Modul Kuliah PTK R&D BAB-3
-
Upload
novalila-kisaki -
Category
Documents
-
view
246 -
download
7
description
Transcript of Modul Kuliah PTK R&D BAB-3
Unit 3HAKIKAT PENELITIAN TINDAKAN KELAS
PENDAHULUAN
Penelitian tindakan kelas disebut juga Classroom Action Research (CAR)
adalah action research yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Penelitian
tindakan kelas pada hakikatnya merupakan rangkaian riset tindakan yang
dilakukan dalam bentuk siklus dalam rangka memecahkan masalah-masalah
pembelajaran atau memperbaiki kualitas proses pembelajaran di kelas.
Agar guru dapat melaksanakan penelitian tindakan kelas dalam upaya
perbaikan proses pembelajaran yang dikelolanya, maka guru atau calon guru
secara konseptual harus memiliki pemahaman yang baik tentang penelitian
tindakan kelas. Guru juga harus memahami langkah-langkah implementasi yang
dilakukan dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas. Oleh sebab itu pada unit
ini, Anda akan diajak untuk mempelajari atau membahas hakikat penelitian
tindakan kelas (PTK) yang meliputi: pengertian dan karakteristik penelitian
tindakan kelas serta perbedaan penelitian tindakan kelas dengan penelitian yang
bukan penelitian tindakan kelas.
Secara lebih spesifik melalui pembahasan ini diharapkan Anda dapat:
1) menjelaskan pengertian penelitian tindakan kelas;
2) membedakan penelitian lain yang bukan penelitian tindakan kelas;
3) mengidentifikan karakteristik penelitian tindakan kelas;
4) menjelaskan faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya penelitian
tindakan kelas.
Setelah mengkaji secara saksama uraian materi pada unit ini, selanjutnya Anda
diminta untuk mengerjakan soal-soal latihan yang terdapat di masing-masing subunit,
membaca rangkuman, dan mengerjakan soal-soal tes formatif yang disediakan di
3.1
bagian akhir tiap-tiap subunit. Pedoman jawaban latihan telah tersedia pada masing-
masing subunit, demikian halnya kunci jawaban tes formatif juga telah disediakan di
bagian akhir unit ini. Namun demikian, Anda diminta untuk menjawab soal-soal latihan
dan soal-soal tes formatif secara mandiri terlebih dahulu sebelum mencocokkannya
dengan pedoman jawaban latihan ataupun kunci jawaban tes formatif yang telah
disediakan.
Selamat belajar, semoga sukses!
3.2
SUB UNIT 1
PENGERTIAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Mungkin sebagian besar dari kita pernah dan sering mendengar istilah
penelitian. Terlebih lagi pada unit-unit sebelumnya Anda juga telah diajak
membahas hakikat penelitian serta beberapa aspek terkait. Karena diyakini pula
Anda memahami secara umum maksud dari penelitian sebagaimana telah dibahas
pada awal unit ini.
Pada subunit ini pembahasan diawali dengan apa penelitian tindakan,
dilanjutkan pengertian dan karakteristik penelitian tindakan kelas.
1. Apa Penelitian Tindakan?
Penelitian tindakan (action research) merupakan penelitian yang
diarahkan pada upaya pemecahan masalah atau perbaikan. Dalam konteks
penelitian, penelitian tindakan (action research), sering dibicarakan dalam
konteks penelitian, khususnya penelitian dalam bidang pendidikan, lebih khusus
lagi dalam hal pengembangan proses pembelajaran di tingkat kelas atau sekolah.
Sebagai contoh, dalam seting kelas, guru-guru membuat pemecahan masalah-
masalah pembelajaran yang dihadapi dalam kelas. Sedangkan dalam lingkup lebih
luas misalnya di sekolah, kepala sekolah mengadakan perbaikan terhadap
manajemen di sekolahnya. Contoh pertama, penelitian tindakan difokuskan pada
perbaikan proses pembelajaran melalui kinerja guru. Sedangkan contoh kedua,
penelitian tindakan difokuskan untuk memperbaiki manajemen sekolah oleh
kepala sekolah sebagai manajer atau pimpinan di sekolah. Penelitian tindakan
yang dilakukan oleh guru di kelas disebut Penelitian Tindakan Kelas (Classroom
Action Research), sedangkan penelitian yang dilakukan oleh kepala sekolah
disebut Penelitian Tindakan Sekolah (School Action research). Penelitian
tindakan pada hakekatnya merupakan rangkaian riset tindakan yang dilakukan
secara siklus dalam rangka memecahkan masalah-masalah pendidikan melalui
metode penelitian.
3.3
Untuk dapat mencapai
tujuan yang diharapkan, maka di
dalam penelitian diperlukan
metode. Metode penelitian pada
dasarnya merupakan cara yang
dilakukan dalam proses
penelitian. Untuk itu penggunaan
metode harus sesuai dengan
tujuan penelitian. Berdasarkan
tujuan yang ingin dicapai maka penelitian ini menggunakan metode Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Metode Penelitian Tindakan Kelas merupakan proses
pengkajian melalui sistem berdaur dari berbagai kegiatan pembelajaran
(Depdikbud, 1999). Adapun tahap-tahapnya adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi permasalahan dalam Penelitian Tindakan Kelas.
b. Menganalisis permasalahan dan merumuskan masalah untuk untuk
keperluan Penelitian Tindakan Kelas.
c. Merencanakan tindakan perbaikan berdasarkan contoh rumusan masalah
yang diajukan.
d. Memahami tahap pelaksanaan tindakan dan cara obervasi-interprestasi
yang dilakukan sementara Penelitian Tindakan Kelas berlangsung.
e. Memahami cara menganalisis data hasil obervasi serta melakukan refleksi
berkenaan dengan tindakan perbaikan yang dilaksanakan.
f. Memahami cara merencanakan tindak lanjut dalam siklus Penelitian
Tindakan Kelas.
Terkait dengan kerangka kerja dan sistem berdaur dalam kegiatan
pembelajaran, Joni (1998) mengemukakan lima tahapan pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas. Adapun tahap-tahap tersebut adalah:
a. Pengembangan fokus masalah penelitian.
b. Perencanaan tindakan perbaikan.
3.4
c. Pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi.
d. Analisis dan refleksi.
e. Perencanaan tindak lanjut.
Berdasarkan dua pendapat yang dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa metode Penelitian Tindakan Kelas adalah metode yang
bertujuan melakukan tindakan perbaikan, peningkatan dan juga melakukan suatu
perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya sebagai upaya pemecahan
masalah yang dihadapi, terutama ditujukan pada kegiatan pembelajaran atau
proses belajar-mengajar di kelas.
Pada hakikatnya tujuan belajar itu adalah terjadinya perubahan tingkah
laku melalui proses belajar. Dalam konteks proses belajar-mengajar tersebut,
Sanjaya (2005) mengatakan bahwa belajar adalah proses mental yang terjadi
dalam diri seseorang, sehingga munculnya perubahan perilaku dan mengajar
adalah suatu aktivitas yang dapat membuat siswa belajar. Dalam konsep
Kurikulum Berbasis Kompetensi, kegiatan yang berhubungan dengan Proses
Belajar Mengajar disebut dengan Pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa
dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi siswa harus dijadikan sebagai pusat dari
kegiatan proses belajar-mengajar. Dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa proses belajar-mengajar di sekolah/di kelas meliputi kegiatan
yang saling berhubungan dan berpengaruh yang berlangsung dalam situasi
pembelajaran sehingga terjadinya perubahan tingkah laku siswa untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yaitu pembelajaran.
B. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Sebagaimana halnya penelitian atau riset, penelitian tindakan kelas juga
merupakan upaya untuk mencari jawaban yang dapat menjadi pemecahan suatu
masalah yang sedang dihadapi. Berkenaan dengan arti penelitian tindakan kelas
ini, ada berbagai sumber literatur yang mencantumkan pengertian penelitian
tindakan kelas. Walaupun ada beberapa definisi penelitian tindakan kelas yang
3.5
kadang-kadang terlihat berbeda, namun definisi-definisi tersebut memiliki banyak
persamaan. Perlu pula dikemukakan bahwa sebelum istilah penelitian tindakan
kelas digunakan, yang lebih banyak dikenal adalah Penelitian Tindakan (Action
Research). Penelitian tindakan ini memiliki kawasan yang lebih luas dari pada
penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan dapat diterapkan dalam berbagai
bidang ilmu di luar ilmu pendidikan, misalnya dalam bidang industri, kesehatan,
ekonomi dan sebagainya.
Penelitian tindakan dapat dilakukan pada berbagai area atau setting.
Bilamana penelitian tindakan yang berkenaan dengan bidang pendidikan
dilaksanakan pada area, kawasan atau setting kelas, kemudian melakukan refleksi
diri atau penilaian diri untuk perbaikan-perbaikan pembelajaran maka penelitian
tindakan tersebut dinamakan penelitian tindakan kelas. Dengan kata lain, penelitian
tindakan kelas adalah penelitian praktis yang dilakukan oleh guru di dalam kelas
dengan melakukan refleksi diri dengan tujuan memperbaiki proses pembelajaran di
kelas. Upaya-upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan-
tindakan tertentu guna mencari cara-cara yang lebih tepat dan efektif atas
permasalahan sehari-hari di kelas.
Untuk lebih memahami penelitian tindakan kelas, mari kita kaji beberapa
definisi yang dikemukakan oleh para pakar. Kemmis dan Carr (1986),
mengemukakan bahwa “penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk
penelitian yang bersifat reflektif yang dilakukan oleh pelaku di dalam masyarakat
sosial dan bertujuan untuk memperbaiki pekerjaannya, memahami pekerjaannya
serta memahami situasi di mana pekerjaan itu dilakukan”. Dalam penjelasan lebih
lanjut terhadap definisi tersebut, keduanya memasukkan bidang pendidikan di
dalamnya. Itu berarti guru merupakan pihak yang harus terlibat aktif dalam
penelitian tindakan kelas. Dalam pernyataan lebih lanjut dikemukakan bahwa
situasi tidak akan dapat berubah secara cepat sebagaimana diharapkan oleh para
guru. Akan tetapi mereka dapat belajar sesuatu tentang proses perubahan itu sendiri.
Ebbut (1985) memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pengertian
penelitian tindakan kelas. Dikemukakan bahwa penelitian tindakan kelas
3.6
merupakan suatu studi yang sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki
praktik-praktik dalam pendidikan dengan melakukan tindakan praktis serta
refleksi dari tindakan-tindakan tersebut. Ebbut melihat bahwa proses penelitian
tindakan kelas sebagai suatu rangkaian siklus yang berkelanjutan. Di dalam dan di
antara siklus-siklus tersebut terdapat sejumlah informasi yang merupakan balikan
(feedback). Ebbut menegaskan bahwa penelitian-penelitian harus memberikan
kesempatan kepada guru atau siswa sebagai pelaku untuk melaksanakan tindakan-
tindakan tertentu melalui beberapa siklus agar terjadi perubahan-perubahan yang
diharapkan, yaitu terjadinya perbaikan proses belajar dalam rangka mencapai hasil
belajar siswa yang lebih baik. Bahkan Kurt Levin, orang yang mempopulerkan
penelitian tindakan kelas berpendapat bahwa cara terbaik untuk memajukan
kegiatan adalah dengan melibatkan mereka dalam penelitian mereka sendiri dan
yang ada di dalam kehidupan mereka (dalam Mc.Niff, 1982: 21). Penelitian
tindakan kelas tersebut merupakan suatu rangkaian langkah-langkah (a spiral of
steps). Setiap langkah terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, tindakan,
observasi dan refleksi. Langkah-langkah tersebut menurut Kemmis & Mc.Taggart,
1982), digambarkan sebagai suatu proses yang dinamis, meliputi empat aspek, yaitu
perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi harus dipahami bukan sebagai
langkah-langkah yang statis, terselesaikan dengan sendirinya, tetapi lebih
merupakan momen-momen dalam bentuk spiral. Dari definisi yang dikemukakan di atas serta beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh sejumlah pakar maka diharapkan Anda dapat memahami dengan
baik pengertian penelitian tindakan kelas. Dengan demikian Anda juga diharapkan
memahami tujuan yang ingin dicapai dan secara garis besar juga mendapatkan
pengertian bagaimana melaksanakan penelitian tindakan kelas tersebut.
Secara singkat Penelitian Tindakan Kelas dapat didefinisikan sebagai
suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan
untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka (guru)
dalam melaksanakan tugasnya, seperti diilustrasikan pada gambar berikut.
3.7
Gambar 3.1. Kaji Berdaur Empat Tahap Penelitian Tindakan Kelas(Sumber : Depdikbud tahun 1999)
Setelah dilakukan refleksi/perenungan yang mencakup analisis, sintesis
dan pengamatan terhadap proses serta tindakan tertentu, biasanya muncul
permasalahan/pemikiran baru yang perlu mendapat perhatian, sehingga pada
gilirannya perlu dilakukan perencanaan ulang, tindakan ulang dan pengamatan
ulang, serta diikuti pula dengan refleksi ulang sampai sesuatu permasalahan
dianggap teraksi utuh kemudian biasanya diikuti oleh kemunculan permasalahan
lain yang juga harus diperlakukan serupa.
Siklus tindakan secara umum mempunyai model-model penelitian yang
memiliki alur yang sama. Alur pelaksanaan penelitian tindakan, digambarkan
seperti berikut.
REFLEKSI OBSERVASI
PERENCANAAN TINDAKAN
3.8
dstGambar 3.2: Alur Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Gambar di atas menunjukkan bahwa:
1. Sebelum melaksanakan tindakan penelitian, terlebih dahulu harus
merencanakan secara bersama jenis tindakan yang akan dilakukan.
2. Setelah rencana disusun secara matang barulah tindakan dilakukan.
3. Bersamaan dengan dilaksanakan tindakan penelitian, juga dilakukan
kegiatan untuk mengamati proses pelaksanaan tindakan itu sendiri dan
akibat yang ditimbulkan.
4. Berdasarkan hasil penelitian kemudian dilakukan refleksi atas tindakan
yang telah dilakukan. Apabila hasil refleksi menunjukkan perlunya
dilakukan perbaikan atas tindakan yang dilakukan maka rencana
tindakan perlu disempurnakan lagi agar tindakan berikutnya tidak
sekedar mengulang apa yang telah diperbuat sebelumnya.
3.9
Refleksi
Rencana Tindakan
Observasi
PelaksanaanTindakan
Refleksi
Rencana Tindakan
Observasi
PelaksanaanTindakan
Siklus I
Siklus II
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa metode Penelitian Tindakan Kelas adalah metode yang
bertujuan melakukan tindakan perbaikan, peningkatan dan juga melakukan suatu
perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya sebagai upaya pemecahan
masalah yang dihadapi, terutama ditujukan pada kegiatan pembelajaran atau
proses belajar-mengajar di kelas.
Latihan:
Setelah Anda mengkaji materi yang dipaparkan dalam subunit ini,
selanjutnya untuk memantapkan pemahaman Anda, kerjakan latihan berikut!
1. Penelitian tindakan kelas dikelompokkan sebagai penelitian terapan (applied
research). Coba inventarisai masalah-masalah pembelajaran di kelas (ambil
salah satu contoh pengajaran mata pelajaran di kelas tempat Anda mengajar,
lebih khusus lagi pada pokok bahasan tertentu). Tentukan masalah pengajaran
setelah Anda melakukan refleksi (perenungan) terhadap masalah yang
menurut Anda hasilnya tidak memuaskan.
2. Penelitian tindakan kelas selain dapat dilaksanakan sendiri oleh guru, dapat juga
dilaksanakan dengan cara meminta bantuan orang lain, misalnya teman sejawat
(kepala sekolah dan guru-guru) yang disebut melalui metode kolaboratif, baik
mulai mengidentifikasi masalah sampai melaksanakan penelitian di kelas.
Buatlah langkah-langkah kegiatan untuk menemukan fokus masalah yang akan
Anda teliti dengan menggunakan penelitian tindakan kolaboratif!
Pedoman jawaban latihan:
1. Catatlah masalah-masalah pembelajaran mata pelajaran yang Anda ajarkan di
kelas. Periksa dan telaah dokumen atau catatan penting tentang: nilai
kemajuan belajar pada mata pelajaran yang Anda ajarkan, daftar hadir peserta
didik, catatan keaktifan peserta didik dalam kelas. Data-data tersebut dapat
3.10
Anda jadikan bahan refleksi (perenungan) terhadap masalah yang menurut
Anda hasilnya tidak memuaskan.
2. Setelah Anda melakukan refleksi terhadap apa yang Anda ajarkan di kelas dan
hasil yang telah dicapai murid Anda yang kurang memuaskan, Anda
menyimpulkan tujuan pembelajaran materi pokok/sub pokok bahasan kurang
atau tidak tercapai. Jika Anda tidak puas dengan hasil belajar yang dicapai
siswa di kelas, tanyakan pada diri Anda: apakah meteri sudah Anda kuasai,
apakah alat/media sudah Anda gunakan dengan tepat, bagaimana keaktifan
anak-anak dalam proses belajar-mengajar di kelas atau metode mengajar
apakah sudah sesuai dengan materi dan tujuan yang akan dicapai, dan
seterusnya. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dicatat sebagai bahan
diskusi dengan penelitian klaboratif sehingga tersusun langkah-langkah
kegiatan untuk menemukan fokus masalah yang akan Anda teliti.
RANGKUMAN
Penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru di kelas disebut penelitian
tindakan kelas (Classroom Action Research). Classroom Action Research (CAR)
adalah action research yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Kepala Sekolah disebut Penelitian Tindakan
Sekolah (School Action Research). Dalam upaya memperbaiki proses belajar
mengajar di kelas, guru dapat meningkatkan kinerjanya dengan melakukan
penelitian tindakan kelas.
Penelitian tindakan kelas dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kajian
yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan untuk meningkatkan kemantapan
rasional dari tindakan-tindakan guru dalam melaksanakan tugasnya. Penelitian
tindakan tersebut merupakan suatu rangkaian langkah-langkah (a spiral of steps) atau
suatu siklus yang terdiri dari empat tahap: yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan
refleksi. Guru perlu melakukan refleksi (perenungan) diri dengan tujuan memperbaiki
proses pembelajaran di kelas. Upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan
tindakan-tindakan tertentu guna mencari cara-cara yang lebih tepat dan efektif atas
3.11
permasalahan sehari-hari dalam proses pembelajaran di kelas. Dalam hal ini harus
diingat bahwa penelitian tindakan bagi guru adalah sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas pengalaman belajar siswa yang terstruktur dalam
kurikulum.
SUB UNIT 2
3.12
KARAKTERISTIK PENILITIAN TINDAKAN KELAS
Dalam melaksanakan proses pembelajaran dan pencapaian hasil belajaran
siswa, peran guru sampai saat ini masih memegang peran sentral dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan atau pengajaran di suatu sekolah. Sebagai seorang
pengelola dan pelaksana program di kelas, guru bertanggung jawab mengelola
mata pelajaran sesuai dengan bidang studinya. Guru melakukan tindakan
perubahan-perubahan yang berkenaan dengan upaya menuju perbaikan
pembelajaran. Tindakan-tindakan inilah yang diimplementasikan dan selanjutnya
dievaluasi. Karena itu, guru merupakan seseorang yang paling banyak mengenal
dan mengetahui persoalan-persoalan di kelasnya sebagai tempat dia mengajar.
Tindakan perubahan yang berkenaan perbaikan proses dan hasil pembelajaran
tersebut dapat dilakukan melalui penelitian tindakan kelas.
Pada subunit ini Anda akan terlibat aktif membahas karakteristik
penelitian tindakan kelas serta perbedaan penelitian tindakan kelas dangan
penelitian yang bukan penelitian tindakan kelas.
A. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Agar pemahaman kita lebih mendalam tentang penelitian tindakan kelas,
maka kita perlu mengenal lebih dekat penelitian tindakan kelas dengan cara
mengetahui ciri-ciri atau karakteristiknya. Beberapa karakteristik atau ciri
penelitian tindakan kelas adalah:
1. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan oleh guru sendiri.
Sebagai pengelola dan pelaksana program di kelas, guru merupakan
seseorang yang paling banyak mengenal dan mengetahui persoalan-persoalan di
kelasnya sebagai tempat dia mengajar. Sebagai seorang pengelola dan pelaksana
program di kelas, guru bertanggung jawab mengelola mata pelajaran sesuai
dengan bidang studinya. Karena itu bersamaan dengan kegiatan mengajar, guru
juga melaksanakan perbaikan-perbaikan. Dengan kata lain, guru melakukan
tindakan-tindakan guna melakukan perubahan-perubahan yang berkenaan dengan
3.13
upaya menuju perbaikan pembelajaran. Upaya-upaya perbaikan pembelajaran
dengan melakukan langkah-langkah secara bertahap sesuai dengan siklus yang telah
ditentukan merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru sendiri.
2. Penelitian tindakan kelas berangkat dari permasalahan nyata di kelas
Penelitian tindakan kelas berangkat dari permasalahan praktis dan faktual.
Permasalahan faktual adalah permasalahan yang timbul dalam kegiatan
pembelajaran sehari-hari yang dirasakan atau dihadapi oleh guru. Permasalahan
yang diangkat bukanlah permasalahan yang diberikan orang lain sebagaimana
penelitian-penelitian lain pada umumnya.
Idealnya setiap guru memahami dan mengenal permasalahan yang dihadapi
di dalam proses pembelajarannya sehari-hari. Namun kenyataannya tidak semua
guru mengetahui dan menyadari
bahwa ada masalah dalam proses
pembelajaran yang dia lakukan.
Suyanto (1997), bahkan
mengemukakan bahwa tidak
semua guru mampu melihat
sendiri apa yang telah dilakukan
selama mengajar di kelas, sehingga tidak mustahil guru melakukan kekeliruan
selama bertahun-tahun dalam kegiatan mengajar. Karena itu dimungkinkan
keberadaan orang lain yang dapat melihat apa yang dikerjakan guru dalam proses
pembelajaran di kelas. Dengan kata lain dalam keadaan ini diperlukan orang lain
untuk melihat apakah diri guru tersebut melakukan kekeliruan atau
kekurangtepatan dalam kegiatan mengajar. Untuk keperluan ini guru dapat
meminta bantuan teman guru mata pelajaran sejenis untuk melihat pada waktu dia
mengajar dan memberikan balikan terhadap kegiatan yang dilakukannya. Selain
itu juga mungkin diperlukan dosen-dosen LPTK yang berperan guna membantu
melakukan refleksi dan memberikan masukan-masukan terhadap proses
pembelajaran yang dilakukannya.
3.14
3. Penelitian tindakan kelas mempersyaratkan adanya tindakan yang
berlanjut untuk memperbaiki proses pembelajaran
Adanya tindakan yang diarahkan untuk perbaikan pembelajaran
merupakan ciri mendasar yang selalu ada di dalam penelitian tindakan kelas.
Tindakan-tindakan ini harus dirancang atau direncanakan secara cermat. Bahkan
ciri inilah sesungguhnya yang menyebabkan penelitian ini dinamakan penelitian
tindakan kelas.
Jika ada upaya-upaya penelitian untuk mengekplorasi masalah-masalah
pembelajaran, akan tetapi tidak ada tindakan-tindakan tertentu yang dirancang
atau direncanakan untuk perbaikan pembelajaran tersebut, maka penelitian ini
hanya dapat dinamakan penelitian kelas. Tindakan-tindakan inilah yang
diimplementasikan dan selanjutnya dievaluasi untuk mengetahui apakah tindakan-
tindakan yang telah diimplementasikan tersebut dapat memecahkan permasalahan
yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran di kelasnya.
4. Adanya refleksi diri
Munculnya kesadaran pada diri
guru terhadap praktek pembelajaran
yang dilakukannya selama ini di kelas
mempunyai masalah yang perlu
diperbaiki. Dengan kata lain,
munculnya kesadaran dan kepedulian
guru terhadap perbaikan kualitas pembelajaran yang diprakarsai dari dalam diri
guru sendiri yang dalam penelitian tindakan disebut tahap refleksi. Kegiatan
refleksi merupakan awal dari munculnya masalah yang perlu dicari jawabannya
melalui penelitian tindakan kelas. Berbeda dengan penelitian biasa yang
mengumpulkan data dari lapangan atau objek sebagai responden, penelitian
tindakan kelas mempersyaratkan guru mengumpulkan data dari praktek
3.15
pembelajarannya sendiri melalui refleksi diri. Ini berarti guru mencoba mengingat
kembali apa yang dikerjakannya di dalam kelas, apa dampak suatu tindakan yang
dilakukannya bagi siswa, dan kemudian yang terpenting guru mencoba
memikirkan mengapa dampaknya seperti itu. Dari hasil renungan tersebut, guru
mencoba menemukan kelemahan dan kekuatan dari tindakan-tindakan yang
dilakukannya, kemudian mencoba memperbaiki kelemahan dan mengulangi
bahkan menyempurnakan tindakan yang belum baik.
Dengan mencermati secara seksama uraian di atas Anda akan dapat
membedakan antara penelitian biasa dan penelitian tindakan kelas, apa fungsi
utama dari penelitian tindakan kelas dan di mana penelitian tersebut dilaksanakan.
B. Perbedaan Penelitian Tindakan Kelas dan Non Penelitian Tindakan Kelas
Sebelum Anda lebih jauh mempelajari tentang perbedaan PTK dan Non
PTK, Anda akan diajak untuk memahami beberapa kajian tentang bagaimana
penelitian tindakan (action research) merupakan masalah yang sering dibicarakan
dalam konteks penelitian, khususnya penelitian dalam bidang pendidikan, lebih
khusus lagi dalam hal pengembangan proses pembelajaran di tingkat kelas atau
sekolah.
Penelitian tindakan dalam konteks perubahan sekolah, sebagai contoh,
misalnya di Inggris pada tahun 1990-an, dilakukan sebagai upaya mereformasi
kurikulum dengan memperkenalkan sistim pendidikan yang berbeda dari sistim
yang diberlakukan hampir dua puluh tahun terakhir di negara tersebut. Dalam
kaitan ini, beberapa hal yang perlu Anda ketahui dan pahami, antara lain sebagai
berikut:
1. Proses Awal terjadinya Action Research, dan Perbedaannya dengan
Research yang “Sebenarnya”
Elliot berpendapat bahwa secara implisit pergerakan reformasi kurikulum
berbasis sekolah (yang terjadi di Inggris) adalah memprovokasi bagi terjadinya
persepsi pembelajaran, pengajaran dan evaluasi, dimana guru harus memprakar-
3.16
sai adanya kegiatan-kegiatan kolaboratif dan bangkit dari kebiasaan-kebiasaan
tradisionalnya. Berangkat dari pendapat ini, maka dalam prakteknya kurikulum
pembelajaran tidak diambil berdasarkan teori-teori, akan tetapi dari apa yang
dihasilkan dan dilakukan oleh para guru itu sendiri berdasarkan hipotesis yang
diambilnya. Dengan berdasarkan pada data empiris dan pengaruh-pengaruh yang
dikumpulkannya, yang kemudian digunakannya sebagai alat bukti pendukung bagi
terbentuknya “teori baru” dalam konteks kelembagaan (sekolah) yang dapat
dipertanggungjawabkan (accountability). Dan, ilustrasi ini lah yang kemudian, oleh
kalangan akademisi dinamakannya sebagai “action research” atau penelitian
tindakan, bukannya sebagai “research” atau “penelitian yang sebenarnya”.
Secara singkat, kegiatan-kegiatan atau proses yang dilakukan guru
tersebut, yang kemudian disebutnya sebagai “penelitian tindakan” bagi upaya
proses mereformasi kurikulum, oleh Elliot diilustrasikan sebagai berikut:
1) Bahwa proses tersebut diprakarsai dengan tindakan guru dalam merespon
“situasi praktis” tertentu yang dihadapinya.
2) Bahwa “situasi” praktis tersebut merupakan aktifitas kurikulum tradisional
yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang dialami siswa.
3) Rencana inovasi menimbulkan kontroversi di kalangan pegawai, karena
mereka bertahan pada keyakinan lama terhadap praktek-praktek
pembelajaran, pengajaran, dan evaluasi.
4) Kemudian isu-isu “rencana inovasi” tersebut dijelaskan dan dicarikan
solusinya dalam suatu debat terbuka dan bebas di kalangan sekolah
(lembaga), dengan tetap memperhatikan adanya saling pengertian dan
toleransi.
5) Rencana perubahan tersebut dietapkan sebagai “hipotesis sementara”
(provisional hypotheses) yang akan diuji dengan praktek dalam lingkup
kelembagaan (sekolah), yang hasilnya akan dipertanggungjawabkan ke
seluruh pegawai sekolah.
3.17
6) Sehingga dengan demikian, maka manajemen pengembangan kebijakan
dan strategi kurikulum berjalan secara “bottom up” (dari bawah),
bukannya “top down” (dari atas).
Apa sesungguhnya yang dimaksudkan dengan penelitian tindakan (action
research), apa perbedaannya dengan penelitian (research) yang “sebenarnya” ?
Banyak lagi pertanyaan seputar penelitian lainnya, karena selama ini mungkin ada
yang beranggapan bahwa antara penelitian tindakan dengan penelitian tidaklah
mengandung banyak perbedaan, dimana keduanya dipersepsikan hampir dapat
disamakan atau nyaris sama.
Namun, setelah mengkaji dengan seksama pada bagian-bagian selanjutnya,
ternyata memang, didapatkan kejelasan bahwa antara keduanya ada “proses awal”
yang menjadikan “pembeda” antara penelitian tindakan dan penelitian. Dalam
penelitian tindakan proses awalnya ditengarai karena adanya “situasi praktis” dari
kondisi pembelajaran yang membosankan siswa dan memerlukan respon guru
untuk menyikapinya. Sementara penelitian “yang sebenarnya”, menurut Bogdan
dan Biklen (1990) adalah berangkat dari adanya “premis-premis” yang
mendahuluinya, dan kemudian dengan berdasarkan premis-premis tersebut lalu
dilakukan perumusan hipotesa untuk selanjutnya dilakukan kajian-kajian dan
kegiatan-kegiatan yang disebutnya sebagai research atau penelitian. Mereka
mendefinisikan action research (riset aksi/penelitian tindakan) sebagai: “…
kegiatan pengumpulan informasi secara sistematis yang dimaksudkan untuk
menghasilkan perubahan…”. Sementara itu, Mills (2000: 6) mendefinisikan
action research sebagai bentuk penelitian sistimatis yang dilakukan oleh guru,
kepala sekolah, penyuluh sekolah, atau pihak lain dalam lingkungan belajar-
mengajar, untuk mengumpulkan berbagai informasi seputar operasi sekolah,
bagaimana guru mengajar, dan bagaimana siswa belajar.
Penjelasan lebih lengkap tentang penelitian tindakan yang dikemukakan
oleh McNiff (1995:1) menyatakan bahwa; penelitian tindakan adalah merupakan
bentuk penelitian refleksi-diri (sel-reflevtive inquiry) yang dilakukan dan
digunakan sebagai upaya pengembangan kurikulum berbasis sekolah,
3.18
pengembangan profesional, peningkatan kinerja sekolah, dan sebagainya yang
melibatkan guru secara aktif dalam proses penelitiannya. Dengan demikian,
nampak kejelasan bahwa antara penelitian tindakan dengan penelitian “yang
sebenarnya”, dari segi setting tempat dan pelaku penelitiannya menunjukkan
adanya perbedaan, dimana setting penelitian tindakan (action research) dilakukan
di dalam kelas atau sekolah dan harus melibatkan guru sebagai peneliti, sementara
dalam penelitian (research) biasanya bisa saja dilakukan di dalam maupun di luar
kelas /sekolah dan tidak harus melibatkan guru sebagai peneliti.
Untuk melengkapi pemahaman tentang beberapa hal yang menjadikan/
menimbulkan perbedaan antara penelitian tindakan (action research) dengan
penelitian (research), disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.1
Perbedaan Antara Research dan Action Research
Apa ?
(What ?)
Research(Penelitian)
Action Research (Penelitian Tindakan)
Siapa?
(Who ?)
Dilakukan di universitas oleh
profesor dan mahasiswa pada
kelompok eksperimen dan
kontrol.
Dilakukan oleh guru dan
kepala sekolah pada siswa
dalam kepentingan mereka.
Dimana ?
(Where ?)
Dalam lingkungan dimana ter-
dapat variabel-variabel yang
dapat dikontrol.
Di sekolah (dalam ruang
kelas).
Bagaimana
(How ?)
Menggunakan metode kuanti-
tatif untuk menunjukkan dan
meramalkan tingkat signifikansi
statistik hubungan sebab-akibat
antara variabel-variabelnya.
Menggunakan metode kualitatif
untuk mendeskripsikan apa yang
terjadi dan untuk memahami
efek-efek dalam intervensi suatu
sistim pendidikan.
Mengapa ?
(Why ?)
Melaporkan dan mempublika-
sikan apa yang digeneralisasi-
kan dari sampel penelitian pada
Melakukan tindakan dan mem-
pengaruhi perubahan pendi-
dikan yang positif dalam
3.19
populasi yang lebih luas/ besar. lingkungan sekolah tertentu.
Sumber: Geoffry E. Mills, Action Research: A Guide for The Teacher Researcher (2000:5)
Dalam hal metode yang digunakan, nampaknya terdapat berbedaan
pendapat antara Mills dan Elliot, dan Bogdan & Biklen. Dimana Mills
berpendapat bahwa dalam penelitian (research) lebih ditekankan pada
penggunaan metode kuantitatif, sementara dalam penelitian tindakan (action
research) lebih ditekankan penggunaan metode kualitatif. Sementara itu Elliot
(1998: 67-89), dan Bogdan & Biklen (1990: 286) berpendapat bahwa baik metode
kuantitatif maupun metode kualitatif, kedua-duanya dapat dipergunakan dalam
action research, tergantung “selera” pelaku / peneliti itu sendiri.
2. Hal-hal yang mendasari pelaksanaan Action Research
Tujuan utama dilakukannya penelitian tindakan (action research) menurut
Elliott (1998: 49) adalah bukan untuk meningkatkan pengetahuan guru, akan
tetapi untuk meningkatkan kinerjanya (praktek pembelajaran). Hasil dan
kelengkapan pengetahuan yang diperoleh dalam proses action research, jelas
Elliott selanjutnya, adalah disumbangkan dan dikondisikan untuk mendukung
tercapainya tujuan utama tersebut. Penelitian---termasuk di dalamnya adalah
action research---haruslah dipandang sebagai sesuatu yang dilakukan oleh guru,
akan tetapi bukan untuk guru (Mills, 2000: 8).
Berangkat dari konsep tujuan sebagaimana dijelaskan Elliot---dan secara
implisit juga dikemukakan oleh Mills---sebagaimana tersebut di atas, nampaknya
dalam penelitian tindakan ini lebih dikedepankan tentang “proses” yang harus
difahami oleh peneliti, bukannya hasil berupa pengetahuan seputar penelitian
tindakan itu sendiri. Kendatipun diakui bahwa pengetahuan tentang penelitian
tindakan juga diperlukan, akan tetapi sebagai sarana penunjang bagi keberhasilan
proses dan pengkondisian pembelajaran yang dilakukan guru. Temuan-temuan
praktis yang diperoleh guru dalam proses pembelajaran dipergunakan untuk
pengambilan keputusan bagi terciptanya perubahan yang diharapkan. Sementara
3.20
itu, Mills dalam bukunya ‘Action Research; A Guide for the Teacher Researcher’
(2000: 6), secara lebih lengkap mengemukakan bahwa penelitian tindakan
dilakukan dengan tujuan untuk pencapaian pemahaman (insight),
mengembangkan praktek yang reflektif, mempengaruhi perubahan positif dalam
upaya memperbaiki hasil belajar siswa dan kehidupannya.
Tidak jauh berbeda dengan beberapa pendapat tersebut, McNiff dalam
bukunya ‘Action Research: Principles and Practice’ (1995:2) juga menyatakan
bahwa penelitian tindakan adalah merupakan cara mengkarakteristikkan
serangkaian kegiatan yang didesain sedemikian rupa untuk meningkatkan kualitas
pendidikan yang pada hakikatnya merupakan cara efektif dalam bentuk program
refleksi-diri yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan.
Dari pendapat para ahli seputar tujuan dilakukannya penelitian tindakan
khususnya di sekolah (kelas), dapat disimpulkan bahwa pada intinya penelitian
tindakan dilakukan dengan tujuan untuk “menciptakan” atau “mengkondisikan”
adanya perubahan proses pembelajaran yang lebih baik dan lebih berdayaguna
(efektif) daripada kondisi-kondisi yang ada sebelumnya.
Untuk mencapai terciptanya kondisi seperti yang diharapkan tersebut,
maka Elliot mengemukakan adanya beberapa karakteristik pokok dari penelitian
tindakan (action research) yang diasumsikan sebagai hal-hal yang mendasari
pelaksanaannya, seperti:
a. Bahwa kegiatan pembelajaran, penelitian kependidikan, pengembangan
kurikulum, dan evaluasi adalah merupakan faktor-faktor integral dalam proses
penelitian tindakan
b. Tujuan utama penelitian tindakan adalah untuk meningkatkan kenerja yang
praktis, bukannya memproduksi pengetahuan.
c. Penelitian tindakan merupakan suatu bentuk alternatif untuk menjelaskan
refleksi etis dari suatu program pembelajaran yang direncanakan.
d. Oleh karena itu, maka penelitian tindakan harus menetapkan suatu resolusi
atau jalan keluar atas munculnya permasalahan antara teori-praktik yang
dihadapi guru.
3.21
e. Penelitian tindakan mempersatukan proses-proses yang seringkali dianggap
“berbeda”, seperti; pembelajaran, pengembangan kurikulum, evaluasi,
penelitian kependidikan, dan pengembangan profesional.
f. Penelitian tindakan juga harus mengintegrasikan pembelajaran dan
pengembangan guru, pengembangan kurikulum dan evaluasi, penelitian dan
refleksi filosofis, ke dalam satu konsepsi yang merefleksikan kinerja
pendidikan.
g. Penelitian tindakan dilakukan tidak untuk memberdayakan guru sebagai
“menempatkan fungsi individualnya terpisah dari yang lainnya”. Dalam hal ini
harus diingat bahwa penelitian tindakan bagi guru adalah sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas pengalaman belajar siswa yang terstruktur dalam
kurikulum agar dapat direfleksikan dalam bentuk paedagogis.
Karena itu, bagaimanapun, jelas Elliot lebih lanjut, maka dalam penelitian
tindakan haruslah mencakup proses transformasi budaya profesionalisme dalam
“diri guru” yang mendorong terciptanya kolaboratisme pengalaman dan
persepsi---siswa, orang tua, dan pekerja---terhadap peningkatan kinerja dan tugas-
tugasnya.
Mendukung pemikiran Elliot, McNiff (1995: 3-9) juga mengelaborasikan
adanya landasan filosofis (pemikiran) bagi pelaksanaan action research,
diantaranya McNiff mengemukakan bahwa oleh karena penelitian tindakan
diaplikasikan di dalam kelas sebagai suatu bentuk pendekatan peningkatan
pendidikan melalui adanya proses perubahan, maka guru harus hati-hati dan kritis
dalam mempraktekkannya, serta harus “disiapkan” dengan perubahan itu sendiri.
Penelitian tindakan yang dilakukan di kelas /sekolah haruslah lebih persuasif, relevan
dan menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi guru dan koleganya (Mills, 2000: 8)
Berdasarkan pendapat dan pemikiran para ahli tersebut, maka dapat disim-
pulkan bahwa dalam melakukan penelitian tindakan, tidak boleh terlepas dari koridor
dan konteks proses peningkatan pembelajaran di sekolah dalam pengertian yang
sempit, dan proses peningkatan pendidikan secara umum dalam pengertian yang luas.
3.22
3. Dilema yang Dihadapi Guru dalam Melakukan Penelitian Tindakan dan
Upaya Mengatasinya
Elliot mengemukakan pengalamannya bahwa ketika melakukan penelitian
di sekolahnya, berbagai “resolusi”
yang ditawarkan pada
kenyataannya “tidak
membantunya” dalam penelitian
tersebut. Hal ini dikarenakan
masih kuatnya status quo
kebiasaan/budaya guru. Oleh
karenanya ia menggarisbawahi
perlunya cara-cara yang dilakukan guru sebagai peneliti untuk mencari jalan
keluar seandainya dirinya selaku peneliti (inside reseacher) harus memainkan
perannya sebagai trasnformator terkondisikannya budaya baru di sekolahnya.
Untuk menjustifikasi pengalamannya, Elliot menguatkannya dengan
alasan yang dikemukakan oleh Simon (dalam Elliot, 1998: 56) bahwa “…
popularitas dari evaluasi yang dilakukan sendirian di sekolah mengindikasikan
terbentuknya anggapan ingin membedakan pandangan idiologis”. Selanjutnya
Simon juga mengemukakan bahwa manakala akan melakukan sesuatu yang belum
terbiasa di sekolah, harus bersiap-siap menghadapi adanya “pertentangan nilai”
(clash of values) seperti masalah-masalah privacy (hal-hal pribadi), territority
(kewenangan), dan hierarchy (hirarki).
Selanjutnya Elliot (1991) juga mengidentifikasi beberapa dilema yang sering
muncul dalam proses pelaksanaan penelitian tindakan seperti dalam hal:
1) Memberdayakan siswa untuk mengkritisi profesionalisme kinerja guru.
2) Pengumpulan data.
3) Sharing data dengan teman sejawat, baik yang di dalam maupun di luar
lingkungan sekolahnya.
3.23
4) Guru sebagai peneliti di sekolah cenderung memilih metode
pengumpulan data kuantitatif---melalui kuesioner misalnya---untuk
maksud-maksud yang seharusnya dilakukan dengan metode kualitatif---
seperti melakukan observasi naturalistik dan wawancara misalnya,
karena dalam metode kualitatif melibatkan situasi personal yang terasa
sulit dipisahkan dari posisi dan perannya sebagai peneliti di sekolah.
5) Guru sebagai peneliti, cenderung menolak untuk memproduksi studi
kasus terhadap apa yang dilakukannya.
6) Masalah penentuan waktu penelitian sepenuhnya ditentukan oleh guru
selaku peneliti.
Demikianlah beberapa dilema besar yang dihadapi guru manakala ia
melakukan penelitian tindakan di sekolahnya sendiri) untuk memprakarsai adanya
perubahan kurikulum di sekolah
Diakui memang, bahwa untuk mengadakan suatu perubahan atau
reformasi, khususnya yang berkaitan dengan pembelajaran di suatu sekolah
(kelas), banyak sekali faktor-faktor “etis” berkaitan dengan “nilai” (values) yang
menimbulkan dilema bagi para guru sebagai peneliti.
Namun, sebagai antisipasi terhadap dilema tersebut, Elliot (1991: 67) juga
memberikan beberapa cara, diantaranya ia menyatakan bahwa guru---khususnya
yang berpendidikan lebih tinggi---sebagai pendidik tentunya dapat berbuat banyak
untuk mendorong dan menegakkan tumbuh-kembangnya “refleksi budaya
profesionalisme” di sekolah. Maka, dengan menekankan pentingnya metodologi
refleksi-diri sebagai cara untuk menstransformasikan budaya profesionalisme di
sekolah, niscaya keberadaan berbagai dilema sebagaimana disebutkan di atas
dapat diatasinya dengan baik.
Demikian halnya dengan konsep ‘Democratic Case Study’ yang
dikemukakan oleh MacDonald (1974) yang dijadikan alasan oleh Simon (1985),
sebagaimana dikutip oleh Elliot (1991: 67), juga dapat dipraktekkan guru selaku
insider dalam action research sebagai metodologi empiris-kualitatif bagi
teratasinya masalah status quo, privacy, dan territoriality di sekolah. Dimana
3.24
dalam mempraktekkan konsep democratic case study tersebut haruslah mencakup
terjaminnya kerahasiaan informasi “pribadi”, dan terbinanya negosiasi untuk
dapat menerima dan mengeluarkan pendapat/informasi dari setiap individu.
Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya dilema---implikasi realitas
yang dihadapi peneliti dan obyeknya---dalam suatu penelitian yang menghendaki
terjadinya proses perubahan (dalam hal pembelajaran, misalnya), Michael G.
Fullan dan Suzanne dalam bukunya ‘The Meaning of Educational Change’ (1991)
mengemukakan pendapatnya, yaitu dengan memberikan “pesan etis” berupa enam
hal yang harus diperhatikan ketika melakukan observasi penelitian, yaitu:
1) Kemukakan rencana-rencana perubahan secara jelas;
2) Fahami kegagalan yang terjadi dari penelitian/perubahan sebelumnya;
3) Bimbinglah untuk memahami adanya perubahan yang diharapkan secara
alami;
4) Penyataan dari status quo;
5) Kedalaman perubahan; dan
6) Pertanyaan penilaian.
Masih dalam hal “etika” yang harus dipunyai peneliti untuk menghalau
kemungkinan dilema yang muncul dalam penelitian yang dilakukannya, Jack R.
Fraenkel dan Norman E. Wallen dalam bukunya ‘ How To Design and Evaluate
Research in Education’ (1993) menganjurkan kepada peneliti agar
memperhatikan tiga prinsip etika yang sangat penting yaitu: melindungi partisipan
penelitian dari rasa takut/bahaya; dukungan data yang meyakinkan bagi
diperlukannya penelitian; dan dihindarkan adanya pertanyaan-pertanyaan yang
“menipu”. Mendukung pendapat Fraenkel dan Wallen tersebut, Keith F. Punch
dalam bukunya ‘Introduction to Sosial Research: Quantitative and Qualitative
Approaches’ (1998) menambahkan bahwa jalan terbaik untuk membuat kejelasan
penelitian adalah mendeskripsikan apa yang akan ditelitinya, sambil
menjelaskan mengapa atau bagaimana penelitian itu dilakukan.
3.25
4. Implikasi PenelitianTindakan terhadap Perubahan Kurikulum dan
Kebijakan Pemerintah
Keberadaan action research, menurut John Elliott, setidak-tidaknya
memberikan nilai tambah bagi upaya perbaikan proses pendidikan secara umum,
karena diyakini bahwa action research memberikan implikasi positif dalam
mengembangkan budaya “profesionalisme” guru khususnya dalam mencari dan
mengembangkan pola-pola pembelajaran yang up to date, berdaya dan berhasil
guna, menarik dan tidak membosankan bagi siswa, sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan mutu keberhasilan siswa dalam belajar di sekolah.
Penelitian tindakan diyakini dapat memberikan implikasi positif terhadap
proses pendidikan. Hal ini mengindikasikan bahwa penelitian tindakan (action
research) merupakan:
a. Kegiatan kreatif yang cocok dan dan sangat mungkin dilakukan guru.
b. Bentuk pendekatan yang dapat mencarikan solusi dari keadaan yang ambiguity
(keragu-raguan).
c. Bentuk pendekatan peningkatan idiologis yang dapat dilakukan.
d. Memungkinkan terlaksananya praktek mempengaruhi yang bisa diterima/
diperhitungkan (counter-hegemonic); karena:
1) Action research menfokuskan pada upaya untuk mengidentifikasi,
mengklarifikasi, dan mencarikan solusi masalah yang dihadapi guru
sehubungan dengan praktek pengajarannya.
2) Action research mencakup makna/fungsi dan hasil dari kerja sama
(reflective on means and ends).
3) Action research merupakan praktek refleksi/spontanitas.
4) Action research mengintegrasikan teori ke dalam praktek.
5) Action research melibatkan proses dialog sesama guru.
Whitehead (1989) sebagaimana dikutip oleh Elliot (1995:108) bahkan
berkeyakinan bahwa situasi-kondisi penelitian tindakan sebagaimana disebutkan
tersebut secara tidak disadari memberikan implikasi terhadap guru untuk mema-
hami diri (self-understanding), yaitu ia jadi tahu perkembangan profesional dirinya.
3.26
Penelitian tindakan merupakan stimulus tambahan dalam pengembangan
budaya profesionalisme reflektif dan sangat dimungkinkan sebagai bentuk upaya
kreatif untuk mempengaruhi pengambil kebijakan pendidikan (pemerintah),
khususnya sehubungan dengan bagaimana seharusnya menanggapi budaya
profesionalisme guru.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa action research merupakan
salah satu solusi yang kreatif bagi guru untuk meningkatkan kinerjanya dalam
proses pembelajaran siswa yang lebih berhasil guna dan up to date dengan
perkembangan dan perubahan situasi dan kondisi yang terjadi di lingkungannya.
Proses pembelajaran yang kreatif pada dasarnya akan sangat tergantung
kepada faktor “kemauan” dan “kepiawaian” guru untuk mengembangkan dirinya
melalui berbagai aktifitas belajar, mencari informasi, mau bekerja sama, meneliti
(seperti melakukan action research), dan berbagai aktifitas “progresif” lainnya
untuk mengembangkan profesionalisme dalam proses pembelajaran siswa-
siswanya di sekolah. Dari kreatifitas-kreatifitas inilah, nantinya akan memunculkan
“kebutuhan” dan, bahkan, “keharusan” adanya perubahan/ reformasi dari situasi
lama yang tradisional ke situasi baru yang lebih profesional. Sehingga pada
gilirannya, perubahan-perubahan yang pada awalnya dirasakan dan terjadi hanya
pada tingkat mikro (dalam lingkup sekolah/kelas) tersebut pun berujung pada
diperlukan adanya perubahan kurikulum pada tingkat makro (dalam lingkup
wilayah atau negara). Dengan demikian, maka apa yang dikemukakan Elliott
dalam penjelasan dan pendapatnya tentang implikasi action research terhadap
perubahan kurikulum dan kebijakan pemerintah kita pun merasa bahwa hal yang
semacam itu pun bisa berlaku di negara mana pun, termasuk di Indonesia.
Sependapat dengan Elliott dan McNiff (1995:71-72) juga menyatakan
bahwa implikasi dari penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru di kelas atau
sekolah; diantaranya adalah bahwa; (1) berfikir tentang akan adanya perubahan
yang terjadi, dan (2) mempengaruhi kemauan politik (pemerintah). Karena,
menurut McNiff, bahwa penelitian tindakan adalah merupakan kegiatan politis
yang dilakukan untuk menuju suatu perubahan (khususnya dalam bidang
3.27
pendidikan). Dan untuk melakukan perubahan itu sendiri bisa dimulai dari orang-
orang yang terlibat dan berada pada tingkat yang menentukan dalam sistim
pendidikan itu. Karena konteks pembelajaran juga memiliki pengaruh besar bagi
keberhasilan pendidikan secara umum. Target akhir dari penelitian tindakan itu
sendiri adalah untuk meningkatkan kehidupan siswa dan guru melalui perubahan
kependidikan (Mills, 2000: 123).
Setelah menyimak dan memahami perbedaan antara penelitian (research)
dengan penelitian tindakan (action research), Anda diajak untuk memahami
perbedaan antara penelitian tindakan kelas (PTK) dan penelitian tindakan bukan
penelitian tindakan kelas (NON PTK). Untuk memperoleh kejelasan mengenai
perbedaan antara kedua penelitian tersebut, dapat dilihat perbandingannya seperti
tampak dalam tabel di halaman berikut.
Tabel 3.2
Perbedaan Penelitian Tindakan Kelas dan Bukan Penelitian Tindakan Kelas
No Aspek PTK Non PTK
1 Peneliti Guru Orang luar2 Rencana penelitian Oleh guru (mungkin
dibantu orang luar)Oleh peneliti
3 Munculnya masalah Dirasakan oleh guru (mungkin dengan dorongan orang lain)
Dirasakan oleh orang luar
4 Ciri utama Ada tindakah untuk perbaikan yang berulang
Belum tentu ada tindakan berulang
5 Peran guru Sebagai guru dan peneliti Sebagai guru (subjek penelitian)
6 Tempat peneltian Kelas Kelas
7 Proses pengumpulan data
Oleh guru sendiri atan bersama orang lain
Oleh peneliti
8 Hasil penelitian Langsung dimanfaatkan oleh guru, dan dirasakan oleh kelas
Menjadi milik peneliti, belum tentu dimanfaatkan oleh orang lain.
Sumber: Penelitian Tindakan Kelas (UT, 2003:18)
3.28
Bertolak dari perbedaan antara penelitian tindakan kelas (PTK) dan bukan
penelitian tindakan kelas (Non PTK) sebagaimana disajikan dalam tabel di atas,
tampaknya semakin jelas, penelitian tindakan kelas dilaksanakan oleh guru.
Pertanyaannya adalah mengapa harus guru sebagai peneliti, pada hal tugas selain
sebagai pendidik dan pembimbing adalah melaksanakan tugas mengajar. Anda
mungkin bertanya-tanya, kalau demikian tugas guru semakin bertambah berat.
Jawaban atas petanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Anda tersebut,
dapat dijelaskan dengan mengaitkannya dengan isu-isu seputar profesionalisme,
praktik pembelajaran di kelas, kontrol sosial terhadap guru, serta kemanfaatan
penelitian pendidikan itu sendiri dalam meningkatkan kemampuan guru dalam
menjalankan tugas profesioanalnya sebagai bagian dari tenaga kependidikan.
Sekurang-kurang ada dua argumentasi yang dapat menjelaskan mengapa
guru sebagai peneliti tindakan kelas yang dikemukakan oleh Hopkins (1993)
sebagaimana disadur oleh Wardani dkk (2003: 1.10) yaitu:
Pertama, guru yang baik perlu punya otonomi dalam melakukan penilaian
profesional, sehingga sesungguhnya, ia (guru) tidak perlu diberitahu apa yang
harus dia kerjakan. Ini bukan berarti guru tidak dapat menerima masukan atau
saran dari orang luar. Meskipun masukan dari orang luar itu penting, tetapi
gurulah yang menerima dan menentukan penilaian profesioanal (professional
judgement) sesuai dengan kelas dimana praktik pembelajaran terjadi.
Kedua, ketidaktepatan paradigma penelitian formal/biasa dengan upaya
berbantuan peningkatan kinerja guru yang diharapkan untuk memperbaiki proses
dan praktik pembelajaran oleh guru di kelasnya. Karena itulah, guru yang paling
tahu kemampuan dan kinerjanya sendiri melalui berpikir reflektif (reflectif
thinking). Selain dua argumentasi yang dikemukan Hopkins tersebut, dapat
dikemukakan argumentasi lain, yaitu: dalam praktik pembelajaran, gurulah yang
lebih tahu kondisi nyata mengenai proses dan hasil pembelajaran bagi murid
(peserta didik) di kelasnya.
3.29
Latihan:
Setelah Anda mengkaji materi yang dipaparkan dalam subunit ini,
selanjutnya untuk memantapkan pemahaman Anda, kerjakan latihan berikut!
1. Idealnya setiap guru memahami dan mengenal
permasalahan yang dihadapi di dalam proses pembelajarannya sehari-hari.
Namun kenyataannya tidak semua guru mengetahui dan menyadari bahwa ada
masalah dalam proses pembelajaran yang dia lakukan. Anda diminta
membuktikan pernyataan itu dengan melakukan pengamatan guru bidang studi
mengajar dan setelah itu lakukan wawancara kepada guru tesebut. Hal ini
ditujukan kepada guru bidang studi yang sebagian besar dari seluruh murid
kelasnya nilai rata-rata hasil ulangan harian mata pelajaran yang diajarkan oleh
guru yang bersangkutan rata-rata dibawah nilai 6. Apa yang telah guru tersebut
lakukan dan bagaimana ia harus memperbaiki proses pembelajaran di kelasnya.
2. Berdasarkan data hasil ulangan umum rata-rata
nilainya lebih rendah dari mata pelajaran lainnya. Identifikasi faktor-faktor
yang menyebabkan murid nilainya rendah pada mata pelajaran tersebut ditinjau
dari guru dan murid. Informasi atau data yang diperoleh Anda diskusikan
dengan teman-teman Anda. Buat pemetaan masalah dengan memberikan solusi
disertai alternatif-alternatif pemecahannya.
Petunjuk penyelesaian latihan:
1. Himpun data-data tentang nilai ulangan bidang studi yang diajarkan guru di
SD sesuai dengan kurikulum yang berlaku (KTSP). Setelah itu, telaah standar
isi KTSP. Lihat indikator pencapaian tujuan pembelajaran yang terkait dangan
kompetensi dasar (KD) dan standar kompetensi pokok bahasan/ subpokok
bahasan dari mata pelajaran yang nilai ulangan hariannya rendah (hasil tes
formatif). Lakukan diskusi dengan guru mata pelajaran dan beberapa orang murid
yang nilai ulangan hariannya rendah tentang proses belajar-mengajar di kelas.
2. Himpun nilai-nilai ulangan umum siswa kelas V SD. Anda diminta
menemukan mata pelajaran yang nilainya rata-rata rendah. Lakukan
3.30
pengamatan proses belajar mengajar di kelas, setelah itu lakukan wawancara:
kepada guru tersebut dan beberapa orang murid setelah mengikuti mata
pelajaran dan diskusikan bersama teman Anda mengenai informasi atau data
untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang faktor-faktor yang
menyebabkan nilai rata-rata siswa rendah.
RANGKUMAN
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu penelitian yang sistematis yang
dilakukan oleh guru pada kelasnya sendiri untuk memperbaiki proses
pembelajaran dengan melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakan-
tindakan tersebut.
Karakteristik dari penelitian tindakan kelas, yaitu: (1) penelitian tindakan
kelas dilaksanakan oleh guru sendiri; (2) penelitian tindakan kelas berangkat dari
permasalahan nyata di kelas; (3) penelitian tindakan kelas mempersyaratkan
adanya tindakan yang berlanjut untuk memperbaiki proses pembelajaran
dan (4) adanya refleksi diri.
Penelitian tindakan diyakini dapat memberikan implikasi positif terhadap
proses pendidikan. Hal ini mengidikasikan bahwa penelitian tindakan (action
research) merupakan: (1) kegiatan kreatif yang cocok dan dan sangat mungkin
dilakukan guru; (2) bentuk pendekatan yang dapat mencarikan solusi dari
keadaan yang ambiguity (keragu-raguan); (3) bentuk pendekatan peningkatan
idiologis yang dapat dilakukan; dan (4) memungkinkan terlaksananya praktek
mempengaruhi yang bisa diterima/diperhitungkan (counter-hegemonic); karena:
1) Penelitian tindakan menfokuskan pada upaya untuk mengidentifikasi,
mengklarifikasi, dan mencarikan solusi masalah yang dihadapi guru
sehubungan dengan praktek pengajarannya;
2) Penelitian tindakan mencakup makna/fungsi dan hasil dari kerja sama
(reflective on means and ends);
3) Penelitian tindakan merupakan praktek refleksi/spontanitas;
4) Penelitian tindakan mengintegrasikan teori ke dalam praktek;
3.31
5) Penelitian tindakan melibatkan proses dialog sesama guru.
Ada enam hal yang harus diperhatikan peneliti agar memberikan kesan etis
ketika melakukan observasi, yaitu:
1) Kemukakan rencana-rencana perubahan secara jelas;
2) Fahami kegagalan yang terjadi dari penelitian/perubahan sebelumnya;
3) Bimbinglah untuk memahami adanya perubahan yang diharapkan secara
alami;
4) Penyataan dari status quo;
5) Kedalaman perubahan; dan
6) Pertanyaan penilaian.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (1989). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Benua.
Elliot, J. ( 1991). Action Reseach for Education Change. Philadelphia: Open University Press.
Faisal, Sanafiah. (1982). Metode Penelitian Pendidikan. Surabaya. Usaha Nasional.
Hardjodiputro, S. (2000). Action Research Papers. Universitas Negeri Jakarta.
Hopkins, D. (1993). A Teacher’s guide to Classroom Reseach. Buckingham: Open University Press.
McMillan, J.H dan Schumacher, S. (2001). Research in Education: A Conceptual Intro-duction (5th ed.). US, Longman.Inc.
Mc. Taggar, R. (1991). Action Reseach: A Short Modern History. Geelong, Victoria: Deakin University Press.
Mills Geoffrey, E. (2000). Actioan Research: A Guide for The Teacher Reseacher New Jersey. Colombus, Ohio: Merrill, an Imprint Prentice Hall.
Nawawi, Hadari. (1983). Metode Pendidikan Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Oja Sharon, N.,Smulyan, L. (1989). Vollabotrative Action Reseach; A Developmen Approcah. Social Reseach and Aducation studies Series: 7 London, New York, Philadelphia: The Falmers Press.
3.32
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta. Bumi Aksara.
Syaodih. N. S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Rosda.
Wardani, I G.A.K, dkk. (2003). Hakikat Penelitian Tindakan Kelas. Buku Materi Pokok Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
GLOSARIUM
Berfikir reflektif (reflektive thingking): proses pemecahan masalah melalui
langkah mengidentifikasi, merumuskan, membatasi masalah, merumuskan
hipotesis, mengumpulkan dan menganalisa data, serta menguji hipotesis.
Daur PTK: langkah PTK yang selalu berulang sampai tujuan perbaikan.
Identifikasi masalah : mengenal dan atau menandai gejala yang muncul untuk
dikaji.
Inkuiri (inquiry) : diartikan penelitian atau penyelidikan.
Kolaborasi : kerjasama yang dilakukan berdasarkan kemitraan yang saling
belajar-membelajarkan sesama anggotanya.
Komitmen : kesetiaan yang didasarkan rasa tanggung jawab pada apa yang telah
disepakati.
Kurikulum (curriculum) : semua pengalaman yang dilakukan siswa yang
dirancang, diarahkan, diberikan dan dipertanggungjawabkan oleh sekolah,
dalam tahap rancangan, pelaksanaan maupun pengendaliannya.
Penelitian berpikir reflektif (self-directive inquiry): penelitian yang
mengandalkan kemampuan untuk melakukan refleksi (merenungkan)
3.33
Pertimbangan profesional (professional jaudgment): pertimbangan yang bersifat
profesional,bukan berdasarkan suka tidak suka.
Refleksi (reflection): pantulan, dalam hal ini mengingat kembali kejadian lampau
mencari jawaban mengapa itu terjadi
Reformasi kurikulum : mengkaji ulang kurikulum untuk suatu perubahan baik
perbaikan maupun peningkatan kualitas pendidikan melalui penelitian
tindakan.
Simultan : Serentak, bersamaan merespons suatu gejala atau peristiwa.
3.34