MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN...
Transcript of MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN...
MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN PESANTREN
Studi Pada Pondok Pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam
Ilmu Pendidikan Islam
Oleh:
KHOIRON NURI
NIM : 063111030
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Khoiron Nuri
NIM : 063111030
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam / S-1
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian / karya
saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
NOTA PEMBIMBING Semarang, 31 Mei 2011
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
Di Semarang
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan
koreksi naskah skripsi dengan:
Judul : Modernisasi Sistem Pembelajaran Pesantren (Studi
Pada Pondok Pesantren Al-Hikmah Pedurungan
Semarang)
Nama : Khoiron Nuri
NIM : 063111030
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah.
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
NOTA PEMBIMBING Semarang, 31 Mei 2011
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
Di Semarang
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan
koreksi naskah skripsi dengan:
Judul : Modernisasi Sistem Pembelajaran Pesantren (Studi
Pada Pondok Pesantren Al-Hikmah Pedurungan
Semarang)
Nama : Khoiron Nuri
NIM : 063111030
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah.
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
ABSTRAK
Judul : Modernisasi Sistem Pembelajaran Pesantren (Studi Pada Pondok
Pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang).
Penulis : Khoiron Nuri
NIM : 63111030
Skripsi. Ini membahas tentang Modernisasi Sistem Pembelajaran
Pesantren (Studi Pada Pondok Pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang),
kajiannya dilatar belakangi oleh perubahan dan pengembangan sistem pendidikan
pesantren yang semakin lama seamakin terbuka dengan pola dari luar, untuk
menjawab tuntutan zaman. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui dan menjawab permasalahan: (1) Arti penting modernisasi
sistem pembelajaran pesantren di pondok pesantren Al-Hikmah pedurungan
Semarang (2) Bagaimana proses modernisasi sistem pembelajaran pesantren di
pondok pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang?
Skripsi ini termasuk jenis penelitian kualitatif lapangan, studi tersebut
dilaksanakan di pondok pesantren al-Hikmah Pedurungan Semarang. Selain dari
pondok pesantren tersebut juga digunakan studi kepustakaan yang dijadikan
sumber data. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara,
dokumentasi. selanjutnya analisis data dalam penelitian ini lebih difokuskan
selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Analisis data
selama di lapangan menggunakan analisis data deskriptif. Aktifitas dalam analisis
datanya yaitu: pemaparan data, penyajian data, dan kesimpulan.
Dari hasil penelitian bahwa pelaksanaan Modernisasi Sistem Pembelajaran
Pesantren cukup baik, meliputi: (1) Arti penting modernisasi sistem pembelajaran
di pondok pesantren al-Hikmah Pedurungan Semarang adalah berusaha untuk
menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren al-Hikmah,
dengan tujuan agar para santrinya bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap
bentuk perubahan peradaban dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat,
karena mereka memiliki kemampuan yang siap pakai. (2) Proses modernisasi
sistem pendidikan pesantren adalah dengan mengembangkan komponen-
komponen yang saling menguatkan seperti: cara berpikir yang ilmiah,
administrasi, kurikulum, struktur organisasi, sarana prasarana, dan metode
pembelajarannya. Dalam pengembangan tersebut pondok pesantren al-Hikmah
harus benar-benar selektif dalam menerima dan mengadopsi pola-pola dari luar,
Agar tidak kehilangan ciri khas dari pesantren itu sendiri. Dalam penelitian
tersebut peneliti menemukan kekurangan dalam kurikulum pendidikannya yakni
mengenai penambahan materi pendidikan umum dan pengembangan bidang
ketrampilan dan pelatihan untuk menyalurkan dan mengembangkan potensi yang
dimiliki santri, Selain itu mengenai metode pengajarannya masih menggunakan
metode lama. Sehingga masih perlu menambah dengan metode modern Penelitian
ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi mahasiswa,
tenaga pengajar, para peneliti, dan semua pihak yang membutuhkan.
TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Ţ ط A ا
z ظ B ب
„ ع T ت
g غ Ś ث
F ف J ج
q ق H ح
k ك Kh خ
l ل D د
m م Ż ذ
n ن R ر
w و Z ز
h ه S س
‟ ء Sy ش
y ي Ş ص
D ض
Bacaan madd:
ā = a panjang
ī = i panjang
ū = u panjang
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala Puji dan Syukur kepada Allah S.W.T. yang telah
melimpahkan Rahmad, Taufiq, Hidayah, serta Inayah-NYA, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat
yang wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S.1)
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Tak lupa Sholawat serta Salam
penulis haturkan kepada junjungan kita Nabu Agung Muhammad S.AW yang
telah membawa risalah yang penuh dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-
ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita di dunia dan di akhirat
kelak.
Ucapakan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan pengarahan, bimbingan, dorongan dan bantuan apapun yang sangat
besar artinya bagi penulis. Ucapakan terima kasih terutama kami disampaikan
kepada :
1. Dr. Suja‟i, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang.
2. Nasirudin M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)
3. H. Mursid, M.Ag. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)
4. DR. H. Saifudin Zuhri selaku wali studi selama penulis kuliah di IAIN
Walisongo Semarang.
5. DR. H. Fatah Syukur NC, M.Ag selaku pembimbing I dan Bapak DR. Ahwan
Fanani, M.Ag. selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan
pikirannya untuk mengarahkan dan membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Drs. KH. Muhammad Qodirun Nur, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Al-
Hikmah Pedurungan Semarang, yang penulis harapkan Berkahnya.
7. Segenap dosen dan civitas akademika Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang.
8. Kedua orang tuaku yang selalu mendo‟akan putra tercinta.
9. Kepala Sekolah MADIN Pondok Pesantren Al-Hikmah Pedurungan
Semarang, Bapak yang telah memberikan izin riset.
10. Ust Aqil Filayati S.Pd.I., Misbahul Munir, dan Kang Muhammad Fauzi AH.
yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu
penulis dalam mengumpul data.
11. Sahabat-sahabatku PAI paket A angkatan 2006.
12. Temen-temen PPL SMAN 7 Semarang (Shofa Yuliawan, Abdul Aziz, M.
Robith, Akhwan Ahadi, M. Abdul Ghoni, Khoirotul Khasanah, Istiqomah )
13. Temen-temen KKN Posko 41 desa Brambang Kec. Karangawen Kab. Demak
(Arif Rahman, Anas Misbakhudin, M. Munawwir, Siti Kholishoh, Widayani,
Fitriya Catur Wulandari, Sugiarti, Laelatur Rohmah, Rokhisotul Inayah),
“Matur suwun Sanget” untuk semuanya dan semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan penulisan skrispsi, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Kepada mereka penulis tidak dapat memberikan apa-apa, hanya untaian
terima kasih dengan setulus hati serta iringan do‟a semoga Allah SWT. membalas
amal mereka dengan balasan yang lebih baik dan melimpahkan Rahmat, Taufiq,
Hidayah serta Inayah-NYA bagi mereka, dan semoga skripsi yang berjudul
“Modernisasi Sistem Pembelajaran Pesantren (Studi Pada Pondok Pesantren Al-
Hikmah Pedurungan Semarang).” Dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
berkesempatan membacanya.
Pada akhirnya penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penulisan ini
belum mencapai kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya. Namun penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya. Amin.
Semarang, 01 Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………….................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... ii
PENGESAHAN .................................................................................... iii
NOTA PEMBIMBING............................................................................... iv
ABSTRAK.............................................................................................vi
TRANSLITERISASI ...........................................................................vii
KATA PENGANTAR..........................................................................viii
DAFTAR ISI.................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .............................................................................. xii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................. 7
BAB II : MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN
PESANTREN.................................................................... 8
A. Kajian Pustaka............................................................ 8
B. Sistem Pendidikan ..................................................... 13
C. Macam-macam Pendidikan ....................................... 16
D. Modernisasi Pendidikan ............................................ 18
E. Pesantren dan Pendidikan .......................................... 22
F. Modernisasi Pendidikan di dalam Pesantren ............. 36
BAB III : METODE PENELITIAN .............................................. 40
A. Jenis Penelitian ........................................................... 40
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................... 40
C. Metode penelitian…………………………………… 40
D. Sumber dan metode Pengumpuan Data Penelitian .... 42
E. Analisis Data Penelitian .............................................. 44
BAB IV : MODERNISASI SISTEM PENDIDIKAN DI PONDOK
PESANTREN AL-HIKMAH PEDURUNGAN LOR
SEMARANG.....................................................................
A.Gambaran umum pondok pesantren Al-Hikmah ...... 47
1. Letak Geografis .................................................... 47
2. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren
Al-Hikmah............................................................. 47
3. Strutur Organisasi Pondok Pesantren Al-Hikmah.. 49
4. Keadaan pengajar dan Santri Pondok Pesantren Al-
Hikmah.................................................................. 51
5. Sarana dan prasarana............................................ 55
6. Sistem pendidikan dan pengajaran....................... 57
7. Metode pembelajaran............................................ 59
B. Data khusus tentang Modernisasi sistem Pembelajaran
pesantren di pondok pesantren Al-Hikmah ………. 62
1. Arti penting modernisasi pesantren……………. 62
2. Proses modernisasi sistem pembelajaran………. 63
C. Analisis umum terhadap pondok pesantren
Al-Hikmah ……………………................................ 69
D. Analisis data Proses modernisasi sistem
Pembelajaran pondok pesantren Al-Hikmah ……… 75
BAB V : PENUTUP ……………………………………………. 82
A. Kesimpulan………………………………………… 82
B. Saran ………………………………………………. 83
C. Penutup...................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Daftar Guru / Ustadz santri Putra Ponpes Al-Hikmah 52
Table 4.2 Daftar Jumlah Santri Putra Pondok Pesantren Al-Hikmah 53
Tabel 4.3 Jadwal Kegiatan Santri Putra Pondok Pesantren Al-Hikmah 54
Tabel 4.4 Sarana Dan Prasarana Pondok Pesantren Al-Hikmah 56
Tabel 4.5 Modernisasi sistem pembelajaran pesantren di Pondok Pesantren
al-Hikmah 81
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam konteks pemahaman pendidikan, banyak pakar dan ilmuan yang
berbeda pendapat. Namun paling tidak pemahaman dari Muhibbin Syah bisa
kita jadikan awalan untuk memahami arti dasar dari pendidikan. Menurutnya,
pendidikan adalah memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan
memberi latihan, diperlukan ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak
dan kecerdasan pikiran.1
Jika kita teruskan, maka Pendidikan bisa berarti sebagai proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan; atau proses
perbuatan, cara mendidik.2
Maka dari itu, pendidikan merupakan elemen yang sangat signifikan
dalam menjalani kehidupan. karena dari sepanjang perjalanan manusia,
pendidikan merupakan barometer untuk mencapai naturasi (pemurnian) nilai-
nilai kehidupan.
Oleh karena pentingnya masalah yang berkenaan dengan pendidikan
maka perlu diatur suatu aturan yang baku mengenai pendidikan tersebut, yang
dipayungi dalam sistem pendidikan nasional. Sebagaimana diketahui bahwa
visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman.3
Sementara itu, Mastuhu juga menyebutkan bahwa manusia sebagai
makhluk yang telah dikaruniai akal, perasaan, kemauan dan kemampuan-
1 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), hlm. 10 2 Memahami makna dan arti pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Departemen Diknas, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), cet. ke-3, hlm. 263 3 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2004). hlm. 11
kemampuan. Dengan demikian, adanya akal, kemauan dan kemampuan
menyebabkan manusia memiliki cara dan pola hidup yang multidimensi, yakni
kehidupan yang bersifat material dan bersifat spritual4.
Begitu pentingnya pendidikan bagi setiap manusia, dalam Islam, Allah
SWT akan mengangkat derajat bagi tiap-tiap manusia yang mempunyai ilmu
dan pendidikan. Hal ini telah termaktub dalam al-Qur‟an surat al- Mujadalah
ayat 11:
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepada kamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis-majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu",
Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.5
Kandungan surat al-Mujadalah ayat 11 berbicara tentang etika atau
akhlak ketika berada di majlis ilmu. Etika dan akhlak tersebut antara lain
ditujukan untuk mendukung terciptanya ketertiban, kenyamanan dan
ketenangan suasana selama dalam majlis, sehingga dapat mendukung
kelancaran kegiatan ilmu pengetahuan. Pada ayat tersebut juga terkandung
motivasi yang kuat agar orang giat menuntut ilmu pengetahuan, yaitu dengan
memberikan kedudukan yang tinggi dalam pandangan Allah SWT. namun
dalam perkembangannya motivasi tersebut mengalami pasang surut
pelaksanaannya. Ada saat-saat umat Islam giat mengembangkan ilmu
pengetahuan sebagaimana telah disebutkan di atas dan ada saat-saat umat
mengalami kelesuan, bahkan menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan6.
4 Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan pesantren, suatu kajian tentang unsur dan nilai
sistem pendidikan pesantren, (Jakarta : INIS, 1994), hm.11 5 DEPAG RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Semarang : CV. Toha Putra, 1989), hlm. 911
6 Abuddin Nata, Tafsir ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta : Raja Gravindo Persada, 2002),
hm.157
Ilmu yang dimaksud oleh ayat di atas bukan saja ilmu agama, tetapi
ilmu apapun yang bermanfaat. Dengan demikian menunjukkan bahwa ilmu
dalam pandangan al-Qur‟an bukan hanya ilmu agama. Di sisi lain itu juga
menunjukkan bahwa ilmu haruslah menghasilkan Khasyyah yakni rasa takut
dan kagum kepada Allah, yang pada gilirannnya mendorong yang berilmu
untuk mengamalkan ilmunya serta memanfaatkannya untuk kepentingan
makhluk.7
Seperti diterangkan dalam Al-Qur‟an, salah satu etika dalam mencari
ilmu adalah tidak boleh puas setelah sampai pada batas tertentu jenjang ilmu
pengetahuan. karena, ilmu pengetahuan ibarat lautan yang tidak bertepi dan
tidak pula berbatas. Sejauh manapun manusia meraih ilmu pengetahuan, ia
harus terus menambahnya, dan ia tidak akan mungkin sampai pada batas
kepuasan.8 Jadi betapa pentingnya ilmu bagi kehidupan manusia untuk meraih
semuanya baik dunia maupun akhirat.
Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti pola tradisional,
yaitu model sorogan dan model bandongan.9 Metode bandongan atau juga
yang disebut dengan wetonan ialah kegiatan pengajaran di mana seorang kiai
atau ustadz membaca, menterjemahkan, dan mengupas pengertian kitab
tertentu, sementara para santri dalam jumlah yang terkadang cukup banyak,
mereka bergerombol duduk mengelilingi ustadz atau kiai tersebut atau mereka
mengambil tempat yang agak jauh selama suara beliau bisa terdengar oleh
masing-masing orang yang hadir di majlis itu, sambil jika perlu menambahkan
syakal atau harakat dan menulis penjelasannya di sela-sela kitab tersebut.10
Problem penggunaan metode ini adalah tidak adanya dialog antara kiai atau
ustadz dengan santri, sehingga masalah yang dihadapi oleh santri tidak
sepenuhnya bisa dikupas. Selain itu, metode ini cenderung lebih bersifat
7 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah ( Jakarta : Lentera Hati, 2003), cet. I, hlm 80.
8 Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an berbicara tentang akal dan ilmu pengetahuan, (Jakarta : Gema Insani,
1998), cet.I, hlm.238 9 Ismail SM (eds), Dinamika Pesantren dan Madarasah, (Yogyakrata: Pustaka Pelajar,
2002). Cet I, hlm. 101. 10
Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993),
Cet. I, hlm. 98.
teacher centered (berpusat pada guru), santri menjadi pasif, sehingga daya
fikir dan kreatifitas santri menjadi lemah.
Sedangkan metode sorogan adalah santri membacakan kitab kuning di
hadapan kiai atau ustadz yang langsung menyaksikan keabsahan bacaan santri
baik dalam konteks bahasa maupun makna (Nahwu dan Sharafnya).11
Problem
dalam metode sorogan ini terletak pada alokasi waktu, metode ini memerlukan
waktu yang relatif lama, karena santri harus membaca kitab satu persatu,
sehingga santri harus bersabar untuk antri menunggu giliran membaca, apalagi
kalau jumlah yang diajar sangat banyak, pasti akan membutuhkan banyak
waktu, tenaga dan juga menuntut kesabaran, kerajinan, ketekunan, dan juga
kedisplinan pribadi seorang kiai. kelemahan lain dalam metode ini adalah
tidak adanya dialog antara murid dengan kiai atau ustadz, dan lebih cenderung
bersifat student centered (terpusat pada murid).
Selanjutnya setelah mencermati kelemahan dari kedua metode
tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa kelemahan pokok dari kedua
metode tersebut adalah tidak terjadinya komunikasi dua arah antara guru (kiai
atau ustadz) dengan siswa (santri).
Relevan dengan hal tersebut, maka penyelenggaraan pendidikan tidak
dapat dilepaskan dari tujuan yang hendak dicapai. yang menjadi persoalan
adalah di negara kita konsep penyelenggaraan pendidikan belum tersistem dan
tertata dengan baik. Bukti yang paling nyata adalah perubahan sistem dan
tujuannya manakala roda kepemimpinan dan ranah politik negara berubah atau
ganti. Ganti pemimpin, menteri dan elite-elite negeri, maka sistem dan tujuan
pendidikan kita juga ikut berubah. Intinya, kita belum mapan serta siap
menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas.
Padahal, sadar atau tidak sadar, bangsa kita telah mempunyai pola dan
sistem pendidikan tradisional yang begitu mengakar dengan tradisi dan budaya
bangsa kita. Pola pendidikan itu telah jauh-jauh hari dipolakan oleh lembaga
11
Said Aqiel Siradj, et. al., Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan
Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), Cet. I, hal. 223.
keagamaan yang bernama pesantren. Sehingga dapat dijelaskan bahwa
pesantren adalah lembaga pendidikan khas Indonesia tertua yang sudah
berabad-abad teruji mampu menghadapi dan sekaligus beradaptasi dengan
berbagai bentuk perubahan.12
Penilaian pesimistis ini bila dilacak muncul dari ketidak akuratan
melihat profil pesantren secara utuh, artinya memang melihat pesantren “hanya
sebagai lembaga tua dengan segala kelemahannya” tanpa mengenal lebih jauh
watak-watak barunya yang terus berkembang dinamik, akan selalu
menghasilkan penilaian yang simplistis atau bahkan reduktif.
Penerapan metode merupakan hal yang sangat penting dalam
pembelajaran, mengingat keberhasilan belajar mengajar sangat ditentukan
oleh penggunaan dan penerapan metode. Penerapan metode yang tepat akan
dapat mengantarkan keberhasilan yang sangat optimal. Oleh karena itu,
pemakaian metode harus sesuai dan selaras dengan karakteristik siswa, materi,
kondisi lingkungan (setting) di mana pengajaran itu berlangsung.13
Dari berbagai pertimbangan dalam menerapkan metode tersebut,
pondok pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang merupakan pesantren
yang komunitas santrinya sangat heterogen dari berbagai latar belakang
pendidikan yang berbeda-beda, yang terdiri dari pelajar tingkat SMP, tingkat
SMA, serta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang ada di Semarang.
Dalam sistem pembelajarannya, pondok pesantren Al-Hikmah menggunakan
sistem Wetonan, Sorogan dan sistem Madrasah. Sistem wetonan dilaksanakan
pada pagi hari setelah shalat Shubuh yang diikuti semua santri, sedangkan
sistem sorogan dilaksanakan oleh beberapa santri saja mengenai waktunya
tidak menentu, dan sistem madrasah dilaksanakan pada malam hari setelah
shalat Isya‟ yang dikelompokkan ke dalam lima kelas (I’dad, Ula I, Ula II,
Wustho, dan Ulya), di mana dalam pengklasifikasiannya didasarkan pada
12
http://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren diakses pada12 Mei 2011 13
Basyirudin Usman , Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press,
2002), hal. 32.
tingkat pengetahuan dan kemampuan santri berdasarkan hasil placement test
(tes penempatan kelas).
Metode pembelajaran yang biasa digunakan dalam kegiatan MADIN
(Madrasah Diniyah) adalah metode bandongan, sorogan, ceramah dan disertai
tanya jawab. Dalam penggunaan metode-metode ini, terjadi komunikasi dua
arah antara kiai atau ustadz dengan santri. Meskipun demikian, masih terdapat
kendala dalam pelaksanaannya yaitu mengenai alokasi waktu. Waktu
pembelajaran di MADIN hanya berlangsung selama 60 menit yaitu pukul
19.00 – 20.00 WIB. Sehingga dengan waktu yang relatif singkat itu, santri
kurang bisa leluasa menyampaikan permasalahan yang dihadapi secara detail,
sehingga masalah-masalah yang dimiliki santri tidak bisa terselesaikan dengan
baik.
Dari sinilah peneliti tergelitik untuk melakukan penelitian terhadap
sistem pembelajaran pondok pesantren tradisional Indonesia dalam rangka
mencari sesuatu yang belum tersentuh dan tidak terpikirkan oleh sistem
pendidikan Islam di Indonesia.
Penelitian ini bergulat dengan refleksi pendidikan Islam di Pondok
Pesantren Tradisional dalam bentuk deskriptif. Salah satu tujuannya untuk
menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan Islam di dunia ini serta
meciptakan pemahaman pendidikan Islam yang lebih progresif konstekstual
sehingga mampu menjawab tantangan zaman.
dan pada saat yang sama, penelitian ini bermaksud mengurai arti
penting modernisasi sistem pembelajaran, dan pada gilirannya kita akan
mengetahui, sejauh mana proses modernisasi pembelajaran pendidikan
pesantren berkontribusi besar bagi pengembangan pendidikan agama di
Indonesia.
Untuk itulah, penulis menyusun penelitian ini dengan judul:
MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN PESANTREN (STUDI PADA
PONDOK PESANTREN AL-HIKMAH PEDURUNGAN SEMARANG
2011).
B. Penegasan Istilah
Sebelum penulis menguraikan isi skripsi, maka akan diawali dahulu
dengan memberi penjelasan pengertian berbagai istilah yang ada di judul
skripsi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman isi keseluruhan
skripsi.
Adapun penegasan istilahnya seperti tercantum sebagai berikut:
1. Modernisasi
Modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan
bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta
organisasi sosial, kearah pola-pola ekonomis dan politis yang menandai
Negara-negara barat yang stabil.14
2. Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-
komponen atau elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai sumber-sumber
yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekedar acak
yang saling membantu untuk mencapai suatu hasil.15
3. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dengan tujuan
membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.16
4. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
14
Soeryono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar, (Jakarta: CV Rajawali, 1984), hlm. 357-
358 15
Zahara Idris, Pengantar pendidikan, (Jakarta: PT Grasindo, 1992), hlm. 37 16
Departemen Pendidikan Nasioanal. 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 6
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.17
5. Pesantren
Pesantren adalah tempat para santri untuk belajar atau mengaji
ilmu pengetahuan agama kepada kyai atau guru ngaji, biasanya tempat
tersebut berbentuk assrama dengan bangunan apa adanya yang
menunjukkan kesederhanaan.18
C. Rumusan Masalah
Dari rangkaian kerangka pemikiran tersebut maka diambil pokok
permasalahan yang menjadi bahan kajian bagi penulis, yaitu:
1. Apa arti penting modernisasi sistem pembelajaran pesantren di pondok
pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang ?
2. Bagaimana proses modernisasi sistem pembelajaran pesantren di pondok
pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin
penulis capai dalam penelitian ini adalah
a) Untuk mengetahui bentuk proses modernisasi sistem pembelajaran
pesantren di pondok pesantren Al-Hikmah pedurungan Semarang.
b) Untuk mengawasi proses perubahan adanya modernisasi sistem
pembelajaran pesantren di pondok pesantren Al-Hikmah Pedurungan
Semarang.
2. Manfaat penelitian
17
Departemen Pendidikan Nasioanal. 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hlm. 2 18
Zamahkhsari Dhofir, Tradisi Pesantren, Studi tentang pandangan hidup kyai, (Jakarta:
LP3ES, 1985), hlm. 18
a) Secara teoritis diharapkan dapat memberikan pemahaman yang
komprehensif dalam meningkatkan dinamika dan pembaharuan
pesantren dan dalam meningkatkan sumberdaya manusia, khususnya
umat Islam.
b) Secara praktis, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
pada masyarakat dalam meningkatkan peran dan kualitas pesantren di
tengah-tengah persaingan dengan lembaga pendidikan umum.
c) Secara kebijakan, Penulisan ini sebagai bagian dari usaha untuk
menambah khasanah ilmu pengetahuan di fakultas tarbiyah pada
umumnya dan urusan pendidikan agama Islam khususnya.
BAB II
MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN PESANTREN
E. Kajian Pustaka
Berdasarkan penelitian di perpustakaan IAIN Walisongo, didapatkan
adanya skripsi yang judulnya hampir sama dengan penelitian ini, diantaranya :
Pertama, skripsi yang disusun oleh Nur Hadi (NIM : 1199078) Yang
berjudul: ”Modernisasi pondok pesantren asy-Syarifah Brumbung Mranggen
Demak dalam penerapan zikir dan relaksasi”.19
Kesimpulan yang dapat
diambil dari skripsi ini yaitu banyak ragam terapi yang digunakan para ahli
untuk mengatasi rasa cemas, diantaranya adalah latihan relaksasi untuk
menimbulkan rasa tenang melalui teknik pengencangan dan pengendoran otot-
otot tubuh yang berguna untuk menghilangkan berbagai bentuk kecemasan.
Pendekatan dzikir bagi penderita gangguan kejiwaan sangat tepat karena akan
menumbuh kembangkan segala unsur yang menyangkut wacana dan lapangan
dunia psikoterapi Islam. Dzikir merupakan bagian dari psikoterapi karena
dengan zikir, metode keyakinan melebur di dalamnya setelah secara teoritis
(ainul yaqin) langsung berhadapan dengan (Haqul yakin). Ditinjau dari
kesehatan mental, zikir berfungsi sebagai pengobatan, pencegahan dan
pembinaan.
Kedua, skripsi dengan judul ”Pembaharuan Pesantren” (studi kasus
dipondok pesantren Nurul Hidayah Purworejo) karya Luluk Dwi Ratnandari.20
Secara umum skripsi ini adalah karya yang ditulis oleh Luluk Dwi
Ratnandari fakultas tarbiyah IAIN walisongo NIM 3198121 untuk
memperoleh gelar sarjana srata 1 dalam ilmu tarbiyah jurusan PAI pada tahun
2003.
Hasil penelitian ini adalah menyatakan bahwa perkembangan zaman
dan tuntutan masyarakat akan relasi sosial dan ekonomi, ternyata membawa
dampak perubahan dalam pendidikan Islam (pesantren), dampaknya adalah
19
Nur Hadi (NIM : 1199078) Yang berjudul : ”Modernisasi pondok pesantren asy-Syarifah
Brumbung Mranggen Demak dalam penerapan zikir dan relaksasi” 20
Luluk dwi ratnandari, “Pembaharuan pesantren” (studi kasus di pondok pesantren Nurul
Hidayah purworejo, )
pada sistem yang ada. Satu sisi pesantren ingin mempertahankan tradisi yang
ada, akan tetapi sisi yang lain dengan adanya perkembangan zaman dan
tuntutan masyarakat, pesantren sebagai lembaga pendidikan khas Indonesia
harus mampu menjawab tantangan tersebut. Pendidikan pesantren menurutnya
mengalami dua permasalahan besar. Akan tetapi dengan tradisi lama, dengan
menolak perubahan zaman, ataukah dengan menerima tradisi baru dengan
kata lain harus mengadakan perubahan dengan disesuaikan asas dan dasar
pesantren. Dan guna mempertahankan eksistensinya ternyata pesantren
mengambil jalan tengah dengan mengadakan perubahan dalam sistem
pendidikan dengan menggunakan asas ”al-Muhafadzah ’ala al-Qodim al-
Shalih wa wal-Akhdzu bi al-Jadid al-Shaah” pesantren tersebut memaknai
sebuah pembaharuan dengan melestarikan nilai-nilai baru yang lebih baik.
Ketiga, dalam penelitian buku yang ditulis oleh Mastuhu yang berjudul
Dinamika sistem pendidikan Pesantren disebutkan bahwa bentuk pendidikan
pesantren di masa depan seharusnya merupakan sekolah (madrasah) dengan
kurikulum: 30% moral (agama), 70% akal (pengetahuan umum atau metode
berpikir) dan diaksanakan dalam kultur pesantren lengkap dengan konsep
”asrama masa depan” yang kreatif dan inofatif dalam mengembangkan dan
mengamalkan ilmu yang diasuhnya, serta mampu menciptakan program-
program kegiatan ilmiah sesuai dengan tantangan zamannya. Untuk itu
pesantren perlu mengadopsi dan mengembangkan budaya berpikir: deduktif,
induktif, kausalitas, dan kritis dari Sistem Pendidikan Nasional, sehingga
lulusannya mampu mengamalkan dan mengembangkan ilmunya di bawah
bimbingan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan hal ini juga
penting untuk menjadikan pesantren sebagai lembaga penyuluhan
pembangunan Nasional yang efektif dan efisien, melengkapi penggunaan
pendekatan bahasa agama di dalam megajak umat berpartisipasi dalam
pembangunan sebagaimana selama ini dilakukan oleh pesantren.
Keempat, Dalam penelitian buku yang ditulis oleh Zamakhsari Dhofier
yang berjudul Tradisi Pesantren studi tentang pandangan hidup Kyai
disebutkan bahwa peranan kyai dalam dunia Islam dewasa ini perlu dikaji
secara hati-hati. Pada waktu dulu, mereka turut menyemarakkan kehidupan
intelektual di Saudi Arabia. Satu dua diantara mereka mencapai tingkatan
sebagai ‟ulama‟ besar di Hijaz. Dan mereka yang memimpin pesantren di
jawa juga baru dianggap matang bilamana telah memperoleh pendidikan
secukupnya di Mekkah dan Medinah. Dengan demikian secara umum dapat
dikatakan bahwa secara intelektual dan spiritual mereka agak bergantung
kepada pusat-pusat pendidikan Islam di Timur Tengah. Sejak Mekah dan
Medinah tidak lagi merupakan pusat studi tentang Islam tradisional yang
bermula sejak keberhasilan kaum wahabi menguasai Saudi Arabia di tahun
1924, dengan pandangan dan perspektif baru dan menekankan kembali tujuan-
tujuan tradisional, maka kyai telah selalu memiiki keleluasaan bergerak untuk
melancarkan kritik-kritik sosial, keagamaan dan politik yang selanjutnya
menjamin kelangsungan hidupnya. Dengan kata lain salah satu tujuan utama
kajian buku ini adaah untuk menunjukkan karir lembaga-lembaga pesantren di
Jawa pada saat ini sedang mengalami perubahan-perubahan yang fundamental
dan juga turut pula memainkan peranan dalam proses transformasi kehidupan
modern di Indonesia.
Perbedaaan antara penelitian yang ada yakni dalam penelitian yang
tersebut di atas yakni penelitian yang pertama, banyak cara dalam
memodernisasi pesantren, diantranya dengan menggunakan penerapan dzikir
dan relaksasi, dan penelitian yang kedua, pembaharuan pesantren disebabkan
karena perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat akan relasi sosial dan
ekonomi, sehingga membawa dampak pada pendidikan Islam yakni pesantren.
Sedangkan penelitian ini akan lebih mengkaji mengenai arti penting
modernisasi sistem pembelajaran dan proses modernisasi sistem pembelajaran
pesantren di pondok pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang.
F. Modernisasi Sistem Pembelajaran Pesantren
Agar pembahasan tema dalam skripsi ini menjadi terarah, jelas dan
mengena terhadap apa yang dimaksud, maka perlu dikemukakan batasan-
batasan judul yang masih perlu mendapatkan penjelasan secara rinci.
G. Sistem Pendidikan
Istilah Sistem berasal dari dari kata "systema" bahasa Yunani, yang
artinya sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan
secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan.
Zahara Idris (1987), menjelaskan bahwa sistem merupakan suatu
kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau elemen-elemen atau
unsur-unsur sebagai sumber-sumber yang mempunyai hubungan
fungsional yang teratur, tidak sekedar acak yang saling membantu untuk
mencapai suatu hasil, sebagai contoh, tubuh manusia sebagai sistem.21
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.22
Sistem pendidikan yang digunakan adalah sistem asrama, di mana
santri tinggal satu komplek bersama kyai, dan juga adanya pengajaran
kitab-kitab klasik, yang berbahasa Arab yang tentunya dalam
memahaminya di perlukan adanya metode-metode khusus yang menjadi
ciri khas dari pondok pesantren.
Jadi sistem pendidikan adalah totalitas interaksi dari seperangkat
unsur-unsur pendidikan yang bekerja sama secara terpadu, dan saling
melengkapi satu sama lain menuju tercapainya tujuan pendidikan yang
telah menjadi cita-cita bersama para pelakunya. Kerja sama antarpara
pelaku ini didasari, dijiwai, digerakkan, digairahkan, dan diarahkan oleh
21
Zahara Idris, Pengantar pendidikan, (Jakarta: PT Grasindo, 1992), hlm. 37 22
Departemen Pendidikan Nasioanal. 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 2
nilai-nilai luhur yang djunjung tinggi oleh mereka.unsur-unsur suatu
sistem pendidikan selain terdiri atas para pelaku yang merupakan unsur
organik, juga terdiri atas unsur-unsur anorganik lainnya, berupa: dana,
sarana dan alat-alat pendidikan lainnya; baik perangkat keras maupun
perangkat lunak. Hubungan antara nilai-nilai dan unsur-unsur dalam suatu
sistem pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
satu dari yang lain. Para peaku pesantren adalah: Kiai (tkh kunci), Ustadz
(pembantu kiai, mengajar agama), guru (pembantu kiai, mengajar ilmu
umum), santri (pelajar), pengurus (pembantu kiai untuk mengurus
kepentingan umum pesantren).23
Dulu, pusat pendidikan Islam adalah langgar masjid atau rumah
sang guru, di mana murid-murid duduk di lantai, menghadapi sang guru,
dan belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu
malam hari biar tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari.
Menurut Zuhairini, tempat-tempat pendidikan Islam nonformal seperti
inilah yang “menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok
pesantren.” Ini berarti bahwa sistem pendidikan pada pondok pesantren
masih hampir sama seperti sistem pendidikan di langgar atau masjid,
hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama24
.
Pendidikan pesantren memiliki dua sistem pengajaran, yaitu sistem
sorogan, yang sering disebut sistem individual, dan sistem bandongan
atau wetonan yang sering disebut kolektif. Dengan cara sistem sorogan
tersebut, setiap murid mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung
dari kyai atau pembantu kyai. Sistem ini biasanya diberikan dalam
pengajian oleh guru kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan
Qur‟an dan kenyataannya ini merupakan bagian yang paling sulit. Sebab
sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari
murid. Murid seharusnya sudah paham tingkat sorogan ini sebelum dapat
23 Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan pesantren, suatu kajian tentang unsur dan nilai
sistem pendidikan pesantren, (Jakarta : INIS, 1994), hlm. 6. 24
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), hlm. 212.
mengikuti pendidikan selanjutnya di pesantren. Metode utama sistem
pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau wetonan.
Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan seorang guru yang
membaca, menerjemahkan, dan menerangkan buku-buku Islam dalam
bahasa Arab. Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah
yang artinya sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang
guru25
. Sistem sorogan juga digunakan di pondok pesantren tetapi
biasanya hanya untuk santri baru yang memerlukan bantuan individual.
Pesantren sebagaimana kita ketahui, biasanya didirikan oleh
perseorangan (kyai) sebagai figur sentral yang berdaulat dalam mengelola
dan mengaturnya. Hal ini, menyebabkan sistem yang digunakan di pondok
pesantren, berbeda antara satu dan yang lainnya. Mulai dari tujuan, kitab-
kitab (atau materi) yang diajarkan, dan metode pengajarannya pun
berbeda. Namun secara garis besar terdapat kesamaan.
Sebagai lembaga pendidikan tradisional, pesantren pada umumnya
tidak memiliki rumusan tujuan pendidikan secara rinci, dijabarkan dalam
sebuah sistem pendidikan yang lengkap dan konsisten direncanakan
dengan baik. Namun secara garis besar, tujuan pendidikan pesantren dapat
diasumsikan sebagai berikut :
a. Tujuan Umum, yaitu untuk membimbing anak didik (santri) untuk
menjadi manusia yang berkepribadian islami yang sanggup dengan
ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar
melalui ilmu dan amalnya.
b. Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang
yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang
bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.26
Tujuan pendidikan pesantren menurut Zamakhsari Dhofir adalah
“pendidikan tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan
25
Zamahkhsari Dhofir, Tradisi Pesantren, Studi tentang pandangan hidup kyai, (Jakarta:
LP3ES, 1985), hlm. 28 26
M.Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Umum dan Agama), ( Semarang: Toha Putra,
1991), hlm. 110-111.
penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meningkatkan moral, melatih dan
mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan,
mengajarkan sikap dan tingkahlaku yang jujur dan bermoral dan
menyiapkan murid untuk hidup sederhana dan bersih hati.27
Hal ini
diciptakan sebagai basik keberagamaan, dan semangat mengembangkan
misi Islam yaitu sebuah responsi konteks kekinian bidang agama dan
kemasyarakatan.
Tujuan awal munculnya pesantren menurut Martin van Bruinessen
adalah mentranmisikan Islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam
kitab-kitab yang ditulis berabad-abad yang lalu.28
Sementara Mastuhu mengemukakan tujuan pendidikan pesantren
yaitu menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu
kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlaq mulia,
bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan
jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat tetapi rasul yaitu menjadi
pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad
(mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam an kejayaan
islam ditengah-tengah masyarakat (‘izzul Islam wal Muslimin), dan
mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia.
Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin dituju adalah kepribadian
muhsin, bukan sekadar muslim29
.
Pernyataan tersebut diatas dengan maksud agar santri termotivasi
penuh kemandirian dan mempunyai keterampilan kerja (memiliki
keahlian) sebelum terjun ke dunia kehidupan yang nyata.
27
Zamahkhsari Dhofir, Tradisi Pesantren, Studi tentang pandangan hidup kyai, hlm 55. 28
Martin Van Bruinessen, Kitab kuning,Pesantren, dan tarekat :Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia, (Bandung: Mizan Anggta IKAPI, 1995), hlm. 17. 29
Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan pesantren, suatu kajian tentang unsur dan nilai
sistem pendidikan pesantren, hlm. 55-56.
H. Macam-macam Pendidikan
Pendidikan pesantren sekarang ini dapat dibedakan kepada dua
macam, yaitu pendidikan tradisional dan pendidikan modern. Sistem
pendidikan pesantren tradisional sering disebut sistem salafi. Yaitu sistem
yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai
inti pendidikan di pesantren. Pondok pesantren modern merupakan sistem
pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem
tradisional dan sistem sekolah formal (seperti madrasah).
Ciri utama pendidikan tradisional termasuk: (1) anak-anak
biasanya dikirim ke sekolah di dalam wilayah geografis distrik tertentu,
(2) mereka kemudian dimasukkan ke kelas-kelas yang biasanya dibeda-
bedakan berdasarkan umur, (3) anak-anak masuk sekolah di tiap tingkat
menurut berapa usia mereka pada waktu itu, (4) mereka naik kelas setiap
habis satu tahun ajaran, (5) prinsip sekolah otoritarian, anak-anak diharap
menyesuaikan diri dengan tolok ukur perilaku yang sudah ada, (6) guru
memikul tanggung jawab pengajaran, berpegang pada kurikulum yang
sudah ditetapkan, (7) sebagian besar pelajaran diarahkan oleh guru dan
berorientasi pada teks, (8) promosi tergantung pada penilaian guru, (9)
kurikulum berpusat pada subjek pendidik, (10) bahan ajar yang paling
umum tertera dalam kurikulum adalah buku-buku teks.
Sedangkan konsep pendidikan modern yaitu; pendidikan
menyentuh setiap aspek kehidupan peserta didik, pendidikan merupakan
proses belajar yang terus menerus, pendidikan dipengaruhi oleh kondisi-
kondisi dan pengalaman, baik di dalam maupun di luar situasi sekolah,
pendidikan dipersyarati oleh kemampuan dan minat peserta didik, juga
tepat tidaknya situasi belajar dan efektif tidaknya cara mengajar.30
Pendidikan pada masyarakat modern atau masyarakat yang tengah
bergerak ke arah modern (modernizing), seperti masyarakat Indonesia,
30
http://www.canboyz.co.cc/2010/02/perbandingan-pendidikan-tradisional.html diakses
pada 25 April 2011
pada dasarnya berfungsi memberikan kaitan antara anak didik dengan
lingkungan sosial kulturalnya yang terus berubah dengan cepat.
Pendidikan Islam pada dasarnya adalah pendidikan yang
bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan
seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani.
Menumbuh suburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi dengan
Allah, manusia dan alam semesta. Potensi jasmaniah manusia adalah yang
berkenaan dengan seluruh organ-organ fisik manusia. Sedangkan potensi
rohaniah manusia itu meliputi kekuatan yang terdapat di dalam batin
manusia, yakni akal, kalbu, nafsu, roh, fitrah.31
Potensi ini semua telah ada
pada batin manusia sejak manusia itu lahir dan telah menyatu dalam diri
pribadi manusia. Atas dasar itulah apabila dikaitkan hakikat pendidikan
yang berperan untuk mengembangkan potensi manusia maka sudah pada
tempatnyalah seluruh potensi manusia itu dikembangkan semaksimal
mungkin. Bertolak dari potensi manusia tersebut di atas maka paling tidak
ada beberapa aspek pendidikan yang perlu dididikkan kepada manusia
yaitu aspek pendidikan ketuhanan dan akhak, pendidikan akal dan ilmu
pengetahuan, pendidikan kejasmanian, kemasyarakatan, kejiwaan,
keindahan,dan keterampilan.
I. Modernisasi Pendidikan
Modernisasi berakar pada kata “modern” adalah suatu
transformasi total dari kehidupan bersama yang pra modern.32
Adapun
yang dimaksud modernisasi pesantren adalah (1) pesantren melihat dan
memiliki pandangan ke depan (bukan hanya melihat ke belakang); (2)
mengembangkan suatu sikap yang terbuka terhadap pemikiran dan hasil-
hasil karya ilmiah; (3) maupun mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
31
Haidar Putra daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indnesia,
(Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 27. 32
Soeryono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar, (Jakarta: CV Rajawali, 1982), hlm. 357.
Menurut Harun Nasution , dalam bahasa Indonesia selalu dipakai
kata modern, modernisasi dan modernisme, seperti yang terdapat
umpamanya dalam “aliran-aliran modern dalam Islam” yakni Islam dan
modernisasi” Modernisme dalam masyarakat barat mengandung arti
pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat
istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagainya untuk disesuaikan dengan
suasana baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi
modern.33
Pada dasarnya pengertian modernisasi mencakup suatu
transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pra
modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, kearah pola-pola
ekonomis dan politis yang menandai Negara-negara barat yang stabil.
Karakteristik yang umum dari modernisasi yaitu aspek-aspek sosio-
demografis dari masyarakat, dan aspek-aspek sosio-demografis
digambarkan dengan istilah gerak sosial (social mobility), yaitu suatu
proses dimana unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis dari
masyarakat mulai menunjukkan peluang-peluang kearah pola-pola baru
melalui sosialisasi dan pola-pola perikelakuan, yang berwujud pada aspek-
aspek kehidupan modern seperti mekanisasi, mass media yang teratur,
urbanisasi, peningkatan pendapatan perkapital dan sebagainya.34
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebuah modernisasi
memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu sebagai berikut :
a. Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa
ataupun masyarakat.
b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan
birokrasi.
c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat
pada suatu lembaga atau badan tertentu.
33
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah pemikiran dan gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1996), hlm.11 34
Soeryono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar, hlm.360-361.
d. Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap
modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
e. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin,
sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
Apabila dibedakan menurut asal faktornya, maka faktor-faktor
yang mempengaruhi modernisasi pesantren dapat dibedakan antara faktor-
faktor internal dan eksternal.
1. Faktor-faktor internal, merupakan faktor-faktor perubahan yang
berasal dari dalam masyarakat, misalnya :
a. Perubahan aspek demografi (bertambah dan berkurangnya
penduduk),
b. Konflik antar-kelompok dalam masyarakat,
c. Terjadinya gerakan sosial dan
d. Penemuan-penemuan baru, yang meliputi (a) discovery, atau
penemuan ide/alat/hal baru yang belum pernah ditemukan
sebelumnya (b) invention, penyempurnaan penemuan-penemuan
pada discovery oleh individu atau serangkaian individu, dan (c)
inovation, yaitu diterapkannya ide-ide baru atau alat-alat baru
menggantikan atau melengkapi ide-ide atau alat-alat yang telah
ada.
2. Faktor-faktor eksternal, atau faktor-faktor yang beasal dari luar
masyarakat, dapat berupa:
a. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain, yang meliputi proses-
proses difusi (penyebaran unsur kebudayaan), akulturasi (kontak
kebudayaan), dan asimilasi (perkawinan budaya),
b. Perang dengan negara atau masyarakat lain, dan
c. Perubahan lingkungan alam.
Sedangkan dilihat dari faktor-faktor penyebab modernisasi
pesantren menurut jenisnya dapat dibedakan antara faktor-faktor yang
bersifat material dan yang bersifat immaterial.
1. Faktor-faktor yang bersifat material, meliputi:
a. Perubahan lingkungan alam,
b. Perubahan kondisi fisik-biologis, dan
c. Alat-alat dan teknologi baru, khususnya Teknologi Informasi dan
Komunikasi.
2. Faktor-faktor yang bersifat immaterial, meliputi:
a. Ilmu pengetahuan, dan
b. Ide-ide atau pemikiran baru, ideologi, dan nilai-nilai lain yang
hidup dalam masyarakat.35
Sedangkan modernisasi pendidikan dilakukan dengan maksud
menuju pendididkan yang berorientasikan kualitas, kompetensi, dan skill.
Artinya yang terpenting kedepan bukan lagi memberantas buta huruf, lebih
dari itu membekali manusia terdidik agar dapat berpartisispasi dalam
persaingan global juga harus dikedepankan. Berkenaan dengan ini, standar
mutu yang berkembang di masyarakat adalah tingkat keberhasilan lulusan
sebuah lembaga pendidikan dalam mengikuti kompetisi pasar global.
Tujuan proses modernisasi pondok pesantren adalah berusaha
untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren.
Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-
kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama
ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang bisa dilihat di pesantren
modern termasuk mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern, lebih
terbuka atas perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program dan
kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi
sebagai pusat pengembangan masyarakat36
pada aras ini, selain sebagai
agen pemberdayaan masyarakat bermoral dan beretika, pesantren juga
35
http://agsasman3yk.wordpress.com/2009/08/04/perubahan-sosial-modernisasi-dan-
pembangunan/ diakses pada 12 Mei 2011. 36
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999),
hal. 155.
diharapkan mampu meningkatkan peran kelembagaannya sebagai kawah
candradimuka. Generasi muda Islam dalam menimba ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) sebagai bekal dalam menghadapi era globalisasi.
Permasalahan dalam dunia pendidikan pesantren, tidak mungkin
dapat dipecahkan hanya sekedar malalui perluasan (ekspansi) linear dari
sistem pendidikan yang ada. Juga tidak akan dipecahkan dengan jalan
penyesuaian tekhnis administratife disana-sini, bahkan tidak bisa
diselesaikan pula dengan pengalihan konsep pendidikan dari tekhnologis
pendidikan yang berkembang demikian pesat. Lebih dari semua itu, yang
diperlukan sekarang adalah memimpin kembali konsep dan asumsi yang
mendasari seluruh sistem pendidikan Islam baik secara makro maupun
mikro.
Sejalan dengan itu, mengembalikan pesantren kepada fungsi
pokoknya yang sebenarnya juga harus segera diwujudkan. Sebagaimana
diketahui setidaknya terdapat tiga fungsi pokok peantren:
a. Transmisi ilmu pengetahuan Islam (transmission of Islamic
knowledge), dimaksud tentunya tidak hanya meliputi pengetahuan
agama, tetapi juga mencakup seluruh pengetahuan yang ada.
b. Pemeliharaan tradisi Islam (maintenance of Islamic tradition),
c. Pembinaan calon-calon ulama (reproduction of ulama). Untuk hal ini,
Pesantren.
J. Pesantren dan Pendidikan
Pesantren merupakan warisan sekaligus kekayaan kebudayaan
intelektual bangsa Indonesia dalam rentangan sejarah masa lalu dan
sekarang, dapat kita lihat besar peranannya dalam proses perkembangan
sistem pendidikan nasional, di samping eksistensinya dalam melestarikan
dan mempertahankan serta melestarikan ajaran-ajaran agama Islam.
Perjalanan dan liku-liku yang panjang, pesantren dengan berbagai
keunikannya telah menyebabkan makin eksis, bahkan diramalkan oleh
segenap akademisi dan pengamat pendidikan sebagai lembaga pendidikan
alternatif yang mampu menjawab tantangan global, variasi tata nilai yang
dimiliki penuh dengan kedinamisan akan tumbuh dan berkembang
menurut situasi dan kondisi.
a. Pengertian Pesantren
Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata ”santri”
yang mendapat imbuhan awalan ”pe” dan akhiran ”an” yang
menunjukkan tempat, maka artinya adalah tempat para santri.
Terkadang pula pesantren dianggap sebagai gabungan dari kata
”santri” (manusia baik) dengan suku kata ”tra” (suka menolong)
sehingga kata pesantren dapat diartikan tempat pendidikan manusia
baik-baik.37
Lebih jelas dan sangat terinci sekali Nurkholis Madjid
mengupas asal usul perkataan santri, ia berpendapat ”Santri itu berasal
dari perkataan ”sastri” sebuah kata dari Sansekerta, yang artinya melek
huruf, dikonotasikan dengan kelas literary bagi orang jawa yang
disebabkan karena pengetahuan mereka tentang agama melalui kitab-
kitab yang bertuliskan dengan bahasa Arab. Kemudian diasumsikan
bahwa santri berarti orang yang tahu tentang agama melalui kitab-kitab
berbahasa Arab dan atau paling tidak santri bisa membaca al-Qur'an,
sehingga membawa kepada sikap lebih serius dalam memandang
agama. Juga perkataan santri berasal dari bahasa Jawa ”cantrik” yang
berarti orang yang selalu mengikuti guru kemana guru pergi menetap
(ingat dalam istilah pewayangan) tentunya dengan tujuan agar dapat
belajar darinya mengenai keahlian tertentu.38
Macam-macam pesantren; Pesantren yang hanya mengajarkan
ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salafi. Pola
tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri
bekerja untuk kyai mereka, bisa dengan mencangkul sawah,
mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya. Dan sebagai
37
Haidar Putra daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Naosinal di Indnesia,
hlm. 26.
38 Nurkholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Praktek Perjalanan, (Jakarta:
Paramadina, 1997), hlm. 19-20
balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut.
Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat
tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau
bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya
menghabiskan hingga 20 jam dalam sehari yang penuh dengan
kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur
kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke
sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka
menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk
memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an.
Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum,
dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan
agama Islam dari pada ilmu umum. Ini sering disebut dengan istilah
pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai
dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri.
Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu
formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah
umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-
kadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan
untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah Aliyah. Namun, perbedaan
pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren
memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah
tidak.39
Menurut pengamatan dalam buku yang berjudul Dinamika
Pesantren dan Madrasah ada empat model pesantren yang
berkembang, yaitu:
1) Pesantren yang mempertahankan kemurnian identitas aslinya
sebagai tempat mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi-l-din)
bagi para santrinya. Semua materi yang diajarkan di pesantren ini
39
http://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren diakses pada12 Mei 2011
sepenuhnya bersifat keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab
berbahasa Arab yang ditulis oleh para ulama abad pertengahan (7-
13 H) yang dikenal dengan nama kitab kuning.
2) Pesantren yang memasukkan materi-materi umum ke dalam
pengajarannya, namun dengan kurikulum yang disusun sendiri
menurut kebutuhan dan tidak mengikuti kurikulum yang ditetapkan
pemerintah secara nasional sehingga ijazah yang dikeluarkan tidak
mendapat pengakuan dari pemerintah sebagai ijazah formal. Para
santri yang hendak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi harus mengikuti ujian persamaan di sekolah-sekolah lain.
3) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum di dalamnya,
baik bentuk madrasah (sekolah umum berciri khas Islam di bawah
naungan DEPAG) maupun sekolah (sekolah umum di bawah
DEPDIKNAS) dalam berbagai jenjangnya, bahkan ada yang
sampai Perguruan Tinggi yang tidak hanya meliputi fakultas-
fakultas keagamaan melainkan juga fakultas-fakultas umum.
4) Pesantren yang merupakan asrama pelajar Islam di mana para
santrinya belajar di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan
tinggi di luarnya. Pendidikan agama di pesantren model ini
diberikan di luar jam-jam sekolah sehingga bisa diikuti oleh semua
santrinya.40
Ada pula pola-pola pesantren dalam buku yang berjudul
Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia
dikemukakan sebagai berikut:
1) Pesantren yang masih terikat kuat dengan sistem pendidikan Islam
sebelum zaman pembaruan pendidikan Islam di Indonesia.
2) Pengembangan dari pesantren pola I. yakni inti pelajaran tetap
menggunakan kitab-kitab klasik yang diajarkan dalam bentuk
40
Ismail SM, et.al., Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Fakultas tarbiyah
IAIN Walisongo dan Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 149-150
klasikal dan non klasikal. Disamping itu, diajarkan ekstra kurikuler
seperti keterampilan dan praktik organissian.
3) Pesantren yang di dalamnya program keilmuan telah diupayakan
menyeimbangkan antara ilmu agama dan umum. Ditanamkan sikap
positif terhadap kedua jenis ilmu itu kepada santri. Selain dari itu
dapat digolongkan kepada ciri pesantren pola III ini adalah
penanaman berbagai aspek pendidikan, seperti kemasyarakatan,
keterampilan, kesenian, kejasmanian, kepramukaan. Struktur
kurikulum yang dipakai pada pesantren pola III ini ada yang
mendasarkannya kepada struktur madrasah negeri dengan
memodifikasi mata pelajaran agama, dan ada pula yang memakai
kurikulum yang dibuat oleh pondok sendiri. Pengajaran ilmu-ilmu
agama pada pesantren pola III ini tidak mesti bersumber dari kitab-
kitab klasik.
4) Pesantren yang mengutamakan pengajaran ilmu-ilmu keterampikan
disamping ilmu-ilmu agama sebagai mata pelajaran pokok.
Pesantren ini mendidik para santrinya untuk memahami dan dapat
melaksanakan berbagai keterampilan guna dijadikan bekal
hidupnya. Dengan demikian kegiatan pendidikannya meliputi
kegiatan kelas, praktik di laboratorium, bengkel, kebun atau
lapangan.
5) Pesantren yang mengasuh beraneka ragam lembaga pendidikan
yang tergolong formal dan non formal. Pesantren ini juga dapat
dikatakan sebagai pesantren yang lebih lengkap dari pesantren
yang telah disebutkan di atas. Kelengkapannya itu ditinjau dari segi
keanekaragaman bentuk pendidikan yang dikelolanya.
Di pesantren ini ditemukan pendidikan madrasah, sekolah,
perguruan tinggi, pengkajian kitab-kitab klasik, majelis ta‟lim, dan
pendidikan keterampilan. Kitab-kitab klasik di pesantren ini dijadikan
sebagai materi yang wajib diikuti oleh seluruh santri yang mengikuti
pelajaran di madrasah, sekolah, dan perguruan tinggi. Sementara itu
ada santri yang secara khusus mengikuti pengajian kitab-kitab klasik
saja.41
Pesantren juga dikenal dengan tambahan istilah pondok yang
dalam arti kata bahasa Indonesia mempunyai arti kamar, gubug, rumah
kecil dengan menekankan kesederhanaan bangunan atau pondok juga
berasal dari bahasa Arab ”Funduq” yang berarti ruang tidur, wisma,
hotel sederhana, atau mengandung arti tempat tinggal yang terbuat dari
bambu.42
Sehingga pesantren atau lebih dikenal dengan istilah pondok
pesantren dapat diartikan sebagai tempat atau komplek para santri
untuk belajar atau mengaji ilmu pengetahuan agama kepada kyai atau
guru ngaji, biasanya komplek itu berbentuk asrama atau kamar-kamar
kecil dengan bangunan apa adanya yang menunjukkan
kesederhanaannya.
Dalam pengertian istilah pondok pesantren adalah suatu
lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami,
mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan
menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku
sehari-hari.43
Lebih luas lagi H.M. Arifin mendefinisikan pondok pesantren
sebagai suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta
diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus) di
mana menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau
madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari pimpinan
41
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 28-30 42
Zamahkhsari Dhofir, Tradisi Pesantren, Studi tentang pandangan hidup kyai, hlm.18 43 Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan pesantren, suatu kajian tentang unsur dan nilai
sistem pendidikan pesantren, hlm. 55
seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat
kharismatik serta independen dalam segala hal.44
Sehingga Zamakhsyari Dhofier mengungkapkan bahwa
lembaga pendidikan pesantren memiliki beberapa elemen dasar yang
merupakan ciri khas dari pesantren itu sendiri, elemen itu adalah:
a. Pondok atau asrama
b. Tempat belajar mengajar, biasanya berupa Masjid dan bisa
berbentuk lain.
c. Santri
d. Pengajaran kitab-kitab agama, bentuknya adalah kitab-kitab yang
berbahasa arab dan klasik atau lebih dikenal dengan istilah kitab
kuning.
e. Kyai dan ustadz.45
Untuk lebih jelasnya akan penulis berikan penjelasan tentang
elemen-elemen pesantren tersebut di atas sebagai berikut:
a. Pondok atau asrama
Dalam tradisi pesantren, pondok merupakan unsur penting
yang harus ada dalam pesantren. Pondok merupakan asrama di
mana para santri tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan
kyai. Pada umum pondok ini berupa komplek yang dikelilingi oleh
pagar sebagai pembatas yang memisahkan dengan lingkungan
masyarakat sekitarnya. Namun ada pula yang tidak terbatas bahkan
kadang berbaur dengan lingkungan masyarakat.46
Bangunan pondok pada tiap pesantren berbeda-beda,
berapa jumlah unit bangunan secara keseluruhan yang ada pada
setiap pesantren ini tidak bisa ditentukan, tergantung pada
perkembangan dari pesantren tersebut. Pada umumnya pesantren
44
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),
hlm. 240. 45 Zamaksyari Dhofir, Tradisi Pesantren, Studi tentang pandangan hidup kyai, hlm. 44 46
Dewan Redaksi, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar baru Van Hove, 1993), hlm. 103
membangaun pondok secara tahap demi tahap, seiring dengan
jumlah santri yang masuk dan menuntut ilmu di situ.
Pembiayaanya pun berbeda-beda, ada yang didirikan atas
biaya kyainya, atas kegotong royongan para santri, dari sumbangan
masyarakat, atau bahkan sumbangan dari pemerintah.
Walapun berbeda dalam hal bentuk, dan pembiayaan
pembangunan pondok pada masing-masing pesantren tetapi
terdapat kesamaan umum, yaitu kewenangan dan kekuasaan
mutlak atas pembangunan dan pengelolaan pondok dipegang oleh
kyai yang memimpin pesantren tersebut.
Dengan kondisi sebagaimana tersebut di atas, maka
menyebabkan ditemuinya bentuk, kondisi atau suasana pesantren
tidak teratur, kelihatan tidak direncanakan secara matang seperti
layaknya bangunan-bangunan modern yang bermunculan di zaman
sekarang. Hal inilah yang menunjukkan ciri khas dari pesantren itu
sendiri, bahwa pesantren penuh dengan nuansa kesederhanaan, apa
adanya. Namun akhir-akhir ini banyak pesantren yang mencoba
untuk menata tata ruang bangunan pondoknya disesuaikan dengan
perkembangan zaman.
b. Masjid
Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan
dengan pesantren. Masjid adalah bangunan sentral sebuah
pesantren, dibanding bangunan lain, masjidlah tempat serbaguna
yang selalu ramai atau paling banyak menjadi pusat kegiatan warga
pesantren.
Masjid yang mempunyai fungsi utama untuk tempat
melaksanakan sholat berjamaah, melakukan wirid dan do‟a, i‟tikaf
dan tadarus al-Qur'an atau yang sejenisnya.47
Namun bagi
pesantren dianggap sebagai tempat yang tepat untuk mendidik para
47
Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993),
hlm. 91-92.
santri, terutama dalam praktek shalat lima waktu, khutbah dan
pengajaran kitab-kitab agama klasik.
Seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren
biasanya pertama-tama akan mendirikan Masjid di dekat
rumahnya. Hal ini dilakukan karena kedudukan masjid sebagai
sebuah pusat pendidikan dalam tradisi Islam merupakan
manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional.
Dengan kata lain, kesinambungan sistem pendidikan Islam yang
berpusat pada Masjid al-Quba yang didirikan di dekat Madinah
pada masa Nabi Muhammad SAW, dan juga dianut pada zaman
setelahnya, tetap terpancar dalam sistem pendidikan pesantren
sehingga lembaga-lembaga pesantren terus menjaga tradisi ini.48
Bahkan bagi pesantren yang menjadi pusat kegiatan
thariqah, masjid memiliki fungsi tambahan yaitu digunakan untuk
tempat amaliyah ke-tasawuf-an seperti dzikir, wirid, bai‟ah,
tawajuhan dan lain sebagainya.
c. Santri
Istilah ”santri” mempunyai dua konotasi atau pengertian,
yang pertama; di konotasikan dengan orang-orang yang taat
menjalankan dan melaksanakan perintah agama Islam, atau dalam
terminologi lain sering disebut sebagai ”muslim orotodoks”. Yang
dibedakan secara kontras dengan kelompok abangan, yakni orang-
orang yang lebih dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya jawa pra
Islam, khususnya nilai-nilai yang berasal dari mistisisme Hindu
dan Budha.49
Yang kedua; dikonotasikan dengan orang-orang yang
tengah menuntut ilmu di lembaga pendidikan pesantren. Keduanya
48
Zamaksyari dhofir, Tradisi Pesantren, Studi tentang pandangan hidup kyai., hlm.49. 49
Bakhtiar Efendy, ”Nilai-nilai Kaum Santri” dalam Dawan Raharjo (ed), Pergulatan
Dunia pesantren Membangun dari Bawah,( Jakarata : LP3M, 1986). hlm. 37
jelas berbeda, tetapi jelas pula kesamaannya, yakni sama-sama taat
dalam menjalankan syariat Islam.50
Dalam dunia pesantren santri dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu :
1. Santri mukim
Adalah santri yang selama menuntut ilmu tinggal di dalam
pondok yang disediakan pesantren, biasanya mereka tinggal
dalam satu kompleks yang berwujud kamar-kamar. Satu kamar
biasanya di isi lebih dari tiga orang, bahkan terkadang sampai
10 orang lebih.
2. Santri kalong
Adalah santri yang tinggal di luar komplek pesantren, baik di
rumah sendiri maupun di rumah-rumah penduduk di sekitar
lokasi pesantren, biasanya mereka datang ke pesantren pada
waktu ada pengajian atau kegiatan-kegiatan pesantren yang
lain.51
Para santri yang belajar dalam satu pondok biasanya
memiliki rasa solidaritas dan kekeluargaan yang kuat baik antara
santri dengan santri maupun antara santri dengan kyai. Situasi
sosial yang berkembang di antara para santri menumbuhkan sistem
sosial tersendiri, di dalam pesantren mereka belajar untuk hidup
bermasyarakat, berorganisasi, memimpin dan dipimpin, dan juga
dituntut untuk dapat mentaati dan meneladani kehidupan kyai, di
samping bersedia menjalankan tugas apapun yang diberikan oleh
kyai, hal ini sangat dimungkinkan karena mereka hidup dan tinggal
di dalam satu komplek.
Dalam kehidupan kesehariannya mereka hidup dalam
nuansa religius, karena penuh dengan amaliah keagamaan, seperti
50
Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam., hlm. 93
51 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, hlm.105.
puasa, sholat malam dan sejenisnya, nuansa kemandirian karena
harus mencuci, memasak makanan sendiri, nuansa kesederhanaan
karena harus berpakaian dan tidur dengan apa adanya. Serta nuansa
kedisiplinan yang tinggi, karena adanya penetapan peraturan-
peraturan yang harus dipegang teguh setiap saat, bila ada yang
melannggarnya akan dikenai hukuman, atau lebih dikenal dengan
istilah ta‟zirat seperti di gundul, membersihkan kamar mandi dan
lain sebagainya.
d. Pengajaran kitab-kitab agama klasik
Salah satu ciri khusus yang membedakan pesantren dengan
lembaga-lembaga pendidikan yang lain adalah adanya pengajaran
kitab-kitab agama klasik yang berbahasa arab, atau yang lebih tren
disebut dengan ”kitab kuning”.
Meskipun kini, dengan adanya berbagai pembaharuan yang
dilakukan di pesantren dengan memasukkan pengajaran
pengetahuan umum sebagai suatu bagian penting dalam pendidikan
pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik terutama
karangan-karangan ulama yang menganut faham syafi‟iyah tetap
diberikan di pesantren sebagai usaha untuk meneruskan tujuan
utama pesantren, yaitu mendidik calon-calon ulama, yang setia
kepada faham Islam tradisional.
Spesifikasi kitab dilihat dari formatnya terdiri dari dua
bagian: materi, teks asal (inti) dan syarh (komentar, teks penjelas
atas materi). Dalam pembagian semacam ini, materi selalu
diletakkan di bagian pinggir (margin) sebelah kanan maupun kiri,
sementara syarah, karena penuturannya jauh lebih banyak dan
panjang diletakkan di bagian tengah kitab kuning.52
52
Affandi Mochtar, ”Tradisi Kitab Kuning : Sebuah Observasi Umum”, dalam Marzuki
Wahit, et.al. (penyunting), Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan dan Transformasi
Pesantren, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 233
Dan bila dilihat dari segi cabang keilmuwannya dapat
dikelompokkan menjadi 8 kelompok, yaitu; a. Nahwu (syintaq) dan
sharaf (morfologi); b. Fiqih; c. Ushul Fiqh; d. Hadits; e. Tafsir; f.
Tauhid; g. Tasawuf dan etika; h. Cabang-cabang lain seperti
tariekh dan balaghah.53
Ciri khas lain dalam kitab kuning adalah kitab tersebut
tidak dilengkapi dengan sandangan (syakal) sehingga kerapkali di
kalangan pesantren disebut dengan istilah ”kitab gundul”. Hal ini
kemudian berakibat pada metode pengajarannya yang bersifat
tekstual dengan metode sorogan dan bandongan.
e. Kyai atau ustadz
Keberadaan kyai dalam lingkungan pesantren merupakan
elemen yang cukup esensial. Laksana jantung bagi kehidupan
manusia begitu urgen dan pentingnya kedudukan kyai, karena
dialah yang merintis, mendirikan, mengelola, mengasuh,
memimpin dan terkadang pula sebagai pemilik tunggal dari sebuah
pesantren.
Oleh karena itu, pertumbuhan suatu pesantren sangat
bergantung kepada kemampuan pribadi kyainya, sehingga menjadi
wajar bila kita melihat adanya banyak pesantren yang bubar,
lantaran ditinggal wafat kyainya, sementara dia tidak memiliki
keturunan yang dapat meneruskan kepemimpinannya.
Gelar kyai, sebagaimana diungkapkan Mukti Ali yang
dikutip Imam Bawani, biasanya diperoleh seseorang berkat
kedalaman ilmu keagamaannya, kesungguhan perjuangannya di
tengah umat, kekhusyu‟annya dalam beribadah, dan
kewibawaannya sebagai pemimpin. Sehingga semata hanya karena
faktor pendidikan tidak dapat menjamin bagi seseorang untuk
53
Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi tentang pandangan hidup kyai , hlm. 50.
memperoleh predikat kyai, melainkan faktor bakat dan seleksi
alamiah yang lebih menentukannya.54
Di masyarakat, kyai merupakan bagian dari kelompok elite
dalam struktur sosial, politik dan ekonomi, yang memiliki
pengaruh yang amat kuat di masyarakat, biasanya mereka memiliki
suatu posisi atau kedudukan yang menonjol baik pada tingkat lokal
maupun nasional. Dengan demikian merupakan pembuat
keputusan yang efektif dalam sistem kehidupan sosial, tidak hanya
dalam kehidupan keagamaan tetapi juga dalam soal-soal politik.
Dengan kelebihan pengetahuannya dalam bidang agama,
para kyai seringkali dianggap sebagai orang yang senantiasa dapat
memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam sehingga mereka
dianggap memiliki kedudukan yang tidak terjangkau oleh
kebudayaan orang awam, atau dalam istilah trendnya disebut ”kyai
khos” sehingga dalam beberapa hal mereka menunjukkan
kekhususan mereka dalam bentuk pakaian seperti kopiah dan
surban serta jubah sebagai simbol kealiman.
Di lingkungan pesantren, seorang kyai adalah hirarki
kekuasaan satu-satunya yang ditegakkan di atas kewibawaan moral
sebagai penyelamat para santri dari kemungkingan melangkah ke
arah kesesatan, kekuasaan ini memiliki perwatakan absolut
sehingga santri senantiasa terikat dengan kyainya seumur
hidupnya, minimal sebagai sumber inspirasi dan sebagai penunjang
moral dalam kehidupan pribadinya.55
Dari uraian tersebut, perlu diingat bahwa yang digambarkan
adalah pesantren yang masih dalam bentuknya yang murni, atau
dalam studi kepesantrenan disebut dengan istilah pesantren
tradisional, sehingga kalau kita menengok perkembangan
54
Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, hlm. 90. 55
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren, (Yogyakarta: Lkis,
2001), hlm. 6-7
pesantren saat sekarang tentunya akan dapat kita lihat usaha-usaha
untuk mendorong terjadinya perubahan pada unsur-unsur
pesantren, disesuaikan dengan dinamika dan kemajuan zaman.
b. Pengertian pendidikan
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu
pada term al- tarbiyah, al-ta‟dib, dan al-ta‟lim dari ketiga istilah tersebut
term yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah al-
tarbiyah, sedangkan term al-ta'dib, dan al-ta‟lim jarang sekali digunakan.56
Secara bahasa tarbiyah berasal dari kata "rabba" yang artinya
mendidik, dan kata ini sudah digunakan pada zaman Nabi Muhammad
SAW.57
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat (1)
dijelaskan bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.58
Sedangkan pendidikan didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai
berikut:
Menurut Ahmad D. Marimba Pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang
56
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, teoritis dan praktis,
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet.1, hlm. 25 57
Zakiah Daradjat, dkk, llmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet 3, hlm. 25 58
Departemen Pendidikan Nasioanal. 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 2
utama.59
Menurut Nelson B. Henry “Education is the processes by
"which those powers (abilities, capacities) of men that are susceptible
to habituation are perfected by good habits, through means artistically
contrived and employed by any man to help another or himself
achieve the end in view”.60
“Pendidikan adalah merupakan suatu proses dimana
kemampuan seseorang dapat terpengaruh oleh kebiasaan yang berupa
kebisaan baik maupun kebiasaan yang tersusun secara artistik yang
digunakan oleh beberapa orang untuk menolong orang lain atau
dirinya guna mencapai tujuan akhir.”
Dari beberapa definisi di atas dapat penulis simpulkan bahwa
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia, melalui
upaya pengajaran dan pelatihan; atau proses perbuatan, cara mendidik.
K. Modernisasi Pendidikan di dalam Pesantren
Berkenaan dengan hal modernisasi pendidikan dalam pesantren,
perlu dilakukan pembaharuan beberapa unsur sistem pendidikan, unsur-
unsur sistem pendidikan yang perlu diperbaharui yakni:
a. Struktur dan Kurikulum
Setiap pesantren memiliki struktur organisasi sendiri-sendiri
yang berbeda-beda satu terhadap yang lain, sesuai dengan kebutuhan
masing-masing. meskipun demikian, dapat disimpulkan adanya
kesamaan-kesamaan yang menjadi ciri-ciri umum struktur organisasi
pesantren.
Sistem pengajaran pesantren, dari tingkat ke tingkat,
tampaknya hanya merupakan pengulangan tak berkesudahan. Masalah
yang dikaji hanya itu-itu saja, meski kitab yang digunakan berbeda.
Diawali dengan mabsulat (kitab kecil) yang berisi teks ringkas dan
59
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1985), hlm. 19 60
Nelson B. Henry, Philosophies of Education, (Belanda: the University of Chicago, 1962),
hlm. 209.
sederhana, kemudian mutawassilat (kitab sedang) yang berisi
penjelasan-penjelasan mengenai makna dan maksud dari kitab-kitab
mabsulat, dan terakhir muthawwalat yang berisi hasil pemikiran para
mujtahid dan proses pemikirannya.
Kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun
untuk melancarkan proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan
tanggung jawab lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.61
b. Metode pembelajaran
Metode adalah cara yang teratur dan sistematis yang harus
ditempuh untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Pelaksanaan pengajaran kitab dilakukan secara bertahap, dari
kitab-kitab yang dasar yang merupakan kitab-kitab pendek dan
sederhana, kemudian ketingkat lanjutan menengah dan baru setelah
selesai menginjak kepada kitab-kitab takhasus, dan dalam
pengajarannya dipergunakan metode-metode seperti, sorogan,
bandongan, hafalan, mudzakaroh dan majlis ta‟lim.
Untuk lebih jelasnya akan penulis paparkan masing-masing
metode tersebut sebagaimana berikut :
1. Metode Hafalan
Metode hafalan adalah metode pengajaran dengan
mengharuskan santri membaca dan menghafalkan teks-teks kitab
yang berbahasa arab secara individual, biasanya digunakan untuk
teks kitab nadhom, seperti aqidat al-awam, awamil, imrithi, alfiyah
dan lain-lain.
Dan untuk memahami maksud dari kitab itu guru
menjelaskan arti kata demi kata dan baru dijelaskan maksud dari
bait-bait dalam kitab nadhom. Dan untuk hafalan, biasanya
digunakan istilah setor, yang mana ditentukan jumlahnya, bahkan
kadang lama waktunya.
61
S.Nasution, Kurikulum dan pengajaran, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hlm. 5.
2. Metode Weton / Bandongan
Metode ini disebut weton, karena pengajiannya atas inisiatif
kyai sendiri, baik dalam menentukan kitab, tempat, waktunya, dan
disebut bandongan, karena pengajian diberikan secara
berkelompok yang diikuti oleh seluruh santri.
Proses metode pengajaran ini adalah santri berbondong-
bondong datang ke tempat yang sudah ditentukan oleh kyai, kyai
membaca suatu kitab alam waktu tertentu, dan santri membawa
kitab yang sama sambil mendengarkan dan menyimak bacaan kyai,
mencatat terjemahan dan keterangan kyai pada kitab itu yang
disebut dengan istilah maknani, ngasahi atau njenggoti. Pengajian
seperti ini dilakukan secara bebas, tidak terikat pada absensi, dan
lama belajarnya, hingga tamatnya kitab yang di baca, tidak ada
ujian, sehingga tidak bisa diketahui apakah santri sudah memahami
atau belum tentang apa yang di baca oleh kyai.
3. Metode Sorogan
Metode ini, adalah metode pengajaran dengan sistem
individual, prosesnya adalah santri dan biasanya yang sudah
pandai, menyodorkan sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca di
depan kyai, dan kalau ada salahnya, kesalahan itu langsung
dibetulkan oleh kyai.
Di pondok pesantren, metode ini dilakukan hanya oleh
beberapa santri saja, yang biasanya terdiri dari keluarga kyai atau
santri-santri tertentu yang sudah dekat dengan kyai atau yang
sudah dianggap pandai oleh kyai dan diharapkan di kemudian hari
menjadi orang alim.
Dari segi teori pendidikan, metode ini sebenarnya metode
modern, karena kalau kita pahami prosesnya, ada beberapa
kelebihan di antaranya, antara kyai-santri saling kenal mengenal,
kyai memperhatikan perkembangan belajar santri, dan santri juga
berusaha untuk belajar aktif dan selalu mempersiapkan diri. Di
samping kyai mengetahui materi dan metode yang sesuai untuk
santrinya. Dan dalam belajar dengan metode ini tidak ada unsur
paksaan, karena timbul dari kebutuhan santri sendiri.
4. Metode Mudzakaroh / Musyawarah.
Metode mudzakaroh atau musyawarah adalah sistem
pengajaran dengan bentuk seminar untuk membahas setiap
masalah keagamaan atau berhubungan dengan pelajaran santri,
biasanya hanya untuk santri tingkat tinggi.62
Metode ini menuntut keaktifan santri, prosesnya santri di
sodori masalah keagamaan tertentu atau kitab tertentu, kemudian
santri diperintahkan untuk mengkajinya sendiri secara
berkelompok, peran kyai hanya menyerahkan dan memberi
bimbingan sepenuhnya.
62
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, hlm. 104
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field Research). Yaitu
menggunakan objek penelitian sebagai sumber perolehan data atau informasi-
informasi.
Pendekatan penelitian yang dipilih adalah pendekatan data kualitatif
yaitu data yang digambarkan dengan kalimat, dipisah-pisahkan menurut
kategori untuk memperoleh kesimpulan.
B. Waktu dan tempat penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian pada tanggal 19 April- 18 Mei 2011 dan
tempat untuk penelitian dilaksanakan pada pondok pesantren Al-Hikmah
Pedurungan Semarang.
1. Ruang lingkup
Ruang lingkup yang dikaji dalam penelitian skripsi ini, adalah
Pondok Pesantren al-Hikmah Pedurungan Semarang.
2. Fokus
Dalam penelitian skripsi ini, penulis memfokuskan tentang sistem
pembelajaran pesantren yang terdiri dari proses modernisasi sistem
pembelajaran dan arti penting modernisasi sistem pendidikan pondok
pesantren al-Hikmah Pedurungan Semarang.
C. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif.
Dalam melakukan penelitian ini peneliti menempuh beberapa tahapan
yakni: perencanaan atau persiapan penelitian, kemudian melaksanakan
penelitian, dan kemudian analisis hasil penelitian.
1. Tahap Perencanaan/ persiapan
Pada tahap ini berisi segala sesuatu yang akan dipersiapkan sebelum
peneliti terjun dalam penelitian. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
a. Menentukan ruang lingkup penelitian
b. Menentukan fokus penelitian
c. Menentukan objek penelitian
d. Membuat jadwal pelaksanaan penelitian
e. Menyiapkan tempat atau ruang pelaksanaan metode wawancara
f. Menganalisis data yang terkumpul
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti terjun langsung pada objek penelitian yang
telah ditentukan ruang lingkup dan fokus penelitian pada waktu yang telah
ditentukan.
Adapun prosedur dan teknik pelaksanaan penelitian adalah sebagai
berikut:
a. Identifikasi dan pencatatan fenomena-fenomena di tempat penelitian
b. Informasi dengan mengumpulkan dokumen-dokumen dari tempat
penelitian
c. Wawancara dengan santri, pengurus, dan ustadz dan lain-lain
d. Mengamati langsung pada proses belajar mengajar
3. Tahap analisis data
Pada tahap ini yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut :
a. Mengorganisasikan data
b. Menjabarkan ke dalam unit-unit,
c. Melakukan sintesa,
d. Menyusun ke dalam pola,
e. Memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
f. Membuat kesimpulan
D. Sumber dan metode pengumpulan data
1. Sumber pengumpulan data
a. Sumber primer
1) Sumber kepustakaan
Sumber ini, dilakukan untuk mendapatkan landasan teori
yang diperlukan berdasarkan buku-buku atau literatur yang terkait
dengan penelitian skripsi ini. Dengan memanfaatkan
perpusatakaan, yang berarti dengan melakukan penelusuran
kepustakaan dan menelaahnya.63
Sesuai dengan fokus penelitian yaitu sistem pembelajaran
pesantren yang terdiri dari proses modernisasi sistem pembelajaran
dan arti penting modernisasi sistem pendidikan pondok pesantren
al-Hikmah Pedurungan Semarang, maka yang dijadikan sumber
data adalah sebagai berikut:
1. Buku-buku yang terkait dengan pesantren
2. Buku-buku yang terkait dengan sistem pendidikan pesantren
3. Buku-buku yang terkait dengan modernisasi pesantren.
4. Buku panduan pondok pesantren Al-Hikmah
2) Sumber lapangan
Maksud dari sumber lapangan ini yaitu peneliti terjun
secara langsung ke objek penelitian, dan untuk mempermudah
dalam melaksanakan studi lapangan, penulis menggunakan
beberapa metode, yaitu: observasi, wawancara dan dokumentasi.
b. Sumber sekunder
63
Masri Singarimbun, Sofyan Efendi, (Penyunting), Metode Penelitian Survei,(Jakarta:
LP3ES, 1989), hlm. 70.
Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain
atau lewat dokumen.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan
fokus dan tujuan penelitian. Sumber data dipilih dan mengutamakan
pandangan informan yakni bagaimana mereka memandang.
Untuk melaksanakan metode pengumpulan data ini, peneliti
menempuh beberapa metode yaitu: observasi, wawancara dan
dokumentasi.
a. Observasi
Observasi yaitu pengamatan atau pencatatan secara sistematis
fenomene-fenomena yang akan diselidiki. Metode ini digunakan untuk
mengumpulkan data yang berkenaan dengan fisik pondok pesantren Al-
Hikmah Pedurungan Semarang, seperti sarana prasarana pondok
pesantren, letak geografis dan lain-lain.
b. Wawancara
Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi,
yaitu cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada
yang diwawancarai.64
Teknik wawancara yang digunakan adalah
wawancara tidak terarah atau tidak terpimpin disebut juga wawancara
tidak berstruktur. Cirinya yang utama adalah bahwa seluruh wawancara
tidak didasarkan pada suatu sistematis daftar pertanyaan yang telah
disusun terlebih dahulu. Metode ini dilakukan dengan cara bertanya
langsung kepada narasumber yakni kyai, pengurus, ustadz, dan santri.
Kegiatan ini digunakan untuk menggali data tentang sejarah berdirinya
pondok pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang, keadaan para
64
Masri Singarimbun, Sofyan Efendi, (Penyunting), Metode Penelitian Survei,, hlm.192.
ustadz dan santri, kondisi proses belajar mengajar para santri, dan
proses-proses modernisasi pesantren.
c. Dokumentasi
yaitu mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger,
agenda dan sebagainya.
Sumber dokumentasi dalam penelitian ini adalah data-data dan
buku induk pondok pesantren Al-Hikmah mengenai letak geografis,
struktur organisasi, daftar santri, sarana prasarana dan lain-lain.
E. Analisis data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana
yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga
mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis data kualitatif, yaitu mengikuti konsep yang diberikan Miles and
Huberman dan spradley.
Miles and Huberman mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus pada
setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh.
Aktifitas analisis data yaitu data reduksi, data penyaji, dan gambar penyimpul.
Untuk menganalisis data yang sudah dikumpulkan yaitu menggunakan
Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis
berdasarkan data yang diperoleh.65
Yakni sebelum memasuki lapangan,
selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Namun dalam penelitian
kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan
dengan pengumpulan data. Model interaktif dalam analisis data ditunjukkan
pada gambar berikut.
Alur gambar komponen dalam analisis data tersebut dapat dijelaskan
bahwa dari semua data yang telah terkumpul dari lapangan cukup banyak,
untuk itu perlu dilakukan analisis data. Langkah pertama, reduksi data.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
Setelah data direduksi, maka langkah yang Kedua, mendisplaykan data
atau penyajian data. Dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori. Yang digunakan untuk menyajikan
data ini adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data,
maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan
kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami tersebut.
65
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm 89.
Data
Collection Data
Display
Data
Reduction Conclusion:
Drawing/verifying
Setelah data direduksi dan disajikan dengan teks naratif, maka
langkah ketiga adalah Conclusion: Drawing/verifying atau juga disebut
dengan penarikan kesimpulan dan verifikasi data-data yang telah di reduksi
dan disajikan tadi. Dalam penarikan kesimpulan ini hendaknya ada temuan
yang baru yang sebelumnya belum ada. Karena dalam penelitian kualitatif
hendaknya ditemukan permasalahan yang baru dan permaslahan tersebut
sekaligus diberi solusinya, dengan demikian penelitian ini bisa dikatakan
berhasil.
BAB IV
MODERNISASI SISTEM PENDIDIKAN
DI PONDOK PESANTREN AL-HIKMAH PEDURUNGAN LOR
SEMARANG
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Hikmah Pedurungan Lor
Semarang
1. Letak Geografis
Pondok Pesantren Al-Hikmah Pedurungan lor Semarang terletak
kurang lebih 100 m dari jalan raya Pedurungan–Penggaron, yang tepatnya
di jalan Pesantren No. 03 Pedurungan Lor Semarang (024) 6716657.
pesantren ini berdiri di atas lahan milik pondok yang terletak di daerah
yang bersebelahan dengan beberapa daerah, yaitu:
- Sebelah utara berbatasan dengan desa Banget Ayu
- Sebelah barat berbatasan dengan Gayam sari
- Sebelah selatan berbatasan dengan Pedurungan kidul
- Sebelah timur berbatasan dengan Penggaron.
Lokasi pondok pesantren Al-Hikmah ini stategis dan ideal sebagai
sarana belajar mengajar, karena mudah dijangkau. Di sekitar pondok
pesantren Al-Hikmah terdapat Sekolah Dasar Harapan Bunda, SMP dan
SMA At-Thohiriyyah, SMP dan STM Pandanaran, STM Majapahit dan
Madrasah Aliyah Negeri I (MAN I) Semarang.
Pondok Pesantren Al-Hikmah adalah pesantren yang bukan terdiri
dari satu komplek yang terpisah dari lingkungan masyarakat, akan tetapi
menyatu dengan rumah-rumah masyarakat di sekitarnya.66
66
Observasi pondok pesantren al-Hikmah Pedurungan Semarang pada 19 April 2011
2. Sejarah Berdirinya
Pondok Pesantren Al-Hikmah Pedurungan lor Semarang adalah
suatu lembaga pendidikan nonformal yang berbentuk pesantren di kota
Semarang yang orientasi utama pendidikannya adalah bagaimana para
santri yang belajar di pondok itu dapat belajar ilmu diniyah dan mengaji
Al-qur‟an dengan fasih dan tartil, pondok pesantren al-Hikmah
Pedurungan Lor dirintis oleh KH. Drs. M. Qodirun Nur beserta istrinya
Ibu Nyai Hj. Nur Mardiyah, AH. Sekitar tahun 1985. dan sampai saat ini
beliau masih menjabat sebagai pengasuh Pondok Pesantren al-Hikmah
Pedurungan lor.
Pada awalnya pondok pesantren al-Hikmah Pedurungan lor
didirikan karena keinginan masyarakat sekitar untuk dapat mengaji ilmu
agama dan mengaji Al-Qur‟an pada tahun 1986, Pondok pesantren al-
Hikmah belum memiliki asrama khusus untuk menampung santrinya. Hal
ini dikarenakan para santri masih bolak-balik (ngelajo-bahasa jawa). Dan
pelaksanaan pengajian hanya dilaksanakan pada waktu sore setelah Ashar.
Semula yang mengaji adalah para santri di Madrasah Aliyah
Futuhiyyah 1 Mranggen Demak dipagi harinya, kemudian pada sore
harinya mereka ingin mendalami lebih jauh tentang ilmu Bahasa Arab
yaitu pelajaran Nahwu dan Sharaf serta kitab-kitab kuning lainnya. Tidak
lama kemudian banyak para remaja yang berdatangan dengan tujuan untuk
dapat mengaji Al-Qur‟an serta menghafalkannya kepada Ibu Nyai. Pondok
pesantren al-Hikmah yang pada waktu itu di lingkungan kelurahan
Pedurungan lor pertama kali mengkhususkan dirinya sebagai pondok
tahfidzul Qur‟an.
Melihat semakin banyaknya santri yang datang mengaji dan tinggal
di kediaman beliau, maka pada tahun 1988, beliau mendirikan sebuah
bangunan untuk asrama putri. Sedangkan kegiatan-kegiatan pengajian
masih dilakukan di rumah beliau. Dengan berdirinya pondok pesantren al-
Hikmah jumlah santri semakin bertambah dan meningkat, baik dari dalam
maupun luar daerah, maka pada tahun 1990, asrama putri ditambah lokal
baru berlantai dua dan satu aula untuk kegiatan mengaji. Dan pada tahun
1992, pondok pesantren al-Hikmah tidak hanya mengasuh santri putri saja,
tapi juga sudah mulai mengasuh santri putra yang mulai tinggal menetap
di asrama. Dan akhirnya santri pondok pesantren al-Hikmah berkembang
tidak hanya pada masyarakat sekitar saja yang menjadi santri di Pondok
Pesantren ini. Pada saat ini banyak para santri yang berdatangan dari luar
kota seperti Demak, Grobogan, Kendal dan Tegal. Pondok pesantren yang
berasaskan Islam „ala Ahli Sunnah Wal Jama‟ah ini lebih berorientasi pada
pengajian Al-Qur‟an baik itu bil-nadlor (melihat), bil-ghib (menghafal)
serta qiraat sab‟ah (tujuh macam bacaan); atau sering dikenal dengan
sebutan pondok Qur‟an. Di samping tu para santri juga dibekali ilmu-ilmu
agama seperti nahwu, sharaf, fiqih, akhlak dan hadits agar dapat
menumbuhkan generasi yang Islami yang berakhlakul karimah. Di pondok
pesantren al-Hikmah juga diadakan pengajian umum yaitu sima‟atul
Qur‟an yang dilaksanakan setiap ahad pagi oleh Ibu Nyai yang diikuti oleh
para santri dan warga sekitar. Dan pengajian jum‟at pagi oleh Abah KH.
Drs. Muhammad Qodirun Nur yang mengkaji kitab Ihya‟ Ulumuddin dan
Hikam yang diikuti santri dan warga sekitar.
Adapun tujuan berdirinya pondok pesantren al-Hikmah
Pedurungan lor Semarang adalah antara lain :
a. Untuk dijadikan sebagai tempat dan pusat menyebarkan dan
mensyiarkan Agama Islam (Islamic Center).
b. Untuk dijadikan sebagai pusat pengkajian Agama Islam. Terlebih
pengkajian kitab-kitab klasik Islam yang merupakan sumber rujukan
keilmuan Agama Islam.
c. Sebagai benteng pertahanan moral dari pengaruh negatif
perkembangan zaman.67
3. Struktur dan Organisasi
67
Hasil Wawancara dengan pengasuh dan kyai pesantren pada tanggal 21April 2011.
Setiap pesantren memiliki struktur organisasi sendiri-sendiri yang
berbeda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kebutuhan masing-
masing pesantren. Meskipun demikian, ada kesamaan-kesamaan yang
menjadi ciri-ciri umum struktur pesantren, dan tampak adanya
kecenderungan perubahan yang sama di dalam menatap masa depannya.
Sebagaimana layaknya sebuah lembaga pendidikan, maka pondok
pesantren al-Hikmah memiliki struktur organisasi untuk pembagian tugas
dan wewenang demi kelancaran kegiatan pondok pesantren yang telah
diprogramkan, dan juga untuk menyiapkan rencana-rencana secara matang
sehingga hasil yang diinginkan sesuai dengan yang telah direncanakan.
Struktur Organisasi Pondok Pesantren Al-Hikmah Pedurungan
Semarang68
:
STRUKTUR ORGANISASI
PONDOK PESANTREN AL-HIKMAH PEDURUNGAN SEMARANG
PENGURUS PUTRA
1. Pengasuh : - KH. Drs. M. Qodirun Nur
- Hj. Nur Mardiyah
2. Ketua : - Aqil Filayati
- Achmad Fauzi
3. Sekretaris : - Fahrur Aziz
4. Bendahara : - Misbahul Munir
5. Seksi K3 : - M. Mustaqim
6. Seksi Pend. : - Ali Shodiqin
7. Seksi Minat & Minat : - Saeful Anwar
8. Seksi Perlengkapan : - Akromul Huda
STRUKTUR ORGANISASI
PONDOK PESANTREN AL-HIKMAH PEDURUNGAN SEMARANG
PENGURUS PUTRA
68
Dokumentasi Pondok pesantren al-Hikmah Pedurungan Semarang
1. Pengasuh : - KH. Drs. M. Qodirun Nur
- Hj. Nur Mardiyah
2. Ketua : - Nurul Hasanah
- Nur Halimah
3. Sekretaris : - Himatul Aliyah
4. Bendahara : - Roudlotul Lutfiyah
5. Seksi K3 : - Zainatul Mufarikah
6. Seksi Pend. : - Qurrota A‟yun
7. Seksi Minat & Minat : - Afifatun Nisa‟
8. Seksi Perlengkapan : - Siti Laili Maftuhah
Dalam kegiatan sehari-hari pondok pesantren Al-Hikmah diasuh
langsung oleh KH. Drs. M. Qodirun Nur yang dibantu oleh lurah,
pengurus beserta seluruh santri. Dari lurah tersebut dibantu oleh pengurus
yang ada dalam bidang-bidang yang terstruktur dalam organisasi pondok.
4. Keadaan Pengajar dan Santri
a. Pengajar / Ustadz
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengurus pondok pesantren
Al-Hikmah Pedurungan Semarang bahwa jumlah ustadz atau tenaga
pengajar sebanyak 15 orang, sedangkan latar belakang pendidikannya
cukup bervariasi, ada yang berpendidikan tinggi, ada yang sekolah
menengah dan ada pula yang hanya lulusan pesantren saja. Para ustadz
(guru), sebagaian ada yang bertempat tinggal di asrama pesantren,
karena selain sebagai ustadz, juga masih “nyantri” di pesantren
tersebut, sedangkan sebagian lagi tinggal di luar pondok pesantren
karena sudah berkeluarga dan sebagian juga telah menjadi tokoh
masyarakat di sekitarnya. Untuk lebih jelasnya, lihat dewan ustadz /
guru di bawah ini69
:
69
Wawancara dengan Achmad Fauzi pada tanggal 21 April 2011
Tabel 4.1
DAFTAR GURU / USTADZ
PONPES AL-HIKMAH PUTRA DAN PUTRI
No Nama Alamat
1 Muhammadun Zain Mranggen, Demak
2 Misbah Meteseh, tembaang Semarang
3 A. Sakhowi Plamongan, Pedurungan Semarang
4 A. Musyafa‟ Godong, Purwodadi
5 Abdul Ghofur Kaliwenang, Grobogan
6 Aqil Filayati Batur sari, Mranggen Demak
7 Fahrur Aziz Guntur, Demak
8 Syeh Khabib Purwodadi
9 M. Nashuha Tegal
10 M. Asyhari Guntur, Demak
11 A. Fauzhi Dempet, Demak
12 Siti Nur Rohmah Purwodadi
13 Nur Hayati Pedurungan, Semarang
14 Zumaroh Manggar wetan, Grobogan
15 Siti Maryati Mranggen, Demak
Daftar dewan guru di atas, adalah sudah termasuk dewan guru
yang mengajar di pondok putri.
b. Santri
Pondok pesantren al-Hikmah Pedurungan lor memiliki jumlah
santri (350), yang terdiri dari 135 santri putra dan 215 santri putri.
Jumlah pengurus yang ada adalah 20 santri, dan 15 ustadz dan
pengasuh adalah KH. Drs. M. Qodirun Nur dan HJ. Nur Mardliyah,
AH.
Menurut tradisi pesantren, terdapat dua kelompok santri yaitu
santri mukim dan santri kalong. Di pondok pesantren al-Hikmah
Pedurungan lor keseluruhan santri mukimnya adalah murid-murid
yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pesantren,
sedangkan santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa
sekitar pesantren yang biasanya tidak menetap dalam pesantren, untuk
mengikuti pelajaran di pesantren mereka bolak-balik (nglajo) dari
rumah.
Santri mukim di sini ada yang sambil sekolah, kuliah, kerja dan
asli mondok. Yang sekolah ada yang SMP dan SMA at-Thohiriyyah,
SMP dan STM Pandanaran, STM Majapahit, MTs dan MA Futuhiyyah
Mranggen dan Madrasah Aliyah Negeri I (MAN I) Semarang.
Sedangkan yang kuliah tidak hanya dalam satu universitas saja, akan
tetapi banyak dari seluruh universitas yang ada di Semarang.
Tabel 4.2
DAFTAR SANTRI PUTRA DAN PUTRI
PONDOK PESANTREN AL-HIKMAH PEDURUNGAN SEMARANG
2010-2011
No. Jenjang Pendidikan
Jumlah santri
1. Pelajar tingkat SMP 15
2. Pelajar tingkat SMA 86
3. Mahasiswa 21
4. Karyawan (sudah bekerja) 5
5. Santri murni 8
Jumlah total 135
Aktifitas santri pelajar dalam sehari-hari dapat beraneka ragam,
tetapi dalam pondok pesantren al-Hikmah Pedurungan memberikan
peraturan atau semacam jadwal untuk dapat ditaati oleh santri pelajar,
tidak hanya untuk santri pelajar saja, akan tetapi untuk semua warga
yang ada di pondok pesantren al-Hikmah Pedurungan tersebut. Jadwal
tersebut dibuat untuk menyeragamkan santri pelajar di dalam pondok
agar tidak seenaknya sendiri. Peraturan jadwal yang dibuat
berdasarkan atas musyawarah pengasuh dan pengurus untuk
kemaslahatan dan kemajuan pondok pesantren al-Hikmah Pedurungan
Semarang.70
Table 4.3
JADWAL KEGIATAN SANTRI PUTRA DAN PUTRI
PONDOK PESANTREN AL-HIKMAH
PEDURUNGAN SEMARANG
No Waktu Kegiatan
1 04.30 - 05.00 Shalat subuh berjamaah dilanjutkan dengan wirid
2 05.00 - 06.00 Pengajian kitab kuning
3 06.30 – 13.30 Santri pelajar pergi sekolah
4 14.00 - 16.00 Istirahat
5 16.00 - 17.30 Mengaji, madin, setran Al-Quran
6 18.00 - 18.30 Shalat magrib dan wirid
7 18.30 - 19.00 Tadarus Al-Quran
8 19.00 - 19.30 Shalat isya berjamaah
9 19.30 - 21.00 Madin, pengajian kitab kuning
10 21.00 - 23.00 Jam belajar
Kegiatan mingguan :
Setiap malam selasa ba‟da magrib ada kegiatan pengajian (latihan pengajian
umum) yang dilakukan para santri putra dan putri (tugas pidato bergiliran antar
kamar)
Setiap malam selasa ba‟da isya‟ ada kegiatan Qori‟ yang diikuti semua santri
putra dan santri putri (diampu Ust. Muhammadun Zain)
70
Dokumentasi dan Wawancara dengan Fakhrur Aziz selaku Sekretaris pada tanggal 23
Apriln 2011.
Setiap malam Jum‟at ba‟da magrib ada kegiatan takhtiman Al-Qur‟an
Setiap malam Jum‟at ba‟da isya‟ ada kegiatan berjanji atau atau shalawat
diba‟iyyah yang diikuti semua santri baik putra maupun putri
Setiap jum‟at pagi ada kegiatan pengajian kitab Ihya‟ Ulumuddin dan Hikam
oleh KH. Drs. Muhammad Qodirun Nur yang diikuti santri dan warga sekitar
Setiap minggu pagi ada kegiatan sima‟atul Qur‟an yang diikuti santri putri dan
warga sekitar yang dipimpin oleh Hj. Nur Mardliyah71
5. Sarana dan Prasarana
Pondok pesantren al-Hikmah sebagai lembaga pendidikan Islam
memiliki 5 gedung utama, yaitu Masjid, gedung kantor pondok pesantren,
gedung asrama putra, gedung aula dan gedung madrasah serta asrama
pondok putri. Gedung kantor terdiri atas ruang kantor dan dua kamar
asrama putra, gedung koperasi, dan di samping dan belakangnya
dilengkapi dengan dapur umum.
Gedung asrama putra terdiri atas empat lantai yang terbagi atas
lantai satu berupa aula yang berfungsi sebagai tempat baca atau
perpustakaan, tempat pendidikan dan tempat musyawarah para santri,
lantai dua dan tiga berfungsi sebagai asrama santri putra, sedangkan aula
depan kamar asrama putra berfungsi sebagai tempat untuk mengaji, tempat
belajar dan kegiatan santri yang lain. Pada tiap lantai ada 3 kamar asrama
santri putra. Gedung ini juga dilengkapi dengan tempat berwudhu, kamar
mandi dan di lantai 4 berfungsi sebagai tempat untuk menjemur pakaian
Gedung aula yang bersebelahan dengan gedung asrama putri terdiri
atas dua lantai, lantai satu berupa aula yang berfungsi untuk tempat pusat
kegiatan santri, pusat peribadatan santri dan juga digunakan sebagai
tempat majlis ta‟lim masyarakat sekitarnya pada waktu-waktu tertentu,
dan lantai dua berupa aula masjid yang berfungsi sebagai tempat shalat
71
Observasi dan Dokumentasi Pondok Pesantren al-Hikmah, diambil pada tanggal 19
April 2011.
berjamaah semua santri dan warga sekitar. Gedung ini juga dilengkapi
dengan tempat berwudlu dan kamar mandi
Di gedung asrama putri terdiri atas 3 lantai, pada tiap lantai terdiri
3 kamar untuk asrama putri. Gedung ini juga dilengkapi dengan tempat
berwudlu dan kamar mandi dan juga tempat untuk menjemur pakaian.
Sedangkan gedung sebelahnya adalah rumah pengasuh pondok pesantren
al-Hikmah, gedung koperasi menyatu dengan gedung rumah pengasuh.
Sebuah gedung di seberang jalan terdiri atas 3 lantai yang
digunakan untuk ruang pendidikan karena hanya terdiri atas bangunan
ruang kelas digunakan untuk pusat kegiatan madrasah diniyah, serta
tempat pendidikan TPQ, dan satu kamar untuk kantor Taman Pendidikan
Al-Qur'an. Gedung ini juga dilengkapi dengan kamar mandi, WC dan
dapur umum.
Disamping bangunan yang ada, untuk menunjang proses belajar
mengajar santri di Pondok pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang
diperlukan sarana dan prasarana yang memadai sebagai pra syarat infra
struktur dalam pencapaian tujuan yang dicita-citakan.
Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki pondok pesantren al-
Hikmah Pedurungan Semarang adalah:
Tabel 4.5
SARANA DAN PRASARANA SANTRI
No Jenis Jumlah Keterangan
1 Kamar guru 4 Tempat guru mukim yang mengajar
2 Kamar santri putra/putri 15 Asrama
3 Ruang baca 1 Perpustakaan
4 Bak besar 2 Sebagai penampung air
5 Kamar mandi 13 2 untuk guru dan 11 untuk santri
6 Kamar kecil 8 5 untuk santri putra dan 3 untuk putri
7 Komputer 2 Untuk keperluan pengetikan dan
dokumen data
8 Laptop 1 Penunjang guru dalam mengajarar
9 LCD 1 Penunjang guru dalam mengajarar
10 Motor 1 Untuk keperluan transportasi bersama
6. Sistem Pendidikan dan Pengajaran
Sebagaimana pondok pesantren pada umumnya yang biasanya
memiliki bentuk penyelenggaraan jenjang pendidikan, demikian juga
pondok al-Hikmah juga menyelenggarakan beberapa jenjang pendidikan,
yaitu :
a. Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA)
Untuk pendidikan dan pengajaran di Taman Pendidikan Al-
Qur'an (TPA), digunakan metode qiro‟ati yang terbagi atas 6 jilid
buku, dengan menerapkan metode balaghoh dan individual, dimana
santri dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil antara 10-15
anak. Materi yang diajarkan terdiri atas baca tulis al-Qur'an, hafalan
bacaan sholat, hafalan surat-surat, hafalan do‟a sehari-hari, ilmu tajwid
dan ghorib, serta untuk yang kelas tinggi diajarkan materi tauhid
aqidah al-awam.
b. Pendidikan al-Wustho dan al-Ulya
Pendidikan al-Wustho dan al-Ulya merupakan pendidikan
lanjutan dan madrasah diniyah ibtidaiyyah, yaitu madrasah dasar yang
dengan masa belajar 6 tahun. Untuk madrasah al-Wustho dan al-Ulya
ini dengan masa belajar 4 tahun. Dengan demikian, pondok pesantren
al-Hikmah dalam pendidikan dan pengajaran yang utama adalah
dengan menggunakan sistem madrasah, dengan menggunakan sistem
kelas dan berjenjang yaitu kelas 1,2,3 dan 4. Kurikulum dalam
pengajarannya adalah dengan menggunakan patokan dan referensi
kitab kuning, tidak mengikutsertakan pelajaran umum dalam
kurikulumnya. Dalam pendidikannya, selain pembelajaran di ruang
kelas, pondok pesantren ini juga menerapkan pembelajaran lain
sebagai pendukung pembelajaran di kelas, yang dikenal dengan istilah
taktor, mukhafadhoh, dan les. Taktor adalah semacam diskusi tentang
materi pelajaran yang diajarkan di kelas yang wajib diikuti oleh setiap
santri dikelompokkan sesuai dengan kelasnya, untuk waktu
pelaksanaan adalah setiap hari setelah shalat isya‟, dan biasanya setiap
kelas dipandu oleh santri senior yang sudah lulus kelas 4 atau biasanya
disebut santri mutakharijin.
Mukhafadhah adalah sistem penghafalan materi pelajaran
sekolah yang khusus materi yang berupa nadhoman seperti Milhatu al-
I‟rab dan Alfiyah, dilaksanakan secara bersama-sama dengan sistem
bergilir perbait secara berputar, dan ini juga disesuaikan dengan
kelompok kelasnya, mukhafadhoh ini dilakukan seminggu sekali.
Adapun les adalah pemberian pelajaran tambahan terhadap materi
(kitab-kitab) tertentu oleh guru pengampu dan biasanya dilaksanakan
setelah habis sholat shubuh.
Selain sistem madrasah klasikal yang diterapkan di pesantren
al-Hikmah dalam sistem pendidikan dan pengajarannya, juga
digunakan sistem pengajaran kitab klasikal dengan metode sorogan
dan wetonan, hal ini biasanya adalah untuk santri senior atau santri
mutakharijin (santri yang sudah lulus al-Wushtho dan al-Ulya).
Adapun waktunya menurut pengamatan penulis diantaranya malam
hari setelah sholat maghrib dan setelah sholat isya. Untuk kitabnya
bervariasi dan kitab-kitab berbagai cabang ilmu Agama Islam.
c. Pengajian dan Majlis Ta‟lim
Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin setiap minggu, di
pesantren al-Hikmah kegiatan ini dikelompokkan ke dalam dua
kategori.Yang pertama adalah khusus untuk santri yang dilaksanakan
setiap malam selasa. Yang kedua adalah di peruntukkan untuk warga
sekitar, yaitu kegiatan ini dilaksanakan 1 kali dalam seminggu, yakni
Jum‟at pagi dan minggu pagi. Kegiatan ini merupakan sarana untuk
sosialisasi pondok pesantren kepada masyarakat sekitarnya. Selain
pendidikan secara langsung sebagaimana disebutkan di atas, pondok
pesantren juga menyelenggarakan musyawarah wustho yang
pelaksanaannya melibatkan para alumni, dalam musyawarah itu
dibahas tentang permasalahan-permasalahan keagamaan atau semacam
bahsu al-masail diniyah, dan santri pondok yang mengikuti kegiatan
ini adalah santri-santri yang sudah senior atau sudah mutakharijin,
yang pelaksanaanya dilaksanakan setiap sebulan sekali yaitu setiap
hari Ahad dan malam Senin pada minggu pertama setiap bulan72
.
7. Metode Pembelajaran di Pondok Pesantren Putra Al-Hikmah Pedurungan
Semarang
Secara garis besarnya, ada dua sistem pembelajaran yang
digunakan di pondok pesantren al-Hikmah, yaitu: sistem
Bandongan, Sorogan dan sistem Madrasah. Sistem Bandongan
dilaksanakan setelah shalat Shubuh, yang diikuti seluruh santri
tanpa adanya perbedaan jenjang kelas, sedangkan sistem Sorogan
dilaksanakan oleh beberapa santri saja mengenai waktunya tidak menentu,
dan sistem Madrasah dilaksanakan setelah shalat Ashar dan Isya‟
yang dimulai pukul 16.00 – 17.30 dan 19.00 – 20.30 WIB. Dalam
sistem madrasah ini, santri dikelompokkan ke dalam 5 jenjang atau
kelas (I’dad, Ula I, Ula II, Wustha, dan Ulya). Dalam
pengklasifikasiannya didasarkan pada kemampuan santri
berdasarkan hasil placement test (tes penempatan kelas) yang
harus diikuti santri sebelum mengikuti kegiatan pembelajaran di
madrasah.
Metode pembelajaran yang dipergunakan di pondok
pesantren al-Hikmah pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan
metode pembelajaran yang dipergunakan di pesantren-pesantren
lain pada umumnya. Adapun metode-metode yang dipergunakan di
pondok pesantren Al-Hikmah, meliputi:73
a. Metode Bandongan
72
Wawancara dengan Aqil Filayati selaku Lurah dan Ustadz pada tanggal 23 April 2011. 73
Wawancara dengan saudara Abdul Ghofur, ketua Madrasah Diniyah Putra Pondok
Pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang, pada tanggal 26 April 2011.
Pelaksanaan dari pada metode ini yaitu santri secara
bergerombol duduk di sekeliling kyai atau ustadz yang sedang
membacakan kitab kuning, kemudian santri mendengarkan dan
memaknai kitabnya, sambil membuat catatan-catatan tambahan
jika dirasa penting dan perlu.
b. Metode Sorogan
Metode ini, adalah metode pengajaran dengan sistem
individual, prosesnya adalah santri dan biasanya yang sudah pandai,
menyodorkan sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca di depan kyai,
dan kalau ada salahnya, kesalahan itu langsung dibetulkan oleh kyai.
c. Metode Dialog (tanya jawab)
Metode dialog adalah metode mengajar yang
memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat
dua arah, sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara
santri dengan kyai atau ustadz. Santri bertanya, kemudian kyai
atau ustadz menjawab, atau sebaliknya. Dalam komunikasi ini
terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung antara
kyai, ustadz dengan santri.
d. Metode Lalaran
Metode lalaran yaitu suatu metode pembelajaran yang
dalam pelaksanaannya pelajaran itu dilagukan dengan lagu-
lagu tertentu, dan metode ini tidak semua pelajaran dapat
diterapkan, tetapi pelajaran yang dapat diterapkan dengan
metode ini adalah pelajaran-pelajaran yang ada kaitannya
dengan nazham, sehingga nadzam tersebut bisa dilagukan dan
dikontekskan dengan lagu yang sedang up to date. Metode
lalaran ini sering dipergunakan pada pelajaran-pelajaran yang
ada nadhamnya seperti: „Imrithi, Alfiyah Ibnu Malik, dan
sebagainya.
e. Metode Hafalan (tahfidz)
Dengan metode hafalan ini diharapkan pelajaran yang
telah difahami dan dimengerti dapat teringat terus sampai masa
hayatnya. Pelaksanaan dari metode ini adalah santri maju
dihadapan kyai, ustadz untuk menghafalkan materi atau syi’ir
atau nadzam-nadzam tertentu. Setelah santri dianggap hafal
semua, maka santri tersebut kembali ke tempatnya, tetapi jika
santri belum hafal, maka diperintahkan kembali untuk
menghafal hingga benar-benar hafal.
Biasanya metode hafalan ini ditujukan pada pelajaran-
pelajaran tertentu saja yang dianggap penting untuk dihafal,
seperti: ilmu alat nahwu dan sharf, kaidah-kaidah fiqh, hafalan-
hafalan do‟a, hafalan surat-surat pendek, dan sebagainya.
f. Metode Diskusi (Bahtsul Masail)
Metode bahtsul masail (diskusi) pada dasarnya adalah
bertukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman
secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian
bersama yang lebih jelas dan cermat tentang permasalahan
atau topik yang sedang dibahas. Dalam metode diskusi ini,
setiap santri diharapkan memberikan sumbangan pikiran atau
ide-ide sehingga dapat diperoleh pandangan dari berbagai
sudut berkenaan dengan masalah tersebut. Dengan
sumbangan ide, pikiran atau gagasan dari santri-santri lainnya,
diharapkan akan maju dari satu pemikiran ke pemikiran yang
lain, sampai dihasilkannya pemikiran yang lengkap mengenai
permasalahan atau topik yang sedang dibahas.
Metode diskusi ini biasanya digunakan di pondok
pesantren al-Hikmah, ketika ustadz berhalangan hadir, yang
kemudian diisi oleh santri senior (kelas Ulya) sesuai dengan
jadwal piket hariannya untuk membahas suatu topik atau
permasalahan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan
oleh ustadz pengampu.
Metode diskusi ini juga merupakan metode rutin yang
dipakai di pondok pesantren al-Hikmah setiap satu bulan sekali
untuk berdiskusi masalah-masalah fiqh dengan tema yang
berbeda-beda.
g. Metode Tutorial
Metode tutorial adalah sebuah metode yang di dalamnya
diberlakukan sistem kelompok-kelompok yang dalam tiap
kelompoknya diampu oleh tutor (yang berasal dari santri senior).
Melalui metode ini diharapkan mempunyai banyak manfaat
yaitu: bagi santri yunior, dapat menangkap pelajaran secara
lebih cermat, dan bagi santri senior (tutor) dapat berlatih
menyampaikan kembali pelajaran yang telah diterima dari kyai.
Metode ini biasanya dilakukan dengan dua session.
Session pertama dilakukan setelah ngaji pagi sistem bandongan
bagi santri mahasiswa yang tidak masuk pagi, dan session
kedua dilakukan pada sore hari bagi santri pelajar.
h. Metode Nadham
Metode nadham ini biasa digunakan dengan cara
melagukan materi yang dipelajari. Pelajaran yang biasa
menggunakan metode ini adalah nahwu dan shorof.
Biasanya metode ini diterapkan selama pelajaran dan
setelah pelajaran agar para santri dalam mempelajarinya tidak
jenuh, kemudian dengan menunjuk beberapa santri untuk
menadhamkan materi yang sedang dipelajari secara
bergantian.74
i. Metode Perwalian
Metode ini diberlakukan pada ngaji Al-Qur‟an. Sistem
yang digunakan hampir sama dengan metode tutorial, yaitu
santri senior (yang sudah lolos tes seleksi) untuk mengampu
74
Wawancara dengan Drs.KH. Muhammad Qodirun Nur, Pengasuh Pondok Pesantren Al-
Hikmah Pedurungan Semarang, pada tanggal 21 April 2011
beberapa santri yunior. Wali ngaji (sebutan untuk pengampu)
bertanggung jawab atas kelancaran dan kefasihan bacaan anak
didiknya, meliputi: makharij al- huruf, hukum bacaan tajwidnya
maupun gharibnya.75
B. Data Tentang Modernsasi Sistem Pembelajaran Pesantren Di Pondok
Pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang
1. Arti penting modernisasi sistem pembelajaran pesantren
Arti penting dan tujuan dari modernisasi pondok pesantren al-
Hikmah pedurungan adalah berusaha untuk menyempurnakan sistem
pendidikan Islam yang ada di pesantren al-Hikmah, dengan tujuan agar
para santrinya bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan
peradaban dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat, karena mereka
memiliki kemampuan yang siap pakai. Yang akhir-akhir ini pada pondok
pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka
renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-
perubahan yang bisa dilihat di pesantren modern mulai akrab dengan
metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan dari luar
dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan
luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
2. Proses modernisasi sistem pembelajaran pesantren
Dalam proses modernisasi sistem pendidikan pesantren yang ada di
al-Hikmah setidaknya memenuhi beberapa syarat yang telah dikemukakan
oleh Soerjono Soekanto yaitu Cara berpikir yang ilmiah, Sistem
administrasi, Penciptaan iklim yang menyenangkan penggunaan alat-alat
komunikasi massa, organisasi, dan kurikulum. Dalam proses tersebut al-
Hikmah melakukan beberapa pengembangan yaitu:
a. Administrasi atau pengelolaan dan dana
Dalam pengelolaan dan dana ada di tangan kyai, akan
tetapi secara teknis operasionalnya ditangani oleh unit-unit kerja
75
Wawancara dengan ustadz Aqil Filayati, pada tanggal 23 April 2011.
(pengurus organisasi). Pembagian kerja pada umumnya kurang
jelas dan administrator juga belum ahli, sehingga sistem
dokumentasi belum teratur dan akurat. Meskipun demikian,
dalam pengelolaan dana, sarana dan dokumen-dokumen
berharga lainnya hampir dapat dipastikan tidak ada kebocoran-
kebocoran dalam arti korupsi. Kelemahan yang terjadi akibat
kurang profesional mengelola adalah tidak efektif, tidak efisien,
dan tidak akurat, serta sering tumpang tindih. Dengan kata lain
terjadinya kelemahan dalam mengelola bukan karena faktor
“hal”, tetapi semata-mata karena belum ada profesi atau
keahlian dan keterampilan mengelolanya.
Mengenai sumber dana, pada umumnya diperoleh dari:
(1) usaha yayasan yang dibentuk pesantren, (2) sumbangan
dari santri, (3) sumbangan dari masyarakat, baik pribadi
maupun kelompok-kelompok dan sebagainya.
Karena pada umumnya tidak terdapat perencanaan-
perencanan yang tepat dan tidak mempunyai rencana induk
pengembangan pesantren untuk jangka pendek maupun jangka
panjang, maka sulit diukur memadai tidaknya dana, tetapi
secara keseluruhan akan tampak pebedaan dari pesantren satu
terhadap yang lainnya. Hal ini tampak dari jumlah gedung yang
dimiliki, tanah, sumber-sumber dana, dan fasilitas-fasilitas
lainnya, serta banyaknya santri yang diasuhnya.
Tetapi pada waktu-waktu ini telah tampak tanda-tanda
baru bahwa pesantren menyadari pentingnya perencanaan-
perencanaan yang akurat untuk mengembangkan dirinya
dimasa mendatang.
b. Kurikulum
Dalam proses belajar di suatu lembaga pendidikan tidak
akan dapat dipisahkan dengan adanya kurikulum atau materi-
materi yang diajarkan, karena kurikulum merupakan acuan dan
pedoman yang dipakai sebagai perantara oleh pengajar dalam
pelaksanaan pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
Kurikulum di pesantren pada umumnya, belum ada
ketentuan dan aturan baku, sehingga masih dapat dikatakan
sangat sederhana. Demikian juga pondok pesantren al-Hikmah,
walaupun sudah menggunakan sistem madrasah dalam
pendidikan dan pengajarannya. Namun masih hanya sebatas
kitab-kitab kuning yang dijadikan sebagai acuan dalam proses
belajar mengajar sedangkan sumber pembelajaran dari ilmu
umum hanya sedikit.
Adapun karakteristik kurikulum yang ada pada pondok
pesantren modern, mulai diadaptasi dengan kurikulum
pendidikan Islam yang disponsori oleh Departemen Agama
dalam sekolah formal (madrasah). Sedangkan kurikulum khusus
pesantren dialokasikan melalui kebijaksanaan sendiri.
Gambaran umum kurikulum Pondok pesantren al-Hikmah
pedurungan Semarang adalah pada pembagian waktu, yaitu
mereka belajar keilmuan Islam khas pesantren setelah mereka
belajar di sekolah atau di perguruan tinggi.
Kurikulum pendidikan pesantren modern yang
merupakan perpaduan antara pesantren salaf dan sistem
sekolah, diharapkan akan mampu memunculkan output
pesantren berkualitas yang tercermin dalam sikap yang aspiratif,
progresif dan tidak ortodok, sehingga santri bisa secara cepat
beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan peradaban dan
bisa diterima dengan baik oleh masyarakat, karena mereka
bukan golongan eksklusif dan mereka memiliki kemampuan
yang siap pakai.
Materi yang diajarkan di pesantren al-Hikmah berkisah
pada ilmu-ilmu keagamaan yakni : Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqih,
Ushul Fiqih, Bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, Balaghoh dan
Tajwid), dan akhlak. Dan ilmu umum yakni Matematika dan
Bahasa inggris (tambahan dari sekolah formal).
c. Struktur organisasi
Sebagaimana layaknya sebuah lembaga pendidikan,
maka madrasah pondok pesantren al-Hikmah memiliki struktur
organisasi untuk pembagian tugas dan wewenang demi
kelancaran kegiatan madrasah pondok pesantren yang telah
diprogramkan, dan juga untuk menyiapkan rencana-rencana
secara matang sehingga hasil yang diinginkan sesuai dengan
yang telah direncanakan.
Struktur Organisasi madrasah Pondok Pesantren Al-
Hikmah Pedurungan Semarang76 :
STRUKTUR ORGANISASI MADRASAH
PONDOK PESANTREN AL-HIKMAH PEDURUNGAN SEMARANG
Pengasuh : - Drs. KH. M. Qodirun Nur
- Hj. Nur Mardiyah
Kepala sekolah : - Abdul Ghofur
- Aqil Filayati
Sekretaris : - Ahmad Sakhowi
Bendahara : - Misbahul Munir
Seksi K3 : - M. Mustaqim
Seksi Pend. : - Chabib
- Ali Shodiqin
76
Dokumentasi Pondok pesantren al-Hikmah Pedurungan Semarang
Seksi Minat & Minat : - Saeful Anwar
Seksi Perlengkapan : - Fudhailul Fikri
- Akromul Huda.77
d. Sarana dan prasarana
Pondok pesantren al-Hikmah sebagai lembaga
pendidikan Islam memiliki 5 gedung utama, yaitu Masjid,
gedung kantor pondok pesantren, gedung asrama putra dan
asrama pondok putri, gedung aula dan gedung madrasah.
Gedung kantor terdiri atas ruang kantor dan dua kamar asrama
putra, gedung koperasi, perpustakaan dan di samping dan
belakangnya dilengkapi dengan dapur umum.
Disamping bangunan yang ada, untuk menunjang proses
belajar mengajar santri di Pondok pesantren al-Hikmah
Pedurungan Semarang diperlukan sarana dan prasarana yang
memadai sebagai pra syarat infra struktur dalam pencapaian
tujuan yang dicita-citakan. Seperti pengadaan media
pembelajaran yang baru yakni laptop, LCD, akan tetapi itu
masih sangat terbatas.
e. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran yang dipergunakan di madrasah
pondok pesantren al-Hikmah pada dasarnya tidak jauh berbeda
dengan metode pembelajaran yang dipergunakan di pesantren-
pesantren lain pada umumnya. Adapun metode-metode yang
dipergunakan di madrasah pondok pesantren Al-Hikmah,
meliputi:
1) Metode Dialog (tanya jawab)
2) Metode Lalaran
3) Metode Hafalan (tahfidz)
77
Dokumentasi pondok pesantren al-Hikmah Pedurungan Semarang
4) Metode Diskusi (Bahtsul Masail)
5) Metode Tutorial
6) Metode Nadham
f. Kegiatan Ekstra Pesantren
Untuk meningkatkan bakat dan minat santri di pondok
pesantren al-Hikmah Pedurungan semarang, dibuat program
yang terbagi menjadi dua, yaitu Ko Kurikuler dan Ekstra
Kurikuler.
1. Ko kurikuler
a) Ceramah Ilmiah
Ceramah ilmiah merupakan kegiatan rutinitas setiap 1
bulan sekali dengan mendatangkan narasumber dari
luar, tetapi pelaksanaannya tergantung dari situasi dan
kondisi untuk mengadakan ceramah ilmiah ini, dengan
mempertimbangkan mulai dari dana, waktu, dan lain-lain.
b) Pelatihan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar)
Pelatihan KBM ini sebagai pembekalan kepada santri
untuk bisa mengajar dimuka umum atau kepada
masyarakat ketika nanti sudah terjun di masyarakat, tidak
hanya kajian-kajian keilmuan yang dipelajari tetapi juga
bagaimana mengajarkan kepada orang lain.
Pelaksanaan KBM ini bersamaan dengan
mudzakarah, para santri mengajar di depan teman-
temannya sendiri saling bergantian. Dengan pelatihan
KBM agar nantinya para santri terbiasa di depan umum
mengajarkan ilmu yang selama ini yang mereka peroleh.
2. Ekstra Kurikuler
a. Aspek ilmiah
1) Pengajian Tahfidz Quran
Pengajian ini dilaksanakan dengan dua program,
yaitu program Binadhor dan Program Bilghoib dimulai
setelah jama‟ah shalat asyar bertempat dimasjid
Pondok Pesantren.
2) Mengaji kitab
Mengaji kitab ini dilaksanakan dengan menggunakan
system bandongan atau sorogan yang disesuaikan
dengan tingkatan masing-masing santri. Adapun
materi yang dikaji meliputi Fiqh, Hadits, Tafsir,
Tasawuf dan Akhlaq.
3) Mudzakarah
Muzhakarah difungsikan oleh para santri untuk
mengingat pelajaran-pelajaran yang telah lalu dengan
alokasi waktu dua setengah jam. Dimulai pada pukul
20.00 WIB sampai pukul 23.30 WIB. Pada saat
Muzhakarah, santri dipimpin oleh santri senior sesuai
dengan kelas masing-masing. Tugas santri senior ini
mengarahkan kepada para santi yunior bila terdapat
kesalahpahaman, atau ditemui pemahan yang kurang
lurus.
b. Aspek kesenian meliputi latihan Rebana.
c. Aspek olah raga meliputi latihan sepak bola, basket, bola
Volli, tenis meja, dan bela diri.78
C. Analisis Umum Terhadap Pondok Pesantren Al-Hikmah Pedurungan Semarang
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang
mengakar pada masyarakat, dan sangat dekat dengan kehidupan masyarakat,
karena realita yang ada menunjukkan sebagian besar Pondok Pesantren berada
di daerah pedesaan. Akan tetapi letak pondok pesantren al-Hikmah berada di
samping kota. Dengan berbagai keunikan, kekhasan, kelebihan dan
78
Wawancara dengan Saeful Anwar pada tanggal 3 Mei 2011
kekurangannya penulis mencoba untuk menganalisis Pondok pesantren
tersebut dengan mengkaitkan dengan beberapa tinjauan yang ada, yaitu:
Dari segi tipe pesantren.
Dalam perkembangan dewasa ini, pada garis besarnya Pondok
Pesantren dapat dikelompokkan menjadi dua :
a. Pondok pesantren salaf, yaitu lembaga pesantren yang
mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik (salaf) sebagai inti
kurikulum pendidikannya. Sedangkan sistem madrasah diterapkan
hanya untuk memudahkan sistem sorogan dan wetonan yang dipakai
dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan
pengajaran pengetahuan umum.
b. Pondok pesantren khalaf, yaitu lembaga pesantren yang sudah
memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum pendidikannya, atau
pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah umum seperti SMP,
SMA dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya, akan tetapi
juga tidak meninggalkan sistem salaf dan pengajaran kitab-kitab Islam
klasik.79
Dalam buku yang berjudul Dinamika Pesantren dan Madrasah ada
empat model pesantren yang berkembang, yaitu:
5) Pesantren yang mempertahankan kemurnian identitasaslinya sebagai
tempat mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi-l-din) bagi para
santrinya. Semua materi yang diajarkan di pesantren ini sepenuhnya
bersifat keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab berbahasa Arab
yang ditulis oleh para ulama abad pertengahan (7-13 H) yang dikenal
dengan nama kitab kuning.
6) Pesantren yang memasukkan materi-materi umum ke dalam
pengajarannya, namun dengan kurikulum yang disusun sendiri
menurut kebutuhan dan tidak mengikuti kurikulum yang ditetapkan
pemerintah secara nasionalsehingga ijazah yang dikeluarkan tidak
79
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Alternatif Masa depan, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1997), hlm. 83-89
mendapat pengakuan dari pemerintah sebagai ijazah formal. Para
santri yang hendak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi harus mengikuti ujian persamaan di sekolah-sekolah lain.
7) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum di dalamnya,
baik bentuk madrasah (sekolah umum berciri khas Islam di bawah
naungan DEPAG) maupun sekolah (sekolah umum di bawah
DEPDIKNAS) dalam berbagai jenjangnya, bahkan ada yang sampai
Perguruan Tinggi yang tidak hanya meliputi fakultas-fakultas
keagamaan melainkan juga fakultas-fakultas umum.
8) Pesantren yang merupakan asrama pelajar Islam di mana para
santrinya belajar di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi
di luarnya. Pendidikan agama di pesantren model ini diberikan di luar
jam-jam sekolah sehingga bisa diikuti oleh semua santrinya.80
Berpijak dari klasifikasi tersebut, dan dengan memperhatikan
fenomena riil pondok pesantren Al-Hikmah, dapat penulis simpulkan
bahwa pondok pesantren Al-Hikmah termasuk dalam kategori jenis
pesantren masih dalam proses menjadi pondok pesantren khalaf. Hal ini
berdasarkan bahwa :
a. Pesantren Al-Hikmah dalam pengajarannya menggunakan kurikulum
perpaduan antara pesantren salaf dan sistem madrasah.
b. Sistem madrasah diterapkan untuk membagi tingkatan atau kelas.
c. Misi utama pesantren adalah mempersiapkan santri untuk memiliki
kemampuan keagamaan dan santri bisa secara cepat beradaptasi dalam
setiap bentuk perubahan peradaban dan bisa diterima dengan baik oleh
masyarakat, karena mereka bukan golongan eksklusif dan mereka
memiliki kemampuan yang siap pakai.
d. Penggunaan metode-metode dalam pengajarannya di samping sistem
madrasah, metode sorogan, wetonan, juga ada metode yang lain
80
Ismail SM, et.al., Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Fakultas tarbiyah
IAIN Walisongo dan Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 149-150
seperti: Metode Dialog (tanya jawab), Metode Lalaran, Metode
Hafalan (tahfidz), Metode Diskusi (Bahtsul Masail), Metode Tutorial,
Metode Nadham.
e. Meskipun sedikit, sudah ada pelajaran pengetahuan umum dalam
kurikulumnya,
Dengan demikian, pesantren Al-Hikmah dalam berbagai bidang
telah berusaha mengadakan pengembangan dan pembaruan, seperti adanya
cara berpikir yang ilmiah, sistem administrasi, kurikulum, struktur
organisasi, sarana dan prasarana, metode pengajaran.
Di samping lokasi pesantren yang berbaur dengan perumahan
penduduk, sehingga akan terjadi interaksi dan komunikasi secara
langsung, yang tentunya akan menyebabkan terjadinya pembelajaran
aspek-aspek kehidupan secara langsung.
Metode Pendidikan dan Pengajaran Pesantren.
Pesantren dengan ruh kulturalnya yang agamis, dikawal bersamaan
dengan kehidupan kyai sebagai contoh sentralnya dan pondok serta masjid
sebagai pusat lembaganya merupakan sistem pendidikan yang sangat unik
dan bersifat khusus.
Kebersamaan kyai dan santri dalam kehidupan keseharian di
pesantren itulah letak keunikan dan kekhususan pondok pesantren sebagai
sebuah sistem pendidikan Islam, sehingga dalam proses belajar mengajar
(PBM) terjadi komunikasi antara kyai sebagai pendidik dan santri sebagai
anak didik sangat erat dan dekat. Hal inilah yang menyebabkan proses
pendidikan dan pengajaran pesantren bersifat humanis dan kekeluargaan.
Namun demikian, bentuk-bentuk metode dalam sistem pendidikan
dan pengajarannya masih belum banyak mengalami perubahan dan
perkembangan, akan tetapi antara satu pesantren dengan pesantren yang
lainnya memiliki corak dan pembaruan yang berbeda dalam menentukan
sistem pendidikannya.
Pondok pesantren al-Hikmah sebagaimana telah penulis
diskripsikan dalam bab sebelumnya, jelas bahwa pesantren al-Hikmah
dalam klasifikasi pesantren termasuk tipe pesantren yang masih dalam
proses menjadi pesantren khalaf, karena belum sepenuhnya sistem
pendidikan dan pengajarannya telah mengalami perubahan dan
pembaharuan, akan tetapi masih dalam proses menuju sistem pendidikan
yang modern. Dengan proses tersebut pondok pesantren al-Hikmah masih
tetap memegang dan mempertahankan sebagian sistem lama untuk
menjaga konsistensi sebagai lembaga pendidikan Islam.
Sistem madrasah yang diterapkan dalam pondok pesantren dengan
berbagai perangkat kelengkapannya seperti adanya evaluasi semester,
raport, kenaikan kelas dan ijazah. Disatu sisi, metode yang semacam itu
memiliki kelemahan, yaitu membutuhkan waktu yang lama dalam
pengajarannya, akan tetapi disisi lain, merupakan metode yang praktis dan
baik dalam memahami kitab-kitab yang berbahasa Arab. Karena paling
tidak ada dua keuntungan dan kemanfaatan yang diraih dengan pendekatan
ini, yaitu penguasaan ilmu yang terkandung dalam kitab tersebut dan
penguasaan segi bahasa.
Dengan menempuh cara seperti itu, pesantren al-Hikmah dari segi
metode belum sepenuhnya melakukan pengembangan dan pembaharuan
dalam sistem pendidikannya, pesantren al-Hikmah hanya melakukan dan
memilih metode yang tepat pada penyampaian materi pelajaran dengan
tetap menggunakan metode-metode lama yang masih dianggap relevan.
Hal ini, masih sesuai dengan prinsip pesantren dengan kaidah
sosialnya yang progresif, yaitu “memelihara sistematika dan metodologi
lama yang masih relevan dan mengambil serta mengembangkan cara baru
yang lebih baik”.81
Demikian halnya dengan penyelenggaraan lembaga Taman
Pendidikan Al-Qur‟an (TPQ), pondok pesantren al-Hikmah telah banyak
mengikuti pola-pola baru dalam sistem pembelajarannya dengan
menggunakan metode Qiro‟ati dan lain sebagainya.
81
Sahal Mahfudh, Nuansa Feqih Sosial, (Yogyakarta: LkiS, 1994), hlm. 347
Semua itu dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan di
luar pesantren, karena memang proses pendidikan untuk menjaga
eksistensinya harus menyesuaikan dengan perkembangan sistem
pendidikan yang ada. Sebagaimana diungkapkan oleh KH. MA. Sahal
Mahfudh :
“tidak mungkin suatu sistem pendidikan akan bisa berjalan secara
kontinu dan lestari tanpa melalui proses perubahan dan
perkembangan. Setiap sistem pendidikan yang telah berlaku dalam
suatu lembaga pendidikan akan berjalan dan sesuai dengan faktor
kondisional yang mempengaruhinya. Manakala faktor tersebut
berkembang dan menuntut penyesuaian, mau tidak mau lembaga
pendidikan harus menempuh transformasi kalau tidak ingin
ketinggalan. Oleh karenanya sistem pendidikan akan selalu
menempati proses penyesuaian dan pengembangan sebagai strategi
kebijak sanaannya”.82
Wujud dari pengembangan dan pembaharuhan sistem pendidikan
dan pengajaran di pondok pesantren al-Hikmah adalah dengan
dikembangkannya sistem madrasah, lembaga TPQ dengan metode
Qiro‟atinya, akan tetapi dari segi metode al-Hikmah belum memasukkan
salah satu metode pembelajaran modern yang ada pada zaman sekarang
ini. di samping masih mempertahankan jati dirinya sebagai lembaga
pendidikan pesantren dan lembaga kemasyarakatan dengan tetap
menerapkan metode-metode lama seperti bandongan, wetonan, selain dari
metode tersebut ada juga metode-metode yang digunakan yaitu: metode
Dialog (tanya jawab), Metode Lalaran, Metode Hafalan (tahfidz), Metode
Diskusi (Bahtsul Masail), Metode Tutorial, Metode Nadham dan lain
sebagainya, serta pendekatan kebahasaan dalam pengkajian kitab kuning
dan majlis ta‟lim yang merupakan wahana komunikasi dan interaksi
langsung dengan ummat di sekitarnya.
82
Sahal Mahfudh, Nuansa Feqih Sosial, hlm. 298
Jika kita memperhatikan unsur-unsur yang ada dalam sistem
pendidikan dan pengajaran pondok pesantren al-Hikmah, jelas bahwa
sistem yang digunakan masih sesuai dan relevan dengan tujuan pendidikan
Islam, bahwa tujuan umum dalam metode-metode pengajaran dalam
pendidikan Islam adalah untuk :
a. Menolong pelajar atau peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuannya.
b. Membiasakan pelajar atau peserta didik untuk menghafal, memahami
dan memperhatikan materi yang diajarkan dengan tepat.
c. Memudahkan proses pengajaran agar dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
d. Menciptakan suasana yang sesuai bagi pengajaran dan saling percaya-
mempercayai serta hormat-menghormai antara guru dan peserta
didik.83
Walaupun demikian, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dan
diperbaharui serta dikembangkan di pondok pesantren al-Hikmah, antara
lain metode-metode pengajaran yang masih menggunakan metode lama
dikembangkan dan ditambah dengan metode yang modern, menyangkut
pengembangan bidang ketrampilan dan pelatihan untuk menyalurkan dan
mengembangkan potensi yang dimiliki santri, seperti pelatihan komputer,
ketrampilan menjahit atau mungkin pelatihan jurnalistik dan sejenisnya.
Serta perlu lebih membuka diri lagi terhadap masuknya pengetahuan non
agama dalam kurikulumnya, dan juga pengembangan bidang menejerial
sistem pendidikan dan pengajarannya, agar dapat lebih baik dan tangguh
serta siap bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan lain dalam era
globalisasi yang tentunya menuntut perubahan dan pengembangan seperti
tersebut di atas.
83
Oemar Muhammad Al-Thaumy Al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta:
Bulan Bintang, 1979), hlm.585
D. Analisis Data Tentang Modernisasi Sistem Pembelajaran Pesantren di pondok
pesantren al-Hikmah
1. Arti penting modernisasi sistem pembelajaran Pesantren
Arti penting dan tujuan dari modernisasi pondok pesantren al-
Hikmah pedurungan adalah berusaha untuk menyempurnakan sistem
pendidikan Islam yang ada di pesantren al-Hikmah, dengan tujuan agar
para santrinya bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan
peradaban dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat, karena mereka
memiliki kemampuan yang siap pakai.
Yang akhir-akhir ini pada pondok pesantren al-Hikmah
mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi
terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang
bisa dilihat di pesantren modern yaitu: mulai akrab dengan metodologi
ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan dari luar dirinya,
diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas,
dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat. Akan
tetapi pondok pesantren al-Hikmah menurut peneliti masih dalam proses
pemenuhan terhadap hal-hal tersebut. Dengan demikian al-Hikmah
merupakan pesantren yang mulai sadar akan pentingnya modernisasi
pesantren.
2. Proses modernisasi sistem pembelajaran Pesantren
Dalam proses memodernisasi pendidikan pesantren yang ada di al-
Hikmah setidaknya memenuhi beberapa syarat yang telah dikemukakan
oleh Soerjono Soekanto yaitu Cara berpikir yang ilmiah, Sistem
administrasi, Penciptaan iklim yang menyenangkan penggunaan alat-alat
komunikasi massa, organisasi, dan kurikulum. Dalam proses modernisasi
sistem pembelajaran pesantren, tidak akan lepas dari tujuan awal pesantren
serta tujuan pendidikan pesantren dan beberapa komponen yang
dikembangkan.
Tujuan awal pesantren yaitu seperti yang dikemukakan Martin
Van bruinessen adalah mentranmisikan Islam tradisional sebagaimana
yang terdapat dalam kitab-kitab yang ditulis berabad-abad yang lalu.84
Sedangkan tujuan pendidikan pesantren yaitu seperti yang dikemukakan
Zamkhsari Dhofier adalah “pendidikan tidak semata-mata untuk
memperkaya pikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk
meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai
nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkahlaku
yang jujur dan bermoral dan menyiapkan murid untuk hidup sederhana
dan bersih hati.85
Sedangkan komponen-komponen yang perlu dikembangkan oleh
al-Hikmah selain dari segi fisik atau bangunan, yaitu cara berpikir yang
ilmiah, dari segi sistem administrasi pesantren, segi kurikulum, struktur
organisasi, sarana dan prasarana, metode pengajaran dan ekstra pesantren.
1. Administrasi atau pengelolaan dan dana
Dalam pengelolaan dan dana ada di tangan kyai, akan
tetapi secara teknis operasionalnya ditangani oleh unit-unit kerja
(pengurus organisasi). Yang biasanya dalam pembagian kerja
kurang jelas dan administrator juga belum ahli, sehingga sistem
dokumentasi belum teratur dan akurat. Meskipun demikian,
dalam pengelolaan dan dana, sarana dan dokumen-dokumen
berharga lainnya hampir dapat dipastikan tidak ada kebocoran-
kebocoran dalam arti korupsi. Akibat dari kurang
professionalnya dalam mengelola adalah tidak efektif, tidak
efisien, dan tidak akurat, serta sering tumpang tindih. Dengan
kata lain terjadinya kelemahan dalam mengelola bukan karena
faktor “hal”, tetapi semata-mata karena belum ada profesi atau
keahlian dan keterampilan mengelolanya.
Mengenai sumber dana, pada umumnya diperoleh dari:
(1) usaha yayasan yang dibentuk pesantren, (2) sumbangan
84
Martin Van Bruinessen, Kitab kuning,Pesantren, dan tarekat: Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia, (Bandung: Mizan Anggta IKAPI, 1995), hlm. 17. 85
Zamahkhsari Dhofir, Tradisi Pesantren, Studi tentang pandangan hidup kyai, hlm 55.
dari santri, (3) sumbangan dari masyarakat, baik pribadi
maupun kelompok-kelompok dan sebagainya.
Perencanaan-perencanan yang tepat dan mempunyai
rencana induk pengembangan pesantren untuk jangka pendek
maupun jangka panjang, maka dana dapat diukur memadai
tidaknya, dengan begitu akan tampak perkembangan yang akan
dituju.
Pada waktu-waktu ini telah tampak tanda-tanda baru
bahwa pesantren al-Hikmah menyadari pentingnya
perencanaan-perencanaan yang akurat untuk mengembangkan
dirinya dimasa mendatang. Selain membenahi sistem
administrasi pesantren yang semula kurang jelas kerjanya lalu
diperjelas tugas kerja administratornya, juga dari tenaga yang
kurang ahli diganti dengan yang ahli, sehingga dengan demikian
diharapkan dari segi administrasi akan tertata dengan rapid an
berjalan dengan lancar.
2. Kurikulum
Bentuk pendidikan pesantren yang hanya mendasarkan
pendidikannya pada kurikulum ”salaf” dan mempunyai ketergantungan
yang berlebihan pada kyai nampaknya merupakan persoalan tersendiri,
jika dikaitkan dengan tuntutan perubahan zaman yang senantiasa
melaju dengan cepat ini. Bentuk pesantren tersebut menurut penulis
akan mengarah pada pemahaman Islam yang parsial karena Islam
hanya dipahami dengan pendekatan normatif semata. Maka mereka
cenderung mengambil jarak dengan proses perkembangan zaman yang
serba cepat ini. Pesantren dalam bentuk ini, hidup dan matinya sangat
bergantung pada kebesaran kyainya, artinya; jika di pesantren masih
ada kyai yang mumpuni maka pesantren tersebut akan tetap eksis, akan
tetapi sebaliknya jika pesantren tersebut sudah ditinggal oleh kyainya
dan tidak ada penggantinya, maka secara berangsur-angsur akan
ditinggalkan oleh santrinya. Oleh karena itu, inovasi dan pembaharuan
dalam penataan kurikulum perlu direalisasikan, yaitu dengan
merancang kurikulum yang mengacu pada tuntutan masyarakat
sekarang dengan tidak meninggalkan karakteristik pesantren yang ada.
Di pondok pesantren al-Hikmah pedurungan Semarang telah
mengadopsi kurikulum dan lembaga sekolah, hubungan ideal antara
keduanya perlu dikembangkan. Kesadaran dalam mengembangkan
bentuk kedua ini, nampak sudah mulai tumbuh di kalangan umat
Islam. Namun dalam kondisi riil, keberadaan pesantren yang telah
mengadopsi kurikulum sekolah (madrasah), ternyata belum
sepenuhnya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Di sana-sini
masih terlihat banyak sekali kendala yang dihadapi, sehingga mudah
diduga bahwa hasilnya pun belum sampai pada taraf memuaskan. Oleh
karena itu, upaya untuk merumuskan kembali sebuah lembaga yang
bercirikan pesanten dan mampu untuk memproduksi siswa (santri)
yang benar-benar mempunyai kemampuan handal dan profesional
serta berakhlak mulia senantiasa perlu dilakukan terus-menerus secara
berkesinambungan. Begitu pun dengan pondok pesantren al-Hikmah
Pedurungan Semarang dalam proses pengembangannya dilakukan
secara terus-menerus dan bertahap.
3. Struktur organisasi
Pembahasan mengenai struktur organisasi yang ada dalam
lingkungan pesantren tidak hanya berpijak pada pembagian kerja saja
akan tetapi meliputi beberapa hal yaitu status kelembagaan, struktur
organisasi, gaya kepemimpinan, dan suksesi kepemimpinan.
Pondok pesantren al-Hikamah status kelembagaannya adalah
milik pribadi, sehingga dengan status pribadi tersebut pondok
pesantren al-Hikmah memiliki kelebihan yaitu: memiliki kebebasan
dalam menentukan jalan hidupnya sendiri dan bebas`merencanakan
pola pengembangannya. Sedangkan kelemahan dari status pribadi
adalah tergantung pada kemauan dan kemampuan perorangan.
Selanjutnya mengenai struktur organisasi yang ada di pondok
pesantren al-Hikmah kyai merupakan tokoh kunci dalam pesantren.
Kedudukan, kewenangan dan kekuasaannya amat kuat. Jadi hubungan
antar santri dengan santri dan antara santri dan pimpinan (kyai, ustadz,
dan pengurus) bersifat kekeluargaan. Pembagian kerja antar unit
diubah dari yang bersifat co-acting (kerja sendiri-sendiri) menjadi
inter-acting (tergantung dengan yang lain).
Mengenai gaya kepemimpinan pondok pesantren al-Hikmah
adalah masih berpusat kepada kehendak kyai. Dan mengenai suksesi
kepemimpinan dalam pondok pesantren al-Hikmah belum diketahui
jelas, karena sang pendiri atau kyainyan masih hidup sampai sekarang.
4. Sarana dan prasarana
Sebagaimana disebutkan diatas, sarana-sarana dan prasarana
yang sekaligus sebagai ciri khas pesantren yang dimiliki pondok
pesantren al-Hikmah adalah: Masjid, rumah kyai, Asrama santri,
Gedung belajar, Perkantoran, Ruang tamu, perpustakaan, tempat
mandi-WC, dapur, dan sebagainya. Selain dari itu semua juga terdiri
dari alat-alat pendidikan, dalam arti alat untuk belajar mengajar bagi
jenis pendidikan pesantren seperti yang disebutkan diatas, amat
sederhana karena sifat belajarnya yang memang tidak memerlukannya.
Tetapi dalam madrasah terdapat alat-alat pendidikan dan pengajaran
yang lebih lengkap seperti: bangku, papan tulis, alat tulis-menulis, alat
pengeras suara, komputer, LCD dan lain-lain. Dari segi alat-alat yang
dimiliki masih jauh dari kata memadai jika dilihat dari kemajuan ilmu
dan teknologi saat ini. Bagaimanapun perkembangan selanjutnya
sangat tergantung pada kemampuan mengelola dan dananya.
5. Metode pembelajaran
Metode adalah cara yang teratur dan sistematis yang harus
ditempuh untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Pelaksanaan pengajaran kitab dilakukan secara bertahap, dari
kitab-kitab yang dasar yang merupakan kitab-kitab pendek dan
sederhana, kemudian ketingkat lanjutan menengah dan baru setelah
selesai menginjak kepada kitab-kitab takhasus, dan dalam
pengajarannya dipergunakan metode-metode seperti, sorogan,
bandongan, hafalan, mudzakaroh dan majlis ta‟lim.
Selain metode-metode yang digunakan dalam pengajaran kitab
yang disebutkan di atas masih ada beberapa metode lagi yang
digunakan dalam pengajaran di madrasah yakni: metode Qiro‟ati pada
TPQ serta beberapa metode pembelajaran yang lain, seperti Metode
Dialog (tanya jawab), Metode Lalaran, Metode Hafalan (tahfidz),
Metode Diskusi (Bahtsul Masail), Metode Tutorial, Metode Nadham
dan sebagainya.
6. Ekstra pesantren
Usaha yang dilakukan Pondok pesantren al-Hikmah untuk
meningkatkan bakat dan minat santrinya, Pondok pesantren membuat
program yang terbagi menjadi dua, yaitu ko kurikuler dan ekstra
kurikuler. Program ko kurikuler di al-Hikmah dibuat dalam dua
bentuk, yaitu kegiatan ceramah ilmiah dan kegiatan pelatihan KBM
(kegiatan belajar mengajar). Sedangkan program Ekstra Kurikuler
meliputi aspek ilmiyah, keseian dan olah raga. Dalam aspek ilmiyah
meliputi: Pengajian Tahfidz Quran, pengajian kitab, dan mudzkarah.
Dalam aspek kesenian meliputi: latihan Rebana. Dan dalam aspek olah
raga meliputi: latihan sepak bola, bola volli, tenis meja, dan basket.
Dengan keterbatasan yang ada dalam hal keuangan, sarana
prasarana, serta SDM yang ada, Pondok Pesantren al-Hikmah belum
membekali para santrinya dalam hal keterampilan, dengan
keterampilan ini diharapkan setelah santri nantinya terjun
dimasyarakat akan mempunyai keterampilan yang cukup memadahi
sebagai bekal kehidupannya. Keterampilan sangat dibutuhkan dalam
dunia modern seperti sekarang ini. Keterampilan ini bisa berupa
komputer, menjahit, bertani, beternak, pertukangan, dan lain-lain. Hal
inilah yang menjadikan terkadang orang mengganggap keluaran
pesantren kurang kompetitf dalam era globalisasi sekarang, walaupun
sebenarnya keluaran pesantren memiliki kesalehan, kemandirian, dan
kecakapan dalam ilmu-ilmu keislaman.
Tabel 4.5
MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN PESANTREN
DI PONDOK PESANTREN AL-HIKMAH
No Sistem Modern Tidak keterangan
1 Administrasi - Ada dokumentasi
2 Kurikulum - Pengetahuan umum
3 Organisasi - - Pembagian job kerja
- Membuat program bersama
- Kyai masih dominan
4 Sarana prasarana - - Pembaruan media pembelajaran
laptop dan LCD
- jumlah masih terbatas
5 Metode - -masih menggunakan metode yang
lama
6 Ekstra - Khitobah ilmiah dengan bahasa
Indonesia
- basket, sepak bola, pingpong, catur
dilarang
Jadi di pondok pesantren al-Hikmah sudah ada modernisasi dalam sistem
pembelajarannya, akan tetapi masih ada kekurangan yang perlu
dikembangkan lagi secara berkesinambungan.
BAB V PENUTUP
Setelah diuraikan suluruh uraian isi skripsi yang membahas tentang
Modernisasi sistem pembelajaran pesantren (Studi kasus pada pondok pesantren
al-Hikmah Pedurungan Semarang), maka akhirnya penulis ingin menyimpulkan
serta memberikan saran-saran seperlunya yang dirangkai dengan kata penutup
akhir skripsi ini.
A. Kesimpulan
Setelah menguraikan dan membahas skripsi ini kiranya dapat diambil
kesimpulan dari seluruh isi yang terkandung di dalamnya, yaitu:
1. Arti penting modernisasi sistem pembelajaran Pesantren di pondok
pesantren al-Hikmah
Arti penting dan tujuan dari modernisasi sistem pembelajaran
pesantren pada pondok pesantren al-Hikmah pedurungan adalah berusaha
untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren al-
Hikmah, dengan tujuan agar para santrinya bisa secara cepat beradaptasi
dalam setiap bentuk perubahan peradaban dan bisa diterima dengan baik
oleh masyarakat, karena mereka memiliki kemampuan yang siap pakai.
2. Proses modernisasi sistem pembelajaran Pesantren di pondok pesantren al-
Hikmah
Dalam proses memodernisasi sistem pembelajaran pesantren di
pondok pesantren al-Hikmah yaitu dengan merevisi kembali sistem yang
ada. Sistem tersebut antara lain yaitu: cara berpikir yang ilmiah,
administrasi, kurikulum, struktur organisasi, sarana prasarana, metode
pembelajaran dan ekstra kurikuler.
Sistem administrasi pesantren diperjelas tugas kerja
administratornya, yang diserahkan kepada tenaga yang ahli,
sehingga dengan demikian diharapkan dari segi administrasi akan
tertata dengan rapi, Seperti adanya dokumentasi pesantren.
Di pondok pesantren al-Hikmah pedurungan Semarang telah
mengadopsi kurikulum dan lembaga sekolah (madrasah). Dan di dalam
kurikulum tersebut sudah dimasukkan ilmu pengetahuan umum, meskipun
hanya sedikit. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan al-Hikmah akan
menambah lagi ilmu pengetahuan umumnya dan juga memasukkan bidang
keterampilan dalam kurikulum.
Struktur organisasi yang baik adalah yang pembagian jobnya jelas,
didisamping itu untuk mengetahui sejauh mana kerja unit-unit dalam
organisasi harus diadakan rapat kordinasi. Sehingga dalam rapat tersebut
mengahasilkan program yang baru demi kemajuan bersa.
Sarana dan prasarana yang dimiliki pondok pesantren al-Hikmah
adalah: Masjid, rumah kyai, Asrama santri, Gedung belajar, Perkantoran,
Ruang tamu, perpustakaan, tempat mandi-WC, dapur, dan sebagainya.
Selain itu semua di al-Hikmah juga diupayakan pembaharuan media
pendidikan seperti komputer dan LCD.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran pesantren di pondok
pesantren al-Hikmah belum mengadopsi metode yang modern akan tetapi
masih menggunakan metode yang lama.
Untuk meningkatkan bakat dan minat santrinya membuat program
yang terbagi menjadi dua, yaitu ko kurikuler dan ekstra kurikuler
B. Saran-saran
Saran yang dapat penulis sampaikan kepada segenap civitas (santri,
ustadz atau ustadzah dan kiai) pondok pesantren al-Hikmah Pedurungan
Semarang adalah:
1. Pondok pesantren
Pada pihak pondok pesantren, hendaknya lebih berbenah lagi
mengenai pengembangan bidang ketrampilan dan pelatihan untuk
menyalurkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki santri, seperti
pelatihan komputer, ketrampilan menjahit atau mungkin pelatihan
jurnalistik dan sejenisnya. Serta perlu lebih membuka diri lagi terhadap
masuknya pengetahuan non agama dalam kurikulumnya, dan juga
pengembangan dalam bidang menejerial sistem pendidikan dan
pengajarannya, agar dapat lebih baik dan tangguh serta siap bersaing
dengan lembaga-lembaga pendidikan lain. Dalam era globalisasi ini
sebaiknya pondok pesantren al-Hikmah lebih mengoptimalkan lagi dalam
proses pembelajaran dengan menggunakan metode-metode yang ada dan
mengadopsi metode-metode modern, agar tujuan dalam proses belajar
mengajar dapat tercapai dengan baik.
2. Ustadz
Alangkah baiknya apabila ustadz-ustadz memberikan motivasi
kepada para santri, sehingga dapat menambah giatnya santri dalam
mengikuti metode-metode pembelajaran yang diterapkan.
3. Bagi Santri
Hendaknya para santri lebih bersungguh-sungguh dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran yang disampaikan oleh para ustadz.
4. Untuk pembaca
Perkembangan zaman yang semakin maju terkadang membawa
efek negatif terhadap kepribadian generasi muda, khususnya generasi
muslim. Sehingga pendidikan pesantren merupakan suatu keniscayaan
yang harus senantiasa diusahakan sebagai suatu solusi dan benteng untuk
menghadapi efek negatif tersebut.
5. Untuk IAIN
Sebagai institusi pendidikan Islam hendaknya dapat menjadi kaca
percontohan dalam mewujudkan generasi yang tidak hanya memiliki ilmu
pengetahuan, akan tetapi berkepribadian yang karimah yaitu sebagai nilai
plus dari IAIN.
C. Penutup
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Karena berkat rahmat, hidayah dan
taufik-Nya penulis memiliki kemampuan melaksanakan penulisan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam melaksanakan penyusunan skripsi ini, mulai dari
proses awal sampai akhir. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapat
balasan yang dapat membahagiakannya dan menjadi amal yang sholeh di sisi
Allah SWT.
Walupun penulis sudah berusaha dengan maksimal, namun penulis
menyadari bahwa kekurangan dan kesalahan telah menjadi suatu keniscayaaan
atas diri manusia. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya hanya Allah yang menjadi tumpuan untuk memohon
pertolongan, semoga memberikan kemanfaatan atas skripsi ini, bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya. Amiiin.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Jakarta: Bumi Aksara,
1995.
, Kapita Selekta Pendidikan (Umum dan Agama), Semarang: Toha Putra,
1991.
Bawani, Imam, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, Surabaya: Al-Ikhlas,
1993, Cet. I.
Bruinessen, Martin Van, Kitab kuning,Pesantren, dan tarekat: Tradisi-tradisi
Islam di Indonesia, Bandung : Mizan Anggta IKAPI, 1995.
Daradjat, Zakiah dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, cet 3.
Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004.
DEPAG RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra, 1989.
Departemen Pendidikan Nasioanal. 2003, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Sinar
Grafika, 2003.
Dewan Redaksi, Ensiklopedia Islam, Jakarta: Ichtiar baru Van Hove, 1993.
Dhofir, Zamahkhsari, Tradisi Pesantren, Studi tentang pandangan hidup kyai,
Jakarta: LP3ES, 1985.
Efendy, Bakhtiar, ”Nilai-nilai Kaum Santri” dalam Dawan Raharjo (ed),
Pergulatan Dunia pesantren Membangun dari Bawah, Jakarata: LP3M,
1986.
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1999.
Henry, Nelson B., Philosophies of Education, Belanda: the University of Chicago,
1962.
Idris, Zahara, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT. Grasindo, 1992.
Luluk Dwi Ratnandari, “Pembaharuan pesantren” (studi kasus di pondok
pesantren Nurul Hidayah purworejo)
Madjid, Nurkholis, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Praktek Perjalanan, Jakarta:
Paramadina, 1997.
Mahfudh, Sahal, Nuansa Feqih Sosial, Yogyakarta: LkiS, 1994.
Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1985.
Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan pesantren, suatu kajian tentang unsur dan
nilai sistem pendidikan pesantren, Jakarta: INIS, 1994.
Memahami makna dan arti pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Departemen Diknas, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, cet. ke-3.
Mochtar, Affandi, ”Tradisi Kitab Kuning: Sebuah Observasi Umum”, dalam
Marzuki Wahit, et.al. (penyunting), Pesantren Masa Depan Wacana
Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, Bandung: Pustaka Hidayah,
1999.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah pemikiran dan gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Nasution, S., Kurikulum dan pengajaran, Jakarta: Bina Aksara, 1989.
Nata, Abuddin, Tafsir ayat-ayat Pendidikan, Jakarta: Raja Gravindo Persada,
2002.
Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, teoritis dan
praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, cet.1.
Nur Hadi (NIM : 1199078) Yang berjudul: ”Modernisasi pondok pesantren asy-
Syarifah Brumbung Mranggen Demak dalam penerapan zikir dan
relaksasi”
Qardhawi, Yusuf, Al-Qur’an berbicara tentang akal dan ilmu pengetahuan,
Jakarta: Gema Insani, 1998, cet.I.
Shihab, M.Quraish Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2003, cet. I.
Singarimbun, Masri, Sofyan Efendi, (Penyunting), Metode Penelitian Survei,
Jakarta: LP3ES, 1989.
Siradj, Said Aqiel, et. al., Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan
Transformasi Pesantren, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999, Cet. I.
SM. Ismail, (eds), Dinamika Pesantren dan Madarasah, Yogyakrata: Pustaka
Pelajar, 2002, Cet I.
Soekanto, Soeryono, Sosiologi suatu pengantar, Jakarta: CV Rajawali, 1982.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2008.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010.
Usman, Basyirudin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat
Press, 2002.
Wahid, Abdurrahman Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren, Yogyakarta:
Lkis, 2001.
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Alternatif Masa depan,
Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
http://www.canboyz.co.cc/2010/02/perbandingan-pendidikan-tradisional.html
diakses pada 25 April 2011
http://agsasman3yk.wordpress.com/2009/08/04/perubahan-sosial-modernisasi-
dan-pembangunan/ diakses pada 12 Mei 2011.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren diakses pada12 Mei 2011
PEDOMAN WAWANCARA
SKRIPSI “MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN PESANTREN (STUDI
KASUS PADA PONDOK PESANTREN AL-HIKMAH PEDURUNGAN
SEMARANG)
A. Sejarah
1. Sejak kapan pondok pesantren al-Hikmah pedurungan Semarang dirintis
dan berdiri? Bagaimana sejarahnya dan siapa pendirinya?
2. Apa dasar dan tujuan mendirikan pondok pesantren?
3. Bagaimana perkembangan pondok pesantren al-Hikmah pedurungan
Semarang dari mulai berdiri sampai sekarang?
4. Dalam pembangunan dari mana saja sumber dananya? Apakah dari bantuan
atau dari pribadi kyai?
B. Letak geografis
1. Di mana letak keberadaan pondok pesantren al-Hikmah pedurungan
Semarang? desa, RT dan RW berapa, dan terletak di jalan apa?
2. Apakah jauh dari jangkauan transportasi?
3. Dengan kondisi dan keberadaan pondok pesantren al-Hikmah pedurungan
Semarang apakah kondusif untuk kegiatan belajar mengajar?
C. Kondisi santri
1. Berapa jumlah santri pada saat ini? Baik putra maupun putri.
2. Dari semua santri, apakah ada yang laju atau semua menetap di pondok
pesantren al-Hikmah pedurungan Semarang?
3. Bagaimana prosedur menjadi santri tetap di pondok pesantren al-Hikmah
apakah ada syarat-syarat yang harus dipenuhi?
4. Kalaupun ada, apa saja?
5. Apakah ada aturan atau larangan dan sangsi yang mengikat di pondok
pesantren al-Hikmah pedurungan Semarang? Kalau ada apa saja??
6. Apakah aktifitas santri hanya sebagai santri di pondok pesantren al-
Hikmah?
7. Apakah ada yang sambil bekerja? Kalau ada berapa jumlahnya? Di mana
saja mereka bekerja?
8. Dan apakah ada yang sambil belajar di lembaga pendidikan lain? Kalau ada
berapa jumlahnya dan di mana saja ?
9. Apakah semua santri dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan
bekerja sendiri atau dapat kiriman dari orang tua?
D. Keadaan pembelajaran
1. Dalam kegiatan belajar mengajar, ada berapa jumlah pengajarnya (ustadz)?
Dan mereka lulusan pendidikannya dari mana saja?
2. Apakah sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing?
3. Apakah mereka semua menetap di pondok pesantren al-Hikmah Pedurungan
Semarang? Atau dilaju?
E. Kurikulum pesantren
1. Dalam pelaksanaan dan keberlangsungan pendidikan di pondok pesantren
Al-Hikmah pedurungan Semarang, apa saja kurikulum yang diterapkan?
2. Dalam upaya peningkatan mutu dan kualitas output santri, apakah ada
pengembangan kurikulum di pondok pesantren al-Hikmah pedurungan
Semarang?
3. Berapa tahun jenjang belajar di pondok pesantren al-Hikmah pedurungan
Semarang?
4. Adakah kegiatan ekstra pesantren bagi para santri? Apa saja?
5. Dalam pelaksanaan belajar mengajar metode apa yang diterapkan? Dan
diantara metode itu, mana yang sering digunakan?
F. Struktur organisasi
1. Bagaimana pesantren mengurusi para santrinya? Apakah ada
kepengurusannya?
2. Bagaimana keadaan kepengurusannya? apakah berfungsi sesuai dengan job
masing-masing?
3. Apakah ada kendala-kendala dalam kepengurusan? Bagaimana solusinya?
4. Dalam kepengurusan bagaimana pembentukannya? Apakah ada pemilihan
atau ditunjuk langsung oleh kyai?
G. Sarana prasarana
1. Dalam keberlangsungan pendidikan di pondok pesantren al-Hikmah sarana
dan prasarana apa yang tersedia?
2. Dari mana pengadaannya? Apakah dari bantuan atau pengadaan sendiri?
3. Apakah sarana yang ada sekarang sudah representatif sebagai
pengembangan pelaksanaan pendidikan pesantren?
4. Kalau belum, usaha apa saja yang dilakukan?
5. Apakah ada perpustakaan ? kalau ada dari mana pengadaan buku-bukunya?
H. Modernisasi sistem pembelajaran
1. Faktor apa saja yang mempengaruhi modernisasi pesantren?
2. Bagaimana prosesnya?
3. Apa arti penting modernisasi pesantren?
4. Tujuan dari modernisasi tersebut?
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
SKRIPSI “MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN PESANTREN (STUDI
KASUS PADA PONDOK PESANTREN AL-HIKMAH PEDURUNGAN
SEMARANG)
A. Sejarah
1. Pondok Pesantren Al-Hikmah Pedurungan lor Semarang didirikan karena
keinginan masyarakat sekitar untuk dapat mengaji ilmu agama dan
mengaji Al-Qur‟an pada tahun 1986, Semula yang mengaji adalah para
santri di Madrasah Aliyah Futuhiyyah 1 Mranggen Demak dipagi harinya,
kemudian pada sore harinya mereka ingin mendalami lebih jauh tentang
ilmu Bahasa Arab yaitu pelajaran Nahwu dan Sharaf serta kitab-kitab
kuning lainnya. Tidak lama kemudian banyak para remaja yang
berdatangan dengan tujuan untuk dapat mengaji Al-Qur‟an serta
menghafalkannya kepada Ibu Nyai. Pondok pesantren al-Hikmah yang
pada waktu itu di lingkungan kelurahan Pedurungan lor pertama kali
mengkhususkan dirinya sebagai pondok tahfidzul Qur‟an.
2. Tujuan didirikan pondok pesantren adalah Untuk dijadikan sebagai tempat
dan pusat menyebarkan dan mensyiarkan Agama Islam (Islamic Center),
Untuk dijadikan sebagai pusat pengkajian Agama Islam. Terlebih
pengkajian kitab-kitab klasik Islam yang merupakan sumber rujukan
keilmuan Agama Islam, dan Sebagai benteng pertahanan moral dari
pengaruh negatif perkembangan zaman
3. Perkembangan pondok pesantren al-hikmah adalah semakin banyaknya
santri yang datang mengaji dan tinggal di kediaman beliau, maka pada
tahun 1988, beliau mendirikan sebuah bangunan untuk asrama putri.
Sedangkan kegiatan-kegiatan pengajian masih dilakukan di rumah beliau.
Dengan berdirinya pondok pesantren al-Hikmah jumlah santri semakin
bertambah dan meningkat, baik dari dalam maupun luar daerah, maka
pada tahun 1990, asrama putri ditambah lokal baru berlantai dua dan satu
aula untuk kegiatan mengaji. Dan pada tahun 1992, pondok pesantren al-
Hikmah tidak hanya mengasuh santri putri saja, tapi juga sudah mulai
mengasuh santri putra yang mulai tinggal menetap di asrama. Dan
akhirnya santri pondok pesantren al-Hikmah berkembang tidak hanya pada
masyarakat sekitar saja yang menjadi santri di Pondok Pesantren ini. Pada
saat ini banyak para santri yang berdatangan dari luar kota seperti Demak,
Grobogan, Kendal dan Tegal.
4. Sumber dana dalam pembangunan diperoleh dari biaya pribadi yang
dimiliki kyai yaitu KH. Drs. M. Qodirun Nur dan ada bantuan dari
masyarakat sekitar.
B. Letak Geografis
1. Pondok pesantren al-Hikmah terletak kurang lebih 100 m dari jalan raya
Pedurungan–Penggaron, yang tepatnya di jalan Pesantren No. 03
Pedurungan Lor Semarang (024) 6716657. pesantren ini berdiri di atas
lahan milik pondok yang terletak di daerah yang bersebelahan dengan
beberapa daerah, yaitu: desa Banget Ayu, Gayam sari, Pedurungan kidul,
Penggaron.
2. Karena jarak dari jalan raya hanya kurang lebih 100 m, maka mengenai
jangkauan transportasi sangat dekat dan mudah.
3. Dengan kondisi dan keberadaan pondok pesantren kegiatan belajar dan
mengajar pesantren belum bisa dikatakan kondusif, karena masih
terdengan bising suara kendaraan di jalan raya.
C. Kondisi Santri
1. Jumlah santri 350 santri, yang terdiri dari 135 santri putra dan 215 santri
putri.
2. Keadaan santri yang ada tidak semua menetap di pesantren, akan tetapi
masih ada yang lajo dari rumah.
3. Karena dasar tujuan didirikan pesantren adalah Untuk dijadikan sebagai
tempat dan pusat menyebarkan dan mensyiarkan Agama Islam (Islamic
Center), Untuk dijadikan sebagai pusat pengkajian Agama Islam. Terlebih
pengkajian kitab-kitab klasik Islam yang merupakan sumber rujukan
keilmuan Agama Islam, dan Sebagai benteng pertahanan moral dari
pengaruh negatif perkembangan zaman, maka untuk menjadi santri di
pondok pesantren al-Hikmah tidak ada syarat-syarat khusus, sehingga
untuk menjadi santri pesantren tidak sulit.
4. Dalam Pondok pesantren al-Hikmah peraturan-peraturan yang harus
ditaati, selain aturan-aturan yang ada juga ada sanksi-sanksi apabila ada
yang melanggar peraturan tersebut.
5. Aktifitas santri selain sebagai santri pondok pesantren, mereka juga
sebagai siswa sekolah. Ada yang dari MAN 1 Semarang, SMP dan STM
Pandanaran dan lain sebagainya.
6. Kebanyakan dari santri yang menetap di pesantren dalam memenuhi
kebutuhannya yaitu dengan mengandalkan kiriman dari orang tua, kecuali
santri yang sudah kerja.
7. Jumlah pengurus yang ada adalah 20 santri, dan 11 ustadz dan pengasuh
adalah KH. Drs. M. Qodirun Nur dan HJ. Nur Mardliyah, AH.
D. Keadaan Pembelajaran
1. Dalam kegiatan belajar mengajar, selain kyainya sendiri yang mengajar
juga ada beberapa guru yang membantu mengajar. jumlah pengajarnya
sebanyak 11 orang. Sedangkan latar belakang pendidikannya cukup
bervariasi, ada yang berpendidikan tinggi, ada yang sekolah menengah dan
ada pula yang hanya lulusan pesantren saja.
2. Karena kebanyakan dari ustadz yang ada adalah lulusan pondok pesantren,
jadi mengenai kesesuaian ilmu yang diajar itu sudah sesuai.
3. Para ustadz (guru), sebagaian ada yang bertempat tinggal di asrama
pesantren, karena selain sebagai ustadz, juga masih “nyantri” di pesantren
tersebut, sedangkan sebagian lagi tinggal di luar pondok pesantren karena
sudah berkeluarga dan sebagian juga telah menjadi tokoh masyarakat di
sekitarnya.
E. Kurikulum Pesantren
1. Kurikulum yang digunakan dalam pondok pesantren al-Hikmah adalah
sistem madrasah dalam pendidikan. Namun masih hanya sebatas kitab-
kitab kuning yang dijadikan sebagai acuan dalam proses belajar mengajar
sedangkan sumber pembelajaran dari ilmu umum hanya sedikit.
2. Pengembangan kurikulum yang dilakukan adalah dengan memasukkan
ilmu non agama yakni ilmu umum, akan tetapi masih sedikit yang
dimasukkan dalam kurikulum yakni matematika dan bahasa Inggris.
3. Jenjang pendidikan di pesantren tidak ditentukan oleh pesantren.
4. Ekstra pesantren yang ada di pesantren adalah ko kurikuler dan ekstra
kurikuler. Program ko kurikuler di al-Hikmah dibuat dalam dua bentuk,
yaitu kegiatan ceramah ilmiah dan kegiatan pelatihan KBM (kegiatan
belajar mengajar). Sedangkan program Ekstra Kurikuler meliputi aspek
ilmiyah, keseian dan olah raga. Dalam aspek ilmiyah meliputi: Pengajian
Tahfidz Quran, pengajian kitab, dan mudzkarah. Dalam aspek kesenian
meliputi: latihan Rebana. Dan dalam aspek olah raga meliputi: latihan
sepak bola, bola volli, tenis meja, dan basket.
5. Metode pembelajaran yang digunakan selain bandongan dan sorogan yang
digunakan dalam pengajaran kitab masih ada beberapa metode lagi yang
digunakan dalam pengajaran di madrasah yakni: metode Qiro‟ati pada
TPQ serta beberapa metode pembelajaran yang lain, seperti Metode
Dialog (tanya jawab), Metode Lalaran, Metode Hafalan (tahfidz), Metode
Diskusi (Bahtsul Masail), Metode Tutorial, Metode Nadham dan
sebagainya.
F. Struktur Organisasi
1. Setiap pesantren memiliki struktur organisasi sendiri-sendiri yang berbeda
satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kebutuhan masing-masing
pesantren.
2. Struktur organisasi yang dimiliki al-Hikmah dalam pembagian tugas
disesuaikan dengan job masing-masing.
3. Kendala yang dialami dan solusi mengenai tugas antar unit organisasi
yaitu Pembagian kerja antar unit diubah dari yang bersifat co-acting (kerja
sendiri-sendiri) menjadi inter-acting (tergantung dengan yang lain)
4. Dalam pembentukan kepengurusan pondok pesantren ada pemilihan yang
langsung dilakukan para santri yang disetujui oleh kyai. Akan tetapi itu
hanya dalam pemilihan ketua, mengenai bagian-bagian yang membantu
kepengurusan ketua sendiri yang menunjuk.
G. Sarana Dan Prasarana
1. Sarana dan prasarana yang dimiliki pondok pesantren adalah 5 gedung
utama, yaitu Masjid, gedung kantor pondok pesantren, gedung asrama
putra, gedung aula dan gedung madrasah serta asrama pondok putri.
Gedung kantor terdiri atas ruang kantor dan dua kamar asrama putra,
gedung koperasi, dan di samping dan belakangnya dilengkapi dengan
dapur umum. Disamping bangunan yang ada, untuk menunjang proses
belajar mengajar santri di Pondok pesantren Al-Hikmah Pedurungan
Semarang diperlukan sarana dan prasarana yang memadai sebagai pra
syarat infra struktur dalam pencapaian tujuan yang dicita-citakan. Alat
tersebut seperti bangku, papan tulis, alat tulis-menulis, alat pengeras suara,
komputer, LCD dan lain-lain. Akan tetapi masih terbatas.
2. Pengadaan tersebut dari biaya pribadi kyai dan bantuan dari masyarakt
sekitar.
3. Dari semua sarana dan prasaran yang dimiliki sekarang dirasa belum bisa
dikatakan representatif, untuk itu dalam pengadaannya dilakukan secara
bertahap.
4. Mengenai perpustakaan, al-Hikmah sudah mempunyai perpustakaan akan
tetapi ruangan kurang luas. Untuk pengadaan bukunya adalah dari buku-
buku para senior dan bantuan dari luar.
H. Modernisasi Sistem Pembelajaran
1. Faktor yang mempengaruhi modernisasi sistem pesantren adalah faktor-
faktor internal dan eksternal internal yaitu Perubahan aspek demografi,
Konflik antar-kelompok dalam masyarakat, Terjadinya gerakan social,
Penemuan-penemuan baru, dan Pengaruh kebudayaan masyarakat
lain, Perang dengan negara atau masyarakat lain, dan Perubahan
lingkungan alam.
2. Prosesnya adalah proses memodernisasi sistem pembelajaran pesantren di
pondok pesantren al-Hikmah yaitu dengan merefisi kembali sistem yang
ada. Sistem tersebut antara lain yaitu: cara berpikir yang ilmiah,
administrasi, kurikulum, struktur organisasi, sarana prasarana, metode
pembelajaran dan ekstra kurikuler.
3. Arti penting modernisasi pesantren berusaha untuk menyempurnakan
sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren al-Hikmah
4. Tujuan agar para santrinya bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap
bentuk perubahan peradaban dan bisa diterima dengan baik oleh
masyarakat, karena mereka memiliki kemampuan yang siap pakai.
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap : Khoiron Nuri
2. Tempat dan Tanggal Lahir : Semarang, 08 Mei 1988
3. NIM : 063111030
4. Alamat Rumah : Rowosari krajan 04/02 Tembalang SMG
HP : 085742468133
E-mail : [email protected]
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal :
a. TK Husnul Khotimah
b. MI Miftahul Ulum Husnul Khotimah
c. MTs. Husnul Khotimah
d. MAN I Semarang
2. Pendidikan Non-Formal :
a.
b.
c.
d.
Semarang, Juni 2011
Khoiron Nuri
063111030