MODIFIKASI ZEOLIT ALAM LAMPUNG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/33183/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of MODIFIKASI ZEOLIT ALAM LAMPUNG SEBAGAI …digilib.unila.ac.id/33183/3/SKRIPSI TANPA BAB...
MODIFIKASI ZEOLIT ALAM LAMPUNG SEBAGAI KATALIS ASAM
DALAM PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK GORENG BEKAS
MENGGUNAKAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI
(Skripsi)
Oleh
Ainun Nadiyah
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRACT
MODIFICATION OF LAMPUNG NATURAL ZEOLITE AS ACID
CATALYST TO PRODUCE BIODIESEL FROM WASTE COOKING OIL
USING TRANSESTERIFICATION REACTION
By
AINUN NADIYAH
In this research Lampung natural zeolite (ZAL) modification was used as an acid
catalyst to produce biodiesel from waste cooking oil using transesterification
reaction. ZAL is grouped as porous material that can be utilized as acid catalyst,
but ZAL contains many impurities that can be inhibit catalytic activity process.
Prior to use as a catalyst, ZAL is required activation and modification which aims
to remove impurities present on the surface of ZAL. Activation was performed
chemically and physically, and modification was performed by dealumination
process using Na2H2EDTA solution with variation of concentration 0; 0,1; 0,3; 0,5
and 1 M, then ion exchange was performed to obtain acid catalyst (H-ZAL) using
NH4NO3 2 M solution. The H-ZAL catalyst that was modified by dealumination
was tested in catalytic activity to produce biodiesel with waste cooking oil using
transesterification reaction. The results showed that ratio of oil:methanol and
optimum catalyst in transesterification reaction is 1:15 with 10 % catalyst of palm
oil weight. In this research, the best catalyst was obtained by H-ZAL catalyst
which was dealuminated using Na2H2EDTA 0,5 M solution. ZAL with
dealumination process is able to reduce the Al element, so it can increase the
Si/Al ratio and also increase the surface area.
Keywords : ZAL, activation, dealumination, ion exchange, transesterification,
biodiesel.
ABSTRAK
MODIFIKASI ZEOLIT ALAM LAMPUNG SEBAGAI KATALIS ASAM
DALAM PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK GORENG BEKAS
MENGGUNAKAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI
Oleh
AINUN NADIYAH
Pada penelitian ini telah dilakukan modifikasi Zeolit Alam Lampung (ZAL) yang
digunakan sebagai katalis asam pada pembuatan biodiesel dari minyak goreng
bekas menggunakan reaksi transesterifikasi. ZAL tergolong ke dalam material
berpori yang dapat dimanfaatkan sebagai katalis asam, namun sebagai produk
alam ZAL memiliki kelemahan diantaranya mengandung banyak pengotor yang
dapat menghambat aktivitas katalitik dari ZAL tersebut. ZAL sebelum digunakan
sebagai katalis dilakukan aktivasi dan modifikasi yang bertujuan untuk
menghilangkan pengotor yang terdapat pada permukaan ZAL. Aktivasi dilakukan
secara kimia dan fisika serta modifikasi dilakukan dengan proses dealuminasi
menggunakan larutan Na2H2EDTA dengan variasi konsentrasi 0; 0,1; 0,3; 0,5 dan
1 M, kemudian diberi perlakuan pertukaran ion untuk mendapatkan katalis yang
bersifat asam (H-ZAL) dengan menggunakan larutan NH4NO3 2 M. Katalis H-
ZAL yang dimodifikasi dengan cara dealuminasi selanjutnya dilakukan uji
aktivitas katalitik dalam pembuatan bioedisel dari minyak goreng bekas
menggunakan reaksi transesterifikasi. Hasil penelitian menunjukkan perbandingan
minyak:metanol dan jumlah katalis optimum dalam reaksi transesterifikasi adalah
1:15 dengan jumlah katalis 10 % dari berat minyak. Pada penelitian ini diperoleh
katalis yang terbaik yakni katalis H-ZAL yang didealuminasi menggunakan
larutan Na2H2EDTA 0,5 M. ZAL yang didealuminasi mampu mengurangi unsur
Al yang terkandung dalam ZAL sehingga dapat meningkatkan rasio Si/Al dan
dapat meningkatkan luas permukaan.
Kata kunci : ZAL, aktivasi, dealuminasi, pertukaran ion, transesterifikasi,
biodiesel.
MODIFIKASI ZEOLIT ALAM LAMPUNG SEBAGAI KATALIS ASAM
DALAM PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK GORENG BEKAS
MENGGUNAKAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI
Oleh
AINUN NADIYAH
(Skripsi)
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Ratna Daya, Kecamatan Raman
Utara yag berada dalam wilayah kabupaten Lampung Timur,
Provinsi Lampung pada 31 Juli 1996 sebagai anak ke tiga
dari tida bersaudara pasangan bapak Jumari dan ibu
Winnangsih. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD 1
Negeri Raman Utara pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan pendidikan ke
MTS Negeri Raman Utara dan lulus pada tahun 2011. Selanjutnya, Penulis
diterima di MAN 1 Negeri Metro dan lulus pada tahun 2014.
Pada tahun 2014 Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2016 Penulis telah menyelesaikan praktik kerja
lapangan yang berjudul Konversi Dan Karakterisasi Zeolit Alam Yang Telah
Diaktivasi Dengan Larutan Asam Nitrat Menggunakan Metode Hidrotermal di
Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penulis melaksanakan kegiatan
KKN PPM Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Way Empulau
Ulu Kabupaten Lampung Barat pada bulan Juli-Agustus 2016. Selain itu juga
Penulis mengikuti beberapa aktivitas organisasi, dimulai dengan menjadi Kader
Muda HIMAKI (KAMI) Periode 2014-2015, Anggota Amar Rois (AMAR)
FMIPA Unila 2014-2015, anggota Biro Kesekretariatan Himaki FMIPA Unila
tahun 2015-2016.
MOTTO
Janganlah putus asa, karena perubahan itu tak bisa
secepat yang engkau harapkan.
Engkau pun pasti akan menghadapi banyak rintangan
yang bisa melemahkan semangat. Maka, janganlah
engkau mau dikalahkan olehnya.
(Dr. ‘Aidh al-Qarni).
Bersungguh-sungguhlah hari ini, dan jangan gelisah
dengan apa yang akan terjadi besok.
(Dr. ‘Aidh al-Qarni).
PERSEMBAHANKU
Dengan mengucap
Alhamdulillahirabbilalamin Kepada Allah SWT.
Kupersembahkan Karya Sederhanaku ini
Teruntuk
Bapak dan ibuku tercinta
Yang senantiasa memberi do’a, dukungan,
semangat, perhatian, dan kasih sayang yang tak ternilai.
Seluruh keluarga besarku, mas dan mbakku tersayang yang selalu
menasehati dan mendoakan keberhasilanku
Dr.Mita Rilyanti, M.Si dan semua Dosen Jurusan Kimia
yang telah membimbing dan mendidik ananda selama menempuh
pendidikan di kampus
Teman-teman yang sesalu berbagi kebahagiaan
dan selalu memberi semangat
Almamater tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillahirobil’alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Modifikasi Zeolit Alam Lampung Sebagai Katalis Asam Dalam
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Goreng Bekas Menggunakan Reaksi
Transesterifikasi“ Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sains pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Agung
Muhammad SAW, semoga kita termasuk umatnya yang mendapat syafa’at beliau
di yaumil akhir nanti, aamiin yarabbal’alamin.
Teriring do’a yang tulus, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya
kepada :
1. Terkhusus untuk kedua orang tuaku Bapak “ Jumari” dan Ibu “
Winnangsih” yang telah memberikan dukungan serta do’a yang tak pernah
berhenti, perjuangan, kerja keras, nasehat, semangat, motivasi, dan
segalanya yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT
membalas dengan jannah-Nya, aamiin Allahumma aamiin;
2. Untuk kakak-kakakku Mas Eko, Mbak Ratna, Mas Mahfud, Mbak Maya
terimakasih atas segala saran, nasehat, motivasi, semangat dan uang
jajannya selama ini. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan
kebahagiaan untuk kalian.
3. Ibu Dr. Mita Rilyanti, M.Si. selaku pembimbing I penelitian saya yang
sangat sabar dalam membimbing, penuh keikhlasan, memberikan arahan,
motivasi, dan membantu Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan Ibu, Aamiin.
4. Ibu Dr. Kamisah D. Pandiangan, M.Si. selaku pembimbing II penelitian
yang sabar dalam membimbing dan membantu Penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan Ibu
dengan kebaikan serta keberkahan yang tak ternilai.
5. Bapak Dr. Rudy T.M. Situmeang, M. Sc. selaku pembahas penelitian
Penulis, atas nasehat, arahan, kritik dan saran yang diberikan sehingga
Penulis dapat menyelesaikan skripsinya. Semoga Tuhan membalasnya
dengan kebaikan.
6. Ibu Dr. Rinawati, M.Si. selaku pembimbing akademik penulis yang telah
memberikan motivasi, arahan, dan nasihat sehingga penulis dapat
menempuh pendidikan dengan baik di Jurusan Kimia FMIPA Unila.
Semoga Allah SWT selalu memberikan Kebaikan serta rahmat kepadanya.
7. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku ketua jurusan Kimia
FMIPA Unila.yang telah memberukan izin penelitian.
8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unila, terima kasih atas
seluruh ilmu, pengalaman, dan motivasi yang telah diberikan selama
perkuliahan di kampus. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.
9. Seluruh civitas akademik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung
khususnya Pak Gani selaku staf administrasi, dan Mbak Liza selaku
laboran Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik, terimakasih atas
bantuannya selama ini.
10. Teruntuk partner terbaikku Cindy Claudia Putri, S.Si dan Lucia Arum
Hartati, S.Si., terimakasih karena sudah menjadi partner setia dari awal
sampai akhir yang selalu bareng-bareng, partner susah seneng bareng,
meskipun terkadang sering berantem tapi tetep jadi partner terbaik,
semoga kita sukses bareng yaa Aamiin.
11. Teruntuk partner terbaik Rica Royjannah, S.Si. dan Devi Tri Lestari, S.Si.,
terimakasih karena sudah menjadi partner yang selalu setia membantu,
menasehati, memberikan motivasi, dan memberikan semangat.
12. Teruntuk teman-teman yang selalu bisa direpotkan Dessy Tiara Elvia Nita
Sari, S.Si., Diva Amila, S.Si., Fitrotin Mubaroroh, S.Si., terimakasih atas
dukungan dan nasehatnya.
13. Rekan-rekan Laboratorium Anorganik/Fisik yang selalu membuat suasana
Lab menjadi rame atas canda tawa nya, dan terimakasih atas ilmu yang
telah diberi kepada penulis.
14. Seluruh mahasiswa Jurusan Kimia angkatan 2014, terimakasih telah
menjadi keluarga yang tidak segan untuk berbagi ilmu, serta keceriaan
dalam memberikan warna-warni masa perkuliahan kepada penulis.
15. Kakak-kakak angkatan 2013, terkhususnya Mba Ana, Mba Anggi, Mba
Fatimah, dan Mba Indah beserta adik-adik di Kimia terkhusus praktikan
angkatan 2015 dan 2018 terima kasih atas semangat dan dukungannya.
16. Terima kasih banyak untuk seluruh pihak yang membantu Penulis dalam
proses penyelesain skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga kebaikannya mendapat balasan dari Allah SWT.
Akhir kata, penulis memohon maaf kepada semua pihak apabila skripsi ini masih
terdapat kesalahan dan kekeliruan, semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat sebagaimana mestinya, Aamiin.
Bandar Lampung, 21 Agustus 2018
Penulis
Ainun Nadiyah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7
C. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 8
A. Zeolit ........................................................................................................... 8
B. Zeolit Sintetik ............................................................................................ 11
C. Zeolit Alam ............................................................................................... 14
D. Aktivasi Zeolit Alam ................................................................................. 15
E. Katalis Transesterifikasi ............................................................................ 18
F. Transesterifikasi ........................................................................................ 20
G. Minyak Goreng Bekas ............................................................................... 24
H. Biodiesel .................................................................................................... 27
I. Dealuminasi ............................................................................................... 30
J. Brunauer-Emmett-Teller (BET) ................................................................ 32
K. X-Ray Fluorosence (XRF) ........................................................................ 33
iii
L. Fourier Transform Infra-Red (FTIR) ........................................................ 34
M. X-Ray Diffraction (XRD) .......................................................................... 37
N. Scanning Electron Microscopy (SEM) ..................................................... 39
O. Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) ................................ 41
III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 43
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 43
B. Alat dan Bahan .......................................................................................... 44
C. Prosedur Kerja ........................................................................................... 44
1. Persiapan Sampel .................................................................................. 44
2. Aktivasi Zeolit Alam Lampung (ZAL) ................................................ 45
3. Persiapan Katalis .................................................................................. 46
4. Karakterisasi Katalis ............................................................................. 47
5. Uji Aktivitas Katalis ............................................................................. 53
6. Karakterisasi Produk Transesterifikasi ................................................. 54
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 59
A. Aktivasi Zeolit Alam Lampung ................................................................. 60
B. Dealuminasi Katalis ZAL .......................................................................... 65
C. Pertukaran ion (Ion Exchange) Katalis ZAL ............................................. 68
D. Uji Aktivitas Katalitik pada H-ZAL pada Reaksi Transesterifikasi.......... 69
a. Optimasi Perbandingan Minyak : Metanol ........................................... 72
b. Optimasi Jumlah Katalis ....................................................................... 73
c. Pengaruh Dealuminasi Terhadap Aktivitas Katalitik H-ZAL .............. 74
E. Karakterisasi Katalis ................................................................................. 75
a. X-Ray Fluoresence (XRF) .................................................................... 76
b. X-Ray Diffraction (XRD) ..................................................................... 77
c. Brunauer-Emmett-Teller (BET) ........................................................... 78
d. Fourier Transform Infra-Red (FTIR) ................................................... 79
e. Scanning Electron Microscopy (SEM). ................................................ 83
F. Karakterisasi Produk Transesterifikasi ...................................................... 85
a. Gas Chromathography Mass Spectroscopy (GC-MS) ......................... 85
G. Karakterisasi Fisik Biodiesel ..................................................................... 87
a. Densitas Biodiesel ................................................................................ 87
b. Flash Point Biodiesel ........................................................................... 88
iv
V. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 89
A. Simpulan .................................................................................................... 89
B. Saran .......................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 91
LAMPIRAN .......................................................................................................... 98
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rumus oksida beberapa jenis zeolit sintetik ..................................................... 13
2. Contoh zeolit alam yang umum ditemukan ...................................................... 14
3. Karakteristik minyak goreng bekas ................................................................... 24
4. Syarat mutu biodiesel ........................................................................................ 30
5. Jenis mineral yang terdapat pada ZAL sesudah dan sebelum aktivasi. ............ 62
6. Data BET ZAL yang diaktivasi secara kimia dan fisika suhu 600 oC .............. 63
7. Hasil analisis BET ZAL variasi suhu aktivasi .................................................. 64
8. Hasil analisis XRF ZAL sebelum dan sesudah aktivasi secara fisika ............... 65
9. Optimasi perbandingan minyak:metanol .......................................................... 72
10. Optimasi jumlah katalis................................................................................... 73
11. Pengaruh konsentrasi Na2H2EDTA H-ZAL pada proses transesterifikasi ..... 74
12. Data XRF katalis ZAL tanpa dealuminasi dan ZAL yang didealuminasi ...... 76
13. Data BET katalis ZAL tanpa dealuminasi dan dealuminasi ........................... 79
14. Data jumlah situs asam katalis ........................................................................ 80
15. Gugus fugsi pada hasil IR ZAL ...................................................................... 81
16. Struktur dan sifat-sifat klinoptilolit dan mordenit .......................................... 83
17. Komponen biodiesel hasil transesterifikasi minyak goreng bekas ................. 86
18. Perhitungan optimasi perbandingan minyak : metanol. .................................. 99
v
19. Perhitungan optimasi jumlah katalis ............................................................. 100
20. Perhitungan optimasi katalis dengan variasi konsentrasi dealuminasi ......... 100
21. Data pengukuran analisis keasaman.............................................................. 102
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur kimia zeolit ............................................................................................ 9
2. Struktur zeolit. ..................................................................................................... 9
3. Reaksi pembentukan zeolit. .............................................................................. 10
4. Mekanisme secara kasar pembentukan zeolit sintetik ...................................... 13
5. Reaksi transesterifikasi. .................................................................................... 20
6. Reaksi hidrolisis. ............................................................................................... 26
7. Reaksi basa piridin ............................................................................................ 37
8. Skema alat difraksi sinar-X. .............................................................................. 39
9. Skema dasar SEM. ............................................................................................ 41
10. Difraktogram ZAL. ......................................................................................... 61
11. Aktivasi ZAL. ................................................................................................. 63
12. Proses dealuminasi .......................................................................................... 66
13. ZAL sesudah dealuminasi ............................................................................... 67
14. Proses pertukaran ion. ..................................................................................... 68
15. ZAL sesudah pertukaran ion ........................................................................... 69
16. Minyak goreng bekas ...................................................................................... 70
17. Rangkaian alat percobaan uji aktivitas katalitik.............................................. 70
18. Pemisahan antara biodisel dan sisa minyak yang tidak terkonversi. .............. 71
vi
19. Grafik optimasi perbandingan minyak:metanol. ............................................. 72
20. Grafik penentuan jumlah katalis optimum pada proses transesterifikasi. ....... 73
21. Grafik pengaruh konsentrasi Na2H2EDTA (Dealuminasi) ............................. 75
22. Difraktogram ZAL. ......................................................................................... 78
23. Spektrum FTIR katalis ZAL ........................................................................... 81
24. Foto morfologi SEM. ...................................................................................... 84
25. Kromatogram biodiesel transesterifikasi......................................................... 86
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zeolit adalah mineral kristal alumina silika berpori terhidrat yang mempunyai
struktur kerangka tiga dimensi yang terbentuk oleh tetrahedral [SiO4]4-
dan
[AlO4]5-
. Kedua tetrahedral di atas dihubungkan oleh atom-atom oksigen, dan
membentuk kerangka tiga dimensi terbuka yang mengandung kanal-kanal dan
rongga-rongga, yang di dalamnya terisi oleh logam alkali atau alkali tanah
sebagai penyeimbang muatan. Rongga- rongga tersebut merupakan suatu
sistem saluran yang di dalamnya terisi oleh molekul air (Cheetam, 1992).
Secara umum zeolit terbagi menjadi dua jenis yaitu zeolit sintetik dan zeolit
alam. Zeolit sintetik adalah suatu senyawa kimia yang mempunyai sifat fisik
dan kimia yang mirip zeolit alam. Zeolit sintetik ini sengaja dibuat dengan
bahan lain dengan proses sintesis yang menyerupai komposisi utama zeolit
alam. Zeolit sintetik biasanya mengandung kation-kation K+
dan Na+.
Kelebihan dari zeolit sintetik ini memiliki ukuran pori yang lebih seragam,
kemurnian yang tinggi dan kemampuan pertukaran ion lebih seragam. Zeolit
sintetik dalam penggunaannya memiliki kelemahan diantaranya dalam proses
2
sintesisnya memerlukan waktu yang lama, dan biaya yang digunakan lebih
mahal (Georgive et al., 2009).
Zeolit alam adalah zeolit yang terbentuk karena adanya proses kimia dan fisika
yang kompleks dari batu-batuan yang mengalami berbagai macam perubahan
di alam. Zeolit alam biasanya mengandung kation K+, Na
+, Ca
2+, dan Mg
2+.
Zeolit alam memiliki kelebihan yaitu mudah didapat karna keberadaannya di
alam dan biaya yang digunakan untuk mendapatkan zeolit alam tidak terlalu
mahal. Zeolit alam memiliki kelemahan yaitu adanya pengotor. Pengotor
yang ada di dalam zeolit alam dapat mengurangi fungsi dari zeolit alam itu
sendiri (Wustoni, 2011).
Beberapa aplikasi zeolit dalam kehidupan antara lain sebagai zat penyerap
(adsorpsi) zat organik maupun anorganik, sebagai penukar kation (ion
exchanger), katalisator (catalyst), dan penyaring molekul berukuran halus
(molecular sieving) (Cejka et al., 2007). Zeolit juga dimanfaatkan sebagai
katalis. Seperti yang telah dilaporkan oleh sebab itu pada penelitian ini
dipelajari pemanfaatan zeolit alam sebagai katalis heterogen asam dalam reaksi
transesterifikasi untuk pembuatan biodiesel. Zeolit alam dipilih sebagai katalis
karena biaya yang dikeluarkan tidak terlalu mahal dan lebih mudah didapat
karena melimpah di alam. Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) menyatakan
daerah Lampung memiliki sumber daya zeolit alam yang cukup tinggi yaitu
berkisar antara 44.000.000 ton yang dihasilkan yang belum dapat dimanfaatkan
secara optimal.
3
Sebelum digunakan sebagai katalis, zeolit alam perlu dilakukan aktivasi karena
mengandung banyak pengotor. Aktivasi bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan daya adsorpsi zeolit alam agar jumlah pori-pori yang terbuka lebih
banyak sehingga luas permukaan pori-pori bertambah. Proses aktivasi zeolit
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara fisika dan kimia. Aktivasi secara
fisika berupa pemanasan zeolit dengan tujuan untuk menguapkan air yang
terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit dan untuk menghilangkan senyawa
pengotor yang terdapat pada zeolit alam tersebut, sehingga luas permukaan
pori-pori bertambah.
Aktivasi secara kimia dilakukan melalui pengasaman menggunakan asam
klorida atau asam nitrat. Tujuannya untuk menghilangkan pengotor anorganik.
Penambahan asam pada saat aktivasi mengakibatkan terjadinya pertukaran
kation dengan H+ (Lestari, 2010). Pada penelitian ini, menggunakan aktivasi
secara fisika dikarenakan prosedur yang digunakan pada saat aktivasi secara
fisika lebih mudah dibanding aktivasi secara kimia. Pada penelitian
sebelumnya aktivasi secara fisika memiliki luas permukaan yang lebih besar
dibandingkan aktivasi secara kimia.
Katalis memiliki definisi sebagai senyawa atau zat yang dapat mempercepat
laju reaksi kimia pada suhu tertentu. Katalis berperan dalam reaksi tetapi
bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Pada umumnya katalis dibedakan
menjadi dua jenis yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis
homogen adalah suatu jenis katalis yang ada dalam fase yang sama (gas atau
cair) dengan reaktan. Katalis homogen terbagi menjadi dua jenis yaitu katalis
4
homogen asam dan katalis homogen basa. Katalis homogen asam pada
pembuatan biodiesel dapat menyebabkan korosi dan pencemaran lingkungan.
Katalis homogen basa juga dapat menimbulkan reaksi samping yaitu reaksi
penyabunan sehingga mempengaruhi proses pembuatan biodiesel (Darnoko
dan Cheriyan, 2000). Katalis homogen memiliki kelemahan yaitu dapat
menimbulkan permasalahan pada produk yang dihasilkan, misalnya masih
mengandung katalis yang harus dilakukan separasi lagi atau sulit untuk
dipisahkan dari campuran reaksi (Buchori dan Widayat, 2009).
Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi
dalam reaksi yang dikatalisnya. Keuntungan dari katalis heterogen dalam
proses pemurnian biodiesel lebih mudah dalam proses pemisahan katalis hanya
dengan dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring (Susilowati, 2006).
Katalis heterogen terbagi menjadi dua yaitu katalis heterogen asam dan katalis
heterogen basa. Perbedaan antara katalis heterogen asam dan katalis heterogen
basa adalah katalis heterogen asam memiliki reaksi yang lebih lambat
dibanding katalis heterogen basa dalam reaksi transesterifikasi pembuatan
biodiesel. Katalis heterogen asam memiliki potensi untuk menggantikan
katalis homogen asam dikarenakan dapat mengatasi masalah korosi dan bahaya
bagi lingkungan yang diakibatkan oleh larutan asam (Helwani, 2009).
Pada penelitian ini katalis heterogen asam digunakan untuk reaksi
transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi antara minyak
(trigliserida) dan alkohol (Darnoko dan Cheryan, 2000). Transesterifiksai
adalah suatu reaksi yang menghasilkan ester, salah satu pereaksinya juga
5
merupakan ester. Pada reaksi transesterifikasi terjadi pemecahan senyawa
trigliserida dan migrasi gugus alkil antara senyawa ester (Groggins, 1958).
Minyak yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel
pada penelitian ini adalah minyak goreng bekas. Minyak goreng bekas
merupakan minyak yang berasal dari sisa minyak penggorengan bahan
makanan. Perbedaan antara minyak goreng bekas dengan minyak nabati yang
baru terletak pada komposisi asam lemak jenuh dan tak jenuh. Minyak goreng
bekas memiliki kandungan asam lemak jenuh lebih banyak dibandingkan
minyak nabati yang baru. Hal ini disebabkan pada proses penggorengan terjadi
perubahan rantai tak jenuh menjadi rantai jenuh pada senyawa penyusunnya.
Pada minyak goreng bekas komposisi asam lemak tak jenuh adalah 30 %
sedangkan komposisi asam lemak jenuh adalah 70 % (Kusuma, 2003).
Pemanfaatan minyak goreng bekas dalam proses produksi biodiesel
memberikan beberapa keuntungan, diantaranya: dapat mereduksi limbah rumah
tangga atau industri makan dan mereduksi biaya produksi biodiesel sehingga
harganya lebih murah dibanding dengan menggunakan minyak nabati murni.
Biodiesel merupakan energi alternatif pengganti minyak solar yang cukup
menjanjikan. Biodiesel juga merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan
dan tidak mengandung belerang sehingga dapat mengurangi pencemaran
lingkungan yang diakibatkan oleh hujan asam (rain acid) (Suwarsono et al,
2008).
Peraturan Presiden No. 5/2006 tanggal 25 Januari 2006 merupakan salah satu
langkah pemerintah dalam penanggulangan krisis BBM. Oleh karena itu
6
pembuatan biodiesel sebagai energi terbarukan yang potensial sangat
diperlukan. Namun kendala yang dihadapi dalam penggunaan biodiesel untuk
saat ini adalah harganya yang lebih mahal dibanding bahan bakar diesel (Azis
et al, 2012). Oleh sebab itu pada penelitian ini akan digunakan minyak goreng
bekas sebagai bahan untuk pembuatan biodiesel, dikarenakan minyak goreng
bekas secara ekonomis tidak diperhitungkan lagi dan cenderung dibuang
sebagai limbah sehingga dapat menekan biaya yang digunakan untuk produksi
biodiesel.
Pada penelitian ini dipelajari pemanfaatan zeolit alam sebagai katalis heterogen
asam. Katalis heterogen asam memiliki kelemahan yaitu reaksinya lebih
lambat dibanding katalis heterogen basa pada proses transesterifikasi, oleh
karena itu penelitian ini dilakukan modifikasi zeolit alam sebagai katalis
heterogen asam melalui dealuminasi. Dealuminasi merupakan proses
pelepasan atom Al dari kerangka zeolit, sehingga dapat meningkatkan rasio
Si/Al sekaligus meningkatkan situs asam dari zeolit alam tersebut. Situs asam
ini merupakan situs yang berfungsi sebagai sisi aktif pada zeolit.
Meningkatnya situs asam berarti juga meningkatkan keaktifan zeolit (Hamdan,
1992). Dealuminasi dilakukan dengan penambahan larutan asam-asam kuat
seperti asam klorida (HCl), asam nitrat (HNO3) dan asam kuat lainya, tetapi
pada penelitian ini larutan asam yang digunakan adalah larutan Na2H2EDHA.
Larutan Na2H2EDHA secara efektif dapat melepas atom Al dari kerangka
zeolit.
7
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan spesifik berikut ini:
1. Mempelajari aktivasi zeolit alam Lampung secara kimia dan fisika
2. Mempelajari penggunaan zeolit alam Lampung sebagai katalis asam pada
reaksi transesterifikasi minyak goreng bekas pada proses pembuatan
biodiesel.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi ilmiah terkait penggunaan zeolit alam Lampung
sebagai katalis asam yang efisien dan efektif digunakan dalam reaksi
transesterifikasi.
2. Meningkatkan daya guna zeolit alam Lampung sebagai katalis asam
pembuatan biodiesel.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Zeolit
Zeolit adalah mineral kristal alumina silikat berpori terhidrat yang memiliki
rumus Mx/n{AlxSiyO2(x+y)}wH2O, dimana M merupakan kation-kation yang
dipertukarkan, n adalah valensi logam, x dan y merupakan bilangan
tertentu (1-6), dan { } adalah kerangka alumino silika, serta w
melambangkan air yang terkandung di dalam pori‐porinya (Hamdan, 1992).
Zeolit terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan rongga-rongga di
dalam yang berisi ion-ion logam, biasanya golongan logam alkali, dan molekul
air yang bergerak bebas. Selain itu zeolit juga merupakan endapan dari
aktivitas vulkanik yang banyak mengandung unsur silika. Pada saat ini
penggunaan mineral zeolit semakin meningkat, dari penggunaan dalam industri
kecil hingga dalam industri berskala besar (Harjanto, 1983).
Zeolit mempunyai struktur kerangka tiga dimensi terbentuk dari tetrahedral
[SiO4]4-
dan [AlO4]5-
. Kedua tetrahedral di atas dihubungkan oleh atom-atom
oksigen, menghasilkan struktur tiga dimensi terbuka dan berongga yang di
dalamnya diisi oleh atom-atom logam biasanya logam-logam alkali atau alkali
tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas (Breck, 1974; Cheetam,
9
1992; Scot et al., 2003). Struktur zeolit umumnya adalah suatu polimer
anorganik berbentuk tetrahedral unit TO4, dimana T adalah ion Si4+
atau Al3+
dengan atom O berada diantara dua atom T, seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia zeolit (Haag, 1984).
Gambar 2. Struktur zeolit.
Karakteristik struktur zeolit antara lain:
1. Sangat berpori, karena kristal zeolit merupakan kerangka yang terbentuk
dari jaring tetrahedral [SiO4] 4-
dan [AlO4]5-
.
2. Pori- porinya berukuran molekul, karena pori zeolit terbentuk dari
tumpukan cincin beranggotakan 6, 8, 10 atau 12 tetrahedral.
3. Dapat menukarkan kation, karena perbedaan muatan Al3+
dan Si4+
menjadikan atom Al dalam kerangka kristal bermuatan negatif dan
membutuhkan kation penetral. Kation penetral yang bukan menjadi
bagian kerangka ini mudah diganti dengan kation lainnya.
10
4. Mudah dimodifikasi karena setiap tetraherdal dapat dikontakkan dengan
bahan-bahan pemodifikasi.
Menurut Barrer (1982) dan Breck (1974), zeolit dikelompokan menjadi 4 yaitu:
1. Zeolit yang terbentuk pada suhu tinggi, dimana masing-masing temperatur
tertentu akan membentuk jenis zeolit tertentu pula.
2. Zeolit yang terbentuk di dekat permukaan lingkungan sedimetasinya
dengan perubahan kimia.
3. Zeolit yang terbentuk pada suhu rendah pada lingkungan pengendap laut.
4. Zeolit yang terbentuk sebagai akibat dari terbentuknya “eraters” di
lingkungan dasar laut yang menghasilkan fast hydrothermal zeolitization
dari gelas vulkanik.
Umumnya reaksi pembentukan kerangka zeolit dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Reaksi pembentukan zeolit (Breck, 1974).
Zeolit pada dasarnya memiliki tiga variasi struktur yang berbeda yaitu:
1. Struktur seperti rantai (chain-like structure), dengan bentuk kristal
acicular dan prismatic, contoh: natrolit.
11
2. Struktur seperti lembaran (sheet-like structure), dengan bentuk kristal
platy atau tabular biasanya dengan basal cleavage, contoh: heulandit.
3. Struktur rangka, dimana kristal yang ada memiliki dimensi yang hampir
sama, contoh: kabasit.
Zeolit mempunyai kerangka terbuka, sehingga memungkinkan untuk
melakukan adsorpsi Ca bertukar dengan 2 (Na, K) atau Ca, Al dengan (Na, K)
Si. Morfologi dan struktur kristal yang terdiri dari rongga-rongga yang
berhubungan ke segala arah menyebabkan permukaan zeolit menjadi luas.
Morfologi ini terbentuk dari unit dasar pembangunan dasar primer yang
membentuk unit dasar pembangunan sekunder dan begitu seterusnya.
Mineral dengan struktur kristal alumina silikat yang berbentuk framework
(struktur tiga dimensi) dan mempunyai rongga serta saluran yang diisi oleh
suatu kation logam alkali atau alkali tanah serta molekul air disebut zeolit. Ion
logam dan molekul air dapat digantikan oleh ion atau molekul lain secara
reversible tanpa merusak struktur zeolit, sehingga zeolit dapat berfungsi
sebagai adsorben, ion exchange dan katalis (Las, et al, 2012).
B. Zeolit Sintetik
Mineral zeolit sintetik yang dibuat tidak dapat persis sama dengan mineral
zeolit alam, walaupun zeolit sintetik mempunyai sifat fisik yang jauh lebih
baik. Beberapa ahli menamakan zeolit sintetik sama dengan nama mineral
zeolit alam dengan menambahkan kata sintetik di belakangnya, dalam dunia
perdagangan muncul nama zeolit sintetik seperti zeolit A, zeolit K - C dan lain-
12
lain. Zeolit sintetik terbentuk ketika gel yang ada terkristalisasi dari suhu
kamar sampai dengan 200 oC pada tekanan atmosferik ataupun autogenous
(Breck, 1974).
Zeolit sintetik dibuat dengan rekayasa yang sedemikian rupa sehingga
mendapatkan karakter yang sama dengan zeolit alam. Zeolit sintetik sangat
bergantung pada jumlah Al dan Si, sehingga ada 3 kelompok zeolit sintetik :
1. Zeolit sintetik dengan kadar Si rendah.
Zeolit jenis ini banyak mengandung Al, berpori, mempunyai nilai ekonomi
tinggi karena efektif untuk pemisahan dengan kapasitas besar. Volume
porinya dapat mencapai 0,5 cm3 tiap cm
3 volume zeolit.
2. Zeolit sintetik dengan kadar Si sedang.
Jenis zeolit modernit mempunyai perbandingan Si/Al = 5 sangat stabil,
maka diusahakan membuat zeolit Y dengan perbandingan Si/Al = 1-3.
Contoh zeolit sintetik jenis ini adalah zeolit omega.
3. Zeolit sintetik dengan kadar Si tinggi.
Zeolit jenis ini sangat higroskopis dan menyerap molekul non polar
sehingga baik untuk digunakan sebagai katalisator asam untuk
hidrokarbon. Zeolit jenis ini misalnya zeolit ZSM-5, ZSM-11, ZSM-21,
ZSM-24 (Hay, 1966).
13
Sedangkan mekanisme secara kasar pembentukan zeolit sintesik dapat dilihat
pada Gambar 4 :
Gambar 4. Mekanisme secara kasar pembentukan zeolit sintetik
(Xu et al., 2004).
Dengan perkembangan penelitian, dewasa ini telah dikenal beragam zeolit
sintetik, dan beberapa diantaranya disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Rumus oksida beberapa jenis zeolit sintetik (Georgive et al., 2009).
Zeolit Rumus Kimia
Zeolit A Na2O•Al2O3•2SiO2•4,5H2O
Zeolit N-A (Na, TMA)2O•Al2O3•4,8SiO2•7H2O TMA – (CH3)4N+
Zeolit H K2O•Al2O3•2SiO2•4H2O
Zeolit L (K2Na2)O•Al2O3•6SiO2•5H2O
Zeolit X Na2O•Al2O3•2,5SiO2•6H2O
Zeolit Y Na2O•Al2O3•4,8SiO2•8,9H2O
Zeolit P Na2O•Al2O3•2-5SiO2•5H2O
Zeolit O (Na, TMA)2O•Al2O3•7SiO2•3,5H2O TMA - (CH3)4N+
Zeolit Ω (Na, TMA)2O•Al2O3•7SiO2•5H2O TMA - (CH3)4N+
Zeolit ZK-4 0,85Na2O•0,15(TMA)2O•Al2O3•3,3SiO2•6H2O
Zeolit ZK-5 (R,Na2)O•Al2O3•4-6SiO2•6H2O
14
C. Zeolit Alam
Zeolit alam terbentuk karena adanya proses kimia dan fisika yang kompleks
dari batu-batuan yang mengalami berbagai macam perubahan di alam. Para
ahli geokimia dan mineralogi memperkirakan bahwa zeolit merupakan produk
gunung berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik, batuan sedimen dan
batuan metamorfosa yang selanjutnya mengalami proses pelapukan karena
pengaruh panas dan dingin sehingga akhirnya terbentuk mineral-mineral zeolit.
(Setyawan, 2002).
Zeolit Alam ditemukan dalam bentuk mineral dengan komposisi yang berbeda,
terutama dalam nisbah Si/Al dan jenis logam yang menjadi komponen minor,
seperti seperti diperlihatkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Contoh zeolit alam yang umum ditemukan (Subagjo, 1993).
Zeolit Alam Rumus Kimia
Kabasit (Na2,Ca)6(Al12Si24O72)•40H2O
Klipnotilolit (Na4K4)(Al8Si40O96)•24H2O
Analsim Na16(Al16Si32O96)•16H2O
Heulandit Ca4(Al8Si28O72)•24H2O
Erionit (Na,Ca5K)(Al9Si27O72)•27H2O
Ferrierit (Na2Mg2)(Al6Si30O72)•18H2O
Natrolit Na4(Al4Si6O20)•4H2O
Laumonit Ca(Al8Si16O48)•16H2O
Mordenit Na8(Al8Si40O96)•24H2O
Filipsit (Na,K)10(Al10Si22O64)•20H2O
Wairali Ca(Al2Si4O12)•12H2O
Zeolit alam yang terdapat di Lampung adalah klipnotilolit dengan rumus
Na6[Al6Si30O72]•24 H2O dan berwarna putih. Densitas 1,9942- 2,1781 g/mL,
volume pori total 86,26 x 10-3
dengan luas permukaan 38,93 m2 (Las, 1989).
15
Buchori dan Widayat (2009) meneliti pembuatan biodiesel dari minyak goreng
bekas dengan proses catalytic cracking. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa minyak goreng bekas dapat menjadi produk biodiesel dengan cara
perengkahan menggunakan katalis zeolit. Djaeni dkk (2004) meneliti tentang
penggunaan minyak goreng bekas menjadi biodiesel dengan cara
transesterifikasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa zeolit yang telah
diaktivasi dengan asam sulfat mempunyai kemampuan sebagai katalis dalam
proses transesterifikasi minyak nabati bekas menjadi biodiesel.
D. Aktivasi Zeolit Alam
Sebagai produk alam, zeolit alam diketahui memiliki komposisi yang sangat
bervariasi, namun komponen utamanya adalah silika dan alumina. Zeolit alam
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya mengandung banyak pengotor.
Keberadaan pengotor-pengotor tersebut dapat mengurangi aktivitas katalitik
dari zeolit sehingga dapat menghambat fungsi dari zeolit tersebut. Oleh sebab
itu sangat diperlukan aktivasi untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang
terdapat pada zeolit alam, proses aktivasi zeolit juga ditunjukkan untuk
memodifikasi sifat-sifat dari zeolit, seperti luas permukaan dan keasaman.
Luas permukaan dan keasaman yang meningkat akan menyebabkan aktivitas
katalitik dari zeolit meningkat. Salah satu kelebihan dari zeolit alam adalah
memiliki luas permukaan dan keasaman yang mudah untuk dimodifikasi
(Yuanita, 2009).
16
Menurut Trisunaryanti (2005), zeolit alam perlu diaktivasi dan dimodifikasi
guna meningkatkan karakternya terutama aktivitas katalitiknya. Keasaman
zeolit dapat ditingkatkan dengan cara pengembanan logam-logam transisi yang
memiliki orbital d belum terisi penuh. Logam-logam ini secara langsung dapat
berfungsi sebagai katalis tanpa diembankan terlebih dahulu pada pengemban,
tetapi memiliki kelemahan, diantaranya luas permukaan yang relatif kecil, dan
selama proses katalitik dapat terjadi penggumpalan.
Aktivasi dilakukan untuk meningkatkan kemampuan daya adsorpsi zeolit alam
agar jumlah pori-pori yang terbuka lebih banyak sehingga luas permukaan
pori-pori bertambah. Aktivasi zeolit dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
secara fisika dan kimia. Aktivasi secara fisika berupa pemanasan pada suhu
300- 400oC dengan udara panas atau dengan sistem vakum untuk melepaskan
molekul air dan pengotor yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit
sehingga luas permukaan pori-pori bertambah. Sedangkan aktivasi secara
kimia dilakukan melalui pencucian zeolit dengan larutan Na2EDTA atau asam-
asam anorganik seperti HF, HCl, dan H2SO4 yang bertujuan untuk
menghilangkan pengotor anorganik. Pengasaman ini akan menyebabkan
terjadinya pertukaran kation dengan H+. Modifikasi zeolit alam lebih lanjut
dilakukan untuk mendapatkan bentuk kation dan komposisi kerangka yang
berbeda. Modifikasi ini biasanya dilakukan melalui pertukaran ion,
dealuminasi, dan substisuti isomorfis (Ertan, 2005).
Molekul air dalam pori dan oksida bebas di permukaan seperti Al2O3, SiO2,
CaO, MgO, Na2O, K2O dapat menutupi pori-pori atau situs aktif dari zeolit
17
sehingga dapat menurunkan kapasitas adsorpsi maupun sifat katalisis dari
zeolit tersebut. Oleh karena itu, zeolit alam perlu diaktivasi terlebih dahulu
sebelum digunakan. Aktivasi zeolit alam dapat dilakukan secara fisika maupun
kimia.
Damayanti dkk. (2015) telah melakukan aktivasi fisika terhadap zeolit alam
Lampung pada suhu aktivasi 200 oC dengan zeolit alam Lampung yang
berukuran 20 mesh. Analisis luas permukaan zeolit alam juga dilakukan
menggunakan BET diperoleh hasil surface area sebesar 31,995 m2 /g, pore
volume sebesar 0,1024 cc/g, dan average pore diameter Dv(d) sebesar
128,040 Ǻ. Dari hasil BET dapat diketahui bahwa luas permukaan zeolit alam
Lampung sangat kecil, sehingga zeolit alam Lampung cepat sekali jenuh.
Subariyah dkk., (2013) telah melakukan aktivasi zeolit alam Lampung
menggunakan larutan HCl 1 N. Hasil karakterisasi menggunakan SEM terlihat
zeolit yang diaktivasi dengan menggunakan HCl lebih bersih dibandingkan
zeolit alam tanpa perlakuan tetapi tidak merubah strukturnya. Sedangkan hasil
karakterisasi parameter volume pori, luas permukaan dan diameter pori zeolit
yang diaktivasi dengan asam klorida berturut-turut adalah 1470 mL/g dan 1480
mL/g; 1,63 m2/g dan 1,79 m
2/g; serta 36,28 Å dan 33,12 Å.
Harjanti (2008) mengaktivasi zeolit alam klipnotilolit yang berasal dari
Lampung direndam dalam larutan NaOH 1 N selama 3 jam pada suhu 100°C
dan didapatkan Na-zeolit. Trisunaryanti (2005) mengaktifkan zeolit dengan
merendamnya ke dalam 125 mL larutan HCl 6 N kemudian disaring dan dicuci
berulang kali sampai tidak ada ion Cl- yang terdeteksi oleh larutan AgNO3,
18
dikeringkan pada suhu 130 oC selama 3 jam dalam oven. Zeolit yang
didapatkan berbentuk H-Zeolit.
E. Katalis Transesterifikasi
Katalis merupakan suatu zat yang dapat mempercepat reaksi tanpa mengalami
perubahan secara kimiawi pada akhir reaksi, reaksi yang berlangsung dengan
bantuan katalis secara umum dikenal dengan reaksi katalisis. Katalis dapat
mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan energi aktivasi reaksi. Energi
aktivasi reaksi merupakan banyaknya energi minimum yang dibutuhkan oleh
reaksi agar reaksi dapat berlangsung. Penurunan energi aktivasi reaksi
disebabkan oleh terjadinya pembentukan alur atau mekanisme reaksi yang
berbeda dari alur reaksi tanpa katalis.
Secara umum, katalis memiliki tiga peranan yaitu
1. Aktivitas untuk memacu laju reaksi.
2. Selektivitas atau spesifitas untuk mengarahkan suatu reaksi menghasilkan
produk tertentu.
3. Stabilitas atau lifetime untuk menahan hal-hal yang dapat mengakibatkan
terjadinya deaktivasi katalis.
Sehingga untuk setiap reaksi yang dikatalisisnya, katalis harus memiliki
aktivitas kimia yang sama, serta selektivitas dan stabilitas yang cukup tinggi.
19
Katalis dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:
1. Katalis Homogen
Seperti yang telah dijelaskan di atas, katalis homogen memilki fasa yang
sama antara produk dan reaktan, sehingga daya katalitik katalis ini lebih
kuat dibandingkan dengan katalis heterogen. Katalis homogen yang biasa
digunakan dalam reaksi transesterifikasi dapat berupa katalis homogen
asam maupun katalis homogen basa. Kelebihan dari katalis homogen
adalah konversi reaksi yang dihasilkan dari proses transesterifikasi lebih
besar dibandingkan dengan katalis heterogen, serta tidak membutuhkan
suhu dan tekanan yang tinggi pada saat reaksi berlangsung (Setyawardhani
dan Distantina, 2010).
2. Katalis Heterogen
Katalis heterogen memiliki fasa yang berbeda antara reaktan dengan
produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, katalis ini mudah untuk
dipisahkan dari produk yang dihasilkan dan memungkinkan untuk dapat
didaur ulang sehingga lebih bersifat ramah lingkungan. Di samping itu,
katalis ini juga lebih efektif dan efisien, mudah untuk digunakan dalam
berbagai media, tidak korosif, relatif murah, dan dapat dengan mudah
diaktifkan untuk mendapatkan sifat katalis yang diinginkan (Moffat, 1990;
Frenzer and Maier, 2006; Endalew et al., 2011).
20
F. Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak
nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti metanol atau
etanol (pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel menggunakan metanol)
menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters / FAME) atau
biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping.
Reaksi antara minyak (trigliserida) dan alkohol adalah merupakan reaksi
transesterifikasi (Darnoko dan Cheryan, 2000). Transesterifikasi adalah suatu
reaksi yang menghasilkan ester dimana salah satu pereaksinya juga merupakan
senyawa ester. Jadi disini terjadi pemecahan senyawa trigliserida dan migrasi
gugus alkil antara senyawa ester. Ester yang dihasilkan dari reaksi
transesterifikasi ini disebut biodiesel. R’ adalah gugus alkil dan R1 – R3
merupakan gugus asam lemak jenuh dan tak jenuh rantai panjang.
O O
CH2 C O R1 H2C OH R1C OCH3
O O
CH C O R2 + 3CH3OH H C OH + R2C OCH3
O O
CH2 C O R3 H2C OH R3C OCH3
Minyak/Lemak metanol gliserol ester
Gambar 5. Reaksi transesterifikasi.
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi bolak balik yang relatif lambat.
Untuk mempercepat jalannya reaksi dan meningkatkan hasil, proses dilakukan
dengan pengadukan yang baik, penambahan katalis dan pemberian reaktan
21
berlebih agar reaksi bergeser ke kanan. Pemilihan katatis dilakukan
berdasarkan kemudahan penanganan dan pemisahannya dari produk. Untuk itu
dapat digunakan katalis asam, basa dan penukar ion (Groggins, 1958).
Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai
berikut :
Trigliserida (TG CH3OH Digliserida (DG) R1COOCH3
Digliserida (DG) CH3OH Monogliserida (MG) R2COOCH3
Monogliserida (MG) CH3OH Gliserol (GL) R3COOCH3.
Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-
asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk,
yaitu:
Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi.
Memisahkan gliserol.
Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi
eksoterm).
Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar
didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa
kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui
transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984):
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas.
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar
kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0,5 % (< 0,5 %). Selain itu,
22
semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan
bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang.
Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami
reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah.
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan
1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat
menghasilkan konversi 98 %. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin
banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh
juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam
konversi yang dihasilkan adalah 98 - 99 %, sedangkan pada 3:1 adalah 74-
89 %. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat
memberikan konversi yang maksimum.
c. Pengaruh jenis alkohol.
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis.
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer
untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium
hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida
(KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat
(metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang
23
maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5 % - b minyak nabati. Jumlah
katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5 % - b minyak nabati untuk
natrium metoksida dan 1 % - b minyak nabati untuk natrium hidroksida.
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan
bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang
telah dihilangkan getahnya dan disaring.
f. Pengaruh suhu
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada suhu 30 – 65 °C (titik didih
metanol sekitar 65 °C). Semakin tinggi suhu, konversi yang diperoleh
akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.
Menurut Asthasari (2008), reaksi transesterifikasi berlangsung dengan
bantuan katalis homogen asam dan basa, namun Fumin et al., (2006)
mengatakan bahwa katalis homogen lebih susah untuk dipisahkan dari
produk hasil reaksi dan menghasilkan limbah yang beracun. Katalis
homogen juga tidak dapat digunakan kembali secara berulang-ulang untuk
reaksi transesterifikasi. Oleh karena itu katalis heterogen merupakan salah
satu alternatif pengganti katalis homogen. Sumber dari katalis padat
(katalis heterogen), pada saat ini telah digunakan secara komersial, seperti
zeolit, alumina atau resin penukar ion.
24
G. Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng bekas merupakan minyak yang berasal dari sisa minyak
penggorengan bahan makanan. Minyak goreng bekas maupun minyak nabati
yang baru tersusun atas gliserida yang mempunyai rantai karbon panjang, yaitu
ester antara gliserol dengan asam karboksilat. Perbedaan minyak goreng bekas
dengan minyak nabati yang baru terletak pada komposisi asam lemak jenuh
dan tak jenuhnya. Minyak goreng bekas memiliki kandungan asam lemak
jenuh lebih besar dari minyak nabati yang baru. Hal ini disebabkan pada
proses penggorengan terjadi perubahan rantai tak jenuh menjadi rantai jenuh
pada senyawa penyusunnya. Komposisi asam lemak tak jenuh minyak jelantah
adalah 30 % sedangkan asam lemak jenuh 70 % (Kusuma, 2003).
Tabel 3. Karakteristik minyak goreng bekas (Sidjabat, 2004).
No Karakteristik Hasil Analisis Metode Uji
1. Spesifik Gravitas, 60/60 oF 0.9225 ASTM D-1298
2. Viskositas Kinematik, 100 oC. cSt 50.47 ASTM D-445
3. Warna ˃3.5 ASTM D-1500
4. Bilangan Asam Total, mg KOH/g 5.289 ASTM D-664
5. Residu Karbon, %-berat 0.314 ASTM D-189
6. Asam Lemak Bebas, %-berat 4.2 -
7. Komposisi Asam Lemak, %-berat
Asam Laurat
Assam Palmitat
Asam Margarat
Asam Stearat
Asam Oleat
Asam Linoleat
Asam Arkhidat
1.606
14.939
3.959
13.121
32.192
5.022
2.585
HPLC
Penggunaan minyak nabati berulang kali sangat membahayakan kesehatan.
Hal ini dikarenakan selain semakin banyaknya kotoran yang terkandung dalam
25
minyak goreng akibat penggorengan bahan makanan sebelumnya dan semakin
banyaknya senyawa – senyawa asam karboksilat bebas di dalam minyak serta
warna minyak goreng yang semakin tidak jernih jika dipakai berulang kali.
Selama proses penggorengan, terjadi pemanasan dan minyak berubah menjadi
berwarna gelap karena terjadinya reaksi kimia yang dapat menghasilkan sekitar
400 senyawa kimia yang umumnya bersifat karsinogenik ( Bismo, 2004).
Sedangkan pembuangan minyak goreng bekas secara langsung ke lingkungan
akan menimbulkan pencemaran. Komposisi minyak goreng bekas dari kelapa
sawit, disajikan dalam Tabel 3.
Minyak goreng sering kali dipakai untuk menggoreng secara berulang-ulang,
bahkan sampai warnanya coklat tua atau hitam dan kemudian dibuang.
Penggunaan minyak goreng secara berulang-ulang akan menyebabkan oksidasi
asam lemak tidak jenuh yang kemudian membentuk gugus peroksida dan
monomer siklik. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang
mengkonsumsinya, yaitu menyebabkan berbagai gejala keracunan. Beberapa
penelitian pada binatang menunjukkan bahwa gugus peroksida dalam dosis
yang besar dapat merangsang terjadinya kanker kolon, oleh karena itu,
penggunaan minyak jelantah secara berulang-ulang sangat berbahaya bagi
kesehatan (Birowo, 2000).
Dalam penggunaannya, minyak goreng mengalami perubahan kimia akibat
oksidasi dan hidrolisis, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada minyak
goreng tersebut. Melalui proses-proses tersebut beberapa trigliserida akan
terurai menjadi senyawa-senyawa lain, salah satunya Free Fatty Acid (FFA)
26
atau asam lemak bebas (Ketaren, 1996). Kandungan asam lemak bebas inilah
yang kemudian akan diesterifikasi dengan metanol menghasilkan biodiesel.
Sedangkan kandungan trigliseridanya ditransesterifikasi dengan metanol, yang
juga menghasilkan biodiesel dan gliserol. Dengan kedua proses tersebut maka
minyak jelantah dapat bernilai tinggi.
Minyak goreng bekas dapat digunakan sebagai bahan baku dalam proses
pembuatan biodiesel. Minyak goreng bekas mengandung asam lemak bebas
(Free Fatty Acid, FFA) yang dihasilkan dari reaksi oksidasi dan hidrolisis
(Gambar 6) pada saat penggorengan.
O O
CH2 C O R1 H2C OH R1C OH
O O
CH C O R2 + 3H2O H C OH + R2C OH
O O
CH2 C O R3 H2C OH R3C OH
Minyak/Lemak air gliserol asam lemak bebas
Gambar 6. Reaksi hidrolisis.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas
adalah mereaksikan asam lemak bebas dengan alkohol dengan bantuan katalis
asam sulfat. Reaksi ini dikenal dengan esterifikasi. Diharapkan dengan
pretreatment ini dapat menurunkan kadar asam lemak bebas yang terdapat
dalam minyak goreng bekas sehingga kualitas biodiesel yang dihasilkan akan
lebih baik.
Widayat dkk., (2005) melakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas
minyak goreng bekas dengan menggunakan zeolit aktif. Hasil penelitian
27
menunjukkan bahwa bilangan asam dan bilangan peroksida menurun sampai
memenuhi SNI. Selain itu pemurnian minyak jelantah menggunakan zeolit
aktif cukup mudah. Hal ini juga ditunjang bahwa, negara Indonesia memiliki
kandungan zeolit alam yang cukup melimpah dengan kemurnian lebih dari
84 % , misalkan di Lampung dan Malang.
H. Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar yang dapat diperbarui dan diproduksi secara
domestik dari minyak goreng baru maupun bekas, lemak hewan dan lemak sisa
restoran. Secara fisik biodiesel mirip dengan diesel hasil minyak bumi, tapi
lebih lebih bersih untuk pembakaran. Menggunakan biodiesel dibanding diesel
hasil minyak bumi secara signifikan menurunkan emisi polusi gas beracun di
udara (U.S. Departement of Energy. 2011).
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkil ester
dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan
bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur
atau lemak hewan. Biodiesel merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan
dan tidak mengandung belerang (Suwarsono et al., 2008). Biodiesel dapat
diperoleh melalui reaksi transesterikasi trigliserida atau reaksi esterifikasi asam
lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai
bahan baku.
Berdasarkan kandungan Free Fatty Acid (FFA) dalam minyak nabati maka
proses pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
28
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan
kandungan FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam (umumnya menggunakan asam sulfat)
untuk minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan
transesterifikasi dengan katalis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah secara
keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari metil
ester, pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan metanol, pencucian dan
pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping
(asidulasi dan pemisahan metanol) dan pemurnian metanol tak bereaksi secara
destilasi/rectification. Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika
minyak nabati mengandung FFA di atas 5 %. Jika minyak berkadar FFA tinggi
(>5 %) langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan
bereaksi dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah
yang cukup besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan
berakibat terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Esterifikasi
digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi
metil ester sehingga mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan
selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk mengkonversikan
trigliserida menjadi metil ester.
Beberapa penelitian tentang sintesis biodiesel dari minyak jelantah telah
dilakukan. Solikhah dkk., (2009) telah mensintesis biodiesel dari minyak
29
jelantah dengan proses transesterifikasi, namun kualitas biodiesel yang diuji
hanya meliputi visikositas, gliserol bebas, dan gliserol total. Padahal untuk
menghasilkan biodiesel yang berkualitas baik dan mempunyai karakteristik
mirip dengan solar harus memenuhi semua persyaratan SNI 04-7182-2015.
Pembuatan biodiesel dari bahan baku berkadar FFA tinggi membutuhkan
proses pendahuluan sebelum dilakukan reaksi transesterifikasi, salah satunya
adalah reaksi esterifikasi. Pada reaksi esterifikasi, katalis yang digunakan
adalah asam sulfat (H2SO4) sedangkan pada reaksi transesterifikasi adalah
katalis basa (KOH dan NaOH). Dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh
penggunaan katalis homogen adalah menghasilkan limbah beracun dan
berbahaya (Kusuma dkk., 2011). Katalis homogen ini dapat digantikan dengan
katalis heterogen yang lebih ramah lingkungan, stabil pada suhu tinggi, pori
yang besar dan murah (Chouhan dan Sarma, 2011).
Biodiesel biasanya dibuat dengan reaksi transesterifikasi trigliserida (minyak
nabati) untuk metil ester dengan metanol menggunakan natrium atau kalium
hidroksida yang dilarutkan dalam metanol sebagai katalis. Biodiesel dapat
diproduksi melalui reaksi antara minyak sawit dengan alkohol menggunakan
katalis heterogen. Dalam penelitian ini, jenis alkohol yang digunakan adalah
metanol sebagai alkohol derivatif yang memiliki berat molekul rendah
sehingga kebutuhan untuk alkoholisis relatif sedikit, lebih murah dan lebih
stabil. Selain itu, aktivasi reaksi lebih tinggi bila dibandingkan dengan etanol
(Ma, F. & Hanna, M.A. 1999). Jadi reaksi untuk menghasilkan biodiesel
disebut reaksi metanolisis.
30
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi
dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua
produk yaitu metil ester (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang
merupakan produk samping (Akbar, 2016). Untuk menghasilkan biodiesel
yang berkualitas tinggi, diperlukan suatu pretreatment yang tepat sebelum
dilakukan tahap transesterifikasi (Gerpen, 2005). Adapun syarat mutu dari
biodiesel berdasarkan SNI 7182 : 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.
Tabel 4. Syarat mutu biodiesel
No Parameter Uji Satuan, Min / Maks Persyaratan
1. Viskositas kinematik pada 40 oC mm
2/s (cSt) 2,3 – 6,0
2. Titik nyala (mangkok tertutup) oC, min 100
3. Massa jenis pada 40 oC Kg/m
3 850-890
4. Gliserol bebas %-massa, maks 0,02
5. Gliserol total %-massa, maks 0,24
6. Kadar metil ester %-massa, min 96,5
7. Angka iodium %-massa (g-I2/100 g),
maks 115
8. Monogliserida %-massa, maks 0,8
9. Angka asam mg-KOH/g, maks 0,5
10. Angka setana Min 51
11. Titik kabut oC, maks 18
12. Temperatur destilasi 90 % oC, maks 360
I. Dealuminasi
Salah satu cara untuk menaikkan rasio Si/Al pada zeolit yaitu dengan metode
dealuminasi. Dealuminasi adalah metode komersial yang paling penting untuk
mendapatkan jumlah Al yang diinginkan. Kenaikan rasio Si/Al akan
memberikan pengaruh terhadap sifat-sifat zeolit seperti berikut:
1. Terjadinya perubahan medan magnet elektrostatik dalam zeolit, sehingga
mempengaruhi interaksi adsorpsi zeolit. Zeolit bersilika rendah akan
31
bersifat hidrofilik sementara zeolit bersilika tinggi bersifat hidrofobik dan
lipofilik.
2. Zeolit bersilika rendah (Zeolit A dan X) dapat stabil pada temperatur 800-
900 K, sedangkan zeolit bersilika tinggi (H-ZSM-5) stabil hingga
temperatur 1300 K.
3. Zeolit bersilika rendah mudah rusak pada pH kurang dari 4, sedangkan
zeolit bersilika tinggi lebih stabil dalam lingkungan asam kuat.
4. Kekuatan asam akan meningkat, kekuatan asam ini disebabkan oleh posisi
aluminium dalam kerangka yang lebih terisolasi.
Menurut (Triantafillidis et al., 2000), semakin banyak kandungan Al dalam
framework zeolit (rasio Si/Al menurun) akan menyebabkan kekuatan atau total
situs asam zeolit menurun, sehingga berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan
bahwa dealuminasi akan menyebabkan peningkatan keasaman zeolit.
Keasaman yang dimaksud adalah kekuatan asam yang terdapat pada
permukaan zeolit atau banyaknya situs asam yang terdapat pada permukaan
zeolit. Menurut (Sherrington and Kybett, 2001), dealuminasi zeolit yaitu:
1. Perlakuan hidrotermal
2. Perlakuan kimia
a. Dealuminasi dengan penyisipan Si
b. Dealuminasi tanpa penyisipan Si
Bantuan asam (HCl dan HNO3)
Bantuan agen pengkhelat (EDTA)
3. Perlakuan hidrotermal dan kimia
32
J. Brunauer-Emmett-Teller (BET)
Teori BET telah dikenalkan sejak tahun 1938 oleh Stephen Brunauer, Paul
Hugh Emmett, dan Edward Teller. Teori BET menjelaskan mengenai
fenomena adsorpsi molekul gas di permukaan zat padat (melekatnya molekul
gas pada permukaan zat padat). Banyaknya molekul gas yang diadsorpsi
tergantung dengan luas permukaan zat padatnya. Oleh karena itu teori BET
dapat digunakan untuk menentukan luas permukaan suatu zat padat. Metode
BET juga dapat digunakan untuk menentukan porositas suatu zat padat yang
berpori (Abdullah dan Khairurrijal, 2009).
Teori BET dilandasi oleh beberapa hal, antara lain:
a. Molekul dapat teradsorpsi pada permukaan zat padat hingga beberapa
lapis. Teori ini lebih umum dari teori adsorpsi satu molekul dari
Langmuir.
b. Dianggap juga tidak ada interaksi antar molekul gas yang teradsorpsi pada
permukaan zat padat.
c. Teori adsorpsi satu lapis dari Langmuir dapat diterapkan untuk masing-
masing lapis gas.
Luas permukaan, volume total pori, dan rata-rata jari-jari pori merupakan
faktor penentu unjuk kerja suatu adsorben. Suatu bahan padat seperti
adsorben, memiliki luas permukaan yang dapat dibedakan menjadi luas
permukaan eksternal (makroskopik) dan internal (mikroskopik). Luas
permukaan eksternal hanya meliputi permukaan luar bahan, sedangkan luas
33
permukaan internal meliputi semua pori-pori kecil, celah, dan rongga pada
padatan (Nurwijayadi, 1998).
Luas permukaan katalis pada penelitian ini ditentukan melalui pengukuran
menggunakan Surface Area Analyzer Quantachrome NOVA-1000 versi 2.2
yang didasarkan pada metode BET yaitu adsorpsi dan desorpsi isotermis dari
gas yang diserap (nitrogen). Kuantitas gas yang diserap dapat dihitung
dengan persamaan 1 sebagai berikut :
(
)
*
+
(1)
Keterangan:
W = Berat gas yang diserap (adsorbed) pada tekanan relatif P/Po (g)
Wm = Berat gas nitrogen (adsorbed) pada lapis tunggal (g)
P = Tekanan kesetimbangan adsorpsi (atm)
Po = Tekanan uap jenuh adsorpsi (atm)
P/ Po = Tekanan relatif adsorpsi
C = Konstanta energi
K. X-Ray Fluorosence (XRF)
X-Ray Fluorosence (XRF) merupakan salah satu metode analisis yang
digunakan untuk analisis unsur dalam bahan secara kualitatif dan kuantitatif.
Prinsip kerja metode analisis XRF berdasarkan terjadinya tumbukan atom-
atom pada permukaan sampel (bahan) oleh sinar-X dari sumber sinar-X
(Jenkins, 1988).
34
Hasil analisis kualitatif memberikan informasi jenis unsur yang terkandung
dalam bahan yang dianalisis, yang ditunjukkan oleh adanya spektrum unsur
pada energi sinar-X karakteristiknya. Kemudian hasil analisis kuantitatif
memberikan informasi jumlah unsur yang terkandung dalam bahan yang
ditunjukkan oleh ketinggian puncak spektrum (Rosika dan Nugroho, 2005).
Pada analisis kuantitatif, faktor-faktor yang berpengaruh dalam analisis antara
lain matriks bahan, kondisi kevakuman, konsentrasi unsur dalam bahan, dan
pengaruh unsur yang mempunyai energi karakteristik berdekatan dengan
energi karakteristik unsur yang dianalisis (Jenkins et al., 1995).
L. Fourier Transform Infra-Red (FTIR)
FTIR adalah kependekan dari Fourier Transform Infra-Red, yaitu metode
analisis material dengan menggunakan spektroskopi sinar infra merah. FTIR
merupakan alat yang dipergunakan untuk menganalisis secara kuantitatif
maupun kualitatif, untuk kuantitatif adalah berdasarkan gugus fungsi yang
ada dengan menggunakan standar. Pada umumnya sampel yang dianalisis
dapat berupa padatan, cairan dan gas, masing-masing mempergunakan sel
yang berbeda-beda (Stevens, 2001). Beberapa spektrum sampel yang dapat
dianalisis menggunakan FTIR adalah organik, aromatik, alifatik dan karbonil.
Pada prinsipnya FTIR/IR digunakan untuk menentukan gugus-gugus
fungsional yang ada pada suatu senyawa, sehingga dapat digunakan untuk
menentukan suatu senyawa yang belum diketahui identitasnya
(Fessenden, 1999).
35
Prinsip dasar spektroskopi inframerah yaitu interaksi antara vibrasi atom-
atom yang berikatan atau gugus fungsi dalam molekul yaitu dengan
mengadsorpsi radiasi gelombang elektromagnetik inframerah. Absorpsi
terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi energi vibrasi
molekul ketingkat energi vibrasi yang lebih tinggi. Kemudian untuk dapat
mengabsorpsi, molekul harus mempunyai perubahan momen dipol sebagai
akibat dari vibrasi. Daerah radiasi spektroskopi inframerah berkisar pada
bilangan gelombang 12800 - 10 cm-1
. Umumnya daerah radiasi inframerah
terbagi dalam daerah inframerah dekat (12800 - 4000 cm-1
), daerah
inframerah tengah (4000 - 200 cm-1
), dan daerah inframerah jauh (200 - 10
cm-1
). Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan
adalah 4000 - 690 cm-1
, daerah ini disebut sebagai daerah inframerah tengah
(Khopkar, 2008).
Sedangkan pengujian menggunakan FTIR memiliki 3 fungsi, diantaranya
sebagai berikut:
1. Untuk mengidentifikasi material yang belum diketahui.
2. Untuk menentukan kualitas sampel.
3. Untuk menentukan intensitas suatu komponen dalam sebuah campuran.
FTIR menghasilkan data berupa grafik intensitas dan frekuensi. Intensitas
menunjukkan tingkatan jumlah senyawa sedangkan frekuensi menunjukkan
jenis senyawa yang terdapat dalam sebuah sampel (Alfaruqi, 2008).
Spektroskopi FTIR ini juga merupakan salah satu teknik analitik yang sangat
baik dalam proses identifikasi struktur molekul suatu senyawa. Beberapa
36
kelebihan spektroskopi FTIR yaitu informasi struktur dapat diperoleh secara
tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi) serta dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat, atau cair)
(Harmita, 2006).
Khusus untuk katalis, FTIR digunakan juga untuk identifikasi jenis situs asam
yang ada dalam katalis yang telah mengadsorpsi basa adsorbat
(Seddigi, 2003). Dari spektra yang dihasilkan dari FTIR, jenis situs asam
(Brønsted-Lowry atau Lewis) yang terdapat pada katalis dapat diketahui
melalui puncak-puncak serapan yang dihasilkan dari interaksi basa adsorbat
dengan situs-situs asam tersebut. Pada penggunaan piridin sebagai basa
adsorbat, situs asam Brønsted-Lowry akan ditandai dengan puncak serapan
pada bilangan-bilangan gelombang 1485 – 1500, ~1620, dan ~1640 cm-1
.
Sedangkan untuk situs asam Lewis puncak puncak muncul akibat
terbentuknya ikatan koordinasi antara ikatan C-C dengan kompleks piridin
dan ditandai oleh puncak-puncak serapan pada bilangan gelombang 1447 –
1460, 1488- 1503, ~1580, dan 1600 – 1633 cm-1
(Tanabe, 1981).
Struktur fasa kristalin berhubungan dengan tingkat keasaman suatu katalis.
Katalis yang memiliki tingkat keasaman yang tinggi akan cenderung memiliki
struktur fasa kristalin yang relatif lebih berongga dan pori-pori permukaan
relatif dapat memperbesar kesempatan situs aktif untuk berkontak langsung
dengan basa adsorbat.
Pada hasil analisis FTIR, adsorpsi molekul piridin dapat terjadi pada situs-
situs asam dipermukaan katalis. Pada situs asam Brønsted-Lowry, piridin
37
akan berinteraksi dengan situs asam melalui ikatan hidrogen membentuk ion
piridinium dan ditandai dengan puncak hasil serapan pada bilangan
gelombang 1640 cm-1
. Sedangkan pada situs asam Lewis, piridin akan
berinteraksi secara koordinasi dengan situs aktif (logam transisi) yang akan
bertindak sebagai spesies asam Lewis dengan menerima pasangan elektron
dari piridin dan ditandai dengan puncak hasil serapan pada bilangan
gelombang 1634,95 cm-1
(Parry, 1963). Reaksi dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Reaksi basa piridin (a) Situs asam Brӧnsted-Lowry (b) Situs
asam Lewis.
M. X-Ray Diffraction (XRD)
X-Ray Diffraction (XRD) adalah metode karakterisasi yang digunakan untuk
mengetahui ciri utama kristal, seperti parameter kisi dan tipe struktur. Selain
itu, juga dimanfaatkan untuk mengetahui rincian lain seperti susunan berbagai
jenis atom dalam kristal, kehadiran cacat, orientasi, dan cacat kristal. Sinar-X
merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang (λ ≈ 0,1
nm) yang lebih pendek dibandingkan gelombang cahaya (λ ≈ 400-800 nm)
(Smallman, 2000). Panjang gelombang sinar-X ini merupakan dasar
38
digunakannya teknik difraksi sinar-X (X-Ray Diffraction) untuk mengetahui
struktur mikroskopis suatu bahan.
Difraksi sinar-X mengidentifikasi struktur kristal suatu padatan dengan cara
membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas puncak difraksi
dengan data standar. Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik dengan
panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakan logam
dengan elektron berenergi tinggi. Melalui analisis tinggi XRD, diketahui
dimensi kisi (d = jarak antar kisi) dalam struktur mineral (Tovina, 2009).
Hasil yang didapatkan dari difraksi sinar-X adalah berupa puncak-puncak
intensitas dan bentuk difraksi, versus sudut hamburan (2 θ) (Bragg et al.,
1975).
Difraksi sinar X dapat memberikan informasi tentang struktur sampel,
termasuk tentang keadaan amorf dan kristalin. Pola hamburan sinar X juga
dapat memberikan informasi tentang konfigurasi rantai dalam kristal,
perkiraan ukuran kristal, dan perbandingan daerah kristalin dengan daerah
amorf dalam sampel polimer. XRD dapat juga digunakan untuk mengukur
macam-macam keacakan dan penyimpangan kristal, karakterisasi material
kristal, identifikasi mineral mineral yang berbutir halus seperti tanah liat, dan
penentuan dimensi-dimensi sel satuan. Dengan teknik-teknik yang khusus,
XRD dapat digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif tentang struktur
kristal dengan menggunakan metode Rietveld refinement.
Skema alat difraksi sinar –X disajikan pada Gambar 8.
39
Gambar 8. Skema alat difraksi sinar-X (Callister, 2009).
Secara umum prinsip kerja XRD adalah sebagai berikut :
1. Generator tegangan tinggi (A) berfungsi sebagai catu daya sumber
sinar-X (B).
2. Sampel berbentuk pelet (C) diletakkan diatas tatakan (D) yang dapat
diatur.
3. Berkas sinar-X didifraksikan oleh sampel dan difokuskan melewati
celah (E), kemudian masuk ke alat pencacah (F).
4. Intensitas difraksi sinar-X direkam (G) dan ditampilkan dalam bentuk
kurva (H) terhadap jarak antar bidang d.
N. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah salah satu alat karakterisasi
digunakan untuk mengetahui morfologi permukaan bahan. Karakterisasi
bahan menggunakan SEM dimanfaatkan untuk melihat struktur topografi
permukaan, ukuran butiran, cacat struktural, dan komposisi pencemaran suatu
H
40
bahan. Hasil yang diperoleh dari karakterisasi ini dapat dilihat secara
langsung pada hasil SEM berupa scanning electron micrograp yang
menyajikan bentuk tiga dimensi berupa gambar atau foto. Mikroskop ini
digunakan untuk mempelajari struktur permukaan obyek, yang secara umum
diperbesar antara 1.000 - 40.000 kali. Hasil SEM yang berupa gambar
topografi menyajikan bentuk permukaan bahan dengan berbagai lekukan dan
tonjolan.
Analisis prinsip kerja SEM mirip dengan mikroskop optik, hanya saja
berbeda dalam perangkatnya. Pertama berkas elektron disejajarkan dan
difokuskan oleh magnet yang didesain khusus berfungsi sebagai lensa.
Energi elektron biasanya 100 keV, yang menghasilkan panjang gelombang
kira-kira 0,04 nm. Spesimen sasaran sangat tipis agar berkas yang
dihantarkan tidak diperlambat atau dihamburkan terlalu banyak. Bayangan
akhir diproyeksikan ke dalam layar pendar atau film. Berbagai distorsi yang
terjadi akibat masalah pemfokusan dengan lensa magnetik membatasi resolusi
hingga sepersepuluh nanometer (Tipler, 1991).
Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan electron gun
terkondensasi di lensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh
lensa objektif. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan
magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan
menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor
sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari
41
ribuan titik berbagai intensitas di permukaan Cathode Ray Tube (CRT)
sebagai topografi (Kroschwitz, 1990).
Skema dasar SEM disajikan dapa Gambar 9 sebagai berikut :
Gambar 9. Skema dasar SEM (Smallman, 2000).
O. Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS)
Pada dasarnya perangkat GC-MS pada dasarnya merupakan paduan
perangkat GC, yang berperan untuk memisahkan komponen yang ada dalam
suatu sampel, dan perangkat MS yang berperan sebagai detektor. Komponen
penting dalam kromatografi gas adalah tangki pembawa gas yang dilengkapi
dengan pengatur tekanan, tempat injeksi sampel, kolom, detektor yang
dilengkapi thermostat, amplifier dan rekorder.
42
Prinsip kerja dari GC-MS yaitu molekul-molekul gas bermuatan akan
diseleksi berdasarkan massa dan beratnya, spektrum yang didapat dari
pengubahan sampel menjadi ion-ion yang bergerak, kemudian dipisahkan
berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/e). Ionisasi
menghasilkan fragmen-fragmen yang akan menghasilkan spektrum.
Spektrum massa yang dihasilkan akan mempengaruhi sifat molekul, potensial
ionisasi, titik uap, dan berfungsi sebagai alat penganalisis apakah tunggal,
ganda, kuadropol, atau time of flight.
Proses analisisnya adalah dimulai dari sampel yang diuapkan dan didorong
menuju ruang pengion yang akan menghasilkan ion-ion bermuatan positif dan
molekul dipisahkan dalam bentuk ionnya, ion positif masuk ke daerah
penganalisis massa dan akibat medan magnet yang menyebabkan lintasan
menjadi melengkung, fragmen akan bergerak cepat menuju celah keluar
dengan cara memvariasikan potensial akselerasi atau kekuatan medan magnet
yang akan dicatat oleh rekorder.
Metode analisis dilakukan dengan membandingkan konsentrasi massa atom
dari spektrum yang dihasilkan. Teknik spektrometri ini menggunakan prinsip
pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen
penyusun suatu senyawa.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan (Januari - Juni 2018)
bertempat di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik FMIPA Universitas
Lampung. Karakterisasi katalis menggunakan X-Ray Diffraction (XRD),
Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Brunauer-Emmett-Teller Analysis
(BET) dilakukan di Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju (PSTBM)-
BATAN, X-Ray Fluoresence (XRF) dilakukan di Laboratorium Instrumen
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Padang, Fourier Transfrom Infra
Red (FTIR) dilakukan di Laboratorium Terpadu Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta. Analisis produk transesterifikasi menggunakan Gas
Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS) dilakukan di Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta, analisis flash point dan densitas produk
transesterifikasi dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik
Universitas Lampung.
44
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mortal dan alu,
ayakan ukuran 100 mesh, neraca analitik, oven , furnace , gelas kimia, cawan
penguap, gelas ukur, batang pengaduk, spatula, thermometer, corong kaca,
hotplate stirrer, labu Erlenmeyer, pipet tetes, refluks, labu bulat, alat vakum
dan spinbar.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain zeolit alam yang
berasal dari Campang Tiga Lampung Selatan yang dikelola oleh
C.V. Minatama, larutan asam nitrat (HNO3), larutan asam klorida (HCl),
larutan ammonium nitrat (NH4NO3) 2 M, larutan garam natrium etilen
diamin tetra asetat (Na2H2EDTA) dengan variasi konsentrasi 0; 0,1; 0,3; 0,5;
dan 1 M, akuades, metanol, kertas saring dan indikator universal.
C. Prosedur Kerja
1. Persiapan Sampel
Zeolit alam yang berasal dari Campang Tiga Lampung Selatan yang
dikelola oleh C.V. Minatama terlebih dahulu dilakukan proses
penghalusan dengan cara ditumbuk dan disaring hingga berukuran 100
mesh.
45
2. Aktivasi Zeolit Alam Lampung (ZAL)
Untuk menghilangkan zat pengotor yang terdapat pada ZAL dilakukan
aktivasi secara kimia dan fisika.
a. Aktivasi Kimia ZAL
ZAL yang telah dihomogenkan diambil sebanyak 25 g masing-masing
ditambahkan larutan HCl 0,05 M dan HNO3 0,05 M sampai bubuk
zeolit terendam sambil dipanaskan pada suhu 70 oC dan diaduk selama
1 jam, lalu didiamkan semalaman. Sampel disaring dan dicuci dengan
aquades sampai pH netral dan dikeringkan pada udara terbuka hingga
kering. Lalu difurnace dengan suhu 600 oC selama 1 jam (Gultom, et
al., 2016). ZAL yang telah diaktivasi secara kimia kemudian
dikarakterisasi menggunakan XRD untuk mengetahui kandungan
mineral dan BET untuk mengetahui luas permukaan yang terdapat pada
ZAL setelah diberi perlakuan aktivasi secara kimia.
b. Aktivasi Fisika ZAL
ZAL yang telah dihomogenkan diambil sebanyak 20 g, kemudian
difurnace dengan variasi suhu 600, 800, 900 dan 1000 oC selama 6 jam
(Gougazeh and Buhl, 2014). ZAL yang telah diaktivasi pada suhu
600 oC kemudian dikarakterisasi menggunakan XRD untuk mengetahui
46
kandungan mineral dan fasa kristalin dari ZAL. ZAL yang telah
diaktivasi pada variasi suhu aktivasi dikarakterisasi dengan
menggunakan metode BET untuk mengetahui luas permukaan. Aktivasi
fisika pada ZAL yang optimum dilakukan karakterisasi dengan XRF
untuk mengetahui kandungan yang terdapat pada ZAL yang telah
diaktivasi.
3. Persiapan Katalis
a. Dealuminasi Zeolit Alam Lampung (ZAL)
ZAL yang telah diaktivasi selanjutnya diberi perlakuan dealuminasi
dengan menggunakan variasi konsentrasi larutan Na2H2EDTA.
ZALyang telah diaktivasi diambil sebanyak 6,7 g ditambahkan ke dalam
100 mL larutan Na2H2EDTA dengan variasi konsentrasi 0; 0,1; 0,3; 0,5
dan 1 M. Selanjutnya diaduk dan dipanaskan pada suhu 100 oC selama 6
jam, lalu padatan disaring dan dicuci dengan akuades hingga pH netral.
ZAL yang telah didealuminasi kemudian dioven hingga kering lalu
dikalsinasi pada suhu 550oC selama 5 jam (Verboekend, et al., 2012).
b. Pertukaran Ion (Ion-exchange) ZAL
ZAL yang telah didealuminasi selanjutnya diberi perlakuan pertukaran
ion dengan menggunakan larutan NH4NO3. ZAL diambil sebanyak 5 g
47
kemudian ditambahkan ke dalam 50 mL larutan NH4NO3 2 M sambil
diaduk dan dipanaskan pada suhu 80 oC selama 1 hari dan 2 hari dengan
dilakukan penggantian larutan setiap 24 jam. Campuran disaring dan
dicuci dengan akuades. Kemudian dikeringkan pada suhu 80 oC selama
24 jam, lalu sempel dikalsinasi dengan suhu 550 oC selama 6 jam
(Isernia, 2014).
4. Karakterisasi Katalis
a. X-Ray Diffraction (XRD)
Karakterisasi zeolit dilakukan dengan menggunakan X-Ray
Diffraction (XRD) untuk menganalisis pengaruh suhu aktivasi dan
kalsinasi terhadap struktur kristalografi sampel zeolit, apakah sampel
bersifat amorf atau kristalin. Langkah-langkah analisis
menggunakan XRD antara lain:
1. Sampel disiapkan sepersepuluh berat (murni lebih baik)
2. Sampel digerus dalam bentuk bubuk. Ukuran kurang dari
~10 μm atau 200-mesh lebih disukai.
3. Diletakkan dalam sampel holder.
4. Harus diperhatikan agar mendapatkan permukaan yang
datar dan mendapatkan distribusi acak dari orientasi-
orientasi kisi.
48
5. Untuk analisis dari tanah liat yang memerlukan single
orientasi, teknik-teknik yang khusus untuk persiapan tanah
liat telah diberikan oleh USGS.
b. X-Ray Fluoresence (XRF)
Analisis X-Ray Fluoresence (XRF) untuk mengetahui komposisi
senyawa yang dihasilkan terutama rasio Si/Al setelah diberi
perlakuan. Langkah-langkah dalam analisis menggunakan XRF
adalah :
1. Menembakkan radiasi foton elektromagnetik ke material yang
diteliti.
2. Radiasi elektromagnetik yang dipancarkan akan berinteraksi
dengan elektron yang berada di kulit K suatu unsur.
3. Elektron yang berada di kulit K akan memiliki energi kinetik
yang cukup untuk melepaskan diri dari ikatan inti, sehingga
elektron itu akan terpental keluar.
c. Brunauer-Emmett-Teller (BET)
Analisis menggunakan Brunauer-Emmett-Teller (BET) untuk
mengetahui luas permukaan (surface area) zeolit yang telah diberi
perlakuan. Langkah-langkah untuk analisis dengan menggunakan
BET antara lain :
49
1. Sampel disiapkan dalam jumlah yang kecil, berkisar 0,1
sampai 0,01 g.
2. Persiapan utama dari sampel sebelum dianalisis adalah dengan
menghilangkan gas – gas yang terjerap pada permukaan
padatan dengan cara memanaskan dalam kondisi vakum
(degassing).
3. Biasanya degassing dilakukan selama lebih dari 6 jam dengan
suhu berkisar antara 200 – 300 oC tergantung dari karakteristik
bahan uji.
4. Setelah dilakukan degassing maka bahan uji dapat dianalisis.
Proses degassing dilakukan dengan cara menutup ujung tabung
berisi sampel dengan mantel pemanas dan ujung atas
dihubungkan dengan port degas
5. Setelah sampel selesai didegas, maka dapat langsung
dianalisis. Sebelum analisis tentunya perlu ditimbang berat
sampel setelah degas. Supaya benar-benar diketahui berat
sampel sebenarnya setelah dibersihkan dari gas–gas yang
terjerap.
6. Kemudian yang perlu dilakukan sebelum menjalankan analisis
biasanya dilakukan pengisian kontainer pendingin dengan gas
cair. Kemudian mengeset kondisi analisis.
7. Waktu analisis bisa berkisar antara 1 jam sampai lebih dari 3
hari untuk satu sampel. Jika hanya ingin mengetahui luas
permukaan maka kita hanya membutuhkan 3 - 5 titik isotherm
50
sehingga proses analisa menjadi singkat. Namun jika ingin
mengetahui distribusi pori khususnya material yang
mengandung pori ukuran mikro (< 20 A) maka memerlukan 2
– 3 hari untuk satu kali analisa dengan menggunakan gas
nitrogen sebagai adsorbennya. Waktu analisis bisa
dipersingkat jika kita menggunakan jenis gas lain misalnya
CO2.
d. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Analisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk
mengetahui struktur topografi permukaan, cacat struktural dan untuk
mengetahui morfologi permukaan zeolit. Adapun cara kerja SEM
antara lain:
1. Gelombang elektron yang dipancarkan electron gun
terkondensasi di lensa kondensor dan terfokus sebagai titik
yang jelas oleh lensa objektif.
2. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan
magnetik bagi sinar elektron.
3. Kemudian berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan
menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan
oleh detektor sekunder atau detektor backscatter.
51
4. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai
intensitas di permukaan Cathode Ray Tube (CRT) sebagai
topografi.
e. Fourier Transfrom Infra-Red (FTIR).
Karakterisasi zeolit menggunakan Fourier Transfrom Infra-Red
(FTIR) untuk menganalisis gugus fungsi dan untuk mengetahui jenis
situs asam pada katalis. Adapun langkah-langkah dari analisis FTIR
antara lain:
1. Sampel yang diuji mula-mula diambil 0,2 g lalu diletakkan ke
dalam cawan krus lalu diletakkan ke dalam desikator bersama
basa piridin dan didiamkan selama 24 jam.
2. Kemudian dilakukan uji dengan FTIR dimana interaksi antara
vibrasi atom-atom yang berikatan atau gugus fungsi dalam
molekul yaitu dengan mengadsorpsi radiasi gelombang
elektromagnetik inframerah.
3. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan
eksitasi energi vibrasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang
lebih tinggi.
4. Kemudian untuk dapat mengabsorpsi, molekul harus mempunyai
perubahan momen dipol sebagai akibat dari vibrasi.
5. Daerah radiasi spektroskopi inframerah berkisar pada bilangan
gelombang 1280 - 10 cm-1
. Daerah yang paling banyak
52
digunakan untuk berbagai keperluan adalah 4000 - 690 cm-1
,
daerah ini disebut sebagai daerah inframerah tengah.
f. Penentuan Situs Asam
Karakterisasi fisik pada katalis berupa penentuan jumlah situs asam
juga dilakukan. Penentuan keasaman atau jumlah situs asam katalis
dilakukan secara gravimetri (ASTM, 2005) melalui kemisorpsi basa
piridin. Langkah-langkah untuk analisis keasaman katalis adalah
sebagai berikut:
1. Sampel ditimbang sebanyak 0,2 g dan dimasukkan ke dalam
cawan krus berukuran 10 mL.
2. Cawan krus diletakkan di dalam desikator bersama basa piridin
sebanyak 5 mL.yang ditempatkan dalam cawan terpisah.
3. Desikator kemudian ditutup selama 24 jam untuk memberikan
waktu katalis mengadsorpsi basa piridin.
4. Setelah 24 jam, katalis dikeluarkan dan dibiarkan di tempat
terbuka selama 2 jam.
5. Katalis ditimbang untuk mendapatkan berat akhir.
Jumlah situs asam yang terdapat pada katalis ditentukan dengan
menggunakan persamaan 2 berikut.
⁄ (2)
Keterangan :
W1 : berat wadah kosong (g)
53
W2 : berat wadah + sampel (g)
W3 : berat wadah + sampel yang telah mengadsorpsi piridin
BM : bobot molekul piridin.
5. Uji Aktivitas Katalis
a. Optimasi Perbandingan Minyak : Metanol
Untuk mengetahui apakah ZAL yang dihasilkan memiliki unjuk kerja
sebagai katalis, maka dilakukan penentuan perbandingan minyak
dangan metanol. Perbandingan minyak goreng bekas dengan metanol
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 : 5; 1 : 7; 1 : 15; dan 1 :
20 dengan menggunakan jumlah katalis sebesar 10 % dari berat
minyak. Perbandingan minyak : metanol optimum ditentukan dari
banyaknya jumlah minyak yang terkonversi menjadi biodiesel,
kemudian digunakan pada percobaan selanjutnya, yakni penentuan
jumlah katalis optimum.
b. Optimasi Jumlah Katalis
Setelah diketahui kondisi optimum dari perbandingan minyak goreng
bekas dengan metanol, selanjutnya mencari jumlah katalis optimum.
Dalam penelitian ini, variasi jumlah katalis yang digunakan adalah 3;
5; 10; dan 15 % dari berat minyak. Jumlah katalis optimum
ditentukan dari banyaknya jumlah minyak yang terkonversi menjadi
54
biodiesel. Setelah didapatkan kondisi optimum dari jumlah katalis
selanjutnya dilakukan uji pengaruh dealuminasi terhadap aktivitas
katalitik ZAL.
c. Pengaruh Dealuminasi Terhadap Aktivitas Katalitik ZAL
Setelah diketahui kondisi optimun dari perbandingan minyak goreng
bekas dengan metanol dan jumlah katalis. Selanjutnya mencari
pengaruh aktivitas katalitik H-ZAL dengan variasi konsentrasi larutan
Na2H2ETDA 0; 0,1; 0,3; 0,5; dan 1 M. Setelah didapatkan kondisi
optimum dari pengaruh dealuminasi terhadap aktivitas katalitik ZAL
dilakukan karakterisasi katalis.
6. Karakterisasi Produk Transesterifikasi
Untuk menguji kelayakan biodiesel sebagai bahan bakar, sampel hasil
transesterifikasi dianalisis untuk menentukan beberapa parameter teknis
meliputi flash point dan densitas biodiesel. Karakterisasi biodiesel untuk
mengidentifikasi komponen-komponen penyusun sampel dilakukan dengan
menggunakan Gas Chromatrography Mass Spectrometry (GC-MS).
a. Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS)
Produk yang dihasilkan dari kondisi optimum reaksi transesterifikasi
minyak kelapa dianalisis dengan menggunakan Gas
55
Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS). Analisis ini
dilakukan untuk mengidentifikasi komponen dalam produk, dan
secara khusus untuk melihat apakah semua trigliserida yang terdapat
dalam minyak nabati mampu diubah menjadi mono ester. Adapun
langkah-langkah penggunaan GC-MS sebagai berikut:
1. Transformator/power supply dinyalakan, kemudian tombol “on”
ditekan pada alat GC-MS, berturut-turut untuk power pada Ion
Gauge (I.G.), MS, dan GC. Gas He dialirkan, dan dihidupkan pula
komputer, monitor, dan printer.
2. Dipilih menu Class-5000, klik vacuum control, dan auto start up
dijalankan.
3. GC-MS monitor diaktifkan, set suhu injektor, kolom, dan
detektor. Kemudian ditunggu hingga tekanan vakum di bawah 5
kPa.
4. Tuning diaktifkan, diklik auto tune, load method yang akan
digunakan, kemudian diklik start dan ditunggu beberapa saat
sampai hasilnya diprint-out, setelah selesai diklik close tuning.
5. Method development diaktifkan, set GC parameter, set MS
parameter, save method yang telah dideskripsikan, kemudian
diklik exit.
6. Real Time Analysis diaktifkan, dipilih single sample parameter,
kemudian diisi dengan deskripsi yang diinginkan.
7. Dilakukan Send Parameter, ditunggu sampai GC dan MS ready,
kemudian dilakukan injeksi sampel.
56
8. Ditunggu sampai analisis selesai.
9. Post Run Analysis diaktifkan, kemudian dipilih Browser untuk
analisis sampel secara kualitatif.
10. Dilakukan pengaturan peak top comment (peak label), dan
reintegrasi Load file yang dianalisa. Kemudian dipilih display
spectrum search pada peak tertentu dan dilakukan report pada
bagian yang diinginkan.
Untuk mengakhiri, suhu injektor, kolom, dan detektor pada GC-MS
monitor didinginkan sampai suhu ruangan (30 oC). Bila sudah
tercapai, vacum control diklik dan dilakukan auto shut down.
Perangkat alat dimatikan dengan urutan : komputer, GC, MS, IG, dan
gas He.
b. Flash Point Biodiesel
Langkah-langkah untuk analisis flash point biodiesel adalah sebagai
berikut :
1. Sampel dimasukkan ke dalam mangkok uji hingga garis batas
pengujian.
2. Suhu sampel dan mangkok uji diatur sekitar 18 oC di bawah
kisaran perkiraan suhu flash point sampel.
3. Mangkok uji ditutup.
57
4. Cahaya nyala dihidupkan dan diatur intensitasnya (kenaikan suhu
diatur sebesar 5 - 6 oC/menit dan sampel diaduk dengan
menggunakan alat pengaduk pada kecepatan 90 – 120 rpm).
5. Pengadukan dihentikan dan gas pembakar ditambahkan dengan
mengoperasikan penutup mangkok uji.
c. Densitas Biodiesel
Prinsip kerja dari penentuan densitas adalah perbandingan massa
contoh tanpa udara pada suhu dan volume tertentu dengan massa air
pada suhu dan volume yang sama. Langkah-langkah untuk analisis
densitas biodiesel adalah sebagai berikut :
1. Piknometer kosong dikeringkan di dalam oven kemudian
ditimbang terlebih dahulu.
2. Lalu piknometer diisi dengan akuades suhu 20 oC kemudian
disimpan dalam water bath pada suhu 25 oC selama 30 menit.
3. Piknometer kemudian diangkat, dikeringkan, dan ditimbang
(berat akuades diperoleh dari selisih berat piknometer berisi
akuades dan berat piknometer kosong).
4. Pada tahap selanjutnya sampel minyak didinginkan sampai suhu
20 oC.
5. Kemudian minyak dimasukkan ke dalam piknometer yang
sebelumnya telah dibersihkan dan dikeringkan hingga meluap dan
tidak terbentuk gelembung udara.
58
6. Bagian luar piknometer dikeringkan dan piknometer ditempatkan
di dalam water bath pada suhu konstan 25 oC selama 30 menit.
7. Piknometer diangkat dari water bath lalu dikeringkan, dan
ditimbang (berat sampel diperoleh dengan menghitung selisih
berat piknometer berisi sampel dan berat piknometer kosong)
Densitas dengan persamaan 3:
(3)
Keterangan :
W1 : berat piknometer kosong (g)
W2 : berat piknometer dan biodisel (g)
ρair : densitas air (g/mL)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Aktivasi ZAL memberikan hasil optimum pada aktivasi fisika dengan
suhu 800 oC, dan memiliki luas permukaan sebesar 19,263 m
2/g
didasarkan pada hasil karakterisasi BET.
2. Pada uji katalitik didapatkan kondisi optimum untuk perbandingan minyak
dengan metanol pada reaksi transesterifikasi yaitu 1:15, dengan jumlah
katalis sebesar 10 % dari berat minyak, dan konsentrasi katalis pada ZAL
yang didealuminasi larutan Na2H2EDTA 0,5 M dengan jumlah minyak
yang terkonversi sebesar 84 %.
3. Hasil karakterisasi katalis ZAL menggunakan XRD, XRF, FT-IR, BET
dan SEM menunjukkan bahwa proses dealuminasi menggunakan larutan
Na2H2EDTA dapat meningkatkan aktivitas katalitik dari ZAL.
4. Hasil karakterisasi GS-MS menunjukkan tidak semua asam lemak yang
terkandung dalam minyak goreng bekas berubah menjadi metil ester.
90
5. Karakterisasi fisik biodiesel berdasarkan SNI 7182:2015 menunjukkan
biodiesel hasil transesterifikasi minyak goreng bekas belum memenuhi
semua persyaratan yang diukur dalam penelitian.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka pada penelitian selanjutnya
disarankan agar pada saat proses transesterifikasi, menggunakan minyak yang
mudah terkonversi menjadi metil ester. Hal ini dikarnakan katalis yang
dihasilkan belum bisa mengkonversi semua asam lemak yang terkandung
dalam minyak goreng bekas menjadi metil ester dengan baik. Untuk dapat
mengetahui katalis memiliki aktivitas katalitik yang baik terlebih dahulu
diujikan pada minyak kelapa.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M., dan Khairurrijal. 2009. Review: Karakterisasi Nanomaterial.
Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi 2: 1 - 10.
Akbar, R. 2010. Karakteristik Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan
Menggunakan Metil Asetat sebagai Pensuplai Gugus Metil. Fakultas
Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Hal. 1 – 13.
Alfaruqi, M. H. 2008. Pengaruh Konsentrasi Hidrogen Klorida (HCl) dan
Temperatur Perlakuan Hidrotermal Terhadap Kristalinitas Material
Silika SBA-15 [Skripsi]. Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 24 - 26.
Asthasari, U. R. 2008. Kajian Proses Pembuatan Biodisel dari Minyak
Jelantah dengan Menggunakan Katalis Abu Tandan Kosong Sawit.
[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor.
Hal. 17 - 20.
Aziz, I., Nurbayti, S., dan Rahman, A. 2012. Penggunaan Zeolit Alam sebagai
Katalis dalam Pembuatan Biodiesel. Jurnal Kimia Valensi 2: 511 - 515.
Barrer, R. M. 1982. Hydrothermal Chemistry of Zeolites. Academic Press.
London. Pp. 23 - 30.
Birowo, A. 2000. Minyak Jelantah Berbahaya. Diakses 17 September 2017.
www.also.as/anands.co.id.
Bismo, S. 2004. Prospek Ozonisasi Etil Ester dari Beberapa Minyak Nabati
untuk Bahan Bakar Mesin Diesel. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa
Kimia dan Proses, Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Semarang.
Hal. 1 - 11.
Bragg, L., Philips, D., and Lipson, H. S. 1975. The Development of X-Ray
Analysis. Bell, London. Pp. 1 - 13.
Breck, D. W. 1974. Zeolite Molecular Sieves: Structure, Chemistry, and Use.
John Wiley and Sons Inc. New York. Pp. 1 - 3.
92
Buchori, L., dan Widayat. 2009. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng
Bekas dengan Proses Catalytic Cracking. Prosiding Seminar Nasional
Teknik Kimia Indonesia. Bandung 28: 83 - 95.
Callister, Jr., and William, D. 2009. Materials Science and Engineering An
Introduction, 7th
Edition. John Wiley and Sons Inc. New Jersey. Pp. 66 -
70.
Cejka, J., Bekkum, H. V., Corma, A., and Schuth, F. 2007. Introduction to
Zeolite Science and Practice 3rd
Revised Edition. Studies in Surface
Science and Catalysis 168: 39 - 103.
Cheetam, K. A., and Day, P. 1992. Solid State Chemistry : Compounds.
Clarendon Press. Oxford. Pp. 224 - 227.
Chouhan, A. P. S., and Sarma, A. K. 2011. Modern Heterogeneous Catalysts
for Biodiesel Production : A Comprehensive Review. Renewable and
Sustainable Energy Reviews 15: 4378 - 4399.
Damayanti, S. I., Ginting, S. B., Khasanah, N., Devi, O. V., dan Aufa, Y. S.
2015. Pengaruh Aktivasi Fisika Terhadap Zeolit Alam Lampung sebagai
Adsorben Gas CO2 dari Biogas. Seminar Nasional Sains dan Teknologi
VI Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hal. 772 - 780.
Darnoko, D., and Cheryan, M. 2000. Kinetics of Palm Oil Transesterification
in a Batch Reactor. Journal of the American Oil Chemists’ Society 77:
1263 - 1267.
Djaeni, M., Suherman, Robyansah, dan Hermawan, H. 2004. Transesterifikasi
Minyak Nabati Bekas menjadi Biodiesel Menggunakan Katalis Zeolit.
Prosiding Seminar Nasional Kejuangan Teknik Kimia, UPN “Veteran”.
Yogyakarta. Hal. 1 - 8.
Endalew, A. K., Kiros, Y., and Zanzi, R. 2011. Heterogeneous Catalysis for
Biodiesel Production from Jatropha Curcas Oil (JCO). Energy 36: 2693 -
2700.
Ertan, A., and Ozkan, F. C. 2005. CO2 and N2 Adsorption on the Acid (HCl,
HNO3, H2SO4, and H3PO4) Treated Zeolites. Adsorption 11: 151 - 156.
Fessenden, R. J., and Fessenden, J. S. 1999. Kimia Organik Jilid 1 Edisi ketiga.
Erlangga. Jakarta. Hal. 101 - 111.
Freedman, B., Pryde. E. H., and Mounts. T. L. 1984. Variables Affecting the
Yields of Fatty Esters from Transesterified Vegetable Oils. Journal of the
American Oil Chemists’ Society 61: 1638 - 1643.
93
Frenzer, G., and Maier, W. F. 2006. Amorphous Porous Mixed Oxides: Sol-
Gel Ways to a Highly Versatile Class of Materials and Catalysts. Annual
Review of Materials Research 36: 281 - 331.
Fumin, Z., Jun, W., Chaoshu, Y., and Xiaoqian, R. 2006. Catalytic
Performances of Heteropoly Compounds Supported on Dealuminated
Ultra-Stable Y Zeolite for Liquid Phase Esterification. Science in China
Series B 49: 140 - 147.
Furuta, S., Matsuhasbi, H., and Arata, K. 2004. Biodiesel Fuel Production with
Solid Superacid Catalysis in Fixed Bed Reactor under Atmospheric
Pressure. Catalysis Communications 5: 721 - 723.
Georgive, D., Bogdan, B., Angelova, K., Markovska, I., and Hristov, Y. 2009.
Synthetic Zeolites – Structure, Clasification, Current Trends in Zeolite
Synthesis. Review. Economics and Society development on the Base of
Knowledge 1: 1 - 5.
Gerpen, J. V. 2005. Biodiesel Processing and Production. Fuel Processing
Technology 86: 1097 - 1107.
Gougazeh, M., and Buhl, J. C. 2014. Synthesis and Characterization of Zeolite
A by Hydrothermal Transformation of Natural Jordanian Kaolin. Journal
of the Association of Arab Universities for Basic and Applied Sciences
15: 35 - 42.
Groggins, P. H. 1958. Unit Processes in Organic Synthesis. Journal of
Chemical Education 35: 584 - 592.
Gultom, F., Wirjosentono, B., Thamrin, Nainggolan, H., and Eddiyanto. 2015.
Preparation and Characterization of North Sumatera Natural Zeolite
Polyurethane Nanocomposite Foams for Light-Weight Engineering
Materials. Procedia Chemistry 19: 1007 - 1013.
Haag, W. O., Lago, R. M., and Weisz, P. B. 1984. The Active Site of Acidic
Aluminosilicate Catalysts. Nature 309: 589 - 591.
Harjanti, R. S. 2008. Pemanfaatan Zeolit Alam Klinoptilolite sebagai
Katalisator dalam Alkoholisis Minyak Jarak. Jurnal Rekayasa Proses 2:
28 - 32.
Harjanto, S. 1983. Endapan Zeolit. Penggunaan dan Sebarannya di Indonesia,
Direktorat Sumber Daya Mineral Departemen Pertambangan dan Energi.
Bandung. Hal. 80 - 85.
Harmita. 2006. Analisis Fisika Kimia. Departemen Farmasi FMIPA-UI.
Jakarta. Hal. 19 - 20.
94
Hamdan, H. 1992. Introduction to Zeolite Synthesis, Characterization and
Modification, 1st
Edition. University of Technology Malaysia. Kuala
Lumpur. Pp. 12 - 25.
Hay, R. L. 1966. Zeolites and Zeolitic Reactions in Sedimentary Rocks.
Departement Geology and Geophysics University of California.
California. Pp. 167 - 170.
Helwani, Z., Othman, M. R., Aziz, N., Kim, J., and Fernando, W. J. N. 2009.
Solid Heterogeneous Catalysts for Transesterification of Triglycerides
with Methanol: A Review. Applied Catalysis A : General 363: 1 - 10.
Isernia, L. F. 2014. Study of the Influence of Physical–Chemical Properties of
Steamed H-MOR Zeolites in the Mechanism of Adsorption of Fatty
Acids and their Esterification. Microporous and Mesoporous Materials
200: 19 - 26.
Jenkins, R. 1988. X-Ray Fluorescence Spectrometry. John Wiley and Sons Inc.
New York. Pp. 19 - 30.
Jenkins, R., Gould, R. W., and Dale, G. 1995. Quantitative X-Ray
Spectrometry, Second Edition, Practical Spectroscopy Series. John Wiley
and Sons Inc. New York. 20: 30 - 35.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.
Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 68 - 76.
Khopkar. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta.
Hal. 91 - 108.
Kusuma, I. G. B. W. 2003. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah dan
Pengujian terhadap Prestasi Kerja Mesin Diesel. Poros 6: 227 - 234.
Kusuma, R.I., Hadinoto, J.P., Ayucitra, A., dan Ismadji, S. 2011. Pemanfaatan
Zeolit Alam sebagai Katalis Murah dalam Proses Pembuatan Biodiesel
dari Minyak Kelapa Sawit. Prosiding Seminar Nasional Fundamental dan
Aplikasi Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Hal. 1 - 7.
Kroschwitz, J. 1990. Polymer Characterization and Analysis. John
Wiley and Sons Inc. Canada. Pp. 53 - 59.
Las, T., Firdiyono, F., dan Hendrawan, A. 2012. Adsorpsi Unsur Pengotor
Larutan Natrium Silikat Menggunakan Zeolit Alam Karangnunggal.
Jurnal Kimia Valensi 2: 368 - 378.
Las, T. 1989. The Use of Natural Zeolite for Nuclear Waste Treatment.
University of Salford. United Kingdom. Pp. 63 - 70.
95
Lestari, D. Y. 2010. Kajian Modifikasi dan Karakterisasi Zeolit Alam dari
Berbagai Negara. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan.
Universitas Yogyakarta. Yogyakarta. Hal. 1 - 6.
Ma, F. and Hanna, M. A. 1999. Biodiesel Production: A Review. Bioresource
Technology 70: 1 - 15.
Mahardiani, L., Trisunaryanti. W., and Triyono. 2010. Preparation and
Characterization of Natural Zeolite Catalyst for Hydrocracking of Palm
Oil. The 2th
International Conference on Chemical Sciences. Pp. 1 - 4.
Margarita, P., Hristiana, L., Yuri, K., Totka, T., and Agnes, S. 2017. Zr-
Modified Hierarchical Mordenite as Heterogeneous Catalyst for Glycerol
Esterification. Catalysis Communications 100: 10 - 14.
Moffat, J. B. 1990. Theoretical Aspects of Heterogeneous Catalysis. Progress
in Surface Science 25: 253 - 274.
Mustain, A., Falah, M., Furoiddun, M., dan Wibawa, G. 2011. Pengurangan
Kandungan Ca2+
dari Zeolit Alam untuk Meningkatkan Kualitasnya
menjadi Zeolit A. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 5: 1 - 6.
Nurwijayadi. 1998. Praktek Luas Permukaan. Batan. Yogyakarta. Hal. 1 - 13.
Parry, E. P. 1963. An Infrared Study of Pyridine Adsorbed on Acidic Solids
Characterization of Surface Acidity. Journal of Catalysis 2: 371 - 379.
Richardson, T. J. 1989. Principles of Catalyst Development. Plenum Press.
New York and London. Pp. 171 - 179.
Rosika, K., dan Nugroho, A. 2005. Aplikasi XRF (X-Ray Fluorescence) untuk
Analisa Unsur dalam Bahan. FMIPA Universitas Indonesia. Depok. Hal.
1 - 12.
Scott, M. A., Kathleen, A. C., and Prabir, K. D. 2003. Handbook of Zeolite
Science and Technology. Marcel Dekker Inc. New York. Pp. 42 - 45.
Setyawardhani, D. A., dan Distantina, S. 2010. Penggeseran Reaksi
Kesetimbangan Hidrolisis Minyak dengan Pengambilan Gliserol untuk
Memperoleh Asam Lemak Jenuh dari Minyak Biji Karet. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan, Pengembangan Teknologi
Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. Surakarta. Hal.
4.
Seddigi, Z. S. 2003. Acidic Properties of HZSM-5 Using Acetonelacetone,
TPD Ammonia and FTIR of Adsorbed Pyridine. Arabian Journal for
Science and Engineering 27: 149 - 156.
96
Setyawan, P. H. 2002. Pengaruh Perlakuan Asam. Hidrotermal dan Impregnasi
Logam Kromium pada Zeolit. Jurnal Ilmu Dasar 3: 103 – 109.
Sherrington, D. C., and Kybett, A. P. 2001. Supported Catalysts and Their
Application, Royal Society of Chemistry. London. Pp. 61 - 65.
Sidjabat, O. 2004. Pengolahan Minyak Goreng Bekas Menjadi Biodiesel.
Lembaran Publikasi Lemigas. Jakarta. Hal. 3.
Smallman, R. E., dan Bishop, R. J. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan
Rekayasa Material. Erlangga. Jakarta. Hal. 23 - 30.
SNI 7182:2015. Biodiesel. BSN. Jakarta. Hal. 2 - 3.
Solikhah, M. D., Paryanto, I., dan Barus, B.R. 2009. Efek Kualitas Minyak
Jelantah terhadap Harga Proses Produksi dan Kualitas Biodiesel.
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia-SNTKI. Bandung. Hal. 83 -
95.
Subagyo. 1993. Zeolit Struktur dan Sifat-sifatnya. Warta Insinyur Kimia.
Jakarta. Hal. 43.
Subariyah, Iis , Ahmad, Z., dan Yustinus, P. 2013. Karakterisasi Zeolit Alam
Lampung Teraktivasi Asam Klorida dan Termodifikasi Asam Fosfat.
Jurnal Teknologi Pengolahan Limbah 16: 17 - 24.
Suirta, I. W. 2009. Preparasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit.
Jurnal Kimia FMIPA Universitas Udayana 3: 1 - 6.
Suminta, S. 2003. Simulasi Pola Difraksi Sinar-X Berbagai Jenis Mineral
Zeolit Alam dengan Program Rietan. Jurnal Zeolit Indonesia 2: 45 - 55.
Susanto, B. H., Nasikin, M., dan Sukirno. 2008. Sintesis Pelumas Dasar Bio
melalui Esterifikasi Asam Oleat Menggunakan Katalis Asam
Heteropoli/Zeolit. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan
Proses 46: 1 - 9.
Susilowati. 2006. Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk dengan Katalis Zeolit,
Jurnal Teknik Kimia 1: 10 - 14.
Suwarsono, W. P., Gani, I. Y., dan Kusyanto. 2008. Sintesis Biodiesel dari
Minyak Biji Ketapang yang Berasal dari Pohon Ketapang yang Tumbuh
di Kampus UI Depok. Jurnal Kimia Valensi 1: 44 - 52.
Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer Edisi Dua. Pradnya Paramita. Jakarta. Hal.
613.
97
Tanabe, K. 1981. Solid Acid and Base Catalyst. Catalysis Science and
Technology 2: 231 – 273.
Tovina, H. 2009. Sintesis Nanozeolit Tipe Faujasite dengan Teknik Seeding
yang Ditumbuhkan pada Permukaan Glassy Karbon, [Skripsi].
Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia. Depok. Hal. 23 - 25.
Tipler, P. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga Jilid 1. Erlangga.
Jakarta. Hal. 43 - 50.
Triantafillidis, C., Vlessidis, A., and Evmiridis, N. 2000. Dealuminated H-Y
Zeolites: Influence of the Degree and the Type of Dealumination Method
on the Structural and Acidic Characteristics of H-Y Zeolites. Industrial
and Engineering Chemistry Research 39: 307 - 319.
Trisunaryanti, W., Triwahyuni, E., dan Sudiono, S. 2005. Preparasi Modifikasi
dan Karakterisasi Katalis Ni-Mo/Zeolit Alam dan Mo-Ni/Zeolit Alam.
Jurnal Teknologi Industri 10: 269 - 282.
U.S. Departement of Energy. 2011. Energy Efficiency & Renewable Energy :
Vehicle Technologies Program. Diakses 26 Oktober 2016.
www.afdc.energy.gov/pdfs/ 47504.pdf.
Verboekend, D., Vile, G., and Ramirez, J. P. 2012. Hierarchical Y and USY
Zeolites Designed by Post-Synthetic Strategies. Advanced Functional
Materials 22: 919 - 928.
Widayat, Suherman, dan Haryani, K. 2006. Optimasi Proses Adsorpsi Minyak
Goreng Bekas dengan Adsorben Zeolit Alam. Jurnal Teknik Gelagar 17:
77 - 82.
Wustoni, S., Mukti, R. R., Wahyudi, A., dan Ismunandar. 2011. Sintesis Zeolit
Mordenit dengan Bantuan Benih Mineral Alam Indonesia. Jurnal
Matematika & Sains 16: 158 - 160.
Xu, R., Pang, W., Yu, J., Huo, Q., and Chen, J. 2004. Chemistry-Zeolites and
Porous Materials, 1st Edition. Science Press. Beijing. Pp. 96 - 100.
Yuanita, D. 2009. Hidrogenasi Katalitik Metil Oleat menjadi Stearil Alkohol
Menggunakan Katalis Ni/Zeolit Alam. Prosiding Seminar Nasional Kimia
UNY. Yogyakarta. Hal. 1 - 8.
Yuliani. F., Primasari. M., Rachmaniah. O., dan Rachimoellah. M. 2008.
Pengaruh Katalis Asam Sulfat dan Suhu Reaksi pada Esterifikasi Minyak
Biji Karet (Hevea brasiliensi) menjadi Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia 3:
171 - 177.