MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA...

89
MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KELAS IIA TANGERANG Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh TRI YUNITA INDAH LESTARI NIM: 11140480000045 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H / 2019 M

Transcript of MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA...

Page 1: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN PEREMPUAN

KELAS IIA TANGERANG

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh

TRI YUNITA INDAH LESTARI

NIM: 11140480000045

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

Page 2: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).
Page 3: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).
Page 4: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).
Page 5: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

v

ABSTRAK

Tri Yunita Indah Lestari, NIM 11140480000045. MODEL PEMBINAAN

TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

PEREMPUAN KELAS IIA TANGERANG. Skripsi Program studi Ilmu

Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara. Fakultas Syariah dan Hukum.

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2019 M/ 1440 H.

Lembaga Pemasyarakatan sebagai substansi sistem yang paling terakhir

yang langsung berhadapan dengan narapidana untuk melaksanakan pembinaan,

mempunyai posisi yang strategis dalam mewujudkan tujuan akhir dari Sistem

Peradilan Pidana. Lembaga Pemasyarakatan diharapkan mampu merealisasikan

tujuan akhir Sistem Peradilan Pidana, dengan melaksanakan program pembinaan

yang dilakukan oleh Petugas Pemasyarakatan. Di dalam penelitian ini Peneliti

bermaksud untuk memaparkan model pembinaan yang dilakukan Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang dan apa saja yang menjadi

kendala dalam proses pembinaan narapidana.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Undang-Undang. Dengan jenis

penelitian empiris. Dalam penelitian sumber data berasal dari bahan hukum

primer atau data lapangan. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah studi kepustakaan dan wawancara.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Tangerang sudah memberikan pembinaan kepada warga

binaan pemasyarakatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

Tentang Pemasyarakatan. Namun masih ada beberapa kendala yang dialami oleh

LAPAS tersebut yakni jumlah pegawai/penjaga tahanan yang tidak sesuai dengan

jumlah narapidana yang berada di dalam LAPAS, kurangnya pengetahuan petugas

mengenai penggunaan senjata api, masih adanya oknum petugas yang

menjembatani narapidana mempunya barang-barang terlarang. Meski begitu pihak

LAPAS terus menerus melakukan perbaikan agar Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Tangerang ini tetap bersih dari (handphone, pungutan liar

dan narkoba) serta memberikan layanan prima kepada narapidana dan keluarga

narapidana yang datang berkunjung ke LAPAS.

Kata kunci : Pembinaan, Model Pembinaan Narapidana, Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.

Pembimbing : Dr.Alfitra,S.H.,M.Hum

Daftar Pustaka : Tahun 1991 sampai Tahun 2013

Page 6: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr.Wb.

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

Rahmat-Nya, Penyusun Skripsi yang berjudul “PEMBINAAN HUKUM

TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

PEREMPUAN KELAS IIA TANGERANG” dapat diselesaikan dengan baik,

walaupun terdapat beberapa kendala yang dihadapi saat proses penyusunan skripsi

ini.

Hal ini tidak dapat dicapai tanpa adanya bantuan, dukungan, dan

bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan

segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat saya ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H.,M.H.,M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr.Asep Syarifuddin Hidayat, S.H.,M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum

dan Drs.Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr.Alfitra,S.H.,M.Hum. Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan

waktu, tenaga, dan pikirannya. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Khususnya Dosen Program Studi Ilmu

Hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat

bagi penulis.

4. Kepala dan Staff pusat perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk penulis

mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

5. Sri Setiati, Bc.IP.,SH. KASI BINADIK di Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Tangerang yang telah memberikan data dan kesempatan

Page 7: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

vii

untuk melakukan penelitian kepada penulis sehingga dapat terselesaikan

skripsi ini.

6. Pihak-pihak terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Tidak ada

yang dapat peneliti berikan untuk membalas jasa-jasa kalian kecuali doa dan

ucapan terima kasih. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Terima Kasih.

Jakarta, 1 Mei 2019

Tri Yunita Indah Lestari

Page 8: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................ iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iv

ABSTRAK ..................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................. vi

DAFTAR ISI .............................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Identifikasi Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................... 7

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 8

D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 9

E. Metode Penelitian ........................................................................ 9

F. Sistematika Penulisan ................................................................ 14

G. Tinjauan Kajian (Review) Terdahulu ......................................... 15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA

PEMASYARAKATAN

A. Kerangka Konseptual ................................................................. 17

B. Kerangka Teori .......................................................................... 18

C. Konsep Lembaga Pemasyarakatan ............................................ 21

1. Tujuan dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan ...................... 23

2. Sejarah Perkembangan Sistem Lembaga Pemasyarakatan di

Indonesia ............................................................................... 26

3. Istilah-Istilah Pemasyarakatan .............................................. 29

Page 9: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

ix

4. Dasar Hukum Pemasyarakatan ............................................. 31

D. Upaya Pembinaan Narapidana ................................................... 32

1. Proses Pemasyarakatan ......................................................... 34

2. Pembinaan Terhadap Narapidana ......................................... 34

3. Program Pelatihan Bagi Petugas Dan Narapidana ............... 36

4. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka ...................................... 37

E. Tujuan Dan Prinsip-Prinsip Pemasyarakatan Dalam Islam ....... 38

1. Kesehatan Narapidana ........................................................... 38

2. Kebersihan Narapidana ......................................................... 39

3. Hak Mendapatkan Pendidikan .............................................. 39

4. Hak Tempat Tidur ................................................................. 39

5. Hak Mendapatkan Makanan ................................................. 40

6. Hak Mendapatkan Pakaian .................................................... 40

7. Pemisahan Penjara Wanita .................................................... 41

BAB III GAMBARAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN

PEREMPUAN KELAS IIA TANGERANG

A. Sejarah Perkembangan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Kelas IIA Tangerang .................................................................. 42

1. Awal Berdirinya Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang................ 42

2. Visi,Misi,dan Motto Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang .......... 44

3. Tugas dan Fungsi Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang .............. 44

4. Struktur Organisasi ........................................................................... 45

5. Jumlah Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Kelas IIA Tangerang ......................................................................... 50

Page 10: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

x

BAB IV MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI

LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KELAS

IIA TANGERANG

A. Pelaksanaan Pembinaan Narapidana ......................................... 52

B. Kendala yang di Hadapi Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Kelas IIA Tangerang dalam Membina Narapidana ................... 66

C. Analisis Penulis ......................................................................... 69

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................ 71

B. Rekomendasi .............................................................................. 72

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 73

LAMPIRAN

Page 11: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak terlepas dari kaidah hukum yang

mengatur masyarakat itu sendiri. Kaidah hukum itu berlaku untuk seluruh

masyarakat. Apabila dalam kehidupan mereka melanggar kaidah-kaidah

hukum itu, baik yang berupa kejahatan maupun pelanggaran, maka akan

dikenakan sanksi yang disebut pidana. Masyarakat terdiri dari kumpulan

individu maupun kelompok yang mempunyai latar belakang serta kepentingan

yang berbeda-beda, sehingga dalam melakukan proses interaksi sering terjadi

benturan-benturan kepentingan yang dapat menimbulkan konflik diantara

pihak-pihak yang bertentangan tersebut.

Perkembangan kondisi sosial mempengaruhi perkembangan substansi

hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan). Sumber hukum

materil merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya

hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, tradisi

atau pandangan keagaamaan, hasil penelitian ilmiah, perkembangan

internasional, keadaan geografis.1

Permasalahan yang tercipta selama proses interaksi itu adakalanya hanya

menguntungkan salah satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain dirugikan.

Disinilah hukum berperan sebagai penegak keadilan. Dapat dikatakan bahwa

perbuatan yang merugikan orang lain dan hanya menguntungkan pribadi atau

kelompoknya saja termasuk merupakan pelanggaran. Maka wajar apabila

setiap pelanggaran harus berhadapan dengan hukum, karena Pelanggaran

1 Sudikno Mertokusomo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,

2003), h. 83.

Page 12: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

2

(wetdelichten) adalah perbuatan-perbuatan yang oleh masyarakat baru disadari

sebagai perbuatan pidana, karena undang-undang merumuskannya sebagai

delik.2 Apabila seseorang atau kelompok melakukan suatu pelanggaran maka

pelakunya harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di depan hukum

dengan adil, salah satunya yaitu dengan menjalani hukuman.

Menurut Johnny Ibrahim, dalam bukunya yang berjudul Teori dan

Metodologi Penelitian Hukum Normatif menyatakan “Pada dasarnya

kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum, sepanjang sejarah

peradaban manusia peran sentral hukum dalam upaya menciptakan suasana

yang menginginkan manusia merasa terlindungi, hidup berdampingan secara

damai dan menjaga eksistensinya di dunia yang telah diakui”.3 Manusia

sebagai mahkluk yang tidak luput dari kesalahan maka dengan itu manusia

tidak bisa dipisahkan dengan hukum, karena dengan adanya hukum manusia

bisa menjadi lebih baik dan terarah.

Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat kita

temukan dalam kehidupan bermasyarakat. Itu sebabnya dalam kehidupan

sehari-hari kita dapat menemukan bahwa kejahatan sangat beragam jenis,

motif maupun pelaku kejahatan itu sendiri. Kejahatan dapat dikategorikan

kedalam jenis kejahatan yang ringan (tipiring) misalnya pelanggaran lalu

lintas, sampai dengan jenis kejahatan yang berat seperti perampokan dengan

penganiayaan, pemerkosaan dan pembunuhan. Selain jenis kejahatan yang

beragam, motif serta pelaku kejahatan itu sendiri juga beragam pula. Motif

kejahatan dapat dilatar belakangi mulai dari faktor kemiskinan, seseorang

melakukan kejahatan karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari, sampai dengan kejahatan yang sudah terorganisir yaitu sekelompok

orang yang melakukan kejahatan secara professional misalnya sindikat

2 Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan.

(Malang: UMM Press, 2008), h. 117-118. 3 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:

Bayumedia Publishing, 2007), Cet. Ke-3, h.1

Page 13: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

3

pengedar narkoba, korupsi kelas kakap, penyelundupan barang mewah dan

lain sebagainya. Kejahatan dapat dilakukan oleh siapa saja, bisa pria, wanita

maupun anak-anak dengan berbagai latar belakang.

Masalah hukum tidaklah dapat dipisahkan dengan masalah pidana dan

pemidanaan yang dalam sejarahnya selalu mengalami perubahan. Dari abad

ke abad, keberadaannya banyak diperdebatkan para ahli. Bila disimak dari

sudut pandang perkembangan masyarakat, perubahan itu adalah hal yang

wajar, karena manusia akan selalu berupaya untuk memperbaharui tentang

suatu hal demi meningkatkan kesejahteraan dengan mendasarkan diri pada

pengalamannya di masa lampau.4

Wanita yang kita kenal memiliki sifat yang lemah lembut dan

mempunyai fisik yang relatif lebih lemah jika dibandingkan dengan kaum

pria, ternyata dapat melakukan suatu tindak kejahatan. Bahkan ada beberapa

diantara mereka yang melakukan tindak kejahatan kelas berat yang diancam

dengan pidana mati atau seumur hidup. Mereka yang terbukti oleh pengadilan

melakukan tindak kejahatan tentulah akan melewati hari-harinya di dalam

Lembaga Pemasyarakatan selama masa hukuman yang dijatuhkan padanya.

Oleh karena mereka berbeda secara fisik maupun psikologis dari kaum pria,

maka dalam pola pembinaannya pun harus ada perbedaan.

Selanjutnya dikemukakan bahwa tujuan dari system peradilan pidana

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan.

2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat

puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah telah

dipidana.

4 Muhammad Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Double

Track System dan Implementasinya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h.1

Page 14: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

4

3. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak

mengulangi lagi kejahatannya.5

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai payung sistem

pemasyarakatan Indonesia, menyelenggarakan sistem pemasyarakatan agar

narapidana dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana,

sehingga narapidana dapat diterima kembali dalam lingkungan

masyarakatnya, kembali aktif berperan dalam pembangunan serta hidup

secara wajar sebagai seorang warga negara.

Dalam Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS

adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik

pemasyarakatan. Sistem Peradilan Pidana merupakan suatu sistem penegakan

hukum sebagai upaya penanggulangan kejahatan. Sistem Peradilan pidana

terdiri dari 4 komponen, yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga

pemasyarakatan. Usaha untuk mengubah sistem kepenjaraan menjadi sistem

pemasyarakatan tersebut terwujud pada tahun 1964, karenanya kemudian

lembaga pemasyarakatan ini dianggap sebagai lembaga yang berfungsi

sebagai wadah untuk menciptakan dan mengembalikan ketenteraman

masyarakat, menyelenggarakan kehidupan bersama secara teratur, menjaga

keadilan dan lain sebagainya yang disebut dengan lembaga sosial.6

Lembaga Pemasyarakatan sebagai substansi sistem yang paling terakhir

yang langsung berhadapan dengan narapidana untuk melaksanakan

pembinaan, mempunyai posisi yang stategis dalam mewujudkan tujuan akhir

dari Sistem Peradilan Pidana. Lembaga Pemasyarakatan diharapkan mampu

merealisasikan tujuan akhir Sistem Peradilan Pidana yaitu mencegah

masyarakat menjadi korban kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang

5 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, (Jakarta: Kencana,

2010), h.3 6 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), h 130.

Page 15: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

5

terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah didengarkan dan yang

bersalah dipidana, mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan

kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.

C.I. Harsono menjelaskan bahwa sistem pemasyarakatan memandang

sifat pemberian pekerjaan bagi narapidana yang menjalani hukuman dan

pembinaan dengan melatih bekerja narapidana. Hal tersebut dimaksudkan

agar setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, mereka dapat menerapkan

kepandaiannya sebagai bekal keluar dari lapas, sehingga kejahatan yang

pernah dilakukan tidak diulanginya lagi.7

Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebabkan oleh negara kepada

orang yang melakukan perbuatan yang dilarang (tindak pidana). pidana

merupakan reaksi atas delik yang banyak berwujud suatu nestapa yang dengan

sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik dan dirumuskan pula dalam

hukum.8 Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan yang disebut narapidana adalah terpidana yang menjalani

pidana dan hilang kemerdekaannya di Lembaga Pemasyarakatan, merupakan

masyarakat yang mempunyai kedudukan lemah dan tidak mampu

dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya yang memiliki kebebasan,

karena narapidana akan terampas kemerdekaannya untuk beberapa waktu

tertentu dan mampunyai ruang gerak yang terbatas oleh tembok penjara.

Secara tradisional Lembaga Pemasyarakatan lebih dikenal sebagai

penjara. Pidana penjara pada masa dahulu sampai abad pertengahan di Eropa,

masih diartikan sebagai pidana badan yang ditimpakan berupa penindasan

dengan cara tertentu dibawah kemauan penguasa sebagai reaksi hukum

terhadap orang yang melakukan kejahatan menurut pengertian pada masa itu.

Pelaksanaan pidana penjara itu sendiri dilakukan dengan penyiksaan badan,

7 C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan, 1997), h.

22. 8 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h. 9.

Page 16: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

6

penderitaan batin, dan siksaan-siksaan lainnya yang secara keseluruhan

meniadakan martabat manusia.9 Pemidanaan narapidana menurut C.I.

Harsono adalah sebuah sistem. Sebagai suatu sistem, maka pembinaan

narapidana mempunyai beberapa komponen yang bekerja saling berkaitan

untuk mencapai suatu tujuan.10

Di dalam Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tangerang,

telah terjadi kelebihan kapasitas penampungan atau over capacity. Seperti

yang terdapat pada website resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia, jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA

Tangerang berjumlah 362 orang, sedangkan kapasitas seharusnya adalah 250

orang. Banyaknya jumlah narapidana perempuan yang terus meningkat ini

tidak lepas dari peran dari lembaga pemasyarakatan,. Kelebihan jumlah

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tangerang,

menyebabkan peran pembimbing kemasyarakatan kurang optimal, tercatat

dengan jumlah narapidana yang melebihi kapasitas Lapas, satu orang

pembimbing kemasyarakatan berbanding dengan 25 narapidana. Dalam

pekerjaan sosial, ada metode yang dapat digunakan untuk mengatasi

keterbatasan tersebut, salah satunya adalah metode social group work, dimana

metode ini dapat meudahkan para narapidana untuk saling bertukar cerita,

apalagi ditambah dengan kesamaan latar belakang serta jenis kelamin

sehingga membuat narapidana wanita lebih jujur dengan apa yang

diungkapkan.

Dengan terjadinya over capacity tersebut akan mengakibatkan

terhambatnya sistem pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga

Pemasyarakatan. Sedangkan sistem pembinaan pemasyarakatan seharusnya

9 Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan

(Yogyakarta: Liberty, 1986), h. 47 10

C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, h. 5

Page 17: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

7

dilakukan berdasarkan asas yang tertuang di dalam Pasal 5 Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yakni:

1. Pengayoman,

2. Persamaan perlakuan dan pelayanan,

3. Pendidikan,

4. Pembimbingan,

5. Penghormatan herkat dan martabat manusia

6. Kehilangan kemerdeakaan merupakan satu-satunya penderitaan dan

7. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-

orang tertentu.

Untuk mewujudkan pelaksanaan pidana yang efektif dan efisien, maka

Lembaga Pemasyarakatan dalam melaksanakan pembinaan diilakukan

penggolongan, yang tertuang di dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, yakni:

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Lama pidana yang dijatuhkan

4. Jenis kejahatan, dan

5. Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan diatas, sehingga peneliti

tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah penelitian dengan judul:

“MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KELAS IIA TANGERANG”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi

Berdasarkan uraian latar belakang yang dijabarkan sebelumnya maka

identifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan cenderung belum

maksimal dikarenakan kurangnya anggota yang bertugas menjaga

LAPAS tersebut.

Page 18: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

8

b. Kelebihan kapasitas yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan

menyebabkan kondisi di dalam LAPAS tidak kondusif.

c. Model pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan belum

sepenuhnya mengacu kepada Undang-Undang yang mengatur.

d. Sulitnya memberikan hak-hak narapidana secara menyuluruh

dikarenakan adanya beberapa faktor penghambat dalam proses

pembinaan hukum yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan

2. Pembatasan

Berdasarkan identifikasi di atas, peneliti memberikan batasan masalah

agar penelitian tidak meluas terlalu jauh, sehingga peneliti ingin

memaparkan mengenai model pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan di Kelas IIA Tangerang serta pemberian hak-

hak narapidana yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Kelas IIA Tangerang. Pembatasan ini dilakukan untuk lebih fokus dan

mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian, hal ini juga

menghindari perluasan pembahasan yang tidak ada hubungannya dengan

masalah yang akan diteliti.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah

diuraikan di atas maka dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan

berikut, yaitu:

1. Bagaimana model pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Kota Tangerang?

2. Bagaimana kendala yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Kota Tangerang dalam membina narapidana?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui model pembinaan yang dilakukan Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Kota Tangerang.

Page 19: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

9

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Kota Tangerang dalam membina narapidana.

D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak

hanya untuk peneliti, tetapi juga untuk akademik dan masyarakat umum

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat dijadikan acuan untuk studi berikutnya yang lebih mendalam

terkait masalah yang sama.

b. Menjadi bahan pustaka untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan pembinaan hukum di Lembaga Pemasyarakatan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis, penelitian ini adalah untuk mendapatkan bahan

informasi dalam menganalisa serta sebagai suatu pemecahan masalah-

masalah terhadap permasalahan-permasalahan yang penulis hadapi,

khususnya mengenai pembinaan hukum di Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Tangerang.

b. Bagi Petugas Lapas hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

referensi dalam hal membuat perencanaan pembinaan hukum bagi

narapidana perempuan yang berlandaskan Undang-Undang

Pemasyarakatan agar efektivitas Lapas tersebut dalam memberikan

pembinaan dapat terjamin.

c. Bagi pembuat kebijakan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dan

sebagai bahan dalam mengambil dan membuat kebijakan yang akan

dilaksanakan dalam upaya peningkatan pembinaan oleh Lembaga

Pemasyarakatan

E. Metode Penelitian

Dalam metode penelitian ini peneliti akan memaparkan tentang beberapa

metode yang akan digunakan, diantaranya adalah:

Page 20: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

10

1. Pendekatan Penelitian

Dalam skripsi ini metode pendekatan yang digunakan adalah

penelitian empiris (socio legal) yaitu penelitian yang data utamanya

adalah data primer atau data lapangan. Penelitian empiris menurut

beberapa pakar bukan merupakan penelitian hukum murni melainkan

penelitian social, karena 65% data yang diperlukan adalah dari data

lapangan bukan data normative atau perpustakaan sebagaimana yang

dilakukan hukum normative, namun penelitian empiris juga tidak dapat

dikatakan penelitian social murni, karena didalam pembahasannya

terdapat pengkorelasian antara fakta dilapangan dengan peraturan

perundang-undangan dan teori-teori hukum yang terkait.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah kualitatif

eksploratif, dimana setelah seluruh data yang penulis peroleh, data

tersebut lalu dianalisa dengan analisa kualitatif, yaitu suatu cara penelitian

yang menghasilkan data deskriptif analisis.11

Adapun metode yang penulis

gunakan adalah kualitatif eksploratif, yaitu menggambarkan secara jelas

dan terperinci mengenai suatu keadaan yang terjadi dilapangan secara

objektif, sehingga didapatkan fakta-fakta yang diselidiki.

3. Data Penelitian

Sumber penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini berupa data

primer dan sekunder yang meliputi:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari pihak yang

terkait dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini data primer

dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan pedoman

wawancara yang dilakukan terhadap sumber informasi yang telah

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia, 1986), cet. 3, h.13

Page 21: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

11

ditentukan sebelumnya berdasarkan pedoman wawancara, sehingga

wawancara yang dilakukan merupakan wawancara yang terfokus

(focused interview). Metode wawancara dianggap sebagai metode paling

efektif dalam pengumpulan data primer di lapangan, karena interview

dapat bertatap muka langsung. Hasil wawancara ini diharapkan dapat

memberikan gambaran mengenai model pembinaan hukum yang

dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang,

serta bagaimana cara Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Tangerang mewujudkan Lembaga Pemasyarakatan yang humanis sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara

tidak langsung melalui media perantara dan melalui studi kepustakaan

dengan cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan perundang-

undangan, buku-buku, kamus, dan literature lain yang berkenaan dengan

permasalahan yang akan dibahas.12

Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan 3 bahan hukum sebagai berikut:

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat yang berasal

dari:

a) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b) Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

c) Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan

Warga Binaan Pemasyarakatan.

2) Bahan hukum sekunder, itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak

mengikat tetapi memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar

12

http:/digilib.unila.ac.id/9214/4/Bab%20lll.pdf, diakses pada 10 Januari 2018

Page 22: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

12

atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu, serta buku-buku

hasil karya para sarjana, hasil penelitian serta berbagai hasil

wawancara sebagai hasil penelitian peneliti yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan dibahas. Kegunaan bahan hukum sekunder

adalah memberikan kepada peniliti semacam petunjuk kearah mana

peneliti akan melangkah.13

3) Bahan Non Hukum (Tersier)

Bahan non hukum merupakan bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder.

Seperti kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif, internet dll.

4. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

terutama data sekunder dan sebagai penunjang adalah data primer, yaitu:

a. Studi kepustakaan (library research), yaitu bentuk pengumpulan data

yang dilakukan dengan membaca buku literature, mengumpulkan,

membaca dokumen yang berhubungan dengan obyek penelitian, dan

mengutip dari data-data sekunder yang meliputi peraturan perundang-

undangan, dokumen dan bahan kepustakaan lain dari beberapa buku

referensi, artikel-artikel dari beberapa jurnal, arsip, hasil penelitian

ilmiah, peraturan perundang-undangan, laporan, teori-teori, media

masa seperti koran, internet dan bahan kepustakaan lainnya yang

relevan dengan masalah yang akan diteliti.

b. Wawancara, yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

tersebut dilakukan dengan dua orang pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mnegajukan pertanyaan dan yang diwawancarai

13

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), cet. 1, h.

155

Page 23: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

13

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyan itu.14

Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh

keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu. dilakukan

dengan cara terpimpin, yaitu wawancara dilaksanakan dengan jalan

informan diberi kebebasan untuk menjawab pertanyaan yang

ditentukan.15

Wawancara ini dilakukan sebagai upaya mendapatkan

data yang lebih lengkap dengan cara mengajukan daftar pertanyaan

yang terstruktur.16

5. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, subjek penelitian yang menjadi fokus peneliti

adalah para pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Tangerang, dimana subjek penelitian ini juga akan dijadikan informan

oleh peneliti untuk mendapatkan data yang menunjang penelitian.

6. Teknik pengolahan data

Interview atau wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah

wawancara bebas terpimpin, Hasil data Interview atau wawancara

tersebut kemudian diubah dari format audio menjadi visual dalam bentuk

teks melalui transkrip data.

7. Analisis Bahan Hukum

Data yang diperoleh dari penulisan kepustakaan maupun dari

penelitian lapangan akan diolah berdasarkan analisis normative, kualitatif.

Normative karena peneliti bertitik tolak dari peraturan yang ada sebagai

norma hukum positif, sedangkan kualitatif yang dimaksud yaitu

memaparkan kenyataan-kenyataan yang didasarkan atas hasil penelitian.17

Memahami kebenaran yang di peroleh dari hasil pengamatan dan

14

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2002),h. 103 15

Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia, 1989),

h. 162 16

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 25 17

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 233

Page 24: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

14

pertanyaan kepada sejumlah responden baik secara lisan maupun secara

tertulis selama dalam melakukan penelitian.

8. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan peneliti dalam skripsi

ini berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang terdapat dalam

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017”

F. Sistematika Penelitian

Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka peneliti merumuskan sistematika

penulisan dalam penelitian ini sebagai berikut:

BAB 1, Dalam bab ini merupakan pendahuluan, yang berisi latar belakang

masalah, yang memuat mengapa peneliti mengambil judul penelitian ini,

identifikasi, pembatasan, dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, rancangan dan sistematika penulisan.

BAB 2, Dalam Bab ini peneliti akan membahas mengenai teori terkait dengan

judul yang di ambil, tinjauan umum tentang Lembaga Pemasyarakatan,

pengertian Lembaga Pemasyarakatan, serta tinjauan umum tentang pembinaan,

pembinaan terhadap narapidana perempuan, program-program pembinaan.

Selain itu dalam bab ini juga akan membahas mengenai sejarah Lembaga

Pemasyarakatan.

BAB 3, Dalam bab ini peneliti akan mendeskripsikan profil Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.

BAB 4, Bab ini berisi pembahasan yang menguraikan hasil dari penelitian

mengenai pembinaan hukum di Lembaga Pemasyarakatan.

BAB 5, Bab ini merupakan bagian akhir dari seluruh kegiatan penulisan, yang

berisi Kesimpulan dan Rekomendasi yang didapatkan paparan dari bab-bab

sebelumnya.

Page 25: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

15

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMASYARAKATAN

A. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ini bertujuan untuk memberikan batasan

mengenai apa yang akan diteliti di dalam penelitian ini. Kerangka

konseptual pada hakikatnya merumuskan definisi operasional yang akan

digunakan untuk menyamakan persepsi. Berikut ialah beberapa definisi

yang peneliti uraikan.

a. Pemasyarakatan

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan merumuskan bahwa Pemasyarakatan adalah

kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan

Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara

pembinaan dalam tata peradilan pidana.

b. Sistem Pemasyarakatan

Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah

dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang

dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina, dan

masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan

Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan

tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali

oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam

pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara

yang baik dan bertanggung jawab.

Page 26: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

16

c. Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS

adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak

Didik Pemasyarakatan.

d. Warga Binaan Pemasyarakatan

Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik

Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan.

B. Kerangka Teori

Secara umum Lembaga Pemasyarakatan berada dibawah pengawasan

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia RI, dimana departemen ini bertugas mengayomi masyarakat

dalam bidang hukum dan hak asasi manusia. Kewenangan departemen ini

ditangan pemerintah pusat yang diserahkan menjadi kewenangan daerah

otonom.1

Menurut A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, dalam bukunya yang berjudul

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) ICCE UIN Syarif

Hidayatullah menyatakan bahwa “Hak asasi manusia adalah seperangkat hak

yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan

Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,

dijunjung tingggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap

orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia”.2

Menurut Muhamad Erwin dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan

Republik Indonesia menyatakan bahwa “Hak asasi manusia merupakan hak

dasar, pemberian Tuhan dan dimiliki manusia selama hidup dan sesudahnya

serta tidak dapat disebut dengan semau-maunya tanpa ketetapan hukum yang

1 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Ham R.I, Cetak Biru

Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan, (Jakarta: Departemen Hukum dan HAM

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bekerjasama dengan The Asia Foundation, Kedutaan

Besar Australia, dan Institute for Criminal Justice Reform/ ICJR, 2008) h.136. 2 A. Ubaedila dan Abdul Razak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)

Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif

Hidatullah, 2008), Cet. Ke-3, h. 132

Page 27: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

17

ada, jelas, adil, dan benar sehingga harus dihormati, dijaga dan dilindungi

oleh individu, masyarakat dan Negara.”3

Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk memproses atau

memperbaiki seseorang (people processing organization), dimana input

maupun outputnya adalah manusia yang dilabelkan penjahat.4 Berdasarkan

ketentuan UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 angka ke-1

yang dimaksud dengan pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan

pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan,

dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan

dalam tata peradilan pidana.

Seseorang yang melanggar hukum akan dimasukkan ke dalam penjara,

pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak

dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di

dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang untuk

mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga

pemasyarakatan, yang berkaitan dengan sesuatu tindakan tata tertib bagi

mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.5 Namun pembatasan hak

tersebut tidak mengurangi esensi dari hak asasi manusia yang dimiliki

narapidana tersebut. Meskipun mereka mendapatkan hukuman, akan tetapi

penegakkan hak asasi narapidana tetap dilaksanakan.

Secara umum Lembaga Pemasyarakatan memiliki sarana dan prasarana

fisik yang cukup memadai bagi pelaksana seluruh proses sistem

pemasyarakatan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan, seperti

adanya sarana perkantoran, sarana perawatan (balai pengobatan) atau biasa

3 Muhamad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia, (Jakarta: PT.

Refika Aditama, 2013), Cet. Ke-3 h. 159 4 Marlina, Hukum Penitensier, (Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 124.

5 P.A.F Lamintang, Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika 2010), Cet. Ke-1, h.54

Page 28: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

18

disebut poliklinik, sarana untuk melakukan peribadatan sesuai dengan

kepercayaan yang dipeluk setiap Warga Binaan Pemasyarakatan, seperti

masjid, gereja, dan vihara, sarana pendidikan dan perpustakaan, sarana

olahraga baik diluar ruangan (outdor) seperti lapangan sepak bola, lapangan

volli, dan lapangan badminton, maupun didalam ruangan (indoor), sarana

sosial yang terdiri dari tempat kunjungan keluarga, aula pertemuan, sarana

konsultasi, dan sarana transportasi (mobil dinas). Narapidana diberikan

makanan tiga kali sehari pagi, siang, dan sore setiap harinya.

Pembinaan terhadap narapidana dikenal dengan nama pemasyarakatan.

pembinaan dilakukan oleh petugas pemasyarakatan. Menurut Pasal 7 ayat (1)

Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan yang dimaksud dengan petugas

pemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang

melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan

warga binaan pemasyarakatan.

Tujuan dari pembinaan menurut Pasal 2 UU Pemasyarakatan adalah untuk

membentuk warga binaan pemasyarakatan menjadi manusia seutuhnya,

menyadari kesalahan, memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana,

sehingga dapat kembali ke dalam lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan

dalam pembangunan, hidup wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung

jawab.

Untuk melaksanakan proses pembinaan, maka dikenal 10 prinsip pokok

pemasyarakatan, yaitu:6

1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya

bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam

masyarakat, 2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari Negara,

6A. Josias dan Simon R-Thomas Sunaryo, Studi Kebudayaan Lembaga

Pemasyarakatan di Indonesia, (Bandung: Lubuk Agung, 2010), h.1.

Page 29: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

19

3. Rasa tobat tidaklah dicapai dengan menyiksa, melainkan dengan

bimbingan, 4. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau

lebih jahat dari pada ia sebelum masuk Lapas, 5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus

dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari

masyarakat, 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat

mengisi waktu semata hanya diperuntukan bagi kepentingan lembaga

atau negara saja, 7. Pekerjaan yang diberikan harus ditunjukan untuk pembangunan

Negara, 8. Bimbingan dan didikan yang diberikan terhadap narapidana harus

berdasarkan pancasila, 9. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia

meskipun ia telah tersesat, 10. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan, 11. Sarana fisik lembaga ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan

sistem pemasyarakatan.

Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara

efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Melalui

pembinaan orang dapat diubah menjadi manusia yang lebih baik, efisien dan

efektif dalam bekerja. Pembinaan bukan merupakan satu-satunya obat yang

paling mujarab untuk meningkatkan mutu pribadi dan pengetahuan, perlaku

sikap, kemampuan serta kecakapan orang.

Fungsi pokok pembinaan mencakup tiga hal yaitu:

a. Penyampaian informasi dan pengetahuan,

b. Perubahan dan pengembangan sikap,

c. Latihan dan pengembangan kecakapan serta ketrampilan.

Dalam pembinaan ketiga hal itu dapat diberi tekanan sama, atau diberi

tekanan berbeda dengan mengutamakan salah satu hal. Ini tergantung dari

macam dan tujuan pembinaan. Pembinaan hanya mampu memberi bekal.

Dalam situasi hidup dan kerja nyata, orang yang menjalani pembinaan harus

bersedia mempraktekkan hasil pembinaannya.

Page 30: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

20

Pembinaan Perilaku di indonesia dilaksanakan dalam sebuah sistem,

yang dikenal dengan sistem pemasyarakatan. Sebagai suatu sistem, maka

pembinaan narapidana mempunyai beberapa komponen yang saling berkaitan

untuk mencapai satu tujuan yaitu:

a. Pembinaan kesadaran beragama, usaha ini diberikan agar narapidana

dapat meningkatkan imanya,

b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, usaha ini dilakukan

dengan cara menyadarkan narapidana agar menjadi warga negara yang

baik berbakti bagi bangsa dan negaranya,

c. Pembinaan kesadaran hukum, dilakukan dengan cara memberikan

penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencari kadar kesadaran

hukum,

d. Pembinaan kemampuan Intelektual (kecerdasan), usaha ini dilakukan

agar pengetahuan serta kemampuan berfikir narapidana semakin

meningkat.

C. Konsep Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah

tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik

pemasyarakatan.7 Di Indonesia, sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia,

tempat tersebut disebut dengan istilah penjara.

Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di

bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia. Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa Narapidana atau

Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya

masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses

peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai

7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Page 31: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

21

negeri sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga

pemasyarakatan disebut Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih dikenal

dengan istilah sipir penjara.

Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri

Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962. Ia menyatakan bahwa tugas jawatan

kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, melainkan juga tugas yang

jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang di jatuhi pidana ke

dalam masyarakat. Pada tahun 2005, jumlah penghuni Lapas di Indonesia

mencapai 97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk

68.141 orang. Maraknya peredaran narkoba di Indonesia juga salah satu

penyebab terjadinya kelebihan kapasitas pada tingkat hunian Lapas.

Bentuk atau jenis sanksi pidana di dalam masyarakat sangat beragam

serta bergantung dari pandangan dan peradaban masyarakat itu sendiri. Dalam

sanksi pidana terdapat pidana mati, yang pelaksanaannya berbeda-beda antara

lain dengan cara digantung, ditembak, dengan menggunakan stroom/aliran

listrik, dan bentuk pidana badan misalnya dirantai kakinya untuk waktu

tertentu, dirajam, dibuang dari daerah asalnya ke tempat terpencil sehingga

jauh dari keluarganya, dan yang lebih lazim lagi dilakukan adalah dengan

menghilangkan kebebasan orang dengan cara dimasukkan dalam ruangan

tertentu dalam jangka waktu yang telah ditentukan yang lebih dikenal dengan

pidana penjara.8

1. Tujuan dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

a. Tujuan Pemasyarakatan

Pada dasarnya Lembaga Pemasyarakatan bertujuan untuk membuat

pelanggar hukum jera dan berusaha membimbing dan membina agar

pelanggar hukum kembali menjadi warga yang berguna. Dalam

8 Petrus Irawa Pandjaitan&Samuel Kikilaitety, Pidana Penjara Mau Kemana,

(Jakarta: CV Indhill Co, 2007), Cet. Ke-1, h.5

Page 32: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

22

Pemasyarakatan rasa jera tersebut diharapkan akan dapat dicapai melalui

bimbingan, nasihat petunjuk dan pembinaan yang dilandaskan kepada

persamaan hak asasi wajib antara pembinan dan Narapidana atau anak

didik. Kesadaran dari Narapidana dan anak didik dating atau berasal dari

lubuk hati Narapidana atau anak didik yang bersangkutan, bukan atas

dasar paksaan, tekanan atau ketakutan yang diberikan oleh petugas

pemasyarakatan. Sungguh sangat murni cita-cita yang diharapkan oleh

Pemasyarakatan dan apabila ini dapat tercapai benar-benar merupakan

suatu yang sukses.

Selain itu tujuan pemasyarakatan dapat di lihat sebagai berikut:

1. Membentuk Narapidana agar menjadi manusia seutuhnya,

menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi

tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat

hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan

bertanggung jawab.9

2. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan

di Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan Negara

dalam rangka memperlancar proses penyidikan, penuntutan dan

pemeriksaan di sidang pengadilan.

3. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan / para pihak

berperkara serta keselamatan dan keamanan benda-benda yang

disita untuk keperluan barang bukti pada tingkat penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-

benda yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan

putusan pengadilan.

b. Fungsi Pemasyarakatan

9 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), Cet. ke-3 h. 14

Page 33: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

23

Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan

Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan

masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota

masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Selain itu fungsi

system pemasyarakatan menyiapkan warga binaan pemasyarakatan

agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga

dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan

bertanggung jawab oleh karena itu system pemasyarakatan haruslah

mampu mengembalikan warga binaannya menjadi pribadi yang taat

hukum.10

Fungsi LAPAS adalah membina narapidana agar menjadi

manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,

mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, yang

memiliki kesadaran beragama, bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara, memiliki kemampuan intelektual dan kesadaran hukum.

Sebagai lembaga pembangunan, LAPAS bertugas membentuk

narapidana sebagai manusia pembangunan yang produktif, baik

selama didalam LAPAS maupun setelah berada kembali dimasyarakat.

Namun demikian dengan berjalannya waktu tampak jelas

bahwa tujuan pembianaan narapidana ini banyak menghadapi

hambatan dan berimplikasi pada kurang optimalnya bahkan dapat

dikatakan dapat menuju pada kegagalan fungsi sebagai lembaga

pemasyarakatan.11

Perkembangan masyarakat yang semakin kompleks ini juga

diiringi dengan munculnya berbagai bentuk tindak pidana baru dan

10

Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia,

(Bandung: PT. Refika Admitama, 2006), h.106 11

Angkasa. 2010. Over Capacity Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan. Jurnal Dinamika Hukum; Unsoed. hal 212.

Page 34: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

24

juga semakin meningkatnya baik kualitas maupun kuantitas tindak

pidana, yang pada muaranya nanti juga akan berimbas kepada semakin

bertambahnya jumlah warga masyarakat yang akan menjadi penghuni

Lembaga Pemasyarakatan.

Lembaga Pemasyarakatan yang seharusnya sebagai wadah atau

tempat untuk melakukan pembinaan kepada warga binaan tentunya

tidak akan bisa menjalankan fungsinya secara maksimal yang

disebabkan oleh kelebihan penghuni. Dengan semakin banyaknya

narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan pada akhirnya

juga akan mengakibatkan lembaga pemasyarakatan menjadi penuh dan

dapat mengalami “over capacity” (kelebihan kapasitas). Hal tersebut

bertolak belakang dengan kurangnya jumlah pegawai yang berjaga

dalam setiap Lembaga Pemasyarakatan.

2. Sejarah Perkembangan Sistem Lembaga Pemasyarakatan di

Indonesia

Sebelum mengenal penjara dahulu dikenal sebagai system pidana

hilang kemerdekaan. Pada zaman kuno hanya di kenal pidana mati,

badan, buang, kerja paksa. System pidana kuno tersebut ternyata gagal

dalam memberantas kejahatan, karena di anggap sangat kejam dan

bengis dalam pelaksanaannya. Awal abad ke-17, bersamaan timbulnya

gerakan perikemanusiaan dan dilanjutkan lahirnya aliran pencerahan di

abad ke-18, menyebabkan system pidana kuno berubah menjadi system

pidana hilang kemerdekaan yang berakibat pidana hilang kemerdekaan

menjadi pidana pokok hampir di seluruh kawasan Eropa dan daerah

jajahannya.

Kata penjara berasal dari kata penjoro bahasa jawa yang berarti taubat,

atau jera. Di penjara berarti di buat tobat atau di buat jera. System pidana

penjara mulai di kenal di Indonesia melalui KUHP, tepatnya pada pasal

10 yang mengatakan pidana terdiri atas:

Page 35: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

25

a. Pidana pokok; Pidana mati; Pidana Penjara; Pidana Kurungan; Pidana

Tutupan

b. Pidana tambahan meliputi; Pencabutan hak-hak tertentu; perampasan

barang-barang tertentu; pengumuman putusan hakim.

Sebagai akibat adanya system pidana penjara, maka lahirlah

system kepenjaraan dengan berlandaskan kepada Reglement Penjara.

Sebagai tempat atau wadah pelaksanaan dari pidana penjara adalah

rumah-rumah penjara. Rumah penjara adalah rumah yang digunakan

bagi orang-orang terpenjara/ orang hukuman.

Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur penjeraan

dan menggunakan titik tolak pandangannya terhadap narapidana sebagai

individu, semata-mata di pandang sudah tidak sesuai dengan kepribadian

bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945. Bagi bangsa Indonesia pemikiran-pemikiran mengenai fungsi

pemidanaan tidak lagi sekedar aspek penjaraan belaka, tetapi juga

merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi social, serta melahirkan

suatu system pembinaan terhadap pelanggar hokum yang dikenal sebagai

Sistem Pemasyarakatan.

Gagasan pemasyarakatan dicetuskan pertama sekali oleh Dr. Saharjo,

SH, pada tanggal 5 Juli 1962 dalam pidato penganugerahan gelar Doktor

Honoris Causa di bidang Ilmu Hukum oleh Universitas Indonesia.

Kemudian ditetapkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 27 April 1964

yang tercermin didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan.12

Lebih lanjut kutipan pidato tersebut mengemukakan

bahwa:

“Di bawah pohon beringin pengayoman telah kami tetapkan untuk

menjadi penyuluh bagi petugas dalam membina narapidana, maka tujuan

12

www.hukumonline.com Esensi Lemabaga Pemasyarakatan sebagai wadah

pembinaan narapidana http://hmibecak.wordpress.com//diakses 29 September 2018

Page 36: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

26

pidana penjara kami rumuskan: di samping menimbulkan rasa derita pada

narapidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota

masyarakat Indonesia yang berguna. Dengan singkat tujuan pidana penjara

adalah pemasyarakatan”.

Dalam perkembangan selanjutnya, pelaksanaan system

pemasyarakatan yang telah dilaksanakan sejak lebih 35 tahun tersebut

semakin mantap dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dengan Undang-Undang ini maka

semakin kokoh usaha-usaha mewujudkan suatu system pemasyarakatan

yang bersumber dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945.

Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa: Sistem

pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas pengayoman, persamaan

perlakuan dan pelayanan pendidikan, serta penghormatan harkat dan

martabat manusia. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya

derita serta terjaminnya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan

orang-orang tertentu.

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan telah dijelaskan bahwa sistem pemasyarakatan

merupakan satu kesatuan penegakan hukum pidana, oleh karena itu

pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi

umum pemidanaan. Sayangnya masalah pemidanaan merupakan masalah

yang kurang mendapat perhatian dalam perjalanan hukumnya, bahkan ada

yang menyatakan sebagai anak tiri. Padahal hal tersebut berkaitan dengan

syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memungkinkan dapat

dijatuhkannya pidana, maka masalah pemidanaan dan pidana merupakan

masalah yang sama sekali tidak boleh dilupakan.

Bagian yang terpenting suatu kitab Undang-Undang Hukum Pidana

adalah stelsel pidananya. Stelsel pidana yang terdapat dalam KUHP

Page 37: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

27

tersebut dapat dijadikan ukuran sampai seberapa jauh tingkat peradaban

suatu bangsa yang bersangkutan. Stelsel pidana tersebut memuat aturan-

aturan tentang jenis-jenis pidana dan juga memuat aturan tentang ukuran

dan pelaksanaan pidana itu. Dari jenis, ukuran dan cara pelaksanaannya itu

dapat dinilai bagaimana sikap bangsa itu melalui pembentukan undang-

undangnya dan pemerintahannya terhadap warga negara masyarakatnya

sendiri atau terhadap orang asing yang telah melakukan pelanggaran

terhadap peraturan perundang-undangan pidana.

3. Istilah – Istilah Pemasyarakatan

a. Pengayoman

Pengayoman adalah perlakuan terhadap narapidana dalam rangka

melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana

oleh narapidana, juga memberikan bekal hidup kepada mereka agar

menjadi warga yang berguna di dalam kehidupan masyarakat

b. Pemasyarakat

Pemasyarakatan adalah Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, yaitu:

“Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan

terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem,

kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari

system pemidanaan dalam tata peradilan pidana”.

c. Sistem Pemasyarakatan

Sistem Pemasyarakatan adalah Menurut pasal 1 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,

yaitu: “Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah

dan batas tata cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara

pembina, yang di bina, dan masyarakat untuk meningkatkan

kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari

kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak

pidana sehingga dapat diterima kembali di lingkungan masyarakat,

dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara

wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.”

Page 38: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

28

d. Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan adalah Menurut pasal 1 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,

yaitu: “Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS

adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak

Didik Pemasyarakatan.

e. Balai Pemasyarakatan

Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah

pranata untuk melaksanakan bimbingan klien Pemasyarakatan.

f. Rumah Tahanan Negara

Rumah Tahanan Negara (RUTAN) adalah unit pelaksana teknis

terdapat tersangka dan terdakwa ditahan selama proses penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan.

g. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara

Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN)

adalah unit pelaksana di bidang penyimpanan benda sitaan negara dan

barang rampasan Negara.

h. Warga Binaan Pemasyarakatan

Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik

Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan.

i. Narapidana

Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang

kemerdekaan di Lapas.

j. Klien Pemasyarakatan

Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut klien adalah

seorang yang berada dalam bimbingan Bapas.

Page 39: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

29

k. Remisi

Pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana

dan anak pidana yang berkelakuan baik selama menjalani hukuman

pidana.

l. Asimilasi

Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana dan anak didik

pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana

dan anak didik pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat

setelah menjalani setengah dari masa hukuman pidananya.

4. Dasar Hukum Pemasyarakatan

Adapun landasan hokum yang dijadikan sebagai dasar sistem

pemasyarakatan adalah:

1. Pancasila

2. UUD 1945

3. KUHP

4. KUHAP

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

6. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yang telah dirubah menjadi

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Anak

7. Peraturan Pemerintah

8. Keputusan Presiden

9. Keputusan Menteri

10. Peraturan Menteri

11. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan

Page 40: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

30

D. Upaya Pembinaan Narapidana

Lembaga Pemasyarakatan mempunyai fungsi strategis dan potensial

untuk memperbaiki pelanggaran hukum atau narapidana melalui pembinaan.

Lembaga Pemasyarakatan bukan saja tempat untuk semata-mata untuk

memidana orang melainkan juga sebagai tempat untuk membina dan

mendidik orang-orang terpidana agar mereka setelah menjalankan pidananya,

mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di luar

Lembaga Pemasyarakatan sebagai warga Negara yang baik dan taat kepada

hukum yang berlaku.

Pada dasarnya Pelaksanaan pembinaan pemasyarakatan didasarkan

atas prinsip-prinsip sistem pemasyarakatan untuk merawat, membina,

mendidik dan membimbing warga binaan dengan tujuan agar menjadi warga

yang baik dan berguna.13

Dalam proses pembinaan narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan dibutuhkan sarana dan prasarana pedukung guna mencapai

keberhasilan yang ingin dicapai, yaitu:

a. Gedung Pemasyarakatan merupakan representasi keadaan penghuni di

dalamnya. Keadaan gedung yang layak dan ruangan yang cukup guna

menampung para narapidana sehingga dapat mendukung proses

pembinaan yang sesuai harapan. Dengan adanya contoh tentang

keadaan sarana gedung Lembaga Pemasyarakatan tepatnya di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tangerang ini yang melebihi

kapasitas dimana Lembaga Pemasyarakatan yang idealnya terisi 250

orang kini dihuni 443 narapidana. Hal ini akan mengakibatkan hak-hak

narapidana kurang terpenuhi, karena hak-hak narapidana dilindungi

oleh UU No. 12 Tahun 1995, dimana dalam Pasal 14 Undang-Undang

tersebut mengatur tentang hak-hak yang dimiliki oleh narapidana.

Adapun hak-hak tersebut menurut UU No. 12 Tahun 1995 yaitu:

13

Penjelasan PP No.32 tahun 1999 tentang Syarat Dan Tatacara Pelaksanaan Hak

Waga Binaan Pemasyarakatan

Page 41: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

31

a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya

b) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani

c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran

d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak

e) Menyampaikan keluhan

f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa

lainnya yang tidak dilarang

g) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan

h) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang

tertentu lainnya

i) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

j) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti

mengunjungi keluarga

k) Mendapatkan pembebasan bersyarat

l) Mendapatkan cuti menjelang bebas dan

m) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan

perundangundangan yang berlaku.14

b. Berkenaan dengan masalah petugas pelaksanaan pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan, ternyata dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat

menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri, mengingat

jumlah petugas dan penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Klas IIA Tangerang tidak lah seimbang. Dari apa yang telah dijelaskan

diatas bahwa untuk dapat mengurangi narapidana mengulangi

kejahatannya itu peran petugas dalam Lembaga Pemasyarakatan

dibutuhkan guna melakukan pembinaan terhadap narapidana, namun

bukan hanya petugas saja yang menjadi faktor pendorong terciptanya

pembinaan narapidana, gedung juga menjadi faktor penting pembinaan

narapidana. Keadaan gedung yang layak dapat mendukung proses

pembinaan yang sesuai harapan.

14

Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, (Jakarta: PT Intan Sejati,

2007) Cet. Ke-3, h.185

Page 42: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

32

1. Proses Pemasyarakatan

Pemasyarakatan adalah suatu proses terapi saat narapidana masuk

Lembaga Pemasyarakatan yang merasa tidak harmonis dengan masyarakat

sekitarnya. System Pemasyarakatan juga beranggapan bahwa hakikat

perbuatan melanggar hokum oleh warga binaan pemasyarakatan adalah

cerminan dari adanya keretakan dengan hubungan hidup, kehidupan dan

penghidupan antara yang bersangkutan dengan masyarakat sekitarnya. Hal

ini berarti factor penyebab terjadinya perbuatan melanggar hokum

bertumpu pada 3 aspek tersebut.15

Aspek hidup diartikan sebagai

hubungan antara manusia dengan pencipta-Nya. Aspek kehidupan

diartikan sebagai hubungan antara sesama manusia. Sedangkan aspek

penghidupan diartikan sebagai hubungan manusia dengan alam atau

lingkungan (yang dimanifestasikan sebagai hubungan manusia dengan

peekerjaannya).

Oleh Karena itu tujuan dari system Pemasyarakatan adalah

pemulihan hubungan hidup,kehidupan, dan penghidupan antara Warga

Binaan Pemasyarakatan dengan masyarakat. Berdasarkan hal ini, maka

pemasyarakatan merupakan proses yang berlaku secara

berkesinambungan.

2. Pembinaan Terhadap Narapidana

Fungsi dan tugas pembinaan pemasyarakatan terhadap warga

binaan pemasyarakatan (narapidana, anak didik, anak sipil, anak Negara,

klien pemasyarakatan, dan tahanan) dilaksanakan secara terpadu dengan

tujuan agar mereka setelah selesai menjalani pidananya, pembinaannya,

dan bimbingannya dapat menjadi warga masyarakat yang baik. Selain itu

tugas dan fungsi seorang petugas pemasyarakatan adalah menjaga

15

Sujatno Adi, Pencerahan di Balik Penjara, (Bandung, PT Mizan

Publika:2008)h.130

Page 43: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

33

keamanan dan juga membina warga binaan pemasyarakatan,

menyampaikan program-program dari pusat serta memperbaiki akhlak dan

perilaku, serta menjaga hal-hal yang dapat memicu keadaan yang tidak

diinginkan serta berkonsentrasi agar tidak terjadi pelarian warga binaan

pemasyarakatan.

Petugas pemasyarakatan sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat

wajib menghayati serta mengamalkan tugas-tugas pembinaan

pemasyarakatan dengan penuh tanggung jawab. Pembinaan terhadap

Warga Binaan Pemasyarakatan disesuaikan dengan asas-asas yang

terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Standard

Minimum Rules (SMR) yang tercermin dalam sepuluh prinsip

pemasyarakatan. Pada dasarnya arah pelayanan, pembinaan, dan

bimbingan yang perlu dilakukan oleh petugas ialah memperbaiki tingkah

laku Warga Binaan Pemasyarakatan agar tujuan pembinaan dapat tercapai.

Ruang lingkup pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan

dapat dibagi dalam dua bidang, yakni:16

1. Pembinaan kepribadian meliputi

a. Pembinaan kesadaran beragama

b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara

c. Pembinaan kemampuan intelektual

d. Pemninaan kesadaran hokum

e. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat

2. Pembinaan kemandirian

a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya

kerajinan tangan, industry rumah tangga, reparasi mesin dan alat-

alat elektronika, dan sebagainya.

16

Sujatno Adi, Pencerahan di Balik Penjara, h. 133

Page 44: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

34

b. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industry kecil,

misalnya pengelolaan bahan mentah menjadi sector pertanian dan

bahan alam menjadi bahan setengah jadi, (contoh mengolah rotan

menjadi perabotan rumah tangga)

c. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya

masing-masing

d. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industry atau

kegiatan pertanian dengan menggunakan teknologi biasa atau

teknologi tinggi.

3. Program Pelatihan bagi Petugas dan Narapidana

Untuk mengisi waktu narapidana agar bermanfaat, ditentukan

jadwal kegiatan dari pagi hingga sore. Salah satu kegiatan yang dinilai

penting dan manfaatnya besar sekali adalah program pelatihan, baik itu

kepada staff maupun narapidana.

Sebagai petugas, mengikuti program pelatihan merupakan

keharusan, karena mereka langsung berhadapan dengan narapidana.

Dengan kata lain, terampilnya narapidana dalam bidang pekerjaan tertentu,

sangat bergantung pada keterampilan petugas.

Sehubungan pelatihan bagi petugas dan narapidana, hal itu

menunjukkan pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara adalah untuk

membangun sikap mental dan masa depan narapidana. Disamping itu pula,

pendidikan keterampilan bertujuan utnuk membentuk manusia narapidana

yang setelah bebas akan menjadi manusia mandiri, yakni manusia yang

Page 45: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

35

akan mendapatkan lapangan kerja yang sesuai dengan keterampilan yang

mereka peroleh selama di lembaga pemasyarakatan.17

4. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka

Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta merupakan implementasi

dari Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia R.I

Nomor: M.03.PR.07.03 Tahun 2003 tanggal 16 April 2003 perihal tentang

pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Pasaman, Jakarta,

Kendal, Nusakambangan, Mataram dan Waikabubak yang diresmikan oleh

Menteri Kehakiman dan HAM RI yang pada saat itu dijabat oleh Yusril

Ihza Mahendra pada tanggal 27 April 2003.

Lembaga Pemasyarakatan Terbuka ini merupakan institusi baru di

lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman

dan HAM R.I. Sebagai institusi baru maka Lembaga Pemasyarakatan

Terbuka Jakarta secara khusus melaksanakan pembinaan lanjutan dari

proses Pemasyarakatan yaitu tahap asimilasi dengan masa pidana ½ sampai

dengan 2/3 dari masa pidana yang harus dijalani oleh seorang Narapidana,

sehingga pembinaan dan pembimbingan yang dilakukkan mencerminkan

situasi dan kondisi nyata pada masyarakat sekitar, hal ini dimaksudkan

dalam rangka meningkatkan kesiapan narapidana kembali ketengah-tengah

masyarakatnya (integrasi).

Tujuan lembaga ini adalah perubahansifat, cara berfikir serta perilaku,

proses interaksi edukatif harus di bangun. Interaksi edukatif yang intensif

sangat diperlukan, agar secara kolektif tumbuh kesadaran dari para

17

Thaher Abdullah, Pelaksanaan pembinaan keterampilan narapidana sebagai

bekal reintegrasi dalam masyarakat, (Makalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas I,

Cirebon:2005) h.1

Page 46: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

36

narapidana tentang perilaku yang seharusnya dilakukan. begitulah

setidaknya fungsi lapas dalam tataran ideal.18

E. Tujuan dan Prinsip-Prinsip Pemasyarakatan Dalam Islam

1. Kesehatan Narapidana

Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera sempurna yang lengkap

meliputi, kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

dari penyakit/kelemahan. Kesehatan harus diutamakan walaupun

seseorang itu telah melakukan pelanggaran. Karena kesehatan merupakan

hak dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Seorang narapidana pun

mempunyai hak-hak layaknya seorang manusia biasa yang salah satunya

yaitu: hak kesehatan, jika seorang itu sehat maka aktivitas sehari-hari akan

normal.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun

1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan dalam pasal 16 bahwa “Narapidana atau anak didik

pemasyarakatan ada keluhan mengenai kesehatannya, maka dokter atau

tenaga kesehatan lainnya di lembaga pemasyarakatan wajib melakukan

pemeriksaan”.19

Dalam perspektif Islam, kesehatan merupakan nikmat dan karunia

Allah SWT yang wajib disyukuri. Sehat juga obsesi setiap insan berakal,

sehingga tak seorangpun yang tidak ingin selalu sehat, agar tugas dan

kewajiban hidup dapat terlaksana dengan baik.

18

David J. Cooke, Pamela J. Baldwin, Jaqueline Howison, Menyingkap Dunia Gelap

Penjara, terjemahan In Prisons, diterjemahkan oleh Hary Tunggal, (Jakarta: Gramedia, 2008)

h.1 19

Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung: PT.

Refika Aditama, 2006) h. 233

Page 47: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

37

2. Kebersihan Narapidana

Dalam ajaran Islam kebersihan menjadi perhatian utama karena

kebersihan merupakan bagian penting dari Iman. Kebersihan adalah

pilar kesehatan, pondasi kekuatan fisik dan terhindar dari penyakit.

Nabi mengatakan: orang mukmin yang sehat lebih dicintai Allah

dibanding orang mukmin yang tidak sehat. Karena itulah, Islam

dengan berbagai cara dan upaya mengutamakan pemeliharaan

kebersihan dalam segala hal. Tidak terkecuali kebersihan narapidana.

Seperti Firman Allah di Surah Al-Baqarah ayat 222 “Allah mencintai

orang yang selalu bertobat dan mencintai orang yang selalu menjaga

kebersihan”

3. Hak Mendapatkan Pendidikan

Narapidana adalah sosok manusia yang paling memerlukan

pendidikan dan pengajaran. Salah satu sebab seseorang melakukan

tindak pidana adalah karena lalai dan ketidaktahuan. Oleh sebab itu,

para ahli hukum Islam mengatakan bahwa penyuluhan hukum-hukum

agama bagi para narapidana yang masih kurang sadar hukum menjadi

wajib agar dia menyadari dirinya sebagai hamba Allah. Kebanyakan

para ahli hukum Islam sepakat bahwa tujuan penahanan adalah

mengembalikan dan mendidik narapidana agar tidak mengulangi

perbuatannya.20

Pengetahuan yang bermanfaat akan meluruskan jalan

pikiran dan menjauhkan dari kelalaian ketidaktahuan.

4. Hak Tempat Tidur

Untuk setiap narapidana ada tempat tidur masing-masing dan

terpisah sebagai penghormatan hak-hak kemanusiaannya. Mengenai

hal ini Nabi Muhammad dalam sebuah hadis bersabda: “Perintahkan

anak-anakmu untuk shalat ketika berumur 7 tahun dan jika umur 10

20

Sujatno Adi, Pencerahan di Balik Penjara, h. 77

Page 48: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

38

tahun belum shalat maka beri hukuman pukulan ringan dan paksaan

anak-anakmu (laki dan perempuan) dalam soal tempat tidur. (HR. A l-

Tirmizi).

Ini dimaksudkan untuk menjaga hak-hak kemanusiaan dan

jenis kelamin mereka. Nabi juga pernah bersabda: Di dalam suatu

rumah, harus ada tempat tidur untuk anak laki-laki, tempat tidur untuk

anak perempuan, serta tempat tidur untuk tamu. Ini mengisyaratkan

agar tiap-tiap orang mempunyai tempat tidur sendiri.

5. Hak Mendapatkan Makanan

Para narapidana yang menjalani masa hukumannya juga diberi

makan, seperti diriwayatkan dalam suatu hadis Nabi Muhammad saw.

Menetapkan untuk memberi makan tawanan perang dari Bani tsaqif.

Nabi bersabda: kumpulkan atau sumbangkan makanan dan kirim

kepada Tsumamah ibn Utsal, ketika itu ia ditahan di samping masjid,

maka para sahabat kemudian mengumpulkan makanan.

6. Hak Mendapatkan Pakaian

Para narapidana juga mempunyai hak untuk mendapat pakaian

yang layak, sebagaimana diriwayatkan dalam suatu hadis: bahwa Ibn

Abbas menemui seorang tawanan perang Badar.21

Tawanan tersebut

tidak mempunyai pakaian. Maka Nabi memberikan gamisnya, Imam

Bukhari menempatkan hadis ini dalam bahasan “pakaian bagi

tawanan”. Ali ibn Abi Thalib ketika menjadi khalifah, membagikan

pakaian kepada narapidana dua kali setahun yakni pakaian untuk

musim panas dan pakaian untuk musim dingin. Program yang

dilaksanakan Ali ibn Abi Thalib ini kemudian dilanjutkan oleh

khalifah Umar ibn „Abd Al-Aziz bahkan ia membagikan dua stel

pakaian pada musim dingin.

21

Sujatno Adi, Pencerahan di Balik Penjara,…dll. h. 80

Page 49: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

39

7. Pemisahan Penjara Wanita

Pemisahan tempat tahanan wanita dengan tempat tahanan laki-

laki didasarkan pada praktek yang dilakukan oleh Nabi Muhammad

saw. ketika melakukan penahanan terhadap Ibn Hatim pada satu kamar

di samping pintu masjid ia ditahan di tempat itu sendirian. Pada kasus

lainnya Nabi Muhammad saw. memerintahkan pada para tawanan dan

mereka ditempatkan terpisah bekas Baridah ibn Al-Hashib. Dia

menempatkan (wanita dan anak-anak) terpisah dari mereka diawasi

oleh Syaqran Maulana. Bahkan pernah terjadi Nabi menahan laki-laki

Bani Quraidzah di satu tempat, dan para wanita serta anak-anak di

tempat lain.

Dari beberapa kasus yang dilakukan Nabi ini, para ahli hukum

islam menetapkan bahwa wajib hukumnya memisahkan tempat

penahanan wanita dan pria. Para ulama berpendapat bahwa tempat

penahanan wanita harus terpisah untuk mencegah fitnah. Menurut

Hasan Abu Guddah, pemisahan tempat tahanan wanita adalah

kesepakatan ulama karena wajib mencegah dari terjadinya fitnah.22

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku baik yang

berupa skripsi, tesis, ataupun penelitian-penelitian lainnya yang pernah

membahas seputar model pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.

Berikut beberapa review data yang menyinggung mengenai bahasan tersebut

yaitu:

1. Efektifitas Sanksi Pidana Penjara bagi Narapidana Narkotika dalam

Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan

Paledang Kota Bogor), skripsi ini di tulis oleh Haris Sumirat Nugraha,

22

Sujatno Adi, Pencerahan di Balik Penjara,…dll. h. 80

Page 50: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

40

dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013.

Peneliti membahas mengenai sanksi pidana yang dijatuhkan kepada

narapidana narkotika dan dikaitkan dengan perspektif hukum islam.

Bagaimana hukum islam melihat sanksi tersebut dan dikomparasikan

dengan hukum konvensional. Berbeda dengan skripsi yang akan peniliti

bahas yakni mengenai pembinaan hukum di Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan. Karena disini peniliti hanya akan membahas mengenai model

pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Kota Tangerang.

2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Jakarta Timur dalam

Merehabilitasi Pelaku Tindak Pidana, skripsi ini di tulis oleh Ade

Bahtiar, dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta 2014. Skripsi ini hanya membahas mengenai fungsi Lembaga

Pemasyarakatan dalam merehabilitasi pelaku tindak pidana. Berbeda

dengan skripsi yang akan peneliti teliti, yakni mengenai pembinaan

hukum di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan. Sripsi terdahulu

melakukan studi kasus di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, sedangkan

studi lapangan yang akan peneliti lakukan dalam skripsi ini di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.

3. Dalam buku yang di karang oleh C.I. Harsono yang berjudul Sistem Baru

Pembinaan Narapidana, peneliti melihat dalam buku tersebut membahas

secara rinci mengenai pembinaan terhadap narapidana, baik perempuan,

laki-laki, maupun anak-anak. Semua dijelaskan secara terperinci dan

sesuai dengan sistem hukum yang terbaru.Buku ini selain dijadikan

sebagai kajian review terdahulu, peneliti juga mengambil beberapa bahan

untuk dimasukan kedalam teori-teori yang ada. Perbedaannya dengan

penelitian yang akan peneliti tulis adalah didalam buku tersebut tidak

terdapat pembahasan mengenai kendala-kendala yang dihadapi oleh

Lembaga Pemasyarakatan dalam membina narapidana.

Page 51: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

41

4. Penerapan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan

Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan di

Lembaga Pemasyarakatan Pekanbaru, jurnal yang di tulis oleh Mastija

ini peneliti hanya membahas mengenai syarat dan tata cara pelaksanaan

hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Sedangkan dalam skripsi yang akan

peneliti tulis fokus bahasannya pada model pembinaan narapidana dan

kendala yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan perempuan kelas

IIA kota Tangerang.

Page 52: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

42

BAB III

GAMBARAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN

KELAS IIA TANGERANG

A. Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang

1. Awal Berdirinya Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang

Kata penjara adalah kata-kata yang umum digunakan oleh sebagian

besar masyarakat awam di Indonesia untuk mengacu pada tempat hukuman

bagi terhukum, yakni yang sudah diputus dakwaannya di pengadilan ataupun

yang belum inkrah. Banyak orang yang menafsirkan kata penjara sebagai

tempat bagi orang-orang yang mutlak berdosa serta membentuk stigma bahwa

mereka yang keluar dari penjara adalah orang-orang yang layak untuk

dihindari dalam pergaulan sehari-hari.1

Sistem kepenjaraan yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara

Indonesia yaitu UUD 1945, telah berangsur-angsur dirubah dan diperbaiki.

Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan unsur balas dendam telah

dihapus dan diubah dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial. Dimana

sistem pembinaan bagi narapidana telah berubah dari sistem kepenjaraan

menjadi sistem pemasyarakatan, serta perubahan dari Rumah Penjara menjadi

Lembaga Pemasyarakatan. Pemikiran mengenai fungsi hukuman penjara

dicetuskan oleh Saharjo pada tahun 1962 kemudian ditetapkan oleh Presiden

Soekarno pada tanggal 27 April 1964 yang tercermin didalam Undang-

Undang Nomor 12 tahun 1995 dalam Lembaran Negara RI Tahun 1995 No.

77 sebagai pengganti Reglemen Penjara 1917, sebutan narapidana juga

berubah menjadi warga binaan pemasyarakatan.

1https://www.kompasiana.com/kenpeng/5535a2796ea834b80fda4308/narapidana-

penjara-lapas-dan-rutan-serta-stigma-kita

Page 53: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

43

Bagian penting dari sistem pemidanaan adalah menerapkan suatu

sanksi, keberadaannya akan memberikan arah dan pertimbangan mengenai

apa yang seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak pidana untuk

menegakkan baerlakunya norma.2

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang

menjalankan fungsinya sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis dibawah

Kementerian Hukum dan Ham RI, berdiri sejak tahun 1977, diresmikan

penggunaannya pada tanggal 05 Februari 1981, pembangunan dilakukan

secara bertahap sampai selesai pada tahun 1982.3

Lapas ini merupakan pindahan dari Bukit Duri, Jakarta, yang

kemudian dipindahkan karena ketidak sesuaian dengan tata letak bangunan

kota Jakarta. Ciri khas Lapas ini adalah pembangunan sistem pavilion pada

bangunan hunian, yang artinya bangunan dibuat menyerupai blok pavilion

sehingga suasana hunian tidak terkesan angker dan menyeramkan.

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang berdiri

diatas 16.900 m2 dengan kapasitas penghuni 250 Orang. Dilingkungan Lapas

terdiri dari 21 unit bangunan yang terdiri dari: 5 unit perkantoran, 7 unit blok

hunian, 1 unit pelatihan bunga kering dan isolasi, 1 unit ruang dapur, 1 unit

ruang serbaguna, 1 unit ruang aula, 1 unit poliklinik, 1 unit gereja, 1 unit

musholla, 1 unit wihara, 1 unit lapangan olahraga.

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang

mempunyai mitra untuk membangun kerjasama dalam proses pembinaan

yakni dengan Badan Narkotika Propinsi, Kepolisian Resort Kota Tangerang,

2 M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali.

Pers,2003), h.114. 3 https://pasnita.wordpress.com/sejarah-lapas/

Page 54: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

44

Dinas Sosial Kota Tangerang, Dinas Taman Kota Tangerang, dan sejumlah

yayasan pembinaan kerohanian dan keterampilan.

2. Visi, Misi dan Motto Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang

1) Visi

Mewujudkan manusia yang beriman, bertaqwa, aktif dan produktif

serta bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat

2) Misi

Melaksanakan Pembinaan Mental Spiritual baik Rohani dan Jasmani

yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran sebagai makhluk

mandiri, anggota masyarakat dan Makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

3) Motto

IKHLAS (Inovatif, Komunikatif, Harmonis, Luwes, Aman, Serasi)

3. Tugas Dan Fungsi Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang

1. Tugas :

Melaksanakan Pemasyarakatan Narapidan Wanita sesuai Peraturan

dan Perundang-undangan yang berlaku”.

2. Fungsi :

a. Melaksanakan pembinaan dan perawatan Narapidana dan tahanan

b. Memberikan bimbingan sosial dan kerohanian pada narapidana dan

tahanan

c. Mempersiapkan saran dan mengelola hasil kerja

d. Melakukan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan lembaga

pemasyarakatan

e. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib lembaga

pemasyarakatan

f. Melakukan fungsi registrasi dan administrasi

g. Melakukakan urusan tata usaha dan rumah tangga

Page 55: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

45

4. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Lambaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tangerang

1) Kalapas

Tugas

Mengkoordinasi pembina dan kegiatan, administrasi, keamanan, dan tata

tertib serta bertanggung jawab atas tata usaha yang meliputi urusan kepegawaian,

keuangan dan rumah tangga sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam rangka

pencapaian tujuan pemasyarakatan narapidana dan anak didik.

Page 56: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

46

Fungsi

a. Memimpin Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.

b.Menetapkan Rencana Kerja dan Program Kerja Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Tangerang.

c. Melakukan Koordinasi Pelaksanaan Tugas dengan Pemda dan Instansi Terkait.

d.Mengkoordinasikan tindak lanjut petunjuk yang tertuang dalam Laporan Hasil

Pemeriksaan.

e. Mengikuti Rapat Kerja.

f. Membina ketatausahaan di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Kelas IIA Tangerang

g.Menilai dan Mengesahkan Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pejabat Bawahan.

h.Melakukan Pembinaan Pegawai di Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Tangerang.

i. Melakukan pengawasan melekat di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Tangerang.

j. Mengkoordinasikan pengelolaan anggaran rutin Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Tangerang.

k.Mengkoordinasikan Kebutuhan Formasi Pegawai.

l. Mengkoordinasikan pengendalian administrasi kepegawaian Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.

m. Melaksanakan Tugas-Tugas yang diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah.

n. Mengkoordinasikan Pembuatan dan Penyusunan Laporan Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.

2) Sub Bagian Tata Usaha

Tugas

Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan

rumah tangga Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.

Page 57: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

47

Fungsi

a. Melakukan urusan kepegawaian dan keuangan.

b.Melakukan urusan surat-menyurat, perlengkapan dan rumah tangga.

Sub Bagian Tata Usaha Terdiri dari :

a) Urusan Kepegawaian dan Keuangan: Urusan Kepegawaian dan Keuangan

mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian dan keuangan.

b) Urusan Umum: Urusan Umum mempunyai tugas melakukan surat-menyurat,

perlengkapan dan rumah tangga.

3) Seksi Bimbingan Narapidana / Anak Didik

Tugas

Seksi Bimbingan Narapidana / Anak Didik mempunyai tugas memberikan

bimbingan pemasyarakatan narapidana / anak didik.

Fungsi

a. Melakukan registrasi dan membuat statistik serta dokumentasi sidik jari

narapidana / anak didik.

b.Memberikan bimbingan pemasyarakatan, mengurus kesehatan dan memberikan

perawatan bagi narapidana / anak didik.

Seksi Bimbingan Narapidana / Anak Didik Terdiri dari :

a) Sub Seksi Registrasi: Sub Seksi Registrasi mempunyai tugas melakukan

pencatatan dan membuat statistik serta dokumentasi sidik jari narapidana /

anak didik.

b) Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan: Sub Seksi Bimbingan

Kemasyarakatan dan Perawatan mempunyai tugas memberikan bimbingan

dan penyuluhan rohani serta memberikan latihan olah raga, peningkatan

pengetahuan asimilasi, cuti pengelepasan dan kesejahteraan narapidana / anak

didik serta mengurus kesehatan dan memberikan perawatan bagi narapidana /

anak didik.

Page 58: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

48

4) Seksi Kegiatan Kerja

Tugas

Seksi Kegiatan Kerja mempunyai tugas memberikan bimbingan kerja,

mempersiapkan sarana kerja dan mengolah hasil kerja.

Fungsi

a. Memberikan bimbingan latihan kerja bagi narapidana / anak didik dan

mengelola hasil kerja.

b.Mempersiapkan fasilitas sarana kerja.

Seksi Kegiatan Kerja Terdiri dari :

a) Sub Seksi Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil Kerja: Sub Seksi

Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil Kerja mempunyai tugas Memberikan

Petunjuk dan Bimbingan Latihan Kerja bagi narapidana / anak didik serta

mengolah hasil kerja.

b) Sub Seksi Sarana Kerja: Sub Seksi Sarana Kerja mempunyai tugas

Mempersiapkan fasilitas sarana kerja.

5) Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib

Tugas

Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib mempunyai tugas mengatur

jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan,

menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas

serta menyusun laporan berkala di bidang keamanan dan menegakkan tata tertib.

Fungsi

a. Mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas

pengamanan.

b.Menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang

bertugas serta menyusun laporan berkala di bidang keamanan dan menegakkan

tata tertib.

Page 59: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

49

Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib Terdiri dari :

a) Sub Seksi Keamanan: Sub Seksi Keamanan mempunyai tugas mengatur

jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan.

b) Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib: Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib

mempunyai tugas Menerima laporan harian dan berita acara dari satuan

pengamanan yang bertugas serta menyusun laporan berkala di bidang

keamanan dan menegakkan tata tertib.

6) Kesatuan Pegamanan LAPAS

Tugas

Kesatuan Pengamanan LAPAS mempunyai tugas menjaga keamanan dan

ketertiban didalam LAPAS.

Fungsi

a. Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap narapidana / anak didik.

b.Melakukan pemeliharaan dan tata tertib.

c. Melakukan pengawalan pemerimaan, penempatan dan pengeluaran narapidana /

anak didik.

d.Melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran keamanan.

e. Membuat laporan harian dan berita acara pelaksanaan pengamanan

5. Kegiatan Pembinaan Di Lapas Perempuan Klas IIA Tangerang

1. Pembinaan Kepribadian

a. Pembinaan Kerohanian (Islam, Kristen, Katholik, Budha)

b. Pembinaan Kesadaran Nasionalisme (Upacara)

c. Penyuluhan tentang Hukum dan HAM

d. Penyuluhan Kesehatan

e. Pembinaan Rekreasi, terdiri dari:

Pembinaan Kepramukaan

Kegiatan Olahraga

Kegiatan acara nonton TV 3 kali seminggu dan di hari libur

Pelayanan Perpustakaan

Page 60: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

50

2. Pembinaan Kemandirian/Keterampilan

a. Keterampilan jahit menjahit

b. Keterampilan menyulam

c. Keterampilan merajut

d. Keterampilan mutte

e. Keterampilan kristik

f. Keterampilan melukis kerudung

g. Keterampilan kecantikan/salon

h. Keterampilan kelola bunga anggrek

i. Keterampilan kelola ikan lele

j. Keterampilan tali kur

k. Keterampilan decopage

l. Keterampilan keset kaki

m. Keterampilan tata boga

n. Keterampilan berkebun

o. Keterampilan mendaur ulang plastik

3. Pembinaan Kesenian

a. vokal grup

b. rampak bedug

c. band

d. choir

e. tari kreasi modern dan tradisional

f. rebbana

4. Jumlah Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Kelas IIA Tangerang

Jumlah Narapidana : 427 Orang

Jumalah Tahanan : 0 Orang

Total : 427 Orang

Page 61: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

51

Terdiri dari :

WNI : 376 Orang

WNA : 51 Orang

No Tindak Pidana Khusus Jumlah

1 Kasus Narkoba/Narkotik 374 Orang

2 Teroris 1 Orang

3 Korupsi 9 Orang

4 Money Laundry 2 Orang

5 Human Trafficking 4 Orang

6 Pidana Umum 37 Orang

Page 62: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

52

BAB IV

MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KELAS IIA TANGERANG

A. Model Pembinaan Narapidana

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia

yang hidup di dunia ini menurut kodratnya, yang melekat dan tak dapat

dipisahkan dari pada kahikatnya, sehingga bersifat suci. Pelaksanaan sistem

pemasyarakatan sebagai bagian dari pembangunan di bidang hukum pada

khususnya dan pembangunan nasional bangsa pada umumnya tidak dapat

dilepaskan pada pengaruh situasi lingkungan strategis dan perkembangan dari

waktu ke waktu baik dalam skala nasional, regional maupun internasional.

Negara Kesatuan Republik Indonesia menjunjung tinggi hukum dan

memberikan rasa keadilan bagi seluruh masyarakat terutama yang

membutuhkan perlindungan hukum dan dijamin oleh Negara artinya setiap

warga Negara sama di mata hukum ini menyatakan salah satu kaidah hukum.

Asas persamaan kedudukan ini sangat penting ditegakkan terutama dalam

kehidupan bermasyarakat. Pelaksanaan pidana penjara dengan sistem

pemasyarakatan di Indonesia saat ini mengacu kepada Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Penjelasan Umum Undang-

Undang Pemasyarakatan yang merupakan perubahan ide secara yuridis

filosofis dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan serta

mengatur tentang pelaksanaan sistem pemasyarakatan di Indonesia

dinyatakan bahwa:1

1. Bagi Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-

pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar

1 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, (Bandung:

Refika Aditama, 2006), h.102.

Page 63: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

53

pemenjaraan juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi

sosial. Warga Binaan Pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem

pembinaan yang sejak lebih dari 30 (tiga puluh) tahun yang dikenal

dan dinamakan dengan Sistem Pemasyarakatan.

2. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas

dendam dan penjeraan yang disertai dengan lembaga “rumah penjara”

secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana

yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial

agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak

untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga

masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan

lingkungan.

Warga Binaan bukan saja objek melainkan juga subyek yang tidak

berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan

kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan sanksi pidana sehingga tidak

harus diberantas, yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat

menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum,

kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat

dikenakan sanksi pidana. Dwidja Priyanto mengemukakan pengertian

pemidaan, bahwa:2 “Pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan warga

binaan agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga

masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai

moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang

aman, tertib dan damai.”

Narapidana menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah terpidana yang menjalani pidana

2 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, h.103.

Page 64: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

54

hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan pengertian

terpidana sendiri adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Di samping hak-

hak yang dimilikinya, narapidana juga mempunyai kewajiban mengikuti tata

tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu. Pasal 3 Peraturan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib

Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara menjabarkan

kewajiban narapidana adalah:

a. Taat menjalankan ibadah sesuai agama dan/ atau kepercayaan yang

dianutnya serta memelihara kerukunan beragama;

b. Mengikuti seluruh kegiatan yang diprogramkan;

c. Patuh, taat, dan hormat kepada petugas;

d. Mengenakan pakaian seragam yang telah ditentukan;

e. Memelihara kerapihan dan berpakaian sesuai dengan norma kesopanan;

f. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan hunian serta mengikuti kegiatan

yang dilaksanakan dalam rangka kebersihan lingkungan hunian; dan

g. Mengikuti apel kamar yang dilaksanakan oleh petugas pemasyarakatan.

Jadi seorang narapidana mempunyai hak dan kewajiban yang sama,

tidak ada perbedaan satu sama lainnya. Hal ini dijalankan berdasarkan asas

persamaan perlakuan dan pelayanan dalam sistem pembinaan

pemasyarakatan, yakni pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada

warga binaan tanpa membeda-bedakan. Sistem kepenjaraan adalah tujuan dari

pidana penjara, dan tujuan dari pidana penjara maksudnya adalah untuk

melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan.3

Proses pembinaan di Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang terhadap

narapidana yang baru datang harus mengikuti prosedur yang berlaku yakni

harus mengikuti test urine, periksa kesehatan, dan dilakukan proses

administrasi pemindahan dari tempat sebelumnya. Hal tersebut perlu

3 A. Widiana Gunakaya, Sejarah dan konsepsi Pemasyarakatan, (Bandung: CV

Armico, 1988), h.43

Page 65: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

55

dilakukan karena untuk mengetahui riwayat kesehatan narapidana agar dapat

diketahui dan di screening apabila narapidana tersebut mengidap penyakit

yang menular dapat di atasi dengan penempatan narapidana tersebut di ruang

isolasi yang sudah disediakan.4

Setelah pemeriksaan kesehatan awal dan administrasi narapidana

digeledah badan dan barang bawaannya untuk mencegah narapidana

membawa barang-barang terlarang. Dalam hal ini Penggeledahan tersebut

ditujukan agar Lapas Perempuan Klas IIA Tangerang terbebas dari

HALINAR (Handphone, pungutan liar dan narkoba). Karena apabila barang-

barang terlarang tersebut masuk kedalam blok hunian maka akan menganggu

berjalannya program pembinaan di Lapas.

Selanjutnya narapidana menjalani masa orientasi atau karantina selama

1 minggu, dalam hal ini narapidana tidak diperbolehkan keluar dari kamar

hunian sampai waktu 1 minggu. Setelah itu narapidana dapat melakukan

kegiatan pembinaan yang ada. Setiap narapidana yang baru masuk ke dalam

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tangerang mendapatkan ibu

asuh (pembimbing) yang mengawasi setiap kegiatan yang dilakukan oleh

para narapidana, memperoleh ibu asuh berdasarkan hasil sidang TPP yang

dilakukan oleh pejabat struktural.

Menurut Kasie Bimbingan Anak Didik (BINADIK) Ibu Sri,

pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA

Tangerang meliputi beberapa kegiatan yang bermanfaat selama berada di

lembaga pemasyarakatan, dan juga membangun kepribadian agar dapat

diterima kembali oleh masyarakat, kegiatan ini rutin yang dilakukan setiap

hari dimulai pukul 05.30.5 Adapun kegiatan yang dilakukan narapidana

4 Wawancara, Sri Setiati, 28 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.

5 Wawancara, Sri Setiati, 28 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.

Page 66: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

56

sehari-hari di dalam Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA

Tangerang antara lain sebagai berikut:

1. Jam 05.30 WIB kamar hunian narapidana yang piket blok dibuka oleh

petugas pengamanan, narapidana mulai membersihkan blok hunian dan

lingkungan sekitarnya.

2. Jam 06.00 WIB seluruh narapidana dibukakan pintu kamarnya oleh

petugas pengamanan untuk memulai aktifitasnya.

3. Jam 07.00 WIB seluruh narapidana bersiap mengikuti aplusan regu jaga,

serah terima regu pengamanan dari dinas malam ke dinas pagi. Para

narapidana mengikuti aplusan tersebut dengan tertib, berbaris didepan

kamarnya.

4. Jam 09.00 – 11.30 WIB seluruh narapidana mengikuti kegiatan rutin

berdasarkan minat dan bakat, ada yang bimbingan iqro dan baca Al-

Quran di Musholla, ada yang kerja di bimker (memasak untuk kantin,

salon, membuat kerajinan tangan, menyulam, merajut, menjahit,

membuat keset dan lain sebagainya), kegiatan kebaktian di Gereja, dan

kegiatan di Vihara bagi yang beragama Budha semua di lakukan masih di

dalam area lembaga pemasyarakatan.

5. Jam 12.00 WIB seluruh narapidana muslim harus sholat dzuhur

berjamaah di Musholla.

6. Jam 13.00 narapidana mengikuti aplusan regu jaga, serah terima regu

pengamanan dari dinas pagi ke dinas siang. Para narapidana mengikuti

aplusan tersebut dengan tertib, berbaris didepan kamarnya.

7. Jam 13.30-15.00 WIB narapidana diberikan waktu istirahat di blok

hunian dan dapat melakukan kegiatan lain di luar program pembinaan

8. Jam 17.00 seluruh narapidana kembali ke kamar masing-masing untuk

beristirahat dan pintu kamar terkunci.

Page 67: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

57

Seluruh kegiatan tersebut dilakukan narapidana dengan sangat disiplin,

hal tersebut guna terciptanya program pembinaan yang sesuai dengan

Undang-Undang yang berlaku. Selain itu narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang mempunyai kesempatan

untuk dikunjungi oleh keluarganya, jadwal kunjungan tersebut yakni setiap

senin, kamis, dan sabtu serta hari raya. Waktu kunjungan yang diberikan

pihak Lapas adalah 30 menit, mulai pukul 09.00-14.00 WIB.

Selain itu narapidana diberikan waktu untuk menonton televisi di blok

huniannya yang jadwalnya sudah diatur oleh pihak lapas, yakni setiap rabu

malam, dan sabtu malam mulai pukul 20.00 - 00.00 WIB. Serta hari minggu

narapidana bebas menonton televisi dimulai pukul 07.00 – 17.00 WIB.

Setiap program pembinaan didampingi oleh masing-masing petugas

yang menaunginya sebagai instruktur baik dari teknis maupun fasilitatif,

narapidana sangat antusias karena selain medapatkan ilmu, mereka juga

merasa lebih berguna, meskipun mereka berada didalam Lapas mereka dapat

memiliki ilmu dan bekal keterampilan agar dapat digunakan ketika mereka

bebas nanti.6 Kegiatan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Tangerang antara lain:

1. Olah Raga, untuk mendukung setiap kegiatan pembinaan yang diberikan

oleh Lapas Perempuan Kelas IIA Tangeran tentunya diperlukan fisik

yang sehat, oleh karena itulah setiap pagi secara bergilir masing-masing

blok melakukan senam pagi di bawah instruktur Warga Binaan itu sendiri

dan diawasi oleh petugas pemasyarakatan yang menaungi kegiatan

tersebut yakni BIMPAS (Bimbingan Pemasyarakatan).

2. Keagamaan, untuk meningkatkan pengetahuan agama dan memberikan

siraman rohani, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang mengupayakan

6 Wawancara, Sri Setiati, 28 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.

Page 68: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

58

agar setiap hari secara bergilir para warga binaan pemasyarakatan

mendapatkan pembinaan keagamaan sesuai dengan kepercayaan masing-

masing. Kegiatan ini terdiri dari: untuk warga binaan pemasyarakatan

yang muslim terdiri dari: shalat dhuha bersama, belajar baca tulis Al-

Qur’an, pengajian oleh ustadzah dari luar Lapas. Sedangkan untuk warga

binaan yang nasrani mendapatkan pembinaan keagamaan berupa

pembahasan Alkitab, renungan puji-pujian, diskusi/sharing Alkitab, doa

bersama dan lain sebagainya. Untuk warga binaan yang beragama Budha

beribadah di Vihara bersama dengan tamu yang diundang oleh Lapas

Perempuan Kelas IIA Tangerang. Hanya saja Lapas Perempuan Kelas IIA

Tangerang belum memiliki fasilitas rumah ibadah untuk warga binaan

yang beragama Hindu sehingga pembinaan terhadap warga binaan yang

beragama Hindu belum maksimal.

3. Kebersihan Lingkungan, kebersihan sangatlah penting dalam sebuah

lembaga pemasyarakatan, untuk itu masing-masing blok diwajibkan untuk

membersihkan blok hunian setiap harinya dan kamar setiap hari sabtu dan

minggu.

4. Bercocok Tanam, salah satu program yang diikuti oleh beberapa warga

binaan pemasyarakatan di Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang. Dalam

program ini warga binaan pemasyarakatan diajarkan untuk dapat bercocok

tanam, mengolah lahan, dan juga perawatan tanaman pertanian. Kegiatan

ini dibawahi oleh Kepala Seksi Bimbingan Kerja.

5. Perayaan Hari Besar, selain program-program rutin tersebut, lembaga

pemasyarakatan juga mengadaan kegiatan-kegiatan yang bersifat

insidentil seperti hari raya besar keagamaan dan nasional. Kegiatan

tersebut dapat diharapkan menghilangkan stress seluruh warga binaan

pemasyarakatan dan juga dapat mengilhami makna dari perayan tersebut.

Page 69: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

59

6. Bimbingan kerja, kegiatan kerja ini masih melanjutkan beberapa jenis

keterampilan yaitu: menjahit, salon, kantin, sablon, menyulam/ merajut,

talikur, sulam pita dan membuat kerajinan tangan yang lainnya.

Selain petugas, pihak Lapas juga memberikan mentor yang datang dari

luar untuk mengajarkan keterampilan kepada narapidana. Lapas Perempuan

Kelas IIA Tangerang bekerjasama dengan rumah berbagi untuk kegiatan tata

boga, dan La Tulipe untuk kegiatan tata rias, serta ada pula pelatihan babby

sitter. Pihak Lapas juga memberikan kesempatan kepada narapidana yang

mempunyai bakat di bidang seni musik dan tari untuk dikembangkan.

Program pembinaan yang dilakukan juga sering kali bekerjasama dengan

pihak luar, seperti merangkai kertas-kertas menjadi sebuah karya "flowers

paper art dan Sling bag". Kegiatan pelatihan ini adalah bentuk sinergitas

antara program Bina Santri Lapas (BSL) Dompet Dhuafa, para relawan dari

Universitas Syeikh Yusuf Tangerang, Kegiatan ini merupakan upaya untuk

memberikan hiburan, dan keterampilan bagi para narapidana yang menjalani

masa hukuman di lapas.7

Kegiatan yang diberikan wajib diikuti oleh seluruh narapidana, karenanya

Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang menerapkan buku rapot yang dimiliki

oleh seluruh narapidana, agar diketahui kegiatan apa yang dilakukan oleh

narapidana serta siapa saja narapidana yang tidak mengikuti program

pembinaan. Karena apabila narapidana tidak mengikuti kegiatan yang

diberikan maka narapidana tersebut tidak dapat diberikan hak pembebasan

bersyarat, hak asimilasi, hak cuti menjelang bebas dan lain sebagainya.

Pemberian sanksi kepada narapidana yang tidak mengikuti kegiatan dalam

proses pembinaan dilakukan untuk menyadarkan narapidana bahwasanya

7Wawancara, Sri Setiati, 28 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.

Page 70: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

60

program pembinaan dilakukan untuk membuat mereka ketika kembali lagi di

tengah-tengah masyarakat dapat memberikan perubahan yang positif.

Pentahapan proses pemasyarakatan dan upaya pembinaannya secara

operasional berusaha untuk menjauhkan narapidana secara bertahap dari

lingkungan buruk tembok penjara dan mendekatkan narapidana pada hakekat

hidup manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Sistem pemasyarakatan

merupakan suatu perubahan dalam pelaksanaan pidana penjara yang

kaitannya deagan perlakuan terhadap narapidana berdasarkan paham

humanisme dan berdasar filsafat Pancasila sebagai dasar dalam membina

narapidana. Pihak keluarga dan masyarakat juga diberi kesempatan untuk ikut

membina sehingga narapidana merasa bahwa dia tetap diakui eksistensinya

sebagai anggota masyarakat. Pembinaan kepribadian dan pembinaan

kemandirian narapidana di Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang

berdasarkan hasil penelitian dalam prakteknya telah sesuai dengan Pasal 3

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Selain itu Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang

terpilih menjadi contoh baik Bangkok Rules. Dipilihnya Lapas Perempuan

Tangerang karena telah menerapkan nilai-nilai yang terdapat dalam Bangkok

Rules dengan baik. Kedatangan Putri Thailand, yang juga menjadi Duta

Persahabatan United Nation Office On Drugs and Crime (UNODC), ke Lapas

Perempuan Tangerang bertujuan untuk mempromosikan, sekaligus berdiskusi

akan tantangan dan hambatan dalam menerapkan Bangkok Rules di Lapas

Perempuan Tangerang.8

Lapas Perempuan Tangerang telah memiliki fondasi yang kuat dalam

menerapkan Bangkok Rules, dan diharapkan, program pembinaan narapidana

8https://www.kemenkumham.go.id/berita/jadi-contoh-baik-bangkok-rules-lapas-wanita-

tangerang-dikunjungi-putri-thailand

Page 71: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

61

wanita di Lapas Perempuan Tangerang dapat dicontoh di lapas perempuan

lain di Indonesia. Terpilihnya Lapas Perempuan Tangerang karena telah

mengimplementasikan Bangkok Rules dalam pembinaan warga binaan di

dalam lapas. Namun meskipun begitu program pembinaan tersebut masih

ditemukan hambatan dalam menerapkan Bangkok Rules, antara lain sarana

dan prasarana, serta Sumber Daya Manusia (SDM).

Sumber daya manusia yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Klas IIA Tangerang memang tidak sesuai dengan jumlah narapidana yang

berada di dalam. Lihat saja jumlah narapidana mencapai 427 orang sedangkan

jumlah pegawai yang ada hanya 99 orang. Bila di lihat hal tersebut dapat

dijadikan narapidana sebagai jalan untuk kabur dari Lapas karena kurangnya

penjagaan di dalam, namun karena para petugas pemasyarakatan di Lapas

Perempuan memberikan pembinaan melalui pendekatan persuasif yang baik

dan benar serta tidak melakukan kekerasan, sehingga membuat narapidana di

dalam merasa nyaman melewati masa hukumannya dan merasa tidak tertekan.

Hal itu memang harus dilakukan oleh seorang petugas pemasyarakatan agar

menciptakan Lapas yang aman dan kondusif.

Program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA

Tangerang tidak serta merta berjalan mulus, ada kendala yang dihadapi oleh

pihak Lapas untuk membina narapidana kasus teroris yang bernama Tutin.9

Hal itu dikarenakan Tutin tidak mau mengikuti program pembinaan yang

dilakukan pihak Lapas, karena merasa tidak sepaham dengan dirinya. Ini

adalah tantangan terbesar bagi pihak Lapas, karena dari 427 orang narapidana

yang ada didalam hanya 1 orang yang tidak mau mengikuti program

pembinaan yakni saudari Tutin. Meski begitu narapidana tersebut masih mau

9 Wawancara, Sri Setiati, 28 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.

Page 72: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

62

untuk membersihkan kamarnya sendiri meskipun tidak ada kegiatan yang ia

ikuti.

Pembinaan hukum yang dilakukan petugas pemasyarakatan pada dasarnya

sama kepada setiap narapidana, hanya saja narapidana teroris yang berada di

Lapas Perempuan Klas IIA Tangerang terbilang radikal sehingga

menyebabkan pihak Lapas tidak bisa sepenuhnya memberikan pembinaan

secara menyeluruh.

Pembinaan kerohanianpun tidak dapat diberikan, karena ditakutkan

narapidana tersebut dapat mempengaruhi narapidana yang lain atau dengan

kata lain di cuci otaknya untuk mengikuti aliran terorisme.

Namun upaya terus dilakukan untuk mencari jalan agar pembinaan kepada

narapidana kasus terorisme dapat dilaksanakan, dengan cara mengajak

narapidana tersebut untuk mengikuti pelatihan refleksi, yang seperti diketahui

bahwa narapidana Tutin memang memiliki bakat untung refleksi bekam.

Tolak ukur pembinaan hukum terhadap narapidana dapat dikatakan

berhasil apabila dapat menyadarkan narapidana untuk mengakui NKRI.

Sebelum Narapidana Tutin, di Lapas Perempuan Klas IIA Tangerang ada

narapidana kasus terorisme yaitu Ismi, dan Jumiatun, mereka adalah contoh

narapidana kasus terorisme yang bisa dibilang berhasil proses pembinaannya,

dikarenakan mereka sudah mengakui bahwa dirinya adalah NKRI.10

Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana dan anak didik

pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak

didik pemasyarakatan dalam kehidupan masyarakat.11

Pemberian asimilasi

10

Wawancara, Sri Setiati, 29 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang. 11

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21

Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi

Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

Page 73: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

63

ini dilakukan untuk memberikan motivasi dan kesempatan kepada narapidana

dan anak didik pemasyarakatan untuk mendapatkan kesejahteraan sosial,

pendidikan, keterampilan guna mempersiapkan diri di tengah masyarakat

serta mendorong peran serta masyarakat untuk secara aktif ikut serta

mendukung penyelenggaraan sistem pemasyarakatan.

Syarat Pelaksanaan Asimilasi dapat diberikan kepada Narapidana Dan

Anak Didik Pemasyarakatan yang telah memenuhi syarat:12

1) Surat pernyataan dari Narapidana tidak akan melarikan diri dan tidak akan

melakukan perbuatan yang melanggar hukum.

2) Surat jaminan kesanggupan dari pihak keluarga yang diketahui oleh lurah/

kepala desa yang menyatakan bahwa:

a. Narapidana tidak akan melarikan diri, dan tidak melakukan perbuatan

melanggar hukum.

b. Membantu dalam membimbing dan mengawasi Narapidana selama

mengikuti program asimilasi.

3) Surat jaminan dari sekolah, instansi pemerintah atau swasta, dan

badan/lembaga sosial atau keagamaan, yang menjamin untuk membantu

dalam membimbing dan mengawasi Narapidana selama mengikuti

program asimilasi.

4) Bagi Narapidana WNA memenuhi kelengkapan dokumen yaitu:

a. Surat jaminan tidak akan melarikan diri dan akan menaati persyaratan

yang ditentukan dari Kedutaan besar/konsulat negara dan keluarga,

keluarga, orang, atau korporasi yang bertanggung jawab atas

keberadaan dan kegiatan Narapidana selama berada di wilayah

Indonesia dan

12

https://jakarta.kemenkumham.go.id/layanan-publik/185-layanan-pemasyarakatan-

/1007-syarat-pelaksanaan-asimilasi

Page 74: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

64

b. Melampirkan surat keterangan dari Direktur Jenderal Imigrasi atau

Pejabat Imigrasi yang ditunjuk yang menyatakan bahwa yang

bersangkutan dibebaskan dari kewajiban memiliki izin tinggal.

5) Berkelakuan baik, yaitu tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam

kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir, terhitung sebelum tanggal

pemberian Asimilasi

6) Aktif mengikuti program pembinaan dengan baik

7) Telah menjalani 1/2 (satu per dua) masa pidana

8) Bagi Narapidana tindak pidana terorisme, narkotika dan precursor

narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan HAM yang berat, kejahatan

transnasional, dan kejahatan terhadap keamanan Negara, asimilasi dapat

diberikan setelah

a. Berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak menjalani hukuman

disiplin dalam kurun waktu 9 bulan terakhir.

b. Telah menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana.

c. Bagi Narapidana Terorisme telah selesai mengikuti Program

Deradikalisasi yang diselenggarakan oleh Lapas dan/atau Badan

Nasional Penanggulangan Terorisme serta melampirkan surat

keterangan mengikuti program tersebut dan menyatakan ikrar tertulis

tentang Kesetian kepada NKRI bagi WNI dan tidak akan mengulangi

perbuatan tindak pidana terrorisme bagi WNA.

9) Melampirkan fotocopy kutipan putusan hakim dan berita acara

pelaksanaan putusan pengadilan.

10) Melampirkan salinan register F dari Kepala Lapas.

11) Melampirkan salinan daftar perubahan dari Kepala Lapas.

12) Laporan perkembangan pembinaan yang ditandatangani oleh Kalapas.

13) Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh pembimbing

kemasyarakatan yang diketahui oleh Kepala Bapas.

Page 75: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

65

Asimilasi tidak dapat diberikan kepada narapidana:

1) Yang terancam jiwanya

2) Yang sedang menjalani pidana penjara seumur hidup

Proses Pelaksanaan Asimilasi, Petugas pemasyarakatan mendata

narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang telah memenuhi syarat,

Selanjutnya tim pengamat pemasyarakatan lapas merekomendasikan usulan

pemberian asimilasi kepada kepala lapas berdasarkan data narapidana dan anak

didik pemasyarakatan yang telah memenuhi syarat. Kepala lapas menetapkan

pemberian asimilasi berdasarkan rekomendasi tim pengamat pemasyarakatan

lapas. Dalam hal ini, asimilasi dilaksanakan secara mandiri dan atau dengan

pihak ketiga, kepala lapas menetapkan pemberian asimilasi setelah mendapatkan

persetujuan kepala kantor wilayah. Asimilasi dilaksanakan dalam bentuk:

1) Kegiatan pendidikan;

2) Latihan keterampilan;

3) Kegiatan kerja sosial;

4) Pembinaan lainnya, di lingkungan masyarakat

1. Asimilasi Biasa

Asimilasi Biasa adalah asimilasi yang dilakukan di lingkungan Lapas,

dimana narapidana dapat melakukan asimilasi dengan pihak dari luar

yang didatangkan oleh pihak Lapas.13

Lapas Perempuan Klas IIa

Tangerang melakukan MoU memorandum of understanding dengan

pembinaan kerohanian, sehingga narapidana ditanamkan program-

program kerohanian, baik itu Islam, Kristen ataupun Budha. Asimilasi

ini dilaksanakan oleh narapidana kasus Narkoba, karena narapidana

kasus Narkoba tidak dapat melaksanakan Asimilasi diluar Lapas

ditakutkan dapat melakuakan hal-hal yang tidak diinginkan, mengingat

13

Djisman Samosir, Tentang Penologi dan Pemasyarakatan,( Bandung: Nuansa Aulia,

2012), h. 128

Page 76: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

66

narapidana kasus narkoba mempunyai koneksi kepada Bandar narkoba

yang berada di luar Lapas.14

2. Asimilasi Pembebasan Bersyarat

Asimilasi Pembebasan Bersyarat adalah asimilasi yang diberikan

kepada narapidana yang sudah menjalankan hukuman selama 2/3 masa

hukuman sampai 5/6 masa hukuman. Biasanya asimilasi ini dilakukan

oleh narapidana kasus tindak pidana korupsi, dan asimilasi ini dilakukan

di Badan Sosial. Narapidana menjalankan Asimilasi dengan cara

menjadi tenaga pengajar di salah satu Badan Sosial.

3. Asimilasi dengan Pihak Ketiga

Asimilasi yang dilaksanakan secara mandiri dan/ atau dengan pihak

ketiga adalah asimilasi yang dilakukan dengan cara bekerja di

perusahaan yang sudah bekerjasama dengan Lapas untuk menjadi

karyawan. Narapidana yang sedang menjalankan asimilasi di luar lapas

dilaksanakan dalam waktu paling lama 9 (sembilan) jam sehari termasuk

waktu dalam perjalanan, narapidana bekerja di perusahaan dan

mendapatkan gaji, namun gaji tersebut tidak masuk kedalam uang

pribadi, melainkan diberikan kepada Lapas. Asimilasi tidak boleh

dilaksanakan pada hari minggu atau hari libur nasional. Kepala lapas

bertanggung jawab atas keamanan pelaksanaan asimilasi.

B. Kendala yang di Hadapi Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas

IIA Tangerang dalam Membina Narapidana

Pelaksanaan Pembinaan terhadap narapidana agar dapat dikembangkan

potensinya kearah yang positif sebagai sarana merubah seseorang menjadi manusia

produktif, untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pemberian kegiatan untuk

pengembangan keterampilan bagi narapidana melalui petugas Lembaga

14

Wawancara, Sri Setiati, 29 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.

Page 77: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

67

Pemasyarakatan diharapkan agar kelak kembali ketengah-tengah masyarakat tidak

lagi mengulangi perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Demikian pula agar pembinaan ini dapat memberikan motivasi bagi hasil

perubahan diri dalam menyongsong masa depan yang lebih baik. Akan tetapi dalam

mewujudkan tujuan yang mulia ini belum dapat sepenuhnya terimplementasi secara

berkesinambungan karena terdapat beberapa kendala yang dialami. Berdasarkan hasil

penelitian Penulis di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang

terdapat beberapa kendala yang dihadapi yakni:

Rendahnya minat dan kepedulian dari Lembaga atau perusahaann untuk

berperan serta dalam memberikan pelatihan atau pembinaan kepada narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini terjadi karena tugas-tugas di Lembaga

Pemasyarakatan tidak dapat memberikan kontribusi secara timbal balik. Hal ini

disebabkan masalah dukungan pendanaan dalam pembinaan terhadap kegiatan-

kegiatan yang bersifat keterampilan yang dapat digunakan untuk menciptakan

pekerjaan sendiri atau dapat bekerja pada pihak lain sesuai keterampilan yang

dimiliki.

Sistem Pemasyarakatan sebagai wadah untuk melakukan pembinaan terhadap

narapidana, sebagai paradigma fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang tadinya sebagai

tempat pembalasan menjadi tempat untuk melakukan pembinaan. Kendala-kendala

lain yang dihadapi oleh petugas pemasyarakatan dalam upaya memberikan

pembinaan bagi narapidana antara lain sebagai berikut15

:

1. Terjadinya over kapasitas penghuni Lapas sehingga kurang optimalnya

pemberian layanan hak narapidana dalam blok hunian. Namun pihak

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang menyikapi hal

ini dengan cara menampung narapidana didalam blok hunian yang

15

Wawancara, Sri Setiati, 30 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.

Page 78: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

68

biasanya 1 kamar dihuni oleh 4 orang tetapi sekarang ini diisi oleh 6 orang

narapidana.

2. Sebagian narapidana tidak memiliki keluarga yang jelas, sehingga tidak

ada pihak keluarga yang ikut memberikan support dengan melakukan

kunungan ke Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.

Hal ini juga berdampak pada pemberian hak narapidana yakni layanan

Pembebasan Bersyarat yang sulit di ajukan lantaran tidak adanya jaminan

dari pihak keluarga yang harus diketahui oleh Lurah di wilayah tempat

tinggal narapidana. Hal tersebut menyebabkan besarnya potensi untuk

melakukan pelanggaran hukum setelah kembali ke masyarakat dapat

terjadi secara berulang akibat tidak adanya keluarga yang menampung dan

memberikan dukungan kepada mereka.

3. Kurangnya regu pengamanan yang berjaga di Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Tangerang, karena jumlah petugas pengamanan

yang berjaga dalam satu shift hanya 8 orang, sementara jumlah narapidana

adalah 427 orang. Meskipun pada tahun 2017 terjadi penambahan dari

Kementerian Hukum dan HAM sebanyak 25 orang namun hal tersebut

tetaplah tidak membantu dikarenakan terjadi pergeseran jabatan dan

pemindahan tugas oleh kepala Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Kelas IIA Tangerang.

4. Kurangnya Sarana dan Prasarana dalam melaksanakan tugas antara lain

tidak adanya panic button di dalam Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Kelas IIA Tangerang, apabila sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan. Tidak disediakannya senjata untuk regu pengamanan yang

berjaga. Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang

sebenarnya memiliki senjata api yang memadai akan tetapi para pegawai

yang bekerja disana tidak dapat mempergunakannya dengan baik dan

benar sehingga menyebabkan senjata api tersebut hanya disimpan di

ruangan yang hanya diketahui oleh Kalapas dan Pejabat Struktural.

Page 79: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

69

Seharusnya pihak Lapas memberikan pelatihan kepada para pegawainya

dalam mempergunakan senjata api khususnya kepada regu pengamanan,

sehingga petugas yang berjaga mempunyai kemampuan untuk melawan

narapidana yang membuat masalah didalam Lapas.

5. Kurangnya Bahan Makanan yang diperlukan narapidana untuk memasak,

hal ini disebabkan jatah makan satu orang narapidana hanya Rp. 17.000

(tujuh belas ribu rupiah) untuk makan tiga kali dalam sehari. Hal tersebut

menyebabkan makanan yang akan dimakan oleh narapidana kurang layak

dan sangat sedikit sehingga kebanyakan narapidana tidak memakan

masakan tersebut dan lebih memilih untuk membeli makanan di kantin

yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Tangerang.

6. Masih kurangnya integritas Petugas pemasyarakatan di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang. karena masih adanya

oknum yang membawakan barang-barang terlarang ke dalam Lapas.

Barang-barang terlarang yang masih sering dibawakan oleh beberapa

oknum antara lain handphone, power bank, batrai dan kabel charger.

Lantaran beberapa oknum tersebut proses pembinaan narapidana menjadi

terhambat lantaran masih adanya barang-barang terlarang didalam blok

hunian. Demi meminimalisir banyaknya barang-barang terlarang di dalam

blok hunian, pihak Lapas melakukan sidak secara acak di setiap blok

hunian, agar mengurangi adanya barang-barang terlarang tersebut.

C. Analisis Peneliti

Dari hasil penelitian bahwa sistem atau model pembinaan yang

dilaksanakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tangerang

ini cukup baik. Dengan berbagai jenis keterampilan serta pembimbingan dari

para petugas Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tangerang

membuat mereka banyak memperoleh manfaat yang baik. Upaya pembinaan

dan bimbingan yang demikian itu telah sesuai pula dengan dasar

Page 80: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

70

pembaharuan pidana yang mengandung aspek menempuh upaya baru

terhadap narapidana.

Narapidana sebagai manusia yang dibina harus bisa dikembangkan

rasa tanggung jawabnya untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang

tenteram dan sejahtera dalam masyarakat agar selanjutnya berpotensi untuk

menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi. Dengan

demikian sasaran pembinaan tertuju pada pribadi dan budi

pekerti narapidana tersebut.

Selain itu program pembinaan yang dilakukan dalam rangka

meningkatkan kreatifitas narapidana bertujuan agar ketika bebas narapidana

dapat mengimplementasikannya di kehidupan bermsyarakat. Petugas

pemasyarakatan juga memegang andil yang besar terhadap narapidana yang

berada didalam, sehingga interaksi antara narapidana dan petugas

pemasyarakatan tidak boleh putus, dalam artian petugas pemasyarakatan

harus tetap menjaga sikap yang bijak agar para narapidana tidak merasakan

tekanan, jika narapidana sudah merasa tertekan maka program pembinaan

yang ada di dalam Lapas tidak dapat dibilang berjalan dengan baik, karena

tidak akan tercipta suasana Lapas yang aman, tentram, dan humanis.

Meskipun begitu masih ada saja kendala yang dihapadi oleh Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang. masih banyak pekerjaan

rumah yang perlu dikerjakan dan dituntaskan oleh seluruh jajaran petuags

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang dalam membina

narapidana. Di mulai dari petuagas pemasyarakatannya itu sendiri agar

mempunyai integritas yang cukup tinggi dalam mengemban tugas Negara

agar tidak terjadi lagi hal-hal yang dilakukan oleh beberapa oknum untuk

memasukkan barang-barang terlarang ke dalam Lapas.

Page 81: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

71

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pokok permasalahan dan pembahasan mengenai model

pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Tangerang, maka peneliti akan menguraikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Model pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Klas IIA Tangerang terhadap narapidana yaitu pelaksanaan pembinaan

kepribadian, yang terdiri dari pembinaan kerohanian (Islam, Kristen,

Katholik, dan Budha), Pembinaan kesadaran nasionalisme, penyuluhan

tentang Hukum dan HAM, penyuluhan kesehatan, pembinaan rekreasi

yang terdiri atas pembinaan kepramukaan, kegoatan olahraga, kegiatan

acara nonton tv, dan pelayanan perpustakaan. Selanjutnya ada pembinaan

kemandirian/ ketrampilan dan kesenian. Seluruh narapidana Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tangerang yang berjumlah 427

orang telah menerima program pembinaan yang dilaksanakan di LAPAS

dengan aman dan tertib.

2. Kendala yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA

Tangerang antara lain adalah kurangnya jumlah petugas pengamanan yang

berjaga, masih adanya oknum petugas yang menjembatani narapidana

mempunyai barang-barang terlarang seperti (handphone, powerbank,

kabel charge), kurangnya dana untuk bahan makanan yang akan diberikan

kepada narapidana sehingga menyebabkan makanan yang dikonsumsi

kurang layak, kurangnya pengetahuan petugas di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang mengenai tata cara

penggunaan senjata api, sehingga menyebabkan petugas yang berjaga

tidak di bekali dengan senjata apapun untuk berjaga-jaga ketika terjadi

keributan antar narapidana di dalam blok hunian

Page 82: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

72

B. Rekomendasi

Berdasarkan pada permasalahan yang diangkat oleh penulis yaitu

mengenai Pembinaan Hukum Di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas

IIA Tangerang, maka dari itu penulis memberikan rekomendasi sebagai

berikut:

1. Bagi pihak Lapas, agar meningkatkan sumber daya manusia bagi para

petugas pemasyarakatan dengan berbagai macam pelatihan-pelatihan

yang ada, program dan ragam pembinaan terutama dalam program

kemandirian terhadap narapidana, agar para petugas dapat melaksanakan

pelatihan itu sendiri tanpa memnaggil pihak dari luar agar dapat

dilaksanakan secara efektif dan kreatif serta berdaya guna untuk

pengembangan kepribadian serta peningkatan keterampilan bagi

narapidana yang akan memberikan dampak yang cukup besar

kedepannya.

2. Bagi masyarakat, diharapkan masyarakat yang berada di luar Lapas dapat

membantu berjalannya program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Klas IIA Tangerang, dengan cara turut serta mematuhi

peraturan-peraturan yang ada ketika berkunjung ke dalam Lapas, dan

tidak membawakan narapidana barang-barang terlarang. Agar program

pembinaan dapat terus berjalan dengan baik dan dapat bekerjasama

dengan masyarakat di luar.

3. Bagi Direktorat Jendral Pemasyarakatan, diharapkan dapat meningkatkan

sarana dan prasarana pada Lembaga Pemasyarakatan, agar tidak terjadi

lagi kelebihan kapasitas contohnya pada Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Klas IIA Tangerang, Serta perlu adanya peningkatan kualitas

petugas pemasyarakatan seperti penambahan jumlah petugas

Page 83: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

73

pemasyarakatan untuk bejaga didalam blok hunian, karena tidak sesuai

dengan jumlah narapidana di dalam Lapas.

Page 84: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

73

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Atmasasmita, Romli. Sistem Peradilan Pidana Kontemporer. Jakarta: Kencana,

2010.

Cooke J. David, Pamela J. Baldwin, Jaqueline Howison, Menyingkap Dunia Gelap

Penjara, terjemahan In Prisons, diterjemahkan oleh Hary Tunggal, Jakarta:

Gramedia, 2008.

Erwin, Muhamad. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. cet.3 Jakarta:

PT. Refika Aditama, 2013.

Gunakaya, A. Widiana, Sejarah dan konsepsi Pemasyarakatan, Bandung: CV

Armico, 1988.

Harsono, C.I. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan. 1997.

Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. cet.3. Malang:

Bayumedia Publishing, 2007.

Kikilaitety, Samuel Petrus Irawa Pandjaitan. Pidana Penjara Mau Kemana. cet.1.

Jakarta: CV Indhill Co, 2007.

Lamintang, P.A.F Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, cet.1 Jakarta:

Sinar Grafika 2010.

Marlina. Hukum Penitensier. Bandung: Refika Aditama, 2011.

Mertokusomo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty,

2003.

Prasetyo, Teguh. Hukum Pidana, cet.3. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012.

Priyatno, Dwidja. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung: PT.

Refika Admitama, 2006.

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991.

Razak, Abdul dan A. Ubaedila. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)

Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani. cet.3. Jakarta:

ICCE UIN Syarif Hidatullah, 2008.

Page 85: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

74

Samosir, Djisman, Tentang Penologi dan Pemasyarakatan, Bandung: Nuansa Aulia, 2012.

Sholehuddin, Muhammad. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Double

Track System dan Implementasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2002.

Sholehuddin, M. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali. Pers, 2003.

Sujatno, Adi. Pencerahan di Balik Penjara, Bandung: PT Mizan Publika: 2008.

Sunaryo, Simon R.Thomas dan A.Josias. Studi Kebudayaan Lembaga

Pemasyarakatan di Indonesia. Bandung: Lubuk Agung, 2010.

Supramono, Gatot. Hukum Acara Pengadilan Anak, cet.3. Jakarta: PT. Intan Sejati,

2007.

Tongat. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan.

Malang: UMM Press, 2008.

2. Peraturan Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21

Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti

Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti

Bersyarat.

Penjelasan PP No.32 tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata cara Pelaksanaan Hak

Waga Binaan Pemasyarakatan

3. Jurnal

Angkasa. 2010. Over Capacity Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Jurnal

Dinamika Hukum; Unsoed.

Abdullah, Thaher. Pelaksanaan pembinaan keterampilan narapidana sebagai

bekal reintegrasi dalam masyarakat, Makalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas I,

Cirebon, 2005.

Page 86: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

75

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Ham R.I.Cetak Biru

Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan. Jakarta: DepartemenHukum

dan HAM Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bekerjasama dengan The Asia

Foundation, Kedutaan Besar Australia, dan Institute for Criminal Justice Reform/

ICJR.

4. Internet

https://www.kompasiana.com/kenpeng/5535a2796ea834b80fda4308/narapidana-

penjara-lapas-dan-rutan-serta-stigma-kita

https://pasnita.wordpress.com/sejarah-lapas/

https://www.kemenkumham.go.id/berita/jadi-contoh-baik-bangkok rules-lapas-

wanita-tangerang-dikunjungi-putri-thailand

https://jakarta.kemenkumham.go.id/layanan-publik/185-layanan-

pemasyarakatan/1007-syarat-pelaksanaan-asimilasi

pembinaan narapidana http://hmibecak.wordpress.com//diakses 29 September 2018

www.hukumonline.com Esensi Lembaga Pemasyarakatan sebagai wadah narapidana

5. Wawancara

Wawancara, Sri Setiati, 28 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA

Tangerang.

Wawancara, Sri Setiati, 29 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA

Tangerang.

Wawancara, Sri Setiati, 30 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA

Tangerang.

Page 87: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).

PERTANYAAN WAWANCARA

1. Bagaimana proses pembinaan hukum yang dilakukan Lapas Perempuan Klas IIA

Tangerang terhadap narapidana yang baru datang ke lapas?

2. Apakah pembinaan yang dilakukan oleh Lapas Perempuan Klas IIA Tangerang sudah

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995?

3. Apa yang menjadi hambatan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana?

4. Apakah ada perbedaan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana kasus narkoba

dan kriminal?

5. Apakah ada sanksi yang diberlakukan apabila narapidana tidak mengikuti kegiatan yang

ada di Lapas Perempuan Klas IIA Tangerang?

Page 88: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).
Page 89: MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45648/1/TRI YUNITA... · hukum dalam sumber hukum formil (perundang-undangan).