Modul praktikum kendali lanjut

37
PRAKTIKUM I PENGENDALI PID TUJUAN - Mahasiswa mampu mengenal Pengendali PID - Mahasiswa dapat memahami karakteristik Pengendali PID - Mahasiswa mampu menggunakan pengendali PID dalam pengendalian sistem kendali ALAT DAN BAHAN Komputer Software Matlab 6.0 Modul Praktikum DASAR TEORI 1. Pengendali PID Pengendali PID ini paling banyak dipergunakan karena sederhana dan mudah dipelajari serta tuning parameternya. Lebih dari 95% proses di industri menggunakan pengendali ini. Pengendali ini merupakan gabungan dari pengedali proportional (P), integral (I), dan derivative (D). Berikut ini merupakan blok diagram dari sistem pengendali dengan untai tertutup (closed loop):

Transcript of Modul praktikum kendali lanjut

Page 1: Modul praktikum kendali lanjut

PRAKTIKUM I

PENGENDALI PID

TUJUAN

- Mahasiswa mampu mengenal Pengendali PID

- Mahasiswa dapat memahami karakteristik Pengendali PID

- Mahasiswa mampu menggunakan pengendali PID dalam pengendalian sistem kendali

ALAT DAN BAHAN

Komputer

Software Matlab 6.0

Modul Praktikum

DASAR TEORI

1. Pengendali PID

Pengendali PID ini paling banyak dipergunakan karena sederhana dan mudah dipelajari

serta tuning parameternya. Lebih dari 95% proses di industri menggunakan pengendali ini.

Pengendali ini merupakan gabungan dari pengedali proportional (P), integral (I), dan

derivative (D). Berikut ini merupakan blok diagram dari sistem pengendali dengan untai

tertutup (closed loop):

Gambar 1. Diagram Blok Closed Loop

Plant : sistem yang akan dikendalikan

Controller : Pengendali yang memberikan respon untuk memperbaiki respon

e : error = R - pengukuran dari sensor

Page 2: Modul praktikum kendali lanjut

variabel yang nilai parameternya dapat diatur disebut Manipulated variable (MV) biasanya

sama dengan keluaran dari pengendali (u(t)). Keluaran pengendali PID akan mengubah

respon mengikuti perubahan yang ada pada hasil pengukuran sensor dan set point yang

ditentukan. Pembuat dan pengembang pengendali PID menggunakan nama yang berbeda

untuk mengidentifikasi ketiga mode pada pengendali ini diantaranya yaitu:

P Proportional Band = 100/gain

I Integral = 1/reset (units of time)

D Derivative = rate = pre-act (units of time)

Atau

P Kp = Konstanta Proportional

I Ki = =Ki/s = Konstanta Integral

D Kd = Kd s = = Konstanta Derivative

Atau secara umum persamaannya adalah sebagai berikut :

U(t) =

atau dapat pula dinyatakan dengan :

2. Karakteristik Pengendali PID

Sebelum membahas tentang karakteristik Pengendali PID maka perlu diketahui bentuk

respon keluaran yang akan menjadi target perubahan yaitu :

Page 3: Modul praktikum kendali lanjut

Gambar 2. Jenis Respon keluaran

Tabel 1. Karakteristik Masing-masing pengendali

CL RESPONSE RISE TIME OVERSHOOT SETTLING TIME S-S ERROR

Kp Decrease Increase Small Change Decrease

Ki Decrease Increase Increase Eliminate

Kd Small Change Decrease Decrease Small Change

PERCOBAANJika diketahui suatu proses yang terlihat pada gambar 2 berikut ini :

Gambar 3. Model Spring Damper

Persamaan model pada gambar tersebut yaitu :

Sehingga transformasi laplace untuk persamaan tersebut dengan nilai awal = 0 maka didapat :

Jika keluaran sistem ini merupakan X(s) dan inputnya adalah F(s) maka fungsi alihnya yaitu :

Jika diketahui besaran-besaran pada persamaan tersebut yaitu :

Page 4: Modul praktikum kendali lanjut

M = 1kg b = 10 N.s/m k = 20 N/m F(s) = 1

Maka persamaan fungsi alih diatas menjadi :

Persamaan inilah yang akan dipergunakan.

A. Identifikasi respon secara Open loop

Buka matlab pilih new file, kemudian tuliskan :

num=1;den=[1 10 20];step(num,den)

Gambar 4. Respon keluaran Open Loop

B. Kendali Proporsional

Dari persamaan fungsi alih yang diketahui :

Jika dibentuk menjadi close loop dengan penambahan Kp didapatlah :

Page 5: Modul praktikum kendali lanjut

Program Matlab yang harus dibuat yaitu :

Kp=300;num=[Kp];den=[1 10 20+Kp];

t=0:0.01:2;step(num,den,t)

didapatlah respon berikut :

Gambar 5. Respon keluaran Pengendali P

C. Kendali Proporsional dan Derivative

Fungsi Alih closed loop didapatkan :

Dengan menggunakan program Matlab :

Kp=300;Kd=10;num=[Kd Kp];den=[1 10+Kd 20+Kp];

t=0:0.01:2;step(num,den,t)

Page 6: Modul praktikum kendali lanjut

Gambar 6. Respon keluaran pengendali PD

D. Kendali Proporsional dan Integral

Fungsi Alih closed loop didapatkan :

Dengan menggunakan program Matlab :

Kp=30;Ki=70;num=[Kp Ki];den=[1 10 20+Kp Ki];

t=0:0.01:2;step(num,den,t)

Respon yang didapat :

Page 7: Modul praktikum kendali lanjut

Gambar 7. Respon keluaran Pengendali PI

E. Kendali Proporsional, Integral dan Derivative :

Fungsi Alih closed loop didapatkan :

Dengan menggunakan program Matlab :

Kp=350;Ki=300;Kd=50;

num=[Kd Kp Ki];den=[1 10+Kd 20+Kp Ki];

t=0:0.01:2;step(num,den,t)

Page 8: Modul praktikum kendali lanjut

Gambar 8. Respon keluaran pengendali PID

TUGAS :

1. Buatlah respon dengan menggunakan program Matlab dengan M.file dan simulink

pengendali P, PD,PI dan PID pada sistem kendali Posisi Motor DC bila diketahui model

sistem kendali ini :

Gambar 9. Model Motor DC

* moment inertia rotor (J) = 3.2284E-6 kg.m2/s2

* damping ratio of the mechanical system (b) = 3.5077E-6 Nms* electromotive force constant (K=Ke=Kt) = 0.0274 Nm/Amp* electric resistance (R) = 4 ohm * electric inductance (L) = 2.75E-6 H* input (V): Source Voltage* output (theta): position of shaft* The rotor and shaft are assumed to be rigid

Page 9: Modul praktikum kendali lanjut

Fungsi alihnya yaitu :

2. Buatlah respon dengan menggunakan program Matlab dengan M.file dan simulink

pengendali P, PD,PI dan PID pada sistem kendali Kecepatan Motor DC bila diketahui

model seperti pada gambar 9. Dan fungsi alihnya diketahui sebagai berikut :

* moment of inertia of the rotor (J) = 0.01 kg.m2/s2

* damping ratio of the mechanical system (b) = 0.1 Nms* electromotive force constant (K=Ke=Kt) = 0.01 Nm/Amp* electric resistance (R) = 1 ohm * electric inductance (L) = 0.5 H* input (V): Source Voltage* output (theta): position of shaft* The rotor and shaft are assumed to be rigid

DAFTAR PUSTAKA

1. A. Johnson. Michael, Mohammad H.Moradi,2005,”PID Control : New Identification

And Design Method, Springer.

2. Ali. Muhammad,” Pembelajaran Perancangan Sistem Kontrol Pid Dengan Software Matlab”

Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta.

3. http://www.expertune.com,”What is PID”, 26 September 2008

4. Ogata, Katsuhiko, 2002, “Modern Control System” Third Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Page 10: Modul praktikum kendali lanjut

PRAKTIKUM II

PENALAAN PARAMETER PENGENDALI PID

TUJUAN

- Mahasiswa mampu mengenal metode penalaan Pengendali PID

- Mahasiswa dapat memahami karakteristik Pengendali PID dari penalaan parameternya

- Mahasiswa mampu menggunakan metode penalaan parameter pengendali PID dalam

pengendalian sistem kendali

ALAT DAN BAHAN

Komputer

Software Matlab 6.0 dan simulink

Modul Praktikum

DASAR TEORI

Penalaan parameter kontroler PID (Proporsional Integral Diferensial) selalu didasari atas

tinjauan terhadap karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu

plant, perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID

itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan

suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu

perubahan. Salah satu metode pendekatan eksperimental penalaan kontroller PID, yakni

metode Ziegler-Nichols serta dilengkapi dengan metode Quarter decay dan metode heuristic

(coba-coba).

Keberadaan kontroller dalam sebuah sistem kendali mempunyai kontribusi yang besar

terhadap prilaku sistem. Pada prinsipnya hal itu disebabkan oleh tidak dapat diubahnya

komponen penyusun sistem tersebut. Artinya, karakteristik plant harus diterima sebagaimana

adanya, sehingga perubahan perilaku sistem hanya dapat dilakukan melalui penambahan suatu

sub sistem, yaitu kontroler. Salah satu tugas komponen kontroler adalah mereduksi sinyal

kesalahan, yaitu perbedaan antara sinyal setting dan sinyal aktual. Hal ini sesuai dengan tujuan

sistem kendali adalah mendapatkan sinyal aktual senantiasa (diinginkan) sama dengan sinyal

setting. Semakin cepat reaksi sistem mengikuti sinyal aktual dan semakin kecil kesalahan yang

terjadi, semakin baiklah kinerja sistem kendali yang diterapkan. Apabila perbedaan antara nilai

Page 11: Modul praktikum kendali lanjut

setting dengan nilai keluaran relatif besar, maka pengendali yang baik seharusnya mampu

mengamati perbedaan ini untuk segera menghasilkan sinyal keluaran untuk mempengaruhi

plant. Dengan demikian sistem secara cepat mengubah keluaran plant sampai diperoleh selisih

antara setting dengan besaran yang diatur sekecil mungkin.

Pengendali Proposional

Pengendali proposional memiliki keluaran yang sebanding/proposional dengan besarnya

sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya). Secara lebih

sederhana dapat dikatakan, bahwa keluaran Pengendali proporsional merupakan perkalian

antara konstanta proporsional dengan masukannya. Perubahan pada sinyal masukan akan

segera menyebabkan sistem secara langsung mengubah keluarannya sebesar konstanta

pengalinya.

Gambar 1 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara besaran

setting, besaran aktual dengan besaran keluaran kontroller proporsional. Sinyal keasalahan

(error) merupakan selisih antara besaran setting dengan besaran aktualmya. Selisih ini akan

mempengaruhi kontroller, untuk mengeluarkan sinyal positip (mempercepat pencapaian harga

setting) atau negatif (memperlambat tercapainya harga yang diinginkan).

Gambar 1 Diagram blok pengendali proporsional

Pengendali proporsional memiliki 2 parameter, pita proporsional (proportional band) dan

konstanta proporsional. Daerah kerja kontroller efektif dicerminkan oleh Pita proporsional,

sedangkan konstanta proporsional menunjukkan nilai faktor penguatan terhadap sinyal

kesalahan,  Kp.

Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional (Kp) ditunjukkan secara

prosentasi oleh persamaan berikut:

Gambar 2 menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran kontroler dan kesalahan

yang merupakan masukan kontroller. Ketika konstanta proporsional bertambah semakin tinggi,

Page 12: Modul praktikum kendali lanjut

pita proporsional menunjukkan penurunan yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang

dikuatkan akan semakin sempit.

Gambar 2: Proportional band dari kontroler proporsional tergantung pada penguatan.

Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan ketika kontroler tersebut diterapkan pada

suatu sistem. Secara eksperimen, pengguna kontroller proporsional harus memperhatikan

ketentuan-ketentuan berikut ini:

1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan

yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat.

2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan

mantabnya.

3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan

mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berosilasi.

Kontroler Integral

Kontroller integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki kesalahan

keadaan mantap nol. Kalau sebuah plant tidak memiliki unsur integrator (1/s ), kontroller

proporsional tidak akan mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan

mantabnya nol. Dengan kontroller integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai

kesalahan keadaan mantapnya nol.

Kontroler integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah integral. Keluaran

kontroller sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal kesalahan.

Keluaran kontroler ini merupakan jumlahan yang terus menerus dari perubahan masukannya.

Page 13: Modul praktikum kendali lanjut

Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti

sebelum terjadinya perubahan masukan.

Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva

kesalahan penggerak- lihat konsep numerik. Sinyal keluaran akan berharga sama dengan

harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 3 menunjukkan contoh sinyal

kesalahan yang disulutkan ke dalam kontroller integral dan keluaran kontroller integral terhadap

perubahan sinyal kesalahan tersebut.

 

Gambar 3 Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t dan kurva u(t) terhadap t pada pembangkit

kesalahan nol.

Gambar 4 menunjukkan blok diagram antara besaran kesalahan dengan keluaran suatu

kontroller integral.

Gambar 4: Blok diagram hubungan antara besaran kesalahan dengan kontroller integral

 

Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral ditunjukkan oleh Gambar 5.

Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju perubahan keluaran kontroler berubah

menjadi dua kali dari semula. Jika nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal

kesalahan yang relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar

Page 14: Modul praktikum kendali lanjut

Gambar 5 Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan

Ketika digunakan, kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik berikut ini:

1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga kontroler integral

cenderung memperlambat respon.

2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan pada nilai

sebelumnya.

3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau

penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki .

4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi

semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal

keluaran kontroler.

Kontroler Diferensial

Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif.

Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang

sangat besar dan cepat. Gambar 6 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan

hubungan antara sinyal kesalahan dengan keluaran kontroller.

 

Gambar 6: BlokDiagram kontroler diferensial

Gambar 7 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran

kontroler diferensial. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran kontroler juga

Page 15: Modul praktikum kendali lanjut

tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan

menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal

masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi

step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan

faktor konstanta diferensialnya Td .

Gambar 7 Kurva waktu hubungan input-output kontroler diferensial

Karakteristik kontroler diferensial adalah sebagai berikut:

1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan pada

masukannya (berupa sinyal kesalahan).

2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan

kontroler tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal kesalahan.

3. Kontroler diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga

kontroler ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit

kesalahan menjadi sangat besar. Jadi kontroler diferensial dapat mengantisipasi

pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung

meningkatkan stabilitas sistem .

Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler diferensial umumnya dipakai

untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada

keadaan tunaknya. Kerja kontrolller diferensial hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu

pada periode peralihan. Oleh sebab itu kontroler diferensial tidak pernah digunakan tanpa ada

kontroler lain sebuah sistem.

Page 16: Modul praktikum kendali lanjut

Kontroler PID

Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I dan D dapat saling

menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi kontroler proposional plus

integral plus diferensial (kontroller PID). Elemen-elemen kontroller P, I dan D masing-masing

secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset

dan menghasilkan perubahan awal yang besar.

Gambar 8 menunjukkan blok diagram kontroler PID.

 

Gambar 8 Blok diagram kontroler PID analog

Keluaran kontroller PID merupakan jumlahan dari keluaran kontroler proporsional,

keluaran kontroler integral. Gambar 9 menunjukkan hubungan tersebut.

 

Gambar 9 Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran dengan masukan untuk

kontroller PID

Page 17: Modul praktikum kendali lanjut

Karakteristik kontroler PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga

parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan

sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetel

lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan

kontribusi pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.

Penalaan Paramater Kontroler PID

Penalaan parameter kontroller PID selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik

yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant, perilaku plant tersebut

harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID itu dilakukan. Karena

penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan suatu metode

eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu perubahan. Dengan

menggunakan metode itu model matematik perilaku plant tidak diperlukan lagi, karena dengan

menggunakan data yang berupa kurva krluaran, penalaan kontroler PID telah dapat dilakukan.

Penalaan bertujuan untuk mendapatkan kinerja sistem sesuai spesifikasi perancangan. Ogata

menyatakan hal itu sebagai alat control (controller tuning). Dua metode pendekatan eksperimen

adalah Ziegler-Nichols dan metode Quarter decay.

Metode Ziegler-Nichols

Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942. Metode ini

memiliki dua cara, metode osilasi dan kurva reaksi. Kedua metode ditujukan untuk

menghasilkan respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%. Gambar 10

memperlihatkan kurva dengan lonjakan 25%.  

Gambar 10 Kurva respons tangga satuan yang memperlihatkan 25 % lonjakan maksimum

Page 18: Modul praktikum kendali lanjut

Metode Kurva Reaksi

Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem untaian terbuka. Plant sebagai untaian

terbuka dikenai sinyal fungsi tangga satuan (gambar 11). Kalau plant minimal tidak

mengandung unsur integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi sistem akan berbentuk S.

Gambar 12 menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan metode ini terletak pada

ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plant yang memiliki pole kompleks.  

Gambar 11 Respon tangga satuan sistem

 

Gambar 12 Kurva Respons berbentuk S.

Kurva berbentuk-s mempunyai dua konstanta, waktu mati (dead time) L dan waktu

tunda T. Dari gambar 12 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah selang waktu L.

Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 66% dari

keadaan mantapnya. Pada kurva dibuat suatu garis yang bersinggungan dengan garis kurva.

Garis singgung itu akan memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan

garis singgung dengan sumbu absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan

garis maksimum merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L.

Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu. Zeigler dan Nichols

melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan nilai Kp, Ti, dan Td dengan

Page 19: Modul praktikum kendali lanjut

didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 1 merupakan rumusan penalaan parameter

PID berdasarkan cara kurva reaksi.

Tabel 1 Penalaan paramater PID dengan metode kurva reaksi

Tipe Kontroler Kp Ti Td

P T/L ~ 0

PI 0,9 T/L L/0.3 0

PID 1,2 T/L 2L 0,5L

 

Metode Osilasi

Metode ini didasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup. Plant disusun serial dengan

kontroller PID. Semula parameter parameter integrator disetel tak berhingga dan parameter

diferensial disetel nol (Ti = ~ ;Td = 0). Parameter proporsional kemudian dinaikkan bertahap.

Mulai dari nol sampai mencapai harga yang mengakibatkan reaksi sistem berosilasi. Reaksi

sistem harus berosilasi dengan magnitud tetap(Sustain oscillation). Gambar 13 menunjukkan

rangkaian untaian tertutup pada cara osilasi.

Gambar 13 Sistem untaian tertutup dengan alat kontrol proporsional

Nilai penguatan proportional pada saat sistem mencapai kondisi sustain oscillation

disebut ultimate gain Ku. Periode dari sustained oscillation disebut ultimate period Pu. Gambar

14 menggambarkan kurva reaksi untaian terttutup ketika berosilasi.

Page 20: Modul praktikum kendali lanjut

Gambar 14 Kurva respon sustain oscillation

Penalaan parameter PID didasarkan terhadap kedua konstanta hasil eksperimen, Ku

dan Pu. Ziegler dan Nichols menyarankan penyetelan nilai parameter Kp, Ti, dan Td berdasarkan

rumus yang diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Penalaan paramater PID dengan metode osilasi

Tipe Kontroler Kp Ti Td

P 0,5.Ku    

PI 0,45.Ku 1/2 Pu  

PID 0,6.Ku 0,5 Pu 0,125 Pu

 

Metode Quarter - decay

Karena tidak semua proses dapat mentolerir keadaan osilasi dengan amplituda tetap,

Cohen-coon berupaya memperbaiki metode osilasi dengan menggunakan metode quarter

amplitude decay. Tanggapan untaian tertutup sistem, pada metode ini, dibuat sehingga respon

berbentuk quarter amplitude decay. Quarter amplitude decay didefinisikan sebagai respon

transien yang amplitudanya dalam periode pertama memiliki perbandingan sebesar seperempat

(1/4).

Page 21: Modul praktikum kendali lanjut

Gambar 15 Kurva respon quarter amplitude decay

Kontroler proportional Kp ditala hingga diperoleh tanggapan quarter amplitude decay,

periode pada saat tanggapan ini disebut Tp dan parameter Ti dan Td dihitung dari hubungan.

Sedangkan penalaan parameter kontroler PID adalah sama dengan yang digunakan pada

metode Ziegler-Nichols (lihat tabel 1 - untuk metode kurva reaksi dan tabel 2 untuk metode

osilasi)

Pelaksanaan Percobaan :

1. Tentukan respon keluaran sistem dalam keadaan Open loop jika diketahui fungsi alih

sistem yaitu :

2. Langkah 1 untuk melakukan metode kurva reaksi setelah itu simpan gambar respon

kemudian tentukan nilai dead time (L), setelah itu tarik garis yang menyinggung kurva,

garis set point dan sumbu waktu (sumbu x) kemudian didapatkan nilai waktu tunda (T)

3. Tentukan nilai parameter PID menggunakan nilai ini berdasarkan table 1

4. Kemudian buatlah sistem menjadi close loop, tambahkan pengendali dengan membuat

nilai pengendali integral menjadi tak hingga serta derivative menjadi nol. Naikkan nilai

Kp hingga kurvanya menjadi berosilasi dengan amplitude tetap seperti pada gambar 15

kemudian tentukan nilai Ku dan Pu.

5. Setelah itu baru gunakan tabel 2 untuk menentukan nilai parameter Kp, Ti dan Td pada

nilai pengendali yang dipergunakan.

6. Metode Quarter Decay dipergunakan sebagai acuan dalam menentukan kebenaran nilai

yang telah didapatkan baik menggunakan metode reaksi ataupun metode osilasi.

Page 22: Modul praktikum kendali lanjut

7. Sedangkan metode heuristic dipergunakan untuk mencari nilai parameter dalam rangka

mendekati acuan (sesuai orde 1) ataupun mendekati Quarter-Decay Ratio.

Tugas

Buatlah penalaan parameter terhadap pengendali P, PI PD dan PID dalam rangka

mengendalikan sistem seperti yang telah di bahas pada praktikum sebelumnya (Tugas 1 & 2)

Daftar Pustaka

1. A. Johnson. Michael, Mohammad H.Moradi,2005,”PID Control : New Identification

And Design Method, Springer.

2. Ali. Muhammad,” Pembelajaran Perancangan Sistem Kontrol Pid Dengan Software Matlab”

Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Gunterus, Frans: Falsafah Dasar: Sistem Pengendalian Proses, jakarta: PT. Elex Media

Komputindo, Jakarta, 1994

4. Johnson, Curtis: Process Control Instrumentation Technology, Englewood Cliffs, New Jersey, 1988

5. Ogata, Katsuhiko, 2002, “Modern Control System” Third Edition. New Jersey: Prentice Hall

6. Ziegler, J. G. dan N.B. Nichols, 1942, Optimum Setting for Automatic Controllers, Tans.

ASME, vol. 64, pp. 759-768

Page 23: Modul praktikum kendali lanjut

PRAKTIKUM III

IDENTIFIKASI SISTEM

TUJUAN

- Mahasiswa mampu mengenal metode Identifikasi suatu sistem kendali

- Mahasiswa dapat memahami pengertian estimasi orde sistem, step response, bode plot

- Mahasiswa mampu menggunakan identifikasi sistem sebelum menyusun pengendalinya

ALAT DAN BAHAN

Komputer

Software Matlab 6.0 dan simulink

Modul Praktikum

DASAR TEORI

ESTIMASI ORDE SISTEM

Orde atau dikenal dengan derajat suatu sistem dapat diestimasi dari fungsi step (step response)

yang dipergunakanatau dengan penggunaan Bode Plot. Derajat relative suatu sistem yaitu

perbedaan antara orde dari denominator (penyebut) dan orde dari numerator (pembilang) dari

fungsi alih.

STEP RESPONSE Jika respon respon sistem merupakan non-zero step input akan memiliki

slope yang bernilai 0 ketika t=0, system harus merupakan orde kedua atau lebih tinggi lagi

sebab sistem memiliki derajat relative dua atau lebih. Jika step respon menunjukkan osilasi,

sistem juga harus menunjukkan orde kedua atau lebih dengan sistem yang underdamped.

BODE PLOT – Penggambaran fasa (phase plot) juga dapat menjadi indicator untuk mencari

orde yang baik dalam.  Jika fasa turun hingga dibawah -90 degrees, sistem merupakan orde

kedua atau lebih tinggi.  Derajat relative sistem memiliki nilai paling kecil atau sama besar

dengan bilangan dari perkalian -90 degrees hingga dicapai nilai asymtot pada nilai paling

rendah pada penggambaran fasa (phasa plot) sistem.

 

Page 24: Modul praktikum kendali lanjut

IDENTIFIKASI SISTEM DARI STEP RESPONSE

DAMPING RATIO – Untuk kondisi underdamped dari sistem orde dua, Nilai damping ratio dapat

dihitung dari persentase overshoot dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

= -ln(%OS/100) / sqrt(2+ln2(%OS/100))

dimana %OS merupakan persentase overshoot, yang dapat diperkirakan dari penggambaran

nilai off dari step response.

DC GAIN - Nilai Penguatan DC (DC gain) merupakan perbandingan dari kondisi steady state

dari step response dengan nilai magnitude dari step input.  

DC Gain = steady state output / step magnitude

 

NATURAL FREQUENCY – Frekuensi alami (natural frequency) dari kondisi underdamped

sistem orde dua dapat ditentukan dari nilai damped frekuensi alami yang dapat diukur dari nilai

penggambaran off step response dan nilai damping ratio seperti yang telah dihitung diatas.

n = d / sqrt(1 - 2)

dimana d merupakan damped frekuensi dalam rad/s yang bernilai 2/t dimana t merupakan

interval wakti antara dua consecutive peaks dari step response.

 

IDENTIFIKASI SISTEM DARI BODE PLOT

DC GAIN – Nilai DC Gain sistem dapat dihitung dari nilai magnitude bode plot ketika s=0.

DC Gain = 10M(0)/20

where M(0) is the magnitude of the bode plot when j=0.

NATURAL FREQUENCY – Frekuensi alami (natural frequency) dari sistem orde dua terjadi

ketika fasa dari respon mencepai sudut relative -90 terhadap fasa input.

n = -90

dimana -90merupakan frekuensi pada saat phase plot di -90 degrees.

DAMPING RATIO - Nilai damping ratio sistem ditemukan dengan nilai DC Gain dan nilai

magnitude dari bode plot ketika fasa plot -90 degrees.

= K / (2*10(M-90/20))

dimana M-90merupakan nilai magnitude bode plot ketika fasa -90 degrees.

 

IDENTIFIKASI PARAMETER SISTEM

Page 25: Modul praktikum kendali lanjut

Jika tipe sistem telah diketahui, parameter khusus sistem dapat ditentukan dari step response

atau bode plot. Bentuk umum fungsi alih dari sistem orde satu yaitu : 

G(s) = b/(s+a) = K/(s+1).  

Sedangkan bentuk umum fungsi alih dari sistem orde dua yaitu : 

G(s) = a/(s2+bs+c) = Kn2/(s2+2ns+n

2)

Pelaksanaan Percobaan :

1. Buatlah respon dengan step input untuk fungsi alih berikut :

2. Didapatkan gambar sebagai berikut :

0 0.5 1 1.5 2 2.5 30

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4unit step response dari G(s)=25/(s2+4s+25

Time (sec)

Am

plitu

de

Gambar 1. Step Respon sistem

3. Kemudian dapat dilihat pada gambar berikut :

Page 26: Modul praktikum kendali lanjut

0 0.5 1 1.5 2 2.5 30

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

System: sysTime (sec): 0.679Amplitude: 1.25

System: sysTime (sec): 2.56Amplitude: 0.998

unit step response dari G(s)=25/(s2+4s+25)

Time (sec)

Am

plitu

de

Gambar 2. Step Respon sistem dengan keterangan

4. Kemudian kita dapat menentukan OS (persentase overshoot), dumping ratio yaitu :

>> peak = 1.25;

>> ss = 0.998;

>> os = 100*(peak-ss)/ss

os =

25.2505

>> dampingratio = -log(os/100)/sqrt(pi^2+(log(os/100))^2)

dampingratio =

0.4013

5. Setelah itu dapat ditentukan pula DC gain jika diketahui magnitude pada step input 3

maka didapat :

Page 27: Modul praktikum kendali lanjut

>> u=3;

>> ss=0.998;

>> dcgain=ss/u

dcgain =

0.3327

6. Dapat pula ditentukan natural frequency yaitu :

>> dt=(2.56-0.679);

>> wd=2*pi/dt;

>> wn=wd/sqrt(1-dampingratio^2)

wn =

3.6468

10-1

100

101

102

-180

-135

-90

-45

0

Pha

se (

deg)

Bode Diagram

Frequency (rad/sec)

-60

-40

-20

0

20

System: GFrequency (rad/sec): 0.102Magnitude (dB): 0.0025

Mag

nitu

de (

dB)

Gambar 3. Diagram Bode untuk referensi magnitude

Page 28: Modul praktikum kendali lanjut

DC Gain dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :

DC Gain = 10M(0)/20

dimana M(0) adalah nilai magnitude dari bode plot ketika j=0.

MO=0.0025;

>> dcgain=10^(MO/20)

dcgain =

1.0003 MO=0.0025;

>> dcgain=10^(MO/20)

dcgain =

1.0003

10-1

100

101

102

-180

-135

-90

-45

0

System: GFrequency (rad/sec): 4.97Phase (deg): -89.3

Pha

se (

deg)

Bode Diagram

Frequency (rad/sec)

-60

-40

-20

0

20

System: GFrequency (rad/sec): 0.102Magnitude (dB): 0.0025

Mag

nitu

de (

dB)

Gambar 4. Diagram Bode untuk referensi phase

7. Natural Frequency yaitu :

n = -90

Page 29: Modul praktikum kendali lanjut

 = 0.89 

dimana -90merupakan frekuensi pada phase plot saat -90 derajat

Damping ratio yaitu:

= K / (2*10(M-90/20))

dimana M-90adalah nilai magnitude dari bode plot ketika phase -90 derajat