Model Dinamik Pengaturan Hasil Hutan Tidak Seumur...
Transcript of Model Dinamik Pengaturan Hasil Hutan Tidak Seumur...
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Penelitian
Kerangka pemikiran pengaturan hasil dalam pengelolaan hutan alam dapat
dilihat pada Gambar 3. Kelestarian hasil, baik pengusahaan hutan seumur maupun
tidak seumur adalah tercapainya suatu kondisi tertentu dari suatu tegakan hutan
sehingga dapat diperoleh hasil secara lestari dengan cara pengaturan produktifitas
hutan, baik pertumbuhan maupun pemungutan hasil. Hutan yang memiliki manfaat
ganda (multiple use) baik secara ekonomi maupun ekologis merupakan ekosistem
yang kompleks dan dinamik. Hutan tersebut dikelola berdasarkan unit-unit yang
sesuai dengan tujuan pengelolaan. Pengelolaan hutan sebagai suatu ekosistem harus
menyesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitar hutan (adaptif) sehingga diperoleh
preskripsi spesifik yang memungkinkan keseimbangan dinamis ekosistem secara
optimal (Purnomo et al. 2003; Purnomo, 2004). Oleh sebab itu pembagian unit-unit
pengelolaan hutan ini harus berdasarkan karakteristik ekosistem wilayah setempat
yang bersifat spesifik.
Pada setiap unit pengelolaan hutan terdapat kegiatan perencanaan, pemanenan
dan pembinaan. Kegiatan perencanaan pangaturan hasil seperti penentuan preskripsi
penebangan (intensitas penebangan dan siklus tebang) hutan yang optimal dilakukan
berdasarkan kondisi tegakan awal, informasi biaya dan manfaat serta perilaku
dinamika struktur tegakan. Intensitas dan siklus tebang optimal berimplikasi
terhadap penerimaan pemerintah daerah dan penerimaan masyarakat adat dari
kompensasi, yang didasarkan atas informasi biaya dan manfaat pengelolaan hutan.
Perilaku dinamika struktur tegakan berdasarkan informasi pertumbuhan dan hasil
yang diperoleh dari Petak Ukur Permanen (PUP). Pemahaman terhadap struktur
tegakan tidak terlepas dari informasi keanekaragaman jenis pohon dalam PUP dan
hutan primer.
Untuk menentukan preskripsi penebangan (intensitas dan siklus tebang) yang
optimal dikembangkan model dinamika sistem yang terdiri dari model dinamika
struktur tegakan, model pengembalian ekonomi dan model pengaturan hasil serta
model penerimaan masyarakat adat. Sedangkan keanekaragaman jenis pohon
merupakan informasi yang mendukung model dinamika struktur tegakan. Berbagai
model simulasi yang berkaitan dengan intensitas penebangan dan siklus tebang
dilakukan untuk menentukan preskripsi pengaturan hasil yang optimal dipandang
dari aspek kelestarian produksi dan aspek ekonomi.
30
Hutan memiliki kompleksitas dan ketidakpastian, sehingga pemanfaatan hasil
hutan kayu pada unit manajemen tidak dapat dilakukan secara parsial (terpisah)
melainkan secara holistik. Salah satu pendekatan yang dapat mengakomodasi
kompleksitas pengelolaan hutan adalah pendekatan analisis sistem dinamik
(Grant et al. 997). Analisis sistem sebagai model holistik dapat memberikan skenario
dampak dari setiap alternatif kebijakan dengan spektrum yang luas sehingga
memudahkan pemilihan alternatif terbaik yang dapat diambil (Purnomo, et al 2003;
Grant et al. 1997).
31
InformasiKeanekaragaman
Jenis
Petak UkurPermanen
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Model Dinamik Pengaturan Hasil Tidak Seumur
Pemanenan
InventarisasiTegakan Awal
InformasiPertumbuhan &
Hasil
Simulasi Model Dinamik
ManfaatEkonomi
ManfaatEkologis
PerencanaanPembinaan
Pengaturan Hasil
Penentuan Intensitas Penebangan dansiklus Penebangan yang optimal
Model PengembalianEkonomi
Informasi Biaya danManfaat
Unit Manajemen Hutan(Kerakteristik Ekosistem)
Petak UkurPermanen
Model DinamikaStruktur Tegakan
Model PengaturanHasil
Kelestarian Hasil
Kontribusiterhadap Ekonomimasyarakat adat
dan daerah
32
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian berada pada hutan hujan tropis dataran rendah, pada
lokasi contoh hutan alam produksi pada wilayah konsesi IUPHHK PT. Bina
Balantak Utama (BBU) Kabupaten Sarmi Propinsi Papua. Secara geografis
kelompok hutan ini terletak di antara 138005’ - 139000’ Bujur Timur dan 01030’ -
02030’ Lintang Selatan, dengan luas 325.300 ha. Pengumpulan data dilakukan
pada bulan maret sampai dengan mei 2008 di lokasi PUP petak 56 KK RKT
2000/2001.
Gambar 4 Lokasi penelitian hutan alam produksi PT. BBU Kabupaten Sarmi
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah data primer pada tegakan
hutan alam bekas tebangan dan tegakan hutan primer. Tegakan hutan alam bekas
tebangan diambil dari Petak Ukur Permanen (PUP) yang terletak di blok-blok
bekas tebangan yang telah dilakukan pengukuran dan pengamatan selama 5 tahun.
Sedangkan data tegakan hutan primer diperoleh dari kawasan hutan primer yang
berada dalam areal konsesi.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : pita ukur, kompas,
meteran, haga, tambang plastik, tally sheet, alat-alat tulis serta seperangkat
Personal Computer dengan program-program aplikasi : Microsof Excel, dan Stella
Research 9.0.2.
33
Metode Penelitian
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi : data pertumbuhan dan hasil tegakan, serta
data struktur tegakan hutan primer. Data pertumbuhan tegakan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah hasil pengukuran PUP-PUP pada Blok RKT yang
merupakan areal bekas tebangan 1-2 tahun dan hutan primer.
Data-data lain yang dikumpulkan berkaitan dengan aspek ekonomi adalah :
produksi kayu bulat, pendapatan daerah, biaya -biaya TPTI, kompensasi bagi
masyarakat lokal, penerimaan perusahaan dan pengeluaran untuk negara .
Data pendukung penelitian ini adalah data risalah PUP, data Laporan Hasil
Produksi (LHP), data iklim, buku Rencana Karya Tahunan (RKT), Rencana
Karya Lima Tahunan (RKL), dan Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPM),
peta-peta, laporan keuangan dan laporan TPTI serta sumber-sumber lain yang
menunjang penelitian. Data tersebut bersumber dari pencatatan di lapangan (Base
Camp), dan informasi dari instansi terkait.
Teknik Pengumpulan Data
Data primer yang dikumpulkan meliputi : data pertumbuhan tegakan, data
struktur tegakan hutan primer. Data pertumbuhan tegakan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah hasil pengukuran PUP-PUP pada Blok RKT 1999/2000 yang
merupakan areal bekas tebangan 2 tahun. Pengukuran dilakukan pada tahun 2001
sampai dengan tahun 2005. Pengukuran dilakukan ulang setiap satu tahun sekali.
Data struktur tegakan yang diperoleh dari PUP dan hutan primer dipresentasikan
dalam beberapa Kelas Diameter (Phn_D) menurut kelompok jenis dengan interval
10 cm ke atas, diameter terkecil (Phn_D15) berukuran 10-20 cm. Pembagian
menurut kelompok jenis dilakukan dengan mengelompokan ke dalam jenis
dipterocarpaceae, non dipterocarpaceae dan non komersil. Pembagian kelompok
jenis ini berdasarkan pengelompokan yang dilakukan oleh PT. BBU dengan
pertimbangan bahwa kelompok jenis ini mepakan jenis komersil utama yang
diperdagangkan.
34
Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif sebagai berikut:
1. Dinamika Struktur Tegakan
Komponen penyusun dinamika struktur tegakan terdiri dari jumlah pohon
pada berbagai kelas diameter dan kelompok jenis, dengan melibatkan unsur
dinamika tegakan seperti alih tumbuh ( ingrowth), tambah tumbuh ( upgrowth),
dan kematian (Mortality).
Model umum struktur tegakan didekati dengan persamaan
eksponensial negatif yang dirumuskan sebagai berikut (Meyer 1961 dalam Davis
et al. 2001) :
N = N0e-kd
dimana:
N = jumlah pohon pada setiap kelas diameterNo = kostanta, yang menunjukan besarnya kerapatan tegakan pada kelas
diameter terkecile = bilangan eksponensial (2,71828182)k = laju penurunan jumlah pohon pada setiap kenaikan diameter pohonD = titik tengah kelas diameter
2. Ukuran Kelestarian Hasil Pengelolaan Hutan
Ukuran kelestarian hasil kayu diukur berdasarkan ukuran fisik dan
finansial. Apabila besarnya hasil pada tahun ke-t dilambangkan dengan Vt,
maka kelestarian hasil dapat dinyatakan dengan persamaan : Vt AAC, untuk t
= 1,2,3......r, r+1....
AAC (Annual Allowable Cut) merupakan jatah tebang tahunan yang
dibenarkan agar kelestarian hasil dapat dicapai, r melambangkan rotasi tebang
yang menyatakan rentang waktu antar penebangan. Apabila AAC pada rotasi
tebang ke t dinyatakan dengan AACt dan AAC pada siklus tebang selajutnya
sebagai AACt+1 maka kelestarian hasil dapat dicapai pada saat qt 1. Apabila riap
dinyatakan dengan I ( m3/ha/tahun), maka qt = 1 akan dicapai pada saat It x rt =
AACt+1. Besar kecilnya nilai q menggambarkan kemungkinan dicapai tidaknya
kelestarian hasil.
35
3. Perhitungan Biomassa Tegakan
Rumus Allometric yang digunakan untuk menghitung biomassa tegakan
hutan adalah rumus pendugaan biomassa secara umum yang dikemukakan oleh
Brown (1997), yaitu :
Y = 42.69 -12.8D + 1.24D2
Dimana : Y = Biomassa pohon (Kg / pohon)
D = Diameter setinggi dada 1,3 m (m)
Penggunaan rumus ini didasarkan pada pertimbangan tempat tumbuh
dengan curah hujan 1500 –4000 mm/tahun, jumlah sampel pohon 172 serta
kisaran diameter 5-148 cm.
Diasumsikan dalam penelitian bahwa karbon yang diserap adalah 50% dari
keseluruhan bagian tumbuhan yang menjadi biomassa (Motagnini dan Poras
1998).
Pendekatan yang digunakan dalam menduga perubahan karbon berdasarkan
stock –difference method (IPCC 2006) yaitu ∆CB = (Ct2 –Ct1)/(t2-t1), dimana
∆CB adalah perubahan stok carbon tahunan, Ct1 merupakan perubahan stok
karbon pada tahun t1 (Ton C), Ct2 perubahan stok karbon pada tahun t2 (Ton C).
Analisis Sistem dan Simulasi
Berdasarkan perumusan masalah dan untuk memperoleh hasil sesuai tujuan
penelitian ini maka penyusunan model dilakukan dengan membagi model dalam sub
model : sub model dinamika tegakan yang terdiri dari dinamika tegakan
dipterocarpacea, non dipterocarpaceae dan tegakan non komersil, dan tegakan
total, sub model pengembalian ekonomi terdiri dari biaya produksi dan sub model
pengembalian ekonomi, sub model pengaturan hasil, sub model penerimaan
masyarakat adat dan Sub model usaha karbon
Tahap- tahap analisis dan simulasi yang dilakukan adalah sebagai berikut
(Grant et al. 1997; Purnomo 2004) :
Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan
Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi isu-isu sehingga permasalahan
dapat dilihat dengan tepat. Selanjutnya menentukan tujuan pemodelan tersebut.
36
Kemudian isu yang diangkat dan tujuan yang ditetapkan dinyatakan secara
eksplisit.
Setelah itu ditentukan komponen-komponen sistem yang berkaitan dengan
pencapaian tujuan model tersebut. Komponen-komponen tersebut diidentifikasi
keterkaitannya dan merepresentasikan model tersebut dalam diagram kotak-panah
(box-arrow). Pembatasan dan defenisi komponen-komponen dalam sistem sebagai
berikut :
1. Siklus tebang adalah interval waktu (dalam tahun) antara dua penebangan
yang berurutan di tempat yang sama dalam sistem silvikultur polisiklik.
2. Ingrowth didefinisikan sebagai besarnya tambahan terhadap banyaknya pohon
per hektar pada kelas diameter terkecil selama periode waktu tertentu.
3. Upgrowth adalah besarnya tambahan jumlah pohon per hektar terhadap kelas
diameter tertentu yang berasal dari kelas diameter dibawahnya dalam periode
waktu tertentu.
4. Mortality adalah banyaknya pohon per hektar yang mati pada setiap kelas
diameter dalam periode waktu tertentu.
5. Efek penebangan merupakan kematian/kerusakan tegakan yang terjadi akibat
kegiatan penebangan kayu.
6. Masyarakat adat adalah masyarakat yang secara tradisional tergantung dan
memiliki ikatan sosio-kultural dan religius erat dengan lingkungan lokalnya
Perumusan Model Konseptual dan Spesifikasi Model Kuantitatif
Tahapan ini bertujuan untuk membangun pemahaman terhadap sistem yang
diamati ke dalam sebuah konsep untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh
tentang model yang akan dibuat, serta untuk membentuk model kuantitatif dari
konsep model yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil eksekusi yang dicoba
dibuat daftar yang lebih ringkas dari skenario yang memenuhi tujuan pemodelan.
1. Sub Model Dinamika Struktur Tegakan
a. Ingrowth
Ingrowth didefinisikan sebagai besarnya tambahan terhadap banyaknya
pohon per hektar pada kelas diameter terkecil selama periode waktu tertentu
(dalam penelitian ini 1 tahun). Dalam menyusun model penduga ingrowth,
37
ingrowth dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
XjIj =
T
Kemudian ingrowth dapat dinyatakan dalam bentuk proporsi sebagai berikut :
Ij
Inrate =Njt
dimana :
Ij = ingrowth pada jenis pohon ke-i (pohon/ha)Xj = Jumlah pohon dari jenis ke-i yang masuk ke Phn_D15
t = Selang waktu pengukuran (tahun)Inrate = Proporsi pohon yang ingrowthNjt = Jumlah pohon yang ingrowth selama periode pengukuran
b. Upgrowth
Upgrowth adalah besarnya tambahan jumlah pohon per hektar terhadap kelas
diameter tertentu yang berasal dari kelas diameter dibawahnya dalam periode
waktu setahun. Upgrowth diduga dari rataan riap untuk setiap kelas diameter.
Untuk mencari riap diameter rata-rata tahunan digunakan rumus sebagai berikut:
D dimana : MAI = Mean Annual IncreamentMAI = D = Selisih diameter antar pengukuran
t t = Jangka waktu pengukuranW = Interval kelas (10)
Untuk memprediksi perilaku tegakan yang akan datang pada setiap kelas
diameter digunakan rumus :
Riap rata-rata tahunan (MAI)Uprate =
Interval kelas (W)
c. Mortality
Mortality (kematian) dalam penelitian ini adalah banyaknya pohon per hektar
yang mati pada setiap kelas diameter dalam periode waktu satu tahun. Dalam
penyusunan model penduga kematian pohon, kematian pohon dinyatakan dalam
proporsi, dengan rumus sebagai berikut:
m(i )jt
m(i )j = x 100 %
N(i)jt
38
dimana :m(i )
j = Laju mortality jenis pohon ke-i pada kelas diameter ke-j (%/tahun)m(i )
jt = Banyaknya pohon yang mati pada jenis pohon ke-i kelas diameterke-j pada tahun ke-t (pohon/ha)
N(i)jt = Jumlah pohon yang ada di jenis pohon ke-i kelas diameter ke-j pada
tahun ke-t (pohon/ha)
2. Sub Model Pengembalian Ekonomi
Model ini dibuat untuk menggambarkan potensi ekonomis dari hutan.
Model ini terdiri dari dua sub model yaitu sub model biaya produksi dan
submodel pengembalian ekonomi. Metode ini merupakan bentuk lain dari
metode analisis ekonomi yang biasanya dilakukan secara matematis sebagai
berikut (Zobritst et al. 2006; Davis et al. 2001; Lin et al. 1996) :
a. Nilai Harapan Lahan/Land Expectation Value (LEV)
dimana : LEV = Nilai harapan lahan (Rp/ha)Yt = Penerimaan pada tahun ke-t (Rp/ha)Ct = Pengeluaran pada tahun ke-t (Rp/ha)r = Siklus tebang (tahun)t = Tahun kegiatan (tahun)e =Biaya tahunan (administrasi dan umum, perlindungan hutan,
PBB, bina desa hutan dan penyusutan)i = suku bunga dalam angka desimal
b. Nilai Kini Bersih/Net Present Value (NPV)
dimana :
NPV := Net Present Value (Rp/ha)Yt = penerimaan pada tahun ke-t (Rp/ha)Ct = pengeluaran pada tahun ke-t (Rp/ha)r = siklus tebangt = tahun kegiatani = Suku bunga dalam angka desimal
r rYt (1 + i)r-t - Ct (1 + i)r-t
t=0 t=0
LEV= - e/i(1 + i)r - 1
r yt r CtNPV = -
t = 0 (1 + i)t t = 0 (1 + i)t
C. Rasio Manfaat Biaya (BCR)r Yt r Ct
BCR = : t = 0 (1 + i)t
t = 0 (1 + i)t
dimana :
BCR = rasio manfaat biayaYt = penerimaan pada tahun ke-l (Rp/ha)Ct = pengeluaran pada tahun ke-t (Rp/ha)r = siklus tebangt = tahun kegiatani = suku bunga dalam angka desimal
d. Internal Rate of Return (IRR)
dimana : i1 = adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1
i2 = adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2
Komponen-kompone model pengembalian ekonomi terdiri dari manfaat dan
biaya. Manfaat yang berasal total penerimaan perusahaan merupakan hasil
penerimaan kayu (perubahan harga kayu x volume tebangan). Sedangkan biaya
terdiri dari biaya perencanaan hutan, pemanenan, pembinaan hutan, dan pengeluaran
untuk pemerintah.
3. Sub Model Pengaturan Hasil
Sub model ini dilakukan untuk memberikan gambaran berbagai alternatif
pengaturan hasil hutan kayu oleh HPH dengan mengatur auxilary seperti intensitas
penebangan, lamanya siklus tebang, limit diameter penebangan dan proporsi
jumlah batang yang ditebang. Pengaturan hasil yang digunakan digolongkan
berdasarkan siklus tebang (konvensional). Teknik konvensional dilakukan dengan
menyusun skenario siklus tebang, dan berdasarkan siklus tebang tersebut dipilih
berbagai intensitas tebang yang memberikan hasil lestari.
4. Sub Model Penerimaan Masyarakat Adat
Sub model ini menjelaskan keuntungan masyarakat adat yang diperoleh
sebagai kompensasi terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan yang berada di
NPV1
IRR = i1 + (i2–i1)NPV1 - NPV2
39
40
wilayah kepemilikannya, baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun non
perusahaan (pribadi dan kelompok). Sub model ini memiliki keterkaitan dengan
model dinamika tegakan dan pengaturan hasil. Auxilary variable penerimaan
kompensasi dipengaruhi oleh driving variable jumlah penerima. Jumlah penerima
merujuk kepada banyaknya marga-marga yang menerima kompensasi pada
wilayah adatnya. Tidak semua masyarakat yang berada pada wilayah-wilayah
yang terkena dampak HPH menerima kompensasi, sehingga dalam penelitian ini
digunakan angka random (acak). Besarnya penerimaan kompensasi merupakan
hasil perkalian antara jumlah volume dan besarnya standar kompensasi.
Pembuatan sub model ini dilakukan dengan membagi jenis kayu ke dalam
tiga kelompok besar berdasarkan standar kompensasi yang ditetapkan yaitu jenis
kayu merbau, non merbau serta kayu indah. Persentase jumlah masing-masing
jenis diperoleh berdasarkan hasil produksi kayu selama tahun 2007, dengan
persentase merbau (60%), non merbau (39%) dan kayu indah (1%). Sedangkan
auxilary variable pendapatan tebang milik merupakan selisih antara biaya
penebangan dan hasil penjualan kayu. Pendapatan tebang milik selanjuntnya
didistribusikan kepada pemilik kayu (20%) dan penebang kayu (80%).
5. Sub model REDD
Secara umum pertimbangan ekonomi lebih kuat dibandingkan hal-hal lain
seperti mengurangi erosi dan koservasi keaneragaman spesis (Hartley 2002), oleh
sebab itu sub model REDD dalam penelitian disimulasikan untuk menganalisis
keadaan finansial pengelolaan hutan oleh IUPHHK PT. BBU apabila dialihkan
untuk tujuan penyerapan karbon, namun hanya berfokus pada upaya mengurangi
degradasi. Pendapatan usaha karbon adalah selisih pemasukan karbon dengan
pengeluaran usaha karbon. Pemasukan usaha karbon didapat dari penjualan jasa
penyerapan karbon dalam satuan ton (tC) per hektar.
Harga karbon dalam perdagangan karbon sangat bervariasi. Pada awal
sistem perdagangan dan pertukaran karbon, nilai kredit pengurangan emisi karbon
berkisar antara US$2,5 sampai US$5 (Niles, John O et al. 2002). Nilai yang
dipakai dalam penelitian ini adalah nilai US$5, dengan nilai tukar rupiah
diasumsikan Rp 9.500. Simulasi dilakukan untuk menentukan besarnya
penerimaan apabila penebangan dilakukan dengan intensitas rendah (20%).
41
Evaluasi Model
Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui keterandalan model yang dibuat
untuk mendiskripsikan keadaan sebenarnya. Proses pengujian dilakukan dengan
mengamati kelogisan model dan membandingkan dengan dunia nyata atau model andal
yang serupa jika tersedia. Perbandingan dilakukan dengan uji Khi Kuadrat (x2)
(Walpole 1995) dengan rumus berikut :
(yaktual–ymodel)2
2hitung =
y model
Dengan hipotesis Ho : Ymodel = Yaktual
H1 : Y modelYaktual
Dengan kriteria uji : 2hitung< 2
tabel : terima Ho
: 2hitung> 2
tabel: tolak Ho
Penggunaan Model
Model yang telah dibentuk digunakan untuk mencapai tujuan
pembentukannya. Kegiatan pertama adalah membuat daftar terhadap semua
skenario yang mungkin dapat dibuat dari model yang dikembangkan. Semua
skenario tersebut dijalankan, kemudian hasil tersebut coba untuk dipahami.