MODEL KAUSALITAS DARI FAKTOR-FAKTOR YANG...

15
Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi... Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 276 MODEL KAUSALITAS DARI FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP FRAUD: STUDI STATISTIKAL SEBAGAI SUATU ALTERNATIF GUNA MENGEKSTENSI ELEMEN FRAUD-TRIANGLE F.X. Kurniawan Tjakrawala 1 A. Dwi Saputra 2 Abstract: Sitorus & Scott (2010) argued that Cressey’s fraud-triangle model was carried out more than 50 years ago and these days Cressey’s model may not meet all conditions. Previously, Sitorus & Scott (2008) found that fraud risk contributors not only arise from the Cressey’s factors but also from the factors of collusion, justice avoidance, and organizational orientation. Hence, this statistical study adapted Sitorus & Scott’s study. The purpose of this study was to test the relationship among constructs variables likes organization orientation, justice avoidance, pressure, collusion, rationalization, opportunity, and their influenced to fraud commission. The primary data used in this study was collected from 153 respondents which applied with the purposive sampling method. The companies of the banking industries—that listed in Indonesia stock exchange during the year of 2009 to 2010—were chosen. 250 questioners had been released by mailed-survey that accompanied with contact-person approach, and the replied were about 61.2% respond-rates of the participants after sorted. The collected-data then was analyzed with PASW v.18 and AMOS v.18. Structural equation modeling technique with Maximum Likelihood approach was performed to test the eleven hypotheses of this study. The results show that the ten hypotheses were found to be significantly supported. Collusion and pressure factors were found to provide strongest contribution against fraud commission. Further research is still required to get better understanding about fraud risk contributors by modified and/or explored other potential constructs that might influence the committed of fraud. Keywords: fraud risk contributors, fraud-triangle, organization orientation, justice avoidance, pressure, rationalization, opportunity, fraud commission, structural equation modeling. PENDAHULUAN Beberapa kasus fraud dewasa ini yang melibatkan perusahaan—seperti: Lehman Brothers, Enron, Worldcom, Kmart, Tyco, Merrill Lynch, Qwest, Xerox, ASEA Brown Boveri, Swiss Air, Global Crossing, Adelphia, Merck, maupun kasus-kasus di Indonesia seperti Bank Bali dan Bank Century—menunjukkan bahwa badan penyusun regulasi audit perlu secara konstan mengembangkan praktik-praktik audit sebagai tindak lanjut atas maraknya kasus fraud. Sitorus dan Scott (2008), dengan menerapkan multiple-group structural model analysis menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara opportunity, 1 Staf Pengajar Tetap Prodi S1 Akuntansi FE-UNTAR, Jakarta; e-mail: [email protected] 2 Alumni Prodi S1 Akuntansi FE-UNTAR, berkarir selaku Auditor di KAP PT KPMG Hadibroto, Jkt.

Transcript of MODEL KAUSALITAS DARI FAKTOR-FAKTOR YANG...

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 276

MODEL KAUSALITAS DARI FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP FRAUD: STUDI STATISTIKAL SEBAGAI SUATU ALTERNATIF

GUNA MENGEKSTENSI ELEMEN FRAUD-TRIANGLE

F.X. Kurniawan Tjakrawala1 A. Dwi Saputra2

Abstract: Sitorus & Scott (2010) argued that Cressey’s fraud-triangle model was carried out more than 50 years ago and these days Cressey’s model may not meet all conditions. Previously, Sitorus & Scott (2008) found that fraud risk contributors not only arise from the Cressey’s factors but also from the factors of collusion, justice avoidance, and organizational orientation. Hence, this statistical study adapted Sitorus & Scott’s study. The purpose of this study was to test the relationship among constructs variables likes organization orientation, justice avoidance, pressure, collusion, rationalization, opportunity, and their influenced to fraud commission. The primary data used in this study was collected from 153 respondents which applied with the purposive sampling method. The companies of the banking industries—that listed in Indonesia stock exchange during the year of 2009 to 2010—were chosen. 250 questioners had been released by mailed-survey that accompanied with contact-person approach, and the replied were about 61.2% respond-rates of the participants after sorted. The collected-data then was analyzed with PASW v.18 and AMOS v.18. Structural equation modeling technique with Maximum Likelihood approach was performed to test the eleven hypotheses of this study. The results show that the ten hypotheses were found to be significantly supported. Collusion and pressure factors were found to provide strongest contribution against fraud commission. Further research is still required to get better understanding about fraud risk contributors by modified and/or explored other potential constructs that might influence the committed of fraud. Keywords: fraud risk contributors, fraud-triangle, organization orientation, justice avoidance, pressure, rationalization, opportunity, fraud commission, structural equation modeling.

PENDAHULUAN Beberapa kasus fraud dewasa ini yang melibatkan perusahaan—seperti: Lehman Brothers, Enron, Worldcom, Kmart, Tyco, Merrill Lynch, Qwest, Xerox, ASEA Brown Boveri, Swiss Air, Global Crossing, Adelphia, Merck, maupun kasus-kasus di Indonesia seperti Bank Bali dan Bank Century—menunjukkan bahwa badan penyusun regulasi audit perlu secara konstan mengembangkan praktik-praktik audit sebagai tindak lanjut atas maraknya kasus fraud. Sitorus dan Scott (2008), dengan menerapkan multiple-group structural model analysis menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara opportunity,

1 Staf Pengajar Tetap Prodi S1 Akuntansi FE-UNTAR, Jakarta; e-mail: [email protected] 2 Alumni Prodi S1 Akuntansi FE-UNTAR, berkarir selaku Auditor di KAP PT KPMG Hadibroto, Jkt.

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 277

rationalisation for fraud, management characteristic, dan justice avoidance terhadap terjadinya fraud. Hasil ini selaras dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa opportunity dan rationalisation (Cressey, 1950) merupakan faktor utama terjadinya fraud. Duggar & Duggar (2004) juga menemukan bahwa karakteristik manajemen memiliki pengaruh yang signifikan Terhadap terjadinya fraud. Namun demikian patut disimak argumen Wells (2007) (dalam Sitorus dan Scott, 2010) yang menyatakan bahwa model fraud triangle sebagaimana dicetuskan oleh Cressey (1950) perlu dikaji-ulang karena tidak lagi selaras dengan perkembangan jaman. Hasil penelitian Sitorus dan Scott (2008) membuktikan pula bahwa terdapat faktor-faktor lain di luar elemen fraud triangle yang saling berinteraksi dan demikian kompleks.

Gagasan penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil penelitian Sitorus dan Scott (2008) maupun Sitorus, Scott, Morton (2009) yang mencoba untuk membangun suatu model yang terdiri atas lima faktor yang mempengaruhi terjadinya fraud, yakni: Collusion, Organizational Orientation, Justice Avoidance, Opportunity, dan Rationalisation. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa faktor kolusi memiliki pengaruh paling yang signifikan terhadap terjadinya fraud. Mengacu pada uraian di atas, maka penelitian ini sejatinya merupakan adaptasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Sitorus dan Scott (2008, 2010), serta Sitorus, Scott, Morton (2009) dengan menambahkan konstruk tekanan dimana faktor tersebut merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi terjadinya fraud (Cressey, 1950). Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1) faktor-faktor apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya fraud; 2)seberapa besar faktor-faktor tersebut berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap terjadinya fraud; 3)seberapa besar hubungan kausalitas antar faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya fraud. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) faktor-faktor apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya fraud; 2) seberapa besar faktor-faktor tersebut berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap terjadinya fraud; 3) seberapa besar hubungan kausalitas antar faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya fraud. Manfaat dari penelitian ini dimaksudkan untuk pengembangan ilmu akuntansi khususnya yang terkait dengan bidang auditing. Di samping itu, menindak lanjuti penelitian yang telah dilakukan oleh Sitorus & Scott (2008; 2010), maupun Sitorus, Scott, Morton (2009), maka hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana—jikalau belum tepat untuk disebut sebagai sumbangsih—alternatif bagi para praktisi audit, IAI, regulator yang dapat dipertimbangkan guna mengevaluasi relevansi teori fraud-triangle—yang yang selama ini telah diacu bahkan termuat dalam standar audit—terhadap perkembangan zaman, dan bila memungkinkan dapat menjadi salah satu acuan untuk melakukan ekstensi atas komponen fraud triangle. Pengertian Fraud. Mengacu pada definisi fraud yang diberikan oleh Association of Certified Fraud Examiner (ACFE, 2009); DiNapoli (2007); Dye (2007), serta Graycar (2000), maka secara umum fraud dapat diartikan sebagai suatu tindakan disengaja yang biasanya melibatkan kecurangan untuk memperoleh keuntungan namun mendatangkan kerugian bagi pihak lainnya. Jenis-Jenis Fraud. Arens, Beasly dan Edler (2010) membedakan fraud menjadi dua macam, yakni: a) fraud atas laporan keuangan (fraudulent financial reporting)—yang didefinisikan sebagai kesengajaan dalam penyajian laporan keuangan yang salah dengan tujuan menyesatkan para pengguna laporan keuangan tersebut—sebagai contoh World.Com mencatat biaya yang sangat material sebagai asset supaya perusahaan terlihat

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 278

membukukan laba yang tinggi dan memliki asset yang besar. Hal semacam itu dikenal dengan istilah income smoothing yang merupakan salah satu bentuk dari earning management; b) penyalahgunaan aset perusahaan (misappropriation of assets). Penyalahgunaan aset merupakan fraud yang melibatkan pencurian atas aset perusahaan. Fraud jenis ini dilakukan oleh bagian internal. Sebagian besar dari kasus penyalahgunaan aset dilakukan oleh karyawan di level organisasi tingkat bawah, dimana mereka memiliki akses yang bebas terhadap aset perusahaan seperti barang dagangan, peralatan, dan sejenisnya. Fraud Triangle. Teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraud didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Cressey (1950), yang melakukan wawancara terhadap 200 narapidana yang oleh Cressey disebut “trust-violator”.berdasarkan hasil penelitian tersebut, Cressey pun berargumen bahwa terjadinya fraud disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu: kesempatan (opportunity), tekanan (pressure), dan rasionalisasi (rationalization), yang membentuk apa yang disebut fraud triangle. Tekanan dimaksudkan sebagai non-shareable financial problem. Masalah keuangan umumnya akan bersifat pribadi, dan yang bersangkutan demikian malu untuk diketahui oleh pihak lain. Kesempatan umumnya muncul dari lemahnya kendali internal dalam suatu perusahaan, sehingga sang pelaku merasa dapat memperoleh keuntungan dari kondisi ini tanpa diketahui pihak lain. Tentu saja pelaku fraud memerlukan ketrampilan khusus untuk dapat melihat adanya peluang dalam lingkungan kerjanya. Umumnya semua pelaku fraud tidak pernah menganggap fraud merupakan tindakan kriminal (rasionalisasi), sebab tindakan tersebut tidaklah salah dari sudut pandang pelaku dan orang lain pun juga melakukannya. Ketiga faktor tersebut kemudian diadopsi oleh American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) ke dalam Statement of Auditing Standard (SAS) No. 99 (Skousen & Wright, 2006). Orientasi Organisasi, Penghindaran Hukum, Kolusi, dan Terjadinya Fraud. Graborsky & Smith (1996), Bardhan (1997), Graycar (2000) menyatakan bahwa orientasi organisasi berpengaruh signifikan terhadap terjadinya fraud. Sitorus dan Scott (2008) dalam penelitan mereka menemukan bahwa orientasi organisasi berpengaruh langsung signifikan terhadap kesempatan (opportunity) dengan signifikansi 5%; penghindaran hukum (justice avoidance) pada signifikansi 10%, serta kolusi (collusion) pada signifikansi 5%. Disamping itu, efek mediasi dari kesempatan, kolusi dan penghindaran hukum ternyata memberi dampak positif atas pengaruh tidak langsung dari orientasi organisasi terhadap terjadinya fraud. Namun demikian, Morton, Sitorus dan Scott (2009) maupun Sitorus dan Scott (2008), tidak menguji dampak langsung dari orientasi organisasi terhadap terjadinya fraud. Graycar (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penghindaran hukum memiliki pengaruh signifikan terhadap terjadinya fraud. Mengutip Anti-Fraud Policy milik Europan Investment Bank (EIB, 2008), kolusi didefinisikan sebagai “… which is an arrangement between two or more parties designed to achieve an improper purpose, including influencing improperly the actions of another party.” Dengan demikian, kolusi adalah tindakan yang dilakukan oleh dua atau lebih individu, yang secara bersama-sama melakukan tindakan-tindakan yang tidak patut guna mencapai suatu tujuan tertentu. Duggar & Duggar (2004), Tilman & Indergaard (2007), dan Sitorus dan Scott (2008) serta Sitorus, Scott, Morton (2009) dalam penelitian mereka, menemukan banwa faktor kolusi berpengaruh signifikan terhadap terjadinya fraud. Bahkan oleh Sitorus dan Scott (2008), maupun Sitorus, Scott, Morton (2009), faktor kolusi

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 279

dari pelaku fraud juga berpengaruh signifikan terhadap penghindaran hukum pelaku fraud. Berdasarkan uraian di atas, maka dikembangkanlah enam hipotesis kerja sebagai berikut:

H1 : Orientasi organisasi berpengaruh signifikan terhadap terjadinya fraud. H2 : Orientasi organisasi berpengaruh signifikan terhadap penghindaran hukum pelaku

fraud. H3 : Orientasi organisasi berpengaruh signifikan terhadap kesempatan. H4 : Penghindaran hukum pelaku fraud berpengaruh signifikan terhadap terjadinya fraud. H5 : Praktek kolusi berpengaruh signifikan terhadap penghindaran hukum pelaku fraud. H6 : Praktek kolusi berpengaruh signifikan terhadap terjadinya fraud. Kesempatan, Rasionalisasi dan Terjadinya Fraud. Cressey (1950) menyatakan bahwa kesempatan untuk melakukan fraud tersedia karena lemahnya pengendalian internal suatu perusahaan. Hasil survei dari PwC (2009) juga menyimpulkan bahwa faktor kesempatan berpengaruh signifikan terhadap terjadinya fraud. Hasil penelitian Sitorus & Scott (2008) menunjukkan bahwa kesempatan berpengaruh signifikan terhadap kolusi dari pelaku fraud maupun terhadap rasionalisasi. Cherepanov, Feddersen, Sandroni (2010) mendefinisikan rasionalisasi sebagai alasan, motivasi dan justifikasi seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Perilaku dan kebiasaan manajemen terhadap pengendalian dan etika dapat mempengaruhi karyawan untuk melakukan fraud. Rasionalisasi pun merupakan salah satu faktor dari fraud triangle (Cressey, 1950). Bahkan Cherepanov, Feddersen, Sandroni (2010) menegaskan bahwa rasionalisasi selalu ada sebagai landasan seseorang dalam melaksanakan suatu tindakan tertentu, termasuk fraud. Berdasarkan uraian di atas, maka dikembangkanlah empat hipotesis kerja sebagai berikut:

H7 : Kesempatan berpengaruh signifikan terhadap terjadinya fraud. H8 : Kesempatan berpengaruh signifikan terhadap praktek kolusi. H9 : Kesempatan berpengaruh signifikan terhadap rasionalisasi pelaku fraud. H10 : Rasionalisasi pelaku fraud berpengaruh signifikan terhadap terjadinya fraud. Tekanan dan Terjadinya Fraud. Cressey (1950) menyatakan bahwa tekanan menjadi salah satu faktor dalam fraud triangle. Albrecht (2006) menegaskan pula bahwa tekanan untuk melakukan fraud biasanya berupa kebutuhan finansial, keserakahan pelaku, tertantang untuk mengelabuhi sistem, melakukan window dressing atas laporan keuangan, bahkan perasaan takut/ancaman PHK dapat menyebabkan seseorang termotivasi untuk melakukan fraud. Skousen dan Wright, (2006) merinci empat jenis tekanan yang dapat menyebabkan fraud atas laporan keuangan, yakni: stabilitas keuangan; tekanan eksternal; kondisi keuangan pribadi manager; target finansial. Akan tetapi Sitorus & Scott (2008) maupun Sitorus, Scott, Morton (2009) tidak menyertakan faktor tekanan ke dalam model penelitian mereka. Berdasarkan uraian di atas, maka dikembangkanlah hipotesis kerja kesebelas sebagai berikut: H11 : Tekanan yang dialami pelaku fraud berpengaruh signifikan terhadap terjadinya

fraud. METODE Desain Penelitian. Penelitian ini menerapkan desain studi statistikal. Cooper & Emory (1995) telah mengelompokkan desain penelitian—salah satunya—berdasarkan luas dan/atau kedalaman cakupan topik penelitian (topical scope). Apabila desain penelitian

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 280

menekankan pada aspek luasnya cakupan topik penelitian (breadth) dengan target generalisasi, maka pendekatan yang diambil adalah statistical studies. Namun bila desain penelitian menekankan pada aspek kedalaman cakupan topik penelitian (depth) tanpa target generalisasi, maka pendekatan yang cocok adalah case studies. Objek Penelitian, Metode Penarikan Sampel, Variabel Operasional. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraud yakni orientasi organisasi, kesempatan, rasionalisasi, kolusi, penghindaran hukum, serta tekanan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada sejumlah responden. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan di level manajerial maupun non-manajerial—yang menjadi subyek dalam penelitian ini—yang bekerja di 28 Bank yang memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia selama kurun waktu tahun 2009-2010, sebagaimana tercantum dalam database dari Indonesia Capital Market Directory. Perbankan dipilih sebagai industri dari responden dengan pertimbangan atas semakin maraknya kasus fraud di sektor perbankan Indonesia dalam lima tahun terakhir. Metode penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Variabel operasional pada penelitian ini mencakup: a) Konstruk/variabel laten, yang mana dalam penelitian ini berjumlah tujuh yang terdiri dari konstruk: orientasi organisasi; rasionalisasi; kesempatan; kolusi; penghindaran hukum; tekanan, serta terjadinya fraud; b) Variabel teramati/manifes/indikator, dalam penelitian ini diadaptasikan sejumlah indikator sebagaimana telah digunakan oleh Sitorus dan Scott (2010), maupun Skousen & Wright (2006). Teknik Pengumpulan Data. Pengumpulan data primer dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada karyawan level manajerial maupun non-manajerial yang bekerja di 28 bank yang termuat dalam ICMD edisi 2009 & 2010. Sejumlah 250 kuesioner telah dirilis, dan terdapat 153 kuesioner yang kembali dan terisi lengkap. Dengan demikian response rate dari penyebaran kuesioner ini adalah 61.2%. Teknik Pengolahan Data dan Pengujian Hipotesis. Data tentang karakteristik responden maupun statistik deskriptif dalam penelitian ini diolah dengan bantuan aplikasi PASW v.18 (label baru untuk aplikasi SPSS setelah diakuisisi IBM). Penelitian ini menerapkan teknik Structural Equation Modeling melalui aplikasi AMOS v.18 dengan pendekatan Maximum Likelihood, dalam tahapan pengujian hipotesis. SEM mensyaratkan harus terpenuhinya asumsi normalitas. Ukuran normalitas mencakup normalitas univariat dan multivariat. Suatu distribusi data dapat dikatakan normal apabila nilai kritis skewnes dan kurtosis berada dalam rentang ± 2,58 dengan tingkat signifikansi 0,01. Umumnya bila data normal secara multivariat, maka akan normal juga secara univariat, tetapi tidak berlaku sebaliknya (Santoso, 2011). Corfirmatory factor analysis (CFA) dilakukan guna menguji kualitas data yakni validitas dan reliabilitas. Validitas mengukur seberapa valid indikator merefleksikan konstruknya. Pengukuran validitas menggunakan convergent validity dengan batas penerimaan ≥ 0,50. Dalam uji reliabilitas, CFA menggunakan construct reliability—dan bukan cronbach alpha, karena dianggap memberikan tingkat reliabilitas yang lebih rendah—dengan ambang penerimaan ≥ 0,70. Adapun nilai reliabilitas berada di antara 0,60 – 0,70 masih dapat diterima dengan syarat validitas indikator dalam model telah baik. Selanjutnya CFA juga diterapkan untuk pengujian goodness of fit terhadap model pengukuran, dan bila telah lolos maka dilanjutkan dengan

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 281

pengujian goodness of fit terhadap model struktural. Cut-off yang digunakan untuk goodness of fit adalah: p-χ2 tidak signifikan (p≥0.05); GFI ≥ 0.90; RMSEA ≤ 0.08; 0.90; TLI ≥ 0.90; dan CFI ≥ 0.90 (Ghozali, 2008). Setelah dilakukan uji kecocokan model, maka dapat dilakukan pengujian terhadap hipotesis. Dalam pengujian hipotesis dengan aplikasi AMOS v.18, digunakan p-value atas koefisien estimasi yang ditampilkan melalui nilai standardized regression weight. Jika nilai p-value < 0,05 maka H0 ditolak, dan jika nilai p-value > 0,05 maka H0 gagal ditolak (Ghozali, 2008). Selain itu, koefisiensi estimasi dari stardardized effects juga diamati guna melihat pengaruh langsung (direct-effect) maupun tidak langsung (indirect-effect) dalam hubungan kausalitas antar konstruk eksogen maupun endogen. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden dan Statistik Deskriptif. Responden penelitian ini adalah para karyawan di level manajerial dan non-manajerial dengan karakteristik seperti tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Responden

Penelitian ini menguji hubungan kausalitas antar ketujuh konstruk yang secara keseluruhan memuat 28 indikator yang didekomposisi ke dalam konstruk: kesempatan (F1; empat indikator), rasionalisasi (F2; empat indikator), kolusi (F3; empat indikator), terjadinya fraud (F4; empat indikator), orientasi organisasi (F5; empat indikator), penghindaran hukum (F6; tiga indikator), tekanan (F7; lima indikator). Tabel 2 menampilkan statistik deskriptif yang berisikan kisaran, mean, serta standar deviasi dari tanggapan responden terhadap tujuh konstruk beserta seluruh indikator dari setiap konstruk, yang diolah dengan PASW v.18. Uji Normalitas. Hasil uji normalitas univariat menampilkan nilai kritis untuk skewness maupun kurtosis dalam kisaran ± 2,58, sementara hasil uji normalitas multivariat, menampilkan bahwa nilai nilai kritis untuk kurtosis sebesar 0,024 yang juga berada dalam

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 282

kisaran ± 2,58. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data secara univariat maupun multivariat adalah normal, dan asumsi normalitas pun terpenuhi.

Tabel 2. Statistik Deskriptif

Uji Kualitas Data (Validitas dan Reliabilitas). Uji validitas dengan convergent validity, memunculkan nilai standarized loading estimate untuk sejumlah indikator tidak valid dan telah dikeluarkan yakni: F14 (pada konstruk kesempatan); F24 (pada konstruk rasionalisasi); F34 (pada konstruk kolusi); F51 & F52 (pada konstruk orientasi organisasi); F63 (pada konstruk penghindaran hukum); F74 & F75 (pada konstruk tekanan), karena nilainya berada dibawah ambang 0,50. Setelah indikator yang tidak valid dikeluarkan, maka uji reliabilitas dilakukan untuk seluruh indikator yang valid dari setiap konstuk terkait. Hasil uji reliabilitas dengan construct reliability menunjukkan konstruk laten eksogen maupun endogen pada penelitian ini dapat diandalkan dengan nilai ≥ 0.70. Tabel 3 menyajikan hasil uji validitas dan reliabilitas yang diolah dengan aplikasi AMOS v.18.

Tabel 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 283

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Goodness of Fit Indices Model Pengukuran Konstruk dengan CFA

Uji Kecocokan Model Pengukuran (goodness of fit indices of the measurement model). Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, maka selanjutnya dilakukan uji kecocokan model pengukuran. Hasil uji goodness of fit indices dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA) yang diolah dengan aplikasi AMOS v.18 ditampilkan dalam ujud rekapitulasi pada Tabel 4. Seluruh indikator yang telah valid beserta konstruk laten terkait yang diuji dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria dan lolos uji kecocokan model pengukuran. Setelah lolos uji kecocokan model pengukuran, maka selanjutnya dilakukan uji kecocokan model struktural. Uji Kecocokan Model Struktural (goodness of fit indices of the structural model). Hasil olahan dari aplikasi AMOS v.18 menunjukkan nilai χ2 (chi-square) dari model struktural sebesar 103,182 dengan p-value 0,940 (≥ 0,05). Adapun hasil dari kriteria lain dapat disimak dalam Tabel 5. Berdasarkan nilai yang tertera, dengan terpenuhinya cut-off untuk kriteria goodness of fit indices, maka dapat diartikan bahwa model struktural dalam penelitian ini telah layak dan dapat dilanjutkan dengan analisis terhadap koefisien estimasi dari standardized regression weights guna menguji hipotesis.

Tabel 5. Hasil Goodness of Fit Indices Model Struktural

Tabel 6. Signifikansi Standardized Regression Weight dalam Pengujian Hipotesis

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 284

Tabel 7. Standardized Effects dalam Pengujian Hipotesis

Hasil Pengujian Hipotesis. Model penelitian sebagaimana tampak pada Gambar 1 menyertakan sebelas hipotesis dalam penelitian ini. Adapun hasil pengujian hipotesis secara utuh dalam Model Persamaan Struktural, yang diolah dengan aplikasi AMOS v.18, tersaji pada Gambar 2.

Gambar 1. Model Penelitian untuk Pengujian Hipotesis Sumber: Adaptasi dari Sitorus & Scott, 2008; Sitorus, Scott, Morton (2009)

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 285

Gambar 2. Output AMOS v.18 untuk Hasil Uji Model Persamaan Struktural

Sejumlah nilai koefisien estimasi pada Gambar 2 mengalami pembulatan secara otomatis oleh aplikasi AMOS v.18, sehingga tidak persis sama dengan nilai standardized estimates pada Tabel 6 ataupun nilai standardized direct-effect dalam Tabel 7. Demi memperjelas, maka nilai koefisien estimasi standardized regression weights maupun panah satu arah (regresi) yang mencerminkan hubungan kausalitas antar konstruk yang tercakup dalam sebelas hipotesis sebagaimana disajikan dalam Model Penelitian di Gambar 1, dicetak lebih tebal. Berikut ini adalah paparan untuk kesebelas hasil uji hipotesis dengan mengacu pada Tabel 6 & 7, maupun Gambar 2. Hipotesis Satu. Tabel 6 menampilkan nilai koefisien standardized estimate dari konstruk orientasi organisasi bersifat positif terhadap terjadinya fraud sebesar 0,067 dengan p-value signifikan (0,023), dan hal ini bermakna H0 ditolak. Nilai koefisien tersebut melekat pada standardized direct-effect dari konstruk orientasi organisasi terhadap terjadinya fraud di Tabel 7. Adapun untuk pengaruh tidak langsung, standardized indirect-effect dari konstruk orientasi organisasi terhadap terjadinya fraud memiliki nilai koefisien yang jauh lebih besar yakni sebesar 0,552. Walaupun dari hasil penelitian ini terbukti bahwa orientasi organisasi berpengaruh signifikan bagi terjadinya fraud namun pengaruh langsung tersebut tidaklah besar. Pengaruh total dari konstruk orientasi organisasi terhadap terjadinya fraud justru menjadi semakin besar dan bersifat positif dengan koefisien sebesar 0,619 (= 0,067 + 0,552) setelah dimediasi oleh konstruk penghindaran hukum, kesempatan, kolusi, serta rasionalisasi. Hal ini dapat dicermati pada nilai standardized total-effect dari konstruk orientasi organisasi terhadap terjadinya fraud dalam Tabel 7. Hasil penelitian ini konsisten dengan Graborsky dan Smith (1996), Bardhan (1997), serta

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 286

Graycar (2000). Namun hasil tersebut tidak dapat dikonfirmasi dengan penelitian Sitorus, Scott, Morton (2009), ataupun Sitorus dan Scott (2008), karena mereka tidak mengujinya. Hipotesis Dua. Tabel 6 mencantumkan nilai koefisien standardized estimate dari konstruk orientasi organisasi bersifat positif terhadap penghindaran hukum sebesar 0,930 dengan p-value signifikan (0,000), dengan demikian H0 ditolak. Nilai koefisien tersebut melekat pada standardized direct-effect dari konstruk orientasi organisasi terhadap penghindaran hukum di Tabel 7. Adapun untuk pengaruh tidak langsung dari konstruk orientasi organisasi terhadap penghindaran hukum memiliki nilai koefisien standardized indirect-effect yang jauh lebih kecil yakni hanya sebesar 0,024. Pengaruh total dari konstruk orientasi organisasi terhadap penghindaran hukum setelah dimediasi oleh konstruk kesempatan dan kolusi menjadi semakin besar dan bersifat positif dengan koefisien sebesar 0,954 (= 0,930 + 0,024). Hal ini dapat dicermati pada nilai standardized total-effect dari konstruk orientasi organisasi terhadap penghindaran hukum pada Tabel 7. Hasil ini tidak konsisten dengan Sitorus, Scott, Morton (2009). Disamping itu, meskipun hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Sitorus & Scot (2008), namun signifikansi yang digunakan oleh mereka adalah 10%. Hipotesis Tiga. Nilai koefisien standardized estimate di Tabel 6 untuk konstruk orientasi organisasi bersifat positif terhadap kesempatan sebesar 0,293 dengan p-value signifikan (0,002), hal ini bermakna H0 ditolak. Nilai koefisien tersebut tampak pada standardized direct-effect dari konstruk orientasi organisasi terhadap kesempatan , sebagaimana tercantum di Tabel 7, dan tidak ada konstruk lain yang memediasi orientasi organisasi terhadap kesempatan. Hasil tersebut konsisten dengan Sitorus, Scott, Morton (2009) maupun Sitorus & Scott (2008). Hipotesis Empat. Tabel 6 menyajikan pula nilai koefisien standardized estimate dari konstruk penghindaran hukum bersifat positif terhadap terjadinya fraud sebesar 0,132 dengan p-value tidak signifikan (0,062), yang bermakna H0 gagal ditolak. Nilai koefisien tersebut melekat pada standardized direct-effect dari konstruk penghindaran hukum terhadap terjadinya fraud di Tabel 7, dan tidak ada konstruk lain yang memediasi penghindaran hukum terhadap terjadinya fraud. Secara statistik, tidak terbukti bahwa penghindaran hukum berpengaruh signifikan atas terjadinya fraud. Hasil tersebut konsisten dengan Sitorus, Scott, Morton (2009) serta Sitorus & Scott (2008). Akan tetapi hasil penelitian ini tidak konsisten dengan Graycar (2000) maupun Skousen & Wright (2006). Hipotesis Lima. Tabel 6 memperlihatkan nilai koefisien standardized estimate dari konstruk kolusi bersifat positif terhadap penghindaran hukum sebesar 0,198 dengan p-value signifikan (0,024), dan hal ini bermakna H0 ditolak. Nilai koefisien tersebut melekat pada standardized direct-effect dari konstruk kolusi terhadap penghindaran hukum di Tabel 7, dan tidak ada konstruk lain yang memediasi kolusi terhadap penghindaran hukum. Hasil tersebut konsisten dengan Sitorus, Scott, Morton (2009) maupun Sitorus & Scott (2008). Patut dicermati bahwa sejatinya Model Penelitian pada Gambar 1 menyiratkan pula adanya pengaruh tidak langsung dari konstruk kesempatan terhadap penghindaran hukum melalui mediasi kolusi. Pengaruh tidak langsung tersebut—meski tidak diuji dalam hipotesis penelitian ini—bersifat positif dan tercantum pada Tabel 7 dengan nilai koefisien standardized indirect-effect sebesar 0,082. Kendati nilainya relatif

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 287

kecil, namun dapat dimaknai bahwa faktor kesempatan secara tidak langsung akan berdampak pada penghindaran hukum melalui praktek kolusi dari pelaku. Hipotesis Enam. Nilai koefisien standardized estimate yang tampak pada Tabel 6 atas konstruk kolusi bersifat positif terhadap terjadinya fraud sebesar 1,050 dengan p-value signifikan (0,011), dan hal ini bermakna H0 ditolak. Nilai koefisien tersebut melekat pada standardized direct-effect dari konstruk kolusi terhadap terjadinya fraud di Tabel 7. Adapun untuk pengaruh tidak langsung dari konstruk kolusi terhadap terjadinya fraud ditunjukkan dengan nilai koefisien standardized indirect-effect sebesar 0,026. Pengaruh total dari konstruk kolusi terhadap terjadinya fraud setelah dimediasi oleh konstruk penghindaran hukum menjadi semakin besar dan bersifat positif dengan koefisien sebesar 1,076 (=1,050 + 0,026). Hal ini tampak pada nilai standardized total-effect untuk konstruk kolusi terhadap terjadinya fraud dalam Tabel 7. Hasil tersebut konsisten dengan penelitian Duggar & Duggar (2004), Tilman & Indergaard (2007), Sitorus dan Scott (2008), Sitorus, Scott, Morton (2009) maupun Arens, Beasly, Adler (2010) yang menyatakan bahwa umumnya semua tindakan fraud selalu disertai dengan kolusi antara dua orang pelaku atau lebih. Hipotesis Tujuh. Nilai koefisien standardized estimate yang tercantum pada Tabel 6 untuk konstruk kesempatan bersifat positif terhadap terjadinya fraud sebesar 0,701 dengan p-value signifikan (0,011), dan hal ini bermakna H0 ditolak. Nilai koefisien tersebut melekat standardized direct-effect dari konstruk kesempatan terhadap terjadinya fraud di Tabel 7. Tabel 7 mencantumkan nilai standardized indirect-effect untuk pengaruh tidak langsung dari konstruk kesempatan terhadap terjadinya fraud dengan koefisien sebesar 0,764. Sehingga pengaruh total dari konstruk kesempatan terhadap terjadinya fraud setelah dimediasi oleh konstruk penghindaran hukum, kolusi, serta rasionalisasi menjadi semakin besar dan bersifat positif dengan koefisien sebesar 1,465 (= 0,701+ 0,764). Hal ini tercantum pada nilai standardized total-effect untuk konstruk kesempatan terhadap terjadinya fraud pada Tabel 7. Hasil tersebut konsisten dengan penelitian Skousen & Wright (2006); Sitorus dan Scott (2008) kendati dengan signifikansi 10%, namun tidak konsisten dengan Sitorus, Scott dan Morton (2009). Hipotesis Delapan. Tabel 6 menunjukkan nilai koefisien standardized estimate dari konstruk kesempatan bersifat positif terhadap kolusi sebesar 0,412 dengan p-value signifikan (0,000), dan hal ini bermakna H0 ditolak. Nilai koefisien tersebut terlihat pada standardized direct-effect dari konstruk kesempatan terhadap kolusi di Tabel 7, dan tidak ada konstruk lain yang memediasi kesempatan terhadap kolusi. Hasil tersebut konsisten dengan penelitian Sitorus dan Scott (2008); Sitorus, Scott Morton (2009). Hipotesis Sembilan. Nilai koefisien standardized estimate di Tabel 6 untuk konstruk kesempatan bersifat positif terhadap rasionalisasi sebesar 0,765 dengan p-value signifikan (0,000), dan hal ini bermakna H0 ditolak. Nilai koefisien tersebut tampak pada standardized direct-effect dari konstruk kesempatan terhadap rasionalisasi pada Tabel 7, dan tidak ada konstruk lain yang memediasi kesempatan terhadap rasionalisasi. Hasil tersebut konsisten dengan penelitian Sitorus dan Scott (2008). Hipotesis Sepuluh. Tabel 6 pun menampilkan nilai koefisien standardized estimate dari konstruk rasionalisasi bersifat positif terhadap terjadinya fraud sebesar 0,419 dengan p-

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 288

value signifikan (0,041), hal ini bermakna H0 ditolak. Nilai koefisien tersaji pada pengaruh langsung/standardized direct-effect dari konstruk rasionalisasi terhadap terjadinya fraud pada Tabel 7, dan tidak ada konstruk lain yang memediasi rasionalisasi terhadap terjadinya fraud. Hasil ini konsisten dengan Cherepanov, Fedderson, Sandroni (2010). Namun hasil ini tidak dapat dikonfirmasi dengan Sitorus dan Scott (2008), karena menurut mereka pelaku fraud cenderung mengabaikan rasionalisasi saat melakukan paktek fraud. Model Penelitian pada Gambar 1 juga menyiratkan pengaruh tidak langsung dari konstruk orientasi organisasi terhadap rasionalisasi melalui mediasi kesempatan. Hasil uji pengaruh tidak langsung tersebut—meskipun tidak diuji dalam hipotesis penelitian ini—bersifat positif dan tercantum pada Tabel 7 dengan nilai koefisien standardized indirect-effect cukup besar yakni 0,225. Dengan kata lain, orientasi organisasi secara tidak langsung akan berdampak pada rasionalisasi dari sang pelaku melalui faktor kesempatan. Hipotesis Sebelas. Nilai koefisien standardized estimate yang tersaji pada Tabel 6 untuk konstruk tekanan bersifat positif terhadap terjadinya fraud sebesar 0,94 dengan p-value signifikan (0,000), dan hal ini bermakna H0 ditolak. Nilai koefisien tersebut melekat pada pengaruh langsung/standardized direct-effect dari konstruk tekanan terhadap terjadinya fraud pada Tabel 7, dan tidak ada konstruk lain yang memediasi tekanan terhadap terjadinya fraud. Dengan demikian secara statistik, terbukti bahwa semakin besar tekanan yang dialami oleh pelaku fraud berdampak kuat terhadap terjadinya fraud. Hasil ini juga mengkonfirmasi teori fraud triangle (Cressey, 1950). Akan tetapi hal ini tidak diuji oleh PENUTUP Kesimpulan. Hasil uji hipotesis terbukti bahwa konstruk orientasi organisasi, kolusi, kesempatan, rasionalisasi, dan tekanan berpengaruh langsung secara signifikan terhadap terjadinya fraud. Berdasarkan signifikansi p-value maupun nilai koefisien estimasi, dari lima konstruk tersebut di atas, maka konstruk kolusi dan tekanan menjadi dua faktor yang paling signifikan berkontribusi secara langsung terhadap terjadinya fraud. Adapun konstruk penghindaran hukum, dalam penelitian ini tidak terbukti berpengaruh langsung secara signifikan terhadap terjadinya fraud. Orientasi organisasi berpengaruh positif semakin besar terhadap terjadinya fraud setelah dimediasi oleh faktor penghindaran hukum, kolusi, kesempatan, dan rasionalisasi. Orientasi organisasi juga terbukti berpengaruh positif signifikan secara langsung terhadap faktor penghindaran hukum maupun kesempatan, dan berpengaruh tidak langsung terhadap penghindaran hukum (dengan mediasi kesempatan dan kolusi); kolusi maupun rasionalisasi (dengan mediasi kesempatan). Kesempatan berpengaruh positif semakin besar terhadap terjadinya fraud setelah dimediasi oleh rasionalisasi, kolusi, serta penghindaran hukum. Kesempatan juga berpengaruh positif signifikan secara langsung terhadap rasionalisasi dan kolusi, dan berpengaruh tidak langsung terhadap penghindaran hukum dengan mediasi kolusi. Pengaruh tidak langsung dari kolusi terhadap terjadinya fraud bersifat positif walaupun semakin kecil, setelah dimediasi oleh penghindaran hukum. Kolusi terbukti secara signifikan berpengaruh positif secara langsung terhadap penghindaran hukum. Berkenaan dengan bukti empiris dalam penelitian ini, maka teori fraud triangle kiranya masih relevan untuk diadopsi, karena kembali terbukti bahwa setiap faktor dari fraud triangle berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya fraud, namun seyogyanya perlu ada penyesuaian.

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 289

Keterbatasan. Pada penelitian yang mengunakan mail survey, sangatlah sulit untuk menilai apakah responden yang mengisi kuesioner merupakan responden yang ditetapkan sesuai dengan kriteria awal penelitian. Hasil dari penelitian ini tidaklah dapat digeneralisir ke seluruh sektor industri yang ada, melainkan hanya untuk industri perbankan yang terpilih dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini bersifat cross sectional, artinya penelitian ini hanya dapat menganalisa karakteristik objek penelitian pada suatu periode tertentu. Landasan teori dalam penelitian ini mungkin belum cukup kokoh untuk dapat menghasilkan model penelitian yang relatif tepat menggambarkan hubungan kausalitas antar faktor yang berkontribusi pada terjadinya fraud. Implikasi. Sebagaimana juga dinyatakan oleh Sitorus & Scott (2010), terbuka ruang yang sangat luas bagi penelitian selanjutnya untuk memodifikasi dan/ataupun mengeksplorasi konstrak laten maupun pola hubungan kausalitas antar kontrak laten yang diteliti. Acuan pada Red-Flags, latar belakang budaya individu kiranya dapat dipertimbangkan sebagai konstruk dalam penelitian berikutnya. Guna menghindari industry-effect, maka pada penelitian selanjutnya seyogyanya tetap berfokus pada satu industri saja. Bagi praktisi seperti: auditor independen (KAP), organisasi profesi akuntan, internal auditor, pihak manajemen industri perbankan, lembaga pemerintah terkait, maka temuan dalam penelitian ini–yang mengadaptasi model penelitian Sitorus & Scott (2008) maupun Sitorus, Scott, Morton (2009)—diharapkan dapat menjadi sebuah alternatif gagasan guna mengkaji ulang elemen-elemen dalam fraud-triangle. Kendati dari hasil penelitian ini terbukti bahwa ketiga faktor—tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi—dalam fraud-triangle berkontribusi signifikan terhadap terjadinya fraud, namun keberadaan faktor lain seperti orientasi organisasi dan kolusi kiranya layak untuk dipertimbangkan, dan bila memungkinkan dapat mengekstensi fraud triangle. DAFTAR RUJUKAN Albrecht, W. S , et al (2006). Fraud Examination, 2nd edition. Ohio: Thomson South-Western. Arens, A. A, Elder, R, J. A ., Beasley, M. S. (2010). Auditing and Assurance Service: An

Intergrated Approach, 13th Edition. Prentice Hall. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). (2009). Occupational Fraud: A Study of

the Impact of an Economic Recession.USA. Bardhan, P. (1997). Corruption and Development: A Review of Issues. Journal of Economic

Literature Vol. XXXV. Hal. 1320-1346. Cherepanov, V., Feddersen, T., Sandroni, A. (2010). Rationalization. Social Science Research

Network. Cressey, Donald R. (1950). The Criminal Violation of Financial Trust. American Sociological

Review, Vol. 15, No. 6. Hal. 738-743. Cooper, Donald R., dan C. William Emory. (1995). Business research methods, 5th edition.

Irwin, McGraw-Hill. DiNapoli, Thomas P. (2007). Red Flags for Fraud. State of New York Comptroller: Division

of Local Government and School Accountability. Duggar, E. dan M. Duggar. (2004). Corruption, Culture, and Organizational Form. Social

Science Research Network. Dye, K. M. (2007). Corruption and Fraud Detection by Supreme Audit Institutions.The World

Bank, Washington D.C. Hal 303-320.

Tjakrawala & Saputra: Model Kausalitas Dari Faktor-Faktor Yang Berkontribusi...

Jurnal Akuntansi/Volume XV, No. 03, September 2011: 276-290 290

European Investment Bank (EIB). (2008). European Investment Banking-Anti Fraud Policy. Luxembourg: EIB Publication.

Ghozali, Imam. (2008). Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 16. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Grabosky, P. N. dan. R. Smith. G. (1996). Fraud: An Overview of Current & Emerging Risks. Australian Institute of Criminology.

Graycar, Adam. (2000). Fraud Prevention in Australia. Australian Institute of Criminology. PricewaterhouseCoopers. (2010). Pricewaterhouse’s fifth Economic Crime Survey: Fraud –

The Enemy Within. India: PwC Publication. Santoso, Singgih. (2011). Structural Equation Modelling: Konsep dan Aplikasi dengan AMOS

18. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sitorus, T. W. dan D. R. Scott . (2010). Fraud Risk Factors and Auditing Standards: A Call

for The Replication of Empirical Research in An Islamic Environment. The Arab Journal of Accounting 13 (1). Hal. 116-140.

, Morton, A. M. (2009). Group Perceptual Fraud Symptomps Differences: A Multi-Group Model Analysis. The Audit Forum: International Forum on Government Auditing and Public Policy Vol. XII, No. 2. Hal. 21-40.

. (2008). The Roles of Collusion, Organisational Orientation, Justice Avoidance, and Rationalisation on Commission of Fraud : A Model based. A Review of Business Research 8 (1). Hal. 132-147.

Skousen, C. J., dan C. J. Wright (2006). Contemporaneous Risk Factors and The Prediction of Financial Statement Fraud. Social Science Research Network.

Tillman, R. dan M. Indergaard. (2007). Control Overrides in Financial Statement Fraud. Australia: Institute for Fraud Prevention.