MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat...

95
MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK UNTUK UMUM

Transcript of MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat...

Page 1: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

MODUL MATERI

KELEMBAGAAN KPK UNTUK UMUM

Page 2: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

A. PENDAHULUAN Tindak pidana korupsi telah merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perbuatan kotor yang dilakukan para penyelenggara negara dan pejabat negara itu bahkan lebih besar; yakni terampasnya hak-hak rakyat dan masyarakat luas, hak menikmati pembangunan, hak hidup layak karena mereka dililit kemiskinan, hak mendapat pendidikan yang ideal, dan bahkan hak-hak dasar hidup lainnya yang mestinya

didapatkan siapa pun. Tapi karena korupsi yang makin merajalela, semua itu nyata di depan mata kita. Dan mirisnya, kondisi itu terjadi di negeri kita tercinta: Indonesia.

Maka, gerakan antikorupsi yang selama ini telah bergelora di negeri ini, harus terus membara. Kebersamaan semangat, kesamaan kesadaran dan tujuan seluruh elemen bangsa untuk memerangi tindak pidana korupsi harus bukan saja dijaga melainkan terus kita tingkatkan agar negeri ini bebas dari tindak pidana korupsi.

Yakinlah perjuangan kita memerangi tindak pidana korupsi—meski sulit—akan berujung pada kemenangan. Kita tak boleh berhenti karena korupsi bukanlah budaya di negeri ini. Hanya persoalan waktu, inilah yang tengah kita hadapi.

Dengan berbagai upaya yang intens, kontinu, dan keluhuran semangat membangun Indonesia terbebas dari korupsi, perjuangan seluruh elemen bangsa akan berujung pada negeri kita yang bersih dari tindak pidana korupsi. Di sisi lain potensi dan peluang para penyelenggara negara dan pejabat negara untuk melakukan penyelewengan, harus terus ditekan. Jangan sampai motivasi korupsi berkembang dan menjalar lebih luas.

Kita harus memutus mata rantai tindak pidana korupsi saat ini dan detik ini juga. Sebagai musuh bersama, tindak pidana korupsi harus kita hadapi bersama. Kebersamaan inilah yang akan membuatnya tak berkembang dan bahkan mati. Yakinlah.

Namun, tentu saja, untuk sampai ke arah sana kita semua mesti memahami secara utuh bagaimana tindak pidana korupsi itu berlangsung. Pemahaman itulah yang membuat kita mengenal lebih dalam bagaimana upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang mesti kita lakukan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sekali lagi, menyadari betul bahwa sebagai institusi yang diberi kewenangan memberantas tindak korupsi di negeri ini tak akan mampu berjalan sendiri. Terlebih ke depan, kita lebih mengedepankan upaya pencegahan di samping penindakan yang selama ini dilakukan. KPK butuh dukungan seluruh elemen bangsa untuk sama-sama menuntaskan bangsa ini dari cengkeraman tindakan busuk para koruptor.

Sebagai bagian komprehensif membangun semangat bersama itulah, KPK mengembangkan modul pembelajaran berupa buku pengantar pendidikan antikorupsi. Buku pengantar pembelajaran disajikan dalam konsep buku serial mulai dari buku Pengantar Kelembagaan Antikorupsi, Kapita Selekta dan Beban Biaya Sosial Korupsi, Pengantar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, Pengantar Gratifikasi, dan Pengantar Pengaduan Masyarakat terkait Tindak Pidana Korupsi.

Page 3: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Adanya pemahaman bersama yang utuh terhadap tindak pidana korupsi dan upaya pemberantasannya, tentu diharapkan membuat langkah kita dalam memberantas korupsi akan makin ringan. Dukungan semua pihak, karena hakikatnya siapa pun bisa beraksi mencegah korupsi, membuat jalan membangun Indonesia yang terbebas dari tindak pidana korupsi semakin lapang.

Dengan membaca sekaligus mengikuti pembelajaran mengenai “Kelembagaan KPK”, diharapkan peserta didik mampu memahami secara utuh latar belakang dan mengapa perlunya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun. KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan Undang-Undang menyebutkan peran KPK sebagai triger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.

Adapun tugas KPK adalah berkoordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK; melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proposionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. Kelima pimpinan KPK tersebut merupakan pejabat negara, yang berasal dari unsur pemerintahan dan unsur masyarakat. Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.

Pimpinan KPK membawahi empat bidang, yang terdiri atas bidang Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, serta Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. Masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang deputi. KPK juga dibantu Sekretariat Jenderal yang dipimpin seorang Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia, namun bertanggung jawab kepada pimpinan KPK.

Ketentuan mengenai struktur organisasi KPK diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan masyarakat luas tetap dapat berpartisipasi dalam aktivitas dan langkah-langkah yang dilakukan KPK. Dalam pelaksanaan operasional, KPK mengangkat pegawai yang direkrut sesuai dengan kompetensi yang diperlukan.

Menjadi lembaga penggerak pemberantasan korupsi yang berintegritas, efektif, dan efisien!

Page 4: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Kelembagaan KPK

1. Sejarah Pemberantasan Korupsi di

Indonesia 2. Sejarah

Terbentuknya KPK

3. VISI dan MISI KPK

4. Tugas, Pokok dan Fungsi dan

Kewenangan KPK

5. Struktur Organisasi

KPK

6. Pedoman KPK

7. Perbedaan KPK dengan

Penegak Hukum yang

lain

8. Alasan KPK harus tetap

ada

9. Lembaga Antikorupsi

Internasional

10. Komisi Antikorupsi, Mengatasi Persoalan

Global

Page 5: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

B. HASIL BELAJAR (LEARNING OUTCOMES) Tujuan pembelajaran ini adalah agar peserta didik aktif mencegah dirinya dan lingkungannya dari perbuatan korupsi, dengan rincian sebagai berikut :

Peserta didik mampu :

1. Memahami sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia yang sudah ada sebelum Belanda menjajah Indonesia keberadaannya telah merajalela di semua sendi kehidupan Negeri ini.

2. Memahami keberadaan KPK seakan memunculkan gairah baru pemberantasan Korupsi di Indonesia yang independen, Bebas dari intervensi dan disegani.

3. Memahami Visi, Misi dan Dasar Hukum pendirian KPK.

4. Memahami Tugas, Pokok dan Fungsi dan Kewenangan KPK tidak hanya menangkap Koruptor.

5. Memahami Struktur Organisasi dan Kiprah KPK yang efektif.

6. Memahami Pedoman KPK berdasarkan 5 Asas.

7. Menyebutkan perbedaan KPK dengan Penegak Hukum yang lain.

8. Memahami alasan KPK harus tetap ada.

9. Mengetahui lembaga antikorupsi internasional.

10. Memahami Komisi Antikorupsi mengatasi persoalan global.

Page 6: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

C. KEGIATAN BELAJAR

Kegiatan Belajar 1 SEJARAH PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

Sumber : Google

1. Berapa panjang sejarah (pemberantasan) korupsi di negeri ini? Selama KPK berdiri? Sejak era reformasi? Atau ketika negeri ini merdeka?

Ternyata jawabannya bukan itu. (Pemberantasan) korupsi di Indonesia memiliki sejarah yang jauh lebih panjang dari usia republik ini. Saking panjangnya, bisa dikatakan bahwa usia (pemberantasan) korupsi, ternyata sama tuanya dengan sejarah bangsa Indonesia sendiri. “Korupsi di Indonesia sudah ada sebelum Belanda menjajah Indonesia,” demikian diungkapkan Benedict Anderson (1972) dalam tulisannya berjudul “The Ideal of Power in Javanese Culture.”

Bukan hanya Anderson. Sejarawan Ong Hok Ham juga menegaskan mengenai panjangnya usia (pemberantasan) korupsi di Indonesia. Dalam buku berjudul “Politik, Korupsi, dan Budaya,” dia menyebut, bahwa korupsi telah merasuk dan menjadi kenyataan hidup bangsa Indonesia. Korupsi, ungkapnya, sudah menjadi budaya bangsa Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka.

Sementara, sejarawan Hendaru Tri Hanggoro, menyatakan, jejak korupsi di Tanah Air juga dapat dilihat pada zaman kerajaan-kerajaan di Nusantara. “Saat itu jumlah pajak desa yang

Page 7: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

harus dibayar sudah digelembungkan para pejabat lokal yang memungut pajak dari rakyat yang masih buta huruf,” katanya.

Praktik penggelembungan tersebut, menurut Supratikno Raharjo dalam buku “Peradaban Jawa,” dilakukan kelompok petugas pajak yang disebut mangilala drwya haji. Praktik kotor tersebut, sebagaimana dipaparkan Supratikno, diulas dalam prasasti awal abad ke-9 pada tahun 741 Caka atau 819 Masehi.

Polah para mangilala drwya haji itu, juga disinggung Ong Hok Ham. Melalui bukunya, “Dari Soal Priyayi Sampai Nyi Blorong,” dia mengupas tuntas mengenai banyaknya petani yang sering menjadi sasaran penyelewengan para mangilala drwya haji.

Masuknya Kolonial Belanda, justru seperti pupuk yang menyuburkan perilaku korupsi di negeri ini. Hal itu bisa dimengerti, karena semangat Belanda datang ke Indonesia adalah untuk menjajah atau merampas hak bangsa lain. Artinya, ketika datang, Belanda sudah membawa setumpuk persoalan integritas dan moral.

Dalam praktiknya, 3,5 abad menjajah Indonesia, Belanda berhasil mempertahankan budaya feodal di kerajaan-kerajaan yang sudah ada, demi kepentingan kekuasaannya. Padahal seperti diketahui, budaya feodal sangat kondusif bagi berkembangnya praktik korupsi dalam internal kerajaan. Dalam hal ini, Belanda bukan hanya membiarkan hubungan berat sebelah dan tidak adil antara penguasa feodal kerajaan dan rakyat pribumi, namun juga memanfaatkan untuk kepentingan politik dan ekonominya.

Kolonial Belanda juga mempertahankan sistem upeti. Jika sebelumnya upeti diserahkan kepada raja penakluk, maka pada era tersebut, upeti berganti diserahkan kepada Belanda. Penduduk pun tetap menderita, ibarat keluar dari mulut harimau pindah ke mulut buaya.

2. Paska Kemerdekaan: Tergantung Komitmen Politik

Selepas dari belenggu penjajahan, tidak membuat Indonesia bebas dari korupsi. Warisan yang diberikan sejak era kerajaan hingga penjajahan, tak pelak membuat korupsi seperti sudah membudaya. Hal itu tercermin dari perilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang terjerat ke dalam kasus korupsi.

Begitupun, pemerintah bukan tidak berupaya melakukan pemberantasan korupsi. Sejak Orde Lama, bahkan pemerintah beberapa kali membentuk badan antikorupsi. Sayangnya, tak sedikit di antara badan tersebut yang mengalami kegagalan di tengah jalan. Kurangnya “political will/ komitmen politik dari pemerintah, adalah salah satu penyebab, mengapa berbagai badan antikorupsi tersebut selalu layu sebelum berkembang. Apa saja upaya tersebut?

Pada 1957, Pemerintahan membentuk Badan Pemberantasan Korupsi yang bernama Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN). PARAN yang dibentuk berdasarkan UU Keadaan Bahaya tersebut, dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota. Keduanya adalah, Profesor M Yamin dan Roeslan Abdulgani. PARAN bertugas menjaga transparansi pejabat kala itu, dengan mengisi formulir Daftar Kekayaan Pejabat Negara (DKPN).

Page 8: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Di luar itu, Penguasa Militer Angkatan Darat mengeluarkan beberapa peraturan yang berlaku untuk daerah kekuasaan Angkatan Darat. Peraturan tersebut adalah:

• Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terdapat dua rumusan korupsi menurut peraturan tersebut. Yaitu, setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapa pun juga, baik untuk kepentingan sendiri, untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung atau tidak langsung menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian. Selain itu, juga setiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah yang dengan mempergunakan kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan material baginya.

• Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/08/1957 tentang Pembentukan Badan yang Berwenang mewakili negara untuk menggugat secara perdata orang-orang yang dituduh melakukan berbagai bentuk perbuatan korupsi yang bersifat keperdataan (perbuatan korupsi lainnya lewat Pengadilan Tinggi). Badan yang dimaksud adalah Pemilik Harta Benda (PHB). Peraturan Penguasaan Militer Nomor PRT/PM/011/1957 merupakan peraturan yang menjadi dasar hukum dari kewenangan yang dimiliki oleh Pemilik Harta Benda (PHB) untuk melakukan penyitaan harta benda yang dianggap hasil perbuatan korupsi lain, sambil menunggu putusan Pengadilan Tinggi.

Pada 1958, Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal AH Nasution mengeluarkan Peraturan Antikorupsi Nomor Prt/Peperpu/013/58. Dan, kelima, Penguasa Militer Angkatan Laut juga mengeluarkan Peperpu Kastaf AL tanggal 17 April 1958 Nomor Prt/Z/1 /I/7.

Begitupun, sejarah perjalanan pemberantasan korupsi di Indonesia, bisa dikatakan dimulai dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 24/Prp/Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Pada intinya, Perpu tersebut mengatur tata cara pencegahan dan pemberantasan korupsi, namun tetap masih mengacu kepada pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pada 1963, melalui Keputusan Presiden Nomor 275 Tahun 1963, upaya pemberantasan korupsi kembali digalakkan. Melalui Kepres tersebut, Pemerintah melahirkan lembaga yang kemudian dikenal dengan istilah “Operasi Budhi”. Lembaga tersebut dipimpin A.H. Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menkohankam/Kasab dan dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo.

Tugasnya, meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja pengadilan. Sasarannya adalah perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lain yang dianggap rawan praktik korupsi dan kolusi. Nyatanya, Operasi Budhi ternyata juga mengalami hambatan. Meski Operasi Budhi berhasil menyelamatkan keuangan negara sekitar Rp. 11 miliar hanya dalam waktu tiga bulan, namun ternyata kegiatannya dihentikan. Alasannya, karena dianggap mengganggu prestise Presiden. Sangat disayangkan, karena jumlah uang yang diselamatkan sangat signifikan.

Page 9: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Pemerintah kemudian membentuk kembali Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (KOTRAR), yang langsung diketuai Presiden Soekarno. Namun, lagi-lagi upaya pemberantasan korupsi mengalami kegagalan. Sejarah mencatat pemberantasan korupsi pada masa itu akhirnya mengalami stagnasi.

Pada 1967, Pemerintah membentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai oleh Jaksa Agung berdasarkan Keputusan Presiden No. 228 Tahun 1967 dan UU No 24 Tahun 1960. Karena mendapatkan banyak protes dari masyarakat, terutama mahasiswa dan dianggap tidak serius memberantas korupsi, akhirnya TPK dibubarkan.

Pada 1970, Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1970 tentang Komite Empat. Komite tersebut beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Profesor Johannes, IJ Kasimo, Mr. Wilopo, dan A. Tjokroaminoto. Tugas utama adalah, membersihkan antara lain Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, dan Pertamina. Tidak seperti harapan semula, komite ini pun hanya menjadi “macan ompong.” Pasalnya, hasil temuan tentang dugaan korupsi di Pertamina, ternyata tidak direspons pemerintah.

Masih pada tahun yang sama, Pemerintah juga mengeluarkan Keppres Nomor 52 Tahun 1970 tentang Pendaftaran Kekayaan Pribadi Pejabat Negara/Pegawai Negeri/ABRI. Selain itu, untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi, Presiden Soeharto juga mengeluarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai pengganti Perpu tahun 1960.

UU itu sendiri seolah menjadi “angin segar” bagi pemberantasan korupsi. Sebab, di dalamnya ditetapkan bahwa korupsi sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri dan tidak lagi merupakan salah satu jenis kejahatan sebagaimana diatur dalam KUHP. Selain itu, pembaruan yang terdapat dalam UU tersebut adalah, ditetapkannya kerugian keuangan negara sebagai salah satu unsur tindak pidana korupsi.

Pada 1971, Pemerintah mengeluarkan Inpres Nomor 9 Tahun 1977. Melalui Inpres tersebut, Presiden membentuk Tim Operasi Ketertiban (Opstib). Koordinator tim tersebut adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Sedangkan bertindak sebagai pelaksana operasional adalah Pangkopkamtib.

Pada 1980, untuk memperkuat produk legislasi yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Eksistensi UU tersebut adalah, memperkuat kejahatan jabatan (delik jabatan) sebagaimana dimuat dalam KUHP.

Pada 1999, lahir UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN serta UU Nomor 31 Tahun 1999.

Yang membedakan dengan UU Nomor 3 Tahun 1971 adalah ancaman sanksi pidana. Jika pada UU Nomor 3 Tahun 1971 hanya mengenal sanksi pidana maksimal penjara seumur hidup bagi pelaku korupsi dalam semua jenisnya, maka di dalam UU yang baru tersebut, ancaman pidana maksimal bagi tindakan korupsi ditingkatkan menjadi hukuman mati.

Pada 2000, Pemerintah membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun di tengah semangat yang menggebu-gebu untuk memberantas korupsi, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan. Alhasil, semangat yang semula meninggi kembali menurun.

Page 10: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Pada 2001, lahir Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 sekaligus sebagai ganti dan pelengkap UU Nomor 31 tahun 1999. Dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tersebut, lahirlah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di antara materi baru yang disisipkan dalam UU tersebut, adalah terkait dengan gratifikasi. Sebagai tindak lanjut, pada 27 Desember 2002 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dengan lahirnya KPK, pemberantasan korupsi di Indonesia pun mengalami babak baru. Sepanjang sejarah pemberantasan korupsi, KPK merupakan lembaga antikorupsi yang cukup ditakuti para koruptor. Tak sedikit KPK menjerat pejabat tinggi negara, mulai menteri hingga besan seorang Presiden.

3. Sejarah Pemberantasan Korupsi a. Pemberantasan Korupsi Pada Masa Kerjaan sampai dengan Kemerdekaan

1 2 3

Jaman Kerajaan

Jaman Penjajahan Belanda

Jaman Penjajahan Jepang

b. Pemberantasan Korupsi Pada Masa Orde Lama - Orde Baru – Reformasi

4 5 6

Era Orde Lama

Era Orde Baru

Era Reformasi

c. Pemberantasan Korupsi Pasca Kemerdekaan

1967 1970 1977 1980

Dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK)

Dibentuk Komite Empat (Prof. Johannes, IJ Kasimo, Mr. Wilopo, dan A. Tjokroaminoto)

Dibentuk Tim Operasi Ketertiban (Opstib)

Diterbitkan UU No. 11 /1980 tentang Tindak Pidana Suap

Page 11: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

1999 2000 2001

Diterbitkan UU No 28/ 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN

Dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK)

Diterbitkan UU No. 20/ 2001 sebagai landasan lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Page 12: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

TES FORMATIF 1. Di Indonesia, sejarah korupsi dan pemberantasannya sudah terjadi sejak lama. Sebutkan

periodesasinya disertai contoh masing-masing masa!

2. Meski mengalami penindasan dan penderitaan akibat upeti, masyarakat di zaman kerajaan hampir tak pernah melakukan kontrol sosial. Mengapa?

3. Apa saja yang dilakukan Pemerintahan, sejak Indonesia merdeka dalam dalam pemberantasan korupsi?

Page 13: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Kegiatan Belajar 2 SEJARAH TERBENTUKNYA KPK : “SEMANGAT BARU, HARAPAN BARU”

Sumber : Google

Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Runtuhnya Rezim Orde Baru

Runtuhnya pemerintahan Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 yang disertai dengan tuntutan demokratisasi disegala bidang serta tuntutan untuk menindak tegas para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) telah menjadikan perubahan di Indonesia berlangsung dengan akselarasi yang sangat cepat dan dinamis. Situasi ini menuntut bangsa Indonesia untuk berusaha mengatasi kemelut sejarahnya dalam arus utama perubahan besar yang terus bergulir melalui agenda reformasi.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan Orde Baru (ORBA) di bawah kepemimpinan Soeharto antara lain sebagai berikut :

1. Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi yang melanda Asia, yang dimulai di Thailand menghantam Indonesia. Akibat krisis ini organisasi perbankan kita menjadi berantakan yang sampai sekarang belum dapat di konsolidasi kembali. Nilai rupiah terhadap dollar Amerika tetap di dalam tingkat yang amat rendah, sehingga harga-harga keperluan umum, terutama sembako, dalam hitungan rupiah tetap tinggi. Krisis yang melanda Indonesia juga disebabkan karena praktek (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) KKN.

KKN adalah istilah yang paling populer yang disuarakan oleh kaum reformis untuk segera diberantas. Kolusi diantara penguasa pada masa ORBA dengan para pengusaha hanya menguntungkan kedua belah pihak. Sedangkan rakyat hanya menerima akibat buruk dari

Page 14: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Sumber : Google

praktek tersebut. Demikian juga, korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara telah menguras sumber ekonomi negara sehingga uang yang seharusnya digunakan untuk kemakmuran rakyat tidak sampai kepada sasarannya. Adapun nepotisme adalah praktek penguasa yang lebih mementingkan anggota keluarga atau golongan untuk memperoleh jabatan serta kesempatan-kesempatan dalam dunia usaha. Penderitaan rakyat akibat krisis ekonomi dibaca dengan baik oleh kelompok intelektual terutama mahasiswa.

Dampak yang ditimbulkan dari krisis ekonomi adalah pada ketersediaan cadangan devisa. Setelah mengalami beberapa kegagalan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar, maka cadangan devisa negara merosot dari sekitar 20 milyar dollar AS pada pertengahan 1997 menjadi sekitar 14 milyar pada pertengahan 1998. Hal ini juga merupakan dampak dari memburuknya neraca modal Indonesia terhadap penurunan arus modal masuk secara drastis maupun melonjaknya arus modal keluar.

2. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998

Untuk dapat mencermati pergerakan mahasiswa dapat dibedakan menjadi empat periode. Periodisasi ini dibuat dengan mendasarkan pada momen-momen penting dalam gerakan mahasiswa tahun 1998 yaitu : tanggal Sidang Umum MPR 1-11 Maret 1998, Insiden berdarah Universitas Trisakti 12 Mei dan mundurnya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998.

• Periode pertama adalah periode sebelum 1 Maret 1998. Pada awal periode itu, isu yang ditampilkan belumlah menyangkut substansi reformasi melainkan sebatas pada kondisi aktual saat itu seperti: kelaparan di Irian Jaya, kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera, menuntut pemerintah untuk menurunkan harga-harga barang, dan menindak penimbun sembilan bahan pokok (sembako). Contohnya adalah aksi 150 mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang melakukan mimbar bebas di kampus Baranangsiang pada hari Rabu, 3 Desember 1997 dengan poster-poster yang dipajang bertuliskan: Berantas Korupsi dan Kolusi, Tindak Tegas Mega Koruptor di BI, Tindak Tegas Pembakaran Hutan, Tindak Tegas Aborsi Sampai ke Akar-akarnya. Pada hari Senin 12 Januari 1998 sebanyak 24 orang mahasiswa IPB Bogor mendatangi balaikota Bogor dengan mempermasalahkan merebakknya gambar-gambar porno yang terpasang disejumlah bioskop dan maraknya praktik prostitusi di beberapa tempat di wilayah Bogor. Aksi-aksi demo tersebut bersifat lokal sporadis dan belum memiliki dampak berantai kepada mahasiswa-mahasiswa lainnya, baik yang dari satu perguruan tinggi ataupun ke perguruan tinggi lainnya. Di samping jumlah partisipan yang cenderung terdiri atas sebagian kecil mahasiswa dari satu perguruan tinggi, aksi-aksi ini belum memiliki sebuah kerangka dan agenda aksi yang terjadwal.

• Periode kedua adalah 12 Maret 1998-12 Mei 1998. Setelah sempat reda selama hampir satu minggu, mahasiswa kembali melakukan demonstrasi. Isi-isu yang dimunculkan pada periode ini berkenaan dengan kredibelnya kabinet Pembangunan VII karena dinilai sarat dengan nepotisme dan koncoisme. Periode ini juga ditandai dengan kejenuhan mahasiswa

Sumber : Google

Page 15: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Sumber : Google

dalam melakukan aksi di dalam kampus. Keinginan mahasiswa untuk berdemonstrasi di luar kampus sudah tentu memicu bentrokan dengan aparat keamanan. Salah satu demonstrasi mahasiswa terbesar pada periode ini terjadi di kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Medan yang menyebabkan diliburkannya kampus dari kegiatan akademik sejak 29 April hingga 7 Mei 1998. Aksi ini sempat disebut sebagai aksi yang paling beringas yang melibatkan aksi saling melempar batu antara mahasiswa dan aparat, penembakan gas air mata, pembakaran 2 motor aparat keamanan dan lain sebagainya. Dalam periode ini isu-isu lain yang muncul adalah mengenai dialog yang diprakarsai oleh ABRI dan peristiwa penculikan para aktivis. Sebagaian besar mahasiswa dari perguruan tinggi yang telah mapan seperti UGM, UI, IKIP Bandung, IAIN, dan Unpad tidak hadir dalam dialog tersebut.

• Periode ketiga, periode ini ditandai dengan terjadinya peristiwa insiden Trisakti tanggal 12 Mei 1998, dimana ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden Indonesia saat itu yang telah terpilih berulang kali sejak awal Orde Baru. Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997. Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di Slipi mereka dihadang oleh aparat kepolisian yang mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlangsung sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa

Trisakti meninggal dunia dan puluhan orang lainnya baik mahasiswa dan masyarakat masuk rumah sakit karena terluka. Sepanjang malam tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan melakukan pengerusakan di daerah Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta. Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa.

• Periode keempat, Soeharto akhirnya menyerah pada tuntutan rakyat yang menghendaki dia tidak menjadi Presiden lagi, namun tampaknya tak semudah itu reformasi dimenangkan oleh rakyat Indonesia karena ia meninggalkan kursi KePresidenan dengan menyerahkan secara sepihak tampuk kedaulatan rakyat begitu saja kepada Habibie. Ini mengundang perdebatan hukum dan penolakan dari masyarakat. Bahkan dengan tegas sebagian besar mahasiswa menyatakan bahwa Habibie bukan Presiden Indonesia. Mereka tetap bertahan di gedung DPR/MPR sampai akhirnya diserbu oleh tentara dan semua mahasiswa digusur dan diungsikan ke kampus-kampus terdekat. Paling banyak yang menampung mahasiswa pada saat evakuasi tersebut adalah kampus Atmajaya Jakarta yang terletak di Semanggi. Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan ini dan mereka mendesak pula untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.

3. Krisis Politik yang Terjadi di Indonesia

Kekerasan politik yang berdimensi rasial sesungguhnya bukanlah hal yang baru di dalam sejarah politik di Tanah Air kita, baik sebelum maupun sesudah proklamasi kemerdekaan. Kejadian-kejadian yang dilaporkan secara luas akhir-akhir ini berkaitan dengan aksi kerusuhan sebelum, selama, dan sesudah jatuhnya rezim Orde Baru sebenarnya telah

Page 16: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

dikhawatirkan oleh banyak pihak akan muncul. Meskipun demikian, tak pernah dibayangkan bahwa kekerasan politik yang berwarna rasial itu akan berlangsung sedemikian mengerikan, khususnya terjadi pembunuhan serta perkosaan terhadap warga etnis Tionghoa. Tak pelak lagi, kekerasan politik rasial merupakan salah satu persoalan yang senantiasa menyatu pada kehidupan politik selama ia tidak diselesaikan secara terbuka, proporsional, dan rasional. ORBA yang dibentuk menyusul tumbangnya rezim Orde Lama dibawah Soekarno, secara formal menyatakan ingin melakukan koreksi total terhadap penyimpangan-penyimpangan konstitusional, termasuk dalam masalah hubungan antara kelompok mayoritas dan minoritas. Dalam perkembangannya selama 32 tahun, ORBA ternyata masih melakukan kesalahan-kesalahan yang sama dan bahkan dalam kaitan dengan masalah rasial terjadi yang lebih besar.

4. Faktor Sosial

a. Meningkatnya Angka Kemiskinan

Kenaikan angka penduduk miskin yang melonjak dengan pesat disebabkan oleh beberapa hal :

Menurunnya pendapatan riil penduduk diperkirakan untuk periode 1997-1998 terjadi penurunan pendapatan riil rata-rata sebesar 10-14% dalam nilai konstan.

Naiknya jumlah pengangguran, terutana di kota-kota besar menyebabkan munculnya kelompok-kelompok miskin dengan perkiraan sekitar 15 juta orang pada tahun 1998.

Kenaikan inflasi, terutama untuk kelompok pangan yang jauh lebih tinggi dari tingkat inflasinya sendiri. Diperkirakan untuk harga beras telah meningkat hampir 200%. Hal ini menyebabkan turunnya daya beli masyarakat desa maupun kota dan mendorong mereka dalam kelompok hidup miskin.

b. Kelompok Rawan Pangan

Melihat lebih dalam lagi ke dalam distribusi kemiskinan yang digolongkan sebagai keluaraga pra sejahtra dan sejahtra meningkat menjadi hampir 17,5 juta. Kelompok masyarakat rawan pangan yang naik secara drastis ini disebabkan oleh kombinasi antara krisis ekonomi yang menurunkan daya beli dan faktor alam yang tidak menguntungkan. Hasil estimasi secara konservatif yang dilakukan oleh World Food Program yang dilakukan di 35 wilayah DATI II di 15 provinsi menunjukan bahwa 7,5 juta orang dari sekitar 19,5 juta populasi di wilayah tersebut akan mengalami masalah rawan pangan.Kemiskinan absolut sangat erat kaitannya dengan maslah rawan pangan dan kekurangan gizi. Masalah rawan pangan sebagian besar menimpa wanita dan anak-anak.

Page 17: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

c. Meledaknya Angka Pengangguran

Tingkat pengangguran diperkirakan mencapai 15 juta orang atau sekitar 16,5% dari angkatan kerja pada pertengahan 1998. Angka ini jelas lebih rendah dari angka sebelumnya. Hal ini diperburuk lagi mengingat masalah sebenarnya terletak pada semi pengangguran yang jauh lebih besar dari angka pengangguran dan merupakan indikasi kearah kelompok penduduk miskin. Hal ini terutama terjadi di perkotaan, dimana sebagaian besar pengangguran biasanya tetap melakukan pekerjaan tetapi dengan beban kerja yang sangat ringan dan upah yang minim. Pada tahun 1996 diperkirakan sekitar 37% dari pekerja sebenarnya berada dalam kondisi semi pengangguran dan angka ini diperkirakan lebih besar lagi pada situasi krisis seperti ini.

d. Menurunnya Murid Sekolah

Konsekuensi dari menurunnya pendapatan riil adalah menurunnya tingkat pendaftaran sekolah. Hal ini terutama desebabkan oleh tekanan kepada anak untuk membantu mencari nafkah terutama bagi keluarga miskin. Pada tahun 1998/1999 diperkirakan menjadi kenaikan murid putus sekolah dari sekitar 2,6% menjadi 5,7% untuk murid SD atau kenaikan sebesar 119,2%. Sedangkan untuk murid SMP naik 5,1% menjadi 13,3% atau kenaikan sebesar 125%. Secara absolut diperkirakan sekitar 17,5 juta murid usia sekolah akan putus sekolah untuk mencari penghasilan serta 400 ribu murid sekolah tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Bahkan jika dilakukan penghapusan uang sekolah, kenaikan murid usia sekolah diperkirakan akan tidak meningkat drastis karena semakin tingginya biaya-biaya kesempatan (opportunity cost) di lapangan kerja.

e. Mutu Kesehatan

Di bidang kesehatan, melemahnya nilai tukar rupiah telah menyebabkan kenaikan drastis harga obat-obatan, vaksin, kontrasepsi. Survei kecil yang dilakukan di Jakarta dan Jawa Barat menunjukkan kenaikan harga obat rata-rata hampir tiga kali lipat. Sedemikian parahnya masalah kelangkaan obat sehingga beberapa pusat kesehatan tutup. Lebih parah lagi, menurunnya tingkat pendapatan riil menyebabkan daya beli kelompok penduduk miskin untuk mendapatkan fasilitas kesehatan berkurang. Kondisi yang sama terjadi pada golongan wanita, terutama wanita hamil yang akan mempertinggi resiko kematian bayi akibat buruknya sarana kesehatan. Berita-berita di surat kabar menyatakan bahwa bertambah banyak jumlah pasien yang memilih keluar dari rumah sakit karena kurang dan mahalnya obat-obatan.

Keadaan Bangsa Indonesia Pada Era Reformasi

Era reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1998, tepatnya pada saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998. Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. B. J. Habibie yang menjadi Wakil Presiden dan sebelumya menjabat sebagai Mentri Riset dan Teknologi, menggantikannya sebagai Presiden baru. Jatuhnya pilihan kepada B. J. Habibie merupakan suatu hal yang kontroversial. Habibie sesungguhya mewarisi suatu pemerintahan yang mengalami kerusakan total serta bersifat multidimensioal baik dalam segi moniter, ekonomi, sosial, politik, dan juga mental (Amin Rais, 1998: 29).

Page 18: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Proyek kebanggaan Habibie, Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) masalnya, sering menjadi sasaran kritik karena diduga telah menyalahgunakan anggaran negara (Hikam, Muhamad, 1999: 71). Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 yang kemudian memicu kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswapun meluas hampir di seluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Pada tanggal 21 Mei 1998 tepatnya pukul 09.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dan kemudian mengucapkan terimakasih serta mohon maaf kepada seluruh rakyat.

Setelah jatuhnya rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, banyak mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial. Hal ini dapat dilihat dari munculnya era reformasi yang mengalami perubahan-perubahan seperti berikut ini:

1. Dalam Bidang Ekonomi

Dalam perdebatan-perdebatan mengenai ekonomi, sering diperdebatkan apakah ekonomi menjadi prasyarat keamanan ataukah sebaliknya keamanan menjadi prasyarat hidupnya ekonomi. Apabila ekonomi rusak dan keluarga-keluarga dalam masyarakat tidak mungkin memenuhi kebutuhanya, pelanggaran-pelanggaran hukum amat sukar dicegah. Tetapi, kalau keadaan umum tidak aman kegiatan-kegiatan ekonomi pasti terganggu, bahkan mungkin buat sementara terhenti. Keamanan umum di Indonesia dalam satu tahun sesudah Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden mengalami banyak gangguan, sedangkan ekonomi umum belum mampu bangkit kembali dari pukulan berat oleh krisis moneter.

Nilai rupiah terhadap dollar AS dalam beberapa bulan sesudah pergantian tahun 1998 sampai 1999 relatif stabil tetapi pada tingkat yang tinggi antara Rp. 7.000 dan Rp. 8.000 sehingga belum dapat membantu ibi-ibu rumah tangga dari kelas rendah yang penghasilan kerjanya dalam rupiah belum cukup untuk mengejar harga sembako yang tetap tinggi. Karena keadaan ekonomi yang demikian, jumlah anak jalanan dan preman tidak berkurang, tetapi malah bertambah. Para petani pangan juga banyak yang mengeluh karena tingginya harga pupuk dan karena saingan harga beras dari luar negeri yang dapat masuk ke Indonesia dengan bebas pajak atau dengan pajak yang rendah.

2. Dalam Bidang Politik

Suasana politik sesudah berhentinya Presiden Soeharto penuh dengan kejadian-kejadian yang menimbulkan frustasi dikalangan Pemerintah, ABRI, partai-partai politik dan masyarakat umum.

Di antara kejadian-kejadian itu dapat disebut beberapa yang membawakan disintegrasi politik berkepanjangan, misalnya naiknya Habibie menjadi Presiden menggantikan Soeharto, pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan, timbulnya partai-partai politik baru, tawaran kepada rakyat Timor-Timur untuk mendapatkan otonomi luas atau kemerdekaan, gerakan di Irian Jaya dan Aceh untuk mendirikan negara merdeka baru lepas dari Republik Indonesia; Rencana Pemilu 1999 dan pencalonan Preseden. Disamping itu, hampir setiap hari orang Jakarta dan kota besar lainnya dapat membaca di surat kabar, majalah atau tabloid tentang politik pemerintahan Soeharto yang merugikan negara dan rakyat karena bertentangan dengan sistem demokrasi.

Page 19: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

3. Dalam Bidang Sosial

Sejak Soeharto menyatakan dirinya berhenti dari jabatan Presiden pada tanggal 21 Mei 1998 sampai satu tahun kemudian keadaan sosial di indonesia selalu diganggu oleh berbagai peristiwa yang meresahkan masyarakat banyak. Jumlah kemiskinan yang setahun lalu mencuat samapi 100 juta belum menunjukkan gejala menurun. Jumlah penganggur sebagai korban PHK tidak kurang dari tujuh juta, dengan kebanyakan di antara mereka bermukim di kota-kota besar.

Banyaknya jumlah penduduk miskin dan korban PHK, banyak keluarga terpaksa mengurangi makan sehari-hari atau memilih maknan yang berkualitas gizi rendah, juga buat anak-anak di bawah umur sepuluh tahun yang sedang sangat membutuhkan masukan gizi yang cukup sebagai landasan kesehatan badan mereka. Dikhawatirkan, kalau kekurangan gizi berlangsung lebih lama generasi anak-anak dikemudian hari akan menjadi generasi anak-anak yang lemah. Kekurangan gizi yang berkepanjangan tidak hanya memiliki pengaruh negatif terhadap perkembangan tubuh anak, akan tetapi juga intelegensi atau daya pikir mereka.

Selain itu, gejala sosial yang menarik perhatian adalah di bidang keamanan dan ketertiban umum. Tahun 1999, kepolisian RI secara organisatoris dan operasional dipisahkan dari angkatan-angkatan bersenjata. Istialah ABRI tidak lagi berlaku dan diganti dengan TNI yang meliputi angkatan darat, laut dan udara. Di samping itu, kepolisian RI berdiri sendiri meskipun secara administratif tetap di bawah pimpinan Menteri Pertahanan dan Keamanan.

Runtuhnya Pemerintahan Orde Baru dan Lahirnya Reformasi

Di balik kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa kelemahan. Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) tumbuh subur. Praktik korupsi menggurita hingga kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada tahun 1998. Rasa ketidakadilan mencuat ketika kroni-kroni Soeharto yang diduga bermasalah menduduki jabatan menteri Kabinet Pembangunan VII. Kasus-kasus korupsi tidak pernah mendapat penyelesaian hukum secara adil.

Pembangunan Indonesia berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan ketidakadilan dan kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi kesenjangan pembangunan karena sebagian besar kekayaan daerah disedot ke pusat. Akhirnya, muncul rasa tidak puas di berbagai daerah, seperti di Aceh dan Papua. Di luar Jawa terjadi kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan pendatang (transmigran) yang memperoleh tunjangan pemerintah. Penghasilan yang tidak merata semakin memperparah kesenjangan sosial.

Pemerintah mengedepankan pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan politik. Pemerintah melarang kritik dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde Baru. Kebebasan pers dibatasi dan diwarnai pemberedelan Koran maupun majalah. Untuk menjaga keamanan atau mengatasi kelompok separatis, pemerintah memakai kekerasan bersenjata. Misalnya, program Penembakan Misterius (Petrus) atau Daerah Operasi Militer (DOM). Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun 1997-1998.

Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997. Krisis moneter dan keuangan yang semula terjadi di Thailand pada bulan Juli 1997 merembet ke Indonesia. Hal ini diperburuk dengan kemarau terburuk dalam lima puluh tahun terakhir. Dari beberapa negara Asia, Indonesia mengalami krisis paling parah. Solusi yang disarankan IMF justru memperparah krisis.

Page 20: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

IMF memerintahkan penutupan enam belas bank swasta nasional pada 1 November 1997. Hal ini memicu kebangkrutan bank dan negara.

Krisis ekonomi mengakibatkan rakyat menderita. Pengangguran melimpah dan harga kebutuhan pokok melambung. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai daerah. Daya beli masyarakat menurun. Bahkan, hingga bulan Januari 1998 rupiah menembus angka Rp 17.000,00 per dolar AS. Masyarakat menukarkan rupiah dengan dolar. Pemerintah mengeluarkan “Gerakan Cinta Rupiah”, tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan. Krisis moneter tersebut telah berkembang menjadi krisis multidimensi. Krisis ini ditandai adanya keterpurukan di segala bidang kehidupan bangsa. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin menurun. Pemerintah kurang peka dalam menyelesaikan krisis dan kesulitan hidup rakyat. Kabinet Pembangunan VII yang disusun Soeharto ternyata sebagian besar diisi oleh kroni dan tidak berdasarkan keahliannya. Kondisi itulah yang melatarbelakangi munculnya gerakan reformasi.

Munculnya gerakan reformasi dilatarbelakangi oleh terjadinya krisis multidimensi yang dihadapi bangsa Indonesia. Semula gerakan ini hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus di berbagai daerah. Akan tetapi, para mahasiswa harus turun ke jalan karena aspirasi mereka tidak mendapatkan jalan keluar. Gerakan reformasi tahun 1998 mempunyai enam agenda antara lain suksesi kepemimpinan nasional, amandemen UUD 1945, pemberantasan KKN, penghapusan dwifungsi ABRI, penegakan supremasi hukum, dan pelaksanaan otonomi daerah. Agenda utama gerakan reformasi adalah turunnya Soeharto dari jabatan Presiden. Berikut ini kronologi beberapa peristiwa penting selama gerakan reformasi yang memuncak pada tahun 1998.

1. Demonstrasi Mahasiswa

Desakan atas pelaksanaan reformasi dalam kehidupan nasional dilakukan mahasiswa dan kelompok proreformasi. Pada tanggal 7 Mei 1998 terjadi demonstrasi mahasiswa di Universitas Jayabaya, Jakarta. Demonstrasi ini berakhir bentrok dengan aparat dan mengakibatkan 52 mahasiswa terluka. Sehari kemudian pada tanggal 8 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa terjadi di Yogyakarta (UGM dan sekitarnya). Demonstrasi ini juga berakhir bentrok dengan aparat dan menewaskan seorang mahasiswa bernama Mozes Gatotkaca. Dalam kondisi ini, Presiden Soeharto berangkat ke Mesir tanggal 9 Mei 1998 untuk menghadiri sidang G 15.

2. Peristiwa Trisakti

Tuntutan agar Presiden Soeharto mundur semakin kencang disuarakan mahasiswa di berbagai tempat. Tidak jarang hal ini mengakibatkan bentrokan dengan aparat keamanan. Pada tanggal 12 Mei 1998 empat mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta tewas tertembak peluru aparat keamanan saat demonstrasi menuntu Soeharto mundur. Mereka adalah Elang Mulya, Hery Hertanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan. Peristiwa Trisakti mengundang simpati tokoh reformasi dan mahasiswa Indonesia.

3. Kerusuhan Mei 1998

Penembakan aparat di Universitas Trisakti itu menyulut demonstrasi yang lebih besar. Pada tanggal 13 Mei 1998 terjadi kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan di Jakarta dan Solo. Kondisi ini memaksa Presiden Soeharto mempercepat kepulangannya dari Mesir. Sementara

Page 21: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

itu, mulai tanggal 14 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa semakin meluas. Bahkan, para demonstran mulai menduduki gedung-gedung pemerintah di pusat dan daerah.

4. Pendudukan Gedung MPR/DPR

Mahasiswa Jakarta menjadikan gedung MPR/DPR sebagai pusat gerakan yang relative aman. Ratusan ribu mahasiswa menduduki gedung rakyat. Bahkan, mereka menduduki atap gedung tersebut. Mereka berupaya menemui pimpinan MPR/DPR agar mengambil sikap yang tegas. Akhirnya, tanggal 18 Mei 1998 ketua MPR/DPR Harmoko meminta Soeharto turun dari jabatannya sebagai Presiden. Pernyataan Harmoko itu kemudian dibantah oleh Pangjab Jenderal TNI Wiranto dan mengatakannya sebagai pendapat pribadi.

Untuk mengatasi keadaan, Presiden Soeharto mengundang beberapa tokoh masyarakat seperti Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid ke Istana Negara pada tanggal 19 Mei 1998. Akan tetapi, upaya ini tidak mendapat sambutan rakyat.

5. Pembatalan Apel Kebangkitan Nasional

Momentum hari Kebangkitan Naisonal 20 Mei 1998 rencananya digunakan tokoh reformasi Amien Rais untuk mengadakan doa bersama di sekitar Tugu Monas. Akan tetapi, beliau membatalkan rencana apel dan doa bersama karena 80.000 tentara bersiaga di kawasan tersebut. Di Yogyakarta, Surakarta, Medan, dan Bandung ribuan mahasiswa dan rakyat berdemonstrasi. Ketua MPR/DPR Harmoko kembali meminta Soeharto mengundurkan diri pada hari Jumat tanggal 22 Mei 1998 atau MPR/DPR akan terpaksa memilih Presiden baru. Bersamaan dengan itu, sebelas menteri Kabinet Pembangunan VII mengundurkan diri.

6. Pengunduran Diri Presiden Soeharto

Pada dini hari tanggal 21 Mei 1998 Amien Rais selaku Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah menyatakan, “Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru”. Ini beliau lakukan setelah mendengar kepastian dari Yuzril Ihza Mahendra. Akhirnya, pada pukul 09.00 WIB Presiden Soeharto membacakan pernyataan pengunduran dirinya.

Itulah beberapa peristiwa penting menyangkut gerakan reformasi tahun 1998. Soeharto mengundurkan diri dari jabatan Presiden yang telah dipegang selama 32 tahun. Beliau kemudian digantikan B.J. Habibie. Sejak saat itu Indonesia memasuki era reformasi.

Perkembangan Politik Pada Masa Reformasi

Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mengupayakan pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan

Sumber : Google

Page 22: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis.

Selain itu pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demonstrasi. Namun khusus demonstrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demonstrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demonstrasi tersebut.

Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu 75 orang menjadi 38 orang. Langkah ini yang ditempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum. Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapat sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang didambakan oleh masyarakat.

Presiden Habibie mencabut lima paket Undang-Undang tentang politik. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga Undang-Undang politik baru. Ketiga Undang-Undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga Undang-Undang itu antara lain Undang-Undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.

Munculnya Undang-Undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya Undang-Undang politik itu partai-partai politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum tahun 1999. Hal ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan cukup ketat. Setelah perhitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di antaranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional.

Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR segera melaksanakan sidang. Sidnag Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan menjadi ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi ketua DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolah, 322 menerima, 9 absen dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri mejadi Presiden Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan munculnya tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza MAhendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkan diri. Oleh karena itu, tinggal dua calon Presiden yang maju dalam pemilihan itu, Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnopoutri. Dari hasil pemilihan Presiden yang dilaksanakan secara voting, Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999

Page 23: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekaroputri dan Hamzah Haz. Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menduduki jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia tidak sampai pada akhir masa jabatannya. Beliau menduduki jabatan sampai tahun 2001 dikarenakan munculnya ketidakpercayaan parlemen padanya. DPR/MPR kemudian memilih dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden Indonesia. Masa kekuasaan Megawati berakhir pada tahun 2004.

Pemilihan Umum tahun 2004 merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah pemerintahan Republik Indonesia. Untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat Indonesia. Pada pemilihan umum ini Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2004-2009.

Kondisi Sosial Masyarakat Sejak Reformasi

Sejak krisis moneter yang melanda pada pertengahan tahun 1997, perusahaan-perusahaan swasta mengalami kerugian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya. Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK.

Para pekerja yang diberhentikan itu menambah jumlah pengangguran, sehingga jumlah pengangguran diperkirakan mencapai 40 juta orang. Pegangguran dalam jumlah yang sangat besar ini akan menimbulkan terjadinya masalah sosial dalam kehidupan masyarakat. Dampak susulan dari pengangguran adalah makin maraknya tindakan-tindakan criminal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Langkah yang diambil untuk mengatasi masalah tersebut adalah pemerintah dengan serius menangani masalah pengangguran dengan membuka lapangan kerja baru yang dapat menampung para penganggur tersebut. Langkah berikutnya, pemerintah berusaha menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga dapat membuka lapangan kerja baru untuk menampung para penganggur tersebut.

Kondisi Ekonomi Masyarat Indonesia

Sejak berlangsungnya krisis moneter pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia mulai mengalami keterpurukan. Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan rakyat makin menurun. Pengangguran juga semakin luas.

Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk memperbaiki perekonomian Indonesia diantaranya :

a. Merekapitulasi perbankan b. Merekonstruksi perekonomian Indonesia c. Melikuidasi beberapa bank bermasalah

Page 24: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

d. Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp 10.000,- e. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF

Dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat, pemerintah juga memperhatikan harga produk pertanian Indonesia, karena selama masa pemerintahan Orde Baru maupun sejak krisis 1997 tidak pernah berpihak kepada petani. Apabila pendapatan petani meningkat, maka permintaan pertanian terhadap barang non pertanian juga meningkat. Dengan ditetapkannya harga produk pertanian akan member semangat bangkitnya para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan perusahaannya.

Pihak pemerintah telah berusaha ntuk membawa Indonesia keluar dari krisis. Tetapi tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis, Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, memerlukan penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas.

Faktor Pendorong Terjadinya Reformasi

Seakan tak kenal menyerah, begitulah bangsa ini dalam menghadapi rasuah. Berkali-kali badan antikorupsi yang dibentuk mengalami kegagalan, tidak lantas menjadikan putus harapan. Mulai PARAN hingga Operasi Budhi, dari KOTRAR sampai Opstib. Semua gugur, namun semangat tak lantas kendur.

Harapan yang memang tak pernah mati itu pun akhirnya berkobar kembali, ketika lembaga antikorupsi bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk, 29 Desember 2003. Di tengah cengkeraman korupsi yang semakin kuat, KPK muncul membawa semangat baru yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Melalui KPK, publik berharap banyak bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya sebatas impian. Dengan adanya KPK, bangsa ini yakin bahwa pada saatnya, korupsi akan benar-benar terberangus dari Bumi Pertiwi.

Proses pembentukan KPK sendiri, diawali TAP MPR No. 11 Tahun 1998 tentang Pemerintahan yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Mengacu pada TAP MPR tersebut, DPR dan pemerintah kemudian membuat UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Saat pembahasan RUU itulah, muncul gagasan dari sebagian anggota DPR. Seperti terungkap

•Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam kehidupan pemerintahan. •Adanya rasa tidak percaya kepada pemerintah Orba yang penuh dengan nepotisme dan kronisme

serta merajalelanya korupsi. •Kekuasaan Orba di bawah Soeharto otoriter tertutup. •Adanya keinginan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. •Mahasiswa menginginkan perubahan.

Faktor politik

•Adanya krisis mata uang rupiah. •Naiknya harga barang-barang kebutuhan masyarakat. •Sulitnya mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.

Faktor ekonomi

•Adanya kerusuhan tanggal 13 dan 14 Mei 1998 yang melumpuhkan perekonomian rakyat.

Faktor sosial masyarakat

•Belum adanya keadilan dalam perlakuan hukum yang sama di antara warga negara.

Faktor hukum

Page 25: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

dalam buku “Menyalakan Lilin di Tengah Kegelapan”, mereka mengusulkan untuk menambah bab tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tapi usulan itu ditolak. Argumentasinya ketika itu, karena tidak logis menambah bab dalam RUU. Penambahan hanya bisa dilakukan atas satu pasal atau ayat. Dalam buku tersebut, Ketua KPK periode pertama Taufiequrachman Ruki, mengatakan, penambahan bab juga belum dikaji secara juridis maupun semantik.

DPR, akhirnya memang menolak usulan penambahan bab tersebut. Alasannya, untuk membangun sebuah lembaga atau komisi yang diberi kewenangan besar, tidak bisa dirancang dengan pemikiran sesaat. Harus dilakukan pengkajian yang benar dengan segala aspeknya. Meski menolak usulan penambahan bab, namun DPR setuju soal pembentukan KPK. Karena itu, kemudian disepakati bahwa amanat pembentukan KPK akan dimuat dalam aturan peralihan UU No. 31 Tahun 1999. Akhirnya, berdasarkan Undang-Undang No.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, secara resmi KPK pun dibentuk. Sesuai amanat UU, lembaga baru tersebut dibentuk satu tahun setelah UU tersebut disahkan.

Dalam UU disebutkan bahwa KPK dibentuk karena lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. Sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi, KPK memang diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan Kelahiran KPK mewarnai babak baru pemberantasan korupsi di Tanah Air. Karena berbeda dengan berbagai badan antikorupsi yang ada sebelumnya, KPK merupakan lembaga yang independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, termasuk pemerintah.

Selayaknya lembaga antikorupsi di berbagai negara, kemunculan KPK memang menjadi tumpuan. Bahkan tidak sedikit yang berharap, bahwa KPK bisa menjadi seperti ICAC di Hong Kong atau CPIB di Singapura, yang berhasil membawa kedua negara tersebut ke dalam perubahan besar.

Hal itu, tentu bukan harapan kosong. Dalam perjalanannya, kiprah luar biasa yang diperlihatkan KPK, justru menguatkan harapan tersebut.

Di tengah rintangan yang tidak kecil, KPK terus menunjukkan kinerja terbaiknya. Di bidang penindakan, misalnya, KPK berhasil menyeret satu per satu pejabat penting negeri ini ke meja hijau. Tidak hanya menteri, duta besar, gubernur, bupati/walikota, anggota DPR/DPRD, atau pimpinan partai politik. Bahkan, KPK pun berhasil “mengantar” besan seorang Presiden ke dalam penjara.

Sementara di bidang pencegahan yang sifatnya jangka panjang, banyak hal juga dilakukan. Antara lain KPK tak henti berinovasi dalam menanamkan nilai-nilai antikorupsi. Mulai dari pendekatan budaya, sosial, hingga pendidikan, semua dilakukan.

Berbagai gebrakan tersebut, semakin meningkatkan kepercayaan publik terhadap KPK. Akibatnya, ekspektasi kian tinggi dan dukungan terhadap KPK juga semakin menguat. Dalam konteks tersebut, ketika KPK menghadapi berbagai tantangan, publik meyakini bahwa itu adalah bagian dari proses yang memang harus dilalui, terlebih dalam usia yang masih tergolong muda.

Membandingkan dengan ICAC, awalnya mereka juga menghadapi tantangan yang sangat hebat. Setidaknya ICAC membutuhkan waktu lebih dari 30 tahun untuk mengubah Hong Kong yang awalnya merupakan negara paling korup di kawasan Asia Pasifik menjadi salah satu negara yang tergolong bersih.

Page 26: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Kondisi demikian, persis seperti diungkapkan Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi. Menurutnya, dalam sebuah gerakan pemberantasan korupsi, satu dasawarsa tentu waktu yang singkat. Karena keberhasilan pemberantasan korupsi hitungannya bukan satu atau sepuluh tahun, tapi hitungan generasi.

Dengan begitu, memang tak ada alasan untuk bersikap pesimistis terhadap pemberantasan korupsi. Apalagi KPK saat ini, sangat berbeda dibandingkan dengan badan antikorupsi yang sebelumnya pernah dibentuk pemerintah. Sebagaimana lembaga antikorupsi di seluruh dunia, KPK bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun. Selain itu, dalam mengemban misinya, KPK juga dibekali dengan kewenangan yang tidak dimiliki oleh badan antikorupsi yang pernah ada.

Yang tak kalah penting, tidak seperti dikhawatirkan banyak pihak, pembentukan KPK bukanlah ditujukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Sebut saja Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung. Sebaliknya, sebagaimana disebutkan dalam penjelasan UU tersebut, KPK berperan sebagai triger mechanism. Artinya, KPK berperan sebagai pendorong atau stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.

Dengan demikian, jika dalam perkembangannya, baik Polri maupun Kejagung menunjukkan kinerja pemberantasan korupsi yang meningkat, hal itu bukan merupakan “ancaman” bagi KPK. Sebaliknya, hal itu justru merupakan salah satu indikator bahwa peran triger mechanism yang diamanatkan UU tadi, sudah berjalan dengan baik.

Page 27: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

TES FORMATIF 1. Jika Anda dipercaya menjadi Ketua KPK, bagaimana strategi pemberantasan korupsi yang

Anda buat?

2. Menurut Anda, bagaimana TAP MPR No. 11 Tahun 1998 tentang Pemerintahan yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) bisa menjadi pemberi semangat pemberantasan korupsi di Indonesia?

3. Apa yang dimaksud fungsi triger mechanism yang dimiliki KPK?

Page 28: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Kegiatan Belajar 3 VISI DAN MISI KPK SERTA DASAR HUKUM PENDIRIAN KPK

Sumber : Google

VISI dan MISI KPK

Page 29: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

A. DASAR HUKUM PENDIRIAN KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.

KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan Undang-Undang menyebutkan peran KPK sebagai triger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.

Adapun tugas KPK yang adalah koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK); supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK; melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam pelaksanaannya tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proposionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. Kelima pimpinan KPK tersebut merupakan pejabat negara, yang berasal dari unsur pemerintahan dan unsur masyarakat. Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.

Pimpinan KPK membawahi empat bidang, yang terdiri atas bidang Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, serta Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. Masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang deputi. KPK juga dibantu Sekretariat Jenderal yang dipimpin seorang Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia, namun bertanggung jawab kepada pimpinan KPK.

Page 30: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Ketentuan mengenai struktur organisasi KPK diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan masyarakat luas tetap dapat berpartisipasi dalam aktivitas dan langkah-langkah yang dilakukan KPK. Dalam pelaksanaan operasional, KPK mengangkat pegawai yang direkrut sesuai dengan kompetensi yang diperlukan.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi :

B. TUGAS DAN WEWENANG KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan

5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :

1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;

2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;

3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;

4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan

5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Page 31: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Pengertian “kekuasaan manapun” adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi atau anggota Komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislatif, pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi ataupun dengan alasan apapun.

Pengaturan mengenai dasar hukum dan kewenangan KPK sebagai Lembaga Negara dapat dilihat pada beberapa peraturan PerUndang-Undangan berikut ini:

Page 32: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

TES FORMATIF 1. Jelaskan secara singkat visi KPK!

2. Jelaskan secara singkat misi KPK!

3. Jelaskan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi!

Page 33: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Kegiatan Belajar 4 TUGAS, POKOK DAN FUNGSI DAN KEWENANGAN KPK TIDAK HANYA MENANGKAP KORUPTOR

AKTIVITAS KPK DALAM PENINDAKAN DAN PENCEGAHAN

Ketika KPK meluncurkan film antikorupsi KPK, bisa jadi banyak publik bertanya-tanya. “Lho, apakah KPK sudah berubah fungsi? Sejak kapan KPK berkecimpung di dunia seni?”

Pertanyaan semacam itu memang wajar. Sebab, selama ini yang sering terpublikasikan oleh media massa adalah peran represif KPK dalam bidang penindakan. Misalnya saja, ketika KPK menangkap seorang gubernur atau bupati, saat KPK menjebloskan seorang menteri atau besan Presiden ke dalam jeruji besi, dan sebagainya. Seperti itulah yang terekspos.

Fenomena semacam itu, tak lepas dari media massa, yang memandang bahwa peran represif KPK terlihat seksi dan punya “nilai jual” tinggi. Faktanya, berbagai kiprah KPK terkait penindakan, apalagi jika yang ditangkap adalah pejabat tinggi, hampir selalu menarik minat masyarakat.

Tetapi karena itu pula, maka peran lain KPK di bidang pencegahan menjadi kurang tersampaikan ke masyarakat. Padahal, menurut UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, tugas, fungsi, dan kewenangan KPK memang tidak terbatas pada penindakan saja, namun juga pencegahan. Contohnya terkait film KPK itu tadi. Termasuk di antaranya, saat KPK menyelenggarakan lomba puisi antikorupsi, arisan antikorupsi, zona antikorupsi, menerbitkan buku cerita bergambar antikorupsi, dan sebagainya.

Page 34: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Secara lengkap, tugas KPK diatur dalam Pasal 6. Di dalamnya menyebutkan, bahwa tugas KPK adalah:

No Tugas KPK Kewenangan KPK 1 Melakukan Koordinasi • Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan tindak pidana korupsi • Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan

pemberantasan tindak pidana korupsi; • Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak

pidana korupsi kepada instansi terkait; • Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan

instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan

• Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. Dalam bidang penindakan, KPK melaksanakan tugas koordinasi, terutama terhadap penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh Kepolisian dan Kejaksaan. Bentuk kegiatan yang dilakukan sesuai ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, yakni:

• Menetapkan sistem pelaporan penanganan perkara dari Kepolisian dan Kejaksaan ke KPK,

• Meminta/mendapatkan informasi ke/dari Kepolisian dan Kejaksaan tentang telah dilaksanakannya Penyidik perkara tindak pidana korupsi dengan media informasi berupa penyampaian Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke/dari Kepolisian dan Kejaksaan,

• Meminta/mendapatkan informasi ke/dari Kepolisian dan Kejaksaan tentang perkembangan penanganan perkara yang telah dilakukan Penyidikan (misal: perkembangan pelaksanaan penyidikan, pelimpahan berkas perkara ke Penuntut Umum, pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan,

Page 35: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

No Tugas KPK Kewenangan KPK dan dihentikannya penyidikan/SP3).

• Melaksanakan dengan pendapat atau pertemuan secara berkala dengan instansi yang berwenang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan dan instansi pengawas.

2 Melakukan Supervisi • Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;

• Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;

• Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;

• Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;

• Hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau

• Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

3 Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

Kriteria korupsi yang bisa ditangani KPK: • Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara,

dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara;

• Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau

• Menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp1 miliar. Melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, KPK berwenang: • Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan; • Memerintahkan kepada instansi terkait melarang seseorang

keluar negeri; • Minta keterangan kepada bank/lembaga keuangan tentang

keadaan keuangan tersangka/terdakwa; • Memerintahkan bank/lembaga keuangan untuk blokir

rekening yang diduga milik tersangka, terdakwa atau pihak lain yang terkait;

• Memerintahkan kepada pimpinan/atasan tersangka untuk berhenti dari jabatannya;

• Meminta data kekayaan dan data pajak tersangka/terdakwa kapada instansi terkait;

• Menghentikan sementara transaksi keuangan, perdagangan dan perjanjian lainnya/pencabutan izin, lisensi, serta konsensi;

• Meminta bantuan interpol atau instansi penegak hukum negara lain untuk mencari, menangkap, dan menyita barang bukti di luar negeri;

• Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeladahan, dan penyitaan dalam perkara TPK yang sedang ditangani

4 Melakukan pencegahan tindak pidana korupsi

• Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara Negara;

• Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi; • Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada

setiap jenjang pendidikan;

Page 36: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

No Tugas KPK Kewenangan KPK • Merancang dan mendorong terlaksananya program

sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi; • Melaksanakan kampanye antikorupsi kepada masyarakat

umum; • Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam

pemberantasan tindak pidana korupsi. 5 Melakukan monitoring • Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan

administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah; • Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan

pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;

• Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.

1. Koordinasi

Dalam menjalankan tugas koordinasi, KPK berkoordinasi dengan instansi yang terkait dengan tugas pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi. Antara lain: Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat Jenderal (Itjen), dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda).

Dalam melaksanakan tugas koordinasi itu, KPK berwenang:

• Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi

• Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;

• Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait;

• Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan

• Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Dalam bidang penindakan, KPK melaksanakan tugas koordinasi, terutama terhadap penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh Kepolisian dan Kejaksaan. Bentuk kegiatan yang dilakukan sesuai ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, yakni:

• Menetapkan sistem pelaporan penanganan perkara dari Kepolisian dan Kejaksaan ke KPK,

• Meminta/mendapatkan informasi ke/dari Kepolisian dan Kejaksaan tentang telah dilaksanakannya Penyidik perkara tindak pidana korupsi dengan media informasi berupa penyampaian Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke/dari Kepolisian dan Kejaksaan,

• Meminta/mendapatkan informasi ke/dari Kepolisian dan Kejaksaan tentang perkembangan penanganan perkara yang telah dilakukan Penyidikan (misal :

Page 37: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

perkembangan pelaksanaan penyidikan, pelimpahan berkas perkara ke Penuntut Umum, pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan, dan dihentikannya penyidikan/SP3).

• Melaksanakan dengan pendapat atau pertemuan secara berkala dengan instansi yang berwenang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan dan instansi pengawas.

Kegiatan koordinasi juga dilaksanakan dalam rangka tindak lanjut atas penerusan laporan pengaduan masyarakat yang diterima oleh KPK kepada Instansi terkait. Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan kegiatan-kegiatan koordinasi tersebut, akan dilakukan pengembangan sistem dan mekanisme koordinasi yang akan dilaksanakan KPK bersama dengan institusi penegak hukum lain sebagai acuan bersama dalam pelaksanaan teknis kegiatan koordinasi pemberantasan tindak korupsi.

2. Supervisi

Sementara dalam melakukan supervisi, KPK melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenang di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi serta instansi yang melaksanakan pelayanan publik.

Berkaitan dengan pelaksanaan tugas supervisi tersebut, KPK dapat mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian atau Kejaksaan. Pengambilalihan tersebut diperbolehkan, dengan alasan sebagai berikut:

• Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;

• Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;

• Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;

• Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;

• Hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau

• Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pelaksanaan kegiatan supervisi selama ini dilakukan dengan dua cara, yaitu supervisi secara umum dan secara khusus.

Supervisi secara umum dilakukan terhadap penanganan kasus/perkara tindak pidana korupsi oleh Kepolisian dan Kejaksaan. Supervisi umum tersebut dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan koordinasi dengan jajaran Kepolisian dan Kejaksaan yang dilakukan per wilayah provinsi. Pada saat itulah supervisi secara umum bisa diberikan terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul, baik teknis maupun non teknis yang dihadapi oleh jajaran Kepolisian dan Kejaksaan dalam penanganan perkara di wilayahnya.

Supervisi secara khusus bisa dilakukan, baik atas permintaan dari Kejaksaan/ Kepolisian maupun atas inisiatif KPK, terkait penanganan perkara-perkara yang sedang ditangani oleh Kepolisian dan Kejaksaan. Supervisi khusus ini dilakukan, jika Pimpinan KPK memiliki

Page 38: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

pertimbangan bahwa perkara tersebut perlu mendapat supervisi secara khusus. Salah satu contoh supervisi khusus, ketika Mabes Polri sedang melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi berupa L/C fiktif BNI.

3. Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan

Di samping melakukan tugas Koordinasi dan Supervisi (Korsup) terhadap penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dengan Kepolisian dan Kejaksaan, KPK juga melaksanakan kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sendiri.

Tetapi, tidak semua tindak pidana korupsi bisa ditangani KPK. Berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 30 Tahun 2002, kriteria korupsi yang bisa ditangani KPK adalah:

• Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara;

• Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau

• Menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp1 miliar.

Jika terdapat tindak pidana korupsi yang berada di luar kriteria tersebut, tentu saja KPK tidak berwenang menangani. Pembatasan ini penting, agar tidak semua tindak pidana korupsi ditangani KPK. Tujuannya, supaya KPK concern dalam menjalankan tugas dan fungsi penyelidikan, penyidikan, penuntutan.

Peran Stakeholders (Criminal Justice System)

Selain itu, yang tak kalah penting adalah, bahwa penyidik KPK tidak dibolehkan menghentikan penyidikan (SP3). Seperti diatur dalam Pasal 40 UU No. 30 Tahun 2002, “Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi”.

Page 39: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Dengan demikian, jika kasus dugaan tindak pidana korupsi sudah menjadi perkara untuk dilakukan penyidikan, maka perkara tersebut harus berujung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karenanya, dalam tahap penyelidikan, penyelidik KPK harus berupaya untuk mengungkapkan adanya peristiwa pidana korupsi dengan membuktikan semua unsur perbuatan pidananya serta menentukan tersangkanya.

Di sisi lain, dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, KPK berwenang:

• Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;

• Memerintahkan kepada instansi terkait melarang seseorang keluar negeri;

• Minta keterangan kepada bank/lembaga keuangan tentang keadaan keuangan tersangka/terdakwa;

• Memerintahkan bank/lembaga keuangan untuk blokir rekening yang diduga milik tersangka, terdakwa atau pihak lain yang terkait;

Page 40: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

• Memerintahkan kepada pimpinan/atasan tersangka untuk berhenti dari jabatannya;

• Meminta data kekayaan dan data pajak tersangka/terdakwa kapada instansi terkait;

• Menghentikan sementara transaksi keuangan, perdagangan dan perjanjian lainnya/pencabutan izin, lisensi, serta konsensi;

• Meminta bantuan interpol atau instansi penegak hukum negara lain untuk mencari, menangkap, dan menyita barang bukti di luar negeri;

• Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeladahan, dan penyitaan dalam perkara TPK yang sedang ditangani.

4. Pencegahan

Analog dengan penyakit, memberantas korupsi tidak bisa dilakukan hanya melalui tindakan kuratif (pengobatan). Tak kalah penting adalah tindakan preventif, yakni segala upaya yang berkaitan dengan aspek pencegahan.

Meski terkesan kurang “menarik” atau kurang “atraktif”, namun sejatinya pencegahan merupakan terapi yang cukup ampuh dalam pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi melalui pencegahan lebih bersifat “jangka panjang”, karena antara lain terkait dengan penanaman nilai-nilai antikorupsi dan pembentukan karakter. Hal ini berbeda dengan upaya penindakan, yang lebih bersifat shock therapy dan penumbuhan efek jera.

Dalam menjalankan tugas pencegahan tersebut, KPK berwenang melaksanakan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut:

• Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara Negara;

• Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;

• Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan;

• Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi;

• Melaksanakan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;

• Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Di antara berbagai kewenangan tersebut, pendaftaran dan pemeriksaan terhadap LHKPN memiliki peran cukup strategis. LHKPN bisa menjadi media kontrol bagi pejabat dan penyelenggara negara, karena bisa mencerminkan berapa banyak penambahan kekayaannya pada saat menduduki jabatan publik dalam rentang waktu tertentu.

Hal ini dimungkinkan, karena pendaftaran LHKPN dilakukan, antara lain pada saat penyelenggara negara mulai menduduki jabatan dan pada saat berakhirnya masa jabatan tersebut. Jika penambahan kekayaan dianggap tidak masuk akal, penyelenggara negara tersebut layak dicurigai telah memperoleh harta secara tidak sah.

Begitu pula terkait penerimaan dan penetapan status gratifikasi. Kewenangan ini juga memiliki peran penting dalam pencegahan, karena selama ini budaya memberi “sesuatu”

Page 41: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

kepada penyelenggara negara dan penegak hukum masih dianggap hal yang lumrah. Gratifikasi atau pemberian yang terkait dengan jabatan tersebut, telah merebak hampir di semua strata.

Pada level terendah, seseorang dengan mudahnya memberi “imbalan” atau uang “terima kasih” kepada petugas RT atau kelurahan yang telah mengurus pembuatan KTP. Sedangkan pada level atas, hal yang sama juga diberikan terkait perizinan atau proses pengadaan barang dan jasa (PBJ).

Tidak hanya itu, dalam berbagai kasus, gratifikasi juga dibungkus dengan kegiatan non kedinasan. Misalnya saja, pemberian bingkisan pada saat pernikahan, hari besar keagamaan, dan sebagainya. Tetapi apapun sampulnya, tetap saja gratifikasi sangat berbahaya. Bermula dari gratifikasi, persaingan yang tidak sehat akan tercipta. Berawal dari gratifikasi pula, akan terjadi suatu konflik kepentingan KPK juga menyelenggarakan pendidikan antikorupsi di setiap jenjang pendidikan Mulai anak usia dini hingga perguruan tinggi. Bahkan, pendidikan serupa juga diberikan kepada masyarakat umum, termasuk kepada para pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara.

Untuk anak usia dini, KPK antara lain menerbitkan buku serial Tunas Integritas, yang terdiri atas enam buku. Masing-masing berjudul Ungu di Mana Kamu?, Ini, Itu?, Hujan Warna-warni, Byuur, Ya Ampun!, dan Wuush.

Buku tersebut disajikan dengan gambar yang menarik, menghibur, dan tidak menggurui. Melalui buku tersebut, KPK berupaya menanamkan sembilan nilai integritas kepada anak-anak usia dini. Yaitu, jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani dan adil. Setiap buku juga memiliki gaya dan ilustrasi yang berbeda-beda agar dapat memberikan stimulasi visual bagi anak-anak.

Sementara kepada para siswa, mulai SD hingga SMA, KPK menerbitkan modul pendidikan antikorupsi yang diinsersikan ke dalam kurikulum yang ada. Sedangkan kepada mahasiswa, pendidikan juga diberikan ke dalam mata kuliah Pendidikan Antikorupsi. Sementara kepada

masyarakat umum, KPK memiliki Anti Corruption Learning Center (ACLC), yang merupakan pusat pendidikan antikorupsi. ACLC fokus pada pengembangan kapasitas “corporate” di luar KPK atau lembaga lain sesuai dengan sektor pencegahan korupsi dan isu strategis . KPK juga melakukan program kampanye dan sosialisasi antikorupsi. Kegiatan dilaksanakan di berbagai tempat, baik sekolah hingga pusat keramaian. Kegiatan tersebut, ditujukan untuk menggalang kesadaran dan kesamaan persepsi tentang pemberantasan korupsi di Indonesia. Kegiatan sosialisasi menjadi awal bagi upaya pencengahan korupsi dan pembangunan budaya antikorupsi dan pembangunan budaya antikorupsi.

Tugas lain di bidang pencegahan adalah melakukan kerja sama bilateral atau multilateral, baik secara nasional maupun internasional. Tugas tersebut tak kalah strategis, karena KPK tak mungkin melakukan pemberantasan korupsi sendirian. Kerjasama tersebut terbukti efektif untuk mempercepat upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Di dalam negeri, kerjasama antara lain dilakukan dengan Tentara Nasional Indonesia, PPATK, Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pertahanan Nasional, Perusahaan Jasa Telekomunikasi, Perbankan, Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, beberapa perguruan tinggi, dan sebagainya. Sedangkan kerjasama internasional dilakukan dengan berbagai lembaga antikorupsi, baik Singapura, Hong Kong, Korea, Kuwait, Filipina, dan lain-lain.

Page 42: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Bahkan untuk kerjasama internasional, reputasi KPK sangat baik di mata dunia. Tidak sedikit mereka mengirimkan tenaga penyidik untuk belajar di KPK.

5. Monitoring

Upaya pemerintah yang memfokuskan diri terhadap sektor kesehatan, layak diapresiasi. Adanya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJKN), membuat masyarakat tidak lagi takut berobat jika menderita sakit Namun, SJKN tetap harus mendapat perhatian. Terutama terhadap potensi penyelewenangan di dalamnya. Maklum, dengan memiliki aset sekitar Rp 10 triliun, diperkirakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, akan mengelola dana jaminan sosial mencapai Rp 38-40 triliun rupiah per tahun. Jumlah yang luar biasa.

Dana sebesar itu, berasal dari dana iuran mandiri peserta, modal awal APBN sebesar Rp500 miliar, dan bantuan pemerintah lebih dari Rp 19 triliun. Dana itulah yang berpotensi dinikmati orang yang tidak berkepentingan.

Terkait hal itulah, KPK melakukan kajian terhadap SJKN. Dari kajian tersebut KPK menemukan, adanya potensi masalah dalam pelaksanaan BPJS. Antara lain, pertama, adanya konflik kepentingan dalam penyusunan anggaran dan rangkap jabatan. Kedua, perihal adanya potensi kecurangan (fraud) dalam pelayanan. Dan ketiga, terkait pengawasan yang masih lemah.

Berdasarkan hasil kajian, KPK memberikan sejumlah rekomendasi untuk perbaikan sistem. Sedangkan beberapa pihak, kemudian menyusun rencana aksi perbaikan untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut.

Kajian yang dilakukan KPK tersebut, merupakan bagian dari tugas monitoring yang diamanahkan UU Nomor 30 tahun 2002. Pasal 14 menyebutkan, bahwa terkait tugas monitoring, maka kewenangan yang dimiliki KPK adalah:

• Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah;

• Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;

• Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.

Sepanjang lebih dari satu dasawarsa KPK berdiri, tentu banyak kajian yang dilakukan KPK. Di antaranya, Kajian terhadap BPJS Ketenagakerjaan. Kajian dilakukan, karena besarnya jumlah anggaran yang dikelola. Pada tahun 2013, misalnya, PT Jamsostek yang menjadi cikal bakal BPJS Ketenagakerjaan memiliki total aset lebih dari Rp153 triliun dengan dana investasi hampir Rp 150 triliun dan hasil perolehan investasi mencapai Rp15 triliun. Dana tersebut akan terus membesar, bahkan diproyeksikan akan mencapai angka fantastis, Rp2 ribu triliun pada 2030.

Di bidang ketahanan pangan, KPK melakukan kajian terhadap kebijakan subsidi beras miskin (raskin). Dari kajian tersebut, KPK menemukan, berbagai persoalan pada kebijakan tersebut. Antara lain, data sasaran target yang tidak valid, distribusi raskin yang diidentifikasi

Page 43: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

fiktif, penggelapan raskin, harga tebus raskin yang lebih mahal dari yang seharusnya, pengurangan jatah raskin dan kualitas raskin yang tidak layak konsumsi. Selain itu, juga pemberian jatah raskin kepada masyarakat yang tidak berhak dan adanya penggelapan uang tebus raskin.

Dari kajian, KPK juga memberikan beberapa rekomendasi perbaikan kepada pemerintah. Pertama, pemerintah harus melakukan review terhadap kebijakan subsidi raskin secara lebih komprehensif dengan memperhitungkan berbagai faktor untuk mencapai tujuan program. Kedua, melakukan perbaikan kebijakan dan mekanisme perhitungan subsidi agar lebih transparan dan akuntabel. Ketiga, memperkuat sistem pengawasan dan pengendalian dalam program subsidi raskin.

Bagaimana dengan kajian lain? Tentu masih banyak. Sebut saja, kajian sistem pada Perum Perhutani, kajian tentang sistem perikanan, pesisir, dan pulau-pulau kecil, kajian sistem penyelenggaraan perhubungan darat, kajian tentang penyelenggaraan ibadah haji, dan sebagainya.

Page 44: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

TES FORMATIF 1. Menurut UU Nomor 30 Tahun 2002, apa saja tugas, fungsi, dan kewenangan KPK?

2. Apa saja kewenangan KPK saat melaksanakan tugas koordinasi?

Page 45: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Kegiatan Belajar 5 STRUKTUR ORGANISASI DAN KIPRAH KPK

Menjadi tumpuan pemberantasan korupsi, tentu tidak ringan tugas KPK. Itu sebabnya, dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangan, KPK

memerlukan struktur organisasi yang efektif. Selain itu, KPK juga memerlukan kepemimpinan yang kolektif kolegial, sehingga setiap keputusan yang diambil, bisa dilakukan dengan cermat, penuh kehati-hatian dan tanggung jawab.

Dari sanalah, Pasal 21 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, menetapkan bahwa KPK dipimpin lima orang, yang terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota dan empat orang Wakil Ketua merangkap anggota.

Dalam menjalankan tugas, para Pimpinan KPK tersebut membawahi empat bidang. Seperti diatur dalam Pasal 26 ayat (2), bidang tersebut adalah:

1. Deputi Bidang Pencegahan

Mempunyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan di Bidang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi, Deputi Bidang Pencegahan dipimpin oleh seorang Deputi Bidang Pencegahan yang bertanggungjawab kepada Pimpinan KPK.

Deputi Bidang Pencegahan terdiri atas: Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara; Direktorat Gratifikasi; Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat; dan Direktorat Penelitian dan Pengembangan.

Deputi Bidang Pencegahan menyelenggarakan fungsi:

• Perumusan kebijakan untuk sub bidang Pendaftaran dan Penyelidikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (PP LHKPN), Gratifikasi, Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat serta Penelitian dan Pengembangan;

• Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui pendataan, pendaftaran dan pemeriksaan LHKPN;

• Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui penerimaan pelaporan dan penanganan gratifikasi yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara;

Page 46: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

• Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui pendidikan antikorupsi, sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi dan kampanye antikorupsi;

• Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui penelitian, pengkajian dan pengembangan pemberantasan korupsi;

• Koordinasi dan supervisi pencegahan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik;

• Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan dan pembinaan sumberdaya dilingkungan Deputi Bidang Pencegahan.

• Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan hubungan kerja pada sub bidang Pendaftaran dan Penyelidikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (PP LHKPN), Gratifikasi, Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat serta Penelitian dan Pengembangan;

• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan bidangnya.

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Deputi Bidang Pencegahan dapat membentuk Kelompok Kerja yang keanggotaannya berasal dari satu Direktorat atau lintas Direktorat pada Deputi Bidang Pencegahan yang ditetapkan dengan Keputusan Deputi Bidang Pencegahan.

2. Deputi Bidang Penindakan

Dipimpin seorang Deputi Bidang Penindakan, dalam struktur organisasi KPK, Deputi Bidang Penindakan membawahi Direktorat Penyelidikan; Direktorat Penyidikan; Direktorat Penuntutan; Unit Kerja Koordinasi dan Supervisi; dan Sekretariat Deputi Bidang Penindakan.

Deputi Bidang Penindakan mempunyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan di Bidang Penindakan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, Deputi Bidang Penindakan juga menyelenggarakan fungsi :

• Perumusan kebijakan untuk sub bidang Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan serta Koordinasi dan Supervisi penanganan perkara TPK oleh penegak hukum lain;

• Pelaksanaan penyelidikan dugaan TPK dan bekerjasama dalam kegiatan penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum lain;

• Pelaksanaan penyidikan perkara TPK dan bekerjasama dalam kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum lain;

• Pelaksanaan penuntutan, pengajuan upaya hukum, pelaksanaan penetapan hakim & putusan pengadilan, pelaksanaan tindakan hukum lainnya dalam penanganan perkara TPK sesuai peraturan perUndang-Undangan yang berlaku;

• Pelaksanaan kegiatan koordinasi dan supervisi terhadap aparat penegak hukum lain yang melaksanakan kegiatan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara TPK;

• Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan, pembinaan sumberdaya dan dukungan operasional di lingkungan Deputi Bidang Penindakan;

• Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan hubungan kerja pada bidang Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan serta Koordinasi dan Supervisi penanganan perkara TPK oleh penegak hukum lain; dan

• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan bidangnya.

Page 47: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

3. Deputi Bidang Informasi dan Data

Dalam struktur organisasi KPK, Deputi Bidang Informasi dan Data terdiri atas: Direktorat Pengolahan Informasi dan Data; Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi; dan Direktorat Monitoring.

Deputi tersebut dipimpin langsung oleh Deputi Informasi dan Data serta bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pimpinan KPK.

Adapun tugas Deputi Bidang Informasi dan Data adalah menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan pada Bidang Informasi dan Data. Sedangkan fungsi yang harus diselenggarakan adalah:

• Perumusan kebijakan pada sub bidang Pengolahan Informasi dan Data,

• Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi dan Monitor;

• Pemberian dukungan sistem, teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan KPK;

• Pelaksanaan pembinaan jaringan kerja antar komisi dan instansi dalam pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK;

• Pengumpulan dan analisis informasi untuk kepentingan pemberantasan tindak pidana korupsi, kepentingan manajerial maupun dalam rangka deteksi kemungkinan adanya indikasi tindak pidana korupsi dan kerawanan korupsi serta potensi masalah penyebab korupsi;

• Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan dan pembinaan sumberdaya di lingkungan Deputi Bidang Informasi dan Data;

• Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan hubungan kerja pada bidang Pengolahan Informasi dan Data, Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi dan Monitor; dan

• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan bidangnya.

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Deputi Bidang Informasi dan Data dapat membentuk Kelompok Kerja yang keanggotaannya berasal dari satu Direktorat atau lintas Direktorat pada Deputi Bidang Informasi dan Data yang ditetapkan dengan Keputusan Deputi Bidang Informasi dan Data.

4. Deputi Bidang Pengawasan Intermal dan Dumas

Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat terdiri atas: Direktorat Pengawasan Internal; dan Direktorat Pengaduan Masyarakat.

Deputi yang dipimpin Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, tersebut, mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan kebijakan di bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.

Salin itu, Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat menyelenggarakan fungsi :

• Perumusan kebijakan pada sub bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat;

• Pelaksanaan pengawasan internal terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan dan kebijakan yang ditetapkan Pimpinan;

Page 48: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

• Penerimaan dan penanganan laporan/ pengaduan dari masyarakat tentang dugaan tindak pidana korupsi yang disampaikan kepada KPK, baik secara langsung maupun tidak langsung;

• Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan dan pembinaan sumberdaya di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat;

• Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan hubungan

• kerja pada bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat; dan

• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan bidangnya.

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat dapat membentuk Kelompok Kerja yang keanggotaannya berasal dari satu Direktorat atau lintas Direktorat pada Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat yang ditetapkan dengan Keputusan Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.

5. Sekretariat Jenderal

Selain empat deputi tersebut, organiasi KPK juga memiliki Sekretariat Jenderal, yang terdiri atas: Biro Perencanaan dan Keuangan; Biro Umum; dan Biro Sumber Daya Manusia.

Sekretariat Jenderal mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan administrasi, sumber daya, pelayanan umum, keamanan dan kenyamanan, hubungan masyarakat dan pembelaan hukum kepada segenap unit organisasi KPK;

Dipimpin Sekretaris Jenderal (Sekjen), Sekretariat Jenderal KPK menyelenggarakan fungsi:

• Perumusan kebijakan pada sub bidang administrasi, sumber daya, pelayanan umum, keamanan dan kenyamanan, hubungan masyarakat dan pembelaan hukum kepada segenap unit organisasi KPK;

• Pelaksanaan perencanaan jangka menengah dan pendek, pembinaan dan pengelolaan perbendaharaan, pengelolaan dana hibah/ donor serta penyusunan laporan keuangan dan kinerja KPK;

• Pelaksanaan pemberian dukungan logistik, urusan internal, pengelolaan aset, pengadaan, pelelangan barang sitaan/ rampasan, serta pengelolaan dan pengamanan gedung bagi pelaksanaan tugas KPK;

• Pelaksanaan pengelolaan sumber daya manusia melalui pengorganisasian fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia yang berbasis kompetensi dan kinerja;

• Pelaksanaan perancangan peraturan, litigasi, pemberian pendapat dan informasi hukum dan bantuan hukum;

• Pelaksanaan pembinaan hubungan dengan masyarakat, pengkomunikasian kebijakan dan hasil pelaksanaan pemberantasan korupsi kepada masyarakat, penyelenggaraan keprotokoleran KPK serta pembinaan ketatausahaan KPK;

• Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan hubungan kerja pada bidang Sekretariat Jenderal; dan

• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan bidangnya.

Page 49: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Sekretariat Jenderal dapat membentuk Kelompok Kerja yang keanggotaannya berasal dari satu Biro atau lintas Biro yang ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal.

Page 50: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

TES FORMATIF 1. Guna mendukung tugas pemberantasan korupsi, berapa bidang yang di bawahi Pimpinan

KPK? Sebutkan!

2. Apa tugas dan fungsi Bidang Pencegahan?

3. Sebutkan tugas dan fungsi Deputi Bidang Penindakan!

4. Apa tugas Sekretaris Jenderal?

Page 51: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Kegiatan Belajar 6 PEDOMAN KPK BERDASARKAN 5 (LIMA) ASAS

Tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi ini dimaksudkan agar pemberantasan tindak pidana korupsi dapat ditangani secara profesional, intensif dan berkesinambungan. Sehingga apa yang menjadi tujuan KPK dapat tercapai, yakni untuk meningkatkan daya guna dan daya hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Hal tersebut didasari pemikiran bahwa penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Maka diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang pelaksanaannya diharapkan optimal, intensif, efektif, profesional, serta berkesinambungan”

Untuk mencapai tujuan tersebut, komisi ini diberikan kewenangan yang luar biasa besarnya dalam upaya memberantas korupsi yang dapat terlihat dari penjelasan umum UU KPK:

• Bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil , makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia tahun 1945, pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia sampai sekarang ini belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu, pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia perlu ditingkatkan secara profesional, intesif dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, dan menghambat pembangunan nasional;

• Bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi;

• Bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 43 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perlu dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang independen dengan tugas dan wewenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dalam pelaksanaannya tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah :

Page 52: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

1. Asas Kepastian Hukum

Yang dimaksud dengan “Asas Kepastian Hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perUndang-Undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.

Asas kepastian hukum adalah asas yang mengutamakan landasan peraturan perundangan,kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah Undang-Undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHP. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.

2. Asas Keterbukaan

Yang dimaksud dengan “Asas Keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.

Page 53: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

3. Asas Akuntabilitas

Yang dimaksud dengan “Asas Akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

4. Asas Kepentingan Umum

Yang dimaksud dengan “Asas Kepentingan Umum” adalah yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

5. Asas Proposionalitas

Yang dimaksud dengan “Asas Proporsionalitas” adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Penyelenggara Negara KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK

KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. Kelima pimpinan KPK tersebut merupakan pejabat negara, yang berasal dari unsur pemerintahan dan unsur masyarakat. Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial

Pimpinan KPK membawahkan empat bidang, yang terdiri atas bidang Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, serta Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. Masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang deputi. KPK juga dibantu Sekretariat Jenderal yang dipimpin seorang Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia, namun bertanggung jawab kepada pimpinan KPK.

Ketentuan mengenai struktur organisasi KPK diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan masyarakat luas tetap dapat berpartisipasi dalam aktivitas dan langkah-langkah yang dilakukan KPK. Dalam pelaksanaan operasional, KPK mengangkat pegawai yang direkrut sesuai dengan kompetensi yang diperlukan.

Banyak orang bertanya-tanya bagaimana KPK bisa menangkap tangan praktek suap/pemerasan, atau dari mana KPK bisa mengendus korupsi ketika belum terjadi. Apakah KPK punya ribuan kamera yang memantau seluruh pejabat di negeri ini setiap hari? Atau, ada jutaan mikrofon yang menguping percakapan setiap proses pengadaan di seluruh daerah?

Keberhasilan KPK dalam menangkap koruptor ternyata merupakan hasil dari peran serta dan kepedulian masyarakat dalam melaporkan kasus korupsi. KPK sangat mengharapkan peran serta masyarakat untuk memberikan akses informasi ataupun laporan adanya dugaan tindak pidana korupsi (TPK) yang terjadi di sekitarnya. Informasi yang valid disertai bukti pendukung yang kuat akan sangat membantu KPK dalam menuntaskan sebuah perkara korupsi.

Page 54: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

BENTUK-BENTUK KORUPSI

• Perbuatan melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian negara

• Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara

• Penggelapan dalam jabatan

• Pemerasan dalam jabatan

• Tindak pidana yang berkaitan dengan pemborongan

• Delik gratifikasi

TPK YANG DAPAT DITANGANI KPK

• Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

• Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau

• Menyangkut kerugian keuangan negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

LAYANAN PENGADUAN KPK

Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan kepada KPK melalui surat, datang langsung, telepon, faksimile, SMS, atau KPK Whistleblower's System (KWS). Tindak lanjut penanganan laporan tersebut sangat bergantung pada kualitas laporan yang disampaikan.

KPK WHISTLEBLOWER'S SYSTEM (KWS)

Selain melalui melalui surat, datang langsung, telepon, faksimile, dan SMS, masyarakat juga bisa menyampaikan laporan dugaan TPK secara online, yakni melalui KPK Whistleblower's System (KWS).

Melalui fasilitas ini, kerahasiaan pelapor dijamin dari kemungkinan terungkapnya identitas kepada publik. Selain itu, melalui fasilitas ini pelapor juga dapat secara aktif berperan serta memantau perkembangan laporan yang disampaikan dengan membuka kotak komunikasi rahasia tanpa perlu merasa khawatir identitasnya akan diketahui orang lain.

Caranya cukup dengan mengunjungi website KPK: www.kpk.go.id, lalu pilih menu "KPK Whistleblower's System", atau langsung mengaksesnya melalui: http://kws.kpk.go.id.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan laporan ke KPK, yakni meliputi persyaratan dan kelengkapan atas pelaporan tersebut. Sebab, laporan yang lengkap akan mempermudah KPK dalam memproses tindak lanjutnya.

Page 55: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

FORMAT LAPORAN/PENGADUAN YANG BAIK

• Pengaduan disampaikan secara tertulis

• Dilengkapi identitas pelapor yang terdiri atas: nama, alamat lengkap, pekerjaan, nomor telepon, fotokopi KTP, dll

• Kronologi dugaan tindak pidana korupsi

• Dilengkapi dengan bukti-bukti permulaan yang sesuai

• Nilai kerugian dan jenis korupsinya: merugikan keuangan negara/ penyuapan/ pemerasan/ penggelapan

• Sumber informasi untuk pendalaman

• Informasi jika kasus tersebut sudah ditangani oleh penegak hukum

• Laporan/pengaduan tidak dipublikasikan

BUKTI PERMULAAN PENDUKUNG LAPORAN

• Bukti permulaan pendukung yang perlu disampaikan antara lain:

• Bukti transfer, cek, bukti penyetoran, dan rekening koran bank

• Laporan hasil audit investigasi

• Dokumen dan/atau rekaman terkait permintaan dana

• Kontrak, berita acara pemeriksaan, dan bukti pembayaran

• Foto dokumentasi

• Surat, disposisi perintah

• Bukti kepemilikan

• Identitas sumber informasi

PERLINDUNGAN BAGI PELAPOR

Jika memiliki informasi maupun bukti-bukti terjadinya korupsi, jangan ragu untuk melaporkannya ke KPK. Kerahasiaan identitas pelapor dijamin selama pelapor tidak mempublikasikan sendiri perihal laporan tersebut.

Jika perlindungan kerahasiaan tersebut masih dirasa kurang, KPK juga dapat memberikan pengamanan fisik sesuai dengan permintaan pelapor.

(sumber: http://kpk.go.id/id/halaman-utama/9-uncategorised?start=20)

Page 56: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

TES FORMATIF 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Asas “Kepastian Hukum”!

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Asas “Keterbukaan”!

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Asas “Akuntabilitas”!

4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Asas “Kepentingan Umum”!

5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Asas “Proposionalitas”!

Page 57: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Kegiatan Belajar 7 PERBEDAAN KPK DENGAN PENEGAK HUKUM YANG LAIN

PERBEDAAN KEWENANGAN KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

Penegakan Hukum pada prinsipnya dilakukan oleh Sub-sub Sistem dalam Peradilan Pidana (Criminal Justice System), yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan. Dalam perkembangan penegakan hukum di Indonesia muncul yang disebut dengan KPK, yang memiliki fungsi yang kurang lebih sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan, akan tetapi memiliki kewenangan yang berbeda.

Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kepolisian c.q. Pejabat Polisi Negara RI bertindak sebagai Penyelidik dan Penyidik Perkara Pidana (vide Pasal 4 jo. Pasal 6 KUHAP).

Page 58: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Jadi, Polisi berwenang untuk menjadi Penyelidik dan Penyidik untuk setiap tindak pidana.

Sedangkan kewenangan Kejaksaan adalah untuk melakukan Penuntutan berdasarkan hasil Penyidikan Polisi, akan tetapi untuk beberapa tindak pidana tertentu, Kejaksaan berwenang untuk melakukan penyidikan sebagaimana disebutkan dalam UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan).

Page 59: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Berdasarkan Pasal 30 UU Kejaksaan, Kejaksaaan berwenang untuk melakukan Penyidikan terhadap Tindak Pidana Tertentu berdasarkan UU Kejaksaan, yaitu :

1. Kewenangan yang diberikan oleh UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, terkait dengan tindak pidana yang menyangkut Hak Asasi Manusia;

2. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Penjelasan Umum UU Kejaksaan selanjutnya menjelaskan bahwa kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan Undang-Undang yang memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk melakukan penyidikan.

Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kewenangannnya diberikan oleh UU KPK. Berdasarkan pasal 6 UU KPK, bertugas untuk melakukan Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi. Kewenangan KPK untuk menangani perkara korupsi diatur di dalam Pasal 11 UU KPK,

Page 60: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

yang selanjutnya membatasi bahwa kewenangan KPK melakukan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan tindak pidana korupsi dengan ketentuan:

a. Melibatkan Aparat Penegak Hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;

c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

Jadi tidak semua tindak pidana yang diduga merugikan negara atau berindikasi korupsi dapat ditangani oleh KPK.

Mengacu pada UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pejabat polisi negara RI adalah bertindak sebagai penyelidik dan penyidik perkara pidana (lihat pasal 4 jo. pasal 6 KUHAP). Jadi, polisi berwenang untuk menjadi penyelidik dan penyidik untuk setiap tindak pidana.

• Adapun kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan disebutkan dalam UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan). Berdasarkan pasal 30 UU Kejaksaan, kejaksaaan berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang. Kewenangan kejaksaan ini contohnya kewenangan yang diberikan oleh UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Penjelasan Umum UU Kejaksaan selanjutnya menjelaskan bahwa kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan Undang-Undang yang memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk melakukan penyidikan. Jadi, kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan dibatasi pada tindak pidana tertentu yaitu yang secara spesifik diatur dalam UU.

• Sedangkan untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kewenangannya diberikan oleh UU KPK. Berdasarkan pasal 6 UU KPK, bertugas untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Pasal 11 UU KPK selanjutnya membatasi bahwa

Page 61: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

kewenangan KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dibatasi pada tindak pidana korupsi yang :

1. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

2. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau

3. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

Kategori perkara sebagaimana disebutkan di atas juga dipertegas dalam Penjelasan Umum UU KPK. Jadi, tidak semua perkara korupsi menjadi kewenangan KPK, tapi terbatas pada perkara-perkara korupsi yang memenuhi syarat-syarat di atas.

Perlu dijelaskan terlebih dahulu perbedaan penyelidikan dan penyidikan. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Sedangkan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka 2 KUHAP).

Penyelidikan dilakukan untuk mencari unsur tindak pidana dari sebuah peristiwa, sedangkan penyidikan adalah tahap setelah penyelidikan karena peristiwa tersebut sudah ditemukan unsur pidananya dan sedang mencari tersangkanya.

Saat ini tersangka kasus korupsi pengadaan simulator tersebut sudah ditetapkan, walaupun berbeda versi, baik oleh Polri maupun oleh KPK. Oleh karena itu, kasus ini sudah masuk dalam tahap penyidikan. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri), Kepolisian bertugas menyelidik dan menyidik semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana dan peraturan perUndang-Undangan lainnya. Kewenangan penyidik Polri diatur dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP.

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang:

a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. mengambil sidik jari dan memotret seorang; g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan

perkara; i. mengadakan penghentian penyidikan; j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Di sisi lain, kewenangan KPK untuk menangani kasus korupsi diatur dalam Pasal 6 huruf c UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), bahwa

Page 62: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

Dengan demikian, baik Polri maupun KPK, berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g UU Polri serta Pasal 6 huruf c UU KPK, keduanya memang memiliki kewenangan untuk menyidik tindak pidana korupsi.

Namun, KPK memiliki kewenangan tambahan yaitu dapat mengambil alih perkara korupsi walaupun sedang ditangani oleh Kepolisian atau Kejaksaan (Pasal 8 ayat (2) UU KPK). Akan tetapi, pengambil alihan perkara korupsi tersebut harus dengan alasan yang diatur dalam Pasal 9 UU KPK:

Pasal 9

Pengambilalihan penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:

a. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;

b. proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;

c. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;

d. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;

e. hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau

f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Page 63: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Selain kewenangan untuk mengambil alih perkara korupsi, ada hal lain yang menjadi kewenangan KPK yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU KPK dan Pasal 50 UU KPK:

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang:

a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau

c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Page 64: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Mengutip artikel Polri Nyatakan Siap Dukung KPK, Polri menyatakan sudah menangkap dan menahan para tersangka kasus korupsi pengadaan driving simulator tersebut. Akan tetapi, bila melihat kembali Pasal 50 UU KPK, asalkan KPK juga sudah memulai penyidikan kasus korupsi, maka Kepolisian atau Kejaksaan seharusnya patuh pada Undang-Undang.

Seperti disebutkan dalam artikel KPK Klaim Lebih Dulu Tangani Kasus Simulator, Ketua KPK Abraham Samad menyatakan bahwa KPK sudah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan termasuk menetapkan tersangka pada 27 Juli 2012, sedangkan Polri baru menetapkan tersangka pada 1 Agustus 2012.

Dalam artikel lain, (Polri Serahkan ke KPK Jika Diperintahkan Pengadilan) disebutkan bahwa Pihak kepolisian melalui Kabareskrim Komjen Pol. Sutarman mengatakan polisi baru akan menyerahkan kasus ini ke KPK jika ada perintah pengadilan. Pendapat berbeda dilontarkan oleh ahli hukum pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana dalam artikel UU KPK Lebih “Kuat” Ketimbang UU Polri. Menurutnya, Pasal 50 ayat (3) dan (4) UU KPK bisa dikatakan sebagai fungsi supervisi yang melekat di lembaga KPK. Sedangkan di dalam UU Polri, tak ada satu pasal pun yang menyebutkan mengenai kewenangan supervisi itu. Dengan begitu, ia berharap, Polri dapat segera memberikan perkara itu kepada KPK.

Sebenarnya ada batasan terhadap kewenangan penyidikan dalam Pasal 14 huruf m Perkapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri 14/2011) yang menyatakan Setiap Anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik dilarang menangani perkara yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Berdasarkan uraian dan analisis di atas, kami tidak bisa menentukan siapa yang lebih pantas untuk melakukan penyidikan karena keduanya (baik KPK maupun Polri) memang memiliki kewenangan untuk menyidik. Tapi jika melihat dari segi etik, dalam penanganan perkara memang sebaiknya objektivitas penyidik harus dijaga, yakni dengan menghindari adanya konflik kepentingan.

PERBEDAAN TUGAS KEWENANGAN

No. KEPOLISIAN KEJAKSAAN KPK

1 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2 Penyidik adalah : • Pejabat Polisi Negara

Republik Indonesia • Pejabat Pegawai

Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang

• Melakukan Penuntutan • Melaksanakan penetapan hakim

dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

• Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang

• Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksanaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik

• Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

• Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau

• Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

Page 65: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

TES FORMATIF 1. Jelaskan Kewenangan Kepolisian!

2. Jelaskan Kewenangan Kejaksaan!

3. Jelaskan Kewenangan Komisi Pemberantas Korupsi!

Page 66: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Kegiatan Belajar 8 ALASAN KPK HARUS TETAP ADA

Memaknai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga ad hoc dapat menyesatkan dan perlu diluruskan. Hal ini penting agar tujuan mulia dibentuknya KPK sebagai lembaga negara yang independen, kuat, dan permanen tidak tercederai dengan pemahaman yang keliru dan menyalahartikan istilah ad hoc sebagai suatu yang bersifat sementara.

Arti ad hoc bukanlah sementara, melainkan untuk tujuan khusus/tertentu. Ini sesuai dengan arti ad hoc menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa) dan Wikipedia dimana ad hoc adalah sebuah istilah dari bahasa Latin yang populer dipakai dalam bidang keorganisasian atau penelitian. Istilah ini memiliki arti "dibentuk atau dimaksudkan untuk salah satu tujuan saja" atau sesuatu yang "diimprovisasi". Tujuan dibentuknya KPK adalah untuk memberantas korupsi yang sudah akut di negeri ini.

Jika yang dimaksud suatu yang bersifat sementara, maka istilah yang benar dalam bahasa Latinnya adalah ad interim bukan ad hoc. Hal ini dapat dilihat dalam Black's Law Dictionary, ad hoc artinya: formed for a particular purpose (Latin). Sedang ad interim artinya: in the meantime, temporarily (Latin). Jadi, istilah ad hoc saat ini sering disalahartikan dan bergeser jauh dari makna yang sebenarnya.

Memaknai KPK sebagai lembaga permanen sangatlah penting karena KPK berdasarkan sejarah pembentukannya memang bukan lembaga yang dibentuk untuk sementara waktu (ad interim), melainkan sesuai dengan semangat penciptaannya KPK disiapkan sebagai lembaga negara yang permanen, kuat dan independen (bebas dari pengaruh kekuasaan manapun) dengan tujuan khusus (ad hoc dalam pengertian yang benar), yaitu membebaskan Indonesia dari korupsi. Hal ini senada dengan pendapat Prof. Jimly Asshiddiqie yang menyatakan KPK adalah lembaga permanen karena KPK dibentuk dengan Undang-Undang bukan Inpres (www.jimly.com). Perlu digarisbawahi bahwa istilah lembaga ad hoc tidak ada dalam hukum tata negara.

Apabila kita baca secara seksama UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) tidak ada satu pasal pun dalam UU tersebut yang menyatakan KPK adalah lembaga ad hoc, demikian juga dalam penjelasan dan pertimbangannya. Lalu bagaimana

Page 67: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

bisa dikatakan KPK lembaga ad hoc? Harus diakui secara jujur dan adil bahwa sejak didirikannya pada tahun 2003 KPK telah banyak membawa perubahan yang sangat besar dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Jika masa sebelum adanya KPK banyak kasus korupsi yang tak tersentuh hukum, khususnya yang melibatkan para penguasa, namun sejak KPK berdiri sudah banyak kasus-kasus besar yang ditangani dan dijatuhi hukuman. Dalam kurun waktu 2004 sd Mei 2012, KPK telah berhasil membawa para koruptor kelas kakap ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan semuanya diputus bersalah (100% conviction Rate). Mereka adalah 50 anggota DPR, 6 Menteri/Pejabat Setingkat Menteri, 8 Gubernur, 1 Gubernur Bank Indonesia, 5 Wakil Gubernur, 29 Walikota dan Bupati, 7 Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Yudisial dan Pimpinan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). 4 Hakim, 3 Jaksa di Kejaksaan Agung, 4 Duta Besar dan 4 Konsulat Jenderal (termasuk Mantan Kapolri), Jaksa senior, Penyidik KPK, seratus lebih pejabat pemerintah eselon I &II (Direktur Umum, Sekretaris Jenderal, Deputi, Direktur, dll), 85 CEO, pemimpin perusahaan milik negara (BUMN) dan pihak swasta yang terlibat dalam korupsi. Data ini akan terus bertambah seiring banyaknya kasus korupsi yang saat ini sedang ditangani/disidangkan di Pengadilan Tipikor baik di Jakarta maupun di daerah.

Apabila kita perhatikan beberapa lembaga sejenis KPK yang pernah dibentuk di Indonesia, seperti Operasi Militer di tahun 1957, Tim Pemberantasan Korupsi di tahun 1967, Operasi Tertib (Opstib) pada tahun 1977, Tim Optimalisasi Penerimaan Negara dari sektor pajak pada tahun 1987, Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TKPTPK) pada tahun 1999, dan Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) tahun 2005. Semuanya tidak efektif dan tidak mampu menghadapi derasnya arus korupsi di tanah air tercinta ini yang sudah merajalela. Inilah salah satu alasan mengapa dibentuk KPK sebagai lembaga antikorupsi yang kuat, permanen dan punya taring dalam memberantas korupsi.

Alasan lain KPK lembaga permanen adalah tidak ada satu pun instansi Kementerian/Lembaga yang memiliki kewenangan pencegahan tindak pidana korupsi dalam artian memiliki mandat khusus seperti menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan, melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi dan melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum. KPK juga berwenang meminta laporan instansi terkait pencegahan korupsi. Dalam penjelasan UU KPK secara tegas disebutkan bahwa KPK sebagai triger mechanism, yaitu berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi. Kewenangan ini hanya dimiliki oleh KPK.

Dalam tugas monitor korupsi, KPK juga melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah. Selain itu, KPK dibiayai oleh APBN dan dimungkinkan untuk membuka kantor perwakilan di daerah provinsi. Korupsi bukanlah kejahatan biasa melainkan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), maka cara menanganinya juga diperlukan cara-cara yang luar biasa (extra ordinary), tidak konvensional. Masalah korupsi tidak mungkin diselesaikan dalam waktu yang singkat, terlebih ketika masih ada kekuasaan. Bagaimanapun juga kekuasaan potensial terjadi korupsi (power tends to corrupt), maka selama itu pula lembaga KPK harus ada.

Selain itu, melihat perkembangan tindak pidana korupsi di berbagai negara di dunia yang cenderung sudah menjadi kejahatan internasional (transnational crime), maka PBB mengeluarkan konvensi antikorupsi (UNCAC) dan Indonesia telah meratifikasi konvensi ini pada tahun 2006. Artinya Indonesia sangat mendukung pemberantasan korupsi di dunia dan saat ini Indonesia aktif dalam berbagai forum Internasional pemberantasan korupsi seperti IAACA, G20, APEC, dan ASEAN. Oleh karena itu, Indonesia memang memerlukan lembaga permanen yang

Page 68: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

khusus untuk memberantas tindak pidana korupsi, sebagaimana halnya di kebanyakan negara-negara di dunia yang telah membentuk lembaga khusus antikorupsi yang bersifat permanen. Seperti Hongkong (ICAC), Singapura (CPIB), Malaysia (MACC), Thailand (NACC), Nigeria (EFCC) dan lain-lain. Apabila penanganan tindak pidanan korupsi (penindakan) hanya diserahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum lain, dapat dibayangkan kesulitan dan beban kerja yang harus mereka hadapai, sedangkan mereka sudah terlalu banyak disibukkan oleh penanganan perkara tindak pidana umum yang demikian banyak dan terus meningkat dari tahun ke tahun.

KPK adalah milik bangsa Indonesia, bukan orang per orang atau golongan. Oleh karenanya memperkuat KPK agar tetap profesional dan independen adalah tanggungjawab kita bersama agar KPK tetap dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik dan mampu menjawab harapan publik untuk mempercepat mencapai tujuan nasional. Kita perlu melihat keberhasilan negara lain dalam memberantas korupsi melalui lembaga antikorupsi yang didukung penuh oleh pemerintah dan parlemennya, bahkan memasukkannya dalam konstitusi (Undang-Undang Dasar), seperti Singapura (CPIB) yang dibentuk tahun 1952, KPK Malaysia (MACC) yang dibentuk tahun 1967, KPK Hongkong (ICAC) yang dibentuk tahun 1974, dan KPK Argentina (1999). Kalau tidak, berarti kita rela menyerahkan masa depan bangsa ini kepada koruptor. (sumber : http://kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/290-kpk-lembaga-permanen).

Lembaga pemberantasan korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi harus tetap ada dan menjadi alat pertahanan negara paling depan dalam melawan tindak pidana korupsi. Dengan demikian, anggaran belanja negara yang dialokasikan untuk pemberantasan tindak pidana korupsi pun harus selalu ada.

Hal tersebut diungkapkan mantan komisioner di Independent Commission Against Corruption (ICAC) atau lembaga semacam KPK di Hongkong, Bertrand Despeville, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (5/7/2012). Bertrand hadir di KPK dalam rangka lawatannya ke Indonesia untuk bertemu dengan lembaga penegak hukum dan pegiat antikorupsi. Hadir pula dalam jumpa pers tersebut Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto dan Zulkarnain.

Menurut Bertrand, pemberantasan korupsi dalam suatu negara membutuhkan waktu lama. Di Hongkong, katanya, paling tidak dibutuhkan 20-25 tahun untuk menciptakan masyarakat yang tidak toleran terhadap korupsi. "Tidak lagi pasrah, tidak bisa menoleransi adanya korupsi dalam kehidupan kita," ujar Betrand.

Bahkan, lanjutnya, meskipun sudah sampai pada tahap demikian, pemberantasan korupsi tidak boleh mengendur. Hal itu dikarenakan masalah korupsi masih mungkin datang kembali. Selama ini Betrand tidak pernah mendengar ada negara yang membubarkan lembaga antikorupsinya meskipun masyarakat negara tersebut sudah intoleran terhadap korupsi.

Hal sebaliknya, seolah terjadi di Indonesia. Betrand mendengar kalau KPK disebut sebagai lembaga ad hoc atau temporer. "Harus disadari lembaga seperti KPK ini harus tetap hadir karena merupakan pertahanan paling depan dalam melawan korupsi," ujarnya.

Betrand juga sempat menyinggung hubungan KPK dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang seolah tidak baik. Menurutnya, suatu hal yang wajar jika DPR seolah balas dendam terhadap KPK sebab KPK melakukan penindakan terhadap para anggota dewan yang terlibat korupsi.

"Sayangnya saat ini KPK sedang mengalami masalah dari parlemen, tidak mengherankan karena KPK terpaksa melakukan penindakan anggota parlemen sehingga tidak mengherankan jika lembaga ini melakukan balas dendam ke KPK," tutur Betrand yang pernah datang ke

Page 69: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Indonesia pada 2000-2001 untuk membantu penyusunan Undang-Undang yang kemudian menjadi cikal bakal kelahiran KPK.

Terkait dengan pembangunan gedung baru KPK yang tidak disetujui DPR sejak 2008, Betrand mengatakan gedung yang ditempati KPK saat ini jelas tidak memadai. Karenanya, ucap Bertrand, KPK membutuhkan gedung yang lebih representatif. "Bagi saya bukan masalah apakah itu gedung baru atau sewa, tapi gedung yang saat ini ada tidak memadai bagi 750 pegawai," ucapnya.

(sumber : http://nasional.kompas.com/read/2012/07/05/19474380/kpk.harus.tetap.ada)

Dianggap belum maksimal menggunakan wewenangnya

Dukungan terhadap eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi semakin deras mengalir. Kali ini dukungan muncul dari Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional di Majelis Permusyawaratan Rakyat Patrialis Akbar dan dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Rudi Satrio.

Mayoritas masyarakat masih mendukung KPK, kata Patrialis dalam dialog publik bertema KPK, Antara Ada dan Tiada di restoran Mario's Place, Jakarta, Sabtu lalu. Diskusi yang digelar oleh Ramako FM dan harian Media Indonesia ini juga menghadirkan pembicara Rudi Satrio dan Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK Muhammad Yasin.

Patrialis menjelaskan permohonan uji materi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 30 Tahun 2002 kepada Mahkamah Konstitusi hanya keinginan segelintir orang. Di sisi lain, KPK masih didukung oleh khalayak, sehingga lembaga itu harus dipertahankan untuk memberantas korupsi di Indonesia. Selama korupsi ada, KPK harus tetap ada.

Gerakan melawan serangan balik koruptor belakangan ini marak menjelang putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan uji materi terpidana perkara korupsi di Komisi Pemilihan Umum, Mulyana W. Kusumah dan Nazaruddin Sjamsuddin, serta terpidana perkara korupsi dalam proyek Pelabuhan Tual, Maluku, bekas Sekretaris Direktur Jenderal Hubungan Laut Departemen Perhubungan Tarcisius Walla.

Mereka antara lain mempersoalkan kewenangan KPK menyadap pembicaraan telepon tersangka korupsi dan keberadaan KPK. Gerakan antiserangan balik koruptor disokong oleh sejumlah tokoh dan akademisi yang tergabung dalam Forum Experts Meeting. Para tokoh ini menemui sejumlah lembaga, seperti KPK dan partai politik, untuk meminta dukungan dalam melawan koruptor.

Menurut Muhammad Yasin, posisi KPK sudah sah dan legal, yakni sebagai lembaga independen yang memberantas korupsi tanpa pilih-pilih. Ia mengeluhkan upaya-upaya sistematis untuk menghilangkan KPK. Kalau kami kalah, reputasi KPK bisa jatuh, ujar meratifikasi konvensi.

Adapun Rudi Satrio berpendapat posisi KPK dalam mengusut kasus-kasus korupsi tergolong biasa-biasa saja. Ia menganggap penyadapan dan pengintaian terhadap para tersangka adalah aktivitas wajar penegak hukum. Justru KPK belum memaksimalkan fasilitas dan wewenang yang mereka miliki, katanya.

Di tengah kisruh Polri dan KPK yang tidak jelas, entah kapan berkesudahan juntrungnya, terdapat ketidakadilan atas perlakukan publik terhadap dua institusi hukum itu. Publik pada intinya lebih dominan menaruh dukungan dan simpati kepada KPK saja. Terlebih setelah Mabes Polri melakukan penangkapan secara “diam-diam” terhadap salah satu komisioner KPK, Bambang Widjojanto (BW) karena diduga “menyuruh atau mengarahkan” saksi untuk

Page 70: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010.

Pasca penangkapan BW, tampaknya makin saja menguatkan dukungan publik hanya terhadap KPK semata. Sementara di sisi lain, institusi Bhayangkara itu terkesan dipandang sebelah mata.

Ada apa sesungguhnya dengan Polri? Kenapa lebih banyak orang yang mendukung KPK dibandingkan Polri? Apakah institusi ini sudah demikian mengalami defisit kepercayaan, dan sebaliknya hanya KPK menjadi satu-satunya institusi hukum yang dapat dipercaya? Apakah kita tidak membutuhkannya lagi untuk menjaga ketertiban, keamanan dan memberi pengayoman terhadap masyarakat? Ataukah banyak juga orang yang mendukung (#save KPK) hanya karena persoalan eforia pemberantasan korupsi saja?

Sejumlah pertanyaan-pertanyaan ini mestinya ditanyakan kepada diri kita, dan selanjutnya perlu disikapi secara jernih, dengan menggunakan akal sehat, agar kita tidak gampang menyerang secara membabi buta. Tidak boleh ada keberpihakan kepada dua institusi hukum itu, karena sejatinya kita tetap masih butuh keduanya. KPK perlu diamankan, dan jangan lupa untuk memperkuat pula Korps Bhayangkara.

Kenapa KPK?

Dalam menyikapi pemberitaan terakhir, berkali-kali mencoba melawan arus, sama sekali menutup mulut untuk memberi dukungan terhadap dua institusi hukum yang saling bertikai itu. Pun kemudian, saya berpikir hingga merenunginya berkali-kali. Apa yang terjadi dengan “hati” publik, ada puluhan hingga ratusan orang turun ke jalan berteriak, begitu lantang hanya untuk mengamankan KPK, tidak untuk Polri? Mengapa (harus membela) KPK?

Tak lama kemudian terlintas di benak saya, mungkin ini fenomena psikologis yang mengena pada pepatah: “siapa yang pernah membuang hajat di tengah jalan, lantas ketahuan, maka orang tersebutlah yang akan tertuduh sebagai pelakunya.” Itulah pepatah, rasanya pantas dialamatkan untuk Polri yang terlanjur ketahuan boroknya, yang tidak hanya terjadi di organisasi sentralnya, pun buruk citranya di daerah sudah menjadi rahasia umum, sering menyalahgunakan jabatannya, dan pada akhirnya mencederai hak-hak publik itu sendiri.

Mulai dari persoalan kecil hingga kasus-kasus besar sebetulnya telah “menggerogotinya.” Dan mau tidak mau akhirnya terstigmatisasi sebagai lembaga; tidak lagi mengayomi masyarakat, tetapi malah terkesan hanya membinasakannya.

Simak saja dalam sebuah contoh kecil, saat anda ditindak sebagai pelanggar lalu lintas, tak kurang pihak Polisinya, ogah menyelesaikannya ditempat dengan lembaran rupiah. Belum lagi kasus yang seringkali menimpa rakyat kecil; kasus-kasus pencurian, penganiayaan, pengeroyokan, aksi geng motor, tiap kali diadukan/dilaporkan ke instansi yang berwajib atas nama Kepolisian, tak urung Polisinya mau turun lapangan, kalau tidak mendapat untung “bayaran amplop” sebelum bekerja.

Itu baru kasus kecil yang sudah terinjeksi dipemahaman masyarakat luas, kalau Polisi tidak dapat diharapkan, agar efektif dalam penegakan hukum. Dalam kasus-kasus besar, beberapa perizinan di daerah juga menjadi “lahan basah” Kepolisian sering mendapat untung. Bahkan sampai kasus “gelap” pun menjadi lahan bisnis mereka. Ada lagi, dalam setiap menangani perkara, kadang kasus dibarter dengan pasal-pasal yang setidaknya dapat menguntungkan tersangka, asal tersangka siap membayar oknum polisi bersangkutan. Termasuk sampai pada kasus yang benar-benar merusak sendiri citra kepolisian dalam upaya penindakan kasus korupsi, kadang kasus tersebut diendapkan, karena tersangka telah “bermain” dengan pihak penyidiknya.

Page 71: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Kalau sudah demikian jadinya, jangan salahkan rakyat, ketika lebih membela KPK dari pada Polri. Sekian tindak-tanduk di institusi bersangkutan amat pantas menjadi ukuran kalau tidak pernah “serius” dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

Sementara KPK meski hanya konsentrasi dalam perkara tindak pidana korupsi, publik begitu percaya dengan keseriusan KPK dalam menjalankan kinerjanya. Ini tidak terlepas dari “keberanian” KPK menangkap, menahan, dan menjaring koruptor kelas kakap, bahkan sampai yang memegang kekuasaan pun tak lepas dari “radar” lembaga anti rasuah itu.

Itulah penyebabnya, kendatipun komisiener KPK ada yang terkena kasus pidana dan dapat merusak nama baik institusi pula, publik jauh lebih memaklumi kesalahan-kesalahan tersebut, jika dibandingkan dengan dominannya kesalahan pada institusi Polri.

Berbenah Diri

Oleh karena itu, apa yang terjadi di institusi Polri, takala publik jauh lebih percaya pada KPK, lalu seolah “menganaktirikan” peran Polri. Kejadian tersebut mesti menjadi bahan renungan bersama baginya untuk kembali introspeksi diri.

Bagaimana mungkin publik akan menaruh kepercayaan, membentengi, dan melindungi Polri, kalau institusinya tidak pernah memiliki tekad bulat, bersungguh-sungguh menjalankan tugas/kewenangannya, mengayomi masyarakat, dan transparan dalam setiap penanganan kasus-kasus yang telah dipercayakan kepadanya. Sejumlah kesalahan-kesalahan yang sering diperbuat oleh “oknum” Kepolisian, sepantasnya seluruh pemangku jabatan dalam institusi ini, agar kembali berbenah, koreksi diri hingga pada mengintrospeksi atas sejumlah kesalahannya yang berakibat pada citra buruk institusinya.

Jikalau Polri berhasil “membersihkan” institusinya, menegakkan etika dan moralitas keanggotaan, tidak lagi memalak pelanggar lalu lintas; tetapi memilih menyelesaikannya secara hukum di pengadilan, tidak perlu menunggu bayaran dari masyarakat agar menjalankan keamanan dan ketertiban, hingga berani menerapkan transparansi anggaran di lingkungannya. Maka tak perlu institusi terhormat ini “mengemis” ke masyarakat luas, agar kiranya mendapat juga perlindungan dari serangan yang dapat melemahkannya.

Harus diakui bersama, kita tetap membutuhkan peran besar Polri. Janganlah karena eforia pemberantasan korupsi, lalu kita melupakan peran dan andilnya di segala lini, sebab juga banyak berperan untuk melayani kepentingan umum.

Memang institusi Polri banyak salahnya, tetapi bukan berarti KPK terdapat komisiener yang melakukan “pelanggaran hukum” lalu dengan serta merta memberi “imunitas” kepada KPK, dan akhirnya memutihkan pelanggaran hukumnya. Bahwa yang namanya institusi hukum, semuanya harus diperlakukan sama, kalau bersalah silahkan ditindak, kalau benar mari kita dukung. Save KPK, Perkuat Korps Bhayangkara.

Page 72: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

TES FORMATIF 1. Menurut Muhammad Yasin, posisi KPK sudah sah dan legal, apa maksud dari pendapat

Muhammad Yasin tersebut?

2. PBB mengeluarkan konvensi antikorupsi (UNCAC) dan Indonesia telah meratifikasi konvensi ini pada tahun 2006, coba anda jelaskan secara singkat!

Page 73: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Kegiatan Belajar 9 LEMBAGA ANTIKORUPSI INTERNASIONAL

Upaya Pemberatasan Korupsi

1. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi

a. Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh di beberapa negara didirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman. Lembaga ini pertama kali didirikan oleh Parlemen Swedia dengan nama Justitie ombudsmannen pada tahun 1809. Peran lembaga ombudsman yang kemudian berkembang pula di negara lain antara lain menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak mengkomplain apa yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya.

b. Selain itu lembaga ini juga memberikan edukasi pada pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta code of conduct bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang membutuhkan. Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah.

c. Di Hongkong dibentuk lembaga antikorupsi yang bernama Independent Commission against Corruption (ICAC), di Malaysia dibentuk the Anti-Corruption Agency (ACA). Kita sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memberantas korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

d. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang harus bersikap imparsial (tidak memihak), jujur dan adil. Banyak kasus korupsi yang tidak terjerat oleh hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila kinerjanya buruk karena tidak mampu (unable), mungkin masih dapat dimaklumi. Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum harus ditingkatkan.

Page 74: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

e. Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara untuk mencegah korupsi. Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk mengurus suatu hal, semakin banyak pula kemungkinan untuk terjadinya korupsi. Salah satu cara untuk menghindari praktek suap menyuap dalam rangka pelayanan publik adalah dengan mengumumkan secara resmi biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk mengurus suatu hal seperti mengurus paspor, mengurus SIM, mengurus ijin usaha atau Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dsb.

f. Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk mengurangi resiko korupsi adalah dengan memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan, umumnya semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat. Dengan demikian korupsi besar-besaran umumnya terjadi di Ibukota negara atau di Jakarta. Dengan otonomi yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara saja tetapi berkembang di berbagai daerah. Untuk itu kinerja dari aparat pemerintahan di daerah juga perlu diperbaiki dan dipantau atau diawasi.

g. Dalam berbagai pemberitaan di media massa, ternyata korupsi juga banyak dilakukan oleh anggota parlemen baik di pusat (DPR) maupun di daerah (DPRD). Alih-alih menjadi wakil rakyat dan berjuang untuk kepentingan rakyat, anggota parlemen justru melakukan berbagai macam korupsi yang ‘dibungkus’ dengan rapi. Daftar anggota DPR dan DPRD yang terbukti melakukan korupsi menambah panjang daftar korupsi di Indonesia.

Untuk itu kita perlu berhati-hati ketika ‘mencoblos’ atau‘mencontreng’ pada saat Pemilihan Umum. Jangan asal memilih, pilihlah wakil rakyat yang punya integritas. Berhati-hati pula ketika DPR atau DPRD akan mengeluarkan suatu kebijakan atau peraturan perUndang-Undangan. Salah-salah kebijakan tersebut justru digunakan bagi kepentingan beberapa pihak bukan bagi kepentingan rakyat.

2. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

a. Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum maupun sesudah menjabat. Dengan demikian masyarakat dapat memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah kekayaan yang dimiliki khususnya apabila ada peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai menjabat. Kesulitan timbul ketika kekayaan yang didapatkan dengan melakukan korupsi dialihkan kepemilikannya kepada orang lain misalnya anggota keluarga.

b. Korupsi juga banyak terjadi dalam perekruitan pegawai negeri dan anggota militer baru. Korupsi, kolusi dan nepotisme sering terjadi dalam kondisi ini. Sebuah sistem yang transparan dan akuntabel dalam hal perekrutan pegawai negeri dan anggota militer juga perlu dikembangkan.

c. Selain sistem perekrutan, sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang menitikberatkan pada pada proses (proccess oriented) dan hasil kerja akhir (result oriented) perlu dikembangkan. Untuk meningkatkan budaya kerja dan motivasi kerja pegawai negeri, bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu diberi insentif yang sifatnya positif. Pujian dari atasan, penghargaan, bonus atau jenis insentif lainnya dapat memacu kinerja pegawai negeri.

Page 75: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

3. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

a. Salah satu upaya memberantas korupsi adalah memberi hak pada masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to information). Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan.

b. Isu mengenai public awareness atau kesadaran serta kepedulian publik terhadap bahaya korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian yang sangat penting dari upaya memberantas korupsi. Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi di ruang publik mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus diintensifkan.

c. Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan menyediakan sarana bagi masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi. Sebuah mekanisme harus dikembangkan di mana masyarakat dapat dengan mudah dan bertanggung-jawab melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya. Mekanisme tersebut harus dipermudah atau disederhanakan misalnya via telepon, surat atau telex. Dengan berkembangnya teknologi informasi, media internet adalah salah satu mekanisme yang murah dan mudah untuk melaporkan kasus-kasus korupsi.

d. Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin banyak informasi yang diterima oleh masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi. Media yang bebas sama pentingnya dengan peradilan yang independen. Selain berfungsi sebagai alat kampanye mengenai bahaya korupsi, media memiliki fungsi yang efektif untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.

e. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau internasional juga memiliki peranan penting untuk mencegah dan memberantas korupsi. Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil (civil society) yang keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja. Sejak era reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti-Korupsi banyak bermunculan. Sama seperti pers yang bebas, LSM memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.

4. Monitoring dan Evaluasi

Ada satu hal penting lagi yang harus dilakukan dalam rangka mensukseskan pemberantasan korupsi, yakni melakukan monitoring dan evaluasi. Tanpa melakukan monitoring dan evaluasi terhadap seluruh pekerjaan atau kegiatan pemberantasan korupsi, sulit mengetahui capaian yang telah dilakukan. Dengan melakukan monitoring dan evaluasi, dapat dilihat strategi atau program yang sukses dan yang gagal.

Untuk strategi atau program yang sukses, sebaiknya dilanjutkan. Untuk yang gagal, harus dicari penyebabnya. Pengalaman negara-negara lain yang sukses maupun yang gagal dapat dijadikan bahan pertimbangan ketika memilih cara, strategi, upaya maupun program pemberantasan korupsi di negara kita.

Page 76: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

5. Kerjasama Internasional

Hal lain yang perlu dilakukan dalam memberantas korupsi adalah melakukan kerjasama internasional atau kerjasama baik dengan negara lain maupun dengan International NGOs. Sebagai contoh saja, di tingkat internasional, Transparency Internasional (TI) misalnya membuat program National Integrity Systems. OECD membuat program the Ethics Infrastructure dan World Bank membuat program A Framework for Integrity.

6. Kebijakan penerapan hukum pidana (criminal law application);

7. Kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (prevention without punishment);

8. Kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/ mass media).

GERAKAN ORGANISASI INTERNASIONAL

1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations)

Setiap 5 (lima) tahun, secara regular Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) menyelenggarakan Kongres tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Penjahat atau sering disebut United Nation Congress on Prevention on Crime and Treatment of Offenders. Pada kesempatan pertama, Kongres ini diadakan di Geneva pada tahun 1955. Sampai saat ini kongres PBB ini telah terselenggara 12 kali. Kongres yang ke-12 diadakandi Salvador pada bulan April 2010.

Dalam Kongres PBB ke-10 yang diadakan di Vienna (Austria) pada tahun 2000, isu mengenai Korupsi menjadi topik pembahasan yang utama. Dalam introduksi di bawah tema International Cooperation in Combating Transnational Crime: New Challenges in the Twenty-first Century dinyatakan bahwa tema korupsi telah lama menjadi prioritas pembahasan. Dalam resolusi 54/128 of 17 December 1999, di bawah judul “Action against Corruption”, Majelis Umum PBB menegaskan perlunya pengembangan strategi global melawan korupsi dan mengundang negara-negara anggota PBB untuk melakukan review terhadap seluruh kebijakan serta peraturan perUndang-Undangan domestik masing-masing negara untuk mencegah dan melakukan kontrol terhadap korupsi.

2. Bank Dunia (World Bank)

Setelah tahun 1997, tingkat korupsi menjadi salah satu pertimbangan atau prakondisi dari bank dunia (baik World Bank maupun IMF) memberikan pinjaman untuk negara-negara berkembang. Untuk keperluan ini, World Bank Institute mengembangkan Anti-Corruption Core, Program yang bertujuan untuk menanamkan awareness mengenai korupsi dan pelibatan masyarakat sipil untuk pemberantasan korupsi, termasuk menyediakan sarana bagi negara-negara berkembang untuk mengembangkan rencana aksi nasional untuk memberantas korupsi.

Page 77: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

3. OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development)

Setelah ditemuinya kegagalan dalam kesepakatan pada konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada sekitar tahun 1970-an, OECD, didukung oleh PBB mengambil langkah baru untuk memerangi korupsi di tingkat internasional. Sebuah badan pekerja atau working group on Bribery in International Business Transaction didirikan pada tahun 1989. Pada awalnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan OECD hanya melakukan perbandingan atau me-review konsep, hukum dan aturan di berbagai negara dalam berbagai bidang tidak hanya hukum pidana, tetapi juga masalah perdata, keuangan dan perdagangan serta hukum administrasi.

Pada tahun 1997, Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction disetujui. Tujuan dikeluarkannya instrumen ini adalah untuk mencegah dan memberantas tindak pidana suap dalam transaksi bisnis internasional. Konvensi ini menghimbau negara-negara untuk mengembangkan aturan hukum, termasuk hukuman (pidana) bagi para pelaku serta kerjasama internasional untuk mencegah tindak pidana suap dalam bidang ini.

4. Masyarakat Uni Eropa

Di negara-negara Uni Eropa, gerakan pemberantasan korupsi secara internasional dimulai pada sekitar tahun 1996. Tahun 1997, the Council of Europe Program against Corruption menerima kesepakatan politik untuk memberantas korupsi dengan menjadikan isu ini sebagai agenda prioritas. Pemberantasan ini dilakukan dengan pendekatan serta pengertian bahwa: karena korupsi mempunyai banyak wajah dan merupakan masalah yang kompleks dan rumit, maka pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan pendekatan multi-disiplin; monitoring yang efektif, dilakukan dengan kesungguhan dan komprehensif serta diperlukan adanya fleksibilitas dalam penerapan hukum.

Pada tahun 1997, komisi menteri-menteri negara-negara Eropa mengadopsi 20 Guiding Principles untuk memberantas korupsi, dengan mengidentifikasi area-area yang rawan korupsi dan meningkatkan cara-cara efektif dan strategi pemberantasannya. Pada tahun 1998 dibentuk GRECO atau the Group of States against Corruption yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas negara anggota memberantas korupsi. Selanjutnya negara-negara Uni Eropa mengadopsi the Criminal Law Convention on Corruption, the Civil Law Convention on Corruption dan Model Code of Conduct for Public Officials.

GERAKAN LEMBAGA SWADAYA INTERNASIONAL (INTERNATIONAL NGOs)

1. Transparency International

Transparency International (TI) adalah sebuah organisasi internasional non-pemerintah yang memantau dan mempublikasikan hasil-hasil penelitian mengenai korupsi yang dilakukan oleh korporasi dan korupsi politik di tingkat internasional. Setiap tahunnya TI menerbitkan Indeks Persepsi Korupsi serta daftar perbandingan korupsi di negara-negara di seluruh dunia. TI berkantor pusat di Berlin, Jerman, didirikan pada sekitar bulan Mei 1993 melalui inisiatif Peter Eigen, seorang mantan direktur regional Bank Dunia (World Bank).

Pada tahun 1995, TI mengembangkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index). CPI membuat peringkat tentang prevalensi korupsi di berbagai negara, berdasarkan survei yang dilakukan terhadap pelaku bisnis dan opini masyarakat yang diterbitkan setiap

Page 78: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

tahun dan dilakukan hampir di 200 negara di dunia. CPI disusun dengan memberi nilai atau score pada negara-negara mengenai tingkat korupsi dengan range nilai antara 1-10.

2. TIRI

TIRI (Making Integrity Work) adalah sebuah organisasi independen internasional non-pemerintah yang memiliki head-office di London, United Kingdom dan memiliki kantor perwakilan di beberapa negara termasuk Jakarta. TIRI didirikan dengan keyakinan bahwa dengan integritas, kesempatan besar untuk perbaikan dalam pembangunan berkelanjutan dan merata di seluruh dunia akan dapat tercapai. Misi dari TIRI adalah memberikan kontribusi terhadap pembangunan yang adil dan berkelanjutan dengan mendukung pengembangan integritas di seluruh dunia. TIRI berperan sebagai katalis dan inkubator untuk inovasi baru dan pengembangan jaringan.

Organisasi ini bekerja dengan pemerintah, kalangan bisnis, akademisi dan masyarakat sipil, melakukan sharing keahlian dan wawasan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan praktis yang diperlukan untuk mengatasi korupsi dan mempromosikan integritas. TIRI memfokuskan perhatiannya pada pencarian hubungan sebab akibat antara kemiskinan dan tata pemerintahan yang buruk. Salah satu program yang dilakukan TIRI adalah dengan membuat jejaring dengan universitas untuk mengembangkan kurikulum Pendidikan Integritas dan/atau Pendidikan Antikorupsi di perguruan tinggi.

INSTRUMEN INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI

1. United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)

Salah satu instrumen internasional yang sangat penting dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah United Nations Convention against Corruption yang telah ditandatangani oleh lebih dari 140 negara. Penandatanganan pertama kali dilakukan di konvensi internasional yang diselenggarakan di Mérida, Yucatán, Mexico, pada tanggal 31 Oktober 2003.

Tindak pidana korupsi dapat diberantas melalui Badan Peradilan. Namun menurut konvensi ini, salah satu hal yang terpenting dan utama adalah masalah pencegahan korupsi. Bab yang terpenting dalam konvensi didedikasikan untuk pencegahan korupsi dengan mempertimbangkan sektor publik maupun sektor privat (swasta). Salah satunya dengan mengembangkan model kebijakan preventif seperti :

• pembentukan badan anti-korupsi;

• peningkatan transparansi dalam pembiayaan kampanye untuk pemilu dan partai politik;

• promosi terhadap efisiensi dan transparansi pelayanan publik;

• rekrutmen atau penerimaan pelayan publik (pegawai negeri) dilakukan berdasarkan prestasi;

• adanya kode etik yang ditujukan bagi pelayan publik (pegawai negeri) dan mereka harus tunduk pada kode etik tsb;

• transparansi dan akuntabilitas keuangan publik;

• penerapan tindakan indisipliner dan pidana bagi pegawai negeri yang korup;

Page 79: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

• dibuatnya persyaratan-persyaratan khusus terutama pada sektor publik yang sangat rawan seperti badan peradilan dan sektor pengadaan publik;

• promosi dan pemberlakuan standar pelayanan publik;

• untuk pencegahan korupsi yang efektif, perlu upaya dan keikutsertaan dari seluruh komponen masyarakat;

• seruan kepada negara-negara untuk secara aktif mempromosikan keterlibatan organisasi non-pemerintah (LSM/NGOs) yang berbasis masyarakat, serta unsur-unsur lain dari civil society;

• peningkatkan kesadaran masyarakat (public awareness) terhadap korupsi termasuk dampak buruk korupsi serta hal-hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat yang mengetahui telah terjadi TP korupsi.

2. Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction

Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction adalah sebuah konvensi internasional yang dipelopori oleh OECD. Konvensi Anti Suap ini menetapkan standar-standar hukum yang mengikat (legally binding) negara-negara peserta untuk mengkriminalisasi pejabat publik asing yang menerima suap (bribe) dalam transaksi bisnis internasional. Konvensi ini juga memberikan standar-standar atau langkah-langkah yang terkait yang harus dijalankan oleh negara perserta sehingga isi konvensi akan dijalankan oleh negara-negara peserta secara efektif.

Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business Transaction adalah konvensi internasional pertama dan satu-satunya instrumen antikorupsi yang memfokuskan diri pada sisi ‘supply’ dari tindak pidana suap. Ada 34 negara anggota OECD dan empat negara non-anggota yakni Argentina, Brasil, Bulgaria dan Afrika Selatan yang telah meratifikasi dan mengadopsi konvensi internasional ini.

PENCEGAHAN KORUPSI : BELAJAR DARI NEGARA LAIN

India adalah salah satu negara demokratis yang dapat dianggap cukup sukses memerangi korupsi. Meskipun korupsi masih cukup banyak ditemui, dari daftar peringkat negara-negara yang disurvey oleh Transparency Internasional (TI), India menempati ranking lebih baik daripada Indonesia. Pada tahun 2005, dari survey yang dilakukan oleh TI, 62% rakyat India percaya bahwa korupsi benar-benar ada dan bahkan terasa dan dialami sendiri oleh masyarakat yang di-survey. Di India, Polisi menduduki ranking pertama untuk lembaga yang terkorup diikuti oleh Pengadilan dan Lembaga Pertanahan. Dari survey TI, pada tahun 2007, India menempati peringkat 72 (sama kedudukannya dengan China dan Brazil). Pada tahun yang sama, negara tetangga India seperti Srilangka menempati peringkat 94, Pakistan peringkat 138 dan Bangladesh peringkat 162. Pada tahun 2007 tersebut, Indonesia menempati nomor 143 bersama-sama dengan Gambia, Rusia dan Togo dari 180 negara yang di-survey. Peringkat yang cukup buruk jika dibandingkan dengan India yang sama-sama negara berkembang.

Page 80: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia

Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.

2. Directorate on Corruption and Economic Crime (DCEC) Bostwana

DCEC didirikan pada bulan Agustus 1994, ketika korupsi dan UU Tindak Pidana Ekonomi Tahun 1994 diberlakukan. Direktur DCEC ditunjuk oleh Presiden. Mandat DCEC adalah untuk memerangi korupsi dan kejahatan ekonomi serta pencucian uang. The DCEC bekerjasama dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti Kepolisian Botswana, Bea Cukai dan Latihan, Departemen Imigrasi, Departemen Ombudsman dan Satwa Liar dan juga organisasi-organisasi internasional seperti Interpol.

3. Anti-Corruption Bureau (ACB) Brunai Darussalam

Pada tanggal 1 Januari 1982, Pemerintah Mulia Sultan dan Yang Di Pertuan Brunei Darussalam telah diberlakukan Keadaan Darurat (Pencegahan Korupsi) Undang-Undang, yang kemudian pada tahun 1984 dikenal sebagai Pencegahan Tindak Pidana Korupsi

4. The Malaysian Anti-Corruption Commisssion (MACC)

Mulai beroperasi secara resmi pada 1 Januari 2009 menggantikan Badan Anti-Korupsi (ACA) Malaysia. Ini didirikan oleh Undang-Undang yaitu Anti-Korupsi Malaysia Komisi Undang-Undang 2008.

5. The Commission Against Corruption (CCAC) Macau

Komisi Antikorupsi, yang didirikan di Wilayah Administratif Khusus Makau setelah reunifikasi ke Cina pada tahun 1999.

6. The Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapore

The Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) dari Singapura didirikan pada tahun 1952. Ini adalah sebuah badan independen yang menyelidiki dan bertujuan untuk mencegah korupsi di sektor publik dan swasta di Singapura.

7. The Anti Corruption Commission (ACC) Bangaldesh

The Anti Corruption Commission (ACC) Bangaldesh dibentuk berdasarkan undan undang pada 23 Februari 2004 yang mulai berlaku pada tanggal 09 Mei 2004. Memilik kantor resmi pada tanggal 21 November 2004.

Page 81: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

8. Kenya Anti-Corruption Authority (KACA) Kenya

Kenya telah memiliki Undang-Undang anti-korupsi semenjak tahun 1956. Pencegahan Tindak Pidana Korupsi (Pasal 65) telah dilakukan sejak bulan Agustus 1956 sampai Mei 2003. Akhirnya terbentuk lah Kenya Anti-Korupsi Authority (KACA)

9. The National Accountability Bureau (NAB) Pakistan

The National Accountability Bureau (NAB) Pakistan didirikan pada tahun 1999. NAB akan mengambil langkah-langkah yang efektif untuk deteksi, investigasi dan penuntutan kasus-kasus yang melibatkan korupsi.

10. The Independent Commission Against Corruption (ICAC) Australia

The Independent Commission Against Corruption (ICAC) adalah sebuah organisasi sektor publik Australia yang memiliki yurisdiksi di Negara Bagian New South Wales (NSW). Fungsi utama ICAC adalah untuk menyelidiki dan mencegah korupsi. Misinya adalah untuk membangun dan mempertahankan integritas sektor public.

11. Anti-Corruption Commission (ACC) Sierra Leone

Pada tanggal 3 Februari 2000 Sierra Leone Pemerintah mengesahkan UU Anti-Korupsi. Ini membuka jalan bagi pendirian Komisi Antikorupsi yang muncul terbentuk pada 1 Januari 2001. ACC bertugas untuk melawan korupsi yang semakin meningkat di Sierra Leone.

12. Oficina Anticorrupción (OA) Argentina

Kantor Antikorupsi (OA) telah dibuat oleh Undang-Undang Nomor 25233 (1999/10/12), dalam rangka untuk mengembangkan dan mengkoordinir program-program untuk memerangi korupsi dan, bersamaan dengan Kantor Administrasi Investigasi, latihan kekuatan dan kekuasaan ditetapkan dalam Pasal 26, 45 dan 50 Undang-Undang Nomor 24946.

13. The Independent Commission Against Corruption (ICAC) Hongkong

KPKnya Hongkong bernama The Independent Commission Against Corruption atau singkatannya ICAC berdiri pada tanggal 15 Februari 1974 yang diprakarsai oleh Gubernur Hongkong saat itu Murray MacLehose. Tujuan utama didirikan lembaga ini adalah untuk membersihkan wabah korupsi yang merajalela diberbagai departemen pemerintahan di HK. Gerakan anti koruspi ini melalui penegakan hukum, pencegahan dan community education. Lembaga ini dipimpin oleh sebuah komisi.

Setelah HK dikembalikan ke Pemerintah China pada tahun 1997, lembaga ini diserahkan ke konsulat Negara China (perwakilan China) di Hongkong. Sejak awal pendiriannya Lembaga ini bersifat independen dan hanya bertanggung jawab kepada kepala pemerintahan tertinggi di Hongkong. (Persis seperti KPK).

Page 82: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

TES FORMATIF 1. Sebutkan Upaya Pemberatasan Korupsi!

2. Sebutkan gerakan organisasi International!

3. Sebutkan gerakan lembaga swadaya internasional!

Page 83: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Kegiatan Belajar 10 KOMISI ANTIKORUPSI, MENGATASI PERSOALAN GLOBAL

GLOBALISASI MASALAH KORUPSI

Korupsi adalah masalah global dan kompleks. Bukan hanya Indonesia yang menghadapi persoalan tersebut, namun hampir di seluruh penjuru dunia.

Selain itu, karena dampaknya yang luar biasa, tak heran, korupsi pun sudah dikategorikan sebagai extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa. Hampir semua negara yang memiliki persoalan korupsi, harus pula menghadapi ancaman kemiskinan. Lihat saja negara-negara di Afrika yang sangat rentan korupsi, tingkat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sangat memprihatinkan.

Bermula dari sana, banyak negara kemudian membentuk komisi independen atau komisi antikorupsi (KAK) yang mempunyai wewenang pemberantasan korupsi. Disebut independen, karena KAK bukan berada pada struktur pemerintahan dan tidak pula bertanggung jawab kepada pemerintah.

Jika Indonesia memilih KPK, negara lain pun sama. Di beberapa negara, keberadaan KAK tersebut terbukti efektif dalam memberantas korupsi. Pengalaman dari Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) di Singapura, Independent Commission Against Corruption (ICAC) Hongkong, Independent Commission Against Corruption (ICAC) New South Wales dan Directorate on Corruption and Economic Crime (DCEC) di Boswana menggambarkan efektivitas dari KAK dalam menerapkan kebijakan antikorupsi.

Kesuksesan KAK tersebut lebih disebabkan oleh dukungan politik yang kuat dan kepemimpinan yang baik. Dilengkapinya komisi ini dengan fungsi monitoring dan pencegahan semakin memperbesar peluang keberhasilan sebuah KAK.

Berdasarkan studi UNODC, mendirikan lembaga baru seperti KAK akan memberikan “keuntungan” lebih banyak dalam memberantas korupsi dibandingkan hanya mengandalkan lembaga penegak hukum yang telah ada seperti kepolisian dan kejaksaan, yang umumnya telah terjangkiti penyakit “korup”. Menggunakan komisi yang baru diharapkan memberikan “semangat” pemberantasan korupsi yang baru pula.

Page 84: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Keunggulan Kelemahan

• Dapat terus mengingatkan/menekan pemerintah untuk secara serius melakukan upaya pemberantasan korupsi

• Beban biaya tambahan bagi negara

• Menghasilkan lembaga dengan tingkat keahlian yang khusus

• Akan terjadi persaingan antara lembaga penegak hukum yang telah ada, sehingga akan menyulitkan dalam berkoordinasi

• Sebagai lembaga baru dapat membangun sistem baru yang terbebas dari pengaruh korupsi

• Dapat berakibat restrukturisasi terhadap lembaga lain yang telah ada

• Dapat dijadikan contoh bagi lembaga lain, terutama institusi penegak hukum, sehingga menjadi “triger mechanism” bagi lembaga penegak hukum yang telah ada

• Mempunyai kredibilitas yang lebih besar

• Dapat dilengkapi dengan sistem perlindungan keamanan yang lebih baik dalam menjalankan fungsinya

• KAK dapat melakukan recruitment secara obyektif untuk mendapatkan sumber daya manusia dengan kualitas dan integritas yang lebih baik

• Dapat mendesain sendiri muatan pendidikan dan pelatihan yang cocok dengan lingkungan yang dinamis

• Lebih jelas dalam menilai perkembangannya, tingkat kegagalan dan kesuksesannya

Tabel tersebut menggambarkan keunggulan dan kelemahan dipilihnya lembaga antikorupsi dalam suatu negara. Dari tabel tersebut terlihat, lebih banyak “keuntungan” yang didapatkan dari pembentukan KAK dibandingkan memanfaatkan kinerja lembaga penegak hukum yang sudah ada.

Kebutuhan untuk membentuk lembaga khusus pemberantasan korupsi semakin diperkuat dengan adanya UNCAC (United Nations Convention Against Corruption). Pasal 6, dan 36 dari UNCAC mewajibkan negara yang meratifikasinya untuk mempersiapkan badan (baik yang sudah terbentuk maupun belum) yang mempunyai wewenang untuk menangani dua ruang lingkup yakni: lembaga yang bertanggung jawab untuk pencegahan korupsi dan lembaga yang bertanggung jawab untuk memberantas korupsi melalui penegakan hukum.

Pada dasarnya UNCAC tidak mewajibkan setiap negara yang meratifikasi untuk membentuk sebuah lembaga yang benar-benar baru. UNCAC mewajibkan negara yang meratifikasi untuk menetapkan secara jelas kewenangan pencegahan dan pemberantasan korupsi pada suatu lembaga tertentu.

Jika prasyarat dan komitmen untuk mendirikan suatu KAK sudah lengkap, setiap negara patut mempertimbangkan hal-hal yang dapat memicu kegagalan dan mendorong keberhasilan suatu

Page 85: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

KAK. Berdasarkan studi literatur yang dilakukan oleh U4, Mei 2005 hal 12, “Measuring ‘success’ in five African Anti-Corruption Commission,” kegagalan dan keberhasilan lembaga antikorupsi disebabkan oleh hal berikut:

Faktor yang mendorong keberhasilan Faktor yang pemicu kegagalan

1. Adanya dukungan politik 1. Tidak adanya komitmen politik

2. Lembaga antikorupsi berada dalam strategy antikorupsi yang komprehensif dan mendapat support yang efektif dan komplementer dari lembaga publik

2. Kontra produktif terhadap pertumbuhan ekonomi

3. Ekonomi yang stabil dan program pembangunan selalu fokus pada pengurangan kesempatan korupsi. Sebagai contoh : Mengelola program privatisasi secara berhati-hati

3. Secara umum pemerintah gagal dalam membangun institusi di negaranya

4. Ditunjang oleh sumber keuangan yang baik dan staf terlatih

4. Penerapan hukum terhadap korupsi yang kurang mendorong, tidak efektif, dan ambigu

5. Memiliki visi dan misi yang jelas. Visi dan misi ini ditunjang pula oleh perencanaan bisnis, pengelolaan anggaran dan pengukuran kinerja yang baik

5. Tidak fokus, banyak tekanan, tidak ada prioritas dan tidak punya struktur organisasi yang memadai

6. Punya kerangka hukum yang kuat termasuk ”rule of law”nya dan dibekali oleh kekuatan hukum yang kuat yang dapat menunjang kegiatan penindakan dan pencegahan

6. Lembaga pemberantas korupsi dianggap gagal ketika terlihat sebagai organisasi yang tidak efisien dan efektif yang tidak sesuai dengan harapan banyak pihak

7. Bekerja secara independen dan bebas dari pengaruh segala kepentingan

7. Rendahnya kepercayaan publik

8. Semua staf dan pimpinan memiliki standar integritas yang tinggi

9. Melibatkan masyarakat dan memperhatikan persepsi masyarakat yang berkembang

Kajian mengenai keberhasilan dan kegagalan lembaga sejenis ”KPK” sebaiknya ditinjau dari dua sudut pandang. Pertama, kondisi ekternal, antara lain dukungan pemerintah (landasan hukum dan finansial), harapan masyarakat, dan kerjasama luar negeri. Kedua, kondisi internal, yaitu dukungan staf yang profesional dan berintegritas, struktur organisasi dan sistem manajemen yang baik.

Berdasarkan pengalaman di beberapa negara di Afrika, kegagalan komisi antikorupsi diawali oleh tidak terpenuhinya harapan berbagai pihak dengan hasil kinerja komisi tersebut. Tidak terpenuhinya harapan tersebut bukan semata-mata disebabkan oleh rendahnya kinerja, namun juga disebabkan oleh terlalu besarnya harapan yang dibebankan ke pundak komisi. Sementara komisi sendiri masih merupakan organisasi muda yang baru membangun.

Kegagalan KPK dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Page 86: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Sumber: Direktorat Penelitian dan Pengembangan, Kedeputian Pencegahan KPK, 2006

Faktor Penyebab Keberhasilan KAK

Banyak hal khusus yang membedakan KAK dengan lembaga penegak hukum lain. Di antaranya independensi dan kewenangan yang dimilikinya.

Independensi dan kewenangan ini dianggap sebagai faktor terpenting, di samping faktor-faktor lainnya yang menentukan keberhasilan dan kegagalan sebuah KAK;

a. Independensi

Inti daripada independensi bagi KAK adalah kemampuan KAK untuk berperilaku objektif dalam merumuskan kebijakannya sendiri tanpa dipengaruhi kepentingan “luar”. Kepentingan luar ini umumnya dipersepsikan sebagai kepentingan politis penguasa. Independensi tidak selalu dapat diraih dengan hanya mengandalkan kerangka hukum yang menetapkan bahwa KAK dibentuk oleh Undang-Undang

khusus yang memberikan “fasilitas” independensi dengan baik. Banyak kasus di beberapa negara yang KAKnya tetap sukses dan independen walaupun tetap harus bertanggung jawab terhadap Presiden atau kepala pemerintahan, seperti yang terjadi di Singapura dan Hongkong.

Berdasarkan studi UNDP (Institutional Arrangement to Combat Corruption: A Comparative Study, UNDP, 2005, hal 5), independensi KAK lebih banyak dinilai oleh

• Tersedianya mekanisme yang transparan untuk menilai kinerja KAK yang bersangkutan, sehingga dapat menjaga agar fungsinya tidak bias.

• Pemilihan pimpinan KAK menggunakan prosedur yang demokratis, transparan dan objektif.

Page 87: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

• Pimpinan KAK yang terpilih dikenal sebagai orang dengan integritas yang baik dan telah teruji. Seluruh KAK yang telah teruji independensinya terbukti mampu memberikan hasil yang amat baik dalam pemberantasan korupsi di negaranya.

b. Wewenang

Pada dasarnya wewenang dari KAK mencakup kombinasi dari fungsi investigasi, penuntutan, pendidikan masyarakat, pencegahan dan

koordinasi. Namun kebanyakan KAK melakukan strategi pemberantasan korupsi melalui pencegahan, investigasi dan pendidikan masyarakat (Hongkong, New South Wales, Thailand dan Indonesia).

Fungsi Investigasi merupakan pusat kegiatan dari KAK. Investigasi dapat dilakukan berdasarkan masuknya pengaduan masyarakat, keputusan

objektif KAK maupun berdasarkan permintaan institusi tertentu, seperti yang terjadi di New South Wales dimana parlemen dapat meminta KAK untuk melakukan investigasi khusus. Hongkong merupakan salah satu KAK yang terbilang cukup responsif dalam menangani pengaduan masyarakat. ICAC Hongkong mendirikan perwakilannya di daerah untuk sebaik mungkin merespon pengaduan masyarakat. Hal penting yang diperlukan KAK untuk mendapatkan pengaduan masyarakat dari sumber yang jelas adalah dengan menyediakan mekanisme perlindungan saksi dan whistle blower yang baik.

Keterlibatan masyarakat merupakan salah satu hal penting dalam tiap strategi antikorupsi. Untuk itu peningkatan kepedulian masyarakat terhadap isyu korupsi terus dilakukan melalui fungsi pendidikan masyarakat yang dimiliki oleh KAK.

Pendidikan masyarakat umumnya dilakukan melalui program-program yang menarik dengan menggunakan bebagai media yang tersedia seperti penyebaran buku, leaflet, poster, stiker, talk show, seminar, berbagai program di televisi dan radio, hingga memasukkan kurikulum antikorupsi di sekolah-sekolah. Dengan banyaknya sosialisasi dan pendidikan masyarakat ini, diharapkan semakin menciptakan transparansi di berbagai bidang yang merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan KAK.

Fungsi pencegahan yang umumnya dilakukan oleh KAK adalah mengkaji sistem dan prosedur dari institusi pemerintahan dan publik sehingga dapat mendeteksi loopholes yang mengarah pada kemungkinan terjadinya korupsi. Hasil kajian tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk mendesak pimpinan institusi terkait untuk segera membenahi sistem, sekaligus memfasilitasi fungsi investigasi dari KAK itu sendiri. Koordinasi yang solid antara fungsi pencegahan dan operation (penindakan) di ICAC Hongkong merupakan salah satu kunci pokok keberhasilan KAK tersebut.

Hal penting yang dibutuhkan fungsi pencegahan KAK untuk mengkaji suatu sistem adalah dimilikinya kemampuan untuk meneliti isu-isu yang terkait dengan korupsi. Kapabilitas penelitian yang andal dari suatu KAK terbukti berdampak positif bagi pengembangan KAK itu sendiri. Dengan kemampuan penelitian yang baik dalam mengumpulkan opini publik, mendefinisikan tren korupsi dan isu lainnya, diharapkan tiap KAK dapat merumuskan strategi yang tepat dalam usaha pemberantasan korupsi di negaranya. Banyak pihak menganggap pentingnya kapasitas penelitian ini, diantaranya European Union yang merekomendasikan Latvia dan Lithuania untuk memperbaiki kemampuan penelitian KAK di

Page 88: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

kedua negara tersebut. Selain ICAC Hongkong, KAK yang dianggap mempunyai kapabilitas penelitian yang baik adalah ICAC New South Wales.

Karakteristik KAK di Berbagai Negara

Tiap negara mempunyai latar belakang pembentukan komisi antikorupsi yang berbeda. Perbedaan latar belakang ini menentukan karakteristik dari terbentuknya KAK di tiap negara.

Meskipun berdasarkan data dari tahun yang berbeda, namun dapat diambil kesimpulan bahwa untuk negara-negara dengan Indeks korupsi yang bagus seperti Hongkong dan Singapura, ternyata mempunyai KAK dengan ciri-ciri khusus. Di antaranya:

• Telah lama terbentuk.

• Proporsi pegawai untuk departemen investigasi terbesar dibandingkan departemen yang lain.

• Mempunyai sumber dana yang mencukupi.

• Rata-rata jumlah laporan yang masuk relatif lebih banyak.

• Mempunyai wewenang yang lebih besar, misal Bisa melakukan penuntutan sendiri.

Secara ringkas, berikut karakteristik KAK di beberapa negara:

• CPIB Singapura

CPIB Singapura disebut sebagai model investigatif dikarenakan karakteristiknya yang unik. Keunikannya terlihat dari ukurannya yang relatif kecil, menekankan pada fungsi investigatif dan arah pemberantasan disesuaikan dengan kebijakan besar pemerintah.

Pada tahun 2000 jumlah pegawai CPIB hanya sebanyak 80 orang, bandingkan dengan jumlah pegawai ICAC Hongkong yang mencapai sekitar 1200 orang pada tahun yang sama. Penekanan pada fungsi investigatif mengharuskan CPIB harus mampu menyelesaikan kasus korupsi yang ditangani dengan hukuman yang dapat memberikan deterrent effect. Hal ini dapat dibuktikan oleh CPIB, dimana dalam semua kasus yang ditangani mempunyai tingkat pembuktian yang tinggi. Dari tiap kasus korupsi yang terbukti mampu menghasilkan denda hingga $ S1 00.000 dan kurungan penjara hingga 5 tahun. Selain dikenai denda terdakwa yang terbukti bersalah juga harus mengembalikan seluruh uang hasil korupsinya.

Arah pemberantasan korupsi di CPIB ditekankan untuk meyakinkan investor akan iklim bisnis yang bebas suap dan beretika di Singapura. Untuk itu seluruh putusan dalam sidang korupsi adalah putusan yang kredibel dan berpihak pada kegiatan pembangunan Singapura.

• ICAC Hongkong

ICAC Hongkong disebut model universal karena dianggap sebagai model KAK yang ideal bagi pemberantasan korupsi. Ideal disini dalam arti mempunyai kerangka hukum yang kuat, mendapatkan support keuangan yang cukup besar, jumlah tenaga ahli yang mencukupi dan yang terpenting konsistensi dukungan pemerintah yang terus-menerus selama lebih dari 30 tahun.

ICAC Hongkong didirikan dengan wewenang yang besar dalam penindakan dan pencegahan. Wewenang yang besar seperti melakukan penyelidikan terhadap rekening bank, mengaudit

Page 89: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

harta kepemilikan dan yang terpenting dapat melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk mencegah tersangka melarikan diri dari proses penuntutan.

Investasi modal dari pemerintah Hongkong untuk ICAC relatif besar, untuk tahun 2001 sebesar US $ 90 juta, yang sebagian besar digunakan untuk membayar pegawainya yang berjumlah 1200 orang. Investasi sumberdaya manusia dilakukan dengan sangat baik oleh ICAC Hongkong, sehingga SDM ICAC tercukupi baik dari jumlah dan keahlian.

ICAC Hongkong mengkontrol korupsi di Hongkong melalui 3 departemen fungsional yakni investigasi, pencegahan dan hubungan masyarakat. Departemen terbesar adalah departemen operasional (investigasi). 75 persen anggaran ICAC dialokasikan untuk departemen operasional termasuk menggaji staf yang berkualitas di departemen ini.

Departemen pencegahan menginvestasikan sebagian besar dananya untuk membiayai kegiatan studi yang berkaitan dengan korupsi, menyelenggarakan seminar untuk pebisnis dan membantu masyarakat dan organisasi swasta dalam mengidentifikasi upaya strategis untuk mengurangi potensi korupsi. Studi yang dilakukan ICAC Hongkong ini memberikan informasi yang menarik mengenai tingkat dan modus korupsi yang dilakukan pegawai pemerintahan, sehingga dapat dijadikan acuan dalam merubah hukum dan Undang-Undang antikorupsi yang berlaku.

Departemen hubungan masyarakat menginformasikan kepada publik tentang revisi dari Undang Undang dan peraturan yang berlaku. Departemen ini juga berperan dengan baik dalam meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap bahaya korupsi melalui berbagai kampanye publik yang sistematis dan terencana. Keseluruhan fungsi-fungsi dari tiap departemen di ICAC Hongkong menjadi acuan bagi banyak KAK di seluruh dunia, meskipun tidak ada jaminan sepenuhnya bahwa mengadopsi model ini akan sanggup menyelesaikan masalah yang dihadapi KAK di tiap-tiap negara.

“Lesson Learned” dari KAK di Hongkong :

Kemauan politik yang kuat dari pemerintah, dengan menyediakan

kerangka hukum yang kuat dan sumberdaya yang memadai

Cukup independen

Pimpinan komisi mempunyai keleluasaan yang cukup dalam mengelola manajemen

Mempunyai fungsi publikasi yang baik terutama dalam mempublikasikan proses penuntutan korupsi

Hukum yang menekankan penyelenggara negara untuk mengumumkan

asetnya beserta sumber penghasilannya dilaksanakan dengan baik

Melakukan pendekatan yang menyeluruh melalui tiga strategi : investigasi, pencegahan dan pendidikan masyarakat

Dukungan publik yang kuat

Rule of Law

• NCCC Thailand

Sebelum tahun 1975 penanganan kasus korupsi di Thailand sepenuhnya menjadi wewenang kepolisian dengan mengandalkan undang¬undang hukum pidana dan Undang-Undang lain yang mengatur tentang pejabat publik. Namun kinerja kepolisian dalam menanggulangi korupsi dianggap sebagian besar masyarakat jauh dari mencukupi. Korupsi semakin merajalela di

Page 90: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Thailand, walaupun setiap pemerintahan yang berkuasa selalu berjanji untuk menangani, namun korupsi justru semakin menjadi. Korupsi juga menjadi salah satu pemicu jatuhnya pemerintahan di Thailand, baik itu melalui kudeta militer maupun melalui parlemen.

Keinginan untuk memecahkan masalah korupsi semakin memuncak, tepatnya pada tanggal 14 Oktober 1973 para pelajar dan mahasiswa menggelar aksi demonstrasi sambil memaparkan fakta kepada masyarakat dan media bahwa banyak pejabat dan penyelenggara negara yang menyalahgunakan jabatan dan tugasnya untuk keuntungan pribadi.

Beberapa di antara mereka yang mencoba untuk menentang korupsi tidak mampu berbuat apa-apa, bahkan tidak sedikit pula yang menderita sebagai akibat menentang korupsi. Hal ini sebagai akibat dari tidak adanya hukum yang mengatur secara khusus mengenai korupsi dan juga sebagai akibat dari banyak tekanan dan ancaman yang diterima aparat ketika memberantas korupsi. Kesimpulannya adalah bahwa korupsi adalah suatu masalah besar yang telah mempengaruhi seluruh sendi kehidupan seperti pembangunan nasional, ekonomi, politik, dan terutama keamanan negara.

Kesadaran akan bahayanya korupsi pun mulai muncul dalam bentuk kebijaksanaan negara. Konstitusi Kerajaan Thailand 1974, pasal 66 menyebutkan bahwa: “Negara harus menyusun suatu sistem yang efisien dalam hal pelayanan publik dan pelayanan lainnya dan harus mengambil langkah-langkah guna mencegah dan menekan semua perilaku korup”

Pada tahun 1975 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai Penanganan Korupsi dan mendirikan Kantor Penanganan Korupsi (Office of the Commission of Counter Corruption). Sayangnya, OCCC tidak memiliki banyak lingkup kewewenangan untuk memberantas korupsi. Tetapi pencegahan korupsi terus berjalan.

Pada tahun 1996 lembaga pembuat Undang-Undang terbentuk. Anggotanya adalah anggota masyarakat yang dipilih langsung dari masing-masing propinsi. Mereka yang terpilih dibawa ke parlemen untuk dipilih kembali, hasilnya terpilihlah 99 anggota. Anggota lembaga inilah yang kemudian mengesahkan UU pemberantasan korupsi di tahun 1999. UU ini kemudian menjadi landasan bagi berdirinya NCCC (National Counter Corruption Commision).

Adanya NCCC membuka lembaran baru bagi Thailand dalam penanganan kasus korupsi. Korupsi tidak ditangani secara biasa namun lebih modern dan komprehensif oleh super body dengan pendekatan yang “extra ordinary”. NCCC disebut super body karena diberi keleluasaan wewenang untuk mengusut dan menuntut politisi maupun pejabat. NCCC tidak hanya melakukan pendekatan represif melalui penuntutan namun juga punya

kewenangan untuk mengajukan pemecatan terhadap politisi dan memeriksa kekayaan pejabat. Dalam menunjang fungsi penyelidikannya, NCCC diberi kekuasaan yang besar untuk mendapatkan dokumen, menangkap dan menahan tertuduh atas permintaan pengadilan.

Dalam fungsi preventif, NCCC juga melakukan upaya-upaya penyadaran masyarakat, dengan melibatkan media dan LSM melalui berbagai pendekatan. Pendekatan transparansi yang ditempuh NCCC, terutama dalam pemeriksaan kekayaan pejabat dan politisi. Untuk menjaring laporan, NCCC juga melakukan program perlindungan saksi dan penyadaran masyarakat antikorupsi di tiap wilayah.

• BIANCO Madagascar

Pemerintahan Presiden Marc Ravalomanana yang mulai berkuasa pada tahun 2002, mulai memberikan “angin segar” dalam era kepemimpinan yang baru di Madagascar.

Page 91: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Ravalomanana secara aktif mendukung penuh program pemberantasan korupsi di Madagascar dengan menetapkan dekrit untuk membentuk lembaga tinggi pemberantasan korupsi, pada September 2003. Pada bulan Januari 2004, diadakan pengumpulan pendapat terhadap 6500 pemimpin lokal di Madagascar, yang hasilnya secara penuh mendukung dekrit ini, sehingga pada Juli 2004, ditetapkanlah strategi nasional antikorupsi. September 2004, UU antikorupsi ditetapkan oleh parlemen, sekaligus menandai beroperasinya Independent Anti Corruption Bureau (BIANCO) di Madagascar.

Kinerja Madagascar yang progresif dalam memberantas korupsi dan kemiskinan mendapatkan apresiasi penuh dari Amerika Serikat. Madagascar terpilih sebagai negara pertama dari 16 negara lainnya yang layak menerima pendanaan US Millennium Challenge Account (MCA).

Penerimaan bantuan untuk Madagascar difokuskan untuk menekan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup. Lembaga donor juga amat mendukung program pemberantasan korupsi yang dikembangkan oleh BIANCO. Salah satu bentuk dukungan lembaga internasional dalam hal ini World Bank adalah menyelenggarakan survey nasional untuk mengukur tingkat korupsi Madagascar dengan menginterview 3300 rumah tangga dan 1000 pegawai pemerintah. Survey lapang telah dilaksanakan pada bulan November 2005, sayangnya hingga saat ini publikasi hasil survei tersebut belum didapatkan.

Dalam rencana aksinya, BIANCO melakukan pendekatan sektoral. Untuk tahun 2004-2005, BIANCO memfokuskan untuk melakukan monitoring dan pembenahan di 3 sektor, yakni sektor yudikatif (lembaga peradilan dan kepolisian), sektor keuangan (pajak, bea cukai, pertanahan, dan perdagangan) dan sektor sosial. Untuk rencana aksi tahun 2005-2007, sektor yang diawasi bertambah 2 sektor yakni sektor ekonomi (pertambangan, pariwisata, perindustrian dan UKM) dan sektor pendukung (lingkungan hidup, energi, sumberdaya air dan kehutanan).

Memang belum banyak hasil yang dapat diraih BIANCO. Namun hingga saat ini BIANCO terus melakukan sosialisasi kesuluruh daerah di Madagascar, dan tercatat telah 40 pegawai pemerintah yang mulai diperiksa.

Page 92: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

TES FORMATIF 1. Apa yang dimaksud dengan komisi antikorupsi (KAK)?

2. Mengapa berbagai negara saat ini mengutamakan pemberantasan korupsi melalui komisi antikorupsi?

3. Apa saja keunggulan pemberantasan korupsi jika dilakukan melalui KAK?

Page 93: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Referensi dan Tools yang digunakan

Undang – Undang Dasar 1945

Video Grafis tentang KPK

Pengantar Kelembagaan Antikorupsi

Kapita Selekta dan Beban Biaya Sosial Korupsi

Pengantar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara

Pengantar Gratifikasi

Pengantar Pengaduan Masyarakat terkait Tindak Pidana Korupsi

Daftar Pustaka

Dokumentasi

Pembukaan Alinea Keempat, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Ketetapan MPR Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintah yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Jo Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (“UU Kejaksaan”)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Nomor 24/Prp/Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 adalah ancaman sanksi pidana

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), Kepolisian c.q. Pejabat Polisi Negara RI bertindak sebagai Penyelidik dan Penyidik Perkara Pidana (vide Pasal 4 jo. Pasal 6 KUHAP)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Keputusan Presiden No.228 Tahun 1967 dan UU No 24 Tahun 1960

Page 94: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Keputusan Presiden Nomor 275 Tahun 1963, upaya pemberantasan korupsi kembali digalakkan. Melalui Kepres tersebut, Pemerintah melahirkan lembaga yang kemudian dikenal dengan istilah “Operasi Budhi”

Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1970 tentang Komite Empat

Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1970 tentang Pendaftaran Kekayaan Pribadi Pejabat Negara/Pegawai Negeri/ABRI

Peperpu Kastaf AL tanggal 17 April 1958 No.Prt/Z/1 /I/7

Peraturan Antikorupsi Nomor Prt/Peperpu/013/58

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/08/1957 tentang Pembentukan Badan yang Berwenang mewakili negara untuk menggugat secara perdata orang-orang yang dituduh melakukan berbagai bentuk perbuatan korupsi yang bersifat keperdataan (perbuatan korupsi lainnya lewat Pengadilan Tinggi)

Peraturan Penguasaan Militer Nomor PRT/PM/011/1957 merupakan peraturan yang menjadi dasar hukum dari kewenangan yang dimiliki oleh Pemilik Harta Benda (PHB) untuk melakukan penyitaan harta benda yang dianggap hasil perbuatan korupsi lain, sambil menunggu putusan Pengadilan Tinggi.

Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi No. PER-08/XII/2008 Tanggal 30 Desember 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK

Buku

Bryan A. Garner. (2014). “Black's Law Dictionary”. Thomson West

Daryanto, Nico. (2012). Pak Harto The Untold Stories. Jakarta: Kompas Gramedia.

Erlangga: Jakarta. Notosusanto, Nugraha. 2008. Sejarah Nasional Indonesia 6, Jakarta : Balai Pustaka

KPK. (2016). “Modul Kelembagaan KPK untuk Umum”. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

Muhammad A.S Hikam. 1999. Politik Kewarganegaraan: Runtuhnya Politik Orde Baru. Penerbit

Spora Communication. (2015). “Pengantar Gratifikasi”. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

Spora Communication. (2015). “Pengantar Pengaduan Masyarakat terkait Tindak Pidana Korupsi”. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

Sudirman, Adi dkk. (2004). Sejarah Lengkap Indonesia.Yogyakarta: Ikapi Press.

Supratikno Raharjo. (2002). “Peradaban Jawa”. Indonesia: Komunitas Bambu

Page 95: MODUL MATERI KELEMBAGAAN KPK · Keterkaitan antar materi pembelajaran dalam modul ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kelembagaan KPK 1. Sejarah Pemberantas an Korupsi di Indonesia

Tim Spora. (2015). “Benedict Anderson. (1972). “The Ideal of Power in Javanese Culture”. Pengantar Kelembagaan Antikorupsi”. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

Tim Spora. (2015). “Kapita Selekta dan Beban Biaya Sosial Korupsi, Pemberantasan Korupsi”. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

Tim Spora. (2015). “Ong Hok Ham, “Dari Soal Priyayi Sampai Nyi Blorong”, Pengantar Kelembagaan Antikorupsi”. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

Tim Spora. (2015). “Ong Hok Ham. “Politik, Korupsi, dan Budaya”, Pengantar Kelembagaan Antikorupsi”. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

Tim Spora. (2015). “Pengantar Kelembagaan Antikorupsi”. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

Tim Spora. (2015). “Pengantar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara”. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

Artikel dan Berita yang diakses pada bulan Agustus 2016

http://kpk.go.id/id/halaman-utama/9-uncategorised?start=20, “Perlindungan Bagi Pelapor”, diakses pada bulan Agustus 2016

http://kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/290-kpk-lembaga-permanen, “KPK Lembaga Permanen”, diakses pada bulan Agustus 2016

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/05/19474380/kpk.harus.tetap.ada, “KPK Harus Tetap Ada”, diakses pada bulan Agustus 2016

http://www.antikorupsi.org/id/content/kpk-harus-tetap-ada, “KPK Harus Tetap Ada”, diakses pada bulan Agustus 2016

http://www.negarahukum.com/hukum/kpk.html, “Mengapa Harus Membela KPK?”, diakses pada bulan Agustus 2016

U4, “Measuring ‘success’ in five African Anti-Corruption Commission”, Mei 2005 hal 12

Studi UNDP (Institutional Arrangement to Combat Corruption: A Comparative Study), UNDP, 2005, hal 5)

Resolusi 54/128 of 17 Desember 1999, “Action against Corruption”