MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN BIO-nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/08-Bioundustri...
Transcript of MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN BIO-nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/08-Bioundustri...
LAPORAN HASIL KEGIATAN
MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN BIO-
INDUSTRI BERBASIS INTEGRASI KEDELAI-KAMBING
DI PROVINSI ACEH
NAMA PENELITI UTAMA : Ir. CHAIRUNAS, M.S.
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTRIAN PERTANIAN
2015
i
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan : Model Pengembangan Pertanian Bio-
Industri Berbasis Integrasi Kedelai-
Kambing di Provinsi Aceh
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh
3. Alamat Unit Kerja : Jalan Panglima Nyak Makam No. 27
Telp. (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
E-mail: [email protected] dan [email protected]
4. Sumber Dana : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
5. Status Penelitian : Baru
6. Koordinator Penanggung Jawab
:
a. Nama : Ir. Chairunas, M.S.
b. Pangkat/ Golongan : Pembina Tk. I/ Iva
c. Jabatan : Peneliti Madya
7. Lokasi : Provinsi Aceh
8. Agroekosistem : Lahan Kering
9. Tahun Mulai : 2015
10. Tahun Selesai : 2015
11. Output Tahunan : 1. Meningkatnya produktivitas tanaman kedelai sehingga terjadi efisiensi penggunaan pupuk kimiawi akibat pemberian kotoran dan urin sapi.
2. Meningkatnya bobot sapi karena ketersediaan diversifikasi pakan ternak dari tanaman kedelai yaitu ampas kedelai (ampas tahu).
ii
12. Output Akhir : 1. Diseminasi model pengembangan bioindustri berbasis integrasi tanaman kedelai di Provinsi Aceh.
2. Meningkatnya kesejahteraan petani dengan naiknya produktivitas tanaman kedelai dan jagung serta naiknya bobot sapi.
13. Biaya : Rp. 560.000.000,- (lima ratus enam puluh juta rupiah).
Mengetahui :
Koordinator program
Penanggung Jawab Kegiatan,
Dr. Rachman Jaya, S.Pi., M.Si NIP. 19740503 200003 1 001
Ir. Chairunas, M.S. NIP. 19551010 198203 1 001
Mengetahui :
Kepala Balai Besar
Menyetujui
Kepala Balai
Dr. Ir. Abdul Basit MS
NIP. 19610929 198603 1 003
Ir. Basri A. Bakar, M.Si.
NIP. 19600811 198503 1 001
1
I . PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keberadaan lahan pertanian produktif dari tahun ke tahun mengalami
degradasi fungsi menjadi lahan pemukiman, jalan, sarana transportasi dan
sebagainya. Hal ini mendorong peningkatan penggunaan lahan marginal seperti
lahan kering untuk peningkatan daya guna lahan secara intensif. Salah satu cara
peningkatan secara intensif pada lahan kering yaitu dengan melakukan integrasi
antara tanaman dengan tanaman dan tanaman dengan ternak secara terpadu.
Sistem integrasi ternak dengan tanaman pangan tidak hanya meningkatkan nilai
tambah limbah pertanian yang dihasilkan, tetapi juga meningkatkan jumlah dan
kualitas pupuk organik yang berasal dari ternak sehingga mampu memperbaiki
kesuburan lahan (Maryono, 2010).
Permasalahan pertanian di lahan kering yaitu sumber hara - hara bagi
tanaman tersedia dalam jumlah terbatas dan sumber pakan bagi ternak bervariasi
sehingga perlu usaha perbaikan untuk membantu mensuplai ketersediaan sumber
pakan bagi ternak dan ketersediaan hara bagi tanaman. Selain aspek fisik lahan
seperti yang telah diungkapkan, permasalahan fisik lainnya adalah pengelolaan
sumberdaya air, seringkali terjadi benturan kepentingan dalam menentukan
prioritas pemanfaatan air di lapangan, antara kepentingan pertanian, kegiatan
perorangan seperti tambak atau kegiatan lainnya.
Pemenuhan ketersediaan pakan di lahan kering yaitu dengan cara memilih
budidaya tanaman yang toleran kekeringan artinya efisien dalam penggunaan hara
tapi masih mampu menghasilkan produksi yang berkualitas, salah satu tanaman
yang cukup adaptif di lahan kering di Provinsi Aceh adalah tanaman kedelai.
Tanaman kedelai merupakan salah satu tanaman sumber utama protein nabati dan
minyak nabati yang paling baik serta sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan
serat. Kandungan protein kedelai berkisar 30-40%, karbohidrat 34,8%, lemak
18,1% dan masih mengandung zat gizi yang lain sehingga mempunyai potensi yang
cukup baik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ternak, khususnya kebutuhan
protein. Untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik dibutuhkan sentuhan teknologi
dalam pengolahan kedelai sehingga kualitas produk yang dihasilkan tetap terjaga
kualitasnya dengan baik.
2
Teknologi pengolahan pakan merupakan dasar teknologi untuk mengolah
limbah pertanian, perkebunan maupun agroindustri dalam pemanfaatannya sebagai
pakan. Pengolahan pakan disini bertujuan untuk meningkatkan kualitas, utamanya
efektifitas cerna, utamanya untuk ternak ruminansia serta peningkatan kandungan
protein bahan. Beberapa alternatif pengolahan dapat dilakukan secara fisik
(pencacahan, penggilingan dan atau pemanasan), kimia (larutan basa dan atau
asam kuat), biologis (mikroorganisme atau enzim) maupun gabungannya.
Kandungan nutrisi yang dimiliki oleh kedelai cukup baik, dan dapat dijadikan
sebagai pakan alternatif terutama bagi ternak jenis ruminansia besar seperti sapi.
Kedelai yang digunakan untuk pakan tidak hanya dalam bentuk mentah akan tetapi
kedelai yang telah melalui teknologi pengolahan proses pabrikasi seperti ampas
tahu dan ampas tempe sangat baik sebagai pakan ternak sapi. Protein ampas tahu
lebih tinggi dari pada protein kedelai mentah karena telah dimasak. Kandungan
nutrisi lain yang dimiliki ampas tahu ini seperti kandungan phosfor lebih rendah
dibandingkan dengan bungkil biji kapas yaitu rata-rata 0,63%, karena biji kedelai
tidak kaya riboflavin. Selain itu ampas tahu dapat disimpan lama bila dikeringkan.
Bila basah dibuat Silase tanpa menggunakan stater dan dapat dicampur dengan
bahan lain. Disamping memiliki kandungan zat gizi yang baik ampas tahu juga
memiliki antinutrisi berupa Asam Fitat yang akan mengganggu penyerapan mineral
terutama Ca, Zn, Co, Mg, Cu, sehingga penggunaannya pada unggas perlu hati-
hati. Ampas tahu juga mengandung mineral mikro (Fe 200-500 ppm, Mn 30-100
ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm) maupun makro.
Bioindustri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku, barang
setengah jadi, dan barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya (Kementan, 2014). Diseminasi pengkajian yang akan dilakukan
mengunakan konsep bioindustri berbasis tanaman kedelai, tanaman jagung
berintegrasi dengan ruminansia besar sapi. Dalam sistem integrasi tanaman –
ternak ini, kedelai dalam bentuk olahan yaitu ampas tahu digunakan sebagai pakan
olahan alternatif untuk ternak kambing. Tanaman jagung yang ditumpangsarikan
dengan tanaman kedelai berguna sebagai pengendalian hama penyakit pada
tanaman kedelai, tanaman jagung juga bernilai ekonomis yang tinggi. Brangkasan
tanaman jagung yang masih hijau dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan bagi
ternak dan juga dapat difermentasikan dahulu menjadi silase. Manfaat lain dari
tanaman kedelai dan tanaman jagung adalah brangkasan tanaman kedelai dan
3
tongkol jagung digunakan sebagai produk industri yang dihasilkan adalah briket.
Pembuatan briket yang berasal dari brangkasan tanaman kedelai dan tongkol
jagung ini di proses secara pyrolisis kemudian dipress dan dicetak sehingga
berbentuk briket.
Manfaat ternak kambing dalam hubungan integrasi dengan tanaman kedelai
yaitu manfaat dari urin dan kotoran kambing digunakan sebagai pupuk kompos
melalui proses pengomposan sehingga hasil kompos tersebut bermanfaat sebagai
pupuk organik bagi tanaman kedelai.
1.2. Tujuan
Tujuan diseminasi integrasi tanaman-ternak yaitu :
Tersedianya informasi model pengembangan teknologi bioindustri berbasis
integrasi tanaman kedelai, tanaman jagung dan ternak kambing di lahan
kering di Provinsi Aceh.
Tersedianya informasi teknologi pengelolaan penyediaan pakan ternak olahan
dari tanaman kedelai dalam bentuk ampas tahu di Provinsi Aceh.
Tersedianya informasi teknologi pengolahan brangkasan tanaman kedelai dan
tongkol jagung menjadi briket yang dapat digunakan sebagai bahan bakar
pada pabrik pembuatan tahu.
Tersedianya informasi teknologi pengolahan pupuk organik yang berasal dari
urin dan kotoran kambing.
1.3. Keluaran Yang Diharapkan
Keluaran diseminasi integrasi tanaman-ternak yaitu :
Terjadinya peningkatan adopsi teknologi bioindustri berbasis integrasi
tanaman kedelai, tanaman jagung dan ternak kambing di lahan kering di
Provinsi Aceh.
Terjadinya peningkatan bobot ternak harian sapi akibat pemberian pakan
ternak olahan dari tanaman kedelai dalam bentuk ampas tahu dan diversikasi
pakan ternak dari brangkasan hijau tanaman jagung dalam bentuk silase di
Provinsi Aceh.
Tersedianya informasi teknologi pengolahan brangkasan tanaman kedelai dan
tongkol jagung menjadi briket yang dapat digunakan bahan bakar pada
pabrik pembuatan tahu.
4
Tersedianya informasi teknologi pengolahan pupuk organik yang berasal dari
urin dan kotoran sapi.
1.4. Perkiraan Manfaat Dan Dampak
1.4.1. Perkiraan Manfaat
Perkiraan manfaat dari kegiatan ini adalah;
Peningkatan produktivitas tanaman kedelai, tanaman jagung dan peningkatan
ternak kambing di lahan kering dengan pola bioindustri berbasis integrasi
tanaman-ternak di Provinsi Aceh.
Peningkatan adopsi teknologi kepada petani dalam meningkatan bobot ternak
kambing melalui pemberian pakan ternak olahan dari tanaman kedelai dalam
bentuk ampas tahu dan diversikasi pakan ternak dari brangkasan hijau
tanaman jagung dalam bentuk silase.
Peningkatan adopsi teknologi kepada petani dalam mengolah pupuk organik
yang berasal dari urin dan kotoran kambing.
1.4.2. Perkiraan Dampak
Prakiraan dampak dari kegiatan ini adalah;
Meningkatnya produktivitas tanaman kedelai, tanaman jagung dan
peningkatan bobot ternak kambing di lahan kering dengan pola bioindustri
berbasis integrasi tanaman-ternak di Provinsi Aceh.
Meningkatnya adopsi teknologi kepada petani sehingga terjadi peningkatan
bobot ternak kambing melalui pemberian pakan ternak olahan dari tanaman
kedelai dalam bentuk ampas tahu dan diversikasi pakan ternak dari brangkasan
hijau tanaman jagung dalam bentuk silase.
Meningkatnya adopsi teknologi kepada petani dalam mengolah pupuk organik
yang berasal dari urin dan kotoran kambing,
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Pengertian Bioindustri
Konsep pertanian bioindustri berkelanjutan adalah memandang lahan bukan
hanya sumber daya alam tetapi juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor
produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan serta
produk lain dengan menerapkan konsep biorefinery. Hendriadi (2014) menyatakan
sistem pertanian bioindustri adalah sistem pertanian yang mengelola dan
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya hayati termasuk biomasa dan limbah
pertanian bagi kesejahteraan masyarakat dalam suatu ekosistem dengan
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerapan bioindustri di lapangan
diarahkan pada pertanian bioindustri yang berkelanjutan. Sistem pertanian-bioindustri
berkelanjutan diharapkan dapat memperbaiki kondisi pertanian dan pangan di
Indonesia saat ini. Konsep pertanian bioindustri berkelanjutan adalah memandang
lahan bukan hanya sumber daya alam tetapi juga industri yang memanfaatkan
seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan
pangan serta produk lain dengan menerapkan konsep biorefinery. Berikut di bawah
ini skema pengembangan pertanian bioindustri dengan konsep biorefinery (Gambar
1).
6
Gambar 1. Skema pengembangan pertanian bioindustri dengan konsep biorefinery.
Bioindustri Berkelanjutan
Konsep yang diusung dalam strategi induk pembangunan pertanian di
Indonesia tahun 2013-2045 adalah membangun pertanian-bioindustri berkelanjutan.
Hal ini juga telah dituangkan dalam Visi dan Misi Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian yakni menjadi lembaga penelitian dan pengembangan
pertanian terkemuka di dunia dalam mewujudkan sistem pertanian bio industri
tropika berkelanjutan. Dua kata kunci yang menjadi pedoman dalam kegiatan
litbang pertanian adalah bio-industri dan berkelanjutan. Berkelanjutan adalah
mengintegrasikan aspek lingkungan dengan sosial ekonomi masyarakat pertanian
dimana mempertahankan ekosistem alami lahan pertanain yang sehat, melestarikan
kualitas lingkungan, dan melestarikan sumber daya alam. Sehingga pertanian
berkelanjutan harus dapat memenuhi kriteria keuntungan ekonomis, keuntungan
sosial, dan konservasi lingkungan. Beberapa contoh pertanian bioindustri
bekelanjutan diantaranya adalah : (1) Integrasi sapi sawit, sapi serai wangi, sapi
nanas, (2) Pertanian/produksi beras karotin tinggi, dan (3) Pertanian/produksi serai
wangi untuk bahan aditif bensin dengan integrasi ternak/sapi (Lolit, 2015).
Beberapa pengertian tentang pertanian bioindustri adalah pertama suatu
proses yang merubah bahan organik menjadi produk pangan hewani (food)
berkualitas, dengan memanfaatkan kemampuan organis me/mahluk hidup tertentu,
dalam waktu yang relatif singkat dan seefisien mungkin. Kedua, pertanian
bioindustri adalah menyangkut lahan bukan hanya sumber daya alam tetapi juga
industri yang memanfaatkan seluruh sumberdaya hayati termasuk biomasa
dan/atau limbah organik pertanian, bagi kesejahteraan masyarakat dalam suatu
ekosistem secara harmonis dan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan
guna mewujudkan ketahanan pangan serta produk lain dengan menerapkan konsep
biorefinery (bio kilang). Ketiga, konsep biodustri tidak hanya fokus pada
pemanfaatan biomassa untuk multi-guna (pangan, energi, pakan, pupuk, dll.) tetapi
juga lebih mengedepankan pemanfaatan dan rekayasa genetik terhadap
keberlimpahan sumberdaya genetik/plasma nutfah nasional (Lolit, 2015).
Bioindustri Berbasis Integrasi Tanaman-Ternak
Pertanian bioindustri berbasis integrasi tanaman dan ternak adalah konsep
pertanian berkelanjutan yang memanfaatkan hasil samping dari masing-masing
komponen sehingga terbentuk hubungan keterkaitan antara satu komponen dengan
7
komponen lainnya. Produk yang dihasilkan dari hubungan integrasi antara kedelai
dengan ternak kambing. Pada tanaman kedelai hasil (produk) sangat variatif
tergantung pada usaha diversifikasi olahan yang dilakukan. Produk pasaran utama
yang ada di Provinsi Aceh adalah pembuatan kedelai menjadi tahu, tempe, kecap
asin, kecap manis, keripik tempe, susu kedelai, kembang tahu, gorengan tahu dan
tempe, aneka kuliner olahan dapur dari tahu dan tempe. Potensi produk yang belum
dikembangkan adalah aneka olahan tempe aneka rasa (tempe pedas, tempe lada
hitam, tempe rasa bawang putih) dan pengembangan produk susu kedelai. Gambar
2, menunjukkan skema potensi produk yang dihasilkan dari tanaman kedelai.
Produk yang di2silkan dari tanaman jagung di Provinsi Aceh belum variatif hanya
Produk yang dihasilkan dari model pengembangan bioindustri berintegrasi
dengan ternak jenis ruminansia contohnya kambing adalah daging yang diolah
menjadi dendeng Aceh merupakan oleh-oleh khas Aceh, selain itu aneka aneka
kuliner dengan bumbu khas Aceh pada olahan gulai dan mie spesifik Aceh. Potensi
produk yang belum dikembangkan di Provinsi Aceh adalah daging olahan dalam
bentuk sosis daging kambing khas Aceh. Gambar 3, menunjukkan skema potensi
Gambar 2. Skema potensi produksi yang dihasilkan dari tanaman kedelai.
8
produksi peternakan kambing PE (peranakan Etawa) yang saat ini berkembang di
Provinsi Aceh.
Gambar 3. Skema potensi produksi daging kambing yang saat ini berkembang di Provinsi Aceh
Produk industri yang dihasilkan dari model ini adalah berasal dari
berangkasan tanaman kedelai dan tongkol jagung diolah menjadi briket. Kegunaan
dari briket yang dihasilkan dapat digunakan kembali menjadi bahan bakar nabati
(BBN) pada pabrik pengolahan tempe dan tahu.
Beternak Kambing Sistem Kandang
Faktor-faktor dalam pembuatan kandang kambing
Kandang untuk kambing berfungsi sebagai tempat tinggal yang melindungi
dari pengaruh buruk iklim baik panas, hujan, angin dan suhu atau temperatur dan
juga untuk melindungi dari serangan hewan liar atau pencurian ternak kambing.
Kandang haruslah mampu memberikan tempat yang nyaman bagi ternak dengan
mempertimbangkan tiga faktor yaitu faktor biologis, faktor teknis dan ekonomis
dalam pembuatan kandang.
1. Faktor biologis
Faktor biologis ternak yang perlu di pertimbangkan adalah sensitifitas
respon ternak terhadap unsur iklim. Misal ternak yang sensitif terhadap panas maka
perlu merancang kandang agar tidak menyebabkan iklim didalam kandang panas.
Hal ini bertujuan agar ternak dapat berproduksi secara optimal.
9
2. Faktor teknis
Kandang ternak perlu dibuat kuat agar dapat memberikan fungsi dengan baik.
Konstruksi, bahan dan tata letak bangunan harus di hitung berdasarkan perhitungan
arisitektur yang sesuai.
3. Faktor ekonomis
Tujuan pemeliharaan ternak kambing adalah memberikan nilai ekonomi bagi
peternak pemeliharanya. Semua faktor dalam proses pengelolaan ternak juga harus
dipertimbangkan secara ekonomi. Kandang yang merupakan investasi tetap dan
jangka panjang harus dibuat yang kuat tetapi menggunakan bahan bangunan yang
tidak terlalu mahal. Efisiensi penggunaan bangunan dilakukan dengan mengatur
tata letak, dan merancang kapasitas bangunan dengan baik. Peralatan diperlukan
peternak sebagai wahana kegiatan budidaya ternak dan alat bantu untuk
meningkatkan produktifitas peternak yang berfungsi menurunkan biaya tenaga
kerja. Sebagai wahana kegiatan budidaya peralatan terdiri dari tempat pakan,
minum, peralatan kesehatan ternak dll. Peralatan peningkatan produktifitas terdiri
dari mesin pembuatan pakan, alat transportasi, mesin pemanen hasil ternak dan
lainnya.
Fungsi kandang bisa diartikan fungsinya sama halnya dengan fungsi rumah
bagi manusia, maka dari itu kandang dirancang sehingga kandang mampu
memenuhi fungsi yang diharapkan antara lain :
1. Melindungi ternak kambing dari matahari, angin, hujan dan penyakit
2. Mampu menolong petani/peternak untuk dapat mencapai produksi optimal dari
ternaknya, dapat menjalankan usaha secara ekonomis, menambah usia
pemakaian peralatan, menurunkan biaya pemborosan tersamar tiap unit
3. Menghemat tenaga, menunjang kesehatan, dengan pengaturan kandang yang
luwes dan efisien
4. Mampu memenuhi kebutuhan
5. Menarik dan rapi sehingga kandang tersebut menyenangkan sebagai tempat
tinggal ternak kambing.
10
Persyaratan teknis kandang, Kandang kambing memerlukan persyaratan
teknis yang baik, seperti : (i) konstruksi harus diusahakan yang kuat, terutama
tiang-tiangnya meskipun menggunakan bahan bangunan sederhana, (ii) atap
diusahakan dari bahan atap yang ringan dan memiliki daya serap panas yang
relatif kecil. Untuk lokasi kandang di daerah panas dapat menggunakan atap rumbia
atau ilalang, sedangkan di daerah dingin dapat menggunakan atap seng, (iii)
dinding harus diusahakan dari bahan bangunan seperti bambu yang dianyam dan
ventilasinya harus diperhitungkan supaya pertukaran/ sirkulasi udara berlangsung
dengan baik tanpa mengganggu kenyamanan dan kesehatan ternak.
Bagian-bagian kandang, Kandang ternak kambing mempunyai bagian-
bagian yang sesuai dengan tujuan dan fungsinya dalam mendukung pengelolaan,
seperti : (1) Bagian kandang induk/utama, Merupakan tempat ternak kambing
kereman atau digemukkan. Pada usaha ternak penggemukan, ruang ini digunakan
sebagai tempat untuk mengadakan aktivitas istirahat, makan, reproduksi dan
membuang kotoran; sedangkan untuk ternak kambing yang bukan kereman ruang
induk/utama hanya dijadikan tempat istirahat dan tidur. Untuk kandang
induk/utama per ekor kambing membutuhkan luas kandang 1m x 1 m, (2) Bagian
kandang induk dan anaknya merupakan kandang yang khusus untuk seekor induk
yang sedang menyusui anaknya sampai anaknya disapih. Untuk bagian kandang ini
seekor induk kambing membutuhkan luas 1,5 m x 1 m, dan untuk anak kambing
memerlukan luas 0,75 m x 1 m.
Kandang induk dan anaknya dipergunakan sampai anak kambing mencapai
umur 3 bulan, (3) Bagian kandang pejantan, Merupakan kandang khusus bagi
kambing jantan yang akan digunakan sebagai pemacek. Kandang kambing jantan
sebaiknya cukup luas, serta memperoleh sinar matahari pagi dan udara segar dan
bersih. Selain itu diusahakan agar kandang kambing pemacek terpisah dari
kandang kambing lainnya, tetapi tidak terlalu jauh dengan kambing betina dewasa.
Hal ini dimaksudkan agar tidak gaduh dan terjadi perkelaian. Dianjurkan untuk
kandang kambing pemacek tidak dibuat berkelompok dan sebaiknya disekat-sekat.
Luas kandang yang diperlukan untuk per ekor kambing jantan pemacek adalah 2 m
x 1,5 m (Munanto, 2014).
11
Perlengkapan Kandang, yang paling pokok yang berkaitan dengan
pengelolaan yang berkaitan dengan tatalaksana dapat dicapai secara efisien antara
lain : 1. Tempat pakan/palung pakan, Merupakan tempat pakan dalam kandang,
dimana harus dibuat sedemikian rupa sehingga bahan pakan hijauan yang diberikan
untuk ternak kambing tidak tercecer. Pada palung juga perlu disediakan ember
untuk air minum, 2. Gudang Pakan, Merupakan tempat untuk menyimpan
sementara pakan yang belum siap disajikan ke ternak. Hijauan pakan yang
disimpan dalam gudang sebaiknya tidak dalam ikatan, agar tidak mengalami
fermentasi yang menimbulkan panas dan akan mengurangi kualitas hijauan pakan
ternak. Hijauan pakan yang dilayukan nilainya akan lebih baik untuk ternak kambing
dibandingkan dengan yang baru dan masih lembab. Pakan penguat hendaknya
disimpan pada tempat yang terhindar dari proses pembusukan dan serangan hama.
3. Tempat Umbaran, Merupakan kelengkapan dari sistim perkandangan kambing
yang baik. Kambing dimasukkan ke tempat umbaran pada saat kandang sedang
dibersihkan. Tempat ini juga berfungsi sebagai tempat refreshing (penyegaran),
tempat olahraga bagi ternak. Untuk ternak kambing yang tidak digembalakan perlu
bermain di tempat umbaran secara teratur, agar kesehatannya terjaga. Kesulitan
induk melahirkan adalah salah satu contoh yang sering terjadi di tingkat petani
karena ternak kambing sedang bunting kurang olahraga/gerak, 4. Tempat
kotoran/kompos Merupakan salah satu perlengkapan yang sudah sewajarnya
tersedia. Pada kandang tipe lemprak yang digunakan sebagai kandang kambing
kereman atau yang digemukkan, sisa pakan dan kotoran akan menumpuk jadi satu
dan sangat mengganggu kesehatan ternak kambing. Pada kandang tipe panggung
kotoran tertumpuk pada kolong lantai kandang , agar kotoran dapat jatuh ke
bawah, maka lantai harus dibuat, diatur tidak terlalu rapat, cukup bersela kurang
lebih 1,5- 2 cm.
Letak kandang, sesuai dengan fungsinya kandang harus menjamin ternak
kambing agar nyaman serta hidup sehat. Kandang juga harus memenuhi
persyaratan untuk tidak mengganggu lingkungan di sekitarnya, terutama
masyarakat sekitar, maka dari itu kandang kambing harus direncanakan dapat
memenuhi syarat seperti berikut : (a) Kandang dibuat di daerah yang relatif lebih
tinggi dari daerah sekitarnya, tidak lembab, lebih jauh dari kebisingan, (b)
Aliran/sirkulasi udara segar, terhindar dari aliran udara yang kencang, (c) Sinar
matahari pagi bebas masuk kandang, tetapi pada siang hari tidak sampai masuk ke
12
dalam kandang, (d) Agak jauh dari lokasi pemukiman, serta masyarakat tidak
merasa terganggu (utamanya untuk yang sudah masuk kategori perusahaan);
tergantung kesepakatan dengan lingkungan masyarakat, (e) Lokasi dianjurkan jauh
dari sumber air minum yang digunakan oleh masyarakat sekitar, sehingga kotoran
kambing tidak mencemari, baik secara langsung maupun lewat rembesan, (f)
Usahakan lokasi kandang jauh dari tempat keramaian seperti : jalan raya, pasar,
pabrik dan RMU agar ketenangan ternak kambing terjaga.
Tipe dan Model Kandang, untuk ternak kambing yang umum dapat
dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu : (1) Tipe Kandang Panggung, kandang tipe
panggung merupakan kandang yang konstruksi lantainya dibuat sistim panggung.
Tipe kandang ini memiliki kolong yang bermanfaat sebagai penampung kotoran
yang terkumpul di bawah lantai.Kolong dibuat berlubang atau digali lebih rendah
daripada permukaan tanah sehingga kotoran dan air kencing tidak berceceran. Alas
kandang kambing sebaiknya terbuat dari kayu atau bambu yang sudah diawetkan
supaya tahan terhadap kelapukan. Celah lantai panggung dibuat kurang lebih 1,50 -
2 cm, agar kotoran dapat jatuh ke bawah, tetapi kaki kambing tidak sampai
terperosok. Kandang panggung yang terawat baik kambing akan terlihat bersih dan
sehat-sehat. Dinding kandang yang rapat sebaiknya dibuat setinggi 70 - 80 cm
(ukuran tinggi penyekat) agar ternak kambing di dalam kandang terhindar dari
angin kencang. Selanjutnya di atas ketinggian 70 - 80 cm, dinding dibuat bercelah
agar udara dapat masuk bebas dan sinar matahari pagi dapat masuk ke dalam
kandang. Tinggi panggung dari tanah dapat dibuat minimal 50 - 70 cm. Tinggi
ruang utama dari alas sampai atap kurang lebih 2 meter. Pada kandang dobel,
palung pakan dibuat di tengah kandang, sehingga meski tinggi panggung 2 meter,
petani peternak akan lebih mudah memberikan pakan dan minum lewat jalan di
atas lantai tengah. Ukuran alas palung pakan 25 - 40 cm, lebar bagian atas 40 - 50
cm, tinggi atau dalam palung 30 - 40 cm.Lubang untuk masuk kepala kambing
mencapai pakan antara 20 - 25 cm. Palung pakan harus dibuat rapat, agar bahan
pakan yang diberikan tidak tercecer keluar. Kandang panggung bersekat secara
individu untuk tujuan penggemukan, biasanya yang digemukkan adalah pejantan.
Tujuan disekat-sekat dengan ukuran 50 cm x 120 cm per ekor yang dilengkapi
tempat pakan dan minum. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kesehatan ternak
serta membatasi domba bergerak secara leluasa. Kebutuhan ruang (ekor/cm2)
Kambing/domba berdasarkan status fisiologis ternak dan umur (bulan) ternak.
13
(2) Tipe kandang Lemprak, kandang tipe lemprak merupakan kandang yang umum
digunakan untuk usaha ternak kambing kereman. Kandang lemprak tidak dilengkapi
dengan alas kayu, tetapi ternak beralaskan kotoran dan sisa-sisa pakan hijauan.
Kandang juga tidak dilengkapi dengan palung pakan, dalam menyajikan pakan
hanya diserakkan di atas lantai. Pemberian pakan umumnya berlebihan, sehingga
didapat hasil kotoran yang banyak. Kotoran akan dibongkar setelah 3 - 6 bulan
kemudian. Selama ini peternak kambing dalam pembuatan kandang belum sampai
pada pemikiran-pemikiran di atas terutama pada ternak yang diusahakan secara
tradisional (Munanto, 2014).
Kendala yang ada di tingkat petani sampai saat ini dalam pengembangan
pertanian khususnya peternakan adalah : petani peternak masih berpola tradisional,
kurang informasi dan tidak mau mencari informasi, tidak ada motivasi untuk maju,
kurangnya pengertian tentang perkandangan bagi keberhasilan usaha ternak
kambing, belum faham dan belum menyadari dampak kesehatan bagi peternak
dalam mengelola perkandangan yang baik, kelompok tani belum berfungsi optimal,
belum adanya pemupukan modal di tingkat kelompok, terjadinya krisis kepercayaan
di tubuh kelompok, kebiasaan turun temurun, lamban dalam menerima perubahan.
14
III. PROSEDUR PELAKSANAAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Kegiatan diseminasi pengembangan model bioindustri berbasis integrasi
tanaman-ternak, untuk tanaman adalah tanaman kedelai dan jagung dengan pola
tumpang sari jagung disela-sela tanaman kedelai. Ternak yang dipilih pada
diseminasi ini adalah ternak kambing. Pengembangan kawasan dilaksanakan pada
satu kabupaten yaitu Kabupaten Pidie, Kecamatan Bakti, Desa Meunasah seluas 10
hektar untuk tanaman kedelai dan kambing milik petani sebanyak 10 ekor. Kegiatan
dilaksanakan mulai bulan Februari hingga Desember 2015.
Kegiatan pengembangan kawasan model bioindustri berbasis integrasi
tanaman ternak yang dilakukan oleh BPTP Aceh bertujuan agar teknologi Badan
Litbang Pertanian dapat diterapkan secara optimal dalam pengembangan konsep
bioindustri berbasis integrasi tanaman-ternak, sehingga pelaksanaan model
bioindustri berbasis integrasi tanaman-ternak di lapangan dapat terlaksana dengan
baik.
3.2. Pendekatan
Kegiatan ini bersifat diseminasi model bioindustri berbasis integrasi
tanaman-ternak, pendampingan, pembinaan dan koordinasi mengenai aspek
penerapan teknologi bioindustri berbasis integrasi tanaman kedelai dan ternak
kambing di Provinsi Aceh. Pendekatan dengan dinas/instansi terkait melalui
koordinasi baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota maupun petugas di tingkat
lapangan serta petani di lokasi/wilayah tersebut dengan menggunakan prinsip-
prinsip sebagai berikut.
Terpadu yang merupakan suatu pendekatan agar sumberdaya tanaman,
tanah dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya secara terpadu.
Sinergis dengan memanfaatkan teknologi pertanian terbaik dengan
memperhatikan keterkaitan yang saling mendukung antara komponen
teknologi.
Spesifik lokasi dengan memperhatikan kesesuaian teknologi dan lingkungan
fisik maupun sosial budaya dan ekonomi petani.
15
Partisipatif dimana petani turut berperan serta dalam memilih dan menguji
teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan petani
melalui proses pembelajaran dalam bentuk demo teknologi di lapang.
3.3. Pola Pendampingan
Tahapan kegiatan bioindustri yang dilaksanakan dimulai dengan menentukan
kawasan pengembangan dengan beberapa pertimbangan hal teknis dan ekonomis
kenapa lokasi (kabupaten) tersebut dipilih. Susun skema relasi atau causal loops
awal dari kegiatan boindustri berbasis integrasi tanaman-ternak. Selanjutnya
Gambar 4. Tahapan kegiatan pengembangan pertanian bioindustri.
Perancangan Model Pertanian Bioindustri
Identifikasi Komponen Teknologi
Teknologi yang dihasilkan dari model pengembangan bioindustri berbasis integrasi
tanaman kedelai, tanaman jagung dan ternak sapi adalah :
16
a. Teknologi integrasi tanaman kedelai, tanaman jagung dan ternak sapi di
lahan kering di Provinsi Aceh.
b. Teknologi pengelolaan penyediaan pakan ternak olahan dari tanaman
kedelai dalam bentuk ampas tahu di Provinsi Aceh.
c. Teknologi pengolahan brangkasan tanaman kedelai dan tongkol jagung
menjadi briket.
d. Teknologi pengolahan pupuk organik yang berasal dari urin dan kotoran sapi
3.4. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan
3.4.1. Bahan
Bahan yang digunakan adalah benih kedelai varietas Anjasmoro, benih
jagung Pioner 29, pupuk (urea, SP-36, KCl dan NPK serta pupuk organik), herbisida,
pestisida, dan bahan pendukung lainnya seperti: PUTK, tugal, tali rafia, papan nama
kegiatan, papan varietas, meteran dan lain-lainnya.
3.4.2. Metode Pelaksanaan Kegiatan
Komponen teknologi bioindustri berbasis integrasi tanaman kedelai-ternak kambing
yang diterapkan adalah sebagai berikut:
1. Varietas unggul.
2. Benih berkualitas, daya kecambah 95-97%
3. Penyiapan lahan, olah tanah konservasi.
4. Saluran drainase, utamanya bagi petakan-petakan yang datar untuk
mengantisipasi pada saat awal pertumbuhan tanaman adanya hujan yang
kadang-kadang masih cukup tinggi.
5. Populasi tanaman optimal menggunakan jarak tanam sesuai anjuran, 2
tanaman per lubang tanam.
6. Penanaman dengan tugal, dan sebagian lahan yang petakannya luas
penanaman dengan menggunakan alat tanam Tugal.
7. Pemupukan: pupuk organik dan anorganik untuk penyediaan pupuk organik
diusahakan bahan organik specifik lokasi. Jenis dan takaran pupuk anorganik
berdasarkan hasil analisis tanah.
8. Pengairan, dari hujan dan/atau air tanah dengan pompanisasi (bila
diperlukan).
9. Penyiangan, dengan herbisida dan/atau manual.
17
10. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu.
11. Panen dan prosesing hasil dengan alat pemipil tresher (Balitsereal, 2010).
Diagram alir
Diagram Alir Diseminasi Pengkajian Bioindustri Berbasis Tanaman Kedelai
Gambar 5. Diagram Alir Diseminasi Pengkajian Bioindustri Berbasis Tanaman Kedelai
Survei lokasi
penelitian
Hijauan Pakan Ternak
Dianginkan/Dilayukan
Penetapan lokasi penelitian
dan Analisa kesuburan tanah awal
Demplot 18 ekor Kambing (16 ekor
betina, 2 ekor jantan)
Pengukuran bobot ternak
Preferensi konsumsi hijauan pakan ternak dan pakan olahan
Analisa Kesuburan tanah akhir pengkajian
Rekomendasi Teknologi
Pemberian
Pakan Data awal
Pakan Ternak Olahan dalam
bentuk ampas tahu dan
silase
Tanaman Kedelai
Tanaman
Jagung
Ternak
Kambing
Briket
Tongkol
Jagung
Ampas
tahu
Pupuk
Organik
Kotoran dan Urin Kambing
18
Gambar 6. Skema pengembangan causal loops bioindustri berbasis Integrasi
tanaman kedelai dan kambing di Provinsi Aceh.
Beternak kambing di kandang. Pada diseminasi bioindustri berbasis integrasi
tanaman kedelai dan ternak kambing, salah satu teknologi yang diperkenalkan oleh
tim Bioindustri adalah sistem kandang. Ternak kambing merupakan salah satu
usaha yang cukup menjanjikan, disamping perawatannya cukup mudah, serta
kesediaan pakan bisa didapatkan dari dedaunan maupun rerumputan yang banyak
Produksi kedelai
Tempe
Tahu
Budidaya
kedelai
Peningkatan bobot sapi
Harga kedelai
+
+
+
Ampas Tempe
Ampas Tahu
+
+
Limbah
Pertanian
+
Pakan
Ternak
+
+
+
Limbah sapi (kotoran & urin)
Pestisida dan
Pupuk Organik
Serasah tanaman kedelai
Pabrik
Tahu
+
Briket
+
+
+ +
+
Tan. Sela
Jagung
+ Serasah
daun jagung +
+
+
Konsumsikedelai
+
+
Luas panen kedelai
Luas tanam kedelai
Ketersediaan
Air
+ +
+
+
+
Serasah tanaman kedelai dan
tongkol jagung +
19
terdapat di sekitar, kambing juga mudah untuk dibudidayakan baik untuk konsumsi
ataupun dari segi penjualannya.
Salah satu faktor penting dalam ternak kambing adalah adanya kandang
yang berfungsi untuk melindungi kambing. Banyak peternak atau petani kambing
yang belum memiliki pemahaman serta pengetahuan yang tepat dalam membangun
kandang serta bahan maupun letak kandang yang tepat. Hal ini tentu menjadi salah
satu penghambat dalam beternak kambing karena tidak dapat mengoptimalkan
hasil dari beternak kambing itu sendiri.
Metode pembuatan fermentasi hijauan pakan (silase). Silase adalah hijauan
makanan ternak (HMT) yang diawetkan dengan proses ensilasi. Ensilasi adalah
metode pengawetan hijauan berdasarkan pada proses fermentasi asam laktat yang
terjadi secara alami dalam kondisi anaerobik. Selama berlangsungnya proses
ensilasi, beberapa bakteri mampu memecah selulosa dan hemiselulosa menjadi
berbagai macam gula sederhana. Sedangkan bakteri lain memecah gula sederhana
tersebut menjadi produk akhir yang lebih kecil (asam asetat, laktat dan butirat).
Produk akhir yang paling diharapkan dari proses ensilasi adalah asam asetat dan
asam laktat. Produksi asam selama berlangsungnya proses fermentasi akan
menurunkan pH pada material hijauan sehingga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Faktor-faktor yang perlu di perhatikan
dalam proses pembuatan silase :
a. Tingkat kematangan dan kelembaban bahan, tingkat kematangan tanaman
yang tepat memastikan tercukupinya jumah gula fermentasi (fermentable
sugar) untuk proses pertumbuhan bakteri silase dan memberikan nutrisi
maksimum untuk ternak. Tingkat kematangan juga memiliki pengaruh yang
besar pada kelembaban hijauan pakan ternak, tercukupinya kelembaban
untuk fermentasi bakteri sangat penting dan membantu dalam proes
pembungkusan untuk mengeluarkan oksigen dari silase
b. Panjang pemotongan, panjang pemotongan yang paling bagus adalah antara
¼-1/2 inci, tergantung pada jenis tanaman, struktur penyimpanan dan
jumlah silase. Potongan material tanaman dengan panjang tersebut akan
menghasilkan silase degan kepadatan yang ideal dan memudahkan pada
saat proses pemanenan. Mengatur mesin pemotong dengan hasil potongan
yang terlalu halus dapat memberikan dampak negatif terhadap produksi
lemak susu dan timbulnya dislokasi abomasums pada sapi perah karena
20
faktor awal yang tidak memadai. Memotong hijauan pakan ternak terlalu
panjang juga dapat mengakibatkan silase sulit untuk memadat, serta udara
akan terperangkap di dalam silase yang pada akhirnya mengakibatkan
pemanasan dan penurunan kualitas. Pemotongan secara berulang secara
umum tidak disarankan, kecuali jika kondisi bahan silase terlalu kering.
c. Pengisian, pembungkusan, penutupan. Proses pemanenan dan pengisian silo
harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan pengisian akan berakibat pada
terjadinya proses respirasi yang berlebih dan meningkatkan loss hasil silase.
Pembungkusan dilakukan sesegera mungkin pada saat akan menyimpan
silase di bunker silo. Setelah diisi, silo harus ditutup rapat dengan bungkus
kedap udara untuk menghindari penetrasi udara dan air hujan ke dalam
silase. Plastik berkualitas baik yang dibebani menggunakan ban umumnya
akan menghasilkan penutupan yang memadai.
21
IV. HASIL YANG DICAPAI 4.1. Gambaran Umum Lokasi Diseminasi Kabupaten Pidie
Wilayah Kabupaten Pidie yang terkenal dengan sebutan Krupuk Mulieng
merupakan wilayah hulu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara administratif,
Kabupaten Pidie terdiri dari 30 Kecamatan, 128 Kemukiman, 29 Kelurahan, dan 923
Desa, namun pada tanggal 15 Juni tahun 2007 melalui undang-undang Nomor 7
Tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Pidie
mengalami pemekaran menjadi 2 (dua) Kabupaten yaitu Pidie sebagai Kabupaten
Induk dan Pidie Jaya sebagai kabupaten pemekaran, sehingga saat ini wilayah
Kabupaten Pidie terdiri atas 2 3 kecamatan, 94 kemukiman, 732
gampong (yang sebelumnya 15 gampong di Kecamatan Kota Sigli, 4 di Grong-grong
dan 1 di Kecamatan Mutiara yang sesuai dengan Qanun menjadi kelurahan.
Gambar 6. Peta Administrasi Kabupaten Pidie
22
Kabupaten Pidie beriklim tropis dengan dua musim yaitu kemarau dan hujan.
Suhu udara rata-rata sekitar 24 – 30o C. Pada tahun 2005, jumlah hari hujan adalah
115 hari, dengan curah hujan rata-rata 232,67 mm, tertinggi pada bulan desember
(614 mm) dan terendah bulan juni (52 mm). Kondisi iklim mempengaruhi keadaan
air tanah dan potensi pertanian yang berhubungan potensi air irigasi yang dapat
dialirkan ke pematang sawah. Berikut ini peta potensi air tanah dan air irigasi di
Kabupaten Pidie.
Gambar 7. Peta Potensi Air Tanah dan Irigasi di Kabupaten Pidie
23
Topografi, dilihat dari aspek topografi, Kabupaten Pidie bisa dibagi menjadi
empat bagian yaitu: (i) daerah dengan kedalaman < 30 cm : 0,41 % dari seluruh
areal, (ii) daerah dengan kedalaman 30-60 cm : 3,56 % dari seluruh areal, daerah
dengan kedalaman 60-90 cm : 1,25 % dari seluruh areal, (iii) daerah dengan
kedalaman > 90 cm : 94,78 % dari seluruh areal.
Kemiringan tanah, kemiringan atau lereng di kabupaten Pidie dapat di rinci
sebagai berikut: (i) daerah dengan kemiringan antara 0 – 3 % seluas 68,699 Ha
atau 16,51 % dari luas wilayah, (ii) daerah dengan kemiringan antara 3 -15 %
seluas 33,698 Ha atau 8,10 % dari luas wilayah, (iii) daerah dengan kemiringan
antara 15 – 40 % seluas 32,269 Ha atau 7,76 % dari luas wilayah, (iv) daerah
dengan kemiringan lebih besar40 % seluas 281,389 Ha atau 67,63 % dari luas
wilayah.
Jenis tanah, keadaan tanah di Kabupaten Pidie dapat diklasifikasikan ke
dalam beberapa jenis, yaitu: (i) tanah podzolid (Coklat) : 5.86 % dari luas wilayah,
(ii) tanah podsolid (Merah Kuning) : 45,36 % dari luas wilayah, (iii) tanah
organosal/Litosol : 1,95 % dari luas wilayah, (iv) tanah latosal : 0,96 % dari luas
wilayah, (v) tanah regosal : 5,58 % dari luas wilayah, (vi) tanah alluvial : 6,31 %
dari luas wilayah, (vii) tanah hidromorf : 12,98 % dari luas wilayah, (viii) tanah
renzina : 19,10 % dari luas wilayah, (ix) lain-Lain : 1,90 % dari luas wilayah.
Penggunaan tanah di Kabupaten Pidie sebagai berikut : sawah 29.391 Ha,
Pekarangan 9.175, tegalan/Kebun 26.857, ladang/huma 19.772 Ha, Padang
Penggembalaan 16.194, Hutan Rakyat 23.782, Hutan Negara 81.448 Ha,
Perkebunan 21.212 Ha, Rawa-Rawa 2.128 Ha, Tambak 2.890 Ha, Tebat/Empang
162 Ha, Pemukiman 30.714 Ha, dan belum diupayakan 78.093 ha.
Kecamatan Sakti, adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pidie, lingkup
Provinsi Aceh, Indonesia. Kota Bakti atau Lameulo merupakan pusat kegiatan
pemerintahan Kecamatan Sakti. Kecamatan Sakti dahulunya pernah menjadi
Kewedanaan. Kecamatan Sakti terdapat terdapat 7 kemukiman, yakni Kemukiman
Bakti, Murong, Kandang, Langga, Lameue, Leupeuem dan Mali. Di setiap
Kemukiman terdapat 1 mesjid. Mesjid ibu kota kecamatan bernama Masjid
Istiqamah terletak di persimpangan jalan, ke selatan menuju Tangse-Meulaboh,
barat menuju Kampung Jeumpa, Lameue, Suwiek, Glee Gapui, Iloet, Garot, Pidie
berbelok kearah utara menuju Sigli, utara ke Mali, Teureubue, Beureunuen dan arah
24
timur menuju desa Perlak Asan, Pulo Drien dan Gumpueng yang dapat ke
Kecamatan Tiro. Sebelah utara menuju Beureunuen.
Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Sakti adalah petani dan pekebun,
ada juga yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil/Militer, Pegawai Swasta,
pedagang, montir, ustadz/mubalig, pengusaha makanan ringan, pengusaha tahu
dan tempe dan lain-lain.
Sektor industri pangan yang tumbuh dari dahulu di Pidie adalah industri
Mulieng atau melinjo. Selain industri Mulieng, industri yang juga saat ini banyak
ditemui adalah industri berbahan baku kedelai yaoti industri tahu dan tempe.
Industri ini mulai berkembang pesat belakangan ini karena teknologi pengolahan
pangan khususnya berkaitan dengan kedelai untuk pembuatan tahu dan tempe
telah dipahami oleh pengusaha tahu dan tempe dengan baik. Akan tetapi 2 (dua)
tahun belakangan ini terdapat kendala yang cukup berarti yaitu ketersediaan kedelai
dengan kualitas yang bagus dan harga yang ekonomis tidak tersedia di pasaran
sekitar Kabupaten Pidie. Untuk mendapatkan kedelai dengan kualitas yang bagus
belakangan ini pengusaha tahu dan tempe mengimpor kedelai dari Medan,
Sumatera Utara.
Selain kendala pada pengusaha tahu dan tempe, permasalahan lain yang
dihadapi petani kedelai adalah ketersediaan benih dengan kualitas prima tidak
tersedia di toko saprodi. Benih ditingkat petani diadakan dari Medan, Sumatera
Utara atau dari pulau Jawa.
4.2. Tahapan Kegiatan Yang Telah Dilaksanakan
Koordinasi dan sosialisasi kegiatan Pengembangan Model Bioindustri
Berbasis Integrasi Tanaman Kedelai dan Kambing Tahun 2015, di Kabupaten Pidie
dilakukan di Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Pidie. Pada saat
koordinasi dan sosialisasi kegiatan, tim bertemu dengan Kabid. Produksi Dinas
Pertanian dan Tanaman Pangan. Berikut dokumentasi pada saat tim Bioindustri
melakukan koordinasi dan sosialisasi di Dinas Pertanian Kabupaten Pidie.
25
Gambar 8. Koordinasi dan sosialisasi tim pengembangan model pertanian boindustri berbasis integrasi tanaman kedelai dan kambing di Dinas Pertanian Kab. Pidie.
Tim Bioindustri menjelaskan maksud kedatangan ke Kabupaten Pidie dalam
rangka Pengembangan Model Bioindustri Berbasis Integrasi Tanaman Kedelai dan
Kambing. Untuk lokasi pengembangan Model telah direncanakan di Desa Kampung
Pisang, Kecamatan Sakti, Kabupaten Pidie. Pertimbangan penentuan lokasi berdasarkan
potensi yang ada yaitu ternak kambing dan lahan potensial untuk budidaya kedelai.
Lahan yang tersedia termasuk lahan kering.
Selanjutnya berdasarkan potensi ini, maka tim bioindustri melakukan PRA
(partisipatory rural appraisal) terhadap calon petani kooperator ke lokasi. Kondisi ternak
yang ada saat ini masih dibiarkan berkeliaran mencari makan sendiri. Tim bioindustri
mengajak kelompok tani kooperator untuk melakukan pemeliharaan di dalam kandang.
Akan tetapi kondisi kandang yang tersedia harus dilakukan renovasi. Lokasi kandang
berada di dekat dengan lokasi bertani petani sehingga memudahkan dalam
melaksanakan pola integrasi tanaman dan ternak. Limbah tanaman akan diolah
ditempat, difermentasi sehingga dapat dimanfaatkan dan digunakan untuk ternak.
Begitu juga dengan limbah ternak akan ditampung pada bak penampungan dan
difermentasi untu segera digunakan sebagai pupuk organik bagi tanaman kedelai dan
jagung. Berikut dibawah ini dokumentasi pada saat tim melakukan survey calon lokasi di
Desa Kampung Kecamatan Sakti, Kabupaten Pidie.
26
Gambar 9. Survey ke lokasi calon lokasi pengembangan model bioindustri berbasis integrasi tanaman dan ternak di Kab. Pidie
Tahapan selanjutanya adalah Pembinaan dan pengawasan pembuatan
renovasi kandang kegiatan Pengembangan Model Bioindustri Berbasis Integrasi
Tanaman Kedelai dan Kambing Tahun 2015, di Kabupaten Pidie dilakukan di Desa
Meunasah dayah Pisang, Kecamatan Sakti, Kabupaten Pidie. Pembinaan dilakukan
langsung ke kelompok ternak kambing. Tim bioindustri bertemu dengan Ketua
Kelompok ternak Ibu Aisyah. Pembuatan kandang dirancang oleh tim Bioindustri
dengan kapasitas kandang untuk 40 ekor ternak. Rancangan memperhatikan
beberapa hal yaitu, 1) melindungi ternak kambing dari matahari, angin, hujan dan
penyakit, 2) mampu menolong petani/peternak untuk dapat mencapai produksi
optimal dari ternaknya, dapat menjalankan usaha secara ekonomis, menambah usia
pemakaian peralatan, menurunkan biaya pemborosan tersamar tiap unit, 3)
menghemat tenaga, menunjang kesehatan, dengan pengaturan kandang yang
luwes dan efisien, 4) mampu memenuhi kebutuhan, 5) menarik dan rapi sehingga
kandang tersebut menyenangkan sebagai tempat tinggal ternak kambing. Berikut
dokumentasi pada saat tim Bioindustri melakukan pembinaan dan pengawasan
pembuatan kandang di Desa Meunasah Dayah Pisang, Kecamatan Sakti, Kabupaten
Pidie.
27
Gambar 10. Pembinaan dan pengawasan pembuatan renovasi kandang di Desa Meunasah Dayah Kampung Pisang, Kecamatan Sakti, Kab. Pidie.
Selanjutnya tim bioindustri bertemu dengan ketua kelompok petani kedelai
Bpk. Saifullah, kemudian tim menjelaskan tentang pembuatan kandang kambing di
Kabupaten Pidie dalam rangka Pengembangan Model Bioindustri Berbasis Integrasi
Tanaman Kedelai dan Kambing. Selain menjelaskan tentang rancangan harus
memperhatikan 5 hal tersebut di atas, tim juga menjelaskan tentang persyaratan
teknis kandang yaitu i) konstruksi harus diusahakan yang kuat, terutama tiang-
tiangnya meskipun menggunakan bahan bangunan sederhana, ii) atap diusahakan
dari bahan atap yang ringan dan memiliki daya serap panas yang relatif kecil.
Untuk lokasi kandang di daerah panas dapat menggunakan atap rumbia atau
ilalang, sedangkan di daerah dingin dapat menggunakan atap seng, iii) dinding
harus diusahakan dari bahan bangunan seperti bambu yang dianyam dan
ventilasinya harus diperhitungkan supaya pertukaran/ sirkulasi udara berlangsung
dengan baik tanpa mengganggu kenyamanan dan kesehatan ternak. Berikut
Gambar 2, rancangan di dalam kandang kambing yang masih dalam renovasi.
28
Gambar 11. Pembinaan pembuatan rancangan kandang kambing di Kec. Sakti.
Pada pembinaan pembuatan kandang terdapat beberapa hal yang masih
belum sempurna dalam pembuatan kandang adalah rancangan tempat makan
kambing, selain harus mudah dalam membersihkannya juga harus lebar dan diberi
penahan dan diperlebar sehingga makanan tidak mudah jatuh ke bawah.
Tahapan kegiatan selanjutnya adalah Koordinasi dengan pengusaha
pembuat tahu skala home industri di Kecamatan Sakti, tim bioindustri bertemu
dengan pemilik usaha pembuatan tahu skala home industri di Kecamatan Sakti
sekitar 2 km dari lokasi penanaman kedelai. Tim bioindustri menjelaskan maksud
kedatangan adalah untuk melihat usaha pembuaatan tahu dan bagaimana proses
pembuatannya. Selain itu bagaimana limbah tahu (ampas tahu) bagaimana
penanganannya. Menurut pemilik tahu Bpk. Daud, mengatakan bahwa limbah tahu
(ampas tahu) dibuang ke tempat sampah, sesekali ada juga yang mengambil ampas
tahu.
Tim bioindustri (Bpk. Ir. Chairunas, M.S.) menjelaskan bahwa akan
memanfaatkan ampas tahu sebagai pakan tambahan untuk ternak kambing dan jika
dalam beberapa minggu ternak kambing menyukainya dan bertambah bobotnya
maka ampas tahu akan rutin diambil oleh petani di Desa Kampung Pisang. Berikut
dokumentasi pada saat koordinasi dengan petani pembuat tahu di Kecamatan Sakti.
29
Gambar 12. Dokumentasi pada saat koordinasi dengan pengusaha pembuat tahu di Kecamatan Sakti, Kabupaten Pidie.
Pembuatan tahu dimulai dari perebusan kedelai mengunakan tungku yang
dialiri dengan air panas yang mengalir melalui pipa, selanjutnya dilakukan
pengilingan kedelai, disaring menggunakan jaring, kemudian disaring kembali
menggunakan kain polos. Setelah itu dilakukan pencampuran dengan bahan
lainnya. Setelah itu campuran kedelai disaring kembali dan dimasukkan dalam
cetakan. Ampas tahu adalah hasil saringan setelah disaring dengan kain polos.
Kemudian tahu didinginkan dan siap dicetak dalam wadah kayu.
Ampas Tahu
Susu Kedelai
TAHU YANG SUDAH JADI
30
Tahapan berikutnya adalah mengolah tanah untuk penanaman kedelai di
lokasi pengembangan model bioindustri. Luas tanam kedelai yang direncanakan
sekitar 10 hektar. Pada saat musim ini yang bisa ditanam oleh kelompok tani
kedelai hanya 2 (dua) hektare karena anggota kelonpok yang lain telah ikat kontrak
dengan Dinas Pertanian untuk penanaman kedelai yang didanai program Upsus
Pajale. Lahan yang digunakan bekas penanaman padi. Jenis lahan kering dan
pengelolaan pengaturan pengairan menggunakan pompa air. Sumber air dari air
sumur yag digali pada tiga titik untuk menjaga pada saat terjadi musim kemarau.
Kendala dalam budidaya kedelai di lahan tersebut adalah ketersediaan benih
dengan kualitas bagus. Lahan telah dilakukan pengolahan pertama dan siap tanam
jika benih tersedia. Tim bioindustri menjanjikan InshaAlloh dalam waktu 2 minggu
ini benih tersedia dengan kualitas benih yang terjamin dan bersertifikat. Berikut
dokumentasi pada saat di lahan untuk penamanan kedelai.
Gambar 13. Pembinaan pada saat persiapan lahan untuk penanaman kedelai.
Berikutnya tim bioindustri melakukan pembinaan pada saat pemupukan
kedua. Tim bioindustri menyarankan untuk melakukan pemupukan dengan ditugal
dan ditutup kembali setelah pupuk dimasukkan ke dalam lubang tugal. Tujuan
pemupukan dengan cara seperti ini adalah untuk mencegah terjadinya volatisasi
(penguapan) pupuk akibat cuaca. Pemupukan dilakukan juga disaat setelah turun
hujan, bila tidak terjadi hujan maka tim bioindustri menyarankan untuk
menggunakan PPC (pupuk pelengkap cair) jenis pupuk daun agar nutrisi tanaman
LAHAN UNTUK PENANAMAN KEDELAI
31
kedelai tetap terjaga. Berikut ini pada saat pembinaan ke petani kedelai tentang
pemupukan dengan di tugal.
Gambar 14. Pembinaan ke petani kedelai untuk pemupukan kedelai dengan cara di tugal.
Pembinaan dan pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai dilakukan pada
saat umur tanaman 45 hari setelah tanam (HST). Kondisi tanaman kedelai sangat
baik, ditandai dengan pertumbuhan tinggi tanaman yang baik, warna daun, jumlah
polong per rumpun. Berikut dokumentasi pada saat pembinaan dan pengamatan
pertumbuhan tanaman kedelai umur 45 HST.
Gambar 15. Dokumentasi di lapangan pada saat pembinaan dan pengamatan oleh Tim Bioindustri saat tanaman kedelai umur 45 HST
32
Pelatihan Petani dan Peternak di Kabupaten Pidie
Beberapa pelatihan yang dilaksanakan di kelompok tani Meunasah Dayah,
Kecamatan Sakti, Kabupaten yaitu pelatihan pembuatan perbanyakan aktivativator
Trichoderma sp, pelatihan pembuatan konsentrat ampas tahu sebagai pakan ternak,
pelatihan pembuatan pakan fermentasi dengan aktivator Trichoderma sp, pelatihan
pembuatan mineral blok sebagai pakan suplemen, pelatihan manajemen kandang
yang baik dan sehat, pelatihan pemanfaatan limbah pertanian menjadi biochar,
asap cair dan briket menggunakan input teknologi pyrolisator, coper, alat pencetak
briket. Berikut di bawah ini beberapa dokumentasi pada saat pelatihan;
Gambar 16. Dokumentasi pelatihan perbanyakan aktivator Trichoderma sp
33
Gambar 17. Dokumentasi pelatihan pembuatan pakan konsentrat ampas tahu
Gambar 18. Dokumentasi pelatihan pembuatan suplemen makanan mineral blok
Gambar 19. Dokumentasi pelatihan pembuatan pakan fermentasi
4.3. Pelaksanaan Kegiatan Bioindustri Berbasis Integrasi Tanaman-Ternak Di Kabupaten Bireun
4.3.1. Gambaran Umum Lokasi Diseminasi
Kabupaten Bireuen dimekarkan menjadi sebuah kabupaten yang otonom
berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2000. Kabupaten Bireuen merupakan
salah satu kabupaten yang letaknya sangat strategis dan merupakan pusat
34
perdagangan di wilayahnya. Secara geografis, Kabupaten Bireuen terletak pada
posisi 4o 54’ – 5o 21’ Lintang Utara (LU) dan 96o 20’ – 97o 21’ Bujur Timur (BT)
dengan luas wilayahnya 1.901,21 Km2 atau (190.121 Ha) dan berada pada
ketinggian 0 sampai 800 meter dari permukaan laut (DPL).
Topografi Kabupaten Bireuen memiliki daerah yang datar dan bergelombang
( 0-8%) terutama pada wilayah pesisir utara sedangkan pada daerah bagian Selatan
memiliki topografi berbukit dengan kemiringan 15% sampai dengan 30%.
Sejak berdirinya Kabupaten Bireuen, yang pembentukannya berdasarkan Undang-
Undang Nomor 48 tahun 1999, telah terjadi perkembangan yang cukup signifikan
dalam bidang pemerintahan, dimana pada awalnya terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan.
Pada tahun 2001 dimekarkan menjadi 10 Kecamatan selanjutnya pada tahun 2004
dimekarkan kembali menjadi 17 Kecamatan. Dari luas wilayah Kabupaten Bireun
sebanyak 17,58 persen atau seluas 33.427 ha merupakan kawasan ladang, 8,63
persen atau 16.416,93 ha dimanfaatkan untuk perkebunan besar, seluas 27.791 ha
(14,62 persen) dimanfaatkan untuk lahan perkebunan rakyat, serta seluas 22.948
ha (12,07 persen) dari luas wilayah diperuntukkan sebagai areal persawahan.
Gambar 20. Peta Kabupaten Bireun
35
Tabel 1. Luas lahan pertanian dan non pertanian per kecamatan, Bireun.
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011.
Kabupaten Juli, luas kecamatan 21,208 km2, dengan luas lahan pertanian
15,936 km2. Kecamatan Juli merupakan salah satu penghasil sektor pertanian
terutama tanaman pangan yaitu padi, kacang tanah dan kedela Selain itu untuk
peternakan kacamatan Juli memiliki potensi pengembangan ternak didukung oleh
potensi lahan yang luas dan subur. Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Juli
adalah petani dan pekebun, ada juga yang bekerja sebagai Pegawai Negeri
Sipil/Militer, Pegawai Swasta, pedagang, montir, ustadz/mubalig, pengusaha
makanan ringan, nelayan, peternak, pengusaha kripik, pengusaha tahu dan tempe
dan lain-lain. Sektor industri pangan yang tumbuh dari dahulu di Pidie adalah
industri pembuatan tahu, industri kripik skala rumah tangga. Selain industri
tersebut, industri yang juga saat ini dapat ditemui adalah industri berbahan baku
kedelai yaitu pembuatan tempe. Industri ini berkembang karena sejak dahulu
kabupaten Bireun merupakan penghasil kedelai lingkup Provinsi Aceh. Kendala yang
dihadapi petani kedelai adalah ketersediaan benih dengan kualitas yang bagus yang
bergantung dari Medan, Sumatera Utara dan pulau Jawa. Selain masalah di petani
kedelai, bagi pengusaha tahu dan tempe cenderung mendapat pasokan kedelai dari
luar Aceh dan biasanya kedelai impor dengan ukuran yang lebih besar, harga yang
36
lebih stabil dan ketersediaan kedelai dalam jumlah yang selalu tersedia. Hal ini
menyebabkan petani di Bireun mulai beralih ke komoditas pertanian yang lain yaitu
jagung, karena komoditas ini juga memiliki umur yang relatif singkat, mudah dalam
pemeliharaan dibandingkan dengan tanaman kedelai.
4.3.2. Tahapan pelaksanaan kegiatan di Kabupaten Bireun
Koordinasi dan sosialisasi kegiatan Pengembangan Model Bioindustri
Berbasis Integrasi Tanaman Kedelai dan Kambing Tahun 2015, di Kabupaten Bireun
dilakukan di Badan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Pidie. Pada saat koordinasi
dan sosialisasi kegiatan, tim bertemu dengan Kabid. Penyuluhan. Berikut
dokumentasi pada saat tim Bioindustri melakukan koordinasi dan sosialisasi di
Badan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Bireun.
Gambar 21. Dokumentasi pada saat koordinasi dan sosialisasi di Badan Penyuluhan Pertanian, Bireun.
Selanjutnya tim menuju lapangan didampingi oleh dokter hewan yang
bertugas di Desa Keude Dua Juli (Bpk. drh. Mirza) untuk melakukan pemilihan calon
kelompok tani dan calon lokasi di Kabupaten Bireun. Berikut di dokumentasi pada
saat tim survey ke lapangan.
Gambar 22. Dokumentasi pada saat survey untuk penentuan calon kelompok tani dan calon lokasi di Kabupaten Bireun.
37
Hasil survey lapangan, maka di tetapkan kelompok tani kooperator yaitu
kelompok tani Awe Teubee di Desa Juli Keude Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten
Bireun. Kelompok tani Awe Teubee terpilih sebagai kelompok tani binaan karena
memiliki pengalaman yang beternak yang cukup lama > 5 tahun, selain itu jumlah
anggota kelompok 35 orang, dan telah mengandangkan ternaknya lebih dari 5
tahun. Kelompok tani ini juga mengagas kesepakatan lisan di dalam kampung
dalam bentuk qanun lisan untuk menjaga ternak agar tidak lepas. Setelah
penentuan kelompok tani kooeperator, selanjutnya tim melakukan pembinaan
berupa pelatihan dan pendampingan untuk kegiatan model bioindustri berbasis
integrasi tanaman-ternak di lahan kering kepada kelompok tani. Berikut
dokumentasi pelatihan untuk kelompok tani Awe Teubee dengan materi : 1)
Pengertian konsep model bioindustri berbasis integrasi tanaman-ternak, 2)
Manajemen pengandangan yang baik, Teknologi fermentasi pakan, Teknologi
perbanyakan aktivator Trichoderma sp, Teknologi pembuatan pakan konsentrat
berbahan dasar ampas tahu, pemanfaatan limbah pertanian seperti serasah
tanaman untuk pembuatan biochar, pelatihan pembuatan suplemen pakan ternak
dalam bentuk mineral blok, asap cair, biochar dan briket dengan input teknologi alat
pyrolisator dan alat pengres briket, teknologi pemanfaatan urin sebagai ZPT dan
pupuk organik cair (POC). Berikut ini dokumentasi pada saat pelatihan di kelompok
tani Awe Teube, Desa Keude Dua Juli.
Pembuatan perbanyakan aktivator Trichoderma sp
38
Pembuatan pakan fermentasi dari serasah tanaman dengan aktivatr Trichoderma sp
Pembuatan pakan konsentrat berbahan dasar ampas tahu
Pelatihn pengertia model bioindustri berbasis integrasi tanaman-ternak oleh peneliti
39
Pelatihan manajemen perkandangan yang baik oleh Winda S.P. dan Ir. Syarifah
Pelatihan pembuatan suplemen pakan dalam bentuk mineral blok.
4.3.3. Input teknologi unggulan yang didesiminasikan pada model bioindustri berbasis integrasi tanaman-ternak
Input teknologi yang dimasukkan ke dalam model bioindustri berbasis
integrasi tanaman kedelai dan ternak di 2 (dua) kabupaten (Pidie dan Bireun)
antara lain : 1) teknologi pengandangan ternak kambing model panggung, 2)
penggolahan pakan ternak menggunakan aktivator trichoderma, 3) teknologi
pemanfaatan ampas tahu sebagai konsentrat pakan, 4) teknologi pembuatan
biochar dari serasah tanaman, 5) teknologi pembuatan briket, 6) teknologi budidaya
di lahan kering dan yang terakhir 7) teknologi pemanfaatan urin dan kotoran
kambing untuk pupuk organik cair.
1) Teknologi Pengandangan Ternak Kambing Model Panggung
Input teknologi pengandangan ternak kambing merupakan terobosan untuk
pengemukan kambing di dalam kandang model panggung. Potensi ternak yang ada
di lokasi penelitian dan disekitar lokasi penelitian sangat baik, akan tetapi hampir
seluruh ternak baik kambing dan sapi tidak ada yang dikandangkan. Kendala dalam
40
mengembangkan teknologi pengandangan ternak adalah menurut petani adalah
susah dalam penyediaan pakan bagi ternak dan ternak di lepas, ternak lebih sehat.
Model kandang panggung dan teknik pengandangan menjadi model dan contoh
bagi peternak dalam usaha beternak kambing yang lebih baik, lebih sehat dan lebih
cepat memanen ternak dengan bobot dan umur yang siap untuk di jual.
2) Penggolahan Pakan Ternak Menggunakan Aktivator Trichoderma
Hasil limbah pertanian berupa serasah daun, serasah tanaman dapat
dimanfaatkan melalui fermentasi menggunakan aktivator Trichoderma spp.
Optimalisasi pemanfaatan serasah tanaman menggunakan starter berbasis mikroba
baik yang bersifat aerob maupun anaerob. Perbanyakan larutan mikroba dapat
dibuat dengan cara memasukan mikroba ke dalam tabung plastik yang dilengkapi
dengan sirkulasi air. Alat yang digunakan adalah: 2 buah drum plastik bervolume
60-80 liter, Pompa/motor sirkulasi/aerator 1 unit, selang/paralon secukupnya.
Bahan yang diperlukan serta formula pembuatan larutan starter
mikroba/kapang/dekomposernya dapat diihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan formula larutan starter
No Bahan Formula 1 Formula 2
1 Biakan murni kapang Trichoderma 1 liter 1 liter
2 Air bersih 100 liter 60 liter
3 ZA 1,5 kg 1 kg
4 TSP 18 ons 3 kg
5 KCl 6 ons 1 kg
6 Tepung beras 1 kg 1 kg
7 Gula merah/gula putih/ molasses 2 kg 3 kg
8 Mineral - 2 bungkus
3) Teknologi Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Konsentrat Pakan Ternak
Input teknologi selanjutnya adalah hasil samping tanaman kedelai adalah
limbah dari pabrik pembuatan tahu yaitu ampas tahu sebagai pakan tambahan
dalam bentuk konsentrat. Kebutuhan konsentrat untuk ternak ruminansia mutlak
diperlukan untuk memacu produktivitasnya. Bahan-bahan pembuatan konsentrat
dengan bahan dasar ampas tahu: ampas tahu (350 gram), dedak padi (60
gram), dedak jagung (75 gram), bungkil sawit/kelapa (60 gram), ultra mineral (5
gram), total seluruh bahan adalah 550 gram. Bahan konsentrat tersebut untuk
41
perhitungan 1 (satu) ekor kambing. Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur
mineral mikro maupun makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm,
Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan,
1983).
4) Teknologi Pembuatan Biochar Dari Serasah Tanaman
Teknologi yang dimasukkan pada model bioindustri berbasis integrasi
tanaman-ternak selanjutnya adalah alat pyrolisator, yaitu alat untuk membantu
membakar bahan serasah tanaman secara tidak sempurna (pyrolisis) sehingga
menghasilkan arang aktif (arang hitam). Arang aktif ini yang dikenal dengan istilah
biochar. Input teknologi yang dimasukkan adalah alat pyrolisator yang berguna
untuk membakar secara pembakaran tidak sempurna (pyrolisis) material organik
sehingga menjadi arang hitam (arang aktif). Arang aktif ini digunakan sebagai
biochar yaitu bahan pembenah tanah untuk tanah dengan kandungan liat yang
tinggi berfungsi untuk penambah ruang porositas tanah. Selain tanah dengan
kandungan liat dapat juga digunakan pada tanah alluvial yang menjurus ke tanah
regosol dengan kandungan pasir yang tinggi. Biochar dapat digunakan untuk
membantu dalam menahan air, karena di dalam susunan tekstur biochar yang
berpori-pori luas untuk menahan air. Berikut di bawah ini Gambar 4, dokumentasi
alat pyrolisator di lokasi penelitian.
Gambar 4. Input teknologi berupa alat pyrolisator di lokasi penelitian.
42
5) Teknologi Pembuatan Briket
Teknologi pembuatan briket terdapat 2 (dua) input teknologi yang
diperkenalkan ke kelompok tani yaitu alat pyrolisator dan alat pencetak briket.
Penggunaan arang hitam (arang aktif) juga sebagai material pembuatan briket.
Input teknologi yang dimasukkan adalah alat pencetak briket tipe manual. Alat
pencetak ini berfungsi untuk mempermudah mencetak briket dengan ukuran yang
seragam dan dalam waktu yang cepat. Cara kerja alat ini adalah material arang
aktif yang telah dicampur dengan perekat seperti kanji dan lainnya, dimasukkan ke
dalam alat pencetak, kemudian tuas ditekan untuk memadatkan, bila tuas masih ke
bawah berarti material campuran arang aktif masih kurang lalu terus dimasukkan
dan ditekan menggunakan tuas penekan. Hasil pencetakan dijemur selama
beberapa jam sampai kering (jangan dijemur pada matahari langsung). Berikut di
bawah ini Gambar 5, input teknologi berupa alat pencetak briket yang berguna
untuk membantu dalam pembuatan briket yang berfungsi sebagai bioenergi untuk
memasak penganti minyak tanah, penghangat kandang ternak pada waktu malam
hari dengan cara dibakar dalam drum. Berikut di bawah ini Gambar 5, alat pencetak
briket.
Gambar 16. Input teknologi alat pencetak briket dengan bahan dasar limbah serasah tanaman.
6) Teknologi Budidaya di Lahan Kering
Bioindustri tanaman dimulai dari budidaya tanaman kedelai di lahan kering
dilakukan tumpang sari dengan tanaman jagung. Input teknologi selanjutnya adalah
paket teknologi pemeliharaan tanaman terpadu (PTT) tanaman kedelai di lahan
kering. Paket teknologi berupa penanaman tanpa olah tanah (TOT), penggunaan
benih bersertifikat, pemupukan berdasarkan rekomendasi alat uji PUTK (perangkat
uji tanah kering), pemeliharaan dan pengendalian hama terpadu. Berikut ini Gambar
6, kondisi pada saat pemeliharaan tanaman kedelai yang berada di lokasi dekat
dengan peternakan kambing.
43
Gambar 17. Pemeliharaan tanaman kedelai yang berada di lokasi dekat dengan peternakan kambing di Desa Meunasah Dayah, Kecamatan Sakti, Pidie.
7) Teknologi Pemanfaatan Urin Dan Kotoran Kambing Untuk Insektisida dan Pupuk Organik Cair.
Teknologi pemanfaatan urin kambing murni yang tidak bercampur dengan
kotoran kambing belum pernah dilakukan oleh petani. Urin kambing dikumpulkan
dengan membuat saluran penampungan di bawah kandang ke tempat
penampungan. Jumlah urin kambing tidak banyak akan tetapi dengan jumlah ternak
yang mencapai ratusan ternak, volume urin kambing yang tertampung tiap hari juga
akan banyak. Pemanfaatan urin kambing digunakan sebagai insektisida bagi
tanaman kedelai juga berfungsi sebagai ZPT (zat perangsang tumbuh).
Pemanfaatan urin yang bercampur dengan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk
organik cair melalui fermentasi dengan aktivator Trichoderma spp atau yang
lainnya.
Pendekatan Ekonomis Bioindustri Berbasis Integrasi Tanaman-Ternak
Pendekatan ekonomis yang digunakan adalah B/C ratio, untuk mendapatkan
perhitungan secara riil kondisi sebelum dan setelah melakukan penerapan model
bioindustri ditingkat petani. Berikut ini Tabel 2, menyajikan data sebelum dan
setelah menerapkan bioindustri berbasis tanaman kedelai dan ternak kambing.
44
Tabel 4. Data komponen dan nilai saprodi sebelum dan setelah menerapkan
bioindustri tanaman kedelai dan ternak kambing.
Perlakuan
Harga (Rp/kg)
Teknologi sebelum
menerapkan bioindustri tan.
Teknologi setelah
menerapkan bioindustri
tan. Sarana
Produksi
Volume
(kg)
Jumlah
(Rp)
Volume
(kg)
Jumlah
(Rp)
- Benih 14.000 50 700.000 35 490.000
- Pupuk anorganik (NPKp)
3.500 100 350.000 75 262.500
- Insektisida
150.000 2 300.000 2 300.000 - Pupuk organik
- -
Ada tidak
beli 0 - Fungisida
120.000 1 120.000 1 120.000
Tenaga Kerja (HOK)
- Penyiapan Lahan
50.000 10 500.000 - -
- Penanaman 50.000 15 750.000 17 850.000
- Penyiangan
50.000 30 1.500.000 15 1.500.000
- Pemupukan
50.000 4 200.000 19 200.000
- Penyemprotan
10.000 4 40.000 4 40.000
- Pemanenan 50.000 15 750.000 15 750.000
- Perontokan 10% Hasil (kg)
7.000 192 1.344.000 239 1.673.000
- Ongkos Angkut 50.000 4 200.000 5 250.000
Total Biaya
Produksi
6.666.500
6.523.000
Hasil (kg/ha) 1.920 2.390
Harga Produksi (Rp/kg)
5.500
5.500
Penerimaan
(Rp/ha)
10.560.000
13.145.000
Keuntungan (Rp)
3.893.500
6.622.000 B/C ratio 0,58 1,02
Mantau (2015) melaporkan bahwa analisis data menggunakan metode
analisis manfaat biaya (benefit-cost analysis). Pendekatan harga pada faktor biaya
menggunakan pendekatan harga aktual (secara finansial) selama satu tahun
45
periode usaha (2 musim tanam). Hasil benefit cost analysis untuk bioindustri
tanaman adalah 1,02 artinya model bioindustri tanaman yang telah berintegrasi
dengan ternak yang diterapkan oleh petani kooperator dapat meningkatkan hasil
dan layak untuk dilaksanakan oleh petani kooperator dan non kooperator
lainnya.Model bioindustri tanaman yang telah berintegrasi dengan ternak yaitu
memanfaatkan limbah ternak (urin dan kotoran) sebagai pupuk organik cair dan
insektisida (urin ternak kambing). Dalam analisis tidak terdapat biaya yang
dikeluarkan petani, hanya subsitusi penambahan tenaga kerja pada saat penyiangan
dengan penyemprotan (dapat dilihat pada Tabel 1). Sedangkan kegiatan budidaya
yang dilakukan oleh petani non kooperator memiliki nilai resiko yang tinggi bila
dilaksanakan karena sangat bergantung kepada harga, bila harga pada saat panen
di bawah harga yang diestimasi (Rp. 5.500), maka petani akan merugi (nilai B/C
ratio dibawah <1).
Kegiatan bioindustri ternak dilaksanakan pada lokasi yang berdekatan
dengan penanaman tanaman kedelai, sehingga limbah serasah tanaman dapat
langsung diolah menjadi pakan ternak. Input teknologi yang dimasukkan pada
bioindustri ternak adalah alat pencacah serasah ternak (alat coper) untuk
membantu mencacah serasah menjadi potongan-potongan kecil sehingga serasah
dapat mudah terfermentasi dan ternak mudah mencerna pakan yang difermentasi.
Blakely dan Bade (1991), menyatakan kambing dapat mengkomsumsi bahan kering
lebih banyak di bandingkan ukuran tubuhnya (5-7 % dari berat badan), sedangkan
pada sapi hanya 2-3% dari berat badannya. Berikut di bawah ini Tabel 2, hasil
pertambahan bobot ternak kambing pada model bioindustri integrasi ternak-
tanaman di kelompok peternak kooperator.
46
Tabel 5. Analisis pertambahan bobot ternak kambing pada model bioindustri
integrasi ternak-tanaman.
Umur (tahun)
Jantan/Betina N Jumlah pakan hijauan (kg)
Jumlah pakan
konsentrat (kg)
Bobot awal (kg)
Bobot akhir (kg)
2,0 Jantan 1 3,8 0,4 38 66,5 2,5 Jantan 1 5,1 0,5 51 81,0 1,1 Betina 1 2,2 0,2 22 45,1 1,1 Betina 1 1,8 0,2 18 42,0 1,0 Betina 1 2,0 0,2 20 42,2 1,0 Betina 1 1,9 0,2 19 42,5 1,0 Betina 1 1,7 0,2 17 41,0 1,0 Betina 1 1,8 0,2 18 39,0 1,0 Betina 1 1,8 0,2 18 40,8 1,0 Betina 1 1,8 0,2 18 41,1 1,0 Betina 1 1,8 0,2 18 42,0 1,0 Betina 1 1,8 0,2 18 41,3 1,0 Betina 1 1,8 0,2 18 41,7 1,0 Betina 1 1,7 0,2 17 39,0 1,0 Betina 1 1,7 0,2 17 39,6 1,0 Betina 1 1,5 0,2 15 37,7 1,0 Betina 1 1,6 0,2 16 45,1 1,0 Betina 1 1,5 0,2 15 42,0
Selain itu kambing juga dapat mencerna secara efesien pakan yang
mengandung serat kasar tinggi dibandingkan dengan sapi atau domba (Blakely dan
Bade, 1991). Pada model bioindustri ternak, ternak kambing yang dipelihara secara
bersama oleh kelompok peternak kooperator yang dikandangkan ada 18 ekor,
terdiri dari 2 jantan dan 16 betina yang berumur rata-rata 1 (satu) tahun. Jumlah
pakan hijauan yang diberikan berupa rumput dan leguminose sebesar 10% dari
bobot ternak dan konsentrat tambahan yang diberikan sebesar 10% dari jumlah
hijauan (dapat dilihat pada Tabel 2). Pertambahan bobot akhir kambing yang
dipelihara secara intensif selama 3 bulan berkisar 37%-61,5%.
47
V. KESIMPULAN
Kegiatan model bioindustri berbasis integrasi tanaman kedelai dan
ternak kambing menjadi salah satu cara dalam meningkatkan produktivitas
lahan kering melalui hubungan yang bersinergi melalui pemanfaatan limbah
tanaman menjadi pakan ternak dan pengolahan limbah ternak menjadi
pupuk bagi tanaman. Perlu dilakukan replikasi model bioindustri berbasis
integrasi tanaman-ternak di kecamatan lainnya. Integrasi yang dilakukan
dapat dengan berbagai komoditi tergantung potensi yang dimiliki oleh
daerah tersebut. Pertambahan bobot akhir kambing yang dipelihara secara
intensif selama 3 bulan berkisar 37%-61,5%. Hasil benefit cost analysis
untuk bioindustri tanaman adalah 1,02 artinya model bioindustri tanaman
yang telah berintegrasi dengan ternak yang diterapkan oleh petani
kooperator .
48
DAFTAR PUSTAKA
Blakely J dan Bade DH. 1991. Ilmu Peternakan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
BPS, 2005. Statistik Indonesia 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 604 p. Karda IW, Spudiati. 2012. Meningkatkan Produktifitas Lahan Marginal Melalui
Integrasi Tanaman Pakan dan Ternak Ruminansia. Fakultas Peternakan Universitas Mataram. www.ntb.litbang.deptan.go.id [ 1 Mei 2012].
Malabay. 2008. Pendekatan sistem model causal loop diagram (cld) dalam memahami permasalahan penerimaan kuantitas mahasiswa baru di perguruan tinggi swasta. Proceeding, Seminar Ilmiah Nasional Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT 2008). Auditorium Universitas Gunadarma, Depok. ISSN : 1411-6286.
Mantau Z. 2015. Analisis Investasi Usahatani Kedelai Varietas Tanggamus Di Kabupaten Gorontalo (Suatu Pendekatan Analisis Manfaat-Biaya). ASE. Vol. 11: 1. 1 – 10.
Maryono. 2010. Rekomendasi Teknologi Peternakan Veteriner Mendukung Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) tahun 2014. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor.
Munanto B. 2014. Perkandangan Ternak Kambing Sitem Kandang. http://kp4k.kulonprogokab.go.id/article-22-perkandangan-ternak-kambing-sistem-panggung.html [6 Agustus 2015]. Nitis. 1992. Usahatani Sistim Tiga Strata. Balai Informasi Pertanian. Bali.
Departemen Pertanian. Wilkinson JM, Wadephul F, Hill J. 1996. Silage in Europe: a survey of 33 countries.
Welton, UK: Chalcombe Publications. http://hmrh.sith.itb.ac.id/mengenal-pertanian-bioindustri-berkelanjutan/ [01
Agustus 2015]. http://lolitsapi.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita/350-model-pertanian-
bioindustri-berbasis-sapi-potong [6 Agustus 2015].