Mojokerto Siapkan 10

download Mojokerto Siapkan 10

of 38

Transcript of Mojokerto Siapkan 10

Mojokerto Siapkan 10.000 Ha Bangun Kawasan IndustriOleh Yuristiarso HidayatRabu, 26 Oktober 2011 | 18:56 WIB

Berita Terkait 52 Proyek Senilai Rp161,23 T Bakal Digarap Tahun Depan Tol Kebon Jeruk-Ulujami Mulai Dibangun Giliran Kawasan Berikat Lepas Saham Buat Bangun Gudang Pembebasan Lahan Tol Pekanbaru-Dumai Dikebut Pemerintah Danai Pembebasan Lahan Tol Becakayu

SURABAYA: Pemerintah Kabupaten Mojokerto menyiapkan lahan sedikitnya 10.000 hektare yang berada di empat kecamatan wilayah utara guna dijadikan sebagai lokasi kawasan industri. Bupati Mojokerto, Mustafa Kemal Pasa mengatakan pihaknya tengah menyiapkan lokasi lahan di kawasan utara guna menyongsong selesainya proyek tol Surabaya-Mojokerto. "Sengaja dipilih wilayah utara, karena ini berdasarkan permintaan pasar dan berdekatan dengan akses ruas tol Sumo [Surabaya-Mojokerto] yang akan segera selesai. Lahan yang disiapkan sebanyak 10.000 hektare," kata Mustofa seperti dikutip dari Siaran Pers yang diterima Bisnis, hari ini, (Rabu, 26/10). Mustofa menyebutkan lokasi lahan itu tersebar di empat kecamatan yaitu Jetis, Gedeg, Kemlagi dan Dawar Blandong. "Guna mendukung rencana pengembangan KI [kawasan industri] itu sejumlah ruas jalan menuju lokasi akan diperlebar dan diperkuat dengan konstruksi beton cor. Ini dilakukan agar dapat memudahkan akses serta memberi kekuatan konstruksi mengingat ruas jalan itu akan dilewati kendaraan pengangkut container [peti kemas]," ungkapnya.

Mustofa menerangkan agar kebijakan pengembangan KI itu bisa diterima, maka kini tengah dimulai proses sosialisasinya sehingga harapannya akan sebanyak mungkin melibatkan masyarakat. "Proyek pengembangan KI ini akan segera direalisasikan dengan durasi pengerjaan selama lima tahun. Proyek ini akan dimaksimalkan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi yang impact-nya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat Mojokerto," tegasnya. Disisi lain, Direktur Utama PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), Rudi Witjaksono mengungkapkan pihaknya pernah membicarakan rencana proses pengembangan wilayah Mojokerto Utara itu dan berharap BUMN itu bisa dipercaya untuk mengelola KI tersebut.(api)

Mojokerto siapakan wilayah utara untuk KIOleh Yuristiarso HidayatOct 26, 2011

MOJOKERTO:Pemerintah Kabupaten Mojokerto menyiapkan lahan sedikitnya 10.000 hektare yang berada di empat kecamatan wilayah utara guna dijadikan sebagai lokasi kawasan industri. Bupati Mojokerto, Mustafa Kemal Pasa mengatakan pihaknya tengah menyiapkan lokasi lahan di kawasan utara guna menyongsong selesainya proyek tol Surabaya-Mojokerto. Sengaja dipilih wilayah utara, karena berdasarkan permintaan pasar dan berdekatan dengan akses ruas tol Sumo [Surabaya-Mojokerto] yang akan segera selesai, kata Mustofa hari ini. Lahan yang disiapkan sebanyak 10.000 hektare. Lokasinya tersebar di empat kecamatan yaitu Jetis, Gedeg, Kemlagi dan Dawar Blandong. Saat ini sejumlah ruas jalan menuju lokasi akan diperlebar dan diperkuat dengan konstruksi beton cor. Ini dilakukan agar dapat memudahkan akses serta memberi kekuatan konstruksi mengingat ruas jalan itu akan dilewati kendaraan pengangkut container [peti kemas], ungkapnya. Mustofa menerangkan agar kebijakan pengembangan KI itu bisa diterima, saat ini pihaknya sudah memulai sosialisasinya harapannya akan sebanyak mungkin melibatkan masyarakat. Proyek pengembangan KI ini akan segera direalisasikan dengan durasi pengerjaan selama lima tahun. Proyek ini akan dimaksimalkan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi yang impact-nya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat Mojokerto, tegasnya. Disisi lain, Direktur Utama PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), Rudi Witjaksono mengungkapkan pihaknya pernah membicarakan rencana proses pengembangan wilayah Mojokerto Utara itu dan berharap BUMN itu bisa dipercaya untuk mengelola KI tersebut. Konsep KI di Kab. Mojokerto itu sempat dibicarakan antara manajemen SIER dan Pemkab Mojokerto. SIER sangat berkepntingan untuk mengembangkan usaha sektor pengelolaan KI yang telah lama menjadi core bisnisnya, dan salah satu lokasi yang dibidik wilayah itu [Mojokerto utara] kata Rudi kepada Bisnis, seusai hearing dengan Komisi C DPRD Jatim hari ini,

Rudi menerangkan wilayah Mojokerto Utara itu akan sangat prospektif bagi kawasan industri menyusul berdekatan dengan akses tol Sumo dan menjadi hitterland Surabaya. Surabaya maupun Sidoarjo telah jenuh sebagai kawasan industri, sehingga Mojokerto sebagai salah satu wilayah penyanggahnya menjadi sangat potensial. Secara prinsip SIER sangat mendukung, syukur-syukur SIER dipercaya untuk mengelola KI Mojokerto itu. Ini tentunya dengan skema bisnis to bisnis, ujarnya. Selain, Mojokerto Utara, manajemen SIER juga mengincar wilayah kaki-kaki Jembatan Surabaya-Madura untuk dikembangkan sebagai lokasi KI. (dw)

Implementasi Rencana Tata Guna Tanah untuk Kawasan Permukiman di Kota MojokertoDesember 21, 2009pondokskripsi

Rate This Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Pasal 16 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dalam pemanfaatan ruang perlu dikembangkan penatagunaan tanah yang mengatur pola pengelolaan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Hal ini terkait dengan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah yang diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik guna mengatur pengembangan kawasan permukiman di Kota Mojokerto. Kota Mojokerto merupakan daerah di Jawa Timur, bahkan di Indonesia yang memiliki satuan wilayah maupun luas wilayah terkecil dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Pertambahan penduduk yang tinggi menyebabkan kebutuhan akan perumahan dan permukiman meningkat. Akibatnya adalah meningkatnya jumlah perumahan dan permukiman tidak diiringi dengan manajemen pemanfaatan ruang sehingga tercipta suatu wilayah perumahan dan permukiman yang tidak teratur yang menyebabkan penyebaran penduduk yang tidak merata. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tujuan memberikan gambaran tentang implementasi rencana tata guna tanah untuk kawasan permukiman di Kota Mojokerto dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam implementasi rencana tata guna tanah untuk kawasan permukiman di Kota Mojokerto dilakukan dengan melaksanakan: 1) Pengendalian pemanfaatan ruang, 2) Pengendalian intensitas bangunan, 3) Tata guna tanah untuk kawasan permukiman, 4) Ijin perubahan penggunaan tanah, 5) Pengembangan wilayah perumahan dan permukiman. Arahan rencana tata guna tanah untuk pengembangan kawasan permukiman kota Mojokerto difokuskan pada wilayah: bagian timur kota, perkembangan permukiman diarahkan pada tanah yang belum terbangun yaitu pada Kelurahan Kedundung, Gunung Gedangan dan Kelurahan Meri. Pada bagian barat kota, pengembangan permukiman diarahkan di Kelurahan Surodinawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi rencana tata guna tanah untuk kawasan permukiman di Kota Mojokerto perlu dioptimalkan. Hal ini dapat dilihat dari masih bercampurnya pembangunan kawasan industri dengan kawasan permukiman. Masih banyak

terdapat permukiman penduduk di sepanjang rel kereta api. Disamping itu, penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung kawasan permukiman harus ditingkatkan. Berdasarkan hal itu penulis menyampaikan agar Pemda meningkatkan pengawasan penatagunaan tanah khususnya untuk kawasan permukiman. Pembangunan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk dari pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam melaksanakan kegiatan pembangunan hendaknya diorientasikan pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat, karena parameter keberhasilan pembangunan adalah seberapa besar tingkat kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Untuk dapat mencapai hal tersebut, maka diperlukan perencanaan pembangunan yang matang dan bersifat perspektif, futuristik, dan antisipatif secara terintegrasi sehingga dapat diarahkan pada perwujudan pelayanan secara adil dan merata. Dengan berlakunya kebijakan otonomi daerah, telah memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah, yang diharapkan akan dapat mewujudkan pelayanan yang adil dan merata. Dimana dengan diberlakukannya kebijakan ini, akan memberi peran yang lebih banyak kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan maupun dalam kegiatan pembangunan di daerah, dimana segala urusan maupun kepentingan daerah yang menjadi wewenang pemerintah daerah diserahakan pada pemerintah setempat masing-masing, termasuk juga mengenai perencanaan pembangunan daerah yang di wujudkan melalui perencanaan regional. Menurut Soekartawi (1990:27) melalui perencanaan regional diharapkan semua daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional dan merata sesuai dengan potensi yang ada di daerah tersebut. Dengan demikian, perencanaan pembangunan daerah akan dapat lebih efektif jika di lakukan oleh pemerintah daerah setempat, hal ini dikarenakan pemerintah daerah lebih tahu apa saja yang menjadi kebutuhan dan kepentingan masyarakat di daerah sehingga proses pembangunan di daerah dan pemerataan hasil-hasilnya dapat lebih efektif dan efisien. Dalam melaksanakan pembangunan daerah, pemerintah daerah mengupayakan pendayagunaan potensi wilayah guna mengoptimalkan tujuan yang hendak dicapai. Namun dalam prosesnya, hal ini tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Dimana permasalahannya muncul dikarenakan kondisi yang ada, yaitu terbatasnya potensi sumber daya yang dimiliki serta beragamnya kepentingan yang harus dipenuhi. Untuk itu dalam melaksanakan pembangunan daerah hendaknya dilakukan dengan perencanaan yang disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik daerah tersebut, sehingga potensi sumberdaya yang jumlahnya terbatas dapat didayagunakan secara optimal guna memenuhi kebutuhan masyarakat serta mencapai target atau tujuan pembangunan yang luas. Dengan demikian perencanaan pembangunan memegang peranan penting sebagai pedoman pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunanan daerah. Namun sering kita lihat kondisi pembangunan sekarang ini masih banyak ketidak sesuaian antara perencanan pembangunan dengan pelaksanaanya di lapangan, khususnya dalam pengembangan wilayah, yang dalam hal ini secara langsung maupun tidak langsung selalu terkait dengan pemanfaatan potensi sumberdaya alam, yaitu berupa lahan atau ruang. Sebagaimana diungkapakan oleh Blaang (1986: 18), Pada dasarnya ruang atau tanah meruapakan modal dasar dan potensi sumberdaya alam nasional yang mahal dan semakin langka, yang dibutuhkan dan dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan pembangunan. Dimana permasalahannya terletak pada pemanfaatan ruang yang belum sesuai dengan rencana tata ruang, terutama di daerah perkotaan yang perkembangan fisik bangunan terus meningkat sementara disisi lain wilayah hijau perkotaan mulai menipis dihantam beton. Tentunya hal ini akan menimbulkan konflik

baru dalam proses pembangunan yaitu berkurangnya lahan produktif sebagai sumber penyedia bahan pangan serta menurunnya fungsi ruang terbuka hijau sebagai paru-paru kota. Permasalahan tersebut timbul dikarenakan minimnya kesadaran masyarakat dalam hal pengendalian pemanfaatan ruang serta ketidaktegasan aparat pemerintahan daerah dalam menindak pelanggaran penyalahgunaan ruang dalam proses pembangunan. Untuk mengatasi hal di atas perlu adanya mekanisme yang baku, peraturan pelaksanaan yang mendukung, dan prosedur pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang, terutama di daerah perkotaan. Maka dalam hal ini pemerintah daerah telah menetapkan rencana penataan ruang yang diwujudkan melalui penetapan RTRW Kota. Penataan ruang ini menempati kedudukan yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan daerah karena aspek-aspeknya meliputi bidang lingkungan hidup dan pertanahan yang terkait dengan hampir semua kegiatan dalam kehidupan manusia dan pembangunan. Sedangkan RTRW Kota yang merupakan bagian dari kebijakan pembangunan daerah diharapkan dapat mencakup segi spasial yang akan memberikan dasar bagi pencapaian keserasian dan optimasi pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi masingmasing wilayah. Melalui RTRW Kota yang telah ditetapkan, diharapkan dapat mengakomodasi dan menjamin berbagai kepentingan, yakni kepentingan pemerintah, swasta maupun masyarakat secara adil dalam kegiatan pemanfaatan ruang dalam proses pembangunan. Untuk itu hendaknya berbagai upaya dalam pelaksanaan pembangunan dalam rangka pengembangan wilayah berpedoman pada RTRW yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan penjelasan UU nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang selanjutnya disebut UUPR mengemukakan bahwa pelaksanaan pembangunan, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Hal tersebut dimaksudkan agar ruang dan tanah dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien bagi pemenuhan kebutuhan pembangunan yang terus meningkat secara dinamis serta guna mengantisipasi munculnya permasalahan. Sebagaimana diungkapkan oleh Blaang (1986:18) bahwa perencanaan, pengawasan, dan pengendalian yang efektif terhadap pemanfaatan dan penggunaan ruang dan tanah, perlu diperhatikan sedini mungkin dengan memperhitungkan dimensi-dimensi pembangunan dan kecenderungan masa depan serta dampak lingkungan yang akan terjadi. Sehubungan dengan hal di atas, Malang Raya yang kini menjadi kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya terus melakukan pembangunan, yang dalam prosesnya tidak terlepas juga dari permasalahan. Dimana permasalahan yang dihadapi Kota Malang khususnya, pada dasarnya sangat kompleks dan saling berkaitan satu sama lain. Diantaranya adalah permasalahan sosial, yaitu masalah kependudukan dan pemanfaatan ruang. Permasalahan kependudukan adalah jumlah penduduk Kota Malang yang selalu melonjak naik dari tahun ke tahun, baik yang diakibatkan oleh kelahiran maupun urbanisasi. Kelengkapan fasilitas yang dimiliki Kota Malang (pendidikan, perdagangan, industri) telah mampu menarik masyarakat daerah sekitarnya untuk bermukim di kota ini. Hal ini mengakibatkan kebutuhan akan perumahan dan permukiman selalu meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas yang secara otomatis kebutuhan akan ruang pun juga akan meningkat. Padahal kita ketahui daya dukung kemampuan perkotaan, khususnya Kota Malang kian terbatas dalam penyediaan lahan yang luasnya tidak pernah bertambah sehingga seringkali hal ini menambah rumitnya persoalan yang dihadapi oleh pemerintah Kota Malang dalam hal penyediaan dan pengaturan lokasi bagi perumahan dan permukiman di Kota Malang. Oleh karena perumahan sebagai kebutuhan primer dari setiap penduduk yang harus dipenuhi, maka masalah perumahan dan permukiman terasa begitu penting dan harus dipikirkan pemecahannya oleh berbagai pihak, sebagaimana dikemukakan oleh Blaang sebagai berikut:

perumahan merupakan salah satu unsur dasar kesejahteraan rakyat disamping sandang dan pangan, serta merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dapat mendukung sektorsektor pembangunan lainnya, oleh karena itu masalah perumahan ini perlu ditangani secara mendasar dalam jangka panjang, sebagai salah satu tugas nasional (Blaang ,1986:6). Dalam hubungannya dengan pengembangan wilayah perumahan dan permukiman sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat, sudah menjadi kenyataan bahwa orientasi pembangunan perumahan dan permukiman di berbagai wilayah, termasuk juga di Kota Malang cenderung lebih ditekankan pada upaya pengadaan rumah ditilik dari segi kuantitas, tanpa memperhatikan kualitas yaitu mengenai aspek lingkungan. Akibatnya adalah meningkatnya jumlah perumahan dan permukiman tidak dibarengi dengan manajemen pemanfaatan ruang sehingga tercipta suatu wilayah perumahan dan permukiman yang tidak teratur yang pada akhirnya berakibat pada penyebaran penduduk yang tidak merata pula. Sayangnya kondisi tersebut telah terjadi di Kota Malang, yaitu adanya penyebaran penduduk yang tidak merata, dimana telah terjadi pertumbuhan penduduk yang sangat cepat di pusat kota dan wilayah-wilayah tertentu akibat terakumulasinya kegiatan fasilitas pelayanan di wilayah tersebut sementara di sisi lain pertumbuhan penduduknya sangat lambat yaitu di wilayah pinggiran kota, terutama di wilayah bagian Timur Kota Malang (Kecamatan Kedungkandang). Hal di atas tergambar jelas pada kondisi wilayah perumahan dan permukiman di Kota Malang, yaitu pemusatan permukiman di sekitar wilayah lingkar Kota Malang yaitu pada pusat kegiatan sosial ekonomi masyarakat, sebagai contoh permukiman di sekitar kawasan Pasar Besar. Hal ini menunjukkan bahwa masalah perumahan dan permukiman di Kota Malang tidak hanya menyangkut perbandingan antara jumlah penduduk tapi juga menyangkut persaingan yang makin intensif untuk mendapatkan lokasi yang dirasa strategis. Akibat yang terjadi, khususnya di wilayah-wilayah strategis tersebut telah banyak berdiri permukiman secara tidak terkendali, yang pada akhirnya menimbulkan kawasan kumuh atau slum area. Dalam permasalahan ini perlu adanya campur tangan pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam penataan dan pemanfaatan ruang. Hal ini sesuai dengan ungkapan Nugroho dan Dahuri berikut: Dengan mempertimbangkan bahwa kebutuhan akan tanah terus meningkat, sementara ketersediaannya semakin lama justru semakin berkurang, penerapan mekanisme pengaturan pemanfaatan tanah untuk menjamin bahwa pembangunan dan kehidupan manusia akan terpelihara keberlanjutannya perlu terus diupayakan dan ditingkatkan kualitasnya (Nugroho dan Dahuri , 2004:327). Melihat kondisi tersebut menggambarkan bahwa pengadaan ataupun pengembangan perumahan dan permukiman di Kota Malang yang dilakukan oleh pemerintah, developer, maupun masyarakat secara swadaya kurang memperhatikan RTRW yang telah ditetapkan. Sehingga dalam pengembangannya masih banyak kita temui wilayah perumahan dan permukiman di Kota Malang yang masih berbaur dengan wilayah industri dan kegiatan sektor lain, hal ini terjadi di Kelurahan Ciptomulyo dan Jalan Tenaga dimana permukiman penduduk berbaur dengan pabrik berpolusi. Semestinya hal itu tidak boleh terjadi karena akan menimbulkan dampak-dampak negatif bagi penduduk sekitar. Maka untuk mengatasi dan mengantisipasi perkembangannya yang tidak terkendali dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan, pengembangan wilayah perumahan dan permukiman di Kota Malang pada masa yang akan datang hendaknya di dasarkan pada RTRW. Hal ini terkait dengan pengimplementasian suatu produk kebijakan pemerintah, yaitu Peraturan daerah No. 7 Tahun 2001 tentang RTRW Kota Malang tahun 2001-2011 yang diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik guna mengatur pengembangan wilayah perumahan dan permukiman di

Kota Malang. Pengembangan wilayah perumahan dan permukiman di Kota Malang yang didasarkan pada RTRW yang telah ditetapkan akan didapatkan suatu pemahaman terhadap karakteristik atau potensi wilayah secara utuh, baik komprehensif fisik, demografi maupun ekonomis. Potensi fisik terdiri dari kondisi tanah di bagian selatan dan timur kota yang merupakan dataran tinggi dengan kondisi tanah yang kurang subur dan cukup luas sehingga cocok untuk digunakan untuk pembangunan kawasan permukiman. Potensi demografi adalah tingginya jumlah penduduk yang mengakibatkan peningkatan pada kebutuhan akan perumahan dan permukiman. Sedangkan potensi ekonomis adalah Kota Malang sebagai pengatur barang dan jasa sehingga memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat yang dapat menarik investor untuk mengembangkan perumahan dan permukiman di Kota Malang. Yang kesemua potensi yang dimiliki Kota Malang tersebut dapat didayagunakan secara optimal guna mendukung terciptanya suatu pembangunan wilayah perumahan dan permukiman yang terpadu, selaras dan serasi terhadap pembangunan lingkungan guna menghindari overlapping dengan sektor lain serta mewujudkan kesejahteraan rakyat. Berkaitan dengan perencanaan tata ruang wilayah dan pemanfaatn potensi wilayah di Kota Malang, tanpa mengurangi keberadaan sektor lain tetapi memang sektor perumahan dan permukiman memiliki arti strategis dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, serta bagaimana agar pengembangannya tidak berdampak kemunduran bagi sektor lain dan lingkungan sekitar, maka dalam penelitian ini penulis mengangkat judul Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sebagai Kerangka Pengembangan Wilayah Perumahan dan Permukiman Dalam Upaya Pendayagunaan Potensi Wilayah (Suatu Studi di Kota Malang) .Like this:

Peta Geologi Teknik Skala 1 : 100.000 Lembar : Mojokerto, Jawa TimurTue, 2011-06-07 12:29 operator

subjek: Geologi Teknik/Mojokerto Kegiatan: Peta geologi teknik lembar Mojokerto, Jawa Timur skala 1:100.000 skala: 1 : 100.000 pengarang: TOBING, Tigor ; DJADJA ; SUTARTO, N.R. penerbit: DGTL tahun: 1990 provinsi: Jawa Timur kabupaten: Mojokerto Koordinat Batas Barat : 112

Koordinat Batas Timur : 112.5 Koordinat Batas Utara: -7 Koordinat Batas Selatan: -7.5 image:

Kabupaten MojokertoPropinsi : Jawa Timur

Kabupaten/Kota : Mojokerto Kab Sumber Data Tahun : KABUPATEN MOJOKERTO DALAM ANGKA : 2010

Gunung Api Puting Beliung

: :

Tinggi Sedang Sedang

Hari ini

Pergerakan Tanah : Erosi Kekeringan Tsunami Banjir Gempa Bumi : : : : :

Chance of a Thunderstorm Sedang 32/24 Sedang Besok Rendah Tinggi Sedang Partly Cloudy 33/25

PROFIL WILAYAH 1. Geografis a. Letak Geografis : * Longitude * Latitude * Tinggi DPL : 112.476829 : -7.563831 :

b. Luas

: 692,15 km2 km

c. Batas Wilayah * Utara * Timur : Kab. Lamongan dan Kab. Gresik : Sidoarjo dan Pasuruan

* Selatan * Barat

: Kab. Malang : Kab. Jombang

d. Geologi

:

e. Klimatologi

:

f. Geomorfologi

:

g. Topologi

:

h. Fisiografi

:

i. Stratigrafi

:

j. Kondisi Tanah

:

k. Hidrologi

:

2. Tataguna LahanNo. 1. 2. Uraian pertanian Sawah Luas 97.790 ha 37.101 ha Proporsi

3.

perikanan

26,70 ha

3. GunungNama Gunung Nama Kawah Jumlah Kawah Tinggi DPL Kab./Kota Terdekat Sejarah Letusan

No.

Tipe

Long

latt

Status

4. DASNo. Nama Sungai Hulu Muara Daerah Aliran Karakteristik

5. DanauNo. Nama Danau Lokasi Luas (ha) Kondisi Lingkungan

6. JalanNo. 1. Ruas Jalan Status Panjang (km) 1.025,965 km Lebar (m) Permukaan Kondisi

7. JembatanNo. Nama Status Panjang (m) Lebar (m) Konstruksi Kondisi Koordinat X,Y

8. ListrikNo. Kecamatan Sumber Energi Daya Tersambung (kva)

9. AirNo. Kecamatan Pelanggan PAM Pemakaian PAM Potensi Mata Air Kapasitas Mata Air

10. IrigasiNo. Jenis Irigasi Panjang Saluran Jumlah Bendungan Jumlah Pintu Air

11. TelekomunikasiNo. Kecamatan Jumlah Sambungan Telepon Jumlah Tower Keterangan

12. Demografi60 (th) L 0 0 0 P 0 0 0

Total

No.

Kecamatan

L 21 21 28

P 20 21 28

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Trawas Ngoro Pungging Kutorejo Mojosari Bangsal Mojoanyar Dlanggu Puri Trowulan Sooko Gedeg Kemlagi Jetis Dawarblandong

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

15 38 36 30 38 25 25 27 36 36 37 30 29 41 25

15 38 36 30 37 24 24 27 35 36 36 30 29 41 26

13. Sarana pendidikanNo. 1. 2. Kecamatan Jatirejo Gondang TK SD Sederajat 55 50 SLTP Sederajat 4 3 SLTA Sederajat PT

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

pacet Trawas Ngoro Pungging Kutorejo Mojosari Bangsal Mojoanyar Dlanggu Puri Trowulan Sooko Gedeg Kemlagi Jetis Dawarblandong

66 248 128 111 80 213 106 60 33 127 70 67 199 52 154 100

4 1 4 5 6 4 2 2 2 1 4 10 2 4 8 5

14. Bandar UdaraNo. Lokasi Kelas Bandara Panjang Landasan Jenis Landasan Sarana Prasarana

15. PelabuhanNo. Lokasi Kelas Pelabuhan Panjang Dermaga Sarana Prasarana

Bab 4 Gambaran Umum4.1 Gambaran Umum Kabupaten Mojokerto Gambaran umum di Kabupaten Mojokerto dapat dibagi menjadi empat, yaitu: 4.1.1 Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Mojokerto terletak di antara 1110 2013 sampai dengan 11104047 bujur timur dan antar 701835 sampai dengan 70 47 lintang selatan. Secara geografis Kabupaten Mojokerto tidak berbatasan dengan pantai, hanya berbatasan dengan wilayah Kabupaten lainnya : Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Barat : Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik : Kabupa ten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan : Kabupaten Jombang

Sebelah Selatan : Kabupaten Malang Kabupaten Mojokerto ini memiliki luas wilayah 692,15 km2. 4.1.2 Kondisi Topografi Topografi wilayah Kabupaten Mojokerto cenderung di tengah dan tinggi di bagian selatan dan utara. Bagian selatan merupakan wilayah pegunungan yang subur, meliputi Kecamatan Pacet, trawas, Gondang dan jatirejo. Bagian tengah merupakan wilayah dataran, sedangkan bagian utara merupakan daerah perbukitan kapur yang kurang subur. Sekitar 30% dari seluruh wilayah Kabupaten Mojokerto kemiringan tanahnya lebih dari 15 derajat, sedangkan sisanya merupakan wilayah dataran dengan tingkat kemiringan lahan kurang dari 15 derajat. Letak ketinggian kecamatan-kecamatan di wilayah Kabupaten Mojokerto rata-rata berada dibawah 500 m dari permukaan laut, kecamatan yang memiliki ketinggian tertinggi adalah Kecamatan pacet, dimana ketinggiannya berada pada lebih 700 m dari permukaan laut. 4.1.3 Kondisi Hidrologi Selama tahun 2010 jumlah curah hujan lebih tinggi dibanding jumlah curah hujan selama tahun 2009. Selama tahun 2010 total curah hujan setahun dari 18 stasiun pengamat yang terdapat di Kabupaten Mojokerto mencapai 2.899 mm, sedangkan tahun sebelumnya hanya sebesar 1.787 mm. Jumlah hari hujan selama tahun 2010 mencapai 139 hari dan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2009 yang mencapai 86 hari. Jumlah curah hujan maupun hari hujan pada bulan Januari

sampai dengan Mei 2010 di sebagian pengamatan mengalami peningkatan. Setelah itu mulai bulan Juni hingga bulan Oktober menurun tetapi pada bulan Juli mulai meningkat lagi sampai akhir tahun. 4.1.1 Kondisi Klimatologi Seperti wilayah lainnya di Indonesia, di Kabupaten Mojokerto hanya dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Adanya perubahan iklim yang tidak menentu mengakibatkan pada tahun 2010 Kabupaten Mojokerto hampir tidak mengalami musim kemarau. 4.1.2 Kondisi Ekonomi Hasil sektor utama masyarakat Kabupaten Mojokerto yaitu berasal dari sektor industri. Jenis industrinya berupa industri makanan dan kerajinan. Industri tersebut tersebar di Kecamatan Mojosari, Kecamatan Bangsal, Kecamatan Gondang, Kecamatan Trawas, Kecamatan Pacet, kecamatan Ngoro, Kecamatan Puri, Kecamatan Dlangu, Kecamatan Trowulan, Kecamatan Jatirejo dan Kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Mojokerto. Produk unggulan yang terkenal dari Kabupaten Mojokerto yaitu mangga gadung. Selain mangga, industri yang menjadi mata pencaharian warga yaitu seperti industri jamur, petani lebah madu, tape ketan hitam, telur asin dan bebek asap, kerupuk rambak, kacang mente, kerajinan sepatu, kerajinan cor kuningan, kerajinan tas dan dompet, pisang cavendis, kerajinan bordir, kerajinan kayu (perahu phinisi), kerajinan fiber glass / gift, dan kerajinan perak. Angka PDRB Kabupaten Mojokerto atas dasar harga konstan (ADHK) 2000 selama kurun waktu empat tahun terakhir masing-masing Rp. 4.825.150,21 juta (2006) Rp. 5.111.149.58 juta (2007), dan Rp. 5.411.938,53 juta (2008), dan naik menjadi Rp. 5.692.514,81 (2009). Berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 terlihat selama kurun waktu empat tahun terakhir kondisi perekonomian Kabupaten Mojokerto secara perlahan mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mojokerto sebesar 5,47 persen (2006), 5.93 persen (2007) , 5,88 persen (2008)dan sebesar 5,18% tahun 2009. 4.2 Gambaran Umum Kecamatan Jatirejo Gambaran umum di Kecamatan Jatirejo dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: 4.2.1 Kondisi Geografis Luas Kecamatan Jatirejo adalah 329,8 Ha. Kecamatan ini memiliki 19 desa dengan 58 dusun. Kecamatan ini memiliki 110 rukun warga (RW), atau rukun tertangga (RT) sebanyak 352 buah. 4.2.2 Kondisi Topografi Tinggi rata-rata Kecamatan Jatirejo dari permukaan laut adalah 140 m. Kondisi topografi Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto berdasarkan luas kemiringan lahan dapat dibagi menjadi empat klasifikasi sebagai berikut: 1. Datar (0-20) 2. Bergelombang (3-150) 3. Curam (16-400) : 65 % : 24 % : 10 %

4. Sangat curam (>400)

:-

Sedangkan berdasarkan ketinggian diatas permukaan laut, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. 1000 4.2.3 Kondisi Geologi Kondisi geologi di Kecamatan Jatirejo memiliki jenis tanah yaitu 1. Tanah Sawah Tanah sawah memiliki luas wilayah 21826 ha. Wilayah ini dimanfaatkan dalam irigrasi teknis (1887,9 ha), irigasi setengah teknis (176,3 ha ), iigasi sederhana (112,5 ha) dan tadah hujan/sawah rendengan (5,9 ha) 2.Tanah Kering Tanah kering memiliki luaswilayah sebesar 705,53 ha. Wilayah ini dimanfaatkan sebagai pekarangan/bangunan/emplacement (589,72 ha), tegal/kebun (115,81 ha) 3.Tanah hutan Tanah hutan memiliki luas wilayah sebesar 4522,56 ha. Wilayah ini terdiri dari hutan lebat dan hutan sejenis 4.Tanah keperluan fasilitas umum Tanah ini memiliki luas wilayah sebesar 12,65 ha. Wilayahini dimanfaatkan sebagai lapangan olahraga seluas 2,73 ha dan pemakaman seluas 9,92 ha. 4.2.4 Kondisi Klimatologi Suhu maksimum Kecamatan Jatirejo adalah 32oC, sedangkan suhu minimum adalah 24oC. 4.2.5 Kondisi Hidrologi Curah hujan Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto adalah 831,987 mm/tahun. Jumlah hari dengan curah hujan terbanyak adalah 130 hari. 4.2.6 Kondisi Ekonomi Tingkat pndapatan Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto dibagi menjadi 5 sektor yaitu tanaman pangan, kehutanan dan pengarangan, pertambangan dan barang galian, prdagangan, serta transportasi dan angkutan. Rincian tingkat pendapatan 5 sektor yang ada di Kecamatan Jatirejo yaitu 1. Tingkatan pendapatan dari sektor tanaman pangan adalah Rp 631.500/tahun. 2. Tingkatan pendapatan dari sektor kehutanan dan pekarangan adalah Rp 22.500.000/tahun. 3. Tingkatan pendapatan dari sektor pertambangan dan bahan galian adalah Rp 800.000.000/tahun. 4. Tingkatan pendapatan dari sektor perdagangan adalah Rp 400.000.000/tahun. Tingkatan pendapatan dari sektor transportasi dan angkutan adalah Rp 700.000.000/tahun. 4.3 Gambaran Umum Desa Lebakjabung : 15 % :: 85 %

Berdasarkan profil Desa Lebakjabung, gambaran umum mengenai Desa Lebakjabung berupa kondisi Geografis, kondisi Topografi, kondisi Geologi, kondisi klimatologi, kondisi hidrologi adalah sebagai berikut. 4.3.1 Kondisi Geografis Desa Lebakjabung Desa Lebakjabung merupakan salah satu dari 18 desa yang secara administratif terletak di wilayah Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto, Luas wilayah Desa Lebakjabung adalah.190,382 Ha yang terdiri dari luas permukiman sebesar 38,240 Ha atau 20 % dan luas persawahan , tegalan dan sarana sebesar 152,142 Ha atau 80%. Dengan batas administrasi sebagai berikut: Batas Sebelah Utara Batas Sebelah Timur Batas Sebelah Selatan Batas Sebelah Barat 4.3.2 Kondisi Topografi : Desa Jatirejo : Desa Baureno : Wilayah Hutan Malang : Wilayah Hutan Jombang

Desa Lebakjabung termasuk desa yang berada didataran tinggi yang terletak pada ketinggian 290 m diatas permukaan laut. Topografi berupa dataran tinggi. Orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan kecamatan) adalah 4 km. Sedangkan jarak dari ibukota kabupaten/kota adalah 20 km. Jarak dari ibukota provinsi 64 km. 4.3.3 Kondisi Geologi Kondisi geologi desa Lebakjabung mengenai jenis tanah dibedakan berdasarkan peruntukan yaitu jalan (3,65 ha), pemukiman/perumahan (38,240 ha), perkuburan/makam (0,35 ha) dan lain-lain (34,67 ha). Berdasarkan penggunanaannya dibedakan menjadi tanah sawah dengan penggunaan irigasi teknis (63,108 ha), setengah teknis (30,36 ha), irigasi sederhana (47,5 ha). 4.3.4 Kondisi Klimatologi Kondisi klimatologi yang ada di Desa Lebakjabung yaitu musim kemarau dan penghujan. Saaat ini di desa tersebut mengalami musim kemarau panjang. Suhu maksimum di Desa Lebakjabung adalah 32oC, sedangkan suhu minimum adalah 24oC. 4.3.5 Kondisi Hidrologi Curah hujan Desa Lebakjabung mencapai rata-rata 222 mm/tahun. Pemenuhan kebutuhan air di Desa Lebakjabung kurang terpenuhi karena sumber air bersih yang tidak ada. Kesulitannya dalam menggunakan air bersih, penduduk sekitar medapatkan air bersih dari PDAM untuk memenuhi keperluan rumah tangga penduduk Desa Lebakjabung seperti air bersih, air minum dan mencuci. 4.3.6 Kondisi Perekonomian Kondisi perekonomian yang ada di Desa Lebakjabung sangat dipengaruhi oleh komoditas utama dari hasil pertanian dan peternakan. Tingkat pendapatan Desa Lebakjabung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto sebesar Rp 93.600.000 Berikut ini hasil pertanian dan peternakan di Desa Lebakjabung.

1. Pertanian Perekonomian di Desa Lebakjabung dari sektor pertanian baik pertanian maupun ladang yaitu sebesar 4500 ton/ha. Sektpr pertanian yang ada di desa ini yaitu Palawija, Padi, Tanaman buahbuahan. 1. Perkebunan Perkebunan di Desa Lebakjabung sector utama berupa tanaman tebu denga hasil produksi 3700 ton/ha. 1. Peternakan Peternakan di Desa Lebakjabung didominasi oleh peternakan ayam kampung (5060 ekor), itik (2470 ekor), kambing (175 ekor), domba (85 ekor), sapi biasa (125 ekor), Kerbau (22 ekor). Sector utama hasil produksi dari peternakan berdasarkan data dari monografi desa yaitu peternakan ayam kampung. 4.3.7 Kondisi Demografis Desa Lebakjabung Berdasarkan data Admintrasi Pemerintahan Desa Tahun 2011, jumlah penduduk Desa Lebakjabung adalah 1.857 jiwa 607 KK, dengan rincian 908 jiwa laki-laki dan 928 jiwa perempuan.

Pengembangan Teknologi Dam Parit untuk Penanggulangan Banjir dan Kekeringanyusuf_eff, 22/2/2010 Banjir dan kekeringan disebabkan oleh faktor distribusi curah hujan yang tidak merata sepanjang tahun. Walaupun jumlah curah hujan relatif tetap namun mengalami penurunan periode distribusinya. Periode musim kemarau meningkat durasinya, sementara musim hujan terjadi dalam periode singkat, sehingga curah hujan hanya sebagian kecil saja yang dapat ditampung oleh tanah melalui infiltrasi dan intersepsi sebagai cadangan air dan sebagian besar ditransfer menjadi aliran permukaan.
Keadaan ini akan menimbulkan dampak kekeringan di musim kemarau, sedangkan di musim hujan terjadi erosi dan banjir dengan besaran yang terus meningkat. Pengembangan teknologi dam parit dirancang untuk memanen hujan dan aliran permukaan dari daerah tangkapan air kemudian sebagian dialirkan ke areal pertanian (target irigasi). Dam parit yang dibangun pada alur sungai dapat menambah kapasitas tampung sungai, memperlambat laju aliran, meresapkan air ke dalam tanah (recharging). Teknologi ini dianggap efektif karena secara teknis dapat menampung volume air dalam jumlah relatif besar dan mengairi areal yang relatif luas karena dapat dibangun berseri (cascade series). Penelitian sebelumnya tentang pengembangan dam parit di kawasan Sub DAS Ciliwung (Jawa Barat), Sub DAS Kali Garang (Jawa Tengah), dan Sub DAS Opak-Oyo (DIY) secara nyata mampu mengurangi debit puncak dan waktu respon di musim hujan, meningkatkan luas areal serapan dan peningkatan cadangan air tanah serta aliran dasar sungai untuk peningkatan pengembangan pertanian. Untuk keperluan tersebut penelitian Pengembangan Teknologi Dam Parit untuk Penanggulangan Banjir dan Kekeringan perlu dilakukan pada berbagai lokasi dengan kondisi yang berbeda agar dapat diketahui keunggulan manfaat teknologi dam parit dalam peningkatan produktivitas lahan dan pengendalian banjir pada berbagai karakteristik DAS.

Pada tahun 2005 penelitian dilaksanakan di kawasan Sub DAS Cipamingkis, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, dan Sub DAS Ciangsana, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Informasi karakteristik DAS (topografi, tanah, penggunaan lahan, curah hujan, penguapan, jaringan hidrologi dsb.) digunakan sebagai dasar dalam menentukan potensi air permukaan yang dapat dipanen. Informasi tentang penggunaan lahan dan pola tanam untuk menentukan jumlah kebutuhan air melalui analisis kebutuhan air tanaman (neraca air) dan pembuatan jaringan irigasinya. Metodologi penelitian disusun seperti berikut: (1) Karakterisasi wilayah untuk menentukan lereng dan bentuk wilayah daerah peneitian. Dengan mengetahui keadaan topografinya dapat diketahui batas DAS (daerah tangkapan air dan target irigasi) serta jaringan hidrologi, (2) Karakterisasi tanah dilakukan dengan pengamatan morfologi tanah dilapang dan analisis sifat fisika tanah di boratorium, (3) Penggunaan lahan (luas, jenis dan sebaran penggunaan lahan) dan pola tanam dilakukan melalui pengamatan lapang dan wawancara dengan petani, (4) Analisis kebutuhan air dilakukan dengan metode analisis neraca air tanaman di daerah target irigasi, (5) Penentuan Jumlah, Posisi, dan dimensi Dam Parit ditentukan dengan memperhitungkan potensi air yang dapat dipanen, bentuk dan posisi badan jalur sungai serta kebutuhan air untuk tanaman, (5) Pembangunan Dam Parit dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya

alam yang tersedia (batu, pasir, tanah) dan sumberdaya manusia yang ada di daerah penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor memiliki bentuk wilayah melandai 8-15%, sebagian lainnya pada tebing sungai mempunyai lereng yang terjal (15-30%), sedangkan daerah penelitian di desa Sukamulya, kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut merupakan wilayah berbukit, lereng dominan 15 30% sebagian lainnya dengan lereng 30-45% terdapat di bagian lereng bukit sedangkan tebing bukit batu dengan lereng > 45% terdapat di lereng bukit Angsana.

Tanah di daerah Sukamakmur mempunyai solum sedang, warna coklat kekuningan, tekstur lempung berliat sampai liat, sudah mengalami perkembangan struktur, reaksi tanah masam. Sebagian lainnya mempunyai solum sedang, warna coklat kekuningan, tekstur liat, lapisan bawah terdapat bidang kilir pada permukaan stuktur, reaksi tanah agak masam, termasuk dalam subgroup Typic Dystrudepts dan Vertic Dystrudepts (Soil Taxonomy, USDA, 1998). Sedangkan tanah di wilayah sub DAS Ciangsana, Garut, berkembang dari bahan induk batuan volkan bersusun andesitis, berdasarkan karakteristiknya dapat dibedakan ke dalam 3 subgroup tanah. Bukit batu lereng > 30% menempati wilayah sebelah kanan termasuk Rock Oute. Tanah dengan lereng agak terjal 15-30 % penggunaan lahan kebun campuran, solum tanah sedang, tekstur lempung liat berpasir (Typic Dystrudepts). Tanah ini mempunyai infiltrasi sedang, permeabilitas sedang, tidak mudah longsor. Sedangkan lainnya tanah dengan lereng melandai, berteras, sawah, solum sedang drainase agak terhambat ( Aquic Dystrudepts).

Penggunaan lahan di daerah target irigasi Sub DAS Cipamingkis, Bogor berupa kebun campuran dengan kombinasi berbagai jenis tanaman keras dan tanaman semusim, sedangkan di daerah target irigasi Sub DAS Ciangsana, Garut berupa sawah; kebun campuran yang terdiri dari jenis tanaman pohon (mahoni, rambutan, kelapa, dan tanaman kayu lainnya) dan dibawahnya ditanami tanaman semusim seperti ubikayu, jagung, ubi rambat, dan jahe gajah; dan pemukiman.

Di daerah penelitian Sub DAS Cipamingkis, Bogor diketahui luas daerah tangkapan air (DTA) adalah seluas 2,121 ha dengan jumlah curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2794.9 mm, potensi air yang dapat dipanen dari curah hujan adalah sebesar 31,330.83 m3. Sedangkan sub DAS Ciangsana, Pakenjeng, Garut mempunyai DTA seluas 15,4 ha, jumlah curah hujan tahunan 2. 583 mm, potensi air yang dapat dipanen sebesar 400.378 m3/tahun. Berdasarkan kondisi lingkungan (topografi, bentuk jalur sungai dan debit air), telah dibangun dam parit dengan kapasitas 144 m di sub DAS Cipamingkis kecamatan Sukamakmur, dan 124 m di sub DAS Ciangsana, kecamatan Pakenjeng.

Pengaruh pembangunan dam parit dalam mengurangi resiko banjir dapat dilihat dengan meningkatnya waktu respon DAS melalui analisis debit. Sedangkan untuk mengurangi resiko kekeringan, dam parit dapat menampung air di musim hujan dan dapat didistribusikan di musim kemarau. Berdasarkan Gambar konstruksi dam parit diketahui bahwa debit sungai dan intensitas curah hujan tertinggi yang berpotensi menyebabkan terjadinya banjir di sub DAS Cipamingkis terjadi pada bulan Januari s/d Pebruari, sedangkan di Sub DAS Ciangsana pada bulan Januari. Pembangunan dam parit di Sub DAS Cipamingkis, Bogor dan Sub DAS Ciangsana, Garut dapat mengurangi volume aliran permukaan berturut-turut sebesar 14,6 % dan 20,8 % dibandingkan sebelum pembangunan dam parit.

Fungsi dam parit dalam mengurangi kekeringan dapat diketahui melalui analisis aliran permukaan yang dapat dipanen dengan kebutuhan air di daerah target irigasi. Berdasarkan Gambar Hubungan antara curah hujan dan debit Sub DAS Cipamingkis dapat diketahui bahwa kebutuhan air di Sub DAS Cipamingkis tidak dapat dipenuhi oleh debit aliran permukaan yang dapat dipanen, sehingga menyebabkan terjadinya cekaman air bagi tanaman yang terjadi selama kurang lebih 56 hari yaitu berlangsung dari tgl 24 Juli s/d 17 September. Selama periode tersebut, air yang ditampung dalam dam parit diperlukan untuk keperluan irigasi bagi tanaman maupun keperluan ternak. Berdasarkan analisis kebutuhan dan ketersediaan air di dalam dam parit 144 m3 dan aliran dasar sebesar 0,5 l/ detik atau 43,2 m3/hari, diketahui bahwa kebutuhan air sebesar 15.001 m3, sedangkan persediaan hanya 2.901 m3 atau 19,3 % dari kebutuhan, sehingga terjadi kekurangan sebesar 12.100 m3. Sedangkan berdasarkan analisis kebutuhan dan ketersediaan air di Sub DAS Ciangsana, dengan kapasitas dam parit 124 m3 dan aliran dasar sebesar 5,1 l/detik atau 440,6 m3/hari, diketahui bahwa kebutuhan air sebesar 15.917 m3 sedangkan persediaan mencapai 20.889 m3 sehingga terjadi surplus sebesar 4.972 m3 atau 31,2 % dari kebutuhan. Perhitungan ini adalah untuk pola tanam padi palawija - bera sebagaimana keadaan sebelum ada dam parit. Dengan kelebihan tersebut maka kelebihan air akibat pembangunan

dam parit dapat merubah pola tanam menjadi padi padi palawija atau padi palawija palawija, atau dengan perkataan lain pembangunan dam parit dapat meningkatkan IP dari 200 % menjadi 300% pada lahan seluas 5,0 ha. Berdasarkan simulasi neraca air Simulasi potensi hasil tanaman sub DAS Cipamingkis, Bogor, dan Sub DAS Ciangsana, diketahui bahwa di sub DAS Cipamingkis periode defisit terjadi bulan April sampai dengan Agustus. Dengan demikian pemberian irigasi suplementer harus dilakukan mulai Bulan Juli sampai dengan Agustus sebanyak 4 mm/hari atau setara dengan 40 m3/hari/ha selama 45 hari berturut-turut. Untuk luas areal target 4,95 ha diperlukan air sebanyak 198 m3/hari. Debit harian aliran dasar pada anak sungai yang menjadi sumber air bagi dam parit hanya 43,2 m3/hari, sehingga hanya cukup untuk memenuhi irigasi tambahan seluas 1 ha. Di wilayah Sub DAS Ciangsana Garut kekurangan air untuk tanaman terjadi mulai bulan April sampai dengan bulan Juli. Dengan demikian pemberian irigasi suplementer harus diberikan mulai Bulan Juni sampai dengan September rata-rata 2 mm/hari. Periode tersebut dipilih karena bertepatan dengan fase pembungaan untuk tanaman yang ditanam pada bulan April dan juga pada saat tanam untuk tanaman yang ditanam di bulan Agustus/September. Kebutuhan air sebanyak 2 mm atau setara 20 m3/hari/ha dan untuk keperluan domestik penduduk sebanyak 64 m3, sedangkan volume debit aliran dasar di Sub DAS ini adalah sebesar 440 m3, maka sisa debit dapat dipergunakan untuk mengairi areal pertanian seluas 18,8 ha. Dalam prakteknya pemberian irigasi dilakukan tergantung curah hujan aktual yang terjadi di lokasi.

Geografis MojokertoDitulis dalam mojokerto oleh alfaroby pada 12 Juni 2009

peta mojokerto

Tahukah anda, bahwa ketika anda mendengar kata mojokerto maka anda akan mengingat tentang salah satu kerajaan yang terbesar di nusantara yakni kerajaan majapahit dengan patih yang terkenal adalah patih gadjah mada. mojokerto terletak Propinsi Jawa Timur : batas utara : Gresik dan Lamongan batas selatan : Malang batas timur : Sidoarjo dan Pasuruan

batas barat : Jombang Mojokerto memiliki luas wilayah 872 km , dan terletak antara 15 m dan 3.156 m di atas permukaan laut. Mojokerto dibagi menjadi Kotamadya Mojokerto dan Kabupaten Mojokerto Secara topografis, Kota Mojokerto terletak pada ketinggian 22 meter dari permukaan laut dan kemiringan tanah 0% 3%. dan dapat disimpulkan bahwa Kota Mojokerto memiliki permukaan tanah yang relatif datar. Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kota Mojokerto sebagian besar terdiri dari aluvial (62.74%) dan grumosol (37.26%). Dari kondisi tersebut jenis tanah di Kota Mojokerto merupakan tanah yang cukup baik untuk usaha pertanian, karena tanah tersebut terdiri dari endapan tanah liat bercampur dengan pasir halus, berwarna hitam kelabu dengan daya penahan air yang cukup baik dan banyak mengandung mineral yang cukup baik bagi tumbuh-tumbuhan. Iklim di wilayah Kota Mojokerto dicirikan dengan adanya musim hujan dan musim kemarau dengan curah hujan rata-rata 10,58 mm. Sedangkan temperatur mencapai 220 310 dengan kelembaban udara 74,3 84,8 Mb / hari dan kecepatan angin rata-rata berkisar 3,88 6,88 knot / bulan. Pemukiman = 44,14 % Pendidikan = 0,79 % Industri = 4,34 % Pertanian = 41,76 % Usaha Perdagangan = 2,76 % Perkantoran = 2,46 % Kesehatan = 0,66 % Sarana Perhubungan= 2,40 % Kuburan / makam = 0,04 % Lapangan Olahraga = 0,15 % Peribadatan = 0,21 % Lain-lain = 0,24 % (Sumber Data : BPN Kota Mojokerto) referensi : wikipedia, google map

ADVERTISE MENT

MOJOKERTOTuesday, 24 August 2010 07:00Share

Mojokerto adalah

nama

kabupaten

di

Provinsi

Jawa

Timur. Era otonomi daerah membuat Mojokerto terpecah menjadi kota dan kabupaten. Kabupaten Mojokerto terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Sementara kota Mojokerto hanya memiliki dua kecamatan, yakni Magersari dan Prajurit Kulon.

SEJARAH Menurut sumber sejarah, Raden Wijaya sebenarnya adalah mantu Ke(rtana-gara yang masih terhitung keponakan. Kitab Pararaton menyebutkan bahwa ia mengawini dua anak sang raja sekaligus, tetapi kitab Na-garakerta-gama menyebutkan bukannya dua melainkan keempat anak perempuan Ke(rtanagara dinikahinya semua. Pada waktu Jayakatwang menyerang Singhasa-ri, Raden Wijaya diperintahkan untuk mempertahankan ibukota di arah utara. Kekalahan yang diderita Singhasa-ri menyebabkan Raden Wijaya mencari perlindungan ke sebuah desa bernama Kudadu, lelah dikejar-kejar musuh dengan sisa pasukan tinggal duabelas orang. Berkat pertolongan Kepala Desa Kudadu, rombongan Raden Wijaya dapat menyeberang laut ke Madura dan di sana memperoleh perlindungan dari Aryya Wiraraja, seorang bupati di pulau ini. Berkat bantuan Aryya Wiraraja, Raden Wijaya kemudian dapat kembali ke Jawa dan diterima oleh raja Jayakatwang. Tidak lama kemudian ia diberi sebuah daerah di hutan Te(rik untuk dibuka menjadi desa, dengan dalih untuk mengantisipasi serangan musuh dari arah utara sungai Brantas. Berkat bantuan Aryya Wiraraja ia kemudian mendirikan desa baru yang diberi nama Majapahit.

GEOGRAFI Mojokerto memiliki luas wilayah 872 km , dan terletak antara 15 m dan 3.156 m di atas permukaan laut. Mojokerto dibagi menjadi Kotamadya Mojokerto dan Kabupaten Mojokerto

TOPOGRAFI Wilayah Kabupaten Mojokerto cenderung di tengah dan tinggi di bagian selatan dan utara. Bagian selatan merupakan wilayah pegunungan yang subur, meliputi Kecamatan Pacet, trawas, Gondang dan jatirejo. Bagian tengah merupakan wilayah dataran, sedangkan bagian utara merupakan daerah perbukitan kapur yang kurang subur.

Sekitar 30% dari seluruh wilayah Kabupaten Mojokerto kemiringan tanahnya lebih dari 15 derajat, sedangkan sisanya merupakan wilayah dataran dengan tingkat kemiringan lahan kurang dari 15 derajat. Letak ketinggian kecamatan-kecamatan di wilayah Kabupaten Mojokerto rata-rata berada dibawah 500 m dari permukaan laut, kecamatan yang memiliki ketinggian tertinggi adalah Kecamatan pacet, dimana ketinggiannya berada pada lebih 700 m dari permukaan laut.

Secara administratif wilayah Kabupaten Mojokerto terdiri dari 18 kecamatan, 304 desa. Luas wilayah secara keseluruhan Kabupaten mojokerto adalah 692,15 km2, dimana bila kita amati wilayah Kecamatan Dawarblandong merupakan kecamatan dengan luas wilayah terbesar.

Sementara Kota Mojokerto terletak pada ketinggian 22 meter dari permukaan laut dan kemiringan tanah 0% 3%. dan dapat disimpulkan bahwa Kota Mojokerto memiliki permukaan tanah yang relatif datar.

Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kota Mojokerto sebagian besar terdiri dari aluvial (62.74%) dan grumosol (37.26%). Dari kondisi tersebut jenis tanah di Kota Mojokerto merupakan tanah yang cukup baik untuk usaha pertanian, karena tanah tersebut terdiri dari endapan tanah liat bercampur dengan pasir halus, berwarna hitam kelabu dengan daya penahan air yang cukup baik dan banyak mengandung mineral yang cukup baik bagi tumbuh-tumbuhan.

Pemukiman Pendidikan Industri

44,14 % 0,79 % 4,34 %

Pertanian 41,76 % Usaha Perdagangan 2,76 % Perkantoran Kesehatan Sarana Kuburan /makam 2,46 % 0,66 % 2,40 % 0,04 %

Lapangan Olahraga 0,15 % Peribadatan 0,21 % Lain-lain 0,24 %

Iklim di wilayah Kota Mojokerto dicirikan dengan adanya musim hujan dan musim kemarau dengan curah hujan rata-rata 10,58 mm. Sedangkan temperatur mencapai 220 310 dengan kelembaban udara 74,3 84,8 Mb / hari dan kecepatan angin rata-rata berkisar 3,88 6,88 knot / bulan.

DEMOGRAFI Menurut hasil regrestrasi dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten penduduk sampai dengan bulan Juni 2010 jumlah penduduk Kabupaten Mojokerto berjumlah 1.080.655. Jumlah penduduk laki-laki 543.445 sedang jumlah penduduk perempuan 537.210, sek rasio penduduk Kabupaten Mojokerto sampai dengan bulan Juni 2010 adalah 1,011 hal ini berarti bahwa penduduk laki-laki Kabupaten Mojokerto lebih banyak dibanding perempuan. Kepadatan penduduk rata Kabupaten Mojokerto sampai dengan bulan Juni 2010 adalah 1.561,30 jiwa setiap km2.

Jumlah Penduduk Kabupaten Mojokerto Berdasarkan Jenis KelaminBULAN : JUNI 2010 JUMLAH JUMLAH KK LAKI-LAKI PEREMPUAN PENDUDUK 20.955 20.441 41.396 12.334 21.075 20.880 41.955 12.642 28.035 27.992 56.027 17.651 JENIS KELAMIN

NO

KECAMATAN

1 JATIREJO 2 GONDANG 3 PACET

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

TRAWAS NGORO PUNGGING KUTOREJO MOJOSARI DLANGGU BANGSAL PURI TROWULAN SOOKO GEDEG KEMLAGI JETIS DAWARBLANDONG MOJOANYAR JUMLAH

14.735 38.600 36.832 30.791 38.766 27.571 25.148 36.213 36.537 37.209 30.332 29.204 41.396 25.247 24.799 543.445

14.813 38.545 36.382 30.063 37.720 27.411 24.555 35.809 35.911 36.392 29.943 29.434 40.844 25.896 24.179 537.210

29.548 77.145 73.214 60.854 76.486 54.982 49.703 72.022 72.448 73.601 60.275 58.638 82.240 51.143 48.978 1.080.655

9.035 23.121 22.088 18.102 22.454 16.229 14.931 20.494 21.822 20.177 18.035 17.215 24.772 15.386 14.026 320.514

Jumlah Penduduk Kabupaten Mojoketo Berdasarkan Struktur Umur Dan Jenis Kelamin BULAN : JUNI 2010

GOLONGAN UMUR

JUMLAH PENDUDUK

JENIS KELAMIN (JIWA) LAKI-LAKI PEREMPUAN 1 0 Th - 4 Th 28.672 26.980 2 5 Th - 9 Th 40.742 38.189 3 10 Th - 14 Th 47.418 44.462 4 15 Th - 19 Th 44.701 42.834 5 20 Th - 24 Th 44.355 43.134 6 25 Th - 29 Th 51.631 51.927 7 30 Th - 34 Th 49.065 47.712 8 35 Th - 39 Th 49.582 48.989 9 40 Th - 44 Th 47.203 46.830 10 45 Th - 49 Th 38.934 38.872 11 50 Th - 54 Th 32.248 30.532 12 55 Th - 59 Th 23.193 21.296 13 60 Th - 64 Th 15.487 17.095 14 65 Th - 69 Th 13.258 15.299 15 70 Th - 74 Th 8.425 10.951 16 > 75 8.531 15.108 543.445 537.210 Jumlah Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

NO

(TAHUN)

JMLH TOTAL KUMULATIF (JIWA) (JIWA) 55.652 55.652 78.931 134.583 91.880 226.463 87.535 313.998 87.489 401.487 103.558 505.045 96.777 601.822 98.571 700.393 94.033 794.426 77.806 872.232 62.780 935.012 44.489 979.501 32.582 1.012.083 28.557 1.040.640 19.376 1.060.016 20.639 1.080.655 1.080.655

Komoditas

Unggulan

Mojokerto

Telur asin, Bebek asap, dan Day Old Duck Sentra Itik Modopuro di Kecamatan Mojosari dan Kecamatan Bangsal. Telur yang dihasilkan mencapai sebanyak 150.000 butir/tahun dengan harga berkisar Rp. 700 ,- perbutir. Bebek asap buatan Institut Bina Mandiri Desa Padi Kecamatan Gondang dapat dipesan seharga Rp. 20.000,- s/d Rp. 35.000.,dengan rasa yang paling enak. Produksi DOD (Day Old Duck) itik umur sehari tahan pengiriman jarak jauh.

Industri Jamur Merupakan Pruduk unggulan dengan kandungan gizi sangat tinggi sehingga cocok untuk menu seharihari. Budidaya Jamur Kuping banyak dijumpai di Kecamatan Gondang Desa Padi dan

Kecamatan Pacet Desa Celaket. Sedangkan Jamur Tiram banyak dibudidayakan di Kecamatan Trawas Desa Trawas dan Kecamatan Pacet Desa Celaket. Pemasaran meliputi Bali, Malang Surabaya dan kota besar lainnya.

Tape Ketan Hitam Setiap wisatawan yang berkunjung ke tempat wisata/rekreasi di Kabupaten Mojokerto khususnya Pacet dan sekitarnya, pasti akan menemukan penjual tape ketan ireng/hitam secar pikulan.Tape ketan ireng banyak diproduksi oleh masyarakat Desa Centong Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto, biasanya tape ketan ireng tersebut dinikmati dengan dicampur jadah (nama kue dari ketan putih) Rasanya sangat nikmat dan manis. Pemasaran tape ketan ireng banyak dijual ditempat rekreasi di Kabupaten Mojokerto, prigen dan Batu Malang.

Kerupuk

Rambak

Kerupuk rambak di Kabupaten Mojokerto paling banyak dihasilkan di Desa Domas Kecamatan Trowulan dan Desa Kauman Kecamatan Bangsal.Produksi yang dihasilkan mencapai 15 kg/produsen/hari. Selain kerupuk rambak terdapat pula kerupuk dengan bahan dasar ketela pohon yang memiliki rasa kentang dari desa Domas Kecamatan Trowulan dan Desa Dinoyo Kecamatan Jatirejo. Produksi yang dihasilkan sekitar 3 kw/hari/produsen.

Petani Lebah Madu Petani peternak lebah madu di Kabupaten Mojokerto banyak terdapat di desa Cembor, Celaket dan Kemiri Kecamatan Pacet, Trawas dan Desa Tampungrejo Kecamatan Puri. Di Kecamatan Pacetdan Trawas para petani peternak lebah madu dibina oleh Perum Perhutani, Dinas Perkebunann dan Kehutanan Kabupaten Mojokerto. Madu yang dihasilkan bermutu baik dan mempunyai rasa yang khas sesuai dengan kondisi alam Kecamatan Pacet dan Trawas yang sejuk dikelilingi tanaman pinus, tanaman hias dan buah-buahan. Mudah didapat di Kecamatan Trawas.

Industri Kecil Kacang Mente Industri kecil "Kacang Mente" banyak dijumpai di Desa Wonosari Kecamatan Ngoro. Petani jambu mente yang berfungsi sebagai pemasok biji mente berada tersebar hampir diseluruh kecamatan di Mojokerto. Sedang yang merupakan sentra tanaman Jambu mente berada di Kecamatan Ngoro, Dawar blandong dan Jetis.Kacang mente ini banyak dijumpai di depot,restaurant dan supermaket.

Pisang Cavendis Salah satu jenis pisang yang banyak dikembangkan dan dibudidayakan di Kabupaten Mojokerto adalah pisang cavendis. Sentra budidaya cavendis ini berada di desa-desa di Kecamatan Gondang. Pisang cavendis ini dapat diolah menjadi pasta pisang (pure), keripik pisang dan disajikan sebagai buah segar. Pisang cavendis ini apabila disajikan sebagai buah segar sangatlah menarik karena buahnya yang cukup besar. Harga persisir berkisar antar 5000 s/d 10.000 dengan area pemasaran meliputi supermaket di Jakarta, Surabaya, malang serta banyak dijumpai di pasar-pasar dan depot baik di wilayah Mojokerto maupun luar Kabupaten Mojokerto.

Mangga Kabupaten Mojokerto merupakan sentra penghasil mangga gadung, setiap wilayah kecamatan banyak terdapat tanaman mangga gadung. Namun penghasil terbanyak buah mangga gadung berada di Kecamatan Puri dan Kecamatan Dlanggu. Area pemasaran buah mangga ini meliputi beberapa kota besar antar lain Surabaya, Malang Semarang dan Jakarta serta kota-kota lainnya. Produksi mangga gadung di Kabupaten Mojokerto mencapai sekitar 20.000 ton pertahunnya.

Kerajinan

Bordir

Pengrajin bordir ini banyak memproduksi pakaian wanita, kerudung, topi dan lain-lain denga motif yang menarik dan kualitas yang baik. Di Kabupaten Mojokerto ada pengrajin bordiir sebanyak 35 unit usaha denga produksi mencapai 2.000 unit setiap bulannya. Sentra kerajinan Bordir di Kabupaten Mojokerto berlokasi di 1. Desa Sooko Kecamatan Sooko

2. Desa Balongmojo Kecamatan Puri 3. Desa Jotangan Kecamatan Mojosari 4. Desa Jatirejo Kecamatan Jatirejo 5. Desa Ngares Kidul Kecmatan Gedeg.

Kerajinan Sepatu Sentra industri kecil sepatu berlokasi di Kecamatan Sooko (Desa Wringin Rejo, Japan, Karang Kedawang, Jampirogo dan Sambiroto), Kecamatan Trowulan (Desa Pakis), Kecamatan Pungging (Desa Tunggal Pager) dan Kecamatan Puri (Desa Balongmojo, Medali). Pemasaran disamping memenuhi pasar lokal, juga kota-kota besar di Jawa dan luar jawa serta ekspor ke luar negeri.

Kerajinan

Cor

Kuningan

Kabupaten Mojokerto mempunyai sentra kerajinan Cor Kuningan di Kecamatan Trowulan. Produk cor kuningan bermacam-macam bentuk antara lain : Patung Gajah Mada, bentuk bintang dan bentukbentuk lain yang sangat menarik. Pemasaran banyak dilakukan ekspor baik langsung maupun melalui Pulau Bali dan dikirim kota-kota besar Jakarta dan Surabaya serta kota-kota lainnya.

Kerajinan

Kayu

(Perahu

Phinisi)

Kerajinan Kayu Perahu Phinisi sangat indah dan menarik untuk menghiasi rumah-rumah dan gedung. Perahu Phinisi banyak diproduksi oleh para Pengrajin Kayu di Kabupaten Mojokerto khususnya di Desa Sumber Jati, Kecamatan Puri, Desa Wringinrejo Kecamatan Sooko, Desa Bangsal Kecamatan Bangsal. Pengrajin Kayu setiap bulan mampu memproduksi Perahu Phinisi sebanyak 100 buah dengan harga perbuah bervariasi antara Rp. 25.000,- s/d Rp. 1.000.000,- tergantung pada bentuk dan besar perahu phinisi.

Kerajinan Fiber Glas / Gift Desa Pakis Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto sebagai sentra Kerajinan mainan dari bahan

Gift/fiber glass dengan produksi mencapai 10.000 unit perbulannya. Pemasaran, dengan harga bervariasi antara 1.000,- sampai dengan Rp. 10.000,- tergantung model/bentuk dan besarnya mainann tersebut. Pada saat ini pengrajin gift/fiber glas, mulai memperoleh pesanan untuk pembuatan bamper mobil dan variasi mobill, bermitra usaha dengan perusahaan di Surabaya.

Kerajinan Tas dan Dompet Produksi tas dan dompet, mempunyai kualitas yang baik dan mempunyai daya saing yang tinggi. Sebagian besar produk tas dan dompet dari Kabupaten Mojokerto, selain dipasarkan di kota kota besar di Indonesia juga diekspor ke Arab Saudi, Malaysia dan negara lain. Sentra Industri Kecil Tas dan Dompet berlokasi di Desa : 1. Mojorejo dan Banjarsari (Kecamatan Jetis) 2. Jampirogo dan Kedung Maling (Kecamatan Sooko) 3. Tulang pager dan Sekargadung (Kec, Pungging).

Kerajinan Bambu Di Kabupaten Mojokerto banyak ditemui sentra kerajinan bambu yang berlokasi di Kecamatan Gondang (Desa Karang Kunten dan Bening), Kecamatan Kemlagi (Desa Mojopilang), Kecamatan Dawarblandong (Desa Gunungan), Kecamatan Jetis (Desa Mojorejo) dan Kecamatan Trowulan (Desa Domas dan Kejagan). Kerajinan bambu ini bermacam-macam bentuk antara lain mainann lamu gantung dan tempel, tudung saji, kursi tamu, keranjang dan lain-lain, khususnya untuk Kecamatan Gondang, trowulan, sedangkan untuk Desa Mojopilang Kecamatan Kemlagi memproduksi kurungan ayam, desa Mojorejo Kecamatan Jetis memproduksi sangkar burung dan gembol. Pemasaran, ke kotakota disekitar Mojokerto dan sebagian sebagai produk ekspor. Harga produk bervariasi antara Rp. 1.000,s/d Rp. 100.000,per unit.

Kerajinan

Perak

Kerajinan perhiasan perak berada di Ds. Batankrajan (Kec. Gedeg), Ds. Mojodadi (Kec. Kemlagi). Pengrajin perhiasan perak mampu memproduksi 2.000 unit setiap bulan. Pemasaran baik lokal maupun nasional.

PDRB

MOJOKERTO

Angka PDRB Kabupaten Mojokerto atas dasar harga berlaku (ADHB) selama kurun waktu tiga tahun terakhir masing-masing adalah Rp. 8.479.282.24 juta (2006), Rp. 9.628.542,87 juta (2007) dan Rp. 11.148.068,58 juta (2008).

Angka PDRB Kabupaten Mojokerto atas dasar harga konstan (ADHK) 2000 selama kurun waktu tiga tahun terakhir masing-masing Rp. 4.825.150,21 juta (2006) Rp. 5.111.149.58 juta (2007), dan Rp. 5.411.938,53 juta (2008).

Peranan sektoral terhadap pembentukan ADHB tahun 2005, terbesar pada sektor industri pengolahan (32,29 %) , diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran (25,53%), dan sektor pertanian (20,22%). Kontribusi terkecil adalah sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih sebesar 1,01%

Berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 terlihat selama kurun waktu tiga tahun terakhir kondisi perekonomian Kabupaten Mojokerto secara perlahan mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mojokerto sebesar 5,47 persen (2006), 5.93 persen (2007) dan 5,88 persen (2008. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mojokerto tahun 2008 meningkat terutama didukung oleh pertumbuhan pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang tumbuh sebesar 8,49 persen dan sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 3,62 persen

DAFTAR PUSTAKA:

Sejarah Nasional Indonesia Jilid II, 1984,hal 420-445, Balai Pustaka,Jakarta Sejarah Mojokerto, Mojokertokab.go.id kabupaten.wongmojokerto.net BPN Kota Mojokerto

Read more: MOJOKERTO

GEOGRAFI PENGEMBANGAN WILAYAH

Feb 18, '08 7:27 AM untuk semuanya

PENDEKATAN GEOGRAFI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

Maret 4, 2007Oleh : DR. Djoko Harmantyo, MS

Staf Pengajar Departemen Geografi FMIPA-UI Pengantar Tulisan ini disusun untuk memenuhi permintaan Panitia Penyelenggara Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Geografi Dalam Persiapan Sertifikasi Guru. Oleh karena itu tulisan ini disusun sedemikian rupa di samping memuat konsep berpikir logis dan rasional serta landasan teoritis juga disampaikan bagaimana metode mengajar Geografi pada tingkat pendidikan sebelum memasuki dunia perguruan tinggi. Materi tulisan disampaikan sesederhana mungkin agar mudah dipahami oleh para peserta pelatihan dengan asumsi para peserta adalah guru yang mengajar pelajaran Geografi. PENDAHULUAN Bidang ilmu Geografi pada dasarnya mempelajari berbagai komponen fisik muka bumi, mahluk hidup (tumbuhan, hewan dan manusia) di atas muka bumi, ditinjau dari persamaan dan perbedaan dalam perspektif keruangan yang terbentuk akibat proses interaksi dan interrelasinya. Untuk mempermudah mempelajarinya, berbagai persoalan keruangan (spatial problems) dirumuskan dalam rangkaian pertanyaan : Apa jenis fenomenanya? Kapan terjadinya? Di mana fenomena tersebut terjadi? Bagaimana dan kenapa fenomena tersebut terjadi di daerah tersebut dan tidak terjadi di daerah lainnya? Fenomena keruangan, atau fenomena geografis, baik tentang aspek fisik maupun aspek non-fisik serta interaksi dan interrelasi ke duanya, dalam proses belajar mengajar dapat dimulai dari yang paling sederhana seperti lokasi sekolah, lokasi pasar, kantor kelurahan atau kantor puskesmas, atau lokasi banjir, longsor, gempa bumi, dapat diungkap melalui pertanyaan bagaimana dan kenapa ada di tempat tersebut sedang di tempat lain tidak? Selanjutnya, adanya perbedaan kepadatan penduduk di wilayah perdesaan dan wilayah perkotaan, adanya perubahan pola penggunaan tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk sebagai contoh adanya peranan manusia dalam perubahan fisik muka bumi (mans role in changing the face of the earths). Fenomena keruangan saat ini yang menjadi issue global seperti konflik wilayah perbatasan antar Negara, terbentuknya ketimpangan ekonomi Negara Negara di dunia (ada yang sangat kaya dan sangat miskin), dampak perkembangan teknologi informasi yang bersifat tanpa batas (borderless) sebagai tantangan geograf di seluruh dunia untuk merespon bahwa the end of Geography adalah tidak terjadi. Interaksi dan interrelasi (*) Makalah disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Geografi Dalam Persiapan Sertifikasi Guru yang diselenggarakan oleh Ikatan Geograf Indonesia (IGI) bekerjasama dengan Depdiknas di Bandung tanggal 15-18 Nopember 2006.

(**) Staf Pengajar Departemen Geografi FMIPA-UI dan Ketua III IGI Pusat. antar ruang muka bumi masih nyata dengan adanya issue mengglobalnya penyakit menular yang mematikan seperti kasus penyakit SARS, kolera tahun 60-an, HIV Aids atau kekawatiran dunia saat ini terhadap issue penyakit Avian Influensa atau Flu burung yang memiliki kecenderungan terjadi pandemic. Sebagaimana bidang ilmu lain, ilmu Geografi juga memiliki alat ukur keruangan seperti jarak antar dua tempat, baik dalam satuan panjang, satuan nilai ekonomi dan satuan waktu, dan satuan luas (biasanya diekspresikan dalam bidang datar) dalam hektar atau km2, hasil perhitungan jumlah obyek, baik berdiri sendiri maupun dalam satuan luas (kepadatan) atau dalam satuan ratio. Di samping disajikan dalam bentuk diagram, table atau gambar profil, sarana penyajian informasi geografi paling efektif adalah dalam bentuk peta karena sebuah peta dapat memberikan penjelasan fenomena geografis dalam perspektif keruangan. Oleh karena keterbatasan media penyajian ruang muka bumi ke dalam bidang datar maka sebuah peta mensyaratkan adanya skala peta. Kita mengenal istilah skala kecil dan skala besar sesuai dengan tingkat informasi yang akan dihasilkan. Semakin besar skala peta maka informasi atau data yang dihasilkan semakin detil dan sebaliknya. Skala peta sangat tergantung pada tujuan pengguna peta. Teknik membuat peta dipelajari dalam Kartografi sebagai salah satu pelajaran inti dalam Geografi. Dengan adanya kemajuan teknologi computer saat ini dikenal teknologi GIS atau Sistem Informasi Geografi yang mampu menghasilkan sebuah peta relative secara lebih cepat dan akurat. Teknologi GIS juga dapat digunakan sebagai alat bantu analisis geografis. Secara teoritis, dalam menelaah suatu persoalan keruangan, Geografi memiliki tiga pendekatan utama yaitu (1) analisis spasial, (2) analisis ekologis dan (3) analisis komplek regional sebagai gabungan dari pendekatan (1) dan (2). Pendekatan ke tiga merupakan cara yang lebih tepat digunakan untuk menelaah fenomena geografis yang memiliki tingkat kerumitan tinggi karena banyaknya variable pengaruh dan dalam lingkup multi dimensi (ekonomi, social, budaya, politik dan keamanan). Salah satu contoh adalah telaah tentang pengembangan wilayah. PENGEMBANGAN WILAYAH Kegiatan pengembangan wilayah adalah suatu kegiatan yang memiliki dua sifat yaitu sifat akademis dan sifat birokratis dalam mengelola wilayah. Sifat akademis biasanya menggunakan istilah seyogyanya dan sifat terapan biasanya menggunakan istilah seharusnya. Dengan demikian, pendekatan geografi, dalam tulisan ini, dapat digunakan dan dapat pula tidak digunakan dalam kegiatan pengembangan wilayah tergantung kemauan politis pemegang kekuasaan. Suatu pendekatan yang sudah dipilih dan diputuskan oleh pengambil keputusan politis maka harus dilaksanakan oleh para pelaksana di lapangan dan tidak boleh menggunakan yang lain. Produk politik seperti itu biasa disebut Undang Undang atau berbagai peraturan lainnya. Tulisan ini mencoba

melakukan elaborasi sistim pembangunan yang berlaku saat ini dengan menggunakan pendekatan geografi. Berbeda dengan sistim pembangunan pada era orde baru yang bertitik tolak dari GBHN yang berisi garis besar rencana pembangunan yang ditetapkan oleh MPR, sistim pembangunan pada era reformasi saat ini bertolak dari Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang berisi rencana pembangunan (lima tahun) yang disusun oleh Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat dan setelah mendapatkan persetujuan dari DPR. Saat ini, pemerintah (pemerintah pusat) dan pemerintah daerah, dalam melaksanakan pembangunan mengacu pada UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atau dikenal dengan UU Otonomi Daerah sebagai amandemen dari UU nomor 22 dan 25 tahun 1999. Di samping itu berbagai UU lainnya seperti UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU nomor 25 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU nomor 2 tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang, UU nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan UU lainnya yang telah mendapatkan persetujuan DPR-RI digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan pembangunan. Namun demikian pada prakteknya sistim pembangunan saat ini tidak berbeda dengan masa yang lalu karena masih menggunakan istilah pembangunan sektoral dan pembangunan daerah. Bidang pembangunan dijabarkan dalam sector, program dan proyek pembangunan. Proyek merupakan jenjang terrendah dari hirarki istilah dalam pembangunan dan pada tahap ini pelaksanaannya membutuhkan dana dan tanah. Dan dapat dimengerti, hasil pelaksanaan dari proyek pembangunan tahap inilah yang akan merubah kualitas lingkungan hidup, apakah semakin baik atau sebaliknya malah banyak menimbulkan masalah baru bagi masyarakat. Konsepsi pembangunan wilayah pada dasarnya adalah pembangunan proyek proyek berdasarkan hasil analisa data spasial (Sandy dalam Kartono, 1989). Karena yang disajikan adalah fakta spasial maka ketersediaan peta menjadi mutlak diperlukan. Karena keseluruhan proyek berada di tingkat kabupaten/kota maka pemerintah kabupaten/kota mutlak perlu menyiapkan peta peta fakta wilayah dalam tema tema yang lengkap. Dalam lingkup pekerjaan inilah antara lain dituntut peran aktif para ahli geografi. Pengwilayahan data spasial untuk menetapkan proyek pembangunan disebut wilayah subyektif, sedang wilayah yang ditetapkan untuk suatu bidang kehidupan sebagai tujuan pembangunan (penetapan wilayah pembangunan) disebut wilayah obyektif. Implementasi wilayah pembangunan pada umumnya tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat. Produk akhir dari analisis data spasial disebut wilayah geografik sedang cakupan ruang muka bumi yang dianalisis disebut area/geomer/daerah.

Saat ini semakin dapat dirasakan bahwa perkembangan suatu daerah tertentu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh daerah sekitarnya mulai dari daerah tetangga sampai daerah yang lebih jauh jaraknya bahkan pengaruh dari bagian bumi lainnya. Dampak globalisasi telah membuktikan hal itu. Oleh karena itu, wilayah sebagai system spasial dalam lingkup kegiatan pengembangan wilayah merupakan subsistem spasial dalam lingkup yang lebih luas. Sebuah kabupaten/kota, dalam kegiatan pengembangan wilayah, di samping menganalisis data spasial kabupaten/kota yang bersangkutan, juga perlu memperhatikan paling tidak bagaimana perkembangan daerah sekitarnya (interregional planning). Sebuah kabupaten/kota tidak dapat hidup sendiri dan oleh karena itu perlu mengadakan kerja sama dengan daerah tetangganya. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, suatu proyek pembangunan daerah dilaksanakan pada tingkat kabupaten/kota sebagai unit terrendah dalam hirarki pembangunan. Proyek terkait dengan jenisnya dan dananya. Setelah jenis dan dananya disediakan maka tahap berikutnya adalah menetapkan di bagian mana dari daerah kabupaten/kota proyek tersebut akan dilaksanakan. Ada beberapa cara untuk menetapkan proyek pembangunan. Cara penetapan proyek biasanya dilakukan, pada tahap awal, melalui suatu kajian akademis antara lain berdasarkan pendekatan geografi, pendekatan ekonomi dan lainnya. Pendekatan geografi dilakukan melalui tahapan penetapan masalah, pengumpulan data dan analisis data mulai dari kegiatan penyaringan, pengelompokan, klasifikasi data, kegiatan pengwilayahan, korelasi dan analogi. Oleh karena adanya keragaman berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, berdasarkan kemampuan keuangan pemerintah dan skala waktu pelaksanaan, disusun skala prioritas proyek. Hasil korelasi secara spasial (tumpang tindih atau overlay peta wilayah) dapat ditunjukan masalah apa sebagai prioritas proyek dan di mana lokasi proyek tersebut dilaksanakan. Dalam pelaksanaanya, pendekatan geografi tidaklah sesederhana itu. Beberapa cara lain untuk menetapkan proyek pembangunan dapat disebutkan antara lain dengan menerapkan teori Economic Base, Multiplier Effect yang berkaitan dengan teori input-output dan penerapan teori lokasi,(Location Theory), teori pusat (Central Place Theory) dan penerapan teori Kutub Pengembanngan (Growth Pole Theory). .1. 2. Teori Lokasi. Paling tidak ada tiga hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan lokasi proyek pembangunan yaitu (1) pengeluaran terrendah (2) jangkauan pemasaran dan (3) keuntungan tertinggi. Teory Pusat Pelayanan. Pola ideal yang diharapkan terbentuk, asumsi homogin dalam hal bentuk medan, kualitas tanah dan tingkat ekonomi penduduk serta budayanya, Christaller menyajikan bentuk pola pelayanan seperti jejaring segi enam (hexagonal). Bentuk pola pelayanan hexagonal ini secara teoritis mampu memperoleh optimasi dalam hal efisiensi transportasi, pemasaran dan administrasi (Haggett, 2001). Teori Kutub Pertumbuhan. Berbeda dengan Christaller yang berlatar belakang ahli Geografi, teori Kutub Pertumbuhan diprakarsai dan dikembangankan oleh para ahli ekonomi. Teori ini melahirkan konsep ekonomi seperti konsep Industri Penggerak (leading industry), konsep Polarisasi dan konsep penularan (trickle atau

3.

spread effect).

Beberapa kelemahan penerapan cara cara di atas dalam penetapan proyek pembangunan dihadapkan pada factor politis pengambil kebijakan di tingkat kabupaten/kota utamanya pada era otonomi daerah saat ini, factor ketersediaan dana dan bidang tanah tempat dilaksanakannya proyek tersebut. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa pendekatan geografi menjadi factor kunci dalam kegiatan penetapan proyek pembangunan berdasarkan penetapan prioritas secara tepat. PENUTUP Pendekatan geografi dalam pengembangan wilayah paling tidak menggabungkan dua hal yang berbeda dalam substansi analisis yaitu domain akademik dan domain birokratik. Pendekatan geografi yang telah diuraikan di atas adalah suatu pendekatan akademis yang bersifat logis dan rasional karena obyek terapannya dalam konteks ruang muka bumi yang karena sifatnya disebut wilayah. Oleh karena itu peta menjadi instrument dasar, baik pada tahap awal maupun akhir dari kegiatan pengembangan wilayah. Secara sederhana, karena contoh pengembangan wilayahnya di Indonesia, usaha untuk memperoleh hasil/manfaat yang lebih baik dari kegiatan pengembangan atau pembangunan suatu wilayah selalu berorientasi pada kehendak pemegang kedaulatan atas wilayah yang dimaksud yaitu rakyat yang diekspresikan dalam perangkat UU. Karena pada dasarnya kegiatan pengembangan wilayah diarahkan untuk sebesar besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, lahir dan batin, argument dari sudut pandang ekonomi, social budaya dan keamanan tidak dapat diabaikan dalam pengembangan wilayah. Para peserta pelatihan diharapkan dapat menularkan esensi tulisan ini kepada para murid sekolah, dengan cara sederhana sesuai tingkat sekolahnya, dengan menggunakan kata kunci : location, place dan space, sebagai alat bantu menjelaskan berbagai fenomena geografis dalam perspektif keruangan.

BAHAN BACAAN Haggett, 2001; Geography. A Global Synthesis. Pearson Education Ltd, Prentice Hall,NY. Sandy, IM dalam Kartono, 1989; Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunaan Tanah Berencana Departemen Geografi FMIPA-UI Jakarta.

Undang Undang Otonomi Daerah, 2005,Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta Geografi Regional, 2005; Kumpulan Bahan Kuliah Program Pasca sarjana Ilmu Geografi Departemen Geografi FMIPA-UI .Sebelumnya: LAPORAN ACTION RESEARCH Selanjutnya : PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA