mola hidatidosa

41
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI MOLA HIDATIDOSA BAIQ TRISNA SATRIANA H1A008042 OLEH: Baiq Trisna Satriana H1A 008 042 PEMBIMBING : dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN 1

description

obgin

Transcript of mola hidatidosa

Page 1: mola hidatidosa

LAPORAN KASUS GINEKOLOGI

MOLA HIDATIDOSA

BAIQ TRISNA SATRIANA

H1A008042

OLEH:

Baiq Trisna Satriana

H1A 008 042

PEMBIMBING :

dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB

MATARAM

2012

1

Page 2: mola hidatidosa

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada

waktunya.

Laporan kasus yang berjudul “Mola Hidatidosa” ini disusun dalam rangka mengikuti

Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum

Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.

1. dr. Agus Rusdhy Hariawan Hamid, Sp.OG, selaku Ketua SMF Obstetri dan

Ginekologi RSUP NTB.

2. dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor dan pemimbing laporan kasus ini

3. dr. H. Doddy Ario Kumboyo, Sp.OG (K), selaku supervisor

4. dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku supervisor

5. dr. I Made W. Mahayasa, Sp.OG, selaku supervisor

6. dr. I Made Putra Juliawan, Sp.OG, selaku supervisor

7. Bidan-bidan dan Pegawai SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB

8. Teman-teman seperjuangan, Dokter Muda SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan

bantuan kepada penulis.

Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.

Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan

khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari

sebagai dokter. Terima kasih.

Mataram, Desember 2012

Penulis

2

Page 3: mola hidatidosa

BAB I

PENDAHULUAN

Penvakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana terjadi

suatu keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan tanpa

perkembangan janin (Sebire, 2008; Sumapraja,2005; Hadijanto, 2010). Di dalam tubuh

wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan sel-sel

trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang

berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease, sedangkan

yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational Throphoblastic Disease (Sumapraja,

2005).

Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan

menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi (Manuaba,

2007). Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin

dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000

kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120

kehamilan (Prawirohadjo, 2009). Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1

pada 1000-1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85

kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada

multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar.

Mola hidatidosa terjadi pada 1-3 dalam setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh

kasus akan cenderung mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai

gestational trophoblastic neoplasma (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007).

Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat

mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang

tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu

berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh

karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005).

3

Page 4: mola hidatidosa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana terjadi

keabnormalan dalam konsepsi palsenta yang disertai dengan perkembangan parsial atau tidak

ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan

berupa degenerasi hidropobik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang

membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah

sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan

hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada

kehamilan biasa (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Prawirohadjo, 2009).

2.2 Epidemiologi

Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120

kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia, mola

hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di

Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar

data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang

dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik

(Prawirohadjo, 2009).

2.3 Etiologi da Faktor Resiko

Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang membentuk

plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi memberikan nutrisi untuk

janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan berkembang menjadi suatu masa yang

abnormal sehingga tidak dapat berfungsi secar normal (Sebire, 2008).

Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik dimana sebuah

spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua sperma memasuki

ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10

persen mola bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom

triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab (John, 2006).

Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio

'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu

mengadakan invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan

peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun,

4

Page 5: mola hidatidosa

karena sintesis hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar

hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium (Mochtar, 1998(

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya

yang kini telah diakui adalah :

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat

dikeluarkan.

2. usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena penyakit ini.

3. imunoselektif dari sel trofoblast

4. keadaan sosioekonomi yang rendah

5. paritas tinggi

6. defisiensi vitamin A

7. kekurangan protein

8. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.

2.4 Patogenesis

Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena

tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil

pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu dan karena

pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan

mesenkim villi (Sumapraja, 2005; Prawirohadjo,2009).

Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan

beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa adalah mola

“lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua

kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa

komplit berasal dari pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom)

oleh satu sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen

kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY (John, 2006; Mochtar,

1998, Cunningham,2006).

Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid,

sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY. Kadang-

kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering disertai dengan

janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan cacat (John, 2006;

Cunningham, 2006).

5

Page 6: mola hidatidosa

Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola lengkap. B.

Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit

trofoblas (Sumapraja, 2005):

1. Teori missed abortion.

Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed

abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi

penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah

gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena

kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini

menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.

2. Teori neoplasma

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang

abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini

menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga

menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian

mudigah.

Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-

gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah anggur,

atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-

gelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat

trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban;

(3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral

dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola

banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%).

6

Page 7: mola hidatidosa

Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa

sembuh (Sumparja, 2005; Hacker, 2001).

2.5 Klasifikasi

Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka

disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari

janin disebut mola parsialis atau Parsials mole (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007;

Cunningham, 2006).

Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa

Gambaran Mola Komplit Mola Parsial Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX

atau 69,XXY (tripoid) Patologi

Edema villus Difus Bervariasi,fokal Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,

ringan s/d sedang Janin Tidak ada Sering dijumpai Amnion, sel darah merah janin

Tidak ada Sering dijumpai

Gambaran klinis

Diagnosis Gestasi mola Missed abortion Ukuran uterus 50% besar untuk masa

kehamilan Kecil untuk masa kehamilan

Kista teka-lutein 25-30% Jarang Penyulit medis Sering jarang Penyakit pascamola 20% <5-10%

Kadar hCG Tinggi Rendah – tinggi

2.6 Gejala Klinis

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan

biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan

biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah

darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.

1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan

10% pasien masuk RS

2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar)

7

Page 8: mola hidatidosa

3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang

tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab

4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,

peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)

Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat

beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut

trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut

(Cunningham, 2006) :

1. Perdarahan

Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari

spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum

abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-

minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan

sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.

2. Ukuran uterus

Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba

lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin.

3. Aktivitas janin

Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas

tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang

sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang kembar pada kehamilan

mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya

dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan

perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang

hidup.

4. Embolisasi

Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus

dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat

sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut

bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan

atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu

kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut

trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti

8

Page 9: mola hidatidosa

lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja

(koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa

metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat

menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa

minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan

menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.

5. Ekspulsi Spontan

Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola

tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi

spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang

lebih dari 28 minggu (John, 2006).

2.7 Diagnosis

1. Anamnesis

Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,

perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang

bergelembung seperti busa.

(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet

adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan

perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang

banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat

dalam 97% kasus.

(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal

ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.

(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor

dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi

pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),

protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia

2. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Palpasi :

Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek

Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.

Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

9

Page 10: mola hidatidosa

Pemeriksaan dalam :

Memastikan besarnya uterus

Uterus terasa lembek

Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kadar B-hCG

BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml

Beta HCG serum > 40.000 IU/ml

Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter

dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan kurva

regresi normal gonadotropin korionik subunit β pasca mola (Cunningham,

2006).

Pemeriksaan kadar T3 /T4

B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan

aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala

hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah,

emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun

dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai

hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran

sampai delirium-koma (Cunningham, 2006).

4. Pemeriksaan Imaging

10

Page 11: mola hidatidosa

a. Ultrasonografi

Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.

b. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin

2.8 Penatalaksanaan

1. Evakuasi

a. Perbaiki keadaan umum.

Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap

Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam

kemudian dilakukan kuret.

b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum

penderita.

c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan

sisa-sisa jaringan.

d. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,

Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih

2. Pengawasan Lanjutan

Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral

pil.

Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :

o Setiap minggu pada Triwulan pertama

o Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua

o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :

a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan

b. Pemeriksaan dalam :

o Keadaan Serviks

o Uterus bertambah kecil atau tidak

c. Laboratorium

Reaksi biologis dan imunologis :

o 1x seminggu sampai hasil negatif

11

Page 12: mola hidatidosa

o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya

o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

o 1x3 bulan selama tahun berikutnya

o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya

keganasan

3. Sitostatika Profilaksis

Metoreksat 3x 5 mg selama 5 hari

Gambar 1. Skema tatalaksana mola hidatidosa

2.9 Prognosis

Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat

mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang

12

Page 13: mola hidatidosa

tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu

berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh

karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005;

Cunningham, 2006).

Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan trofoblastik

gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan pengawasan lanjut yang ketat,

karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik

gestasional (Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006).

Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan

masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan komplikasi

yang lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola

dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar

dan membesar (Cunningham, 2006).

2.10 Komplikasi

Perdarahan yang hebat sampai syok

Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia

Infeksi sekunder

Perforasi karena tindakan atau keganasan

13

Page 14: mola hidatidosa

BAB III

LAPORAN KASUS GINEKOLOGI

I. IDENTITAS

Nama : Ny. H.P.

Usia : 28 tahun

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Suku : Sasak

Alamat : Pemenang, KLU

RM : 069663

MRS : 09 Desember 2012 (07.30 Wita)

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien rujukan dari RSUD KLU dengan mola hidatidosa. Pasien hamil ± 5 bulan

mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak pukul 04.00 wita (09-12-12). Awalnya pada

pukul 04.00 keluar darah kehitaman dan terasa nyeri perut seperti akan melahirkan,

kemudian pada pukul 05.00 keluar darah lagi disertai gumpalan-gumpalan seperti anggur

berwarna putih yang jumlahnya sedikit. Pukul 05.30 di ambulance pasien mengaku keluar

darah lagi yang banyak disertai gumpalan yang banyak pula berwarna putih seperti

anggur. Pasien juga mengaku pusing dan lemas. Selama hamil, pasien tidak pernah

merasakan gerak janin.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien mengaku pernah dirawat di RS 3x dengan keluhan mual muntah > 10 kali dalam

sehari sekitar satu bulan yang lalu. Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat

keluhan yang serupa. Pasien juga menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal,

hipertensi, diabetes mellitus, dan asma.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.

Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.

14

Page 15: mola hidatidosa

Riwayat Alergi :

Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.

Riwayat Kontrasepsi :

Pasien sebelumnya menggunakan KB suntik 3 bulan.

Riwayat Obstetri :

- Pasien mengaku sudah kawin: 1x, dengan suami sekarang 8 tahun, kawin pertama

kali usia 20 tahun.

- Pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarke) pada usia 13 tahun. Pasien

memiliki siklus haid yang teratur (±30hari). HPHT : 28 juli 2012

- Riwayat ANC : 7 x di posyandu

- Riwayat USG: tidak pernah

- Riwayat KB : suntikan 3 bulan

- Riwayat kehamilan:

1. Aterm, laki-laki, 3500 gram, bidan, 7 tahun

2. Ini

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital

- Tekanan darah : 90/70 mmHg

- Frekuensi nadi : 96 x/menit

- Frekuensi napas : 20 x/menit

- Suhu : 36,1oC

Pemeriksaan Fisik Umum

- Mata : anemis (+/+), ikterus (-/-)

- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

- Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +

- - + +

15

Page 16: mola hidatidosa

IV. STATUS GINEKOLOGI

Abdomen :

Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda

peradangan, bekas operasi (-).

Palpasi : teraba tinggi fundus uteri 2 jari di bawah umbilikus, balotement (-),

tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (-)

Inspekulo

Porsio ukuran normal, tampak licin, erosi (-), Ø OUE (+), tampak jaringan mola,

stolsel (+), perdarahan aktif (-), massa (-), peradangan (-)

VT :

Dinding vagina normal, massa (-), porsio licin, Ø (+), teraba jaringan (+), nyeri goyang

porsio (-), Adneksa Parametrium Cavum Douglass dextra et sinistra dbn, korpus uteri

antefleksi, 19-20 minggu, lunak.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Lengkap :

Hb : 7,8 g/dL

RBC : 2,60 M/µl

WBC : 16,1 K/µl

PLT : 269 K/µl

HCT : 26,6 %

HbSAg : (-)

Ultrasonografi (USG) Abdomen :

Jaringan Mola (+); kesan: Mola Hidatidosa

VI. DIAGNOSIS

Mola Hidatidosa

VII. PENATALAKSANAAN

a. Rencana Diagnosis

Cek DL, β-HCG

USG

PA

b. Rencana Terapi

Infus RL 20 tpm

16

Page 17: mola hidatidosa

Pro transfusi sampai Hb>10 mg/dL

Suction Kuretase

c. Rencana Monitoring

Observasi keadaan umum dan vital sign

Observasi perdarahan

d. KIE pasien dan keluarga

VIII. TINDAKAN KURETASE

Tindakan Kuretase : suction curetase

Penemuan Intra Kuretase:

Darah keluar bersama cairan berwarna coklat dan jaringan mola ± 75 gram

Tidak ditemukan janin

Instruksi Post Kuretase :

Terapi Amoxicilin 3x500 mg dan Asam Mefenamat 3x500 mg

IX. POST KURETASE

KU : lemah

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 92 x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu : 36,7oC

X. 1 HARI POST KURETASE

KU : baik

Kes : compos mentis

TD : 120/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,7oC

Kontraksi Uterus : baik, 2 jari diatas simfisis pubis

17

Page 18: mola hidatidosa

CATATAN PERKEMBANGAN

Waktu Subjektif Objektif Assesment Rencana Terapi09/12/1207.30

Pasien rujukan dari RSUD KLU dengan mola hidatidosa. Pasien hamil ± 5 bulan mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak pukul 04.00 wita (09-12-12). Awalnya pada pukul 04.00 keluar darah kehitaman dan terasa nyeri perut seperti akan melahirkan, kemudian pada pukul 05.00 keluar darah lagi disertai gumpalan-gumpalan seperti anggur berwarna putih yang jumlahnya sedikit. Pukul 05.30 di ambulance pasien mengaku keluar darah lagi yang banyak disertai gumpalan yang banyak pula berwarna putih seperti anggur. Pasien juga mengaku pusing dan lemas. Selama hamil, pasien tidak pernah merasakan gerak janinSatu bulan sebelumnya mengeluh mual-muntah hebat >10x sehari.Tidak ada riwayat DM,HT, dan asma

HPHT : 28 juli 2012HTP : 4 april 2013Riwayat ANC :7 x di PosyanduRiwayat USG : -Riwayat KB : suntikan 3 bulanRiwayat Obstetri :I. Aterm, laki-laki, 3500 gram, bidan, 7

tahunII. Ini

Status generalisKU : sedangTanda VitalTD : 90/70 mmHg N : 96 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36,1oC

Status lokalis

Mata : anemis (+/+), ikterus (-/-)

Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Ekstremitas: edema - -

- -

akral teraba hangat + + + +

Status Ginekologi

Abdomen :

Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).

Palpasi : TFU 2 jari di bawah umbilikus, balotement (-),

Mola hidatidosa Rencana Diagnosis Cek DL, β-HCG USG PA

Rencana Terapi Infus RL 20 tpm Pro transfusi

sampai Hb>10 mg/dL

Suction KuretaseRencana Monitoring Observasi

keadaan umum dan vital sign

Observasi perdarahan

KIE pasien dan keluarga

Page 19: mola hidatidosa

Kronologis : (/2012)S : Pasien hamil ± 5 bulan mengeluh keluar darah banyak dari jalan lahir, nyeri perut menyebar ke pinggang (+), gerakan janin tidak dirasakan, pusing (+).O : KU : LemahTD : 90/60 mmHgN : 88 x/menitRR: 22x/menitT : 36,5 0

TFU : 1 jari di bawah pusatDJJ : -Inspekulo: perdarahan aktif, Ø tidak adaHasil laboratorium:

HGB : 8,3 g/dl RBC : 2,67 106 /uL HCT : 26,7 % WBC : 16,4 103/ Ul PLT : 264 103 / uL HbsAg : -

A : Mola hidatidosaP : Rujuk ke RSUP NTB

tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (-)InspekuloPorsio ukuran normal, tampak licin, erosi (-), Ø OUE (+), tampak jaringan mola, stolsel (+), perdarahan aktif (-), massa (-), peradangan (-)VT :Dinding vagina normal, massa (-), porsio licin, Ø (+), teraba jaringan (+), nyeri goyang porsio (-), Adneksa Parametrium Cavum Douglass dextra et sinistra dbn, korpus uteri antefleksi, 19-20 minggu, lunak.

Pemeriksaan Lab :Hb : 6,3 g/dL RBC : 2,04 M/µl WBC : 20,89 K/µlPLT : 200 K/µlHCT : 18,1 %HbSAg: (-)

09-12-1212.20

Transfusi darah PRC 350 cc

10-12-1214.45

Pasien mengeluh pusing dan badan lemas KU : lemahTD : 100/70 mmHgN : 88 x/menitRR: 22x/menitT: 36,8oC

Transfusidarah PRC 250 cc

Cek lab DL post tranfusi

Page 20: mola hidatidosa

AB: (-)

Pemeriksaan Darah Lengkap :

Hb : 6,3 g/dL

RBC : 2,04 M/µl

WBC : 20,89 K/µl

PLT : 200 K/µl

HCT : 18,1 %

11-12-1206.00

Pasien masih mengeluh pusing KU : sedangTD : 120/80 mmHgN : 88 x/menitRR: 22x/menitT: 36,9oCAB: (-)

Transfusidarah PRC 200 cc

12-12-1211.25

Pasien masih mengeluh pusing dan nyeri perut bagian bawah

KU : baikTD : 120/80 mmHgN : 96 x/menitRR: 24x/menitT: 36,9oCAB: (-)

Transfusidarah PRC 400 cc

Cek lab DL post transfusi

13-12-1207.30

Pasien masih mengeluh pusing dan nyeri perut bagian bawah

KU : baikTD : 130/80 mmHgN : 92 x/menitRR: 24x/menitT: 36,8oCAB: (-)

Pemeriksaan Darah Lengkap :

Hb : 10,5 g/dL

Pro suction kuretase tanggal 17-12-12

Observasi kesra ibu

Page 21: mola hidatidosa

RBC : 3,51 M/µl

WBC : 17,64 K/µl

PLT : 197 K/µl

HCT : 31,5 %

14-12-1207.30

Keluhan pusing (-) KU : baikTD : 120/80 mmHgN : 80 x/menitRR: 24x/menitT: 36,8oCAB: (-)

Pro suction kuretase tanggal 17-12-12

Observasi kesra ibu

15-12-1207.30

(-) KU : baikTD : 120/70 mmHgN : 84 x/menitRR: 20x/menitT: 36,8oCAB: (-)

Pro suction kuretase tanggal 17-12-12

Observasi kesra ibu

16-12-12 (-) KU : baikTD : 120/80 mmHgN : 80 x/menitRR: 20x/menitT: 36,8oCAB: (-)

Pro suction kuretase tanggal 17-12-12

Observasi kesra ibu

17-12-12 (-) KU : baikTD : 120/80 mmHgN : 80 x/menitRR: 24x/menitT: 36,8oCAB: (-)

Pro suction kuretase tanggal 18-12-12

18-12-12 Keluhan pusing (-) KU : baik

Page 22: mola hidatidosa

07.30

10.30

TD : 120/70 mmHgN : 80 x/menitRR: 24x/menitT: 36,7oCAB: (-)

Tindakan Kuretase : suction curetasePenemuan Intra Kuretase: Darah keluar

bersama cairan berwarna coklat dan jaringan mola ± 75 gram

Tidak ditemukan janin

Instruksi Post Kuretase :Terapi Amoxicilin 3x500 mg dan Asam Mefenamat 3x500 mg

12.30 Mengeluh pusing (+) KU : baikTD : 110/70 mmHgN : 92 x/menitRR: 24x/menitT: 36,7oCAB: (-)UC: (+) baik

2 jam post kuretase Observasi kesra pasien

Terapi Amoxicilin 3x500 mg dan Asam Mefenamat 3x500 mg

19-12-1212.30

- KU : baikTD : 120/70 mmHg

1 hari post kuretase Pasien diperbolehkan

Page 23: mola hidatidosa

N : 88x/menitRR: 20x/menitT: 36,7oCAB: (-)UC: (+) baikTFU: 2 jari di atas simfisis pubis

pulang KIE pasien:

- Datang lagi setelah 7 hari untuk melakukan kuret kedua dengan kuret tajam

- Rajin memeriksakan diri setiap minggu selama 3 bulan pertama

- Disarankan untuk menggunakan pil kontrasepsi

- Tidak hamil dulu sampai ± 12 bulan

Page 24: mola hidatidosa

BAB IV

PEMBAHASAN

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis

langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang

membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah

sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339). Mola dapat

mengandung janin (mola parsial) atau tidak terdapat janin di dalamnya (mola komplit).

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor – faktor yang dapat menyebabkan antara

lain, faktor ovum, imunoselektif dari tropoblast, keadaan sosioekonomi yang rendah, paritas

tinggi, kekurangan protein, infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.

Pada kasus ini, faktor resiko terjadinya kehamilan mola kemungkinan dikarenakan

keadaan sosioekonomi yang rendah, sehingga kekurangan asupan protein dan asam folat.

Kemungkinan penyebab lain masih belum dapat diidentifikasi.

Pada pasien ini, ciri-ciri mola yang dapat dilihat antara lain perdarahan uterus yang

merupakan gejala utama pada kasus, gejala ini bervariasi mulai dari spoting sampai

perdarahan yang banyak. Pada pasien ini terjadi ekspulsi spontan, sehingga jaringan mola

dapat dilihat secara langsung, dan penegakan diagnosis tidak sulit untuk dibuat. Ukuran

uterus yang lebih besar dari usia kehamilan normal tidak dapat dinilai dikarenakan telah

terjadi ekspulsi spontan jaringan mola. Selain itu, gejala lain yang ditampakkan pasien yang

dapat digali dari anamnesis yaitu hiperemesis gravidarum, dimana ± 1 bulan sebelumnya

pasien mengeluhkan mual muntah >10x sehari, hal ini merupakan salah satu manifestasi

klinis yang ditimbulkan mola akibat peningkatan kadar beta HCG. Gerakan janin juga tidak

pernah dirasakan pasien selama hamil, dimana pada kehamilan normal gerakan janin sudah

mulai bisa dirasakan pada minggu ke 18-20.

Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis tekanan darah yang rendah, nadi sedikit

meningkat namun masih dalam batas normal, hal ini merupakan kompensasi dari perdarahan

yang terjadi. Status lokalis, didapatkan konjungtiva anemis, namun pemeriksaan lain masih

dalam batas normal. Pemeriksaan obstetri, TFU dua jari di bawah umbilikus, sudah

mengalami penurunan karena ekspulsi spontan jaringan mola, djj tidak dinilai, balotement (-),

dan tidak teraba bagian janin. Hasil pemeriksaan dengan inspekulo dan VT semakin

mempertegas diagnosis, dimana dengan inspekulo dapat terlihat pembukaan servix dan

jaringan mola. Pada VT teraba pula jaringan mola dan korpus uteri dengan konsistensi lunak,

ukuran 19-20 minggu.

Page 25: mola hidatidosa

Dalam pemeriksaan ini, USG digunakan untuk mengetahui adanya jaringan mola yang

masih tersisa dalam uterus. Untuk penatalaksanaan, suction curetase dilakukan pada pasien

ini dan didapatkan darah keluar bersama cairan berwarna coklat dan jaringan mola ± 75

gram. Ada tidaknya janin tidak dapat diketahui dari temuan intra kuretase karena sebagian

besar jaringan mola sudah mengalami ekspulsi spontan. Tindakan suction curetage pada

pasien ini sudah tepat dilakukan dan perlu tindakan kuret ke-2 (7-10 hari berikutnya) untuk

memastikan tidak ada jaringan mola yang tersisa. Sebagai penatalaksanaan lanjutan pasien

sebaiknya menunda kehamilan selama 12 bulan dengan menggunakan kontrasepsi. Tindakan

histerektomi total bukan merupakan pilihan pada pasien ini dikarenakan pasien dalam kasus

ini tidak tergolong beresiko tinggi yang memiliki kriteria usia lebih dari 30 tahun, paritas 4

atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.

Page 26: mola hidatidosa

BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan kasus ini terdiri dari:

1. Diagnosis pada kasus ini adalah Mola Hidatidosa yang didapatkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

2. Penatalaksanaan di RSUP NTB yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu dengan

melakukan evakuasi uterus dengan teknik suction curetage, karena pasien belum

tergolong beresiko tinggi

Page 27: mola hidatidosa

DAFTAR PUSTAKA

Cunninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri

Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2005.

Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi

ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta

Hacker, N.F., Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial Obstetri dan

Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates : Jakarta

John T. 2006. Gestational Throphoblastic Disease. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses dari http://www.utilis.net/Morning%20Topics/Gynecology/GTN.PDF , pada 25 Oktober 2012

Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: Pengantar Kuliah

Obstetri. EGC: Jakarta

Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi kedua. EGC:

Jakarta

Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. “Mola Hidatidosa”. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta