Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung...

166
MODEL PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN BERBASIS DAYA DUKUNG (Carrying Capacity) PERAIRAN TELUK BAGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG IKAN KERAPU (Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan) ARIADI NOOR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Transcript of Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung...

Page 1: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

MODEL PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN BERBASIS DAYA DUKUNG (Carrying Capacity)

PERAIRAN TELUK BAGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG IKAN KERAPU

(Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru,

Propinsi Kalimantan Selatan)

ARIADI NOOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 2: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

MODEL PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN BERBASIS DAYA DUKUNG (Carrying Capacity)

PERAIRAN TELUK BAGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG IKAN KERAPU

(Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan)

Oleh :

ARIADI NOOR

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 3: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup :

Prof. Dr. Ir. Harpasis H Sanusi, MS

Dr. Ir. Fredinand Yulianda, M.Sc.

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka :

Dr. Ir. Ketut Sugama, M.Sc

Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc

Page 4: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

@ Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan

kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan

kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 5: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

HALAMAN PENGESAHAN ii

Judul Disertasi : Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan) Nama : ARIADI NOOR

N R P : C.261040121

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program : Doktor (S3)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Bambang Widigdo Dr. Ir. Richardus F Kaswadji, MSc Ketua Anggota

Dr.Ir.Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Prof. Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana IPB Dr.Ir.Mennofatria Boer, DEA Prof. Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 24 Desember 2008 Tanggal Lulus :

Page 6: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

iii

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT atas limpahan Rahkmat dan

KaruniaNya sehingga disertasi ini dapat kami selesaikan. Disertasi ini berjudul “Model

Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan

Teluk Bagi Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi Kasus

di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan), sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada program studi pengelolaan sumberdaya

pesisir dan lautan, pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam disertasi ini dikaji secara komprehensif tentang aspek-aspek yang

berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu

di laut, meliputi (1) karakterisasi biofisik dan kelayakan bioteknis perairan pesisir Teluk

Tamiang untuk pengembangan budidaya kerapu dalam KJA di laut, (2) pendugaan

kuatitatif limbah organik, nitrogen dan phospat dari sistem budidaya kerapu dalam KJA di

laut dan antropogenik dari daratan (upland), (3) pendugaan daya dukung (Carriying

Capacity) lingkungan pesisir teluk, dan (4) pendekatan permodelan pada pengelolaan

lingkungan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu di laut, dan (5) perumusan

skenario dan strategi pengelolaan.

Pada kesempatan ini kami ucapkan banyak terimakasih kepada Komisi

Pembimbing yang diketuai oleh Bapak Dr. Ir. BAMBANG WIDIGDO,

Dr. Ir. RICHARDUS F. KASWADJI, M.Sc, Dr. Ir. HARTRISARI HARDJOMIDJOJO, DEA,

dan Prof. Dr. Ir. DEDI SOEDHARMA,DEA, sebagai anggota komisi pembimbing, atas

segala bimbingan, arahan dan dukungannya sehingga disertasi ini dapat kami

selesaikan.

Bogor, Desember 2008

Penulis.

Page 7: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

iv

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………....... ii

PRAKATA ...........……………………………………………………......... iii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….......... iv

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………........ vii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………........ ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x

I. PENDAHULUAN ……………………………………………………....... 1

1.1. Latar Belakang ………………......………………………………........ 1

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………………..... 2

1.3. Kerangka Pedekatan Masalah ..................................……………... 2

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ……………………………........................... 4

1.5. Kebaruan (Novelty) Penelitian ....................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………..... 6 2.1. Status Budidaya Ikan Kerapu dan Prospek Pengembangannya ....... 6

2.2. Faktor Faktor yang mempengaruhi Kualitas Lingkungan dan Kelayakan .......................................................................................... 8

2.3. Pengertian Daya Dukung …………………….................................. 10

2.4. Integrasi Kegiatan Perikanan Budidaya dalam Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu ............................................................................... 11

2.5. Pendekatan Sistem dan Pemodelan …………….......................... 12 2.5.1. Analisis Sistem ……………………………......................... 12 2.5.2. Pemodelan ……………………………………………................ 13

III. METODOLOGI ............……………………………………..... 14

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………….... 14 3.2. Karakterisasi Sifat Perairan dan Kelayakan Bioteknis Perairan

Pesisir Teluk ................................................................... 15 3.2.1. Karakterisasi Biologi Perairan ........................................... 16

3.2.2. Karakterisasi Oseanografi …………………….......................... 18 3.2.3. Karakterisasi Kimiawi Perairan ........................................... 19 3.2.4. Kelayakan Bioteknis dan Penentuan Kesesuaian Perairan .... 20

Page 8: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

v

3.3. Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung .................... 23 3.4. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari Kegiatan Budidaya (Internal loading) ……………………………............................ 24 3.5. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan (antropogenik) (eksternal loading) ........................................................ 26

3.6. Pendugaan Daya Dukung Lingkungan Perairan Pesisir bagi Pengembangan Budidaya Kerapu dalam Karamba Jaring Apung ......... 28

3.7. Pendekatan Analisis Prospektif dan Model Dinamik dalam Pengelolaan Kualitas Lingkungan bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan kerapu . 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………...... 33

4.1. Keadaan Umum Teluk Tamiang ..…………………………..... 33

4.2. Karakterisasi Topografi dan Ekosistem Perairan Teluk Tamiang ........ 34 4.2.1. Karakterisasi Topografi ……………………………. .. 34 4.2.2. Karakterisasi Ekosistem Perairan ……………. 38 4.2.2.1. Ekosistem Mangrove …………………………….... 38 4.2.2.2. Ekosistem Terumbu Karang .....……………….. 38

4.3. Karakterisasi Biologi Perairan ........................................................ 39 4.3.1. Phytoplankton dan Zooplankton ............................................ 39 4.3.2. Bentos ................................................................................ 46 4.3.3. Produktivitas Primer ..................................................... 52 4.4. Karakterisasi Fisika Kimia Perairan Teluk Tamiang …………….. 53

4.5. Kelayakan Bioteknis dan Penentuan Kesesuaian Perairan ............... 63

4.6. Keragaan Budidaya Ikan Kerapu Bebek (Cromileptis altivelis) dalam KJA ................................................................... 70

4.7. Pendugaaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari kegiatan Budidaya (Internal Loading) ........................................................... 71

4.8. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan

(Eksternal Loading) ................................................................... 73

4.9. Pendugaan Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu ................... 75

4.9.1 Pendugaan Daya Dukung Melalui Pendekatan Beban Limbah N ...................................................... 75

4.9.2 Pendugaan Daya Dukung Melalui Ketersediaan Oksigen Terlarut dengan Limbah Organik ......................................... 76

Page 9: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

vi

4.10. Pendekatan Analisis Prospektif dan Model Dinamik ....................... 77

4.11. Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu Berbasis Daya Dukung di Perairan Teluk Tamiang ................................... 95 4.11.1. Daya Dukung Fisik (Ekologi) Perairan ....................... 95 4.11.2. Daya Dukung Produksi Biomass Ikan ....................... 96 4.11.3. Daya Dukung Sosial Ekonomi ……………………...... 96

4.12. Implikasi Kebijakan Operasional ............................................... 97

4.13. Strategi Pengelolaan untuk Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu di Pesisir Teluk Tamiang Secara bekelanjutan ........... 97

V. SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………........ 99

5.1. Simpulan ...…………………………………………………......... 99 5.2. Saran …………………………………………………….. ..... 100

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………......... 101

LAMPIRAN ....................................................................................................... 106

Page 10: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

vii

DAFTAR TABEL Halaman

1 Parameter kualitas lingkungan perairan dan metode peneraannya ............. 20

2 Kriteria dan sistem penilaian kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu ............................................................

21

3 Jenis aktifitas dan koefisien limbah pemukiman ............................................

27

4 Jenis aktifitas dan koefisien limbah peternakan ............................................

27

5 Pendugaan beban limbah antropogenik sekitar Teluk Tamiang ...................

28

6 Karakteristik pasang surut di perairan Teluk Tamiang Kec. Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru .....................................................................................

36

7 Kelas dan genera fitoplankton yang ditemukan selama pengamatan di perairan Teluk Tamiang ................................................................................

39

8 Jumlah jenis dan kelimpahan fitoplankton pada masing-masing stasiun Pengamatan ...................................................................................................

40

9 Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) Fitoplankton di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 ................................................................................................

43

10 Indeks keanekaragaman (H), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) Zooplankton di Perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 .................................................................................................

46

11 Famili dan spesies Bentos yang ditemukan selama pengamatan di perairan Teluk Tamiang .............................................................................................

47

12 Jumlah jenis dan kelimpahan bentos pad masing-masing stasiun pengamatan ..................................................................................................

48

13 Indeks keanekaragaman (H), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) Bentos di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 ...............................................................................................................

49

14 Rekapitulasi Indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi bentos di perairan Teluk Tamiang .............................................................................

51

15 Nilai produktitivitas primer (gC/m3/hari) perairan Teluk Tamiang ...................

53

16 Kriteria kecepatan arus perairan teluk untuk budidaya ikan (Velvin, 1999) ....

55

Page 11: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

viii

17 Kriteria pencemaran perairan berdasarkan nilai DO (Lee et al., 1978) .........

58

18 Kriteria pencemaran berdasarkan nilai BOD5 (Lee et al., 1978) ....................

59

19 Rangkuman penilaian kondisi parameter biologi dan fisika-kimia perairan yang diperoleh selama penelitian di Teluk Tamiang ....................................

62

20 Kriteria kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya KJA Ikan Kerapu ....

63

21 Sistem penilaian kelayakan/kesesuaian untuk lokasi budidaya KJA Ikan Kerapu ..........................................................................................................

64

22 Rekapitulasi rata-rata nilai parameter kualitas lingkungan untuk budidaya ikan kerapu ...................................................................................................

64

23 Rekapitulasi nilai perkalian bobot dan Skor pada setiap stasiun pengamatan

65

24 Tingkat kelayakan/kesesuaian perairan setiap stasiun pengamatan ............

66

25 Luas perairan teluk potensial untuk budidaya KJA Ikan Kerapu ..................

67

26 Hasil pemeliharaan ikan kerapu bebek dalam KJA selama 180 hari ............

70

27 Nilai parameter penentuan beban limbah budidaya Ikan Kerapu dalam keramba jaring apung di perairan Teluk Tamiang ..........................................

71

28 Nilai Hasil Pendugaan Kuantifikasi Total N dan P dari pakan yang diberikan ..

72

29 Alur pemanfaatan N dan P pakan oleh ikan kerapu bebek ............................

72

30 Pendugaan beban limbah antropogenik sekitar perairan Teluk Tamiang ......

74

31 Kandungan Oksigen Terlarut (mg/l) perairan Teluk Tamiang selama 24 jam dengan selang waktu 3 jam pada tiga stasiun pengamatan ..........................

76

32 Rekapitulasi 2 (dua) Metode Pendekatan Pendugaan Daya Dukung Perairan Teluk Tamiang untuk Budidaya KJA Ikan Kerapu ........................................

77

33 Informasi dasar pemodelan bagi pengelolaan kualitas lingkungan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu ....................................................

80

34 Hasil simulasi produksi biomass Ikan Kerapu dan total pakan ......................

83

35 Hasil simulasi produksi limbah kegiatan budidaya KJA Ikan Kerapu selama 180 hari pemeliharaan ...................................................................................

85

36 Hasil simulasi produksi biomass dan keuntungan (Profit) ..............................

86

37 Perbandingan tiga skenario (data lapangan dan data model simulasi) .......... 94

Page 12: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

ix DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pikir penelitian ................................................................................ 5

2 Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes Altivelis) ........................................................ 7

3 Peta lokasi penelitian .......................................................................................... 14

4 Titik sampling perairan Teluk Tamiang .............................................................. 15

5 Diagram alir penyusunan tingkat kesesuaian perairan untuk Budidaya KJA Ikan Kerapu .......................................................................................................

23

6 Karamba jaring apung dengan alat perangkap feses dan sisa pakan ..............

25

7 Sebaran kedalaman perairan Teluk Tamiang .................................................. 34

8 Irisan melintang kontur dasar perairan Teluk Tamiang sebelah Barat ...............

35

9 Irisan melintang kontur dasar perairan Teluk Tamiang sebelah Timur ..............

35

10 Kontur dasar perairan Teluk Tamiang .............................................................. 35

11 Grafik kondisi pasang surut perairan Teluk Tamiang .......................................

36

12 Komposisi jenis (%) berdasarkan kelimpahan fitoplankton pada setiap bulan pengamatan ......................................................................................................

39

13 Peta tematik kondisi físika perairan Teluk Tamiang .........................................

68

14 Peta kesesuaian perairan untuk pengambangan budidaya KJA Ikan Kerapu ...

69

15 Diagram perbandingan tingkat kesesuaian areal Budidaya KJA ......................

69

16 Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada Sistem pengelolaan kualitas lingkungan ...........................................................................................

78

17 Model global keterkaitan antar submodel ......................................................... 82

18 Konsep submodel biomass Ikan Kerapu .......................................................... 83

19 Konsep submodel produksi limbah budidaya dan antropogenik ......................

84

20 Konsep submodel ekonomi budidaya Ikan Kerapu ...........................................

85

21 Grafik perbandingan antar skenario pengelolaan kualitas lingkungan perairan Teluk Tamiang .................................................................................................. 94

Page 13: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tabel hasil analisis plankton di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 .................................................................................................

108

2 Tabel hasil analisis bentos di perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006 .................................................................................................

114

3 Hasil analisis uji beda nyata (levene’s test) kelimpahan plankton di perairan Teluk Tamiang ...............................................................................................

120

4 Hasil analisis uji beda nyata (levene’s test) kelimpahan bentos di perairan Teluk Tamiang ................................................................................................

121

5 Data karakteristik kualitas lingkungan (fisika-kimia air) disekitar KJA Kerapu di perairan Teluk Tamiang ..............................................................................

122

6 Rekapitulasi hasil analisis rata-rata parameter fisika-kimia perairan Teluk Tamiang selama penelitian ...........................................................................

125

7 Matrik penilaian kelayakan/kesesuaian untuk lokasi budidaya KJA ikan kerapu pada setiap stasiun pengamatan ........................................................

126

8 Data sampling sisa pakan dan feses serta perhitungan pendugaan total bahan organik .................................................................................................

130

9 Perhitungan pendugaan limbah N dan P yang dihasilkan dari produksi 237,6 kg ikan Kerapu ................................................................................................

131

10 Simulasi submodel produksi limbah budidaya KJA Ikan Kerapu ....................

132

11 Jumlah total bahan organik dan unit KJA hasil simulasi skenario optimis .....

133

12 Jumlah total bahan organik dan unit KJA hasil simulasi skenario moderat ....

134

13 Jumlah total bahan organik dan Unit KJA hasil Simulasi skenario pesimis ....

135

14 Hasil simulasi biomass dan keuntungan (Profit) ............................................

136

15 Formulasi model ............................................................................................

137

16 Uji statistika (Uji t beda nyata) .......................................................................

140

Page 14: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis

Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya

Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi Kasus di Teluk Tamiang Kabupaten

Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan), dengan arahan dari komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2008 Ariadi Noor NRP. C261040121

Page 15: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabaru pada tanggal 26 Desember 1968 sebagai anak

kedua dari pasangan Abdul Gaffar Noor, MH dan (Alm) Siti Arbajah. Pendidikan sarjana

ditempuh di Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat, lulus pada tahun 1993.

Pada tahun 2001, penulis diterima di Program Magister pada Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor dan menamatkannya pada tahun 2003.

Kesempatan melanjutkan program Doktor (S3) pada program studi Pengelolaan

Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

diperoleh pada tahun 2004.

Penulis bekerja sebagai staf di Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Daerah

Propinsi Kalimantan Selatan sejak tahun 1993 hingga sekarang.

Page 16: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

ABSTRAK

ARIADI NOOR. Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu (Studi Kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan). Dibimbing oleh BAMBANG WIDIGDO sebagai Ketua Komisi Pembimbing, RICHARDUS F. KASWADJI, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO, dan DEDI SOEDHARMA sebagai anggota Komisi Pembimbing. Penelitian ini berlokasi di perairan Teluk Tamiang bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi karakteristik biofisik dan daya dukung lingkungan Teluk Tamiang, beban limbah yang berasal dari aktivitas budidaya maupun aktivitas masyarakat sekitarnya yang berdampak terhadap lingkungan perairan, serta kapasitas asimilasi beban limbah yang dijadikan masukan data untuk membuat model pengelolaan kualitas lingkungan yang berbasis daya dukung untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu. Pendekatan pemodelan yang dibangun dengan mengacu pada hasil penelitian serta informasi ilmiah lainnya, digunakan sebagai alat bantu analisis dalam memformulasi kebijakan pengelolaan Teluk Tamiang berbasis daya dukung untuk pengembangan budidaya KJA ikan Kerapu baik untuk saat sekarang maupun prospektif dimasa yang akan datang dalam suatu model pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya dukung. Metodologi yang digunakan untuk meliputi serangkaian percobaan lapangan dan metode survey untuk menilai karakteristik biofisik lingkungan perairan dan kesesuaian serta tingkat kelayakan perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA, pendekatan analisis prospektif dan sistem serta pemodelan. Data dan informasi yang diperoleh dirangkum dan diolah menjadi satu informasi dasar bagi pengembangan model pengelolaan Teluk Tamiang yang terpadu dan berkelanjutan. Kawasan Teluk Tamiang memiliki luas perairan yang layak untuk dikembangkan untuk kawasan budidaya KJA ikan kerapu mencapai 385 Ha. Daya dukung Teluk Tamiang sebasar 18,8 – 62,5 ton ikan atau 16 – 52 unit rakit KJA (produksi optimal – maksimal). Beban limbah beban limbah yang masuk ke perairan (loading) sebesar 174,2 kgN dan 32,4 kgP. Total bahan organik partikel yang dihasilkan sebesar 707,5 kg (50,3%) dari total pakan. Hasil simulasi model yang dikembangkan terhadap beberapa parameter menghasilkan nilai prediksi yang tidak berbeda nyata dengan nilai observasi lapangan. Dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan untuk pemahaman, optimasi dan pendugaan alokasi sumberdaya perairan Teluk Tamiang untuk pengembangan budidaya pada batas minimum resiko degradasi lingkungan. Kata kunci : Model Pengelolaan, Kualitas Lingkungan,Daya Dukung, Keramba Jaring Apung ikan Kerapu Bebek

Page 17: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

ABSTRACT

ARIADI NOOR. Model of Environmental Quality Management Based On Carrying Capacity of Bay for Development Floating Cage Culture of Humpback Grouper. (Case Study in Tamiang Bay, Kotabaru District, South Kalimantan Province). Under the direction of BAMBANG WIDIGDO, RICHARDUS F. KASWADJI, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO, and DEDI SOEDHARMA. This research is located in Tamiang Bay of South Kalimantan Province. The aim of this research was to get the data and information of the biophysic characteristic, waste load from both marine culture and society activity as well as environment Tamiang Bay carrying capacity. The data input were used make environment quality management model based on carrying capacity for developing of floating cage culture humpback grouper. Method used was field experiment and survey. Developing of floating cage culture of humpback grouper reach 385 hectare. Carrying capacity of Tamiang Bay is 18,8 – 62,5 ton fish or 16 - 52 unit the floating cage culture (optimal production - maximal). The waste burden were loading about 174,5 kg N and 32,4 kg P. The total of organic substance particle yield 707,5 kg ( 50,3%) of food total. Simulation model toward some parameter showed both prediction value and field observation have not significant effect. This model can be used to give understanding, optimation and estimation Tamiang Bay resources inorder to developt marine culture with minimum risk of environment degradation. Key words : Management model, environmental quality, carrying capacity, floating cage culture humpback grouper

Page 18: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

RINGKASAN Perikanan budidaya merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir

yang mampu memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap pendapatan masyarakat pesisir, penyedia lapangan kerja, dan perolehan devisa Negara yang potensial. Namun dalam penentuan lokasi untuk pengembangan perikanan budidaya sering mengabaikan aspek daya dukung lingkungan. Alokasi input teknologi pada kondisi di atas daya dukung dilakukan untuk mengejar tingkat keuntungan maksimal sehingga mengakibatkan banyak kegiatan budidaya perikanan yang mengalami kegagalan dan meninggalkan kerusakan lingkungan hidup perikanan yang sulit dipulihkan.

Perairan Teluk Tamiang merupakan kawasan yang potensial untuk kegiatan

pengembangan budidaya ikan, terutama kegiatan budidaya KJA ikan kerapu. Daya dukung lingkungan perairan teluk serta aktivitas masyarakat (antropogenik) didaratan akan sangat menentukan besaran dan kapasitas alokasi sumberdaya untuk pemanfaatan dan pengembangannya secara terpadu dan berkelanjutan. Budidaya KJA ikan kerapu merupakan sistem produksi ikan yang produktif, namun potensial berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan perairan akibat beban limbah yang dihasilkan yang terjadi secara timbal balik.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model pengelolaan kuaitas berbasis daya dukung perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu. Dalam pelaksanaan penelitian ruang lingkup penelitiannya adalah mendapatkan data dan informasi karakteristik biofisik dan daya dukung lingkungan Teluk Tamiang, beban limbah yang berasal dari aktivitas budidaya maupun aktivitas masyarakat di daratan (Antropogenik) sekitarnya yang berdampak terhadap lingkungan perairan, serta kapasitas asimilasi beban limbah yang dijadikan masukan data untuk membuat model pengelolaan kualitas lingkungan yang berbasis daya dukung. Pendekatan pemodelan yang dibangun dengan mengacu pada hasil penelitian serta informasi ilmiah lainnya, digunakan sebagai alat bantu analisis dalam memformulasi kebijakan pengelolaan Teluk Tamiang berbasis daya dukung untuk pengembangan budidaya KJA ikan Kerapu baik untuk saat sekarang maupun prospektif dimasa yang akan datang.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi percobaan lapangan (pemeliharaan ikan kerapu dalam keramba jaring apung) dan metode survey untuk menilai karakteristik biofisik lingkungan perairan dan kesesuaian serta tingkat kelayakan perairan teluk dengan pendekatan GIS, pendekatan analisis prospektif dan sistem pemodelan. Data dan informasi diolah menjadi satu informasi dasar bagi pengembangan model pengelolaan Teluk Tamiang yang terpadu dan berkelanjutan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kawasan Teluk Tamiang memiliki luas

perairan yang layak untuk dikembangkan untuk kawasan budidaya KJA ikan kerapu mencapai 385 Ha. Daya dukung Teluk Tamiang sebasar 18,8 – 62,5 ton ikan atau atau 16 – 53 unit (80 – 260 KJA) pada tingkat baku mutu ammonia (NH3N) 0,3 dan 1 ppm (produksi optimal – maksimal). Beban limbah beban limbah yang masuk ke perairan (loading) sebesar 174,2 kg N dan 32,4 kg P. Total bahan organik partikel yang dihasilkan sebesar 707,5 kg (50,3%) dari total pakan. Hasil simulasi model yang dikembangkan terhadap beberapa parameter menghasilkan nilai prediksi yang tidak berbeda nyata dengan nilai observasi lapangan dan memberikan alternatif dalam pengembangan

Page 19: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

budidaya KJA Ikan yang meliputi 3 (tiga) skenario yaitu skenario pesimis, moderat dan optimis.

Pendekatan sistem yang dilakukan menyentuh kepada 2 (dua) komponen yaitu komponen kegiatan budidaya dalam lingkungan perairan dan komponen aktivitas di daratan (antropogenik) yang terintegrasi dalam satu sistem pengelolaan kualitas lingkungan, sehingga model yang dibuat merupakan gambaran (abstraksi) dari kondisi nyata dalam pengelolaan lingkungan yang terintegrasi. Rancang bangun model bersifat umum yang memasukan komponen padat tebar ikan, jumlah pakan, volume limbah dari kegiatan budidaya dan antropogenik, volume teluk, nilai flusing time, dan nilai baku mutu untuk biota laut (Budidaya Perikanan) (MENLH 51 Tahun 2004), dapat diaplikasikan pada kawasan perairan teluk lain dengan variabel yang sudah ada atau yang masih diasumsikan.

Model yang dibangun agar lebih mudah diimplementasikan dihasilkan piranti lunak dalam bentuk Visual Basic, disebut MOCATYBUKEJARAPUPU 1.0 (Model Carrying Capacity Budidaya KJA Ikan Kerapu). Model penduga daya dukung perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu.

Dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan untuk

pemahaman, optimasi dan pendugaan alokasi sumberdaya perairan Teluk Tamiang untuk pengembangan budidaya pada batas minimum resiko degradasi lingkungan.

Page 20: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Perikanan budidaya merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan wilayah

pesisir yang potensial dan mampu memberikan kontribusi relatif signifikan terhadap

pendapatan masyarakat pesisir, penyedia lapangan kerja, dan perolehan devisa

negara. Potensi sumberdaya perikanan laut yang mencakup ikan dan biota perikanan

lainnya diperkirakan mencapai 53,9 juta ton/tahun, yang terdiri dari potensi tangkap

lestari sumberdaya ikan laut sebesar 6,1 juta ton/tahun dan potensi budidaya laut

sebesar 46,7 juta ton/tahun. Dahuri (1998) menyatakan bahwa secara keseluruhan

kurang dari 10% dari potensi yang sudah termanfaatkan. Dalam dekade terakhir,

perkembangan perikanan budidaya laut nasional relatif pesat. Selama periode tahun

2000 sampai dengan tahun 2004 terjadi kenaikan produksi budidaya laut dari 197.114

ton menjadi 420.919 ton atau kenaikan sebesar 28,4 % per tahun. Kenaikan tersebut

berkontribusi terhadap total produksi budidaya sebesar 28,7 %. Produksi budidaya

keramba jaring apung di laut mengalami peningkatan yakni dari angka produksi

sebesar 34.602 ton menjadi 62.371 ton ikan atau meningkat sebesar 20%. Kenaikan

nilai produksi pada periode yang sama dari 1,3 menjadi 1,9 triliun rupiah meningkat

sebesar 11,5 % per tahun (Statistik Ditjen Perikanan Budidaya DKP, 2005).

Kenaikan kontribusi yang relatif besar ini menyebabkan perikanan budidaya

dapat dijadikan penggerak utama (prime mover) perekonomian masyarakat pesisir

untuk menggantikan perikanan tangkap. Hal ini dimungkinkan dengan adanya

dukungan teknologi perbenihan, pembesaran, tersedianya sarana produksi (akuainput),

pangsa pasar yang luas, harga jual yang relatif tinggi dibandingkan komoditas

perikanan lainnya, ketersediaan lahan yang potensial, dan kebijakan pemerintah dalam

menjadikan perikanan budidaya menjadi prioritas utama pembangunan perikanan.

Namun demikian, keberadaan dan keberlanjutan pemanfaatan tergantung pada

dinamika kualitas lingkungan pesisir dan daya dukung akibat adanya interaksi antar

pengguna di wilayah pesisir, di samping kegiatan perikanan budidaya itu sendiri.

Penentuan lokasi untuk pengembangan perikanan budidaya seringkali

mengabaikan aspek daya dukung lingkungan. Alokasi input teknologi pada kondisi di

atas daya dukung dilakukan untuk mengejar tingkat keuntungan maksimal sehingga

mengakibatkan banyak kegiatan budidaya perikanan yang mengalami kegagalan dan

meninggalkan kerusakan lingkungan hidup perikanan yang sulit dipulihkan. Kerusakan

Page 21: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

lingkungan akibat budidaya ikan dalam keramba jaring apung umumnya disebabkan

oleh limbah yang berasal dari sisa pakan dan feses ikan peliharaan yang melebihi daya

dukung perairan. Terlantarnya lahan dan berubahnya fungsi ekologi di wilayah pesisir

merupakan salah satu indikasi pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir yang

mengabaikan daya dukung dan pertimbangan lingkungan.

Disamping berasal dari limbah internal tersebut, beban limbah perairan juga

dapat berasal dari daratan. Untuk menjaga kelestarian suatu perairan maka kegiatan

budidaya harus memperhatikan jumlah beban limbah baik dari ikan budidaya maupun

dari lingkungan.

Kajian mendalam yang diarahkan untuk mendapatkan informasi beban limbah

dan dampaknya terhadap lingkungan pesisir dan daya dukung serta hubungan antara

faktor-faktor bersifat spesifik kawasan menjadi penting dilakukan untuk menjawab

persoalan pelestarian kawasan teluk dalam penggunaannya sebagai kawasan

budidaya yang berkelanjutan.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menyusun model pengelolaan kualitas lingkungan

berbasis daya dukung (carrying capacity) perairan teluk bagi pengembangan budidaya

keramba jaring apung ikan kerapu. Secara khusus, penelitian ditujukan untuk

menentukan alokasi sumberdaya perairan pesisir teluk yang proporsional terutama

untuk mendapatkan luas pemanfaatan lahan perairan, jumlah unit keramba jaring

apung yang diusahakan, dan level kegiatan masyarakat di daratan.

Manfaat penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai acuan didalam

merumuskan kebijakan pengelolaan kualitas lingkungan dan pengembangan perikanan

budidaya laut serta tata ruang wilayah pesisir (Perairan Teluk) yang berbasis kepada

daya dukung lingkungan untuk kegiatan budidaya yang berkelanjutan dan

bertanggungjawab.

1.3. Kerangka Pedekatan Masalah Suatu wilayah perairan pesisir dapat dikatakan sesuai untuk kegiatan budidaya

ikan kerapu sistem keramba jaring apung apabila kondisi lingkungan perairannya layak

dan memenuhi kriteria-kriteria teknis-ekologis yang baku. Kondisi lingkungan perairan

yang dimaksud antara lain secara fisika (kontur kedalaman, arus, pasang surut,

Page 22: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

gelombang,) dan kimia (oksigen terlarut, derajat keasaman/pH, salinitas, BOD5, nutrient

dll) (Beveridge, 1996).

Kondisi perairan tersebut mempengaruhi kapasitas perairan dalam menangkap

limbah jika jumlah keramba jaring apung yang dikembangkan di kawasan perairan

tersebut tidak memperhatikan kapasitas tampung perairan maka akan berakibat pada

penurunan mutu lingkungan yang akhirnya menurunkan produkivitas keramba jaring

apung itu sendiri.

Dalam perikanan budidaya di perairan umum (budidaya keramba jaring apung)

sebanyak 30% dari total pakan yang diberikan tidak dikonsumsi oleh ikan dan sekitar

25-30% dari pakan yang dikonsumsi tersebut akan diekskresikan (McDonald et al.,

1996). Sisa bahan organik tersebut akan mengendap ke dasar perairan dan jika suatu

saat terjadi up welling akan menyebabkan kematian masal ikan Sumber limbah yang

berkontribusi terhadap daya dukung perairan juga berasal dari daratan (limbah

antropogenik) antara lain dari kegiatan peternakan dan pemukiman (rumah tangga),

sehingga penentuan daya dukung suatu perairan juga memperhatikan dan

memperhitungkan potensi limbah dari kegiatan di daratan tersebut.

Daya dukung adalah kemampuan badan air atau perairan dalam menerima

limbah organik baik internal (dari kegiatan budidaya) maupun dari luar (daratan) untuk

didaur ulang atau diasimilasi sehingga tidak mencemari lingkungan yang berakibat

terganggunya keseimbangan ekologis (Widigdo, 2000). Untuk penentuan daya dukung

suatu perairan memerlukan analisis yang mampu mengkaitkan hubungan antara sifat

biofisik perairan, parameter-parameter standar yang diperlukan untuk budidaya ikan

kerapu, jumlah limbah ikan kerapu, potensi limbah dari lingkungan luar, serta kapasitas

asimilasi. Berdasarkan kondisi tersebut maka muncul beberapa pertanyaan :

1) Bagaimana karakteristik biofisik (hidro-oseanografi) dan kelayakan bioteknis

perairan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu?

2) Berapa besar beban limbah dari budidaya dan antropogenik yang dapat

mempengaruhi daya dukung?

3) Model seperti apa yang dapat menggambarkan system pengelolaan kualitas

lingkungan di Teluk Tamiang?

4) Bagaimana scenario dan strategi pengelolaan untuk masa yang akan datang?

Beberapa pendekatan dalam estimasi daya dukung yang telah dilakukan untuk

pengembangan kerapu dalam keramba jaring apung di perairan laut, di antaranya

Page 23: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

untuk perairan semi tertutup (teluk) melalui pendekatan berdasarkan pada loading N

dan P yang terbuang ke lingkungan perairan (Beveridge, 1987), pendekatan

berdasarkan ketersediaan oksigen terlarut dalam badan air dan pendekatan

berdasarkan beban limbah pakan yang masuk ke air. Secara skematis kerangka

pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini antara lain :

1. Karakterisasi biofisik (hidro-oseanografi) dan analisis tingkat kelayakan/kesesuaian

bioteknis perairan pesisir Teluk Tamiang.

2. Pendugaan beban limbah organik, N dan P baik yang bersumber dari kegiatan

budidaya KJA dan limbah dari daratan (antropogenik) yang masuk ke dalam

lingkungan perairan serta daya dukung lingkungan perairan bagi pengembangan

budidaya keramba jaring apung Ikan Kerapu.

3. Pemodelan pengelolaan kualitas lingkungan bagi pengembangan budidaya

keramba jaring apung ikan kerapu.

4. Perumusan skenario dan strategi pengelolaan kawasan Teluk Tamiang

1.5. Kebaruan (Novelty) Capaian keilmuan yang dapat ditampilkan sebagai bentuk kebaruan (novelty)

dari penelitian ini antara lain :

1) Rancang bangun model bersifat umum yang memasukan komponen padat tebar

ikan, jumlah pakan, volume limbah dari kegiatan budidaya dan antropogenik,

volume teluk, nilai flusing time, dan nilai baku mutu untuk biota laut (Budidaya

Perikanan) (KEPMENLH 51 Tahun 2004), dapat diaplikasikan pada kawasan

perairan teluk lain dengan variabel yang sudah ada atau yang masih diasumsikan.

2) Model yang dibangun agar lebih mudah diimplementasikan dihasilkan piranti lunak

dalam bentuk Visual Basic, disebut MOCATYBUKEJARAPUPU 1.0 (Model Carrying

Capacity Budidaya KJA Ikan Kerapu). Model penduga daya dukung perairan teluk

untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu.

Page 24: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Cocok ? STOP

Kegiatan Budidaya KJA Ikan Kerapu

Estimasi Limbah dan Daya Dukung

Limbah Antropogenik

Kondisi Hydro-Oseanografi

Jumlah Unit KJA, Kapasitas Produksi

Analisis Prospektif dan Model Dinamik

Analisis Kelayakan/ Kesesuaian

Perairan (GIS)

Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity)

Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu

Analisis Karakteristik Biofisik

dan Bioteknis

Tidak

Ya

Mulai

Selesai

Page 25: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Budidaya Ikan Kerapu dan Prospek Pengembangannya Ikan kerapu (grouper) termasuk dalam Family Serranidae merupakan jenis ikan

yang paling populer dan bernilai ekonomi tinggi diantara jenis ikan karang di daerah

Asia-Pasifik (SEAFDEC, 2001). Ikan kerapu umumnya tumbuh cepat, kuat dan cocok

untuk budidaya intensif. Ikan jenis ini merupakan ikan konsumsi yang umumnya

dipasarkan dalam keadaan hidup (Sunyoto, 1993). Ikan kerapu tersebar luas di

perairan pantai baik didaerah tropis maupun sub tropis, bernilai ekonomis tinggi dan

merupakan komoditas utama dalam perdagangan ikan hidup.

Jumlah ikan kerapu diperkirakan ada sekitar 46 spesies yang hidup diberbagai

tipe habitat. Jumlah tersebut berasal dari 7 (tujuh) genus, yaitu Aethaloperca,

Anyperodon, Cephalopolis, Cromileptis, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari

ketujuh genus tersebut genus Cromileptis, Epinephelus, dan Plectropomus sekarang

digolongkan sebagai ikan komersial dan mulai dibudidayakan (Sunyoto, 1993). Secara

sistematika jenis ikan kerapu bebek (Cromileptis altivelis) dapat dituliskan sebagai

berikut :

Class : Teleostomi/Teleostei

Sub-Class : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Sub-Ordo : Percoide

Famili : Serranidae

Sub-Famili : Epinephelinae

Genus : Cromileptis, Epinephelus

Species : Cromileptis altivelis

Ikan kerapu bebek (Cromileptis altivelis) banyak dijumpai di perairan batu

karang atau daerah karang berlumpur, hidup pada kedalaman 40 – 60 meter. Dalam

siklus hidupnya ikan muda dan larva hidup di dasar perairan berupa pasir karang yang

banyak ditumbuhi padang lamun dengan kedalaman 0,5 – 3,0 meter. Menginjak

dewasa ikan ini akan bermigrasi menuju perairan yang lebih dalam yang biasanya

dilakukan pada siang dan senja hari. Telur dan larva bersifat pelagis, sedangkan

kerapu muda dan dewasa bersifat demersal. Ikan kerapu Kerapu bersifat stenohaline

Page 26: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

yaitu mempunyai kemampuan beradaptasi dengan lingkungan berkadar garam rendah

dan bersifat nocturnal yaitu bersembunyi di liang-liang karang pada siang hari dan aktif

bergerak pada malam hari. (Gambar 2).

Gambar 2 Ikan Kerapu Bebek (Cromileptis altivelis)

Aktifitas budidaya laut sebagai salah satu usaha pemanfaatan potensi kawasan

pesisir pada saat ini sangat berpeluang besar bagi peningkatan produksi perikanan.

Tingkat keberhasilan pengembangannya sangat ditentukan oleh proses pengelolaan

dan penguasaan teknologi yang berorientasi ekologis dan ekonomis serta keterpaduan

pemanfaatan kawasan pesisir dan laut secara sadar mempertimbangkan keberlanjutan

manfaat. Karena itu perlu diupayakan suatu konsep pengembangan budidaya laut

yang berorientasi berkelanjutan.

Ikan kerapu merupakan ikan air laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi

khususnya untuk konsumsi restoran-restoran besar di dalam maupun di luar negeri.

Ikan kerapu biasa diekspor dalam bentuk ikan segar, ikan olahan setengah jadi (fillet

dan sashimi) serta ikan hidup ke beberapa negara seperti Singapura, Jepang,

Hongkong, Taiwan, Malaysia dan Amerika Serikat. Tingginya permintaan yang tidak

diimbangi dengan produksi memunculkan ide untuk membudidayakan ikan ini

(www.suharjawanasuria.tripod.com, Juni 2006).

Ditinjau dari segi harga jual (khususnya untuk ekspor), ternyata ikan kerapu

menunjukkan trend harga yang baik dan dapat diandalkan sebagai salah satu

penunjang penambahan devisa negara. Hal ini dapat dilihat pada harga beberapa jenis

ikan kerapu hidup tahun 2004 dimana untuk ikan kerapu bebek/tikus dapat

mencapai harga Rp. 300.000,- sampai dengan Rp. 320.000,- per kilogram. Walaupun

usaha pengembangan budidaya ikan kerapu dengan menggunakan KJA ini ditujukan

Page 27: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

untuk pasar ekspor, namun sebagian dari hasil produksi juga diharapkan dapat

dipasarkan untuk konsumsi pasar dalam negeri.

2.2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kualitas Lingkungan dan Kelayakan

Kualitas lingkungan (perairan) yang mempengaruhi kehidupan organisme

perairan dalam ekosistemnya adalah parameter biologi, fisika dan kimia. Menurut Boyd

(1990) setiap organisme perairan memerlukan kisaran nilai parameter kualitas air

tertentu dan kisaran tersebut terkait dengan kondisi lokasi.

Pemilihan lokasi Ketepatan lokasi merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam usaha

budidaya ikan kerapu di dalam keramba jaring apung. Beberapa kegagalan usaha

budidaya terjadi karena lokasi yang dipilih kurang cocok. Untuk itu, diperlukan

perencanaan yang mendalam terutama pemilihan lokasi yang harus memenuhi kaidah

dan persyaratan bioteknis.

Beberapa persyaratan perlu dipenuhi dalam pemilihan lokasi. Menurut

Nugroho (1989), beberapa faktor yang perlu dipenuhi dalam penilihan lokasi keramba

jaring apung adalah: (1) Lokasi terlindung dari gangguan angin dan gelombang yang

kuat, namun masih memiliki pergerakan air yang baik, (2) Jarak dasar kurungan

dengan dasar perairan pada saat surut minimal 2 meter, (3) Pergerakan/arus air

berkisar antara 15-25 cm/detik), (4) Salinitas (kadar garam) berkisar antara 15-30 ppt,

(5). Suhu air 27-29 oC. Lokasi budidaya harus jauh dan bebas dari limbah pencemaran

baik yang berasal dari industri, pertanian dan rumah tangga, (6) Dasar Perairan

sebaiknya betofografi landai, kedalaman perairan antara 7 – 15 meter pada saat dari

surut terendah,sehingga jarak dasar karamba ke dasar lebih dari 2 meter (>2).

Kedalaman tersebut untuk mencegah gangguan dari hewan-hewan bentik, serta

memberikan jarak yang cukup agar pengaruh limbah kotoran (feses) dan sisa pakan

tidak menimbulkan efek negatif bagi ikan.

Kondisi dasar perairan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas air

diatasnya. Dasar perairan yang mengalami pelumpuran, bila terjadi gerakan air oleh

arus maupun gelombang akan membawa partikel dasar ke permukaan (Upwelling)

yang akan menyebabkan kekeruhan, sehingga penetrasi cahaya matahari menjadi

berkurang dan partikel lumpur ini berpotensi menutupi insang ikan. Arus air sangat

membantu pertukaran air dalam keramba, membersihkan timbunan sisa-sisa

Page 28: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

metabolisme ikan dan membawa oksigen terlarut yang dibutuhkan ikan. Sebaliknya,

apabila kecepatan arus tinggi akan sangat berpotensi merusak konstruksi KJA serta

dapat menyebabkan stres pada ikan, selera makan ikan berkurang, dan energi banyak

terbuang.

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, letak lintang, ketinggian dari

permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman dari

badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi

perairan. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia,

evaporasi dan volatilisasi. Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan

kelarutan gas dalam air seperti gas-gas O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya (Effendi,

2003). Suhu optimal untuk pertumbuhan kerapu bebek sekitar antara 27 – 29oC (Akbar

dan Sudaryanto, 2002). Suhu perairan sangat penting di dalam mempengaruhi

pertumbuhan ikan budidaya.

Kecerahan air merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara

visual dengan menggunakan secchi disk. Perairan dengan tingkat kecerahan sangat

tinggi (jernih) sangat baik sebagai lokasi budidaya laut. Untuk budidaya laut

kecerahan yang dipersyaratkan adalah > 3 meter (Akbar dan Sudaryanto, 2002).

Kekeruhan atau turbiditas disebabkan oleh adanya partikel tersuspensi dan terlarut

dalam air, seperi jasad renik, lumpur, bahan organik, tanah liat dan zat koloid serta

benda terapung lainnya yang tidak mengendap dengan segera. Kekeruhan dapat

mempengaruhi pernapasan ikan, proses fotosintesa dan produktivitas primer. Dalam

budidaya ikan, nilai kekeruhan (turbidity) berkisar antara 2 – 30 NTU (Nephlelometric

Turbidity Unit). Padatan tersuspensi yang tinggi akan mengganggu pernapasan ikan

karena partikel-partikel tersebut dapat menutupi insang. Padatan tersuspensi perairan

untuk usaha budidaya laut adalah berkisar antara 5 – 25 ppm (Akbar dan Sudaryanto

2002).

Salinitas juga dapat mempengaruhi kehidupan ikan/biota laut lainnya. Boyd

(1990) menyatakan sebagian besar ikan-ikan muda lebih sensitif terhadap perubahan

salinitas bila dibandingkan ikan dewasa. Peningkatan salinitas dapat meningkatkan

tekanan osmotik air (media) yang selanjutnya akan mempengaruhi metabolisme.

Oksigen terlarut dalam air merupakan parameter utama bagi kehidupan hewan

perairan. Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari proses fotosintesis

fitoplankton pada siang hari. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kadar oksigen

dalam air laut adalah kenaikan suhu air, respirasi (khususnya pada malam hari) dan

Page 29: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

masuknya limbah pencemar baik an organik maupun organik yang mudah urai ke

lingkungan laut. Kandungan oksigen terlarut untuk menunjang usaha budidaya yang

baik adalah berkisar antara 5 – 8 ppm (Akbar dan Sudaryanto, 2002).

Nitrogen di dalam air terdiri dari bermacam-macam senyawa, namun yang

bersifat toksik terhadap ikan dan organisme lainnya hanya 3 (tiga) senyawa yaitu

ammonia (NH3-N), nitrit (NO2-N) dan nitrat (NO3-N). Senyawa ini selain berasal dari

atmosfir juga banyak berasal dari sisa makanan, organisme mati dan hasil ekskresi

metabolisme hewan akuatik. Ammonia dan nitrit merupakan senyawa nitrogen yang

paling toksik, sedangkan nitrat hanya bersifat toksik pada konsentrasi yang tinggi.

Kehadiran nitrit yang berlebihan dapat mengoksidasi ion ferro dalam hemoglobin

menjadi ion ferri yang merubah hemoglobin menjadi meteoglobin yang dapat

merupakan parameter penting dalam budidaya ikan karena nitrat merupakan bentuk

oksidasi terbanyak dari nitrogen dalam air. Konsentrasi ammonia dan nitrat untuk

keperluan budidaya adalah < 1 ppm.

2.3. Pengertian Daya Dukung Daya dukung lingkungan perairan didifinisikan sebagai suatu yang berhubungan

erat dengan produktifitas lestari perairan tersebut. Artinya daya dukung lingkungan

adalah nilai suatu mutu lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur

atau komponen (fisika, kimia dan biologi) dalam suatu kesatuan ekosistem (Poernomo,

1997). Pengertian ini apabila diterapkan sebagai daya dukung lingkungan pesisir

menjadi kemampuan badan air atau perairan di kawasan pesisir dalam menerima

limbah organik. Termasuk didalamnya adalah kemampuan mendaur ulang atau

mengasimilasi limbah tersebut sehingga tidak mencemari lingkungan perairan

(Widigdo, 2000).

Kemampuan badan air dalam menerima limbah yang masuk ditentukan oleh

kemampuan pencucian (flushing) dan purifikasi (kapasitas asimilasi) dari perairan

tersebut. Apabila beban limbah yang masuk melebihi kemampuan daur ulang dan

kekuatan pencucian badan air maka perairan menjadi tercemar.

Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah fotosintesa dari produsen

primer (Fitoplankton). Sementara konsumen utama oksigen dalam air adalah hewan,

bakteri dan bahan organik melalui proses respirasi dan oksidasi. Keseimbangan

proses asimilasi dan respirasi akan berpengaruh pada oksigen budget dalam air dan

akan berpengaruh pula pada kehidupan organisme perairan.

Page 30: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Kenchington dan Hudson (1984) mendefinisikan daya dukung sebagai kuantitas

maksimum ikan yang dapat didukung oleh suatu badan air selama jangka waktu

panjang. Daya dukung lingkungan dapat berkurang akibat kerusakan yang ditimbulkan

oleh manusia yang mengurangi ketersediaan suplai energi atau penggunaan energi

(Clark, 1974). Daya dukung lingkungan sangat erat kaitannya dengan kapasitas

asimilasi dari lingkungan yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang

kedalam lingkungan tanpa menyebabkan polusi (UNEP, 1993).

Sementara menurut Gowen et al., 1989 didalam Barg, 1992) menyatakan

bahwa kemampuan pengenceran pesisir untuk menerima limbah sangat dipengaruhi

oleh laju pengenceran (flushing time), volume air yang tersedia dan beban limbah yang

masuk ke perairan. Flushing time diartikan sebagai waktu yang diperlukan dari suatu

unit volume massa air berdiam (tinggal) dalam suatu area tertentu sebelum digantikan

oleh unit volume massa air yang baru.

Estimasi daya dukung lingkungan perairan untuk menunjang budidaya ikan laut

di KJA merupakan ukuran kuantitatif yang akan memperlihatkan berapa ikan budidaya

yang boleh ditanam dalam luasan area yang telah ditentukan tanpa menimbulkan

degradasi lingkungan dan ekosistem sekitarnya (Piper et al., 1982 didalam Meade,

1989) atau jika telah ditentukan banyaknya ikan budidaya dalam satu keramba jaring

apung, estimasi ini akan menunjukkan berapa unit keramba jaring apung yang boleh

ditanam dalam luasan area yang telah ditentukan. Jadi untuk sampai pada perhitungan

estimasi dibutuhkan data-data menyangkut luasan area yang cocok untuk budidaya

sesuai persyaratan, masa tanam, umur panen, besarnya produksi limbah organik,

kapasitas asimilasi, flushing rate dll.

2.4. Integrasi Kegiatan Perikanan Budidaya dalam Pengelolaan Pesisir Secara terpadu Pengembangan budidaya KJA ikan kerapu dalam konsep pengelolaan secara

terpadu (integrated coastal management/ICM) merupakan suatu proses yang

mengharmoniskan kepentingan antara berbagai stakeholders dalam menyusun dan

mengimplementasikan suatu rencana terpadu (integrated plan) baik dari aktivitas

didaratan (antropogenik) maupun aktivitas budidaya di lautan untuk melindungi

ekosistem pesisir beserta sumberdaya alam yang terdapat didalamnya untuk

kesejahteraan secara adil dan berkelanjutan. Suatu kerangka (sistem) kerja

pengelolaan yang meliputi penilaian secara komprehensif (comprehensive

Page 31: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

assessment), penentuan tujuan, perencanaan dan pengelolaan pembangunan

(pemanfaatan) wilayah pesisir beserta segenap sumberdaya alamnya, dengan

memperhatikan perspektif (aspirasi) tradisional, budaya dan historis serta konflik

kepentingan dan penggunaan”.

Beberapa prinsip dasar dalam perencanaan pengembangan budidaya laut

dalam konsep pengelolaan pesisir secara terpadu antara lain : (1) Agenda 21 Rio

prinsip pembangunan berkelanjutan, (2) keterpaduan dan koordinasi antar sektor, (3)

pelibatan masyarakat, (4) analisis cost and benefit spesifik lokasi , (5) pehitungan

kapasitas lingkungan (daya dukung), (6) penerapan aturan insentif, (7) pengawasan

dampak yang ditimbulkan oleh setiap aktivitas, (8) evaluasi dan penyesuaian, serta (9)

efektivitas lembaga dan organisasi yang berperan (GESAMP, 2001).

Selanjutnya parameter yang berhubungan dengan integrasi kegiatan perikanan

budidaya dalam rencana pengelolaan pesisir antara lain : (1) parameter fisika meliputi

pemetaan penggunaan lahan didaratan, kegiatan pembangunan, reklamasi dan

pengairan; (2) parameter biologi dan kimia, meliputi kecerahan perairan, keberadaan

padang lamun, mangrove, terumbu karang dan pencemaran bahan organik; (3)

parameter sosial dan ekonomi masyarakat meliputi kepadatan penduduk, lapangan

pekerjaan, tingkatan pendapatan masyarakat, konflik antar sector berdasarkan

perbedaan kepentingan (FAO, 1996).

Sistem budidaya yang memperhitungkan ukuran daya dukung lingkungan

perairan tempat berlangsungnya kegiatan budidaya dalam menentukan skala

usaha/ukuran unit usaha akan dapat menjamin kontinuitas hasil panen. Sistem

budidaya model ini sering diperkenalkan sebagai sistem budidaya berkelanjutan dan

bertanggungjawab (sustainable and responsible aquaculture).

2.5. Pendekatan Sistem dan Pemodelan 2.5.1. Analisis Sistem Sistem adalah sekelompok komponen yang dioperasikan secara bersama-sama

untuk mencapai tujuan tertentu (Forrester, 1968). Menurut Hall dan Day (1977)

analisis sistem adalah suatu studi (kajian) secara formal (ilmiah) tentang suatu sistem

atau sifat-sifat umum dari sistem-sistem. Analisis sistem adalah pengorganisasian data

dan informasi secara teratur dan logis untuk menyusun suatu model, kemudian diikuti

dengan eksploitasi dan pengujian secara seksama terhadap model tersebut guna

memvalidasi dan memperbaikinya. Analisis sistem mencakup filosofi pemecahan

Page 32: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

masalah secara umum maupun sekumpulan teknik kuantitatif, termasuk formula yang

berkaitan dengan berfungsinya sistem-sistem kompleks, seperti ekosistem alamiah,

sistem sosial, dan sistem ekonomi (Grant et al., 1997).

2.5.2. Pemodelan Model adalah suatu ekspresi formal dari komponen-komponen esensial dari

suatu masalah yang menjadi perhatian kita (Jorgensen, 1988). Model dapat

dideskripsikan dalam bentuk fisik, matematik, atau verbal, meskipun beberapa pakar

pemodelan menolak terminologi model verbal karena bahasa yang digunakan sangat

membingungkan (Jeffer, 1978). Model merupakan formalisasi dari pengetahuan kita

tentang suatu sistem dan model yang baik adalah yang memiliki atribut-atribut

fungsional yang penting (elemen dan fungsi utama) dari sistem yang sebenarnya (Hall

dan Day, 1977). Menurut Goodman (1975 didalam Hall dan Day, 1977), model

merupakan alat untuk memprediksi perilaku dari suatu entitas yang kompleks dan

sedikit dipahami (poorly understood), atas dasar perilaku dari bagian-bagian

(komponen) dari entitas tersebut yang telah diketahui dengan baik.

Pemodelan adalah suatu teknik untuk membantu konseptualisasi dan

pengukuran dari suatu sistem yang kompleks, atau untuk memprediksi konsekuensi

(response) dari sistem terhadap tindakan (intervensi manusia). Jika tindakan manusia

(management intervention) ini dicobakan secara langsung terhadap sistem yang

sebenarnya (alam), maka konsekuensinya terlalu mahal, merusak, atau sukar

dipelajari. Dengan demikian, apa yang dapat kita lakukan dengan model adalah untuk

pemahaman (understanding), pendugaan (assessing), dan dukungan informasi

(information support). Prinsip lain dari penggunaan model adalah untuk menguji

validitas pengukuran di lapang dan asumsi yang diturunkan dari data tersebut. Dengan

pemodelan kita berharap dapat mengetahui lebih banyak tentang struktur dan tingkah

laku alam baik dalam kondisi sekarang maupun yang akan datang yang dapat diketahui

dalam bentuk simulasi.

Menurut Grant et al., (1977), simulasi adalah suatu proses yang menggunakan

model untuk menirukan atau menelusuri tahap demi tahap tentang perilaku dari suatu

sistem yang dipelajari. Model simulasi disusun dari suatu seri perhitungan dan operasi

logis yang secara bersama-sama menyajikan struktur (keadaan) dan perilaku

(perubahan keadaan) dari sistem yang dipelajari.

Page 33: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

III. METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi

Kalimantan Selatan (Gambar 3). Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan

antara lain telah berkembangnya kegiatan budidaya ikan kerapu di Teluk Tamiang yang

memiliki luas 2.289,8 ha.

Penelitian lapangan dan laboratorium dilaksanakan mulai dari bulan April –

Nopember 2006.

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Teluk Tamiang

Kalimantan Selatan

Page 34: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

3.2. Karakterisasi Sifat Perairan dan Kelayakan Bioteknis Perairan Teluk Tamiang

Analisis karakteristik sifat perairan merupakan kajian tentang kondisi biofisik dan

kimia perairan, mencakup aspek kualitas perairan (Biologi, fisika, dan kimia), serta

oseanografi. Pengamatan kualitas air dilakukan untuk menentukan kelayakan

perairan bagi kehidupan ikan kerapu. Contoh air diambil pada 10 titik lokasi sampling

(Gambar 4) pada kedalaman 50% dari kedalaman laut (0,5 x kedalaman laut) dengan

menggunakan water sampler Niskin Van Dorn (International Association of the Physical

of the ocean (IAPSO, 1936 didalam Hulagalung et al., 1997). Contoh air untuk

keperluan analisa laboratorium diambil setiap bulan satu kali selama 6 bulan. Jenis

dan metode analisa parameter secara rinci disajikan pada Tabel 1. Penentuan lokasi

dilakukan dengan alat bantu GPS (Global Positioning Systems).

Gambar 4 Titik sampling perairan Teluk Tamiang

12 3

45

67

89

10

Page 35: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

3.2.1. Karakterisasi Biologi Perairan Kajian biologi perairan meliputi produktivitas primer, plankton dan bentos, yang

ditujukan untuk mengetahui karakteristik perairan sebagai salah satu indikator tingkat

pencemaran dan kesuburan perairan.

- Pengukuran Produktivitas Primer. Produktivitas primer diukur dengan

menggunakan botol gelap dan botol terang (Vollenweider, 1969 didalam Kaswadji

et al., 1993). Pengukuran produktivitas primer bertujuan untuk mengetahui jumlah

bahan organik yang dihasilkan oleh produsen primer (fitoplankton). Produktivitas

primer dihitung dengan menentukan kandungan oksigen terlarut dalam botol terang

dikurangi dengan kandungan oksigen dalam botol gelap setelah dilakukan masa

inkubasi (pencahayaan) selama 3 jam. Nilai oksigen terlarut yang diperoleh dari

hasil pengurangan tersebut, kemudian dikonversikan ke satuan mgC/m3/jam.

Perhitungan produktivitas primer dilakukan menurut Umaly dan Cuvin (1988)

sebagai berikut: (O2 dalam BT) – (O2 dalam BG) (1000) 0,375 GP = ------------------------------------------------------- x --------- mgC/m3/jam Lama pencahayaan (jam) KF

Keterangan : GP = Produktifitas Primer BT = Botol Terang BG = Botol Gelap Lama inkubasi = selama 3 jam (dari jam 9.00 – 12.00) O2 = Oksigen terlarut (mg/l) KF = Kuosien Fotosintesa = 1,2 1000 = konversi liter menjadi m3 0,375 = Koefisien konversi oksigen menjadi karbon (12/32)

(Ryther, 1965 didalam Kaswadji et al., 1993). Jika diasumsikan bahwa dalam satu hari terdapat 12 jam terang, maka dalam satu hari GP x 4 jam.

- Kelimpahan Plankton. Sampel diambil dengan menyaring air sebanyak 200 liter

melalui plankton net no. 25 dan dimampatkan menjadi sekitar 25 ml dan diawetkan

dengan menambahkan 5 – 10 tetes larutan formalin 10 ppm. Identifikasi jenis

dilakukan dengan bantuan mikoskop dan buku identifikasi Davis (1955).

Perhitungan kepadatan plankton dilakukan dengan menggunakan Sedgwick Rafter

Counting Chamber dibawah mikroskop (APHA, 1992). Kelimpahan plankton (K)

ditentukan dengan metode penyapuan (sensus) dengan menggunakan Sedwick

Rafter Cell (SRC) (APHA 1992) sebagai berikut :

Page 36: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Vs 1 K = ----- x -----x N Va Vo

Dimana :

K = Kelimpahan total plankton (sel/l) Vs = Volume air yang tersaring (ml) Va = Volume air yang disaring (l) N = Jumlah plankton yang teramati Vo = Volume air yang diamati (ml)

- Bentos. Sampel sedimen diambil dengan alat bantu Ekman grab pada 10 titik

sampling. Selanjutnya contoh sedimen yang diperoleh disimpan kedalam kantong

plastik, diawetkan dengan formalin 10 ppm. Kepadatan/kelimpahan bentos (K)

ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

1000 x a K = ------------- b

Dimana :

K = Kepadatan makrozobentos (individu/m2) a = jumlah makrozobentos b = Luas bukaan mulut Ekman Grab (cm2) 1000 = konversi dari cm2 ke m2

Stabilitas Komunitas Stabilitas komunitas plankton dan bentos dinyatakan dengan indeks keanekaragaman

(H1) oleh Shannon Wiener (Odum, 1971) dan indeks keseragaman (E) Evennes Index

(Odum, 1971) serta indeks dominansi (C) Shannon Wienner (Odum, 1971), yang

ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

- Indeks Keanekaragaman (H1)

Keanekaragaman dihitung dengan rumus Index Shannon Wiener (Odum, 1971):

H1 = ∑ (ni) ln (ni) N N

Dimana : H1 = indeks Keanekaragaman ni = jumlah individu tiap spesies N = jumlah individu seluruh spesies Kisaran nilai indeks keanekaragaman Shannon Wienner diklasifikasikan sebagai berikut :

H1 < 1 = keanekaragaman populasi kecil dan komunitas rendah H1 < 1 < 3 = keanekaragaman populasi sedang dan komunitas sedang H1 < 3 = keanekaragaman populasi tinggi dan komunitas tinggi

Page 37: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

- Indeks Keseragaman (E)

Indeks keseragaman dihitung dengan menggunakan rumus Evennes Index (Odum,

1971).

H1 E = LnS

Dimana : E = indeks keseragaman H1 = indeks keanekaragaman S = jumlah spesies

Nilai keseragaman berkisar antara 0 – 1. Apabila nilai E mendekati 0, maka sebaran individu antar jenis tidak merata dan apabila nilai E mendekati 1, maka sebaran individu antar jenis merata.

- Indeks Dominansi (C) Indeks dominansi dihitung dengan menggunakan rumus Shannon Wienner (Odum,

1971) sebagai berikut :

C = ∑ (Pi)2

Dimana : C = Indeks Dominansi

ni = Jumlah individu taksa ke-i N = Jumlah total individu Pi = ni/N = Proporsi spesies ke-i

Nilai indeks dominansi (C) berkisar antara 0 – 1. Bila nilai indeks dominansi mendekati 1 maka terdapat organisme tertentu yang mendominasi suatu perairan, namun bila nilai indeks dominasi mendekati 0, maka tidak ada jenis yang dominan.

Untuk memudahkan perhitungan dalam analisis statistik uji beda nyata digunakan

alat bantu piranti lunak Excel Stat Pro 7.5 dan SPSS 11,5.

3.2.2. Karakterisasi Oseanografis. - Pasang surut. Diukur dengan alat bantu papan pembaca yang dipasang di lokasi

penelitian. Pembacaan tinggi permukaan air dilakukan selama 3x24 jam pada saat

pasang purnama dan surut terendah yang bertujuan untuk mengetahui volume

perairan baik pada saat pasang maupun surut serta polanya yang berkaitan dengan

proses pengenceran (flushing time). Hasil pengamatan pasang surut diklarifikasi

dengan data pasang surut yang dikeluarkan oleh Dinas Hidrooseanografi TNI-AL

untuk stasiun pengamatan Kotabaru. Sementara kecepatan arus pasang surut di

Page 38: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

dalam Teluk Tamiang diukur dengan floating roop, sedangkan arah dan pola arus

diamati dengan menelusuri arah pergerakan arus secara langsung (insitu).

- Bathymetri. Peta kontur bathymetri merupakan kontur dari kedalaman teluk,

diperoleh dengan menggunakan Lowrens Echosounder (model X16) dan diproses

dengan bantuan piranti lunak Surfare 8.0. Data dari pencatatan ini kemudian

dikoreksi ke chart datum dengan referensi tabel pasang surut dan dikuatkan

dengan pengukuran lapangan pada waktu dan rentang pasang yang berbeda.

- Substrat dasar. Contoh substrat diambil pada lokasi dengan metode yang sama

dengan sampel bentos. Contoh substrat diambil dengan alat Ekman grab,

dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan sampai dianalisa tekstur

substrat. Pada setiap contoh sampel dianalisis di laboratorium secara fisik

substratnya antara lain jenis pasir, karang berpasir putih, pasir berkarang, pasir

berlumpur, dan berlumpur.

3.2.3. Karakterisasi Kimiawi Perairan Kajian kimia perairan meliputi parameter kimia perairan yang berpengaruh

kehidupan ikan kerapu antara lain parameter pH, Salinitas, Oksigen Terlarut (DO),

Nitrit, Nitrat, Orthophosphat, dan BOD5. Parameter-parameter tersebut diukur satu kali

setiap bulan selama 6 bulan. Secara rinci jenis parameter dan metode analisanya

disajikan pada Tabel 1.

Page 39: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Tabel 1 Parameter kualitas lingkungan perairan dan metode peneraannya

Parameter Alat/Cara Analisis Keterangan

Biologi 1. Produktivitas primer 2. Plankton 3. Bentos

Botol Gelap dan Botol Terang, DO meter Plankton net No.25, Mikroskop dan buku identifikasi Ekman Grab, Mikroskop dan buku identifikasi

Insitu Laboratorium Laboratorium

Fisika 1. Suhu (oC) 2. Kecerahan/pembacaan

secchi disk (m) 3. TSS (ppm) 4. Kecepatan Arus (m/dt) 5. Substrat Dasar 6. Kedalaman (m) 7. Pasang surut (m) 8. Keterlindungan

(ketinggian gelombang (m)

Thermometer Hg Piring Sechi Gravimaterik Floating roop Ekman Grab Lowrens Echosounder Papan berskala Tongkat berskala

Insitu Insitu Laboratorium Insitu Laboratorium Insitu Insitu Insitu

Kimia 1. pH 2. Salinitas (ppt) 3. Oksigen terlarut (ppm) 4. Ammonia (ppm) 5. Nitrit (ppm) 6. Nitrat (ppm) 7. Orthophosphat (ppm) 8. BOD5 (ppm)

pH meter Refraktometer DO meter Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol sampel, Spektrofotometer Botol BOD, DO meter

Insitu Insitu Insitu Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium

3.2.4. Kelayakan Bioteknis dan Penentuan Kesesuaian Perairan Penentuan kelayakan/kesesuaian bioteknis untuk pengembangan budidaya

KJA dilakukan dengan metode pembobotan dan penilaian (skoring) untuk setiap

parameter yang berpengaruh pada kelayakannya untuk ikan kerapu yang diberikan

oleh Tiensongrusmee et al., (1986) didalam Sunyoto (1993) (Tabel 2). Dalam metode

ini pertama-tama ditentukan parameter-parameter utama yang berpengaruh pada

kegiatan budidaya KJA ikan kerapu, kemudian sesuai dengan perannya parameter-

parameter tersebut diberi bobot dan skor. Bobot menunjukan kepentingan parameter

pada keberhasilan budidaya. Nilai yang diberikan adalah rentang 1 s/d 5. Semakin

tinggi nilai, semakin penting peranannya. Skor (s) dibagi dalam empat kategori yaitu

skor 4 (sangat layak) di mana nilai parameter tersebut sangat layak (optimum), skor 3

Page 40: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

(sedang) di mana nilai parameter pada rentang yang masih dapat ditoleransi untuk

hidup layak, skor 2 (rendah) dimana nilai parameter terletak pada rentang yang masih

dapat ditolerasi (direkomendasikan) namun sudah mengganggu proses metabolisme,

dan skor 1 (tidak layak) di mana nilai parameter berada diluar rentang yang

direkomendasikan dan sudah mengganggu proses metabolisme. Penentuan skor

didasarkan pada rentang nilai hasil pengukuran lapangan terhadap 8 (delapan)

parameter utama seperti yang disajikan pada Tabel 2. Untuk memperoleh nilai

kelayakan/kesesuaian setiap parameter maka nilai ”bobot” dikalikan dengan ”skor”

untuk masing-masing parameter pada setiap stasiun yang diperoleh dari pengukuran

dan pengamatan lapang.

Tabel 2 Kriteria dan sistem penilaian kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya KJA Ikan Kerapu

Nilai skor dan Tingkat Kesesuaian dan Rentang nilai Parameter Hasil Pengukuran

No Parameter Bobot 4 (Tinggi)

3 (Sedang)

2 (Rendah)

1 (Tidak

Sesuai)

Nilai Kelayakan Parameter

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (Bobot x Skor)

1 Kedalaman (meter)

5 >10 7-9 4-6 <4 -----

2 Keterlindungan terhadap gelombang/ angin besar)

4 Sangat terlindung (<0,5 m)*

Terlindung (<0,5 m)*

Agak terbuka

(>0,5 m)*

Terbuka (>0,5 m)*

-----

3 Suhu (oC) 3 28 - 30 26 - 27 24 - 25 > 30/<24 ----- 4 Salinitas

(promil) 3 31 - 34 29 - 30 25 – 27/

34 - 35 < 25/>35 -----

5 Substrat Dasar 3 Pasir, karang berpasir

Pasir berkarang

Pasir berlumpur

Berlumpur -----

6 Kecerahan (meter)

3 6 - 10 3 - 5 0 - 2 0 -----

7 Oksigen terlarut

3 7 - 8 6 – 7/>8 5 - 6 <5 -----

8 Kecepatan Arus (cm/dt)

3 21 - 40 16 - 20 13 - 15 <12 -----

Total Nilai ∑ Bobot x Skor

Keterangan : *) ketinggian gelombang

Hasil perkalian antara bobot dan skor dari setiap parameter pada masing-

masing stasiun pengamatan kemudian dijumlahkan. Dari hasil penjumlahan tersebut

tentukan jumlah nilai maksimal (∑ nilai maksimal ) dan jumlah nilai minimal (∑ nilai

minimal ). Untuk mendapatkan nilai kesesuaian pada setiap lokasi pengamatan,

Page 41: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

selisih nilai maksimal dan minimal dibagi kedalam 4 kategori (klas) yaitu a) sesuai tinggi

(S1), b) sesuai sedang (S2), c) sesuai rendah (S3), dan d), tidak sesuai (N), yang

penentuannya terlebih dulu dilakukan perhitungan nilai selang klas kesesuaian dengan

persamaan sebagai berikut :

Selang Kelas Kesesuaian (X) = ∑ nilai maksimal - ∑ nilai minimal

Banyak Klas

Selanjutnya untuk menentukan tingkatan kesesuaian/kelayakan perairan bagi

pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu yang terbagi 4 kategori (klas) dari kisaran

total nilai (bobot x skor) pada setiap stasiun pengamatan dengan klas kesesuaian,

dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Klas kesesuaian

Kesesuaian tinggi (S1) nilainya berkisar antara = (∑ maks - X) s/d (∑ maks) Kesesuaian sedang (S2)nilai berkisar antara = (∑ maks -1-2X) s/d (∑ maks -1-X) Kesesuaian rendah (S3) nilai berkisar antara = (∑ maks -2-3X) s/d (∑ maks -2-2X) Tidak sesuai (N) nilai berkisar antara = < (∑ maks -3-3X)

Untuk menganalisis secara spasial, titik-titik stasiun pengamatan terlebih dulu

dilakukan interpolasi yang merupakan suatu metode pengelolaan data titik menjadi

area (polygon). Dari hasil interpolasi masing-masing parameter kualitas perairan yang

diperoleh, disusun dalam bentuk peta tematik. Luasan perairan yang layak/sesuai bagi

pengembangan budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung yang dihasilkan

setelah seluruh data parameter utama pembobotan dalam bentuk peta tematik di

overlay (tumpang susun).

Kemudian penentuan luas areal perairan yang layak/sesuai bagi

pengembangan budidaya KJA Ikan kerapu dilakukan dengan bantuan perangkat

Sistem Informasi Geografis (SIG) piranti lunak ArcView versi 3.3 dan Surfer 8.0.

Diagram alir penyusunan tingkat kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya ikan

kerapu dalam keramba jaring apung disajikan pada Gambar 5.

Page 42: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Gambar 5 Diagram alir penyusunan tingkat kesesuaian perairan untuk budidaya KJA

Ikan Kerapu

3.3. Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung Keramba jaring apung yang digunakan terbuat dari kayu ulin dan jaring nilon (D24)

dengan mesh size 3,175 cm. Ukuran keramba yang digunakan adalah 3 x 3 x 2,5

m3 sebanyak 1 jaring diletakan dalam satu unit rakit (Gambar 6). Ikan kerapu

bebek (Cromileptis altivelis) yang digunakan sebagai hewan uji memiliki berat awal

rata-rata 360 gr/ekor. Ikan uji tersebut diambil dari bibit alam sekitar perairan Teluk

Tamiang dengan tingkat kepadatan 20 ekor/m3. Masa pemeliharaan + selama 6

bulan dan selama pemeliharaan diberi pakan berupa ikan rucah (segar). Jumlah

pakan yang diberikan adalah 4% dari biomass ikan setiap hari yang terbagi dalam 3

kali pemberian pakan yaitu pada jam 07.00, 13.00 dan 18.00. Jumlah pakan

disesuaikan setiap bulan sekali selama 6 bulan (180 hari). Untuk mengetahui total

biomass dilakukan sampling menggunakan jaring serok.

Untuk mengetahui perubahan kualitas air akibat kegiatan budidaya ikan di sekitar

lokasi budidaya dilakukan pengamatan kualitas air antara lain suhu, kecerahan,

TSS, DO, salinitas, BOD. COD, Nitrit, Nitrat, dan Orthoposphat dengan frekuensi

Potensi Sumberdaya Perairan untuk Pengembangan Budidaya Ikan

di Teluk Tamiang

Data Primer (Biofisik Perairan)

Data Sekunder (Peta rupa bumi)

Geografi Information System

(GIS)

Penyusunan Data Base • Atribut (data tabular) • Data Grafis

Kriteria Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Laut

Peta Tingkat Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya KJA Ikan Kerapu

Peta Tematik

Page 43: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

pengamatan sebanyak 1 kali 1 bulan selama 6 bulan didalam kurungan karamba

maupun lingkungan sekitarnya. Untuk parameter DO dan salinitas diukur secara

”insitu” yaitu di setiap stasiun pada kedalaman 50% dari kedalaman laut (0,5 x

kedalaman laut) (International Association of the Physical of the ocean (IAPSO,

1936 didalam Hulagalung et al 1997). Sedangkan untuk parameter lainnya contoh

air dimasukan kedalam botol sampel kemudian diawetkan dalam suhu dingin (es)

pada kotak pendingin (cool box) dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisa.

Untuk mengetahui pertumbuhan ikan diukur setiap bulan sekali dengan cara

menimbang sebanyak 25 ekor per keramba jaring apung dengan alat bantu

timbangan OHAUS berketelitian 0,1 gr.

Untuk mengetahui sintasan, laju pertumbuhan harian (LPH), rasio konversi pakan

(RKP), dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :

Sintasan (%)= (jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian/jumlah ikan saat tebar) x 100%

LPH (gr/hari)= (Wt-Wo)1/t, dimana Wt: bobot ikan pada akhir penelitian (gr); Wo: bobot ikan pada awal penelitian (gr); t (hari) dan

RKP = jumlah pakan yang diberikan/berat biomass ikan yang dihasilkan

3.4. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari Kegiatan Budidaya (Internal Loading)

Untuk menduga jumlah limbah budidaya ikan kerapu (berupa feses maupu sisa

pakan) yang terbuang dari keramba ke lingkungan perairan di bagian luar jaring

dipasang jaring halus mesh size 20 mikron. Jaring halus tersebut dipasang di luar

jaring apung (tempat pemeliharaan ikan). Perangkap tersebut diikatkan pada sebuah

bingkai yang terbuat dari kayu ulin berbentuk segi empat yang berukuran 3,5 x 3,5

meter, dan bagian bawah perangkap dipasangi pemberat (Gambar 6). Pengumpulan

limbah sisa pakan dan feses dilakukan setiap bulan sekali sebanyak 6 kali sampling

ulangan (selama kegiatan budidaya). Untuk pengumpulan sisa pakan dilakukan 2 jam

setelah pemberian pakan, sedangkan untuk pengumpulan feses, jaring halus

dipasang selama 24 jam sebelum koleksi feses. Limbah yang terkumpul kemudian

dipisahkan antara feses dan sisa pakan. Baik feses maupun sisa pakan kemudian

ditimbang dan selanjutnya dianalisa kadar proximat yang terdiri dari yaitu lemak kasar

Page 44: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

(Ekstraksi Soxhlet), karbohidrat (Spektrofotometer), serat kasar (Fibretex), kadar abu

(Muffle), kadar air (pengeringan oven), serta N dan P (Semi Micro Kjeldahl dan Olsen).

Sebagai pembanding analisa proximat juga dilakukan terhadap ikan rucah (sebagai

pakan segar) dan ikan kerapu pada akhir pemeliharaan.

Gambar 6 Keramba jaring apung dengan alat perangkap feses dan sisa pakan

Pendugaan total bahan organik dihitung berdasarkan metode yang

dikemukakan oleh Iwama (1991 didalam Barg, 1992) dengan mengacu pada total

pakan yang tidak dikonsumsi dan jumlah feses, dengan persamaan sebagai berikut :

O = TU + TFW O = total output partikel bahan organik TU = total pakan yang tidak dimakan, yang diperoleh dengan persamaan :

TU = TF x UW TF = total pakan yang diberikan UW = presentase pakan yang tidak dimakan (rasio total pakan yang dimakan terhadap total pakan yang diberikan).

TFW = total limbah feses, dihitung dengan persamaan : TFW = F x TE F = persentase feses (rasio total feses terhadap total pakan yang dimakan) TE = total pakan yang dimakan, diperoleh dengan persamaan :

TE = TF – TU TF = total pakan yang diberikan TU = total pakan yang tidak dimakan

Rakit

Pelampung Bingkai Jaring Perangkap (3,5x3,5)

Jaring Keramba (3x3x2,5)

Perangkap feses & sisa Pakan (3,5x3,5x2,7)

Pemberat (2-3 kg)

Page 45: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Pendugaan kuantifikasi limbah total N dan P (TN dan TP) didasarkan atas data

kandungan N dan P dalam pakan ikan rucah, dan dalam karkas ikan kerapu

(Baveridge, 1987, Barg, 1992). Pendugaan total N dan P mengacu pada metode

Ackefors dan Enell (1990 didalam Barg, 1992), dihitung dengan persamaan sebagai

berikut :

Persamaan untuk Loading N dan P adalah : Kg P = (A x Cdp) – (B x Cfp) Kg N = (A x Cdn) – (B x Cfn) Dimana :

A = bobot basah pakan rucah yang digunakan (kg) B = bobot basah kerapu yang diproduksi (kg) Cd = kandungan phosphor (Cdp) dan nitrogen (Cdn) di pakan diekspresikan sebagai % bobot basah) Cf = kandungan phosphor (Cfp) dan nitrogen (Cfn) dari karkas ikan, diekspresikan sebagai % bobot basah. 3.5. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan

(Antropogenik) (Eksternal Loading)

Pendugaan beban limbah dari kegiatan masyarakat yang berada di daratan

mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Land Ocean

Interactionin the Coastal Zone (LOICZ) Project (Malou San Diego-

McGlone,www.nest..su.se/MNODE/Methode/powerpoint/wasteload4/ppt.htm).

Pendugaan kuantitatif limbah yang bersumber dari daratan (upland) berasal dari

aktivitas (1) pemukiman, dan (2) peternakan, bertujuan untuk mengetahui besaran

potensi kontribusi beban limbah organik (nitrogen dan phosphor) ke perairan teluk

antara lain :

(1) Aktivitas Pemukiman. Besaran limbah organik (Total N dan P) yang berasal dari

pemukiman, dihitung dengan cara sensus yaitu menghitung secara langsung

jumlah penduduk yang bermukim disekitar teluk. Untuk mendapatkan besar

kontribusi limbah yang terdiri dari limbah padat (kg/hari) dan limbah cair

(liter/hari), maka jumlah penduduk tersebut dikalikan dengan koefisien limbah dari

berbagai acuan antara lain dari 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al (1997), dan 3)

World Bank didalam Diego-McGlone (2006) (Tabel 3).

Page 46: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Tabel 3 Jenis aktifitas dan koefisien limbah pemukiman

No. Jenis Aktivitas Koefisien Limbah Sumber Acuan

1.

2.

3.

Aktivitas Pemukiman Limbah padat Sampah Deterjen

1,86 kg N/org/th 0,37 kg P/org/th

4 kg N/org/th 1 kg P/org/th 1 kg P/org/th

Sogreah (1974) Padilla et al (1997) World Bank (1993)

Catatan : 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al (1997); 3)World Bank (1993) di dalam Diego- McGlone (2006).

(2) Aktivitas Peternakan. Besaran volume limbah (Total N dan P) tersebut dihitung

dengan menghitung secara langsung jumlah ternak yang berada atau dipelihara

disekitar teluk. Untuk mendapatkan besar kontribusi limbah yang terdiri dari

limbah padat (kg/hari), maka jumlah ternak tersebut dikalikan dengan koefisien

limbah dari berbagai acuan antara lain 1) WHO (1993); 2) Valiela et al (1997)

didalam Diego-McGlone (2006) (Tabel 4).

Tabel 4 Jenis aktifitas dan koefisien limbah peternakan

No. Jenis Aktivitas Koefisien Limbah Sumber Acuan

1.

2.

3.

Komoditas Peternakan Ternak Sapi Ternak Kambing Ternak Ayam

43,8 kg N/ekr/th 11,3 kg P/ekr/th

4 kg N/ekor/th 21,5 kP/ekor/th

0,3 kg N/ekor/th 0,7 kg P/ekor/th

WHO (1993) WHO (1993) Valiela et al (1997)

Catatan : 1) WHO (1993); 2) Valiela et al (1997) didalam Diego-McGlone (2006)

Beban limbah yang berasal dari pemukiman dan peternakan diperoleh dari data

perhitungan langsung dilapangan yang mengacu pada data sekunder statistik

Desa/Kecamatan.. Pendugaan total nitrogen (TN) dan total fosfat (TP) dari limbah

antropogenik dihitung dengan mengalikan antara tingkatn aktivitas dengan koefisien

limbah (N dan P) (Tabel 5) dengan persamaan sebagai berikut :

TN = tingkatan aktivitas x koefisien limbah

TP = tingkatan aktivitas x koefisien limbah

Page 47: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Tabel 5 Pendugaan beban limbah antropogenik sekitar Teluk Tamiang Jenis Aktivitas Koefisien Limbah Tingkatan

Aktivitas Total N (kg/th)

Total P (kg/th)

Ket.

Pemukiman 1. Limbah

padat 2. Sampah 3. Deterjen

1,86 kg N/org/th 0,37 kg P/org/th

4 kg N/org/th 1 kg P/org/th 1 kg P/org/th

Jumlah Penduduk (orang)

…….. ……..

……..

…….. ……..

……..

1 2 3 3 3

Jumlah - - Peternakan 1. Sapi 2. Kambing 3. Ayam

43,8 kg N/ekr/th 11,3 kg P/ekr/th

4 kg N/ekor/th 21,5 kP/ekor/th

0,3 kg N/ekor/th 0,7 kg P/ekor/th

Jumlah Ternak (ekor) yang dipelihara

…….. ……..

……..

…….. ……..

……..

4 4 4 4 5 5

Jumlah Jumlah Total

- -

Sumber Pustaka : 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al (1997); 3)World Bank (1993); 4) WHO (1993); 5) Valiela et al (1997) didalam Diego-McGlone (2006) 3.6. Pendugaan Daya Dukung Lingkungan Perairan Pesisir bagi Pengembangan Budidaya Kerapu dalam Karamba Jaring Apung Dalam melakukan pendugaan daya dukung lingkungan dilakukan dalam 2

bentuk pendekatan antara lain (1) pendekatan yang mengacu pada loading total

nitrogen (TN) dari sistem budidaya dan antropogenik yang terbuang ke lingkungan

perairan dan (2) pendekatan yang mengacu pada kapasitas ketersediaan oksigen

terlarut dalam badan air dan bahan organik.

Pendekatan (1) Mengacu kepada Loading Total Nitrogen (TN) Limbah buangan dari aktifitas budidaya mengakibatkan terjadinya pengkayaan

nutrien (Hipernutrifikasi) di perairan teluk. Level hipernutrifikasi ditentukan oleh volume

badan air, laju pembilasan (flushing rate) dan fluktuasi pasang surut (Gowen et al,

(1989 didalam Barg, 1992), memberikan persamaan estimasi sebagai berikut :

Ec = N x F/V dimana : Ec = Konsentrasi limbah/level hipernutrifikasi (mg/l) N = output harian dari limbah nitrogen terlarut (limbah internal dan eksternal) F = flushing time dari badan air (hari) V = volume badan air (L)

Page 48: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Flushing time (F) yaitu waktu (jumlah hari) yang diperlukan limbah berdiam (tinggal)

dalam badan air sehingga lingkungan perairan menjadi bersih. Penentuan Flushing

time ditentukan dengan menggunakan formula :

F = 1 / D Laju pengeceran (dilution) D, dapat dihitung dengan metode pergantian pasang

yaitu :

D = (Vh – Vl) / T x Vh Dimana : (Vh – VI) adalah volume pergantian pasang Vh = volume air dalam badan air saat pasang tertinggi (m3) VI = volume air dalam badan air saat surut (m3) T = periode pasang dalam satuan hari Perhitungan Volume Badan Air Teluk diukur pada saat pasang tertinggi (MHWS

(Mean High Water Spring), dan pada saat surut terendah MLWS (Mean Low Water

Spring) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Vh = A.h1 dan Vl = A.h0 Dimana : A = luas perairan teluk (m2) h1 dan h0 = kedalaman perairan saat pasang tertinggi dan surut terendah Vh = Volume air pada saat pasang tertinggi V1 = Volume air pada saat surut terendah Vh – Vl = perubahan volume karena efek pasut. Perhitungan selanjutnya adalah menghitung konsentrasi [Nlp] hasil pengkayaan nutrien

ini dihubungkan dengan nilai nitrogen (Ammonia (NH3N) baku mutu perairan untuk

budidaya (Kep-51/MENLH/2004) untuk mendapatkan nilai kapasitas optimal produksi

budidaya (Prodopt) dengan pengertian bahwa nilai konsentrasi [Nlp] berasal dari limbah

produksi ikan (per unit rakit KJA) dan antropogenik tidak melebihi baku mutu, maka

produksi optimal dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut :

(Prodopt) (ton) = [Nbm] dimana : [Nbm] = [N] baku mutu perairan untuk budidaya [Nlp] (0,3 – 1 ppm) selang konsentrasi Ammonia (NH3N) yang dipersyaratkan

[Nlp] = Konsentrasi [N] limbah produksi ikan dan antropogenik hasil pengkayaan nutrien .

Produksi optimal (Prodopt) adalah jumlah produksi ikan yang dapat dihasilkan oleh unit

budidaya (unit rakit KJA) tanpa melampaui baku mutu perairan yang dipersyaratkan.

Nilai pendugaan produksi optimal adalah perbandingan antara konsentrasi [N] baku

Page 49: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

mutu dengan konsentrasi [N] limbah produksi. Bila diketahui output limbah N hasil

produksi dalam 1unit KJA, maka akan dapat diketahui jumlah produksi ikan secara

optimal.

Pendekatan 2. Mengacu Kepada Ketersediaan Oksigen Terlarut dan Bahan Organik

Penentuan daya dukung lingkungan berdasarkan kapasitas ketersediaan

kandungan oksigen terlarut dari badan air dan bahan organik, dengan mengacu pada

formula yang dikemukakan oleh Willoughby (1968 didalam Meade, 1989), dan Boyd

(1990). Pergantian air akibat pasang surut akan menyediakan atau memasok oksigen

terlarut sehingga konsumsi oksigen oleh organisme non budidaya tidak signifikan. Hal

ini berarti bahwa perairan pesisir dapat dibebani dengan sejumlah ikan yang

menggunakan oksigen terlarut, di mana O2 dipasok baik yang berasal dari aliran air

pasang surut maupun difusi dari udara.

Tahap 1. Menentukan ketersediaan oksigen terlarut dalam badan air adalah

perbedaan antara konsentrasi O2 terlarut didalam inflow (Oin) dan

konsentrasi O2 terlarut minimal yang dikehendaki dari sistem budidaya

(Oout) yaitu 4 ppm (Boyd, 1990). Jika volume air teluk (Qo m3) diketahui,

maka total oksigen yang tersedia dalam perairan (O2) selama 24 jam

(1.440 menit/hari) adalah :

= Qo m3 /min x 1.440 min/hari x (Oin – Oout)g O2 / m3

= A g m3/hari/1000

= B kg O2

Dimana : Qo = volume ar teluk (m3 )

Qin = kandungan oksigen terlarut didalam badan air (mg/l) Oout = kadar oksigen minimal yang dibutuhkan oleh ikan (mg/l) 1.440= jumlah menit dalam satu hari

Jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengurai bahan organik diketahui

berdasarkan Willoughby (1968 didalam Meade, 1989) bahwa setiap 1 kg

limbah organik memerlukan 0,2 kg O2 / limbah organik.

Tahap 2. Untuk pendugaan daya dukung yang diijinkan dengan mengacu bahwa

untuk setiap kilogram limbah bahan organik membutuhkan 0,2 kg O2

sehingga dapat diduga kemampuan perairan untuk menampung limbah

bahan organik maksimal yang diijinkan. Dengan demikian, beban limbah

Page 50: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

bahan organik yang dapat ditampung tanpa melampaui daya dukung

dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

B kg O2 = Ckg limbah bahan organik 0,2 kg O2 /kg limbah organik

Jika diketahui dalam 1 unit rakit KJA mengahasilkan limbah bahan organik

= D kg limbah bahan organik, maka kapasitas daya dukung lingkungan

perairan untuk budidaya kerapu adalah :

C kg limbah bahan organik = Unit rakit KJA

D kg limbah bahan organik/1 unit KJA

3.7. Pendekatan Analisis Prospektif dan Model Dinamik dalam Pengelolaan Kualitas Lingkungan bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu di Laut

Dalam membangun sistem pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya

dukung (carrying capacity) bagi pengembangan keramba jaring apung ikan kerapu di

Teluk Tamiang, dilakukan pengembangan model guna mempresentasikan peubah

komponen-komponen utama penyusun struktur pengelolaan kualitas lingkungan serta

interaksi diantaranya. Berdasarkan karakteristik perairan teluk yang kompleks dan

dinamis serta multidimensi, ditetapkan penggunaan model simbolik yang digunakan

sebagai alat bantu dalam pemodelan sistem ini adalah Stella versi 7.02. Blok

bangunan dasar (basic building block) dalam bahasa Stella versi 7.02 yang digunakan

adalah meliputi stocks, flows, converter, connector, dan sink source.

Permodelan dan simulasi pendugaan beban limbah N dan P dari sistem

budidaya kerapu dalam keramba jaring apung dibangun dan dikembangkan

berdasarkan pada data empiris sistem produksi budidaya yang ada, level aktivitas

antropogenik dan karakteristik biofisik lingkungan perairan, serta hasil uji laboratorium.

Pemodelan dan simulasi digunakan untuk pendekatan sistem dalam menentukan

beban limbah, daya dukung, dan optimalisasi alokasi sumberdaya perikanan budidaya.

Pemodelan sistem dibangun berdasarkan integrasi dari faktor-faktor dominan

yang diperoleh dari analisis prospektif. Dalam hal ini faktor-faktor dominan yang

diperoleh menjadi komponen utama sub-sub model dari model yang dibangun.

Demikian pula skenario yang disusun berdasarkan pendekatan Analisis Prospektif akan

disimulasikan secara kuantitatif berdasarkan model simbolik perangkat lunak Stella @

Page 51: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

7.02. dengan demikian pemodelan sistem disini dilakukan dengan tahapan-tahapan

antara lain penyusunan skenario, pembangunan model dan simulasi skenario.

Penentuan faktor kunci dan tujuan strategis tersebut sepenuhnya harus

merupakan pendapat pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan ahli (expert)

mengenai pengelolaan lingkungan Teluk, khususnya Teluk Tamiang. Inventarisasi

kebutuhan pelaku dilakukan dengan menggunakan kuisioner. Analisis dilakukan

dengan menggunakan cara matriks. Hasil analisis matriks ini ditunjukkan dan

dipresentasikan dalam bentuk grafik dalam salib sumbu Kartesien (Bourgeois, 2002.,

Hartrisari, 2002).

Berdasarkan hasil grafik dalam salib sumbu akan terpilih yang dikelompokan

kedalam 4 kuadran, yaitu kuadran kiri atas sebagai kuadran I merupakan kelompok

faktor yang memberikan pengaruh besar pada kinerja sistem dengan ketergantungan

rendah terhadap keterkaitan faktor, sehingga akan digunakan sebagai input didalam

sistem. Kuadran kanan atas sebagai kuadran II merupakan kelompok faktor yang

memberikan pengaruh besar pada kinerja sistem namun ketergantungan juga besar

terhadap keterkaitan faktor, sehingga digunakan sebagai penghubung (stake) didalam

sistem. Keadaan sebaliknya ditunjukan oleh faktor pada kuadran kanan bawah

sebagai kuadran IV, yaitu kuadran yang memiliki pengaruh yang rendah pada kinerja

sistem dan memiliki ketergantungan besar terhadap keterkaitan faktor, sehingga

dikatakan sebagai output dari sistem. Pada kuadran kiri bawah sebagai kuadran III

merupakan kelompok yang memberi pengaruh kecil terhadap kinerja sistem dan

mempunyai tingkat ketergantungan kecil terhadap keterkaitan faktor, sehingga

dikatakan sebagai variable authonomus unused.

Evaluasi model dilakukan untuk mengetahui kelayakan model yang telah

dibangun, sehingga model dapat dianggap layak untuk digunakan. Proses evaluasi

yang dilakukan melibatkan dua kategori (tahap) pengujian, yaitu pengujian struktur

model dan pengujian perilaku model. Evaluasi struktur model merupakan pengujian

apakah model tidak bertentangan dengan mekanisme yang terjadi didalam sistem

nyata. Oleh karena itu evaluasi struktur berhubungan dengan informasi dan literatur

mengenai mekanisme sistem nyata. Proses evaluasi struktur, meliputi uji kesesuaian

struktur dan konsistensi dimensi (Sushil, 1993). Evaluasi perilaku model merupakan

pengujian apakah model mampu membangkitkan perilaku yang mendekati sistem

nyata. Proses pengujian ini dilakukan dengan membandingkan data hasil pemodelan

dengan dunia nyata.

Page 52: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Teluk Tamiang Teluk Tamiang berada di pantai Barat Kalimantan Selatan, terletak pada posisi

04o 05' 00" Lintang Selatan dan 116o 05' 00" Bujur Timur dengan luas sekitar 2.289,8

Ha. Secara administratif, Teluk Tamiang masuk dalam wilayah Kecamatan Pulau Laut

Barat, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan yang meliputi desa Gosong

Panjang, desa Kampung Baru, desa Tanjung Sungkai, desa Tanjung Pelayar, desa

Terusan Tengah dan desa Tanjung Kunyit dengan jumlah penduduk seluruhnya 9.158

jiwa. Di sekitar Teluk Tamiang terdapat jalan Kabupaten dan jaringan listrik yang sudah

menjangkau sebagian besar wilayah sampai ke pelosok desa.

Fasilitas Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) yang berada di desa Teluk Tamiang

merupakan salah satu sarana pembenihan (hatchery) multi spesies ikan (ikan kerapu,

bandeng, udang, lobster dsb) milik pemerintah untuk melayani kebutuhan benih

regional Kalimantan Selatan. Keberadaan fasilitas pembenihan tersebut diharapkan

dapat menunjang pengembangan budidaya ikan laut pada masa yang akan datang

Sampai dengan tahun 2006 jumlah penduduk desa Teluk Tamiang sebanyak

1.402 jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 4% pertahun, dimana

mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, pembudidaya ikan dan

rumput laut sisanya bergerak disektor jasa, dan perdagangan (BPS Kabupaten

Kotabaru, 2006).

Berdasarkan kondisi saat ini, aktivitas penduduk setempat yang dominan

disekitar desa Teluk Tamiang adalah sebagai nelayan kecil dengan menggunakan alat

tangkap ikan lampara dasar, pembudidaya ikan dan rumput laut serta peternakan.

Perkembangan pembudidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) hingga sekarang

belum begitu pesat, namun melihat kondisi perairan, ketersediaan infrastruktur dan

kemudahan pasokan sarana produksi serta pemasaran, maka perairan Teluk Tamiang

merupakan kawasan yang potensial bagi pengembangan budidaya ikan laut sistem

KJA dimasa yang akan datang.

Page 53: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

4.2. Karakterisasi Topografi dan Ekosistem Perairan Teluk Tamiang 4.2.1. Karakterisasi Topografi

Perairan Teluk Tamiang mempunyai luasan sebesar 2.289,8 Ha. Karakteristik

topografi dasar teluk berbentuk datar (flat) namun memiliki dua buah cekungan beralur

lebar ke arah mulut teluk. Bentuk topografi demikian diduga memiliki dinamika

oseanografi yang unik dengan pola sirkulasi massa air yang lebih cepat dan dinamis.

Hasil pengamatan kondisi kontur dasar perairan dengan menggunakan echosounder

dan diproses dengan bantuan piranti lunak Surfer 8.0 untuk mendapatkan data

kedalaman dan volume perairan (Gambar 7 s/d 10).

Gambar 7 Sebaran kedalaman perairan Teluk Tamiang

C2

C1

A

B

A= Wilayah daratan B= Wilayah lautan C= Wilayah perairan teluk

B

Page 54: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Gambar 8. Irisan melintang kontur dasar perairan Teluk Tamiang sebelah Barat

Gambar 9 Irisan melintang kontur dasar perairan Teluk Tamiang sebelah Timur

Keterangan : A = wilayah daratan; B = wilayah lautan

Gambar 10 Kontur dasar perairan Teluk Tamiang

Teluk Tamiang memiliki 2 (dua) buah cekungan yakni yang berada di mulut

teluk dan tepi bagian dalam perairan teluk. Cekungan bagian dalam teluk mempunyai

kedalaman antara 3 – 6 meter, sementara pada cekungan bagian luar dekat mulut teluk

mempunyai kedalaman 7 – 14 meter. Cekungan bagian dalam teluk (C2) merupakan

perangkap sedimen bahan organik dan anorganik yang mempunyai spesifikasi sirkulasi

massa air dan kecepatan arus relatif lemah sehingga diduga berdampak pada

C1

C2

C1

C2

C1 = cekungan 1 C2 = cekungan 2

Color Scale

C1 = cekungan 1 C2 = cekungan 2

C1

C2

C1 C2

Color Scale

Color Scale

C1 = cekungan 1 C2 = cekungan 2

A

B

A

B

A

B

Page 55: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

kecepatan penggelontoran sedimen dan bahan organik dan anorganik yang

terperangkap. Lain halnya dengan cekungan yang berada dimuka mulut teluk (C1)

mempunyai sirkulasi massa air dan kecepatan arus relatif lebih kuat sehingga resiko

penumpukan sedimen relatif kecil karena proses pasang surut akan mampu

menggelontorkan sedimen organik dan organik keluar dari perairan teluk menuju

perairan Selat Makasar dan Laut Jawa.

Hasil pengamatan di lapangan mengenai kondisi pasang surut perairan pesisir

Teluk Tamiang menunjukkan pola pasang surut campuran. Dalam satu hari sering

terjadi 1 dan 2 kali pasang (tipe pasut campuran dominasi semi diurnal/ Mixed, Mainly

semi diurnal tide) yang mempengaruhi besaran nilai flushing time pada suatu perairan

dengan kisaran 0 – 110 cm (Gambar 11 dan Tabel 6).

Gambar 11 Grafik kondisi pasang surut perairan Teluk Tamiang

Tabel 6 Karakteristik pasang surut di perairan Teluk Tamiang

Karakteristik Tidal Level

Level (cm) Volume (m3) Tidal range (cm)

MHWS 55 202.647.300 MSL 0 190.053.400 110 MLWS -55 177.459.500 Keterangan : MHWS (Mean High Water Spring), paras laut tertinggi rata-rata saat spring tide MSL ( Mean Sea Level), paras laut rata-rata MLWS (Mean Low Water Spring), paras laut terendah rata-rata spring tide

Rataan Bulanan

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Waktu Pengamatan (jam)

Ting

gi P

asan

g (c

m)

Pasang Purnama

0

20

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Waktu Pengamatan (jam)

Ting

gi P

asan

g (c

m)

Bulan Baru

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Waktu Pengamatan (jam)

Ting

gi P

asan

g (c

m)

Page 56: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Menurut Lee et al. (2000) didalam Rachmansyah (2004), flusing time

didefinisikan sebagai rata-rata waktu tinggal suatu partikel di dalam badan air yang

dicirikan oleh efektivitas perpindahan suatu limbah sehingga perairan menjadi bersih.

Flushing time merupakan karakteristik yang penting untuk menentukan sensitivitas

kerusakan suatu lokasi potensial akibat buangan limbah budidaya dan antropogenik

serta merupakan elemen utama dalam penentuan konsentrasi limbah bahan organik

dan kontaminan lainnya yang akan tersimpan di dalam badan air.

Berdasarkan data hidrooseanografi yang didapatkan, maka dengan

mengembangkan rumus Gowen et al, (1989) didalam Barg, (1992) yang mengacu

pada data pasang surut, volume dan luasan teluk, maka “Flushing time” Teluk Tamiang

didapatkan adalah selama 4,2 hari dengan prosedur perhitungan sebagai berikut :

Vh = A.h1 dan V1 = A.h0 Dimana : A = luas perairan teluk (m2) h1 dan h0 = kedalaman perairan saat pasang tertinggi dan surut terendah Vh – V1 = perubahan volume karena efek pasang surut Vh = 202.647.300 m3 (Volume air pada saat pasang tertinggi) V1 = 177.459.500 m3 (Volume air pada saat surut terendah) Vh – V1 = 202.647.300 - 177.459.500 = 25.187.800 m3

Perhitungan dilution rate (D) : D = (Vh – Vi) / T x Vh Dimana : T = periode pasut, untuk perairan Teluk Tamiang adalah 12 jam / 0.5 hari Maka : D = 25.187.800 / 0.5 x 202.647.300 m3 = 0.24 / hari Perhitungan flushing time (F) : F = 1/D = 1/0.24 = 4.2 hari

Wilayah yang dicirikan oleh tingginya flushing rate memiliki laju buangan

limbah yang lebih tinggi dibandingkan wilayah dengan flushing rate yang rendah.

Untuk menduga beberapa dampak budidaya pada suatu lokasi, maka nilai flushing rate

merupakan referensi yang penting untuk digunakan dalam estimasi waktu tinggal dari

suatu perairan yang menerima buangan limbah. Dari hasil perhitungan nilai flushing

rate maka Teluk Tamiang termasuk memiliki flushing time relatif tinggi.

Page 57: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

4.2.2. Karakterisasi Ekosistem Perairan 4.2.2.1. Ekosistem Mangrove

Sebagian wilayah perairan Teluk Tamiang dikelilingi oleh hutan mangrove.

Hutan mangrove tumbuh secara alami di pantai Teluk Tamiang. Hasil pengamatan

lapangan dan perhitungan luas dari peta pemanfaatan lahan (landused) Kabupaten

Kotabaru (desa Teluk Tamiang Kecamatan Pulau Laut Barat) tahun 2005 dengan

bantuan program Arc View versi 3.3 maka didapatkan luas hutan mangrove adalah +

127,4 ha tersebar tumbuh sepanjang 13.5 km di pesisir pantai teluk Tamiang dengan

ketebalan mangrove yang diukur dari garis pantai ke arah darat berkisar antara 100 -

400 meter yang didominasi oleh jenis hutan bakau dan api-api (Rhizophora sp dan

Avicenia sp).

Keberadaan hutan mangrove yang tumbuh di sekitar Teluk Tamiang relatif

penting bagi keseimbangan ekosistem perairan teluk. Keberadaan mangrove selain

berfungsi sebagai penyangga kehidupan bagi perairan teluk dalam penyedia stok ikan,

juga dapat berfungsi sebagai pencuci dan perangkap sedimen dalam perairan teluk.

4.2.2.2. Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas yang terdapat di sebagian

besar wilayah pesisir. Terumbu karang mempunyai fungsi ekologis terhadap

lingkungan perairan dan mempunyai keterkaitan dengan ekosistem lainnya seperti

ekosistem lamun dan hutan mangrove. Keberadaan ekosistem tersebut dipengaruhi

oleh faktor-faktor fisik lingkungan perairan seperti suhu, salinitas, kecerahan dan

kedalaman perairan.

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Tim Survey Dinas Perikanan dan

Kelautan Propinsi Kalimantan Selatan tahun 2004 menunjukan bahwa kondisi kawasan

terumbu karang di perairan Teluk Tamiang menunjukan beberapa jenis terumbu karang

dapat berkembang relatif baik dan termasuk pada kategori tutupan karang yang cukup

baik.

Terumbu karang yang terdapat di perairan Teluk Tamiang merupakan tipe

karang tepi ( fringing reef), di mana terumbu karang hidup berkembang sepanjang

pantai dan pada mulut teluk. Luas tutupan terumbu karang di perairan Teluk

Tamiang +115 ha didominasi jenis Acropora branching, Acropora tabulate, Acropora

digitate, Acropora submassive, Heliopora, dan Gurgonians (Tim Survey DKP

Kalimantan Selatan, 2004).

Page 58: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

4.3. Karakterisasi Biologi Perairan 4.3.1. Phytoplankton dan Zooplankton 4.3.1.1 Komposisi jenis Fitoplankton

Berdasarkan hasil identifikasi phytoplankton di perairan Teluk Tamiang yang

diambil contoh airnya pada 10 stasiun, maka ditemukan 3 kelas fitoplankton yaitu

Chyanophyta, Chlorophyta, dan Chrysophyta dengan 25 genera. Kelimpahan jenis

dan jumlah plankton hasil pengamatan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei s/d Oktober

dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 12.

Tabel 7 Kelas dan genera fitoplankton yang ditemukan selama pengamatan di perairan Teluk Tamiang

Kelas Genera Cyanophyta Aphanothece dan Polycytis Chlorophytta Closteriopsis Chrysophyta Campyloneis, Climacosphenia, Bidhulpia,

Ceratium, Chaetoceros, Coscinusdiscus, Diploneis, Cyclotella, Diatoma, Distephanus, Epithemia, Eunotia, Pleurosigma, Gyrosigma, Hemiaulus, Eucampia, Nitszchia, Fragilaria, Thalassiosira, Rhizosolenia, Lauderia dan Thalassiotrix.

34,410,8 17,8

7,6 9,9 15,2

1,7

2,37,7

7,4 6,7 5,7

63,986,9

74,585 83,4 79,1

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06

Chyanophyta Chlorophyta Chrysophyta

Gambar 12 Komposisi jenis fitoplankton pada setiap bulan pengamatan

Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa penyusun genera fitoplankton yang

diperoleh selama penelitian didapatkan komposisi jenis oleh kelas Chrysophyta (22

genera) berkisar antara 63.9 – 86.9 %, menyusul kelas Chyanophyta (2 genera)

berkisar antara 7.6 – 34.4%, dan kelas Chlorophyta (1 genera) berkisar antara 1.7 –

7.7%.

Page 59: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Keadaan ini sejalan dengan pernyataan Ray dan Rao (1964), bahwa

Chrysophyta sering mendominasi suatu perairan pesisir laut, karena fitoplankton dari

kelas ini mudah beradaptasi dengan lingkungannya, tahan terhadap kondisi yang

ekstrim, dan mampu memanfaatkan nutrient dengan baik dibanding kelas fitoplankton

yang lain seperti Nitzchia sp (Kelas Chrysophyta), Chaetoceros sp (Kelas

Chrysophyta), dan Thalasstrix (Kelas Chrysophyta).

4.3.1.2 Kelimpahan Fitoplankton Dari hasil pengamatan dilapangan didapatkan nilai kelimpahan fitoplankton

tertinggi diperoleh pada pengamatan bulan Oktober dengan nilai kelimpahan sebesar

10.522 sel/liter dan nilai kelimpahan terendah diperoleh pada bulan Mei sebesar 783

sel/liter. Adapun nilai kelimpahan fitoplankton yang diperoleh pada pengamatan bulan

Juni dan Juli berkisar antara 4.365 - 8.871 sel/liter dan 4.692 - 7.308 sel/liter. Nilai

kelimpahan bulan Agustus dan September berkisar antara 3.956 - 7.556 sel/liter dan

4.953 - 8.603 sel/liter. Stasiun 6 pada pengamatan bulan Oktober memiliki nilai

kelimpahan fitoplankton yang tertinggi dari seluruh stasiun pengamatan dengan nilai

kelimpahan sebesar 1.052,2 sel/liter. Stasiun 2 pada pengamatan bulan Mei memiliki

nilai kelimpahan fitoplankton yang terendah dengan nilai kelimpahan sebesar 783

sel/liter. Dari hasil pengamatan dari mulai bulan Mei s/d Oktober terlihat

kecenderungan nilai kelimpahan yang cenderung meningkat (Tabel 8).

Tabel 8 Jumlah jenis dan kelimpahan fitoplankton pada masing-masing

stasiun pengamatan

Bulan Pengamatan Mei-06 Juni-06 Juli-06

Stasiun Jumlah Jenis

Kelimpahan (sel/liter)

Jumlah Jenis

Kelimpahan (sel/liter)

Jumlah Jenis

Kelimpahan (sel/liter)

1 25 6254 21 5.456 21 6.1892 19 783 21 7.421 22 6.2813 22 859 18 5.447 21 5.9864 20 2.271 17 4.967 24 5.5255 18 2.527 16 4.365 18 7.3086 16 4.090 16 6.004 17 7.9907 18 3.535 17 8.286 20 4.6928 19 3.186 17 8.871 22 5.2219 21 7.932 20 7.008 19 6.47810 22 5.159 19 7.200 18 6.290 dilanjutkan

Page 60: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

lanjutan Tabel 8 Bulan Pengamatan Agustus-06 September-06 Oktober-06

Stasiun Jumlah Jenis

Kelimpahan (sel/liter)

Jumlah Jenis

Kelimpahan (sel/liter)

Jumlah Jenis

Kelimpahan (sel/liter)

1 17 5.058 21 6.658 19 6.0282 18 5.181 19 6.477 20 6.0113 15 3.956 20 5.891 14 7.5374 19 4.908 20 5.206 18 9.4545 22 6.567 16 4.953 12 7.6186 20 6.403 21 8.603 16 10.5227 20 4.809 16 5.343 17 7.4958 20 6.853 15 5.596 11 10.1989 18 7.024 17 5.791 15 7.29910 20 7.556 16 6.355 20 7.611

Adanya perbedaan nilai kelimpahan tersebut diduga disebabkan oleh faktor

musim. Pada bulan Oktober curah hujan relatif lebih besar (musim barat) dibanding

dengan bulan Mei. Pada musim hujan ketersediaan nutien lebih banyak yang mampu

dimanfaatkan fitoplankton dengan baik. Keberadaan nutrien berbeda dengan musim

kemarau (musim timur) mempunyai ketersediaan nutrien relatif lebih kecil sehingga

kelimpahan fitoplankton menjadi rendah juga. Komunitas fitoplankton memiliki

kelimpahan yang tinggi dalam periode pengamatan musim hujan karena konsentrasi

nutrien lebih banyak, sebaliknya pada musim kemarau konsentrasi nutrien lebih kecil.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Goldman and Horne (1983) yang menyatakan

bahwa ada dua faktor utama penentu tingkat pertumbuhan fitoplankton dalam

mencapai tingkat pertumbuhan maksimal yaitu temperatur, cahaya, dan nutrien.

Nilai kelimpahan fitoplankton pada pengamatan bulan Juni menunjukan kisaran

hasil yang lebih tinggi dan merata. Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 8

dengan nilai kelimpahan sebesar 8.871 sel/liter dan kelimpahan terendah diperoleh

pada stasiun 5 dengan nilai kelimpahan sebesar 4.365 sel/liter. Adapun stasiun

lainnya memiliki kisaran nilai kelimpahan fitoplankton antara 4.967 – 8.286 sel/liter.

Pengamatan bulan Juli menunjukan hasil yang cukup merata dengan nilai kelimpahan

yang tidak jauh beda dengan pengamatan pada bulan Juni. Nilai kelimpahan tertinggi

terdapat pada stasiun 6 dengan nilai 7.990 sel/liter dan nilai kelimpahan terendah

terdapat pada stasiun 7 sebesar 4.692 sel/liter.

Pada pengamatan bulan Agustus menunjukan kisaran hasil yang lebih rendah.

Nilai kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 10 dengan nilai kelimpahan sebesar

7.556 sel/liter dan kelimpahan terendah diperoleh pada stasiun 3 dengan nilai

kelimpahan sebesar 3.956 sel/liter. Adapun stasiun lainnya memiliki kisaran nilai

Page 61: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

kelimpahan fitoplankton antara 4.809 – 7.024 sel/liter. Pengamatan bulan September

menunjukan hasil yang cukup merata dengan nilai kelimpahan yang tidak jauh beda

dengan pengamatan pada bulan Agustus. Nilai kelimpahan tertinggi terdapat pada

stasiun 6 dengan nilai 8.603 sel/liter dan nilai kelimpahan terendah terdapat pada

stasiun 5 sebesar 4.953 sel/liter. Adapun stasiun lainnya memiliki kisaran nilai

kelimpahan fitoplankton antara 5.206 – 6.658 sel/liter.

Lain halnya pada pengamatan bulan Oktober menunjukan kisaran hasil yang

lebih tinggi dan merata bila dibandingkan dengan pengamatan bulan sebelumnya.

Kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 6 dengan nilai kelimpahan sebesar 10.522

sel/liter dan kelimpahan terendah diperoleh pada stasiun 2 dengan nilai kelimpahan

sebesar 6.011 sel/liter. Adapun stasiun lainnya memiliki kisaran nilai kelimpahan

fitoplankton antara 6.208 – 10.198 sel/liter (Lampiran 1). Namun hasil analisis varians

(Levene’s test) nilai kelimpahan baik secara temporal dan spasial ternyata kelimpahan

komunitas fitoplankton tidak berbeda nyata (α = 0.05), hasil analisis ini menunjukan

bahwa kelimpahan komunitas fitoplankton dianggap sama disetiap bulan dan stasiun

pengamatan (Lampiran 3).

Menurut Nontji (1984) fitoplankton dengan kelimpahan tinggi umumnya terdapat

di perairan sekitar muara sungai atau perairan pesisir dan lepas pantai dimana terjadi

up-welling. Di kedua lokasi ini terjadi proses penyuburan karena masuknya zat hara

datang dari daratan (run off) kelaut, sedangkan di daerah dimana terjadi up-welling

yang mengangkat zat hara dari lapisan lebih dalam yang kaya zat hara ke arah

permukaan. Pernyataan ini diperkuat oleh Arinardi (1997) yang menyatakan bahwa

fitoplankton umumnya lebih padat di perairan dekat pantai dan makin berkurang pada

perairan yang kearah laut lepas.

Selanjutnya Davis (1955), menyatakan bahwa penelitian tentang kandungan

fitoplankton diberbagai perairan menunjukan adanya keragaman baik dalam jumlah

maupun jenisnya baik antar wilayah perairan maupun inter perairan tertentu walaupun

lokasinya relatif berdekatan dan berasal dari masa air yang sama, kondisi demikian

disebabkan oleh bermacam faktor antara lain kondisi angin, arus, proses up welling,

suhu perairan, salinitas, zat hara, kedalaman perairan dan proses pencampuran massa

air.

Terjadinya kecenderungan peningkatan tingkat kelimpahan di perairan tersebut

mengindikasikan bahwa perairan Teluk Tamiang relatif subur.

Page 62: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

4.3.1.3 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), dan Indeks Dominansi (C) Fitoplankton Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi

(C) digunakan untuk menilai kestabilan komunitas biota perairan terutama dalam

hubungannya dengan kondisi suatu perairan. Nilai keanekaragaman (H’), indeks

keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) fitoplankton perairan Teluk Tamiang dapat

dilihat pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9 Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) Fitoplankton di perairan Teluk Tamiang dari bulan

Mei s/d Oktober 2006

Bulan Pengamatan Mei-06 Juni-06 Juli-06

Stasiun H’ E C H’ E C H’ E C 1 1,363 0,424 0,425 1,442 0,448 0,476 2,132 0,662 0,186 2 3,605 0,809 0,093 1,989 0,618 0,207 2,125 0,660 0,194 3 2,785 0,865 0,799 2,383 0,740 0,121 2,674 0,831 0,085 4 1,358 0,422 0,514 2,318 0,720 0,135 2,598 0,807 0,101 5 2,599 0,807 0,110 2,263 0,703 0,158 2,001 0,621 0,180 6 1,581 0,491 0,416 2,379 0,739 0,118 2,074 0,644 0,206 7 2,316 0,719 0,137 2,370 0,736 0,111 2,585 0,803 0,088 8 2,575 0,799 0,101 2,204 0,685 0,142 2,530 0,786 0,108 9 2,537 0,788 0,109 2,597 0,807 0,089 2,528 0,785 0,099

10 2,424 0,753 0,152 2,575 0,799 0,095 2,449 0,761 0,114

Bulan Pengamatan Agustus-06 September-06 Oktober-06

Stasiun H’ E C H’ E C H’ E C 1 2,584 0,803 0,087 2,806 0,872 0,069 2,379 0,739 0,123 2 2,519 0,783 0,107 2,647 0,822 0,089 2,495 0,775 0,109 3 2,377 0,738 0,114 2,579 0,801 0,094 1,639 0,509 0,279 4 2,659 0,826 0,084 2,694 0,837 0,080 2,137 0,664 0,159 5 2,476 0,779 0,107 1,791 0,556 0,291 1,095 0,340 0,515 6 2,301 0,715 0,162 2,292 0,774 0,118 2,068 0,643 0,207 7 2,688 0,835 0,083 2,286 0,710 0,134 1,779 0,553 0,206 8 2,637 0,819 0,091 2,068 0,642 0,168 1,909 0,593 0,182 9 2,295 0,713 0,156 2,227 0,692 0,144 1,925 0,598 0,199

10 2,647 0,822 0,087 2,219 0,689 0,135 2,185 0,679 0,160

Indeks keanekaragaman (H’) yang diperoleh pada pengamatan dari bulan Mei

sampai bulan Oktober memiliki kisaran antara 1.095 – 3.605. Dari Tabel 9 terlihat

bahwa stasiun 2 memiliki nilai indeks keanekaragaman tertinggi dan stasiun 1 memiliki

nilai indeks yang terendah pada pengamatan bulan Mei. Untuk indeks keseragaman

(E) didapatkan nilai indeks berkisar antara 0.424 – 0.872. Stasiun 1 pada bulan

September didapatkan nilai indeks keseragaman tertinggi yaitu 0.872 dan terendah

didapatkan pada stasiun 5 sebesar 0,340 di bulan Oktober. Nilai indeks dominansi

Page 63: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

(C) yang didapatkan berkisar antara 0.069 – 0.799. Indeks dominansi tertinggi terdapat

pada stasiun 3 di bulan Mei sebesar 0.799 namun yang terendah didapatkan pada

stasiun 1 di bulan September sebesar 0.069.

Menurut Parson et al., (1984), indeks keanekaragaman antara 1.0 – 3.0

menunjukan suatu perairan cukup stabil dan bila nilai indeks lebih besar dari 3.0 (> 3.0)

maka perairan stabil. Hasil yang didapatkan menunjukan nilai indeks keanekaragaman

(H’) ) (Shannon-Wiener) fitoplankton perairan Teluk Tamiang berkisar antara 1,095 –

3,605 menunjukan ragam individu yang besar, dapat disimpulkan bahwa perairan

tersebut dalam kondisi stabil. Selanjutnya menurut Odum (1971) jika indeks

keseragaman antara 0,5 – 1,0 atau lebih kecil dari 1 (<1) maka sebaran individu antara

jenis relatif merata. Bila nilai indeks dominansi mendekati 1 maka terdapat organisme

tertentu yang mendominasi suatu perairan, namun bila nilai indeks dominansi

mendekati 0, maka tidak ada jenis yang dominan.

Nilai indeks keseragaman (E) berkisar antara 0,340 – 0,872, dan indeks

dominansi berkisar antara 0,069 – 0,799. Indeks keseragaman berkisar antara 0,340

– 0,872 menunjukan bahwa struktur komunitas fitoplankton mempunyai keseragaman

jenis dalam kisaran kecil sampai tinggi. Semakin besar nilai indeks keseragaman

(mendekati 1) maka semakin besar pula keseragaman populasi yang berarti

penyebaran jumlah individu sama atau tidak ada kecenderungan terjadinya dominansi

oleh satu jenis fitoplankton.

Berdasarkan indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks

dominansi (C) plankton (phyto) maka dapat disimpulkan bahwa perairan Teluk Tamiang

termasuk dalam tingkat keanekaragaman sedang dengan kategori daerah yang tidak

tercemar dengan penyebaran individu pada masing-masing stasiun merata dan tidak

ada jenis yang dominan sehingga termasuk perairan yang stabil.

4.3.1.4 Komposisi jenis dan Kelimpahan zooplankton

Untuk jenis zooplankton didapatkan selama penelitian ditemukan 2 (dua) kelas

yaitu Protozoa dan Aschelminthes yang meliputi 7 genera yaitu Protoperidium,

Prorocentrum, Dinophysis, Acanthocystis, Eutinnus (Protozoa), Ecentrum, dan

Ploesoma (Aschelminthes). Kelas zooplankton yang mendominasi adalah Protozoa.

Nilai rata-rata kelimpahan zooplankton tertinggi diperoleh pada pengamatan

bulan Mei dengan total nilai kelimpahan sebesar 262.3 sel/liter dan nilai kelimpahan

terendah diperoleh pada bulan Oktober sebesar 83.1 sel/liter. Adapun nilai kelimpahan

Page 64: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

fitoplankton yang diperoleh pada pengamatan bulan Juni dan Juli sebesar 229.7

sel/liter dan 204,4 sel/liter. Nilai kelimpahan bulan Agustus dan September sebesar

224.8 sel/liter dan 98.9 sel/liter. Stasiun 6 pada pengamatan bulan Mei memiliki nilai

kelimpahan zooplankton yang tertinggi dari seluruh stasiun pengamatan dengan nilai

kelimpahan sebesar 1.171 sel/liter. Stasiun 2 pada pengamatan bulan Mei dan stasiun

3 pada bulan Agustus memiliki nilai kelimpahan yang terendah yakni sebesar 28

sel/liter.

Nilai rata-rata kelimpahan zooplankton pada setiap bulan pengamatan (dari

bulan Mei s/d Oktober) di masing-masing stasiun mempunyai nilai kelimpahan yang

cenderung menurun. Keadaan ini berbanding terbalik dengan kondisi total nilai

kelimpahan fitoplankton yang cenderung meningkat dari bulan Mei hingga bulan

Oktober. Kondisi ini diduga sebagai akibat dari tidak terjadinya proses pemangsaan

(Grazing) oleh zooplankton terhadap fitoplankton sehingga kelimpahan fitoplankton

menjadi tinggi dan kelimpahan zooplankton menjadi rendah. Pernyataan ini diperkuat

oleh Basmi (1995) yang menyatakan bahwa pengelompokan densitas fitoplankton

sering bergantian dengan gerombolan yang padat dari zooplankton. Pergiliran

pergantian kelimpahan kedua organisme ini adalah akibat dari grazing dan perbedaan

cepat laju reproduktif antar keduanya.

4.3.1.5 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), dan Indeks Dominansi (C) Zooplankton

Nilai indeks keanekaragaman (H’) zooplankton yang diperoleh pada masing-

masing stasiun selama bulan Mei s/d Oktober 2006 menunjukan nilai indeks berkisar

antara 0.942 – 1.916. Nilai indeks keanekaragaman tertinggi didapatkan pada stasiun

4 pada bulan Juni sebesar 1,916 dan nilai indeks yang terendah didapatkan pada

stasiun 3 di bulan Mei. Nilai indeks keanekaragaman pada bulan Juli sampai dengan

bulan Oktober berkisar antara 1.389 - 1.876 (Tabel 10).

Untuk nilai indeks keseragaman (E) yang didapatkan selama pengamatan

berkisar antara 0.484 – 0.973. Nilai indeks keseragaman tersebut masih lebih kecil dari

1 (< 1) yang berarti sebaran individu merata dan perairan dalam kondisi stabil. Nilai

indeks dominansi (C) zooplankton didapatkan nilai berkisar antara 0.151 – 0.557.

Indeks dominansi tertinggi pada stasiun 3 di bulan Mei, sedangkan yang terendah pada

stasiun 4 di bulan Juni (Tabel 10).

Page 65: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Tabel 10 Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) zooplankton di perairan Teluk Tamiang dari bulan

Mei s/d Oktober 2006 Bulan Pengamatan

Mei-06 Juni-06 Juli-06 Stasiun H’ E C H’ E C H’ E C

1 1,483 0,762 0,342 1,305 0,670 0,409 1,579 0,812 0,268 2 1,729 0,888 0,186 1,671 0,859 0,234 1,833 0,943 0,171 3 0,942 0,484 0,557 1,702 0,874 0,228 1,530 0,786 0,228 4 1,632 0,835 0,261 1,916 0,985 0,151 1,635 0,840 0,215 5 1,625 0,839 0,269 1,893 0,973 0,156 1,389 0,714 0,322 6 1,366 0,702 0,364 1,789 0,919 0,186 1,826 0,939 0,176 7 1,663 0,855 0,251 1,389 0,714 0,293 1,876 0,964 0,164 8 1,671 0,859 0,251 1,364 0,958 0,167 1,686 0,867 0,206 9 1,467 0,754 0,315 1,536 0,789 0,310 1,565 0,804 0,262

10 1,419 0,729 0,349 1,830 0,940 0,177 1,841 0,946 0,173

Bulan Pengamatan Agustus-06 September-06 Oktober-06

Stasiun H’ E C H’ E C H’ E C 1 1,560 0,802 0,278 1,525 0,784 0,238 1,891 0,972 0,158 2 1,658 0,852 0,224 1,704 0,876 0,196 1,351 0,694 0,323 3 1,770 0,909 0,179 1,630 0,898 0,233 1,247 0,641 0,326 4 1,751 0,899 0,197 1,679 0,863 0,204 1,676 0,861 0,208 5 1,514 0,778 0,275 1,497 0,738 0,273 1,263 0,649 0,320 6 1,801 0,925 0,193 1,487 0,764 0,298 1,519 0,780 0,233 7 1,863 0,957 0,168 1,561 0,802 0,218 1,691 0,869 0,198 8 1,607 0,826 0,230 1,399 0,769 0,328 1,292 0,664 0,359 9 1,799 0,925 0,186 1,724 0,886 0,189 1,289 0,662 0,296

10 1,847 0,949 0,169 1,746 0,904 0,177 1,581 0,813 0,211

Berdasarkan indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks

dominasi (C) plankton (phyto dan zooplankton) maka dapat disimpulkan bahwa

perairan Teluk Tamiang termasuk dalam dalam status perairan stabil pada kategori

perairan yang tidak tercemar hingga tercemar ringan dengan sebaran individu yang

merata.

4.3.2. Bentos 4.3.2.1 Kelimpahan Bentos

Analisis bentos merupakan salah satu aspek biologi perairan untuk melengkapi

analisis aspek fisik dan kimia perairan sebagai petunjuk terjadinya perubahan kualitas

lingkungan atau indikasi terjadinya pencemaran pada suatu perairan.

Sesuai dengan sifat organisme bentos yang hidupnya menetap di dasar

perairan maka keragaan jenis dan jumlah bentos sering dijadikan indikator dan bahan

sampel untuk mengetahui tingkat pencemaran suatu perairan maupun untuk

Page 66: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

mengetahui jenis bahan pencemar (Price, 1979; Abel, 1989 didalam Tambaru, 2000).

Selanjutnya Pearson et al (1983) didalam Rustam (2005) mengemukakan bahwa

apabila dalam suatu lingkungan perairan terjadi penurunan keragaman secara tajam

sampai hanya sebagian kecil saja populasi yang dominan, maka lingkungan tersebut

telah mengalami tekanan akibat pencemaran dan populasi tersebut sebagai indikator

pencemaran.

Dari hasil pengamatan terhadap bentos pada masing-masing stasiun selama 6

bulan yakni dari bulan Mei s/d Oktober ditemukan 14 famili dan 43 spesies (Tabel 11).

Tabel 11 Famili dan spesies bentos yang ditemukan selama pengamatan di perairan Teluk Tamiang

Famili Spesies Olividae Oliva sp Epitoniidae Epitonium Trifasciatum, Epitonium lamellose, Epitonium

scalase Tellinidae Tellina sp Veneridae Pitar manillae, Donsinia insularum, Gafrarium tumidum,

Placamen chlorotica, Donax (latona) cuneatus, dan Dosinia insilarum

Arcidae Barbatia decussota, Barbatia candida, dan Achatina Fulicia Niticidae Natica vitellus, Natica canrena

Dentalidae Dentalium longtrorsium, Dentalium elephantium Ovulidae Phenacovolca angasi, Pholas orieantalis, Prionovula

fruticum Eulimidae Arca sp Lucinidae Codakia sp Cardiidae Trachycardium sp, Laevicardium crassum, Vepricardium

fimbiatum, dan Chicoreus (triplex) Buccinidae Pisania fascicullata, Cantharus fumosus, Placuna placenta,

Batllaria Zonaks, Pisania crocata, dan Brunneus Concellariidae Cancellaria longitrorsum, Corbicula Javana, dan Cancellaria

oblonga Mitridae Imbricaria olivaefromis, Mitrapelliserpentis, Mitra avenacea,

Mitra eremitarum, dan Imbricaria conularis

Pada Tabel 12 terlihat bahwa kelimpahan bentos pada pengamatan bulan Mei

didapatkan nilai kelimpahan berkisar antara 74 - 12.811 indv/m2 atau rata-rata sebesar

1.755 indv/m2 dengan nilai kelimpahan tertinggi sebesar 12.811 indv/m2, namun nilai

total kelimpahan terendah diperoleh pada bulan Juni sebesar 499.5 indv/m2. Adapun

nilai kelimpahan bentos yang diperoleh pada pengamatan bulan Juli dan Agustus

berkisar antara 136 - 2.736 indv/m2 atau rata-rata sebesar 523,7 indv/m2 dan 93 - 1.833

indv/m2 atau rata-rata sebesar 512.6 indv/m2. Nilai rata-rata kelimpahan bulan

Page 67: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

September dan Oktober sebesar 752.5 indv/m2 dan 694 indv/m2. Stasiun 10 pada

pengamatan bulan Mei memiliki nilai kelimpahan bentos yang tertinggi dari seluruh

stasiun pengamatan dengan nilai kelimpahan sebesar 12.811 indv/m2. Stasiun 1 pada

pengamatan bulan Mei memiliki nilai kelimpahan bentos yang terendah dengan nilai

kelimpahan sebesar 74 indv/m2 (Lampiran 2).

Dari hasil analisis varians (Levene’s test) terhadap nilai kelimpahan baik secara

spasial maupun temporal mempunyai nilai yang significan dalam artian nilai kelimpahan

bentos yang didapatkan cukup berbeda nyata ((α = 0,05) (Lampiran 4).

Tabel 12 Jumlah jenis dan kelimpahan bentos pada masing-masing stasiun pengamatan

Bulan Pengamatan Mei-06 Juni-06 Juli-06

Stasiun Jumlah Jenis

Kelimpahan (indv/ m2)

Jumlah Jenis

Kelimpahan (indv/ m2)

Jumlah Jenis

Kelimpahan (indv/ m2)

1 20 74 35 267 27 3182 7 3.254 10 544 15 2703 26 136 20 141 11 3754 20 167 18 135 15 1365 12 200 23 247 12 1936 17 297 20 178 14 3887 19 107 19 253 14 2138 17 209 23 178 15 2169 13 295 21 246 18 39210 12 12.811 21 2.806 15 2.736

Bulan Pengamatan Agustus-06 September-06 Oktober-06

Stasiun Jumlah Jenis

Kelimpahan (indv/m2)

Jumlah Jenis

Kelimpahan (indv/ m2)

Jumlah Jenis

Kelimpahan (indv/ m2)

1 24 572 23 254 19 1642 18 520 14 1.329 13 1.4993 11 93 16 157 26 2554 11 112 12 348 22 3565 19 446 17 303 17 2526 13 157 16 292 18 2667 17 477 21 677 21 3768 15 233 14 259 16 1619 13 683 20 924 20 41010 13 1.833 13 2.982 13 3.201

4.3.2.2 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), dan Indeks Dominansi (C) Bentos

Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi

(C) digunakan untuk menilai kestabilan komunitas biota perairan terutama dalam

hubungannya dengan kondisi suatu perairan. Nilai keanekaragaman (H’), indeks

Page 68: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) bentos di perairan Teluk Tamiang dapat

dilihat pada Tabel 13 berikut.

Tabel 13 Indeks keanekaragaman (H), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (C) bentos di perairan Teluk Tamiang dari bulan

Mei s/d Oktober 2006

Bulan Pengamatan Mei-06 Juni-06 Juli-06

Stasiun H’ E C H’ E C H’ E C 1 3,513 2,700 0,156 4,678 2,864 0,061 4,154 2,902 0,085 2 2,093 2,477 0,314 2,471 1,513 0,252 3,159 2,686 0,147 3 3,969 2,805 0,098 3,662 2,242 0,131 1,886 1,811 0,438 4 3,961 3,045 0,078 3,833 2,347 0,082 3,251 3,251 0,082 5 3,111 2,883 0,147 4,282 2,622 0,058 2,864 2,864 0,151 6 3,554 2,889 0,108 4,002 2,450 0,075 2,505 2,505 0,199 7 3,401 2,660 0,132 3,604 2,206 0,130 2,867 2,867 0,139 8 2,751 2,236 0,218 4,252 2,603 0,062 2,771 2,771 0,169 9 3,381 3,036 0,110 4,101 2,510 0,066 2,823 2,823 0,115

10 2,578 2,388 0,198 3,102 1,899 0,148 2,745 2,745 0,126

Bulan Pengamatan Agustus-06 September-06 Oktober-06

Stasiun H’ E C H’ E C H’ E C 1 3,424 2,481 0,208 4,176 3,067 0,069 3,926 3,071 0,080 2 3,164 2,520 0,152 2,353 2,053 0,292 2,417 2,169 0,243 3 3,349 3,216 0,104 3,527 2,929 0,113 4,288 3,031 0,066 4 3,251 3,122 0,124 3,914 2,960 0,084 3,764 2,804 0,106 5 3,479 2,721 0,132 3,726 3,028 0,089 3,679 2,989 0,100 6 3,388 3,041 0,114 3,623 3,008 0,104 3,751 2,988 0,093 7 3,190 2,593 0,158 2,161 1,634 0,464 3,753 2,838 0,044 8 3,936 2,497 0,236 2,864 2,498 0,184 2,966 2,463 0,203 9 2,037 1,829 0,469 2,981 2,291 0,261 3,912 3,007 0,078

10 2,856 2,563 0,176 3,088 2,772 0,128 3,048 2,737 0,137

Nilai indeks keanekaragaman (H) bentos selama pengamatan didapatkan nilai

indeks berkisar antara 2.037 – 4.678. nilai indeks keanekaragaman tertinggi

didapatkan pada stasiun 1 di bulan Juni, namun yang terendah didapatkan pada

stasiun 9 di bulan Agustus. Nilai indeks keseragaman (E) bentos selama pengamatan

didapatkan nilai indeks berkisar antara 1.513 – 3.251. Nilai indeks keseragaman (E)

terendah ditemukan pada stasiun 2 di bulan Juni sedangkan indeks tertinggi ditemukan

pada stasiun 4 di bulan Juli. Untuk nilai indeks dominansi (C) bentos didapatkan nilai

indeks berkisar 0.044 – 0.469. Indeks dominansi terendah ditemukan pada stasiun 7 di

bulan Oktober dan indeks dominansi tertinggi ditemukan pada stasiun 9 di bulan

Agustus (Tabel 14).

Page 69: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Hasil analisis bentos pada masing-masing stasiun menunjukkan bahwa indeks

keanekaragaman (H’) berkisar antara 2.037 – 4.678. Staub et al., (1992) didalam

Tambaru (2000), memberikan 4 kategori atas status perairan berdasarkan indeks

keanekaragaman antara lain (1) indeks keanekaragaman berkisar antara 3.0 – 4.5

berarti perairan tercemar sangat ringan, (2) indeks keanekaragaman antara 2.0-3.0

perairan terindikasi tercemar ringan, (3) indeks keanekaragaman antara 1.0 – 2.0

perairan terindikasi tercemar sedang, dan (4) indeks keanekaragaman lebih kecil dari

1,0 (<1,0) maka perairan terindikasi tercemar berat (Tabel 20). Bila dilihat dari kisaran

indeks keanekaragaman tersebut mengindikasikan bahwa perairan Teluk Tamiang

berada pada kondisi tercemar sangat ringan.

Dari hasil perhitungan indeks keseragaman (E) organisme bentos yang

ditemukan adalah 1.513 – 3.251, indeks ini cukup besar menunjukan keseragaman

yang besar artinya organisme bentos hidup merata dan seragam diseluruh perairan

Teluk Tamiang sehingga termasuk perairan yang tidak tercemar. Menurut Odum

(1971) bahwa semakin besar indeks keseragaman (E) menunjukan keseragaman jenis

besar, dimana semakin tinggi nilai keseragaman berarti jumlah individu setiap spesies

sama atau hampir sama, begitu juga sebaliknya semakin kecil indeks keseragaman (E)

maka semakin kecil pula keseragaman jenis dalam suatu komunitas, artinya

penyebaran jumlah individu setiap spesies tidak sama. Berikut pada Tabel 14

rekapitulasi indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi plankton dan bentos

di perairan Teluk Tamiang.

Page 70: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Tabel 14 Rekapitulasi indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi plankton dan bentos perairan Teluk Tamiang

Kisaran Nilai Indeks Hasil Analisis

Indeks Sumber Acuan Status Perairan

Plankton Fitoplankton Indeks Keanekaragaman

1.095 – 3.605 1.0 – 3.0

> 3.0

Parson et al., (1984)

Perairan stabil (ragam individu cukup besar)

Indeks Keseragaman

0.340 – 0.872 < 1 Odum (1971) Perairan stabil (sebaran individu

merata) Indeks Dominansi 0.069 – 0.799 Mendekati

0 (< 1) Odum (1971) Perairan stabil

(Tidak ada individu yang mendominasi)

Zooplankton Indeks Keanekaragaman

0.942 – 1.916 1.0 – 3.0 Parson et al., (1984)

Perairan stabil (ragam individu cukup besar)

Indeks Keseragaman

0.484 – 0.973 < 1 Odum (1971) Perairan stabil (sebaran individu

merata) Indeks Dominansi 0.151 – 0.557 Mendekati

0 (< 1) Odum (1971) Perairan stabil

(Tidak ada individu yang mendominasi)

Bentos Indeks Keanekaragaman

2.037 – 4.678 3.0 – 4.5

Staub et al., (1992) didalam Tambaru (2000)

Perairan stabil (ragam individu cukup besar)

Indeks Keseragaman

1.513 – 3.251 > 1 Odum (1971) Jumlah individu setiap spesies

sama Indeks Dominansi 0.044 – 0.469 Mendekati

0 (< 1) Odum (1971) Perairan stabil

(Tidak ada individu yang mendominasi)

Bila dilihat dari indeks dominansi bentos di perairan Teluk Tamiang tersebut

memberikan indikasi bahwa tidak ada organisme yang mendominasi, hal ini ditunjukan

dengan nilai indeks dominansi yang mendekati 0 yaitu berkisar antara 0.044 – 0.469.

Menurut Odum (1971), bila indeks dominansi mendekati nilai 1 maka terdapat

organisme tertentu yang mendominasi suatu perairan, namun bila indeks dominansi

mendekati 0, maka tidak ada jenis yang dominan. Dari indeks dominansi tersebut yang

mendekati nilai 0, maka dapat dijelaskan bahwa organisme bentos di perairan Teluk

Tamiang dalam keadaan stabil dan kondisi lingkungan relatif baik.

Page 71: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Mengacu pada rekapitulasi pada Tabel 15 diatas dalam menilai kondisi perairan

Teluk Tamiang berdasarkan indeks keanekaragaman,indeks keseragaman dan indeks

dominansi maka dapat disimpulkan secara umum bahwa kondisi perairan dalam

keadaan stabil dan tidak tercemar.

4.3.3. Produktivitas Primer Produktivitas primer didefinisikan sebagai jumlah bahan organik yang dihasilkan

oleh organisme autotrof, yaitu organisme yang mampu menghasilkan bahan organik

dari bahan anorganik dengan bantuan energi matahari, dapat dinyatakan dalam

gC/m3/hari. Produktivitas primer dibatasi oleh cahaya, nutrient (unsur hara), dan faktor

hidrografi yaitu paduan semua faktor yang menggerakan massa air laut (arus,

upwelling, dan difusi), struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton (Nybakken,

1992). Nilai produktivitas primer perairan pada dasarnya bergantung pada aktivitas

fotosintesa yang dilakukan oleh fitoplankton, sehingga tinggi dan rendahnya nilai

produktivitas primer mencerminkan kondisi kualitas lingkungan yang merupakan faktor

penentu keberadaan fitoplankton yang meliputi kondisi suhu, salinitas, cahaya

matahari, pH, kekeruhan, konsentrasi nutrien, dan berbagai senyawa lainnya.

Aspek dasar dari cahaya yang penting secara biologi adalah kuantitas dan

kualitas. Kedua karakter ini berfluktuasi di laut, bergantung kepada waktu, ruang,

kondisi cuaca, penyebaran sudut datang termasuk arah perubahan maksimum dan

tingkat difusi dan polarisasi (Parson et al. 1984). Makin dalam penetrasi cahaya

kedalam perairan menyebabkan semakin besar daerah dimana proses fotosintesis

dapat berlangsung, sehingga kandungan oksigen terlarut masih tinggi pada lapisan air

yang lebih dalam (Ruttner 1973 didalam Tambaru, 2007).

Hasil pengukuran produktivitas primer pada masing-masing stasiun

pengamatan di lokasi penelitian setiap bulan pengamatan dari bulan Mei sampai

Oktober 2006 berkisar antara 0.16 gC/m3/hari – 0.18 gC/m3/hari. Nilai produktivitas

pada masing-masing stasiun pengamatan tidak mempunyai perbedaan yang besar

bahkan cenderung seragam (Tabel 15). Hasil analisis varians (Levene’s test) nilai

produktivitas primer baik secara temporal dan spasial ternyata tidak berbeda nyata ((α

= 0.05), hasil analisis ini menunjukan bahwa produktivitas primer dianggap sama

disetiap bulan dan stasiun pengamatan.

Page 72: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Tabel 15 Nilai Produktitivitas primer (gC/m3/hari) perairan Teluk Tamiang

Bulan Pengamatan Stasiun Mei-06 Juni-06 Juli-

06 Agustus-

06 September-

06 Oktober-06

1 0.16 0.16 0.14 0.16 0.14 0.16 2 0.23 0.25 0.16 0.14 0.23 0.16 3 0.16 0.23 0.19 0.12 0.21 0.16 4 0.22 0.18 0.13 0.16 0.16 0.21 5 0.14 0.17 0.14 0.13 0.12 0.23 6 0.15 0.15 0.12 0.14 0.15 0.17 7 0.22 0.20 0.17 0.15 0.20 0.14 8 0.13 0.21 0.21 0.17 0.22 0.14 9 0.21 0.16 0.17 0.19 0.17 0.20 10 0.15 0.13 0.16 0.20 0.15 0.18

Menurut Duxbury et al (1999), berdasarkan nilai produktivitas primer tingkat

kesuburan perairan terbagi dalam 4 klasifikasi, antara lain : (1) nilai produktivitas

primer lebih kecil dari 0.10 gC/m3/hari (< 0.10) diklasifikasikan kesuburan rendah

(Oligotrophic); (2) nilai produktivitas primer kisaran antara 0.10 – 0.20 gC/m3/hari

diklasifikasikan kesuburan sedang (Mesotrophic); (3) nilai produktivitas primer kisaran

antara 0.20 – 0.30 gC/m3/hari diklasifikasikan kesuburan tinggi (Eutrophic); dan (4) nilai

produktivitas primer kisaran > 0.30 gC/m3/hari diklasifikasikan kesuburan sangat tinggi

(Hypertrophic).

Berdasarkan besaran nilai produktivitas primer tersebut, maka perairan Teluk

Tamiang termasuk dalam klasifikasi perairan yang mempunyai produktiviitas primer

perairan dengan tingkat kesuburan sedang (Mesotrophic).

4.4. Karakterisasi Fisika Kimia Perairan Teluk Tamiang Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air di lokasi penelitian meliputi

sifat fisika dan kimia perairan antara lain suhu, kedalaman, kecerahan dan padatan

tersuspensi, kecepatan arus dan gelombang, salinitas, pH, oksigen terlarut (DO), BOD5,

COD, Nitrit, Nitrat, Ammonia, dan Orthophosphat dapat dijelaskan sebagai berikut.

4.4.1. Suhu

Hasil pengukuran suhu perairan selama penelitian diperoleh kisaran suhu rata-

rata harian antara 27.0 – 31.0oC. Sedangkan suhu rata-rata antar stasiun pengamatan

berkisar antara 27.7 – 29.2oC. Hasil pengukuran menunjukan variasi yang relatif kecil

meskipun terjadi perbedaan waktu pengambilan sampel yang berkaitan dengan

Page 73: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

intensitas cahaya matahari dan kondisi cuaca. Kondisi suhu perairan yang relatif stabil

ini cukup mendukung kehidupan dan pertumbuhan ikan pada kegiatan budidaya ikan

dalam keramba jaring apung di perairan Teluk Tamiang.

Nybakken (1992), menyatakan bahwa sesuai dengan sifat air, dalam jumlah

yang besar memiliki kisaran fluktuasi suhu yang relatif kecil dan tidak melebihi batas

toleransi organisme. Sebaran data hasil pengukuran suhu antar stasiun pengamatan,

tidak menunjukan kondisi yang dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan (suhu

ekstrim). Nilai suhu pada seluruh stasiun pengamatan tidak berbeda jauh sehingga

masih tergolong normal dan dapat ditolerir oleh biota perairan.

4.4.2. Kedalaman

Kedalaman perairan di lokasi penelitian yang terukur pada setiap stasiun

pengamatan saat pasang berkisar antara 5,6 meter (Stasiun 10 ) sampai 14 meter

(Stasiun 2). Pada saat kondisi surut maka kedalaman perairan pada setiap stasiun

pengamatan berkisar antara 4.5 meter sampai 12.9 meter.

Kedalaman perairan suatu teluk untuk pengembangan budidaya keramba jaring

apung menjadi sangat penting untuk diperhatikan dan merupakan salah satu

persyaratan yang harus dipenuhi. Sunyoto (1993), menyatakan bahwa kedalaman

perairan untuk kegiatan budidaya keramba jaring apung ikan kerapu disyaratkan

berkisar antara 7 – 15 meter.

Bila mengacu pada persyaratan kedalaman tersebut maka perairan Teluk

Tamiang sudah memenuhi persyaratan untuk dijadikan areal pengembangan budidaya

keramba jaring apung ikan kerapu.

4.4.3. Kecerahan dan Padatan Tersuspensi (TSS)

Kecerahan dan padatan tersuspensi (TSS) merupakan parameter-parameter

yang saling berkaitan satu sama lain. Peningkatan konsentrasi padatan tersuspensi

berbanding terbalik dengan tingkat kecerahan. Kedua parameter tersebut mempunyai

peranan penting dalam produktivitas perairan sehubungan dengan proses fotosintesis

dan respirasi biota perairan, serta kualitas perairan.

Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi,

zat-zat terlarut, partikel-partikel dan warna air. Hasil pengukuran kecerahan selama

pengamatan di perairan Teluk Tamiang pada setiap stasiun pengamatan berkisar

Page 74: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

antara 3,5 meter (Stasiun 10) – 9 meter (Stasiun 2). Nilai rata-rata kecerahan untuk

setiap stasiun berkisar antara 4.3 meter (Stasiun 10) – 8.6 meter (Stasiun 2).

Berdasarkan kriteria baku mutu Kep-51/MENLH/2004 bagi budidaya perikanan

(biota laut), nilai kecerahan terukur melebihi baku mutu yang diinginkan (> 5 m),

sehingga nilai tingkat kecerahan yang diperoleh selama penelitian masih cukup baik

untuk budidaya KJA ikan kerapu.

Hasil pengukuran nilai padatan tersuspensi (TSS) yang diperoleh selama

penelitian berkisar antara 4.77 – 24.55 mg/l dan rata-rata berkisar antara 4.95 – 24.54

mg/liter. Apabila dibandingkan dengan kriteria baku mutu Kep-51/MENLH/2004, untuk

keperluan perikanan, nilai terukur selama penelitian masih berada dibawah nilai yang

direkomendasikan yaitu kurang dari 25 mg/l (< 25 mg/l).

4.4.4. Kecepatan, Arah Arus dan Gelombang Di perairan pantai terutama di teluk-teluk atau selat yang sempit, gerakan naik

turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang surut dan pada umumnya

arus yang terjadi akibat dari pasang surut sangat kecil (Nontji, 1993.).

Kecepatan arus di lokasi penelitian pada setiap stasiun pengamatan berkisar

antara 0.11– 0.40 m/detik, sedangkan rata-rata berkisar antara 0.12– 0.37 m/detik yang

diukur pada kedalaman 1 meter dari permukaan air.

Menurut Velvin (1999), bahwa kecepatan arus terbagi ke dalam 4 katagori, yaitu

kecepatan arus sangat rendah ( < 0.03 m/detik), kecepatan arus rendah (antara 0.04

s/d 0.06 m/detik), kecepatan arus sedang (antara 0.07 s/d 0.10 m/detik) dan kecepatan

arus tinggi (0.10 – 0.25 m/detik) (Tabel 16)

Tabel 16 Kriteria Kecepatan arus perairan teluk untuk budidaya ikan (Velvin, 1999)

Kisaran Kecepatan Arus Kategori Kecepatan Arus < 0,03 m/detik Sangat rendah 04 s/d 0,06 m/detik Rendah 0.07 s/d 0.10 m/detik Sedang 0.10 – 0.25 m/detik Tinggi

Secara umum kecepatan arus di daerah penelitian tergolong tinggi karena

perairannya relatif terbuka. Kecapatan arus pada saat pasang lebih cepat dari

kecepatan arus pada saat surut. Kecepatan arus pada saat pasang berkisar antara

0.20 – 0.40 m/detik dengan arah masuk kedalam teluk Sedangkan kecepatan arus

pada saat surut berkisar antara 0.15 – 0.17 m/detik dengan arah luar teluk. Ahmad et

Page 75: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

al., (1991) dan Akbar et al., (2002), memberikan batasan kisaran nilai kecepatan arus

untuk budidaya ikan kerapu berkisar antara 0.23 – 0.50 m/detik, sehingga sudah

memenuhi persyaratan untuk pengembangan budidaya ikan dalam keramba jaring

apung. Arus yang terjadi di perairan Teluk Tamiang umumnya disebabkan oleh

gerakan pasang surut dan angin yang bertiup dipermukaan perairan.

Selanjutnya Akbar et al., (2002), menyatakan bahwa kecepatan arus air lebih

dari 0.50 m/detik dapat mempengaruhi posisi jaring dan sistem penjangkaran. Arus

yang terlalu kuat dapat menyebabkan bergesernya posisi rakit. Sebaliknya, arus air

yang terlalu kecil dapat mengurangi pertukaran air keluar masuk jaring. Hal ini akan

berpengaruh pada ketersediaan oksigen terlarut dan akan memperlemah kondisi ikan

yang akhirnya akan mudah terserang berbagai penyakit.

Gelombang yang terjadi dilaut umumnya disebabkan oleh hembusan angin.

Besar kecilnya gelombang disebabkan oleh kuat dan lemahnya hembusan angin,

lamanya hembusan dan jarak tempuh angin. Ketinggian gelombang perairan selama

masa penelitian rata-rata kurang dari 0.3 m (< 0.3 m), namun pada bulan Agustus

dapat mencapai 0.6 meter terjadi pada bagian muara atau tubir Teluk Tamiang.

Dari kondisi kecepatan arus dan ketinggian gelombang pada perairan Teluk

Tamiang tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perairan teluk tersebut masih dalam

kondisi yang cukup baik untuk dijadikan lokasi pengembangan budidaya ikan kerapu

dalam keramba jaring apung.

4.4.5. Salinitas Hasil pengukuran salinitas selama penelitian rata-rata berkisar antara 25.9 – 34

yang diukur dari bulan Mei sampai bulan Oktober yakni berada pada pertengahan

musim kemarau dan awal musim hujan, namun tidak menunjukkan variasi yang besar

antar stasiun. Rata-rata salinitas tertinggi (34) terjadi pada stasiun 1 dan 2 namun

salinitas terendah (25.9) terjadi pada stasiun 9 dan 10. Secara umum salinitas

perairan lokasi studi cukup tinggi karena perairan Teluk Tamiang merupakan perairan

relatif terbuka berhubungan langsung dengan laut Jawa dan selat Makasar namun tidak

terjadi fluktuasi salinitas yang cukup tinggi.

Akbar dan Sudaryanto (2002), menyatakan bahwa umumnya ikan kerapu

sangat menyenangi air laut yang mempunyai nilai salinitas antara 30 – 33. Salinitas

pada daerah penelitian berada dalam batas kisaran yang baik untuk pengembangan

budidaya ika kerapu dalam keramba jaring apung.

Page 76: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

4.4.6. Derajat Keasaman (pH) Air Kondisi perairan dengan pH netral sampai sedikit basa ideal untuk kehidupan

ikan air laut. Suatu perairan yang ber-pH rendah dapat mengakibatkan aktivitas

pertumbuhan menurun atau ikan menjadi lemah serta lebih mudah terinfeksi penyakit

dan biasanya diikuti dengan tingginya tingkat kematian. Ikan kerapu akan baik

pertumbuhannya bila dipelihara pada perairan dengan pH berkisar antara 8,0 sampai

8,2 (Akbar dan Sudaryanto, 2002).

Nilai pH yang diperoleh pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 7.15 –

8.35 sedangkan rata-ratanya berkisar antara 7.73 – 8.24 (Gambar 18). Nilai ini

menggambarkan bahwa perairan tersebut cenderung bersifat alkalis. Jika

dibandingkan dengan baku mutu pH perairan laut berdasarkan Kep-51/MENLH/2004,

nilai pH yang terukur masih berada dalam kisaran yang diinginkan yaitu 6.5 – 8.5, maka

dapat dikatakan bahwa pH perairan Teluk Tamiang masih cukup baik bagi kehidupan

biota perairan.

4.4.7. Oksigen Terlarut (O2) Kadar oksigen terlarut di perairan alami bervariasi bergantung pada keadaan

suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Kelarutan oksigen didalam air

berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian/altitude dengan

berkurangnya tekanan atmosfer (Jeffries dan Mills, 1996 di dalam Effendi, 2003).

Menurut Connel and Miller (1995), pencemaran dari limbah organik juga dapat

menyebabkan menurunnya oksigen terlarut dalam perairan. Lee et al. (1978),

mengatakan bahwa kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan

sebagai indikator kualitas perairan dan terbagi dalam empat kategori, yaitu : Kadar

oksigen terlarut antara 1) > 6.5 (mg/l) kotegori tidak tercemar sampai tercemar sangat

ringan; 2) kadar oksigen terlarut antara 4.5 – 6.4 termasuk kategori tercemar ringan;

3) kadar oksigen terlarut antara 2.0 – 4.4 termasuk kategori tercemar sedang; dan 4)

dan kadar oksigen terlarut lebih kecil dari 2.0 (< 2.0) termasuk dalam kategori tercemar

berat (Tabel 17).

Page 77: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Tabel 17 Kriteria pencemaran perairan berdasarkan nilai DO (Lee et al., 1978)

Kisaran konsentrasi DO Status Perairan > 6.5 (mg/l) Tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan 4.5 – 6.4 mg/l Tercemar ringan 2.0 – 4.4 mg/l Tercemar sedang < 2.0 mg/l Tercemar berat

Hasil pengukuran selama penelitian menunjukan kisaran oksigen terlarut antara

5.5 – 8.2, dengan nilai rata-rata setiap stasiun pengamatan antara 5.8 – 7.7mg/liter

yang diukur pada jam 07.00, 12.000, dan 17.00. Berdasarkan kondisi oksigen terlarut

yang terukur selama penelitian dapat disimpulkan bahwa perairan Teluk Tamiang

termasuk dalam kategori perairan yang tidak tercemar sehingga masih relatif baik

untuk bagi kehidupan biota akuatik dan pengembangan budidaya ikan kerapu dalam

keramba jaring apung.

4.4.8. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand/BOD5)

Secara tidak lagsung, BOD5 merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu

jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri aerob untuk mengoksidasi bahan organik

menjadi karbondioksida dan air (Davis and Cornwell (1991) didalam Effendi (2003).

Selanjutnya menurut Boyd (1990), BOD5 didefenisikan sebagai jumlah oksigen yang

dikonsumsi oleh proses respirasi bakteri aerob dalam botol yang diinkubasi pada suhu

sekitar 20oC selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya.

BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan.

Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh

bahan organik. Bahan organik akan diuraikan secara biologik dengan melibatkan

bakteri melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Oksidasi aerobik dapat

menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat

terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan

kematian organisme akuatik. Lee et al. (1978) menyatakan bahwa tingkat pencemaran

suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD5-nya terbagi dalam empat tingkatan

kategori antara lain : nilai BOD5 kurang dari 2,9 mg/lt (<2.9) kategori tidak tercemar;

nilai BOD5 antara 3.0 – 5.0 mg/lt kategori tercemar ringan; nilai BOD5 antara 5.1 – 14.9

mg/lt kategori tercemar sedang; dan nilai BOD5 lebih besar atau sama dengan 15 mg/lt

(> 15) termasuk kategori tercemar berat (Tabel 18).

Page 78: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Tabel 18 Kriteria pencemaran berdasarkan nilai BOD5 (Lee et al., 1978)

Kisaran Nilai BOD5 Status Perairan Kurang dari 2.9 mg/lt (<2.9 mg/l) Tidak tercemar 3.0 – 5.0 mg/lt Tercemar ringan 5.1 – 14.9 mg/lt Tercemar sedang Lebih besar atau sama dengan 15 mg/lt (> 15 mg/l) Tercemar berat

Hasil pengukuran BOD5 selama penelitian berkisar antara 10.55 – 15.85 mg/lt,

sedangkan sebaran nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 12.63 – 15.49

mg/lt.

Derajat pencemaran berdasarkan nilai BOD5 dengan kisaran antara 5.32 –

15.65 mg/liter diartikan bahwa perairan Teluk tamiang berada dalam kondisi tercemar

sedang. Jika mengacu pada baku mutu Kep-51/MENLH/2004 (<25 mg/liter) untuk

keperluan perikanan, kisaran nilai BOD5 yang terukur pada saat penelitian masih dalam

keadaan baik dan belum melewati nilai ambang batas yaitu masih lebih kecil dari 25

mg/liter.

4.4.9. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) Keberadaan bahan organik berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah

tangga dan aktivitas peternakan. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak

diinginkan bagi kepentingan perikanan. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar

kurang dari 20 mg/liter, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat mencapai lebih

dari 200 mg/liter dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter

(UNESCO/WHO/UNEP (1992) didalam Effendi (2003). Hasil pengukuran COD selama

penelitian berkisar antara 20,55 mg/liter (stasiun 1) – 77.98 mg/liter (stasiun 10).

Sebaran nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 24.21 mg/liter (stasiun 1) –

72.38 mg/liter (stasiun 10).

Jika dibandingakn dengan baku mutu Kep-51/MENLH/2004 untuk keperluan

perikanan, kisaran nilai COD yang terukur pada saat penelitian masih dalam keadaan

baik dan belum melewati nilai ambang batas maksimal yaitu lebih kecil dari 80 mg/liter

artinya perairan Teluk Tamiang belum mengalami pencemaran.

4.4.10. Nitrit

Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara ammonia dan nitrat

(pada proses nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (pada proses denitrifikasi).

Page 79: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Denitrifikasi berlangsung pada kondisi anaerob. Pada proses denitrifikasi, gas N2 yang

dapat terlepas dilepaskan dari dalam air ke udara. Keberadaan nitrit menggambarkan

berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar

oksigen terlarut rendah (Effendi, 2003).

Di perairan alami, nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat

sedikit, lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan

oksigen. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/liter dan sebaiknya tidak

melebihi 0.06 mg/liter (Canadian Council of Resources and Environment Minister, 1987

didalam Effendi, 2003). Kadar nitrit yang melebihi dari 0,05 mg/liter dapat bersifat

toksik bagi organisme perairan yang sensitif.

Hasil pengukuran nitrit selama penelitian berkisar antara 0.002 – 0.045 mg/lt.

Sebaran nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 0,002 – 0,025 mg/liter,

maka dapat diartikan bahwa nilai nitrit pada perairan Teluk Tamiang masih dalam batas

yang cukup aman bagi biota laut.

4.4.11. Nitrat

Nitrit (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan

nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen mudah larut

dalam air dan bersifat stabil (Effendi, 2003). Senyawa ini dihasilkan dari proses

oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses

oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus

nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan

oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh

bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu

bakteri yang mendapatkan energi dari proses kimiawi.

Hasil pengukuran nitrat selama penelitian berkisar antara 0.015 – 0.635 mg/lt,

sedangkan sebaran nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 0.061 – 0.443

mg/liter.

Bila suatu perairan menunjukan kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter (> 5 mg/liter),

maka perairan tersebut telah terjadi pencemaran antropogenik yang berasal dari

aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0.2 mg/liter

dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, yang selanjutnya

menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Pada

perairan yang menerima limpasan air dari daerah pertanian yang banyak mengandung

Page 80: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

pupuk, kadar nitrat dapat mencapai 1.000 mg/liter.(Davis dan Cornwell, 1991 didalam

Effendi, 2003).

Kandungan nitrat yang terdapat dalam suatu perairan, dapat dikelompokan

berdasarkan tingkat kesuburan, yakni perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0

– 1 mg/liter, perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1 – 5 mg/liter, dan perairan

eutrofik memiliki kadar nitrat berkisar antara 5 – 50 mg/liter (Volenweider, 1969 dan

Wetzel, 1975 didalam Effendi, 2003).

Hal ini berarti bahwa nilai nitrat pada perairan Teluk Tamiang masih dalam

batas yang cukup aman bagi biota laut meskipun mengarah terjadinya eutrofikasi

(pengayaan) perairan tetapi tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik .

4.4.12. Ammonia (NH3N) Kadar ammonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter (McNeely

et al., 1979 didalam Effendi, 2003). Kadar amonia yang tinggi merupakan indikasi

adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, dan limpasan

(run-off) pupuk pertanian dan peternakan.

Hasil pengukuran ammonia selama penelitian berkisar antara 0.022 – 0.238

mg/lt, sedangkan sebaran nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 0.031 –

0.149 mg/liter.

Hal ini berarti bahwa nilai ammonia pada perairan Teluk Tamiang masih dalam

batas yang cukup aman bagi biota laut dan tidak bersifat toksik terhadap organisme

akuatik serta mengindikasikan belum terjadinya pencemaran bahan organik yang

berasal dari limbah domestik, dan peternakan.

4.4.13. Ortophosphat Berdasarkan kadar ortophosphat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu ;

perairan oligotrofik yang memiliki kadar ortophosphat 0.003 – 0.01 mg/liter; perairan

mesotrofik memiliki kadar ortofosfat 0.011 – 0.03 mg/liter ; dan perairan eutrofik

memiliki kadar ortophosphat 0.031 – 0.1 mg/liter (Vollenweider dalam Wetzel, 1975

didalam Effendi, 2003. Hasil pengukuran ortophosphat selama penelitian berkisar

antara 0.026 – 0.234 mg/lt, sedangkan sebaran nilai rata-rata untuk setiap stasiun

berkisar antara 0,043 – 0,145 mg/liter.

Hal ini berarti bahwa nilai fosfor pada perairan Teluk Tamiang termasuk dalam

perairan mesotrophyc dengan tingkat kesuburan sedang.

Page 81: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Rangkuman hasil analisis parameter kualitas perairan yang meliputi aspek

biologi, fisika dan kimia perairan sebagai indikator kualitas perairan untuk menyatakan

status dan tingkat pencemaran dan kesuburan perairan Teluk Tamiang disajikan pada

Tabel 19.

Tabel 19 Rangkuman penilaian kondisi parameter biologi dan fisika-kimia perairan yang diperoleh selama penelitian di Teluk Tamiang.

Baku Mutu Perairan Untuk Biota Laut

Paramater Kisaran Rata-rata Dipersyaratkan Keterangan Biologi Perairan Plankton Fitoplankton - Indeks Keanekaragman - Indeks Keseragaman - Indeks Dominasi

1.09 – 3.65 0.34 – 0.87 0.07 – 0.79

- - -

1.0-3.0*) , >3,0

- -

Perairan Stabil (Tidak

tercemar/ringan)

Zooplankton - Indeks Keanekaragaman - Indeks Keseragaman - Indeks Dominasi

0.94 – 1.92 0.48 – 0.97 0.15 – 0.56

- - -

1.0 – 3.0*), >3.0

- -

Perairan Stabil

(Tidak tercemar/ ringan)

Bentos - Indeks Keanekaragaman - Indeks Keseragaman - Indeks Dominasi

2.04 – 4.68 1.51 – 3.25 0.04 – 0.47

- - -

3.0 – 4.5*)

- -

Tercemar

sangat ringan

Produktivitas Primer (gC/m3/hari)

0.15 – 0.19 0.16 – 0.18 0.10 – 0.20****) Kesuburan Sedang

Fisika Perairan Suhu air (oC) 25.7 – 30.4 27.8 – 29.2 26 – 32***) Memenuhi Kedalaman (m) 6 – 14 4.9 – 12.5 7 – 15***) Memenuhi Kecerahan (m) 4 – 10 5 – 8,5 > 5**) Memenuhi Kekeruhan (NTU) 0.72 – 2.82 1.63 – 2.10 < 5**) Memenuhi Padatan Tersuspensi (TSS) (mg/l)

4.76 – 37.45 12.18 – 24.35 < 25**) Memenuhi

Kecepatan Arus (m/detik)

0.20 – 0.40 0.15 – 0.40 0.20 – 0.50***) Memenuhi

Substrat dasar Pasir karang Pasir karang Pasir karang***) Memenuhi Gelombang (m) 0 – 0.6 0.2 – 0.4 < 0.6***) Memenuhi Kimia Perairan Salinitas (ppt) 32.5 – 36.0 34.0 – 35.5 31.0 – 34.0***) Memenuhi Derajat Keasaman (pH) 7.80 – 8.54 7.87 – 8.04 7.0 – 8.5**) Memenuhi Oksigen Terlarut (DO) (mg/l)

5.30 – 8.23 5.64 – 8.02 > 5**) Memenuhi

BOD5 (mg/l) 5.32 – 15.65 5.63 – 13.78 < 25**) Memenuhi COD (mg/l) 18.76 – 77.94 24.67 – 68.45 < 40 – 80**) Memenuhi Nitrit (mg/l) 0.002 – 0.045 0.002 – 0.025 Nihil**) Memenuhi Nitrat (mg/l) 0.094 – 0.659 0.117 – 0.576 - Memenuhi Ammonia total (NH3-N) (mg/l)

0.024 – 0.198 0.042 – 0.192 < 0.3 – 1**) Memenuhi

Orthophosphat (mg/l) 0.026 – 0.234 0.043 – 0.145 - Memenuhi Keterangan : *) Parson et al (1984); Staub et al., (1992) didalam Tambaru (2000)

**) Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya Perikanan (Biota laut) menurut Kep-51/MENLH/2004, ***) Juknis Budidaya Ikan Kerapu dalam KJA (Ditjenkanbud DKP, 2004)

****) Duxbury et al., (1999)

Page 82: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

4.5. Kelayakan Bioteknis dan Penentuan Kesesuaian Perairan Penentuan luas perairan yang sesuai bagi pengembangan budidaya KJA

dilakukan dengan aplikasi perangkat Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan operasi

tumpang susun (overlay) dari masing-masing peta tematik yang ditentukan. Hasil

overlay peta-peta tematik tersebut beserta dengan kriteria kelayakan/kesesuaian dari

Tiensongrusmee et al., (1986) didalam Sunyoto (1993) atau dikenal dengan analisa

kelayakan/kesesuaian dengan pembobotan (scooring method) akan menghasilkan

lokasi potensial untuk budidaya kerapu sistem KJA beserta dengan tingkatan

kelayakan/kesesuaiannya. Berikut kriteria kelayakan/kesesuaian perairan untuk

budidaya KJA Ikan Kerapu disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20 Kriteria kelayakan/kesesuaian perairan untuk budidaya KJA Ikan Kerapu

No.

Parameter-Parameter

s1 (Kesesuaian

Tinggi)

s2 (Kesesuaian

Sedang)

s3 (Kesesuaian

Rendah)

N (Tidak

Sesuai) 1 Kedalaman (meter) >10 7-9 4-6 <4 2 Keterlindungan

terhadap gelombang/angin besar)

Sangat terlindung (<0,5 m)*

Terlindung (<0,5 m)*

Agak terbuka (>0,5 m)*

Terbuka (>0,5 m)*

3 Suhu (oC) 29 - 30 27 - 28 25 - 26 > 30/<25 4 Salinitas (promil) 31 - 34 29 - 30 25 – 27/33 -

35 < 25/>35

5 Substrat Dasar Pasir, karang berpasir

Pasir berkarang

Pasir berlumpur

Berlumpur

6 Kecerahan (meter) 6 - 10 3 - 5 0 - 2 0 7 Oksigen terlarut 7 - 8 6 – 7/>8 5 - 6 <5 8 Kecepatan Arus

(cm/dt) 21 - 40 16 - 21 13 - 15 <12

Keterangan : *) ketinggian gelombang Sumber acuan : Tiensongrusmee et al (1986) didalam Sunyoto (1993)

Hasil penilaian kelayakan/kesesuaian untuk lokasi budidaya KJA Ikan Kerapu

disajikan pada Tabel 21, 22, 23 dan Lampiran 7) berikut :

Page 83: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Tabel 21 Sistem penilaian kelayakan/kesesuaian untuk lokasi budidaya KJA Ikan Kerapu.

Nilai skor dan Tingkat Kesesuaian dan Rentang nilai Parameter Hasil Pengukuran

No Parameter Bobot 4 (Tinggi)

3 (Sedang)

2 (Rendah)

1 (Tidak

Sesuai)

Nilai Kelayakan Parameter

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (Bobot x Skor)

1 Kedalaman (meter)

5 >10 7-9 4-6 <4 -----

2 Keterlindungan terhadap gelombang/ angin besar)

4 Sangat terlindung (<0,5 m)*

Terlindung (<0,5 m)*

Agak terbuka

(>0,5 m)*

Terbuka (>0,5 m)*

-----

3 Suhu (oC) 3 28 - 30 26 - 27 24 - 25 > 30/<24 ----- 4 Salinitas

(promil) 3 31 - 34 29 - 30 25 – 27/

34 - 35 < 25/>35 -----

5 Substrat Dasar 3 Pasir, karang berpasir

Pasir berkarang

Pasir berlumpur

Berlumpur -----

6 Kecerahan (meter)

3 6 - 10 3 - 5 0 - 2 0 -----

7 Oksigen terlarut

3 7 - 8 6 – 7/>8 5 - 6 <5 -----

8 Kecepatan Arus (cm/dt)

3 21 - 40 16 - 20 13 - 15 <12 -----

Total Nilai ∑ Bobot x Skor

Keterangan : *) ketinggian gelombang

Tabel 22 Rekapitulasi rata-rata nilai parameter kualitas lingkungan hasil pengamatan

untuk budidaya ikan kerapu pada setiap stasiun. Stasiun dan Nilai Parameter Pengamatan

Parameter 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kedalaman (meter) 10,0 14,0 10,5 7,1 6,9 6,7 4,6 4,6 4,6 4,5 Ketinggian Gelombang (m) 0.42 0.45 0.40 0.42 0.31 0.30 0.25 0.28 0.21 0.19 Suhu (oC) 28 27,8 28 28,8 27,8 28,2 29 29,1 29,1 29,2 Salinitas (promil) 33,5 34 34 32 33 33 29,8 28,9 27,5 25,9 Substrat Dasar PK PK PK PB PB PB PB PB PB PB Kecerahan (meter) 7,7 8,6 8,1 6,1 5,9 5,7 4,4 4,4 4,5 4,3 Oksigen terlarut (ppm) 7,0 7,7 6,1 6,9 6,8 6,5 6,5 6,6 6,2 5,8 Kecepatan Arus (cm/dt)

39 37 32 34 33 34 22 24 19 12

Keterangan : PK : Pasir Karang; PB : Pasir Berlumpur

Page 84: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Tabel 23 Rekapitulasi nilai perkalian bobot dan skor pada setiap stasiun pengamatan (10 stasiun)

Stasiun Pengamatan Parameter 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kedalaman (meter) 20 20 20 20 20 20 10 10 10 10 Keterlindungan terhadap gelombang/angin besar)

16 16 16 16 16 16 16 16 16 16

Suhu (oC) 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 Salinitas (promil) 12 12 12 12 12 12 9 9 9 9 Substrat Dasar 12 12 9 9 9 9 6 6 6 6 Kecerahan (meter) 12 12 12 12 9 9 9 9 9 9 Oksigen terlarut 12 12 9 9 9 9 9 9 9 6 Kecepatan Arus (cm/dt) 12 12 12 12 12 12 12 12 9 6 Total Nilai 105 108 105 102 99 99 83 83 80 74

Hasil analisis tingkat kelayakan/kesesuaian lahan perairan tersebut

menunjukkan posisi lahan-lahan perairan potensial untuk budidaya kerapu di perairan

Teluk Tamiang dengan tingkat kelayakan/kesesuaian yang berbeda-beda. Tingkat

kelayakan/kesesuaian yang berbeda ini disebabkan nilai parameter-parameter

lingkungan yang digunakan dalam melakukan analisis overlay tidaklah sama sesuai

gambaran atau nilai yang didapat saat pengambilan data, sehingga dengan batasan

perhitungan evaluasi kelayakan/kesesuaian yang dipakai akan terdapat beberapa

tingkat kelayakan/kesesuaian dapat menggambarkan kemampuan lahan perairan di

dalam mendukung kegiatan pengembangan budidaya KJA ikan kerapu. Karakteristik

masing-masing perairan berdasarkan kondisi kelayakan/kesesuaiannya antara lain :

(1) Kondisi perairan dengan tingkat kelayakan/kesesuaian tinggi (S1) perairan

yang tidak mempunyai pembatas yang besar untuk dikelola atau hanya

mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap

produksi dan tidak akan meningkatkan masukan yang telah biasa diberikan;

(2) Kondisi perairan dengan tingkat kelayakan/kesesuaian sedang (S2) adalah

perairan yang mempunyai pembatas yang agak besar untuk mempertahankan

tingkat pengelolaan yang diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi

atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan;

(3) Kondisi perairan dengan tingkat kelayakan/kesesuaian rendah (S3) adalah

perairan yang mempunyai pembatas yang besar untuk mempertahankan

tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi

produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan;

(4) Kondisi perairan tidak sesuai (N) adalah perairan yang mempunyai pembatas

yang lebih besar tetapi masih memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat

Page 85: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

dimanfaatkan untuk pengelolaan yang lestari dalam jangka panjang (FAO,

1976 didalam Hardjowigeno et al., 2001).

Kondisi perairan dengan tingkat kelayakan/kesesuaian tinggi (S1) merupakan

kondisi perairan yang ideal dan produktif dibanding kondisi tingkat

kelayakan/kesesuaian yang lain dengan asumsi bahwa sistem budidaya yang

diterapkan sama.

Dari hasil perhitungan didapatkan nilai selang klas 8.5 dengan kisaran total nilai

pada masing-masing tingkat kelayakan/kesesuaian sebagai berikut : (1) tingkat

kelayakan/kesesuaian tinggi (S1) mempunyai rentang total nilai dari 99.5 sampai

dengan 108; (2) tingkat kelayakan/kesesuaian sedang (S2) mempunyai rentang total

nilai dari 90,9 sampai dengan 99.4; (3) Tingkat kelayakan/kesesuaian rendah (S3)

mempunyai rentang total nilai 82.3 sampai dengan 90.8; dan (4) tidak sesuai (N)

mempunyai rentang total nilai < 82.2.

Selanjutnya berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 23, maka posisi tingkat

kelayakan/kesesuaian dari setiap stasiun disajikan pada Tabel 24.

Tabel 24 Tingkat kelayakan/kesesuaian perairan setiap stasiun pengamatan

Tingkat Kelayakan/Kesesuaian Stasiun Pengamatan S1 S2 S3 N

Stasiun 1 * Stasiun 2 * Stasiun 3 * Stasiun 4 * Stasiun 5 * Stasiun 6 * Stasiun 7 * Stasiun 8 * Stasiun 9 * Stasiun 10 *

Hasil perhitungan tingkat kelayakan/kesesuaian dari 10 stasiun pengamatan,

masing-masing stasiun pengamatan berada pada lokasi dengan tingkat

kelayakan/kesesuaian yang berbeda-beda. Stasiun 1 s/d 4 berada pada tingkat

kelayakan/kesesuaian tinggi (S1), stasiun 5 s/d 6 berada pada tingkat

kelayakan/kesesuaian sedang (S2), stasiun 7 dan 8 berada pada tingkat

kelayakan/kesesuaian rendah (S3), stasiun 9 dan 10 berada pada kondisi tidak

layak/sesuai (N).

Page 86: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Selanjutnya untuk mendapatkan luasan perairan yang sesuai dengan kriteria

kelayakan/kesesuaian, maka dilakukan proses analisis dengan bantuan piranti lunak

program Arc View versi 3.3 dengan dua cara, antara lain :

1. Dari polygon yang ada setelah proses interpolasi dan tumpang susun (overlay)

masing-masing peta tematik (Gambar 14), selanjutnya dilakukan klasifikasi data

tabular untuk menghitung luasan (m2) dengan rumus yaitu : pilih [shape] dan klik

return area. Kemudian untuk menghitung keliling (m) dengan rumus yaitu : pilih

[shape] dan klik return length.

2. Dengan menggunakan ekstensi Arc View versi 3.3 yaitu dengan memilih (klik) ex

tools, kemudian klik update area, parimeter, hectare, dan length, kemudian pilih

file (data tabular) yang akan dicari luasannya.

Dari hasil analisis secara spasial didapatkan luasan perairan Teluk Tamiang

berdasarkan 4 (empat) tingkatan kelayakan/kesesuaian dapat dilihat pada Tabel 25 dan

Gambar 13 s/d 15 berikut :

Tabel 25 Luas perairan Teluk Tamiang potensial untuk budidaya KJA Ikan Kerapu

Keterangan Areal Luas (m2) Prosentase (%) Kelayakan/Kesesuaian Tinggi (S1) 3.851.000 16,8Kelayakan/Kesesuaian Sedang (S2) 9.975.000 43,6Kelayakan/Kesesuaian Rendah (S3) 3.046.700 13,3Tidak Layak/Sesuai (N) 6.025.300 26,3Total 22.898.000 100,0

Page 87: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Gambar 13 Peta tematik kondisi fisik perairan Teluk Tamiang

Kecerahan Kedalaman

Salinitas Oksigen Terlarut (DO)

Substrat Dasar Suhu

Kecepatan Arus Ketinggian Gelombang

Page 88: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Gambar 14 Peta kelayakan/kesesuaian perairan untuk pengambangan budidaya KJA Ikan Kerapu

Gambar 15 Diagram perbandingan tingkat kelayakan/kesesuaian areal budidaya KJA Ikan Kerapu di perairan Teluk Tamiang

Kesesuaian Tinggi (385,1

Ha)17%

Tidak Sesuai (602,59 Ha)

26%Kesesuaian

Rendah (304,67 Ha)13%

Kesesuaian Sedang (997,5

Ha)44%

Page 89: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

4.6. Keragaan Budidaya Ikan Kerapu Bebek (Cromileptis altivelis) dalam Keramba Jaring Apung

Pemeliharaan ikan kerapu bebek dalam KJA berlangsung selama 6 bulan (180

hari) dalam keramba jaring apung (KJA) yang berukuran 3 x 3 x 2,5 m, jumlah ikan

yang ditebar sebanyak 450 ekor dengan tingkat kepadatan 20 ekor/m3. Selama masa

pemeliharaan terjadi pertambahan bobot biomassa ikan dari 162 kg/KJA menjadi 237,6

kg/KJA dengan rata-rata pertambahan berat harian sebesar 0,96 gr/hari atau besar

28,8 gr/bulan, rasio konversi pakan (RKP) sebesar 5,9 dan sintasan mencapai 100%

dengan jumlah pakan sebanyak 1.406,3 kg (Tabel 26). Bila dibandingkan dari hasil

penelitian Tatam Sutarmat et al (2003) rasio konversi pakan (food convertion ratio)

pada penelitian ini relatif lebih tinggi dan pertumbuhan harian lebih besar yaitu dengan

laju pertumbuhan sebesar 0,80 gr/hari dengan RKP sebesar 5,85.

Tabel 26 Hasil pemeliharaan ikan kerapu bebek dalam KJA selama 180 hari

Komponen Pemeliharaan hari ke - 0 30 60 90 120 150 180 Jumlah ikan (ekor/KJA) 450 450 450 450 450 450 450 Bobot (gr/ekor) 360 393 423 450 477 504 528 Biomass (kg/KJA) 162 176.9 190.4 202.5 214.3 226.8 237.6 Sintasan (%) 100 100 100 100 100 100 100 Pakan % BW 4 4 4 4 4 4 - Jumlah pakan (kg) - 194.4 212.3 228.5 242.5 257.0 271.6 Pertmbuhan harian - 1.1 1.0 0.9 0.9 0.9 0.96 LPH (gr/hari) 0.96 RKP 5.9

Dari perbandingan keragaan pertumbuhan ikan kerapu diatas, maka nampak

bahwa pertumbuhan ikan kerapu pada penelitian ini cukup baik. Pertumbuhan ikan

yang dipelihara dalam keramba jaring apung dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik

(Chua dan Teng, 1979 didalam Tatam Sutarmat et el., 2003). Diantara faktor-faktor

tersebut mutu dan jenis pakan secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan

produksi, konversi pakan, dan sintasan.

Ikan kerapu adalah jenis ikan karnivora yang memerlukan pakan dengan

kandungan protein yang cukup tinggi. Kebutuhan protein ikan kerapu bebek adalah

54.2% (Giri et al., 1999). Kandungan protein dalam pakan dapat mempengaruhi tinggi

rendahnya pertumbuhan ikan. Pemanfaatan protein bagi pertumbuhan ikan

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran/umur, kualitas protein, kandungan

energi pakan, keseimbangan gizi, dan tingkat pemberian pakan (Furnichi, 1988).

Page 90: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

4.7. Pendugaaan Kuantitatif Limbah yang berasal dari kegiatan Budidaya (Internal Loading) Dari hasil kegiatan pemeliharaan ikan kerapu selama 180 hari dengan padat

tebar ikan sebanyak 20 ekor m-3 (450 ekor/keramba) dengan berat awal ikan rata-rata

360 gr/ekor yang dipelihara dalam 1 unit keramba menghasilkan produksi ikan 0.238

ton ikan (237.6 kg) membutuhkan jumlah pakan sebanyak 1.405.3 kg dengan rasio

konversi pakan (RKP) 5.9.

Berdasarkan hasil sampling sisa pakan dan feses ikan kerapu, diperoleh rata-

rata pakan yang tidak dimakan (sisa pakan) yaitu sebesar 18% (253,1 kg) dari total

pakan yang diberikan (1.406.3 kg), sedangkan jumlah feses yang dihasilkan sebesar

39.4% (454.4 kg). Sehingga total limbah yang masuk ke perairan Teluk Tamiang yang

berasal dari kegiatan budidaya ikan selama 180 hari sebesar 707.5 (50.3%) (Tabel 27,

Lampiran 8).

Tabel 27 Nilai parameter penentuan beban limbah budidaya Ikan Kerapu dalam keramba jaring apung di perairan Teluk Tamiang

No Parameter yang dianalisa Nilai 1 Rasio Konversi Pakan (FCR) 5.9 2 Kandungan N Pakan (%) 12.6 3 Kandungan P Pakan (%) 2,6 4 Bobot awal ikan (gr/ekor) 360 5 Bobot akhir ikan (gr/ekor) 528 6 Jumlah pakan yang dibutuhkan (kg) 1.406.3 7 Jumlah pakan yang terbuang (18%) 253.1 8 Kebutuhan N untuk memproduksi ikan (kg/ton ikan) 145.4 9 Kebutuhan P untuk memproduksi ikan (kg/ton ikan) 29.9

10 Kecernaan N Pakan (%) 81.0 11 Kecernaan P Pakan (%) 57.5 12 Retensi N (%) 26.1 13 Retensi P (%) 23.8 14 Jumlah feses yang dihasilkan oleh 1 ton ikan

(39,4%) 454.4 kg/ton ikan

Untuk memproduksi 237,6 kg ikan dibutuhkan sebanyak 1.406.3 kg pakan rucah

(FCR 5.9). Hasil analisis proximat didapatkan kandungan N pakan ikan rucah

sebanyak 177.2 kg dan 36.6 kg P. Dari total pakan yang diberikan didapatkan

sebagai pakan yang tidak termakan (uneatenfood) sebanyak 253.1 kg (18%) dengan

jumlah N sebanyak 31.9 kg dan 6.6 kg P. Sedangkan jumlah pakan yang dimakan

(eaten food) sebanyak 1.153.7 kg (82%), dengan N sebanyak 145.4 kg dan 29.9 kg P,

yang terbuang melalui feses sebanyak 454.4 kg (39.4%) dengan N sebanyak 27.6 kg

Page 91: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

(15.6%) dan P sebanyak 12.7 kg (34.8%), sedangkan dibuang melalui ekskresi (urine)

dan panas sebanyak 114.7 kg N dan 13.1 kg P (35.9%) serta yang tersimpan dalam

daging sebanyak 30.7 kg N (17.3%) dan 4.1 kg P (11.2%). Maka beban limbah yang

masuk ke perairan (loading) adalah sebesar 174.2 kg N dan 32.4 kg P. Total bahan

organik partikel yang dihasilkan sebesar 707.5 kg (50.3%) dari total pakan sebanyak

1.406.3 kg (Tabel 28 dan 29).

Tabel 28 Nilai Hasil Pendugaan Kuantifikasi Total N dan P dari pakan yang diberikan

Parameter Jumlah (kg)

N (kg/ton ikan)

P (kg/ton ikan)

Pakan yang diberikan 1.406.3(100%) 177.2 (100%) 36.6 (100%) Pakan yang dimakan (eaten food)

1.153.7 (82%) 145.4 (82.1%) 29.9(81.9%)

Pakan yang terbuang (uneaten food)

253.1(18%) 31.9 (18.0%) 6.6 (18.1%)

Feses 454.4 (39,4%) 27.6 (15.6%) 12,7 (34.8%) Retensi - 30,7 (17.3%) 4.1 (11.2%) Ekskresi (terlarut) - 114.7 (64.7%) 13.1 (35.9%) Total limbah 707.5 (50,3%) 174.2 (98.3%) 32.4 (88.8%) Tabel 29 Alur pemanfaatan N dan P pakan oleh ikan kerapu bebek

Pakan Segar/Rucah

Retensi Feses Ekskresi Uneaten food

Beban limbah

Per 237.9 kg Ikan Produksi 177.2 kg N (12.6%) 36.5 kgP (2.6%)

30.7 kgN (17.3%) 4.1 kg P (11.2%)

27.6 kgN (15.6%) 12.7 kg P (34.8%)

114.7 kg N (64.7%) 13.1 kg P (35.9%)

31.9 kg N (18.0%) 6.6 kg P (18.1%)

174.2kgN (98.3%) 32.4 kg P (88.8)

Dari hasil estimasi besaran limbah bahan organik yang dihasilkan yaitu sebesar

707.5 kg /ton ikan produksi atau sebesar 50.3% dari total pakan segar/rucah yang

digunakan, lebih besar dari hasil penelitian yang dilakukan dengan pakan komersil yaitu

hanya sebanyak 30% dari pakan menjadi limbah bahan organik (McDonald et al.,

1996). Persentase nilai tersebut menunjukkan adanya perbedaan besarnya limbah

yang masuk ke dalam perairan dari dua jenis pakan yaitu pakan rucah dan pakan

komersil (pellet).

Hasil penelitian Usman et al., (2002), terhadap ikan kerapu bebek (Cromileptes

altivelis) mendapatkan total N dan P mencapai 138,4 kgN/ton produksi atau 81,89%

dari total N pakan dan 29,6 kgP/ton produksi atau 87,83% dari total P pakan. Beban

Page 92: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

limbah dari pakan komersil mengandung N sebesar mencapai 7.68% N dan kandungan

P pakan 1.53% P dengan konversi pakan 3,2. Bila dibandingkan dengan hasil

penelitian ini dengan menggunakan pakan segar/rucah yang mengadung 12.6% N dan

2.6% P dan konversi pakan 5.8, maka terlihat perbedaan dimana penggunaan pakan

segar/rucah menghasilkan beban limbah N dan P yang lebih besar. Adanya

perbedaan ini diduga disebabkan oleh kandungan protein yang berbeda antara jenis

pakan komersil dengan pakan rucah/segar. Hasil penelitian Tatam Sutarmat et al.,

(2003), menyatakan bahwa dari hasil uji proximat pakan ikan segar/rucah mempunya

kadar protein sebesar 58.64%, sedangkan pakan komersil hanya 44.7%. Namun bila

dilihat dari keseimbangan unsur-unsur nutrisi (protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan

mineral) maka pakan komersil memiliki nilai nutrisi terbaik karena ditambahkan mineral

dan vitamin campuran, sedangkan pada pakan ikan segar/rucah walaupun memiliki

nilai protein dan energi cukup tinggi tetapi ditinjau dari keseimbangan nilai nutrisi

adalah kurang seimbang, karena kecukupan vitamin dan mineral dalam ransum sangat

mempengauhi metabolisme tubuh.

Bila diperbandingkan antara performance pakan komersil dan pakan

alami/rucah terhadap pertumbuhan ikan terlihat tidak ada perbedaan, namun dampak

terhadap lingkungan dari limbah pakan yang terbuang ke perairan cukup berbeda, hal

ini terlihat dari efisiensi pakan. Pakan komersil mempunyai efisiensi pakan sebesar

65.29%, sedangkan pakan alami/rucah mempunyai efisiensi 17.96% sehingga pakan

rucah diduga lebih memberikan dampak negatif lebih besar terhadap lingkungan dari

pada pakan komersil (Tatam Sutarmat et el, 2003).

4.8. Pendugaan Kuantitatif Limbah yang Bersumber dari Daratan (Eksternal Loading)

Pendugaan beban limbah dari kegiatan masyarakat yang berada didaratan

mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Land Ocean

Interactionin the Coastal Zone (LOICZ) Project (Malou San Diego-

McGlone,www.nest..su.se/MNODE/Methode/powerpoint/wasteload4/ppt.htm). Hasil

identifikasi jenis dan tingkatan aktivitas serta pendugaan beban limbah antropogenik

disekitar Teluk Tamiang terdiri dari kegiatan rumah tangga dan peternakan diuraikan

pada Tabel 30 berikut.

Page 93: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Tabel 30 Pendugaan beban limbah antropogenik sekitar Teluk Tamiang

Jenis Aktivitas Koefisien Limbah

Tingkatan Aktivitas

Total N (kg/th)

Total P (kg/th)

Ket.

Rumah tangga 1. Limbah

padat 2. Sampah 3. deterjen

1.86 kg N/org/th

0.37 kg P/org/th4 kg N/org/th1 kg P/org/th1 kg P/org/th

205 orang

381.3

820

75,9

205 205

1 2 3 3 3

Jumlah 1.201.3 485.9 Peternakan 1. Sapi 2. Kambing 3. Ayam

43.8 kg N/ekr/th11.3 kg P/ekr/th

4 kg N/ekor/th21.5 kP/ekor/th

0.3 kg N/ekor/th0.7 kg P/ekor/th

12 ekor12 ekor18 ekor18 ekor65 ekor65 ekor

525.6

72

19.5

135.6

387

45.5

4 4 4 4 5 5

Jumlah 617.1 568.1 Jumlah Total

1.818.4 1.054

Sumber Pustaka : 1) Sogreah (1974); 2) Padilla et al (1997); 3)World Bank (1993); 4) WHO (1993); 5) Valiela et al (1997) didalam Diego-McGlone (2006)

Hasil analisis menunjukan bahwa aktivitas yang berkontribusi besar adalah

kegiatan peternakan dan rumah tangga. Jumlah penduduk yang berdomisili di sekitar

Teluk Tamiang meliputi 7 desa dengan jumlah penduduk sebanyak 9.158 jiwa, namun

yang bermukim dan beraktivitas di sekitar teluk berjumlah + 205 jiwa.

Dari hasil perhitungan pendugaan didapatkan data bahwa jumlah total N

(kg/tahun) sebesar 1.818,4 dan total P (kg/tahun) sebesar 1.054. Total N sebagian

besar bersumber dari limbah rumah tangga sebesar 1.201.3 kg N/tahun (66,1%),

sedangkan limbah dari peternakan hanya sebesar 617.1 kg N/tahun (33,9%). Total P

sebagian besar juga bersumber dari peternakan yakni sebesar 568,1 kg P /th (53,8%),

sedangkan rumah tangga hanya sebesar 485.9 kg/th (46,1%). Berdasarkan asumsi

bahwa hanya 25% dari limbah antropogenik yang masuk ke perairan teluk setelah

melalui asimilasi didaratan maka kontribusi limbah dari kegiatan antropogenik adalah

0,25 x 1.818,4 = 454.6 kg N dan 263.5 kg P per tahun. Maka bila dikonversi hariannya

sebesar 1.263 kg N/hari dan 0.732 kg P/hari, besaran total N dari limbah antropogenik

selama 180 hari masa pemeliharaan adalah sebesar 227.3 kg N dan 131 kg P.

Page 94: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

4.9. Pendugaan Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu

Pendugaan daya dukung lingkungan perairan Teluk Tamiang bagi

pengembangan KJA ikan kerapu dilakukan dalam 2 (dua) pendekatan analisis, yaitu (1)

Pendekatan analisis pada beban limbah total N dan (2) Pendekatan analisis pada

ketersediaan oksigen terlarut dalam perairan teluk dan limbah bahan organik.

Beberapa parameter yang menjadi acuan penduga daya dukung antara lain :

1. Luas teluk = 22.898.000 m2 atau 2.289,8 ha

2. Volume air pasang tertinggi (V pasang) = 202.898.000 m3

3. Volume air pasang surut (V surut) = 177.459.500 m3

4. Flushing time = 4.2 hari

5. Rataan konsentrasi oksigen terlarut dalam kondisi stready state = 6 ppm

6. Konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan dalam sistem budidaya (C O2out) : 4 ppm, diambil dari level kritis oksigen (pembulatan dari 3,6 ppm dari hasil penelitian) dan Lee et al., (2001) didalam Rachmansyah, (2004).

7. Food consumption oxygen (FCO) 0,2 kg O2 (Willoughby, 1968 diacu didalam Meade, 1989; Boyd 1990).

8. Total bahan organik = 707.5 kg

9. Total beban N = 174.2 kg/0.238 ton ikan

10. Total beban P = 32.4 kg/0.238 ton ikan

11. Produktivitas ikan kerapu = 237.6 kg/keramba

4.9.1. Pendugaan Daya Dukung Melalui Pendekatan Beban Limbah N

Pendugaan daya dukung perairan teluk dengan pendekatan beban limbah N

didasarkan pada beban limbah N baik yang berasal dari kegiatan budidaya KJA ikan

kerapu maupun yang berasal dari aktivitas antrophogenik di daratan (upland) sekitar

teluk. Beban limbah yang berasal dari kegiatan budidaya sebesar 174.2 kg N dan 32.4

kg P beban limbah, dan dari aktivitas antropogenik di daratan (upland) sebesar 454.6

kg N dan 263.5 kg P per tahun.

Dari hasil perhitungan pendugaan daya dukung perairan Teluk Tamiang

yaitu mampu menunjang produksi optimal adalah sebesar 18.8 – 62.5 ton. Bila

dikonversi kepada jumlah unit yang dapat dibudidayakan adalah 1unit terdiri dari 5

keramba berukuran 3 x 3 x 2.5 meter dengan tingkat produktivitas sebesar 237.6 kg

Page 95: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

KJA, maka jika dalam 1 unit berproduksi 1.2 ton, jumlah unit yang dapat dikelola adalah

sebanyak 15.7 – 52.1 unit (dibulatkan 16 – 52 unit KJA) atau (80 – 260 KJA).

4.9.2. Pendugaan Daya Dukung Melalui Ketersediaan Oksigen Terlarut dengan Limbah Organik

Penentuan daya dukung perairan berdasarkan ketersediaan oksigen terlarut

mengacu kepada Willoughby (1968 didalam Meade; 1989) dan Boyd (1990) bahwa

penentuan daya dukung perairan berdasarkan ketersediaan oksigen terlarut yaitu

perbedaan antara konsentrasi oksigen (O2) terlarut minimal yang dikehendaki oleh

organisme (Oin) dengan kadar oksigen yang tersedia didalam perairan (Oout). Kadar

minimum oksigen terlarut yang dikehendaki untuk budidaya (Oout) = 4 ppm (Tabel 31).

Tabel 31 Kandungan oksigen terlarut (mg/l) perairan Teluk Tamiang selama 24 jam dengan selang waktu 3 jam pada tiga stasiun pengamatan

Waktu Pengamatan Stasiun Pengamatan Kandungan Oksigen Terlarut (mg/l) (Jam) 1 2 3 07.00 6.45 6.25 6.25 10.00 6.43 6.34 6.34 13.00 6.97 6.53 6.74 16.00 6.85 6.74 6.72 19.00 5.95 6.34 6.31 22.00 5.65 6.56 5.51 01.00 6.15 5.25 6.00 04.00 5.62 4.79 3.67

Rataan 6.26 6.00 5.94 Rata-rata dari 3

stasiun 6.06 (dibulatkan 6)

Kadar oksigen diperairan teluk berdasarkan pengamatan 24 jam dengan selang

waktu 3 jam pengamatan didapatkan kandungan oksigen terlarut rata-rata 6 ppm

(dibulatkan). Ini berarti selisih antara oksigen yang ada didalam (Oin) dan di luar (Oout)

sebesar 2 ppm. Selanjutnya diketahui bahwa volume air yang tersedia sebesar

25.187.800 m3, maka kapasitas oksigen yang tersedia dalam perairan teluk yaitu :

25.187.800/24 x 2 ppm = 20.989,8 kg O2. Kadar oksigen yang dibutuhkan untuk

mengurai/merombak 1 kg limbah organik pakan diperlukan oksigen sebesar 0.2 kg

(Willoughby, 1968 didalam Meade, 1989), maka kemampuan perairan untuk

menampung limbah organik yaitu 20.989,8 kg O2/0.2 = 104.949 kg limbah organik. Hal

ini berarti kemampuan perairan menampung limbah organik yang diperkenankan dari

hasil budidaya KJA ikan kerapu tanpa melampaui daya dukung perairan teluk Tamiang

adalah sebesar 104.949.3 kg (104.9 ton) limbah organik. Bila dalam 1 unit KJA rata-

Page 96: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

rata menghasilkan BO sebesar 3.5 ton, maka jika dikonversi menjadi jumlah unit

maksimal yang mampu ditampung (daya dukung) oleh Teluk Tamiang adalah sebanyak

30 unit KJA atau sebanyak 150 keramba (Tabel 32).

Tabel 32 Rekapitulasi 2 (dua) metode pendekatan pendugaan daya dukung Perairan Teluk Tamiang untuk budidaya KJA Ikan Kerapu

Metode Pendekatan Daya Dukung Keterangan

Beban Limbah Organik dengan Ketersediaan DO

104.949 kg limbah organik (35 ton ikan) atau 30 unit rakit (150 KJA )

Dominan dipengaruhi oleh beban limbah organik

Beban limbah Nitrogen (N) budidaya (Baku mutu 0,3 ppm dan 1 ppm)

18,8 – 62,5 ton ikan atau 16 – 52 unit (80 – 260 KJA)

Dominan dipengaruhi oleh beban limbah N dan volume air. (produksi optimal – maksimal)

Catatan : 1 unit rakit terdapat 5 buah KJA (uk. 3x3x2,5) dengan produksi tiap unit 1,2 Ton (237,6 kg/KJA).

Dari dua metode pendekatan yang digunakan dalam pendugaan daya dukung

lingkungan perairan teluk bagi pengembangan KJA ikan kerapu diperoleh kisaran

antara 18.8 – 62.5 ton ikan atau atau 16 – 53 unit (80 – 260 KJA) pada 0.3 dan 1 ppm

(produksi optimal – maksimal) Ammonia (NH3N) baku mutu perairan untuk budidaya

(Kep-51/MENLH/2004).

Metode pendugaan daya dukung yang dilakukan dengan pendekatan kualitas

lingkungan perairan meliputi ketersediaan oksigen terlarut dan limbah bahan organik

(limbah nitrogen organik) baik yang berasal dari limbah kegiatan budidaya maupun

antropogenik yang berinteraksi dengan kondisi hydro-oseanografi perairan meliputi

volume perairan (kedalaman dan luas), pola pasang surut, dan laju pembilasan

(flushing rate) cukup memberikan gambaran kondisi daya dukung yang cukup realistis

bagi perairan Teluk Tamiang untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu yang

berkelanjutan. Dari hasil analisis karakteristik biofisik dan kimia perairan Teluk

Tamiang serta keragaan budidaya KJA ikan kerapu didapatkan berbagai informasi

dasar dalam rancang bangun model dinamik dalam pengelolaan kualitas lingkungan.

4.10. Pendekatan Analisis Prospektif dan Model Dinamik Metode prospektif merupakan eksplorasi tentang kemungkinan dimasa yang

akan datang, sebagai satu metode untuk mendapatkan faktor kunci dan tujuan strategis

Page 97: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

yang berperan dalam penanganan suatu wilayah sesuai kebutuhan para pelaku

(stakeholders) yang terlibat. Penentuan faktor kunci dan tujuan strategis tersebut

sepenuhnya harus merupakan pendapat pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan

ahli (expert) mengenai pengelolaan lingkungan Teluk Tamiang. Inventarisasi

kebutuhan pelaku dilakukan dengan menggunakan kuisioner. .

Responden diminta pendapatnya tentang peubah atau faktor apa saja yang

berpengaruh terhadap jalannya sistem. Faktor-faktor tersebut antara lain :

(1) Faktor biofisik lingkungan : produksi biomassa, limbah KJA dan antropogenik,

kapasitas asimilasi, daya dukung, marine protected area (MPA), dan pelestarian

lingkungan.

(2) Faktor ekonomi : peningkatan pendapatan, saprodi, dan produk ekonomis

(3) Faktor sosial : lapangan pekerjaan, pengembangan SDM, aktivitas industri dan

pertambangan, pariwisata, dan pemukiman penduduk.

(4) Faktor legalitas : Tata ruang kawasan dan penegakan hukum.

Tahapan berikutnya menyepakati faktor-faktor peubah kunci, diskusi kriteria

keadaan dan pengaruh serta ketergantungan dalam sistem yang dikaji, yaitu

pengelolaan kualitas lingkungan kawasan Teluk Tamiang untuk pengembangan

budidaya KJA. Pada tahapan ini didapatkan sebanyak 17 faktor penting yang

dianggap berkaitan erat dengan pengelolaan kualitas lingkungan.

Analisis dilakukan dengan menggunakan cara matriks. Hasil analisis matriks ini

ditunjukkan dan dipresentasikan dalam bentuk grafik dalam salib sumbu Kartesien

(Bourgeois, 2002., Hartrisari, 2002) (Gambar 16).

Overview of the importance of the different variables (direct and indirect influences)

----------

Pemukiman Penduduk

Pgmb. Pariwisata

Kapasitas Asimilasi

Tek. Penanganan Limbah/prod.limbah

Lapangan KerjaDaya Dukung

Tek. Budidaya/produksi biomassa

Pgmbg SDM

Plstrn. Lingkungan

Peningkatan PendapatanLimbah Antrophogenik

Tata Ruang Kawasan

MPA

Saprodi

Produk Ekonomis Aktivitas Industri & PertambanganPenegakan Hukum

------------------------

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

2,00

- 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00

Dependence

Influ

ence

Copyright: CIRAD/CAPSA - 2004 Authors: Franck Jésus and Gambar 16 Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem

pengelolaan kualitas lingkungan (Salib Sumbu Kartesien)

Page 98: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Dari gambar diatas menunjukan bahwa faktor-faktor penentu terkelompokan

dalam 4 kuadran. Kuadran I (kanan atas) terdiri dari teknologi budidaya/produksi

biomassa, limbah budidaya dan antropogenik, kapasitas asimilasi dan lingkungan, dan

daya dukung lingkungan merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh

besar pada kinerja sistem namun ketergantungan juga besar terhadap keterkaitan

faktor, sehingga digunakan sebagai input didalam sistem. Kuadran II (kiri atas) terdiri

dari pelestarian lingkungan, peningkatan pendapatan, dan lapangan pekerjaan

merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh besar pada kinerja sistem

dengan ketergantungan rendah terhadap keterkaitan faktor, sehingga akan digunakan

sebagai penghubung (stake) didalam sistem. Kuadran III (Kanan bawah) terdiri dari

sarana produksi, produksi ekonomis, dan penegakan hukum merupakan kuadran yang

memiliki pengaruh yang rendah pada kinerja sistem dan memiliki ketergantungan besar

terhadap keterkaitan faktor, sehingga dikatakan sebagai variable authonomus unused

dari sistem. Kuadran IV (kiri bawah) terdiri dari pengembangan SDM, aktivitas industri

dan pertambangan, marine protected area (MPA), pengembangan pariwisata,

pemukiman penduduk, dan tata ruang kawasan merupakan kelompok yang memberi

pengaruh kecil terhadap kinerja sistem dan mempunyai tingkat ketergantungan kecil

terhadap keterkaitan faktor, sehingga dikatakan sebagai output dari sistem.

Berdasarkan hasil analisis prospektif ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat 7 faktor

penentu dari 17 faktor yang mewakili kebutuhan stakeholders dalam pengelolaan

kualitas lingkungan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu di Teluk Tamiang

yaitu : (1) Teknologi budidaya/produksi biomassa, (2) Limbah budidaya dan

antropogenik, (3) Kapasitas asimilasi dan lingkungan, (4) Daya dukung lingkungan, (5)

Peningkatan pendapatan, (6) Pelestarian lingkungan, dan (7) Lapangan pekerjaan

Permodelan dan simulasi pendugaan beban limbah N dan P dari sistem

budidaya kerapu dalam KJA dibangun dan dikembangkan berdasarkan pada data

empiris sistem produksi budidaya yang ada, karakteristik biofisik lingkungan perairan,

hasil uji laboratorium dilakukan (Tabel 33) dengan tahapan-tahapan : (1) penyusunan

skenario; (2) pembangunan model; (3) simulasi skenario.

Page 99: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Tabel 33 Informasi dasar pemodelan bagi pengelolaan kualitas lingkungan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu. No. Parameter Nilai Sumber Data 1 Luas teluk 2.289,8 ha/22.898.000 m2 Penelitian ini 2 Volume teluk pada saat pasang

tertinggi (HHWL) 202.898.000 m3 Penelitian ini

3 Volume teluk pada saat surut terendah (LLWL)

177.459.500 m3 Penelitian ini

4 Volume teluk (HHWL-LLWL) 25.187.800 m3 Penelitian ini 5 Kisaran pasang surut 0 – 110 cm Penelitian ini 6 Flushing time 4,2 hari Penelitian ini 7 Luas lahan pengembangan KJA 385 ha Penelitian ini 8 Konsentrasi oksigen teluk 6 ppm Penelitian ini 9 Level kritis oksigen 4 ppm Lee et al, 2001 dan

Wedemeyer, 1996. 10 Padat penebaran ikan kerapu 15,20,25 ekor m-3 Penelitian ini 11 Bobot ikan awal pemeliharaan 360 gr per ekor Penelitian ini 12 Bobot ikan akhir panen 528 gr per ekor Penelitian ini 13 Laju pertumbuhan harian 0,96 gr per hari Penelitian ini 14 Sintasan (SR) 100 Penelitian ini 15 Rasio konversi pakan (FCR) 5,9 Penelitian ini 16 Tingkat produktivitas 237,6 kg/KJA Penelitian ini 17 Jumlah pemberian pakan 1.406,3 kg Penelitian ini 18 N pakan 174,2 kg/ton ikan Penelitian ini 19 P pakan 32,4 kg//ton ikan Penelitian ini 20 N feses 27,6 kg Penelitian ini 21 P feses 12,7 kg Penelitian ini 22 Pakan tidak termakan 252,6 kg Penelitian ini 23 Retensi N 30,7 kg Penelitian ini 24 Retensi P 4,1 kg Penelitian ini 25 Presentase feses 459,2 kg (38,9%) Penelitian ini 26 Kecepatan arus 0,08 – 0,39 m/detik Penelitian ini 27 Beban limbah N KJA 174,2 kg Penelitian ini 28 Beban limbah P KJA 32,4 kg Penelitian ini

N Baku Mutu Ammonia (NH3N) (ppm) 0,3 - 1 KepMNLH 51/2004 30 Level aktivitas

• Rumah tangga (limbah padat,sampah, deterjen)

• Peternakan (sapi, kambing, ayam)

205 orang

685 ekor

Penelitian ini

31 Beban N non KJA 1.818,4 kg/th Penelitian ini 32 Beban P non KJA 1.054 kg/th Penelitian ini 33 Biaya produksi ikan kerapu 150.000/KG Penelitian ini 34 Harga jual ikan kerapu 350.000-400.000/KG Penelitian ini 35 Batas ukuran untuk harga jual 530 Gr Penelitian ini

(1) Penyusunan skenario

Skenario merupakan suatu alternatif rancangan kebijakan yang memungkinkan

dapat dilakukan dalam kondisi nyata (real) berdasarkan perkiraan responden mengenai

kondisi faktor-faktor dimasa mendatang. Dari perkiraan responden mengenai kondisi

(state) faktor-faktor tersebut dimasa mendatang, dapat disusun skenario yang mungkin

terjadi di daerah penelitian. Hasil perkiraan responden mengenai kondisi faktor-faktor

Page 100: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

dimasa datang, selanjutnya dilakukan kombinasi yang mungkin antar kondisi faktor,

dengan membuang kombinasi yang tidak sesuai (incompatible). Dari kombinasi antar

kondisi faktor, didapatkan 3 (tiga) skenario, yang disebut : Skenario : (1) Optimis, (2)

Moderat, (3) Pesimis.

(2) Pembangunan Model Struktur umpan balik dalam model pengelolaan kualitas lingkungan disusun oleh

sub model yang saling berkaitan dan sekaligus merupakan faktor-faktor yang

mempengaruhi pengelolaan untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu di Teluk

Tamiang. Adapun sub-model tersebut didasarkan pada integrasi faktor-faktor yang

muncul pada kuadran kiri atas dari hasil analisis prospektif yang merupakan faktor

dominan. Dengan demikian sub-sistem tersebut adalah sub-model produksi biomassa

ikan kerapu (yang berkaitan teknologi budidaya KJA), sub-model limbah budidaya dan

sub-model ekonomi yang saling berinteraksi. Model umum pengelolaan kualitas

lingkungan perairan teluk berbasis daya dukung untuk pengembangan budidaya KJA

ikan kerapu menggambarkan interaksi antar komponen teknologi budidaya (produksi

biomassa ikan), limbah dari kegiatan budidaya KJA dan aktivitas antropogenik yang

berasal dari daratan yang bersifat timbal balik. Pada model umum ini, masing-masing

komponen mempunyai gugus formula sendiri-sendiri, namun saling terkait pada satu

atau lebih peubah tertentu (Gambar 18 dan Lampiran 15).

Model ini memiliki beberapa kelemahan karena pendugaan daya dukung

lingkungan perairan terhadap limbah hasil budidaya dan antropogenik yang

diaktualisasikan oleh perubahan konsentrasi nitrogen dan phophat, belum digambarkan

secara lebih komprehensif dengan melibatkan peran komponen ekosistem, antara lain

peran mikroorganisme sebagai pengurai (decomposer), ikan, plankton (zoo-p dan

phyto-p) dan biota perairan lainnya baik langsung maupun tidak langsung. Komponen

model untuk menduga daya dukung baru melibatkan peran hidrodinamika pasang surut

sebagai pemasok oksigen terlarut dan pelarutan/pencucian (dilution dan flushing)

dalam proses pengayaan bahan organik akibat budidaya (eutrification culture) dan baku

mutu air untuk biota laut (KEP MNLH 51/2004). Model ini masih dapat dikembangkan

dengan memasukan komponen fotosintesa, difusi, respirasi ikan dan mikroorganisme

dalam suatu model untuk mendekati sistem yang sebenarnya melalui kajian atau

penelitian ilmiah lanjutan.

Page 101: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Agar model tersebut dapat diimplementasikan di tempat lain untuk pendugaan

daya dukung maka beberapa variabel yang perlu dilakukan perubahan sesuai dengan

spesifik lokasi antara lain padat tebar ikan, jumlah pakan, volume limbah dari kegiatan

budidaya dan antropogenik, volume teluk, dan nilai flusing time.

Panen 162Total Pakan 0

~ Biomassa 0

Subm odel Produk B iom as s

Load Organik 0N Bay 0.4451P Bay 0.0486

Subm odel L im bah B udiday a dan Antripogenik

~ Fish size 0

~ Gross revenue 0Prod cost per kg 50000

~ Profit 0

Subm odel Ekonom i

Submodel Biomassa Ikan Kerapu

Sub-Model Beban Limbah N,P,OM Budiday a dan non-Budiday a (antrop)

Submodel Ekonomi Budiday a Ikan Kerapu dalan KJA

Gambar 18 Model global keterkaitan antar sub-model

Deskripsi Model Model pengelolaan kualitas lingkungan yang berbasis daya dukung (carriying capacity)

untuk pengembangan budidaya KJA ikan kerapu terdiri dari 3 (tiga) submodel yaitu :

1. Submodel produksi biomassa kerapu, menggambarkan perubahan produksi

biomassa kerapu dalam setiap siklus produksi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor

padat penebaran per luas keramba, jumlah keramba, bobot awal individu,

pertumbuhan ikan, mortalitas, dan periode pemeliharaan (Gambar 19).

Page 102: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

growth day

Panen

Biomassa

No of KJA

Stocking density

SR

~Wt

rearing periode

Total Pakan

Pakan harian

Biomassa

pct pakan

Submodel Biomassa Ikan Kerapu

Gambar 19 Konsep submodel produksi biomassa Ikan Kerapu

Keterangan Gambar: No of KJA : Jumlah Keramba Jaring apung Stocking density : padat tebar SR : rata-rata kehidupan (survival rate) Rearing periode : periode pemeliharaan Growt day : pertumbuhan harian Biomass : jumlah berat produksi ikan Pct pakan : prosentase pakan Submodel produksi biomassa ikan dibangun mengacu pada respon

pertumbuhan, rasio konversi pakan, sintasan, padat tebar, dan jumlah pakan harian

dengan asumsi tidak dipengaruhi oleh musim. Asumsi ini didasari atas pengukuran

semua parameter biofisik dan kimia selama penelitian relatif sama antara musim hujan

dan kemarau yang menunjukan bahwa lingkungan perairan Teluk Tamiang memiliki

kondisi biofisik dan kimia yang tidak berfluktuasi karena berada di wilayah tropis yang

tidak berpotensi besar memiliki perubahan iklim yang drastis.

Hasil simulasi model dengan mengoperasionalkan 1 (satu) unit KJA selama 180

hari pemeliharaan menghasilkan produksi biomassa sebanyak 237.24 kg dengan total

pakan sebanyak 1.435.66 kg dan berat rata-rata sebesar 527.2 gr(Tabel 34).

Tabel 34 Hasil simulasi produksi biomass ikan Kerapu dan total pakan

Lama pemeliharaan

(hari) Produksi Biomass Ikan Kerapu (Kg)

Total Pakan yang digunakan

(Kg) Berat ikan

per ekor (gr)

Persentase kehidupan ikan (%)

1 162.5 0 361.1 10030 176.85 196.53 393 10060 190.35 416.58 423 10090 202.5 652.05 450 100

120 214.65 902.1 477 100150 226.8 1.166.72 504 100180 237.24 1.435.66 527.2 100

Page 103: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

2. Submodel produksi limbah budidaya diperairan dan antropogenik, menggambarkan

perubahan loading bahan organik, kandungan total phosphate, total nitrogen,

nutrifikasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor jumlah pakan yang dikonsumsi (efisien

pakan), jumlah pakan yang tidak dikonsumsi, jumlah feses, produksi biomassa

kerapu, retensi phosphate dan nitrogen dalam kerapu, kandungan phosfat dan

nitrogen dalam pakan, limbah pemukiman, peternakan, volume air pada saat

pasang tinggi dan rendah, level hypernutrifikasi, dan baku mutu biota laut (Budidaya

Perikanan) (KEPMENLH 51/tahun 2004) (Gambar 20).

Tot waste load P

Tot waste load OM

Waste load N harian

Tot waste load N

N Feces

Waste load P harian

Waste load OM

Uneaten f ood

pct UF

Uneaten f ood

Total Pakan

Eaten f ood

Feces

P Feces

Uneaten f ood

pkm

kum N non bud

N tot

N eaten Food

Pct N

N Food lostN Food

P eaten Food

PCt N Cerna PCt P Cerna

N Food Cerna

P Food Cerna

N RetensiPct N Retensi

N Ekskresi

P Eksresi

Kum N Bud

Pakan harian

Kum P Bud

Pct P

P Food lostP Food

N Total Limbah

P Retensi

Pct P Retensi

P Total Limbah

Ternak

RT

Flushing

Vol Tlk

ECN bm

KJA2

KJA1

N bm1Unit KJA

Unit Krb per unit5

Kum Con N non bddy a

con n non tbk

Kum Con P non budiday aCon P non tbk

Kum P non budiday a

P tot

AntropTernak1

RT1

Sub-Model Beban Limbah N,P,OM Budiday a dan non-Budiday a (antrop)

Gambar 20 Konsep submodel produksi limbah budidaya dan antropogenik

Keterangan Gambar: Total waste load N : jumlah total limbah N yang masuk ke perairan Total waste load P : jumlah total limbah P yang masuk ke perairan Waste load OM : limbah bahan organik yang masuk ke perairan EC : eutophication culture : pengkayaaan bahan organik dari kegiatan budidaya Flushing time : lama pengenceran N bm : kadar Nitrogen (baku mutu) (KEPMNLH 51/2004) Uneaten food : jumlah pakan yang tidak termakan Feces : ekskresi ikan Kum N non bud : akumulasi limbah dari kegiatan antropogenik Kum con P non budidaya : akumulasi P non budidaya Kum non N non budidaya : akumulasi N non budidaya Pct N cerna : Prosentase Nitrogen hasil cerna Pct P cerna : Prosentase phospor hasil cerna

Sub model ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa pakan yang terbuang tidak

termakan dan feses yang dihasilkan dari kegiatan budidaya tidak dikonsumsi atau

Page 104: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

diabsorbsi oleh organisme non budidaya sehingga beban limbah yang ada

menggambarkan total beban limbah dari kegiatan budidaya KJA ikan kerapu. Hasil

simulasi produksi limbah dari kegiatan budidaya KJA selama 180 hari pemeliharaan

terakumulasi sebesar 178,8 kg Nitrogen (TN) dan 33,33 kg phospor (TP), (Tabel 35).

Tabel 35 Hasil simulasi produksi limbah kegiatan budidaya KJA Ikan Kerapu selama 180 hari pemeliharaan

Lama pemeliharaan (hari)

N Retensi

(kg)

N Feses (kg)

N Ekskresi

(kg)

P Ekskresi

(kg)

P Feses (kg)

P Retensi

(kg)

Akumulasi P Budidaya

(kg)

Akumulasi N Budidaya

(kg) 1 -0,03 -0,02 -0,1 -0,01 -0,01 0 -0,02 -0,12

30 4,27 3,83 15,91 1,82 1,77 0,57 4,51 24,21 60 9,07 8,15 33,84 3,88 3,76 1,21 9,59 51,44 90 14,22 12,78 53,03 6,08 5,9 1,9 15,03 80,59

120 19,68 17,68 73,4 8,42 8,16 2,63 20,8 111,55 150 25,46 22,88 94,96 10,89 10,56 3,4 26,91 144,3 180 31,54 28,35 117,65 13,49 13,08 4,21 33,33 178,77

3. Sub model Ekonomi (pendapatan) dikembangkan untuk memberikan gambaran

total biaya produksi (total cost), total penerimaan dan tingkat keuntungan budidaya

KJA Ikan Kerapu (Gambar 21).

Fish size

Biomassa

No of KJAStocking density

Size limit f or selling prise

unit prise

Gross rev enue

SR

Prod cost per kg

Tot cost

Prof it

Submodel Ekonomi Budiday a Ikan Kerapu dalan KJA

Gambar 21 Konsep submodel ekonomi budidaya Ikan Kerapu

Keterangan Gambar : Stocking density : padat tebar ikan SR : survival rate atau rata-rata kehidupan No of KJA : jumlah unit keramba jaring apung Unit prise : satuan harga Prod cost per kg : biaya produksi per kg ikan Total cost : jumlah total biaya Gross revenue : pendapatan kotor Profit : keuntungan

Page 105: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Submodel ini dikembangkan dengan asumsi ukuran yang dapat dipasarkan

mencapai 530 gr/ekor dengan tingkat harga antara Rp. 300.000 – Rp. 400.000 per kg

ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dan total biaya (total cost) antara Rp. 100.000

– Rp. 125.000 per kg ikan. Hasil simulasi dengan asumsi tingkat harga jual

Rp. 350.000 per kg dan total biaya sebesar Rp.125.000 per kg ikan,maka keuntungan

yang akan didapatkan sebesar Rp. 53.379.000,- per siklus pemeliharaan (Tabel 36)

Tabel 36 Hasil simulasi produksi biomass dan keuntungan (Profit)

Lama pemeliharaan

(hari)

Produksi Biomass Ikan Kerapu (Kg)

Biaya Produksi per

Kg ikan (Rp.) Harga/kg ikan (Rp.)

Keuntungan (Rp.)

Ukuran Ikan panen

(kg) 1 162.5 - - - -

30 176.85 125.000,00 350.000,00 39.791.250,00 0.3960 190.35 125.000,00 350.000,00 42.828.750,00 0.4290 202.5 125.000,00 350.000,00 45.562.500,00 0.45

120 214.65 125.000,00 350.000,00 48.296.250,00 0.48150 226.8 125.000,00 350.000,00 51.030.000,00 0.50180 237.24 125.000,00 350.000,00 53.379.000,00 0.53

Evaluasi Model

Evaluasi dilakukan dengan membandingkan performansi model dari hasil

simulasi beberapa peubah dengan hasil perhitungan lapangan. Perbandingan

dilakukan terhadap produksi ikan (biomass), jumlah pakan yang digunakan, dan jumlah

produksi limbah organik (total nitrogen/TN dan total phosphat/TP) yang dihasilkan baik

dari hasil kegiatan budidaya maupun limbah antropogenik. Hasil simulasi pemodelan

dibandingkan dengan data pengukuran di lapangan yang tersedia mendapatkan hasil

yang menyatakan bahwa tidak berbeda nyata (Analisis Statistik Uji t beda nyata).

Perbandingan antara perhitungan model simulasi dengan perhitungan

lapangan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Produksi biomassa Jumlah produksi biomassa ikan kerapu selama 180 hari pemeliharaan dari hasil

perhitungan lapangan dari awal pemeliharaan sebanyak 162 kg, hari ke 30

sebanyak 176.9 kg, hari ke 60 sebanyak 190.4 kg, hari ke 90 sebanyak 202.5 kg,

hari ke 120 sebanyak 214.3 kg, hari ke 150 sebanyak 226.8 kg, dan hari ke 180

sebanyak 237.6 kg. Dari hasil simulasi model didapatkan data produksi biomassa

ikan yaitu pada hari awal pemeliharaan sebanyak 162.5 kg, hari ke 30 sebanyak

176.9 kg, hari ke 60 sebanyak 190.3 kg, hari ke 90 sebanyak 202.5 kg, hari ke 120

Page 106: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

sebanyak 214.7 kg, hari ke 150 sebanyak 226.8 kg, dan hari ke 180 sebanyak

237.2 kg. Hasil perhitungan lapangan didapatkan produksi biomassa pada umur

30 hari seberat 162.4 kg menjadi 237.6 kg pada akhir pemeliharaan. Sedangkan

dari hasil simulasi model didapatkan produksi biomassa seberat 162.5 kg pada

masa pemeliharaan hari ke 30 menjadi 237.2 kg pada hari ke 180. Hari hasil uji

statistik (uji t beda nyata) menunjukan bahwa antara hasil perhitungan lapangan

dengan simulasi model tidak ada perbedaan (df = 6, t = -5.18, α > 0.05) (Lampiran

16).

2) Total pakan yang digunakan Jumlah pakan ikan kerapu selama 180 hari pemeliharaan dari hari ke 30 sebanyak

194.4 kg, hari ke 60 sebanyak 212.3 kg, hari ke 90 sebanyak 228.3 kg, hari ke 120

sebanyak 242.5 kg, hari ke 150 sebanyak 257.8 kg, dan hari ke 180 sebanyak

271.0 kg. Dari hasil simulasi model didapatkan data produksi biomassa ikan yaitu

pada hari ke 30 sebanyak 196.5 kg, hari ke 60 sebanyak 215.2 kg, hari ke 90

sebanyak 230.1 kg, hari ke 120 sebanyak 243.4 kg, hari ke 150 sebanyak 269.2 kg,

dan hari ke 180 sebanyak 269.9 kg. Hasil perhitungan lapangan didapatkan

bahwa dari awal pemeliharaan umur 30 hari dibutuhkan pakan sebanyak 194.4 kg

menjadi 271.0 kg. Sedangkan dari hasil simulasi model didapatkan data jumlah

pakan yang dibutuhkan dari 196.5 kg pada masa pemeliharaan hari ke 30 menjadi

269.9 kg pada hari ke 180. Hasil uji statistik (uji t beda nyata) menunjukan bahwa

antara hasil perhitungan lapangan dengan simulasi model tidak ada perbedaan (df

= 6, t = -1.530, α > 0.05) (Lampiran 16).

3) Total limbah Budidaya dan Antropogenik Total limbah nitrogen

Jumlah produksi limbah (total nitrogen/TN) selama 180 hari pemeliharaan dari hasil

perhitungan lapangan dan hasil simulasi model yakni sebanyak 177.2 kgN limbah

pakan perhitungan lapangan menjadi 182.1 kg N hasil simulasi, 31.9 kg N yang

terbuang data lapangan menjadi 32.8 kg N hasil simulasi model, 145.4 kg N yang

dicerna dari perhitungan lapangan menjadi 120.8 kg N hasil simulasi, 30.7 kg N

retensi hasil lapangan menjadi 31.5 kg N hasil simulasi, 27.6 kg N feses hasil

perhitungan lapangan menjadi 28.4 kg hasil simulasi model, 114.7 kg N ekskresi

Page 107: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

hasil perhitungan menjadi 117.7 kg N hasil simulasi model dan 174.1 kg N

akumulasi perhitungan lapangan menjadi 178.8 kg N pada hasil simulasi.

Dari hasil uji statistik (uji t beda nyata) menunjukan bahwa antara hasil perhitungan

lapangan dengan simulasi model tidak ada perbedaan (df = 6, t = 0.345, α > 0.05).

Total limbah phosphor

Jumlah produksi limbah (total phospor/TP) selama 180 hari pemeliharaan dari hasil

perhitungan lapangan dan hasil simulasi model yakni sebanyak 36.6 kgP limbah

pakan perhitungan lapangan menjadi 37.6 kg P hasil simulasi, 6.6 kg P yang

terbuang data lapangan menjadi 6.8 kg P hasil simulasi model, 29.9 kg P yang

dicerna dari perhitungan lapangan menjadi 17.7 kg P hasil simulasi, 4.1 kg P retensi

hasil lapangan menjadi 4.2 kg P hasil simulasi, 12.7 kg P feses hasil perhitungan

lapangan menjadi 13.1 kg P hasil simulasi model, 13.1 kg P ekskresi hasil

perhitungan menjadi 13.5 kg P hasil simulasi model dan 32.4 kg P akumulasi

perhitungan lapangan menjadi 33.3 kg P pada hasil simulasi model. Dari hasil uji statistik (uji t beda nyata) menunjukan bahwa antara hasil perhitungan

lapangan dengan simulasi model tidak ada perbedaan (df = 6, t = 0.723, α > 0.05)

(Lampiran 16).

Dari hasil evaluasi secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model yang

dibangun memberikan hasil yang bersesuaian dengan kondisi nyata walaupun data

lapangan secara harian tidak tersedia namun dinamika temporal dari proses biologi

secara eksplisit dapat tergambar dalam model yang mampu mencirikan dinamika

produksi biomass, total pakan yang digunakan dan dinamika produksi limbah yang

dihasilkan.

Perbedaan nilai yang terjadi antara perhitungan lapangan dan model simulasi

meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, hal ini diakibatkan oleh waktu

perhitungan, dimana dalam model simulasi mengacu pada perbedaan waktu harian (dt)

sedangkan pengukuran dilapangan dilakukan sampling secara berkala dengan interval

waktu 1 bulan (30 hari). Dengan demiikian, prediksi model lebih mencirikan proses

biologi yang terjadi pada sistem budidaya ikan.

Tidak adanya perbedaan nyata secara statistik antara prediksi model simulasi

dengan data perhitungan lapangan (data empirik) mengindikasikan bahwa model yang

Page 108: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

dibangun dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan produk biomass ikan,

kebutuhan pakan dan limbah yang akan dihasilkan selama pemeliharaan

(3) Simulasi Skenario Dasar Pengambilan Kebijakan Pengelolaan Skenario untuk dasar pengambilan kebijakan dilakukan dengan melakukan

simulasi sebagai suatu rancangan kebijakan yang memungkinkan dilakukan dalam

keadaan nyata didasarkan pada model yang dibuat. Sebagai suatu strategi

pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya dukung untuk pengembangan KJA ikan

kerapu yang optimal dan berkelanjutan, rancangan kebijakan dilakukan melalui kajian

skenario yang disusun berdasarkan hasil analisis prospektif. Dalam menghubungkan

antara skenario yang disusun kedalam model, dilakukan interpretasi kondisi faktor

kedalam peubah model. Dalam hal ini dilakukan beberapa perubahan pada peubah

tertentu didalam model, sehingga skenario yang bersangkutan dapat disimulasikan.

Beberapa skenario yang akan disimulasikan antara lain skenario optimis, moderat dan

pesimis.

Analisis skenario dilakukan terhadap beberapa peubah yang memungkinkan

untuk dilakukan dalam kondisi nyata (real world), yaitu laju perkembangan KJA,

populasi (pada sub model produksi/teknologi budidaya), N dan P pakan (pada sub

model limbah budidaya), dan submodel ekonomi. Kemampuan sistem pengelolaan

kualitas lingkungan berbasis daya dukung dalam menghasilkan output yang

dikehendaki dapat dianalisis pada beberapa indikator sebagai ukuran kemampuan

sistem dengan melakukan running model.

Simulasi skenario dalam penelitian ini mengkombinasikan besaran persentase

(%) kontribusi limbah dari aktivitas antropogenik yang berasal dari pemukiman (rumah

tangga) dan komoditas peternakan dengan tingkat padat tebar ikan kerapu (ekor/m3)

yang dipelihara dalam keramba jaring apung diduga mendapatkan respon yang

berbeda-beda antar skenario. Out put akhir dari kombinasi kontribusi limbah tersebut

dengan padat tebar adalah untuk mendapatkan data dugaan yang meliputi total pakan

yang dibutuhkan, total produksi biomass ikan, dan total limbah bahan organik yang

dihasilkan, serta dugaan jumlah unit KJA yang dapat dibudidayakan tanpa melampaui

daya dukung perairan Teluk Tamiang. Beberapa alasan yang mendasari kepadatan

ikan menjadi salah satu komponen dalam membuat skenario pengelolaan adalah

karena salah satu faktor penting dalam menunjang keberhasilan kegiatan budidaya

ikan terutama dalam terutama penentuan jumlah input pakan, obat-obatan dan input

Page 109: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

budidaya ikan lain yang akan diberikan. Alokasi input produksi melebihi daya dukung

akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya akan

mempengaruhi keberlanjutan budidaya itu sendiri. Karena itu aktivitas budidaya laut

yang berkelanjutan membutuhkan input nutrien dan kimiawi pada level yang tidak

melebihi daya dukung lingkungan.

Skenario Optimis

Pada simulasi skenario optimis dengan kombinasi antara besaran kontribusi

dari antropogenik sebesar 10% dari total limbah aktivitas rumah tangga dan kegiatan

peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam keramba

jaring apung sebesar 15 ekor m-3 atau sebanyak 338 ekor per keramba seluas 22.5 m-3

(3 x 3 x 2,5 m), didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik sebesar 413,5 kg,

produksi biomass ikan sebesar 178,2 kg, total pakan sebanyak 1.085,5 kg dengan

jumlah unit sebanyak 12 – 41 unit atau 61 – 203 keramba.

Selanjutnya dari hasil simulasi skenario optimis dengan kombinasi antara

besaran kontribusi dari antropogenik sebesar 10% dari total limbah aktivitas rumah

tangga dan kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang

dipelihara dalam keramba jaring apung sebanyak 20 ekor m-3 atau 450 ekor per

keramba seluas 22.5 m-3, didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik

sebesar 478,04 kg, produksi biomass ikan sebesar 237.2 kg, total pakan sebanyak

1.445.2 kg dengan jumlah unit sebanyak 10 – 34 unit atau 50 – 170 keramba. Hasil

yang didapatkan dugaan tingkat produktivitas lebih besar namun jumlah unit KJA lebih

kecil dibandingkan dengan tingkat kepadatan 15 ekor m-3 .

Kemudian dari hasil simulasi skenario optimis dengan kombinasi antara besaran

kontribusi dari antropogenik sebesar 10% dari total limbah aktivitas rumah tangga dan

kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam

keramba jaring apung sebanyak 25 ekor m-3 atau 563 ekor per keramba seluas 22.5 m-

3, didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik sebesar 543.7 kg, produksi

biomass ikan sebesar 297.3 kg, total pakan sebanyak 1.811.3 kg dengan jumlah unit

sebanyak 9 – 29 unit atau 45 – 145 keramba. Hasil yang didapatkan dugaan tingkat

produktivitas lebih besar namun jumlah unit KJA lebih kecil dibandingkan dengan

tingkat kepadatan 20 ekor m-3 .

Dari hasil simulasi kombinasi antara kontribusi limbah antropogenik sebesar

10 % pada skenario optimis didapat jumlah unit KJA yang dapat diterapkan (sesuai

Page 110: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

daya dukung) maksimal pada tingkat baku mutu, yaitu 12 – 41 unit KJA dengan padat

tebar 15 ekor m-3, menghaslkan tingkat produktivitas 178.2 kg per keramba, namun

pada jumlah 10 – 34 unit KJA dengan padat tebar 20 ekor m-3 menghasilkan tingkat

produktivitas 237.24 kg per keramba, dan jumlah unit 9 – 29 unit KJA dengan padat

tebar 25 ekor m-3 menghasilkan tingkat produktivitas 297.34 kg per keramba.

Bila dilihat dari tingkat prduktivitas yang dihasilkan dari skenario diatas terlihat

bahwa dengan tingkat kepadatan 25 ekor m-3 menghasilkan tingkat produktivitas

297.34 kg per keramba lebih tinggi dari tingkat kepadatan 15 dan 20 ekor m-3, namun

jumlah unit KJA lebih sedikit.

Implikasi dari skenario optimis adalah perlu dilakukan penurunan level aktivitas

antropogenik di daratan yaitu melakukan pengurangan dari level aktivitas dari 205 jiwa

menjadi 20.51 orang (dibulatkan 21 orang), menurunkan level aktivitas sebesar 90%

dari kondisi saat ini, dan level aktivitas ternak hanya sebanyak 9.5 ekor (dibulatkan 10

ekor) dari jumlah ternak saat ini yaitu sebanyak 95 ekor.

Skenario Moderat Simulasi skenario optimis kombinasi antara besaran kontribusi dari

antropogenik sebesar 25% dari total limbah aktivitas rumah tangga dan kegiatan

peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam keramba

jaring apung sebanyak 15 ekor m-3 atau 338 ekor per keramba seluas 22.5 m-3,

didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik sebesar 546.9 kg, produksi

biomass ikan sebesar 178.2 kg, total pakan sebanyak 1.085.5 kg dengan jumlah unit

sebanyak 8 – 25 unit atau 40 – 125 keramba.

Selanjutnya dari hasil simulasi skenario moderat dengan kombinasi antara

besaran kontribusi dari antropogenik sebesar 25% dari total limbah aktivitas rumah

tangga dan kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang

dipelihara dalam keramba jaring apung sebanyak 20 ekor m-3 atau 450 ekor per

keramba seluas 22.5 m-3, didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik sebesar

611.4 kg, produksi biomass ikan sebesar 237.2 kg, total pakan sebanyak 1.445.2 kg

dengan jumlah unit sebanyak 7 – 23 unit atau 35 – 115 keramba. Hasil yang

didapatkan dugaan tingkat produktivitas lebih besar namun jumlah unit KJA lebih kecil

dibandingkan dengan tingkat kepadatan 15 ekor m-3 (Lampiran 13).

Kemudian dari hasil simulasi skenario moderat dengan kombinasi antara

besaran kontribusi dari antropogenik sebesar 25% dari total limbah aktivitas rumah

Page 111: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

tangga dan kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang

dipelihara dalam keramba jaring apung sebanyak 25 ekor m-3 atau 563 ekor per

keramba seluas 22.5 m-3, didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik

sebesar 677.1 kg, produksi biomass ikan sebesar 297.3 kg, total pakan sebanyak

1.811.3 kg dengan jumlah unit sebanyak 6 – 20 unit atau 30 – 100 keramba. Hasil

yang didapatkan dugaan tingkat produktivitas lebih besar namun jumlah unit KJA lebih

kecil dibandingkan dengan tingkat kepadatan 20 ekor m-3 .

Dari hasil simulasi kombinasi antara kontribusi limbah antropogenik sebesar 25

% pada skenario moderat didapat jumlah unit KJA yang dapat diterapkan (sesuai daya

dukung) maksimal pada tingkat baku mutu, yaitu 8 – 25 unit dengan padat tebar 15

ekor m-3, menghaslkan tingkat produktivitas 178.1 kg per keramba, namun untuk

jumlah unit sebanyak 7 – 23 unit dengan padat tebar 20 ekor m-3 menghasilkan tingkat

produktivitas 237.2 kg per keramba, dan bila jumlah unit sebanyak 6 – 20 unit dengan

padat tebar 25 ekor m-3 menghasilkan tingkat produktivitas 297.34 kg per keramba.

Skenario Pesimis

Simulasi skenario optimis kombinasi antara besaran kontribusi dari

antropogenik sebesar 40% dari total limbah aktivitas rumah tangga dan kegiatan

peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam keramba

jaring apung sebesar 15 ekor m-3 atau sebanyak 338 ekor per keramba seluas 22.5 m-3,

dari hasil simulasi tersebut didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik

sebesar 680.2 kg, produksi biomass ikan sebesar 178.2 kg, total pakan sebanyak

1.085,5 kg dengan jumlah unit sebanyak 6 – 18 unit atau 30 – 90 keramba.

Selanjutnya dari hasil simulasi skenario pesimis dengan kombinasi antara

besaran kontribusi dari antropogenik sebesar 40% dari total limbah aktivitas rumah

tangga dan kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang

dipelihara dalam keramba jaring apung sebanyak 20 ekor m-3 atau 450 ekor per

keramba seluas 22.5 m-3, didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik sebesar

744.8 kg, produksi biomass ikan sebesar 237,2 kg, total pakan sebanyak 1.445.2 kg

dengan jumlah unit sebanyak 5 – 17 unit atau 25 – 85 keramba. Hasil yang

didapatkan dugaan tingkat produktivitas lebih besar namun jumlah unit KJA lebih kecil

dibandingkan dengan tingkat kepadatan 15 ekor m-3 (Lampiran 12).

Namun hasil simulasi skenario pesimis dengan kombinasi antara besaran

kontribusi dari antropogenik sebesar 40% dari total limbah aktivitas rumah tangga dan

Page 112: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

kegiatan peternakan di daratan dengan padat tebar ikan kerapu yang dipelihara dalam

keramba jaring apung sebanyak 25 ekor m-3 atau 563 ekor per keramba seluas 22.5

m-3, didapatkan data dugaan jumlah total bahan organik sebesar 810.5 kg, produksi

biomass ikan sebesar 297.3 kg, total pakan sebanyak 1.811.3 kg dengan jumlah unit

sebanyak 5 – 16 unit atau 25 – 80 keramba. Hasil yang didapatkan dugaan tingkat

produktivitas lebih besar namun jumlah unit KJA lebih kecil dibandingkan dengan

tingkat kepadatan 20 ekor m-3 .

Dari hasil simulasi kombinasi antara kontribusi limbah antropogenik sebesar 40

% pada skenario pesimis didapatkan jumlah unit KJA yang dapat diterapkan (sesuai

daya dukung) maksimal pada tingkat baku mutu, yaitu 6 – 18 unit dengan padat tebar

15 ekor m-3, menghaslkan tingkat produktivitas 178.2 kg per keramba, namun bila

jumlah unit sebanyak 5 – 17 unit dengan padat tebar 20 ekor m-3 maka akan

menghasilkan tingkat produktivitas 237.2 kg ikan per keramba, dan bila jumlah unit

sebanyak 5 – 16 unit dengan padat tebar 25 ekor m-3 menghasilkan tingkat

produktivitas 297.3 kg per keramba.

Implikasi dari skenario pesimis adalah terjadinya peningkatan level aktivitas

(jumlah penduduk) dengan meningkatnya level aktivitas sebanyak 80.2 orang

(dibulatkan 80) menjadi 285 orang (40%). Bila laju pertumbuhan penduduk Teluk

Tamiang sekitar 4% per tahun maka kondisi ini diperkirakan akan terjadi pada 10 tahun

kedepan. Untuk level aktivitas ternak sebanyak 37.2 ekor (dibulatkan 37 ekor) dari

jumlah ternak saat ini meningkat dari 95 ekor menjadi 132 ekor (38,9%).

Hasil simulasi skenario yang telah dilakukan dengan kombinasi antara besar

kontribusi limbah dari antropogenik dengan padat tebar ikan kerapu pada aktivitas

budidaya di perairan teluk menghasilkan beberapa alternatif untuk dapat dijadikan

referensi bagi perencanaan pengelolaan kawasan perairan teluk sebagai kawasan

pengembangan kegiatan budidaya ikan yang berkelanjutan berbasis daya dukung

(Gambar 21). Perbandingan dari ketiga skenario diatas dapat dilihat pada Tabel 37

berikut :

Page 113: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Tabel 37 Perbandingan tiga skenario (data empirik dan data model simulasi)

Perbandingan Antar Skenario

Daya Dukung (Min/BM 0.3 ppm);

16Optimis ; 40

Moderat; 25 Pesimis; 17

Daya Dukung (Max/BM 1 ppm);

52

0102030405060

DayaDukung(Min/BM0.3 ppm)

Optimis Moderat Pesimis DayaDukung

(Max/BM 1ppm)

Skenario

Satu

an J

umla

h U

nit

Rak

it

Gambar 21 Grafik perbandingan antar skenario pengelolaan kualitas lingkungan

perairan Teluk Tamiang

Pada Gambar 21 terlihat bahwa kisaran jumlah unit untuk 3 (tiga) skenario

belum melampaui daya dukung teluk sehingga skenario pengelolaan yang akan

dilaksanakan masih berada dalam rentang batas minimal dan maksimal dari baku mutu

air laut untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu.

Data Empirik Data Model Simulasi Skenaario Unit

rakit/KJA Produksi Biomass

(kg)

Total Pakan (Kg)

Unit rakit/KJA

Produksi Biomass

(Kg)

Total Pakan (Kg)

Nilai Keuntungan

(Rp) Pesimis (kontrobusi 40%)

5 – 17 unit (25 – 83

KJA)

5.400 – 19.800

31.961 – 117.191,7

5–18 unit (25 – 90

KJA)

6.016,4 – 20.051,5

36.048,95 –

122.143,7

1.404.921.920 – 4.015.457.440

Moderat (kontribusi 25%)

8 – 25 unit (38 – 125

KJA)

8.900 – 29.700

52.677,1-175.824

6-25 unit (30 -125 KJA)

8.018,7 – 26.727,5

48.846 – 162.840,4

1.603.742.400 – 5.346.491.680

Optimis (kontribusi 10%)

12 – 40 unit

(60 – 200 KJA)

14.200 – 47.500

84.046,5-281.141,6

9 -41 unit (45-205

KJA)

12.020,9 – 40.067,5

72.744,8 -244.071,1

2.404.190.160 – 8.013.492.700

Daya Dukung 16 – 52 unit

(80 – 260 KJA

18.800 – 62.500

111.272,9-369.923,2

16-52 unit (80-260

KJA)

18.016 – 60.050,2

109.744,5 –

365.795,9

3.603.201.120 – 12.010.037.760

Zona Pengelolaan

Page 114: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

4.11. Pengembangan Budidaya KJA Ikan Kerapu Berbasis Daya Dukung di Perairan Teluk Tamiang

Dalam mencapai keberhasilan pengembangan budidaya ikan sangat tergantung

pada kondisi lingkungan perairan sekitarnya, maka bila terjadi penurunan kualitas

lingkungan merupakan persoalan yang serius, karenanya kemampuan menentukan

daya dukung lingkungan untuk keperluan budidaya merupakan suatu kebutuhan yang

mendesak.

Budidaya dalam keramba, seperti halnya system budidaya lainnya memerlukan

kualitas perairan yang baik dan sangat mempengaruhi pemilihan suatu lokasi budidaya.

Pemilihan lokasi yang benar dan sesuai daya dukung adalah suatu hal yang sangat

penting karena hal ini mempengaruhi keberlanjutan kegiatan secara ekonomis

(Lawson, 1995). Meskipun demikian, ketersediaan wilayah yang sesuai untuk kegiatan

budidaya pada saat ini mulai berkurang dikarenakan menurunnya kualitas lingkungan.

Sehingga, persyaratan pertama untuk keberlanjutan kegiatan budidaya adalah

tersedianya system alokasi sumberdaya untuk budidaya. Sistem yang demikian harus

diterapkan dalam konteks pendekatan perencanaan terpadu dibandingkan hanya

menciptakan serangkaian peraturan untuk menghindari kerusakan lingkungan (Perez et

al., 2003).

4.11.1. Daya Dukung Fisik (Ekologi) Perairan Luas perairan Teluk Tamiang yang layak untuk pengembangan budidaya KJA

Ikan Kerapu seluas 385 ha yang didasarkan berdasarkan kelayakan bioteknis yang

menjadi penentu daya dukung fisik perairan yaitu kedalaman, kecepatan arus,

gelombang, suhu, oksigen terlarut, salinitas, substrat dasar, dan kecerahan. Daya

dukung lingkungan perairan teluk bagi pengembangan KJA ikan kerapu diperoleh

kisaran antara 18,8 – 62,5 ton ikan atau sebanyak 16 – 52 unit (80 – 260 KJA)

(produksi optimal – maksimal) untuk 1 kali musim tanam/tahun dengan asumsi tingkat

produktivitas 0,25 ton/keramba/musim pemeliharaan dengan volume keramba sebesar

@22,5 m-3 (3 x 3 x 2,5 m). Bila dilakukan pola tanam sebanyak 2 kali dalam 1 tahun

maka total produksi ikan yang dapat dihasilkan adalah sebesar 37,6 – 125 ton ikan

kerapu.

Page 115: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

4.11.2. Daya Dukung Produksi Biomass Ikan Hasil percobaan pemeliharaan ikan didapatkan tingkat produktivitas sebesar

257,6 kg per keramba dengan padat tebar 20 ekor per m3 pada ukuran ikan tebar

seberat 360 gr per ekor atau sebanyak 450 ekor per keramba dimana sintasan dapat

mencapai 100% dengan periode pemeliharaan selama 6 bulan (180 hari). Jenis pakan

yang digunakan dalam pemeliharaan adalah jenis ikan pakan rucah (alami) yang

berasal dari hasil tangkapan ikan nelayan setempat yang cukup tersedia sepanjang

musim. Beberapa faktor pembatas daya dukung produksi ikan di Teluk Tamiang

adalah keberadaan limbah baik yang berasal dari aktivitas budidaya itu sendiri maupun

yang berasal dari daratan yang berasal dari aktivitas antropogenik. Keberadaan limbah

bahan organik tersebut secara langsung akan berdampak kepada ketersediaan oksigen

yang ada di perairan dan sangat menentukan tingkat kehidupan ikan budidaya.

4.11.3. Daya Dukung Sosial Ekonomi Dalam menentukan Teluk Tamiang sebagai kawasan pengembangan budidaya

keramba jaring apung ikan kerapu yang terpadu dan berkelanjutan telah

mempertimbangkan pola pemanfaatan yang sudah berlangsung saat ini yaitu kegiatan

budidaya rumput laut dan alur pelayaran. Tujuannnya adalah agar keberadaan

budidaya ikan yang akan dikembangkan tidak mengganggu alur pelayaran dan aktivitas

lainnya secara timbal balik sehingga dapat dihindari konflik kepentingan antar

stakeholders sekitar perairan teluk. Secara ekonomi pengembangan budidaya

keramba jaring apung ikan kerapu cukup menjanjikan keuntungan dengan asumsi

ukuran yang dapat dipasarkan mencapai 530 gr/ekor dengan tingkat harga antara Rp.

300.000 – Rp. 400.000 per kg ikan kerapu bebek (Cromileptis Altivelis) dan total biaya

(total cost) antara Rp. 100.000 – Rp. 125.000 per kg ikan maka keuntungan yang akan

didapatkan sebesar Rp. 53.379.000,- per siklus pemeliharaan per keramba.

Daya dukung perairan teluk sangat terkait dengan partisipasi dan kerjasama

seluruh pemangku kepentingan (Stakeholders) baik masyarakat maupun pemerintah

disekitar teluk Tamiang. Peningkatan koordinasi antar instansi yang berkompeten

terhadap kelestarian teluk perlu terus ditingkatkan.

Berdasarkan uraian secara keseluruhan, pendekatan sistem dengan model

yang dibuat dalam pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya dukung dapat

memberikan gambaran eksploratif untuk pendugaan, pemahaman dan penunjang

Page 116: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

keputusan yang berguna bagi pengelolaan kualitas lingkungan dalam pengembangan

budidaya KJA ikan kerapu secara berkelanjutan.

4.12. Implikasi Kebijakan Operasional Implikasi kebijakan operasional yang dapat ditempuh antara lain :

a) Penataan kawasan pemukiman di sekitar perairan Teluk Tamiang dengan

melakukan pembatasan dan penataan rumah penduduk.

b) Memberikan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran kepada masyarakat

akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan perairan teluk dengan tidak

menjadikan perairan teluk sebagai tempat pembuangan sampah.

c) Penurunan jumlah beban limbah yang berasal dari aktifitas antropogenik dengan

mengupayakan pada penekanan laju pertumbuhan penduduk,membatasi dan

menata pemukiman penduduk di sekitar Teluk Tamiang.

d) Melakukan kegiatan diseminasi paket teknologi budidaya yang ramah lingkungan

dengan menekankan pada peningkatan pengetahuan managemen budidaya

keramba jaring apung.

e) Perlu ada Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten sebagai bentuk dari

tanggungjawab pemerintah untuk mengatur pemanfaatan Teluk Tamiang secara

lestari baik dalam penentuan tingkat penerapan teknologi budidaya, pembatasan

jumlah keramba jaring apung dalam instrumen regulasi izin usaha, dan penataan

pemukiman/ruang agar harmonis dengan aktivitas lainnya.

4.13. Strategi Pengelolaan untuk Pengembangan Budidaya Kerapu Sistem KJA di Pesisir Teluk Tamiang Secara bekelanjutan

Beberapa langkah strategi yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Tata aturan pengelolaan bersama dibuat dengan mempertimbangkan aspek

keberlanjutan artinya pemanfaatan sumberdaya pesisir haruslah berbasis kepada

aspek daya dukung lingkungan perairan sebagai batas optimal pengelolaan

disamping harus pula mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Nilai daya

dukung perairan yang telah ditetapkan dan diuraikan sebelumnya hendaknya

dapat menjadi salah satu masukan didalam menyusun strategi pengelolaan

bersama guna menentukan batas-batas wilayah pengelolaan untuk masing-

masing pengguna

Page 117: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

2. Limbah hasil kegiatan budidaya ikan dalam KJA baik berupa sisa pakan, feses

dan ekskresi yang terbuang kedalam perairan teluk (badan air) merupakan bahan

pencemar organik yang dapat mempengaruhi tingkat kesuburan (eutrofikasi) dan

kelayakan kualitas air bagi kehidupan ikan budidaya dan biota perairan lainnya.

Untuk mengantisipasi penurunan kelayakan habitat dan dampaknya terhadap

lingkungan perairan budidaya, maka perlu dilakukan upaya-upaya diantaranya

adalah efisiensi pakan melalui teknik pemberian pakan yang baik (frekuensi dan

dosis pakan yang tepat) dan pengaturan padat tebar ikan dengan perbaikan dari

sisi manajemen budidaya.

3. Untuk meminimalisasi limbah dari aktivitas didaratan antara lain berasal dari

kegiatan peternakan, dan pemukiman (rumah tangga), maka perlu dilakukan

upaya-upaya antara lain : (1) membuat sarana tempat pembuangan sampah akhir

di daratan yang mudah dijangkau, (2) memberikan pemahaman kepada

masyarakat bahwa pesisir teluk bukan merupakan tempat pembuangan sampah

akan tetapi adalah ladang untuk kehidupan dan mendapatkan mata pencaharian,

dan (3) melakukan kegiatan pemeliharaan ternak yang jauh dari wilayah pesisir

(4) Penataan kawasan pemukiman penduduk disekitar Teluk Tamiang.

4. Rencana pengembangan diarahkan dalam sistem perencanaan pengembangan

wilayah pesisir secara terpadu yang dituangkan dalam bentuk peraturan daerah.

Sistem ini akan bermanfaat untuk acuan perizinan dan akses kompromi antar

stakeholders yang mencakup aspek persetujuan pemanfaatan wilayah untuk

budidaya, transportasi laut dan pengelolaan pelestarian sumberdaya perairan,

peternakan dan pemukiman yang dibangun dalam konteks pengelolaan wilayah

pesisir secara terpadu dan berkelanjutan (integrated and sustainable).

Page 118: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan 1. Model pengelolaan kualitas lingkungan perairan Teluk Tamiang berbasis daya

dukung untuk pengembangan budidaya ikan dalam KJA ikan kerapu yang dibangun

dapat menggambarkan perilaku system yang nyata dan dapat digunakan sebagai

alat bantu analisis dalam memformulasi kebijakan pengelolaan perairan untuk

pengembangan kawasan budidaya. Data dan informasi yang terkait dengan

pengelolaan budidaya KJA diperoleh melalui pendekatan simulasi. Model ini dapat

digunakan untuk pemahaman, pendugaan (prediction) dan optimasi alokasi

sumberdaya perikanan budidaya pada batas level minimum resiko kerusakan

lingkungan .

2. Beban limbah budidaya kerapu dalam KJA yang terbuang ke lingkungan perairan

masih cukup tinggi dan berpotensi menimbulkan pengkayaan nutrient N dan P

kedalam lingkungan perairan. Untuk memproduksi 237.6 kg ikan dibutuhkan

sebanyak 1.406.3 kg pakan rucah (FCR 5.9). Total bahan organik partikel yang

dihasilkan sebesar 707.5 kg (50.3%) dari total pakan.

3. Dari kedua metode pendekatan yang digunakan dalam pendugaan daya dukung

lingkungan perairan teluk bagi pengembangan KJA ikan kerapu diperoleh kisaran

produksi ikan antara 18.8 – 62.5 ton ikan atau 16 – 52 unit (80 – 260 KJA) pada

tingkat baku mutu ammonia (NH3N) 0.3 dan 1 ppm (produksi optimal – maksimal)

untuk 2 kali musim tanam/tahun. 4. Dari hasil simulasi skenario (optimis, moderat, dan pesimis) yang telah dilakukan

dari kombinasi antara besar kontribusi limbah antropogenik dengan padat tebar

ikan kerapu yang berbeda pada aktifitas budidaya di perairan teluk, menghasilkan

beberapa alternatif untuk dapat dijadikan referensi bagi perencanaan pengelolaan

kawasan perairan teluk karena masih dalam rentang daya dukung perairan teluk

sebagai kawasan pengembangan kegiatan budidaya ikan yang berkelanjutan.

5. Model yang dibangun agar lebih mudah diimplementasikan dihasilkan piranti lunak

dalam bentuk Visual Basic, disebut MOCATYBUKEJARAPUPU 1.0 (Model

Carrying Capacity Budidaya KJA Ikan Kerapu). Model penduga daya dukung

perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu.

Page 119: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

5.2. Saran 1. Upaya-upaya perbaikan ekosistem dan menyeimbangkan pemanfaatan perairan

teluk melalui pendekatan eko-teknologi merupakan hal yang penting dilakukan

untuk mengurangi degradasi kualitas lingkungan perairan teluk dalam menjamin

kelangsungan usaha budidaya ikan di KJA sehingga kualitas airnya layak bagi

kehidupan ikan.

2. Model pengelolaan yang dibangun dapat digunakan sebagai alat untuk

memprediksi dampak dan optimasi pemanfaatan didasarkan pada variabel-variabel

yang telah diketahui atau yang masih diasumsikan, oleh karena itu perlu ada kajian

untuk lebih melengkapi kebutuhan dasar (perilaku sistem) agar mendekati kondisi

yang sebenar benarnya antara lain tentang peran mikroorganisme sebagai

pengurai (decomposer), ikan, plankton (zoo-p dan phyto-p) dan biota perairan

lainnya.

3. Untuk pengembangan budidaya ikan dalam KJA di perairan Teluk Tamiang perlu

ada identifikasi beban limbah dari pakan komersil (buatan) dan berbagai jenis ikan

yang lain untuk dibudidayakan.

4. Upaya pengembangan budidaya KJA secara lestari dan berkelanjutan perlu

didukung oleh sarana dan prasarana yang terkait dengan budidaya KJA serta

penegakan peraturan dan penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan

kesadaran akan kelestarian lingkungan perairan teluk.

Page 120: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

DAFTAR PUSTAKA

Abel, P.D. 1989. Water Pollution Biology. Halsted Press. A Division of John Wiley &

Sons. New York.

Akbar, S dan Sudaryanto, 2002. Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek. Penebar Swadaya. Jakarta. ).

Ahmad T, Rukyani A. Wijono A. 1991. Teknik budidaya laut dengan keramba jaring apung. P:69-87. Dalam Prosiding Temu Usaha Pemasyarakatan Teknologi Keramba Jaring Apung bagi Budidaya Laut. Jakarta, 12-13 April 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, FPKKA Agri-Business Club. Jakarta.

APHA (American Public Health Association), 1992. Standart Methods for the

Examination of Water and Wastewater. American Public Health Association. Washington, DC. 874p.

Arinardi, O.H. 1997. Status Pengetahuan Plankton di Indonesia. Oseanologi dan

Limnologi di Indonesia, 30: 63-95. Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Maros, 2004. Laporan Evaluasi Tingkat

Kelayakan Perairan Teluk Tamiang Bagi Pengembangan Budidaya Laut. Barg, U. C. 1992. Guidelines of the promotion of environmental management of

coastal aquaculture development. FAO Fisheries Technical Paper 328, FAO, Rome. 122 pages.

Beveridge, M.C.M. 1987. Cage and pen farming: carrying capacity models and

environmental impact. FAO Fish. Tech.Pap.255. FIRI/T255, 131p. Experiment Station, Auburn University, Alabama. 482p.

Beveridge, M.C.M. 1996. Cage Aquaculture. Second Edition. Fishing News Books.

London. 346p. Boyd C. E. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Alabama Agricultural

Experiment Station, Auburn University, Alabama. 482p. Bourgeois, R. 2002. Expert Meeting Methodology for Prospective Analysis. CIRAD

Amis Ecopol. Clark, J. 1974. Coastal Ecosystems: Ecological considerations for management of the

the coastal zone. The Conservation Foundation, Washington, D.C. 178p. Cornel G. E, Whoriskey F. G. 1993. The effects of rainbow trout (Oncorhynchus

mykiss) cage culture on the water quality, zooplankton, benthos and sediment of Lac du Passage, Quebec, Aquaculture, 109:101-117.

Page 121: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Dahuri, R. 1998. Pengaruh pencemaran limbah industri terhadap potensi sumberdaya laut. Makalah pada Seminar Teknologi Pengolahan Limbah Industri dan Pencemaran Laut. BPPT, Jakarta.

Davis, C.C, 1955. The Marine and Fresh Water Plankton, Michigan State Universitas

Press. DITJENBUDKAN, 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Laut. Budidaya Ikan Kerapu.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Direktorat Pembudidayaan. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL. 1996. Duxbury and Duxbury. 1999. Primer Productivity. Michigan State Universitas Press. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan

Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelanautan. IPB. Bogor.

Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press. Bogor.

FAO, 1996. Food and Agriculture Organization of the United Nation. FAO Technical Guidelines For Responsible Fisheries. Roma.

Furnichi, M. 1988. Dietry Requirement. In Fish Nutrition in Mariculture (T. Watanabe ed). Japan International Cooperation Agency, p. 9-79.

Forrrester, J.W. 1968. Principles of Systems. Wright-Allen. Press, Inc. Massachusetts.

GESAMP REPORTS AND STUDIES FAO. 2001. Planning and Management for Sustainable Costal Aquaculture Development. Roma.

Grant, W.E., E.K. Pedersen, and S.L. Marin. 1997. Ecology and Natural Resource Management: System Analysis and Simulation. John Wiley & Sons. New York.

Giri, N.A.,K. Suwirya, dan Marzuki. 1999. Kebutuhan protein, lemak, dan vitamin C pada yuwana kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 5(3): 38-49.

Goldman R and A.J. Horne, 1983. Limnology. McGraw Hill International . Book Company. Auckland, New Zealand. 464p.

Hall., C.A.S. and Day, Jr.,J.W. (Eds). 1997. Ecosystem modeling in theory and practice: An introduction with case histories. John Wiley & Sons, New York. 684 p.

Hardjowigeno S, Widiatmika. 2001.Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna

Tanah. Fakultas Pertanian Insitut Pertanian Bogor. Hartrisari, H. 2002. Bahan Kuliah Analisis Sistem dan Pemodelan dalam Pengelolaan

Sumberdaya Pesisir dan Lautan (Tidak dipublikasi). Program Pascasarjana SPL-IPB. Bogor.

Page 122: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Hutagalung H. P, Setiapermana D dan Riyono S.H., 1997. Metode Analisis Air laut, Sedimen dan Biota Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. 78 hal.

Jeffers, J. N. R. 1978. An Introduction to System Analysis:with ecological application.

Edward Arnold, London, p1-11. Jorgensen, S.E. 1988. Fundamentals of Ecological Modelling. Elsevier, Amesterdam.

P:9-89. Kaswadji, R. F. Widjaja, F. and Wardianto Y. 1993. Produktivitas Primer dan laju

pertumbuhan fitoplankton di perairan pantai Bekasi. J. Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, (12):1-15.

Kenchington R. A, Hudson B. E. T. (eds.) 1984. Coral reef management handbook.

Jakarta, Indonesia. UNESCO Regional Officer for Science and Technology in South-East Asia;281pp.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup Nomor 51 tahun 2004. Tentang Baku Mutu Air Laut. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup. Jakarta.

Lawson TB. 1995. Fundamentals of Aquacultural Engineering. Chapman & Hall, New

York. 355 pp. . Lee, C.D.,S.B, Wang and Kuo. 1978. Benthic Macro Invertebrate and Fish as

Biological Indicators of Water Quality, with Reference to Community Diversity Index. International Conference of Water Pollutan Control in Developing Countries. Bangkok Thailand.

McDonald M. E. Tikkanen C. A. Axler R. P. Larsen C. P. Host G. 1996. Fish simulation

culture model (FIS-C): a bioenergetics based model for aquacultural wasteload application. Aquacultural Engineering, 15(4):243-259.

Meade, J. W. 1989. Aquaculture Management. AnAvi Book, Van Nostrand Reinhold,

New York. 175p. Nontji A. 1984. Biomassa dan Produktivitas Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta

serta Keterkaitannya dengan Faktor-Faktor Lingkungan. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nugroho, A. 1989. Budidaya Ikan Kerapu Di Kurungan Apung. Direktorat Jendral

Perikanan. Jakarta. Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut. Suatu pendekatan ekologi. Penerbit CV.

Gramedia Jakarta. Penerjemah Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M Hutomo dan S. Sukardjo. 458 halaman.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of ecology. Third Edition. W.B. Saunders Company.

Toronto.

Page 123: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Parson, T.P., M. Takahashi and B, Hargrave. 1984. Biological Oceanographie Process. Third Edition. Pergamon Press. Offord-New York-Toronto-Sydney-Paris-Frankfurt.

Price, D.R.H. 1979. Fish as Indicators of River Water Quality in A. James and Lillian

Evison. Biology Indicators of Water Quality. John Wiley and Sons, New York. Perez OM, Ross LG, Telfer TC and del Campo Barquin LM. 2003. Water Quality

Requirements for Marine Fish Cage Site Selection in Tenerife (Canary Islands): predictive modelling and analysis using GIS. Aquaculture 224: 51–68.

Rachmansyah, 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange

Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan Bagi Pengembangan Budidaya Bandeng Dalam Keramba Jaring Apung. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ray, P. and N. G. S. Rao, 1964. Density of Freshwater Diatom and Relation to some

Physico-Chemical Condition of Water. Jurnal Fish. India. Rustam, 2005. Analisis Dampak Kegiatan Pertambakan Terhadap Daya Dukung

Kawasan Pesisir (Studi Kasus Tambak Udang Kabupaten Barru Sulawesi Selatan). Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

San Diego-McGlone. 2006. Marine Science Institute University of Philippines.

(McGlone,www.nest..su.se/MNODE/Methode/powerpoint/wasteload4/ppt.htm) Sunyoto, P. 1993. Pembesaran Kerapu dengan Keramba Jaring Apung. PT. Penebar

Swadaya, Jakarta. Sushil. 1993. System Dynamics. A Practical Approach for Managerial Problems.

Wiley Eastern Limited. New Delhi. SEAFDEC Aquaculture Departemen Kelompok Kerja Perikanan APEC.

Pembudidayaan dan Managemen Kesehatan Ikan Kerapu. 2001. Sutarmat, T, Hanafi. A, Suwarya. K, Ismi. S, Wadoyo, Kawahara. S. 2003. Pengaruh

Beberapa Jenis Pakan Terhadap Performasi Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) di Keramba Jaring Apung. Jurnal Penelitian Perikanan Indoenesia. Edisi Akuakultur. Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dam Perikanan Republik Indonesia.

Statistik Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2005. Departemen Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia. Tambaru, R. 2000. Pengaruh waktu inkubasi terhadap Produkivitas Primer di Perairan

Teluk Hurun. Tesis. Program Pascasarjana. Program Studi Ilmu Perairan. IPB. Bogor.

Umaly, R. C. and L. A. Cuvin. 1988. Limnologi: Laboratory and Field Guide Physico-Chemical Factors, Biology Factors. National Book Store Publik., Manila

Page 124: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Usman, Rachmansyah, Pongsapan DS. 2002. Beban limbah budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dalam keramba jaring apung. Laporan Hasil Penelitian. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros.

(UNEP) United Nations Enviroment Programme. 1993. Training Manual on

Assesment of the Wuantity and Type of Land-Based Pollution Discharges Into the Marine and Coastal Enviroment. RCU/EAS Technical Reports Series No.1.

Velvin, R. 1999. Environment Effects from Fish Farming. In : Poppe, T (Ed.),

Textbook of Fish Health and Fish Diseases. Universitetforlaget, Oslo, Norway, pp 340 – 347 in Norwegian.

Widigdo, B. 2000. Penyusunan Kriteria Eko-Biologis untuk Pemulihan dan Pelestarian

Kawasan Pesisir di Pantura Jawa Barat. PKSPL, Bogor. www.suharjawanasuria.tripod.com. 2006. Budidaya Kerapu dan Peluang Ekspor

(Grouper Culvation to Face Export Challenge).

Page 125: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Piranti Lunak Visual Basic ”MOCATYBUKEJARAPUPU 1.0” (Model Carrying Capacity Budidaya KJA Ikan Kerapu)

Page 126: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi
Page 127: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Beveridge M and Muir JM. 1982. An Evaluation on Proposed Cage Fish Culture on Loch Lomond, an Important reservoir in Central Scotland. Can. Wat. Resources J. 7: 181 – 196.

Bengen D.G. 2000. Sinopsis: Teknik pengambilan contoh dan analisis data biofisik

sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 88p.

Bergheim A, Hustveit H, Kittelsen A and Selmer-Olsen A. 1982. Estimated Pollution

Loadings from Norwegian Fish Farms. I. Investigations 1978-1979. Aquaculture 28: 346 – 361.

Garcia, S.M. and Staples, D.J. and Chesson, J. 2000. The FAO Guidelines for development and use of indicators for sustainable development of marine capture fisheries and an Australian example of their application. Ocean and Coastal management. 43 : 537 – 556.

Gowen RJ and Bradbury NB. 1987. The Ecological Impact of Salmonid Farming in Coastal Waters: A Review. Oceanogr. Mar. Boil. Annu. Rev. 25: 563 – 575.

Johnsen RI, Grhln-Nielsen O, Lunestad BT. 1993. Environmental distribution of organic waste from a marine fish farm. Aquaculture, 118:229-244.

McLean W. E, Jensen J.O.T. Alderdice D.F. 1993. Oxygen consumption rates and

water flow requirements of Pacific salmon (Oncorhynchus spp) in the fish culture environment. Aquaculture., 109;281-313.

Molver J, Stigebrandt A and Bjerkenes V. 1988. On the Excretion of Nitrogen and phosphorous from Salmon. Proc. Aquaculture Int. Congres, 80 pp. Aquaculture International Congress. Vancouver, BC.

Muller F and Varadi L. 1980. The Results of Cage Fish Culture in Hungary. Aquacult.

Hung. 2: 154 – 167. Penczak T, Galicka W, Molinsky M, Kusto E and Zalewski M. 1982. The Enrichment of

a Mesotrophic Lake by Carbon, Phosphorous and Nitrogen from the Cage Aquaculture of Rainbow Trout (Salmo gairdneri). J. Appl. Ecol. 19: 371 – 393.

Poernomo, A. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Budidaya Udang Ramah

Lingkungan. Ditjend Perikanan, Jakarta. Peres H and Oliva-Teles A. 1999. Influence of Temperature on Protein Utilization in

Juvenile European Seabass (Dicentrarchus labrax). Aquaculture 170: 337–348.

Page 128: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

Russel NR, Fish JD and Wootton RJ. 1996. Feeding and Growth of Juvenile Seabass: Effect of Ration and Temperature on Growth Rate and Efficiency. J. Fish Biol. 49, 206–220.

Silvert, W. and J. W. Sowles. 1996. Modelling Environmental impact of marine finfish

aquaculture, J. Appl. Ichtihyology 1996;12:75-81. excess Smith VH, Tilman GD, Nekola JC. 1999. Eutrophication: impacts of excess nutrient

inputs on freshwater, marine, and terrestrial ecosystems. Environmental Pollution (100: 179 – 196.

Wu RSS, Lam KS, MacKay DW, Lau TC and Yam V. 1994. Impact of Marine Fish Farming on Water Quality and Bottom Sediment: a Case Study of the Sub-Tropical Environment. Mar. Environ. Res. 38: 115 – 145.

Lowell, T. 1980. Feeding tilapia. Aquaculture, 7 : 42-43. (LOICZ) Project (Malou San Diego

McGlone,www.nest..su.se/MNODE/Methode/powerpoint/wasteload4/ppt.htm) (2006)

Page 129: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

108

Lampiran 1 Tabel Hasil analisis plankton di Perairan Teluk Tamiang dari bulan Mei s/d Oktober 2006

Bulan pengamatan : Mei 2006 Phylum Stasiun Pengamatan Genera St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10

Phytoplankton 1. Cyanophyta Aphanothece 3750 124 60 1475 231 43 79 78 429 178 Polycytis 1575 65 75 67 201 2601 0 49 1321 125 2. Chlorophytta Closteriopsis 8 10 6 0 29 40 201 213 42 71 3. Chrysophyta

Campyloneis 38 36 45 42 67 0 718 49 28 23 Climacosphenia 15 17 8 19 41 55 15 71 321 0 Bidhulpia 23 26 20 20 0 178 78 0 79 72 Ceratium 45 0 59 0 105 0 59 25 0 31 chaetoceros 53 0 60 38 0 149 0 128 310 28 Coscinusdiscus 98 28 0 65 201 189 75 32 42 123 Diploneis 8 16 35 13 67 0 19 325 0 52 Cyclotella 38 30 0 0 84 0 78 273 321 38 Diatoma 68 0 158 43 0 157 0 128 0 0 Distephanus 8 14 8 10 40 159 0 107 178 235 Epithemia 8 15 10 12 27 0 701 0 48 172 Eunotia 15 35 13 0 43 38 0 81 321 0 Pleurosigma 45 0 54 41 74 0 78 79 1781 29 Gyrosigma 23 41 25 21 46 74 0 0 259 1721 Hemiaulus 30 0 28 0 70 0 212 28 471 178 Eucampia 15 20 17 16 0 57 17 0 23 321 Nitszchia 30 26 23 0 665 0 113 256 0 258 Fragilaria 68 0 66 46 125 17 0 704 66 114 Thalassiosira 105 55 15 0 201 89 49 0 231 722 Rhizosolenia 23 0 23 32 135 0 210 259 461 112 Lauderia 60 126 0 15 75 112 121 301 721 325 Thalassiotrix 105 99 51 96 0 132 712 0 479 231

Kelimpahan (sel/liter) 6254 783 859 2071 2527 4090 3535 3186 7932 5159 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

1.3632 2.6054 2.7850 1.3583 2.5987 1.5805 2.3161 2.5745 2.5373 2.4237

Indeks Keseragaman 0.4235 0.8094 0.8652 0.4220 0.8073 0.4910 0.7195 0.7998 0.7882 0.7530 Indeks Dominasi 0.4245 0.0930 0.0789 0.5142 0.1100 0.4160 0.1366 0.1005 0.1090 0.1516 Zooplankton 1. Protozoa

Protoperidium 60 0 33 47 147 245 38 67 58 79 Prorocentrum 8 5 4 12 21 40 10 12 10 278 Dinophysis 8 4 2 15 33 59 11 15 12 34 Acanthocystis 8 6 3 8 18 651 4 18 0 27 Eutinnus 8 4 0 10 25 71 8 9 10 14

2. Aschelminthes Ecentrum 8 7 3 8 40 63 8 16 12 52 Ploesoma 8 2 0 4 30 42 7 14 10 20

Kelimpahan (sel/liter) 108 28 45 104 314 1171 86 151 112 504 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

1.4833 1.7288 0.9420 1.6325 1.6252 1.3661 1.6629 1.6712 1.4665 1.4193

Indeks Keseragaman 0.7623 0.8884 0.4841 0.8389 0.8352 0.7021 0.8545 0.8588 0.7536 0.7294 Indeks Dominasi 0.3416 0.1862 0.5565 0.2609 0.2697 0.3644 0.2512 0.2506 0.3151 0.3492

Page 130: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

109

Bulan pengamatan : Juni 2006

Phylum Stasiun Pengamatan Genera St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10

Phytoplankton 1. Cyanophyta

Aphanothece 225 45 782 123 210 445 125 0 721 0 Polycytis 27 76 0 214 231 1021 732 1321 642 69

2. Chlorophytta Closteriopsis 21 0 234 152 123 231 0 576 121 25

3. Chrysophyta Campyloneis 45 45 0 42 0 0 542 112 21 132 Climacosphenia 29 172 112 0 112 132 1251 345 0 735 Bidhulpia 0 34 234 1120 0 231 231 0 112 90 Ceratium 115 72 0 0 1102 0 0 351 721 0 chaetoceros 201 15 124 242 162 0 321 0 27 1423 Coscinusdiscus 24 31 95 1102 1201 0 1121 0 112 451 Diploneis 16 113 0 222 0 1121 0 23 406 0 Cyclotella 24 13 123 0 125 321 325 0 231 267 Diatoma 15 2126 241 621 0 123 25 0 1121 0 Distephanus 34 115 8 112 171 0 275 251 98 69 Epithemia 0 117 112 0 221 112 0 12 153 372 Eunotia 23 335 0 114 0 607 1213 23 521 27 Pleurosigma 14 238 0 231 112 125 0 231 0 0 Gyrosigma 49 2241 123 112 107 0 1264 21 38 565 Hemiaulus 0 215 514 0 231 13 0 0 215 235 Eucampia 125 0 15 0 102 0 0 235 34 742 Nitszchia 3725 1232 0 12 0 201 27 15 0 176 Fragilaria 121 0 124 412 0 0 29 536 0 0 Thalassiosira 198 0 982 0 0 174 0 2231 567 523 Rhizosolenia 130 12 27 12 0 1015 62 1142 0 356 Lauderia 0 126 1123 124 25 0 31 0 795 712 Thalassiotrix 295 48 474 0 130 132 712 1446 352 231

Kelimpahan (sel/liter) 5456 7421 5447 4967 4365 6004 8286 8871 7008 7200 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

1.4416 1.9888 2.3826 2.3182 2.2630 2.3789 2.3704 2.2037 2.5968 2.5746

Indeks Keseragaman 0.4479 0.6179 0.7402 0.7202 0.7030 0.7391 0.7364 0.6846 0.8067 0.7998 Indeks Dominasi 0.4758 0.2066 0.1210 0.1348 0.1578 0.1180 0.1105 0.1419 0.0896 0.0951 Zooplankton 1. Protozoa

Protoperidium 69 46 86 70 37 135 54 34 58 45 Prorocentrum 11 9 32 57 35 25 26 22 12 40 Dinophysis 9 15 17 67 15 32 7 12 10 78 Acanthocystis 2 28 8 65 32 131 23 17 5 82 Eutinnus 11 6 19 32 15 92 0 19 7 23

2. Aschelminthes Ecentrum 6 7 23 46 35 71 11 12 8 22 Ploesoma 4 9 30 73 32 45 0 35 12 34

Kelimpahan (sel/liter) 112 120 215 410 201 531 121 151 112 324 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

1.3045 1.6711 1.7015 1.9159 1.8927 1.7885 1.3889 1.8644 1.5357 1.8300

Indeks Keseragaman 0.6704 0.8588 0.8744 0.9846 0.9727 0.9191 0.7138 0.9581 0.7892 0.9404 Indeks Dominasi 0.4098 0.2342 0.2285 0.1507 0.1564 0.1864 0.2931 0.1668 0.3101 0.1772

Page 131: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

110

Bulan Pengamatan : Juli 2006

Phylum Stasiun Pengamatan Genera St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10

Phytoplankton 1. Cyanophyta

Aphanothece 1232 16 871 98 2245 0 222 132 432 79 Polycytis 136 2341 124 513 1451 398 567 0 227 889

2. Chlorophytta Closteriopsis 27 65 0 132 321 3251 121 1134 0 121

3. Chrysophyta Campyloneis 72 123 98 0 981 0 435 98 35 675 Climacosphenia 0 831 342 115 145 754 0 115 0 567 Bidhulpia 135 123 0 789 0 884 521 121 56 357 Ceratium 0 82 453 123 61 0 25 56 24 215 chaetoceros 98 513 98 156 901 19 79 45 32 456 Coscinusdiscus 135 0 123 998 742 542 0 12 232 71 Diploneis 18 98 0 121 32 114 65 0 222 65 Cyclotella 35 10 87 15 0 241 0 234 0 1456 Diatoma 37 189 376 342 0 111 35 27 998 0 Distephanus 5 25 234 171 59 31 221 571 124 69 Epithemia 35 15 88 87 23 0 227 15 1123 0 Eunotia 321 212 231 17 0 572 435 21 231 0 Pleurosigma 0 123 231 782 131 0 342 224 567 322 Gyrosigma 175 0 123 79 0 167 678 25 42 0 Hemiaulus 12 312 432 166 0 25 324 0 343 35 Eucampia 2131 18 18 18 88 0 15 45 456 0 Nitszchia 0 988 12 11 27 332 0 563 0 234 Fragilaria 321 12 67 512 23 0 12 332 0 213 Thalassiosira 301 41 751 12 0 434 32 213 787 0 Rhizosolenia 143 96 0 112 12 81 0 324 95 0 Lauderia 25 0 823 78 15 0 12 168 0 35 Thalassiotrix 795 48 404 58 51 34 324 746 452 431

Kelimpahan (sel/liter) 6189 6281 5986 5505 7308 7990 4692 5221 6478 6290 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

2.1321 2.1245 2.6743 2.5975 2.0013 2.0735 2.5845 2.5302 2.5277 2.4492

Indeks Keseragaman 0.6624 0.6600 0.8308 0.8070 0.6217 0.6442 0.8029 0.7860 0.7853 0.7609 Indeks Dominasi 0.1857 0.1944 0.0854 0.1010 0.1804 0.2055 0.0879 0.1080 0.0990 0.1136 Zooplankton 1. Protozoa

Protoperidium 45 25 17 3 155 43 23 32 35 78 Prorocentrum 25 17 13 3 24 132 15 12 45 58 Dinophysis 7 27 0 12 10 45 7 21 12 111 Acanthocystis 3 25 5 12 0 131 11 0 6 129 Eutinnus 9 14 11 12 19 111 13 12 3 45

2. Aschelminthes Ecentrum 8 4 0 0 78 76 8 9 5 27 Ploesoma 7 12 19 5 29 35 12 12 11 64

Kelimpahan (sel/liter) 104 124 65 47 315 573 89 98 117 512 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

1.5798 1.8331 1.5301 1.6353 1.3892 1.8264 1.8759 1.6863 1.5654 1.8409

Indeks Keseragaman 0.8118 0.9420 0.7863 0.8404 0.7139 0.9386 0.9640 0.8666 0.8044 0.9461 Indeks Dominasi 0.2683 0.1707 0.2284 0.2150 0.3224 0.1760 0.1642 0.2060 0.2619 0.1727

Page 132: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

111

Bulan Pengamatan : Agustus 2006

Phylum Stasiun Pengamatan Genera St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10

Phytoplankton 1. Cyanophyta

Aphanothece 341 231 0 77 234 552 125 298 324 57 Polycytis 212 142 221 345 0 545 156 456 34 56

2. Chlorophytta Closteriopsis 0 125 0 125 567 2256 0 998 0 231 3. Chrysophyta

Campyloneis 111 0 782 0 111 215 137 254 67 445 Climacosphenia 0 878 0 345 236 112 556 132 445 0 Bidhulpia 765 0 343 234 767 0 341 342 121 0 Ceratium 0 121 0 752 0 334 0 231 333 671 chaetoceros 0 765 112 0 1238 29 56 0 51 342 Coscinusdiscus 246 0 454 565 0 321 321 26 121 0 Diploneis 0 213 0 99 561 99 524 21 90 345 Cyclotella 76 112 234 0 12 454 0 0 334 115 Diatoma 0 989 0 231 265 0 67 123 321 456 Distephanus 11 231 78 421 77 342 324 321 0 1134 Epithemia 65 232 56 0 26 21 235 0 2321 1221 Eunotia 0 56 0 121 45 56 0 56 67 0 Pleurosigma 251 67 89 546 99 21 65 123 0 231 Gyrosigma 222 345 0 77 88 0 777 400 889 222 Hemiaulus 399 0 121 245 15 32 231 0 123 434 Eucampia 0 112 0 54 57 0 158 279 0 55 Nitszchia 667 0 17 0 454 343 0 125 124 567 Fragilaria 454 106 0 432 999 0 35 0 678 32 Thalassiosira 546 0 251 0 651 467 56 567 0 565 Rhizosolenia 224 125 112 116 15 89 294 1234 0 321 Lauderia 113 0 671 56 25 12 27 189 0 56 Thalassiotrix 355 331 415 67 25 103 324 678 581 0

Kelimpahan (sel/liter) 5058 5181 3956 4908 6567 6403 4809 6853 7024 7556 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

2.5835 2.5197 2.3767 2.6586 2.4763 2.3013 2.6875 2.6372 2.2946 2.6471

Indeks Keseragaman 0.8026 0.7828 0.7384 0.8260 0.7693 0.7149 0.8349 0.8193 0.7129 0.8224 Indeks Dominasi 0.0875 0.1072 0.1138 0.0842 0.1069 0.1624 0.0827 0.0910 0.1557 0.0873 Zooplankton 1. Protozoa

Protoperidium 25 112 6 4 98 35 24 55 32 65 Prorocentrum 51 8 5 2 121 195 17 0 25 76 Dinophysis 5 76 5 9 12 78 9 35 17 99 Acanthocystis 5 39 0 13 8 76 9 25 10 125 Eutinnus 11 45 4 10 9 56 15 10 6 55

2. Aschelminthes Ecentrum 5 8 5 2 26 56 7 13 8 20 Ploesoma 11 33 3 5 37 75 11 13 14 64

Kelimpahan (sel/liter) 113 321 28 45 311 571 92 151 112 504 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

1.5602 1.6579 1.7703 1.7509 1.5142 1.8005 1.8630 1.6065 1.7998 1.8468

Indeks Keseragaman 0.8018 0.8520 0.9098 0.8998 0.7781 0.9253 0.9574 0.8256 0.9249 0.9490 Indeks Dominasi 0.2775 0.2240 0.1735 0.1970 0.2748 0.1932 0.1680 0.2330 0.1861 0.1691

Page 133: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

112

Bulan Pengamatan : September 2006

Phylum Stasiun Pengamatan Genera St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10

Phytoplankton 1. Cyanophyta

Aphanothece 231 112 125 0 253 52 0 1198 0 157 Polycytis 67 786 67 345 34 545 175 1456 0 412

2. Chlorophytta Closteriopsis 0 345 34 123 67 2256 0 98 1132 0

3. Chrysophyta Campyloneis 234 231 0 23 111 215 0 254 0 1123 Climacosphenia 0 456 44 312 0 112 57 132 46 0 Bidhulpia 656 12 232 0 677 0 352 0 1123 12 Ceratium 0 0 445 721 0 345 0 233 0 531 chaetoceros 12 234 45 323 0 29 52 0 55 42 Coscinusdiscus 445 0 0 565 56 231 0 37 123 0 Diploneis 0 237 347 99 0 976 523 0 95 45 Cyclotella 121 262 0 121 12 454 0 1112 336 0 Diatoma 75 667 0 231 217 0 87 0 123 57 Distephanus 45 345 121 421 72 43 24 322 0 1234 Epithemia 165 215 99 0 27 215 235 0 1234 0 Eunotia 667 67 54 121 0 637 0 65 12 1231 Pleurosigma 275 124 127 546 0 20 561 0 98 21 Gyrosigma 342 0 222 77 0 232 0 441 0 234 Hemiaulus 245 0 565 445 0 33 1231 12 243 0 Eucampia 561 0 0 56 0 115 158 0 256 0 Nitszchia 245 1221 352 0 454 443 25 135 0 435 Fragilaria 542 0 555 444 99 0 115 0 665 0 Thalassiosira 778 81 672 0 2499 656 0 0 46 67 Rhizosolenia 345 421 31 111 15 891 294 23 0 123 Lauderia 325 299 997 55 125 0 1127 0 123 0 Thalassiotrix 282 362 757 67 235 103 327 78 81 631

Kelimpahan (sel/liter) 6658 6477 5891 5206 4953 8603 5343 5596 5791 6355 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

2.8057 2.6470 2.5786 2.6940 1.7911 2.4916 2.2864 2.0680 2.2267 2.2187

Indeks Keseragaman 0.8717 0.8223 0.8011 0.8369 0.5564 0.7741 0.7103 0.6424 0.6918 0.6893 Indeks Dominasi 0.0692 0.0886 0.0940 0.0800 0.2906 0.1180 0.1342 0.1682 0.1438 0.1348 Zooplankton 1. Protozoa

Protoperidium 15 0 9 9 35 32 0 52 23 23 Prorocentrum 25 8 5 12 53 91 18 3 22 15 Dinophysis 10 4 9 26 0 18 21 13 16 23 Acanthocystis 0 9 0 17 12 16 0 15 0 25 Eutinnus 9 10 8 15 19 0 25 12 9 13

2. Aschelminthes Ecentrum 0 12 7 0 12 16 9 0 9 15 Ploesoma 10 18 25 5 0 13 16 5 13 0

Kelimpahan (sel/liter) 69 61 63 84 131 186 89 100 92 114 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

1.5251 1.7039 1.6300 1.6792 1.4367 1.4866 1.5609 1.3993 1.7242 1.7600

Indeks Keseragaman 0.7838 0.8756 0.8377 0.8629 0.7383 0.7639 0.8021 0.7191 0.8861 0.9044 Indeks Dominasi 0.2376 0.1959 0.2331 0.2041 0.2729 0.2980 0.2180 0.3276 0.1890 0.1771

Page 134: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

113

Bulan Pengamatan : Oktober 2006

Phylum Stasiun Pengamatan Genera St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10

Phytoplankton 1. Cyanophyta

Aphanothece 1231 67 3541 0 1132 621 231 0 2541 67 Polycytis 154 87 1112 0 321 121 112 0 213 561

2. Chlorophytta Closteriopsis 13 321 0 2231 0 652 25 1265 0 15

3. Chrysophyta Campyloneis 0 432 26 125 26 0 345 3271 16 78 Climacosphenia 15 87 0 542 0 652 0 89 1123 0 Bidhulpia 451 0 0 18 76 0 321 17 0 98 Ceratium 112 57 15 645 0 0 12 1231 0 1151 chaetoceros 0 1123 0 2421 0 0 0 76 787 0 Coscinusdiscus 46 78 23 68 0 542 17 123 0 234 Diploneis 15 452 0 132 12 76 0 0 111 9 Cyclotella 321 0 231 0 0 45 113 0 95 231 Diatoma 117 453 12 0 342 0 0 1651 561 0 Distephanus 47 321 0 652 0 112 0 0 12 0 Epithemia 0 543 0 25 0 0 3421 0 76 2341 Eunotia 1231 0 1123 0 12 0 0 1263 0 78 Pleurosigma 0 1165 0 666 0 112 89 0 132 216 Gyrosigma 0 231 12 123 52 0 15 651 12 1121 Hemiaulus 111 12 754 0 0 135 0 561 0 89 Eucampia 521 0 115 234 0 0 1345 0 132 15 Nitszchia 134 0 445 25 55 785 25 0 0 651 Fragilaria 521 12 56 144 0 123 76 0 0 85 Thalassiosira 0 113 72 1321 0 878 38 0 121 17 Rhizosolenia 667 65 0 27 231 1113 0 0 0 542 Lauderia 132 325 0 0 5321 234 989 0 0 12 Thalassiotrix 189 67 0 55 38 4321 321 0 1367 0

Kelimpahan (sel/liter) 6028 6011 7537 9454 7618 10522 7495 10198 7299 7611 Rata-Rata Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

2.3786 2.4950 1.6399 2.1371 1.0945 2.0680 1.7790 1.9093 1.9248 2.1854

Indeks Keseragaman 0.7390 0.7751 0.5095 0.6639 0.3400 0.6425 0.5527 0.5932 0.5980 0.6789 Indeks Dominasi 0.1228 0.1086 0.2795 0.1599 0.5149 0.2074 0.2654 0.1818 0.1998 0.1604 Zooplankton 1. Protozoa

Protoperidium 7 5 0 7 16 0 7 42 0 21 Prorocentrum 13 3 17 10 13 19 10 0 26 0 Dinophysis 9 7 0 21 17 0 15 0 34 0 Acanthocystis 6 2 12 0 0 23 0 11 18 28 Eutinnus 12 0 9 8 0 23 22 9 0 20

2. Aschelminthes Ecentrum 5 24 0 9 42 7 25 5 0 19 Ploesoma 12 34 35 23 0 10 28 9 9 13

Kelimpahan (sel/liter) 64 75 73 78 88 82 107 76 87 101 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

1.8905 1.3506 1.2467 1.6758 1.2631 1.5186 1.6911 1.2918 1.2888 1.5811

Indeks Keseragaman 0.9715 0.6940 0.6407 0.8612 0.6491 0.7804 0.8691 0.6639 0.6623 0.8125 Indeks Dominasi 0.1582 0.3234 0.3263 0.2078 0.3200 0.2332 0.1980 0.3587 0.2955 0.2113

Page 135: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

114

Lampiran 2. Tabel hasil analisis bentos di Perairan Teluk Tamiang dari Mei s/d Oktober 2006 Bulan Pengamaran : Mei 2006

Stasiun Pengamatan Famili/Spesies St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10

Olividae Oliva sp

0

667

0

4

0

25

0

37

12

44

Epitoniidae Epitonium Trifasciatum Epitonium lamellosa Epitonium scalase

0 2 1

0 0 0

3 23 0

0 0 3

0 0 12

31 0 0

0 15 0

0 0 1

23 0 0

133 0 0

Tellinidae Tellina sp

0

133

0

0

0

52

0

33

45

2222

Veneridae Pitar manillae Donsinia insularum Gafrarium tumidum Placamen chlorotica Donax (latona) cuneatus Dosinia insilarum

4 0 2 1 0 0

0 0 0 0

178 0

0 1 8 19 0 2

6 12 0 0 0 3

0 0 0 0 17 0

0 0 0 0 50 0

0 0 21 0 0 0

0 0 0 0 72 0

7 23 0 0 52 0

0 0 0 0

2444 0

Arcidae Barbatia decussota Barbatia candida Achatina Fulicia

0 1 3

0 0 89

2 3 0

0 0 0

0 0 23

1 5 0

7 11 0

0 0 0

0 0 11

0 0

222 Niticidae Natica vitellus Natica canrena

1 2

0 0

0 0

12 0

0 7

0 6

0 1

11 8

0 0

0 0

Dentalidae Dentalium longtrorsium Dentalium elephantium

0 0

0 0

4 2

0 15

0 0

0 0

12 0

0 0

0 0

0 0

Ovulidae Phenacovolca angasi Pholas orieantalis Prionovula fruticum

19 0 0

0

489 0

0 0 1

0 0 23

0 23 0

12 12 0

0 0 0

0 0 0

0 19 0

0

1822 0

Eulimidae Arca sp

0

1600

0

0

53

14

0

12

35

3911

Lucinidae Codakia sp

0

0

1

2

0

0

3

1

0

0

Cardiidae Trachycardium sp Laevicardium crassum Vepricardium fimbiatum Chicoreus (triplex)

0 1 1 0

2 0 0 0

1 0 2 5

0 7 0 0

5 0 5 2

27 0 0 0

2 2 1 1

0 5 2 2

0 0 0 0

2 0 0 44

Buccinidae Pisania fascicullata Cantharus fumosus Placuna placenta Batllaria Zonaks Pisania crocata Brunneus

2 1 0 1 4 0

0 0 0 0 0 0

4 5 1 0 2 1

0 0 3 4 0 8

0 0 0 26 0 0

0 0 11 0 8 4

2 1 0 0 0 0

2 1 1 0 0 0

0 0 16 26 0 0

0 0 89

1644 0 0

Concellariidae Cancellaria longitrorsum Corbicula Javana Cancellaria oblonga

1 1 0

0 89 0

2 0 6

5 0 16

0 0 0

0 13 0

0 0 0

1 0 1

0 12 0

0

222 0

Mitridae Imbricaria olivaefromis Mitrapelliserpentis Mitra avenacea Mitra eremitarum Imbricaria conularis

5 1 0 0 0

0 0 0 0 0

0 0 7 0 1

0 3 0 11 3

0 6 0 0 9

1 1 7 0 0

3 2 1 0 1

0 0 0 0 0

0 0 1 0 0

0 0 0 0 0

Nassariidae Nassarius venustus Nassarius livescens

0 0

0 0

1 3

4 3

0 0

0 0

1 1

0 2

0 0

0 0

Jumlah Spesies 20 7 26 20 12 17 19 17 13 12 Kelimpahan (sel/liter) 74 3254 136 167 200 297 107 209 295 12811 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) 3.5128 2.0930 3.9687 3.9613 3.1115 3.5545 3.4017 2.7509 3.3813 2.5775 Indeks Keseragaman 2.7000 2.4766 2.8048 3.0448 2.8833 2.8888 2.6602 2.2357 3.0354 2.3884 Indeks Dominasi 0.1557 0.3139 0.0975 0.0786 0.1470 0.1082 0.1320 0.2175 0.1102 0.1975

Page 136: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

115

Bulan Pengamatan : Juni 2006 Stasiun Pengamatan

Famili/Spesies St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10

Olividae Oliva sp

2

235

2

5

17

0

0

0

15

2

Epitoniidae Epitonium Trifasciatum Epitonium lamellosa Epitonium scalase

3 2 3

0 0 0

5 12 0

1 5 3

0 0 16

22 0 0

0 5 0

3 7 0

5 5 2

27 2 0

Tellinidae Tellina sp

12

133

0

0

0

52

0

33

45

2222

Veneridae Pitar manillae Donsinia insularum Gafrarium tumidum Placamen chlorotica Donax (latona) cuneatus Dosinia insilarum

5 0 5 4 5 5

0 3 0 0 80 0

5 0 3 6 0 4

0 15 5 12 0 3

14 5 0 3 12 0

7 0 7 0 21 0

21 0 17 23 8 0

0 7 6 0 0 12

8 15 0 5 23 0

0 0 0 0

213 0

Arcidae Barbatia decussota Barbatia candida Achatina Fulicia

8 3 5

0 0 63

3 0 5

2 0 0

0 7 17

1 0 5

7 11 0

4 15 0

2 0 9

0 0

215 Niticidae Natica vitellus Natica canrena

5 1

0 0

2 1

8 0

0 8

4 3

0 0

9 5

0 0

3 0

Dentalidae Dentalium longtrorsium Dentalium elephantium

5 6

0 3

3 0

0 0

2 7

0 6

8 0

0 4

1 0

0 0

Ovulidae Phenacovolca angasi Pholas orieantalis Prionovula fruticum

12 0 3

0 57 0

3 0 5

0 4 16

0 19 4

9 9 0

0 7 7

3 9 0

0 0 0

0

723 0

Eulimidae Arca sp

7

49

38

0

24

0

71

0

15

343

Lucinidae Codakia sp

7

0

0

0

0

4

0

8

0

0

Cardiidae Trachycardium sp Laevicardium crassum Vepricardium fimbiatum Chicoreus (triplex)

5 0 7 0

0 7 0 0

0 0 6 0

7 0 0 0

0 5 0 9

15 0 0 0

0 4 7 0

3 1 0 2

0 0 5 0

2 0 0 29

Buccinidae Pisania fascicullata Cantharus fumosus Placuna placenta Batllaria Zonaks Pisania crocata Brunneus

7 5 4 0 0 3

0 0 0 0 12 0

0 0 0 0 0 0

8 13 0 0 4 0

0 4 0 8 0 5

0 0 6 1 7 0

6 0 0 0 0 7

0 0 0 0 5 0

12 8 12 15 0 0

0 0 51 356 0 0

Concellariidae Cancellaria longitrorsum Corbicula Javana Cancellaria oblonga

6 45 0

0 0 0

0 6 0

1 0 0

9 0 0

0 7 0

0 0 8

7 0 1

0 7 15

12

2484 0

Mitridae Imbricaria olivaefromis Mitrapelliserpentis Mitra avenacea Mitra eremitarum Imbricaria conularis

7 5 12 3 7

0 0 0 0 0

7 1 0 0 0

0 3 0 11 3

0 0 5 0 0

12 0 0 5 0

0 0 0 0 7

0 0 0 7 0

15 0 0 0 4

8 0 17 0 5

Nassariidae Nassarius venustus Nassarius livescens

8 0

0 0

0 0

0 0

12 0

0 12

0 0

7 8

0 0

7 0

Jumlah Spesies 35 10 20 18 23 20 19 23 21 21 Kelimpahan (sel/liter) 267 544 141 135 247 178 253 178 246 2806 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener) 4.6780 2.4706 3.6620 3.8334 4.2822 4.0022 3.6038 4.2517 4.1005 3.1023 Indeks Keseragaman 2.8639 1.5125 2.2419 2.3468 2.6215 2.4501 2.2062 2.6029 2.5103 1.8992 Indeks Dominasi 0.0612 0.2525 0.1313 0.0823 0.0584 0.0745 0.1300 0.0621 0.0658 0.1482

Page 137: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

116

Bulan Pengamatan : Juli 2006 Stasiun Pengamatan

Famili/Spesies St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10

Olividae Oliva sp

56

23

0

0

0

12

0

9

7

21

Epitoniidae Epitonium Trifasciatum Epitonium lamellosa Epitonium scalase

6 0 6

0 5 2

0 19 0

9 0 0

0 0 7

23 0 4

0 9 0

0 4 0

51 0 4

70 0 0

Tellinidae Tellina sp

0

59

0

5

0

28

0

12

17

359

Veneridae Pitar manillae Donsinia insularum Gafrarium tumidum Placamen chlorotica Donax (latona) cuneatus Dosinia insilarum

7 0 4 5 25 5

0 0 0 0 29 0

4 5 0 10 0 0

0 10 0 0 0 8

12 0 0 0 8 0

0 5 0 6 33 0

5 0 18 0 0 7

0 0 0 2 0 0

2 17 0 0 40 0

2 0 5 0

344 0

Arcidae Barbatia decussota Barbatia candida Achatina Fulicia

0 5 9

0 0 58

5 0 0

0 8 0

0 0 13

0

111 0

3 0 0

0 7 0

5 0 6

0 0 58

Niticidae Natica vitellus Natica canrena

0 7

4 0

0 0

5 0

2 0

0 0

0 0

6 0

5 0

0 0

Dentalidae Dentalium longtrorsium Dentalium elephantium

5 4

0 0

0 0

3 0

0 21

0 0

25 4

0 0

7 4

0 0

Ovulidae Phenacovolca angasi Pholas orieantalis Prionovula fruticum

6 0 7

0 29 0

0 12 0

0 0 0

0 0 0

7 0 0

0 0 12

0 0 0

0 32 0

0

561 0

Eulimidae Arca sp

45

0

231

0

0

6

0

6

14

324

Lucinidae Codakia sp

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Cardiidae Trachycardium sp Laevicardium crassum Vepricardium fimbiatum Chicoreus (triplex)

2 0 7 19

0 0 4 0

0 5 0 0

4 0 0 0

0 0 0 4

13 0 0 0

0 0 0 0

10 12 71 2

0 0 0 0

0 0 0

112 Buccinidae Pisania fascicullata Cantharus fumosus Placuna placenta Batllaria Zonaks Pisania crocata Brunneus

0 0 7 0 7 0

0 4 0 5 0 0

0 0 0 0 0 0

7 0 6 0 0 0

0 0 0 13 42 0

0 0

112 0 0 8

0 0 0 8 0 0

4 0 0 0 4 0

0 0 0 77 0 0

5 0 27 386 0 0

Concellariidae Cancellaria longitrorsum Corbicula Javana Cancellaria oblonga

6 12 0

0 0 7

0 62 6

8 0 0

0 0 45

0 0 6

6 31 0

0 0 8

0 9 8

0

175 0

Mitridae Imbricaria olivaefromis Mitrapelliserpentis Mitra avenacea Mitra eremitarum Imbricaria conularis

0 0 3 12 0

18 3 0 0 0

0 0 4 0 0

4 22 0 8 6

0 0 0 0 7

0 0 0 0 0

8 0 0 55 1

0 0 0 0 6

8 61 1 0 0

0

251 0 0 0

Nassariidae Nassarius venustus Nassarius livescens

5 0

0 5

7 0

8 0

0 7

0 0

0 0

31 9

0 0

0 21

Jumlah Spesies 27 15 11 15 12 14 14 15 18 15 Kelimpahan (sel/liter) 318 270 375 136 193 388 213 216 392 2736 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

4.1539 3.1593 1.8860 3.8238 3.0908 2.8714 3.2859 3.2595 3.5433 3.2285

Indeks Keseragaman 2.9021 2.6863 1.8110 3.2513 2.8640 2.5053 2.8670 2.7714 2.8228 2.7451 Indeks Dominasi 0.0851 0.1471 0.4375 0.0818 0.1509 0.1990 0.1386 0.1689 0.1149 0.1259

Page 138: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

117

Bulan Pengamatan : Agustus 2006 Stasiun Pengamatan

Famili/Spesies St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10

Olividae Oliva sp

44

17

0

0

0

5

77

0

0

52

Epitoniidae Epitonium Trifasciatum Epitonium lamellosa Epitonium scalase

7 0 0

0 0 5

0 14 0

5 0 0

0 0

115

17 0 0

0 8 0

0 4 5

15 0 0

222 0 0

Tellinidae Tellina sp

0

121

0

0

12

25

0

17

454

76

Veneridae Pitar manillae Donsinia insularum Gafrarium tumidum Placamen chlorotica Donax (latona) cuneatus Dosinia insilarum

9 10 8 7 0 9

0 0 0 0

112 0

7 0 0 7 0 0

0 0 4 0 0 0

0 15 0 0 5 0

0 0 0 12 28 0

0 6 12 0 0 0

0 0 7 0 22 0

16 17 0 0 17 0

0 0 0 0 52 0

Arcidae Barbatia decussota Barbatia candida Achatina Fulicia

10 0 0

0 0 55

0 0 0

4 7 0

0 0 12

0 0 0

9 0 6

0 9 0

0 0 0

0 0 56

Niticidae Natica vitellus Natica canrena

10 6

0 0

0 0

0 0

9 0

0 15

0 0

5 0

0 9

0 0

Dentalidae Dentalium longtrorsium Dentalium elephantium

5 5

0 0

0 7

6 10

0 5

0 0

45 4

5 0

0 0

2 0

Ovulidae Phenacovolca angasi Pholas orieantalis Prionovula fruticum

20 234 0

0 17 0

7 0 0

0 0 14

0 0 0

0 8 0

7 7 4

0 0 0

0 10 0

0

455 0

Eulimidae Arca sp

0

55

0

0

34

0

0

0

12

434

Lucinidae Codakia sp

33

0

9

0

0

0

6

0

0

0

Cardiidae Trachycardium sp Laevicardium crassum Vepricardium fimbiatum Chicoreus (triplex)

5 0 55 0

0 0 0 5

0 0 0 3

0 0 0 1

45 71 0 0

0 0 0 0

0 0 34 0

0 7 0 0

0 0 0 0

0 0 0 22

Buccinidae Pisania fascicullata Cantharus fumosus Placuna placenta Batllaria Zonaks Pisania crocata Brunneus

5 0 0 0 7 10

5 4 0 4 0 0

0 0 9 0 0 0

0 0 0 0 0 0

31 22 0 13 0 0

0 0 0 0 0 8

0 0 12 0

130 0

0 0 9 0 0 99

22 0 12 0 0 0

0 0 55 343 0 0

Concellariidae Cancellaria longitrorsum Corbicula Javana Cancellaria oblonga

0 5 0

4 64 0

0 0 3

12 0 23

0 5 0

0 4 0

0 0 0

13 0 9

0 12 0

0 45 0

Mitridae Imbricaria olivaefromis Mitrapelliserpentis Mitra avenacea Mitra eremitarum Imbricaria conularis

5 6 5 4 5

5 12 0 4 0

0 0 0 0 7

0 0 12 0 0

0 6 0 5 0

5 0 4 0 8

0 0 0 5 0

0 0 0 0 0

0 44 0 0 4

0 0 0 0 0

Nassariidae Nassarius venustus Nassarius livescens

4 6

5 8

0 9

0 3

12 4

0 0

81 1

0 2

22 0

0 0

Jumlah Spesies 24 18 11 11 19 13 17 15 13 13 Kelimpahan (sel/liter) 572 520 93 112 446 157 477 233 683 1833 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

3.4236 3.1636 3.3495 3.2510 3.4795 3.3877 3.1901 2.9364 2.0372 2.8557

Indeks Keseragaman 2.4805 2.5202 3.2164 3.1218 2.7210 3.0412 2.5926 2.4967 1.8288 2.5636 Indeks Dominasi 0.2078 0.1520 0.1044 0.1240 0.1316 0.1141 0.1575 0.2358 0.4696 0.1758

Page 139: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

118

Bulan Pengamatan : September 2006 Stasiun Pengamatan

Famili/Spesies St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10

Olividae Oliva sp

33

51

22

0

0

0

6

45

33

18

Epitoniidae Epitonium Trifasciatum Epitonium lamellosa Epitonium scalase

0 0 4

0 0 0

0 16 0

0 0 8

22 0 14

0 0 0

4 21 0

0 2 0

21 0 0

34 0 0

Tellinidae Tellina sp

0

33

0

0

7

34

0

61

45

456

Veneridae Pitar manillae Donsinia insularum Gafrarium tumidum Placamen chlorotica Donax (latona) cuneatus Dosinia insilarum

9 0 10 5 0 0

4 0 0 0

551 0

0 0 0 0 0 2

0 9 5 4 0 8

33 0 0 0 15 0

0 0 0 0 0 0

0 0 15 6 0 8

0 0 0 0 66 0

15 41 4 0 35 0

0 0 0 0

352 0

Arcidae Barbatia decussota Barbatia candida Achatina Fulicia

0 6 12

0 0 70

7 12 0

0 0 0

0 0 35

10 8 5

8 8 0

8 0 0

0 0 25

3 0

321 Niticidae Natica vitellus Natica canrena

5 6

0 5

0 0

0 0

0 9

0 4

0 4

0 12

21 0

0 0

Dentalidae Dentalium longtrorsium Dentalium elephantium

6 3

0 0

0 2

0 21

42 0

0 0

25 0

0 0

12 0

0 0

Ovulidae Phenacovolca angasi Pholas orieantalis Prionovula fruticum

21 0 0

0 55 0

0 0 6

3 8 38

0 12 0

15 21 0

0 0 45

3 0 0

0

444 0

0

521 0

Eulimidae Arca sp

22

432

0

0

0

61

0

0

24

342

Lucinidae Codakia sp

0

0

0

8

0

0

7

24

0

0

Cardiidae Trachycardium sp Laevicardium crassum Vepricardium fimbiatum Chicoreus (triplex)

0 4 0 22

4 0 21 0

4 0 0 0

0 56 14 21

4 0 0 5

23 0 21 0

0 8 0 0

0 0 0 2

0 7 51 0

2 0 0 21

Buccinidae Pisania fascicullata Cantharus fumosus Placuna placenta Batllaria Zonaks Pisania crocata Brunneus

1 0 4 8 8 6

5 0 0 0 0 0

8 8 0 4 4 6

2 0 24 0 0 8

0 0 0 25 0 0

0 0 22 0 8 4

442 21 0 0 0 0

0 0 0 0 5 4

0 12 21 63 0 0

0 0

231 452 0 0

Concellariidae Cancellaria longitrorsum Corbicula Javana Cancellaria oblonga

6 5 0

0 44 0

2 0 0

32 0 14

0 0 5

0 24 0

0 0 0

4 0 7

0 25 0

0

216 0

Mitridae Imbricaria olivaefromis Mitrapelliserpentis Mitra avenacea Mitra eremitarum Imbricaria conularis

0 4 0 21 0

0 0 0 22 0

32 0 0 0 6

0 32 6 0 0

0 6 0 34 12

4 5 7 0 0

3 0 3 2 4

0 0 0 0 0

0 4 1 0 0

0 0 0 0 0

Nassariidae Nassarius venustus Nassarius livescens

0 0

12 0

0 0

6 0

0 6

0 0

8 8

0 2

0 0

0 0

Jumlah Spesies 23 14 16 21 17 16 21 14 20 13 Kelimpahan (sel/liter) 254 1329 157 348 303 292 677 259 924 2982 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

4.1762 2.3528 3.5274 3.9138 3.7263 3.6226 2.1613 2.8635 2.9810 3.0878

Indeks Keseragaman 3.0668 2.0528 2.9295 2.9600 3.0284 3.0085 1.6346 2.4984 2.2913 2.7720 Indeks Dominasi 0.0697 0.2920 0.1133 0.0842 0.0895 0.1043 0.4640 0.1835 0.2612 0.1281

Page 140: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

119

Bulan Pengamatan : Oktober 2006 Stasiun Pengamatan

Famili/Spesies St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6 St 7 St 8 St 9 St 10 Olividae Oliva sp

22

45

0

4

0

32

0

0

12

56

Epitoniidae Epitonium Trifasciatum Epitonium lamellosa Epitonium scalase

0 6 6

0 0 0

8 22 3

0 0 6

0 0 12

25 4 0

8 26 0

0 0 3

54 9 0

342 0 0

Tellinidae Tellina sp

4

85

0

0

23

0

0

23

12

432

Veneridae Pitar manillae Donsinia insularum Gafrarium tumidum Placamen chlorotica Donax (latona) cuneatus Dosinia insilarum

8 0 0 1 0 0

0 0 0 0

342 0

3 24 23 30 0 0

6 9 0 0 0 4

6 0 7 6 7 0

0 0 0 0 0 6

0 0 32 0 47 0

0 0 0 0 0 0

12 41 0 0 24 0

0 0 0 0 56 0

Arcidae Barbatia decussota Barbatia candida Achatina Fulicia

0 0 6

0 3 56

6 5 0

0 0 0

0 0 33

6 8 0

2 23 0

0 0 0

3 0 32

0 0

421 Niticidae Natica vitellus Natica canrena

0 2

0 0

0 0

12 0

34 8

0 6

0 3

0 3

2 0

0 0

Dentalidae Dentalium longtrorsium Dentalium elephantium

0 0

0 0

6 2

0 52

0 0

0 0

44 0

0 6

0 0

0 0

Ovulidae Phenacovolca angasi Pholas orieantalis Prionovula fruticum

21 0 0

0

332 0

2 0 0

0 0 12

0 42 0

45 0 5

0 22 0

7 0 0

0 31 0

0

672 0

Eulimidae Arca sp

0

543

0

0

0

24

0

55

23

432

Lucinidae Codakia sp

0

0

4

2

0

5

0

2

0

0

Cardiidae Trachycardium sp Laevicardium crassum Vepricardium fimbiatum Chicoreus (triplex)

0 5 5 0

4 0 6 6

4 6 0 12

0 7 0 0

5 6 5 2

21 0 0 0

22 0 61 4

0 0 2 2

0 4 0 0

2 0 0 24

Buccinidae Pisania fascicullata Cantharus fumosus Placuna placenta Batllaria Zonaks Pisania crocata Brunneus

8 4 0 6 12 0

0 0 0 0 0 0

9 2 6 0 2 4

0 0 3 8 22 44

6 0 0 20 0 0

0 0 12 0 8 0

0 4 0 0 22 0

0 4 2 0 0 23

21 0 24 23 0 0

0 0 65 231 0 0

Concellariidae Cancellaria longitrorsum Corbicula Javana Cancellaria oblonga

6 6 0

0 50 4

0 0 6

12 8 72

0 0 0

0 21 0

0 0 0

6 0 0

0 45 0

0

452 0

Mitridae Imbricaria olivaefromis Mitrapelliserpentis Mitra avenacea Mitra eremitarum Imbricaria conularis

13 4 0 0 0

0 0 0 0 0

0 0 12 0 2

0 4 0 22 12

0 4 0 0 9

8 4 8 0 0

3 4 4 4 8

3 0 0 0 0

0 0 5 0 8

0 0 0 0 0

Nassariidae Nassarius venustus Nassarius livescens

0 0

0 0

8 12

8 5

0 0

0 0

8 4

2 2

0 5

0 0

Jumlah Spesies 19 13 26 22 17 18 21 16 20 13 Kelimpahan (sel/liter) 164 1499 255 356 252 266 376 161 410 3201 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wiener)

3.9265 2.4169 4.2883 3.7648 3.6786 3.7505 3.7530 2.9662 3.9122 3.0487

Indeks Keseragaman 3.0705 2.1697 3.0306 2.8044 2.9897 2.9878 2.8384 2.4633 3.0070 2.7369

Page 141: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

120

Lampiran 3. Hasil analisis Uji beda nyata (Levenes test) Kelimpahan Plankton di Perairan Teluk Tamiang XLSTAT 7.5.3 - k-Samples Comparison of Variances - 17/08/2008 at 15:05:47 Set of the compared groups: workbook = Book1 / sheet = Sheet1 / range = $A$2:$F$10 / 9 rows and 6 columns Significance level: 0,05 Levene's test: mean

Sample Frequency Mean Variance Standard deviation

Standard-error Minimum

First Quartile Median

Third quartile Maximum

6254 9 3371,333 4938496,250 2222,273 740,758 783,000 1565,000 3186,000 4624,500 7932,0005456 9 6618,778 2317988,444 1522,494 507,498 4365,000 5207,000 7008,000 7853,500 8871,0006189 9 6196,778 1032192,694 1015,969 338,656 4692,000 5373,000 6281,000 6893,000 7990,0005058 9 5917,444 1509940,278 1228,796 409,599 3956,000 4858,500 6403,000 6938,500 7556,0006658 9 6023,889 1187637,361 1089,788 363,263 4953,000 5274,500 5791,000 6416,000 8603,0006028 9 8193,889 2272703,611 1507,549 502,516 6011,000 7397,000 7611,000 9826,000 10522,000Levene's test: F (observed value) 1,398 F (critical value) 2,844 DF 1 5 DF 2 48 One-tailed p-value 0,242 Alpha 0,05 Conclusion: At the level of significance Alpha=0,050 the decision is to not reject the null hypothesis of equality of the variances. In other words, the unequality of variances is not significant.

Page 142: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

121

Lampiran 4. Hasil analisis Uji beda nyata (Levenes test) Kelimpahan Bentos di Perairan Teluk Tamiang XLSTAT 7.5.3 - k-Samples Comparison of Variances - 18/08/2008 at 11:17:28 Set of the compared groups: workbook = Book1 / sheet = Sheet1 / range = $A$2:$F$10 / 9 rows and 6 columns Significance level: 0,05 Levene's test: mean

Sample Frequency Mean Variance Standard deviation

Standard-error Minimum

First Quartile Median

Third quartile Maximum

74 9 1941,778 17636559,694 4199,590 1399,863 107,000 151,500 209,000 1775,500 12811,000267 9 525,333 746600,500 864,060 288,020 135,000 159,500 246,000 398,500 2806,000318 9 546,556 682836,528 826,339 275,446 136,000 203,000 270,000 390,000 2736,000572 9 506,000 289878,750 538,404 179,468 93,000 134,500 446,000 601,500 1833,000254 9 807,889 810802,111 900,446 300,149 157,000 275,500 348,000 1126,500 2982,000164 9 752,889 1006655,611 1003,322 334,441 161,000 253,500 356,000 954,500 3201,000 Levene's test: F (observed value) 3,860 F (critical value) 2,844 DF 1 5 DF 2 48 One-tailed p-value 0,005 Alpha 0,05 Conclusion: At the level of significance Alpha=0,050 the decision is to reject the null hypothesis of equality of the variances. In other words, the unequality of variances is significant.

Page 143: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

122

Lampiran 5. Data karakteristik kualitas lingkungan (fisika-kimia air) perairan Teluk Tamiang

WAKTU STASIUN PENGAMATAN Hr/bl/th PARAMETER Satuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

15 Mei 06 0,35 0,27 0,31 0,28 0,26 0,26 0,22 0,21 0,15 0,15 15 Juni 06 Kecepatan Arus (m/dt) 0,36 0,32 0,32 0,35 0,35 0,31 0,17 0,31 0,17 0,15 15 Juli 06 0,40 0,41 0,33 0,36 0,17 0,37 0,22 0,27 0,25 0,05 15 Agt 06 0,35 0,39 0,29 0,32 0,23 0,35 0,25 0,24 0,23 0,12

15 Sept 06 0,40 0,40 0,32 0,35 0,16 0,36 0,21 0,26 0,21 0,12 15 Okt 06 0,39 0,41 0,35 0,35 0,15 0,37 0,23 0,25 0,26 0,11

Rata-rata 0,35 0,37 0,32 0,34 0,33 0,32 0,22 0,21 0,19 0,12 15 Mei 06 28,0 27,0 26,7 29,0 28,0 28,2 29,3 29,2 29,0 28,0 15 Juni 06 Suhu Air (oC) 27,3 27,2 26,3 27,2 27,3 27,0 28,3 28,3 27,0 29,3 15 Juli 06 29,3 28,5 28,4 28,2 26,5 27,3 28,3 29,2 28,7 28,3 15 Agt 06 27,5 27,6 28,2 29,5 28,0 28,3 29,6 28,4 29,0 30,4

15 Sept 06 28,3 28,5 28,3 28,2 27,5 27,3 28,3 28,2 30,2 29,3 15 Okt 06 27,5 28,4 28,5 29,6 29,3 29,4 28,5 29,2 29,7 29,3

Rata-rata 28,0 27,8 28 28,8 27,8 28,2 29 29,1 29,1 29,2

15 Mei 06 10,3 14,3 10,7 7,4 6,9 6,7 4,8 4,8 4,7 4,5 15 Juni 06 Kedalaman (m) 10,2 14,2 10,6 7,3 7,1 6,8 4,7 4,6 4,6 4,5 15 Juli 06 10,0 14,0 10,3 7,0 6,8 6,6 4,5 4,6 4,5 4,7 15 Agt 06 9,7 13,5 10,6 6,8 6,7 6,8 4,4 4,5 4,6 4,5

15 Sept 06 10,0 14,2 10,4 7,0 6,7 6,5 4,5 4,6 4,5 4,5 15 Okt 06 9,8 13,7 10,6 7,1 6,9 6,8 4,5 4,6 4,5 4,5

Rata-rata 10,0 14,0 10,5 7,1 6,9 6,7 4,6 4,6 4,6 4,5

15 Mei 06 7,0 9,0 8,0 6,5 5,5 5,5 4,5 4,0 5,0 4,0 15 Juni 06 Kecerahan (m) 8,0 9,0 7,5 5,5 6,0 6,5 5,0 4,5 5,5 3,5 15 Juli 06 7,5 8,5 8,5 6,5 6,0 5,5 4,5 4,5 4,0 4,5 15 Agt 06 8,5 8,0 8,5 6,5 5,5 6,0 4,0 4,5 5,0 5,0

15 Sept 06 7,5 8,5 8,5 6,5 6,0 5,5 4,5 4,5 4,0 4,5 15 Okt 06 7,5 8,5 8,5 6,5 6,0 5,5 4,5 4,5 4,0 4,5

Rata-rata 7,7 8,6 8,1 6,1 5,9 5,7 4,4 4,4 4,5 4,3 15 Mei 06 1,12 0,89 1,15 2,10 2,10 2,10 2,62 2,82 2,10 2,56 15 Juni 06 Kekeruhan (NTU) 1,15 0,89 1,15 2,32 2,52 2,10 2,82 2,56 2,10 2,82 15 Juli 06 1,35 1,12 1,63 2,32 2,53 2,32 2,82 2,56 2,82 2,82 15 Agt 06 1,53 1,16 1,68 2,35 2,56 2,38 2,89 2,59 2,88 2,82

15 Sept 06 1,65 1,19 1,57 2,34 2,58 2,62 2,87 2,59 2,89 2,90 15 Okt 06 1,67 1,15 1,63 2,32 2,54 2,51 2,84 2,57 2,88 2,90

Rata-rata 1,37 1,04 1,42 2,26 2,22 2,12 2,77 2,64 2,54 2,70

Page 144: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

123

15 Mei 06 12,2 15,1 16,0 15,15 15,10 15,50 15,50 18,50 20,12 24,10 15 Juni 06 TSS (mg/l) 12,2 13,1 14,1 15,20 15,11 15,67 15,67 18,67 20,13 24,34 15 Juli 06 12,3 13,3 14,3 15,20 15,17 15,79 15,78 18,87 20,18 24,38 15 Agt 06 12,3 13,1 14,1 15,35 15,11 15,80 15,81 18,80 20,14 24,35

15 Sept 06 12,3 13,1 14,1 15,40 15,11 15,85 15,85 18,85 20,15 24,37 15 Okt 06 12,3 13,1 14,1 15,40 15,11 15,85 15,85 18,85 20,15 24,37

Rata-rata 12,4 11,1 14,1 15,46 15,12 14,69 19,69 18,69 17,56 24,14

15 Mei 06 33,5 33,5 34,5 32,5 32,5 33,5 30,3 29,5 28,3 26,0 15 Juni 06 Salinitas - 33,0 34,0 34,0 32,0 32,5 32,5 30,3 28,5 27,1 25,0 15 Juli 06 32,5 34,0 34,5 32,0 32,3 32,5 29,3 28,5 27,1 26,0 15 Agt 06 33,2 34,0 34,0 33,0 33,5 33,5 29,4 27,5 25,8 25,5

15 Sept 06 33,0 33,5 34,0 32,0 32,5 33,0 29,5 28,5 28,0 26,2 15 Okt 06 32,0 34,5 34,5 32,0 33,0 33,0 29,5 29,5 28,2 26,2

Rata-rata 33,5 34 34 32 33 33 29,8 28,9 27,5 25,9

15 Mei 06 8,30 8,15 7,85 8,15 7,85 8,00 7,85 8,00 8,10 8,21 15 Juni 06 pH - 8,25 8,10 7,65 8,10 7,65 7,56 7,75 7,84 7,85 7,65 15 Juli 06 8,25 8,10 7,65 8,10 7,65 7,56 7,75 7,84 7,85 7,65 15 Agt 06 8,15 8,10 7,90 8,15 7,90 7,25 7,50 7,45 7,76 7,88

15 Sept 06 8,25 8,00 8,35 8,25 8,35 7,15 7,47 7,25 7,65 7,25 15 Okt 06 8,14 8,00 8,15 8,15 8,05 7,10 7,17 7,13 7,35 7,15

Rata-rata 8,24 8,09 7,98 8,16 7,97 7,57 7,68 7,67 7,82 7,73

15 Mei 06 7,2 7,0 6,9 7,2 6,7 6,5 6,4 6,4 6,0 5,2 15 Juni 06 DO (mg/l) 7,0 8,2 5,8 6,5 6,0 6,3 6,5 7,0 6,4 5,6 15 Juli 06 6,9 7,3 6,2 6,9 7,5 6,7 6,7 6,6 6,2 5,6 15 Agt 06 6,9 7,3 6,2 6,9 7,5 6,7 6,7 6,6 6,2 5,4

15 Sept 06 7,0 8,0 5,6 7,2 6,5 6,6 6,5 6,7 6,0 5,5 15 Okt 06 7,2 8,2 5,8 7,2 6,7 6,5 6,4 6,5 6,2 5,4

Rata-rata 6,8 7,3 6,2 5,5 6,8 6,7 5,2 5,5 5,6 5,4

15 Mei 06 14,32 10,55 13,48 11,65 13,45 14,30 14,15 15,65 12,75 14,75 15 Juni 06 BOD5 (mg/lt) 13,32 12,05 12,65 12,65 13,60 14,47 14,64 15,65 14,65 15,25 15 Juli 06 14,32 13,35 13,47 12,36 14,65 15,15 15,35 15,65 14,65 15,35 15 Agt 06 14,27 12,45 13,58 13,36 14,69 15,25 15,38 15,85 14,95 15,85

15 Sept 06 14,32 13,25 14,15 13,15 14,75 15,25 15,55 15,65 15,75 15,75 15 Okt 06 15,32 13,45 14,25 14,15 14,85 15,35 15,65 15,67 15,79 15,85

Rata-rata 14,17 12,53 13,89 12,99 14,23 14,77 14,97 15,49 14,74 15,35

Page 145: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

124

15 Mei 06 20,55 32,36 35,36 45,30 32,72 65,90 63,25 63,34 65,94 68,35 15 Juni 06 COD (mg/l) 22,36 33,46 35,46 50,24 45,94 66,87 66,34 65,44 61,64 70,64 15 Juli 06 23,46 35,46 35,56 50,34 45,99 66,97 66,37 65,54 61,84 70,67 15 Agt 06 25,59 35,56 35,51 50,12 45,66 66,15 67,35 66,14 66,54 75,15

15 Sept 06 27,56 40,16 36,76 50,26 50,56 70,12 67,52 67,24 67,24 77,94 15 Okt 06 29,56 40,26 37,76 51,26 51,56 71,12 67,59 67,45 67,74 77,98

Rata-rata 24,21 35,36 35,81 48,24 43,31 67,15 65,94 65,49 65,12 72,38

15 Mei 06 0,003 0,002 0,002 0,002 0,015 0,027 0,021 0,003 0,027 0,015 15 Juni 06 Nitrit (NO2) (mg/l) 0,003 0,002 0,003 0,004 0,025 0,030 0,022 0,004 0,030 0,025 15 Juli 06 0,003 0,002 0,002 0,003 0,027 0,030 0,024 0,005 0,033 0,025 15 Agt 06 0,004 0,002 0,003 0,004 0,025 0,037 0,012 0,002 0,037 0,025

15 Sept 06 0,003 0,002 0,003 0,003 0,020 0,040 0,015 0,021 0,040 0,020 15 Okt 06 0,004 0,003 0,003 0,003 0,021 0,043 0,016 0,024 0,044 0,025

Rata-rata 0,003 0,002 0,003 0,003 0,025 0,033 0,017 0,009 0,034 0,026

15 Mei 06 0,117 0,115 0,090 0,096 0,094 0,094 0,126 0,126 0,226 0,232 15 Juni 06 Nitrat (NO2) (mg/l) 0,015 0,125 0,095 0,113 0,111 0,117 0,123 0,126 0,236 0,336 15 Juli 06 0,016 0,127 0,093 0,117 0,117 0,117 0,125 0,129 0,239 0,338 15 Agt 06 0,016 0,117 0,097 0,123 0,123 0,116 0,124 0,128 0,248 0,548

15 Sept 06 0,026 0,127 0,099 0,126 0,124 0,126 0,127 0,138 0,258 0,568 15 Okt 06 0,177 0,127 0,123 0,122 0,135 0,128 0,232 0,235 0,535 0,635

Rata-rata 0,066 0,119 0,093 0,113 0,113 0,113 0,136 0,138 0,277 0,422

15 Mei 06 0,022 0,094 0,098 0,043 0,067 0,046 0,047 0,048 0,048 0,047 15 Juni 06 Ammonia (N-NH3) (mg/l) 0,024 0,095 0,045 0,046 0,123 0,051 0,052 0,052 0,052 0,052 15 Juli 06 0,025 0,108 0,046 0,049 0,142 0,123 0,123 0,133 0,133 0,133 15 Agt 06 0,035 0,118 0,056 0,052 0,147 0,126 0,143 0,143 0,137 0,143

15 Sept 06 0,046 0,139 0,050 0,099 0,232 0,235 0,235 0,235 0,235 0,236 15 Okt 06 0,047 0,149 0,055 0,099 0,235 0,238 0,237 0,236 0,237 0,238

Rata-rata 0,031 0,129 0,064 0,061 0,141 0,123 0,126 0,127 0,148 0,149

15 Mei 06 0,044 0,045 0,056 0,046 0,049 0,056 0,066 0,056 0,120 0,142 15 Juni 06 Orthophosfat (PO4) (mg/l) 0,045 0,046 0,052 0,047 0,055 0,077 0,067 0,077 0,121 0,143 15 Juli 06 0,045 0,047 0,051 0,048 0,057 0,078 0,068 0,078 0,123 0,145 15 Agt 06 0,045 0,047 0,056 0,078 0,075 0,078 0,069 0,077 0,125 0,146

15 Sept 06 0,046 0,048 0,077 0,078 0,078 0,080 0,085 0,089 0,126 0,145 15 Okt 06 0,045 0,049 0,079 0,079 0,080 0,082 0,086 0,090 0,127 0,145

Rata-rata 0,045 0,046 0,060 0,060 0,062 0,072 0,072 0,074 0,127 0,144

Page 146: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

125

Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Analisis Rata-rata Parameter Fisika-Kimia Perairan Teluk Tamiang Selama Penelitian

STASIUN Baku Mutu PARAMETER 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Diinginkan Diperbolehkan

Suhu 28 27,8 28 28,8 27,8 28,2 29 29,1 29,1 29,2 alami alami Kedalaman 10,0 14,0 10,5 7,1 6,9 6,7 4,6 4,6 4,6 4,5 - - Kecerahan 7,7 8,6 8,1 6,1 5,9 5,7 4,4 4,4 4,5 4,3 > 5 > 3 Kekeruhan 1,37 1,04 1,42 2,26 2,22 2,12 2,77 2,64 2,54 2,70 < 5 < 30 TSS 12,4 11,1 14,1 15,46 15,12 14,69 19,69 18,69 17,56 24,14 < 25 <80 Kecepatan Arus 0,39 0,37 0,32 0,34 0,33 0,34 0,22 0,24 0,19 0,12 - - Salinitas 33,5 34 34 32 33 33 29,8 28,9 27,5 25,9 Alami Alami pH 8,24 8,09 7,98 8,16 7,97 7,57 7,68 7,67 7,82 7,73 6,5 – 8,5 6,00 – 9,00 Oksigen terlarut 6,8 7,3 6,0 6,8 6,7 6,4 6,4 6,6 6,1 5,5 < 6 > 4 BOD5 14,17 12,53 13,89 12,99 14,23 14,77 14,97 15,49 14,74 15,35 < 25 < 25 COD 24,21 35,36 35,81 48,24 43,31 67,15 65,94 65,49 65,12 72,38 < 40 < 80 Nitrit 0,003 0,002 0,003 0,003 0,025 0,033 0,017 0,009 0,034 0,026 Nihil Nihil Nitrat 0,066 0,119 0,093 0,113 0,113 0,113 0,136 0,138 0,277 0,422 - - Ammonia 0,031 0,129 0,064 0,061 0,141 0,123 0,126 0,127 0,148 0,149 < 0,3 < 1 Orthophosfat 0,045 0,046 0,060 0,060 0,062 0,072 0,072 0,074 0,127 0,144 - - Keterangan : Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya Perikanan (Biota Laut) menurut Kep-51/MENLH/I/2004.

Page 147: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

126

Lampiran 7. Matrik penilaian kelayakan/kesesuaian untuk lokasi Budidaya KJA Ikan Kerapu pada setiap stasiun Stasiun : 1

No.

Parameter

Bobot

Nilai Pengamatan Skor Nilai Bobot x skor

1 Kedalaman (meter) 5 >10 4 20 2 Keterlindungan terhadap

gelombang/angin besar) 4 Sangat terlindung (<0,5 m)* 4 16

3 Suhu (oC) 3 28 - 30 4 12 4 Salinitas (promil) 3 31 - 34 4 12 5 Substrat Dasar 3 Pasir, karang berpasir 4 12 6 Kecerahan (meter) 3 5 - 10 4 12 7 Oksigen terlarut 3 7 - 8 3 9 8 Kecepatan Arus (cm/dt) 3 21 - 40 4 12 Total Nilai 105

Stasiun : 2

No.

Parameter

Bobot

Nilai Pengamatan Skor Nilai Bobot x skor

1 Kedalaman (meter) 5 >10 4 20 2 Keterlindungan terhadap

gelombang/angin besar) 4 Sangat terlindung (<0,5 m)* 4 16

3 Suhu (oC) 3 28 - 30 4 12 4 Salinitas (promil) 3 31 - 34 4 12 5 Substrat Dasar 3 Pasir, karang berpasir 4 12 6 Kecerahan (meter) 3 5 - 10 4 12 7 Oksigen terlarut 3 7 - 8 4 12 8 Kecepatan Arus (cm/dt) 3 21 - 40 4 12 Total Nilai 108

Stasiun : 3

No.

Parameter

Bobot

Nilai Pengamatan Skor Nilai Bobot x skor

1 Kedalaman (meter) 5 >10 4 20 2 Keterlindungan terhadap

gelombang/angin besar) 4 Sangat terlindung (<0,5 m)* 4 16

3 Suhu (oC) 3 28 - 30 4 12 4 Salinitas (promil) 3 31 - 34 4 12 5 Substrat Dasar 3 Pasir, karang berpasir 4 12 6 Kecerahan (meter) 3 5 - 10 4 12 7 Oksigen terlarut 3 7 - 8 3 9 8 Kecepatan Arus (cm/dt) 3 21 - 40 4 12 Total Nilai 105

Page 148: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

127

Stasiun : 4

No.

Parameter

Bobot Nilai Pengamatan Skor Nilai

Bobot x skor 1 Kedalaman (meter) 5 >10 4 20 2 Keterlindungan terhadap

gelombang/angin besar) 4 Sangat terlindung (<0,5 m)* 4 16

3 Suhu (oC) 3 28 - 30 4 12 4 Salinitas (promil) 3 31 - 34 4 12 5 Substrat Dasar 3 Pasir, karang berpasir 3 9 6 Kecerahan (meter) 3 5 - 10 4 12 7 Oksigen terlarut 3 7 - 8 3 9 8 Kecepatan Arus (cm/dt) 3 21 - 40 4 12 Total Nilai 102

Stasiun : 5

No.

Parameter

Bobot

Nilai Pengamatan Skor Nilai Bobot x skor

1 Kedalaman (meter) 5 >10 4 20 2 Keterlindungan terhadap

gelombang/angin besar) 4 Sangat terlindung (<0,5 m)* 4 16

3 Suhu (oC) 3 28 - 30 4 12 4 Salinitas (promil) 3 31 - 34 4 12 5 Substrat Dasar 3 Pasir, karang berpasir 3 9 6 Kecerahan (meter) 3 5 - 10 3 9 7 Oksigen terlarut 3 7 - 8 3 9 8 Kecepatan Arus (cm/dt) 3 21 - 40 4 12 Totall Nilai 99

Stasiun : 6

No.

Parameter

Bobot

Nilai Pengamatan Skor Nilai Bobot x skor

1 Kedalaman (meter) 5 >10 4 20 2 Keterlindungan terhadap

gelombang/angin besar) 4 Sangat terlindung (<0,5 m)* 4 16

3 Suhu (oC) 3 28 - 30 4 12 4 Salinitas (promil) 3 31 - 34 4 12 5 Substrat Dasar 3 Pasir, karang berpasir 3 9 6 Kecerahan (meter) 3 5 - 10 3 9 7 Oksigen terlarut 3 7 - 8 3 9 8 Kecepatan Arus (cm/dt) 3 21 - 40 4 12 Total Nilai 99

Page 149: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

128

Stasiun : 7

No.

Parameter

Bobot Nilai Pengamatan Skor Nilai

Bobot x skor 1 Kedalaman (meter) 5 >10 2 10 2 Keterlindungan terhadap

gelombang/angin besar) 4 Sangat terlindung (<0,5 m)* 4 16

3 Suhu (oC) 3 28 - 30 4 12 4 Salinitas (promil) 3 31 - 34 3 9 5 Substrat Dasar 3 Pasir, karang berpasir 2 6 6 Kecerahan (meter) 3 5 - 10 3 9 7 Oksigen terlarut 3 7 - 8 3 9 8 Kecepatan Arus (cm/dt) 3 21 - 40 4 12 Total Nilai 83

Stasiun : 8

No.

Parameter

Bobot

Nilai Pengamatan Skor Nilai Bobot x skor

1 Kedalaman (meter) 5 >10 2 10 2 Keterlindungan terhadap

gelombang/angin besar) 4 Sangat terlindung (<0,5 m)* 4 16

3 Suhu (oC) 3 28 - 30 4 12 4 Salinitas (promil) 3 31 - 34 3 9 5 Substrat Dasar 3 Pasir, karang berpasir 2 6 6 Kecerahan (meter) 3 5 - 10 3 9 7 Oksigen terlarut 3 7 - 8 3 9 8 Kecepatan Arus (cm/dt) 3 21 - 40 4 12 Total Nilai 83

Stasiun : 9

No.

Parameter

Bobot

Nilai Pengamatan Skor Nilai Bobot x skor

1 Kedalaman (meter) 5 >10 2 10 2 Keterlindungan terhadap

gelombang/angin besar) 4 Sangat terlindung (<0,5 m)* 4 16

3 Suhu (oC) 3 28 - 30 4 12 4 Salinitas (promil) 3 31 - 34 3 9 5 Substrat Dasar 3 Pasir, karang berpasir 2 6 6 Kecerahan (meter) 3 5 - 10 3 9 7 Oksigen terlarut 3 7 - 8 3 9 8 Kecepatan Arus (cm/dt) 3 21 - 40 3 9 Totall Nilai 80

Page 150: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

129

Stasiun : 10

No.

Parameter

Bobot Nilai Pengamatan Skor Nilai

Bobot x skor 1 Kedalaman (meter) 5 >10 2 10 2 Keterlindungan terhadap

gelombang/angin besar) 4 Sangat terlindung (<0,5 m)* 4 16

3 Suhu (oC) 3 28 - 30 4 12 4 Salinitas (promil) 3 31 - 34 3 9 5 Substrat Dasar 3 Pasir, karang berpasir 2 6 6 Kecerahan (meter) 3 5 - 10 3 9 7 Oksigen terlarut 3 7 - 8 2 6 8 Kecepatan Arus (cm/dt) 3 21 - 40 2 6 Totall Nilai 74

Keterangan : nilai skor 4 (sesuai tinggi), nilai skor 3 (sesuai sedang), nilai skor 2 (sesuai rendah, dan nilai skor 1 (tidak sesuai).

Page 151: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

130

Lampiran. 8. Data Sampling Sisa Pakan dan Feses serta perhitungan pendugaan Total Bahan Organik

Tanggal Sampling Jumlah Pakan yang Diberikan (gr)

Sisa Pakan (gr)

Pakan Yang Dimakan (gr)

Feces (gr)

15 Juni 2006 2.000 360 (18%) 1.640 (82,0%) 652,7 (39,8%) 16 Juli 2006 2.300 414 (18%) 1.890,6 (82,2%) 731,7 (38,7%) 15 Agustus 2006 2.500 445 (17,8%) 2.037,5 (81,5%) 788,5 (38,7%) 15 September 2006 3.000 540 (18%) 2.460 (82,0%) 979,1 (39,8%) 15 Oktober 2006 3.000 546 (18,2%) 2.466 (82,2%) 974,1 (39,5%) 15 Nopember 2006 3.500 630 (18%) 2.870 (82,0%) 1.142,3 (39,8%)

Total 16.300 2.935 (18%) 13.364,1 (82%) 5.268,4 (39,4%)

Perhitungan : Pendugaan (perhitungan) total bahan organik (O) berdasarkan metode yang dikemukakan oleh Iwama (1991 didalam Barg, 1992) dengan mengacu pada total pakan tidak dikonsumsi (sisa pakan) dan feses : % sisa pakan (UW) = Total sisa pakan x 100% Total pakan yang diberikan = 2.935/16.300 x 100% = 18% % feces (F) = Total feses x 100% Total pakan yang dimakan = 5.268,4/13.364,1 x 100% = 39,4% Total pakan yang tidak dimakan (TU) = Total Pakan yang diberikan (TF) x UW TU = 1.406,3 x 18% = 253,1 kg Total limbah feses (TFW) = F x TE (Total pakan yang dimakan) Dimana TE = total pakan yang diberikan (TF) – Total pakan yang tidak dimakan = 1.406,3 - 253,1 = 1.153,2 kg TFW = 39,4% x 1.153,2 kg = 454,4 kg feses Sehingga Total Bahan Organik (O) = TU + TFW Total Bahan Organik (O) = TU + TFW = 253,1 + 454,4 = 707,5 kg

Page 152: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

131

Lampiran 9. Perhitungan Pendugaan Limbah N dan P yang dihasilkan dari Produksi 237,6 kg ikan Kerapu 1) Untuk memproduksi 237,6 kg ikan Kerapu jumlah pakan yang diperlukan

sebanyak 1.406,3 kg N (12,6%) = 1.406,3 x 12,6% = 177,2 kg P (2,6%) = 1.406,3 x 2,6% = 36,6 kg

2) Total pakan yang terbuang (sisa pakan) 18% dari total pakan yang diberikan = 253,1 kg, dengan kandungan N dan P dalam pakan : N (12,6%) = 253,1 x 12,6% = 31,9 kg P (2,6%) = 253,1 x 2,6% = 6,6 kg

3) Total pakan yang termakan oleh ikan (total pakan yang diberikan – total pakan yang terbuang) adalah 82% (1.153,7 kg), dengan kandungan N dan P dalam pakan : N (12,6%) = 1.153,7 x 12,6% = 145,4 kg P (2,6%) = 1.153,7 x 2,6% = 29,9 kg

4) Dengan kecernaan N dan P pakan, dari N dan P pakan yang dimakan adalah : N (81%) = 145,4 x 81% = 117,8 kg P (57,5%) = 29,9 x 57,5% = 17,2 kg

5) Maka diperoleh kandungan N dan P dalam feses (N dan P dalam pakan yang dimakan dikurangi kecernaan N dan P pakan) adalah : N = 145,4 – 117,8 = 27,6 kg P = 29,9 – 17,2 = 12,7 kg

6) Dari kecernaan pakan N dan P akan tersimpan dalam daging ikan (retensi) sebesar : N (26,1%) = 117,8 x 26,1% = 30,7 kg P (23,8%) = 17,2 x 23,8 % = 4,1 kg

7) Sehingga N dan P yang akan terbuang sebagai ekskresi (terlarut) berasal dari kecernaan N dan P pada pakan dikurangi retensi N dan P dalam daging adalah : N = 145,4 – 30,7 = 114,7 kg P = 17,2 – 4,1 = 13,1 kg

Jadi total limbah N dan P yang akan masuk kedalaman perairan adalah N dan P dari sisa pakan, feses dan ekskresi : N = 31,9 + 27,6 + 114,7 = 174,2 kg P = 6,6 + 12,7 + 13,1 = 32,4 kg

Page 153: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

132

Lampiran 10. Simulasi Sub model Produksi Limbah Budidaya KJA

Hari N food lost

(kg) P Food

(kg) P food lost

(kg) N eaten

Food (kg) P eaten

Food (kg) N Food

Cerna (kg)

P Food Cerna (kg)

1 0 0 0 0 0 0 010 1,34 1,54 0,28 5,99 1,24 4,85 0,7120 2,88 3,3 0,59 12,98 2,68 10,52 1,5430 4,46 5,11 0,92 20,18 4,16 16,35 2,3940 6,08 6,97 1,25 27,57 5,69 22,33 3,2750 7,74 8,88 1,6 35,15 7,25 28,47 4,1760 9,45 10,83 1,95 42,92 8,86 34,76 5,0970 11,19 12,83 2,31 50,86 10,49 41,19 6,0380 12,97 14,87 2,68 58,97 12,17 47,76 790 14,79 16,95 3,05 67,24 13,88 54,47 7,98

100 16,64 19,08 3,43 75,69 15,62 61,31 8,98110 18,53 21,25 3,82 84,3 17,4 68,28 10120 20,46 23,45 4,22 93,08 19,21 75,39 11,04130 22,42 25,71 4,63 102,03 21,05 82,64 12,11140 24,42 28 5,04 111,14 22,93 90,02 13,19150 26,46 30,33 5,46 120,42 24,85 97,54 14,29160 28,53 32,71 5,89 129,86 26,8 105,19 15,41170 30,64 35,12 6,32 139,45 28,78 112,95 16,55179 32,56 37,33 6,72 148,21 30,58 120,05 17,58

Jumlah 32,78 37,57 6,76 149,19 30,78 120,84 17,7

Hari

N Retensi

(kg)

N Feses (kg)

N Ekskresi(kg)

P Ekskresi

(kg)

P Feses (kg)

P Retensi

(kg)

Kum P Bud (kg)

Kum N Bud (kg)

1 -0,03 -0,02 -0,1 -0,01 -0,01 0 -0,02 -0,1210 1,27 1,14 4,72 0,54 0,53 0,17 1,34 7,2120 2,74 2,47 10,24 1,17 1,14 0,37 2,91 15,5830 4,27 3,83 15,91 1,82 1,77 0,57 4,51 24,2140 5,83 5,24 21,74 2,49 2,42 0,78 6,17 33,0650 7,43 6,68 27,72 3,18 3,08 0,99 7,86 42,1460 9,07 8,15 33,84 3,88 3,76 1,21 9,59 51,4470 10,75 9,66 40,11 4,6 4,46 1,44 11,37 60,9680 12,47 11,2 46,5 5,33 5,17 1,67 13,18 70,6890 14,22 12,78 53,03 6,08 5,9 1,9 15,03 80,59

100 16 14,38 59,69 6,84 6,64 2,14 16,91 90,71110 17,82 16,02 66,48 7,62 7,39 2,38 18,84 101,03120 19,68 17,68 73,4 8,42 8,16 2,63 20,8 111,55130 21,57 19,38 80,46 9,22 8,95 2,88 22,8 122,26140 23,5 21,12 87,64 10,05 9,75 3,14 24,83 133,18150 25,46 22,88 94,96 10,89 10,56 3,4 26,91 144,3160 27,45 24,67 102,41 11,74 11,39 3,67 29,02 155,61170 29,48 26,5 109,97 12,61 12,23 3,94 31,16 167,1179 31,33 28,16 116,87 13,4 13 4,19 33,12 177,59

Jumlah 31,54 28,35 117,65 13,49 13,08 4,21 33,33 178,77

Page 154: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

133

Lampiran 11 Jumlah Total Bahan Organik dan Unit KJA Hasil Simulasi Skenario Optimis (Kontribusi Limbah Antopogenik 10%)

Hari

Total Bahan

Organik ((kg)

Unit Rakit (BM 1 ppm)

Unit Rakit (BM 0,3 ppm)

Unit KJA (BM 0,3 ppm) (buah)

Unit KJA (BM 1 ppm)

(buah) 1 2,19 0 0 0 0

10 23,85 2.803,25 840,97 168,19 560,6520 48,25 1.308,25 392,47 78,49 261,6530 73 847,81 254,34 50,87 169,5640 98,1 624,29 187,29 37,46 124,8650 123,52 492,39 147,72 29,54 98,4860 149,26 405,38 121,61 24,32 81,0870 175,31 343,73 103,12 20,62 68,7580 201,65 297,82 89,35 17,87 59,5690 228,29 262,3 78,69 15,74 52,4699 252,51 236,59 70,98 14,2 47,32

100 255,21 234,02 70,21 14,04 46,8110 282,43 210,97 63,29 12,66 42,19120 309,94 191,83 57,55 11,51 38,37130 337,74 175,68 52,7 10,54 35,14140 365,83 161,88 48,56 9,71 32,38150 394,22 149,95 44,99 9 29,99160 422,88 139,55 41,86 8,37 27,91170 451,79 130,4 39,12 7,82 26,08179 478,04 123,07 36,92 7,38 24,61

Jumlah 122,3 36,69 7,34 24,46Keterangan : BM = Baku Mutu (Kep 51/MENLH/2004) Total BO = 478,04 kg/Keramba, maka Daya Dukung Teluk Tamiang = 7 – 25 unit rakit (37-122 buah keramba) dengan Baku Mutu (0,3 – 1 ppm) produksi minimal – maksimal.

Page 155: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

134

Lampiran 12. Jumlah Total Bahan Organik dan Unit KJA Hasil Simulasi Skenario Moderat (Kontribusi Limbah Antropogenik 25%)

Hari Total Bahan Organik (kg)

Unit Rakit (BM 1 ppm)

Unit Rakit (BM 0,3ppm)

Unit KJA (BM 0,3 ppm)

Unit KJA (BM 1 ppm)

1 2,57 0 0 0 010 30,95 2.457,49 737,25 147,45 491,520 62,82 1.153,10 345,93 69,19 230,6230 95,04 750,22 225,06 45,01 150,0440 127,61 554,36 166,31 33,26 110,8750 160,5 438,65 131,6 26,32 87,7360 193,71 362,26 108,68 21,74 72,4570 227,24 308,08 92,42 18,48 61,6280 261,05 267,68 80,3 16,06 53,5490 295,16 236,4 70,92 14,18 47,28

100 329,55 211,46 63,44 12,69 42,29110 364,24 191,13 57,34 11,47 38,23120 399,22 174,22 52,27 10,45 34,84130 434,49 159,95 47,99 9,6 31,99140 470,06 147,75 44,32 8,86 29,55150 505,91 137,19 41,16 8,23 27,44160 542,04 127,97 38,39 7,68 25,59170 578,43 119,85 35,96 7,19 23,97179 611,4 113,34 34 6,8 22,67

Jumlah 112,66 33,8 6,76 22,53Keterangan : BM = Baku Mutu (Kep 51/MENLH/2004) Total BO = 611,4 kg/Keramba, maka Daya Dukung Teluk Tamiang = 7 – 23 unit rakit (34-113 buah keramba) dengan Baku Mutu (0,3 – 1 ppm) produksi minimal – maksimal.

Page 156: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

135

Lampiran 13. Jumlah Total Bahan Organik dan Unit Rakit KJA Hasil Simulasi

Skenario Pesimis (Kontribusi Limbah Antropogenik 40%)

Hari Total Bahan Organik (kg)

Unit Rakit (BM 1 ppm)

Unit Rakit (BM 0,3 ppm)

Unit KJA (BM 0,3 ppm)

Unit KJA (BM 1 ppm)

1 2,94 0 0 0 010 38,04 1.800,12 540,04 108,01 360,0220 77,39 846,79 254,04 50,81 169,3630 117,08 551,95 165,58 33,12 110,3940 157,12 408,53 122,56 24,51 81,7150 197,48 323,76 97,13 19,43 64,7560 238,17 267,76 80,33 16,07 53,5570 279,16 228,04 68,41 13,68 45,6180 320,45 198,4 59,52 11,9 39,6890 362,02 175,45 52,63 10,53 35,09

100 403,89 157,15 47,14 9,43 31,43110 446,05 142,21 42,66 8,53 28,44120 488,5 129,79 38,94 7,79 25,96130 531,25 119,31 35,79 7,16 23,86140 574,28 110,33 33,1 6,62 22,07150 617,61 102,57 30,77 6,15 20,51160 661,21 95,79 28,74 5,75 19,16170 705,07 89,82 26,94 5,39 17,96179 744,77 85,02 25,51 5,1 17

Jumlah 84,52 25,36 5,07 16,9Keterangan : BM = Baku Mutu (Kep 51/MENLH/2004) Total BO = 744,8 kg/Keramba, maka Daya Dukung Teluk Tamiang = 5 – 17 unit rakit (25-85 buah keramba) dengan Baku Mutu (0,3 – 1 ppm) produksi minimal – maksimal.

Page 157: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

136

Lampiran 14. Hasil Simulasi Biomass dan Keuntungan (Profit)

HARI

BIOMASS (PANEN)

(Kg)

BIAYA PRODUKSI/

KG (Rp.) HARGA/KG

(Rp.) KEUNTUNGAN

(Rp.)

UKURAN IKAN (FISH SIZE) (kg)

1 162,5 125.000,00 350.000,00 36.561.375,00 0,3610 166,95 125.000,00 350.000,00 37.563.750,00 0,3720 171,9 125.000,00 350.000,00 38.677.500,00 0,3830 176,85 125.000,00 350.000,00 39.791.250,00 0,3940 181,35 125.000,00 350.000,00 40.803.750,00 0,450 185,85 125.000,00 350.000,00 41.816.250,00 0,4160 190,35 125.000,00 350.000,00 42.828.750,00 0,4270 194,4 125.000,00 350.000,00 43.740.000,00 0,4380 198,45 125.000,00 350.000,00 44.651.250,00 0,4490 202,5 125.000,00 350.000,00 45.562.500,00 0,45

100 206,55 125.000,00 350.000,00 46.473.750,00 0,46110 210,6 125.000,00 350.000,00 47.385.000,00 0,47120 214,65 125.000,00 350.000,00 48.296.250,00 0,48130 218,7 125.000,00 350.000,00 49.207.500,00 0,49140 222,75 125.000,00 350.000,00 50.118.750,00 0,5150 226,8 125.000,00 350.000,00 51.030.000,00 0,5160 230,4 125.000,00 350.000,00 51.840.000,00 0,51170 234 125.000,00 350.000,00 52.650.000,00 0,52179 237,24 125.000,00 350.000,00 53.379.000,00 0,53

Panen 237,24 125.000,00 350.000,00 53.379.000,00 0,53

Page 158: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

137

Lampiran 15. Formulasi Model Sub-Model Beban Limbah N,P,OM Budidaya dan non-Budidaya (antrop) Kum_Con_P_non_budidaya(t) = Kum_Con_P_non_budidaya(t - dt) + (Con_P_non_bddya) * dt INIT Kum_Con_P_non_budidaya = 0 INFLOWS: Con_P_non_tbk = Kum_P_non_budidaya/10000 kum_N_non_bud(t) = kum_N_non_bud(t - dt) + (N_tot) * dt INIT kum_N_non_bud = 0 INFLOWS: N_tot = pkm/360 Kum_P_non_budidaya(t) = Kum_P_non_budidaya(t - dt) + (P_tot) * dt INIT Kum_P_non_budidaya = 0 INFLOWS: P_tot = Antrop/365 Kum__Con_N_non_bddya(t) = Kum__Con_N_non_bddya(t - dt) + (con_n_non_bddya) * dt INIT Kum__Con_N_non_bddya = 0 INFLOWS: con_n_non_tbk = N_tot/10000 Tot_waste_load_N(t) = Tot_waste_load_N(t - dt) + (Waste_load_N_harian) * dt INIT Tot_waste_load_N = 0 INFLOWS: Waste_load_N_harian = Kum_N_Bud+kum_N_non_bud Tot_waste_load_OM(t) = Tot_waste_load_OM(t - dt) + (Waste_load_OM) * dt INIT Tot_waste_load_OM = 0 INFLOWS: Waste_load_OM = Uneaten_food+Feces+kum_N_non_bud+Kum_P_non_budidaya Tot_waste_load_P(t) = Tot_waste_load_P(t - dt) + (Waste_load_P_harian) * dt INIT Tot_waste_load_P = 0 INFLOWS: Waste_load_P_harian = Kum_P_Bud+Kum_P_non_budidaya Antrop = (Ternak1+RT1)*0.25 Eaten_food = Total_Pakan-Uneaten_food-Feces EC = N_Total_Limbah*Flushing/Vol_Tlk Feces = 1 Flushing = 4.2 KJA1 = N_bm1/EC/1000 KJA2 = N_bm/EC/1000 Kum_N_Bud = N_Food_lost+N_Feces+N_Ekskresi Kum_P_Bud = P_Food_lost+P_Feces+P_Eksresi N_bm = 0.3

Page 159: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

138

N_bm1 = 1 N_Ekskresi = N__eaten_Food-N_Retensi N_Feces = N__eaten_Food-N_Food_Cerna N_Food = Pct_N*Total_Pakan N_Food_Cerna = N__eaten_Food*PCt_N_Cerna N_Food_lost = Pct_N*Uneaten_food N_Retensi = Pct_N_Retensi*N_Food_Cerna N_Total_Limbah = N_Ekskresi+N_Feces+N_Food_lost+kum_N_non_bud N__eaten_Food = Eaten_food*Pct_N Pct_N = 0.126 PCt_N_Cerna = 0.81 Pct_N_Retensi = 0.261 Pct_P = 0.026 PCt_P_Cerna = 0.575 Pct_P_Retensi = 0.238 pct_UF = 0.18 per_unit5 = 5 pkm = (Ternak+RT)*0.25 P_eaten_Food = Pct_P*Eaten_food P_Eksresi = P_Food_Cerna-P_Retensi P_Feces = P_eaten_Food-P_Food_Cerna P_Food = Pct_P*Total_Pakan P_Food_Cerna = PCt_P_Cerna*P_eaten_Food P_Food_lost = Pct_P*Uneaten_food P_Retensi = P_Food_Cerna*Pct_P_Retensi P_Total_Limbah = P_Eksresi+P_Feces+P_Food_lost+Kum_P_non_budidaya RT = 1201 RT1 = 486 Ternak = 617 Ternak1 = 568 Uneaten_food = pct_UF*Total_Pakan Unit_KJA = KJA2/per_unit5 Unit_Krb = KJA1/per_unit5 Vol_Tlk = 190050400 Submodel Ekonomi Budidaya Ikan Kerapu dalan KJA Fish_size = Biomassa/(Stocking_density*SR*No_of_KJA) Gross_revenue = if(Fish_size>=Size_limit_for_selling_prise)then(Biomassa*unit_prise)else(0) Prod_cost_per_kg = 150000 Profit = Gross_revenue-Tot_cost Size_limit_for_selling_prise = 0.55/2 DOCUMENT: Batas limit ukuran udang untuk dipasarkan adalah 25 g/ekor Tot_cost = if(Fish_size>=Size_limit_for_selling_prise)then(Biomassa*Prod_cost_per_kg)else(0) DOCUMENT: total dalam juta rupiah unit_prise = 350000 DOCUMENT: 350000

Page 160: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

139

Submodel Biomassa Ikan Kerapu Panen(t) = Panen(t - dt) + (Biomassa) * dt INIT Panen = 162 INFLOWS: Biomassa = ((No_of_KJA*Stocking_density*SR*Wt)/1000) Total_Pakan(t) = Total_Pakan(t - dt) + (Pakan_harian) * dt INIT Total_Pakan = 0 INFLOWS: Pakan_harian = Biomassa*pct_pakan growth_day = (Wt-360)/Time No_of_KJA = 1 DOCUMENT: 250 pct_pakan = 0.04 rearing_periode = COUNTER(1,180) SR = 1 DOCUMENT: 100 Stocking_density = 564 DOCUMENT: 450 Wt = GRAPH(rearing_periode) (0.00, 360), (30.0, 393), (60.0, 423), (90.0, 450), (120, 477), (150, 504), (180, 528)

Page 161: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

140

Lampiran 16. Uji Statistika (Uji t beda nyata) Untuk Evalusi Model Pengelolaan T-Test (Biomass) Perbandingan Biomassa 0 30 60 90 120 150 180Perhitungan Lapangan 162 176,9 190,4 202,5 214,3 226,8 237,6Model Simulasi 162,5 176,85 190,35 202,5 214,65 226,8 237,24

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lapangan 7 201,5000 27,07016 10,23156Model 7 201,5557 26,90813 10,17032

One-Sample Test

Test Value = 0 95% Confidence Interval

of the Difference

t df Sig. (2-tailed) Mean

Difference Lower Upper Lapangan 19,694 6 ,000 201,50000 176,4643 226,5357 Model 19,818 6 ,000 201,55571 176,6698 226,4416

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 Lapangan 201,5000 7 27,07016 10,23156 Model 201,5557 7 26,90813 10,17032

Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Lapangan &

Model 7 1,000 ,000

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper Pair 1 Lapangan

- Model -,05571 ,28442 ,10750 -,31876 ,20733 -,518 6 ,623

Page 162: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

141

Pengambilan Keputusan Hipotesis : H0 = kedua nilai biomass antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah tidak berbeda nyata H1 = kedua nilai biomass antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah berbeda nyata • Jika nilai statistik hitung (angka t output) > statistika Tabel (table t) , H0 ditolak. • Jika nilai statistik • k hitung (angka t output) < statistika Tabel (table t) , H0 diterima. Bahwa : t hitung dari output adalah 0,518 dan t tabel sebesar 2,447. oleh karena t hitung terletak didalam daerah H0, maka dapat simpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perhitungan lapangan dengan simulasi model. Jika probabilitas (0,623) > 0,05, maka H0 diterima.

T-Test (Pakan) Perbandingan Total Pakan 0 30 60 90 120 150 180Perhitungan Lapang 0 194,4 212,3 228,3 242,5 257 271,6Model Simulasi 0 196,5 215,2 230,1 243,4 269,2 269,9

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lapangan 7 200,8714 92,33998 34,90123Model 7 203,4714 93,65108 35,39678

One-Sample Test

Test Value = 0 95% Confidence Interval

of the Difference

t df Sig. (2-tailed) Mean

Difference Lower Upper Lapangan 5,755 6 ,001 200,87143 115,4712 286,2717 Model 5,748 6 ,001 203,47143 116,8586 290,0842

Paired Samples Statistics

Page 163: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

142

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 Lapangan 200,8714 7 92,33998 34,90123 Model 203,4714 7 93,65108 35,39678

Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Lapangan &

Model 7 ,999 ,000

Paired Samples Test

Pengambilan Keputusan Hipotesis : H0 = kedua nilai pakan antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah tidak berbeda nyata H1 = kedua nilai pakan antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah berbeda nyata • Jika nilai statistik hitung (angka t output) > statistika Tabel (table t) , H0 ditolak. • Jika nilai statistik hitung (angka t output) < statistika Tabel (table t) , H0

diterima. Bahwa : t hitung dari output adalah 1,530 dan t tabel sebesar 2,447. oleh karena t hitung terletak didalam daerah H0, maka dapat simpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perhitungan lapangan dengan simulasi model. Jika probabilitas (0,177) > 0,05, maka H0 diterima. T-Test (limbah N) Limbah Nutrien (N) dalam kg

Peubah Perhitungan Lapangan

Model Simulasi

N Pakan 177,20 182,10N Pakan terbuang (food loss)

31,90 32,80

N yang dicerna 145,40 120,80

Paired Differences 95% Confidence

Interval of the Difference

Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean Lower Upper t df

Sig. (2-tailed)

Pair 1 Lapangan - Model

-2,60000 4,49592 1,69930 -

6,75804 1,55804 -1,530 6 ,177

Page 164: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

143

N Retensi 30,70 31,50N Feces 27,60 28,40N Ekskresi 114,70 117,70N Akumulasi Budidaya 174,10 178,80

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lapangan 7 100,2286 68,81060 26,00796Model 7 98,8714 68,33924 25,82981

One-Sample Test

Test Value = 0 95% Confidence Interval

of the Difference

t df Sig. (2-tailed) Mean

Difference Lower Upper Lapangan 3,854 6 ,008 100,22857 36,5894 163,8678 Model 3,828 6 ,009 98,87143 35,6682 162,0747

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 Lapangan 100,2286 7 68,81060 26,00796 Model 98,8714 7 68,33924 25,82981

Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Lapangan &

Model 7 ,989 ,000

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper Pair 1 Lapangan -

Model 1,35714 10,40398 3,9323

4

-8,2649

4

10,97922 ,345 6 ,742

Pengambilan Keputusan Hipotesis : H0 = kedua nilai limbah N antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah tidak berbeda nyata H1 = kedua nilai limbah N antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah berbeda nyata

Page 165: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

144

• Jika nilai statistik hitung (angka t output) > statistika Tabel (table t) , H0 ditolak. • Jika nilai statistik hitung (angka t output) < statistika Tabel (table t) , H0

diterima. Bahwa : t hitung dari output adalah 0,345 dan t tabel sebesar 2,447. oleh karena t hitung terletak didalam daerah H0, maka dapat simpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perhitungan lapangan dengan simulasi model. Jika probabilitas (0,742) > 0,05, maka H0 diterima. T-Test (Limbah Nutrien P) Limbah Nurien (P) dalam kg

Peubah Perhitungan Lapangan

Model Simulasi

P Pakan 36,6 37,6P Pakan terbuang (food loss)

6,6 6,8

P yang dicerna 29,9 17,7P Retensi 4,1 4,2P Feces 12,7 13,1P Ekskresi 13,1 13,5P Akumulasi Budidaya 32,4 33,3

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lapangan 7 19,3429 13,27640 5,01801Model 7 18,0286 12,77024 4,82670

One-Sample Test

Test Value = 0 95% Confidence Interval

of the Difference

t df Sig. (2-tailed) Mean

Difference Lower Upper Lapangan 3,855 6 ,008 19,34286 7,0642 31,6215 Model 3,735 6 ,010 18,02857 6,2181 29,8391

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Lapangan 19,3429 7 13,27640 5,01801Pair 1

Model 18,0286 7 12,77024 4,82670

Page 166: Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung ... · berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi (1) karakterisasi

145

Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Lapangan &

Model 7 ,932 ,002

Paired Samples Test

Pengambilan Keputusan

Paired Differences 95% Confidence

Interval of the Difference

Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean Lower Upper t df

Sig. (2-tailed)

Pair 1 Lapangan - Model 1,3142

9 4,81194 1,81874

-3,1360

2

5,76459 ,723 6 ,497

Hipotesis : H0 = kedua nilai limbah P antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah tidak berbeda nyata H1 = kedua nilai limbah P antara perhitungan lapangan dengan model simulasi adalah berbeda nyata • Jika nilai statistik hitung (angka t output) > statistika Tabel (table t) , H0 ditolak. • Jika nilai statistik hitung (angka t output) < statistika Tabel (table t) , H0

diterima. Bahwa : t hitung dari output adalah 0,723 dan t tabel sebesar 2,447. oleh karena t hitung terletak didalam daerah H0, maka dapat simpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara perhitungan lapangan dengan simulasi model. Jika probabilitas (0,497) > 0,05, maka H0 diterima.