Modul Sistem Drainase
description
Transcript of Modul Sistem Drainase
1
MODUL MATERI KULIAHSISTEM DRAINASEIr Agus Hariwahyudi, Msc dan Ir Yusuf Muttaqin, MT(dari buku Drainase Prof Suripin)
BAB 1 Sistem Drainase BAB 1 Sistem Drainasi
Air hujan yang jatuh di suatu daerah perlu dialirkan atau dibuang agar tidak terjadi genangan atau banjir. Caranya yaitu dengan pembuatan saluran yang dapat menampung air hujan yang mengalir di permukaan tanah tersebut. Sistem saluran di atas selanjutnya dialirkan ke sistem yang lebih besar. Sistem yang paling kecil juga dihubungkan dengan saluran rumah tangga, sistem bangunan infrastruktur lainnya. Sehingga apabila cukup banyak limbah cair yang berada dalam saluran tersebut perlu diolah (treatment). Seluruh proses ini disebut dengan sistem drainase.
Drainase pada prinsipnya terbagi atas 2 (dua) macam yaitu: drainase untuk daerah perkotaan dan drainase untuk daerah pertanian. Sistem drainase yang dijelaskan saat ini adalah sistem drainase perkotaan.
Pada perencanaan dan pengembangan sistem drainase kota perlu kombinasi antara perkembangan perkotaan, daerah rural dan daerah aliran sungai (DAS). Untuk pengembangan suatu wilayah baru di perkotaan, perancangannya harus disesuaikan dengan sistem draeinase alami yang sudah ada maupun yang telah dibuat.
Sesuai dengan prinsip sebagai jalur pembuangan maka pada waktu hujan, air yang mengalir di permukaan diusahakan secepatnya dibuang agar tidak menimbulkan genangan-genangan yang dapat mengganggu aktivitas di perkotaan dan bahkan dapat menimbulkan kerugian sosial ekonomi terutama yang menyangkut aspek-asperk kesehatan lingkungan pemukiman kota. Namun bagi pengembangan sumber daya air, perlu diperhatikan pula daerah resapan yang bisa difungsikan, sehingga air hujan tidak terbuang percuma ke laut karena merupakan sumber air yang dipakai pada musim kemarau.
Ukuran dan kapasiras saluran sistem drainase semakin ke hilir semakin besar, karena semakin luas daerah alirannya. BAB 1 Fungsi Drainase
Fungsi dari drainase adalah:
Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat pemukiman) dari genangan air atau banjir.
Apabila air dapat mengalir dengan lancar maka drainase juga berfungsi memperkecil resiko kesehatan lingkungan; bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya, dll.Drainase juga dipakai untuk pembuangan air rumah tangga. Semua sistem aliran pembuangan rumah dialirkan menuju sistem drainase. Dalam menentukan dimensi sistem drainase, intensitas hujan dengan periode ulang tertentu di suatu sistem jaringan drainase dipakai sebagai dasar analisis perhitungan karena kuantitasnya jauh lebih besar dibandingkan aliran dari rumah tangga atau domestik lainnya.
Di daerah perkotaan dengan permukiman yang padat pelaksanaan konstruksi maupun dan pemeliharaan sistem drainase sering kali mengalami berbagai kendala antara lain:
Kurangnya lahan untuk pengembangan sistem drainase karena sudah berfungsi untuk tata guna lahan tertentu yang permanen.
Pemeliharaan saluran juga mengalami kesulitan karena bagian atas sudah ditutup oleh bangunan.
Sampah terutama sampah domestik banyak menumpuk di saluran sehingga mengakibatkan pengurangan kapasitas dan penyumbatan saluran. Pemahaman masyarakat bahwa sungai (drainase) sebagai tempat buangan sudah menjadi budaya yang sulit untuk dihilangkan.
Akibat sampah, sedimentasi, atau tersumbatnya saluran maka perlu dilakukan pemeliharaan secara kontinyu. Kenyataan di hampir seluruh kota di Indonesia dana untuk pemeliharaan sangat terbatas.
Sistem drainase sering tidak berfungsi optimal akibat adanya pembangunan infrastruktur lainnya yang tidak terpadu dan tidak melihat keberadaan sistem drainase seperti jalan, kabel telkom, pipa PDAM.
Secara estetika, drainase tidak merupakan infrastruktur yang bisa dilihat keindahannya karena fungsinya sebagai pembuangan air dari semua sumber. Umumnya drainase di perkotaan kumuh dan berbau tak sedap.
BAB 1 Sistem Jaringan Drainase
Sistem jaringan drainase di dalam wilayah kota dibagi atas 2 bagian yaitu: drainase major dan drainase minor. Konfigurasi sistem drainase secara umum dapat dilihat gambar berikut ini.
Gambar 11. Konfigurasi sistem drainase perkotaan (Grigg, 1996 dengan modifikasi)
BAB 1 Sistem Drainase Makro (Utama)
Yang dimaksud dengan sistem drainase makro yaitu sistem saluran/badan air yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Biasanya sistem ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai-sungai. Sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama (lihat Gambar 1-1). Sistem ini merupakan penghubung antara drainase dan pengendalian banjir. Debit rencananya dipakai untuk sistem drainase ini periode ulang lebih antara 5 sampai 10 tahun. Sedangkan untuk pengendalian banjir di Indonesia mengingat keterbatasan dana untuk sungai-sungai besar dipakai periode ulang antara 25 sampai 50 tahun.
Di daerah yang berbukit atau daerah yang kemiringan tanahnya cukup, masalah pembuangan atau pengaliran air tidak begitu sulit pemecahannya, karena perbedaan tingginya cukup besar air dapat mengalir sangat cepat. Akan tetapi di daerah yang datar terutama di daerah pantai yang terkena pengaruh pasang surut, kadang-kadang tidak terdapat beda tinggi yang memadai untuk air mengalir dalam keadaan normal. Kemiringan yang landai bahkan mendekati nol menyebabkan kecepatan air sangat lambat. Bila ada kenaikan muka air laut (air pasang) sering terjadi aliran balik (backwater), yaitu air dari laut mengalir ke hulu. Pemecahan drainase di daerah ini biasanya mengupayakan saluran selebar mungkin. Namun bila daerahnya sudah berkembang misalnya menjadi pemukiman yang padat, perencanaan sistem drainase akan sangat sulit. Pengukuran topografi yang (sangat) detail dan identifikasi di daerah aliran sungai atau drainase mutklak diperlukan untuk perencanaan sistem drainase ini.
Sistem makro biasanya meliputi saluran drainase primer dan sekunder.
BAB 1 Sistem Drainase Mikro
Yang dimaksud dengan drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan dimana sebagian besar di dalam wilayah kota. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah: Saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar.
Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2 dan 5 tahun tergantung pada tata guna tanah yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan pemukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro. Sistem mikro biasanya meliputi saluran drainase tersier dan kuarter
Dari segi konstruksinya sistem saluran/drainase mikro dapat dibedakan atas dua bagian yaitu:
1. Sistem saluran tertutup
Sistem ini cukup bagus digunakan di daerah perkotaan terutama untuk kota yang tinggi kepadatannya seperti kota Metropolitan dan kota-kota besar lainnya. Lahan yang tersedia sudah begitu terbatas dan mahal harganya, sehingga kadang-kadang tidak memungkinkan lagi untuk membuat sistem saluran terbuka. Walaupun tertutup sifat alirannya merupakan sifat aliran pada saluran terbuka yang mengalir secara gravitasi. Artinya saluran terbuka yang ada bagian atasnya ditutup agar dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain misalnya untuk side walk.
Berdasarkan fungsinya sistem saluran terpisah yaitu untuk mengalirkan air hujan saja ataupun untuk mengalirkan air limbah penduduk saja, dan dapat juga berupa gabungan dari kedua fungsi tersebut tergantung pada kepentingannya. Saluran tertutup ini dapat berupa pasangan batu kali, beton bertulang, tanah liat, plastik (PVC) atau bahan-bahan lain yang tahan karat (korosif). Pemasangannya dilakukan dengan cara menanamkannya beberapa meter di bawah muka tanah dan harus dapat mendukung beban lalu-lintas di atasnya.
Untuk saluran yang besar yang tidak dapat dibuat di luar (prefabricated) atau apabila kondisi setempat tidak mengijinkan maka sebagai alternatif dapat dipakai box beton bertulang. Biasanya harganya lebih tinggi dan masa pelaksanaanya lebih lama karena menunggu umur beton sampai cukup kuat menahan beban. Air hujan yang masuk ke dalam saluran melalui bangunan inlet atau catch basin. Pada outlet saluran dibuat juga konstruksi khusus untuk mencegah terjadinya erosi/gerusan. Untuk keperluan pengawasan pemeliharaannya, pada setiap belokan, perubahan dimensi atau bentuk dan pada setiap pertemuan saluran serta pada setiap jarak 2550 m dibuat bangunan pemeriksa (manhole).
Dengan sistem saluran tertutup ini kemungkinan terhadap penyalahgunaan saluran drainase yang biasanya terjadi seperti tempat pembuangan sampah atau tempat membuang kotoran manusia dapat dihindari serta memungkinkan pemanfaatan permukaan tanah untuk keperluan-keperluan lain.
Kesulitaan pelaksanaanya tidak terlepas pula dari masalah non teknis karena harus membongkar jalan umum, memindahkan instalasi-instalasi bawah tanah, tiang listrik, telepon dan lain-lain. Mutu pekerjaan harus benar-benar baik karena sifatnya yang sekali terpasang sulit untuk diubah kembali.
Manajemen pemeliharaannya juga harus baik, sebab meskipun dibandingkan dengan saluran terbuka lebih aman terhadap kerusakan, tetapi lebih sulit melaksanakannya. Mengingat biaya untuk pembuatan sistem saluran tertutup ini cukup besar dan memerlukan teknologi yang lebih tinggi baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaannya maka pada saat sekarang di Indonesia sistem ini belum begitu mendapat perhatian utama.
2. Sistem Saluran Terbuka
Dibandingkan dengan sistem saluran tertutup biaya pembuatan sistem saluran terbuka adalah lebih rendah dan tidak memerlukan teknologi yang begitu rumit sehingga sistem ini cenderung lebih sering digunakan sebagai alternatif pilihan dalam penanganan masalah drainase perkotaan mengingat sistem pemeliharaannya relatif mudah dilakukan. Saluran terbuka cocok dipakai apabila masih tersedia lahan yang cukup untuk keperluan ini.
Sistem saluran terbuka ini biasanya direncanakan hanya untuk menampung dan mengalirkan air hujan (sistem terpisah). Namun kebanyakan sistem saluran ini berfungsi sebagai saluran campuran (gabungan) dimana misalnya sampah dan limbah penduduk dibuang ke saluran terdebut. Persoalan sampah masih merupakan persoalan yang rumit karena di samping budaya menganggap saluran/sungai sebagai tempat buangan juga diakibatkan kapasitas tampungan sampah yang ada kurang memadai. Saluran yang baru selesai dibangun tidak dapat lagi berfungsi karena penuh timbunan sampah.
Di daerah pinggiran kota, saluran terbuka ini biasanya tidak diberi lining (lapisan pelindung). Perlindungan tebing cukup memakai gebalan rumput saja. Akan tetapi saluran terbuka di dalam kota harus diberi lining dengan beton, pasangan batu (masonry) ataupun dengan pasangan bata. Penampung saluran ini biasanya dibuat berbentuk trapesium. Namun kadang kadang mengingat kondisi lapangan misalnya karena keterbatasan lahan yang tersedia sudah tidak memungkinkan lagi maka penampang saluran dibuat persegi. Dasarnya dapat berupa setengah lingkaran atau datar maupun kombinasi dari keduanya. Apabila diperlukan, saluran ini dapat juga ditutup dengan plat beton. Tetapi harus dibuat lubang/celah pemasukan agar air dapat mengalir masuk ke dalam saluran lewat lobang ataupun celah celah plat tersebut.
BAB 1 Bentuk-Bentuk Saluran Drainase Dan Fungsinya
BAB 1 Bentuk-bentuk Saluran Terbuka
Sungai merupakan tipe umum dari saluran terbuka namun bentuk penampang melintangnya tidak beraturan. Umumnya, sungai menjadi pembuang utama dari seluruh jaringan drainase yang ada yang didesain untuk mengalir secara gravitasi. Namun ada pula sungai yang difungsikan selain sebagai drainase juga sebagai pengendali banjir.
Saluran terbuka untuk sistem drainase merupakan saluran buatan yang dibentuk dan didesain menurut fungsi dan lokasinya.
BAB 1 Bentuk-Bentuk Saluran Tertutup
Yang dimaksud dengan saluran tertutup dalam hal ini adalah sistem saluran yang berfungsi untuk mengalirkan air hujan ataupun air limbah penduduk yang konstruksinya ditanam pada kedalaman tertentu di dalam tanah yang disebut sistem sewerage. Walaupun tertutup alirannya mengikuti gravitasi yaitu aliran pada saluran terbuka. Biasanya saluran ini dibuat di daerah yang sudah padat, sehingga walaupun ada saluran drainase namun di bagian atasnya dapat difungsikan untuk keperluan lain misal sebagai sidewalk, jalan atau bangunan. Yang perlu diperhatikan adalah di tempat-tempat tertentu harus ada lubang (manhole) agar dapat dilakukan pembersihan dan pemeliharaan drainase secara rutin. Jarak manhole ini umumnya berkisar 25 m.
Bentuk-bentuk dan fungsi saluran terbuka dan saluran tertutup secara umum di antaranya dapat dilihat berikut ini
Tabel 11. Bentuk dan fungsi saluran tertutup (Sewerage)
No.Bentuk SaluranFungsinya
1.
2.
3
Lingkaran
Bulat Telur
PersegiBerfungsi untuk menyalurkan limpasan air hujan maupun limbah air bekas (air limbah) rumah tangga atau keduanya.
Konstruksi sistem saluran ini cocok dipakai untuk daerah pertokoan yang sangat padat dan lahan yang tersedia telah terbatas.
Berfungsi untuk menyalurkan air hujan dan limbah air bekas dimana fluktuasi debitnya besar.
Bentuk yang panjang mengecil ini berfungsi untuk mendapatkan kedalaman air yang cukup untuk dapat menghanyutkan endapan padat walaupun debitnya kecil.
Berfungsi untuk mengalirkan air hujan dalam jumlah besar di mana bagian atasnya terdapat bangunan. Walaupun daya alirannya tidak sebaik yang bebentuk bulat telur namun pelaksanaannya relatif lebih mudah.
Catatan: walaupun bentuk bangunan tertutup namun karena muka air tidak mengisi seluruh penampang maka sifat aliran air tetap aliran pada saluran terbuka.
Tabel 12. Bentuk bentuk umum saluran terbuka dan fungsinya
No.Bentuk SaluranFungsinya
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Trapesium
Kombinasi Trapesium dengan Segi mpat
Kombinasi Trapesium
dengan Setengah Lingkaran
SHAPE \* MERGEFORMAT
Segi Empat
SHAPE \* MERGEFORMAT
Kombinasi Segi Empat dengan Setengah Lingkaran
SHAPE \* MERGEFORMAT
Setengah Lingkaran
SHAPE \* MERGEFORMAT
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar. Sifat alirannya terus-menerus dengan fluktuasi kecil. Bentuk saluran ini dapat digunakan pada daerah yang masih cukup tersedia lahan.
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar dan kecil. Sifat alirannya berfluktuasi besar dan terus-menerus tapi debit minimumnya masih cukup besar.
Fungsinya sama dengan bentuk (2) sifat alirannya terus-menerus dan berfluktuasi besar dengan debit minimum kecil. Fungsi bentuk setengah lingkaran ini adalah untuk menampung dan mengalirkan debit minimum tersebut.
Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar.
Sifat alirannya terus-menerus dengan fluktuasi kecil.
Bentuk saluran segi empat ini digunakan pada lokasi jalur saluran yang tidak mempunyai lahan yang cukup/terbatas.
Fungsinya sama dengan bentuk (2) dan (3)
Berfungsi untuk menyalurkan limbah air hujan untuk debit yang kecil.
Bentuk saluran ini umum digunakan untuk salura-saluran rumah penduduk dan pada sisi jalan perumahan padat
Drainase tanpa pasangan hanya bentuk tanah merupakan saluran terbuka tanpa lapisan penguat, dengan persyaratan umum sebagai berikut:
Mempunyai kelandaian yang cukup untuk mengaliran air
Kecepatan aliran memenuhi persyaratan yang diinginkan, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan/pengendapan-pengendapan.
Kecepatan didesain berdasarkan konsep stable channel design yaitu ada keseimbangan antara degradasi dan agradasi.
Perhitungan debit dan dimensi saluran harus sudah memperhitungkan tanaman yang tumbuh di sepanjang saluran. Banyaknya tanaman akan meningkatkan kekasaran dinding dan dasar saluran yang mengakibatkan penurunan kecepatan air. Talud atau saluran stabil harus didesain dengan dengan kekuatan tanah. Biasanya dimensinya lebih besar dibandingkan dengan saluran berpasangan sehingga untuk daerah padat penduduk kurang efektif.
BAB 1 Bangunan-Bangunan Sistem Drainase dan Pelengkapnya
BAB 1 Bangunan-bangunan Sistem Saluran Drainase
Yang dimaksud dengan bangunan-bangunan dalam sistem drainase adalah bangunan-bangunan struktur dan bangunan-bangunan non struktur.
1. Bangunan Struktur
Bangunan struktur adalah bangunan pasangan disertai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu. Contoh Bangunan Struktur adalah:
Bangunan rumah pompa
Bangunan tembok penahan tanah dengan
Bangunan terjunan yang cukup tinggi
Jembatan
2. Bangunan Non Struktur
Bangunan non struktur adalah bangunan pasangan atau tanpa pasangan, tidak disertai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu yang biasanya berbentuk siap pasang. Contoh Bangunan Non Struktur adalah:
Pasangan : Saluran kecil tertutup, Tembok talud saluran, Manhole/bak kontrol ukuran kecil, Street inlet. Tanpa pasangan : Saluran tanah, Saluran tanah berlapis rumput, Saluran tanah berlapis tanah kedap air
BAB 1 Bangunan Pelengkap Saluran Drainase
Bangunan pelengkap saluran drainase diperlukan untuk melengkapi suatu sistem saluran untuk fungsi-fungsi tertentu. Pada dasarnya bangunan pelengkap drainase haruslah kuat, fungsional, tidak menyebabkan ketidak nyamanan berkendaraan, dan tidak merusak keindahan kota. Adapun bangunan-bangunan pelengkap sistem drainase antara lain:
Catch Basin/watershed
Bangunan dimana air masuk kedalam sistem saluran tertutup. Air mengalir bebas diatas permukaan tanah menuju catch basin. Untuk mempermudah air masuk, lokasi catch basin ditetapkan pada tempat yang rendah. Permukaan juga dibuat lebih rendah dari tanah di sekelingnya. Catch basin dibuat pada tiap persimpangan jalan, pada tempat-tempat yang rendah, tempat parkir.
InletApabila terdapat saluran terbuka dimana pembuangannya akan dimasukan ke dalam saluran tertutup yang lebih besar, maka dibuat suatu konstruksi khusus inlet. Inlet harus diberi saringan agar sampah tidak masuk kedalam saluran tertutup.
Manhole
Untuk keperluan pemeliharaan sistem saluran drainase tertutup di setiap diberi manhole pertemuan, perubahan dimensi, perubahan bentuk selokan dan setiap jarak 10-25 meter. Lubang manhole dibuat sekecil mungkin supaya ekonomis, cukup asal dapat dimasuki oleh orang dewasa. Biasanya diameter lubang adalah 60 cm dengan tutup dari besi tulang
Headwall
Headwall adalah konstruksi khusus pada outlet saluran tertutup dan ujung gorong-gorong yang dimaksudkan untuk melindungi dari longsor dan erosi
Gorong-gorong
Gorong-gorong didesain untuk mengalirkan air untuk menembus jalan raya, jalan kereta api, atau lain-lain halangan.bentuk penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat dan lain-lain tergantung dari debit, ruang bebas dari atasnya, perhitungan ekonomi dan peraturan setempat.
Bangunan terjun
Bangunan ini digunakan untuk menerjunkan aliran. Hal ini diperlukan jika kemiringan medan tanah sangat curam dan dikhawatirkan bangunan saluran tidak stabil. Bangunan ini juga dilengkapi dengan ruang olokan untuk meredam energi, dan banyak jenisnya.
Siphon
Sama halnya dengan gorong-gorong, hanya dasar saluran menukik ke bawah dan muncul lagi pada akhir bangunan yang dilewati. Shipon hanya digunakan jika benar-benar diperlukan dan tidak ada alternatif lain untuk membuat persilangan dengan bangunan atau sungai/saluran lain. Selain harganya mahal, secara hidrolis juga kurang menguntungkan (banyak kehilangan tinggi, kecepatan rendah) dan mudah tersumbat. Sebaiknya dalam merencanakan drainase dihindarkan perencanaan dengan menggunakan shipon. Saluran dengan debit yang besar dapat dibuat dibuat shipon dan saluran drainasenya yang dibuat saluran terbuka atau gorong-gorong.
Bangunan Got Miring
Sama dengan bangunan terjun, tetapi air mengalir melalui saluran yang kemiringannya agak landai.
BAB 1 Permasalahan Timbulnya Genangan Air
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya genangan-genangan air di suatu lokasi antara lain:
Dimensi saluran yang tidak sesuai
Perubahan tata guna lahan yang menyebabkan terjadinya peningkatan debit banjir di suatu daerah aliran sistem drainase.
Elevasi saluran tidak memadai
Lokasi merupakan daerah cekungan
Lokasi merupakan tempat retensi air yang diubah fungsinya misalnya menjadi pemukiman. Ketika berfungsi tempat retensi (parkir air) dan belum dihuni adanya genangan tidak menjadi masalah. Problem timbul ketika daerah tersebut dihuni.
Tanggul kurang tinggi
Kapasitas tampungan kurang besar
Dimensi gorong-gorong terlalu kecil sehingga terjadi aliran balik
Adanya penyempitan saluran
Tersumbatnya saluran oleh endapan, sedimentasi atau timbunan sampah
terjadi penurunan tanah (land-subsidence)
Umumnya di kota-kota besar akibat adanya peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan infrstruktur terutama permukiman meningkat, sehingga merubah sifat dan karakteristik tata guna lahan. Untuk daerah perkotaan kecenderungan kapasitas saluran drainase menurun akibat perubahan tata guna lahan. Sama dengan prinsip pengendalian banjir perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali menyebabkan aliran permukaan (run-off) meningkat. Penutup lahan (vegetasi) mempunyai kemampuan untuk menahan laju aliran permukaan. Semakin padat penutup lahannya kecepatan alirannya semakin kecil bahkan mendekati nol.
Namun akibat lahan diubah (misalnya) menjadi pemukiman, makapenutup lahan hilang, akibatnya run-off meningkat tajam. Peningkatan ini akan memperbesar debit sungai. Di samping itu, akibat peningkatan debit, terjadi pula peningkatan sedimen yang menyebabkan kapasitas drainase menjadi berkurang.
Perubahan fungsi kawasan bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) sebesar + 15% mengakibatkan keseimbangan sungai/drainase mulai terganggu. Gangguan ini mengkontribusi kenaikan (tajam) kuantitas debit aliran dan kuantitas sedimentasi pada sungai/drainase (Bledsoe, 1999 XE "Bledsoe, 1999"
XE "Bledsoe, 1999" ). Hal ini dapat diartikan pula bahwa suatu daerah aliran sungai yang masih alami dengan vegetasi yang padat dapat dirubah fungsi kawasannya sebesar 15 % tanpa harus merubah keadaan alam dari sungai/drainase yang bersangkutan. Bila perubahannya melebihi 15 % maka harus dicarikan alternatip pengganti atau perlu kompensasi untuk menjaga kelestarian sungai/drainase, misalnya dengan pembuatan sumur resapan.
Gambar berikut ini menunjukkan adanya peningkatan genangan dan berkurangnya kapasitas saluran akibat perkembangan kota.
a. Muka air drainase/sungai sebelum suatu wilayah berkembang
b. Muka air drainase/sungai setelah suatu wilayah berkembang
Gambar 12. Perkembangan muka air di sungai/drainase sebelum dan sesudah suatu wilayah dikembangkan (Keller, 1979)
BAB 1 Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan permasalahan drainase kota dengan sistem jaringan yang telah ada tidak boleh hanya melihat pada hasil evaluasi existing saja, kita juga harus melihat kepada keseluruhan sistem yang menyesuaikan dengan RTRW/RTRK.Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) harus dipakai sebagai dasar perencanaan untuk antisipasi perkembangan kota. Mengacu RTRK maka dapat dibuat rencana induk sistem drainase kota yaitu Masterplan Drainase Wilyah/KotaBerdasarkan rencana induk sistem drainase maka perlu dibuat detail desain sistem jaringan yang ada. Dari detail desain maka dapat diketahui apakah ada penyempurnaan (modifikasi) sistem jaringan yang ada berupa normalsasi, rehabilitasi jaringan atau pembersihan-pembersihan serta menghilangkan penyempitan-penyempitan (bottle neck). Detail desain juga mengarahkan untuk adanya kemungkinan pembuatan saluran yang baru karena saluran yang ada sudah tidak mampu menampung debit aliran air sesuai dengan desain periode ulang.
Untuk daerah perbukitan, daerah dengan topografi yang cukup tinggi, perencanaan sistem drainase relatif mudah dilakukan dibandingkan dengan daerah dengan kemiringan landai terutama daerah-daerah kota pantai. Dalam kasus perencanaan drainase di wilayah yang landai maka pengukuran topografi seluiruh wilayah yang sangat detail mutlak diperlukan.
Data yang memadai sangat diperlukan untuk analisis keseluruhan sistem drainase mulai dari collector, saluran kuarter, tersier, sekunder, primer dan pembuang utama (sungai) seperti ditunjukkan dalam Gambar 1-1 sehingga bisa dibuat rencana induk sistem jaringan dan perencanaan detail. Sebagai gambaran data yang diperlukan antara lain:
Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
Rencana pengembangan kota
Peta tata guna lahan
Keadaan tataguna lahan yang ada dan rencana pengembangannya
Peta situasi lokasi dengan skala 1:5.000 dan 1:1.000
Peta kondisi jaringan existing seperti ditunjukkan
Peta bangunan air
Peta topografi penampang drainase/sungai skala 1: 5.000 dan 1: 1.000
Peta infrastruktur lainnya
Peta wilayah pembangunan
Peta bagian wilayah kabupaten/kota
Data mekanika tanah
Data letak muka air tanah
Data pasang surut (untuk kota-kota pantai)
Data penurunan tanah
Data curah hujan harian
Data curah hujan jam-jaman
BAB 1 Masalah-Masalah Yang Ada Dalam Pengelolaan Drainase
Masalah-masalah yang ada dalam sarana drainase, jika dibiarkan akan mempengaruhi fungsi dan umur saluran serta bangunan-bangunannya. Hal ini terjadi karena:
Kurangnya pengawasan
Kurangnya perbaikan
Drainase biasanya kumuh, bukan tempat yang menarik sehingga perhatian (secara psikologis) jadi berkurang
Terbatasnya dana untuk pemeliharaan
Kurangnya kesadaran masayarakat untuk ikut memelihara
Tingginya erosi, sedimentasi dan sampah
Masalah-masalahnya yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
Endapan lumpur
Timbunan sampah (kebiasaan dan anggapan bahwa sungai sebagai tempat buangan perlu diubah)
Tumbuhnya tanaman liar
Penyumbatan saluran
Kerusakan saluran
Penyalahgunaan saluran
Peningkatan debit akibat perubahan tata guna lahan akibat pertumbuhan wilayah kabupaten/kota
Pencemaran
Kerusakan bangunan air
BAB 2 ANALISIS HIDROLOGI
BAB 2 Curah Hujan Rerata Maksimum Daerah
Ada 3 (tiga) cara yang banyak digunakan untuk memperhitungkan hujan rata-rata (areal rainfall) dari hujan titik (point rainfall) yaitu : cara rata-rata Aljabar (Arithmatic Mean Method), cara Isohiet (Isohyetal Method), dan cara Poligon Thiessen (Thiessen Polygon Method).
Karena titik-titik pengamatan di dalam daerah ini tidak tersebar merata yaitu hanya mempunyai 2 lokasi, dimana stasiun pencatat hujan berada di disekitar Kabupaten Tegal, maka cara perhitungan curah hujan rerata maksimum itu dilakukan dengan metode rerata aljabar. Untuk itu diasumsikan bahwa pos penakar hujan terbagi merata dan hasil penakaran masing-masing tidak menyimpang jauh dari harga rata-rata keseluruhan.
Sedangkan basarnya curah hujan didapatkan dengan mengambil harga rata hitung (arithmetic mean) dari penakaran pada penakar hujan dalam areal tersebut. Persamaan yang digunakan adalah (Soemarto, 1987 : 19) :
(2 - 1)
dimana:
d
= tinggi curah hujan rata-rata areal (mm)
d1, d2, d3,...dn= tinggi curah hujan pada pos penakar hujan 1, 2, 3,..., n
BAB 2 Analisa Curah Hujan Rancangan
Banyak metode yang digunakan dalam memperkirakan besarnya debit banjir rancangan untuk sebuah bangunan air. Masing-masing cara mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Penetapan cara hitungan akan sangat bergantung dari data yang tersedia dan tingkat ketelitian yang diinginkan. Ada beberapa metode yang banyak dipakai di Indonesia antara lain : Metode E.J. Gumbel, Log Perason Type III, Rasional, Pearson Type III, Log Normal, dan lain-lain.
Sebelumnya menentukan metode apa yang sesuai maka akan diberikan pengertian yang dimaksud dengan curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar tahunan dengan peluang tertentu yang mungkin terjadi di suatu daerah. Didalam menentukan metode yang sesuai terlebih dahulu akan dihitung besarnya parameter statistik yaitu Cs (skewness) dan Ck (kurtosis). Adapun persamaan yang digunakan adalah :
(2 - 2)
(2 - 3)
Tabel 2.1 Syarat Pemilihan Metode Frekuensi
BAB 2 Uji Kesesuaian Distribusi
Apabila harga Cs dan Ck tidak memenuhi distribusi Gumbel dan Normal maka digunakan metode Log Pearson Tipe III, karena metode ini dapat dipakai untuk semua sebaran data. Adapun persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut
(2 - 4)
(2 - 5)
(2 - 6)
Selanjutnya setelah ditetapkan distribusi yang sesuai, maka harus dilakukan uji kesesuaian distribusi yaitu untuk mengetahui kebenaran analisa curah hujan baik terhadap simpangan data vertikal ataupun simpangan data horisontal.
1. Uji Chi SquareUji chi kuadrat digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal apakah distribusi pengamatan dapat diterima oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan (Shahin, 1976 : 186) :
(2 - 7)
Jumlah kelas distribusi dihitung dengan rumus (Sri Harto, 181 : 80) :
k = 1 + 3,22 log n
(2 - 8)
Dk = k - (P + 1)
(2 - 9)
dalam hal ini :
OF = nilai yang diamati (observed frequency)
EF = nilai yang diharapkan (expected frequency)
k = jumlah kelas distribusi
n = banyaknya data
Dk = derajat kebebasan (nilai kritis didapat dari tabel)
P = banyaknya parameter sebaran Chi-kuadrat (ditetapkan = 2)
Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 < X2Cr. Harga X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikasi ( dengan derajat kebebasan (level of significant).
2. Uji Smirnov-KolmogorofUji Smirnov-Kolmogorof digunakan untuk menguji simpangan secara horisontal. Dari grafik ploting data curah hujan diperoleh perbedaan maksimum antara distribusi teoritis dan empiris ((maks). Dalam bentuk persamaan dapat ditulis :
(2.10)
dimana :
(maks: Selisih data probabilitas teoritis dan empiris
PT: Peluang teoritis
Pe: Peluang empiris
Kemudian dibandingkan antara (maks dan (cr dari tabel. Apabila (maks < (cr, maka pemilihan metode frekuensi tersebut dapat diterapkan untuk data yang ada.
BAB 2 Waktu Kosentrasi
Ada beberapa hal yang menentukan lamanya waktu konsentrasi seperti :
Ciri-ciri daerah aliran
Panjang jarak terjauh yang harus ditempuh oleh titik air hujan sebelum mencapai saluran.
Kemiringan daerah aliran
Keadaan dan sifat-sifat tanah pada daerah aliran
Besarnya aliran langsung
Biasanya untuk menentukan besarnya waktu konsentrasi ini dapat dipakai beberapa rumus Empiris diantaranya:
1. Kirpick
atau
(2.11)
(2.12)
dimana :
tc= waktu konsentrasi
L= Panjang jarak dari tempat terjauh di daerah aliran sampai
tempat pengamatan banjir, diukur menurut jalannya
saluran (feet)
S= Perbandingan dari selisih tinggi antara tempat terjauh tadi
dan Tempat pengamatan terhadap L, yaitu H : L.
H= Selisih ketinggian antara tempat terjauh dan tempat
pengamatan (feet)
Tetapi apabila L dan H dinyatakan dalam meter dan tc dalam menit maka rumus di atas menjadi :
(2.13)
2. Widuwen
(2.14)
kalau L dianggap sama dengan 1.1 x sumbu panjang Ellips, maka
(2.15)
3. Hasper
(2.16)
BAB 2 Intensitas Hujan Rencana
Rumus eksperimental yang sering digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan sesuai dengan lamanya curah hujan atau frekuensi kejadiannya, adalah :
1. rumus Talbot
(2.17)
2. rumus Sherman
(2.18)
Rumus ini baik untuk curah hujan dengan jangka waktu lebih dari 2 jam.
3. rumus Ishigiro
(2.19)
4. rumus Mononobe
(2.20)
dimana:
I= Intensitas curah hujan (mm/jam)
t= lamanya curah hujan (menit) atau dalam mononobe (jam)
R24= curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
Rumus mononobe ini adalah merupakan perpaduan dari rumus 1,2 dan 3 di atas, dimana dipakai untuk menghitung intensitas curah hujan berdasarkan data curah hujan harian dan adalah merupakan rumus intensitas curah hujan jangka pendek.
BAB 2 Debit akibat Curah Hujan Rencana
Perhitungan debit akibat curah hujan rencana memakai persamaan :
(2.21)
dimana:
Q= debit aliran
C= Koefisien pengaliran, yang sesuai dengan jenis dan tipe
daerah.
I= Intensitas curah hujan maksimum selama waktu yang
sama dengan waktu konsentrasi
A= Luas daerah aliran sungai (catcment area)
Jika I dalam mm/jam, A dalam m2 maka besarnya debit aliran dapat ditentukan sebagai berikut :
= 0.278 10-6 . C.I.A (m3/det).
(2.22)
BAB 2 Air Limbah
Dalam menentukan besarnya buangan air rumah tangga, perlu mengetahui besarnya kebutuhan air oleh penduduk dalam tiap-tiap wilayah yang ditinjau. Besarnya kebutuhan air oleh penduduk menurut pedoman dari badan-badan kesehatan dibagi sesuai dengan jenis keperluannya sebagai berikut :
1. Bangunan umum
Sekolah
= 20 l/orang/hari
Kantor
= 30 l/orang/hari
Rumah ibadah= 3 m3/bangunan/hari
Rumah sakit= 400 l/orang/hari
2. Bangunan Komersial
Toko
= 1 m3/toko/hari
Hotel
= 300 l/tp. tidur/hari
Pasar
= 25 m3/pasar/hari
Bioskop
= 5 m3/bioskop/hari
3. Bangunan industri= 10 m3/industri/hari
4. Daerah Perumahan= 170 l/orang/hari
Dari jumlah pemakai air tersebut dapat diperkirakan berapa besarnya air buangan yang harus ditampung dan dialirkan melalui saluran kota yaitu 80% dari kebutuhan air yang ditetapkan.
Untuk memperkirakan besarnya pemakaian air oleh penduduk dapat dihitung dengan persamaan statistik pertumbuhan penduduk, yaitu:
(2.23)
dimana:
Pn= Jumlah penduduk pada tahun ke n
Po= Jumlah penduduk sesuai dengan data pada tahun
diketahui
n= Jangka waktu ke n dalam tahun
i= Laju pertumbuhan penduduk
BAB 2 Debit Rencana Saluran
Perencanaan debit saluran mengacu pada beban-beban yang terdapat disekitar saluran untuk mendapatkan dimensi saluran yang dapat menanggung beban yang dibebankan. Sehingga dalam menentukan debit rencana saluran drainase menggunakan persamaan dibawah ini :
(2.24)
dimana :
Qtotal
= Total debit di rencana saluran (m3/det)
Qcurah hujan
= Debit yang dipengaruhi curah hujan (m3/det)
Qlimbah domestik= Debit yang dihasilkan oleh limbah-limbah
Domestik. (m3/det)
Qpenggelontoran= Debit yang dibutuhkan untuk penggelontoran di hilir.
Perencanaan debit rencana saluran ini akan menentukan perencanaan berikutnya yaitu perencanaan model dan dimensi-dimensi saluran yang akan direncanaka
Jika lamanya turun hujan melebihi waktu kosentrasi, laju pengaliran di dalam saluran akan berkurang daripada jika lamanya turun hujan sama dengan lama waktu kosentrasi.
BAB 3 ANALISIS HIDROLIKA BAB 3 Desain Saluran DrainaseSaluran Drainase digunakan untuk menampung dan membuang air buangan dari daerah sekitarnya. Untuk mendapatkan manfaat, fungsi yang maksimal maka perhitungan dimensi saluran diusahakan menyesuaikan dengan kondisi lapangan dan kondisi kebutuhan.
Dalam perencanaan saluran drainase ini aliran yang lewat diasumsikan sebagai aliran tetap (laminer), sehingga dapat dipakai rumus Strickler sebagai berikut :
1. Saluran Persegi Panjang
Q = V. A (m3/det)dimana :
2. Saluran Trapesium
dimana :s
dimana :
Q: Debit banjir rencana
V: Kecepatan aliran (m/det)
A: Luas potongan melintang aliran (m2)
R: Jari-jari hidrolis (m)
b: Lebar dasar saluran (m)
h: Kedalaman air (m)
S: Kemiringan saluran
m:Kemiringan talud
K: Koefisien Strickler
BAB 3 Koefisien Stricler Untuk dapat menghasilkan dimensi saluran yang ideal dan sesuai dengan kebutuhan, maka penentuan harga koefisien Strickler sangat menentukan. Faktor-faktor yang berpengaruh di dalam menentukan harga koefisien Strickler adalah sebagai berikut :
Kekasaran permukaan
Vegetasi disepanjang saluran (rumput, semak, dll)
Ketidak teraturan saluran
Trace saluran dasar
Pengendapan dan penggerusan
Adanya hambatan sepanjang saluran (pada belokkan)
Ukuran dan bentuk saluran
Besarnya debit air (kedalaman air)
Faktor-faktor di atas dapat dipakai dalam menentukan koefisien Strickler untuk saluran yang akan direncanakan, tetapi pertimbangan mengenai perawatan saluran di kemudian hari turut menentukan besarnya koefisien Strickler. Untuk lebih jelasnya dapat diperiksa pada Tabel 3-1. Harga kekasaran Strickler
Tabel 3-1. Harga Kekasaran Strickler
SaluranKeteranganK
TanahQ > 10
5 > Q > 10
1 > Q > 5
1 > Q dan saluran tersier45
42.5
40
35
Pasangan Batu kaliPasangan pada satu sisi
Pasangan pada satu sisi
Pasangan pada semua sisi42
45
50
Pasangan Batu KosongSaluran permukaan
Pada dua sisi
Pada satu sisi45
42
40
BetonSeluruh permukaan
Pada dua sisi
Pada satu sisi70
50
45
BAB 3 Kecepatan Aliran Kecepatan air sangat berpengaruh pada stabilitas dari lapisan permukaan saluran, oleh sebab itu penentuan kecepatan aliran sangat besar pengaruhnya, terutama pada saluran tanah dengan batuan yang tidak stabil. Penentuan kecepatan saluran juga harus dilihat terhadap kemungkinan terjadinya loncatan air. Dan disajikan dalam Tabel B berikut ini.
Tabel 3-2 Kecepatan Aliran untuk Sal. DrainaseBahan KonstruksiVmax(m/det)
Tanah
Tanah keras
Pasangan batu kosong
Pasangan batu kali
Beton Konstruksi1.00
1.50
2.00
3.00
4.00
BAB 3 Tingggi JagaanGuna menjaga terhadap loncatan air akibat bertambahnya kecepatan, serta kemungkinan adanya debit air yang datang lebih besar dari perkiraan juga untuk memberi ruang bebas pada aliran maka diperlukan ruang bebas dalam tinggi jagaan (free board) yang besarnya tergantung pada fungsi saluran. Kriteria tinggi jagaan dari Kriteria DPU Pengairan disajikan pada Tabel 3-3.
Tabel 3-3 Daftar Jagaan Air Saluran Drainase
UraianMacam Saluran
PrimerSekunderTersier
Type Kota
Kota raya
Kota besar
Kota sedang
Kota kecil90
60
40
3060
40
30
2030
20
20
15
Type Daerah
Industri/komersial
Pemukiman40
3030
2020
15
Sumber: Kriteria Perencanaan DPU Pengairan
BAB 3 Bangunan PelengkapPada perencanaan jaringan drainase, selalu diperlukan berbagai bangunan pelengkap, disepanjang jaringan yang direncanakan. Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam menentukan besarnya dimensi bangunan pelengkap tersebut, maka diperlukan perhitungan yang sesuai dengan jenis bangunannya.
1. Gorong-gorong
a. Terisi Penuh dan Pendek
Keterangan :
Q: Besarnya Debit (m3/det)
U: Koefisien debit tergantung bentuk gorong-gorong
A: Luas pipa (m2)
g : Percepatan Gravitasi (=9.81 m/det2)
Dh: Perbedaan tinggi energi (m)
Tabel 3-4. Koefisien Debit lewat Gorong-gorong
Dasar Data dengan SaluranDasar lebih Tinggi dari Saluran
SisiUAmbangSisiU
Segi U
Bulat0.80
0.90Segi 4
Bulat
BulatSegi 4
Segi 4
Bulat0.70
0.75
0.75
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi (Desember 1986)
b. Terisi Penuh dan Panjang
Kehilangan masuk
Kehilangan di gorong-gorong
Kehilangan keluar
dimana :
Dh: Perbedaan tinggi energi (m)
U: Koefisien inflow/outflow tergantung bentuk
Vp: Kecepatan aliran dalam gorong-gorong (m/det)
Vs: Kecepatan aliran dalam saluran (m/det)
I: Kemiringan hidrolis gorong-gorong
L: Panjang gorong-gorong
K: Koefisien aliran strickler
R: Jari-jari hidrolis
c. Tidak Terisi Penuh
Untuk : Hp > 2/3 Hs
Hp < 2/3 Hs
dimana :
Hp: Kedalam air dalam gorong-gorong (m)
Hs: Kedalaman air didepan gorong-gorong (m)
Q : Debit yang ahrus dilewatkan (m3/det)
U: Koefisien aliran
A: Luas aliran air (m2)
Dh: Perbedaan tinggi energi
2. Kisi-kisi penyaring
Pada tiap-tiap awal gorong-gorong akan dipasang kisi-kisi penyaring agar kotoran tidak masuk ke gorong-gorong. Kisi-kisi penyaring dibuat dari besi beton dengan diameter 10 cm, kisi tersebut dibuat miring dengan sudut 75 o dan arah besi beton dibuat vertikal.
Kehilangan energi dengan adanya kisi-kisi tersebut dihitung dengan rumus :
dimana :
Hf: Kehilangan tinggi (m)
V: Kecepatan aliran (m/det)
g: percepatan gravitasi = 9.81 m/det2S: Tebal besi sisi (m)
b: Jarak antara batang besi beton 0.10 m
3.Terjun
Bangunan terjun yang sering dipakai adalah :
a. Bangunan terjun tegak untuk tinggi kurang dari 1,50 m.
b. Bangunan terjun miring untuk tinggi terjun lebih dari 1,50 m.
Pada saluran drainase bangunan terjun yang dipakai adalah :
Bangunan Terjun Tegak
Rumus-rumus yang digunakan untuk perencanaan hidrolis adalah sebagai berikut :
Lebar bukaan efektif
B= Q
1,71 . m . H13/2H1= h1 + V12
2 . g
di mana :
B= Lebar bukaan efektif (m)
Q= Debit (m3/det)
m = Koefisien (m = 1,03)
H1= Tinggi garis energi di hulu (m)
H1= Tinggi muka air di hulu (m)
V1= Kecepatan air di saiuran hulu (m/det)
Tinggi Ambang hilir
a= 1/2 . dc
dc= 3 Q2 g . B2di mana :
a= Tinggi ambang di hilir (m)
dc= Kedalaman air kritis (m)
Q= Debit (m3/det)
B= Lebar bukaan (m)
g= Percepatan gravitasi (= 9,8 m/det2)
Panjang Olakan.
L= C1 . ( (z . dc) + 0,25
C1= 2,5 + 1,10 . dc + 0,7 . dc
z z
di mana :
L= Panjang kolam olak (m)
z= Tinggi terjun (m)
Gambar 3.4. Terjun Tegak
BAB 4 PERHITUNGAN STRUKTUR
BAB 4 KriteriaKriteria struktur yang digunakan dalam perencanaan Teknis Drainase ini meliputi :
1. Kriteria bahan
2. Kriteria muatan
3. Kriteria Struktur saluran
4. Kriteria Struktur Bangunan
Penjelasan secara terperinci mengenai kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
Bahan
Jenis bahan konstruksi yang digunakan dalam pekerjaan drainase meliputi :
Batu kali
Beton
Besi Beton
Batu Kali
Saluran drainase yang terbuat dari pasangan batu kali tidak diperkenankan menerima tegangan tekan yang lebih dari 8 kg/cm2
Beton
Untuk beton digunakan sebagai berikut :
Beton untuk konstruksi: K225
Beton untuk lining
: K175
Beton penutup dengan ketebalan minimum 0.12 m dan ketebalan selimut beton 0.05 m untuk konstruksi yang berhubungan dengan air dan 0.03 m untuk konstruksi yang tidak berhubungan dengan air.
Untuk lapisan aus ditutup dengan pasir aspal minimal setebal 0.02 m.
Besi Beton
Besi beton yang digunakan disesuaikan dengan yang ada di pasaran, adapun mutu dan acuan yang digunakan :
Mutu : U24, U 30, U32
Ukuran: (8, (10, (12, (16, (22 (mm)
Muatan
Kriteria muatan yang digunakan dalam perhitungan perencanaan adalah :
Untuk muatan mati sesuai PMI 1993
Untuk muatan berjalan sesuai dengan spesifikasi dan standar Indonesia untuk jalan dan jembatan tahun 1970
Untuk tekanan air ditetapkan sebesar 10.000 Kg/m2 setiap kedalaman 4 m
BAB 4 Struktur Saluran
Saluran drainase pada tempat-tempat tertentu perlu talud saluran yang terbuat dari pasangan batu kali dan beton.
Fungsi dari talud adalah untuk :
mencegah erosi akibat kecepatan air yang besar
kestabilan talud sehingga tidak membahayakan lingkungan sekitarnya.
Beberapa tipe pembuatan tebing saluran adalah sebagai berikut :
1. Saluran pasangan batu ketebalan minimum 25 cm dengan kedalaman pondasi sesuai dengan hasil penyelidikan tanah.
2. Saluran pasangan beton dapat dikerjakan dengan 2 (dua) cara yaitu cetak ditempat dan pracetak ketebalan minimum 8 cm.
BAB 4 Struktur Bangunan Gorong-gorong
Batasan yang digunakan dalam perencanaan gorong-gorong adalah :
Gorong-gorong dapat dibentuk bulat atau segi empat
Diameter gorong-gorong minimal 60 cm agar dapat dibersihkan dengan kayu/bambu
Untuk gorong-gorong yang relatif panjang diameter minimal adalah 80 cm supaya dapat dimasuki orang untuk pemeliharaannya.
Penutup minimum pada penyeberangan jalan adalah 1 m
Penutup minimum pada penyeberangan desa adalah 0.50 m
Penutup pada penyeberangan jalan diusahakan selebar jalan atau dapat ditinjau pada fungsi jalan tersebut pada jangka panjang perlu diperhatikan pembebanannya.
Gambar 4.1. Gorong-gorong Pendek Terisi Penuh
Gambar 4.2. Gorong-gorong Tidak Terisi Penuh
BAB 4 Struktur Jembatan
1. Jembatan Kendaraan
Untuk jembatan dengan bentang lebih besar dari 6,50 m dihitung dengan memakai standart pembebanan seperti pada Gambar 3-5.
Untuk jembatan dengan bentang kurang dari 6,50 m dihitung dengan memakai beban merata 0,4 ton/m3 dan beban garis 4 ton/m. Pembagian pembebanan seperti pada Gambar 4-3.
2. Jembatan Orang
Jembatan orang dihitung dengan beban merata 0,50 ton/m seperti Gambar 4-3. Pembebanan ini sebanding dengan lewatnya sepeda motor dan sapi.
Sebagai dasar perhitungan konstruksi beton bertulang yang ada.
Jenis beton dan jenis besi tulangan dipakai sebagai berikut :
a. Beton K.125
Tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut :
Pada pembebanan tetap
Tegangan tekan:( b=40kg/cm2Tegangan tarik:( b= 5,5kg/cm2Tegangan geser lentur atau puntir:( b= 5 kg/cm2Tegangan geser lentur dg puntir: ( b= 6kg/cm2 Pada pembebanan sementara
Tegangan tekan:( b=
70kg/cm2Tegangan tarik:( b=
7,5kg/cm2Tegangan geser:( b=
7,5kg/cm2b. Baja U.22
Tegangan yang diijinkan :
Pada pembebanan tetap
Tegangan tekan / tarik
:( b= 1250kg/cm2Angka ekivalensi
:n= 30
Gambar 4-3. Pembebanan Jembatan Jalan Kelas 2 (dua)
BAB 5 DRAINASE YANG BERKELANJUTAN 5.1. Konsep Sistem Jaringan Drainase yang Berkelanjutan
Berdasarkan prinsip pengertian sistem drainase diatas yang bertujaun agar tidak terjadi banjir di suatu kawasan, ternyata air juga merupakan sumber kehidupan. Bertolak dari hal tesebut, maka konsep dasar pengembangan sistem drainase yang berkelanjutan adalah meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan konservasi lingkungan.Untuk itu diperlukan usaha-usaha yang komprehensif dan integratif yang meliputi seluruh proses, baik yang bersifat struktural maupun non struktural, untuk mencapai tujuan tersebut ( Suripin, 2004 ).
Sampai saat ini perancangan drainase didasarkan pada filosofi bahwa air secepatnya mengalir dan seminimal mungkin menggenangi daerah layanan. Tapi dengan semakin timpangnya perimbangan air ( pemakaian dan ketersedian ) maka diperlukan suatu perancangan draianse yang berfilosofi bukan saja aman terhadap genangan tapi juga sekaligus berasas pada konservasi air ( Sunjoto, 1987 ).
Konsep Sistem Drainase yang Berkelanjutan prioritas utama kegiatan harus ditujukan untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan. Berdasarkan fungsinya, fasilitas penahan air hujan dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu tipe penyimpanan dan tipe peresapan ( Suripin, 2004 ) seperti disajikan pada Gambar 2.1.
Sedangkan menurut Sunjoto, 1987, konsepsi perancangan drainase air hujan yang berasaskan pada konsevasi air tanah pada hakekatnya adalah perancangan suatu sistem drainase yang mana air hujan jatuh di atap / perkerasan, ditampung pada suatu sistem resapan air, sedangkan hanya air dari halaman bukan perkerasan yang perlu ditampung oleh sistem jaringan drainase.
Pada tesis ini langkah struktural dengan menggunakan tipe peresapan, Sumur Resapan Air Hujan ( RSAH ) seperti disajikan pada Gambar 2.2. dan Gambar 2.3.
Gambar 2.2. Contoh Sumur Resapan Air Hujan ( Suripin, 2004 )
Gambar 2.3 Tata Letak Sumur Resapan Air Hujan ( Suripin, 2004 )
5.2. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sistem Drainase yang Berkelanjutan
Dalam rangka otonomi daerah, pemerintah pusat telah memberikan kesempatan dan keleluasan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Pasal 10 ayat 1 UU No.32/2004 tentang Otonomi Daerah, menetapkan bahwa daerah berwenang mengelola sumber daya alam yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara konseptual perubahan kebijakan regional terutama diarahkan untuk ( Situmorang 1999, dalam Sobriyah dan Wignyosukarto, 2001 ) :1. Meningkatkan demokrasi manajemen.
2. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam manajemen pembangunan daerah
3. Meningkatkan pemerataan dan keadilan pembangunan daerah.
4. Memperhatikan keanekaragaman daerah dalam pembangunan daerah.
5. Memperhatikan potensi daerah dalam proses pengelolaan pembangunan daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah dimaksudkan untuk pemberdayaan daerah, baik dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun penanggulangan permasalahan yang ada di daerah. Salah satu permasalahan yang sering timbul di daerah adalah banjir, baik di perkotaan, kawasan pemukiman, maupun di pedesaan ( areal pertanian ), dimana memerlukan penanganan secara teknis maupun pendanaan yang besar, yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dan peran serta masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud di sini yaitu seluruh masyarakat yang ada baik di pedesaan, perkotaan, di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) maupun di hilir, kaya atau miskin, akademisi atau non akademisi, bahkan semua insan yang mempunyai hubungan dengan air. ( Sobriyah dan Wignyosukarto, 2001 ).
Partisipasi masyarakat dalam setiap tahap pembangunan ( sistem jaringan drainase ) menurut Pranoto SA, 2005. Dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Survey dan Investigasi : memberi informasi lokasi dan kondisi setempat.
2. Perencanaan: persetujuan, kesepakatan, penggunaan.
3. Pembebasan tanah: memberi kemudahan, memperlancar proses.
4. Pembangunan : membantu pengawasan dan terlibat dalam pelaksanaan.
5. Operasi dan pemeliharaan: terlibat dalam pelaksanaan, ikut memelihara, melaporkan jika ada kerusakan.
6. Monitoring dan evaluasi: memberikan data yang nyata di lapangan tentang dampak yang terjadi pasca pembangunan.
Muka air sebelum wilayah berkembang
Drainase atau sungai
Suatu wilayah sebelum berkembang
Peningkatan ketinggian banjir
Penampang sungai mengecil akibat sedimentasi
Suatu wilayah setelah berkembang
EMBED Excel.Sheet.8
Gambar 3.3. Gorong-gorong Tidak Terisi Penuh
Gambar 3.2. Gorong-gorong Terisi Penuh dan Panjang
Gambar 3.1. Gorong-gorong Pendek Terisi Penuh
h
b
m
1
Saluran Dimensi Segi Empat
b
h
L>20 m
2
L
a
h1
hc
H
z
h2
Saluran Dimensi trapesium
Retarding basin
Penyimpanan di luar lokasi
Tipe penyimpanan
Fasilitas penahan air hujan
Tipe peresapan
Penyimpanan di dalam lokasi
Kolam regulasi
Taman
Halaaman sekolah
Lahan terbuka
Lahan parkir
Lhn antara blok rumah
Ruang terbuka lainnya
Parit Resapan
Sumur Resapan
Kolam resapan
Perkerasan Resapan
Gambar 2.1. Klasifikasi fasilitas penahan air hujan ( Suripin, 2004 )
Peluap ke saluran drainase
Saluran dari talang rumah
Peluap ke saluran drainase
Saluran dari talang rumah
Dinding kedap air
Dinding porus
Septic tank
Jalan umum
Pohon besar
Pipa air
Sumur resapan
Sumur air minum
Batas pemilikan
>10 m
3, 0 m
1,5 m
>10 m
1,5 m
3, 0 m
Rumah
Talang
Batu pecah
Taman
Sumur resapan
Peluap
PAGE 3/13/2013
Halaman - 42
_1071353971.unknown
_1124515547.unknown
_1127719069.unknown
_1127719172.unknown
_1127719542.unknown
_1127719911.unknown
_1127719979.unknown
_1127719491.unknown
_1127719099.unknown
_1124515687.unknown
_1127718948.unknown
_1124515583.unknown
_1124515154.unknown
_1124515492.unknown
_1124515218.unknown
_1124515125.unknown
_1071696782.xlsSheet1
Tabel
Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan
Derajat HujanIntensitas CurahKondisi
Hujan (mm)
Hujan sangat< 0.02Tanah agar basah atau dibasahi sedikit
lemah
Hujan lemah0.02 - 0.05Tanah menjadi basah semuanya, tetapi
sulit membuat puddel
Hujan Normal0.05 - 0.25Dapat dibuat puddel dan bunyi curah hujan
kedengaran
Hujan Deras0.25 - 1Air tergenang diseluruh pemukaan tanah
dan bunyi hujan keras kedengaran dari
genangan
Hujan sangat>1Hujan seperti ditempuhkan, saluran dan
kerasdrainase meluap
Sumber : Suyono Sosrodarsono "Hidrologi untuk Pengairan"
Sheet2
Sheet3
Sheet4
Sheet5
Sheet6
Sheet7
Sheet8
Sheet9
Sheet10
_989856458.xlsSheet: Sheet1
Metode
Ck
Cs
Gumbel
5.4002
1.196
Normal
Log Pearson Tipe III
bebas
bebas
Sumber : Harto, 1993 : 245
_989856461.unknown
_989856462.unknown
_1071349235.unknown
_989856459.unknown
_989856456.unknown
_989856457.unknown
_989856455.unknown
_989856454.unknown