MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN...

16
1 MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM BENTUK SISTIM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON (SKDR) DI PROVINSI BALI TAHUN 2018 Oleh : Cokorde Istri Sri Dharma Astiti, SKM, M.Kes. Epidemiolog Kesehatan Madya Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Transcript of MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN...

Page 1: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

1

MONITORING DAN EVALUASI

PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM

BENTUK SISTIM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON

(SKDR) DI PROVINSI BALI TAHUN 2018

Oleh :

Cokorde Istri Sri Dharma Astiti, SKM, M.Kes.

Epidemiolog Kesehatan Madya

Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Page 2: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

2

A. LATAR BELAKANG

Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon

(SKDR) yang merupakan sebuah sistem untuk memantau penyakit yang akan

menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa). Pada SDKR hanya memantau 23 jenis

suspek penyakit (tersangka) yang dapat menimbulkan wabah penyakit. Tujuan dari

SKDR adalah untuk memberikan peringatan dini dalam bentuk alert untuk

mengantisipasi penyakit yang dapat menimbulkan KLB. SKDR dilaporkan oleh

petugas puskesmas setiap minggu melalui SMS ke server pusat, kemudian Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota akan memverifikasi data yang masuk sekaligus bisa

diberikan umpan balik. Kemudian Dinas Kesehatan Provinsi akan terus memantau

dan melakukan perbaikan jika terdapat kesalahan. Dalam pelaksanaanya terdapat

banyak kelebihan dan kekurangannya. Dengan dilakukannya pencatatan dan

pemantauan suspek penyakit secara rutin setiap minggunya maka dapat

mengantisipasi penyakit yang akan menimbulkan KLB. Namun dalam

pelaksanaanya masih banyak terdapat kendala seperti output yang merupakan

indikator seperti ketepatan dan kelengkapan tidak semua mencapai 80% serta alert

yang direspon tidak semua mencapai 75%, padahal hal tersebut merupakan

indikator dari pelaksanaan SKDR di Provinsi Bali.

B. TUJUAN

Tujuan Umum

Memantau situasi dan pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon

(SKDR) di Provinsi Bali Tahun 2018.

Tujuan Khusus

1. Menggambarkan kesiapan sumber daya dalam pelaksanaan SKDR di

semua tingkatan

2. Menggambarkan proses pelaksanaan surveilans mingguan melalui

SKDR pada semua tingkatan.

3. Memantau hasil capaian kinerja SKDR melalui indikator yang telah

ditetapkan secara nasional.

Page 3: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

3

4. Untuk mengidentifikasi permasalahan dan penyelesaian masalah dalam

pelaksanaan SKDR.

C. PEMBAHASAN

Surveilans mingguan berbasis SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan

Respon) merupakan sebuah sistem untuk memantau penyakit yang akan

menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa). SKDR adalah salah satu implementasi

dalam penerapan EWARS di Indonesia sebagai Sistem Informasi Kesehatan

Nasional (SIKNAS) yang telah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan (Astiti,

Dharma. 2018).

Tujuan dari SKDR adalah untuk memberikan peringatan dini dalam bentuk

alert untuk mengantisipasi penyakit yang dapat menimbulkan KLB. Pada SDKR

hanya memantau 23 jenis penyakit suspek (tersangka) yang dapat menimbulkan

wabah penyakit. SKDR dicatat dan dlaporkan oleh petugas surveilans puskesmas

melalui SMS sesuai dengan format yang telah ditentukan ke server pusat setiap hari

Senin, kemudian dari SMS yang masuk petugas surveilans kabupaten/kota akan

memverifikasinya dan memberikan umpan balik berupa analisis data sederhana.

Namun dalam pelaksanaanya masih banyak terdapat kendala seperti

ketepatan dan kelengkapan tidak semua mencapai 80% serta alert yang direspon

tidak semua mencapai 75%, padahal hal tersebut merupakan target indicator dari

pelaksanaan SKDR di Provinsi Bali. Kabupaten Klungkung memiliki ketepatan

waktu yang sangat rendah dalam pengiriman laporan mingguan puskesmas sebesar

71,79% sehingga belum mampu mencapai target ketepatan SKDR tahun 2017.

Kemudian untuk kelengkapan semua kabupaten/kota sudah mencapai target, namun

Kabupaten Klungkung menjadi yang terendah diantara kebupaten lainnya sebesar

90,60%, tetapi sudah mencapai target kelengkapan SKDR tahun 2017. Terdapat 3

kabupaten yang belum mencapai target alert yang direspon yaitu, Kabupaten

Gianyar (73%), Kabupaten Jembrana (48,82%) dan Kabupaten Klungkung

(44,48%). Padahal target alert yang direspon SKDR tahun 2017 adalah 75%.

Page 4: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

4

1. Sumber Daya Untuk Mendukung Pelaksanaan SKDR

Penerapan SKDR telah dilakukan sejak tahun 2013 yang dilakukan

secara bertahap pada beberapa provinsi di Indonesia termasuk salah satunya

Provinsi Bali. Pengembangan sistem terus dilakukan sehingga semua

puskesmas di Provinsi Bali telah mulai terlibat dalam pengiriman data lewat

sms. Sebelum dilakukan uji coba telah dilakukan pelatihan petugas

puskesmas, kabupaten/kota dan provinsi. Sistem terus dikembangkan

terutama untuk server penerima di nasional.

Sejalan dengan perkembangan tersebut di masing-masing

kabupaten/kota juga melakukan beberapa inovasi untuk melengkapi dan

menyempurnakan sistem seperti di Kabupaten Badung pemantauan

surveilans mingguan tidak hanya dilakukan oleh puskesmas tetapi sudah

mulai melibatkan rumah sakit. Beberapa kabupaten juga mulai membuat

format pencatatan manual untuk ditingkat puskesmas, sehingga memudahkan

petugas surveilans melakukan rekapitulasi. Hal yang sama juga terjadi di

tingkat kabupaten/kota. Hasil pemantauan juga menunjukkan tidak semua

kabupaten/kota dan puskesmas memiliki format pencatatan yang standar.

Demikian juga pencatatan yang ada ditingkat puskesmas dalam bentuk data

agregate (rekapitulasi).

Pemantauan dari tingkat kabupaten/kota ke puskesmas dalam bentuk

bimbingan teknis dan umpan balik belum dilaksanakan secara rutin, karena

terkendala biaya dan mutasi tenaga. Semua puskesmas belum melakukan

analisa data sederhana, sehingga kurang dapat memanfaatkan SKDR sebagai

kewaspadaan dini. Situasi ini didorong oleh kemampuan petugas puskesmas

untuk melakukan analisa data, data yang tersedia sangat terbatas dan

lemahnya jejaring internal dalam penjaringan suspek.

Jejaring internal sangat terkait dengan keterlibatan semua fasilitas

kesehatan dalam penjaringan suspek penyakit potensi KLB. Jejaring dapat

berasal dari Puskesmas Pembantu, Polindes, Poskesdes, rumah sakit, klinik

atau praktek swasta. Belum semua petugas terkait jejaring mendapatkan

informasi tentang SKDR. Keterlibatan mereka sangat tergantung pada

pendekatan yang dilakukan oleh masing-masing puskesmas atau Dinas

Page 5: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

5

Kesehatan Kabupaten/Kota. Keterlibatan Pustu, Poskesdes, Poyandu atau

jejaring internal dapat dilakukan pada beberapa puskesmas. Sosialisasi

dilakukan bersamaan dengan kegiatan lainnya di puskesmas.

2. Proses Pelaksanaan SKDR

Pelaksanaan SKDR mengikuti alur yang telah ditetapkan secara nasional.

Hasil pemantauan di Provinsi Bali alur SKDR seperti gambar diagram

dibawah ini :

Gambar - 1

Alur SKDR di Provinsi Bali Tahun 2018

Belum adaya

Hasil pemantauan belum semua fasilitas kesehatan yang merupakan

jejaring internal puskesmas melaporkan secara rutin. Hanya beberapa

puskesmas yang melaporkan melalui sms dengan melibatkan jejaring ekternal

terutama rumah sakit. Ketidakterlibatan faskes jejaring sebagian besar karena

sosialisasi belum dilakukan dan pemantauan rutin melalui bimbingan teknis

belum berjalan dengan baik.

Para petugas pada faskes jejaring belum memahami dengan baik

definisi suspek penyakit potensi KLB yang dipantau dalam SKDR. Demikian

. juga dengan jejating internal puskesmas. Petugas yang melakukan diagnosa

Page 6: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

6

di poliklinik belum memahami dengan baik definisi kasus. Hal ini Nampak

nyata pada Grafik-1 dan Grafik 2 dibawah ini.

Grafik-1

Grafik-2

Dari Grafik-1 dan Grafik-2 diatas, nampak pelaporan Influenza Like

Illnes (ILI) sangat rendah pada setiap minggu. Dilaporkan ILI tertinggi pada

minggu ke-7 tahun 2018 diseluruh Bali sebesar 600 kasus. Berdasarkan

Page 7: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

7

algoritme SKDR, definisi kasus ILI bila panas ≥ 38oC disertai batuk atau sakit

tenggorokan. Bila definisi kasus diimplementasikan dengan benar, maka

kasus ini akan mendekati kejadian influenza di puskesmas. Kejadian ILI per

kabupaten/kota dalam setahun juga menunjukkan proporsi kasus yang tidak

rasional. Proporsi tertinggi di Kabupaten Buleleng (46 %), di Kota Denpasar

sagat rendah (5%) bahkan di Kabupaten Klungkung tidak dilaporkan adanya

ILI selama setahun. Hal tersebut menunjukkan pelaporan melalui SKDR

untuk beberapa penyakit salah satunya ILI masih under reporting.

Hasil pemantauan dan evaluasi menunjukkan belum semua tenaga yang

bertugas di poliklinik atau faskes jejaring memahami dengan baik definisi

suspek atau kasus yang dipantau melalui SKDR. Adanya penulisan diagnosa

penyakit di poliklinik mengikuti ICD-10 atau sesuai dengan BPJS juga

mendorong diagnosa dari poliklinik dalam bentuk diagnosa kasus, walaupuan

masih secara klinis karena belum ditegakkan secara laboratorium. Seperti

pasien didiagnosa campak bukan suspek campak atau hanya ditulis febris

hari 1. Diagnosa ILI ditulis ISPA atau paringitis atau kode lainnya. Hasil

wawancara juga menunjukkan penulisan diagnosa sesuai dengan ICD-10 dan

belum memahami alogoritme penyakit potensi KLB yang terlaporkan melaui

SKDR.

3. Indikator Capaian Kinerja SKDR

Dalam pelaksanaannya terdepat tiga indikator dalam SKDR yaitu

ketepatan, kelengkapan dan alert yang direspon. Kementrian Kesehatan RI

menetapkan indikator tahun 2018 untuk kelengkapan dan ketepatan laporan

puskesmas minimal 80%, kemudian indikator target alert yang direspon

minimal 75%. Dalam pelaksanaan SKDR dari tahun 2013 – 2018 di Provinsi

Bali menunjukkan ketepatan pelaporan SKDR menunjukkan capaian diatas

80% sejak tahun 2014. Pada tahun 2017 mencapai 91,7% menurun menjadi

89,2% pada tahun 2018, seperti Grafik-3 dibawah ini. Sedangkan ketepatan

lapoaran dari minggu 1-52 selama tahun 2018 menunjukkan peningkatan

mendekati 100% dimulai pada minggu ke 40 sampai dengan minggu terakhir

tahun 2018 sesuai Grafik-4. Ketepatan laporan SKDR per kabupaten/kota

Page 8: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

8

menunjukkan Kabupaten Klungkung dan Jembrana masih dibawah 80% pada

tahun 2018, sedangkan Kabupaten Gianyar, Badung dan Buleleng berada

pada kisaran 80-90%. Gambaran lengkap seperti Grafik-5.

Grafik – 3

Prosentase Ketepatan Laporan SKDR di Provinsi Bali

Tahun 2013 s/d 2018

Grafik – 4

Prosentase Ketepatan Laporan SKDR Per Minggu

di Provinsi Bali Tahun 2018

Page 9: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

9

Grafik - 5

Prosentase Ketepatan Laporan SKDR Per Kabupaten/Kota

di Provinsi Bali Tahun 2018

Capaian indikator kedua, adalah kelengkapan laporan yang dikirimkan

setiap minggunya. Dari 120 puskesmas yang ada di Provinsi Bali,

menunjukkan sejak tahun 2013 telah mencapai tingkat kelengkapan laporan

diatas 90% seperti Grafik – 6 dibawah ini.

Grafik - 6

Prosentase Kelengkapan Laporan SKDR di Provinsi Bali

Tahun 2013-2018

Kelengkapan laporan mingguan selama tahun 2018 menunjukkan

capaian rata-rata diatas 95%. Meningkat setelah minggu ke 40 pada tahun

97,5

93,5

97,5 96,2 97,4 97,1

0

20

40

60

80

100

120

2013 2014 2015 2016 2017 2018

Page 10: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

10

2018. Peningkatan ini dapat ditingkatkan setelah adanya umpan balik dari

provinsi/kabupaten/kota yang mendorong puskesmas untuk melengkapi

kelengkapan laporan. Pada akhir 2018 kelengkapan laporan minguan seperti

Grafik-7 dibawah ini.

Grafik – 7

Prosentase Kelengkapan Laporan SKDR Per Minggu

di Provinsi Bali Tahun 2018

Grafik - 8

Prosentase Kelengkapan Laporan SKDR Per Kabupaten/Kota

di Provinsi Bali Tahun 2018

Page 11: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

11

Kelengkapan laporan SKDR per kabupaten/kota di Provinsi Bali

menunjukkan semua kabupaten/kota telah mencapai minimal 80%.

Kabupaten Jembrana dengan capaian terendah dibawah 90%. Gambaran

lengkap seperti Grafik – 8 diatas.

Indikator yang baru dikembangkan adalah respon yang diberikan oleh

kabupaten/kota bila muncul alert atau sinyal dari setiap laporan mingguan.

Alert yang direspon diharapkan dapat diberikan segera setelah muncul, dalam

bentuk gambaran epidemiologi sederhana sebagai dasar untuk melakukan

tindak lanjut bila diperlukan. Pada tahun 2018, respon terhadap alert yang

muncul masih rendah prosentasenya rata-rata 72,1%. Peningkatan terjadi

mulai minggu ke 40 tahun 2018 diatas 90%. Gambaran seperti Grafik-9

dibawah ini.

Grafik – 9

Prosentase Alert Yang Direspon Pada SKDR Per Minggu

di Provinsi Bali Tahun 2018

Kabupaten Klungkung, Jembrana, Buleleng dan Bangli adalah kabupaten

yang memberikan respon terhadap alert yang muncul kurang dari 70%. Salah

satu penyebab rendahnya respon adalah sulitnya mendapatkan informasi

segera dari puskesmas karena tidak didukung data yang akurat dan

pemahaman tentang deskripsi pemberian respon. Gambaran pemberian

Page 12: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

12

respon oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota seperti Gambar-10 dibawah

ini.

Grafik – 10

Prosentase Alert Yang Direspon Pada SKDR Per Kabupaten/Kota

di Provinsi Bali Tahun 2018

Tabel-1

Kinerja SKDR di Provinsi Bai Tahun 2018

Page 13: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

13

Kinerja SKDR di Provinsi Bali dari grafik diatas yang masih bermasalah

adalah alert yang direspon. Jumlah alert yang direspon 72,2% sedangkan

respon yang diberikan < 24 jam sebesar 70,3%. Hal ini nampak juga Tabel-1

diatas.

4. Identifikasi Masalah dan Rencana Tindak Lanjut

Dalam implementasi SKDR di Provinsi Bali ditemukan beberapa

masalah yang perlu segera diidentifikasi penyebabnya:

a. Belum Semua Puskesmas Mengirimkan Laporan Mingguan Lewat SMS

Dalam pengiriman laporan, belum semua puskesmas mengirimkan

laporan mingguan lewat SMS ke server pusat sehingga kelengkapan

laporan belum mencapai 100%. Hal tersebut terutama disebabkan karena

gangguan sinyal atau server, didukung pemantauan dan umpan balik dari

tingkat Kabupaten/Kota belum berjalan optimal. Situasi ini akan

menyebabkan validitas alert yang muncul tidak mencakup situasi yang

sebenarnya. Situasi ini juga menyebabkan alert yang dapat direspon tepat

waktu menurun dan maksimal sehingga terjadinya KLB tidak akan

terdeteksi dengan cepat.

b. Pengiriman Data Yang Terlambat

Masih ada puskesmas yang terlambat mengirimkan data sesuai dengan

mingguan epidemiologi karena terkendala sinyal dan server. Penyebab

lainnya petugas kabupaten/kota walaupun secara rutin melakukan

pemantauan belum berjalan optimal. Seharusnya data yang dikirim paling

lambat pada hari Selasa jam 24.00 Wita, akan tetapi masih ada puskesmas

yang terlambat mengirimkan data. Petugas puskesmas mengatakan dalam

proses pengiriman terkendala pada signal, teutama pada daerah dengan

geografis yang sulit.

c. Alert Yang Direspon Rendah

Tugas Petugas Surveilans Dinas Kabupaten/Kota adalah memberikan

respon cepat bila muncul alert/sinyal penyakit potensi KLB. Respon yang

diberikan mengharuskan Petugas Surveilans Dinas Kabupaten/Kota

menghubungi petugas puskesmas untuk mengetahui lebih lanjut

Page 14: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

14

gambaran epidemiologi kejadiannya. Masih rendahnya respon terhadap

alert yang muncul dipengaruhi oleh sebagian besar tidak adanya catatan

suspek/kasus yang terlaporkan dalam by name di puskesmas bila

laporannya berasal dari jejaring seperti pustu/rumah sakit. Pelaporan dari

jejriang dalam bentuk data aggregate/kumulatif. Bila mampu dilaporkan

oleh puskesmas dalam bentuk foto ataupun tulis tangan sehingga

menyulitkan Petugas Surveilans Kabupaten/Kota dalam melakukan

mengisi form verifikasi karena menyulitkan dalam membaca dan

menganalisanya ataupun menimbulkan kesalahan.

d. Definisi suspek/kasus yang tidak reliabel

Adanya perbedaan persepsi definisi kasus dalam mendiagnosis suatu

penyakit antara dokter atau petugas yang bertugas di poliklinik puskesmas

dengan petugas surveilans puskesmas yang memetik atau melakukan

rekapitulasi data. Demikian juga dengan persepsi petugas (dokter/

perawat/bidan) yang bertugas pada poliklinik jejaring. Hal tersebut

disebabkan karena sosialisasi atau pertemuan rutin atau media cetak untuk

mendukung informasi tersebut belum dilaksanakan. Situasi tersebut

berpotensi data dicatat yang selanjutnya sebagai sumber data yang

dilaporkan tidak reliabel. Di beberapa puskesmas tidak ada pedoman

definisi kasus di poli, jika ada dalam bentuk buku pedoman atau softcopy

yang terdapat di meja petugas surveilans sehingga pemanfaatannya sangat

rendah.

e. Pencatatan tidak menggunakan format seragam dan manual

Format yang tidak seragam akan menyulitkan dalam melakukan

penulusuran suspek/kasus penyakit porensi KLB pada saat timbul alert.

Demikian juga bila format dalam bentuk manual dalam bukau register

yang ditulis tangan. Format yang dibuat tergantung dari masing-masing

petugas survilans kabupaten/kota. Tidak adanya format dan pencatatan

secara digital juga akan menyulitkan petugas surveilans

puskesmas/kabupaten/kota dalam melakukan analisa data.

Page 15: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

15

f. Analisa data belum dilakukan

Kemampuan analisa data sederhana sangat dibutuhkan petugas surveilans

puskesmas, sehingga bila terjadi peningkatan suspek/kasus penyakit yang

berpotensi KLB dapat segera diketahui dan ditindaklanjuti. SKDR

sebagai sistim juga memiliki kelemahan terutama terkait nilai ambang

munculnya alert untuk penyakit endemis seperti ILI, diare. Untuk

penyakit tertentu dengan perbedaan tingkat endemisitas, sistim belum

mampu untuk memberikan nilai ambang tertentu. Berdasarkan situasi

tersebut sangat diperlukan kemampuan analisa data sederhana untuk

petugas surveilans puskesmas sehingga dapat segera mengetahui dan

waspada kemungkinan akan terjadi KLB. Hasil Rata – rata petugas

surveilans puskesmas belum mampu membuat analisa data sederhana.

Analisa data sangat penting dilakukan untuk dapat dilaporkan kepada

kepala puskesmas atau pemegang program di tingkat Kabupaten/Kota

tren jenis suspek/kasus penyakit mingguan agar dapat ditindaklanjuti jika

ada peningkatan suspek kasus yang akan menimbulkan KLB.

g. Umpan balik tidak rutin dilakukan

Alur dalam SKDR, umpan balik dari kabupaten/kota ke puskesmas dan

dari provinsi ke kabupaten/kota merupakan hal penting yang wajib

dilakukan, karena petugas puskesmas tidak dapat mengakses SKDR

sehingga data yang dilaporkan bila tidak dibantu dengan umpan balik,

pencatatan dan analisa data, maka petugas psukesmas tidak akan

memahami peningkatan suspek/kasus penyakit potensi KLB

diwilayahnya. Umpan balik yang dapat diberikan oleh Kabupaten/Kota

adalah analisa data sederhana berupa grafik mengenai tren suspek

penyakit yang akan berpotensi KLB. Pada umumnya umpan balik harus

rutin dilakukan setiap minggu.

Menurut Permenkes RI No. 45 Tahun 2014 penyelenggaraan kegiatan

surveilans kesehatan merupakan persyaratan program kesehatan yang

bertujuan untuk menyediakan informasi tentang situasi, kecenderungan

penyakit dan faKtor risikonya. Kemudian untuk terselenggaranya

Page 16: MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS … 2019...MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN SURVEILANS MINGGUAN DALAM ... Surveilans mingguan dipantau lewat Sistem Kewaspadaan Dini

16

kewaspadaan dini, investigasi serta penanggulangan terhadap kemungkinan

terjadinya KLB dan dampaknya. Selanjutnya dasar penyampaian informasi

kesehatan kepada para pihak yang berkepentingan sesuai dengan

pertimbangan kesehatan. Namun kenyataan di lapangan terdapat

permasalahan yang terjadi khususnya untuk surveilans SKDR Beberapa

alternatif pemecahan masalah :

a. Perlunya penggunaan register SKDR berbasis digital, disemua puskesmas

dilengkapi analisa data sederhana

b. Sosialisasi atau bimbingan teknis tentang definisi suspek/kasus sesuai

algoritme SKDR kepada petugas di poliklinik (dokter/perawat/bidan).

c. Tingkatkan kapasitas petugas kabupaten/kota dan puskesmas dalam

analisa data sederhana terkait penyakit potensi KLB dan cara merespon

alert yang tepat dan lengkap.

d. Optimalkan alur SKDR terutama terkait dengan umpan balik dari provinsi

ke kabupaten/kota dan kabupaten/kota ke puskesmas.

e. Optimalkan kegiatan bimbingan teknis dan konsultasi dari provinsi ke

kabpaten/kota dan kabupaten/kota ke puskesmas.

f. Koordinasi lintas sektor untuk tingkat provinsi da kabupaten/kota dalam

penggunaan IC10 sehingga diagnosis yang tercatat dapat dipakai semua

unit yang memerlukan.