Modul managing creativity daniel doni s
-
Upload
daniel-doni -
Category
Business
-
view
184 -
download
0
Transcript of Modul managing creativity daniel doni s
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
1
Modul Managing Creativity Ideas are useless unless used. The proof of their value is their impementation. Until then they are in limbo. Theodore Levitt Tujuan Pembelajaran Dengan memahami modul ini secara aktif, anda seharusnya
mampu :
1. Memahami konsep teoritis maupun praktis mengenai
kreativitas
2. Memiliki wawasan memanage kreativitas
3. Mengaplikasikan konsep dan wawasan tersebut dalam
situasi praktis.
4. Mengenali kecenderungan diri anda berkaitan dengan
kreativitas .
Pra Modul
Game : 81 to 80
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
2
Pendahuluan
Kreativitas, adalah suatu aset yang sangat mahal bagi seseorang, organisasi,
dan juga perkembangan dunia pengetahuan dan lingkungan bisnis. Andaikata
tidak ada kreativitas, mungkin kita tidak menikmati kemajuan teknologi
seperti sekarang. Tidak akan ada mobil, listrik, bola lampu, meja, kursi,
sepatu, post it note dan sebagainya. Secara finansial, orang ataupun
organisasi yang kreatif akan menikmati keuntungan berlimpah ruah dibanding
orang atau organisasi yang mengikuti jejaknya. Paling tidak, dari royalti hak
cipta, orang maupun organisasi yang lebih dulu menciptakan produk atau jasa
hasil kreativitasnya, akan menikmati keuntungan yang berlipat ganda. Dalam
modul ini, kreatifitas dititik beratkan pada organisasi, bagaimana memanage
kreatifitas dalam organisasi.
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
3
Kreativitas
Perhatikan sepenggal cerita ini :
Kediaman Mr Smith yang biasanya tenang dan damai, pagi ini mendadak
gempar. Tangisan anak-anak Mr Smith : Rita, Naning, dan Ahsan terdengar
menyayat hingga tetangga-tetangga Mr Smith bergegas menuju kediaman Mr
Smith untuk mencari tahu penyebab teriakan dan tangisan itu.
Suasana mencekam ketika mereka membuka pintu kediaman Mr Smith,
perlahan Ageng, ketua RT di daerah itu memberanikan masuk ke dalam
diikuti oleh warga yang lain. Dipojok ruangan, terlihat ketiga anak Mr Smith
sedang menangis tersedu-sedu. Di lantai yang basah itu, berserakan pecahan
kaca yang membuat mereka harus berhati-hati melangkah, agar tidak
tertancap pecahan kaca atau terpeleset air yang membasahi lantai. Di sudut
ruang itu, mereka mendapati tubuh Mr dan Mrs Smith tergeletak di lantai,
tak bernyawa. Serentak, mereka pun menangis tersedu-sedu bersama ketiga
anak Mr Smith itu.
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
4
Apa yang anda bayangkan dari cerita diatas? Menurut anda, apa yang terjadi
di kediaman Mr Smith itu ? Apa penyebab Mr dan Mrs Smith meninggal?
Bagaimana Mr dan Mrs Smith meninggal? Seperti apa kedekatan Mr dan Mrs
Smith dengan masyarakat sekitar, sehingga warga ikut menangis tersedu-
sedu?
Berikutnya, mampukah anda menggambar gambar berikut ini pada selembar
kertas tanpa mengangkat pena anda dari bidang kertas tersebut ?
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
5
Dari cerita tersebut, mungkin anda dapat memberikan jawaban-jawaban
kreatif, sesuai dengan imajinasi anda sendiri. Bermacam cara kreatif dapat
anda lakukan untuk mendapatkan gambar diatas tanpa mengangkat pena dari
bidang kertas. Setiap orang dapat memiliki imajinasi yang berbeda-beda dan
unik. Dalam kehidupan organisasi, kreativitas mutlak dibutuhkan.
Sebenarnya, apa kreativitas itu ? Mc Shane and Von Glinow (2003, 294)
mendefinisikan kreativitas sebagai : “ to developing an original product,
service, or idea that makes a socially recognized contribution.” Sedangkan
menurut pandangan kaum interactionist yang dikutip oleh Shani and Lau
(2005, 379), kreativitas adalah : “ the complex product of a person’s
behavior in given situation.” Merujuk pada kedua pendapat tersebut, dalam
kreativitas, ada beberapa hal yang tidak dapat dilepaskan, yaitu : adanya
peningkatan kualitas, baik itu produk, jasa ataupun ide, adanya pemikiran yang
dapat memberikan kontribusi pada organisasi, adanya proses learning, adanya
motivasi, situasi dan resources yang membuat itu terjadi, dan ada suatu
outcome yang dapat diimpementasikan. Amabile (1998) secara lebih detil
menjabarkan komponen kreativitas sebagai berikut :
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
6
“ Creativity has three components : expertise, creative-thinking skills, and motivation. Expertise is technical, procedural, and intellectual knowledge. Creative-thinking skills are defined as the ways in which people approach problems. Motivation, may be extrinsic and intrinsic. Extrinsic motivation is induced from the outside through means as bonuses and promotion. Intrinsic motivation is motivation fired by internal passion or interest, has a greater impact on creativity. “
Apa beda kreativitas dan inovasi ?
Seringkali, orang menganggap bahwa kreativitas dan inovasi itu memiliki
makna yang sama dan saling menggantikan. Padahal, kenyataannya tidaklah
seperti itu. J.J Kao membedakan pengertian kreativitas dan inovasi, seperti
yang dikutip oleh Shani and Lau (200, 381) :
“ If creativity implies the vision of what is possible, then the term innovation suggests the implementation process by which inspiration leads to practical results. Creativity involves problem solving that may lead to a useful idea. The term innovation is more suitably applied to decision-making process : the decision to search for a new, useful idea ; the decision to select the most useful idea ; and the decision of how to implement the chosen idea.”
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
7
Shani and Lau sendiri memiliki pendapat yang membedakan kreativitas dan
inovasi melalui pemaparan yang panjang lebar, yaitu :
“ Creativity can be defined from the person-oriented, process-oriented, and product oriented perspectives. The person-oriented approach to creativity studies pattern of personality traits and characteristic observed in individuals who exhibit creative behavior. Such creative behavior might include the activities of inventing, designing, contriving, composing and planning. The process-oriented approach to creativity examines the development of a new and valuable idea or product through the unique interaction od the individual with the availablre resources, setting, people, and situations. The product-oriented approach to creativity focused on the production of novel and useful idea by an individual or a small group of individual working together. A full understanding of creativity requires an integration of these orientations. An agreement seems to exist that creative behavior, the creative interaction, and the creative idea not to be succesfull, commercial nor applied. Innovation, is contrast, generally refers to the succesfull application of a new idea to the firm. Success in this case refers to actual translation of the idea into a useful products or process. An innovation may or may not be profitable or beneficial to the firm. Innovation is a process of developing and implementing a new idea, whether it is a new technology, product, or organizational process.”
Luecke (2003) membedakan kreativitas dan inovasi sebagai berikut : “
Creativity is a process of developing and expressing novel ideas that are
likely to be useful. Innovation is the embodiment, combination, or synthesis
of knowledge in original, relevant, valued new products, processes, or
services.”
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
8
Divergent and Convergent Thinking
Mc Shane and Von Glinow (2003, 296) membedakan divergent dan convergent
thinking sebagai berikut : “ Divergent thinking involves reframing the
problem in the unique way and generating different approaches to the issue.
Convergent thinking is to calculating the conventionally accepted “righ
answer” to a logical problem. Dalam hal ini pemikiran yang divergen maupun
konvergen sangat diperlukan dalam organisasi untuk meningkatkan kreativitas
tim kerja. Proses kreativitas dimulai dari divergent thinking, yaitu dengan
memandang masalah dari sudut pandang yang berbeda, unik, dan bisa jadi
ekstrim, bahkan bisa jadi mendobrak semua belenggu pemikiran dan tradisi
yang selama ini telah tertanam dalam organisasi tersebut. Melalui divergent
thinking, akan dihasilkan banyak ide yang sangat beragam dan luas ruang
lingkupnya. Beberapa diantaranya bisa jadi sangat bermanfaat dan
dibutuhkan organisasi, namun banyak pula yang nampak mustahil untuk
dilaksanakan, sebagian dari ide yang muncul ada juga yang terlalu melebar dan
tidak fokus ataupun relevan dengan permasalahan yang didapat. Untuk itu,
convergent thinking memainkan perannya. Memilah-milah dan menemukan
relevansi ide dengan permasalahan yang dihadapi organisasi, melakukan
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
9
adaptasi ide-ide yang muncul dari divergent thinking menjadi ide yang lebih
nyata dan sesuai dengan culture organisasi, dan pada akhirnya menentukan
“right answer” dari permasalahan yang dihadapi. Convergent thinking
membantu kita untuk mentransformasikan hasil yang didapat melalui
divergent thinking menjadi ide yang relevan, dan dapat dilaksanakan untuk
menyelesaikan masalah. Beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk
mengarahkan convergent thinking untuk memilah-milah ide yang muncul hasil
dari proses divergent thinking diantaranya :
1. Mana ide yang harus dilakukan dan baik kalau dilakukan ?
2. Mana solusi yang tepat dan yang baik ?
3. Mana yang dibutuhkan dan mana yang diinginkan pelanggan?
4. Apakah ada batasan cost?
5. Apakah ada batasan ukuran atau bentuk ?
6. Apakah ada batasan waktu ?
7. Apakah ide itu mendukung produk atau service yang sudah ada?
Gambar 1 menyajikan garis besar proses pemilahan ide dari divergent
thinking ke konvergent thinking.
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
10
Gambar 1. Proses transformasi divergent thinking menuju ke convergent thinking
Diadaptasi dari Harvard BussinessEssential on Managing Creativity and Innovation. 2003. Boston : Harvard Bussiness School Publishing Corporation
Tahap- tahap kreativitas
Ada beberapa tahap dalam proses creativity :
1. Preparation, yaitu tahap dimana seseorang atau suatu kelompok
berupaya untuk mendapatkan knowledge ataupun skill untuk
Divergent Thinking (Ide tidak dibatasi)
Convergent Thinking (Ide sudah terseleksi)
Kriteria untuk menyeleksi
Kondisi internal dan eksternal
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
11
menghadapi suatu permasalahan ataupun fenomena, bisa yang
menghambat atau menantang. Tahap ini merupakan tahap yang sangat
menentukan bagi munculnya kreativitas, karena kreativitas bukanlah
sesuatu yang tiba-tiba muncul tanpa ada katalis dari seseorang ataupun
suatu kelompok untuk mencari new knowledge.
2. Incubation, yaitu tahap dimana semua ide direfleksikan untuk
dimatangkan.
3. Insight. Dalam tahap ini, ide-ide yang muncul sudah mulai dikerucutkan
dan benar-benar matang. Seringkali, tahap ini berimpit dengan tahap
incubation.
4. Verification. Semua ide matang yang di dapat dari tahap insight,
seringkali tidak dapat dilaksanakan begitu saja. Perlu serangkaian uji
ataupun evaluasi untuk memastikan ide itu dapat diimplementasikan dan
merupakan solusi yang tepat dalam menghadapi permasalahan atau
fenomena tersebut.
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
12
Lingkungan kerja yang diperlukan untuk proses creativity
Walaupun sebuah organisasi dipenuhi orang-orang yang kreatif, namun tanpa
adanya suatu lingkungan kerja yang memungkinkan berlangsungnya proses
kreativitas, aset itu akan sia-sia. Suatu lingkungan kerja yang mampu
merangsang kreativitas organisasi sangat diperlukan untuk meningkatkan
kreativitas organisasi secara keseluruhan. Beberapa syarat lingkungan kerja
yang dapat menstimuli proses kreativitas adalah :
1. Organizational Support. Hal ini merupakan syarat utama bagi proses
kreativitas. Organisasi yang mensupport anggotanya untuk senantiasa
berkreasi, memiliki komunikasi yang lancar di berbagai tingkatan, serta
pimpinan yang menghargai setiap ide yang muncul merupakan katalis
bagi suburnya proses kreativitas dalam organisasi tersebut. Pada tabel
1 akan dijabarkan perbandingan kultur organisasi yang mensupport
kreativitas dengan kultur organisasi yang menghambat kreativitas.
2. Intrinsically Motivating Work. Satu hal yang paling penting bagi
tumbuhnya kreativitas adalah adanya motivasi kerja yang berasal dari
dalam diri seseorang. Adanya job yang menantang, memiliki implikasi
langsung pada performance organisasi, sesuai dengan kompetensi
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
13
seseorang, pemberdayaan seseorang berkaitan dengan job yang
diembannya tersebut akan membuat seseorang termotivasi untuk
menghasilkan ide-ide kreatif sesuai dengan kewenangannya. Mc Shane
and Von Glinow (2003, 301) menjabarkan alasan dari pandagan
tersebut :
“ First, employees tend to be more creative when they believe their work has a substansial impact on the organization and/or the larger society. Second, crativity increases with autonomy – the freedom to pursue novel ideas without bureucratic delay. Creativity is about changing things, and change is possible only whem employees have the aouthority to experiment. Third, creativity is ongoing learning process, so employee need acces to fairly continuous feedback from the job and other sources. Creativity productivity is also higher when people engage in self-set creativity goals, feedback, and other elements of self leadership.”
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
14
Tabel 1. Culture Organisasi yang mensupport kreativitas versus culture organisasi yang menghambat kreativitas Culture organisasi yang menghambat kreativitas
Culture organisasi yang mensupport kreativitas
Prosedural Berani memotong prosedur yang tidak efisien
Hanya menghargai pendapat yang benar
Menghargai setiap pendapat yang mengeksplorasi permasalahan atau fenomena yang dihadapi
Senantiasa mengkritik pendapat yang kurang tepat
Mengarahkan pendapat yang kurang tepat
Takut gagal Belajar dari kegagalan Tertutup terhadap kritik dan saran Memperhatikan setiap kritik dan
saran Menghindari konflik Menstimulasi konflik fungsional Tidak mau ambil resiko Pengambil resiko Kaku Fleksible Hirarkis Non Hirarkis Cepat menyerah Pantang menyerah Tidak percaya diri Percaya diri Mengandalkan pada pihak luar Mengandalkan resources yang dimiliki Fokus pada kompetensi yang dimilikinya saat ini
Senantiasa learning untuk mengeksplorasi new knowledge, bahkan pada bidang yang asing baginya
Pimpinan adalah Raja Pimpinan adalah katalis proses learning
Tidak ada sharing knowledge Senantiasa sharing knowledge Bekerja adalah bekerja Bekerja adalah berkarya Mekanistik Kondusif Superstar Superteam Karyawan adalah alat organisasi untuk mencapai tujuan
Karyawan adalah pemilik organisasi
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
15
3. Sufficient Time and Resources. Amabile (1988) mengatakan bahwa : “
Extreme time pressures, unrealistic goals, and ongoing distractions
are well known creativity inhibitors.” Hal ini menegaskan bahwa
kreativitas memerlukan waktu yang cukup untuk berproses. Deadline
yang sangat mendesak seringkali membuat kreativitas terbunuh
bergitu saja. Target yang tidak realistis seringkali membuat anggota
tim frustasi dan tidak dapat menemukan langkah kreatif untuk
mencapai target itu. Selain itu, tentu saja diperlukan resources yang
cukup untuk mengeksplor ide-ide kreatif dan mengujinya.
Berkaitan dengan time pressures, Amabile, Hadley and Kramer (2002)
mempublikasikan hasil penelitiannya yang menyatakan bahwa : ’’ time pressure
affects creativity in different ways depending on whether the environtment
allows people to focus on their work, conveys a sense of meaningful urgency
about the tasks at hand, or stimulates or undermines creative thinking in
other ways.” Lebih jauh, Amabile, Hadley and Kramer (2002) menjabarkan
pernyataannya itu pada suatu matriks yang dinamakan “ The Time Pressure/
Creativity Matrix” :
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
16
Time Pressure Low High High Likelihood
Creative thinking under low time pressure is more likely when people feel as if they are on an expedition. They :
• show creative thinking that is more oriented towards generating or exploring ideas than identifying problems.
• tend to collaborate with one person rather than with a group
Creative thinking under extreme time pressure is more likely when people feel as if they are on a mission. They :
• can focus on one activity for a significant part of the day because they are undisturbed or protected.
• believe that they are doing important work and report feeling positively challenged by and involved in the work.
• show creative thinking that is equally oriented toward identifying problems and generating or exploring ideas.
of Creative Thinking Low
Creative thinking under low time pressure is unlikely when people feel as if they are on autopilot. They :
• receive little encouragement from senior management to be creative
• tend to have more meetings and discussion with groups rather than with individuals.
• engage in less collaborative work overall
Creative thinking under extreme time pressure is unlikely when people feel as if they are on a treadmill. They :
• feel distracted • experience a highly fragmented
workday, with many different activities.
• don’t get the sense that the work they are doing is important.
• feel more pressed for time than they are “on a mission” even though they work the same number of hours.
• tend to have more meetings and discussion with group rather then with individuals
• experience lots of last minute change in their plans and schedules
Sumber : Amabile, T.M., Hadley, C.N., and Kramer, S.J. “Creativity Under the Gun.” Harvard Bussiness Review on The Innovative Enterprise, August 2002,
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
17
Bagaimana memanage kreativitas
Berikut disajikan beberapa cara untuk memanage kreativitas :
1. Pemberian Rewards. Perlu adanya rewards – dan bukan punishment –
kepada setiap pencetus ide. Ada beberapa cara untuk memberikan
rewards kepada mereka, bergantung pada motivasi mereka : apakah itu
rewards secara finansial, promosi yang dipercepat dan sebagainya.
Namun bagi sebagian orang, rewards semacam pengakuan, kebanggaan,
kebebasan dipandang lebih berharga dibandingkan finansial maupun
promosi.
2. Menciptakan iklim kreatif. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk
menstimuli terbentuknya iklim kreatif dalam organisasi diantaranya :
a. Mengkondisikan agar anggota organisasi tidak takut untuk
memunculkan ide, feedback, saran, kritik kepada siapapun,
termasuk pimpinan.
b. Melakukan penilaian berdasarkan pada kontribusi atau jasa
mereka pada organisasi.
c. Senantiasa mencari informasi dan melakukan sharing knowledge
terhadap seluruh anggota organisasi.
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
18
d. Senantiasa mengingatkan bahwa kelanjutan organisasi
bergantung pada kreativitas yang ada dalam diri anggota
organisasinya. ’’ Jika setiap anggota organisasi menyumbangkan
satu ide kreatif dalam organisasi, maka organisasi ini akan
memiliki ide kreatif baru sejumlah seluruh anggota organisasi.“
e. Menanamkan mental untuk tidak pernah puas dengan apa yang
telah dicapai saat ini, sesukses apapun itu.
f. Mengajak anggota organisasi untuk memiliki paradigma : ’’
Sukses adalah journey bukan destiny’’
3. Merekrut orang yang kreatif. Hal ini dapat membantu untuk
meningkatkan kreatifitas organisasi. Dengan merekrut orang yang
kreatif, maka anggota organisasi lain dapat belajar dan mengatasi gap
kreatifitasnya. Mc Shane and Von Glinow (2003, pp. 298 – 299)
menjabarkan tipe orang kreatif sebagai berikut : “ Four general
characteristic that researchers have identified in creative people :
intellectual abilities, relevant knowledge and experience, a strong
motivation and persistence, and an inventive thinking style.“
4. Encourage the Cross-Pollination of Ideas. Kreativitas akan tumbuh
lambat bila anggota organisasi hanya terkungkung pada kelompok, unit
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
19
kerja, lingkungan mereka. Untuk mempercepat itu, manajemen harus
menstimulasi terjadinya cross-pollination ideas diantaranya dengan
cara :
a. Secara periodik mengubah anggota tim untuk memastikan bahwa
seseorang bekerjasama dengan orang yang berbeda setiap
project. Tentu saja perlu diperhatikan kesesuaian kompetensi
dan tujuan tim.
b. Mengirim anggota organisasi untuk mengikuti seminar, diskusi
ataupun community profesi yang ada.
c. Membuat knowledge management system untuk memastikan
terjadinya sharing knowledge diantara semua anggota
organisasi.
d. Secara periodik melakukan studi banding,
e. Secara periodik melakukan kunjungan serta survey kepada
konsumen.
f. Melibatkan konsultan dalam proses brainstorming untuk melihat
melalui sudut pandang yang berbeda.
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
20
Beberapa metode untuk menstimuli creativity :
Brainstorming
Brainstorming merupakan metode yang umum untuk mengumpulkan ide-ide
kreatif diantara anggota-anggota organisasi. Brainstorming pertama kali
diperkenalkan oleh Alex Osborn pada tahun 1950 an yang kemudian
berkembang dan digunakan dimanapun. Namun seringkali, brainstorming
tidak mengena sasaran, yang pada akhirnya justru terjadi debat kusir
ataupun diskusi yang tidak berkontribusi bagi organisasi. Agar brainstorming
dapat efektif, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Fokus pada permasalahan. Sebelum melakukan brainstorming, perlu
dibuat sebuah agenda yang sekurang-kurangnya memuat : tujuan, siapa
saja yang terlibat, fenomena yang akan dibahas, batasan-batasan,
output yang diharapkan, impact terhadap organisasi. Tanpa ada agenda
yang jelas, brainstorming hanya akan menjadi diskusi dangkal atau bisa
jadi justru terlalu melebar dari pokok permasalahan.
2. Jangan pernah menjudgment ide yang muncul. Tujuan utama
brainstorming, adalah mengumpulkan ide-ide kreatif. Sehingga setiap
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
21
ide yang muncul dalam kelompok brainstorming, dari siapapun juga,
tidak peduli kedudukannya dalam organisasi, haruslah ditampung untuk
kemudian didiskusikan. Tindakan memotong ide yang meluncur dari
seseorang hanya akan membuat proses brainstorming menjadi “panas”.
3. Jaminan bebas intimidasi bagi peserta brainstorming. Dalam
brainstorming, perlu adanya jaminan bahwa semua peserta tidak akan
diintimidasi oleh pihak manapun pada organisasi. Selama jaminan itu
tidak ada, maka peserta akan mengikuti proses itu dengan keadaan
tertekan, sehingga ide yang muncul juga terbatas. Misalnya
brainstorming mengenai kinerja manajemen, pihak manajemen haruslah
memberi jaminan bahwa semua ide yang muncul tidak akan berimbas
pada penilaian orang tersebut. Tidak peduli kritik atau sanjungan yang
dialamatkan kepada pihak manajemen, semua itu haruslah ditanggapi
secara obyektif. Tanpa itu, brainstorming hanya menjadi sarana untuk
menjilat atasan atau formalitas atas keberhasilan manajemen, lantaran
tidak ada satu pihakpun yang berani mengkritik manajemen.
4. Untuk brainstorming yang dilaksanakan lebih dari satu kali, harap
diperhatikan benang merah antara satu diskusi dengan yang lain.
Tetaplah fokus.
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
22
5. Brainstorming tidak terpaku pada formalitas tertentu. Kapanpun,
dimanapun, dengan siapapun bertemu, kita tetap dapat berdiskusi
untuk mengeluarkan ide-ide kreatif. Mungkin ide anda terlewatkan saat
proses brainstorming formal, namun anda baru mengingatnya saat
istirahat makan siang, anda dapat menemui koordinator brainstorming
untuk menyampaiakan ide anda.
6. Melakukan kombinasi diantara ide-ide yang muncul.
7. Menampung seluruh ide yang muncul.
Pada umumnya, pendekatan brainstorming terbagi menjadi 3 tipe :
1. Visioning, yaitu pendekatan yang menuntut peserta brainstorming
untuk secara detil merumuskan tujuan, solusi atau apapun yang perlu
dilakukan dalam jangka panjang, dan bagaimana cara untuk mencapai
hal itu. Pendekatan ini menganut paham kebebasan. Tidak ada batasan
mulai dari sudut pandang mana suatu permasalahan dibahas, mulai dari
titik mana diskusi dimulai, sepanjang tidak melenceng dari agenda
diskusi.
2. Modifying, yaitu pendekatan yang berawal dari keinginan untuk
merubah keadaan saat ini ke keadaan yang diinginkan. Sesuai dengan
pengertian ini, maka proses brainstorming berawal dari keadaan saat
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
23
ini yang dipandang perlu untuk diperbaiki, diadaptasi ataupun
dikembangkan.
3. Experimenting, yaitu pendekatan yang secara sistematis melakukan
kombinasi dari berbagai ide yang muncul dan mensimulasi kemungkinan-
kemungkinan yang mungkin terjadi. Pendekatan ini mirip dengan
percobaan yang menganut sistem trial on error.
Saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi, brainstorming telah berkembang
tidak saja brainstorming konvensional yang memerlukan kehadiran anggota
yang terlibat, namun juga brainstorming yang menggunakan media internet.
Banyak mailing list, forum chat, yang bertujuan untuk mensharing ide. Dengan
media internet, kita bahkan dapat melakukan brainstorming bersama peminat
bidang tersebut dari seluruh penjuru dunia. Brainstorming tipe ini sering
disebut electronic brainstorming.
Delphi Technique
Von Glinow (2003, 311) menjabarkan delphi technique sebagai : “ A
structured team decision-making process of systematically pooling the
collective knowledge of experts on a particular subject to make decisions,
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
24
predict the future, or identfy oposing views.” Delphi technique tidak selalu
dilakukan secara face-to-face, namun seringkali pihak yang terlibat bahkan
tidak saling mengenal satu sama lain. Dan, seperti electronic brainstorming,
pihak yang terlibat bisa berasal dari seluruh belahan bumi. Bedanya dengan
electronic brainstorming, dalam delphi techniques dilakukan proses kompilasi
yang dikembalikan kembali ke panel untuk didiskusikan dan menerima
feedback baru, begitu seterusnya hingga menghasilkan suatu consensus atau
disensus. Sedangkan pada electronic brainstorming, karena fungsinya hanya
mengumpulkan ide, bisa jadi tidak terjadi consensus.
Catchball
Teknik ini lazim digunakan pada organisasi-organisasi jepang. Catchball adalah
cross-functional methods yang digunakan untuk memperkaya atau
meningkatan kualitas ide-ide yang ada . Cara kerja Catchball adalah sebagai
berikut :
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
25
Gambar 2. Proses Catchball
Sumber : Harvard BussinessEssential on Managing Creativity and Innovation. 2003. Boston : Harvard Bussiness School Publishing Corporation
Mula mula, initial idea, katakanlah X, dilemparkan kepada forum. Ide
tersebut dapat berupa produk baru, strategi baru, atau cara baru untuk
meningkatkan sistem atau suatu proses. Siapapun yang menangkap (catches)
ide tersebut memiliki tanggung jawab untuk memahami, merefleksikan dan
meningkatkan ide tersebut sesuai dengan kompetensinya. Sehingga ide X
telah termodifikasi menjadi X1, yang tentu saja lebih sempurna dibandingkan
dengan X. Setelah melakukan proses itu, dia harus melemparkan X1 kembali
Initial Idea
• Understand • Reflect • Improve
• Understand • Reflect • Improve
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
26
kepada forum (sekarang initial ideanya adalah X1, bukan X lagi), dimana nanti
ada orang lain yang menangkap X1 itu dan melakukan proses mamahami,
merefleksikan dan maningkatkan ide itu sehingga menghasilkan X2, yang jauh
lebih sempurna dari X1 apalagi dari X, begitu seterusnya hingga muncul ide
yang paling sempurna, katakanlah Xn, yang merupakan milik forum tersebut,
dan bukan lagi milik pribadi, walaupun Xn bisa jadi dimunculkan oleh individu.
Practical Implication
Mitos yang salah mengenai kreativitas :
1. Semakin smart seseorang, dia akan semakin kreatif. Anggapan ini tidak
sepenuhnya benar. Kemampuan intelektual memiliki korelasi terhadap
kreativitas hanyalah pada kondisi tertentu. Ketika seseorang memiliki
intelektual yang memadai untuk mengerjakan pekerjaannya, saat itu
juga, tidak ada korelasi lagi antara intelektual dengan kreativitas. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dikutip oleh Shani and Lau (2005,
382) :
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
27
“ Testing suggests that a certain level of intelligence is related to creativity, but the correlation between the two factors disappear when the person’s IQ is above 120. This lack of correlation is particularly important to know how is a work setting because managers tend to believe that only brightest people are apt to be creative.” Untuk itu, hati-hati dengan penggunaan tes IQ, grade points averages
atau alat ukur lain untuk menjudgment seseorang kreatif atau tidak.
2. Orang muda lebih kreatif dibanding orang yang tua. Kenyataannya, usia
tidak dapat digunakan untuk memprediksi kreativitas
seseorang.Semacam ada paradox antara orang tua dan orang muda
mengenai kreativitas. Di satu sisi, orang yang muda memiliki pola
pemikiran yang diakui lebih kreatif, lebih feel free karena tidak
terkontaminasi oleh cara pikir konvensional. Namun diakui atau tidak,
faktanya kreativitas paling optimal justru muncul ketika seseorang
sudah mendalami suatu bidang selama kurang lebih 10 tahun. Namun
orang tua, walaupun memiliki pengalaman, seringkali menghambat
kreativitas karena mereka umumnya tidak mau mengubah pattern yang
ada. Untuk itu ketika anda membuat sebuah tim, lakukan kombinasi
yang seimbang antara orang muda dan tua.
3. Kreativitas dihasilkan oleh individu yang berbakat. Pada kenyataanya,
prosentase terbesar dari adanya produk, services maupun ide kreatif
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
28
lainya justru muncul dari kolaborasi diantara orang-orang dengan skill
yang beragam, dan bukannya seorang jenius yang penuh bakat. Untuk
itu, perlu sekali seseorang untuk mengikuti berbagai forum atau
brainstorming process untuk meningkatkan kreativitasnya.
4. Kreativitas tidak dapat dimanage. Memang benar, seseorang tidaklah
mungkin mengetahui secara pasti kadar kreativitas tiap orang, atau
mengetahui secara pasti kapan, bagaimana dan apa tindakan kreatif
dari anggota organisasi itu muncul. Namun, sebagai pimpinan, anda
tetap dapat mengkondisikan culture organisasi untuk menstimuli
munculnya kreativitas seperti yang telah dibahas sebelumnya ( baca
juga : bagaimana memanage kreativitas).
When you involved in Managing Creativity
Apabila anda terlibat dalam upaya untuk memanage creativity dalam
organisasi anda, ada beberapa paradoks yang perlu anda perhatikan, agar
anda dapat membentuk suatu tim yang kreatif. Paradoks itu diantaranya :
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
29
1. Beginner’s Mind – Experience. Di satu sisi, untuk membentuk suatu tim
yang kreatif, anda memerlukan anggota yang masih fresh, dengan
pemikiran yang masih jernih, segar, dan tidak terpengaruh oleh culture
organisasi, ataupun keberhasilan dan kegagalan organisasi di masa lalu.
Dengan demikian, dia dapat memberikan kontribusi yang optimal dan
feedback yang obyektif bagi perusahaan. Namun di sisi lain, tetap
diperlukan anggota tim yang memilik experiences, untuk memilah-milah
ide yang dapat diimplementasikan dan ide mana yang tidak dapat atau
sulit diimplementasikan. Hal yang perlu dilakukan adalah bagaimana
kita, sedapat mungkin menjaga keseimbangan antara pihak beginner’s
mind dan pihak yang expert. Karena pihak yang expert seringkali
melemahkan pihak beginner’s mind dengan paradigma status quo nya.
Beberapa organisasi seringkali mengantisipasi hal ini dengan
menempatkan pihak yang expert ke dalam tim pengarah (steering
commintte) atau advisor, sehingga sifatnya hanya memberi masukan.
2. Freedom – Discipline. Di satu sisi, tim anda dituntut untuk bekerja
sesuai dengan target untuk mencapai tujuan organisasi, sesuai dengan
kebutuhan bisnisnya. Sehingga, tim ini tetap harus disiplin dalam etos
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
30
kerja, namun di sisi lain, mereka harus merdeka, untuk menuangkan
ide-idenya, merdeka dari perasaan takut diintimidasi, dan merdeka
untuk menentukan sendiri bagaimana untuk mencapai target yang
diberikan untuk mereka.
3. Play – Professionalism. Di satu sisi, tim yang kreatif dituntut untuk
playfulness, sehingga dapat berkreasi dengan baik. Namun disisi lain
tim dituntut untuk profesional terhadap organisasi bisnis yang
menaunginya. Untuk itu, perlu diklarifikasikan waktu dan tempat yang
tepat untuk “bermain”.
4. Improvisation – Planning. Di satu sisi, tim dituntut untuk memiliki
planning yang jelas. Namun, di sisi lain, tim harus siap melakukan
improvisasi manakala suatu proyek tidak berjalan sesuai dengan
rencananya. “Always have plan B,” begitu motto yang sering diucapkan
oleh agent rahasia Inggris rekaan Ian Flemming, James Bond .
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
31
Management in Action :
Bagaimana menetapkan target yang menstimuli kreativitas?
Untuk menstimuli kreativitas dalam organisasi, dapat dimulai dari hal yang
paling fundamental, yaitu penetapan target. Target yang dapat menstimuli
kreativitas anggota organisasi adalah target yang berfalsafah SMART
( Spesific, Measurable, Achievable, Realistic dan Time-related), mari kita
bahas satu persatu :
1. Spesific. Target haruslah spesific, sehingga anggota organisasi dapat
melakukan upaya-upaya yang spesifik pula untuk mencapai target
tersebut. Target yang spesifik, membuat proses kreativitas menjadi
efektif : brainstorming yang fokus, pemilahan ide yang sesuai dengan
konteks target tersebut, penjaringan informasi yang relevan, sehingga
solusi yang didapat juga tepat untuk mencapai target tersebut.
2. Measurable. Target sebaiknya mudah untuk diukur, sehingga
memberikan guideliness yang jelas bagi anggota organisasi dalam
mencari ide kreatif untuk mencapai target tersebut.
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
32
3. Achievable. Target sebaiknya menantang, namun dapat dicapai. Sebuah
target yang tidak mungkin dicapai tidak akan memacu proses
kreativitas, namun justru membunuh kreativitas sebelum sempat
muncul.
4. Realistic. Target sebaiknya realistis bagi organisasi. Semua asumsi
yang mendasari penetapan target hendaknya berkiblat pada kondisi
organisasi. Hal ini akan memudahkan anggota organisasi untuk
melakukan modifikasi, perbaikan, peningkatan kondisi organisasi agar
dapat mencapai target itu. Target yang terlalu muluk hanya akan
membuat anggota organisasi berangan-angan.
5. Time-related. Target sebaiknya memiliki jangka waktu yang jelas, dan
jangka waktu ini memberikan tekanan yang cukup bagi anggota
organisasi, namun tidak sampai membuat mereka putus asa. Dengan
waktu yang memadai, maka kreativitas akan tumbuh optimal.
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
33
Self Assessment
Petunjuk : Pilihlah jawaban yang menurut anda paling menggambarkan diri
anda.
Bagian A
Suatu malam, anda berjalan kaki. Mendadak, hujan deras disertai badai turun
tiba-tiba. Anda berada sekitar 300 m menuju rumah dan anda memutuskan
untuk melanjutkan perjalanan. Hujan semakin deras dan angin bertiup
kencang sekali. Beberapa pohon nampak mau tumbang. Anda panik, di tengah
kepanikan anda tersebut, anda menendang tong sampah di pinggir jalan. Apa
yang anda bayangkan ?
1. Tong sampah itu tidak ada isinya alias kosong, sehingga sekalipun
terguling, tidak ada sampah yang berserakan.
2. Tong sampah tersebut terguling, namun sampah tidak berserakan.
Rupanya sang pemilik tempat sampah tersebut selalu mengepak
sampahnya sebelum diletakkan ke tempat sampah.
3. Tong tersebut penuh berbagai jenis sampah dan serta merta
berhamburan keluar sehingga mengotori jalan tersebut.
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
34
4. Tong tersebut berguling, dan berserakan potongan biskuit, tulang ikan,
serta berbagai sisa makanan.
Mana yang paling mendekati bayangan anda ?
Jawab:
Bagian B
“Wah, hari ini kok mendadak saya kepingin makan roti isi coklat ya?” Begitu
pikir anda. Tanpa lama berpikir, saat jam istirahat kerja, anda memutuskan
untuk membeli roti di sebuah toko dekat kantor anda. Anda membeli roti
favorit anda dan meminta penjual untuk membungkusnya. “Lebih nyaman
makan di kantor, lagian bisa nyantai di ruang kerja sambil internetan, toh ini
waktunya istirahat, siapa yang melarang?.” Begitu gumam anda. Sesampai di
ruang kerja anda, anda menuangkan susu coklat hangat dan mulai memakan
roti tersebut. Alangkah kagetnya anda karena roti tersebut ternyata tidak
ada coklatnya, sama seperti roti biasa, tanpa ada isi apapun. Bagaiamana
reaksi anda ?
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
35
1. Dengan perasaan kesal, anda membawa roti tersebut ke toko.
Sesampainya di toko, anda menemui penjual roti tersebut dan meminta
penjual untuk menukarnya dengan roti sejenis. .
2. Anda merasa kesal. Namun anda malas kalau mau kembali ke toko roti
lagi. Karena sudah terlanjur hilang selera, anda memutuskan untuk
tidak menghabiskan roti tersebut dan memilih makan bakso di kantin
perusahaan bersama kolega.
3. Anda merasa bahwa roti itu hambar tanpa ada coklat. Kemudian anda
menyelupkan roti tersebut ke dalam susu coklat yang anda miliki dan
berharap agar rasa roti itu lebih enak. “Setidaknya ada rasa
coklatnya,” begitu pikir anda.
4. Anda mencoba memakluminya. “Biasa, diantara sekian banyak produk,
pasti ada saja produk yang gagal, mungkin lagi hari sialku, mendapatkan
roti yang tidak lolos uji.” Kemudian anda memakan roti tersebut.
Mana yang paling mendekati pikiran anda ?
Jawab :
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
36
Case
Kasus Fakultas Ekonomi Universitas Maju Terus
Fakultas Ekonomi Universitas Maju Terus, bertekad untuk
menjadi Fakultas Ekonomi terbaik di antara Fakultas Ekonomi lain
di Indonesia. Banyak terobosan dilakukan, misalnya dibukanya
kelas bilingual, kelas multimedia dan banyak lagi inovasi yang lain.
Pembenahan di bidang sumber daya manusia juga senantiasa
dilakukan. Secara teratur, mereka mengirim dosen dan
karyawannya untuk mengikuti seminar, pelatihan bahkan studi
lanjut, baik di dalam dan di luar negeri. Tujuannya agar mereka
menjadi sumber daya yang bertaraf internasional dan tentu saja
memiliki kreativitas yang berguna bagi organisasi. Dari segi
kebijakan, pimpinan Fakultas melibatkan dosen dan karyawan
dalam hampir setiap proses pengambilan keputusan, tentu saja
sesuai dengan kepentingannya. Tujuannya jelas, untuk mendorong
dosen dan karyawan untuk mengeluarkan ide-ide kreatif demi
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
37
peningkatan organisasi. Belum lagi, pimpinan senantiasa
memberikan rewards pada setiap dosen dan karyawan pencetus
ide kreatif yang idenya diimplementasikan di Fakultas Ekonomi
Universitas Maju Terus. Pimpinan juga memberikan hotline bagi
siapa saja yang ingin memberikan masukan atau melaporkan hal-
hal yang perlu diperbaiki di Fakultas Ekonomi Universitas Maju
Terus.
Namun, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Bukan
kreativitas yang didapat, justru berbagai hal negatif yang muncul.
Proses decision making seringkali menjadi lambat dan berlarut-
larut lantaran kebijakan pimpinan untuk melibatkan dosen dan
karyawan dalam proses pengambilan keputusan, justru membuat
kondisi dilematis : dosen menuntut mereka dilibatkan, namun
jarang dari mereka yang berkontribusi untuk memberi masukan
bagi kesempurnaan keputusan yang akan diambil, sedangkan
karyawan lebih antusias dalam mensikapi kebijakan tersebut. Dari
segi kepedulian dosen nampak kurang peduli pada peningkatan
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
38
performance Fakultas Ekonomi Universitas Maju Terus
dibandingkan dengan karyawan. Jangankan memberi ide kreatif
demi peningkatan, untuk memperhatikan apa yang perlu diperbaiki
di lingkungan organisasi saja tidak mendapat tanggapan yang
berarti dari dosen. Harapan pimpinan untuk meningkatkan
kreativitas dosen dan karyawan melalui studi lanjut, mengirim
mereka ke workshop, seminar, training pun tidak membawa hasil
yang signifikan. Dari survey internal yang dilakukan, diindikasikan
bahwa studi lanjut, seminar, workshop, training tersebut mampu
meningkatkan performa karyawan, namun hal ini tidak terjadi di
kalangan dosen. Banyak dosen yang setelah studi lanjut tidak
meningkat dari segi performancenya. Yang lebih parah, dosen yang
pulang dari studi lanjut, apalagi yang studi lanjut dari luar negeri,
justru menjadi sombong, sering membanggakan bahwa mereka
lulusan luar negeri, mendadak sering menggunakan istilah luar
negeri dalam pembicaraannya. Sayangnya, mereka hanya berani
berkoar-koar di dalam fakultas saja, namun tidak memiliki nyali
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
39
apabila diminta untuk berperan di luar, misalnya menjadi
pembicara seminar di luar Fakultas Ekonomi Universitas Maju
Terus, menjadi konsultan suatu perusahaan, atau mengadakan
penelitian bersama universitas lain, lebih parah lagi, kontribusi
mereka akan ide-ide kreatif bagi peningkatan performance
Fakultas Ekonomi Universitas Maju Terus sangat kecil sekali,
paling tidak bila dibandingkan dengan kontribusi karyawannya.
Kalangan mahasiswa juga merasakan hal tersebut. Menurut
penilaian mahasiswa, dosen yang pulang studi lanjut dari luar
negeri menjadi arogan, sombong namun dari segi kreativitas dan
performance nya tidak ada peningkatan yang signifikan.
Sedangkan mengenai karyawan, mahasiswa berpendapat studi
lanjut mampu membuat performance karyawan meningkat dan
lebih kreatif dalam memberikan pelayanan kepada mahasiswa.
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
40
Pertanyaan untuk diskusi :
• Apa analisis Anda dari kasus Fakultas Ekonomi Universitas
Maju Terus?
• Menurut anda, apa ada yang salah dari pimpinan Fakultas
Ekonomi Universitas Maju Terus dalam memanage
kreativitas dosen dan karyawannya? Jika ada yang salah, apa
yang perlu diperbaiki?
Catatan :
Kasus ini adalah kasus real. Demi privacy organisasi, maka nama
perusahaan, nama orang dan lokasi disamarkan.
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
41
Referensi
Amabile, T.M., Hadley, C.N., and Kramer, S.J. 2002. Creativity Under the Gun. Harvard Bussiness Review on The Innovative Enterprise. August- September 1-26.
Amabile, T.M. 1998. “ How to Kill Creativity. “ Harvard Bussiness Review,
September – October 77-87. Barker, A. 2000. How to better at managing people. London : Kogan Page, Ltd. Barrett, D. The Paradox Process. 1997. New York : AMACOM. Davis, H., and Scase, R. 2001. Managing Creativity : The Dynamics of Work
and Organization. Buckingham, England : Open University Press. Drucker, P.F. 2002. The Discipline of Innovation. Harvard Bussiness Review
on The Innovative Enterprise. August- September 111- 129. Harris, M. 1997. Human Resource Management : A Practical Approach.
Orlando: Harcourt Brace & Company. Harvard Bussiness School Publishing. 2003. Harvard Bussiness Essentials on
Managing Creativity and Innovation. Boston : Harvard Bussiness School Publishing
Honeggen, K., and Appelbaum, S.H. 1988. The Impact of Perceived Control
and Desire to be Empowered : an Analysis of Perception and Reality. Managing Service Quality Journal. Volume 8 Number 6 p. 426-438.
Kim, W.Chan, and Mauborgne, R. 2000. “ Knowing a Winning Idea When You
See One.” Harvard Bussiness Review, September- October. Kleiman, L.S. 1997. Human Resource Management : A Tool for Competitive
Advantage. St. Paul: West Publishing Company
Perilaku Keorganisasian – Managing Creativity
prepared by : Daniel Doni Sundjojo – Program Magister Manajemen Universitas Airlangga
42
Levitt. T. 2002. Creativity Is Not Enough. Harvard Bussiness Review on The
Innovative Enterprise. August- September 155 – 179. McClelland, D.C., and Burnham, D. H.. 2003. Power is the Great Motivator..
Harvard Bussiness Review on Motivating People. (January) ; 103-130. Mc Shane, S.L., and M. Von Glinow. 2003. Organizational Behavior. New York:
The McGraw – Hill Company, Inc. Michael, M. 1998. Cracking Creativity : The Secrets of Creative Genius.
Berkeley, CA. : Ten Speed Press. Mihaly, C. 1996. Creativity : Flow and the Psychology of Discovery and
Invention. New York : HarperCollins. Nagao, T and Saito I. Kokology. Deltaprasta Publishing. Robinson, Alan., and Stern, S. 1997. Corporate Creativity. San Fransisco :
Berret-Koehler. Shani, A.B., and Lau, J.B. 2005. Behavior in Organization : an Experiential
Approach. New York : Mc Graw - Hill. Stacey, R. D. 2000. Strategic Management and Organizational Dynamics:
The Challenge of Complexity. Harlow: Pearson Education Limited. Wilson, J. P. (Edit).1999. Human Resources Development. London: Kogan Page
Limited.