Modul Praktikum 2. Flow Measurement

14
Modul Eksperimen PENGUKURAN TEKANAN DAN GAYA HAMBAT PADA AIRFOIL EPPLER 205 PENYUSUN: Dr. Romie Oktovianus Bura, B.Eng.(Hons.) dan Tim Asisten Laboratorium Aerodinamika Laboratorium Aerodinamika Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung

description

Flow measurement

Transcript of Modul Praktikum 2. Flow Measurement

  • Modul Eksperimen

    PENGUKURAN TEKANAN DAN GAYA

    HAMBAT PADA AIRFOIL EPPLER 205

    PENYUSUN:

    Dr. Romie Oktovianus Bura, B.Eng.(Hons.)

    dan Tim Asisten Laboratorium Aerodinamika

    Laboratorium Aerodinamika

    Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara

    Institut Teknologi Bandung

  • I. LATAR BELAKANG

    Pengukuran karakteristik aerodinamik airfoil dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu:

    1. Menggunakan balance.

    2. Mengukur tekanan pada permukaan airfoil dan tekanan dibelakang airfoil.

    Dengan menggunakan balance, keluaran hasil pengujian langsung berupa gaya-gaya dan

    momen-momen. Dibandingkan dengan metode kedua, metode ini memberikan keuntungan

    antara lain:

    1. Waktu pengujian dan analisis lebih singkat.

    2. Analisis lebih sederhana.

    Metode ini baik digunakan untuk mencari karakteristik aerodinamik benda-benda 3 dimensi,

    terutama benda dengan dimensi dan bentuk sembarang, karena tidak membutuhkan

    analisis keadaan udara sepanjang permukaan benda uji tersebut.

    Untuk pengembangan dan penelitian, pengujian karakteristik aerodinamik airfoil lazim

    dilakukan menggunakan metode integrasi tekanan. Waktu pengujian dan analisis mungkin

    lebih lama, tetapi dengan metode ini, keadaan aliran sepanjang permukaan airfoil dan

    dibelakang airfoil dapat diketahui. Keadaan aliran ini berguna sebagai data masukan jika

    pengujian dimaksudkan untuk mencari airfoil dengan karakteristik yang lebih baik.

    II. TUJUAN

    - Menentukan distribusi tekanan yang terjadi di sepanjang permukaan airfoil Eppler

    205

    - Menentukan gaya hambat airfoil Eppler 205 dengan menggunakan wake rake

    III. DASAR TEORI

    3.1 Pengukuran gaya hambat dengan metode momentum

    Dengan metode momentum, gaya hambat airfoil dievaluasi dari total head loss, yaitu

    pengurangan momentum di dalam ulakan (wake). Cara yang dilakukan yaitu dengan

    memasang wake rake tegak lurus terhadap bentangan sayap di belakang tepi buritan airfoil.

    Dalam percobaan ini gaya hambat hanya dievaluasi di suatu tempat tertentu dalam arah

  • bentangan sayap. Oleh sebab ketidaksempurnaan model, mungkin akan terjadi variasi gaya

    hambat sepanjang bentangan sayap, penjajagan gaya hambat sepanjang bentangan sayap

    perlu dikerjakan lebih dahulu untuk memilih posisi yang memberikan harga rata-rata gaya

    hambat.

    wake

    321

    u1

    u2

    Gambar 1 Aliran melewati sebuah airfoil.

    Teori dasar pengukuran dengan wake survey adalah sebagai berikut. Perhatikan aliran

    melewati sebuah airfoil pada gambar 2. Dapat dibayangkan bahwa sebagian aliran udara

    yang melewati airfoil mengalami pengurangan momentum karena adanya gesekan dengan

    permukaan airfoil. Pengurangan momentum ini sama dengan gaya hambat airfoil, D, yang

    dapat ditulis sebagai berikut:

    tandet

    kecepaperubahanik

    massaD (1)

    Untuk satu satuan panjang airfoil dapat ditulis:

    3313 dyuuuD (2)

    Dengan membagi persamaan ini dengan cu2

    12

    1 diperoleh koefisien gaya hambat:

    c

    dy

    u

    u

    u

    u

    cu

    DCd

    3

    2

    1

    3

    1

    3

    2

    1

    2

    2

    1

    (3)

    dimana y diukur tegak lurus arah aliran bebas (u1) dalam bidang proyeksi sayap dan c

    adalah chord airfoil. Karena wake rake mengukur tekanan-tekanan total dan statik,

    persamaan (3) perlu dituliskan dalam bentuk tekanan-tekanan total dan statik. Dengan

    menggunakan persamaan Bernoulli, dapat dituliskan untuk posisi 1 dan 3 (gambar 2):

    2

    112

    11

    uppt (4)

  • 2332

    13

    uppt (5)

    Tekanan statik pada 3 sama dengan tekanan statik pada 1, jika lokasi 3 terletak cukup jauh

    di belakang profil sayap, maka:

    2

    312

    13

    uppt (6)

    Dengan mensubstitusikan persamaan (4) ke persamaan (3) diperoleh:

    c

    dy

    pp

    pp

    pp

    ppC

    t

    t

    t

    t

    d3

    1

    1

    1

    1

    1

    3

    1

    32 (7)

    Kondisi yang dapat memberikan persamaan (7) praktis tidak dapat dicapai. Oleh karena

    kenyataan ini, wake rake dapat diletakkan pada lokasi 2, beberapa jarak di belakang ekor

    airfoil, dimana p2 belum sama dengan p3. Untuk keperluan ini dianggap bahwa aliran udara

    dari lokasi 2 ke lokasi 3 tidak mengalami pengurangan momentum, atau 32 tt

    pp .

    2

    31

    2

    222

    1

    2

    12

    upuppt (8)

    Dengan menggunakan persamaan kekekalan massa dari 2 ke 3 didapat:

    3322 dyudyu (9)

    Substitusi persamaan (9) ke persamaan (2) menghasilkan:

    2312 dyuuuD (10)

    Dengan membagi persamaan (10) dengan cu2

    12

    1 diperoleh:

    c

    dy

    u

    uu

    u

    u

    cu

    DCd

    2

    2

    1

    32

    1

    2

    2

    1

    2

    2

    1

    (11)

    Substitusi persamaan (4) dan persamaan (8) ke persamaan (11) menghasilkan:

    c

    dy

    pp

    pp

    pp

    ppC

    t

    t

    t

    t

    d2

    1

    1

    1

    2

    1

    2

    1

    2 12

    (12)

    atau

  • cdy

    pp

    pp

    pp

    pp

    pp

    ppC

    t

    t

    tt

    t

    d2

    1

    1

    1

    12

    1

    2

    1

    2

    11

    2 12

    (13)

    Persamaan (13) dapat ditulis dalam bentuk:

    c

    dycccC

    tst pppd2

    22212 (14)

    3.2 Evaluasi Gaya Angkat

    Evaluasi gaya angkat dapat dilakukan dengan cara menghitung gaya normal dengan

    pengukuran tekanan di permukaan airfoil. Bila distribusi tekanan pada airfoil sudah diukur,

    gaya normal airfoil dapat dihitung dengan cara sebagai berikut (gambar 3).

    Gambar 2 : Diagram Gaya Pada Aerofoil

    Untuk elemen satu satuan panjang pada arah bentangan, kita dapat menulis untuk elemen

    ds dengan tekanan p pada permukaan airfoil.

    cospdsdN (15)

    dimana N adalah gaya normal terhadap chord, adalah sudut antara garis singgung

    permukaan pada ds dan chord. Gaya normal total dapat diperoleh dengan integrasi

    sekeliling permukaan airfoil.

    dspN cos (16)

    Dari hubungan geometri diperoleh:

    Gambar 3 Diagram Gaya pada Airfoil

  • dxds cos (17)

    dimana x diambil sepanjang chord.

    Dengan menuliskan tekanan pada permukaan atas sebagai pu dan permukaan bawah

    sebagai pl, persamaan (16) dapat dituliskan sebagai:

    c c

    lu dxpdxpN0 0

    (18)

    c

    lu dxppN0

    (19)

    Dengan membagi kedua ruas dengan qc, dimana q adalah tekanan dinamik aliran bebas,

    dan c adalah chord airfoil, kita peroleh:

    c

    lun

    c

    dx

    q

    pp

    qc

    NC

    0

    (20)

    atau

    1

    0c

    xdCC

    qc

    NC

    lu ppn (21)

    dimana: q

    ppCp

    dan p adalah tekanan aliran bebas. Bila gaya hambat airfoil D sudah diketahui, dari gambar

    3 kita peroleh:

    sincos DLN

    atau dalam bentuk koefisien:

    sincos dln CCC

    kemudian

    tansec dnl CCC (22)

    dimana adalah sudut serang, yaitu sudut antara aliran bebas dengan chord.

  • IV. PERALATAN LABORATORIUM

    Peralatan yang digunakan:

    - Terowongan angin dengan penampang seksi uji 40 cm x 40 cm

    - Model airfoil Eppler 205

    Gambar 6. Model airfoil Eppler yang digunakan untuk pengujian

    - Tabung Pitot

    - Scanivalve

    Scanivalve adalah valve (katup) yang berfungsi untuk menghubungkan orifice yang

    terhubung langsung pada model airfoil dengan piranti pembaca skala tekanan.

    Gambar 7. Scanivalve yang digunakan pada percobaan

    - DPI (Direct Pressure Indicator)

    - Termometer

  • - Higrometer

    - Wake Rake

    Alat ini dugunakan untuk mengukur tekanan pada daerah terjadinya ulakan.

    Biasanya dipasang di bagian belakang airfoil.

    Gambar 8. Wakerake yang digunakan pada percobaan

    V. PROSEDUR EKSPERIMEN

    Pra-percobaan:

    1. Mengukur dan menghitung kondisi atmosfer laboratorium seperti

    temperature (T), kelembaban (), dan tekanan (P) masing-masing

    dengan menggunakan thermometer, hygrometer, dan barometer.

    Sedangkan untuk kerapatan udara (), dan viskositas udara () dihitung

    dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

    (

    )

    (

    )

    (

    )

    Dimana :

  • 2. Memastikan benda uji dan seksi uji dalam keadaan tidak kotor.

    3. DPI dinyalakan dan didiamkan selama minimal 24 jam sebelum

    eksperimental agar pengukuran yang ditunjukkannya cukup stabil.

    Kalibrasi Terowongan Angin

    Kalibrasi pada terwongan angin dilakukan untuk mengukur kecepatan aliran tak

    terganggu yang akan digunakan saat eksperimental. Ilustrasi kalibrasi terowongan

    angin ditunjukkan oleh Gambar 9.

    4. Menghubungkan DPI dengan kedua tabung pitot pada area kalibrasi

    untuk mengukur tekanan dinamik

    5. Menghitung tekanan dinamik untuk dua kecepatan aliran tak

    terganggu, yaitu 20 m/s dan 30 m/s. Persamaan yang digunakan

    adalah sebagai berikut:

    21 . .2

    q U (23)

    atau

    2.qU

    (24)

  • Gambar 9 Ilustrasi Pengambilan Data Kalibrasi Terowongan Angin

    6. Menyalakan terowongan angin dan atur hingga DPI menunjukkan

    nilai tekanan yang sama dengan tekanan dinamik yang diinginkan.

    7. Matikan terowongan angin.

    Percobaan I (Pengukuran tekanan)

    8. Memasang Benda uji berupa model airfoil Eppler 205 lengkap dengan

    orifice-nya di dalam seksi uji.

    9. Menghubungkan selang-selang keluaran dari orifice dengan Scanivalve.

    10. Menghubungkan Scanivalve dengan DPI

    11. Menyalakan terowongan angin dan melakukan setting kecepatan yang

    bersesuaian dengan Reynolds number 100000. Model dipasang pada

    sudut serang 0 derajat.

    12. Melihat dan mencatat tekanan dinamik yang terjadi pada tiap station

    pada DPI.

    13. Mengulangi langkah 11 dan 12 untuk sudut serang yang berbeda, yaitu

    4, 8 dan 12 derajat serta Reynolds number 200000.

    Percobaan II (Pengukuran gaya hambat dengan wake rake)

    14. Memasang Benda uji berupa model airfoil Eppler 205

    15. Memasang wake rake tegak lurus terhadap bentangan sayap di

    belakang tepi buritan airfoil.

  • 16. Menyalakan terowongan angin dan melakukan setting kecepatan yang

    bersesuaian dengan Reynolds number 100000. Model dipasang pada

    sudut serang 0 derajat.

    17. Melihat dan mencatat tekanan dinamik yang terjadi pada tiap station

    pada DPI.

    18. Mengulangi langkah 16 dan 17 untuk sudut serang yang berbeda, yaitu

    4, 8 dan 12 derajat serta Reynolds number 200000.

    VI. UNCERTAINTY ANALYSIS

    Analisis ketidak-pastian bertujuan untuk mendapatkan perkiraan total ketidak-pastian, Ux,

    yang kemudian dapat diekspresikan dengan:

    di mana untuk analisis ketidak-pastian umum dan sekali pengukuran,

    ( )

    dengan J adalah jumlah pengukuran, adalah ketidak-pastian absolut, untuk

    semua i.

    VII. HASIL DAN ANALISIS

    - Seluruh pengolahan data berkaitan dengan:

    Data pengukuran kondisi lingkungan laboratorium

    Data kalibrasi terowongan angin

    Data plot Cp terhadap chord (lihat gambar 10) untuk semua sudut serang beserta

    Cl yang dihasilkan

    Data plot Cd terhadap sudut serang dari pengukuran dengan wake rake dengan

    persamaan 14.

    Data plot Cl terhadap sudut serang dengan persamaan 22

    - Bandingkan hasil Cl dan Cd dengan data numerik dari XFoil atau data eksperimen.

    Jika ada perbedaan hasil, uraikan penyebab-penyebab yang memungkinkan

    terjadinya perbedaan tersebut.

  • Gambar 10. Contoh penyajian data percobaan, Cp-chord.

    VIII. PERTANYAAN

    1. Jelaskan arti angka-angka pada penamaan airfoil seri NACA ! Apakah penamaan itu

    berlaku untuk airfoil seri Eppler ? Berilah penjelasan tentang airfoil seri Eppler,

    mulailah dengan melihat website http://www.ae.uiuc.edu/m-selig/ads.html.

    2. Mengapa gaya hambat airfoil bertambah besar dengan bertambahnya sudut serang

    ?

    3. Tambahkan garis yang menyatakan Cl vs menurut teori airfoil tipis untuk cambered

    airfoil pada grafik Cl vs yang diperoleh dari percobaan. Apa yang dapat anda amati

    ?

    4. Jelaskan sebab-sebab terjadinya stall !

  • LAMPIRAN PRINSIP KERJA ALAT PRAKTIKUM

    1. Tabung Pitot

    Tabung pitot adalah alat yang berfungsi mengukur tekanan fluida. Tabung pitot pun dapat

    digunakan untuk mengukur kecepatan aliran fluida. Tabung pitot hanya mengukur tekanan

    fluida di satu titik di aliran fluida, bukan mengukur tekanan rata-rata di dalam pipa atau

    terowongan angin.

    Gambar 1. Berbagai jenis tabung pitot (http://en.wikipedia.org/wiki/Pitot_tube)

    Pada dasarnya, tabung pitot mengukur tekanan total fluida dengan cara menghentikan aliran

    fluida lokal dengan lubang yang searah aliran fluida sehingga fluida memberikan tekanan

    stagnasi yang diterima oleh sensor. Untuk mengukur tekanan statik, aliran fluida dibiarkan

    mengalir melewati lubang statik yang tegak lurus terhadap arah aliran fluida. Untuk

    mengukur kecepatan, digunakan persamaan Bernoulli sebagai berikut:

    pt = Tekanan total

    ps = Tekanan statik

    = Kerapatan fluida (kg/m3)

    v = Kecepatan fluida (m/s)

    Dengan menggunakan tekanan total dan tekanan statik hasil pengukuran, kecepatan aliran

    dapat diperoleh:

  • Perlu diingat bahwa persamaan ini hanya dapat digunakan jika titik yang ditinjau di aliran

    adalah titik yang sama dan aliran fluida adalah aliran yang inkompresibel.

    2. Pengukuran tekanan statik di Airfoil

    Untuk mengukur tekanan statik di airfoil, dibuat lubang-lubang kecil di sepanjang airfoil yang

    dihubungkan ke selang dan sensor tekanan. Dengan mengetahui jarak setiap lubang di

    airfoil, gaya angkat yang ditimbulkan dapat dihitung setelah melakukan pengukuran tekanan

    statik dengan persamaan sebagai berikut:

    L = Gaya angkat airfoil (N/m)

    ps l = Tekanan statik di permukaan bawah (lower) airfoil (N/m2)

    ps u = Tekanan statik di permukaan atas (upper) airfoil (N/m2)

    c = panjang chord airfoil (m)

    Gambar 2 Ilustrasi airfoil dengan lubang

    Setelah gaya angkat dihitung, koefisien gaya angkat airfoil (Cl, tanpa satuan) dapat dihitung

    dengan menggunakan persamaan berikut: