MONITORING EVALUASI EKOSISTEM MANGROVE...
Transcript of MONITORING EVALUASI EKOSISTEM MANGROVE...
ISSN : 2086-907X
Kampus IPB Baranangsiang, Jl. Raya Pajajaran No. 1 Bogor 16127 - INDONESIA
Telp. (62-251) 8374816, 8374820, 8374839; Fax. (62-251) 8374726
E-mail:[email protected]; http://www.indomarine.or.id; http://www.pksplipb.or.id
DEWAN REDAKSIProf. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S.Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S.Dr. Luky Adrianto, M.Sc.Dr. Ario Damar, M.S.Dr. Ruddy Suwandi, M.Phil, M.Sc.
REDAKSI PELAKSANAIr. Husnileili, M.Si.Amril S Rangkuti, S.Pi.Nana Anggraini, S.Sos.Hermanto, S.Kom.Agus Soleh, A.Md.Kamsari, S.Kom.
Vol. 10 No. 2 April 2019
MONITORING EVALUASI EKOSISTEM MANGROVE AREA X SEBAGAI BUFFER ZONE KAWASAN
KILANG MINYAK PERTAMINA RU II DUMAI
Working Paper PKSPL-IPB | i
WORKING PAPER PKSPL-IPB
PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Center for Coastal and Marine Resources Studies
Bogor Agricultural University
MONITORING EVALUASI
KAWASAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI BUFFER ZONE DI AREA
KILANG MINYAK PERTAMINA RU II DUMAI
Oleh:
Andy Afandy
Dadan Mulyana
Ceng Asmarahman
Fery Kurniawan
Asyief K. Budiman
BOGOR 2019
ISSN: 2086-907X
Working Paper PKSPL-IPB | iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vii
1 LATAR BELAKANG .......................................................................................... 1
2 TUJUAN MONITORING EVALUASI ................................................................. 1
3 LOKASI MONITORING EVALUASI .................................................................. 2
4 METODOLOGI .................................................................................................. 3
4.1 Ruang Lingkup .......................................................................................... 3 4.2 Pengambilan Data ..................................................................................... 3 4.3 Analisis Data .............................................................................................. 5
4.3.1 Komposisi Jenis .............................................................................. 5 4.3.2 Indeks Nilai Penting (INP) ............................................................... 5 4.3.3 Indeks Ekologis ............................................................................... 6 4.3.4 Analisis Tutupan Kanopi ................................................................. 7
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 8
5.1 Distribusi dan Kerapatan Jenis .................................................................. 8 5.2 Indeks Nilai Penting ................................................................................. 12 5.3 Indeks Ekologi ......................................................................................... 14
6 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16
ISSN: 2086-907X
Working Paper PKSPL-IPB | v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Kerapatan Mangrove ............................................. 7
Tabel 2. Distribusi Jenis Mangrove .................................................................... 9
Tabel 3. Jumlah Kepadatan Mangrove ............................................................ 11
Tabel 4. Persentase Tutupan Kanopi Mangrove ............................................. 11
Tabel 5. Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), Indeks
Dominansi (C) Mangrove ................................................................... 15
Working Paper PKSPL-IPB | vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Lokasi Monitoring dan Evaluasi ................................................... 2
Gambar 2. Peta Contoh (Plot) Pengukuran Mangrove .......................................... 3
Gambar 3. Prosedur Pemasangan Plot dan Pengamatan Mangrove ................... 4
Gambar 4. Ilustrasi Metode Hemisperichal Photography untuk Mengukur
Tutupan Mangrove, dan Contoh Hasil Pemotretan dan Titik
Pengambilan Foto dalam Setiap Plot Pemantauan ............................. 8
Gambar 5. Pola Sebaran Jumlah Jenis Mangrove ................................................ 9
Gambar 6. Kondisi Umum Ekosistem Mangrove ................................................. 10
Gambar 7. Beberapa Jenis Mangrove yang Banyak Di Temukan ...................... 10
Gambar 8. Bentuk Kanopi Mangrove .................................................................. 12
Gambar 9. INP Pohon Mangrove di Setiap Stasiun ............................................ 13
Gambar 10. INP Anakan Mangrove di Setiap Stasiun ........................................ 13
Gambar 11. INP Semai Mangrove di Setiap Stasiun .......................................... 14
Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019
Working Paper PKSPL-IPB | 1
MONITORING EVALUASI EKOSISTEM MANGROVE AREA X SEBAGAI BUFFER ZONE
KAWASAN KILANG MINYAK PERTAMINA RU II DUMAI
Andy Afandy, Dadan Mulyana, Ceng Asmarahman, Fery Kurniawan dan Asyief
K. Budiman)
1 LATAR BELAKANG
Pertamina RU II Dumai memiliki komitmen di dalam upaya pelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan, utamanya di sekitar kawasan perusahaan (In-situ)
maupun di luar perusahaan (Ex-situ). Komitmen perusahaan ini ditunjukkan dengan
tetap menjaga area dan kondisi kealamian lingkungan di kawasan-kawasan
penyangga dan atau habitat flora dan fauna, salah satunya seperti pelestarian hutan
mangrove di dalam kawasan/area produksi perusahaan. Bentuk kepedulian
perusahaan dalam upaya pelestarian tersebut adalah dengan menetapkan kawasan
tersebut sebagai kawasan program pengelolaan dan pelestarian lingkungan serta
melakukan kegiatan identifikasi dan inventarisasi serta memantau/memonitor dan
mengevaluasi perkembangan keanekaragaman hayati ekosistem mangrove.
Kegiatan monitoring dan evaluasi (Monev) merupakan kegiatan yang menjadi
satu kesatuan di dalam program pengelolaan dan pelestarian keanekaragaman
hayati. Monev dilakukan secara berkala untuk memastikan apakah program yang
ada mampu mempertahan kondisi yang ada, dan atau bahkan menambah
keanekaragaman hayati di kawasan tersebut dalam jangka waktu tertentu. Hasil dari
kegiatan Monev, menjadi bahan evaluasi terhadap capaian program yang sudah
dilakukan, baik tingkat efektifitas dan efisiensinya.
Kegiatan Monev merupaan hal yang sangat penting bagi pihak pengelola
untuk mengambil keputusan dan menentukan langkah-langkah perbaikan proses
atau metode untuk pencapaian hasil yang baik. Kegiatan tersebut juga penting
sebagai bahan pertimbangan dalam menghilangkan isu dan kendala-kendala yang
dihadapai pengelola dalam menjalani program yang dilakukan.
2 TUJUAN MONITORING EVALUASI
Tujuan kegiatan monitoring dan evaluasi adalah untuk mendapatkan
gambaran kondisi terkini perkembangan keanekaragaman hayati ekosistem
mangrove Area X sebagai kawasan buffer zone kilang minyak Pertamina RU II Dumai
dalam upaya pelestarian dan perlindungan lingkungan PT Pertamina RU II Dumai.
) Peneliti PKSPL-IPB
Vol 10 No. 2 April 2019
2 |Working Paper PKSPL-IPB
3 LOKASI MONITORING EVALUASI
Kegiatan monitoring dan evaluasi di lakukan di kawasan Mangrove Area X,
Kota Dumai, Provinsi Riau. Lokasi monev tersaji pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Peta Lokasi Monitoring dan Evaluasi
Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019
Working Paper PKSPL-IPB | 3
4 METODOLOGI
4.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelaksanaan monitoring dan evaluasi adalah menilai kondisi
jenis, tutupan, frekuensi, kerapatan, indeks nilai penting dan indeks ekologi di
Kawasan Ekosistem Mangrove Area X.
4.2 Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan pada pengamatan mangrove meliputi jumlah jenis,
struktur mangrove, kerapatan, frekuensi, dominansi, nilai penting, diameter dan
tinggi pohon. Pengamatan terhadap struktur dan komposisi jenis-jenis tumbuhan
dilakukan dengan metode plot (Transect Line Plot- TLP) (Gambar 2).
Metode TLP digunakan dengan pertimbangan bahwa:
1) TLP merupakan metode dengan peralatan sederhana tetapi dapat
memberikan data yang akurat dan representatif mengenai beberapa aspek
dan struktur karakteristik dari hutan mangrove.
2) TLP memilki Plot Permanen yang bisa dipakai untuk mengukur perubahan-
perubahan yang terjadi dengan dimensi waktu dan ruang.
3) Pada setiap kuadran tersebut, semua tegakan diidentifikasi jenisnya, serta
dihitung jumlah masing-masing jenis. Koleksi bebas juga dilakukan untuk
melengkapi jenis-jenis yang tidak termasuk dalam transek kuadrat.
Sumber: English et al. (1997)
Gambar 2. Peta Contoh (Plot) Pengukuran Mangrove
Prosedur dan langkah-langkah pengamatan mangrove adalah sebagai berikut (modifikasi English et al. 1997 dan Bengen 2000):
Vol 10 No. 2 April 2019
4 |Working Paper PKSPL-IPB
1) Tentukan lokasi pengamatan vegetasi mangrove yang mewakili wilayah kajian
yang dapat mengindikasikan atau mewakili setiap zona ekosistem mangrove
yang terdapat di wilayah ajian.
2) Pada setiap lokasi ditentukan stasiun-stasiun pengamatan secara konseptual
berdasarkan keterwakilan lokasi kajian.
3) Pada setiap stasiun pengamatan, tetapkan transek-transek garis dari arah laut
ke arah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove yang
terjadi) di daerah intertidal.
4) Transek garis dipasang sepanjang 30 m dimulai dari mangrove terluar (dari
arah laut).
5) Pasang petak-petak contoh (plot) 10 x 10 m sebanyak 3 plot pada titik 0 m, 10
m dan 30 m. Jumlah plot ini fleksibel, tergantung ketebalan mangrove di setiap
lokasi. Jika ketebalan mangrove hanya 10-20 m, maka plot hanya dibuat 1
atau 2 buah saja.
6) Selain plot ukuran 10 x 10 m, dipasang juga plot ukuran 5 x 5 m dan 1 x 1 m
untuk menilai kondisi mangrove anakan dan semai.
7) Plot pengamatan mangrove dilakukan secara menyilang dimulai dari kiri,
kanan dan kiri kembali.
0 m
10 m
20 m
30 m
1 x 1 m
1 x 1 m
1 x 1 m
5 x 5 m
5 x 5 m
5 x 5 m
10 x 10 m
10 x 10 m
10 x 10 m
Arah rintisan
(kearah darat)Dari arah laut
Gambar 3. Prosedur Pemasangan Plot dan Pengamatan Mangrove
8) Pada setiap petak contoh (plot) yang telah ditentukan, determinasi setiap jenis
tumbuhan mangrove yang ada, hitung jumlah individu setiap jenis, dan ukur
lingkar batang setiap mangrove pada setinggi dada (sekitar 1,3 m).
9) Apabila belum diketahui nama jenis tumbuhan mangrove yang ditemukan,
potonglah bagian ranting lengkap dengan daunnya, dan bila mungkin bunga
dan buahnya.
Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019
Working Paper PKSPL-IPB | 5
10) Pada setiap petak contoh (plot) amati dan catat tipe substrat (lumpur, lempung,
pasir, dan sebagainya).
11) Pada setiap petak (plot) telah ditentukan, determasi tiap jenis tumbuhan
mangrove yang ada, dihitung jumlah individu setiap jenis dan ukuran lingkaran
batang setiap hutan mangrove pada setinggi dada (sekitar 1,3 m).
12) Catat semua titik letak koordinat dari setiap stasiun pengamatan
menggunakan GPS dan kondisi lingkungan sekitarnya.
4.3 Analisis Data
4.3.1 Komposisi Jenis
Jenis tumbuhan diidentifikasi berdasarkan nama lokal dari jasa pengenal pohon
setempat, kemudian diidentifikasi dengan membandingan antara sampel
herbarium jenis pohon yang ditemukan dilapangan dengan spesimen koleksi
herbarium di laboratorium Botani dan Ekologi Hutan, Puslitbang Hutan, Bogor.
4.3.2 Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan komposisi jenis, dan
dominanasi suatu jenis di suatu tegakan. Nilai INP dihitung dengan menjumlahkan
nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominansi relatif (DR)
(Soerianegara dan Indrawan 2002).
INP = KR (%) + DR (%) + FR (%)
Untuk mendapatkan nilai KR, DR dan FR digunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah individu suatu jenis Kerapatan (batang/Ha) = Luas areal seluruh petak contoh Kerapatan suatu jenis Kerapatan Relatif (%) = x 100 % Total kerapatan seluruh jenis Basal area suatu jenis Dominansi (m²/Ha) = Luas seluruh petak contoh Dominansi Relatif (%) Dominansi suatu jenis = x 100 % Total dominansi seluruh jenis Jumlah petak terisi suatu jenis Frekuensi = Jumlah petak contoh seluruhnya
Vol 10 No. 2 April 2019
6 |Working Paper PKSPL-IPB
Frekuensi suatu jenis Frekuensi Relatif (%) = x 100 % Total frekuensi seluruh jenis
4.3.3 Indeks Ekologis
4.3.3.1 Indeks Dominansi (C)
Indeks dominansi digunakan untuk menentukan dominansi jenis di dalam
komunitas untuk menentukan dimana dominansi dipusatkan (Odum, 1993). Indeks
dominansi ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
C = ∑ (𝑁𝑖
𝑁)
2
Dimana C = Indeks dominansi Ni = INP tiap jenis N = Total INP seluruh jenis
4.3.3.2 Indeks Kekayaan Jenis Margalef (R1)
Untuk mengetahui besarnya kekayaan jenis digunakan indeks Margalef
(Ludwigs dan Reynold 1988):
𝑅1 = 𝑆 − 1
ln (𝑁)
Dimana R1 = Indeks kekayaan jenis Margalef
S = Jumlah jenis
N = Jumlah total individu
Berdasarkan Magurran (1988) besaran R1 < 3,5 menunjukkan kekayaan jenis
tergolong rendah, 3,5 < R1 < 5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan
R1 > 5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong tinggi.
4.3.3.3 Keanekaragaman Jenis (H’)
Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk
mengetahui tingkat keanekaragaman jenis. Indeks keanekaragaman Shannon –
Wiener (H’) merupakan indeks yang paling banyak digunakan dalam ekologi
komunitas (Ludwig dan Reynold 1988). Indeks keanekaragaman dari Shannon –
Wiener adalah sebagai berikut:
H’ = − ∑ [(𝑛𝑖
𝑁) 𝑙𝑛 (
𝑛𝑖
𝑁)]
𝑠
𝑖=1
Dimana H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon - Wiener s = Jumlah jenis
Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019
Working Paper PKSPL-IPB | 7
ni = Kerapatan jenis ke - i N = Total kerapatan
Terdapat tiga kriteria dalam analisis indeks keanekaragaman jenis yaitu jika
nilahi H’ < 2, maka termasuk kedalam kategori rendah, nilai 2 < H’ < 3, maka termasuk
kedalam kategori sedang dan akan dimasukkan kedalam kategori tinggi bila H’ > 3
(Magurran, 1988).
4.3.3.4 Kemerataan Jenis (E)
𝐸 = 𝐻′
ln (𝑆)
Dimana: E = Indeks kemerataan jenis H’ = Indeks keanekaragaman jenis S = Jumlah jenis
Berdasarkan Magurran (1988) besaran E < 0,3 menunjukkan kemerataan
jenis rendah, 0,3 < E< 0,6 menunjukkan tingkat kemerataan jenis tergolong sedang
dan E > 0,6 menunjukkan tingkat kemerataan jenis tergolong tinggi. Selanjutnya
untuk parameter dan indikator pengambilan data vegetasi disajikan Interpretasi Hasil
dan Penentuan Status Kondisi
Kategori kerapatan dan penutupan mangrove ditentukan berdasarkan hasil
klasifikasi mangrove menurut Kepmen LH Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria
Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Kerapatan Mangrove
Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha)
Baik Rapat/tinggi ≥75 ≥1500 Sedang ≥50-<75 ≥1000 - <1500
Rusak Jarang/rendah <50 <1000 Sumber: Kepmen LH Nomor 201 Tahun 2004
4.3.4 Analisis Tutupan Kanopi
Jika tinggi mangrove termasuk dalam kategori tinggi dan memiliki kanopi,
maka data tutupan tajuk juga akan diambil menggunakan metode hemisperichal
photography yang dikembangkan oleh Dharmawan dan Pramudji (2014). Data
kanopi dengan metode ini diambil menggunakan kamera dengan lensa fish eye
dengan sudut 180° pada satu titik pengambilan foto.
Vol 10 No. 2 April 2019
8 |Working Paper PKSPL-IPB
Gambar 4. Ilustrasi Metode Hemisperichal Photography untuk Mengukur Tutupan
Mangrove, dan Contoh Hasil Pemotretan dan Titik Pengambilan Foto
dalam Setiap Plot Pemantauan
Jumlah stasiun pengamatan yang diambil sebanyak tiga stasiun pengamatan.
Pada setiap pengamatan diambil pengambilan contoh sebanyak delapan plot untuk
stasiun satu, sembilan plot untuk stasiun dua, dan tiga plot untuk stasiun tiga.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang
khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger et al., 1983).
Mangrove beserta faktor biotik dan abiotik lain membentuk ekosistem yang produktif
di pesisir (Noor et al. 2006). Chapman (1977) dan Bunt & Williams (1981)
menyatakan bahwa distribusi mangrove berkaitan erat dengan tipe tanah (lumpur,
pasir atau gambut), keterbukaan (terhadap hempasan gelombang), salinitas dan
pengaruh pasang surut.
5.1 Distribusi dan Kerapatan Jenis
Ekosistem mangrove di lokasi terletak di pesisir pantai hingga ke muara sungai.
Jenis mangrove yang ditemukan sebanyak 12 jenis, antara lain: Lumnitzera littorea
(LL), Avicennia alba (AA), Xylocarpus granatum (XG), Rhizophora apiculata (RA),
Rhizophora mucronata (RM), Sonneratia alba (SA), Bruguiera cylindrical (BC), Nypa
fruticans (NF), Aegiceras floridum (AF), Hibiscus tiliaceus (HT), Excoecaria agallocha
Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019
Working Paper PKSPL-IPB | 9
(EA), dan Citrus sp. (CS) sebagai mangrove asosiasi. Selain itu, ditemukan juga
mengkudu, waru dan akasia di sekitar eksositem. Artinya, mangrove lokasi cukup
heterogen dengan distribusi jenis mangrove yang ditemukan menyebar di setiap
stasiun pengamatan.
Tabel 2. Distribusi Jenis Mangrove
Stasiun Jenis Mangrove
LL AA XG RA RM SA BC NF AF HT EA CS
1 + + + + + + + + + + + +
2 + + + + + + + + + - + -
3 + + + - - - + + + - + - Sumber: Survei Lapang (2018)
Keterangan: (+) ditemukan dan (-) tidak ditemukan
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa semua jenis mangrove yang ada dapat
ditemukan di stasiun 1 (12 jenis). Pada stasiun 2, jenis mangrove yang tidak
ditemukan adalah Hibiscus tiliaceus dan Citrus sp. (10 jenis), sedangkan di stasiun
3, jenis mangrove yang tidak ditemukan, meliputi jenis Rhizophora apiculata,
Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Hibiscus tiliaceus dan Citrus sp. (7 jenis).
Pertemuan jumlah jenis ini juga terlihat secara gradasi (Gambar 5), dimana di sekitar
pantai/sungai semakin sedikit ke arah darat, kecuali pada stasiun 2 yang cenderung
sama. Hal ini sangat dipengaruhi kondisi pasang surut dan adanya aliran air yang
ada di setiap stasiun.
Gambar 5. Pola Sebaran Jumlah Jenis Mangrove
Pantai/sungai Darat Pantai/sungai Darat
Pantai/sungai Darat
Vol 10 No. 2 April 2019
10 |Working Paper PKSPL-IPB
Gambar 6. Kondisi Umum Ekosistem Mangrove
Gambar 7. Beberapa Jenis Mangrove yang Banyak Di Temukan
a) Stasiun 1 b) Stasiun 2
c) Stasiun 3
a) Bruguiera cylindrica b) Rhizophora apiculate (tipe akar)
c) Nypa fruticans d) Lumnitzera littorea (daun dan bunga)
e) Avicennia alba f) Xylocarpus granatum
Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019
Working Paper PKSPL-IPB | 11
Berdasarkan jumlah tegakan mangrove, kepadatan mangrove di lokasi
dikategorikan padat (Tabel 3). Pada kategori pohon, kepadatan tertinggi berada di
stasiun 3, yaitu 125/300 m² atau 4.167 ind/ha, disusul stasiun 1 dan 2, masing-masing
275/800 m² atau 3.438 ind/ha dan 284/900 m² atau 3.156 ind/ha. Berdasarkan jumlah
tersebut, kawasan ekosistem mangrove área X masuk dalam kriteria Baik dan
Rapat/Tinggi.
Pada kategori anakan, kerapatan tertinggi berada pada stasiun 3, yaitu 52/ 75
m² atau 6.933 ind/ha, tetapi disusul oleh stasiun 2 dan 1, masing-masing 110/225 m²
atau 4.889 ind/ha dan 57/200 m² atau 2.850 ind/ha. Berbeda dengan kategori semai,
kerapatan tertinggi ditemukan di stasiun 2, yaitu 50/9 m² atau 55.556 ind/ha, disusul
stasiun 1 dan 2, masing-masing 31/8 m² atau 38.750 ind/ha. Hal ini menunjukkan
bahwa habitat ekosistem mangrove masih baik dan mampu beregenerasi
dengan baik.
Tabel 3. Jumlah Kepadatan Mangrove
Stasiun
Jumlah tegakan mangrove
Pohon Anakan Semai
Ind/m2 Ind/ha Kriteria Ind/m2 Ind/ha Ind/m2 Ind/ha
1 275/800 m² 3.438 Baik: Rapat/Tinggi
57/200 m² 2.850 31/8 m² 38.750
2 284/900 m² 3.156 Baik: Rapat/Tinggi
110/225 m² 4.889 50/9 m² 55.556
3 125/300 m² 4.167 Baik: Rapat/Tinggi
52/ 75 m² 6.933 8/3 m² 26.667
Sumber: Hasil analisis data lapang (2018)
Selain kerapatan pohon, kriteria kondisi ekosistem mangrove dapat dilihat dari
persentase tutupan kanopi. Persentase tutupan kanopi mangrove didapatkan
dengan cara melihat tutupan daun yang menutupi area dibawahnya. Secara
keseluruhan, seluruh stasiun memiliki nilai tutupan kanopi ≥75% atau masuk dalam
kriteria Baik dan Rapat/Tinggi. Penutupan tertinggi ditemukan pada stasiun 2, yaitu
86.46% (SD±4,58), disusul stasiun 1, yaitu 81,88% (SD±11,64), dan yang terendah
stasiun 3, yaitu 76,45% (SD±11,67). Pada stasiun 3, dengan nilai SD tersebut
menunjukkan bahwa ada area/plot yang memiliki kriteria Sedang (Tabel 4).
Tabel 4. Persentase Tutupan Kanopi Mangrove
Stasiun Tutupan kanopi mangrove (%±SD) Kriteria
1 81,88 ± 11,64 Baik: Rapat/Tinggi
2 86,46 ± 4,58 Baik: Rapat/Tinggi
3 76,45 ± 11,67 Baik: Sedang - Rapat/Tinggi
Sumber : Hasil analisis data lapang (2018)
Keterangan: SD = Standar Deviasi
Vol 10 No. 2 April 2019
12 |Working Paper PKSPL-IPB
Gambar 8. Bentuk Kanopi Mangrove
5.2 Indeks Nilai Penting
Penilaian Indeks Nilai Penting bertujuan untuk mengetahui pengaruh atau
peranan suatu jenis dalam ekosistem (Bengen, 2000). Nilai INP berkisar 0-300 untuk
pohon dan anakan dan 0-200 untuk semai. Gambar 9 menunjukkan bahwa untuk
kategori pohon, nilai INP pada stasiun 1 terbesar adalah jenis Lumnitzera littorea (LL),
sebesar 98.17, untuk stasiun 2 nilai INP terbesar terdapat pada jenis Rhizophora
apiculata (RA), sebesar 80.50, dan stasiun 3 nilai INP terbesar terdapat pada jenis
Lumnitzera littorea (LL), sebesar 124.70. Nilai INP yang besar menggambarkan
bahwa jenis tersebut memiliki peran yang dominan di ekosistem mangrove pada
stasiun tersebut.
a) Stasiun 1 b) Stasiun 2
c) Stasiun 3
Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019
Working Paper PKSPL-IPB | 13
Gambar 9. INP Pohon Mangrove di Setiap Stasiun
Gambar 10. INP Anakan Mangrove di Setiap Stasiun
98.17
11.24
41.36
5.31
59.65
17.95
30.32
5.39 6.48
24.12
4.25
61.2853.68
80.50
8.24
46.24
8.20 7.40
30.20
124.70
12.909.50
79.32
10.66
62.92
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
13.44
185.29
10.48
31.08
50.91
8.80
81.29
37.77
21.05
67.37
83.11
9.41
74.59
64.96
29.6021.88
108.97
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
160.00
180.00
200.00
Rhizophoraapiculata
Aegicerasfloridum
Excoecariaagallocha
Xylocarpusgranatum
Avicenniaalba
Bruguieracylindrica
Lumnitzeralittorea
Citrus sp.
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Vol 10 No. 2 April 2019
14 |Working Paper PKSPL-IPB
Gambar 11. INP Semai Mangrove di Setiap Stasiun
Pada kategori anakan, nilai INP pada stasiun 1 terbesar ada pada jenis
Aegiceras floridum (AF), sebesar 185.29, stasiun 2 nilai INP terbesar terdapat pada
jenis Lumnitzera littorea (LL), sebesar 83.11, dan stasiun 3 nilai INP terbesar terdapat
pada jenis Lumnitzera littorea (LL) sebesar 108.97. INP jenis pada stasiun 2 tidak
terjadi perbedaan yang signifikan karena dominansi jenis antara jenis Lumnitzera
littorea (LL) dan Rhizophora apiculata (RA) memiliki nilai INP yang relatif sama.
Nilai INP untuk kategori semai, pada stasiun 1 nilai INP terbesar ada pada
jenis Rhizophora apiculata (RA), sebesar 90.89, stasiun 2 nilai INP terbesar terdapat
pada jenis Rhizophora apiculata (RA), sebesar 78.30, dan stasiun 3 nilai INP terbesar
terdapat pada jenis Lumnitzera littorea (LL), sebesar 76.19. Nilai INP kategori semai
ini dapat mengindikasikan rekruitmen jenis mangrove dari tiap stasiun di lokasi.
5.3 Indeks Ekologi
Indeks ekologi merupakan gambaran dari struktur vegetasi mangrove.
Penilaian indeks ekologi dilakukan dengan menggunakan Indeks keanekaragaman
(H’), Indeks keseragaman (E) dan Indeks dominansi (C). Indeks keanekaragaman
(H’) berhubungan dengan jumlah jenis dan jumlah individu setiap jenis. Indeks
keseragaman (E) merupakan nilai penyebaran individu antarspesies yang berbeda.
Indeks dominansi (C) digunakan untuk mengetahui spesies biota yang mendominasi
atau dominan ditemukan.
Hasil analisis data lapang, ekosistem mangrove di lokasi memiliki
keanekaragaman (H’) dengan kategori sedang, berkisar antara 1,34-1,85.
90.89
30.67
44.22
7.56
26.67
78.30
28.45
15.54
43.40
34.3130.95
76.19
30.95
61.90
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
Rhizophoraapiculata
Xylocarpusgranatum
Avicenniaalba
Bruguieracylindrica
Rhizophoramucronata
Lumnitzeralittorea
Excoecariaagallocha
Nypafruticans
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019
Working Paper PKSPL-IPB | 15
Keanekaragaman tertinggi berada pada stasiun 1, disusul stasiun 2 dan 3 (Tabel 5).
Nilai keanekaragaman ini juga mempengaruhi nilai indeks keseragaman (E), dimana
memiliki kategori tinggi, berkisar antara 0,69-0,75 (Tabel 4). Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat pengelompokan pada jenis-jenis tertentu pada suatu area, tetapi
secara keseluruhan tidak terjadi dominansi (c), dengan kisaran 0,20-0,32 (Tabel 5),
atau dari rendah hingga sedang. Kondisi sedang terjadi pada stasiun 3, dimana pada
stasiun tersebut jenis Lumnitzera littorea (LL) sangat dominan ditemukan. Dominansi
tinggi sangat tidak baik dalam ekosistem, meskipun demikian, nilai dominansi yang
ada masih pada tataran rendah atau baik. Kondisi tersebut sejalan dengan
pernyataan Odum (1997), bahwa semakin tinggi keseragaman semakin tidak ada
dominansi pada komunitas tersebut.
Tabel 5. Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), Indeks
Dominansi (C) Mangrove
Stasiun H' Kategori E Kategori C Kategori
1 1,85 Sedang 0,74 Tinggi 0,21 Rendah
2 1,73 Sedang 0,75 Tinggi 0,20 Rendah
3 1,34 Sedang 0,69 Tinggi 0,32 Sedang
Sumber: Hasil analisis data lapang (2018)
Vol 10 No. 2 April 2019
16 |Working Paper PKSPL-IPB
6 DAFTAR PUSTAKA
[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2016. IUCN Redlist of
Threatened Species [internet]. [diacu 2018 September 16] tersedia dari :
http://www.iucnredlist.org.
[Kepmen LH Nomor 201 Tahun 2004]. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan
Kerusakan Mangrove Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Awal A, NJ Sarker, dan KZ Husain. 1992. Breeding records of sambar deer (Cervus
unicolor) in captivity. Bangladesh Journal of Zoology vol. (20): 285-290.
Bengen D 2000. Pedoman teknis pengenalan & pengelolaan ekosistem mangrove,
Institut Pertanian Bogor (IPB), Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan (PKSPL).
Brower JE dan Zar JH. 1998. Field and Laboratory Methods for General Ecology.
Brown Company Publihsers, Dubuque, Iowa.
Bruun M. 1995. Landscape as Resource for Leisure by Explotion or by Exclusion?
Proceedings the 33rd IFLA World Congress; Bangkok, 21-24 Oktober 1995.
Bangkok: IFLA.
Budiman MAK. 2014. Potensi Pengembangan wisata Birdwatching di Wanawisata
Curug Cipendok Kabupaten Banyumas Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Bunt JS & WT Williams. 1981. Vegetational Relationships in The Mangroves of
Tropical Australia. Marine Ecology - Progress Series, 4: 349-359.
Chapman VJ. editor. 1977. Wet Coastal Ecosystems. Ecosystems of the World: 1.
Elsevier Scientific Publishing Company, 428 hlm.
English S, Wilkinson C ,Baker V 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources
2nd Edition, Townsville(AUS), Australian Institute of Marine Science.
Istomo, Kusmana C. 1997. Penuntun Praktikum Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi
Hutan. Bogor (ID): Institur Pertanian Bogor.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK]. 2004. Kriteria Baku dan
Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Kepmen LH Nomor 201
Tahun 2004. 7 hlm.
Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology. New York (US): Harper & Row Publisher.
Kusmana, C. 1995. Manajemen hutan mangrove Indonesia. Bogor (ID) : IPB
Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology: A Primer on Methods and
Computing. Singapore (SG): John Wiley and Sons.
Moe S dan P Wegge. 1994. Spacing behavior and habitat use of Axis deer (Axis axis)
in lowland Nepal. Canadian Journal of Zoology vol. 72 No. (10): 1735-1743.
Monev Ekosistem Mangrove Sebagai Buffer Zone di Wilayah Kilang Minyak Pertamina RU II 2019
Working Paper PKSPL-IPB | 17
Noor RY, M Khazali, INN Suryadiputra. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia.
PHKA/WI-IP. Bogor. 220 hlm.
Nybakken J. 1992. Biologi Laut suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta (ID): PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Odum E. P. 1997. Dasar Dasar Ekologi. (ID: Gadjah Mada University Press). 697 hlm.
Schmidt, F.H and J.H. Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry period
ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verhand. No. 42
Kementerian Perhubungan Djawatan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta
Soerianegara, I dan A. Indrawan. 1982. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen
Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy, 9th Edition. USDA Natural
Resources Conservation Service. Washington DC.
Tomlinson PB. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press,
Cambridge, U.K., 419 hlm.
van Helvoort B. 1981. Bird Populations in The Rural Ecosistems of West Java.
Netherland (NL): Nature Conservation Depertment.
Walker EP. 1975. Mammals of the world. Third Edition volume II. London (UK) : The
Johns Hopkins University Press.
Whitehead GK. 1994. Encylopedia of Deer. Shrewsbury (UK): Swann Hill Press.main