ModeLan Indik{tor -...
Transcript of ModeLan Indik{tor -...
ModeLanIndik{tor
Peralihan Pemban teraan Sosial
PERGESERAN PARADIGMAPEMBANGT]NAN KE SEJAHTERAANSOSIAL
Edi Suharto
Masalah kemiskinan merupakan isu krusial di Indonesia sejak dahuluhingga detik ini. Melihat jumlah dan kecenderungannya, kemiskinandi negeri ini tampaknya bukan lagi merupakan kejadian sementarawaktu (transient event). Melainkan, sudah menjadi fenomena massalyang kronis dan mendalam. Bahkan pada banyak kasus, kemiskinansudah bersi fat antar-generasi.
Berbagai strategi telah dilakukan untuk mengatasi kemiskinan denganmenghabiskan dana sangat besar. Di Indonesia biaya penanggulangankemiskinan terus meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 2004"baru" Rp.18 triliun, maka satu tahun berikutnya menjadi Rp.23triliun. Pada tahun 2006 anggaran ini melonjak harnpir dua kali lipatmenjadi Rp.42 triliun, dan untuk tahun 2007 dialokasikan sebesarRp.51 triliun (Suara Pembaruan, 2007 ; Suharto, 2008b).
Diskusi tentang kemiskinan terus dilakukan dan diseminarkan dihotel-hotel berbintang. Tidak sedikit konsultan, manajer program danpekerja-pekerja sosial yang terlibat dalam penanggulangankemiskinan malah berlimpah kekayaan. Kemiskinan adalah tragedisekaligus "bisnis" kemanusiaan yang berkilauan.
Berbagai studi mengenai kemiskinan juga telah banyak dilakukan.Namun, hingga saat ini kesepahaman tentang kemiskinan masihbelum dicapai secara mantap. Karenanya, upaya unfuk memperkokohkriteria dan indikator kemiskinan perlu terus dilakukan.
Berporos pada pendekatan berbasis hak (rights-based approach),makalah ini akan mendiskusikan kriteria kemiskinan sebagai basisuntuk menggagas indikator kemiskinan yang bisa dikunbangkan diIndonesia. Meskipun masih sangat kasar, indikator-indikator yangdisajikan pada dasarnya ingin menangkap input variables yangmempengaruhi kehidupan orang miskin, maupun outcome variablesyang menunjukkan kualitas hidup mereka. Selain mencakup konteksdimana orang miskin berada, seperti situasi sosial-ekonomi keluargadan kualitas kehidupan komunitas mereka, pendekatan ini jugamencoba mengintegrasikan hak-hak orang miskin (rights holders)dengan tanggung jawab para pemangku kewajiban (duty bearers).
Hegemoni Ekonomi
Harus diakui bahwa kriteria dan indikator untuk mengukurkemiskinan di jagat raya ini masih didominasi pendekatan ekonomi.Sebagian besar pendekatan dalam mengkaji kemiskinan masihberporos pada paradigma neo-liberal dan teori-teori modernisasi yangsangat mengagungkan pertumbuhan ekonomi dan produksi (thepro duction-centred model) (Suharto, 2006),
Sejak pendapatan nasional (GNP) mulai dijadikan indikatorpembangunan tahun 1950-an, para ekonom dan ilmuwan sosial selalumerujuk pada pendekatan tersebut manakala berbicara masalahkemiskinan suatu negara. Pengukuran kemiskinan kemudian sangatdipengaruhi oleh perspektif income poverty yang menggunakanpendapatan sebagai satu-safunya indikator "garis kemiskinan".
GNP dapat dijadikan ukuran untuk menelaah performa pembangunansuatu negara. Namun, banyak ahli menunjukkan kelemahanpendekatan ini. Haq (1995:46), misalnya, menyatakan bahwa GNPmerefleksikan harga-harga pasar dalam bentuk nilai uang. Harga-harga tersebut mampu mencatat kekuatan ekonomi dan dayabelidalam sistem tersebut. Akan tetapi, harga-harga dan nilai uang tidakdapat mencatat distribusi, karakter atau kualitas pertumbuhanekonomi.
ata
laga_T
ma
Sqbdtig
G}da
Dipad
Perdif((HtIndPen
eko
Per
Kakeltel:ade
)'ar(s-r
Qu(Su
GNP juga mengesampingkan segala aktivitas yang tidak dapat dinilaidengan uffig, seperti pekerjaan rumah tangga, pertanian subsisten,atau pelayanan-pelayanan yang tidak dibayar. Dan yang lebih seriuslagi, GNP memiliki dimensi-tunggal dan karenanya gagal menangkapaspek budaya, sosial, politik dan pilihan-pilihan yang dilakukanmanusia (Suharto, 2006).
Seperti halnya GNP, pendekatan income poverty juga mernilikibeberapa kekurangan. Menurut Satterthwaite (1997) sedikitnya ada
tiga kelemahan pendekatan income poverty:
Kurang memberi perhatian pada dimensi sosial dan bentuk-'bentuk kesengsaraan orang miskin.
Tidak mempertimbangkan keterlibatan orang miskin dalammenghadapi kemiskinarurya.
Tidak menerangkan faktor-faktor yang menyebabkankemiskinan.
Pembangunan Manusia
Karena pendekatan GNP dan income poverty memilikikelemahan dalam memotret kemiskinan, sejak tahun 1970-antelah dikembangkan berbagai pendekatan alternatif. Diantaranyaadalah kombinasi garis kemiskinan dan distribusi pendapatanyang dikembangkan Sen tahun 1973; Social Accounting Matrix(SAM) yang digagas Pyatt dan Round tahun 1977, serta PhysicalQuality of Lfe Index (PQLI) yang digulirkan Morris tahw 1977(Suharto,2006).
Di bawah kepemimpinan ekonom asal Pakistan, Mahbub Ul Haq,pada tahun 1990an UNDP memperkenalkan pendekatanPembangunan Manusia (Human Development) yangdiformulasikan dalam bentuk Indeks Pembangunan Manusia{Human Development Index) serta beberapa variannya, sepertitrndeks Kemiskinan Manusia dan Indeks Pembangunan Jender.Pendekatan ini relatif lebih komprehensif dan mencakup faktorekonomi dan sosial orang miskin. Berporos pada ide-ide
BAB I Peralihan Pemba hteraan Sosial
heterodox dari paradigma popular development, pendekatan inipada dasarnya memadukan model kebutuhan dasar (basic needsmodel) yang digagas Paul Streeten dan konsep kapabilitas(capability) yang dikembangkan Pemenang Nobel Ekonomi1998, Amartya Sen (Suharto, 2008a)-
Indikator pokok Pembangunan Manusia menggambarkan tingkatkualitas hidup sekaligus kemampuan (capabilitas) manusia.Dalam garis besar, pengukuran HDI difokuskan pada tigadimensi yang dipandang paling penting bagi kehidupan manusia,yakni usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) danstandar hidup layak (decent living standards). Indikator angkaharapan hidup dipakai guna menunjukkan usia hidup (dimensiumur panjang dan sehat); indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah digunakan untuk mengukur keluaran daridimensi pengetahuan; sedangkan indikator kemampuan daya belidipakai untuk mempresentasikan dimensi hidup layak (Suharto,2008b; UNDP, 20071' Suhaimi, 2001). t
Menuju Pendekatan Berbasis Hak
Bila dicermati, pendekatan pengukuran kemiskinan (baik GNP, incomepoverty, maupun Pembangunan Manusia) masih tetap menyimpankelemahan. Konsepsinya masih melihat kemiskinan sebagai persoalanindividu dan kurang memperhatikan dimensi stuktural. Sistempengukuran yang digunakannya terfokus pada "kondisi" kemiskinanberdasarkan negative outcome indicators, sehingga belum mer{angkauvariabel-variabel yang menunjukkan "kekuatan" oftmg miskin dandinamika kemiskinannya.
Akibafrry4 oftrng miskin hanya dipandang sebagai "orang yang serba tidakmemiliki": tidak memiliki pendapatan tinggi, tidak terdidik, tidak sehatdsb. Aktor kemiskinan dan sebab-sebab yang mempengaruhinya juga
I Meskipun esensinya tetap sama, ada sedikit perbedaan dalam sistem pengukurandau penggunaan indikator antara UNDP dan BPS. Misalnya, untuk mengukurdimensi pengetahuan UNDP menggunakan angka melek hurup dan angka partisipasisekolah. Sedangkan BPS memakai angka melek hurup dan rata-rata lama sekolah(lihat Suhaimi, 2001:l-4 untuk mengetahui Metode dan Teknik Pengukuran HDI diIndonesia).
6
ftca
iliffill-
\Ifl',
mrtol
h-i
ClS.r
\:Itel
drS€:
kci",
\t('?)s€t
Irr
53]
ser
c:i,
Rti
Peralihan Pemba nan Keseiahteraan Sosial
belum tersentuh secara mernadai. Si miskin dilihat hanya sebagai "korbanpasif' pernbangunan. Bukan sebagai manusia (human being) yangmerniliki "sesuatu" yang dapat digunakan olehny4 baik dalammengidentifikasi kondisi kehidupanny4 maupun mengatasi masalah-masalah yang dihadap rny a (coping/live lihoo d s trategies).
Mernang benar, dibandingkan dengan pendekatan GNP dan incomepoverty, pendekatan Pembangunan Manusia relatif lebih unggul karenamenyentuh dimensi kualitas hidup dan kernampuan manusia- Bahkan sejaktahun 2000, pandekatan ini sudah mulai mencakup pentingnya dimensihak-hak dasar sejalan dengan konvensi internasional seperti Convention onthe Rights of the Child (CRC) dan Intemational Covenant on Economic,Social and Culhral Rights QCESCR).
Dalam Human Development Report (HDR) 2000, misalny4 dinyatakanbahwa Pembangunan Manusia merniliki kedekatan dengan pargakuanterhadap strukhr universal hak azasi manusia. Pada bagian "V[/hat humanrights add to humnn developmenl' ditegaskan bahwa "Assessments ofhuman development, if combined wilh the human righx perspective, canindicate the duties of others in the society to enhance human development."(BPS-Statistics lndonesia, Bappenas, dan UNDP, 2001:7).
Namun demikian, HDI masih berpusat pada aspek well-being, dan masihbelum mencakup aspek well-becoming. Selain masih belum meliputdimensi lingkungan terdekat yang berpengaruh terhadap kerniskinanseseorang, HDI juga masih kurang menyentuh dimensi 'pemangkukewajiban" (duty bearers) yang mengemban mandat memenuhi hak-hakdasar warga negara serta menyediakan pelayanan publik.
Melengkapi pendekatan yang sudah ada, pendekatan rights-basedapproach di bawah ini kiranya dapat dipertimbangkan dan dikembangkansebagai lensa untuk memotret kriteria dan indikator kemiskinan diIndonesia.
Rights-based Approach
Sangat umum diterima bahwa investasi bagi Pembangunan Manusia,seperti kesehatan dan pendidikan, sangat mempengaruhi produksihuman capital dan masa depan kesejahteraan bangsa secara
Peralihan
menyeluruh. Selain itu, jarang disangkal bahwa kemelaratan jangkapendek sekalipun dapat memiliki konsekuensi jangka panjang yangkemudian berwujud pada kaniskinan pada periode dan bahkangenerasi berikutnya.
Oleh karena itu, terlepas dari pentingnya penggarnbaran kondisi kehidupanorang miskin saat ini (current well-being), pengukuran kemiskinan perlumemperhatikan kondisi kehidupan masa depan (funre well-becoming).Perqpektif seperti inilah yang mendasari kriteria dan indikator kemiskinanyang berpijak pada pendekatan be,rbasis hak.
Pendekatan berbasis hak memperhatikan hubungan antara proses-prosesmakro ekonomi dan strategi-strategi pengurangan kemiskinan yangmenekankan pentingnya investasi sosial dalam mencegah dan mengurangikemiskinan, serta mencapai tujuan-tujuan pernbangunan dan keadilansosial dalam arti luas. Manfaat pendekatan ini sesuai dengan agendapanbangunan nasional maupun intemasional yang semakin dituntut untukmemperhatikan hak azasi manusia. Juga sejalan dengan tujuan-tujuanpernbangunan universal, seperti Millennium Development Goals (MDGs).
Bray dan Dawes (2007) menyatakan bahwa berbeda dengan purdekatanyang berbasis well-being atau kualitas hidup, pendekatan beftasis hakmenempatkan pengukuran hasil (outcomes) dalarn konteks otoritas moralterhadap hak dan kebijakan yang harus diterapkan untuk menjamin haktersebut. Perhatiannya bukan saja terhadap manusia yang memilikibertagai hak, melainkan pula terhadap pihak-pihak yang memilikikewajiban untuk menjarnin bahwa hak-hak tersebut dapat dipenuhi.
Pendekatan ini juga mempertegas keterlibatan orang yang sering bertindakatas nama orang miskin untuk menuntut para pemangku kewajiban (dutybearers) agar moryediakan pelayanan dasar yang berkualitas dan dapatmeningkatkan kehidupan orang miskin (Theis, 2003).
Perlu dicatat bahwa negara memiliki kewajiban utama untukmenjamin dan melindungi warganya melalui sistern hukum, sertamenyediakan pelayanan sosial dasar guna memenuhi hak-hakpenduduknya. Tetapi, keluarga dan masyarakat juga merupakanpemangku kewajiban yang memiliki tugas memenuhi hak-hak paraanggotanya.
8
Ker
Inddat.pac
Peomeissalriter
PEn3.1'3
kemteorPenjrngD
oreni:r3ciF'e
Ker:-tePeberkindiiSec:lebihpulasiruadensmen!
Periutenta:indikdalanmemihak.
t!
1
i--['
f,1
BAB I Peralihan Pem ahteraan Sosial
Kerangka Konseptual
Indikator kemiskinan berbasis hak dapat didefinisikan sebagaidata statistik yang menunjukkan perubahan (atau konsistensi)pada kondisi kehidupan, termasuk aspek ekonomi, kesehatan,pendidikan, dan perilaku orang miskin. Selain itu, data ini jugamemperlihatkan sesuatu yang penting bagaimana orang miskinsaat ini hidup dan bagaimana sebuah masyarakat (negara-bangsa)menjamin kelangsungan hidup mereka.
Perumusan kerangka konseptual yang mantap merupakan langkahawal yang penting dalam merancang kriteria dan indikatorkemiskinan. Idealnya kerangka tersebut harus memiliki dasar
teoritis maupun empiris, sejalan dengan pemahaman parapenggunanya, memperhatikan ketesediaan data, serta mampumenunjukkan variabel-variabel yang mempengaruhi kehidupanorang miskin yang dapat dan mudah diukur. Selain itu, sejarah,keragaman budaya dan mozaik sosio-ekonomi Indonesia mestidipertimbangkan pula dalam merancang kerangka ini.
Kerangka konseptual yang ditampilkan Gambar 1 mencakupseperangkat parameter mulai dari kerangka kebijakan yangberkaitan dengan hak-hak orang miskin hingga lima jenisindikator yang bisa dikembangkan untuk memotret kemiskinan.Secara umum, indikator-indikator yang disajikan menunjukkanlebih dari sekadar kondisi kehidupan orang miskin. Melainkanpula mencakup kualitas dari konteks perkembangan orang miskin,situasi lingkungan terdekat, serta pelayanan-pelayanan dasardengan mana orang miskin memiliki hak untuk dapatmengaksesnya.
Perlu dicatat, indikator-indikator yang disajikan masih bersifattentatif dan belum diuji secara empiris. Selain itu, beberapaindikator mungkin masih terlihat overlapping dan dapat masuk kedalam lebih dari satu tipe indikator. Tujuannya hanya sekadarmemberi gambaran kasar mengenai fokus pendekatan berbasishak.
Peralihan Pembangunan
Hak dasar dan instrumen legal beserta informasi mengenai faktor-faktor
yang mempromosikan kehidupan orang miskin plus kebijakan-kebijakan
yang ada, tujuan-tujuan aan stanaar-standar pelayanan yang mendasari lima
jenis indikator'
Tipe 1: Status Kehidupan Orang Miskin
irilrfit"ti hak-hak dan ieningkuto:n toutitus hidup orang miskin)
i;i-'E;;;*ic well-beiig(memiliki pendapatan vang cuku-p dan
terpenuhinyu t"Uot'if'u' dasar secara layak untuk ambil.bagian dalam
mJnjatantan berbagai kesempatan dan menentukan pilihan);
@;"i;g healthy(-",iifiti kesehatan fisik dan mental yang baik serta
dapat hiduP sehat);
(c) Staying sak $iafiaman dari t:91u macam bahaya dan eksploitasi dan
' ' #"rp" mlmelihara keamanan dirinya);
fal n"iiyi"g ora r"ii;ing (hidup bahagia dT dlPulmengema-angkan' --'
tJt*.lilan-keteramp"ilan yattg berguna bagi kehidupann-y?);
(e) Making po si tiv e,o'tiibutiin (kemampuan berpartisipasi dalam
kegiatan kemasyarakatan dan berkontribusi terhadap masyarakat
dimana dia hiduP)
Enabting inputsyang mendukung realisasi hak-hak publik dan
kesejahteraan manusia
t::;
Tipe 2
Lingkungankeluarga dan
rumah tangga
Tipe 3Lingkungantetanggasekitar
Tipe 4Akses kepelayanandasar
Tipe 5
Alokasisumber publikpro-poor
Gambar l:KerangkakonseptualpendekatanberbasishakuntukmengukurkemiskinanSumber: dikembangkan Jari Bradshaw dan Mayhew (2005:3) dan Bray dan
Dawes (2007:45)
l0
-t
i
I
ii
I
Tipe 1: Status kehidupan orang miskin. Indikator inimengukur kondisi kehidupan orang miskin, apakah berkaitandengan aspek ekonomi (Mis: pendapatan, mata pencaharian),kesehatan (status kesehatan, gizi, penyakit yang diderita danperawatannya), pendidikan (partisipasi sekolah, kemampuanmembaca), keamanan (apakah responden pernah rnenjadikorban kekerasan, eksploitasi).
Tipe 2: Lingkungan keluarga dan rumah tangga. Indikator inimengukur kualitas setting rumah (akses air bersih, sanitasi)maupun relasi sosial antar anggota keluarga (frekuensi makanbersama, melakukan aktivitas bersama).
Tipe 3: Lingkungan ketetanggaan sekitar. Mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan orang miskin dalamkonteks lingkungan sekitar yang terdekat. Menentukan unitpengukuran pada tipe ini tidaklah mudah dan harus dilakukandengan hati-hati. Ide dasarnya adalah untuk rnenunjukkankualitas dan keamanan wilayah tertentu dimana orang miskintinggal. Misalnya ketersediaan sarana ibadah, olah raga,rekreasi, lembaga-lembaga sosial, termasuk data tentangkriminalitas atau tingkat partisipasi dalam kegiatankemasyarakatan.
Tipe 4: Akses ke pelayanan dasar. Mencakup akses kepadaberbagai pelayanan publik (dengan mana orang miskinseharusnya memiliki hak mengaksesnya), dan yangmendukung kesejahteraan dan perkembangan kehidupanorang miskin. Misalnya, akses ke fasilitas kesehatan (sepertirumah sakit, puskesmas, dokter, klinik, petugas kesehatandll), sekolah, sarana transportasi, media massa (TV, koran,majalah), termasuk lembaga pelayanan sosial.
Tipe 5: Alokasi sumberdan infrastruktur sosialjaminan sosial (bantuansosial, pendidikan, danbagi kelompok rniskin.
publik pro-p o or. Mencakup anggaranpemerintah pusat dan daerah untuk
sosial dan asuransi sosial), pelayanankesehatan terutama yang ditujukan
11
Kesejahteraan Sosial
Tantangan
Jika dipetakan, pendekatan berbasis hak pada dasarnya meliputitiga tahap pengukuran (Bentley, 2003). Masing-masing tahapmemiliki implikasi bagi perumusan desain sistem pengukurankemiskinan. Namun, merumuskan indikator kemiskinan berbasishak bukanlah perkara mudah.
1. Analisis status atau kondisi kehidupan orang miskin yangdiukur melalui kajian ilmiah mengenai seperangkatstandar-standar minimum dan/atau yang berkaitan denganmodel sebab akibar yang telah terbukti dan/atau opiniresponden yang bersangkutan. Hal ini tidaklah gampang.Mengukur status atau kondisi kehidupan manusiaberdasarkan kerangka berbasis hak memerlukanpengukuran fenomena yafig kongkrit dan dapatdiobservasi untuk mengidentifikasi apakah standarminimum dapat dipenuhi.
2. Identifikasi pemangku kewajiban: apa yang harusdipenuhi negara dan pemangku kewajiban lainnya.Hakekat kewajiban negara terhadap warganya perludijelaskan. Tetapi, pengamatan terhadap praktik selamaini menunjukkan bahwa kewajiban pemerintah untukmemenuhi hak-hak dasar publik sangat tergantung padaketersediaan sumberdaya dan komitmen penentukebijakan. Sebagai contoh, amanat UUD untukmemelihara fakir miskin dan anak terlantar, sertamenyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional belumsepenuhnya dapat direalisasikan.
3. Spesifikasi hak-hak orang miskin dan penyediaanpelayanan untuk memenuhi hak-hak tersebut: kebijakan-kebijakan untuk mengalokasikan sumber-sumber ataumenyediakan perlindungan, serta program-program atauproses-proses yang harus dilakukan untuk melaksanakankomitmen tersebut melalui distribusi dan/atau penegakanhukum. Keputusan perlu dibuat berkenaan dengandokumen-dokumen kebijakan yang tepat untuk
t2
n
p
d
d
L
Kesimpr
Pendekayang digmasing-rPembangindikatorarvalnl'avalidita-srmenjadikemiskin
Makalahdigunakamemotretkemiskinberdasarlmeny enrL
memiliki
Ini se-iala
bukan sa-i
karena ti,Kelaparar
2 v.v, Bba':
mempertan\-The HunanIndicator? \compositir.r-intercounr,including G)
BAB I Peralihan Pemban nan K ahteraan Sosial
rnenspesifikasikan hak-hak dasar publik. Selain mengacupada konstitusi dan peraturan perundang-undangan yangdianut, pemerintah juga perlu mentaati konvensi-konvensidan hukum internasional yang telah diratifikasi (misalnyaUDHR, CRC, ICESCR).
Kesimpulan
Pendekatan dalam menentukan kriteria dan indikator kemiskinanyang digunakan selama ini memiliki kelebihan dan kekurangannyamasing-masing. Dibandingkan dengan pendahulunya, pendekatanPembangunan Manusia relatif lebih unggul karena mencakupindikator komposit yang lebih komprehensif. Meskipun padaawalnya beberapa ahli mempertanyakan kegunaan danvaliditasnya, Human Development Index kini semakin populermenjadi parameter pembangunan, termasuk alat pendeteksikemiskinan, di berbagai belahan dunia.2
Makalah ini telah memaparkan pendekatan berbasis hak yang bisadigunakan untuk memperkaya pendekatan yang ada dalammemotret kemiskinan. Intinya menekankan bahwa mengukurkemiskinan perlu memperhatikan bukan saja status orang miskinberdasarkan lensa sosial dan ekonomi. Melainkan pula perlumenyentuh hak-hak mereka dan pemangku kewajiban yangmemiliki tanggung jawab memenuhi hak-hak orang miskin.
Ini sejalan dengan pernyataan Amartya Sen bahwa kemiskinanbukan saja dikarenakan tidak adanya sumber-sumber; melainkankarena tidak adanya hak (entitlemenf) atas sumber-sumber itu.Kelaparan terjadi seringkali bukan karena tidak cukupnya
2 V.V. Bhanoji Rao (1991) dan Mark McGillivray (1991) termasuk pakar yangmempertanyakan kemantapan HDI. Dalam artikelnya di Jumal World Development,The Human Development Index: Yet Another Redundant Composite DevelopmentIndicator? McGillivray (1991: 1461) menyatakan "...the HDI is both Jlawed in itscomposition and, like a number of its predecessors, fails to provide insights intointercountr)) development level comparissons which preexisting indicators,including GNP per capita, alone cannot."
l3
iahteraan Sosial
makanandiwilayahifu,melainkankarenaorangmiskintidakmemilikihakatautidakdiperbolehkanmemakanmakananyangada di sana (Suharto, 2008b)'
Meskipun masih sangat u*11, kiranya pesan yang ingin
Ii.u*prir.u, ,rmf -
S;ras bahwa strategi dalam mengatasi
kemiskinan t "rrAuittiu
diarahkan bukan saja pada orang
*irf.irn,u. tvtelainkan p,rla pada faktor-faktor di luar dirinya yang
*"*p"nguruhi kehidupan orang miskin'
Semogamakalahinimendorongdiskusidankajian-kajianlanjutan;;;;i;rh *"rrautu*' Jika tidak' terima saja lah salam hangat
saya.
Senarai Literatur
Bentley, K. (2003), "A Child-Rights Approach !o Monitoring and
Indicator Dl't'elopment"' paper presented- at The HSRC's
Child, youtn ona ro*tty bevelopment Indicators Project
Planning Seminar,HSRC' Cape Town' l7-18 July
Bhanoji Rao, V.V' (1991), "Human Development Report 1990:
ReviewandAssessrnent,'dalamWorldDevelopment,Yol.|9,No.10, hal-1451-1460
BPS-Statistics, Bappenas, dan UNDP (2001)' Ind-onesia Human
Developmeii nnpo't' 2001 (Towards o- ryn* Consensus:
Du^orro,yand'HumanDevelopmentinlndonesia)'Jakarta:BPS-Statistics, B aPPenas, UNDP
Bradshaw, J. dan E. Mayhew (2005:3) (Ed9,- The well-being of
Childreninthe(lK,London:SavetheChildrenFundUK
Bray,RacheldanAndrewDawes(2007),..MonitoringtheWell-BeingofChildren..rti.to.i"utandconceptualFoundations,,dalamAndrew Ou*t', Rachel Bray dan Amelia -va1
der Merwe
(edis), U""itri"S Child lruli-Betng: A Sou-th.African Rights-
Based Approoch]Cape Town: HSRC Press' hal'5-28
rtnJ
\,
t4
Haq, Mahbub Ul (1995), Reflections on Human Developmenf, NewYork: Oxford University Press
McGilliway, Mark (1991), "The Human Development Index: YetAnother Redundant Composite Development Indicator?"dalam ll'orld Development, Vol.l9, No.l0, hal.146l-1468
Satterthwaite, David (1997), "LJrban Poverty: Reconsidering its Scaleand Nature", ID S Bulletin, Y o1.28, No.2, pp.9 -23
Suara Pernbaruan (2007), Tajuk Rencana: Anggaran dan JumlahlVarga Miskin, Jakarta 2 Februari.
Suhaimi, Uzur (2001), "Tinjauan Sepintas mengenai Metode dan
Teknik Pengukuran Indeks Pembangunan Manusia dan
Variannya" makalah pada Lokakarya Telois IndikatorPembangunan Manusia Tahun 2000, BPS, Jakarta 10 April
Suharto, Edi Q006), Membangun Masyarakat MemberdayakanRalcyat, Bandung: Refika Aditama (cetakan kedua)'
Suharto, Edi (2008a), Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta(cetakan keempat)
Suharto, Edi (200Sb), Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik,Bandung: Alfabeta (cetakan kedua)
Theis J. (2003), Rights-based Monitoring and Evaluation: ADiscussion Paper, Bangkok Save the Children Alliance
UNDP (2007), Human Development Report 2007/2008 (FightingClimate Change: Human Solidarity in a Divided World), NewYork: UNDP
15