MODUL HUKUM PERDATA MATERIILbadiklat.kejaksaan.go.id/e-akademik/uploads/modul/b28f1a... · 2019. 9....
Transcript of MODUL HUKUM PERDATA MATERIILbadiklat.kejaksaan.go.id/e-akademik/uploads/modul/b28f1a... · 2019. 9....
-
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEMBENTUKAN JAKSA 2019
MODUL
HUKUM PERDATA MATERIIL
DISUSUN OLEH :
TIM PENYUSUN MODUL
BADAN DIKLAT KEJAKSAAN R.I.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2019
-
iv
-
v
-
i
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN KAPUSDIKLATKEJAKSAAN RI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG .................................................................................. 1
B. DESKRIPSI SINGKAT ............................................................................... 3
C. TUJUAN PEMBELAJARAN ..................................................................... 3
E. INDIKATOR KEBERHASILAN ................................................................ 4
F. MATERI POKOK ........................................................................................ 4
BAB II HAKEKAT HUKUM PERDATA
A. PENGERTIAN HUKUM PERDATA DAN RUANG LINGKUP
HUKUM PERDATA ................................................................................... 6
B. PENGERTIAN HUKUM PERDATA DALAM ARTI SEMPIT
DAN DALAM ARTI LUAS ...................................................................... 12
C. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA
MATERIIL DI INDONESIA ..................................................................... 15
D. ASAS-ASAS HUKUM PERDATA ........................................................... 27
BAB III SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
A. SISTIMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU
HUKUM/ILMU PENGETAHUAN ........................................................... 34
B. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT
UNDANG-UNDANG / KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PERDATA (KUH PERDATA) ................................................................. 35
BAB IV PERIKATAN
A. PENGERTIAN PERIKATAN .................................................................... 41
B. SUMBER PERIKATAN ............................................................................. 42
-
ii
BAB V SUBYEK DAN OBYEK PERIKATAN
A. SUBYEK PERIKATAN ............................................................................. 50
B. OBYEK PERIKATAN (VOOR WERP/ONDER WERP) .......................... 50
C. SYARAT-SYARAT PERIKATAN ............................................................ 51
D. JENIS-JENIS PERIKATAN ....................................................................... 51
E. BERAKHIRNYA PERIKATAN (PASAL 1381 BW) ................................ 55
BAB VI PELAKSANAAN PERIKATAN
A. WANPRESTASI ......................................................................................... 60
B. OVERMACHT/FORCE MAJEUR ............................................................. 62
C. EXEPTIO NON ADIMPLETI CONTRACTUS (Kreditor yang Lalai)...... 63
D. PELEPASAN HAK (RECHTSVERWEKING).......................................... 64
BAB VII PERJANJIAN
A. HUKUM PERJANJIAN DI INDONESIA .................................................. 65
B. PENGERTIAN PERJANJIAN .................................................................... 65
C. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN ........................................................... 65
D. UNSUR-UNSUR PERJANJIAN ................................................................ 69
E. ASAS-ASAS PERJANJIAN ....................................................................... 70
F. PENAFSIRAN PERJANJIAN ..................................................................... 71
G. SIFAT PERJANJIAN .................................................................................. 71
H. BENTUK PERJANJIAN............................................................................. 73
I. JENIS PERJANJIAN .................................................................................... 73
J. PERJANJIAN STANDARD ........................................................................ 77
K. PERJANJIAN DALAM PERKEMBANGAN ............................................ 77
-
iii
BAB VIII KAPITA SELEKTA
A. PERJANJIAN SEWA BELI DAN CICILAN ............................................. 78
B. PERJANJIAN FRANCHISE /WARALABA ............................................. 78
C. PERJANJIAN TRUSTEE ........................................................................... 79
BAB IX PERJANJIAN KHUSUS (BW)
A. PERJANJIAN JUAL BELI ......................................................................... 81
B. PERJANJIAN SEWA MENYEWA. ........................................................... 81
C. PERJANJIAN PERSEKUTUAN (MAATSCHAP) .................................... 81
D. PERJANJIAN PENYURUHAN (LASTGEVING) .................................... 82
E. PERJANJIAN PENANGGUNGAN HUTANG (BORGTOCHT) .............. 82
F. PERJANJIAN DAMAI (DADING /AOMPRINIS) .................................... 82
G. PERJANJIAN HIBAH/PEMBERIAN (SCHENKING) ............................. 82
H. PERJANJIAN KERJA ................................................................................ 82
BAB IX PENUTUP ........................................................................................................83
-
Hukum Perdata Materiil | 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya hukum perdata materiil adalah hukum yang
mengatur tingkah laku seseorang terhadap orang lainnya di dalam suatu
negara, tingkah laku antara warga masyarakat dalam hubungan keluarga
dan dalam pergaulan masyarakat.
Hukum perdata materiil meliputi Kitab Undang-undang Hukum
Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Istilah Hukum perdata
dalam arti sempit untuk menunjukkan hukum perdata (Kitab Undang-
undang Hukum Perdata) tanpa Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Hukum perdata dalam arti sempit ini dikenal juga dengan istilah hukum
sipil.
Dari sifat hukum perdata sebagai hukum yang mengatur kepentingan-
kepentingan khusus pribadi, mengakibatkan negara/pemerintah tidak
dengan sendirinya ikut campur untuk mempertahankan peraturan-peraturan
hukum perdata tersebut, melainkan menyerahkan sendiri kepada orang yang
berkepentingan apakah yang bersangkutan akan bereaksi untuk
mempertahankan peraturan-peraturan tersebut atau tidak. Pemerintah baru
akan ikut campur dan memberikan sarana untuk mempertahankan haknya,
jika orang yang berkepentingan menghendakinya, yaitu melalui pengadilan.
Masalah orang yang berkepentingan itu mau mengajukan tuntutan
atau tidak, itu bergantung kepada dirinya sendiri. Oleh sebab itu hukum
perdata disebut sebagai hukum privat. Misalnya: jika A meninjam uang
kepada temannya (B). Dalam hubungan pinjam-meininjam tersebut, hak
dan kewajiban yang timbul hanya mengikat A dan B. Jika B tidak
melakukan pengembalian uang kepada A, diserahkan kepada pribadi A,
tidak ada menyangkut kepentingan umum. Jika A mempunyai kepentingan
untuk melakukan penagihan, maka A dapat menagihnya melalui hakim di
pengadilan.
Meskipun demikian, hal tersebut tidak sepenuhnya berlaku mutlak.
Tidaklah berarti bahwa para subyek hukum dapat menyampingkan
sesukanya. Pemerintah tidak bisa melepaskan sepenuhnya demikian,
karena pemerintah terikat pada asas negara hukum yang mengandung
keharusan adanya kepentingan umum dalam hukum perdata. Misalnya
dalam hukum perkawinan, Pertama-tama orang sebagai pribadi, sebagai
-
Hukum Perdata Materiil | 2
subyek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban (H. Perorangan),
kemudian manakala orang tesebut terikat perkawinan, maka akan timbul
kepentingan pribadi dari suami-isteri (Hukum Keluarga), kemudian
keluarga itu akan mempunyai anak, lambat laun akan timbul harta kekayaan
dan hubungan yang terkait dengan kekayaan (H.Kekayaan), dan pada saat
orang tersebut meninggal mengakibatkan adanya peninggalan (harta
warisan atau hutang). Semuanya itu termasuk lingkup hukum perdata,
tetapi juga dipandang sebagai salah satu dasar pergaulan dalam kehidupan
masyarakat, sehingga hubungan-hubungan hukum yang semula dalam
lingkup hukum keperdataan menjadi berkembang dan bersangkut paut
kepentingan masyarakat (kepentingan umum). Untuk itu negara
berpendapat bahwa dalam beberapa hal, kebebasan subyek hukum-subyek
hukum yang terkait kepentingan-kepentingan yang bersifat privat tersebut
harus dibatasi. Negara memberikan tugas dan kewenangan kepada instansi
Kejaksaan RI selaku lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan
negara untuk melakukan tindakan-tindakan terkait dengan keperdataan
deini kepentingan umum (masyarakat).
Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengatur tugas dan wewenang
kepada Kejaksaan RI /Jaksa Pengacara Negara untuk melakukan tindakan
tertentu antara lain, 1) Kejaksaan wajib menuntut pembatalan kepada
Hakim atas sesuatu perkawinan sebagaimana temmaksud dalam pasal 27
hingga 34 B.W (Pasal 65); 2) Kejaksaan dapat menuntut kepada Hakim
agar seseorang dibebaskan dari kekuasaannya sebagai orang tua atau
ouderlijke machtnya (pasal 319 B.W); 3) Kejaksaan berwenang untuk
melakukan penuntutan kepada pengadilan seorang dipecat sebagai wali dari
anak yang belum (pasal 381 B.W.). Di samping itu Kejaksaan juga diberi
tugas dan wewenang di bidang keperdataan lainnya yang diatur dalam
hukum positif lainnya.
Berdasarkan ketentuan Vertegenwoodiging Van Den Lande In
Rechten (Staatsblad 1922-522), Kejaksaan mempunyai kewenangan untuk
mewakili negara di depan hukum. Sampai saat ini ketentuan tersebut tetap
berlaku dan telah diadopsi, sebagaimana tertuang dalam Pasal 30 ayat (2)
Undang-undang Nomor Kejaksaan 16 Tahun 2004 tanggal 26 Juli 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia : ―Di bidang Perdata dan Tata Usaha
Negara Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di
luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau Pemerintah‖ serta
sebagaimana ketentuan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 24 ayat (1) Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
-
Hukum Perdata Materiil | 3
Kejaksaan RI sebagaimana diubah dengan Perpres Nomor 29 Tahun 2016
yang dilaksanakan oleh Direktorat Perdata dan Direktorat Pemulihan dan
Perlindungan Hak pada JAM DATUN, Asisten Perdata dan Tata Usaha
Negara cq Kepala Seksi Perdata dan Kepala Seksi Pemulihan dan
Perlindungan Hak untuk tingkat Kejaksaan Tinggi dan Kepala Seksi
DATUN untuk tingkat Kejaksaan Negeri.
Untuk itu para Peserta Diklat Pembentukan Jaksa (PPPJ) wajib
mempelajari, memahami dan menguasai hukum perdata materiil, baik
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (K.U.H
Perdata) maupun yang telah diatur dalam peraturan tersendiri, Dengan
penguasaan yang baik terhadap hukum Perdata materiil diharapkan menjadi
kekuatan bagi calon-calon JPN untuk beracara di peradilan Perdata dan
bahkan dapat memberikan pertimbangan hukum kepada instansi/pemerintah
pusat dan daerah maupun BUMN/BUMD bila diperlukan .
B. Diskripsi Singkat
Pada modul ini akan disajikan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan hukum perdata materiil. Menyadari betapa pentingny’a pemberian
pengenalan dan pemahaman tentang hukum perdata materiil kepada para
Peserta Diklat Pembentukan Jaksa (PPPJ), maka keberadaan modul ini
cukup penting.
Dalam modul ini, materi yang diberikan antara lain mengenai asas
hukum perdata, sejarah hukum perdata, sistimatika hukum perdata, dan
perihal hukum perikatan termasuk juga aneka perjanjian baik perjanjian
bernama maupun perjanjian jenis lainnya yang tumbuh dan berkembang
berdasarkan asas kebebasan berkontrak.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Peserta Diklat mampu memahami dan menjelaskan pengertian dan
ruang lingkup hukum perdata, sejarah singkat hukum perdata, dan asas-
asas hukum perdata, sistematika hukum perdata materiil.
2. Peserta Diklat mampu memahami dan menjelaskan perihal pengertian
hukum perikatan, sumber perikatan, syarat perikatan, jenis perikatan
dan berakhirnya perikatan,
3. Peserta Diklat mampu memahami dan menjelaskan perihal perihal
hukum perjanjian, jenis perjanjian dan pelaksanaan perjanjian
4. Manfaat yang dapat diharapkan bagi peserta Diklat Pembentukan Jaksa
(PPPJ) setelah mengikuti mata ajar ini adalah mampu menjelaskan
-
Hukum Perdata Materiil | 4
tugas dan wewenang Kejaksaan/Jaksa Pengacara Negara di bidang
keperdataan sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materiil.
D. Indikator Keberhasilan
1. Widyaswara memberikan penjelasan mengenai pengertian Hukum
Perdata, ruang lingkup Hukum Perdata, asas-asas Hukum Perdata
hingga subyek dan obyek perjanjian serta bentuk-bentuk perjanjian
Hukum Perdata.
2. Latihan/praktek menganalisa permasalahan Hukum Perdata dalam
bentuk Pendapat Hukum.
3. Ujian.
4. Peserta Diklat mampu memahami ruang lingkup dan beberapa
permasalahan Hukum Perdata sehingga saat melaksanakan Tugas
Fungsi sebagai Jaksa Pengacara Negara sudah dapat memahami.
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
I. Hakekat Hukum Perdata
1. Pengertian Hukum Perdata Dan Ruang Lingkup Hukum Perdata
2. Pengertian Hukum Perdata Dalam Arti Sempit Dan Dalam Arti
Luas
3. Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Materiil di Indonesia
4. Asas-asas hukum perdata
II. Sistematika Hukum Perdata
1. Sistimatika Hukum Perdata Menurut Ilmu Hukum/Ilmu
Pengetahuan
2. Sistematika Hukum Perdata Menurut Undang-Undang / Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
3. Sistimatika Kitab Undang-undang Hukum Perdata
III. Perikatan
1. Pengertian Hukum Perikatan
2. Sumber Perikatan
IV. Subyek Dan Obyek Perikatan
1. Subyek perikatan
2. Obyek perikatan (voor werp/onder werp)
3. Syarat-Syarat Perikatan
4. Jenis-Jenis Perikatan
5. Berakhirnya Perikatan (Pasal 1381 BW)
V. Pelaksanaan Perikatan
1. Wanprestasi
-
Hukum Perdata Materiil | 5
2. Overmacht/Force Majeur
3. Exeptio non Adimpleti Contractus (Kreditor yang Lalai)
4. Pelepasan Hak (Rechtsverweking)
VI. Perjanjian
1. Hukum Perjanjian Di Indonesia
2. Pengertian Perjanjian
3. Syarat Sahnya Perjanjian
4. Unsur-Unsur Perjanjian
5. Asas-Asas Perjanjian
6. Penafsiran Perjanjian
7. Sifat Perjanjian
8. Bentuk Perjanjian
9. Jenis Perjanjian
10. Perjanjian Standard
11. Perjanjian Dalam Perkembangan
VII. Kapita Selekta
1. Perjanjian Sewa Beli Dan Cicilan
2. Perjanjian Frenchise /Waralaba
3. Perjanjian Trustee
6. syarat perikatan, jenis perikatan dan berakhirnya perikatan.
4. Perihal hukum perjanjian, jenis perjanjian dan pelaksanaan
perjanjian.
-
Hukum Perdata Materiil | 6
BAB II
HAKEKAT HUKUM PERDATA
A. Pengertian Hukum Perdata dan Ruang Lingkup Hukum Perdata
1. Pengertian Hukum Perdata
Hukum Perdata merupakan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan yang lain, dengan mengutamakan
kepentingan pribadi atau masing-masing individu (perseorangan). Hukum
perdata disebut juga dengan istilah hukum privat (privatrecht) atau hukum
sipil (civilrecht).
Beberapa pakar/ahli hukum memberikan pengertian tentang Hukum
Perdata, sebagai berikut:
a. Menurut Subekti (Subekti, 2003 : 9):
Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil,
yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan
perseorangan.
b. Menurut Utercht (Utrecht/Moh. Saleh Djindang, 1989: 30-31) :
Hukum privat (Hukum perdata ) mengatur tata tertib masyarakat
mengenai family (keluarga) dan mengenai kekayaan para invidu, dan
mengatur pula hubungan-hukum yang diadakan antara para
indivisunyang satu denban yang lain, antara individu dengan badan
negara bila mana badan negara itu turut serta dalam pergaulan sebagai,
yaitu seolah-olah, individu.
c. H.F.A Volmar (H.F.A Folmar, 1996: 2) menyatakan bahwa hukum
perdata yang disebut juga hukum sipil atau Hukum privat, ialah aturan-
aturan atau norma-norma, yang memberikan pembatasan dan oleh
karena memberikan perlindungan pada kepentingan-kepentingan
perseorang dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang
satu dengan yang lain dari orang-orang di dalam suatu masyarakat
tertentu.
d. Haruiniati Natadimaja, 2009: 2), menyatakan bahwa hukum perdata
adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang/badan
-
Hukum Perdata Materiil | 7
hukum yang satu dengan antara orang/badan hukum yang lain di dalam
masyarakat dengan menitikberatkan kepentingan persorangan (pribadi
/badan hukum).
e. C.S.T Kansil (C.T.Kansil, 2002: 214) menyatakan bahwa hukum
perdata (Burgerlijklijkrecht) adalah rangkaian peraturan-peraturan
hukum yang mengatur hubungan hukum antaraorang yang satu dengan
orang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara
orang/badan hukum yang satu dengan orang/badan hukum yang lain di
dalam kehidupan masyarakat dengan menitik beratkan pengaturannya
kepada kepentingan pribadi secara tidak langsung juga besar pengaruhnya
terhadap terjaminnya kepentingan umum, yang pada hakekatnya merupakan
himpunan atau kesatuan dari kepentingan pribadi masing-masing individu
tersebut pula (Purnadi Purbacaraka dan A.Ridwan Halim, Tahun 1987: 14).
Oleh karenanya, eksistensi Hukum Perdata pada dasarnya meliputi pasangan
nilai-nilai pokok (Purnadi Purbacaraka dan A.Ridwan Halim: Tahun 1987:
1-2), antara lain:
a. Unsur Kebebasan dan ketertiban:
Para pihak bebas untuk mengadakan perjanjian mengenai apa saja,
(asas kebebasan berkontrak/Pasal 1338 BW/KUHPerdata), sepanjang
hal yang dijanjikan itu tidak mengganggu ketertiban atau melanggar
syarat-syarat sahnya suatu perjanjian (pasal 1320 BW/KUHPerdata).
b. Unsur Kepastian hukum dan kesebandingan hukum.
Dalam hal legitieme portie/bagian sah. Setiap ahli waris yang patut
menerima warisan, pasti berhak atas bagian sah (kepastian hukum)
tanpa bisa dihalangi dengan cara apapun. Tetapi berapa besarnya
legitieme portie yang berhak diterimanya’?
Besarnya legitieme portie/bagian sah tersebut tergantung dan
(kesebandingan hukum):
- Besar kecilnya harta warisan yang ditinggalkan.
- Ada tidaknya/besar kecilnya hutang/piutang si pewaris.
- Banyaknya ahli waris.
-
Hukum Perdata Materiil | 8
- Ada tidaknya/besar kecilnya hibah wasiat.
c. Unsur Keketatan dan keluwesan hukum.
Adanya keketatan hukum yaitu dibuktikan dari adanya sistem
tertutup Buku Kedua BW/KUHPerdata yang mengatur tentang hukum
benda.
Sedangkan adanya keluwesan dapat dibuktikan dari adanya sistem
terbuka Buku Ketiga BW/KUHPer mengatur Hukum
Perjanjian(Perikatan).
d. Unsur unifikasi hukum dan pluralisme hukum:
Adanya unifikasi hukum dapat dibuktikan dan telah terciptanya
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-pokok
Agraria, yang berlaku secara seragam bagi seluruh rakyat Indonesia
dalam hal keagrariaan.
Sedangkan adanya pluralisme hukum dapat dibuktikan dari masih
adanya hukum yang berbhineka dalam beberapa persoalan perdata
tertentu, misalnya dalam hal pewarisan dimana masih berlaku:
- Ketentuan-ketentuan hukum waris menurut KUHPerdata.
- Ketentuan-ketentuan hukum waris menurut Hukum Islam.
- Ketentuan-ketentuan hukum waris menurut Hukum Adat.
f. Dalam hukum perdata terkandung unsur proteksi hukum dan
restriksi hukum.
Adanya proteksi hukum dapat dibuktikan misalnya dari:
Adanya hak inilik sebagai hak kebendaan yang terkuat dan paling
sempurna serta memberikan jaminan kekuatan (perlindungan) hukum
yang penuh bagi pemilik barang atas benda rniliknya.
Sedangkan adanya restriksi hukum dapat dibuktikan misalnya
dari adanya pembatasan pemilikan secara yuridis yang berupa
larangan hukum untuk memiliki sesuatu tertentu dalam macam
tertentu.Contoh :
-
Hukum Perdata Materiil | 9
Binatang-binatang langka yang termasuk satwa undung, tumbuh-
tumbuhan tertentu dan benda-benda penting yang mengandung nilai
budaya tinggi tertentu tidak boleh diiniliki secara pribadi.
Adanya larangan hukum untuk memiliki sesuatu tertentu
melebihi batas jumlah tertentu. Contoh : Adanya batas maksimal luas
tanah yang boleh diiniiki secara pribadi.
Adanya larangan hukum untuk memiliki sesuatu tertentu
berdasarkan status suatu pihak. Contoh : Adanya larangan bagi orang
asing untuk memiliki tanah di Indonesia.
g. Hukum Perdata terkandung unsur kejasmanian dan kerohanian.
Adanya ketentuan bahwa, hak kebendaan mempunyai fungsi
sosial, dalam arti bahwa hak kebendaan itu (unsur
kebendaan/kejasmanian) tidak boleh mengganggu kepentingan antar
pribadi (unsur kerohanian).
h. Hukum Perdata terkandung kebaruan dan kelestarian
Unsur kebaruan nampak dalam Hukum Perdata sebagai adanya
ketentuan baru yang:
- Lebih lengkap, lengkap dan lebih cocok dengan situasi dan
kondisi dewasa ini;
- Secara keseluruhan atau sebagian besar sudah dapat mengganti
peraturan lama. mengganti peraturan-peraturan yang lama.
Contoh:
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, maka ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks
Ordonantie Christen Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan
Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S.
1898 No. 158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur
-
Hukum Perdata Materiil | 10
tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini,
dinyatakan tidak berlaku.
2. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah,
yang menggantikan peraturan lama (Credietverband sebagaimana
tersebut dalam Stb.1908-542 jo Stb 1909-584 sebagai yang telah
diubah dengan Stb 1937-190 jo Stb 1937-191 dan ketentuan
hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku Kedua
KUHPerdata).
Terbentuknya undang-undang baru agar dapat menampung
perkembangan yang terjadi dalam bidang pengkreditan dan hak
jaminan sebagai kemajuan pembangunan ekonomi.
Sedangkan unsur kelestarian akan nampak dalam Hukum Perdata bila:
- Masih ada/berlakunya peraturan lama karena bklum adanya
Peraturan yang baru (untuk mencegah kekosongan hukum).
- Peraturan -peraturan yang lama itu :
Masih cocok untuk diterapkan pada situasi dan kondisi yang
tengah dihadapi dewasa ini.
Belum dapat dihapus sebab masih diperlukan untuk
berbagai tujuan yang masih dapat dijangkaunya.
Masih dapat disempurnakan dengan penafsiran atau
konstruksi bila perlu, sehingga dalam hal ini belum perlu
diadakan pembaharuan.
Pelaksanaan dan penerapan Hukum Perdata harus sedapat
mungkin diusahakan untuk mencapai:
a. Keserasian antara kebebasan dan ketertiban serta keserasian
antara unifikasi hukum dan pluralisme hukum, kedua-duanya
ialah untuk mencapai kedamaian.
b. Keserasian antara kepastian hukum dan kesebandingan hukum
serta keserasian antara proteksi hukum dan restriksi hukum,
kedua-duanya ialah untuk mencapai keadilan.
c. Keserasian antara kelestarian dan kebaruan yakni untuk mencapai
kemajuan atau ―progress’.
-
Hukum Perdata Materiil | 11
d. Keserasian antara keketatan hukum dan keluwesan hukum ialah
untuk mencapai kewibawaan (hukum’).
e. Keserasian antara kejasmanian dan kerohanian yakni untuk
mencapai Kesejaheraan.
Dari uraian tersebut di atas, tujuan utama yang ingin dicapai
dalam pelaksanaan dan penerapan Hukum Perdata (Purnadi
Purbacaraka dan A. Ridwan Halim: 1987: 6) adalah:
a. Ketenangan, sebagai suatu keadaan pribadi dengan perasaan
bebas dan ketakutan akan kemungkinan adanya suatu bahaya atau
berbagai hal yang tidak diinginkan.
b. Ketertiban sebagai suatu keadaan antar-pribadi yang serba teratur
dengan segala hal terjadi atau berlangsung menurut ukuran yang
seharusnya.
c. Keadilan, yang pada hakekatnya dapat kita tinjau dari 2 (dua)
sudut pandangan pokok yakni:
1) Menurut pandangan awam (pandangan umum orang banyak):
Keadilan itu ialah suatu nilai yang nampak sebagai
ketenangan dan ketenteraman seseorang dalam menggunakan
hak dan melaksanakan kewajibannya dalam hukum.
Jadi suatu keadaan itu dikatakan adil bila keadilan tersebut
adalah hasil kebijaksanaan (dalam arti ―wisdom‖) yang
merupakan keleluasaan (dalam arti ―policy‖) positif yang
menjarnin kebebasan setiap orang untuk menggunakan hak
dan melaksanakan kewajibannya, tetapi juga sekaffgus
mengawasi dan bila perlu juga membatasi kebebasan tersebut
agar tidak menganggu ketertiban.
2) Menurut pandangan dan sudut hukum:
Keadilan itu ialah suatu nilai yang merupakan titik keserasian
antara kepastian hukum dan kesebandingan hukum. Misalnya
dalam hal legitime portie/bagian sah yang diterima para ahli
waris tergantung pada besar kecilnya harta warisan dari si
pewaris, ada tidaknya hutang-piutang si pewaris, apakah ada
tidak/bsar kecilnya hibah wasiat, dan banyaknya ahli waris.
-
Hukum Perdata Materiil | 12
B. Pengertian Hukum Perdata Dalam Arti Sempit dan Dalam Arti Luas
Yang dimaksud dengan Hukum Perdata Dalam Arti Sempit adalah
keseluruhan ketentuan-ketentuan Perdata yang terdapat didalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (B.W).
Sedangkan yang dimaksud dengan hukum perdata dalam arti luas
adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan perdata yang terdapat didalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (B.W) dan keseluruhan ketentuan-
ketentuan yang terdapat didalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(Wetboek van Kopenhandel), beserta sejumlah serta peraturan perundang-
undangan lainnya, termasuk juga Hukum Kepailitan dan Hukum Acara
(H.F.A Vollmar, 1996: 4)
Antara Kitab Undang-undang Hukum Perdata (B.W) dan kitab
Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Kopenhandel) mempunyai
hubungan yang erat, hal ini tercantum dalam Pasal I KUH Dagang, yang
menyatakan bahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata seberapa jauh
daripadanya dalam Kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-
penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam
Kitab ini (KUHD).
Dalam hubungan ini berlaku asas lex specialis derogat lex generalis,
yakni ketentuan hukum yang ada dalam KUHD mengesampingkan hukum
yang berlaku umum sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.
Maka akan timbul pertanyaan, mengapa Hukum Perdata itu dimuat
didalam 2 kitab yang berlainan?
Untuk mengetahui hal ini, kita harus kembali mempelajari sejarah
perkembangan timbulnya hukum Perdata itu sendiri.
Sebagai sumber utama pertumbuhan daripada hukum Perdata itu
adalah hukum Romawi. Pada saat itu di Romawi yaitu Zaman
Pemerintahan JUSTITIANUS telah dikenalkan adanya satu kitab undang-
undang hukum perdata ―CORPUS JURIS CIVILIZ‖ dan pada Zaman itu
dianggap bahwa Corpus Juris Civiliz ini telah merupakan kitab undang-
undang hukum perdata yang sempurna dan dapat menyelesaikan semua
pcrsoalan perdata yang akan timbul, tetapi ternyata tidak dernikian halnya.
Dengan adanya perkembangan masyarakat terutama dalam dunia
perdagangan timbul hal-hal atau peristiwa-peristiwa baru yang ternyata
tidak terdapat ketentuan yang bisa untuk mengatasi dan menyelesaikan
peristiwa yang baru tersebut.
-
Hukum Perdata Materiil | 13
Dengan adanya keadaan ini timbullah kesulitan-kesulitan, dengan
adanya kesulitan tersebut para ahli hukum mencari jalan keluarnya yaitu
dengan cara membentuk peraturan-peraturan baru yang dapat untuk
menyelesaikan peristiwa itu.
Peraturan-peraturan yang baru ini kemudian di bukukan atau di
Kodifikasikan dalam satu buku yang tersendiri yang kemudian merupakan
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (K.U.H.D).
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa antara B.W/ K.U.H.
Perdata dengan W.v.K atau K.U.H.D sebenarnya tidak terdapat perbedaan
yang prinsip III, karena ke dua-duanya adalah sama-sama Hukum Perdata.
Perbedaan yang ada antara kedua macam Kitab Undang-undang tersebut
hanya dalam hal Sifat Hukumnya saja.
Sifat hukum yang termuat didalam K.U.H.Perdata adalah bersifat
Umum atau yang biasa disebut dengan Istilah ―LEX GENERALIS‖
sedangkan sifat hukum dan ketentuanketentuan yang terdapat di dalam
K.U.H.D atau W.v.K adalah bersifat khusus atau ―LEX SPECIALIS‖.
Dengan adanya perbedaan sifat hukum dan kedua macam Kitab
Undang-undang tersebut, maka ketentuanketentuan yang terdapat didalam
K.U.H.D jika berhadapan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat
didalam K.U.H. Perdata maka akan berlakulah azas yang berbunyi sebagai
berikut:
LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALIS artinya azas
tersebut, bahwa semua ketentua-ketentuan yang berlaku khusus akan
rnengesampingkan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku umum.
Maksudnya apabila didalam suatu persoalan yang bersifat khusus yaitu
rnengenai perdagangan, maka harus dipergunakan lebih dulu ketentuan-
ketentuan yang ada didalam K UH.D.
Kecuali apabila mengenai persoalan itu tidak terdapat ketentuannya
didalam K.UH.D, maka akan diperlakukanlah ketentuan yang terdapat di
dalarn KUH. Perdata (B. W).
Sebagaimana diatas telah dikatakan bahwa sebagai sumber utama
hukum Perdata adalah Hukum Romawi. Kemudian dengan adanya
penjajahan yang dilakukan oleh Perancis dibawah Napoleon Bonaparte
maka hukum Romawi itu mempengaruhi pula terhadap hukum Perancis
yang mana pada waktu itu Perancis telah berhasil membentuk Kitab
Undang-undang Perdata-nya yang disebut dengan nama Code Civil ―
(C.C). Perancis menjajah juga Negeri Belanda dan Hukum Perancis ini
-
Hukum Perdata Materiil | 14
juga mempengaruhi terhadap hukurn Belanda, dan pada waktu itu
pemerintah Belanda telah memiliki Kitab Undang-undang Hukum Perdata-
nya yang disebut dengan nama ―Burgerlijklijk Wetboek― atau B.W.
Hukum Perdata materil yaitu aturan-aturan hukum yang mengatur
hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata, yaitu mengatur kepentingan-
kepentingan perdata setiap subyek hukum.
Sesuai dengan kepentingan yang diaturnya, maka subyek hukum
perdata terdiri atas: manusia (Person) dan badan hukum (Rechtperson).
Di dalam hukum Perdata manusia pribadi sebagai subyek hukum
diakui mulai dari ia dilahirkan dan berakhir setelah ia meninggal dunia.
Bahkan dalam Pasal 2 BW/KUHPerdata manusia diakui sebagai subyek
hukum sejak ia masih di dalam kandungan ibunya, asalkan ia dilahirkan
hidup. Sedangkan badan hukum adakah subyek hukum ciptaan manusia
pribadi yang oleh hukum diberi hak dan kewajiban seperti manusia
pribadi. Suatu perkumpulan dapat diinintakan pengesahan sebagai badan
hukum sepanjang telah memenuhi persyaratan tertentu, antara lain ada
harta kekayaan sendiri, ada tujuan, dan sebagainya.
Menurut hukum tiap-tiap orang atau badan hukum harus mempunyai
tempat tinggal (domisili), yakni tempat dimana ia berdiam atau berada,
dan dianggap selalu ada dalam melakukan hak-hak dan pemenuhan
kewajibannya.
Sumber Hukum Perdata Materiil, antara lain:
- Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie (AB) S.1847,
diumumkan secara resini pada tanggal 30 April 1847/Peraturan
Umum Mengenai Perundang-undangan untuk Indonesia.
- Burgerlijklijk Wetboek (BW)/Kitab Undang-undang Hukum Perdata ;
- Wetboek van Koophandel (WvK)/ Kitab Undang-undang Hukum
Dagang
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria (Undang-
undang ini mencabut berlakunya Buku Kedua KUHPerdata sepanjang
berkaitan dengan tanah, kecuali hipotik.
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(dengan adanya undang-undang ini, maka ketentuan-ketentuan
tentang perkawinan sebagaimana diatur dalam Buku Kesatu
-
Hukum Perdata Materiil | 15
KUHPerdata, Ordonansi Christen Indonesia 1933 No. 74,
Perkawinan Campuran (Regeling op gemeng de Hiwelijken S.1898
No.158), dan peraturan lain yang mengatur perkawinan sepanjang
telah diatur dalam undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
- Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
(Undang-undang ini menghapus Credietverband sebagaimana tersebut
dalam Staatsblad 1908-542 jo.Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad
1909-584 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo.
Staatsblad 1937-191, dan juga menghapus ketentuan mengenai
Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan
Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah)
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
- Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(Pasal 146 ayat 1 huruf a menentukan bahwa Kejaksaan dapat
mengajukan pembubaran PT dengan alasan kepentingan umum atau
PT melakukan perbuatan yang melanggar undang-undang.
EVALUASI:
1. Jelaskan perbedaan antara Hukum Perdata dengan Hukum Dagang,
dan bagaimana keterkaitan antar keduanya.
2. Apakah yang dimaksud dengan hukum perdata materiil
3. Apakah tugas dan kewenangan Kejaksaan RI di bidang perdata dan
tata usaha negara. Jelaskan.
C. Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Materiil di Indonesia
Sebagaimana diatas telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa
sebagai sumber utama hukum Perdata adalah Hukum Romawi. Kemudian
dengan adanya penjajahan yang dilakukan oleh Perancis dibawah
Napoleon Bonaparte maka hukum Romawi itu mempengaruhi pula
terhadap hukum Perancis yang mana pada waktu itu Perancis telah berhasil
membentuk Kitab Undang-undang Perdata-nya yang disebut dengan nama
―Code Civil ― (C.C).
Selanjutnya Perancis menjajah juga Negeri Belanda dan Hukum
Perancis ini juga mempengaruhi terhadap hukum Belanda. Dan pada
waktu itu pemerintah Belanda telah memiliki Kitab Undang-undang
http://www.bapepam.go.id/reksadana/files/regulasi/UU%2040%202007%20Perseroan%20Terbatas.pdfhttp://www.bapepam.go.id/reksadana/files/regulasi/UU%2040%202007%20Perseroan%20Terbatas.pdf
-
Hukum Perdata Materiil | 16
Hukum Perdata-nya yang disebut dengan nama ―Burgerlijklijk Wetboek
atau B. W.
Selanjutnya Pemerintah Belanda juga menjajah Indonesia dan hukum
perdata Belanda itu oleh pemerintahan Belanda telah pula diperlakukan di
Indonesia pada waktu itu. Hal ini dapat kita ketahui dan Pedoman Politik
Hukum Pemerintah Belanda di Indonesia, yaitu yang tercantum dalam
pasal 131 I.S.
Pasal 131 IS. tersebut antara lain mengandung kehendak-kehendak
Pemerintah Hindia Bclanda terhadap berlakunya hukum di Indonesia pada
saat itu:
(I) Pemerintah Belanda menghendaki agar diadakan Kodifikasi
(pembukuan hukum) di Indonesia terhadap hukurn Perdata, hukum
Pidana, Hukum Dagang, Hukum Acara;
(II) Pemerintah Belanda juga menghendaki berlakunya Azas
Konkordansi terhadap hukum yang berlaku di Indonesia.
Yang dimaksud dengan Konkordansi hukum Belanda ini, Pemerintah
Belanda menghendaki terhadap golongan Eropah yang ada di
Indonesia atau mereka di persamakan dengan golongan Eropah akan
diperlakukan hukum Perdata sebagaimana yang ada di negeri
Belanda sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan Azas
Konkordansi ini sendiri adalah mempersamakan berlakunya hukurn
dan salti negara untuk diperlakukan terhadap Negara lain.
(III) Bahwa Pemerintah Belanda juga memberikan kesempatan kepada
golongan Tionghoa, Timur Asing. Jika masyarakat mereka
membutuhkan dapat mengadakan suatu Peraturan Bersama.
(IV) Juga bagi golongan-golongan lain jika terhadap hukum yang berlaku
bagi golongan Eropa baik secara keseluruhan atau untuk sebagian
atau untuk satu perbuatan tertentu.
(V) Bahwa Pemerintah Belanda juga menghendaki bagi golongan
Indonesia Asli Pribumi selarna hukurn mereka belurn tertuhis maka
tetap di perlakukan Hukum Adat mereka masing-masing.
Selanjutnya Pemerintahan Belanda disamping menghendaki
berlakunya hukum di Indonesia sebagairnana yang tercantum didalam
pasal 131 I.S. tersebut, Pemerintah Belanda juga telah mengadakan
pembagian golongan penduduk di Indonesia, hal mana dapat kita ketahui
melahui pasal 163 I.S yang menyatakan bahwa golongan penduduk di
Indonesia tersebut terdiri dari:
-
Hukum Perdata Materiil | 17
1. Golongan Eropa : termasuk mereka yang dipersamakan Golongan
Eropa
2. Golongan Tionghoa
3. Golongan Timur Asing (Pakistan, Arab, India dll) kecuali Tionghoa.
4. Golongan Indonesia Asli Pribuini
Bahwa sehubungan dengan adanya pembagian Golongan penduduk
Indonesia pada waktu pemerintahan Hindia Belanda yang kemudian
dihubungkan dengan Pedoman Politik Hukum Pemerintah Belanda di
Indonesia, sebagaimana tercantum dalampasal 131 I.S.
Hal ini mengakibatkan bahwa berlakunya hukum pada saat itu bagi
penduduk Indonesia saling berbeda antara golongan yang satu dengan
golongan lain sebagai berikut:
1. Untuk golongan .Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan
golongan tersebut diperlakukan bagi mereka seluruh Ketentuan-
ketentuan yang terdapat didalam Burgerlijklijk Wetboek‖ (B.W) dan
juga seluruh ketentuanl peraturan-peraturan yang terdapat didaham ―
Wetboek van Kopenhandel‖ (W.v.K);
2. Bagi golongan Tionghoa berlaku Ketentuan-ketentuan yang ada
didalam B.W dengan pengecualian yang mengatur mengenai upacara
pendahuluan perkawinan dan pencegahan atau penahanan perkawinan
yang ada didalam B.W tersebut dinyatakan tidak berlaku bagi mereka.
Selain itu untuk Golongan Tionghoa berlaku ―Burgerlijklijke Stand‖
atau B.S.
Kemudian untuk golongan Tionghoa berlaku adanya ―Adopsi― yang
mana didalam B.W itu senii Adopsi tidak dikenal ( pada Tahun 1956
di dalam BW Belanda yang baru diatur tentang Adopsi).
3. Bagi golongan Timur Asing kecuali Tionghoa berlaku bagi mereka
ketentuan-ketentuan yang ada didalam B.W (Burgerlijklijk Wetboek)
khusus hanya Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Harta
Kekayaan saja.
Sedangkan untuk hal-hal lainnya yaitu mengenai Hukum Kepribadian,
Hukum Kekeluargaan, Hukum Kewarisan, untuk golongan Timur
Asing berlaku Hukurn dan Negara asalnya mereka masing-masing;
4. Selanjutnya untuk Golongan Indonesia Ash atau Pribuini selama
hukum mereka belum Tertulis maka berlakulah Hukum Adat mereka
masing-masing.
-
Hukum Perdata Materiil | 18
Jadi kesimpulan yang dapat kita ketahui bahwa berlakunya Hukum
Perdata di Indonesia pada saat itu berbeda-beda antara golongan yang satu
dengan golongan yang lain, berarti didalam Satu Negara berlaku Hukum
Perdata yang ―beraneka ragam ―. Oleh sebab itu dikatakan bahwa Hukum
Perdata di Indoesia bersifat ―pluralistis‖.
Mengenai hukum Perdata Indonesia bersifat Pluralistis ini sampai
pada waktu sekarang masih berlangsung terus, sebab Hukum Perdata yang
dipergunakan Pemerintah Indonesia pada saat ini, yaitu yang tercantum
didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (K.U.H. Perdata) masih
berasal dan peninggalan Pemerintah Belanda dulu.
Terhadap keadaan hukum Perdata yang bersifat pluralistis ini dan
sekaligus merupakan Hukum warisan penjajah, sebenarnya sudah tidak
sesuai lagi bagi Pemerintah Indonesia yang merupakan Negara Kesatuan.
Sebab Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini dibuat berdasarkan adanya
Ras Diskriminasi, pembedaan golongan yang mana hal ini jelas
bertentangan dengan UUD’45 dan Pancasila yang justru menghendaki
adanya kesatuan bangsa.
Tetapi walaupun demikian hukum ini tetap kita pergunakan berhubung
pemerintah belum sanggup untuk membentuk Hukum Perdata Nasional.
Sebab untuk membentuk suatu hukum Perdata Nasional secara menyeluruh
adalah merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah, karena untuk hal itu
membutuhkan beberapa hal,yaitu:
(1) Waktu yang cukup lama untuk mempelajari kejiwaan masyarakat
yang ada sebagai dasar dalam membentuk Hukum Nasional tsb;
(2) Selain itu karena juga banyak membutuhkan Ahli dalam bidang
hukum untuk menyusun Hukum Nasional yang baru
(3) Membutuhkan biaya yang cukup besar.
Berdasarkan hal-hal tersebut, menyebabkan belum adanya dibentuk
Hukum Nasional secara menyeluruh. Apabila suatu hukum barn belum
dapat dibentuk dan hukum yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi, maka
hal itu akan rnengakibatkan Kekosongan Hukum didalam Negara tersebut
atau disebut “recht vacum “.
Pada saat ini Pemerintah telah berusaha tahap deini tahap untuk
mengarahkan membentuk Hukum Perdata Nasional sendiri. Usaha-usaha
ini telah dilakukan oleh Pemerintah melalui 2 jalan / cara, yaitu:
-
Hukum Perdata Materiil | 19
1. Usaha melalui Bidang Perundang-undangan
Melalui bidang ini yaitu dengan jalan membentuk Hukum Perdata
Nasional dalam bidang-bidang tertentu, sebagaimana yang kita
ketahui dan hasil usaha ini, yaitu:
a. Dalam Bidang Agraria telah terbentuk adanya Undang-undang
pokok Agaria (tanah dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan tanah) berlakulah Undang-undang ini bagi seluruh
Bangsa Indonesia.
b. Dalam Bidang Perkawinan yang telah terbentuk Hukum
Perkawinan yang berlaku bagi seluruh Bangsa Indonesia yaitu
dengan adanya Undang-undang Pokok Perkawinan No. 1
Tahun 1974, dengan Peratuan Pelaksanaannya, yaitu P.P No.9
tahun 1975.
2. Melalui Bidang Ilmu Pengetahuan
Usaha-usaha melalui bidang ini dilakukan dengan cara
menampung pendapat-pendapat para Sarjana Hukum terhadap
berlakunya B.W pada saat ini. Dan dengan adanya pendapat-pendapat
ahli hukum mengenai hal ini berarti pula mengurangi ketentuan-
ketentuan didalam B.W untuk dipergunakan, sehingga dengan
demikian usaha ini bersifat mendorong atau mendukung untuk dapat
dipercepatnya terciptanya Hukum Perdata Nasional tsb.
Dalam bidang Ilmu Pengetahuan ini kita ketahui pendapat-pendapat
dari:
1. SAHARDJO .
Menurut Sahardjo B.W (K.U.H. Perdata) yang kita
pergunakan sekarang ml adalah merupakan Hukum Perdata produk
(buatan) dan Pemerintah Penjajah (Belanda dulu). Oleh sebab itu
KUHPerdata itu pada waktu sekarang sudah tidak lagi merupakan
sebagai KUHPerdata atau ―Wetboek‖ melainkan hanya merupakan
sebagai ―Pedoman‖ hukum saja atau ―Rechtsboek ―. Pendapat
tersebut berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
(1) Bahwa B.W atau KUHPerdata itu dibentuk berdasarlan pasal
131 I.S yang mana pasal itu adanya ― Ras Diskrirninasi ―
(Pembedaan golongan) sebagaimana yang dipertegas didalam
pasal 163 IS
-
Hukum Perdata Materiil | 20
(2) Mengenai Ras Diskriminasi(pembedaan golongan) ini justru
tidak dikehendaki oleh Jiwa UUD’45 dan Pancasila, Oleh
sebab itu jelas bahwa B.W atau K.U.H Perdata ini berlakunya
bertentangan dengan Jiwa Bangsa Indonesia;
(3) Mengenai Ketentuan-ketentuan B.W yang jelas bertentangan
dengan jiwa bangsa Indonesia tidak diperlakukan lagi;
(4) Sedangkan mengenai ketentuan-ketentuan dan B.W yang tidak
bertentangan dengan Jiwa Bangsa
Indonesia masih dapat diperlakukan, tetapi tidak lagi
merupakan hukum Tertulis atau Kodifikasi, oleh sebab itu B.W
berlakunya hanya sebagai Buku Pedoman Hukum saja
(Rechtsboek).
2. MAHADI:
Mahadi berpendapat sebagai berikut:
(1) Bahwa B.W itu dibentuk berdasarkan pasal 1311 IS yang
menganut adanya faham Ras Diskriininasi
(2) Bahwa Ras Diskriminasijustru tidak dikehendaki oleh bangsa
Indonesia dan hal ini jelas bertentangan dengan UUD’45 dan
Pancasila;
(3) Mengenai ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan Jiwa
Bangsa Indonesia agar tidak dipergunakan;
(4) Sedangkan mengenai ketentuan-ketentuan yang tidak
bertentangan tetap masih dapat dipergunakan sebagai Hukum
yang Tertulis atau bagian dan Kodifikasi.
Dalarn hal ini Beliau tidak sependapat dengan Sahardjo yang
mengatakan bahwa untuk Ketentuan-ketentuan yang tidak
bertentangan dengan jiwa Bangsa Indonesia tetap berlaku, tetapi
sebagai Hukum yang Tidak Tertulis atau tidak merupakan bagian
dan Kodifikasi lagi. Indonesia masih dapat diperlakukan, tetapi
tidak lagi merupakan hukum Tertulis atau Kodifikasi, oleh sebab
itu B.W berlakunya hanya sebagai
Beliau selanjutnya berpendapat bahwa untuk menentukan
ketentuan-ketentuan mana didalam B. W yang bertentangan dengan
U.U.D’45 dan mana yang tidak bertentangan, penilaian ini
-
Hukum Perdata Materiil | 21
diserahkan saja kepada para ahli hukum dalam bidang praktek
(Hakim).
Perbedaannya:
Kalau Prof. Mahadi mengatakan : kalau mengenai ketentuan-
ketentuan yang tidak bertentangan itu masih berlaku, kalau DR
Sahardjo, SH tidak mengikat.
3. MATHILDA SOEMAMPOUW
Mathilda Soemampouw berpendapat bahwa jika kita
mengikuti Sahardjo dan Prof. Mahadi hal ini akan suatu keadaan
Ketidak-pastian Hukum.
Bahwa sebab itu mengenai hal ini tidak perlu dibicarakan
lagi. Selama B. W be/urn dicabut secara resini dengan Undang-
undang pencabutan tersendiri, maka B. W tetap berlaku sebagai
Hukum Tertulis dan Mengikat.
4. R. SOEBEKTI
Bahwa pada waktu menjabat sebagai Ketua Mahkamah
Agung R.I., R. Soebekti mengemukakan pendapat : bahwa BW
tetap berlaku sebagai hukum yang ―Mengikat ―, karena belum ada
Pencabutan secara Resini dengan Undang-udang terhadap
berlakunya B.W di Indonesia.
Sedangkan mengenai penilaian Ketentuan-ketentuan mana
yang ada didalam B.W, yang jelas bertentangan dengan Jiwa
Bangsa Indonesia, penilaian itu diserahkan saja kepada para Hakim
dalam praktek.
Sehubungan dengan pendapat ini, R.Soebekti mengingatkan
untuk memperhatikan adanya ―Surat Edaran MA ― No. 3 Tahun
1963 yang ditujukan kepada I. Kepala Pengadilan Negeri dan
Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia (Surat Nomor :
1115/P/3292/M/1963, Perihal Gagasan menganggap Burgerlijk
Wetboek tidak sebagai Undang-undang).
Didalam ―Surat Edaran MA ― No. 3 Tahun 1963 ditentukan
pasal-pasal yang jelas bertentangan dengan U.U.D 1945. Menurut
Beliau Surat Edaran MA No. 3 Tahun 1963 bersifat sebagai suatu
―Ajakan atau Seruan untuk agar para Hakim didalam praktek tidak
lagi mempergunakan pasal-pasal yang ada didalam Surat Edaran
itu.
-
Hukum Perdata Materiil | 22
Pada prisnsipnya dan semua pendapat yang ada tersebut
mempunyai pengaruh terhadap berlakunya B.W pada saat sekarang
ini adalah pendapat Soebekti, sebab dengan seruan beliau agar kita
memperhatikan S.E No.3 Tahun 1963 tersebut berarti hal ini telah
mengurangi terhadap berlakunya pasal-pasal yang ada didalam
B.W tersebut. Dengan adanya usaha pemerinah yang dilakukan
melalui bidang Per- Undang-undangan dan Ilmu Pengetahuan ini
mengakibatkan B.W atau K.U.H Perdata tidak lagi berlakunya
sepenuhnya.
Dalam hal ini mengenai S.E No. 3 Tahun 1963 dikatakan
sebagai suatu ―Ajakan ―, sebab untuk mengadakan perubahan atau
pembentukan suatu hukum adalah bukan wewenang dan
Mahkarnah Agung atau Badan Yudikatif, melainkan yang berhak
dalam hal ini adalah ―Badan Legislatif ―.
Oleh sebab itu dengan S.E tersebut tidak dinyatakan bahwa
Peraturan-peraturan yang ada didalam S.E itu dikatakan dicabut,
melainkan para ahli hukurn dalam bidang praktek hanya diserukan
atau diajak untuk sebaiknya tidak mempergunakan pasal-pasal yang
ada didalam S.E No. 3 Tahun 1963.
Jadi S.E ini tidak secara tegas mengikat untuk tidak
mempergunakan pasal-pasal tersebut, tetapi dalam hal ini baik
Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi yang berhubungan
dengan pasal tersebut sebagai Instansi yang berada dibawah
Mahkamah Agung jelas akan mengikuti ajakan atau seruan
tersebut.
Gagasan ini oleh Ketua Mahkamah Agung dalam bulan
Oktober 1962 ditawarkan kepada khalayak ramai dalam seleksi
hukum dan Kongres Ilmu Pengetahuan Indonesia atau KIPI dan di
situ mendapat persetujuan bulat dan para peserta.
Kemudian terdengar banyak sekali suara-suara dan para
sarjana hukum di Indonesia yang menyetujui juga gagasan ini.
Sebagai konsekuensi dan gagasan ini, maka Mahkamah
Agung menanggap tidak berlaku lagi antara lain pasal-pasal berikut
dari Burgerlijkljk Wetboek.
1. Pasal 108 dan pasal 119 B.W tentang wewenang seorang isteri
untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di
muka pengadilan tanpa izin dan bantuan suami;
-
Hukum Perdata Materiil | 23
2. Pasal 284 ayat (3) B.W mengenai pengakuan anak yang lahir
diluar perkawinan oleh seorang perempuan Indonesia ash.
Dengan demikian pengakuan anak itu tidak lagi berakibat
terputusnya perhubungan hukum antara ibu dan anak, sehingga
juga tentang hal ini tidak ada lagi perbedaan di antara semua
warga Negara Indonesia;
3. Pasal 1682 B.W yang mengharuskan dilakukannya suatu
penghibahan dengan akta notaris;
4. Pasal 1579 B.W yang menentukan bahwa dalam hal sewa
menyewa barang, si pemilik barang tidak dapat menghentikan
persewaan dengan mengatakan bahwa ia akan memakai sendiri
barangnya, kecuali apabila pada waktu membentuk persetujuan
sewa menyewa ini dijanjikan diperbolehkan;
5. Pasal 1238 B.W yang menyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu
perjanjian hanya dapat di muka Hakim, apabila gugatan ini
didahului dengan penagihan tertulis;
Mahkamah Agung sudah pernah memutuskan di antara dua
orang Tionghoa, bahawa pengiriman turunan surat gugatan
kepada tergugat dapat dianggap sebagai penagihan, oleh
karena si tergugat masih dapat menghindarkan terkabulnya
gugatan dengan membayar hutangnya sebelum dan sidang
pengadilan.
6. Pasal 1460 B.W tentang resiko seorang pembeli barang, pasal
mana menentukan, bahwa suatu barang tertentu yang sudah
dijanjikan dijual, sejak saat itu adalah tanggung jawab pembeli,
meskipun penyerahan barang itu belum dilakukan; Dengan
tidak lagi berlakunya pasal ini, maka harus ditinjau dan tiap-
tiap keadaan, apakah tidak sepantasnya pertanggung jawaban
atau resiko atas musnahnya barang yang sudah dijanjikan
dijual tetapi belum diserahkan, hams dibagi antara kedua belah
pihak, dan kalau ya, sampai dimana.
7. Pasal 1603 x ayat (1) dan ayat (2) B.W, yang mengadakan
diskriininasi antara orang Eropa di satu pihak dan bukan Eropa
di lain pihak mengenai perj anj ian perburuhan.
Demikian bunyi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun
1963 yang sangat terkenal itu, dimana dengan Surat Edaran yang
ditandatangani Wirjono Prodjodikoro tersebut, beberapa pasal B.W
dinyatakan tidak berlaku lagi.
-
Hukum Perdata Materiil | 24
Dalam perkembangan selanjutnya Surat Edaran Mahkamah
Agung No. 3 Tahun 1963 itu mendapat tanggapan dan sorotan dari
Mahkamah Agung sendiri, ketika menjadi Ketua Mahkamah
Agung R. Subekti, yang disampaikan pada Pembukaan Seininar
Hukum Nasional 11 di Semarang pada tahun 1968.
Menurut Subekti, gagasan Menteri Kehakiman dan Surat
Edaran Mahkarnah Agung serta Seininar Hukum bukanlah suatu
sumber hukurn formil. Oleh karena itu gagasan Menteri Kehakiman
Dr. Sahardjo, SH yang menganggap Burgerlijklijk Wetboek (B.W)
bukan lagi suatu Wetboek tetapi hanya sebagai rechtboek yang
kemudian disetujui oleh Mahkamah Agung dengan dengan Surat
Edarannya No. 3 Tahun 1963, harus dipandang sebagai anjuran
kepada para Hakim untuk jangan ragu-ragu atau takut-takut
menyingkirkan suatu pasal atau suatu ketentuan dan B.W manakala
mereka berpendapat bahwa pasal atau ketentuan B.W itu sudah
tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman atau keadaan
kemerdekaan sekarang ini. Jadi, yang menyingkirkan suatu pasal
atau ketentuan dan B.W adalah putusan-putusan Hakim yang,
merupakan yurisprudensi, bukan oleh Surat Edaran Mahkamah
Agung No. 3 Tahun 1963 itu. Oleh karena itu, kata Subekti perlu
adanya pengakuan kewenangan Hakim dalam melakukan peradilan
perdata yang luar biasa, apabila ia berpendapat dan yakin bahwa
suatu ketentuan sudah usang atau sudah tidak sesuai lagi dengan
perubahan dan kemajuan zaman, ia menyingkirkan ketentuan
tersebut, atau apabila perubahan dan kemajauan zaman sudah
menghendaki perluasan dan ketentuan tersebut untuk melakukan
perluasan ketentuan tersebut.
Dari uraian di atas ini dapatlah disimpulkan, bahwa secara
yuridis formil kedudukan B.W tetap sebagal undang-undang sebab
B.W tidak pemah dicabut dan kedudukannya sebagai undang-
undang. Namun, pada waktu sekarang B.W bukan lagi sebagai
Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang bulat dan utuh seperti
keadaan semula saat diundangkan, karena beberapa bagian
daripadanya sudah tidak berlaku Iagi, baik karena ada suatu
peraturan perundang-undangan yang baru dalam lapangan perdata
yang menggantikannya, maupun karena disingkirkan dan mati oleh
putusan-putusan Hakim yang merupakan yurisprudensi karena
dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
-
Hukum Perdata Materiil | 25
masyarakat yang sudah sangat jauh beruhah dibandingkan dengan
keadaan masyarakat pada saat BW dikodifikasikan.
Perkembangan dan perubahan selanjutnya terhadap Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (Djaya S.Meliala,2006: 18-
9),antara lain :
1. Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), Undang-undang
Nomor: 5 Tahun 1960, ke berlaku tanggal 24September 1960.
Undang-undang ini menyatakan mencabut buku II KUHPerdata
sepanjang yang mengatur tentang buini,air, serta kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentua-ketentuan
mengenai hipotek.
2. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3/1963,
perihal:Gagasan menganggap Burgerlijklijk Wetboek tidak
sebagai undang-undang. Sebagai konsekwensi dan gagasan ini,
maka Mahkamah Agung menganggap tidak berlaku lagi,antara
lain:
1) Pasal 108 dan 110 B.W
2) Pasal 284 ayat (3) B.W
3) Pasal 1682 B>W
4) Pasal 1579 B.W
5) Pasal 1238 B.W
6) Pasal 1460 B.W
7) Pasal 1603ayat 1 dan 2 BW
3. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 105 k/Sip/1968
tentang diterimanya ―onheelbare tweespalt‖ (cekcok terus
menerus, membuat pasangan tidak bisahidup rukun) sebagai
alasan perceraian. Jurisprudensi ini memperluas alasan
perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 209 KUHPerdata.
4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(undang-undang ini antara lain menyatakan tidak berlaku lagi
ketentuan-ketentuan KUHPerdata yang mengatur tentang
perkawinan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
perkawinan).
5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah
-
Hukum Perdata Materiil | 26
(undang-undang ini mencabut ketentuan tentang Hypotheek
sebagaimana tersebut dalam Buku Ke II sepanjang mengenai
pembebanan hak atas tanggungan pada hak atas tanah
besertabenda-benda yang berkaitan dengan tanah.
6. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia
7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
9. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan.
10. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
11. Undang-undang Republik Indonesia Nomor Nomor 23 Tentang
Adininistrasi Kependudukan yang telah menghapus Bagian
Kedua (tentang nama-nama, perubahan nama-nama dan
perubahan nama-nama depan), dan Bab Ketiga (tentang tempat
tinggal atau domisili) dari Buku Kesatu KUHPerdata,serta
menghapus Undang-undang Nomor 4/1961 tentang Perubahan
atau Penambahan Nama Keluarga (Undang-undang ini
menyatakan Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, 9 dan Pasal 10
KUHPerdata tidak berlaku lagi)
12. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas.(Undang-undang ini mencabutdan
menyatakan tidak berlaku lagi Undang-undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas yang telah mencabut Buku
Kesatu Bagian Ketiga Pasal 36 sampai Pasal 56 KUHD berikut
segala perubahannya, dst).
-
Hukum Perdata Materiil | 27
EVALUASI :
Diskusikan:
1) Mengapa Hukum Perdata di Indonesia dikatakan bersifat
pluralisme. Jelaskan
2) Mengapa berlakunya BW/Kitab Undang-undang Hukum Perdata
sekarang ini tidak lagi yang bulat dan utuh seperti keadaan semula
saat diundangkan? Jelaskan
D. Asas-asas Hukum Perdata
Asas hukum adalah ―aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang
abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan
pelaksanaan hukum (Mas Marwan, 2004: 95). Dengan demikian, peraturan
hukum konkret (seperti undang-undang), pelaksanaan hukum dan putusan
pengadilan tidak boleh bertentangan dengan asas hukum.
Beberapa pakar (Sudikno Mertokusumo, 2001: 5-6, dan Marwan
Mas, 2004:95), mendefinisikan asas-asas hukum, sebagai berikut:
- Bellefroid berpendapat bahwa asas hukum umum adalah norma dasar
yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak
dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum
umum itu merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu
masyarakat.
- Vsan Eikema Hommes itu tidak boleh dianggap sebagai morma-
norma hukum konkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar
hukum umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku.
Pembentukan hukum, praktis perlu berorientasi pada asas hukum
tersebut. Dengan kata lain, asas hukum adalah dasar-dasar atau
petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.
- Menurut Scholten, asas hukum adalah kecendrungan-kecendrungan
yang disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum,
merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya sebagai
pembawaan umum itu, yang tidak boleh tidak harus ada.
- Menurut Satjipto Rahardjo, asas hukum mengandung nilai-nilai dan
tuntutan-tuntutan etis. Apabila Anda membaca suatu peraturan hukum,
-
Hukum Perdata Materiil | 28
mungkin kita akan menemukan pertimbangan etis di situ. Akan tetapi
asas hukum menunjukkan adanya tuntutan etis yang demikian itu, atau
setidak-tidaknya kita bisa merasakan adanya petunjuk ke arah itu.
Dari apa yang diuraikan di atas dapat disimpulkan (Sudikno
Mertokusumo, 2001: 5-6), bahwa asas hukum bukan merupakan hukum
konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau
merupakan latar belakang peraturan konkrtit yang terdapat dalam dan di
dalam sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan
dan putusan hakim yang merupakan hukum positif, dan dapat diketemukan
dengan sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit
tersebut.
Apabila dalam sistem hukum terjadi pertentangan, maka asas hukum
akan tampil untuk menyelesaikan pertentangan tersebut. Menurut
Klanderman Fungsi asas hukum (Sudikno Mertokusumo, 2001: 6), antara
lain sebagai berikut:
- Asas hukum dalam hukum bersifat mengesahkan dan mempunyai
pengaruh yang normatif dan mengikat para pihak.
- Asas hukum tidak hanya mempengaruhi hukum positif, tetapi dalam
hal juga menciptakan suatu sistem, yang tidak akan ada tanpa adanya
asas hukum tersebut.
Sedangkan Fungsi asas hukum dalam sistem hukum (Marwan Mas,
2004:95), antara lain :
- Menjaga ketaatan asas atau konsistensi, misalnya asas hukum yang
menyatakan ―ius curia novit‖ atau ―hakim dianggap mengetahui
hukum‖, artinya hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan
dengan alasan tidak ada aturan hukumnya.
- Menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam sistem hukum.
Fungsi ini antara lain diwujudkan dalam asas hukum ―Lex superior
derogat legi inferiori‖, yaitu aturan yang hirarkisnya lebih tinggi,
diutamakan pelaksanaannya daripada aturan yang lebih rendah.
Misalnya undang-undang lebih diutamakan pemberlakuannya
daripada peraturan pemerintah.
-
Hukum Perdata Materiil | 29
Dengan demikian diharapkan asas hukum bukan hanya sekedar
simbol bagi peraturan konkrit dalam suatu sistem hukum dan sistem
peradilan di Indonesia. Asas hukum mempunyai keterkaitan dengan sistem
hukum dan sistem peradilan, sehingga setiap terjadi pertentangan di dalam
mekanisme kerjanya, senantiasa akan diselesaikan dengan asas hukum.
Asas hukum pada umumnya bersifat dinainis, dapat terpengaruh
waktu dan tempat (historisch bestimmt), berkembang mengikuti kaedah
hukumnya, sedangkan kaedah hukum akan berubah mengikuti
perkembangan masyarakat. Namun menurut G.J Scholten ((Sudikno
Mertokusumo, 2001: 9-10), ada asas hukum yang bersifat universal yang
berlaku kapan saja, tidak terpengaruh waktu dan tempat, antara lain
sebagai berikut:
- Asas keperibadian, manusia menginginkan adanya kebebasan
individu, ingin memperjuangkan kepentingannya. Asas keperibadian
ini menunjuk pada pengakuan keperibadian manusia, bahwa manusia
adalah subyek hukum, penyandang hak dan kewajiban.
- Asas persekutuan, manusia menghendaki hidup bersama yang tertib,
aman dan damai.
- Asas kesamaan, manusia menghendaki dianggap sama dihadapan
hukum, tidak dibeda-bedakan (equality before the law).
- Asas kewibawaan, memperkirakan atau mengasumsikan adanya
ketidak-samaan. Di dalam masyarakat harus ada yang meinimpin,
menertibkan masyarakat, yang diberi kewibawaan, yang mempunyai
wewenang dan kedudukan yang lain daripada orang kebanyakan.
Asas hukum dapat dibedakan dalam 2 macam (Sudikno
Mertokusumo, 2001: 10-11), sebagai berikut:
a. Asas hukum umum, yaitu asas hukum yang berhubungan dengan
seluruh bidang hukum, antar lain:
-
Hukum Perdata Materiil | 30
- Asas restitutio in integrum, yaitu pengembalian kepada
kedudukan semula. Ketertiban dalam masyarakat haruslah
dipulihkan pada keadaan semula, apabila terjadi konflik.Artinya
hukum harus memerankan fungsinya sebagai ―sarana
penyelesaian konflik‖
- Asas lex posteriori derogat legi periori, yaitu hukum yang
kemudian membatalkan hukum yang terdahulu.
- Asas Ne bis in idem, yaitu satu perkara yang telah diputuskan,
tidak boleh disidangkan untuk kedua kali.
- Asas eidereen wordt geacht de wette kennen, yaitu setiap orang
dianggap mengetahui hukum. Artinya apabila suatu undang-
undang telah diundangkan (tercatat dalam Lembaran Negara),
maka undang-undang tersebut dianggap telah diketahyu oleh
warga masyarakat, sehingga tidak ada alasan bagi yang
melanggarnya bahwa undang-undang itu belum diketahui
berlakunya.
b. Azas-azas dalam hukum perdata antara lain:
- Azas Monogami (dalam Hukum Perkawinan) : Pasal 27 BW,
sekarang diatur dalam pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan.
- Azas Konkordansi : - KB, 1 Mei 1948, - Stb 1848 Nomor 10
- Azas Recht fictie: Pasal 2 BW
- Azas Harta kekayaan debitor sebagai jaminan pelunasan
hutangnya: Pasal 1331 BW
- Asas Tiada suatu hukuman yang mengakibatkan kematian perdata
atau kehilangan segala hak perdatanya : Pasal 3 BW
- Pembatasan pasal 21(1) UU No. 5/1960.
- Larangan pemilikan tanah pertanian yang berada diluar
kecamatan dan tempat tinggal yang besangkutan tinggal yang
bersangkutan.
- Azas kebebasan berkontrak: pasal 1338 ayat (1) BW
Pembatasan harus mengindahkan:
1) Pasal 1320 sebagai syarat umum
2) Pasal 1851 ayat 2 BW Perjanjian perdamaian
3) Pasal 37 PP. 24 Tahun 1997
-
Hukum Perdata Materiil | 31
4) Perjanjian yang dimaksud mengalihkan hak atas tanah.
- Azas lex specialis derogate leg generalis :Pasal 1 KUHD
Perkataan Hukum Perdata dalam arti luas adalah segala hukum
pokok yang mengatur kepentingan perseorangan. Perkataan Perdata
lain juga dipakai sebagai lawan dan pidana sedangkan dalam arti
sempit lawan dan hukum dagang. Hukum Perseorangan dimana
seseorang yang tidak mau melakukan sesuatu pekerjaan tentu tidak
dapat langsung dipaksa melakukan pekerjaan tersebut,demikian pula
kepentingan dalam warisan terbuka meskipun ia (bayi) masih dalam
kandungan.
Meskipun pada azasnya dikatakan setiap orang adalah pembawa
hak tapi dalam hukum tidak semua orang dapat bertindak sendiri
seperti orang yang tidak cakap atau kurang cakap untuk melakukan
perbuatan melawan hukum seperti :
Orang yang belum dewasa (BW— 21 tahun) kecuali kalau ia
telah kawin.
Orang yang ditaruh dibawah pengawasan curatele.
Tiap orang harus ada domocilinya karena hal tersebut untuk
mengetahui tempat kediaman, dimana tempat ia kawin,dimana ia
dipanggil, dimana ia dicari, pengadilan mana yang berwenang.
Dalam perjanjian kontrak dapat diterangkan doinicile pemilik.
Hal ini memudahkan Penggugat menggugatnya bilamana perkaranya
diselesaikan didepan pengadi Ian (litigasi) atau berguna bagi
Penggugat untuk menggugat ahli warisnya.
Dengan pengertian Hukum Perdata sebagai mana tersebut diatas,
maka sebagai unsur yang terpenting dalam bidang hukum perdata
adalah unsur Kepentingan Perseorangan.
Contoh:
KASUS PERDATA
-
Hukum Perdata Materiil | 32
A menyewakan sebuah rumah kepada B dengan ketentuan setiap
bulan pihak B sebagai penyewa dan rumah tersebut wajib untuk
mengantarkan uang sewanya setiap bulan sebesar Rp. 10.000,- kepada
A, tetapi ternyata sudah berlangsung 1 tahun B tidak pernah
menyetorkan uang sewa tersebut kepada A.
Dalam contoh peristiwa Perdata ini sebagaimana tadi kita
katakan bahwa unsur yang terpenting adalah Kepentingan
Perseorangan.
Maka dalam contoh tersebut diatas kita dapat melihatnya
bahwa dalam perjanjian sewa menyewa itu yang ada hanyalah
kepentingan antara pihak A dengan pihak B, sedangkan orang lain
diluar mereka sama sekali tidak mempunyai hubungan apapun juga.
Didalam sewa menyewa ini pihak A si pemilik rumah
mempunyai kepentingan yang disebut sebagai hak, berupa
kepentingan atau hak-nya terhadap jumlah uang sewa yang akan di
terimanya dan pihak si-B.
Selain pihak A itu mempunyai kepentingan atau hak-hak
tertentu, pihak A juga mempunyai kewajiban-kewajiban untuk
menyerahkan rumah yang bersangkutan untuk dapat disewa oleh
pihak B yang mana dalam contoh ini kewajiban tersebut telah
dilaksanakan dengan baik.
Sebaliknya si B sebagai si-penyewa juga mempunyai
kepentingan yaitu kepentingan untuk dapat menempati rumah tersebut
yang dalam hal ini kepentingan itu berupa kepentingan terhadap hak
menempati rumah. Apa yang menjadi hak daripada B tersebut telah
dipenuhi oleh si-A. Disamping hak itu B juga mempunyai kewajiban
yaitu kewajiban untuk membayar uang sewa kepada A tetapi ternyata
B mengingkari janji yaitu tidak pernah menyetorkan uang sewanya
yang disebut dengan istilah wanprestasi (ingkar janji).
Dalam kejadian contoh tsb yang menderita kerugian adalah
pihak si-A karena kepentingannya terhadap apa yang menjadi Hak-
nya ternyata tidak dipenuhi oleh pihak si-B.
-
Hukum Perdata Materiil | 33
Dalam keadaan tersebut diatas yang wajib untuk membela
kepentingannya adalab orang yang menderita kerugian itu sendiri
dalam hal ini si-A. Pihak lain ataupun Pejabat yang berwenang tidak
akan memberikan perhatian apapun juga kecuali pihak yang menderita
kerugian itu sendiri telah meininta bantuan secara tegas kepada
Pejabat yang berwenang dalam hal ini pengadilan dan tempat tinggal
pihak yang telah merugikan tersebut dan yang biasa disebut sebagai
tergugat (B).
Setelah ada permintaan tersebut barulah pihak yang berwenang
akan memberikan bantuan untuk menyelesaikan kepentingan daripada
pihak si-A melalui prosedur hukum yang disebut sebagai Hukum
Perdata Formil atau biasanya dipergunakan istilah dalam praktek
disebut sebagai Hukum Acara Perdata
EVALUASI:
1. Apa fungsi asas-asas hukum pelaksanaan hukum ?
2. Dapatkah orang menolak tuntutan hukum dengan dalih ia tidak
tahu adanya ketentuan hukum tersebut? jelaskan
3. Sebutkan contoh-contoh asas-asas hukum perdata.
4. Diskusikan bagaimana jika saudara temukan ada peraturan yang
lebih rendah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi ?
-
Hukum Perdata Materiil | 34
BAB III
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
A. Sistimatika Hukum Perdata Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan
Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan , sistematika hukum perdata
terdiri dari (Subekti, 2003: 16)
a. Hukum tentang diri seseorang (Personen Recht) :
Memuat peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-
peraturan perihal kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-
haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu;
b. Hukum Kekeluargaan (Familie Recht):
Mengatur mengenai hubungan hukum yang timbul dari hubungan
kekeluargaan, seperti perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum
kekayaan antara suami dan isteri, hubungan antara orang tua dan anak
perwalian dan curatele;
c. Hukum Kekayaan (Vermogen Recht) :
Mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan
uang. Dalam hal ini yang meliputi segala hak dan kewajiban orang itu,
dinilai dengan uang (nilai ekonoinis). Hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang demikian itu, biasanya dapat dipindah-tangankan kepada orang lain.
Hak-hak kekayaan itu dapat dibagi lagi atas:
- Hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang dan karenanya dinamakan hak
mutlak;
- Hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu fihak yang
tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
- Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat
terlihat dinamakan hak kebendaan.
- Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang
dapat terlihat, misalnya hak seorang pengarang atas karangannya, hak
seorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak
seorang pedagang untuk memakai sebuah merk.
d. Hukum Warisan (Erfrecht) :
-
Hukum Perdata Materiil | 35
Mengatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan seseorang jikalau ia
meninggal Hukum Waris itu mengatur akibat-akibat hubungan keluarga
terhadap harta peninggalan seorang.
B. Sistematika Hukum Perdata menurut Undang-Undang / Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Sistematika Hukum Perdata dalam Burgerlijklijk Wetboek voor
Indonesiee /Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri atas 4 (empat) buku,
sebagai berikut:
- Buku I : Tentang Orang (Van Personen)
- Buku II : Tentang Kebendaan (Van Zaken)
- Buku III : Tentang Perikatan (Van Verbindtenissen)
- Buku IV : Tentang Pembuktian dan Kadaluarsa (Van Bewijs en
Verjaring)
Ad.1. BUKU KESATU : “TENTANG ORANG”
Di dalam buku Kesatu, dimuat semua ketentuan-ketentuan yang
mengatur mengenai orang sebagai Subyek Hukum dan Hukum
Keluarga.
Dalam hal ketentuan yang mengatur orang sebagai Subyek Hukum
(Manusia dan Badan Hukum). Mengenai apa yang sebenarnya
dimaksud dengan Subyek Hukum? Siapa saja yang merupakan Subyek
Hukum itu? Apa yang menjadi Hak dan Kewajiban Subyek Hukum?
Bilamana kedudukan Subyek Hukum menjadi ―Hapus‖ atau ―hilang‖.
Sedangkan mengenai hukum kekeluargaan yaitu semua ketentuan
yang mengatur hubungan seseorang dengan pihak lainnya yang mana
hubungan itu ditimbulkan karena adanya perkawainan antara seseorang
pria dengan seseorang wanita, antara lain ketentuan itu meliputi
mengenai ketentuan yang mengatur hubungan antara suami-Isteri. Hak
dan kewajiban dari suami - isteri tersebut. Mengenai harta kekayaan di
dalam perkawinan apabila terlahir anak-anak juga timbul hubungan
antara orang tua dengan anak tersebut yang biasa disebut sebagai:
―Kekuasaan Orang Tua‖.
Dimasukkannya hukum keluarga ke dalam bagian hukum tentang
orang (Subekti, 2003: 17), karena hubungan-hubungan keluarga
-
Hukum Perdata Materiil | 36
memang berpengaruh besar terhadap kecakapan seseorang untuk
memiliki hak-hak serta kecakapan untuk mempergunakan hak-haknya
itu.
Dalam semua sistem hukum terdapat pengertian tentang badan
hukum terdapat pengertian tentang badan hukum sebagai subyek hukum
(rechtpersoon), karena ada keinginan atau kebutuhan untuk membentuk
badan-badan atau perkumpulan yang dapat juga memiliki hak-hak dan
melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia.Badan-badan
dan perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri dan dapat bergerak
dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya,dapat digugat
dan dapat juga menggugat di muka Hakim (Subekti, 2005: 21).
Sementara itu menurut ilmu pengetahuan (doktrin),syarat-syarat
yang dapat dipakai (harus ada) sebagai kriteria untukmenentukan
adanya kedudukan sebagai suatubadan hukum (Djaja S.Meliala,
2006:42) ialah:
Ad.2. BUKU KEDUA: “TENTANG KEBENDAAN “.
Didalam Buku Kedua dicantumkan semua ketentuan-ketentuan
yang mengatur mengenai persoalan Benda sebagai obyek hukum.
Disamping itu didalam Buku ini juga dimuat ketentuanketentuan yang
mengatur mengenai ―Hukum Kewarisan
Dalam hal hukum Kebendaan, diatur di dalamnya mengenai:
- Apa yang dimaksud dengan benda menurut hukum.
- Mengenai macam-macamnya benda menurut hukum.
- Mengenai hak-hak Kebendaan.
- Dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam hal Hukum Kewarisan diatur mengenai cara
beralihnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang
meninggal dunia kepada para ahli warisnya.
Pembuat undang-undang memasukkan Hukum Waris ke dalam
bagian tentang hukum kebendaan (Subekti, 2005: 21), karena dianggap
-
Hukum Perdata Materiil | 37
hukum waris itu mengatur cara-cara untuk memperoleh hak atas benda-
benda, yaitu benda-benda yang ditinggalkan oleh seseorang.
Ad.3. BUKU KETIGA : “TENTANG PERIKATAN”
Buku ke-III ini memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan antara seseorang dengan pihak lainnya, hubungan mana
menimbulkan adanya Hak dan Kewajiban diantara para pihak
tersebut.
Ketentuan-ketentuan ini antara lain meliputi:
- Apa yang dimaksud dengan Perikatan?
- Perikatan itu bersumber apa saja?
- Bagaimana membuat suatu Perjanjian yang sah?
- Hak dan Kewajiban apa yang timbul dan Perjanjian tersebut?
Misalnya : Penjanjian Jual-Beli
Dalam hubungan perjanjian Jual-Beli ini akan timbul Hak dan
Kewajiban antara Penjual dengan pembeli tersebut. Sebagai Penjual
berkewajiban untuk menyerahkan barang jualannya kepada Pembeli.
Sebaliknya
Penjual mempunyai juga hak untuk menerima uang pembayaran dan
barang yang dijualnya. Sedangkan sebagai Pembeli mempunyai
kewajiban untuk membayar dan menyerahkan harga barang yang
dibelinya. Sebaliknya mempunyai Hak untuk menerima dan meininta
barang yang telah dibelinya.
Ad.4. BUKU KE-IV: “TENTANG PEMBUKTIAN DAN
DALUWARSA”
Buku ini memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai
cara-cara mengenai cara-cara membuktikan sesuatu Hak mengenai
macam-macam alat bukti dan lain-lainnya.
Sedangkan mengenai daluarsa meliputi ketentuanketentuan yang
mengatur mengenai lewatnya waktu yang mana dapat menimbulkan
seseorang memperoleh sesuatu hak atau dengan lewatnya waktu
-
Hukum Perdata Materiil | 38
tersebut seseorang akan dibebaskan dan sesuatu kewajiban atau
tuntutan hukum.
Misalnya:
Dengan lewatnya waktu 30 tahun tanpa sesuatu gangguan dan
pihak manapun, maka seseorang yang telah menepati sebidang tanah
selama waktu tersebut dapat mengajukan permohonan agar tanah itu
menjadi iniliknya.
Dengan lewatnya waktu 1 tahun seseorang dapat dibebaskan dan
sesuatu penagihan dokter.
Perihal Pembuktian dan Lewat Waktu (daluarsa) sebenarnya adalah
soal hukum acara, menurut Subekti (Subekti, 2003: 17) hal ini
kurang tepat dimasukkan dalam BW yang pada asasnya mengatur
hukum perdata materiil. Tetapi pernah ada suatu pendapat, bahwa
hukum acara itu dapat dibagi dalam bagian materiil dan bagian
formil. Soal mengenai alat-alat pembuktian terhitung bagian yang
termasuk hukum acara materiil yang diatur juga dalam suatu undang-
undang tentang hukum perdata materiil.
Sistimatika Kitab Undang-undang Hukum Dagang :
Sistimatika Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) terdiri dari :
1. Buku Kesatu: Tentang Dagang umumnya
2. Buku Kedua: Tentang Hak dan Kewajiban yang terbit dari pelayaran.
Belanda telah mengganti Burgerlijk Wetboek dengan Nieuw Burgerlijk
Wetboek sejak 1992
Dalam sejarah perkembangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
telah diuraikan bahwa sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan
sudah diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia,dan menjadi
undang-undang yang berdiri sendiri, antara lain:
1) Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1960 TentangPeraturan
dasar pokok-pokok agraria
Pasal 57:
-
Hukum Perdata Materiil | 39
―Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam
pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan-
ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam S. 1908-
542 sebagai yang telah diubah dengan S. 1937-190.
2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal
66 disebutkan bahwa :
―Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan
berlakunya Undang-undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),
Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie
Christen Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan Perkawinan Campuran
(Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158), dan
peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah
diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku‖.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan
Tanah. Dalam Pasal 29 disebutkan bahwa:
―Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai
Credietverband sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542
jo.Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad 1909-584 sebagai yang telah
diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191 dan
ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai
pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi‖.
Hal ini berbeda dengan Burgerlijk Wetboek yang berlaku di negeri
Belanda yang juga telah mengalami perubahan, akan tetapi keberadaannya
tetap dalam bentuk kodifikasi. Dalam Konferensi Nasional Hukum
Keperdataan Nasional II, yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pengajar Hukum
Keperdataan (APHK) tanggal 16-17 April 2015 di Fakultas Hukum
Universitas Udayana, Bali, Prof. Dr. Tineke E. Lambooy dari Universiteit
Utrecht Belanda mengemukakan bahwa Belanda sudah mengganti BW yang
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt552f33303d683/pengajar-hukum-keperdataan-selenggarakan-konferensi-nasionalhttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt552f33303d683/pengajar-hukum-keperdataan-selenggarakan-konferensi-nasional
-
Hukum Perdata Materiil | 40
masih digunakan di Indonesia itu, dengan BW yang baru atau Nieuw Burgerlijk
Wetboek sejak 1992. Upaya rekodifikasi BW ini digagas oleh Prof (E.M.)
Meljers pasca perang dunia II pada 1947, atau dua tahun setelah Indonesia
merdeka dari Belanda. Ia mengatakan alasannya ketika itu sudah banyak
putusan hakim yang bersifat menemukan hukum dalam ranah perdata. ―Saat itu
motivasinya adalah karena banyak peraturan hukum yang sudah dikembangkan
oleh hakim di pengadilan, yang mana aturan itu tidak terdapat dalam BW 1838.
Dari putusan hakim itu-lah dilakukan interpretasi. Namun hukum secara
konstan terus menerus berkembang, dan Mahkamah Agung mempermudah
dengan mengeluarkan anotasi putusan-putusan penting (landmarks).
Nieuw Burgelijk Wetboek sudah memiliki 10 buku hingga kini. Yakni:
Buku 1: The Law of Natural Persons and Family Law (disahkan1970)
Buku 2: The Law of Legal Persons and Corporate Law (disahkan1976)
Buku 3: Property Law in General (disahkan1992)
Buku 4: Law of Succession (disahkan1992)
Buku 5: Property Rights (disahkan1992)
Buku 6: The Law of Obligations and Contracts (disahkan1992)
Buku 7: Specific Contracts (disahkan1992)
Buku 7A: Specific Contracts (disahkan1992)
Buku 8: Transport Law and Means of Transportation (disahkan1991)
Buku 10: International Private Law (disahkan2012)
Sedangkan, Buku 9 yang berisi muatan Intelectual Property Law atau
Hak Kekayaan Intelektual (Voortbrengselen van de geest) hingga kini masih
belum selesai. Menurut Tineke, di Belanda, pengaturan-pengaturan
mengenai hak kekayaan intelektual ini sudah diatur dalam peraturan
tersendiri.
Ditambah lagi ada perjanjian internasional (treaty) yang memiliki
keberlakuan internasional. ―Perusahaan-perusahaan (milik Belanda) itu kan
beroperasi di seluruh dunia,‖
-
Hukum Perdata Materiil | 41
BAB IV
PERIKATAN
A. Pengertian Perikatan
Istilah ―Perikatan‖ dalam bahasa Belanda ―Verbintenis‖ atau juga dikenal
dengan istilah ―Binding‖ (bahasa Inggris), ―Obligation‖ ( bahasa Perancis) dan
―Obligatio‖ (Latin).
Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak memberikan definisi tentang
―Perikatan‖. Beberapa pakar/ahli hukum memberikan pengertian tentang Hukum
Perdata, sebagai berikut:
- Menurut Hofmann, Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah
subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberpaa orang
daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu
terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.
- Menurut Pitlo, Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta
kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu berhak
(kreditor) dan pihak yang lain berkewajiban (debitor) atas sesuatu prestasi.
- Menurut Vollmar, Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada
selama seseorang itu (debitor) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin
dapat dipaksakan terhadap (kreditor), kalau perlu dengan bantuan hakim.
Dengan demikian perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua atau
beberapa orang atau pihak, yang menjadi dasar dimana pihak yang satu (kreditor)
berhak atas suatu hal (barang)