Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

358
Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ @2013 MODUL PELATIHAN Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat (Community Based Forest Fire Management) Provinsi Pecontohan REDD+ Kalimantan Tengah

description

Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat Provinsi Percontohan REDD+ Kalimantan Tengah

Transcript of Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

Page 1: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

i

Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+@2013

MODUL PELATIHANPenanggulangan Kebakaran Hutan dan

Lahan Berbasis Masyarakat(Community Based Forest Fire Management)

Provinsi Pecontohan REDD+ Kalimantan Tengah

Page 2: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

ii

Page 3: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iii

KATA PENGANTAR

Kebakaran hutan dan gambut merupakan faktor utama terjadinya emisi Gas Rumah Kaca(GRK). Bahaya kebakaran ini bukan hanya terhadap meningkatnya emisi GRK, tetapi jugamengancam kesehatan manusia dan secara langsung merugikan perekonomian masyarakat dan negara.

Kebakaran hutan dan gambut ini masih menjadi permasalahan yang serius diKalimantan Tengah maupun di Indonesia. Kebakaran hutan dan lahan disebabkan oleh faktor alam maupun kegiatan manusia. Masyarakat tradisional mengenal kegiatan pembukaan lahan pertanian dengan cara pembakaran lahan secara terkendali. Selain itu, pembakaran hutan dan lahan dalam skala besar dilakukan oleh oknum-oknum yang menguasai lahan dan kawasan hutan yang luas, sebagai jalan pintas dan murah untuk membuka perkebunan, pertanian dan pertambangan.

Perilaku membakar hutan untuk mencari keuntungan jangka pendek ini harus dihentikan. Hal terpenting dalam proses ini adalah meninggalkan kebiasaan dan perilaku mencarikeuntungan jangka pendek dan mengembangkan paradigma baru mengenai pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan dan melindungi kelestarian lingkungan dan keanekaragaman yang dimilikinya. Perubahan ini perlu dilakukan baik oleh masyarakat yang masih mengelola lahan secara tradisional, maupun pengusaha perkebunan, pertanian, pertambangan dan pemerintah.

Pelatihan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan atau Community Based Forest FireManagement (CBFFM) merupakan salah satu program strategis di Provinsi PercontohanREDD+ Kalimantan Tengah. Ini adalah kegiatan percontohan pengendalian kebakaran dengan mengembangkan kerangka partisipatif antara pemerintah dan masyarakat, melaluirevitalisasi kearifan lokal dan pengintegrasian teknologi modern dalam penanggulangankebakaran hutan dan lahan gambut.

Buku pedoman (modul) pelatihan penanggulangan kebakaran hutan berbasis masyarakat ini bukan hanya menjadi pegangan dalam kegiatan pelatihan penanggulangan kebakaran hutan berbasis masyarakat, tetapi juga menjadi pengetahuan mengenai tradisi dan kearifan masyarakat Kalimantan Tengah dalam memelihara dan memanfaatkan alam dan lingkungan secara bijak dan berkelanjutan.

Jakarta, 17 Agustus 2013

Kepala UKP4/Ketua Satgas REDD+

Kuntoro Mangkusubroto

SAMBUTAN KEPALA UKP4/KETUA SATGAS REDD+

Page 4: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iv

Page 5: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

v

KATA PENGANTAR

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

Untuk

BUKU MODUL PELATIHAN Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

(Community-based Forest Fire Management, CBFFM)

Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah merupakan kejadian yang berulang setiap tahun, khususnya pada musim kemarau. Kebakaran hutan dan gambut ini bukan hanya berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, tetapi juga perekonomian dan tentu saja melepaskan emisi karbon (CO2) ke udara, yang menyumbang masalah perubahan iklim. Tercatat 4 kebakaran besar yang melanda Kalimantan Tengah pada satu dekade terakhir, yaitu pada tahun 1994, 1997, 2002 dan 2006 yang melanda hutan alam, hutan yang dikonversi untuk perkebunan dan lahan terlantar serta lahan masyarakat.

Dapat dikatakan, 99% penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut adalah akibat ulah manusia, baik yang dilakukan secara sengaja maupun akibat kelalaian. Faktor alam turut mendukung, seperti kemarau panjang, seperti terjadinya gejala El Nino. Selain itu, untuk Kalimantan Tengah, pasca pelaksanaan proyek pengembangan lahan gambut sejuta hektar (PLG) menyebabkan gambut yang biasanya tergenang air mengalami kekeringan pada musim kemarau, karena air tergerus ke kanal-kanal yang dibangun selama berlangsungnya proyek tersebut. Selain itu, masih ada perusahaan dan masyarakat yang membuka lahan pertanian dengan cara membakar.

Daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalimantan Tengah umumnya meliputi, lahan terlantar di kiri-kanan jalan Trans Kalimantan poros Selatan yang termasuk areal eks PLG di wilayah Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Lahan perkebunan besar (sawit) di wilayah Kabupaten Sukamara, Lamandau, Seruyan, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Katingan, Gunung Mas dan Barito Utara. Serta kebakaran yang tersebar di seluruh wilayah Kalimantan Tengah sebagai akibat pembukaan lahan pertanian dan perkebunan masyarakat (perladangan berpindah dan kebun rakyat).

Page 6: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

vi

Provinsi Kalimantan Tengah telah memiliki Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2003 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan, yang melarang adanya pembakaran hutan dan atau lahan, serta ketentuan mengenai pengendalian kebakaran. Peraturan Daerah ini juga mengatur mengenai peningkatan kesadaran masyarakat. Pasal 23 ayat 1 menyebutkan Gubernur/Bupati/Walikota meningkatkan kesadaran masyarakat termasuk aparatur akan hak dan tanggungjawab serta kemampuannya untuk mencegah kebakaran hutan dan atau lahan. Sedangkan ayat 2 menyebutkan, peningkatan kesadaran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan mengembangkan nilai-nilai dan kelembagaan adat serta kebiasaan-kebiasaan masyarakat tradisional yang mendukung perlindungan hutan dan atau lahan.

Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2003 ini kemudian diatur secara teknis melalui Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah No. 78 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan di Provinsi Kalimantan Tengah. Selain itu, diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah tentang Pembentukan Pos Simpul Kendali Operasi (Posko) Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan yang diperbaharui tiap tahun.

Masyarakat Dayak sesungguhnya memiliki tradisi yang kuat dalam hal pemeliharaan lingkungan dan penanggulangan kebakaran. Falsafah hidup masyarakat Dayak yang bersumber dari simbol Batang Garing, yang diwujudkan dalam upacara adat manyanggar dan memapas lewu merupakan kearifan lokal dengan prinsip memelihara keseimbangan hubungan antar manusia; hubungan manusia dengan alam semesta dan hubungan dengan Sang Pencipta. Wujud kearifan lokal ini dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, yang sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

Dalam kehidupan masyarakat Dayak, hutan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga untuk memenuhi fungsi ritual. Terganggunya fungsi hutan dalam kehidupan masyarakat ini, akan mendorong munculnya konflik sosial. Terkait pemeliharaan lingkungan dan penanggulangan kebakaran, masyarakat Dayak memiliki tradisi dan hukum adat yang mengatur mengenai tata cara membuka lahan, yang jika menimbulkan kebakaran secara tidak terkendali akan mendapat denda adat. Tradisi dan hukum adat ini juga mengatur mengenai cara-cara melakukan pembersihan lahan untuk mengatasi kebakaran secara terkendali.

Sejalan dengan perkembangan zaman, di mana makin banyak perusahaan yang membuka lahan untuk perkebunan dan pertambangan, serta meluasnya wilayah pengembangan pertanian dan perkebunan oleh penduduk, mendorong terjadinya peningkatan kebakaran hutan dan lahan. Pada saat yang bersamaan, budaya dan tradisi masyarakat tidak dapat lagi secara efektif menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang berlangsung dalam skala yang sangat luas. Upaya-upaya untuk menanggulangi kebakaran ini dengan demikian menjadi penting untuk terus dikembangkan, melalui penguatan kembali tradisi masyarakat dan pendekatan-pendekatan modern untuk menanggulangi kebakaran.

Pelibatan masyarakat merupakan faktor kunci, karena mereka tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan dan lahan gambut yang secara cepat mendeteksi adanya potensi kebakaran, serta secara cepat dapat menanggulangi kebakaran. Partisipasi masyarakat ini sekaligus membangun kesadaran untuk menghindari pola pembukaan/pembersihan lahan dengan cara membakar. Masyarakat juga didorong untuk berpartisipasi dalam mengawasi lingkungan sekitar mereka guna menghindari kegiatan-kegiatan yang

Page 7: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

vii

melawan hukum, yaitu kegiatan pembukaan lahan dengan cara membakar baik oleh perorangan maupun perusahaan.

Buku Modul Pelatihan “Penanggulangan Kebakaran Hutan Berbasis Masyarakat” (Community-based Forest Fire Management – CBFFM) ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan pelatihan bagi masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan penanggulangan kebakaran, dengan menghidupkan kembali nilai dan tradisi yang berakar di dalam masyarakat, serta sekaligus memperkenalkan pendekatan-pendekatan modern dalam menanggulangi kebakaran hutan.

Palangka Raya, Juni 2013

Gubernur Kalimantan Tengah

Dr. (HC). Agustin Teras Narang, SH

Page 8: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

viii

Page 9: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

ix

Topic dan Penulis Modul

Mengenal Masyarakat Peduli Kebakaran Hutan- Dr. Sidik R. Usop, MS - Mukti Aji, S.Hut, M.Si- Eddy Subahani, S.Hut

Modul 1

Dasar-Dasar Kebakaran Hutan dan Lahan- Penyang, S.Hut, MP- Sentosa Yulianto, S.Hut, MP

Modul 2

Pengenalan dan Penggunaan Peralatan Pemadan Kebakaran Hutan dan Lahan- Gunawan Budi H.- Firmanto, ST

Modul 3

Teknik Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan- Ananto Setiawan, S.Hut- Drs H. Iberamsyah- Firmanto, ST

Modul 4

Teknik Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan- Gunawan Budi H.- Mukti Aji

Modul 5

Keselamatan Kerja dan P3K- Ary Wijayanti, SKM, MPH- dr. Probo Wuryantoro

Modul 6

Pengolahan Lahan Ramah Lingkugan- Dr. Ir. Yusurum Jagau, M.Si- Lusia Widiastuti, SP, MP- Jonpri, SP

Modul 7

Tehnik Mengajar- Asli, S.Hut

Modul 8

Pengembangan Pembelajaran Partisipatoris- Ir. Waldemar Hasiholan, M.Sc

Modul 9

DAFTAR ISI

Page 10: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

x

Page 11: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

i

MENGENAL MASYARAKATPEDULI KEBAKARAN HUTAN

Dr. Sidik R. Usop, MSMukti Aji, S.Hut, M.SiEddy Subahani, S.Hut

Page 12: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

ii

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Penulis:Dr. Sidik R. Usop, MS Mukti Aji, S.Hut, M.Si

Eddy Subahani, S.Hut

Editor:Mayang Meilantina

Yulius SadenEmanuel Migo

Diterbitkan oleh:Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

Page 13: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iii

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Kata Pengantar .......................................................................................................................................................................... i Daftar Isi ........................................................................................................................................................................................ v

1. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1A. Latar Belakang ................................................................................................................................................... 1 B. Ruang Lingkup .................................................................................................................................................. 2C. Maksud dan Tujuan ........................................................................................................................................ 2D. Tujuan Pembelajaran ..................................................................................................................................... 2E. Pokok Bahasan................................................................................................................................................... 2

2. KARAKTERISTIK MASYARAKAT LOKAL ................................................................ 3 A. Pemukiman Penduduk................................................................................................................................. 3B. Kegiatan Masyarakat yang Berhubungan dengan Hutan ...................................................... 3C. Pengendalian Kebakaran Berdasarkan Kearifan Lokal .............................................................. 4D. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 9E. Latihan .................................................................................................................................................................... 9F. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 9

3. KELEMBAGAAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN................ 11 A. Peraturan terkait Kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan/Lahan ..................... 11B. Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan .......................................................... 12C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 14D. Latihan .................................................................................................................................................................... 14E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 14

4. TUGAS, FUNGSI DAN MEKANISME KOORDINASI LEMBAGA ............................. 15 A. Tugas Pokok Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ..................................................... 15 B. Tugas Operasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ........................................ 16C. Tugas Pemantauan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ...................................... 17D. Mekanisme Koordinasi ................................................................................................................................. 17E. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 18F. Latihan .................................................................................................................................................................... 19G. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 19

5. SISTEM INFORMASI DAN PELAPORAN ................................................................ 21A. Konsep Sistem Informasi ............................................................................................................................ 21B. Komponen Sistem Informasi .................................................................................................................... 21C. Sistem Informasi dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan ..................... 22D. Pelaporan .............................................................................................................................................................. 22

DAFTAR ISI

Page 14: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iv

E. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 22F. Latihan .................................................................................................................................................................... 22G. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 22

6. RENCANA KERJA LEMBAGA ................................................................................. 23A. Konsep Perencanaan ................................................................................................................................... 24B. Teknik Menyusun Program/Rencana Kerja ...................................................................................... 24C. Isi Rencana Kerja ............................................................................................................................................... 24D. Rencana Kerja dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan .......................... 24E. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 24F. Latihan .................................................................................................................................................................... 25G. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 25

7. PENUTUP ............................................................................................................... 27

Daftar Pustaka ............................................................................................................................................................................ 29Biodata Penulis ......................................................................................................................................................................... 31

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 15: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

1

A. Latar Belakang

Dinamika pengelolaan sumber daya alam dengan pemahaman keberlangsungan ekonomi, keberlangsungan lingkungan dan keberlangsungan sosial dan budaya, telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan pada tataran mind, bahkan sudah dituangkan dalam kebijakan dan peraturan perundang-undangan. Tiga pilar pemahaman tersebut yang dikenal dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), pada tataran implementasi masih menonjol pada kegiatan eksploitasi yang berorientasi pada peningkatan pendapatan daerah, dengan mengabaikan kerusakan lingkungan dan tatanan sosial budaya masyarakat. Pertanyaan kritis adalah, mengapa kondisi ini terus berlangsung, sementara fakta kerusakan lingkungan dan hancurnya tatanan sosial dan budaya masyarakat sudah menjadi pengetahuan umum. Dengan kata lain, apakah kita harus menunggu kerusakan lingkungan semakin parah dan mengancam aktivitas kehidupan masyarakat. Sama seperti orang yang tahu bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan penyakit kanker, tetapi belum mau berhenti merokok kalau belum menganggapnya sebagai ancaman bagi kesehatan dirinya.

Dasar pemikiran di atas memberikan pemahaman bahwa konsep pembangunan berkelanjutan masih belum menjadi bagian dari praktek kehidupan sehari-hari dari para pelaku pembangunan yang peduli terhadap lingkungan dan tatanan sosial budaya masyarakat. Keadaan ini merupakan ancaman yang dapat menimbulkan banjir, terbakarnya hutan dan lahan gambut dan berkurangnya keragaman hayati yang sebenarnya memiliki nilai ekonomis yang tinggi, seperti tumbuhan obat yang banyak terdapat pada hutan tropis dan lahan gambut yang banyak menyimpan karbon, berfungsi untuk mengurangi ancaman pemanasan global.

Terkait dengan otonomi daerah, Pasal 18A Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Kekhususan ini ternyata belum dijadikan prioritas pembangunan daerah dengan mengedepankan inisiatif dan kreativitas masyarakat sehingga kekhususan ini dapat menjadi nilai tambah bagi pengembangan ekonomi kreatif masyarakat yang selanjutnya akan memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan, institusi lokal dan kearifan-kearifan lokal menjadi terkikis oleh keinginan politis yang besar untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dengan melakukan eksploitasi sumberdaya alam yang secara faktual sering berbenturan dengan kepentingan dan hak-hak masyarakat adat, meskipun Pasal 18B UUD 45 menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

1PENDAHULUAN

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 16: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

2

B. Ruang Lingkup

Modul Mengenal Masyarakat Peduli Kebakaran Hutan dan Lahan ini mencakup: penanggulangan kebakaran berbasis masyarakat dengan mengutamakan kearifan lokal untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan, mengembangkan pemikiran kearifan lokal agar dapat dipahami dan dijadikan pedoman dalam melakukan tindakan pencegahan dan penangulangan kebakaran hutan, kelembagaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, tugas, fungsi dan mekanisme koordinasi lembaga, sistem informasi dan pelaporan serta rencana kerja lembaga, dengan jumlah jam pelajaran sebanyak 4 JPL.

C. Maksud dan Tujuan

Maksud disusunnya modul mengenali masyarakat peduli kebakaran hutan ini sebagai pedoman dalam penyusunan bahan ajar penanganan kebakaran hutan berbasis masyarakat.

Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman kepada peserta pelatihan mengenai kriteria dan karakteristik masyarakat yang peduli terhadap kebakaran hutan serta cara-cara penanganan kebakaran hutan berdasarkan kearifan lokal.

D. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Umum

Setelah mengikuti mata Diklat ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan konsep Batang Garing sebagai dasar pemikiran kearifan lokal dan fungsi hutan bagi masyarakat Dayak, bukan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan hidup tetapi juga terkait dengan tanggung jawab untuk memelihara kelestarian sumberdaya alam bagi kehidupan generasi yang akan datang (ingat peteh Tatu Hiang, petak danum akan kalunen akan harian andau).

2. Tujuan Khusus

Setelah mengikuti mata Diklat ini, peserta diharapkan mampu :

a. Menjelaskan karakteristik masyarakat lokal.b. Menjelaskan kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan hutan.c. Menjelaskan pengendalian api dengan menggunakan kearifan lokal.d. Menjelaskan tugas, fungsi dan mekanisme koordinasi lembaga.e. Menjelaskan sistem informasi dan pelaporan.

E. Pokok Bahasan

1. Karakteristik masyarakat peduli kebakaran hutan.2. Penanggulangan kebakaran berdasarkan kearifan lokal.3. Kelembagaan pengendali kebakaran hutan dan lahan.4. Tugas pokok dan fungsi organisasi.5. Sistem dan mekanisme koordinasi antar kelembagaan.6. Sistem informasi dan pelaporan.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 17: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

3

A. Pemukiman Penduduk

Desa atau Lewu atau kampung adalah wilayah pemukiman penduduk lokal suku Dayak yang umumnya berada di sepanjang aliran sungai. Dalam interaksi masyarakat dengan lingkungan alam, dikenal kawasan kelola yang berada kurang lebih 5 km kiri–kanan sungai. Kawasan tersebut umumnya digunakan masyarakat untuk berladang, berburu, mencari hasil hutan non kayu dan menangkap ikan. Dikenal pula kawasan jelajah masyarakat dengan jarak tempuh di atas 10 km, sehingga mereka tidak bisa bolak-balik ke tempat tinggal dan harus membuat pondok pada tempat usaha tersebut. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencari kayu untuk pembuatan perahu dan tanaman obat.

Dalam sistem pemerintahan lewu, terdapat lembaga kadamangan yang berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat adat meliputi adat gawi belum dan gawi matei seperti upacara Manyanggar dan Mamapas lewu; dan upacara kematian seperti upacara Tiwah. Dalam menjalankan tugasnya Damang dapat dibantu oleh perangkat adat seperti Mantir dan tokoh-tokoh masyarakat lewu. Di Kalimantan Tengah sejak tahun 2009 telah terbit Perda No. 16 tahun 2009 tentang Kelembagaan Adat yang mengatur dan menangani permasalahan yang berkaitan dengan masyarakat adat; dan revisi Peraturan Gubernur Nomor 13 tahun 2009 Tentang Tanah Adat yang bertujuan untuk menjamin hak-hak masyarakat atas kepemilikan tanah berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2012.

B. Kegiatan Masyarakat yang Berhubungan dengan Hutan

Dalam kehidupan masyarakat Dayak, hutan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga untuk memenuhi fungsi ritual, dan kelangsungan hidup masyarakat pada masa yang akan datang. Terganggunya fungsi hutan dalam kehidupan masyarakat ini, akan mendorong munculnya konflik sosial seperti yang terjadi antara masyarakat dengan pengusaha pemegang HPH dan pengusaha perkebunan.

Dalam kehidupan sehari-hari, hutan memiliki fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti berladang, mencari hasil hutan non kayu: gemor, getah jelutung, damar, tengkawang, madu, obat-obatan, rotan dan karet. Alqadrie (2001) melaporkan bahwa kehadiran HPH telah menghilangkan mata pencaharian masyarakat yang sangat tergantung dengan hutan. Demikian juga dengan Barber dan Scheithelm (2001:34) bahwa di Kalimantan Tengah, pada pembukaan lahan satu juta hektar telah menghancurkan usaha masyarakat Dayak di tujuh Daerah Aliran Sungai di Mengkatip yang mengakibatkan kerugian masyarakat hingga mencapai $ 7 juta dengan nilai tukar pada pertengahan tahun 1997. Cornelis Rintuh (2001) menyebutkan bahwa sekitar 80 % dari hasil HPH menguap keluar (capital flight) dari Kalimantan Tengah sehingga tidak mampu menciptakan efek ganda (multiplier effects) dalam mendorong perekonomian di Kalimantan Tengah. Pada sisi lain, Marzali (2001) mengamati bahwa kehadiran HPH telah melanggar hak-hak adat sehingga mendorong munculnya konflik sosial.

2KARAKTERISTIK MASYARAKAT LOKAL

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 18: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

4

Terkait dengan berbagai usaha masyarakat ini, sungai menjadi sangat penting sebagai sarana transportasi dan pengangkutan hasil-hasil usaha masyarakat. Oleh karena itu, lokasi tempat usaha masyarakat tersebut selalu tidak jauh dari sungai dan anak-anak sungai. Keterikatan mereka dengan sungai ini, menyebabkan pola pemukiman masyarakat yang menyebar di sepanjang sungai. Di sungai ini terdapat Batang yang tidak hanya berfungsi sebagai MCK, tetapi juga berfungsi sebagai sarana informasi dan komunikasi. Selain itu, sebagai penunjuk arah, umumnya masyarakat Dayak selalu berpatokan ketika mereka berdiri di pinggir sungai. Jika mereka akan turun ke Batang mereka menyebutnya, ngiwa, kembali ke atas atau ke darat disebut ngambu, ke ngaju (hulu) dan ke ngawa (hilir).

Pada fungsi ritual, upacara Tiwah untuk mengangkat tulang belulang dari orang yang sudah mati, yaitu sebagai kesempurnaan menuju Lewu Tatau (surga) merupakan pesta besar yang biasanya juga merupakan proses penanaman nilai-nilai Belom Bahadat yangmendorong timbulnya Pali (pantangan) yang tidak boleh dilanggar yang dapat mengganggu kehidupan masyarakat Dayak pada masa yang akan datang.

Berkaitan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam ini, terdapat beberapa kegiatan adat yang harus dilakukan agar usaha-usaha mereka tidak mendapat gangguan dari roh-roh yang mendiami lingkungan alam sekitar tempat mereka berusaha tersebut. Beberapa kegiatan adat tersebut adalah Mamapas lewu yang biasa dilakukan untuk membersihkan kampung dari gangguan roh jahat sekaligus sebagai ucapan terima kasih atas hasil usaha yang dilakukan selama satu tahun. Oleh karena itu tawur biasanya disampaikan kepada roh penghuni di sungai, di hutan dan di tempat-tempat yang dianggap keramat oleh masyarakat lokal, seperti Pahewan.

Upacara Manyanggar biasanya mereka lakukan untuk membuka usaha baru sebagai cara untuk meminta ijin kepada roh-roh leluhur yang mendiami lokasi tersebut sehingga usaha mereka memperoleh hasil yang baik. Demikian juga dengan upacara Pakanan Batu, merupakan ucapan terima kasih kepada peralatan pertanian yang dipakai, dengan pemahaman bahwa di dalam peralatan tersebut terdapat gana (roh) sehingga pada kegiatan berikutnya peralatan yang dipakai tersebut akan memberikan hasil yang baik kepada pemiliknya. Sedangkan Manajah Antang merupakan sarana untuk meminta petunjuk kepada roh leluhur tempat-tempat usaha baru yang lebih baik, misalnya untuk lokasi mencari ikan atau perladangan.

Fungsi ritual yang menempatkan roh sebagai penghuni alam sekitarnya, dipahami pula oleh masyarakat sebagai pahewan yang biasanya banyak terdapat pada hutan yang lebat dan biasanya mereka sebut dengan kawasan Pahewan. Kini, hutan pahewan tersebut dipahami oleh masyarakat sebagai hutan konservasi adat yang berfungsi sebagaipenyangga kerusakan lingkungan dan kepunahan aneka sumberdaya hayati.

C. Pengendalian Kebakaran Berdasarkan Kearifan Lokal

1. Sistem perladangan

a. Perladangan Berpindah (Shifting Cultivation)

Menjelang pembakaran, peladang khusus membersihkan tepi yang berbatasan dengan semak belukar liar dan hutan. Maksudnya apabila pembakaran nanti api tak dapat merambat untuk membakar semak belukar dan hutan di luar batas ladang.

Musim pembakaran harus sesuai sebelum musim hujan tiba. Petani ladang menyadari bahwa dalam pembakaran hasil tebasan dan tebangan merupakan

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 19: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

5

kegiatan yang paling berbahaya dari seluruh kegiatan bertani ladang. Oleh karenanya sebelum dibakar, di sekeliling areal yang berbatasan dengan hutan/semak belukar/kampung dibuat rintisan (dibersihkan) sesuai dengan kebutuhan agar api tidak menjalar/merambat keluar areal perladangan. Merintis ini menurut istilah masyarakat di daerah penelitian menatas, lebar jalur manatas ini tergantung pada tebal tipisnya semak belukar yang ditebas. Makin lebar jalur manatas makin lebar pula jalur penyanggah namun tidak lebih dari 3-4 meter. Musim pembakaran ladang biasanya di antara bulan Agustus sampai dengan Oktober dan itu pun tergantung kondisi alamnya. Waktu pembakaran dilaksanakan pada tengah hari, namun pada musim kemarau panjang dilaksanakan sore hari jam 15.00 WIB.

Biasanya setelah pembakaran pada peladang tidak langsung menanam padi atau tanamannya lainnya. Setiap peladang selalu mengharapkan agar pembakaran terjadi merata di seluruh ladang sehingga ladang betul-betul bersih. Makin merata tentu akan banyak menghasilkan abu kayu-kayu yang terbakar, sehingga zat makanan yang dilepaskan tersalur sebanyak mungkin ke dalam tanah.

b. Perladangan menetap

Model perladangan menetap yang dimaksud adalah pengembangan dari model berpindah, namun semakin pendek rotasi perladangan dan meningkatnya jumlah penduduk harus ada upaya efisiensi dalam pemanfaatan lahan. Kegiatan yang dilakukan adalah perladangan yang berpindah dalam areal seluas 5 hektar. Pada setiap petak dengan luasan 1 ha setelah dua kali tanam berpindah ke petak berikutnya, dan petak yang ditinggalkan ditanami dengan kebun karet. Setelah selesai petak yang ke lima, maka petani kembali pada petak pertama dengan mengelola usaha perkebunan karet. Model perladangan menetap ini sudah pernah dipraktekkan di Kabupaten Barito Utara.

c. Perladangan pada wilayah handel

Handel adalah sebuah sungai (parit) untuk sistem pengairan tradisonal pada daerah pasang surut di kawasan rawa gambut yang digunakan untuk pengelolaan pertanian dan perkebunan, yang dilakukan kebanyakan masyarakat Kalimantan Tengah pada daerah hilir. Handel merupakan konsep pengelolaan kawasan yang unik dimana pada awalnya adalah sebuah sungai kecil (saka) yang dijadikan parit memanjang dan lurus untuk mengatur arus sungai. Pada sisi kiri dan kanan handel dijadikan masyarakat tempat untuk dijadikan lokasi ladang, kebun karet, dan kebun buah. Handel juga digunakan masyarakat sebagai sarana atau jalur untuk menuju kebun/ ladang dan sebagar jalur transportasi.

Perladangan di wilayah handel lebih memanfaatkan dan mengendalikan pasang surut air sungai. Pasang surut ini digunakan warga untuk menjaga dan mempertahankan kualitas air gambut yang banyak mengandung asam serta membuang racun (pirit). Sistem tabat adalah salah satu model yang biasa digunakan oleh pengelola handel. Handel dipimpin oleh seorang Kepala Handel. Peran penting dari Kepala Handel adalah mengkoordinir setiap kegiatan pengaturan, pemeliharaan sungai dan handel. Selain itu juga adalah mengatur pembagian lahan di kiri kanan Handel. Oleh karena itu Kepala Handel sangat berperan dalam pembagian lahan untuk masyarakat di kampung. Kepala Handel dipilih oleh anggota handel dengan sistem musyawarah bersama.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 20: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

6

Untuk membantu pengelolaan lahan, Kepala Handel dibantu oleh seorang kepala padang dan seorang penggerak. Kepala padang adalah orang yang mengkoordinir kegiatan berladang pada musim tanam padi. Sedangkan penggerak adalah seorang yang biasanya mengumpulkan warga untuk berkumpul apabila diadakan musyawarah atau kegiatan, misalnya gotong royong atau handep. Lama kepemimpinan kepala Handel tidak terbatas. Selama Kepala Handel tersebut masih mampu maka akan dipilih lagi secara bersama oleh anggota handel dengan azas mufakat dan kekeluargaan.

d. Budidaya Kebun Rotan

Bagi masyarakat Dayak, rotan bukan hasil ikutan dari tanaman hutan dalam klasifikasi Departemen Kehutanan, melainkan sudah merupakan tanaman budidaya. Mereka pernah mengalami masa penghasilan rotan yang besar sebelum adanya pelarangan ekspor rotan pada tahun 1990. Pada kondisi tersebut belum ada terpikirkan oleh masyarakat untuk terlibat dalam perambahan hutan untuk mengambil kayu, karena hasil rotan dan hasil-hasil non kayu lainnya serta karet masih memilki nilai ekonomi yang tinggi. Pada era reformasi dewasa ini, kreatifitas dan inisiatif sudah mulai dikembangkan untuk mengolah rotan menjadi produk yang memilki nilai ekonomis yang tinggi, sehingga budidaya rotan dapat dilakukan sekaligus bermanfaat bagi pelestarian hutan dan pencegahan kebakaran hutan.

e. Pola Pahewan

Pahewan, yaitu kawasan hutan lebat dengan pepohonan yang besar, baik yang bersifat monokultur seperti kawasan hutan tabelien (kayu besi) di Desa Rakumpit maupun aneka pepohonan yang dianggap keramat oleh masyarakat seperti kawasan sumbukurung di Kahayan. Kawasan pahewan ini menurut keyakinan masyarakat Dayak tidak boleh diganggu, karena akan melanggar wilayah pali (pantangan) yang dapat membuat orang tersebut mendapat sakit atau celaka.

Pahewan sebagai kawasan konservasi masyarakat terdiri atas, hutan keramat (zona inti), wilayah pali (zona buffer) dan wilayah kelola masyarakat (zona pengembangan usaha). Dasar pemikran ini adalah pada setiap upaya pelestarian hutan, maka kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat yang berada di sekitar hutan harus lebih baik, agar mereka tidak merambah ke kawasan hutan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup. Selain itu, secara adat, kawasan tersebut selalu dikaitkan dengan adanya roh penunggu, sehingga pada tempat tersebut terdapat pula pasah keramat (rumah kecil) yang biasanya digunakan untuk menaruh sesajen pada waktu mereka berhajat (meminta sesuatu) dan membayar hajat kalau usaha mereka tersebut terkabul. Secara umum Pola Pahewan digambarkan sebagai berikut :

HUTAN KERAMAT(Zona Inti)

WILAYAH PALI(Zona Buffer)

WILAYAH KELOLA MASYARAKAT(Zona Pengembangan Usaha)

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 21: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

7

2. Manyanggar dan Mamapas Lewu

Manyanggar pada awalnya dipahami oleh masyarakat sebagai upacara adat, untuk menghormati roh leluhur pada waktu membuka usaha/lahan baru, dengan pemahaman bahwa dalam kawasan tersebut terdapat gana (roh). Jika upacara tersebut tidak dilakukan, dikhawatirkan akan mengganggu usaha yang dilakukan pada kawasan tersebut. Dalam konteks dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini, pahewan dipahami sebagai konsep kehati-hatian dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, sehingga orang tidak semena-mena memperlakukan alam semesta ini.

Mamapas lewu adalah upacara adat yang dipahami oleh masyarakat dayak sebagai upaya mensucikan kembali alam/sumberdaya alam yang telah digunakan selama 1 tahun. Pada masa kini, Mamapas Lewu dipahami sebagai konsep untuk memulihkan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam; keseimbangan hubungan dengan sesama manusia; dan hubungan manusia dengan sang Penciptanya. Dengan dilaksanakan upacara ini kesadaran orang untuk memperlakukan alam secara arif, termasuk memelihara kerukunan sesama manusia dan mencegah orang tidak serakah, serta merupakan perwujudan iman kepada sang pencipta.

Upacara manyanggar dan memapas lewu ini merupakan prinsip dasar dalam perwujudan aktivitas manusia yang menganut falsafah Batang Garing sehingga keseimbangan alam semesta tetap terpelihara bagi kehidupan umat manusia. Secara umum dapat kita pahami bahwa upacara tersebut di atas akan mendorong munculnya kesadaran dan kepedulian terhadap keberlangsungan lingkungan fisik, lingkungan ekonomi dan lingkungan sosial. Kesadaran dan kepedulian ini akan semakin kuat dengan dukungan keimanan Kepada Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam tindakan sehari-hari.

Denda Adat

Pasal 157. Singer Tajahan AntangSinger Tajahan Antang artinya, tuntutan terhadap orang yang bekerja dan merusak Tajahan Antang. Asal mulanya disebut tajahan antang adalah pulau kayuan, dengan kayu-kayu besar. Pada zaman dahulu orang tidak sembarang membuka lahan di pulau kayu. Mereka melaksanakan acara tabur beras, yang mana pulau kayu tidak boleh menjadi tempat bersawah-ladang. Upacara tersebut dinamakan manajah. Kata-kata manajah itu berarti, menabur kepada orang halus yang baik, di mana harus menjadi tempat antang-antang (tempat lang-lang orang halus). Dalam upacara manajah terdapat ketentuan, bahwa orang halus di pulau kayuan itu baik dan menjadi tempat burung-burung elang setelah selesai pesta pertama. Kemudian diadakan pesta kedua dengan memotong ayam, babi, sapi, untuk menetapkan tempat yang dinamakan tajahan.

Setelah mendapat nama tajahan, kemudian disambung Antang atau burung elang. Jadi, tempat itu dinamakan: Tajahan Antang. Maksud Tajahan Antang adalah memelihara pulau kayuan dengan mengadakan beberapa kali pesta di tempat itu, dengan mendirikan rumah karamat, rumah orang halus dan tempat bertanya dengan antang atau burung elang.

Pulau kayuan itu ada yang menyebutnya Pahewan. Pahewan, artinya pulau kayuan yang dipelihara orang-orang tua zaman dahulu, untuk tempat bertanya dengan

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 22: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

8

burung elang, tempat pertapaan. Karena itu tanah adat tempat pahewan tajahan antang tidak dapat dirusak oleh orang lain. Barang siapa orang berani menebas tempat pulau kayuan pahewan tajahan antang dihukum membayar kerugian.

Pasal 158. Singer Pahewan KaramatSinger Pahewan Karamat, artinya siapa saja orang bekerja menebas di pulau kayuan tanah adat tempat burung elang, tempat orang halus yang dapat menolong orang Dayak Ngaju jaman dahulu, dihukum membayar sebesar mengganti kerugian Balian dan ongkos-ongkos pesta memotong ayam, memotong babi. Besarnya dihitung oleh yang berwenang memelihara tanah adat dan pahewan tajahan antang (kepala kampung atau damang). Kalau keramat dirusak, dihukum mengganti keramat, dengan menanggung ongkos mendirikan keramat.

3. Denda Adat Kehun Apui

Kehun Apui: denda adat apabila saat melakukan pembakaran ladang, api tersebut merambat ke lokasi kebun atau ladang milik orang lain (Damang Salilah).

Pasal 26. Singer manusul tana dia mansanan labih heluSinger manusul tana dia mansanan labih helu, artinya: Kesalahan membakar ladangnya dengan tidak memberitahukan kepada orang yang berbatasan.

Barang siapa membakar ladangnya yang berdampingan dengan ladang orang lain, api menjalar ke ladang-ladang yang lain, ladang yang lain tidak terbakar dengan sempurna, dan dia tidak mau bersepakatan lebih dahulu, maka orang yang bersangkutan itu dihukum oleh adat membayar denda sebesar Rp 30,- (tahun 1970). Tiap-tiap bantalan yang berbatasan. yang rusak tidak terbakar dengan baik, kecuali kalau ada kebun orang terbakar, maka termasuk dalam perkara membakar ladang.

Pasal 27. Singer manusul dia manatasSinger manusul dia manatas artinya, tuntutan dengan orang bersalah, membakar ladangnya tidak ada batas maka dia berladang dekat sekali dengan kebun orang. Orang-orang yang berladang dekat dengan kebun orang yang lebih dahulu dari ladangnya, seharusnya sebelum membakar ladangnya membuat tatas atas tanah sekurang-kurangnya lebar 2 depa supaya api tidak menjelar ke seberang tatas.

Aturan ke 2, harus satu minggu lebih dahulu si peladang memberi tahu kepada orang yang mempunyai kebun, agar bersama-sama menjaga api. Siapa saja membakar ladangnya yang berbatasan dengan ladang orang lain dengan tidak memberitahukan lebih dahulu, maka orang bersalah itu pertama membayar kepada adat desa dengan singer sebesar Rp 90,- (1970) dan kedua membayar menurut keputusan adat menurut kerusakan sebelah menyebelah yang dia mesti membayar.

Pasal 29. Singer tusul dirik tanaSinger tusul dirik tana artinya, tuntutan kepada orang bersalah membakar tebasan ladang yang belum ditebang. Siapa saja bersalah membakar tebasan dalam ladang yang belum ditebang kayu-kayunya, dihukum adat oleh kesalahannya sengaja atau tidak sengaja, membayar Rp 20,- (1970) kepada orang yang punya ladang.

4. Pola Upun Tanggiran

Upun Tanggiran adalah kawasan usaha masyarakat yang memanfaatkan pohon Tanggiran sebagai tempat bersarangnya lebah madu. Dalam pemeliharaan madu tersebut, kawasan tempat lebah mencari madu menjadi bagian penting yang harus

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 23: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

9

terpelihara untuk menghasilkan madu. Satu pohon dapat menghasilkan kurang lebih 1 drum madu. Kawasan Tanggiran ini merupakan kawasan usaha masyarakat, sekaligus upaya melestarikan kawasan hutan. Dengan memadukan konsep kesejahteraan dan upaya pelestarian lingkungan maka pencegahan kebakaran oleh masyarakat menjadi sangat penting untuk mempertahankan kawasan lebah madu tersebut.

5. Saka

Saka merupakan kanal yang dibuat oleh masyarakat untuk sarana transportasi pengangkutan hasil, tata air untuk mengurangi tingkat keasaman dan mencegah lahan gambut tidak kekeringan. Di samping itu, saka juga berfungsi sebagai penghasil ikan bagi masyarakat setempat. Berdasarkan konsep keberlangsungan lingkungan yang memadukan kelestarian alam, keberlangsungan sosial budaya dan kesejahteraan masyarakat, maka pengelolaan saka juga merupakan upaya untuk mencegah kebakaran hutan dengan pola saka yang memelihara tata air di wilayah lahan gambut.

6. Eka Malan Manana Satiar

Peraturan Daerah Tahun 1979 Tentang Hukum.

D. Rangkuman

Falsafah hidup masyarakat Dayak yang bersumber dari simbol Batang Garing yangdiwujudkan dalam upacara adat manyanggar dan memapas lewu merupakan kearifan lokal dengan prinsip memelihara keseimbangan hubungan antar manusia; hubungan manusia dengan alam semesta dan hubungan dengan Sang Pencipta. Wujud kearifan lokal yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sejalan pula dengan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai upaya untuk memelihara keseimbangan lingkungan fisik, lingkungan ekonomi dan lingkungan sosial budaya. Dasar pemikiran ini tercermin pula pada konsep Pahewan yang memberikan pemahaman bahwa upaya pelestarian lingkungan harus didukung oleh upaya meningkatkan kesejahteraan dan pengembangan sosial budaya dalam kehidupan masyarakat, sehingga dalam dinamika kehidupan masyarakat terjadi interaksi dan integrasi nilai-nilai yang mendorong terjadinya transformasi sosial. Pada wilayah kelola yang mereka sebut dengan eka malan manana satiar, di samping sebagai wilayah usaha masyarakat, terdapat pula situs-situs budaya yang merupakan identitas orang Dayak. Sehingga upaya pemeliharaan kelestarian dan mencegah kebakaran menjadi bagian yang harus dilakukan oleh masyarakat. Transformasi sosial tersebut adalah sebuah kemampuan masyarakat untuk melakukan adaptasi terhadapperubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, tanpa harus mencabut dari akar budaya.

E. Latihan

Beberapa peserta yang dianggap potensial diminta untuk menjelaskan kearifan lokal yang ada di desanya dengan pemahamannya masing-masing dan penggunaan bahasa lokal. Hasilnya dijadikan bahan diskusi untuk seluruh peserta, agar ada pemahaman bersama mengenai kearifan-kearifan lokal tersebut.

F. Evaluasi Hasil belajar

1. Apa yang anda pahami dari kearifan-kearifan lokal di bawah ini :

a. Simbol Batang Garing

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 24: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

10

b. Upacara adat Mamapas Lewu

c. Upacara Adat Manyanggar

d. Pahewan

e. Eka Malan Manana Satiar

f. Upun Tanggiran

g. Saka

h. Perladangan Berpindah

i. Berladang Menetap dalam kawasan tertentu

2. Jelaskan hubungan kearifan lokal tersebut dengan upaya pencegahan dan penanganan kebakaran hutan.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 25: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

11

3KELEMBAGAAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Kebakaran hutan dan lahan adalah bencana yang hampir setiap tahun selalu berulang. Berbagai upaya untuk menekan jumlah kebakaran hutan dan lahan telah dilakukan baik secara preventif maupun penegakan hukum dengan segala perangkat hukum dan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dari Pusat sampai tingkat Provinsi.

A. Peraturan terkait Kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

1. Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2011 tanggal 30 November 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Instruksi ini berisi perintah kepada15 Pejabat yaitu: Menko Kesra, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Kepala Bappenas), Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Kepala BNPB, Gubernur dan Bupati/Walikota, untuk :

a. Melakukan peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah Republik Indonesia, melalui kegiatan Pencegahan, Pemadaman, dan Penanganan pasca kebakaran/pemulihan.

b. Melakukan kerja sama dan saling berkoordinasi untuk melaksanakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

c. Meningkatkan peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan untuk kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

d. Meningkatkan penegakan hukum dan memberikan sanksi yang tegas terhadap per-orangan atau badan hukum yang terlibat dengan kegiatan pembakaran hutan dan lahan.

2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.12/Menhut-II/2009 tanggal 23 Februari 2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan

Peraturan ini memberikan pedoman, dan arahan dalam kegiatan pengendalian. Secara rinci dijelaskan hal-hal yang harus dilakukan pada fase Pencegahan, Pemadaman, dan Penanganan pasca pemadaman pada tingkat nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, tingkat unit pengelolaan hutan, dan tingkat pemegang izin pemanfaatan hutan.

Secara organisasi, pengendalian kebakaran hutan dan lahan ditangani oleh Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan yang dibentuk oleh Menteri Kehutanan dengan nama Manggala Agni.

Dalam peraturan ini juga disebutkan bahwa Pemerintah wajib melakukan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA).

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 26: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

12

3. Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah

Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai peraturan yang mengatur tentang kelembagaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yaitu :

a. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 5 Tahun 2003 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan.

b. Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah No. 77 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan di Provinsi Kalimantan Tengah.

c. Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah No. 78 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan di Provinsi Kalimantan Tengah.

d. Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah tentang Pembentukan Pos Simpul Kendali Operasi (Posko) Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (diperbaharui setiap tahun).

B. Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

1. Organisasi di Tingkat Nasional

Secara umum, sebagai koordinator kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sebagai fungsi koordinasi pelaksanaan kegiatan adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan secara khusus, Menteri Kehutanan membentuk Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (BRIGDALKARHUT) yang disebut dengan MANGGALA AGNI, dengan tata hubungan kerja sebagai berikut :

a. BRIGDALKARHUT tingkat pusat dalam melaksanakan upaya pencegahan kebakaran hutan dilakukan melalui kegiatan pemantauan dan desiminasi hot spot,

menetapkan keadaan siaga, apel siaga dan kampanye nasional.

b. Dalam melakukan kegiatannya, BRIGDALKARHUT tingkat pusat melakukan koordinasi secara horizontal dengan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lembaga Penerbangan dan

Antariksa Nasional (LAPAN) dan secara vertikal dengan Gubernur dan Bupati/Walikota.

2. Organisasi Tingkat Daerah (Provinsi Kalimantan Tengah)

Secara umum, struktur organisasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah dapat digambarkan sebagai berikut :

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 27: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

13

a. Pada Tingkat Provinsi, Satuan Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan disebut Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATKORLAK PBP) yang diketuai oleh Gubernur dengan unsur-unsurnya sebagai berikut :

1) Wakil Gubernur selaku Ketua Pelaksana Harian.2) Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah selaku Wakil Ketua I.3) Komandan Korem 102/Panju Panjung selaku Wakil Ketua II.4) Sekretaris Daerah selaku Sekretaris.5) Kepala Badan LinmasKesbang dan Satpol PP selaku Wakil Sekretaris.6) Dinas Propinsi, Lembaga, Badan dan Instansi Vertikal terkait lainnya.7) Dunia Usaha.8) Satuan Organisasi Kemasyarakatan Lainnya.

b. Pada tingkat Kabupaten/Kota, Satuan Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan disebut Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATLAK PBP) yang diketuai oleh Bupati/Walikota dengan unsur-unsur nya sebagai berikut :

1) Wakil Bupati selaku Ketua Pelaksana Harian.2) Kepala Kepolisian Resort Kabupaten/Kota selaku Wakil Ketua I.3) Komandan Kodim selaku Wakil Ketua II.

STRUKTUR KELEMBAGAAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Tingkat PROVINSI:SATKORLAK PBPPUSDALKARHUTLA

Tingkat Kabupaten:SATLAK PBPSATLAKDALKARHUTLA

Tingkat Kecamatan ke Bawah:SATGAS PBPSATGAS/TIM SERBU APIKAMPUNG

Keterangan:

: Garis Koordinasi : Garis Komando : Garis Mobilisasi

HUTAN DAN LAHAN

Pengusaha,LSM dan

Masyarakat Tingkat

Kecamatan

Pengusaha,LSM dan

Masyarakat Tingkat Provinsi

Pengusaha,LSM dan

Masyarakat Tingkat

Kabupaten

St. BMG,Perg. Tinggi,

Tim SAR,AU, TNI/POLRI,

LINMAS, dll

St. BMG, Perg. Tinggi,Tim SAR, AU, TNI/POLRI,

LINMAS, dll

BALAI Tmn,Nas,

DAOPS

Instansi TerkaitKabupatenSatgas/

Brigdalkar

CAMAT

KADES/LURAH

SATGAS/TSA

KAMPUNG:LAHAN

BLHKAB./KOTA

BUPATIKETUASTLAK

BLHPROP. KALTENG

GUBERNURKETUA SATKORLAK

Instansi TerkaitPROVINSI

Satgas/Brigdalkar

BALAI KSDAManggala Agni

SUB SEKSIDAOPS

SATGASDLAKAR

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 28: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

14

4) Sekretaris Daerah selaku Sekretaris.5) Dinas Linmas Kesbang dan Satpol PP selaku Wakil Sekretaris.6) Dinas Kabupaten/Kota, Lembaga, Badan dan Instansi Vertikal terkait lainnya.7) Dunia Usaha.8) Satuan Organisasi Kemasyarakatan Lainnya.

c. Organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada tingkat kecamatan dan desa disebut dengan Satuan Tugas (SATGAS) atau Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (BRIGDALKAR) :

1) SATGAS BRIGDALKAR adalah Brigade yang terdiri dari beberapa regu pemadam dan mempunyai tugas utama untuk melakukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan.2) Regu-regu SATGAS BRIGDALKAR berkedudukan di masing-masing instansi terkait dan Unit-unit kerja Badan Usaha (HPH, HTI, Perkebunan, Pertambangan) maupun Organisasi Kemasyarakatan setempat.3) SATGAS dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Unit Kerja setempat. Idealnya terdiri dari 20 (dua puluh) orang dengan pemimpin seorang ketua regu yang berpengalaman. 4) Pada tingkatan paling kecil (Desa, kelurahan dan satuan masyarakat lainnya) SATGAS BRIGDALKAR disebut Tim Serbu Api Kampung atau Masyarakat Peduli Api.

C. Rangkuman

Di tingkat Nasional sebagai koordinator kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sebagai fungsi koordinasi pelaksanaan kegiatan adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Secara teknis Menteri Kehutanan membentuk Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang disebut dengan Manggala Agni.

Di tingkat Provinsi, organisasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan disebut dengan SATKORLAK PBP yang diketuai oleh Gubernur. Pada tingkat Kabupaten disebut dengan SATLAK PBP dimana Bupati sebagai Ketuanya. Pada tingkat paling bawah disebut sebagai SATGAS BRIGDALKAR yang berkedudukan di masing-masing instansi terkait dan Unit-unit kerja Badan Usaha, maupun Organisasi Kemasyarakatan setempat. Pada Level Masyarakat, SATGAS biasa disebut Tim Serbu Api Kampung (TSAK).

D. Latihan

Peserta dibagi ke dalam kelompok sesuai asal Kabupaten, diminta menjelaskan dan mendiskusikan mengenai struktur lembaga pengendalian kebakaran hutan dan lahan dari Tingkat Kabupaten sampai tingkat Desa yang ada di wilayahnya masing-masing.

E. Evaluasi Hasil belajar

1. Jelaskan struktur organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada tingkat Provinsi dan Kabupaten.

2. Jelaskan struktur organisasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada tingkat Kecamatan/Desa anda masing-masing.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 29: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

15

4TUGAS, FUNGSI DAN MEKANISME KOORDINASI LEMBAGA

A. Tugas Pokok Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Instansi yang terkait dengan tugas pokok ini antara lain:

1. Badan Meteorology dan Geofisika (BMG) setempat, bertugas antara lain :

a. Memantau perkembangan cuaca terakhir dan melakukan analisis terhadap awal datang dan kemungkinan lama berlangsungnya musim kemarau di wilayah kerjanya.

b. Melaporkan hasil pemantauan dan analisis kepada ketua SATKORLAK PBP selaku penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut.

c. Memberi masukan data/informasi yang diperlukan kepada instansi lain yang terkait.

d. Menginformasikan hasil pemantauan kepada masyarakat luas sebagai peringatan dini untuk peningkatan kewaspadaan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

2. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalimantan Tengah, bertugas antara lain :

a. Memantau perkembangan sebaran titik panas (hot-spot) melalui data satelit dan melakukan analisis terhadap perkiraan terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang mencakup letak, perkiraan luas dan sifatnya.

b. Memantau dan menganalisis kualitas lingkungan hidup akibat terjadinya kebakaran hutan dan lahan, khususnya kualitas udara dari bencana kabut asap.

c. Melaporkan hasil pemantauan dan analisis kepada Ketua SATKORLAK PBP selaku penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut.

d. Memberi masukan data/informasi yang diperluan kepada instansi lain yang terkait

e. Menginformasikan hasil pemantauan kepada masyarakat luas sebagai peringatan dini untuk peningkatan kewaspadaan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

f. Memberikan penyuluhan pengelolaan lingkungan hidup yang terkait dengan upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat luas.

B. Tugas Operasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Instansi yang terkait dengan tugas pokok ini antara lain:

1. Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, bertugas antara lain :

a. Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, khususnya yang terjadi di dalam kawasan Hutan Negara, meliputi Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 30: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

16

b. Melakukan penyuluhan, pembinaan dan pemantauan kesiapan dan pelaksanaan kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan kepada perusahaan kehutanan (HPH/HPHTI).

c. Melakukan koordinasi dan kerjasama operasional lintas sektor, termasuk pemberian bantuan sumberdaya pemadaman dalam melaksanakan kegiatan pengendalian terhadap setiap kejadian kebakaran hutan dan lahan.

d. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada ketua SATKORLAK PBP selaku penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut.

3. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah, bertugas antara lain :

a. Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran, khususnya yang terjadi di areal perkebunan.

b. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran pembakaran lahan areal perusahaan perkebunan.

c. Melakukan penyuluhan, pembinaan dan pemantauan kesiapan dan pelaksanaan kegiatan pengendalian terhadap setiap kejadian kebakaran hutan dan lahan kepada perusahaan perkebunan.

d. Melakukan koordinasi dan kerjasama operasional lintas sektor, termasuk pemberian bantuan sumber daya pemadaman dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

e. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua SATKORLAK PBP selaku penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut.

4. Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah, bertugas antara lain:

a. Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran, khususnya yang terjadi di lahan pertanian/perladangan masyarakat.

b. Melakukan penyuluhan dan pembinaan tentang pengolahan lahan tanpa bakar dan pembakaran terkendali kepada masyarakat petani/peladang.

c. Melakukan koordinasi dan kerjasama operasional lintas sektor, termasuk pemberian bantuan sumberdaya pemadaman dalam melaksanakan kegiatan pengendalian terhadap setiap kejadian.

d. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua SATKORLAK PBP selaku penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bahan pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut.

5. Instansi vertikal di daerah yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, bertugas antara lain :

a. Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, khususnya yang terjadi di dalam kawasan konservasi.

b. Melakukan penyuluhan dan pembinaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat di sekitar kawasan konservasi.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 31: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

17

c. Melakukan koordinasi dan kerjasama operasional lintas sektor, termasuk pemberian bantuan sumberdaya pemadaman dalam melaksanakan kegiatan pengendalian terhadap setiap kejadian kebakaran hutan dan lahan.

d. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua SATKORLAK PBP selaku penanggung jawab PUSDAKARHUTLA Provinsi Kaliamantan Tengah sebagai bahan pertimbangan melakukan upaya tindak lanjut.

C. Tugas Pemantauan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Pada prinsipnya seluruh dinas, badan, lembaga dan instansi vertikal terkait lainnya bertugas dan bertanggung jawab untuk memberikan bantuan sumberdaya yang diperlakukan dalam pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam suatu kerjasama operasional lintas sektor.

D. Mekanisme Koordinasi

Koordinasi menurut Djamin (2003) adalah suatu usaha kerjasama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sehingga terdapat saling mengisi, membantu dan melengkapi.

1. Tipe dan Tujuan Koordinasi

a. Tipe Koordinasi dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

1) Koordinasi Vertikaladalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur.

2) Koordinasi Horizontaladalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.

b. Manfaat Koordinasi

Secara umum koordinasi mempunyai manfaat sebagai berikut :

1) Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan terlepas satu sama lain, antara satuan-satuan organisasi atau antara pejabat yang ada dalam organisasi. 2) Menghindari suatu pendapat atau perasaan bahwa satuan organisasi atau pejabat merupakan yang paling penting. 3) Menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan antara bagian dalam organisasi. 4) Menghindari terjadinya kekosongan pekerjaan terhadap suatu aktifitas dalam organisasi. 5) Menimbulkan kesadaran untuk saling membantu.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 32: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

18

2. Mekanisme Koordinasi dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan

a. Pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada dasarnya dilakukan sepanjang tahun secara terus menerus dengan cara penyuluhan-penyuluhan,

pelatihan serta mempersiapkan sarana prasarana guna menunjang upaya penangkalan terhadap bahaya terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan.

b. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan pada masing-masing tata guna pada prinsipnya menjadi tugas, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing badan, lembaga, dinas maupun instansi vertikal yang terkait di daerah sesuai

dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang telah ditetapkan.

c. Pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan dilakukan oleh satuan tugas/brigade pengendalian kebakaran yang dibentuk pada tiap satuan pelaksana lapangan yang berada pada masing-masing instansi terkait.

d. Anggota Satgas/Brigdalkar terdiri dari aparat pemerintah dibantu oleh regu Brigdalkar pengusahaan hutan/Perkebunan dan berbagai elemen masyarakat yang sudah dilatih.

e. Dalam hal kejadian kebakaran yang berukuran cukup besar, Satgas/Brigdalkar dibantu unsur-unsur tenaga bantuan dan tenaga cadangan.

f. Dalam setiap kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan harus didasarkan pada prinsip kebersamaan melalui koordinasi dan kerja sama operasional lintas sektor dan lintas kabupaten/kota.

g. Tenaga inti Satgas/Brigdalkar di lapangan adalah petugas/aparat terlatih yang sudah dibentuk/dipersiapkan berupa beberapa regu pemadam kebakaran pada masing-masing instansi terkait (sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya).

h. Tenaga bantuan adalah regu pemadam badan usaha dan elemen masyarakat.

i. Tenaga cadangan di Tingkat Provinsi berasal dari kekuatan ABRI dan Polri yang digerakkan atas perintah Gubernur selaku penanggung jawab PUSDALKARHUTLA Propinsi.

E. Rangkuman

Secara umum tugas instansi dibagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu tugas pokok, tugas operasional dan tugas pemantuan. Tugas pokok pengendalian kebakaran hutan dan lahan diemban oleh Instansi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dan Instansi Badan Lingkungan Hidup. Tugas Operasional dibebankan kepada instansi Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian dan BKSDA sementara tugas pemantauan secara umum diserahkan kepada semua instansi untuk memberikan bantuan sumberdaya yang diperlukan.

Koordinasi adalah suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sehingga terdapat saling mengisi, membantu dan melengkapi. Koordinasi sangat penting agar semua unsur manajemen dan pekerjaan masing-masing individu bisa membantu tercapainya tujuan organisasi.

F. Latihan

Beberapa peserta diminta untuk menjelaskan tugas dan fungsi organisasi/instansi yang ada di Kabupaten dan di Kecamatan/Desa-nya masing-masing dan menganalisa apakah sudah berfungsi sesuai tugasnya masing-masing.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 33: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

19

G. Evaluasi Hasil belajar

1. Jelaskan instansi yang mempunyai tugas operasional di wilayah saudara.2. Adakah lembaga/instansi yang terlibat dalam tugas pemantauan di wilayah saudara?

Jelaskan.3. Jelaskan mekanisme koordinasi dengan contoh yang terjadi pada lingkungan saudara.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 34: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

20

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 35: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

21

5SISTEM INFORMASI DAN PELAPORAN

A. Konsep Sistem Informasi

Menurut Ludwig Von Bartalanfy (2005) sistem diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur atau komponen yang terorganisir, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain, dan terpadu.

Informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian yang nyata yang digunakan untuk pengambilan keputusan (Jerry FithGerald, 2000). Informasi merupakan data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau diinterpretasi untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan.

Sistem informasi dalam suatu pemahaman yang sederhana dapat didefinisikan sebagai satu sistem yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang serupa. Para pemakai biasanya tergabung dalam suatu organisasi formal, atau lembaga. Informasi menjelaskan mengenai organisasi atau mengenai apa yang telah terjadi di masa lalu, apa yang sedang terjadi sekarang dan apa yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang tentang organisasi tersebut (Edy Sudibyo, 2007).

B. Komponen Sistem Informasi

Komponen sistem informasi terdiri dari: orang, prosedur, perangkat keras, perangkat lunak, data, jaringan komputer dan komunikasi, sebagai berikut:

1. Orang atau personil yang dimaksudkan yaitu operator komputer, analis sistem, operator, personil data entry.2. Prosedur, disediakan dalam bentuk fisik seperti buku panduan dan instruksi. 3. Perangkat Keras, terdiri atas komputer (pusat pengolah, unit masukan/keluaran),

peralatan penyiapan data, dan terminal (tempat penyimpanan).4. Perangkat Lunak. Seperti sistem pengoperasian, program komputer dan sistem

manajemen data. 5. Basis Data. File yang berisi program dan data dibuktikan dengan adanya media

penyimpanan secara fisik seperti diskette dan hard disk.6. Jaringan Komputer adalah sebuah kumpulan komputer yang terhubung dalam satu

kesatuan sehingga memungkinkan pengguna jaringan komputer dapat saling bertukar dokumen dan data satu sama lain.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 36: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

22

C. Sistem Informasi dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan

Sistem Informasi berperan penting dan selalu digunakan pada 5 komponen pengendalian kebakaran hutan dan lahan (Analisa, Pencegahan, Persiapan, Respon/penanggulangan dan restorasi). Contoh penggunaan sistem informasi adalah deteksi hotspot dari satelit NOAA. Penjelasan lebih lanjut tentang penggunaan sistem informasi pada kegiatan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan pada subpokok bahasan siklus pengendalian.

D. Pelaporan

1. Administrasi

a. Prosedur surat-menyurat dengan berbagai instansi sesuai ketentuan yang berlaku.

b. Laporan

1) Laporan kejadian kebakaran.Dilakukan pada kesempatan pertama sesaat setelah terjadinya kebakaran oleh petugas/aparat atau masyarakat yang melihat adanya kejadian kebakaran kepada POSKO Kebakaran terdekat, laporan diteruskan kepada POSKO yang lebih tinggi.

2) Laporan periodik.Dilakukan pada tiap minggu, dua minggu, bulanan, triwulan dan tahunan.

3) Laporan khusus.Dilakukan pada hal-hal yang bersifat khusus atau laporan mengenai kejadian kebakaran yang sedang/telah terjadi.

E. Rangkuman

Sistem informasi didefinisikan sebagai satu sistem yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang serupa. Komponen Sistem Informasi terdiri dari: orang, prosedur, perangkat keras, perangkat lunak, data, jaringan komputer dan komunikasi.

Pelaporan dilakukan pada kesempatan pertama sesaat setelah terjadinya kebakaran oleh petugas/aparat atau masyarakat yang melihat adanya kejadian kebakaran kepada POSKO Kebakaran terdekat, laporan diteruskan kepada POSKO yang lebih tinggi.

F. Latihan

Beberapa peserta diminta menjelaskan tentang sistem informasi yang sudah ada di wilayahnya.

G. Evaluasi Hasil Belajar

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sistem informasi dan komponen yang ada di dalamnya.

2. Jelaskan jenis pelaporan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 37: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

23

6RENCANA KERJA LEMBAGA

Keberhasilan suatu daerah dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan sangat ditentukan oleh pengerahan potensi dan sumberdaya yang ada, baik yang berada di wilayahnya maupun dari luar wilayahnya. Pengerahan sumberdaya sebagai salah satu upaya penanggulangan bencana yang berfungsi menginventarisasi dan memobilisasi agar penanggulangan bencana dapat berjalan optimal. Diperlukan perencanaan yang matang agar pengendalian kebakaran hutan dan lahan berjalan dengan baik.

A. Konsep Perencanaan

Sebagian besar dari keberhasilan dan kegagalan suatu kegiatan berawal dari perencanaan, jika salah dalam merencanakan sama artinya dengan kita merencanakan kegagalan.

1. Pengertian Perencanaan

Perencanaan adalah proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu. Unsur yang ada dalam perencanaan adalah :a. Adanya asumsi-asumsi yang didasarkan pada fakta-fakta.

b. Adanya alternatif-alternatif atau pilihan-pilihan sebagai dasar penentuan kegiatan yang akan dilakukan.

c. Adanya tujuan yang ingin dicapai.

d. Bersifat memprediksi sebagai langkah untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perencanaan.

e. Adanya kebijaksanaan sebagai hasil keputusan yang harus dilaksanakan.

2. Aspek Perencanaan

Aspek/hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana adalah:a. Aspek Lingkungan Perlu diperhatikan secara serius, karena memiliki dampak yang sangat besar

terhadap berhasil tidaknya program terutama yang terkait dengan masalah-masalah kemasyarakatan.

b. Aspek Potensi dan Masalah Merupakan dua hal yang sangat penting dan perlu diketahui oleh setiap perencana.

Pijakan awal dalam proses penyusunan perencanaan.

c. Aspek Institusi Perencana Institusi perencana harus benar-benar berperan sebagai pelaksana fungsi dalam

bidang perencanaan dan bertanggung jawab secara penuh atas hasilnya.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 38: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

24

d. Aspek Ruang dan Waktu Harus jelas menggambarkan suatu kebutuhan dalam ruang dan waktu yang tepat.

e. Aspek Legalisasi Kebijakan Merencanakan sesuatu harus sesuai dengan batasan-batasan peraturan yang telah

ditetapkan.

B. Teknik Menyusun Program/Rencana Kerja

Rencana kerja adalah alat untuk perencanaan selama jangka waktu tertentu yang mengidentififkasikan masalah yang harus diselesaikan dan cara yang dipakai untuk menyelesaikannya.

Metode sederhana untuk memulai menyusun rencana adalah dengan membuat pertanyaan :

1. KENAPA : program itu perlu dibuat.2. APA : yang ingin dihasilkan oleh program tersebut.3. BAGAIMANA : program akan bekerja untuk mencapai hasil yang diinginkan tersebut.4. DARI MANA : data-data diperoleh untuk menghasilkan program secara objektif.5. YANG MANA : faktor-faktor lingkungan mana saja yang perlu diawasi demi keberhasilan program.

C. Isi Rencana Kerja

Dalam menyusun rencana kerja secara umum harus berisi hal-hal sebagai berikut :

1. Pendahuluan dan Latar Belakang (Masalah)2. Tujuan dan Sasaran (Keluaran)3. Sumberdaya dan Kendala (Masukan)4. Strategi dan Tindakan (dari masukan untuk keluaran)5. Lampiran (Anggaran, Jadwal, dll)

D. Rencana Kerja dalam Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan

Pijakan utama dalam menyusun rencana kerja adalah 5 komponen pengendalian kebakaran hutan dan lahan, yaitu: Analisa, Pencegahan, Persiapan, Respon dan Restorasi/Rehabilitasi. Pada 5 komponen tersebut harus diisi dengan rencana kerja/kegiatan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan masing-masing.

E. Rangkuman

Perencanaan adalah proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu.

Rencana Kerja adalah alat untuk perencanaan selama jangka waktu tertentu yang mengidentififkasikan masalah yang harus diselesaikan dan cara yang dipakai untuk menyelesaikannya.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 39: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

25

F. Latihan

Peserta dikelompokkan berdasarkan asal kabupaten, dan diminta menyusun rencana kerja pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

G. Evaluasi Hasil Belajar

1. Jelaskan apa yang disebut dengan perencanaan dan unsur yang ada di dalamnya.2. Jelaskan tentang Rencana Kerja dan apa saja yang harus ada dalam dokumen rencana

kerja.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 40: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

26

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 41: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

27

7PENUTUP

Kebakaran hutan dan lahan adalah bencana yang hampir setiap tahun selalu berulang. Berbagai upaya untuk menekan jumlah kebakaran hutan dan lahan telah dilakukan baik secara preventif maupun penegakan hukum dengan segala perangkat hukum dan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dari Pusat sampai tingkat Provinsi.

Modul Mengenal Masyarakat Peduli Kebakaran Hutan dan Lahan, sebagai acuan bahan ajar Diklat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberi pemahaman kepada masyarakat sehingga diharapkan bencana kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah akan terus berkurang tanpa mengorbankan kepentingan dan pola hidup masyarakat sendiri.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selesainya penyusunan modul ini.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 42: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

28

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 43: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

29

DAFTAR PUSTAKA

Alqadrie, Syarif (1994). Dampak Perusahaan Pemegang HPH dan Perkebunan terhadap Sosial Budaya Penduduk Setempat di Kalimantan Barat. Jakarta : PT.Grasindo.

Barner dan Scweithelm (2000). Pengadilan oleh Api. Kebakaran Hutan dan Kebijakan Kehutanan di Masa Krisis dan Reforrmasi Indonesia. Jakarta : Worl Resourches Intitute.

Rintuh Cornelis (2002). Modal Keluar dalam Ekspolitasi Kayu dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Rakyat. Mubes II Damang Kepala Adat Se Kalimantan Tengah di Palangka Raya.

Sailillah, Johanes (1977). Hukum Adat Kalimantan Tengah. Palangka Raya : lembaga Bahasa dan Seni Universitas Palangka Raya.

Usop, SR.dkk. (1995). Profil Ladang Berpindah di Kalimantan Tengah. Kerjasama Pusat Penelitian Kebudayaan Dayak, LPM Unpar dengan Bappeda Prov. Kalteng.

____________(1995). Profil Kebudayaan Dayak Kalimantan Tengah. Kerjasama Pusat Penelitian kebudayaan Dayak dengan Bappeda Prov. Kalteng.

____________(2005). Identifikasi Kawasan Pahewan di Kalimantan Tengah. Kerjasama LMMDD-KT dengan WWF-Indonesia, Kalteng.

Peraturan Daerah

Biro Pemerintahan Desa, Setwilda Tingkat I Kalimantan Tengah (1996). Lembaga Kedamangan dan Hukum Adat Dayak Ngaju di Provinsi Kalimantan Tengah.

Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Kelembagaan Adat di Kalimantan Tengah.

Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Perubahan Peraturan Daerah Provinsi kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Kelembagaan Adat di Kalimantan Tengah.

Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 13 Tentang Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Kelembagaan Adat di Kalimantan Tengah.

Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perubahan Peraturan Gubernur Kalimantan tengah Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Tanah Adat di Atas Tanah di Provinsi Kalimantan Tengah.

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 44: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

30

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 45: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

31

BIODATA PENULIS

Dr. Sidik R. Usop, MSLahir di Kapuas, 29 Maret 1954 telah menamatkan studi S3 Ilmu Sosial pada tahun 2009 pada Pasca Sarjana Unair di Surabaya. Kesehariannya adalah dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Palangka Raya dan sebagai Ketua Pusat Kajian dan Pengembangan Kebudayaan Dayak, Yayasan Pandohop Tabela Palangka Raya. Selain itu, yang bersangkutan juga aktif sebagai anggota Komda REDD+ Provinsi Kalimantan Tengah.

Mukti Aji, S.Hut, M.SiLahir di Desa Wangon, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas pada tanggal 24 Desember 1975 adalah anak ke-9 dari 12 bersaudara pasangan Mukhlas Syaifurahman dan Muslimah. Meraih gelar Sarjana Kehutanan pada tahun 1999 di Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, kemudian melanjutkan kuliah di Program Magister Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Universitas Palangka Raya, dan meraih gelar M.Si pada tahun 2009.

Eddy Subahani, S.HutLahir di Pahandut, Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah pada tanggal18 September 1972. Kuliah di Universitas PGRI Fakultas Hukum. Sebelum aktif di WALHI, menjadi anggota sebuah organisasi KPA (Kelompok Pecinta Alam) Green Rescue pada tahun 1995 di Palangka Raya. Menjadi volunteer di Yayasan Tahanjungan Tarung (YTT) pada tahun 1999. Saat ini masih menjabat sebagai Direktur Pelaksana Perhimpunan Kelompok Kerja Sistem Hutan Kerakyatan (POKKER SHK) dan Layanan Informasi dan data-base di Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Kalimantan Tengah (SLP2KT).

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 46: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

32

MENGENAL MASYARAKAT PEDULI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 47: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

i

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Penyang, S.Hut, MPSantosa Yulianto, S.Hut,M.Sc

Page 48: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

ii

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Penulis:Penyang, S.Hut, MP

Sentosa Yulianto, S.Hut, MP

Editor:Mayang Meilantina

Yulius SadenEmanuel Migo

Diterbitkan oleh:Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

Page 49: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iii

Kata Pengantar ......................................................................................................................................................................... iDaftar Isi ........................................................................................................................................................................................ v

1. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1A. Latar Belakang ................................................................................................................................................... 1 B. Ruang Lingkup .................................................................................................................................................. 2C. Maksud dan Tujuan ........................................................................................................................................ 2D. Tujuan Pembelajaran ..................................................................................................................................... 2 1. Tujuan Pembelajaran Umum .............................................................................................................. 2 2. Tujuan Pembelajaran Khusus .............................................................................................................. 2E. Pokok Bahasan................................................................................................................................................... 2

2. PENGERTIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN, SERTA SEGITIGA API ............ 3 A. Pengertian Kebakaran Hutan dan Lahan .......................................................................................... 3B. Segitiga Api ......................................................................................................................................................... 3C. Ekosistem Hutan Gambut .......................................................................................................................... 5D. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 6E. Latihan .................................................................................................................................................................... 6F. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 6

3. PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN .................................................... 7 A. Penyebab Kebakaran Hutan ..................................................................................................................... 7B. Akibat Kebakaran Hutan ............................................................................................................................. 9C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 10D. Latihan .................................................................................................................................................................... 10E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 10

4. DAMPAK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN ....................................................... 11 A. Dampak Positif .................................................................................................................................................. 11 B. Dampak Negatif ............................................................................................................................................... 11C. Dampak Kebakaran Gambut .................................................................................................................... 11D. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 12E. Latihan .................................................................................................................................................................... 12F. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 12

5. SIFAT DAN PERILAKU API ..................................................................................... 13A. Bagian-bagian Api ........................................................................................................................................... 13B. Sifat dan Perilaku Api ..................................................................................................................................... 14C. Sifat Kebakaran Gambut ............................................................................................................................. 21

DAFTAR ISI

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 50: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iv

D. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 22E. Latihan .................................................................................................................................................................... 23F. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 23

6. TIPE KEBAKARAN HUTAN DAN PROSES PENYEBARAN KEBAKARAN HUTAN .. 25A. Tipe Kebakaran Hutan ................................................................................................................................. 25B. Proses Penyebaran Kebakaran Hutan dan Lahan ........................................................................ 25C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 26D. Latihan .................................................................................................................................................................... 26E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 26

7. SIKLUS PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN .............................. 27A. Komponen Manajemen Kebakaran ................................................................................................... 27B. Tindakan Pasca Kebakaran Hutan dan Lahan ................................................................................ 30C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 31D. Latihan .................................................................................................................................................................... 31E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 31

Daftar Pustaka ............................................................................................................................................................................ 33Biodata Penulis ......................................................................................................................................................................... 35Daftar Gambar .......................................................................................................................................................................... 37

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 51: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

1

1PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebakaran hutan dan lahan terjadi sebagai akibat tidak terkendalinya penggunaan api atau faktor alam yang berdampak langsung atau tidak langsung, baik secara fisik maupun hayati. Peristiwa kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun pada musim kemarau. Tercatat beberapa kejadian besar kebakaran hutan dan lahan, yaitu pada tahun 1982/1983, 1987, 1991, 1994, 1997/1998, 2002, 2005, dan 2006.

Berdasarkan data hotspots Satelit NOAA-18 dari Kementerian Kehutanan, salah satu provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan adalah Provinsi Kalimantan Tengah. Umumnya kebakaran lahan dan hutan di provinsi ini terjadi pada lahan gambut, sehingga relatif sulit dipadamkan dan menimbulkan kabut asap.

Data dari BKSDA Kalimantan Tengah mencatat bahwa kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalteng sebagian besar disebabkan oleh perbuatan manusia. Hal ini dilakukan oleh masyarakat sebagai bagian dari kegiatan penyiapan lahan bagi kegiatan penanaman, maupun untuk membersihkan lahan terbengkalai, yang dianggap efektif dan efisien. Dengan membakar, sebagian masyarakat beranggapan bahwa pekerjaan pembersihan lahan menjadi lebih cepat, mudah dan murah.

Disadari maupun tidak, dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap lingkungan sangat luas, antara lain kerusakan ekologi, menurunnya keanekaragaman sumber daya hayati dan ekosistemnya, serta penurunan kualitas udara. Dampak kebakaran menyangkut berbagai aspek, baik fisik maupun non fisik, langsung maupun tidak langsung pada berbagai sektor, berskala lokal, nasional, regional, maupun global. Disebutkan antara lain pada aspek kesehatan, penurunan kualitas lingkungan hidup (kesuburan lahan, biodiversitas, pencemaran udara, dst.), emisi Gas Rumah Kaca yang selanjutnya menimbulkan pemanasan global dan perubahan iklim. Syumanda (2003) menyebutkan adanya 4 (empat) aspek penting sebagai dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan yaitu dampak terhadap sosial, budaya dan ekonomi, dampak terhadap ekologis dan kerusakan lingkungan, dampak terhadap hubungan antar negara, dampak terhadap perhubungan dan pariwisata.

Tacconi (2003) menyebutkan bahwa kebakaran yang mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi hingga 1,62-2,7 miliar dolar. Biaya akibat pencemaran kabut asap sekitar 674-799 juta dolar, dan biaya ini kemungkinan lebih tinggi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan bisnis yang tidak tersedia. Sedangkan menurut Raflis dan Khunaifi (2008), pada awal Juni (2-12 Juni 2003) dengan teori sederhana, bencana kebakaran Propinsi Kalteng dalam kurun waktu 10 hari saja telah menimbulkan angka kerugian sebesar 19 milyar lebih.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 52: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

2

Berdasarkan kondisi di atas, maka pemerintah melalui Kementerian Kehutanan bekerjasama dengan berbagai berbagai elemen di Provinsi Kalimantan Tengah (pemerintah daerah, akademisi dan masyarakat), menyusun modul Dasar-dasar Kebakaran Hutan dan Lahan sebagai bagian dari upaya untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat, guna menumbuhkan kesadaran akan pentingnya mengantisipasi bencana yang diprediksi terjadi setiap tahun ini.

B. Ruang Lingkup

Dalam mata diklat Dasar-dasar Kebakaran Hutan dan Lahan ini disampaikan selama 2 jam pelajaran teori dan latihan (JPL) dengan durasi 2 x 45 menit, dengan pokok bahasan yaitu pengertian kebakaran hutan dan lahan serta segi tiga api, penyebab kebakaran hutan, sifat dan perilaku api, tipe kebakaran hutan dan proses penyebaran kebakaran hutan, dan siklus pengendalian kebakaran hutan dan lahan, sebagai bekal bagi instruktur pada saat mengajar sesuai dengan mata diklat yang dia punya.

C. Maksud dan Tujuan

Modul ini disusun sebagai acuan dan pedoman bagi para peserta diklat TOT (Training of Trainer) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat, khususnya yang diselenggarakan oleh Training Center REDD+ Palangka Raya dan umumnya para instruktur yang melakukan kegiatan pembelajaran. Adapun tujuannya adalah memudahkan peserta diklat mempelajari dan memahami materi Dasar-dasar Kebakaran Hutan dan Lahan, sehingga diharapkan dapat mencapai hasil yang lebih efektif dan efisien.

D. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah selesai mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta diharapkan mampu memahami dan menjelaskan tentang dasar-dasar kebakaran hutan dan lahan.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta diharapkan mampu:a. Menjelaskan pengertian kebakaran hutan dan lahan, serta segi tiga api.b. Menjelaskan penyebab kebakaran hutan.c. Menjelaskan sifat dan perilaku api.d. Menjelaskan tipe kebakaran hutan dan proses penyebaran kebakaran hutan. e. Menyusun siklus pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

E. Pokok Bahasan

Pokok bahasan modul dasar-dasar kebakaran hutan dan lahan ini meliputi :

1. Pengertian kebakaran hutan dan lahan serta segitiga api2. Penyebab kebakaran hutan dan lahan3. Dampak kebakaran hutan dan lahan4. Sifat dan perilaku api5. Tipe kebakaran hutan dan proses penyebaran kebakaran hutan6. Siklus pengendalian kebakaran hutan dan lahan

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 53: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

3

2PENGERTIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN, SERTA SEGITIGA API

A. Pengertian Kebakaran Hutan dan Lahan

Ada beberapa pengertian mengenai kebakaran hutan dan lahan, antara lain:

1. Menurut Adinugroho et al. (2004), yang dimaksud dengan kebakaran hutan dan lahan adalah suatu peristiwa kebakaran, baik alami maupun oleh perbuatan manusia, yang ditandai dengan penjalaran api dengan bebas serta mengkonsumsi bahan bakar hutan dan lahan yang dilaluinya.

2. Kebakaran hutan dan lahan adalah peristiwa terbakarnya hutan dan lahan sebagai akibat tidak terkendalinya penggunaan api atau faktor alam. Hal ini berdampak pada perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik atau hayati yang

menyebabkan kurang berfungsinya hutan atau lahan (BNPB, 2008). 3. Kebakaran hutan dan atau lahan adalah suatu keadaan dimana hutan/lahan dilanda

api mengakibatkan kerusakan sumber daya hutan dan hasil hutan/lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan (Keputusan Gubernur

Kalimantan Tengah Nomor 78 Tahun 2005).

B. Segitiga Api

Segi tiga api adalah bentuk sederhana untuk menggambarkan proses pembakaran dan aplikasinya. Ada tiga sisi dari segi tiga api yaitu sumber panas/api, oksigen dan bahan bakar (Davis, 1959 dalam Boer, 1995).

1. Sumber Panas/Api

Sumber panas/api yang dapat menyebabkan terjadinya proses pembakaran bisa berasal dari sinar matahari atau dari api itu sendiri. Sumber panas/api ini adalah salah satu dari rantai atau sisi segi tiga api. Sumber panas yang berasal dari matahari biasanya membutuhkan media lain untuk dapat menimbulkan api, misalnya batu bara atau kayu yang disinari oleh matahari menjadi kering kemudian batu bara atau kayu tersebut bergesekan satu dengan yang lainnya maka menimbulkan panas yang lebih besar, maka terjadilah pembakaran. Untuk mencapai titik penyalaan diperlukan temperatur antara 220–2500C.

2. Oksigen

Dari tiga sisi atau rantai segi tiga api, diantaranya adalah oksigen (O0) yang selalu tersedia di atmosfir atau udara. Jika tidak ada oksigen maka tidak akan terjadi proses pembakaran.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 54: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

4

3. Bahan Bakar

Dalam proses kebakaran hutan, sumber bahan bakar dapat berasal dari:

a. Semak belukar atau pohon-pohon yang kering.

b. Serasah atau humus yang kering.

c. Sisa hasil pembalakan/penebangan pohon.

d. Bahan bakar lainnya yang ada di dalam hutan.

Peluang terjadinya proses pembakaran pada bahan bakar dengan kadar air ≤ 5 %.

Hilangnya satu atau lebih dari tiga sisi ini sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 1, maka tidak akan terjadi suatu kebakaran. Segi tiga api dapat divisualisasikan sebagai dasar hubungan reaksi berantai dari pembakaran. Pemincangan salah satu atau lebih dari sisi segi tiga api akan merusak atau menghancurkan mata rantai tersebut. Itu berarti kalau bahan bakar tersedia dalam jumlah banyak tapi tidak ada oksigen, maka pembakaran tidak dapat berlangsung. Begitu juga bila pembakaran tidak mencapai titik penyalaan yang berkisar antara 220-2500C, maka pembakaran pun tidak mungkin terjadi (Sumber: Modul Pencegahan Kebakaran Hutan bagi Polhut, Pusdiklat Kehutanan-ITTO, 2002). Melemahnya satu atau lebih dari sisi segi tiga api ini juga akan melemahkan rantai tersebut dan mengurangi laju kebakaran serta intensitas kebakarannya.

Menurut Sukrismanto (2012) dalam disertasinya yang berjudul Sistem Pengorganisasian Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, terkait dengan kebakaran hutan/lahan diperkenalkan istilah segi empat kebakaran yang meliputi tiga unsur dari segitiga api ditambah manusia sebagai unsur ke empat.

Gambar 1. Segi Tiga Api

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 55: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

5

C. Ekosistem Hutan Gambut

Tanah gambut terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tanaman purba yang mati dan sebagian mengalami perombakan, mengandung minimal 12–18% C organik dengan ketebalan minimal 50 cm. Secara taksonomi tanah disebut juga sebagai tanah gambut, Histosol atau Organosol bila memiliki ketebalan lapisan gambut > 40 cm, bila bulk density > 0,1 g/cm3 (Widjaja Adhi, 1986).

Istilah gambut memiliki makna ganda yaitu sebagai bahan organik (peat) dan sebagai tanah organik (peat soil). Gambut sebagai bahan organik merupakan sumber energi, bahan untuk media perkecambahan biji dan pupuk organik sedangkan gambut sebagai tanah organik digunakan sebagai lahan untuk melakukan berbagai kegiatan pertanian dan dapat dikelola dalam sistem usaha tani (Andriesse, 1988). Terdapat tiga macam bahan organik tanah yang dikenal berdasarkan tingkat dekomposisi bahan tanaman aslinya (Andriesse, 1988 dan Wahyunto et al., 2003), yaitu fibrik, hemik dan saprik.

1. Fibrik

Bahan gambut ini mempunyai tingkat dekomposisi rendah, pada umumnya memiliki kadar air pada saat jenuh berkisar antara 850% hingga 3.000% dari berat kering oven bahan, warnanya coklat kekuningan, coklat tua atau coklat kemerah-merahan.

2. Hemik

Bahan gambut ini mempunyai tingkat dekomposisi sedang, kadar air maksimum pada saat jenuh air berkisar antara 250-450%, warnanya coklat keabu-abuan tua sampai coklat kemerah-merahan tua.

3. Saprik

Bahan gambut ini mempunyai tingkat kematangan yang paling tinggi, kadar air maksimum pada saat jenuh normalnya < 450%, warnanya kelabu sangat tua sampai hitam.

Gambut merupakan ekosistem khas yang kaya akan keanekaragaman hayati. Jenis-jenis floranya, antara lain: Ramin (Gonystylus sp.), Terentang (Camnosperma sp.), Gelam (Melaleuca sp.), Gembor (Alseodaphne umbeliflora), Jelutung (Dyera costulata), Kapur naga (Callophyllum soulatri), Belangeran (Shorea belangeran), Perupuk (Lophopetalum mutinervium), Rotan, Pandan, Palem-paleman dan berbagai jenis liana.

Jenis fauna yang dapat ditemukan di daerah rawa gambut antara lain orang utan, rusa, buaya, babi hutan, kera ekor panjang, kera ekor pendek berwarna kemerah-merahan, bekantan, beruk, siamang, biawak, bidaung (sejenis biawak), ular sawah, ular tedung, beruang madu, macan pohon, berbagai jenis ikan (tapah, lais, baung, haruan, seluang, lawang, toman, lele, bidawang, sepat, kalui, kapar, bapuyu, lele, biawan) dan berbagai jenis burung yang memanfaatkan daerah itu sebagai habitat ataupun tempat migrasi (burung hantu, bubut, tinjau, elang, punai, bangau, walet, serindit, tekukur, beo, pelatuk dan tingang).

Gambut juga merupakan salah satu penyusun bahan bakar yang terdapat di bawah permukaan. Gambut mempunyai kemampuan dalam menyerap air sangat besar karena itu, meskipun tanah di bagian atasnya sudah kering di bagian bawahnya tetap lembab dan bahkan relatif masih basah karena mengandung air. Sehingga sebagai bahan bakar bawah permukaan ia memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada bahan bakar permukaan (serasah, ranting, log) dan bahan bakar atas (tajuk pohon, lumut, epifit). Saat musim

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 56: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

6

kemarau, permukaan tanah gambut cepat sekali kering dan mudah terbakar, dan api di permukaan ini dapat merambat kelapisan bagian bawah/dalam yang relatif lembab. Oleh karenanya, ketika terbakar, kobaran api tersebut akan bercampur dengan uap air di dalam gambut dan menghasilkan asap yang sangat banyak.

D. Rangkuman

1. Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu peristiwa kebakaran, baik alami maupun oleh perbuatan manusia, yang ditandai dengan penjalaran api dengan bebas serta mengkonsumsi bahan bakar hutan dan lahan yang dilaluinya.

2. Segi tiga api adalah bentuk sederhana untuk menggambarkan proses pembakaran dan aplikasinya yang terdiri dari sumber panas/api, oksigen dan bahan bakar.3. Gambut merupakan salah satu penyusun bahan bakar yang terdapat di bawah permukaan dan mempunyai kemampuan dalam menyerap air sangat besar, sehingga

sebagai bahan bakar bawah permukaan ia memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada bahan bakar permukaan dan bahan bakar atas. Ketika terbakar, kobaran api akan bercampur dengan uap air di dalam gambut dan menghasilkan asap yang sangat banyak.

E. Latihan

Salah seorang peserta diminta untuk menggambar segitiga api lalu menjelaskan keterkaitan masing-masing komponen dalam peristiwa kebakaran hutan dan lahan kepada peserta lain dalam waktu kurang lebih 5 menit di depan kelas. Peserta lain diharapkan menyimak dengan seksama dan memberikan masukan yang melengkapi penjelasan yang disampaikan, setelah penjelasan selesai.

F. Evaluasi Hasil Belajar

1. Jelaskan pengertian kebakaran hutan dan lahan?2. Sebutkan dan jelaskan sumber bahan bakar dalam peristiwa kebakaran hutan dan

lahan?

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 57: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

7

3PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

A. Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan

Tindakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan secara efektif dan efisien, disamping harus ditopang pengetahuan dasar tentang kebakaran hutan, perlu juga memahami dengan baik sejarah kebakaran yang terjadi di dalam dan wilayah sekitarnya. Sejarah kebakaran hutan ini bermanfaat untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran di masa mendatang melalui proses belajar dari pengalaman. Dari sejarah kebakaran hutan ini akan dapat diketahui besarnya nilai kerugian, sebab-sebab kebakaran dan bagaimana kebakaran dapat terjadi.

Berdasarkan berbagai data diperoleh informasi bahwa penyebab kebakaran hutan dan lahan antara lain berupa:

1. Penyiapan lahan

Penyiapan lahan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), penanaman kembali bekas tebangan, perkebunan, pertanian, transportasi dan lain-lain yang dilakukan di dalam atau sekitar hutan merupakan penyebab utama kebakaran hutan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kelalaian ataupun kesengajaan yang dilakukan baik perorangan ataupun kelompok.

2. Perburuan satwa liar

Perburuan satwa liar dan pencari ikan di dalam hutan pada umumnya menggunakan api untuk berbagai keperluan antara lain untuk api unggun dan memasak di kemah, untuk menggiring satwa, mengasap ikan hasil tangkapan atau mengasap daging menjadi dendeng dan lain-lain. Aktivitas pemburu dan pencari ikan yang dapat menjadi sumber kebakaran biasanya berupa kelalaian tidak mematikan api atau bara api sebelum meninggalkan hutan dan membuang puntung rokok atau batang korek api yang masih menyala secara sembarangan di dalam hutan.

3. Pengumpulan madu

Di samping menggunakan api untuk keperluan api unggun dan memasak, pengumpul madu lebah pada umumnya menggunakan api untuk mengusir lebah dari sarang yang akan dipanen madunya. Kelalaian untuk mematikan api dan bara api serta puntung rokok dan batang korek api yang masih menyala sebelum meninggalkan hutan dapat menjadi pemicu terjadinya kebakaran hutan.

4. Rekreasi alam terbuka

Penggunaan api pada rekreasi alam terbuka di hutan terutama untuk api unggun, memasak dan merokok. Kebakaran hutan di beberapa hutan wisata dilaporkan banyak terjadi karena kelalaian wisatawan terutama peserta kemah.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 58: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

8

Meningkatnya wisata alam terbuka hendaknya diimbangi dengan meningkatnya kewaspadaan dan kesadaran akan bahaya kebakaran hutan agar sumberdaya wisata yang ada tetap terpelihara.

5. Penebangan kayu (logging).

Kelalaian pekerja dan penggunaan mesin-mesin seperti chainsaw, traktor dan buldozer untuk operasi logging dan kegiatan penebangan lain dalam hutan dapat menjadi penyebab kebakaran. Percikan api dari mesin-mesin tersebut, ditambah adanya bahan-bahan mudah terbakar seperti bensin, solar atau minyak tanah dapat menyebabkan penyalaan api yang bila tidak segera diketahui dan dicegah dapat menjalar menjadi kebakaran hutan.

6. Kelalaian lain

Berbagai kelalaian dari orang-orang yang berada di dalam dan sekitar hutan dapat menjadi penyebab kebakaran hutan. Membuang puntung rokok, batang korek api atau benda-benda lain yang masih menyala oleh orang yang lalu lalang di dalam hutan, baik pejalan kaki, penumpang kendaraan darat maupun air atau udara apabila mengenai bahan bakar yang kondisinya kering dapat memicu kebakaran hutan. Anak-anak yang bermain dengan menggunakan api di dalam atau sekitar hutan juga dapat menjadi penyebab munculnya kebakaran hutan.

7. Kesengajaan

Tindakan membakar hutan secara sengaja mungkin dilakukan dengan dua macam alasan yang saling bertentangan. Kesengajaan untuk alasan yang baik dilakukan pada umumnya untuk mengelola habitat, misalnya untuk merangsang pertumbuhan rumput di padang penggembalaan, merangsang pertumbuhan jenis-jenis vegetasi yang diinginkan sekaligus menghilangkan jenis-jenis vegetasi yang tidak diinginkan, mengurangi volume bahan bakar dan sebagainya.

Pembakaran hutan dengan alasan yang buruk atau yang sifatnya merusak biasanya dilakukan orang karena dendam atau tidak puas terhadap pengelola hutan atau pemerintah atau sekedar untuk memenuhi kesenangan menonton nyala api yang berkobar-kobar. Tindakan-tindakan semacam ini harus diwaspadai.

8. Petir

Petir yang menyambar pohon di hutan dapat menjadi penyebab kebakaran hutan. Hal ini sering terjadi di negara-negara sub tropis dimana petir tidak selalu disertai hujan. Di daerah tropis seperti Indonesia, petir hampir selalu disertai hujan sehingga meski petir menyambar dan membakar pohon, nyala api dapat segera padam oleh hujan.

9. Letusan gunung berapi

Letusan gunung berapi yang memang banyak terdapat di Indonesia sering dilaporkan sebagai penyebab kebakaran hutan. Akibat benda-benda membara dan lelehan lava dapat membakar hutan di lereng-lereng gunung. Kejadian alam demikian perlu mendapat perhatian juga dalam manajemen kebakaran hutan.

10. Gesekan kayu kering

Walaupun jarang terjadi, tetapi secara teori gesekan kayu kering yang terjadi pada musim kemarau panjang dapat juga menjadi penyebab kebakaran hutan, sehingga tidak mengherankan jika ada api menyebar pada daerah-daerah yang terpencil dan tidak ada indikasi aktifitas manusia di sekitarnya.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 59: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

9

B. Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan dapat menimbulkan berbagai kerugian baik dari aspek kesehatan, ekonomi, ekologi maupun secara politik.

1. Kesehatan

Akumulasi asap yang timbul akibat kebakaran hutan dan lahan akan mengakibatkan pencemaran udara, sehingga akan berdampak pada kesehatan masyarakat.

2. Ekonomi

Kerugian akibat kebakaran hutan dapat dilihat dari sisi ekonomi yang biasanya juga berkaitan dengan sisi sosial dan budaya. Jenis kerugian yang nyata pada umumnya berupa rusak atau hilangnya nilai tegakan hutan terutama kayu dan hasil hutan lainnya untuk perdagangan, estetika bagi kepentingan wisata, keutuhan tegakan hutan bagi kepentingan kegiatan-kegiatan sosial, kebudayaan, keagamaan dan sebagainya.

3. Ekologi

Kerugian akibat kebakaran hutan dilihat dari sisi ekologi atau kepentingan lingkungan hidup sering belum diperhatikan, antara lain:

a. Flora dan Fauna

Kebakaran hutan membunuh jasad renik di permukaan dan lapisan atas tanah. Vegetasi bawah pada umumnya juga terbakar sehingga banyak jenis flora hilang, beberapa jenis mungkin hilang untuk selamanya. Kebakaran juga merusak sarang, tempat berlindung satwa liar dan makanan satwa. Kebakaran secara langsung juga dapat membunuh satwa-satwa liar yang tidak dapat menyelamatkan diri.

b. Stabilitas Hara dan Sifat-sifat Fisik Tanah

Pada waktu terjadi kebakaran, suhu tinggi dapat merusak sejumlah hara tanah dengan jalan menguraikannya, sehingga menjadi mudah menguap atau tererosi. Kebakaran yang berulang-ulang pada suatu kawasan menyebabkan rusaknya pori-pori dan tekstur tanah.

c. Stabilitas Ekologi

Kebakaran hutan mengakibatkan rusak dan terganggunya ekosistem hutan dan fungsi-fungsinya, berkurangnya keaneka- ragaman hayati dan hilangnya keterwakilan ekosistem daerah tersebut.

d. Pemanasan dan Polusi Global

Kebakaran hutan mengakibatkan akumulasi gas-gas pencemar yang pada tingkatan konsentrasi tertentu menjadi polusi udara.

4. Politik

Frekuensi dan skala kebakaran hutan (terutama yang besar) telah memberikan pengaruh politis dalam hubungan regional ASEAN. Kejadian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia telah menimbulkan protes beberapa negara tetangga kepada pemerintah Indonesia yang dianggap kurang serius atau bahkan tidak mampu melakukan penanganan penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahannya.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 60: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

10

C. Rangkuman

1. Penyebab kebakaran hutan dan lahan antara lain akibat kegiatan penyiapan lahan, perburuan satwa liar, pengumpulan madu, rekreasi alam terbuka, penebangan kayu dan kegiatan lain, kelalaian lain, kesengajaan, petir, letusan gunung berapi, dan

gesekan kayu kering.2. Kebakaran hutan dan lahan dapat menimbulkan berbagai kerugian baik dari aspek

kesehatan, ekonomi, ekologi (flora dan fauna, stabilitas hara dan sifat-sifat fisik tanah, stabilitas ekologi, pemanasan dan polusi global) maupun secara politik.

D. Latihan

Peserta diminta membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 orang. Diupayakan tiap kelompok terdiri dari peserta yang berasal dari satu desa/kelurahan, atau setidaknya dari desa/kelurahan yang berdekatan. Selanjutnya setiap kelompok menuliskan pada potongan kertas yang berisi penyebab kebakaran hutan dan lahan di desanya masing-masing dalam waktu kurang lebih 5 menit di depan kelas. Selanjutnya setiap kelompok diminta untuk menempelkan potongan kertas tersebut di papan tulis lalu mengurutkannya berdasarkan tingkat kekerapan (frekuensi) terjadinya sebagai penyebab kebakaran.

E. Evaluasi Hasil Belajar

1. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang dapat menyebabkan kebakaran hutan dan lahan!

2. Jelaskan akibat yang dapat timbul dari aspek kesehatan dan ekonomi oleh kebakaran hutan dan lahan!

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 61: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

11

4DAMPAK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

A. Dampak Positif

Akibat positif yang dapat diperoleh dari api dalam peristiwa kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut :

1. Membuka lahan untuk pertanian dan lain-lain2. Meningkatkan kualitas lahan penggembalaan3. Memburu satwa liar4. Alat atau senjata untuk berperang5. Menghangatkan tempat tinggal6. Membuat arang untuk energi rumah tangga7. Bakar balas dalam pengendalian kebakaran hutan8. Membakar hutan/lahan yang terserang hama/penyakit.

B. Dampak Negatif

Akibat negatif dari peristiwa dalam kebakaran hutan dan lahan antara lain:

1. Asap

Asap hasil pembakaran dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti paru-paru, ISPA, sakit mata, radang tenggorokan dan lain-lain. Selain itu asap yang tebal juga dapat mengganggu transportasi baik darat, sungai/laut dan udara.

2. Kebakaran permukiman

Pemanfaatan api yang tidak berhati-hati saat bekerja di hutan untuk memasak maupun penerangan pada malam hari, dapat menyebabkan kebakaran yang menjalar jauh ke kawasan permukiman/perumahan.

3. Kebakaran Hutan

Salah satu pemanfaatan api yang tidak terkendali yang sering dilakukan oleh masyarakat saat penyiapan lahan untuk pertanian, dimana kadang-kadang api menjalar ke areal hutan, sehingga dapat menyebabkan kebakaran hutan.

C. Dampak Kebakaran Gambut

Lahan gambut merupakan ekosistem yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, terutama kondisi iklim dan hidrologi. Terganggunya fungsi ekosistem lahan gambut diperparah dengan adanya sifat gambut yang khas yaitu pengeringan tak balik (irreversible drying), apabila gambut telah kering maka sangat sulit untuk membasahinya kembali (Syaufina, 2008).

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 62: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

12

Kebakaran gambut biasanya didominasi oleh proses smoldering (pembaraan/terbakar tanpa nyala) yang menghasilkan emisi partikel tinggi di samping karbon monoksida yang membahayakan kesehatan manusia. Hal ini jelas menunjukkan bahwa kebakaran gambut memberikan dampak yang lebih berbahaya daripada kebakaran lahan non gambut.

Jumlah partikel tinggi yang dihasilkan dalam kebakaran gambut akan bersatu dengan uap air dari proses pembakaran di udara sehingga terbentuk kabut asap yang sangat tebal dan berdampak luas yang dapat membaurkan cahaya dan menyebabkan gangguan penglihatan.

Kebakaran gambut juga dapat memberikan dampak yang lebih luas lagi (Adinugroho et al., 2004), yaitu:

a. Terjadinya degradasi lingkungan yang mencakup penurunan kualitas sifat fisik gambut, perubahan sifat kimia gambut, terganggunya proses dekomposisi tanah gambut, dan rusaknya sistem hidrologi.

b. Gangguan terhadap kesehatan manusia akibat asap yang ditimbulkan oleh kebakaran yang dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti gangguan pernapasan, asma, bronchitis, pneumonia, kulit, dan iritasi mata.

c. Perubahan nilai sosial ekonomi, termasuk hilangnya sumber mata pencarian masyarakat, menurunnya produksi kayu, terganggunya hubungan internasional

dengan negara-negara yang berdekatan.

D. Rangkuman

1. Akibat positif yang dapat diperoleh dari peristiwa kebakaran hutan dan lahan antara lain membuka lahan untuk pertanian dan lain-lain, meningkatkan kualitas lahan pengembalaan, memburu satwa liar, alat atau senjata untuk berperang, menghangatkan tempat tinggal, membuat arang untuk energi rumah tangga, bakar balas dalam pengendalian kebakaran hutan, dan membakar hutan/lahan yang terserang hama/penyakit.

2. Akibat negatif dari peristiwa dalam kebakaran hutan dan lahan antara lain asap, kebakaran permukiman, dan kebakaran hutan, terjadinya degradasi lingkungan,

gangguan terhadap kesehatan manusia, dan perubahan nilai sosial.3. Kebakaran gambut menghasilkan jumlah partikel yang tinggi dan akan bersatu dengan

uap air dari proses pembakaran di udara, sehingga membentuk kabut asap yang sangat tebal dan berdampak luas yang dapat membaurkan cahaya dan menyebabkan gangguan penglihatan.

E. Latihan

Peserta membentuk kelompok sesuai asal desanya masing-masing untuk menuliskan pengalaman tentang aspek kerugian yang dialami setiap desa pada saat kejadian kebakaran hutan dan lahan pada kertas metaplan. Selanjutnya setiap kelompok menempelkan dan menjelaskannya secara singkat di depan kelas.

F. Evaluasi Hasil Belajar

1. Jelaskan akibat yang merugikan dari kebakaran hutan dan lahan!2. Mengapa dalam peristiwa kebakaran hutan dan lahan gambut umum dihasilkan asap

dalam jumlah yang lebih banyak dan bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama?

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 63: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

13

5SIFAT DAN PERILAKU API

A. Bagian-bagian Api

Bagian-bagian api pada kebakaran hutan dan lahan, antara lain:

1. Kepala Api (Head)

Kepala api adalah bagian terdepan yang searah dengan arah penyebaran api dan yang paling cepat penyebarannya dibandingkan bagian kebakaran lain. Biasanya dipengaruhi oleh angin atau kemiringan lahan, dan berhati-hatilah dalam pemadamannya.

2. Sisi/Sayap Api (Flanks)

Bagian sisi kiri/kanan api diberi nama sisi atau sayap api. Bagian kiri-kanannya ditentukan apabila kita berdiri di bagian ekor api menghadap ke arah bagian kepala api. Sisi/sayap api intensitasnya lebih kecil dari kepala api sehingga agak mudah dipadamkan dan menyebar tidak secepat kepala api. Sebaiknya mulailah pemadaman dari ekor dan mengarah ke sisi api menuju ke kepala api.

3. Ekor Api (Rear)

Ekor adalah bagian kebakaran yang berlawanan arah dengan kepala api atau di bagian bawah kemiringan. Juga termasuk areal bekas kebakaran. Bagian ini memiliki intensitas

Gambar 2. Bagian-Bagian Api

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 64: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

14

kebakaran yang paling rendah dan umumnya akan terbakar perlahan berlawanan dengan tiupan angin atau menuruni kemiringan. Sesekali bekas kebakaran dengan sendirinya padam. Ekor api adalah bagian yang sering dipergunakan sebagai jalan masuk kebakaran untuk memadamkan api atau sebagai tempat untuk melarikan diri dari kebakaran apabila api tidak dapat dikuasai.

4. Jari Api (Finger)

Jari api adalah bagian memanjang dan sempit yang menjalar dari kebakaran. Setiap jari-jari api mempunyai bagian kepala dan sayapnya masing-masing. Jari-jari api biasanya terbentuk karena terputusnya pola bahan bakar permukaan atau perubahan topografi.

5. Kantong/Teluk Api (Bay)

Kantong/Teluk Api api adalah bagian antara kepala dan jari-jari api atau antara jari-jari api. Penyebaran api di bagian ini lambat dikarenakan kurang tersedianya bahan bakar.

6. Api Loncat (Jump Fire)

Api loncat adalah kebakaran lain yang terjadi di luar kebakaran utama dan disebabkan oleh terbangnya bara api oleh angin atau merambatnya percikan api oleh kolom konveksi dan jatuh ke bahan bakar yang belum terbakar, hal ini perlu perhatian khusus ketua regu karena dapat mengancam keselamatan regunya.

7. Areal Hitam/Areal yang telah terbakar (Black Area)

Adalah areal dimana semua bahan bakarnya telah hangus terbakar api. Tidak ada lagi pembakaran yang mungkin terjadi karena tidak ada lagi bahan bakar yang tersisa. Areal ini merupakan salah satu tempat untuk menyelamatkan regu dari bahaya kepungan api.

8. Pulau Api (Island Fire)

Pulau api yang dimaksudkan adalah areal yang sekelilingnya sudah terbakar, tetapi ada sisa yang belum terbakar. Areal ini perlu di mop-up sekelilingnya agar dikemudian hari tidak terjadi kebakaran lagi. Jika sulit untuk melakukan mop-up sebaiknya areal tersebut dibakar habis, sehingga tidak menimbulkan kemungkinan api loncat.

B. Sifat dan Perilaku Api

Sifat dan perilaku laku api dipengaruhi oleh cuaca, topografi, dan jenis bahan bakar. Ketiga elemen ini dinamakan Lingkungan Api. Tingkah laku api adalah reaksi api terhadap lingkungan.

Faktor cuaca sangat bervariasi, baik menurut waktu atau lokasi. Bahan bakar dapat berbeda menurut lokasinya berada, tetapi berubah sangat lambat menurut waktu (kecuali kadar kelembapan dari bahan bakar yang bereaksi cepat menurut perubahan cuaca). Berbagai variasi topografi dapat ditemukan di lokasi, meskipun demikian topografi dapat berubah secara perlahan sejalan dengan perubahan waktu.

Konsep dari lingkungan api perlu dipahami secara mendalam, karena setiap aspek dari ketiga elemen tersebut ada pengaruhnya terhadap perilaku api.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 65: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

15

1. Cuaca

Empat elemen penting cuaca yang mempengaruhi lingkungan api adalah radiasi matahari, curah hujan, angin, suhu dan kelembapan relatif/nisbi (Suprayitno dan Syaufina, 2008).

a. Radiasi Matahari

Radiasi matahari merupakan sumber energi yang mempengaruhi pemanasan bahan bakar hutan. Semakin dekat permukaan bahan bakar dengan sudut datang matahari, semakin besar pengaruh pemanasannya. Radiasi maksimum biasa terjadi sekitar tengah hari yang menyebabkan terjadinya suhu maksimum, sementara radiasi matahari minimum terjadi pada saat matahari terbenam.

Pembakaran tengah hari merupakan waktu pembakaran yang paling baik, pada kondisi sinar matahari terik dan kecepatan angin yang tinggi, pembakaran berlangsung cepat dan bahan bakar yang ada akan habis terbakar.

b. Curah Hujan

Hujan dalam waktu yang lama memungkinkan api padam, akibat lapisan serasah dan gambut menyerap air. Hujan deras yang relatif singkat cenderung hanya mengaliri permukaan yang kering, terutama apabila permukaan tanah sedang kering dan cenderung menolak penyerapan air. Hujan biasa dapat dengan cepat melembabkan bahan bakar kering yang terbakar tetapi tiupan angin dan sinar matahari dengan cepat dapat mengeringkannya dan menjadi mudah terbakar kembali. Hujan yang cukup lama diperlukan oleh bahan bakar dan tumpukan serasah yang tebal agar dapat menyerap kelembaban air untuk menghentikannya terus terbakar. Demikian juga halnya musim kemarau yang relatif lama akan menghilangkan kelembaban dari bahan bakar tebal dan dalam sehingga menjadi cukup kering untuk dapat terbakar.

c. Angin

Angin sangat berpengaruh terhadap kecepatan penyebaran api. Angin juga dengan cepat dapat mengeringkan bahan bakar ringan. Bahan bakar yang lebih berat, lebih sedikit dipengaruhi oleh angin. Angin meniupkan udara panas dan asap dari api ke bahan bakar sehingga bertambah kering dan panas. Hal ini menyebabkan penyebaran api ke arah tiupannya bertambah cepat. Angin menambah suplai oksigen dan mempercepat tingkat pembakaran. Angin membawa material yang terbakar dan menyebabkan api loncat. Topografi juga mempengaruhi arah dan kecepatan angin. Angin mengalir melalui lintasan yang paling mudah/sederhana mengikuti kontur tanah dan bertambah kecepatannya ketika melalui celah sempit.

d. Temperatur/Suhu

Temperatur mempengaruhi angin dan tingkat kelembaban bahan bakar. Bahan bakar menerima panas dari radiasi sinar matahari dan konveksi aliran udara sekitar. Bahan bakar yang telah bersuhu tinggi akan lebih mudah terbakar dibandingkan bahan bakar yang lebih dingin.

Suhu udara memengaruhi kepekaan bahan bakar untuk menyala dan kecepatan pembakaran. Suhu udara dipengaruhi oleh penyerapan radiasi secara langsung dan hantaran dari lingkungan sekitarnya (Chadler et al., 1983a dalam Syaufina, 2008).

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 66: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

16

e. Kelembaban Relatif/Nisbi

Udara mengandung kelembaban seperti busa. Kelembaban di lapisan udara dihitung sebagai kelembaban relatif. Ketika udara penuh dengan uap air maka kelembaban relatifnya dianggap 100%.

Kelembaban relatif mempengaruhi tingkat mudah tidaknya terbakar dari bahan bakar mati, yang akan melepaskan kelembaban ke lapisan udara kering dan menyerap kelembaban dari lapisan udara basah.

Kelembaban relatif turun pada siang hari dan mencapai titik terendahnya. Pada waktu inilah kebakaran besar dapat terjadi dan sulit untuk dikendalikan. Kelembaban relatif di bawah 60% dapat menyebabkan kebakaran merambat dengan cepat dan pembakaran mudah terjadi dikarenakan kadar kelembaban bahan bakarnya rendah. Meskipun beriklim tropis, kondisi kelembaban yang relatif rendah juga terjadi di Indonesia. Kelembaban udara yang rendah sering terjadi pada siklus kemarau el-nino.

Kelembaban relatif antara lain dipengaruhi suhu udara, namun kebakaran hutan lebih erat hubungannya dengan kelembaban relatif daripada suhu udara (Syaufina, 2008).

(Chadler et al. 1983a) dalam (Syaufina 2008) menyatakan bahwa cuaca dan iklim mempengaruhi kebakaran hutan dengan berbagai cara yang saling berhubungan sebagai berikut:

1) Iklim menentukan jumlah dan total bahan bakar yang tersedia.2) Iklim menentukan jangka waktu dan keparahan musim kebakaran.3) Cuaca mengatur kadar air dan kemudahan bahan bakar hutan untuk terbakar.4) Cuaca mempengaruhi proses penyalaan dan penjalaran kebakaran hutan.

2. Topografi

Bentuk muka bumi atau topografi sangat penting karena secara langsung mempengaruhi perilaku api dan usaha yang perlu dilakukan untuk mengendalikan api. Topografi adalah faktor alami dan buatan manusia yang dapat kita jumpai pada muka bumi. Komponen topografi adalah kemiringan, aspek ketinggian, punggung bukit, lembah, sungai, jalan dan sekat bakar. Topografi dapat berubah secara drastis dalam jarak yang relatif singkat. Hal ini dapat menguntungkan ataupun merugikan usaha pengendalian kebakaran.

Penyebaran api bertambah cepat apabila kebakaran terjadi di atas bukit. Pemadam kebakaran dapat mengambil keuntungan dari hal tersebut dengan melakukan penyerangan saat api masih berada di bagian bawah bukit.

Penghalang penyebaran api (seperti jalan, sungai, dsbnya) dapat dipakai untuk pengendalian api. Kemiringan yang curam membuat akses menjadi sulit bagi pemadam kebakaran dan penggunaan mesin. Bahan bakar dan batu besar dapat longsor pada lereng yang curam dan membahayakan pemadam kebakaran. Pada lereng curam, angin berhembus ke arah lembah sehingga mempercepat penyebaran api.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 67: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

17

3. Bahan Bakar

Di antara tiga elemen yang mempengaruhi perilaku api: bahan bakar, topografi, dan cuaca, bahan bakarlah yang dapat dimanipulasi oleh manusia untuk mengubah perilaku api. Perubahan besar dari jenis dan distribusi bahan bakar telah terjadi sejak tahun 1970-an. Penebangan hutan menyebabkan terbukanya kanopi sehingga bahan bakar menjadi kering, karena pengaruh angin bertambah dan kelembaban berkurang di dalam hutan. Hal ini juga dikombinasikan dengan bertambahnya jumlah bahan bakar dari bungkul pohon dan semak belukar yang mulai tumbuh, menciptakan sebuah lingkungan dimana kebakaran mungkin saja terjadi dengan intensitas yang tinggi.

Penyebaran bahan bakar, kadar kelembaban, tipe bahan bakar, dan sifat bahan bakar mempengaruhi perilaku api. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Penyebaran Bahan Bakar

Penyebaran bahan bakar menentukan seberapa cepat dan jauhnya api akan menyebar. Bahan bakar padat seperti gambut kehilangan lebih sedikit kelembaban akibat penguapan dan terbakar dengan sangat lambat. Penyebaran bahan bakar dapat dibedakan menjadi penyebaran horisontal dan vertikal.

Penyebaran bahan bakar horisontal adalah spasi/jarak antar bahan bakar di permukaan tanah. Penyebaran ini mempengaruhi kecepatan penyebaran api dan intensitas kebakaran. Apabila spasi bahan bakar terlalu rapat, kebakaran akan memiliki intensitas yang besar dan menyebar dengan kecepatan yang tetap. Sedangkan spasi bahan bakar yang jarang akan mengakibatkan penyebaran kebakaran tidak merata dan intensitas kebakaran rendah.

Penyebaran bahan bakar vertikal adalah spasi bahan bakar dari permukaan tanah sampai puncak pohon. Penyebaran ini juga dapat mempengaruhi intensitas kebakaran tetapi lebih berpengaruh pada jenis kebakaran.

b. Kadar Kelembaban Bahan Bakar

Kadar kelembaban bahan bakar kayu menentukan mudah tidaknya penyalaan dan tingkat penyebaran api. Kelembaban bahan bakar yang rendah membuat penyalaan api mudah terjadi. Bahan bakar dengan kandungan kelembaban yang rendah dapat terbakar dengan bara api yang sekecil apapun.

Kadar air bahan bakar menunjukkan jumlah air yang dikandung oleh partikel bahan bakar merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku api dan potensi kebakaran, terutama dalam kecepatan pembakaran dan kemampuan terbakar dari bahan bakar. Semakin tinggi kadar air bahan bakar, semakin banyak panas yang diperlukan untuk mengeluarkan air dari bahan bakar, sehingga terjadi penurunan kecepatan pembakaran dan kemudahan terbakar dari bahan bakar tersebut. Kadar air semata-mata dipengaruhi oleh curah hujan, kelembaban dan suhu udara.

c. Tipe Bahan Bakar

Setiap bahan bakar mempunyai karakteristik masing-masing yang menentukan perilaku api. Hal ini dapat dimanfaatkan dalam merencanakan usaha pemadaman kebakaran hutan.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 68: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

18

d. Sifat Bahan Bakar

Sifat bahan bakar bervariasi menurut ruang dan waktu, meliputi muatan bahan bakar, ukuran bahan bakar, kekompakkan bahan bakar dan kesinambungan bahan bakar. Terbakarnya bahan bakar dipengaruhi oleh tingginya nilai kalor (energi panas), tingginya panas pembakaran, kecenderungan/kemudahan dan kemampuan terbakarnya. Gambut hutan tropika merupakan bahan bakar yang baik karena mengandung nilai kalor yang tinggi.

1). Muatan bahan bakar dapat digunakan untuk menghitung potensi bahan terbakar suatu kawasan yang mempengaruhi perilaku api, terutama laju penjalaran api, lama pembakaran, panas per satuan wilayah dan persentase luas terbakar. Semakin tinggi muatan bahan bakar, semakin rendah laju penjalaran api dan persentase luas wilayah yang terbakar tetapi semakin

tinggi panas per satuan wilayah (Prastiana, 2004 dalam Syaufina, 2008). 2). Distribusi (sebaran) ukuran bahan bakar berpengaruh terhadap kecepatan

penjalaran api yang erat kaitannya dengan respon terhadap cuaca yang dicirikan dengan penambahan atau pengurangan kadar air. Ukuran bahan bakar jelas berpengaruh terhadap laju konsumsi bahan bakar (Rastioningrum, 2004 dalam Syaufina, 2008). Semakin kecil ukuran bahan bakar, semakin cepat

bahan bakar tersebut terbakar.3). Kekompakkan bahan bakar menunjukkan keterikatan komponen-komponen

atau partikel-partikel penyusun bahan bakar dalam suatu tumpukan bahan bakar. Kekompakkan bahan bakar sangat terkait dengan muatan bahan bakar yang mempengaruhi suplai udara, perpindahan panas dalam tumpukan bahan bakar sehingga mempengaruhi kecepatan pembakaran dan tinggi

nyala api.4). Kesinambungan bahan bakar sangat berpengaruh terhadap perilaku api,

baik secara horizontal maupun vertikal. Pembagian susunan bahan bakar mulai dari bahan bakar bawah (lapisan bahan organik di permukaan dan di bawah lantai hutan), bahan bakar permukaan (semak belukar, anakan dan limbah pembalakan) dan bahan bakar atas (tajuk pohon, cabang, ranting dan dedaunan). Adanya celah akan menghambat terjadinya penjalaran api.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 69: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

19

Gambar 3 memperlihatkan peringkat beberapa jenis vegetasi umum di Indonesia menurut kemudahan terbakarnya. Alang-alang, tunggul pohon, dan perkebunan berkanopi terbuka terdapat di peringkat yang paling mudah terbakar. Selanjutnya hutan primer di dataran rendah dan rawa terletak di peringkat yang paling sulit terbakar. Pada umumnya tingkat mudahnya terbakar bertambah dengan bertambahnya gangguan manusia. Mengkombinasikan pengetahuan mengenai tingkat mudahnya terbakar ini dengan fakta bahwa telah banyak gangguan yang disebabkan manusia, menjelaskan masalah kebakaran hutan dan lahan yang sedang kita hadapi sekarang. Karakteristik dari masing-masing vegetasi tersebut antara lain sebagai berikut:

a). Hutan Primer

• Kanopitertutup

• Bahanbakarumumnyadedaunankering

• Bahanbakarmati

• Akses/jalanmasukbagiregupemadamkebakaranmudah

• Kebakaranpermukaanberintensitasrendah

• Penyeranganlangsungmenggunakanreguperalatantangan.

b). Hutan Sekunder

• Kanopilebihterbukadarihutanprimer

• Bahanbakarberupadedaunankeringdansebagianberupasemak/belukar

Gambar 3. Tingkat Kemudahan Terbakar

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 70: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

20

• Akseslebihsulitdikarenakansemakbelukardanpohontumbang

• Dapat terjadi kebakaran berintensitas sedang dimana kecepatan penyebaran apiberkisar dari rendah ke sedang

• Pemadamandapatdilakukandenganpenyeranganlangsungolehregupemadamkebakaran dan dibantu oleh alat-alat berat pada musim kemarau.

c). Semak/belukar

• Tidakadakanopi,karenanyasinarmataharidananginleluasamembuatbahanbakarcepat kering

• Serasahdenganbanyakbahanbakarvertikal

• Aksesbagiregupemadamkebakaransulit

• Intensitaskebakaransedangsampaiberat,tinggiapisampai4m

• Kecepatanpenyebarantinggipadaalang-alang

• Apiloncatdapatterjadiapabilalokasimemilikitungkulpohonmati

• Pemadamanmenggunakanreguberperalatantangandibantuperalatanberat.

d). Perkebunan (kanopi terbuka)

• Kerapatankanopitergantungdarilamanyaperkebunantersebutberoperasi,kanopiyang terbuka menyebabkan banyak areal yang rentan terhadap bahaya api

• Serasahdenganbanyakbahanbakarvertikal

• Bahanbakartidakterbatas,apidapatmenerobosanaksungai

• Kesulitanaksesbagiregupemadamkebakaransedang,tergantungdaribanyaknyasemak/belukar

• Kebakaranberintensitassedangsampaiberat,tinggiapi2-4mpadakondisikering.Intensitas kebakaran berkurang dengan bertambahnya penutupan kanopi

• Pengendalian kebakaran dimusim kemaraumemerlukan regu peralatan tangan,pompa bertekanan tinggi dan peralatan berat.

e). Perkebunan (kanopi tertutup)

• Sedikitpengaruhangindanhujan

• Sedikitserasahdanbahanbakarvertikal,semuaberupabahanbakarmati

• Bahanbakartidakterbatas

• Aksesmudahdiperkebunankaretdankelapasawitkarenapembagianblokyangteratur. Akses di perkebunan pulp lebih sulit karena terhalang banyaknya batang-batang besar

• Kebakaranberintensitasrendahpadahampirsemuakeadaan.Perkebunanpulp akan terbakar dengan intensitas yang besar

• Pengendalian kebakaran sangat efektif pada hampir semua keadaan denganmenggunakan regu peralatan tangan. Pompa air bertekanan sedang mungkin diperlukan pada musim kemarau

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 71: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

21

f). Alang-alang

• Angindansinarmatahariberpengaruhkarenatidakadakanopisamasekali

• Bahanbakartegakdantidakrapat

• Kandunganbahanbakardapatmelebihi20tonperha

• Bahanbakarhijau,tetapidibagiandalamterdapatbanyakserasah

• Bahanbakarmenyebardiarealyangsangatluas

• Aksesmungkinsulitapabilaalang-alangsangatrapatdantinggi

• Intensitaskebakaranbesarpadawaktukeadaankeringdanberangin

• Direkomendasikan pemadaman secara langsung, pemadaman secara tidak langsung dianjurkan pada saat tingkat bahaya kebakaran tinggi.

Perilaku api ekstrim menunjukkan tingkat perilaku api yang sulit untuk dikendalikan, sehingga kebakaran yang terjadi kecil kemungkinannya untuk dapat dipadamkan. Dalam keadaan ini:

• Apayangakanterjadisulitdiprediksi.• Keadaanapitidakstabildandapatdengantiba-tibamenjadisangatmembahayakan.

Indikator api ekstrim yang dapat dilihat :• Bahanbakarsangatkering,jumlahnyabanyakdanmenyebar• Temperaturudarasangatpanasdananginseringberubah-ubaharah• Terjadinyakebakaranyangsangatluas,biasanyadisertaiapiloncatyangbanyak.• Terjadinyakebakaranpermukaanhinggakebakarantajuk• Banyakkemungkinanadanyaanginpuyuhyangdapatmenimbulkanpusaranapidan

membawa bara api menyebar ke areal yang belum terbakar sehingga menimbulkan banyak api loncat

• Arealyangterbakarcukupluas,jauhdarijalandanberbukit-bukit.

Jika regu pemadam melakukan pemadaman kebakaran hutan yang kondisi api berperilaku ekstrim, maka harus diingat bahwa faktor keselamatan adalah hal yang utama.

C. Sifat Kebakaran Gambut

Berdasarkan pola penyebaran dan tipe bahan bakar, kebakaran gambut termasuk ke dalam tipe kebakaran bawah. Pada tipe ini, api menjalar di bawah permukaan membakar bahan organik dengan pembakaran yang tidak menyala. Umumnya api berasal dari permukaan kemudian menjalar ke bawah membakar bahan organik sesuai dengan air yang dikandungnya.

Kebakaran gambut didominasi oleh pembakaran smoldering (membara tanpa nyala), dimana api bertahan pada laju pembakaran yang sangat rendah dari beberapa desimeter hingga puluhan meter per hari. Berdasarkan kedalaman pembakaran, kebakaran gambut dapat digolongkan ke dalam tiga kelas, yaitu lemah (< 25 cm), sedang (25-50 cm), dan kuat (> 50 cm) (Artsybashev, 1983 dalam Syaufina, 2008).

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 72: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

22

1. Kandungan panas gambut

Pengetahuan tentang variasi kandungan panas suatu bahan bakar sangat penting dalam memprediksi perilaku api atau pendekatan keterbakaran bahan bakar. Hal ini dapat menunjukkan sejauh mana kepekaan bahan bakar terhadap api. Kapasitas panas juga dapat mempengaruhi laju penjalaran api. Semakin tinggi kandungan panas suatu bahan bakar akan meningkatkan kepekaan bahan bakar tersebut terhadap api. Selanjutnya, bahan bakar tersebut dapat menghasilkan panas pembakaran yang tinggi kepada lingkungannya sehingga dapat meningkatkan penyalaan api dari bahan bakar hutan.

Kandungan panas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kadar air, kekompakan bahan bakar, dan kandungan kimia bahan bakar. Kandungan panas gambut sangat bervariasi pada berbagai kadar air. Gambut merupakan bahan bakar yang baik dengan kemampuan terbakar yang tinggi.

2. Peluang keterbakaran gambut

Peluang keterbakaran gambut pada kadar air tertinggi yang dapat terbakar adalah sebesar 117%, merupakan kadar air kritis dimana gambut dapat terbakar atau berpeluang terbakar dan bisa menjadi awal terjadinya kebakaran dalam skala lebih besar jika didukung oleh faktor-faktor lainnya (Putra, 2003 dalam Syaufina, 2008). Pendapat lain dalam uji coba pembakaran pada beberapa jenis bahan bakar, yakni pada kadar air 110% (Fradsen, 1997 dalam Syaufina, 2008) yang dapat disebabkan oleh perbedaan sifat fisik dan kimia gambut yang diuji.

Pada proses pemanasan, faktor yang terlibat adalah faktor gambut yang diwakili oleh sifat fisik (ukuran butiran tanah gambut dan kekompakan bahan bakar) dan sifat kimia gambut (kandungan bahan organik) termasuk kondisi kelembapan gambut, dan faktor lingkungan luar (suhu udara) yang saling berkaitan.

Pada kadar air yang tinggi, api tidak menyebabkan terjadinya pembakaran atau proses pembakaran menjadi terhenti karena panas tidak mampu menguapkan air serta menguraikan bahan kimia gambut atau bahan-bahan lain.

D. Rangkuman

1. Bagian-bagian api pada kebakaran hutan dan lahan antara lain kepala api, sisi/sayap api, ekor api, jari api, kantong/teluk api, api loncat, areal hitam/areal yang telah terbakar, dan pulau api.

2. Sifat dan perilaku api dipengaruhi oleh elemen lingkungan api, yaitu cuaca (radiasi matahari, curah hujan, angin, temperatur/suhu, dan kelembapan relatif/nisbi), topografi (kemiringan, aspek, ketinggian, punggung bukit, lembah, sungai, jalan dan sekat bakar), dan jenis bahan bakar (penyebaran bahan bakar, kadar kelembapan, tipe bahan

bakar, dan sifat bahan bakar).3. Kebakaran gambut didominasi oleh pembakaran smoldering (membara tanpa nyala),

dimana api bertahan pada laju pembakaran yang sangat rendah dari beberapa desimeter hingga puluhan meter per hari serta dapat digolongkan ke dalam tiga kelas, yaitu lemah (< 25 cm), sedang (25-50 cm), dan kuat (> 50 cm).

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 73: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

23

E. Latihan

Peserta diminta membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 orang. Diupayakan tiap kelompok terdiri dari peserta yang berasal dari satu desa/kelurahan, atau setidaknya dari desa/kelurahan yang berdekatan. Selanjutnya setiap kelompok membuat gambar lingkaran waktu dalam 1 hari seperti contoh berikut ini.

Selanjutnya setiap kelompok mencoba membuat/menggambarkan dalam 1 lembar kertas periode harian perilaku api kebakaran dengan pembagian waktu berdasarkan kondisi masing-masing desa/kelurahannya:

> pukul 09.00-21.00 (pagi-malam)> pukul 21.00-04.00 (malam-subuh)> pukul 04.00-06.00 (subuh-pagi)> pukul 06.00-09.00 (pagi)

Dalam diskusi kelompok masing-masing, coba gambarkan periode harian perilaku api kebakaran di desa/kelurahannya.

F. Evaluasi Hasil Belajar

1. Sebutkan dan jelaskan masing-masing bagian dari api!2. Jelaskan mengapa dalam tindakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, aspek

yang menyangkut sifat dan perilaku api menjadi penting dipahami!

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 74: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

24

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 75: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

25

6TIPE KEBAKARAN HUTAN DAN PROSES PENYEBARAN KEBAKARAN HUTAN

A. Tipe Kebakaran Hutan

1. Kebakaran Bawah

Kebakaran jenis ini membakar material organik seperti gambut dan perakaran tumbuhan di bawah permukaan tanah. Tingkat selanjutnya dimana jenis organik apa saja yang akan terbakar, ditentukan oleh kadar kelembapan, kedalaman dan tingkat terurainya material organik tersebut. Ini dapat berkisar antara beberapa sentimeter sampai beberapa meter.

Kebakaran bawah dapat terjadi di lahan rawa gambut dan hutan sekunder selama musim kemarau yang berkepanjangan. Api dapat menyebar di bawah permukaan sepanjang jarak tertentu tanpa memperlihatkan tanda-tanda dipermukaan, sehingga membuat lokasi kebakaran sulit ditentukan. Kecepatan penyebaran api pada kebakaran bawah sangat lambat, tetapi jumlah asap yang dapat dihasilkan olehnya sangat besar apabila kebakaran terjadi di lahan rawa gambut. Lapisan batubara apabila menembus lapisan permukaan tanah, dapat pula terbakar oleh kebakaran permukaan. Jenis kebakaran batubara ini menyebar sangat lambat sekali, dapat menyala di bawah permukaan tanah selama bertahun-tahun dan pada umumnya membutuhkan usaha penggalian untuk memadamkannya.

2. Kebakaran Permukaan

Kebakaran permukaan terjadi pada permukaan tanah. Bahan bakar di permukaan ini adalah serasah, rumput, dan tumbuhan rendah seperti tumbuhan pakis, belukar, dan tumbuhan rawa.

3. Kebakaran Tajuk

Semua kebakaran tajuk disebabkan oleh kebakaran permukaan. Bahan bakar atas menjadi ikut terbakar dimungkinkan karena adanya bahan bakar vertikal yang menjalarkan api ke atas (hal ini dapat terjadi pada kebakaran berintensitas rendah). Pada kebakaran berintensitas tinggi, perpindahan panas secara konveksi menjalarkan kebakaran dari bahan bakar permukaan ke bahan bakar atas.

B. Proses Penyebaran Kebakaran Hutan dan Lahan

Kecepatan dari penyebaran api tergantung dari jenis bahan bakar yang terbakar, topografi dan kondisi cuaca saat itu. Kebakaran bawah berlangsung sangat lambat, kebakaran di lapisan batu bara bahkan berlangsung lebih lambat. Kebakaran permukaan yang berlangsung di bawah kanopi hutan juga berlangsung lambat meskipun lebih cepat bila dibandingkan dengan kebakaran bawah, karena bahan bakar yang terbakar tidak padat seperti kebakaran bawah dan dipengaruhi oleh faktor angin. Kebakaran tajuk berlangsung dengan kecepatan yang sangat besar.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 76: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

26

Penyebaran api yang paling cepat umumnya terjadi pada bahan bakar ringan di tempat terbuka dengan jumlah bahan bakar mati yang dominan. Pada kebakaran jenis bahan bakar ini, dengan pengaruh angin kuat atau topografi yang curam dapat menyebar dengan sangat cepat dan membahayakan pemadam kebakaran.

Kecepatan angin adalah faktor utama dalam menentukan penyebaran api karena angin mensuplai oksigen yang diperlukan untuk pembakaran dan angin meniup panas ke bagian yang belum terbakar dan sekitarnya sehingga menambah panas bahan bakar yang telah mengalami radiasi dan konveksi.

Api yang mulai terbakar dari sebuah sumber api mengalami percepatan sampai mencapai suatu kecepatan penyebaran yang semi-tetap. Pola kecepatan api sangat bervariasi tetapi biasanya makin parah kekeringan yang sedang dialami, akan makin lama percepatan api yang terus terjadi. Sedangkan api yang menyala seperti garis panjang, tidak akan mengalami proses percepatan, karena telah mencapai kecepatan penyebaran yang optimum segera setelah dinyalakan.

Tingkat kemiringan juga mempengaruhi kecepatan penyebaran api, dimana makin curam kemiringan sebuah lereng akan makin cepat penyebaran api. Kemiringan mempunyai pengaruh yang sama seperti pengaruh yang ditimbulkan angin, karena bertambahnya bahan bakar atas yang dipanaskan api. Sebuah pedoman umum untuk menggambarkan hubungan antara kemiringan lereng dan kecepatan penyebaran api adalah sebagai berikut: api akan bergerak 2 kali lebih cepat setiap kemiringan lereng 10 derajat, 4 kali pada kemiringan 20 derajat dan 8 kali lebih cepat pada kemiringan 30 derajat (Sumber: Modul Pencegahan Kebakaran Hutan bagi Polhut, Pusdiklat Kehutanan-ITTO, 2002).

C. Rangkuman

1. Tipe kebakaran hutan yaitu kebakaran bawah, kebakaran permukaan, dan kebakaran tajuk.

2. Proses penyebaran kebakaran hutan dan lahan paling cepat terjadi pada bahan bakar ringan di tempat terbuka dengan jumlah bahan bakar mati yang dominan, dengan pengaruh angin kuat atau kemiringan lereng/topografi yang curam dapat menyebar dengan sangat cepat dan membahayakan pemadam api.

D. Latihan

Peserta diminta membentuk 3 kelompok dan menjelaskan tentang tipe bahan bakar, angin, dan topografi pada masing-masing tipe kebakaran, dengan pembagian: kelompok 1 untuk tipe kebakaran bawah, kelompok 2 untuk tipe kebakaran permukaan, dan kelompok 3 untuk tipe kebakaran tajuk. Setiap kelompok mendiskusikan proses penyebaran kebakaran untuk masing-masing tipe dan menentukan faktor utama yang paling menentukan.

E. Evaluasi Hasil Belajar

1. Jelaskan tipe kebakaran bawah, kebakaran permukaan dan kebakaran tajuk?2. Jelaskan mengapa upaya pemadaman di hutan dan lahan gambut umumnya lebih sulit

dipadamkan dibandingkan di hutan dan lahan non gambut?

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 77: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

27

7SIKLUS PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

A. Komponen Manajemen Kebakaran

Dalam siklus pengendalian kebakaran hutan dan lahan terdapat lima komponen manajemen kebakaran, yaitu:

1. Analisis

a. Analisis untuk mendefinisikan secara jelas masalah yang dihadapi agar dapat ditangani dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia secara paling efisien.

b. Untuk mencegah kebakaran harus diketahui siapa dan apa yang menyebabkan kebakaran serta kenapa. Apabila kebakaran yang terjadi terutama disebabkan oleh manusia, maka kampanye pendidikan mungkin merupakan cara yang paling efektif untuk menanganinya. Apabila masalahnya akibat banyaknya bahan-bakar, maka manajemen hutan dan bahan-bakar merupakan prioritas utama.

c. Tergantung dari vegetasi dan bentuk penggunaan lahan, harus jelas bentuk kebakaran/api apa yang diinginkan dan apa yang tidak diinginkan. Sebagai

contohnya, luas lahan rawa gambut hanya sekitar 10-14% dari luas daratan di Indonesia, namun lahan tersebut menghasilkan sekitar 60% dari polusi asap dan karenanya sangat tidak diinginkan.

2. Pencegahan

Pencegahan merupakan bentuk tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan, dan dampak serta menghilangkan sumber kebakaran yang tidak diinginkan. Termasuk juga meningkatkan kemampuan berbagai instansi dan masyarakat untuk menangani bencana kebakaran. Dilihat dari bentuk kasusnya, pencegahan dapat mencakup:

a. Aspek pendidikan dan peningkatan kesadaran melalui pelatihan, kampanye, pameran dan bentuk kegiatan lain yang mengunakan buku-buku sekolah, sticker, poster, bahan-bahan publikasi, permainan, serta bentuk-bentuk publikasi lainnya.

b. Manajemen bahan-bakar melalui pengurangan, peniadaan, atau bentuk-bentuk mengelola bahan-bakar lainnya dan pengelolaan hutan yang sesuai dan lestari.

c. Penegakan hukum (peraturan-peraturan hukum, sanksi, dan pengawasan yang sesuai dan memadai.

3. Persiapan

Persiapan dilakukan agar kebakaran tidak terjadi secara mengejutkan. Sebuah aspek penting dalam persiapan adalah pelatihan dan pengembangan kemampuan staf pengelola dan pemadam kebakaran (SDM).

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 78: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

28

Selain itu, termasuk juga didalamnya pembuatan dan perawatan infrastruktur seperti jalan dan jalur akses, sekat-sekat api, menara pengawas kebakaran serta perlindungan rumah dan harta-benda.

Pemantauan yang dilakukan secara terus menerus terhadap kondisi cuaca kebakaran (SPBK), bahan-bakar dan sumber-sumber kebakaran, memungkinkan tersedianya waktu yang cukup untuk memberikan peringatan terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran (kesiapsiagaan), sehingga sumber daya yang tersedia dapat digunakan secara efektif.

Penanggulangan kebakaran hutan dan lahan adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk memadamkan api yang membakar hutan maupun lahan. Kegiatannya mencakup pra-pemadaman, pemadaman/penyerangan dan mop-up (patroli dan pemadaman api sisa).

Kegiatan pra-pemadaman dilakukan dalam rangka mempersiapkan sumber daya pemadaman baik personil, peralatan maupun dana. Kegiatan ini dilakukan terutama pada periode menjelang musim kebakaran dan dalam rangkaian tahap-tahap kesiagaan dikategorikan dalam SIAGA II, mencakup antara lain :

a. Deteksi dini melalui pemantauan titik panas (hot-spot) dari data satelit.

b. Apel Siaga berupa gelar regu dan peralatan melalui penugasan anggota Satgas/Brigdalkar.

c. Gladi/simulasi bagi para anggota regu pemadam.

d. Patroli untuk deteksi lapangan.

e. Penjagaan dengan mengaktifkan Posko Siaga dan jaringan komunikasi.

f. Peringatan dini mengantisipasi datangnya musim kemarau.

4. Respon

Respon pada umumnya didefinisikan sebagai “pemadaman kebakaran”. Cara umum yang digunakan adalah dengan memotong akses api terhadap bahan-bakar baru dengan membuat sekat api di pinggiran luar areal yang terbakar sehingga penyebaran api dapat dihentikan. Setelah jalur api tersebut selesai dibuat, barulah api di dalam areal yang terbakar dipadamkan.

Kebanyakan dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi di permukaan tanah dengan intensitas yang rendah. Kebakaran berintensitas rendah seperti ini membuat usaha pemadaman menjadi relatif mudah (kecuali gambut) dan tidak mahal. Dalam hal ini, peralatan tangan yang digunakan untuk membuat sekat bakar kering di pinggir areal yang terbakar, merupakan cara pemadaman kebakaran yang paling cocok.

Pada musim kemarau yang memiliki peluang terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan cukup besar, diperlukan respon segera terhadap setiap kejadian kebakaran. Tahapan ini SIAGA I dengan langkah-langkah kegiatan antara lain:

a. Identifikasi kebakaran hutan: asal api, arah rambatan, arah angin, areal yang berbahaya, dan lain-lain.

b. Memperkirakan tingkat kerawanan suatu daerah terhadap api dan memperkirakan cara untuk mengurangi tingkat kerawanan tersebut untuk mencegah kerugian yang lebih besar.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 79: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

29

c. Menentukan metode pemadaman kebakaran yang paling tepat, metode pemadaman langsung atau tidak langsung.

d. Menyiapkan dan mengerahkan tenaga, peralatan, logistik yang memadai, dengan dukungan dari instansi lain yang sepadan dengan tingkat ancamannya.

e. Melokalisir dan menutup daerah yang rawan kebakaran dari kemungkinan dimasuki orang lain bahkan kemungkinan besar dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan pemadaman.

f. Anggota regu pemadam dilarang meninggalkan areal yang terbakar sebelum dapat dipastikan bahwa areal yang terbakar benar-benar sudah padam.

g. Setelah selesai melakukan pemadaman, areal yang terbakar dipantau kembali, sisa-sisa bara yang masih menyala harus segera dipadamkan agar jangan sampai menimbulkan kebakaran ulangan pada areal yang sama.

5. Restorasi

Restorasi dalam arti yang paling luas mencakup aspek-aspek perbaikan, penggantian atau pemulihan kembali aset-aset yang dirusak oleh api. Termasuk bukan hanya aset-aset seperti perkebunan, rumah dan infrastruktur, tetapi juga restorasi ekosistem/lingkungan yang dirusak oleh api, termasuk “pembentukan” kembali fungsi, struktur, dan produktivitas ekosistem yang semuanya merupakan bagian dari pengelolaan hutan secara lestari. Hal ini juga berlaku bagi masyarakat yang memerlukan bantuan dalam menanggulangi dampak-dampak kebakaran.

Gambar 4. Siklus Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

1Analisis

5Restorasi/

Rehabilitasi

2Pencegahan

3Persiapan

4Respon/

Penanggulangan

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 80: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

30

Restorasi penting untuk mencegah kebakaran di masa mendatang karena areal-areal yang terbakar dapat menjadi lebih mudah terbakar akibat meningkatnya persediaan bahan-bakar dan sisa-sisa organik dari tanaman yang terbakar dan mati.

Contoh Tingkat Siaga dan Tindakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan:

B. Tindakan Pasca Kebakaran Hutan dan Lahan

1. Penilaian Dampak Kebakaran

Penilaian dampak kebakaran dilakukan setelah terjadinya kebakaran, dengan tujuan untuk mengetahui dampak yang merugikan bagi manusia dan lingkungan dari berbagai sudut pandang, baik dari segi ekonomi, ekologi, sosial maupun kesehatan.

NORMAL SIAGA III SIAGA II SIAGA I

1.Tidak diperlukan patroli atau pendeteksian langsung di lapangan.

2. Memastikan semua peralatan pemadam siap dipergunakan.

3. Pelaksanaan program penyadaran untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

4. Melakukan kegiatan pelatihan penyegaran untuk staf pemadam kebakaran.

5. Memonitor, mengevaluasi dan mengelola seluruh informasi dan laporan tentang kebakaran hutan dari Kabupaten/Kota.

1. Patroli/deteksi taktis dilakukan apabila diperlukan, tergantung pada kondisi lokal

2. Memastikan semua peralatan dan personel pemadam siap digunakan.

3. Melaksanakan kegiatan penyadaran (sosialisasi/ kampanye/ penyuluhan) pada daerah-daerah rawan kebakaran hutan & lahan.

4. Mempersiapkan posko kebakaran hutan & lahan serta menyebarluaskan nomor telepon, faximile & nama-nama petugas (Koordinator) yang dapat dihubungi di masing-masing daerah.

1. Melakukan patroli dan deteksi lapangan minimal 5 hari per minggu

2. Meningkatkan jumlah peralatan pemadam kebakaran & personil yang ditugaskan di lokasi kebakaran

3. Memfokuskan program pencegahan kebakaran pada daerah yang memiliki tingkat resiko kebakaran tertinggi

4. Melakukan kampanye/ penyuluhan/ penyebarluasan informasi bahaya kebakaran hutan & lahan melalui media cetak dan media elektronik.

5. Pemimpin Daerah mempertimbangkan untuk mengeluarkan larangan sementara pembakaran/ penyiapan lahan.

6. Melakukan koordinasi dan pemadaman kebakaran hutan serta lahan secara terpadu

1. Melakukan patroli dan deteksi lapangan setiap hari per minggu.

2. Menyiagakan posko kebakaran hutan dan lahan selama 24 jam per hari

3. Melakukan pemadaman kebakaran hutan dengan menggunakan seluruh peralatan dan personil.

4. Mengerahkan seluruh personil dan staf pendukung yang tersedia dengan melibatkan masyarakat.

5. Meningkatkan koordinasi dan mobilisasi seluruh sumber daya secara terpadu.

6. Pemimpin Daerah mengeluarkan larangan pembakaran pada penyiapan lahan.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 81: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

31

2. Upaya Yuridikasi

Investigasi pasca kejadian kebakaran harus segera dilakukan untuk mengetahui siapa penyebab kejadian kebakaran, bagaimana prosesnya dan berapa besar kerugian yang diakibatkan dan selanjutnya melakukan upaya yuridikasi untuk menuntut si pelaku ke muka pengadilan. Dalam upaya yuridikasi ini perlu koordinasi yang terkait antar beberapa instansi, polisi, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), LSM, dan para ahli. Para ahli kebakaran, tanah dan lingkungan dapat mendukung upaya penyelidikan dalam pengumpulan bukti-bukti serta hasil-hasil analisa yang dapat mengungkapkan bahwa kebakaran yang terjadi berasal dari penggunaan api yang ceroboh atau kebakaran tersebut dilakukan secara sengaja untuk tujuan tertentu.

3. Rehabilitasi

Kegiatan rehabilitasi lahan bekas terbakar banyak dipandang sebagai kegiatan yang terpisah dari manajemen pengendalian kebakaran hutan dan lahan, padahal kegiatan rehabilitasi dapat mengurangi terjadinya kebakaran kembali. Rehabilitasi merupakan upaya manusia untuk mempercepat proses suksesi sehingga proses penutupan lahan dapat berlangsung segera.

Meskipun proses suksesi dapat berlangsung secara alami tetapi hal ini akan berlangsung dalam waktu yang lama. Oleh karena itu rehabilitasi seharusnya merupakan bagian dari sistem pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang harus dilakukan secepat mungkin setelah terjadinya kebakaran. Dengan rehabilitasi diharapkan akan terjadi perbaikan kualitas lahan, yaitu dari areal kosong menjadi areal bervegetasi, atau dari areal yang miskin vegetasi akan menjadi areal yang kaya akan keanekaragaman hayati.

C. Rangkuman

1. Siklus pengendalian kebakaran hutan dan lahan terdapat lima komponen manajemen kebakaran, yaitu analisis, pencegahan, persiapan, respon dan restorasi.

2. Tindakan pasca kebakaran hutan dan lahan antara lain penilaian dampak kebakaran (dari berbagai sudut pandang, baik dari sisi ekonomi, ekologi, sosial maupun

kesehatan), upaya yuridikasi dan rehabilitasi.

D. Latihan

Peserta diminta membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 orang. Diupayakan tiap kelompok terdiri dari peserta yang berasal dari satu desa/kelurahan, atau setidaknya dari desa/kelurahan yang berdekatan. Setiap kelompok mendiskusikan komponen analisis, pencegahan, persiapan, respon, dan restorasi. Selanjutnya setiap kelompok mencoba menyusun siklus pengendalian kebakaran di desa/kelurahannya masing-masing.

E. Evaluasi Hasil Belajar

1. Menurut anda, dalam peristiwa kebakaran hutan dan lahan apabila dilihat dari aspek manajemen kebakaran, apakah upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan akan menjadi lebih murah apabila dibandingkan dengan upaya pemadaman? Jelaskan!

2. Sebagai bagian dari tindakan penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan, menurut pendapat anda upaya yuridikasi yang selama ini dibuat oleh pemerintah sudah cukup efektif atau tidak? Jelaskan dan berikan contohnya!

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 82: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

32

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 83: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

33

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, W.C., I N.N. Suryadiputra, B.H. Saharjo, L. Siboro. 2004. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Wetlands International–Indonesia Programme,

Bogor.

Asli. 2011. Pengetahuan Kebakaran Hutan. Bahan Ajar Mata Diklat. Balai Diklat Kehutanan Samarinda, Samarinda.

Boer, C. 1995. Perlindungan Terhadap Kebakaran Hutan (Forest Fire Protection). Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.

Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 78 Tahun 2005. Petunjuk Teknis Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan Provinsi Kalimantan Tengah.

Sukrismanto, E. 2012. Sistem Pengorganisasian Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sumardi dan Widyastuti, S. M. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Hutan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Suprayitno dan L. Syaufina. 2008. Pengendalian Kebakaran Hutan. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan dan Korea International Cooperation Agency, Bogor.

Syaufina, L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia (Perilaku Api, Penyebab, dan Dampak Kebakaran). Bayumedia Publishing, Malang.

Tacconi, L. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya, dan Implikasi Kebijakan. CIFOR. Bogor.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 84: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

34

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 85: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

35

BIODATA PENULIS

Penyang, S.Hut, MPLahir di Palangka Raya pada tanggal 21 Desember 1969. Memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat tahun 1994, dan gelar Magister Pertanian dari Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman tahun 2000. Sejak tahun 1996 hingga saat ini bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya.

Santosa Yulianto, S.Hut, M.ScLahir di Palangka Raya pada tanggal 10 Juli 1981. Memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya tahun 2002, dan gelar Master of Science dari Program Studi Penginderaan Jauh Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada tahun 2010. Sejak tahun 2002 hingga saat ini bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Kehutanan FakultasPertanian Universitas Palangka Raya.

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 86: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

36

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 87: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

37

DAFTAR GAMBAR

1. Segi Tiga Api ..................................................................................................................................................... 4

2. Bagian-bagian Api ........................................................................................................................................ 13

3. Tingkat Kemudahan Terbakar ............................................................................................................... 19

4. Siklus Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ................................................................... 29

DASAR-DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 88: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

38

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN

HUTAN DAN LAHAN

Page 89: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

i

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN

HUTAN DAN LAHAN

Gunawan Budi H.Firmanto, ST.

Page 90: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

ii

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Penulis:Gunawan Budi H.

Firmanto, ST

Editor:Mayang Meilantina

Yulius SadenEmanuel Migo

Diterbitkan oleh:Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

Page 91: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iii

Kata Pengantar ......................................................................................................................................................................... iDaftar Isi ........................................................................................................................................................................................ v

1. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1A. Latar Belakang ................................................................................................................................................... 1 B. Ruang Lingkup .................................................................................................................................................. 1C. Maksud dan Tujuan ........................................................................................................................................ 1D. Tujuan Pembelajaran ..................................................................................................................................... 2E. Pokok Bahasan................................................................................................................................................... 2

2. PERALATAN MANUAL ........................................................................................... 3 A. Prinsip Penggunaan ....................................................................................................................................... 3B. Jenis, Fungsi, dan Cara Penggunaan ................................................................................................... 3C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 7D. Latihan .................................................................................................................................................................... 7E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 7

3. PERALATAN SEMI MEKANIS DAN MEKANIS ........................................................ 9 A. Peralatan Semi Mekanis ............................................................................................................................... 9B. Peralatan Mekanis ........................................................................................................................................... 11C. Pemeliharaan dan Penyimpanan Peralatan .................................................................................... 12D. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 12E. Latihan .................................................................................................................................................................... 13F. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 13

4. PENUTUP ............................................................................................................... 15

Lampiran 1. .................................................................................................................................................................................. 17Lampiran 2 .................................................................................................................................................................................. 19Daftar Pustaka ........................................................................................................................................................................... 21Biodata Penulis ......................................................................................................................................................................... 23

DAFTAR ISI

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 92: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iv

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 93: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

1

1PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, terutama kegiatan pemadaman juga sangat tergantung ketersediaan peralatan pemadaman. Jenis peralatan yang digunakan juga menjadi pertimbangan tersendiri dalam rangka efektifitas dan efisiensi kegiatan pemadaman.

Selain ketersediaan peralatan pemadaman, spesifikasi dan teknik penggunaan peralatan sesuai fungsinya juga menjadi prioritas dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Setiap wilayah kebakaran memiliki tipe dan karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga dibutuhkan penanganan dengan jenis alat yang tepat.

Ada berbagai jenis peralatan pemadam kebakaran yang ada saat ini, baik yang bersifat manual, semi mekanis dan mekanis. Semua jenis peralatan tersebut memiliki spesifikasi dan fungsi yang berbeda, termasuk tingkat kemudahan dan efektifitas penggunaan di lapangan. Selain itu juga terdapat berbagai jenis peralatan pemadaman sederhana yang disadari atau tidak sebenarnya tersedia di masyarakat lokal. Pengenalan dan pemanfaatan peralatan sederhana yang ada di lingkungan masyarakat ini menjadi faktor penentu dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Terkait dengan hal tersebut, modul ini mencoba membahas materi terkait pengenalan, penggunaan dan pemeliharaan peralatan pemadam kebakaran hutan dan lahan, baik yang bersifat manual, semi mekanis dan mekanis.

B. Ruang Lingkup

Modul Pengenalan dan Penggunaan Peralatan Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan ini disusun sebagai materi pembelajaran bagi peserta Diklat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat. Modul ini disampaikan selama 4 JPL @ 45 menit terdiri dari 4 jam pelajaran teori 1 JPL dan praktek 3 JPL, yang mencakup pengenalan jenis dan fungsi peralatan manual, semi mekanis dan mekanis, termasuk teknik penggunaan dan pemeliharaannya.

C. Maksud dan Tujuan

Modul ini dimaksudkan untuk membantu penyelenggara pelatihan sekaligus sebagai pegangan bagi pengajar dalam memberikan materi pengenalan dan penggunaan peralatan kebakaran hutan dan lahan kepada peserta Diklat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat agar pelatihan terlaksana dengan baik, efektif dan efisien. Sedangkan tujuan dari modul ini adalah untuk memberikan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan kepada peserta diklat, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan secara nyata.

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 94: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

2

D. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) adalah setelah selesai mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta diharapkan mampu menggunakan dan memelihara berbagai jenis peralatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) adalah setelah selesai mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta diharapkan mampu :a. Menggunakan berbagai jenis dan memelihara peralatan pemadaman kebakaran

hutan dan lahan manual.

b. Menjelaskan jenis, penggunaan, dan pemeliharaan peralatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan semi mekanis dan mekanis.

E. Pokok Bahasan

Beberapa pokok bahasan yang disajikan dalam modul pengenalan dan penggunaan peralatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan ini adalah:

1. Peralatan manual

2. Peralatan semi mekanis dan mekanis

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 95: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

3

2PERALATAN MANUAL

A. Prinsip Penggunaan

Peralatan manual adalah peralatan non mekanis yang dipakai secara manual atau digunakan dengan tenaga manusia (Sudibyo et al., 2003). Peralatan manual merupakan peralatan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat umum, karena selain murah dan mudah diperoleh, jenis alat ini juga bersifat serbaguna untuk berbagai aktifitas di luar kegiatan pemadaman kebakaran.

Secara umum fungsi dari peralatan manual ini adalah: sebagai alat potong, alat gali, alat garuk, alat pukul, alat semprot, dan alat bakar. Manfaat umum dari peralatan manual ini adalah untuk membantu pembuatan ilaran api dan pemadaman api dengan prinsif mengurangi atau menghilangkan bahan bakar berdasarkan fungsi dari peralatan manual tersebut.

Menurut Asli (2011) beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengadaan peralatan manual, antara lain:

1. Efektif, yaitu dapat digunakan secara mudah dan cepat sesuai tujuan penggunaannya.2. Efisien, yaitu dapat digunakan secara cepat dengan biaya yang murah.3. Ragam kegunaan, yaitu bersifat multifungsi yang dapat dipergunakan untuk berbagai

kegiatan.4. Mudah dibawa, yaitu bersifat praktis dari sisi ukuran dan berat sesuai kondisi dan

karakteristik masing-masing daerah.5. Ketahanan, yaitu terbuat dari bahan yang kuat sesuai dengan tujuan penggunaan

peralatan tersebut.6. Mudah pemeliharaan dan penggantian, yaitu bersifat mudah dalam pemeliharaannya

dan jika ada bagian-bagian yang rusak dapat dengan mudah diperbaiki.

B. Jenis, Fungsi, dan Cara Penggunaan

1. Kapak Dua Fungsi (Pulaski)

Fungsi :

Alat ini untuk memotong pohon-pohon kecil, dan dapat digunakan juga untuk mencongkel, menggaruk, dan menggali dalam pembuatan ilaran api.

Cara Penggunaan :

• Peganglah tangkai kapak denganmantap dengan posisikaki agak merenggang kira-kira 20–40 cm.Gbr 1. Kapak Pulaski

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 96: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

4

• Sisitajamdigunakansepertilayaknyaorangmenggunakankapak, yaitu mengayunkan ke arah samping bawah.

• Sisi pencungkilbisadigunakanuntukmenggali akar-akardan sangat bermanfaat untuk pembuatan parit/alur.

2. Kepyok (Flapper)

Fungsi :

Efektif untuk memadamkan api dengan ketinggian lidah api maksimal 1 (satu) meter. Digunakan pada kebakaran serasah dan ranting pohon di bawah tegakan tanaman.

Cara Penggunaan :

• Digunakanuntukmemadamkanapipadapermukaanataumematikan sisa-sisa api bekas kebakaran besar.

• Untuk kepyok yang ada ronggaudara, alat diayunkan keatas dan dipukulkan ke arah api kebakaran secara berulang-ulang sampai api padam.

• Untukkepyokyangtidakadaronggaudara,alatdisekap/ditutupkan sambil ditekan dan digeser-geser ke arah dasar api secara berulang-ulang sampai api padam.

3. Garu Tajam (Fire Rake)

Fungsi :

Alat ini untuk mengumpulkan bahan bakar permukaan, terutama dalam pembuatan ilaran api atau sekat bakar dari ranting-ranting kecil.

Cara Penggunaan :

Peganglah garu tajam dengan mantap, jarak tangan diatur sedemikian rupa sehingga nyaman, posisi badan berdiri dengan kaki cukup merenggang. Kemudian diikuti dengan gerakan menarik (menggaruk).

4. Garu Pacul (Mcleod)

Fungsi :

Pada sisi yang berbentuk cangkul sangat baik digunakan untuk memotong akar, membuat parit dan pekerjaan tanah lainnya dalam membuat sekat bakar atau ilaran api. Pada sisi yang berbentuk tajam sangat baik untuk memotong ranting berduri, pohon kecil, dan tumbuhan bawah yang sudah kering.

Cara Penggunaan :

• Pegangalatdenganmantapdandiatursehingganyaman,posisi badan berdiri dengan kaki cukup merenggang.

Gbr 2. Kepyok

Gbr 3. Garu Tajam

Gbr 4. Garu Pacul

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 97: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

5

• Gerakan selanjutnya memotong dan menarik dengansedikit tekanan ke bawah. Gunakan lutut untuk menyangga dan mengurangi kelelahan.

5. Pengait Semak (Bush hook)

Fungsi :

Alat ini untuk mengurangi akumulasi bahan bakar yang berada di atas permukaan tanah seperti ranting kering yang menempel pada pohon, daun-daun kering dan lain-lain.

Cara Penggunaan :

• Peganglah dengan mantap serta renggangkan kakisecukupnya.

• Gerakanyangbaikadalahmengayunkankearahsampingbawah atau ke arah mendatar dengan posisi merendah.

• Palingefisienapabilasudutpotong45o.

6. Sekop (Shovel)

Fungsi :

Digunakan untuk melemparkan tanah hancur/berpasir atau lumpur pada bahan bakar yang sedang menyala sehingga dapat menurunkan intensitas kebakaran, serta memukul api sampai padam.

Cara Penggunaan :

• Pegangalatdenganmantapdandiatursehingganyaman,posisi badan berdiri dengan kaki cukup merenggang.

• Sewaktu menggaruk gunakan lutut untuk menyanggalengan (untuk mengurangi kelelahan).

• Sewaktu melemparkan hasil kerukan tanah atau bahanlainnya, gunakan cara melempar melalui atas bahu atau gerakan menyamping.

7. Parang/Golok

Fungsi :

Alat ini berfungsi untuk membersihkan semak belukar, ranting-ranting pohon pada saat pembuatan jalan masuk/rintisan menuju lokasi kebakaran dan juga bisa digunakan pada saat pembuatan sekat bakar.

Cara Pengggunaan :

• Alat dipegang dengan mantap dan kaki direnggangkansecukupnya.

Gbr 5. Pengait Semak

Gbr 6. Sekop

Gbr 7. Parang/Golok

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 98: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

6

• Ayunkan ke arah samping bawah atau arah mendatardengan posisi merendah.

• Sudutpotongyangpalingefesienadalah45o.

8. Gergaji

Fungsi :

Alat ini untuk memotong ranting-ranting pohon saat pembuatan jalan masuk/rintisan menuju lokasi kebakaran dan juga bisa digunakan pada saat penebangan pohon-pohon kecil untuk pembuatan sekat bakar.

Cara Penggunaan :

• Alat dipegang dengan mantap dan kaki direnggangkansecukupnya.

• Alatdigesekkansecaravertikalatauhorizontaltergantungposisi bagian pohon yang akan dipotong.

• Sudutpotongyangpalingefisienadalahtegaklurus.

9. Cangkul

Fungsi :

Digunakan untuk menggali tanah dan menimbunkan tanah tersebut pada api.

Cara Penggunaan :

Dengan memegang bagian tangkai, posisi badan berdiri agak membungkuk dan kaki merenggang, cangkul diayunkan ke tanah dan lemparkan tanah hasil kerukan ke bara api yang menyamping dari posisi badan.

10. Pompa Punggung (Jet Shooter)

Fungsi :

Untuk menyemprotkan air pada api utama, terutama pada kebakaran semak-semak. Lebih efektif untuk jenis kebakaran permukaan.

Cara Penggunaan :

• Pertamaselangkaretdihubungkanketangkaisemprotdankencangkan klem dengan obeng.

• Selang karet dihubungkan ke lubang kantong air bagianbawah dan kencangkan baut pengencangnya.

• Mengisiairkekantongdarilubangbagianatas.Bilaairnyakotor pakailah saringan (daya tampung air adalah 18 liter).

• Penggunaannya dengan cara menarik tuas penyemprotke arah belakang kemudian didorong ke depan untuk

Gbr 8. Gergaji

Gbr 9. Cangkul

Gbr 10. Pompa Punggung

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 99: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

7

memberikan dorongan/tekanan udara dalam tuas penyemprot sehingga airnya terpancar keluar.

• Untukmemberikandorongan/tekananyangoptimal,makaposisi penyemprot harus berada di bawah kantong air.

11. Obor Sulut (Drip Torch)

Fungsi :

Membantu pelebaran ilaran api (burning off), bakar balik (backfire), bakar mantap (burning out), pembakaran terkendali (control burning).

Cara Penggunaan :

• Isioborsulutdenganbahanbakarminyak (minyak tanahatau campuran solar dengan bensin).

• Tuang BBM dalam obor sulut sesuai dengan arah bahanbakar (ke arah dalam ilaran api).

• Pembakarandenganoborsulutdilakukandenganbentukgaris (horizontal) searah ilaran api.

C. Rangkuman

Fungsi dari peralatan manual adalah sebagai alat potong, alat gali, alat garuk, alat pukul, alat semprot, dan alat bakar. Manfaat umum dari peralatan manual adalah untuk membantu pembuatan ilaran api dan pemadaman api dengan prinsip mengurangi atau menghilangkan bahan bakar. Peralatan manual yang digunakan harus efektif, efisien, multifungsi, mudah dibawa, memiliki ketahanan, serta mudah dalam pemeliharaan dan penggantian.

D. Latihan

Beberapa peserta diminta menjelaskan kembali beberapa jenis, fungsi, dan cara penggunaan peralatan manual. Setiap peserta yang ditunjuk harus menjelaskan jenis peralatan yang berbeda dari peserta lainnya.

E. Evaluasi Hasil Belajar

1. Sebutkan dan jelaskan beberapa jenis peralatan manual yang biasa digunakan untuk kegiatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan!

2. Sebutkan dan jelaskan beberapa jenis peralatan manual sederhana yang terdapat di sekitar masyarakat yang dapat difungsikan untuk kegiatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan!

Gbr 11. Obor Sulut

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 100: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

8

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 101: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

9

3PERALATAN SEMI MEKANIS DAN MEKANIS

A. Peralatan Semi Mekanis

Peralatan semi mekanis adalah semua peralatan pemadaman bermesin yang pengoperasiannya masih dengan cara manual (sudibyo et al., 2003). Beberapa peralatan semi mekanis yang paling sering digunakan dalam kegiatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan, antara lain:

1. Gergaji Mesin (Chain Saw)

Fungsi utamanya adalah untuk menebang pohon sedang sampai besar pada persiapan pembuatan ilaran api, serta membantu proses pemadaman (mopping-up).

2. Pompa Air Portable

Fungsi utamanya adalah untuk menyedot air dan menyemprotkannya pada api kebakaran hutan dan lahan. Menurut Asli (2011) dalam kegiatan pemadaman atau mop-up penggunaan air sangat penting sehingga diperlukan pompa air portable yang sesuai dan mudah dibawa serta dioperasikan, tentunya dengan peralatan pendukung seperti selang, nozzle dan peralatan lainnya.

Gbr 12. Gergaji Mesin

NozzleSelang Hisap

Selang Pembuang Air

Gbr 13. Pompa Portable

Gbr 13. Pompa Portable

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 102: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

10

Cara penggunaan mesin pemadam (ex. portable pump) :

1. Setelah kran bahan bakar terbuka, geser knop gas pada posisi (start).

2. Pegang tangki starter manual, tahan kaki pada rangka pompa dan tarik hingga mesin hidup.

3. Naikkan posisi knop gas pada posisi (section), lihat juga petunjuk jarum tekanan harus selalu pada posisi hijau.

4. Cek keadaan (vacum pump handle) untuk memastikan air yang masuk.

5. Buka (handle) pengeluaran air.

6. Kembalikan knop gas pada posisi (stop), kemudian tekan tombol (stop).

Cara perawatan mesin pemadam (Anonim, 2011) :

1. Pada saat mesin tidak digunakan, usahakan kondisi tangki bahan bakar selalu penuh, untuk menghindari adanya gas pada ruang yang kosong, atau jika tidak dikosongkan sama sekali.

2. Setelah selesai pemakaian, buang sisa air pada vacum.

pump handle untuk menghindari korosi/karat pada saluran/pipa. Bila menggunakan air laut harus dibilas minimal selama 5 menit.

3. Usahakan oli samping terisi dan jangan sampai kering.

4. Pada saat penyimpanan, posisi tangki semprot harus dalam kondisi tertutup rapat.

3. Mesin Pemotong Rumput

Alat ini biasanya digunakan pada kebakaran padang rumput, ilalang, dan semak belukar, dimana kipas pemotong dari mesin dapat diganti dengan jenis gergaji sesuai kondisi bahan bakar.

Gbr 15. Mesin Pemotong Rumput

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 103: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

11

B. Peralatan Mekanis

Peralatan mekanis adalah semua jenis peralatan pemadaman yang pengoperasiannya banyak mengandalkan kemampuan mesin (Sudibyo et al., 2003). Beberapa jenis peralatan mekanis yang biasa digunakan dalam kegiatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan, antara lain:

1. Alat Berat (Traktor, Buldozer, Grade, dll)

Fungsi utamanya adalah untuk membuat ilaran api secara cepat. Biasa digunakan pada kondisi kebakaran besar dengan bahan bakar berat.

2. Mobil Tangki

Fungsi utamanya adalah untuk memadamkan api dengan cara menyemprotkan air yang tersedia/diangkut di dalam tangkinya. Selain itu pada kondisi kebakaran hutan dan lahan yang jauh dari sumber air, maka mobil tangki sangat berperan untuk menyediakan air bagi mesin-mesin pemadam melalui bak penampungan air (water tank).

3. Pesawat Udara

Fungsi utamanya adalah untuk memadamkan api dengan cara menyemprotkan air atau bahan kimia dari udara, dan menunjang kegiatan patroli udara. Untuk kebakaran hutan dan lahan yang berada di tempat terpencil dan jauh dari akses jalan, maka beberapa jenis pesawat udara dapat juga digunakan untuk memobilisasi personil dan peralatan. Selain itu juga dapat digunakan untuk teknologi modifikasi cuaca (hujan buatan) dengan melakukan penyemaian (trigger) garam ke awan yang memiliki potensi terjadinya hujan.

Gbr 16. Buldozer

Gbr 17. Mobil Tangki

Gbr 18. Helikopter

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 104: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

12

4. Kendaraan untuk Transportasi

Fungsi utamanya adalah untuk mengangkut regu pemadaman, pompa air, peralatan tangan, perlengkapan dan kebutuhan lainnya pada saat kegiatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

C. Pemeliharaan dan Penyimpanan Peralatan

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan peralatan (Asli, 2011), ialah:

1. Alat harus selalu dibersihkan dan dikeringkan.2. Alat yang rusak harus segera dipisahkan untuk proses perbaikan.3. Alat yang tumpul harus diasah sebelum disimpan agar selalu dalam kondisi siap pakai.4. Air tidak boleh disimpan terlalu lama dalam bak penampungan, agar tidak berjamur dan memberikan beban terlalu berat pada mobil (mobil tangki).

Sedangkan dalam teknik penyimpanan peralatan, beberapa hal yang harus selalu diperhatikan, antara lain:

1. Tempat penyimpanan (gudang) harus selalu dalam kondisi bersih dan kering.2. Peralatan yang sudah kering disimpan sesuai dengan susunan dan kelompoknya, agar

mudah pada saat pengambilan.3. Jika diperlukan dapat menggunakan rak-rak penyimpanan.4. Pisahkan penyimpanan alat-alat yang rusak dengan yang baik, dan segera lakukan

perbaikan untuk alat yang rusak.5. Tempat penyimpanan harus aman, baik dari gangguan binatang maupun manusia.6. Lakukan pencatatan terhadap peralatan yang ada, yang masih baik dan yang rusak.7. Administrasi peralatan yang keluar dan masuk gudang harus tercatat dengan baik dan

diarsipkan.8. Usahakan penempatan peralatan utama dan pendukungnya dalam posisi berdekatan,

seperti: mesin pompa, selang hisap, selang, Nozzle, dll.

D. Rangkuman

Beberapa contoh peralatan semi mekanis yang biasa digunakan untuk pemadaman kebakaran hutan dan lahan adalah gergaji mesin (chain saw), pompa air portable dan perlengkapannya, serta mesin pemotong rumput. Sedangkan beberapa contoh peralatan mekanis yang biasa digunakan untuk pemadaman kebakaran hutan dan lahan adalah alat berat, mobil tangki, dan pesawat udara.

Gbr 19. Monilog

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 105: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

13

E. Latihan

Beberapa peserta diminta menjelaskan kembali beberapa jenis dan fungsi peralatan semi mekanis dan mekanis. Setiap peserta yang ditunjuk harus menjelaskan jenis peralatan yang berbeda dari peserta lainnya.

F. Evaluasi Hasil Belajar

1. Sebutkan dan jelaskan beberapa jenis peralatan semi mekanis yang terdapat di sekitar masyarakat yang dapat difungsikan untuk kegiatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan!

2. Jelaskan peralatan pemadam kebakaran hutan dan lahan yang paling efektif dan efisien, yang terdapat di sekitar masyarakat!

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 106: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

14

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 107: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

15

4PENUTUP

Ketersediaan peralatan pemadaman, spesifikasi dan teknik penggunaan peralatan sesuai fungsinya merupakan prioritas dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Setiap wilayah kebakaran memiliki tipe dan karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga dibutuhkan penanganan dengan jenis alat yang tepat. Berbagai jenis peralatan pemadam kebakaran yang ada, yaitu peralatan manual, semi mekanis dan mekanis. Masing-masing jenis peralatan pemadaman kebakaran ini memiliki spesifikasi dan fungsi yang berbeda, termasuk tingkat kemudahan dan efektifitas penggunaan di lapangan. Selain itu terdapat pula berbagai jenis peralatan pemadaman sederhana yang disadari atau tidak sebenarnya tersedia di masyarakat lokal. Pengenalan dan pemanfaatan peralatan sederhana ini juga menjadi faktor penentu dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di tingkat masyarakat.

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 108: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

16

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 109: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

17

LAMPIRAN1. CONTOH PERALATAN SEDERHANA DI SEKITAR MASYARAKAT DALAM PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Parang/Pisau Ambang(Alat Potong)

Gergaji(Alat Potong)

Kapak(Alat Potong)

Ranting Pohon(Alat Pemukul Api)

Obor(Alat Bakar)

Penyemprot Hama(Alat Semprot)

Pengait Kayu(Alat Pengait)

Cangkul(Alat Penggaru dan Gali)

Penggaru Rotan(Alat Penggaru)

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 110: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

18

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 111: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

19

LAMPIRAN 2. CONTOH PERLENGKAPAN PERSONIL, KOMUNIKASI, NAVIGASI DAN MEDIS DALAM PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Pakaian Pemadam

Helm Lampu Kepala

Masker Kacamata

Sepatu Sarung Tangan Tempat Air Minum (Peples)

Handy Talky GPS Kotak P3K Tabung Oksigen

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 112: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

20

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 113: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

21

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1999. Materi Pelatihan Pencegahan dan Pemadaman Kebakaran Hutan. Proyek Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan Departemen Kehutanan FFPMP-JICA. Jakarta.

Anonim, 2011. Peralatan Manual dan Mekanik Dalam Pemadaman Kebakaran. Bahan Ajar Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Asli, 2011. Teknik Pemadaman Kebakaran Hutan. Bahan ajar dalam rangka Diklat Pengendalian Kebakaran Hutan. Balai Diklat Kehutanan Samarinda.

Sudibyo, Sumantri, Kusumoantono, Sudayatna, Johnnie H.P., 2003. Alat Bantu Pengajaran Pelatihan Pencegahan Kebakaran Hutan. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Departemen Kehutanan

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 114: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

22

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 115: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

23

BIODATA PENULIS

Gunawan Budi H.Merupakan pegawai negeri sipil Kementerian Kehutanan yang kesehariannya sebagai Kepala Daerah Operasi Brigdalkarhut Manggala Agni Palangka Raya Kalimantan Tengah. Memulai karir dalam bidang pengendalian kebakaran hutan dan lahan tahun 2001, sejak menjadi counterpart di Taman Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat pada proyek FFPMP2 kerjasama Dephut-JICA.

Firmanto, ST.Merupakan pelaksana pada Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Sub Bidang Pengendalian Pencemaran Air, Tanah, Udara, Laut, Sungai dan Danau pada Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah. Pendidikan yang ditempuh (S-1) Sarjana Teknik Lingkungan Tahun 2005 dan masih menempuh Program (S-2) Pasca Sarjana Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada Universitas Palangka Raya.

PENGENALAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 116: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

24

Page 117: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

i

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Ananto SetiawanFirmanto, ST.Drs H. Iberamsyah

Page 118: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

ii

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Penulis:Ananto Setiawan, S.Hut

Firmanto, STDrs H. Iberamsyah

Editor:Mayang Meilantina

Yulius SadenEmanuel Migo

Diterbitkan oleh:Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

Page 119: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iii

Kata Pengantar .......................................................................................................................................................................... iDaftar Isi ......................................................................................................................................................................................... v

1. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1A. Latar Belakang ................................................................................................................................................... 1 B. Ruang Lingkup .................................................................................................................................................. 1C. Maksud dan Tujuan ........................................................................................................................................ 2D. Tujuan Pembelajaran ..................................................................................................................................... 2E. Pokok Bahasan................................................................................................................................................... 2

2. DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN DAERAH DALAM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN ....................................................................... 3

A. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ......... 3B. Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan .................................................................................................................... 6C. Peraturan dan Perundang-Undangan dibidang Kebakaran Hutan dan Lahan ........ 6D. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 8E. Latihan .................................................................................................................................................................... 8F. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 9

3. IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN ................... 11 A. Penyebab Kebakaran Hutan ..................................................................................................................... 11B. Akibat Kebakaran Hutan ............................................................................................................................. 13C. Mekanisme Perusakan .................................................................................................................................. 14D. Kajian Bahaya ..................................................................................................................................................... 14E. Gejala dan Peringatan Dini ........................................................................................................................ 14F. Parameter ............................................................................................................................................................. 14G. Upaya Pengurangan Resiko ...................................................................................................................... 15H. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 15I. Latihan .................................................................................................................................................................... 15J. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 15

4. PEMETAAN PARTISIPATIF DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN ........................................................................................................... 17

A. Peta Resiko Kebakaran ................................................................................................................................. 17B. Pemetaan Sederhana Daerah Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan ............................... 18C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 20D. Latihan .................................................................................................................................................................... 20

DAFTAR ISI

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 120: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iv

E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 20

5. DETEKSI DINI ......................................................................................................... 21 A. Kategori Deteksi Dini ..................................................................................................................................... 21B. Sarana Deteksi Dini ......................................................................................................................................... 21C. Pelaksanaan Deteksi Dini ............................................................................................................................ 22D. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 25E. Latihan .................................................................................................................................................................... 25F. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 25

6. PEMBUATAN SUMUR BOR DAN EMBUNG AIR ..................................................... 27 A. Pembuatan Sumur Bor ................................................................................................................................. 27B. Embung Air ......................................................................................................................................................... 28C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 31D. Latihan .................................................................................................................................................................... 31E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 31

7. PENUTUP ............................................................................................................... 33

Daftar Pustaka ........................................................................................................................................................................... 35Biodata Penulis ......................................................................................................................................................................... 37

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 121: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

1

1PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak lama kita menganggap kebakaran hutan dan lahan terjadi secara alami. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu dan meningkatnya aktifitas manusia, anggapan lama ini pun berubah. Telah lahir kesadaran baru, bahwa manusia mempunyai peran dalam memulai kebakaran hutan dan lahan.

Provinsi Kalimantan Tengah secara administratif memiliki luas 153.564,50 Km2, dan 19,60% dari luas hutan di Kalimantan Tengah dan 3.010.640 ha adalah lahan gambut. Lahan gambut ini mempunyai tingkat kerawanan atau kerentanan yang sangat tinggi terhadap kebakaran. Hampir 70% kebakaran hutan dan lahan terjadi di luar kawasan hutan.

Faktor-faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan, selain alam, adalah kurangnya pengetahuan masyarakat, serta ketidaksiapan masyarakat dalam mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan tersebut.

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap musim kemarau memberikan banyak pembelajaran bagi masyarakat di Kalimantan Tengah, bahwa kebakaran hutan dan lahan tersebut harus dikelola, baik sebelum terjadi kebakaran, saat terjadi maupun setelah terjadinya kebakaran. Akibat dari kebakaran hutan dan lahan tersebut dapat merusak lingkungan, seperti berpengaruh terhadap perubahan iklim global. Pengurangan biodiversity dan menimbulkan emisi karbon. Menyebabkan kerugian yang besar bukan hanya terhadap sarana dan prasarana ekonomi, transportasi, dan kesehatan, tetapi juga bahkan kerugian politik berkaitan dengan hubungan dengan negara tetangga. Namun demikian, kejadian-kejadian kebakaran hutan dan lahan tersebut semakin menyadarkan banyak pihak tentang pentingnya pencegahan dan pengurangan resiko kebakaran hutan dan lahan.

Mengingat kondisi iklim dan lingkungan yang ada, disadari bahwa untuk menghilangkan semua kejadian kebakaran merupakan pekerjaan yang sangat sulit. Namun demikian, aspek pencegahan harus tetap dikedepankan dan menjadi fokus di dalam penanggulangan kebakaran hutan. Pencegahan merupakan cara yang lebih ekonomis untuk mengurangi kerusakan dan juga mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran.

B. Ruang Lingkup

Sebagai pembelajaran bagi peserta pelatihan kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat mata diklat teknik pencegahan kebakaran hutan dan lahan terdiri dari teori 4 JPL dan praktek 6 JPL. Pokok bahasan berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kebakaran hutan dan lahan, kebijakan nasional dan daerah dalam

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 122: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

2

penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, indentifikasi dan pemetaan partisipatif daerah rawan kebakaran hutan dan lahan, pembuatan sumur bor dan embung air,dan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan.

C. Maksud dan Tujuan

Modul ini disusun sebagai acuan dan bahan ajar pendidikan dan pelatihan kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat di Kalimantan Tengah. Tujuannya adalah untuk memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan bagi peserta pelatihan dan pendidikan kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan, serta pengurangan emisi karbon melalui strategi REDD+ untuk mengurangi deforestasi, degradasi hutan, peranan hutan konservasi, pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan cadangan karbon hutan.

D. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata diklat ini peserta diharapkan dapat melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

2. Tujuan Pembelajaran KhususSetelah mengikuti diklat ini peserta diharapkan mampu :

1. Menjelaskan hak dan kewajiban pemerintah, masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penanggulangan bencana.

2. Menjelaskan peraturan perundang-undangan tentang kebakaran hutan dan lahan.

3. Mengindentifikasi dan membuat sketsa daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.

4. Melakukan deteksi dini kebakaran hutan dan lahan

5. Menjelaskan cara pembuatan sumur bor dan embung air.

E. Pokok Bahasan

Pokok bahasan modul teknik pencegahan kebakaran hutan dan lahan ini meliputi :

1. Dasar hukum dan kebijakan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.2. Identifikasi daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.3. Pemetaan partisipatif daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.4. Deteksi dini.5. Pembuatan sumur bor dan embung air.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 123: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

3

2DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN DAERAH DALAM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Dalam upaya pengurangan resiko kebakaran hutan dan lahan diperlukan implementasi kebijakan baik tingkat nasional maupun kebijakan tingkat daerah. Adapun peraturan perundang-undangan yang terkait dan memuat tentang kebakaran hutan dan lahan yang berlaku sebagi acuan dan pedoman dalam memahami dan mengaplikasikan kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut :

A. Undang–Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

a. UU No. 24 tahun 2007 memasukkan terminologi kebakaran hutan dan lahan sebagai salah satu penyebab kejadian bencana, yang mana pengertian bencana dan hal yang berkaitan dengannya dimaknai sebagai, (pasal 1) : 1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

2. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

3. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

4. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

5. Pencegahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan resiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.

6. Bahaya adalah suatu situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan.

b. Penanggulangan bencana bertujuan untuk (pasal 4) :

1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;

2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 124: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

4

3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;

4. Menghargai budaya lokal.

5. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

c. Wewenang dan tanggung jawab penanggulangan bencana dijabarkan dalam pasal 5 s/d pasal 9 sebagai berikut:

1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

2. Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi :

- Pengurangan resiko bencana dan pemaduan pengurangan resiko bencana dengan program pembangunan;

- Perlindungan masyarakat dari dampak bencana;

- Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum;

- Pemulihan kondisi dari dampak bencana;

- Pelaksanaan kebijakan kerjasama dalam penanggulangan bencana dengan provinsi dan/atau kabupaten/kota lain;

- Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana;

- Penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan pembangunan daerah;

- Pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana pada wilayahnya;

- Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai;

3. Wewenang Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:

- Penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional;

- Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana;

- Perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana;

- Perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan;

4. Tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi :

- Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan minimum;

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 125: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

5

- Perlindungan masyarakat dari dampak bencana;- Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana

dengan program pembangunan;- Pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah yang memadai.

5. Wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi :

- Penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan pembangunan daerah;

- Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana;

- Pelaksanaan kebijakan kerjasama dalam penanggulangan bencana dengan provinsi dan/atau kabupaten/kota lain;

- Pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana pada wilayahnya;

- Perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya;

d. Hak dan kewajiban masyarakat dalam penanggulangan bencana diatur dalam pasal 26- pasal 27, sebagai berikut :

1. Hak masyarakat dimana setiap orang berhak :

- Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana;

- Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;

- Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana;

- Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan

komunitasnya;

2. Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar

3. Kewajiban masyarakat, dimana setiap orang wajib untuk :

- Menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup;

- Melakukan kegiatan penanggulangan bencana;

- Memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana;

e. Hak dan kewajiban Lembaga Usaha/Swasta sebagai berikut:

1. Lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik secara sendiri maupun secara bersama dengan

pihak lain.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 126: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

6

2. Lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

3. Lembaga usaha berkewajiban menyampaikan laporan kepada pemerintah dan/atau badan yang diberi tugas melakukan penanggulangan bencana serta menginformasikannya kepada publik secara transparan.

4. Lembaga usaha berkewajiban mengindahkan prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan fungsi ekonominya dalam penanggulangan bencana.

B. Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

1. Melakukan peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah Republik Indonesia melalui :

a. Pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

b. Pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

c. Penanganan pasca kebakaran/pemulihan hutan dan lahan.

2. Melakukan kerjasama dan saling berkoordinasi untuk melaksanakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

3. Meningkatkan peranserta masyarakat dan pemangku kepentingan untuk kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

4. Meningkatkan penegakan hukum dan memberikan sanksi yang tegas terhadap per orangan atau badan hukum yang terlibat kegiatan pembakaran hutan dan lahan.

C. Peraturan dan Perundang-Undangan di Bidang Kebakaran Hutan dan Lahan.

1. Penanggulangan Kebakaran hutan dan lahan kewajiban pemerintah, masyarakat dan dunia usaha/swasta :

a. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

b. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

d. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan Dan Lahan.

e. Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

f. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengendalian Kabakaran Hutan dan Lahan.

g. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

h. Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No. 52 Tahun 2008, tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No. 15 Tahun 2010.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 127: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

7

i. Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 77 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Kalimantan Tengah.

j. Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 78 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Kalimantan Tengah.

2. Larangan Pembakaran Hutan dan Lahan

a. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pasal 50 (3) d. setiap orang dilarang membakar hutan.

b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 69 ayat (1.h.) setiap orang dilarang membuka lahan dengan cara membakar.

c. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pasal 19 Ayat (1), setiap orang dilarang melakukan

kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam.

d. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan pasal 48 (1) setiap orang yang dengan sengaja membuka dan/atau mengolah lahan dengan

cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, (setiap pelaku

usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi

lingkungan hidup).

e. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, pasal 2 (1) setiap orang dilarang

melakukan pembakaran hutan dan atau lahan.

f. Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No 52 Tahun 2008, tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah

No. 15 Tahun 2010 pasal (3).

- Setiap orang yang melakukan pembukaan lahan dan pekarangan dengan cara pembakaran terbatas dan terkendali harus mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang.

- Pejabat yang berwenang memberikan ijin adalah kepala desa/lurah dengan luas

2 Ha per keluarga untuk ditanami jenis varites lokal.

- Permohonan ijin dilengkapi syarat sebagai berikut: Fotocopy KTP dan mengisi formulir permohonan ijin.

3. Sanksi Pembakaran hutan dan Lahan.

1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (pasal 78) : Pasal :

1. Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan berupa membakar hutan, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah).

2. Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan berupa membakar hutan, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda

paling banyak Rp 1.500.000.000,- (Satu Milyar Lima Ratus Juta Rupiah).

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 128: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

8

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan pasal 48 (1) dengan ancaman penjara 10 tahun dan denda Rp 10.000.000.000,- (Sepuluh Milyar Rupiah).

3. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pasal 40:

1. Ayat 1: Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dan pasal 33 ayat (1)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah).

2. Ayat 3: Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dan pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah)

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 108, dengan ancaman pidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,- (Tiga Milyar Rupiah) dan paling

banyak Rp 10.000.000.000,- (Sepuluh Milyar Rupiah).

5. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 5 Tahun 2003 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan Pasal 25: Barangsiapa yang dengan sengaja dan atau karena kelalaiannya melanggar ketentuan tersebut dipidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) yang disetorkan ke Kas Daerah Kalimantan Tengah.

D. Rangkuman

1. UU No. 24 Tahun 2007 menegaskan bahwa penanggulangan bencana merupakan urusan bersama pemerintah, masyarakat dan dunia usaha/swasta.

2. UU No. 24 Tahun 2007 menegaskan bahwa untuk melindungi masyarakat dari dampak bencana maka harus dilakukan penanggulangan dengan tetap menghargai budaya lokal.

3. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, memperbolehkan adanya pembakaran terbatas untuk tujuan khusus, yang dipertegas dalam Perda No. 5 tahun 2003 bahwa yang dimaksud dengan hal-hal tertentu yang bersifat khusus dalam pembakaran hutan dan atau lahan adalah juga kebiasaan masyarakat adat atau tradisional yang membuka lahan untuk ladang dan atau kebun. Pelaksanaan pembakaran tersebut

harus mendapat izin dari pejabat yang berwenang.

4. PP No. 4 Tahun 2001 mengklasifikasikan bahwa penanggulangan kebakaran lahan tidak berlaku bagi masyarakat adat atau tradisional yang membuka lahan untuk ladang

dan kebunnya, kecuali kebakaran lahan tersebut terjadi sampai di luar areal ladang.

5. Penanggulangan kebakaran hutan dan lahan adalah tanggung jawab bupati/walikota, pemerintah provinsi melakukan pendampingan.

E. Latihan

Peserta diminta untuk mengisi format permohonan ijin pembakaran lahan dan pekarangan dan Surat Ijin Pembukaan Lahan dan Pekarangan dengan cara Pembakaran Terbatas dan

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 129: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

9

Terkendali berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 52 Tahun 2008 yang telah dirubah dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 15 Tahun 2010.

F. Evaluasi Hasil Belajar.

1. Apa peran pemerintah, masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penanggulangan bencana menurut UU nomor 24 tahun 2007?

2. Apa sanksi pidana bila melakukan pembakaran hutan dan lahan menurut Perda nomor 5 tahun 2003?

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 130: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

10

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 131: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

11

3IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Sebagai langkah awal dalam upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan adalah identifikasi daerah rawan kebakaran. Daerah rawan kebakaran hutan dan lahan yang mengancam ini perlu dipahami oleh aparatur pemerintah dan masyarakat terutama yang tinggal di wilayah yang rawan. Upaya mengenal karakteristik kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di Kalimantan Tengah merupakan suatu upaya pencegahan karena dengan pengenalan karakteristik tersebut, kita dapat memahami perilaku dari ancaman sehingga dapat diambil langkah-langkah yang diperlukan dalam mengatasinya, atau paling tidak mengurangi kemungkinan dampak yang ditimbulkannya. Untuk mengidentifikasi daerah rawan kebakaran hutan dan lahan maka langkah kita adalah :

A. Penyebab Kebakaran Hutan

Untuk dapat menyelenggarakan pencegahan kebakaran hutan secara efektif dan efisien, disamping harus memahami pengetahuan dasar tentang kebakaran hutan, perlu juga memahami dengan baik sejarah kebakaran yang terjadi di dalam dan sekitar wilayah kerjanya. Sejarah kebakaran hutan ini bermanfaat untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran di masa mendatang melalui proses belajar dari pengalaman. Dari sejarah kebakaran hutan ini akan dapat diketahui besarnya nilai kerugian, sebab-sebab kebakaran dan bagaimana kebakaran dapat terjadi (modus operandi).

Berdasarkan berbagai data diperoleh informasi bahwa penyebab kebakaran hutan antara lain disebabkan oleh:

1. Penyiapan Lahan

Penyiapan lahan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), penanaman kembali bekas tebangan, perkebunan, pertanian, transportasi dan lain-lain yang dilakukan di dalam atau sekitar hutan merupakan penyebab utama kebakaran hutan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kelalaian ataupun kesengajaan yang dilakukan baik perorangan ataupun kelompok.

2. Perburuan Satwa Liar

Perburuan satwa liar dan pencari ikan di dalam hutan pada umumnya menggunakan api untuk berbagai keperluan antara lain untuk api unggun dan memasak di kemah, untuk menggiring satwa, mengasap ikan hasil tangkapan atau mengasap daging menjadi dendeng dan lain-lain. Kelalaian pemburu dan pencari ikan yang dapat menjadi sumber kebakaran biasanya berupa kelalaian tidak mematikan api atau bara api sebelum meninggalkan hutan dan membuang puntung rokok atau batang korek api yang masih menyala secara sembarangan di dalam hutan.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 132: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

12

3. Pengumpulan Madu

Disamping menggunakan api untuk keperluan seperti pada pemburu satwa liar dan pencari ikan yaitu untuk api unggun dan memasak, pengumpul madu lebah pada umumnya menggunakan api untuk mengusir lebah dari sarang yang akan dipanen madunya. Kelalaian untuk mematikan api dan bara api serta puntung rokok dan batang korek api yang masih menyala sebelum meninggalkan hutan dapat menjadi pemicu terjadinya kebakaran hutan.

4. Rekreasi Alam Terbuka

Penggunaan api pada rekreasi alam terbuka di hutan terutama untuk api unggun, memasak dan merokok. Kebakaran hutan di beberapa hutan wisata dilaporkan banyak terjadi karena kelalaian wisatawan terutama pekemah.

Meningkatnya wisata alam terbuka hendaknya diimbangi dengan meningkatnya kewaspadaan dan kesadaran akan bahaya kebakaran hutan agar sumberdaya wisata yang ada tetap terpelihara.

5. Penebangan Kayu (Logging) dan Kegiatan Lain

Kelalaian pekerja dan penggunaan mesin-mesin seperti chainsaw, traktor dan buldozer untuk operasi logging dan kegiatan penebangan lain dalam hutan dapat menjadi penyebab kebakaran. Percikan api dari mesin-mesin tersebut, ditambah adanya bahan-bahan mudah terbakar seperti bensin, solar atau minyak tanah dapat menyebabkan penyalaan api yang bila tidak segera diketahui dan dicegah dapat menjalar menjadi kebakaran hutan.

6. Kelalaian Lain

Berbagai kelalaian dari orang-orang yang berada di dalam dan sekitar hutan dapat menjadi penyebab kebakaran hutan. Membuang puntung rokok, batang korek api atau benda-benda lain yang masih menyala oleh orang yang lalu lalang di dalam hutan, baik pejalan kaki, penumpang kendaraan darat maupun air atau udara apabila mengena pada bahan bakar yang kondisinya kering dapat memicu kebakaran hutan.

Anak-anak yang bermain dengan menggunakan api di dalam atau sekitar hutan juga dapat menjadi penyebab munculnya kebakaran hutan.

7. Kesengajaan

Tindakan membakar hutan secara sengaja mungkin dilakukan dengan dua macam alasan yang saling bertentangan. Kesengajaan untuk alasan yang baik dilakukan pada umumnya untuk mengelola habitat, misalnya untuk merangsang pertumbuhan rumput di padang penggembalaan, merangsang pertumbuhan jenis-jenis vegetasi yang diinginkan sekaligus menghilangkan jenis-jenis vegetasi yang tidak diinginkan, mengurangi volume bahan bakar dan sebagainya.

Pembakaran hutan dengan alasan yang buruk atau yang sifatnya merusak biasanya dilakukan orang karena dendam atau tidak puas terhadap pengelola hutan atau pemerintah atau sekedar untuk memenuhi kesenangan menonton nyala api yang berkobar-kobar. Tindakan-tindakan semacam ini harus diwaspadai.

8. Petir

Petir yang menyambar pohon di hutan dapat menjadi penyebab kebakaran hutan. Hal ini sering terjadi di negara-negara sub tropis dimana petir tidak selalu disertai hujan.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 133: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

13

Di daerah tropis seperti Indonesia, petir hampir selalu disertai hujan sehingga meski petir menyambar dan membakar pohon, nyala api dapat segera padam oleh datangnya hujan.

9. Letusan Gunung Berapi

Letusan gunung berapi yang memang banyak terdapat di Indonesia sering dilaporkan sebagai penyebab kebakaran hutan. Benda-benda membara dan lelehan lava membara dapat membakar hutan di lereng-lereng gunung. Kejadian alam demikian harus dapat perhatian juga dalam manajemen kebakaran hutan.

10. Gesekan Kayu Kering

Walaupun jarang terjadi, tetapi secara teori gesekan kayu kering yang terjadi pada musim kemarau panjang dapat juga menjadi penyebab kebakaran hutan, sehingga tidak mengherankan jika ada api menyebar pada daerah-daerah yang terpencil dan tidak ada indikasi aktivitas manusia di sekitanya.

B. Akibat Kebakaran Hutan.

Kebakaran hutan dapat menimbulkan berbagai kerugian baik secara ekonomis, ekologis maupun secara politis.

1. Ekonomis

Kerugian akibat kebakaran hutan dapat dilihat dari segi ekonomis yang biasanya juga dikaitkan dengan segi sosial dan budaya. Jenis kerugian yang nyata pada umumnya berupa rusak atau hilangnya nilai tegakan hutan terutama kayu dan hasil hutan lainnya untuk perdagangan, keindahan bagi kepentingan wisata, ketenangan dan keutuhan tegakan hutan bagi kepentingan kegiatan-kegiatan sosial, kebudayaan, keagamaan dan sebagainya.

2. Ekologis

Kerugian akibat kebakaran hutan dilihat dari segi ekologi atau kepentingan lingkungan hidup sering belum diperhatikan meskipun ternyata banyak sekali.

2.1. Flora dan Fauna. Kebakaran hutan membunuh jasad renik di permukaan dan lapisan atas tanah.

Vegetasi bawah pada umumnya juga terbakar sehingga banyak jenis flora hilang, beberapa jenis mungkin lenyap untuk selamanya. Kebakaran juga merusak sarang, tempat berlindung satwa liar dan makanan satwa. Selain itu kebakaran secara langsung juga dapat membunuh satwa-satwa liar yang tidak dapat menyelamatkan diri.

2.2. Stabilitas hara dan sifat-sifat fisik tanah. Pada waktu terjadi kebakaran, suhu tinggi dapat merusak sejumlah hara tanah

dengan jalan menguraikannya sehingga menjadi mudah menguap atau tererosi. Kebakaran yang berulang-ulang pada suatu kawasan menyebabkan rusaknya pori-pori atau tekstur tanah.

2.3. Stabilitas Ekologis. Kebakaran hutan mengakibatkan rusak dan terganggunya ekosistem hutan

dan fungsi-fungsinya, berkurangnya keaneka-ragaman hayati dan hilangnya keterwakilan ekosistem daerah tersebut.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 134: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

14

2.4. Pemanasan dan polusi global. Kebakaran hutan mengakibatkan akumulasi gas-gas pencemar, yang pada

tingkatan konsentrasi tertentu menjadi polusi udara.

3. Politis

Frekuensi dan skala kebakaran hutan (kecil, sedang, besar) memberikan pengaruh politis. Jika sering terjadi kebakaran hutan di suatu daerah atau negara, biasanya timbul penilaian bahwa daerah atau negara tersebut tidak serius atau tidak mampu menangani kebakaran hutan. Dalam hubungan antar negara, hal tersebut dapat menjadi bahan untuk dapat menekan negara tersebut. Begitu pula dengan adanya kebakaran yang berskala besar. Kejadian polusi udara di negara-negara tetangga telah menimbulkan protes negara-negara tersebut kepada Indonesia yang dituduh sebagai sumber asap dari kebakaran hutan.

C. Mekanisme Perusakan

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sebagian besar dipengaruhi oleh faktor manusia yang sengaja melakukan pembakaran dalam rangka penyiapan lahan. Disamping itu juga bisa terjadi kebakaran akibat kelalaian, serta karena faktor alam. Kebakaran terjadi karena adanya bahan bakar, oksigen dan panas. Kerusakan lingkungan akibat kebakaran antara lain berupa hilangnya flora dan fauna serta terganggunya ekosistem. Bahkan dapat menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana, permukiman serta korban jiwa manusia. Dampak lebih lanjut akibat asap yang ditimbulkan dapat berpengaruh pada kesehatan manusia terutama gangguan pernafasan serta gangguan aktivitas kehidupan sehari hari, antara lain terganggunya lalulintas udara, air dan darat. Upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan ini sangatlah tidak mudah akan tetapi upaya pengurangan resikonya kita tingkatkan.

D. Kajian Bahaya

- Prediksi cuaca untuk mengetahui datangnya musim kering/kemarau.- Monitoring titik api serta menetapkan daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.- Pemetaan daerah rawan bencana kebakaran berdasarkan kejadian masa lalu dan

meningkatnya aktivitas manusia untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu kawasan.- Pemetaan daerah tutupan lahan serta jenis tanaman sebagai bahan bakar.- Pemetaan tata guna lahan.

E. Gejala dan Peringatan Dini

- Adanya aktivitas manusia menggunakan api di kawasan hutan dan lahan.- Ditandai dengan adanya tumbuhan yang meranggas.- Kelembaban udara rendah.- Kekeringan akibat musim kemarau yang panjang.- Peralihan musim menuju kemarau.- Meningkatnya migrasi satwa keluar habitatnya.

F. Parameter

- Luas areal yang terbakar (hektar).

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 135: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

15

- Luas areal yang terpengaruh oleh kabut asap (hektar).- Fungsi kawasan yang terbakar (Taman Nasional, Cagar Alam, Hutan Lindung, dll).- Jumlah penderita penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).- Menurunnya keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar.- Menurunnya fungsi ekologis.- Tingkat kerugian ekonomi yang ditimbulkan.

G. Upaya Pengurangan Resiko

- Kampanye dan sosialisasi kebijakan pengendalian kebakaran lahan dan hutan.- Peningkatan Masyarakat Peduli Api (MPA).- Peningkatan penegakan hukum.- Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanggulangan

kebakaran secara dini.- Pembuatan waduk (embung) di daerah untuk pemadaman api.- Pembuatan sekat bakar, terutama antara lahan, perkebunan, pertanian dengan hutan.- Hindarkan pembukaan lahan dengan cara pembakaran.- Hindarkan penanaman tanaman sejenis untuk daerah yang luas.- Melakukan pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan secara ketat.- Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman yang

heterogen.- Partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerah.- Pengembangan teknologi pembukaan lahan tanpa membakar (pembuatan kompos,

briket arang dll).- Kesatuan persepsi dalam pengendalian kebakaran lahan dan hutan.- Penyediaan dana tanggap darurat untuk penanggulangan kebakaran lahan dan hutan

di setiap unit kerja terkait.- Pengelolaan bahan bakar secara intensif untuk menghindari kebakaran yang lebih luas.

H. Rangkuman

Dalam upaya kita mengindentifikasi daerah rawan kebakaran hutan dan lahan maka yang menjadi fokus kita yaitu apa penyebabnya, bagaimana ancaman bahaya timbul. Tingkat kemungkinan terjadinya bencana serta seberapa besar skalanya, mekanisme perusakan secara fisik, sektor dan kegiatan kegiatan apa saja yang akan sangat terpengaruh atas kejadian kebakaran hutan dan lahan serta dampak dari kerusakan.

I. Latihan

Beberapa peserta diminta untuk menceritakan karakteristik desa asal mereka, kemudian peserta mencoba mengidentifikasi potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di daerah mereka masing-masing. Selanjutnya dipresentasikan dan didiskusikan.

J. Evaluasi Hasil Belajar

a. Bagaimana cara mengidentifikasi daerah rawan kebakaran hutan dan lahan?b. Sebutkan cara mengurangi resiko kebakaran hutan dan lahan?

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 136: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

16

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 137: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

17

4PEMETAAN PARTISIPATIF DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yaitu pengurangan resiko dengan memperhatikan faktor sosial, ekonomi dan politik dalam perencanaan pengurangan resiko kebakaran hutan dan lahan. Pengurangan resiko ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan menekan resiko. Hal yang terpenting dalam pendekatan ini, yaitu memandang masyarakat sebagai subjek dan bukan sebagai objek. Agar pengurangan resiko pengendalian kebakaran hutan dan lahan dapat efektif dan efesien, diperlukan penyediaan informasi tentang daerah rawan atau daerah yang memiliki resiko tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan pemetaan daerah rawan kebakaran, yang mana peta ini nantinya digunakan sebagai dasar orientasi penentuan daerah untuk fokus penanganan.

A. Peta Resiko Kebakaran

Agar pelaksanaan pencegahan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dan lebih terfokus, maka diperlukan data dan informasi daerah-daerah yang rawan terhadap kebakaran hutan dan lahan. Peta resiko kebakaran menunjukkan penyebaran tingkat resiko kebakaran pada daerah tertentu yang dibuat sebelum terjadi kebakaran, sebagai salah satu kegiatan dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Peta resiko dibuat melalui survey lapangan di lokasi aktivitas manusia yang dapat menimbulkan kebakaran.

Gambar 1 : Peta kerawanan kebakaran hutan dan lahan Kalimantan Tengah

Gambar 1. Peta kerawanan kebakaran hutan dan lahan Kalimantan Tengah

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 138: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

18

Aktivitas manusia yang beresiko terjadinya kebakaran antara lain: penyiapan lahan pertanian/kebun dengan menggunakan api, perburuan satwa liar, pembakaran alang-alang dan aktivitas para pekerja dalam masak-memasak.

B. Pemetaan Sederhana Daerah Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan

Peta rawan kebakaran hutan adalah gambaran lokasi yang menunjukkan daerah rawan kebakaran. Daerah tersebut merupakan daerah yang mempunyai unsur-unsur dan faktor faktor penyebab terjadinya kebakaran.

1. Unsur dan Faktor Penyebab Terjadinya Kebakaran.

a. Ketersediaan Bahan Bakar.Ketersediaan bahan bakar merupakan salah suatu bagian yang potensial akan terjadinya kebakaran hutan. Oleh karena itu dalam melakukan identifikasi harus dipertimbangan bahan bakar seperti apa yang paling mudah terbakar (misalnya padang alang-alang atau areal pembukaan perladangan).

b. Mobilitas dan Aktivitas Masyarakat.Mobilitas yang dimaksudkan di sini adalah semakin banyak/ramai daerah itu dilalui orang ada kemungkinan semakin tinggi tingkat rawan kebakaran, karena orang yang lewat tersebut ada kemungkinan berbuat ceroboh misalnya membuang puntung rokok sembarangan. Daerah yang banyak aktivitas masyarakat seperti tempat berburu, memancing ikan, berkemah, atau kegiatan lainnya perlu dicermati dalam melakukan identifikasi.

c. Desa/Kampung (pemukiman penduduk).Desa/Kampung yang berada di sekitar atau di dalam hutan merupakan salah satu indikator untuk menentukan daerah rawan kebakaran, karena ada mobilitas dan aktivitas masyarakatnya.

2. Identifikasi dan Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran.

Program pencegahan kebakaran hutan sebaiknya dimulai dengan kegiatan identifikasi yang akan menghasilkan peta daerah rawan kebakaran, agar diketahui daerah mana yang paling potensial rawan terhadap kebakaran.

3. Langkah-langkah dalam Pembuatan Peta Rawan Kebakaran.

a. Manfaatkan peta kawasan yang sudah ada.Keadaan kawasan tersebut digambarkan dalam suatu peta (peta yang sudah ada) atau sket yang memuat informasi antara lain:• Penyebaran penggunaan lahan (pemukiman, kebun, ladang, semak belukar,

padang alang-alang, dan lain sebagainya).• Jaringan jalan, yang dapat mempengaruhi kerawanan ataupun pencegahan

kebakaran.• Aktivitasmasyarakat.• Tempat-tempatyangseringterbakar.• Tempat-tempatyangsangatdilindungidarikebakaran.

Beberapa informasi di atas diberi tanda pada peta/sket untuk menentukan daerah rawan 1, 2, 3, dan seterusnya.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 139: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

19

b. Membuat transek kawasan.Pembuatan transek ini untuk tujuan identifikasi daerah rawan kebakaran, merupakan teknik pengamatan secara langsung mengenai lingkungan dan pola pemanfaatannya yang berkaitan dengan kerawanan terhadap kebakaran. Informasi yang dapat digali melalui kegiatan ini antara lain:

• Polapenggunaan lahandi sekitardandidalamkawasan (pemukiman,kebun,ladang, dan lain sebagainya).

• Jaringan jalan, yang dapat mempengaruhi kerawanan ataupun pencegahankebakaran.

• Jenisvegetasi(padangalang-alang,semakbelukar,hutan).• Aktivitasmasyarakat.• Tempat-tempatyangseringterbakar.• Tempat-tempatyangsangatdilindungidarikebakaran.

4. Kalender Musim.

Dibutuhkan kalender musin untuk mengetahui musim panas dan musim hujan dalam setahun. Kalender musim dapat digunakan untuk mengungkap kaitan musim-musim kering dan aktivitas masyarakat yang dapat menimbulkan kerawanan terhadap kebakaran.

5. Kegunaan Peta Rawan Kebakaran

a. Agar petugas/masyarakat menyadari adanya lokasi-lokasi yang rawan kebakaran di daerah tersebut sehingga mereka berhati-hati dalam tindakannya agar tidak menimbulkan kebakaran.

b. Menjadi bahan acuan dalam menyusun rencana kegiatan yang terkait dengan pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

Gambar 2. Sket wilayah untuk daerah rawan

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 140: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

20

C. Rangkuman

Tujuan pembuatan peta adalah untuk mendukung pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang efektif dan efisien dengan menyediakan informasi daerah yang berpotensi tinggi terhadap resiko kebakaran.

D. Latihan

Peserta diminta untuk mengambarkan sket sekitar wilayah tempat tinggal/kampung.

E. Evaluasi Hasil Belajar

Sebutkan langkah-langkah dalam pembuatan peta rawan kebakaran hutan dan lahan?

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 141: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

21

5DETEKSI DINI

Pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang efektif memerlukan deteksi dini dan pelaporan yang baik. Kalau deteksi dini tidak efisien, kerusakan akibat kebakaran bisa menjadi demikian besar oleh karena terlambatnya upaya-upaya penanggulangan. Pemadaman belum dilakukan sampai suatu kebakaran dapat diketahui atau dideteksi. Selang waktu antara mulainya kebakaran dengan datangnya tenaga pemadam ke lokasi kebakaran akan mencakup waktu-waktu untuk kegiatan yaitu: deteksi, pelaporan, persiapan, pemadaman dan mobilisasi. Untuk itu, deteksi kebakaran harus benar-benar diperhatikan agar upaya pemadaman dapat segera dan mudah dilakukan, sehingga kerugian yang diderita dapat ditekan sampai sekecil mungkin.

Adalah tidak mungkin mengawasi seluruh kawasan hutan sepanjang waktu, bahkan selama musim kering. Paremeter seperti: nilai hutan yang dilindungi, frekuensi kejadian kebakaran, sifat kebakaran dan efek pemulihannya, fasilitas transportasi dan komunikasi, sumber dana, kemampuan tenaga pemadam, dan peralatan pemadaman yang tersedia turut membantu menentukan “kawasan prioritas” yang harus diawasi sepanjang waktu.

A. Kategori Deteksi Dini

Deteksi dini berdasarkan pelaksana/petugas kegiatannya dibagi dalam dua kategori yaitu :

a. Deteksi Umum.

Deteksi umum adalah deteksi yang dilakukan oleh masyarakat yang melihat kebakaran hutan dan melaporkannya ke posko kebakaran. Cara deteksi ini akan sangat efektif apabila masyarakat sadar dan peduli untuk melaporkan kejadian kebakaran hutan. Pengalaman menunjukan bahwa kebakaran yang sering terjadi di lokasi yang dekat dengan pemukiman, kebakaran biasanya dideteksi oleh masyarakat umum.

b. Deteksi Terorganisir.

Meskipun deteksi umum merupakan cara yang cukup efektif untuk sebagian kecil areal yang dilindungi, namun sebaiknya pengelola kawasan hutan membentuk regu khusus yang melakukan kegiatan deteksi dini, agar dapat terencana dengan baik. Deteksi dini yang dilakukan regu khusus inilah yang disebut dengan Deteksi Terorganisir.

B. Sarana Deteksi Dini.

Sarana atau peralatan yang digunakan dalam deteksi dini antara lain:

1. Menara api; dilengkapi peta kawasan, kompas, teropong, alat komunikasi, alat tulis, 2. Mobil patroli; dilengkapi dengan peta kawasan, GPS, alat komunikasi, alat tulis (jika

memungkinkan membawa alat pemadam sederhana).3. Sepeda Motor Patroli; dilengkapi dengan peta kawasan, GPS, alat komunikasi, alat tulis.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 142: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

22

4. Pengamatan dari pesawat udara.5. Pengamatan dari citra landset (Satelit).

C. Pelaksanaan Deteksi Dini

1. Pengamatan di menara api

Petugas di menara api mulai diaktifkan apabila tingkat siaga III, II dan I, sedangkan pada kondisi normal tidak perlu ada petugas di menara. Jika petugas menara melihat asap atau api, segera melapor pada regu pemadam dengan menggunakan radio komunikasi.

2. Petugas mobil patroli

Petugas mobil patroli mulai diaktifkan apabila tingkat siaga III, II dan I, sedangkan pada kondisi normal tidak perlu. Jika petugas melihat asap atau api, segera melapor pada regu pemadam dengan menggunakan radio komunikasi dan lakukan penanganan seperlunya.

3. Petugas sepeda motor patroli

Petugas sepeda motor patroli mulai diaktifkan apabila tingkat siaga III, II dan I, sedangkan pada kondisi normal tidak perlu. Jika petugas melihat asap atau api, segera melapor pada regu pemadam dengan menggunakan radio komunikasi dan pantau terus perkembangan api.

Gambar 3. Menara Api

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 143: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

23

4. Pengamatan dari pesawat udara

Pengamatan dari udara biasanya dilakukan oleh penerbangan umum yang apabila pilot melihat asap atau api langsung melapor ke bandara dan dari bandara melapor ke posko pemadam dengan menggunakan radio komunikasi.

5. Pengamatan dari deteksi hotspot (Satelit NOAA)

Deteksi kebakaran dapat dilakukan dengan memanfaatkan citra satelit. Stasiun penerima satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). Satelit ini memberikan data mengenai titik panas (hot spot) dalam selang waktu tertentu. Informasi titik panas (hot spot) dapat diakses melalui internet. Petugas yang mengamati situasi melalui satelit dengan bantuan perangkat komputer, langsung melapor pada regu pemadam tentang daerah yang dicurigai terjadi kebakaran hutan.

6. Prakiraan/Prediksi Musim oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Dalam penanggulangan dan antisipasi bahaya kebakaran hutan dan lahan diperlukan juga data yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika sehingga dapat melakukan deteksi awal dan melakukan pencegahan dalam menanggulangi bahaya kebakaran hutan dan lahan. Untuk prakiraan musim dapat kita dapatkan di intenet melalui situs resmi BMKG. Tujuan situs ini memberikan informasi kepada pengelola kebakaran yang bekerja untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran lahan dan vegetasi di Indonesia.

Gambar 4. Peta Hot Spot dari Kementrian Kehutanan RI

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 144: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

24

7. Ramalan Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran (SPBK/FDRS) dari LAPAN. Kondisi potensi tingkat terjadinya kebakaran ditinjau dari Analisis Parameter Cuaca yang terdiri dari potensi kemudahan terjadinya kebakaran dan potensi tingkat kesulitan pengendalian apabila terjadi kebakaran hutan dan lahan dapat dijadikan acuan untuk deteksi dini.

Gambar 6. Peta Kemudahan Terjadi Kebakaran Hutan dan Lahan

Gambar 5. Peta Prakiraan Awal Musim Kemarau dari BMKG

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 145: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

25

D. Rangkuman

1. Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana kebakaran hutan dan lahan dapat dilihat dari tingkat, potensi atau ancaman yang ada, sehingga dapat dilakukan pencegahan.

2. Bentuk kesiapsiagaan dalam menghadapi kebakaran hutan dan lahan adalah melalui deteksi dini dan peringatan dini.

E. Latihan

Peserta membentuk kelompok sesuai asal desa masing-masing, kemudian setiap kelompok diminta untuk memilih sarana deteksi dini apa yang paling tepat digunakan pada daerah masing-masing. Selanjutnya, masing-masing kelompok menjelaskan alasan mengapa memiilih sarana tersebut dan diskusikan.

F. Evaluasi Hasil Belajar

Menurut saudara mengapa deteksi dini perlu dilakukan dalam menanggulangi bahaya kebakaran hutan dan lahan? Jelaskan!

Gambar 7. Peta Tingkat Kesulitan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 146: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

26

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 147: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

27

6PEMBUATAN SUMUR BOR DAN EMBUNG AIR

A. Pembuatan Sumur Bor

Dalam menghadapi bahaya kebakaran hutan dan lahan diperlukan upaya dan usaha dalam melakukan pemadaman jika terjadi kejadian kebakaran pada areal atau kawasan hutan, di luar hutan dan lahan. Untuk itu diperlukan sebuah metode dalam melakukan upaya pemadaman daerah yang terjadi, adapun salah satu metode yang diperlukan dalam penanggulangan tersebut adalah dengan pembuatan sumur bor.

Sumur bor sangat penting dan diperlukan untuk upaya pemadaman kebakaran. Hal itu berkaitan erat dalam melakukan pencegahan agar api tidak meluas.

Adapun kriteria yang diperlukan dalam pembuatan sumur bor adalah sebagai berikut :

1. Penentuan lokasi

Lokasi pembuatan sumur bor haruslah daerah tersebut masuk dalam daerah rawan kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun. Akses pada waktu terjadi kebakaran, agar dapat dijangkau oleh anggota masyarakat yang melakukan penanggulangan dan pemadaman maupun anggota lain yang terkait penanggulangan saat terjadi kebakaran hutan dan lahan.

2. Kedalaman sumur

Untuk kedalaman sumur bor dapat dilihat dari jenis dan karakteristik jenis tanah terutama pada tanah gambut. Kedalaman sumur haruslah disesuaikan dengan jenis tanah.

3. Mobilitas

Dalam menentukan lokasi tempat pembuatan sumur bor haruslah ditinjau dari aspek lokasi yang masuk dalam daerah rawan. Lokasi haruslah dapat dijangkau atau memiliki jalan setapak.

4. Bahan dan Alat

a. Bahan pembuatan sumur bor yaitu: pipa paralon 1½ inci panjang 4 meter berjumlah 5 pipa, lem pipa dan sambungan pipa.

b. Alat yang digunakan yaitu: mesin pompa, mata bor, pipa bor besi, sambungan pipa bentuk “U”, kunci pipa, penjepit pipa, gergaji besi, selang plastik dan terpal untuk penampung air. Alat pendukung seperti parang, cangkul, sekop, kapak, karet ban, ember dan galon air.

5. Cara pembuatan sumur bor

a. Kegiatan pendahuluan: Menyiapkan pipa paralon dan membuat geretan pada pipa pertama dengan panjang geretan pada pipa 3 meter, menentukan lobang bor,

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 148: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

28

membuat lobang penampung air ukuran 50 x 50 cm dengan kedalam 70 cm dan dilapisi terpal untuk mencegah air merembes masuk kedalam tanah.

b. Instalasi mesin.

c. Pengeboran: menancapkan mata bor pada tanah dengan menggunakan kunci pipa, putar setengah putaran sambil mendorong masuk pipa bor ke dalam tanah. Kemudian, setelah pipa masuk ke dalam tanah, lakukan penyambungan pipa bor dengan kunci pipa dan dipasang kembali pada pipa bor yang telah ada. Setelah mencapai sumber air yaitu dengan ciri adanya pasir yang keluar, selanjutnya pipa bor dicabut dan dengan memasukan pipa paralon pada bagian dasar yang sudah diberi geretan. Kedalaman pengeboran rata-rata 12 sampai 30 meter.

B. Embung Air

Sungai, danau dan embung air dapat difungsikan sebagai sekat bakar alami, serta dapat juga digunakan sebagai pembuatan sekat bakar untuk kegiatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Selain itu, embung air dapat dijadikan sebagai bagian atau bahan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan bila terjadi kebakaran.

Beberapa informasi yang harus diperhatikan untuk pembuatan embung air untuk penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Embung adalah kolam penampung kelebihan air hujan pada musim hujan dan digunakan pada saat musim kemarau (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso Instalasi Penelitian dan PengkajianTeknologi Pertanian. Wonocolo, 1997).

Gambar 8. Pembuatan Sumur Bor

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 149: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

29

a. Tujuan Pembuatan Embung

1) Menyediakan air untuk pemadam api di musim kemarau.

2) Meningkatkan produktivitas regu pemadam dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

3) Mencegah/mengurangi luapan air di musim hujan dan menekan resiko banjir.

4) Memperbesar peresapan air ke dalam tanah.

b. Persyaratan Lokasi

Beberapa syarat yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan pembuatan embung yaitu tekstur tanah :

1) Pada tanah berpasir yang porous (mudah meresapkan air), tidak dianjurkan pembuatan embung karena air cepat hilang. Kalau terpaksa, dianjurkan memakai alas plastik atau ditembok sekeliling embung.

2) Agar fungsinya sebagai penampung air dapat terpenuhi, embung sebaiknya dibuat pada lahan dengan tanah liat berlempung.

3) Untuk tanah gambut diperlukan bahan berupa plastik agar dapat menampung air baik dari hujan maupun sumber lain.

c. Kemiringan Lahan

1) Embung sebaiknya dibuat pada areal pertanaman yang bergelombang dengan kemiringan antara 8-30%. Agar limpahan air permukaan dapat dengan mudah mengalir ke dalam embung dan air embung mudah disalurkan ke petak-petak tanaman, maka harus ada perbedaan ketinggian antara embung dan petak tanaman.

2) Pada lahan yang datar akan sulit untuk mengisi air limpasan ke dalam embung.

3) Pada lahan yang terlalu miring (> 30%), embung akan cepat penuh dengan enda-pan tanah karena erosi.

d. Lokasi

1) Penempatan embung sebaiknya dekat dengan saluran air yang ada di sekitarnya, supaya pada saat hujan, air di permukaan tanah mudah dialirkan ke dalam embung.

2) Dekat dengan jalan sehingga mudah dijangkau mobil tangki air, mobil pemadam serta sepeda motor.

3) Rawan kebakaran hutan dan lahan yang dapat dijangkau dengan jalan kaki dan memiliki jalan setapak.

4) Dekat dengan perkampungan penduduk.

5) Lokasinya memiliki daerah tangkapan hujan.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 150: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

30

e. Ukuran Embung

Embung bisa dibangun secara individu atau berkelompok, tergantung keperluan dan luas areal tanaman yang akan diairi. Untuk keperluan individu dengan luas tanaman (palawija) 0,5 hektar, misalnya, embung yang diperlukan adalah panjang 10 m, lebar 5 m dan kedalaman 2,5 m–3 m.

Gambar 9. Contoh Lokasi Embung Air

Gambar 10. Contoh Bentuk Embung

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 151: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

31

f. Pengolahan Tanah

Setelah diketahui letak, ukuran dan bentuk embung yang diinginkan, tahapan selanjutnya adalah penggalian tanah yang dapat dikerjakan secara gotong royong. Cara penggaliannya adalah sebagai berikut :

1) Untuk memudahkan pemindahan tanah, maka tanah digali mulai dari batas pinggir dari permukaan tanah.

2) Untuk menghindari masuknya kotoran ke dalam embung terbawa air limpasan, maka keliling tanggul dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah. Saluran pemasu-kan air limpasan dan pembuangan dibuat sedemikian rupa, sehingga air embung tidak penuh/meluap. Jarak saluran pembuangan dari permukaan tanggul 25-50 cm.

g. Pelapisan Tanah Liat

1) Supaya tanggul tidak mudah bobol, sebaiknya dilakukan pemadatan secara bertahap dengan cara: tanah liat (lempung) dibasahi dan diolah sampai berbentuk

pasta, lalu ditempel pada dinding embung setebal 25 cm, mulai dari dasar kemudian secara berangsur naik ke dinding embung. Sambungan tanah yang berbentuk pasta tersebut dibuat menyatu sehingga air embung tidak mudah meresap ke tanah.

2) Untuk menekan kelongsoran, pelapis dinding embung dipapas sampai mendekati kemiringan 70°-80° atau dibuat undakan.

3) Pada tanah berpasir, resapan air ke bawah (perkolasi) maupun melalui tanggul agak cepat. Oleh karena itu dinding embung perlu dilapisi, bisa dari plastik, tembok atau campuran kapur dengan tanah liat.

4) Campuran kapur tembok dan tanah liat untuk memperkeras dinding embung dibuat dengan perbandingan 1 : 1 dengan cara kapur dibasahi dan dicampur dengan tanah liat sampai berbentuk pasta. Pasta tersebut ditempelkan pada dinding dan dasar embung hingga mencapai ketebalan 25 cm.

C. Rangkuman

1. Sumur Bor dapat digunakan sebagai sarana dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah, terutama saat terjadi kebakaran hutan dan lahan.

2. Embung Air merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Pengunaannya dilihat dari tingkat kerawanan dan jangkuan pada

saat terjadi kebakaran hutan dan lahan.

D. Latihan

Beberapa peserta dari desa yang berbeda diminta untuk menceritakan dan berbagi pengalaman dalam pembuatan sumur bor atau embung air sesuai karakteristik daerah masing-masing. Selanjutnya dipresentasikan dan didiskusikan.

E. Evaluasi Hasil Belajar

Menurut pendapat saudara manakah metode atau sarana yang efektif dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di tempat atau lokasi saudara berada? Jelaskan!

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 152: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

32

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 153: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

33

7PENUTUP

Kebakaran hutan dan lahan sebagai salah satu penyebab kejadian bencana kabut asap, menimbulkan kerugian yang cukup besar baik kerugian dari segi ekonomi, ekologi, kesehatan bahkan kerugian politik berkaitan dengan hubungan dengan negara tetangga. Dengan frekuensi kejadian yang meningkat setiap tahun, kebakaran hutan menjadi salah satu penyebab degradasi hutan yang cukup signifikan. Bahkan masalah asap yang telah menyebar melampaui batas wilayah negara telah menjadi isu yang serius di tingkat nasional maupun internasional.

Dalam pengelolaan kebakaran hutan, seharusnya kegiatan pencegahan kebakaran merupakan kegiatan yang paling diutamakan. Dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan upaya yang kita lakukan antara lain adalah penguatan peraturan/perundang-undangan, identifikasi daerah rawan kebakaran hutan dan lahan, pemetaan partisipatif daerah kebakaran hutan dan lahan, peringatan dini, pembuatan sumur bor dan embung air.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 154: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

34

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 155: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

35

DAFTAR PUSTAKA

Asli, S.Hut 2011. Teknik Pencegahan Kebakaran Hutan.

Anonim, 1998. Petunjuk Teknis Pembuatan Embung Pertanian Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan, Jakarta.

Bustami, Del Afriadi. 2011. Modul Pelatihan Dasar Manajemen Penanggulangan Bencana. Jakarta. UNDP.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Wonocolo, 1997, Pembuatan Embung Air.

Deputi Bidang pencegahan dan Kesiapsiagaan, dkk. 2007. “Karakteristik Bencana”. Direktorat Mitigasi Lakhar BAKORNAS PB, Jakarta.

Hidayati, Sri dkk. 2009. Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan. Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kriteria Pendidikan Nasional. Jakarta

Prayitno dan Lailan Syaufina. Perlindungan Hutan dan Pengelolaan Kebakaran Hutan dan Lahan.

Penanggulangan Bencana, Konfrensi Sedunia. Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005–2015. Jepang. UNISDR.

Strategi Pengarus Utamaan Pengurangan Risiko PRB di Sekolah, Kementerian Pendidikan Nasional. 2010.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan.

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan Lahan.

Instruksi Presiden Nomor 16 tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

Permenhut Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 156: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

36

Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No 52 Tahun 2008, tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah sebagaimana yang telah

diubah dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No. 15 Tahun 2010.

Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 77 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Kalimantan Tengah.

Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 78 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Kalimantan Tengah.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 157: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

37

BIODATA PENULIS

Ananto SetiawanLahir di Kuala Kapuas, 4 Mei 1965, mengawali karier sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah pernah bertugas di Kabupaten Kotawaringin Barat pada Dinas Kehutanan Kotawaringin Barat selama 5 (lima) tahun dan kembali ke Dinas Kehutanan Provinsi tahun 2003. Pada tahun 2010 ditugaskan pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Kalimantan Tengah menduduki jabatan eselon IV yaitu pada Seksi Rehabilitasi dan pada Tahun 2011 sampai dengan sekarang menduduki jabatan eselon III pada Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan.

Firmanto, ST. Lahir di Palangka Raya, 17 Januari 1982, merupakan pelaksana pada Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Sub Bidang Pengendalian Pencemaran Air, Tanah, Udara, Laut, Sungai dan Danau pada Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah. Pendidikan yang ditempuh (S-1) Sarjana Teknik Lingkungan Tahun 2005.

Drs H. Iberamsyah

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 158: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

38

Lampiran : Peraturan Gubernur Kalimantan TengahNomor : 15 Tahun 2010Tanggal : 8 Mei 2010

FORMULIRPERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN LAHAN DAN PEKARANGAN

…….(tanggal), …….(bulan) …. ...(tahun) Yth. Kepada Kepala desa/ lurah di – Tempat

Yang bertanda tangan di bawah ini :1. Nama : …………………………………………………………………..2. Alamat : …………………………………………………………………..

Dengan ini mengajukan ijin pembukaan lahan /pekarangan dengan cara pembakaran terbatas dan terkendali pada lahan / pekarangan :

1. Luas : …………………………… Ha2. Waktu pembakaran : …………………………….3. Nama pemilik lahan yang berbatasan : a. Sebelah utara : (nama) ……………………………………….(tanda tangan) b. Sebelah selatan : (nama) ……………………………………….(tanda tangan) c. Sebelah timur : (nama) ……………………………………….(tanda tangan) d. Sebelah barat : (nama) ……………………………………….(tanda tangan)

Dan bersedia mentaati persyaratan sebagai berikut :

a. Mengharuskan biomas (daun/ranting) tidak menumpuk di bagian tepi lahan, yaitu dengan cara menebang pohon di bagian tepi rebah ke bagian dalam lokasi lahan.b. Membuat sekat bakar keliling dengan lebar yang cukup dan aman dari bahaya kebakaran.c. Menyediakan bahan dan peralatan pemadaman api yang memadai.d. Memberitahukan pemilik lahan yang berbatasan sebelum melakukan pembakaran.e. Pembakaran terbatas dan terkendali dilakukan secara bergiliran untuk lokasi yang berkelompok dan berdekatan.f. Pembakaran terbatas dan terkendali dilakukan secara bergotong royong pada waktu yang tepat yaitu mulai pukul 15.00 wib sampai dengan pukul 18.00 wib.g. Pembakaran terbatas dan terkendali di mulai dari tepi lahan yang berlawanan arah angin dan setelah api bergerak jauh ke arah dalam, pembakaran dilakukan dari bagian tepi lahan searah angin.h. Selama kegiatan pembakaran terbatas dan terkendali harus dijaga secara bersama dan teliti, agar tidak ada api yang merambat ke luar lahan.i. Setiap orang tidak diperkenankan meninggalkan lahan dan pekarangan yang sedang dibakar sebelum api benar-benar padam.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 159: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

39

j. Menggunakan dan mengutamakan tata cara tradisional/budaya/kearifan leluhur masyarakat adat setempat.

Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini saya lampirkan :

a. Foto copy kartu tanda penduduk.b. Foto copy surat penguasaan tanah/bukti kepemilikan.

Demikian permohonan ini disampaikan dan bilamana terjadi kebakaran yang tidak terkendali akibat tidak menaati persyaratan sebagaimana tersebut di atas, maka saya bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hormat Saya,

…………………… (pemohon)

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 160: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

40

Lampiran : Peraturan Gubernur Kalimantan TengahNomr : 15 Tahun 2010Tanggal : 8 Mei 2010

SURAT IJINPEMBUKAAN LAHAN DAN PEKARANGAN DENGAN CARA

PEMBAKARAN TERBATAS DAN TERKENDALI

Yang bertanda tangan dibawah ini :

1. Nama : ………………………………………………………………………………….2. Jabatan : ………………………………………………………………………………….3. Alamat : ………………………………………………………………………………….

Setelah memperhatikan surat permohonan dan hasil pengecekan lapangan terhadap pemenuhan syarat-syarat pembukaan lahan dan pekarangan dengan cara terbatas dan terkendali.

Maka dengan ini diberikan izin kepada :

1. Nama : …………………………………………………………………………………2. Alamat : …………………………………………………………………………………3. Luas lahan : …………………………Ha4. Waktu pembakaran : …………………………………………………………………………5. Batas-batas lahan : a. Sebelah utara : ……………………………………………….. b. Sebelah selatan : ………………………………………………. c. Sebelah timur : ……………………………………………… d. Sebelah barat : ………………………………………………..6. Tata cara :

a. Mengharuskan biomas (daun/ranting) tidak menumpuk di bagian tepi lahan, yaitu dengan cara menebang pohon di bagian tepi rebah ke bagian dalam lokasi lahan. b. Membuat sekat bakar keliling dengan lebar yang cukup dan aman dari bahaya kebakaran. c. Menyediakan bahan dan peralatan pemadam api yang memadai. d. Memberitahukan pemilik lahan yang berbatasan sebelum melakukan pembakaran. e. Pembakaran terbatas dan terkendali dilakukan secara bergiliran untuk lokasi yang berkelompok atau berdekatan. f. Pembakaran terbatas dan terkendali dilakukan secara bergotong-royong pada waktu yang tepat yaitu mulai pukul 15.00 Wib sampai dengan pukul 18.00 Wib. g. Pembakaran terbatas dan terkendali di mulai dari tepi yang berlawanan arah angin, dan setelah api bergerak jauh ke arah dalam, pembakaran dilakukan dari bagian tepi lahan searah angin. h. Selama kegiatan pembakaran terbatas dan terkendali harus dijaga secara bersama dan teliti, agar tidak ada api yang merambat keluar lahan.

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 161: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

41

i. Setiap orang tidak diperkenankan meninggalkan lahan dan pekarangan yang sedang dibakar sebelum api benar-benar padam. j. Menggunakan dan mengutamakan tata cara tradisional/budaya/kearifan leluhur masyarakat adat setempat.

7. Setelah pelaksanaan kegiatan pembakaran, harus melaporkan kepada pemberi ijin selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari.

Pemberi Ijin Kepala desa / lurah

…………………………….

TEKNIK PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 162: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

42

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 163: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

i

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Gunawan Budi H.Mukti Aji

Page 164: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

ii

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Penulis:Gunawan Budi H.

Mukti Aji

Editor:Mayang Meilantina

Yulius SadenEmanuel Migo

Diterbitkan oleh:Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

Page 165: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iii

Kata Pengantar ......................................................................................................................................................................... iDaftar Isi ........................................................................................................................................................................................ v

1. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1A. Latar Belakang ................................................................................................................................................... 1 B. Ruang Lingkup .................................................................................................................................................. 1C. Maksud dan Tujuan ........................................................................................................................................ 2D. Tujuan Pembelajaran ..................................................................................................................................... 2E. Pokok Bahasan................................................................................................................................................... 2

2. PERENCANAAN DAN ORGANISASI ...................................................................... 3 A. Perencanaan ....................................................................................................................................................... 3B. Organisasi (Insident Command System) .............................................................................................. 4C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 5D. Latihan .................................................................................................................................................................... 5E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 5

3. TEKNIK PEMADAMAN LANGSUNG ...................................................................... 7 A. Metode Serangan Langsung .................................................................................................................... 7B. Metode Serangan Paralel............................................................................................................................ 10C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 10D. Latihan .................................................................................................................................................................... 11E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 11

4. TEKNIK PEMADAMAN TIDAK LANGSUNG ........................................................... 13 A. Metode dengan Pembuatan Ilaran Api ............................................................................................. 13B. Metode Bakar Habis (Burning Off) ......................................................................................................... 15C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 15D. Latihan .................................................................................................................................................................... 16E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 16

5. TEKNIK PEMADAMAN BARA API (MOP-UP) ......................................................... 17 A. Prinsip-Prinsip Dalam Melakukan Mop-Up ...................................................................................... 17B. Prosedur Mop-Up ............................................................................................................................................. 19C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 20D. Latihan .................................................................................................................................................................... 20E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 20

DAFTAR ISI

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 166: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iv

6. TEKNIK PEMADAMAN GAMBUT ........................................................................... 21 A. Proses Kebakaran Gambut......................................................................................................................... 21B. Pemadaman Kebakaran Gambut .......................................................................................................... 22C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 23D. Latihan .................................................................................................................................................................... 24E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 24

7. PENUTUP ............................................................................................................... 25

Daftar Pustaka ........................................................................................................................................................................... 27Biodata Penulis ......................................................................................................................................................................... 29

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 167: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

1

1PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kewajiban pertama kali sebuah masyarakat untuk menjaga kawasan padang alang-alang supaya tidak terbakar dan adanya aktivitas membakar, dapat ditemukan dalam dokumen kuno yakni ”Prasasti Malang 1395” dari jaman Kerajaan Majapahit (Wiratno, 2001 dalam Sumantri, 2007). Sejarah ini menunjukan bahwa api sudah dipercaya pada waktu itu sebagai salah satu unsur perusak alam dengan daya merusak yang hebat. Di sisi lain, api juga sudah melekat dalam kehidupan masyarakat sebagai alat manajemen yang paling simpel dan murah untuk mendukung rutinitas kegiatannya. Menurut Sumantri (2007) raja-raja di Jawa, Bali, dan Lombok juga menaruh perhatian tehadap penggunaan api ini oleh masyarakatnya yang dituangkan dalam peraturan raja-raja.

Dari tahun ke tahun kebakaran hutan dan lahan tidak semakin berkurang dan belum tentu akan berkurang di masa-masa yang akan datang. Bahkan tercatat dalam sejarah peradaban manusia, bahwa fenomena kebakaran di dunia pada abad ini, justru memunculkan masalah baru yakni akumulasi polusi asap (haze) di atmosfer dan membawa kerugian tidak sedikit.

Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi yang rawan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Hampir setiap tahun pada musim kemarau bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan melanda wilayah ini. Hal ini membutuhkan penanganan yang komprehensif dari semua pihak (stakeholders) termasuk kegiatan pemadaman. Saat ini kegiatan pemadaman telah dilakukan oleh berbagai pihak dengan berbagai teknik dan strategi, namun karena terbatasnya jumlah personil dibandingkan luasan kebakaran yang terjadi, maka upaya ini dirasa masing kurang optimal.

Terkait dengan kondisi tersebut, maka untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat yang bergerak dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan, perlu dilakukan kegiatan pelatihan teknik pemadaman kebakaran hutan dan lahan, agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

B. Ruang Lingkup

Modul Teknik Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan ini disusun sebagai materi pembelajaran bagi peserta Diklat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat. Modul ini disampaikan selama 11 JPL @ 45 menit per JPL terdiri dari teori 3 JPL dan praktek 8 JPL, yang mencakup pengelolaan pada saat terjadi kebakaran hutan dan lahan, mulai dari tahap perencanaan dan pengorganisasian, teknik pemadaman langsung, teknik pemadaman tidak langsung, teknik pemadaman bara api (mop-up), serta secara khusus membahas teknik pemadaman di wilayah bergambut.

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 168: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

2

C. Maksud dan Tujuan

Modul ini dimaksudkan untuk membantu penyelenggara pelatihan sekaligus sebagai pegangan bagi pengajar dalam memberikan materi teknik pemadaman kebakaran hutan dan lahan kepada peserta Diklat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat agar pelatihan terlaksana dengan baik, efektif dan efisien. Tujuan dari modul ini adalah untuk memberikan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan kepada peserta diklat, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

D. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) adalah setelah selesai mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta diharapkan mampu melakukan teknik pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) adalah setelah selesai mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta diharapkan mampu:

a. Merencanakan kegiatan pemadaman dan pengorganisasian (pembagian tugas) dalam pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

b. Melakukan pemadaman langsung dan memahami faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penerapan teknik ini.

c. Melakukan pemadaman tidak langsung dan memahami faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penerapan teknik ini.

d. Melakukan pemadaman api sisa atau bara api (mop-up).

e. Melakukan pemadaman pada wilayah yang bergambut.

E. Pokok Bahasan

Beberapa pokok bahasan yang disajikan dalam modul teknik pemadaman kebakaran hutan dan lahan ini adalah:

1. Perencanaan dan organisasi

2. Teknik pemadaman langsung

3. Teknik pemadaman tidak langsung

4. Teknik pemadaman bara api (mop-up)

5. Teknik pemadaman gambut

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 169: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

3

2PERENCANAAN DAN ORGANISASI

A. Perencanaan

Perencanaan merupakan bagian penting dalam kegiatan pemadaman. Dalam perencanaan ditentukan semua kebutuhan dalam proses pemadaman, baik kebutuhan peralatan, sumberdaya manusia, pendanaan, serta penyajian data dan informasi awal yang harus diketahui sebelum dimulainya proses pemadaman. Kegiatan perencanaan ini dilakukan oleh ketua regu bersama dengan anggota yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan, sebelum dilakukan kegiatan pemadaman, antara lain :

1. Pengumpulan data dan informasi terkait dengan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi, seperti:

a. Peta (peta kerja, peta wilayah, peta tematik, peta adat, peta partisipatif, dll)b. Lokasi kebakaranc. Luas kebakarand. Jenis vegetasi/bahan bakare. Aksesibilitas yang mudah terjangkauf. Sumber air yang paling dekat dengan lokasi kebakaran

2. Jumlah personil yang akan dilibatkan dalam kegiatan pemadaman.

3. Jenis dan jumlah peralatan yang akan digunakan untuk kegiatan pemadaman.

4. Akomodasi, logistik, dan kesehatan (P3K) yang diperlukan selama proses pemadaman, seperti:

a. Kebutuhan tenda atau tempat istirahat sementara.b. Makanan dan minumanc. Kebutuhan BBM (Bahan Bakar Minyak)d. Peralatan P3K

5. Sarana transportasi dan komunikasi.Sarana transportasi yang dibutuhkan selain untuk mobilisasi dan pergerakan regu, juga termasuk kebutuhan penyediaan logistik selama proses pemadaman. Selain itu juga harus disepakati penggunaan sarana komunikasi dari setiap komponen dalam regu.

6. Koordinasi, baik kepada perangkat desa/kelurahan, lembaga adat, maupun terhadap regu pemadaman kebakaran lainnya.

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 170: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

4

7. Pengamatan lokasi kebakaran (size up).Size up merupakan pengamatan lapangan untuk memperkirakan kondisi kebakaran dan perkembangannya guna pemadaman yang efektif dan efisien serta kepentingan keselamatan kerja. Pengamatan ini dilakukan mulai dari perjalanan menuju lokasi kebakaran sampai tiba di lokasi kebakaran. Menurut Asli (2011) beberapa hal yang menjadi fokus pengamatan ini, antara lain:

a. Cuaca, seperti kondisi arah dan kecepatan angin.b. Kondisi kebakaran riil (kondisi dan perilaku api, bagian-bagian api, jenis dan susunan bahan bakar, kecepatan penjalaran api, dll).c. Bentang lahan, seperti peluang merambatnya api ke tempat lainnya, kelerengan

tempat, lembah, sungai, dll.d. Objek vital (bernilai) dan fasilitas umum yang berada di lokasi kebakaran, seperti

instalasi jaringan listrik/telpon/air minum, jalan, perumahan, perkebunan, situs adat/budaya, dll.

e. Keamanan (keselamatan kerja) dan jalur penyelamatan (rescue) dalam keadaan darurat (emergency).

f. Rencana serangan (pemadaman) dan pelaksanaannya, termasuk teknik dan strategi pemadaman yang akan diterapkan.

B. Organisasi (Insident Command System)

Pemadaman kebakaran hutan dan lahan merupakan tindakan darurat, sehingga dibutuhkan pengorganisasian personil yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Organisasi ini dalam rangka memberikan peran dan tanggung jawab yang jelas dan tegas kepada semua personil dalam regu.

Prinsip utama dalam organisasi regu pemadaman adalah kesatuan komando dan rentang kendali. Dimana anggota regu harus tahu kemana melapor dan setiap anggota juga harus mengetahui tanggung jawab masing-masing dengan jelas.

Dalam organisasi regu pemadam kebakaran paling tidak harus memiliki perangkat:

1. Kepala regu, yang bertanggung jawab terhadap semua personil dan aktivitas pemadaman yang dilakukan, serta mengkoordinir kebutuhan pemadaman.2. Wakil kepala regu, yang bertugas membantu kepala regu dalam mengorganisir proses

pemadaman dan kebutuhan lainnya.3. Bagian mesin (pompa), bertanggung jawab terhadap mobilisasi dan pengoperasian

pompa selama proses pemadaman.4. Bagian selang dan nozzle, bertanggung jawab terhadap mobilisasi, distribusi dan

penggunaan selang dan nozzle.5. Bagian peralatan manual (handtools), bertanggung jawab terhadap mobilisasi, distribusi

dan penggunaan peralatan manual.6. Bagian logistik, yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan dan distribusi logistik

selama proses pemadaman berlangsung.

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 171: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

5

C. Rangkuman

Perencanaan digunakan untuk semua kebutuhan dalam proses pemadaman, baik kebutuhan peralatan, sumberdaya manusia, pendanaan, serta penyajian data dan informasi awal yang harus diketahui sebelum dimulainya proses pemadaman.

Prinsip utama dalam organisasi regu pemadaman adalah kesatuan komando dan rentang kendali. Dimana anggota regu harus tahu kemana melapor dan setiap anggota juga harus mengetahui tanggung jawab masing-masing dengan jelas.

D. Latihan

Peserta pelatihan diminta untuk menyusun organisasi kecil (regu) dalam pemadaman kebakaran hutan dan lahan, setiap orang dibagi peran dan tanggungjawabnya. Kemudian regu-regu yang dibentuk tersebut membuat perencanaan untuk kebutuhan pemadaman skala kecil di tingkat desa/kelurahan. Hasil perencanaan masing-masing regu dipresentasikan dan didiskusikan.

E. Evaluasi Hasil Belajar

1. Jelaskan mengapa kegiatan perencanaan penting dalam kegiatan pemadaman kebakaran hutan dan lahan!

2. Berikan contoh struktur regu terkecil dalam melakukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan, serta jelaskan secara ringkas tugas dan tanggung jawab dari masing-masing personil dalam regu tersebut!

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 172: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

6

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 173: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

7

3TEKNIK PEMADAMAN LANGSUNG

A. Metode Serangan Langsung

Metode pelaksanaan pemadaman langsung dilakukan dengan fokus pemadaman langsung pada titik api (lidah api). Proses pemadaman dilakukan dengan berkesinambungan untuk mendinginkan, mengibas memukul, memindahkan bahan bakar atau memadamkan nyala api. Tidak jarang untuk tindakan pengamanan dibuatkan ilaran api di sekeliling kebakaran (Anonim, 1999).

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pemadaman dengan metode langsung ini adalah:

1. Kondisi kebakaran tidak terlalu besar atau kondisi kebakaran berdasarkan hasil size-up masih dapat dilakukan dengan metode ini.

2. Kemampuan personil dan ketersediaan peralatan yang memadai.3. Kondisi keamanan (keselamatan kerja) terjamin, termasuk jalur penyelamatan jika kondisi dararut.4. Apabila intensitas kebakaran, panas, asap, serta keadaan lapangan memungkinkan.5. Untuk kebakaran yang cukup besar, sebaiknya dilakukan penyerangan (pemadaman)

melalui sayap api dan bagian belakang kebakaran.

Beberapa teknik pemadaman yang biasa dilakukan dengan metode langsung ini (Gunawan, 2011), yaitu:

1. Teknik pemadaman dengan mengurung

Gambar 1. Ilustrasi Teknik Pemadaman dengan Mengurung

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 174: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

8

a. Merupakan teknik paling dasar, biasa untuk kebakaran yang baru terjadi dan tidak banyak dipengaruhi oleh angin, serta di lokasi datar.

b. Pemadaman dengan posisi mengurung yang dipusatkan pada arah kobaran api yang besar.

c. Merupakan teknik yang efektif untuk kebakaran dengan arah yang belum pasti, seperti kebakaran permukaan lahan atau kebakaran rumput yang penjalarannya relatif sempit (luasan kecil).

d. Mengurung sambil mengendalikan lidah api penjalaran dengan metode menjepit. Selain itu, bila arah penjalaran telah pasti, pemadaman dilakukan dengan menempatkan kekuatan utama di depan arah api.

e. Pemadaman dengan mengurung dilakukan dengan menetapkan daerah pengendalian dan mengurungnya dari sisi luar lidah api, kemudian menyiramkan air, memukul api, dan menguruk dengan tanah.

2. Teknik pemadaman dengan menjepit dari samping

a. Merupakan teknik yang paling efektif untuk kebakaran hutan belukar, biasanya pada kebakaran lereng dengan penjalaran api yang cepat ke arah atas.

b. Pemadaman dilakukan dengan menyerang api dari arah samping.

c. Garis penjalaran api digiring ke atas punggung bukit dengan menekan pelebarannya, dan bila mungkin dikendalikan agar kobaran api melemah dengan membuat garis penahan api atau garis pertahanan di sekitar punggung bukit.

d. Bila kobaran api di arah kepala api cukup kuat, atau diperkirakan terdapat resiko berhadapan langsung di lereng curam, serangan dilakukan dari samping dan dicoba melemahkan kobaran api kemudian mematikannya di puncak bukit.

Gambar 2. Ilustrasi Teknik Pemadaman dengan Menjepit dari Samping

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 175: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

9

3. Teknik pemadaman dengan masuk dari areal bekas kebakaran

a. Merupakan teknik pemadaman secara langsung (air), dengan masuk melalui areal bekas kebakaran.

b. Efektif untuk kebakaran padang rumput dan semak belukar.

c. Pemadaman searah penjalaran api, bertujuan untuk mengejar laju kepala api.

d. Biasa digunakan untuk kebakaran dengan penjalaran api yang cepat dan jumlah regu pemadam terbatas (lemah).

4. Teknik pemadaman dengan memanfaatkan batas alami.

Gambar 3. Ilustrasi Teknik Pemadaman dengan Masuk dari Areal Bekas Kebakaran

Gambar 4. Ilustrasi Teknik Pemadaman dengan Memanfaatkan Batas Alami

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 176: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

10

a. Merupakan teknik pemadaman dengan memanfaatkan situasi yang menguntungkan di lokasi kebakaran sebagai faktor pembatas laju penjalaran api,

seperti sungai, jalan, celah hutan, dll.

b. Teknik ini juga bisa dikombinasikan dengan pembuatan ilaran api.

c. Teknik ini bisa digunakan untuk daerah datar dan relatif landai, terutama untuk kebakaran dengan luasan yang besar.

d. Pembuatan faktor pembatas atau ilaran api harus memperhitungkan arah angin.

B. Metode Serangan Paralel

Metode ini digunakan apabila kobaran api cenderung meningkat cepat dengan garis api yang berbelok-belok ke segala arah. Pemadaman paralel dilakukan dengan cara membuat ilaran api dekat dengan garis pinggir api. Ilaran api biasanya dihubungkan dengan sekat bakar alami seperti sungai dan jalan, kemudian pemadaman dikombinasikan dengan bakar habis (burn off). Dalam metode ini ilaran api dibuat relatif dekat dengan keliling api (jarak ternyaman/tidak panas untuk bekerja secara aman).

Menurut Vidiarina (2005) jika tidak ada sekat bakar alami, sekat bakar dibuat mengelilingi api. Bahan bakar yang sudah terlokalisir akan habis terbakar dan api akan padam dengan sendirinya. Namun api tetap dijaga di sekeliling sekat bakar untuk menghindari api loncat.

C. Rangkuman

Metode Serangan Langsung adalah pemadaman yang langsung dilakukan pada titik api, dengan teknik : mengurung, menjepit dari samping, masuk dari areal bekas kebakaran dan memanfaatkan batas alami.

Metode serangan paralel digunakan apabila kobaran api cenderung meningkat cepat dengan garis api yang berbelok-belok ke segala arah. Pemadaman dilakukan dengan cara membuat ilaran api dekat dengan garis pinggir api. Ilaran api biasanya dihubungkan dengan

Gambar 5. Ilustrasi Metode Serangan Paralel

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 177: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

11

sekat bakar alami seperti sungai dan jalan, kemudian pemadaman dikombinasikan dengan bakar habis (burn off).

D. Latihan

Peserta yang telah dibagi dalam regu-regu (sesuai latihan di bab II) diminta menceritakan dan mendiskusikan pengalaman pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang pernah dilakukan, termasuk pola pemadaman (teknik) yang diterapkan.

E. Evaluasi Hasil Belajar

1. Jelaskan mengapa pemadaman dengan metode serangan langsung dengan “teknik pemadaman mengurung” sulit dilakukan pada kebakaran yang relatif besar!

2. Jelaskan pada kondisi kebakaran seperti apa metode serangan paralel efektif dilakukan!

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 178: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

12

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 179: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

13

4TEKNIK PEMADAMAN TIDAK LANGSUNG

Teknik pemadaman tidak langsung biasanya dilakukan dengan mengkombinasikan pembuatan ilaran api dan metode bakar habis. Teknik pemadaman tidak langsung ini digunakan pada tipe kebakaran besar dengan laju penjalaran api sangat cepat, dimana metode pemadaman langsung tidak dapat atau riskan untuk dilaksanakan.

A. Metode dengan Pembuatan Ilaran Api

Metode ini bertujuan untuk memutuskan bahan bakar antara lokasi kebakaran dengan lokasi yang belum terbakar, sehingga menghambat laju kebakaran agar tidak meluas ke tempat lainnya.

Pembuatan ilaran api dilakukan dengan membersihkan vegetasi yang ada dengan menebang semak berkayu dan menebang cabang pohon. Lebar yang dibersihkan bervariasi antara 1-4 meter dan disingkirkan keluar dari ilaran api. Selanjutnya bersihkan bahan bakar permukaan yang masih tersisa sehingga tidak ada lagi peluang api untuk merambat. Besarnya api kebakaran menentukan panjangnya ilaran api yang dibuat, termasuk kecepatan menjalar api mempengaruhi jarak penempatan ilaran api dari kepala atau sayap api.

Gambar 7. Contoh Ilaran Api pada tanah mineral

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 180: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

14

Beberapa prinsip umum dalam penempatan lokasi dan pembuatan ilaran api :

1. Posisi ilaran api harus sedekat mungkin dengan sisi-sisi api.2. Jika api menjalar dengan kecepatan tinggi dan terlalu panas, maka ilaran api dapat

ditempatkan cukup jauh dari sisi-sisi api agar cukup waktu untuk membuat ilaran api.3. Memanfaatkan sekat bakar alami yang ada untuk menentukan lokasi ilaran api.4. Jika memungkinkan pilih daerah terbuka untuk menghindari kerja ekstra membabat

vegetasi.5. Hindari belokan yang tajam dalam pembuatan ilaran api.6. Singkirkan bahan bakar yang berpotensi tinggi di luar ilaran api.7. Tempatkan ilaran api cukup jauh dari pohon-pohon mati yang sedang terbakar (kira-kira

1,5 kali tinggi pohon terluar).

Beberapa bentuk ilaran api yang biasa digunakan dalam pemadaman kebakaran hutan dan lahan, yaitu:

1. Bentuk Paralel, yaitu ilaran api yang dibuat pada sisi kiri dan kanan kebakaran secara bersamaan. Teknis pembuatannya tergantung tipe bahan bakar, intensitas kebakaran dan kondisi lapangan. Bentuk ilaran api ini biasanya memanfaatkan batas-batas alami jalan dan sungai.

2. Bentuk pada bahan bakar yang tinggi, yaitu pembuatan ilaran api pada kondisi bahan bakar dengan pepohonan yang tinggi. Pohon sebaiknya ditebang untuk merendahkan tinggi bahan bakar. Kemudian dibuat ilaran api sesuai dengan kondisi lapangan.

3. Bentuk “V”, yaitu ilaran api yang dibuat pada daerah lereng dengan cara menggali (membuat parit) yang berfungsi untuk menampung bara api yang jatuh.

4. Bentuk parit berair, yaitu ilaran api yang dibuat pada daerah bergambut. Parit dibuat dengan cara menghadang arah penyebaran api di dalam gambut (dengan indikator asap).

5. Kedalaman parit tergantung dari permukaan air tanah, sebaiknya mencapai level air gambut (basah). Namun jika tidak memungkinkan dapat dibantu dengan pengisian air ke dalam parit tersebut dengan menggunakan mesin atau peralatan lainnya. Pastikan bahwa kondisi parit yang dibuat tersebut terisi air atau dalam keadaan basah, untuk membatasi perambatan api.

Gambar 8. Contoh Ilaran Api pada daerah gambut

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 181: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

15

B. Metode Bakar Habis (Burning Off)

Metode ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan bahan bakar yang masih tersisa antara ilaran api dengan arah menjalarnya api.

Secara teknis, bakar habis dilakukan dengan membuat ilaran api pada bagian kepala api dan bagian sayap api (kiri dan kanan), bahan bakar yang sudah dilokalisir akan habis terbakar sehingga api akan padam dengan sendirinya. Penjagaan dilakukan di sepanjang ilaran api untuk mencegah kebakaran akibat api loncat.

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan bakar habis adalah :

1. Bakar habis harus diperhitungkan dengan benar terkait kondisi cuaca (angin), bahan bakar, dan perilaku api, topografi.

2. Bakar habis adalah pekerjaan memiliki resiko berbahaya, sehingga harus dilakukan oleh personel yang berpengalaman dan jumlah peralatan yang cukup.

3. Bakar habis tidak dianjurkan pada tipe kebakaran bawah (gambut).4. Jika kebakaran sudah dapat dikendalikan, maka sebaiknya dikombinasikan dengan

teknik pemadaman langsung.

Ilaran api juga dapat dihubungkan dengan sekat bakar alami seperti sungai dan jalan.

C. Rangkuman

Pembuatan ilaran api untuk memutuskan bahan bakar antara lokasi kebakaran dengan lokasi yang belum terbakar, sehingga menghambat laju kebakaran agar tidak meluas ke tempat lainnya. Beberapa bentuk ilaran api, yaitu: bentuk paralel, bentuk pada bahan bakar yang tinggi, bentuk “V”, dan bentuk parit berair.

Teknik bakar habis dilakukan dengan membuat ilaran api pada bagian kepala api dan bagian sayap api (kiri dan kanan), bahan bakar yang sudah dilokalisir akan habis terbakar sehingga api akan padam dengan sendirinya. Penjagaan dilakukan di sepanjang ilaran api untuk mencegah kebakaran akibat api loncat.

Gambar 6. Ilustrasi Metode Bakar Balas

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 182: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

16

D. Latihan

Beberapa peserta pelatihan diminta untuk menceritakan pengalaman dalam pembuatan ilaran api atau sekat bakar, kemudian didiskusikan efektifitas dan permasalahan yang dihadapi.

E. Evaluasi Hasil Belajar

1. Jelaskan pada kondisi kebakaran seperti apa teknik pemadaman tidak langsung efektif dilakukan!

2. Jelaskan mengapa teknik pemadaman dengan metode bakar habis tidak dianjurkan dalam penanganan kebakaran di lahan gambut!

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 183: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

17

5TEKNIK PEMADAMAN BARA API (MOP-UP)

Sisa api pada bagian dalam tumpukan benda yang dapat terbakar seperti rongga kayu, akar kayu, pohon yang membusuk, sarang serangga akan terus menyala dalam jangka waktu yang lama. Bila tertiup angin api akan memercik, dan mengenai sisa benda yang dapat terbakar dan bisa menimbulkan kebakaran baru yang sangat membahayakan. Menurut Sumantri (2007) mop-up adalah suatu tindakan yang bertujuan agar lokasi kebakaran menjadi aman dengan menghilangkan atau mematikan seluruh bahan bakar yang masih terbakar/menyala/membara yang berada di sepanjang atau berdekatan dengan pinggiran areal yang terbakar. Kecermatan dalam pelaksanaan mop-up merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah kebakaran akan timbul lagi atau memerlukan pekerjaan tambahan untuk mengendalikan kebakaran baru.

A. Prinsip-Prinsip dalam Melakukan Mop-Up

1. Mulailah bekerja pada masing-masing posisi ilaran api dan pembakaran mantap yang telah dikerjakan dengan sempurna, utamakan situasi yang paling mengancam untuk ditangani pertama kali.

2. Biarkan saja bahan bakar terbakar jika menurut pandangan anda memang aman dan memberikan manfaat.

Gambar 9. Ilustrasi mop-up yang tidak sempurna

INI CUKUP BAIK UNTUK HARI INI... JANGAN KHAWATIR

DENGAN PEKERJAAN YANG BAGUS INI apa ???!!

ada kebakaran lagi ???

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 184: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

18

3. Apabila api kecil, regu segera memadamkan semua bara api yang ada di dalam lokasi kebakaran, dengan catatan jumlah/volume bahan bakar yang terbakar tidak terlalu besar.

4. Pada kebakaran besar material-material yang masih membara segera untuk dimatikan dengan lebar jalur kira-kira 30 meter dari ilaran api.

5. Cari sampai ketemu titik api yang masih terus membara.

6. Semua material yang masih membara yang tidak dapat dipadamkan dengan air atau tanah harus diratakan dengan baik di dalam ilaran api.

7. Tempatkan pada kondisi yang aman semua bahan bakar berat seperti kayu/log.

8. Cari dan keluarkan akar-akar yang membara dekat dengan ilaran api.

9. Pisahkan tumpukan bahan bakar untuk mengurangi panas dan bahaya bila terpecik api atau bara.

10. Bersihkan semua cabang-cabang di dalam ilaran api yang kemungkinan dapat tersulut api dan jatuh pada ilaran api.

11. Tempatkan bahan bakar yang mudah menggelinding pada posisi yang aman dan gali parit di bawah semua bahan bakar berat yang mudah menggelinding tersebut.

Gambar 10. Mencari Api Sisa (Bara Api)

Gambar 11. Penanganan bahan bakar yang mudah menggelinding

Cari bara api di bawah kayu

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 185: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

19

12. Cari indikasi api loncat, gunakan tangan jika memungkinkan untuk mengetahui bara.

13. Gunakan air dimanapun dan aplikasikan dalam mop-up, jika perlu tambahkan bahan campuran kimiawi lainnya.

14. Tipe bahan bakar, cuaca dan topografi semuanya berpengaruh pada operasi mop-up.

15. Pada kondisi bahan bakar ringan, dimana hampir semua bahan bakar terbakar, mop-up relatif lebih mudah dan tidak rumit. Regu pemadam memastikan bahwa bahan bakar yang masih membara dipisahkan, dikubur dan dimatikan sehingga tidak ada bara menyebar.

16. Pada lereng yang terjal atau pada situasi dimana bahan bakar padat sekali, membusuk, berat atau terbakar secara lambat, maka kegiatan mop-up memerlukan personil yang lebih banyak.

B. Prosedur Mop-Up

1. Pemadaman semua bara api dengan air atau tanah. Waspadai api loncat yang melintas ilaran api di depan api utama. Mop-up semua material yang ada di dekat ilaran pada kebakaran besar. Hal ini untuk memastikan bahwa api tidak akan menyala kembali, membentuk titik api baru atau melintas ilaran api.

2. Bahan bakar yang tidak sempurna terbakarnya biarkan terbakar dengan sendirinya atau dibakar sampai habis atau dimasukkan ke dalam api yang masih menyala. Bahan bakar ini dapat juga dibuang jauh dari bara api yang panas. Pindahkan atau pisahkan bahan bakar yang menumpuk atau yang mungkin menggelinding ke arah ilaran api.

Gambar 12. Teknik Mop-Up

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 186: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

20

3. Jatuhkan pohon mati yang terbakar ke arah dalam. Jika tidak memungkinkan maka bersihkan bahan bakar yang ada di sekelilingnya.

4. Bali log atau potong-potong untuk melihat bara yang ada di bawahnya, cacah bagian yang membara dan matikan.

5. Tonggak yang terbakar selalu menjadi masalah, karena api bisa mencapai akar pohon dan sulit untuk dikendalikan. Untuk itu, cek tonggak tersebut jika memungkinkan digali dan dicabut, tetapi jika tidak mungkin maka buatlah galian di sekelilingnya.

6. Hati-hati dengan bahan bakar kecil tapi padat seperti buah pinus dan kotoran mamalia besar yang mengering, yang kadang-kadang bisa membara untuk periode yang susah diduga. Sebaiknya hancurkan untuk menghindari masalah lebih lanjut.

C. Rangkuman

Pemadaman bara api (mop up) adalah suatu tindakan yang bertujuan agar lokasi kebakaran menjadi aman dengan menghilangkan atau mematikan seluruh bahan bakar yang masih terbakar/menyala/membara yang berada di sepanjang atau berdekatan dengan pinggiran areal yang terbakar. Mop up dilakukan untuk memastikan agar kebakaran tidak timbul lagi akibat sisa bara api yang menyala kembali.

D. Latihan

Beberapa peserta pelatihan diminta menjelaskan pengertian mop-up berdasarkan pemahaman masing-masing, dan mendiskusikan pengalaman terkait kejadian kebakaran berulang pada lokasi yang sama akibat tidak dilakukan mop-up saat pemadaman (studi kasus).

E. Evaluasi Hasil Belajar

1. Jelaskan bagaimana teknis mendeteksi bara api yang masih menyala pada kebakaran bawah (kebakaran gambut)!

2. Jelaskan bagaimana teknis melakukan mop-up pada daerah lereng dengan bahan bakar yang mudah menggelinding!

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 187: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

21

6TEKNIK PEMADAMAN GAMBUT

A. Proses Kebakaran Gambut

Kebakaran gambut merupakan kebakaran yang terjadi di bawah permukaan tanah (ground fire), karena bahan bakar yang tersulut api adalah gambut. Kebakaran gambut ini berbeda dengan kebakaran lainnya, karena kebakaran pada gambut memilki sifat dan persyaratan khusus yang memungkinkan gambut ini bisa terbakar. Dengan kata lain bahwa gambut dalam kondisi normal akan sulit terbakar, sehingga ada beberapa faktor dan kondisi yang dapat menyebabkan gambut terbakar (Gunawan, 2011).

Menurut Usup (2011) secara ringkas proses terjadinya kebakaran di lahan gambut adalah sebagai berikut:

1. Kebakaran gambut biasanya diawali dengan kebakaran permukaan. Masuknya api dari kebakaran permukaan ke gambut melalui media berupa bahan bakar berat seperti pohon atau tonggak yang masuk (menancap) ke dalam gambut, sehingga media ini yang akan menjadi penghantar panas (api) masuk ke dalam gambut.

2. Media penghantar panas pada kebakaran gambut di atas harus memiliki panas >600oC dengan lama waktu sekitar ±25 menit, maka dengan kondisi seperti ini baru gambut akan tersulut. Titik kebakaran ini disebut dengan ignition point (titik penyalaan).

3. Setelah gambut tersulut api seperti kondisi di atas, maka selanjutnya kebakaran akan terus merambat ke bawah dengan pola yang tidak teratur (zig zag), hal ini disebabkan karena perambatan api tergantung pada ketersediaan bahan bakar yang mudah tersulut api. Pada kondisi ini api akan terus merambat ke bahan bakar yang kering yang disebut initial stage (tahap pengapian).

Gambar 13. Kebakaran permukaan (surface fire) yang berlanjut pada kebakaran gambut (ground fire)

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 188: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

22

4. Proses selanjutnya api akan terus masuk ke dalam gambut (penetrated), sehingga membakar akar-akar pohon yang ada di sekitar daerah tersebut. Kondisi ini

mengakibatkan pohon-pohon yang ada menjadi tumbang. Pohon-pohon ini selanjutnya menjadi bahan bakar yang potensial untuk terjadinya kebakaran berulang (lanjutan) pada lokasi tersebut.

5. Jika kebakaran ini terjadi dalam kondisi stabil (tanpa pemadaman dan hujan), maka proses kebakaran gambut akan berulang kembali sebagaimana proses awal di atas,

demikian seterusnya yang memungkinkan kebakaran gambut terjadi dalam kurun waktu yang lama. Hal inilah yang membedakan kebakaran gambut dengan pola kebakaran lainnya.

Menurut Chandler et al. (1983a) dalam Syaufina (2008) kebakaran gambut didominasi oleh pembakaran smoldering (membara tanpa nyala), dimana api bertahan pada laju pembakaran yang sangat rendah dari beberapa desimeter hingga puluhan meter perhari atau selama berminggu-minggu dengan laju kurang dari 1,5 gr permeter persegi perjam atau 0,025 cm penurunan lapisan tanah perjam.

B. Pemadaman Kebakaran Gambut

Pada prinsipnya kebakaran gambut selalu diawali dengan kebakaran permukaan. Sehingga beberapa langkah yang harus dilakukan ketika melakukan pemadaman gambut adalah:

1. Kerahkan regu secara cepat untuk mengejar api permukaan dengan kombinasi berbagai teknik pemadaman, seperti metode serangan langsung, metode paralel, dan metode dengan pembuatan ilaran api. Hal ini untuk menekan meluasnya kebakaran

gambut yang diakibatkan oleh penjalaran api permukaan.

2. Lakukan pengecekan tingkat kematangan gambut. Cara sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan menggenggam/ memeras sampel gambut dan dimasukan ke

dalam air. Jika tersisa >60% pada genggaman maka gambut di lokasi tersebut dominan

Gambar 14. Smoldering Zone (membara tanpa nyala)

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 189: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

23

mentah. Jika sebaliknya, gambut yang tersisa sedikit (<60%) maka lokasi tersebut didominasi oleh gambut matang. Tingkat kematangan gambut akan berpengaruh pada pola kebakaran, seperti:

a. Jika gambut matang, maka kebakaran bawah berbentuk sumur (penjalaran api lebih lambat)

b. Jika gambut mentah, maka kebakaran bawah berbetuk lorong (penjalaran api lebih cepat).

3. Lakukan pengecekan kedalaman permukaan air tanah dari atas lahan gambut, hal ini untuk mengetahui intensitas api tergolong lemah, sedang, atau kuat.

4. Dalam pemadaman gambut lebih diutamakan dengan melakukan injeksi nozzle (suntikan gambut) pada lapisan gambut yang terbakar, hal ini bertujuan untuk

meningkatkan kadar air gambut dan mengurangi sirkulasi oksigen dalam gambut, sehingga penjalaran api menjadi kecil dan akan mudah dipadamkan.

5. Selain itu pada kebakaran gambut dalam skala luas dapat dilakukan pembuatan ilaran api bentuk “parit berair” untuk menghambat penjalaran api dari bawah permukaan.

6. Penyemprotan air di permukaan gambut juga diperlukan untuk mengurangi panas.

C. Rangkuman

Kebakaran gambut selalu diawali dengan kebakaran permukaan. Tingkat kematangan gambut akan berpengaruh pada pola kebakaran, jika gambut matang maka kebakaran bawah berbentuk sumur (penjalaran api lambat), sedangkan gambut mentah maka kebakaran bawah berbetuk lorong (penjalaran api cepat).

Dalam pemadaman gambut lebih diutamakan dengan melakukan injeksi nozzle (suntikan gambut) pada lapisan gambut yang terbakar, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kadar air gambut dan mengurangi sirkulasi oksigen dalam gambut, sehingga penjalaran api menjadi

Gambar 15. Pemadaman dengan Suntikan Gambut

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 190: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

24

kecil dan akan mudah dipadamkan. Selain itu pada kebakaran gambut dalam skala luas dapat dilakukan pembuatan ilaran api bentuk “parit berair” untuk menghambat penjalaran api dari bawah permukaan.

D. Latihan

Peserta pelatihan diminta untuk mendiskusikan pola dan karakteristik kebakaran gambut berdasarkan pengalaman di daerah masing-masing, serta cara pemadaman yang pernah dilakukan. Diskusikan pula efektifitas dan efisiensi cara penanganan yang dilakukan.

E. Evaluasi Hasil Belajar

1. Jelaskan bagaimana menentukan tingkat kematangan gambut secara sederhana, serta jelaskan bagaimana pola kebakaran gambut berdasarkan tingkat kematangannya!

2. Jelaskan mengapa penyemprotan air di atas permukaan gambut juga diperlukan pada saat pemadaman kebakaran bawah (gambut)!

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 191: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

25

7PENUTUP

Teknik pemadaman kebakaran hutan dan lahan merupakan bagian penting dari proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan. Teknik ini sangat menentukan tingkat efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pemadaman di lapangan. Dalam teknik pemadaman ditentukan rangkaian proses pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan, mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, serta penentuan strategi dan metode pemadaman yang efektif, termasuk teknik pemadaman api sisa.

Selain itu, mengingat kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah didominasi oleh daerah gambut, maka pemahaman tentang karakteristik kebakaran gambut serta teknik pemadamannya menjadi faktor penentu tingkat keberhasilan pemadaman di daerah gambut.

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 192: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

26

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 193: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

27

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1999. Materi Pelatihan Pencegahan dan Pemadaman Kebakaran Hutan. Proyek Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan Departemen Kehutanan FFPMP-JICA. Jakarta.

Asli, 2011. Teknik Pemadaman Kebakaran Hutan. Bahan ajar dalam rangka Diklat Pengendalian Kebakaran Hutan. Balai Diklat Kehutanan Samarinda.

Gunawan, Budi, 2011. Teknik dan Strategi Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan. Bahan Ajar Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Taman Nasional Lore Lindu. Palu.

Gunawan, Budi, 2011. Tipologi Kebakaran dan Strategi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Propinsi Kalimantan Tengah. Makalah Porgram Pasca Sarjana Universitas Palangka Raya. Palangka Raya.

Sumantri, 2007. Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan. Sebuah pemikiran, teori, hasil praktek, dan pengalaman lapangan. Direktorat Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) – Japan Internasional Cooperation Agency (JICA). Jakarta.

Syaufina, Lailan, 2008. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Perilaku api, penyebab, dan dampak kebakaran. Bayumedia Publishing. Malang.

Usup, Aswin. 2011. Characteristics of Peatland Fire in Central Kalimantan. Research Center for Forest and Peatland Fire of Palangka Raya University, Central Kalimantan, Indonesia.

Vidiarina, 2005. Mengelola Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan. Program Leader CARE International-Indonesia. Palangka Raya.

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 194: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

28

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 195: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

29

BIODATA PENULIS

Gunawan Budi H.Merupakan pegawai negeri sipil Kementerian Kehutanan yang kesehariannya sebagai Kepala Daerah Operasi Brigdalkarhut Manggala Agni Palangka Raya Kalimantan Tengah. Memulai karir dalam bidang pengendalian kebakaran hutan dan lahan tahun 2001, sejak menjadi counterpart di Taman Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat pada proyek FFPMP2 kerjasama Dephut-JICA.

Mukti AjiDilahirkan di Desa Wangon, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas pada tanggal 24 Desember 1975 adalah anak ke-9 dari 12 bersaudara pasangan Mukhlas Syaifurahman dan Muslimah. Meraih gelar Sarjana Kehutanan pada tahun 1999 di Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Melanjutkan kuliah di Program Magister Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Universitas Palangka Raya, dan meraih gelar M.Si pada tahun 2009. Saat ini bekerja di Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah.

TEKNIK PEMADAMAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Page 196: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

30

KESELAMATAN KERJADAN P3K

Page 197: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

i

KESELAMATAN KERJADAN P3K

Ary Wijayanti, SKM, MPHdr. Probo Wuryantoro

Page 198: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

ii

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Penulis:Ary Wijayanti, SKM, MPH

dr. Probo Wuryantoro

Editor:Mayang Meilantina

Yulius SadenEmanuel Migo

Diterbitkan oleh:Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

Page 199: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iii

Kata Pengantar ......................................................................................................................................................................... iDaftar Isi ........................................................................................................................................................................................ v

1. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1A. Latar Belakang ................................................................................................................................................... 1 B. Ruang Lingkup .................................................................................................................................................. 2C. Maksud dan Tujuan ........................................................................................................................................ 2D. Tujuan Pembelajaran ..................................................................................................................................... 2E. Pokok Bahasan................................................................................................................................................... 2

2. BAHAYA KEBAKARAN ........................................................................................... 3 A. Bahaya Nyata ...................................................................................................................................................... 3B. Bahaya Potensial .............................................................................................................................................. 5C. Tata Cara Menghindari Bahaya ............................................................................................................... 5D. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 6E. Latihan .................................................................................................................................................................... 6F. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 6

3. KESELAMATAN KERJA DAN ALAT PELINDUNG DIRI ........................................... 7 A. Keselamatan Kerja ........................................................................................................................................... 7B. Alat Pelindung Diri .......................................................................................................................................... 10C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 13D. Latihan .................................................................................................................................................................... 13E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 13

4. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)........................................ 15A. Bantuan Hidup Dasar (BHD) ..................................................................................................................... 15B. Balut Bidai ............................................................................................................................................................. 23C. Penanganan Luka ............................................................................................................................................ 29D. Evakuasi Korban ............................................................................................................................................... 31E. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 33F. Latihan .................................................................................................................................................................... 34G. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 34

5. PRAKTEK KESELAMATAN KERJA DAN P3K .......................................................... 35

6. PENUTUP ............................................................................................................... 41

Daftar Pustaka ........................................................................................................................................................................... 43

DAFTAR ISI

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 200: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iv

Lampiran 1. .................................................................................................................................................................................. 45Lampiran 2 .................................................................................................................................................................................. 47Lampiran 3 .................................................................................................................................................................................. 49Lampiran 4 .................................................................................................................................................................................. 51Lampiran 5 .................................................................................................................................................................................. 53Biodata Penulis ......................................................................................................................................................................... 55

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 201: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

1

1PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi gawat darurat dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Sebagian besar kondisi tersebut justru terjadi bukan di tempat yang dekat dengan sarana pelayanan kesehatan atau dekat dengan petugas yang kompeten. Indonesia terletak pada posisi Ring of Fire dan beresiko terjadi bencana seperti gempa, tsunami, banjir, dan kebakaran hutan. Namun sangat disayangkan, masyarakat awam di Indonesia tidak pernah siap menghadapi bencana baik bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia itu sendiri. Untuk itu sebaiknya masyarakat awam, termasuk yang tinggal di dekat kawasan hutan lindung atau di daerah pemukiman, diberi pengenalan dan dibekali pengetahuan tentang penanganan sederhana kondisi kegawatdaruratan, sehingga dapat memberikan pertolongan pertama pada korban kegawatdaruratan dan tidak melakukan tindakan yang justru akan menambah berat kondisi korban. Penanganan sederhana tersebut sering disebut dengan istilah Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K).

Harus disadari bahwa penanganan pertama korban bencana sangat bergantung dari tindakan yang dilakukan tim penyelamat di lapangan. Dokter di rumah sakit sering mendapati korban diselamatkan dengan cara yang tidak benar, yang justru memperburuk kondisi korban. Padahal, yang sebenarnya beberapa korban dapat diselamatkan dengan tindakan yang sederhana. Tim kesehatan mempunyai anggota khusus terlatih untuk membantu korban bencana. Tetapi kedatangan mereka membutuhkan waktu. Di lain pihak, korban selamat sebenarnya dapat melakukan pertolongan pertama sesegera mungkin sebelum tim kesehatan datang.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja. Manajemen modern memasukan keselamatan kerja sebagai satu bagian dari ruang lingkup ketatalaksanaan yang dilakukannya. Hanya dengan penerapan keselamatan kerja yang baik, manajemen dapat berfungsi dengan baik.

Keselamatan kerja merupakan upaya pengendalian untuk pencegahan kecelakaan kerja disamping mencegah korban manusia menderita luka, cacat dan kematian, juga mengurangi atau meniadakan kerugian harta benda. Karena itu, masyarakat atau kelompok yang peduli terhadap penanganan kebakaran hutan, sebaiknya diberi pengenalan dan dibekali pengetahuan keselamatan kerja, agar tidak terjadi kecelakaan dalam melaksanakan tugasnya.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 202: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

2

B. Ruang Lingkup

Mata diklat keselamatan kerja dan P3K ini disampaikan selama 6 jam pelajaran latihan (JPL) @45 menit terdiri dari teori 1 JPL, praktek 5 JPL dengan pokok bahasan yaitu mengenal bahaya, keselamatan kerja, alat pelindung diri , pertolongan pertama pada kegawatdaruratan seperti: balut bidai, luka bakar, bantuan hidup dasar, serta evakuasi korban.

C. Maksud & Tujuan

Modul ini disusun sebagai acuan dan pedoman bagi para peserta diklat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat khususnya yang diselenggarakan oleh Training Center REDD+ Palangka Raya dan umumnya para instruktur yang melakukan kegiatan pembelajaran.

Tujuannya adalah memudahkan peserta diklat mempelajari dan memahami materi Keselamatan Kerja dan P3K dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan dapat mencapai hasil yang lebih efektif dan efisien.

D. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU); setelah mempelajari materi, peserta dapat memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan serta memperhatikan keselamatan kerja saat penanganan kebakaran hutan.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus(TPK): setelah mengikuti materi ini peserta diharapkan mampu :

a. Menjelaskan mengenai bahaya dan menghindarinyab. Menjelaskan Keselamatan Kerja dan Alat Pelindung Diri c. Melakukan Bantuan Hidup Dasar d. Melakukan balut bidai e. Melakukan penanganan luka

E. Pokok Bahasan

1. Pokok Bahasan 1 : Bahaya kebakaran hutan dan cara menghindarinya2. Pokok Bahasan 2 : Keselamatan Kerja dan Alat Pelindung Diri 3. Pokok Bahasan 3 : Bantuan Hidup Dasar4. Pokok Bahasan 4 : Balut Bidai 5. Pokok Bahasan 5 : Penanganan luka

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 203: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

3

2BAHAYA KEBAKARAN

Kebakaran adalah salah satu hal yang mengerikan yang bisa ditemukan dalam kehidupan, dimana api menjadi tidak terkontrol dan melahap hampir semua hal. Kebakaran hutan merupakan salah satu kebakaran paling sering terjadi di alam, walaupun tentunya kita lebih sering menyaksikan melalui warta berita bahwa kebakaran juga dapat terjadi di sekitar kita, terutama di perumahan atau pemukiman penduduk. Orang-orang takut akan kebakaran, karena selain sulit dihentikan dan dipadamkan, ia tak kenal ampun melalap apapun, mulai dari rumah tempat tinggal, perabotan, harta benda, sandang dan pangan, bahkan nyawa manusia. Sering kali selain tumpukan arang, abu dan puing yang menghitam, ada isak tangis setelah kebakaran besar.

A. Bahaya Nyata

Yang dimaksud dengan bahaya nyata yaitu bahaya yang terlihat dan terasa langsung oleh kita seperti nyala api, asap, debu, hawa panas, dahan/pohon yang mati, tebing, dan lain sebagainya. Bahaya ini lebih mudah diantisipasi, karena bahaya nyata dapat dengan mudah kita perkirakan untuk menghindarinya.

Korban jiwa, kematian, yang berhubungan dengan kebakaran paling banyak terjadi karena menghirup asap dari peristiwa kebakaran itu sendiri. Diperkirakan sekitar 50%-80% kematian pada saat kebakaran dikarenakan menghirup asap daripada luka bakar.

Menghirup asap ketika bernapas di produk-produk pembakaran selama suatu kebakaran berdampak sangat buruk. Pembakaran dihasilkan dari pemecahan yang teramat cepat

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 204: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

4

suatu substansi oleh panas (secara umum disebut terbakar). Asap adalah campuran partikel-partikel dan gas-gas terpanaskan. Begitu tidak mungkin memprediksikan komposisi asap yang dihasilkan oleh suatu kebakaran. Bahan-bahan yang terbakar, temperatur api (panas), dan jumlah oksigen yang tersedia saat kebakaran menciptakan berbagai tipe asap yang bisa dihasilkan (terkait reaksi fisika dan kimia).

Menghirup asap dapat merusak tubuh dengan cara asfiksia (sesak) yang sederhana, yaitu tubuh menjadi kekurangan oksigen untuk bernapas. Selain itu bisa juga menyebabkan iritasi secara kimiawi, sesak napas secara kimiawi, atau kombinasi dari beberapa atau semua kondisi tersebut.

Sesak napas sederhana (simple asphyxiants) terjadi ketika pembakaran menggunakan oksigen di sekitar api dan menghabiskannya, sehingga menyebabkan kematian jika orang yang terjebak tidak lagi mendapatkan oksigen untuk bernapas. Asap sendiri dapat mengandung produk-produk yang tidak berbahaya bagi seseorang, namun karbon dioksida mengambil “ruang” yang diperlukan oleh oksigen.

Bahan-bahan iritan juga bisa dihasilkan dari pembakaran, biasanya bahan ini akan segera mengiritasi begitu terkena pada kulit atau pun membran mukosa (seperti di dalam mulut). Substansi-substansi ini merusak sel-sel pelapis traktus repiratorius (saluran napas), hal ini potensial menyebabkan pembengkakan, kolaps saluran napas dan distres respirasi (gagal napas). Contoh iritan-iritan kimiawi yang bisa ditemukan di dalam asap seperti sulfur dioksida, amonia, hidrogen klorida, dan klorin.

Beberapa zat dapat menyebabkan asfiksia secara kimiawi (chemical asphyxiants). Beberapa senyawa yang dihasilkan saat kebakaran dapat mengganggu penggunaan oksigen tubuh pada tingkat seluler. Karbon monoksida, hidrogen sianida, dan hidrogen sulfida adalah contoh-contoh kimiawi yang dapat dihasilkan pada suatu kebakaran yang mampu mengganggu penggunaan oksigen pada sel selama proses penghasilan energi. Baik pada mekanisme penghantaran atau pun pada penggunaan oksigen terganggu atau terhambat, maka sel-sel akan mati. Keracunan karbon monoksida sebagaimana yang sering kita dengar, adalah salah satu penyebab tertinggi kematian oleh penghirupan asap.

Ketika orang menghirup asap dalam jumlah dan kandungan yang lebih banyak daripada tubuhnya dan tidak dapat tanggulangi, bisa dikatakan orang tersebut mengalami keracunan asap. Gejala yang mungkin muncul dan dapat kita kenali antara lain batuk,

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 205: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

5

napas memendek, serak, nyeri kepala, dan perubahan status mental secara akut. Tanda-tanda seperti jelaga di saluran napas atau perubahan warna kulit dapat membantu dalam menentukan derajat keparahan.

Batuk terjadi ketika membran mukosa pada saluran napas teriritasi, dan menghasilkan lebih banyak mukosa. Spasme bronkus dan produksi mukosa yang meningkat mengarahkan pada terjadinya batuk secara refleks. Mukosa bisa jadi jernih atau kehitaman tergantung pada derajat partikel-partikel hasil pembakaran yang terkumpul di paru atau trakea.

Napas menjadi pendek disebabkan adanya luka langsung pada saluran napas, menyebabkan penurunan oksigen yang dihantarkan ke darah, menurunnya kemampuan darah mengangkut oksigen karena zat-zat kimia di dalam asap, atau ketidakmampuan sel-sel tubuh menggunakan oksigen. Pasien bisa jadi bernapas cepat sebagai usaha mereka mengkompensasi kondisi ini.

Suara serak (kelainan pada suara napas) dapat merupakan tanda cairan terkumpul pada saluran napas atas dan menyebabkan penyumbatan. Zat-zat kimia yang iritatif dapat menyebabkan spasme pita suara, pembengkakan dan konstriksi (penyempitan) saluran napas atas. Mata bisa menjadi kemerahan karena iritasi asap, dan bisa terdapat tanda terbakar pada kornea dan bulu mata. Warna kulit dapat bervariasi dari pucat ke cerah.

Jelaga pada lubang hidung dan tenggorokkan bisa menjadi petunjuk derajat asap yang telah dihirup. Lubang hidung dan jalur napas di hidung dapat saja membengkak.

Pada semua jenis kebakaran, orang-orang terpapar karbon monoksida dalam jumlah yang beragam. Pasien bisa jadi tidak mengalami masalah pernapasan, namun masih mungkin menghirup sejumlah karbon monoksida. Akibatnya bisa muncul gejala-gejala seperti sakit kepala, mual dan muntah.

Perubahan status mental dapat terjadi karena asfiksia kimiawi dan rendahnya kadar oksigen. Bingung, jatuh pingsan, kejang hingga koma adalah komplikasi-komplikasi potensial ketika orang menghirup asap kebakaran.

B. Bahaya Potensial

Yang dimaksud dengan bahaya potensial yaitu bahaya yang belum kita ketahui dan mungkin terjadi, seperti perubahan arah angin, peralatan yang digunakan, termasuk rekan kerja kita sendiri. Peralatan yang digunakan sebenarnya untuk membantu kita dalam bekerja, tetapi kalau teledor atau kurang hati-hati menggunakan dapat menyebabkan kecelakaan.

C. Tata Cara Menghindari Bahaya

Pada saat melakukan pemadaman adakalanya kita terkepung oleh asap tebal, hawa panas dan bahkan terkena nyala api.

1. Asap dan debu

Asap dan debu menyebabkan para petugas sulit bernafas dan penglihatan terganggu karena tebalnya asap. Oleh karena itu petugas dianjurkan menggunakan masker untuk mengurangi serangan asap dan debu tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi asap yang terlalu tebal dan kita tidak dapat lari dari kepungannya yaitu bertelungkup dengan mulut dan hidung didekatkan dipermukaan tanah, karena semakin dekat dengan permukaan tanah asap semaking berkurang.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 206: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

6

2. Hawa panas

Hawa panas menyebabkan keluar keringat yang banyak (dehidrasi) sehingga tubuh cepat kekurangan air yang menyebabkan cepat lelah. Untuk mengurangi hawa panas menyerang pada tubuh, kita harus menggunakan alat pelindung diri diantaranya baju dan celana panjang yang terbuat dari katun, dan dianjurkan banyak minum untuk menghindari dehidrasi.

3. Nyala api

Nyala api menyebabkan luka bakar dan merusak jaringan kulit dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Luka bakar yang sering terjadi yaitu disebabkan oleh api loncat/terbang terbawa angin. Salah satu cara untuk menghindari api terbang kita harus berada di belakang api, jangan di depan atau pada posisi kepala api.

4. Bahaya Potensial

Kesalahan prosedur dalam pemakaian alat-alat yang digunakan dalam pemadam kebakaran, kesalahan personil (human error), dapat dihindari dengan; mengenal tata kerja alat-alat (petunjuk manual), kerjasama antar anggota tim harus kompak, kepatuhan kepada standar operasional dan prosedur (SOP), sistem komando yang konsisten, serta latihan tim secara berkala/rutin

D. Rangkuman

Masyarakat harus mengetahui macam-macam bahaya yang ditimbulkan dari kebakaran hutan, sehingga dapat memperkirakan dampak yang akan terjadi, baik pada diri pribadi maupun pada masyarakat luas. Masyarakat juga dapat mengetahui apa yang harus disiapkan guna memberikan pertolongan pertama, dan bahaya yang mungkin terjadi pada saat pemadaman dan cara menghindarinya.

E. Latihan

Semua peserta diminta memeriksa karak hidung masing-masing, apa warnanya? Apabila hitam, berarti udara yang dihirup, adalah udara kotor atau mengandung polutan asap/jelaga.

F. Evaluasi Hasil Belajar

Meminta salah satu peserta untuk menjelaskan apa saja bahaya kebakaran terhadap pernafasan, dan bagaimana cara mengatasinya?

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 207: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

7

3KESELAMATAN KERJA DAN ALAT PELINDUNG DIRI

A. Keselamatan Kerja

Kegiatan pemadaman kebakaran hutan merupakan aktifitas yang selalu berhadapan dengan bahaya. Bahaya dapat dikurangi atau dicegah dengan mempelajari dan mentaati aturan keselamatan dan melakukan latihan-latihan keselamatan. Keselamatan petugas pemadam merupakan hal yang paling pertama diperhatikan sesuai standart keselamatan yang ada. Hemat tenaga dan jangan emosional yang berakibat menguras tenaga. Terlebih karena kita bekerja di tempat yang panas sehingga mudah terjadi dehidrasi (hilangnya cairan tubuh).

1. Faktor-Faktor yang mempengaruhi keselamatan kerja

Faktor-faktor yang dapat menentukan keselamatan kerja dilihat dari faktor-faktor yang mempunyai dampak terhadap perilaku manusia (human behaviour) antara lain:

a. Faktor Individu

o Usia pekerjaMakin tua seorang pekerja, gerakan fisiknya makin lambat dan memerlukan waktu lebih lama untuk membuat keputusan dalam situasi kritis.

o Pengalaman pekerjaPekerja yang baru atau belum pengalaman mempunyai tingkat kecelakaan lebih tinggi daripada yang sudah berpengalaman.

o Pribadi pekerja (personality)Adakalanya seorang pekerja kurang memperhatikan keselamatan kerja walaupun yang bersangkutan sudah mengetahui bahaya yang mungkin terjadi, sehingga sering mengalami kecelakaan.

o MotivasiMotivasi seseorang untuk bekerja secara aman dan cepat akan mempunyai dampak yang besar terhadap keselamatan kerja.

o Norma sosialPada masyarakat tertentu adalah kewajaran bagi laki-laki untuk menentang bahaya. Hal ini sering bertentangan dengan upaya keselamatan kerja.

b. Karakteristik Tempat Kerja

o Persepsi/PemikiranPekerja yang memerlukan persepsi/pemikiran yang tinggi akan menimbulkan kelelahan lebih cepat, sehingga kemungkinan lebih besar untuk berbuat salah.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 208: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

8

o Pembuatan keputusanDalam banyak hal, pekerja perlu segera mengambil keputusan mengenai kegiatannya. Tuntutan memenuhi kecepatan dalam membuat keputusan menambah peluang untuk terjadinya kecelakaan.

o Desain peralatan dan bahanBanyak peralatan yang dipergunakan yang pembuatannya tanpa atau kurang memperhatikan prinsip-prinsip keselamatan kerja, sehingga dalam penggunaannya sering mengakibatkan kecelakaan.

c. Karakteristik Situasional

o Faktor lingkungan kerja.Faktor lingkungan seperti suhu, polusi udara, suara yang terlalu nyaring, dan lain-lain mempunyai dampak yang nyata terhadap perilaku manusia. Misalnya suhu rendah akan mengurangi kepekaan jari-jari untuk mendeteksi dan menghindari situasi yang berbahaya. Sebaliknya suhu tinggi akan meningkatkan tekanan fisiologis dan dehidrasi yang menyebabkan cepat kelelahan, sehingga berpeluang besar untuk terjadinya kecelakaan.

o Jadwal kerjaPeriode waktu kerja dan istirahat sangat berpengaruh terhadap kebugaran pekerja. Waktu bekerja yang panjang dengan waktu istirahat yang singkat, dapat menimbulkan kelelahan, sehingga menjelang akhir waktu kerja kondisi fisik pekerja menjadi rentan terhadap kecelakaan.

o Penggunaan peralatanDalam kegiatan di lapangan diperlukan berbagai peralatan baik peralatan manual, peralatan semi mekanis maupun peralatan mekanis. Penggunaan berbagai jenis peralatan tersebut mempunyai kemungkinan resiko kecelakaan yang perlu diperhitungkan dan diantisipasi sebelumnya.

2. Keselamatan dalam Penggunaan Peralatan Manual

Peralatan manual seperti parang/mandau, kapak, cangkul, sekop, dan lain-lain dalam penggunaannya harus memperhatikan keselamatan pengguna dan orang lain di sekitarnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan tersebut antara lain;o Untuk parang/mandau perhatikan desain kiri atau kanan, jika desain kanan jangan

digunakan di tangan kiri, karena tingkat bahaya yang mungkin terjadi lebih besar.

o Perhatikan tangkai atau gagang peralatan yang digunakan, jangan sampai ada yang longgar, mau patah atau kerusakan lainnya. Jika ada yang akan rusak diperbaiki terlebih dahulu barulah digunakan.

o Peliharalah ketajaman peralatan, agar mudah digunakan dan mengurangi resiko kecelakaan.

o Saat menggunakan peralatan, perhatikan rekan sekerja lainnya yang berdekatan, agar tidak mencederai rekan kerja lain.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 209: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

9

3. Keselamatan dalam menggunakan pompa air (pompa portable)

Peralatan pompa air (portable) selalu dipelihara kondisinya agar mudah dihidupkan, hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

• Mesinpompaselaludipeliharakondisinyaagarmudahdihidupkan.

• Tempatkanmesinpompapadatempatyangkokoh,sehinggatidakbergeserpadasaat getaran mesin.

• Petugasmesinselaluberkomunikasidenganpemegangnozel yang di depan.

• Pada saat mesin hidup, peganglah nozel dengan kuat, agar nozel tersebut tidak terlempar jika datang tekanan tinggi.

4. Keselamatan dalam menggunakan mobil pemadam

Mobil pemadam dalam penggunaannya harus memperhatikan keselamatan pengguna dan orang lain di sekitarnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

• Mobilpemadamselaludipeliharakondisinyaagarmudahdigunakan.

• Dalam mengendarai mobil harus membawa surat kendaraan dan selalumemperhatikan peraturan lalu lintas.

• Saat mobil beroperasi, depan mobil diposisikan pada jalan, agar mudah untuk keluar dengan cepat.

• Petugasmesinselaluberkomunikasidenganpemegangnozel yang di depan.

• Pada saat mesin hidup, peganglah nozel dengan kuat, agar nozel tersebut tidak terlempar jika datang tekanan tinggi.

5. Keselamatan ketika berjalan kaki.

Ketika berjalan kaki baik pada saat pergi maupun pulang dari pemadaman kebakaran hutan harus selalu memperhatikan kaidah-kaidah keselamatan kerja. Hal-hal yang

perlu diperhatikan, antara lain;

• Jikamemungkinkan,hindariruteperjalananyangnaikturundanberikesempatanistirahat, kalau terlihat sudah lelah.

• Janganlewatdibawahpohonyangsudahmati,khawatirdahannyaakanjatuh.

• Jaga jarak sekitar sekitar 2meterdalambarisan, danbawalahdenganmenjinjingperalatan yang tajam.

• Janganterpisahterlalujauhdenganrekanlainnya.

• Sampaikankepadayanglainjikaadabahayayangmengancamselamaperjalanan.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 210: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

10

B. Alat Pelindung Diri

Perlengkapan perlindungan diri personil ini sangat penting untuk menjaga keselamatan dan keamanan bagi para personil dalam kegiatan pemadaman saat bekerja memadamkan api. Adapun perlengkapan tersebut adalah :

1. Sepatu pelindung kaki (safety shoes)

Sebaiknya sepatu yang digunakan terbuat dari bahan kulit dengan alas cukup tebal agar tidak mudah panas, dan tinggi sekitas 20 cm menutup kaki.

2. Pakaian Pelindung (wearpak)

Disarankan untuk personil yang melakukan kegiatan pemadaman api untuk menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang, jenis pakaian ini dapat terbuat dari bahan katun 100 %, agar terasa dingin dan tidak mudah terbakar dibandingkan dengan bahan yang mengandung karet.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 211: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

11

3. Sarung Tangan

Sarung tangan digunakan untuk melindungi tangan agar tidak lecet (terkelupas) saat bekerja menggunakan peralatan tangan. Sarung tangan juga untuk melindungi dari panas bara saat Mop-Up. Sarung tangan juga dipakai melindungi tangan saat menangani :

a. Zat korosif kulit seperti: asam sulfat, asam nitrat, perak nitrat, asam klorida, natrium hidraoxida

b. Zat beracun yang terabsorbsi lewat kulit seperti: cyanide, benzena, larutan krom

c. Bahan/pekerjaan pada suhu yang tinggi

4. Kacamata (gogles)

Sebagai pelindung mata. Mata dan muka adalah organ tubuh yang sangat rawan terhadap bahan-bahan korosif: asam sulfat, soda, lemparan benda-benda kecil dan lain-lain.

5. Helm

Helm digunakan untuk melindungi kepala dari benturan ringan/keras atau jatuhan ranting yang mungkin terjadi saat bekerja di dalam hutan.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 212: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

12

6. Masker

Masker sebagai pelindung pernapasan dari sumber bahaya di udara tempat kerja seperti: pencemaran udara oleh gas/uap, partikel (debu, asap, fumes), kekurangan oxygen. Macam masker yang digunakan adalah:

a. Masker Kain : Masker ini gunakan untuk daerah tingkat polusi rendah

b. Masker 3M : Masker ini gunakan untuk daerah yang dianggap tingkat polusi udara menengah, debu, partikel-partikel, dll

c. Masker Kepala babi (Chemical Respirator) : Masker ini gunakan untuk daerah yang dianggap tingkat polusi tinggi yang dapat mengakibatkan penapasan terganggu pada saat menghirup udara

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 213: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

13

7. Senter dan lampu kepala

Alat ini sangat penting digunakan saat bekerja pada malam hari, dimana kondisi setelah api padam menjadi gelap dan akan sulit bila personil tidak memiliki senter atau lampu kepala yang dipasang di helm yang digunakan.

8. Kopel

Sebagai ikat pinggang , cantolan botol air, dan tempat peralatan lainnya

C. Rangkuman

Keselamatan kerja selain dipengaruhi oleh manusia (human factor) atau petugas/pekerja, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kondisi kerja. Alat pelindung diri (APD) sangat berpengaruh terhadap keselamatan kerja, sehingga petunjuk operasional (manual) tentang pemakaian serta perawatannya harus benar-benar diperhatikan, dan setiap jenis APD diciptakan sesuai karakteristik dan lokasi pekerjaan.

D. Latihan

Meminta salah satu peserta untuk praktek memakai salah satu masker, perhatikan tata cara pemakaiannya, lalu peserta lain mendiskusikannya apa manfaatnya dan bagaimana peruntukannya.

E. Evaluasi Hasil Belajar

1. Sebutkan alat pelindung diri yang harus disiapkan seseorang ketika bertugas!2. Menjelaskan fungsi alat pelindung diri yang digunakan petugas!

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 214: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

14

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 215: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

15

A. Bantuan Hidup Dasar (BHD)

Kegawatan adalah suatu keadaan yang menimpa seseorang yang dapat menyebabkan sesuatu yang mengancam jiwanya dalam arti memerlukan pertolongan tepat, cermat dan cepat bila tidak maka seseorang tersebut dapat meninggal dunia.

Bantuan Hidup Dasar adalah usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa, dimana pertolongan tersebut tanpa: Cairan intra vena, Obat, dan Kejutan listrik. Organ Vital tubuh (Jantung dan Otak) akan berhenti berfungsi apabila tidak mendapatkan pasokan oksigen dalam waktu 6 – 8 menit.

1. Indikasi

• HentiNapas

Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari korban/pasien.

Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan:

O TenggelamO StrokeO Obstruksi jalan napasO EpiglotitisO Overdosis obat-obatanO Tersengat listrikO Infark miokardO Tersambar petirO Koma akibat berbagai macam kasus

Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.

• HentiJantung

Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.

4PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 216: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

16

Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan:

O Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.O Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban

yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu:

+ Survei Primer (Primary Surgery), yang dapat dilakukan oleh setiap orang.+ Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan oleh

tenaga medis dan paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari survei primer

2. Survey Primer

Survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu: A airway (jalan napas); B breathing

(bantuan napas); C circulation (bantuan sirkulasi); D defibrilation (terapi listrik).

Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada korban/pasien, yaitu:

1) Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.

2) Memastikan kesadaran dari korban/pasien. Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus

melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!!/Bu !!!/Mas !!!/Mbak !!!

3) Meminta pertolongan jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak “Tolong !!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.

4) Memperbaiki posisi korban/pasien Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi

terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang.

Ingat! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.

5) Mengatur posisi penolong Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas

dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 217: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

17

• A- Airway (jalan nafas)

Setelah selesai melakukan prosedur dasar, dilanjutkan dengan melakukan tindakan:

1. Pemeriksaan jalan napas

2. Membuka jalan napas

Gambar 1. Cek Kesadaran dan Aktifkan Sistem Emergensi

Gambar 2. Buka Mulut dan Finger Sweep

Gambar 3. Pembebasan Jalan Napas

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 218: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

18

• B-Breathing (Bantuan Nafas)

Terdiri dari 2 tahap:

1. Memastikan korban/pasien bernapas.

Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas korban / pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh

melebihi 10 detik.

2. Memberikan bantuan napas.

Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5–2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 400-500 ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang.

Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas. Cara memberikan bantuan pernapasan:

O Mulut ke mulutBantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang cepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru–paru korban/pasien.

Gambar 4. Cek Pernapasan

Gambar 5. Pemberian Napas dari Mulut ke Mulut

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 219: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

19

Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakan orang dewasa adalah 400-500 ml (10 ml/kg).

Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

O Mulut ke hidungTeknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban / pasien.

• C-Circulation (Bantuan Sirkulasi)

Terdiri dari 2 tahapan:

1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.

Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis di daerah leher korban/pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira–kira 1–2 cm,

raba dengan lembut selama 5–10 detik.

Gambar 6. Pernapasan dari Mulut ke Hidung

Gambar 8. Pemeriksaan Denyut Nadi

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 220: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

20

Jika terasa denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban/pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.

2. Melakukan bantuan sirkulasi

Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut:

O Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).

O Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.

O Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di atas telapak tangan yang lainnya, hindari jari–jari tangan menyentuh dinding dada korban/pasien, jari–jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.

O Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1,5–2 inci (3,8–5 cm).

O Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).

O Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.

O Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong jika korban/pasien tidak terintubasi dan kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit (dilakukan 4 siklus permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya atau tidak.

Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60–80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.

Gambar 9. Posisi Tangan Pada Kompresi Dada

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 221: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

21

3. Melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD)

a. Melakukan BHD 1(satu) Penolong

Orang awam hanya diperkenankan mempelajari cara melakukan BHD 1 (satu) orang penolong. Teknik BHD yang dilakukan oleh 2 orang penolong menyebabkan kebingungan koordinasi. BHD 1 (satu) orang penolong pada masyarakat awam lebih efektif mempertahankan sirkulasi dan ventilasi yang kuat, tetapi konsekuensinya akan menyebabkan penolong cepat lelah. BHD 1 (satu) orang penolong dapat mengikuti urutan sebagai berikut:

1) Penilaian korban.Tentukan kesadaran korban/pasien (sentuh dan goyangkan korban dengan lembut dan mantap), jika tidak sadar, maka

2) Minta pertolongan serta aktifkan sistem emergensi.

3) Jalan napas (AIRWAY)+ Posisikan korban/pasien+ Buka jalan napas dengan manuver tengadah kepala – topang dagu.

4) Pernapasan (BREATHING)Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan kuat atau tidak pernapasan korban/pasien.+ Jika korban/pasien dewasa tidak sadar dengan napas spontan, serta tidak

adanya trauma leher (trauma tulang belakang) posisikan korban pada posisi mantap (Recovery position), dengan menjaga jalan napas tetap terbuka.

+ Jika korban/pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas, lakukan bantuan napas. Di Amerika Serikat dan di negara lainnya dilakukan bantuan napas awal sebanyak 2 kali, sedangkan di Eropa, Australia, New

Zealand diberikan 5 kali. Jika pemberian napas awal terdapat kesulitan, dapat dicoba dengan membetulkan posisi kepala korban/pasien. Jika ternyata tidak bisa juga maka dilakukan :

- Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi dada sebanyak 30 kali dan 2 kali ventilasi, setiap kali membuka jalan

Gambar 10. Posisi Penolong Pada Kompresi Dada

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 222: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

22

napas untuk menghembuskan napas, sambil mencari benda yang menyumbat di jalan napas, jika terlihat usahakan dikeluarkan.

- Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan manajemen obstruksi jalan napas oleh benda asing.- Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan bantuan

pernapasan.- Setelah memberikan napas 8-10 kali (1 menit), nilai kembali tanda –

tanda adanya sirkulasi dengan meraba arteri karotis, bila nadi ada cek napas, jika tidak bernapas lanjutkan kembali bantuan napas.

5) Sirkulasi (CIRCULATION)Periksa tanda–tanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan pernapasan dengan cara melihat ada tidaknya pernapasan spontan, batuk atau pergerakan. Untuk petugas kesehatan terlatih hendaknya memeriksa denyut nadi pada arteri Karotis.

O Jika ada tanda–tanda sirkulasi dan ada denyut nadi, tidak dilakukan kompresi dada, hanya menilai pernapasan korban/pasien (ada atau tidak ada pernapasan)

O Jika tidak ada tanda–tanda sirkulasi dan denyut nadi tidak ada, lakukan kompresi dada :

- Letakkan telapak tangan pada posisi yang benar.- Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali dengan kecepatan 100 kali per menit.- Buka jalan napas dan berikan 2 kali bantuan pernapasan.- Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai kembali kompresi 30 kali dengan kecepatan 100 kali per menit.

6) Penilaian UlangSesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi (±2 Menit) kemudian korban dievaluasi kembali, yaitu:

O Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas dengan rasio 30 : 2.

O Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap.

O Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 8-10 kali per menit dan monitor nadi setiap saat.

O Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan kuat serta nadi teraba, jaga agar jalan napas tetap terbuka kemudian korban/pasien ditidurkan pada posisi sisi mantap.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 223: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

23

b. Melakukan BHD 2 Penolong

Hanya dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi tehnis terlatih

B. Balut Bidai

1. Membalut Luka

Adalah penutupan suatu bagian tubuh yang cedera dengan bahan tertentu dan dengan tujuan tertentu. Membalut luka atau sering disebut pembebatan luka, dilakukan bila terjadi cedera jaringan lunak yang melibatkan jaringan kulit, otot, saraf/pembuluh darah akibat suatu ruda paksa. Sebelumnya, terdapat klasifikasi luka akibat cedera:

1. Luka Terbuka, terdiri dari :

- Luka Lecet - Luka Sayat / Iris- Luka Robek - Luka Tusuk - Avulsi ( sobek )- Amputasi

2. Luka Tertutup, terdiri dari :

- Memar - Cedera karena Himpitan - Cedera Remuk

Luka tersebut dibebat dengan pembebat/pembalut. Sebelumnya diletakkan penutup luka dahulu, kemudian pembalut/pembebatnya. Penutup luka ini merupakan bahan yang diletakkan di atas luka. Sedangkan pembebat merupakan bahan yang digunakan untuk mempertahankan penutup luka. Pembebatan/pembalutan mempunyai peran penting dalam membantu mengurangi bengkak, kontaminasi oleh mikroorganisme, dan membantu mengurangi ketegangan jaringan.

Gambar 12. Posisi Sisi Mantap (Recovery Position)

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 224: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

24

Tujuan pembalutan/pembebatan :

• Menahansesuatuseperti:

– Menahan penutup luka – Menahan pita traksi kulit – Menahan bidai – Menahan bagian tubuh yang cedera dari gerakan dan geseran (sebagai “splint”) – Menahan rambut kepala di tempat

• Melindungibagiantubuhyangcedera.

• Mengatasiperdarahan

• Mengurangibengkak

Syarat Umum Pemasangan Bebat :

• Usahakanpenderitanyamanposisinya

• Tahandanbantubagianyangcedera

• Usahakansimpulbebattidakmenganggukenyamananpenderita

• Balutanharusrapatrapijanganterlaluerat,karenadapatmengganggusirkulasi.

• Janganterlalukendorsehinggamudahbergeserataulepas.

• Ujung-ujungjaridibiarkanterbukauntukmengetahuiadanyagangguansirkulasi.

Macam-macam Bahan Pembebatan :

1. Pembebat Segitiga (MITELLA) pembalut biasa, tourniquet, penahan bidai/penyangga (sling).

2. Pembebat Bentuk Pita (oembalut kasa gulung, pembalut elastik, pembalut gips).

3. Plester.

a. Membalut Luka secara Umum

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 225: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

25

Membalut luka secara umum dapat dilakukan sebagai pertolongan pertama, dan berikut cara untuk memasang pembalut luka :

1) Hentikan dahulu perdarahan, jika sudah berhenti barulah pasang pembalut. Pembalutan dapat langsung dilakukan jika menggunakan pembalut penekan (jenis no. 4) yang sekaligus bisa menghentikan perdarahan.

2) Usahakan dalam membalut luka korban untuk tidak terlalu kencang ataupun longgar.

3) Rapikan ujung pembalut dan jangan sampai ujung sisanya terurai.4) Bila mendapati korban dengan luka yang kecil, sebaiknya daerah yang dibalut

lebih lebar atau besar. Hal ini untuk menambah luasnya permukaan yang mengalami tekanan sehingga mencegah terjadinya kerusakan jaringan.

5) Jangan sampai pembalutan ini menutupi ujung jari, bagian ini dapat menjadi petunjuk jika pembalutan terlalu kuat. Bila ujung jari pucat artinya pembalutan terlalu kuat dan harus diperbaiki.

6) Khusus untuk luka terbuka pada alat gerak, pembalutan harus dilakukan dari distal ke proksimal arah jantung.

7) Lakukan pembalutan dalam posisi yang diinginkan, misalnya untuk pembalutan sendi jangan berusaha menekuk sendi bila dibalut dalam keadaan lurus.

b. Membalut Luka di Kepala

Membalut kepala dapat dilakukan dengan balut segi tiga, karena cara ini sangat mudah dilakukan. Untuk luka kepala dapat dipakai perban segi tiga. Dasar segi tiga dilipat selebar 5 cm 2 kali. Letakkan bagian tengah lipatan itu di atas dahi. Bagian yang mengandung lipatan diletakkan sebelah luar. Ujung puncak segi tiga ditarik ke belakang kepala, sehingga puncak kepala tertutup kain segi tiga. Kedua ujung lipatan tadi dililitkan ke belakang kepala lalu kembali ke dahi dan dibuat simpul di dahi.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 226: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

26

c. Membalut Luka di Lengan

Cara membalut luka pada bagian leher, luka di lengan atas dan luka di paha. Perban

pada anggota gerak badan berbentuk bulat panjang. Untuk melakukan perban pada leher, lengan atas dan paha dapat dibalut dengan 2 cara yaitu :

• Membalutbiasa(Dolobra currens)• Membalutpucukrebung(Dolobra reversa)

Setiap kali membalut harus diperhatikan agar :• Perbansalingmenutupilapisdemilapis.• Gulunganperbantidakbolehbergeser,walaupunsalingbekerja• Lilitanperbanharuscukupkencang.

d. Membalut luka di Mata

1) Membalut Satu Mata (Monokulus) Dipakai untuk menutupi atau menekan luka pada mata dan sekitarnya. Buatlah

lingkaran perban di sekitar dahi dan belakang kepala beberapa kali. Lalu secara berangsur-angsur dililitkan sedikit demi sedikit ke mata yang cedera dan belakang kepala, sehingga seluruh mata tertutup. Usahakan agar lapisan perban terbawah tidak menutup mata yang sehat

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 227: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

27

2) Membalut Kedua Mata (Binoukulus) Cara ini dipakai untuk menutupi atau menekan mata, misalnya pada operasi

katarak. Caranya: mulailah seperti membalut satu mata. Setelah melingkarkan lapisan perban terakhir di sekitar depan dan belakang kepala, teruskan dengan melingkari mata yang lain dengan cara yang sama, tetapi dengan arah sebaliknya. Ujung perban terakhir dilekatkan dengan sepotong plester.

2. Membidai Patah Tulang

Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan atau letak tulang yang patah. Berupa sepotong tongkat, bilah papan, keras, tidak mudah bengkok ataupun patah.

Syarat-syarat pembidaian :

• Lebardanpanjangnyasesuaidengankebutuhan

• Panjangbidaimelampauiminimalduasendiuntukmempertahankankedudukantulang yang patah

• Berilapisanempukpadabidaiagartidaknyeri

• Bidaitidakbolehterlalukencangatauketat

• Sebelum dan sesudah pembidaian cek Pulsasi, Motorik dan Sensorik (PMS) di daerah Distal

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 228: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

28

Cara Menghentikan Pendarahan

Posisi Korban

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 229: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

29

C. Penanganan Luka

Tiap-tiap luka bagaimanapun juga kecilnya tetap akan terancam oleh bahaya infeksi, oleh karena itu harus mendapat pertolongan yang baik. Pertolongan pertama pada luka yaitu menghentikan keluarnya darah dan mencegah luka itu jangan sampai terinfeksi.

1. Cara merawat luka

o Luka terbuka harus ditutup baik baik dengan bahan seteril, umpamanya kain pembalut atau rangkapan kain kasa.

o Jangan menggunakan kapas, karena serabut-serabutnya akan melekat dan sukar untuk dilepas.

o Bukalah pakaian sekitar luka, jika perlu digunting saja.

2. Penanganan luka berdarah

o Taruhlah rangkapan kain kasa yang seteril di atas kain kasa, tekanlah dengan jalan membalut atau memasang plaster/tensoplas.

o Jika dengan pembebatan ini masih saja keluar darah, maka tekanlah bagian yang terluka untuk mengurangi keluarnya darah.

o Jika ikatan terlalu kuat yang tujuannya semula untuk menahan darah, maka kendorkan setiap 15 menit.

o Bawa segera ke dokter atau perawat, jika pendarahan terus berlangsung.

Korban pada bencana kebakaran, yang paling nyata adalah menderita luka bakar. Dan yang perlu diperhatikan pertama adalah tingkat luka bakar. Tingkat luka bakar ditentukan berdasarkan tingkat kerusakan jaringan tubuh. Hal ini akan menentukan tindakan pertama apa yang harus dilakukan. Kali ini kita akan membahas untuk tingkat pertama dan kedua yang merupakan tingkat yang ringan.

Jenis Patah Tulang

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 230: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

30

Tingkat pertama, Hanya lapisan kulit luar yang terbakar tetapi tidak seluruh permukaan kulit. Kulit biasanya memerah, bengkak dan kadang-kadang sakit dan tidak mengenai bagian yang vital pada tangan, kaki, wajah, pangkal paha atau pantat.

Tingkat kedua, Lapisan kulit terluar dan lapisan kedua juga terbakar. Kulit melepuh, merah dan terlihat bernoda. Akan muncul rasa sakit yang luar biasa dan bengkak. Luka tidak lebih lebar dari 7.5 cm dan tidak mengenai bagian vital pada tangan, kaki, wajah, pangkal paha atau pantat.

Untuk kedua tingkat tersebut yang perlu dilakukan adalah:

o Mendinginkan bagian yang terbakar, mengaliri dengan air selama 10–15 menit, atau merendam di air atau kompres. Hal ini untuk melepaskan panas pada daerah yang bengkak hingga rasa sakit reda. Jangan menaruh es di luka tersebut, jangan menggunakan salep atau mentega dan jangan merusak kulit yang melepuh karena memperbesar potensi terjadi infeksi.

o Tutup dengan kain kasa, jangan kapas atau bahan lain yang dapat menyebabkan menempel pada luka, dan tidak terlalu ketat. Sehingga panas tetap dapat keluar tetapi luka tertutup.

o Berikan obat pereda nyeri dan sesuaikan dengan korban.

Untuk korban ini biasanya tidak ada perawatan lebih lanjut, hanya saja biasanya terjadi perubahan warna kulit. Tetapi harap beri perhatian khusus apabila terjadi rasa sakit yang meningkat, memerah, demam, bengkak karena dikhawatirkan terjadi infeksi. Apabila terjadi infeksi harap segera hubungi paramedis. Pertolongan pertama ini diharapkan dapat mengurangi rasa sakit dan potensi terjadi luka yang lebih parah.

3. Cara merawat luka bakar

Terkadang kita merasa panik jika kita atau saudara kita atau mungkin orang terdekat kita terkena luka bakar, kita bingung bagaimana mengatasinya. Prinsipnya, ia harus dibantu untuk menyingkirkan semua pakaiannya yang panas atau terbakar. Lantas, daerah yang terkena luka bakar mesti didinginkan dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit. Langkah pendinginan ini efektif sampai dengan tiga jam pasca kejadian. Pendinginan juga dapat dilakukan dengan pengompresan. Jangan menggunakan es karena dapat mengakibatkan vasokonstriksi alias mengerutnya pembuluh darah.

Bila luka bakar diakibatkan oleh bubuk, singkirkan dulu, baru disiram air mengalir. Di samping itu, pembersihan luka dengan membuang jaringan yang sudah mati tak

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 231: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

31

boleh dilewatkan. Bagian tubuh yang terluka bakar selanjutnya harus ditutup dengan kassa. Namun, ini dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Untuk merawat luka bakar, sediakan perak (silver)/bioplacenton berbentuk krim yang mudah didapat. Ia memiliki antiseptik yang dapat menembus kulit mati akibat luka bakar dan mampu melunakkan jaringan kulit mati hingga mudah mengangkatnya.

1. Tips Mengatasi Luka Bakar

Sebaiknya jangan gegabah mengatasi luka akibat terkena api atau benda panas ini. Cedera pada jaringan kulit ini juga tak bisa dijadikan hal yang sepele.

Beberapa tips yang harus dilakukan adalah:

o Begitu terkena benda atau cairan panas langsung singkirkan pakaian di sekitar luka bakar. Lakukan sesegera mungkin jangan sampai benda atau cairan panas itu mengenai pakaian yang lelehannya bisa jatuh ke kulit.

o Segera basuh luka dengan air dingin. Kira-kira selama 15 menit atau lebih sampai luka terlihat lebih baik. Hal ini untuk mendinginkan luka sebelum terkena obat. Kompres luka dengan kain kasa. Jangan gunakan kapas atau

bahan lain yang sekiranya bisa menempel di kulit.o Hindari odol, mentega atau salep apapun karena salah-salah luka anda akan

makin parah. Air dingin cukup untuk meredakan nyeri luka bakar.o Segeralah periksakan luka bakar ke petugas medis untuk menghindari infeksi

bakteri.

D. Evakuasi Korban

1. Korban dengan gangguan pernapasan

Perubahan status mental dapat terjadi karena asfiksia kimiawi dan rendahnya kadar oksigen. Bingung, jatuh pingsan, kejang hingga koma adalah komplikasi-komplikasi potensial ketika orang menghirup asap kebakaran.

Pemadaman Baju yang Terbakar

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 232: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

32

Pertanyaannya kemudian adalah kapan harus mencari bantuan medis? Biasanya jika korban yang telah menghirup asap tidak tampak adanya gejala dan tanda sebagaimana yang diuraikan di atas, pengawasan dan istirahat di rumah dengan berada di area yang memiliki udara yang segar dan bersih adalah langkah yang tepat. Jika ada keraguan bisa menghubungi dokter atau pergi ke unit gawat darurat atau instalasi rawat darurat terdekat untuk mendapatkan saran.

Carilah pertolongan medis jika pasien mengalami gejala berikut dengan riwayat menghirup asap:

• Suaraserak• Kesulitanbernapas• Batuk-batukyangberkepanjangan• Kebingunganmental

Tentukanlah kapan akan menghubungi ambulan saat kejadian berlangsung. Karena seseorang yang telah menghirup asap kebakaran dapat saja kondisinya memburuk secara cepat, kita tidak pernah tahu akan hal ini. Ada saran memang agar sebisa mungkin pada kondisi gawat lebih baik korban dihantar dengan ambulan menuju instalasi kesehatan, karena kekurangan perlengkapan pada mobil pribadi dapat mengurangi bantuan yang mungkin bisa diberikan saat kondisi mengancam jiwa berlangsung, dan dengan demikian memperburuk kondisi korban.

Lalu apa yang dapat dilakukan untuk merawat korban yang menghirup asap saat kebakaran?

Pertama saat di lokasi, jika bisa jauhkan atau pindahkan korban dari lokasi ke tempat yang aman dengan udara yang bersih, dan jangan dikerumuni. Namun ingat lebih awal dari itu, pastikan tidak menempatkan diri sendiri dalam bahaya ketika mencoba menarik seorang korban keluar dari lingkungan yang penuh asap. Jika memang benar ingin membantu, dan situasi di luar kemampuan, ada baiknya menunggu tenaga profesional tiba di tempat kejadian. Jika perlu beberapa korban mungkin perlu bantuan napas buatan, bisa dibantu jika petugas atau masyarakat pernah terlatih untuk hal itu.

Petugas medis akan membantu sisanya, beberapa korban mungkin memerlukan terapi oksigen atau pun oksigen hiperbarik. Setelah pertolongan pertama didapatkan, pasien juga perlu melakukan follow up sesuai saran pihak medis untuk memantau perbaikan kondisi pasca trauma inhalasi.

2. Patah Tulang dan kasus lainnya

Evakuasi korban patah tulang atau kasus lainnya dapat dilakukan oleh masyarakat dengan menggunakan atau tanpa sarana transportasi yang tesedia, dengan memperhatikan tata cara evakuasi yang benar. Transportasi mengangkat dan mengangkut korban adalah suatu proses usaha memindahkan dari satu tempat ke tempat lain tanpa ataupun menggunakan bantuan alat. Tergantung situasi dan kondisi lapangan, dengan prinsip: pasien tetap selamat sampai tujuan, kondisi tidak makin buruk.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 233: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

33

E. Rangkuman

Pengetahuan P3K akan sangat berguna bagi setiap orang, baik untuk dirinya sendiri, keluarga dan orang lain jika suatu saat diperlukan, bahkan dalam kegiatan pemadaman kebakaran hutan. Dalam pelaksanaan P3K ada satu prinsip yang selalu dipegang teguh yaitu: “berpikir sebelum melangkah dan melangkah sesuai rencana”.

P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) adalah memberikan pertolongan pertama kepada korban kecelakaan atau kondisi gawat darurat dengan cepat dan tepat sebelum korban dibawa ke tempat atau ditangani oleh medis.

Gambar Evakuasi Patah Tulang

Gambar Evakuasi Korban

Gambar Evakuasi Korban

Cradle Method Pick-A-Back

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 234: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

34

F. Latihan

Salah seorang peserta diminta maju ke depan untuk mempraktekkan cara membalut luka di lengan atas dengan menggunakan perban, plester, dan tensoplast.

G. Evaluasi Hasil Belajar

Mengajukan pertanyaan kepada peserta latih :

1. Bagaimana tata cara merawat luka bakar sesuai anjuran?2. Apakah bantuan hidup dasar, dan siapakah yang boleh melakukan Bantuan Hidup

Dasar?3. Apa yang dimaksud langkah ABCD dalam memberikan Bantuan Hidup Dasar?

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 235: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

35

I. RINGKASAN SINGKAT

Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) selain dipahami teorinya, juga memerlukan praktek atau simulasi dalam proses pembelajarannya. Karena salah mengerti atau mempraktekkannya, akan berakibat fatal atau melakukan tindakan yang justru akan menambah berat kondisi korban.

Oleh karena itu perlu dilakukan praktek tentang bagaimana tata cara penanganan pertama pada kondisi kedaruratan, terutama pada kasus penanganan kebakaran hutan & lahan. Mulai dari persiapan alat-alat serta bahan habis pakai medis yang diperlukan. Tak kalah penting adalah peralatan keselamatan kerja yang harus dikenakan oleh petugas/masyarakat saat memberikan pertolongan pada situasi kebakaran hutan dan lahan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

a. Tujuan Pembelajaran Umum: setelah mempelajari materi, peserta mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan serta memperhatikan keselamatan kerja saat penanganan kebakaran hutan dan lahan.

b. Tujuan Pembelajaran Khusus : setelah mempelajari materi, peserta mampu;

1) Menjelaskan macam-macam Alat Pelindung Diri (APD) dan tata cara memakainya

2) Mempraktekkan cara memberikan bantuan hidup dasar

3) Mempraktekkan cara balut bidai (patah tulang)

4) Mempraktekkan cara menangani luka

5) Melaksanakan pemindahan korban dengan benar (evakuasi)

III. BAHAN DAN ALAT YANG DIPERLUKAN

A. Pelatihan dilaksanakan dengan dukungan alat peraga dan audio visual

1) LCD/ audio visual2) Tandu3) Perban/kasa steril4) Spalk5) Panthom6) Masker7) Sarung tangan

PRAKTEK KESELAMATANKERJA DAN P3K

8) Tabung Oksigen9) Oxycan10) Ambulance (sarana transportasi)11) Kapas12) Plester13) Kasa gulung

14) Bebat Segitiga15) Povidone iodine16) Normal saline (cairan NaCL)17) Lampu senter18) Peluit19) Alat Komunikasi

5

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 236: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

36

Untuk persiapan alat dan bahan, panitia bisa berkoordinasi dengan sektor terkait yang berkompeten. Alat pelindung diri bisa dipinjam dari Dinas Kebakaran, dan alat-alat P3K bisa dipinjam dari Dinas Kesehatan atau Rumah Sakit atau institusi pendidikan keperawatan atau PMI

B. Fasilitator terlatih dibidang yang kompeten, sangat diperlukan guna membantu mata ajar Praktek Keselamatan Kerja dan P3K. Selain dokter terlatih, juga bisa dibantu oleh tenaga perawat terlatih sebagai fasilitator.

C. Pemanfaatan alat sederhana sebagai pengganti alat-alat P3K

Pada situasi gawat darurat akibat bencana, ketersediaan alat maupun bahan penunjang pelayanan P3K biasanya sangat minimal. Bantuan alat dan bahan biasanya baru didapatkan setelah pasca bencana. Apa yang bisa digunakan sebagai pengganti alat pertolongan pertama??

Ketika menghadapi keadaan darurat sering kali tidak tersedia peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan pertolongan. Namun jangan kehabisan akal, kita tidak perlu tergantung dengan peralatan yang semestinya. Kita bisa menggunakan barang/benda di sekitar kita sebagai pengganti alat pertolongan. Alat-alat yang bisa digunakan dalam keadaan darurat adalah sebagai berikut :

1. PEMBALUT WANITA DAN POPOK BAYI

Saat kita menemukan korban dengan perdarahan hebat atau luka parah dan tidak memiliki pembalut yang semestinya, kita bisa menggunakan Pembalut Wanita atau Popok bayi untuk melakukan balut tekan. Caranya ambil pembalut wanita atau popok bayi lalu letakan di atas luka dan lakukan penekanan dengan menggunakan tangan atau pengikatan di atasnya. Jika darah masih keluar maka tambahkan pembalut wanita atau popok bayi sampai tebal. Semakin tebal akan semakin efektif untuk menghentikan perdarahan.

2. SAPU TANGAN, HANDUK, DAN TAPLAK MEJA

Sapu tangan, handuk dan taplak meja bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan hebat pada luka. Caranya: Ambil sapu tangan, handuk atau taplak meja, lalu lipat sedikit lebih lebar dari luka, setelah itu tempelkan dan tekan. Sama halnya

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 237: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

37

dengan pembalut di atas. Jika darah masih mengalir tambahkan kain sapu tangan atau yang lain agar lebih tebal.

Sapu tangan juga bisa dipakai sebagai bantalan ketika pemasangan bidai/spalk. Terutama bantalan pada tulang-tulang yang menonjol.

Taplak meja bisa digunakan untuk menyanggah lengan yang patah jika tidak memiliki kain segi tiga atau mitela.

3. MAJALAH, KORAN, PAYUNG, KARDUS

Majalah, koran, payung dan kardus bisa digunakan untuk melakukan pembidaian pada korban yang mengalami patah tulang pada daerah lengan dan kaki. Prinsip pembidaian pada patah tulang adalah harus melewati dua sendi. Jika tidak ada barang di atas, untuk patah tulang daerah kaki bisa juga melakukan pembidaian dengan menggunakan kaki yang sehat, dengan cara mengikatkan kaki yang patah dengan kaki yang sehat sebelahnya.

4. PAPAN, MEJA DAN PINTU

Papan, meja dan pintu dapat digunakan untuk menyanggah korban dengan kecurigaan mengalami patah tulang belakang. Hal ini karena korban yang mengalami cedera tulang belakang harus diletakan pada alas yang rata dan keras untuk menghindari cedera tambahan.

IV. PROSES PRAKTEK

A. Penjelasan dan Contoh Praktek

Fasilitator menjelaskan langsung mempraktekkan tata cara dan tehnik :

1. Membalut dan menangani luka bakar2. Membidai patah tulang3. Pertolongan bantuan hidup dasar4. Menjelaskan macam dan manfaat alat pelindung diri

Untuk mendukung pelaksanaan praktek, fasilitator atau tim pelatih perlu dibantu oleh tenaga yang kompeten atau tenaga terlatih (misalnya: PMR, Perawat, dll)

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 238: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

38

B. Praktek Kelompok

1. Peserta latih dibagi menjadi 4 kelompok dengan topik masing-masing berbeda (seperti item A di atas).

a. Kelompok I : Praktek menangani dan membalut lukab. Kelompok II : Praktek membidai patah tulang, langsung dengan tata cara mengangkat dan membawa ke sarana pelayanan kesehatan rujukan (Rumah Sakit)c. Kelompok III : Praktek memberikan bantuan hidup dasar kepada korband. Kelompok IV : Praktek menjelaskan macam dan manfaat alat pelindung diri, serta cara memakainya

2. Setiap kelompok didampingi fasilitator.

3. Pada akhir praktek, semua kelompok harus mempraktekkan ke empat topik tersebut di atas secara bergantian.

C. Mekanisme Praktek

Setelah mendapatkan penjelasan dan memperhatikan simulasi dari tim pelatih atau fasilitator :

a. Untuk kelompok I sd IV: melaksanakan praktek di ruangan yang berbeda, dengan didampingi satu atau lebih fasilitator.

b. Perlu disiapkan 4 (empat) ruangan, dengan peruntukan berbeda menyesuaikan dengan topik praktek (ruang A: praktek APD, ruang B: prakek Balut Bidai, dst).c. Alat dan bahan sudah disiapkan oleh panitia di setiap ruangan praktek. d. Waktu praktek dibagi dalam 6 tahap

• TahapIadalahpenjelasandarifasiitatoruntuksemuapeserta• TahapII,III,danIVadalahpraktekuntuk4kelompokdengantopikyangberbeda-

beda, dengan pindah ke ruangan sesuai topik praktek• TahapVIadalahtahapevaluasidankesimpulanolehtimfasilitatoruntuksemua

kelompoke. Semua topik praktek dapat dipraktekkan oleh tiap kelompok dengan tepat dan

benar.

D. Gambar Alat-alat

Macam Perban + Plester Perban/Bebat Segitiga

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 239: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

39

TRANSPORTASI MENGANGKAT DAN MENGANGKUT

Definisi :

Suatu proses usaha memindahkan dari satu tempat ke tempat lain tanpa ataupun menggunakan bantuan alat. Tergantung situasi dan kondisi lapangan.

Prinsip :

Pasien tetap selamat sampai tujuan, kondisi tidak makin buruk.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 240: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

40

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 241: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

41

6PENUTUP

Pertolongan pertama pada kecelakaan pada korban bencana tidak harus dilakukan oleh tim kesehatan yang telah mempunyai anggota khusus terlatih. Namun korban selamat sebenarnya dapat melakukan pertolongan pertama sesegera mungkin sebelum tim kesehatan datang, sehingga beberapa korban dapat diselamatkan dengan tindakan yang sederhana.

Dalam upaya melaksanakan pemadaman kebakaran atau pertolongan pertama pada situasi darurat, hendaknya setiap individu membekali diri dengan alat pelindung diri demi keselamatan kerja. Manfaat lain adalah kecelakaan kerja dapat dicegah disamping mencegah korban manusia menderita luka, cacat dan kematian, juga mengurangi atau meniadakan kerugian harta benda.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 242: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

42

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 243: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

43

DAFTAR PUSTAKA

RSU dr. Soetomo – FK Unair Surabaya, 2005. Materi Pelatihan General Emergency Life Support

American College of Surbeons, 2004. ATLS Advanced Trauma Life Support Program for Doctors (7th Ed.)

Kanwil Dephutbun, 1999. Pengantar keselamatan kerja pemadaman kebakaran hutan. Dalam rangka pelatihan pengendalian kebakaran hutan pada HPH/HPHTI.

Markas Besar PMI, 1990. Pedoman Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) – II.

Sumakmur.1996. Kesehatan dan Keselamatan dalam pekerjaan Kehutanan dan Industri Perkayuan.

Dirjen PMPL Departemen Kesehatan RI, 2007. Kumpulan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Bidang Penyehatan Lingkungan

Asli, S.Hut. dkk. 2001. Keselamatan Kerja. Dalam rangka diklat TOT dasar pengendalian kebakaran hutan.

Markas Besar PMI, 1991. Pedoman Balut membalut.

Wiyanto,SE, 2011. Keselamatan Kerja. Dalam rangka diklat dasar pengendalian kebakaran hutan. Balai Diklat Kehutanan Samarinda.

Uni Eropa & Dephutbun RI, 1998, Buku Saku Kebakaran Hutan FFPCP.

Faik Fauzi Mula Chella, 2010, Tips Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar/Kebakaran.

Cahya Legawa, 2009, Bahaya Menghirup Asap Ketika Kebakaran

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 244: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

44

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 245: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

45

NO. JENIS JUMLAH

1 Pembalut Segitiga (Mitella) 1

2 Pembalut Elastis 7,5 cm x 4,5 cm 1

3 Kassa Steril 5

4 Kassa Roll (gulung) 1

5 Plester Luka Hipafix 3M 2,5 cm x 9,1 cm 1

6 Plester Luka (Band Aid) biasa 10

7 Plester Luka (Band Aid) besar 6

8 Gunting kecil 1

9 Peniti 12

10 Sarung Tangan 8

11 Cotton Bud (Kapas lidi) bungkus 1

12 Pencuci tangan (hand sanitizer) 1

13 Tissue Alkohol 10

14 Cairan povidone iodine 1

15 Cairan Infus NaCl (pencuci luka) 1

16 Senter 1

17 Tetes Mata 1

18 Lotion anti nyamuk 1

19 Balsem penghangat 1

20 Lotion anti gatal (alergi) 1

21 Thrombophob gel 20g 1

22 Bioplacenton 15g 1

23 Analgetik (penahan nyeri) tablet 6

24 Anti influenza tablet 6

25 Obat batuk 6

26 Antasida tablet 6

27 Anti diare tablet 6

28 Oralit sachet 8

29 Anti alergi tablet 6

30 Anti muntah tablet 6

31 P3K boks 1

32 Tas 1

LAMPIRAN1. PERLENGKAPAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

PERLENGKAPAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 246: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

46

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 247: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

47

LAMPIRAN 2. MACAM-MACAM BAHAN PEMBALUT LUKA & BIDAI

MACAM-MACAM BAHAN PEMBALUT LUKA & BIDAI

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 248: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

48

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 249: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

49

LAMPIRAN 3. PEMBEBATAN LUKA DI KEPALA

PEMBEBATAN LUKA DI KEPALA

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 250: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

50

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 251: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

51

LAMPIRAN 4. TATA CARA MENGANGKAT DAN MENGANGKUT KORBAN SAAT EVAKUASI

TATA CARA MENGANGKAT DAN MENGANGKUT KORBAN SAAT EVAKUASI

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 252: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

52

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 253: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

53

LAMPIRAN 5. PERALATAN TANDU SEBAGAI ALAT BANTU DALAM EVAKUASI KORBAN

PERALATAN TANDU SEBAGAI ALAT BANTU DALAM EVAKUASI KORBAN

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 254: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

54

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 255: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

55

BIODATA PENULIS

Ary Wijayanti, SKM, MPHLahir di Ngawi, pada tanggal 28 April 1967. Lulusan APKT-TS Surabaya tahun 1988, Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat diperoleh dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga tahun 2000 dan gelar Magister Public Health (MPH) diperoleh dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tahun 2009. Sebagai Kepala Seksi Kesehatan Khusus di Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya.

dr. Probo WuryantoroLahir di Grobogan, pada tanggal 10 Agustus 1980. Gelar Sarjana Kedokteran diperoleh di Universitas Diponegoro tahun 2003. Gelar Profesi Dokter Umum di Universitas Diponegoro tahun 2005. Bekerja sebagai Kepala Puskesmas Tangkiling Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya. Mengikuti Advanced Trauma Life Support Course tahun 2006, General Emergency Life Support tahun 2006, Advanced Cardiac Life Support tahun 2009, Basic Life Support tahun 2009.

KESELAMATAN KERJA DAN P3K

Page 256: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

56

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 257: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

i

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Dr. Ir. Yusurum Jagau, M.SiLusi Widiastuti, SP, MPJonpri, SP

Page 258: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

ii

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Penulis:Dr. Ir. Yusurum Jagau, M.Si

Lusia Widiastuti, SP, MPJonpri, SP

Editor:Mayang Meilantina

Yulius SadenEmanuel Migo

Diterbitkan oleh:Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

Page 259: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iii

Kata Pengantar ......................................................................................................................................................................... iDaftar Isi ........................................................................................................................................................................................ v

1. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1A. Latar Belakang ................................................................................................................................................... 1 B. Ruang Lingkup .................................................................................................................................................. 2C. Maksud dan Tujuan ........................................................................................................................................ 2D. Tujuan Pembelajaran ..................................................................................................................................... 2E. Pokok Bahasan................................................................................................................................................... 2

2. PENGOLAHAN LAHAN TANPA BAKAR ................................................................. 3 A. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Tanpa Bakar ........................................................................... 3B. Teknik Tanpa Bakar .......................................................................................................................................... 6C. Sistem Pertanian Berkelanjutan .............................................................................................................. 7D. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 14E. Latihan .................................................................................................................................................................... 15F. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 15

3. PENGOLAHAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN TERKENDALI .......................... 17 A. Pendahuluan ...................................................................................................................................................... 17B. Praktek Pembakaran Terkendali Pada Masyarakat ....................................................................... 18C. Teknik Pembakaran Terkendali ................................................................................................................ 19D. Pengembangan Teknik Pembakaran Terkendali Ramah Lingkungan ............................ 20E. Teknik Pembakaran di Lahan Gambut ............................................................................................... 21F. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 26G. Latihan .................................................................................................................................................................... 26H. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 27

4. PENUTUP ............................................................................................................... 29

Daftar Pustaka ........................................................................................................................................................................... 31Lampiran 1. .................................................................................................................................................................................. 33Biodata Penulis ......................................................................................................................................................................... 35

DAFTAR ISI

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 260: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iv

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 261: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

1

1PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertambahan penduduk berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan akan lahan, baik untuk pemukiman beserta sarana dan prasarananya maupun untuk produksi pangan lainnya. Sementara itu luas lahan sendiri cenderung berkurang.

Salah satu strategi untuk memenuhi kebutuhan akan lahan yang terus bertambah tersebut adalah dengan membuka lahan-lahan baru. Oleh karena jumlah penduduk terus bertambah, maka kegiatan pembukaan lahan (land clearing) telah terjadi dan akan terus terjadi sepanjang kehidupan manusia di bumi dan baru berhenti setelah tidak ada lahan lagi yang akan dibuka.

Berbagai metode pembukaan lahan telah dipraktekkan. Teknik tebang dan bakar (slash and burn) merupakan metode yang umum dan telah lama diaplikasikan dalam pembukaan lahan (Van Noordwijk, dkk. 2001).

Pembakaran lahan pertanian dinilai sebagai cara yang paling mudah dan murah untuk membuka atau mempersiapkan lahan. Kerugian atau kelemahan yang ditimbulkan akibat pembukaan lahan dengan cara membakar: (1) menyebabkan hilangnya bahan organik; (b) meningkatkan laju erosi; (c) menyebabkan rusak dan hilangnya mikrofauna dan mikroflora tanah; (d) merusak kondisi fisik dan kimia tanah; (e) hilangnya penyerap karbon dan (f ) menimbulkan polusi udara karena asap yang dihasilkan.

Provinsi Kalimantan Tengah sebagian besar lahannya termasuk dalam kategori lahan gambut. Sebagian masyarakat membuka areal pertanian dengan membakar lahan gambut. Sebagian masyarakat juga tidak memahami sifat serta karakteristik lahan gambut yang akan dibuka untuk areal pertanian.

Penggunaan api terkendali menurut Chandler et al. (1983), merupakan alat tertua dan paling berperan yang dipakai manusia. Masyarakat tradisional menggunakan api untuk pembersihan lahan pertanian, alat permainan, penerangan dalam perjalanan dan senjata perang. Api sangat penting bagi beberapa masyarakat kuno dimana dipandang sebagai bagian dari 4 (empat) elemen dasar dari alam semesta dan digunakan dalam seremonial keagamaan. Saat ini meskipun dampak negatif kebakaran sangat besar, api masih mempunyai banyak manfaat bagi manusia. Beberapa penggunaan api terkendali dalam aktivitas masyarakat antara lain: pembersihan lahan (land clearing), konversi lahan, pengelolaan alang-alang dan manajemen bahan bakar.

Perluasan lahan baru ini harus menganut sistem berkelanjutan. Kata berkelanjutan dapat diartikan sebagai “menjaga agar suatu upaya terus berlangsung” dan “kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot”. Dalam konteks pertanian, berkelanjutan pada dasarnya berarti kemampuan untuk tetap produktif sekaligus tetap mempertahankan basis sumberdaya. Pertanian berkelanjutan adalah “pengelolaan sumberdaya yang

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 262: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

2

berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam”. Pertanian berkelanjutan mencakup hal-hal sebagai berikut: mantap secara ekologis, bisa berlanjut secara ekonomis, adil, manusiawi dan luwes. Konsep berkelanjutan semakin dianggap penting dalam hubungannya dengan pembangunan pertanian.

B. Ruang Lingkup

Modul Pengolahan Lahan Ramah Lingkungan ini disusun sebagai materi pembelajaran bagi peserta Diklat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat yang mencakup tentang pengolahan lahan tanpa bakar dan pengolahan lahan dengan pembakaran terkendali yaitu 7 JP (Jam Pelajaran), dengan teori 2 JP dan praktek 5 JP.

C. Maksud dan Tujuan

Modul ini disusun untuk membantu penyelenggaraan pelatihan dan sekaligus sebagai pegangan bagi pengajar dalam memberikan materi pengolahan lahan ramah lingkungan peserta Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat. Tujuan disusunnya modul ini adalah untuk memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan di bidang pertanian pengolahan lahan ramah lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan kegiatan bertani dan pembukaan lahan tanpa pembakaran.

D. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran Umum

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) adalah setelah selesai mengikuti pembelajaran mata diklat ini, peserta diharapkan mampu menerapkan tentang pengolahan lahan ramah lingkungan.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) adalah setelah selesai mengikuti mata diklat ini, peserta diharapkan mampu mengolah lahan tanpa bakar dan mengolah lahan dengan pembakaran terkendali.

E. Pokok Bahasan

Pokok bahasan modul Pengolahan Lahan Ramah Lingkungan ini meliputi :

1. Pengolahan lahan tanpa bakar2. Pengolahan lahan dengan pembakaran terkendali

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 263: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

3

2PENGOLAHAN LAHAN TANPA BAKAR

A. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Tanpa Bakar

Teknik pengolahan lahan tanpa bakar (zero burning) merupakan salah satu kebijakan yang diadopsi oleh Negara-negara ASEAN dalam rangka mengatasi polusi asap lintas negara akibat kebakaran. Teknik tanpa bakar adalah sebuah metode pembersihan lahan dengan cara melakukan penebangan tegakan pohon hutan sekunder atau tanaman perkebunan yang sudah tua (misalnya kelapa sawit) kemudian dilakukan pencabikan (shredded) menjadi bagian-bagian yang kecil, ditimbun dan ditinggalkan disitu supaya membusuk atau terurai secara alami.

Manfaat dari teknik tanpa bakar adalah:

1. Merupakan pendekatan ramah lingkungan yang tidak menyebabkan polusi udara; 2. Mengurangi emisi gas rumah kaca (terutama CO2), 3. Limbah biomassa (bahan organik) dapat terurai sehingga meningkatkan penyerapan air

dan kesuburan tanah, mengurangi kebutuhan pupuk anorganik dan mengurangi resiko polusi air yang disebabkan oleh pencucian nutrisi di permukaan;

4. Penanaman bibit secara langsung pada timbunan limbah organik akan menambah manfaat agronomi (mempunyai nilai total nitrogen, potassium tertukar, kalsium dan magnesium yang lebih tinggi) dan kehilangan nutrisi yang lambat;

5. Pelaksanaannya tidak tergantung kondisi cuaca;6. Mempunyai periode keterbukaan lahan yang lebih singkat sehingga meminimalkan

dampak kehilangan (run off) yang dapat menyebabkan penurunan muka air tanah, subsiden dan polusi;

7. Khusus pada tanaman kelapa sawit, teknik ini akan memberikan penerimaan tambahan dari pemanenan secara berlanjut (continue) sampai kelapa sawit ditebang.

Sedangkan hambatan dalam pelaksanaan teknik tanpa bakar ini adalah :

1. Terdapat serangan hama Oryctes rhinocerous (sejenis serangga) dan penyakit Ganoderma boninense (sejenis jamur) terhadap tanaman yang dibudidayakan, kecuali

dilakukan tindakan pencegahan serangan hama dan penyakit secara intensif;2. Pada hutan sekunder dan rawa gambut membuat daerah ini rawan terhadap serangan

rayap (Captotermes curvinaathus dan Marcotermes gilvus).3. Timbunan kayu atau biomass dapat menjadi tempat berkembang biak tikus;4. Pelaksanaannya lebih mahal terutama pada lahan dengan volume biomassa yang tinggi,

karena membutuhkan peralatan mesin berat yang tidak mungkin dapat disediakan oleh perkebunan atau pertanian berskala kecil;

5. Pada musim kemarau timbunan biomassa ini dapat mengalami pengeringan dan dapat menjadi sumber terjadinya kebakaran.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 264: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

4

Pengolahan lahan dapat dilakukan dengan cara membakar dan tanpa bakar. Pembukaan lahan dengan cara membakar menimbulkan kerugian bagi lahan pertanian, yaitu hilangnya unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg dan S secara berturut-turut sebesar 82%, 42%, 46%, 39%, 40% dan 64%. Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan pembakaran saat pembukaan lahan di Costa Rica, Australia, Fiji dan Brazil (1981-1996) diketahui rata-rata biomassa yang hilang sebesar 86% (Mackensen, 1999). Jika hanya menggunakan data kejadian di daerah tropis, maka kehilangan biomassa dan unsur hara akan lebih besar. Hal ini terjadi karena sebagian besar bahan organik dan unsur hara di daerah tropis terdapat di dalam biomassa, terutama tumbuhan. Pada lahan gambut, pembakaran akan menyebabkan hilangnya bahan organik yang sudah terbentuk sejak ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu. Hasil percobaan Sahardjo (1999), makin memperkuat data yang disajikan oleh Mackensen, dimana pembakaran mengkonsumsi paling tidak 85-90% dari bahan bakar yang tersedia, baik vegetasi yang ditebang kemudian dikeringkan maupun seresah yang sebelumnya terdapat di lantai hutan.

Rachman et al., (1997), melaporkan bahwa pembukaan lahan dengan cara tebang dan bakar (slash and burn) menyebabkan rusaknya sifat fisik dan kimia tanah yang diindikasikan oleh kerapatan limbah (bulk density) tanah tinggi (1,30 Mg.m-3), apalagi jika dilakukan dengan cara mekanis, stabilitas agregat tanah rendah (100) sehingga tanah semakin rentan terhadap erosi, dan kapasitas tukar kation (KTK) rendah (11,5 cmol.kg-1). Setelah pembakaran Suparto et al. (1980), Rachman et al., (1997), Zaini dan Suhartati (1997) menemukan bahwa kandungan N, P yang tersedia dalam tanah berkurang.

Kebakaran pada tahun 1997 telah menyebabkan turunnya tinggi muka air di lahan gambut dan menurunkan evapotranspirasi dan hutan sebesar 50% dari waktu normal dan menurunkan radiasi matahari sampai 40% dari kondisi normal. Kebakaran bawah yang bersifat smoldering dapat menaikkan suhu tanah mineral di atas 300oC selama beberapa jam dengan suhu tertinggi mendekati 600oC yang akan menyebabkan dekomposisi bahan organik dan membunuh organisme tanah yang penting. Pada suhu 120oC dekomposisi yang intensif terjadi dan menghasilkan ter dan gas. Lebih dari 850oC gas hidrogen dan metan (gas-gas volatile) akan terbentuk (Syaufina, 2002).

Lebih lanjut Syaufina (2002), menjelaskan bahwa dalam proses pembakaran bahan bakar hutan, karbon dihasilkan dalam bentuk karbondioksida sekitar 90%, karbon monooksida sekitar 9,5%, sedangkan sisanya terdiri dari hidrokarbon. Pembakaran biomassa seperti terjadi pada kebakaran atau pembakaran hutan dan lahan sangat berperan penting dalam menyumbang emisi gas-gas rumah kaca yang akan menyebabkan pemanasan global.

Selain karbon monooksida, peristiwa kebakaran juga menghasilkan emisi partikel yang tinggi dan membahayakan kesehatan manusia. Jumlah partikel yang tinggi dihasilkan dalam kebakaran gambut akan bersatu dengan uap air dari proses pembakaran di udara, sehingga terbentuklah kabut asap yang sangat tebal dan berdampak luas. Kabut asap tersebut didominasi oleh partikel yang berukuran 0,3–0,8 µ yang dapat membaurkan cahaya, sehingga mengganggu penglihatan. Selanjutnya partikel yang berdiameter 5–10 µ akan tetap berada di atmosfer sampai tercuci oleh air hujan atau tertangkap oleh dedaunan pohon atau benda padat lainnya. Sedangkan partikel yang berdiameter 2–3 µ akan menembus paru-paru, dan 50% dari partikel yang berdiameter kurang dari 0,1 µ akan mengendap pada jaringan pernafasan (Syaufina, 2002).

Kelebihan pembukaan lahan dengan cara membakar menghasilkan persentase areal yang bisa dimanfaatkan lebih besar, baik untuk lahan produksi maupun untuk bangunan sarana dan prasarana, karena vegetasi sebagian besar atau habis dibakar, sehingga tidak diperlukan

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 265: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

5

lagi areal untuk tempat sisa vegetasi. Teknik ini praktis dan mudah digunakan untuk pembukaan areal yang kecil di daerah tropis, karena memiliki musim kering yang cukup untuk pengeringan vegetasi yang ditebang.

Pada kasus perladangan berpindah secara tradisional dengan luasan areal yang dibuka relatif kecil, masa bera yang lama dan tidak mengandalkan masukan dari luar, maka teknik pembukaan lahan dengan cara pembakaran ini akan menyebabkan peningkatan ketersediaan unsur hara yang dihasilkan dari sisa pembakaran. Hasil pengukuran Suparto et al. (1980), Rachman et al. (1997), Zaini dan Suhartatik (1997) menunjukkan bahwa setelah pembakaran, kandungan C-organik dan pH tanah meningkat, sehingga akan membantu pertumbuhan tanaman. Namun karena pembukaan lahan yang diikuti dengan pembakaran menyebabkan tanah makin rentan terhadap erosi dan KTK yang rendah, jika upaya konservasi tanah dan air setelahnya tidak tertangani dengan baik, maka unsur-unsur tersebut akan mudah tercuci oleh air hujan bersamaan dengan erosi yang terjadi.

Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa suatu areal yang dibuka untuk perladangan berpindah paling lama hanya bertahan sampai tahun ketiga, karena ketersediaan haranya yang jauh berkurang atau tanahnya menjadi tidak subur.

Khusus di lahan gambut penyiapan lahan dengan pembakaran sering dilakukan. Hal ini akan menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan, suhu akibat pembakaran yang tinggi akan merusak gambut, menghilangkan kapasitan penyimpanan air, menghilangkan kapasitas penyerapan karbon, menghilangkan berbagai fungsi ekologis.

Secara alami, gambut akan mengalami pengkikisan (pada lahan yang diolah) dengan kecepatan yang bervariasi bergantung pada tipe gambut serta kegiatan yang terdapat di permukaannya dan diperkirakan rata-rata 0,8–1,5 cm per tahun. Sementara dengan pembakaran ketebalan gambut akan terbakar dengan hitungan jam. Sehingga tidak heran bila tebal gambut rata-rata 10 cm dapat habis terbakar dalam kegiatan penyiapan lahan dengan pembakaran hanya dalam waktu beberapa jam, sementara secara alami membutuhkan waktu paling tidak selama 15 tahun. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa dengan rusaknya gambut setebal 10 cm seluas 1 ha akibat pembakaran maka itu sama saja dengan menghilangkan kapasitas penyimpanan air sebesar 650 m3/ha, sehingga kalau gambut dibakar seluas 3.000 ha maka itu setara dengan penghilangan kapasitas penyimpanan air sebesar 1.950.000 m3. Sehingga menjadi hal yang wajar pada daerah yang melakukan kegiatan tersebut sering terjadi erosi dan banjir, karena air tersebut telah kehilangan tempat berlabuh sebab gambut yang terbakar akan rusak dan tidak mungkin akan kembali lagi karena walaupun kembali membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun lagi (Saharjo, 2002).

Upaya mencari alternatif pengganti teknik pembukaan lahan dengan cara pembakaran dilakukan baik pada tingkat nasional maupun internasional, karena dampak penerapan teknik pembukaan lahan dengan cara pembakaran dapat bersifat global dan tidak mengenal batas territorial, apalagi terjadi dalam skala yang luas. Salah satu alternatifnya adalah teknik tanpa bakar dengan berbagai variasinya. Van Noordwijk el al. (1995) mengusulkan teknik slash and mulch, dimana vegetasi yang ditebang tidak dibakar, namun ditumpuk dan dibiarkan terdekomposisi secara alamiah dan berfungsi sebagai mulsa.

Alasan utama penggunaan teknik tanpa bakar dalam pembukaan lahan adalah karena sistem ini dapat: (1) mempertahankan kesuburan tanah; (b) mempertahankan struktur tanah; (c) menjamin pengembalian unsur hara; (d) mencegah erosi permukaan dan (e) membantu pelestarian lingkungan.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 266: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

6

Pembukaan lahan tanpa pembakaran dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu manual, mekanisasi dan penggunaan herbisida. Penerapan pembukaan lahan tanpa bakar untuk penyiapan tanam secara manual-mekanis dan mekanis diharapkan mampu mengganti pola penyiapan lahan dengan menggunakan api (pola bakar) yang kerap digunakan oleh masyarakat luas. Pembukaan lahan dengan cara manual mempunyai kekurangan yaitu membutuhkan tenaga yang banyak dan waktu yang cukup lama. Pembukaan lahan dengan cara mekanisasi tidak terlalu membutuhkan tenaga dan waktu tetapi membutuhkan dana yang cukup besar untuk membeli alat mekanisasi untuk pengolahan lahan. Pembukaan lahan menggunakan herbisida mempunyai dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yaitu hemat biaya, waktu dan tenaga, dan dapat berfungsi sebagai mulsa, sedangkan dampak negatif dari penggunaan herbisida adalah musnahnya predator, musnahnya sumberdaya plasma nutfah, peledakan hama tertentu, pencemaran terhadap sumber air, residu pada produk pertanian, keracunan pada organisme bukan sasaran secara langsung maupun residunya, dan hilangnya organisme bermanfaat.

B. Teknik Tanpa Bakar

Penerapan teknik tanpa bakar dalam pembukaan lahan hutan untuk berbagai tujuan mengandung dua kegiatan yaitu: penebangan dan penumpukan. Penebangan bisa dilakukan secara manual atau secara mekanis tergantung kondisi tegakan pada lahan yang akan dibuka, sedangkan penumpukan sangat mengandalkan cara mekanis.

Majid (1997) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembukaan lahan diperlukan persiapan pendahuluan untuk pelaksanaan penebangan dan penumpukan, yang meliputi: (a) pengukuran luas areal yang akan dibuka; (b) pengukuran luas tiap blok; (c) pengukuran jarak tanam; (d) pembuatan jalan masuk, dan (e) pembuatan konservasi air. Hal ini penting dilakukan agar penumpukkan dapat dilakukan secara tepat.

Kelemahan teknik tanpa bakar adalah sangat tergantung pada alat berat (mekanis), sehingga hanya cocok untuk areal yang luas karena investasinya yang mahal. Selain itu, suatu jenis alat berat umumnya tidak bisa digunakan untuk semua kondisi lahan, misalnya keterbatasan lereng, lahan kering dan basah dan lain sebagainya, sehingga diperlukan pemilihan alat berat yang tepat.

Produktivitas penebangan secara manual yang menggunakan mesin (chainsaw) sangat rendah, yaitu 0,25 ha per HOK (Hari Orang Kerja), sehingga untuk membuka areal seluas 1.000 Ha diperlukan 4.000 HOK. Sedangkan produktivitas secara mekanis yang menggunakan bulldozer untuk penebangan dan pencabutan berkisar antara 3–6 Ha per HOK, yang sangat tergantung pada tingkat keterampilan operator dan kondisi kerja (Majid, 1997). Selain penggunaan bulldozer pembukaan lahan tanpa bakar juga menggunakan exzavator dan traktor (Purba el al., 1997).

Penumpukan bertujuan untuk memastikan agar pencabutan dapat dilaksanakan lebih cepat dan lebih sempurna dibandingkan cara manual. Apabila pencabutan tunggul tidak sempurna, maka tunas akan cepat muncul dari tunggul-tunggul tersebut. Penumpukan yang segera dilaksanakan setelah penumbangan lebih disukai terutama bila daun-daun belum lepas dari tangkainya. Cara mekanis tersebut memberikan keuntungan tambahan karena volume bahan organik meningkat (Majid, 1997).

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 267: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

7

Produktivitas sangat ditentukan oleh ketepatan alat berat yang digunakan dan keterampilan dalam mengoperasikan alat berat, sehingga dibutuhkan tenaga yang terampil yang seringkali jumlahnya terbatas. Erosi permukaan tanah akan menjadi besar manakala operatornya kurang terampil, sehingga topsoil bisa terkelupas.

Kelebihan teknik tanpa bakar adalah teknik ini tidak tergantung pada kondisi cuaca, kecuali kondisi yang terlalu basah karena dapat menghambat mobilitas alat berat. Selain itu kelebihan utama teknik ini adalah jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan teknik tanpa bakar.

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Majid (1997) menunjukkan bahwa keuntungan pembukaan lahan tanpa bakar adalah (1) melindungi humus dan mulsa yang terbentuk bertahun-tahun; (b) mempertahankan kelembaban tanah; (c) meningkatkan kandungan bahan organik tanah; (d) mempertahankan kelestarian lingkungan terutama tidak menyebabkan polusi udara; (e) menjaga pH tanah; (f ) mengurangi biaya perawatan setelah penanaman, karena tunggul telah dicabut seluruhnya dan (g) memungkinkan mekanisasi untuk seluruh pembukaan lahan kecuali pada kondisi tertentu.

Aplikasi pembukaan lahan tanpa bakar untuk peremajaan kebun kelapa sawit akan menjamin pengembalian unsur hara ke tanah dari pohon sawit tua yang ditebang. Purba et al. (1997) mengemukakan bahwa kandungan hara dari residu batang sawit adalah 339,4 kg/ha unsur N yang setara dengan 737,9 kg/ha pupuk urea; 32,2 kg/ha unsur P setara dengan 204,8 kg/ha pupuk CIRP; 424,2 kg/ha unsur K yang setara dengan 848,4 kg/ha pupuk MOP, dan 75,9 kg/ha unsur Mg yang setara dengan 487 kg/ha pupuk Kies.

Setyono (1994) menjelaskan bahwa pengontrolan mulsa baik untuk pertumbuhan pohon, menurunkan aliran permukaan (run off water), meningkatkan hara (N, K, Ca, Mg dan bahan organik), kecuali P berkurang. Peremajaan kebun kelapa sawit dengan teknik tanpa bakar memungkinkan tanaman baru ditanam setelah 1–2 bulan setelah penumbangan dan pencacahan, sementara dengan cara bakar, penanaman baru dapat dilakukan 6–8 bulan setelah penebangan Purba et al. (1997), sehingga waktu teknik tanpa bakar lebih efisien. Hasim (1997) dalam Purba et al. (1997) melaporkan pertumbuhan tanaman pada peremajaan dengan teknik tanpa bakar sama dengan cara bakar. Namun kandungan hara daun, khususnya P dan K pada tahun ketiga setelah tanam lebih tinggi teknik tanpa bakar dibandingkan dengan teknik bakar.

Selain manfaat lingkungan dan agronomis, peremajaan tanpa bakar juga memberikan nilai tambah ekonomis. Hasil penelitian di Malaysia yang dikemukakan oleh Nazeeb et al. (1996) dalam Purba et al. (1997) menunjukkan tanaman pada peremajaan tanpa bakar mulai berproduksi pada bulan 30–34 bulan setelah tanam, sedangkan peremajaan cara bakar tanaman baru berproduksi setelah 36–38 bulan setelah tanam. Berdasarkan hasil perhitungan Hasim et al. (1993) dalam Purba et al. (1997) diketahui bahwa peremajaan dengan teknik tanpa bakar lebih hemat sebesar Rp 1.016.500 per ha dibandingkan dengan cara bakar. Penghematan ini karena masa panen lebih lama pada cara tanpa bakar.

C. Sistem Pertanian Berkelanjutan

Pertanian merupakan salah satu kegiatan paling mendasar bagi manusia, karena semua orang perlu makan setiap hari. Nilai-nilai sejarah, budaya dan komunitas menyatu dalam pertanian. Prinsip-prinsip ini diterapkan dalam pertanian dengan pengertian luas, termasuk bagaimana manusia memelihara tanah, air, tanaman dan hewan untuk menghasilkan,

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 268: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

8

mempersiapkan dan menyalurkan pangan dan produksi lainnya. Prinsip-prinsip tersebut menyangkut bagaimana manusia berhubungan dengan lingkungan hidup, berhubungan satu sama lain dan menentukan warisan untuk generasi mendatang.

Pembangunan ekonomi bangsa Indonesia sekarang ini menghadapi sejumlah masalah yang cukup komplek. Masalah yang dimaksud adalah pendapatan rakyat rendah, tingkat kemiskinan relatif tinggi, pengangguran tinggi, ketimpangan ekonomi, pembangunan daerah yang berjalan lambat, kelangkaan energi, ketahanan pangan menurun dan kemerosotan lingkungan hidup.

Selain manfaat lingkungan dan agronomis, sistem pertanian terpadu memberikan nilai tambah ekonomis. Kelebihan utama teknik tanpa bakar adalah jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan teknik bakar. Untuk menerapkan hal ini maka menurut Reijntjes (1999), pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pengelolaan sumberdaya pertanian untuk memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Selanjutnya dikatakannya, tujuan rumah tangga petani dalam mengelola usaha tani adalah produktivitas, keamanan, kesinambungan dan identitas. Hal yang sama di katakan oleh Conway (1987) dalam Salikin (2003), perlu penataan kembali berupa integrasi kepada pemanfaatan ganda yang berwawasan ekosistem. Walaupun wawasan agro-ekosistem merupakan pengelolaan yang kompleks dan rumit akan tetapi ciri-ciri spesifik terpenting menyangkut empat sifat pokok. Empat sifat pokok tersebut adalah kemerataan (eguitability), keberlanjutan (sustainability), kestabilan (stability) dan produktivitas (productivity).

Salikin (2003) mengatakan sistem pertanian berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan menggunakan empat macam model sistem, yaitu sistem pertanian organik, sistem pertanian terpadu, dan sistem pertanian masukan luar rendah. Beberapa alternatif yang dapat dikemukakan dalam usaha mewujudkan pertanian berkelanjutan melalui pertanian secara terpadu adalah dengan cara sistem tanam ganda, komplementari hewan ternak dan tumbuhan, usaha terpadu peternakan dan perkebunan, agroforestry, pemeliharaan dan peningkatan sumberdaya genetik dan pengelolaan hama terpadu.

1. Sistem Pertanian Organik (Organic farming)

Istilah pertanian organik memghimpun seluruh imajinasi pertanian dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Pertanian organik juga menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumberdaya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian.

The International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) dalam Sudirja (2008) menyatakan bahwa pertanian organik bertujuan untuk : (1) menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dengan kuantitas memadai, (2) membudidayakan tanaman secara alami, (3) mendorong dan meningkatkan siklus hidup biologis dalam ekosistem pertanian, (4) memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang, (5) menghindarkan seluruh bentuk cemaran yang diakibatkan penerapan teknik pertanian, (6) memelihara keragaman genetik sistem pertanian.

Pertanian organik atau pertanian ramah lingkungan merupakan salah satu alternatif solusi di dalam pengolahan lahan tanpa bakar. Secara teknis, sistem pertanian organik merupakan suatu sistem produksi pertanian dimana bahan organik, baik makhluk

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 269: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

9

hidup maupun yang sudah mati, menjadi faktor penting dalam proses produksi usaha tani tanaman, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Pertanian organik menganut 4 (empat) prinsip yang diberikan oleh IFOAM, yaitu prinsip kesehatan, ekologi, keadilan, dan perlindungan.

a) Prinsip kesehatan. Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tidak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem, tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman yang sehat. Secara khusus pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan. Mengingat hal itu maka harus dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obat-obatan bagi hewan dan bahan aditif makanan yang dapat memberikan efek merugikan bagi kesehatan, khususnya manusia.

b) Prinsip ekologi. Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem ekologi kehidupan. Pertanian organik dapat mencapai keseimbangan ekologis melalui pola sistem pertanian, membangun habitat, pemeliharaan keragaman genetika dan pertanian. Mereka yang menghasilkan, memproses, memasarkan atau mengkonsumsi produk-produk organik harus melindungi dan memberikan keuntungan bagi lingkungan secara umum, termasuk tanah, iklim, habitat, keragaman hayati, udara

dan air.

c) Prinsip keadilan. Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama Prinsip ini menekankan bahwa mereka yang terlibat dalam pertanian organik harus membangun hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi semua pihak di segala tingkatan; seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen. Pertanian organik harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat, menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Pertanian organik bertujuan untuk menghasilkan kecukupan dan ketersediaan pangan dan produk lainnya dengan kualitas yang baik.

d) Prinsip perlindungan. Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup. Pertanian organik merupakan suatu sistem yang hidup dan dinamis yang menjawab tuntutan dan kondisi yang bersifat internal maupun eksternal. Para pelaku pertanian organik didorong meningkatkan efisiensi dan produktifitas, tetapi tidak boleh membahayakan kesehatan dan kesejahteraannya. Karenanya, teknologi baru dan metode-metode yang sudah ada perlu dikaji dan ditinjau ulang. Maka, harus ada penanganan atas pemahaman ekosistem dan pertanian yang tidak utuh.

Selanjutnya kriteria sistem pertanian organik yang diberikan oleh IFOAM setidaknya harus memenuhi 6 (enam prinsip) standar (Seymour, 1997 dalam Salikin (2003), yaitu :

1) Lokalita (localism). Pertanian organik berupaya mendayagunakan potensi setempat yang ada sebagai suatu agroekosistem yang tertutup dengan memanfaatkan bahan-bahan baku dan input dari sekitarnya.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 270: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

10

2) Perbaikan tanah (soil improvement). Pertanian organik berupaya menjaga, merawat dan memperbaiki kualitas kesuburan tanah melalui tindakan pemupukan organik, pergiliran tanaman, dan konservasi lahan.

3) Meredam polusi (pollution abatement). Pertanian organik dapat meredam terjadinya polusi air dan udara dengan menghindari pembuangan limbah dan pembakaran sisa-sisa tanaman secara sembarangan serta menghindari penggunaan bahan sintentik yang dapat menjadi sumber polusi.

4) Kualitas produk (quality of product). Pertanian organik menghasilkan produk-produk pertanian berkualitas yang memenuhi standar mutu gizi dan

aman bagi lingkungan serta kesehatan.5) Pemanfaatan energi (energy use). Pengelolaan pertanian organik menghindari sejauh mungkin penggunaan energi dari luar yang berasal dari

bahan bakar fosil yang berupa pupuk kimia, pestisida dan bahan bakar minyak (solar, bensin, dsb).

6) Kesempatan kerja (employment). Dalam mengelola usaha tani organiknya para petani organik memperoleh kepuasan dan mampu menghargai pekerja lainnya dengan upah yang layak.

Peluang pertanian organik yang dapat diterapkan dengan memperhatikan kondisi lokasi yang spesifik (Sutanto, 2002), yaitu :

a) Pertanian organik murni: penggunaan pupuk organik, pupuk hayati dan pestisida hayati ditingkatkan dan menghindarkan penggunaan pupuk kimia dan pestisida atau bahan kimia.

b) Sistem usaha tani terpadu: memadukan teknologi tinggi ke dalam pengelolaan gizi atau nutrisi tanaman dan mengendalikan hama terpadu. Pupuk hayati diterapkan untuk memasok hara.

c) Sistem usaha tani terpadu dengan masukan teknologi rendah dengan sistem pertanian organik dan sumberdaya lokal didaur ulang secara efektif. Hal ini dipadukan dengan komponen lain yang berkembang spesifik lokasi, termasuk kolam ikan, peternakan ayam, sapi, dan lain-lain.

Beberapa kendala yang dihadapi dalam melakukan pertanian organik, diantaranya:

O Hama “transmigran” dari kebun yang non organik, sehingga produktivitas lahan menjadi semakin rendah.

O Rendahnya produksi tidak bisa mengimbangi permintaan pasar yang ada.

O Dalam pertanian organik yang murni disyaratkan tanah relatif masih “perawan”,

O Pasar terbatas, karena produk organik hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu.

O Kesulitan menggantungkan pasokan dari alam. Pupuk misalnya, harus mengerahkan penyediaan kotoran ternak dalam jumlah besar dan kontinyu.

2. Sistem Pertanian Terpadu (Integrated Agriculture Management)

Konsep Sistem Pertanian terpadu adalah konsep pertanian yang dapat dikembangkan untuk lahan pertanian terbatas maupun lahan luas. Pada lahan terbatas atau lahan sempit yang dimiliki oleh petani umumnya konsep ini menjadi sangat tepat dikembangkan dengan pola intensifikasi lahan. Lahan sempit akan memberikan

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 271: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

11

produksi maksimal tanpa ada limbah yang terbuang percuma. Sedangkan untuk lahan lebih luas konsep ini akan menjadi suatu solusi mengembangkan pertanian agribisnis yang lebih menguntungkan. Melalui sistem yang terintegrasi akan bermanfaat untuk efisiensi penggunaan lahan, optimalisasi produksi, pemanfaatan limbah, subsidi silang untuk antisipasi fluktuasi harga pasar dan kesinambungan produksi.

Pertanian terpadu memanfaatkan seluruh sumber daya alam sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian terpadu melibatkan seluruh mahluk hidup untuk memproduksi suatu produk tertentu. Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang menggunakan pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Seorang petani bisa menanam padi, beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultursehingga keamanan hayati akan terjaga dan lingkungan dapat diselamatkandari kerusakan (Budiawan, 2011).

Gambar 1. Sistem Pertanian Terpadu

F1FOOD

F3FUEL

TANITERPADU

F2FEED

F4FERTILI-

ZER

Keterangan:Food: makananFeed: makanFuel: bahan bakarFertilizer: pupuk

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 272: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

12

Untuk menghasilkan pangan yang lebih banyak maka memerlukan luasan lahan untuk budidaya, sehingga lahan menjadi sumberdaya pertanian yang utama. Sistem pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat menjadi solusi bagi peningkatan produktivitas lahan, program pembangunan, konservasi lingkungan, serta pengembangan pertanian secara terpadu. Diharapkan kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang petani berupa pangan, sandang dan papan akan tercukupi dengan sistem pertanian ini.

a. Model Sistem Pertanian Terpadu

Menurut Wididana (1999), terdapat 3 (dua) model sistem pertanian terpadu, yaitu sistem pertanian terpadu konvensional, sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM (effective micro-organisme), dan sistem pengendalian hama terpadu.

1) Sistem pertanian terpadu konvensional sudah banyak diterapkan oleh petani kita di masa lalu, namun sekarang sudah banyak ditinggalkan. Model pertanian terpadu konvensional adalah yang bersifat tumpang sari (multiple cropping). Praktek-praktek pertanian terpadu konvensional ini belum tentu merupakan siklus yang berkelanjutan, karena hanya mengandalkan proses dekomposisi biomassa alamiah yang berlangsung sangat lambat. Oleh karena itu diperlukan sentuhan teknologi yang mampu mempercepat proses pembusukan dan penguraian bahan-

bahan organik menjadi unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan hewan.

2) Sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM (effective micro-organisme), telah dikembangkan dengan cukup baik di IPSA (Institut Pemgembangan Sumber Daya Alam) di Bali (Gambar 2). Model ini memadukan budidaya tanaman,

perkebunan, peternakan, perikanan dan pengolahan daur limbah secara selaras, serasi dan berkesinambungan, misalnya: budidaya tanaman yang dipilih adalah tanaman semusim dan tahunan (padi, palawija, buah-buahan, sayuran, karet, dll). Kebutuhan input budidaya tanaman menggunakan prinsip masukan luar rendah (low eksternal input), misalnya penggunaan pupuk kimia dan pertisida seminimal mungkin atau bahkan tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida sama sekali. Limbah organik dari kotoran ternak dan sisa-sisa tanaman difermentasikan dengan teknologi EM menjadi pupuk organik terfermentasi (bokashi) dalam waktu yang

cepat.

Gambar 2. Sistem penerapan teknologi EM dalam sistem pertanian terpadu di IPSA Bali

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 273: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

13

Mikroba perombak merupakan salah satu pupuk hayati yang dapat membantu mempercepat proses pengomposan bahan organik menjadi pupuk organik yang siap diberikan untuk tanaman. M-Dec merupakan inokulan perombak bahan organik yang mengandung Trichoderma sp, Aspergillus sp, dan Trametes sp. Manfaatnya adalah mempercepat proses pengomposan sisa-sisa tanaman pertanian (jerami, seresah jagung), perkebunan (tandan kosong kelapa sawit, blotong), dan hortikultura (sampah sayuran), sampah perkotaan (kertas, daun sisa tanaman, potongan rumput), kotoran hewan, sehingga dapat segera menjadikannya bahan organik tanah yang berfungsi menyimpan dan melepaskan hara di sekitar tanaman. Keunggulan: lama pengomposan dengan M-Dec 2 (dua)

minggu untuk menghasilkan kompos yang sudah matang mengurangi imobilisasi hara, alelopati, penyakit, larva insektisida, biji gulma, volume bahan buangan, dan masalah lingkungan.

3) Sistem Pengendalian Hama Terpadu

Kerugian akibat serangan hama terhadap tanaman pertanian relatif cukup besar. Konsekuensi penggunaan pestisida yang berlebihan, menyebabkan timbulnya masalah lingkungan, termasuk ketahanan terhadap pestisida, resurgensi serangga dan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan bukan OPT, kematian serangga yang menguntungkan seperti: tawon madu, serangga penyerbuk, parasitoid, predator, dll. Residu pestisida dalam bahan makanan, pakan ternak.

Pengendalian Hama Terpadu merupakan suatu pendekatan untuk mengendalikan hama yang dikombinasikan dengan metode-metode biologi, budaya, fisik dan kimia, dalam upaya untuk meminimalkan; biaya, kesehatan dan resiko-resiko lingkungan. Adapun caranya dapat melalui :

1. Penggunaan insektisida, reptil atau binatang-binatang yang diseleksi untuk mengendalikan hama atau musuh alami hama, seperti Tricoderma sp., sebagai musuh alami dari parasit telur dan parasit larva hama tanaman.

2. Menggunakan tanaman-tanaman “penangkap” hama, yang berfungsi sebagai pemikat (atraktan), yang menjauhkan hama dari tanaman utama.

3. Menggunakan drainase dan mulsa sebagai metode alami untuk menurunkan infeksi jamur, dalam upaya menurunkan kebutuhan terhadap fungsida sintetis.

4. Melakukan rotasi tanaman untuk memutus populasi pertumbuhan hama setiap tahun.

Indonesia sebenarnya kaya akan tumbuhan yang mengandung senyawa toksik alami yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida nabati atau pestisida organik, antara lain nimba (Azadirachta indica) untuk mengendalikan serangga. Petani di Lampung mengendalikan penyakit tungro pada tanaman padi dan vektornya adalah wereng hijau dengan agen hayati menggunakan cendawan (Metarhizium anisopliae).

Pestisida organik adalah bagian dari pertanian berkelanjutan yang saat ini dikembangkan. Supaya pertanian berkelanjutan, tidak menciptakan ketergantungan dan tidak merusak lingkungan maka jangan terlalu menggunakan pestisida dan pupuk kimia dari pabrik dalam bertani.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 274: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

14

3. Sistem Pertanian Masukan Luar Rendah

Reijntjes el al. (1999) Pertanian bekelanjutan dengan menggunakan input luar rendah atau lebih popular LEISA (Low Eksterna Input Sustainable Agriculture). Metode ini mengacu pada bentuk-bentuk pertanian :

• Optimalisasipemanfaatansumberdayalokalyangadadenganmengkombinasikanberbagai macam komponen sistem usahatani: yaitu tanaman. ternak, ikan, tanah, air, iklim dan manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi

yang paling besar.

• Pemanfaatan input luardilakukanhanyabiladiperlukanuntukmelengkapiunsur-unsur yang kurang dalam agroekosistem dan meningkatkan sumber daya biologi, fisik dan manusia. Dalam pemanfaatan input luar, perhatian utama diberikan pada mekanisme daur ulang dan minimalisasi kerusakan lingkungan.

Metode LEISA tidak bertujuan memaksimalkan produksi dalam jangka pendek, namun untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang. LEISA berupaya mempertahankan dan sedapat mungkin meningkatkan potensi sumberdaya alam serta memanfaatkan secara optimal. Pada prinsipnya hasil produksi yang keluar dari sistem ini atau dipasarkan harus seimbang dengan tambahan unsur hara yang dimasukkan ke dalam sistem tersebut. Dengan LEISA ini kemandirian petani lebih terjamin, selain itu juga ramah lingkungan. Di beberapa tempat lain, sistem pertanian hutan-tani (agroforestry) justru dapat menjadi jalan keluar.

Sebagaimana dikatakan Francis dan King (1988) dalam Sutanto (2002), sistem pertanian yang berkelanjutan harus dibangun dengan fondasi sumberdaya yang dapat diperbaharui yang berasal dari lingkungan usahatani dan sekitarnya. Selanjutnya Conway (1987) dalam Sutanto (2002), menyarankan beberapa contoh teknologi pertanian yang potensial untuk mendukung sistem pertanian berkelanjutan, antara lain: tumpang sari (intercropping), rotasi tanaman, agroforestry, silvi pasture, pupuk hijau, konservasi lahan (TOT atau OTM), pengendalian biologi dan pengelolaan hama terpadu.

D. Rangkuman

Teknik tanpa bakar pada pembukaan lahan memberikan keuntungan, baik dari segi lingkungan, agronomis, maupun ekonomis dibandingkan dengan teknik bakar.

Pembukaan lahan dengan cara manual dan mekanis dapat dikombinasikan dengan cara kimia melalui pemanfaatan herbisida seperti Paraquat, Trisulfuron, Glisofat maupun jenis bahan kimia lainnya pada saat pembukaan lahan melalui penyemprotan dengan memperhatikan aspek kesehatan serta lingkungan dan dalam pengunaannya dilaksanakan dengan bijaksana sesuai petunjuk yang diberikan. Disarankan dilanjutkan penanaman Legume Cover Crop (LCC).

Sistem pertanian terpadu merupakan strategi terbaik mengatasi kelangkaan sumberdaya pertanian baik modal, pupuk, dan pestisida untuk meningkatkan produksi agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang terus meningkat dan juga dapat meningkatan perekonomian. Dengan pertanian terpadu, hampir semua aktivitas pertanian secara ekonomi dapat menguntungkan dan secara ekologi berkelanjutan, sehingga dapat menjawab tuntutan konsumen yang sadar mengenai pentingnya kelestarian lingkungan, kesehatan dan keamanan pangan, dan kesejahteraan tenaga kerja.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 275: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

15

E. Latihan

Latihan merancang sistem pertanian terpadu dengan memanfaatkan sumberdaya lokal setempat.

F. Evaluasi Hasil Belajar

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas !

1. Untuk membuka lahan pertanian teknik apa yang anda pilih, apakah membuka lahan dengan cara pembakaran atau teknik tanpa pembakaran, jelaskan alasan pilihan anda !

2. Untuk meningkatkan perekonomian keluarga model pertanian apa yang anda pilih ?3. Mengapa pertanian berkelanjutan mencakup hal-hal sebagai berikut: mantap secara

ekologis, bisa berlanjut secara ekonomis, adil, manusiawi dan luwes ?4. Adakah di lingkungan saudara sumberdaya lokal yang dapat dimanfaatkan menjadi

bahan baku pupuk ? Jika ada ceritakan pengalaman anda !

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 276: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

16

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 277: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

17

3PENGOLAHAN LAHAN DENGAN PEMBAKARAN TERKENDALI

A. Pendahuluan

Pembakaran terkendali (controlled burning) menurut Saharjo (2002), merupakan metode pembakaran yang disengaja dan di bawah kendali manusia yang dilakukan untuk maksud-maksud tertentu. Metode tersebut merupakan metode yang dilakukan oleh beberapa masyarakat tradisional di Indonesia yang juga merupakan peladang berpindah. Bahkan metode tersebut masih dipertahankan oleh beberapa masyarakat tradisional di berbagai negara. Di negara maju, metode ini telah mengalami perkembangan dan menjadi salah satu strategi manajemen kebakaran hutan dan lahan.

Meskipun kebijakan tanpa bakar (zero burning) masih berlaku di Indonesia, pembakaran terkendali masih diperbolehkan bagi masyarakat dimana pembakaran lahan merupakan bagian dari adat istiadat. Pembakaran terkendali yang dilaksanakan masyarakat tradisional sebagai bagian dari kearifan lokal perlu dipertahankan dan dikembangkan. Sayangnya, beberapa masyarakat yang mengaku masih tradisional sudah enggan menerapkan aturan-aturan adat dalam pembukaan lahan. Akibatnya pembukaan lahan dengan api seringkali merusak lingkungan dan menjadi sumber terjadinya kebakaran tidak terkendali.

Dalam rangka mempertahankan kearifan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya alam, perlu pula mengembangkan teknik pembakaran lahan dengan api yang ramah lingkungan. Metode ini dikembangkan dari metode-metode yang sudah dipraktekkan oleh masyarakat lokal di berbagai pelosok nusantara maupun berbagai negara. Pengembangan teknik pembakaran terkendali yang ramah lingkungan juga dimungkinkan untuk tujuan yang lebih luas untuk memperbaiki kualitas ekosistem dan bagian dari manajemen budidaya tanaman.

Studi kearifan lokal penggunaan api untuk persiapan lahan (studi kasus di Hutan Mawas Kalimantan Tengah), yang dilakukan di lima desa, yaitu Desa Mantangai Hilir, Desa Katunjung, Desa Lawang Kajang, Desa Madara, dan Desa Batampang, kebiasaan membakar tertinggi di Desa Mantangai Hilir, yaitu pembakaran terkendali 95,8%, pembakaran yang dilakukan untuk tujuan bertani yaitu 89,6%, dan 4,2% melakukan pembakaran tidak terkendali.

Menurut Leving (1991) dan Kettering et al. (1997 dan 1999) dalam Guyon dan Simorangkir (2002), keuntungan tebas dan bakar bagi peladang skala kecil adalah :

1. Metode paling mudah, murah dan layak dipraktekkan untuk mengurangi biomassa dan membersihan areal pertanaman tanaman.

2. Sisa abu bermanfaat sebagai pupuk. Sebagian besar tanah hutan tidak subur dan sebagian nutrient yang dikandung dalam biomassa yang dibakar terlepas dalam jumlah besar ke atmosfer atau melalui pencucian. Dampak ini khususnya penting pada tahun pertama ketika 80% nutrient dilepaskan.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 278: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

18

3. Pembakaran memperbaiki struktur tanah, mempercepat perkembangan tanaman.4. Pembakaran memperkecil kompetisi antara tanaman berkayu dan semak belukar. 5. Pembakaran mengurangi hama dan penyakit pada tanaman.

B. Praktek Pembakaran Terkendali Pada Masyarakat

Berdasarkan fakta di lapangan terlihat bahwa petani memiliki ilmu pertanian tradisional yang tidak kalah dengan ilmu pertanian modern bahkan teknik pertanian tradisional yang dimiliki merupakan teknik pertanian yang sangat ramah lingkungan (Thoha, 2008). Mereka merupakan satu-satunya penjaga habitat luas. Teknik lokal yang memiliki nilai-nilai tradisional saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Teknik lokal tersebut masih sangat relevan dalam memecahkan segala permasalahan di dunia modern. Berikut ini diuraikan beberapa teknik pembakaran terkendali yang dipraktekkan masyarakat.

• PolapenyiapanlahanolehmasyarakatDayakKanayatn.Cara tradisional adat Dayak di Kalimantan Barat dalam membuka lahan dengan pembakaran dilakukan dengan tahapan-tahapan :a) Memperkirakan musim tanamb) Mencari calon lokasi lahan pertanianc) Menetapkan lokasi lahan dan jenis pertanian (sawah/ladang)d) Menebas, membersihkan lahan dari semak belukar dan rumpute) Membuat lajur batas antar lahan pertanian dengan lahan tetanggaf ) Menebang pohon (tidak semua pohon ditebang), pohon-pohon yang besar hanya

dibuang cabangnya sehingga menyisakan tempat burung bersarang.g) Pengeringan limbah selama dua minggu, membuat sekar bakar/parit selebar 3–5

meterh) Pembakaran dengan memperhatikan arah angin dengan melingkar dan berlawanan

arah angin

Pada tahap persiapan pembakaran, mereka menyediakan peralatan seperti galang dari bambu yang diisi dengan air, sumpit air, ember berisi air, ranting yang berdaun segar dan cangkul. Hal ini dilakukan dalam rangka mengantisipasi apabila terjadi api liar. Pembakaran benar-benar diawasi agar api jangan sampai membakar lahan orang lain, karena apabila sampai membakar lahan orang lain, maka akan dikenakan sanksi adat (hal ini sangat memalukan bagi masyarakat Dayak Kanayatn Kalbar (Thoha, 2008).

• Pembakaran ladang oleh penduduk Sampoku Niigata Jepang. Menurut Saharjo (2001), pembakaran ladang dilaksanakan dalam rangka untuk penanaman pohon sugi (Cryptomeria japonica) sejak abad 17 hingga saat ini. Batang pohon yang berdiameter besar biasanya segera mereka singkirkan lebih dulu ke tempat lain sebelum pembakaran dimulai, sementara ranting kecil mereka biarkan di lapangan. Selain itu luas areal yang dibakar biasanya tidak terlalu besar berkisar antara 0,05–0,1 ha yang terbagi ke dalam blok-blok sesuai kepemilikannya atau menurut luasan yang mereka sewa. Pembakaran dimulai dari atas lereng. Api dijaga tetap berada pada satu garis horizontal atau pada garis kontur yang perlahan-lahan bergerak turun ke daerah yang landai. Untuk menghindari adanya api loncat ke tempat lain, maka pembakaran hanya diperkenankan pada siang hari, namun pada prakteknya dilaksanakan hanya beberapa saat sebelum matahari terbit dimulai dari dinihari, karena pada saat itu kecepatan angin relatif rendah dan tidak berubah-ubah arah. Menurut penduduk Sampoku,

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 279: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

19

saat itu tersebut adalah waktu yang paling mudah untuk mengontrol api dan juga menghindari bara api terbang.

C. Teknik Pembakaran Terkendali

Teknik pembakaran terkendali merupakan salah satu alternatif dalam penyiapan lahan mengingat teknik tanpa bakar kemungkinan kecil untuk dapat dilaksanakan oleh usaha pertanian masyarakat lokal. Namun teknik ini sedapat mungkin harus dihindari atau hanya dilakukan dengan syarat :

1. Hanya diizinkan pada masyarakat lokal yang tidak berbadan hukum;2. Luas lahan tidak lebih dari 1–2 ha;3. Kondisi tidak memungkinkan tanpa penggunaan api (pembakaran);4. Pembakaran dilakukan bergilir pada setiap calon ladang.

Penyiapan lahan dengan melakukan pembakaran terkendali dalam sistem perladangan telah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat. Teknik ini, dalam batas-batas tertentu, masih dapat diterapkan sejauh api yang digunakan tidak menjalar atau lompat ke tempat lain. Dalam pelaksanaannya di lapangan, masih terdapat hambatan-hambatan yang mempengaruhi keberhasilan teknik ini. Misalnya di dekat lahan yang akan dilakukan pembakaran secara terkendali ini terdapat lahan tidur yang ditumbuhi semak belukar dan ini berpotensi terbakar akibat adanya jalaran/lompatan api dari pembakaran terkendali di sekitarnya.

Ada beberapa tahap yang dapat dijadikan acuan dalam pengolahan lahan di lahan gambut menggunakan teknik pembakaran terkendali (Syaufina, 2003 dalam Thoha, 2008), yaitu:

a. Pemilihan lokasi calon ladang. Lokasi calon lading diutamakan lahan yang berupa semak dengan luas 1–2 hektar.

b. Menebas. Penebasan dilakukan untuk membersihkan tumbuhan bawah semak dan anakan yang masih mampu ditebang dengan golok atau parang. Selain itu untuk memudahkan pengeringan dan pembakaran, kegiatan ini dapat dilakukan secara berkelompok atau perorangan.

c. Menebang. Tahapan menebang merupakan kegiatan lanjutan untuk mematikan pohon. Untuk melakukan kegiatan ini dapat digunakan kampak atau chainsaw.

Penebangan dilakukan dengan cara :

1) Membuat takik rebah dan selanjutnya membuat takik balas serendah mungkin.2) Arah penebangan mengikuti arah condong tajuk.3) Apabila ada angin pada saat penebangan sebaiknya kegiatan penebangan ditunda

sampai angin berhenti karena angin akan merubah arah rebah pohon.4) Potong batang pohon. Kegiatan ini dilakukan dengan memotong batang

pohon menjadi potongan-potongan berukuran panjang 1–2 m. Bertujuan untuk memudahkan pengangkutan dan pengeringan. Batang pohon yang berdiameter lebih dari 15 cm diangkut keluar dari calon lahan yang akan ditanami untuk mengurangi akumulasi bahan bakar.

5) Pengeringan bahan bakar. Bahan bakar hasil penebasan, penebangan dijemur di bawah sinar matahari ± 2–3 minggu tergantung kondisi cuaca.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 280: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

20

6) Pembuatan ilaran/sekat bakar. Sebelum pembakaran calon ladang dilakukan, terlebih dahulu sisi-sisi ladang dibersihkan dari seresah selebar ± 2-4 meter. Kegiatan ini dapat dilakukan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan pemilik ladang

di dekatnya. Kegiatan ini bertujuan agar api tidak merember ke ladang lain.

7) Penumpukan bahan bakar. Bahan bakar berupa serasah ditumpuk merata dan setipis mungkin di lokasi calon ladang yang akan dibakar untuk mengurangi asap

yang dihasilkan.

8) Pembuatan parit dan tendon air di sekeliling calon ladang. Parit di sekeliling calon ladang dibuat dengan ukuran 50 cm dan kedalaman yang memadai (1 m). Sepanjang saluran di setiap jarak 10 m dibuat tendon air dengan ukuran 1 x 1 m dan kedalaman > 1 m. Adapun tujuan dibuatnya parit di sekeliling calon ladang adalah untuk menjaga keseimbangan air dalam tanah dan mencegah penjalaran kebakaran. Tujuan dibuatnya tendon air adalah untuk penampung air sehingga dapat digunakan untuk mencegah kebakaran pada musim kering. Parit dan tendon air dapat juga dimanfaatkan untuk budidaya ikan sehingga dapat menambah perekonomian petani.

9) Pembakaran. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembakaran, yaitu :

a) Penyiapan personil : personil terdiri dari orang yang melakukan pembakaran dan orang yang mengawasi berlangsungnya proses penyebaran api sehingga tidak menjalar keluar. Personil membakar 4 (empat) orang dan personil pengawas

± 10 (sepuluh) orang.b) Bahan: obor yang terbuat dari daun kering.c) Waktu pembakaran ± 12.00–14.00 WIB. Waktu pembakaran dapat bervariasi

tergantung kondisi daerah dan cuaca. Waktu pembakaran yang baik dilakukan pada saat bahan bakar sudah sangat kering dan angin tidak tertiup terlalu kencang sehingga bahan bakar lebih mudah terbakar dan api mudah dikontrol.

d) Teknik pembakaran: teknik pembakaran melingkar (ring fire). Pembakaran dilakukan oleh 4 (empat) orang yang berdiri pada sudut calon ladang, pembakaran berlangsung secara serentak dan berada di bawah satu komando yang bermula dari 2 (dua) tempat yang berbeda. Setiap 2 (dua) pembakar bergerak menuju arah yang sama dan membuat titik-tik api yang masing-masing berjarak sekitar 1 m dari titik awal. Dengan menggunakan teknik pembakaran ini api akan bergerak ke tengah dan proses pembakaran lebih cepat sehingga dapat mengurangi resiko penjalaran api ke arah luar dan ke bawah. Jika diperlukan, pembakaran tahap kedua dapat dilakukan di tempat khusus di luar areal ladang, abu dari sisa pembakaran ini

dapat ditaburkan di bedengan tanaman sebagai pupuk.

D. Pengembangan Teknik Pembakaran Terkendali Ramah Lingkungan

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan, prinsip kebijakan zero burning mencakup :

a) Pelarangan pembakaran yang diberlakukan bagi perusahaan kehutanan, perkebunan, pertanian, transmigrasi, pariwisata dan pertambangan dalam penyiapan lahan.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 281: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

21

b) Pembakaran terkendali, yaitu pemakaian api secara bijaksana dengan teknik tertentu yang memungkinkan api hanya membakar areal yang sudah ditentukan dan pembakaran yang diperbolehkan bagi masyarakat adat atau tradisional (Deddy, 2001).

Agar tujuan pembakaran terkendali dapat mencapai tujuan seperti yang telah diungkapkan di atas maka perlu beberapa pertimbangan dalam penerapan pembakaran terkendali di lapangan :

1. Perlu adanya kejelasan mengenai status tanah yang akan dibakar, karakteristik lahan dan identitas pembakar. Hal ini akan memudahkan penyelidikan dan penindakan bila terjadi kasus kebakaran tidak terkendali.

2. Aktivitas pembakaran dengan biomass dan luasan yang cukup besar harus mendapat izin dari instansi terkait dan masyarakat untuk mengontrol dan membantu penanganan apabila terjadi kebakaran tidak terkendali.

3. Penerapan langkah-langkah pembakaran terkendali yang tepat mulai dari penyiapan areal yang terbakar, penyiapan petugas dan peralatan, penentuan waktu pembakaran yang tepat, pelaksanaan pembakaran dengan teknik yang efisien dan efektif dan evaluasi setelah selesai pembakaran.

4. Pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat lokal untuk dapat menerapkan dan mengembangkan aktivitas penyiapan lahan yang ramah lingkungan.

5. Perluasan dukungan kelembagaan terutama pada tingkat masyakarat lokal agar upaya pencegahan, pengawasan dan pengendalian kebakaran akibat biomassa untuk penyiapan lahan dapat menjadi tanggung jawab bersama.

6. Pemberian sanksi atau hukuman yang berat bagi pihak yang melakukan pelanggaran dari prinsip-prinsip pembakaran terkendali.

Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 52 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Perkarangan bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah, perubahan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Lampiran 1 sehubungan dengan adanya masukan dari masyarakat serta stakeholder lainnya, terutama dalam kewenangan pemberian izin pembukaan lahan dan perkarangan masyakarat, maka dalam Pasal 1 ayat 1, menyatakan bahwa “Setiap orang yang melakukan pembukaan lahan dan perkarangan dengan cara pembakaran terbatas dan terkendali harus mendapat izin dari pejabat yang berwenang” dengan mentaati persyaratan sebagai berikut :

a) Mengharuskan biomassa (daun/ranting) tidak menumpuk di bagian tepi lahan, yaitu dengan cara menebang pohon di bagian tepi rebah ke dalam bagian lokasi lahan.

b) Membuat sekar bakar keliling dengan lebar yang cukup aman dari bahaya kebakaran.c) Menyediakan bahan dan peralatan pemadaman api yang memadai.d) Memberitahukan pemilik lahan yang berbatasan sebelum melakukan pembakaran.e) Pembakaran terbatas dan terkendali dilakukan secara bergiliran untuk lokasi yang

berkelompok dan berdekatan.f ) Pembakaran terbatas dan terkendali dilakukan secara bergotong royong pada waktu

yang tepat yaitu pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB.

E. Teknik Pembakaran di Lahan Gambut

Tanah gambut atau juga dikenal dengan nama Histosol (Soil Taxonomy USDA) di daerah tropika terbentuk secara alamiah dari sisa-sisa tanaman termasuk di dalamnya daun, ranting,

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 282: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

22

akar dan hewan yang telah mati dan tidak mengalami pelapukan yang sempurna karena kondisi lingkungan yang anaerob.

Tanah gambut di Indonesia terbentuk di daerah yang mempunyai kondisi drainase yang jelek (rawa). Pada daerah ini proses dekomposisi lebih lambat dibandingkan proses penimbunan. Menurut Adhi (1984), kesuburan tanah gambut ditentukan oleh ketebalan lapisan gambut dan tingkat kematangan gambut, keadaan tanah mineral di bawah lapisannya, kualitas air sungai yang mempengaruhi lahan gambut dalam proses pelapukan dan pematangannya.

Tanah gambut pada umumnya bereaksi sangat masam sampai masam, kapasitas tukar kation (KTK) sangat tinggi, tetapi kejenuhan basa (KB) sangat rendah. Kondisi ini tidak menunjang terciptanya laju dan kemudahan penyediaan unsur hara yang memadai bagi kebutuhan tanaman, terutama basa-basa seperti K, Ca dan Mg. Keadaan unsur hara yang miskin pada tanah gambut merupakan masalah penting dalam pemanfaatannya sebagai lahan pertanian. Namun tanah gambut tidak hanya membutuhkan tambahan N, P dan K namun juga membutuhkan unsur mikro, seperti Cu, Zn dan Fe. Kondisi sifat tanah yang masam dan miskin unsur hara tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Kandungan bahan organik yang tinggi menyebabkan unsur Cu, Zn dan Fe terikat dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman (Seifzer dalam Setiadi, 1984).

Upaya memanipulasi bahan bakar dapat dilakukan dengan melakukan pengelolaan bahan bakar, salah satunya yaitu dengan memotong atau mengurangi jumlah bahan bakar. Pembuatan sekat bakar bertujuan untuk membagi hamparan bahan bakar yang luas menjadi beberapa bagian/fragmen sehingga bila terjadi kebakaran api tidak melanda seluruh hamparan bahan bakar atau tanaman.

Sekat bakar dibedakan atas : sekat bakar alami (jalur vegetasi yang tahan api, jurang, sungai dan sebagainya) dan sekat bakar buatan, yaitu yang sengaja dibuat oleh manusia, seperti : waduk dan lain-lain. Kedua jenis sekat bakar di atas berguna untuk memisahkan bahan bakar dan mengendalikan atau mencegah penyebaran api dari satu lokasi ke lokasi lainnya.

1. Sekat Bakar Alami

Di lahan rawa gambut yang banyak terganggu oleh kegiatan manusia, sesungguhnya keberadaan air di dalamnya telah menyebabkan lahan dan hutan gambut tersebut masih basah secara alamiah sehingga peluang terjadinya kebakaran sangat kecil. Namun belakangan ini, terutama sejak tahun 1997/1998, karena kuatnya intervensi manusia yang telah jauh masuk merambah hutan rawa gambut, maka fungsi alamiah dari gambut yang dapat menahan air dalam jumlah besar menjadi jauh berkurang. Akibatnya gambut menjadi kering dan mudah terbakar.

2. Sekat Bakar Buatan

Kondisi khas yang membedakan daerah hutan atau rawa gambut dengan lahan kering adalah adanya perbedaan sifat genangan pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Pada lahan gambut genangan air pada musim hujan memiliki sifat positif dan negatif. Positifnya adalah keberadaan api tidak akan berbahaya karena lahan gambutnya tergenang air, tetapi negatifnya banyak tanaman akan mati akibat genangan air dalam waktu cukup lama. Tetapi saat musim kemarau, bahan-bahan yang terdapat di lahan gambut (vegetasi) maupun di lapisan bawahnya (tanah gambut) akan kering dan sangat berpotensi untuk terbakar. Oleh karenanya, usaha-usaha pengadaan sekat akar buatan untuk mencegah kebakaran di lahan gambut sangatlah penting.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 283: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

23

Ada beberapa macam sekat bakar buatan yang bersifat partisipatif yang dapat dibangun di atas lahan gambut, diantaranya: menanami lokasi tertentu dengan tanaman tahan api, membuat kolam-kolam/beje memanjang, menyekat parit-parit/saluran yang terdapat di lahan gambut, membangun tanggul di sekitar lahan gambut lalu basahi lahan gambut tersebut dengan memindahkan air dari sungai di sekitarnya.

a) Penanaman dengan vegetasi tahan api

Pada pertanian di lahan gambut pembuatan sekat bakar dapat dilakukan dengan menanam berbagai jenis vegetasi tahan api misalnya : pisang, pinang, pepaya, dll. Vegetasi ini ditanam dalam beberapa jalur mengelilingi lahan, selain berfungsi sebagai sekar bakar, maka menanam pohon pisang, pinang dan pepaya itu sendiri dapat memberi tambahan nilai ekonomis bagi petani. Tetapi perlu diingat bahwa daun-daun kering yang rontok dari tanaman-tanaman ini dapat berpotensi menyebarkan api ke tempat lain jika diterbangkan angin. Untuk mengatasinya maka daun-daun kering dari tanaman ini harus dihilangkan/dibersihkan dengan cara mengubur di dalam tanah atau dijadikan kompos.

b) Pembuatan kolam-kolam memanjang (beje)

Beje merupakan kolam yang dibuat oleh masyarakat Suku Dayak di pedalaman hutan Kalimantan Tengah untuk menangkap atau memerangkap ikan saat musim kemarau, berukuran 2–4 m, kedalaman 1–2 m dan panjang bervariasi antara 5 meter hingga puluhan meter jika dilakukan secara bersama-sama (tidak milik perorangan). Kolam-kolam ini letaknya tidak jauh dari pemukiman dan dekat dari sungai, sehingga saat musim hujan kolam-kolam ini akan berisikan air hujan ataupun luapan air sungai di sekitarnya (Gambar 2). Pada saat musim hujan akan terjadi banjir dan beje-beje akan tergenang oleh air luapan dari sungai di sekitarnya serta terisi oleh ikan. Saat musim kemarau air akan surut tetapi beje masih tergenang oleh air dan berisi ikan, sehingga pada musim kemarau masyarakat mulai memanen dan membersihkan kembali beje-bejenya dari lumpur ataupun membuat kembali beje-beje yang baru. Beje-beje semacam ini selain berfungsi untuk memerangkap ikan, ternyata juga dapat berfungsi sebagai sekat bakar.

Gambar 3. Sketsa Pemanfaatan Beje dan Parit yang telah difungsikan sebagai sekat bakar

Beje

Pemukiman

Sekat

Parit

Sungai

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 284: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

24Gambar 3 di atas merupakan contoh kolam beje yang banyak dijumpai di wilayah Sungai Puning Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah. Beje-beje tersebut terletak di hutan dengan jarak ± 500 m dari permukiman. Ukuran beje bervariasi dengan lebar 1,5–2 m, kedalaman 1–1,5 m dan panjang 10–20 m.

Beje merupakan sumber persediaan ikan alam di saat musim kemarau. Jenis-jenis ikan yang terperangkap di dalam beje saat musim hujan, ketika air sungai di sekitarnya meluap, di antaranya gabus (Chana sp.), lele (Clarias sp.), betok (Anabas tertudieneus), sepat (Trichogaster sp.) dan tambakan (Helostoma sp.). Beje ini masih tergenang di musim kemarau dan dilakukan perawatan oleh pemiliknya.

c) Penyekat parit-parit/kanal/saluran

Kerusakan hidrologi/tata air di lahan gambut seringkali ditimbulkan oleh adanya kegiatan-kegiatan manusia yang tidak terkendali dengan baik seperti membangun kanal/parit/saluran, menebang hutan, membakar ladang dan sebagainya. Pembangunan kanal/parit/saluran terbuka di lahan gambut (tanpa mempertahankan batas tertentu ketinggian air di dalam parit), baik untuk mengangkut kayu (legal atau illegal) hasil tebangan di dalam hutan ataupun untuk mengairi lahan-lahan pertanian, diduga telah menyebabkan terkurasnya kandungan air di lahan gambut sehingga lahan menjadi kering dan mudah terbakar di musim kemarau. Kondisi demikian telah terbukti di berbagai lokasi lahan gambut Kalimantan Tengah yang ada parit/kanak-kanalnya. Namun ada beberapa keuntungan yang akan diperoleh, yaitu:

• Tertahannyaairdilahangambut,selainberfungsisebagaisekatbakar,jugaakanmenyebabkan gambut di sekitar parit tetap basah sehingga sulit terbakar;

• Antararuangparityangdisekatdapatdijadikankolam-kolambejeyang jugaakan memerangkap ikan saat musim banjir tiba;

Gambar 4. Beje di Sungai Puning Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah (Sumber : Foto Alue Dohong (CCFPI)

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 285: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

25

• Kondisi di sekitar parit yang disekat tetap basah sehingga tanamanmudahtumbuh dan tingkat keberhasilan rehabilitasi tanaman akan lebih baik.

• Manfaat dan fungsi ekologis gambut dibenahi kembali, misalnya sebagaipendukung kehidupan flora fauna, pengatur tata air, penyimpan karbon.

Beberapa langkah penting yang mesti dilaksanakan dalam rangka mengoptimalisasikan pemanfaatan beje dan parit yang telah disekat sebagai sekat bakar adalah :

O Parit dan beje yang telah ada diperbaiki kondisinya yaitu dengan membuang lumpur, limbah kayu dan limbah lain yang ada di dalamnya, sehingga volume air di dalam beje atau parit yang disekat tetap optimum dan kondisi beje/parit sebagai habitat ikan maupun sebagai sekat bakar dapat

dipertahankan.O Memotong akar yang menembus beje dan membersihkan areal di sekitar beje

(radius ± 50 cm) dari vegetasi.O Penempatan beje-beje baru sebagai sekat bakar mengelilingi lahan,

sehingga sekat bakar dapat berfungsi optimal. Beje berukuran lebar 2 m, dalam maksimum 2 m, panjang 10 – 20 m atau lebih. Ukuran beje ini dapat

disesuaikan dengan kondisi lapangan.O Jika kondisi lahan di sekitar beje/parit terdegradasi (penutupan vegetasinya

rendah bahkan terbuka) maka perlu dilakukan percepatan suksesi dengan melakukan rehabilitasi di sekitar lokasi beje. Keberadaan vegetasi ini nantinya diharapkan dapat mempercepat pemulihan tata air di lahan gambut.

O Pengelolaan beje atau parit yang difungsikan sebagai sekat bakar dilakukan oleh kelompok masyarakat yang sekaligus berperan sebagai pemadam kebakaran (fire break) (Gambar 5). Anggota kelompok bertanggung jawab melalui patrol dan pengawas di areal sekitar beje mereka termasuk hutan yang

berbatasan.

Gambar 5. Pembuatan saluran air pada Lahan Gambut, dapat berfungsi sebagai Fire Break

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 286: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

26

Parit dibuat oleh masyarakat untuk menghubungkan sungai dengan hutan guna mengeluarkan kayu hasil tebangan di saat musim hujan, dimana kegiatan penebangan dilakukan pada saat musim kemarau. Parit dibuat dengan cara menggali tanah membentuk saluran dengan menggunakan alat yang sederhana. Panjang parit-parit tersebut berkisar antara 3–5 km, lebar antara 60–200 cm, dan kedalaman antara 35–95 cm.

d) Tanggul di sekitar lahan gambut

Cara lain untuk mencegah larinya air dari lahan gambut, agar gambut tidak terbakar, adalah dengan membangun tanggul di sekitarnya. Keberadaan tanggul ini diusahakan tidak jauh dari sungai dan dibuat (membuat gundukan) dari tanah mineral yang diambil dari sungai. Untuk mempertahankan keberadaan atau tinggi muka air di lahan gambut, terutama pada musim kemarau maka air dapat dipompakan dari sungai atau reservoir air lainnya (seperti danau/rawa) ke dalam hamparan lahan gambut yang akan kita lindungi dari bahaya api. Tinggi muka air di lahan gambut ini dapat dikendalikan dengan membuat saluran pembuangan/drainase (berupa parit kecil atau pipa PVC) dan diarahkan ke tempat lain yang letaknya lebih rendah.

Pembangunan parit ini juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, di saat pembangunan terdapat material galian yang tidak disengaja larut ke sungai. Hal ini menyebabkan berubahnya morfologi dan kualitas air sungai. Kondisi pasca pembuatan parit ini menyebabkan terganggunya sistem hidrologi kawasan hutan dan gambut, karena parit-parit yang dibangun menyebabkan air yang ada di lahan gambut secara cepat keluar dan daya tampung air tanah menjadi kecil dan muka air di lahan gambut mengalami penurunan yang sangat drastis. Kondisi ini menyebabkan hutan dan lahan gambut pada musim kemarau menjadi kering dan sangat rentan terhadap bahaya kebakaran, karena sifat tanah gambut yang irreversible (tidak dapat balik).

F. Rangkuman

Pengembangan pembakaran terkendali secara lebih luas sangat dimungkinkan tetapi dengan penerapan dan pengawasan yang sangat hati-hati. Pembakaran lahan berbasis masyarakat yang memiliki kearifan dalam menggunakan api dalam menyiapkan lahan telah banyak memberi banyak pengetahuan berharga kepada akademisi, praktisi dan pihak manajemen pengelola industri tanaman. Dukungan kebijakan, penyebarluasan publikasi petunjuk teknis, pendidikan dan pelatihan dan penegakan hukum merupakan upaya pemerintah beserta berbagai pemegang keputusan mulai dari tingkat pusat hingga lokal. Diharapkan penerapan pembakaran terkendali yang diadopsi dari kearifan lokal masyarakat memberikan pencerahan bahwa peladang berpindah bukan pihak yang semata-mata menyebabkan kebakaran hutan dan lahan.

Pembuatan sekat bakar bertujuan untuk membagi hamparan bahan bakar yang luas menjadi beberapa bagian/fragmen sehingga bila terjadi kebakaran api tidak melanda seluruh hamparan bahan bakar atau tanaman.

G. Latihan

Latihan merancang pengolahan lahan dengan pencegahan terkendali.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 287: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

27

H. Evaluasi Hasil Belajar

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas !

1. Jika lahan yang akan digunakan sebagai lahan pertanian adalah lahan gambut dan anda akan mengolahnya, apa yang harus anda lakukan ?2. Apa saja sekat bakar yang anda ketahui ?3. Apa saja yang harus diperhatikan jika di dalam pembakaran terkendali berdasarkan

Peraturan Gubernur Nomor 52 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Perkarangan bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah ?

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 288: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

28

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 289: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

29

4PENUTUP

Beberapa kesimpulan tentang pengelolaan lahan ramah lingkunganbahwa:

1. Teknik tanpa bakar pada pembukaan lahan memberikan keuntungan, baik dari segi lingkungan, agronomis, maupun ekonomis dibandingkan dengan teknik bakar.

2. Sistem pertanian berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan menggunakan sistem pertanian organik, sistem pertanian terpadu, dan sistem pertanian masukan luar rendah. Beberapa alternatif untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan melalui pertanian secara terpadu dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan kegiatan bertani dan pembukaan lahan tanpa pembakaran.

3. Untuk mempertahankan kearifan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya alam, perlu pula mengembangkan teknik pembuatan lahan dengan pengembangan teknik pembakaran terkendali yang ramah lingkungan dan untuk tujuan yang lebih luas guna

memperbaiki kualitas ekosistem dan bagian dari manajemen budidaya tanaman.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 290: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

30

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 291: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

31

DAFTAR PUSTAKA

Adhi, W. 1984. Masalah Tanaman di Tanah Gambut. Prosiding Pertemuan Teknis. Penelitian Pola Usahatani Menunjang Transmigrasi. Departemen Pertanian.

Akbar, Acep. 2011. Studi Kearifan Lokal Penggunaan Api Persiapan Lahan : Studi Kasus di Hutan Mawas Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. Vol 8 No. 3. September 2011. Hal 211-230.

Artaji, Windi. 2011. Sistem Pertanian Terpadu – Model Pertanian Terpadu dalam Satu Siklus Biologi (Integrated Bio Cysvle Farming). Artikel. Kompasiana.

Budiawan. 2001. http://blog.umy.ac.id/rahmanmu/2011/10/11/menjaga-keamanan-hayati-dengan-pertanian-terpadu.

Chandle, C, Cheney, P., Thomas, p., Trabaud, L., and Williams, D. 1983. Fire and Forestry Vol. II. Forest Management and Organiation. John Wiley and Sons. Inc. Toronto. Canada.

Deddy, Antung. 2001. Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup dalam Kaitannya dengan Kebakaran Hutan dan Lahan. Makalah dalam Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan Tingkat Manajemen. Unit Manajemen Lauser. Medan.

Guyon, A and Simorangkir, D. 2002. The Economics of Fire Uses in Agriculture and Forestry. A Preliminary Review for Indonesia. Project FireFight Southeast Asia. Jakarta.

Mackensen, J. 1999. Nutrien management for industrial tree plantations (HTI) in Indonesia: A practical guidance toward integrated nutrient management. Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusannenarbeit (GTZ) GmbH Posrfach, Eschborn.

Majid, R.A, 1997. Pembukaan areal baru perkebunan kelapa sawit dengan teknik tanpa bakar (zero burning), In: Poeloengan, Z., K. Pamin, P. Purba, Y.T. Adiwiganda, P.L. Tobing, dan M.L. Fadli (Ed.) Pembukaan areal dengan cara zero burning. Prosiding pertemuan teknis kelapa sawit, 22 April 1997, Medan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 15 tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 52 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Perkarangan bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah.

Purba, A., Z. Poeloengan, dan P. Guritno, 1997. Aplikasi teknik tanpa bakar untuk peremajaan kelapa sawit, In: Poeloengan, Z., K. Pamin, P. Purba, Y.T. Adiwiganda, P.L. Tobing, dan M.L. Fadli (Ed.) Pembukaan areal dengan cara zero burning. Prosiding pertemuan teknis kelapa sawit, 22 April 1997, Medan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Rachman, A., H. Subagjo, S. Sukmana, Hariyogyo, B. Kartiwa, A. Muti, dan U. Sutrisno. 1997. Soil and agriclimatic characterization for determining alternatives to slash and burn. In: Van Noordwijk, M., T.P. Tomick, D.P Garrity, dan A.M Fagi (Ed.) Alternatives to slash and burn

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 292: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

32

research in Indonesia. Workshop proceedings, 6 – 9 June 1995, Bogor, Indonesia, ASB Indonesia Report No. 6 ASB-Indonesia and ICRAF-S.E. Asia, Bogor, Indonesia.

Reijntjes, C. Bertus Haverkort dan Ann Waters Bayer. 1999. Pertanian masa Depan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Saharjo, B.H. 1999. Pembakaran terkendali sebagai metode alternative dalam pencegahan kebakaran hutan di hutan tanaman Acacia mangium . J. Manaj. Hut. Trop 5 (1) : 67-75.

................... .2001. Manajemen Penggunaan Api dan Bahan Bakar dalam Penyiapan Lahan. Makalah Pelatihan Bapedal. Jakarta.

......................2002. Istilah Kebakaran/Pembakaran Hutan dan Lahan. Kerjasama Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan Fakultas Kehutanan IPB dengan Proyek Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran Asia Tenggara (FDRS-Project) Kanada-Indonesia. Bogor.

Salikin, Karwan. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Setiadi, B. 1994. Manajemen Gambut Tropika. Seminar Sehari di Universitas Palangka Raya.

Setyono, A. 1994. Peranan pemulsaan terhadap status hara di tegakan Acacia mangium Wil. Pada hutan tanaman industry PT. Musi Huta Persada. Provinsi Sumatera Selatan (Tesis). Program Pascasarjana IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Sudirja, Rija. 2008. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sistem Pertanian Organik. Makalah. Disampaikan Pada acara penyuluhan Pertanian KKNM UNPAD Desa Sawit Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta.

Suparto, R.S., S. Sutaraharja, D. Darusman, I.M. Padlinurjaji, dan Y. Sudohadi, 1981. Studi perbaikan land clearing di wilayah transmigrasi di Pamenang. Jambi. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.

Sutanto, Rachman. 2002. Pertanian Organik (Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Syaufina. 2002. Kebakaran gambut, penyebab utama masalah kabut asap di Indonesia. Lahan Basah 10 (4): 19 – 20.

Thoha, A.S. 2008. Pembakaran Terkendali. Makalah Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Van Noordwijk, M., T.P. Tomick, R. Winahyu, D. Murniyarso, Suyatno, S. Partoharjono, dan A.M. Fagi (Eds.) 1995. Alternatives to slash and burn in Indonesia, Summary report of phase 1. ASB-Indonesia Report No. 4. ASB-Indonesia and ICRAG-S.E. Asia, Bogor, Indonesia.

Van Noordwijk, M., P.M. Susswein, T.P. Tomick, C, Diaw, dan S. Vosti. 2001. Land use practices in the humid tropics and introduction to ASB benchmark areas. International Centre for Research in Agroforestry-Southheast Asiaan Regional Research Programme, Bogor, Indonesia.

Zaini, Z., dan E. Suhartatik, 1997. Slash and burn effects on C, N and P balance in Sitiung benchmark area. In Van Noordwijk, M., T.P. Tomick, D.P Garrity, dan A.M Fagi (Ed.) Alternatives to slash and burn research in Indonesia. Workshop proceedings, 6 – 9 June 1995, Bogor, Indonesia, ASB Indonesia Report No. 6 ASB-Indonesia and ICRAF-S.E. Asia, Bogor, Indonesia.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 293: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

33

LAMPIRAN 1. ISTILAH-ISTILAH MODUL PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

ISTILAH-ISTILAH MODUL PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

1. Lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan tanah.

2. Pengolahan lahan adalah segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada suatu lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktivitas lahan tersebut dengan mempertimbangkan kelestariaannya.

3. Kebakaran lahan adalah kebakaran yang terjadi di ladang atau lahan masyarakat, atau lahan berhutan baik yang dikendalikan maupun yang tidak dikendalikan

4. Sistem pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya pertanian untuk memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau

meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.

5. Pembakaran terkendali adalah metode pembakaran yang disengaja dan di bawah kendali manusia yang dilakukan untuk maksud-maksud tertentu.

6. Sekat bakar alam adalah sekat bakar yang ada secara alami berupa sungai, danau, laut, lapangan terbuka, jurang dan lain-lain.

7. Sekat bakar buatan adalah sekat bakar yang sengaja dibuat oleh manusia dan biasanya berbentuk jalur hijau atau jalur kuning.

8. Zero burning adalah suatu keadaan tidak terjadi kebakaran (tidak boleh ada pembakaran).

9. Pertanian organik adalah sistem budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis.

10. Sistem pertanian terpadu adalah sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi bagi peningkatan produktivitas lahan, program pembangunan dan konservasi lingkungan, serta pengembangan desa secara terpadu. Diharapkan kebutuhan jangka pendek,

menengah, dan panjang petani berupa pangan, sandang dan papan akan tercukupi dengan sistem pertanian ini.

11. Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, dan hewan. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota (sampah).

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 294: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

34

12. Pupuk hayati adalah digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah

sehingga dapat tersedia bagi tanaman.

13. Pestisida organik adalah bagian dari pertanian berkelanjutan yang saat ini dikembangkan. Supaya pertanian kita berkelanjutan, tidak menciptakan

ketergantungan dan tidak merusak lingkungan maka jangan terlalu mengunakan pestisida dan pupuk kimia dari pabrik dalam bertani.

14. Pengendalian hama penyakit terpadu adalah suatu pendekatan untuk mengendalikan hama yang dikombinasikan dengan metode-metode biologi, budaya, fisik dan kimia, dalam upaya untuk meminimalkan biaya, kesehatan dan resiko-resiko lingkungan.

15. Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk secara alamiah dari sisa-sisa tanaman termasuk di dalamnya daun, ranting, akar dan hewan yang telah mati dan tidak mengalami pelapukan yang sempurna karena kondisi lingkungan yang anaerob.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 295: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

35

BIODATA PENULIS

Dr. Ir. Yusurum Jagau, M.Si Lahir di Palangka Raya 16 Juli 1964. Gelar sarjana pertanian diperoleh tahun 1986 pada Jurusan Agronomi IPB, gelar magister sains diperoleh tahun 1993 pada Jurusan Agronomi IPB dan gelar doktor diperoleh tahun 2000 pada PS Agronomi Program Pascasarjana IPB. Penulis terlibat antara lain pada kegiatan penyusunan Master Plan eks PLG tahun 2008-2009, Social and Environmental Standart REDD+ tahun 2011, terlibat dalam penyusunan konsep dan implementasi MRV di Kalimantan Tengah (2012). Penulis merupakan Staf pengajar pada Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Unpar sejak tahun 1988, Tenaga Ahli DPRD Kalteng 2006-2012, Tim Ahli Komda REDD+, Tim Ahli BP Kapet DAS Kakab, Ketua Komisi I Dewan Riset Daerah.

Lusia Widiastuti, SP, MPLahir di Palangka Raya, 12 Maret 1979. Gelar Sarjana Pertanian diperoleh dari Jurusan Budidaya Pertanian Faperta Universitas Palangka Raya tahun 2001 dan gelar Magister Pertanian (MP) diperoleh dari Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tahun 2006. Sebagai staf pengajar di Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya dari tahun 2002–sekarang, aktif di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dari tahun 2007–sekarang.

Jonpri, SP Lahir di Pulang Pisau, 15 Mei 1982. Gelar Sarjana Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian Faperta Universitas Palangka Raya tahun 2006. PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Pulang Pisau tahun 2008–2010. Bekerja sebagai Pelaksana Sub Bidang Pengendalian Pencemaran Air, Sungai, Laut, Tanah dan Udara Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah dari tahun 2011–sekarang.

PENGOLAHAN LAHAN RAMAH LINGKUNGAN

Page 296: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

36

MATA DIKLATTEKNIK MENGAJAR

Page 297: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

i

MATA DIKLATTEKNIK MENGAJAR

Asli, S.Hut.(Balai Diklat Kehutanan Samarinda)

Page 298: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

ii

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Penulis:Asli, S.Hut.

Editor:Mayang Meilantina

Yulius SadenEmanuel Migo

Diterbitkan oleh:Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

Page 299: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iii

Kata Pengantar ......................................................................................................................................................................... iDaftar Isi ........................................................................................................................................................................................ i

1. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1A. Latar Belakang ................................................................................................................................................... 1 B. Ruang Lingkup .................................................................................................................................................. 1C. Maksud dan Tujuan ........................................................................................................................................ 1D. Tujuan Pembelajaran ..................................................................................................................................... 1E. Pokok Bahasan................................................................................................................................................... 2

2. METODE PEMBELAJARAN .................................................................................... 3 A. Pengertian dan Pemilihan Metode ...................................................................................................... 3B. Ragam Metode Pembelajaran ................................................................................................................. 4C. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 9D. Latihan .................................................................................................................................................................... 9E. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 10

3. PERSIAPAN MENGAJAR ........................................................................................ 11A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ................................................................................................. 11B. Hasil Belajar yang Diharapkan ................................................................................................................. 11C. Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) ......................................................................... 12D. Satuan Acara Pembelajaran (SAP) ......................................................................................................... 14E. Bahan Ajar ............................................................................................................................................................ 15F. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 18G. Latihan .................................................................................................................................................................... 18H. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 18

4. PROSES MENGAJAR .............................................................................................. 11A. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran ....................................................................... 19B. Keterampilan Menjelaskan/Presentasi ............................................................................................... 20C. Keterampilan Bertanya ................................................................................................................................. 21D. Keterampilan Memberi Penguatan (Apresiasi) ............................................................................. 22E. Keterampilan Mengevaluasi (Penilaian) ............................................................................................ 22F. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 22G. Latihan .................................................................................................................................................................... 22H. Evaluasi Hasil Belajar ...................................................................................................................................... 22

5. PENUTUP ............................................................................................................... 23

DAFTAR ISI

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 300: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iv

Daftar Pustaka ........................................................................................................................................................................... 25 Lampiran 1. .................................................................................................................................................................................. 27Lampiran 2 .................................................................................................................................................................................. 29Biodata Penulis ......................................................................................................................................................................... 31

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 301: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

1

1PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Mengajar merupakan kegiatan kompleks yang membutuhkan berbagai segi keterampilan mengajar (teaching skill) dan kemampuan melaksanakannya. Keterampilan tersebut memerlukan latihan terlebih dahulu baik berupa pelatihan keterampilan skala kecil (micro teaching) dengan bahasan dan waktu yang sedikit, maupun skala besar (macro teaching) dengan bahasan dan waktu sesuai standar tujuan mata diklat.

Sebelum melakukan proses pengajaran seorang instruktur/pengajar perlu mempersiapkan bahan atau materi, antara lain yaitu, membuat Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP), Satuan Acara Pembelajan (SAP), bahan ajar (baik berupa modul ataupun bahan tayang lainnya), serta hal-hal lain yang mendukung dalam kegiatan pembelajaran, sehingga layak/siap untuk diajarkan atau dibawa dalam proses pembelajaran.

B. Ruang Lingkup.

Mata diklat tehnik mengajar ini disampaikan selama 7 jam pelajaran latihan (JPL) @45 menit terdiri dari teori 2 JPL, praktek 5 JPL dengan pokok bahasan yaitu metode pembelajaran, persiapan mengajar dan proses mengajar. Hal ini merupakan bekal bagi instruktur pada saat mengajar sesuai dengan mata diklat yang diampunya.

C. Maksud dan Tujuan.

Modul ini disusun sebagai acuan dan pedoman bagi para peserta diklat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat, khususnya yang diselenggarakan oleh Training Center REDD+ Palangka Raya dan umumnya para instruktur yang melakukan kegiatan pembelajaran. Tujuannya adalah memudahkan peserta diklat mempelajari dan memahami materi teknik mengajar dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan dapat mencapai hasil yang lebih efektif dan efisien.

D. Tujuan Pembelajaran.

1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) setelah mengikuti mata diklat ini peserta diharapkan dapat melakukan persiapan dan mengajar sesuai dengan mata diklat yang

diampunya. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) adalah setelah mengikuti mata diklat ini peserta

diharapkan mampu:a. Menjelaskan metode pembelajaranb. Melakukan persiapan mengajarc. Melaksanakan proses mengajar

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 302: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

2

E. Pokok Bahasan.

1. Metode pembelajaran2. Persiapan mengajar3. Proses mengajar

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 303: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

3

2METODE PEMBELAJARAN

A. Pengertian dan Pemilihan Metode

Metode dapat diartikan sebagai sarana dan teknik untuk mencapai tujuan tertentu. Secara operasional metode pembelajaran dapat didefinisikan sebagai cara instruktur/fasilitator dalam proses pembelajaran, agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Mutalis,1999). Sedangkan LAN mendefinisikan metode pembelajaran adalah alat untuk menciptakan hubungan antara peserta dan pengajar dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran (Modul TOT LAN, 2003).

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran pada prinsipnya adalah cara yang digunakan oleh seorang instruktur dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta diklat, agar dapat dicapai tujuan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien.

Cara/metode pembelajaran tersebut didasarkan pada filosofi berbagai teori atau pendapat sebagai berikut:

1. Confucius,1982. (Modul Diklat WI Berjenjang Tk. Muda LAN 2005) mengatakan bahwa, “apa yang saya dengar saya lupa; apa yang saya lihat saya ingat; apa yang saya kerjakan saya paham”.

2. Mel Silberman, 1996. (dalam Modul Diklat WI Berjenjang Tk. Muda LAN 2005) mengatakan bahwa “apa yang saya lihat saya ingat sedikit; apa yang saya dengar, lihat, dan diskusikan saya mengerti; apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan saya kerjakan

saya dapatkan pengetahuan dan keterampilan; apa yang saya ajarkan saya kuasai”.

Namun tidak ada satu metode pembelajaran yang baik/cocok untuk semua pengajaran. Semua itu tergantung pada tujuan yang ingin dicapai dan tergantung pada kondisi masing-masing unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran. Kemampuan peserta diklat, kemampuan instruktur, sifat materi, sumber belajar, media pengajaran, tujuan yang ingin dicapai, adalah unsur-unsur pengajaran yang berbeda di setiap tempat dan waktu. Mungkin pada suatu waktu metode pembelajaran yang satu lebih tepat dari pada metode pembelajaran yang lain.

B. Ragam Metode Pembelajaran

Menurut Moss,1993. (Modul Diklat TOT Calon WI. LAN 2005) Metode pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian yang terdiri dari:

1. Metode pembelajaran yang berguna untuk mentransfer pengetahuan2. Metode pembelajaran yang berguna untuk memecahkan masalah

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 304: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

4

3. Metode pembelajaran yang berguna untuk mengembangkan keterampilan peserta.4. Metode pembelajaran yang berguna untuk pembentukan/perubahan sikap.

Dari banyak metode pembelajaran yang sudah dikembangkan dewasa ini, ada beberapa metode yang sering digunakan dalam pembelajaran yang terkait dengan diklatpengendalian kebakaran hutan dan lahan, antara lain:

1. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah suatu bentuk pembelajaran yang dilakukan melalui penjelasan secara lisan/verbal oleh instruktur terhadap sekelompok besar peserta diklat.

Agar materi yang disampaikan melalui metode ceramah ini menarik perhatian peserta diklat, maka instruktur harus berkemampuan sebagai berikut:

a. Memiliki kemampuan menjelaskan,b. Mampu memilih dan menggunakan alat bantu yang tepat dan potensial untuk

meningkatkan pemahaman peserta diklat.

Tujuan pemakaian metode ceramah antara lain:

a. Menciptakan landasan pemikiran yang mendorong dan mengarahkan peserta diklat untuk lebih banyak mempelajari isi pelajaran melalui bahan tertulis secara mandiri.

b. Menyajikan garis-garis besar isi pelajaran dan permasalahan penting (esseential) yang terdapat dalam isi pelajaran.c. Mengatasi keterbatasan waktu dan peralatan yang tersedia.d. Menghemat biaya penyelenggaraan diklat, karena metode ceramah memungkinkan

seorang instruktur menghadapi sejumlah besar peserta diklat secara serentak.

Untuk efektifitas pemakaian metode ceramah, maka instruktur harus betul-betul mempersiapkannya melalui beberapa tahapan meliputi: tahapan persiapan ceramah, tahap awal ceramah, tahap pengembangan ceramah, dan tahap akhir ceramah.

2. Metode Tanya Jawab

Metode ini digunakan sebagai suatu tehnik untuk memberi motivasi kepada peserta diklat agar bangkit pemikirannya untuk bertanya selama mendengarkan materi yang disampaikan oleh instruktur atau instruktur yang memberi pertanyaan kepada peserta diklat dan peserta diklat yang menjawab.

Tujuan pemakaian metode tanya jawab antara lain:

a. Mengecek pemahaman peserta diklat sebagai dasar penilaian proses pembelajaran.b. Memberikan rasa aman kepada para peserta diklat melalui pertanyaan kepada

seorang peserta diklat yang dapat dipastikan bisa menjawab pertanyaan.c. Mendorong peserta diklat untuk melakukan penemuan dalam rangka memperjelas

suatu masalah.d. Untuk mengetahui kedalaman pengetahuan peserta diklat sesudah dan sebelum

proses pembelajaran.e. Memberi kesempatan kepada peserta diklat untuk mengemukakan hal-hal yang

belum jelas, sehingga instruktur dapat menjelaskan kembali.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 305: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

5

3. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah salah satu metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta diklat untuk berinteraksi antara sesama peserta diklat atau antara peserta diklat dengan instruktur untuk menganalisa, menggali atau membahas topik tertentu yang terjadi.

Adapun manfaat dari metode diskusi antara lain:

a. Mengembangkan daya kreatif dalam melakukan ide-ide baru.

b. Mengembangkan sikap dan nilai kagum terhadap pendapat yang berbeda, dan sikap toleransi menerima sanggahan, atau mengakui kelebihan ide orang lain.

c. Menghilangkan rasa bosan dalam mengikuti sajian yang terstruktur.

d. Menyalurkan kemampuan terpendam yang dimiliki peserta diklat.

Penerapan metode ceramah adalah sebagai berikut:

a. Persiapan

Pengajar menginformasikan topik atau meminta agar peserta mencari topik yang menarik untuk didiskusikan.

b. Pelaksanaan

- PendahuluanPengajar menginformasikan tujuan dari diskusi, menjelaskan skenario dan aturan main, serta membagi peserta dalam kelompok-kelompok.

- Kegiatan IntiPeserta diskusi dengan dipimpin oleh rekannya yang ditunjuk atau sukarela menjadi pimpinan. Selama pelaksanaan instruktur terus membantu jalannya diskusi, kalau perlu beri komentar agar peserta merasa instruktur tetap menjadi bagian dari kelompok kecil tersebut.

- PenutupHasil diskusi dapat dipresentasikan dan diberi tanggapan oleh peserta lain. Akhirnya setelah presentasi selesai, maka diadakan rangkuman hasil diskusi.

4. Metode Urun Pendapat (Brainstorming)

Metode ini pada dasarnya merupakan model untuk mencari pemecahan masalah. Model ini merupakan landasan pemikiran bahwa identifikasi secara kolektif akan lebih produktif dibandingkan bila dilakukan secara individu. Hal ini terjadi karena interaksi yang berlangsung diantara peserta dapat menjadi pemicu munculnya gagasan-gagasan baru.

Manfaat yang diperoleh dari metode ini antara lain:

a. Dapat memperoleh gagasan sebanyak mungkin.

b. Tidak langsung memberi penilaian pada gagasan yang diutarakan.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 306: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

6

Langkah-langkah penggunaan metode ini yaitu :

a. Penjelasan dari instruktur tentang masalah yang akan dicarikan alternatif pemecahannya.

b. Aturan main urun pendapat :

- Setiap peserta bebas mengemukakan gagasan yang muncul dibenaknya.- Setiap gagasan diinventarisir dan tidak boleh dikomentari peserta lain.

c. Peserta mendiskusikan dan mengevaluasi semua gagasan yang diinventarisir, membuang yang duplikasi (sama/mirip), memperjelas kalimat dan

mengelompokkan gagasan menurut kriteria tertentu.

d. Peserta menentukan gagasan tertentu atau gabungan beberapa gagasan yang dianggap baik untuk dilakukan.

Penerapan metode ini adalah sebagai berikut :

a. Persiapan

Instruktur menentukan topik/masalah yang akan didiskusikan dan menetapkan estimasi waktu untuk tahap pemungutan gagasan dan tahap evaluasi gagasan.

b. Pelaksanaan

- Tempat duduk diatur membentuk setengah lingkaran menghadap papan tulis putih (white board).

- Instruktur menjelaskan topik/masalah yang akan dibicarakan, prosedur dan aturan main.

- Instruktur mulai mengundang gagasan setiap peserta dan ditulis di papan tulis putih (white board).

- Setelah terkumpul, gagasan dievaluasi dengan cara dikelompokkan.- Instruktur meminta peserta menetapkan alternatif yang dianggap paling baik.

5. Metode Demonstrasi

Demonstrasi adalah suatu penyajian yang dipersiapkan secara sistematis dan terencana untuk mempertontonkan sebuah tindakan atau prosedur yang digunakan. Metode ini disertai dengan penjelasan, ilustrasi, dan pernyataan lisan (oral) atau peragaan (visual) secara tepat.

Keahlian mendemonstrasikan harus dimiliki oleh seorang instruktur yang ditunjuk, setelah mendemonstrasikan peserta diberi kesempatan melakukan latihan keterampilan seperti yang telah diperagakan oleh instruktur.

Pelaksanaan metode demonstrasi adalah sebagai berikut:

a. Adanya penjelasan sebelum pelaksanaanb. Ada lembar instruksi/skenario secara tertulisc. Ada alat bantu visual yang sesuai dengan tujuan demonstrasid. Adanya instruksi keselamatan/keamanan selama demonstrasie. Kegiatan diakhiri dengan tanya jawab atau diskusi.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 307: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

7

Metode demonstrasi akan efektif apabila :

a. Instruktur mampu merumuskan tujuan demonstrasi, agar dapat memberi motivasi yang kuat kepada peserta diklat untuk belajar

b. Harus sudah menentukan garis besar langkah-langkah yang akan dilakukan

c. Tersedia waktu yang cukup, sehingga ada waktu untuk tanya jawab.

6. Metode Praktek

Metode praktek hampir sama dengan metode demonstrasi, perbedaannya hanya terletak pada pelaksanaannya.

Demonstrasi dilakukan oleh instruktur atau sekelompok kecil, sedangkan peserta lainnya memperhatikan/menonton, kemudian secara keseluruhan melakukan tanya jawab dan diskusi.

Praktek dilakukan oleh semua peserta diklat, sedangkan instruktur hanya memberikan arahan/bimbingan pelaksanaannya, kemudian secara keseluruhan melakukan tanya jawab dan diskusi.

Gambar 1. Metode Ceramah

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 308: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

8

Gambar 2. Metode Diskusi

Gambar 3. Metode Demonstrasi

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 309: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

9

C. Rangkuman

Pemilihan metode yang digunakan pada proses pembelajaran sangat menunjang dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Oleh karena itu, instruktur harus mempunyai kemampuan untuk menentukan metode yang sesuai tujuan pembelajaran dengan memperhatikan ketersediaan waktu dan sarana yang ada. Dalam proses pembelajaran biasanya jarang hanya menggunakan satu metode, tetapi dikombinasikan beberapa metode, misalnya metode ceramah dan tanya jawab, atau ditambah metode diskusi dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan.

Dewasa ini banyak metode pembelajaran yang dikembangkan, namun dalam kegiatan diklat pengendalian kebakaran hutan dan lahan metode yang sering digunakan antara lain: metode ceramah, tanya jawab, urun pendapat, diskusi, demonstrasi, dan praktek.

D. Latihan

Bentuk kelompok yang terdiri dari 3 s/d 5 orang, kemudian setiap kelompok menentukan satu mata diklat yang akan diampunya. Dari mata diklat yang akan diampu tersebut, setiap kelompok mendiskusikan metode apa yang sesuai dengan mata diklat tersebut, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Hasil diskusi ditulis pada kertas manila/karton lebar, kemudian dipresentasikan.

Gambar 4. Metode Praktek

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 310: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

10

E. Evaluasi Hasil Belajar

1. Mungkinkah untuk mencapai tujuan pembelajaran, kita menggunakan satu metode pembelajaran saja, jelaskan alasannya!

2. Metode pembelajaran apa saja yang digunakan, jika kita mengampu mata diklat teknik pemadaman kebakaran hutan dan lahan?

3. Apakah perbedaan metode demonstrasi dan metode praktek?

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 311: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

11

3PERSIAPAN MENGAJAR

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Makna istilah “belajar” biasanya dijelaskan sebagai perubahan perilaku seseorang dari tidak dapat melakukan sesuatu menjadi dapat, dan dari tidak tahu menjadi mengetahui sesuatu yang mempunyai sifat relatif tetap (permanen). Kita ambil contoh untuk membedakan apakah hasil belajar atau bukan; seorang yang meloncat ke tepi jalan ketika hampir tersenggol kendaraan, hal ini dapat dikatakan disebabkan insting untuk menyelamatkan diri. Sedangkan, seorang olahragawan yang berhasil menang dalam pertandingan tenis meja, hal ini merupakan hasil belajar dan latihan berkali-kali.

Pembelajaran mencakup berbagai perangkat dan implementasinya untuk “membelajarkan” peserta diklat, mengubah perilaku dan menjadikannya berpengetahuan dalam berbagai bidang keahlian. Perangkat ini dapat berupa rancangan pembelajaran, media, bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar tertentu.

B. Hasil Belajar yang Diharapkan

Hasil belajar pada umumnya dapat digolongkan menjadi 3 menurut sifatnya:

1. Kognitif; yaitu hasil belajar yang berkaitan dengan berpikir (pengetahuan)2. Afektif; yaitu hasil belajar yang berhubungan dengan perubahan sikap atau tata nilai.3. Psikomotor; yaitu hasil belajar yang berhubungan dengan gerakan (keterampilan

melakukan sesuatu).

Jenis dan tingkatan hasil belajar yang diharapkan/direncanakan sebagai tujuan untuk mempengaruhi cara atau strategi yang digunakan dalam proses pembelajaran.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 312: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

12Cobalah amati gambar di atas, menurut pendapat saudara, dalam proses pembelajaran di atas, tujuan apakah yang ingin dicapai? Apakah tujuan tersebut bersifat kognitif, afektif atau psikomotor? Mungkin dengan mudah seseorang akan mengatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah “mampu membuat sekat bakar”, dan tujuan tersebut bersifat psikomotor. Benarkah demikian?

Dalam kenyataan jarang ditemukan pembelajaran yang hanya bersifat kognitif atau bersifat afektif saja. Selalu terjadi interaksi dan integrasi dari kognitif dan afektif dalam pembelajaran baik secara implisit maupun eksplisit. Demikian pula walaupun fokus suatu pembelajaran lebih bersifat psikomotor, tetap saja masih diperlukan seperangkat pengetahuan (kognitif) untuk melakukan gerakan dengan sempurna serta secara otomatis sedikit atau banyak mempengaruhi sifat afektif/sikap yang bersangkutan dalam bertindak atau bertingkah laku. Dengan demikian, dalam persiapan/merancang dan melaksanakan pembelajaran seorang instruktur perlu mempertimbangkan dan memperhitungkan berbagai interaksi antara kognitif, afektif dan psikomotor.

C. Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)

Persiapan pembelajaran diawali dengan menelaah kurikulum dan silabus yang akan digunakan pada suatu jenis diklat. Jika kurikulum dan silabus sudah dipahami, maka mulailah menyusun Garis-baris Besar Program Pembelajaran (GBPP) suatu mata diklat. Dalam penyusunan GBPP tersebut selain informasi yang tertuang dalam kurikulum dan silabus juga ditambah beberapa komponen lainnya sesuai kebutuhan untuk memperjelas persiapan pembelajaran.

Informasi yang tertuang dalam GBPP antara lain:

1. Nama Diklat : yaitu jenis diklat yang diselenggarakan dalam periode tertentu, misalnya diklat pengendalian kebakaran hutan.

Gambar 5. Membuat Sekat Bakar

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 313: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

13

2. Mata Diklat: yaitu salah satu mata diklat/mata pelajaran yang ada dalam suatu jenis diklat, misalnya pengetahuan dasar kebakaran hutan.3. Alokasi Waktu: yaitu waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran satu

jenis mata diklat, misalnya pengetahuan dasar kebakaran hutan teori 4JPL (Jam Pembelajaran Latihan) @45 menit (180 menit).4. Deskripsi Singkat: yaitu minimal memuat tujuan meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan yang diharapkan, jumlah jam teori dan praktek, materi pokok yang dibahas serta metode pembelajaran yang digunakan.

Misalnya: Mata Diklat ini untuk meningkatkan pengetahuan peserta diklat yang menangani pengendalian kebakaran hutan. Materi pokok yang dibahas yaitu manfaat api, segi tiga api, tingkah laku api dan tipe kebakaran, dengan jumlah jam pelajaran 4 JPL, sedangkan metode pembelajaran antara lain ceramah, tanya jawab, curah pendapat, dan diskusi.

5. Tujuan Pembelajaran; dibagi dalam tujuan umum dan tujuan khusus:

a. Tujuan pembelajaran umum (Kompetensi Dasar): yaitu memuat tujuan peningkatan kompetensi yang diharapkan sesuai dengan mata diklat yang

disampaikan, setelah pelaksanaan pembelajaran.

Misalnya: Setelah pembelajaran peserta diklat diharapkan dapat menjelaskan pengetahuan dasar kebakaran hutan sebagai acuan dalam pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan.

b. Tujuan pembelajaran khusus (Indikator Keberhasilan): yaitu kemampuan yang diharapkan (pengetahuan atau keterampilan) yang agak rinci sesuai dengan tujuan kompetensi mata diklat yang diharapkan, setelah pelaksanaan pembelajaran.

Misalnya: Setelah mengikuti mata diklat ini peserta diharapkan mampu: Menjelaskan tentang manfaat api untuk berbagai kepentingan, proses pembakaran melalui rantai segi tiga api, beberapa faktor yang mempengaruhi tingkah laku api, dan berbagai tingkatan tipe kebakaran hutan.

6. Pokok Bahasan (Materi Pokok) : yaitu penjabaran dari kompetensi yang ada pada tujuan pembelajaran khusus.

Pokok bahasan : 1. Manfaat api; 2. Segi tiga api; 3.Tingkah laku api; 4.Tipe kebakaran.

7. Sub Pokok Bahasan (Sub Materi Pokok): yaitu penjabaran dari pokok bahasan.

Misalnya : 1. Manfaat api.

Sub pokok bahasan; 1.a. Api kecil kawan, api besar lawan.

1.b. Kegunaan api.

8. Metode Pembelajaran: yaitu metode yang digunakan pada saat menyampaikan materi. Misalnya ceramah, tanya-jawab, curah pendapat dan diskusi.

9. Media/Alat Bantu: yaitu media atau alat bantu yang digunakan pada saat menyampaikan materi. Misalnya; modul, bahan tayang/power point, LCD (Liquid Crystal

Display), Laptop, kertas besar/flipchart, papan tulis putih/white board.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 314: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

14

10. Estimasi Waktu: yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyampaikan materi pada setiap pokok bahasan. Misalnya pokok bahasan 1. Manfaat api = 45 menit. Pokok bahasan

2. Segi tiga api dan aplikasinya = 30 menit, Pokok bahasan 3. Tingkah laku api = 80 menit, dan Pokok bahasan 4. Tipe kebakaran = 25 menit.

11. Referensi: yaitu bahan bacaan minimal yang tertera pada silabus ditambah dengan bahan bacaan lainnya yang (up to date) sesuai dengan pengetahuan instruktur/

pengajar.

12. Evaluasi hasil belajar: yaitu cara atau metode evaluasi yang direncanakan oleh instruktur/pengajar. Misalnya; Peserta diklat akan dievaluasi secara langsung dengan

cara tanya jawab atau secara tertulis dalam bentuk esay.

Contoh GBPP dapat dilihat pada lampiran 1.

D. Satuan Acara Pembelajaran (SAP)

Setelah membuat GBPP, dilanjutkan dengan membuat SAP untuk persiapan pelaksanaan pembelajaran lebih rinci.

Hal-hal yang tertuang dalam SAP antara lain:

1. Nama Diklat; (sama dengan isi GBPP).

2. Mata Diklat; (sama dengan isi GBPP).

3. Alokasi Waktu; (sama dengan isi GBPP).

4. Deskripsi Singkat; (sama dengan isi GBPP).

5. Tujuan Pembelajaran:

a. Tujuan pembelajaran umum (Kompetensi Dasar); (sama dengan isi GBPP).b. Tujuan pembelajaran khusus (Indikator Keberhasilan); (sama dgn isi GBPP).

6. Pokok Bahasan (Materi Pokok); (sama dengan isi GBPP).

7. Sub Pokok Bahasan (Sub Materi Pokok); (sama dengan isi GBPP).8. Kegiatan belajar Mengajar; yaitu menjelaskan tentang tahapan kegiatan, kegiatan

fasilitator/instruktur dan peserta, metode pembelajaran, media/alat bantu, dan estimasi waktu.

9. Tahapan kegiatan; yaitu terdiri dari

a. Pendahuluan/membuka pelajaran pertama. Misalnya: mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menguraikan tujuan pembelajaran, dan lain-lain yang dianggap perlu sesuai dengan estimasi waktu yang tersedia.

b. Penyajian materi: yaitu menyampaikan materi sesuai sub pokok bahasan dengan estimasi waktu yang tersedia.

c. Menutup pelajaran: yaitu setelah semua materi selesai disampaikan. Misalnya menyimpulkan materi, memberi motivasi kepada peserta bahwa materi yang disampaikan ini sangat aplikatif di lapangan, menyampaikan terima kasih atas partisipasi peserta, memohon maaf jika ada yang kurang berkenan, dan lain-lain yang dianggap perlu, serta diakhiri dengan ucapan salam.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 315: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

15

10. Kegiatan fasilitator/instruktur dan peserta: yaitu berisi tentang kegiatan interaktif antara instruktur dan peserta diklat.Misalnya: instruktur mengucapkan salam--peserta menjawab salam, instruktur menjelaskan materi--peserta memperhatikan dan mencatat, peserta bertanya--instruktur menjawab pertanyaan, dan lain-lain.

11. Metode Pembelajaran; (sama dengan isi GBPP).

12. Media/Alat Bantu; (sama dengan isi GBPP).

13. Estimasi Waktu: yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyampaikan materi pada setiap sub pokok bahasan ditambah waktu untuk membuka dan menutup pelajaran.Misalnya pokok bahasan pada GBPP, “Manfaat api” = 45 menit.

Sub pokok bahasan:a. Api kecil kawan, api besar lawan = 10 menit.b. Kegunaan api = 35 menit.

14. Referensi; (sama dengan isi GBPP).

15. Evaluasi hasil belajar: yaitu cara evaluasi sesuai rencana yang tertuang pada GBPP. Misalnya; di GBPP disebut evaluasi dalam bentuk soal esay, maka di SAP ini dibuatkan pertanyaannya. Contoh, coba saudara jelaskan untuk apa kita mempelajari segi tiga api?

Contoh SAP dapat dilihat pada lampiran 2.

E. Bahan Ajar.

1. Pengertian, Ciri dan Fungsi Bahan Ajar

Pengertian bahan ajar adalah informasi yang disusun secara sistematis dengan metode tertentu dalam suatu bidang ilmu, disajikan dan dikemas dalam bentuk media cetak atau non-cetak yang dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dalam belajar atau pembelajaran oleh instruktur dan peserta diklat untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.

Pengertian ini menunjukkan bahwa bahan ajar berfungsi sebagai salah satu sumber belajar dan pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar. Sebagai tolok ukur dalam menetapkan mutu hasil belajar itu ialah tujuan belajar atau pembelajaran. Dengan demikian bahan ajar diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif dalam memecahkan masalah belajar yang dialami oleh peserta serta masalah pembelajaran yang dihadapi oleh instruktur.

Pengertian bahan ajar seperti yang disebutkan di atas juga menunjukkan bahwa suatu bahan ajar memiliki ciri sebagai berikut:

a. Berisi informasi atau pesan dalam bentuk rangkaian konsep-konsep/teori dalam bidang pengetahuan atau keterampilan tertentu.

b. Disusun secara sistematis dalam arti, urutan konsep/teori itu ditata berdasarkan struktur pengetahuan atau keterampilan tertentu dengan sistem yang

memudahkan peserta memperoleh kemampuan/kompetensi yang diinginkan.c. Disajikan dan dikemas berdasarkan teori belajar dan pembelajaran yang sesuai

dengan sifat pengetahuan atau keterampilan tertentu karakteristik peserta, lingkungan belajar dan pembelajaran.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 316: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

16

d. Disusun sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran.e. Bersifat khusus, karena dirancang khusus untuk tujuan tertentu dan dalam lingkungan serta waktu belajar dan pembelajaran tertentu pula.

Dengan ciri-ciri yang demikian, maka bahan ajar berfungsi terutama sebagai:

a. Salah satu sumber atau acuan utama dalam belajar atau pembelajaran.b. Acuan utama peserta diklat dalam melaksanakan tugas-tugas dan mempersiapkan

evaluasi hasil belajar.c. Acuan utama bagi instruktur dalam mempersiapkan dan melaksanakan proses

pembelajaran, memberikan tugas, dan mengevaluasi hasil/kemajuan peserta diklat.

Ciri serta fungsi inilah yang membedakan bahan ajar dengan informasi lain. Misalnya perbedaan buku pelajaran (textbook) sebagai bahan ajar dengan buku lain yang bukan termasuk buku pelajaran dapat dilihat dari ciri dan fungsi tersebut. Suatu buku dikategorikan sebagai bahan ajar apabila disusun berdasarkan kurikulum tertentu dan dipergunakan sebagai acuan atau pedoman utama dalam proses belajar atau pembelajaran. Buku yang mengandung bahan ajar yang demikian akan memudahkan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan.

2. Bentuk Bahan Ajar

Dilihat dari penggunaannya bahan ajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bahan ajar mandiri dan bahan ajar konvensional.

a. Bahan ajar mandiriBahan ajar mandiri adalah bahan ajar yang disusun sebagai salah satu sumber belajar yang dipelajari oleh peserta diklat tanpa atau sedikit mungkin bantuan orang lain. Jadi, setting pembelajaran dalam belajar mandiri ialah tersedianya bahan ajar dan peserta. Contoh; bahan ajar mandiri ialah modul mandiri, paket belajar mandiri, dan lain-lain.

b. Bahan ajar konvensionalBahan ajar konvensional adalah bahan ajar yang disusun atas dasar setting pembelajaran ada instruktur, bahan ajar, dan peserta diklat. Dalam setting pembelajaran konvensional ini terjadi interaksi antara peserta diklat dengan instruktur dengan menggunakan bahan ajar sebagai acuan. Bahan ajar jenis ini termasuk buku-buku pelajaran yang disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum.

Dilihat dari segi fisik penyajian, bahan ajar dapat dibedakan dalam bentuk cetakan dan dalam bentuk non-cetakan.

a. Bahan ajar cetakanBahan ajar cetakan termasuk buku pelajaran, buku teks, buku latihan, panduan belajar peserta, panduan praktekum, handout, lembar kerja peserta diklat, dan atlas.

b. Bahan ajar non-cetakanBahan ajar non-cetakan termasuk kaset/CD, paket belajar berbasis komputer, dan paket multi media.

Disamping itu untuk melengkapi bahan ajar dalam bentuk cetakan dan non-cetakan terdapat pula bahan ajar yang disajikan dalam bentuk flipchart, foto, dan lain-lain. Masing-masing jenis dan bentuk bahan ajar tersebut memiliki kelebihan dan

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 317: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

17

keunggulan serta tidak ada yang sempurna dan unggul untuk memenuhi semua keperluan atau tujuan.

Pemilihan jenis dan bentuk bahan ajar ditentukan oleh tujuan pembelajaran, isi bahan ajar, karakteristik peserta diklat, lingkungan dan waktu pembelajaran.

Dalam penyusunan dan pemanfaatannya dapat juga digabung antara bahan ajar cetak dengan non-cetak, misalnya dalam bentuk buku dan kaset atau film ketika belajar bahasa, khususnya bahasa asing.

3. Penyusunan Bahan Ajar

Bahan ajar disusun dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan tuntutan kurikulum. Bahan ajar seperti ini disusun jauh hari sebelum proses pembelajaran dimulai karena membutuhkan waktu, tenaga dan juga biaya. Oleh karena itu disamping dapat dilakukan oleh satu orang, dapat juga dilakukan oleh satu tim yang terdiri dari beberapa instruktur yang membina suatu mata diklat yang sama. Apabila cara yang terakhir ini ditempuh, dalam praktiknya masing-masing instruktur dalam tim itu yang diberikan tugas mengembangkan dan menulis bahan ajar untuk pokok bahasan yang berbeda.

Walaupun dalam tahap awal disepakati rambu-rambu pengembangan penulisan masing-masing pokok bahasan, namun setiap instruktur biasanya memiliki gaya dan teknik penulisan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan salah seorang dalam tim itu bertindak sebagai editor/penyunting untuk menyelaraskan bahasa dan gaya penyajian secara keseluruhan.

Di tempat diklat masing-masing instruktur berusaha menyusun bahan ajar untuk mata diklat yang diampunya dengan memanfaatkan pengalaman sebelumnya. Apabila seorang instruktur mengampu mata diklat yang sama selama beberapa tahun, ia dapat menyusun sendiri bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik peserta yang mengikuti mata diklat tersebut. Bahan ajar tersebut disempurnakan dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan disiplin ilmu, perkembangan kompetensi yang dituntut, serta umpan balik yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya.

Bahan ajar yang disusun sendiri oleh instruktur dapat disajikan dalam berbagai tampilan seperti dalam bentuk buku cetakan, lembaran-lembaran atau handout, disket, kaset suara, kaset video, program power point komputer, dan lain-lain. Pemilihan tampilan bahan ajar ditentukan oleh tujuan pembelajaran, karakteristik peserta diklat, serta sarana yang tersedia di tempat diklat.

4. Kriteria Bahan Ajar yang Efektif

Bahan ajar yang komunikatif seharusnya dapat menyajikan inti/isi lebih baik dari ucapan (kalimat ucapan). Bahan ajar yang baik biasanya menggunakan kombinasi antara uraian, gambar dan grafis.

Dalam pengembangan bahan ajar gunakan aspek artistik memadai, aspek tata ruang media, dan aspek lain seperti pewarna untuk menjelaskan kata kunci penyajian.

Warna utama untuk kata inti adalah biru tua, hitam, coklat tua, dan merah tua, sedangkan warna pembantu untuk dekorasi adalah hijau, kuning, ungu, dan abu-abu. Setiap bahan ajar yang digunakan harus berisi sajian fakta yang akurat, benar, dan up to date dengan ukuran yang sesuai setting ruangan dan jumlah peserta.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 318: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

18

F. Rangkuman

Apapun yang akan dikerjakan untuk mencapai hasil yang baik tentu membutuhkan persiapan yang matang. Orang bijak mengatakan “Persiapan/perencanaan yang baik merupakan setengah keberhasilan untuk mencapai suatu tujuan”. Begitu juga dengan proses pembelajaran, membutuhkan persiapan/perencanaan yang baik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Dalam proses pembelajaran seorang instruktur selain mempersiapkan diri secara psikologis sebagai seorang pengajar juga mempersiapkan antara lain; GBPP, SAP, bahan ajar, dan pendukung lainnya sebagai media atau sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran.

G. Latihan

1. Bentuk kelompok yang terdiri dari 3 s/d 5 orang, kemudian setiap kelompok dengan kurikulum dan silabus yang sudah dibagikan, mengisi blanko GBPP yang terkait dengan nama diklat, mata diklat, alokasi waktu, deskripsi singkat dan tujuan pembelajaran

umum (jenis mata diklat ditentukan oleh masing-masing kelompok).2. Jika point 1 (satu) sudah selesai, pilih salah satu tujuan pembelajaran khusus; isilah pada

kolom tujuan pembelajaran khusus, materi pokok, sub materi pokok, metode, media/alat bantu, dan estimasi waktu.

H. Evaluasi Hasil Belajar

1. Apa saja yang dipersiapkan jika seorang instruktur akan mengajar?2. Bahan apa yang dibutuhkan untuk menyusun/membuat GBPP & SAP?3. Sebutkan beberapa contoh bahan ajar cetakan dan non-cetakan.

Gambar 6. Memilih media/bahan ajar yang sesuai/cocok.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 319: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

19

4PROSES MENGAJAR

A. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran

1. Pengertian Membuka Pelajaran

Kegiatan ini dilakukan untuk menciptakan suasana “siap” baik fisik maupun mental serta untuk menumbuhkan perhatian peserta agar terpusat ke dalam proses pembelajaran.

Kegiatan tersebut antara lain :

a. Memberi salam dan perkenalan,b. Menjelaskan tujuan pembelajaran,c. Menyampaikan materi pokok atau pokok bahasan,d. Menjelaskan tahapan kegiatan serta tugas yang harus dilaksanakan peserta.

2. Komponen dalam Membuka Pelajaran

a. Menarik perhatian peserta.- Gaya mengajar,- Penggunaan media pembelajaran,- Pola interaksi yang bervariasi.

b. Menumbuhkan motivasi peserta.- Kehangatan dan keantusiasan,- Menumbuhkan rasa ingin tahu,- Mengemukakan ide yang menantang,- Memperhatikan minat peserta.

c. Memberikan acuan.- Mengemukakan tujuan dan batas-batas tugas,- Menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan, - Mengingat masalah-masalah pokok yang akan dibahas,- Mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

d. Membuat kaitan.- Menghubungkan antar aspek yang relevan,- Membandingkan pengetahuan yang telah diketahui/lama dengan pengetahuan baru,

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 320: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

20

3. Keterampilan menutup pelajarana. Meninjau kembali,b. Mengevaluasi,c. Tindak lanjut.

4. Prinsip-prinsip pelaksanaannyaa. Bermakna.

Kegiatan membuka dan menutup pelajaran harus relevan dengan tujuan materi yang disampaikan serta sesuai dengan karakterisik peserta.

b. Sistematis dan berkelanjutan.Membuka dan menutup pelajaran tidak merupakan kegiatan yang terpisah- pisah. Kedua kegiatan tersebut merupakan satu kesatuan yang bulat, yang harus dilaksanakan secara berurutan dan berkesinambungan selama proses pembelajaran berlangsung.

B. Keterampilan Menjelaskan/Presentasi

1. Pengertian

Keterampilan menjelaskan adalah suatu keterampilan untuk menyampaikan atau menyajikan informasi secara lisan tentang hubungan antara:- Sebab akibat,- Apa yang diketahui dengan yang belum diketahui,- Dalil/definisi/rumus dengan bukti atau contoh sehari-hari.

Penjelasan dapat membantu pemahaman peserta dalam proses pembelajaran, mengingat keterbatasan peserta untuk menggali pengetahuan sendiri dari buku maupun kurangnya sumber informasi yang tersedia.

2. Penggunaan dalam kelas

a. Tujuan- Membimbing peserta memahami jawaban pertanyaan “mengapa”,- Membantu peserta memahami atau mendapatkan hukum, dalil rumus, prinsip-prinsip secara objektif,- Melibatkan peserta dalam proses berpikir memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan,- Membantu peserta dalam proses penalaran dan pembuktian yang bersifat

meragukan.

b. Cara penyajian- Sampaikan secara sistematis, sehingga mudah dipahami,- Intonasi suara disesuaikan dengan maksud yang disampaikan,- Gunakan kata atau bahasa yang mudah dimengerti.- Gunakan media/alat bantu yang cocok/sesuai dengan materi.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 321: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

21

c. Balikan.- Mengajukan pertanyaan kepada peserta,- Memperhatikan tingkah laku dan mimik peserta selama penjelasan

berlangsung,- Mengulangi hal yang penting,- Berikan kesempaan kepada peserta untuk memberikan/mengemukakan

pendapat atau contoh berdasarkan pengalaman peserta sendiri.

C. Keterampilan Bertanya

1. Pengertian

Pertanyaan di dalam kehidupan sehari-hari bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal yang belum diketahui penanya.Dalam proses pembelajaran, pertanyaan yang diajukan oleh instruktur berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar dan meningkatkan pengetahuan serta kemampuan berpikir peserta.

2. Alasan penggunaan bertanya

- Kebanyakan instruktur menggunakan metode ceramah yang menempatkan instruktur satu satunya sumber informasi.

- Latar belakang kehidupan sehari-hari jarang seseorang memberikan kesempatan bertanya kepada orang lain.

- Penerapan gagasan cara belajar peserta aktif.- Menepis pandangan yang mengatakan bahwa pertanyaan hanya dipakai untuk

mengevauasi hasil belajar peserta.

3. Tujuan yang ingin dicapai

a. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu peserta,b. Memusatkan perhatian peserta,c. Mendiagnostik kesulitan peserta,d. Mengembangkan cara belajar peserta aktif,e. Memberi kesempatan peserta mengasimilasi informasi,f. Mendorong peserta berani mengemukakan pandangan dalam diskusi,g. Menguji atau mengukur hasil belajar peserta.

4. Hal-hal yang perlu diparhatikan

- Kehangatan dan keantusiasan,- Pertanyaan jangan hanya selalu pada orang yang sama,- Kebiasan-kebiasan yang perlu dihindari (membuat orang tersinggung),- Mengulangi jawaban peserta yang benar,- Hindari menjawab pertanyaan sendiri sebelum ada jawaban dari peserta.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 322: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

22

D. Keterampilan Memberi Penguatan (Apresiasi)

Dalam kehidupan sehari-hari penghargaan sering kita dapatkan apabila kita telah menghasilkan sesuatu yang dapat dinikmati baik diri sendiri maupun orang lain. Penghargaan itu berpengaruh besar/positf dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula dalam kegiatan pembelajaran.

Adapun tujuan memberi penguatan ini antara lain:1. Meningkatkan perhatian peserta,2. Membangkitkan/memelihara motivasi,3. Mendorong munculnya perilaku produktif.

E. Keterampilan Mengevaluasi (Penilaian).

Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, tentu seorang instruktur sudah menentukan tujuan pembelajaran yang diharapkan, apakah itu berupa kognitif, afektif, psikomotor, maupun kombinasi dari dua atau ke tiganya.

Menurut Dr. Mulyana (2005), dalam modul diklat calon widyaiswara, evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses sistemik untuk mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi informasi dan menentukan tingkat keberhasilan peserta diklat terhadap tujuan instruksional.

Untuk mendapatkan informasi sebagai bahan penilaian tersebut, dapat menggunakan berbagai cara antara lain dengan tanya jawab, hasil kerja dalam tugas, maupun melalui berbagai instrument/kuesioner atau soal ujian.

F. Rangkuman

Selain menguasai materi, persiapan media dan bahan pembelajaran yang sudah disiapkan secara menarik, seorang instruktur juga harus mengetahui tehnik pelaksanaan mengajar itu sendiri. Dalam mengajar/menyampaikan materi harus menguasai teknik membuka dan penutup pelajaran, tehnik menjelaskan atau mempresentasikan, tehnik bertanya, dan mengevaluasi serta tehnik memberikan penguatan/apresiasi kepada peserta diklat, agar dalam proses pembelajaran dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

G. Latihan

1. Minta salah seorang sukarelawan dari peserta, untuk mendemonstrasikan cara membuka pelajaran di depan kelas, yang lainnya menyimak dan memberikan komentar

setelah membuka pelajaran selesai.2. Minta salah seorang sukarelawan dari peserta, untuk menjelaskan satu sub pokok

bahasan dalam waktu kurang lebih 5 menit di depan kelas, yang lainnya menyimak dan memberikan komentar setelah penjelasan selesai.

H. Evaluasi Hasil Belajar

1. Ketika mengajar cara penyajian seperti apa yang anda lakukan? 2. Mengapa kita perlu memberi kesempatan peserta diklat untuk bertanya? 3. Pentingkah kita memberikan penguatan/apresiasi kepada peserta, jelaskan!

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 323: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

23

5PENUTU[P

Tercapainya tujuan pembelajaran dalam penyampaikan suatu materi yang terkait dengan mata diklat merupakan harapan utama instruktur dalam mengajar. Dalam mencapai tujuan pembelajaran tersebut, seorang instruktur harus menguasai dan mempersiapkan banyak hal, baik berupa kesiapan secara psikologis untuk menghadapi peserta diklat yang mempunyai karakteristik perilaku yang beragam maupun kesiapan penguasaan materi, metode pembelajaran, serta media/bahan yang mendukung dalam kegiatan pembelajaran.

Persiapan mengajar yang baik, merupakan landasan pertama untuk mencapai keberhasilan yaitu mencakup pembuatan GBPP, SAP, dan bahan ajar baik yang berupa modul maupun bentuk lainnya yang menunjang dalam memudahkan peserta diklat menyerap materi dengan baik.

Dalam kegiatan pembelajaran selain persiapan yang baik, juga pelaksanaan mengajar harus baik pula. Seorang instruktur harus menguasai juga antara lain keterampilan membuka dan menutup pelajaran, cara menjelaskan/presentasi, cara bertanya yang baik agar peserta diklat tidak merasa dipojokkan, dan mengevaluasi serta cara memberikan penguatan/apresiasi agar peserta merasa dihargai dan berkeinginan untuk mengembangkan materi yang sudah diterima.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 324: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

24

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 325: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

25

DAFTAR PUSTAKA

BP Sitepu, 2005. Pengembangan Bahan Ajar. Modul Diklat Calon Widyaiswara. Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta.

M.Entang dan Titiek Rostiah, 2005. Metode Pembelajaran-2. Modul Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang Tingkat Muda. Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta.

M. Agustom, 2005. Strategi Belajar dan Pembelajaran. Modul Diklat Calon Widyaiswara. Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta.

Muchtar M. Noor, 2005. Kemampuan Dasar Mengajar. Modul Diklat Calon Widyaiswara. Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta.

Mulyana, 2005. Evaluasi Pendidikan. Modul Diklat Calon Widyaiswara. Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta.

Suciaty dan Wahyu Suprapti, 2005. Rencana Pembelajaran. Modul Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang Tingkat Muda. Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta.

Sasonohardjo dan Yenny Jorry Salmon, 2005. Pengembangan Media Pembelajaran. Modul Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang Tingkat Muda. Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 326: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

26

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 327: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

27

LAMPIRAN 1. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

Lampiran 1. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

1. Nama Diklat : PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN2. Mata Diklat : Pengetahuan Dasar Kebakaran Hutan3. Alokasi Waktu : 4 Jam Pelajaran @ 45 Menit = 180 Menit.4. Deskripsi Singkat : Mata Diklat ini untuk meningkatkan pengetahuan peserta diklat yang menangani pengendalian kebakaran hutan. Materi pokok yang dibahas yaitu manfaat api, segi tiga api, tingkah laku api dan tipe kebakaran, dengan jumlah jam pelajaran 4 JP@45 menit, sedangkan metode pembelajaran antara lain ceramah, tanya jawab, curah pendapat, dan diskusi.5. Tujuan Pembelajaran a. Tujuan pembelajaran umum : Setelah pembelajaran peserta diklat diharapkan mampu mengetahui, Pengetahuan dasar kebakaran hutan sebagai acuan dalam pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan.

b. Tujuan Pembelajaran Khusus :

NO.TUJUAN

PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK)

MATERI POKOKSUB

MATERI POKOKMETODE

MEDIA/ ALAT BANTU

ESTIMASIWAKTU

REFERENSI

1 2 3 4 5 6 7 8

1. Peserta dapat :Menjelaskan manfaat api untuk berbagai kepentingan.

1. Manfaat api 1.1. Api kecil kawan- apa besar lawan.1.2. Kegunaan api.

1. Ceramah2. tanya-jawab3. curah pendapat4. Diskusi

1. Kompt+LCD2. White board.3. Flipchart.

45 menit 1. Satya I. (1999) Hand out. “Kebakaran Hutan di Indonesia”

2. Sudayatna, Slamet. M, Nano S.M. (2002) “Menejemen Pencegahan Kebakaran Hutan” Pusatdiklat & ITTO, Bogor.

2. Peserta dapat :Menjelaskan proses pembakaran melalui rantai segi tiga api dan aplikasinya.

2. Segi tiga api dan aplikasinya.

2.1. Sumber panas,2.2. Oksigen,2.3. Bahan bakar,2.4. Aplikasi segi tiga api dalam pengendalian kebakaran hutan.

1. Ceramah2. Tanya jawab3. Peragaan.

1. Kompt+LCD2. White board3. Flipchart4. Gelas kaca5. Lilin6. Korek api

30 menit

3. Peserta dapat :Menjelaskan beberapa faktor yang mempenga-ruhi tingkah laku Api dengan baik.

3. Tingkah laku api 3.1. Bahan baker,3.2. Cuaca,3.3. Topografi.

1. Ceramah2. tanya-jawab3. Diskusi Kelompok.

1. Kompt+LCD2. White board.3. Flipchart.

80 menit

4. Peserta dapat :Menjelaskan berbagai tingkatan tipe kebakaran hutan.

4. Tipe kebakaran. 4.1. Kebakaran Bawah,4.2. Kebakaran Permukaan,4.3. Kebakaran tajuk.

1. Ceramah2. tanya-jawab3. Diskusi

1. Kompt+LCD2. White board.3. Flipchart.

25 menit 3. Boer, C. 1995. Perlindungan Terhadap Kebakaran Hutan

Keterangan: LCD=Liquid Crystal Display

Evaluasi : Evaluasi hasil belajar disampaikan secara tertulis dalam bentuk esay. Palangka Raya, 2 Juli 2012

Widyaiswara Muda,

Asli, S.Hut.NIP 19621224 198603 1 002

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 328: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

28

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 329: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

29

LAMPIRAN 2. SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

Lampiran 2. SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

1. Nama Diklat : Pengendalian Kebakaran Hutan.2. Mata Diklat : Pengetahuan Dasar Kebakaran Hutan.3. Alokasi Waktu : 4 Jam Pelajaran @ 45 Menit = 180 Menit.4. Deskripsi Singkat : Mata Diklat ini untuk meningkatkan pengetahuan peserta diklat yang menangani pengendalian kebakaran hutan. Materi pokok yang dibahas yaitu manfaat api, segi tiga api, tingkah laku api dan tipe kebakaran, dengan jumlah jam pelajaran 4 JP @45 menit, sedangkan metode pembelajaran antara lain ceramah, tanya jawab, curah pendapat, dan diskusi.

5. Tujuan Pembelajaran: a. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah pembelajaran peserta diklat diharapkan mampu mengetahui: pengetahuan dasar kebakaran hutan sebagai acuan dalam pencegahan dan pemadamankebakaran hutan. b. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti mata diklat ini peserta diharapkan dapat : 1. Menjelaskan tantang manfaat api untuk berbagai kepentingan. 2. Menjelaskan proses pembakaran melalui rantai segi tiga api, 3. Menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruh tingkah laku api, 4. Menjelaskan berbagai tingkatan tipe kebakaran hutan.

6. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok : a. Materi Pokok : 1. Manfaat api. 2. Segi tiga api 3. Tingkah laku api 4. Tipe kebakaran. b. Sub Materi Pokok : 1.1. Api kecil kawan, api besar lawan. 1.2. Kegunaan api. 2.1. Sumber panas 2.2. Oksigen 2.3. Bahan bakar. 2.4. Aplikasi segi tiga api dalam pengendalian kebakaran hutan 3.1. Bahan bakar. 3.2. Cuaca. 3.3. Topografi. 4.1. Kebakaran bawah. 4.2. Kebakaran permukaan. 4.3. Kebakaran tajuk.7. KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR.

NO TAHAP KEGIATAN

KEGIATANMETODE MEDIA/ALAT

BANTUALOKASI WAKTUFasilitator Peserta Diklat

1. Pendahuluan 1.1. Mengucapkan salam1.2. Mengenalkan diri.1.3. Menguraikan tujuan pembelajaran.1.4. Menjawab pertanyaan.

- Menjawab salam,- Menyimak, mencatat, bertanya.

- Menyimak, mencatat.

1. Ceramah2. Tanya jawab

LCD, flip chart. 5

2. Penyajian 2.1. Menjelaskan Api kecil kawan, api besar lawan - Memberikan kesempatan bertanya - Menjawab pertanyaan

2.2. Menjelaskan Kegunaan api - Memberikan kesempatan bertanya - Menjawab pertanyaan

- Menyimak/mencatat.- Bertanya- Menyimak/mencatat

--- Sda ---

Ceramah, Tanya jawab, curah pendapat, diskusi.

--- Sda ---

LCD, flip chart.

--- Sda ---

10

35

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 330: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

30

EVALUASI PEMBELAJARAN : 1. Adakalanya kita sangat membutuhkan api, tetapi pada saat tertentu kita tidak senang dengan keberadaan api. Jelaskan pendapat saudara tentang api tersebut !2. Coba saudara jelaskan untuk apa kita mempelajari segi tiga api ?3. Sebutkan dan jelaskan faktor yang mempengaruhi tingkah laku api !4. Apa yang regu pemadam lakukan jika suatu areal terbakar, dengan bahan bakar yang banyak dan kering serta angin bertiup kencang ?5. Sebutkan 3 (tiga) tipe kebakaran hutan !6. Dari tiga tipe kebakaran tersebut, manakah yang paling mudah dipadamkan ?

REFERENSI: 1. Sudayatna, Slamet. M. Nano SM. (2002) Modul Pelatihan Menejemen Pencegahan Kebakaran Hutan. Pusatdiklathut dan ITTO. 2. Ismunandar S. (1999) , Handout Kebakaran Hutan di Indonesia. Forest Fire Managament Project (IFFM) Kaltim. 3. Boer, C. (1995). Perlindungan Terhadap Kebakaran Hutan. Universitas Mulawarman Samarinda.

NO TAHAP KEGIATAN

KEGIATANMETODE MEDIA/ALAT

BANTUALOKASI WAKTUFasilitator Peserta Diklat

3.1. Menjelaskan Sumber Panas. - Memberikan kesempatan bertanya - Menjawab pertanyaan

3.2. Menjelaskan bahan bakar - Memberikan kesempatan bertanya - Menjawab pertanyaan

3.3. Menjelaskan oksigen & menugaskan peserta memperagakan padamnya api - Memberikan kesempatan bertanya - Menjawab pertanyaan

3.4. Menjelaskan Aplikasi segi tiga api dalam pemadaman kebakaran hutan - Memberikan kesempatan bertanya - Menjawab pertanyaan

- Menyimak/mencatat.- Bertanya- Menyimak/mencatat

- Menyimak/mencatat.- Bertanya- Menyimak/mencatat

- Menyimak/mencatat. Melaksanakan tugas

- Bertanya.

- Menyimak/mencatat

- Menyimak/mencatat.

- Bertanya.

- Menyimak/mencatat

Ceramah, Tanya jawab.

Ceramah, Tanya jawab.

Ceramah, Tanya jawab, Peragaan.

Ceramah, Tanya jawab.

LCD, flip chart.

LCD, flip chart.

LCD, flip chart.Gelas kaca bening,

Lilin, Korek api.

LCD, flip chart.

5

5

10

10

4.1. Menjelaskan Bahan bakar - Memberikan kesempatan bertanya - Menjawab pertanyaan

4.2. Menjelaskan Cuaca - Memberikan kesempatan bertanya - Menjawab pertanyaan

4.3. Menjelaskan Topografi - Memberikan kesempatan bertanya - Menjawab pertanyaan

- Menyimak/mencatat.- Bertanya.- Menyimak/mencatat

- Menyimak/mencatat.- Bertanya.- Menyimak/mencatat

- Menyimak/mencatat.- Bertanya.- Menyimak/mencatat

Ceramah, Tanya jawab, diskusi.

--- Sda ---

--- Sda ---

LCD, flip chart.

--- Sda ---

-- Sda ---

30

20

20

5.1. Menjelaskan Kebakaran bawah - Memberikan kesempatan bertanya - Menjawab pertanyaan

5.2. Menjelaskan Kebakaran permukaan - Memberikan kesempatan bertanya - Menjawab pertanyaan

5.3. Menjelaskan Kebakaran tajuk - Memberikan kesempatan bertanya - Menjawab pertanyaan

- Menyimak/mencatat.- Bertanya.- Menyimak/mencatat

- Menyimak/mencatat.- Bertanya.- Menyimak/mencatat

- Menyimak/mencatat.- Bertanya.- Menyimak/mencatat

--- Sda ---

--- Sda ---

--- Sda ---

--- Sda ---

--- Sda ---

--- Sda ---

10

10

5

3 Penutup 6.1. Menyimpulkan materi6.2. Memberi motivasi.6.3. Menutup acara dengan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada peserta.6.4. Mengucapkan salam

- Menyimak/mencatat- Menyimak/mencatat,- Menyimak,

- Menjawab salam.

Ceramah Komputer+LCD,flip chart.

5

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 331: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

31

BIODATA PENULIS

AsliLahir di Sebulu, 24 Desember 1962, mulai bekerja di Balai Diklat Kehutanan Samarinda sejak tahun 1984, kemudian menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tahun 1986. Pendidikan Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) Samarinda, lulusan tahun 1983 (angkatan I). Kemudian sambil bekerja melanjutkan studi Strata 1 (S1) di Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda dengan jurusan Manajemen Hutan, lulus tahun 2003. Pernah menjadi counterpart tahun 1998 s/d 2004 pada Integrated Forest Fire Management (IFFM/GTZ) Proyek Pengelolaan Kebakaran Hutan Terpadu kerjasama Indonesia-Jerman melalui Kantor Wilayah Kehutanan dan Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur. Jabatan fungsional sekarang adalah Widyaiswara sejak tahun 2008 pada bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA). Sedangkan mata diklat utama yang diampuh yaitu yang terkait dengan materi Pengendalian Kebakaran Hutan/Lahan, Perlindungan Hutan, Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ), serta Bina Suasana Pelatihan.

MATA DIKLAT TEKNIK MENGAJAR

Page 332: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

32

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 333: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

i

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Ir. Waldemar Hasiholan, M.Sc

Page 334: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

ii

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Penulis:Ir. Waldemar Hasiholan, M.Sc

Editor:Mayang Meilantina

Yulius SadenEmanuel Migo

Diterbitkan oleh:Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

Page 335: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iii

Jika saya mendengar maka saya lupa...........

Jika saya melihat maka saya ingat...........

Jika saya mengerjakan maka saya bisa............

Jika saya menemukan maka saya menggunakan.........

Jika saya menggunakan maka saya mengembangkannya........

Jika saya mengembangkan maka saya menyebarkannya.........

Jika saya menyebarkan maka saya menemukan lagi.........

7 AZAS PEMBELAJARAN

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 336: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

iv

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 337: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

v

Azas Pembelajaran ................................................................................................................................................................. iii Kata Pengantar .......................................................................................................................................................................... vDaftar Isi ........................................................................................................................................................................................ ix

1. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1A. Latar Belakang ................................................................................................................................................... 1 B. Tujuan Pembelajaran ..................................................................................................................................... 2C. Ruang Lingkup Pembelajaran ................................................................................................................. 2D. Pokok Bahasan................................................................................................................................................... 2

2. KONSEP DASAR PEMBELAJARAN ........................................................................ 3 A. Pengertian ............................................................................................................................................................ 3B. Pembelajaran Aktif dan Kreatif ................................................................................................................ 3C. Prinsip Dasar Pembelajaran Aktif dan Kreatif ................................................................................. 3D. Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa .................................................................................................. 4E. Beberapa Metode Pembelajaran Partisipatif .................................................................................. 6F. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 9

3. PARTICIPATORY LEARNING DEVELOPMENT........................................................ 11 A. Pengertian ............................................................................................................................................................ 11B. Sifat Pengembangan Pembelajaran Partisipatif ........................................................................... 11C. Ciri Pengembangan Pembelajaran Partisipatif.............................................................................. 12D. Pelaksanaan Pembelajaran ........................................................................................................................ 12E. Rangkuman ......................................................................................................................................................... 16

4. PENUTUP ............................................................................................................... 17A. Kesimpulan .......................................................................................................................................................... 17B. Saran dan Usul ................................................................................................................................................... 17

Daftar Pustaka ........................................................................................................................................................................... 19Biodata Penulis ......................................................................................................................................................................... 21

DAFTAR ISI

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 338: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

vi

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 339: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

1

1PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar adalah proses aktif mengkonstruksikan pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki. Demikian pula pembelajaran dalam pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh Institusi Kementerian Kehutanan adalah untuk meningkatkan kemampuan dan mutu sumber daya manusia kehutanan.

Sumber daya manusia yang menjadi peserta dalam pendidikan dan pelatihan berasal dari pegawai kementerian kehutanan, pemerintah daerah, mitra kementerian kehutanan dan masyarakat. Kegiatan belajar yang diselenggarakan perlu dikemas menjadi proses mengkonstruksikan pengetahuan bukan menerima pengetahuan. Dalam kondisi seperti ini pembelajaran dimulai dari apa yang diketahui dan apa yang pernah dilakukan oleh peserta diklat.

Dalam rangka meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran maka diperlukan metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan tujuan penyelenggaraan diklat. Metode pembelajaran yang selama ini diterapkan adalah menggunakan metode andragogi atau yang dikenal dengan metode pendidikan orang dewasa. Namun dalam kenyataannya penerapan metode andragogi oleh Widyaiswara atau Instruktur dalam proses belajar mengajar mengalami banyak keterbatasan terutama dalam upaya mengeksplorasi pengalaman peserta diklat. Akibatnya proses pembelajaran seringkali terjebak dalam sistem pembelajaran konvensional, yaitu peserta diklat lebih banyak waktu mendengarkan widyaiswara dalam menyampaikan bahan ajar atau pengetahuan pembelajaran dibandingkan dengan waktu peserta diklat untuk menyampaikan dan mendiskusikan pengalamannya. Kondisi seperti ini dapat terlihat dari bentuk dan susunan bangku dalam kelas, bentuk komunikasi yang cenderung hanya dua arah yaitu dari peserta diklat kepada widyaiswara dan sebaliknya, kurang fokusnya peserta diklat dalam topik bahasan pembelajaran, dan kurang aktifnya peserta diklat dalam proses pembelajaran. Apabila kondisi seperti ini berlangsung terus maka pendidikan dan pelatihan akan kurang optimal sehingga peserta diklat akan kurang mampu mengembangkan dirinya yang pada ahirnya upaya peningkatan kualitas SDM menjadi tidak optimal.

Metode pendidikan bagi orang dewasa memerlukan teknik pendekatan pembelajaran yang komprehensif dan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dengan komunikasi multi arah. Oleh karena itu, pembelajaran haruslah dirancang sedemikian rupa agar setiap peserta diklat mampu menemukan jawaban atas sesuatu yang selama ini menjadi pertanyaan atau permasalahannya.

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 340: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

2

Untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran dalam diklat kehutanan, perlu dikembangkan teknik pendekatan pembelajaran yang komprehensif yang dapat mendorong peserta diklat untuk melakukan pembelajaran secara partisipatori dan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif. Participatory Learning Development merupakan salah satu teknik pendekatan pembelajaran bagi orang dewasa yang khususnya bagi SDM Kehutanan yang telah memiliki pengalaman tugas dalam pembangunan kehutanan dan sosial masyarakat.

B. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan umum.

Penyusunan modul diklat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan calon instruktur/pengajar dalam rangka mengajar pengendalian kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat dengan menggunakan pengembangan pembelajaran partisipatif.

2. Tujuan Khusus

Setelah mengikuti pelajaran ini peserta diharapkan mampu: Menjelaskan Pendidikan Orang Dewasa, Menjelaskan Konsep Dasar Participatory Learning Development (PLD), Menjelaskan Desain Pelatihan PLD, Menjelaskan Metode pembelajaran dalam Pelatihan Partisipatif, dan Menerapkan Metode Pelatihan PLD.

C. Ruang Lingkup Pembelajaran

Ruang lingkup pembelajaran mata diklat Participatory Learning Development ini meliputi pembelajaran teori dan pembelajaran praktek. Pelajaran teori dilaksanakan selama 4 (empat) jam pelajaran dan pelajaran praktek dilaksanakan selama 5 (lima) jam pelajaran.

D. Pokok Bahasan

Modul Diklat Participatory Learning Development terdiri atas dua pokok bahasan, yaitu: Konsep Dasar Pembelajaran dan Participatory Learning Development.

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 341: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

3

2KONSEP DASAR PEMBELAJARAN

A. Pengertian

Makna belajar menurut Max Darsono (2000), merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Maupun cara berpikir. Belajar dapat dikatakan berhasil jika peserta dapat aktif dalam proses pembelajaran dan tidak hanya menerima konsep-konsep saja, tetapi memiliki kemampuan lebih setelah menerima pengalaman belajar (Nana Sudjana, 1990).

B. Pembelajaran Aktif dan Kreatif

Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dirancang untuk dapat mengaktifkan, mengembangkan kreativitas peserta diklat yang pada akhirnya efektif, akan tetapi juga menyenangkan bagi semua peserta diklat. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran widyaiswara harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga peserta diklat aktif mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.

Gibbs sebagaimana dikutip Mulyasa menyatakan, bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Dalam hal ini peserta diklat akan lebih kreatif jika: dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta diklat, dan mengurangi rasa takut, memberi kesempatan kepada seluruh peserta diklat untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah, melibatkan peserta diklat dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya, memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter; dan mereka aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.

C. Prinsip Dasar Pembelajaran Aktif dan Kreatif

1. Belajar aktif

Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial, maupun kedewasaan moral. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, tetapi mencakup seluruh potensi yang dimiliki peserta diklat.

2. Belajar Kooperatif

Belajar kooperatif menurut Johnson & Johnson adalah suatu penggunaan pembelajaran kelompok-kelompok kecil sehingga para peserta diklat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan proses belajar. Mereka mengemukakan bahwa, belajar kooperatif adalah prinsip dan teknik untuk membantu para peserta diklat bekerja sama secara lebih efektif. Adapun belajar kooperatif terdiri atas lima unsur:

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 342: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

4

a. Positive interdependence. Para peserta diklat merasa bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lainnya dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok (“tenggelam atau berenang bersama-sama”),

b. Face to face promotive interaction. Para peserta diklat mempromosikan belajar masing-masing dengan membantu, berbagi, dan menganjurkan usaha-usaha untuk belajar. Para peserta diklat menjelaskan, berdiskusi, dan mengajarkan apa yang mereka ketahui kepada teman sekelas.

c. Individual accountability. Performansi masing-masing peserta diklat dinilai dan hasilnya diberikan kepada kelompok dan individu.

d. Interpersonal and small group skills. Kelompok-kelompok tidak dapat berfungsi secara efektif apabila para peserta diklat tidak memiliki dan menggunakan keterampilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan.

e. Group processing. Kelompok-kelompok membutuhkan waktu yang khusus untuk mendiskusikan seberapa bagus mereka mencapai tujuan mereka.

3. Pembelajaran Partisipatoris

Melalui model ini peserta diklat belajar sambil melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah peserta diklat belajar hidup berdemokrasi. Sebagai contoh, pada saat memilih masalah untuk kajian kelas, peserta diklat dapat menghargai dan menerima pendapat yang didukung suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya perdebatan, peserta diklat belajar mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menyampaikan kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap berkepala dingin. Proses ini mendukung adagium yang menyatakan bahwa ”democracy is not in heredity but learning” (demokrasi itu tidak diwariskan, tetapi dipelajari dan dialami).

4. Reactive Teaching

Widyaiswara perlu menciptakan strategi yang tepat agar peserta diklat mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang seperti itu akan dapat tercipta jika widyaiswara dapat meyakinkan peserta diklat akan kegunaan materi pelajaran bagi kehidupan nyata.

5. Joyful Learning

Menurut Peter Kline, ”Learning is most effective when it’s fun” (belajar sangat efektif apabila menyenangkan). Salah satu teori belajar menegaskan bahwa sesulit apapun materi pelajaran apabila dipelajari dalam suasana yang menyenangkan pelajaran tersebut akan mudah dipahami. Sebaliknya, walaupun materi pelajaran tidak terlampau sulit untuk dipelajari, namun apabila suasana belajar membosankan, tidak menarik, apalagi peserta diklat belajar di bawah tekanan, maka pelajaran akan sulit dipahami. Atas dasar pemikiran tersebut, maka agar para peserta diklat mudah memahami materi pelajaran, mereka harus belajar dalam suasana yang menyenangkan, penuh daya tarik, dan penuh motivasi.

D. Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa

Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan yang bertujuan membuat orang dewasa mampu mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan, meningkatkan kualifikasi tehnis atau profesional dalam upaya mewujudkan kemampuan ganda, yaitu:

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 343: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

5

mengembangkan pribadi secara utuh dan mewujudkan keikutsertaannya dalam perkembangan sosial budaya, ekonomi, dan teknologi secara bebas, seimbang dan berkesinambungan.

Menurut Supriadi (2006) prinsip dasar pembelajaran orang dewasa adalah:

1. Orang dewasa belajar dengan baik apabila dia secara penuh ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan.

2. Orang dewasa belajar dengan baik ketika menyangkut mana yang menarik bagi dia dan ada kaitan dengan kehidupannya sehari-hari. 3. Orang dewasa belajar sebaik mungkin ketika apa yang ia pelajari bermanfaat dan praktis.4. Dorongan semangat dan pengulangan yang terus menerus akan membantu seseorang

belajar lebih baik 5. Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila ia mempunyai kesempatan untuk

memanfaatkan secara penuh pengetahuan, kemampuan dan keterampilannya dalam waktu yang cukup.

6. Proses belajar dipengaruhi oleh pengalaman lalu dan daya pikir dari warga belajar.7. Saling pengertian yang baik dan sesuai dengan ciri-ciri utama dari orang dewasa

membantu pencapaian tujuan dalam belajar.

Gambar 1. Siklus Belajar Orang Dewasa

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 344: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

6

Waldemar (2010) menggambarkan bahwa siklus azas pembelajaran partisipatori bagi orang dewasa adalah sebagai berikut :

E. Beberapa Metode Pembelajaran Partisipatif

1. Participative Learning and Action

Participative Learning and Action (PLA) adalah suatu teknik pendekatan pembelajaran tentang kemasyarakatan yang melibatkan dan bersama masyarakat. Teknik ini merupakan kombinasi antara teknik pengembangan partisipatif dan teknik visual dengan pewawancaraan secara langsung. Teknik PLA bertujuan untuk memudahkan suatu proses pembelajaran dan analisa kolektif. Pendekatan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan, perencanaan, monitoring atau mengevaluasi program dan kegiatan (Knowles, 1990 dan Ota, 2006). PLA juga dapat digunakan sebagai alat konsultasi yang kuat, yang menawarkan kesempatan dan mempromosikan keikutsertaan masyarakat untuk terlibat aktif dalam intervensi dan menemukan isu yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Selanjutnya Ota, dkk (2006) menambahkan bahwa penggunaan teknik PLA dalam proses pendidikan dan pelatihan dapat membantu perkembangan pribadi, bidang pendidikan, dan pertumbuhan professional, yaitu:

a. Perubahan pembelajaran secara tertutup atau top-down model, ke arah pembelajaran yang lebih terbuka atau botom-up model.b. Berkembangnya pembelajaran berbasis wilayah yang bermanfaat bagi lembaga

atau organisasi desentralisasi.c. Mengorganisasikan untuk pembelajaran pemeriksaan atau pengawasan.d. Penggunaan media baru dan teknologi sosial untuk pembentukan kelompok,

berbagi informasi, kolaborasi dan inovasi atau penciptaan serta umpan balik.

Gambar 2. Siklus Azas Pembelajaran Participatori

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 345: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

7

Dengan demikian penggunaan teknik PLA sangat sesuai sekali dilaksanakan pada pembelajaran untuk orang dewasa yang telah memiliki pengalaman, relasi, kaya akan pengetahuan dan telah melampaui banyak situasi atau kondisi.

2. Pembelajaran Berbasis Kompetensi

Pembelajaran berbasis kompetensi adalah teknik pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian kompetensi peserta diklat. Sehingga muara akhir hasil pembelajaran adalah meningkatnya kompetensi peserta diklat yang dapat diukur dalam pola sikap, pengetahuan, dan keterampilannya. Adapun prinsip pembelajaran berbasis kompetensi adalah sebagai berikut:

a. Berpusat pada peserta diklat agar mencapai kompetensi yang diharapkan. Peserta diklat menjadi subjek pembelajaran sehingga keterlibatan aktivitasnya dalam pembelajaran tinggi. Tugas pendidik adalah mendesain kegiatan pembelajaran agar tersedia ruang dan waktu bagi peserta diklat belajar secara aktif dalam mencapai kompetensinya.

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 346: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

8

b. Pembelajaran terpadu agar kompetensi pegawai yang dipersyaratkan dalam Standar Kompetensi dapat tercapai secara utuh. Aspek kompetensi yang terdiri dari

sikap, pengetahuan, dan keterampilan terintegrasi menjadi satu kesatuan.c. Pembelajaran dilakukan dengan sudut pandang adanya keunikan individual setiap

peserta diklat karena mereka memiliki karakteristik, potensi, dan kecepatan belajar yang beragam. Oleh karena itu dalam kelas dengan jumlah tertentu, widyaiswara perlu memberikan layanan individual agar dapat mengenal dan mengembangkan peserta diklatnya.

d. Pembelajaran dilakukan secara bertahap dan terus menerus menerapkan prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) sehingga mencapai ketuntasan yang ditetapkan. Peserta diklat yang belum tuntas diberikan layanan remedial, sedangkan yang sudah tuntas diberikan layanan pengayaan atau melanjutkan

pada kompetensi berikutnya.e. Pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, sehingga peserta

diklat menjadi pembelajar yang kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu widyaiswara perlu mendesain pembelajaran yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan atau konteks kehidupan peserta diklat dan lingkungan.

f. Pembelajaran dilakukan dengan multistrategi dan multimedia sehingga memberikan pengalaman belajar beragam bagi peserta diklat.g. Peran widyaiswara harus mampu sebagai fasilitator, motivator, dan nara sumber.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa dalam proses pembelajaran orang dewasa peserta diklat harus didorong atau difasilitasi untuk menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, dan mengembangkan temuan ide-ide baru tersebut sehingga kompetensi yang dibutuhkan dapat dicapai dengan efektif.

3. Participatory Local Society Development

Pembangunan masyarakat lokal secara partisipatif (PLSD) merupakan konsep baru bagi pembangunan yang mencoba mengatasi berbagai kelemahan dari pendekatan/kerangka pembangunan partisipatif (Ohama Y, 1999).

Tujuan umum konseptual PLSD adalah melembagakan dan mengoperasionalkan kebijakan yang efektif untuk memfasilitasi proses pengembangan kemampuan dan penguatan kelembagaan guna mencapai kemandirian suatu pembangunan berkelanjutan dalam suatu masyarakat lokal dengan berbasis pada kekhususan ciri dan kondisi masyarakat lokal tersebut. Sedangkan tujuan spesifik yang ingin dicapai adalah:

a. Analisis atas ciri khusus dari komunitas dan masyarakat lokal untuk memahami potensi dan hambatan spesifik dalam pembangunan;

b. Penentuan arah yang kongkrit dan komponen yang substantif untuk suatu kebijakan dan program pembangunan berbasis wilayah;

c. Peningkatan dalam efisiensi dan efektifitas operasional dari pendekatan partisipatoris dengan cara mengintegrasikan analisis komunitas/masyarakat lokal

dengan pengorganisasian secara partisipatoris.

Konsep dan kerangka pembangunan masyarakat lokal secara partisipatori didasarkan :

a. Konsep kerangka metode, yang dilakukan melalui pendekatan partisipatori dan pendekatan multi stakeholder.

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 347: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

9

b. Konsep kerangka substansi, sumberdaya, organisasi dan norma-norma yang berlaku.

Ketiga teknik pendekatan pembelajaran yaitu: Participative Learning and Action, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Participatory Local Society Development cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran lingkup diklat kehutanan walaupun masing-masing memiliki keunggulan dan keterbatasan. Hal ini dengan pertimbangan karakteristik dan kekhususan peserta diklat yang mengikuti pendidikan dan pelatihan kehutanan, yang antara lain:

a. Peserta diklat adalah pegawai atau masyarakat yang telah memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup luas, dan telah banyak melalui kondisi atau situasi yang berbeda-beda.

b. Peserta diklat dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan berhadapan langsung dan akan bekerjasama dengan masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan hutan secara lestari.

c. Peserta diklat dalam mengemban tugasnya wajib memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dan melaksanakan tugas sesuai norma dan aturan yang berlaku.

d. Peserta diklat memiliki tingkatan dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan kelembagaan, jabatan dan keahliannya.

Dengan mengintegrasikan ketiga teknik pembelajaran tersebut di atas diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan diklat. Gabungan atau integrasi teknik pembelajaran tersebut adalah “Participatory Learning Development” atau disebut “Pengembangan Pembelajaran Partisipatori” (Waldemar, 2010)

F. Rangkuman

Pengembangan Pembelajaran Partisipatori merupakan teknik pembelajaran bagi orang dewasa yang mengintegrasikan Pembelajaran Partisipatif Learning and Action, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Teknik Participatory Local Society Development yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Dalam proses pembelajaran peserta diklat harus didorong atau difasilitasi untuk menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, dan mengembangkan temuan ide-ide baru tersebut sehingga kompetensi jabatan yang dibutuhkan dapat dicapai dengan efektif.

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 348: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

10

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 349: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

11

3PARTICIPATORY LEARNING DEVELOPMENT

A. Pengertian

Participatory Learning Development (Pengembangan Pembelajaran Partisipatori) merupakan teknik pembelajaran bagi orang dewasa yang mengintegrasikan Pembelajaran Partisipatif Learning and Action, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Teknik Participatory Local Society Development yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (Waldemar, 2010).

B. Sifat Pengembangan Pembelajaran Partisipatori

1. Integrated TrainingDiklat ini melibatkan pejabat pengambil keputusan, pelaksana keputusan dan masyarakat dalam rangka pengelolaan kawasan hutan. Tujuan dari integrated training ini adalah untuk menyamakan visi, misi dan keterpaduan serta kesatuan tindak dalam proses manajemen dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat.

2. Competence based TrainingMetode pengembangan pembelajaran partisipatori didasarkan pada tugas pokok, fungsi kewenangan jabatan, kompetensi jabatan dan pengalaman peserta diklat serta kinerja institusi peserta diklat.

3. Participatory Learning and actionPola komunikasi dan pembelajaran yang diterapkan lebih banyak pada sharing learning dan komunikasi multiarah. Peserta diklat diarahkan utuk lebih aktif dalam proses pembelajaran dengan cara menggali dan mengemukakan pengalamannya serta menemukan sendiri solusi dan jawaban. Peran dari instruktur atau pengajar lebih banyak sebagai fasilitator dan nara sumber.

4. Resourced Based TrainingPelaksanaan pendidikan pelatihan selalu memperhatikan peraturan dan perundangan yang berlaku sebagai dasar: pengelolaan kawasan, pengelolaan SDM, Etika dan lain-lain, sejarah dan tujuan penetapan wilayah, potensi sumber daya alam dan kondisi lapangan.

5. Desain Diklat Bersifat “Life Training” yang didisain secara terintegrasi dengan Program dan Kegiatan Lingkup PHKA

Pendidikan dan pelatihan yang bersifat “life training” mempunyai desain yang terintegrasi dengan program dan kegiatan lingkup pemerintahan. Artinya bahwa

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 350: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

12

hasil atau output yang dihasilkan oleh diklat dapat secara langsung diterapkan dan diintegrasikan dalam program pembangunan pemerintah. Salah satu hasil diklat adalah:

a. “Proposal Rencana Aksi” yang akan dikembangkan di lapangan bersama Para Pihak menjadi Rencana Aksi Berbasis Masyarakat.

b. Rencana Aksi Berbasis Masyarakat tersebut akan dipresentasikan dan dikaji dalam Rencana Pembangunan Desa, Rencana Pembangunan Daerah, Rencana Pembangunan Kementerian, yang selanjutnya akan dilaksanakan oleh Para Pihak dalam Skema APBN, APBD dan/atau Non APBN sebagai kegiatan institusi.

6. Local Society Based Development

Ruang lingkup pengembangan komunitas masyarakat adalah pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam, untuk tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan hutan. Oleh karena itu peran kelembagaan masyarakat menjadi sangat penting.

C. Ciri Pengembangan Pembelajaran Partisipatori

1. Pembelajaran yang dimulai dengan menggali sejarah, pengalaman dan kompetensi peserta diklat;

2. Pembelajaran didasarkan pada sumber daya yang dimiliki peserta diklat dan sumber daya yang ada di lingkungan peserta diklat.

3. Pembelajaran melibatkan peserta diklat secara aktif, kreatif dan partisipatori;4. Komunikasi dalam proses pembelajaran terjadi secara multi arah. 5. Pembelajaran didasarkan pada norma-norma, peraturan dan perundang-undangan

yang berlaku dalam bidang kehutanan dan organisasi peserta diklat;6. Pembelajaran didasarkan pada kewenangan, tupoksi dan tingkatan peserta diklat;7. Pembelajaran berorientasi untuk memfasilitasi peserta diklat menemukan sendiri sesuatu

yang selama ini dicari dan dibutuhkan oleh peserta diklat dan mengembangkannya.

D. Pelaksanaan Pembelajaran

Mengacu pada metode dan persyaratan serta teknik-teknik dalam pembelajaran orang dewasa maka dalam penerapan teknik pembelajaran “Participatory Learning Development” terdapat tahapan pelaksanaan, yaitu: Tahap Persiapan, Tahapan Pelaksanaan dan Tahap Penyelesaian.

1. Tahap Persiapan

Sebelum proses belajar-mengajar dimulai terlebih dahulu harus diketahui latar belakang dan kondisi atau status peserta dan bahan diklat, yang antara lain:

a. Kompetensi masing-masing peserta diklat, motivasi serta harapan mengikuti diklat;b. Pengalaman peserta diklat dalam melaksanakan tugasnya;c. Kebutuhan peserta diklat untuk mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan

tugasnya;d. Kurikulum yang dipersyaratkan untuk dapat memenuhi kebutuhan minimal bagi

peserta diklat dalam mengatasi persoalannya;

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 351: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

13

e. Modul-modul yang dapat memfasilitasi dan memotivasi peserta diklat untuk mencari jawaban atas permasalahannya;

f. Bahan ajar dan bahan diklat lainnya yang dapat membantu peserta diklat menemukan dan mengembangkan sendiri sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya.

2. Tahap Pelaksanaan

Dalam proses Participatory Learning Development, kegiatan belajar-mengajar selalu didasarkan pada:

a. Sumber daya yang dimiliki dan dikelola oleh peserta diklat dan organisasinya;b. Kondisi, status, misi, dan peran kelembagaan tempat peserta diklat berasal;c. Norma, kebijakan, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam

lingkungan tugas peserta diklat; d. Level dan kewenangan peserta diklat dalam melaksanakan tugas secara internal

maupun eksternal;e. Tugas pokok dan fungsi peserta diklat yang harus dilaksanakan dan persyaratan yang perlu dimiliki untuk melaksanakan tugas tersebut.

Gambar 4. Participatory Learning Development

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 352: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

14

f. Waktu pendidikan dan latihan serta waktu yang diperlukan dalam penyampaian bahan pembelajaran agar peserta dapat memanfaatkan waktu secara optimal.

g. Teknik-teknik penyampaian yang mendukung pembelajaran secara partisipatori, antara lain:

a. Activity profile Minta atau tanyakan kepada orang yang berbeda tentang aktivitas harian mereka. Contoh: Dimana, kapan dan bagaimana caranya mereka mengatasi kebakaran hutan dan lahan? Wawancarai dan amatilah atau minta mereka tulis dalam catatan. b. Approach members constructively Memberi penghargaan kepada anggota yang manapun secara lisan atau melalui perlakuan khusus untuk prakarsa dan tindakan tindakan yang disampaikannya. Semua anggota harus mengetahui bahwa kontribusi mereka dihargai. Sekalipun komentar mereka adalah tidak praktis.c. Tugas (praktik dan teori). Meminta peserta untuk berlatih peran baru dan ketrampilan baru. Contoh: meminta peserta untuk bertindak sebagai seorang ketua dalam suatu lembaga yang memiliki tugas tertentu. Tugas yang sudah disiapkan agar dilaksanakan untuk merumuskan hasilnya.d. Brainstorming atau curah pendapat

Meminta peserta untuk berpikir dan menyampaikan gagasan untuk menyelesaikan suatu tugas atau persoalan. Semua gagasan didaftarkan atau dicatat tanpa penghakiman atau evaluasi. Dalam hal ini kwantitas gagasan merupakan hal yang dipentingkan bukan mutu dari gagasan tersebut.

Gambar 5. Aktifitas Participatory Learning Development

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 353: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

15

Pembahasan terhadap gagasan yang ada atau terkumpul akan dilakukan kemudian. Kadang-kadang gagasan nampaknya menggelikan jika tidak dipertimbangkan.

e. Case studies atau studi kasus Mendiskusikan suatu situasi yang nyata atau khayal dari suatu desa/kampung

tertentu (contoh: upaya menanggulangi kebakaran hutan dan lahan). Menggunakan hasil studi kasus tersebut untuk menanyakan kepada kelompok yang aktivitas sedang berlangsung.

f. Community surveys Melakukan survei individu dalam masyarakat untuk menemukan pendapat atau

pengetahuan mereka. Meminta sejumlah orang yang hadir atau mendengar untuk menjawab apa yang sedang dipikirkan.

g. Konsultasi dengan spesialis Menyelesaikan suatu persoalan melalui wawancara konsultasi dengan tenaga

ahli atau orang yang banyak mengetahui suatu isu di mana kita memerlukan informasi lebih.

h. Peristiwa Kritis Penggunaan situasi masalah untuk meneliti kemungkinan pemecahan dan

kerugian dan keuntungan ke situasi ditentukan. i. Menguraikan dan mengintepretasikan gambar visual

Memilih suatu gambar atau foto dengan jelas bersih dan memiliki suatu pesan yang relevan dengan tujuan.

j. Darmawisata dan Kunjungan Lapangan. Ini dapat dikombinasikan dengan pewawancaraan dan pengamatan. k. Folk songs

Meminta peserta untuk menyanyi nyanyian tradisional lokal dan menjelaskan makna dan pesan dari nyanyian tersebut. Di sini akan belajar banyak tentang nilai-nilai, praktek kehidupan dan istilah lokal.

l. Bagaimana membuat suatu makanan Menggunakan suatu aktivitas sehari-hari seperti masakan untuk menggambarkan pentingnya perencanaan dan peruntunan.m. Pengumpulan Data dan informasi

Meminta kepada peserta untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan pokok bahasan di perpustakaan. Ini adalah bermanfaat untuk mengenali apa yang diperlukan atau mungkin hasil dari suatu gagasan sebelum dipraktekan.

n. Wawancara Mengajukan pertanyaan kepada informan kunci yang secara individu atau

sebagai suatu kelompok mengetahui atas suatu pokok bahasan. Oleh karena itu perlu dibuat pertanyaan-pertanyaan yang terstruktur.

o. Sejarah lokal Meminta kepada tokoh atau key person desa untuk menjelaskan perkembangan atau sejarah masa lalu yang terperinci dan bagaimana hal-hal tersebut sudah berubah.

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 354: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

16

p. Melaksanakan game Memainkan game yang mengikutsertakan masyarakat atau peserta secara aktif.q. Diskusi Participatory Merupakan kombinasi dari metode wawancara, diskusi, presentasi dan metoda lainnya. r. Mangatur atau mengurut pilihan Mintalah orang desa untuk membuat kriteria atau menggolongkan sesuatu menurut ukuran-ukuran orang desa (Berdasarkan: Dimensi socio-economic) s. Presentasi Presentasi dapat dilakukan oleh nara sumber yang ahli di bidangnya, presentasi laporan pribadi peserta, presentasi pengalaman peserta, t. Problem-Solving Membuat suatu tabel dengan empat kolom. Daftarlah permasalahan utama peserta dalam kolom yang pertama, kemungkinan pemecahan di dalam kolom yang kedua, apa yang akan mencegah terjadinya masalah di kolom yang ketiga, dan apa yang akan membantu memecahkan masalah di kolom yang keempat itu. Didiskusikan.u. Menguji dan mengadakan percobaan Membuat percobaan atau eksperimen untuk mendapatkan pekerjaan terbaik.v. Diagram Venn Untuk menggambarkan keberadaan dan keterkaitan sesuatu dalam bentuk diagram.

3. Tahap Penyelesaian Pembelajaran

Pada tahap penyelesaian pembelajaran peserta diklat menyampaikan hasil-hasil temuan selama pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan oleh yang bersangkutan dalam pelaksanaan tugasnya. Selisih antara kondisi dan status kompetensi dan kemampuan peserta diklat setelah mengikuti diklat dengan sebelum mengikuti diklat merupakan hasil dan efektifitas dalam pencapaian tujuan diklat.

E. Rangkuman

Penerapan metode Pengembangan Pembelajaran Partisipatori dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian. Salah satu keunggulan metode pembelajaran ini adalah bersifat “life training” sehingga hasil pembelajaran dapat diimplementasikan secara langsung sesuai program dan kegiatan institusi peserta.

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 355: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

17

4PENUTUP

A. Kesimpulan

Teknik pembelajaran “Pengembangan Pembelajaran Partisipatoris” merupakan konsep pembelajaran bagi orang dewasa yang mengintegrasikan Teknik pembelajaran Partisipatif Learning Action, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Teknik Pemberdayaan dan Pembangunan Masyarakat menggunakan Participatory Local Society Development.

Pengembangan Pembelajaran Partisipatoris merupakan teknik pembelajaran secara aktif dan partisipator yang memfasilitasi peserta diklat untuk menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan mampu mengembangkan bagi institusinya sehingga sangat cocok diimplementasikan dalam diklat penanggulangan kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat.

B. Saran Dan Usul

Teknik pembelajaran “Pengembangan Pembelajaran Partisipatoris” ini diharapkan dapat dilaksanakan dalam diklat-diklat teknis kehutanan dan dilakukan evaluasi serta penyempurnaan dari waktu ke waktu.

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 356: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

18

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 357: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

19

DAFTAR PUSTAKA

Asmin. 2008. Konsep dan Metode Pembelajaran Untuk Orang Dewasa (Andragogi). UNJ Jakarta.

Ahmuddiputra, Enuh, & Atmaja, Basar, Suyatna. 1986. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta.

Arif, Zainuddin. 1994. Andragogi. Angkasa. Bandung.

International Institute for Environment and Development. 2005. Participatory Learning and Action. IIED WC10DD. London.

Lunandi, A, G. 1987. Pendidikan orang dewasa. Gramedia. Jakarta

Noor Jannah. 2005. Efektifitas Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Mata Pelajaran Ketertrampilan Elektronika. UNS Semarang.

Sidik Purnomo. 2009. Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Kidispur. Kediri.

Supriadi. 2006. Andragogi (Sebuah Konsep Teoritik) Prinsip Dasar Pembelajaran Orang Dewasa. Jakarta.

Waldemar Hasiholan. 2010. Participatory Learning Development. Proyek Kerjasama Pusat Diklat Kehutanan – JICA. Bogor.

.

.

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PARTISIPATORIS

Page 358: Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat

20