Modul B Proses Pengerolan Logam

download Modul B Proses Pengerolan Logam

of 20

Transcript of Modul B Proses Pengerolan Logam

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    1/20

    Laporan Praktikum

    Laboratorium Teknik Material

    Modul B Proses Pengerolan Logam

    Oleh :

     Nama : Surya Eko Sulistiawan

     NIM : 13713054

    Kelompok : 2

    Anggota (NIM) : Andrian Anggadha Widatama (13713005)

    Antonio Ricardo Salomo Abraham (13713024)

    Adhi Setyo Nugroho (13713025)

    Aldi Wendo Kohara (13713042)

    Surya Eko Sulistiawan (13713054)

    Tanggal Praktikum : 20 Oktober 2015

    Tanggal Penyerahan Laporan : 26 Oktober 2015

     Nama Asisten (NIM) : Rieza (13711005)

    Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material

    Program Studi Teknik Material

    Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara

    Institut Teknologi Bandung

    2015

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    2/20

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Salah satu metode pemrosesan logam yang banyak dilakukan di industri

    manufaktur adalah pengerolan logam. Pembuatan baja modern dan produksi

    logam ferro, nonferro, maupun paduan secara umum melibatkan kombinasi

     pengecoran kontinu dengan proses rolling (Kalpakjian,2009). Tujuan utama

     proses pengerolan logam adalah untuk mereduksi ketebalan logam yang akan di

    rol. Proses ini dapat dilakukan pada logam temperatur panas (hot rolling) maupun

    temperatur dingin (cold rolling), tergantung dari aplikasinya.

    Pemrosesan awal logam dari bentuk ingot menjadi bloom dan billet biasanya

    dengan proses hot rolling. Bloom dan billet ini jika di hot rolling lebih lanjut lagi

    akan menghasilkan pelat, rel, pipa dan lainnya. Selain hot rolling, cold rolling

     juga menjadi proses yang tak kalah penting dalam industry. Produk-produk cold

    rolling antara lain pelat lembaran dan foil dengan permukaan akhir yang halus

    dan menaikkan kekuatan mekanik dengan dimensi yang tidak banyak berubah.

    1.2 Tujuan Praktikum

    1. Menentukan daya pengerolan pelat tembaga berdasarkan perhitungan dan

     pengukuran

    2. Menentukan besarnya kekerasan pelat tembaga setelah melalui proses

     pengerolan

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    3/20

    BAB II

    TEORI DASAR

    Pengerolan merupakan proses mendeformasi plastis logam dengan gaya

    kompresi antara 2 rol yang berputar konstan. Gaya ini akan mereduksi ketebalan

    logam dan mempengaruhi struktur butirnya. Reduksi ketebalan ini dapat diukur

    dengan melihat perbedaan ketebalan sebelum dan sesudah reduksi. Selama operasi

     pengerolan logam, bentuk geometri benda kerja berubah tapi volumenya tetap sama.

    Berdasarkan temperatur kerjanya, proses pengerolan logam dibagi menjadi hot

    rolling dan cold rolling. Hot rolling merupakan proses pengerolan logam dimana

     benda kerja sebelum dirol dipanaskan sampai diatas temperatur rekristalisasinya.

    Pemanasan diatas temperatur rekristalisasinya ini akan memberikan reduksi ketebalan

    yang besar dan tidak terjadi fenomena strain hardening. Selain itu, hot rolling dapat

    menimbulkan toleransi dimensi yang besar dan permukaan benda kerja menjadi

    kasar.

    Cold rolling merupakan proses pengerolan logam pada temperatur dibawah

    temperatur rekristalisasinya. Proses cold rolling ini akan memberikan produk hasil

     pengerolan memiliki toleransi dimensi yang sempit dan permukaan benda kerja

    menjadi halus. Namun, cold rolling ini dapat menimbulkan fenomena strain

    hardening dan jika diberi gaya yang sama dengan hot rolling reduksinya akan lebih

    kecil. Dalam proses cold rolling ini, ada beberapa asumsi yang digunakan yakni :

    1.  Permukaan kontak rol dengan logam berbentuk circular. Tidak ada deformasi

    elastis roll

    2. 

    Koefisian gesek konstan sepanjang titik pada bidang kontak.

    3.  Tidak adanya lateral spread (penyebaran lateral) sehingga rolling bisa

    dianggap plane strain.

    4.  Bidang vertikal tidak mengalami perubahan

    5.  Kecepatan rol konstan

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    4/20

    6.  Deformasi elastis pada logam diasumsikan tidak ada karena perbandingannya

    terlalu kecil jika dibandingkan deformasi plastisnya

    7.  Krieria distorsi energi dari kriteria luluh untuk plane strain : σ1- σ3 =

    √  

    Pada proses pengerolan logam terdapat dua gaya yang bekerja, yaitu gaya

    radial (Pr) dan gaya tangensial (F). Arah gaya radial keluar bidang lingkaran pada roll

    sedangkan arah gaya tangensial tegak lurus terhadap gaya radial.   Gaya-gaya yang

    terjadi pada proses pengerolan dapat dijelaskan berikut ini :

    Keterangan:

    ho: tebal awal spesimen

    hf: tebal akhir spesimen

    Pr: gaya radial

    F: gaya gesek tangensial

    Lp: panjang kontak spesimen dan rol

    vo: kecepatan awal spesimen

     N: Titik Netral

    vf: kecepatan akhirl spesimen

    Gambar 2.1 Gaya selama pengerolan  R: jari-jari rol

    α: sudut kontak  

    Titik netral merupakan titik dimana kecepatan rol sama dengan kecepatan

     pelat. Antara bidang masuk dan titik netral, kecepatan benda lebih rendah daripada

    kecepatan rol sehingga gaya gesek tangensial searah pengerolan. Sedangkan antara

    titik netral dan bidang keluar, kecepatan benda lebih besar daripada keccepatan rol

    sehingga gaya gesek tangensial berlawanan arah pengerolan.

    Besarnya gaya pengerolan dapat dihitung melalui persamaan :

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    5/20

    P=p.b. Lp. dengan : P= gaya pengerolan (N),

    p= tekanan pengerolan rata-rata (MPa)

    b= lebar pelat

    Lp= panjang proyeksi busur rol daerah kontak

    Dimana : Lp = √  

    p =

     , Q = µ.

      , hm= tebal rata-rata

    Karena dalam kondisi plane strain, maka gaya pengerolan,

    P=

    √ 

    .

    Gaya pengerolan total diasumsikan terkonsentrasi pada satu titik dengan

     jarak a dari sumbu rol dimana a=λ.Lp dan λ=0.5 (hot rolling) atau 0.45 (cold rolling).

    Jika frekuensi putaran adalah n, maka daya pengerolan totalnya adalah :

    N =

     (kW)

    Dalam pengerolan logam, terdapat beberapa parameter yang memengaruhi

     proses tersebut, antara lain

    1.  diameter rol

    semakin besar diameter rol, semakin besar pula area kontak dan length of

    contact (Lp) sehingga semakin besar pula gaya pengerolannya karena gaya

     pengerolan sebanding dengan length of contact

    2.  tegangan alir material

    Tegangan alir material dapat dikorelasikan dengan ketahanan logam terhadap

    deformasi plastis. Parameter ini dapat menunjukan seberapa besar logam

    dapat direduksi dengan proses rolling

    3.  gesekan antara rol dengan benda kerja

    Koefisien gesek antara rolling dengan benda kerja harus lebih besar dari tan α

    agar spesimen dapat di rol. Agar specimen dapat dirol maka:

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    6/20

    F cos α ≥ Pr sin α 

    µ Pr cos α ≥ Pr sin α 

    µ ≥ tan α 

    umumnya nilai µ pada cold rolling berkisar antara 0.05-1 dan hot rolling >0.2.

    4.  ada tidaknya front tension dan back tension pada pelat yag dirol.

    Front tension merupakan tegangan yang dihasilkan dari bidang masuk ke arah

    titik netral yang menghasilkan gaya tekan terhadap pelat sehingga

    menyebabkan kecepatan benda lebih tinggi dari rol dan titik netral bergeser ke

     belakang. Sedangkan back tension merupakan tegangan tarik ke belakang dari

    titik netral ke arah bidang keluar (exit plane) sehingga menyebabkan

    kecepatan benda lebih rendah dari rol dan titik netral bergeser ke depan.

    Kedua tegangan tersebut dapat mereduksi gaya pada proses pengerolan.

    Secara garis besar, cacat pada proses pengerolan antara lain roll flattening dan

    roll bending. Rol flattening merupakan cacat berupa rol lebih datar akibat kekerasan

     benda kerja lebih besar dari rol. Sedangkan roll bending merupakan fenomena cacat

     benda kerja yang menjadi bengkok karena gaya tarik di tepi benda kerja lebih besar

    daripada bagian tengah.

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    7/20

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    Menyiapkan 1 batang pelat tembaga Mengukur dimensi awal pelat dan

    kekerasannya

    Menyiapkan mesin roll dan

    menentukan reduksi 25%

    Melakukan pengerolan dan mencatat

    besarnya reduksi dan tegangan

    sebanyak 5 kali

    Memotong pelat bagian tepi Mengukur kekerasan potongan pelat

    tersebut

    Mengulangi percobaan seperti

    langkah sebelumnya menggunakanpelat sisa dengan proses reduksi

    berikutnya (50%, 75%)

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    8/20

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    9/20

    0

    100

    200

    300

    0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12   T   r   u   e   S   t   r   e   s   s    (   M   P   a    )

    True Strain

    True Stress vs True Strain

    y = 0.043x + 2.4871

    2.42

    2.425

    2.43

    2.435

    2.44

    -1.6 -1.5 -1.4 -1.3 -1.2 -1.1 -1

       L   o   g   T   r   u   e   S   t   r   e   s   s

    Log True Strain

    Log True Stress vs Log True Strain

    Jika data true stress-strain dilogaritma-kan di daerah uniform elongation

     plastis (4 data), maka diperoleh kurva log true stress-strain sebagai berikut :

    Dari kurva tersebut, persamaan regresi y = 0.043x + 2.4871 merupakan

     bentuk persamaan variable y=mx+c, dimana m = koefisien strain hardening dan

    c = log(koefisien kekuatan,K). Sehingga dari persamaan tersebut, koefisien strain

    hardening, n = 0.043 dan koefisien kekuatan, K = 306.9729 MPa.

    Data uji pengerolan : Jenis Material = Tembaga

    Panjang awal = 97,59 mm

    Lebar awal = 22,83 mm

    Lebar akhir = 24,08 mm

    Tebal awal = 10,09 mm

    Kekerasan = 74 HRE, dikonversi menjadi 26 HRA

    Diameter Roll = 80 mm

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    10/20

    0.00

    20.00

    40.00

    60.00

    80.00

    100.00

    120.00

    140.00

    0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00

    daya pengukuran

    daya perhitungan

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    0 20 40 60 80

    kekerasa

     

    4.2 

    Kekerasan mikro

    tahap reduksi HRA HRA mean

    awal 26 26

    25% tahap 5 34.5 35 34.6 34.7

    50% tahap 5 39.1 39.4 38.9 39.13

    75% tahap 5 41.1 41.5 41.8 41.47

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    11/20

    BAB IV

    ANALISIS DATA

    Praktikum proses pengerolan ini dilakukan dengan menggunakan specimen

     pelat tembaga. Data yang diperoleh pada pengujian ini adalah tebal pelat sebelum dan

    sesudah dirol, voltase, dan harga kekerasan di masing-masing tahap reduksi

     pengerolan. Selain itu juga diperoleh kurva uji tarik yang sudah d ilakukan pada pe lat

    tembaga sebelumnya.

    Dari data uji tarik tersebut diperoleh yield strength sebesar 242.7966 MPa.

     Nilai ini menjadi batasan dalam menentukan daerah plastis pada kurva uji tarik pelat

    tersebut. Dari pengolahan data pada daerah plastis, diperoleh harga K dan n yaitu

    sebesar 306.973 MPa dan 0.043. Penentuan nilai K dan n ini diambil dari data

    logaritma true stress-strain di daerah plastis selama masih uniform elongation. Nilai

    ini berbeda dengan data literature dimana besarnya K dan n adalah 320 MPa dan 0,54

    untuk tembaga yang telah mengalami proses annealing. Perbedaan nilai K dan n ini

    mungkin disebabkan oleh beberapa hal, seperti ketidaktelitian selama percobaan

    maupun kesalahan pada interpretasi data dan perhitungan. Dalam percobaan ini data

    uji tarik tidak diambil secara langsung oleh praktikan melainkan data yang sudah

    diuji oleh teknisi sehingga praktikan tidak tahu apakah pelat tersebut telah mengalami

     perlakuan sebelumnya atau tidak, dengan kata lain praktikan tidak mengetahui sejarah

     pelat tersebut. Selain itu, perbedaan hasil K dan n ini juga dapat berasal dari

     pengolahan data baik dalam hal pembulatan maupun ketidakpastian data.

    Pada percobaan ini juga diperoleh perbandingan kurva daya pengerolan

     berdasarkan pengukuran maupun perhitungan terhadap hm. Dari kurva tersebutterlihat bahwa pola garis pada kurva hampir sama namun besarnya berbeda jauh.

    Adanya perbedaan daya pengerolan ini disebabkan oleh beberapa factor, antara lain

     perbedaan nilai K dan n, cacat selama pengerolan (roll bending), dan lebar pelat

     bertambah. Pada daya perhitungan, data K dan n yang dipakai berasal dari

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    12/20

     perhitungan uji tarik yang sebelumnya sudah dibahas ketidaksamaannya dengan

    literature sedangkan pada daya pengukuran data K dan n yang dipakai merupakan

    data ideal yang berasal dari literature. Selain itu, bentuk pelat hasil rolling

    melengkung, artinya pelat tersebut mengalami fenomena cacat roll bending. Pelat

    yang mengalami cacat ini tentu akan mempengaruhi besarnya gaya penekanan rol

    yang juga secara tidak langsung mempengaruhi daya pengerolan.   Lebar pelat hasil

    rolling yang bertambah dari 22.83 mm menjadi 24.08 mm turut juga mempengaruhi

     perbedaan daya pengerolan ini. Seharusnya hal itu t idak terjadi karena dalam proses

    rolling tidak ada perpanjangan kearah lebar.

    Harga kekerasan pelat tembaga juga naik seiring peningkatan nilai reduksi.

    Adanya kenaikan harga kekerasan ini disebabkan pengujiannya dilakukan dengan

     proses cold rolling yang menimbulkan fenomena strain hardening setelah dideformasi

     plastis. Strain hardening ini terjadi karena kerapatan dislokasi pada tembaga tersebut

    setelah dicold working semakin bertambah. Walaupun hasilnya sesuai dengan teori,

    tetapi dalam proses pengambilan data pelat yang digunakan bentuknya tidak

    rata/tidak tegak lurus terhadap indentor. Hal ini dapat mempengaruhi ketidakakuratan

    harga kekerasannya.

    Pelat tembaga sesaat setelah proses pengerolan dilakukan terasa panas. Hal ini

    disebabkan oleh proses pengerolan dengan cold rolling memerlukan gaya pengerolan

    yang cukup besar untuk mereduksi ketebalan pelat. Gaya pengerolan yang besar ini

     juga ditambah gaya gesek antara pelat dan mesin roll yang cukup besar. Agar pe lat

    dapat dirol, maka gaya pengerolan harus bisa mengatasi gaya gesek yang besar ini

    sehingga dibutuhkan gaya pengerolan yang lebih besar lagi. Gaya pengerolan ini akan

    memunculkan energy pengerolan yang nantinya akan dikonversi untuk mengatasi

    gesekan pelat dengan mesin roll dan menjadi panas.

    Setelah proses pengerolan, pelat tembaga mengalami pelebaran kesamping dan

     bentuknya bergelombang tidak lurus. Bentuk pelat yang bergelombang ini disebabkan

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    13/20

    oleh posisi pelat saat masuk ke mesin roll tidak tegak lurus terhadap mesin roll. Oleh

    karena itu sebelum pelat masuk mesin roll seharusnya ujung pelat yang belum masuk

    mesin roll ditekan ke papan base untuk memastikan pelat tetap datar dan tegak lurus

    mesin roll. Sedangkan pelebaran kesamping pelat hasil rolling disebabkan oleh

     pembebanan yang d ilakukan melebihi tegangan ultimatenya sehingga menyebabkan

    terjadinya aliran material dan pelat mengalami deformasi terlokalisasi.

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    14/20

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    1.  Daya pengerolan pelat tembaga berdasarkan perhitungan dan pengukuran

    dapat dilihat pada kurva daya pengerolan terhadap hm. 

    2.  Harga kekerasan pelat tembaga sebelum dirolling adalah 26 HRA, sedangkan

    harga kekerasan pelat tembaga setelah dirol dengan reduksi berturut-turut

    sebesar 25%,50%, dan 75% naik secara eksponensial menjadi 34.7 HRA,

    39.13 HRA, 41.47 HRA.

    5.2 Saran

    1.  Sebelum pelat tembaga masuk mesin roll, ujung pelat diusahakan ditekan agar

     pelat tetap tegak lurus mesin roll

    2.  Sebelum melakukan proses pengerolan, sebaiknya harus tahu terlebih dahulu

    sejarah pembebanan pada pelat yang akan dirolling.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. DeGarmo’s. “Materials and Processes in Manufacturing” 10th  edition. John Wiley

    & Sons, Inc. 2008.

    2. Dieter, G.E. “Mechanical Metallurgy” SI Metric Edition. McGraw –  Hill Book Co.

    1988.

    3. Kalpakjian,S & Schmid, S. “Manufacturing Engineering and Technology” 6

    th

     edition. Pearson. 2009.

    4. Groover ,M.P. “Fundamental of Modern Manufacturing” 4 th  edition. John Wiley &

    Sons, Inc. 2010.

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    15/20

    RANGKUMAN

    Ada 2 jenis proses pengerolan pelat, yaitu hot rolling dan cold rolling. Hot

    rolling merupakan proses pengerolan logam dimana benda kerja sebelum dirol

    dipanaskan sampai diatas temperatur rekristalisasinya. Pemanasan diatas temperatur

    rekristalisasinya ini akan memberikan reduksi ketebalan yang besar dan tidak terjadi

    fenomena strain hardening. Selain itu, hot rolling dapat menimbulkan toleransi

    dimensi yang besar dan permukaan benda kerja menjadi kasar karena adanya oksida

    yang menempel di permukaan. Pada hot rolling, butir yang semula berbentuk

    equiaksial setelah di rolling bentuknya akan tetap equiaksial karena temperatur

    kerjanya masih diatas temperatur rekristalisasi.

    Cold rolling merupakan proses pengerolan logam pada temperatur dibawah

    temperatur rekristalisasinya. Proses cold rolling ini akan memberikan produk hasil

     pengerolan memiliki toleransi dimensi yang sempit dan permukaan benda kerja

    menjadi halus. Namun, cold rolling ini dapat menimbulkan fenomena strain

    hardening dan jika diberi gaya yang sama dengan hot rolling reduksinya akan lebih

    kecil. Pada cold rolling, butir yang semula berbentuk equiaksial setelah di rolling

     bentuknya menjadi elongated karena temperatur kerjanya dibawah temperatur

    rekristalisasi. Dalam proses cold rolling ini, ada beberapa asumsi yang digunakan

    yakni :

    1.  Permukaan kontak rol dengan logam berbentuk circular. Tidak ada deformasi

    elastis roll

    2.  Koefisian gesek konstan sepanjang titik pada bidang kontak.

    3.  Tidak adanya lateral spread (penyebaran lateral) sehingga rolling bisa

    dianggap plane strain.

    4.  Bidang vertikal tidak mengalami perubahan

    5.  Kecepatan rol konstan

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    16/20

    6.  Deformasi elastis pada logam diasumsikan tidak ada karena perbandingannya

    terlalu kecil jika dibandingkan deformasi plastisnya

    7.  Krieria distorsi energi dari kriteria luluh untuk plane strain : σ1- σ3 =

    √  

    Gaya-gaya yang terjadi pada proses pengerolan dapat dijelaskan berikut ini :

    Keterangan:

    ho: tebal awal spesimen

    hf: tebal akhir spesimen

    Pr: gaya radial

    F: gaya gesek tangensial

    Lp: panjang kontak spesimen dan rol

    vo: kecepatan awal spesimen

     N: Titik Netral

    vf: kecepatan akhirl spesimen

    R: jari-jari rol

    α: sudut kontak  

    Dalam pengerolan logam, terdapat beberapa parameter yang memengaruhi

     proses tersebut, antara lain

    1.  diameter rol

    semakin besar diameter rol, semakin besar pula area kontak dan length of contact

    (Lp) sehingga semakin besar pula gaya pengerolannya karena gaya pengerolan

    sebanding dengan length of contact

    2.  tegangan alir material

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    17/20

      Tegangan alir material dapat dikorelasikan dengan ketahanan logam terhadap

    deformasi plastis. Parameter ini dapat menunjukan seberapa besar logam dapat

    direduksi dengan proses rolling

    3.  gesekan antara rol dengan benda kerja

    Koefisien gesek antara rolling dengan benda kerja harus lebih besar dari tan α

    agar spesimen dapat di rol.

    4.  ada tidaknya front tension dan back tension pada pelat yag dirol.

    Kedua tegangan tersebut dapat mereduksi gaya pada proses pengerolan.

    LAMPIRAN

    Tugas Setelah Praktikum 1

    1. Pada cold rolling ini, deformasi yang diukur adalah deformasi plastis, sedangkan

    gaya yang terukur menunjukan gaya pengerolan yang dibutuhkan untuk deformasi

    total. Jelaskan mengapa demikian dan dengan kurva σ terhadap ε buatlah

    hubungan antara εf dan εi lalu berikan analisa

    2. 

    Buatlah kurva antara daya (baik perhitungan maupun pengukuran) terhadap tahap

    reduksi. Analisislah hasilnya dan kaitkan dengan pengertian steady state pada

     proses cold rolling

    3. Gambarkan kurva kekerasan mikro terhadap regangan. Diskusika n hasilnya.

    4. Dari perhitungan dan pengukuran terhadap gaya dan daya, apabila terjadi

     perbedaan diantara keduanya, tunjukan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi

    dan berikan saran saudara

    5. 

    Tunjukan dan jelaskan perbedaan struktur mikro dan sifat mekanik antara plat asal,

     plat yang telah mengalami cold rolling dan plat yang telah mengalami proses

    annealing.

    Jawab :

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    18/20

    255.00

    265.00

    275.00

    285.00

    295.00

    305.00

    0.00 0.50 1.00 1.50

    ef 

    ei

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    0 50 100

    perhitungan

    pengukuran

    25

    30

    35

    40

    45

    0 0.2 0.4 0.6 0.8

    1. Dalam cold rolling, deformasi elastis tidak perlu diukur karena pengukuran akan

     berfokus pada perubahan ketebalan pe lat yang merupakan deformasi plastis selain

    untuk mencari nilai K dan n.

    Gaya yang diperlukan pada

     pengerolan juga mengandung

    arti gaya yang diperlukan untuk

    mendeformasi elastis dan plastis

     benda sehingga gaya yang

    terukur merupakan gaya total

    untuk mendeformasi elastis dan

     plastis. Kurva diatas merupakan kurva perbandingan antara σ terhadap εi dan εf.

    Dari kurva tersebut terlihat semakin besar ε semakin besar pula σ. Namun εi lebih

     pendek daripada εf karena εi merupakan perbandingan logaritma natural antara

    ketebalan awal dan akhir dari satu tahap reduksi sedangkan εf merupakan

     perbandingan logaritma natural ketebalan awal dan akhir dari mulai proses

    reduksi.

    2. Kurva disamping merupakan

     perbandingan daya pengerolan rata-rata

    terhadap reduksi. Steady state pada cold

    rolling merupakan kondisi yang tidak

     berubah terhadap waktu.

    3. Kurva disamping merupakan kurva

    kekerasan terhadap regangan rata-rata.

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    19/20

    4. Adanya perbedaan daya pengerolan ini disebabkan oleh beberapa factor, antara

    lain perbedaan nilai K dan n, cacat selama pengerolan (roll bending), dan lebar

     pelat bertambah. Saran saya pembebanan t idak terlalu besar karena spesimennya

     bersifat lunak. Selain itu dipastikan pelat sebelum masuk mesin roll tegak lurus

    terhadap mesin roll.

    5. Plat asal butirnya cenderung quiaksial, setelah mengalami cold rolling butirnya

    menjadi elongated, dan setelah diannealing akan tumbuh butir baru yang

    equiaksial.

    Tugas Setelah Praktikum 2

    1. Jelaskan yang dimaksud dengan recovery, rekristalisasi, dan grain growth

    2. Mengapa bisa muncul tan α ? 

    Jawab :

    1. Recovery merupakan fase awal dari proses annealing yang memiliki karakteristik

    sebagai berikut :

    -  Logam dipanaskan sampai temperatur tertentu di bawah temperatur

    rekristalisasinya.

    -  Terjadi peristiwa difusi atau pergerakan atom dalam keadaan padat

    -  Terjadi penataan ulang atau rekonfigurasi dislokasi

    -  Terjadi pembebasan lattice strain energy

    -  Hasil recovery adalah pelunakan logam

    Rekristalisasi merupakan fase kedua dari proses annealing yang memiliki

    karakteristik sebagai berikut :

  • 8/18/2019 Modul B Proses Pengerolan Logam

    20/20

    -  Terjadi ketika proses pemanasan logam telah mencapai temperatur

    rekristalisasinya

    -  Inti butir baru dengan regangan bebas mulai terbentuk

    -  Inti dari butir baru tersebut terus tumbuh dan berkembang

    -  Terbentuk butir Kristal yang berbentuk bulat (equiaxial) dengan densitas

    dislokasi yang dihasilkan rendah

    -  Restorasi sifat mekanik dari logam

    -  Kekerasan berkurang, tensile strength berkurang, dan keuletan meningkat

    Grain growth merupakan fase akhir dari proses annealing yang memiliki tahapan

    sebagai berikut :

    -  Pertumbuhan butir baru akan berlanjut pada temperatur tinggi di atas temperatur

    rekristalisasi

    -  Terjadi migrasi dari batas butir

    -  Terjadi fenomena grain cannibalism dimana butir Kristal yang besar akan

    mengekspansi butir Kristal yang kecil

    Terjadi proses reduksi area batas

     butir

    2. Dari kesetimbangan gaya,

    F cos α = Pr sin α 

    µ Pr cos α = Pr sin α 

    µ = tan α