MODUL Biotek 2

21
0 MODUL - 2 DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN TEKNIK PROPAGASI SECARA IN VITRO Oleh: Pangesti Nugrahani Sukendah Makziah RECOGNITION AND MENTORING PROGRAM PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR 2011

description

modul biotek

Transcript of MODUL Biotek 2

Page 1: MODUL Biotek 2

0

MODUL - 2

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

TEKNIK PROPAGASI SECARA IN VITRO

Oleh:

Pangesti Nugrahani

Sukendah

Makziah

RECOGNITION AND MENTORING PROGRAM

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

2011

Page 2: MODUL Biotek 2

1

KATA PENGANTAR

Dasar Bioteknologi Tanaman adalah mata kuliah wajib yang

diberikan kepada mahasiswa semester V pada Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur. Mata kuliah ini

dikembangkan melalui penguatan materi technopreneurship dengan

dukungan Recognition and Mentoring (RAM) Program Indonesia 2011.

Untuk memudahkan mahasiswa mendalami ilmu dan

mengembangkan dalam praktek, maka disusun Modul Dasar Bioteknologi

Tanaman. Modul ini merupakan materi 2 yang membahas tentang Teknik

Propagasi Secara In Vitro. Materi 2 ini dibahas pada tatap muka minggu

ke 2 perkuliahan selama 110 menit. Diharapkan dengan adanya Modul ini

mahasiswa dapat lebih awal mempersiapkan diri untuk mengikuti program

pembelajaran dalam kelas, diskusi maupun praktikum, sehingga sistem

pembelajaran tidak lagi hanya terpusat pada pengajar.

Disadari bahwa Modul ini belum sempurna, sehingga pada waktu

yang akan datang akan senantiasa diperbaharui dengan materi yang

disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga

bermanfaat.

Surabaya, September 2011

Penyusun

Page 3: MODUL Biotek 2

2

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

1. Modul ini tersedia pada E-Learning situs http://www.upn.ac.id

2. Bacalah materi pada modul sebelum perkuliahan dimulai

3. Buatlah catatan kecil tentang hal-hal yang ingin didiskusikan

4. Buatlah ringkasan materi sendiri

5. Jawablah pertanyaan atau kerjakan soal-soal pada bagian Uji

Kemampuan Diri

6. Kerjakan tugas PROJECT BASED LEARNING

7. Selamat belajar, jangan lupa berdoa

Page 4: MODUL Biotek 2

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………… 1

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL……………………………….. 2

TUJUAN INSTRUKSIONAL…………………………………………… 4

I. PENDAHULUAN……………………………………………………. 5

II. TEKNIK PROPAGASI SECARA IN VITRO……………………… 7

2.1. PENGERTIAN MIKROPROPAGASI…………………… 7

2.2. SUMBER EKSPLAN……………………………………… 8

2.3. MEDIA IN VITRO………………………………………… 9

2.4. AKLIMATISASI…………………………………………… 12

2.5. KENDALA TEKNIK IN VITRO …………………………. 13

2.6. RANGKUMAN……………………………………………. 14

III. UJI KEMAMPUAN DIRI…………………………………………... 15

IV. PROJECT BASED LEARNING …………………………………. 16

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 17

TERMINOLOGI ……………………………………………………… 18

DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………… 20

Page 5: MODUL Biotek 2

4

TUJUAN INSTRUKSIONAL

Tujuan Mata Kuliah Dasar Bioteknologi Tanaman:

Memberikan pemahaman dan wawasan tentang perkembangan

bioteknologi modern serta teknik dan aplikasinya dalam perspektif

teknopreneurship untuk peningkatan produksi dan perbaikan tanaman

serta pengembangan produk komersial

Tujuan Instruksional Khusus:

Mahasiswa memahami dan mampu:

- Memberikan batasan dan definisi mikropropagasi

- Menjelaskan metode yang digunakan dalam mikropropagasi

- Menjelaskan macam, sifat dan teknik penangan eksplan / bahan tanam

- Menjelaskan komposisi / formula dan peranan masing-masing

komponen dalam media kultur

- Menjelaskan kondisi kultur dan kebutuhan iklim mikronya

- Menjelaskan proses sub kultur untuk penumbuhan plantlet dan

aklimatisasi untuk transplanting

Page 6: MODUL Biotek 2

5

I. PENDAHULUAN

Perbanyakan tanaman atau propagasi tanaman dapat dilakukan

secara generatif atau secara vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif

dilakukan dengan menggunakan bagian dari tanaman tersebut. Secara

konvensional teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif antara lain

cangkok, stek, okulasi dan sebagainya. Sedangkan perbanyakan

vegetatif secara modern dilakukan dengan teknik kultur jaringan.

Kultur jaringan (Tissue Culture) atau Kultur In Vitro adalah suatu

teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan

menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat

pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian

tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman

sempurna. Disebut sebagai kultur in vitro (bahasa Latin, berarti "di dalam

kaca") karena jaringan dibiakkan di dalam tabung kaca, botol kaca,

cawan Petri dari kaca, atau material tembus pandang lainnya.

Kultur jaringan tanaman secara teoritis dapat dilakukan terhadap

semua jaringan, namun masing-masing jaringan memerlukan komposisi

media tertentu. Dasar teori teknik kultur jaringan adalah teori Totipotensi

Sel yang dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden (1838). Menurut

mereka setiap sel memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi individu

yang sempurna apabila diletakkan pada lingkungan yang sesuai.

Keberhasilan kultur jaringan pertama kali dilakukan oleh Harberlandt

(1902), dan dilanjutkan dengan berbagai penelitian, penemuan dan

keberhasilan hingga sekarang.

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu

memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit

dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur

jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat

yang seragam dan identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam

Page 7: MODUL Biotek 2

6

jumlah yang besar tanpa membutuhkan tempat yang luas, mampu

menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat,

kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih

cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional, pengadaan bibit

tidak tergantung musim, biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan

mudah

Teknik kultur jaringan tanaman kini dimanfaatkan secara luas untuk

perbanyakan berbagai macam jenis tanaman, baik pada tanaman

hortikultura (sayuran, buah, tanaman hias) serta pada tanaman keras

(tanaman industri dan kehutanan). Sedangkan pada skala laboratorium

untuk keperluan penelitian mencakup berbagai spesies tanaman, antara

lain Mawar, Bugenvil, Sansivera, Puring, Anyelir, Gerbera, Melon,

Begonia, African violet, Gladiol, dan masih banyak lagi. Di Indonesia,

teknik kultur jaringan sudah dilakukan dalam skala komersial pada

beberapa tanaman yaitu Berbagai jenis Anggrek, Pisang Cavendish,

Pisang Abaca, Krisan, Jati, Anthurium, dan Tebu.

CATATAN

Aplikasi Teknik Kultur Jaringan dalam Bidang Agroteknologi antara lain:

a. Perbanyakan vegetatif secara cepat

b. Membersihkan bahan tanaman/bibit dari virus

c. Membantu program pemuliaan tanaman (Kultur Haploid, Embryo

Rescue, Seleksi In Vitro, Variasi Somaklonal, Fusiprotoplas,

Transformasi Gen / Rekayasa Genetika Tanaman dll).

d. Produksi metabolit sekunder.

Page 8: MODUL Biotek 2

7

II. TEKNIK PROPAGASI SECARA IN VITRO

2.1. PENGERTIAN MIKROPROPAGASI

Mikropropagasi termasuk dalam ilmu dan seni memperbanyak

tanaman di dalam wadah kaca dalam kondisi steril (the art and science of

multiplying plants in vitro). Mikropropagasi merupakan bagian dari teknik

kultur jaringan tanaman (Plant Tissue Culture), yang berskala komersial.

Selain itu, teknik mikropropagasi ini juga sering disebut dengan micro

cutting (mini stek). Bagian tanaman yang diperbanyak atau dipropagasi

adalah meristem (jaringan tanaman muda yang sedang tumbuh) dan

tunas tanaman (tunas akar, tunas pucuk, tunas samping dan mata tunas).

Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan

tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan

media buatan yang dilakukan dalam wadah yang steril. Dengan demikian

Kultur Jaringan Tanaman dapat didefinisikan sebagai teknik menumbuh

kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan maupun organ

dalam kondisi aseptik secara in vitro.

Dalam pelaksanaannya, mikropropagasi dilakukan di dalam suatu

laboratorium yang terjaga sterilitasnya. melalui beberapa tahapan:

• Tahap 0 – preparasi

– pemilihan dan persiapan tanaman induk

– pembuatan media tanam

– sterilisasi bahan tanaman

• Tahap I - inisiasi

– pembuatan eksplan

• Tahap II – inokulasi

– Penanaman eksplan pada media tanam

• Tahap III - inkubasi

– Multiplikasi (perbanyakan) tunas

– menumbuhkan akar

Page 9: MODUL Biotek 2

8

• Tahap IV – Aklimatisasi

– adaptasi pada lingkungan luar botol

Gambar 1. Tahapan Teknik Propagasi in vitro

2.2. SUMBER EKSPLAN

Eksplan adalah bagian dari tanaman yang digunakan dalam

mikropropagasi atau kultur jaringan tanaman. Seluruh bagian tanaman

(daun, batang, dan akar) dapat dipergunakan sebagai eksplan, namun

yang biasanya dipergunakan adalah meristem (jaringan muda), mata

tunas dan tunas pucuk (shoot tip). Eksplan dapat juga berupa embrio

(kelapa), benih (anggrek), biji (sengon), umbi (wortel), keping biji

(kotiledon), benang sari dan putik.

Yang banyak dilakukan di kalangan bisnis dan hobiis :

teknik kultur jaringan meristem

karena sederhana, mudah dilakukan

dan prosentase keberhasilan lebih besar

I II

III

IV

Page 10: MODUL Biotek 2

9

Eksplan diambil dari tanaman, baik tanaman yang tumbuh di

lapang atau tanaman hasil kultur jaringan in vitro. Calon tanaman induk

sebaiknya adalah tanaman yang diketahui varietasnya dan dari jenis yang

unggul. Tanaman induk dipilih yang sehat dan sedang dalam fase

pertumbuhan cepat (bersemi). Sebelum dilakukan pengambilan bagian

tanaman yang akan dipergunakan sebagai eksplan, tanaman induk yang

tumbuh di lapang, perlu disemprot dengan fungisida dan insektisida untuk

mencegah serangan hama dan penyakit tanaman.

Pembuatan eksplan dari bahan induk dilakukan dengan

mempergunakan peralatan yang bersih dan tajam. Eksplan selanjutnya

dibawa ke dalam laboratorium untuk dilakukan sterilisasi. Tahapan

sterilisasi, bahan sterilisasi, dan durasi sterilisasi tiap jenis eksplan tidak

sama, namun secara umum sterilisasi eksplan dilakukan dengan mencuci

eksplan dalam air bersih yang mengalir, merendam dalam larutan

deterjen, merendam dalam larutan fungisida, merendam dalam larutan

sublimat (HgCl2), sterilisasi bertingkat dengan larutan Clorox (pemutih

pakaian, Bayclin®), serta pembilasan dengan aquadest steril.

2.3. MEDIA IN VITRO

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur

jaringan. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil

nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan

Gambar 2.

Organ tanaman sebagai eksplan

Page 11: MODUL Biotek 2

10

berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak

dirinya.

Media yang digunakan biasanya terdiri dari unsur hara makro dan

mikro dalam bentuk garam mineral, vitamin, dan zat pengatur tumbuh

(hormon). Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti gula, agar,

arang aktif, bahan organik lain (air kelapa, bubur pisang, ekstrak buah,

ekstrak kecambah) . Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung

reaksi atau botol kaca dan disterilisasi. Komposisi media yang digunakan

tergantung dari tujuan dan jenis tanaman yang dikulturkan.

Media tanam kultur jaringan terdiri dari dua jenis yaitu media cair

dan media padat. Media cair digunakan untuk menumbuhkan eksplan

sampai terbentuk PLB (Protocorm Like Body). Media padat digunakan

untuk menumbuhkan PLB sampai terbentuk planlet (tanaman kecil).

Media padat dibuat dengan melarutkan nutrisi dan agar-agar ke dalam

akuades dan disterilkan.

Berdasarkan komposisi dan kesesuaian media terhadap jenis

tanaman yang akan dikulturkan, dikenal beberapa jenis media dasar:

• Media VW yang diformulasikan dan diperkenalkan oleh E. Vacin

dan F. Went (1949), untuk tanaman Anggrek

• Media MS yang diformulasikan dan diperkenalkan oleh Murashige

dan Skoog (1962) untuk berbagai tanaman hortikultura

• Media Euwen untuk tanaman kelapa

• Media B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel

kedelai, alfafa dan legume lain.

• Media White, untuk kultur akar

• Media Woody Plant Madium (WMP) untuk tanaman berkayu

• Media N6 untuk tanaman serealia

• Media Nitsch dan Nitsch untuk kultur sel dan kultur tepung sari

• Media Schenk dan Hildebrandt untuk tanaman berkayu

Media dasar tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan,

dengan menambahkan vitamin dan zat pengatur tumbuh (hormon). Zat

pengatur tumbuh diperlukan untuk mengatur diferensiasi tanaman. Ada

Page 12: MODUL Biotek 2

11

beberapa zat pengatur tumbuh yang biasa dipergunakan dalam kultur

jaringan adalah:

• Golongan Auxin: IAA, NAA, IBA, 2,4-D

• Golongan Cytokinin: Kinetin, BAP/BA, 2 i-P, zeatin, thidiazuron,

PBA

• Golongan giberellin : GA3

• Golongan growth retardan : Paclobutrazol, Ancymidol

Pada umumnya, hormon yang banyak dipergunakan adalah

golongan auksin dan sitokinin. Perbandingan komposisi antara kedua

hormon tersebut akan menentukan perkembangan tanaman, yaitu:

– Auxin ↓ Cytokinin = Perkembangan akar

– Cytokinin ↓ Auxin = Perkembangan tunas

– Auxin = Cytokinin = Perkembangan kalus

Selain hormon, media kultur jaringan juga harus mengandung

vitamin. Vitamin yang biasa dipergunakan dalam media kultur jaringan

antara lain: vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid, vitamin B6 (pyridoxine),

dan vitamin E atau C. Pada semua komposisi media kultur jaringan,

hormon dan vitamin diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit.

Masing-masing komponen media memiliki peran sebagai berikut:

Unsur hara makro: metabolisme tanaman

Unsur hara mikro: pengaturan enzym

Vitamin: regulasi (pengaturan)

Gula atau Sukrosa: karbohidrat, sumber karbon, sumber energi

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT): merangsang, menghambat atau mengubah

pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman

Arang Aktif: mengarbsorbsi senyawa fenolik dan untuk

merangsang pertumbuhan akar

Agar-agar: pemadat

Aquadestilata: pelarut

LIHAT DAFTAR SINGKATAN !

Page 13: MODUL Biotek 2

12

Tabel 2. Komposisi Media MS

Hara makro

Hara mikro

Vitamin

ZPT /

Hormon

Bahan tambahan

NH4NO3

KNO3

CaCl2.2H2O

MgSO4.7H2O

KH2PO4

FeSO4.7H2O

NaEDTA

MnSO4.H2O

ZnSO4.7H2O

H3BO3

KI

NaMoO4.2H2O

CoCl.6H2O

CuSO4.5H2O

Tiamin HCl

Asam Nikotinat

Piridoksin HCl

Glisin

IAA

NAA

IBA

2,4 D

Gula

Agar-agar

Aquadestilata

Selain unsur hara, vitamin dan hormon, perlu juga diperhatikan

adalah derajad keasaam (pH) media, yakni sekitar 4,8-5,6. Untuk

menyesuaikan pH campuran media dapat ditambahkan larutan NaOH 0,1

N bila larutan terlalu asam (pH rendah). Sedangkan bila pH terlalu tinggi

ditambah HCl 0,1 N untuk menurunkan pH sesuai dengan yang

dikehendaki.

2.4. AKLIMATISASI

Tahapan akhir dari perbanyakan tanaman dengan teknik kultur

jaringan adalah aklimatisasi planlet (tanaman kecil). Aklimatisasi adalah

kegiatan memindahkan planlet keluar dari ruangan aseptik. Tahap

aklimatisasi merupakan tahap yang sangat penting dan kritis dalam

rangkaian budidaya tanaman in vitro, karena kondisi lingkungan di rumah

kaca atau rumah plastik dan di lapangan sangat berbeda dengan kondisi

di dalam botol kultur.

Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet ke media

aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembapan nisbi

tinggi, kemudian secara berangsur-angsur kelembapannya diturunkan dan

Page 14: MODUL Biotek 2

13

intensitas cahayanya dinaikkan. Pemindahan ini dilakukan secara hati-hati

dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan

untuk melindungi bibit dari udara luar, sinar matahari langsung dan

serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan

terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.

Media tanaman yang dipergunakan dalam tahap ini biasanya

berupa bubuk arang, arang sekam, mos, pakis halus, campuran tanah

halus dan kompos, dan sebagainya.

Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka

secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan

dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif. Selanjutnya

bibit siap dipindahkan ke lapang atau lahan penanaman.

Tabel 1. Perubahan Lingkungan in vitro ke lingkungan ex vitro

Lingkungan in vitro

Lingkungan ex vitro

Suhu 25 ± 2° C Suhu 23-36° C

Intensitas cahaya 1200-2000 lux Intensitas cahaya 4000-12000 lux

Spektrum cahaya sempit Spektrum cahaya luas

Kelembaban relatif 98-100% Kelembaban relatif 40-80%

Akar hampir tidak berfungsi Akar sangat berfungsi

Sistem fotosintesis hampir tidak berfungsi Sistem fotosintesis sangat berfungsi

Hormon eksogen Hormon endogen

Kondisi steril Kondisi tidak steril

2.5. KENDALA DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PROPAGASI IN VITRO

Disamping keberhasilan dan kemajuan teknik perbanyakan

tanaman in vitro, ada beberapa kendala yang masih dihadapi dalam

pelaksanaan, antara lain:

Page 15: MODUL Biotek 2

14

• Keterbatasan peralatan dan fasilitas pendukung operasi

• Kemampuan manajerial dan operasional personal laboran

• Protokol / Prosedur yang tidak dapat berlaku untuk seluruh spesies

tanaman

• Harga bahan media relatif masih mahal

• Perlu penyesuaian dengan standar industri

Keberhasilan teknik propagasi secara in vitro ini ditentukan oleh beberapa

faktor, antara lain:

a). Faktor tanaman

Genotipe tanaman: varietas, species tanaman induk

Kondisi eksplan : jenis eksplan, ukuran, umur, fase fisiologis

jaringan

b). Faktor lingkungan tumbuh:

Suhu: ± 25 oC

Kelembaban : 80-99% (botol tertutup rapat)

Cahaya : sumber cahaya ruang kultur adalah lampu TL ±1000 lux

Media tanam : jenis media, komposisi media, hormon

c). Faktor sterilitas / kondisi aseptik

Sterilitas bahan dan peralatan laboratorium: penggunaan autoklaf

Sterilitas ruang: penggunaan bahan antiseptic (kloroform, alkohol)

Sterilitas dalam pelaksanaan: penggunaan entkas dan laminar air

flow

2.6. RANGKUMAN

Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh

kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan maupun organ

dalam kondisi aseptik secara in vitro. Mikropropagasi memungkinkan

diperolehnya bibit tanaman secara cepat dengan kualitas yang baik,

bebas penyakit dan seragam. Teknik mikropropagasi tanaman

hortikultura dan tanaman kehutanan dengan mutu tinggi menciptakan

peluang baru dalam perdagangan global.

Page 16: MODUL Biotek 2

15

Teknik mikropropagasi pada dasarnya adalah poliferasi secara

cepat dari suatu jaringan meristem, tunas, embrio somatik dan kumpulan

sel. Proses mikropropagasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu persiapan,

inisiasi eksplan, multiplikasi atau subkultur eksplan, penumbuhan tunas,

perakaran,dan aklimatisasi. Keberhasilan mikropropagasi in vitro ini

tergantung pada faktor tanaman (genotip dan kondisi eksplan), dan

lingkungan tumbuh (cahaya, kelembaban, suhu, dan media). Tahap kritis

dalam mikropropagasi adalah tahap aklimatisasi, sehingga aklimatisasi

perlu ditangani dengan hati-hati dan secara bertahap.

III. UJI KEMAMPUAN DIRI

1. Jelaskan dengan singkat:

a) Definisi Mikropropagasi

b) Perbedaan antara mikropropagasi dengan makropropagasi

c) Tahapan dalam mikropropagasi in vitro

d) Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan teknik

mikropropagasi

2. Sebutkan kepanjangan singkatan berikut:

a) IAA

b) IBA

c) NAA

3. Sebutkan pengertian istilah berikut:

a) In vitro

b) Tissue culture

c) Totipotency cel

d) Calus

e) Explant

f) Plantlet

Page 17: MODUL Biotek 2

16

IV. PROJECT BASED LEARNING

Setiap mahasiswa diwajibkan membuat sebuah prarencana atau

praproposal kultur jaringan tanaman yang mempunyai nilai jual Pra

proposal diserahkan pada pertemuan perkuliahan minggu berikutnya.

Pra proposal ini berisi gagasan atau angan-angan yang dapat

diwujudkan tentang suatu produksi bibit tanaman secara in vitro. Uraian

secara singkat mengenai latar belakang memilih komoditi tanaman, serta

bagaimana mewujudkan gagasan tersebut.

Pra proposal dibuat pada kertas HVS A4 spasi 1.5, font huruf Arial

12, tidak lebih dari 5 halaman. Dengan sistematika sebagai berikut:

1. Halaman 1: Judul, nama mahasiswa, npm

2. Halaman 2 – 3: Pendahuluan

a) Latar belakang

b) Tujuan

3. Halaman 4: Rencana Pelaksanaan

4. Halaman 5: Daftar Pustaka

Page 18: MODUL Biotek 2

17

DAFTAR PUSTAKA

Lambe, P. and Tocquin, P. 2002. Review on the many applications of plant tissue culture research. http://www.cevie.com/technology/intro.html Marlina N, Rusnandi D. 2007. Teknik Aklimatisasi Planlet Anthurlum pada Beberapa Media Tanam. Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 (1): 38-40. Nugroho, Arinto. 2000. Pedoman Pelaksanaan Kultur Jaringan. Jakarta:

Penebar Swadaya Rout GR, Jain MS. 2004. Micropropagation of Ornamental Plant – Cut Flowers. Propagation of Ornamental Plants Vol. 4 (2): 3-28

Rout GR, Mohapatra A, Jain MS. 2006. Research review paper: Tissue culture of ornamental pot plant: A critical review on present scenario and future prospects. Biotechnology Advances 24: 531– 560. Available online at www.sciencedirect.com Stone M. 2006. Propagation of miniature roses by plant tissue culture. Pages 239-263, in Tested Studies for Laboratory Teaching, Volume 27 (M.A. O'Donnell, Editor). Wijayani, Ari. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius. Yusnita. 2003. Kultur Jaringan: Cara memperbanyak tanaman secara

efisien. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Page 19: MODUL Biotek 2

18

COMMONLY USED TERMS IN TISSUE CULTURE

(Listed from IAEA, 2004)

Adventitious: development of organs such as buds, leaves, roots, shoots

and somatic embryos from shoot and root tissues and callus.

Asepsis: without infection or contaminating microorganisms.

Aseptic technique: procedures used to prevent the introduction of

microorganisms such as fungi, bacteria, viruses, and

phytoplasmas into cell, tissue and organ cultures, and cross

contamination of cultures.

Axenic culture: a culture without foreign or undesired life forms but may

include the deliberate co-culture with different types of cells,

tissues or organisms.

Callus: an unorganized mass of differentiated plant cells.

Cell culture: culture of cells or their maintenance in vitro including the

culture of single cells.

Cell generation time: the interval between consecutive divisions of a cell.

Cell line: cells that originate from a primary culture at the time of the

first successful subculture.

Chemically defined medium: a nutritive solution or substrate for culturing

cells in which each component is specified.

Clonal propagation: asexual multiplication of plants from a single

individual or explant.

Clones: a group of plants propagated from vegetative parts, which

have been derived by repeated propagation from a single

individual. Clones are considered to be genetically uniform.

Cryopreservation: ultra-low temperature storage of cells, tissues,

embryos and seeds.

Differentiated: cultured cells that maintain all or much of the specialized

structure and function typical of the cell type in vivo.

Diploid: cells, tissues and organisms, which have two sets of all

chromosomes, except the sex chromosomes.

Page 20: MODUL Biotek 2

19

Embryo culture: In vitro culture of isolated mature or immature embryos.

In vitro: Latin: "in glass" - culture of an organism or a portion of it in

glass or plastic ware on synthetic media.

Tissue culture: in vitro culture of cells, tissues, organs and plants under

aseptic conditions on synthetic media.

Growth chamber: a chamber used for the incubation of culture containers

or plants under controlled environment

Micropropagation: multiplication of plants from vegetative parts by using

tissue culture.

Propagule: a portion of an organism (shoot, leaf, callus, etc.) used for

propagation.

Explant: an excised piece or part of a plant used to initiate a tissue

culture.

Subculture: the aseptic division and transfer of a culture or portion of that

culture to a fresh nutrient medium.

Meristem: a group of undifferentiated cells situated at the tips of shoots,

buds and roots, which divide actively and give rise to tissue

and organs.

Somatic embryos: non-zygotic bipolar embryo-like structures obtained

from somatic cells.

Totipotencity: capacity of plant cells to regenerate whole plants when

cultured on appropriate media.

Transgenic: plants that have a piece of foreign DNA.

Page 21: MODUL Biotek 2

20

DAFTAR SINGKATAN

ABA Abscisic acid

BA 6-benzyladenine

BAP 6-benylaminopurine

BAR 6-benzylaminopurine riboside

BPA N-benzyl-9-(2-Tetrahydropyranyl) adenine

4-CPA p-chlorophenoxyacetic acid

2,4-D 2,4-dichlorophenoxyacetic acid

2,4,5-T 2,4, 5 -trichlorophenoxyacetic acid

DMF Dimethylformamide

EDTA Ethylenediaminetetraacetic acid

EtOH Ethanol

2iP 6-(-y,-rdimethylallylamino) purine

2iP-R 6-(y,-rdimethylallylamino) purine riboside

GA3 Gibberellic acid

IAA Indole-3-acetic acid

IBA lndole-3-butyric acid

KIBA Indole-3-butyric acid-potassium salt

IPA lndole-3-propionic acid

KR Kinetin riboside

MES 2-[N-morpholino] ethanesulfonic acid

NAA Naphthaleneacetic acid

NOA Naphthoxyacetic acid

ZR Zeatin riboside