MONITORING EVALUASI EKOSISTEM MANGROVE...

26
ISSN : 2086-907X Kampus IPB Baranangsiang, Jl. Raya Pajajaran No. 1 Bogor 16127 - INDONESIA Telp. (62-251) 8374816, 8374820, 8374839; Fax. (62-251) 8374726 E-mail:[email protected]; http://www.indomarine.or.id; http://www.pksplipb.or.id DEWAN REDAKSI Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S. Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. Dr. Luky Adrianto, M.Sc. Dr. Ario Damar, M.S. Dr. Ruddy Suwandi, M.Phil, M.Sc. REDAKSI PELAKSANA Ir. Husnileili, M.Si. Amril S Rangkuti, S.Pi. Nana Anggraini, S.Sos. Hermanto, S.Kom. Agus Soleh, A.Md. Kamsari, S.Kom. Vol. 10 No. 2 April 2019 MONITORING EVALUASI EKOSISTEM MANGROVE AREA X SEBAGAI BUFFER ZONE KAWASAN KILANG MINYAK PERTAMINA RU II DUMAI

Transcript of MONITORING EVALUASI EKOSISTEM MANGROVE...

ISSN : 2086-907X

Kampus IPB Baranangsiang, Jl. Raya Pajajaran No. 1 Bogor 16127 - INDONESIA

Telp. (62-251) 8374816, 8374820, 8374839; Fax. (62-251) 8374726

E-mail:[email protected]; http://www.indomarine.or.id; http://www.pksplipb.or.id

DEWAN REDAKSIProf. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S.Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S.Dr. Luky Adrianto, M.Sc.Dr. Ario Damar, M.S.Dr. Ruddy Suwandi, M.Phil, M.Sc.

REDAKSI PELAKSANAIr. Husnileili, M.Si.Amril S Rangkuti, S.Pi.Nana Anggraini, S.Sos.Hermanto, S.Kom.Agus Soleh, A.Md.Kamsari, S.Kom.

Vol. 10 No. 2 April 2019

MONITORING EVALUASI EKOSISTEM MANGROVE AREA X SEBAGAI BUFFER ZONE KAWASAN

KILANG MINYAK PERTAMINA RU II DUMAI

Working Paper PKSPL-IPB | i

WORKING PAPER PKSPL-IPB

PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Center for Coastal and Marine Resources Studies

Bogor Agricultural University

MONITORING EVALUASI

KAWASAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI BUFFER ZONE DI AREA

KILANG MINYAK PERTAMINA RU II DUMAI

Oleh:

Andy Afandy

Dadan Mulyana

Ceng Asmarahman

Fery Kurniawan

Asyief K. Budiman

BOGOR 2019

ISSN: 2086-907X

Working Paper PKSPL-IPB | iii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vii

1 LATAR BELAKANG .......................................................................................... 1

2 TUJUAN MONITORING EVALUASI ................................................................. 1

3 LOKASI MONITORING EVALUASI .................................................................. 2

4 METODOLOGI .................................................................................................. 3

4.1 Ruang Lingkup .......................................................................................... 3 4.2 Pengambilan Data ..................................................................................... 3 4.3 Analisis Data .............................................................................................. 5

4.3.1 Komposisi Jenis .............................................................................. 5 4.3.2 Indeks Nilai Penting (INP) ............................................................... 5 4.3.3 Indeks Ekologis ............................................................................... 6 4.3.4 Analisis Tutupan Kanopi ................................................................. 7

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 8

5.1 Distribusi dan Kerapatan Jenis .................................................................. 8 5.2 Indeks Nilai Penting ................................................................................. 12 5.3 Indeks Ekologi ......................................................................................... 14

6 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16

ISSN: 2086-907X

Working Paper PKSPL-IPB | v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Kerapatan Mangrove ............................................. 7

Tabel 2. Distribusi Jenis Mangrove .................................................................... 9

Tabel 3. Jumlah Kepadatan Mangrove ............................................................ 11

Tabel 4. Persentase Tutupan Kanopi Mangrove ............................................. 11

Tabel 5. Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), Indeks

Dominansi (C) Mangrove ................................................................... 15

Working Paper PKSPL-IPB | vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Lokasi Monitoring dan Evaluasi ................................................... 2

Gambar 2. Peta Contoh (Plot) Pengukuran Mangrove .......................................... 3

Gambar 3. Prosedur Pemasangan Plot dan Pengamatan Mangrove ................... 4

Gambar 4. Ilustrasi Metode Hemisperichal Photography untuk Mengukur

Tutupan Mangrove, dan Contoh Hasil Pemotretan dan Titik

Pengambilan Foto dalam Setiap Plot Pemantauan ............................. 8

Gambar 5. Pola Sebaran Jumlah Jenis Mangrove ................................................ 9

Gambar 6. Kondisi Umum Ekosistem Mangrove ................................................. 10

Gambar 7. Beberapa Jenis Mangrove yang Banyak Di Temukan ...................... 10

Gambar 8. Bentuk Kanopi Mangrove .................................................................. 12

Gambar 9. INP Pohon Mangrove di Setiap Stasiun ............................................ 13

Gambar 10. INP Anakan Mangrove di Setiap Stasiun ........................................ 13

Gambar 11. INP Semai Mangrove di Setiap Stasiun .......................................... 14

Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019

Working Paper PKSPL-IPB | 1

MONITORING EVALUASI EKOSISTEM MANGROVE AREA X SEBAGAI BUFFER ZONE

KAWASAN KILANG MINYAK PERTAMINA RU II DUMAI

Andy Afandy, Dadan Mulyana, Ceng Asmarahman, Fery Kurniawan dan Asyief

K. Budiman)

1 LATAR BELAKANG

Pertamina RU II Dumai memiliki komitmen di dalam upaya pelestarian

sumberdaya alam dan lingkungan, utamanya di sekitar kawasan perusahaan (In-situ)

maupun di luar perusahaan (Ex-situ). Komitmen perusahaan ini ditunjukkan dengan

tetap menjaga area dan kondisi kealamian lingkungan di kawasan-kawasan

penyangga dan atau habitat flora dan fauna, salah satunya seperti pelestarian hutan

mangrove di dalam kawasan/area produksi perusahaan. Bentuk kepedulian

perusahaan dalam upaya pelestarian tersebut adalah dengan menetapkan kawasan

tersebut sebagai kawasan program pengelolaan dan pelestarian lingkungan serta

melakukan kegiatan identifikasi dan inventarisasi serta memantau/memonitor dan

mengevaluasi perkembangan keanekaragaman hayati ekosistem mangrove.

Kegiatan monitoring dan evaluasi (Monev) merupakan kegiatan yang menjadi

satu kesatuan di dalam program pengelolaan dan pelestarian keanekaragaman

hayati. Monev dilakukan secara berkala untuk memastikan apakah program yang

ada mampu mempertahan kondisi yang ada, dan atau bahkan menambah

keanekaragaman hayati di kawasan tersebut dalam jangka waktu tertentu. Hasil dari

kegiatan Monev, menjadi bahan evaluasi terhadap capaian program yang sudah

dilakukan, baik tingkat efektifitas dan efisiensinya.

Kegiatan Monev merupaan hal yang sangat penting bagi pihak pengelola

untuk mengambil keputusan dan menentukan langkah-langkah perbaikan proses

atau metode untuk pencapaian hasil yang baik. Kegiatan tersebut juga penting

sebagai bahan pertimbangan dalam menghilangkan isu dan kendala-kendala yang

dihadapai pengelola dalam menjalani program yang dilakukan.

2 TUJUAN MONITORING EVALUASI

Tujuan kegiatan monitoring dan evaluasi adalah untuk mendapatkan

gambaran kondisi terkini perkembangan keanekaragaman hayati ekosistem

mangrove Area X sebagai kawasan buffer zone kilang minyak Pertamina RU II Dumai

dalam upaya pelestarian dan perlindungan lingkungan PT Pertamina RU II Dumai.

) Peneliti PKSPL-IPB

Vol 10 No. 2 April 2019

2 |Working Paper PKSPL-IPB

3 LOKASI MONITORING EVALUASI

Kegiatan monitoring dan evaluasi di lakukan di kawasan Mangrove Area X,

Kota Dumai, Provinsi Riau. Lokasi monev tersaji pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Peta Lokasi Monitoring dan Evaluasi

Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019

Working Paper PKSPL-IPB | 3

4 METODOLOGI

4.1 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pelaksanaan monitoring dan evaluasi adalah menilai kondisi

jenis, tutupan, frekuensi, kerapatan, indeks nilai penting dan indeks ekologi di

Kawasan Ekosistem Mangrove Area X.

4.2 Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan pada pengamatan mangrove meliputi jumlah jenis,

struktur mangrove, kerapatan, frekuensi, dominansi, nilai penting, diameter dan

tinggi pohon. Pengamatan terhadap struktur dan komposisi jenis-jenis tumbuhan

dilakukan dengan metode plot (Transect Line Plot- TLP) (Gambar 2).

Metode TLP digunakan dengan pertimbangan bahwa:

1) TLP merupakan metode dengan peralatan sederhana tetapi dapat

memberikan data yang akurat dan representatif mengenai beberapa aspek

dan struktur karakteristik dari hutan mangrove.

2) TLP memilki Plot Permanen yang bisa dipakai untuk mengukur perubahan-

perubahan yang terjadi dengan dimensi waktu dan ruang.

3) Pada setiap kuadran tersebut, semua tegakan diidentifikasi jenisnya, serta

dihitung jumlah masing-masing jenis. Koleksi bebas juga dilakukan untuk

melengkapi jenis-jenis yang tidak termasuk dalam transek kuadrat.

Sumber: English et al. (1997)

Gambar 2. Peta Contoh (Plot) Pengukuran Mangrove

Prosedur dan langkah-langkah pengamatan mangrove adalah sebagai berikut (modifikasi English et al. 1997 dan Bengen 2000):

Vol 10 No. 2 April 2019

4 |Working Paper PKSPL-IPB

1) Tentukan lokasi pengamatan vegetasi mangrove yang mewakili wilayah kajian

yang dapat mengindikasikan atau mewakili setiap zona ekosistem mangrove

yang terdapat di wilayah ajian.

2) Pada setiap lokasi ditentukan stasiun-stasiun pengamatan secara konseptual

berdasarkan keterwakilan lokasi kajian.

3) Pada setiap stasiun pengamatan, tetapkan transek-transek garis dari arah laut

ke arah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove yang

terjadi) di daerah intertidal.

4) Transek garis dipasang sepanjang 30 m dimulai dari mangrove terluar (dari

arah laut).

5) Pasang petak-petak contoh (plot) 10 x 10 m sebanyak 3 plot pada titik 0 m, 10

m dan 30 m. Jumlah plot ini fleksibel, tergantung ketebalan mangrove di setiap

lokasi. Jika ketebalan mangrove hanya 10-20 m, maka plot hanya dibuat 1

atau 2 buah saja.

6) Selain plot ukuran 10 x 10 m, dipasang juga plot ukuran 5 x 5 m dan 1 x 1 m

untuk menilai kondisi mangrove anakan dan semai.

7) Plot pengamatan mangrove dilakukan secara menyilang dimulai dari kiri,

kanan dan kiri kembali.

0 m

10 m

20 m

30 m

1 x 1 m

1 x 1 m

1 x 1 m

5 x 5 m

5 x 5 m

5 x 5 m

10 x 10 m

10 x 10 m

10 x 10 m

Arah rintisan

(kearah darat)Dari arah laut

Gambar 3. Prosedur Pemasangan Plot dan Pengamatan Mangrove

8) Pada setiap petak contoh (plot) yang telah ditentukan, determinasi setiap jenis

tumbuhan mangrove yang ada, hitung jumlah individu setiap jenis, dan ukur

lingkar batang setiap mangrove pada setinggi dada (sekitar 1,3 m).

9) Apabila belum diketahui nama jenis tumbuhan mangrove yang ditemukan,

potonglah bagian ranting lengkap dengan daunnya, dan bila mungkin bunga

dan buahnya.

Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019

Working Paper PKSPL-IPB | 5

10) Pada setiap petak contoh (plot) amati dan catat tipe substrat (lumpur, lempung,

pasir, dan sebagainya).

11) Pada setiap petak (plot) telah ditentukan, determasi tiap jenis tumbuhan

mangrove yang ada, dihitung jumlah individu setiap jenis dan ukuran lingkaran

batang setiap hutan mangrove pada setinggi dada (sekitar 1,3 m).

12) Catat semua titik letak koordinat dari setiap stasiun pengamatan

menggunakan GPS dan kondisi lingkungan sekitarnya.

4.3 Analisis Data

4.3.1 Komposisi Jenis

Jenis tumbuhan diidentifikasi berdasarkan nama lokal dari jasa pengenal pohon

setempat, kemudian diidentifikasi dengan membandingan antara sampel

herbarium jenis pohon yang ditemukan dilapangan dengan spesimen koleksi

herbarium di laboratorium Botani dan Ekologi Hutan, Puslitbang Hutan, Bogor.

4.3.2 Indeks Nilai Penting (INP)

Indeks Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan komposisi jenis, dan

dominanasi suatu jenis di suatu tegakan. Nilai INP dihitung dengan menjumlahkan

nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominansi relatif (DR)

(Soerianegara dan Indrawan 2002).

INP = KR (%) + DR (%) + FR (%)

Untuk mendapatkan nilai KR, DR dan FR digunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah individu suatu jenis Kerapatan (batang/Ha) = Luas areal seluruh petak contoh Kerapatan suatu jenis Kerapatan Relatif (%) = x 100 % Total kerapatan seluruh jenis Basal area suatu jenis Dominansi (m²/Ha) = Luas seluruh petak contoh Dominansi Relatif (%) Dominansi suatu jenis = x 100 % Total dominansi seluruh jenis Jumlah petak terisi suatu jenis Frekuensi = Jumlah petak contoh seluruhnya

Vol 10 No. 2 April 2019

6 |Working Paper PKSPL-IPB

Frekuensi suatu jenis Frekuensi Relatif (%) = x 100 % Total frekuensi seluruh jenis

4.3.3 Indeks Ekologis

4.3.3.1 Indeks Dominansi (C)

Indeks dominansi digunakan untuk menentukan dominansi jenis di dalam

komunitas untuk menentukan dimana dominansi dipusatkan (Odum, 1993). Indeks

dominansi ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

C = ∑ (𝑁𝑖

𝑁)

2

Dimana C = Indeks dominansi Ni = INP tiap jenis N = Total INP seluruh jenis

4.3.3.2 Indeks Kekayaan Jenis Margalef (R1)

Untuk mengetahui besarnya kekayaan jenis digunakan indeks Margalef

(Ludwigs dan Reynold 1988):

𝑅1 = 𝑆 − 1

ln (𝑁)

Dimana R1 = Indeks kekayaan jenis Margalef

S = Jumlah jenis

N = Jumlah total individu

Berdasarkan Magurran (1988) besaran R1 < 3,5 menunjukkan kekayaan jenis

tergolong rendah, 3,5 < R1 < 5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan

R1 > 5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong tinggi.

4.3.3.3 Keanekaragaman Jenis (H’)

Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk

mengetahui tingkat keanekaragaman jenis. Indeks keanekaragaman Shannon –

Wiener (H’) merupakan indeks yang paling banyak digunakan dalam ekologi

komunitas (Ludwig dan Reynold 1988). Indeks keanekaragaman dari Shannon –

Wiener adalah sebagai berikut:

H’ = − ∑ [(𝑛𝑖

𝑁) 𝑙𝑛 (

𝑛𝑖

𝑁)]

𝑠

𝑖=1

Dimana H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon - Wiener s = Jumlah jenis

Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019

Working Paper PKSPL-IPB | 7

ni = Kerapatan jenis ke - i N = Total kerapatan

Terdapat tiga kriteria dalam analisis indeks keanekaragaman jenis yaitu jika

nilahi H’ < 2, maka termasuk kedalam kategori rendah, nilai 2 < H’ < 3, maka termasuk

kedalam kategori sedang dan akan dimasukkan kedalam kategori tinggi bila H’ > 3

(Magurran, 1988).

4.3.3.4 Kemerataan Jenis (E)

𝐸 = 𝐻′

ln (𝑆)

Dimana: E = Indeks kemerataan jenis H’ = Indeks keanekaragaman jenis S = Jumlah jenis

Berdasarkan Magurran (1988) besaran E < 0,3 menunjukkan kemerataan

jenis rendah, 0,3 < E< 0,6 menunjukkan tingkat kemerataan jenis tergolong sedang

dan E > 0,6 menunjukkan tingkat kemerataan jenis tergolong tinggi. Selanjutnya

untuk parameter dan indikator pengambilan data vegetasi disajikan Interpretasi Hasil

dan Penentuan Status Kondisi

Kategori kerapatan dan penutupan mangrove ditentukan berdasarkan hasil

klasifikasi mangrove menurut Kepmen LH Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria

Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove sebagai berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Kerapatan Mangrove

Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha)

Baik Rapat/tinggi ≥75 ≥1500 Sedang ≥50-<75 ≥1000 - <1500

Rusak Jarang/rendah <50 <1000 Sumber: Kepmen LH Nomor 201 Tahun 2004

4.3.4 Analisis Tutupan Kanopi

Jika tinggi mangrove termasuk dalam kategori tinggi dan memiliki kanopi,

maka data tutupan tajuk juga akan diambil menggunakan metode hemisperichal

photography yang dikembangkan oleh Dharmawan dan Pramudji (2014). Data

kanopi dengan metode ini diambil menggunakan kamera dengan lensa fish eye

dengan sudut 180° pada satu titik pengambilan foto.

Vol 10 No. 2 April 2019

8 |Working Paper PKSPL-IPB

Gambar 4. Ilustrasi Metode Hemisperichal Photography untuk Mengukur Tutupan

Mangrove, dan Contoh Hasil Pemotretan dan Titik Pengambilan Foto

dalam Setiap Plot Pemantauan

Jumlah stasiun pengamatan yang diambil sebanyak tiga stasiun pengamatan.

Pada setiap pengamatan diambil pengambilan contoh sebanyak delapan plot untuk

stasiun satu, sembilan plot untuk stasiun dua, dan tiga plot untuk stasiun tiga.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang

khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger et al., 1983).

Mangrove beserta faktor biotik dan abiotik lain membentuk ekosistem yang produktif

di pesisir (Noor et al. 2006). Chapman (1977) dan Bunt & Williams (1981)

menyatakan bahwa distribusi mangrove berkaitan erat dengan tipe tanah (lumpur,

pasir atau gambut), keterbukaan (terhadap hempasan gelombang), salinitas dan

pengaruh pasang surut.

5.1 Distribusi dan Kerapatan Jenis

Ekosistem mangrove di lokasi terletak di pesisir pantai hingga ke muara sungai.

Jenis mangrove yang ditemukan sebanyak 12 jenis, antara lain: Lumnitzera littorea

(LL), Avicennia alba (AA), Xylocarpus granatum (XG), Rhizophora apiculata (RA),

Rhizophora mucronata (RM), Sonneratia alba (SA), Bruguiera cylindrical (BC), Nypa

fruticans (NF), Aegiceras floridum (AF), Hibiscus tiliaceus (HT), Excoecaria agallocha

Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019

Working Paper PKSPL-IPB | 9

(EA), dan Citrus sp. (CS) sebagai mangrove asosiasi. Selain itu, ditemukan juga

mengkudu, waru dan akasia di sekitar eksositem. Artinya, mangrove lokasi cukup

heterogen dengan distribusi jenis mangrove yang ditemukan menyebar di setiap

stasiun pengamatan.

Tabel 2. Distribusi Jenis Mangrove

Stasiun Jenis Mangrove

LL AA XG RA RM SA BC NF AF HT EA CS

1 + + + + + + + + + + + +

2 + + + + + + + + + - + -

3 + + + - - - + + + - + - Sumber: Survei Lapang (2018)

Keterangan: (+) ditemukan dan (-) tidak ditemukan

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa semua jenis mangrove yang ada dapat

ditemukan di stasiun 1 (12 jenis). Pada stasiun 2, jenis mangrove yang tidak

ditemukan adalah Hibiscus tiliaceus dan Citrus sp. (10 jenis), sedangkan di stasiun

3, jenis mangrove yang tidak ditemukan, meliputi jenis Rhizophora apiculata,

Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Hibiscus tiliaceus dan Citrus sp. (7 jenis).

Pertemuan jumlah jenis ini juga terlihat secara gradasi (Gambar 5), dimana di sekitar

pantai/sungai semakin sedikit ke arah darat, kecuali pada stasiun 2 yang cenderung

sama. Hal ini sangat dipengaruhi kondisi pasang surut dan adanya aliran air yang

ada di setiap stasiun.

Gambar 5. Pola Sebaran Jumlah Jenis Mangrove

Pantai/sungai Darat Pantai/sungai Darat

Pantai/sungai Darat

Vol 10 No. 2 April 2019

10 |Working Paper PKSPL-IPB

Gambar 6. Kondisi Umum Ekosistem Mangrove

Gambar 7. Beberapa Jenis Mangrove yang Banyak Di Temukan

a) Stasiun 1 b) Stasiun 2

c) Stasiun 3

a) Bruguiera cylindrica b) Rhizophora apiculate (tipe akar)

c) Nypa fruticans d) Lumnitzera littorea (daun dan bunga)

e) Avicennia alba f) Xylocarpus granatum

Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019

Working Paper PKSPL-IPB | 11

Berdasarkan jumlah tegakan mangrove, kepadatan mangrove di lokasi

dikategorikan padat (Tabel 3). Pada kategori pohon, kepadatan tertinggi berada di

stasiun 3, yaitu 125/300 m² atau 4.167 ind/ha, disusul stasiun 1 dan 2, masing-masing

275/800 m² atau 3.438 ind/ha dan 284/900 m² atau 3.156 ind/ha. Berdasarkan jumlah

tersebut, kawasan ekosistem mangrove área X masuk dalam kriteria Baik dan

Rapat/Tinggi.

Pada kategori anakan, kerapatan tertinggi berada pada stasiun 3, yaitu 52/ 75

m² atau 6.933 ind/ha, tetapi disusul oleh stasiun 2 dan 1, masing-masing 110/225 m²

atau 4.889 ind/ha dan 57/200 m² atau 2.850 ind/ha. Berbeda dengan kategori semai,

kerapatan tertinggi ditemukan di stasiun 2, yaitu 50/9 m² atau 55.556 ind/ha, disusul

stasiun 1 dan 2, masing-masing 31/8 m² atau 38.750 ind/ha. Hal ini menunjukkan

bahwa habitat ekosistem mangrove masih baik dan mampu beregenerasi

dengan baik.

Tabel 3. Jumlah Kepadatan Mangrove

Stasiun

Jumlah tegakan mangrove

Pohon Anakan Semai

Ind/m2 Ind/ha Kriteria Ind/m2 Ind/ha Ind/m2 Ind/ha

1 275/800 m² 3.438 Baik: Rapat/Tinggi

57/200 m² 2.850 31/8 m² 38.750

2 284/900 m² 3.156 Baik: Rapat/Tinggi

110/225 m² 4.889 50/9 m² 55.556

3 125/300 m² 4.167 Baik: Rapat/Tinggi

52/ 75 m² 6.933 8/3 m² 26.667

Sumber: Hasil analisis data lapang (2018)

Selain kerapatan pohon, kriteria kondisi ekosistem mangrove dapat dilihat dari

persentase tutupan kanopi. Persentase tutupan kanopi mangrove didapatkan

dengan cara melihat tutupan daun yang menutupi area dibawahnya. Secara

keseluruhan, seluruh stasiun memiliki nilai tutupan kanopi ≥75% atau masuk dalam

kriteria Baik dan Rapat/Tinggi. Penutupan tertinggi ditemukan pada stasiun 2, yaitu

86.46% (SD±4,58), disusul stasiun 1, yaitu 81,88% (SD±11,64), dan yang terendah

stasiun 3, yaitu 76,45% (SD±11,67). Pada stasiun 3, dengan nilai SD tersebut

menunjukkan bahwa ada area/plot yang memiliki kriteria Sedang (Tabel 4).

Tabel 4. Persentase Tutupan Kanopi Mangrove

Stasiun Tutupan kanopi mangrove (%±SD) Kriteria

1 81,88 ± 11,64 Baik: Rapat/Tinggi

2 86,46 ± 4,58 Baik: Rapat/Tinggi

3 76,45 ± 11,67 Baik: Sedang - Rapat/Tinggi

Sumber : Hasil analisis data lapang (2018)

Keterangan: SD = Standar Deviasi

Vol 10 No. 2 April 2019

12 |Working Paper PKSPL-IPB

Gambar 8. Bentuk Kanopi Mangrove

5.2 Indeks Nilai Penting

Penilaian Indeks Nilai Penting bertujuan untuk mengetahui pengaruh atau

peranan suatu jenis dalam ekosistem (Bengen, 2000). Nilai INP berkisar 0-300 untuk

pohon dan anakan dan 0-200 untuk semai. Gambar 9 menunjukkan bahwa untuk

kategori pohon, nilai INP pada stasiun 1 terbesar adalah jenis Lumnitzera littorea (LL),

sebesar 98.17, untuk stasiun 2 nilai INP terbesar terdapat pada jenis Rhizophora

apiculata (RA), sebesar 80.50, dan stasiun 3 nilai INP terbesar terdapat pada jenis

Lumnitzera littorea (LL), sebesar 124.70. Nilai INP yang besar menggambarkan

bahwa jenis tersebut memiliki peran yang dominan di ekosistem mangrove pada

stasiun tersebut.

a) Stasiun 1 b) Stasiun 2

c) Stasiun 3

Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019

Working Paper PKSPL-IPB | 13

Gambar 9. INP Pohon Mangrove di Setiap Stasiun

Gambar 10. INP Anakan Mangrove di Setiap Stasiun

98.17

11.24

41.36

5.31

59.65

17.95

30.32

5.39 6.48

24.12

4.25

61.2853.68

80.50

8.24

46.24

8.20 7.40

30.20

124.70

12.909.50

79.32

10.66

62.92

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

13.44

185.29

10.48

31.08

50.91

8.80

81.29

37.77

21.05

67.37

83.11

9.41

74.59

64.96

29.6021.88

108.97

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

160.00

180.00

200.00

Rhizophoraapiculata

Aegicerasfloridum

Excoecariaagallocha

Xylocarpusgranatum

Avicenniaalba

Bruguieracylindrica

Lumnitzeralittorea

Citrus sp.

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

Vol 10 No. 2 April 2019

14 |Working Paper PKSPL-IPB

Gambar 11. INP Semai Mangrove di Setiap Stasiun

Pada kategori anakan, nilai INP pada stasiun 1 terbesar ada pada jenis

Aegiceras floridum (AF), sebesar 185.29, stasiun 2 nilai INP terbesar terdapat pada

jenis Lumnitzera littorea (LL), sebesar 83.11, dan stasiun 3 nilai INP terbesar terdapat

pada jenis Lumnitzera littorea (LL) sebesar 108.97. INP jenis pada stasiun 2 tidak

terjadi perbedaan yang signifikan karena dominansi jenis antara jenis Lumnitzera

littorea (LL) dan Rhizophora apiculata (RA) memiliki nilai INP yang relatif sama.

Nilai INP untuk kategori semai, pada stasiun 1 nilai INP terbesar ada pada

jenis Rhizophora apiculata (RA), sebesar 90.89, stasiun 2 nilai INP terbesar terdapat

pada jenis Rhizophora apiculata (RA), sebesar 78.30, dan stasiun 3 nilai INP terbesar

terdapat pada jenis Lumnitzera littorea (LL), sebesar 76.19. Nilai INP kategori semai

ini dapat mengindikasikan rekruitmen jenis mangrove dari tiap stasiun di lokasi.

5.3 Indeks Ekologi

Indeks ekologi merupakan gambaran dari struktur vegetasi mangrove.

Penilaian indeks ekologi dilakukan dengan menggunakan Indeks keanekaragaman

(H’), Indeks keseragaman (E) dan Indeks dominansi (C). Indeks keanekaragaman

(H’) berhubungan dengan jumlah jenis dan jumlah individu setiap jenis. Indeks

keseragaman (E) merupakan nilai penyebaran individu antarspesies yang berbeda.

Indeks dominansi (C) digunakan untuk mengetahui spesies biota yang mendominasi

atau dominan ditemukan.

Hasil analisis data lapang, ekosistem mangrove di lokasi memiliki

keanekaragaman (H’) dengan kategori sedang, berkisar antara 1,34-1,85.

90.89

30.67

44.22

7.56

26.67

78.30

28.45

15.54

43.40

34.3130.95

76.19

30.95

61.90

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

100.00

Rhizophoraapiculata

Xylocarpusgranatum

Avicenniaalba

Bruguieracylindrica

Rhizophoramucronata

Lumnitzeralittorea

Excoecariaagallocha

Nypafruticans

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019

Working Paper PKSPL-IPB | 15

Keanekaragaman tertinggi berada pada stasiun 1, disusul stasiun 2 dan 3 (Tabel 5).

Nilai keanekaragaman ini juga mempengaruhi nilai indeks keseragaman (E), dimana

memiliki kategori tinggi, berkisar antara 0,69-0,75 (Tabel 4). Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat pengelompokan pada jenis-jenis tertentu pada suatu area, tetapi

secara keseluruhan tidak terjadi dominansi (c), dengan kisaran 0,20-0,32 (Tabel 5),

atau dari rendah hingga sedang. Kondisi sedang terjadi pada stasiun 3, dimana pada

stasiun tersebut jenis Lumnitzera littorea (LL) sangat dominan ditemukan. Dominansi

tinggi sangat tidak baik dalam ekosistem, meskipun demikian, nilai dominansi yang

ada masih pada tataran rendah atau baik. Kondisi tersebut sejalan dengan

pernyataan Odum (1997), bahwa semakin tinggi keseragaman semakin tidak ada

dominansi pada komunitas tersebut.

Tabel 5. Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), Indeks

Dominansi (C) Mangrove

Stasiun H' Kategori E Kategori C Kategori

1 1,85 Sedang 0,74 Tinggi 0,21 Rendah

2 1,73 Sedang 0,75 Tinggi 0,20 Rendah

3 1,34 Sedang 0,69 Tinggi 0,32 Sedang

Sumber: Hasil analisis data lapang (2018)

Vol 10 No. 2 April 2019

16 |Working Paper PKSPL-IPB

6 DAFTAR PUSTAKA

[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2016. IUCN Redlist of

Threatened Species [internet]. [diacu 2018 September 16] tersedia dari :

http://www.iucnredlist.org.

[Kepmen LH Nomor 201 Tahun 2004]. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan

Kerusakan Mangrove Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

Awal A, NJ Sarker, dan KZ Husain. 1992. Breeding records of sambar deer (Cervus

unicolor) in captivity. Bangladesh Journal of Zoology vol. (20): 285-290.

Bengen D 2000. Pedoman teknis pengenalan & pengelolaan ekosistem mangrove,

Institut Pertanian Bogor (IPB), Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan

Lautan (PKSPL).

Brower JE dan Zar JH. 1998. Field and Laboratory Methods for General Ecology.

Brown Company Publihsers, Dubuque, Iowa.

Bruun M. 1995. Landscape as Resource for Leisure by Explotion or by Exclusion?

Proceedings the 33rd IFLA World Congress; Bangkok, 21-24 Oktober 1995.

Bangkok: IFLA.

Budiman MAK. 2014. Potensi Pengembangan wisata Birdwatching di Wanawisata

Curug Cipendok Kabupaten Banyumas Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID):

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Bunt JS & WT Williams. 1981. Vegetational Relationships in The Mangroves of

Tropical Australia. Marine Ecology - Progress Series, 4: 349-359.

Chapman VJ. editor. 1977. Wet Coastal Ecosystems. Ecosystems of the World: 1.

Elsevier Scientific Publishing Company, 428 hlm.

English S, Wilkinson C ,Baker V 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources

2nd Edition, Townsville(AUS), Australian Institute of Marine Science.

Istomo, Kusmana C. 1997. Penuntun Praktikum Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi

Hutan. Bogor (ID): Institur Pertanian Bogor.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK]. 2004. Kriteria Baku dan

Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Kepmen LH Nomor 201

Tahun 2004. 7 hlm.

Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology. New York (US): Harper & Row Publisher.

Kusmana, C. 1995. Manajemen hutan mangrove Indonesia. Bogor (ID) : IPB

Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology: A Primer on Methods and

Computing. Singapore (SG): John Wiley and Sons.

Moe S dan P Wegge. 1994. Spacing behavior and habitat use of Axis deer (Axis axis)

in lowland Nepal. Canadian Journal of Zoology vol. 72 No. (10): 1735-1743.

Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019

Working Paper PKSPL-IPB | 17

Noor RY, M Khazali, INN Suryadiputra. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia.

PHKA/WI-IP. Bogor. 220 hlm.

Nybakken J. 1992. Biologi Laut suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta (ID): PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Odum E. P. 1997. Dasar Dasar Ekologi. (ID: Gadjah Mada University Press). 697 hlm.

Schmidt, F.H and J.H. Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry period

ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verhand. No. 42

Kementerian Perhubungan Djawatan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta

Soerianegara, I dan A. Indrawan. 1982. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen

Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy, 9th Edition. USDA Natural

Resources Conservation Service. Washington DC.

Tomlinson PB. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press,

Cambridge, U.K., 419 hlm.

van Helvoort B. 1981. Bird Populations in The Rural Ecosistems of West Java.

Netherland (NL): Nature Conservation Depertment.

Walker EP. 1975. Mammals of the world. Third Edition volume II. London (UK) : The

Johns Hopkins University Press.

Whitehead GK. 1994. Encylopedia of Deer. Shrewsbury (UK): Swann Hill Press.main