Model Pendidikan Montessori

45
MODEL PENDIDIKAN MONTESSORI Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok yang diberikan oleh: Dr. Badru Zaman, M.Pd Oleh: Ani Kartini Sumarni NIM 1202782 Santi Yulianti NIM 1200120 Zaenal Mutaqin NIM 1202579 Mardiana Putri Sukmawati NIM 1200355 JURUSAN PEDAGOGIK

description

montessori model

Transcript of Model Pendidikan Montessori

Page 1: Model Pendidikan Montessori

MODEL PENDIDIKAN MONTESSORI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok yang diberikan oleh:

Dr. Badru Zaman, M.Pd

Oleh:

Ani Kartini Sumarni NIM 1202782

Santi Yulianti NIM 1200120

Zaenal Mutaqin NIM 1202579

Mardiana Putri Sukmawati NIM 1200355

JURUSAN PEDAGOGIK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

Page 2: Model Pendidikan Montessori

KATA PENGANTAR

Al-Hamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Dengan

judul; Model Pendidikan Montessori ini dilatarbelakangi oleh kurikulum atau metode yang

berubah-ubah sering tidak mengakar dan membuat bingung para siswa. Pendidikan yang

seharusnya memberi peluang bagi anak untuk berkembang dalam setiap aspek kehidupannya,

kadang hanya menyentuh satu aspek saja. Misalnya kurikulum yang terus berganti membuat

anak hanya belajar untuk mengejar nilai tanpa peduli akan lingkungan dan kehidupan

sosialnya. ini menjadi titik permulaan bagi kami. Sebelumnya kami ingin mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya; keluarga, kerabat serta

teman-teman semua. Semoga Allah membalas setiap jasa yang telah diberikan pada kami

Penulisan ini terbagi ke dalam empat bab. Bab I mengemukakan permasalahan yang

diangkat dalam penulisan. Bab II berisi pembahasan. Bab III simpulan dan saran. Bab IV

Daftar pustaka. kami berharap semoga Penulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

pembaca pada umumnya.

Bandung, Januari 2013

Kelompok V

i

Page 3: Model Pendidikan Montessori

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................ i

DAFTAR ISI......................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................................................1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................2

D. Metode Penulisan......................................................................................................................3

E. Sistematika Penulisan................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................4

A. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Montessori..............................................................................4

1. Sejarah Maria Montessori......................................................................................................4

2. Konsep-konsep Filsafat..........................................................................................................5

B. Prinsip-prinsip Umum...............................................................................................................8

1. Jasmani dan Jiwa Anak Wajib Berkembang Sebebas-Bebasnya............................................8

2. Anak Harus Dididik untuk Mandiri.......................................................................................8

3. Penghapusan Hadiah dan Hukuman.......................................................................................9

4. Alat-alat Indera Anak Harus Berkembang.............................................................................9

C. Implementasi Model................................................................................................................10

1. Kurikulum............................................................................................................................10

2. Langkah-langkah Pembelajaran...........................................................................................15

3. Prinsip Interaksi...................................................................................................................16

4. Sistem Pendukung...............................................................................................................17

D. Keunggulan dan Kelemahan Model.........................................................................................24

BAB III PENUTUPAN.......................................................................................................................25

A. Kesimpulan..............................................................................................................................25

B. Saran-saran..............................................................................................................................26

BAB IV DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................27

ii

Page 4: Model Pendidikan Montessori

BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan yang terdiri dari proses, cara, serta perbuatan mendidik dengan tujuan

membantu anak agar mampu melaksanakan tugas hidupnya sendiri.

Pendidikan yang dimulai sejak usia dini sampai dengan usia 6 tahun merupakan

upaya pembinaan yang dilakukan melalui pemberian rangsangan untuk membantu

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memiliki kesiapan

dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan pra sekolah yang juga disebut

Taman Kanak-kanak sudah diajarkan dasar-dasar cara belajar lewat bermain yang

diarahkan. Dengan banyak permainan mereka bisa belajar seperti cara  bersosialisasi,

beradaptasi, berkomunikasi dan dapat mengatasi masalahnya.

Namun dewasa ini pendidikan dengan kurikulum atau metode yang berubah-

ubah sering tidak mengakar dan membuat bingung para siswa. Pendidikan yang

seharusnya memberi peluang bagi anak untuk berkembang dalam setiap aspek

kehidupannya, kadang hanya menyentuh satu aspek saja. Misalnya kurikulum yang

terus berganti membuat anak hanya belajar untuk mengejar nilai tanpa peduli akan

lingkungan dan kehidupan sosialnya.

Dari permasalahan diatas ini kami ingin membahas sebuah model Montessori

untuk pengembangan kurikulum anak usia dini (AUD). Montessori sebagai pakar

pendidikan yang sekaligus peduli akan kehidupan anak mengembangkan metode

pendidikan yang tidak hanya memperhatikan aspek kognitif, tetapi juga melalui latihan-

latihan praktis yang menyentuh jiwa anak. Ia mengemukakan bahwa kemandirian

seseorang harus dilatih sejak dini khususnya pada masa kanak-kanak. Ia melatih

kemandirian anak lewat latihan-latihan yang sederhana misalnya di sekolahnya ia

merancang berbagai alat sederhana yang menunjang anak dalam belajar atau melakukan

aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian anak tidak hanya menerima pengetahuan dari gurunya tetapi

mengembangkan diri dengan berbagai sarana yang ada. Semuanya ini menjadi satu

kebutuhan bersama dalam kehidupan anak. Jika anak hanya berkembang pada satu sisi

1

Page 5: Model Pendidikan Montessori

akan mempengaruhi sisi yang lain. Maka pentinglah pendidikan mencakup semua aspek

tersebut di atas.

Dari pemaparan diatas kami ingin mengkaji lebih dalam mengenai Model

Montessori, sehingga bisa diterapkan di sekolah TK atau PAUD.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apa sejarah dan filsafat pendidikan Montessori?

2. Apa saja prinsip-prinsip umum model pendidikan Montessori?

3. Bagaimana implementasi model pendidikan Montessori di Sekolah TK atau PAUD?

4. Apa kelemahan dan keunggulan model pendidikan montessori?

Sedangkan, ruang lingkup pembatasan masalah dari penelitian ini adalah;

1. Penerapan model pendidikan Montessori dalam pendidikan TK atau PAUD

2. Penerapan model pendidikan Montessori, dibatasi pada materi yang sesuai dengan

model tersebut

3. Yang menjadi objek penelitian adalah 2 (dua) buku, serta sumber-sumber yang relefan

lainnya.

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian secara

keseluruhan ialah ingin menghasilkan model pembelajaran Montessori di Sekolah kanak-

kanak. Akan tetapi, penulis rincikan tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah dan filsafat pendidikan Montessori.

2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip umum model pendidikan Montessori.

3. Untuk mengetahui implementasi model pendidikan Montessori di Sekolah TK atau

PAUD.

4. Untuk mengetahui kelemahan dan keunggulan model pendidikan montessori.

2

Page 6: Model Pendidikan Montessori

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan

pendekatan studi literatur. Nazir (1999) mendefinisikan bahwa:

Metode deskriptif merupakan perencanaan fakta dengan interpretasi yang tepat.

Sementara secara harfiah metode deskriptif merupakan metode penelitian untuk

membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian sehingga metode ini berkehendak

mengadakan akumulasi dasar belaka.

Sedangkan studi literatur menurut Sofian Effendi (1989) adalah suatu teknik

pengumpulan data dengan cara mendayagunakan sumber informasi yang terdapat di

perpustakaan dan jasa informasi yang disediakan.

E. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini agar lebih diketahui pokok-pokok isinya, maka perlu

dikemukakan dengan jelas susunan sistematika pembahasannya. Adapun sistematika

pembahasan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang merupakan gambaran secara umum, meliputi latar belakang

masalahnya, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penulisan, dan

sistematika penulisan.

BAB II : Kajian teori yang meliputi: sejarah dan filsafat pendidikan Montessori, prinsip-

prinsip umum model pendidikan Montessori, implementasi model pendidikan

Montessori di Sekolah TK atau PAUD, dan kelemahan serta keunggulan model

pendidikan montessori.

BAB III : Berisi kesimpulan dan saran yang disampaikan oleh penulis sebagai hasil

penelitian.

BAB IV : Daftar Pustaka

3

Page 7: Model Pendidikan Montessori

BAB II PEMBAHASAN

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Montessori

1. Sejarah Maria Montessori

Maria Montessori lahir di Italia pada tahun 1870 di Chiaravalle, sebuah

propinsi kecil di Ancona, karena sebagai anak muda, dia mempunyai minat dan bakat

yang besar pada matematika, orang tuanya mengirimkannya ke Roma agar Maria

memperoleh kelebihan-kelebihan pendidikan sebuah kota besar. Meski orang tuanya

ingin Maria menjadi guru, dia justru memutuskan untuk menekuni bidang

engineering. Namun bidang ini pun bukanlah kesukaannya dan setelah perkenalan

yang singkat pada bidang biologi, kemudian dia memutuskan menekuni bidang

kedokteran. Pada tahun 1896, dia menjadi wanita pertama di Itali yang mendapatkan

gelar Doctor of Medicine. Setelah lulus dari sekolah kedokteran, Maria bekerja di

klinik psikiatrik Universitas Roma dan pekerjaannya yang berhubungan dengan

masalah cacat mental ini sangat membantunya dalam menuangkan gagasan-gagasan

pendidikan pada masa-masa yang akan datang. Dia sangat yakin bahwa defisiensi

mental lebih merupakan masalah pedagogis daripada gangguan medis dan merasa

bahwa dengan latihan pendidikan khusus orang-orang cacat ini akan dapat dibantu.

Dan, pada gilirannya, pendidikan dan pemahamannya terbukti memberikan

kontribusi sangat besar dalam pengembangan kemampuan anak yang menderita cacat

mental. Casa dei Bambini, atau "Children's House" didirikan pada tahun 1907 di

Roma yang diperuntukkan bagi anak-anak cacat mental ini, semuanya berumur di

bawah lima tahun.

Pada tahun 1909, sebagai hasil minatnya yang besar terhadap Casa dei

Bambini, Maria Montessori menerbitkan Scientific Pedagogy as Applied to Child

Education in the Children's Houses. Karyanya ini menarik perhatian masyarakat dan

orang-orang Amerika yang pertama memberikan tanggapan. Namun, gagasan-

gagasannya segera mendapatkan kritik, sebagian besar karena fakta bahwa bangsa

Amerika telah mendapatkan bentuk pendidikan yang mapan dan tidak beranggapan

bahwa latihan-latihan ekstensif untuk perkembangan anak lebih lanjut seperti tidak

perlu bagi anak usia pra-sekolah. Diantara pengkritik ini adalah pengikut Darwinisme

konservatif yang sangat percaya pada " fixed intellegence" dan yakin bahwa faktor

keturunan adalah satu-satunya penentu perkembangan anak. Teori-teori Freud

4

Page 8: Model Pendidikan Montessori

(Psikoanalitis) juga mendapat perhatian di awal revelasi Montessori bahwa materi-

materi pendidikannya membangkitlkan minat Spontaneous anak dalam belajar.

Pada tahun 1915, Maria Montessori secara antusias di terima di Amerika. Dia

memberikan kuliah dan mengadakan kursus-kursus bagi para guru di California.

Untuk memperkenalkan lebih lanjut metodenya kepada masyarakat luas, sebuah kelas

Montessori didirikan di San Fransisco World Exhibition pada tahun 1915.

Setelah kembali ke eropa, dia memberikan kuliah di beberapa negara dan juga

menghabiskan banyak waktunya dalam penelitian lebih lanjut. Dr. Montessori

meninggal di Belanda tahun 1952 pada umur 81 tahun. Setelah kematiannya, anak

laki-Iakinya Mario Montessori menggantikannya sebagai direksi Association

Montessori Internationale dengan kantor pusat di Amsterdam.

2. Konsep-konsep Filsafat

Bermula dari pengkritikan montessori terhadap metode konvensional.

Montessori (2002) mengkritik pendekatan dikarenakan:

Pengetahuan eksak tentang kondisi fisik anak tidak dengan sendirinya dapat

dijadikan dasar untuk merumuskan metode pendidikan, karena keduanya

merupakan dua masalah yang berbeda. Bagi Montessori, tahu ukuran kepala anak

ataupun tahu panjang kaki dan tangan secara eksak tidak dengan sendirinya

membuat orang mengerti metode pendidikan yang tepat bagi anak.

Pendekatan tersebut terlalu berat sebelah, karena pendekatan tersebut hanya

menerapkan pengetahuan ilmiah untuk memahami anak secara materialistis dan

mekanis.

Fakta tersebut membuktikan bahwa proses "memanusiakan manusia" dalam

dunia pendidikan menurut Maria Mentessori adalah proses pembelengguan yang

menciptakan kultur pendidikan satu arah. Anak dianggap bukan potensi diri yang

masing-masing mempunyai kekhasan dan kelebihan tersendiri. Lantas, ia pun

menciptakan sebuah metode Montessori. Ia bergerak ke arah filsafat pendidikan. 

Filsafat tersebut dijadikan pendekatan dengan gagasan untuk memberikan

anak ruang berekspresi dan kebebasan berkreasi dalam lingkungan yang kaya

pertualangan dan kesenangan yang terencana dan terstruktur.

Filosofi dari Montessori adalah membangun ide bahwa perkembangan dan

pola pikir anak berbeda dengan anak dewasa, mereka bukan miniatur orang dewasa.

Montessori menyatakan persamaan hak anak didik, maka anak akan belajar untuk

5

Page 9: Model Pendidikan Montessori

berkembang sendiri menjadi dewasa, akan tetapi tetap dengan bimbingan dari guru.

Montessori tidak begitu setuju dengan tes pengukuran kemampuan anak pada akhir

masa persekolahan. Karena hal ini akan mengganggu pertumbuhan anak sedari dalam.

Umpan balik dan analisis kualitatif terhadap penampilan anak lebih di utamakan.

(Wikipedia.com, 2007)

Pandangan Montessori tentang anak dipengaruhi pemikiran Rouseau,

Pestalozzi dan Froebel yang menekankan pentingnya kondisi lingkungan yang bebas

dan penuh kasih sayang untuk dapat berkembangnya potensi bawaan anak. Dibawah

ini kami membuat sebuah gambaran mengenai model pendidikan Montessori,

sebelum penjelasan yang lebih mendalam mengenai konsep tentang anak serta

konsep-konsep yang mempengaruhi Montessori.

Dari gambar di atas menjelaskan bahwa Montessori sangat menekankan

eksistensi anak dan ia juga menggagaskan konsep tentang self-construction dalam

perkembangan anak. Menurutnya, suatu fase kehidupan di awal sangat berpengaruh

terhadap fase-fase kehidupan selanjutnya artinya bahwa pengalaman-pengalaman

yang dialami oleh seorang anak di awal kehidupannya sangat berpengaruh terhadap

kedewasaannya kelak begitu juga perlakuan yang didapatkan anak sejak kecil akan

sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya.

Pandangan Montessori tentang anak dapat difahami melalui konsep-

konsepnya. Anak mengkonstruksi sendiri perkembangan jiwanya (Child's

Selfconstruction) Masa-masa sensitif (Sensitive Periodes) Jiwa Penyerap (Absorben

mind) Hukum-hukum perkembangan ( The natural laws governing the child's psychic

growth)

6

Anak-anak keterbelakangan mental

Mengamati dan mencatat kecenderungan-

kecenderungan alamiah anak untuk belajar

Montessori

Dengan metode yang tepat, anak-anak akan belajar

dengan sendirinya

Anak-anak kesulitan mempelajari apa yang diinginkan

Menstimulasi anak untuk belajar apa yang mereka sukai

Belajar dengan metode konvesional

Mempelajari

apa yang

diharapkan oleh

masyarakat

Page 10: Model Pendidikan Montessori

Seperti telah diungkapkan di atas bahwa Montessori meyakini bahwa anak

secara bawaan telah memiliki suatu pola perkembang psikis. Selain itu, anak juga

memiliki motif yang kuat ke arah pembentukan sendiri jiwanya (self construction).

Dengan dorongan ini anak secara spontan berupaya mengembangkan dan membentuk

dirinya melalui pemahaman terhadap lingkungan.

Beliau pun mengungkapkan bahwa meskipun anak sudah memiliki pola psikis

bawaan dan dorongan vital untuk mencapainya, tidak berarti bahwa ia membawa

model-model perilakunya yang sudah jadi. Dengan demikian anak mengembangkan

pola-pola perkembangan dan kekuatannya itu sejak lahir melalui pengalaman-

pengalaman interaksional pendidikan. Ada dua kondisi yang diperlukan dalam

perkembangan anak (Lillard, 1972 dalam Sollehudin, 2000); yakni pertama adalah

adanya suatu interaksi yang terpadu antara anak dengan lingkungannya (baik benda

maupun orang) dan ke dua adalah adanya kebebasan bagi anak.

Montessori yakin bahwa dalam tahun-tahun awal seorang anak mempunyai

apa yang dia sebut sebagai "sensitive periods" artinya selama masa ini seorang

individu mudah menerima stimulus-stimulus tertentu. Masa-masa sensitif yang

diungkapkan Montessori yaitu :

Lahir - 3 tahun Pikiran dapat menyerap Pengalaman (pengalaman sensoris)

1,5 – 3 tahun Perkembangan bahasa

1,5 – 4 tahun Koordinasi dan perkembangan otot serta minat pada benda-benda

kecil

2 – 4 tahun Peneguhan gerakan, minat pada kebenaran dan realitas menyadari

urutan dalam waktu dan ruang

2,5 – 6 tahun Peneguhan sensoris

3 – 6 tahun Rawan pengaruh orang dewasa

3,5 – 4,5 tahun Menulis

4 – 4,5 tahun Kepekaan indera

4,5 – 5,5 tahun Membaca

Selain itu, montessori meyakini bahwa jiwa anak masih belum terbentuk.

Dengan pengetahuan yang dimilikinya, orang dewasa dapat membangun

pengetahuan-pengetahuan lainnya. Gejala psikis yang memungkinkan anak untuk

membangun pengetahuannya itu dikenal dengan konsep absorbent mind. Dengan

gejala psikis ini anak dapat melakukan penyerapan tak sadar terhadap lingkungan.

7

Page 11: Model Pendidikan Montessori

Kemudian anak menggabungkan pengetahuan secara langsung ke dalam kehidupan

psikisnya. Kesan-kesan yang diperolehnya melalui proses ini tidak semata-mata

memasuki jiwa anak, tetapi juga membentuknya. Proses tak sadar tersebut selanjutnya

diganti secara berangsur-angsur oleh proses atau aktivitas jiwa yang disadari.

B. Prinsip-prinsip Umum

Ada pun mengenai prinsip-prinsip umum dari Montessori, menurut Florentinabe'o

(2009) antara lain yaitu :

1. Jasmani dan Jiwa Anak Wajib Berkembang Sebebas-Bebasnya

Montessori berpendapat bahwa kemerdekaan dalam pendidikan merupakan hal

yang penting terutama bagi anak yang masih sangat muda. Hal ini tidak hanya

sekedar ide belaka tetapi sungguh dikembangkan Montessori untuk sekolahnya. Tiap

pendidikan harus berpedoman pada pribadi yang hidup, karena tugas pendidikan

adalah membantu anak untuk semakin dapat mandiri dalam hidup dengan

mengembangkan seluruh kemampuannya secara maksimal. Kemerdekaan bukanlah

kesibukan yang tidak bertujuan yang sering dipertunjukkan anak tetapi merupakan

basis untuk membentuk sikap disiplin dalam diri anak. Menurut Montessori konsep

kebebasan dalam pendidikan semestinya dimengerti sebagai kebebasan yang

menuntut kondisi yang paling mendukung perkembangan seluruh kepribadian anak

bukan hanya secara fisik, tetapi juga mental termasuk perkembangan kemampuan

otak.

2. Anak Harus Dididik untuk Mandiri

Menurut Montessori syarat utama untuk menjadi pribadi yang merdeka adalah

kemandirian. Oleh karena itu, anak harus dibantu supaya menjadi pribadi yang

merdeka sejak kecil. Itu berarti sejak anak-anak memasuki fase awal untuk aktif,

aktivitas mereka itu semestinya menjadi dasar untuk mengarahkan mereka agar

semakin mandiri. Misalnya anak dibiasakan mengenakan pakainnya sendiri,

mengambil keperluannya sendiri dan lain-lain. Itulah gambaran pendidikan yang

menuju kebebasan sekaligus membantu anak.

Pendidikan yang efektif semestinya membantu anak untuk menjadi pribadi

yang semakin mandiri. Semua bantuan yang tidak perlu justru menghambat proses

makin mandiri yang semestinya dicapai anak. Pendidikan semestinya membantu

8

Page 12: Model Pendidikan Montessori

anak untuk semakin dapat melakukan sendiri segala sesuatu yang berguna untuk

kelangsungan hidupnya, dengan demikian sebagai individu ia semakin

mengembangkan begitu banyak kemampuan untuk masa depannya. Membentuk

pribadi yang kompeten tidak lain adalah membentuk pribadi yang mandiri dan

merdeka. Hal ini seharusnya menjadi prinsip fundamental bagi pendidikan.

3. Penghapusan Hadiah dan Hukuman

Penghapusan hadiah dan hukuman merupakan konsekuensi dari penerapan

prinsip di atas. Anak yang terbiasa untuk beraktivitas akan lebih menghargai hadiah

yang tidak meremehkan kemampuannya untuk melakukan sesuatu, karena ia sadar

bahwa perkembangan kemampuan dan kemerdekaan batin menjadi asal usul bagi

aktivitasnya. Hal ini tampak jelas pada setiap sekolah Montessori. Hadiah-hadiah

yang ada tidak lagi menarik perhatian anak, karena pemberian hadiah justru

dirasakan melukai harga diri anak.

Berkaitan dengan hukuman, Montessori mengemukakan bahwa ketika ada

anak yang nakal, dan mengganggu teman lain, anak ditempatkan di sudut ruangan

untuk bermain sendiri dengan mainan kesenangannya sambil duduk di kursi yang

empuk. Pada awalnya ia merasa senang berada di situ namun makin lama ia melihat

teman-temannya melakukan banyak hal bersama-sama, ia akan menyadari betapa

bermanfaatnya bekerja sama dengan yang lainnya. Dengan demikian ia akan

bergabung kembali dengan rekan-rekannya. Dari pengalaman itu ia akan

menemukan sendiri pentingnya disiplin dan menghargai orang lain tanpa harus

diatur oleh guru. Menurut Montessori hukuman semacam ini jauh lebih mendidik

dibandingkan dengan hukuman fisik yang sering diterapkan di sekolah tradisional.

4. Alat-alat Indera Anak Harus Berkembang

Ciri sistem Montessori yang terpenting adalah besarnya perhatian yang

dicurahkan kepada perkembangan penginderaan. Menurut Montessori masa peka

pertumbuhan alat-alat indera manusia terdapat antara usia 3-6 tahun . Oleh karena

itu semua latihan untuk menyempurnakan pertumbuhan alat indera anak hendaknya

dijalankan pada masa itu. Bersamaan dengan pertumbuhan alat indera anak,

mulailah anak tertarik pada hal-hal di sekelilingnya.

Pendidikan alat indera manusia bertujuan menciptakan manusia yang dapat

beradaptasi dengan alam sekitarnya. Anak harus dididik untuk hidup sesuai dengan

9

Page 13: Model Pendidikan Montessori

kenyataan. Menurut Montessori kecerdasan otak akan tetap rendah tingkatnya jika

tidak ada pendidikan alat indera. Sebab alat indera itulah yang menangkap bayangan

dari luar yang dibutuhkan oleh otak. Apabila alat indera kita dihaluskan maka otak

akan memperoleh pengaruh yang baik sekali. Menurut Montessori pendidikan

penginderaan merupakan dasar bagi pembentukan konsep-konsep intelektual serta

menyiapkan anak untuk menjadi pengamat yang tidak hanya mampu menyesuaikan

diri dengan peradaban modern tetapi juga untuk keperluan sehari-hari. Inti dari

pendidikan penginderaan adalah melatih anak mempertajam kemampuan untuk

menangkap dan membeda-bedakan berbagai rangsangan inderawi secara tepat

sehingga dapat memberikan penilaian secara tepat pula.

Singkatnya prinsip dasar umum dalam metode Montessori adalah anak harus

dihormati sebagai individu yang bebas serta perkembangan pribadi anak baik

jasmani maupun jiwa merupakan perhatian pokok dalam pendidikan.

C. Implementasi Model

1. Kurikulum

Dalam kurikulum yang dibuat oleh Montessori Children's Houses, beliau lebih

menekankan pentingnya arti disiplin pada awal-awal pembelajaran tanpa mengurangi

kebebasan anak untuk memilih aktivitas-aktivitas yang telah disediakan di kelas

Montessori. Kurikulumnya antara lain:

a. Anak-anak di kelas Montessori dikelompokkan secara vertikal, mereka tidak

dikelompokkan berdasarkan umur. Setiap kelas terdiri dari beragam kelompok

dengan rentang 2 sampai 6 tahun, di mana mereka berbagi kelas dan guru-guru

yang sama. Pengelompokkan anak berdasarkan umur memberikan kesempatan

yang sangat baik bagi anak untuk berinteraksi dengan beragam cara. Anak-anak

yang lebih tua merupakan model/contoh bagi anak yang lebih muda, hal ini akan

meningkatkan kepercayaan diri dan pengetahuan mereka, selain itu menjadi

pemimpin di kelas akan mendorong anak mempunyai rasa tanggung jawab yang

pada akhirnya meningkatkan citra diri. Di sisi lain, anak-anak yang lebih muda

dibuka/diarahkan untuk bekerja lebih baik dengan cara mengobservasi anak-anak

yang lebih tua. Metode ini memungkinkan anak-anak dapat bekerja sesuai dengan

kemampuan dan prestasi dikembangkan dan sebagai konsekuensinya kepercayaan

diri akan terpellihara dengan baik.

b. Memiliki area-area yang menjadi pusat latihan, antara lain;

10

Page 14: Model Pendidikan Montessori

1) Latihan Kehidupan Praktis (LKP), Pada tahap perkembangan usia antara 2

sampai 6 tahun merupakan fase dimana anak-anak mempunyai keinginan yang

kuat untuk meniru orang dewasa dan hal ini sangat diperlukan untuk

pengembangan mereka. Pada fase ini, anak-anak diberi kesempatan untuk

meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa di sekitar mereka setiap hari.

Misalnya, mereka menyapu, mencuci, memindahkan suatu barang dengan

berbagai alat yang berbeda ( sendok, sumpit dan lain-lain), membersihkan kaca,

membuka dan menutup kancing atau resleting, membuka dan menutup

botol/kotak/kunci, mengelap gelas yang sudah di cuci dan sebagainya.

Melalui berbagai aktivitas yang menarik ini, anak-anak belajar untuk membantu

diri mereka sendiri (self help), berkonsentrasi dan mengembangkan kebiasaan

bekerja dengan baik.

2) Penginderaan, bahan-bahan tentang penginderaan dirancang untuk memperbaiki

perasaan/kepekaan anak-anak akan waktu pada saat terutama sensitif untuk

mempelajari keahlian. Anak-anak dapat belajar untuk menilai, memisahkan dan

membedakan dimensi, tinggi, berat, warna, suara, bau, barang tenunan dan

mengembangkan bahasa dan kosa kata. Melalui bahan-bahan tentang

penginderaan, anak-anak dapat mengembangkan kontrol otot untuk hal-hal

tertentu, misalnya mengontrol pinsil pada saat menulis, memperkuat jari

penjepit melalui alat yang dikenal dengan nama knobbed/cylinders dan melukis

dengan jari untuk mengkoordinasikan mata dengan tangan.

3) Pengenalan akan matematika dilakukan melalui penyesuaian, pemilahan dan

penyusunan terhadap apa yang anak-anak hadapi sehari-hari di area LKP dan

area penginderaan. Matematika diperkenalkan kepada anak-anak melalui

konsep-konsep yang jelas dan menarik. Metode yang dirancang dan disesuaikan

dengan kebutuhan anak untuk merekayasa bahan-bahan yang nyata/jelas

sebelum mereka sampai pada tahap konsep abstrak yang berkaitan dengan dunia

angka. Setelah anak-anak memahami konsep dasar kuantitas/jumlah dan

hubungannya dengan lambang-lambang, hal lain yaitu mempelajari angka-

angka yang lebih besar dan operasi matematika seperti penjumlahan,

pengurangan, perkalian dan pembagian akan menjadi lebih alami. Selain itu,

anak dapat belajar matematika melalui pengukuran, seperti mengukur jarak,

mengukur literan, mengukur besar kecil dan lain-lain.

11

Page 15: Model Pendidikan Montessori

4) Bahasa, kelas pra sekolah Montessori menekankan bahasa lisan sebagai dasar

dalam semua ekspresi bahasa. Melalui seluruh lingkungan Monessori, anak-

anak mendengar dan menggunakan kosa kata yang tepat untuk seluruh kegiatan,

mempelajari nama-nama susunan, bentuk geometris, komposisi, tumbuh-

tumbuhan, operasi matematika dan sebagainya. Selain itu, bahan-bahan tertentu

di area bahasa sangat mendukung dalam berbahasa secara lisan. Bahan-bahan

untuk bahasa tulisan diperkenalkan pertama kali kepada anak-anak melalui

huruf-huruf yang dapat dipindahkan.

Setelah itu, anak-anak mulai diperkenalkan tentang komposisi/susunan kata,

kalimat dan seluruh cerita dengan menggunakan bahan-bahan tersebut guru dan

orang tua sebaiknya mulai mengenalkan bahasa kedua pada anak.

5) Kebudayaan, anak-anak diperkenalkan mempelajari Geografi, Sejarah, IImu

tentang tumbuh-tumbuhan dan IImu pengetahuan yang sederhana. Anak-anak

belajar melalui latihan individual, kelompok dan aktivitas-aktivitas latihan

seperti diskusi mengenai dunia sekitar mereka, pada saat ini dan masa lalu.

Pengenalan akan tumbuh-tumbuhan dan kehidupan binatang seperti juga

pengalaman sederhana untuk mengetahui lebih jauh tentang ilmu pengetahuan

alam. Selain itu, anak-anak pun diperkenalkan tentang masakan khas daerah,

melalui 'cooking'.

Lima area ini saling berkaitan dan diperkenalkan secara bersamaan kepada anak.

Anak-anak tidak diwajibkan untuk menguasai satu area sebelum berpindah ke

area yang lain, namun banyak latihan yang harus dikuasai sebelum melangkah

ke matematika dasar dan pemahaman bahasa. Area LKP dan penginderaan

merupakan fondasi yang mendasar bagi area-area yang lain.

c. Metode pembelajaran dibagi menjadi 3 bagian: pendidikan motorik, sensorik, dan

bahasa melalui pengembangan lima indera. Anak belajar dengan tahapan yang

berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan kecakapan-kecakapan individunya.

Metode Montessori mengembangkan kepribadian anak secara keseluruhan. Metode

Learning to Learn merupakan metode yang dilatihkan pada anak di sekolah

Montessori.

Selama tahap awal pembelajaran, anak memerlukan motivasi dari orang

dewasa, maka berikanlah pujian untuk memperoleh kepercayaan dalam dirinya.

Aturan dan disiplin serta kontrol diri harus dilatihkan pada anak. Keteladan dari

12

Page 16: Model Pendidikan Montessori

orang dewasa merupakan metode yang menonjol dalam Montessori, sebab anak

belajar segala hal dengan cara meniru orang dewasa. Perluas wawasan anak dengan

mengadakan kegiatan untuk memberikan pengalaman-pengalaman baru, bertemu

orang-orang baru, dan melihat hal-hal baru.

Sejalan dengan kurikulum diatasmenurut George s. Morrison (2012)

mengatakan bahwa montessori pun membuat kurikulum terpadu. Kurikulum

tersebut disediakan agar anak dapat terlibat secara aktif dalam menggunakan

materi konkret sepanjang kurikulum (menulis, membaca, ilmu pengetahuan,

matematika, geografi, dan seni) kurikulum montessori

Isi Kurikulum

Meliputi Aspek sebagai berikut :

a. Language and Vocabulary (LV)

Mengembangkan kosa kata dan keterampilan menggunakan bahasa dalam

kehidupan sehari-hari dan mengembangkan kemampuan mendengar, berbicara,

membaca, menulis dan berkomunikasi

b. Fine Motor (FM)

Anak dilatih untuk menghaluskan rasa dengan keterampilan tangan,

menggunakan otot jari, koordinasi tangan dan mata.

c. Gross Motor (GM)

Anak dilatih untuk memanfaatkan potensi geraknya yang disalurkan dalam

berbagai olah raga permainan. Dimaksudkan untuk mengembangkan

keseimbangan tubuh, kekuatan dan korrdinasi otot

d. Perception (PC)

Anak dilatih untuk mengasah daya pikinya sehingga dapat membedakan,

dapat menyusun kembali atau menguraikan berbagai hal yang sederhana. Anak

juga dilatih untuk mengerti sebab akibat dari suatu kejadian yang diamatinya

dengan mengembangkan konsep berpikir logis, analitik dan kreatif

e. 0bservation (OB):

Anak diajak untuk mengamati beberapa kejadian sehingga dapat merasakan

dan melihat langsung bagaimana perubahan, perbedaan dan proses alam itu

terjadi. Anak dilatih untuk melakukan beberapa percobaan sederhana.

f. Practical life / Self Help (SH):

13

Page 17: Model Pendidikan Montessori

Melatih konsentrasi, motorik halus, koordinasi visual motorik, intelegensi,

disiplin dan control diri serTa mengembangkan keterampilan menolong diri

sendiri berkaitan dengan kehidupan sehari-hari seperti berpakaian sendiri, makan

sendiri, membuat makanan sendiri, toilet training dll

g. Premath (PM):

Kegiatan bereksplorasi dan berinteraksi dengan benda-benda untuk

mengembangkan konsep matematika (memahami konsep kongkrit, kuantitas dan

simbol). Program yang dikembangkan antara lain: memasangkan, memilah,

menyesuaikan, membandingkan, mengelompokkan, mengurutkan, mengukur dan

membuat grafik.

h. Cooking and Recipes (CR):

Fokus dari kegiatan ini meliputi pengalaman, eksplorasi dan memanipulasi

melalui kegiatan meraba, merasa, mencium, membandingkan. Anak dikenalkan

dengan aneka masakan. Skill yang dikembangkan adalah : motorik halus,

matematika dasar, bahasa, sosialisasi melalui kegiatan memasak.

i. Sensory Experience (SE):

Anak dilatih untuk mengeksplorasi benda benda dengan menggunakan

seluruh proses indranya : melihat, merasakan bentuk , mendengar bunyinya,

membaui sabun dll. Disediakan meja eksplorasi yang memungkinkan anak bebas

bereksplorasi di bak air atau bak pasir baik sendiri maupun berkelompok. Isi meja

ini diganti secara reguler. Kegiatan beragam dilakukan dengan menyimpan

benda- benda berbeda di meja misalnya alat makan untuk mencampur dan

menimbang, boneka plastik, material yang dapat mengapung dan tenggelam,

pewarna makanan, lap untuk mencuci dll.

j. Agama

Anak diperkenalkan dengan agamanya dan mulai melakukan peribadatan

sederhana

k. Dramatik play /song & finger play

Dilakukan secara individu atau kelompok sehingga anak dapat

mengekspresikan dirinya melalui pekerjaan dan mainannya. Hal ini dapat

mengembangkan kemampuan bahasa dan sosialisasi anak.

l. Musik

14

Page 18: Model Pendidikan Montessori

Meningkatkan kepekaan anak terhadap suara-suara yang ada di lingkungan

mereka dan mengeksplorasi bahwa setiap benda mempunyai suara yang berbeda.

Misalnya suara petikan jari, ketukan kaki, gesekan tangan , suara mulut untuk

digunakan dalam mengikuti irama lagu. Melalui musik anak dapat mengiringi

nyanyian dan tarian

Montessori menyebutkan tiga ciri utama pelajaran yang diberikan secara

individual yaitu:

a. Pelajaran yang diberikan harus singkat. Semakin banyak kata-kata yang tidak

berguna dihilangkan, semakin baik suatu pelajaran. Ketika mempersiapkan

pelajaran yang akan diberikan, pendidik mesti mempertimbangkan bobot kata-

kata yang akan diucapkan.

b. Pelajaran harus sederhana. Kata-kata yang sudah dipilih dengan seksama

haruslah yang paling sederhana yang bisa ditemukan dan mengacu pada

kebenaran.

c. Pelajaran harus objektif. Guru tidak boleh menarik perhatian anak-anak pada

dirinya sendiri sebagai guru, melainkan hanya pada objek yang ingin

diterangkan. Penjelasan singkat itu harus merupakan penjelasan mengenai objek

yang akan dipelajari anak-anak.

2. Langkah-langkah Pembelajaran

Setiap proses belajar mengajar seorang guru mengupayakan agar suasana

kelas/lingkungan belajar yang ia kelola dapat memunculkan aktifitas siswa dengan

memberikan stimulus yang cukup kepada seluruh siswa sehingga potensi siswa dapat

berkembang dengan baik sesuai dengan level-level perkembangan mereka masing-

masing.

Langkah-langkah berikut ini mungkin bisa dilakukan untuk mengelola

pembelajaran dengan menerapkan konsep Montessori yaitu :

a. Children Center : Dalam prinsip Montessori siswa diberi kebebasan untuk

beraktivitas dengan lingkungan belajar sehingga dalam aktivitas tersebut siswa

akan mengkonstruksi sendiri perkembangan jiwanya (child’s self contruction)

dengan guru sebagai penguat atau penekanan konsep ia dapat. Sehingga semakin

siswa sibuk dengan aktivitasnya dalam mencari, menemukan, menyimpulkan

15

Page 19: Model Pendidikan Montessori

berbagai pengetahuan dan keterampilan  belajarnya maka semakin baik proses

belajarnya.

b. Eksperimen dan Demonstrasi : Metode ini memang menuntut keaktifan siswa untuk

melakukan aktifitas sendiri dengan media yang ada dan dilengkapi dengan

prosedur langkah-langkah kerja yang jelas yang telah disusun oleh guru secara

sistematis. Sehingga siswa akan memiliki pengalaman tersendiri dari aktifitasnya

tersebut. Sebelum melakukan eksperimen ada baiknya, diawali dengan demonstrasi

dengan cara memperlihatkan langkah-langkah proses percobaan sesuai dengan

materi yang akan disampaikan. Sehingga sebelum siswa beraktifitas mereka telah

melihat dan mendengarkan rambu-rambu praktik yang akan dilaksanakan sehinga

tujuan belajar dapat tercapai.

c. Media Pembelajaran : Dalam konsep Montessori media pembelajaran berpusat pada

seluruh aktifitas panca indra karena dengan panca indra ini awal pintu masuknya

berbagai pengetahuan dalam otak manusia. Seluruh panca indra harus memperoleh

kesempatan untuk berkembang sesuai dengan fungsinya. Olehkarena itu dalam

konsep ini seorang guru harus kreatif mengolah, membuat media pembelajaran

dalam bentuk alat peraga, alat praktik, permainan, tulisan disertai gambar, buku

atau artikel dengan ilustrasi gambar, video pembelajaran dan segudang  media

lainnya sehingga seluruh siswa akan melakukan aktifitas belajar dan proses

pembelajaran akan lebih mudah dan menyenangkan. 

3. Prinsip Interaksi

Morrisson (2012) mengatakan bahwa montessori mempunyai keyakinan

bahwa guru harus bisa menunjukan perilaku tertentu untuk menerapkan prinsip

pendekatan yang berpusat pada anak ini. Berikut ini enam peran utama guru dalam

program montessori.

a. Menghormati anak dan pemelajarannya.

b. Membuat anak sebagai pusat pembelajaran.

c. Mendorong pemelajaran anak.

d. Mempersiapkan lingkungan pembelajaran

e. Memperkenalkan materi pembelajaran dan mendemostrasikan pelajaran.

Dan bahkan Montessori pun menyatakan. “Penting bagi guru untuk memandu

anak tanpa membuat anak terlalu merasakan kehadirannya, sehingga guru selalu siap

16

Page 20: Model Pendidikan Montessori

memberikan bantuan yang di inginkan, tetapi tidak menjadi penghalang antara anak

dan pengalamannya.” Guru sebagai pemandu merupakan pilar praktik montessori.

4. Sistem Pendukung

Dengan konsep memanfaatkan setiap lahan yang tersedia maka pengaturan

ruangan dapat diatur sesuai kebutuhan pada setiap tema. Ruangan yang penting dan

perlu ada adalah :

a. Ruang kegiatan

Di ruangan ini dibagi beberapa area kegiatan .

- Area Practical Life

- Area Circle Time

- Area Pre math and perception

- Area Dramatic Play

- Area Language and Vocabulary

b. Ruang Serba guna

Ruangan ini dapat dipakai untuk kegiatan :

- Library

- Gross motor

- Music Pertemuan

c. Ruang makan

Di ruang makan ini tersimpan peralatan makan, meja dan kursi serta washtafel

d. Ruang bengkel

Tempat ini digunakan untuk kegiatan :

- Fine motor

- Cooking

- Art Display

- Sensory Experience

e. Ruang tidur

Dilengkapi dengan peralatan tidur untuk anak-anak yang ikut kegiatan hingga

sore hari

f. Kamar mandi

Untuk keperluan Mandi, huang air besar dan kecil

g. Play ground

17

Page 21: Model Pendidikan Montessori

Untuk tempat bermain di luar ruangan untuk melatih motorik kasar anak

h. Mushola

Sebagai tempat khusus untuk sholar berjamaah dan mengaji

Perlengkapan Media

Ruang kegiatan

a. Dramatic play area

- 1 bh rak kotak kotak besar

- Mainan bongkar pasang - Alat masak-masakan

- Aneka macam boneka

- Gambar -gambar profesi

- Jenis jenis pakaian profesi dan alatnya

- Rambu rambu lalu lintas

- Berbagai jenis mainan anak

- Miniatur binatang dan kendaraan

- Alat timbang badan

- Pengukur tinggi badan

- Jas hujan/mantel

- Berbagai jenis sepatu

b. Premath and perception area

- Rak barang kotak kotak kecil

- Stories belling dari plastic (10 bh) .

- Berbagai jenis botol

- Berbagai jenis batu

- Berbagai jenis kancing

- Kartu bilangan

- Box pernak pernik berwarna

- Papan geobord (3 bh)

- Gambar -gambar himpunan bilangan

- Balok –balok

- Alat bermain konstruksi

- Lotto - Berbagai macam puzzle

- Manik manik

- Alat untuk meronce

18

Page 22: Model Pendidikan Montessori

- Tempat telur

- Komputer

- Boneka bongkar pasang

c. Language and vocabulary area

- Rak barang

- Kartu huruf

- Folder anak

- Macam -macam gambar

- Kartu kata

- Kertas, alat tulis

- Gambar seri

- Karpet puzzle huruf

- Karpet puzzle benda-benda

d. Circle time area

- 1 bh rak

- Karpet lingkaran

- Papan tulis

- Kalender

e. Practical life area

- Kursi

- Kertas

- Kacang kacangan

- Teko/botol

- Beras

- Air

- Sendok

- Suntikan

- pipet

- Kulit/cangkang

- Penjepit/catut

- Biji bijian

- Kancing berbagai warna dan ukuran

19

Page 23: Model Pendidikan Montessori

- Spans dan tusukan

- Berbagai macam bentuk benda

- Lem

- Kuas

- Kertas kertas garis lurus, zigzag, lengkung, geometris, bentuk binatang

- Bingkai baju, kancing besar, kancing kecil, prepet, kancing cetet, tali, kait,

risleting, pita,tali sepatu, peniti, gesper,kancing sepatu

- Sepatu dan alat semir

- Cotton buds dan tissue

- Gunting kuku

- Shampoo anak dan sisir - Karet rambut , pita dll

- Lap kaca, kayu, perak,kuningan

- Meja

- Timbangan dan bahan bahan untuk ditimbang

- Alat ukur

- Saringan /ayakan

f. Library area

- 2 bh rak buku

- Berbagai macam buku cerita

- Ensiklopedia anak

- Meja bundar

- Bantal baca

g. Ruang bengkel

- 1 set meja kerja clan locker

- Meja kerja di tengah ruangan

- Kursi

- Easel

- Bak air

- Bak pasir (apabila playground tidak berpasir)

- Kertas berbagai ukuran dan warna

- Cat

- Alat gambar/lukis/mencap

- Alat pertukangan - Alat elektronik

20

Page 24: Model Pendidikan Montessori

- Plastisin

- Tanah liat

- Alat eksperimen IP A

- Tempat sampah

- Tempat cuci tangan

- Lap

- Gelas ukuran 2 bh

- Timbangan kue

- Alat bermain air

- Lem kecil (I dus)

- Pinset/alat suntik

- Beras

- Teko

- Berbagai jenis botol belling

- Corong air

h. Ruang tidur

- Ranjang tidur berlocker

- Kasur

- Sprei

- Bantal

- Sarung bantal

- Selimut

- Cermin • Ruang serba guna

- Matras ukuran 2 x 120

- Lemari TV

- TV

- VCD

- Kaset VCD

- Bantalan tinju

- Ring basket

- Macam macam gambar olahraga

- Rak barang barang olahraga

- Macam macam bola

21

Page 25: Model Pendidikan Montessori

- Mini bowling

- Partitur

- Tape recorder

- Organ

- Gitar

- Perkusi

- Panggung pentas

i. Mushola

- Locker pakaian sholat

- Karpet

- Gambar mesjid/kabah

- Gambar gerakan sholat

- Jadwal surat pendek - Folder IQRA

- Rak sandal

j. Ruang makan dan dapur

- Meja dan kursi makan

- Gambar 4 sehat 5 sempurna

- Alat makan

- Mangkuk sayur

- Mangkuk nasi

- Piring buah

- Piring lauk

- Centong nasi

- Sendok sayur

- Penjepit lauk

- Taplak meja plastik

- Tempat sampah

- Kitchen set

- Perlengkapan masak

- Alat kebersihan

- Parutan keju

- Pengoles roti

22

Page 26: Model Pendidikan Montessori

- Pengupas wortel

- Cetakan roti

- Pembulat buah

- Tusuk sate - Kompor

k. Kamar mandi

- Gayung

- Sabun dan tempatnya

- Ember kecil

- Tisue holder

- Tempat sampah

l. Tempat cuci piring

a. Rak piring basah

b. Ember piring kotor .

c. Wadah sabun

m. Tempat wudhu

- Rak odol dan alat mandi

- Cermin

- Gambar gerakan wudhu

D. Keunggulan dan Kelemahan Model

1. Kelebihan pendekatan Montessori

23

Page 27: Model Pendidikan Montessori

• Konsep-konsep pendekatan Montessori dapat diberikan pada anak dari berbagai

latar belakang dan kondisi yang beragam.

• Berhasil menghasilkan konsep dan material / alat pendidikan yang sistematis dan

operasional sesuai dengan tahapan perkembangan dan kemampuan anak.

• Memiliki laboratorium sekolah dan sistem penyelenggaraan yang terkontrol

terhadap seluruh sistem pendidikan Montessori.

• Mengeluarkan panduan-panduan tentang sistem pembelajaran di sekolah

Montessori.

2. Kekurangan Pendekatan Montessori

• Terlalu bersifat perseorangan, sehingga memerlukan rasio perbandingan antara

guru dan murid yang kecil.

• Memerlukan media pembelajaran yang sangat beragam , serta harga material

yang sangat mahal sulit terjangkau oleh sekolah-sekolah umum.

• Pelatihan penyelenggaraan konsep pendidikan Montessori sangat mahal bagi

guru-guru di sekolah umum.

Mengacu pada ke dua poin di atas, maka secara umum dapat disimpulkan

bahwa : tidak ada satu pendekatan pun yang lebih baik dari pendekatan-pendekatan

yang lain, begitu pula sebaliknya tidak ada satu pendekatan pun yang tidak baik dari

pendekatan-pendekatan yang lain, karena dari masing-masing pendekatan memiliki

kelebihan dan kekurangan. Dan tentunya hal ini sangat dipengaruhi oleh cara pandang

terhadap anak

24

Page 28: Model Pendidikan Montessori

BAB III PENUTUPAN

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Pendidikan merupakan usaha dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju

kepada pendewasaan anak itu atau membantu anak agar mampu melaksanakan tugas

hidupnya sendiri secara mandiri. Menurut Montessori untuk menjadi pribadi yang

mandiri, seseorang harus dilatih sejak dini khususnya pada masa kanak-kanak karena

pada masa itu merupakan masa peka dimana anak mampu menerima segala sesuatu yang

diajarkan.

Pendidikan dalam metode Montessori memberikan tempat bagi anak untuk

beraktivitas sebebas-bebasnya sesuai dengan kemampuan masing-masing yang sekaligus

merupakan basis pembentukan kemandirian dan kedisiplinan bagi anak. Bagi Montessori

pendidikan tidak berarti anak hanya menerima dari guru melainkan anak juga bisa

menemukan sendiri apa yang berguna bagi mereka melalui aktivitas mereka sendiri.

Kebebasan dalam metode Montessori adalah kebebasan yang mendukung perkembangan

seluruh kepribadian anak bukan hanya secara fisik tetapi juga mental termasuk

perkembangan otak.

Bahkan menurut Proffessor Puan Sri (pensyarah di Fakultas Pendidikan

Universitas Kebangsaan Malaysia), beliau menyatakan bahwa pendidikan Montessori

yang diaplikasikan kepada kanak-kanak adalah pendekatan yang lebih fleksibel

berbanding dengan corak pendidikan yang lain.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan dalam metode

Montessori adalah mengembangkan seluruh potensi anak yang dapat dilakukan melalui

proses pembelajaran di kelas maupun melalui berbagai latihan praktis yang berkaitan

dengan kehidupan anak itu sendiri.

B. Saran-saran

Secara khusus saran-saran ini diperuntukkan bagi guru-guru TK dan praktisi

pendidikan, bahwa dalam mengaplikasikan suatu pendekatan pembelajaran, sebaiknya :

25

Page 29: Model Pendidikan Montessori

• Guru harus merumuskan tujuan yang hendak dicapai oleh anak.

• Guru harus memahami tahapan perkembangan anak

• Guru harus memahami karakteristik anak

• Guru harus memahami konsep dasar , kelebihan dan kekurangan setiap pendekatan pembelajaran, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penerapan konsepnya di lapangan.

• Guru harus dapat memilih pendekatan pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi anak didik, kondisi keuangan, dan kemampuan guru itu sendiri.

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

26

Page 30: Model Pendidikan Montessori

Solehudin (2002) , Konsep Dasar Pendidikan Anak Prasekolah , Bandung: FIP UPI

Florentinabe'o. (2009). Prinsip Dasar dan Penerapan Metode. (Online)

http://watujaji.blogspot.com/20 09/02/prinsip-dasar-dan-penerapan-metode.html

Morrison, S George (1988). Early Childhood Educational To Day. New Jersey: Pearson

Education

Morrison, S George. (2012). Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Pt Indeks

(Online) http://www.bjgp-rizal.com/2013/05/menerapkan-konsep-montessori-di-sekolah.

html#. UdEIjt jJTIU

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/197408062001121-BADRU_ZAMAN/

Bahan_Perkuliahan_Pendekatan_Montessori.pdf

Hunt, J . MCV (1971) ,The Montessori Method , New York : Schocken Book

Wikipedia.com.(2007). Montessori Method. Free Encyclopedia.

Kurikulum montessori "Scientific Paedagogy as applied to child education in the children's

house.

27