Model Pembeljaran

36
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang pendidikan dasar memfokuskan kajiannya kepada hubungan antar manusia dan proses membantu pengembangan kemampuan dalam hubungan tersebut. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dikembangkan melalui kajian ini ditunjukan untuk mencapai keserasian dan keselarasan dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan IPS sudah lama dikembangkan dan dilaksanakan dalam kurikulum-kurikulum di Indonesia, khususnya pada jenjang pendidikan dasar. Pendidikan ini tidak dapat disangkal telah membawa beberapa hasil, walaupun belum optimal. Secara umum penguasaan pengetahuan sosial atau kewarganegaraan lulusan pendidikan dasar relatif cukup, tetapi penguasaan nilai dalam arti penerapan nilai, keterampilan sosial dan partisipasi sosial hasilnya belum menggembirakan. Kelemahan tersebut sudah tertentu terkait atau dilatarbelakangi oleh banyak hal, terutama proses pendidikan atau pembelajarannya, kurikulum, para pengelola dan pelaksananya serta faktor-faktor yang berpengaruh lainnya.

Transcript of Model Pembeljaran

Page 1: Model Pembeljaran

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang pendidikan dasar memfokuskan

kajiannya kepada hubungan antar manusia dan proses membantu pengembangan

kemampuan dalam hubungan tersebut. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang

dikembangkan melalui kajian ini ditunjukan untuk mencapai keserasian dan keselarasan

dalam kehidupan masyarakat.

Pendidikan IPS sudah lama dikembangkan dan dilaksanakan dalam kurikulum-

kurikulum di Indonesia, khususnya pada jenjang pendidikan dasar. Pendidikan ini tidak

dapat disangkal telah membawa beberapa hasil, walaupun belum optimal. Secara umum

penguasaan pengetahuan sosial atau kewarganegaraan lulusan pendidikan dasar relatif

cukup, tetapi penguasaan nilai dalam arti penerapan nilai, keterampilan sosial dan

partisipasi sosial hasilnya belum menggembirakan. Kelemahan tersebut sudah tertentu

terkait atau dilatarbelakangi oleh banyak hal, terutama proses pendidikan atau

pembelajarannya, kurikulum, para pengelola dan pelaksananya serta faktor-faktor yang

berpengaruh lainnya.

Beberapa temuan penelitian dan pengamatan ahli memperkuat kesimpulan tersebut.

Dalam segi hasil atau dampak pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS terhadap

kehidupan bermasyarakat, masih belum begitu nampak. Perwujudan nilai-nilai sosial

yang dikembangkan di sekolah belum nampak dalam kehidupan sehari-hari, keterampilan

sosial para sosial para lulusan pendidikan dasar khususnya masih memprihatinkan,

partisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan semakin menyusut.

Banyak penyebab yang melatarbelakangi pendidikan IPS belum dapat memberikan

hasil seperti yang diharapkan. Faktor penyebabnya dapat berpangkal dari kurikulum,

rancangan, pelaksana, pelaksanaan ataupun faktor-faktor pendukung pembelajaran.

Berkenaan dengan kurikulum dan rancangan pembelajaran IPS, beberapa penelitian

Page 2: Model Pembeljaran

memberi gambaran tentang kondisi tersebut. Hasil penelitian Balitbang, Depdikbud tahun

1999 menyebutkan bahwa “Kurikulum 1994 tidak disusun berdasarkan basic

competencies melainkan pada materi, sehingga dalam kurikulumnya banyak memuat

konsep-konsep teoritis” (Boediono, et al. 1999: 84). Hasil evaluasi kurikulum IPS SD

tahun 1994 menggambarkan adanya kesenjangan kesiapan siswa dengan bobot materi

sehingga materi yang disajikan, terlalu dianggap sulit bagi siswa, kesenjangan antara

tuntutan materi dengan fasilitas pembelajaran dan buku sumber, kesulitan menejemen

waktu serta keterbatasan kemampuan melakukan pembaharuan metode mengajar

(Depdikbud, 1999).

Dalam implementasi materi Muchtar, SA. (1991) menemukan IPS lebih menekankan

aspek pengetahuan, berpusat pada guru, mengarahkan bahan berupa informasi yang tidak

mengembangkan berpikir nilai serta hanya membentuk budaya menghafal dan bukan

berpikir kritis. Dalam pelaksanaan Soemantri, N. (1998) menilai pembelajaran IPS sangat

menjemukan karena penyajiannya bersifat monoton dan ekspositoris sehingga siswa

kurang antusias dan mengakibatkan pelajaran kurang menarik padahal menurut

Sumaatmadja, N. (1996: 35) guru IPS wajib berusaha secara optimum merebut minat

siswa karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan pembelajaran IPS.

Selanjutnya Como dan Snow (dalam Syafruddin, 2001: 3) menilai bahwa model

pembelajaran IPS yang diimplementasikan saat ini masih bersifat konvensional sehingga

siswa sulit memperoleh pelayanan secara optimal. Dengan pembelajaran seperti itu maka

perbedaan individual siswa di kelas tidak dapat terakomodasi sehingga sulit tercapai

tujuan-tujuan spesifik pembelajaran terutama bagi siswa berkemampuan rendah. Model

pembelajaran saat ini juga lebih menekankan pada aspek kebutuhan formal dibanding

kebutuhan real siswa sehingga proses pembelajaran terkesan sebagai pekerjaan

administratif dan belum mengembangkan potensi anak secara optimal.

Berdasarkan hal-hal di atas nampak, bahwa pada satu sisi betapa pentingnya peranan

pendidikan IPS dalam mengembangkan pengetahuan, nilai. Sikap, dan keterampilan

sosial agar siswa menjadi warga masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang baik

namun di pihak lain masih banyak masalah-masalah tersebut diperlukan penelitian

Page 3: Model Pembeljaran

berkaitan dengan pembelajaran IPS. Salah satu upaya yang memadai untuk itu adalah

dengan melakukan model pembelajaran.

2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dari penulisan makalah ini adalah :

1) Apa itu pendidikan IPS?

2) Apa saja permasalahan pendidikan IPS di sekolah dasar?

3) Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran?

4) Bagaimana mengembangkan model pembelajaran untuk mengatasi masalah

pendidikan IPS di sekolah dasar?

3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

1) Untuk menjelaskan tentang pendidikan IPS.

2) Menggambarkan permasalahan pendidikan IPS di SD.

3) Untuk menjelaskan tentang model pembelajaran.

4) Mendeskripsikan pengembangan model pembelajaran untuk mengatasi masalah

pendidikan IPS di SD.

4. Manfaat Penulisan

Dengan adanya penulisan makalah yang bertajuk tentang pengembangan model pembelajaran untuk mengatasi masalah pendidikan IPS di Sekolah Dasar maka seluruh pihak yang memiliki keterkaitan dengan masalah tersebut bisa memahami apa yang menjadi pokok permasalahan yang terjadi. Agar nantinya masalah tersebut tidak menjadi masalah yang menghambat maksud ataupun tujuan yang ingin dicapai. Selain itu dalam penulisan makalah ini apa yang menjadi solusi dalam pemecahan

Page 4: Model Pembeljaran

masalah bisa ditemukan dan pihak-pihak yang terkait dapat mengembangkan potensi diri dalam mengelolah teknik model pembelajaran yang baik dan efisien.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pendidikan IPS

IPS adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan,

adaptasi, seleksi dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan

keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi

(Puskur, 2001: 9). Geografi, Sejarah dan Antropologi merupakan disiplin ilmu yang

memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran Geografi memberikan wawasan

berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dengan wilayah-wilayah, sedangkan Sejarah

memberikan kebulatan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai

periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai

kepercayaan, struktur sosial, aktivita-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-

ekpresi dan spritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih.

Ilmu Ekonomi tergolong kedalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas

yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi merupakan ilmu-ilmu tentang

perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial.

Muriel Crosby menyatakan bahwa IPS diidentifikasi sebagai studi yang

memperhatikan pada bagaimana orang membangun kehidupan yang lebih baik bagi

dirinya dan anggota keluarganya, bagaimana orang memecahkan masalah-masalah,

bagaimana orang hidup bersama, bagaimana orang mengubah dan diubah oleh

lingkungannya (Leonard S. Kenworthi, 1981:7). IPS menggambarkan interaksi individu

atau kelompok dalam masyarakat baik dalam lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

Interaksi antar individu dalam ruang lingkup lingkungan mulai dari yang terkecil

misalkan keluarga, tetangga, rukun tetangga atau rukun warga, desa/kelurahan,

kecamatan, kabupaten, provinsi, negara dan dunia.

Page 5: Model Pembeljaran

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPS adalah disiplin ilmu-ilmu sosial

ataupun integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi,

ekonomi, dan antropologi yang mempelajari masalah-masalah sosial.

Pendidikan IPS di SD telah mengintegrasikan bahan pelajaran tersebut dalam satu

bidang studi. Materi pelajaran IPS merupakan penggunaan konsep-konsep dari ilmu

sosial yang terintegrasi dalam tema-tema tertentu. Misalkan materi tentang pasar, maka

harus ditampilkan kapan atau bagaimana proses berdirinya (sejarah), dimana pasar itu

berdiri (Geografi), bagaimana hubungan antara orang-orang yang berada di pasar

(Sosiologi), bagaimana kebiasaan-kebiasaan orang menjual atau membeli di pasar

(Antropologi) dan berapa jenis-jenis barang yang diperjualbelikan (Ekonomi).

Dengan demikian Pendidikan IPS di sekolah dasar adalah disiplin ilmu-ilmu sosial

seperti yang disajikan pada tingkat menengah dan universitas, hanya karena

pertimbangan tingkat kecerdasan, kematangan jiwa peserta didik, maka bahan

pendidikannya disederhanakan, diseleksi, diadaptasi dan dimodifikasi untuk tujuan

institusional didaksmen (Sidiharjo, 1997).

2. Permasalahan Pendidikan IPS di SD

Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta

didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap

mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil

mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri

maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-

program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Dari rumusan tujuan

tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Awan Mutakin, 1998).

1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui

pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan mastarakat.

Page 6: Model Pembeljaran

2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang

diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan

masalah-masalah sosial.

3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan

untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu

membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri

agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

Menurut Noman Sumantri bahwa tujuan Pendidikan IPS pada tingkat sekolah adalah:

1) Menekankan tumbuhnya nilai kewarganegaraan, moral, ideologi negara dan agama.

2) Menekankan pada isi dan metode berfikir ilmuwan.

3) Menekankan reflective inquiry.

PIPS menurut NCCS mempunyai tujuan informasi dan pengetahuan (knowledge and

information), nilai dan tingkah laku (attitude and values), dan tujuan keterampilan (skill):

sosial, bekerja dan belajar, kerja kelompok, dan keterampilan intelektual (Jarolimele,

1986: 5-8).

Secara umum, pencapaian tujuan Pendidikan IPS lulusan pendidikan SD belumlah

optimal. Kelemahan tersebut dilatarbelakangi oleh banyak hal, terutama proses

pendidikan dan pembelajarannya.

Dalam proses pendidikan IPS di SD, pembelajarannya kurang memperhatikan

karakteristik anak usia sekolah dasar, yakni terkait dengan perkembangan psikologis

siswa. Menurut Jean Piaget (1963), anak dalam kelompok usia SD (6-12 tahun) berada

dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan konkrit

Page 7: Model Pembeljaran

operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh dan menganggap

tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah

sekarang (=konkrit) dan bukan masa depan yang belum bisa mereka pahami (=abstrak).

Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-

konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity) arah mata angin,

lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan atau

kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus

dibelajarkan kepada siswa SD.

Jika hal ini dibiarkan terus, maka pembelajaran IPS dapat menjadi pelajaran yang

membosankan bagi siswa. Dan baik secara langsung maupun tidak akan berdampak pada

tujuan pendidikan IPS yang diharapkan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut

diperlukanlah model pembelajaran yang sesuai untuk materi IPS di SD dan

memperhatikan karakteristik anak usia SD.

3. Model Pembelajaran

1) Pengertian Model Belajar-Mengajar

Dalam keseharian istilah ‘model’ dimaksudkan terhadap pola atau bentuk yang

akan menjadi acuan. Dalam konteks pendidikan agaknya tidak jauh juga maknanya,

yakni sebagai kerangka konseptual berkenaan dengan rancangan yang berisi langkah

teknis dalam kesatuan strategis yang harus dilakukan dalam mendorong terjadinya

situasi pendidikan; dalam wujud perilaku belajar dan mengajar dengan

kecenderungan berbeda antara satu dengan lainnya atau dengan yang biasanya.

Dengan demikian sebuah model dalam konteks pembelajaran, tidaklah dapat diterima

sebagai sebuah model jika tidak memperliahatkan ciri khususnya sebagai sesuatu

yang berbeda dari yang lainnya. Adapun menurut Sarifudin (Wahab, Azis, 1990: 1)

yang dimaksud dengan ‘model belajar mengajar’ adalah “kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur yang terorganisasikan secara sistematik dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, yang

berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam

Page 8: Model Pembeljaran

merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar”. Dengan demikian,

model belajar-mengajar khususnya dapat diartikan sebagai satuan cara, yang berisi

prosedur, langkah teknis yang harus dilakukan dalam mendekati sasaran proses dan

hasil belajar hingga mencapai efektifitasnya, menurut kesesuaian dengan setting

waktu, tempat dan subjek ajarnya.

2) Macam-macam Model Mengajar

a. Model-model Pemrosesan

Model-model yang berorientasi pada kemampuan pemrosesan informasi dari

siswa dan cara memperbaiki kemampuannya dalam menguasai informasi,

merujuk pada cara orang menangani stimulus dari lingkungannya,

mengorganisasikan data, menginderai masalah, melahirkan konsep dan

pemecahan masalah, dan menggunakan simbol verbal da non-verbal. Sungguhpun

model-model yang termasuk ke dalam rumpun ini berkesan akademik namun

tetap peduli akan hubungan sosial dan pengembangan diri. Model-model yang

termasuk dalam rumpun ini antara lain adalah; Model Berpikir (Inquiry Training

Model), Inkuiri Ilmiah (Scientific Inquiry), Perolehan Konsep (Concept), Model

Advance Organizer (Advance Organizer Model), dan Ingatan (Memory). Model

berpikir yang dikembangkan Hilda Taba, dirancang terutama untuk

pengembangan proses mental induktif dan penalaran akademik atau pembentukan

teori, namun kapasitasnya berguna pula untuk pengembangan personal dan sosial.

b. Model-model Personal

Model-model yang termasuk ke dalam rumpun personal berorientasi pada

pengembangan diri individu, model-model ini menekankan proses pembentukan

individu dalam mengorganosasikan realitasnya yang unik. Fokus pengembangan

diri berkesan menekankan pada pembinaan emosional antara individu dalam

hubungan produktif dengan lingkungannya hingga diharapkan menghasilkan

hubungan interpersonal yang lebih kaya dan kemampuan pemrosesan yang lebih

efektif lagi. Terliput ke dalam rumpun ini adalah; Pengajaran Non-Direktif (Non-

Page 9: Model Pembeljaran

directive Teaching), Pelatihan Kesadaran (Awraness Training), Sinektic

(Synectics), Sistem Konseptual (Conceptual System) dan Pertemuan Kelas

(Classroom Meeting).

c. Model-model Interaksi Sosial

Model-model pembelajaran yang termasuk rumpun Interaksi Sosial,

menekankan hubungan antara individu dengan masyarakat dan dengan individu

lainnya. Fokus model ini terletak pada proses di mana dengan proses ini realitas

dinegosiasi memberikan prioritas pada perbaikan kemampuan individu untuk

berhubungan dengan yang lainnya, bergelut dengan proses demokratik dan

bekerja secara produktif dalam masyarakat. Termasuk ke dalam rumpun model

ini, antara lain : Investigasi Kelompok (Group Investigation), Inkuiri Sosial

(Social Inquiry), Metode Laboratorium (Laboratory Method), Yurisprudensial

(Yurisprudential), Bermain Peran (Role Playing) dan Simulasi Sosial (Social

Simulation).

d. Model Behavioral

Model-model yang termasuk ke dalam rumpun behavioral berpijak pada

landasan teoritis yang sama, yakni teori tingkah laku (Behavioral Theory). Dalam

penerapannya, model ini banyak menggunakan istilah lain seperti teori belajar,

teori belajar sosial, modifikasi tingkah laku, dan terapi tingkah laku. Ciri

pokoknya menekankanpada usaha mengubah tingkah laku teramati ketimbang

struktur psikologis yang mendasarinya dan tingkah laku yang tidak teramatinya.

Model ini mendasarkan pada prinsip kontrol stimulus dan penguatan (Stimulus

Control and Reinforcement). Lebih dari model lainnya model behavioral memiliki

keterpakaian yang luas dan teruji keefektifannya pada aneka tujuan seperti

pendidikan, pelatihan, tingkah laku interpersonal da pengobatan. Tercakup

kedalam model ini, antara lain: Manajemen Kontingensi (Contingency

Management), Kontrol Diri (Self Control), Relaksasi (Relaxation), Reduksi Stres

Page 10: Model Pembeljaran

(Stress Reducation), Pelatihan Asertif (Assertive Training), Desentisasi

(Desensitization) dan Pelatihan Langsung (Direct Training).

4. Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Mengatasi Masalah Pendidikan IPS

di SD

Sejumlah model pendekatan pembelajaran tersebut diatas, masing-masing

mengedepankan keunggulan dalam mengupayakan pencapaian sasaran yang diyakini

oleh setiap pengembangannya, namun untuk penerapan praktis di tempat yang sangat

mungkin berbeda, harus dikalkulasikan dengan berbagai aspek kondisional yang tentu

tidak sama. Sekurang-kurangnya dimana, oleh, atau dengan dan terutama untuk siapa

proses pembelajaran dilakukan. Khusus berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran pada

anak usia pertumbuhan, dari sejumlah model tersebut tentunya dapat dirujuk model

pendekatan yang menjadi rujukan di atas dengan sebutan model Cognitive Emotion and

Social Development. Dasar pandangannya adalah “anak merupakan produk berbagai

pengaruh, mulai dari keluarganya, kesehatan, kondisi sosial ekonomi dan sekolah”.

Bahwa masing-masing pendekatan pada pandangan teoritis berkenaan dengan

stressingnya, dalam praktisnya dapat terjadi saling berkait antara satu pendekatan dengan

pendekatan lain secara bersamaan. Untuk itu, memenuhi keperluan teknis operasional

dalam mengembangkan pembelajaran Pengetahuan Sosial berbasis pendekatan nilai

khususnya, berikut dipetikan langkah teknis sejumlah model pilihan yang dipandang

mewakili tuntutan karakteristik materil, peserta didik dan setting sosial yang menjadi

lingkungan kultur dan belajar SD/MI umumnya di tanah air. Beberapa dari sejumlah

pendekatan yang menjadi rujukan tersebut, secara parsial terliput dalam kerangka teknis

model pilihan berikut, antara lain: Model Inkuiri, VCT, Bermain Peta, ITM (STS), Role

Playing, dan Portofolio.

1) Model Inkuiri

a) Makna Pembelajaran Inkuiri

Model inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang memfokuskan

kepada pengembangan kemampuan siswa dalam berpikir reflektif kritis, dan

Page 11: Model Pembeljaran

kreatif. Inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang dipandang modern

yang dapat dipergunakan pada berbagai jenjang pendidikan, mulai tingkat

pendidikan dasar hingga menengah. Pelaksanaan inkuiri di dalam pembelajaran

Pengetahuan Sosial dirasionalisasi pada pandangan dasar bahwa dalam model

pembelajaran tersebut, siswa didorong untuk mencari dan mendapatkan informasi

melalui kegiatan belajar mandiri. Model inkuiri pada hakekatnya merupakan

penerapan metode ilmiah khususnya di lapangan Sains, namun dapat dilakukan

terhadap berbagai pemecahan problem sosial. Savage Amstrong mengemukakan

bahwa model tersebut secara luas dapat digunakan dalam proses pembelajaran

Social Studies (Savage and Amstrong, 1996). Pengembangan strategi

pembelajaran dengan model inkuiri dipandang sanagt sesuai dengan karakteristik

materil pendidikan Pengetahuan Sosial yang bertujuan mengembangkan

tanggungjawab individu dan kemampuan berpartisipasi aktif baik sebagai anggota

masyarakat dan warganegara.

b) Langkah-langkah Inkuiri

Langkah-langkah yang harus ditempuh di dalam model inkuiri pada

hakekatnya tidak berbeda jauh dengan langkah-langkah pemecahan masalah yang

dikembangkan oleh John Dewey dalam bukunya “How We Think”. Langkah-

langkah tersebut antara lain:

Langkah pertama, adalah orientation, siswa mengidentifikasi masalah, dengan

pengarahan dari guru terutama yang berkaitan dengan situasi kehidupan

sehari-hari.

Langkah kedua hypothesis, yakni kegiatan menyusun sebuah hipotesis yang

dirumuskan sejelas mungkin sebagai antiseden dan konsekuensi dari

penjelasan yang telah diajukan.

Langkah ketiga definition, yaitu mengklarifikasi hipotesis yang telah diajukan

dalam forum diskusi kelas untuk mendapat tanggapan.

Page 12: Model Pembeljaran

Langkah keempat exploration, pada tahap ini hipotesis dipeluas kajiannya

dalam pengertian implikasinya dengan asumsi yang dikembangkan dari

hipotesis tersebut.

Langkah kelima evidencing, fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari

dukungan atau pengujian bagi hipotesa tersebut.

Langkah keenam generalization, pada tahap ini kegiatan inkuiri sudah sampai

pada tahap mengambil kesimpulan pemecahan masalah (Joyce dan Weil,

1980).

2) Model Pembelajaran VCT

a) Makna Pembelajaran VCT

VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan

pancapaian pendidikan nilai. Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value

Clarification Technique, merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan

menggali/ mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Karena itu,

pada prosesnya VCT berfungsi untuk: a) mengukur atau mengetahui tingkat

kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-

nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian

dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai

kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik

pribadinya. Dengan kata lain, Djahiri (1979: 116) menyimpulkan bahwa VCT

dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswa tentang bagaimana cara menilai,

mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum untuk kemudian

dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”.

b) Langkah Pembelajaran Model VCT

Berkenaan dengan teknik pembelajaran nilai Jarolimek merekomendasikan

beberapa cara, antara lain:

Page 13: Model Pembeljaran

a. Teknik evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation)

Dalam teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok pesertadidik diajak

berdiskusi atau tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada

keinginan untuk perbaikan dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri:

1) Menentukan tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik

2) Guru bertanya berkenaan yang dialami peserta didik

3) Peserta didik merespon pernyataan guru

4) Tanya jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada

tujuan yang diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam

materi tersebut.

b. Teknik Lecturing

Teknik lecturing, dilalukan guru gengan bercerita dan mengangkat apa yang

menjadi topik bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain:

1) Memilih satu masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang

dibuat guru.

2) Siswa dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan

menggunakan kode, misalnya: baik-buruk, salah benar, adil tidak adil, dsb.

3) Hasil kerja kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok kalau dibagi

kelompok untuk memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap

penilaian tersebut.

c. Teknik menarik dan memberikan percontohan

Dalam teknik menarik dan memberi percontohan (example of axamplary

behavior), guru membarikan dan meminta contoh-contoh baik dari diri peserta

Page 14: Model Pembeljaran

didik ataupun kehidupan masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan

didiskusikan.

d. Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan

Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik

dituntut untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik,

harus, dilarang, dan sebagainya.

e. Teknik tanya-jawab

Teknik tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan

pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau

mengemukakan pendapat pikirannya.

f. Teknik menilai suatu bahan tulisan

Teknik menila suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru.

Dalam hal ini peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan

kode (misal: baik - buruk, benar – tidak-benar, adil – tidak-adil dll). Cara ini dapat

dibalik, siswa membuat tulisan sedangkan guru membuat catatan kode

penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama atau kelompok untuk

memberikan tanggapan terhadap penilaian.

g. Teknik mengungkapkan nilai melalui permainan (games). Dalam pilihan ini

guru dapat menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri.

3) Model Bermain Peta

Keterampilan menggunakan dan menafsirkan peta dan globe merupakan salah

satu tujuan penting dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial. Keterampilan

menginterpretasi peta maupun globe perlu dilakukan peserta didik secara fungsional.

Peta dan globe memberikan manfaat, yaitu: a) siswa dapat memperoleh gambaran

mengenai bentuk, besar, batas-batas suatu daerah; b) memperoleh pengertian yang

Page 15: Model Pembeljaran

lebih jelas mengenai istilah-istilah geografi seperti: pulau, selat, semnanjung,

samudera, benua dan sebagainya; c) memahami peta dan globe, diperlukan beberapa

syarat yaitu : (a) arah, siswa mengerti tentang cara menentukan tempat di bumi seperti

arah mata angin, meridian, paralel, belahan timur dan barat; (b) skala, merupakan

model atau gambar yang lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya; (c) lambang-

lambang, merupakan simbo-simbol yang mudah dibaca tanpa ada keterangan lain; (d)

warna, menggunakan berbagai warna untuk menyatakan hal-hal tertentu misalnya:

laut, beda tinggi daratan, daerah, negara tertentu dsb.

4) Pendekatan ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat)

a) Kebermaknaan Model Pendekatan ITM

Pendekatan ITM (Ilmu, Teknologi, dan Masyarakat) atau juga disebut STS

(Science-Technology-Society) muncul menjadi sebuah pilihan jawaban atas kritik

terhadap pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang bersifat tradisional (texbook),

yakni berkisar masih pada pengajaran tentang fakta-fakta dan teori-teori tanpa

menghubungkannya dengan dunia nyata yang integral. ITM dikembangkan

kemudian sebagai sebuah pendekatan guna mencapai tujuan pembelajaran yang

berkaitan langsung dengan lingkungan nyata dengan cara melibatkan peran aktif

peserta didik dalam mencari informasi untuk meemcahkan masalah yang

ditemukan dalam kehidupan kesehariannya. Pendekatan ITM menekankan pad

aktivitas peserta didik melalui penggunaan keterampilanproses dan mendorong

berpikir tingkat tinggi, seperti; melakukan kegiatan pengumpulan data,

menganalisis data, melakukan survey observasi, wawancara dengan masyarakat

bahkan kegiatan di laboratorium dsb. Oleh karena itu, permasalahan tentang

kemasyarakatan sebagaimana adanya tidak terlepas dari perkembangan ilmu dan

teknologi, dapat dijawab melalui inkuiri. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut

peserta didik menjadi lebih aktif dalam menggali permasalahan berdasarkan pada

pengalaman sendiri hingga mampu melahirkan kerangka pemecahan masalah dan

tindakan yang dapat dilakukan secara nyata. Karena itu, pendekatan ITM

dipandang dapat memberi kontribusi langsung terhadap misi pokok pembelajaran

Page 16: Model Pembeljaran

pengetahuan sosial, khusus dalam mempersiapkan warga negara agar memiliki

kemampuan: a) memahami ilmu pengetahuan di masyarakat, b) mengambil

keputusan sebagai warga negara, c) membuat hubungan antar pengetahuan, dan d)

mengingat sejarah perjuangan dan peradaban luhur bangsanya.

b) Langkah Pendekatan ITM

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran

pendekatan ITM antara lain:

1. Menekankan pada paham kontruktivisme, bahwa setiap individu peserta didik,

telah memiliki sejumlah pengetahuan dari pengalamannya sendiri dalam

kehidupan faktual di lingkungan keluarga dan masyarakat.

2. Peserta didik dituntut untuk belajar dalam memecahkan permasalahan dan

dapat menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahan-bahan

lainnya) untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam

pemecahan masalah.

3. Pola pembelajaran bersifat kooperatif (kerja sama) dalam setiap kegiatan

pembelajaran serta menekankan pada keterampilan proses dalam rangka

melatih peserta didik berfikir tingkat tinggi.

4. Peserta didik menggali konsep-konsep melalui proses pembelajaran yang

ditempuh dengan cara pengamatan (observasi) terhadap objek-objek yang

dipelajarinya.

5. Masalah-masalah aktual sebagai objek kajian, dibahas bersama guru dan

peserta didik guna menghindari terjadi kesalahan konsep.

6. Pemilihan tema-tema didasarakan urutan integratif.

7. Tema pengorganisasian pokok dari sejumlah unit ITM adalah isu dan masalah

sosial yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.

Page 17: Model Pembeljaran

c) Tahapan Metode Pendekatan ITM

(1) Tahap Eksplorasi

Kegiatan eksplorasi merupakan tahap pengumpulan data lapangan dan

data yang berkaitan dengan nilai. Peserta didik dengan bantuan LKS secara

berkelompok melakukan pengamatan langsung. Eksplorasi dilakukan guna

membuktikan konsep awal yang mereka miliki dengan konsep ilmiah.

(2) Tahap Penjelasan dan Solusi

Dari data yang telah terkumpul berdasarkan hasil pengamatan, diharapkan

peserta didik mampu memberikan solusi sebagai alternatif jawaban tentang

persoalan lingkungan. Peserta didik didorong untuk menyampaikan gagasan,

menyimpulkan, memberikan argumen dengan tepat, membuat model,

membuat poster yang berkenaan dengan pesan lingkungan, membuat puisi,

menggambar, membuat karangan, serta membuat karya seni lainnya.

(3) Tahap Pengambilan Tindakan

Peserta didik dapat membuat keputusan atau mempertimbangkan alternatif

tindakan dan akibat-akibatnya dengan menggunakan pengetahuan dan

keterampilan yang telah diperolehnya. Berdasar pengenalan masalah dan

pengembangan gagasan pemecahannya, mereka dapat bermain peran (Role

Playing) membuat kebijakan strategis yang diperlukan untuk mempengaruhi

publik dalam mengatasi permasalahan lingkungan tersebut.

(4) Diskusi dan Penjelasan

Berikutnya guru dan peserta didik melakukan diskusi kelas dan penjelasan

konsep melalui tahapan sebagai berikut:

Masing-masing kelompok melaporkan hasil temuan pengamatan

lingkungannya.

Page 18: Model Pembeljaran

Guru memberikan kesempatan kepada anggota kelas lainnya untuk

memberikan tanggapan atau informasi yang relevan terhadap laporan

kelompok temannya.

Guru bersama peserta didik menyimpulkan konsep baru yang diperoleh

kemudian mereka diminta melihat kembali jawaban yang telah

disampaikan sebelum kegiatan eksplorasi.

Guru membimbing peserta didik merkonstruksi kembali pengetahuan

langsung dari objek yang dipelajari tentang alam lingkungannya.

(5) Tahap Pengembangan dan Aplikasi Konsep

Guru bertanya pada peserta didik tentang hal-hal yang diliahat dalam

kehidupan sehari-hari yang merupakan aplikasi konsep baru yang telah

ditemukan.

Guru dan peserta didik mendiskusikan sikap dan kepedulian yang dapat

mereka tumbuhkan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan

konsep baru yang telah ditemukan.

(6) Tahap Evaluasi

Pada tahapan evaluasi, guru memperlihatkan gambar suasana lingkungan

yang berbeda yaitu lingkungan yang terpelihara dan yang tidak terpelihara.

Kemudian menggunakan pertanyaan pancingan pada peserta didik sehingga

mampu memberikan penilaian sendiri tentang keadaan kedua lingkungan

tersebut.

(7) Kegiatan Penutup

Kegiatan penutup merupakan kegiatan penyimpulan yang dilakukan guru

dan peserta didik dari seluruh rangkaian pembelajaran. Sebagai bagian

penutup, guru menyampaikan pesan moral.

Page 19: Model Pembeljaran

5) Model Role Playing

a) Kebermaknaan Penggunaan Model Role Playing

Role Playing adalah salah satu model pembelajaran yang perlu menjadi

pengalaman belajar peserta didik, terutama dalam konteks pembelajaran

Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan didalamnya. Sebagai langkah teknis,

role playing sendiri tidak jarang menjadi pelengkap kegiatan pembelajaran yang

dikembangkan dengan stressing model pendekatan lainnya, seperti inkuiri, ITM,

Portofolio, dan lainnya. Secara komprehensif makna penggunaan role playing

dikemukakan George Shaftel (Djahiri, 1978: 109) antara lain:

1) untuk menghayati sesuatu/hal/kejadian sebenarnya dalam realitas

kehidupan; 2) agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta

bagaimana akibatnya; 3) untuk mempertajam indera dan perasaan siswa terhadap

sesuatu; 4) sebagai penyaluran/pelepasan tensi (kelebihan energi psykhis) dan

perasaan-perasaan; 5) sebagai alat diagnosa keadaan; 6) ke arah pembentukan

konsep secara mandiri; 7) menggali peran-peran dari pada dalam suatu

kehidupan/kejadian/keadaan; 8) menggali dan meneliti nilai-nilai (norma) dan

peranan budaya dalam kehidupan; 9) membantu siswa dalam mengklarifikasikan

(memperinci) pola berpikir, berbuat dan keterampilannya dalam membuat/

mengambil keputusan menurut caranya sendiri; 10) membina siswa dalam

kemampuan memecahakan masalah.

b) Langkah-langkah Role Playing

Adapun langkah-langkahnya, Djahiri (1978: 109) mengangkat urutan teknis

yang dikembangkan Shaftel yang terdiri dari 9 langkah dalam tabel berikut.

No. Urutan Langkah Kegiatan dan Pelakunya

1. Penjelasan umum 1.1. Mencari atau mengemukakan

permasalahan (oleh guru atau

Page 20: Model Pembeljaran

bersama siswa).

1.2. Memperjelas masalah/ topik tersebut

(guru).

1.3. Mencari bahan-bahan, keterangan atau

penjelasan lebih lanjut, dengan

menunjukan sumbernya (guru &

siswa).

1.4. Menjelaskan tujuan, makna dari role

playing.

2. Memilih para pelaku 2.1. Menganalisis peran yang harus dimainkan

(guru bersama siswa).

2.2. Memilih para pelakunya (dibantu guru).

3. Menentukan Observer 3.1. Menentukan observer dan menjelaskan

tugas dan peranannya (guru & siswa).

4. Menentukan jalan cerita 4.1. gariskan jalan ceritanya.

4.2. tegaskan peran-peran yang ada

didalamnya.

4.3. berikut gambaran situasi keadaan cerita

tersebut (guru + siswa).

5. Pelaksanaan (bermain) 5.1. Mulai melakonkan permainan tersebut

5.2. Menjaga agar setiap peran berjalan.

5.3. Jagalah agar babakan-babakan terlihat

jelas.

No. Urutan Langkah Kegiatan dan Pelakunya

Page 21: Model Pembeljaran

6. Diskusi dan permainan 6.1. Telaah setiap peran, posisi, dan

permainan.

6.2. diskusikan hal tersebut berikut saran

perbaikannya.

6.3. Siapkan permainan ulangan.

7. Permainan ulang dan

diskusi serta penelaahan

7.1. Seperti sub 5 dan sub 6

8. Mempertukarkan pikiran,

pengalaman dan

membuat kesimpulan

8.1. Setiap pelaku mengemukakan

pengalaman, perasaan dan

pendapatnya.

8.2. Observer mengemukakan penilaian

pendapatnya.

8.3. Siswa dan guru membuat kesimpulan dan

merangkainya dengan topik / konsep

yang sedang dipelajarinya.

6) Model Portofolio

a) Makna Pembelajaran Portofolio

Protofolio dalam pendidikan mulai dipergunakan sebagai salah satu jenis

model penilaian (Assesment) yang berbasis produk, yakni penilaian yang

didasarkan pada segala hasil yang dapat dibuat atau ditunjukan peserta didik,

kemudian dihimpun dalam sebuah ‘map jepit’ (portofolio) untuk dijadikan bahan

pertimbangan guru dalam memberikan asesmen otentik terhadap kinerja peserta

didik.

Sapriya (Winataputra, 2002: 1.16) menegaskan bahwa: “portofolio merupakan

karya terpilih kelas/siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif

Page 22: Model Pembeljaran

membuat kebijakan publik untuk membahas pemecahan terhadap suatu masalah

kemasyarakatan”. Makna pembelajaran berbasis portofolio dalam pembelajaran

Pengetahuan Sosial adalah memperkenalkan kepada peserta didik dan

membelajarkan mereka “pada metode dan langkah-langkah yang digunakan

dalam proses politik” kewarganegaraan/kemasyarakatan.

b) Langkah-langkah Penbelajaran Portofolio

Secara teknis pendekatan portofolio dimulai dengan membagi peserta didik

dalam kelas ke dalam beberapa kelompok, lajimnya dilakukan menjadi 4 atau

sesuai menurut keadaan dan keperluannya. Berdasarkan urutannya, setiap

kelompok membidangi tugas dan tanggungjawab masing-masing, antara lain:

(1) Kelompok portofolio-satu; Menjelaskan masalah, dalam tugasnya

kelompokini bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah

mereka pilih untuk dikaji dalam kelas.

(2) Kelompok portofolio-dua; Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk

memecahkan masalah, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab

untuk menjelaskan kebijakan saat ini dan atau kebijakan yang dirancang untuk

memecahkan masalah.

(3) Kelompok portofolio-tiga; Membuat satu kebijakan publik yang didukung oleh

kelas, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu

kebijakan publik tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas

kelas serta memberikan pembenaran terhadap kebijakan tersebut.

(4) Kelompok portofolio-empat; Membuat satu rencana tindakan agar

pemerintah (setempat) dalam masyarakat mau menerima kebijakan kelas.

Dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat suatu

rencana tindakan yang menujukkan bagaimana warganegara dapat

mempengaruhi pemerintah (setempat) untuk menerima kebijakan yang

didukung oleh kelas.

Page 23: Model Pembeljaran

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pendidikan IPS adalah disiplin ilmu-ilmu sosial ataupun integrasi dari berbagai

cabang ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, dan antropologi yang

mempelajari masalah-masalah sosial.

Dalam proses pendidikan IPS di SD, pembelajarannya kurang memperhatikan

karakteristik anak usia sekolah dasar, yakni terkait dengan perkembangan psikologis

siswa. Anak dalam kelompok usia SD (6-12 tahun) berada dalam perkembangan

kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan konkrit operasional. Padahal bahan

materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti

waktu, perubahan, lingkungan, ritual, akulturasi, demokrasi, nilai, peranan merupakan

konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa

SD.

Jika hal ini dibiarkan terus, maka pembelajaran IPS dapat menjadi pelajaran yang

membosankan bagi siswa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukanlah model

pembelajaran yang sesuai untuk materi IPS di SD dan memperhatikan karakteristik anak

usia SD.

Adapun model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah

pendidikan IPS di SD adalah :

a. Model Inkuiri

b. Model Pembelajaran VCT

c. Model Bermain Peta

Page 24: Model Pembeljaran

d. Pendekatan ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat)

e. Model Role Playing

f. Model Portofolio

2. Saran

Dalam mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang

terjadi di masyarakat, kita harus memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala

ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari

baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Untuk mencapai

tujuan tersebut, program-program pelajaran IPS di sekolah haruslah diorganisasikan

secara baik.

Sejumlah model pendekatan pembelajaran yang telah dijelaskan diatas, masing-

masing mengedepankan keunggulan dalam mengupayakan pencapaian sasaran yang

diyakini oleh setiap pengembangannya, namun untuk penerapan praktis di tempat yang

sangat mungkin berbeda. Oleh karena itu harus dikalkulasikan dengan berbagai aspek

kondisional yang tentu tidak sama.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Lamri Ichas Hamid dan Tuti Istianti Ichas. 2006. Pengembangan Pendidikan

Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Jakarta :

Departemen Pendidikan Nasional