ibadah. Surat tertanggal 27 Maret 2009 yang berisi pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja HKBP Cinere ini telah memupuskan harapan tidak kurang dari 500 kepa- la keluarga HKBP Cinere untuk memi- liki tempat ibadah sendiri. Surat ini juga telah menegaskan keberadaan jemaat HKBP Cinere sebagai seke- lompok umat yang harus kesana kemari mencari gereja yang mau menampung mereka beribadah. Kenyataan ini menjadi sesuatu yang ironi karena negara yang ber- kewajiban melindungi dan mem- fasilitasi warganya dalam beribadah justru mengingkari kewajiban ter- sebut. Terlebih, pencabutan IMB dilakukan ketika berbagai persya- ratan pembangunan gereja sudah terpenuhi seperti jumlah jemaat, Surat Rekomendasi dari Forum Keru- kunan Umat Beragama (FKUB) Kota Depok dan tentu saja IMB. Pencabutan IMB ini juga dilaku- kan tanpa pemberitahuan sebe- lumnya kepada pihak HKBP Cinere. Alasan-alasan pencabutan banyak yang bertentangan dengan Pera- turan Bersama 2 Menteri tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksana Tugas Kepala/Wakil Kepala Dae- rah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah. Berbagai alasan tersebut telah melahirkan penolakan dari pihak Gereja HKBP Cinere, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia Setempat (PGIS) dan lebih luas lagi umat Kris- ten di Kota Depok. Sebagai sebuah keputusan ne- gara, Keputusan Walikota Depok dengan Nomor: 645.8/144/Kpts/ Sos/Huk/2009 ini memang patut di- lihat secara kritis. Selain merupakan 19 Edisi April 2009 Pengantar Redaksi Dari dua daerah yang terpaut ribuan mil, Cinere Depok dan Dumai Riau, masalah ke- bebasan beragama bagi masyarakat non- muslim masih jadi momok. Di depok, Wa- likota Nur Mahmudi Ismail mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja HKBP Cinere. Salah satu alasan kader PKS ini, karena adanya penolakan warga setempat. Sebuah surat yang diterimanya pada 19 Februari silam juga jadi rujukan. Padahal, rekomendasi FKUB setempat sudah dikan- tongi pihak HKBP. Gereja HKBP Simpang Murini Dumai Riau lebih parah. Gereja yang sedang direno- vasi pertengahan Maret itu malah dibong- kar paksa satpol PP yang dipimpin langsung lurah setempat. Alasannya, gereja tak me- meroleh izin. Hingga kini status renovasi gereja itu tak jelas. Protes yang dilayangkan dan hasil musyawarah yang gelar setelah insiden juga masih gelap. Dari hiruk-pikuk pemilu legislatif ke- marin, isu agama tampaknya masih jadi jualan politik para politisi. Sejumlah politisi menggunakan simbol-simbol agama dalam media kampanye mereka. Yasin atau pan- duan salat sunah bergambar caleg. Pengu- rus PKNU “menjual” isu pembubaran Ah- madiyah untuk meraih suara. Dan, masih ada sederet isu agama dalam pemilu ke- marin seperti desakan untuk tak memilih caleg poligami. Hanya jika dibandingkan dengan pemilu tahun lalu, harus diakui jum- lahnya mulai menurun. Edisi ini Monthly Report juga menyorot kasus-kasus keagamaan lain seperti de- sakan tokoh agama dari kalangan NU untuk menerapkan syariat Islam sebagai tindakan preventif paska beroperasinya jembatan Suramadu di Jawa Timur; isu aliran sesat seperti yang terjadi di Bawean Jawa Timur, Bandung, dan Sulawesi Selatan. Beberapa kasus lain bisa Anda simak di edisi ini. Selamat membaca!

Transcript of Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on...

Page 1: Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009 The WAHID Institute jenis keputusan yang membatasi

Penerbit The Wahid Institute | Penanggung Jawab: Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy | Pemimpin Redaksi: Rumadi | Sidang Redaksi: Ahmad Suaedy, Gamal Ferdhi, Alamsyah M. Dja’far | Staf Redaksi: M. Subhi Azhari, Nurun Nisa’, Alamsyah M. Dja’far, Badrus Samsul Fatah | Lay out: Ulum Zulvaton | Kontributor: Suhendy (Jawa Barat), Nur Kholik Ridwan (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Tedi Kholiludin (Jawa Tengah), Zainul Hamdi (Jawa Timur), Syamsul Rijal Adhan (Makassar), Akhdiansyah (NTB) | Alamat Redaksi: The Wahid Institute , Jln Taman Amir Hamzah 8, Jakarta - 10320 | Telp +62 21 3928 233, 3145 671 I Faks. +62 21 3928 250 Email: [email protected] Website: www.wahidinstitute.org

Kenyataan ini menjadi sesuatu yang ironi karena negara yang berkewajiban melindungi dan memfasilitasi warga­nya dalam beribadah justru mengingkari kewajiban tersebut.

Walikota Depok Cabut IMB Rumah Ibadah

TheWAHID Institute

MonthlyReporton Religious Issues

Sebulan terakhir ini jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Cinere De-

pok mengalami ujian berat dalam memperoleh hak-hak mereka men-jalankan agama. Sebuah Surat Keputusan dari Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail telah merenggut hak mereka sebagai warga negara khususnya hak mendirikan tempat ibadah. Surat tertanggal 27 Maret 2009 yang berisi pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja HKBP Cinere ini telah memupuskan harapan tidak kurang dari 500 kepa-la keluarga HKBP Cinere untuk memi-liki tempat ibadah sendiri. Surat ini juga telah menegaskan keberadaan jemaat HKBP Cinere sebagai seke-lompok umat yang harus kesana kemari mencari gereja yang mau menampung mereka beribadah.

Kenyataan ini menjadi sesuatu yang ironi karena negara yang ber-kewajiban melindungi dan mem- fasilitasi warganya dalam beribadah justru mengingkari kewajiban ter-sebut. Terlebih, pencabutan IMB dilakukan ketika berbagai persya-ratan pembangunan gereja sudah terpenuhi seperti jumlah jemaat, Surat Rekomendasi dari Forum Keru-kunan Umat Beragama (FKUB) Kota Depok dan tentu saja IMB.

Pencabutan IMB ini juga dilaku-

kan tanpa pemberitahuan sebe-lumnya kepada pihak HKBP Cinere. Alasan-alasan pencabutan banyak yang bertentangan dengan Pera- turan Bersama 2 Menteri tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksana Tugas Kepala/Wakil Kepala Dae-rah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah.

Berbagai alasan tersebut telah melahirkan penolakan dari pihak Gereja HKBP Cinere, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia Setempat (PGIS) dan lebih luas lagi umat Kris-ten di Kota Depok.

Sebagai sebuah keputusan ne-gara, Keputusan Walikota Depok dengan Nomor: 645.8/144/Kpts/Sos/Huk/2009 ini memang patut di-lihat secara kritis. Selain merupakan

19Edisi

April 2009

Pengantar RedaksiDari dua daerah yang terpaut ribuan mil, Cinere Depok dan Dumai Riau, masalah ke­bebasan beragama bagi masyarakat non­muslim masih jadi momok. Di depok, Wa­likota Nur Mahmudi Ismail mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja HKBP Cinere. Salah satu alasan kader PKS ini, karena adanya penolakan warga setempat. Sebuah surat yang diterimanya pada 19 Februari silam juga jadi rujukan. Padahal, rekomendasi FKUB setempat sudah dikan­tongi pihak HKBP.

Gereja HKBP Simpang Murini Dumai Riau lebih parah. Gereja yang sedang direno­vasi pertengahan Maret itu malah dibong­kar paksa satpol PP yang dipimpin langsung lurah setempat. Alasannya, gereja tak me­meroleh izin. Hingga kini status renovasi gereja itu tak jelas. Protes yang dilayangkan dan hasil musyawarah yang gelar setelah insiden juga masih gelap.

Dari hiruk­pikuk pemilu legislatif ke­marin, isu agama tampaknya masih jadi jualan politik para politisi. Sejumlah politisi menggunakan simbol­simbol agama dalam media kampanye mereka. Yasin atau pan­duan salat sunah bergambar caleg. Pengu­rus PKNU “menjual” isu pembubaran Ah­madiyah untuk meraih suara. Dan, masih ada sederet isu agama dalam pemilu ke­marin seperti desakan untuk tak memilih caleg poligami. Hanya jika dibandingkan dengan pemilu tahun lalu, harus diakui jum­lahnya mulai menurun.

Edisi ini Monthly Report juga menyorot kasus­kasus keagamaan lain seperti de­sakan tokoh agama dari kalangan NU untuk menerapkan syariat Islam sebagai tindakan preventif paska beroperasinya jembatan Suramadu di Jawa Timur; isu aliran sesat seperti yang terjadi di Bawean Jawa Timur, Bandung, dan Sulawesi Selatan. Beberapa kasus lain bisa Anda simak di edisi ini.

Selamat membaca!

Page 2: Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009 The WAHID Institute jenis keputusan yang membatasi

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009

The WAHID Institute

jenis keputusan yang membatasi hak warga, keputusan ini hanya di-dasarkan pada penolakan sekelom-pok umat Islam setempat tanpa memperhatikan dasar hukum yang lebih kuat yang dimiliki HKBP Ci-nere. Sebagaimana tertuang dalam keputusan tersebut, Nur Mahmudi melihat pembangunan gereja hing-ga saat ini tidak bisa terealisasikan karena adanya penolakan dari warga yang tergabung dalam Forum Soli-daritas Umat Muslim Cinere, Pondok Cabe, Pangkalan Jati, Krukut, Meruy-ung, Limo dan sekitarnya. Ia meru-juk pada terjadinya beberapa kali konflik (baca: gangguan dari umat muslim) pada saat pelaksanaan pembangunan.

Nur Mahmudi juga merujuk su-rat penolakan dari elemen umat muslim di atas kepada Walikota pada tanggal 19 Februari 2009 lalu. Surat yang menurutnya sudah cukup menjadi dasar untuk Walikota turun tangan menjaga keamanan dan ketertiban. Cara yang dimak-

sud tentu saja adalah mengikuti tuntutan para penolak gereja dan mencabut IMB Gereja HKBP Cinere yang sudah dikeluarkan Bupati KDH Tigkat II Bogor pada tanggal 13 Juni 1998 sewaktu Depok masih menjadi bagian wilayah Kabupaten Bogor.

Dengan pencabutan IMB ini, praktis keberlanjutan pembangunan gereja yang beralamat di Jalan Jl. Pe-sanggrahan Cinere, Limo-Depok ini terhenti, dan jemaat HKBP Cinere harus rela lebih lama menumpang ibadah di beberapa gereja sekitar, seperti gereja milik Angkatan Laut Pangkalan Jati.

Selain itu, menyikapi surat Wa-likota yang menurut mereka tidak adil ini, HKBP Cinere telah melaku-kan beberapa langkah baik yang bersifat politik maupun hukum.

Langkah pertama, melalui per-panjangan tangan PGI Kota Depok telah melayangkan surat peno-lakan pencabutan kepada Walikota. Dalam surat ini dibeberkan ber-bagai kelemahan dasar pencabutan

IMB seperti pertimbangan Walikota yang sepihak, prosedur pencabutan yang tidak sesuai PBM, pengambil-alihan peran dan tugas FKUB Kota Depok, pengabaian hak umat Kris-ten Depok yang juga menunaikan berbagai kewajiban sebagai warga negara dan berbagai kelemahan lain. Surat yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Umum MPH PGIS ini juga ditembuskan ke-pada Presiden Republik Indonesia, Menteri Agama RI, Menteri Dalam Negeri, Kepala Kepolisian RI dan Komnas HAM.

Langkah kedua, melakukan tun-tutan hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Langkah keti-ga, melakukan doa bersama terus menerus di semua gereja untuk memohon pertolongan Tuhan. Dan langkah keempat, apabila berbagai upaya tersebut tidak berhasil, umat Kristen se-Kota Depok berencana akan mendatangi kantor walikota untuk menyampaikan penolakan.

(Subhi Azhari)

Gereja HKBP Simpang Murini Dumai Dibongkar Aparat

Sekitar pukul 15.00 WIB, rom-bongan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) berjumlah

sekitar delapan orang datang dan merobohkan bangunan gereja HKBP Simpang Murini Resort Im-manuel Dumai Distrik XXII Riau yang tengah direnovasi. Rombongan Rabu Sore (18/03) itu dipimpin lang-sung Waginen, Lurah Bukit Nenas, Kecamatan Bukit Kapur dan Isap Ketua RT 01. “Mereka mengobrak-abrik mallcoran dan besi penyang-ga bangunan. Beberapa orang dari Majelis Gereja dan ibu-ibu warga jemaat di sekitar gereja hanya bisa melihat sedih,” begitu yang tertulis dalam kronologis peristiwa yang diterima Monthly Report beberapa

hari setelah kejadian.Pembongkaran paksa ini bun-

tut kisruh atas izin pembangunan gereja oleh aparat setempat. Gereja yang berdiri sejak 2001 itu diang-gap tak berizin, dan karena itu mes-ti dibongkar. Tapi kepada Monthly Report Sihar Manaili Gurning, Pimpinan Jemaat HKBP Simpang Murini mengaku mereka sendiri tengah mengurus izinnya. “Kami sedang urus perizinannya,” katanya pertengahan April ini melalui sam-bungan telpon. Sayangnya, kata Sihar, izin itu juga tak pernah keluar dari Lurah setempat dengan alasan ada sebagian warga yang menolak kehadiran gereja.

Sebelum insiden, pagi hari seki-

tar pukul 10.00 WIB sepucuk surat sebetulnya sudah dilayangkan Lu-rah Bukit Nenas terkait renovasi gereja. Yang mengantar Ketua RT 12 Bukit Nenas, Bonadi. Isinya men-jelaskan, pengurus Gereja HKBP Simpang Murini diminta hadir pukul 8.30 di Aula Kelurahan pada Jumat, 20 Februari untuk membicarakan penertiban rumah ibadah.

Selang beberapa jam, Camat Bukit Kapur dan Lurah dengan be-berapa staf langsung meninjau lokasi yang saat itu tengah dikerja-kan tiga orang pekerja. Sekitar pukul 12 siang, Lurah Nenas kembali ke lokasi gereja dan menemui warga sekitar gereja untuk menyampaikan “panggilan menghadap” hari itu

The WAHID Institute�

Page 3: Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009 The WAHID Institute jenis keputusan yang membatasi

n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009

The WAHID Institute

juga (18/04) pukul 14.00 WIB. Saat itu Sihar tak ada di tempat. Ia sudah berangkat ke Dumai menemui Pen-deta Ressor untuk mendiskuskan isi surat Pak Lurah yang dikirim pagi pukul 10.00 WIB itu. Ketika kembali ia hanya bisa menyaksikan gereja yang sedang direnovasi itu tak ber-bentuk.

Sihar sendiri menyayangkan si-kap kepolisian yang tak bisa men-cegah terjadinya insiden. Aparat yang datang tiga jam setelah ke-jadian mengaku tak bisa berbuat apa-apa lantaran Gereja memang tak memiliki izin.

Atas kejadian ini, selain surat protes pihak Gereja HKBP menurut Sihar sudah mendatangi Lurah Bukit Nenas untuk memecahkan kasus tersebut, termasuk Walikota Dumai.

Hasilnya hingga saat ini masih ge-lap.

Ut Omnes Unum Sint Institute (Institut Satu Adanya) pada 23 Maret juga sempat mengirimkan surat melayangkan protes terkait peristiwa ini kepada Lurah Bukit Ne-nas. Tembusan surat juga ditujukan ke 28 pihak termasuk Presiden dan Wakil Presiden. Mereka mengecam tindakan Luran Nenas yang dini-lai arogan dan tak konsisten. Oleh lembaga ini, Lurah dan RT dinilai tak berwenang melakukan eksekusi pembongkaran gereja. Yang ber-wenang seharusnya pengadilan. Selain itu, mereka juga berangga-pan aksi tersebut melanggar HAM, yakni hak beragama, beribadah, berkepercayaan dan berkeyakinan sebagaimana diatur dalam UUD

1945 dan peraturan lainnya seperti Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang RI. No. 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi Kovenan in-ternasional Hak-Hak Sipil dan Politik, Deklarasi Universal Hak Asasi Manu-sia (DUHAM).

Sihar sendiri mengaku hingga saat ini pihaknya belum menerima klarifikasi apapun dari pihak terkait. Jika dalam sebulan ini tak ada per-nyataan, Sihar dan pihak gereja ngo-tot untuk terus melanjutkan renovasi gereja. Monthly Report juga sempat menghubungi Lurah Nenas melalui sambungan telpon ke nomor yang diberikan Sihar pertengahan April. Sayang, tak ada jawaban

(Alamsyah M. Dja’far)

Politisasi Agama Masih Warnai Pemilu Legislatif

Meski tak semarak pemilu sebelumnya, agama ma-sih menjadi barang seksi

bagi para politisi di Tanah Air. Tak peduli apakah penggunaan simbol-simbol agama demi meraih sim-pati politik itu benar-benar manjur atau tidak, berbagai kampanye terselubung menggunakan media agama nyatanya masih mewarnai pemilu legislatif April ini. Tengok apa yang dilakukan sejumlah partai dan calon anggota legislatif (caleg) di berbagai daerah yang menuai protes karena dianggap “menjual”

agama dalam Pemilu kali ini.

1. Kasus Caleg PDIP dan Golkar di SalatigaEntah apa yang mengilhami Sri Utami Djatmiko, caleg DPR RI PDI Perjuangan, hingga memuat gam-barnya dan suaminya Djatmiko Wardoyo dalam buku Surat Yasin. Buku yang dicetak 2000 eksemplar dan dibagikan gratis kepada kon-stituen itu mencantumkan gam-bar keduanya di halaman pertama setelah sampul bagian depan dan belakang dengan latar merah.

Sedangkan Yoyon Taryono, ca-leg DPRD Kota Salatiga Partai Golkar daerah pemilihan (dapil) Sidorejo dipermasalahkan karena fotonya berada di balik sampul bagian bela-kang buku panduan salat sunah. Di dalamnya tertulis kalau buku itu di-terbitkan DPP Partai Golkar.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Salatiga mengecam kedua-nya karena dianggap menyinggung umat Islam terkait penggunaan me-dia agama dalam kampanye. Ketua MUI Kota Salatiga KH Saifuddin Zuhri meminta pihak kepolisian di Salatiga dan Panwaslu mengusut tuntas pemakaian simbol agama Islam untuk kampanye ini. “Pemasa-ngan caleg di Surat Yasin dan tahlil serta buku panduan salat ini harus diusut tuntas. Kami meminta pihak terkait untuk menindaklanjutinya sehingga permasalahan ini tidak berkembang. Dan umat Islam tidak terprovokasi,” tegas Saifudin.

Saifudin juga menjelaskan, pi-haknya mendapat laporan langsung dari masyarakat. Bahkan bukti terse-but ditemukan di daerah pemilihan Sidorejo oleh kader MUI. “Barang bukti sudah kami simpan dan akan

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Salatiga mengecam kedua­nya karena dianggap menyinggung umat Islam terkait penggunaan me­dia agama dalam kampanye.

The WAHID Institute �

Page 4: Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009 The WAHID Institute jenis keputusan yang membatasi

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009

The WAHID Institute

digelar rapat lengkap pengurus MUI Salatiga untuk mengambil langkah tegas. Dan kami sudah mencari ta-hu di mana saja beredarnya buku tersebut,” tandasnya.

Penggunaan simbol agama Is-lam oleh caleg nonmuslim lanjut Saifuddin sebagai hal yang me-langgar etika keagamaan. Bila per-soalan tersebut tak segera disikapi, dikhawatirkan akan terjadi ketersing-gungan umat, yang dapat berakibat munculnya isu SARA.’’Apalagi me-ngingat warga Salatiga saat ini se-dang berikhtiar sungguh-sungguh

dalam membangun sikap saling pengertian dan pemahaman antar-umat beragama,’’ ujarnya.

Menyikapi protes MUI, Sri Utami Djatmiko saat dikonfirmasi Rabu (4/3) menjelaskan, pembuatan bu-ku Yasin dan tahlil yang di dalam-nya ada sampul gambar dirinya dan suaminya Djatmiko Wardoyo terse-but merupakan permintaan konsti-tuen dan bukan inisiatif dirinya. “Saya tidak memberi, tetapi mereka meminta agar dibuatkan buku Yasin dan tahlil. Lalu diberi gambar saya dan suami sebagai caleg. Bahkan yang memesan adalah para tokoh muslim yang mendukung pencalo-nan saya,” ujar Sri Utami.

Sri yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Salatiga itu menyatakan tak ada niat sedikit pun melecehkan agama apapun dan siapapun. Buku itudiminta oleh konstituen di Ka-bupaten Kendal. “Kalau hal ini diang-gap tidak pas, saya minta maaf,” kata Sri (Suara Merdeka Cyber News

04/03/2009 22:29 wib) yang saat ini juga tengah terbelit kasus dugaan korupsi buku ajar PT Balai Pustaka (Solo Pos Digital Media 07-April-2009 18:38).

2.Iklan Sesat Bupati IndramayuBupati Indramayu Irianto MS Syafi-uddin dan Partai Golkar oleh Direk-tur Eksekutif Central for Electoral Reform (Cetro), Hadar N Gumay dianggap telah melakukan pelang-garan pemilu. Sebabnya, mereka menjelek-jelekkan agama tertentu dalam sebuah iklan kampanye Par-tai Golkar di daerah tersebut.

Dalam Iklan yang dimuat di se-buah koran lokal tersebut, terpam-pang foto Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin dan Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla dan tulisan “Pi-lih pimpinan Golkar yang terbaik. Sebab kalau tidak kita akan terma-suk golongan orang yang meng-khianati Allah, Rasul, dan kaum muslimin. Hal ini demi terwujudnya Indramayu yang religius.”

Tak jelas apa yang dimaksud-kan Irianto dengan mengkhianati Allah dan Rasulullah ini. Namun nampaknya sang Bupati ingin me-nyentuh sentimen keagamaan warga Indramayu untuk memilih caleg-caleg dari Partai Golkar dalam pemilu 2009.

“Ini bisa dikatakan menjelek-je-lekan agama tertentu karena ini membuat seolah-olah agama begi-tu keji, menyalahkan orang yang memilih selain Golkar. Ini bukan masalah agama, orang Golkar yang bermasalah,” tandasnya.

Iklan yang menyesatkan itu di-anggap tak mendidik dan hanya menimbulkan ketidaknyamanan bagi pemilih, karena isinya me-nakut-nakuti masyarakat dengan agama. Sebab itu dia meminta Panwas untuk memproses kasus ini agar tidak berlarut-larut. Dalam menyikapi kasus ini, Gumay menegaskan panitia pengawas

(Panwas) pemilu tak perlu menung-gu adanya laporan dari masyarakat.

“Bisa ini temuan Panwas. Tapi jika tak mau diangkat, ini masalah, mungkin Panwasnya ada hubu-ngannya dengan Golkar,” kata Ha-dar N Gumay. Hadar melihat, kasus ini juga merupakan peringatan bagi Golkar untuk mengontrol para caleg. “Jangan sampai mem-buat iklan-iklan murahan seperti itu,” jelasnya (okezone.com, Jumat 13/2/2009).

Sementara itu, Sekretaris Umum MUI Jawa Barat Rahbani Ahyar mengatakan sangat tidak etis jika agama dikaitkan dengan kegiatan politik. “Agama, al-Quran, dan Hadis tidak digunakan untuk mengkul-tuskan pribadi atau kelompok ter-tentu. Jadi sangat tidak etis jika hal itu dikaitkan dengan agama, maka dengan hal ini MUI akan menyelidiki bahasa yang ada di iklan tersebut tergolong dalam penistaan agama atau tidak,” ujar Rahbani (okezone.com, Kamis 12/2/2009).

3. Janji PKNU Bubarkan Ahmadi­yahTak hanya melalui simbol-simbol agama seperti pemasangan foto dan iklan seperti kasus di Salatiga dan Indramayu, politisasi agama ini juga dilakukan dalam bentuk janji pelarangan terhadap kelompok-kelompok yang dianggap menodai agama Islam seperti Ahmadiyah. Itulah yang akan dilakukan Par-tai Kebangkitan Nahdlatul Ulama (PKNU) jika calon-calonnya menang di pemilu mendatang.

Dalam sebuah kampanye terbu-ka putaran pertama di Rawa Badak, Jakarta, Sabtu (21/03/09) lalu, juru kampanye PKNU, Salim Bin Umar Al-Attar menjanjikan pembubaran Ahmadiyah jika calegnya berhasil memperoleh kursi di DPR RI. “Janji kita, caleg kita akan berjuang sekuat tenaga membubarkan Ahmadiyah begitu menduduki kursi di DPR,”

Ini bisa dikatakan men­jelek­jelekan agama ter­tentu karena ini membuat seolah­olah agama begitu keji, menyalahkan orang yang memilih selain Golkar. Ini bukan masalah agama, orang Golkar yang berma­salah

Page 5: Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009 The WAHID Institute jenis keputusan yang membatasi

n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009

The WAHID Institute

tegas Habib Salim (gatra.com, 22/03/2009 06:34).

Sang Jurkam juga mengatakan, telah menggandeng Front Pem-bela Islam (FPI) untuk mendukung partai berbasis Nahdatul Ulama (NU) tersebut memperoleh suara pada pemilu legislatif pada 9 April 2009.

PKNU, lanjutnya, juga telah melakukan komunikasi langsung kepada Ketua FPI Rizieq Shibab guna memperoleh dukungan. “Ka-rena itu pada kampanye terakhir tanggal 31 Maret nanti kita siap me-mutihkan Jakarta dengan satu juta pendukung,” teriak Salim, di hada-pan massa pendukungnya.

Partai yang salah satunya didi-rikan KH Ma’ruf Amin ini memang getol menyuarakan pembubaran Ahmadiyah. Bukan kali ini saja mereka menyerukan pembubaran aliran yang mereka anggap sesat ini. Dalam beberapa kesempatan, Ketua Umum PKNU, Choirul Anam menyarakan sikap antipatinya ter-hadap Ahmadiyah. Dia bahkan per-nah mendesak pemerintah segera mengeluarkan sikap tegas yang me-nyatakan Ahmadiyah sebagai aliran non-Islam.

Ia menganalogikan Ahmadiyah dengan warga negara Indonesia harus mengakui Pancasila sebagai ideologi negara. “Kalau tidak mau mengakui Pancasila berarti melang-gar konstitusi, melanggar ideologi. Ini jatuhnya subversif,” katanya (Berita Sore, 9/05/2008).

4. Disoal Karena Dompleng Na­ma Ulama BesarPKNU tidak hanya melakukan kam-panye negatif dengan menjual ke-bencian terhadap Ahmadiyah ke-pada masyarakat. Partai bernomor urut 34 itu juga mendompleng nama ulama besar untuk meraih simpati pemilih. Dan tindakan yang terakhir ini menuai protes.

Adalah dua pentolan PKNU yang

juga menjadi caleg, Alwi Shihab dan Zainal A Shahab terjerat masa-lah setelah memajang tampang al-marhum Habib Umar bin Hood Ala-tas dalam background baliho dan kaos kampanye mereka (RMonline, 08/04/2009, 01:35:15). Tindakan yang dilakukan keduanya selama kampanye legislatif ini juga telah dianggap melakukan pencemaran nama baik ulama besar Indonesia tersebut.

Pihak keluarga mengaku kaget dengan penggunaan nama sang ulama. Pasalnya dari dulu mereka menegaskan bahwa Habib Umar (alm) tidak boleh dilibatkan dalam politik praktis. “Tindakan tersebut dilakukan tanpa terlebih dahulu memberitahukan,berkonsultasi ataupun meminta izin kepada pihak keluarga besar almarhum Habib Umar bin Hood Alatas,” kata Wakil Keluarga Besar Almarhum Habib Umar bin Hood Alatas, Habib Agil Salim di Jakarta, Selasa (Trijaya, 7/4/2009).

Salim yang kecewa akibat ulah kedua caleg itu mengaku baru mengetahui kalau gambar almarhum dijadikan materi kam-panye saat peringatan Maulid Nabi sekaligus haul almarhum di Cipayung, 29 Maret lalu. Dia men-duga tindakan tersebut sengaja dilakukan agar masyarakat, khusus-nya simpatisan Habib Umar mendu-kung mereka berdua. Tindakan ini menurutnya adalah kalimat yang tidak bertanggungjawab dan telah mencemarkan nama baik Habib dari kalangan ahlul bait tersebut.

Habib Umar bin Hood Alatas sendiri adalah ulama kharismatik yang memiliki banyak murid dan pengikut. Habib yang dilahirkan di Hadramaut (1891) ini datang ke Indonesia pada usia 20 tahun. Per-tama kali tinggal di Kwitang, Jakarta Pusat. Kemudian pindah ke Cicu-rug, Sukabumi, dan sebelum ke Condet, tinggal di Pasar Minggu,

dan Cipayung, Bogor. Di tempat-tempat tersebut ia membangun majelis taklim dan masjid. Habib Umar meninggal empat tahun lalu dalam usia lebih dari 100 tahun. Dia dimakamkam di Pemakaman al-Hawi, Condet, yang tidak jauh dari kediamannya. Ratusan ribu kaum Muslimin memberikan penghor-matan terakhir kala itu (Republika online, 25/11/2008 pk. 07:25:00).

Selama hidupnya, sang Habib dikenal sebagai tokoh yang tidak pernah mau terlibat dalam politik praktis. Karena itu beralasan jika pihak keluarga besar almarhum meminta dua caleg PKNU tersebut memberikan klarifikasi atas tindakan mereka. Keluarga juga menuntut permohonan maaf dari yang ber-sangkutan karena melakukan hal yang mereka nilai tak etis itu.

Jika permintaan tersebut tidak dilakukan, maka pihak keluarga akan mengambil langkah-langkah hukum dengan melaporkan yang bersangkutan ke Bawaslu. “Kami akan ke Bawaslu untuk mendesak Bawaslu mendiskualifikasi yang bersangkutan sebagai calon legis-latif,” pungkasnya. Sementara itu, anggota Bawaslu Bambang Eka Cahyo Widodo mengaku pihaknya siap menerima pengaduan keluar-ga yang merasa keberatan atas tin-dakan kedua caleg PKNU itu. Selan-jutnya, Bawaslu akan meneliti apa-kah tindakan Alwi masuk kategori pelanggaran pemilu atau pidana umum (Berita Kota, 08/04/2009 08:35).

5. MUI Tak Satu Suara soal Poli­tisasi Simbol AgamaMenyikapi berbagai tindakan para politisi yang ramai menggunakan simol-simbol agama untuk me-raih simpati pemilih sebanyak-ba-nyaknya ternyata menjadi polemik tersendiri di internal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Lembaga yang belum lama mengeluarkan fatwa

Page 6: Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009 The WAHID Institute jenis keputusan yang membatasi

Menjelang pemilihan umum (pemilu) legislatif, 9 April , isu poligami kembali men-

cuat dan menuai kontroversi. Soli-daritas Perempuan Indonesia (SPI) mengumumkan daftar 21 nama ca-leg pelaku dan pendukung poligami Jumat (27/03/2009). Pengumuman nama-nama hasil pengamatan SPI

selama Maret 2009 itu diikuti seruan agar para pemilih terutama perem-puan tak mereka di pemilu legislatif.

Selain tujuan mengajak sesama perempuan tak memilih para caleg, organisasi ini berasalan kaum hawa menginginkan wakil rakyat yang me-miliki perspektif perempuan. “Kita pri-hatin, mereka tidak terang-terangan. Kalau mereka melakukan poligami harus diberitahukan kepada masyar-akat. Sebagai masyarakat pemilih, kita ingin tidak mereka menyembunyi-kan track record-nya,” jelas Koordina-tor Solidaritas Perempuan Indonesia Yeni Rosa Damayanti.

Bagi Yeni, sudah saatnya isu poli-gami para caleg ini dibawa ke meja politik. Poligami yang marak dilaku-

kan beberapa petinggi dan caleg parpol itu dianggap bukan sekadar mendiskreditkan kaum perempuan semata, tapi bisa makin mendekatkan diri ke perilaku korupsi. ”Poligami itu memperpendek jalan ke korupsi. Se-bab, setiap poligami selalu diawali dengan perselingkuhan dan peng-khianatan” terangnya.

Dalam pengumuman yang dirilis di Gedung YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta, dan dihadiri sejumlah artis seperti Trie Utami, Ria Irawan, dan Nia Dinata tersebut, Yeni menyebut sejumlah politisi partai pelaku poli-gami. SPI juga menyebut sejumlah politisi yang tidak melakukan poliga-mi tetapi dianggap pendukung poli-gami.

Poligami yang marak dilaku­kan beberapa petinggi dan caleg parpol itu dinggap bu­kan sekadar mendiskreditkan kaum perempuan semata, tapi bisa makin mendekatkan diri ke perilaku korupsi

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009

The WAHID Institute

haram tak ikut memilih (golput) ini terbelah terkait penggunaan atribut agama dalam kampanye. Apakah hal tersebut etis dilakukan atau tidak.

Ketua MUI Kota Salatiga, KH Saifuddin Zuhri tegas menyatakan, penggunaan atribut agama dalam kampanye tidak bisa dibenarkan karena dapat menyinggung umat agama yang bersangkutan (Suara Merdeka Cyber News, 04/03/2009 22:29). Begitu pula Sekretaris Umum MUI Jawa Barat Rahbani Ahyar yang mengatakan sangat tidak etis jika agama dikaitkan dengan kegiatan politik (okezone, Kamis 12/2/2009).

Akan halnya kedua MUI daerah di atas, MUI NTB melarang para caleg dan parpol berkampanye dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran, baik kampanye terbuka maupun pada alat peraga seperti stiker. Pasal-nya, ayat-ayat al-Quran bukan un-tuk dipolitisasi untuk kepentingan sesaat. “Kampanye itu kan janji-janji dan memprovokasi masyarakat un-tuk memilih mereka. Ayat-ayat al-

Quran seharusnya tidak digunakan untuk mengumbar janji dan mem-provokasi,” tegas Ketua MUI NTB Prof H Saiful Muslim (Lombok Post -JPNN Grup, 03 Maret 2009).

Namun bagi Ketua MUI, KH Ma’ruf Amin, penggunaan sim-bol-simbol dan atribut keagamaan dalam pelaksanaan kampanye di-anggap sah-sah saja asalkan pada posisi yang tepat. Dan tidak di-salahgunakan untuk hal-hal yang sifatnya bertentangan dengan ke-sucian ajaran agama tersebut. “Sah-sah saja sepanjang proposional asal tidak disalahgunakan, kalau parpol Islam sah-sah saja menggunakan simbol-simbol agama Islam,” kata Ma’ruf Amin dalam jumpa pers, di Sekretariat MUI, Jakarta (www.era-muslim.com, 13/03/2009 18:03).

Senada dengan itu, Ketua MUI lainnya, KH. Kholil Ridwan menya-takan, penggunaaan simbol agama pada partai politik tidak menyalahi aturan. Bahkan, dia mencontohkan, adanya partai politik Islam yang

menggunakan kakbah sebagai lam-bang parpol, bukan termasuk pe-nyalahgunaan simbol agama.

Namun, lanjutnya, yang diang-gap penyalahgunaan, apabila gam-bar calon legislatif dicantumkan pada halaman depan bagian dalam al-Quran. “Itu merupakan penodaan agama, bisa dituntut di pengadilan, ada aturannya,” tandasnya.

Sementara itu, mengenai kam-panye negatif, MUI juga mengang-gap sah-sah saja asalkan sifatnya bu-kan gibah (menyerang keburukan orang lain, red) dan dalam rangka menjaga kehancuran bangsa dari tokoh-tokoh yang tidak bertang-gungjawab.

“Kalau hanya untuk menjatuhkan, bukan untuk menjaga bangsa dan negara dari kerusakan kalau yang bersangkutan terpilih, itu tidak boleh,” tegas Ma’ruf Amin (www.eramuslim.com, 13/03/2009, 18:03).

(M. Subhi Azhari)

Jelang Pemilu, Caleg Berpoligami Kembali Digugat

Page 7: Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009 The WAHID Institute jenis keputusan yang membatasi

Meski tidak membantah pengu-muman nama-nama tersebut se-bagai bentuk politisasi isu poligami, Yeni enggan disebut langkahnya ini sebagai kampanye hitam. Dirinya hanya ingin memberikan informasi kepada masyarakat. Data yang akan dijabarkan valid dan tidak bermak-sud untuk menjatuhkan seseorang. Keputusan akan memilih caleg yang bersangkutan atau tidak, lan-jutnya, tergantung masyarakat. “Ka-lau diperboleh oleh aturan kenapa tidak diumumkan. Biar masya-rakat yang menentukan,” jelasnya (inilah.com 26/03/2009 - 20:25).

Bahkan, dalam sudut pandang Islam lanjutnya, Nabi Muhammad pun sebenarnya menolak adanya poligami. Kalaupun Nabi berpoli-gami, karena situasi pada saat itu se-dang dilanda peperangan. Sehing-ga banyak janda-janda yang ter-lantar karena suaminya tewas dalam peperangan. ”Tapi fakta bahwa Nabi Muhammad yang pernah menolak anaknya Fatimah dipoligami, itu jus-tru tidak banyak dijadikan acuan” keluhnya.

Menyikapi pengumuman terse-but, sejumlah nama yang disebut bereaksi. Sekjen PKS Anis Matta menanggapi miring pengumuman tersebut. Menurut dia, gerakan itu berbau kepentingan politis men-jelang pemilu. Namun baginya, masyarakat Indonesia saat ini su-dah cukup cerdas untuk bisa mem-bedakan masalah pribadi dan yang bukan. Poligami adalah masalah

pribadi yang tidak pantas dibawa ke ranah publik. ”Ini menunjukkan betapa tidak dewasanya mereka dalam berpolitik. Jangan mencam-purbaurkan hal yang bersifat pribadi dengan politik,” katanya.

Bahkan istri pertama Anis, Ana-way Irianti Mansyur ikut bereaksi membela suaminya. ia menilai tin da-kan SPI merupakan fitnah kaum femi-nis, (detikcom, Jumat, 3/4/2009).

Menurut Presiden PKS Tifatul Sembiring, tidak ada kaitan langsung antara pesoalan poligami dengan pemilu. “Terus orang ngomong soal kawin lari, ada yang kawin lagi se-perti Syekh Puji, saya tidak perduli persoalan itu. Itu bukan persoalan Partai. Kalau dia salah hukum saja, Partai tidak mengurusi soal-soal itu. Apa kaitan pemilu dengan poliga-mi?” tanya Tifatul usai kampanye di Lapangan Merdeka Balikpapan, Kali-mantan Timur.

Reaksi keras juga datang dari Ali Mochtar Ngabalin, caleg DPR RI dari dapil Sulawesi Selatan 3 dari Partai Bulan Bintang (PBB). Ia meni-lai orang berpoligami semata-mata untuk menjalankan syariat Allah. Karena itu ia meminta isu poligami ini tidak perlu dipolitisasi. “Hanya orang gila dan sinting yang melang-gar hukum-hukum Allah. Poligami adalah syariat Allah bukan aturan dan kebijakan partai politik,” kata Ngabalin ketika diminta tanggapan (detik.com, Jumat,3/4/2009).

Sementara Wakil Ketua Umum PPP Chozin Chumaidy menang-

gapi santai pengumuman tersebut. Menurutnya, poligami diperboleh-kan oleh agama, karena itu sah-sah saja dilakukan. “Di kalangan wanita muslimah itu sudah tahu benar bahwa poligami itu dibolehkan dalam Islam. Pemilih muslim seka-rang ini sudah mulai cukup cerdas, mereka sudah paham kalau poli-gami itu bukan perbuatan jahat,” ujarnya.

Secara implisit pengamat politik dari UI Rocky Gerung membantah pernyataan para politisi tersebut. Ia mengungkapkan bahwa selama ini isu poligami lebih banyak dikaitkan sebagai isu agama daripada isu so-sial. Menurutnya, pembelaan para pelaku poligami sering menggu-nakan dalil agama ketimbang ke-adilan. Padahal menurut Rocky, po-ligami merupakan problem sosial kemasyarakatan. “Tapi yang ada, upaya mencari keadilan tertutup dengan didahulukannya argumen-argumen keadilan,” urai Rocky.

Dalam Undang Undang No. 1 ta-hun 1974 tentang Perkawinan, poli-gami diperbolehkan dengan sejum-lah persyaratan yang ketat. Namun berbagai persyaratan tersebut nam-paknya tidak selalu dipenuhi oleh mereka yang hendak berpoligami, karena yang menjadi acuan utama bahwa Undang Undang tersebut ti-dak melarang poligami. Dan hal tersebut akan terus terjadi sebelum ada aturan yang lebih tegas berikut sanksi bagi yang melanggar.

(M. Subhi Azhari)

Berbekal keinginan agar kultur santri di pulau berpenduduk sekitar 4 juta itu terjaga, para

pengurus Pimpinan Cabang Nah-dhatul Ulama (PCNU) se-Madura menggelar pertemuan dengan Gu-bernur Jawa Timur Sokarwo di kan-tor Gubernuran, Gedung Grahadi

Surabaya, 30 Maret 2009.Kiai-kiai pesantren ini merasa

penting membuat “kesepakatan” dengan orang nomor satu di Jawa Timur itu terkait dengan segera se-lesainya pembangunan jembatan yang akan menghubungkan Pu-lau Jawa (Surabaya) dan Madura

(Kamal, Bangkalan) tersebut. Salah seorang pengurus PC-

NU Sumenep menjelaskan, ide menggelar audiensi kemungkinan besar muncul dari Ketua PCNU Ka-bupaten Sumenep, K.H. Abdullah Khalil. Apalagi organisasi yang di-pimpinnya saat ini menjadi Koordi-

n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009

The WAHID Institute

Habis Suramadu Terbitlah Syariat Islam?

Page 8: Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009 The WAHID Institute jenis keputusan yang membatasi

nator Daerah (Korda) untuk seluruh PCNU di Pulau Madura. KH. Abdullah Khalil sebelumnya pernah juga men-cetuskan ide pemberlakuan syariat Islam di Sumenep. Tapi, gagal lan-taran tak cukup dukungan politik dari pihak-pihak lain yang cukup memiliki otoritas di Sumenep.

Ide pertemuan dengan Guber-nur itu kemudian dikomunikasikan ke pengurus PCNU lain di Madura. Terlepas dari berbagai kepentingan yang mungkin menyertainya, ide pertemuan akhirnya disepakati. K.H. Syafi’, Rois Syuriah PCNU Sampang, sekaligus didapuk sebagai pihak penghubung antara para pengurus PCNU se-Madura dengan Gubernur Jawa Timur. Oleh banyak kalangan, KH Syafi’ dianggap punya akses baik dengan Gubernur. Walhasil per-temuan pun berhasil digelar dan KH. Abdullah Khalil bertindak sebagai koordinator untuk perwakilan pengu-rus PCNU se-Madura di acara per-temuan itu.

Inti pertemuan itu mendiskusikan berbagai kemungkinan yang akan di-hadapi masyarakat Madura, terutama dampak negatif, begitu jembatan

Suramadu selesai dan dioperasikan. Demi “melindungi” masyarakat Ma-dura inilah mereka mengusulkan per-lunya perda syariat Islam.

Pemikiran itu lalu dituangkan di butir dua dan tiga dalam Sembilan Pokok-Pokok Hasil Audiensi PCNU se-Madura dengan Gubernur Jawa Timur di Surabaya, 30 Maret 2009: “(2) dalam hal pengembangan industri di Madura, diperlukan adanya regulasi dan selektifitas industri yang ‘men-jamin’ terpeliharanya nilai-nilai aga-

ma, tradisi lokal/kultur Madura serta memprioritaskan pekerja pribumi Madura; (3) perda berbasis syariah sebagai upaya memperkuat nilai-ni-lai agama dan tradisi lokal Madura. Dua poin ini mengindikasikan, jem-batan Suramadu merupakan tahap awal industrialisasi di Madura yang bisa berdampak terhadap pengikisan nilai-nilai agama dan kultur lokal Ma-dura. Jika kultur lokal Madura selama ini dianggap berkultur santri, maka Is-lamlah yang paling terancam dengan gela itu. Perda syariat Islam lalu diang-gap bisa menyelesaikan kemungki-nan pengikisan Islam di masa depan.

Memang, perda syariat Islam bu-kanlah satu-satunya poin yang dihasil-kan dari pertemuan tersebut. Tapi, dari sembilan poin hasil pertemuan tersebut, agaknya isu syariat Islam

ini menjadi isu krusial (lihat Sembi-lan Pokok Hasil Audiensi). Apalagi, Pamekasan, salah satu kabupaten di Madura, dinilai telah “berhasil” men-jadi salah satu kabupaten di Indone-sia yang sejak awal pascareformasi secara sadar menerapkan perda yang terinspirasi syariat Islam. Alasan yang digunakan juga identitas kesantrian Madura: menjadikan Madura sebagai serambi Madinah.

Isu ini agakanya masih terus meng-gelinding. Hasil pertemuan menyepa-kati, upaya preventif itu akan ditindak-lanjuti dengan membentuk forum yang melibatkan tokoh-tokoh NU, bu-pati, pemerintahan provinsi termasuk para pemangku kepentingan lain. Upaya yang sepertinya hendak ditin-daklanjuti secara sungguh-sungguh.

(Ahmad Zainul Hamdi)

Sembilan Pokok Hasil Audiensi PCNU se Madura dengan Gubernur Jawa Timur

Surabaya, 30 Maret 2009

1. Persoalan perencanaan tata ruang (master plan), visi/misi, dan program pembangunan di Madura segera di susun dengan melibatkan bupati (pemkab) se Madura bersama stakeholders yang pelaksanaannya difasilitasi gubernur.

2. Dalam hal pengembangan industri di Madura, diperlukan adanya regulasi dan selektifitas industri yang ‘menjamin’ terpeliharanya nilai-nilai agama, tradisi lokal/kultur Madura serta memprioritaskan pekerja pribumi Madura

3. Perda berbasis syariah sebagai upaya memperkuat nilai-nilai agama dan tradisi lokal Madura

4. Untuk menjamin peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masyarakat Madura, perlu langkah ekstrim dalam hal pelayanan publik seperti kesehatan dan pendidikan.

5. Pembangunan infrastruktur dan pengembangan ekonomi dan pendidikan yang lebih merata dengan memperhatikan prioritas pembanguan di pedesaan.

6. Optimalisasi pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) Madura harus dimaksimalkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat Madura dengan memperhatikan efek/dampak eksplorasi SDA tersebut.

7. Pesantren dan madrasah (diniyah) mendapat pelakuan yang sama dengan pendidikan umum.

8. Kasus PT. Garam segera diselesaikan

9. Sebagai follow up auidensi ini, disepakati dibentuk forum yang melibatkan NU/kiai, bupati dan Pemprov dan stakeholders.

Memang, perda syariat Is­lam bukanlah satu­satunya poin yang dihasilkan dari pertemuan tersebut. Tapi, dari sembilan poin hasil per­temuan tersebut, agaknya isu syariat Islam ini menjadi isu krusial

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009

The WAHID Institute

Page 9: Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009 The WAHID Institute jenis keputusan yang membatasi

Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Kabupa-ten Bandung menyimpulkan,

kelompok Amanah Keagungan Ilahi (AKI) pimpinan Wahyu Kurnia bukan termasuk aliran sesat. Putusan ini jatuh setelah sebelumnya sekelom-pok orang yang tergabung dalam Garis (Gerakan Reformis Indonesia) terhadap mereka sebagai ajaran sesat yang harus dilarang aktivitas-nya dan pemeluknya diharuskan bertobat.

Sebelum keputusan Pakem tu-run, massa Garis mendemo mar-kas AKI di Perumahan Parahyangan Kencana Blok C13 Nomer 7/9, Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Ka-bupaten Bandung karena dianggap menyebarkan ajaran sesat. Massa yang berjumlah sekitar seratus orang ini bahkan hendak menyegel dan membubarkan aktifitas pengikut AKI. Sembari beorasi, mereka juga mem-bentangkan spanduk hijau yang berbunyi, “Amanah Keagungan Ilahi (AKI) adalah Aliran Sesat dan Sudah Ditutup oleh Kaum Muslimin pada 9 Januari 2009. Kalau Membangkang Berarti Perang”. Demo ini dijaga oleh 50 petugas kepolisian (detik.com, 09/01/09).

“Kami harus melakukan penye-gelan ini. Sebab, AKI Merupakan ajaran sesat. Ini mesti segera dibu-barkan,” jelas Ketua PW Garis Jabar

Suryana Nurfatwa. Suryana menya-takan, AKI sudah meresahkan dan mencoreng agama Islam. Ia juga ber-pendapat, ajaran yang disampaikan pengikutnya sesat. “Jamaah AKI be-nar-benar sesat karena menganut aliran kesucian. Mereka membenci Islam. Juga penganutnya tidak perlu salat. Sebab salat bagi mereka cukup bergaul saja,” tambahnya.

AKI akhirnya memutuskan untuk menghentikan segala aktifitas dan kegiatan yang dinilai Garis meny-impang dari syariat Islam setelah berlangsung negosiasi antara perwa-kilan Garis, MUI Cangkuang, dan pihak AKI. Per-nyataan AKI ini ter-tuang dalam selembar kertas ber-materai dan dibacakan di hadapan pengunjuk rasa.

Masih belum puas, seperti dilan-sir detik.com, Garis meminta Wahyu membaca syahadat layaknya orang yang baru masuk Islam. Pihak Garis juga mengancam akan menindak

tegas AKI jika melakukan kembali ak-tifitasnya yang menyimpang itu.

Ternyata tuduhan Garis ini tidak cukup kuat bagi Pakem Kab. Ban-dung untuk memutus AKI pimpinan Wahyu Kurnia sebagai aliran sesat.

“AKI memiliki banyak versi se-hingga perlu kehati-hatian dalam menjatuhkan keputusan,” terang KH. Anwar Saifuddin Kamil, Ketua MUI Kabupaten Bandung yang juga tim Pakem. AKI, menurut Kiai Anwar, memiliki dua versi; AKI versi Syamsu dan AKI versi Andreas.

AKI kelompok Syamsu, menurut KH. Aziz Kawakibi yang merupa-kan Ketua Dai Kamtibmas, menga-malkan amalan-amalan yang sama dengan penganut Islam lainnya. Mereka melakukan zikir, wirid, dan salawatan yang tidak jauh beda de-ngan muslimin lainnya. Sedangkan AKI kelompok Andreas mencampur-adukkan antara ajaran Islam dengan ajaran agama lainnya. AKI pimpinan Wahyu ini bersambung dengan AKI kelompok Syamsu sehingga tidak bisa dihukumi sesat.

“Temuan Garis terhadap 34 ajaran AKI yang dianggap sesat merupakan AKI dari kelompok Andreas, bukan kelompok Syamsu. Jadi, kesimpulan Pakem Kab. Bandung menyatakan AKI di Cangkuang bukan kelompok sesat,” jelas KH. Aziz (pikiranrakyat.com, 24/03/09). (Nurun Nisa’)

Dengan alasan menghindari amuk warga, Ali Akbar (45), lelaki yang sehari-hari ber-

profesi sebagai dukun kampung di-tangkap aparat Polsek Sangkapura Selasa (10/02) pertengahan Maret

lalu. Di beberapa media lelaki ini ditulis dengan Soleh Akbar. “Untuk menghindari konflik, kami amankan (ditangkap—red) saja pelaku dan meminta menghentikan praktik pengobatan alternatifnya,” kata Wa-

kil Kepala Polsek Sangkapura, Aiptu Hariri kepada wartawan keesokan harinya seperti dilansir beberapa media.

Polisi menjemput Ali Akbar dari kediamannya Selasa siang sekitar

“Temuan Garis terhadap 34 ajaran AKI yang dianggap sesat merupakan AKI dari kelompok Andreas, bukan kelompok Syamsu. Jadi, kesim­pulan Pakem Kab. Bandung menyatakan AKI di Cang­kuang bukan kelompok sesat,” jelas KH. Aziz (pikiranrakyat.com, 24/03/09)

n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009

The WAHID Institute

Pakem Bandung: AKI Tidak Sesat

Diduga Sesat, Ali Akbar Ditangkap Lalu Diusir

Page 10: Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009 The WAHID Institute jenis keputusan yang membatasi

pukul 11.00 WIB. Lelaki ini sempat pingsan ketika dinaikkan ke sepeda motor polisi. “Herannya mengapa tidak pingsan saat keluar rumah menuju sepeda motor,” kata Abdul Basit Karim pimpinan Gerbang Bawean, sebuah LSM lokal di pulau di sebelah utara Kabupaten Gresik ini.

Kepada Monthly Report perte-ngahan April, Basit menuturkan saat pingsan itu tubuh Ali sempat dibawa ke salah satu rumah warga untuk disadarkan. Ketika sadar, lelaki berkalung taring hewan itu kata Ba-sit menyebut-nyebut “aliran sesat”, “jangan disiksa” berkali-kali kepada warga yang waktu itu memintanya mengucap syahadat.

“Diamankannya” pria yang me-ngaku warga Sidoarjo dan Cire-bon ini buntut dari gejolak yang berkembang di sebagian warga Desa Daun, Bawean, Gresik, Jawa Timur agar pria yang akrab disa-pa Gus Ali itu menutup praktik pengobatannya. Desakan juga da-tang dari unsur Musyawarah Pim-pinan Kecamatan (Muspika) dan MUI setempat yang menganggapnya menjalankan praktik aliran sesat. Isu yang berkembang, dalam prak-tik pengobatannya pria berambut gondrong ini sering meminta pasien memujanya sebagai Tuhan. Ia juga mengganti bacaan syahadat yang jika diIndonesiakan menjadi “saya bersaksi saya Allah dan saya bersaksi saya Muhammad Rasulullah” dan menginjak-injak al-Quran. Kepada

pasiennya, menurut cerita warga, Ali bahkan sempat membuat pema-kaman di Bukit Temu Kunci yang jika dirinya mati, warga diminta untuk memuja pemakamannya.

Ketika dimintai keterangan aparat di kantor Polsek, lelaki yang sudah setahun tinggal di pulau berpen-duduk 70 ribu jiwa ini membantah tuduhan tersebut. Ia tak menginjak al-Quran, hanya menaruh kitab suci umat Islam itu di bawah kakinya. Dalam ritual pengobatannya ia juga berterus terang memang men-jadikan al-Quran sebagai pegangan. Entah apa yang ia maksud dengan menjadikan al-Quran sebagai pega-ngan itu. “Omongnya ngelantur,” jelas AKP Zamzami mengomentari hasil pemeriksaan anak buahnya ter-hadap pria yang tak memiliki KTP itu (11/2/2009).

Kepada Basit, pria yang belaka-ngan mengaku keturunan ningrat dari Surakarta ini sempat melon-tarkan pernyataan jika dirinya seka-rang sudah tak mau berhubungan dengan manusia. Karena itu sekara-ng menyepi di Gunung Temu Kunci. Di gunung itu pengikut Ali Akbar tengah bekerja membuat pade-pokan dan kuburan untuknya. “Si-lakan foto kuburan yang saya buat, tapi setelahnya kamu akan mati,” ujar Ali Akbar sembari mengatakan

jika dia sebenarnya sudah mati. Se-dang yang ada sekarang Ki Ageng Temu Kunci. “Alhamdulillah sampai sekarang ini saya masih hidup,” kata Basit sambil tertawa.

Sebelum dibawa ke kantor Pol-sek, akhir Januari 2008 Soleh se-betulnya sudah diperingatkan un-

tuk segera menghentikan praktik pengobatan. Menurut ke-terangan Nizam Ketua Pengurus NU Cabang Bawean, semula pria itu bersedia menuruti desakan tersebut. Namun selang bebe-rapa lama, ia kembali membuka praktek pengobatan-nya. Bahkan dengan mengerahkan pasiennya, ia mendesak Muspika mencabut larangan tersebut. Soleh sendiri sempat mendirikan ruang ra-wat inap lantaran banyaknya pasien yang berobat. Biaya pengobatan ada yang digratiskan, tapi ada juga yang konon mencapai Rp 6 juta. Atas sikapnya ini, masih menurut Nizam, Soleh Akbar diminta hengkang dari desa tempat tinggalnya selama ini. Sebelum di desa Daun, Ali per-tama kali membuka praktiknya di desa Diponggo Kecamatan Tambak Bawean. Namun paska tiga bulan berjalan, pemilik kontrakan kebe-ratan kontrakannya menjadi tempat praktik Ali. Menurut Basit Di Desa Daun Ali biasa memberi obat kepa-da pasiennya dengan obat-obatan dari sebuah perusahaan multilevel marketing terkenal. “Harga yang di-patok, tiga kali lipat lebih mahal dari harga aslinya”. Inilah yang kemudian didalami Unit Pelaksana Tugas Dinas Kesehatan Sangkapura apakah obat yang diberikan aman atau yang ber-sangkutan melanggar aturan atau tidak dalam memberikan obat ke-pada parapasien.

Namun setelah diamankan se-lama 24 jam, kamis (12/2) lelaki yang konon mengaku pernah sekolah di negeri Swiss ini akhirnya dibebaskan. Pihak kepolisian mengaku belum berani menetapkannya sebagai ter-sangka, karena belum memiliki bukti kuat atas dugaan pelecehan agama. Ketua Cabang NU, Syariful Mizan, bisa memaklumi langkah kepolisian ini. Supaya kepolisian, kata Mizan, tak salah dalam bertindak. Masih menu-rut Mizan, sebetulnya para pemuka tak mempermasalahkan pembe-basan Soleh. Yang dipersolakan lebih

“Diamankannya” pria yang mengaku warga Sidoarjo dan Cirebon ini buntut dari gejolak yang berkembang di sebagian warga Desa Daun, Bawean, Gresik, Jawa Timur agar pria yang akrab disapa Gus Ali itu menutup praktik pengobatannya

Di desa Daun Ali biasa memberi obat kepada pasiennya dengan obat­oba­tan dari sebuah perusahaan multilevel marketing ter­kenal.

10

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009

The WAHID Institute

Page 11: Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009 The WAHID Institute jenis keputusan yang membatasi

Unit Reskrim Polsekta Tegal Selatan mengungkap sesu-atu yang menarik saat me-

meriksa dukun Solikhin yang dihajar massa warga RT 04/RW 02, Kelu-rahan Debong Kulon, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal. Di balik praktik pengobatan secara gaib, sang dukun yang masih membu-

jang itu ternyata melakukan praktik pengajaran aliran yang diduga sesat bernama ’’Tegak Mandiri’’.

Di hadapan penyidik, dukun yang tinggal di RT 21/ RW 05, Desa Pacul, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, menceritakan panjang lebar soal aliran yang diajarkan ke pasien dan keluarga pasien.

Aliran itu diperoleh setelah diri-nya mendalami Laku Ngelih atau melakukan puasa total tanpa makan dan minum pada hari-hari tertentu. Terutama tepat pada hari kelahiran-nya.

’’Saya memperoleh wangsit dari roh halus bernama Ki Gede atau Ki

Agung tahun 1994, saat berada di tempat angker di Desa Pacul dan tempat-tempat lain,’’ ujar dia.

Roh halus itu membisikkan kali-mat yang berisi ”ajaran” sembahyang tidak harus lima waktu, melainkan cukup dilakukan bila ada niat. Men-jalankannya pun, tak harus seperti layaknya umat Islam yang men-jalankan salat.

Sambil Duduk’’Cukup sambil duduk, dan baca

bismillahirrohamnirrohiim. Lalu ucap-kan niat untuk menyembah dan meminta petunjuk Allah,’’ kata dia di hadapan Kapolsekta Tegal Selatan AKP I Wayan Sudiasa dan sejumlah wartawan.

Alasannya, salat dijalankan bila ada niat saja, karena orang Islam sekarang sudah rusak. Berbeda dengan dulu yang masih suci, benar, dan jujur. Karena itulah salat lima waktu hukumnya tak wajib.

Ajaran seperti itu dan Laku Nge-lih juga dianjurkan bagi pasien yang meminta penyembuhan dari diri-nya. Bila tak mematuhi ajarannya, sulit untuk disembuhkan, bahkan bisa merembet ke kematian. ’’Pasien saya yang tak patuh dengan perin-tah bisikan Ki Gede, rata-rata tak sembuh. Bahkan di kemudian hari akhirnya cepat meninggal dunia,’’

kata dia.Sedangkan soal meninggalnya

Dewi Anggraeni, kata Solikhin, bu-kan semata tidak patuh. Melainkan kepatuhannya sudah terlambat dan penyakitnya sudah sangat parah sehingga sulit untuk disembuhkan.

Soal berapa pengikutnya, dukun Solikhin masih tertutup untuk me-nyebutkannya. Dia tetap berkilah bahwa dia menyebarkan ajarannya hanya sebatas pada pasien yang berobat ke dirinya untuk meminta kesembuhan.

Kapolresta AKBP Drs Ahmad Hus-ni melalui Kapolsekta Tegal Selatan AKP I Wayan Sudiasa menyatakan, pihaknya kini tengah melakukan upaya penyidikan intensif terhadap pelaku, ibu korban, dan para saksi. ”Kami juga berkoordinasi dengan satuan Intelkam terkait aliran keper-cayaan sesat yang dimungkinkan disebarkan sang dukun di wilayah hukumnya,” ujarnya.

Sang dukun sendiri mengaku be-lum sempat mendirikan semacam perkumpulan untuk menampung pengikutnya yang berhasil digaet demi mendalami aliran yang dijalan-kannya. Dia mengaku anggotanya hanya Ny Sopiah saja. sumber: Suara Merdeka, 15 April 2009, Radar Sema-rang, 15 April 2009)

(Tedi Kholiludin)

karena pelecehan agama Islam itu.Untuk menindaklanjuti kasus ini,

MUI setempat beserta para pemuka agama dan Muspika Sangkapura menggelar rapat demi menentukan sikap. Semuanya sepakat, Ali Akbar mesti minggat dari Sangkapura. Selain meresahkan, alasan penguat-nya Ali ternyata tidak memiliki identi-

tas atau KTP sebagaimana mestinya. Meski demikian keputusan itu

masih mendapat “perlawanan” dari sang dukun. Ali Akbar dikabarkan tetap ngotot membuka praktek di sebuah gunung dengan mendiri-kan padepokan. Mungkin alasan-nya persis seperti yang disampaikan di kantor polisi. “Masa saya yang

dikeluarkan dari perut ibu langsung membawa identitas seperti KTP,” kata Ali seperti ditirukan Abdul Basit. “Identitas saya al-Quran dan Hadis,” kata Ali. Sumber: kompas.com, 11/02/09, tvone.co.id 11/02/09, okezone.com 11/02/09, dutamasyar-akat.com, 13/02/09)

(Alamsyah M. Dja’far)

Aliran itu diperoleh setelah dirinya mendalami Laku Ngelih atau melakukan puasa total tanpa makan dan minum pada hari­hari tertentu. Terutama tepat pada hari kelahirannya.

11

n Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009

The WAHID Institute

Ajarkan Aliran Tegak Mandiri, Sholihin Dihajar Masa

Page 12: Monthly InstituteReport on Religious Issues. Monthly Report edisi-XIX.pdf · 2 Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009 The WAHID Institute jenis keputusan yang membatasi

Masyarakat Barombong, Kabu-paten Gowa, mulai mengkha-watirkan berkembangnya

ajaran yang dibawa Ukhuwah Is-lamiyah (UI) melalui para muba-lignya. Ajaran mereka dinilai sesat lantaran meminta kaum muslim tak mengikuti Nabi Muhammad.

Masalah ini sempat menjadi pem-bicaraan serius dalam pertemuan sejumlah ormas Islam lokal Barom-bong di kediaman Abdul Kadir Alam, guru spiritual al-Kalam. Dalam pertemuan itu terungkap, ajaran ini sudah berkembang sejak Ramadhan tahun lalu. Menurut Ketua Masjid Nurul Huda Desa Bilaji Barombong, Ibrahim seperti dikutip sejumlah media akhir Maret lalu, mubalig UI pernah menyatakan kepada jamaah-nya untuk tak mengikuti Rasul yang dilahirkan di Mekkah, wafat di Madi-nah dan dimakamkan di masjid Na-bawi (31/03). Rasul itu, kata Ibrahim, jelas merujuk kepada Nabi Muham-mad.

Beberapa masjid di wilayah Ba-rombong, termasuk Masjid Nurul Huda pernah didatangi mubalig Ukhuwah Islamiyah. Namun saat menyampaikan dakwahnya yang dianggap melenceng, mubalig itu pernah ditegur tokoh-tokoh agama setempat.

UI diduga berpusat di desa Pac-ciro, Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Di desa itu UI mendirikan gedung Lembaga Dakwah Ukhu-wah Islamiyah (LD-UI). Gedung yang menelan biaya 200 juta itu diresmi-kan akhir 2008 lalu oleh Wakil Bupati (Wabup) Gowa, Razak Badjidu.

Dalam peresmian itu, kepada ha-dirin Ketua Yayasan LD-UI KH Hasan Tahir mengatakan, saat ini anggota Ukhuwah Islamiyah yang berada di Gowa mencapai kurang lebih 30 ribu orang. Jumlah ini katanya belum termasuk anggota UI yang berada di kabupaten lain di Sulawesi Selatan dan juga beberapa daerah provinsi lainnya di Tanah Air. Sang ketua juga menambahkan, selain aktif men-syiarkan Islam melalui dakwah baik di masjid-masjid maupun kegiatan keagamaan lainnya, yayasannya juga aktif melakukan pengkaderan dai. Jumlah yang berhasil dikader saat itu 142 orang.

KH Hasan Tahir menambahkan, dalam melakukan aktivitas dakwah, pihaknya berpedoman pada al-Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW. “Insya Allah, jika umat ini tetap berada dalam perintah al-Quran dan Hadist maka yakin saja hidup akan menjadi lebih nikmat, indah dan ber-arti. Kita akan menjadi lebih tenang dalam melakoni hidup sehari-hari-nya,” pungkas KH Hasan Tahir seper-ti dikutip ujungpandangekspress.com.

Menurut pengakuan salah se-orang pengajian Al-Kalam Rusdi Mannan, dalam ceramah mereka para para mubalig UI pernah menga-takan Nabi Muhammad SAW pernah bersyahadat atas nama Muhammad. Dan Muhammad yang kedua itu bu-kanlah Nabi Muhammad, tapi Mu-hammad yang lain. “Makanya mere-

ka selalu mengajarkan pengikutnya agar mengikuti rasul yang ada dalam dirimu,” katanya.

Rusdi sendiri mengaku telah me-ngirim surat terkait isu ini kepada DPRD Sulawesi Selatan, Pemerintah Kabupaten Gowa dan Departemen Agama Sulsel. Pimpinan spiritual-Kalam sendiri menghimbau pihak terkait mengambil tindakan, karena khawa-tir persoalan ini akan menim-bulkan persoalan dan meresahkan masyarakat. ”Ini sudah pelecehan terhadap Nabi Muhammad, sangat berbahaya bila dibiarkan,” ujar pria ini.

Ketua Komisi IV DPRD sulsel, M. Ruslan, meminta semua pihak agar tidak melakukan tindakan yang bisa merugikan semua pihak (kapan). Rus-lan menyarankan jalan dialog harus dikedepankan. Menurutnya, pihak DPRD sendiri telah menjadwalkan pertemuan dengan pihak terkait un-tuk membicarakan aliran Ukhuwah Islamiyah. Anggota Fraksi Golkar ini juga mengaku telah meminta Kanwil Depag Sulsel, Depag Gowa, MUI serta Ormas Islam hadir dalam pertemuan tersebut. Kalau dalam pertemuan itu dianggap sesat, Rus-lan menyatakan terserah pihak yang berwenang mau diapakan

Pihak UI tak terima atas tudingan sesat itu. Mereka lalu melaporkan Ketua Masjid Nuruh Huda, Ibrahim, ke Mapolresta Gowa pada senin (30/3). “Kami bukan aliran sesat. Kami menjalankan Islam sesuai pe-tunjuk al-quran dan sunnah Rasul,” kata pendiri Ukhuwatul Islamiyah, KH Muhammad Hasan Tahir, di sekre-tariat Yaya-san Ukhuwatul Islamiyah, Bajeng, Gowa, Rabu (1/4/2009) sep-erti dikutip fajar.co.id. Sumber: fajar.co.id, ujungpandangekspress.com)

(Syamsurijal Adhan)

Mubalig UI pernah menyatakan kepada jamaahnya untuk tak mengikuti Rasul yang dilahirkan di Mekkah, wafat di Madinah dan dimakamkan di masjid Nabawi (31/03). Rasul itu, kata Ibrahim, jelas merujuk kepada Nabi Muhammad.

1�

■ Monthly Report on Religious Issues, Edisi XIX, April 2009

The WAHID Institute

Paham Ukhuwah Islamiyah Gowa Dituding Sesat