MODUL PRAKTIKUM AKUNTANSI MENENGAH -...
Transcript of MODUL PRAKTIKUM AKUNTANSI MENENGAH -...
MODUL PRAKTIKUM
AKUNTANSI MENENGAH
LABORATORIUM KOMPUTER
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
Universitas Sriwijaya
Fakultas Ilmu Komputer
Laboratorium
LEMBAR PENGESAHAN
MODUL PRAKTIKUM
SISTEM
MANAJEMEN
MUTU
ISO 9001:2008
No. Dokumen ……. Tanggal
Revisi 0 Halaman 2 DARI
MODUL PRAKTIKUM
Mata Kuliah Praktikum : Akuntansi Menengah
Kode Mata Kuliah :
SKS : 2
Program Studi : Komputerisasi Akuntansi
Semester : 4 (Genap)
DIBUAT OLEH DISAHKAN OLEH DIKETAHUI OLEH
TIM LABORAN
LABORATORIUM
FASILKOM UNSRI
TIM DOSEN
KOMPUTERISASI
AKUNTANSI FASILKOM
UNSRI
KEPALA LABORATORIUM
Daftar Isi
Cover ...................................................................................................... i
Lembar Pengesahan ............................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................. iii
Modul I: Pendahuluan ............................................................................ 1
Modul II: Rekonsiliasi Bank : Kas.......................................................... 4
Modul III: Rekonsiliasi Bank : Piutang .................................................. 12
Modul IV: Persediaan ............................................................................. 14
Modul V: Aktiva Tetap ........................................................................... 22
Modul VI: Aplikasi Kas dan Piutang ......................................................
MODUL I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mempersiapkan mahasiswa untuk mampu menerapkan
prinsip – prinsip akuntansi dasar, konsep dasar dan proses akuntansi terhadap situasi khusus yang
dihadapi di dalam organisasi.
1.2 Dasar Teori
Adanya rekonsiliasi bank adalah karena adanya perbedaan antara saldo kas versi laporan
bank dan saldo kas versi perusahaan merupakan alasan utama diperlukannya penyesuaian atau
mencari kecocokan antara keduanya, yang lazim dinamakan dengan rekonsiliasi bank. Dengan
memperhatikan jumlah saldo kas dalam laporan bank dan catatan kas yang dilakukan perusahaan
maka dapat ditelusuri sebab musabab perbedaan yang tertuang dalam laporan rekonsiliasi bank.
KATA-KATA PENTING DALAM REKONSILIASI BANK:
1. Kas = Cash
2. Piutang dagang = Account Receivable (A/R)
3. Piutang wesel = Note Receivable ( N/R)
4. Utang dagang = Account Payable ( A/P )
5. Utang wesel = Note Payable ( N/P)
6. Biaya administrasi bank = Bank Service Charge
7. Penghasilan Bunga = Interest Revenue
8. Kesalahan Bank = Bank Error
9. Kesalahan Perusahaan = Depositor Error
10. Cek yang beredar = Outstanding Check
11. Setoran dalam perjalanan = Deposit in Transit
12. Cek Kosong = Not Sufficient Fund
13. Sado kas yang disesuaikan = Adjusted Cash Balance
1.3 Perangkat yang digunakan
Perangkat keras dan lunak yang digunakan sebagai berikut:
1. Komputer/Laptop
2. Microsoft Excel 2007 atau keatas
3. Dreamweaver / Netbean
4. MySQL.
MODUL II
REKONSILIASI BANK : KAS 2.1 Pengertian Rekonsiliasi Bank
Rekonsiliasi bank adalah daftar transaksi dan jumlahnya yang menyebabkan saldo kas yang
dilaporkan pada laporan bank berbeda dengan saldo kas pada pembukuan
perusahaan. Rekonsiliasi laporan bank berguna untuk mengecek ketelitian pencatatan dalam
rekening kas dan catatan bank, selain itu untuk mengetahui penerimaan atau pengeluaran yang
belum dicatat oleh perusahaan.
Dalam membuat rekonsiliasi laporan bank perlu diketahui bahwa yang direkonsiliasikan
adalah catatan perusahaan dan bank, sehingga harus dibuat perbandingan antara keduanya agar
dapat diketahui perbedaan-perbedaan yang ada. Perbandingan ini dilakukan dengan cara debit
rekening kas dibandingkan dengan kredit catatan bank yang bisa dilihat laporan bank kolom
penerimaan, dan kredit rekening kas dibandingkan dengan debit catatan bank yang bisa dilihat
dari laporan bank kolom pengeluaran. Biasanya laporan bank diterima bulanan dan akan
direkonsiliasikan dengan catatan kas.
Terdapat dua catatan kas dalam perusahaan yaitu:
a. Akun kas pada buku besar umum perusahaan.
b. Laporan banl, yang menunjukkan penerimaan dan pembayaran kas yang dilakukan melalui
bank.
Pembukuan dan pelaporan bank biasanya menunjukkan saldo kas yang berlainan.
Perbedaan karena adanya perbedaan waktu pencatatan transaksi.
2.2 Alasan diperlukan Penyusunan Rekonsiliasi Bank
Penyusunan rekonsiliasi bank sangat diperlukan dalam sebuah perusahaan karena beberapa
alasan yaitu:
a. Untuk mengetahui jumlah selisih saldo kas dari laporan bank yang saldo kasnya berbeda pada
pembukuan perusahaan.
b. Untuk mengetahui sebab-sebab apa saja sehingga dapat terjadinya selisih saldo kas pada
catatan bank dan perusahaan.
c. Cara agar kita dapat mengetahui saldo kas yang sama (benar) akibat dari perbedaan saldo kas
yang terjadi karena perbedaan catatan antara catatan bank dan perusahaan.
Hal-hal yang menimbulkan perbedaan antara saldo menurut catatan kas dengan saldo menurut
laporan bank dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Elemen-elemen yang oleh perusahaan sudah dicatat sebagai penerimaan uang tetapi belum
dicatat oleh bank.
Contoh:
a. Bunga yang diperhitungkan oleh bank terhadap simpanan, tetapi belum dicatat dalam buku
perusahaan (jasa giro).
b. Penagihan wesel oleh bank, sudah dicatat oleh bank sebagai penerimaan tetapi perusahaan
belum mencatatnya.
2. Elemen-elemen yang sudah dicatat oleh perusahaan sebagai pengeluaran tetapi bank
mencatatnya sebagai pengeluaran.
Contoh:
a. Cek-cek yang beredar (outstanding cheque) yaitu cek yang sudah dikeluarkan oleh
perusahaan dan sudah dicatat sebagai pengeluaran kas tetapi oleh yang menerima belum
diuangkan ke bank sehingga bank belum mencatatnya sebagai pengeluaran.
b. Cek yang sudah ditulis dan sudah dicatat dalam jurnal pengeluaran uang tetapi ceknya
belum diserahkan kepada yang dibayar maka cek tersebut belum merupakan pengeluaran oleh
karena itu jurnal pengeluaran kas harus dikoreksi pada akhir periode (cheque on hand).
3. Elemen-elemen yang sudah dicatat oleh bank sebagai pengeluaran tetapi belum dicatat oleh
perusahaan.
Contoh:
a. Cek dari langganan yang ditolak oleh bank karena kosong tetapi belum dicatat oleh
perusahaan.
b. Bunga yang diperhitungkan atas overdraft (saldo kredit kas) tetapi belum dicatat oleh
perusahaan.
c. Biaya jasa bank yang belum dicatat oleh perusahaan.
Selain keempat hal di atas, perbedaan antara saldo kas dengan saldo kas menurut laporan bank
dapat terjadi akibat kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam catatan perusahaan maupun catatan
bank. Untuk dapat membuat rekonsiliasi laporan bank maka kesalahan-kesalahan yang ada harus
dikoreksi.
Rekonsiliasi bank dapat dibuat dalam 2 macam cara yang berbeda :
1. Rekonsiliasi Saldo Akhir, yang dapat dibuat dalam 2 bentuk :
a. Laporan rekonsiliasi saldo bank dan saldo kas untuk menunjukkan saldo yang benar.
b. Laporan rekonsiliasi saldo bank kepada saldo kas
2. Rekonsiliasi saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir, yang bisa dibuat dalam
2 bentuk :
a. Laporan rekonsiliasi saldo bank kepada saldo kas (4 kolom)
b. Laporan rekonsiliasi saldo bank dan saldo kas untuk menunjukkan saldo yang benar (8
kolom).
2.3 Prosedur Rekonsiliasi Bank
Terdapat tahap-tahap dalam membuat rekonsiliasi bank. Berikut ini adalah pos-pos yang tersaji
dalam rekonsiliasi bank. Pos-pos itulah yang menyebabkan perbedaan-perbedaan antara saldo
bank dan saldo pembukuan.
Tahap-tahap penyusunan rekonsiliasi Bank:
1. Mulailah dengan saldo yg tercantum dalam laporan bank dan dalam rekening Kas
perusahaan (saldo per buku)
2. Tambahkan atau kurangkan pada saldo per bank, hal-hal yg tercantum padapembukuan
perusahaan tetapi tak tercantum dalam laporan bank.
1. Tambahkan setoran dalam perjalanan pada saldo per bank
2. Kurangkan cek dalam perjalanan dari saldo per bank
3. Tambahkan atau kurangkan pd saldo per buku, hal-hal yg tercantum dalam laporan bank
tetapi tak tercantum dlm pembukuan perusahaan
1. Tambahkan pada saldo per buku:
(a) penerimaan kas langsung melalui bank
(b) pendapatan bunga atas saldo giro di bank
2. Kurangkan pada saldo per buku:
(a) biaya administrasi bank
(b) biaya pencetakan cek
(c) pengurangan yg telah dilakukan oleh bank lainnya (misal pengurangan krn adanya
pengambilan cek kosong atau cek yg telah lewat waktu)
4. Hitunglah saldo per bank dan saldo per buku yg telah disesuaikan, saldo keduanya harus
sama.
5. Buatlah jurnal untuk setiap hal yang tercantum pd butir 3, yaitu hal yang tercantum
pada sisi per buku dalam rekonsiliasi bank.
6. Perbaiki semua kesalahan pembukuan perusahaan, & sampaikan pemberitahuan ke bank
jika bank melakukan kesalahan.
Sisi Bank dari Rekonsiliasi
Pos-pos yang ada dalam sisi Bank adalah:
a Setoran dalam perjalanan (deposits in transit atau Outstanding deposits).Anda telah
mencatat setoran tersebut, tetapi bank belum mencatatnya. Tambahkan setoran dalam
perjalan itu.
b Cek yang beredar (Outstanding cheks). Anda telah mencatat cek-cek tersebut, tetapi
bank belum membayaranya. Kurangi cek yang beredar.
c Kesalah Bank (Bank Errors). Mengoreksi semua kesalahan bank pada sisi bank dari
rekonsiliasi.
Contoh:
Contoh kasus lain dalam penyusunan metode penyusunan rekonsiliasi bank:
PT ABC menyimpan dananya di Bank Dana Asia (BDA) cabang Jak-sel. Pada awal
bulan Februari 2006, saat menerima rekening koran dari Bank Dana Asia, akuntan PT.Doremi
melihat perbedaan antara saldo kas di bank menurut catatanya dengan saldo kas menurut
rekening koran. Menurut catatannya, saldo kas pada akhir Januari 2006 adalah sebesar Rp
45.500.00, sedangkan menurut rekening koran Bank Dana Asia adalah sebesar Rp 54.400.000.
Setelah selusuri, akuntan perusahaan tersebut menemukan beberapa informasi tambahan
yang terkait dengan perbedaan saldo tersebut, yaitu:
a Setoran kas ke bank tanggal 31 Januari 2006 sebesar Rp 15.200.000, belum dicatat oleh bank.
b Tagihan Pt.Doremi kepada Pt.KLM di Surabay sebesar Rp 9.600.000, yang dilakukan Bank
Dana Asia telah berhasil dan Pt.Doremi belum mengetahui.
c Pendapatan bunga Bank sebesar Rp 1.200.000 belum dicatat Pt.Doremi
d Beban Administrasi Bnak sebesar Rp 300.000. belum dicatat Pt.Doremi
e Cek yang diterima Pt.Doremi pada tanggal 25 Januari yang lalu dari Pt.DingDong sebesar Rp
4.000.000. ternyata tidak ada dananya.
f Cek yang telah dikeluarkan Pt.Doremi pada akhir bulan Januari yang lalun sebesar Rp
13.600.000 ternyata oleh pemegangnya belum dicairkan.
g Cek sebesar Rp 7.500.000 yang diterima Pt.Doremi dari Pt. Mifasol sebagai pembayaran
piutang pada bulan Januari yang lalu, di catat oleh akuntan Pt.Doremi sebesar Rp 2.500.000
h Cek sebesar Rp 3.500.000 yang dikeluarkan oleh PT ABC pada pertengahan bulan Januari
yang lalu untuk membayar beban perbaikan kendaraan, oleh akuntan perusahaan dicatat
sebesar Rp 2.500.000.
Pembahasan Soal:
MODUL III
REKONSILIASI BANK : PIUTANG
3.1 Pengertian Piutang
Piutang adalah tuntutan atau klaim perusahaan kepada pihak lain, baik terhadap perorangan
maupun terhadap suatu badan usaha yang terjadi karena adanya suatu transaksi. Piutang timbul
apabila perusahaan menjual barang atau jasa kepada perusahaan lain atau perorangan secara
kredit.
3.2 Jenis – jenis Piutang
Pada dasarnya piutang dikelompokan menjadi 3 jenis, antara lain sebagai berikut:
1. Piutang Dagang
Piutang dagang adalah tagihan perusahaan kepada pelanggan sebagai akibat tagihan adanya
penjualan barang atau jasa secara kredit, dimana taghan tidak disertai dengan surat perjanjian
yang formal, akan tetapi karena adanya unsure kepercayaan dan kebijakan perusahaan.
2. Piutang non dagang
Piutang nondagang adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain atau pihak ketiga yang timbul
atau terjadi bukan karena adanya transaksi penjualan barang dagang atau jasa secara kredit.
Berikut ini contoh – contoh piutang non dagang:
a. Piutang biaya. Contohnya: asuransi dibayar dimuka, sewa dibayar dimuka, gaji dibayar
dimuka, iklan dibayar dimuka.
b. Piutang penghasilan. Contohnya: piutang jasa, piutang sewa dan piutang bunga
c. Uang muka pembelian ( persekot). Contohnya: pembayaran uang muka pembelian suatau
barang yang sebelumnya sudah dipesan terlebih dahulu.
d. Piutang lain – lain. Contohnya: piutang perusahaan kepada karyawan, kelebihan membayar
pajak dan piutang perusahaan kepada cabang – cabang perusahaan
3. Piutang wesel
Piutang wesel adalah tagihan perusahaan kepada pihak ketiga atau pihak lain yan menggunakan
perjanjian secara tertulis dengan wesel atau promes.
3.3 Contoh soal
PT. KA UNSRI merupakan perusahaan yang menjual alat elektronik
untuk penjualan kredit menggunakan term 5/10 n/30
adapun penjualan kredit yang belum dibayar pada tanggal 31 Desember 2015 adalah sebagai berikut
Tanggal Instansi Nilai
12-Des-14 PT. G 100 BJT 1%
10-Jun-15 PT. H 100 > 1 - 30 2%
30-Nop-14 PT. I 100 >31 - 60 5%
13-Mar-15 PT. J 100 >61 - 180 10%
02-Agust-15 PT. K 100 >180 15%
diminta berapakah cadangan piutang yang harus dicatat pada tahun 2015?
Jawab
SKEDUL UMUR PIUTANG
Tanggal Instansi Nilai BJT >1 - 30 >31 - 60 >61 - 180 > 180
12-Des-14 PT. G 100
10-Jun-15 PT. H 100
30-Nop-14 PT. I 100
13-Mar-15 PT. J 100
02-Agust-15 PT. K 100
1% 2% 5% 10% 15%Total
MODUL IV
PERSEDIAAN
4.1 Pengertian Persediaan
Persediaan adalah bagian utama dalam neraca dan seringkali merupakan perkiraan yang nilainya
cukup besar yang melibatkan modal kerja yang besar. Tanpa adanya persediaan barang dagangan,
perusahaan akan menghadapi resiko dimana pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan
dari para pelanggannya. Tentu saja kenyataan ini dapat berakibat buruk bagi perusahaan, karena
secara tidak langsung perusahaan menjadi kehilangan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan yang seharusnya didapatkan.
Pengertian Persediaan Menurut Ahli
Menurut (standar akuntansi keuangan, 1999) pengertian persediaan adalah aktiva:
1. yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal;
2. dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau
3. dalam bentuk bagan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi
atau pemberian jasa
Pengertian persediaan dalam hal ini adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang
milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode waktu tertentu atau
persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun
persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi.
4.2 Metode Persediaan
1. Sistem Periodik
Dalam pencatatan sistem fisik, nilai persediaan barang akhir periode diketahui setelah kuantitas
barang yang tersedia dihitung secara fisik kemudian dikalikan dengan harga satuan. Harga satuan
barang yang digunakan sebagai dasar penilaian persediaan bergantung kepada metode penilaian
yang digunakan. Metode yang digunakan dalam sistem periodik antara lain:
a Metode tanda pengenalan khusus
Metode ini biasanya digunakan untuk perusahaan yang spesifik dan spesial yang menjual jenis
barang sedikit dan harga mahal (Berlian, Mobil termewah). Setiap barang yang masuk diberi
tanda pengenal khusus yang menunjukkan harga satuan sesuai dengan faktur pembelian yang
diterima.
Contoh: Terdapat persediaan akhir barang AB sebanyak 7500 kg yang terdiri atas 75 karung @
100kg. Tanda pengenal khusus:
40 Karung tanda pengenal khusus Rp 2.800.000
30 Karung tanda pengenal khusus Rp 2.600.000
5 Karung tanda pengenal khusus Rp 2.400.0000
40 x Rp 2.800.000 = Rp 112.000.000
30 x Rp 2.600.000 = Rp 78.000.000
5 x Rp 2.400.000 = Rp 12.000.000
Total persediaan akhir Rp 202.000.000
b Metode Rata-Rata
Cara penghitungan metode ini adalah dengan menghitung rata-rata dari harga beli dengan jumlah
yang dibeli selama periode tertentu.
Contoh:
Selama suatu periode PT. X membeli barang dagang Rp 98.000.000 sebanyak 40.000 unit. Pada
akhir periode, sisa barang dagang tersebut sebanyak 7.500 unit.
Harga rata-rata = Rp 2.460
Sehingga, nilai persediaan pada akhir periode yaitu 7.500 unit x Rp 2.460
Yaitu Rp 18.450.000
c Metode FIFO
Menurut metode FIFO (First In Frist Out) atau MPKP (Masuk Pertama Keluar Pertama), barang
yang lebih dulu masuk dianggap barang yang lebih dulu keluar. Tetapi hal ini tidak pada keadaan
sebenarnya, anggapan tersebut hanya digunakan untuk perhitungan (penggunaan bukti transaksi).
Ketika masuk pertama keluar pertama, berati dapat disimpulkan bahwa persediaan akhir terdiri
dari pembelian pada saat-saat terakhir.
Contoh: pembelian selama bulan maret
Maret 1 Persediaan 6000 unit @ 2000 = Rp 12.000.000,-
5 pembelian 6000 unit @ 2200 = Rp 13.200.000,-
10 pembelian 5000 unit @ 2400 = Rp 12.000.000,-
15 pembelian 8000 unit @ 2600 = Rp 20.800.000,-
20 pembelian 4000 unit @ 2700 = Rp 10.800.000,-
26 pembelian 6000 unit @ 2600 = Rp 15.600.000,-
30 pembelian 5000 unit @2.800 = Rp 14.000.000,-
Barang yang tersedia
dijual bulan maret 40.000 unit Rp 98.400.000,-
Dari data tersebut diketahui persediaan akhir digudang sebanyak 7.500 unit.
Sehingga perhitungan menggunakan FIFO:
Maret 30 5000 x 2.800 = Rp 14.000.000,-
26 2.500 x 2.600 = Rp 6.500.000,-
Total Rp 20.500.000,-
d Metode LIFO
Menurut metode LIFO (Last In First Out) atau MTKP (Masuk Terakhir Keluar Pertama), barang
yang terakhir masuk dianggap barang yang lebih dulu keluar. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa nilai persediaan akhir merupakan nilai pada pembelian awal.
Contoh (Menggunakan data FIFO)
Persediaan akhir menurut metode LIFO dihitung:
Maret 1 6000 x 2.000 = Rp 12.000.000,-
5 1500 x 2.200 = Rp 3.300.000,-
Total Rp 15.300.000,-
e. Metode Persediaan Dasar
Adakalanya perusahaan menetapkan jumlah minimum persediaan yang harus ada setiap saat,
baik mengenai kuantitas maupun harga satuan, atau sering disebut dengan persediaan dasar
(Basic Stock). Menurut metode ini, nilai persediaan barang akhir periode dihitung :
i. Apabila kuantitas lebih banyak dari kuantitas sediaan dasar, nilai persediaan adalah nilai
dasar ditambah dengan harga pasar kelebihannya.
ii. Apabila kuantitas lebih rendah dari kuantitas sediaan dasar, nilai persediaan adalah nilai
dasar dikurangi dengan harga pasar kekurangannya.
Contoh:
Persediaan dasar barang ABC ditentukan sebanya 6.000 kg dengan harga Rp 2.200,00 tiap
kg. Harga pasar barang pada saat perhitungan adalah Rp 2.800,00Persediaan pada 31 Mei
sebanyak 7.500 kg dinilai :
Sediaan dasar 6000 x 2.200 13.200.000
Ditambah kelebihannya
1500 x 2.800 4.200.000
Jumlah 17.400.000
2. Sistem Perpetual
Dalam sistem perpetual ini berbeda dengan sistem periodik. Pencatatan persediaan pada sistem
ini dilakukan setiap terjadi transaksi, jadi penilaian persediaan pada sistem ini bukan mencari
persediaan akhir seperti halnya sistem periodik. Dalam hal sistem perpetual penilaian ini
digunakan untuk mencari total persediaan yang keluar sesuai harga beli atau disebut dengan
harga pokok penjualan. Biasanya untuk memudahkan, perhitungan HPP ini dilakukan dengan
pembuatan Kartu Persediaan.
Contoh :
Mei 1 Persediaan 120 unit @ 54.000 = Rp 6.480.000,-
5 Pembelian 180 unit @ 60.000 = Rp 10.800.000,-
10 Penjualan 200 unit
16 pembelian 200 unit @ 63.000 = Rp 12.600.000,-
20 Pembelian 120 unit @ 64.000 = Rp 7.680.000,-
26 Penjualan 280 unit
a. Metode FIFO
Menurut metode ini harga pokok barang yang dijual dihitung dengan anggapan bahwa barang
yang pertama kali masuk dijual terlebih dulu. kekurangan diambil dari barang masuk berikutnya,
begitu seterusnya.
Sehingga menurut metode FIFO harga pokok penjualan yaitu:
· Mei 10 Penjualan 200 unit
Dihitung dari :
Mei 1 120 x 54.000 = 6.480.000
5 80 x 60.000 = 4.800.000
Jumlah Rp 11.280.000
· Mei 26 Penjualan 280
Dihitung dari:
Mei 5 100 x 60.000 = 6.000.000
16 180 x 63.000 = 11.340.000
Jumlah Rp 17.340.000
Sehingga HPP selama bulan Mei 2004 menurut metode FIFO:
HPP Mei 10 Rp 11.280.000
HPP Mei 26 Rp 17.340.000
Total HPP Rp 28.620.000
Dari data di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:
Persediaan awal periode 120 unit Rp 6.480.000,00
Total Pembelian selama bulan mei 500 unit Rp 31.080.000,00
Total Barang Tersedia untuk dijual 620 unit Rp 37.560.000,00
Total HPP selama bulan mei (480 unit) (Rp 28.620.000,00)
Saldo Persediaan akhir periode 140 unit Rp 8.940.000,00
b. Metode LIFO
Menurut metode LIFO (MTKP), harga pokok barang yang dijual dihitung dengan anggapan
bahwa barang yang terakhir masuk adalah barang yang dijual lebih dulu. kekurangannya diambil
dari barang yang masuk sebelumnya, begitu seterusnya. Sehingga dari contoh diatas, dapat kita
hitung HPP menurut metode LIFO :
Mei 10 Penjualan 200 unit
Dihitung dari :
Mei 5 180 x 60.000 = 10.800.000
1 20 x 54.000 = 1.080.000
Jumlah Rp 11.880.000
Mei 26 Penjualan 280
Dihitung dari:
Mei 20 120 x 64.000 = 7.680.000
16 160 x 63.000 = 10.080.000
Jumlah 17.760.000
Sehingga HPP selama bulan Mei 2004 menurut metode FIFO:
HPP Mei 10 Rp 11.880.000
HPP Mei 26 Rp 17.760.000
Total HPP Rp 29.640.000
Perhitungan Persediaan metode FIFO menggunakan Kartu Persediaan
Dari data di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:
Persediaan awal periode 120 unit Rp 6.480.000,00
Total Pembelian selama bulan mei 500 unit Rp 31.080.000,00
Total Barang Tersedia untuk dijual 620 unit Rp 37.560.000,00
Total HPP selama bulan mei (480 unit) (Rp 29.640.000,00)
Saldo Persediaan akhir periode 140 unit Rp 7.920.000,00
c. Metode Rata-Rata
Penerapan metode rata-rata dalam sistem pencatatan perpetual, disebut metode rata-rata
bergerak (Moving Average Method). Disebut demikian, karena tiap terjadi transaksi pembelian,
harga rata-rata per satuan barang harus dihitung, sehingga rata-rata per satuan akan berubah-
ubah. Harga pokok satuan barang yang dijual adalah harga pokok rata-rata yang berlaku pada
saat terjadi transaksi penjualan.
Sehingga menurut metode FIFO harga pokok penjualan yaitu:
· Mei 10 Penjualan 200 unit
Dihitung dengan mencari harga pokok rata-rata terlebih dahulu:
Sediaan 1 Mei 120 x 54.000 = 6.480.000
Pembelian 5 Mei 180 x 60.000 = 10.800.000
Jumlah 300 unit 17.280.000
HP rata-rata/unit = Rp 57.600
Jadi, Penjualan 200 unit adalah 200 x 57.600 = Rp 11.520.000
HP Rata-rata 16 Mei menjadi: = Rp 61.200
Begitu selanjutnya, perhitungan HP rata-rata dilakukan setiap terjadi pembelian.
Perhitungan Persediaan metode rata-rata (Average) menggunakan Kartu Persediaan
Dari data di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:
Persediaan awal periode 120 unit Rp 6.480.000,00
Total Pembelian selama bulan mei 500 unit Rp 31.080.000,00
Total Barang Tersedia untuk dijual 620 unit Rp 37.560.000,00
Total HPP selama bulan mei (480 unit) (Rp 28.880.000,00)
Saldo Persediaan akhir periode 140 unit Rp 8.680.000,00
MODUL V
AKTIVA TETAP
5.1 Pengertian Aktiva Tetap
Yang dimaksud dengan aktiva tetap adalah kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan,
yang dimana kekayaan tersebut didapatkan dalam bentuk siap pakai atau telah dibangun terlebih
dahulu, sifatnya permanen dan dapat digunakan dalam kegiatan normal perusahaan untuk jangka
waktu yang relatif panjang serta memiliki nilai cukup material.
Aktiva tetap yaitu sumber daya ekonomi yang didapatkan dan dikuasai oleh perusahaan
sebagai hasil dari transaksi masa lalu, salah satunya yaitu aktiva tetap yang digunakan oleh
perusahaan dalam kegiatan operasionalnya dalam menghasilkan produk atau jasa.
5.2 Karakteristik Aktiva Tetap
Adapun karakteristik dari aktiva tetap diantaranya sebagai berikut di bawah ini:
Tidak untuk di jual kembali.
Memiliki wujud fisik.
Memiliki nilai material, harga dari aset cukup signifikan misalnya seperti: harga tanah,
harga mesin, harga bangunan dan lain sebagainya.
Memiliki periode manfaat dengan jangka waktu yang panjang (lebih dari 1 tahun).
Dapat memberikan banyak manfaat di masa yang akan datang.
Aset dapat digunakan secara efektif dalam aktivitas normal perusahaan (tidak untuk di
jual kembali seperti halnya produk, persediaan dan investasi).
Dimiliki oleh perusahaan tidak sebagai investasi.
5.3 Aktiva tetap berdasarkan sifatnya dan Contohnya
1. Aktiva tetap berwujud
Yang dimaksud dengan aktiva tetap berwujud (tangible fixed assets) yaitu merupakan aktiva
tetap yang memiliki bentuk fisik, terdapat 3 (tiga) jenis aktiva tetap berwujud, diantaranya
seperti di bawah ini:
Yang pertama, aktiva yang merupakan sumber dari penyusutan atau
depresiasi, contohnya seperti: bangunan atau gedung, peralatan, kendaraan, inventaris, mesin-
mesin produksi dan lain sebagainya.
Yang kedua, aktiva yang merupakan sumber dari deplesi atau penyusutan, contohnya
seperti: tambang mineral, mineral deposits atau sumber alam dan lain sebagainya. Sumber alam
atau tambang dapat habis melalui kegiatan-kegiatan eksploitasi pada sumber-sumber tersebut,
oleh sebab itu sumber alam harus dapat dialokasikan kepada periode-periode yang dimana
sumber alam atau tambang tersebut dapat memberikan hasilnya.
Yang ketiga, aktiva yang tidak mengalami penyusutan atau tidak mengalami deplesi, contohnya
seperti: tempat atau tanah dimana bagunan perusahaan di dirikan dan lain sebagainya.
2. Aktiva tetap tidak berwujud
Sedangkan yang dimaksud dengan aktiva tidak berwujud (Intangible Assets) yaitu merupakan
aktiva yang tidak memiliki wujud fisik, akan tetapi memiliki manfaat yang besar untuk
perusahaan yang dinyatakan dalam bentuk jaminan tertentu, contohnya seperti: hak cipta, hak
paten, hak monopoli, biaya untuk riset, merek dagang, biya untuk mendirikan perusahaan dan
lain sebagainya.
Itulah dibagian atas penjelasan mengenai pengertian aktiva tetap, jika dalam pembahasan ini
terdapat suatu kekurangan atau kesalahan perbaiki saja oleh kamu sendiri, dan kalau penjelasan
ini memiliki manfaat mohon untuk dimen- Share ke sahabat kamu yang lainnya.
5.4 Contoh kasus
Perusahaan yang sedang bertumbuh dan berkembang, biasanya jumlah produksinya juga
meningkat. akibatnya, perusahaan mau tak mau melakukan pengingkatan kapasitas (upgrade)
terhadap aset tetap yang digunakan, apakah itu gudang, mesin, tanah atau apapun itu sumber
daya yang menghasilkan terhadap pertumbuhan perusahaan. jika terjadi upgrading terhadap
aktiva tetap, hal ini akan menimbulkan pengeluaran pengeluaran yang cukup bernilai material
bagi perusahaan.
Contoh Kasus Peningkatan Kapasitas (Up-grading)
PT Bianglala, yang bergerak dalam usaha pakan ternak, akhir akhir ini mengalami permintaan
pesanan, omzet terus bertambah, untuk itu PT Bianglala memutuskan untuk menambah kapasitas
mesin Boiler yang dimiliki saat ini. pemanas boiler ini menggunakan bahan bakar kayu dan ingin
di ubah menjadi bahan bakar batu bara agar kinerja boiler meningkat. Dalam peningkatan
kapasitas tersebut. PT Bianglala mengeluarkan kas dengan rincian sebagai berikut :
Pembelian Besi 17.000.000
Biaya Pasang Teknisi 7.000.000
Penadah Batu Bara 6.000.000
Biaya Lain Lain 2.000.000
Transaksi tersebut dicatat :
Debit | Mesin 32.000.000
Kredit | Cash
32.000.000
Contoh Kasus Turun Mesin
PT ABC Melakukan Turun Mesin pada salah satu mesin produksinya. Mesin yang di beli 9 tahun
lalu diperoleh dengan harga Rp 50.000.000. saat itu, mesin tersebut diestimasi memiliki life time
selama 10 tahun dengan menggunakan metode penyusutan garis lurus. setelah dilakukan turun
mesin tersebut, mesin tersebut diperkirakan akan mampu produktif hingga 5 tahun kedepan.
perusahaan menghabiskan dana hingga Rp. 8.000.000 untuk turun mesin tersebut
Maka dilakukan pencatatan sebagai berikut :
Debit | Akumulasi Penyusutan 8.000.000
Kredit | Cash
8.000.000
Catatan : Jurnal diatas untuk mengkapitalisasi pengeluaran atas turun mesin sebesar Rp
8.000.000
Masalah berikutnya :
Berapa akumulasi penyusutan setelah turun mesin?
Berapa besarnya Nilai Buku mesin setelah turun mesin?
Berapa biaya penyusutan yang akan dibebankan pada tahun ke 9 ?
Berapa Nilau Buku Tutup Tahun ke 9 nanti ?
Maka perlu kita lakukan perhitungan awal sebagai berikut :
Selanjutnya perhitungan dibawah ini
Sebelum Turun Mesin
Harga Perolehan 50.000.000
Umur Ekonomis 10 Tahun
Biaya Penyusutan Per Tahun 5.000.000
Akumulasi Penyusutan Tahun ke 9 45.000.000
Nilai Tutup Buku Tahun ke 9 5.000.000
Setelah Turun Mesin
Akumulasi Penyusutan 37.000.000
Nilai Buku 13.000.000
Tambahan Umur Ekonomis 5
Penyusutan Tahun ke 10 2.600.000
Akumulasi Penyusutan Tahun ke 10 2.600.000
Nilai Tutup Buku Tahun ke 10 10.400.000
Keterangan
Akumulasi Penyusutan 45.000.000 - 8.000.000
Nilai Buku 50.000.000 - 37.000.000
Penyusutan Tahun ke 10 13.000.000 : 5
Akumulasi Penyusutan Tahun ke 10 2.600.000 x 1
Nilai Tutup Buku Tahun ke 10 13.000.000 - 2.600.000
Dari sana kita lihat
Setelah pengeluaran atas turun mesin di kapitalisasi sebesar Rp 8,000,000 dengan cara mendebit
rekening Akumulasi penyusutan sebesar Rp 8,000,000, maka Akumulasi Penyusutan berkurang
sebesar Rp 8,000,000, sehingga Akumulasi Penyusutan setelah turun mesin adalah
Rp 45.000.000 - Rp 8.000.000 = Rp 37.000.000
Nilai Buku menjadi Rp 50.000.000 - 37.000.000 = Rp 13.000.000
Penyusutan yang dibebankan pada tahun ke-10 adalah sebesar Rp 13.000.000 : 5 Tahun =
2.600.000
5 Tahun adalah umur ekonomis setelah turun mesin, selama 5 tahun ke depan mesin tersebut
dapat beroperasi
Nilai Buku tutup tahun ke-8 ini pun menjadi bisa kita hitung, yaitu : Rp 13.000.000 – Rp
2.600.000 = 10.400.000