MODUL PERKULIAHAN Perekonomian IndonesiaTamtomo+... · Untuk memudahkan mempelajari modul ini,...
Transcript of MODUL PERKULIAHAN Perekonomian IndonesiaTamtomo+... · Untuk memudahkan mempelajari modul ini,...
MODUL PERKULIAHAN
Perekonomian Indonesia
Kebijakan Fiskal dan APBN
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Akuntansi
11 84041 Edi Tamtomo
Abstraksi Kompetensi
Modul ini membahas salah satu kebijakan pemerintah dalam perekonomian yaitu kebijakan fiskal yang meliputi pengertian, instrumen dan mekanismenya. Selain itu juga dibahas tentang APBN sebagai instrumen dari kebijakan fiksal. Pembahasan APBN meliputi: pengertian, prinsip, struktur APBN.
Mampu menjelaskan tentang:
1. Kebijakan fiskal (pengertian, instrumen dan mekanisme)
2. APBN (pengertian, prinsip, struktur)
‘14
2 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pendahuluan
Pada materi pertemuan 7 tentang sistem ekonomi telah dibahas bahwa di dunia ini tidak ada
negara yang pemerintahnya sama sekali tidak campur tangan dalam perekonomian
negaranya. Pemerintah tetap berperan dalam perekonomian, hanya saja besar tidaknya
peran tersebut berbeda pada tiap-tiap negara. Hal itu tergantung dari sistem ekonomi yang
dianut di negara tersebut liberalis, sosialis atau campuran.
Peran pemerintah tersebut bisa sebagai pelaku maupun sebagai pengambil kebijakan dalam
perekonomian. Kebijakan pemerintah dalam perekonomian ada beberapa, antara lain
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menjaga
perekonomian agar tetap stabil dan berkembang secara dinamis. Modul ini akan membahas
tentang kebijakan fiskal dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Kebijakan fiskal
terkait erat dengan APBN karena pada dasarnya pemerintah menerapkan kebijakan fiskal
melalui pengelolaan anggaran dan belanja pemerintah yang biasa disebut APBN.
Untuk memudahkan mempelajari modul ini, mahasiswa bisa melihat ringkasan pokok materi
dalam gambar 11.1 berikut.
Gambar 11.1 Pokok materi modul 11
‘14
3 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pengertian Kebijakan Fiskal
Gilarso (2002) menjelaskan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah dalam
rangka mengelola keuangan negara (pengeluaran dan penerimaannya) sedemikian rupa
sehingga dapat menunjang perekonomian nasional: produksi, konsumsi, investasi
kesempatan kerja dan kestabilan harga, yang apabila diserahkan saja kepada pasar bebas
belum tentu akan menjamin tercapainya tujuan negara. Sementara itu Tambunan (2013)
menjelaskan bahwa kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi sektor riil dan terkait
dengan masalah pengelolaan anggaran Negara (APBN).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan yang
dilakukan untuk mempengaruhi perekonomian secara makro (terutama sektor riil) melalui
kebijakan pengelolaan anggaran baik penerimaan maupun pengeluaran dalam hal ini
adalah APBN.
Instrumen Kebijakan Fiskal
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa kebijakan fiskal
dilakukan melalui kebijakan pengelolaan anggaran dengan
menaikkan penerimaan atau pengeluaran. Menaikkan penerimaan
dapat dilakukan dengan menaikkan tarif pajak atau mengurangi
belanja pemerintah. Meningkatkan pengeluaran dengan
menurunkan tarif pajak atau dengan meningkatkan jumlah belanja pemerintah. Dilihat dari
dampaknya, kebijakan fiskal dapat digolongkan sebagai berikut.
1. Kebijakan fiskal ekspansif
Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dalam hal ini meningkatkan
PDB. Kebijakan ini pada umumnya dilakukan dengan meningkatkan belanja pemerintah
atau dengan pengurangan tarif pajak.
2. Kebijakan fiskal kontraktif
Kebijakan ini secara umum dilakukan untuk mengendalikan inflasi dengan mengurangi
output dalam perekonomian (mengurangi PDB). Kebijakan ini dilakukan dengan
mengurangi belanja pemerintah atau dengan menaikkan tarif pajak.
Jadi instrumen pemerintah dalam kebijakan fiskal pada dasarnya adalah APBN, khususnya
pajak untuk penerimaan dan belanja pemerintah.
‘14
4 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Mekanisme Kebijakan Fiskal
Untuk memahami mekanisme kebijakan
fiskal dalam mempengaruhi perekonomian,
harus dipahami dulu tentang indikator-
indikator kemajuan dalam perekonomian.
Indikator yang lazim digunakan untuk mengukur suatu perekonomian berkembang atau tidak
adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Meskipun terdapat beberapa kelemahan, PDB
masih banyak dipakai untuk mengukur perekonomian sedang meningkat atau sedang
mengalami kelesuan (resesi).
Selanjutnya yang harus dipahami adalah bahwa PDB dapat dihitung melalui tiga
pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan
pengeluaran. Pendekatan produksi dengan cara menghitung nilai tambah kegiatan produksi
yang biasanya digolongkan dalam beberapa sektor. Pendekatan pendapatan dilakukan
dengan menghitung pendapatan yang dihasilkan melalui masing-masing faktor produksi.
Pendekatan pengeluaran dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku-
pelaku ekonomi. Pendekatan pengeluaran ini yang dipakai untuk mengetahui mekanisme
kebijakan fiskal dalam mempengaruhi perekonomian.
Mekanisme kerja dari pengaruh kebijakan fiskal terhadap ekonomi akan mudah dipahami di
dalam konteks ekonomi makro dengan bantuan sebuah model ekonomi tertutup (tanpa
hubungan ekonomi luar negeri) yang sederhana dari Keynes yang dinotasikan dengan
persamaan seperti berikut ini.
Y = C + I + G
Y melambangkan PDB sebagai indikator perekonomian yang dihitung dari pendekatan
pengeluaran. C=konsumsi, melambangkan pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku
ekonomi rumah tangga. I= Investasi, melambangkan pengeluaran yang dilakukan oleh
perusahaan. G= Government Expenditure, melambangkan pengeluaran pemerintah melalui
APBN. Komponen G inilah yang menjadi salah satu instrumen pemerintah untuk
mempengaruhi Y. (sebagai instrumen kebijakan fiskal). Selanjutnya mekanisme kebijakan
fiskal dapat dijelaskan sebagai berikut.
Kebijakan Fiskal Ekspansif dengan Meningkatkan Belanja Negara (Menaikkan G).
Salah satu contoh meningkatkan belanja negara adalah dengan membangun infrastruktur
misalnya jembatan Suramadu. Dalam teori pertumbuhan ekonomi, terdapat istilah “trickle
Ingat! PDB/GDP adalah alat ukur paling umum untuk mengukur produktivitas suatu perekonomian
‘14
5 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
down effect”, artinya tiap pengeluaran/investasi akan memberikan cucuran ke bawah
sehingga akan memajukan perekonomian secara luas tidak hanya di kalangan tertentu.
Dengan menaikkan G maka Y akan ikut naik sehingga perekonomian meningkat.
G↑ Y↑ C&I↑ Y↑.
Kenaikan ini sebenarnya tidak sebatas pada Y, saja tetapi juga berdampak pada komponen
yang lain yaitu C dan I. kenaikan dari Y, C maupun I adalah tergantung dari multiplier effect
komponen G. Intinya kenaikan pada G, akan meningkatkan Y, Y naik menyebabkan C dan I
juga naik.
Contohnya adalah pembangunan jembatan
Suramadu. Pembangunan jembatan tersebut
akan menyebabkan Y naik, karena dari
pembangunan tersebut, tenaga kerja akan
terserap dan menerima upah. Toko material
bahan bangunan juga mendapatkan pendapatan
karena pembelian bahan material untuk
pembangunan jembatan tersebut. Dampak
tersebut biasa disebut efek jangka pendek dari kebijakan fiskal. Sementara itu efek jangka
panjangnya, dengan adanya tenaga kerja yang menerima upah, tenaga kerja tersebut bisa
meningkatkan tingkat konsumsinya, toko material bisa mendapatkan untung lebih untuk
memutar usahanya lagi. Selain itu, dengan dibangunnya jembatan Suramadu, akses
ekonomi menjadi lebih mudah. Akses ekonomi yang lebih mudah membuat perusahaan
lebih efisien dalam beroperasi sehingga bisa menekan biaya dan menaikkan keuntungan.
Dengan dibukanya jembatan Suramadu sebagai salah satu objek wisata akan membuka
lapangan pekerjaan untuk penjulan cindera mata bagi masyarakat sekitar.
Secara umum, belanja pemerintah untuk infrastruktur seperti, jembatan, jalan dan sarana
publik lainnya lebih dapat memberikan dampak dalam meningkatkan perekonomian. Itulah
mengapa, belanja modal infrastruktur dalam APBN menjadi perhatian khusus.
Kebijakan Fiskal Ekspansif dengan Menurunkan Tarif Pajak.
Selain dengan menaikkan belanja negara, kebijakan fiskal juga bisa dilakukan melalui
penurunan tarif pajak. Dengan penurunan tarif pajak (T), maka penghasilan baik sektor
rumah tangga atau perusahaan akan meningkat. Peningkatan pendapatan akan menaikkan
tingkat konsumsi sektor rumah tangga (C) dan pengeluaran sektor perusahaan (I).
‘14
6 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
T↓ C↑, I↑ Y↑.
Kebijakan ini pernah dilakukan pada zaman Orde Baru di sekitar tahun 1980-an, untuk
mengatasi kelesuan ekonomi akibat resesi ekonomi dunia dan cukup berhasil membuat
Indonesia tidak bergitu terkena dampak dari resesi ekonomi dunia pada waktu itu
Kebijakan Fiskal Kontraktif dengan Mengurangi Belanja Negara (Menurunkan G).
Kebijakan fiskal kontraktif berkebalikan dengan kebijakan fiskal ekspansif. Jika kebijakan
fiskal ekspansif berusaha melakukan ekspansi perekonomian, sementara fiskal kontraktif
agar perekonomian tidak terlalu ekspansi dan tetap bisa dikendalikan. Salah satu caranya
adalah dengan mengurangi belanja negara. Dengan mengurangi G, maka Y akan turun,
selanjutnya C dan I juga akan turun sehingga menyebabkan Y makin turun lagi. Seberapa
besar penurunan tergantung dari angka multiplier effect pada G
G ↓ Y ↓ C & I ↓ Y ↓
Contoh kebijakan fiskal kontraktif misalnya dengan mengurangi pengeluaran subsidi untuk
BBM. Dampaknya adalah pendapatan dari sektor rumah tangga dan perusahaan menurun,
karena tersedot untuk konsumsi BBM dan naiknya harga barang yang lain. Pengurangan
konsumsi berarti pengurangan pendapatan bagi produsen, sehingga secara agregat
perekonomian nasional mengalami penurunan. Hal ini terjadi pada saat terjadinya kenaikan
BBM pada masa Presiden Gusdur, Megawati dan SBY yang berdampak pada turunnya
pertumbuhan ekonomi. Namun pada waktu itu, kenaikan BBM bukan bermaksud meredam
perekonomian, tetapi karena tidak ada pilihan lain seiring dengan naiknya harga minyak
dunia.
Kebijakan Fiskal Ekspansif dengan Menaikkan Tarif Pajak.
Dengan menaikkan tarif pajak, maka pendapatan baik sektor rumah tangga maupun
perusahaan akan mengalami penurunan. Penurunan pendapatan akan berpengaruh pada
penurunan konsumsi (C dan I). Penurunan C dan I akan berdampak pada penurunan Y.
Secara notasi dapat digambarkan sebagai berikut.
T↑ C↓, I ↓ Y ↓.
Catatan Terkait Kebijakan Fiskal
‘14
7 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
• Dampak kenaikan Y tidak selalu sama dengan kenaikan/penurunan belanja atau pajak,
karena tergantung banyak faktor. Jenis belanja, karakter daerah, perilaku konsumen,
elastisitas barang/jasa dan lain sebagainya
• Kebijakan menaikkan belanja negara, membuat pemerintah harus mencari sumber
penerimaan baru. Kenaikan belanja pemerintah bisa meningkatkan perekonomian, tetapi
jika dilakukan dengan menaikkan pajak justru akan menurunkan perekonomian. Disinilah
peran pemerintah dalam menerapkan kebijakan fiskal dengan cermat. Dampak kenaikan
diusahakan lebih besar daripada dampak penurunan sehingga secara keseluruhan,
kebijakan fiskal ekspansif bisa mencapai sasaran.
• Kebijakan fiskal tidak berdiri sendiri, karena ada kebijakan lain yaitu kebijakan moneter.
Kebijakan fiskal mengartur sektor riil, dan kebijakan moneter mengatur sektor moneter.
Kedua kebijakan ini harus berjalan seiring dan selaras untuk mempengaruhi
perekonomian.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Pengertian
Sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwa APBN adalah instrumen dari pemerintah
dalam kebijakan fiskal untuk mempengaruhi perekonomian. Menurut UU No. 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara, APBN adalah rencana tahunan pemerintahan negara yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi rencana berapa pendapatan dan
berapa belanja negara selama 1 tahun. APBN merupakan bagian dari keuangan negara.
APBN diusulkan oleh pemerintah dan dibahas bersama dengan DPR dan selanjutnya
ditetapkan dengan Undang-Undang setelah DPR menyetujuinya. APBN disusun dalam
rangka penyelenggaraan fungsi kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara dalam
rangka mencapai tujuan negara. APBN merupakan instrumen kebijakan fiskal bagi
pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian.
Secara garis besar komponen APBN terdiri dari pendapatan belanja dan pembiayaan.
Pendapatan terdiri dari penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak dan hibah. Belanja
Negara digunakan untuk membiayai tugas penyelenggaraan pemerintah pusat dan
pelaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pembiayaan diperlukan ketika
terjadi defisit dimana belanja lebih besar daripada pendapatan. (lihat gambar 11.2)
‘14
8 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 11.2
Struktur APBN
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa APBN terdiri dari pendapatan, belanja
dan pembiayaan. Masing-masing komponen tersebut bisa dijabarkan lagi menjadi lebih
detail. Tabel 11.1 berikut ini adalah struktur APBN tahun 2017 berupa pos-pos pendapatan
dan belanja dan nominalnya. Perlu diingat bahwa angka rupiah yang tertulis adalah rencana
tahun 2017 jadi belum terealisasi. Angka realisasi nanti akan disusun dalam suatu laporan
keuangan pemerintah pusat (LKPP). Laporan keuangan ini nantinya yang akan diaudit oleh
Badan Pemeriksan Keuangan untuk diberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),
Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar, atau Tidak Memberikan Pendapat.
‘14
9 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
URAIAN APBN 2017 (dalam
miliar rupiah)
APBN-P 2017 (dalam
miliar rupiah)
I. PENDAPATAN NEGARA 1.750.283,4 1.714.128,1
A. PENERIMAAN DALAM NEGERI 1.748.910,7 1.711.019,9
1. PENERIMAAN PERPAJAKAN 1.498.871,6 1.450.939,0
a. Pendapatan Pajak Dalam Negeri 1.464.796,5 1.414.960,0
b. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional
34.075,1 35.979,0
2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK 250.039,1 260.081,0
a. Penerimaan SDA 86.995,9 95.596,1
b. Pendapatan Bagian Laba BUMN 41.000,0 41.000,0
c. PNBP Lainnya 84.428,1 84.943,4
d. Pendapatan BLU 37.615,1 38.541,4
B. PENERIMAAN HIBAH 1.372,7 3.108,1
II. BELANJA NEGARA 2.080.451,2 2.111.363,8
A. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1.315.526,1 1.351.564,0
1. Belanja Kementerian/Lembaga 763.575,1 773.085,3
2. Belanja Non Kementerian/Lembaga 551,951,0 578.478,8
B. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 764.925.1 759.799,8
1. Transfer ke Daerah 704.925,1 699.799,8
a. Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH) 677.079,8 672.307,7
b. Dana Insentif Daerah 7.500,0 7.500,0
c. Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY
20.345,2 19.992,1
2. Dana Desa 60.000,0 60.000,0
III. KESEIMBANGAN PRIMER (108.973,2) (178.039,4)
IV. SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A-B) (330.167,8) (397.235,8)
% Defisit terhadap PDB 2,41% 2,92%
V. PEMBIAYAAN (I+II) 330.167,8 397.235,8
I. Pembiayaan Utang 384.690,5 461.343,6
II. Perbankan Investasi (47.488,9) (59.733,8)
III. Pemberian Pinjaman (6409,7) (3.668,7)
IV. Kewajiban Penjaminan( (924,1) (1.005,4)
V. Pembiayaan Lainnya 300,0 300,00
KELEBIHAN/KEKURANGAN PEMBIAYAAN 0,0 0,0
Tabel 11.1. Ringkasan Struktur APBN dan APBN-P tahun 2017 (dalam miliar rupiah)
Pendapatan
Pendapatan negara terdiri dari pendapatan dalam negeri dan hibah dapat dibagi menjadi 2
hal, yaitu Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan dalam negari terdiri dari
Penerimaan Perpajakan dan Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan
perpajakan terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Yang
termasuk dalam kategori pajak dalam negeri ini adalah Pajak Penghasilan (PPh) migas dan
nonmigas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak bumi dan Bangunan (PBB), Bea
perolehan Hak atas Bumi dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan pajak lainnya. Sedangkan
‘14
10 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pajak perdagangan internasional terdiri dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bersumber dari penerimaan sumber daya alam
baik migas maupun non-migas, bagian laba BUMN, pendapatan BLU dan PNBP lainnya.
Belanja Pemerintah
Anggaran belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja untuk pemerintah pusat itu sendiri
dan transfer untuk daerah yang tercermin dalam dana perimbangan dan dana otonomi
khusus dan penyesuaian. Belanja pemerintah pusat dapat dibagi 2, yaitu Belanja untuk
Kementerian/Lembaga dan belanja untuk selain Kementerian/Lembaga. Belanja untuk
selain Kementerian/Lembaga di dalamnya terdapat belanja subsidi dan pembayaran bunga
hutang. Dana perimbangan terdiri dari Dana bagi hasil, dana Alokasi Umum (DAU) dan
Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana otonomi khusus dan penyesuaian ditransfer kepada
daerah-daerah otonomi khusus seperti Papua dan NAD. Selain itu ada dana keistimewaan
untuk DIY, dana transfer lainnya dan yang terbaru adalah dana desa. Dana perimbangan ini
untuk membantu mengatasi ketimpangan antar daerah. Otonomi daerah yang diterapkan
saat ini bisa membuat daerah yang kurang mengoptimalkan potensinya makin jauh
tertinggal dibanding daerah lain, sehingga di awal pelaksanaan otonomi daerah perlu
dilakukan, termasuk dana desa agar desa bisa memperoleh sumber dana untuk
membangun perekonomiannya.
Pembiayaan
Pembiayaan ini bisa bersifat non hutang ada yang bersifat hutang. Pembiayaan non hutang
bisa bersumber dari privatisasi, penjualan aset program restrukturisasi perbankan, ataupun
PMN dan dukungan infrastruktur. Sedangkan pembiayaan bersifat hutang bisa berupa
pinjaman luar negeri baik berupa program maupun proyek serta penerbitan Surat Utang
Negara. Dalam struktur APBN, Pembiayaan dibagi menjadi pembiayaan yang bersumber
dari dalam negeri dan yang bersumber dari luar negeri.
Berdasarkan tiga hal pokok dalam APBN tersebut dapat terbentuk konsep defisit /surplus
anggaran dan keseimbangan primer. Anggaran dikatakan defisit apabila anggaran
belanjanya lebih besar daripada anggaran pendapatan, sebaliknya anggaran dikatakan
surplus apabila anggaran pendapatannya lebih besar daripada anggaran belanja. Angka
keseimbangan primer diperoleh dari Pendapatan setelah dikurangi belanja tanpa
pembayaran bunga.
APBN sendiri dalam penyusunannya menggunakan asumsi-asumsi dasar indikator makro.
Misalnya tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat suku bunga, dan harga minyak dunia.
Tahapan Pengelolaan APBN
‘14
11 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa APBN merupakan rencana anggaran
pemerintah pusat secara tahunan. Dengan demikian, sebagaimana anggaran, pasti ada
proses penyusunan, penetapan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran tersebut, kemudian selanjutnya disusun rencana anggaran
selanjutnya. Itulah yang disebut dengan siklus APBN. Berikut ini secara rigkas siklus APBN
mulai dari penyusunan anggaran sampai dengan pertanggungjawabannya.
• Penyusunan RAPBN (Januari-Juli tahun n-1);
• Penetapan APBN (16 Agustus-Oktober tahun n-1);
• Pelaksanaan APBN (Januari-Desember tahun n);
• Perubahan APBN (Nopember tahun n);
• Pertanggungjawaban APBN (Juli n+1)
Dalam pelaksanaannya, APBN bisa direvisi dengan memperhatikan kondisi makro ekonomi.
APBN yang direvisi disebut APBN perubahan atau biasa disebut APBN-P. Proses revisi
melibatkan pemerintah bersama DPR.
Komponen Pembiayaan Hutang Luar Negeri.
Sejak tahun 1999, Indonesia menganut anggaran defisit di mana defisit yang terjadi ditutup
melalui pos pembiayaan dimana salah satunya adalah hutang luar negeri pemerintah.
Mengapa kita harus berhutang? Salah satu alasannya adalah kita kekurangan modal untuk
pembangunan dan krisis tahun 1998, membuat Indonesia semakin membutuhkan modal lagi
untuk membangun perekonomian. Hal itu juga tidak terlepas dari beberapa teori
pertumbuhan ekonomi (Rostow, Harord-Domar, Solow, dll) yang menyatakan bahwa dengan
mempunyai modal yang cukup, suatu negara mengalami pertumbuhan yang pesat.
Penyusunan anggaran sektor pemerintah berbeda dengan swasta. Sektor swasta
berorientasi pada laba, sementara pemerintah berorientasi pada bagaimana belanja negara
berdampak pada kesejahteraan rakyat dan pengelolaan keuangan negara dalam rangka
mencapai tujuan bernegara. Dalam penganggaran sektor pemerintah, kegiatan atau sasaran
yang akan dicapai, ditentukan dulu baru kemudian ditentukan anggarannya dan dicari
sumber penerimaannya. Hal ini sesuai dengan konsep anggaran berbasis kinerja, artinya
sasaran atau kinerja yang akan dicapai ditetapkan dulu, baru anggaran mengikuti. Konsep
ini bisa mengakibatkan terjadinya anggaran defisit dan defisit tersebut harus ditutup salah
satunya dengan hutang luar negeri.
‘14
12 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Sebenarnya ada satu pos lagi terkait dengan pinjaman luar negeri yaitu, pembayaran bunga
pinjaman. Dalam APBN pembayaran bunga pinjaman masuk ke dalam pos pengeluaran
rutin.
Gambaran APBN Tahun 2017
Perkembangan APBN di Indonesia
Sebelum membahas APBN tahun 2016, kita mencoba melihat perkembangan APBN dari
tahun 2008 s.d 2016 pada tabel 10.2 berikut.
Tahun Pendapatan Pengeluaran Pembiayaan
2008 981.6 985.7 4.1
2009 848.8 937.4 88.6
2010 995.3 1,042.1 46.8
2011 1,210.6 1,295.0 84.4
2012 1,338.1 1,491.4 153.3
2013 1,502.0 1,726.2 224.2
2014 1,635.4 1,876.9 241.5
2015 1,761.6 1,984.1 222.5
2016 1,786.2 2,082.9 273.2
2017 1,714.1 2,111.4 397.2
Tabel 11.2. Perkembangan APBN (dalam triliun rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan
Dari tabel 11.2, terlihat bahwa APBN masih menggunakan anggaran defisit. Pada tahun
2017, rencana pendapatan mencapai 1.714 triliun dan rencana belanja mencapai 2.111
triliun. Penerimaan Sedikit menurun dibandingkan tahun 2016, namun pembelanjaan
meningkat dan berakibat pada kenaikan defisit anggaran di mana defisit mencapai
mencapai 397 triliun. Jumlah anggaran yang cenderung naik dari tahun ke tahun juga
menggambarkan prinsip anggaran dinamis dan adanya incremental budgeting.
Gambaran Pos Pendapatan pada APBN 2017
Jika kita melihat pada tabel 11.1 tentang rincian pendapatan negara, dari total rencana
pendapatan sebesar 1714 triliun rupiah, maka komponen paling besar adalah penerimaan
perpajakan yang mencapai hampir 85 persen dari total pendapatan. Sebuah gambaran
bahwa betapa besarnya ketergantungan negara ini terhadap pajak. Sehingga tidak aneh jika
‘14
13 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pemerintah melalui Dirjen Pajak berusaha mengoptimalkan penerimaan melalui perpajakan.
Komponen selanjutnya adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mencapai 15
persen. PNBP ini terdiri dari hasil SDA migas dan non migas, pendapatan dari laba BUMN
dan pendapatan dari Badan Layanan Umum. Jika ditelusuri lebih detail, bagi hasil dari
BUMN hanya sekitar 2 persen dari total penerimaan APBN 2017. Sebuah data yang cukup
menarik mengingat privatisasi BUMN pernah menjadi pro-kontra di mana salah satu alasan
jika melepas BUMN ke publik maka pemerintah akan kehilangan bagi hasil dari BUMN.
Gambar 11.4, Gambaran Pendapatan dalam APBN 2017
Data pada gambar 11.4 menunjukkan bahwa penerimaan pajak merupakan sumber utama
pendapatan negara yang digunakan untuk melaksanakan jalannya pemerintahan dan
melaksanakan pembangunan. Perpajakan dengan administrasi yang cepat, tidak berbeli-
belit, transparan, akuntabel dan kebijakan penerapan tarif yang tepat akan sangat
membantu dalam pembangunan ekonomi. Kebijakan fiskal dengan menaikkan dan
menurunkan pajak memang tidak mudah. Jika pajak dinaikkan, penerimaan negara menjadi
meningkat dan pemerintah bisa lebih mengoptimalkan penerimaan tersebut untuk belanja
yang lebih bermanfaat. Tetapi penaikan tarif pajak juga berisiko menurunkan daya beli dan
membuat lesu perekonomian.
Gambaran Belanja pada APBN 2017.
Belanja pemerintah adalah sebagai salah satu alat pemerintah untuk mempengaruhi
perekonomian. Berdasarkan tabel 11.1, total rencana belanja tahun 2017 adalah sekitar
2.080 triliun rupiah. Dari 2.111 triliun rupiah tersebut, dapat diperinci dalam gambar sebagai
berikut.
‘14
14 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. Belanja pemerintah pusat
a. Belanja Kementerian (36,6%)
b. Belanja non-kementerian (27,4%). Dalam pos belanja ini termasuk dana subsidi
sebesar 8,6 persen dari total belanja
2. Dana transfer ke daerah dan dana desa.
a. Dana Transfer ke daerah (33,14%)
1) Dana perimbangan (DAU, DAK, DBH)
2) Dana Insentif Daerah
3) Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY
b. Dana Desa (2,84%)
Coba lihat lagi tabel 11.1. Ternyata porsi yang tertinggi adalah belanja untuk pemerintah
pusat yaitu sebesar 63 persen dari total belanja. Belanja ini dibagi lagi menjadi belanja
Kementerian Lembaga (Belanja K/L) dan belanja non-Kementerian/Lembaga (Belanja non-
K/L). Belanja K/L bisa untuk membiayai aktivitas pembangunan melalui
Kementerian/Lembaga, termasuk di dalamnya gaji PNS di Kementerian/Lembaga tersebut.
Porsi terbesar selanjutnya adalah dana transfer ke daerah dalam rangka melaksanakan
otonomi daerah yang mencapai hampir 33 persen. Sangat menarik ketika otonomi daerah
yang sudah berjalan sejak tahun 1999, ternyata transfer ke daerah masih cukup tinggi.
Padahal dengan adanya otonomi daerah diharapkan daerah lebih mandiri dan berkembang
dan dana perimbangan hanyadi awal pelaksanaan otonomi daerah saja. Hal yang harus
menjadi perhatian adalah bagaimana dana yang ditransfer ke daerah dan desa benar-benar
digunakan untuk menyejahterakan masyarakat daerah bersangkutan dan dilaksanakan
secara akuntabel tentunya.
Sementara itu, belanja pemerintah, khususnya untuk belanja pemerintah pusat, bisa dilihat
alokasinya dari fungsi. Sudut pandang ini lebih memudahkan untuk melihat, fungsi mana
‘14
15 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
yang mendapat alokasi anggaran yang besar dan ini menunjukkan prioritas pemerintah
dalam melaksanakan pembangunan melalui APBN. Alokasi belanja tiap fungsi dapat dilihat
pada tabel 11.3 berikut.
No Fungsi Belanja (dalam milliar
rupiah) Persentase
1 Pelayanan Umum Rp347.797 25,73%
2 Pertahanan Rp116.573 8,63%
3 Ketertiban dan Keamanan Rp122.160 9,04%
4 Ekonomi Rp338.371 25,04%
5 Perlindungan Lingkungan Hidup Rp13.165 0,97%
6 Perumahan dan Fasilitas umum Rp30.556 2,26%
7 Kesehatan Rp62.815 4,65%
8 Pariwisata Rp5.382 0,40%
9 Agama Rp9.763 0,72%
10 Pendidikan Rp145.103 10,74%
11 Perlindungan Sosial Rp159.879 11,83%
Total Rp1.351.564
Tabel 11.3. Alokasi Belanja Pemerintah Pusat APBNP 2017 menurut fungsi
Kondisi Indonesia saat ini, membuat dana transfer dan subsidi masih terlalu besar. Namun
harus ada langkah-langkah untuk mengurangi belanja-belanja yang bukan prioritas. Dalam
praktiknya, penyusunan anggaran tidak hanya untuk kepentingan ekonomi semata, tetapi
jika terkait dengan kepentingan politik mengingat peran DPR yang cukup besar dalam
penetapan APBN. Yang jelas adalah, bagaimana agar penyusunan APBN benar-benar
mengarah kepada kesejahteraan rakyat dan prosesnya benar-benar dikawal untuk
memastikan bahwa APBN telah dikelola untuk mencapai tujuan bernegara.
‘14
16 Perekonomian Indonesia (Modul 11)
Edi Tamtomo Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Gilarso, T. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Yogyakarta: Kanisius.2002
Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017
Buku II. Kementerian Keuangan: 2017
Tambunan, Tulus. Perekonomian Indonesia. Kajian Teoritis dan Analisis Empiris Bogor: Ghalia
Indonesia. 2012
Teori Ekonomi Makro. Modul Kelas Penyegaran TA Genap 2008/2009. Magister Perencanaan dan
Kebijakan Publik –Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun 2017.
www.bps.go.id
www.kemenkeu.go.id