Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

17
1 Proposal Lolos PKMP Dikti 2009. http://[email protected] Modifikasi Limbah Fly Ash sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red yang Ramah Lingkungan dalam Upaya Mengatasi Pencemaran Industri Batik Di Surakarta Siska Ela Kartika, Atik Pujirahayu, Heri Widodo. Pembimbing Nanik Dwi Nurhayati, S.Si, M.Si Universitas Sebelas Maret, Surakarta LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini konsumsi energi dunia, terutama dari bahan bakar fosil meningkat secara besar-besaran. Teknologi pemanfaatan bahan bakar fosil yang sudah mapan menyebabkan energi dapat dihasilkan dengan proses yang terjamin dengan harga yang relatif murah. Salah satu bahan bakar fosil yang umum digunakan adalah batubara. Batubara adalah sumber energi yang paling mudah diambil dari alam. Dewasa ini banyak industri yang beralih menggunakan batubara sebagai bahan bakar dalam menghasilkan steam (uap), hal ini disebabkan karena pemakaian batubara dianggap lebih efisien dibandingkan dengan pemakaian minyak disel yang terus meningkat. Selain tersebar merata di seluruh dunia, batubara merupakan bahan yang siap diekploitasi secara ekonomis karena terdapat dalam jumlah yang banyak sehingga menjadi bahan bakar yang paling lama dapat menyokong kebutuhan energi dunia. Namun di sisi lain, batubara identik sebagai bahan bakar yang kotor dan tidak ramah lingkungan karena komposisinya yang terdiri dari C, H, O, N, S, dan abu. Pemakaian batubara dapat menghasilkan limbah padat dalam bentuk abu terbang batubara (fly ash). Jumlah fly ash yang dihasilkan per hari dapat mencapai 500 - 1000 ton. Wang dalam Journal of Hazardous Materials (2007) menyatakan bahwa produksi fly ash didunia pada tahun 2000 berjumlah 349 milyar ton. Penyumbang produksi fly ash terbesar adalah sektor pembangkit listrik. Produksi

description

fly ash

Transcript of Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

Page 1: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

1

Proposal Lolos PKMP Dikti 2009. http://[email protected]

Modifikasi Limbah Fly Ash sebagai Adsorben Zat Warna

Tekstil Congo Red yang Ramah Lingkungan dalam

Upaya Mengatasi Pencemaran Industri Batik

Di Surakarta

Siska Ela Kartika, Atik Pujirahayu, Heri Widodo.

Pembimbing

Nanik Dwi Nurhayati, S.Si, M.Si

Universitas Sebelas Maret, Surakarta

LATAR BELAKANG MASALAH

Saat ini konsumsi energi dunia, terutama dari bahan bakar fosil meningkat

secara besar-besaran. Teknologi pemanfaatan bahan bakar fosil yang sudah mapan

menyebabkan energi dapat dihasilkan dengan proses yang terjamin dengan harga

yang relatif murah. Salah satu bahan bakar fosil yang umum digunakan adalah

batubara. Batubara adalah sumber energi yang paling mudah diambil dari alam.

Dewasa ini banyak industri yang beralih menggunakan batubara sebagai bahan

bakar dalam menghasilkan steam (uap), hal ini disebabkan karena pemakaian

batubara dianggap lebih efisien dibandingkan dengan pemakaian minyak disel

yang terus meningkat. Selain tersebar merata di seluruh dunia, batubara

merupakan bahan yang siap diekploitasi secara ekonomis karena terdapat dalam

jumlah yang banyak sehingga menjadi bahan bakar yang paling lama dapat

menyokong kebutuhan energi dunia.

Namun di sisi lain, batubara identik sebagai bahan bakar yang kotor dan

tidak ramah lingkungan karena komposisinya yang terdiri dari C, H, O, N, S, dan

abu. Pemakaian batubara dapat menghasilkan limbah padat dalam bentuk abu

terbang batubara (fly ash). Jumlah fly ash yang dihasilkan per hari dapat mencapai

500 - 1000 ton. Wang dalam Journal of Hazardous Materials (2007) menyatakan

bahwa produksi fly ash didunia pada tahun 2000 berjumlah 349 milyar ton.

Penyumbang produksi fly ash terbesar adalah sektor pembangkit listrik. Produksi

Page 2: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

2

fly ash dari pembangkit listrik di Indonesia terus meningkat, pada tahun 2000

jumlahnya mencapai 1,66 milyar ton dan mencapai 2 milyar ton pada tahun 2006.

(www.tekmira.esdm.go.id.).

Abu yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara dapat berupa fly ash

dan bottom ash. Jika tidak diolah lebih lanjut, fly ash dapat menyebabkan dampak

negatif bagi lingkungan. Jika fly ash ini langsung dibuang ke lingkungan maka

lambat laun akan terbentuk gas metana (CH4) yang sewaktu-waktu dapat terbakar

dan meledak dengan sendirinya (self burning). Fly ash dapat mengkontaminasi air

tanah dengan kandungan pengotor seperti arsenik, barium, berillium, boron,

cadmium, thallium, selenium, molibdenum dan merkuri. Selama ini penanganan

fly ash masih terbatas pada penimbunan di lahan kosong. Fly ash tersebut hanya

dipindahkan ke lokasi penimbunan dan terakumulasi di lokasi tersebut dalam

jumlah yang sangat banyak. Hal ini berpotensi bahaya bagi lingkungan dan

masyarakat sekitar seperti, logam-logam dalam fly ash terekstrak dan terbawa ke

perairan, fly ash tertiup angin sehingga mengganggu pernafasan dan tentunya akan

menyebabkan polusi udara.

Sebenarnya limbah fly ash memiliki banyak kegunaan, namun selama ini

penggunaan fly ash masih terbatas sebagai bahan campuran pembuat beton. Fly

ash dapat dimanfaatkan sebagai adsorben. Konversi fly ash menjadi adsorben

merupakan contoh pemanfaatan efektif. Keuntungan adsorben berbahan baku fly

ash adalah biayanya murah. Selain itu, adsorben ini dapat digunakan baik untuk

pengolahan limbah gas maupun limbah cair terutama limbah zat warna tekstil.

Beberapa investigasi menyimpulkan bahwa fly ash memiliki kapasitas adsorpsi

yang baik untuk menyerap gas organik, ion logam berat dan gas polutan pada

pengolahan limbah.

Dewasa ini pencemaran air menjadi masalah serius di dunia. Salah satu

pencemar organik yang bersifat non biodegradable adalah zat warna tekstil. Kota

Surakarta (Solo) secara administratif terdapat 82 industri besar, 237 industri

sedang dan 500 industri kecil. Namun kemajuan dalam bidang industri ini tidak

diimbangi dengan kesadaran yang tinggi dalam pengelolaan lingkungan. Pada

umumnya lokasi industri di Surakarta terletak di kawasan permukiman dan tidak

Page 3: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

3

mengolah limbah secara benar, sehingga berpotensi mencemari sungai di

sekitarnya.

Bengawan Solo merupakan salah satu sungai besar di Indonesia dan

merupakan yang terbesar di Jawa. Dari sekian banyak sungai di Jawa Tengah,

tingkat pencemaran air di Bengawan Solo paling tinggi. Saat ini lebih dari 100

industri, baik industri besar maupun kecil di DAS Bengawan Solo, membuang

limbahnya ke sungai. Sumber pencemaran didominasi limbah pabrik tekstil yang

banyak terdapat di Kabupaten Karanganyar. Pencemaran air Sungai Bengawan

Solo itu penting untuk diperhatikan, karena ada kecenderungan terus meningkat.

Ditambah lagi air Bengawan Solo digunakan sebagai bahan baku Perusahaan

Daerah Air Minum di Cepu (Jateng) dan Bojonegoro (Jatim). (Kompas, 2

November 2004)

Tim Ekspedisi Bengawan Solo (Kompas, 2007) menyatakan bahwa

limbah bahan pewarna tekstil mulai mencemari sungai Bengawan Solo. Limbah

itu berasal dari industri rumah tangga pengecatan batik di Laweyan, Surakarta.

Selain mencemari sungai, limbah juga mencemari udara karena menebarkan bau

tak sedap. Ahli lingkungan dari UNS Sulastoro menjelaskan, limbah industri batik

pada umumnya mengandung zat beracun, seperti Natrium (Na), Cadmium (Cd),

dan Chrom (Cr). Banyaknya populasi ikan sapu-sapu serta tidak adanya ikan jenis

lain menunjukkan penurunan kualitas air sungai. Ini menunjukkan kualitas air

Sungai Bengawan Solo sekitar Sukoharjo, Surakarta, dan Sragen sudah tercemar

berat (http://www.indowater.org). Dengan pemanfaatan fly ash sebagai adsorben

zat warna diharapkan pencemaran air dapat dikendalikan, yaitu dengan

mengadsorbsi limbah zat warna tekstil sebelum dibuang ke perairan.

Limbah zat warna yang dihasilkan dari industri tekstil umumnya

merupakan senyawa organik non-biodegradable, yang dapat menyebabkan

pencemaran lingkungan terutama lingkungan perairan. Dalam penelitian ini akan

digunakan zat warna tekstil Congo Red sebagai model limbah. Congo Red

merupakan bahan kimia yang memiliki potensi bahaya terhadap kesehatan tubuh

manusia, diantaranya bila tertelan dapat mengakibatkan rasa mual pada lambung,

muntah dan diare. Bahan ini bila terkena mata dan teradsorpsi pada kulit dapat

Page 4: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

4

menyebabkan iritasi, mengakibatkan kerusakan sistem pernapasan, menyebabkan

kanker serta menyebabkan gangguan reproduksi dan janin.

Sudut pandang terhadap fly ash harus diubah, fly ash adalah bahan baku

potensial yang dapat digunakan sebagai adsorben murah yang ramah lingkungan.

Fly ash dapat menjadi alternatif pengganti karbon aktif dan zeolit. Berdasarkan

hal itu maka diperlukan penelitian dan pengembangan teknologi modifikasi sifat

fisik dan kimia untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi fly ash. Salah satu

alternatif peningkatan kapasitas adsorpsi dapat membuat adsorben dari fly ash

kompetitif bila dibandingkan dengan karbon aktif dan zeolit. Disamping harganya

yang murah, fly ash juga memiliki beberapa keunggulan yaitu memiliki kualitas

setara karbon aktif sehingga berpotensi meningkatkan nilai ekonomis fly ash dan

dapat dijadikan alternatif yang menjanjikan dimasa depan. Penelitian di masa

depan diharapkan dapat membuat konversi fly ash menjadi zeolit komersil pada

skala industri, terutama industri tekstil.

TUJUAN PROGRAM

Secara khusus, tujuan yang akan dicapai dari program ini adalah:

1. Mengembangkan teknologi modifikasi limbah fly ash sebagai adsorben

yang ramah lingkungan.

2. Mempelajari kapasitas adsorbsi fly ash terhadap zat warna Congo Red.

3. Mempelajari karakteristik fisik adsorben fly ash.

LUARAN YANG DIHARAPKAN

Program penelitian ini berorientasi pada dua aspek hasil, yakni:

1. Adsorben dari limbah fly ash memiliki keunggulan yaitu harganya yang

murah namun memiliki kualitas yang setara dengan karbon aktif sehingga

berpotensi meningkatkan nilai ekonomis fly ash dan dapat mengendalikan

pencemaran lingkungan. Modifikasi fly ash menjadi adsorben memberikan

nilai tambah terhadap limbah hasil pembakaran batubara. Dengan

pendekatan ini terbuka peluang yang lebar bagi peningkatan nilai ekonomi

limbah serta penciptaan jenis produk unggulan baru yang diharapkan dapat

Page 5: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

5

dimanfaatkan sebagai adsorben limbah industri, khususnya limbah zat

warna tekstil (Congo Red)..

2. Pemanfaatan limbah fly ash untuk menghasilkan adsorben merupakan

suatu hal baru. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input

tambahan bagi pengembangan ilmu dan teknologi bahan, terutama dalam

karakterisasinya.

KEGUNAAN PROGRAM

Hasil penelitian ini dapat memberikan dampak simultan dalam

mendorong peningkatan nilai ekonomi limbah fly ash serta penciptaan jenis

produk unggulan baru yang berfungsi dalam pengendalian limbah zat warna

tekstil (Congo Red sebagai sampel). Pada akhir kegiatan diharapkan telah

diperoleh gambaran profil adsorben yang layak untuk digunakan sebagai

bahan adsorbsi limbah zat warna tekstil yang siap dipasarkan (time to market).

TINJAUAN PUSTAKA

1. Fly ash (abu terbang)

Fly ash (abu terbang) adalah bagian dari abu bakar yang berupa

bubuk halus dan ringan yang diambil dari campuran gas tungku

pembakaran yang menggunakan bahan batubara. Abu terbang diambil

secara mekanik dengan sistem pengendapan elektrostatik. (Hidayat,1986)

Secara kimia abu terbang merupakan material oksida anorganik

mengandung silika dan alumina aktif karena sudah melalui proses

pembakaran pada suhu tinggi. Bersifat aktif yaitu dapat bereaksi dengan

komponen lain dalam kompositnya untuk membentuk material baru

(mulite) yang tahan suhu tinggi. (www.tekmira.esdm.go.id.)

Page 6: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

6

Gambar 1. Fly Ash

Komponen utama dari abu terbang batubara yang berasal dari

pembangkit listrik adalah silika (SiO2), alumina, (Al2O3), dan besi oksida

(Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan belerang. Rumus

empiris abu terbang ialah Si1.0Al0.45Ca0.51Na0.047Fe0.039Mg0.020K0.013Ti0.011

Tabel 1. Komposisi kimia abu terbang batubara

No Komponen Bituminous Sub-

bituminous

Lignite

1 SiO2 20-60% 40-60% 15-45%

2 Al2O3 5-35% 20-30% 10-25%

3 Fe2O3 10-40% 4-10% 4-15%

4 CaO 1-12% 5-30% 15-40%

5 MgO 0-5% 1-6% 3-10%

6 SO3 0-4% 0-2% 0-10%

7 Na2O 0-4% 0-2% 0-6%

8 K2O 0-3% 0-4% 0-4%

9 LOI 0-15% 0-3% 0-5%

Menurut PJB Paiton secara umum komposisi kimia fly ash adalah :

SiO2 : 52,00%

Al2O3 : 31,86%

Fe2O3 : 4,89%

CaO : 2,68%

MgO : 4,66%

Sifat kimia dari abu terbang batubara dipengaruhi oleh jenis batubara

yang dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya. Abu terbang

batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau

berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara

bituminous lebih kecil dari 0,075 mm. Kerapatan abu terbang berkisar

antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya antara 170

sampai 1000 m2/kg. (Yoga, 2007).

2. Potensi fly ash (abu terbang) sebagai adsorben

Komponen yang terkandung dalam abu terbang batubara bervariasi

bergantung pada sumber batubara yang dibakar, tetapi semua abu terbang

Page 7: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

7

batubara mengandung SiO2 dan CaO. Jika tidak diolah lebih lanjut, abu

terbang dapat menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan. Abu terbang

batubara dapat mengkontaminasi air tanah dengan kandungan pengotor

seperti arsenik, barium, berillium, boron, cadmium, komium, thallium,

selenium, molibdenum dan merkuri.

Abu terbang batubara umumnya dibuang di landfill atau ditumpuk

begitu saja di dalam area industri. Penumpukkan abu terbang batubara ini

menimbulkan masalah bagi lingkungan. Berbagai penelitian mengenai

pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan

nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap

lingkungan. Saat ini umumnya abu terbang batubara digunakan dalam

pabrik semen sebagai salah satu bahan campuran pembuat beton. Selain itu,

sebenarnya abu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan sebagai aditif

dalam pengolahan limbah (waste stabilization) dan dikonversi menjadi

zeolit dan adsorben.

Konversi abu terbang batubara menjadi zeolit dan adsorben

merupakan contoh pemanfaatan efektif dari abu terbang batubara.

Keuntungan adsorben berbahan baku abu terbang batubara adalah biayanya

murah. Selain itu, adsorben ini dapat digunakan baik untuk pengolahan

limbah gas maupun limbah cair. Abu terbang batubara dapat dipakai secara

langsung sebagai adsorben atau dapat juga melalui perlakuan kimia dan

fisik tertentu sebelum menjadi adsorben. (www.majarikanayakan.com).

Abu terbang batubara memiliki potensi dikonversi menjadi zeolit jika

memiliki kandungan alumina-silika yang cukup tinggi dan kandungan

karbon yang rendah. Jenis zeolit yang dihasilkan dari abu terbang

bergantung pada komposisi awal dan metode konversinya. Metode yang

umum digunakan adalah hydrothermal alkali treatment yaitu memanaskan

campuran abu terbang dengan larutan alkali (KOH, NaOH). (Querol, et al.,

2002: 413-423)

Abu terbang pada masa kini dipandang sebagai limbah pembakaran

batubara. Penanganan abu terbang masih terbatas pada penimbunan di lahan

Page 8: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

8

kosong. Hal ini berpotensi bahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar

seperti, logam-logam dalam abu terbang terekstrak dan terbawa ke perairan,

abu terbang tertiup angin sehingga mengganggu pernafasan. Sudut pandang

terhadap abu terbang harus dirubah, abu terbang adalah bahan baku

potensial yang dapat digunakan sebagai adsorben murah. Beberapa

investigasi menyimpulkan bahwa abu terbang memiliki kapasitas adsorpsi

yang baik untuk menyerap gas organik, ion logam berat, gas polutan.

(www.majarikanayakan.com)

Abu terbang dari limbah PLTU dikategorikan oleh Bapedal sebagai

limbah berbahaya (B3). Sehubungan dengan meningkatnya jumlah

pembangunan PLTU berbahan bakar batubara di Indonesia, maka jumlah

limbah abu terbang juga akan meningkat, diperkirakan ada akumulasi

jumlah abu sebanyak 219.000 ton/tahun. Jika limbah abu ini tidak

dimanfaatkan akan menjadi masalah pencemaran lingkungan.

(www.tekmira.esdm.go.id.).

Berdasarkan paparan diatas sudah terbukti bahwa abu terbang

batubara memiliki potensi yang besar sebagai adsorben yang ramah

lingkungan. Abu terbang batubara dapat menjadi alternatif pengganti

karbon aktif dan zeolit. Sampai sekarang, pemanfaatan abu terbang masih

dilakukan dalam skala kecil karena umumnya kapasitas adsorpsinya masih

rendah. Modifikasi sifat fisik dan kimia dapat meningkatkan kapasitas

adsorpsi abu terbang. Peningkatan kapasitas adsorpsi dapat membuat

adsorben dari abu terbang batubara kompetitif bila dibandingkan dengan

karbon aktif dan zeolit. (Wang dkk, 2006).

Konversi abu terbang menjadi zeolit adalah salah satu alternatif yang

sangat potensial meningkatkan nilai ekonomis abu terbang. Karbon sisa

pembakaran dalam abu terbang memiliki kualitas setara karbon aktif. Zeolit

memiliki kapasitas adsorpsi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

abu terbang sehingga konversi abu terbang menjadi zeolit menjadi alternatif

yang menjanjikan dimasa depan (Queroll, 2006).

Page 9: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

9

3. Limbah Zat Warna Tekstil

Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses

pengkanjian, penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi,

pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses-proses ini

menghasilkan limbah cair dengan volume besar, pH yang sangat bervariasi

dan beban pencemaran yang tergantung pada proses dan zat kimia yang

digunakan. Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air limbah yang

berwarna dengan COD tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna yang

dipakai, seperti fenol dan logam.

Secara penampakan fisik air limbah industri tekstil terlihat keruh,

berwarna, panas dan berbusa. Kualitas limbah cair sangat tergantung pada

jenis proses yang dilakukan. Pada umumnya limbah cair bersifat basa dan

mengandung bermacam-macam senyawa baik organik maupun anorganik.

Limbah cair tersebut terutama berasal dari cairan bekas proses pewarnaan

dan proses pencelupan serta proses lain yang berhubungan dengan proses

tekstil industri. Cairan bekas pencelupan tersebut mengandung zat warna

dan zat pengikat warna.

Pengolahan limbah zat warna menjadi sulit karena struktur aromatik

pada zat warna yang sulit dibiodegradasi, khususnya zat warna reaktif

karena terbentuknya ikatan kovalen yang kuat antara atom C dari zat warna

dengan atom O, N atau S dari gugus hidroksi, amina atau thiol dari polimer

(Christie, 2001 : 135). Zat warna reaktif adalah zat warna yang dapat

mencelup serat selulosa dalam kondisi tertentu dan membentuk reaksi

kovalen dengan serat. Munculnya limbah zat warna reaktif yang berasal

dari proses industri tekstil menyebabkan lingkungan sekitar semakin

tercemar sehingga perlu pengolahan lebih lanjut. Beberapa macam

perlakuan yang dilakukan untuk pengolahan air limbah yaitu proses filtrasi,

flokulasi, penghilangan warna dan adsorpsi. Proses adsorpsi dilakukan

untuk proses penyerapan senyawa yang mengganggu dalam analisis, pada

umumnya digunakan untuk proses pengolahan limbah. (www.tesis-

ilmiah.com).

Page 10: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

10

Pada proses pencelupan, zat warna yang digunakan pada umumnya

tidak akan masuk seluruhnya ke dalam bahan tekstil, sehingga efluen yang

dihasilkan masih mengandung residu zat warna. Hal inilah yang

menyebabkan efluen tekstil menjadi berwarna-warni dan mudah dikenali

pencemarannya apabila dibuang langsung ke perairan umum. Selain itu

kandungan residu zat warna dan zat-zat pembantu pencelupan yang

digunakan akan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap total

beban efluen industri tekstil. Masalah lingkungan yang utama dalam

industri tekstil adalah limbah dari proses pencelupan. Zat warna, logam

berat dan konsentrasi garam yang tinggi merupakan polutan air. Usaha

utama yang perlu dilakukan guna mengurangi bahan kimia tersebut adalah

penghilangan material toksik dari efluen (Balai Besar Tekstil, 2005).

Residu zat warna maupun garam dalam efluen akan menyebabkan

polusi dan residu zat warnanya adalah cukup tinggi, yaitu sekitar 20-50%

dari zat warna yang digunakan. Diketahui pula apabila digunakan pada

pencelupan dengan sistem perendaman, maka zat warna yang terdapat

dalam effluen adalah sekitar 60 – 70 mg/l. Pengolahan efluen yang

mengandung zat warna tersebut, baik dari segi penurunan beban cemaran

maupun warnanya adalah sangat sulit, karena sukar didegradasi baik secara

metoda kimia maupun biologi (Balai Besar Tekstil, 2005).

4. Zat warna azo sebagai zat warna reaktif

Zat warna tekstil umumnya dibuat dari senyawa azo dan turunannya

yang merupakan gugus benzena. Diketahui bahwa gugus benzena sangat

sulit didegradasi, kalaupun dimungkinkan dibutuhkan waktu yang lama.

Senyawa azo bila terlalu lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber

penyakit karena sifatnya karsinogen dan mutagenik. Karena itu perlu dicari

alternatif efektif untuk menguraikan limbah tersebut.

Zat warna azo adalah senyawa yang paling banyak terdapat dalam

limbah tekstil, yaitu sekitar 60 % - 70 % (Waite, et al., 2006). Senyawa azo

memiliki struktur umum R─N═N─R’. Senyawa ini memiliki gugus

Page 11: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

11

─N═N─ yang dinamakan struktur azo. Senyawa azo dapat berupa senyawa

aromatik atau alifatik. Senyawa azo aromatik bersifat stabil dan mempunyai

warna menyala. Senyawa azo alifatik seperti dimetildiazin lebih tidak stabil.

Senyawa azo digunakan sebagai bahan celup, yang dinamakan azo dyes

(Maria, 2007).

Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh

dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat

warna dengan serat. Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan

molekul menjadi berwarna.

Zat warna azo merupakan jenis zat warna sistetis yang cukup penting.

Zat warna yang berkromofor azo ini yang paling banyak adalah zat warna

reaktif. Zat warna reaktif terikat pada serat dengan ikatan kovalen yang

sifatnya lebih kuat daripada ikatan lainnya sehingga sukar dilunturkan.

Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning, merah, jingga,

biru AL (Navy Blue), violet dan hitam. Jenis yang paling banyak digunakan

saat ini adalah zat warna reaktif dan zat warna dispersi. Hal ini disebabkan

produksi bahan tekstil dewasa ini adalah serat sintetik seperti serat

poliamida, poliester dan poliakrilat. Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat

poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna dispersi.

(Renita, 2004)

5. Congo Red sebagai zat warna azo

Congo Red merupakan bahan kimia yang memiliki potensi bahaya

terhadap kesehatan tubuh manusia, diantaranya bila tertelan dapat

mengakibatkan rasa mual pada lambung, muntah dan diare. Bahan ini juga

Page 12: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

12

bila terkena mata dan teradsorpsi pada kulit dapat menyebabkan iritasi,

dapat mengakibatkan kerusakan sistem pernapasan, menyebabkan kanker

serta menyebabkan gangguan reproduksi dan janin.

Congo Red (CR) yang memiliki rumus molekul C32H22N6O6S2Na2

juga dikenal dengan nama natrium difenil-bis-alfa-naftilamin sulfonat.

Sedangkan rumus struktur Congo Red dapat dilihat pada gambar berikut :

Congo Red berbentuk bubuk berwarna merah kecoklatan, di dalam air

akan berwarna merah kekuningan, sedangkan jika dilarutkan dalam etanol

berwarna orange. Kelarutannya dalam air adalah sebesar 25 g/L, dan pHnya

sekitar 6,7 pada temperatur 20oC. Pada konsentrasi rendah, spektrum

adsorpsi UV-Vis menunjukkan intensitas puncak sekitar 498 nm dalam

larutan aqueous (http://en.wikipedia.org/wiki/Congo_red). Selain dapat

larut dalam air Congo Red juga dapat larut dalam alkohol dan sedikit larut

dalam aseton namun tidak larut dalam eter. Congo Red selain sering

digunakan sebagai zat warna atau pencelup juga biasa digunakan sebagai

indikator, zat warna biologis dan bahkan untuk keperluan diagnostik.

Penelitian ini menggunakan Congo Red sebagai zat pewarna yang

diadsorbsi dikarenakan Congo Red mempunyai struktur di-azo dengan

rantai panjang dan penggunannya yang luas. Congo Red termasuk limbah

yang berbahaya bila terdapat dalam ekosistem. Adapun persamaan

reaksinya adalah sebagai berikut (Lachheb, 2002) :

C32H22N6O6S2 2-

+ 8OH- +

2

87O2 32CO2 + 6NO3

- + 2SO4

2- + 8H

+ + 11H2O

Page 13: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

13

METODOLOGI PENELITIAN

1) Pembuatan larutan standar 1000 ppm

Untuk membuat larutan zat warna standar dapat dibuat dari 1 gram

Congo Red yang dilarutkan dengan 1000 ml aquades.

2) Penentuan panjang gelombang maksimum

a. Membuat larutan Congo Red dengan konsentrasi 100 ppm

b. Mengukur absorbansinya pada panjang gelombang berdasarkan

warna komplementernya.

c. Dari data absorbansi yang diperoleh maka dapat diketahui pada

panjang gelombang berapakah terjadi absorbansi tersebut

digunakan untuk pengukuran pada penelitian selanjutnya.

3) Pembuatan kurva kalibrasi zat warna

a. Membuat larutan zat warna dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80 dan

100 ppm.

b. Mengukur absorbansi dari masing-masing konsentrasi dengan

spektrometer UV Vis pada panjang gelombang maksimum.

c. Membuat kurva kalibrasi dari pengukuran absorbansi tersebut

diatas.

4) Preparasi adsorben fly ash

a. 100 gram fly ash digerus sampai halus sehingga lolos pada

pengayak 100 smesh.

b. Mencucinya dengan aquades dengan tujuan menghilangkan sisa

pengotor yang masih menempel pada pori-pori fly ash.

c. Mengaduknya dengan magnetic stirrer selama 5 jam.

d. Campuran disaring dengan menggunakan kertas saring.

e. Menempatkan residu yang dihasilkan pada cawan porselin lalu

mengeringkannya pada oven dengan temperatur 400oC selama 2

jam.

f. Setelah kering fly ash digerus dan diayak menggunakan ayakan

100 smesh.

Page 14: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

14

g. Hasil ayakan dianalisis dengan XRD untuk menentukan struktur

kristal dan FTIR.

5) Aktivasi Fly Ash

a. Fly Ash direaksikan dengan NaOH 3N secara refluks. Proses

pembuatannya disebut zeolitisasi.

b. Residu yang dihasilkan ditempatkan dalam cawan porselin lalu

dikeringkan pada oven dengan temperatur 400oC selama 2 jam.

c. Setelah kering digerus sampai halus dan diayak dengan

menggunakan ayakan 100 mesh, serta dikalsinasi selama 2 jam.

d. Padatan hasil ayakan dikarakterisasi dengan XRD untuk

menentukan struktur kristal dan FTIR.

6) Uji kemampuan adsorben fly ash pada limbah zat warna Congo Red.

a. 100 ppm larutan zat warna 50 ml ditambahkan 100 mg adsorben

Fly ash dimasukkan dalam gelas kimia sehingga terbentuk

suspensi.

b. Diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer.

c. Larutan disaring untuk memisahkan filtrat dari suspensi yang ada.

d. Filtrat yang diperoleh dianalisis dengan spektrometer UV Vis.

Page 15: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

15

Pembuatan larutan

standar 1000 ppm

Skema Prosedur Kerja

Penentuan λ max

Pembuatan kurva kalibrasi

(Mengukur absorbansi Congo

Red 20, 40, 60, 80, 100 ppm

pada λ max)

Aktivasi Fly Ash

Uji kemampuan absorben fly ash pada zat warna

Congo Red

Preparasi adsorben Fly Ash

kalsinasi

400oC

Refluks

dengan

NaOH

Analisis dengan

XRD dan FTIR

Analisis dengan

XRD dan FTIR

Page 16: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

16

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Congo Red. http://en.wikipedia.org/wiki/Congo_Red; diakses

tanggal 15 Maret 2008.

Balai Besar Tekstil. 2005. Penggunaan Larutan Sisa Pencelupan. Bandung:

Balai Besar Tekstil.

Hidayat, Y. S. 1986. Penelitian Pendahuluan Pemanfaatan Abu Terbang (Fly

Ash) untuk Campuran Beton di Indonesia. Jurnal Litbang Vol.II No.

4–5 April – Mei 1986 : Bandung.

Kompas, 2 November 2004. Sungai Bengawan Solo Paling Tercemar. Jakarta

pusat : Kompas.

Kompas, 2007. Berbagai Jenis Limbah Cemari Bengawan Solo. Jakarta pusat

: Kompas.

Lachheb, H., Puzenat, E., Houas, A., Khisbi, M., Elaloui, E., Guillard, C., and

Hermann, J.M. 2002. Photocatalytic Degradation of Various Types of

Dyes (Congo Red, Crocein Orange G, Methyl Red, Methylene Blue) in

Water by UV-Irradiated Titania. Appl. Catal. B. Environ. 39, 15-90.

Maria Christinajfn, Munisatun S, dan Rany Saptaaji. 2007. Studi Pendahuluan

Mengenai Degradasi Zat Warna Azo (Metil Orange) dalam Pelarut

Air Menggunakan Mesin Berkas Elektron 350 keV/10 mA. JFN, Vol.1

No.1 Mei 2007. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-

BATAN.

Queroll, X., et al., Int. J. Coal Geol. 2002. 50, 413-423.

Renita Manurung, Rosdanelli Hasibuan, dan Irvan. 2004. Perombakan Zat

Warna Azo Reaktif Secara Anaerob–Aerob. Medan : Fakultas Teknik,

Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

Wang, H. Wu , H. 2006. Journal of Hazardous Materials.

Yoga Pratama, Heri T. Putranto. Coal Fly Ash Conversion to Zeolite for

Removal of Chromium and Nickel from Wastewaters.

www.majarikanayakan.com. Penggunaan Abu Terbang Batubara sebagai

Campuran Beton untuk Bangunan California Academy of Science;

diakses tanggal 25 September 2009.

Page 17: Modifikasi Limbah Fly Ash Sebagai Adsorben Zat Warna Tekstil Congo Red Yang Ramah Lingkungan

17

www.tekmira.esdm.go.id. Pemanfaatan Abu Batubara sebagai Bahan

Pembenah Tanah atau Soil Conditioner di Daerah Penimbunan

Tailing Pengolahan Emas; diakses tanggal 25 September 2009.

www.tekmira.esdm.go.id. Pemanfaatan Abu Terbang PLTU-Suralaya untuk

Castable Refractory; diakses tanggal 25 September 2009.

www.tesis-ilmiah.com. Adsorbsi Limbah Zat Warna Tekstil Jenis Procion Red

MX 8B oleh Kitosan dan Kitosan Sulfat Hasil Deasetilasi Kitin

Cangkang Bekicot (P-26); diakses tanggal 25 September 2009.