modifikasi polimer

download modifikasi polimer

of 25

description

tugas polimer modifikasi

Transcript of modifikasi polimer

BAB 4MODIFIKASI POLIMER4. 1 PendahuluanPolimer, sebenarnya sudah ada dan digunakan manusia sejak berabad-abad yang lalu. Polimer-polimer yang sudah digunakan itu adalah jenis polimer alam seperti selulosa, pati, protein, wol, dan karet. Istilah polimer pertama kali digunakan oleh kimiawan dari Swedia, Berzelius (1833). Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit unit berulang sederhana. Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani Poly, yang berarti banyak dan mer, yang berarti bagian. Sedangkan industri polimer (polimer sintesis) baru dikembangkan beberapa puluh tahun terakhir ini.Berkembangnya industri polimer ini diawali ketika Charles Goodyear dari Amerika Serikat berhasil menemukan vulkanisasi pada tahun 1839. Setelah itu berbagai modifikasi polimer pun mulai berkembang seperti pada tahun 1870 Modifikasi selulosa dengan asam nitrat, lalu pada tahun 1907 Ditemukan damar fenolik, tahun 1930 Ditemukan poli fenol etena atau polistirena dan pada tahun 1933 ditemukan polietena atau polietilena di laboratorium ICI di Winnington, Chesire.Sejak saat itu sejumlah terobosan baru banyak dilakukan untuk menciptakan berbagai sistim polimer baru maupun pengembangan sistim polimer yang telah ada. Hasilnya tampak sebagai produk industri polimer yang begitu beragam sebagaimana yang terlihat sekarang ini.Hingga pada tahun 1970 sudah terdapat lebih dari 25 produk polimer, dan pada tahun 1980 polimer mencapai 2 juta m3 tiap tahunnya, melebihi produksi kayu dan baja. Dengan berkembangnya industri polimer, ternyata membawa dampak positif terhadap jumlah pengangguran. Hal ini disebabkan karena industri polimer menyerap benyak tenaga kerja. Karena sifatnya yang karakteristik maka bahan polimer sangat disukai. Sifat - sifat polimer yang karakteristik ini antara lain mudah diolah untuk berbagai macam produk pada suhu rendah dengan biaya murah, ringan; maksudnya rasio bobot/volumnya kecil, tahan korosi dan kerusakan terhadap lingkungan yang agresif, bersifat isolator yang baik terhadap panas dan listrik, berguna untuk bahan komponen khusus karena sifatnya yang elastis dan plastis. Berdasarkan sifat- sifat daripada polimer yang banyak disukai oleh produsen, mendorong para ahli untuk terus melakukan modifikasi terhadap polimer sehingga diperoleh sifat-sifat baru terhadap polimer itu sendiri. Modifikasi polimer sangat menarik untuk dipelajari. Dengan adanya modifikasi pada polimer kita dapat merancang polimer itu sendiri sesuai dengan keinginan kita. Misalnya polimer yang bersifat keras dapat dimodifikasi menjadi lebih lentur dengan penambahan plastisizer sehingga terbentuklah kantong plastik. Modifikasi polimer juga menciptakan sifat baru pada ban. Polomer karet alam yang bersifat lentur dimodifikasi dengan penambahan sulfur sehingga bersifat keras sehingga terciptalah ban. Banyak contoh lainnya dari modifikasi polimer seperti baju anti peluru, aspal modifikasi, dan lain sebagainya. Polimer (makromolekul) merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana. Molekul polimer dapat diandaikan dengan sabuah rantai yang setiap mata rantainya mewakili satu unit pembangun. Unit pembangun itu berasal dari molekul sederhana yang disebut monomer. Reaksi pembentukan polimer dari monomernya disebut sebagai polimerisasi (Purba, 2001).Polimer memiliki sifat - sifat yang karakteristik, antara lain: mudah diolah untuk berbagai macam produk pada suhu rendah dengan biaya murah, ringan, maksudnya rasio bobot/ volumenya kecil, tahan korosi dan kerusakan terhadap lingkungan yang agresif, bersifat isolator yang baik terhadap panas dan listrik, berguna untuk bahan komponen khusus karena sifatnya yang elastis dan plastis, berat molekulnya besar sehingga kestabilan dimensinya tinggi.Modifikasi polimer merupakan suatu upaya untuk memperbaiki sifat-sifat polimer sehingga menjadi polimer baru dengan mutu yang lebih baik. Sebagai contoh adalah polimer polietilen yang biasa dikenal sebagai salah satu termoplastik dan sering digunakan untuk bahan pembungkus, ternyata dapat dimodifikasi sehingga dapat dipakai sebagai bahan isolasi kabel yang tahan terhadap panas (Anonim, 2013).Banyak monomer yang diubah menjadi homopolimer yang sesuai. Namun, untuk memenuhi kebutuhan dari jenis polimer yang baru maka dilakukanlah modifikasi polimer yang sudah ada. Polimer yang akan digunakan harus berfungsi dengan baik dalam aplikasi tertentu. Kinerja dari polimer ditentukan terutama oleh komposisi dan struktur molekul polimer. Selain itu juga sifat kimia, fisik, dan karakteristik lain dari bahan polimer. Oleh karena itu modifikasi komposisi unit struktural merupakan salah satu pendekatan utama untuk melakukan modifikasi polimer. Selain sifat kimia dan komposisi unit struktural yang merupakan bagian utama polimer, arsitektur molekul juga berkontribusi terhadap sifat utama dari produk polimer. Dengan demikian modifikasi polimer dapat dicapai dengan menggunakan satu atau lebih dari teknik berikut:a. Kopolimerisasi lebih dari satu monomerb. Pengendalian arsitektur molekulc. Reaksi paska polimerisasi dengan melibatkan gugus reaktif atau fungsi yang dimasukkan dengan bebas ke rantai utama polimer atau gugus samping.Teknik modifikasi di atas terkait dengan kontrol bahan kimia, komposisi, dan sifat struktural dari polimer, yang mempengaruhi terutama selama proses polimerisasi. Namun, beberapa polimer yang digunakan dalam teknologi adalah polimer dalam bentuk kimia murni. Hampir semua bahan polimer komersial yang tersedia adalah kombinasi dari satu atau lebih sistem polimer dengan penambahan berbagai bahan aditif, dengan pertimbangan karena faktor biaya, untuk menghasilkan sifat yang optimal perlu aplikasi khusus. 4. 2 KopolimerisasiPolimer yang paling sederhana ialah homopolimer yang kesatuan berulangnya memiliki struktur yang sama. Jika dua macam atau lebih monomer mempolimer bersama dan menghasilkan polimer yang mengandung lebih dari satu macam kesatuan struktur, maka dapat terbentuk kopolimer (Cowd, 1982).Makromolekul yang dihasilkan dari polimerisasi telah menghasilkan sejumlah polimer komersial yang penting. Komposisi kopolimer dapat bervariasi sehingga membutuhkan berbagai bahan dan proses yang tidak terbatas. Kopolimer A dapat terdiri dari jumlah yang sebanding dari monomer konstituen. Sifat dari kopolimer yang dihasilkan akan jauh berbeda dari homopolimer. Di sisi lain, kopolimer mungkin hanya berisi sebagian kecil jumlah dari monomer. Prinsip-prinsip kopolimer dalam beberapa contoh:4. 2. 1 Kopolimer Stirena-ButadienaPolibutadiena merupakan bahan elastomer dengan sifat elastis, memiliki ketangguhan dan ketahanan yang baik. Namun, polibutadiena memiliki resistensi yang relatif kecil untuk bahan seperti minyak, pelarut, oksidasi, dan abrasi. Disisi lain polistirena tidak bereaksi atau tahan terhadap bahan berupa alkali, asam halida, pengoksidasi dan pereduksi. Sehingga menyebabkan polistirena mudah untuk diproses. Polistirena cukup rapuh dengan suhu panas defleksi rendah (82-88 C). Kopolimer stirena-butadiena dapat memberikan ilustrasi garis lintang yang cukup besar dalam variasi sifat polimer yang dapat dicapai dengan manipulasi komposisi kopolimer dan distribusi komponen ini. Stirena dan butadiena dapat dikopolimerisasi untuk menghasilkan kopolimer acak atau blok. Kopolimer acak stirena-butadiena menunjukkan satu fasa homogen dan memiliki sifat homopolimer. Sebagian besar kekurangan dari homopolimer polibutadiena dapat diatasi dengan penggabungan 28% stirena ke dalam kopolimer. Sifat SBR yang baik membuat SBR banyak digunakan dalam aplikasi seperti belting, selang, dan barang cetakan dan vulkanisir lembar dan lantai. Karet sol sepatu dibuat hampir secara keseluruhan dari SBR. Kopolimer berisi sekitar 25% stirena sebagai perekat. Jika rasio stirena-butadiena berada pada kisaran 60:40 dan lebih tinggi, kopolimer digunakan sebagai bahan perekat dan cat lateks. Sebagai contoh, kopolimer emulsi terdiri dari 74% stirena dan 25% butadiena (berat) yang diaplikasikan secara luas pada produk cat. 4. 2. 2 StyreneButadiene Rubber (SBR) (Kopolimer Acak)SBR diproduksi oleh polimerisasi radikal bebas dari stirena dan butadiena, yang menghasilkan kopolimer acak dan struktur yang tidak teratur. Sehingga SBR mimiliki sifat yang tidak kristalin. Struktur dari kopolimer ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. SBR komersial diproduksi oleh kopolimerisasi emulsi atau larutan butadiena dan stirena. Kopolimerisasi emulsi dapat dibuat melalui proses dingin (41 F) atau proses panas (122 F). Kopolimer dari proses panas dan dingin memiliki perbedaan utama dalam berat molekul, distribusi berat molekul, dan mikro, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Proses kopolimerisasi untuk produksi SBR melibatkan penggunaan katalis alkilitium. SBR umumnya memiliki berat molekul yang lebih tinggi, distribusi berat molekul yang kecil, dan memiliki cis-diene yang lebih banyak daripada emulsi SBR.

Gambar 4. 1 Struktur SBR. ( Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.)

Tabel 4. 1 Perbedaan Sifat antara SBR panas dan dinginSifat-sifatPanasDingin

Berat molekul

Viskositas rata-rata150-400.000280.000

Berat rata-rata250-450.000500.000

Jumlah rata-rata 30-100.000110-260.000

Struktur Mikro

1,4 (cis)1518

1, 4 (trans)5869

1, 2 (vinil)2723

Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.

4. 2. 3 Kopolimer Blok StirenaButadienaKopolimer blok stirena-butadiena tergolong ke dalam elastomer termoplastik (TPE). Produk yang terbuat dari polimer ini memiliki sifat yang sama dengan karet yang divulkanisir, namun kopolimer jenis ini dibuat dari peralatan yang digunakan untuk fabrikasi polimer termoplastik. Proses ini berjalan dengan cepat dan melibatkan pendinginan dan lelehan sehingga produk menjadi bentuk karet yang seperti padatan. Kepingan produk ini dapat di daur ulang. Kopolimer blok stirena-butadiena tergolong ke dalam elastomer termoplastik jenis A-B-A. Plastik stirena dan blok disebut sebagai domain, berfungsi sebagai pengunci cross-link pada karet. Secara komersial, karet termoplastik SBS memiliki proporsi yang lebih kecil dengan rasio stirena-butadiena (endblock to midblock) di kisaran 15:85 sampai 40:60 berat. Kisaran suhu dari kopolimer SBS ini terletak di antara Tg dari polibutadiena dan polistrirena. Dalam penggunaan suhu normal, kopolimer blok SBS akan mempertahankan thermoplasticity dari stirena serta ketangguhan dan ketahanan unit elastomer.4. 2. 4 Kopolimer EtilenaLow-density polyethylene (LDPE) diproduksi di bawah tekanan dan suhu tinggi dan dapat ditemukan pada aplikasi dalam film dan produk seperti kabel. Sifat fisiknya ditentukan oleh tiga variabel struktural: densitas, berat molekul, dan berat molekul distribusi. Seiring dengan peningkatan kepadatan, sifat penghalang, kekerasan, abrasi, panas, dan ketahanan kimia, kekuatan, dan peningkatan permukaan 4gloss. Tabel 4.2 Beberapa Kopolimer Etilen

Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000

Penurunan densitas akan meningkatkan ketangguhan, fleksibilitas, dan perpanjangan, berkurangnya creep dan penyusutan cetakan. Kopolimerisasi etilena dengan kutub -olefin memungkinkan untuk menghasilkan berbagai bahan seperti karet untuk produk yang memiliki titik leleh rendah, dan menunjukkan ketangguhan luar biasa serta fleksibilitasnya. Kopolimer dapat digambarkan pada rumus tersebut dimana R adalah gugus polar (Tabel 4.2).

4. 2. 5 Akrilonitril-Butadiena-Stirena (ABS)ABS adalah termoplastik rekayasa yang dihasilkan oleh kombinasi dari tiga monomer: akrilonitril, butadiena, dan stirena. Resistensi kimia polimerdan panas serta stabilitas tergantung pada akrilonitril. Ketangguhan, retensi pada suhu rendah tergantung pada butadiena. Sementara kekakuan kopolimer penampilan permukaan glossy, dan kemudahan proses merupakan kontribusi dari stirena. Sifat terpolimer dikendalikan oleh rasio manipulasi dan distribusi dari tiga komponen tersebut.Resin ABS terdiri dari dua fase: fase karet yang tersebar dalam matriks gelas secara terus menerus dari stirena-akrilonitril kopolimer melalui lapisan batas SAN. Fase karet yang tersebar adalah karet yang dipolimerisasi dari butadiena. Stirena dan akrilonitril dipolimerisasi menjadi karet sehingga membentuk lapisan batas antara fase terdispersi karet dan matriks gelas secara terus menerus. Peningkatan berat molekul SAN akan meningkatkan kekuatan produk dan kemudahan proses, sedangkan konsentrasi, ukuran, dan distribusi partikel karet mempengaruhi ketangguhan produk dan kekuatan. dengan luasberbagai sifat telah dikembangkan.

4. 2. 6 Polimer KondensasiSejumlah besar polimer kondensasi komersial adalah sebagai homopolimer yang bergantung pada kristalinitas dalam aplikasi seperti pada nilon dan serat pembentuk poliester, dan sebagian besar seperti bahan thermosetting (fenolat danurea-formaldehida resin). Dalam banyak aplikasi, polimer kondensasi digunakan sebagai kopolimer. Beberapa contoh polimer kondensasi adalah:1. Kopolimer AsetalKopolimer asetal memiliki built-in stabilisasi panas yang dihasilkan dari proses kopolimerisasi trioksan dengan sejumlah kecil komonomer, biasanya eter siklik seperti etilen oksida atau 1,3-diozolane.

Proses ini akan menghasilkan distribusi acak ikatan C-C dalam rantai polimer. Depolimerisasi dari unit etilen oksida jauh lebih sulit daripada unit oximethilen. Kopolimerisasi memberikan stabilitas termal pada kopolimer asetal. Kopolimer menunjukkan retensi yang baik ketika terkena udara panas pada suhu hingga 220 F atau air pada suhu 180 F untuk jangka waktu yang lama. Untuk penggunaan intermittent, suhu yang lebih tinggi dapat ditoleransi.2. EpoksiEpoksi adalah bahan polimer yang di dalam nya terdapat kelompok epoksida terminal reaktif. Resin epoksi yang sering digunakan adalah eter diglisidil A bisphenol (DGEBA) (Gambar 4.2).

Gambar 4.2 Diglycidyl ether of bisphenol A (DGEBA). (Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.)

Epoxy resin digunakan dalam berbagai aplikasi seperti dalam lapisan pelindung, perekat, laminasi, dan plastik dan perangkat listrik dan elektronik. Epoxy resin memiliki ketahanan panas yang rendah dibandingkan phenolics karena unit aromatik lebih rendah dalam strukturnya. Epoxy-novolak merupakan tipe resin epoksi multifungsi yang berdasarkan modifikasi resin epoksi dengan phenolics novolak (Gambar 2.3). Dalam sistem ini, komponen fenolik memberikan stabilitas termal, sedangkan kelompok epoksida menjadi cross-linking.

Gambar 4.3 Struktur Resin novolak-modified epoxy. (Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.)

3. Resin Urea Formaldehyde-(UF)Contoh lain dari peningkatan sifat polimer kondensasi melalui kopolimerisasi adalah pada resin urea-formaldehida (UF). Ikatan dengan resin UF merupakan ikatan yang murah dan dapat dilakukan di berbagai kondisi luas. Namun, penggunaannya dibatasai untuk interior dan aplikasi nonstruktural saja. Beberapa faktor struktur molekul yang berkontribusi terhadap proses ini adalah (1) distribusi rendah dan ketidakseragaman cross-link dalam resin UF (2) kerapuhan dari resin. Untuk meminimalkan kekurangan ini, turunan urea fleksibel di dan trifunctional amina dimasukkan ke dalam struktur resin UF melalui kopolimerisasi (Gambar 2.4). Amina yang digunakan dalam kasus ini adalah turunan urea propilena oksida berbasis triamin.

Gambar 4.4 Struktur propylene oxide-berdasarkan modifikasi tiamin. (Sumber: Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.)

4. 3 Reaksi Paska PolimerisasiReaksi paska polimerisasi merupakan reaksi yang baik untuk meningkatkan sifat polimer. Reaksi-reaksi ini dapat terjadi pada gugus reaktif yang tersebar dalam polimer rantai. Reaksi tersebut diantaranya adalah ekstensi rantai, cross-linking, serta bentuk kopolimer blok dan cangkok. Reaksi dari tipe ini adalah halogenasi, sulfonasi, hidrolisis, epoksidasi, permukaan, dan reaksi lain dari polimer. Dalam reaksi paska ini polimer diubah menjadi yang baru dan atau sifat yang lebih baik.4.3.1 Reaksi Polisakarida1. Turunan SelulosaJaringan berserat dalam dinding sel mengandung polisakarida selulosa. Polisakarida ini adalah polimer alam yang paling banyak terdapat dan paling tersebar di alam. Sumber utama selulosa adalah kayu. Umumnya kayu mengandung sekitar 50% selulosa, bersama dengan penyusun lainnya seperti lignin (Cowd, 1982).Seluosa dibangun oleh rantai glukosa yang tersambung melalui -1,4. Rumus molekul glukosa adalah C6H12O6. Selulosa adalah polisakarida-polimer alami yang terdiri dari cincin glucosidic yang terhubung melalui jembatan oksigen jembatan (Gambar 2.5). Unit pengulangnya memiliki tiga gugus hidroksil dan acetal linkage. Ikatan -(14) antar unit anhydro-D-glucose memberikan linearitas pada molekul selulosa (Cowd, 1982).

Gambar 4.5 Struktur Selulosa (Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.) Untuk membuat selulosa processable maka harus mengurangi titik leleh di bawah suhu dekomposisi dengan cara derivatisasi. Dalam penyusunan turunan selulosa pengendalian tingkat substitusi dari tiga hidroksil sangat diperlukan. Reaksi lengkap dari tiga hidroksil umumnya tidak diinginkan. Ketika bereaksi dengan selulosa, reagen biasanya menyerang (bentuk non-kristalin). Oleh karena itu, jika reaksi dihentikan kelompok yang bereaksi akan terkonsentrasi di daerah tertentu daripada didistribusikan secara acak dalam struktur selulosa.Turunan selulosa yang paling penting adalah selulosa ester dan eter. Ester selulosa dibuat oleh reaksi dari selulosa yang diaktifkan dengan asam karboksilat yang sesuai, anhidrida asam, atau asam halida. Esterifikasi diambil sampai selesai (triester) dan kemudian dihidrolisis kembali. Viskositas dikendalikan dengan menahan reaksi pada tahap asam sampai berat molekul berkurang pada tingkat yang diinginkan. Untuk plastik, berat molekul relatif tinggi yang diinginkan, sedangkan untuk aplikasi perekat, pernis, berat molekul yang lebih rendah yang lebih cocok.Etil selulosa merupakan paling penting dari eter selulosa. Komersial etil selulosa, yang sekitar 2,4-2,5 grup etoksi per residu glukosa merupakan bahan cetakan yang panasnya stabil dan memiliki sifat mudah terbakar yang rendah dan kekuatan yang tinggi. Sehingga etil selulosa lebih fleksibel dan kuat bahkan pada suhu rendah, namun memiliki penyerapan air yang relatif tinggi.

2. Pati dan Dekstrin Pati adalah polimer alam berumus molekul (C6H10O5)n. Pati terdapat dalam terigu, beras, kentang, tumbuhan hijau. Pati mengandung dua macam polimer yang struktur dan massa molekul nisbinya berbeda, yakni amilosa dan amilopektin. Amilosa yang menyusun 20-50 % pati alam dibentuk dari kesatuan glukosa yang bergabung melalui ikatan -1,4 (Gambar 4.6). Komponen pati lainnya adalah amilopektin, yaitu polimer rantai bercabang yang memiliki ikatan glikosida -1,6 disamping -1,4 (Gambar 4.7) (Cowd, 1982).

Gambar 4.6 Struktur Amilosa (Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.)

Gambar 4.7 Struktur Amilopektin (Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.)

Seperti selulosa, pati juga merupakan polisakarida yang pada proses hidrolisis menghasilkan unit glukosa. Namun, ada dua perbedaan yang signifikan antara pati dan selulosa. Tidak seperti di selulosa, anhydro-D-glucose unit di pati terhubung melalui -(14) glikosidik. Struktur pati merupakan campuran molekul amilosa linier dan rantai bercabang amilopektin. Dekstrin merupakan produk degradasi pati yang dihasilkan oleh pemanasan pati dengan adanya atau tidak adanya agen hidrolitik. Berdasarkan pada kondisi konversi, terdapat tiga jenis dekstrin yang dihasilkan: dekstrin putih, kuning (kenari), dan gusi Inggris. Konversi mekanismenya kompleks, tetapi melibatkan pemecahan hidrolitik dari molekul pati menjadi fragmen lebih kecil diikuti dengan penataan ulang/ repolymerization ke dalam struktur polimer bercabang (Gambar 4.8).

Gambar 4. 8 Hidrolisis dan polimerisasi ulang selama dekstrinisasi pati. (Sumber : Jarowenko, W.,Handbook of Adhesives, 2nd ed., Skeist, I., Ed., Van Nostrand Reinhold, New York, 1977.)

4. 3. 2 Reaksi Silang1. Poliester tak jenuhDalam reaksi ini, poliester tak jenuh dicampur dengan monomer dan katalis. Campuran yang dihasilkan biasanya cairan kental yang dapat dituangkan, disemprot, atau dibentuk menjadi bentuk yang diinginkan dan kemudian berubah menjadi padatan thermosetting oleh reaksi silangPrepolimer poliester tak jenuh diperoleh dari kondensasi alkohol polihidrat dan asam basa. Asam basa terdiri dari satu atau lebih asam jenuh dan/ atau asam tak jenuh. Asam jenuh berasal dari anhidrida ftalat, asam adipat, atau asam isoftalik, sedangkan asam tak jenuh biasanya dari anhidrida maleat atau asam fumarat. Alkohol polihidrat yang umum digunakan adalah glikol (seperti etilen glikol, propilen glikol, dietilen glikol), gliserol, sorbitol, dan pentaeritritol.Reaksi silang dapat dilihat melalui persamaan berikut:

2. VulkanisasiVulkanisasi merupakan istilah umum yang digunakan ke reaksi ikat silang polimer-polimer, khususnya elastomer. Vulkanisasi adalah proses dimana suatu jaringan lintas-link di gunakan dalam elastomer atau reaksi kimia yang menyebabkan molekul elastomer yang linear mengalami reaksi sambung silang (crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi juga dikenal dengan proses pematangan, dan molekul elastomer yang sudah tersambung silang dirujuk sebagai vulkanisasi elastomer. Vulkanisasi menurunkan aliran elastomer dan meningkatkan kekuatan tarik dan modulus, namun mempertahankan diperpanjang nya (Stevens, 1989).Vulkanisasi, ditemukan oleh Goodyear pada tahun 1939, yakni pemanasan elastomer dengan belerang merupakan proses yang lambat dan tidak efisien. Hal ini dapat dipercepat dan limbah sulfur dikurangi secara substansial dengan penambahan sejumlah kecil senyawa organik dan anorganik yang disebut akselerator. Akselerator membutuhkan keberadaan aktivator atau promotor untuk berfungsi optimal. Beberapa akselerator yang digunakan meliputi senyawa yang mengandung sulfur dan beberapa senyawa nonsulfur, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3.Tabel 4.3 Beberapa akselarator yang digunakan dalam Vulkanisasi(Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.)

Aktivator biasanya adalah oksida logam seperti zinc oxide. Penggunaan akselerator dan aktivator meningkatkan efisiensi cross-linking dalam beberapa kasus menjadi kurang dari dua atom sulfur per cross-link.a. KaretKaret merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi enzimatik isopentil pirofosfat. Unit ulangnya adalah sama sebagaimana 1,4-poliisoprena. Dimana isoprena merupakan produk degradasi utama karet.Bentuk utama dari karet alam, yang terdiri dari 97% cis-1,4-isoprena, dikenal sebagai Hevea Rubber. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari 32-35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein, sterol ester dan garam. Lateks biasa dikonversikan ke karet busa dengan aerasi mekanik yang diikuti oleh vulkanisasi.

(Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.)Karet alam memiliki sifat-sifat antara lain, warnanya agak kecoklat-coklatan, tembus cahaya atau setengah tembus cahaya, dengan berat jenis 0,91-093. Sifat mekaniknya tergantung pada derajat vulkanisasi, sehingga dapat dihasilkan banyak jenis sampai jenis yang kaku seperti ebonite. Temperatur penggunaan yang paling tinggi sekitar 99 C, melunak pada 130 C dan terurai sekitar 200 C. Sifat isolasi listriknya berbeda karena pencampuran dengan aditif. Namun demikian, karakteristik listrik pada frekuensi tinggi, jelek. Sifat kimianya jelek terhadap ketahanan minyak dan ketahanan pelarut. Zat tersebut dapat larut dalam hidrokarbon, ester asam asetat, dan sebagainya. Karet yang kenyal agar mudah didegradasi oleh sinar UV dan ozon.Kebanyakan bahan elastis seperti logam yang digunakan sebagai per, perilaku elastis disebabkan oleh distorsi ikatan. Ketika gaya bekerja, panjang ikatan menyimpang dari kesetimbangan dan energi tarik disimpan secara elektrostatistik.Karet sering diasumsikan memiliki perilaku yang sama dengan hal tersebut tapi hal ini merupakan gambaran yang kurang tepat. Karet merupakan material yang sangat unik karena energi tarik disimpan melalui panas.Dalam keadaan relaksasi, karet memanjang, menggulung rantai polimer yang saling berhubungan di bagian dalam (interlink) pada beberapa titik. Diantara pasangan rantai polimer yang saling berhubungan setiap monomer dapat dengan bebas berotasi dengan ikatan lainnya. Pada temperatur kamar, karet menyimpan energi kinetik yang cukup jadi setiap bagian berosilasi seperti tali yang digoyangkan secara cepat.Ketika karet ditarik, interlink menegang dan tidak dapat berosilasi lagi. Energi kintiknya didapatkan sebagai panas yang berlebih. Oleh karenanya entropi akan berkurang ketika karet berubah dari keadaan relaksasi ke keadaan tertarik. Relaksasi karet bersifat endotermis dan karena alasan ini gaya yang digunakan saat sepotong karet memanjang akan bertambah terhadap temperatur.

b. Poliolefin dan PolisiloksanPolyethylene, kopolimer etilena-propilena, dan polisiloksan dihubungkan secara cross-linked dengan peroksida dan pemanasan. Proses ini melibatkan pembentukan polimer radikal diikuti oleh radikal kopling seperti pada persamaan berikut:

(Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.)Efisiensi dari proses ini biasanya kurang dari satu cross-link per molekul peroksida terdekomposid. Untuk meningkatkan efisiensi reaksi silang, sebagian kecil molekul tidak jenuh dimasukkan ke dalam struktur polimer. Untuk polisiloksan, kopolimerisasi dari sebgian kecil vinil-metilsilanol akan meningkatkan lintas linkability seperti pada persamaan di bawah ini.

(Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.)3 . Hidrolisis. Poli (vinil alkohol) (PVA) dibuat dari proses hidrolisis (atau lebih tepatnya alkoholisis) dari poli (vinil asetat) dengan metanol atau etanol. Reaksi dikatalisis oleh asam dan basa. Namun, katalis basa biasanya digunakan karena lebih cepat dan bebas dari reaksi samping.

(Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.)Karena kelarutannya dalam air, poli (vinil alkohol) digunakan sebagai agen penebalan untuk berbagai emulsi dan sistem suspensi. Dengan kadar hidroksil yang tinggi, PVA digunakan secara luas sebagai perekat air-larutan dengan kapasitas mengikat yang sangat baik untuk bahan selulosa seperti kertas.Sebagian hidrolisis poli (vinil asetat) mengandung gugus hidroksil dan asetat. Ketika gugus OH secara parsial menghidrolisis poli (vinil asetat) dikondensasikan dengan aldehida kemudian unit asetal akan terbentuk. Polimer yang dihasilkan mengandung gugus asetal, hidroksil, dan asetat dan dikenal sebagai poli (vinilasetal).

(Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.)

Reaksi butiraldehida atau formaldehida menghasilkan poli (vinil butiral) atau poli (vinil formal. Yang paling penting dari poli (vinilasetal) adalah poli (vinil butiral). Gugus residual OH di kondensasi dengan gugus metilol dalam resin PF, MF, dan UF.

4.3. 3 Pembentukan Kopolimer Blok dan CangkokKopolimer blok dan cangkok merupakan proses yang sangat sering digunakan dalam membuat produk polimer. Metode ini sangat baik digunakan untuk memperbaiki beberapa sifat yang berbeda dari homopolimer atau polimer tunggalnya. Kopolimer blok atau cangkok digunakan sangat luas dalam berbagai kebutuhan termasuk membuat material yang tahan benturan, thermoplastik elastomer, kompatibilizer, polimer emulsifier, membran dan sebagai sistem pembawa dalam sistem transportasi obat. Struktur blok atau cangkok memberikan sumbangan yang besar untuk diproduksi secara komersial dan hal ini sangat penting bagi industri karena kemudahan dalam pengendaliannya baik melalui proses bulk atau larutan.

1. Kopolimerisasi BlokKopolimer blok mengandung blok dari satu monomer yang dihubungkan dengan blok monomer yang lain. Kopolimer blok biasanya terbentuk melalui proses polimerisasi ionik. Untuk polimer ini, dua sifat fisik yang khas yang dimiliki dua homopolimer tetap terjaga. Kopolimer blok dapat dibuat melalui beraneka metode. Salah satu diantaranya melibatkan mekanisme anion. Pada tahap pertama satu macam monomer mempolimer secara anion dan reaksi dibiarkan berlangsung sampai monomer itu habis. Kepada polimer yang sedang tumbuh kemudian ditambahkan monomer kedua yang lalu bergabung pada rantai membentuk blok kedua. Proses ini berulang sebanyak diperlukan. Kopolimer balok yang banyak diperdagangkan adalah feniletena-buta-1,3-diena, yang bercirikan karet lentuk-bahang (Cowd, 1982).Pembuatan kopolimer blok membutuhkan kehadiran kelompok reaktif terminal. Kopolimer blok dari butil akrilat-stirena dan akrilonitril-stirena telah disusun oleh penyinaran butil akrilat atau akrilonitril yang mengandung inisiator fotosensitif (misalnya, 1-azo-bis.1-cyanocyclohexane) dengan radiasi UV yang intensif. Sehingga menciptakan radikal kaya monomer yang bila dicampur dengan stirena akan menghasilkan kopolimer blok yang sesuai.Keberhasilan teknik kopolimer blok ini tergantung pada keadaan fisik polimer. Tabel 2.4 menunjukkan beberapa kopolimer blok yang digunakan dalam teknik ini.Tabel 4.4 Jenis Kopolimer Blok Unit PolimerMonomer

AkrilamidaAkrilonitril

IsobutilenaAkrilonitril

Stirena

Vililidena Klorida

Metil AkrilatVinil Klorida

Vinilidena Klorida

MetakrilonitrilAkrilonitril

Metakrilonitril-co-vinil kloridaMetil Metraklirat

Metil metakrilatMetakrilonitril

Striena

Vinilidena Klorida

Metilmetakrilat-co-metaklironitrilStirena

StirenaMetil Metrakrilat

Vinilidena Klorida

Vinil AsetatVinil Klorida

Vinil KloridaMetil Vinil Keton

Sumber: Fetters, E. M., Ed., Chemical Reaction of Polymers, Interscience, New York, 1964.

Teknik umum dari kopolimer blok adalah memasukkan kelompok peroksida ke dalam polimer kelompok akhir sebagai stabil. Polimer tersebut kemudian dicampur dengan monomer segar, dan kelompok peroksida yang terdekomposisi di bawah kondisi yang tepat menghasilkan kopolimer blok. Misalnya, polimer phthaloyl peroksida yang dipolimerisasi sampai batas tertentu dengan stirena. Polimer yang dihasilkan dicampur dengan metil metakrilat. Pada dekomposisi, kelompok internal dan peroksid membentuk radikal yang memprakarsai polimerisasi metil metakrilat.

2. Kopolimerisasi Cangkok (Graft)Kopolimerisasi graft merupakan teknik untuk memodifikasi sifat kimia dan sifat fisika dari polimer. Ada tiga macam metode kopolimerisasi graft yaitu Grafting From, Grafting To dan Grafting Through. Kopolimerisasi grafting from adalah pencangkokan rantai cabang (graft) pada sisi aktif yang terdapat pada rantai utama (backbone). Sedangkan pada metode grafting to, pembawa sisi aktif adalah rantai cabang. Pada metode grafting through, adanya makromer dengan BM rendah dan sisi yang tidak jenuh sehingga polimer yang sedang tumbuh dapat bereaksi pada sisi yang tidak jenuh menghasilkan kopolimer graft.Mekanisme pembuatan rantai graft yang umum adalah menggunakan polimerisasi radikal bebas yang mempunyai tiga tahapan proses, diantaranya inisiasi, propagasi dan terminasi Proses inisiasi adalah proses pembentukan radikal bebas dari inisiator. Sedangkan proses propagasi adalah proses pertumbuhan polimer sebagai akibat dari penggabungan monomer-monomer ke dalam rantai radikal aktif yang kemudian dilanjutkan dengan proses terminasi yang merupakan proses penghentian propagasi.Ada tiga metode umum untuk mereparasi kopolimer-kopolimer cangkok: (1) monomer dipolimerisasi dalam hadirnya suatu polimer dengan percabangan yang terjadi dari transfer rantai. (2) monomer dipolimerisasi dalam hadirnya polimer yang memiliki gugus-gugus fungsional reaktif atau letak-letak yang bisa diaktifkan, misalnya, oleh radiasi. (3) dua polimer yang memiliki gugus-gugus fungsional reaktif direaksikan bersama (Stevens, 1989).Diperlukan tiga komponen untuk berlangsungnya pencangkokan lewat transfer rantai; polimer, monomer, dan inisiator. Fungsi inisiator adalah untuk mempolimerisasi monomer sehingga membantu radikal, ion atau kompleks koordinasi polimerik yang kemudian bisa menyerang polimer asal, atau untuk bereaksi dengan polimer asal sehingga membentuk spesies inisiator dia tas kerangka polimer, yang menginisiasi polimerisasi monomer. Sebagaimana dengan kopolimerisasi biasa, rasio reaktivitas monomer-monomer juga perlu dipertimbangkan untuk memastikan bahwa pencangkokan akan terjadi. Juga perlu memperhatikan frekuensi transfer untuk menetapkan jumlah cangkokan. Biasanya, campuran homopolimer-homopolimer terjadi bersamaan dengan kopolimer cangkok (Stevens, 1989).Kopolimer cangkok dapat dihasilkan dengan memicu polimerisasi monomer B disertai adanya homopolimer dari monomer A. Radikal bebas yang dihasilkan mengeluarkan atom-atom sepanjang rantai poli(A), sehingga menghasilkan sisi radikal pada rantai itu sendiri. Pada sisi radikal itu poli(B) tumbuh. Cara lain pembentukan kopolimer cangkok adalah melalui penyinaran dengan sinar ultraviolet yang digunakan untuk membentuk radikal bebas sepanjang rantai hopolimer.Semua kopolimer cangkok disusun dari polimer kerangka dasar dan rantai cabang yang berasal dari monomer lain. Dalam reaksi kopolimerisasi, karet alam bertindak sebagai induk (backbone), sedangkan monomer metil metakrilat bertindak sebagai monomer cangkok (graft).

Gambar 4.9 Model Sistematika Kopolimer Cangkok (Sumber : Robert, O. Ebewele, Polymers Science and Technology, Nigeria, 2000.)Keuntungan dari proses kopolimerisasi cangkok adalah terbentuknya ikatan antara dua monomer yang lebih kuat dibandingkan penggabungan yang terjadi hanya secara fisik. Efisiensi proses kopolimerisasi secara umum dipengaruhi oleh berat molekul primer, temperatur, konsentrasi monomer, serta viskositas internal kopolimer yang terbentuk.

4. 4 Polimer-polimer Fungsi4. 4. 1 Poliuretan Poliuretan merupakan polimer pilihan untuk berbagai macam aplikasi biomedis. Poliuretan digunakan secara luas dalam perangkat seperti prostesis vaskular, membran, kateter, operasi plastik, katup jantung, dan organ buatan.Alasan utama keberhasilan penerapan poliuretan sebagai biomaterial adalah sifat biokompatibilitas dan formulasi fleksibilitasnya. Modifikasi kimia dan/ atau biologi dari permukaan poliuretan, seperti grafting hidrogel seperti akrilamida atau poli (hidroksietil metakrilat) akan meningkatkan kompatibilitas darah. Biokompatibilitas dan kompatibilitas darah dapat ditingkatkan dengan memperlakukan permukaan polimer dengan larutan albumin atau gelatin diikuti oleh reaksi silang dengan gluteraldehida atau formaldehida.4. 4. 2 Stabilisator Ikatan Polimer1. Antioksidan2,6-ditertiarybutyl-1, 4-vinyl fenol atau 4-isopropenil fenol mudah berpolimerisasi dengan isoprena, butadiene, stirena, dan metil metakrilat.Kopolimer yang dihasilkan merupakan antioksidan yang baik untuk polimer induknya pada komposisi kopolimer 10 sampai 15 mol% dari antioksidan yang dipolimerisasi.2. Penghambatan nyalaPenghambatan nyala biasanya halogen yang mengandung bahan 2,4,6 Tribromophenyl, pentabromophenyl, dan 2,3-dibromopropil turunan ester akrilat dan metakrilat dapat dengan mudah dipolimerisasi ataudikopolimerisasi dengan stirena, metil metakrilat, akrilonitril dan untuk menghasilkan polimer. 3. Stabilisator UltravioletStabilisator ultraviolet menjadi senyawa yang paling efektif untukmelindungi bahan polimer dari ultraviolet dan fotodegradasi.

4. 4. 3 Polimer Dalam Obat

Dunia medis tidak pernah lepas dari yang namanya polimer sintesis.Polimer sintesis banyak digunakan untuk dijadikan bahan implantasi dan obat-obatan Pada umumnya Polimer yang biasanya digunakan dalam pemberian obat adalah berbagai turunan selulosa, poliakrilat, poli (vinil pirolidon), polioksietilena, poli (vinil alkohol), dan poli (vinil asetat). 1. Mengontrol pelepasan obatBeberapa jenis obat akan bersifat inaktif saat terkena dengan senyawa tertentu pada tubuh. Misalnya obat yang ditargetkan untuk dilepas di usus halus yang berbahan dasar polimer Eudragit E-cationic. Polimer ini memiliki kelemahan yaitu larut pada pH asam 2, 5. Hal ini tentu akan menurunkan kinerja obat jika terkena asam lambung. Namun dengan melakukan modifikasi, kita bisa mengubah kopolimer kation ini menjadi kopolimer anion yang tidak larut pada pH asam, yaitu menjadi Eudragit E- anionic. Jenis polimer ini tahan terhadap asam lambung dan hanya akan dilepaskan pada target yaitu usus halus.

Gambar 4. 10 Eudragit E-cationic (Sumber : Kalal, J., Makromol. Chem. Macromolecul. Symp., 12, 259, 1987.)

Gambar 4. 11 Polimer eudragit anionic: (L) COOH/OCH3 = 1/1; (S) COOH/OCH3 = 1/2. (Sumber : Kalal, J., Makromol. Chem. Macromol. Symp., 12, 259, 1987.)Tujuannya adalah untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi bahaya overdosis, dengan risiko efek samping.2. Pengiriman obat langsung ke tempat Polimer dalam pengiriman obat bertindak hanya sebagai pembawa tanpa adanya aktivitas farmakologis intrinsik atau efek terapi. Dengan adanya gugus-gugus tertentu pada polimer ini, ia memiliki ligan-ligan tertentu pada biomolekul pada tubuh. Sehingga reaksi pada tubuh dapat bersifat spesifik.

Tabel 4. 5 Modifikasi Kimia pada Polimer Sintetik untuk Berikatan secara Kovalen pada ligan biomakromolekul.Gugus FungsiPolimer ModifikasiLigan Biomakromolekul pada Tubuh

-OHSianogen Bromida-NH2

Triazines-NH2

Periodates oxidation-NH2

Benzoquinon-NH2

Epoxida-NH2 , -COOH, -OH, -SH

Silamization-NH2 , C6H5-R, -COOH

Reagen terkarboksilasi-NH2

-COOH, -NH2 Carbodiimides-NH2 COOH

Asilasi-NH2 , -COOH

Ester aktif-NH2 , -COOH

-CHO-NH2

-C6H4-RDiazotation reagents-C6H4-R, Histidin, Triptofan

-SHThiol-disulfida exchange-SH

Sumber : Kalal, J., Makromol. Chem. Macromol. Symp., 12, 259, 1987.

4. 5 Penutup 4. 5. 1 Simpulan1. Modifikasi polimer merupakan Modifikasi polimer merupakan suatu upaya untuk memperbaiki sifat-sifat polimer sehingga menjadi polimer baru dengan mutu yang lebih baik.2. modifikasi polimer dapat dicapai dengan menggunakan satu atau lebih dari teknik berikut:a.Kopolimerisasi lebih dari satu monomerb.Pengendalian arsitektur molekulc.Reaksi paska polimerisasi dengan melibatkan gugus reaktif atau fungsi yang dimasukkan dengan bebas ke rantai utama polimer atau gugus samping.3. Tujuan dari modifikasi polimer ini digunakan pada obat-obatan, poliuretan, dan stabilisator ikatan polimer

DAFTAR PUSTAKA

Cowd. M. A. 1982. Polymer Chemistry. London: Jhon Murray Publisher Ltd.Ebewele, R. O. 2000. Polymer and Science Technology. United States of America: CRC Press LLC.Jarowenko, W.,Handbook of Adhesives, 2nd ed., Skeist, I., Ed., Van Nostrand Reinhold, New York, 1977. Kalal, J., Makromol. Chem. Macromol. Symp., 12, 259, 1987.Purba. Michael. 2001. Kimia Jilid 3 untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga.Stevens, M. P. 1989. Polymer Chemistry. West Hartford: Oxford University Press, Inc.

6