Model Pengolahan Data Inderaja

15
MODEL PENGOLAHAN DATA INDERAJA UNTUK PERUBAHAN LAHAN SAWAH Drs. Jansen Sitorus, M.Si a , Purwandhari, S.Si b dan Luwin Eska Darwini, S.Hut b a Peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jl. LAPAN 70, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13710 b Magang Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jl. LAPAN 70, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13710 Ringkasan Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutup/penggunaan lahan. Alih fungsi lahan sudah menjadi fenomena nasional sat ini. Secara sosial dan politik cukup mekhawatirkan para perencana maupun penye- lenggara negara. Persoalan makin sulit jika yang di alih fungsikan itu adalah lahan-lahan subur, yang merupakan lahan pertanian khususnya lahan sawah. Dampaknya secara langsung berhubungan dengan ketahanan pangan. Data dari Deptan menunjukkan sejak tahun 1998 sampai dengan 2003 terjadi penuruna luas lahan sawah sekitar juta hektar, dan kalau dirata-ratakan 200.000 Ha pertahun. Berkaitan dengan hal tersebut perlu pemantauan secara lebih sungguh sungguh di wilayah mana dan apa penyebab penurunan luas sawah tersebut, sehingga dapat dibuat kebijakan untuk menga- tasinya. Metode konvensional yang selama ini digunakan adalah mengolah data tabular yang sering out of date, sehingga perlu dicari model spasial yang lebih aktual. Citra penginderaan jauh merupak- an salah satu yang dapat dianalisis untukmemantau perkembangan penutup/pengguaan lahan pada suatu wilayah. Penelitian ini bertujuan mengkaji model pengolahan data inderaja untuk aplikasi perubahan pe- nutup/penggunaan lahan, khususnya lahan sawah. Penggunaan data multitemporal citra satelit Landsat tahun 1995 dan ASTER tahun 2004 diharakan dapat mengidentifikasi perubahan lahan yang terjadi di kabupaten Sidrap propinsi Sulawesi Selatan dari tahun 1995 dan tahun 2004. Ber- dasarkan perubahan lahan tersebut dapat juga dianalisis pola perubahan lahan dalam kurun waktu tersebut. Metode yang digunakan secara umum adalah change detection mthode, GIS, dan Digital classifications. Kata kunci: 1 Pendahuluan Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdam- pak pada perubahan penutup/penggunaan lahan. Diperkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola yang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban. Sawah atau lahan per- tanian umumnya berubah menjadi pemukiman, industri atau infrastruktur kota. Pola demikian terjadi karena lahan urban mempunyai nilai sewa lahan (land rent) yang lebih tinggi dibanding penggunaan lah- an sebelumnya ( Grigg, 1984 dalam Sitorus 2004). Di wilayah pedesaan polanya berbeda karena tutuntan lahan urban untuk kebutuhan perumahan jauh lebih kecil dari perkotaan. Hal itu terjadi karena pertum- buhan penduduk di pedesaan sifatnya alami dan relatif kecil, bahkan banyak pedesaan yang mengalami pertumbuhan minus karena angkatan kerja diserap angkatan kerja di perkotaan. Perubahan penggunaan lahan yang pesat terjadi apabila adanya investasi dibidang pertanian atau per- kebunan. Dalam kondisisi ini akan terjadi perubahan lahan hutan, semak, ataupun alang-alang menjadi lahan perkebunan. Perubahan yang dilakukan oleh masyarakat terjadi dalam skala kecil, dan umumnya hanya perubahan jenis tanaman komoditas tertentu menjadi komoditas lain. Aapabila harga pasar ko- moditas tertentu turun drastis, menyebabkan masyarakat mengganti tanaman mereka yang mempunyai 73

description

studi pengolahan data citra satelit

Transcript of Model Pengolahan Data Inderaja

  • MODEL PENGOLAHAN DATA INDERAJA UNTUKPERUBAHAN LAHAN SAWAH

    Drs. Jansen Sitorus, M.Sia, Purwandhari, S.Sib dan Luwin Eska Darwini, S.Hutb

    a PenelitiLembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

    Jl. LAPAN 70, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13710

    b MagangLembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

    Jl. LAPAN 70, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13710

    Ringkasan

    Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hariberdampak pada perubahan penutup/penggunaan lahan. Alih fungsi lahan sudah menjadi fenomenanasional sat ini. Secara sosial dan politik cukup mekhawatirkan para perencana maupun penye-lenggara negara. Persoalan makin sulit jika yang di alih fungsikan itu adalah lahan-lahan subur,yang merupakan lahan pertanian khususnya lahan sawah. Dampaknya secara langsung berhubungandengan ketahanan pangan. Data dari Deptan menunjukkan sejak tahun 1998 sampai dengan 2003terjadi penuruna luas lahan sawah sekitar juta hektar, dan kalau dirata-ratakan 200.000 Ha pertahun.

    Berkaitan dengan hal tersebut perlu pemantauan secara lebih sungguh sungguh di wilayah manadan apa penyebab penurunan luas sawah tersebut, sehingga dapat dibuat kebijakan untuk menga-tasinya. Metode konvensional yang selama ini digunakan adalah mengolah data tabular yang seringout of date, sehingga perlu dicari model spasial yang lebih aktual. Citra penginderaan jauh merupak-an salah satu yang dapat dianalisis untukmemantau perkembangan penutup/pengguaan lahan padasuatu wilayah.

    Penelitian ini bertujuan mengkaji model pengolahan data inderaja untuk aplikasi perubahan pe-nutup/penggunaan lahan, khususnya lahan sawah. Penggunaan data multitemporal citra satelitLandsat tahun 1995 dan ASTER tahun 2004 diharakan dapat mengidentifikasi perubahan lahanyang terjadi di kabupaten Sidrap propinsi Sulawesi Selatan dari tahun 1995 dan tahun 2004. Ber-dasarkan perubahan lahan tersebut dapat juga dianalisis pola perubahan lahan dalam kurun waktutersebut. Metode yang digunakan secara umum adalah change detection mthode, GIS, dan Digitalclassifications.

    Kata kunci:

    1 Pendahuluan

    Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdam-pak pada perubahan penutup/penggunaan lahan. Diperkotaan, perubahan umumnya mempunyai polayang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban. Sawah atau lahan per-tanian umumnya berubah menjadi pemukiman, industri atau infrastruktur kota. Pola demikian terjadikarena lahan urban mempunyai nilai sewa lahan (land rent) yang lebih tinggi dibanding penggunaan lah-an sebelumnya ( Grigg, 1984 dalam Sitorus 2004). Di wilayah pedesaan polanya berbeda karena tutuntanlahan urban untuk kebutuhan perumahan jauh lebih kecil dari perkotaan. Hal itu terjadi karena pertum-buhan penduduk di pedesaan sifatnya alami dan relatif kecil, bahkan banyak pedesaan yang mengalamipertumbuhan minus karena angkatan kerja diserap angkatan kerja di perkotaan.

    Perubahan penggunaan lahan yang pesat terjadi apabila adanya investasi dibidang pertanian atau per-kebunan. Dalam kondisisi ini akan terjadi perubahan lahan hutan, semak, ataupun alang-alang menjadilahan perkebunan. Perubahan yang dilakukan oleh masyarakat terjadi dalam skala kecil, dan umumnyahanya perubahan jenis tanaman komoditas tertentu menjadi komoditas lain. Aapabila harga pasar ko-moditas tertentu turun drastis, menyebabkan masyarakat mengganti tanaman mereka yang mempunyai

    73

  • harga jual atau syarat tumbuh tanaman tersebut tidak terpenuhi lagi oleh daya dukung kemampuanlahan pada suatu wilayah karena masalah kesuburan tanah yang menurun ataupun karena terjadinyaperubahan iklim.

    Deteksi perubahan adalah sebuah proses untuk mengidentifikasi perbedaan keberadaan suatu obyek ataufenomena yang diamati pada waktu yang berbeda (Singh 1989). Kegiatan ini perlu mendapat perha-tian khusus dari sisi waktu maupun keakurasian. Mengetahui perubahan menjadi penting dalam halmengetahui hubungan dan interaksi antara manusia dan fenomena alam sehingga dapat dibuat kebijakanpenggunaan lahan yang tepat (D. Lu, 2003).

    Umumnya deteksi perubahan meliputi aplikasi sejumlah multi-temporal untuk analisis kuantitatif penga-ruh temporal dari suatu fenomena. Keunggulan pengumpulan data berulang, synoptic views, dan formatdigital yang sesuai untuk pengolahan komputer, data penginderaan jauh seperti; Thematic Mapper (TM),Satellite Probatoire dObservation de la Terre (SPOT), radar dan Advanced Very High Resolution Radio-meter (AVHRR), menjadi sumber data utama yang digunakan untuk applikasi deteksi perubahan LULC.D. Lu , (2003), merangkum hasil-hasil riset yang berkaitan dengan penggunaan data penginderaan ja-uh untuk deteksi perubahan. Sepuluh aspek aplikasi deteksi perubahan dengan menggunakan teknologipenginderaan jauh di ringkas dalam:

    1. Land-use and land-cover (LULC) change (Gautam and Chennaiah 1985, Gupta and Munshi I985a,Milne and ONeill 1990. Csaplovics 1992, Fung 1992, Ram and Kolarkar 1993, Rignot and Vanzyl1993, Green el a!. 1994, Adams et al. 1995, Hall et a/. 1995, Salem et al. 1995, Dimyati et al. 1996,Bruzzone and Serpico 1997a, b, Rees and Williams 1997, Kwarteng and Chavez 1998, Prakash andGupta 1998, Ridd and Liti 1998, Roberts et al. 1998, Sommer et al. 1998, Yuan and Elvidge 1998,Abuelgasim et al. 1999, Bryaiit and Gilvear 1999. Dai and Khorram 1999, Moriscttc et al. 1999,Sohl 1999, Borak et al. 2000, Moriseite and Khorram 2000, Perakis et al. 2000, Tappan et al. 2000,Zhan et al. 2000, Kaufmann and Seto 2001, Zomer et al. 2001, Lunetta et al. 2002, Read and Lam2002, Weng 2002);

    2. Forest or vegetation change (Gupta and Munshi 1985b, Allum and Dreisingcr 1987, Graetz et al.1988, Vogelmann 1988, Franklin and Wilson 1991, Cihlar et al. 1992, Sader and Winne 1992,Alwashe and Bokhari 1993, Chavez and Mackinnon 1994, Mishra et al. 1994, Coppin and Bauer1995, Olsson 1995, Townshend and Justice 1995, Mouat and Lancaster 1996, Batista et al. 1997.Islam et al. 1997. Yool et al. 1997, Chen et al. 1998. Hame et al. 1998. Jano et al. 1998. Grovcret al. 1999. Salami 1999. Salami et al. 1999. Sader et al. 2001, Woodcock et al. 2001. Lu et al.2002)

    3. Forest mortality, defoliation and damage assesment (Nelson 1983. Leckie 1987, Vogelmamf andRock 1988, Vogelmann I9S9. Price et al. 1992. Collins and Woodcock 1994, 1996. Macomber andWoodcock 1994. Muchoney and Haack 1994, Gopal and Woodcock 1996. 1999, Roylc and Lathrop1997, Radeloff et al. 1999, Rigina et c//. 1999):

    4. Deforestation, regeneration and seleclive logging (Richards 1984, Nelson : ital. 1987, Lucas et al.1993. 2000, 2002. Durricu and Deshaycs 1994. Franklin et al. 1994. Moran et al. 1994. Conwayct al. 1996. Prins and Kikula 1996. Varjo and Folving 1997, Ricotta et al. 1998. Stone andLefebvre 1998, Alves er al. 1999. Hudak and Wessman 2000, Souza and Barreto 2000, Tucker andTownshend 2000. Hayes and Sader 2001. Alvcs 2002. Asncr ei til. 2002, Wilson and Sader 2002);

    5. Wetland change (Christensen et al. 1988. Jensen et (if. 1993. Ramsey and Laine 1997, Elvidge etal. 1998a. Ramsey 1998, Houhoulis and Michener 2000, Kushwaha et al. 2000, Munyati 2000);

    6. Forest fire (Eividge et al. 1998b. Fuller 2000, Cuomo et al. 2001) and fire-affected area detection(Jakubauskas et al. 1990, Shimabukuro et al. 1991. Siljcstrom and Moreno-Lopez 1995, Garcia-Haro et al. 2001. Rogan and Yool 2001, Bourgeau-Chavez et al. 2002);

    7. Landscape change (Zhene et al. 1997, Cushman and Wallin 2000, Franklin et ul. 2000, Kcpner etal. 2000. Pcralta and Mather 2000. Taylor et al. 2000).

    8. Urban change (Quarmby and Cushnie 1989, Li and Ycli 1998. Ridd and Liu 1998, Ward et al. 2000,Chan et al. 2001, Yeh and Li 2001, Liu and Lathrop 2002, Prol-Ledesma et al. 2002. Yang and Lo2002. Zhang et al. 2002).

    74

  • 9. Enviromental change (Howarth andWickware 1981. Jacobberger-Jellison 1994. Armour et al. 199S.Schmidt and Glaesscr 1998). drought monitoring (Peters et al. 2002), flood monitoring (Zhou et al.2000. Dhakal et al. 2002. Liu et al. 2002), monitoring coastal marine environments (Michalck et al.1993), decertifications (Singh et al. 1990) dan detection of landslide areas (Kimura and Yamaguchi2000).

    10. Aplikasi lain seperti crop monitoring (Manavalan et al. 1995). shifting cultivation monitoring(Dwivedi and Sankar 1991). Road segments (Agouris et al. 2001) dan change in glacier massbalance and fades (Engeset et al. 2002).

    Adanya kebutuhan data satelit yang terdiri dari data lama dan data baru dengan tenggang waktu yangrelatif lama sehingga dapat dilakukan kajian perubahan lahan. Dilain pihak lifetime satelit umumnyasekitar 5 tahun dan tidak diperpanjang dengan generasi berikut. Atas dasar tersebut mau tidak mau harusmenggunakan data dari satelit yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan kajian perbedaan karakteristikdari satelit yang berbeda , dan teknik pengolahan data untuk mendapatkan informasi penutup lahan.Juga dengan pemanfaatan GIS yang dapat memanfaatkan banyak sumber data yang berbeda, dapatdijadikan sebagai komplemen untuk analisis metode detaksi perubahan. Aplikasi data remote sensingdan GIS digunakan pada penelitian ini untuk memperoleh perubahan lahan di kabupaten Sidrap mulaitahun 1995 sampai deng tahun 2004, dengan memokuskan analisis pada perubahan luas lahan sawah

    Berdasarkan uraian diatas penelitian ini bertujuan untuk mengkaji model pengolahan data satelit resolusitinggi untuk kajian perubahan penutup/penggunaan dan menentukan pola peubahan penutup/penggunaanlahan.

    2 Tinjauan Pustaka

    2.1 Metode Deteksi Perubahan Dengan Data Penginderaan Jauh

    Berbagai teknik deteksi perubahan telah dikembangkan, banyak yang telah diringkas dan ditinjau (Singh1989, Mouat et al. 1993 dan teknik baru secara terus menerus dikembangkan. Sebagai contoh, SpectralMixture Analysis (Adams et al. 1995, Roberts et al. 1998, Ustin et al. 1998), Li-Strahler Canopy Model (Macomber dan Woodcock 1994). Transformasi Chi-Square ( Ridd dan Liu 1998), fuzzy sets ( Metternicht1999. 2001), ANN ( Gopal dan Woodcock 1996, 1999, Abuelgasim et al. 1999, Dai dan Khorram,1999),juga integrasi data dari berbagai sumber (Petit Dan Lanibin 2001) telah digunakan untuk aplikasi deteksiperubahan.

    D. Lu dalam ringkasannya menemukan 7 Jenis metode yang digunakan dalam menerapkan deteksi peru-bahan, yaitu : (1)Aljabar, Kategori aljabar meliputi perbedaan citra, regresi citra, perbandingan citra,perbedaan index vegetasi, change vector analysis (CVA) dan substraksi background. Algoritma terse-but mempunyai suatu cirikhas umum, yaitu pemilihan threshold untuk menentukan area yang berubah.Metoda ini (selain CVA) relatif mudah, secara langsung, mudah untuk diterapkan dan diinterpretasikan,tetapi tidak dapat menunjukkan matriks informasi perubahan; (2) Transformasi, Kategori transformasimeliputi: PCA, KT, Gramm-Schmidt (G), dan transformasi Chi-square. Keuntungan metoda ini adalahdalam hal mengurangi redundans antar band dan penekanan informasi yang berbeda pada komponenyang diturunkan. Bagaimanapun, metode ini tidak bisa memberikan perubahan terperinci dan memer-lukan pemilihan threshold untuk mengidentifikasi area yang berubah. Kerugiannya adalah kesulitan untukmenginterpretasi dan memberikan label informasi perubahan pada citra yang sudah ditransformasi; (3)Klasifikasi, Kategori ini meliputi perbandingan post klasifikasi, analisa kombinasi spektral-temporal,algoritma deteksi perubahan expectation-maximization (EM), deteksi perubahan unsupervised, deteksiperubahan hybrid, dan ANN. Metoda ini didasarkan pada kasifikasi citra, di mana kwantitas dan kuali-tas data sample sangat krusial untuk menghasilkan hasil klasifikasi yang baik. Keuntungan utama darimetoda ini adalah kemampuan untuk memberikan matrik informasi perubahan dan mengurangi dampakeksternal pengaruh perbedaan atmosfer dan lingkungan diantara data citra multi-temporal; (4) AdvanceModel, Advance Models berdasarkan kategori deteksi perubahan meliputi model reflektansi Li-Strahler,model spectral mixture, dan model penilaian parameter biofisik (biopyisical parameter estimation). Dalammetoda-metoda ini, nilai reflektansi citra sering dikonversi menjadi parameter phisik atau fraksi melaluimodel linier atau nonlinear. Parameter yang ditransformasi lebih intuitif diinterpretasi dan lebih baikmengekstraksi informasi vegetasi dengan dibandingkan dengan signatures spektral. Kerugian metoda-

    75

  • metoda ini adalah memerlukan waktu dan proses yang sulit untuk mengembangkan model yang sesuaidari konversi nilai reflektansi citra ke parameter biofisik; (5) SIG (Sistem Informasi Geografis), Ka-tegori deteksi perubahan berdasarkan GIS meliputi integrasi GIS denga metode penginderaan jauh danmetoda GIS murni. Keuntungan GIS adalah kemampuan untuk menyertakan data dari sumber berbedauntuk aplikasi deteksi perubahan. Walaupun, penggabungan sumber data dengan perbedaan akurasisering mempengaruhi hasil deteksi perubahan; (6). Analisa Visual , Kategori analisis visual meliputiinterpretasi visual dari citra komposit multi-temporal dan digitasi on-screen areal yang berubah. Metodaini dapatdigunakan secara penuh oleh analis berpengalaman dan ilmuan. Textur, bentuk, ukuran danpola citra adalah elemen kunci yang digunakan untuk identifikasi perubahan LULC melalui interpretasivisual. Elemen ini tidak sering digunakan dalam analisa deteksi perubahan secara digital sebab sulit un-tuk mengekstraksi unsur-unsur tersebut. Seorang analis ahli menggabungkan semua unsur-unsurdiatasdalam membantu membuat keputusan tentang perubahan LULC dan (7) Teknik Deteksi Perubahanlainnya, Sebagai tambahan dari enam kategori teknik deteksi perubahan yang dibahas diatas, ada bebe-rapa metoda yang tidak bisa dimasukkan dengan salah satu kategori di atas, dan saat ini belum banyakdigunakan. Sebagai contoh, Henebry (1993) menggunakan pengukuran ketergantungan spasial dengancitra TM untuk mendeteksi perubahan padang rumput. Wang (1993) menggunakan pengetahuan ber-basis vision sistem untuk mendeteksi perubahan land-cover pada pinggiran urban. Lambin dan Strahler(1994) mengggunakan tiga indikator, indeks vegetasi, temperatur permukaan lahan dan struktur spasial,yang diperoleh dari AVHRR, untuk mendeteksi perubahan land-cover di Afrika barat. Lawrence danRipple (1999) menggunakan perubahan kurva (Curve change) dan Hussin et al. (1994) menggunakanmodel produksi area (area production) untuk mendeteksi perubahan tutupan hutan. Morisette et al pada(1999) menggunakan model linier umum untuk mendeteksi perubahan land-cover. Suatu pendekatanberbasis teori kurva (curve-theorem-based) juga digunakan untuk mendeteksi perubahan di delta Yellowriver (Yue et al. 2002). Zhang et al (2002) menggunakan kerapatan jalan (road density) dan infor-masi spektral TM untuk membentuk perbandingan metode berbasis struktur (structure-based methods)spectral-structural post-classification dan perbedaan spectral-structural citrauntuk mendeteksi perubahanurban di Beijing, China. Read dan Lamb (2002) mengidentifikasi statistik spasial seperti dimensi fractaldan index MoranS (I), mempunyai potensi untuk mendeteksi perubahan land-cover.

    2.2 Satelit ASTER

    The Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER) adalah suatu sensormultispektral yang diluncurkan oleh NASA pada bulan Desember 1999. ASTER merupakan salah satusensor dari satelit Terra. Aster memiliki 14 Band yang terbagi dalam kanal visble, infra merah dan kanalthermal infra merah. Resolusi spasial kanal visible VNIR (Visible and Near Infrared Radiometer) adalah15 m lebih baik dari data LANDSAT-TM yang resolusi spasialnya 30 m. Kanal inframerah SWIR (ShortWave Infrared Radiometer) sama dengan LANDSAT-TM adalah 30 m dan kanal inframerahnya TIR(Thermal Infrared Radiometer) memiliki resolusi 90 m. Tabel-1 merupakan rincian spektral per kanalpada data ASTER. Melihat dari kondisi karakteristik data ASTER maka secara spasial untuk aplikasiklasifikasi data ASTER akan lebih baik dibandingkan dengan data LANDSAT-TM, dan demikian jugauntuk aplikasi perhitungan suhu permukaan, neraca energi dan aplikasi klimatologi data diperkirakanakan dapat lebih baik dibandingkan dengan data Landsat-TM, karena memiliki penjang gelombangnyadan jumlah kanal yang lebih banyak (ASTER Hand Book, 1999).

    Dalam perkiraan ini pengaruh suhu udara dan kondisi iklim akan membawa terhadap kondisi tingkatkelembaban dan kandungan H20 dan C02 yang terjadi pada kondisi ligkungan, terutama adanya vegetasiyang tumbuh dan berkembang sehingga Band Aster terpilih terhadap vegetasi boleh dibilang pada Band2, Band 4, Band 6 dan Band 7 adalah dalam membantu evaluasi kwantitas biomasa, juga mampumemisahkan tubuh air dan vegetasi, Baik untuk identifikasi tanaman, terutama untuk membedakankekontrasan tanah/tanaman dan air.

    Tabel 1. Karakteristik Mayor Pada Sensor ASTER

    76

  • VNIR memiliki performa yang tinggi, instrumen optik tinggi yang mampu mendeteksi pantulan danpermukaan tanah antara level visibel sampai infrared dekat mampu memproduksi citra multi spektum.Bands keempat memiliki sistem lensa optik belakang dengan sudut dari titik nadir sejauh 27,6 serta se-buah detektor yang mampu menghasilkan citra stereoskopik pada orbit single dengan mengkombinasikanpanjang gelombang yang sama bands titik terendah. Radiometer ini terkoreksi dengan menggunakan lam-pu halogen berperforma radiometrik tinggi lampu ini juga memberdayakan sebuah titik fungsi vertikal24 yang mampu melakukan observasi secara berulang di area yang sama setiap 5 hari.

    SWIR merupakan instrumen resolusi optik tinggi yang mampu mendeteksi pantulan dari permukaantanah dengan panjang gelombang pendek infrared antara 1,60 - 2,43 m. Radiometer ini memberdayakansebuah titik fungsi vertikal di +/- 8,55 .

    TIR : merupakan instrumen berkecepatan tinggi yang mampu melakukan observasi infrared thermal (8- 12 m) dari permukaan tanah dalam 5 bands. Radiometer ini dirancang untuk mengidentifikasikansumberdaya mineral dan Radiometer ini memberdayakan sebuah titik fungsi vertical sampai dengan +/-8,55 .

    2.3 Satelit Landsat

    Satelit Landsat 5 Merupakan Serial Satelit LANDSAT yang diluncurkan 5 Maret 1984 oleh NASA USA.Memiliki kemampuan mendeteksi permukaan seluruh permukaan bumi dengan mengirimkan data kestasiun bumi yang ada di seluruh dunia. Satelit akan kembali medeteksi tempat yang sama dalam 16hari berikut, dengan lebar sapuan sekitar185 Km dari kutub utara ke kutub selatan, mengitari bumidengan orbit sunsyncronous, penempatan saat lintas khatulistiwa (equator) dengan descending nodesekitar jam 9.30 waktu setempat. Landsat -5 merupakan pengembangan dari satelit Landsat sebelumnya(1, 2 dan 3) dengan peningkatan resolusi spasial, keekaan radiometrik, laju pengiriman data yang lebihcepat, dan fokus penginderaan yang berkaitan dengan vegetasi. Pengembangan sensor Thematik Mapper(TM) dengan penambahan saluran Thermal pada panjang Gelombang ( 10.40 -12.50 mikron) . Kanal initidak ada pada Landsat 1,2, dan 3 dengan Sensorl MSS nya. Satelit Landsat 5 merupakan replika darikemampuan yang tinggi dari perangkat Thematic Mapper dengan memasukkan keistimewaan baru yanglebih serbaguna dan komponen yang lebih efisien untuk data studi global, monitoring penutup lahan danluas area pemetaan lebih akurat dibanding desain terdahulu, dan menunjukkan koreksi radiometric yangstabil dengan gangguan yang rendah. Karaktersitik spektral Landsat-5 TM seperti pada Tabel 2.

    Tabel 2 Karakteristik Satelit Landsat 5 TM

    77

  • 2.4 Penutup lahan/Penggunaan lahan

    Penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahanlebih merupakan perwujudan fisikobyek-obyekyang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan ma-nusia terhadap obyek-obyek tersebut. Satuan-satuan penutup lahan kadang-kadang juga bersifat penutuplahan alami. (Lillesand dan Kiefer ( 1994 ).

    Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penutup lah-an/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutuplahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra pe-nginderaan jauh unutk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan. Banyak sistem klasifikasipenutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentuatau pada waktu tertentu. Pemilihan kelas penggunaan/penutup lahan seperti pada penelitian ini terdiridari 6 kelas, yaitu : Semak/Belukar, Tubuh Air, Hutan, Pemukiman, Sawah dan Tegalan/kebun campur.

    2.5 Sistem Informasi Geografis (SIG)

    Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan datayang berreferensi spasial atau berkoordinat geografi. SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berordetinggi yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non spasial (Star dan Estes, 1990 dalam Barusdan Wiradisastra, 2000). Disebutkan juga SIG telah terbukti kehandalannya untuk mengumpulkan, me-nyimpan, mengelola, menganalisa dan menampilkan data spasial baik biofisik maupun sosial ekonomi.Star dan Estes mengemukakan bahwa secara umum SIG menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mengam-bil, mengelola, memanipulasi dan manganalisa data serta menyediakan hasil baik dalam bentuk grafikmaupun dalam bentuk tabel, namun demikian fungsi utamanya adalah untuk mengelola data spasial

    Keuntungan GIS adalah kemampuan untuk menyertakan data dari sumber berbeda untuk aplikasi deteksiperubahan. Walaupun, penggabungan sumber data dengan perbedaan akurasi sering mempengaruhi hasildeteksi perubahan. Lo dan Shipman (1990) menggunakan pendekatan GIS untuk menghitung dampakpengembangan kota baru di Hong Kong, melalui integrasi data multi-temporal foto udara pada land usedan menemukan bahwa overlay citra dengan teknik masking biner bermanfaat dalam menyatakan secarakuantitatif dinamika perubahan pada masing-masing kategori land-use. Di tahun terakhir, pemakaiandata multi-sumber (misal: foto udara, TM. SPOT dan peta thematik sebelumnya) sudah menjadi metodapenting untuk deteksi perubahan land-use and land-cover ( LULC) ( Mouat dan Lancaster 1996, Salami1999, salami et al. 1999, Reil et al. 2000, Dan Lambin 2001. Chen 2002, Weng 2002), khususnya apabiladeteksi perubahan merupakan periode interval yang panjang dihubungkan dengan sumber data yangberbeda, format dan ketelitian atau analysis perubahan land-cover multi-scale (Petit dan Lambin 2001).

    Banyak pendekatan aplikasi GIS terdahulu untuk deteksi perubahan yang difokuskan pada daerah urban.Ini mungkin karena metoda deteksi perubahan tradisional sering menghasilkan deteksi perubahan yangtidak betul karena kompleksitas landscape urban dan model tradisional tidak bisa digunakan secara efek-tif menganalisa data multi-sumber. Sehingga, kekuatan fungsi GIS memberikan alat yang menyenangkanuntuk pengolahan data multi-sumber dan efektif dalam menangani analisa deteksi perubahan yang meng-gunakan data multi-sumber. Banyak penelitian difokuskan pada integrasi GIS dan teknik penginderaanjauh yang diperlukan untuk analisis deteksi perubahan yang lebih akurat.

    78

  • 2.6 Lahan sawah di Kabupaten Sidrap

    Kabupaten Sidrap merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan, Ibukotanya Pangkajene,sekitar 180 km dari kotal. Luas wilayah 1.883.25 Ha dengan letak geografis terletak pada koordinat antara3 43 sampai 4 09 Lintang Selatan dan 119 41 sampai 120 10 Bujur Timur. Dengan perbatasanwilayah :Sebelah Utara: Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Enrekang Sebelah Selatan : KabupatenBarru dan Kabupaten Soppeng Sebelah Timur : Kabupaten Luwu dan Kabupaten Wajo Sebelah Barat: Kabupaten Pinrang dan Kota Parepare. Kabupaten Sidrap mempunyai 11 Kecamatan, 38 Kelurahandan 65 Desa. Jumlah penduduk sebanyak 253.535 orang yang terdiri dari laki-laki 123.620 orang danperempuan 129.915 orang (www.sidrap.go.id).

    Di sektor pertanian tanaman pangan, Kabupaten Sidrap adalah pemasok terbesar beras untuk stok pa-ngan nasional di Sulsel. Sistim pertanian di Kabupaten Sidrap saat ini, selain pengairan pengairan teknis26.617, setengah teknis 7.170 Ha, irigasi sederhana 703 Ha, irigasi sederhana non PU 2.722 Ha, tadahhujan 8.987 Ha. Total lahan pertanian tanaman pangan 46.190 Ha, dengan total produksi gabah keringsetiap tahunnya sekitari sekitar 460.000 ton atau setara 230.000 ton beras. Gambar -1 memperlihatkanluas dinamis lahan sawah pertahunnya sejak tahun 1969-2004. Terlihat ada pola kenaikan yang drastissekitar tahun 1976, hal itu terjadi karena adanya perbaikan irigasi sehingga sawh dapat ritanami lebihdari satu kali setiap tahunnya, Secara umum polanya menunjukkan kenaikan meskipun ada fluktuasi. Se-jak tahun 2000 sampai 2004 ada pola penurunan luas tanam sawah, yaitu dari 77.820 ha menjadi 73.724ha.

    Gambar 1. Perkembangan Luas tanam sawah pertahunnya di kab. Sidrap sejak tahun 1969-2004( Sumber : diolah dari data dinas pertanian Kab. Sidrap Sulsel)

    3 Metodologi

    3.1 Tempat dan Waktu

    Lokasi penelitian adalah wilayah administrasi kabupaten Sidrap propinsi Sulawesi Selatan mulai tahun1995 sampai dengan tahun 2004.

    3.2 Alat dan Bahan

    Pengolahan data menggunakan perangkat lunak GIS (ARC View Ver. 3.2), Image Processing ERMapper(ver. 6.4). Bahan yang diperlukan terdiri dari alat digitasi serta data primer maupun data sekundersebagai berikut :

    1. Citra Landsat tahun 1995 (21 Februari dan 30 Mei) dan ASTER tahun 2004 (12 Mei 04 November).

    2. Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) dengan skala 1:50.000 dari Bakosurtanal.

    3. Peta wilayah administrasi tingkat kecamatan sampai Kabupaten

    4. Data Tabulasi Sidrap dalam angka yang menyangkut angka statisitik pertanian, sosek dan lain-lain.

    79

  • 3.3 Digitasi Peta RBI

    Batas wilayah desa diperoleh dari hasil digitasi on screen peta topografi skala 1: 50.000 yang terlebihdahulu di scan dalam format gambar (JPEG) kemudian di koreksi gemetrik tehadap keempat titik sudutmasing masing dari delapan lembar peta untuk seluruh kabupaten Sidrap. Proses dilakukan menggunakanERMapper dan format JPEG dikonversi dengan format ERS. Digitasi dilakukan dengan ARCView, daripeta tersebut diperloleh Batas adnministrasi dan penggunaan lahan dalam bentuk poligon sedangkanJalan dan sungai dalam bentuk vektor. Proses selanjutnya menggunakan fungsi geoprocessing yang adadi ArcView, yaitu proses dissolved untuk membangun kabupaten maupun penggunaan lahan.

    3.4 Koreksi Geometrik

    Adanya sumber-sumber distorsi geometrik selama akuisisi citra seperti pengaruh rotasi bumi, kelengkung-an bumi, kecepatan scanning dari beberapa sensor yang tidak normal, dan efek panoramik menyebabkanposisi setiap objek di citra tidak sama dengan posisi geografis permukaan bumi yang sebenarnya. Untukmengkoreksi distorsi tersebut dilakukan dua tahapan (Gonzalez, 1977), yaitu menentukan fungsi tran-sformasi dan melakukan resampling citra. Pada koreksi ini diperlukan data titik kontrol tanah atauGrouund Control Point (GCP) yang bisa diekstraksi dari peta tofografi ataupun dengan memanfaatkanGlobal Positioning Satellite (GPS).

    Dengan menggunakan fungsi transformasi, hubungan antara posisi (x,y) citra asli (input) dengan citraterkoreksi (output) adalah sebagai berikut :u = f (x, y)v = g (x,y), dengan (x,y) koordinat pixel citra input dan (u,v) koordinat pixel output (koordinat bumi)

    Fungsi transformasi yang umum digunakan untuk distorsi yang bersifat acak adalah fungsi transformasipolinomial, misalnya untuk orde dua adalah sebagai berikut :

    u = a0 + a1x + a2y + a3xy + a4x2 + a5 y2

    v = b0 + b1x + b2y + b3xy + b4x2 + b5 y2 (1)

    dimana a0. . . ,b0 . . . , b5. adalah koefisien persamaan yang masing-masing variabel. Koefisien inidapat ditentukan dengan membangun 6 persamaan linier, yang berarti memilih minimal 6 GCP. Nilaipixel pada citra ouput ditentukan dengan metode resampling, salah satunya metoda interpolasi bilinierseperti berikut :

    I (x,y) = a1 I(u, v+1) + a2 I(u, v) + a3 I(u+1, v+1) + a4 I(u+1, v) (2)

    dimana: a1, a2, a3, a4 : intepolasi keempat titik tetangga citra input yang merupakan domain I(x,y).Pengolahan yang sama akan dilakukan kepada semua citra sehingga posisi objek yang sama setiap citramempunyai koordinat kartesian maupun geografis yang sama. Hal penting pada koreksi geometrik iniadalah keakurasian hasil koreksi. Metode yang digunakan adalah memilih titik GCP yang mempunyaiRMS kecil dan membuang titik GCP yang mempunyai RMS besar dari sebaran GCP yang diambil daripeta tofografi dengan menguji titik tersebut pada fungsi polinomial persamaan (1).

    3.5 Klasikasi Unsupervised

    Unsupervised classifications merupakan salah satu dari dua metode yang digunakan untuk mentransfor-masikan citra multispektral menjadi informasi tematik kelas penutup lahan. Prosedur umumnya meng-asumsikan bahwa citra dari area gegrfis tertentu adalah di kumpulkan pada multi region dari spectrumelektromagnetik. Dengan menggunakan metode ini , program klasifikasi mencari pengelompokan secaranatural atau clustering berdasarkan sifat spectral dari setiap pixel.

    Hasil klasifikasi merupakan kelas-kelas spektral yang belum diketahui identitasnya, karena didasarkanhanya pada pengelompokan secara natural. Pengguna harus membandingkan dengan data referensi,misalnya dengan data penggunaan lahan. Dengan demikian kelas-kelas spektral tersebut dapat diberikanidentitasnya.Pada software ErMapper teknik ini menggunakan iterasi otomatis sehingga lebih mudahdigunakan. Pengguna hanya memasukkan parameter banyak kelas yang dinginkan dan minimum standardeviasi masing masing kelas pada dialog box yang tersedia. Proses selanjutnya adalah memberi identitas

    80

  • penutup lahan dan warna yang berbeda dari masing-masing kelas pada citra output. Pemberian namakelas memerlukan pengetahuan mengenai jenis penutup lahan yang terdapat pada daerah tersebut, jikatidak diperlukan data referensi ataupun data survei.

    3.6 Filter High Pass EgdeSsharpen

    Penggunaan filter spasial merupakan operasi lokal bedasarkan manipulasi nilai DN citra dengan tujuanmengurangi kejelasan atau kecerahan citra ataupun sebaliknya sesuai dengan aplikasi tertentu. Banyakjenis filter yang telah dikembangkan dimana pemanfaatannya tergantung pada tujuan memanipulasi ke-nampakan objek tertentu pada citra. Filter penajaman tepi (high pass edge sharpen filter) merupakanoperasi kenampakan yang terkena bising acak. Masalah bising acak biasanya mempengaruhi kenampakankecil berukuran kurang dari ukuran resolusi spasial, namun kontras terhadap kenampakan disekelilingnya.Oleh karena itu dengan menekankan beberapa kenampakan akan diperoleh peningkatan resolusi spasial,maka seringkali penting untuk memperbesar nilai citra untuk menajamkan kenampakan tertentu. Fil-ter ini mempunyai karakteristik menyalurkan dan memperkuat komponen suatu citra sehingga bagiangaris garis atau batas antara objek yang ada pada gambar akan tampak lebih tajam. Matriks dibawahmerupakan operasi dengan ukuran window 3X3

    Tabel. Matriks high pass edge filter (window 3x3)

    3.7 Akurasi Hasil Klasifikasi

    Keakuratan hasil klasifikasi dapat dihitung dengan cara membandingkan citra hasil klasifikasi dengandata referensi. Data referensi yang dimaksud dapat berupa : (1) Data cek lapangan yang diambilsecara acak pada areal yang dicakup citra satelit untuk masing masing kelas. (2) Area data latih digital(training area) yang sudah dibuat sebelumnya dari hasil interpretasi secara visual diatas citra satelitdengan bantuan monitor komputer; dan (3) Peta penutup lahan digital, yang merupakan data digitaldengan ukuran data, resolusi permukaan dan waktu pembuatannya mendekati tanggal perolehan datasatelit yang akan dikelaskan.

    Evaluasi ketelitian klasifikasi dilakukan dengan perhitungan matrik kesalahan (Confussion matrix). Ma-trik ini berordo m x m dengan nilai m adalah jumlah kelas yang ditetapkan dalam klasifikasi. Barisdan kolom matrik menunjukkan jumlah piksel hasil pengujian pada kelas-kelas tersebut. Jumlah seluruhpiksel yang terdapat pada setiap baris dan kolom adalah jumlah total piksel yang diuji

    Tabel 3. Bentuk Matrik Kesalahan ( Confussion Matrik )Hasil Pengujian Piksel Setiap Kelas ( Jumlah Kelas =3 ) ( Jaya, 1996 )

    Dari informasi ini dapat dipelajari penyimpangan klasifikasi yang berupa kelebihan jumlah piksel darikelas yang lain atau emisi (omission error) dan kekurangan jumlah piksel pada masing-masing kelas atau

    81

  • komisi (commission error). Pada suatu kasus yang ideal, seluruh elemen yang bukan diagonal di dalammatrik kesalahan tersebut harus bernilai nol yang mengisyaratkan tidak adanya penyimpangan dalamklasifikasi ( Lillesand Kiefer,1994 ). Produsers Accuracy (PA) adalah peluang (dalam %) suatu pikselakan diklasifikasikan dengan benar yang menunjukkan seberapa baik masing-masing kelas di lapangantelah diklasifikasi. Users Accuracy (UA) adalah peluang (dalam) suatu piksel dari citra yang telahterklasifikasi,secara actual mewakili kelas-kelas tersebut dilapangan. Sedangkan Overall Accuracy (OA)adalah presentase dari piksel-piksel yang telah terkelaskan dengan tepat (Congalton,1991). Formulasimatematis ketiga ukuran akurasi tersebut seperti ditunjukkan persamaan (3) berikut:

    rumusssssssssss

    Keterangan : Xi = jumlah piksel yang diklasifikasi dengan tepat ke kelas iYi = total kolomZi = Jumlah piksel yang terklasifikasi ke dalam kelas ke im = jumlah kelasN = jumlah piksel yang diuji

    Ketelitian klasifikasi merupakan suatu kreteria penting dalam menilai hasil pemrossesan klasifikasi datacitra penginderaan jauh. Anderson et.al. (1976) dan Milazzo(1980) dalam Jensen (1986) menyatakanbahwa tingkat ketelitian klasifikasi dengan menggunakan data penginderaan jauh harus tidak kurang dari85% dan harus kurang lebih sama untuk setiap kategori.

    Dengan demikian dapat dibuat secara umum bagan pengolahan citra satelit untuk mencapai hasil dalampenelitian ini seperti Gambar 2.

    Gambar 2. Bagan Alur Model Perubahan Luas penutup Lahan

    4 Pengolahan Data dan Hasil

    Untuk mendapatkan perubahan lahan sawah dari tahun 1995 sampai tahun 2004 di kabupaten Sidrapdilakukan sejumlah pengolahan data baik menggunakan software ERMapper dan Arcview terhadap dataraster satelit maupun data vektor. Penutup lahan 1995 di turunkan dari data LANDSAT, sedangk-an penutup lahan tahun 2004 diturunkan dari data ASTER. Metode yang dilakukan adalah klasifikasidigital kedua jenis citra. Adanya liputan awan pada data Landsat dan ASTER mengurangi keltitianklasifikasi, sehingga diperlukan dua data Landsat tahun 1995 dan dua data ASTER tahun 2004. Citrayang diklasifikasi adalah Lansdat tanggal 30 Mei 1995, sedangkankan data Landsat 14 November 1995digunakan sebagai komplemen ketikan melakukan editing hasil klasifikasi. Band yang digunakan untuk

    82

  • Lansat adalah band 2,4 dan Band 5, sedangkan untuk ASTER menggunaka sensor VNIR nya yaitu band1, 2 dan Band 3.

    Hal yang sama juga berlaku pada data ASTER, dimana citra yang diklasifikasi adalah citra tanggal12 Mei 1994, sedangakan komplemennya digunakan citra ASTER tanggal 04 November 2004. Setelahselesai proses klasifikasi dilakukan uji keakurasian hasil, kemudian overlay untuk proses mendapatkanpola perubahan lahan. Adapun langkah langka yang dilakukan adalah sebagai berikut.

    4.1 Koreksi Geometri Data Satelit

    Koreksi geometrik data Landsat dilakukan dengan model transformasi affine , titik GCP diambil dari PetaRBI skala 1: 50.000. Ada delapan buah peta RBI yang mencakup seluruh kabupaten Sidrap. Metodeyang dilakukan adalah scanning peta RBI menjadi data digital gambar dalam format JPEG, kemudiandikonversi menjadi format ErMapper sehingga dapat dilakukan koreksi geometri peta tersebut denganmengacu informasi posisi lokasi keempat titik masing masing peta RBI. Data Landsat maupun dataASTER kemudian dikoreksi terhadap peta RBI. Proses selanjutnya adalah kropping data sesuai denganbatas wilayah administrasi kabupaen Sidrap.. Hasil di Overlay citra Landsat dan ASER dengan denganbatas wilayah Sidrap dapat dilihat seperti Gambar 3.

    Gambar 3. Overlay Batas wilayah Kabupaten Sidrapdengan ASTER RGB ( Band 231) tahun 2004dan Citra Landsat RGB ( Band 542) Tahun 1995

    Yang sudah Terkoreksi secara Geometrik

    4.2 Penggunaan Lahan Berdasarkan Peta RBI

    Penggunaan lahan menurut Peta RBI skala 1: 50.000 dilakukan dengan mendigitasi peta RBI yang sudahdikoreksi. Digitasi on screen batas penggunaan lahan dilakukan degan Arcview. Masing-masing kelasdi hitung luas lahannya. Ada 8 kategori yang tersedia yaitu: belukar, danau/waduk, hutan, kebun,pemukiman, rawa, sawah dan tegalan/Ladang. Luasan masing-masing kelas ditunjukkan seperti Tabel4. Luas lahan sawah sekitar 47.452 Ha, yang terdiri dari lahan sawah irigasi dan tadah hujan. Hasilklasifikasi berdasarkan peta RBI, digitasi jalan, sungai dan batas administrasi sampai tingkat kecamatanditunjukkan pada Gambar 4.

    Tabel 4. Luas Penggunaan/penutup Lahan Berdasarkan Peta RBI (1991)

    83

  • Gambar 4: Hasil Digitasi Kelas Penggunaan Lahan( diolah dari 8 Lbr Peta RBI Skala 1: 50.000, Bakosurtanal, 1991)

    4.3 Filtter Highpass Egde Sharpen

    Operasi filter spasial merupakan operasi lokal bedasarkan manipulasi nilai DN dengan tujuan pengurang-an kejelasan atau kecerahan citra ataupun sebaliknya sesuai terutama pada batas penggunaan lahan.Pada lahan sawah sangat menolong dalam mengidentifikasi batas sawah dengan pemukiman, tegalandan jenis lahan lain. Gambar 5 memperlihatkan hasil filtering semua band (RGB), terlihat bahwa hasilfiltering dapat meningkatkan kejelasan batas sawah dengan tegalan dan pemukiman. Selain itu filterdapat meningkatkan kejelasan jalan. Citra Landsat hasil filtering tersebut lebih tepat digunakan untukanalisis visual, khusus pada penentuan batas jenis penutup/penggunaan lahan ketika proses editing hasilklasifikasi.

    Gambar 5. Filtering highpass edge dapat mengidentifikasi batas sawah dengan pemukiman dan tegalan( Kiri Landsat RGB, kanan : citra hasil filter)

    4.4 Unsupervised Classified

    Unsupervised classified pada ERMapper menyediakan dialog box interaktif untuk input parameter clas-sifier, seperti jumlah kelas, maximum iterasi dan standar deviasi. Dari hasis pengolahan data ASTERmaupun Landsat diklasifikasi menjadi 64 kelas kemudian direklasifikasi pertama menjadi 24 kelas ke-mudian di beri label. Hasil reklasifikasi pertama di reclas lagi sesuai dengan keperluan, yaitu sebanyak6 kelas, anatara lain : (1) Belukar , (2) Hutan , (3) Tubuh air , (4) Pemukiman, (5) Sawah, dan (6)Tegalan/ladang, Proses editing hasil klasifikasi penutup/penggunaan lahan tahun 1995 dilakukan denganreferensi peta RBI dan data Multi temporal Landsat. Citra yang ditutupi awan diganti dengan PetaRBI, sedangkan citra multitemporal sangat banyak membantu editing hasil klasifikasi apabila terdapatkelas yang meragukan. Misalnya spektral sawah pada fase bera relatif sama dengan penutup lahan lahan

    84

  • terbuka. Dengan menggunakan citra multitemporal akan terlihat bahwa lahan terbuka akan tetap sama,sedangkan sawah fase bera akan berobah menjadi lahan sawah pada fase lain, misalnya vegetatif ataufase air.

    Metode yang sama dilakukan pada data ASTER untuk menghasilkan 6 kelas yang diinginkan. Prosesediting hasil klasifikasi, seperti menghilangkan Awan menggunakan Multitemoral citra ASTER, dan jugahasil survai lapangan Selain itu juga dengan melakukan filtering untuk memperjelas batas sawah denganpenutup lahan lain, misalnya pemukiman dengan tegalan, semak, belukar dan lain-lain. Hasil Klsifikasiberikut luasan masing- masing kelas penutup lahan pada tahun 1995 dan 2004 seperti pada Gambar 6,sedangkan perhitungan luas masing masing penutup lahan disajikan pada Tabel 4.

    Gambar 6 . Penutup lahan/penggunaan Lahan Kabupaten Sidraptahun 1995 diturunkan dari data LANDSAT (atas)

    dan tahun 2004 diturunkan dari data ASTER (kanan)

    Berdasarkan Hasil klasifikasi citra satelit dapat dilihat Tabel 4 yang merupakan luasan penutup lahantahun 1995 dan tahun 2004. Terlihat secara umum bahwa tidak ada perubahan luas lahan yang sangatsignifikan pada periode tersebut. Pengurangan luas lahan terjadi pada Hutan sebesar 2.030 ha dan tegalansebesar 2.202,2 Ha. sedangkan penutup lahan yang bertambah luas adalah Belukar/semak sebesar 999,3ha , Pemukinan sebesar 960,6, tubuh air sebesar 1.682, 8 ha. Khusus pada lahan sawah ada perkembanganyang relatif kecil, yaitu sebesar 589.5 ha. Sedangkan pola perubahan lahan ditunjukan pada tabel 5.

    Tabel 5. Hasil klasifikasi penutup/penggunaan LahanTahun 1995 dan 2004 (*) negatif menunjukkan pengurangan)

    85

  • 4.5 Pola Perubahan Penutup/Penggunaan Lahan

    Analisis dari tabel confuse matriks dengan ketelitian 92.6 % dan derajat kappa 0.89 seperti ditunjukkanpada Tabel 5 dapat menunjukkan pola perubahan penutup lahan di Kabupaten Sidrap dari tahun 1995sampai tahun 2004. Ada penurunan luas hutan sebesar 2.030 Ha, hutan tersebut beralih fungsi menjaditegalan 1.030,7 Ha dan semak Belukar 999,3 Ha pada tahun 2004. Perubahan tersebut umumnya karenacampur tangan manusia, yaitu untuk kebutuhan ekonomi dialih fungsikan menjadi tegalan atau kebuncampur. Sementara Lahan sawah terjadi perkembangan luas sebesar 589,5 Ha. Pola perubahan padalahan sawah berdasarkan Tabel 5 adalah ada penurunan sawah menjadi pemukiman sebesar 441.2 Ha, disisi lain ada lahan laian yang menjadi laha sawah. Rwa (tubuh air) dialihfungsikan menjadi sawah sebesar511,2, lainnya tegalan sebesar 519.4 Ha. Jadi sawah berkurang sebesar 441.2 Ha dan bertambah darilahan rawa dan tegalan sebesar 1. 130 ha. Terjadinya lahan rawa menjadi sawah disebabkan perbaikandrainase atau teknologi lain, sehingga penutup lahan rawa dapat ditanami padi sawah pada tahun 2004.Terjadinnya perubahan sawah menjadi tegalan lebih disebabkan sistem irigasi yang belum terdistribusidengan baik sehingga petani memanfaatkan lahan mereka menjadi pertanian lahan kering, dan padacitra diidentifikasi sebagai kebun campur atau tegalan. Hal lain yang memungkinkan adalah human errordisebabkan banyaknya tutupan awan pada citra.

    Tubuh Air (danau/waduk) bertambah luas karena adanya pembangunan bendungan Saddang untukirigasi, sehingga lahan tegalan pada tahun 1995 berubah fungsi menjadi tubuh air (waduk) pada tahun2004.

    Tabel 6. Pola Perubahan Lahan kabupaten Sidrap tahun 1995 dan tahun 2000 (Ha)

    86

  • 5 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis citra penginderaan jauh Tahun 1995 dan tahun 2004 dapatdisimpulkan beberapa hal berikut.

    1. Integrasi GIS dengan data inderaja multi temporal dapat dimanfaatkan untuk menentukan luasanlahan sawah secara spasial, yaitu dengan memanfaatkan beda fase penutup lahan sawah pada citra.

    2. Hasil ketelitian klasifikasi data Landsat sekitar 89.4 % sedangkan hasil ketelitian klasifikasi dataASTER 92.6 %, menunjukkan ada pengaruh ketelitian resolusi spasial untuk ketelitian klasifikasi.

    3. Citra multitemporal pada waktu akusisi yang berdekatan sangat membantu sebagai komplemen daricitra yang diklasiikasi, yaitu untuk editing tutupan awan dan juga memastikan hasil klasifikasi.

    4. Ada penurunan luas Hutan (sebesar 2.030,0 Ha, Tegalan (2.202,2 Ha ))selama periode 1995 -2004.Sedangkan penutup lahan yang mengalami perkembangan lus adalah Semak/belukar (999,3 Ha ) ,pemukiman (960 Ha) dan lahan sawah sebesar 589,5 Ha.

    5. Pola perubahan pada lahan sawah mengalami perubahan fungsi menjadi pemukiman sebesar 441.2Ha, sementara lahan ada yang berubah menjadi laha sawah. Tubuh air (Rawa) menjadi sawahsebesar 511,2, dan tegalan 519.4 Ha. Jadi sawah berkurang sebesar 441.2 Ha dan bertambah darilahan rawa dan tegalan sebesar 1. 130 ha.

    6. Adanya peningkatan tubuh air (waduk), disebakan adanya pembangunan bendungan irigasi Sa-ddang.

    Pustaka

    Barus B., dan U.S. Wiradisastra, 2000, Sistem Informasi Geografi, Laboratorium Penginderaan Jauhdan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

    Congngalton, R.G., 1991, A Review of Assessing the Acuracy of Classification Remote Sensed Data,Remote Sensing Environ., 37:35-46.

    Firman T., , Land Conversion and Urban Development in the Nothern Region of West Java, Indonesia,Land Urban Studies, pp 1027- 1046, Vol. 34.

    Lu, D, P. Mausel at all, Jun 2004, Change Detection Techniques, International J. Remote Sensing, Vol25, No 12, P.2365 -2407.

    Malingreau, J.P. and Rosalia C., 1981, A Land Cover/Land Use Clasification for Indonesia,Yogyakarta: Puspics, The Faculty of Geography, Gajah Mada University.

    Rustiadi, E., K. Mizuno, and T. Kitamura, 1998, Analyis of Land Use Changes in City Suburbs (ACase Study on Some Subdistricts of Bekasi Area of West Java Indonesia), Journal of Rural PlanningAssosiation, Vol. 18, No.1.

    Sitorus, J, 2004, Analisis Pola Spasial Penggunaan Lahan dan Suburbanisasi di Kawasan JabotabekPeriode 1992 2000, Tesis, IPB.

    -, 2001, ASTER Higher-Level Product User Guide, Version 2.0. JPL, California Instirute of Tech-nology.

    -, 2000, Land Use Change and Forest Management, PERHIMPI.

    -, 2003, Kabupaten Sidrap Dalam Angka.

    87