MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRI BERBASIS INTEGRASI...

75
LAPORAN AKHIR MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRI BERBASIS INTEGRASI TANAMAN – TERNAK SPESIFIK LOKASI DI PROVINSI BENGKULU UMI PUDJI ASTUTI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2016

Transcript of MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRI BERBASIS INTEGRASI...

LAPORAN AKHIR

MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRIBERBASIS INTEGRASI TANAMAN – TERNAKSPESIFIK LOKASI DI PROVINSI BENGKULU

UMI PUDJI ASTUTI

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULUBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

2016

LAPORAN AKHIR

MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRIBERBASIS INTEGRASI TANAMAN – TERNAKSPESIFIK LOKASI DI PROVINSI BENGKULU

Shannora YuliasariAfrizon

Yulie OktaviaTri WahyuniLinda HartaCatur Yanto

YoyoBasuni Asnawi

Sri Hartati

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULUBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

2016

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga

Laporan Akhir Tahun 2016 Kegiatan Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis

Integrasi Tanaman – Ternak Spesifik Lokasi Di Provinsi Bengkulu dapat tersusun.

Laporan ini dibuat sebagai salah satu pertanggung jawaban terhadap hasil

pelaksanaan kegiatan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember Tahun

2016.

Laporan ini telah kami susun semaksimal mungkin dan tentunya dengan

bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pelaksanaan

kegiatan dan pembuatan laporan tengah tahun ini.

Kami menyadari bahwa dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ini

tentu ada kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran untuk perbaikan

sangat diharapkan. Semoga kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi

percepatan adopsi inovasi teknologi berbasis Bioindustri di Provinsi Bengkulu.

Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan

kegiatan ini.

Bengkulu, Desember 2016Penanggung Jawab Kegiatan

Dr. Umi Pudji Astuti, MPNIP. 19610531 199003 2 001

iii

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPTP : Model Sistem Pertanian Bioindustri BerbasisIntegrasi Tanaman – Ternak Spesifik Lokasi diProvinsi Bengkulu

2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu

3. Alamat Unit Kerja : JL. Irian KM, 6,5 Bengkulu 38119

4. Sumber Dana : DIPA BPTP Bengkulu TA. 2016

5. Status Kegiatan (L/B) : L (Lanjutan)

6. Penanggung Jawab

a. Nama : Dr. Ir. Umi Pudji Astuti, MP

b. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa

c. Jabatan Fungsional : Penyuluh Madya

7. Lokasi : Kabupaten Rejang Lebong

8. Agroekosistem : Lahan kering

9. Tahun Mulai : 2015

10. Tahun Selesai : 2017

11. Output Tahunan : 1. Mantapnya Inovasi Teknis sistem pertanianbioindustri berbasis tanaman (kopi) -ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

2. Mantapnya Inovasi Kelembagaan petanidan pasar sistem pertanian bioindustriberbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi)spesifik lokasi Bengkulu

3. Diperolehnya potensi produk bioindustriterhadap peningkatan produktivitastanaman dan ternak

4. Terdiseminasikannya model sistempertanian bioindustri berbasis tanaman -ternak kepada stakeholders

12. Output Akhir : 1. Rekomendasi Model Sistem PertanianBioindustri Berbasis Integrasi Kopi – SapiSpesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu.

2. Berkembangnya model sistem pertanianbioindustri di Provinsi Bengkulu

3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakatserta daya beli masyarakat/petani dikawasan kajian melalui percepatanpembangunan ekonomi wilayah berbasisintegrasi tanaman dan ternak

iv

13. Biaya Kegiatan : Rp. 305.500.000-, (Tiga Ratus Lima Juta LimaRatus Ribu Rupiah).

Koordinator Program,

Dr. Shannora Yuliasari, S.TP., MPNIP. 19740731 200312 2 001

Penanggung Jawab Kegiatan,

Dr. Umi Pudji Astuti, MPNIP. 19610531 199003 2 001

Mengetahui:Kepala BBP2TP,

Dr. Ir. Haris Syahbudin, DEANIP. 19680415 199203 1 001

Kepala BPTP Bengkulu,

Dr. Ir. Dedi Sugandi, MPNIP. 19590206 198603 1 002

v

DAFTAR ISI

HalamanKATA PENGANTAR.................................................................................. iiLEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iiiDAFTAR ISI............................................................................................ vDAFTAR TABEL....................................................................................... viDAFTAR GAMBAR .................................................................................. viiiDAFTAR LAMPIRAN................................................................................. ixRINGKASAN ........................................................................................... xSUMMARY.............................................................................................. xii

I. PENDAHULUAN ................................................................................ 11.1. Latar Belakang........................................................................... 11.2. Tujuan Umum............................................................................ 21.3. Keluaran ................................................................................... 31.4. Perkiraan Dampak dan Manfaat................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5

III. PROSEDUR....................................................................................... 103.1. Waktu dan Lokasi .................................................................... 103.2. Alat dan bahan ........................................................................ 103.3. RuangLingkupKegiatan ............................................................. 103.4. Metode Pelaksanaan Pengkajian ............................................... 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 234.1. Memantapkan Inovasi Teknis sistem pertanian bioindustri

berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu .. 234.2. Memantapkan Inovasi Kelembagaan petani dan pasar sistem

pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi)spesifik lokasi Bengkulu ............................................................ 29

4.3. Mengetahui potensi produk bioindustri terhadap peningkatanproduktivitas tanaman dan ternak ............................................. 31

4.4. Mendiseminasikan model sistem pertanian bioindustri berbasistanaman - ternak kepada stakeholders ...................................... 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 45

KINERJA HASIL PENGKAJIAN .................................................................. 46DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 47ANALISIS RISIKO ................................................................................... 50JADWAL KERJA....................................................................................... 51PEMBIAYAAN ......................................................................................... 52PERSONALIA .......................................................................................... 54LAMPIRAN ............................................................................................. 56

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Desain Perlakuan Pakan ................................................................... 18

2. Pengamatan Terhadap Jumlah Feses dan Urine Per Ekor Per Hari ....... 19

3. Rancangan untuk Implementasi POP dan POC pada Tanaman.............. 20

4. Formula Analisa Finansial .................................................................. 22

5. Bimbingan Teknis Sampai Bulan Desember 2016 ............................... 23

6. Peningkatan Pengetahuan Petani melalui Bimbingan Teknis di Desa AirMeles Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2016..................................... 23

7. Deskripsi Tingkat Pengetahuan Peserta Bimbingan Teknis MelaluiKegiatan Demontrasi Cara Di Desa Air Meles Bawah Kecamatan CurupTimur Tahun 2016............................................................................ 24

8. Jumlah petani yang memahami atribut teknologi panen petik merahsebelum dan setelah pelaksanaan kunjungan lapang ........................... 26

9. Jumlah petani yang memahami atribut teknologi pengolahan kopibubuk petik merah sebelum dan setelah pelaksanaan kunjunganlapang............................................................................................. 28

10. Lahan petani kopi yang sudah dipanen petik merah di Desa Talang Ulu 31

11. Produksi kopi petik merah petani Desa Talang Ulu yang sudah dipanen3 kali (gr/pohon) Sampai Dengan Bulan mei 2016............................... 32

12. Perhitungan Tambahan Keuntungan Petani/Bulan ............................... 34

13. Pengaruh beberapa dosis pemberian kompos terhadap komponenhasil tanaman kubis di Desa Air Meles Bawah Tahun 2016 ................... 37

14. Nilai Ekonomis Kopi Petik Merah ........................................................ 40

15. Analisis Finasial Ternak sapi .............................................................. 40

16. Perhitungan Tambahan Keuntungan Peternak/Bulan (13 ekor ternak)... 41

17. Analisis finansial UT kubis dengan menggunakan POP pada lahanpetani kooperator seluas 0,2 ha di Desa Air Meles Tahun 2016............ 41

18. Bahan Informasi Tercetak ................................................................ 42

19. Karya Tulis Ilmiah yang telah Mengikuti Seminar................................. 44

20. Daftar resiko dan dampak pengkajian model sistem pertanianbioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi di ProvinsiBengkulu Tahun 2016....................................................................... 50

21. Daftar penanganan resiko pengkajian model sistem pertanianbioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi di ProvinsiBengkulu Tahun 2016....................................................................... 50

22. Jadwal Kerja Kegiatan....................................................................... 51

vii

23. Rencana Anggaran dan Belanja Kegiatan ........................................... 52

24. Realisasi Anggaran Belanja Kegiatan .................................................. 53

25. Personalia Kegiatan .......................................................................... 54

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman1. Konsep/Rancangan Bioindustri Berkelanjutan.................................. 7

2. Struktur Kelembagaan Kelompok Tani ............................................ 17

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman1. Dokumentasipemeliharaan dan pengamatan tanaman kopi Tahun 2016 56

2. Dokumentasi bimbingan teknis dan apresiasi teknologi Tahun 2016 ..... 57

3. Dokumentasi pemeliharaan dan pengamatan hewan ternak (sapi)Tahun 2016 ..................................................................................... 58

4. Dokumentasi Implementasi penggunaan kompos dan bioUrine padatanaman Tahun 2016 ....................................................................... 59

5. Dokumentasi kunjungan lapang ke Desa Tangsi Duren KecamatanKabawetan Kabupaten Kepahiang Tahun 2016 ................................... 60

6. Dokumentasi Kegiatan Ekspose BPTP Bengkulu Tahun 2016 ................ 61

x

RINGKASAN

1. Judul RDHP : Model Sistem Pertanian Bioindustri BerbasisIntegrasi Tanaman – Ternak Spesifik Lokasi diProvinsi Bengkulu

2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu3. Lokasi : Kabupaten Rejang Lebong4. Status : Lanjutan

5. Tujuan Umum : 1. Merekomendasikan Model Sistem PertanianBioindustri Berbasis Integrasi Kopi – SapiSpesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu

2. Mengembangkan model sistem pertanianbioindustri di Provinsi Bengkulu

6. Tujuan 2016 : 1. Memantapkan Inovasi Teknis sistem pertanianbioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak(sapi) spesifik lokasi Bengkulu

2. Memantapkan Inovasi Kelembagaan petanidan pasar sistem pertanian bioindustriberbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi)spesifik lokasi Bengkulu

3. Mengetahui potensi produk bioindustriterhadap peningkatan produktivitas tanamandan ternak

4. Mendiseminasikan model sistem pertanianbioindustri berbasis tanaman - ternak kepadastakeholders

7. Keluaran 2016 : 1. Mantapnya Inovasi Teknis sistem pertanianbioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak(sapi) spesifik lokasi Bengkulu

2. Mantapnya Inovasi Kelembagaan petani danpasar sistem pertanian bioindustri berbasistanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasiBengkulu

3. Diperolehnya potensi produk bioindustriterhadap peningkatan produktivitas tanamandan ternak

4. Terdiseminasikannya model sistem pertanianbioindustri berbasis tanaman - ternak kepadastakeholders

8 Hasil yang Diharapkan : Replikasi/pengembangan model pertanianbioindustri spesifik lokasi ke kawasan lain

xi

10 Prakiraan Dampak : 1. Terciptanya pertanian ramah lingkunganmelalui integrasi tanaman – ternakdiProvinsi Bengkulu

2. Meningkatnya daya beli masyarakat/petanidi Provinsi Bengkulu melalui percepatanpembangunan ekonomi wilayah

3. Meningkatnya akuntabilitas Badan LitbangPertanian sebagai penghasil Inovasimelalui penyebaran dan adopsi inovasioleh pengguna

11 Metodologi : Pengkajian dilakukan selama 3 tahun, mulaidari tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 diDesa Air Meles, Kecamatan Curup Timur,Kabupaten Rejang Lebong denganpertimbangan sebagai berikut : 1) Merupakansentra tanaman kopi rakyat dan sapi diProvinsi Bengkulu; 2) Mempunyai kesesuaianagroekosistem untuk pengembangan tanamankopi dan ternak di Provinsi Bengkulu; 3)Adanya dukungan program pengembangankopi dan ternak sapi dari Dinas Perkebunan,Dinas Pertanian dan Dinas Peternakan provinsidan kabupaten.Kegiatan dilakukan melalui on farm trialdilapangan dan laboratorium, dengan tahapan: 1) Koordinasi antar pemangku kepentingan;2) Penelusuran literatur (desk studi); 3)Identifikasi dan analisa data kelembagaandan data ekonomi; 4) Pemantapan data sosialekonomi, kelembagaan, agronomi, kandungannutrisi pada pakan, kandungan hara padakompos, efikasi biopestisida dari urine,kandungan hara pada tanah; 5) FGD,pelatihan dan demplot; 6) Temu Usaha; 7)Pelaporan

12 Jangka Waktu : 3 (tiga) tahun(2015 -2017)

13 Biaya TA 2015

Biaya Tahun 2016

: Rp. 457.700.000-, (Empat Ratus Lima PuluhTujuh Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah)Rp. 305.500.000-, (Tiga Ratus Lima Juta LimaRatus Ribu Rupiah)

xii

SUMMARY

1. Title : The Model of Bioindustry Farming System Based onSpecific Location of Croop (cafee) – live stock (Cow)Integration in Bengkulu Province

2. Implementing Unit : Bengkulu Assessment Institution of AgricultureTechnology

3. Location Bengkulu Province

4. Status : Continued

5. Objectives 2016 : 1. To strengthen the agricultural system model designbased bioindustry crops (coffee) – cattle (cows) sitespecific of Bengkulu.

2. To strengthen and develop the product ofbioindustry agricultural.

3. To know the potency of bioindustry products to theincreasing of crop and cattle productivity.

4. To disseminate technology innovation tostakeholders.

6. Output : 1. The strengthening of the agricultural system modeldesign based bioindustry crops (coffee) – cattle(cows) site specific of Bengkulu.

2. The strengtheningand developing of the product ofbioindustry agricultural.

5. The knowing ofthe potency of bioindustry productsto the increasing of crop and cattle productivity.

6. The dissemination of technology innovation tostakeholders.

7. Expected Output : The replication/development of agricultural bioindustrymodel site-specific to other region

8. Benefits Forecast : 1. An increase the productivity of agribusiness andfarmers' income farmers throughaccelered theagricultural bioindustry innovations.

2. Increased public welfare-based of crops andlivestock integration in the studi area

3. An adoption the specific agricultural bioindustrymodels by farmers and stakeholders

9. Impact Forecast : 1. The creation of agriculture environmentally friendlythrough crop – live stock in Bengkulu Province

2. Incresed the people/farmers purcushing powerthrough economics developing acceleration.

3. Increased IAAR Daccountability as innovationproducer through dissemination and adoptioninnovations byusers

xiii

10. Methodology : The assessment is conducted for 3 years, from 2015until 2017 in Air Meles Village Rejang LebongDistrictwith the following considerations: 1) Is coffeand cattle development centers in Bengkulu Province;2) Having the sustainability of agroecosystem for thedevelopment of coffee and cattle in Bengkulu Province;3) The supporting of coffee and cattle developmentprogram from Agriculture and Livestock Department inprovince and districts. The assessment is conductedthrough survey, field and laboratory studies, with thefollowing phases: 1) Coordination among stakeholders;2) Arrangement of action preparation; 3) Searchigliterature (desk studi); 4) Arrangement of extractingprimary data instrument preparation (questionnaire);5) Field survey using rapid field observation (RapidRural Appraisal/RRA); 6) The data identification andanalyzing through technical evaluation and socialeconomy approach; 7) Design and road maparrangement of sustainable specific location bioindustrymodel in Bengkulu Province; 8) The collection of socialeconomy, institutional, agronomic, nutrient content offood, nutrient content of compost, urine biopesticideefficacy, soil nutrient content, plant tissues nutrient; 9)Socialization, training, and demonstration plots; 10)Reporting

11. Duration : 3 years (2015 -2017)

12. Budget 2015

Budget 2016

:

:

Rp. 457.700.000 (Four hundred and fiftyseven millionseventy hundred rupiah)Rp 305.500.000,- (Three hundred and fifty million fivehundred rupiah)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Paradigma Pertanian untuk Pembangunan (agriculture for development)

menyatakan bahwa pembangunan perekonomian nasional dirancang dan

dilaksanakan berdasarkan tahapan pembangunan pertanian dan menjadikan

sektor pertanian sebagai motor penggerak pembangunan. Penempatan

kedudukan sektor pertanian dalam pembangunan nasional merupakan kunci

utama keberhasilan mewujudkan Indonesia yang Bermartabat, Mandiri, Maju,

Adil dan Makmur. Tahapan pencapaian dan peta jalan transformasi struktural

merupakan landasan untuk menetapkan posisi sektor pertanian dalam

Pembangunan Nasional. Transformasi pertanian merupakan proses penggerak

transformasi pembangunan nasional secara keseluruhan, dengan paradigma ini,

proses transformasi pembangunan nasional dikelola secara terpadu, sinergis,

selaras dan berimbang dengan proses transformasi pertanian (Kementan, 2013).

Perekonomian ke depan haruslah ditransformasikan dari basis sumber

energi berbahan fosil menjadi sumber energi bahan baku baru utamanya bahan

hayati yang mampu menghasilkan biomassa sebesar-besarnya yang diolah

menjadi bahan pangan, pupuk, pakan, energi, serat,obat-obatan, bahan kimia

dan bioproduk lainnya secara berkelanjutan. Oleh karena itu pertanian ke depan

harus dibangun dengan konsep model pertanian ramah lingkungan spesifik lokasi

untuk mewujudkan pertanian bio-industri. Peningkatan kualitas kehidupan

masyarakat akan diiringi dengan peningkatan kesadaran terhadap penyelamatan

dan pelestarian lingkungan.

Pembaharuan diperlukan sebagai upaya mewujudkan pertanian bio-

industri yang berkelanjutan. Pembaharuan dalam perpektif sistem pertanian

bioindustri dapat dilakukan melalui: (1) Usaha pertanian berbasis ekosistem

intensif; (2) Pengolahan seluruh hasil pertanian dengan konsep whole biomass

biorefinery; (3) Integrasi usaha pertanian-biodigester-biorefinery. Prinsip dasar

pembaharuan dalam konsep bioindustri diantaranya adalah: (1) Berkelanjutan

(2) Mengoptimalkan pemanfaatan produk dengan mengurangi/meminimalkan

limbah (ramah lingkungan) (3) Memaksimalkan pendapatan melalui peningkatan

nilai tambah (4) Mempertimbangkan keseimbangan dan efisiensi (economic

scale).

2

Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian di Provinsi

Bengkulu karena menyumbangkan porsi terbesar (39,84%) dalam pembentukan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Badan Pusat statistik Provinsi Bengkulu,

2012). Dukungan luas wilayah, kondisi lahan, iklim dan geografi di Provinsi

Bengkulu menjadikan wilayah ini di dominasi oleh komoditas perkebunan dan

ternak. Kelapa sawit, karet, dan kopi merupakan komoditas yang dominan dan

menjadi komoditas unggulan, sedangkan sapi potong merupakan komoditas

ternak utama di Provinsi Bengkulu.

Selain komoditas perkebunan, Provinsi Bengkulu juga mempunyai potensi

pengembangan komoditas tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan.

Tanaman pangan potensial untuk dikembangkan di Provinsi Bengkulu

diantaranya adalah padi, jagung, kedelai dan kacang tanah. Tanaman

hortikultura yang berpotensi untuk dikembangkan diantaranya adalah sayuran

(bawang merah, bawang daun, cabe, wortel, sawi, kentang, kubis, tomat,

terung, ketimun, kangkung, dan bayam) dan aneka buah. Selain komoditas

tanaman, Provinsi Bengkulu juga mempunyai peluang pengembangan komoditas

peternakan. Ternak yang berpotensi untuk dikembangkan diantaranya adalah

sapi perah, sapi potong, kerbau, kambing, ayam dan itik (Badan Pusat Statistik

Provinsi Bengkulu, 2012).

1.2. Tujuan Umum

1. Rekomendasi Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Integrasi Tanaman

– Ternak (SITT) Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu

2. Berkembangnya model sistem pertanian bioindustri di Provinsi Bengkulu

Tujuan Tahun 2016

1. Memantapkan Inovasi Teknis sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman

(kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

2. Memantapkan Inovasi Kelembagaan petani dan pasar sistem pertanian

bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

3. Mengetahui potensi produk bioindustri terhadap peningkatan produktivitas

tanaman dan ternak

4. Mendiseminasikan model sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman -

ternak kepada stakeholders

3

Tujuan Akhir

Tujuan akhir secara khusus ingin :

1. Menyusun Rekomendasi Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis

Integrasi Tanaman – Ternak (SITT) Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu

2. Mewujudkan suatu kawasan pengembangan pertanian bioindustri berbasis

tanaman - ternak yang berwawasan lingkungan.

3. Mengembangkan/mereplikasi bioindustri berbasis SITT di wilayah-wilayah

pengembangan tanaman – ternak oleh Pemerintah Daerah pada

agroekosistem yang berbeda

4. Memandirikan kelembagaan kelompok tani dalam pengelolaan terpadu

komoditas tanaman - ternak (SITT) yang berkelanjutan.

1.3 Keluaran

Keluaran Tahun 2016

1. Mantapnya Inovasi Teknis sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman

(kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

2. Mantapnya Inovasi Kelembagaan petani dan pasar sistem pertanian

bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

3. Diperolehnya potensi produk bioindustri terhadap peningkatan produktivitas

tanaman dan ternak

4. Terdiseminasikannya model sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman -

ternak kepada stakeholders

Keluaran Akhir

Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta daya beli

masyarakat/petani di kawasan kajian melalui percepatan pembangunan ekonomi

wilayah, yang secara khusus ingin :

1. Diperolehnya Rekomendasi Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis

Integrasi Tanaman – Ternak (SITT) Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu yang

siap direplikasi ke kawasan lain

2. Terwujudnya suatu kawasan pengembangan pertanian bioindustri berbasis

tanaman- ternak yang berwawasan lingkungan.

4

3. Berkembangnya dan tereplikasikannya model pertanian bioindustri berbasis

integrasi tanaman-ternak ke kawasan lain oleh Pemerintah Daerah pada

agroekosistem yang berbeda.

4. Mandirinya kelembagaan kelompok tani dalam pengelolaan terpadu

komoditas tanaman - ternak (SITT) yang berkelanjutan.

1.4. Perkiraan Manfaat dan DampakPerkiraan Manfaat

1. Terjadinya peningkatan produktivitas usaha agribisnis dan pendapatan

petani melalui percepatan penggunaan inovasi pertanian bioagroindustri.

2. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat berbasis integrasi tanaman dan

ternak di kawasan kegiatan

3. Teradopsinya model pertanian bioindustri spesifik lokasi oleh petani dan

stakeholders

Perkiraan Dampak

1. Terciptanya pertanian ramah lingkungan melalui integrasi tanaman – ternak

di Provinsi Bengkulu

2. Meningkatnya daya beli masyarakat/petani di Provinsi Bengkulu melalui

percepatan pembangunan ekonomi wilayah

3. Meningkatnya akuntabilitas Badan Litbang Pertanian sebagai penghasil

Inovasi melalui penyebaran dan adopsi inovasi oleh pengguna

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Kementerian Pertanaian (Kementan) menggagas konsep bioindustri atau

zero waste sebagai bagian upaya merevitalisasi unit industri pengolahan di

tingkat pedesaan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.

Pertanian bioindustri atau industri pertanian adalah usaha pengolahan sumber

daya alam hayati (pertanian) dengan bantuan teknologi industri untuk

menghasilkan berbagai macam hasil yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi.

Pengolahan itu tidak hanya terbatas pada upaya meningkatkan hasil pertanian

saja, akan tetapi bagaimana mengelola hasil pertanian menjadi komoditas yang

bervariasi, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia

yang sebagian besar merupakan para petani.

Pengelolaan tanaman berskala industri yang dapat meningkatkan

kesejahteraan dan perekonomian masyarakat Indonesia adalah melalui pertanian

bioindustri. Salah satunya dengan memanfaatkan tanaman sebagai sumber

energi alternatif dengan mengolah tanaman menjadi biofuel. Pertanian bioindustri

dapat menjadi alternatif pilihan sebagai bahan baku energi untuk menggantikan

BBM yang ketersediannya semakin menipis. Meningkatnya harga bahan bakar

minyak dan gas, ketahanan energi serta meningkatnya polusi lingkungan dalam

kaitannya dengan penggunaan bahan bakar merupakan penyebab bangkitnya

kembali bioindustri pada beberapa tahun terakhir (Ariati, 2006).

Pertanian bioindustri berkelanjutan adalah konsep pembangunan pertanian

masa mendatang, memandang lahan pertanian tidak semata-mata merupakan

sumberdaya alam namun juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor

produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan dan

non pangan yang dikelola menjadi bioenergi, pakan, dan pupuk dengan prinsip

zero waste. Prinsip dari konsep bioindustri adalah proses produksi yang mampu

menghilangkan dampak polusi dan sekaligus menawarkan berbagai produk yang

tidak merusak lingkungan. Jadi konsep ini menyediakan berbagai siklus produk

melalui proses produksi yang tidak menghasilkan polusi dan tidak ada akhir dari

sebuah produk setelah selesai digunakan, dan tidak menjadi sampah. Produk-

produk dalam suatu proses akan menjadi residual yang tetap dapat digunakan

kembali sebagai input bagi proses lainnya yang biasa disebut zero waste.

6

Konsep ini dapat bersifat spesifik lokasi yang berkaitan dengan keragaman

dari variabel penyusun maupun lingkungan/agroekosistemnya. Hal ini dapat

terjadi karena konsep ini mempunyai karakteristik penting yaitu independensi

terhadap bahan baku alam, dimana proses produksi dapat di kontrol. Konsep ini

akan dapat berjalan jika semua komponen, akademisi, bisnis, goverment dan

komunitas bergerak bersama secara sinergi. Kaitan antar pelaku bersifat

interlocked, yang berarti ada keterkaitan yang erat antara satu dengan lainnya.

Jika salah satu dari 4 komponen (quatro helix) tidak dapat berjalan dengan baik,

maka hampir dipastikan konsep tidak dapat berjalan dengan optimal.

Pertanian ramah lingkungan merupakan konsep model yang bertujuan

agar kegiatan ekonomi tidak merusak lingkungan, dengan tetap memperhatikan

keterkaitan antara ekologi, ekonomi, dan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Manfaat utama dari pendekatan ini adalah pada proses dan inovasi produk dan

penciptaan rantai nilai, seperti pangan yang sehat dan aman, sumberdaya

terbarukan, dan energi berbasis bio-massa, yang seluruh proses dan aplikasinya

menggunakan sumberdaya tanaman, mikroorganisme, dan hewan/ternak. Salah

satu contoh konsep pengembangan pertanian bioindustri berbasis sumberdaya

lokal adalah integrasi antara tanaman dan ternak dalam efisiensi produksi.

Keterkaitan antara tanaman dengan ternak sapi dalam satu sistem

usahatani terpadu dapat dikembangkan secara berkelompok dalam kawasan

perkebunan. Dengan pola ini petani mendapatkan sumber income dari dua

komoditas yang diusahakan, disamping kemungkinan penurunan biaya produksi

baik pada usaha tanaman maupun usaha ternaknya dengan munculnya kondisi

saling menunjang diantara kedua usaha komoditas tersebut. Manajemen yang

diaplikasikan adalah 'zero waste' dan 'zero cost' (Priyanti dan Djajanegara, 2004).

Limbah ternak berupa kotoran dapat diproses menjadi kompos untuk

memperbaiki produktivitas lahan agar tanaman yang ditanam nantinya dapat

berproduksi tinggi. Penurunan produktivitas lahan merupakan masalah yang

dihadapi petani, hal ini disebabkan oleh keterbatasan penyediaan pupuk

kandang yang dikuasai petani, keterbatasan ketersediaan pakan ternak, dan

permasalahan lingkungan (Basri et al., 2010). Sistem integrasi tanaman-ternak

sangat penting dalam upaya untuk memenuhi keburuhan bahan organik dan

peningkatan produktivitas lahan. Pengembangan sistem integrasi tanaman-

ternak dalam sistem bioindustri pertanian berkelanjutan merupakan strategi

7

usaha pertanian ramah lingkungan dalam mewujudkan kesejahteraan petani dan

rnasyarakat pedesaan. Secara rinci konsep atau rancangan bioindustri pertanian

berkelanjutan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Konsep/Rancangan Bioindustri Berkelanjutan

2.2. Penelitian terdahulu

Penggunaan pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan

biologi tanah (Soetanto Abdullah, 2013). Pupuk kandang dapat mensuplai semua

nutrisi yang diperlukan tanaman kopi walaupun dalam jumlah kecil. Nitrogen dan

kalium merupakam unsur hara paling penting untuk memperoleh produksi tinggi

pada tanaman kopi. Dalam kurun waktu 1 tahun satu ekor sapi dewasa dapat

menghasilkan kompos 963,65 kg dengan kadar air 20% (Adijaya dan Yasa,

2013). Kadar rata-rata unsur hara dalam pupuk kandang untuk masing-masing

unsur hara adalah sebagai berikut: N 0,5%; P 0,25%; K 0,4%; Na 0,08%; S

0,02%; Zn 0,004%; Co 0,0003%; Mg 0,007%; Fe 0,45%).

INPUT: Lahan Pupuk Benih Alsin SDM

KOPI

Bibit/Entres

KopiGelondongpetik merah

1.BerrasKopi

2.Kopibubuk

3.Minuman Kopi

4.Permen

5. SAPIkambing

5.Kulitkopi

6. Kayubakar

1,Daging2. Kulit3. Tulang4. Bibit

Bakalan

INDUSTRI

1.Kompos

2.Bio Gas

3.Bio Urine

Nilai tambahKeuntungan

Harga Jual

BiayaProduksi

IndustriKOPIberkualitas/ PREMIUM

OUTPUT

8

Kulit kopi merupakan limbah yang cukup melimpah, karena jumlahnya

mencapai 45-50% dari berat kopi yang dipanen. Dalam setiap ton buah basah

diperoleh 200 kg kulit kopi kering. Hasil analisis kesetimbangan massa buah kopi

diperoleh bahwa dari 100 kg buah kopi yang diolah kering akan diperoleh 29 kg

(29%) gelondong kering yang terdiri dari 15,95 kg biji kopi (55%) dan 13,05 kg

kulit gelondong kering (45%). Kulit gelondong kering terdiri kulit cangkang,

lendir dan kulit buah dengan perbandingan bobot kering 11,9 : 4,9 : 28,7

(Widyotomo, 2013). Kandungan nutrisi dari kulit kopi cukup baik berpotensi

untuk dikonversi menjadi sumber bahan baku pakan ternak. Zainuddin &

Murtisari (1995) melaporkan bahwa kulit buah kopi potensial untuk digunakan

sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Kandungan zat nutrisi yang terdapat

pada kulit buah kopi diantaranya adalah protein kasar sebesar 10,4%, serat

kasar sebesar 17,2% dan energi metabolis 14,34 MJ/kg relatif sebanding dengan

zat nutrisi rumput. Fermentasi limbah kulit kopi dengan Aspergillus niger mampu

meningkatkan nilai gizi limbah kopi yang ditunjukkan dengan meningkatnya

protein dari 6,67% menjadi 12,43% dan menurunkan kadar serat kasar dari

21,4% menjadi 11,05%. Limbah kulit buah kopi dapat menggantikan 20%

kebutuhan konsentrat komersial yang digunakan sebagai pakan ternak, dan

menekan biaya pakan hingga 30% (Rathinavelu & Graziosi, 2005).

Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran (feses) sebanyak 8-10 kg setiap

hari. Dari kotoran sapi sebanyak ini dapat dihasilkan 4-5 kg pupuk organik/hari

setelah melalui pemroresan. Penggunaan pupuk organik pada lahan sawah rata-

rata 2 ton/ha/musim, sehingga pupuk organik yang dihasilkan dapat memenuhi

kebutuhan pupuk organik bagi lahan sawah seluas 1,8 – 2,7 ha untuk dua musim

tanam padi (Badan Litbang Pertanian, 2002).

Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik dapat meningkatkan

kesuburan tanah yang pada akhirnya memiliki dampak positif pada peningkatan

hasil panen, sehingga mewujudkan usaha agribisnis yang berdaya saing dan

ramah lingkungan. Pembuatan pupuk kompos dari limbah ternak yang dicampur

dengan jerami padi memiliki kandungan hara yaitu: pH (7,15); N-total (0,64 %),

C-organik (9,31 %), P2O5 (0,02 %), K2O (0,59 %), dan C/N (14,55) (Elma

Basri). Standar kualitas kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004 minimum

mengandung Nitrogen (N) 0,40%, Fosfor (P2O5) 0,1% dan Kalium (K2O) 0,20%.

Kandungan N dalam kompos berasal dari bahan organik komposan yang

9

didegradasi oleh mikroorganisme, sehingga berlangsungnya proses degradasi

(pengomposan) sangat mempengaruhi kandungan N dalam kompos. Kandungan

(P2O5) dalam komposan diduga berkaitan dengan kandungan N dalam

komposan. Kalium (K2O) tidak terdapat dalam protein, elemen ini bukan elemen

langsung dalam pembentukan bahan organik, kalium hanya berperan dalam

membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium digunakan oleh

mikroorganisme dalam bahan substrat sebagai katalisator, dengan kehadiran

bakteri dan aktivitasnya akan sangat berpengaruh terhadap pengingkatan

kandungan kalium. Imbangan feses sapi potong dan sampah organic 25 : 75

menghasilkan kualitas kompos terbaik (N = 2.18%; P = 1,17% dan K = 0,95% )

(Hidayati dkk., 2010).

Potensi pengembangan Biogas di Provinsi Bengkulu masih cukup besar.

Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat menghasilkan ± 2 m3 biogas/hari. Potensi

ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m biogas

dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah (Ali, dkk). Residu

pembuatan biogas, dalam bentuk kompos merupakan sumber pupuk organik

bagi tanaman, sekaligus sebagai pembenah tanah (soil amendment) (Haryanto,

B., 2009).

Zubir et al. (2010) menyatakan bahwa penggunaan pakan komplet

berbasis limbah jagung di Kabupaten Bungo dapat meningkatkan pendapatan

sebesar 19% jika biaya tenaga kerja diperhitungkan. Sedangkan jika biaya

tenaga kerja tidak diperhitungkan pendapatan menurun sebesar 59%.

Penggunaan pakan komplet dapat meningkatkan kapasitas pemeliharaan ternak

berdasarkan ketersediaan tenaga kerja sebesar 4,33 kali. Hal ini menimbulkan

opportunity cost pada usaha sapi bibit tanpa pakan komplet sebesar 271%.

Penggunaan pakan komplet pada usaha sapi bibit milik rakyat akan efektif jika

skala pemeliharaan ditingkatkan.

10

III. PROSEDUR

3.1. Lokasi dan Waktu

Kegiatan dilaksanakan di Kelompok Tani Gading Indah Desa Air Meles

Bawah dan kelompok tani Pematang Manggis kelurahan Talang Ulu Kecamatan

Curup Timur, yang dimulai dari bulan januari sampai Desember 2016.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain sekop, terpal, garu, mesin pengupas kopi

basah, cangkul, ember, pisau, gunting, gembor, kereta dorong, karung,

timbangan, pita ukur ternak, sprayer, penggaris, plastik, mesin jahit karung,

instalasi biourine, cangkir, dispenser, mixer, lumpang, sendok, wajan, sendok

penggorengan, set vakum, kertas label, dan alat tulis.

Bahan yang digunakan adalah kulit kopi, dedak padi, gula merah,

bioaktivator, garam, biodekomposer, empon-empon, daun sirih, daun sirsak,

feses sapi, urine sapi, urine kambing, kapur, bubuk kopi, kopi petik merah, gula

pasir, urea, NPK, dan SP-36.

3.3. Ruang Lingkup Kegiatan

1. Memantapkan Inovasi Teknis di tingkat petani

Bimbingan teknis Pemupukan, pemangkasan tanaman kopi

Bimbingan teknis Panen kopi petik merah

Pelatihan Pengolahan kopi basah

Studi banding pengolahan kopi bubuk dan pengemasan

Bimbingan teknis Pembuatan pakan lokal

Bimbingan teknis pemeliharaan ternak (sapi, kambing)

Apresiasi teknologi Pembuatan bio urine dan kompos

2. Memantapkan Inovasi Kelembagaan petani dan pasar

Penguatan organisasi kelompok

Fasilitasi ke Disperindag untuk promosi produk kopi

Meningkatkan kemampuan petani untuk memasarkan produk

3. Ruang lingkup kegiatan untuk mengetahui potensi produk bioindustri

terhadap peningkatan produktivitas tanaman dan ternak ditinjau dari aspek

teknis (peningkatan produksi dan produktivitas) serta kelayakan

ekonomisnya sebagai berikut:

11

Mengetahui peningkatan berat badan harian melalui implementasi produk

pakan ternak (daun kopi, kulit kopi) pada ternak sapi dan kambing

Mengetahui peningkatan produksi kopi, cabe, dan kubis melalui

implementasi penggunaan kompos dan pupuk cair

Pengukuran kualitas produk kopi biji dan kopi bubuk

Mengetahui penurunan biaya input (eksternal) pada usahatani

4. Mendiseminasikan inovasi teknologi kepada stakeholders

Sosialisasi/temu teknologi kepada petani, penyuluh di wilayah lain

Menyusun bahan informasi tercetak dan elektronik

Mengikuti pameran/ekspose yang diadakan oleh balai atau stakeholders

lainnya

Mengikuti workshop, seminar

3.4. Metode Pelaksanaan Pengkajian

3.4.1. Memantapkan inovasi teknis sistem pertanian bioindustri berbasistanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

Kegiatan di lapangan dimulai bulan februari sampai oktober di lokasi

kegiatan (Kecamatan Curup Utara). Bahan dan alat yang digunakan : bahan

pendukung berupa display, alat tulis.

Kegiatan yang dilakukan :

1. Bimbingan teknis Pemupukan, pemangkasan tanaman kopi

Pemupukan dilaksanakan setiap 6 bulan sekali yaitu pada bulan Juni;

sedangkan bimbingan teknis dilaksanakan setiap bulan. Indikator yang

diukur : peningkatan keterampilan teknis pemupukan dan pemangkasan

tanaman kopi pada 20 petani kopi. Analisis data menggunakan tabel dan

diskripsi.

2. Bimbingan teknis Panen kopi petik merah

Bimbingan teknis dilaksanakan setiap bulan sekali sekaligus untuk

meyakinkan petani agar mereka terbiasa melakukan panen petik merah.

Penentuan tingkat kemampuan petani dalam penerapan inovasi teknologi

panen kopi petik merah diukur dengan empat indikator yaitu: (1) mampu

melakukan panen kopi yang sesuai dengan tingkatan waktu petik

(permulaan, pertengahan, akhiran), (2) mampu melakukan panen kopi saat

kopi benar-benar matang dan merah, (3) mampu melakukan panen kopi

12

dengan petik tertib, satu persatu dan bersih dan (4) selalu mempersiapkan

peralatan panen seperti tangga, keranjang petik dan lainnya. Data yang

terkumpul ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif

3. Pelatihan Pengolahan kopi basah

Panen awal sekitar bulan April, panen raya sekitar bulan Juli dan

panen akhir sekitar bulan Oktober. Pemetikan kopi tahap awal adalah petik

buah yang terkena penyakit bubuk, sehingga merah sebelum waktunya.

Panen raya merupakan pemetikan dengan hasil kopi yang terbaik yaitu kopi

benar-benar matang dan berwarna merah dan panen akhir atau disebut

panen lelesan/racutan dengan jumlah yang sedikit dan dipanen semua baik

warna buah kopi yang masih hijau dan kuning dan sisa buah kopi dipohon

tinggal 10 persen.

Pelatihan dilaksanakan pada saat kopi mulai panen (bulan Juli 2016)

di kelompok tani Pematang Manggis, peserta seluruh anggota kelompok dan

masyarakat sekitarnya yang melakukan panen kopi petik merah (35 petani

dan 5 petugas).

Narasumber berasal dari BPTP, Dinas Perkebunan dan Dinas

Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Rejang Lebong diawali sortasi

buah kopi merah, pengupasan kulit buah kopi, pencucian lendir biji kopi,

pengeringan, pengupasan kulit tanduk, pengemasan kopi biji, syarat mutu

kopi biji dan kopi bubuk berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Indikator yang diukur adalah : peningkatan Sebelum dan setelah

pelaksanaan pelatihan/demonstrasi cara dilakukan penentuan tingkat

kemampuan petani dalam penerapan inovasi pengolahan kopi biji, dan

pengolahan kopi bubuk. Responden adalah petani kopi di lokasi kegiatan

meliputi:

Penentuan tingkat kemampuan anggota dalam teknik pascapanen dan

pengolahan kopi sampai menghasilkan kopi biji.

Kemampuan responden diukur dengan lima indikator, yaitu (1) mampu

melakukan pengolahan kopi sesegara mungkin setelah panen, (2)

terampil dan mampu menerapkan pengolahan kopi biji baik secara

kering maupun basah, meliputi proses sortasi, pengupasan kulit buah

kopi, pencucian lendir, pengeringan, pengupasan kulit tanduk.

Pengolahan kopi dilakukan sesegera mungkin setelah panen selesai, (3)

13

selalu menjaga kualitas kopi dengan curing (pengeringan ulang,

pembersihan dan Hulling) kopi sesuai dengan prosedur, (4) mampu

menyimpan hasil olahan kopi dengan gudang yang sesuai dengan

standar dan (5) mampu dalam sortir dan memahami standar mutu kopi.

Penentuan tingkat kemampuan anggota dalam teknik pengolahan kopi

sampai tahap sekunder menghasilkan kopi bubuk petik merah.

Kemampuan responden diukur dengan 3 indikator, yaitu (1) terampil

dan mampu melakukan pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk melalui

beberapa tahap pengolahan yaitu penyangraian, penggilingan, dan

pengayakan.

Sebelum dan setelah pelaksanaan demonstrasi cara dilakukan

penentuan tingkat kemampuan petani dalam penerapan inovasi

teknologi panen kopi petik merah, pengolahan kopi biji, dan pengolahan

kopi bubuk. Responden adalah petani kopi di lokasi kegiatan.

Penentuan tingkat kemampuan anggota dalam teknik pascapanen dan

pengolahan kopi sampai menghasilkan kopi biji.

Kemampuan responden diukur dengan lima indikator, yaitu (1) mampu

melakukan pengolahan kopi sesegara mungkin setelah panen, (2)

terampil dan mampu menerapkan pengolahan kopi biji baik secara

kering maupun basah, meliputi proses sortasi, pengupasan kulit buah

kopi, pencucian lendir, pengeringan, pengupasan kulit tanduk.

Pengolahan kopi dilakukan sesegera mungkin setelah panen selesai, (3)

selalu menjaga kualitas kopi dengan curing (pengeringan ulang,

pembersihan dan Hulling) kopi sesuai dengan prosedur, (4) mampu

menyimpan hasil olahan kopi dengan gudang yang sesuai dengan

standar dan (5) mampu dalam sortir dan memahami standar mutu kopi.

Penentuan tingkat kemampuan anggota dalam teknik pengolahan kopi

sampai tahap sekunder menghasilkan kopi bubuk petik merah.

Kemampuan responden diukur dengan 3 indikator, yaitu (1) terampil

dan mampu melakukan pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk melalui

beberapa tahap pengolahan yaitu penyangraian, penggilingan, dan

pengayakan.

Jumlah sampel sebanyak 29 orang petani kooperator kopi. Jenis data

yang dikumpulkan adalah data ordinal yang diperoleh dari pengamatan

14

lapangan serta wawancara terstruktur dengan responden menggunakan

daftar pertanyaan (kuesioner). Analisis data menggunakan interval kelas

dan diskriptif. Data yang dikumpulkan ditabulasi dan dilakukan skoring

menggunakan interval kelas dengan rumus menurut Nasution dan Barizi

dalam Rentha, T (2007), untuk masing-masing indikator adalah :

NR = NST – NSR dan PI = NR : JIK

Keterangan:

NR : Nilai Range PI : Panjang Interval

NST : Nilai Skor Tertinggi JIK : Jumlah Interval Kelas

NSR : Nilai Skor Terendah

4. Studi banding pengolahan kopi bubuk dan pengemasan

Studi banding pengolahan kopi dilakukan di kelompok tani Sido Rukun

Kabupaten Kepahiang pada bulan April 2016 selama 1 hari. Peserta yang ikut

sebanyak 10 petani dan 5 petugas.

Parameter yang diamati adalah respon petani yang menyangkut

kognitif dan affektif petani untuk melakukan pengolahan kopi bubuk dan

pengemasan. Data yang dikumpulkan dilakukan tabulasi dan skoring

menggunakan interval kelas yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

5. Bimbingan teknis Pembuatan pakan lokal, dan teknis pemeliharaan ternak(sapi, kambing)

Bimbingan teknis pembuatan pakan lokal dilakukan setiap bulan di

kelompok P4S Gading Indah, sekaligus implementasi pada ternak sapi dan

kambing.

Bahan yang digunakan untuk membuat 1,2 ton kulit kopi fermentasi

kebutuhan 6 ekor ternak dibutuhkan Kulit kopi 1.200 kg, Mineral 7,5 kg, Urea

7,5 kg, Gula Merah/Tetes 12 kg dan air secukupnya.

Kulit kopi terlebih dahulu dihampar setinggi 5 cm kemudian ditaburkan

urea, mineral, dan siram dengan air gula merah/tetes setelah itu hamparan

bahan disiram dengan air secukupnya sampai seluruhnya menjadi lembab,

jika fermentasi dalam jumlah lebih banyak, maka dilakukan sama sampai

bahan yang di inginkan cukup

15

Lakukan pengadukan secara merata, kemudian tumpukan di bungkus

dengan terpal, setiap 3 hari sekali dilakukan pembalikan tumpukan sambil

menyiram untuk menjaga kelembabannya

Setelah 21 hari kulit kopi fermentasi sudah siap untuk diberikan kepada

ternak.

Parameter yang diukur adalah peningkatan pengetahuan maupun

ketrampilan awal dan akhir pelaksanaan bimtek. Data yang dikumpulkan

dilakukan tabulasi dan skoring menggunakan interval kelas yang selanjutnya

dianalisis secara deskriptif.

6. Apresiasi teknologi Pembuatan bio urine dan kompos

Pembuatan Kompos Kotoran Sapi

Teknologi pembuatan kompos dari kotoran sapi yaitu dengan

menggunakan teknologi fermentasi secara semi anaerob. Bahan yang

digunakan untuk membuat kompos sebanyak 1 ton dibutuhkan bahan –

bahan sebagai berikut antara lain feses sapi 830 kg, kulit kopi 150 kg,

Biodecomposer (stardec) 2,5 dan kalsit/kapur 20 kg.

Sebelum kompos dibuat, terlebih dahulu melarutkan biodecomposer

dengan air bersih sebanyak 200 liter. Selanjutnya aktivator sudah diap untuk

digunakan untuk membuat kompos dan menyiapkan 4 petak yang akan

digunakan sebagai tempat pembuatan kompos.

Prosedur pembuatan kompos antara lain :

1. Kotoran sapi (fases) diambil dari kandang dan ditiriskan selama satu

minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai kira-kira 60%.

2. Kemudian kotoran sapi tersebut dipindahkan ke lokasi pertama tempat

pembuatan kompos dan diberi kulit kopi kemudian ditaburi kalsit/kapur

3. Penyiraman biodekomposer pada bahan kompos secara merata.

4. Bahan campuran diaduk secara merata.

5. Proses pembalikan dilakukan sebanyak 4 kali setiap satu minggu sekali.

Cara pembalikan :

a. Minggu pertama; petakan/lokasi 1, bahan kompos diaduk/dibalik secara

merata. Kemudian pindahkan kepetakan ke 2 Diharapkan terjadi

peningkatan suhu hingga mencapai 70Oc untuk mematikan pertumbuhan

biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan dapat bebas dari biji gulma.

16

b. Minggu kedua (petakan ke 2); setelah satu minggu dilakukan pengadukan

kembali sampai rata kemudian dipindahkan ke petakan ke 3

c. Minggu ke 3 (petakan ke 3); diaduk kembali sampai rata kemudian

dipindahkan lagi ke petakan ke 4.

d. Minggu ke 4 (petakan ke 4); dibiarkan selama 1 minggu kemudian

diayak/disaring untuk dikemas dan dipasarkan.

Pembuatan Bio Urine

Alat yang digunakan adalah drum plastik kapasitas 150 liter, aerator

dan ember, bahan yang diperlukan adalah urine sapi/ kambing 100 - 130 liter,

tetes tebu/molasses 5 liter, empon-empon (temulawak, temuireng, kunyit dll)

5 kg, daun sirih 1 kg, daun sirsak 1 kg dan bioacktifator (stardec) 1 kg.

Kesulitan mencari stardec tersebut, maka dapat diganti dengan EM4 sebagai

starter.

Cara Pembuatan:

1. Tumbuk atau haluskan empon – empon kemudian masukkan kedalam

drum yang telah berisi urine.

2. Larutkan bioactivator/stardec dan molases kedalam air kemudian

tuangkan ke dalam drum yang telah berisi urine

3. Aduk campuran tersebut selama 15 menit kemudian ditutup rapat,

pengadukan dilakukan setiap 3 hari sekali selama 21 hari.

4. Setelah 21 hari, dilakukan penyaringan dan dilakukan aerasi

menggunakan aerator gelembong selama 3 jam. Tujuannya untuk

menurunkan kandungan amoniak dalam larutan.

5. Biourine siap digunakan

Sebelum biourine diaplikasikan ke tanaman, sebaiknya kondisi tanah

sebelum tanam diolah terlebih dahulu dengan menggunakan kotoran

kambing. Perlakuan yang akan diintroduksikan yaitu dicampur dengan air

dengan perbandingan 10% (1 urine : 10 air).

1. Untuk treatmen benih/biji direndam selama semalam.

2. Untuk bibit perendaman selama maksimal 10 menit.

3. Untuk pupuk cair yang diaplikasi lewat daun gunakan 1 lt urine/tangki.

4. Kandungan unsur hara bio urine adalah kadar N 0,21%, P2O5 2,15%,K2O

1,05%, C-organik 4,82% dan pH 7,13%.

17

Apresiasi akan dilakukan pengukuran peningkatan pengetahuan

sebelum dan setelah apresiasi serta respon petani. Data yang dikumpulkan

dilakukan tabulasi dan skoring menggunakan interval kelas yang selanjutnya

dianalisis secara deskriptif.

3.4.2. Memantapkan inovasi kelembagaan Petani dan Pasar

1. Penguatan organisasi kelompok

Inovasi kelembagaan yang dimantabkan pada kegiatan ini adalah

terbentuknya unit-unit pengelola usaha pertanian sesuai subsistem agribisnis

dan bioindustri di Desa Air Meles, sebagimana struktur kelembagaan

kelompok tani sebagai berikut:

Gambar 2. Struktur Kelembagaan Kelompok Tani

2. Fasilitasi ke Disperindag untuk promosi produk kopi

Dilakukan bersamaan dengan pelatihan untuk mempromosikan produk

olahan kopi petik merah.

3. Meningkatkan kemampuan petani untuk memasarkan produk

Dilakukan setiap bimbingan dan monitoring ke lokasi kegiatan. Petani dicoba

memasarkan produknya secara bertahap diawali ke kelompok lain, karyawan

MANAJER

UNIT PENGELOLA SARANA DAN

PRASARANA

UNIT PENGELOLA

PRODUKSIUNIT PENGELOLA PEMASARAN

PRODUK

SUB UNIT PENGELOLA PENGOLAHAN PRODUK

KOPI, PADI, JERUK SAPI, KAMBING DAN

HORTI

SUB UNIT PENGELOLA BUDIDAYA

KOMODITAS KOPI, PADI, JERUK SAPI,

KAMBING DAN HORTI

UNIT PENGELOLA

KEUANGAN

18

BPTP, serta menawarkan ke pengusaha. Parameter yang diukur adalah

berapa jumlah produk yang terjual dan lembaga pasar yang menampung

3.4.3. Mengetahui potensi produk bioindustri terhadap peningkatanproduktivitas tanaman dan ternak

1. Mengetahui peningkatan berat badan harian melalui implementasi produk

pakan ternak (daun kopi, kulit kopi) pada ternak sapi dan kambing.

Peningkatan PPBH ternak, melalui inovasi pemeliharaan ternak yang baik

antara lain meningkatkan bobot lahir dan bobot sapih pedet (anak sapi),

peningkatan bobot potong dan kesehatan hewan.

Inovasi yang diterapkan adalah memberikan pakan yang baik kepada sapi

bibit, dara maupun induk sapi yang sedang bunting maupun menyusui.

Pakan yang akan diberikan pada ternak sapi yaitu berupa jerami amoiasi

dan atau jerami fermentasi, sedangkan untuk pakan tambahannya adalah

kulit kopi yang difermentasi. Dengan pemberian pakan ini diharapkan

ternak sapi akan mengalami pertumbuhan yang lebih baik, sehingga

produksi dan produktivitasnya meningkat.

Untuk peningkatan bobot potong dilakukan dengan inovasi pemberian

pakan daun kopi amoniasi/fermentasi ditambah dengan pakan tambahan

berupa kulit kopi yang difermentasi. Untuk pencegahan dari panyakit

akan dilakukan pemberian obat cacing dan penanganan kesehatan secara

berkala, sanitasi kandang secara teratu.

Aplikasi pemberian pakan dilakukan melalui hasil kegiatan dari

demonstrasi cara pembuatan pakan. Aplikasi pakan ke ternak dilakukan

dengan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 perlakuan, 1

kontrol masing-masing 5 ulangan sebagaimana disain berikut.

Tabel 1. Desain Perlakuan Pakan

Perlakuan Rumput lapang Daun kopi kulit kopiP0/Kontrol 1-5 100% - -P1. 1 -5 80% 20%P2 1-5 80% - 20%P3 1-5 60% 20% Fermentasi 20%

Adaptasi pakan dilakukan selama 2 minggu tujuannya untuk

membiasakan ternak terhadap pakan yang akan diuji cobakan. Pakan

19

diuji cobakan selama 10 hari per periode perlakuan kemudian di

istirahatkan selama 7 hari kemudian diuji cobakan lagi.

Data yang diambil adalah panjang badan dan lingkar dada ternak

sebelum masa uji coba pakan dan setelah uji coba pakan (3 bulan).

Pengukuran dilakukan setiap 1 minggu sekali dengan menggunakan pita

ukur ternak lalu dikonversikan dengan rumus Djagra (Tonbesi, dkk.

2009).

BB )/ 11045

PBBH =

Keterangan :

PB = panjang badan

LD = lingkar dada

t = waktu selama uji coba pakan

Selain PBBH juga dilakukan pengamatan terhadap jumlah feses dan urine

per ekor per hari. Pengukuran limbah padat segar dan cair dilakukan

dengan melakukan penimbangan dan pengukuran volume limbah

cair/urine yang dihasilkan selama 24 jam (Tabel 2).

Tabel 2. Pengamatan Terhadap Jumlah Feses dan Urine Per Ekor Per Hari

Sampel Faeces (kg) Urine (Lt) Total (7 hr) Kompos12345

Jumlah yang dihasilkan

2. Mengetahui peningkatan produksi kopi, cabe, dan kubis melalui

implementasi penggunaan kompos dan pupuk cair

Kegiatan dilakukan 2 kali dan untuk tanaman kopi dan 2 musim tanam

untuk tanaman cabe dan kubis

Rancangan untuk implementasi POP dan POC pada tanaman akan

dilakukan seperti berikut:

20

Tabel 3. Rancangan untuk Implementasi POP dan POC pada Tanaman

Tanaman Ponska(kg/ha)

Kompos(kg/ha)

Bio urine(lt/ha)

Cabe 1 V V -Cabe 2 V V VCabe PtKubis1 V V -Kubis2 V V V

Kubis Pt

Data yang dikumpulkan adalah keragaan agronomis dan data potensi hasil

masing-masing tanaman (tinggi tanaman, jumlah cabang/jumlah anakan,

jumlah buah/tanaman; berat buah/tanaman, diameter krop, berat 1000 btr

gabah, produksi). Selain analisis teknis juga dilakukan analisis kimia bio

urine dan kompos.

3. Pengukuran kualitas produk kopi biji dan kopi bubuk

Mutu kopi robusta yang dihasilkan petani umumnya masih rendah karena

pengolahan pascapanen masih menghasilkan kopi asalan, yaitu biji kopi

yang dihasilkan dengan metode dan fasilitas sangat sederhana, kadar air

relatif tinggi dan masih tercampur dengan bahan-bahan lain dalam jumlah

relatif banyak (Yusianto dan Mulato, 2002). Pemahaman terhadap mutu

kopi dapat berbeda mulai tingkat produsen hingga konsumen. Menurut

Salla (2009), bagi produsen terutama petani, mutu kopi dipengaruhi oleh

kombinasi tingkat produksi, harga dan budaya. Pada tingkat eksportir

maupun importir, mutu kopi dipengaruhi oleh ukuran biji, jumlah cacat,

peraturan, ketersediaan produk, karakteristik dan harga. Pada tingkat

pengolahan kopi bubuk, kualitas kopi tergantung pada kadar air, stabilitas.

karakteristik, asal daerah, harga, komponen biokimia dan kualitas cita rasa.

Pada tingkat konsumen, pilihan kopi tergantung pada harga, aroma dan

selera, pengaruh terhadap kesehatan serta aspek lingkungan maupun

sosial (Salla, 2009). Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu kopi

adalah metode pengolahan. Metode pengolahan yang dipilih akan

mempengaruhi mutu. Pada metode olah kering yang bisa dilakukan oleh

petani, buah kopi yang telah dipanen dikeringkan di bawah sinar

matahari.Setelah kering, buah kopi dibuang kulitnya secara mekanis

menggunakan mesin pengupas kopi gelondong. Dengan metode ini

menghasilkan kopi asalan dengan kadar air relatif tinggi. Metode olah

21

basah umumnya dapat menghasilkan biji kopi dengan mutu lebih baik.

Tahapan pengolahan yang membedakan dengan olah kering adalah tahap

pengupasan kulit kopi (pulping) dan pencucian untuk menghilangkan lendir

(washing), sehingga proses pengeringan berlangsung lebih sempurna dan

kadar air kopi biji menjadi lebih rendah.

Rancangan untuk mengukur peningkatan kualitas kopi petik merah adalah

sebagai berikut :

Kopi petani dengan panen petik merah diolah dengan metode

pengolahan kopi secara basah (teknologi introduksi). Sebagai

pembanding adalah kopi petani dengan metode panen rampasan dan

metode pengolahan secara kering (cara petani). Pengujian mutu fisik

biji kopi dilakukan dengan mengacu pada syarat mutu kopi biji

menurut SNI No. 01-2907-2008 (BSN, 2008). Pengujian mutu fisik biji

kopi robusta terdiri dari 3 (tiga) tahap. Tahap pertama adalah

penentuan mutu berdasarkan syarat umum biji kopi yaitu ada tidaknya

serangga hidup, biji berbau busuk dan berbau kapang, kadar air dan

kadar kotoran. Tahap kedua adalah penentuan ukuran biji (besar,

sedang dan kecil). Tahap ketiga adalah penentuan jenis dan jumlah

cacat biji kopi.

Setelah dilakukan pemisahan biji cacat pada uji mutu fisik, biji kopi

disangrai dan digiling untuk seterusnya dilakukan analisis sifat fisik dan

kimia bubuk kopi dan seduhan (cup test). Analisis sifat fisika dan kimia

kopi bubuk dilakukan berdasarkan syarat mutu kopi bubuk menurut

SNI 01-3542-2004, meliputi keadaan fisik seperti bau dan warna, kadar

air, kadar sari kopi, dan kadar kafein (BSN, 2004).

4. Mengetahui penurunan biaya input (eksternal) pada usahatani

Analis Finansial dilakukan dengan analisis perbedaan keuntungan

menggunakan formula.

22

Tabel 4. Formula Analisa Finansial

Keterangan Kontrol P1 P2 Perbedaan

Biaya Produksi(Rp/ha)

TC0 TC1 TC2 TC1 = {(TC1/TC0) – 1} *100%

TC2 = {(TC2/TC0) – 1} *100%Produksi(Kg/ha)

Y0 Y1 Y2 Y1= {(Y1/Y0) – 1} *100%

Y2= {(Y2/Y0) – 1} *100%Penerimaan(Rp/ha)

TR0 TR1 TR2 TR1={(TR1/TR0) – 1}*100%

TR2={(TR2/TR0) – 1}*100%

Keuntungan(Rp/ha)

0 = TR0-

TC0

= TC0-

TC1

2= TR2-

TC2

1={( 1/ 0)-1}*100

2={( 2/ 0)-1}*100

R/C Ratio TR0/TC0 TR1/TC1 TR2/TC2 MBCR 1=(TR1-TR0)/(TC1-TC0)

MBCR 2=(TR2-TR0)/(TC2-TC0)Net R/C atauB/C Ratio

( 0/TC0 ={(R0/C0) –

1}

( 1/TC1 ={(R1/C1) –

1}

( 2/TC2 ={(R2/C2) –

1}

Net MBCR 1=( 1- 0)/(TC1-TC0)

Net MBCR 2=

( 2- 0)/(TC2-TC0)

3.4.4. Mendiseminasikan inovasi teknologi kepada stakeholders

1. Sosialisasi Model Bioindustri kepada KTNA Kabupaten, penyuluh di wilayah

lain se kecamatan Curup Timur, sebanyak 25 orang. Parameter yang

dikumpulkan adalah respon peserta (Kognitif, dan affective) terhadap Model

dan inovasi yang disosialisasikan. Data yang terkumpul ditabulasi dan

diskoring menggunakan interval kelas dan dianalisis secara deskriptif.

2. Menyusun bahan informasi tercetak dan elektronik

Materi informasi yang disusun adalah: tercetak (leaflet teknologi 3 judul,

banner); membuat papan merek serta back wol

3. Mengikuti pameran/ekspose yang diadakan oleh Balai pada saat ekspose

model. Materi yang dipamerkan adalah: produk bioindustri Bio-Gading

berupa: kopi bubuk, kompos, pakan ternak, biourine, sayuran semi organik.

4. Mengikuti workshop, seminar

Workshop diselenggarakan oleh BBP2TP, dan seminar nasional diikuti sesuai

undangan yang ada. Materi yang akan disampaikan dalam seminar adalah

aspek teknis, pascapanen, ekonomi, dan perubahan prilaku petani,

penyuluh.

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Memantapkan Inovasi Teknis sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman(kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

Pemantapan inovasi teknis sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman

(kopi) – ternak (sapi) dilakukan melalui bimbingan teknis pemeliharaan tanaman

kopi, pemupukan tanaman kopi (setelah panen selesai, agustus), pembuatan

kompos dan pakan ternak dari kulit kopi, budidaya sayuran organik. Bimbingan

teknis yang telah dilaksanakan sampai dengan bulan Juni disampaikan pada

Tabel 5.

Tabel 5. Bimbingan Teknis sampai Bulan Desember 2016

No Bimbingan Teknis Jumlah Peserta Output1 Pembuatan Pakan 32 (kelompok tani

gading indah, sidomuncul, dan pematangmanggis Desa TalangUlu,

Petani mengetahuimanfaat kulit kopi sebagaipakan, meningkatkanketerampilan petani.

2 Pembuatan komposdan biourine

35 Peningkatan pengetahuanpetani mengenai

Pengetahuan merupakan tahap awal dari persepsi yang kemudian

mempengaruhi sikap dan pada gilirannya melahirkan perbuatan atau tindakan

(keterampilan). Dengan adanya wawasan peserta yang baik tentang suatu hal,

akan mendorong terjadinya sikap yang pada gilirannya mendorong terjadinya

perubahan perilaku. Hasil kegiatan bimbingan teknis melalui kegiatan demontrasi

cara tersaji dalam Tabel 6.

Tabel 6. Peningkatan Pengetahuan Petani melalui Bimbingan Teknis di Desa AirMeles Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2016

KegiatanTingkat Pengetahuan Perbedaan

Sebelum

Kriteria Setelah Kriteria Nilai %

Pembuatan Komposdan Biourine

0,86 Tinggi 0,92 Tinggi 0,06 6

Sumber: tabulasi data primer 2016Keterangan * : 0,00 ≤ X ≤ 0,33 = Rendah, 0,33 ≤ X ≤ 0,66 = Sedang,

0,66 ≤ X ≤ 1,00 = Tinggi

Dari Tabel 7 diketahui bahwa pengetahuan peserta bimbingan teknis

dalam teknologi pembuatan kompos dan biourine sebelum kegiatan dimulai

sudah menunjukkan tingkat pengetahuan yang tinggi yaitu 0,86 dan sesudah

24

bimbingan teknis menjadi 0,92 meningkat sebesar 6%. Hal ini diindikasikan

bahwa petani saat ini sudah banyak mengetahui bahwa limbah ternak baik feses

maupun urine dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dan pupuk organik

cair (biourine). Namun petani belum mau menggunakan bio urine sebagai pupuk

dan pestisida nabati. Saat ini petani sudah mulai tertarik untuk menggunakan

kompos dan biourine mengingat ketersediaan pupuk kimiawi semakin sulit dicari.

Dengan adanya bimbingan teknis pembuatan kompos dan biourine semakin

meningkatkan pengetahuan petani tentang manfaat limbah ternak, teknologi

pembuatan kompos dan biourine. Pengetahuan seseorang dapat berasal dari

pengalaman yang telah dialami sehingga pengetahuan merupakan sesuatu yang

dinamis dan berkembang terus sejalan dengan tuntutan kebutuhan manusia.

Tabel 7. Deskripsi Tingkat Pengetahuan Peserta Bimbingan Teknis MelaluiKegiatan Demontrasi Cara Di Desa Air Meles Bawah Kecamatan CurupTimur Tahun 2016

UraianSkor Pengetahuan

Responden*Kriteria

Sebelum Kriteria Sebelum KriteriaPotensi limbah ternak 0,73 Tinggi 0,89 TinggiTeknologi Pembuatan Kompos 0,88 Tinggi 0,93 TinggiTeknologi Pembuatan biourine 0,86 Tinggi 0,91 Tinggi

Sumber : data primer terolah 2016Keterangan * : 0,00 ≤ X ≤ 0,33 = Rendah, 0,33 ≤ X ≤ 0,66 = Sedang,

0,66 ≤ X ≤ 1,00 = Tinggi

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa peserta bimbingan teknis sudah

mengetahui bahwa potensi dari limbah ternak dapat digunakan sebagai pupuk

kompos dan pupuk organik cair. Begitu juga dengan teknologi pembuatan

kompos dan biourine. Pengetahuan mencerminkan tingkat kesadaran petani

untuk mencari dan menerima informasi inovasi teknologi. Artinya, pengetahuan

yang tinggi dimiliki oleh petani yang mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi

pula. Kesadaran yang tinggi mendorong petani untuk lebih memberdayakan diri

mereka sendiri dengan meningkatkan pengetahuannya.

Untuk meningkatkan pengetahuan petani mengenai pengolahan kopi

basah, anggota kelompok tani mengikuti kegiatan Kunjungan Lapangan di Desa

Tangsi Duren Kecamatan Kabawetan. Kegiatan kunjungan lapangan ini diikuti

oleh 35 orang yang terdiri atas petani kopi Kelompok Tani Pematang Manggis,

petani kopi Kelompok Tani Gading Indah, Kepala BP4K Kabupaten Kepahiang,

25

Korluh BP3K Kabawetan dan Penyuluh, Penyuluh Lapang Kelurahan Talang Ulu,

Petani Kopi Kepahiang, serta didampingi oleh petugas BPTP Bengkulu.

Pada kegiatan kunjungan lapangan yang dilakukan untuk petani kopi

diharapkan dapat memberi pencerahan dan mampu meningkatkan pengetahuan

dan wawasan petani dalam pemeliharaan kebun kopi dan meningkatkan nilai

tambah pada produk kopi yang biasa mereka hasilkan.

Pada kegiatan dilakukan Pre-Test dan Post Test kepada peserta kegiatan

dengan membagikan kuesioner sebelum melakukan kunjungan dan setelah

peserta mengikuti kegiatan kunjungan lapangan. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui persepsi petani kopi tentang pemeliharaan kebun dan pengolahan

kopi bubuk petik merah.

Buah kopi yang sudah masak pada umumnya akan bewarna kuning

kemerahan sampai merah tua. Panen kopi petik merah adalah panen kopi

dengan memetik kopi yang benar-benar matang dan merah. Biji kopi secara

alami mengandung cukup banyak senyawa organik calon pembentuk citarasa

dan aroma khas kopi. Senyawa kimia yang terpenting tedapat didalam kopi

adalah kafein dan caffeol. Kafein yang menstimuli kerja saraf, sedangkan caffeol

memberikan flavor dan aroma yang baik. Untuk memperoleh hasil yang bermutu

tinggi, buah kopi harus dipetik setelah betul-betul matang. Pada kondisi yang

benar-benar matang, senyawa tersebut berada dalam jumlah maksimum

(Sunarharum, et al., 2014).

Hasil survey persepsi petani terhadap teknologi panen kopi petik merah

disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan hasil survey sebelum dilakukan kunjungan

lapang ke kebun kopi dan industri rumahan pengolahan kopi petik merah di Desa

Bukit Sari Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang, sebanyak 75% petani

pesertasudah memahami cara panen kopi petik merah. Dan sebanyak 90%

petani peserta sudah memahami bahwa buah kopi petik merah akan

menghasilkan kopi bubuk dengan aroma lebih harum. Akan tetapi, hanya 55%

petani peserta yang menyatakan setuju untuk menerapkan panen kopi petik

merah di lahannya masing-masing. Petani peserta menyatakan panen kopi

dengan cara petik merah agak rumit untuk dikerjakan dan membutuhkan waktu

yang lebih lama (60-65% petani). Sebanyak 70% petani mengakui bahwa panen

kopi dengan cara petik merah dapat meningkatkan harga jual kopi biji/beras di

tingkat petani.

26

Tabel 8. Jumlah petani yang memahami atribut teknologi panen petik merahsebelum dan setelah pelaksanaan kunjungan lapang.

No. Atribut

Jumlah petani yang memahami atributteknologi panen petik merah

Sebelum KunjunganLapang

Setelah KunjunganLapang

1 Cara panen kopi petik merah 75 902 Buah kopi petik merah akan

menghasilkan kopi bubuk denganaroma lebih harum

90 100

3 Kemauan untuk menerapkanpanen kopi petik merah dilahannya masing-masing

55 90

4 Panen kopi dengan cara petikmerah agak rumit untukdikerjakan

60 75

5 Panen kopi dengan cara petikmerah membutuhkan waktu yanglebih lama

65 75

6 Panen kopi dengan cara petikmerah dapat meningkatkan hargajual kopi biji/beras di tingkatpetani

70 100

Setelah dilakukan kunjungan lapang, jumlah petani pesertayang

memahami cara panen kopi petik merah meningkat menjadi 90%. Dan seluruh

petani peserta (100%) sudah memahami bahwa buah kopi petik merah akan

menghasilkan kopi bubuk dengan aroma lebih harum. Jumlah petani peserta

yang menyatakan setuju untuk menerapkan panen kopi petik merah di lahannya

masing-masing juga meningkat menjadi 90%. Seluruh petani peserta (100%)

telah meyakini bahwa panen kopi dengan cara petik merah dapat meningkatkan

harga jual kopi biji/beras di tingkat petani.

Persepsi petani terhadap teknologi pengolahan kopi bubuk petik merah

Salah satu teknologi pengolahan yang dapat diaplikasikan untuk

meningkatkan kualitas produk kopi adalah pengolahan bubuk kopi petik

merah.Teknik pengolahan yang digunakan adalah pengolahan kopi secara basah.

Menurut SNI 01-3542-2004, kopi bubuk adalah biji kopi yang disangrai (roasted),

kemudian digiling, dengan atau tanpa penambahan bahan lain dalam kadar

tertentu tanpa mengurangi rasa dan aromanya serta tidak membahayakan

kesehatan (BSN 2004). Proses pengolahan kopi secara basah menghasilkan

produk berupa biji kopi beras. Untuk mendapatkan kopi bubuk, dilakukan

27

tahapan proses yang meliputi penyangraian biji kopi, penggilingan, dan

pengemasan. Penggilingan kopi diperlukan untuk memperoleh kopi bubuk dan

meningkatkan luas permukaan kopi.

Hasil survey persepsi petani terhadap atribut teknologi pengolahan kopi

bubuk petik merah sebelum dan setelah pelaksanaan kunjungan lapang disajikan

pada Tabel 9. Berdasarkan hasil survey sebelum petani melakukan kunjungan

lapang ke industri rumahan pengolahan kopi bubuk petik merah di Desa Bukit

Sari Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang, sebanyak 70% petani peserta

telah memahami bahwa buah kopi yang telah dipanen harus segera diolah. Jika

kopi tidak segera diolah dan menyimpan buah kopi di dalam karung plastik atau

sak selama lebih dari 12 jam, akan menyebabkan terjadinya pra-fermentasi buah

kopi sehingga aroma dan citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan berbau

busuk dan tengik (Dirjen Perkebunan, 2012). Setelah pelaksanaan kunjungan

lapang, jumlah petani yang memahami bahwa buah kopi yang telah dipanen

harus segera diolah meningkat menjadi 95%. Pada dasarnya, sebagian besar

petani peserta (90%) sudah meyakini bahwa pengolahan kopi petik merah akan

menghasilkankopi biji dan kopi bubuk dengan kualitas yang lebih baik.Mutu kopi

robusta yang dihasilkan petani umumnya masih rendah karena pengolahan

pascapanen masih menghasilkan kopi asalan, yaitu biji kopi yang dihasilkan

dengan metode dan fasilitas sangat sederhana, kadar air relatif tinggi dan masih

tercampur dengan bahan-bahan lain dalam jumlah relatif banyak (Yusianto dan

Mulato, 2002).

28

Tabel 9. Jumlah petani yang memahami atribut teknologi pengolahan kopibubuk petik merah sebelum dan setelah pelaksanaan kunjunganlapang.

No. Atribut

Jumlah petani yang memahamiatribut teknologi kopi bubuk petik

merahSebelum

Kunjungan LapangSetelah

KunjunganLapang

1 Buah kopi hasil panen harus segeradiolah/dikeringkan

70 95

2 Pengolahan kopi biji dan kopi bubukdari kopi petik merah menghasilkankualitas yang lebih baik

90 95

3 Petani sudah memahami teknologipengolahan kopi biji secara basah (buahkopi petik merah dikupas dengan alatpengupas kulit buah kopi/pulper sambildialiri air)

55 90

4 Petani sudah memahami teknologipengolahan kopi bubuk (penyangraiandan penggilingan bubuk kopi)

65 90

5 Pengolahan kopi secara basah dapatmempercepat proses pengolahan kopibiji

55 75

6 Pengolahan kopi secara basahmenghasilkan kualitas kopi biji yanglebih baik

60 90

7 Pengolahan kopi secara basah mudahuntuk dilakukan oleh petani

65 75

8 Pengolahan kopi secara basah dapatmeningkatkan harga jual kopi biji/berasdi tingkat petani

70 90

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu kopi adalah metode

pengolahan. Metode pengolahan yang dipilih akan mempengaruhi mutu. Pada

metode olah kering yang bisa dilakukan oleh petani, buah kopi yang telah

dipanen dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering, buah kopi dibuang

kulitnya secara mekanis menggunakan mesin pengupas kopi gelondong. Dengan

metode ini menghasilkan kopi asalan dengan kadar air relatif tinggi. Metode olah

basah umumnya dapat menghasilkan biji kopi dengan mutu lebih baik. Sebelum

pelaksanaan kunjungan lapang, petani peserta yang telah memahami teknologi

pengolahan kopi secara basah hanya sebanyak 55%, dan meningkat menjadi

90% setelah pelaksanaan kunjungan lapang. Dan sebanyak 65% petani peserta

telah memahami teknologi pengolahan kopi bubuk sebelum pelaksanaan

29

kunjungan lapang, dan meningkat jumlahnya menjadi 90% petani peserta yang

memahami teknologi tersebut setelah melakukan kunjungan lapang ke Industri

pengolahan kopi bubuk.

Tahapan pengolahan yang membedakan dengan olah kering adalah tahap

pengupasan kulit kopi (pulping) dan pencucian untuk menghilangkan lendir

(washing), sehingga proses pengeringan berlangsung lebih sempurna dan kadar

air kopi biji menjadi lebih rendah. Sebanyak 55% petani peserta telah memahami

bahwa pengolahan kopi secara basah dapat mempercepat proses pengolahan

kopi biji sebelum pelaksanaan kunjungan lapang, dan meningkat menjadi 75%

setelah kunjungan lapang. Akibat proses pengeringan yang lebih cepat tersebut,

maka pengolahan kopi secara basah dapat menghasilkan kobi biji dengan

kualitas yang lebih baik. Sebelum pelaksanaan kunjungan lapang, hanya 60%

petani peserta memahami bahwa pengolahan kopi secara basah menghasilkan

kualitas kopi biji yang lebih baik. Setelah petani mengikuti kunjungan lapang,

jumlah petani yang memahami bahwa pengolahan kopi secara basah

menghasilkan kualitas kopi biji yang lebih baik meningkat menjadi 90%. Seiring

dengan peningkatan kualitas, pengolahan kopi secara basah juga dapat

meningkatkan harga jual kopi biji/beras di tingkat petani. Akan tetapi, petani

yang berpendapat bahwa pengolahan kopi secara basah mudah untuk dilakukan

oleh petani hanya sebanyak 65 – 75%.

Persepsi petani terhadap kegiatan kunjungan lapang

Kegiatan Kunjungan lapangan dimaksudkan untuk memberikan motivasi

kepada petani kopi sehingga dapat lebih baik lagi dalam mengelola kebun

mereka dan mulai memikirkan untuk melakukan petik merah. Kedepannya

diharapkan petani kopi tersebut dapat melakukan dan megikuti anjuran yang

telah disampaikan.

Kunjungan lapang merupakan metode yang tepat untuk memberikan

informasi tentang panen kopi dan pengolahan kopi bubuk petik merah.

Berdasarkan hasil survey setelah pelaksanaan kunjungan lapang, sebanyak 85%

petani peserta menyampaikan bahwa kunjungan lapang telah memberikan

pengetahuan baru bagi petani mengenai informasi teknologi panen kopi dan

pengolahan kopi bubuk petik merah memberikan pengetahun baru bagi petani.

Kegiatan kunjungan lapang dapat menumbuhkan motivasi dan minat 95% dari

30

petani peserta untuk memelihara kebun kopi seperti kebun kopi yang dikunjungi.

Dari kegiatan kunjungan lapang ini, sebanyak 75% petani peserta

menyampaikan bahwa panen kopi dan pengolahan kopi bubuk petik merah

mudah dilakukan.

4.2. Memantapkan Inovasi Kelembagaan petani dan pasar sistempertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi)spesifik lokasi Bengkulu

Penguatan organisasi kelompok

Penguatan organisasi kelompok khususnya kelompok Gading Indah dan

Pematang Manggis belum optimal berjalan, karena pertemuan rutin kelompok

hanya sebatas arisan sedangkan pertemuan teknis budidaya dilakukan tidak

rutin. Upaya yang telah dilakukan adalah berkoordinasi dengan BP4K Kabupaten

Rejang Lebong untuk pembinaan kelompok tani

Direncanakan ada pelatihan organisasi kelompok, namun karena adanya

rasionalisasi anggaran, kegiatan ini ditunda dan tahun 2016 belum dilaksanakan

Penguatan Pasar

Kegiatan fasilitasi dengan disperindag untuk pemasaran produk Bioindustri

dilakukan dengan koordinasi dengan Disperindag serta pada saat pelatihan

teknis. Pada tahun 2016 produk Bioindustri (Kopi bubuk Petik merah, kompos,

Bio Urine, dan pakan ternak) telah dipromosikan oleh Disperindag Kabupaten

Rejang Lebong. Dari hasil promosi telah ada pengusaha luar Provinsi yang

tertarik dengan produk kopi bubuk petik merah, namun petani belum mampu

menyiapkan produk secara kontinyu.

Selain fasilitasi dengan Disperindag juga telah dilakukan koordinasi dengan

pengusaha kopi di Kab. RL (Haji Mulyadi). Terjalin kesepakatan untuk

menampung produk kopi merah dalam bentuk buah kopi, beras kopi dengan

harga yang telah ditetapkan.

Pemasaran kompos dilakukan ke petani di Kabupaten Rejang Lebong dan

Kota Bengkulu, sementara Produk Bio urine belum dijual namun telah dibagikan

kepada petani sayuran di Kabupaten Rejang Lebong untuk digunakan sebagai

pupuk dan pestisida nabati.

31

4.3. Mengetahui potensi produk bioindustri terhadap peningkatanproduktivitas tanaman dan ternak

4.3.1. Produksi Kopi

Tanaman kopi merupakan salah satu komoditas sangat penting pada

sistem bioindustri. Peningkatan produksi dan mutu dapat diwujudkan melalui

penerapan inovasi teknologi yang sudah teruji dan sudah banyak diaplikasikan

pada perkebunan perkebunan kopi baik swasta maupun petani maju. Beberapa

inovasi teknologi kopi yang sudah diterapkan pada kegiatan bioindustri antara

lain peremajaan dengan sistem sambung, pemupukan dan pemangkasan.

Peremajaan yang dikhususkan pada tanaman yang kurang atau tidak produktif

dengan klon unggul lokal dan klon unggul yang sudah di lepas oleh Kementerian

Pertanian yaitu Sintaro 1. Sedangkan pemupukan disesuaikan dengan hasil

analisa tanah dengan menggunakan pupuk kimia dan pupuk kompos yang

berbahan baku limbah kulit kopi yang berasal dari limbah pengolahan kopi milik

petani setempat serta pemangkasan baik pemangkasan tanaman kopi maupun

pemangkasan tanaman penaung. Dari 15 petani di Desa Talang Ulu baru dipanen

sebanyak 10 petani (Tabel10) dibawah ini.

Tabel 10. Lahan petani kopi yang sudah dipanen petik merah di Desa Talang Ulu

No Nama petani Pengamatan Ke..I II III

1 M Yamin v V v2 Wan Karim v3 Adi Rahmadi v V4 Arpan v5 Imron v6 Bambang v7 Miswan v8 M Nur v V9 Melian v10 Susilawati v

Dari 10 petani baru 1 orang yang sudah panen petik merah sebanyak 3

kali. Panen ini diperkirakan sebanyak 2 kali lagi. Dengan penerapan inovasi

peremajaan sistem sambung, pemupukan dan pemangkasan yang dilakukan di

lahan petani sangat berdampak terhadap peningkatan produksi, seperti pada

Tabel 11.

32

Tabel 11. Produksi kopi petik merah petani Desa Talang Ulu yang sudah dipanen3 kali (gr/pohon) Sampai Dengan Bulan mei 2016

NomorPohon

Pengamatan Jumlah (gr)I II III IV V

1 147 474 552 - - 4222 368 474 105 - - 9473 0 196 187 - - 3834 0 120 0 - - 1205 0 0 776 - - 7766 0 58 782 - - 8407 0 0 681 - - 6818 177 551 370 - - 10989 37 345 40 - - 42210 163 149 445 - - 75711 0 0 388 - - 38812 55 331 695 - - 108113 0 0 626 - - 62614 0 0 366 - - 36615 34 168 313 - - 51516 109 125 388 - - 62217 1069 0 48 - - 111718 122 190 542 - - 85419 66 356 0 - - 42220 102 51 231 - - 384Sumber: pengamatan lapangan

Dari hasil pengamatan produksi petik merah yang dilakukan pada 20

pohon sampel memperlihatkan adanya variasi produksi yautu berkisar antara

120 - 1117 gr/pohon atau rata rata 641,05 gr/pohon. Banyak faktor yang

mempengaruhi peningkatan produksi diantaranya adalah ketersediaan hara pada

tanah. Disamping pupuk kimia, penambahan kompos pada pertanaman kopi

ternyata sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Kompos

memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik

tanah dan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan

air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan

meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu

tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah.Aktivitas mikroba tanah juga

diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.

Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik

kualitasnya (mutunya) daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia,

seperti menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar,

dan lebih enak.

33

Peningkatan mutu biji kopi saat ini sangat penting dilakukan. Faktor

mutu merupakan salah satu persyaratan yang mulai dituntut oleh konsumen.

Selain itu faktor lingkungan pada sistem produksi juga sering dijadikan

pertimbangan dalam pembelian kopi. Hal penting yang berkaitan dengan

perdagangan kopi di pasar internasional adalah bahwa sebagian besar negara

pengimpor/konsumen kopi mensyaratkan kandungan okratoksin-A (OA) yang

sangat rendah atau bebas OA. Akhir akhir ini persyaratan impor produk pertanian

di negara konsumen kopi semakin ketat terutama yang berkaitan dengan

masalah kesehatan (Raghuramulu dan Naidu, 2009). Secara umum kondisi

perkopian di Indonesia mutunya cukup memprihatinkan sehingga perlu

ditindaklanjuti dengan melakukan perubahan dari budidaya, panen sampai

penanganan pasca panen.

Untuk menghitung Produksi kopi dalam satuan luas 1 hektar dapat

menggunakan rumus dari rafafaka (2009). Cara menghitung hasil panen

kopiyaitu dengan menggunakan komponen hasil tanaman kopi yaitu: :

a. Jumlah tanaman per hektar (1600)

b. Jumlah cabang produktif per tanaman (24)

c. Jumlah dompolan per cabang produktif (11,2)

d. Jumlah Buah per dompolan (34)

e. Indeks biji 120 buah/100 g

f. Rendemen buah (20%) untuk Robusta.

Pada lahan seluas 1 hektar tanaman kopi memiliki populasi 1600 tanaman

kopi, dalam satu kali musim panen rata-rata memiliki 24 cabang produktif

dengan jumlah dompolan per cabang sebanyak 11,2 dompolan dan rata-rata

buah kopi/dompolan mencapai 34 buah, indeks biji 120 buah/100 gram serta

rendemen kopi 20%, maka produksi kopi kering/ha/musim panen adalah sebagai

berikut: 1600 x 24 x 11,2 x 34 x 100/120 x 20% = 2.437 kg biji kopi kering.

Dibandingkan dengan pertanaman kopi sebelum penerapan inovasi yang hanya

dengan produksi 700 – 900 kg/ha. Maka dengan penerapan inovasi teknologi

terjadi kenaikan produksi yang sangat signifikan yaitu lebih 2,7 – 3,5 kali lipat.

Sedangkan dengan penerapan inovasi penyambungan tanpa diberi pupuk sama

sekali memperlihatkan produksi yang lebih sedikit yaitu 1786 kg/ha. Hal ini juga

memperlihatkan bahwa peran pupuk sangat penting sebagai penyedia hara yang

sangat dibutuhkan dalam budidaya tanaman kopi.

34

4.3.2. Potensi Pupuk Organik (Kompos) dan Cair (Biourine)

Dari hasil pengamatan yang dilakukan di Kelompok Tani Gading Indah

rerata jumlah kotoran ternak yang dihasilkan yaitu 150,38 kg/ekor/hari dengan

jumlah ternak sebanyak 13 ekor, sehingga mampu menghasilkan kompos lebih

kurang 6 ton/bulan. Produksi limbah ternak sangat dipengaruhi oleh konsumsi

pakan, jenis dan kualitas pakan dan musim. Produksi kotoran yang dihasilkan

masih rendah, hal ini disebabkan karena Jenis pakan yang diberikan pada ternak

yaitu jerami padi dan fermentasi kulit kopi dengan PBBH yang diberi pakan

jerami yaitu sebesar 15,29 g/ekor/hari dan fermentasi kulit kopi yaitu sebesar

63,71 g/ekor/hari. Kaharudin dan Mayang (2010) menyatakan bahwa ternak sapi

penggemukan dengan pertambahan bobot badan 1,0 kg mampu menghasilkan

25 kg kotoran/ekor/hari dan sangat dipengaruhi oleh jumlah pakan yang

diberikan. Adijaya dan Yasa (2013), menyatakan hubungan antara konsumsi

pakan berbanding lurus dengan kotoran padat dan urin yang dihasilkan dan

berbanding terbalik dengan konsumsi air minum ternak. Apabila ketersediaan

hijauan makanan ternak menurun pada musim kemarau, petani mengandalkan

pakan kering seperti jerami padi, jerami jagung dan rumput kering.

Dari 13 ekor sapi yang dikelola oleh ketua kelompok tani, mampu

menghasilkan kompos 6 ton/bulan, harga jual di lokasi Rp.600.000,-/ton

sehingga 1 bulan petani mendapat tambahan pendapatan Rp. 3.600.000,-/bulan.

Apabila dihitung biaya tenaga kerja keluarga dan penyusutan alat yang dimiliki

petani maka tambahan pendapatan petani dari pemanfaatan limbah ternak

dalam pembuatan kompos seperti pada Tabel 12.

Tabel 12. Perhitungan Tambahan Keuntungan Petani/Bulan

Keterangan Satuan Biaya satuan (Rp) Total biaya (Rp)

Produksi kompos 6000 600 3.600.000

Komponen Input

Tenaga kerja 24 HOK 60.000 1.440.000

Penyusutan alat, 2 xpembuatan

300.000 300.000

Karung bekas 150 2.500 375.000

Total Input produksi 2.115.000

TambahanKeuntungan/bulan

1.485.000

Sumber: data primer

35

Tambahan keuntungan petani masih bisa ditingkatkan apabila petani mengikuti

petunjuk teknis pemberiaan pakan tambahan sebanyak 10% dari bobot ternak.

Dari Urine sapi yang dihasilkan sebanyak 16,67 lt/ekor/hari, urine

kambing sebanyak 1,67t/ekor/hari. Apabila diolah menjadi biourine selama 21

hari menghasilkan 21,67 lt/ekor/hari. Apabila 1 petani kooperator memiliki 13

ekor sapi berarti mampu menghasilkan biourine sebanyak 281,71 lt/21 hari.

Produksi biourine ini belum dijual secara komersial namun masih dibagikan

kepada petani sayuran di wilayah Rejang Lebong. Produksi urine sapi masih

rendah, hal ini diduga karena pakan yang dikonsumsi memiliki kadar air yang

rendah, dimana jenis pakan yang diberikan yaitu jerami padi dan fermentasi kulit

kopi. Parwati et al.,(2008) menyatakan bahwa untuk mendapatkan produksi

urine seekor sapi Bali di dataran tinggi dapat mencapai 19 liter per hari, hal ini

diduga disebabkan tingginya kadar air pakan yang diberikan.

4.3.3. Implementasi Penerapan Pupuk Organik Padat (POP) dan PupukOrganik Cair (POC)

Implementasi penerapan penggunaan Pupuk Organik Padat (POP) dan

Pupuk Organik Cair (POC) dari kotoran sapi yang dilakukan pada kegiatan Model

Sistem Pertanian Bioindustri Tanaman-Ternak Spesifik Lokasi di Provinsi

Bengkulu dilakukan pada tanaman sayuran.

Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses

pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk)

yang bekerja didalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan,

rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan dan lain-lain.

Penggunaan kompos bukan hanya menyediakan unsur hara makro dan mikro

bagi tanaman namun dapat menggemburkan tanah, memperbaiki tekstur dan

struktur tanah, meningkatkan porositas, aerase dan komposisi mikroorganisme

tanah, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air yang lebih lama

pada tanah, menghemat pemakaian pupuk kimia, menjadi salah satu alternatif

pengganti pupuk kimia karena harganya lebih murah, dan ramah lingkungan

(Murbandono,2000). Hal ini sejalan dengan pendapat Suriadikarta (2006) bahwa

organik khususnya pupuk kompos dan urine kelinci juga berperan sebagai

sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan

aktivitas mikroba tersebut dalam menyediakan hara tanaman. Jadi penambahan

36

bahan organik disamping sebagai sumber hara bagi tanaman, sekaligus sebagai

sumber energi dan hara bagi mikroba.

Selain mendapatkan kebutuhan akan unsur hara dari kompos, aplikasi

biourine juga dapat ikut membantu dalam pertumbuhan tanaman. Aplikasi

biourine dengan disemprot ke daun akan secara langsung diserap oleh stomata

daun, dikarenakan didalam biourine terdapat zpt jenis auksin seperti IAA (Indol

Asetic Acid) yang dapat menginisiasi pemanjangan sel dengan cara

mempengaruhi pengendoran atau pelunturan dinding sel (Rao, 1994).

Peningkatan konsentrasi biourine dan dosis pupuk organik secara tunggal

mampu meningkatkan N-total tanah, peningkatan N dalam tanah kemungkinan

disebabkan oleh mikroorganisme yang terdapat dalam biourine yang mampu

merombak senyawa organik yang terdapat dalam biourine.

Permasalahan yang sering muncul adalah kebutuhan kompos yang cukup

banyak untuk mencukupi seluruh kebutuhan hara tanaman. Dibandingkan

dengan pupuk kimia, kebutuhan kompos dapat mencapai 10-20 kali lipat lebih

banyak dari pada pupuk kimia. Jumlah kompos yang demikian besar ini

memerlukan banyak tenaga kerja dan berimplikasi pada naiknya biaya produksi.

Menurut Simanungkalit dkk. (2006) kompos merupakan sumber hara

makro dan mikro mineral secara lengkap meskipun dalam jumlah relatif kecil (N,

P, K, Ca, Mg, Zn, Cu, B, Zn, Mo, dan Si). Selain itu, kompos banyak mengandung

mikroorganisme (fungi, aktinomisetes, bakteri, dan alga). Variasi dalam kuantitas

macam-macam nutrien esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman

itu sangat besar.

Implementasi pada tanaman kubis

Komoditas kubis selalu diusahakan oleh petani di Kabupaten Rejang

Lebong, budidaya sayuran di daerah ini yang merupakan sentra tanaman

sayuran tidak terlepas dari penggunaan pestisida kimia. Menyikapi berbagai

dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pertanian konvensional, perhatian

masyarakat dunia perlahan mulai bergeser ke pertanian yang ramah lingkungan.

Salah satu upaya alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini

adalah dengan mengembangkan pertanian organik yang dapat dikatakan

merupakan suatu sistem yang mampu menjaga keselarasan diantara komponen

37

ekosistem secara berkesinambungan dan lestari. Pertanian organik ini

mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk organik

Untuk melihat pengaruh penggunaan POP dari kotoran sapi dilakukan

pengujian dosis kompos terhadap tanaman kubis, dengan 4 perlakuan :

1. Tanpa kompos

2. Pemberian kompos 5 ton/ha

3. Pemberian kompos 10 ton/ha

4. Pemberian kompos 15 ton/ha

Varietas kubis yang digunakan adalah Grand 11, Kegiatan mulai dilakukan

pada awal bulan Maret hingga bulan Juni 2016 dilahan petani kooperator. Data

dikumpulkan pada saat panen yaitu : tinggi tanaman, berat basah krop, diameter

bersih krop dan jumlah daun. Tanaman Berdasarkan analisis kompos,

menunjukkan bahwa tanaman masih dirasa perlu untuk di berikan penambahan

pada unsur P dan K. Hasil analisa sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji lanjut

DMRT menunjukkan hasil sebagai berikut :

Tabel 13. Pengaruh beberapa dosis pemberian kompos terhadap komponenhasil tanaman kubis di Desa Air Meles Bawah Tahun 2016

No. Perlakuan TT (cm) BBK (g) DBK (cm) JD (helai)1 P1 (0) 29,0 a 294,0 c 13,8 c 29,3 b2 P2 (5 ton/ha) 29,2 a 319,2 c 14,7 bc 27,2 ab3 P3 (10 ton/ha) 29,5 a 706,0 b 15,0 b 28,2 a4 P4 (15 ton/ha) 29,7 a 1161,2 a 18,4 a 31,0 a

Keterangan : tinggi tanaman (TT), berat basah krop (BBK),diameter bersih krop (DBK) dan jumlah daun (JD)

Pada Tabel 13 terlihat adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan

pemberian kompos terhadap berat basah krop, diameter bersih krop dan jumlah

daun. Pada variabel tinggi tanaman tidak menunjukkan adanya perbedaan yang

nyata. Berat basah krop pada perlakuan pemupukan 15 ton/ha menunjukkan

perbedaan yang sangat nyata terhadap ke 3 perlakuan lainnya, hal ini

menunjukkan bahwa penggunaan kompos pada dosis ini memberikan pengaruh

yang sangat jelas pada tanaman yang dipanen. Dari deskripsinya, tanaman ini

dapat dipanen pada umur 70 HST, saat dilakukan pemanenan tanaman 75 HST.

Jika dibiarkan panen sedikit lebih lama akan menghasilkan berat krop yang lebih

berat, namun kondisi cuaca yang cukup banyak hujan menyebabkan tanaman

mulai digerogoti hama Plutella xylostella.

38

Kandungan unsur hara yang ada pada kompos yang digunakan adalah:

unsur N yang tersedia: 6,06 %, P2O5: 4,09 %, K2O: 0,40 dan pH H2O: 8,9.

Menurut Isroi (2005) jika menggunakan kompos yang matang kandungan

haranya kurang lebih mengandung 1,69% N, 0,34% P2O5, dan 2,81% K. Ini

menunjukkan bahwa kandungan unsur hara yang diproduksi relatif lebih tinggi.

Pada penggunaan dosis kompos 15 ton/ha memiliki kandungan N dan P yang

cukup tinggi. Setiawati W, dkk (2007), memberikan rekomendasi sebagai berikut

untuk tanaman kubis Urea sebanyak 100 kg/ha, ZA 250 kg/ha, TSP atau SP-36

250 kg/ha dan KCl 200 kg/ha. Dari hasil uji coba dapat direkomendasikan

penggunaan kompos pada tanaman kubis sebanyak 10-15 ton/ha dapat

memenuhi kebutuhan N dan P untuk tanaman.

Pada perlakuan kompos 15 ton/ha, berat basah krop berkorelasi positif

dalam menghasilkan diameter dan jumlah daun dibandingkan perlakuan yang

lain. Berat basah krop, diameter dan jumlah daun berturut-turut sebagai berikut

1.116,2 kg, 18,4 cm dan 31,0 helai daun.

Hal senada tentang pengaruh pemberian kompos terhadap produksi melon

yang dilakukan Safuan (2012) menunjukkan bahwa pemberian bahan organik

dengan dosis 10-15 ton/ha dan pupuk kalium 50-150 kg K2O dapat meningkatkan

pertumbuhan dan produksi tanaman melon, sementara dosis bahan organik yang

optimal untuk tanaman melon sebanyak 12,25 ton/ha. Pada dosis tersebut akan

menghasilkan buah melon seberat 1,2 kg atau 2,4 kg/pohon atau 50,40 ton/ha.

Dosis pupuk kalium yang optimal adalah 150 kg K2O, pada dosis tersebut akan

menghasilkan buah melon segar seberat 1,3 kg atau 2,60 kg/pohon atau 54,60

ton/ha.

Implementasi pada tanaman cabe

Implementasi penerapan penggunaan Pupuk Organik Padat (POP) dan

Pupuk Organik Cair (POC) dari kotoran sapi yang dilakukan pada kegiatan Model

Sistem Pertanian Bio-Industri Tanaman-Ternak Spesifik Lokasi di Provinsi

Bengkulu dilakukan pada tanaman sayuran yaitu tanaman cabe. Rekomendasi

umum pemupukan tanaman cabe adalah dengan penggunaan pupuk dasar yang

diberikan berupa pupuk kandang sapi sebanyak 20–40 ton/ha dan pupuk buatan

TSP 200–225 kg/ha diberikan sebelum tanam. Pupuk susulan berupa Urea 100–

150 kg/ha, ZA 300–400 kg/ha, dan KCl 150–200 kg/ha diberikan 3 kali pada

39

umur 3, 6 dan 9 minggu setelah tanam. Berdasarkan rekomendasi tersebut,

diasumsikan kebutuhan unsur NPK pada tanaman cabe sebagai berikut : N

sebanyak 161 kg, P2O5 81 kg dan K sebanyak 120 kg. Dengan asumsi bahwa

penambahan pupuk kandang sapi 30 ton/ha mampu menambah unsur NPK

sebanyak : N sebanyak 150 kg, P2O5 sebanyak 240 kg dan KCl sebanyak 150

kg.

Kandungan unsur hara yang ada pada POP yang digunakan adalah:

unsur N yang tersedia: 6,06 %, P2O5: 4,09 %, K2O: 0,40 dan pH H2O: 8,9.

Untuk memenuhi kebutuhan hara dari tanaman cabe maka penggunaan dosis

POP yang dianjurkan adalah : 8-10 t/ha dengan penambahan pupuk KCL

sebanyak 350 kg/ha. Penggunaan POP belum bisa dilakukan secara penuh

karena kandungan K2O5 pada POP masih sangat rendah. Pada budidaya tanaman

cabe juga selain di lakukan aplikasi POP juga dilakukan penyemprotan Biourine

dengan konsentrasi 1 : 15 dengan frekuensi 1 kali seminggu.

Varietas yang digunakan pada tanaman cabe merupakan varietas lokal.

Hasil yang diperoleh petani sebanyak 8 ton perhektar. Implementasi penggunaan

POP dan POC pada kondisi curah hujan yang cukup tinggi, hasil yang diperoleh

petani cabe pada kategori yang cukup memuaskan. Tanaman cabe mampu

dipanen hingga panen ke 15 dengan interval 1 kali seminggu. Diduga

penggunaan POP mampu meningkatkan jumlah panen.

4.3.4. Nilai Ekonomis Produk

a. Kopi

Inovasi teknologi yang telah diterapkan petani membawa dampak positif.

Salah satu dampak positifnya adalah meningkatkan nilai ekonomis kopi.

Perhitungan nilai ekonomis kopi tersaji pada Tabel 14.

40

Tabel 14. Nilai Ekonomis Kopi Petik Merah

Keterangan Sebelum Setelah Inovasi(pemupukan dan

petik merah)

Perbedaan

Biaya Produksi(Rp/ha)

960.000 3.136.000 TC = 226,67%

Produksi (Kg/ha) 900 2.437 Y = {(2.437/900) – 1}*100%170,78 %

Penerimaan(Rp/ha)

900 X RP3.800,-3.420.000

2.437XRp4.2 00,-10.235.400

TR={(10.235.4/6.786,8)– 1}*100%TR = 50,81%

Keuntungan(Rp/ha)

2.460 7.099.400 = 188,59%

b. Ternak sapi

Dengan inovasi pemberian pakan tambahan dan kesehatan ternak

mampu meningkatkan PBBH 63,7 gram/hari dan peningkatan pendapatan dari

kotoran sapi Rp. 3.600.000,-/bulan (Tabel.15)

Tabel 15. Analisis Finasial Ternak sapiInput/Biaya Volu

meSatuan

Harga(Rp)

Jumlah(Rp)

Output/Penerimaan

Volume Satuan Harga(Rp)

Jumlah(Rp)

Ternak Sapi/KK TernakSapi/KK

Sapi 13 Ekor PBBH 74.540,70 gram 45 3.354.332Fermentasipakan

5585 Kg 1.000 585.000 KotoranSapi/Kompos

6.000 Kg 600 3.600.000

Pakan Hijauan(TK)

3 Bln 300.000 900.000 Biourine 19.504 Lt 0

Obat-obatan/Vitamin

2 Kali 15.000 30.000

Dedak Padi 60 Kg 2.000 120.000Kulit Kopi (TKambil)

1500 Kg 200 300.000

Stardek 15 Kg 40.000 600.000Karung Bekas 150 Bh 2.500 375.000TK Pembalikan,pengarungan

18 HOK 60.000 1.080.000

Jumlah 3.990.000 6.954.332

Keuntungan 2.964.332Sumber: data primer

41

Tabel 16. Perhitungan Tambahan Keuntungan Peternak/Bulan (13 ekor ternak)

Keterangan Satuan Biaya Satuan (Rp) Total Biaya (Rp)Produksi kompos 6000 600 3.600.000Komponen InputTenaga Kerja 18 HOK 60.000 1.080.000Penyusutan alat 2x pembuatan 300.000 300.000Karung bekas (bh) 150 2.500 375.000Dedak (kg) 60 2.000 120.000Kulit kopi (Tk ambil) 1500 200 300.000Total Input Produksi 2.175.000TambahanKeuntungan/bulan 1.425.000Sumber: data primer

c. Budidaya Kubis

Usahatani Kubis dengan semi organik (penggunaan dosis POP sebanyak

15 ton/ha) pada tanaman kubis memberikan hasil yang lebih baik dari dosis

lainnya, dan memberikan keuntungan yang cukup tinggi (Rp. 3.697.000)

dibandingkan dengan sebelum semi organik yang tidak menggunakan POP dan

POC. Jika dilihat dari nilai B/C dan MBCR, UT semi organik lebih layak untuk

dusahakan dengan B/C sebesar 3,35 > 0,20, layak untuk dikembangkan yang

ditunjukan dengan nilai MBCR 2,86.

Tabel 17. Analisis finansial UT kubis dengan menggunakan POP pada lahanpetani kooperator seluas 0,2 ha di Desa Air Meles Tahun 2016

No Uraian Sebelumsemi organik

Semi organic Perbedaan ∆

1. Biaya Inputa. Sarana Produksi :Yang riil dikeluarkan 1.715.000 483.000 1.232.000a. Tenaga Kerja :Luar keluarga 520.000 520.000 0a. Total BiayaYang riil dikeluarkan 2.235.000 1.103.000 1.132.000

2. Produksi (Kg) 3.000. 1.200 2.800.0003. Harga jual 900 4.000 3.1004. Penerimaan UT 2.700.000 4.800.000 2.100.0005. Keuntungan UT 465.000 3.697.000 3.232.0006. B/C 0,21 3,357. MBCR - - 2,868. BEP Harga 745 919,2 -9. BEP Produksi 2,483 257,75 -Sumber: data primer

42

4.4. Mendiseminasikan model sistem pertanian bioindustri berbasistanaman - ternak kepada stakeholders

4.4.1. Sosialisasi

Sosialisasi Model kepada seluruh penyuluh se-Kecamatan Curup Timur

dan KTNA Kabupaten sebanyak 25 orang bertujuan agar kegiatan Bioindustri

dapat diterapkan oleh di desa-desa binaan penyuluh. Hasil sosialisasi

menunjukan respon peserta tentang model bioindustri tinggi namun untuk

replikasi model di wilayahnya masih ragu ragu apabila tidak ada

dukungan/program dari Pemerintah Daerah.

4.4.2. Penyusunan Bahan Informasi

Percepatan penyebaran informasi teknologi dapat dilakukan dengan

mencetak dan menyebarkan bahan informasi. Daftar bahan informasi tercetak

tersaji pada Tabel 18.

Tabel 18. Bahan Informasi Tercetak

No Jenis Bahan Informasi Jumah1. Leaflet 4 judul2. Mini Banner 4 buah3.4.5.

X BannerPapan Merek lokasi kegiatanBack wool

2 buah1 unit1 unit

Penyusunan bahan diseminasi bertujuan untuk menyebarluaskan inovasi

teknologi kepada masyarakat luas. Bahan diseminasi ini disampaikan pada saat

ekspose kegiatan, sosialisasi maupun display di kantor BPTP dan di ruang Display

kelompok tani.

4.4.3. Pameran

Pameran produk Petani mengikuti pameran HUT Kabupaten : produk

yang dipamerkan (Kompos, pakan ternak, bio urine, bubuk kopi). Respon

pengunjung cukup tertarik pada produk kopi bubuk petik merah dan Biourine

sebagai pupuk dan pestisida nabati yang pada saat itu dibagikan gratis kepada

pengunjung. Respon petani yang telah mencoba biourine sebagai pestisida,

belum mampu mengatasi jamur pada tanaman sayuran sehingga petani usul

untuk ditambah ramuan sirih atau daun sirsat yang lebih banyak.

43

4.4.4. Ekspose Model dan Produk Bioindustri

Kegiatan ekspose Model kepada stakeholders dan pengguna dilaksanakan

sekaligus mengundang swasta dan pameran produk. Kegiatan diikuti 200

peserta, dilaksanakan tanggal 9 November 2016 di Kabupaten Seluma

bersamaan dengan gelar dan temu lapang kegiatan litkajibang BPTP tahun 2016.

Kegiatan menampilkan seluruh inovasi teknis berupa banner, leaflet, pemutaran

film, serta menampilkan produk bioindustri yang diserahkan ke pemerintah

daerah. Pada kesempatan ekspose dibuka oleh Bupati Kabupaten Seluma.

Penilaian indicator ekapose dilakukan kepada pengunjung sebagi

responden sebanyak 44 orang. Hasil pengukuran tingkat pengetahuan dan

respon responden menunjukkan bahwa setelah mengikuti kegiatan ekspose,

pengetahuan responden berada padakriteria tinggi dengan yaitu sebesar 4,46.

Sedangkan respon pengunjung terhadap produk model sistem pertanian

bioindustri sebesar 4 dengan kriteria menarik. Dilihat dari pengetahuan dan

respon yang diberikan pengunjung dapat disimpulkan bahwa kegiatan diseminasi

melalui kegiatan ekspose efektif untuk mendiseminasikan model pertanian

bioindustri dengan melihat produk yang ditampilkan dan konsep model pertanian

bioindustri menarik perhatian pengunjung dan produk yang ditampilakan

memberikan manfaat yang positif sehingga pengetahuan pengujung tentang

model pertanian bioindustri beradapada kriteria tinggi.

4.4.5. Workshop dan Seminar

Workshop kegiatan dilaksanakan oleh BBP2TP sebanyak 2 kali yauti pada

bulan Mei di Sentul, Jawa Barat untuk memaparkan laporan perkembangan dan

penyamaan persepsi khususnya analisa usaha. Sedangkan workshop II

dilaksanakan bulan Agustus di Surabaya untuk monitoring kegiatan, apakah pada

akhir tahun tujuan kegiatan bisa tercapai. Hasil workshop ini menyarankan untuk

mengembangkan biodiversitas di lokasi kegiatan antara lain ternak lebah dan

budidaya jamur.

Seminar yang telah diikuti antara lain Seminar Nasional di BPTP bengkulu

dan Temu Teknis Penyuluh, serta Seminar Nasional di BPTP Semarang Jawa

Tengah. Bahan seminar berasal dari kegiatan yang meliputi pengkajian tanaman

kopi, sayuran, dan ternak. Makalah yang telah diseminarkan tersaji pada Tabel

19.

44

Tabel 19. Karya Tulis Ilmiah yang telah Mengikuti Seminar

No Jenis Kegiatan Judul Makalah Penulis1. Temu Teknis

Penyuluh1. Peranan Metode

Penyuluhan TerhadapPengetahuan Petani DalamMemanfaatkan LimbahTernak Di KabupatenRejang Lebong

1. Umi Pudji Astuti, LindaHarta dan HarnatiRafiastuti

2. Seminar Nasionaldi BPTP Bengkulu

1. Peningkatan PengetahuanDan Sikap Petani DalamMemanfaatkan LimbahTernak Dan Perkebunan DiKabupaten Rejang Lebong

2. Upaya PeningkatanProduksi Dan Mutu KopiRakyat Di KabupatenRejang Lebong ProvinsiBengkulu

3. Pengaruh Pemberian PupukOrganik Padat (Pop)Terhadap Produksi DanPendapatan Petani Kubis DiKabupaten Rejang LebongBengkulu

1. Linda Harta dan umi PudjiAstuti

2. Afrizon, ShannoraYuliasari dan Tri Wahyuni

3. Yulie Oktavia dan UmiPudji Astuti

4. Teknologi Pengolahan DanSifat Sensori Kopi PetikMerah Spesifik Bengkulu

4. Shannora Yuliasari danAfrizon

3. Seminar Nasionaldi BPTP JawaTengah

1. Kesesuaian Lahan DanRekomendasi TeknologiBudidaya MendukungKeberlanjutan Pangan DiDesa Air Meles KabupatenRejang Lebong Bengkulu

1. Tri Wahyuni dan UmiPudji Astuti

45

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemantapan inovasi melalui pelatihan dan bimbingan teknis mampu

meningkatkan pengetahuan petani dan penyuluh tentang budidaya kopi,

pengolahan kopi petik merah dan pengolahan pakan ternak

2. Kelembagaan tani pada kegiatan Bioindustri belum mampu menggerakan

dinamisasi kelompok. Sedangkan penguatan kelembagaan pasar mampu

mempermudah petani dalam memasarkan produknya dan memotivasi petani

untuk melanjutkan inovasi yang diintroduksikan

3. Produk bioindustri yang dihasilkan (kompos) mampu meningkatkan produksi

kopi sebesar 180,8% dan nilai ekonomis 188,6% dibandingkan sebelum

Bioindustri, keuntungan kubis sebesar Rp. 3.697.000/MT dibanding hasil

petani tanpa kompos dan biourine.

Produksi kompos mampu memberikan tambahan pendapatan sebesar

Rp. 3.600.000,-/bulan sehingga cash flow peternak lebih cepat

4. Diseminasi Inovasi mampu meningkatkan kapasitas penyuluh dan peneliti

dalam keikut sertaan dalam seminar. Diseminasi produk dan Model juga

mampu memberikan respon yang baik kepada stakeholders dan pengguna

Saran

1. Inovasi yang dikembangkan (Kopi sambung sistem Tag ent dengan varietas

unggul, kompos dan biourine) mampu memberikan nilai tambah petani serta

memperpendek cash flow petani. Diharapkan peranan Dinas Perkebunan dan

Peternakan dapat mengembangkan inovasi ini

2. Diharapkan dukungan program dari Pemerintah Daerah untuk

mengembangkan Model Sistem Pertanian Bioindustri di lokasi lain.

46

KINERJA HASIL PENGKAJIAN

1. Pemahaman dan keterampilan petani meningkat untuk melakukan panen

kopi merah sehingga petani telah melakukan panen kopi petik merah.

2. Produk bioindustri berupa kompos telah mampu dijual sehingga memberikan

nilai tambah bagi peternak.

3. Produk biourine yang dihasilkan belum mampu dikomersilkan namun telah

didiseminasikan kepada petani sayuran di wilayah Kabupaten Rejang Lebong

sebagai pupuk organik dan pestisida nabati.

4. Dengan produksi pakan ternak tambahan (fermentasi kulit kopi dan

pelayuan daun kopi) mampu menambah jumlah populasi sapi dan kambing

yang dipelihara sebesar 25%.

47

DAFTAR PUSTAKA

Ariati, 2006.Kebijakan pengenmbangan bioenergi. Makalah disampaikan padaseminar Bioenergi: prospek bisnis dan peluang investasi. Jakarta, 6desember 2006.Direktorat Energi terbarukan dan konservasi energi.Departemen energi dan sumberdaya mineral, Jakarta

Adijaya., I. Nyoman dan I.M.R. Yasa. 2013. Hubungan Konsumsi Pakan denganPotensi Limbah pada Sapi Bali untuk Pupuk Organik Padat dan Cair. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian. Bali.

Ali, M.H., Yusuf, M., Syamsu, A.J. Prospek Pengembangan PeternakanBerkelanjutan Melalui Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Model ZeroWaste di Sulawesi Selatan.

Badan Litbang Pertanian. 2002. Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.Jakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bnegkulu. 2012. Provinsi Bengkulu Dalam Angka.Bengkulu.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Nasional Indonesia KopiBubuk(SNI 01-3542-2004).http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/unduh/7670.[Diunduh Tgl 5 Oktober 2015].

Basri, E., Pujiharti, Y., dan Silalahi, M. 2010. Peranan Ternak Sapi dalam SistemUsahatani Tanaman Padi Sawah di Tulang Bawang. Balai PengkajianTeknologi Pertanian Lampung.

Haryanto, Budi. 2009. Inovasi Teknologi Pakan Ternak dalam Sistem IntegrasiTanaman-Ternak Bebas Limbah Mendukung Upaya Peningkatan ProduksiDaging. Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (3), 2009: 163 – 176.

Hidayati, Y.A, dkk. 2010. Pengaruh Campuran Feses Sapi Potong dan FesesKuda Pada Proses Pengomposan Terhadap Kualitas Kompos. JurnalIlmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Mei 2010, Vol. XIII, No.6.

Isroi. 2012. Pengomposan Limbah Padat Organik. Land to Farmers Income: ACase in Gunung Kidul Regency, Indonesia. Pelita Perkebunan, 9(3), 97 –104. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor

Kaharudin dan Mayang, F.S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemn Umum LimbahTernak Untuk Kompos dan Biogas. Balai Pengkajian Teknologi PertanianNusa Tenggara Barat. Mataram.

Kementerian Pertanian, 2013. Pertanian Bioindustri Berkelanjutan: solusiPembangunan Indonesia masa depan. Jakarta.

Murbandono, Hs., 2000. Membuat Kompos . Penebar Swadaya , Jakarta

48

Parwati, I.A., I.N Suyasa, I.W. Sunanjaya, L.G. Budiari dan N. Sriyani. 2008.Prima Tani LKDTIB di Kabupaten Bangli. (Laporan Akhir). Balai PengkajianTeknologi Pertanian Bali. Denpasar.

Priyanti., A. dan A. Djajanegara. 2002. Pengembangan Usaha Sapi Potong PolaIntegrasi (Development of Cattle Beef Production Towards IntegratedFarming Systems). Lokakarya Nasional Sapi Potong.

Raghuramulu dan Naidu. 2009. The Ochratoxin-A Contamination in Coffeean itsin Food Safety Issues.

Rao, S. N. S., 1994, Mikroorganisme Tanah Dan Pertumbuhan Tanaman, EdisiKedua,UI-Press, Jakarta.

Rathinavelu dan Graziosi. 2005. Potential Alternative uses of Coffe Wwastes andby Products, ICS-UNIDO, Science Park. Department of Biology Universityof Trieste. Italy.

Rentha, T. 2007. Identifikasi Perilaku, Produksi dan Pendapatan Usahatani PadiSawah Irigasi Teknis Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga Pupuk di DesaBedilan Kecamatan Belitang OKU Timur (Skripsi S1). Universitas Sriwijaya.Palembang.

Safuan. L. O dan B. Andi. 2012 Pengaruh Bahan Organik Dan Pupuk KaliumTerhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Melon (cucumis melol.)Jurnal Agroteknos 2 (2) : 69

Salla, M.H. 2009. Influence of genotype, location and processing methodson the quality of coffee (coffea arabica L.). Thesis. School ofGraduate Studies Hawassa University, Hawassa. Ethiopia.

Setiawati. W, dkk ., 2001.Petunjuk Teknis Budidaya Sayuran. Balitsa

Simanungkalit, R. D. M., D. A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W.Hartatik, 2006,Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati:Organik Fertilizer AndBiofertilizer.Balai Penelitian dan Pengembangan Lahan Pertanian, Bogor.

Sunarharum, W.B., Williams, D. J., Smyth, H. E. 2014. Review: Complexity ofcoffee flavor: A compositional and sensory perspective. Food ResearchInternational 62; 315–325. doi.org/10.1016/j.foodres.2014.02.030

Soetanto Abdullah. 2013. Pengelolaan Nutrisi Tanaman Terpadu di PerkebunanKopi. Review Penelitian Kopi dan Kakao. Vol. 1 No. 1 : 39-49.

Suriadikarta (2006), D.A. Hartatik dan G. Syamsidi,2003. Penerapan pengelolaanhara terpadu pada lahan sawah irigasi.Dalam prosiding seminar NasionalPERHIMPI. Biotrop, 9-10 September 2003

Tonbesi, Trimeldus T, N.Ngadiyono dan Sumadi. 2009. Estimaji Potensi danKinerja Sapi Bali di Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa TenggaraTimur. Buletin Peternakan vo. 33(1) : 30 – 39, Februari 2009

49

Widyotomo Sukirno. 2013. Potensi dan Teknologi Diversifikasi Limbah KopiMenjadi Produk Bermutu dan Bernilai Tambah. Review Penelitian Kopi danKakao. Vol. 1 No. 1 : 63-80.

Yusianto dan S. Mulato. 2002. Pengolahan dan Komposisi Kimia Biji Kopi:Pengaruhnya terhadap Cita Rasa Seduhan. Materi Pelatihan Uji CitaRasa Kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember.

Zubir, Z. Batubara dan A. Yusri. 2010. Peluang peningkatan kinerja usaha sapibibit dengan pakan komplet berbasis limbah jagung. Prosiding : SeminarNasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010. Pusat Penelitian danPengembangan Peternakan. Bogor.

Zainuddin, D. & T. Murtisari (1995). Penggunaan limbah agro-industri buah kopi(kulit buah kopi) dalam ransum ayam pedaging (Broiler).Pros. PertemuanIImiah Komunikasi dan Penyaluran Hasil Penelitian. Semarang. Sub BalaiPenelitian Klepu, Puslitbang Petemakan, Badan Litbang Pertanian, p. 71-78.

50

ANALISIS RISIKO

Analisis risiko diperlukan untuk mengetahui berbagai risiko yang

mungkin dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pengkajian. Dengan mengenal

resiko, penyebab, dan dampaknya maka akan dapat disusun strategi ataupun

cara penanganan resiko baik secara antisipatif maupun responsif (Tabel 20 dan

21).

Tabel 20. Daftar risiko dan dampak pengkajian model sistem pertanianbioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi di ProvinsiBengkulu Tahun 2016.

NO. RISIKO PENYEBAB DAMPAK

1. Inovasi tidak dapatberkembang di kawasan

Petani sulit meninggalkankebiasaan lama

Produktivitas usahatidak dapatditingkatkan

2. Penguatan kelembagaantidak dapat dilaksanakan

-Kurangnya jumlah SDMkelompok yang kompeten

-Kurangnya pengetahuankelompok mengenaikelembagaan

Model kelembagaanpengkajian tidak dapatterbentuk

3. Model sistem pertanianbioindustri integrasitanaman-ternak tidakdireplikasi olehpemerintah daerah

- Ketidak serasian denganprogram di Daerah

- Keterbatasan anggaran diPemda

Pertumbuhan ekonomidan peningkatan dayabeli masyarakat hanyaterjadi pada kawasanpengkajian

Tabel 21. Daftar penanganan risiko pengkajian model sistem pertanianbioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi di ProvinsiBengkulu Tahun 2016.

NO. RESIKO PENYEBAB PENANGANAN

1. Inovasi tidak dapatberkembang dikawasan

Petani sulitmeninggalkan kebiasaanlama

Peningkatan jumlahfrekuensi pelatihan,keterlibatan demplot,

2. Penguatankelembagaan tidakdapat dilaksanakan

-Kurangnya jumlah SDMkelompok yangkompeten

-Kurangnya pengetahuankelompok mengenaikelembagaan

Peningkatan peran danperilaku kelompok dalamkelembagaan melaluisosialisasi, anjangsanakelompok

3. Model sistem pertanianbioindustri integrasitanaman-ternak tidakdireplikasi olehpemerintah daerah

- Ketidak serasiandengan program diDaerah

- Keterbatasananggaran di Pemda

- Koordinasi denganBupati/PemerintahDaerah lebih intens

- Peningkatan frekuensisosialisasi model danapresiasi

51

JADWAL KERJA

Tabel 22. Jadwal Kerja Kegiatan

KegiatanWaktu Pelaksanaan Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Perbaikan ProposalKoordinasi dan Sosialisasi

1. Koordinasi dengan Pusat

2. Sosialisasi kegiatan dan model

3. Pertemuan rutin bulanan

4. Menyusun mekanisme kerja

Pelaksanaan lapangan

5.implementasi inovasi teknis dakelembagaan

6. penyediaan bahan saprodi

7. perbaikan dan penyiapanJuknis

8.pengamatan, analisis data

Monitoring dan Evaluasi

9,Dokumentasi kegiatam

10. Laporan

11. Penulisan KTI, Seminar hasil

52

PEMBIAYAAN

A. RENCANA ANGGARAN BELANJA (RAB)

Tabel 23. Rencana Anggaran dan Belanja Kegiatan

No Uraian Volume Satuan (Rp) Jumlah (Rp)1. Belanja Bahan 0 0 9.000.000

- Konsumsi 180 OK 50.000 9.000.0002. Honor Output Kegiatan 5.800.000

- Honor petugas lapang 29 OB 200.000 5.800.0003. Belanja Barang Non

Operasional Lainnya16.250.000

- UHL petani 325 OH 50.000 16.250.0004. Belanja Jasa Profesi 0 0 10.000.000

- Narasumber, pengarah,evaluator

20 OJ 500.000 10.000.000

5. Belanja Barang untukpersediaan barang konsumsi

99.910.000

- Benih, saprodi, dan bahanpendukungkegiatan

1 TAHUN 86.660.000 86.660.000

- ATK, Komputer supplies danpelaporan

1 TAHUN 7.250.000 7.250.000

- Pencetakan bahan informasi 1 TAHUN 6.000.000 6.000.0006. Belanja perjalanan biasa 0 0 115.000.000

- Perjalanan dalam rangkapelaksanaan kegiatan (berkisarantara Rp. 365.000,- s/d Rp.5.000.000)

26 OP 5.000.000 115.000.000

7. Belanja Perjalanan DinasDalam Kota

4.840.000

- Perjalanan petugas lapangandalam rangka pelaksanaankegiatan

44 OH 110.000 4.840.000

8. Belanja Perjalanan DinasPaket Meeting Luar Kota

44.700.000

- Uang harian dan transportperjalanan ke luarpropinsi/pusat dalam rangkapelaksanaan kegiatan

3 OH 2.900.000 8.700.000

- Penginapan perjalanan ke luarpropinsi/pusat dalam rangkapelaksanaan kegiatan

9 OP 700.000 6.300.000

- Akomodasi dan konsumsi dalamrangka temu lapang, ekspose,dan pertemuan tingkat petani

165 OH 180.000 29.700.000

Jumlah 305.500.000

53

A. REALISASI ANGGARAN

Tabel 24. Realisasi Anggaran Belanja Kegiatan

No UraianRealisasiAnggaran

PersentaseKeuangan

(%)

PersentaseFisik (%)

1. Belanja Bahan- Konsumsi 8.345.000 92,72 100

2. Honor Output Kegiatan- Honor petugas lapang 5.800.000 100 100

3. Belanja Barang Non OperasionalLainnya- UHL petani 16.225.000 99,84 100

4. Belanja Jasa Profesi- Narasumber, pengarah, evaluator 9.950.000 99,50 100

5. Belanja Barang untuk persediaanbarang konsumsi- Benih, saprodi, dan bahan

pendukungkegiatan81.966.500 94,58 100

- ATK, Komputer supplies danpelaporan

6.628.000 91,42 100

- Pencetakan bahan informasi 5.350.000 89,16 1006. Belanja perjalanan biasa

- Perjalanan dalam rangka pelaksanaankegiatan (berkisar antara Rp.365.000,- s/d Rp. 5.000.000)

100.702.747 87,56 100

7. Belanja Perjalanan Dinas DalamKota- Perjalanan petugas lapangan dalam

rangka pelaksanaan kegiatan3.520.000 72,72 100

8. Belanja Perjalanan Dinas PaketMeeting Luar Kota- Uang harian dan transport perjalanan

ke luar propinsi/pusat dalam rangkapelaksanaan kegiatan

8.700.000 100 100

- Penginapan perjalanan ke luarpropinsi/pusat dalam rangkapelaksanaan kegiatan

6.300.000 100 100

- Akomodasi dan konsumsi dalamrangka temu lapang, ekspose, danpertemuan tingkat petani

24.418.583 82,21 100

54

PERSONALIA

Tenaga yang terlibat dalam kegiatan ini terdiri atas peneliti, penyuluh,

dan teknisi dengan latar belakang pendidikan yang beragam antara lain bidang

agronomi, sosek, pasca panendan administrasi.

Tabel 25. Personalia Kegiatan

Nama lengkap Instansi/Unit kerja

JabatanFungsional Uraian Tugas

AlokasiWaktu

(jam/mg)

Dr. Umi Pudji Astuti, MP BPTPBengkulu

Penyuluhmadya

1. Mengkoordinir pelaksanaan semuakegiatan model sistem pertanianbioindustri integrasi tanaman-ternakspesifik lokasi

2. Analisis data3. Menyusun laporan4. Menyusun KTI

20

Dr. Shannora Y, MP BPTPBengkulu

PenelitiMuda

1. Mengkoordinir pelaksanaankegiatan dan teknis pascapanenprduk

2. Analisis data3. Menyusun KTI

8

Drs. Afrizon, M.Si. BPTPBengkulu

PenelitiMuda

1. Mengkoordinir Pelaksanakegiatan pengkajian Kopi danproduk turunannya

2. Melakukan pengambilan data,analisis

3. Membantu pelaporan kegiatan4. Menyususn KTI

8

Yulie Oktavia, SP BPTPBengkulu

PenelitiPertama

1. Membantu Melaksanakan kajiantanaman padi, sayuran padasystem integrasi tanaman-ternak

2. Menyusun daftar isian indicatorpengukuran peng kajian

3. Melakukan pengolahan dananalisis data

4. Membuat KTI

10

Tri Wahyuni, S.Si BPTPBengkulu

PNK 1. Melaksanakan kajian Sumberdaya lahan pada lokasi kegiatan

2. Menyusun inovasi terbarukanberbasis sumberdaya yangtersedia

3. Melakukan pengolahan dananalisis data

4. Membuat KTI

10

Linda Harta, S.Pt BPTPBengkulu

PenyuluhPertama

1. Melaksanakan kajian Diseminasi2. Menyusun questioner untuk

mengukur perubahan PSK3. Melakukan pengolahan dan

analisis data

4. Membuat KTI

10

Catur Yanto, A.Md BPTPBengkulu

Teknisi 1. Membantu melaksanakan kajianSumber daya lahan pada lokasikegiatan

2. Membantu pengukuran indicatorkajian dan tabulasi data

6

Yoyo BPTPBengkulu

administrasi

1. Membantu melaksanakan kajianSumber daya lahan pada lokasikegiatan

2. Membantu pengukuran indicatorkajian dan tabulasi data

6

55

Nama lengkap Instansi/Unit kerja

JabatanFungsional Uraian Tugas

AlokasiWaktu

(jam/mg)

Basuni Asnawi BPTPBengkulu

Teknisi 1. Membantu melaksanakan kajianbudidaya tanaman pada lokasikegiatan

2. Membantu pengukuran indicatorkajian dan tabulasi data

6

Sri Hartati. A BPTPBengkulu

Administrasi keuangandan fisik

1. Membantu penjab dalam realisasikuangan

2. Membantu menyelesaiakankelengkapan administrasi dilapangan

3. Membantu membuat laporankeuangan (reaalisasi keuangan)dan serapan anggaran

5

56

Lampiran 1. Dokumentasipemeliharaan dan pengamatan tanaman kopi Tahun2016

Pemupukan tanaman kopi Pemupukan tanaman kopi

Pengamatan tanaman kopi Pengamatan tanaman kopi

Tanaman disambung memudahkanpemanenan

Tanaman tidak disambung menyulitkanpemanenan

57

Lampiran 2. Dokumentasi bimbingan teknis dan apresiasi teknologi Tahun 2016

Penyampaian materi bimbingan teknispembuatan pakan ternak

Praktek pembuatan pakan ternak

Praktek pengemasan pakan ternak Peserta apresiasi teknologi kompos danbiourine

Kata sambutan dari BP4K Bimbingan teknis pembuatan biourine

58

Lampiran 3. Dokumentasi pemeliharaan dan pengamatan hewan ternak (sapi)Tahun 2016

Pembersihan kandang ternak Penimbangan pakan dari kulit kopi untukternak sapi

Pengukuran berat badan ternak denganmenggunakan pita ukur

Kotoran sapi yang siap untukdimanfaatkan menjadi kompos

59

Lampiran 4. Dokumentasi Implementasi penggunaan kompos dan bioUrine padatanaman Tahun 2016

Keragaan tanaman kubis yangmengggunakan kompos dan Bio Urinepada 35 HST

Saat melakukan pemanenan tanamankubis umur 70 HST

Kompos dari kotoran sapi yang siap untukdiaplikasikan ke lahan cabe petanikooperator

Aplikasi kompos dilahan petani kooperator( Bpk. Warso di Desa Air Meles Kec. CurupTimur

Aplikasi penggunaan bio urine padatanaman cabe umur 2 MST

Kondisi pertanaman tomat organik siappanen yang menggunakan kompos danbiourine dari kotoran sapi

60

Lampiran 5. Dokumentasi kunjungan lapang ke Desa Tangsi Duren KecamatanKabawetan Kabupaten Kepahiang Tahun 2016

Saat pembukaan kegiatan kunjunganlapang di Balai Desa Tangsi DurenKecamatan Kabawetan

Peserta kegiatan kunjungan lapang

Arahan dari BPTP Bengkulu saat di lokasikebun percontohan mllik Bpk. Karyanto diDesa Tangsi Duren Kec. Kabawetan

Penyampaian materi dari Narasumbertentang pengelolaan kebun kopi yang baik

Peserta pada saat melakukan kunjunganlapang pada lokasi pengrajin kopi bubukpetik merah (Bpk. Jalil) di Desa SukasariKecamatan Kabawetan

Narasumber (pengrajin kopi) sedangmemberikan informasi tentang prosespengemasan dan jalur pemasaran kopibubuk yang dihasilkannya

61

Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan Ekspose BPTP Bengkulu Tahun 2016

Persiapan panitia dibantu oleh PMT Penyambutan tamu oleh panitia

Peserta yang datang mengisi daftar hadir Bupati Seluma menghadiri acara Ekspose

Peserta ekspose mencapai 200 orang Launching produk bioindustri